VI. ANALISIS KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (KSM)
Pembentukan Kelompok Swadaya Mandiri (KSM) merupakan salah satu alat
yang
dikembangkan
dalam
pelaksanaan
kebijakan
program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas
daya
saing.
Kelompok
ini
diharapkan mampu
memperkuat ikatan-ikatan sosial dan emosional anggotanya sedemikian rupa mampu
meningkatkan
mengembangkan
aktivitas
rasa
percaya
ekonomi
diri
yang
anggota-anggotanya
dijalaninya
bagi
dalam
peningkatan
kesejahteraan hidupnya dan keluarga. Selanjutnya, merujuk pada teori-teori kelompok, kemampuan kelompok selain ditentukan oleh faktor kesamaan tujuan sebagai faktor utama yang menyatukan kelompok tersebut, juga ditentukan oleh faktor-faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi integritas kelompok selanjutnya. 6.1. Pembentukan Kelompok Berbasis Komunitas Kemiskinan merupakan suatu masalah sosial yang senantiasa ada dalam suatu masyarakat. Kondisi ini terjadi karena dalam suatu masyarakat senantiasa terdapat suatu kondisi yang menyebabkan kondisi itu terjadi, misalnya aspek peluang dan kesempatan. Oleh karena itu upaya penanganan atau pengentasan kemiskinan memerlukan perhatian dan waktu lebih lama dari usia proyek atau program itu sendiri. Melihat siklus dan penganggarannya, proyek atau program pengentasan kemiskinan banyak memiliki keterbatasan-keterbatasan terutama terkait dengan sumber daya dan waktu untuk menciptakan aktivitas pengembangan yang berkesinambungan. Tidak adanya aksi kongkrit
tersebut menyebabkan,
masyarakat menjadi kurang terdidik, sehingga timbul kesan mereka hanya “diproyekkan” dan mereka tidak pernah menyadari potensi untuk mandiri yang mereka miliki. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang mencoba menciptakan kesinambungan kegiatan masyarakat tanpa ketergantungan terhadap keberadaan program itu sendiri adalah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Ide pengentasan kemiskinan yang berkesinambungan tersebut diharapkan akan meuncul dengan menerapkan
53
konsep pemberdayaan berbasis komunitas yaitu melalui pendekatan kelompok. Kelompok dibangun atas dasar keinginan sendiri dengan mempertimbangkan ikatan-ikatan kesamaan kegiatan, kesamaan domisili sehingga dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya modal sosial di masyarakat. Berdasakan kajian yang peneliti lakukan terhadap program P2KP di Kelurahan Binong, peneliti melihat bahwa proses pembentukan kelompok pada program terdahulu belum berbasis komunitas. Kondisi ini didukung hasil wawancara dengan beberapa anggota KSM dimana dijelaskan bahwa keberadaan kelompok-kelompok usaha ekonomis produktif (dalam bentuk Kelompok Swadaya Mandiri) di Kelurahan Binong baru muncul sejak akan diluncurkannya program P2KP. Hal ini dipertegas dengan mekanisme penyaluran bantuan yang telah diatur dalam Petujuk Teknis Pelaksanaan Program P2KP dimana proses pembentukan KSM dalam program P2KP dilakukan melalui tahap-tahapan sebagai berikut : 1. Melakukan sosialisasi visi, misi, tujuan dan strategi P2KP kepada masyarakat lewat berbagai kesempatan yang ada secara berulangulang dan terencana sehingga pesan konsep P2KP dapat diterima oleh masyarakat. 2. Menyelengarakan pertemuan yang dihadiri para wakil RT/RW seluruh Kelurahan
guna
menjelaskan
hal-hal
yang
menyangkut
ide
pembentukan KSM. Tujuan pertemuan ini adalah tersosialisasinya konsep KSM kepada elite masyarakat kelurhan secara benar. 3. Meminta kepada setiap RT atau RW untuk menjadwalkan pertemuan dengan warga yang ada di lingkungannya sebagai tindak lanjut dari pertemuan yang diikutinya. Tujuannya adalah tersosialisasinya ide pembentukan KSM kepada warga masyarakat secara benar dan terdaftarnya calon-calon anggota KSM. 4. Menjadwalkan pertemuan lanjutan untuk calon anggota KSM yang telah terdaftar. Tujuannya adalah terbentuknya KSM secara definitif serta rencana kegiatan awal secara sederhana. Aturan tersebut menunjukkan adanya indikasi bahwa pembentukan kelompok-kelompok ekonomis produktif (KSM) dilakukan hanya untuk memfasilitasi
penyaluran
bantuan
dari
Program
P2KP.
Idealnya,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Hacker, pendekatan berbasis
54
komunitas di level komunitas akan berhasil baik bila ada dorongan dari diri sendiri (sasaran) untuk melakukan tindakan kolektif yang diarahkan pada keamanan sosial ekonomi. Hal ini diwujudkan dengan membangun pengaturan kelembagaan sendiri pada tingkat komunitas lokal. Selain itu, pengembangan kelompok berbasis komunitas harus mempertimbangkan aspek-aspek modal sosial yang berkembang atau dimiliki masyarakat sebagai faktor pengikat yang didasari prinsip solidaritas komunal, jejaring sosial dan kekuatan positif lainnya yang secara tradisional telah ada dalam masyarakat. Selanjutnya, guna mendapatkan hasil dan dukungan fakta yang komprehensif, peneliti melakukan analisis kondisi komunitas melalui analisa terhadap komponen kapasitas komunitas yaitu ; keterlibatan peran pimpinan komunitas, pemanfaatan teknologi yang telah dimiliki komunitas, penyertaan dana masyarakat, pemanfaatan sarana dan pengetahuan komunitas, proses pengambilan keputusan ditingkat komunitas
dan
pemanfaatan organisasi komunitas. 6.1.1. Kepemimpinan Kepemimpinan lokal selain diperlukan pengaruhnya untuk mengorganisir masyarakat, juga diharapkan mamiliki komitmen untuk mendorong penguatan kelompok usaha ekonomi produktif di lingkup KSM. Menurut kader masyarakat (UPK-BKM) di Kelurahan Binong terdapat pemimpin formal dan informal. Keberadaan pemimpin formal diakui berdasarkan pengangkatannya secara resmi melalui surat keputusan; misalnya Lurah. Sedangkan pemimpin informal
diakui
karismanya
kepemimpinannya
oleh
masyarakat
karena
kepandainnya.
Mereka
umumnya
memiliki
atau
kepedulian bagi kemajuan masyarakat. Lebih lanjut UPR-BKM menjelaskan bahwa dalam badan keswadayaan masyarakat dikenal dengan istilah pimpinan kolektif, yaitu mereka yang berasal dari warga masyarakat yang memiliki kriteria jujur, adil, amanah dan bertanggung jawab. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program P2KP, peran kepemimpinan yang berperan langsung dengan program P2KP adalah tokoh informal adalah tokoh masyarakat yang dipilih untuk menjadi Ketua/Pengurus (UPK-BKM). Peran langsung BKM inipun
55
hanya sebatas pada pemeriksaan kelengkapan administrasi dan analisa proposal permohonan bantuan yang diajukan melalui KSM. Sementara peran tokoh formal (dalam hal ini pihak Kelurahan) hanya sebatas sebagai fasilitator terselenggaranya program P2KP oleh BKM. Sedangkan hal pentingn lainnya, yaitu terkait dengan pembinaan terhadap KSM itu sendiri tidak terakomodasi dalam aspek kepemimpinan ini. 6.1.2. Dana Komunitas Konsep
dana
pada
masyarakat
umumnya
tidak
saja
mencakup uang sebagai alat tukar, tetapi juga dengan hubungan sosial yang terjalin diantara mereka, kekerabatan dan kebersamaan juga merupakan sumber dana. Terkait dengan dana dalam bentuk uang, sebagian besar komunitas kelompok yang ada dalam masyarakat, termasuk KSM-KSM tidak memiliki dana khusus yang dapat dimanfaatkan oleh untuk kepentingan anggotanya. Kalaupun ada, dana tersebut tidak diperuntukan dan tidak memadai untuk digunakan sebagai modal untuk mengembangkan atau menciptakan aktivitas rkonomis. Sementara dana (modal) sosial dapat dilihat dari spontanitas masyarakat terhadap kehadiran utusan warga yang akan menghadiri proses sosialissi P2KP yang diwujudkan dalam bentuk biaya trasnportasi. 6.1.3. Sumber Daya Material. Sumber daya material merupakan kelengkapan sarana organisasi
komunitas,
misalnya
sarana
yang
dimiliki
untuk
mengembangkan kegiatan produktif. Aspek ini bersifat menunjang pemupukan kepercayaan, jika keberadaannya diakui dan digunakan untuk kepentingan komunitas itu sendiri. Sumber daya material yang selama ini dimanfaatkan dalam melakukan aktivitas ekonomi, KSM-ekonomi pada umumnya merupakan sarana milik anggota. Jadi tidak terdapat sumber daya material yang status kepemilikiannya sebagai milik kelompok. Sebagian besar KSM yang ada hanya
memanfaatkan bantuan
dana dari P2KP sebagai bentuk simulasi dari aktivitas usaha yang telah dirintis sebelumnya, bukan menyelenggarakan sarana yang dapat menunjang aktivitas kelompok.
56
6.1.4. Pengetahuan Komunitas Pengetahuan komunitas ini terkait dengan aspek pemahaman komunitas
terhadap
mekanisme
P2KP
maupun
terhadap
penguasaan terhadap kegiatan ekonomi yang mereka kembangkan. Hal ini selain untuk membantu kelancaran program juga diperlukan sebagai informasi bagi penyusunan program pengembangan sumber daya manusia dalam komunitas. Program pengembangan sumberdaya manusia ini dapat berupa pelatihan-pelatihan teknis, manajerial maupun upaya-upaya meningkatkan motivasi. Menurut fasilitator Kelurahan, dalam menentukan aktivitas ekonomi yang dipilih didasarkan pada pengetahuan yang telah mereka miliki apakah itu sebagai tukang bakso, pembuat kerupuk, pengrajin rajutan, pedagang jajanan kecil dsb. 6.1.5. Proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan merupakan suatu proses dimana
masyarakat
sebagai
anggota
komunitas
berhak
menyampaikan aspirasi yang menyangkut kepentingan bersama. Pada pelaksanaan P2KP di Kelurahan Binong terlihat bahwa masyarakat
telah
memiliki
kemandirian
dalam
pengambilan
keputusan. Hal ini misalnya dapat dilihat dari proses penentuan pemanfaatan dana bantuan P2KP. Sebagaimana dikemukakan oleh Bp. UD sebagai salah satu tokoh formal yang mengemukakan : “Dalam menentukan siapa-siapa yang layak diberikan bantuan atau tidak, pihak kami tidak lagi ikut dalam proses urun rembug, semuanya ditentukan oleh BKM sebagai perwakilan komunitas dalam pengelolaan program. Jadi semuanya ditentukan oleh BKM. Pihak kami hanya mendapatkan laporannya. Yaitu tentang siapa-siapa saja yang telah mendapatkan bantuan dari P2KP. Hal ini kami mintakan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih penerimaan bantuan bila mana ada program sejenis dimasa yang akan datang, disamping itu juga untuk mengupayakan adanya pemerataan ”. Namun demikian, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya sejalan dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Masih ada anggota masyarakat yang berpandangan bahwa pengelola program cenderung bersifat pilih kasih tanpa didasarkan atas kebutuhan riil
57
masyarakat dalam pengucuran dana bantuan, hal ini senada dengan komentar salah satu warga yang menyatakan ; “Pada awal pengguliran dana bantuan dari P2KP, saya tidak pernah merasa diajak untuk menerima penjelasan tentang P2KP ataupun dalam pembentukan BKM. Keikutsertaan saya dalam KSM terjadi karena ajakan tetangga yang sudah terlibat. Setelah terlibat, saya justeru bingung, katanya P2KP ini untuk rakyat miskin, tapi kenyataan yang saya lihat anggota KSM yang ada lebih banyak berasal dari pengrajin yang usahanya termasuk besar...” 6.1.6. Teknologi Komunitas Teknologi komunitas merupakan teknologi tepat guna yang dimiliki
oleh
suatu
kelompok
masyarakat/organisasi
untuk
menjalankan peran sesuai dengan yang diharapkan. Teknologi itu digunakan untuk kegiatan produksi sehingga memungkinkan mereka bekerja secara berkelompok. Sejauh ini, dalam menentukan target penerima program, pengelola program P2KP, dalam hal ini (BKM), faktor teknologi komunitas belum menjadi faktor pertimbangan dalam mengucurkan dana bantuan. Hal ini mereka lakukan dengan pertimbangan bahwa pada tingkat usaha mikro adalah naif bila kita harus menuntut penggunaan teknologi sebagai bahan pertimbangan. Hal ini dipertegas oleh ketua BKM yang menyatakan : “Wah.. tidak mungkin pak kalau kita harus mempertimbangkan faktor penguasaan teknologi yang digunakan sebagai alat pertimbangan..soalnya sasaran kita ini kan seluruhnya berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah, yang rata-rata latar belakang pendidikan dan permodalannya masih rendah. Apalagi aktivitas yang dikembangkan masyarakat disini umumnya tidak menggunakan sarana yang membutuhkan teknologi .. jadi otomatis pengetahuan mereka tentang teknologi juga relatif sangat terbatas, lagi pula.. kalau hal itu diterapkan .. P2KP bukan untuk orang miskin lagi dong..” 6.1.7. Organisasi Komunitas. Organisasi komunitas merupakan perkumpulan orang dalam masyarakat yang sepakat untuk mengelola baik kegiatan sosial maupun kegiatan ekonomi tertentu secara bersama. Unsur ini merupakan
wadah
dimana
unsur-unsur
komunitas
lainnya
mengalami modifikasi atau menjadi lebih dinamis baik dalam aktivitas sosial maupun dalam aktivitas ekonomi. Dinamika ini pada
58
akhirnya menuntut organisasi komunitas senantiasa siap untuk menghadapi perubahan-perubahan mengikuti perkembangan situasi sosial dan ekonomi yang ada. Pihak PJOK menyatakan : “Saya sendiri bingung kalau nanti pergulirannya berhasil, posisi BKM itu akan seperti apa. Kelembagaan yang ada di tingkat Kelurahan idealnya dikukuhkan oleh kebijakan pemerintah setempat, sedangkan BKM sendiri disyahkan dengan akte notaris. Terkait dengan KSM-ekonomi, saya sendiri kurang begitu tahu persis karena proses pembentukannya sendiri belum lama. Rata-rata baru 2 bulan. Cuma saya yakin KSM-ekonomi inipun sifatnya hanya temporer. Alasan pertama, dalam proses pembentukan kelompok, saya lihat ada indikasi yang berkenaan dengan motivasi mengajukan dana pinjaman yang memang mempersyaratkan harus melalui kelompok. Kedua, setelah dana cair, mereka berjalan sendiri-sendiri menjalankan usahanya. Peran ketua/ koordinator kelompok saya lihat masih lebih dominan dibanding anggota-anggotanya. Sementara fasilitator senior P2KP Kantor Sub Wilayah Bandung (Bp. Ir) berpendapat bahwa orientasi kedepan, BKM ini diharapkan bisa menjadi pintu masuk setiap program pembangunan ekonomi masyarakat. Ia menyadari karena lembaga ini relatif baru, masih diperlukan pendampingan dan upaya penyegaran sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat serta berkelanjutan. 6.2. Profil KSM Objek kajian 6.2.1. Latar Belakang Usaha Usaha rajutan di Kelurahan Binong telah dikembangkan oleh warga sejak tahun 1970-an. Pada masa itu, usaha ini hanya dikembangkan 4 orang warga Kelurahan Binong. Dewasa ini, usaha yang dikembangkan oleh keempat warga tersebut telah mencapai pada tahapan yang cukup mapan. Saat ini usaha yang mereka kembangkan telah mencapai tahapan puncak sebuah usaha, yaitu telah masuk pada tahap industri massal. Maksudnya usaha yang dikembangkan tersebut, saat ini telah berkembang menjadi perusahaan yang cukup maju baik ditinjau dari sisi asset, omzet maupun sistem manajemen. Sampai
era
awal
tahun
1990-an
pada
dasarnya
perkembangan usaha rajutan di Kelurahan Binong termasuk pada kategori lambat, karena sampai dengan tahun 1994 usaha ini baru digeluti oleh sekitar 54 orang warga. Namun sejak terjadinya krisis
59
ekonomi tahun 1997, terjadi booming keterlibatan masyarakat dalam aktivitas industri rajutan. Hal ini terjadi karena salah satu dampak krisis ekonomi menyebabkan produksi sandang yang menggunakan bahan-bahan alami mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sandangnya, masyarakat cenderung beralih kepada produk sandang yang menggunakan bahan-bahan sintetis yang jauh lebih murah. Melihat peluang tersebut, banyak anggota masyarakat yang beralih profesi menjadi pengrajin rajutan. Sejak saat itulah kuantitas
keterlibatan warga
Kelurahan Binong mengalami perkembangan yang cukup pesat, dari semula hanya melibatkan
54 kepala keluarga, sampai
melibatkan lebih dari 300 kepala keluarga. Mereka ini pada umumnya berasal dari kalangan yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan para pengrajin yang telah mengembangkan usaha tersebut sejak awal. Demikian juga dengan para pengrajin rajutan yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Mandiri (KSM) “Damar Suci yang menjadi objek kajian. 6.2.2. Karakteristik KSM “Damar Suci” Kelompok Swadaya Mandiri (KSM) “Damar Suci” adalah salah satu KSM-Ekonomi yang dibentuk pada tahap awal pengurusan diluncurkannya Program dana P2KP di Kelurahan Binong. KSM ini dibentuk atas dasar kelompok usaha sejenis, yaitu usaha kerajinan rajutan. Jauh sebelum program P2KP diselenggarakan, para pengrajin yang tergabung dalam KSM “Damar Suci”, memang telah mengembangkan usaha rajutan. Hal ini menjelaskan bahwa kegiatan ekonomi yang dikembangkan kelompok ini bukan kegiatan yang dipaksakan atau dirancang oleh pengelola program P2KP., sebagaimana dijelaskan oleh Ketua (Bp. Swd) KSM “Damar Suci” : “ Usaha kami ini sudah ada dari dulu.., usaha ini sudah berkembang sejak kurang lebih dari tahun 1974, dan kebetulan salah satu dari pelopornya itu orang tua saya sendiri. Dan selain telah lama bekerja pada bidang yang sama juga karena pertimbangan dengan jenis usaha yang sama.., akan relatif lebih mudah menatanya.. jadi tidak perlu belajar dari nol lagi makanya yang saya ajak bergabung adalah dari kelompok usaha rajutan ini.”
60
Kelompok Swadaya Mandiri Damar Suci ini dibentuk oleh 7 orang pengrajin rajutan dengan klasifikasi tingkat (level) usaha yang relatif sama. Dengan anggota kelompok yang berusia antar 32 tahun sampai dengan 50 tahun, kelompok ini dapat dikategorikan kelompok yang terbentuk oleh individu-individu yang memiliki kematangan berfikir yang cukup untuk dapat berkembang secara mandiri. Ditambah dengan adanya hubungan kekerabatan yang masih dapat dikatakan cukup dekat diantara beberapa anggotanya, kondisi tersebut merupakan salah satu potensi internal yang memungkinkan kelompok berkembang sampai pada tahapan yang lebih tinggi. Untuk
melihat
arah
perkembangan
KSM
ini
peneliti
menggunakan tolok ukur yang digunakan dalam P2KP, yakni: aspek organisasi, administrasi, permodalan dan pemasaran; a. Aspek organisasi KSM “Damar Suci” telah memiliki pengurus, setidak-tidaknya seorang ketua/ koordinator yang juga merupakan warga yang menjadi kelompok sasaran P2KP mengingat wawasan dan kepeduliannya dalam mengembangan komunitas industri rajutan dilingkungannya. Walaupun demikian, kelompok ini tidak memiliki agenda yang jelas dalam menentukan kebijakan pengembangan usaha. Karena dengan tingkatan usaha yang relatif sama membuat setiap anggota merasa mampu untuk berkembang sendiri. Bagi mereka, kelompok hanya sebagai alat untuk berhubungan
dengan
P2KP,
khususnya
terkait
dengan
mekanisme untuk mendapatkan pinjaman. b. Aspek administrasi. Kelompok belum memiliki sistem administrasi tertentu yang digunakan, pengadministrasian masih dalam proses penataan dan
penyesuaian
anggota
yang
mengingat
pengalaman
mengembangkan
sistem
masing-masing
administrasi
yang
bervariasi. c. Modal Kelompok KSM sebagian besar milik perorangan, dalam hal ini ketua KSM selaku pemilik awal kegiatan usaha. Bantuan modal yang
61
diperoleh
anggota
dari
P2KP
dijadikan
sebagai
bentuk
penyertaan yang dimanfaatkan untuk menstimulasi kegiatan usaha
agar
volume
produksi
meningkat.
Anggota
KSM
disamping akan memperoleh upah harian dalam kapasitasnya sebagai pekerja, juga akan mendapatkan keuntungan sebagai bentuk
bagi
hasil
penyertaan
modal.
Ketua
senantiasa
mengarahkan anggotanya untuk dapat menyisihkan sebagian dari upah/ keuntungan untuk tabungan setelah digunakan untuk cicilan pengembalian pinjaman. d. Aspek Pemasaran Dilihat dari sisi manajemen usaha, omzet penjualan dan pemasaran usaha rajutan memiliki peluang yang bagus. Persaingan pada bidang usaha ini untuk wilayah Bandung belum begitu banyak sehingga prospek pemasarannya tetap baik. Kendala yang biasa dihadapi justeru terkait dengan harga pasar dimana mereka masih sering saling menjatuhkan harga kepada agen/ pengecer. Kondisi ini juga yang menyebabkan anggota KSM terkadang lebih senderung bertindak sendiri dalam hal pemasaran. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang pengurus KSM (Bpk. Shy. w) : ”Pemasaran hasil produksi rajutan tidak terikat komitmen harga jual dengan pembeli tertentu, jadi bergini.. misalnya saat ini harga pasaran umumnya ditentukan oleh buyer-buyer tersebut dengan pengrajin besar, katakanlan Rp. 13.000,-.. harga ini biasanya berlaku untuk semua hasil produksi.. tapi karena harga ini tidak mengikat.. maka apabila ada pengrajin yang berani memberikan harga yang lebih murah, maka buyerbuyer itu kan lari ke mereka.. yah kita tahulah.. dimana-mana buyer pasti mencari harga yang lebih rendah.. akibatnya pengrajin yang telah mematok harga Rp. 13.000,- perlusin tadi.. karena terdesak pada biaya produksi.., terpaksa mengikuti harga yang lebih murah.. ini tidak jarang mengakibatkan ada pengrajin yang harus gulung tikar..” 6.2.3. Dinamika Internal KSM “Damar Suci” Dinamika kelompok mengacu pada keadaan kelompok yang dilandasi semangat kerjasama antar anggotanya dalam mencapai tujuan kelompok. Kerjasama kelompok bisa berwujud upaya saling membantu
antar
Kerjasama
dalam
sesama
anggota
kelompok
dalam
dimungkinkan
suasana
terbuka.
karena
adanya
62
kepentingan yang sama, saling pengertian, keadilan, tujuan yang sama,
saling
membantu,
saling
melayani,
tanggung
jawab,
penghargaan dan kompromi. Dinamika internal yang dimaksud adalah kekuatan dan kelemahan yang memungkinkan kelompok itu berkembang secara dinamis. Untuk melihat dinamika yang terjadi dalam KSM “Damar Suci”,i peneliti mencoba menelusurinya dari sisi ukuran kelompok, konformitas
dan
kontrol,
kepemimpinan
dan
pengambilan
keputusan. a. Ukuran Kelompok Keeratan dari kelompok dipengaruhi oleh jumlah anggota. Semakin banyak
jumlah anggota, makin rendah tingkat
kohesivitasnya. Ketika suatu kelompok hanya terdiri dari dua orang, maka interaksi sosial antar anggota kelompok akan lebih jelas. Dalam kondisi ini, kedua orang anggota kelompok harus bersama-sama berpartisipasi untuk kelangsungan kelompok. Jika kemudian ada tambahan anggota (artinya merubah struktur kelompok), maka hal itu akan mempengaruhi pola interaksi dalam kelompok secara nyata. Dari sisi keeratan hubungan antar anggota kelompok yang dijadikan subyek kajian masih tetap terpelihara dengan baik. Kondisi ini dimungkinkan karena pola inteaksi antar anggota telah terbangun sejak adanya program P2KP yang dibangun dari kondisi yang telah ada dimana mereka telah melakukan aktivitas usaha secara berkelompok jauh sebelum P2KP digulirkan.
Jadi
sifatnya
hanya
“
regroupping”
dengan
menyesuaikan pada persyaratan program P2KP. KSM “Damar Suci “ memiliki ikatan pemersatu yang kuat baik karena kesamaan aktivitas usaha yang mereka kembangkan, juga karena masih adanya hubungan kekerabatan yang cukup dekat diantara beberapa orang anggotanya. b. Konformitas dan Kontrol Untuk
mencapai
suatu
kelompok
yang
harmonis
diperlukan kesepakatan anggota mengenai peraturan atau norma-norma yang berlaku pada kelompok. Norma tersebut
63
mengatur bagaimana anggota kelompok harus bertindak dan bagaimana tujuan kelompok dapat dicapai. Dengan ditaatinya norma-norma itu maka ada kemungkinan bagi kelompok untuk mencapai konformitas. Namun demikian komformitas atas berlakunya norma tidak bersifat permanen. Komformitas yang didasarkan pada peraturan dan konsesus memungkiknkan dilakukannya kontrol secara paksa. Dalam KSM “Damar Suci”, dapat dikatakan tidak terdapat norma atau aturan baku yang berlaku dalam kelompok sebagai “aturan
kelompok”.
Adapun
aturan
atau
norma
yang
dikembangkan selama ini adalah aturan atau norma yang berlaku secara umum didalam komunitas pengrajin rajutah di Kelurahan Binong. Hal ini terjadi karena pada dasarnya KSM “Damar Suci” dibentuk untuk kepentingan dalam mendapatkan mantuan permodalan dari P2KP, bukan ditujukan untuk membentuk ikatan kerjasama dalam pengembangan usaha. c. Kepemimpinan Dipahami bahwa untuk menjalankan dan menjamin terlaksanakannya kegiatan kelompok, subuah kelompok harus memiliki pemimpin ang menjadi leader dalam setiap aktivitas. Secara organisasi, dalam KSM “Damar Suci” tidak terdapat figur yang dianggap atau diangkat sebagai pemimpin kelompok. Untuk menjalankan fungsi tersebut, tanpa melalui mekanisme penunjukkan ataupun pengangkatan layaknya dalam sebuah organisasi, secara formal tidak pernah ada pemilihan ketua/ koordinator dalam KSM “Damar Suci”. Untuk menjalankan peran tersebut mereka hanya menyerahkan peran tersebut kepada 1 orang anggotanya yang dipandang mampu untuk melaksanakan peran tersebut. Dalam pandangan anggota, figur ini hanya dianggap sebagai koordinator, hal ini diungkapkan oleh bp. Ed salah satu anggota KSM “Damar Suci”, ia mengatakan : “ Di KSM “Damar Suci” ini belum pernah ada pemilihan ketua kok, secara resmi kami tidak pernah menunjuk ataupun mengangkat sdr. Swd sebagai ketua ataupun pemimpin, tapi karena selama ini yang ngurus dan juga mengajak kami bergabung menjadi anggota KSM ini adalah beliau, yah secara tidak langsung beliau kami
64
anggap ketua... apalagi selama ini setiap ada urusan yang berhubungan dengan KSM beliaulah yang ngurus..” Selain itu faktor kemampuan akademis dan hubungannya dengan dunia usaha bidang lain ataupun aparat pemerintahan, juga mempengaruhi sikap para anggota. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Bp. Swd ; “Persisnya saya tidak tahu, cuma mereka menganggap saya sudah punya banyak hubungan dengan pihak luar seperti Pemkot, Pihak perbankan, dan LSM, disamping itu diantara anggota kelompok, saya yang berpendidikan paling tinggi (S1), yah.. mungkin karena hal itu mereka menunjuk saya untuk menjadi koordinator, khususnya dalam hal berhubungan dengan pihak-pihak diluar komunitas..” d. Pengambilan Keputusan Proses pengambilan keputusan yang selama ini terjadi dalam KSM “Damar Suci” terjadi berkaitan dengan pilihan jenis usaha, dimana
pembentukannya berangkat dari jenis usaha
yang telah dijalankan selama ini. Dalam hal ini peran ketua tidak terlalu dominan. Namun dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kelangsungan usaha, peran ketua di KSM “Damar
Suci”
cukup
dominan
karena
ia
lebih
banyak
mengetahui dan menguasai informasi tentang bahan baku, dan jaringan pemasaran. 6.3. Identifikasi Potensi dan Permasalahan Kelompok Swadaya Masyarakat. Untuk menggali atau mengidentifikasi potensi, permasalahan dan kebutuhan KSM “Damar Suci” di Kelurahan Binong bagi pengembangan aktivitas ekonomi masyarakat, selain dilakukan evaluai terhadap kondisi sosial masyarakat, profil dan dinamika internal KSM yang menjadi objek kajian, pada tangal 21 April 2009 peneliti juga melaksanakan kegiatan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD). Diskusi terfokus selain diikuti oleh anggota KSM “Damar Suci” yang dijadikan unit kajian juga diikuti oleh anggota KSM yang lain yang memliki usaha yang beragam. Kehadiran KSM ekonomi di luar KSM “Damar Suci” diharapkan akan semakin memperkaya informasi yang tidak saja penting bagi keperluan kajian juga untuk kepentingan pengembangan dan penguatan KSM itu sendiri.
65
6.3.1. Identifikasi Potensi Kelompok Swadaya Masyarakat. 6.3.1.1. Hasil Pengamatan dan Evaluasi Mempelajari fakta-fakta yang diuraikan diatas, dapat ditarik beberapa kondisi ataupun aspek yang dapat dianggap sebagai modal awal bagi pemberdayaan KSM, antara lain: a. Adanya kepedulian dari pemimpin lokal terhadap perkembangan usaha ekonomi produktif yang benyak berkembang di ingkungan Kelurahan Binong. b. Kelompok pengrajin yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Mandiri, pada umumnya masih memiliki ikatan kekerabatan yang cukup dekat. Kondisi ini diharapkan mampu memberikan rasa aman kepada para anggotanya dalam beraktivitas. c. Kemandirian masyarakat dalam menentukan pilihan untuk ikut atau tidak mengikuti program P2KP. Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat mampu mengambil keputusan
yang
menguntungkan
dianggap
bagi
mereka,
penting termasuk
ataupun dalam
menentukan pemanfaatan dana bantuan P2KP. d. Masyarakat, khususnya para pelaku industri rajutan telah memiliki Pengetahuan yang memadai, khususnya terkait dengan tekhnologi rajutan. e. Untuk menunjang pelaksanaan progrma P2KP, secara struktural masyarakat telah memiliki organisasi yang diharapkan mampu menata, menggiring dan membina kelompok-kelompok
KSM
dalam
mengembangkan
saha ekonomis yang dikembangkan dalam bentuk KM dan PJOK. 6.3.1.2. Hasil Focus Group Disscusion Dari hasil diskusi tersebut, dapat diidentifikasikan beberapa potensi yang dimiliki oleh KSM “Damar Suci” antara lain :
66
a. Sumber Daya Manusia (Human Asset), potensi ini ditinjau dari sisi kuantitas. Semua anggota KSM “Damar Suci”, yaitu sebanyak 5 orang, merupakan pelaku usaha pengrajin rajutan yang sudah sukup lama berkecimpung dalam bidang usaha rajutan sehingga memiliki pengalaman yang cuku. Mereka
ini
termasuk
dalam
kelompok
pelopor
pengembangan usaha industri rajutan di Kelurahan untuk dapat mengembangkan kelompoknya. b. Sarana penunjang produksi. Walaupun
dalam
jumlah
yang
bervariasi,
semua
anggota telah memiliki sarana produksi seperti mesin rajut, mesin ketinting, dan peralatan steam. Paling sedikit satu orang anggota telah memiliki 3 unit peralatan produksi rajutan. c. Lokasi strategis Kelurahan Binong terletak di tengah kota Bandung dan berjarak cukup dekat dengan pasar, baik pasar tradisional (pasal kiara condong maupun pasar modern (Bandung Super Mall) yang masing-masing berjarak kurang dari 1 Km. d. Sumber daya kelembagaan ( Social Institutional Asset). Selain
tergabung
dalam
Badan
Keswadayaan
Masyarakat (BKM) yang mengelola perguliran Dana bantuan dari P2KP, semua anggota KSM “Damar Suci” juga tergabung dalam Koperasi Industri Rajutan Binong (KIRBI) yang sudah terbentuk sejak tahun 1997. 6.3.2. Identifikasi Permasalahan Kelompok Swadaya Masyarakat. 6.3.2.1. Hasil Pengamatan dan Evaluasi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui pengamatan
dan
wawancara,
peneliti
menyimpulkan
bahwa permasalahan yang terjadi dalam KSM “Damar Suci” telah ada sejak awal proses diluncurkannya program P2KP, antara lain :
67
a. Proses
pembentukan
kelompok
tidak
sepenuhnya
didasari oleh keinginan untuk maju bersama, melainkan lebih
dikarenakan
keingingan
untuk
mendapatkan
bantuan dari P2KP yang mensyaratkan permohonan harus diajukan melalui kelompok. b. Masih belum optimalnya peran dan fungsi kontrol kepemimpinan lokal terhadap proses perkembangan KSM serta lemahnya akses kepemimpinan lokal dalam mempengaruhi kebijakan dalam pengembangan usaha yang dilaksanakan KSM. c. Kelompok belum memiliki sumber daya material yang bersifat kolektif. d. Masih
kurangnya
pengetahuan
anggota
kelompok
terhadap sumber daya eksternal yang dapat menunjang kelancaran
usaha
ekonomis
produktif
yang
dikembangkan, terutama yang terkait dengan aspek pemasaran dan teknis produksi. e. Adanya ketergantungan anggota pada kepemimpinan kelompok
sehingga
dapat
berpengaruh
pada
keberlanjutan/ kesinambungan kelompok f.
Pengelolaan kelompok sebagai sebuah organisasi masih lemah. Hal ini terlihat dari : 1) Belum jelasnya pembagian peran dan tugas masingmasing anggota dalam kelompok. 2) Tidak
adanya
komitmen
bersama
untuk
mengembangkan aktivitas ekonomi sebagai satu kesatuan usaha. 3) Tidak adanya nilai dan norma baku yang mengikat anggota untuk merasa memiliki kelompok. 4) Rendahnya kualitas sumber daya manusia terutama dalam
memanfaatkan
informasi
terkait
dengan
perkembangan teknologi dan jaringan pemasaran. 5) Proses pengambilan keputusan dalam kelompok .
68
g. Lemahnya kemampuan kelompok dalam menciptakan jaringan
kerja,
khususnya
terkait
dengan
sistem
pemasaran. h. Kurang terbangunnya sinergi antara
kelembagaan
Kelurahan dengan BKM dan KSM. 6.3.2.2. Hasil Focus Group Disscusion Dalam proses awal pelaksanaan diskusi kelompok terfokus peneliti menyampaikan beberapa permasalahan dan juga potensi yang dimiliki oleh KSM “Damar Suci” dari hasil pengamatan dan observasi dilapangan. Kondisi yang peneliti sampaikan hanya terbatas pada kondisi yang menurut
pandangan
mempengaruhi
peneliti
kesinambungan
cukup
potensial
kelompok
itu
(KSM)
belum
sendiri,
antara lain : a. Permasalahan Kelompok
Swadaya
berperan
optimal
Mandiri dalam
memberdayakan
dapat dan
meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat. b. Dampak 1) Belum adanya peningkatan kualitas dan kapasitas ekonomi anggota kelompok dan measyarakat secara umum. 2) Kelompok
Swadaya
Mandiri
(KSM)
tidak
ekonomi
lemah
berkelanjutan 3) Rendahnya
akses
kelompok
terhadap sistem permodalan. 4) Revolving dana bergulir menjadi terhambat. c. Penyebab 1) Aspek Sosial - KSM pengrajin rajutan yang berada di Kelurahan Binong
termasuk
dalam
katagori
kelompok
bentukan. - Belum terjalin suatu kebersamaan yang kuat diantara anggota kelompok.
69
- Kurangnnya
keberpihakan
pengelolan
P2KP
terhadap pengrajin yang bermodal relatif kecil. - Belum terbangunya sinergi antara KSM dengan kelembagaan formal. - Tidak adanya pembinaan/ pendampingan yang berkelanjutan dari P2KP dalam mengawal proses pengelolaan bantuan yang diterima kelompok. 2) Pengorganisasian dalam KSM - Anggota tidak berperan aktif - Struktur Organisasi KSM tidak berfungsi dengan baik - Peran figur yang dipandang lebih mampu ( ketua) lebih dominan - Belum adanya kesepakatan kelompok dalam pengelolaan dana bantuan. (atutran/tata tertib) 3) Kualitas Sumber Daya Manusia - Kurangnya kemampuan manajerial anggota KSM - Bantuan
tidak
dikelola
secara
kelompok,
melainkan disistribusikan kepada masing-masing anggota. - Distribusi bantuan tidak merata. - Kurangnya
upaya
dalam
meningkatkan/
mengembangkan sistem sumber (jejaring) - Rendahnya
inovasi
dan
kreatifitas
pengrajin
anggota
terhadap
(terkait model). - Kurangnya hakekat
pemahaman
pengelolaan
bantuan
P2KP.
(maju
bersama dalam kelompok) Secara umum, kondisi yang
peneliti paparkan
tersebut tidak banyak dikomentari oleh para peserta. Berdasarkan fakta tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa secara tidak langung masyarakat masih menginginkan keberadaan
KSM.
Kondisi
yang
dianggap
sebagai
permasalahan oleh masyarakat justeru terkait dengan Permasalahan
yang
mekanisme
mekanisme
yang
70
diterapkan dalam pelaksanaan Program P2KP kurang tepat, antara lain : a. Perputaran waktu pengembalian dana bantuan P2KP terlalu pendek, sebagaimana disampaikan oleh bp. Swd : “....saya kira semua program dari pusat itu bagus semua..baik P2KP, PNPM Mandiri, BLT yang semua ditujukan kepada masyarakat produktif dan kemiskinan ...yang terjadi kenapa program P2KP hampir di seluruh Indonesia terjadi kemacetan... Khusus di sektor rajut, yang jadi permasalahannya adalah, selain ee.. perputaran sektor rajut yang begitu tinggi ..dan jangka waktunya pendek, ini akan menyebabkan sistem angsuran akan sulit diterapkan. Kalau saya perhatikan, rajut dengan upah borongan per minggu, berarti dia cash flow-ya untuk operasional saja sudah 5 hari, untuk bahan baku 14 hari. b. Peran dan fungsi KSM sebagai kelompok belum berjalan secara optimal, KSM hanya berperan sebagai fasilitator dalam pengajuan dana Bantuan. Sementara perandan fungsinya sebagai kelompok yang seharusnya menjadi wadah bagi pengembangan semua aktivitas ekonomi produktif yang dikembangkan anggotanya tidak dilaksanakan dengan baik. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bp. Swd, sebagai berikut : “..... kenapa program P2KP hampir di seluruh Indonesia terjadi kemacetan.. dan disini ee ..saya mohon maaf kepada KSM.. karena disini KSM sebagai kreditur saja.. jadi KSM hanya sebagai fasilitator, makanya saya harus realistis saja, semua program pemerintah baik P2KP atau PNPM Mandiri akan bisa beputar dan produktif, apabila si KSM ini mengambil segmennya tidak ststis, tidak diam, tidak feodal, hanya yang tahu yang masuk, kasih pinjaman, sudah! tugasnya selesai.” c. Manajemen usaha yang diterapkan para pengrajin rajutan masih berorientasi pada produksi, bukan pada aspek marketing. Untuk mencapai hal tersebut, mereka lebih cenderung memperbanyak sarana penunjang produksi, dalam hal ini dengan memperbanyak asset produksi berupa mesin rajut. Sementara elemen pokok lainya seperti biaya
71
operasional dan ruang pemasaran kurang diperhatikan. Hal ini akhirnya menghambat perkembangan uasaha mereka pada saat mereka telah terikat dengan pinjaman dana, baik dari permerintah maupun pihak swasta, karena
ketidakseimbangan
antara
produksi
dan
pemasaran menyebabkan perputaran dana menjadi terlambat, sementara biaya operasional harus tetap dikeluarkan, dalam hal ini seperti upah pekerja dan belanja bahan. Secara lebih spesifik, keadaan ini digambarkan oleh bp Swd, sebagai berikut : “...Karena KSM Rajut Binong minim sekali market bu..semua otaknya itu terjumus ke produsen, itu permasalahan. Jadi akhirnya memperbanyak alat. Upah karyawan 5 hari, bahan baku 10 hari.. kondisi krisis kemarin.. profit merendah.. karena kita tidak punya pilihan, harga jual baju dijual murah.. itu dampak. Bisa dibayakan kalau dari segi ee. Apa.. pinjaman yang dikucurkan misalnya 10 juta untuk 5 orang, itu akan sulit untuk berkembang. Kalau sistem angsuran diterapkan, tiap bulannya akan berkurang..Pokok (modal) nya. Terus kita juga harus membayar bunga. .. kalau nggak salah dulu 2 % yaa..? eh.. 1,5 ya”. Setiap bulan pokok ke ambil untuk menutup pinjaman P2KP, sembilan bulan harus lunas.”
Dengan kondisi sebagaimana fakta yang diuraikan diatas, dapat diperkirakan bahwa KSM “Damar Suci” akan mengalami banyak hambatan untuk dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai kelompok secara optimal. Secara sederhana gambaran permasalahan yang terjadi dalam lingkup KSM “Damar Suci” disajikan dalam pohon masalah sebagaimana terlihat pada gambar 4.
72
Gambar 4. Pohon Masalah Outcome Kemiskinan tidak teratasi/ tetap berlangsung
Output Lemahnya akses kelompok ekonomi lemah terhadap sistem sumber
Masalah Masih lemahnya keberlanjutan KSM
Akar Masalah/ Penyebab Individu
Kelompok
- Kelemahan SDM dalam penguasaan teknologi dan informasi. - Minimnya pengetahuan teknis produksi dan kemampuan manajemen organisasi. - Lemahnya daya kreasi dalam mengupayakan diversifikasi produksi.
- Pembentukan KSM hanya sebagai media pencairan dana. - Kelompok tidak memiliki rencana pengembangan usaha ekonomis produktif - Ketergantungan pada kepemimpinan lokal - Lemahnya peran ketua dalam membangun norma kelompok dan pengambilan keputusan masih dominan - Belum ada pembagian tugas yang jelas.
Komunitas Kelemahan Kelembagaan dimana : - Proses sosialisasi terbatas - Kepemimpinan kolektif dianggap independent - Belum terbangun sinergi antara KSM dengan kelembagaan formal.
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan paling mendasar yang dialami oleh KSM “Damar Suci” adalah masih lemahnya keberlanjutan
aktivitas
kelompok.
Keadaan
tersebut
secara
nyata
disebabkan oleh berbagai faktor yang terkait dengan kondisi Individu, kelompok dan komunitas masyarakat yang terkait dengan berbagai aspek. Lebih rinci permasalahan tersebut dapat diuraikan dalam tabel berikut :
73
Tabel 11. Peta Masalah No.
Kelompok Masalah
Aspek Permasalahan
Uraian Permasalahan
1.
Individu
1. Kemampuan Manajemen 2. Pengetahuan teknis produksi
1. Anggota kelompok belum memiliki kemampuan manajemen yang memadai dalam pengelolaan sumber daya yang ada dalam kelompok. 2. Pengetahuan teknis produksi para pengrajin terbatas pada pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman semata.
2.
Kelompok (KSM)
1. Tujuan Kelompok 2. Pembagian Tugas 3. Hubungan sosial Antar Individu
1. Pembentukan kelompok belum diiringi dengan tujuan pengembangan aktivitas ekonomis yang jelas. Pembentukan kelompok hanya ditujukan untuk memperoleh bantuan dari program P2KP. 2. Bantuan yang diterima langsung didistribusikan kepada masing-masing anggota dalam kelompok sehingga pemanfaatannya tidak mewakili kelompok. 3. Relasi sosial antar individu dalam kelompok masih bersifat situasional. Hubungan sosial hanya terbentuk berdasarkan unsur kebutuhan atas sarana dan prasarana produksi.
3.
Proses Produksi
1. Perencanaan proses produksi 2. Pemasaran belum efektif.
1. Aktivitas para pengrajin masih berorientasi produksi, dan aktivitas produksi belum diatur sedemikian rupa sehingga jelas kapan harus berproduksi dan kapan menghentikan produksi. Kondisi ini berakibat pada menumpuknya hasil produksi dan penurunnya posisi tawar terhadap permintaan pasar. 2. Ketergantungan para pengrajin pada satu lokasi pemasaran.
4.
Akses Permodalan
1. Pengembalian Pinjaman 2. Sistem Penggajian Karyawan
1. Para pengrajin kesulitan dalam pengembalian modal pinjaman kdari P2KP karena revolving dana dana dalam industri rajutan sangat cepat. 2. Peserta yang membutuhkan bantuan dana banyak, sehingga tidak dapat terpenuhi semuanya dan bantuan yang dapat diberikan nilainya tidak memadai dibanding kebutuhan. 3. Belum ada kerjasama dengan pihak perbankan/ lembaga keuangan lainnya yang dapat memberikan kemudahan-kemudahan dlam pengembalian pinjaman.