VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Karakteristik Responden Responden dalam penelitian adalah nelayan yang menangkap ikan atau
beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI Wonokerto menjadi satu-satunya tempat berlabuh dan mendaratkan ikan hasil tangkapan. Responden yang ditemui oleh penelitian sebanyak 34 responden yang bertempat tinggal di Kecamatan Wonokerto, yang meliputi Desa Wonokerto Kulon, Desa Wonokerto Wetan, Desa Api Api, Desa Pecakaran, dan Desa Tratebang. Namun, sebagian responden berasal dari Desa Api Api. Responden juga merupakan nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan Payang Gemplo dan tangkapan utamanya adalah ikan teri nasi. Berdasarkan hasil wawancara responden, didapatkan karakteristik responden berdasarkan umur responden, pengalaman menjadi nelayan, trip ratarata per tahun, jumlah tanggungan anak, dan pendidikan responden. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa karakteristik responden berdasarkan umur responden yang memiliki presentase tertinggi adalah umur yang berkisar antara 51-61 tahun, yaitu sebesar 38%, sedangkan karakteristik responden berdasarkan pengalaman menjadi nelayan presentase tertinggi berkisar antara 31-40 tahun, yaitu sebesar 38%. Ratarata trip per tahun yang dilakukan responden adalah 160-170 trip, 171-180 trip, 181-190 trip, 191-200 trip, dan 201-210 trip, dengan trip sebanyak 191-200 trip per tahun yang memiliki presentasi tertinggi, yaitu 41%. Pada Tabel 9 juga dapat dilihat bahwa rata-rata responden memiliki pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD) dengan presentase sebanyak 88% dan rata-rata memiliki tanggungan lebih dari 3 anak.
50
Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pengalaman Nelayan, Trip Rata-rata per Tahun, Jumlah Tanggungan Anak, dan Pendidikan Jumlah Uraian Presentase (%) Responden A. Umur (Tahun) 30 - 40 tahun 10 29 41 - 50 tahun 6 18 51 - 60 tahun 13 38 61 - 70 tahun 4 12 71 - 80 tahun 1 3 B. Pengalaman (Tahun) 10 - 20 tahun 8 23,5 21 - 30 tahun 8 23,5 31 - 40 tahun 13 38 41 - 50 tahun 3 9 51 - 60 tahun 2 6 C. Trip Rata-rata per Tahun (Trip) 160-170 trip 5 15 171-180 trip 6 18 181-190 trip 9 26 191-200 trip 11 32 201-210 trip 3 9 D. Jumlah Tanggungan Anak β€ 3 anak 13 38 > 3 anak 21 62 E. Pendidikan SD 30 88 SMA 4 12 6.2
Unit Penangkapan Payang Gemplo Unit penangkapan payang gemplo merupakan suatu kesatuan teknis dalam
pengoperasian alat tangkap payang gemplo. Unit payang gemplo meliputi alat tangkap payang gemplo, kapal yang digunakan dalam pengoperasian payang gemplo, nelayan payang gemplo, musim penangkapan, dan fishing ground payang gemplo.
51
6.2.1
Payang Gemplo dan Perkembangannya Payang gemplo merupakan salah satu alat tangkap ikan pelagis kecil,
khususnya ikan teri nasi yang digunakan di sebagian besar nelayan kecil di Perairan Kabupaten Pekalongan
(Lampiran 2). Payang
gemplo dalam
pengoperasiannya masih sangat sederhana tanpa menggunakan mesin untuk menarik alat tangkap payang gemplo, dimana kurang lebih 12 nelayan bertugas menarik payang gemplo ketika melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan hasil wawancara, masih ada kendala bagi nelayan payang gemplo, dimana mereka hanya bergantung pada satu jenis alat tangkap, yaitu payang gemplo. Akibatnya pada saat hasil tangkapan ikan teri nasi kurang maksimal, nelayan payang gemplo hanya mengistirahatkan kapal mereka tanpa melakukan penangkapan. Dan kondisi ini semakin sulit dihadapi nelayan payang gemplo ketika mereka tidak memiliki penghasilan tambahan selain nelayan. Tabel 10. Jumlah Rumah Tangga Payang Gemplo Tahun 1997-2010 Tahun
Payang/Gemplo
1997 49 1998 57 1999 57 2000 100 2001 116 2002 119 2003 122 2004 122 2005 122 2006 123 2007 129 2008 133 2009 118 2010 112 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010)
Perubahan (%) 16,33 0,00 75,44 16,00 2,59 2,52 0,00 0,00 0,82 4,88 3,10 -11,28 -5,08
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa Jumlah Rumah Tangga Payang Gemplo (RTPG) dari tahun 1997-2010 mengalami fluktuasi. Tahun 1998 hingga
52
tahun 2008 jumlah RTPG mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2000 jumlah RTPG mengalami kenaikan terbesar, yaitu sebesar 75,44%. Namun, jumlah RTPG tertinggi terdapat pada tahun 2008 dan pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2009 dan tahun 2010 jumlah RTPG mengalami penurunan masing-masing sebesar 11,28% dan 5,08%. Berdasarkan wawancara, penurunan RTPG diakibatkan nelayan payang gemplo menjual kapal mereka karena hasil tangkapan ikan teri nasi yang semakin menurun dan cuaca yang tidak mendukung untuk nelayan melakukan penangkapan ikan. Informasi mengenai konstruksi payang gemplo hanya didapatkan dari hasil wawancara. Secara umum, konstruksi payang gemplo di Wonokerto, Kabupaten Pekalongan terdiri dari tiga bagian, yaitu badan, sikil (kaki), dan kantong. 1. Sikil (Kaki) Bagian kaki (sikil) merupakan jaring memanjang yang berfungsi untuk menghalau gerombolan ikan untuk menuju mulut jaring payang gemplo. Bahan yang digunakan pada bagian sikil adalah jaring plastik dan memilki mata jaring kurang lebih 6 inchi. 2. Badan Badan pada payang gemplo berfungsi untuk menghadang ikan yang telah masuk mulut jaring payang gemplo. Bahan yang digunakan pada bagian sikil adalah jaring nilon dan memilki mata jaring kurang lebih 4 inchi. 3. Kantong Kantong pada payang gemplo berfungsi sebagai penampung ikan yang telah terperangkap dari kaki dan badan payang gemplo. Bahan yang digunakan pada bagian sikil adalah waring dengan mata jaring yang halus.
53
Payang gemplo juga dilengkapi dengan alat lainnya, yaitu tali, pemberat, dan pelampung. Pelampung dan pemberat pada payang gemplo digunakan untuk membuka mulut jaring seoptimal mungkin, sehingga hasil tangkapan yang diharapkan dapat dicapai. 6.2.2
Kapal Kapal yang digunakan dalam pengoperasian payang gemplo oleh nelayan
Wonokerto adalah jenis perahu sopek yang berukuran panjang 10-11 meter, lebar kurang lebih 3 meter, dan tinggi 0,8-1 meter. Mesin yang digunakan sebagai tenaga penggerak kapal umumnya berkekuatan 16 PK hingga 23 PK. Mesin yang digunakan berbahan bakar solar dan biasanya nelayan menggunakan mesin bermerk Dong Feng dan Kubota. 6.2.3
Nelayan (ABK) dan Sistem Bagi Hasil Pengoperasian payang gemplo membutuhkan tenaga nelayan (ABK)
berkisar 10 hingga 12 nelayan dengan tugas masing-masing. Meskipun telah memiliki tugas masing-masing saat melakukan penangkapan, nelayan juga bekerjasama
dan
saling
membantu.
Pembagian
tugas
nelayan
dalam
pengoperasian payang gemplo antara lain : 1. Nakhoda atau Juru Mudi, bertugas sebagai pengemudi kapal serta menentukan kapan dan dimana mulai menurunkan jaring. 2. Juru Mesin, bertugas menjalankan mesin saat melaut dan memperbaiki mesin jika dalam proses melaut terjadi kerusakan. 3. Juru Buridan, bertugas menurunkan jaring pada saat menangkap ikan. 4. Juru Watu, bertugas menurunkan pemberat batu. 5. Juru Masak , bertugas memasak bekal yang telah disiapkan. 54
6. Juru Pilih, bertugas memilah ikan hasil tangkapan sesuai dengan jenis ikan. 7. Pendega Biasa, bertugas menarik jaring. Pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan utama bagi sebagian besar masyarakat Wonokerto. Nelayan payang gemplo di Wonokerto pada umumnya juga memiliki pekerjaan sampingan, seperti buruh tambak, petani, dan pedagang. Perkerjaan sampingan tersebut dikerjakan ketika musim paceklik ataupun ketika waktu-waktu tidak melaut lainnya (libur melaut). Sistem bagi hasil nelayan payang gemplo di Wonokerto yaitu sepertiga bagian hasil tangkapan untuk kapal (juragan/pemilik) dan duapertiga bagian untuk ABK (Anak Buah Kapal) dengan pembagian yang disesuaikan dengan tugas masing-masing. Jika dimisalkan ABK berjumlah 12 nelayan dan hasil bersih penjualan ikan yang diperoleh 1,8 juta rupiah, maka setelah dikurangkan dengan bagian juragan sepertiga bagian, hasil bersih untuk ABK adalah 1,2 juta. Berikut adalah pembagian hasil untuk ABK berdasarkan tugas masing-masing : Tabel 11. Pembagian Hasil Tangkapan Ikan Payang Gemplo Bagian ABK Bagian ABK Jumlah Bagian Masing-masing (Nelayan) ABK (Rp) 1 1,75 131.250 Juru Mudi 1 1,50 112.500 Juru Mesin 2 1,50 112.500 Juru Buridan 2 1,50 112.500 Juru Watu 1 1,25 93.750 Juru Masak 2 1,25 93.750 Juru Pilih 3 1,00 75.000 Pendega Duapertiga bagian dari Rp 1,8 Juta
Total Bagian (Rp) 131.250 112.500 225.000 225.000 93.750 187.500 225.000 1.200.000
55
Pembagian hasil seperti di atas tidak berlaku jika hasil tangkapan ikan kecil dan tidak cukup dibagi untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari sesama ABK. Maka, biasanya juragan hanya mendapatkan bagian untuk biaya perbekalan atau bahkan tidak mendapatkan bagian sama sekali. 6.2.4
Fishing Ground dan Musim Penangkapan Ikan Daerah penangkapan (fishing ground) ikan teri nasi nelayan Wonokerto
tersebar di sepanjang perairan Kabupaten Pekalongan. Nelayan Wonokerto tidak hanya melakukan penangkapan di perairan Kabupaten Pekalongan saja, jika hasil tangkapan di perairan Pekalongan kurang bagus, maka nelayan akan melakukan penangkapan ke daerah lain, seperti Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Pemalang. Jarak fishing ground dengan tempat berlabuh kapal kurang lebih satu hingga dua mil, dengan waktu tempuh 15 menit hingga satu setengah jam perjalanan. Nelayan Wonokerto biasanya mulai melaut pada pukul 05.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB, terkadang hingga pukul 15.00 WIB. Hal inilah yang menyebabkan pelelangan ikan di TPI Wonokerto dimulai pukul 13.00 WIB. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa hampir semua nelayan Wonokerto memiliki fishing ground yang sama, baik itu musim panen/ramai, musim paceklik, dan musim biasa. Bahkan nelayan Wonokerto cenderung tidak mengubah fishing ground mereka sesuai musim, sehingga musim apapun mereka tetap melakukan penangkapan ikan di fishing ground yang sama. Hal ini disebabkan kemampuan untuk melakukan trip yang lebih jauh lagi dan kemampuan untuk mencari daerah yang memungkinkan lebih banyak lagi sumberdaya ikan teri nasi kurang mendukung, seperti kapal yang kecil dan mesin yang lemah.
56
Musim penangkapan ikan teri nasi untuk sekarang ini sulit ditetapkan karena cuaca yang berubah tidak menentu. Tetapi, berdasarkan wawancara musim penangkapan biasanya dimulai dari bulan Maret hingga bulan Mei, dimana dimulai pada awal kemarau hingga menjelang musim hujan. Pada saat musim hujan, biasanya nelayan Wonokerto tidak melakukan penangkapan karena arus yang besar. 6.3
Subsidi BBM (Solar) di TPI Wonokerto Subsidi BBM di TPI Wonokerto merupakan subsidi perikanan dalam
bentuk subsidi solar dengan nelayan kecil sebagai sasarannya. Subsidi solar di TPI Wonokerto dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Mino Soyo. 6.3.1
KUD Mino Soyo KUD Mino Soyo adalah Koperasi Unit Desa Kabupaten Pekalongan yang
salah satu fungsinya adalah sebagai penanggung jawab dalam penyediaan solar bersubsidi khusus untuk nelayan kecil di Wonokerto. Penyediaan solar bersubsidi khusus nelayan ini disalurkan melalui Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang berada di dekat TPI Wonokerto. Pengoperasian SPDN ini mulai dijalankan pada April 2004 atas permintaan nelayan Wonokerto yang saat itu diwakili oleh KUD Mino Soyo. Ijin pengoperasian SPDN diperoleh KUD Mino Soyo dari PT. Pertamina Unit Pemasaran IV, dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain : 1. Surat permohonan pengelolaan dan penggunaan SPDN 2. Akte pendirian KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan serta pengesahan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan
57
3. Surat Keputusan/Rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan dan Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Pedesaan 4. Surat Ijin Timbun, Surat Ijin Gangguan, Surat Ijin Tempat Usaha, dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dari instansi yang berwenang 5. Biodata Ketua KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 6. Fotocopy KTP Ketua KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 7. Fotocopy NPWP a.n KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 8. Fotocopy Sertifikat Tanah 9. Surat Keterangan Kelakuan Baik Ketua KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 10. Referensi Bank a.n KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 11. Pas Foto Ketua KUD Mino Soyo Kabupaten Pekalongan 12. Surat Pernyataan bermaterai yang menyatakan : ο·
Tanah dan bangunan fasilitas SPDN yang berada di lingkungan areal SPDN diperuntukkan untuk usaha BBM dari PT. Pertamina (Persero) untuk waktu 10 tahun
ο·
Bersedia menaati/mematuhi ketentuan PT. Pertamina (Persero) KUD Mino Soyo sebagai penanggung jawab dalam pengoperasian SPDN
juga bertanggung jawab dalam memberikan laporan penjualan tiap bulan kepada Dinas Perikanan Kabupaten Pekalongan. Dalam laporan penjualan dicantumkan nama pembeli, banyaknya solar yang dibeli, dan tonase kapal. 6.3.2
Sistem Pemberian Subsidi Solar Pemberian subsidi solar melalui SPDN di Wonokerto dikhususkan hanya
untuk nelayan kecil dengan tonase kapal dibawah 10 GT. Bagi nelayan kecil,
58
untuk dapat membeli solar di SPDN Wonokerto tidak ada persyaratan khusus. Nelayan yang ingin membeli solar cukup membawa dirigen atau tempat solar lainnya ke SPDN dan akan dilayani oleh petugas SPDN yang dipekerjakan oleh KUD Mino Soyo. Dalam pembelian solar, nelayan tidak dibatasi liter harus membeli solar, meskipun begitu nelayan rata-rata hanya membeli solar sebanyak 20 liter hingga 30 liter. 6.3.3
Pengelolaan SPDN TPI Wonokerto Pengelolaan SPDN Wonokerto dikelola oleh KUD Mino Soyo dan
dioperasikan oleh pekerja yang secara khusus dipekerj akan oleh KUD Mino Soyo. Selama 6 tahun pengoperasian SPDN, KUD Mino Soyo tidak pernah mengalami masalah yang serius. Adapun masalah yang terjadi hanya ketika kekurangan solar pada saat frekuensi melaut nelayan tinggi. Ketika kekurangan solar, KUD akan segera mengajukan penambahan kuota solar kepada PT. Pertamina sehingga kekurangan solar di Wonokerto dapat diatasi. Stok solar yang diberikan PT. Pertamina dalam sekali DO (Delivery Order) adalah 40.000 liter solar dengan syarat dalam sebulan SPDN Wonokerto harus mampu menghabiskan stok satu kali DO. Jika tidak, maka pada bulan berikutnya stok akan diturunkan sebesar jumlah solar yang habis dalam waktu satu bulan sebelumnya. Dan jika pada bulan berikutnya lagi SPDN Wonokerto memerlukan tambahan stok, maka harus mengajukan penambahan lagi dengan syarat harus ada surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Hal inilah yang membuat stok solar di SPDN Wonokerto terkadang mengalami kekurangan.
59
Musim melaut nelayan Wonokerto mempengaruhi habisnya stok solar di SPDN Wonokerto. Pada saat musim panen stok solar mencapai 40.000 liter, bahkan terkadang hingga 48.000 liter. Sedangkan pada musim peralihan stok solar hanya mencapai 16.000 liter dan akan semakin menurun ketika musim paceklik atau sepi, yaitu hanya 8.000 liter solar. 6.4
Potensi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Wonokerto
6.4.1
Produksi Ikan Teri Nasi Ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan, khususnya TPI Wonokerto
merupakan salah satu ikan yang dominan yang didaratkan di TPI Wonokerto. Perkembangan produksi ikan teri nasi di TPI Wonokerto dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perkembangan Produksi Ikan Teri Nasi di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010 Tahun Produksi (ton) Perubahan (%) 1997 78,959 1998 54,137 -31,44 1999 116,584 115,35 2000 43,417 -62,76 2001 67,846 56,27 2002 74,663 10,05 2003 85,185 14,09 2004 115,353 35,41 2005 48,348 -58,09 2006 41,876 -13,39 2007 56,970 36,04 2008 28,010 -50,83 2009 31,579 12,74 2010 12,899 -59,15 Rata-rata 61,130 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010)
Dari Tabel 12 dapat diketahui rata-rata hasil tangkapan ikan teri nasi tiap tahunnya sebesar 61,130 ton dan hasil tangkapan ikan tesi nasi tertinggi terjadi pada tahun 1999 sebesar 116,584 ton, sedangkan hasil tangkapan terendah terjadi
60
pada tahun 2010 sebesar 12,899 ton. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini diakibatkan cuaca tahun 2010 tidak menentu, menurut nelayan musim-musim yang dulunya dapat ditentukan sekarang menjadi sulit ditentukan, sehingga nelayan sering tidak melaut. Jika nelayan tetap melaut, maka hasil tangkapan yang didapatkan tidak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan. Berdasarkan Tabel 12 juga dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan teri berfluktuasi selama periode tahun 1997-2010, dimana mengalami peningkatan dari tahun 2001 hingga tahun 2004 dan setelah itu mengalami penurunan hingga tahun 2010. Namun, pada tahun 2007 dan 2009 mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 36,04% dan 12,74%. Tabel 13. Perkembangan Produksi Ikan Teri Nasi per Bulan di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010 Produksi (ton)
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
1997
0,59
0
9,18
9,08
30,89
6,32
2,11
3,61
4,08
6,38
3,16
3,56
1998
0
0
0,73
16,28
5,12
8,93
1,88
4,14
3,25
5,40
2,72
5,70
1999
0,10
0
18,29
33,30
22,30
16,16
0
9,38
0,50
5,13
5,21
6,21
2000
1,84
2,53
7,49
6,87
5,25
2,89
5,50
1,15
7,16
0
1,13
1,62
2001
0,17
0,73
10,20
6,85
14,88
9,82
5,09
2,18
4,18
1,85
4,63
7,27
2002
0,75
0,55
5,66
7,54
20,85
22,98
6,70
3,16
1,88
0,95
0,31
3,35
2003
4,67
0,59
17,69
14,78
19,77
3,90
7,99
4,47
7,00
0,49
0,94
2,91
2004
5,08
0,48
3,66
12,99
11,47
17,14
22,90
24,63
2,74
8,61
5,03
0,65
2005
0,13
1,58
4,13
15,99
12,32
5,64
0,29
3,87
0,65
0,65
3,11
0
2006
0
0,94
3,60
3,76
16,88
4,40
0,09
1,37
6,10
3,01
0,18
1,56
2007
0
0
3,96
6,58
17,41
9,11
2,82
2,25
9,80
3,40
0
1,65
2008
1,53
0,36
7,20
1,38
2,72
4,13
3,63
2,59
2,46
0,84
0,32
0,85
2009
0
0
2,67
9,04
9,38
5,91
0
1,02
0,24
0,22
1,62
1,48 0,28
2010 Rata-rata Perubahan (%)
0
0
3,20
1,64
2,58
1,95
0
0
0
2,70
0,55
1,06
0,55
6,97
10,43
13,70
8,52
4,21
4,56
3,57
2,83
2,06
2,65
-
-47,82
1159,42
49,63
31,29
-37,82
-50,53
8,17
-21,59
-20,83
-27,06
28,33
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010)
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan teri melimpah pada bulan-bulan tertentu saja, yaitu pada bulan Maret hingga bulan Mei. Pada bulan Maret-Mei inilah nelayan mengalami musim panen dan pada bulan
61
Oktober-Februari, nelayan mengalami musim paceklik, dimana hasil tangkapan ikan teri nasi cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan cuaca pada bulan-bulan tersebut tidak mendukung nelayan untuk melaut. 6.4.2
Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri Nasi Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan teri nasi
di Kabupaten Pekalongan adalah payang gemplo. Effort yang digunakan dalam penelitian ini adalah hari melaut nelayan dalam setiap melakukan penangkapan. Jumlah effort (trip) nelayan Wonokerto per bulannya sulit ditentukan, namun berdasarkan wawancara terhadap nelayan Wonokerto, nelayan payang gemplo rata-rata setiap hari melakukan penangkapan ikan kecuali cuaca tidak mendukung. Umumnya jumlah trip nelayan berbeda tiap bulannya, tergantung dari musim. Pada saat musim ramai atau panen, nelayan hampir tiap hari melakukan trip. Sedangkan pada musim paceklik dan biasanya adalah pada saat musim hujan, nelayan hanya melakukan trip saat cuaca mendukung, bahkan dalam sebulan nelayan tidak melakukan trip sama sekali. Namun, jika kendala cuaca tidak ada, hampir setiap hari nelayan Wonokerto melakukan trip. Berikut adalah jumlah effort (trip) nelayan payang gemplo di Wonokerto dari tahun 1997 hingga tahun 2010. Berdasarkan Tabel 14, jumlah effort dari tahun ke tahun berfluktuasi. Effort tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 4970 trip, dimana bertepatan dengan beroperasinya SPDN Wonokerto. Sedangkan jumlah effort terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 671 trip, hal ini dikarenakan cuaca pada tahun 2010 ini tidak mendukung nelayan untuk melaut.
62
Tabel 14. Jumlah Effort (Trip) Tahunan Alat Tangkap Payang Gemplo di TPI Wonokerto Tahun 1997-2010 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
Payang/Gemplo 1.957 1.152 2.263 1.854 1.543 1.974 3.200 4.970 2.843 1.904 1.816 1.161 1.249 671 2.040
Perubahan (%) -41,13 96,44 -18,07 -16,77 27,93 62,11 55,31 -42,80 -33,03 -4,62 -36,07 7,58 -46,28
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan (2010)
Dari Tabel 13 dan Tabel 14 dapat dibuat grafik perbandingan antara produksi dan upaya penangkapan (effort) ikan teri nasi selama periode tahun 1997-2010 yang disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Perbandingan antara Produksi dan Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010
63
Pada Gambar 3 diatas menujukkan bahwa grafik perbandingan antara produksi dan effort ikan teri nasi selama periode tahun 1997-2010 pergerakannya sama, yaitu ketika effort meningkat akan diikuti dengan jumlah produksi yang meningkat. Dan ketika effort ikan teri nasi menurun, maka diikuti dengan produksi ikan teri nasi yang menurun. 6.5
Pendugaan Parameter Sumberdaya Ikan Teri Nasi Parameter dalam sumberdaya perikanan terdiri dari parameter biologi dan
parameter ekonomi. Kedua parameter tersebut digunakan dalam analisis bioekonomi sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan, sehingga dapat diketahui pengelolaan sumberdaya ikan teri nasi yang optimal. 6.5.1
Pendugaan Parameter Biologi Parameter biologi dalam penelitian diperoleh dengan menggunakan
metode yang dikembangkan oleh Walter dan Hilborn. Metode ini lebih dikenal dengan model W-H, dimana parameter biologi yang diduga adalah laju pertumbuhan alami (r), koefisien kemampuan tangkap (q), dan daya dukung lingkungan (K). Parameter biologi tersebut diketahui berdasarkan data perubahan biomassa, upaya penangkapan, dan nilai CPUE (Catch Per Unit of Effort). CPUE merupakan perbandingan antara output (hasil tangkapan) yang dihasilkan dan input (upaya atau effort) yang digunakan. Data produksi dan upaya ikan teri nasi yang digunakan dalam penelitian di Wonokerto merupakan data dari tahun 1997 hingga tahun 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 15.
64
Tabel 15. Produksi (Ton), Effort (Trip), CPUE Ikan Teri Wonokerto Tahun 1997-2010 Tahun Effort (Trip) Produksi (Ton) 1997 1.957 78,959 1998 1.152 54,137 1999 2.263 116,584 2000 1.854 43,417 2001 1.543 67,846 2002 1.974 74,663 2003 3.200 85,185 2004 4.970 115,353 2005 2.843 48,348 2006 1.904 41,876 2007 1.816 56,970 2008 1.161 28,010 2009 1.249 31,579 2010 671 12,899 Rata-rata 2.040 61,130
Nasi di TPI CPUE 0,04034696 0,04699392 0,05151745 0,02341802 0,04397019 0,03782320 0,02662031 0,02320986 0,01700598 0,02199370 0,03137115 0,02412575 0,02528343 0,01922355
Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
Parameter biologi diperoleh dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square), dimana meregresikan nilai Ut (CPUE) pada periode t dan Et (effort) ππ‘+1
pada periode t, serta perubahan bimassa (
ππ‘
β 1 ) yang dapat dilihat pada Tabel
16. Pada analisis regresi untuk parameter biologi Et dan Ut merupakan variabel bebas dan
ππ‘+1 ππ‘
β 1 merupakan variabel tak bebas. Nilai yang dihasilkan sesuai
dengan persamaan matematis W-H seperti pada persamaan (4.1). Persamaan (4.1) dapat disederhanakan dengan menggunakan OLS, sehingga persamaan menjadi : ππ‘ = πΌ β π½π1π‘ β πΎπ2π‘
(6.1)
Hasil OLS dengan menggunakan software Microsoft Excel diperoleh nilai Ξ± = 0,9180670, Ξ² = -19,7392972, dan Ξ³ = -0,0001331 (Lampiran 3). Sehingga persamaan (6.1) menjadi Yt = 0,9180670 - 19,7392972X1t - 0,0001331X2t.
65
Tabel 16. Nilai (Ut+1/Ut)-1, Ut, dan Et Ikan Teri Nasi Tahun
Effort (Trip)
Produksi (Ton)
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
1.957 1.152 2.263 1.854 1.543 1.974 3.200 4.970 2.843 1.904 1.816 1.161 1.249 671 2.040
78,959 54,137 116,584 43,417 67,846 74,663 85,185 115,353 48,348 41,876 56,970 28,010 31,579 12,899 61,130
CPUE
(Ut+1/Ut)-1
Ut (CPUE)
Et (Effort)
0,04034696 0,04699392 0,05151745 0,02341802 0,04397019 0,03782320 0,02662031 0,02320986 0,01700598 0,02199370 0,03137115 0,02412575 0,02528343 0,01922355
0,164745 0,096258 -0,545435 0,877622 -0,139799 -0,296191 -0,128115 -0,267295 0,293292 0,426370 -0,230957 0,047985 -0,239678
0,04034696 0,04699392 0,05151745 0,02341802 0,04397019 0,03782320 0,02662031 0,02320986 0,01700598 0,02199370 0,03137115 0,02412575 0,02528343 0,01922355
1957 1152 2263 1854 1543 1974 3200 4970 2843 1904 1816 1161 1249 671
Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
Nilai Ξ±, Ξ², dan Ξ³ yang telah diperoleh, kemudian dimasukkan dalam persamaan (4.3) sehingga dapat diduga laju pertumbuhan alami (r), koefisien kemampuan tangkap (q), dan daya dukung lingkungan (K). Nilai-nilai dari parameter biologi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 17. Tabel 17. Parameter Biologi (r, q, dan K) Sumberdaya Ikan Teri Nasi di TPI Wonokerto Satuan Parameter Biologi Nilai % per tahun Laju Pertumbuhan Alami (r) 0,9180670 1/unit effort Koefisien Kemampuan Tangkap (q) 0,0001331 ton Daya Dukung Lingkungan (K) 349,5568075 Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
6.5.2
Pendugaan Parameter Ekonomi Pendugaan parameter ekonomi dilakukan dengan menghitung biaya
penangkapan ikan nelayan yang diperoleh dari hasil wawancara dan melakukan standarisasi harga ikan teri nasi selama periode 1997-2010. Pendugaan parameter
66
ekonomi dilakukan untuk menduga biaya trip riil dan harga ikan rata-rata riil dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK). 6.5.2.1 Pendugaan Biaya Penangkapan (Trip) Biaya penangkapan merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh nelayan untuk melakukan satu kali penangkapan ikan (trip). Besar biaya per trip setiap nelayan berbeda, dimana dipengaruhi banyaknya trip, kondisi kapal, dan alat tangkap payang gemplo. Biaya penangkapan total per trip rata-rata diperoleh dari penjumlahan rata-rata biaya operasional per trip, rata-rata biaya tetap per tahun, dan rata-rata biaya variabel per bulan (Lampiran 4). Biaya operasional per trip terdiri dari biaya solar dan perbekalan (makanan, minuman, dan es balok). Biaya tetap per tahun terdiri dari biaya perbaikan kapal dan biaya PAS kecil, sedangkan biaya variabel per bulan terdiri dari biaya perbaikan mesin, perbaikan alat tangkap, dan biaya oli. Rincian total biaya rata-rata per trip dapat dilihat dalam Tabel 18. Tabel 18. Total Biaya Rata-rata Penangkapan Ikan Teri Nasi per Trip Nelayan Payang Gemplo Komponen Biaya Besar Biaya Rata-rata (Rp) Biaya Operasional per Trip 179.705,88 Biaya Tetap per Tahun 8.020,98 Biaya Variabel per Bulan 19.961,60 Total Biaya per Trip 207.688,46 Sumber : Data Hasil Wawancara (2011)
Tabel 18 menunjukkan bahwa total biaya rata-rata per trip sebesar Rp 207.688,46 dan biaya tersebut merupakan harga nominal. Agar pengaruh inflasi terhadap biaya penangkapan dapat dieliminir, maka total biaya rata-rata per trip tersebut terlebih dahulu dikonversikan ke dalam pengukuran riil dengan menyesuaikannya dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) umum dengan tahun
67
dasar 2007, sehingga diperoleh biaya riil sebesar Rp 269.132,14 (Lampiran 5). Hasil pendugaan biaya riil dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Total Biaya Nominal per Trip dan Total Biaya Riil per Trip Komponen Nilai (Rp) Total Biaya per Trip Nominal (Rp) 207.688,46 Total Biaya per Trip Riil (Rp) 269.132,14 Sumber : Data Hasil Wawancara (2011)
6.5.2.2 Standarisasi Harga Ikan Teri Nasi Harga ikan teri nasi merupakan harga tahunan yang diperoleh dari data time series selama periode 1997-2010 TPI Wonokerto. Harga yang diperoleh dari data time series ini merupakan harga nominal yang masih perlu dikonversikan ke dalam harga riil sebagaimana pendugaan biaya. Pendugaan harga riil dilakukan dengan menggunakan IHK Kabupaten Pekalongan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Kabupaten Pekalongan. IHK yang digunakan adalah IHK bahan makanan dengan tahun dasar 2007. Harga riil ikan teri nasi selama periode 19972010 dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Harga Riil Rata-rata per Ton Ikan Teri Nasi di Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010 (IHK Bahan Makanan) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
IHK (2007=100) 38,65 75,73 46,15 50,21 53,16 56,09 51,87 62,36 77,09 89,29 100,00 112,01 124,95 150,80
Harga Ikan (Rp/ton) 5.817.126,61 11.216.903,41 5.649.294,14 7.876.714,19 12.397.245,23 20.398.390,10 10.424.608,32 11.959.792,98 14.738.644,83 14.632.940,11 12.827.049,32 18.379.864,33 15.743.532,09 20.581.440,42 Rata-rata
Harga Riil (Rp/Ton) 15.049.313,90 14.811.551,03 12.240.569,84 15.688.399,70 23.321.996,63 36.366.249,87 20.098.276,90 19.179.561,87 19.119.592,52 16.388.745,84 12.827.049,32 16.409.245,40 12.599.865,62 13.648.170,04 17.696.327,75
Sumber : BPS (1997-2010) dan Hasil Analisis Data (2011)
68
6.6
Analisis Bioekonomi Ikan Teri Nasi Analisis bioekonomi dilakukan setelah dua parameter diduga, yaitu
parameter biologi dan parameter ekonomi. Parameter biologi sebelumnya telah diduga dengan menggunakan model Walter-Hilborn, sehingga diperoleh r, q, dan K. Sedangkan parameter ekonomi merupakan total biaya per trip dan harga ikan teri nasi yang dikonversikan menjadi harga riil dan biaya riil. Nilai parameter biologi dan parameter ekonomi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Nilai Parameter Biologi dan Parameter Ekonomi Ikan Teri Nasi Satuan Parameter Biologi dan Ekonomi Nilai % per tahun Laju Pertumbuhan Alami (r) 0,9180670 1/unit effort Koefisien Kemampuan Tangkap (q) 0,0001331 ton Daya Dukung Lingkungan (K) 349,5568075 Rp/Ton Harga Ikan (p) 17.696.327,75 Rp/Trip Biaya (c) 269.132,14 Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
Tingkat pemanfaatan ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan dapat dilihat melalui rezim pengelolaan MSY (Maximum Sustainable Yield), MEY (Maximum Economic Yield), dan rezim OA (Open Access). Tingkat pemanfaatan ikan teri di Kabupaten Pekalongan dapat diduga melalui parameter biologi dan ekonomi dengan melihat tingkat effort (E), hasil tangkapan (h), dan rente ekonomi (Ο) dari masing-masing rezim. Nilai biomas optimal (x), effort optimal yang diperbolehkan (E), hasil tangkapan optimal (h) pada rezim MSY (Maximum Sustainable Yield) berturutturut adalah 174,778 ton, 3.450 trip, dan 80,229 ton. Pada rezim MEY (Maximum Economic Yield), nilai biomas optimal adalah 231,930 ton, effort optimal yang diperbolehkan adalah 2.322 trip, dan hasil tangkapan optimal adalah 71,651 ton. Sedangkan pada rezim OA (Open Access), nilai biomas, effort, dan tangkapan optimal berturut-turut adalah 114,303 ton, 4.644 trip, dan 70,624 ton. Hal ini
69
menunjukkan bahwa effort optimal yang dibutuhkan pada rezim open access lebih tinggi dari rezim MSY dan MEY. Sedangkan hasil tangkapan optimal, rezim MSY memiliki nilai yang paling besar diantara rezim MEY dan open access. Effort dan hasil tangkapan yang tinggi pada rezim open access tidak sebanding dengan rente ekonomi yang didapatkan, karena rente ekonomi pada rezim open access adalah Rp 0,00. Sedangkan pada rezim MEY dengan menggunakan effort yang lebih efisien dan hasil tangkapan yang lebih sedikit dibandingkan dua rezim lainnya dapat menghasilkan rente ekonomi yang maksimal, yaitu Rp 643.062.563,05 dan nilai ini lebih besar dibandingkan rente rezim MSY yang bernilai Rp 491.254.534,24. Hasil analisis bioekonomi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Analisis Bioekonomi Ikan Teri Nasi Pada Rezim Pengelolaan MSY, MEY, dan Open Access Rezim Pengelolaan Parameter MSY MEY OA E (Trip) 3.450 2.322 4.644 h (Ton) 80,229 71,651 70,624 x (Ton) 174,778 231,930 114,303 Rente Ekonomi (Rp) 491.254.534,24 643.062.563,05 0 Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
Gambar 4 menunjukkan bahwa effort atau tingkat upaya penangkapan aktual rata-rata penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan lebih lebih kecil dibandingkan effort pada rezim MSY, MEY, dan OA, dimana effort aktual rata-rata penangkapan ikan teri nasi sebesar 2.040 trip. Hal ini menunjukkan bahwa effort yang digunakan oleh nelayan payang gemplo di Kabupaten Pekalongan
belum
melebihi
tingkat
penggunaan
effort
optimal
yang
diperbolehkan secara lestari (MSY).
70
5000
4.644
4500 4000 3500
3.450
Effort (Trip)
3000 2.322
2500
2.040 2000 1500 1000 500 0 MSY
MEY
OA
Aktual
Gambar 4. Perbandingan Effort Ikan Teri Nasi pada Kondisi MSY, MEY, Open Access, dan Aktual di Perairan Kabupaten Pekalongan Pada Gambar 5 terlihat bahwa tingkat produksi aktual rata-rata ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan sebesar 61,130 ton belum melebihi tingkat produksi (harverst) dari rezim pengelolaan MEY, MSY dan Open Access masingmasing sebesar 71,651 ton, 80,229 ton, dan 70,624 ton. Dari Gambar 4 dan Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa pengelolaan ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan belum mengalami biological overfishing dan belum optimal. Oleh karena itu, effort ikan teri nasi dapat ditingkatkan hingga mencapai effort pada kondisi lestari (MSY), yaitu sebesar 3.450 trip dengan hasil produksi sebesar 80,229 ton.
71
90 80
80,229 71,651
70,624
70 61,130 Produksi (Ton)
60 50
40 30 20 10 0 MSY
MEY
OA
Aktual
Gambar 5. Perbandingan Produksi Ikan Teri Nasi pada Kondisi MSY, MEY, Open Access, dan Aktual di Perairan Kabupaten Pekalongan 6.7
Estimasi Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Pendugaan laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi di Kabupaten
Pekalongan berdasarkan data produksi ikan teri nasi dan effort yang digunakan selama periode waktu 14 tahun. Pendugaan terjadinya degradasi ikan teri dapat dilihat dari analisis kontras antar produksi aktual dan produksi lestari ikan teri dalam waktu 14 tahun. Produksi aktual ikan teri nasi merupakan dari data sekunder yang diperoleh dari Dinas Perikanan Kabupaten Pekalongan. Sedangkan produksi lestari ikan teri nasi dapat diduga dengan menggunakan formula berikut (Fauzi, 2010) : β = ππΎπΈ 1 β
ππΈ π
(6.2)
72
Dengan mengetahui nilai r, q, dan K, maka fungsi produksi lestari sumberdaya ikan teri Kabupaten Pekalongan adalah : β = 0,04652601108. πΈ 1 β 0,0001449785255. πΈ sehingga dapat diketahui tingkat produksi lestari per tahun yang dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai produksi aktual dan produksi lestari yang telah diketahui dapat digunakan untuk menghitung laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan. Nilai laju degradasi ikan teri nasi dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (4.8), sehingga perhitungan nilai koefisien laju degradasi sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan disajikan secara ringkas pada Tabel 23. Dari Tabel 23 terlihat bahwa tingkat produksi aktual sejak tahun 1997 hingga tahun 2004 lebih tinggi dari tingkat produksi lestari, sedangkan dari tahun 2005 hingga tahun 2010 tingkat produksi aktual lebih rendah jika dibandingkan tingkat produksi lestari. Namun, pada tahun 2000 tingkat produksi aktual lebih rendah dari produksi lestari. Degradasi
sumberdaya
merupakan
penurunan
kualitas/kuantitas
sumberdaya. Sumberdaya dikatakan telah terdegradasi jika nilai koefisien laju degradasinya lebih dari 0,5. Dari Tabel 23 menunjukkan bahwa koefisien laju degradasi ikan teri nasi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Rata-rata nilai koefisien laju degradasi ikan teri nasi di perairan Kabupapten Pekalongan selama periode tahun 1997-2010 sebesar 0,246. Nilai koefisien laju degradasi ikan teri menunjukkan bahwa ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan belum
73
mengalami degradasi, hal ini ditunjukkan nilai koefisien laju degradasi yang kurang dari 0,5. Tabel 23. Tingkat Produksi Aktual, Produksi Lestari, dan Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
Et 1.957 1.152 2.263 1.854 1.543 1.974 3.200 4.970 2.843 1.904 1.816 1.161 1.249 671 2.040
Produksi Aktual (Hat) (ton) 78,959 54,137 116,584 43,417 67,846 74,663 85,185 115,353 48,348 41,876 56,970 28,010 31,579 12,899 61,130
Produksi Lestari (Hst) (ton) 65,218 44,646 70,745 63,074 55,730 65,558 79,812 64,620 77,754 64,132 62,246 44,925 47,588 28,182
Laju Degradasi 0,304 0,305 0,353 0,190 0,305 0,294 0,282 0,364 0,167 0,178 0,251 0,167 0,181 0,101 0,246
Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
6.8
Simulasi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri Nasi dengan Pemberian Subsidi Solar Pemberian subsidi perikanan berupa subsidi solar khusus untuk nelayan
kecil di Kabupaten Pekalongan, khususnya di TPI Wonokerto diduga secara langsung dapat menurunkan biaya penangkapan (trip) nelayan. Nelayan yang diteliti dalam penelitian ini adalah nelayan payang gemplo yang menangkap jenis ikan teri nasi. Nelayan payang gemplo merupakan nelayan kecil yang umumnya melakukan trip dalam sehari (one day fishing).
74
6.8.1
Pendugaan Biaya Penangkapan (Trip) dengan Pemberian Subsidi Solar Pemberian subsidi solar untuk nelayan TPI Wonokerto ini dalam bentuk
pembangunan SPDN, sehingga mengurangi biaya nelayan untuk membeli solar ke SPDN di luar Wonokerto ataupun membeli solar di pengecer yang tentunya lebih mahal. Sebelum adanya pembangunan SPDN di TPI Wonokerto, nelayan TPI Wonokerto harus membeli solar ke SPDN di luar wilayah Wonokerto, yaitu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Wiradesa. Nelayan yang membeli solar ke SPBU Wiradesa terbebani dengan biaya tambahan berupa biaya transportasi menuju SPBU Wiradesa untuk membeli solar dan biaya charge tiap jirigen sebesar Rp 3.000,00βRp 5.000,00. Namun, hampir seluruh nelayan payang gemplo yang menjadi responden lebih memilih membeli solar melalui pengecer daripada harus membeli ke SPBU Wiradesa. Biaya pembelian solar melalui pengecer lebih dipilih oleh nelayan payang gemplo karena tempat atau toko pengecer lebih dekat dengan tempat labuh kapal (fishing base), sehingga memudahkan nelayan untuk mengangkut solar ke kapal. Setiap kali melaut (satu kali trip), nelayan payang gemplo membutuhkan solar rata-rata 15-30 liter dan jika harus membeli solar di pengecer nelayan harus mengeluarkan biaya Rp 5.000,00 per liternya. Namun, jika nelayan membeli solar di SPDN Wonokerto yang dekat dengan tempat labuh kapal, nelayan hanya mengeluarkan biaya Rp 4.500,00 per liter solar. Sehingga nelayan harus mengeluarkan biaya tambahan karena membeli solar di pengecer sebesar Rp 7.500,00 hingga Rp 15.000,00 per trip. SPDN Wonokerto yang sengaja dibangun di kompleks TPI Wonokerto bertujuan untuk memudahkan nelayan dalam pengisian bahan bakar solar. 75
Artinya, dengan dibangunnya SPDN di kompleks TPI Wonokerto dapat menghemat biaya penangkapan per trip sebesar Rp 7.500,00 hingga Rp 15.000,00. Penghematan biaya penangkapan ini diduga akan menyebabkan perubahan pada effort, hasil tangkapan, dan rente ekonomi (keuntungan) nelayan payang gemplo pada kondisi awal analisis bioekonomi sebelum dikenakan simulasi pemberian subsidi solar yang dapat dilihat pada Tabel 26. Simulasi pengenaan pemberian subsidi solar pada penelitian ini diduga akan menyebabkan pengurangan biaya penangkapan per trip sebesar Rp 10.000,00 dengan kebutuhan solar rata-rata responden sebesar 20 liter setiap kali trip. Sehingga biaya total rata-rata per trip yang awalnya sebesar Rp 269.132,14 per trip menjadi Rp 259.132,14 per trip. Hasil pendugaan nilai parameter biologi dan ekonomi setelah pengenaan pemberian subsidi dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Nilai Parameter Biologi dan Parameter Ekonomi Ikan Teri Nasi Setelah Pengenaan Subsidi Solar Nilai (Sebelum Nilai (Setelah Parameter Biologi dan Ekonomi Subsidi) Subsidi) Laju Pertumbuhan Alami (r) 0,9180670 0,9180670 Koefisien Kemampuan Tangkap (q) 0,0001331 0,0001331 Daya Dukung Lingkungan (K) 349,5568075 349,5568075 Harga Ikan (p) (Rp/Ton) 17.696.327,75 17.696.327,75 Biaya (c) (Rp/Trip) 269.132,14 259.132,14 Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
6.8.2
Analisis Bioekonomi Sebelum dan Setelah Pemberian Subsidi Solar Analisis
bioekonomi
merupakan
metode
yang
digunakan
untuk
mengetahui pemanfaatan sumberdaya ikan yang optimal pada rezim MSY, MEY, dan open access dengan menggabungkan parameter biologi dan parameter ekonomi. Adanya perubahan pada parameter ekonomi dalam suatu analisis bioekonomi, tentunya akan menyebabkan adanya perubahan pada hasil analisis
76
sebelumnya. Simulasi pengenaan subsidi solar untuk nelayan sebesar Rp 10.000,00 per trip akan menyebabkan biaya penangkapan per trip yang merupakan parameter ekonomi mengalami penurunan. Dan pada akhirnya akan menyebabkan perubahan pada effort, hasil tangkapan (harvest), keuntungan nelayan, dan nilai biomas sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan. Hasil simulasi setelah pengenaan subsidi solar dapat dilihat pada Tabel 25, dimana terjadi perubahan effort pada kondisi MEY dan open access, sedangkan pada kondisi MSY tetap. Pada kondisi MEY penggunaan effort paling kecil dibandingkan dengan kondisi MSY dan open access, dimana setelah pengenaan subsidi solar penggunaan effort mengalami perubahan sebesar 42 trip, dari 2.322 trip menjadi 2.364 trip. Peningkatan effort juga terjadi pada kondisi open access dengan peningkatan sebesar 84 trip, dari 4.644 trip menjadi 4.728 trip. Sedangkan pada kondisi MSY penggunaan effort tidak berubah. Hal ini dikarenakan pada kondisi MSY hanya memperhitungkan aspek biologi tanpa memperhitungkan aspek ekonomi. Sementara pada penelitian ini dikenakan simulasi pengenaan subsidi solar yang berpengaruh pada biaya trip yang merupakan aspek ekonomi. Sedangkan pada kondisi open access dan MEY, pemberian subsidi solar menebabkan perubahan pada penggunaan effort karena pada kondisi tersebut aspek ekonomi diperhitungkan, sehingga dengan penurunan biaya trip yang disebabkan subsidi solar, memungkinkan nelayan untuk meningkatkan effort dengan harapan dapat meningkatkan hasil tangkapannya.
77
Tabel 25. Perbandingan Nilai Effort, Harvest, Biomas, dan Rente Ekonomi Ikan Teri Nasi pada Kondisi Sebelum dan Setelah Pengenaan Subsidi Solar pada Rezim MSY, MEY, dan Open Access Parameter E (Trip) Sebelum Subsidi h (Ton) Sebelum Subsidi x (Ton) Sebelum Subsidi Rente Ekonomi (Rp) Sebelum Subsidi E (Trip) Subsidi h (Ton) Subsidi x (Ton) Subsidi Rente Ekonomi (Rp) Subsidi
Rezim Pengelolaan MEY 3.450 2.322 80,229 71,651 174,778 231,930 491.254.534,24 643.062.563,05 3.450 2.364 80,229 72,276 174,778 229,806 525.754.562,79 666.490.877,51 MSY
OA 4.644 70,624 114,303 0 4.728 69,227 110,056 0
Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
Peningkatan
penggunaan
effort
memungkinkan
nelayan
untuk
meningkatkan hasil tangkapan, sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Hasil simulasi pengenaan subsidi solar menunjukkan bahwa hasil tangkapan pada kondisi MEY mengalami meningkatan setelah dikenakan subsidi solar, yaitu dari 71,651 ton menjadi 72,276 ton dengan perubahan tangkapan sebesar 0,626 ton. Pada kondisi open access peningkatan hasil tangkapan tidak terjadi dan yang terjadi adalah penurunan hasil tangkapan sebesar 1,397 ton, dari hasil tangkapan 70,624 ton menjadi 69,227 ton. Sedangkan pada kondisi MSY hasil tangkapan tetap karena effort yang digunakan tidak berubah. Pada kondisi open access peningkatan effort tidak menunjukkan adanya peningkatan hasil tangkapan karena pada kondisi open access perikanan cenderung dikelola secara terbuka atau bebas. Jadi, siapapun dapat dengan bebas mengambil sumberdaya ikan tersebut. Kondisi open access akan membuat pemanfaatan sumberdaya ikan menjadi tidak terkontrol, dimana selama perikanan itu menguntungkan, maka nelayan akan cenderung peningkatkan laju penangkapan tanpa melihat daya dukung lingkungan. Hal ini akan mengakibatkan laju penangkapan ikan pada kondisi open
78
access melebihi laju penangkapan pada kondisi MSY yang justru akan berdampak pada penurunan hasil tangkapan ikan dalam jangka panjang. Pada Tabel 25 juga dapat dilihat bahwa pemberian subsidi menyebabkan peningkatan keuntungan (rente ekonomi) pada kondisi MEY dan MSY, sedangkan pada kondisi open access keuntungan tetap sama, yaitu nol. Pada kondisi MEY keuntungan meningkat dari Rp 643.062.563,05 menjadi Rp 666.490.877,51 dengan perubahan keuntungan sebesar Rp 23.428.314,46. Sedangkan pada kondisi MSY
keuntungan
meningkat
dari
Rp
491.254.534,24
menjadi
Rp
525.754.562,79,48 dengan perubahan sebesar Rp 34.500.028,55. Dari data dan hasil perhitungan pengenaan pemberian subsidi solar pada nelayan di Kabupaten Pekalongan dapat disimpulkan bahwa pemberian subsidi solar secara langsung berpengaruh pada penurunan biaya trip nelayan. Penurunan biaya trip yang merupakan aspek ekonomi menyebabkan peningkatana effort pada kondisi open access dan MEY, sedangkan pada kondisi MSY tetap karena pada kondisi ini tidak memperhitungkan aspek ekonomi. Peningkatan effort secara langsung meningkatkan hasil tangkapan pada kondisi MEY dan tidak berpengaruh langsung pada kondisi open access karena hasil tangkapan cenderung turun, sedangkan pada kondisi MSY hasil tangkapan tetap. Pengenaan subsidi solar yang menurunkan biaya trip nelayan juga berpengaruh pada keuntungan (rente ekonomi) nelayan pada kondisi MSY dan MEY, sementara pada kondisi open access keuntungan tetap nol.
79
6.8.3
Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari Sebelum dan Setelah Pemberian Subsidi Solar Produksi lestari ikan teri dapat diduga dengan mengetahui nilai r, q, dan K,
maka perbandingan produksi aktual dan produksi lestari sumberdaya ikan teri Kabupaten Pekalongan dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Perbandingan Tingkat Produksi Aktual dan Produksi Lestari Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Tahun 1997-2010 Produksi Aktual Produksi Lestari Tahun Et (Hat) (ton) (Hst) (ton) 1997 1.957 78,959 65,218 1998 1.152 54,137 44,646 1999 2.263 116,584 70,745 2000 1.854 43,417 63,074 2001 1.543 67,846 55,730 2002 1.974 74,663 65,558 2003 3.200 85,185 79,812 2004 4.970 115,353 64,620 2005 2.843 48,348 77,754 2006 1.904 41,876 64,132 2007 1.816 56,970 62,246 2008 1.161 28,010 44,925 2009 1.249 31,579 47,588 2010 671 12,899 28,182 2.040 61,130 Rata-rata Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
Pemberian subsidi solar kepada nelayan kecil, khususnya di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan dapat dilihat dari adanya pembangunan SPDN, sehingga nelayan payang gemplo dapat memperoleh solar dengan lebih mudah. Sebelum dibangunnya SPDN di TPI Wonokerto, nelayan harus membeli solar di luar wilayah Wonokerto, sehingga menyebabkan biaya tambahan bagi nelayan yaitu berupa biaya transportasi. Selain itu, sebagian nelayan juga ada yang membeli solar di pengecer dengan harga solar yang lebih mahal. Dengan adanya biaya transportasi dan biaya lebih ketika membeli solar di pengecer menyebabkan rente ekonomi nelayan juga menurun.
80
Pada Gambar 6 ditunjukkan produksi aktual dan lestari ikan teri nasi pada tingkat effort yang sama. Produksi aktual yang melebihi produksi lestari ikan teri nasi selama periode tahun 1997-2010 terjadi pada tahun 1997 hingga tahun 2004, namun pada tahun 2000 produksi aktual lebih kecil dari produksi lestari ikan teri nasi. Rezim pengelolaan pada kondisi MEY dan MSY dengan effort yang digunakan selama 14 tahun berkisar antara 2.500 trip hingga 3.500 trip.
120
2004
1999
Variable Produk si Lestari Produk si A k tual
100
Produksi (Ton)
2003 1997
80
2002 2001
60
2005
2000
40
2009
2006
2008
20
0
2007
1998
2010
0
1000
2000
3000 4000 Effort (Trip)
5000
6000
7000
Gambar 6. Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari pada Tingkat Effort yang Sama Pada gambar 6 juga dapat dilihat bahwa terjadi kontraksi yang besar jika ditarik garis lurus dari tahun 2010 hingga tahun 2004. Perbedaan produksi aktual antara tahun 2004 dan 2010 terlihat besar, dimana pada tahun 2010 produksi aktual berada di dalam kurva produksi lestari, sedangkan tahun 2004 produksi aktual jauh di atas produksi lestari. Kondisi ini juga terjadi pada tahun 1999, dimana produksi aktual jauh berada di luar kurva produksi lestari. Pada tahun sebelum subsidi, yaitu tahun 1997-2003 produksi ikan teri nasi di Kabupaten
81
Pekalongan meningkat sepanjang tahunnya hingga mencapai puncak produksi aktual pada tahun 2004, dimana bertepatan dengan tahun pendirian SPDN (subsidi solar) di TPI Wonokerto. Namun, pada tahun 2005 produksi aktual kembali pada kondisi di bawah kurva produksi lestari. Hal ini diduga karena pada akhir tahun 2005, yaitu pada bulan Oktober terjadi kenaikan harga BBM (solar) yang mencapai 100% dari harga Rp 2.100,00 menjadi Rp 4.300,00. Sehingga effort nelayan mengalami penurunan dari tahun 2004 sebesar 4.970 trip menjadi 2.843 trip pada tahun 2005 yang berdampak pada penurunan produksi aktual nelayan payang gemplo. Adanya kenaikan harga solar selain berdampak pada penurunan produksi nelayan, juga berdampak positif pada sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan. Hal ini dapat dilihat dari produksi aktual nelayan setelah kenaikan harga solar, dimana produksi kembali berada di dalam kurva produksi lestari. Dilihat dari kondisi yang terjadi di Kabupaten Pekalongan dapat diduga jika harga solar tetap berada pada harga Rp 2.100,00 maka produksi aktual nelayan akan semakin meningkat dari tahun ke tahun dan hal ini dapat menyebabkan sumberdaya ikan teri nasi pada kondisi terdegradasi. Tabel 26 menunjukkan bahwa pada periode sebelum adanya SPDN di TPI Wonokerto, yaitu tahun 1997-2003, produksi aktual lebih besar daripada produksi lestari. Pada tahun 2004 yang merupakan awal dibangunnya SPDN TPI Wonokerto, produksi aktual lebih besar dibandingkan dengan produksi lestari dan penggunana effort jauh lebih besar dibandingkan dengan penggunaan effort tahun sebelum dan sesudahnya. Penggunaan effort aktual yang lebih besar dari effort yang diperbolehkan agar ikan tetap dalam kondisi lestari inilah yang menyebabkan produksi aktual lebih besar dibandingkan dengan produksi lestari.
82
Selanjutnya
pada
tahun-tahun
berikutnya
produksi
lestari
lebih
besar
dibandingkan dengan produksi aktual yang dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 7. 140.000 120.000 100.000 80.000 Produksi Aktual (Hat) (ton) Produksi Lestari (Hst) (ton)
60.000 40.000
2010
2009
2008
2007
2006
2004
2003
Setelah subsidi 2002
2001
2000
1998
1997
0.000
1999
Sebelum subsidi
2005
20.000
Gambar 7. Perbandingan Tingkat Produksi Aktual dan Tingkat Produksi Lestari Ikan Teri Nasi Sebelum dan Setelah Subsidi Solar di Perairan Kabupaten Pekalongan Pengaruh pembangunan SPDN terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi akan terlihat dari peningkatan penggunan effort yang diikuti dengan peningkatan produksi aktual ikan teri nasi. Namun, pengaruh pembangunan SPDN di TPI Wonokerto hanya terlihat pada tahun 2004 (awal pembangunan SPDN). Pada tahun 2004 effort meningkat dari 3.200 trip menjadi 4.970 trip yang diikuti dengan peningkatan produksi aktual dari 85,185 ton pada tahun 2003 menjadi 115,353 ton pada tahun 2004. Pada tahun 2004 juga terlihat bahwa produksi aktual lebih besar dari produksi lestari yang bernilai 64,620 ton. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pembangunan SPDN di TPI Wonokerto hanya terlihat pada tahun 2004 yang ditandai dengan peningkatan penggunaan effort dan diikuti dengan peningkatan produksi aktual yang melebihi produksi lestari.
83
Dari data dan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa pengaruh adanya pemberian subsidi solar berupa pembangunan SPDN di TPI Wonokerto tidak berpengaruh besar atau tidak mengganggu terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi di perairan Kabupaten Pekalongan. Hal ini terlihat dari rata-rata effort aktual dan rata-rata produksi aktual ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan masih dibawah tingkat effort dan produksi pada kondisi MSY. 6.9
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Payang Gemplo Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten
Pekalongan diduga adalah jumlah trip per tahun (X1), pengalaman nelayan (X2), biaya trip total (X3), produksi nelayan (X4), dan dummy. Jumlah trip per tahun merupakan rata-rata trip per tahun yang dilakukan oleh nelayan (responden) payang gemplo di Kabupaten Pekalongan. Pengalaman nelayan merupakan pengalaman dalam tahun nelayan selama menjadi nelayan dan biaya trip total merupakan biaya yang dikeluarkan nelayan setiap trip yang dihitung per tahun. Variabel dummy merupakan variabel yang digunakan untuk melihat pengaruh subsidi solar terhadap pendapatan nelayan payang gemplo. Dummy bernilai satu diasumsikan nelayan payang gemplo yang mendapatkan manfaat subsidi solar di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan dan dummy bernilai nol diasumsikan nelayan payang gemplo yang tidak menerima manfaat dari adanya subsidi solar. Pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan difokuskan pada seberapa besar pengaruh subsidi solar terhadap pendapatan nelayan. Untuk melihat pengaruh tersebut, maka dalam penelitian ini dibedakan nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar dan nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar. Nelayan yang memperoleh manfaat subsidi 84
solar merupakan nelayan yang membeli solar di SPDN TPI Wonokerto, sedangkan nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar adalah nelayan yang membeli solar di pengecer. Nelayan yang menjadi responden merupakan nelayan yang sama-sama menggunakan alat tangkap payang gemplo dan memiliki daerah operasi yang sama, yaitu di perairan Kabupaten Pekalongan dan sekitarnya. Pendugaan faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan nelayan
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan variabel dummy. Model dalam analisis regresi dalam penelitian ditransformasikan ke dalam bentuk Logaritma natural (Ln). Transformasi ini bertujuan untuk mempermudah analisis data dan interpretasi hasil analisis data. Selain itu, model dalam bentuk Ln akan mengurangi masalah multikolinieritas dalam model dan koefisien masing-masing variabel bebas menunjukkan nilai elastisitas variabel tersebut. Model faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Pekalongan dapat diduga dengan persamaan berikut : LnY = Ξ²0 + Ξ²1LnX1 + Ξ²2LnX2 + Ξ²3LnX3 + Ξ²4LnX4 + Dummy Berdasarkan hasil analisis regresi variabel-variabel bebas dan pendapatan (Lampiran 11), maka didapatkan persamaan sebagai berikut : LnY=14,792+0,476LnX1+0,009LnX2-0,009LnX3+0,826LnX4+0,035Dummy Hasil regresi linear berganda yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan dapat dilihat pada Tabel 27.
85
Tabel 27. Hasil Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Payang Gemplo di Kabupaten Pekalongan Variabel Koefisien Regresi Std. Error T-Hitung Sig Konstanta 14,792 0,840 17,612 0,000 Jumlah Trip 0,476 0,124 3,828 0,001 Pengalaman Nelayan 0,009 0,013 0,722 0,476 Biaya Trip Total -0,009 0,072 -0,130 0,897 Produksi Nelayan 0,826 0,039 21,351 0,000 Dummy 0,035 0,013 2,779 0,010 R2 0,968 R2(adj) 0,962 FHitung 166,755 0,000 Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
Berdasarkan Tabel 27 diketahui bahwa model yang dihasilkan dalam penelitian ini sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R 2) sebesar 96,8%. Nilai R2 tersebut menjelaskan bahwa
keragaman pendapatan
nelayan 96,8% mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model, yaitu jumlah trip nelayan, pengalaman nelayan, biaya trip total, dan dummy. Sedangkan sisanya sebesar 3,2% dijelaskan variabel-variabel lain di luar model. Berdasarkan model yang diduga dapat diketahui variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan payang gemplo, berikut adalah variabel bebas yang berpengaruh nyata : 1. Jumlah Trip Nelayan Variabel jumlah trip nelayan payang gemplo berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Sig sebesar 0,001, artinya jumlah trip nelayan signifikan pada taraf kepercayaan (Ξ±) 5%. Nilai koefisien variabel jumlah trip sebesar 0,476 dan positif sesuai dengan hipotesis, artinya setiap kenaikan 1% jumlah trip nelayan, maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar 0,476%, ceteris paribus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika nelayan meningkatkan jumlah
86
tripnya, maka hasil tangkapan akan meningkat yang pada akhirnya pendapatan juga meningkat. 2. Produksi Nelayan Variabel produksi nelayan payang gemplo berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Sig sebesar 0,000, artinya jumlah trip nelayan signifikan pada taraf kepercayaan (Ξ±) 5%. Nilai koefisien variabel jumlah trip sebesar 0,826 dan positif sesuai dengan hipotesis, artinya setiap kenaikan 1% jumlah produksi (tangkapan) nelayan, maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar 0,826%, ceteris paribus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika hasil tangkapan nelayan meningkat, maka pendapatan akan meningkat. 3. Dummy Variabel dummy berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Sig sebesar 0,010, artinya dummy signifikan pada taraf kepercayaan (Ξ±) 5%. Nilai koefisien variabel dummy positif sebesar 0,035 dan berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan, artinya antara nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar dan nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar, nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar pendapatannya akan lebih besar 0,035 (dalam juta) daripada nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar, ceteris paribus. Sedangkan variabel bebas dalam model yang tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan adalah pengalaman nelayan dan biaya trip total nelayan. Berikut adalah penjelasannya :
87
1. Pengalaman Nelayan Varibel pengalaman nelayan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan payang gemplo di Kabupaten Pekalongan dengan nilai Sig 0,476 lebih besar dari taraf kepercayaan (Ξ±) 5%. Nilai koefisien variabel pengalaman nelayan sebesar 0,009 dan bernilai positif sesuai dengan hipotesis, artinya setiap kenaikan 1% pengalaman nelayan, maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar 0,009%, ceteris paribus. Dengan kata lain semakin berpengalaman nelayan, maka nelayan akan lebih tahu fishing ground dan musim penangkapan ikan, sehingga jumlah tangkapan ikan nelayan akan semakin meningkat yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan. 2. Biaya Trip Total Nelayan Varibel biaya trip total nelayan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan payang gemplo di Kabupaten Pekalongan dengan nilai Sig 0,897 lebih besar dari taraf kepercayaan (Ξ±) 5%. Nilai koefisien variabel pengalaman nelayan sebesar 0,009 dan bernilai negatif sesuai dengan hipotesis, artinya setiap kenaikan 1% biaya trip total nelayan, maka diduga pendapatan nelayan akan turun sebesar 0,009%, ceteris paribus. Uji F dilakukan untuk menguji model secara keseluruhan, sehingga dapat diketahui pengaruh seluruh variabel bebas terhadap pendapatan. Nilai Fhitung sebesar 166,755 dengan Sig 0,000 lebih kecil dari nilai taraf nyata (Ξ±=5%) menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas (jumlah trip nelayan, pengalaman nelayan, biaya trip total, produksi nelayan, dan dummy) dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan.
88
Tabel 28. Nilai VIF dan Durbin-Watson Model Variabel Jumlah Trip Nelayan Pengalaman Nelayan Biaya Trip Total Produksi Nelayan Dummy Durbin-Watson
VIF 2,973 1,027 3,015 1,472 1,511 1,620
Sumber : Hasil Analisis Data (2011)
Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui bahwa model yang diduga tidak ada indikasi terjadi multikolinieritas pada model. Hal ini dapat dilihat dari nilai VIF masing-masing variabel bebas yang kurang dari 10. Sedangkan nilai DurbinWatson hasil regresi sebesar 1,620 menunjukkan tidak ada masalah autokorelasi dalam model yang diduga. Indikasi adanya heteroskedastisitas pada model dilakukan dengan Uji Park, yaitu dengan melihat hasil regresi residual pangkat dua dengan variabelvariabel bebas dalam model. Dari Uji Park (Lampiran 11) diperoleh nilai Sig sebesar 0,163 lebih besar dari taraf kepercayaan (Ξ±) 5%, maka dapat disimpulkan tidak ada indikasi heteroskedastisitas pada model. Uji kenormalan (asumsi sisaan menyebar normal) pada model dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 11) untuk mengetahui residual menyebar normal. Dari hasil Uji Kolmogorov-Smirnov nilai Sig sebesar 0,994 lebih besar dari taraf kepercayaan (Ξ±) 5%, maka dapat disimpulkan bahwa residual menyebar normal. 6.10
Implikasi Kebijakan Pemberian Subsidi Perikanan (Solar) Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan di Kabupaten Pekalongan Pemberian subsidi perikanan (solar) dalam aktivitas perikanan akan
berpengaruh pada kelestarian sumberdaya ikan karena subsidi perikanan akan mendorong nelayan untuk meningkatkan effort. Peningkatan effort secara
89
langsung akan menyebabkan intensitas melaut nelayan bertambah dan akhirnya kelestarian sumberdaya ikan akan terganggu. Selain itu, pemberian subsidi berupa solar akan menurunkan biaya penangkapan nelayan, sehingga secara langsung dapat meningkatkan pendapatan atau keuntungan nelayan. 6.10.1 Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi di Perairan Kabupaten Pekalongan Kebijakan pemberian subsidi perikanan di Kabupaten Pekalongan, tepatnya adalah subsidi solar yang berupa pembangunan SPDN di TPI Wonokerto terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi dapat dilihat dari analisis kontras produksi aktual dan produksi lestari. Dengan melihat analisis kontras produksi aktual dan produksi lestari ikan teri sebelum dan setelah adanya subsidi solar di Kabupaten Pekalongan dapat diketahui bagaimana implikasi kebijakan pemberian subsidi solar di Kabupaten Pekalongan. Produksi lestari ikan teri merupakan produksi yang diperbolehkan agar ikan teri tetap lestari, sedangkan produksi aktual merupakan peroduksi ikan teri yang sebenarnya di Kabupaten Pekalongan. Sehingga dapat disimpulkan jika produksi aktual ikan teri nasi di Kabupaten Pekalongan melebihi produksi lestari, maka sumberdaya ikan teri nasi sudah tidak lestari. Dari analisis kontras yang dilakukan (Lampiran 8) menunjukkan pengaruh atau implikasi kebijakan pemberian subsidi terhadap kelestarian sumberdaya ikan teri nasi hanya terlihat pada tahun 2004 yang merupakan tahun awal pembangunan SPDN di TPI Wonokerto. Pada tahun-tahun berikutnya pengaruh subsidi tidak terlihat jika dilihat dari produksi aktual yang lebih rendah dibandingkan produksi lestari. Subsidi solar di Kabupaten Pekalongan juga tidak mempengaruhi peningkatan
90
effort dan hasil tangkapan nelayan payang gemplo. Artinya pengaruh subsidi solar di Kabupaten Pekalongan tidak menyebabkan sumberdaya ikan teri terganggu. 6.10.2 Pendapatan Nelayan Payang Gemplo Implikasi kebijakan pemberian subsidi solar dengan pembangunan SPDN di TPI Wonokerto terhadap pendapatan nelayan payang gemplo Kabupaten Pekalongan dapat disimpulkan dari hasil simulasi pemberian subsidi solar. Pemberian subsidi solar diduga secara langsung akan menurunkan biaya trip nelayan. Penurunan biaya trip nelayan akan menyebabkan effort yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan akan meningkat dan diikuti dengan peningkatan pendapatan. Hasil simulasi pemberian subsidi solar menunjukkan bahwa dengan adanya subsidi biaya trip nelayan mengalami penurunan, sehingga trip nelayan meningkat dan diikuti dengan peningkatan pendapatan nelayan. Berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan juga menunjukkan subsidi solar berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Hasil analisis menunjukkan jika nelayan meningkatkan tingkat pemanfaatan subsidi solar, maka pendapatan akan meningkat. Subsidi solar dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan ditunjukkan oleh variabel dummy, dimana dummy bernilai satu diasumsikan nelayan yang memperoleh manfaat subsidi solar dan dummy bernilai nol diasumsikan nelayan yang tidak memperoleh manfaat subsidi solar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa subsidi solar di Kabupaten Pekalongan berimplikasi positif terhadap peningkatan pendapatan nelayan payang gemplo.
91