VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Aspek Non Finansial Analisis mengenai aspek non finansial, dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha budidaya Belimbing Dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok layak untuk dilaksanakan. Aspek non finansial yang akan dikaji lebih dalam antara lain adalah aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosialekonomi-budaya, serta lingkungan. 6.1.1. Aspek Pasar Aspek pasar memegang peranan penting menentukan kelayakan suatu usaha. Hal ini disebabkan, aspek pasar menganalisis dari output yang dihasilkan. Berikut ini adalah analisis lebih lanjut mengenai komponen-komponen dari aspek pasar: 1.
Permintaan dan Penawaran Kesadaran masyarakat akan nilai gizi dan manfaat serta khasiat dari buah-
buahan kian meningkat. Tidak hanya buah segar, olahan dari buah-buahan ini kian dicari. Belimbing merupakan buah yang telah dikenal masyarakat akan khasiat dan kesegarannya. Selain dikonsumsi langsung, telah banyak industri pengolahan belimbing. Selain itu, kini belimbing telah mulai di ekspor untuk keperluan industri rumah makan sebagai penghias. Konsumen Belimbing Dewa Kota Depok adalah konsumen dari Jakarta, Sumatera dan Jawa.
Dengan berkembangnya industri pengolahan buah
belimbing, maka kebutuhan akan belimbing khususnya Belimbing Dewa terus meningkat. Berapun belimbing dewa yang dihasilkan selalu habis terjual. Di Indonesia permintaan akan belimbing diperkirakan mencapai 70 ton. Penawaran terhadap belimbing khususnya belimbing dewa dapat dilihat dari perkembangan produksi selama kurun waktu lima tahun 2003-2008. Produksi tahun 2008 mencapai 42.732 kwintal. Para petani budidaya belimbing yang ada di Kota
Depok
rata-rata
dapat
menghasilkan
10.333
kilogram.
Hal
ini
mengindikasikan masih adanya permintaan belimbing manis untuk kebutuhan di dalam negeri. Dengan mengetahu permintaan dan penawaran, dapat diketahui pula market share dari usaha budidaya belimbing dewa di Kota Depok. 49
Tabel 7. Perkembangan Produksi Belimbing Dewa Kota Depok Tahun 2003-2008 Tahun Produksi (KW) Presentase(persen) 2003
6.062
-
2004
6.962
14,84
2005
50.514
625,56
2006
40.473
-19,87
2007
35.956,30
-11,15
2008
42.732
18,84
Sumber: Dinas Pertanian Kota Depok, 2008
Market share menunjukkan proporsi penjualan suatu usaha terhadap penjualan industri secara keseluruhan (Solihin, 2007), yang dapat dirumuskan sebagai berikut : ℎ
∑
=∑
Berdasarkan perumusan tersebut, market share dari usaha budidaya belimbing dewa di Kota Depok, dengan asumsi harga jual belimbing per kilogram Rp 5.313,00, dan diasumsikan konstan selama tahun 2011 maka: Market Share Petani Budidaya Belimbing Dewa Kota Depok =
(10.333 kg × Rp 5.313) × 3 kali panen (427.3200 kg × Rp 5.313)
=
164.697.687 22.703.511.600
= 0,72% Market share yang diterima petani budidaya belimbing dewa di Kota Depok adalah sebesar 0,72 % dari keseluruhan industri. 2.
Harga Berdasarkan data primer yang diperoleh harga Belimbing Dewa terendah
mencapai Rp 3.875,00 /kg. Sedangkan harga normal Belimbing Dewa sebesar Rp 5.313,00/kg. Harga Belimbing Dewa tertinggi mencapai Rp 6.875,00/kg. Data harga tersebut diperoleh berdasarkan pengalaman yang didapat petani selama mengusahakan budidaya Belimbing Dewa melalui SOP. 50
3.
Pemasaran Output dari usaha ini berupa Belimbing Dewa segar tanpa proses
pengolahan. Belimbing Dewa segar dipasarkan ke daerah sekitar Depok, Pulau Jawa bahkan Luar pulau Jawa. Oleh karena itu dibutuhkan lembaga pemasaran yang akan memasarkan Belimbing Dewa. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani, lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran Belimbing Dewa antara lain: petani, pengumpul (tengkulak), Koperasi, Pedagang grosir, pengecer, supermarket, industri pengolahan, konsumen. Saluran pemasaran Belimbing Dewa di Kota Depok terbagai dalam enam saluran. Pada saluran pertama, belimbing yang dihasilkan dijual ke pengumpul. Penjualan ke pengumpul ini petani tidak mengeluarkan banyaka biaya terutama transport dikarenakan pengumpul sendiri yang akan datang ke kebun dan dianhkut dengan mobil milik pengumpul. Setelah mengumpulkan dari pengumpul, belimbing dijual ke pedagang grosir di pasar induk. Sebagian besar pengumpul yang ada menjualnya ke daerah Pasar Minggu. Selanjutnya belimbing akan sampai pada pengecer lalu ke konsumen. Belimbing pada saluran ini biasanya belimbing Dewa dengan indeks empat dan lima dimana belimbing berwarna kuning muda hingga kemerahan.
Supermarket 2
1
Pedagang Grosir
Pengumpul 6
5
4
Petani Belimbing Dewa
3
Koperasi
Pengecer
Konsumen
4 Industri Pengolahan
Gambar 2. Saluran Pemasaran Belimbing Dewa Kota Depok Saluran kedua, petani tetap menjual kepada pengumpul, selanjutanya pengumpul mejual kepada supermarket di daerah Depok, Jakarta dan sekitarnya. Penjualan oleh pengumpul ke supermarket dilakukan dengan perjanjian dan 51
syarat-syarat yang ketat dan mengikat. Belimbing yang dijual untuk supermarket yaitu belimbing dengan indeks empat. Belimbing dengan indeks empat berwana kuning kehijauan dengan presentase warna hijau 10-30%. Hal ini dikarenakan belimbing untuk supermarket akan disimpan lebih lama. Saluran tiga, setelah petani memanen belimbing dengan indeks enam dan tujuh, buah belimbing sudah sangat matang, mereka menjual ke koperasi. Dari koperasi buah belimbing dijual pada industri-industri pengilahan belimbing seperti jus, sirup, selai, manisan dan sale di sekitar Depok dan Jakarta. Tidak banyak petani yang menjual ke koperasi dengan alasan pembayaran yang dilakukan koperasi adalah dicicil tidak seperti pengumpul atau tengkulak yang membayar secara kontan. Selain alasan pembayaran, petani tidak banyak menjual ke koperasi karena kekecewaan petani pada koperasi yang memberikan kuota jumlah belimbing yang dapat di jual ke koperasi. Ketika kuota telah melebihi, koperasi tidak akan menerima hasil panen belimbing. Saluran ke empat, dari petani ke koperasi kemudian koperasi menjual ke pedagang pengumpul lalu ke pengecer dan sampai ke konsumen. Pada saluran kelima petani langsung menjual kepada pengecer. Belimbing yang dijual kepada pengecer jumlahnya tidak terlalu banyak. Saluran yang terakhir adalah saluran ke enam. Pada saluran ini, petani langsung menjajakan hasil panennya. Para petani menjajakan dagangannya dipinggir jalan sekitar Depok. Selain itu belimbing yang langsung dijual ke konsumen biasanya konsumen yang sedang mengadakan acara dan sudah kenal dengan petani. Dari ke enam saluran yang ada, petani Belimbing Dewa Kota Depok lebih banyak terdapat pada saluran satu dan dua. Pada saluran satu dan dua hasil panen langsung dijual kepada pengumpul walaupun harga jual yang diterima tidak begitu besar. Belimbing hasil panen petani pasti akan diambil semua oleh pengumpul. Selanjutnya pengumpul yang akan memasarkan Belimbing Dewa ke daerah-daerah seperti Jakarta, Jawa dan Sumatera. Berdasarkan uraian tesebut, pada aspek pasar usaha budidaya Belimbing Dewa layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan, masih terbukanya peluang pasar dalam kapasitas yang lebih besar ditunjukkan dengan nilai market share.
52
6.1.2. Aspek Teknis Aspek teknis yang dikaji berkaitan dengan sumber daya produksi yang digunakan oleh usaha budidaya Belimbing Dewa, teknik budidaya sesuai SOP, lokasi usaha budidaya dan produksi Belimbing Dewa. 1.
Sumber Daya Produksi Sumber daya produksi yang digunakan pada usaha budidaya belimbing
Dewa dapat terbagi kedalam empat bagian yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya modal dan bahan baku. Sumber daya yang pertama,manusia (tenaga kerja), merupakan salah satu faktor produksi utama dari usaha budidaya Belimbing Dewa. Tenaga kerja yang dipakai berasal dari tenaga kerja keluarga dan non keluarga yang berasal dari lingkungan masyarakat sekitar. Jumlah tenaga kerja disesuaikan dengan tugas-tugas khusus dalam kegiatan budidaya Belimbing Dewa. Dalam kegiatan perawatan dan pemupukan berjumlah rata-rata tiga orang. Kegiatan pembungkusan dan pemetikan memerlukan tenaga kerja lebih banyak yaitu berjumlah rata-rata tujuh orang dikarenakan dalam proses pembungkusan harus cepat agar tidak banyak buah yang jatuh. Kegiatan pemangkasan memerlukan tanaga
kerja rata-rata empat orang. Tenaga kerja
berjenis kelamin laki-laki dengan umur diatas 20 tahun. Sumber daya yang kedua adalah sumber daya alam. Sumber daya alam yang digunakan dalam usaha budidaya Belimbing Dewa adalah lahan dan sumber mata air. Luas lahan yang digunakan untuk budidaya Belimbing Dewa di kecamatan Pancoran mas sebesar 448,44 m2. Pada Kecamatan Sawangan lahan yang digunakan 1.509.1 m2 . Hal ini disebabkan banyak lahan yang telah digunakan untuk pemukiman serta konversi lahan. Lahan-lahan yang banyak digunakan merupakan lahan pekarangan rumah. Para petani budidaya Belimbing Dewa menjalankan usaha budidaya Belimbing Dewa dengan luas rata-rata kepemilikan lahan sebesar 1708,75 m2. Lahan yang digunakan oleh petani budidaya merupakan lahan milik pribadi. Harga lahan untuk usaha di lokasi penelitian sebesar Rp 206.250,00 per meter. Sumber daya alam lainnya yang digunakan dalam usaha ini adalah mata air. Air sangat penting dalam kegiatan usaha budidaya Belimbing Dewa dikarenakan belimbing merupakan tumbuhan yang perlu banyak air. Sumber mata air yang 53
digunakan oleh para pembudidaya Belimbing Dewa adalah air yang mengalir di sungai-sungai dengan irigasi sederhana, air hujan maupun sumur bor yang dimiliki oleh petani. Para petani budidaya kemudian mengalirkan air tersebut melalui pipa-pipa dan ditampung dalam drum air. Untuk mendapatkan air tersebut, para petani budidaya tidak mengeluarkan biaya. Mereka hanya perlu menyiapakan pipa dan drum air. Selain sumber air dari sungai, para petani juga memenuhi kecukupan air dengan memanfaatkan tenaga mesin, yaitu jet pump, untuk mempermudah proses pengambilan air melalui sumber mata air yang berasal dari air tanah. Modal yang digunakan dalam pelaksanaan usaha berasal dari modal sendiri. Para petani budidaya pada penelitian ini tidak melakukan peminjaman modal ke pihak lain ataupun lembaga keuangan, seperti bank. Akan tetapi petanipun sesekali mendapatkan batuan dari pemerintah berupa peralatan serta input yang disalurkan melalui kelompok petani. Modal awal petani budidaya digunakan untuk membeli bibit, membangun gudang dan membeli peralatan serta perlengkapan yang dibutuhkan, seperti, mulsa/karbon, steam, gunting stek, drum air, cangkul, golok, timbangan, tangga, box kontainer, parang dan hands frayer. Jumlah pohon rata-rata yang dimiliki petani adalah sebanyak 62 pohon dengan umur rata-rata diatas lima tahun. Bibit belimbing yang dibeli oleh petani berukuran 80cm. Rata-rata petani budidaya memiliki satu buah gudang untuk menyimpan obat-obatan, peralatan dan perlengkapan lain yang dibutuhkan dalam usaha budidaya Belimbing Dewa. Gudang dibangun pada awal tahun usaha serta membutuhkan waktu pembangunan selama kurang lebih dua bulan. Pembangunan gudang ini menghabiskan biaya sebesar Rp 3.800.000,00 per unit nya. Bahan baku yang digunakan dalam usaha budidaya Belimbing Dewa adalah pupuk dan obat-obatan. Pupuk yang digunakan sebanyak dua macam yaitu pupuk kandang dan NPK. Obat-obatan yang dipakai petani adalah Curacron, Decis dan Dusban sebagai pestisida. Sedangkan Gandasil B sebagai perangsang bunga dan Gandasil A sebagai perangsang Buah. 2.
Penyediaan input Input yang dibutuhkan oleh usaha budidaya Belimbing Dewa terdiri dari
bibit, pupuk dan obat-obatan. Bibit yang pertama kali ditanam oleh petani dibeli 54
secara langsung pada petani lain atau tempat penjualan bibit. Bibit yang digunakan rata-rata dibeli dengan harga Rp 100.000,00. Kualitas tanaman sangat tergantung dari kualitas bibitnya. Petani yang telah menanam pada tahun pertama, bibit selanjutnya diperoleh dari perbanyakan dengan cara okulasi. Pohon yang diperoleh dari hasil okulasi ini, dapat berbuah pada umur satu tahun sejak masa penanaman, namun hasil dari buah pertama ini belum optimal. Untuk kelanjutan yang lebih baik, bunga yang tumbuh pada usia satu tahun ini dipangkas terlebih dahulu. Hasil yang optimal diperoleh pada usia pohon tiga tahun keatas sejak penanaman. Keunggulan lain menggunakan bibit dengan cara okulasi, buah yang dihasilkan sama dengan induknya. Jadi buah yang dihasilkan seragam. Input lainnya adalah pupuk. Pupuk berupa pupuk NPK diperoleh dengan cara membeli secara langsung pada agen pertanian yang ada di sekitar lokasi. Lokasi agen bahan pertanian yang sering didatangi petani terletak di daerah Parung. Petani memilih agen tersebut karena harga yang lebih murah dibandingkan agen pada tempat lain. Pupuk NPK dibeli petani dengan harga Rp. 11.875,00 per kilo gram. Pupuk kandang didapatkan petani dari peternak ayam domba dan kambing yang ada di daerah usaha. Harga pupuk kandang adalah Rp 8.500,00 per karung. Ketersedian akan pupuk ini baik NPK maupun kandang cukup baik. Pupuk selalu tersedia pada agen maupun peternakan. Proses pembayaran untuk pupuk dilakukan secara tunai. Sedangkan untuk penggunaan obat-obatan, petani membelinya pada agen yang sama dengan membeli pupuk atau didapatkan di koperasi. Satu liter decis dibeli dengan harga Rp 226.250,00. Harga satu liter curacron adalah Rp 212.500,00. Sedangkan satu liter dusbran seharga Rp 100.000,00. Gandasil A dan Gandasil B dibeli perbungkus dengan harga Rp 26.125,00 per bungkus. 3.
Kegiatan Budidaya Belimbing Dewa Usaha pembudidayaan Belimbing telah lama disahakan di Kota Depok dan
merupakan usaha turun-temurun. Selain ditanam dikebun atau lahan tersendiri, tanaman belimbing juga ditanam di sekitar pekarangan rumah. Tehnik budidaya belimbing Dewa di Kota Depok sebenarnya hampir sama dengan yang lain. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas buah belimbing yang dihasilkan oleh petani serta sebagai langkah dalam mewujudkan belimbing 55
sebagai icon Kota Depok, maka telah disusun Strandar Operasional Prosedur oleh Dinas Pertanian Kota Depok sebagai pengembangan pola produksi belimbing. SOP belimbing ini adalah panduan teknik budidaya blimbing yang dilakukan untuk meningkatkan mutu buah beliming yang dihasilkan oleh petani. Teknik budidaya belimbing sesuai SOP telah disosialisasikan kepada para petani belimbing di Kota Depok mulai tahun 2007. Hanya saja belum banyak petani yang menerapkannya hingga sekarang. Ada petani yang telah menerapkan seluruh SOP dan adapula petani yang tidak sepenuhnya menerapkan SOP bahkan adapula petani yang tidak atau belum menerapkan. Tehnik budidaya Belimbing Dewa sesuai SOP terbagi menjadi beberapa tahap yang dimulai dari penanaman tanaman
Belimbing
Dewa,
pemupukan
dan
penyemprotan,
pengairan,
pemeliharaan/ sanitasi kebun, pembungkusan dan penjarangan bunga, panen dan yang terakhir adalah pemangkasan (Gambar 3). Penanaman Pemupukan & penyemprotan Pengairan Pemeliharaan/Sanitasi Kebun Pembungkusan & Penjarangan Buah Panen
Pemangkasan Gambar 3. Proses Teknik Budidaya Belimbing Dewa sesuai SOP Tahapan pertama dimulai dari penanaman bibit belimbing. Bibit belimbing ditanam petani pada saat ketinggian satu meter. Kedalaman tanam 50 meter dan lebar satu meter. Jarak tanaman yang sesuai oleh SOP adalah 7x7 meter dikarenakan semakin jauh jarak tanam belimbing akan meyebabkan cabang56
cabang semakin menyamping dan menghasilkan buah yang lebih banyak. Ketentuan jarak tanam ini yang paling sering dilanggar oleh petani. Ada yang menggunakan jarak tanam 6x6 meter dengan alasan banyak lahan yang kosong sehingga lahan tidak optimal serta ada tanaman belimbing yang sudah ditanam sebelum pemberlakuan SOP ini.
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
7m
Gambar 4. Pola Jarak Tanam Belimbing
Gambar 5. Pohon Belimbing Dewa Tahapan berikutnya adalah pemupukan dan penyemprotan tanaman Belimbing Dewa. Menyediakan kebutuhan hara dan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman belimbing dilakukan melalui kegiatan pemupukan. Pupuk yang digunakan pada tanaman belimbing adalah pupuk kandang dan NPK. Pupuk kandang dan NPK digunakan untuk menambah dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kegiatan pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang dan NPK dilakukan tiap empat bulan sekali
57
Gambar 6. Proses Pemupukan Belimbing Dewa Melalui SOP Banyaknya pupuk yang digunakan oleh petani rata-rata untuk pupuk kandang 3 karung per pohon atau 30-60 kg. Sedangkan untuk NPK, rata-rata yang digunakan adalah 2 kg per pohon. Berdasarkan SOP dosis pupuk kandang dan NPK per pohon belimbing dewa disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Dosis Pupuk Kandang dan NPK pada Usaha Budidaya Belimbing Dewa di Kota Depok Waktu Pemupukan
Dosis Pupuk sekali Pemakaian (kilogram/pohon) Pupuk Kandang
Pupuk NPK
3-12 bulan setelah tanam
20-30
0,2-0,3
1-3 tahun setelah tanam
30-40
0,4-0,6
>3 tahun setelah tanam
40-60
0,7-1,0
Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok (2007)
Prosedur pelaksanaan pemberian pupuk pemberian pupuk diantaranya sebagai berikut: 1) Menyiapkan alur lubang pupuk dibawah lingkaran tajuk sedalam 20 centimeter dan selebar cangkul 2) Menyiapkan pupuk sesuai jenisa dan dosis yang akan digunakan 3) Memasukkan pupuk kedalam lubang tanam kemudian menutupnya.
58
Kegiatan penyemprotan
obat-obatan dilakukan dua minggu satu kali
dengan sistem oplosan. Kegiatan ini guna merangsang daun dan buah. Pada musim hujan penggunaan input obat-obatan dua kali lebih banyak dibandingkan musim kemarau, hal tersebut disebabkan obat-obatan yang telah disemprotkan hilang tersiram air hujan. Tahap selanjutnya adalah pengairan. Kegiatan ini dilakukan untuk menyediakan kebutuhan air bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman belimbing dewa. Kegiatan pengairan dilakukan 2 minggu setelah penyemprotan atau saat telah keluar bunga. Sebelum kegiatan pengairan dilakukan, hal yang harus dipehatikan adalah melihat kondisi tanaman dan tanah. Pengairan harus dihentikan jika kondisi tanah telah cukup lembab. Air yang digunakan sebagai sumber pengairan berasal dari air hujan, irigasi sederhana maupun sumur bor. Para pelaku usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok, umumnya melakukan kegiatan pengairan hanya pada musim kemarau. Bahkan ada yang sama sekali tidak melakukan pengairan dengan alasan tanaman belimbing dewa akan terus berproduksi walaupun dalam kondisi kering. Setelah dilakukan penyemprotan untuk merangsang bunga dan buah lalu pengairan,
tahapan
berikutnya
pemeliharaan
tanaman
belimbing
dewa
dengansanitasi kebun serta pengendalian hama dan penyakit tanaman belimbing dewa. Sanitasi kebun adalah kegiatan menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan kebun. Sanitasi kebun penting dilakukan untuk memberikan lingkunagn tumbuh yang baik bagi pertumbuhan tanaman dan memutuskan siklus hidup Hama dan Penyakit Tanaman (HPT). Kegiatan ini meliputi pembersihan gulma yang tumbuh disekitar tanaman dan membersihkan buah belimbing yang jatuh ke tanah dan yang tersangkut di pohon. Kegiatan sanitasi kebun dapat dikatakan sebagai kegiatan pencegahan terhadap datangnya HPT. Pengendalian HPT adalah tindakan yang dilaksanakan untuk mencegah kerugian seperti penurunan mutu dan produksi buah belimbing yang diakibatkan oleh hama dan penyakit tanaman. Sebelum melakukan kegiatan pengendalian HPT, petani melakukan pengamatan terhadap HPT di kebun secara teratur dan berkala. Dengan mengenali HPT yang menyerang dan gejala serangannya, maka petani dapat melakukan tindakan atau cara yang tepat untuk mengatasinya. 59
Gambar 7. Tanaman yang Terkena HPT Ada beberapa hama dan penyakit yang dapat serta sering menyerang tanaman belimbing dewa, yaitu: 1) Lalat Buah Untuk mengendalikan serangan lalat buah, petani melakukan pengendalian dengan menggunakan perangkap lalat buah yang menggunakan zat bermerek dagang Petrogenol yang mengandung feromon. Pengendalian menggunakan insektisida juga dapat dilakukan. Insektisida yang digunakan adalah insektisida sistemik. Untuk menghindari serangan lalat buah, petani membungkus buah pada saat tiga sampai empat minggu setelah buah terbentuk. Jika ada buah yang terserang atau jatuh, maka harus dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam kantung plastik lalu dibenamkan ke dalam tanah sedalam 30 centimeter atau dibakar. 2) Jamur Upas Penyakit ini menyerang bagian batang atau cabang tanaman. Jika serangan sudah berat maka dapat mengakibatkan batang mengering dan lapuk. Pengendaliannya dilakukan dengan cara menyemprot atau mengoleskan cabang yang sakit dengan calixin atau dapat juga menggunakan fungisida seperti Benlate. 3) Bercak Daun Bercak daun ini disebabkan oleh jamur. Penyakit ini menyerang daun, tangkai daun dan batang muda. Penyakit yang disebabkan karena jamur ini meyebabkan terjadinya bercak-bercak daun dengan tepi daun berwarna coklat tua atau ungu. Serangan yang hebat dapat menyebabkan daun kuning hingga rontok. Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan fungisida.
60
Kegiatan selanjutnya adalah pembungkusan. Pembungkusan buah dilakukan 1,5 bulan mulai dari pohon belimbing dewa berbunga. Pembungkusan akan dilakukan lebih cepat apabila musim hujan. Buah yang dilakukan pembungkusan adalah buah muda yang telah berukuran 3 centimeter atau sebesar jempol kaki. Pembungkusan buah dilakukan untuk mencegah kerontokkan buah akibat gangguan hama dan bertujuan menghasilkan buah yang besar, bersih dan menarik. Ciri-ciri buah belimbing dewa siap dibungkus yaitu batang terlihat coklat dan warna buah hijau tua.
Gambar 8. Proses Pembungkusan Buah Belimbing Dewa Agar diperoleh buah yang besar maka dalam satu dompolan buah maksimal dipelihara sebanyak lima buah. Buah yang dubungkus dipilih buah yang memenuhi kriteria bentuk bagus (tidak bengkok), sehat (kulit buah tidak berbintik hitam), tidak cacat dan tangkai buah besar. Sebelum dilakukan pembungkusan, terlebih dahulu dilakukan penjarangan buah pada saat ukuran buah 2 centimeter atau 15-20 hari sejak bunga mekar. Buah yang dibuang adalah buah yang tidak memenuhi kriteria, yaitu yang memiliki ciri-ciri bentuk dan ukurannya tidak normal, buah terserang OPT, terdapat diujung ranting atau cabang. Bahan yang digunakan untuk pembungkusan buah belimbing dewa yaitu kertas karbon dan plastik mulsa, masing-masing bahan tersebut memliki kelemahan dan kelebihan. Namun, karena keberadaan kertas karbon yang mulai langka di pasaran serta harganya yang mahal, maka petani lebih memilih pembungkus berbahan plastik mulsa hitam perak. Plastik mulsa memeiliki kelebihan yaitu harga lebih murah, tidak mudah rusak apabila terkena air hujan dan dapat digunakan beberapa kali pemakaian. Sedangkan kelemahannya bahan terlalu lembab dan buah yang dihasilkan lebih kecil dan berwarna pucat, waktu 61
pembungkusan buah lebih lama. Waktu pembungkusan sampai dengan panen apabila menggunakan kertas karbon yaitu 45 hari sedangkan plastik mulsa 50 hari. Setelah buah berumur 50-55 hari, kegiatan pemanenan dilakukan. Sebelum dilakukan pemanenan, dilakukan terlebih dahulu pengamatan pada buah yang akan dipanen. Hal ini dilakukan untuk memperoleh buah yang sesuai tingkat kematangan dan waktu pemetikan yang tepat. Panen belimbing dewa dilakukan tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Januari hingga Februari, Mei hingga Juni dan September hingga Oktober.
Gambar 9. Pembungkus Buah Belimbing Dewa Buah belimbing dewa sudah dapat di panen ketika telah memasuki indeks kematangan buah IV hingga VI. Indeks kematangan IV dipilih dengan tujuan agar buah tidak cepat busuk dalam proses penyimpanan. Ciri indeks kematangan buah dapat dilihat pada Tabel 9. Produktivitas tiap pohon pertahun yang diharapkan dicapai dari penerapan SOP belimbing dewa Kota Depok adalah: Umur 2-4 tahun : ≤ 500 buah/pohon/tahun Umur 5-9 tahun : 500-1200 buah/pohon/tahun Umur >15 tahun: ≥ 2.000 buah/pohon/tahu
62
Tabel 9. Ciri-Ciri Indeks Kematangan Buah Belimbing Dewa di Kota Depok Indeks Kematangan Buah Indeks I Indeks II
Indeks III
Indeks IV
Indeks V Indeks VI
Indeks VII
Ciri-ciri Buah Belimbing Dewa
Kegunaan
Buah berwarna hijau tua Buah belum siap panen Buah berwarna hijau sedikit Untuk salad dan hiasan, kuning ekspor melalui laut dan udara Buah berwarna hijau Untuk salad dan hiasan, kekuningan ekspor melalui laut dan udara Buah berwarna kuning Untuk kue, cake, kehijauan hiasan, jus, dimakan segar dan ekspor melalui udara Buah berwarna kuning muda Untuk juice dan dimakan segar Buah berwarna kuning Untuk dimakan segar, kemerahan juice (tidak disarankan untuk ekspor) Buah berwarna merah Tidak disarankan untuk kekuningan (orange tua) ekspor tapi masih dapat digunakan untuk bahan olahan
Sumber: Dinas Pertanian Kota Depok, 2007
Rata-rata hasil panen petani belum sesuai dengan target mutu dan produktivitas yang diharapkan. Petani yang memiliki pohon berumur 5-20 tahun rata-rata 800-2000 buah.
Gambar 10. Belimbing Dewa yang Siap Panen Kegiatan berikutnya setelah panen berakhir adalah pemangkasan. Kegiatan pemangkasana dibagi menjadi dua jenis yaitu kegiatan pemangkasan bentuk dan kegiatan pemangkasan pemeliharaan. Kegiatan pemangkasan bentuk adalah kegiatan membentuk cabang atau ranting tanaman agar mempunyai tajk yang 63
diharapkan dan dengan tujuan agar lebih memudahkan petani dalam melakukan kegiatan pengolahan, perawatan dan pemanenan.
Gambar 11. Kegiatan Pemangkasan Sedangkan pemangkasan pemeliharaan adalah memotong cabang atau ranting tanaman yang tidak produktif dan tidak dikehendaki. Hal ini bertujuan untuk merangsang pembungaan, membuang ranting atau cabang yang mati, tunas air maupun cabang yang tidak produktif serta memudahkan sinar matahari masuk sampai cabang-cabang terbawah. 4.
Lokasi Usaha Usaha budidaya belimbing dewa Kota depok terdapat di lima kecamatan di
Kota Depok. Diantaranya Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Beiji yang memeiliki produktivitas tinggi. Pelaku usaha budidaya belimbing dewa memiliki berbagai alasan untuk mendirikan usaha di lokasi tersebut, diantaranya adalah: a) Lokasi Usaha Lokasi usaha budidaya belimbing dewa Kota depok turut mempengaruhi jumlah produksi belimbing dewa yang dihasilkan. Keadaan tanah dan sumber air yang memadai, maka tanaman belimbing tersebut akan menampilkan semua sifat yang dimiliki secara maksimal. Belimbing Dewa berproduksi maksimal pada ketinggian 0-500 meter diatas permukaan laut dengan keasaman tanah diantara 5,5 – 7,0. Kedalaman air tanah yang ideal untuk pertumbuhan belimbing antara 50-200 cm. Hal ini sesuai dengan karakteristik agroekosistem Kota Depok terutama pada Kecamatan Pancoran Mas, Sawangan dan Beiji
64
yang sangat potensial bagi pengembangan usaha agribisnis Budidaya Belimbing Dewa. Selain itu petani memilih lokasi Kecamatan Pancoran Mas, Sawangan dan Beiji karena mereka merupakan warga asli daerah tersebut serta tanaman belimbing sudah di tanaman di daerah Kota Depok sejak lama sebelum adanya varietas Dewa. Para petani telah mencoba berbagai tanaman di daerah tersebut dan yang paling baik serta cocok produktivitasnya adalah belimbing b) Akses Menuju Lokasi Para petani budidaya belimbing dewa memilih lokasi di Kecamatan Pancoran Mas, Sawangan dan Beiji dikarenakan akses menuju ke lokasi tersebut mudah dijangkau. Dengan jalan utama yang telah beraspal dan akses kendaraan umum yang mudah didapat, seperti ojek untuk jalur yang lebih sempit dan angkutan umum untuk melalui jalur yang lebih lebar, memudahkan para petani atau pihak terkait untuk menuju lokasi usaha budidaya atau melakukan mobilisasi ke berbagai wilyah lainnya. Kota Depok merupakan kawasan pertanian budidaya belimbing dan telah banyak yang mengetahuinya, sehingga para petani tidak perlu melakukan pemasaran lebih banyak. Selain itu, dilokasi banyak terdapat pelaku usaha budidaya belimbing dewa, sehingga para petani dapat berinteraksi secara personal atau kelompok tani yang ada di wilayah untuk saling bertukar pikiran dan informasi mengenai usaha agribisnia budidaya belimbing dewa. Lokasi usaha agribisnis budidaya belimbing dewa yang berada di Kecamatan Pancoran Mas, Sawangan dan Beiji berada di dekat tempat tinggal para petani, yang jaraknya kurang lebih 200 meter, sehingga mempermudah petani untuk melakukan aktivitas di kebun. c) Letak Pasar Pasar tujuan dari belimbing dewa adalah Jakarta, Jawa dan Sumatera. Petani tidak mengetahui pasar tujan mereka secara pasti dikarenakan petani mempercayakannya kepada pengumpul untuk memasarkan. Para pengumpul langsung mengambil belimbing dewa yang telah dipanen di kebun petani. Setelah itu barulah belimbing dewa dipasarkan ke berbagai wilayah.
65
Pengumpul mengambil menggunakan mobil, sehingga para petani tidak mengeluarkan biaya transportasi. d) Letak Sumber Bahan Baku Sumber bahan baku utama yang digunakan pada usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok seperti pupuk dan obat-obatan , relatif mudah untuk didapatkan. Rata-rata petani membeli bahan baku di sekitar lokasi usaha. Di setiap Kecamatan banyak dijumpai pelaku agribisnis yang menyiapkan kebutuhan pertanian yang harganya terjangkau. Namun ada beberapa petani yang membeli bahan baku ke daerah yang cukup jauh, yaitu Parung dengan alasan harga yang lebih murah. Untuk pupuk kandang, petani membelinya pada pelaku usaha peternakan kambing yanag ada diwilayah Kota Depok. e) Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang ada, dimiliki peternak untuk mendukung kelancaran usaha peternakan yang dijalankan. Sarana dan prasarana tersebut antara lain adalah: 1) Layout Gudang Gudang peralatan dan bahan baku usaha belimbing dewa Kota Depok terletak di perkebunan belimbing dan beberapa petani ada yang lokasi gudangnya di samping rumah. Pemilihan gudang di samping rumah, disebabkan lahan yang dimiliki oleh petani adalah lahan pekarangan rumah yang belum termanfaatkan. Untuk gudang yang terletak di kebun, disebabkan lahan yang sejak awal memang digunakan untuk perkebunan belimbing. 2) Suplai Tenaga Kerja Suplai tenaga kerja berasal dari masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi usaha budidaya. Beberapa tenaga kerja masih ada ikatan saudara dengan pelaku usaha. Kemudahan untuk memperoleh suplai tenaga kerja tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi petani, karena dapat mengurangi biaya untuk melakukan pencarian tenaga kerja. Berdasarkan analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa secara teknis usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok dengan pengembangan pola produksi melalui SOP layak untuk dijalankan. Hampir disetiap kriteria pada aspek teknis, 66
tidak terdapat kendala dan permasalahan yang menghambat jalannya usaha. Permasalahan seperti mutu buah belimbing dewa dan hama yang menyerang dapat diatasi oleh para petani. 6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen dan hukum terkait dengan sistem organisasi manajerial tenaga kerja yang digunakan serta badan hukum dan kelembagaan yang dimiliki usaha budidaya Belimbing Dewa di Kota Depok. 1.
Manajemen Proses perekrutan
atau pemeilihan tenaga kerja yang berasal dari luar
ataupun non keluarga, dilakukan secara sederhana, yaitu dengan mencari masyarakat yang membutuhkan pekerjaan. Tenaga kerja yang dipilih adalah tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang tata cara budidaya belimbing seperti pembungkusan, penyemprotan, pemangkasan dan pemupukan. Hal ini dikarenakan kegiatan seperti pembungkusan mebutuhkan keahlian serta tehnik khusus. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan yang belum memiliki pengalaman untuk menjadi tenaga kerja, karena mereka akan diberi bimbingan lebih lanjut mengenai budidaya Belimbing Dewa dari pemilik usaha ataupun tenaga kerja lainnya. Pekerjaan yang akan mereka lakukan adalah pemupukan atau penyemprotan yang tidak memerlukan keahlian khusus. Tenaga kerja yang digunakan pada usaha budidaya Belimbing Dewa adalah pria. Hal ini disebabkan pria mampu melakukan pekerjaan yang lebih berat dibandingkan dengan wanita. Rata-rata jam kerja petani budidaya Belimbing Dewa adalah delapan jam perhari yang dimulai dari pukul delapan pagi sampai empat sore. Jumlah upah dari tenaga kerja dihitung per HOK2 sebesar Rp 56.500,00. Kegiatan perawatan yang meliputi pengolahan lahan,pemupukan dan penyemprotan dilakukan
oleh tiga orang pekerja sebanyak 57 HOK. Untuk
jumlah pohon rata-rata 62, kegiatan pembungkusan dilakukan oleh lima orang pekerja sebanyak
35 HOK. Dalam jumlah pohon rata-rata 62 , kegiatan
pemangkasan dilakukan oleh empat orang pekerja sebanyak 8 HOK. Kegiatan pemetikan atau panen dilakukan untuk jumlah pohon rata-rata 62 oleh lima orang 2
1 HOK = 8 jam
67
pekerja sebanyak 10 HOK. Pada tahun pertama terdapat tenaga kerja untuk penanaman yang dilakukan oleh tiga orang pekerja sebanyak 21 HOK Usaha budidaya Belimbing Dewa tidak memiliki struktur organisasi yang baku. Struktur organisasi usaha budidaya Belimbing Dewa terdiri dari pemilik yang juga berperan sebagai tenaga kerja , serta tenaga kerja lainnya yang berasal dari keluarga maupun non keluarga (masyarakat) (Gambar 10).
Pemilik (Tenaga Kerja)
Tenaga Kerja Keluarga
2.
Tenaga Kerja Non Keluarga
Tenaga Kerja Non Keluarga
Tenaga Kerja Non Keluarga
Tenaga Kerja Keluarga
Tenaga Kerja Non Keluarga
Gambar 12. Struktur Organisasi Usaha Budidaya Belimbing Hukum Seluruh usaha budidaya Belimbing Dewa yang ada, belum memiliki badan
hukum resmi dari pemerintahan setempat. Para petani budidaya Belimbing Dewa hanya tergabung dalam kelompok petani. Ada beberapa kelompok tani di Kota Depok, diantaranya adalah Kelompok Tani Rangkapan Jaya Baru, Kelompok Tani Sakati Makmur, Kelompok Tani Subur Makmur. Kelompok tani – kelompok tani ini telah memiliki legalitas dari pemerintahan setempat yang ditandai dengan adanya surat keputusan dari kelurahan tentang pembentukan kelompok tani. Petani pelaku usaha budidaya Belimbing Dewa yang tergabung dalam kelompok tani mendapatkan banyak keuntungan. Dalam kelompok tani, para petani dapat tukar pendapat mengenai permasalahan-permasalahn yang terjadi. Selain itu dengan bergabungnya petani kedalam kelompok tani, para petani mendapat bantuan berupa pupuk, obat-obatan dan mulsa. Melalui kelompok tani petani diharapkan dapat memiliki bargaining position yang tinggi sehingga terdapat iklim usaha yang menguntungkan serta para petani memiliki kemampuan untuk menentukan harga jual yang nantinya pendapatan yang mereka peroleh sesuai dengan upaya yang telah mereka lakukan. Usaha budidaya Belimbing Dewa, pada aspek manajemen dan hukum, layak untuk dijalankan. Walaupun tidak memiliki struktur organisasi yang baku serta tidak memiliki badan hukum secara pribadi, namun para petani tergabung dalam 68
kelompok tani-kelompok tani yang telah memiliki legalitas. Kelompok tani yang telah memiliki legalitas dan adanya kelengkapan data dari aparat serta diterbitkannya surat ijin, menjadi tolak ukur kelayakan dari aspek hukum. Dengan adanya legalitas kelompok tani, usaha ini dapat dijalankan dengan baik, dan tidak terdapat pekerjaan yang menyimpang dari tugas masing-masing tenaga kerja. Selain itu, dengan tergabung dalam Kelompok Tani, para petani merasakan banyak manfaat. 6.1.4. Aspek Sosial-Ekonomi-Budaya Kota Depok merupakan daerah potensial untuk mengembangkan usaha budidaya Belimbing Dewa. Adanya permintaan akan Belimbing Dewa yang terus menerus setiap tahunnya akan menyebabkan dampak yang dirasakan oleh pelaku budidaya serta masyarakat sekitar, yakni terhadap sosial masyarakat serta lingkungannya baik positif maupun negatif. Sebagian besar masyarakat di Kota Depok khususnya di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai petani, terutama belimbing dewa. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah petani yang tergabung dalam kelompok tani- kelompok tani yang ada. Dengan jumlah yang relatif banyak, secara tidak langsung di Kota Depok khususnya di kecamatan sebagai lokasi penelitian, telah tercipta pola-pola sosial dan budaya sebagai kawasan pertanian, usaha budidaya belimbing dewa. Dimana dalam satu wilayah yang cukup besar, usaha budidaya dan petani hidup berdampingan, serta saling berinteraksi dan bahu membahu dalam menjalankan usahanya. Pola tersebut tercipta dalam waktu yang cukup lama, yakni puluhan tahun. Karena sebelum para petani budidaya yang ada saat ini, yang mayoritas telah memulai usaha selama sepuluh tahunan, wilayah tersebut telah digunakan pula oleh para petani budidaya pendahulu mereka selama puluhan tahun lalu. Pola yang tercipta telah menjadikan kehidupan masyarakat di wilayah tersebut menjadi seragam dalam hal pekerjaan dan pola kerja mereka sebagai petani budidaya belimbing dewa. Untuk itu, pola sosial budaya usaha budidaya belimbing dewa yang telah tercipta ini mendukung para petani budidaya untuk menjalankan usaha tanpa terkendala adanya pola sosial dan budaya yang tidak sesuai.
69
Secara sosial, usaha budidaya Belimbing Dewa di Kota Depok memberikan dampak positif bagi masyarakat disekitar lingkungan usaha, yakni terserapnya jumlah tenaga kerja terhadap masyarakat. Usaha budidaya ini rata-rata membutuhkan enam tenaga kerja dari non keluarga. Untu memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja tersebut, para petani budidaya mempekerjakan masyarakat disekitar lokasi usaha budidaya. Penyerapan tenaga kerja terhadap masyarakatpun berdampak pada meningkatnya pendapatan mereka yang sebagian besar tidak memiliki pekerjaan tetap atau sebagai buruh tani. Selain itu, pelaku budidaya belimbing dewa dapat mengurangi angka pengangguran. Dengan demikian, pelaku kegiatan budidaya Belimbing Dewa dapat meningkatkan mutu hidup mereka. Berdasarkan analisis tersebut, secara sosial-ekonomi-budaya usaha budidaya Belimbing Dewa dengan pengembangan melalui SOP layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan banyaknya manfaat positif yang ditimbulkan bagi ekonomi-sosialbudaya masyarakat sekitar lokasi usaha budidaya Belimbing dewa, yaitu dalam hal pembukaan lapangan pekerjaan serta peningkatan pendapatan dan mutu hidup. Sedangkan dari sisi sosial dengan adanya usaha tersebut wilayah disekitar lokasi usaha menjadi semakin ramai, transportasi semakin mudah dan lain sebagainya. 6.1.5. Aspek Lingkungan Usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok memberikan dampak yang positif bagi lingkungan yakni lingkungan menjadi asri serta adanya penyerapan. Dengan adanya usaha belimbing ini, petani juga mendukung penghijauan dan mengurangi dampak global warming. Limbah dari usaha belimbing ini dapat menjadi pupuk alami bagi pohon belimbing sehingga para petani di Kota Depok, sesuai dengan SOP mengubur limbah dilubang sehingga dapat menjadi pupuk. Berdasarkan analisis tersebut, pada aspek lingkungan usaha budidaya belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya dampak positif dari usaha ini bagi lingkungan. 6.2. Analisis Aspek Finansial Analisis finansial usaha budidaya belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok perlu dilakukan agar mengetahui seberapa layak 70
usaha budidaya belimbing dewa kota depok yang menerapkan SOP sehingga dapat memberikan pendapatan yang diharapkan petani. Dalam analisis kelayakan terdapat dua kondisi, yaitu kondisi tanpa memeperhitungkan risiko dan kondisi yang memeperhitungkan risiko. 6.2.1. Analisis Finansial Usaha Budidaya Belimbing Dewa dengan Pengembangan Melalui SOP Tanpa Risisko Komponen yang terdapat pada analisis ini merupakan komponen yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan. Komponen yang dianalisis pada aspek ini adalah: a)
Biaya Komponen biaya yang dikeluarkan oleh usaha budidaya belimbing dewa
Kota Depok dengan pengembangan pola produksi melalui SOP, mencakup biaya investasi dan biaya operasioanal. Biaya investasi merupakan biaya awal yang perlu dikeluarkan petani untuk memulai usaha budidaya belimbing dewa. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha, dimana jumlahnya relatif besar dan tidak dapat habis dalam satu kali periode produksi. Biaya investasi dikeluarkan dalam suatau usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam periode yang akan datang, yakni selama umur usaha atau selama usaha dijalankan. Rincian biaya investasi yang dikeluarkan oleh petani belimbing dewa, dapat dilihat pada Tabel 10. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun pertama sebesar Rp 374.216.771,00 yang terdiri dari biaya pembelian tanah, pembangunan gudang, pembelian bibit hingga pembelian peralatan seperti golok, cangkul, mulsa, steam, handsfrayer, tangga, timbangan, drum air, box container, gunting steak dll. Seluruh biaya investasi dikeluarkan secara tunai oleh petani.
71
Tabel 10. Biaya Investasi Usaha Budidaya Belimbing Dewa Melalui SOP pada Kondisi Tanpa Risiko per 62 pohon Harga satuan No. Nama barang Jumlah Satuan Total (Rp) (Rp) 1.
tanah
2.
gudang
3.
1708,75
M2
206.250
352.429.688
1
Buah
3.800.000
3.800.000
bibit
62
Pohon
100.000
6.200.000
4.
golok
2
Buah
52.500
105.000
5.
cangkul
2
Buah
51.250
102.500
6.
parang
2
Buah
30.000
60.000
7.
garpu
2
Buah
52.500
105.000
8.
gunting stek
2
Buah
115.625
231.250
9.
steam
1
Buah
3.025.000
3.025.000
10.
Selang steam
2
Buah
500.000
1.000.000
11.
mulsa
5 Gulung
533.750
2.668.750
12.
hands frayer
2
Buah
337.500
675.000
13.
tangga
5
Buah
71.250
356.250
14.
1
Buah
183.333
183.333
16.
timbangan gantung timbangan duduk drum air
Buah
125.000 200.000
125.000 600.000
17.
box container
6
Buah
175.000
1.050.000
18.
jet pump
1
Buah
2.500.000
2.500.000
15.
1 3
Buah
Total Biaya Investasi
376.341.771
Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama, namun biaya tersebut mengalami penyusutan setiap tahunnya dengan proporsi yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh umur teknis dari masing-masing barang yang diinvestasikan. Umur teknis dari setiap barang yang diinvestasikan ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan suatu barang untuk dapat digunakan secara layak dan masih memiliki fungsi yang baik untuk mendukung jalannya usaha budidaya belimbing dewa. Umur teknis dari setiap barang yang diinvestasikan dapat dilihat pada Tabel 11. 72
Tabel 11. Umur Teknis dari Investasi yang Ditanamkan dalam Usaha Budidaya Belimbing Dewa Kota Depok melalui SOP Nama barang
Umur pakai (tahun)
gudang
15
Bibit
15
Golok
5
cangkul
5
Parang
5
Garpu
5
gunting steak
5
Steam
8
Selang Steam
3
Mulsa
3
hands frayer
7
Tangga
5
timbangan gantung
10
timbangan duduk
10
drum air
10
box container
5
jet pump
10
Umur teknis dari gudang ditentukan selama 15 tahun. Hal ini diperhitungkan dari tingkat kelayakan bangunan. Setelah 15 tahun gudang tidak memiliki fungsi yang optimal untuk dipergunakan, hal ini disebabkan investasi tersebut telah mengalami kerusakan, seperti atap bocor dan berlubang. Umur teknis bibit ditentukan selama 15 tahun. Setelah 15 tahun, bibit yang telah menjadi pohon belimbing dewa tidak dapat lagi berproduksi secara optimal. Umur teknis dari bibit ini ditentukan menjadi umur dari usaha budidaya belimbing dewa kota depok, karena selain merupakan komponen utama dan penting dalam pelaksanaan usaha, bibit memiliki umur teknis terpanjang dan juga memiliki nilai terbesar diantara investasi lain yang juga memiliki umur teknis 15 tahun.
73
Sementara itu drum air, timbangan gantung, timbangan duduk dan jet pump memiliki umur teknis 10 tahun. Setelah sepuluh tahun sudah tidak layak untuk dijalankan dan dapat menghambat jalannya usaha. Drum air digunakan untuk menampung air yang dibutuhkan tanaman. Penggunaan timbangan gantung dan timbangan duduk hanya pada saat panen yang setahun tiga kali pemakaian sehingga umur teknisnya cukup lama. Umur teknis dari steam adalah delapan tahun. Steam digunakan untuk penyemprotan. Dengan steam penyemprotan menjadi mudah dan lebih cepat dikarenakan dapat menjangkau dahan pohon yang tinggi sehingga saat penyemprotan tidak perlu memanjat pohon. Setelah delapan tahun penggunaannya tidak lagi optimal. Hands frayer memiliki umur teknis tujuh tahun. Kegunaan handsfrayer sama seperti steam. Namun hands frayer untuk cabang yang dapat terjangkau tangan. Selain itu hands frayer untuk menyemprotkan pestida pada cabang yang terkena hama dan penyakit. Volume handsfrayer lebih kecil dibandingkan steam sehingga petani perlu bolak-balik untuk mengisi. Setelah tujuh tahun penggunaan handsfrayer tidak lagi optimal. Golok, cangkul, parang, garpu, tangga, box kontainer dan gunting steak memiliki umur teknis lima tahun. Golok, cangkul, parang, garpu, gunting steak setelah lima tahun tidak dapat digunakan dengan maksimal. Selama umur tersebut, golok, cangkul, parang, dan garpu digunakan untuk kegiatan pemupukan dan perawatan. Sedangkan gunting steak untuk kegiatan pemangkasan, pembungkusan dan panen. Tangga yang digunakan adalah tangga yang terbuat dari bambu, sehingga setelah tahun kelima penggunaan tidak lagi optimal. Bambu mulai keropos dan tidak kuat lagi. Selang steam dan mulsa memiliki umur teknis tiga tahun. Setelah tiga tahun selang steam tidak dapat berfungsi secara maksimal. Sedangkan untuk mulsa yang digunakan sebagai pembungkus kondisinya sudah tidak baik. Plastik mulsa mudah setelah tiga tahun pemakaian yang dapat menurunkan produksi ataupu harga dari belimbing dewa nantinya, sehingga perlu diganti. Untuk mengganti barang investasi yang telah habis umur teknisnya, petani budidaya mengeluarkan biaya re-investasi. Biaya re-investasi dikeluarkan tepat setelah secara teknis dari barang investasi sudah tidak optimal untuk digunakan. 74
Biaya re-investasi dikeluarkan pada tahu ke-4, ke-6, ke-7, ke-8, ke-9, ke-10, ke-11 dan ke-13 dengan pengeluaran paling besar pada tahun ke-11 yaitu sebesar Rp 6.543.333,00, yang digunakan untuk membeli seluruh peralatan kecuali stem,selang steam, hands frayer dan mulsa (Tabel 12). Tabel 12. Biaya Re-Investasi yang Dipelukan pada Usaha Budidaya Belimbing Dewa melalui SOP di Kota Depok Investasi
4
6
7
8
9
10
11
13
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Golok
105.000
105.000
Cangkul
102.500
102.500
Parang
60.000
60.000
Garpu
105.000
105.000
gunting stek
231.250
231.250
Steam
3.025.000
selang steam
1.000.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
Mulsa
2.668.750
2.668.750
2.668.750
2.668.750
hands frayer
675.000
Tangga
356.250
356.250
timbangan gantung timbangan duduk drum air
183.333 1.250.000 600.000
box container
1.050.000
1.050.000
jet pump
2500000
TOTAL
3.668.750
2.010.006
3.668.750
675.000
3.025.000
3.668.750
6.543.333
3.668.750
Tanah, gudang dan bibit tidak memiliki biaya re-investasi disebabkan oleh barang investasi tersebut memeiliki umur teknis sesuai dengan umur usaha dari budidaya belimbing dewa Kota Depok. Pada tahun ke-4, ke-7, ke-10 dan ke-13 petani mengeluarkan biaya re-investasi sebesar Rp 3.668.750,00 yang digunakan untuk pembelian selang steam dan mulsa. Tahun ke-6
biaya re-investasi
dikeluarkan untuk peralatan seperti golok,cangkul,parang, garpu, gunting stek, tangga dan box kontainer. Tahu ke-8 biaya re-investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 675.000 untuk hands frayer, sementara tahun ke-9 biaya re-investasi dikeluarkan untuk steam sebesar Rp 3.025.000,00. Barang-barang investasi mengalami penyusutan setiap tahunnya. Nilai penyusutan ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus. Penyusutan dari setiap barang invetasi memiliki nilai berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh nilai awal barang investasi, umur teknis serta nilai sisa barang tersebut. 75
Tanah tidak mengalami penyusutan setiap tahunnya, karena penggunaan tanah tidak memiliki batas waktu atau umur teknis yang dibatasi oleh waktu tertentu. Gudang mengalami penyusutan sebesar Rp 253.333,00 setiap tahunnya. Sedangkan 62 bibit yang diinvestasikan menyusut Rp 413.333 setiap tahun. Tabel 13. Nilai Penyusutan dari Barang Investasi Setiap Tahun Jenis Investasi Tanah
Penyusutan per tahun (Rp) 0
gudang
253.333
Bibit
413.333
Golok
21.000
cangkul
20.500
Parang
12.000
Garpu
21.000
gunting steak
46.250
Steam
340.313
selang steam
333.333
Mulsa
889.583
hands frayer
86.786
tangga
71.250
timbangan gantung
16.500
timbangan duduk drum air
112.500 60.000
box container
105.000
jet pump
250.000
TOTAL
3.111.682
Cangkul, parang, golok, garpu, gunting steak, tangga dan box kontainer memiliki nilai penyusutan setiap tahun sebesar Rp 20.500,00, Rp 12.000,00, Rp 21.000,00, Rp 21.000,00, Rp 46.250,00, Rp 71.250,00 dan Rp 105.000,00. Sedangkan steam, selang steam, mulsa dan handsfrayer mempunyai nilai penyusutan setiap tahunnya sebesar Rp 340.313,00, Rp 333.333,00, Rp
76
889.583,00 dan Rp 86.786,00.
Sementara itu, investasi berupa timbangan
gantung, timbangan duduk dan jet pump masing-masing memiliki nilai penyusutan setiap tahu sebesar Rp 16.500,00, Rp 112.500 dan Rp 250.000. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, total penyusutan dari usaha budidaya belimbing dewa sebesar Rp 3.111.682,00 setiap tahunnya. Nilai penyusutan ini dimasukkan kedalam perhitungan laba rugi dari usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok dengan SOP. Selain biaya investasi dan biaya penyusutan, terdapat biaya operasional yang dikeluarkan oleh petani. Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan dengan kegiatan operasional. Biaya operasiaonal terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan tidak dipengaruhi oleh perubahan input maupun output yang dihasilkan pada usaha budidaya belimbing dewa. Biaya tetap yang dikeluarkan adalah biaya pajak bumi bangunan yang dikeluarkan setiap tahun sebesar Rp 316.371,00 serta biaya tenaga kerja. Tabel 14. Biaya Tetap yang Dikeluarkan pada Usaha Budidaya Belimbing Dewa Kota Depok melalui SOP per 62 Pohon Biaya Tetap Tahun Pertama (Rp) Tahun Kedua (Rp) PBB
316.371
316.371
Upah tenaga kerja: penanaman (21 HOK)
1.186.500
perawatan (117 HOK)
9.661.500
9.661.500
pembungkusan (50 HOK)
0
5.932.500
panen (35 HOK)
0
1.695.000
pemangkasan (12 HOK)
0
1.356.000
21.018.000
18.961.371
Total Biaya Tetap
Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan adalah Rp 56.500,00/HOK. Biaya tetap yang dikeluarkan pada tahun pertama lebih rendah dari biaya tetap yang dikeluarkan ditahun-tahun lainnya. Hal ini disebabkan pada tahun pertama tidak mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja, hanya biaya penanaman bibit saja dan perawatan. Pada tahun kedua hingga tahun terakhir dari umur usaha, biaya yang 77
dikeluarkan bersifat konstan yaitu Rp 18.961.371,00, karena tidak dipengaruhi oleh jumlah input ataupun output yang dihasilkan selama kegiatan produksi dijalankan. Biaya selanjutnya yang termasuk kedalam biaya operasional adalah biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang diperlukan dalam penggunaan input ketika melakukan kegiatan budidaya belimbing dewa. Biaya variabel yang dikeluarkan pada kegiatan budidaya belimbing dewa dapat dilihat pada Tabel 15. Pada tahun pertama biaya variabel yang dikeluarkan adalah pupuk kandang dan pupuk NPK. Pada tahun pertama, pupuk kandang yang digunakan sebanyak 1 karung (20 kg) per pohon sesuai dengan SOP untuk pohon usia 3-12 tahun setelah masa tanam. Harga satu karung pupuk kandang adalah Rp 8.500,00. Pupuk NPK yang digunakan pada tahun pertama sesuai SOP sebesar 0,5 kg per pohon dengan harga Rp 11.875,00/kg. Sehingga total biaya variabel yang dikeluarkan pada tahun pertama adalah sebesar Rp 895.125,00. Obat-obatan tidak dikeluarkan pada tahun pertama, karena pada tahun pertama tanaman belum berproduksi. Tabel 15. Biaya Variabel yang Dikeluarkan pada Usaha Budidaya Belimbing Dewa Kota Depok melalui SOP per 62 Pohon TAHUN BIAYA VARIABEL A. Pupuk
1
2
3
4
pupuk kandang
527.000
1.054.000
1.054.000 4.743.000
pupuk NPK
368.125
736.250
736.250 3.313.125
Gandasil A
0
39.188
39.188
39.188
Gandasil B
0
39.188
39.188
39.188
Decis
0
339.375
339.375
339.375
Curacron
0
318.750
318.750
318.750
Dusbran
0
150.000
150.000
150.000
895.125
2.676.751
B. Obat-obatan
Total Biaya Variabel
2.676.751 8.942.626
Pada tahun ke-2 dan ke-3 biaya variabel yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 2.676.751,00. Pada tahun ini, kebutuhan pupuk kandang dan NPK per pohon meningkat sesuai dengan usianya serta tanaman sudah mulai berproduksi 78
sehingga mengeluarkan biaya obat-obatan untuk merangsang bunga, buah serta obat-obatan sebagai pestisida. Kebutuhan pupuk kandang dan NPK per pohon adalah 2 karung (40kg) dan 1 kg. Kebutuhan pupuk kandang dan NPK pada tahun ke-4 dan seterusnya adalah 3 karung (60 Kg) dan 1,5 kg. Obat-obatan perangsang bunga dan buah (Gandasil A&B), perbungkus dapat dipakai dua kali masa panen dimana perbungkusnya seharga Rp 26.125,00. Untuk pestisida yang digunakan seperti decis, curacron dan dusbran seharga masing-masing per liter adalah Rp 226.250,00, Rp 212.500,00 dan Rp 100.000,00. Pestisida yang digunakan hanya setengah liter dalam satu kali masa panen yang disemprotkan sebanyak dua minggu sekali atau sebanyak delapan kali. Usaha budidaya belimbing dewa melalui SOP di Kota Depok, dijalankan dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki oleh petani, tanpa adanya pinjaman dari pihak atau lembaga keuangan terkait seperti bank. Sehingga pada komponen biaya, tidak terdapat pengeluaran atas debt service, yakni pembayaran akun bunga serta pokok pinjaman. Tetapi petani sering mendapat bantuan berupa mulsa dan pupuk dari pemerintah yang disalurkan melalui kelompok tani. b)
Manfaat Manfaat yang diperoleh usaha budidaya belimbing dewa dengan
pengembangan melalui SOP merupakan seluruh kondisi yang mendorong tercapainya suatu tujuan usaha, yakni memperoleh keuntungan. Yang termasuk kedalam manfaat adalah: Nilai Produksi Total Usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP menghasilkan output belimbing dewa segar. Manfaat dari usaha didapatkan setelah dua tahun menjalankan usaha. Hal ini disebabkan karena pada tahun pertama tanaman belum berproduksi dan pada tahun kelima tanaman baru dapat berproduksi optimal. Belimbing dewa yang dihasilkan pada tahun ke-2 berjumlah 2.583,25 kilogram. Sedangkan pada tahun berikutnya hingga tahun kelima mengalami peningkatan sebesar 2.583,25 kilogram per tahun menjadi 5.166,5; 7.749,75 dan 10.333 kilogram. Peningkatan tersebut disebabkan karena semakin tinggi umur pohon, produktivitas pun ikut bertambah serta pada tahun kelima dan seterusnya
79
tanaman telah berproduksi secara optimal 100 persen. Kondisi optimal ini dikarenakan petani telah mendapatkan pengalaman dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah produksi tersebut, ikut meningkatkan manfaat langsung atau penerimaan yang diperoleh petani. Belimbing dewa yang dihasilkan dipasarkan dengan harga jual rata-rata Rp 5.313,00. Sehingga dengan harga jual tersebut pada tahun kedua penerimaan yang didapatkan petani sebesar Rp 41.174.422,00, namun pada tahu ke-3 dan ke-4 mengalami peningkatan menjadi Rp 82.348.844,00 dan Rp 123.523.265,00. Peningkatan pun terjadi pada tahun ke-5 dan seterusnya menjadi Rp 164.697.687,00 (Tabel 16). Tabel 16. Nilai Output Produksi Usaha Budidaya Belimbing Dewa Melalui SOP per 62 Pohon (Rp) Uraian TAHUN INFLOW 1.Belimbing Dewa Total Penerimaan
1
2
3
4
5
0
41.174.422
82.348.844
123.523.265
164.697.687
0
38.612.228
64.353.713
123.523.265
164.697.687
Salvage Value Penerimaan lain yang diperoleh usaha budidaya belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP adalah salvage value atau nilai sisa. Salvage value ini diperoleh pada akhir tahun usaha, yaitu pada tahun ke-15. Salvage value diperoleh dari adanya penerimaan dari barang-barang investasi yang masih memiliki nilai diakhir tahun umur usaha. Perhitungan salvage value peralatan ditetapkan 10 persen yaitu dari asumsi bahwa jenis investasi akan dapat terjual dengan nilai 10 persen dari nilai beli investasi. Total salvage value yang diperoleh petani pada akhir tahun sebesar Rp 353.298.021,00. Salvage value dari setiap barang investasi dapat dilihat pada Tabel 17.
80
Tabel 17. Salvage Value Usaha Budidaya Belimbing Dewa Melalui SOP Jenis Investasi
Salvage Value (Rp)
Tanah
352.429.688
Gudang
0
Bibit
0
Golok
0
Cangkul
0
Parang
0
Garpu
0
gunting steak
0
Steam
.
302.500
selang steam
0
Mulsa
0
hands frayer
67.500
Tangga
0
timbangan gantung timbangan duduk drum air
18.333 125.000 0
box container
105.000
jet pump
250.000 TOTAL
353.298.021
6.2.2. Kelayakan Investasi Usaha Budidaya Belimbing Dewa dengan Pengembangan Melalui SOP Pada Kondisi Tanpa Risiko Kelayakan investasi dari usaha budidaya belimbing dewa melalui SOP dilihat melalui empat kriteria utama, yakni NPV, IRR, Net B/C dan payback period. Bila NPV ≥ 0, IRR ≥ discount rate (6,75 persen), Net B/C ≥ 1 dan PP lebih kecil dari umur usaha (PP < 15 tahun) menandakan bahwa kegiatan budidaya belimbing dewa melalui SOP pada kondisi tanpa risiko layak untuk dijalankan. Berdasarkan perhitungan kriteria investasi yang dilakukan dengan umur usaha 15 tahun, didapatkan hasil pada Tabel 18: 81
Tabel 18. Hasil Perhitungan Kriteria Investasi Usaha Budidaya Belimbing Dewa Pada Kondisi Tanpa Risisko Kriteria Investasi Hasil Perhitungan NPV
Rp 694.054.839,45
IRR
23,97 %
Net B/C Payback periode
2,91 6 tahun 9 bulan
Nilai NPV yang diperoleh mencapai Rp 694.054.839,45. Artinya, kegiatan budidaya belimbing dewa melalui SOP selama umur usaha yaitu 15 tahun dengan menggunakan tingkat discount factor 6,75 % memberikan manfaat sebesar Rp 694.054.839,45. Nilai tersebut lebih besar dari 0, sehingga berdasarkan kriteria NPV, usaha budidaya belimbing dewa melalui SOP layak untuk dijalankan. Selain itu, IRR dari usaha budidaya belimbing dewa melalui SOP sebesar 23,97%. Artinya, tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan pada usaha budidaya belimbing dewa melalui SOP sebesar 23,97%. Nilai ini lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yakni 6,75% (IRR(23,97%) > 6,75%) sehingga dapat dikatakan usaha ini layak dijalankan. Nilai ini juga menunjukkan bahwa usaha budidaya belimbing dewa melalui SOP akan tetap layak dijalankan hingga tingkat IRR mencapai 23,97%. Perhitungan Net B/C yang dilakukan menghasilkan nilai sebesar 2,91 yang menunjukkan bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk usaha belimbing dewa melalui SOP akan memberikan keuntungan yang nilainya sebesar 2,91 satuan. Nilai Net B/C ini lebih besar dari satu (Net B/C (1,12) >1) maka pada kriteria ini, usaha budidaya belimbing dewa melalui SOP layak untuk dijalankan. Sedangkan payback periode merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan. Semakin pendek periode pengembalian investasi kegiatan usaha budidaya belimbing dewa maka kegiatan tersebut akan semakin baik. Dengan kata lain, payback periode merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek. Payback periode usaha ini pada kondisi normal adalah enam tahun sembilan bulan. Nilai ini menunjukkan, bahwa seluruh biaya investasi yang ditanamkan dalam usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok pada awal usaha, 82
akan dapat dikembalikan pada tahun ke enam bulan ke sembilan. Payback periode memiliki periode lebih kecil dibandingkan dari umur usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok yakni 15 tahun. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya belimbing dewa kota depok layak untuk dijalankan pada kriteria ini. 6.3.
Risiko Usaha Usaha budidaya Belimbing Dewa di Kota Depok dengam pengembangan
pola produksi melalui SOP, dipengaruhi oleh risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Risiko utama yang dirasakan oleh para petani budidaya adalah risiko produksi serta risiko harga output dalam hal ini belimbing dewa segar. Data serta informasi yang digunakan diperoleh dari data primer pada kurun waktu tiga tahun terakhir. Pada waktu tersebut petani budidaya belimbing dewa di Kota Depok mulai menerapkan SOP secara keseluruhan. 6.3.1. Risiko Produksi Risiko produksi terjadi pada output berupa belimbing dewa segar yang dihasilkan oleh para petani budidaya. Indikasi adanya risiko produksi dalam usaha budidaya Belimbing Dewa yaitu ditunjukkan oleh adanya variasi atau fluktuasi produksi yang diperoleh. Pada risiko produksi dilakukan skenario pada tiga kondisi, yaitu risiko produksi saat kondisi tertinggi (terbaik), kondisi normal serta kondisi terendah (terburuk). Produksi Belimbing Dewa tertinggi (kondisi tertinggi) dalam jumlah pohon rata-rata 62 pohon mencapai 18.083,3 kg. Kondisi ini terjadi selama 3 kali dalam periode tiga tahun terakhir (10 kali panen). Semantara itu, kondisi terburuk yang dihadapi para petani adalah saat jumlah produksi belimbing dewa mencapai titik terendahnya yaitu 6.200 Kg, dengan intensitas 2 kali selama periode 10 kali panen. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Kondisi Tiga Skenario Risiko Produksi yang Terjadi pada Usaha Budidaya Belimbing Dewa Melalui SOP Kondisi Produksi Intensitas Periode Tertinggi (terbaik)
18.083,3 Kg
3
10 panen
Normal
10.333 Kg
5
10 panen
Terendah (terburuk)
6.200 Kg
2
10 panen 83
Dalam melakukan usaha budidaya Belimbing Dewa terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya risiko produksi (kondisi tertinggi, normal, terendah). Penyebab munculnya risiko produksi pada yaitu, curah hujan dan serangan hama dan penyakit. Faktor-faktor tersebut antara lain: a.
Iklim dan cuaca Iklim dan cuaca sangat mempengaruhi produksi belimbing dewa. Cuaca
yang ekstrim dapat menurunkan produksi belimbing dewa. Banyak buah yang busuk sehingga tidak dapat dipanen. Curah hujan yang cukup, akan memberikan pengairan alami yang baik bagi tanaman belimbing. Hal ini mengakibatkan pada peningkatan produksi buah belimbing. Bunga dari tanaman belimbing tidak banyak yang rontok sehingga semua dapat menjadi buah. b.
Serangan hama dan penyakit Rendahnya hama dan penyakit yang menyerang tanaman Belimbing Dewa
akan menyebabkan peningkatan produktivitas. Hal ini dikarenakan buah yang dipanen akan baik gradenya. Rendahnya serangan hama dan penyakit ini mebuat petani tidak memerlukan obat-obatan yang berlebihan pada tanaman Belimbing Dewa. Ketika hama dan penyakit tinggi, akan menyebabkan penurunan produksi belimbing dewa. Banyak buah yang tidak dapat dibungkus dan dipanen karena rusak dan tidak memenuhi standar. c.
Human Error Pengetahuan para pekerjapun dapat menentukan produktivitas belimbing
dewa. Pengetahuan dalam membungkus belimbing sangat diperlukan. Ketika terjadi kesalahan pembungkusan, buah tidak dapat berkembang serta ketika ada satu buah yang jatuh, akan menimpa buah yang ada dibawahnya. Sehingga, produktivitas menurun. Adanya risiko dalam produksi akan mempengaruhi jumlah penerimaan yang diterima oleh petani (Tabel 20). Biaya investasi dan re-investasi yang dikeluarkan untuk usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP pada kondisi risiko sama dengan biaya investasi dan re-investasi pada kondisi tanpa risiko (normal). Total investasi pada tahun pertama yaitu sebesar Rp 376.341.771,00. Biaya variabel pada kegiatan budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP yang komponennya merupakan input yang digunakan dalam 84
usaha ini. Pada kondisi risiko tidak terdapat perubahan input sehingga jumlah input yang digunakan dalam usaha ini pada kondisi risiko sama dengan jumlah input pada kondisi normal (tanpa risiko). Jadi, biaya variabel yang digunakan untuk kegiatan usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok Melalui SOP pada kondisi risiko sama dengan biaya variabel pada kondisi tanpa risiko (normal). Tabel 20. Penerimaan Usaha Budidaya Belimbing Dewa Melalui SOP pada Kondisi Risiko Produksi Penerimaan Tahun keTahun ke-2 Tahun ke-5 Tahun ke-15 Belimbing Dewa
1 (Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Kondisi tertinggi
0
72.057.509
288.229.719
641.527.740
Kondisi normal (tanpa risiko) Kondisi terendah
0
41.174.422
164.697.687
517.995.700
0
24.705.450
98.821.800
452.119.821
Penerimaan awal yang didapat petani pada usaha budidaya belimbing dewa pada kondisi risiko sama dengan kondisi tanpa risiko. Belimbing dewa baru dapat berproduksi pada tahun ke-2 serta produksi optimal (100%) pada tahun ke5. Demikian halnya pada harga jual belimbing dewa diasumsikan tetap sebesar Rp 5.313,00. Namun pada kondisi risiko produksi perbedaan terdapat pada jumlah produksi, yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada kondisi tertinggi, di tahun ke-2 penerimaan yang dihasilkan dari penjualan belimbing dewa segar sebesar Rp 72.057.509,00. Pada tahun ke-5 mengalami peningkatan penerimaan menjadi Rp 288.229.719,00 karena produktivitas telah optimal. Pada kondisi terendah pun demikian, terjadi peningkatan penerimaan yaitu sebesar Rp 24.705.450,00 pada tahun ke-2 menjadi Rp 98.821.800,00 pada tahun ke-5. Pada tahun terakhir (ke-15) terjadi penambahan penerimaan selain dari penjualan belimbing dewa yaitu penerimaan yang berasal dari nilai sisa komponen investasi yang masih bernilai. Dengan adanya perubahan penerimaan, kriteria investasi pada kondisi risiko pun memiliki nilai yang berbeda denga kriteria yang terdapat pada kondisi tanpa risiko (normal). Kriteria yang terdapat pada kondisi risiko sama dengan kriteria yang terdapat pada kondisi tanpa risiko yakni NPV, IRR, Net B/C serta PP. 85
Tabel 21. Kriteria Investasi pada Kondisi Risiko Produksi Kriteria
Kondisi Tertinggi
Kondisi Normal (tanpa risiko)
Kondisi Terendah
NPV
Rp 1.565.577.984,88
Rp 694.054.839,45
Rp 229.298.171,61
IRR
40,80%
23,97 %
13,02%
Net B/C
5,30
2,91
1,70
Payback Periode
4 tahun 8 bulan
6 tahun 9 bulan
12 tahun 6 bulan
Berdasarkan perhitungan kriteria investasi untuk risiko produksi, pada skenario tertinggi, nilai NPV yang dihasilkan Rp 1.565.577.984,88; artinya kegiatan budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP pada kondisi tertinggi selama umur usaha yaitu 15 tahun dengan menggunakan tingkat discount factor 6,75% memberikan keuntungan sebesar Rp 1.565.577.984,88. Nilai IRR sebesar 40,80% serta Net B/C 5,30. Hasil yang ada menunjukkan bahwa usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP pada risiko produksi kondisi tertinggi layak untuk dijalankan dengan waktu pengembalian atas investasi selama empat tahun delapan bulan. Pada kondisi terendah, usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP juga menunjukkan kelayakan. Hal ini terlihat dari NPV yang diperoleh lebih besar dari 0, yakni Rp 229.298.171,61yang artinya kegiatan budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP pada kondisi terendah selama umur usaha yaitu 15 tahun dengan menggunakan tingkat discount factor 6,75% memberikan keuntungan sebesar Rp 229.298.171,61. Nilai IRR yang didapat lebih besar dari tingkat diskonto dan nilai Net B/C lebih besar sama dengan satu, yakni 13,02% dan 1,70 dengan payback periode selama 12 tahun enam bulan 6.3.2. Risiko Harga Risiko harga output diindikasikan dengan adanya fluktuasi harga output yang diterima petani sampel. Hal ini dapat dilihat pada tabel 22. Fluktuasi harga belimbing dewa mengindikasikan adanya kondisi terbaik dengan harga tertinggi mencapai Rp 6.875,00 dimana harga ini terjadi selama 2 kali. Kondisi buruk dengan harga terendah sebesar Rp 3.875,00 dengan intensitas 3 kali. Kondisi terakhir adalah kondisi normal tanpa risiko dengan harga normal yang diterima 86
sebesar Rp 5.313,00 dengan intensitas 5 kali. Periode waktu yang digunakan adalah tiga tahun atau 10 kali panen dimana petani belimbing dewa Kota depok telah menerapkan SOP. Tabel 22. Harga Output Budidaya Belimbing Dewa Melalui SOP pada Setiap Kondisi Kondisi Harga (Rp) Intensitas Periode Kondisi tertinggi Kondisi normal (tanpa risiko) Kondisi terendah
6.875,00
2
10 panen
5.313
5
10 panen
3.875
3
10 panen
Faktor penyebab munculnya risiko harga output budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP pada kondisi harga tertinggi disebabkan oleh tingginya tingkat permintaannamun ketersediaan belimbing dewa rendah. Hal ini menyebabkan para konsumen terutama pengumpul berkompetisi untuk menjamin ketersediaan belimbing dewa. Selain itu, faktor penyebab munculnya risiko harga output budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP pada kondisi terburuk,harga terendah, disebabkan oleh ketersediaan belimbing dewa yang melimpah. Hal ini dikarenakan terjadinya over supply sebagai akibat musim panen yang serempak. Risiko harga yang terjadi mengakibatkan perubahan dalam penerimaan yang diterima oleh petani (Tabel 23). Penerimaan belimbing dewa pada kondisi harga tertinggi dimana produksinya rendah, penerimaan yang diterima oleh petani yaitu sebesar Rp 127.875.000,00 pada kondisi optimal yang dimulai dari tahun kelima. Pada tahun pertama belimbing belum berproduksi sehingga tidak ada penerimaan yang diterima. Pada tahun ke dua penerimaan yang diterima petani belum optimal, sehingga penerimaan yang diterima hanya sebesar Rp 31.968.750,00. Skenario berikutnya merupakan kondisi dimana petani mendapatkan harga paling rendah dikarenakan oversupply atau panen raya. Pada tahun pertama petani belum mendapatkan penerimaan karena belimbing dewa belum berproduksi. Sementara pada tahun ke dua dan ke lima penerimaan petani sebesar Rp 52.554.649,00 dan Rp 210.218.363,00. 87
Tabel 23. Penerimaan Belimbing Dewa pada Kondisi Risiko Harga (Rp) Kondisi Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-5 Tahun ke-15 Kondisi tertinggi Kondisi normal (tanpa risiko) Kondisi terendah
0
31.968.750
127.875.000
481.173.021
0
41.174.422
164.697.687
517.995.700
0
52.554.649
210.218.363
563.516.384
Penerimaan dari buah belimbing dewa yang terjadi pada kondisi risiko, memiliki perbedaan dibandingkan dengan penerimaan pada kondisi tanpa risiko. Hal ini menyebabkan, perbedaan pada kempat kriteria investasi (Tabel 24). Nilai NPV yang diperoleh pada kondisi tertinggi adalah sebesar Rp 434.269.505,38. Nilai ini lebih besar dari nol, sehingga menunjukkan bahwa pada kondisi harga tertinggi yang terjadi saat produksi rendah, usaha ini layak untuk dijalankan. Nilai IRR dan Net B/C yang diterima sebesar 18,09% dan 2,19. Nilai IRR lebih besar dari diskonto yakni 6,75% sehingga menunjukkan bahwa usaha ini layak dengan tingkat pengembalian 18,09%. Net B/C pada kondisi harga tertinggi ini lebih besar dari satu, sehingga menunjukkan usaha layak. Tabel 24. Kriteria Investasi pada Skenario Risiko Harga Kriteria Kondisi tertinggi Kondisi Normal
Kondisi terendah
NPV
Rp 434.269.505,38
Rp 694.054.839,45
Rp 1.015.205.058,90
IRR
18,09%
23,97 %
30,59%
NET B/C
2,19
2,91
3,79
Payback periode
8 tahun 3 bulan
6 tahun 9 bulan
5 tahun 5 bulan
Sementara pada kondisi harga terendah yang terjadi ketika produksi tinggi, nilai dari NPV adalah sebesar Rp 1.015.205.058,90; IRR sebesar 30,59%, serta Net B/C sebesar 3,79. Pada kondisi harga terendah usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP layak untuk dijalankan, karena nilai NPV bernilai positif, demikian halnya layak pada IRR dan Net B/C yang lebih besar sama dengan satu. Waktu pengembalian dari investasi yang ditanamkan pada kondisi ini adalah lima tahun lima bulan.
88
6.3.3. Penilaian dan Perbandingan Risiko Berdasarkan data risiko harga dan produksi yang ada, dapat diketahui tingkat risiko dari keduanya, risiko manakah yang paling tinggi dan paling rendah. Untuk mengetahui tingkat risiko tersebut, perlu diketahui probabilitas atau peluang yang terjadi pada setiap kondisi, baik itu dari risiko harga maupun risiko produksi. Nilai probabilitas diapatkan dari rasio antara intensitas dengan periode di setiap kondisi (Tabel 25). Tabel 25. Probabilitas yang Terjadi pada Ketiga Skenario dalam Risiko Produksi Kondisi Probability NPVi (Rp) Tertinggi
0,3
1.565.577.984,88
Normal
0,5
694.054.839,45
Terendah
0,2
229.298.171,61
Berdasarkan rasio tersebut, diketahui bahwa probabilitas dari risiko produksi kondisi tertinggi adalah 0,3. Sementara pada kondisi terendah adalah sebesar 0,2. Sedangkan pada risiko harga, probabilitas pada kondisi harga tertinggi adalah 0,2, sementara probabilitas dari terjadinya risiko harga terendah adalah sebesar 0,3. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Probabilitas yang Terjadi pada Ketiga Skenario dalam Risiko Harga Kondisi Probability NPVi (Rp) Tertinggi
0,2
434.269.505,38
Normal
0,5
694.054.839,45
Terendah
0,3
1.015.205.058,90
Sementara itu, komponen lain yang digunakan untuk penilaian risiko dalam investasi adalah NPV yang diharapkan (E(NPV)), standar deviasi dan koefisien variasi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 27. NPV yang diharapkan menunjukkan harapan dari pelaku usaha terhadap manfaat bersih yang ingin diterima selama usaha dijalankan. NPV yang diharapkan dari kedua kondisi risiko adalah Rp 862.560.449,5untuk risiko produksi dan Rp 738.442.838,5 untuk risiko harga. Semakin tinggi NPV yang diharapkan maka tingkat risiko semakin tinggi.
89
Tabel 27. Perbandingan Risiko Produksi dan Risiko Harga dalam Investasi Usaha Budidaya Belimbing Dewa Melalui SOP NPV yang diharapkan
Standar
(Rp)
Deviasi
Variasi
Risiko
Produksi
862.560.449,5
492.616.878,9
0,571
Tinggi
Harga Output
738.442.838,5
206.079.180,3
0,279
Rendah
Jenis Risiko
Koefisien Tingkat
Standar deviasi merupakan penyimpangan yang terjadi dari usaha budidaya belimbing dewa melalui SOP. Semakin besar nilai standar deviasi maka semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi dalam usaha ini. Berdasarkan perhitungan didapatkan bahwa nilai standar deviasi dari risiko produksi sebesar 492.616.878,9.
Sedangkan
standar
deviasi
dari
risiko
harga
sebesar
206.079.180,3. Nilai standar deviasi dari risiko produksi lebih besar dibandingkan dengan risiko harga. Sehingga, risiko yang diterima petani pada komponen produksi lebih tinggi dibandingkan risiko pada komponen harga. Namun, nilai standar deviasi tidak dapat menentukan serta membandingkan tingkat risiko secara keseluruhan, karena terdapat perbedaan NPV yang diharapkan dari kedua risiko tersebut. Tingkat risiko keseluruhan dapat dibandingkan dengan melakukan perhitungan koefisien variasi. Koefisien variasi diukur dari rasio standar deviasi dari NPV dengan NPV yang diharapkan. Semakin besar nilai koefisien variasi maka semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi. Pada risiko produksi, nilai koefisen variasi yang didapatkan adalah 0,571, sedangkan pada risiko harga sebesar 0,279. Dengan nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa dari dua risiko yang dihadapi, risiko produksi memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan risiko harga atau dengan kata lain, dari kedua jenis risiko yang memiliki tingkat risiko lebih tinggi yaitu ketika kegiatan budidaya belimbing dewa dihadapkan pada risiko produksi. Penentuan risiko ini juga mengacu pada konsep risiko berdikari dimana risiko dinilai hanya terjadi pada satu perusahaan, dan tidak dapat dibandingkan dengan risiko yang terjadi di perusahaan lain, karena antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya memiliki perbedaan diantara komponen yang menyusunnya.
90
Pengurangan Risiko harga serta produksi yang dihadapi oleh petani budidaya belimbing dewa dilakukan dengan manajemen risiko secara sederhana, yakni dengan menjaga kualitas dan kuantitas belimbing yang dihasilkan seperti menerapkan SOP dengan baik karena SOP sendiri dikeluarkan untuk meminimalkan risiko. Selain itu, manajemen risiko yang dilakukan para petani budidaya belimbing adalah dengan menanam berbagai jenis tanaman. Biasanya para petani budidaya belimbing dewa di Kota Depok juga menanam jambu merah di kebunnya.
Sebagian melakukannya dengan memiliki pekerjaan tambahan
sebagai kuli bangunan atau pekerja musiman.
91