PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PEMBELAJARAN SOSIAL DALAM PENDIDIKAN Nur Asiah Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN - SU Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371
GH EF2D.9/; اBC/اد ا4567 م89.ن أ=<; اھ2@A م2+/* ا+,-./ ا:ي ،س8P/ اST ;ه+V G,5 ن2WKAXن و2+L8LQ* اOP@/ و،J78K.LM* وا,-/ا .Z589.aX] اFا2/] اT ^T_.` */ \ي/] ا7;9/ اZH ن2B+-A *OLإ E/و8jT G,5 درة8F ن2@` أنE+9+,-./ت ا8cde9/ اG,5 fgA ،\ا/ ;ادHQ اG/ر إ2m.` و29P./ S+9,-.9,/ E+,Cl.c9/ اEA2O/ اk+@B./ . ]9.g9/ اG,5 ;ةoeTة و4+DT ا2L8=ت و8j/8n,/ن ا2,9-A * ھSA\/ا ء8=\/ء ا8P7 دة85م اs.-` r+= الec/ف ا
[email protected] ا4A;` E78.@/ھ\ه ا ات2mK/ اZ ھ8T و،E+9+,-./ت ا8cde9/ل ا8gT ZH Z589.aXا .*+,-./م ا8uL ZH 8O.g/8-T fgA Z./ا
Abstrak: Dewasa ini produk pendidikan lebih mencetak manusia yang unggul, tapi mereka adalah manusia yang individualis yang tak peka sosial, karena mereka hidup dalam kotak yang tak pernah bersentuhan dengan realitas sosial. Karena itu, lembaga pendidikan kedepan harus mampu berupaya membentuk jati diri peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi, berguna dan berpengaruh di dalam masyarakat. Tulisan ini bermaksud mengetengahkan bagaimana membangun kembali kecerdasan sosial dalam wilayah lembaga pendidikan, dan langkah-langkah apa yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan. Kata Kunci: Pembelajaran Sosial, Pendidikan, Transformatif A. Pendahuluan emberdayaan masyarakat adalah suatu upaya peningkatan kualitas hidup seseorang atau sekelompok orang kearah yang lebih baik dari yang ada sebelumnya. Adapun “pemberdayaan masyarakat” dengan semua aspek dan proses yang dimilikinya akan mempengaruhi serta membawa seseorang atau sekelompok orang
P
82
Nur Asiah : Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembelajaran Sosial
itu menjadi lebih dewasa, sehingga pada akhirnya akan dapat memfungsikan dirinya seoptimal mungkin kepada kehidupan yang lebih bermakna. Oleh karena itu bidang garapan pemberdayaan masyarakat meliputi seluruh aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, politik, budaya dan tak terkecuali bidang pendidikan dengan segala proses pembelajarannya. Hubungan yang signifikan antara pemberdayaan masyarakat dengan pendidikan menempati posisi yang sangat menentukan di dalam kehidupan masyarakat. Mengapa demikian, sebagian besar proses kehidupan dilingkungan masyarakat dikatakan berhasil atau tidaknya adalah tergantung dari out put pendidikan. Sedangkan keberhasilan seseorang atau sekelompok orang akan sangat terlihat jelas manakala telah terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Sesorang dengan segala proses kehidupannya di dalam bermayarakat akan mempunyai nilai yang bermakna jika telah mampu serta dapat memberdayakan dirinya seoptimal mungkin. Mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar, yang di dalamnya setiap anggota masyarakatnya saling mengerti, memahami, menghormati, empati, serta patuh terhadap aturan-aturan yang ada. Pendek kata masyarakat yang berbudi pekerti luhur, yang memiliki kecerdasan sosial. Mengapa hal ini menjadi penting untuk dibicarakan, karena di tengah-tengah euforia reformasi yang berlebihan, fenomena perilaku-perilaku anarkis, vandalisme, perusakan, pertikaian, tawuran antar sekolah dan antarwarga, main hakim sendiri, tranformasi etika global yang semakin bebas, serta hubungan pribadi yang semakin tidak mengindahkan nilai-nilai etika dan sopan santun, menjadi suatu keprihatinan dunia pendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses humanisasi dan bagian pembangunan watak bangsa seharusnnya mampu menanggulangi berbagai krisis demoralisasi dan dehumanisasi yang terjadi saat ini.1 Tetapi jika diamati fenomena dewasa ini, telah terjadi kesenjangan antara perilaku masyarakat dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Memang kecerdasan sosial tidak selalu berbanding lurus dengan sistem pendidikan, tetapi merujuk kepada sistem pendidikan yang ada seharusnya mampu menghasilkan out put pendidikan yang memiliki peradaban. Bahkan belakangan ini banyak komentar, “Pendidikan sebagai kapitalisme yang licik”.2
83
ءا
أVol. I No. 1 Januari – Juni 2011
Kurikulum sebagai pedoman pendidikan, selain mencetak orang untuk semakin cerdas, tetapi juga berperan aktif menumbuhsuburkan sikap individualistik, yang ikut serta mengikis bersih sikap saling menolong, tenggang rasa, simpati, empati, budi pekerti yang luhur, takut (tidak rela) kalau orang lain melebihi kepintarannya atau kemampuannya. Ini adalah sudah menjadi “gaya hidup” saat ini. Bayangkan jika para generasi penerus negeri ini memiliki gaya hidup seperti ini sebagai akibat produk dunia pendidikan. William Chang, pemerhati masalah sosial, menyebut fenomena ini menghasilkan manusia yang lamban, kelambanan bereaksi dapat ditafsirkan akibat rendahnya kecerdasan sosial. Lembaga pendidikan lebih mô/entingkan kecerdasan intelektual.3 Dewasa ini produk pendidikan lebih mencetak manusia yang unggul, tapi mereka adalah manusia yang individualis yang tak peka sosial, karena mereka hidup dalam kotak yang tak pernah bersentuhan dengan relaitas sosial. Ditambah lagi kondisi lembaga pendidikan saat ini kebanyakan hanya menciptakan kuantitas yang selalu mengabaikan kualitas, yang pada akhirnya pengabaian kualitas mutu pendidikan termasuk pengabaian kecerdasan sosial. Sedangkan pengabaian kecerdasan sosial justeru akan mematikan potensi bangsa ini. Kita kenal dari dahulu bahwa Indonesia dibangun atas dasar saling kebersamaan, saling toleransi antar agama, saling menghargai, rasa kepedulian antar sesama, dan masih banyak lagi sifat-sifat peradaban yang dimiliki dan mencari ciri khas bangsa Indonesia. Tetapi saat ini ciri khas itu menjadi terkikis sedikit demi sedikit terbawa arus oleh kemajuan zaman yang serba tak kenal batas. Oleh karena itu, bangsa akan bangkit kembali jika didukung salah satunya oleh pendidikan yang mempunyai peranan yang sangat menentukan. Karena dengan melalui proses pendidikan yang mampu mencetak manusia kearah yang lebih baik dari segi moral maupun ilmu pengetahuan, itulah yang akan dicari oleh masyarakat. Dari kondisi tersebut timbul kekhawatiran terhadap generasi kehidupan manusia, khususnya dalam pembentukan kepribadian peserta didik, maka melalui lembaga pendidikan, wahana pembelajaran sosial merupakan upaya pembentukan jati diri peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi, berguna dan berpengaruh di dalam masyarakat, yang bertanggungjawab, bersifat proaktif, kooperatif, pribadi yang
84
Nur Asiah : Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembelajaran Sosial
cerdas, berkeahlian, dan tetap humanis. Itulah contoh ideal out put pendidikan yang diharapkan. Lalu bagaimana membangun kembali kecerdasan sosial dalam wilayah lembaga pendidikan?. Dan langkah-langkah apa yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan. Untuk itu penulis akan membahasnya lebih lanjut. B. Pengertian Dan Arah Pemberdayaan Sebelum pembicaraan dalam tulisan ini berlanjut ke pokok masalah, perlu dilihat terlebih dahulu pengertian pemberdayaan itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ditemukan kata ”daya” dengan beberapa pengertian; Pertama, kemampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak. Kedua, kekuatan (tenaga yang menyebabkan sesuatu bergerak dan sebagainya). Ketiga, muslihat, dan keempat, akal, ikhtiar.4 Dalam hubungannya dengan pemberdayaan pendidikan, tentu pengertian yang ketiga tidak dapat dipergunakan, karena tidak ada maksud membuat atau mendorong pendidikan (dalam hal ini lebih kepada proses pembelajarannya) untuk melakukan muslihat yang mempunyai pengertian negatif. Akan tetapi, yang dimaksudkan dengan pemberdayaan dalam hubungannya dengan pendidikan pada pembicaraan disini adalah suatu proses pendidikan yang mengantarkan manusia agar mempunyai kemampuan baik intelektual dan emosional yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia di masyarakat melalui proses pembelajaran sosial. Dalam “Dictionary of Education” disebutkan bahwa pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.5 Peningkatan kualitas hidup individu di masyarakat tidak dapat tercipta dengan sendirinya serta tidak dapat mengembangkan potensinya semata-mata secara alamiah. Untuk itulah diperlukannya proses pembelajaran melalui pendidikan. Kalau memang pendidikan dijadikan pilihan dalam usaha pemberdayaan masyarakat, perhatian pada pembinaan kemandirian dan pembentukan kemandirian yang kuat haruslah diutamakan. Tanpa
85
ءا
أVol. I No. 1 Januari – Juni 2011
kedua hal tersebut, yang akan terbentuk bukanlah manusia-manusia yang benar-benar berdaya. Mungkin mereka akan berdaya sebagai pekerja yang menghasilkan produk tertentu, tetapi tidak berdaya menghadapi situasi sosial. Karena kecerdasan sosial ditandai dengan adanya hubungan yang kuat yang dapat memberi manfaat kepada lingkungan, dan menghasilkan karya untuk membantu orang lain. Dengan demikian, pendidikan yang harus dilakukan adalah pendidikan yang membuat peserta didik mampu berdiri sendiri. Oleh karenya, pendidikan haruslah dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi peserta didik sebagai anak manusia yang merdeka, kreatif, dan bertanggungjawab. Di dalam tatanan masyarakat, kualitas manusia menempati prioritas penting, yang berarti pula betapa pentingnya pendidikan untuk melandasi tindakan-tindakan manusia selanjutnya. Seperti yang di jelaskan Ebbeck –dalam Djohar, berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat dibayangkan betapa pentingnya pendidikan keluarga, pendidikan di TK dan pendidikan di SD bagi perkembangan anakanak untuk mempersiapkan manusia dalam tatanan masyarakat madani. Implementasi pendidikan semacam ini diharapkan diperoleh pengalaman anak dalam (1) betapa pentingnya pendidikan individu dalam kelompok, (2) betapa pentingnya pendidikan yang merata antara siswa, (3) betapa pentingnya pendidikan yang dialogik, (4) betapa pentingnya memberi kesempatan yang akomodatif bagi anak-anak untuk mengembangkan ketrampilan fisiknya, sosialnya, dan emosionalnya.6 Oleh karena itu, para pendidik berperan sebagai pembimbing dan fasilitator, dalam upaya mengembangkan potensi-potensi peserta didik, agar terwujud sebagai sumber daya insani yang berkualitas dan mempunyai kompetensi untuk mengangkat martabat dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Potensi-potensi yang dimaksud adalah potensi nalar atau akal, potensi hati nurani atau qalbu, dan potensi fisik. Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa proses pembelajaran sosial yang diharapkan dalam pendidikan adalah: 1. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan. 2. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada peserta didik dalam proses pertumbuhannya. 3. Usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki
86
Nur Asiah : Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembelajaran Sosial
oleh masyarakat. 4. Suatu pembentukan kepribadian kemampuan peserta didik dalam menuju kedewasaan. C. Pendekatan Pemberdayaan Melalui Pembelajaran
dan
Masyarakat
Pendidikan yang tidak dilandasi oleh pendidikan yang baik akan membuat para lulusannya mudah sekali kehilangan orientasinya dalam kehidupan nyata. Kepemilikan pengetahuan yang tidak bermakna tidak bermanfaat dan hanya akan menjadi beban hidup, tetapi sebaliknya pengetahuan yang bermakna memiliki fungsi dalam kehidupan yang penuh dengan berbagai ketimpangan, pertentangan, dan kemajuan yang cenderung menjadikan manusia kehilangan makna hidupnya.7 Kekurangmampuan lulusan dalam menghadapi hidup karena kepribadian mereka tidak utuh lagi sebagai akibat adanya kekurangtepatan dalam mendidik (jika tidak dikatakan kesalahan dalam mendidik). Kekurangtepatan dan kesalahan mendidik terjadi karena kekurangtepatan dalam memilih dan menerapkan teori pendidikan. Menerapkan teori pendidikan yang tepat untuk kemudian mempraktekkannya dalam suasana pembelajaran, itu yang menjadi kendala saat ini. Bagaimana pembelajaran diarahkan dalam upaya memberdayakan peserta didik. Menurut salah satunya adalah dengan membangun perilaku manusia.8 Membangun perilaku manusia pada dasarnya adalah membudayakan manusia. Untuk membudayakan manusia diperlukan latihan terhadap perilaku itu. Melalui latihan yang terus menerus akhirnya menjadi milik mereka, yang prosesnya dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi untuk melakukan suatu jenis perilaku memerlukan waktu yang lama, diawali dari yang sulit sampai yang mudah, dari tidak bisa menjadi biasa, dari memerlukan persiapan sampai spontan, bahkan apabila sesuatu perilaku telah menjadi budaya, maka perilaku itu dilakukan dengan spontan, tidak lagi dipertimbangkan baikburuknya atau benar-salahnya. Oleh karena itu, sesuatu yang dibudayakan pada anak dipilih perilaku yang positif, agar kemudian hari mereka memiliki kebiasaan yang positif. Meskipun manusia memiliki kodrat sifat-sifat baik, akan tetapi tarikan ke arah yang tidak baik cukup kuat sehingga terjadi tarik-menarik.
87
ءا
أVol. I No. 1 Januari – Juni 2011
Sedangkan dalam Al-Qur’an sendiri dijelaskan bahwa manusia memiliki fitrah. Fitrah ialah potensi. Salah satu potensi manusia ialah sebagai makhluk sosial (surat 49:13) artinya manusia itu membawa sifat ingin bermasyarakat.9 Ini artinya bahwa setiap manusia memang sudah dianugerahi oleh Allah SWT mempunyai sifat pembawaan atau kecendrungan untuk selalu beradaptasi terhadap lingkungan dimana ia berada. Hubungannya dengan pendidikan adalah karena manusia itu mempunyai kecendrungan untuk selalu berintegrasi dengan masyarakat itu maka, pendidikan harus menerapkan teoro-teori dan praktik pembelajaran yang berkenaan dengan sosial. Menurut Djohar, pemberdayaan kualitas pendidikan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi: (1) pemberdayaan manusianya, yaitu pemberdayaan peserta didik, dan pemberdayaan guru. Pemberdayaan peserta didik pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara mengoptimalisasikan penampilan siswa sesuai dengan karakteristik perilaku anak pada usianya. Mereka dapat memperoleh pengalaman anak-anak pada masanya, dan menjadi pengalaman yang sangat berharga dalam hidupnya nanti. Pemberdayaan siswa dapat dilakukan melalui aktivitas pembelajarannya dengan menghindarkan mereka dari kebiasaan tergantung dan kebiasan disuap, akan tetapi lebih diarahkan kepada kebiasaan mandiri, berinisiatif, produktif, berencana, tuntas, kreatif, sabar, jujur, terbuka atau transparan. Kebiasan-kebiasaan ini menjadi faktor pendukung kehidupan dalam bermasyarakat. Adapun pemberdayaan guru dapat dilakukan dengan peningkatan tanggung jawab dan komitmen guru terhadap keberhasilan peserta didik. Guru benar-benar berfungsi sebagai fasilitator dan organisator dalam mengkoordinasikan jalannya proses pembelajaran.10 Menurut Muhammad Tholhah Hasan, ada tiga dimensi yang harus diperhatikan dalam usaha memajukan kualitas manusia, yakni: (1), dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas, termasuk sikap tingkah laku, etika dan moralitas yang sesuai dengan pandangan masyarakat. (2), dimensi produktifitas, yang menyangkut apa yang dihasilkan oleh manusia tadi, dalam hal jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. (3), dimensi kreativitas, yaitu kemampuan seseorang untuk
88
Nur Asiah : Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembelajaran Sosial
berfikir dan berbuat kreatif, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya. Kemampuan partisipasi integratip setiap anggota masyarakat sangat ditentukan oleh keberhasilan seseorang. Berdasarkan Goleman (1997), keberhasilan seseorang saat ini cenderung diraih oleh orang yang memiliki EI (Emotional Intelligence) dan AQ tinggi, karena salah satu ciri orang semacam ini memiliki daya terima tinggi dalam memasuk kehidupan masyarakat, sehingga ia lebih kohesif dalam kehidupan.11 Persoalan yang sekarang muncul adalah bagaimana membenahi sistem pembelajaran peserta didik untuk lebih siap menghadapi hidup dan mempunyai makna dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat Untuk itu, menurut hemat penulis ada beberapa langkah untuk menggali kembali kecerdasan sosial antara lain melalui: (1) dapat memulainya dari keluarga, bila di dalam keluarga diajarkan, bahwa kemampuan yang dimiliki diolah untuk selalu beradaptasi dengan lingkungan, maka disinilah kecerdasan muncul dengan sendirinya. Ketika melihat beragamnya suku, agama, warna kulit, dan strata sosial, ajarkanlah pada anak untuk mengakui perbedaan itu memang ada. Ajarilah menghormati perbedaan ini. (2) langkah selanjutnya adalah membenahi sistem pendidikan. Otonomi pendidikan memang perlu, tapi jangan menafsirkan otonomi pendidikan itu sebagai privatisasi. Sementara ini pendidikan hanya menciptakan kuantitas tapi selalu mengorbankan kualitas. Kita harus ingat bahwa bangsa Indonesia dari semenjak awal sudah beragam dari berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, pengabaian kecerdasan lokal (local genius), berarti mematikan potensi bangsa, jika potensi bangsa mati berarti mati pula setengah dari kecerdasan sosial. Beberapa langkah yang harus dirubah dalam proses pembelajaran yang selama ini justeru membawa dampak yang tidak baik dalam membentuk kepribadian peserta didik. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam prose pembelajaran adalah: 1. Proses pembelajaran yang transformatif, maksudnya adalah kondisi belajar diharapkan dapat menghasilkan perubahan terhadap diri setiap peserta didik. Oleh karena itu proses pembelajaran dengan perintah diusahakan ke arah pembelajaran dialogik-transformatif, yang memiliki makna “kebebasan dari
89
ءا
أVol. I No. 1 Januari – Juni 2011
pembelegguan sistem pembelajaran.” Dengan proses seperti ini diharapkan proses pembelajaran dapat menghasilkan perubahan dalam diri peserta didik. Adapun perubahan yang dimaksud adalah perubahan dalam kualitas berfikir, kualitas pribadi, kualitas sosial, kualitas kemandirian dan kualitas kemasyarakatan. Jadi peserta didik tidak lagi merasa terbebani dalam hal apapun termasuk dalam proses pembelajarannya sehingga mereka dapat mengekspresikan segala potensi yang dimilikinya tanpa merasa takut. Disinilah peran guru untuk selalu menjadi fasilitator bagi perkembangan watak kepribadian masing-masing peserta didik. Pendidikan yang mempunyai nilai tranformatif dapat dicapai melalui pengalaman belajar peserta didik, bukan pada substansi kurikulumnya, tetapi pada pelaksanaan kurikulumnya melalui kegiatan pembelajaran. Contoh, pada materi budi pekerti atau akhlak tidak hanya sekedar mendalami teori-teorinya saja tetapi hendaknya memanfaatkan lingkungan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) sebagai wahana dalam proses dari pengalaman belajar yang didapat dari teori tersebut. 2. Proses pembelajaran diarahkan pada “learning to be”,yaitu bahwa belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki watak dan tanggung jawab pribadi.12 Adapun yang dimaksud dengan learning to be adalah bahwa pembelajaran harus mampu merangsang tumbuhnya motivasi diri masing-masing peserta didik untuk melakukakan sesuatu tidak berdasarkan atas paksaan atau karena tekanan aturan dari sekolah. Oleh karena itu kontak peserta didik dengan lingkungan sosial merupakan salah satu jalan untuk menerapkan sistem pembelajaran “learning to be“, bagaimana peserta didik dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan nyata. Inilah pembelajaran yang sebenarnya. Kemampuan mengaktualisasuikan diri dalam lingkungan sosial akan berpengaruh pada kecerdasan intelektual, tumbuhnya kreativitas peserta didik, kecerdasan emosional, bahkan tumbuhnya kecerdasan spritual. Kalau proses pembelajaran sudah pada taraf ini, maka otomatis out put pendidikan akan mampu memberdayakan dirinya dalam kontek kehidupan di masyarakat.
90
Nur Asiah : Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembelajaran Sosial
3. Proses pembelajaran diarahkan pada “learning to life together”, yaitu belajar untuk mampu mengapresiasikan dan mengamalkan kondisi saling ketergantungan, keanekaragaman, dan saling memahami.13 Diharapkan dengan model pembelajaran seperti ini dapat menggugah perasaan peserta didik sehingga dapat mengendalikan diri dalam mengawali dan mengakhiri pekerjaan dimanapun ia berada. Sehingga kemandirian menjadi jati dirinya dan ia merasa harus mengamalkan dirinya semaksimal mungkin. Kalau sudah demikian maka dalam rangka pemberdayaan ummat akan dapat berjalan dengan sendirinya tanpa harus dikontrol lagi. 4. Proses pembelajaran selalu diarahkan pada “Pembelajaran kooperatif.” Maksudnya adalah bahwa metode belajar senantiasa melibatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil. Ini dimaksudkan akan dapat membawa akibat yang posistif antara lain dapat mengembangkan hubungan antar kelompok dan dari latar belakang etnik yang berbeda, penerimaan teman sekelas, meningkatkan rasa harga diri, tumbuhnya kesadaran untuk menyelesaikan masalah secara berkelompok.14 Dengan motode pembelajaran kooperatif ini merupakan sarana yang sangat baik dan sengat membantu dalam upaya pembentukan watak masing-masing peserta didik. Karena pada prinsipnya watak tidak dapat diajarkan, akan tetapi diperoleh dari pengalaman belajar setiap harinya. Oleh karena itu harus dilatih. Menurut hemat penulis, dalam upaya pemberdayaan masyarakat melalui proses pembelajaran sosial harus menjadi pola pendidikan dewasa ini disemua jenjang sekolah. Oleh karena itu, materi pembelajarannyapun harus disesuaikan dengan mengedepankan prinsip-prinsip sosial sebagai tujuan akhir dari pendidikan. Adapun prinsip-prinsip sosial yang harus ada dalam proses pembelajaran disekolah adalah: 1. Prinsip pembiasaan, yang dimaksud dengan prinsip pembiasaan adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membiasakan sikap dan prilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah kehidupan dimasyarakat.
91
ءا
أVol. I No. 1 Januari – Juni 2011
2. Prinsip emosional, yang dimaksud dengan prinsip emosional adalah upaya menggugah perasaan peserta didik dalam menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa. 3. Prinsip keteladaan, yang dimaksud dengan prinsip keteladanan adalah menjadikan figur semua guru bukan hanya guru agama saja serta petugas sekolah maupun orang tua peserta didik sebagai cermin manusia yang berkepribadian. 4. Prinsip penanaman nilai, yaitu upaya menginternalisasikan nilai-nilai agama dan budaya ke dalam jiwa peserta didik. Proses ini memerlukan waktu yang terus berkesinambungan untuk semua jenjang pendidikan . Dengan pembenahan sistem pembelajaran di sekolah yang mengarahkan pada upaya pembelajaran social, diharapkan kualitas out put pendidikan akan selalu bermanfaat di masyarakat. Karena pada akhirnya out put pendidikan akan dihadapkan pada situasi kehidupan lingkungan masyarakat yang tidak menentu. D. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, dalam upaya pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari pemberdayaan pendidikan di sekolah-sekolah, melalui proses pembelajaran. Adapaun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam proses pembelajaran: Pertama, pembelajaran itu harus memiliki nilai “transformatif”, yaitu hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik diharapkan dapat menghasilkan perubahan terhadap diri setiap peserta didik. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan dalam kualitas berfikir, kualitas pribadi, kualitas sosial, kualitas kemandirian dan kualitas kemasyarakatan. Kedua, proses pembelajaran diarahkan pada “learning to be”, yaitu belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki watak dan tanggung jawab pribadi. Ketiga, proses pembelajaran diarahkan pada “learning to life together”, yaitu belajar untuk mampu mengapresiasikan dan mengamalkan kondisi saling ketergantungan, keanekaragaman, dan saling memahami. Keempat, adalah “pembelajaran kooperatif” yang selalu mengedepankan proses belajar berkelompok. Proses ini akan sangat membantu dalam pembentukan watak pribadi yang
92
Nur Asiah : Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembelajaran Sosial
positif yang bermuara pada sikap kebersamaan, saling menghargai, mau menerima perbedaan, dan sikap posisif lainnya. Untuk memenuhi tuntutan di atas maka perlu adanya penyesuaian materi pembelajaran dengan metode yang harus mengedepankan prinsip-prinsip sosial sebagai tujuan akhir dari pendidikan. Sehingga yang harus ditekankan adalah pada praksis pembelajarannya, kemanfaatan belajar lebih dilihat dari fungsional ilmunya. Dengan proses pembelajaran demikian menjadikan peserta didik mampu memberdayakan dirinya di tengah-tengah masyarakat hidup secara arif dan bijaksana.
93
ءا
أVol. I No. 1 Januari – Juni 2011
DAFTAR PUSTAKA Abdul Majid dan Dian Andayani, 2005, Pendidikan Agama islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulm 2004, Bandung: Rosdakarya, Djohar, 2003, Pendidikan Strategik Alternatif Untuk Pendidikian Masa Depan, Yogayakrta:LESFI. Hasan, Tholhah, Muhammad, 2004, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lantabora Press. Ihsan, Fuad, 2003, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta. Rubrik Nuansa, 2007. Edisi Agustus. Slavin, E, Robert, 2009, Cooperative learning (teori, Riset dan Praktik), Terj.Lita, Bandung: Nusa Media. Tafsir, Ahmad, 2006, Filsafat Pendidikan Islam, (Integrasi Jasmani, Rohani Dan Kalbu Memanusiakan Manusia), Bandung: Remaja Rosdakarya. Zuriah, Nurul, 2007, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif perubahan, (Menggagas P latfom Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik), Jakarta: Bumi Aksara.
94
Nur Asiah : Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembelajaran Sosial
End Note: 1
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Mengagas Platfom Pendidikan Budi pekerti secara kontekstual dan futuristik, (Jakarta: Bumi Aksara: 2006), h. 172 2
Rubrik Nuansa , Menuju Bangsa Yang Cerdas, 2007, h. 10.
3
Ibid, hlm : 10
4
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989) Cet III. 1990, h. 188-1890 5
Fuad hasan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
h. 4. 6
Djohar, Pendidikan Strategik (Yogyakarta: LESFI, 2003), h. 177
Alternatif
Untuk
Masa
Depan,,
7
Sofyan Sauri, Dalam seminar dan Workshop Internasional (Lampung: Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 22 Juni, 2008), h. 2. 8
Djohar, Op.Cit., h. 17
9
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi jasmani, Rohani Dan kalbu memanusiakan manusia, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h.23. 10
Djohar, Op.Cit, h. 17
11
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lantabora Press, 2004), h. 60 12
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Rosdakarya 2005), h.1. 13
Ibid, h. 1
14
Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Terj. (Bandung: Nusa Media: 2009), h.5.
95