VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Usahatani Analisis usahatani yang digunakan pada penelitian ini membahas dari segi penerimaan usahatani, biaya usahatani dan pendapatan usahatani. Selain itu menganalisis nilai imbangan dari usahatani yang dilakukan oleh peternak responden menggunakan analisis R/C rasio.
6.1.1 Analisis Penerimaan Usahatani Soekartawi et.al (1986) menjelaskan bahwa penerimaan usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penelitian ini hanya membahas penerimaan dari usahaternak sapi perah laktasi dengan umur sapi antara 3 – 8 tahun atau laktasi pertama hingga laktasi kelima. Produksi susu merupakan faktor penentu besarnya penerimaan peternak maka penerimaan tiap peternak akan berbeda, hal tersebut dikarenakan kuantitas dan kualitas dari susu yang dihasilkan oleh peternak itu sendiri yang berbeda – beda, namun range harga yang berada di Koperasi Giri Tani merupakan range harga terbaik di Jawa Barat. PT. Cimory selaku konsumen utama mampu dan berani membayar lebih mahal dari koperasi susu tersebut dibandingkan koperasi susu sejenis, harga susu segar sapi perah yang diberikan koperasi kepada peternak sebesar Rp 3.600 per liter. Koperasi menikmati potongan penjualan dari tiap peternak berdasarkan persentase sesuai kontrak dengan PT. Cimory, koperasi menerima harga Rp 3.800 per liter dari Cimory sehingga koperasi mendapatkan margin keuntungan sebesar Rp 200 per liter. Pada dasarnya harga yang ditetapkan oleh konsumen melalui koperasi tergantung dari standar vet yang dihasilkan susu tersebut, semakin tinggi nilai vet yang terdapat pada susu maka semakin rendah harga yang diberikan untuk hasil per liter, hal tersebut dikarenakan apabila jumlah vet tinggi menunjukkan semakin tinggi perkembangan bakteri yang terdapat didalam susu. Harga yang diberikan oleh konsumen (PT. Cimory) merupakan salah satu harga pembelian susu tertinggi di Indonesia, tentunya diimbangi dengan kualitas susu yang baik. Berikut
dapat dilihat pada Tabel 22 mengenai rata-rata penerimaan peternak responden di Desa Cibeurem Tahun 2011.
Tabel 22. Rata – Rata Penerimaan Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No
Jenis Penerimaan
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
1
Penjualan Susu (koperasi)
67860
3600
244.296.000
Rata - Rata penerimaan peternak
6.786.000
Pada Tabel 22 terlihat bahwa total penerimaan peternak responden di Desa Cibeureum mencapai angka Rp 244.296.000, jumlah angka hasil analisis ini tidak terlepas dari bervariasinya jumlah liter susu yang dihasilkan, yang berasal dari populasi besar sapi yang terdistribusi kepada para peternak, dengan rata-rata penerimaan per peternak sebesar Rp 6.786.000. Tingkat rata-rata penerimaan peternak ini belum mencerminkan pendapatan peternak secara keseluruhan setelah dibagi dengan pengeluaran, karena tingkat penerimaan peternak tersebut hanya berasal dari penjualan susu sapi perah, dan untuk melihat pendapatan peternak perlu dikaji lebih dalam dengan menganalisis struktur biaya usahatani, karena tiap peternak tidak seluruhnya memiliki jumlah sapi laktasi yang sama, populasi sapi laktasi tentu saja menentukan jumlah liter yang dihasilkan dan berdampak kepada jumlah penerimaan yang didapat. Populasi sapi laktasi yang terdapat pada penelitian ini mulai dari yang sedikit yaitu berjumlah 1 ekor hingga populasi sapi laktasi terbanyak yaitu 15 ekor. Hal ini tentu memberikan dampak terhadap jumlah liter yang dihasilkan.
6.1.2 Analisis Struktur Biaya Usahatani Biaya yang terdapat dalam usahaternak sapi perah penghasil susu terdiri dari dua jenis, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai meliputi biaya pakan yaitu konsentrat dan hijauan, biaya air, biaya upah tenaga kerja, biaya medis ternak (obat dan vitamin), biaya iuran koperasi, biaya listrik
dan biaya transportasi. Kemudian biaya yang diperhitungkan adalah sewa lahan dan biaya penyusutan.
1) Biaya Tunai Usahatani Biaya Tunai merupakan ukuran biaya yang harus dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah output yang dihasilkan. Biaya yang harus dikeluarkan dalam biaya tunai terdiri dari dari biaya pakan (konsentrat dan hijauan), biaya air, biaya upah tenaga kerja, biaya medis ternak (IB, obat dan vitamin), biaya iuran koperasi, biaya listrik dan biaya transportasi. Rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh peternak responden adalah sebesar Rp 3.075.231 bulan Juni Tahun 2011, dengan total pengeluaran biaya tunai peternak responden di Desa Cibeureum mencapai Rp 110.708.302 bulan Juni Tahun 2011. Rincian dari biaya tunai dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini.
Tabel 23. Rata – Rata Biaya Tunai Peternak Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Biaya Tunai Pakan Konsentrat Pakan Hijauan Air Upah Tenaga Kerja Medis Ternak Iuran Koperasi (iuran susu) Listrik Transportasi Rata – Rata
Nilai Rata – Rata Biaya Tunai (Rp) 930.833 170.000 12.000 1.779.167 98.333 50.000 25.472 9.425 3.075.231
Persentase Nilai Biaya Tunai (%) 30,26 5,52 0,39 57,85 3,19 1,62 0,82 0,30 100
Pada Tabel 23 diperlihatkan mengenai nilai dari rata-rata biaya tunai dan total biaya yang dikeluarkan oleh peternak responden Desa Cibeureum bulan Juni Tahun 2011 beserta dengan tingkat persentase yang diperoleh. Gambaran umun yang terlihat dari Tabel 23 yaitu nilai persentase dari biaya tunai yang dianalisis bahwa biaya upah tenaga kerja memiliki tingkat persentase cukup tinggi sebesar 57,85 yang artinya adalah peternak perlu mewaspadai struktur biaya tunai
khususnya upah tenaga kerja karena apabila tenaga kerja yang dimiliki lebih banyak dari kemampuan membayar upah maka akan berdampak kepada pendapatan sekaligus kemampuan produksi peternak, selain itu angka persentase tersebut menggambarkan bahwa peternak harus selalu memiliki modal untuk membayar upah tenaga kerja untuk menjamin produksi tetap berjalan. Selain upah tenaga kerja yang memiliki persentase besar pada struktur biaya tunai, pembelian pakan konsentrat juga mempunyai angka persentase cukup besar yaitu 30,26 persen, artinya peternak harus selalu siaga dan berhati-hati di dalam pengelolaan keuangan serta pemberian pakan yang berkaitan dengan konsentrat, karena bila pembelian konsentrat dilakukan secara berlebihan (tidak sesuai kebutuhan sapi laktasi) akan mengakibatkan kerugian bagi peternak dari segi biaya dan tentu saja berdampak terhadap produksi. Berikut ini adalah penjelasan dari Tabel 23. a) Biaya untuk pembelian pakan (konsentrat dan hijauan) Biaya yang dikeluarkan merupakan biaya untuk pakan konsentrat dan pakan hijauan. Ketersediaan pakan konsentrat disediakan oleh koperasi Giri Tani dengan harga Rp 2000 per kilogram, dan jumlah pembelian disesuaikan dengan kebutuhan per peternak. Sedangkan pakan rumput di dapat peternak dari daerah cisarua, citeko, ciawi maupun sukabumi. Keempat daerah ini merupakan daerah penghasil rumput, klobot jagung maupun silase untuk pakan sapi, namun tidak jarang peternak ngarit (mengambil rumput) sendiri di daerah sekitar Desa Cibeureum, dengan alasan penghematan biaya produksi (walau tidak terlalu sering). Selain keempat tempat tersebut yang selalu menyediakan rumput untuk pakan sapi, koperasi Giri Tani juga menyediakan pakan rumput untuk dapat dibeli oleh peternak, dan koperasi akan langsung mengantarkan kepada peternak secara langsung setelah pemesanan. Namun untuk pakan hijauan persediaan koperasi tidak terlalu stabil, bahkan ketika masuk ke musim penghujan, persediaan silase maupun hijauan hampir dipastikan tidak ada. Harga yang di patok untuk membeli hijauan adalah sebesar Rp 100 per kilogram, dan rata-rata peternak responden mengeluarkan biaya hampir sebesar Rp 170.000 pada bulan Juni Tahun 2011, dengan tingkat persentase biaya tunai untuk pakan hijauan sebesar 5,52 persen. Sedangkan rata-rata biaya pengeluaran untuk pakan konsentrat mencapai Rp 930,833 pada bulan Juni Tahun 2011, dan memiliki tingkat persentase biaya tunai
untuk pakan konsentrat sebesar 30,26 persen, artinya adalah biaya konsentrat merupakan struktur biaya dengan angka persentase kedua terbesar setelah biaya upah tenaga kerja dan hal tersebut perlu untuk diwaspadai oleh tiap peternak, karena apabila peternak tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan modal untuk biaya input konsentrat akan berdampak kerugian dan gagalnya usahaternak tersebut di dalam memenuhi pasokan konsentrat bagi sapi laktasi, karena pengaruh dari biaya konsentrat ini cukup besar. Maka dari penjelasan mengenai biaya tunai untuk pakan konsentrat dan hijauan dapat dikaitkan dari kedua tunai biaya tersebut, bahwa biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para peternak responden hanya untuk pakan saja sebesar Rp. 550.417 pada bulan Juni Tahun 2011, dan dengan tingkat persentase sebesar 35,78 persen. b) Biaya untuk pemakaian air Air merupakan faktor penting di dalam proses produksi, terutama sebagai input usahaternak untuk memperoleh hasil susu sebagai output produksinya, dan pemakaian air oleh para peternak responden berasal dari air gunung di daerah Cisarua, pemakaian air ini bersifat bebas (ad libitum). Awalnya instalasi air di daerah Desa Cibeureum tidak teratur, terutama untuk aliran menuju peternakan – peternakan di wilayah tersebut, sehingga masyarakat dan sejumlah pihak terkait berupaya melakukan tindakan swadaya dan mendapat hibah dari pemerintah Kabupaten Bogor melalui Dinas Peternakan dan Perikanan serta pihak swasta untuk membangun instalasi air yang mengalir menuju bak-bak air untuk hewan ternak agar menjadi lebih baik dan tertata secara modern (menggunakan pipa paralon tebal) dan efisien di dalam penggunaan air. Biaya penggunaan air tidak dihitung secara per liter, namun peternak dibebankan biaya sebesar Rp 12.000 per peternak setiap bulan untuk perawatan dan upah penjaga rumah air (instalasi air), dan dibayarkan melalui kelompok ternak masing-masing. Namun dikarenakan pembangunan instalasi air ini merupakan bentuk swadaya masyarakat, maka pemeliharaan serta penangganan apabila terjadi kerusakan tidak hanya menjadi tugas dari penjaga rumah air yang sudah diberi upah namun masyarakat pengguna air serta para peternak turut serta dalam pemeliharaan maupun perbaikan secara bergotong royong. Rata-rata pengeluaran untuk pemakaian air peternak responden mencapai Rp 12.000 bulan Juni Tahun 2011, dengan tingkat persentase nilai biaya
tunai untuk pemakaian air sebesar 0,39 persen. Sedangkan total biaya secara keseluruhan peternak responden untuk pemakaian air sebesar Rp 432.000 pada bulan Juni Tahun 2011. c) Biaya untuk upah tenaga kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting di dalam usahaternak sapi perah penghasil susu ini, karena tenaga kerja merupakan tools yang berperan di dalam keberhasilan produksi susu. Rata – rata upah yang dikeluarkan pada bulan Juni Tahun 2011 oleh peternak responden di Desa Cibeureum adalah sebesar Rp. 1.779.167, dengan tingkat persentase nilai biaya tunai untuk upah tenaga kerja sebesar 57,85 persen. Besarnya angka persentase upah tenaga kerja pada struktur biaya tunai (nilai persentase biaya tunai paling besar di antara biaya tunai lainnya) mengindikasikan bahwa biaya tunai untuk upah tenaga kerja harus dicermati dan diantisipasi secara baik, maksudnya adalah setiap peternak harus mempunyai modal yang cukup untuk membayar upah tenaga kerja, karena apabila modal tersebut kurang atau peternak tidak mampu membayar maka berakibat kepada matinya usahaternak karena ketidakmampuan peternak untuk membiayai modal usahanya. Range upah di wilayah penelitian sangat bervariasi yaitu berkisar antara Rp 400.000 hingga Rp 1.200.000 per bulan, dan terkadang ditambah dengan tambahan bonus lain seperti beras dan sayuran, namun hal tersebut tergantung dari kebijakan pemilik ternak masing-masing. d) Biaya untuk medis ternak (IB, obat dan vitamin) Pelayanan medis ternak oleh tim atau petugas medis ternak dilakukan oleh koperasi sebagai bagian dari pelayanan koperasi kepada anggota koperasi, yaitu para peternak. Pelayanan yang dilakukan mencakup Inseminasi Buatan, Suntik Vitamin, Pemberian obat-obatan, perawatan ternak sakit dan kelahiran ternak. Biaya medis yang dibebankan kepada peternak sangat beragam tergantung dari jumlah obat, vitamin atau pelayanan jasa yang diberikan. Pelayanan medis dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu minggu dan total waktu pelayanan medis per tahun adalah sebanyak 6 bulan adalah dengan rincian biaya yaitu Rp 20.000 untuk jasa dan Rp 10.000 untuk suntik vitamin dan obat per ekor sapi laktasi yang ditangani. Pembayaran biaya untuk medis ternak diambil dari penjualan susu yang diperoleh peternak. Namun apabila terdapat penyakit yang membutuhkan
penanganan serius, maka biaya jasa dan obat akan lebih dari harga awal pelayanan. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh peternak responden untuk medis ternak sebesar Rp 98.333, dengan tingkat persentase nilai biaya tunai sebesar 3,19 persen, dan total biaya tunai secara keseluruhan pada peternak responden sebesar Rp 3.540.000. e) Biaya iuran koperasi Membayar iuran koperasi merupakan suatu keharusan dari anggota koperasi sekaligus tanggung jawab yang harus dipenuhi, karena anggota koperasi secara langsung memperoleh kebutuhan input dari koperasi seperti konsentrat, pelayanan medis, hijauan, peralatan dan lain sebagainya. Dan iuran yang dimaksudkan diatas adalah iuran susu koperasi yang termasuk ke dalam iuran wajib, dan iuran yang dibebankan kepada peternak responden yaitu sebesar Rp 50.000 per bulan, dan rata-rata peternak mengeluarkan biaya iuran ini sebesar Rp 50.000 pada bulan Juni Tahun 2011 dengan total keseluruhan biaya tunai untuk iuran koperasi adalah sebesar Rp 1.800.000, dengan tingkat persentase nilai biaya tunai untuk iuran koperasi mencapai kisaran angka 1,62 persen. Pembayaran iuran ini biasanya dipotong dari hasil penjualan susu di koperasi setelah akhir bulan. f) Biaya listrik Listrik merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak responden, dan biaya listrik yang dihitung merupakan biaya listrik yang berasal hanya dari kandang sapi laktasi, dan kebutuhan akan listrik mutlak dibutuhkan oleh peternak sebagai salah satu dari upaya peternak di dalam usahaternak sapi perah yang menghasilkan susu. Rata-rata pengeluaran untuk listrik para peternak responden mencapai angka sebesar Rp 25.472 pada bulan Juni Tahun 2011, dan total biaya tunai secara keseluruhan peternak responden sebesar Rp 917.002, dengan tingkat persentase nilai biaya tunai untuk biaya listrik peternak responden di Desa Cibeureum adalah sebesar 0,82 persen. Pembayaran listrik yang dilakukan oleh peternak responden menggunakan jasa pembayaran listrik yang dilakukan oleh koperasi Giri Tani yang berafiliasi dengan loket pembayaran listrik PLN Cisarua di dekat kantor Kepala Desa Cibeureum.
g) Biaya Transportasi Biaya transportasi yang dimaksud adalah beban yang dikeluarkan peternak responden untuk menitipkan hasil susu kepada loper susu di tempat penampungan susu (pangkalan susu) milik masing-masing kelompok ternak sebelum diserahkan kepada koperasi. Biaya pengangkutan susu menuju koperasi ini dihitung berdasarkan liter susu yang dititipkan, setelah ditimbang dan dihitung oleh loper susu, yaitu sebesar Rp 5 per liter. Biaya ini merupakan biaya tunai karena dikeluarkan setiap bulannya. Rata-rata biaya yang dibebankan untuk biaya transportasi ini sebesar Rp 9.425 pada bulan Juni Tahun 2011, dan biaya total keseluruhan biaya transportasi pada peternak responden sebesar Rp 339.300 dan dengan tingkat persentase nilai biaya tunai untuk biaya transportasi mencapai 0,30 persen.
2. Biaya yang Diperhitungkan Dalam penelitian ini, biaya yang diperhitungkan yaitu biaya sewa lahan dan penyusutan. Rata-rata biaya yang diperhitungkan pada peternak responden di Desa Cibeureum adalah sebesar Rp 174.913,19, dengan total biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 6.296.874,67. Berikut ini adalah tabel mengenai rincian dari biaya yang diperhitungkan oleh peternak responden pada Desa Cibeureum bulan Juni Tahun 2011, dan rincian tersebut dapat dilihat pada Tabel 24 berikut ini.
Tabel 24. Rata – Rata Biaya yang Diperhitungkan Peternak Responden Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011
1
Sewa Lahan
Rata – Rata Biaya yang Diperhitungkan (Rp) 27.269,67
2
Penyusutan
147.643,52
84,4
174.913,19
100
No
Jenis Biaya yang Diperhitungkan
Rata – Rata Biaya yang Diperhitungkan
Persentase Nilai Biaya yang Diperhitungkan (%) 15,59
a) Sewa Lahan Dikarenakan lahan keseluruhan peternak responden merupakan milik pribadi, sehingga sewa lahan menjadi biaya yang diperhitungkan, dan rata-rata biaya sewa lahan yang berlaku di Desa Cibeureum yaitu sebesar Rp 27.269,67 pada bulan Juni Tahun 2011 dan memiliki tingkat persentase mencapai 15,59 persen, dengan rata-rata luasan lahan per kandang 0,019 ha serta memiliki total sewa lahan pada biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 981.708,00 b) Penyusutan Penyusutan menjadi biaya yang diperhitungkan, karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak responden untuk melakukan perawatan terhadap peralatan dan kandang. Rata-rata biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh peternak responden sebesar Rp 147.643,52 pada bulan Juni Tahun 2011 dengan tingkat persentase sebesar 84,4 persen. Serta total biaya penyusutan pada biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 5.315.166,67
Biaya
penyusutan ini menggunakan metode garis lurus, yaitu harga beli dibagi dengan umur pakai.
6.1.3 Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Heriyatno (2009) bahwa keberhasilan suatu usaha peternakan dari segi pendapatan dinilai berdasarkan tingkat efisiensinya, yaitu kemampuan usaha tersebut menghasilkan keuntungan dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dan dihitung dengan membandingkan penerimaan dengan biaya.
Pendapatan usahatani pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Hasil analisis untuk pendapatan atas biaya tunai menunjukkan nilai rata-rata pendapatan atas biaya tunai pada peternak responden sebesar Rp 3.710.769 pada bulan Juni Tahun 2011. Sedangkan nilai rata-rata pendapatan atas biaya total pada peternak responden sebesar Rp 3.885.683 pada bulan Juni Tahun 2011. Kemudian dari perhitungan analisis R/C rasio didapatkan hasil nilai ratarata R/C rasio tunai adalah 2,26 yang memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1, akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,26. Dengan tingkat rasio sebesar 2,26 maka usahaternak sapi laktasi ini dapat dikategorikan usaha yang menguntungkan. Nilai rata-rata R/C total adalah 2,11, dan angka tersebut memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan peternak akan memperoleh penerimaan sebesar 2,11, sama halnya dengan tingkat rata-rata R/C rasio tunai yang menguntungkan, maka nilai R/C rasio atas total pun dikategorikan menguntungkan karena nilai R/C rasio lebih dari satu dikategorikan menguntungkan. Rincian mengenai rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan analisis R/C rasio peternak responden di Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini. Tabel 25. Rata – Rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No
Komponen
Nilai (Rp)
1
Penerimaan
6.786.000
2
Biaya Tunai
3.075.231
3
Biaya yang Diperhitungkan
4
Total Biaya
3.250.144
5
Pendapatan Atas Biaya Tunai
3.710.769
6
Pendapatan Atas Biaya Total
3.885.683
7
R/C Rasio Tunai
2,26
8
R/C Rasio Total
2,11
174.913
Selain itu diperhitungkan juga analisis per ekor, dengan tujuan untuk melihat analisis perhitungan R/C rasio per satu ekor sapi di wilayah penelitian, sehingga pendapatan usahatani pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian dengan perhitungan untuk satu ekor sapi laktasi, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Hasil analisis untuk pendapatan atas biaya tunai menunjukkan nilai pendapatan atas biaya tunai pada peternak responden sebesar Rp 938.206 pada bulan Juni Tahun 2011. Sedangkan nilai pendapatan atas biaya total pada peternak responden sebesar Rp 991.569 pada bulan Juni Tahun 2011. Kemudian dari perhitungan analisis R/C rasio per ekor didapatkan hasil nilai R/C rasio per ekor tunai adalah 2,21 yang memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1, akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,21. Dengan tingkat rasio sebesar 2,21 maka usahaternak sapi laktasi ini dapat dikategorikan usaha yang menguntungkan. Sedangkan nilai R/C per ekor total adalah 2,09, dan angka tersebut memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan peternak akan memperoleh penerimaan sebesar 2,09, sama halnya dengan tingkat R/C rasio per ekor tunai yang menguntungkan, maka nilai R/C rasio per ekor atas total pun dikategorikan menguntungkan karena nilai R/C rasio lebih dari satu dikategorikan menguntungkan. Rincian mengenai penerimaan, biaya, pendapatan dan analisis R/C rasio peternak responden di Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 26 berikut ini.
Tabel 26. Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Per Ekor Sapi di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No
Komponen
Nilai (Rp)
1
Penerimaan
2.070.305
2
Biaya Tunai
938.206
3
Biaya yang Diperhitungkan
53.363
4
Total Biaya
991.569
5
Pendapatan Atas Biaya Tunai
1.132.099
6
Pendapatan Atas Biaya Total
1.185.462
7
R/C Rasio Tunai
2,21
8
R/C Rasio Total
2,09
6.2 Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Desa Cibeureum Pada penelitian ini faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu pada tingkat peternak responden di Desa Cibeureum dianalisis dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas yang berfungsi untuk menunjukkan hubungan matematis antara produksi susu dengan faktor-faktor produksi yang digunakan. Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb-Douglas maka terlebih dahulu harus diubah ke dalam bentuk double logaritma natural (ln), secara rinci dapat dilihat pada (Lampiran 6). Menurut (Soekartawi, 1990 diacu dalam Alpian, 2010) menyatakan bahwa model fungsi Cobb-Douglas digunakan karena parameternya merupakan elastisitas produktivitas, tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol dan tidak ada perbedaan teknologi dalam setiap pengamatan. Faktor-faktor yang produksi yang diduga memiliki pengaruh dalam usahaternak sapi perah penghasil susu ini yaitu konsentrat, hijauan, obat, air, tenaga kerja. Hasil pendugaan model dengan menggunakan model fungsi CobbDouglas yang dilakukan menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 53,6 persen dengan nilai determinasi terkorelasi sebesar 45,8 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 53,6 persen tersebut menunjukkan bahwa dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersamaan oleh faktor konsentrat, faktor hijauan, faktor obat, faktor air dan faktor tenaga kerja. Sedangkan nilai 46,4 persen lainnya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang berada di luar model, faktor-faktor yang berada di luar model tersebut yang diduga memiliki pengaruh terhadap produksi susu sapi perah yaitu vaselin, iklim dan cuaca, penyakit, lingkungan peternakan dan tatalaksana ternak.
Tabel 27. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Susu Sapi Perah Di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011
Variabel Konstanta Ln Konsentrat (X1) Ln Hijauan (X2) Ln Obat (X3) Ln Air (X4) Ln Tenaga Kerja (X5)
Koefisien Regresi 0,747 0,6008 0,5757 0,25105 -0,0054 -0,24692
Simpangan Baku Koefisien 1,498 0,1909 0,2536 0,06115 0,1572 0,06915
Rsq Rsq(adj) Fhitung Ftabel T0,05(n-5)
= 53,6 % = 45,8 % = 6,93 = 2,69 dengan α = 5 persen = 2,0423
Keterangan
: a = berpengaruh nyata pada taraf lima persen
T - Hitung
P - Value
VIF
0,50 3,15 a 2,27 a 4,11 a -0,03 -3,57 a
0,622 0,004 0,031 0,000 0,973 0,001
1,0 1,9 1,6 1,8 1,5
berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi yang dijelaskan oleh Tabel 27, nilai Fhitung pada model penduga fungsi produksi yaitu sebesar 6,93 dan hasil tersebut lebih besar dari nilai Ftabel sebesar 2,0423 atau dengan kata lain H0 ditolak. Dengan demikian hasil dari nilai tersebut menggambarkan bahwa semua faktor produksi yang digunakan untuk kegiatan usahaternak sapi perah yang akan menghasilkan susu, secara bersama-sama memiliki pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah yang dihasilkan. Selain menguji parameter secara keseluruhan dengan menggunakan uji F, juga digunakan uji T untuk menguji parameter secara terpisah atau dengan kata lain untuk melihat pengaruh nyata dari masing-masing variabel bebas (input produksi) yang digunakan secara terpisah terhadap variabel tidak bebas (output), dengan cara membandingkan hasil Thitung dengan Ttabel, lihat pada Tabel 27 mengenai hasil analisis dari nilai Thitung faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu. Berdasarkan hasil hasil uji T yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata adalah konsentrat, hijauan, obat dan tenaga kerja, sedangkan variabel bebas air tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Model penduga fungsi produksi yang telah dilakukan oleh analisis dapat menunjukkan tingkat kelayakan berdasarkan asumsi
OLS. dan menurut Siagian (2002) diacu dalam Heriyatno (2010) analisis tersebut meliputi multikolinieritas, homokedastisitas dan normalitas error.
Tabel 28. Nilai T-hitung Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6
Variabel Independent Konstanta X1 = Konsentrat X2 = Hijauan X3 = Obat X4 = Air X5 = Tenaga Kerja
Keterangan :
* Ns
Koefisien Regresi
0,747 0,6008 0,5757 0,25105 -0,0054 -0,24692
T-hitung
0,50 3,15 a 2,27 a 4,11 a -0,03 Ns -3,57 a
= signifikan pada α = 0,05 = non signifikan pada α = 0,05
Pada Tabel 28 diperlihatkan bahwa faktor input konsentrat, hijauan, obat dan tenaga kerja memiliki signifikansi nyata terhadap taraf nyata lima persen, atau memiliki hipotesis nol ditolak, kesimpulannya yaitu faktor input konsentrat, hijauan, obat dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah peternak responden di Desa Cibeureum, Cisarua Kabupaten bogor. Sedangkan faktor input air tidak berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah. Analisis per variabel mengenai penjelasan dari nilai Thitung dan dampak nilai tersebut dengan nilai koefisien regresi dan pengaruhnya terhadap produksi akan dijelaskan pada sub bab analisis konsentrat (X1), analisis hijauan (X2), analisis obat (X3), analisis Air (X4) dan analisis tenaga kerja (X5) Selain uji T dan Uji F yang dilakukan pada penelitian ini, pengujian multikolinieritas faktor – faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah pada model uji dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab. Kriteria yang digunakan untuk penelitian ini yaitu jika nilai VIF > 10 maka faktor – faktor yang mempengaruhi produksi susu tersebut terdapat multikolinieritas, namun jika nilai VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinieritas. Pada Tabel 28 ditunjukkan bahwa semua faktor – faktor yang mempengaruhi produksi sapi perah tidak terdapat multikolinieritas.
Tabel 29. Nilai VIF Faktor – faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak responden di Desa Cibeureum Bulan Juni Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6
Variabel Independent Konstanta X1 = Konsentrat X2 = Hijauan X3 = Obat X4 = Air X5 = Tenaga Kerja
Koefisien Regresi
VIF
0,747 0,6008 0,5757 0,25105 -0,0054 -0,24692
1,0 * 1,9 * 1,6 * 1,8 * 1,5 *
Keterangan : * = tidak terdapat multikolinieritas, nilai VIF < 10
Sedangkan untuk analisis homokedastisitas menggunakan pendekatan grafik (Lampiran 4). Penilaian analisis ini yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik, dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b) Jika data, menyebar jauh dari garis sumbu diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. kemudian dari hasil grafik analisis (Lampiran 4) menunjukkan bahwa data menyebar dengan normal dan memenuhi asumsi normalitas. Secara statistik hasil dari analisis model penduga fungsi produksi pada peternak responden susu sapi perah telah memenuhi standar OLS. Hal tersebut dapat dianalisis dari nilai p-value yang bernilai nol dan mengindikasikan bahwa semua variabel atau salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Maka terpenuhinya asumsi tersebut menunjukkan bahwa model fungsi produksi tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel bebas (input produksi) terhadap hasil produksi.
6.2.1 Faktor Konsentrat (X1) Faktor konsentrat (X1) secara statistik berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen dan berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah peternak responden yang memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 0,6008 dan nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa adanya peningkatan penggunaan
konsentrat sebesar satu persen akan meningkatkan produksi susu sapi sebesar 0,6008 dengan menganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1) menunjukkan bahwa penggunaan konsentrat berada pada daerah rasional. Selain itu nilai dari koefisien regresi sebesar 0,6008 merupakan nilai koefisien regresi terbesar dibanding yang lain, dan memiliki arti bahwa faktor input produksi konsentrat bersifat responsif dan memiliki agresifitas peningkatan produksi susu paling besar dibanding faktor produksi yang lain, sehingga apabila faktor ini dinaikkan maka akan sangat berpengaruh besar terhadap keseluruhan total produksi susu peternak responden. Sehingga apabila terdapat prioritas faktor input yang harus lebih dulu dinaikkan input produksinya, maka faktor konsentrat berada di urutan pertama prioritas, karena akan mendongkrak produksi susu secara masif. Konsentrat berasal dari ransum pakan yang terdiri dari biji – bijian dan sumber pakan lain seperti jagung, bekatul, dedak, menir, molases dan lainnya. Pemberian konsentrat oleh peternak responden untuk sapi laktasi saja rata – rata sebesar 4 kg/ekor/hari dengan jumlah rata-rata mencapai angka 138,333 kilogram pada bulan Juni, dengan total keseluruhan penggunaan input konsentrat pada peternak responden sebesar 4.980,000 kilogram. Konsentrat merupakan pakan penguat untuk sapi laktasi dan sekaligus sumber makanan yang baik bagi sapi, namun pada penelitian ini, hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrat memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat produksi susu sapi perah yang dihasilkan. Pakan konsentrat didapatkan dari koperasi Giri Tani, selaku wadah organisasi berbasis laba yang diperuntukkan kepada petani agar meningkatkan kesejahteraan dengan salah satu caranya adalah penyediaan pakan konsentrat yang baik dan persediaan yang stabil. Konsentrat akan dikirimkan langsung oleh koperasi ke setiap peternak sesuai dengan jumlah pembelian dan pemesanan. Tentu saja kebutuhan tiap peternak berbeda-beda dan pihak koperasi mengakomodir kebutuhan konsentrat tersebut dari berbagai produsen konsentrat dengan merek seperti Matuken Feed, Matuken Feed – 18 atau Lacto Feed yang dikhususkan untuk sapi laktasi. Selain merek tersebut, koperasi juga menerima pasokan konsentrat dari PT. Indofeed dengan tipe Indofeed S – 99 dan tipe Indofeed S – 22.
6.2.2 Faktor Hijauan (X2) Pakan hijauan (makanan kasar) ialah semua bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau tetanaman dalam bentuk daun-daunan, ranting, bunga dan batang. Bahan ini pada umumnya dalam keadaan tebal, besar dan kasar yang kandungan energinya relatif rendah, tetapi merupakan sumber vitamin dan mineral yang bagus karena mengandung kadar air 70% - 80%. Kelompok hijauan yang dipergunakan sebagai makanan sapi perah ialah bangsa rumput, jenis kacang-kacangan (leguminosa) dan tumbuhan-tumbuhan lainnya. Pakan hijauan yang diberikan di peternakan berupa rumput gajah, klobot jagung, daun pisang, dan rumput liar. Diantara jenis tersebut yang paling baik diberikan kepada sapi adalah rumput Kinggrass (rumput raja), rumput gajah dan klobot jagung, dan pada wilayah penelitian pakan hijauan yang digunakan berasal dari rumput (jenis King Grass atau Taiwan Grass), dedaunan, klobot jagung (daun jagung sisa panen) maupun silase. Faktor produksi hijauan memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,5757 dan berpengaruh nyata terhadap taraf nyata lima persen dengan menganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Hal tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi penambahan input maka akan berpengaruh terhadap tingkat produksi susu sapi perah sebesar nilai koefisien regresi positif yaitu 0,5757. Elastisitas produksi antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1) menunjukkan bahwa penggunaan faktor input produksi hijauan berada pada daerah rasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor input produksi hijauan perlu untuk ditingkatkan, dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat produksi susu sapi perah peternak di Desa Cibeureum. Walaupun nilai koefisien regresi faktor input hijauan tidak sebesar faktor input konsentrat, tetapi memiliki pengaruh nyata dan signifikan terhadap peningkatan tingkat produksi susu. Pemakaian hijauan yang dilakukan oleh para peternak di dasari dari patokan dasar dari penelitian Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi-Bogor yang dilakukan oleh Prof. Winugroho pada Tahun 2004, dengan jumlah pemberian pakan hijauan minimal sebesar 30 kg per hari/ekor, pemberian pakan tersebut disosialisasikan oleh penyuluh dari dinas peternakan Kabupaten Bogor maupun penyuluh dari koperasi, namun tidak seluruh peternak mengikuti aturan atau pedoman pemberian pakan hijauan, masih banyak yang memberikan jumlah input
hijauan sesuai kehendak masing-masing peternak. Rata-rata hijauan yang digunakan oleh peternak responden sebesar 508,333 kilogram bulan Juni Tahun 2011, dengan total keseluruhan konsumsi pakan hijuan mencapai 18.300,000 kilogram pada bulan Juni. Pembelian persediaan pakan hijauan ini berasal dari daerah citeko, cisarua, ciawi, sukabumi, koperasi Giri Tani dan kegiatan peternak untuk mengambil hijauan sendiri di daerah Desa Cibeureum (ngarit). Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore hari. Pemberian hijauan dilakukan oleh peternak responden sebelum dan setelah proses pemerahan dengan tujuan untuk memberikan ketenangan pada pada sapi saat akan diperah dan sesudah diperah. Takaran pemberian yang dilakukan oleh para peternak responden dalam satu hari yaitu 40 : 60, artinya 40 persen hijauan diberikan pada pagi hari hingga menjelang sore sebelum di perah, kemudian setelah diperah diberikan lagi pakan hijuan sebesar 60 persen dari total pemberian per hari oleh peternak.
6.2.3 Faktor Obat (X3) Pemberian obat yang dimaksud pada analisis ini terdiri dari (obat dan vitamin), dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kesehatan ternak, melindungi dari penyakit serta memberikan dorongan untuk meningkatkan hasil produksi melalui penggunaan vitamin. Faktor produksi obat mempunyai nilai koefisien regresi bernilai positif sebesar 0,25105 dan berpengaruh nyata terhadap taraf nyata lima persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap penambahan obat sebesar satu persen maka produksi susu akan meningkat sebesar 0,25105 persen dengan menganggap faktor produksi lain tetap (ceteris paribus). Elastisitas produksi yang lebih kecil dari pada 0 (0 < Ep < 1) menunjukkan bahwa penggunaan obat berada di daerah rasional. Nilai koefisien regresi tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi penambahan input obat (obat dan vitamin) akan meningkatkan produksi susu sebesar 0,25105. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor input obat memiliki pengaruh nyata terhadap peningkatan produksi, namun penambahan input tidak secara frontal diberikan langsung kepada sapi laktasi, namun di imbangi dengan takaran atau dosis yang diatur sepenuhnya oleh
petugas medis ternak dari koperasi Giri Tani, hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan pemberian dosis yang dapat mengakibatkan kematian. Obat (obat dan Vitamin) diperlukan oleh peternak responden untuk menjaga objek utama yaitu sapi perah dari penyakit dan sekaligus untuk memacu tingkat produksi susu. Rata-rata penggunaan obat oleh peternak responden sebesar 0,254 liter pada bulan Juni Tahun 2011, dan total keseluruhan pemakaian obat (obat dan vitamin) pada peternak responden sebesar 9,139 liter pada bulan Juni Tahun 2011 dengan tingkat pemberian obat dan vitamin yang berbeda-beda tiap peternak, hal tersebut disesuaikan dengan kondisi sapi yang membutuhkan obat dan vitamin.
6.2.4 Faktor Air (X4) Air menjadi suatu input penting dan sangat diperlukan dalam produksi. Faktor air memiliki nilai koefisien regresi negatif sebesar -0,0054 namun tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen dengan mengganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Nilai koefisien regresi ini mencerminkan arti bahwa setiap penambahan atau pengurangan jumlah input air sebesar satu persen tidak akan berpengaruh terhadap produksi susu. Hal tersebut tersebut menunjukkan bahwa faktor input air tidak dapat dikategorikan sebagai input produksi yang mempengaruhi produksi susu secara total, minusnya nilai regresi mempertegas hal tersebut. Elastisitas produksi faktor input air yang lebih kecil dari 0 (Ep < 0) menunjukkan bahwa penggunaan air berada pada daerah irasional. Rata-rata penggunaan air oleh peternak responden mencapai angka sebesar 646,667 liter pada bulan Juni Tahun 2011, sedangkan total keseluruhan pemakaian air oleh peternak responden di Desa Cibeureum yaitu sebesar 23.280,000 liter pada bulan Juni Tahun 2011. Input air didapatkan dari air gunung yang berasal dari daerah bukit di Cisarua yang dekat dengan Taman Safari Bogor, penggunaan input air diatur secara swasembada oleh para kelompok ternak masing-masing yang mengandalkan fasilitas penampungan air (instalasi rumah air) untuk ternak dan dialirkan menuju bak – bak air untuk input produksi di tiap kandang milik peternak responden. Penggunaan air oleh peternak sebenarnya bebas dan tidak terbatas, namun ternak sapi laktasi rata-rata mengkonsumsi air
sebanyak 19,5 liter per hari/ekor. Angka koefisien regresi yang bernilai negatif tersebut di identifikasi oleh peneliti sebagai berikut: Pada bulan Juni, kelompok ternak Bina Warga mengalami sedikit permasalahan pada pipa instalasi air yang digunakan untuk mengalirkan air menuju bak-bak air minum sebagai input produksi, hal tersebut disebabkan oleh rusaknya pipa paralon berukuran besar dan ukuran kecil di wilayah bukit dekat dengan rumah air yang mengaliri air menuju pipa air ke kelompok ternak Bina Warga. Sehingga kelompok ini harus menjatah air per ekor sapi laktasi sebanyak 18 liter air, karena terbatasnya jumlah air yang diberikan sambil menunggu perbaikan hingga tanggal 5 Juli 2011. Tentu saja hal tersebut merupakan kerugian bagi peternak, karena berkurangnya pasokan air minum untuk sapi laktasi, karena di dalam tubuh sapi, air berfungsi untuk mengatur suhu dalam tubuh, membantu proses pencernaan, metabolisme, dan sebagai pelumas pada persendian-persendian. Kebutuhan air bagi sapi tergantung dari berbagai faktor, yaitu: umur, besar tubuh, jenis makanan, iklim, dan jumlah produksi. Sapi yang banyak menerima konsumsi berupa konsentrat, bertubuh besar, dan produksi susunya tinggi membutuhkan air yang lebih banyak. Sapi perah memerlukan 2 - 2,5 liter air minum untuk memproduksi air susu sebesar 0,5 liter. Oleh karena itu harus disediakan air minum relatif lebih banyak dan diberikan dua kali sehari agar dapat memproduksi susu lebih tinggi. Pemberian air minum untuk sapi dilakukan secara ad libitum (sesukanya). Air yang diberikan berupa air bersih berasal dari air sungai kecil di wilayah bukit Cisarua. Air tersebut dialirkan ke tempat minum sapi yang berada di sebelah tempat pakan.
6.2.5 Faktor Tenaga Kerja (X5) Tenaga kerja merupakan faktor penentu dari produksi, karena berkaitan langsung dengan tatalaksana pemeliharaan dan penanganan ternak. Faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai koefisien regresi negatif sebesar -0,24692 namun berpengaruh nyata terhadap taraf nyata lima persen dengan nilai Thitung sebesar -3,57, artinya adalah -Thitung < -Ttabel maka H0 ditolak. Sehingga nilai koefisien regresi negatif tersebut memiliki arti bahwa jumlah input tenaga kerja sudah berlebihan (over capacity) dan apabila terjadi penambahan input produksi tenaga kerja sebesar satu persen akan sangat berpengaruh signifikan terhadap
penurunan produksi susu sebesar 0,24692 dengan menganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Maka hal tersebut perlu diantisipasi dengan pengurangan tenaga kerja untuk dapat meningkatkan tingkat produksi susu. Kemudian Elastisitas produksi yang lebih kecil dari pada 0 (Ep < 0) menunjukkan arti bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah irasional. Penggunaan tenaga kerja, mutlak dibutuhkan oleh usahaternak sapi perah, karena keberhasilan dari produksi susu sapi perah tergantung dari tatalaksana ternak yang dilakukan oleh tenaga kerja, seperti pemberian pakan, membersihkan kandang, pemerahan hingga penanganan pasca pemerahan namun jumlah tenaga kerja harus dilihat secara baik dan bijak, artinya tenaga kerja perlu disesuaikan dengan skala usaha yang didirikan dan kemampuan berproduksi susu, agar tidak mengalami kerugian dan tidak berpengaruh negatif kepada hasil produksi susu yang diinginkan oleh peternak responden. Berkaitan dengan proses pemerahan, input tenaga kerja sangat menentukan karena sapi perah memerlukan penanganan khusus, misalnya pekerja yang melakukan pemerahan tidak boleh diganti-ganti secara sembarangan, karena hal tersebut akan memberi dampak negatif terhadap sapi, sapi mudah stres dan berujung kepada tingkat produksi yang menurun. Menurut Sudono (1999) dalam usahaternak sapi perah dikatakan efektif jika satu hari kerja pria dapat menangani tujuh sapi dewasa. maka semakin bertambahnya tenaga kerja untuk usahaternak sapi perah, maka tingkat produksi akan semakin menurun karena tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menangani satu ekor sapi laktasi hanya satu orang, dan bila ditambahkan tenaga kerja yang baru menjadi dua orang atau lebih untuk menangani satu ekor sapi laktasi maka akan menurunkan tingkat produksi susu karena melebihi standar penggunaan tenaga kerja. Tenga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga, dengan rata-rata penggunaan tenaga kerja pada peternak responden sebesar 8,471 HOK pada bulan Juni Tahun 2011, dengan total keseluruhan sebanyak 304,957 HOK.