80
BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT 8.1 Peranan Modal Sosial dalam Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat Tiga pilar utama modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), jejaring sosial (social networking), dan norma-norma sosial (social norms) memiliki peranan penting dalam pemberdayaan kelompok. Modal sosial yang dimaksud yaitu bonding capital dan linking capital. Bonding capital merupakan modal sosial yang mengikat anggota-anggota masyarakat dalam satu kelompok tertentu. Sementara itu, linking capital merupakan suatu ikatan antara kelompok warga masyarakat yang lemah dan kurang berdaya dengan kelompok warga masyarakat yang lebih berdaya. Bonding capital terlihat pada hubungan kesetaraan (subyek-subyek) antara sesama anggota-anggota masyarakat dalam suatu kelompok tertentu. Dalam hal ini, hubungan yang diamati adalah hubungan antar sesame anggota KSM serta antara KSM dan relawan. Sementara itu, linking capital terlihat pada hubungan ketidaksetaraan (subyek-obyek) antara KSM dengan BKM, serta antara KSM dan Faskel. Pemberdayaan merupakan proses peralihan hubungan subyek-obyek menjadi subyek-subyek. Upaya pemberdayaan menjadi penting untuk dilakukan melalui adanya kesetaraan. Dalam hal ini, pemberdayaan yang diupayakan oleh Pemerintah ditujukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan, khususnya KSM. Melalui pemberdayaan tersebut, akan muncul partisipasi masyarakat. Laki-laki maupun perempuan sama-sama berpartisipasi dalam kegiatan PNPM-MP. Hal ini dapat dilihat dari siklus PNPM-MP yang dihadiri oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Kelurahan Situ Gede. Demikian pula dalam setiap kegiatan atau program yang sedang berjalan. Status seorang perempuan yang harus mengurusi anak dan keluarga serta doktrin yang menganggap perempun lemah ternyata tidak menghalangi seorang perempuan untuk memiliki partisipasi yang sama dengan kaum laki-laki dalam suatu kegiatan.
81
Partisipasi masyarakat Kelurahan Situ Gede dapat dikatakan cukup baik. Pada kegiatan renovasi RTLH, meskipun yang tergabung ke dalam komunitas KSM didominasi oleh laki-laki, namun peran perempuan tidak dapat dihilangkan begitu saja. Sebab, diawal program masuk ke kelurahan, peran perempuan sebagai relawan masyarakat menjadi sangat penting. Mereka berperan penting dalam pendataan terhadap keluarga miskin dan survei lapang. Mereka pula yang menentukan kriteria kemiskinan. Seperti yang diungkapkan oleh Pak MY sebagai berikut: “….partisipasi masyarakat udah cukup bagus mba. kalo kegiatan fisik kayak pengaspalan jalan sama RTLH umumnya laki-laki.kalo perempuan biasanya lebih ke kegiatan sosialnya atau jadi relawan.”
Mengacu pada teori partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977), partisipasi dibagi menjadi empat tahapan, yaitu partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap menikmati hasil. Partisipasi pada tahapan pengambilan keputusan bagi anggota KSM dan masyarakat terjadi diawal masuknya program. Bagi anggota KSM dapat terwujud melalui perencanaan kegiatan, dimana KSM mengajukan proposal kepada faskel untuk kemudian ditindaklanjuti oleh faskel. Seperti yang diungkapkan oleh Pak MR sebagai berikut: “….dalam tahapan perencanaan, kita difasilitasi oleh BKM dan faskel dalam menyusun proposal. sebelumnya kita harus survei untuk dapat mengetahui apa-apa saja yang akan dibutuhin.”
Melalui pengajuan proposal tersebut, KSM menyepakati mengenai pelaksanaan program serta bahan atau barang apa saja yang dibutuhkan untuk renovasi rumah. Seperti yang diungkapkan oleh Pak MY sebagai berikut: “….survei lapang itu untuk menyepakati apa saja yang dibutuhin. Jangan sampe ada yang kurang. Jadi harus teliti.”
Sementara itu, bagi masyarakat, partisipasi pada tahapan tersebut lebih terlihat pada saat RKM, dimana masyarakat menentukan apakah seluruh kegiatan PNPM-MP diterima atau ditolak. Selain itu juga untuk menyepakati kriteria kemiskinan bersama-sama melalui kegiatan RK. Seperti yang diungkapkan oleh Pak UT sebagai berikut:
82
“….pihak kelurahan beserta masyarakat diawalnya sama-sama berpartisipasi dalam suatu pertemuan yang namanya RKM. Di situ kita musyawarahin untuk nerima atau nolak program.” “….setelah RKM kita juga ada kegiatan yang namanya RK atau refleksi kemiskinan. Di situ kita musyawarahin sama-sama kriteria miskin itu seperti apa.”
Tahap pelaksanaan PNPM-MP merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Anggota KSM berpartisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, materi, maupun bentuk tindakan dalam pelaksanaan program. Umumnya dalam pelaksanaan program RTLH, anggota KSM lebih berpartisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran dan tindakan. Seperti yang diungkapkan Pak EL sebagai berikut: “….sebelum dan saat pelaksanaan kegiatan, anggota KSM mengadakan suatu rapat yang membahas tentang kesiapan pelaksanaan. Tentang kapan mulai dan selesainya kegiatan, biaya, serta keperluan-keperluan lainnya yang bisa diswadayakan.”
Tahap evaluasi program RTLH merupakan hal yang penting untuk dilakukan, sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Tahap evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan renovasi RTLH. Melalui tahapan ini, anggota KSM, penerima manfaat serta masyarakat lainnya mengevaluasi apa saja kekurangan dan kelebihan dalam pelaksanaan program. Evaluasi tersebut dapat mengenai bentuk pekerjaan yang dilakukan, swadaya masyarakat, dan sebagainya. Tahapan selanjutnya yaitu tahap menikmati hasil. Tahapan ini dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Melalui tahapan ini, dapat diketahui sejauhmana anggota KSM, penerima manfaat atau masyarakat lainnya merasakan manfaat atas keberlangsungan program RTLH. Menurut keterangan salah satu pengurus KSM, Pak MY sebagai berikut: “….penerima manfaat maupun masyarakat sekitar merasakan betul manfaat dari program RTLH. Kita juga seneng bisa bantuin mereka. Terlebih kalo mereka juga seneng sama pekerjaan kita.”
83
8.2 Peranan Modal Sosial dalam Menumbuhkan Kemandirian Masyarakat Adanya partisipasi dari masyarakat terhadap program diharapkan dapat menimbulkan kemandirian masyarakat. Terlebih, seluruh kegiatan PNPM-MP harus dirampungkan pada tahun 2015. Seperti pernyataan yang diungkapkan oleh Pak RD sebagai berikut: “….PNPM-MP selesai di tahun 2015. Jadi tidak ada lagi BLM. Diharapkan setelah berakhirnya program tersebut, masyarakat semakin mandiri. Jika masyarakat ingin ada proyek pembangunan dan sebagainya setelah tahun 2015, mereka harus mengusahakan dana dari luar, seperti pemerintah kota atau mungkin kerja sama dengan link yang masyarakat punya.”
Nasdian
(2006)
menyebutkan
kemandirian
material
merupakan
kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis. Kemandirian material pada anggota KSM maupun masyarakat melalui program ini nampaknya belum terwujud. Hal ini dikarenakan banyaknya warga miskin di daerah tersebut. Swadaya untuk pelaksanaan program masih sulit dilakukan, karena banyaknya anggapan bahwa program renovasi RTLH hanya penerima manfaat saja yang merasakan manfaatnya. Hal ini berakibat kepada sulitnya untuk mendorong swadaya masyarakat, terlebih bila yang dimaksud adalah swadaya materi (uang). Seperti yang diungkapkan oleh Pak MR sebagai berikut: “….kadang kita di lapang kesulitan dalam swadayanya, terlebih swadaya dalam bentuk materi (uang). Soalnya banyak masyarakat yang beranggapan seperti ini “ ngapain kita nyumbang-nyumbang uang. Buat sendiri aja susah. Apalagi programnya yang ngerasain cuma yang dapet aja. Kita gak”. Begitu mba, kita agak kesulitan dalam hal swadaya materil (uang). Kalo pinjemin alat atau kasih makanan dan minuman seadanya sih masih bisa.”
Masyarakat Kelurahan Situ Gede hanya mampu meminjamkan alat atau memberi makanan seadanya untuk pekerja. Seperti yang diungkapkan oleh Pak EM sebagai berikut: “….salah satu kendala yang dihadapi oleh anggota KSM yaitu dalam hal swadaya masyarakat. Kita sampe minta bantuan sama RT atau RW setempat. Kalo gak, ntar programnya malah gak jalan. Jadinya warga palingan kasih pinjem alat sama makanan atau minuman aja buat yang kerja.”
84
Kemandirian intelektual merupakan pembentukan dasar penguatan otonom oleh komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang lebih halus yang muncul. Hal ini semakin terlihat karena rutinnya anggota KSM mengadakan pertemuan. Pertemuan yang diadakan tidak hanya membahas mengenai rencana kegiatan yang akan datang, akan tetapi juga terkait dengan informasi-informasi baru yang mereka terima. Sebagai contoh misalnya ada permasalahan dalam pelaksanaan program. Mereka membicarakan secara baik-baik dengan BKM serta faskel. Kemandirian intelektual terlihat dalam pengorganisasian KSM. Anggota KSM memiliki pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik mengenai tata cara berorganisasi. Hal ini sesuai seperti apa yang diungkapkan oleh Pak EL sebagai berikut: “….manfaat lain yang kita peroleh sebagai KSM adalah kita jadi tau dan paham mengenai gimana cara berorganisasi. Secara gak langsung kita diajarin berorganisasi, menyampaikan pendapat ke orang lain.”
Sementara itu, kemandirian manajemen dalam kelembagaan KSM terlihat pada kemampuan anggotanya untuk membina dan mengelola kegiatan kolektif kelembagaannya. Hal ini dimaksudkan agar tercipta perubahan dalam situasi kehidupan mereka. Saat ini kemandirian manajemen sudah mulai terwujud dalam kelembagaan KSM. Terlihat pada pengarsipan serta administrasinya yang sudah rapi. Seperti yang diungkapkan oleh Pak EM sebagai berikut: “….awalnya mah kita mana tau cara bikin proposal, LPJ atau urusan administrasi lainnya. Sekarang mah bisa lah dikit-dikit. Soalnya kita juga diajarin dan difasilitasin BKM sama Faskelnya.”