36
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Angkutan Barang (Mobil Pick Up) yang Berbahan Bakar Premium di Jakarta dan Bogor Angkutan darat, udara dan laut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam melakukan pengangkutan terutama dalam pengangkutan barang dalam jumlah besar. Jarak tempuh yang dekat akan lebih murah dalam biaya pengangkutan barang jika menggunakan angkutan darat. Waktu yang perlu ditempuh dengan menggunakan angkutan darat juga lebih efisien jika yang ditempuh adalah jarak dekat dibandingkan dengan angkutan laut dan udara. Angkutan darat memiliki kelebihan yaitu cocok untuk pengangkutan barang dalam jumlah banyak jika yang ditempuh adalah jarak tempuh yang dekat. Sektor transportasi merupakan konsumen bahan bakar bersubsidi yang paling besar. Jika terjadi kenaikan harga bahan bakar maka akan memberikan dampak yang besar dalam sektor transportasi. Angkutan umum penumpang dan barang akan menaikkan tarif angkutannya. Tarif angkutan penumpang secara resmi ditentukan oleh Dinas Perhubungan (Dishub). Angkutan barang untuk darat dengan menggunakan truk dan mobil pick up tidak memiliki ketetapan tarif dari Dinas Perhubungan (Dishub). Wilayah Jakarta dan Bogor merupakan wilayah dengan aktivitas masyarakatnya yang tinggi. Sehingga membutuhkan transportasi untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang. Hal tersebut yang menyebabkan banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa penyewaan truk dan mobil pick up untuk mengangkut barang. Sehingga usaha sewa angkutan barang di wilayah Jakarta dan Bogor menjadi banyak. Hal yang membedakan truk dengan mobil pick up adalah bahan bakar dan kapasitas muatan. Truk menggunakan bahan bakar solar sedangkan pick up menggunakan bahan bakar jenis premium. Truk memiliki kapasitas muatan yang lebih besar dibandingkan dengan mobil pick up. Responden usaha jasa penyewaan mobil pick up yang digunakan untuk mengangkut barang adalah usaha yang tidak memiliki rental resmi atau kios
37
khusus penyewaan mobil. Pangkalan penyewaan mobil pick up banyak terdapat di Jakarta dan Bogor, beberapa pemilik usaha yang meyewakan mobil pick up di pangkalan inilah yang menjadi responden. Lokasi pangkalan yang menjadi tempat penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Lokasi Penelitian dan Distribusi Responden Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM No.
Lokasi Jasa Usaha Angkutan Barang
Jumlah Responden
1.
Pasar Tanah Abang, Jakarta
3
2.
Darmawangsa, Jakarta
11
3.
Adiyaksa, Lebak Bulus, Jakarta
2
4.
Pasar Kebayoran Lama, Jakarta
9
5.
Pasar Cibinong, Bogor
3
6.
Hotel Duta Berlian, Bogor
2
7.
Sindang Barang, Bogor
8
8.
Pasar Induk Kemang Bogor
9
9.
Jalan Yasmin, Bogor
2
10.
Pasar Bogor
5
11.
Pasar Anyar, Bogor
1
12.
Jalan Cipaku, Bogor
5
Total Responden
4.1.1
60
Karakteristik Responden Berdasarkan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon pengusaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM,
diperoleh sebanyak 60 responden yang dimintai pendapatnya mengenai kenaikan harga BBM , sebanyak 25 responden (41, 67 persen) menyatakan tidak setuju dengan kenaikan harga BBM dan 35 responden (58,33 persen) menyatakan setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden yang tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM memiliki alasan yang sama. Mereka khawatir dengan kenaikan harga semua barang terutama harga kebutuhan pokok sehari-hari serta biaya perawatan mobil yang mereka gunakan untuk usaha sewa jasa angkutan barang. Sedangkan responden yang setuju dengan kenaikan harga BBM tidak serta merta begitu saja setuju dengan kenaikan harga BBM tetapi, mereka mengajukan beberapa syarat, diantaranya: (i) tidak boleh adanya kelangkaan BBM atau tidak sulit untuk
38
memperoleh BBM; (ii) naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok
tidak
terlalu tajam; (iii) diringankannya biaya pengobatan di rumah sakit; (iv) diringinkannya biaya sekolah; (v) tidak diberlakukannya Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Langsung Sementara (BLS). Mereka tidak setuju dengan adanya BLT atau BLS karena tidak semua rakyat miskin yang menikmati, sebaliknya yang terjadi adalah korupsi dana BLT atau BLS oleh aparat negara yang bersangkutan.
Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Pemilik jasa sewa angkutan barang yang setuju lebih besar dibandingkan dengan pemilik yang tidak setuju. Pemilik yang setuju dengan kenaikan harga BBM tidak terlalu mempedulikan kenaikan haraga BBM. Apabila harga BBM naik dalam hal ini adalah premium maka, pengusaha jasa sewa angkutan barang akan menaikan tarif atau harag sewa mereka kepada pelanggan. Kenaikkan harga sewa tersebut merupakn beban yang ditanggung oleh pelanggan karena kenaikan harga BBM. Usaha sewa angkutan barang tidak memiliki penetapan tarif dari Dinas Perhubungan (Dishub) setempat. Penetapan tarif yang diberlakukan merupakan tarif yang ditawarkan kepada pelanggan berdasarkan perhitungan pemilik usaha sendiri. 4.1.2
Karakteristik rersponden Berdasarkan Besaran Kesediaan Membayar Harga BBM Kesediaan membayar dari responden yang diwawancarai berbeda-beda
tetapi, besaran kesediaan membayar responden selalu kelipatan Rp 500. Besaran kesediaan membayar responden adalah Rp 4.500, Rp 5.000, Rp 5.500 dan Rp
39
6.000. Walaupun pada kenyataanya para responden telah mengetahui bahwa pemerintah akan menaikan harga premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000. kabar tersebut mereka dapatkan dari media cetak dan media elektronik.
Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar BBM Per Liter Kesediaan membayar dengan harga Rp 5.000 menjadi jawaban mayoritas responden. Alasan mereka adalah agar mudah dalam penghitungan dan pembulatan jika membeli bahan bakar. Besaran kesediaan membayar Rp 5.000 tidak terlalu jauh dari harga premium saat ini yaitu Rp 4.500 dan ini dirasa relevan oleh responden yang rata-rata beromzet rendah. Tidak ada dari responden yang menyatakan kesediaan membayar lebih besar dari harga Rp 6.000 atau lebih dari harga pertamax saat ini. Apabila harga premium sama dengan harga pertamax maka, responden akan pindah menjadi pengguna pertamax, karena pertamax memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan premium.
Tabel 6. Hubungan Antara Kesediaan Membayar dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Kesediaan Membayar (Rupiah)
Total
4.500
5.000
5.500
6.000
Tidak Setuju
8
13
4
0
25
Setuju
3
14
8
10
35
Total
11
27
12
10
60
40
Hubungan kesediaan untuk membayar dengan respon terhadap kenaikan harga BBM memiliki kecenderungan. Semakin tinggi kesediaan membayar maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan oleh tingkat omzet dan tingkat pendidikan yang berbeda.
4.1.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pengusaha jasa angkutan barang sebagian besar adalah
Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Sebagian dari responden adalah mereka yang telah pensiun dari pekerjaan sebelumnya. Sehingga mereka memutuskan untuk berwirausaha di bidang usaha ini.
Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Respon terhadap kenaikan harga BBM berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 7. Semakin rendah tingkat pendidikan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Sebaliknya, semakin tinggi pendidikan maka responnya semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang semakin tinggi terhadap perekonomian dan situasi di negara. Tabel 7. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Tingkat Pendidikan
Total
SD
SMP
SMA
Tidak Setuju
3
10
12
25
Setuju
0
9
26
35
Total
3
19
38
60
41
4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan sebanyak tiga orang merupakan nilai yang paling tinngi atau dengan kata lain kebanyakan dari responden memiliki tiga orang tanggungan. Sebagai rincian sebanyak dua anak dan satu orang istri. Jumlah tanggungan yang beragam juga membuat pengeluaran rumah tangga yang beragam. Terutama biaya sekolah anak untuk respon yang memiliki anak usia sekolah. Serta ditambah dengan kebutuhan sehari-harinya yaitu kebutuhan untuk makan. Semakin banyak jumlah tanggungan semakin banyak kebutuhan akan makan sehari-hari. Hal inilah yang perlu diperhatikan dalam omzet dan pengeluaran dari rumah tangga pemilik usaha jasa angkutan barang.
Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Hubungan jumlah tanggungan dengan respon pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM dapat dilihat pada Tabel 8. Hubungan antara jumlah tanggungan dan respon tidak memiliki hubungan. Hal ini disebabkan latar belakang dan karakteristik responden yang berbeda-beda seperti tingkat pendidikan, tingkat omzet, jumlah mobil yang dimiliki, dan karakteristik lainnya. Tabel 8. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Jumlah Tanggungan (Orang)
Total
1-2
3-4
5-6
7-8
Tidak Setuju
2
16
7
0
25
Setuju
7
18
9
1
35
9
34
16
1
60
Total
42
4.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha Jasa Angkutan Barang dengan Mobil Pick Up Usaha jasa angkutan barang bukan usaha yang terbilang baru, hal ini terbukti dari lamanya usaha yang dijalani oleh para penyewa mobil pick up. Sekarang ini usaha tersebut sudah mulai menjamur di wilayah Jakarta dan sekitarnya, termasuk Bogor. Wilayah Jakarta yang terdapat banyak usaha jasa sewa angkutan barang (mobil pick up) adalah wilayah Jakarta Selatan. Banyaknya usaha di bidang ini disebabkan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan di sektor formal dan modal usaha yang tidak terlalu besar.
Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Usaha Jasa Angkutan Barang dalam Tahun Hubungan antara lama usaha dengan respon yang disajikan pada Tabel 9 tidak memiliki kecenderungan. Semakin lama usaha tidak memengaruhi respon untuk setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Lama usaha tidak memengaruhi pemakaian bahan bakar dan omzet secara langsung. Tabel 9. Hubungan Antara Lama Usaha dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Lama Usaha (Tahun)
Total
1-6
7-12
13-18
19-24
25-30
31-36
Tidak Setuju
5
2
4
2
6
6
25
Setuju
8
9
4
8
4
2
35
13
11
8
10
10
8
60
Total
43
4.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Mobil Pick Up yang Dimiliki Sebagian besar pengusaha di bidang sewa jasa angkutan barang hanya memiliki satu buah mobil sehingga omzet mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyaknya mobil berbanding lurus dengan besarnya jumlah omzet dan jumlah pengeluaran tiap bulannya.
Gambar 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Mobil yang Dimiliki Hubungan jumlah mobil dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dapat dilihat dari Tabel 10. Kepemilikan mobil pick up tidak memengaruhi respon untuk setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden dengan jumlah mobil lebih dari satu mobil memiliki respon setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden dengan kepemilikan mobil pick up hanya satu memiliki respon yang hampir sama antara setuju dan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan perbedaan yang dimiliki setiap responden seperti pendidikan, jumlah tanggungan, omzet dan karakteristik lainnya. Tabel 10. Hubungan Antara Jumlah Mobil Pick Up yang Dimiliki dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Jumlah Mobil Yang Dimiliki (Unit)
Total
1
2
3
Tidak Setuju
25
0
0
25
Setuju
32
2
1
35
57
2
1
60
Total
44
4.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Merk Mobil Pick Up Merk mobil yang digunakan untuk usaha jasa angkutan barang tidak banyak merknya. Mobil yang digunakan untuk usaha di bidang ini hanya ada empat merk, yaitu Mitsubishi, Suzuki, Toyota dan Daihatsu. Terdapat perbedaan antara pemilik usaha jasa angkutan di Jakarta dengan di Bogor, untuk daerah Jakarta sebagian besar mobil yang disewakan adalah merk mobil Toyota dan Mitsubishi, sedangkan untuk daerah Bogor sebagian besar mobil yang disewakan adalah merk Suzuki.
Gambar 9. Distribusi Responden Berdasarkan Merk Mobil Yang Dimiliki Responden Hubungan antara merk mobil dengan respon kenaikan harga BBM tidak memiliki kecenderungan. Kesimpulan dari Tabel 11 adalah untuk mobil dengan merk Mitsubishi lebih banyak yang merespon setuju, untuk mobil dengan merek Toyota lebih banyak yang merespon tidak setuju, untuk mobil dengan merk Suzuki lebih banyak yang merespon setuju dan untuk modil dengan merk Daihatsu lebih banyak yang merespon setuju terhadap kenaikan harga BBM. Tabel 11. Hubungan Antara Merk Mobil Pick Up dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
MerkMobil
Total
Mitsubishi
Toyota
Suzuki
Daihatsu
Tidak Setuju
8
9
6
2
25
Setuju
11
5
14
5
35
19
14
20
7
60
Total
45
4.1.8 Karakteristik Responden Berdasarkan CC Mobil Pick Up Mobil pick up memiliki CC yang berbeda-beda dan memengaruhi penggunaan bahan bakar mobil. Semakin besar CC semakin boros penggunaan bahan bakarnya. Mobil pick up dengan berbagai merk sebagian besar memiliki CC sebesar 1500.
Gambar 10. DistribusiResponden Berdasarkan CC Mobil Yang Dimiliki Mobil pick up dengan CC yang berbeda-beda tidak memiliki kecenderungan terhadap respon kenaikan harga BBM. Semakin besar CC mobil maka semakin boros terhadap penggunaan bahan bakar tetapi, untuk saat ini pengguanaan bahan bakar juga ditentukan oleh mesin dari kendaraan. Hal tersebut tidak menjadi pertimbangan bagi sebagian besar responden terhadap kenaikan harga BBM. Penggunaan BBM per hari ditentukan oleh sewa jasa angkutan barang tersebut. Tabel 12. Hubungan Antara CC Mobil Pick Up dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
CC Mobil
Total
1200
1300
1400
1500
1600
Tidak Setuju
2
4
2
12
5
25
Setuju
3
7
3
20
2
35
5
11
5
32
7
60
Total
46
4.1.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Penyewaan Mobil Pick Up Jasa Angkutan Barang Per Minggu Usaha penyewaan jasa angkutan barang dengan menggunakan mobil pick up sama seperti usaha-usaha jasa penyewaan jenis lainnya, terkadang banyak yang menyewa tetapi, terkadang usaha ini juga sepi akan sewa. Hal ini disebabkan frekuensi sewa per minggu yang tidak tetap maka, mereka mengambil hitungan rata-rata mereka melayani sewa per minggunya.
Gambar 11. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Sewa Mobil Per Minggu Jumlah sewa untuk setiap mobil pick up per minggu bervariasi, semakin sedikit sewa per minggu maka kecenderungan untuk menolak atau tidak setujuk dengan kenaikan harga BBM. Sedangkan mobil pick up dengan jumlah frekuensi sewa yang lebih banyak untuk per minggunya maka, akan semakin setuju terhadap kenaikan harga BBM. Terkadang jumlah sewa banyak untuk jarak dekat menghasilkan omzet yang sama banyak dengan sewa sedikit untuk jarak jauh. Tabel 13. Hubungan Antara Frekuensi Sewa Per Minggu dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Frekuensi Sewa Per Minggu
Total
1-3
4-6
7-9
10-12
13-15
Tidak Setuju
12
11
1
0
1
25
Setuju
6
18
4
5
2
35
18
29
5
5
3
60
Total
47
4.1.11 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Omzet Besarnya omzet dari usaha di bidang sewa jasa angkutan barang dengan mobil pick up tidak menentu. Responden menyebutkan rata-rata omzet mereka untuk satu bulan. Omzet mereka ditentukan oleh berapa jauh jarak yang ditempuh serta banyak mereka melayani pelanggan untuk sewa mobil mereka.
Gambar 12. DistribusiResponden Berdasarkan Tingkat Omzet Hubungan antara tingkat omzet dengan respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM memiliki kecenderungan. Respon positif ditunjukan dengan semakin tinggi tingkat omzet maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Sebaliknya yang terjadi dengan responden dengan tingkat omzet yang rendah. Tabel 14. Hubungan Antara Tingkat Omzet dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap
Total
≤1.0
1.1-2.0
2.1-3.0
3.1-4.0
>5.0
Tidak Setuju
2
11
6
6
0
25
Setuju
1
11
11
9
3
35
3
22
17
15
3
60
Kenaikan Harga BBM Respon
Omzet (Ratus Ribuan Rupiah)
Total
4.1.12 Karakteristik Responden Berdasarkan Penggunaan Bahan Bakar Premium Per Hari Penggunaan bahan bakar premium per hari tergantung dari ada atau tidaknya sewa pada hari itu tetapi, dalam wawancara responden menyebutkan
48
rata-rata penggunaan premium per hari. Banyaknya sewa untuk setiap responden berbeda-beda hal ini yang menyebabkan perbedaan dalam jumlah premium yang digunakan per harinya.
Gambar 13. Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian BBM Per Hari dalam Liter Hubungan pemakaian BBM (premium) per hari dengan respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang memiliki kecenderungan. Semakin banyak pemakaian BBM per hari maka semakin setuju teradap kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan semakin banyak penggunaan BBM per hari mengindikasikan semakin banyak sewa untuk jasa ini per harinya. Terkadang jumlah pemakain bahan bakar per harinya juga ditentukan jenis dari mesin kendaraan. Sewa yang semakin banyak tersebut akan menjadikan tingkat omzet yang yang lebih tinggi. Sehingga akan memiliki kemampuan untuk membayar harga BBM yang lebih tinggi. Tabel 15. Hubungan Antara Pemakaian BBM Per Hari dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap ≤10
11-14
15-18
19-22
23-26
27-30
Total
Tidak Setuju
10
5
7
3
0
0
25
Setuju
7
7
10
7
2
2
35
17
12
17
10
2
2
60
Kenaikan Harga BBM Respon
Pemakaian BBM (Liter Per Hari)
Total
49
4.2 Analisis Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM Pendekatan dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis WTP responden terhadap kenaikan harga BBM terutama harga bahan bakar premium. Pemilik dari jasa angkutan barang dengan mobil pick up yang menggunakan bahan bakar premium di wilayah Jakarta dan Bogor yang menjadi responden dalam penelitian ini. 1. Memperoleh Nilai WTP Berdasarkan pertanyaan untuk besaran nilai yang bersedia dibayar untuk kenaikan harga BBM dalam kuisioner maka diperoleh nilai yang terlalu bervariasi karena besaran nilai dari jawaban responden terdiri dari kelipatan Rp 500 per liter. Adapun besaran nilai yang bersedia dibayarkan adalah Rp 4.500, Rp 5.000, Rp 5.500 dan Rp 6.000. Besaran dari nilai ini juga dipengaruhi oleh kabar akan kenaikan harga premium sebesar Rp 6.000 oleh pemerintah sehingga menyebabkan responden enggan untuk membayar lebih tinggi dari Rp 6.000 atau lebih tinggi dari harga bahan bakar Pertamax. 2. Menghitung Nilai WTP Nilai WTP responden dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden dan dengan menggunakan rumus (4). Data distribusi WTP responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Penghitungan Nilai WTP untuk Kenaikan Harga BBM Per Liter No.
WTP (Rupiah)
Frekuensi
Frekuensi Relatif
Jumlah (Rupiah)
1.
5.000
27
0,6
2.755,1
2.
5.500
12
0,2
1.234,6
3.
6.000
10
0,2
1.346,9
49
1,0
5.336,7
Total
Responden secara umum bersedia membayar harga premium tetapi dengan syarat tidak akan terjadi kelangkaan premium. Mudah untuk mendapatkan premium merupakan hal yang penting bagi responden. Jika terjadi kelangkaan
50
atau kesulitan
mendapatkan Premium, maka responden tidak setuju dengan
kenaikan harga premium. Pada kenyataanya banyak responden yang setuju dengan kenaikan harga BBM, hal ini dapat dilihat dari Tabel 16 hasil WTP. Kelas WTP responden diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai terkecil sampai nilai terbesar WTP. Diperoleh nilai WTP sebesar Rp 5.336,7 per liter premium. Jika rencana pemerintah menaikkan harga premium dari harga Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 dengan kenaikan harga sebesar Rp 1.500 maka, willingness to pay pemilik jasa angkutan barang sebesar hanya 55,7 persen dari rencana kenaikan harga premium oleh pemerintah. Willingness to pay yang tidak terlalu besar ini dikarenakan omzet jasa angkutan barang yang tidak tetap untuk setiap bulannya, tergantung terhadap banyaknya sewa dan jarak yang ditempuh. Tidak adanya ketetapan tarif yang dipatok menjadi kendala, terkadang pelanggan melakukan tawar-menawar tarif sewa jasa angkutan barang. Pemilik jasa angkutan barang dengan willingness to pay tersebut mengharapkan agar tidak terjadi kesulitan atau kelangkaan untuk mendapatkan premium. Harga per liter premium saat ini adalah Rp 4.500 sedangkan, nilai willingness to pay dari pemilik jasa sewa angkutan barang sebesar Rp 5.336,7 per liter premium. Nilai willingness to pay yang lebih besar dibandingkan dengan harga saat ini memiliki pengertian bahwa responden setuju dengan kenaikan harga BBM. Jika pemerintah menaikkan harga per liter premium sebesar Rp 5.500, bukan masalah bagi responden karena nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai willingness to pay. Nilai tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan pemerintah jika nantinya jadi untuk menaikkan harga BBM untuk jenis premium. 3. Kurva WTP dari Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM Tabel 17 menggambarkan distribusi willingness to pay dengan jumlah responden usaha jasa angkutan barang yang besedia membayar premium per liter di atas harga yang berlaku. Sehingga dapat diketahui berapa banyak responden yang memiliki WTP yang lebih tinggi. Dari tabel tersebut maka kita dapat mengetahui bentuk dari kurva permintaan premium yang digunakan sebagai bahan bakar jasa angkutan barang.
51
Tabel 17. Distribusi Responden dengan Nilai Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM No. WTP (Rupiah) Frekuensi 1.
5.000
27
2.
5.500
12
3.
6.000
10
Total
49
Kurva permintaan dari jumlah responden yang bersedia membayar dapat dilihat pada Gambar 14. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara besar harga yang bersedia dibayarkan untuk per liter premium berbanding terbalik dengan jumlah responden yang bersedia membayar. Semakin besar harga premium per liter maka akan semakin sedikit responden yang bersedia. Kurva yang didapat dari penelitian mengenai willingness to pay jasa angkutan barang terhadap BBM per liter sesuai dengan hukum permintaan (demand). Jika harga mengalami penurunan maka jumlah yang diminta akan meningkat.
Harga Premium (Rp./liter)
6.000
5.500
5.000
Permintaan D
10
12
27
Jumlah Responden
Gambar 14. Kurva Permintaan dari Jumlah Responden yang Bersedia Membayar Premium Per Liter Kenaikan harga premium per liter akan diikuti dengan kenaikkan tarif oleh jasa angkutan barang. Kenaikkan tarif yang tidak sama dikarenakan tidak ada keputusan resmi dari Dinas Perhubungan (Dishub). Tarif yang ditetapkan oleh jasa angkutan barang disesuaikan dengan kenaikkan harga premium. Kenaikan
52
harga premium per liter diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu sebesar Rp. 500, Rp. 1.000 dan Rp. 1.500.
Setiap kelas atau setiap kenaikan harga premium
memiliki kenaikan tarif untuk jasa angkutan barang yang berbeda-beda Tabel 18. Rencana Kenaikkan Tarif Jasa Angkutan Barang Wilayah Jakarta dan Bogor 2012 Besaran Rencana Kenaikan
Harga Premium Jika
Presentase Kenaikan
Harga Premium
Terjadi Kenaikan Harga
Tarif Rata-Rata (Persen)
(Rupiah/Liter)
(Rupiah/Liter)
500
5.000
22,72
1.000
5.500
43,58
1.500
6.000
72,50
Pada Tabel 18, presentase kenaikaan tarif rata-rata diperoleh dari seluruh jawaban responden secara terbuka terhadap besaran tarif yang akan ditetapkan jika terjadi kenaikan harga premium per liter. Responden bebas menentukan jawaban atas pertanyaan kenaikan tarif, tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Jasa angkutan barang merupakan usaha pribadi yang tidak ada peraturan khusus terhadap tarif dan wilayah usaha. Kenaikan tarif tersebut berlaku untuk jarak jauh ataupun jarak dekat.
4. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besaran Nilai Willingness to Pay Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM Analisis ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda dengan menggunakan aplikasi SPSS version 16.0. Pengujian secara statistik perlu dilakukan untuk memeriksa kebaikan suatu model yang telah dibuat. Hasil pengolahan data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai R2 adalah 0,408 yang artinya 40,8 persen keragaman nilai WTP dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel bebas yang ada dalam model. Selain itu, tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi yang terjadi pada setiap persamaan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Durbin-Watson yang mendekati 2. Untuk uji kenormalan didapatkan nilai p-value sebesar 0,412 yang lebih besar dari alpha 10 persen maka asumsi untuk kenormalan terpenuhi. Sedangkan untuk asumsi heteroskedastisitas didapatkan nilai p-value sebesar 0,325 yang lebih besar dari alpha 10 persen maka terima H0
53
yang artinya homoskedastisitas. Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang memengaruhi willingness to pay jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM, maka diperoleh model regresi linear berganda yaitu model (4.1).
WTPi = 3450,59 + 13,37 JTGi + 71,98 PNDKi + 158.44 OMZi + 14,67PBHi + 0,68CMi + 17,33 FS i - 237,20JMi
(4.1)
Tabel 19. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besaran WTP Jasa Angkutan Barang di Jakarta dan Bogor terhadap Kenaikan Harga BBM Tahun 2012 Variabel Koefisien p-value Intersep
3450,59
0,000
71,98
0,741
158.44
0,025
Jumlah Tanggungan
13,37
0,757
Penggunaan BBM per Hari
14,67
0,256
Frekuensi Sewa
17,33
0,501
-237,20
0,374
0,68
0.152
Tingkat Pendidikan Omzet
Jumlah Mobil CC Mobil R2 = 0,408
Fhitung = 1,190
Durbin-Watson = 1,744
Tabel 19 menunjukan bahwa faktor omzet yang memengaruhi besaran dari willingness to pay jasa angkutan barang. Nilai dari p-value sebesar 0,025 yang lebih kecil dari alpha 5 persen. Tanda koefisien yang positif juga menunjukan bahwa antara omzet dengan besaran WTP memiliki hubungan yang berbanding lurus. Semakin besar omzet usaha jasa angkutan barang maka akan semakin besar nilai WTP yang dibayarkan untuk per liter premium. Sedangkan faktor-faktor yang lainnya tidak memengaruhi WTP jasa angkutan barang. Hal ini disebabkan frekuensi sewa, jumlah mobil, pengguanaan bahan bakar per hari, CC mobil,
54
jumlah tanggungan, tingkat pendidikan memiliki nilai p-value yang lebih besar dari alpha , sehingga faktor-faktor tersebut tidak memengaruhi besaran nilai WTP jasa angkutan barang di Jakarta dan Bogor terhadap kenaikan harga premium.
4.3
Analisis Faktor-faktor Yang Memengaruhi Respon Pemilik Jasa Usaha Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM
4.3.1
Analisis Respon Pemilik Jasa Usaha Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM dengan Menggunakan Crosstab Analisis setiap variabel terhadap respon pemilik jasa angkutan barang
dilakukan dengan alat analisis crosstab. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel bebas memiliki pengaruh nyata terhadap respon yang diperoleh. Uji ketergantungan untuk crosstab pada statistik ditentukan melalui chi-square test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Hasil (output) dari analisis crosstab disajikan pada Tabel 20. Penentuan chi-square test menggunakan hipotesis yaitu: H0 : Faktor yang diuji tidak berhubungan nyata dengan respon responden H1 : Faktor yang diuji berhubungan nyata dengan respon responden Tabel 20. Hasil Crosstab Antara Variabel Bebas dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM di Jakarta dan Bogor Tahun 2012 Faktor-Faktor
Signifikan
df
Chi-Square
Chi-Square
hitung
table
Pendidikan*
0,035
2
6,733
5,991
Jumlah Mobil
0,324
2
2,55
5,991
Frekuensi Sewa Per Minggu**
0,051
4
9,418
9,408
CC Mobil
0,572
4
2,918
9,488
Jumlah Tanggungan
0,466
3
2,550
7,815
Omzet
0,428
4
3,844
9,488
Pemakaian BBM Per Hari
0,360
5
5,478
1,.070
Kesediaan Membayar *
0,005
3
12,817
7,815
Keterangan : *Nyata pada taraf kepercayaan 95% **Nyata pada taraf kepercayaan 90%
55
Berdasarkan hasil dari output crosstab di atas maka dapat dijelaskan faktor-faktor yang memengaruhi dan tidak memengaruhi respon terhadap kenaikan harga BBM yaitu: 1. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan antara pendidikan formal terakhir responden dengan dengan respon terhadap kenaikan harga BBM diperoleh dari analisis crosstab memperoleh hasil nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,035 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen atau dengan kata lain signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah tingkat pendidikan berhubungan nyata terhadap respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan semakin tinggi pendidikan responden, maka akan semakin memahami kondisi ekonomi yang terjadi di Indonesia. 2. Hubungan antara jumlah mobil dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan antara jumlah mobil yang dimiliki responden dengan respon terhadap kenaikan harga BBM diperoleh dengan analisis crosstab diperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,324 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah kepemilikan mobil tidak berhubungan nyata terhadap dengan respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan pengeluaran dan perawatan untuk setiap mobil hampir sama. Responden yang memiliki lebih dari satu mobil akan melakukan pengeluaran yang lebih besar dibandingkan dengan responden dengan kepemilikan mobil hanya satu. Mereka harus membayar tenaga kerja dan perawatan mobil jauh lebih besar. 3. Hubungan antara frekuensi sewa dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan antara frekuensi sewa jasa angkutan barang mobil pick up per minggu dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dilakukan dengan analisis crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,051 lebih besar dari taraf nyata 10 persen atau dengan kata lain signifikan pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah frekuensi sewa per minggu berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan
56
semakin besar banyak sewa per minggu maka akan semakin tinggi omzet responden dalam usaha jasa angkutan barang dengan menggunakan mobil pick up. Semakin tingginya omzet responden, sehingga semakin besar kemungkinan responden setuju dengan kenaikan harga BBM. 4. Hubungan antara CC mobil dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan CC mobil pick up yang dimiliki oleh responden dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dilakukan dengan analisis crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,572 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah CC mobil pick up tidak berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan para responden tidak mempertimbangkan CC dengan respon. Penggunaan besin yang lebih besar pada CC mobil yang lebih besar pula. Para responden dengan CC mobil pick up yang lebih besar cebderung untuk boros dalam penggunaan bahan bakar. 5. Hubungan antara jumlah tanggungan dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan jumlah tanggungan responden dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dianalisis dengan menggunakan crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,466 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah jumlah tanggungan tidak berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM. Semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin besar penggeluaran untuk kebutuhan sehari-hari. Jika harga BBM jadi naik maka akan mendorong harga kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut yang menjadi pertimbangan responden dalam merespon kenaikan harga BBM. 6. Hubungan antara omzet dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan antara omzet dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dianalisis dengan menggunakan crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0.428 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah omzet tidak berhubungan nyata dengan persepsi kenaikan harga BBM, dikarenakan omzet yang besar adalah mereka yang memiliki mobil pick up lebih
57
dari satu. Oleh karena itu, semakin tinggi omzet karena memiliki mobil lebih dari satu unit maka akan semakin besar pula dana perawatan dan uang bensin setiap bulannya. Ditambah dengan upah yang harus dibayarkan untuk para supir dan orang yang membantu dalam pengangkutan (menaikkan dan menurunkan barang ke dan dari mobil). 7. Hubungan antara penggunaan bahan bakar per hari dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan penggunaan bahan bakar per hari dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dianalisis dengan menggunakan crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0.360 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah penggunaan bahan bakar per hari tidak berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan bakar per harinya sesuai dengan banyaknya sewa yang didapatkan per hari. Semakin besar sewa yang didapatkan maka akan semakin besar omzet per harinya. Bahan bakar yang digunakan juga tidak selamanya untuk mengangkut barang-barang, tetapi jika tidak terdapat sewa bahan bakar hanya digunakan untuk perjalanan pergi dan pulang ked an dari tempat pangkalan. 8. Hubungan antara kesediaan membayar (WTP) dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan kesediaan dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dianalisis dengan menggunakan crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0.005 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah kesediaan membayar berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan semakin besar kesediaan membayar maka akan semakin setuju responden terhadap kenaikan harga BBM.
4.3.2
Analisi Respon Pemilik Jasa Usaha Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM dengan Menggunakan Model Logit Variabel respon yang digunakan dalam analisis ini adalah bentuk pilihan
responden setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM yang dilakukan
58
pada jasa angkutan barang (mobil pick up) di wilayah Jakarta dan Bogor. Jika mereka setuju dengan kenaikan harga BBM maka akan diberi nilai satu, sedangkan jika mereka tidak setuju maka akan diberikan nilai nol. Estimasi faktor-faktor yang memengaruhi responden setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM dilakukan dengan menggunakan alat analisis model logit. Variabel-variabel penjelas yang digunakan dalam model logit terdiri dari sembilan variable antara lain variabel tingkat pendidikan, kesediaan membayar harga premium (WTP) per liter, jumlah mobil yang dimiliki, frekuensi sewa per minggu, omzet per bulan, pemakaian premium per hari, jumlah tanggungan, umur dan CC mobil. Hasil logit mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap respon kenaikan harga BBM dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM di Jakarta dan Bogor Tahun 2012 Variabel Bebas
Koefisien
P-value
Rasio Odd
Jumlah Tanggungan
-0,260
0,351
0,771
Tingkat Pendidikan*
1,309
0,037
3,701
Jumlah Mobil
2,147
0,259
8,560
Frekuensi Sewa**
0,361
0,084
1,435
Omzet
-0,82
0,111
0,438
Pemakaian BBM Per Hari
-0,11
0,217
0,892
Kesediaan Membayar (WTP)*
2,997
0,006
20,030
CC Mobil**
-0,005
0,087
0,995
Constant
-10,24
0,105
0,000
Keterangan : *Nyata pada taraf kepercayaan 95% **Nyata pada taraf kepercayaan 90%
Berdasarkan hasil output pada Tabel 21 maka model logit yang doperoleh adalah : Logit(pi) = -10,24 - 0,260 JTGi + 1,309 PDKi – 0,82 OMZi - 0.11 PBH i + 2,997 WTPi – 0,005 CMi + 0,361 FSi + 2,147 JMi
(4.2)
59
Hasil Hosmer and Lemeshow Test dapat dilihat nilai dari p-value sebesar 0,375 lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka tolak H0 yang artinya model logit adalah Fit. Nilai Overall Precentage sebesar 70,0 yang artinya model logit mampu mengklasifikasikan secara tepat sebesar 70 persen. Tabel 21 adalah hasil output yang menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi respon terhadap kenaikan harga BBM, antara lain: 1. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,037 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, yang artinya signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen maka tolak H0. Artinya pendidikan berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) terhadap kenaikan harga BBM. Semakin tinggi pendidikan responden maka akan semakin mengerti dan mengikuti perkembangan akan keadaan ekonomi negara. Hal ini juga dapat dilihat dari tanda pada koefisien yang positif. Variabel tingkat omzet memiliki nilai Odd Ratio 3,701 artinya semakin tinggi tingkat pendidikan maka peluang untuk setuju adalah 3,701 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju. Kesimpulan yang diperoleh adalah semakin rendah tingkat pendidikan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Sebaliknya, semakin tinggi pendidikan maka responnya semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang semakin tinggi terhadap perekonomian dan situasi di negara, ini juga tercermin dari hasil koefisien yang dihasilkan dari analisis logit. Jadi, untuk menimbulkan kesadaran akan hasil minyak bumi yang semakin menurun seiring dengan menuanya bumi, didapat dari pendidikan. 2. Pengaruh tingkat omzet terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,111 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang artinya tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen maka tolak H0. Artinya omzet tidak berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) terhadap kenaikan harga BBM. Variabel tingkat omzet memiliki nilai Odd Ratio 0,438 artinya semakin tinggi omzet maka peluang untuk tidak setuju adalah 0,438 kalinya dibandingkan dengan
60
setuju. Tanda pada koefisien yang negatif mengindikasikan semakin tinggi omzet maka semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden dengan tingkat omzet yang tinggi memiliki mobil pick up lebih dari satu. Hal ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan uang bensin yang semakin besar jika memiliki lebih dari satu unit mobil pick up. 3. Pengaruh kesediaan membayar terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,006 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, yang artinya signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen maka tolak H0. Artinya pengaruh kesediaan membayar berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Semakin besar kesediaan membayar maka akan semakin setuju terhadap kenaikan harga BBM. Variabel kesediaan membayar memiliki nilai Odd Ratio 20,030 artinya semakin tinggi kesediaan membayar maka peluang untuk setuju adalah 20,030 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju terhadap kenaikan BBM. Semakin tinggi kesediaan membayar maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Kesediaan membayar yang lebih besar memiliki
arti
bahwa
kemampuan
atau
kemauan
responden
untuk
mendapatkan BBM bersubsidi (premium) yang lebih besar. Sebenarnya sudah jelas, dengan WTP yang lebih besar dan pengaruh terhadap setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal tersebut dipengaruhi oleh preferensi mereka terhadap premium sebagai bahan bakar. 4. Pengaruh jumlah tanggungan terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,351 lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka terima H0. Artinya pengaruh jumlah tanggungan tidak berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Jika dilihat dari tanda koefisien pada hasil analisis logit maka diperoleh tanda negatif. Tanda tersebut mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan maka semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin besar penggeluaran untuk kebutuhan sehari-hari. Jika harga BBM naik maka akan
61
menaikkan harga barang-barang atau bahan pokok. Nilai Odd Ratio 0,711 artinya semakin banyak jumlah tanggungan maka peluang untuk setuju adalah 0,711 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Artinya semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. 5. Pengaruh jumlah penggunaan bahan bakar per hari terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,217 lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka tolak H0. Artinya jumlah penggunaan bahan bakar per hari tidak berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Dilihat dari tanda koefisiennya yang negatif ini artinya semakin besar pemakaian bahan bakar per hari maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Penggunaan bahan bakar per harinya sesuai dengan banyaknya sewa yang didapatkan per hari. Nilai Odd Ratio 0,892 artinya semakin banyak jumlah penggunaan BBM per hari maka peluang untuk tidak setuju adalah 0,892 kalinya dibandingkan dengan setuju terhadap kenaikan harga BBM. Secara garis besar, semakin besar jumlah penggunaaan BBM per hari maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM.
6. Pengaruh CC mobil terhadap respon pemilik jasa angkutan barang menegnai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,087 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, yang artinya signifikan pada taraf kepercayaan 90 persen maka tolak H0. Artinya CC mobil berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Semakin besar CC mobil maka akan semakin boros dalam penggunaan bahan bakarnya. Walaupun tergantung pada mesin mobil yang digunakannya serta seberapa besar jauh jarak yang ditempuh. Semakin boros penggunaan bahan bakarnya maka pemilik mobil pick up akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM, hal ini dapat dilihat dari tanda koefisien yang negatif. Nilai Odd Ratio 0,995 artinya semakin besar CC mobil maka peluang untuk tidak setuju adalah 0,995
62
kalinya dibandingkan dengan setuju terhadap kenaikan harga BBM. Kesimpulannya adalah semakin besar CC mobil pick up yang digunakan maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. 7. Pengaruh frekuensi sewa per minggu terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,084 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, yang artinya signifikan pada taraf kepercayaan 90 persen maka tolak H0. Artinya frekuensi sewa berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Tanda koefisien yang positif mengartikan bahwa semakin banyak frekuensi sewa per harinya maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Frekuensi sewa untuk setiap mobil sangat berbeda, ada yang menyewa mobil untuk jarak jauh dan ada yang menyewa mobil untuk jarak dekat. Hal tersebut akan menyebabkan perbedaan pula dalam omzet. Nilai Odd Ratio 1,435 atinya semakin banyak frekuensi sewa maka peluang untuk setuju adalah 1,435 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Kesimpulannya adalah semakin banyak sewa per hari maka akan semakin setuju terhadap kenaikan harga BBM.
8. Pengaruh jumlah mobil terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,259 lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka tolak H0. Artinya jumlah mobil tidak berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Tanda koefisien yang diperoleh adalah positif. Artinya semakin banyak mobil pick up yang dimiliki maka akan semakin setuju terhadap kenaikan harga BBM. Nilai Odd Ratio 8,560 artinya semakin banyak mobil yang dimiliki maka peluang untuk setuju adalah 8,560 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Kesimpulannya adalah semakin banyak mobil pick up yang dimiliki maka akan semakin besar peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM.
63
4.4 Implikasi Kebijakan Pada Tabel 18 mengenai kenaikan tarif jasa nagkutan barang karena adanya kenaikan harga BBM, memiliki kenaikan sebesar 25 persen untuk setiap kenaikan harga BBM sebesar Rp. 500. Walaupun harga BBM per liter naik, bagi mereka bukan hal yang sulit untuk mendapatkan omzet karena dengan kenaikan harga tersebut dapat menjadi alasan utama pemilik jasa angkutan barang untuk menaikan tarif dan mendapatkan omzet yang lebih besar. Di sisi lain, nilai kesediaan responden jasa angkutan barang memiliki nilai yang lebih besar dari harga premium yang berlaku saat ini, yang berarti pemilik usaha jasa angkutan barang setuju dengan kenaikan harga BBM. Dari pertimbangan tersebut maka, pemerintah dapat menaikan harga premium per liter dengan besar kenaikan yang sudah direncanakan. Hal tersebut akan direspon dengan pemilik jasa angkutan barang melalui kenaikan tarif. Kebijakan pemerintah mengenai penggurangan subsidi BBM atau kenaikan harga BBM dapat dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan. Pemerintah menjanjikan akan memperbaiki sarana dan pra sarana umum serta pemberian bantuan langsung mandiri untuk masyarakat miskin jika terjadi penggurangan subsidi BBM atau kenaikan harga BBM.