STRATEGI PENGUATAN MODAL SOSIAL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (KSM) PADA PROGRAM COMMUNITY DEVELOPMENT PT. NEWMONT NUSA TENGGARA
IWAN IRAWAN MARHALIM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Penguatan Modal Sosial Kelompok Swadaya Masyarakat pada Program Community Development PT. Newmont Nusa Tenggara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Taliwang, September 2015 Iwan Irawan Marhalim
RINGKASAN IWAN IRAWAN. Strategi Penguatan Modal Sosial Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pada Program Community Development PT. Newmont Nusa Tenggara. Dibimbing oleh SATYAWAN SUNITO dan SOFYAN SJAF. PT. Newmont Nusa Tenggara telah melaksanakan program Community Social Responsibility (CSR) di Kabupaten Sumbawa Barat sebagai wujud komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik. Salah satu bentuk program CSR perusahaan adalah membentuk empat Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang di fokuskan di Desa Benete. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merancang strategi penguatan modal sosial KSM pada program community development (comdev) PT NNT. Secara khusus penelitian ini memiliki tiga tujuan spesifik: (1) mendeskripsikan implementasi program comdev yang dilaksanakan oleh PT. NNT; (2) mendeskripsikanimplementasi program KSM; (3) menganalisa bentuk modal sosial KSM; dan (4) menyusun strategi penguatan modal sosial KSM pada program comdev PT. NNT. Hasil studi menunjukkan bahwa (1) implementasi program comdev PT. NNT merupakan bagian dariCSR .Bentuk komitmen perusahaan dimaksudkan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik dan mendapatkan lisensi sosial dari masyarakat; (2) program KSM di Desa Benete telah berlangsung sejak tahun 2009. Empat KSM yang terbentuk belum memenuhi prinsip pemberdayaan. Proses perencanaan dilakukan oleh pendamping dan perusahaan, sumberdaya modal financial bersumber dari perusahaan, sehingga ada ketergantungan kelompok terhadap perusahaan; (3) realisasi program CSR secara langsung memberikan sumbangan terhadap modal social masyarakat. Pengaruh tersebut membentuk modal sosial yang berbeda untuk empat KSM, yaitu: KSM Dermaga Biru memiliki modal social rendah, KSM Harmoni dan Ai Panan memiliki tren modal sosial yang menurun dan KSM Maris Gama memiliki modal sosial yang relatif baik; (4) strategi penguatan modal sosial diarahkan dari modal sosial yang lemah menuju modal sosial yang tinggi. Kondisi modal sosial yang tinggi diindikasikan dengan KSM memiliki norma dan kepercayaan yang tinggi dan jaringan yang baik. Penguatan modal sosial dilakukan dengan memperhatikan stok modal sosial komunitas, mendorong KSM memenuhi prinsip-prinsip pemberdayaan, menyusun aturan yang jelas secara partisipatif, melakukan evaluasi program secara partisipatif, penguatan kapasitas, penegakan prosedur, advokasidan membangun kerjasama antara KSM dan mitra lainnya. Kata kunci: CSR, implementasi program KSM, modal sosial
SUMMARY IWAN IRAWAN. Strategy of Strengthening Social Capital Kelompok Swadaya Masyarakat on Community Development PT. Newmont Nusa Tenggara. Supervised by SATYAWAN SUNITO and SOFYAN SJAF. PT. Newmont Nusa Tenggara has implemented a program Community Social Responsibility (CSR) in West Sumbawa regency, as the company commitment to improving the quality of people lives better. One formis the company CSR program, forming four Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), which are centeredin the Benete village. Generally, this research aimed todevise a strategy to formulate strategies KSM strengthening social capital incommunity development (Comdev) PTNNT. This study has three specific objectives: (1) describes the implementation of comdev program implemented by PT. NNT; (2) describes the program implementation KSM; (3) analyze forms of social capital KSM; and (4) develop strategies to strengthen social capital KSM in comdev PT. NNT. The study shows that (1) implementation of comdev program of PT. NNT is a part of CSR. The form of the company's commitment is intended to improve the quality of life better, and gain a social license from the community; (2) KSM program in the Benete village has been on going since 2009. Four KSM formed not meet the principles of empowerment. The planning process conducted by field assistantand the company, the financial capital resources sourced from the company, so there is the group a dependence on the company; (3) realization of CSR programs, directly contribute to the social capital of society. The effect, form a distinct social capital in four KSM, that is: KSM Dermaga Biru has a low social capital, KSM Harmoni and Ai Panan has a trend of declining social capital, KSM Maris Gama has a good social capital; (4) strategy of strengthening social capital, directed from a weak social capital towards the high. Conditions of high social capital, indicated by the norm that a good, high confidence and network a lot. Strengthening social capital carried out with due regard to community social capital stock, encourage KSM meet the principles of empowerment, set rules in a participatory manner, participatory evaluation program, capacity building, enforcement procedures, advocacy dan establishing cooperation between KSM and other partners.
Keywords: CSR, KSM program implementation, social capital
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatumasalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENGUATAN MODAL SOSIAL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (KSM) PADA PROGRAM COMMUNITY DEVELOPMENT PT. NEWMONT NUSA TENGGARA
IWAN IRAWAN MARHALIM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji luar pada saat Ujian Tesis: Dr Rilus A. Kinseng, MA
Judul Thesis
Nama NIM
Strategi : Penguatan Modal Sosial Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Pada Program Community Development PT. Newmont Nusa Tenggara Iwan : Irawan Marhalim I354120125 :
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Satyawan Sunito Ketua
Dr. Sofyan Sjaf, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr Ir Lala M. Kolopaking,MS
Dr Ir Dahrul Syah MSc Agr
Tanggal Ujian :
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat-Nya sehingga proposal tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini adalah Strategi Penguatan Modal Sosial Masyarakat Melalui Program Community Development PT. Newmont Nusa Tenggara. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada: 1. Bapak Dr. Satyawan Sunito dan Bapak Dr. Sofyan Sjaf, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Djuara Lubis dan Dr Rilus A. Kinseng, MA selaku penguji luar komisi. 2. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat, Bapak Fredian Tonny Nasdian yang telah banyak memberi saran dan masukan, para staf sekretariat (ibu Susi) yang telah mendukung penulis selama mengikuti pendidikan. 3. Bapak Dr H. Amri Rahman selaku Kepala Bappeda Kabupaten Sumbawa Barat dan Bapak Ir, Syarafuddin Jarot selaku Manajer Social Responsibility PT. NNT. 4. Istri tercinta Yayu Mindartin dan anak-anakku tersayang (Nazhwa, Nayla dan Rachelia) atas dukungan dan doa yang diberikan selama ini. 5. Kedua oran tua tercinta Bapak H Sudarli dan Ibu Andriani, atas doa tulus yang tiada henti. Kedua adik Andi dan Lia atas dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. 6. Rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Pengembangan Masyarakat atas dukungan dan diskusi-diskusinya. Demikian, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Taliwang, September 2015 Iwan Irawan Marhalim
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Kajian Manfaat Kajian Ruang Lingkup Kajian
3 6 7 7 7
2 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Kerangka Pemikiran
26
3 METODE KAJIAN Lokasi dan Waktu Kajian Pendekatan Kajian Perancangan Strategi
29 29 32
4 PROFIL KOMUNITAS Lokasi Komunitas Kependudukan Kepadatan Geografis dan Agraris Pertumbuhan Penduduk Struktur Sosial Kelembagaan Sosial Jejaring Sosial Kelembagaan Ekonomi Aksessibilitas Terhadap Kebijakan dan Sumberdaya Tokoh Bisnis Jaringan Bisnis Pola-Pola Kebudayaan Orientasi Nilai Budaya Pola Bersikap, Bertindak dan Sarana Pola-Pola Adaptasi Ekologi Mata Pencaharian Utama Strategi Penghidupan Masalah-Masalah Sosial Solusi yang Pernah Dilakukan 5
EVALUASI KEBIJAKAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN Evaluasi Program Evaluasi Kebijakan Analisis Hasil Evaluasi Program dan Kebijakan
9
33 35 36 38 38 39 40 41 42 43 43 44 44 45 46 48 49 50 51
53 56 59
CSR PT NNT, PROFIL KSM, PEMBANGUNAN MODAL 6 SOSIAL, MODAL FINANSIAL dan BENTUK MODAL SOSIAL KSM CSR PT. NNT Profil KSM di Desa Benete Pembangunan Modal Sosial KSM Modal Finansial Bentuk Modal Sosial KSM
61 62 69 73 75
STRATEGI PENGUATAN MODAL SOSIAL PROGRAM KSM 7 PADA COMDEV PT. NNT (PROGRAM AKSI) 8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
87 88 95
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis dan teknik pengumpulan data Rincian data Penduduk Desa Benete berdasarkan umur dan jenis kelamin. Luas wilayah, kepadatan penduduk per km2 dan jumlah penduduk di Kecamatan Maluk tahun 2011 Lembaga ekonomi yang ada di Desa Benete tahun 2012 Profil empat KSM di Desa Benete Input modal finansial untuk 4 KSM dalam tahun Kinerja program simpan pinjam KSM Bentuk modal sosial KSM
30 31 36 37 42 63 73 74 76
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Aksi pengembangan masyarakat Kerangka pemikiran penelitian Peta administrasi Kecamatan Maluk Grafik penduduk Desa Benete berdasarkan jenis kelamin dan jumlah kepala keluarga (KK) per dusun Grafik luas lahan menurut penggunaan lahan di Desa Benete tahun 2011 Grafik pertumbuhan penduduk Desa Benete tahun 2006 – 2012 Grafik pekerjaan utama kepala keluarga di Desa Benete tahun 2012. Proses program pengelolaan dana KSM Kondisi modal sosial (norma dan kepercayaan) KSM Kondisi modal sosial (norma dan jejaring) KSM Strategi modal sosial
11 27 34 35 37 38 49 66 77 78 79
DAFTAR LAMPIRAN 1. Log Frame Program 2. Riwayat Hidup
95 97
1 PENDAHULUAN Gagasan Corporate Social Responsibility (CSR) bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. CSR perusahaan dipahami seperti kontrak sosial (social contract) antara komunitas dan perusahaan. Sebagai tuan rumah, warga komunitas mengharapkan perusahaan, yang telah mengambil sumberdaya yang mereka miliki, menunjukkan tanggung jawab terhadap dampak operasinya. CSR menjadi menarik, karena saat ini telah mewajibkan perusahaan turut serta dalam pembangunan sosial, padahal sebelumnya hanya taraf partisipasi sukarela perusahaan. Kepentingan komunitas kini diakomodasi oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sehingga memiliki daya tawar yang tidak bisa diremehkan. Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) pun telah memperkuat kewajiban tanggung jawab sektor swasta yang berkaitan dengan dampak sosial dan lingkungan melalui pengesahan Perda No 34 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable Development, CSR merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal), masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan (Rahmatullah dan Kurniati 2011). Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan bersama antara pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, serta komunitas setempat menurut Cowen et al seperti yang dikutip Yintayani (2011). Difinisi CSR yang diajukan dalam draft ketiga ISO 26000 seperti yang dikutip dalam Sarosa dan Amri, (2008), menyebutkan: “responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environtment thriught transparet and ethical behaviour that is consistent with sustainable development and welfare of society; takes into account the expectation of stake holder; is ini complience with applicable law and consistent international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization” Draft ketiga ISO 26000 tersebut, penekanan CSR tidak hanya sekedar pada tanggung jawab perusahaan saja, tetapi sudah mengarah kepada pembangunan yang berkelanjutan. Di bagian lain, Branco and Rodigues (2006) menemukan bahwa CSR mencakup banyak aspek, seperti manajemen sumber daya manusia, kondisi kerja yang sehat dan aman, dan membangun hubungan dengan masyarakat lokal, pemasok, dan konsumen. Berdasarkan pengertian-pengertian CSR di atas tampak belum adanya keseragaman ataupun persamaan pandangan mengenai CSR. Undang-Undang Penanaman Modal dan Perda Kabupaten Sumbawa Barat lebih menekankan CSR sebagai upaya perusahaan untuk menciptakan harmonisasi dengan lingkungan tempat perusahan beroperasi. Sementara Undang-Undang Perusahaan Terbatas justru mencoba memisahkan antara tanggung jawab sosial dengan tanggung jawab lingkungan. Undang-Undang Perusahaan Terbatas bertolak dari konsep tanggung jawab perusahaan pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Selain itu, Milton Friedman seperti yang dikutip Classon and Dahlström (2006), menyatakan bahwa
2 “that companies’ sole purpose is to maximize profit for their stockholders. Furthermore, he claims that CSR is a waste of the stockholders’ money”. Friedman mengklaim bahwa satu-satunya tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham. CSR dinilainya sebagai kegiatan yang membuang-buang uang pemegang saham. Namun demikian ketiganya mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengarahkan CSR sebagai sebuah komitmen perusahaan terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan. Pengembangan masyarakat memiliki focus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerjasama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengembangan masyarakat seringkali diimplementasikan dalam bentuk, (a) proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya atau melalui, (b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggungjawab (Payne 1995) Menurut Twelvetrees (1991), pengembangan masyarakat adalah “the process of assisting ordinary people to improve their own communities by under taking collective actions.”Secara khusus pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental. Pelaksanaan pengembangan masyarakat dapat dilakukan melalui penetapan sebuah program atau proyek pembangunan. Program merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang pendekatannya dapat dilakukan melalui wilayah geografi yang sama dan kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Berdasarkan hal tersebut, pelibatan masyarakat dari setiap proses dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan juga evaluasi sangat penting. Program yang mungkin dilakukan adalah dengan adanya pembangunan organisasi swadaya dalam suatu kelompok masyarakat. Organisasi yang berciri swadaya dan sosial ini dibangun dan dibubarkan atas dasar kesepakatan warga daerah setempat, organisasi tersebut sering disebut kelompok swadaya masyarakat (KSM). Sesuai dengan namanya dan prinsip pemberdayaan, kelompok masyarakat yang paling baik adalah kelompok yang memang lahir dari kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan terutama sumber daya yang ada di masyarakat tersebut. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya Visi , kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama (PNPM Mandiri-Perkotaan 2012). Program-program CSR yang dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar permasalahan komunitas yang sesungguhnya. Perusahan masih mengangap bahwa
3 perusahaan yang paling memahami kebutuhan komunitas, sehingga komunitas selalu memerlukan bantuan perusahaan. Pengembangan masyarakat (community development) sebagai salah satu model pendekatan pembangunan (bottoming up approach) merupakan upaya melibatkan peran aktif masyarakat beserta sumberdaya lokal yang ada. Selanjutnya pengembangan masyarakat hendaknya memperhatikan bahwa masyarakat punya tradisi, dan punya adat-istiadat, yang kemungkinan sebagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai modal sosial. Modal sosial sangat dibutuhkan dalam pembangunan, baik itu pembangunan manusia dan sosial, pembangunan ekonomi dan pembangunan politik. Putnam dalam Hasbullah (2006) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Dalam konteks pembangunan manusia, modal sosial mempunyai pengaruh yang besar sebab beberapa dimensi pembangunan manusia sangat dipengaruhi oleh modal sosial antara lain, kemampuan untuk menyelesaikan kompleksitas berbagai permasalahan bersama, mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan. Hal ini terbangun oleh adanya rasa saling mempercayai, kohesifitas, tindakan proaktif, dan hubungan internal-ekstemal dalam membangun jaringan sosial didukung oleh semangat kebajikan untuk saling menguntungkan sebagai refleksi kekuatan masyarakat. Situasi ini akan memperbesar kemungkinan percepatan perkembangan individu dan kelompok dalam masyarakat tersebut. Bagaimanapun juga kualitas individu akan mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat itu berarti pembangunan manusia paralel dengan pembangunan sosial. Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah. Dengan saling percaya toleransi, dan kerjasama mereka dapat membangun jaringan baik di dalam kelompok masyarakatnya maupun dengan kelompok masyarakat lainnya. Pada masyarakat tradisional, diketahui memiliki asosiasiasosiasi informal yang umumnya kuat dan memiliki nilai-nilai, norma, dan etika kolektif sebagai sebuah komunitas yang saling berhubungan. Hal ini merupakan modal sosial yang dapat mendorong munculnya organisasi-organisasi modern dengan prinsip keterbukaan, dan jaringan-jaringan informal dalam masyarakat yang secara mandiri dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan dan.kualitas hidup bersama dalam kerangka pembangunan masyarakat
Latar Belakang Pembangunan disuatu daerah bukan hanya menjadi tangungjawab pemerintah daerah semata, tetapi juga sektor swasta berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Keberadaan PT. NNT di Kabupaten Sumbawa Barat sebagai salah satu perusahaan tambang
4 terbesar di dunia mau tidak mau telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat setempat. Awal Tahun 2000 sejak dimulainya masa produksi, PT. NNT telah melaksanakan upaya pengembangan masyarakat di Kabupaten Sumbawa Barat melalui program community development (comdev). Lima Pilar yang menjadi fokus dalam pelaksanaan comdev PT. NNT diantaranya dalam bidang pendidikan; kesehatan; pertanian dan pariwisata; sosial budaya dan agama serta infrastruktur. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, PT. NNT tidak hanya melakukan pendekatan teknis tetapi juga pendekatan sosial budaya (socio-cultural) yang dapat merangsang perubahan sikap, perilaku dan pola kerja. Pada tahun-tahun awal, program pemberdayaan perusahaan bersifat charity, namun kini berubah menjadi pola partisipatif. Mendasarkan pada kondisi, kebutuhan dan kemungkinan perubahan ke depan, visi pengembangan masyarakat PT. Newmont adalah “Masyarakat yang Sehat, Cerdas, Mandiri, Sejahtera, dan Religius” (Comdev 2009). Sesuai dengan visi yang telah ditetapkan, untuk medukung tercapainya visi telah dirumuskan misi sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang sehat; 2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang cerdas dan produktif; 3. Mendorong dan memfasilitasi terciptanya peluang usaha dan kegiatan ekonomi masyarakat; 4. Mengembangkan potensi sumberdaya alam secara optimal, berdaya saing dan berkelanjutan; dan 5. Menumbuhkembangkan nilai-nilai budaya dan agama dalam mewujudkan harmonisasi bermasyarakat yang madani. Dalam konteks global, manajemen PT NNT menyadari bahwa keberhasilan tambang ditentukan juga oleh penerimaan masyarakat setempat akan operasi perusahaan. Manajemen PT NNT memahami pentingnya partisipasi komunitas dalam menunjang keberhasilan kemitraan perusahaan dan komunitas. Dengan demikian tidak hanya lapangan pekerjaan yang mempengaruhi struktur komunitas desa di sekitar tambang, tetapi juga dana CSR yang berjumlah miliaran rupiah per tahun. Program CSR diarahkan dalam dua bentuk program yaitu infrastruktur dan capacity building. Program infrastruktur, lebih banyak untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan pertanian. Infrastruktur yang dibangun diantaranya sekolah, puskesmas, bendungan dan lainlain. Sedangkan capacity building, diarahkan untuk memperkuat komunitas dengan program pendidikan dan pelatihan, membentuk organisasi atau kelembagaan komunitas, memfasilitasi kelompok dengan pemerintah dan mitra bisnis. Bentuk program capacity building diantaranya program pendidikan dan pelatihan pertanian terpadu dengan fokus pengembangan budidaya padi sistem SRI (System rice intensification) dengan sasaran petani di 16 desa. Program ini sempat berjalan empat tahun sejak tahun 2010, namun setelah pendampingan tidak dilakukan, tidak ada lagi petani yang melakukan pola sistem SRI, petani kembali ke pola lama, padahal hasil panen dengan sistem SRI tiga kali lipat dari hasil sistem pola lama. Program lainnya, memfasilitasi pembentukan badan usaha milik desa (BUMDes). Program BUMDes difokuskan di dua desa yaitu Desa Benete dan
5 Desa Maluk, dengan usaha pengelolaan sampah dan air bersih. Sampai dengan saat ini, kelembagaan BUMDes masih ada, namun usaha yang dilakukan tidak bisa berkembang, padahal fasilitas telah disediakan oleh perusahaan seperti truk sampah dengan biaya operasionalnya, TPA (tempat pembuangan akhir), dan sambungan air bersih yang operasionalnya juga disubsidi perusahaan. Namun BUMDes tidak bisa berkembang karena kelembagaan dan kepercayaan masyarakat rendah terhadap pengurus. Kelembagaan BUMDes dikelola oleh sumberdaya yang terbatas dan standar operasional yang mengatur peran pengurus belum ada. Disisi lain, kepercayaan masyarakat rendah karena ada dugaan pengurus kurang transparan, hal ini dibuktikan dengan tidak seluruh pelanggan membayar restribusi. Pengelolaan sampah plastik juga menjadi program CSR perusahaan melalui Koperasi Lang Lebo. Program sempat berjalan selama dua tahun, namun setelah perusahaan tidak mendukung operasional koperasi, program pengelolaan sampah plastik tidak berjalan. Kelembagaan koperasi tidak menjadi fokus untuk dibangun, sehingga ketergantungan koperasi pada perusahaan sangat tinggi. Alokasi dana CSR bidang pertanian, diarahkan ke beberapa kelompok masyarakat yang berkaitan dengan pertanian, seperti Kelompok P3A, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Perusahaan mengharapkan program KSM pada akhirnya dapat mengarah ke positif, namun pada faktanya justru menimbulkan konflik pada komunitas penerima manfaat. Perselisihan aparatur desa dengan masyarakat, perselisihan anggota KSM penerima program dengan pengurus, telah menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa dan pengurus KSM. Konsekuensi lebih lanjut ialah KSM tidak memiliki dana yang terkelola sehingga pada akhirnya kelompok tidak berkembang. Kerekatan dan keikutsertaan sosial mengurangi resiko konflik antar individu maupun antar kelompok, dan mempromosikan akses yang adil terhadap hasil-hasil pembangunan dengan cara meningkatkan partisipasi orang-orang yang terpinggirkan atau minoritas. Kerekatan sosial mewujudkan diri dalam individuindividu yang bersedia dan mampu bekerjasama untuk menyelesaikan masalah bersama, memenuhi kebutuhan bersama, dengan cara yang beradab, tidak konfrontatif, dan dengan menghargai berbagai perbedaan kepentingan yang ada. keikutsertaan sosial mempromosikan akses yang adil terhadap berbagai kesempatan, dan menghilangkan hambatan-hambatan formal dan informal untuk berpartisipasi. Robert Putnam dalam Sarosa dan Amri (2008), menjabarkan sedikitnya tiga alasan mengapa modal sosial merupakan hal penting bagi kemajuan masyarakat: Pertama, modal sosial memungkinkan masyarakat untuk menyelesaikan masalah-masalah bersamanya secara lebih mudah. Seringkali masyarakat akan lebih baik kalau mereka bekerja sama, masing-masing melaksanakan peran sebagaimana diharapkan. Tokoh masyarakat Desa Benete, mengungkapkan bahwa gotong royong dan tolong menolong sebagai suatu pranata lokal yang telah mengalami transformasi sehingga praktik dan sifat gotong royong tidak lagi sebagaimana kondisi pada masa sebelum adanya tambang. Sebagai komunitas yang memiliki karakter agraris, pada masa lalu (sebelum tambang) tatanan sosial budaya yang berkembang adalah gotong royong dan tolong menolong. Kegiatan gotong royong tersebut berlangsung untuk berbagai aspek kehidupan, seperti: bercocok tanam (basiru), membangun rumah (basenata), melaksanakan upacara adat dan ritual
6 (perkawinan, sunatan, dan upacara selamatan lainnya), membersihkan kampung, membangun fasilitas umum (masyarakat) dan sebagainya. Aktivitas gotong royong dan tolong-menolong saat ini telah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini bentuk gotong royong dalam arti sumbangan tenaga secara sukarela banyak diganti dengan bantuan berupa materi atau uang. Sebagian besar penduduk bekerjadi PT NNT dan perusahaan lainnya menyebabkan sebagian besar waktudigunakan untuk bekerja sehingga tidak banyak waktu untuk kegiatan yang kurang produktif. Perubahan perilaku masyarakat sebagai gambaran realitas yang terjadi akibat program CSR PT. NNT masih perlu dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat. Menurut Putnam dalam Lawang (2005) “kapital sosial menunjuk pada bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan, yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Oleh karena itu pertanyannya: bagaimana strategi penguatan modal sosial kelompok swadaya masyarakat pada program comdev PT NNT Perumusan Masalah
The world Business Counsil for Sustainable Development mendifinisikan CSR sebagai sebuah komitemen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. CSR sendiri telah dilakukan oleh perusahaan PT NNT sejak mulai tahun 1997 hingga saat ini dengan berbagai bentuk program. Oleh karena itu, untuk mengetahui dan menganalisis pertanyaan utama yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan spesifik dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana implementasi program comdev yang dilaksanakan oleh PT NNT ? Implementasi dari program comdev perusahaan dilakukan dalam dua bentuk yaitu infrastruktur dan capacity building. Dari berbagai program capacity building yang dilaksanakan perusahaan, KSM merupakan salahsatu dari program yang dilaksanakan di Desa Benete. KSM digambarkan sebagai program yang sangat penting untuk mensejahterakan masyarakat. Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, maka pertanyaan spesifik kedua yaitu bagaimana implementasi program KSM dilaksanakan? Pelaksanaan program CSR perusahaan secara tidak langsung mempengaruhi modal sosial secara keseluruhan yang dimiliki masyarakat. Berbeda halnya dengan modal finansial yang dapat dihitung nilai kuantitatifnya, maka modal sosial tidak dapat dihitung secara pasti. Dapat dikatakan, bahwa pengeluaran biaya perusahaan untuk program KSM merupakan investasi perusahaan untuk memupuk modal sosial sehingga pada akhirnya program dapat berkelanjutan. Oleh karena itu, maka pertanyaan spesifik ketiga adalah Bagaimana bentuk modal sosial KSM di Desa Benete ?
7 Tujuan Kajian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan utama kajian ini adalah untuk merumuskan strategi penguatan modal sosial KSM pada program community development PT NNT. Adapun tujuan penelitian secara lebih rinci dirumuskan sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan implementasi program comdev yang dilaksanakan oleh PT. NNT. 2. Mendeskrisikan implementasi program KSM. 3. Menganalisis bentuk modal sosial KSM. 4. Menyusun strategi penguatan modal sosial KSM pada program comdev PT. NNT. Manfaat Kajian Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap upaya pemberdayaan masyarakat secara umum. Secara khusus studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih referensi bagi PT. Newmont Nusa Tenggara dalam merumuskan kebijakan dan mengimplementasikan program CSR, sehingga lebih memperkuat modal sosial masyarakat.
Ruang Lingkup Kajian Sesuai dengan tujuan penelitian maka ruang lingkup dari penelitian ini difokuskan pada desain pengembangan program CSR PT NNT dalam meningkatkan modal sosial komunitas di Desa Benete khususnya masyarakat penerima manfaat program KSM. Adapun sesuai dengan tujuan spesifik dari kajian adalah bentuk program KSM dan pengaruh program terhadap modal sosial kelompok masyarakat.
8
2 PENDEKATAN TEORITIS Bagian ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran. Tinjauan pustaka menjelaskan beberapa hal yaitu, Corporate Social Responsibility (CSR), Implementasi CSR di Indonesia, manfaat CSR bagi perusahaan, modal sosial dan manfaat modal sosial. Kerangka pemikiran konseptual akan dibahas tentang kerangka yang akan menjadi alur fikir. Dari kerangka pemikiran konseptual akan dihasilkan suatu bagan alir dari penelitian. Tinjauan Pustaka Corporate Social Responsibility (CSR) Revolusi industri pada dekade 19-an, telah mengakibatkan adanya ledakan industri. Di era itu, korporat memandang dirinya sebagai organisasi yang bertujuan mengeruk keuntungan semata. Kontribusinya terhadap komunitas hanya berupa penyediaan lapangan kerja dan mekanisme pajak yang dipungur pemerintah. Padahal komunitas membutuhkan lebih dari itu. Kegiatan ekonomi yang dilakukan korporat telah membawa kerusakan pada lingkungan, yang acapkali biaya pemulihannya dibebankan pada komunitas/pemerintah. Seiring perkembangan teori manajemen, periode 1970-an korporat pun mulai menyadari pentingnya peran lingkungan internal dan eksternal terhadap keberadaannya. Komunitas tidak lagi dianggap sebagai konsumen semata, melainkan juga sebagai mitra (partnership). Maka lahirlah istilah CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan (Rahman 2009) Konsep CSR sendiri sebenarnya bukanlah baru sama sekali. Ketentuan mengenai kegiatan CSR di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang menyatakan bahwa setiap perseroan atau penanam modal berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan perusahaan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Pengaturan CSR juga bertujuan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungannya. Dengan demikian CSR merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, bukan kegiatan yang bersifat sukarela menurut Wahyudi dan Azheri, seperti yang dikutip Yintayani (2011). Sebenarnya definisi CSR sangatlah beragam, bergantung pada visi dan misi korporat yang disesuaikan dengan needs, desire, wants, dan interest komunitas. Beberapa definisi CSR seperti yang dikemukakan oleh Rahman (2009) diantaranya, Chambers mendifinisikan melakukan tindakan sosial (termasuk kepedulian terhadap lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan undang-undang. Trinidad and Tobacco Bureau of Standards mendifinisikan Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih luas. The world Business Counsil for Sustainable Development mendifinisikan komitemen bisnis untuk berkontribusi dalam
10 pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Menurut John Elkington seperti dikutip Tonny (2013), dari sudut perusahaan, CSR merupakan proses internalisasi faktor-faktor eksternal (the internalization of externalities) yang merujuk kepada tripel bottom line (3P), yakni People, Planet, dan Profit. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Konteks pembangunan CSR tidak hanya berorientasi pada produksi, tetapi seperti telah dinyatakan diatas bahwa CSR harus berorientasi pada pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial perusahaan perlu dikonstruksikan dalam suatu kerangka pergeseran paradigma dari “production center development” ke “people center development”. Dengan demikian aksi CSR dicirikan dengan implementasi prisnsip-prinsip desentralisasi, partisipasi, pemberdayaan, pelestarian, jejaring, teritorial, dan ekonomi lokal. Merujuk pada pemikiran Lubis seperti dikutip Tonny (2013), maka prosesproses pemberdayaan dalam tanggung jawab sosial perusahaan dimplementasikan dalam aksi-aksi (Gambar 1) 1. Advokasi (advocacy): upaya untuk mengubah atau mempengaruhi perilaku penentu kebijakan: pemerintah, perusahaan, dan stakeholders lainnya agar berpihak pada kepentingan masyarakat pedesaan dan komunitas pertanian melalui penyampaian pesan-pesan yang didasarkan pada argumentasi yang bisa dipertangung jawabkan secara ilmiah, legal, dan moral. Melalui kegiatan ini dilakukan identifikasi dan pelibatan semua stakeholders dan sektor yang relevan dengan aksi CSR di berbagai ara untuk mendukung program CSR Perusahaan; 2. Pengorganisasian Komunitas (Community Organizing): agar masyarakat pedesaan dan pertanian mempunyai arena untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan atas masalah disekitarnya. Bila terorganisir, masyarakat juga akan mampu menemukan sumberdaya yang dapat mereka manfaatkan dalam CSR. Biasanya, dalam pengembangan masyarakat, dibentuk kelompok-kelompok petani sebagai wadah refleksi dan aksi bersama anggota komunitas pedesaan dan pertanian. Pengorganisasian ini bisa dibentuk berjenjang: ditingkat komunitas, antar komunitas di tingkat desa ditingkat kecamatan dan seterusnya sampai ketingkat nasional bahkan regiaonal; 3. Pengembangan Jejaring(Networking and Alliance Building) tanggung jawab sosial perusahaan: menjalin kerjasama dengan pihak lain agar bersama-sama saling mendukung untuk mencapai tujuan tanggung jawab sosial perusahaan, misalnya dengan kelembagaan keuangan, agribisnis, dan agroindustri. Jejaring dan saling percaya merupakan salah satu unsur penting dari modal sosial, sehingga menjadi komponen penting dalam pengembangan tanggung jawab sosial perusahaan; 4. Pengembangan Kapasitas (Capacity-Building): meningkatkan kemampuan warga masyarakat desa dan pertanian di segala bidang (termasuk untuk advokasi,mengorganisir diri sendiri, dan mengembangkan jejaring) dalam
11 tanggung jawab sosial perusahaan. Pengembangan kapasitas sebagai peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi, dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Peningkatan kemampuan individu mencakup perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan; peningkatan kemampuan kelembagaan meliputi perbaikan organisasi dan manajemen keuangan, dan budaya organisasi; peningkatan kemampuan masyarakat pedesaan dan pertanian, mencakup kemandirian, keswadayaan, dan kemampuan mengantisipasi perubahan; dan 5. Komunikasi, informasi dan edukasi tanggung jawab sosial perusahaan: proses pengelolaan informasi, pendidikan masyarakat, dan penyebaran informasi untuk mendukung keempat komponen di atas dalam tanggung jawab sosial perusahaan. Pengelolaan informasi juga menyangkut mencari dan mendokumentasikan informasi agar informasi selalu tersedia bagi masyarakat yang memelukannya, seperti informasi. Kegiatan edukasi diperlukan agar kemampuan masyarakat dalam segala hal meningkat, sehingga masyarakat mampu mengatasi masalahnya sendiri setiap saat. Untuk mendukung proses komunikasi, berbagai media komunikasi (modern-tradisional;massa-individu-kelompok) perlu dimanfaatkan dengan kreatif.
PENGORGANISASIAN KOMUNITAS
ADVOKASI
KOMUNIKASI, INFORMASI, EDUKASI PENGEMBANGAN KAPASITAS
PENGEMBANGAN JARINGAN
Gambar 1. Aksi pengembangan masyarakat CSR Dalam Perspektif Community Depelovment (CD) M Badri seperti yang dikutip Sumardiyono (2007), Saat ini banyak perusahaan swasta mengembangkan apa yang disebut Corporate Social Responsibility (CSR), dan Corporate Citizenship (CC). Berdasarkan sifatnya, pelaksanaan program CSR dapat dibagi dua, yaitu : 1. Program Pengembangan Masyarakat (Community Development/CD); 2. Program Pengembangan Hubungan / Relasi dengan publik (RelationsDevelopment/RD). Sedangkan Corporate Citizenship (CC) adalah cara perusahaan bersikap atau memperlihatkan perilaku ketika berhadapan dengan para pihak lain sebagai salah satu cara untuk memperbaiki reputasi dan meningkatkan keunggulan kompetitif. Corporate Citizenship juga menyangkut pada masalah pembangunan sosial (social development) dan dilakukan pada konteks partnership dan tata
12 kelola (governance). Prinsip ini memperhatikan pembangunan masyarakat, perlindungan dan pelestarian lingkungan untuk keberlanjutan lingkungan dan membantu memperbaiki kualitas hidup manusia. Corporate citizenship ini dilakukan melalui manajemen internal yang lebih baik, membantu memberikan bantuan sumberdaya untuk pembangunan sosial dan kemitraan dengan masyarakat bukan bisnis dan masyarakat luas. Praktik paling terkenal dari CSR adalah Community Development (comdev), walau keduanya tidaklah dapat disamakan. Comdev didefinisikan sebagai upaya sistematik meningkatkan kemampuan masyarakat, terutama kelompok-kelompok paling tidak beruntung, dalam pemenuhan kebutuhan berdasarkan potensi seluruh sumberdaya yang dapat diaksesnya. Alyson Warhurst seperti yang dikutip Sumardiyono (2007), berpendapat, hubungan CSR dan masyarakat terwujud dalam empat hal utama, yaitu : 1. kontribusi pada pengembangan masyarakat (comdev); 2. pengikutsertaan (pemrioritasan) kesempatan kerja dan usaha; 3. pembiayaan sesuai kerangka legal; dan 4. tanggapan atas harapan kelompok kepentingan. Pengkategorian Warhust memperjelas bahwa comdev merupakan salah satu komponen sangat penting CSR Budimanta dalam Rudito dan Famiola (2013) menyebutkan bahwa, Community development adalah kegiatan pembangunan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya. Secara hakekat, Community development merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan komunitas lokal menurut Rudi dalam Rudito dan Fabiola (2013) Implementasi CSR di NNT Menurut Sarosa dan Amri (2008), Penghujung 2005 dicatat sebagai salah satu puncak momentum CSR di Indonesia lewat kehadiran CSR Award. Terlepas dari banyaknya kelemahan disana-sini, terutama dari sudut pandang konsep dan praktiknya sebagai strategi publikasi tidak berlebihan jika CSR Awards disebut sebagai momentum penting dalam meningkatkan kesadaran perusahaan akan keharusan memasukkan CSR sebagai bagian integral strategi bisnis. Sebelumnya, Asian institute of Management juga menggelar Asian Forum on Corporate Social Responsibility bertema Exploring CSR Strategi for Business. Gabungan kedua momen itu tak pelak menghasilkan peningkatan perhatian yang signifikan terhadap isu CSR di negeri ini. Perkembangan konsep dan praktek CSR di Indonesia tentu tak lepas dari perubahan geopolitik ekonomi internasional. Globalisasi yang mengusung isu demokratisasi membawa implikasi dimasukkannya agenda HAM serta penguatan masyarakat sipil, sekaligus kesempatan penting bagi perluasan sayap bisnis. Tetapi kesempatan ini tidak boleh dibaca sebagai peluang memperluas eksploitasi SDA dan SDM semata. Dengan kata lain proses perluasan bisnis (khususnya yang dilakukan perusahaan multinasional) harus diiringi kesadaran adanya kesempatan memeratakan kesejahteraan. Komitmen ini selayaknya diterjemahkan dengan
13 menempatkan perusahaan sebagai tetangga yang baik, dengan komitmen penuh pada upaya peningkatan kesejahteraan komunitas lokal dan pelestarian lingkungan. Ikhtisar eksekutif persepsi komunitas dan pemangku kepentingan lainnya terhadap pengembangan masyarakat dalam kerangka tanggungjawab sosial PT. Holcim Indonesia Tbk (HIL) Pabrik Narogong, disebutkan bahwa HIL mendefinisikan CSR-nya sebagai komitmen HIL untuk bekerja sebagai mitra bagi para pemangku kepentingannya dan memelihara hubungan yang dilandasi saling menghargai dan saling percaya. Hal ini dituangkan dalam slogan HIL yaitu “membangun bersama”. Sebagai mitra masyarakat desa, CSR HIL ingin berperan sebagai motivator yang menumbuhkan inisiatif, partisipasi dan keswadayaan dari masyarakat dan stakeholders lainnya agar berlangsung pembangunan yang berkelanjutan. Dalam kebijakannya HIL memiliki struktur tatakelola yang memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan, mengelola resiko bisnis, menjaga nama baik dan memiliki tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat termasuk kesejahteraan warga sekitar dan lingkungan. Program CSR HIL dalam Periode 2006-2010 meliputi: (1) Infrastruktur, yang meliputi pembuatan jalan, drainase, pembangunan kantor desa, gedung sekolah, fasilitas olahraga dan tempat ibadah; (2) Pemberdayaan Ekonomi, yakni dana bergulir (revolving fund) untuk peternakan (ayam, kambing), pertanian, persewaan traktor, paving block, usaha, jasa, warung, perdagangan, bengkel motor, dan lain-lain; (3) Pendidikan, berupa beasiswa yang diberikan kepada anak-anak yang tergolong kurang mampu dari tingkat SD, SMP dan SMA. Program EVE yang bekerjasama dengan Politeknik Negeri Jakarta (PNJ); dan (4) Aspek Sosial, yang terdiri dari posyandu, penyuluhan kesehatan, penyuluhan hukum, khitanan masal, pelatihan las, pemberian paket lebaran, dana santunan untuk anak yatim piatu, hewan kurban, dan pembinaan pemuda. Pola pelaksanaan CSR yang dilakukan HIL diawali dengan pelaksanaan Forum Komunikasi Masyarakat (FKM) baik di aras desa dan aras kecamatan setiap tahunnya. Tujuan pelaksanaan Forum Komunikasi Masyarakat (FKM) ini yaitu untuk berdialog secara langsung dengan aparat dan perwakilan warga desa seperti kepala desa, kepala dusun, ketua RW/RT, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda dan masyarakat umum mengenai program kemitraan HIL. Kegiatan yang dilakukan selama FKM ini diantaranya pemaparan semua program kemitraan HIL yang telah dan sedang dilakukan pada tahun tersebut di seluruh desa mitra. Selain itu dilakukan juga diskusi kendala yang dihadapi selama implementasi program kemitraan pada tahun tersebut berikut rencana program kemitraan di tahun selanjutnya. PT. Chevron Pasifik Indonesia (CPI) dalam melaksanakan CSR-nya, langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang Public Relations (PR) atau pihak yang menjalankan fiingsi PR dalam sebuah perusahaan dalam rangka mensosialisasikan atau mengkomunikasikan sebuah program kerja adalah menentukan sasaran, yaitu mengidentifikasi pihak-pihak mana saja yang menjadi target sasaran dari program CSR CPI atau yang mempunyai hubungan, serta kepentingan dengan program tersebut. Pihak-pihak yang menjadi sasaran dalam mengkomunikasikan dan meiaksanakan program CSR CPI terdiri dari: masyarakat secara luas, media (wartawan atau jumalis), Internal PT CPI (karyawan/shareholder), LSM, pihak
14 akademisi, pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan masih ada lagi sasaran lain yang mempunyai kepentingan dalam program CSR CPI ini. Karena intinya semua khalayak tersebut memiliki peranan masing-masing dalam menyukseskan pelaksanaan program CSR CPI. Program-program CSR CPI itu dibuat tergantung dari adanya masukan-masukan atau ide-ide dari divisi-divisi lain dan tidak menutup kemungkinan divisi CSR sendiri yang menyusun program tersebut. Namun, tetap saja setelah adanya rencana program CSR apa yang akan dilakukan, maka divisi CSR yang akan tetap mengelola pelaksanaan dari aktivitas CSR tersebut. Ketika proses kegiatan CSR dilaksanakan, maka yang bertanggung jawab secara penuh adalah pihak Community Depelopment (CD), Corporate Communication CPI. Namun, pelaksanaannya pun harus berlandaskan rencana yang telah ditetapkan oleh divisi CSR dan disepakati bersama sebelumnya. PT. Newmont Nusa Tenggara menyatakan dalam visi korporasi tambang Newmont (NMC) yaitu menjadi perusahaan tambang yang paling dihargai dan dihormati melalui pencapaian kinerja terdepan dalam industri tambang. Guna mencapai visi tersebut, salah satu nilai utama NMC adalah mewujudkan kepemimpinan di bidang keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan dan tanggungjawab sosial. Newmont berkeyakinan bahwa melaksanakan tanggung jawab sosial merupakan hal penting bagi bisnis, dan hal itu diwujudkan dengan membangun hubungan berdasarkan atas kepercayaan serta nilai tambah bagi masyarakat dimana Newmont beroperasi. Hal ini dapat dicapai dalam kepemimpinan, dan penerapan sistem manajemen formal yang andal, yang mendukung pengambilan keputusan secara efektif, mengelola resiko perusahaan dan mendorong peningkatan yang berkelanjutan. Pelaksanaan perencanaan program CSR, PT. NNT menerapkan strategi perencanaan secara partisipatif. Beberapa metode yang digunakan diantaranya Participatory Rural Appraisal (PRA), Participatory Wealth Ranking (PWR), Future Search Dialog (FSD) dan Ziel-Orientierte Projekt Planung (ZOPP). Untuk implementasi program CSR, pelaksanaan program melalui kemitraan dengan pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, konsultan dan kontraktor lokal, perguruan tinggi dan kelompok masyarakat. Untuk monitoring evaluasi program CSR, PT. NNT menggunakan dua pendekatan, yaitu: 1. Secara Internal dengan melakukanPemantauan dan Evaluasi secara Partisipatif 2. Secara Eksternal dengan melibatkan lembaga mitra seperti, LP3ES, Dampak Sosial Ekonomi dan Perikanan oleh PPLH, P3L (Universitas Mataram) dan LPEM-FEUI, Implementasi Program oleh Gemilang dan Transform NTB, INDEF Jakarta, Mitra Samya Mataram, Five Star Team, ISO14001 Terdapat lima bidang pokok yang menjadi program utama PT. NNT, yaitu: (1) Kesehatan; (2) Pendidikan: (3) Usaha Ekonomi Masyarakat; (4) Pertanian dan Pariwisata; dan (5) Sosial budaya dan keagamaan.
15 Beberapa kegiatan CSR bidang pertanian di Desa Benete, diantaranya: peningkatan produktivitas hasil panen lahan pertanian, peningkatkan akses permodalan kegiatan usaha produktif bagi perempuan petani, pembangunan infrastruktur (embung) dan penguatan kapasitas kelompok Manfaat CSR Menurut Sarosa dan Amri (2008), Aktivitas CSR masih relatif baru di Indonesia, saat ini masih sulit menemukan bukti kongkrit manfaat aktivitas CSR tersebut dalam jangka panjang. Selain itu masih sedikit alat-alat evaluasi yang dapat digunakan untuk menilai dampak dari aktivitas CSR. Meskipun demikian, berikut ini akan ditampilkan hal-hal yang diperkirakan menjadi manfaat CSR dalam hal penguatan modal sosial dan kerekatan sosial, baik dalam jangka pendek, menegah dan panjang bagi perusahaan. Dalam jangka pendek, aktivitas yang bertujuan memperkuat kerekatan sosial memberi manfaat (output) bagi perusahaan dalam beberapa bentuk. Manfaat yang pertama tentunya adalah citra positif bagi perusahaan yang peduli dan bertanggungjawab terhadap kondisi masyarakat yang ada disekitarnya. Dengan masyarakat dan investor yang semakin kritis terhadap kinerja perusahaan, citra positif tentunya menjadi hal penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Masyarakat cenderung ingin membeli produk dari perusahaan yang memiliki reputasi baik, demikian juga investor ingin menanamkan uangnya pada perusahaan yang bertanggungjawab. Manfaat jangka pendek lainnya adalah terciptanya interaksi yang dinamis antar pegawai perusahaan. Aktivitas CSR (walaupun tidak semua) seringkali membutuhkan terjadinya interaksi antar pegawai dari lintas divisi dan lintas tingkat manajemen, yang konteksnya yang berbeda dari interaksi yang terjadi sehari-hari di perusahaan. Dalam jangka menengah, aktivitas CSR memberi manfaat (outcome) secara internal berupa kepuasan batin pegawai terhadap perusahaan. Manfaat CSR jangka menengah lainnya adalah jejaring strategis yang dapat dibangun perusahaan untuk kelancaran dan pengembangan usahanya di masa depan. Dalam konteks CSR sebuah perusahaan mendapat kesempatan untuk bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang biasanya tidak ada hubungannya dengan perusahaan tersebut, misalnya lembaga pemerintah, lembaga PBB, Bank Dunia, dan lembaga Swadaya Masyarakat. Lembaga-lembaga semacam ini dapat memberi masukan strategis bagi perusahaan tentang topik-topik pembangunan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan. Selain itu, bekerjasama dengan lembaga-lembaga ini dapat pula meningkatkan profil perusahaan yang bersangkutan pada tingkat nasional dan internasional. Manfaat jangka menengah lain adalah terciptanya kondisi yang mendukung perusahaan untuk melangsungkan aktivitas. Dalam jangka panjang, modal sosial dan kerekatan sosial yang baik memberi manfaat (impact) dalam hal mendukung terciptanya kondisi ekonomi yang lebih baik. Dalam sebuah masyarakat yang saling percaya, aktivitas ekonomi akan tumbuh lebih tinggi, dan hal ini akan berdampak baik pada kinerja keuangan perusahaan dan juga kelangsungan hidup perusahaan secara jangka panjang (sustainable).
16 Manfaat bagi masyarakat, dalam jangka pendek, aktivitas CSR bertujuan memperkuat kerekatan sosial memberi manfaat (output) kepada masyarakat dalam beberapa bentuk aktivitas itu sendiri. Untuk aktivitas CSR yang memang dirancang untuk secara langsung mengurangi kesenjangan sosial atau meningkatkan kerekatan sosial, dampak langsung yang tercipta adalah meningkatnya interaksi antar kelompok-kelompok masyarakat yang biasanya mungkin jarang beriteraksi. Manfaat jangka pendek lain yang biasa terbangun dari aktivitas CSR adalah tersedianya layanan-layanan sosial/publik yang selama ini sulit diperoleh kelompok masyarakat tertentu. Layanan-layanan ini dapat berupa layanan kesehatan dan pendidikan bagi penduduk miskin, terpencil, atau yang terkena dampak langsung dari aktivitas perusahaan. Untuk jangka menengah, manfaat (outcome) yang tercipta adalah meningkatnya kemampuan atau kapasitas masyarakat untuk bekerjasama. Hal ini dapat terbangun dari aktivitas-aktivitas CSR yang mengharuskan terjadinya kerjasama antar anggota masyarakat, misalnya penguatan ekonomi yang dilakukan per kelompok, pengembangan koeperasi, penyediaan dana bergulir, penyediaan Block grant yang penggunaannya harus ditentukan, dilaksanakan, dan diawasi sendiri oleh masyarakat secara partisipatif. Manfaat jangka menengah lainnya adalah terciptanya jejaring yang dibutuhkan oleh kelompok-kelompok masyarakat untuk mengembangkan aktivitas ekonominya maupun untuk meningkatkan kondisi kehidupannya. Dalam aktivitas CSR yang bertujuan mengembangkan aktivitas ekonomi atau usaha kecil dan mikro, salh satu faktor yang biasanya dibangun adalah jejaring antara produsen (masyarakat) dengan pembeli, lembaga pengembangan kapasitas usaha, dan lembaga penjamin mutu. Dalam kondisi normal, mungkin agak sulit bagi masyarakat kecil untuk mengakses mereka secara langsung. Untuk jangka panjang, aktivitas CSR tentu dapat memberi manfaat (impact) berupa meningkatnya modal sosial dan kerekatan sosial pada masyarakat. Misalnya, interaksi antar kelompok yang tercipta dengan katalis aktivitas CSR dapat meningkatkan rasa keakraban, kekompakan , saling percaya, dan saling mendukung antar kelompok-kelompok masyarakat. Selain itu kesenjangan antar kelompok juga dapat berkurang sehingga tumbuhlah suasana yang lebih bermoral, beretika, saling menghargai, berbagi, dan berkompetisi secara sehat. Manfaat bagi hubungan antara perusahaan dan masyarakat, dalam jangka pendek adalah didapatnya “ijin sosial” untuk beroperasinya sebuah perusahaan (social license to operate). Manfaat jangka menengah adalah tumbuhnya modal sosial dan kerekatan sosial antara perusahaan dan masyarakat itu sendiri. Manfaat jangka panjang (impact) dari kondisi hubungan perusahaan-masyarakat yang baik adalah keberlanjutan usaha (sustainability) yang lebih tinggi. Dengan hubungan sosial yang baik dengan masyarakat yang ada disekelilingnya, kemungkinan sebuah sebuah perusahaan untuk mejalankan usahanya dalam jangka panjang akan lebih tinggi. Bagi PT NNT, program CSR ,diantaranya bertujuan untuk mendapatkan dukungan masyarakat terhadap operasional perusahaan “lisensi sosial”, meningkatkan ekonomi masyarakat, peningkatan akses layananan pendidikan, kesehatan, dan pertanian dengan terbangunnya fasilitas; peningkatan produktivitas hasil pertanian serta kegiatan social dan keagamaan semakin kuat.
17 Modal Sosial Dalam menjalankan usahanya, sebuah perusahaan memerlukan modal dalam bentuk yang beraneka ragam. Bentuk modal yang paling banyak dibicarakan dan diajarkan dalam bidang ekonomi dan bisnis adalah modal fisik (physical capital) dan modal manusia (human capital). Modal fisik contohnya adalah bahan baku, mesin, peralatan kerja dan lokasi atau tempat usaha. Dengan modal fisik, sebuah perusahaan manufaktur dapat mengubah bahan baku menjadi bahan olahan yang memiliki nilai tambahn. Sedangkan modal manusia berupa keahlian dan tenaga yang dihitung dengan satuan waktu. Tanpa adanya modal manusia, sebuah perusahaan tidak dapat beroperasi karena tidak ada yang merancang sistem produksi perusahaan tersebut, juga tidak ada yang membeli bahan baku, mengoperasikan mesin, memasarkan produk, dan seterusnya. Selain modal fisik dan modal manusia, ada bentuk modal lain yang tak kalah penting dalam menjalankan usaha. Sayangnya, bentuk modal ini baru mendapat perhatian dari dunia usaha sejak tahun 1970-an, dan baru mulai populer sejak tahun 1990-an. Yang dimaksud adalah modal sosial (social capital) (Sarosa dan Amri 2008). Putnam (2000) menyatakan bahwa modal sosial mengacu pada esensi dari organisasi sosial, seperti trust, norma dan jaringan sosial yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih terkoordinasi, dan anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama, dan mempengaruhi produktifitas secara individual maupun berkelompok. Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Modal sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas. Untuk mempermudah memahami modal sosial pada tataran praktis, Bank Dunia membagi modal sosial dalam lima dimensi; kelompok dan jejaring, kepercayaan dan solidaritas, kemampuan kerjasama dan bertindak bersama, informasi dan komunikasi, serta kerekatan dan keikutsertaan sosial. Kelompok dan jejaring merupakan kumpulan individu yang menganggap penting hubungan antar pribadi yang terbagi di antara masing-masing individu tersebut. Mereka meyakini hubungan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Dukungan kelompok dan berbagai aktivitas dengan sesama anggota jejaring sangat penting untuk membangun modal sosial. Keterlibatan anggota kelompok untuk mengorganisasi diri dan menggalang sumberdaya untuk menyelesaikan masalah-masalah bersama merupakan sebagian manfaat dari kelompok dan jejaring yang memperkuat modal sosial.
18 Kepercayaan (trust) dan solidaritas mencerminkan perilaku antar individu yang mendukung terciptanya kerekatan sosial dan tindakan bersama yang lebih kuat. Kepercayaan dan solidaritas membentuk pemikiran dan sikap masingmasing anggota kelompok mengenai bagaimana berinteraksi dengan anggota lain. Ketika individu-individu dalam suatu komunitas saling mempercayai dan menghargai, mereka dapat mencapai kesepakatan dan mengadakan transaksi secara lebih mudah. Kemampuan kerjasama dan bertindak bersama merupakan kemampuan kelompok dalam menyelesaikan masalah-masalah dan mencapai tujuan-tujuan bersama. Tujuan tindakan bersama mungkin saja berbeda-beda tergantung komunitasnya. Sebagai contoh, tindakan bersama dapat terdiri dari berbagai aktivitas yang diorganisasi oleh komunitas untuk membangun dan memelihara infrastruktur desa. Tindakan bersama juga penting untuk mewujudkan tatapemerintahan dan akuntabilitas publik yang baik. Informasi dan komunikasi merupakan simpul dari berbagai interaksi sosial, dan berperan penting untuk membangun modal sosial yang positif. Aliran informasi dua arah (vertikal) antara masyarakat lokal dan penentu kebijakan merupakan hal penting dari proses pembangunan. Aliran informasi dua arah (horizontal) memperkuat kapasitas masyarakat dengan cara menyediakan mediauntuk berbagi dan bertukar pengetahuan dan ide. Dialog yang terbuka akan membengun perasaan sebagai satu komunitas, sedangkan kerahasiaan hanya akan menghasilkan kecurigaan dan ketidakpercayaan. Kerekatan dan keikutsertaan sosial mengurangi resiko konflik antar individu maupun antar kelompok, dan mempromosikan akses yang adil terhadap hasil-hasil pembangunan dengan cara meningkatkan partisipasi orang-orang yang terpinggirkan atau minoritas. Kerekatan sosial mewujudkan diri dalam individuindividu yang bersedia dan mampu bekerjasama untuk menyelesaikan masalah bersama, memenuhi kebutuhan bersama, dengan cara yang beradab, tidak konfrontatif, dan dengan menghargai berbagai perbedaan kepentingan yang ada. keikutsertaan sosial mempromosikan akses yang adil terhadap berbagai kesempatan, dan menghilangkan hambatan-hambatan formal dan informal untuk berpartisipasi. Josairi Hasbullah dalam Sarosa dan Amri (2008), mengutip adanya dua jenis modal sosial yang tercipta di suatu komunitas: Modal Sosial yang Mengikat (bonding social capital) adalah ikatan-ikatan (biasanya ikatan yang kuat) antara orang-orang dalam situasi yang sama, misalnya anggota keluarga, teman dekat, dan tetangga. Modal sosial yang menjembatani (bridging social capital) adalah ikatan-ikatan (biasanya ikatan yang lemah) antara orang-orang yang situasinya tidak persis sama, misalnya teman jauh atau rekan kerja. Dalam Ibrahim (2002), disebutkan bahwa para ahli sosial membedakan konsep modal sosial dengan konsep modal budaya (cultural capital), modal manusia (human capital) dan tentunya modal keuangan, serta modal fisik. Pierre Boudieu menggunakan istilah modal sosial bersamaan dengan modal budaya sebagai: “...stoks of knowledge an individual acquires based on informal social networks...basically where the person grew up and who their parents and friens were”
19 Penekanan batasan modal budaya adalah pada kemampuan yang dimiliki individu diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan sosialnya. Definisi modal manusia lebih menekankan pada pengetahuan, pengamalan, kualitas yang dimiliki seseorang (individu). Tegasnya dikatakan sebagai “inside your brain”. Atau Jamaes coleman mengatakannya sebagai “inside people’s heads”. Didalam suatu organisasi atau perusahaan, modal manusia dianalogikan sebagai pekerja (workers). Dalam bukunya berjudul: Structural Holes, Ronald S. Burt menuliskan modal sosial sebagai, “...natural qualities – charm, healt, intellegence and looks – combined with the skills you have acquired in formal education and job experience give you abilities to excel at certain task” Kemudian Burt membedakannya dengan modal keuangan (financial capital) sebagai uang tunai yang dimiliki, simpanan di bank, investasi, fasilitas kredit. Batasan modal keuangan lebih jelas, tetapi ada yang memasukkan modal keuangan sebagai bagian dari modal fisik secara material. Modal fisik dikaitkan dengan benda, alat, mesin, gedung, infrastruktur fisik, jaringan transportasi, buatan manusia atau bentuk material lain, yang memfasilitasi kegiatan manusia. Pieree Boudieu dan James Coleman (1970) mengatakan bahwa modal sosial adalah: “the resources, asset and advantages individuals acquire as participant in a social or community setting” Jelas, bila dibandingkan dengan modal budaya, modal manusia yang dimiliki oleh individu, maka modal sosial bukan milik individual, tetapi sebagai hasil dari hubungan sosial antar individu. Coleman melakukan pengukuran modal sosial melalui survey dengan mengkobinasikan tingkat kepercayaan di tingkat individu dengan mengukur keanggotaan yang tercermin dalam proses sosial. Baginya penting untuk mengukur keanggotaan (organisasi sukarela, organisasi civic, waktu yang dihabiskan untuk kegiatan sukarela) sebagai deskripsi modal sosial, karena merefleksikan derajat civic engagement dan hubungan horisontal yang alami. Selanjutnya, rumusan modal sosial menurut Portes sebagai berikut: “social capital” as the capacity of individuals to command scarce resources by vitue of their membership in networks, or broader social structures The ability to obtain (social capital) does not inhere in the individual... but instead is property of the individual’s set of relationships with others. Social capital is a product of embeddedness” Didalam uraiannya, Portes melihat modal sosial lebih realistis sebagai perangkat hubungan dan produk yang tertanam dalam struktur sosial, dapat ditemukan pada komunitas yang integrasinya buruk. Dalam arti, modal sosial dan kepercayaan yang rendah, serta tingginya kekeluargaan yang amoral.
20 Bagi Putnam, modal sosial adalah “public good” bukan milik pribadi untuk mendapatkan keuntungan dari modal tersebut. Putnam (1993) dan Fukuyama (1995) memperjelas dengan memperluas batasan bahwa modal sosial tidak pada individu, tetapi pada kelompok, komunitas, bahkan ditingkat negara (“state”). Dikatakan bahwa komunitas berbeda dengan individu yang memiliki jumlah modal sosial tertentu. Komunitas mampu membangun modal sosial melalui pengembangan hubungan aktif, partisipasi demokrasi dan penguatan kepemilikan dan kepercayaan komunitas. Putnam mengatakan bahwa modal sosial sebagai, “..futures of social organization, such as networks, norms, and trust, that facilitate coordination and cooperation for mutual benefit. Social capital enchances the benefits of investment in phsical and human capital” Modal sosial mirip dengan bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti modal sosial juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khususnya relasi intim dan konsisten. Modal sosial menunjukkan pada jaringan, norma, dan kepercayaan yang berpotensi untuk produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya (self-reinforcing) (Putnam 2002) yang dikutip Mariana, et al., (2008). Karenanya, modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat. Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia, modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain. Bersandar pada norma-norma dan nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur. Terkait ini ada tiga parameter modal sosial, yaitu rasa percaya (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks). Woolcock (1998) yang dikutip Mariana, et al., (2008) mengajukan tiga dimensi dari modal sosial, yaitu: bonding, bridging dan linking: 1. Modal sosial yang bersifat mengikat (bonding social capital) merujuk pada hubungan antarindividu yang berada dalam kelompok primer atau lingkungan ketetanggaan yang saling berdekatan. Komunitas-komunitas yang menunjukkan kohesi internal yang kuat akan lebih mudah dan lancar dalam berbagi pengetahuan; 2. Modal sosial yang bersifat menjembatani (bridging social capital) adalah hubungan yang terjalin di antara orang-orang yang berbeda, termasuk pula orang-orang dari komunitas, budaya, atau latar belakang sosial ekonomi yang berbeda. Individu-individu dalam komunitas yang mencerminkan dimensi modal sosial yang bersifat menjembatani akan mudah mengumpulkan informasi dan pengetahuan dari lingkungan luar komunitasnya dan tetap memperoleh informasi yang aktual dari luar kelompoknya. Tipe modal sosial ini menunjuk pada hubungan antarindividu yang memiliki kekuasaan atau akses pada bisnis dan hubungan sosial melalui kelompok-kelompok sekunder; 3. Modal sosial yang bersifat mengaitkan (linking social capital) memungkinkan individu-individu untuk menggali dan mengelola sumber-sumberdaya, ide, informasi, dan pengetahuan dalam suatu komunitas atau kelompok pada level pembentukan dan partisipasi dalam organisasi formal.
21 Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, modal sosial berperan dalam peningkatan pertumbuhan dan pembangunan wilayah melalui peningkatan penyediaan akses masyarakat terhadap ketersediaan modal, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Selain itu, tersediannya stok modal sosial yang besar akan memfasilitasi terjadinya transaksi antar individu, rumah tangga dan kelompok yang efisien melalui (1) tersediannya informasi dengan biaya rendah; (2) terdapat kemudahan bagi semua pihak untuk mencapai keputusan kolektif; (3) berkurangnya perilaku oportunistik dari anggota masyarakat. Teori terkini juga menunjukkan bahwa sedikit perubahan pada modal sosial dapat memberi efek yang signifikan dalam perekonomian (Iyer et al. 2005) dikutip (Vipriyanti 2011). Selanjutnya Turner dalam Dasgupta (2000) yang dikutip Lawang (2004) modal sosial menunjuk pada kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan mempertahankan hubungan sosial dan pola organisasi sosial. Vipriyanti (2011) mengembangkan konsep modal sosial dengan memberikan penekanan khusus pada hubungan kausal antara modal sosial dan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta kinerja ekonomi wilayah. Modal sosial adalah rasa percaya dan kemampuan seseorang dalam membangun jaringan kerja serta kepatuhannya terhadap norma yang berlaku dalam kelompok maupun masyarakat di sekitarnya yang mana modal tersebut memberi keuntungan untuk mengakses modal lainnya serta memfasilitasi kerjasama inter dan antar kelompok masyarakat. Lebih lanjut Vipriyanti menjelaskan bahwa modal sosial merupakan komplemen penting dari konsep modal alamiah, fisik dan manusia. Berbeda dengan modal fisik, modal sosial memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh modal lainnya yakni (1) tidak habis karena digunakan, sebaliknya akan habis karena tidak digunakan; (2) tidak mudah untuk diamati dan diukur; (3) sulit dibangun melalui intervensi luar; (4) level dan tipe modal sosial yang tersedia untuk individu sangat dipengaruhi oleh pemerintahan nasional maupun pemerintahan daerah. Modal sosial terbangun dari adanya rasa saling percaya, jaringan kerja dan norma yang kondusif. Rasa saling percaya akan mengurangi biaya kontak, kontrak dan kontrol sehingga dapat meniadakan biaya transaksi yang tinggi. Rasa saling percaya juga akan memudahkan adanya jaringan kerja yang efisien dimana jaringan kerja sosial memberi manfaat pada proses produktif dalam pembangunan ekonomi wilayah. Hasil penelitian Suandi (2007) yang menyoroti hubungan modal sosial dan kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah pedesaan, modal sosial baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Semakin tinggi tingkat modal sosial yang dimiliki oleh keluarga maka tingkat kesejahteraannya semakin baik. Modal sosial berperan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga baik dilihat dari aspek peningkatan kesejahteraan dalam penyediaan akan produksi pangan, non pangan maupun aspek investasi sumberdaya manusia melalui jaringan kelompok sosial dan kelompok ekonomi. Besarnya peran modal sosial ini dilihat dari tingkat keterlibatan anggota keluarga dalam kelompok produktif, sosial dan kelompok lainnya yang berkembang di masyarakat. Masyarakat yang memiliki stok modal sosial tinggi dicirikan oleh adanya rasa percaya, kerjasama, ikatan masyarakat, pertukaran informasi yang kuat serta norma yang mengikat terhadap seluruh anggotanya untuk mewujudkan harapan
22 bersama dan menghindari sifat oportunistik individu. Selain itu, adanya stok modal sosial juga akan terlihat dari tingginya partisipasi masyarakat terhadap setiap kegiatan yang bertujuan untuk kebaikan bersama. Kondisi tersebut mendorong terjadinya suatu proses pembangunan yang beretika dan bermoral yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan melalui distribusi hasil-hasil pembangunan yang merata dan berkelanjutan (Vipriyanti 2011). Beberapa ahli telah memberi batasan dan ruang lingkup tentang modal sosial, bahkan diantaranya ada yang mengistilahkan tipe, bentuk dan elemenelemen modal sosial. Hasil identifikasi dan penelusuran tentang konsep modal sosial, untuk dapat memahami secara utuh maka perlu dijelaskan dan diuraikan elemen-elemen yang melekat sebagai penjelmaan dari konsep modal sosial. Adapun elemen-elemen modal sosial tersebut adalah : a. Kepercayaan (Trust) Rasa percaya adalah dasar dari perilaku moral dimana modal sosial dibangun. Moralitas menyediakan arahan bagi kerjasama dan koordinasi sosial dari semua aktivitas sehingga manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu dengan lainnya. Membangun rasa percaya adalah bagian dari proses kasih sayang yang dibangun sejak awal dalam suatu keluarga. Sepanjang adanya rasa percaya dalam perilaku dan hubungan kekeluargaan, maka akan terbangun prinsip-prinsip resiprositas dan pertukaran (Fukuyama, 1995). Lawang (2004) menyebutkan bahwa inti kepercayaan antar manusia terdapat tiga hal yang saling terkait yaitu (a) Hubungan sosial antara dua orang atau lebih, termasuk dalam hubungan ini adalah institusi yang dalam pengertian ini diwakili orang. Sebagai contoh Si A percaya pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orang-orang dalam institusi itu bertindak; (b) Harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak; (c) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud. Ketiga dasar kepercayaan tersebut dimaksud adalah menunjuk pada hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Kepercayaan yang sudah terbangun dalam suatu komunitas merupakan modal sosial utama bagi komunitas untuk saling bekerjasama, bahu-membahu dalam mengatasi berbagai permasalahan. b. Jaringan Sosial Konsep jaringan dalam modal sosial lebih memfokuskan pada aspek ikatan antar simpul yang bisa berupa orang atau kelompok (organisasi). Dalam hal ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang diikat oleh adanya kepercayaan yang mana kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh norma-norma yang ada. Pada konsep jaringan ini, terdapat unsur kerja, yang melalui media hubungan sosial menjadi kerja sama. Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan ataupun mengatasi sesuatu. Intinya, konsep jaringan dalam modal sosial menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif (Lawang, 2004). Selanjutnya, jaringan itu sendiri dapat terbentuk dari hubungan antar
23 personal, antar individu dengan institusi, serta jaringan antar institusi. Sementara jaringan sosial (networks) merupakan dimensi yang bisa saja memerlukan dukungan dua dimensi lainnya karena kerjasama atau jaringan sosial tidak akan terwujud tanpa dilandasi norma dan rasa saling percaya. c. Norma Norma adalah nilai bersama yag mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok. Fukuyama (1995), menyatakan modal sosial sebagai norma informal yang bersifat instan yang dapat mengembangkan kerjasama antar dua atau lebih individu. Norma yang merupakan modal sosial dapat disusun dari norma resiprositas antar teman. Norma sosial yang menentukan perilaku bersama dalam suatu kelompok individu juga dipahami sebagai prinsip keadilan yang mengarahkan pelaku untuk berperilaku yang tidak mementingkan diri sendiri. Norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antar dua orang. Sifat norma adalah muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya kalau dalam pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu norma yang muncul bukan hanya satu pertukaran saja. Kalau dari beberapa kali pertukaran prinsip saling menguntungkan dipegang teguh, maka dari situlah muncul norma dalam bentuk kewajiban sosial, yang intinya membuat kedua belah pihak merasa diuntungkan dari pertukaran (Blau dalam Lawang, 2004). Dimensi modal sosial menggambarkan segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, serta didalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi (Dasgupta dan Serageldin, 1999). Dari berbagai konsep diatas, kajian ini lebih difokuskan pada penguatan kelembagaan, kepercayaan dan jaringan KSM di Desa Benete yang menerima program KSM dari CSR PT. NNT. Kelembagaan kepercayaan dan jaringan merupakan modal sosial komunitas di Desa Benete. Bagaimana kehidupan berorganisasi antar masyarakat dapat menyelesaikan masalah di komunitasnya dan pada akhirnya diharapkan program KSM yang diimplementasikan melalui kelompok/organisasi masyarakat dapat memperkuat modal sosial kelompok/organisasi yang dampak akhirnya mensejahterakan masyarakat penerima manfaat program. Manfaat Modal Sosial Robert Putnam dalam Sarosa dan Amri (2008), menjabarkan sedikitnya tiga alasan mengapa modal sosial merupakan hal penting bagi kemajuan masyarakat: Pertama, modal sosial memungkinkan masyarakat untuk menyelesaikan masalahmasalah bersamanya secara lebih mudah. Seringkali masyarakat akan lebih baik kalau mereka bekerja sama, masing-masing melaksanakan peran sebagaimana diharapkan. Hanya saja, [terdapat peluang] seseorang mengambil manfaat dengan cara menghindar dari kewajibannya dan mengharapkan orang lain yang
24 melakukan kewajiban tersebut. [Dalam pembahasan ekonomi, orang yang berperilaku ini disebut sebagai “free-rider” atau “pendompleng”-catatan penulis]. Masalah ini perlu diselesaikan dengan mekanisme kelembagaan yang memiliki kekuatan untuk memastikan tiap orang berperilaku sesuai dengan yang harapan kolektif. Norma dan jejaring, dapat menyediakan mekanisme ini. Kedua, modal sosial merupakan “oli pelicin roda” yang memungkinkan masyarakat bergerak maju dengan lancar. Ketika masing-masing individu dalam masyarakat dapat dipercaya dan bersikap saling mempercayai, maka biaya transaksi sosial dan transaksi ekonomi menjadi lebih murah. Ketiga, modal sosial meningkatkan kualitas hidup. Orang-orang yang memiliki hubungan aktif dan saling mempercayai-apakah itu anggota keluarga, teman, atau rekan main bowling-mengembangkan karakter pribadi yang baik untuk anggota masyarakat lainnya. Masyarakat menjadi lebih toleran, tidak sinis, dan berempati terhadap kesulitan yang dihadapi orang lain. Bank Dunia juga mengakui bahwa modal sosial merupakan hal penting bagi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi dan bagi upaya-upaya pembangunan agar dapat berlangsung terus-menerus (berkelanjutan). Ada bukti bahwa volume perdagangan pada skala makro dipengaruhi oleh modal sosial di masyarakat. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa kepercayaan dan jejaring sosial membantu individu, organisasi, perusahaan, dan bangsa mencapai kesejahteraan ekonomi. Cohen dan Prusak Sarosa dan Amri (2008), menjabarkan manfaat-manfaat modal sosial bagi pertumbuhan ekonomi. Pertama, modal sosial mempermudah berbagai informasi dan pengetahuan yang terkait dengan usaha. Hal ini terjadi karena adanya hubungan-hubungan yang dilandasi kepercayaan dan tujuan bersama. Kemudahan berbagi pengetahuan antar orang-orang yang bekerja di perusahaan teknologi informasi diakui oleh Anna Lee Saxenian, Profesor dari UC Berkeley, sebagai modal sosial yang memungkinkan daerah “Silicon Valley” di Amerika Serikat begitu mudah dan begitu bergairah melakukan inovasi yang akhirnya membawa daerah itu menjadi pusat perkembangan teknologi informasi dunia. Kedua, modal sosial mengurangi biaya transaksi karena adanya tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi. Hal ini terjadi baik di dalam perusahaan maupun antara perusahaan dengan pelanggan dan mitra-mitranya. Bayangkan bila perusahaan sulit mempercayai atau harus selalu curiga terhadap mitranya. Tentunya perusahaan harus menanggung biaya tinggi untuk melakukan berbagai verifikasi. Ketiga, bagi internal perusahaan, modal sosial yang tinggi membangun rasa kebanggan dan kepemilikan pegawai yang tinggi terhadap perusahaan, sehingga mengurangi tingkat pergantian pegawai (turnover). Bila pegawai tidak sering-sering berganti, maka perusahaan dapat mengurangi biaya merekrut dan melatih pegawai, juga menghindari diskontinuitas usaha dan menjaga pengetahuan lembaga (institusional knowledge) yang terakumulai dalam pegawaipegawainya. Keempat, modal sosial membangun kekompakan dan kestabilan pada perusahaan. Dengan adanya modal sosial, pegawai akan lebih kompak, saling membantu, dan pada akhirnya akan lebih mudah mendukung misi perusahaan.
25 Kelompok Swadaya Masyarakat Sesuai dengan namanya dan prinsip pemberdayaan, kelompok masyarakat yang paling baik adalah kelompok yang memang lahir dari kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan terutama sumber daya yang ada di masyarakat tersebut. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya Visi , kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama (PNPM Mandiri-Perkotaan 2012). Nes (2008) yang dikutip Hajaroh L (2014), organisasi yang berciri swadaya dan sosial dibangun dan dibubarkan atas dasar kesepakatan warga daerah setempat, sehingga pada umumnya bersifat nonpartisan dan otonom di tengah berbagai lembaga di sekitarnya. Lembaga tersebut sering disebut Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Dalam pelaksanaan program, dibentuk suatu kelompok yang nantinya akan bertanggung jawab atas program yang akan dilaksanakan, kelompok tersebut sering disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). KSM adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu yaitu adanya visi, kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. Agar KSM menjadi wadah bagi pemberdayaan anggota-anggotanya, maka ada beberapa prinsip yang perlu sepakati, yang bisa dijadikan pedoman di internal KSM, antara lain: (PNPM Mandiri-Perkotaan 2012). a. Karakter saling mempercayai dan saling mendukung. Melalui pengembangan karakter tersebut, bisa mendorong para anggota untuk mengekspresikan gagasan, perasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman. Dengan demikian, setiap anggota KSM memiliki keleluasaan mengungkapkan pemikiran dan pendapat, serta mampu mengajukan usul dan saran yang perlu dijadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa adanya rasa segan atau adanya hambatan psikologis lainnya. b. Mandiri dalam membuat keputusan. Melalui kebersamaan kelompok, maka secara mandiri dimungkinkan adanya proses pengambilan keputusan melalui kesepakatan yang diambil oleh kelompok itu sendiri. Keputusan kelompok lazimnya merupakan hasil dari permusyawaratan bersama dan tidak diperkenankan adanya dominasi dari perorangan atau beberapa orang yang bersifat pemaksaan kehendak atau intervensi dari pihak manapun. Kelompok juga berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan keputusan bersama. c. Mandiri dalam menetapkan kebutuhan. Melalui basis kelompok, dimungkinkan terjadinya proses belajar bersama yang lebih efisien dan efektif, sehingga peningkatan dan penguatan kapasitas KSM terkait dengan pengembangan kemampuan/kapasitas para anggotanya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat berjalan, misalnya dalam hal : peningkatan kesejahteraan, peningkatan wawasan dan pengetahuan, serta ketrampilan, baik secara individual maupun kelompok. d. Partisipasi yang nyata. Melalui basis kelompok, peluang setiap anggota untuk memberikan kontribusi kepada kelompok atau anggota kelompok
26 yang lainnya, sebagai wujud komitmen kebersamaan dapat berjalan. Dengan demikian, potensi untuk menumbuhkan keswadayaannya dalam wujud partisipasi nyata terbuka luas.
Kerangka Pemikiran
Pada tahun-tahun awal, bentuk program pemberdayaan PT. NNT bersifat charity, yaitu perusahaan lebih berorientasi memenuhi seluruh daftar permintaan masyarakat. Bentuk ini dilakukan karena perusahaan baru memulai operasional, sehingga “dukungan” masyarakat sangat dibutuhkan. Setelah beberapa tahun, perusahaan merubah pola program lebih partisipatif. Kemudian perusahaan menyusun renstra kerja untuk kurun waktu 5 tahun dan juga renstra jangka panjang. Program CSR diarahkan dalam dua bentuk program yaitu infrastruktur dan capacity building. Program infrastruktur, lebih banyak untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan pertanian. Sedangkan capacity building, diarahkan untuk memperkuat komunitas dengan program pendidikan dan pelatihan, membentuk organisasi komunitas, memfasilitasi kelompok dengan pemerintah dan mitra bisnis. Bentuk program infrastruktur yang dibangun diantaranya sekolah, puskesmas, bendungan, sarana irigasi dan lain-lain. Infrastruktur yang dibangun perusahaan sangat diapresiasi oleh masyarakat, karena kwalitas hasil bangunan sangat baik. Kondisi ini menyebabkan, masyarakat lebih mempercayai infrastruktur yang dikerjakan oleh perusahaan dibandingkan pemerintah. Bentuk program capacity building diantaranya program pendidikan dan pelatihan pertanian terpadu dengan fokus pengembangan budidaya padi sistem SRI (System rice intensification) dengan sasaran petani di 16 desa, program pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), pengembangan kelompok P3A, kelompok tani, pengembangan kelompok pengelola sampah plastik, pengembangan produk “Alova” dengan bahan baku lidah buaya, pengembangan beras merah dan lainlain. Program capacity building yang dilaksanakan, sebagian besar tidak berkelanjutan lagi. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidakberlanjutannya diantaranya; pendampingan berakhir, ketergantungan dengan perusahaan, kelembagaan dan kepercayaan masyarakat rendah terhadap pengurus. Program KSM dilaksanakan di dua desa yaitu Sekongkang dan Benete. Perusahaan mengharapkan program KSM pada akhirnya dapat mengarah ke positif, namun pada faktanya menimbulkan persoalan pada komunitas penerim a manfaat yang pada akhirnya menyebabkan program tidak berkelanjutan. Berdasarkan kondisi tersebut, peneliti melakukan kajian yang difokuskan di desa Benete yang memiliki empat KSM. (lihat Gambar 2).
27
PT. NNT CSR
PROGRAM KSM
Pembangunan Modal Sosial - Norma - Kepercayaan - Jejaring
Modal Finansial - Simpanan - Pinjaman - SHU -
Bentuk Modal Sosial KSM
STRATEGI PENGUATAN MODAL SOSIAL PROGRAM KSM PADA COMMUNITY DEVELOPMENT PT NNT
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian. Penelitian dimulai dari menggambarkan program CSR Newmont secara umum. Selanjutnya, dari berbagai program CSR yang telah diimplementasikan perusahaan, penelitian akan difokuskan pada program KSM yang dilaksanakan di Desa Benete Kecamatan Maluk. Terdapat empat KSM yang akan menjadi objek penelitian. Penelitian akan dimulai dari evaluasi terhadap program KSM, yang difokuskan pada kebijakan perusahaan, perencanaan, pelaksanaan dan capaian tujuan program KSM. Selanjutnya setelah diketahui gambaran kondisi KSM, dilakukan analisis terhadap pembangunan modal social dan implementasi modal finansial KSM. Pada faktor pembangunan modal sosial, ada tiga indikator yang akan dianalisa, yaitu terkait norma, kepercayaan (trust) dan jejaring. Pada unsur norma, akan dianalisa terkait sistem nilai dan norma dalam kelompok dan tata perilaku dalam kelompok. Unsur kepercayaan, akan dianalisa terkait hubungan interaksi antar anggota KSM dengan pendamping lapangan, KSM dengan BRI dan KSM dengan perusahaan. Untuk unsur jejaring, akan dianalisa hubungan antar anggota KSM, antar KSM dan dengan pihak lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Selain modal sosial KSM, modal finansial juga merupakan hal yang menjadi topik kajian peneliti. Hal ini dikarenakan, KSM memiliki unit usaha yang memungkinkan memiliki pengaruh terhadap modal sosial kelompok. Pada modal
28 finansial ini, ada tiga unsur yang akan dianalisa, yaitu proses pengelolaan simpanan, proses pinjaman dan pembagian sisa hasil usaha. Selanjutnya setelah mendapat gambaran dari pembangunan modal sosial dan implementasi modal finansial KSM akan diketahui bentuk modal sosial KSM. Pada bentuk ini, akan dianalisa norma, kepercaan dan jejaring. Kemudian akan digambarkan bentuk modal sosial masing-masing KSM. Setelah mengetahui posisi bentuk modal sosial KSM, maka akan disusun strategi untuk memperkuat modal sosial agar program dapat berkelanjutan.
3 METODE KAJIAN
Mengingat kajian ini dilakukan untuk mengetahui respon komunitas terhadap evaluasi implementasi CSR terhadap modal sosial program KSM, maka kajian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif digunakan untuk mengevaluasi program KSM di Desa Benete mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan capaian program Akhirnya dari pendekatan ini akan berujung kepada penguatan modal sosial KSM pada program comdev PT. NNT. Lokasi dan Waktu Kajian desain pengembangan program CSR PT NNT dalam meningkatkan modal sosial KSM disekitar pertambangan difokuskan di Desa Benete yang menjadi tempat pelaksanaan program community development. Pemilihan lokasi kajian di Desa Benete dilakukan secara sengaja, dengan tiga alasan, yaitu: 1. Penduduk merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Benete, sehingga pada saat ini sudah bisa dilihat perubahan modal sosial sejak perusahaan tambang beroperasi; 2. Terdapat implementasi program KSM kepada penduduk tersebut; dan 3. Terdapat program KSM untuk tahun-tahun sebelumnya maupun yang sedang berlangsung, yang secara keseluruhan bisa dikaji perubahannya. Waktu pelaksanaan kajian dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai Desember 2014. Dalam periode tersebut terdapat program yang telah dan sedang berlangsung sehingga dapat diketahui proses perencanaan dan pelaksanaan, hingga manfaat program dalam menguatkan modal sosial komunitas. Pendekatan Kajian Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditunjukkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran, orang secara individual atau kelompok. Sebagaimana diungkapkan oleh John W. Creswell (2009): “Qualitative research is a means for exploring and understanding the meaning individual or ascribe to a social or human problem. The process of research involves emerging question and procedures, data typically collected in the participant’s setting, data analysis inductively building from particular to general theme, and the researcher making interpretations of the meaning of data” Sementara menurut Herdiansah (2011) penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Selanjutnya penelitian kualitatif digunakan untuk menggali informasi lebih dalam yang tertuang dalam bentuk instrumen pertanyaan terstruktur. Kemudian
30 data yang terkumpul digunakan untuk menunjang dalam menginterpretasi data hasil pendekatan kuantitatif. Pemilihan Informan Subyek atau informan dalam pendekatan kualitatif dipilih secara sengaja (purposive). Subjek-subjeknya meliputi, (1) manajer social responsibility, (2) manajer community depelovment, (3) LSM pendamping, (4) pengurus dan anggota KSM. Keempat subyek tersebut dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) bisa menjelaskan kebijakan CSR untuk program KSM, (2) terlibat atau terkait dalam implementasi program KSM Pengumpulan Data Kajian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer melalui pendekatan kualitatif digambarkan dengan metode triangulasi berupa wawancara mendalam, pengamatan berpartisipasi serta dan focus group discusion (FGD). Data sekunder didapatkan dari analisis dokumen-dokumen dan pustaka yang berasal dari berbagai sumber yang berhubungan dengan tujuan kajian. Jenis data dan teknik pengumpulannya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan teknik pengumpulan data No
Jenis Data
1.
Data Primer
2.
Data Sekunder
Tehnik Pengumpulan Data Evaluasi wawancara a. Perencanaan program mendalam, Implementasi program KSM b. Pelaksanaan program pengamatan CSR PT. NNT berpartisipasi, c. Capaian program FGD Kebijakan CSR Perencanaan dan laporan Observasi PT. NNT kegiatan CSR dokumen Aplikasi Keperluan Data
Variabel yang diamati
Pengolahan dan Analisa Data Untuk data yang didapatkan dari pendekatan kualitatif akan diolah melalui analisis data kualitatif yaitu reduksi data evaluasi implementasi program KSM, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Rincian data dapat dilihat pada Tabel 2.
31 Tabel 2. Rincian data No
1.
2.
3.
Tujuan Mempelaj ari Program CSR PT. NNT Mempelaj ari Modal sosial kaitannya dengan KSM Mempelaj ari Implemen tasi program KSM
Aplikasi Keperluan Data Identifikasi program CSR PT. NNT
Sumber Data
Tehnik Pengumpulan Data
Deskriptif
a. Manajer SR PT. NNT
b. Manajer comdev PT. NNT
Identifikasi modal sosial masyarakat sebelum program dan sesudah ada program
a. LSM
Identifikasi program-program KSM
a. LSM
Pendamping b. Pengurus dan Anggota KSM
Pendamping b. Pengurus dan Anggota KSM c. Manajer comdev
wawancara dan observasi Deskriptif wawancara dan observasi
Deskriptif wawancara dan observasi Deskriptif/ Tabulasi
a. Terbentuknya b.
4.
Mempelaj ari kelembag aan KSM c.
5.
Merumus a. kan strategi pengemba ngan masyarak at berdasark b. an kelembag aan KSM
kelembagaan KSM Kinerja kelembagaan KSM Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan kinerja KSM Identifikasi, potensi: masalah, tujuan dan alternatif pemecahan masalah Rancangan Program
Metode Analisis
LSM Pendamping, Pegurus dan Anggota KSM
Pengurus dan anggota KSM
wawancara
FGD
Logical Framework Analisys (LFA)
Untuk memperjelas bagian jenis data yang menjadi topik utama, maka pengkaji merinci lagi pada bagian-bagian tersebut sehingga dapat mencerminkan data yang terukur dan mempermudah dalam proses menganalisisnya. Peneliti melakukan observasi kepada empat KSM yang ada di Desa Benete. Data hasil observasi tersebut, akan diperoleh sistem KSM. Selanjutnya dari hasil analisis terhadap pembangunan modal sosial dan modal finansial KSM, dibuat keragaan bentuk modal sodial KSM berdasarkan ukuran obyektif maupun
32 penilaian subyektif dari komunitas setempat, yang diolah oleh peneliti sesuai dengan tujuan kajian ini. Tahap akhir dari analisis data adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data, yaitu peneliti melakukan triangulasi dan mendiskusikan data dengan komunitas. Hasil kajian tersebut selanjutnya digunakan oleh peneliti bersama komunitas untuk menyusun strategi program pengembangan masyarakat. Perancangan Strategi Perancangan kebijakan atau program yang dilakukan PT. NNT, ada yang bersifat top down dan ada yang bersifat partisipatif berdasarkan hasil perencanaan melalui proses LFA. Untuk membuat kebijakan yang memperkuat modal sosial masyarakat diperlukan upaya yang berbeda dari yang telah dilaksanakan selama ini. Penyesuaian kebijakan dengan kondisi serta kebutuhan masyarakat sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Metode Perancangan Metode perancangan kebijakan yang digunakan untuk menyusun strategi penguatan modal sosial masyarakat melalui program comdev PT. NNT, dapat menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya: 1. Pemetaan isu-isu strategis Pemetaan ini dilakukan untuk mengetahui isu-isu yang terjadi di masyarakat yang memiliki keterkaitan dengan program comdev PT. NNT dalam penguatan modal sosial masyarakat, baik itu partisipasi maupun ekonomi. 2. Pemetaan fakta-fakta empirik Pemetaan ini dilakukan untuk melihat fakta-fakta apa saja yang terjadi di Desa Benete terkait implementasi program comdev PT. NNT sehingga mempengaruhi peningkatan modal sosial komunitas. Partisipan Perancangan Partisipan perancangan akan diantaranya: 1. Masyarakat penerima manfaat; 2. PT. Newmont Nusa Tenggara; 3. Pemerintah Desa Benete; dan 4. LSM pendamping
melibatkan
beberapa
pihak
terkait,
Proses Perancangan Proses perancangan kebijakan, dimulai dengan identifikasi terhadap persoalan yang ada dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Hasil identifikasi selanjutnya di analisis untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program CSR dalam peningkatan modal sosial. Selanjutnya, dirumuskan strategi kebijakan untuk memperkuat modal sosial masyarakat melalui program community depelovment.
4 PROFIL KOMUNITAS DESA BENETE
Sebagai daerah yang terdekat dengan kawasan tambang, masyarakat Desa Benete mendapat prioritas dalam beberapa hal seperti kesempatan kerja dan bantuan pengembangan masyarakat dari perusahaan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh warga terutama yang berpendidikan untuk menjadi karyawan, sedangkan yang memiliki modal menjadi pengusaha jasa barang yang tergabung dalam lembaga yang disebut dengan Local Bussiness Initiatif (LBI) bentukan PTNNT. Kiprah mereka ikut mempengaruhi perubahan fisik pembangunan di Desa Benete terutama dalam hal pembangunan rumah, sarana transportasi, perputaran uang dan keberadaan fasilitas lainnya. Namun demikian perubahan tersebut juga mempengaruhi pola relasi antar warga dalam kehidupan bermasyarakat. Guna menggambarkan potensi yang dimiliki, bab ini akan difokuskan pada profil desa Benete yang akan memberikan pemahaman tentang realitas sosial yang terjadi di Desa Benete.
Lokasi Komunitas Secara administratif Desa Benete berada di Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. Jarak ke Kota Taliwang (ibu kota Kabupaten Sumbawa Barat) sekitar 34 km. Akses jalan menuju ibu kota kabupaten dapat ditempuh melalui jalan hotmix dengan jarak tempuh kurang lebih 40 menit dengan kendaraan bermotor. Desa Benete menjadi pusat Kecamatan Maluk. Saat ini teradapat 5 (lima) desa yang menjadi bagian dari Kecamatan Maluk, yaitu Desa Benete, Desa Bukit Damai, Desa Maluk, Desa Mantun dan Desa Pasir Putih. Menurut informasi dari Kepala Desa bahwa Desa Benete sebelum tahun 2005, merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Jereweh. Sejarah terbentuknya Desa Benete ada hubungannya dengan kejadian tsunami pada tahun 1977 dan wabah penyakit malaria. Penduduk Benete saat ini berasal dari warga Jereweh yang menetap karena membuka ladang, berkebun dan beternak di wilayah Benete. Selanjutnya pertambahan penduduk karena adanya perpindahan penduduk Dusun Singa dan Dusun Nangkalanung (wilayah Desa Belo) dan Dusun Tatar (bagian wilayah Desa Sekongkang Bawah) masing-masing dusun itu berada di pedalaman hutan yang saat ini menjadi bagian dari kawasan konsesi PTNNT. Perpindahan penduduk saat itu disebut dengan transmigrasi spontan dilakukan atas inisiatif pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa dengan alasan kejadian bencana Tsunami yang menimpa sebagian besar pantai selatan pulau Sumbawa termasuk wilayah Tatar. Wabah penyakit malaria dan kesulitan transportasi ke lokasi pemukiman.Warga yang pindah ke wilayah Benete saat itu masing-masing 20 KK dari Nangkalanung, 32 KK dari Singa dan 19 KK dari Tatar. Untuk lebih jelas mengenai lokasi komunitas dapat dilihat pada peta (gambar 3).
34
Gambar 3. Peta administratif Kecamatan Maluk. Peta menunjukkan batas adminstratif Desa Benete meliputi: sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Desa Belo dan Desa Beru Kecamatan Jereweh; sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bukit Damai dan Desa Mantun; sebelah Barat dengan Selat Alas. Luas wilayah desa mencapai 60,87 Km2 mencakup 4 dusun, yaitu; Dusun Nangkalanung, Dusun Tatar, Dusun Jereweh dan Dusun Singa. Topografi wilayah didominasi oleh perbukitan dengan ketinggian dari permukaan laut sekitar 5 meter dengan panjang wilayah pesisir 6 km. Secara umum wilayah Kecamatan Maluk, curah hujan rata-rata pada tahun 2011 adalah 150 mm dengan hari hujan sebanyak 91 hari. Bulan basah (>100 mm) biasanya berlangsung selama 2 bulan (Desember-Januari); bulan lembab (60-100 mm) berlangsung selama 4 bulan (Februari-Mei) dan bulan kering berlangsung selama 6 bulan (Juni-November). Suhu maksimum biasanya mencapai 38oC dan suhu minimum 25oC.
35 Kependudukan
Jumlah dan Komposisi Penduduk Jumlah penduduk Desa Benete pada tahun 2011 adalah 2.095 jiwa atau 17,33% dari total penduduk Kecamatan Maluk, dengan rincian masing-masing 1002 jiwa (47,8%) orang laki dan 1.095 jiwa (52,2%) perempuan dengan sex ratio 91,7 atau jumlah penduduk perempuan masih lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki. Rumah tangga di Desa Benete berjumlah 504 KK dengan anggota rata-rata 4 orang setiap KK. Jumlah KK terbanyak terdapat di Dusun Nangkalanung yaitu 200 KK, Dusun Singa 130 KK, Dusun Tatar 91 KK dan Dusun Jereweh 88 KK. Bila dilihat secara keseluruhan dari jumlah KK di Desa Benete pada tahun 2011 terjadi peningkatan 13% dari tahun 2009. Agama dan kepercayaan penduduk Desa Benete lebih homogen dengan mayoritas beragama Islam. Untuk lebih jelas gambaran distribusi penduduk di Desa Benete berdasarkan tempat menetap dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Grafik penduduk Desa Benete berdasarkan jenis kelamin dan jumlah Kepala Keluarga (KK) per Dusun. Berdasarkan asal usul penduduk dapat digolongkan 3 kelompok yaitu; penduduk asli yaitu warga Jereweh yang menetap di Benete karena membuka ladang, berkebun dan beternak saat ini sebagian besar mereka tinggal di Dusun Jereweh. Kelompok kedua yaitu warga transmigrasi spontan yaitu penduduk yang pindah dari Dusun Singa, Dusun Nangkalanung dan Dusun Tatar, dan kelompok ketiga yaitu warga pendatang dari wilayah Sumbawa Besar, Lombok, Bima, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi, yang menetap karena hubungan perkawainan, bekerja atau membuka usaha di Benete. Komposisi penduduk Desa Benete tahun 2012 menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
36 Tabel 3. Penduduk Desa Benete berdasarkan umur dan jenis kelamin. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Golongan Umur 0–4 5–9 10–14 15–19 20–24 25–29 30–34 35–39 40–44 45–49 50–54 55–59 60 – 64 65–69 70–74 75+ TOTAL
Laki 15 120 124 75 78 100 93 97 101 49 46 39 24 12 14 15 1002
Perempuan 22 118 90 79 87 114 117 118 119 60 53 27 24 32 20 13 1093
Jumlah 37 238 214 154 165 214 210 215 220 109 99 66 48 44 34 28 2095
% 1,77 11,36 10,21 7,35 7,88 10,21 10,02 10,26 10,50 5,20 4,73 3,15 2,29 2,10 1,62 1,34 100
Sumber : Data yang diolah dari buku induk penduduk Desa Benete tahun 2012. Menurut Badan Pusat Statistik, komposisi penduduk menurut kelompok umur terdiri dari penduduk berusia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun) dan usia tua ( > 65 tahun). Berdasarkan data kependudukan Desa Benete pada tahun 2012, diketahui bahwa penduduk tergolong berusia muda sebanyak 489 jiwa (23%), usia produktif sebanyak 1500 jiwa (72%) dan usia tua 106 jiwa (5%). Dilihat menurut jenis kelamin, komposisi penduduk produktif ternyata lebih banyak penduduk perempuannya dibandingkan laki-laki, yaitu 42% berbanding 39%. Pola yang sama terjadi pada penduduk yang tergolong tidak produktif lagi. Sedangkan pada golongan penduduk belum produktif, jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu 12% berbanding 11%. Angka ketergantungan (dependency ratio) merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Angka dependency ratio adalah perbandingan jumlah penduduk berumur 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas dengan penduduk berumur 15-64 tahun. Semakin tinggi angka dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk produktif untuk membiayai hidup penduduk belum produktif dan tidak produktif lagi. Berdasarkan data penduduk Benete pada tabel 1 diatas maka rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk Desa Benete adalah sebesar 40%. Artinya bahwa setiap 100 orang berusia produktif menanggung penduduk yang berusia belum dan tidak produktif sebanyak 40 orang.
Kepadatan Geografis dan Agraris Distribusi atau persebaran penduduk berkaitan dengan daya dukung (carrying capacity) suatu wilayah.Indikator yang umum dipakai adalah Rasio Kepadatan Penduduk (density ratio) yaitu rasio yang menyatakan perbandingan
37 antara banyaknya penduduk terhadap luas wilayah atau berapa banyaknya penduduk per kilometer persegi pada tahun tertentu. Luas wilayah Desa Benete pada tahun 2011 adalah 60,87 km2, terjadi pengurangan 50% dibandingkan luas wilayah sebelum tahun 2006 yaitu 121,20 km2. Pengurangan luas wilayah ini merupakan konsekwensi dari pemekaran desa yaitu Desa Maluk menjadi Desa Bukit Damai, Mantun, Maluk dan Pasir Putih untuk memenuhi persyaratan terbentuknya Kecamatan Maluk secara definitif. Dari data dibawah ini dapat diketahui bahwa Desa Benete merupakan salah satu desa yang paling luas di Kecamatan Maluk dengan tingkat kepadatan georafis rendah yaitu 33.14 jiwa/km2 atau kategori berpenduduk jarang. Perbandingan luas wilayah, kepadatan dan jumlah penduduk per desa di Kecamatan Maluk pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.
Luas wilayah, kepadatan penduduk per km2 dan jumlah penduduk di Kecamatan Maluk tahun 2011.
Nama Desa Maluk Mantun Benete Bukit Damai Pasir Putih Jumlah
Luas Wilayah (km) 9,64 5,86 60,87 6,72 9,35 92.42
% 10,43 6,34 65,86 7,27 10,12 100
Kepadatan penduduk per km2 295,01 370,99 33,14 354,91 268,98 129,07
Jiwa 2.838 2.174 2.095 2.385 2.515 11.957
Jumlah Penduduk Rumah % Tangga 23,74 781 18,18 718 17,52 504 19,95 695 21,03 844 100 3.542
% 22,05 20,27 14,23 19,62 23,83 100
Sumber : Kecamatan dalam angka tahun 2011 Iklim dan curah hujan menentukan pola penggunaan lahan dan sistem usaha tani yang dikembangkan oleh masyarakat Desa Benete. Luas wilayah Desa Benete, telah digunakan 200 hektar untuk sawah dengan kategori produktif (irigasi teknis) 75 hektar dan 125 hektar lainnya irigasi non teknis. Peruntukan lahan selain sawah masing-masing 378 hektar kebun, 480 hektar ladang, 84 hektar lahan untuk sementara tidak difungsikan dan 37 hektar lahan untuk fungsi lain. Sedangkan penggunaan lahan untuk pemukiman dan perkantoran adalah 46 hektar. Perbandingan penggunaan lahan di Desa Benete pada tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 5.
1000 800 600 Luas Lahan
400 200 0 Sawah (Ha)
Bukan Sawah (Ha)
Non Pertanian (Ha)
Gambar 5. Grafik luas lahan menurut penggunaan lahan di Desa Benete tahun 2011.
38 Menurut data BPS tahun 2012, penduduk Desa Benete yang bekerja dibidang pertanian adalah 562 jiwa terdiri dari pemilik 430 orang, penggarap 89 orang dan buruh tani 43 orang. Jika diasumsikan bahwa luas lahan produktif (irigasi teknis) adalah 75 hektar dan jumlah penduduk yang bekerja dibidang pertanian adalah 562 orang, maka tingkat kepemilikan lahan produktif di Desa Benete pada tahun 2012 adalah 0,13 Ha./orang. Sedangkan Kepadatan penduduk agraris adalah angka yang menunjukkan perbandingan jumlah penduduk pada suatu daerah dengan luas lahan pertanian yang tersedia. Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan data penduduk 5 tahun terakhir bahwa pertumbuhan penduduk di Desa Benete tergolong masih rendah dengan rata-rata pertambahan 3% per tahun. Pertumbuhan penduduk di Desa Benete lima tahun terakhir berdasarkan data BPS tahun 2006 – 2012 dapat dilihat pada Gambar 6. 1,200 1,000 800 600 400 200 -
2006
2007
2010
432
2008/20 09 441
Rumah Tangga
645
Laki
957
Perempuan
851
2011
2012
445
504
509
902
959
907
1,016
1,002
955
937
797
971
1,095
Gambar 6. Grafik pertumbuhan penduduk Desa Benete tahun 2006 – 2012. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tingkat kelahiran, kematian dan migrasi penduduk. Kelahiran dan imigrasi akan menambah pertumbuhan penduduk, sedangkan kematian dan emigrasi akan mengurangi pertumbuhan penduduk.
Struktur Sosial Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial merupakan penggolongan masyarakat dalam berbagai lapisan-lapisan tertentu. Pitirim A. Sorokin mendifinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan pendudukatau masyarakat ke dalam lapisan kelas-kelas secara bertingkat (hirarki) dengan perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Menurut Max Weber adalah stratifikasi sosial sebagai penggolongan
39 orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisanlapisan hirarkis menurut dimensi status sosial. (Soekanto 1990) Pelapisan sosial yang umum didasarkan pada lima hal atau kriteria utama, yaitu: Tingkat penghasilan atau kekayaan (ekonomi); tingkat pendidikan; status pekerjaan (jabatan tertentu); tokoh agama; serta latar belakang keluarga. Seseorang yang memiliki satu dari lima kriteria utama tersebut akan di tempatkan pada lapisan atas. Pada beberapa orang bisa melekat lebih dari satu kriteria, misalnya seseorang dengan pendidikan tinggi mempunyai pekerjaan yang bagus sehingga memperoleh penghasilan yang tinggi, maka hal tersebut akan lebih mengukuhkan strata sosialnya yang tinggi. Ukuran penghargaan yang lebih tinggi terhadap suatu hal akan menempatkan hal tersebut pada posisi yang lebih tinggi daripada hal-hal lain. Misalnya warga yang kaya (sisi ekonomi) dibandingkan warga yang berpendidikan, maka kekayaan akan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan atau unsur-unsur lain dalam komunitas tersebut. Stratifikasi sosial yang terlihat dalam kehidupan warga Desa Benete merupakan bentuk stratifikasi terbuka, dimana setiap warga memiliki kesempatan yang sama untuk menempati setiap strata sosial. Pada awalnya warga dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dipandang sebagai lapisan sosial tertinggi dalam masyarakat. Mereka dianggap tahu segala hal, dimintakan pandangannya, dan selalu dilibatkan dalam kepanitiaan di setiap kegiatan masyarakat. Mereka akan selalu diundang dan menempati posisi “VIP” dalam setiap kegiatan masyarakat. Dalam pandangan masyarakat, menjadi PNS adalah sebuah prestise, oleh sebab itu mengenakan atribut PNS dalam masyarakat merupakan kebanggaan tersendiri. Setelah beroperasi PTNNT orientasi terkait status sosial menurut pandangan masyarakat Benete bahwa warga yang memiliki kekayaan dan jabatan ditempatkan pada posisi elit. Mereka yang masuk kelompok ini adalah Karyawan PTNNT, Kepala Desa dan Pengusaha. Sedangkan pada lapisan menengah ditempati oleh petani pemilik lahan, karyawan sub kontraktor, pedagang, tokoh adat dan hukum masjid. Sedangkan pada lapisan bawah ditempati oleh warga dengan profesi buruh tani, buruh bagunan, nelayan dan pengangguran. Cara pandang masyarakat Benete setalah beroperasi PTNNT mulai bergeser, dimana karyawan PTNNT masuk menjadi warga elit dibandingkan warga PNS. Salah satu alasan utama dari pergeseran persepsi ini adalah perbedaan Penghasilan. Menurut mereka bahwa menjadi karyawan PTNNT dipandang memiliki penghasilan lebih besar. Kenyataan dimasyarakat bahwa karyawan PTNNT yang baru beberapa tahun bekerja sudah bisa membangun rumah, membeli kendaraan, membeli lahan pertanian, hewan ternak dan lain-lain. Oleh karenanya menggunakan atribut Karywan Newmont adalah sebuah prestise dan kebanggaan tersendiri bagi keluarga di Desa Benete. Kelembagaan Sosial Secara administratif, kelembagaan sosial yang ada dalam masyarakat Desa Benete dapat dibagi menjadi lembaga yang sifatnya formal dan lembaga nonformal. Lembaga formal yang ada umumnya bersifat struktural, mempunyai kepengurusan dan AD/ART yang jelas. Sebaliknya lembaga non-formal umumnya hanya disatukan oleh kesamaan visi atau tujuan tertentu kemudian terbangun
40 sebuah konsensus di dalamnya. Lembaga formal yang eksis dalam masyarakat yang dimaksud adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna “Sinar Parigi”, Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa), Komite Sekolah, Hukum masjid, dan kelompok tani (Gapoktan). Sedangkan lembaga nonformal umumnya secara eksplisit tidak menyebutkan nama komunitasnya tapi eksistensinya ada, misalnya kelompok arisan keluarga dan arisan umum, arisan karang taruna, kelompok kesenian (grup kasidah rebana dan grup sekeco), dan komunitas olah raga seperti klub sepak bola. Jika dikelompokkan berdasarkan bidang atau basis aktivitasnya, maka kelembagaan tersebut dapat dibagi menjadi: Kelembagaan pemerintahan desa (BPD, LPM, dan PKK); Kelembagaan ekonomi (BUMDes, kelompok tani, kelompok bisnis, dan koperasi); Kelembagaan sosial dan keagamaan (kelompok arisan, hukum masjid, kelompok TPQ dan kelompok pengajian); dan kelembagaan pemuda dan olah raga (Karang Taruna, komunitas sepak bola, volley, dan badminton). Banyak diantara anggota satu lembaga atau komunitas menjadi anggota dari komunitas lainnya. Eksistensi dan interaksi kelembagaan sosial yang ada berjalan secara harmoni tanpa ada yang merasa terganggu antara satu dengan lainnya karena adanya ketergantungan yang saling membutuhkan diatara mereka. Jejaring Sosial Saat kajian ini dilakukan di Desa Benete terdapat beberapa lembaga Sosial yang dibentuk masyarakat untuk memperkuat relasi sosial diantara warga. Adapun lembaga yang ada yaitu Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) yang diketuai oleh Bapak Salamuddin. Gapoktan Benete ini membawahi 7 kelompok Tani, diantaranya 1 kelompok Peternak, Satu Kelompok Nelayan dan 5 Kelompok Petani. Lembaga ini menjadi wadah dari warga petani, nelayan dan peternak.Selain itu ada lembaga informal berupa Arisan Karang Taruna yaitu bertujuan untuk mempererat jalinan sosial dikalangan pemuda dan menghimpun dana secara bergiliran jika ada anggotanya yang akan melangsungkan pernikahan. Masing-masing anggota mengeluarkan iuran Rp.100.000,- pada setiap ada kegiatan arisan. Dengan adanya kegiatan arisan ini cukup membantu bagi warga tidak mampu dalam menjalankan kegiatan adat. Sebagian besar masyarakat masih bersandar pada nilai kebersamaan dan kepedulian sosial. Sejumlah kelembagaan lokal terkait tenaga kerja berkembang seperti Besiru (saling membantu antar warga dalam kegiatan pertanian) masih dimanfaatkan warga. Untuk keluarga yang mampu secara finansial cenderung menyewa buruh tani untuk menggarap sawah atau sistim bagi hasil (baringgu) karena dianggap lebih efektif. Inggu biasanya adalah buruh tani yang berkelompok dari berbagai daerah. Inggu terbanyak datang dari pulau Lombok. Generasi muda yang memiliki hobi sepak bola dari masing-masing dusun membentuk klub sepak bola diantaranya dari Dusun Tatar membentuk klub sepak bola yang diberinama FORDETA FC (Organisasi Sepak Bola Dusun Tatar) sedangkan pemuda dari Dusun Nangkalanung membentuk klub bernama Benete Pasak Tanata (BPT FC).
41 Sebagai wadah komunikasi antara pemuda, pelajar, mahasiswa dan oran tua mereka membetuk organisasi yang diberi nama Ikatan Keluarga Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Benete (IKPMB). Organisasi ini berkembang didaerah tempat warga Benete melaksanakan studinya. IKPMB terbanyak anggotanya berada di Mataram, Lombok. Kegiatan utama mereka adalah menjalin silaturrahmi antar anggota untuk pengembangan kualitas SDM dan solidaritas bila ada anggota yang mengalami musibah didaerah rantau. Keberadaan IKPMB memberikan kontribusi pemikiran dan motovasi bagi warga dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat Benete. Dalam beberapa kasus IKPMB ikut memberikan sumbangan pemikiran bagi kelompok muda di Desa Benete untuk membuka akses ke perusahaan. Warga pendatang juga membetuk lembaga untuk memperkuat eksistensi mereka di tengah masyarakat lain. Diantaranya warga dari Bima dan Dompu membentuk paguyuban bernama Ikatan Keluarga Bima-Dompu (IKBD), sedangkan pendatang dari Sulawesi membentuk Ikatan Keluarga Sulawesi (IKS). Kedua lembaga ini cukup luas jaringannya di Kabupaten Sumbawa Barat. Pembentukan lembaga sosial ini dirasakan positif untuk menjalin komunikasi antar warga dan saling membantu bila ada musibah yang menimpah anggotannya. Sejauh ini menurut Kepala Desa tidak ada gesekan antar lembaga sosial yang merusak tatanan bermasyarakat di Benete. Sedangkan lembaga-lembaga lain yang langsung dibawa koordinasi dengan pemerintah desa yaitu Persatuan Petani Pemakai Air (P3A), PKK, Bumdes, Posyandu, Jumantara dan Karang Taruna. Kelembagaan Ekonomi Menurut data Laporan Profil Desa Benete tahun 2012, kelembagaan ekonomi dan kelompok usaha produktif yang ada di komunitas Desa Benete pada tahun 2012, dapat dilihat pada Tabel 5. Selain lembaga ekonomi yang disebutkan pada Tabel 5, pada tahun 2009 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pernah ada di Desa Benete. Lembaga ini dibentuk oleh masyarakat dan didampingi oleh comdev PT. NNT bekerjasama dengan YPPT. Untuk penguatan permodalan, maka dilakukan networking dengan lembaga keuangan dan perbankan lokal. Comdev PT. NNT melakukan networking dengan Bank BRI. Dana PT. NNT disalurkan lewat BRI dengan mengikuti mekanisme bank, bunga pinjaman sebesar ± 1 % per bulan. Masyarakat yang ingin mengakses dana tersebut harus menjadi anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) tingkat desa dan mendapatkan rekomendasinya. Karena alasan kredit macet, maka keberadaan KSM ini punah pada tahun 2010. Lembaga keuangan yang lain yang pernah ada di Desa Benete yaitu Koperasi Simpan Pinjam dengan dana awal diambil dari bantuan program PNPM mandiri tahun 2008. Menurut informasi dari pengurus PNPM (bapak Salahuddin) walaupun secara lembaga formal sudah tidak ada tetapi program masih berjalan di masyarakat.
42 Tabel 5. Lembaga ekonomi yang ada di Desa Benete tahun 2012 No 1.
2.
3.
4.
5. 6.
.
Kelembagaan Ekonomi Koperasi dan Toko/Kios - Koperasi simpan pinjam - Toko / Kios - Tempat Jual Pulsa HP Industri Kecil dan menengah - Industri makan / rumah makan - Industri material bahan bangunan - Pengilingan Padi Usaha Jasa Pengangkutan - Pemilik angkutan desa/perkotaan - Ojek kendaraan roda dua Usaha dan Jasa Perdagangan Toko/kios - Usaha peternakan - Usaha perikanan - Usaha perkebunan - Usaha Jasa Hiburan / Group music - Tempat penyewaan VCD dan Play station Usaha Jasa Keterampilan Tukang kayu Tukang batu Tukang Jahit/bordir Service elektronik Bengkel / montir Tukang gali sumur Tukang pijat/urut Tukang Cukur 7 Usaha Jasa Penginapan - Rumah Kontrakan - Hotel
Jumlah (unit) 1 8 4 9 4 2 7 30 1 2 1 1 3 4 12 14 1 4 3 2 1 5 0
Sumber: Laporan Profil Desa Benete tahun 2012. Bentuk ekonomi masyarakat Desa Benete tertinggi ada pada usaha jasa pengangkutan. Usaha ini lebih banyak digeluti oleh masyarakat pendatang, dengan pertimbangan, mereka tidak memiliki lahan, pekerjaan ojek lebih mudah dan cepat mendatangkan uang, karena besarnya potensi pengguna jasa ojek karena besarnya jumlah orang yang bekerja di perusahaan kurang lebih delapan ribu orang. Aksessibilitas terhadap Kebijakan dan Sumberdaya Lembaga keuangan seperti Bank BNI 46, Bank BRI, Bank NTB dan Pegadaian sudah terdapat di Kecamatan Maluk. Sebagian besar warga yang berprofesi sebagai pengusaha dan Karyawan sudah memanfaatkan jasa bank untuk mendapatkan kredit baik sebagai modal, konsumsi dan pembangunan rumah atau beli kenderaan. Mereka cukup dipercaya oleh pihak bank karena adanya jaminan pekerjaan atau asset agunan lainnya. Tetapi bagi sebagian besar masyarakat
43 seperti petani, buruh bangunan, nelayan dan ojek cukup sulit mendapat mendapatkan kredit dari bank karena alasan jaminan yang tidak signifikan.. Keberadaan Yayasan Olat Parigi (YOP) yang sengaja dibentuk oleh PT. NNT bersama masyarakat cukup mebantu kelompok pedangang kecil dan kelompok tani untuk mendapatkan pijaman modal walau jumlahnya terbatas. Walaupun demikian sangat banyak dimanfaatkan oleh mereka karena tidak menggunakan agunan dan pengembaliannya tidak pungut bunga. Akses masyarakat untuk sumber daya alam seperti rotan, madu alam dan kayu bakar tidak menjadi masalah karena belum ada aturan yang mengikat mereka untuk tidak bisa masuk kawasan hutan. Bahkan ada beberapa keluarga yang masih memanfaatkan air nira yang diambil langsung dari hutan untuk bahan pembuatan gula aren (gula merah). Kegiatan ini biasa mereka sebut dengan be-Jalit. Tokoh Bisnis Kehadiran proyek PTNNT ikut mempengaruhi orientasi pekerjaan dan bisnis masyarakat. Sebelum menjadi pengusaha rata-rata mereka adalah petani atau pedagang skala kecil. Adapun beberapa orang warga Benete yang tergolong dalam pengusaha suskes diantaranya : 1. AM (CV. Benete Indah Perkasa - Supplier Tenaga Kerja dan material PTNNT); 2. Sld (CV. Benete Raya Makmur - Kontraktor konstruksi di PTNNT), dan suplayer tenaga kerja dan sub kontraktor; 3. Hlm (CV. Widya Eka Putri - Suplayer tenaga kerja ke PT NNT); 4. Ags (CV. Benete Pasak Tanata – Supplier); 5. Tr (CV. Cipta Mandiri; Supplier ke PTNNT dan Sub Kontraktor); 6. Jhd (CV. Benete Saling Pariri; kontraktor PT NNT); 7. Hmz (Kontraktor konstrusksi dan suplayer tenaga kerja di PT NNT); 8. Kris (CV. Benete Service – Kontraktor di PTNNT); 9. AN (CV. NASA – Kontraktor / Supplier bidang transportasi); 10. H.B (Saudagar Ikan); 11. Bkr (Pemasok Bahan Bangunan, rumah makan dan Transportasi. Jaringan Bisnis Untuk memenuhi kebutuhan mitra, pengusaha lokal dari Benete telah menjalin bisnis keluar wilayah seperti Lombok, Bali dan Jawa. Mereka juga telah menjalin kerjasama dengan pengusaha luar untuk mendapatkan modal, material dan keterampilan dalam menjalankan usahnya, misalnya bila menang tender proyek dari PTNNT atau dari proyek Pemerintah. Keberadan PTNNT dan serta pengaruh dari interaksi dengan pendatang membuka wawasan beberapa orang warga untuk membangun jaringan bisnis. Mereka mempunyai pemikiran jangka panjang, wawasan yang lebih terbuka serta jaringan yang lebih luas. Pada umumnya mereka sebagai kontraktor dan suplier yang menjalin kemitraan dengan PT NNT, dan kontraktor-kontraktor besar yang bermitra dengan PT NNT. Semua pengusaha tersebut tergabung dalam Local Business Inisiative (LBI) yaitu sebuah prakarsa bisnis yang memberikan kesempatan akses atau menjadi mitra bisnis PT NNT dengan tetap mengacu pada
44 etika dan standar bisnis perusahaan. Untuk itu mereka tidak hanya mendapat kesempatan bermitra dengan PT NNT, tetapi juga mendapat pembinaan berupa pelatihan-pelatihan, baik menyangkut aspek tehnis maupun aspek managerial, seperti: pelatihan kewirausahaan; keuangan; perpajakan; managemen usaha; ebisnis, dan jaringan kemitraan. Dengan kapasitas yang dimiliki karena adanya pembinaan dan pengalaman, dalam perkembangannya mereka tidak hanya mempunyai relasi bisnis dengan PT NNT tetapi sudah mulai mengembangkan jaringan kemitraan ke tingkat yang lebih luas, yaitu regional, nasional bahkan internasional. Keberadaan dermaga Benete cukup dimanfaatkan oleh Pak Bakri untuk mendatangkan material bangunan dari pulau Jawa. Dengan adanya akses langsung antar pulau melalui laut membuat harga barang tidak terlalu tinggi.Disamping itu memberikan peluang kerja bagi masyarakat setempat menjadi buruh angkut di pelabuhan. Pola-pola Kebudayaan Menurut informasi dari tokoh masyarakat setempat bahwa kegiatan adat masih dianggap sebagai sistem norma dan budaya yang perlu dipertahankan dalam kehidupan masyarakat. Adat istiadat Sumbawa merupakan budaya yang masih melekat kuat di masyarakat Desa Benete. Pelaksanaan kegiatan adat dapat dilihat pada kehidupan masyarakat sehari-hari seperti; adat dalam perkawinan, adat dalam kelahiran anak, adat dalam pengelolaan tanah pertanian, adat dalam pembangunan rumah dan masuk rumah baru dan lain-lain. Adat yang telah turun temurun dan sampai sekarang tetap hidup ditengah masyarakat diantaranya Bakelewang (gotong royong dalam kegiatan masak-memasak), Tokal Adat (rapat keluarga untuk perkawinan), Sorong Serah (kegiatan melamar pengantin wanita) dan Barodak. Aqiqah / kuris (aqiqah dan potong rambut bayi), Kegiatan Basenata (gotong royong dalam memperbaiki rumah), Sedekah Lang (syukuran sawah saat padi berumur 1,5 bulan). Tradisi ini masih diadakan oleh masyarakat dan terjaga sangat kuat oleh tokoh adat dan pemerintah setempat. Prosesi adat selalu membutuhkan biaya yang cukup tinggi, oleh karena itu sebagai bentuk pelestarian adat/tradisi yang ada masyarakat membentuk kegiatan Tokal Adat. Keluarga yang berhajat akan menyampaikan rencana kegiatan dan jadwal kepada Ketua RT dan Kepala Dusun untuk menentukan jadwal pelaksanaan Tokal Adat tersebut. Sedangkan jadwal pelaksanaan acara atau hari H diserahkan kepada pihak keluarga untuk menentukan setelah mendengar saran dari tokoh adat atau tokoh agama setempat. Dengan aktifnya kegiatan Tokal Adat ini sangat mebantu pembiayaan prosesi perkawinan, khitanan maupun acara adat lainnya walaupun diadakan oleh warga tidak mampu sekalipun. Orientasi Nilai Budaya Perubahan norma dan nilai sosial merupakan salah satu indikator perkembangan dan perubahan sosial yang sangat penting. Secara konseptual, sistem norma merupakan sejumlah tata aturan (norma) yang terangkai dan berkaitan satu dengan lainnya. Norma norma tersebut mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda, ada yang kuat, sangat kuat, longgar dan lemah. Atas
45 dasar daya ikatnya tersebut maka dikenal istilah : kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat. Norma sosial berubah karena terjadinya interaksi masyarakat dengan masyarakat lainnya dalam jangka waktu tertentu. Semua informan mengakui bahwa ada terjadi perubahan dalam aspek sosial budaya masyarakat lokal daerah lingkar tambang PT. NNT. sejak masa konstruksi tambang PT. NNT sekitar tahun 1997 yang lalu. Aspek sosial budaya, terutama adat istiadat dan kepercayaan lainnya sesungguhnya tidak mengalami perubahan. Perubahan yang banyak terjadi lebih banyak menyangkut aspek perilaku, terutama perilaku ekonomi.dalam hal ini, tingkat daya beli yang berubah telah mendorong terjadinya perubahan strata sosial di masyarakat. Selain itu, perubahan ini diduga karena banyak berdatangan tenaga kerja yang berasal dari berbagai daerah bahkan negara lain dan tinggal berdomisili dalam waktu relatif lama ditengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, daerah lingkar tambang muncul menjadi arena interaksi sosial yang sangat dinamis. Dinamika interaksi sosial tersebut berpengaruh langsung terhadap ketahanan sosial budaya masyarakat lokal. Pola Bersikap, Bertindak, dan Sarana Menurut penjelasan tokoh masyarakat bahwa kedudukan norma adat istiadat dalam pergaulan hidup masyarakat Benete masih kuat dipertahankan. Dalam upacara seputar kelahiran misalnya, tetap ada upacara pemberian nama (peda api) dan nguris/aqiqahan namun tidak lagi disertai dengan kelengkapan simbol adat lainnya yang bernuansa ritual dan mistis sebagaimana banyak dilakukan pada masa lalu. Pada pelaksanaan upacara perkawinan, yang dalam kebiasaan setempat selalu ada kesenian tradisional seperti sekeco dan rateb rebana untuk mengiringi dan menjadi kelengkapan upacara. Untuk keluarga yang mampu secara finansial, maka mereka menambah hiburan dengan kesenian lain, seperti band dan sejenisnya yang bernuansa kesenian modern, namun tetap terikat dengan aturan adat Samawa. Salah satu yang masih mencolok dan tidak berubah misalnya adalah: kegiatan melamar, mengantar bawaan (sorong serah), barodak (rapancar) yang disertai dengan berbagai upacara lainnya. Masih kuat kebanggan masyarakat bila dapat melaksanakan upacara adat secara sempurna. Pada upacara perkawinan keluarga yang mampu secara finansial menyelenggarakan adat perkawinan dengan sebaik dan selengkap mungkin dengan maksud mempertunjukkan kekayaan adat istiadat mereka kepada orang luar. Penjelasan argumentatif atas fenomena tersebut adalah: faktor kemampuan ekonomi merupakan faktor dominan yang menentukan corak penyelenggaraan acara adat perkawinan dan upacara ritual lainnya. Corak adat istiadat dalam perkawinan masyarakat Benete sesungguhnya tidak mengalami perubahan berarti. Perubahan yang ada tampaknya hanya sebatas variasi, yakni yang berkaitan dengan penyelenggaraan upacara yang biasanya disertai dengan hiburan kesenian. Pada upacara terkait kematian, tetap dilaksanakan sebagaimana yang dilakukan sejak masa lalu. Penyesuaian yang dilakukan masyarakat adalah terletak pada sarana pelengkap upacara. Bila pada masa lalu, wujud kepedulian masyarakat adalah dengan membawa pernok (bawaan tanda duka cita) umumnya berupa natura, seperti beras, gula, kelapa dan lainnya, maka pada saat ini banyak yang menyesuaikannya secara praktis dengan memberikan dalam bentuk uang
46 tunai. Namun demikian, sesungguhnya esensi normatif yang terkandung dalam upacara tersebut tidak mengalami perubahan mendasar. Esensi normatif yang tetap tumbuh dan berkembang dalam upacara adat atau ritual adalah nilai kebersamaan, kepedulian dan kehendak untuk berbagi antar sesama. Meskipun demikian, banyak diakui bahwa rasa kebersamaan, kepedulian dan kehendak untuk berbagi antar sesama sudah mulai berkurang sejak masuknya Perusahaan tambang. Alasan yang mendasari bergesernya kebiasaan tersebut karana faktor kesibukan dan perubahan cara berfikir warga yang bergeser ke arah yang lebih rasional dan terbuka. Kebiasaan terkait dengan pembangunan rumah dan masuk rumah baru, secara umum masyarakat masih mengembangkan tradisi gotong royong dalam pembangunan rumah, terutama rumah panggung (tradisional). Sedangkan masyarakat yang mampu membangun rumah permanen dengan arsitektur moderen, cenderung tidak membutuhkan bantuan warga lain karena telah diserahkan kepada tukang. Menurut penjalasan tokoh masyarakat setempat bahwa pembangunan rumah moderen yang permanen memerlukan pekerja profesional yang diupah. Memang sistem ini memperkecil peluang gotong royong dan tolong menolong diantara warga sebagaimana yang lazim berkembang sebelum diadopsinya sistem perumahan moderen. Namun demikian, sebagai suatu proses perubahan, perkembangan perumahan yang ada sekarang ini merupakan salah satu petunjuk meningkatnya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di Desa Benete. Secara visual, perumahan dengan arsitektur modern semakin banyak dan berkembang dari waktu ke waktu. Sejak masa konstruksi tambang, telah banyak masyarakat yang melakukan renovasi rumah menjadi arsitektur modern dan permanen. Awalnya, renovasi ditujukan untuk fungsi ekonomi semata, yakni sebagai rumah kontrakan kepada karyawan PT NNT, kontraktor dan sub kontraktor lainnya. Tetapi saat ini renovasi berkembang kearah fungsi sosio psikologis (keamanan, kenyamanan, kesehatan dan prestise sosial). Perubahan dan perkembangan lain yang cukup mencolok adalah orientasi kesehatan masyarakat terkait perumahan. Sebelumnya sangat sedikit rumah warga yang dilengkapi dengan kamar mandi atau MCK yang memadai. Tetapi saat ini masyarakat sudah mulai menyadari kekurangan ini. Dengan arsitektur modern dan permanen, maka tidak dijumpai lagi rumah yang tidak dilengkapi dengan kamar mandi atau MCK didalamnya. Dalam hal sistem nilai dan kepercayaan sangat ditentukan oleh pola interaksi sosial dan interaksi masyarakat dengan alam sekitarnya. Secara umum, sistem nilai dan kepercayaan masyarakat Benete telah banyak mengalami perkembangan setelah masuknya kegiatan tambang. Nilai-nilai lokal tradisional yang sebelumnya mengikat solidaritas sosial berangsur-angsur mengalami pelonggaran dan perapuhan secara fundamental setelah berlangsungnya kegiatan tambang. Tokoh masyarakat setempat mengungkapkan bahwa gotong royong dan tolong menolong sebagai suatu pranata lokal mengalami transformasi sehingga praktik dan sifat gotong royong tidak lagi sebagaimana kondisi pada masa sebelum masuknya tambang. Dengan demikian, sebagai ciri komunitas agraris tradisional, pada masa lalu (sebelum masuknya perusahaan tambang PT. NNT) tatanan sosial budaya yang cukup berkembang adalah Gotong royong dan tolong menolong. Gotong royong dipandang sebagai salah satu bentuk interaksi antar
47 warga. Kegiatan gotong royong tersebut berlangsung untuk berbagai aspek kehidupan, seperti: bercocok tanam, membangun rumah, melaksanakan upacara adat dan ritual (perkawinan, kematian, dan upacara selamatan lainnya), membersihkan kampung, membangun fasilitas umum (masyarakat) dan sebagainya. Aktivitas gotong royong dan tolong-menolong saat ini telah mengalami transformasi. Berdasarkan penuturan tokoh masyarakat di Desa Benete bahwa pola interaksi kelompok sebagai basis gotong royong, seperti bawa penulung (membawa bahan makanan untuk membantu pesta perkawinan), bawa perenok/ngenong (membawa bahan makanan pada keluarga yang mengalami musibah kematian) umumnya masih tetap ada namun kadang-kadang divariasikan dengan mengganti barang bawaan tersebut dengan uang. Pola-pola Adaptasi Ekologi Basis Ekologi dan Perubahannya Kondisi alam Desa Benete sebagian besar lereng dan bukit. Sebagian kecil merupakan wilayah dataran yang dimanfaatkan warga sebagai tempat pemukiman dan lahan pertanian. Sebelum beroperasi PTNNT, kegiatan bertani umumnya dilakukan di lahan sawah dengan sistem irigasi tradisional. Sebagian warga membuka ladang atau berkebun dengan menanam padi atau palawija (kacang hijau). Sedangkan tanaman hortikultura semusim, seperti cabe, terong, papaya, dan tomat hanya dilakukan warga untuk konsumsi keluarga. Kegiatan berternak yaitu memelihara ternak besar, seperti kerbau, kuda, sapi dan kambing dengan melepas ternak tersebut di padang rumput yang biasa di sebut Lar. Ternak-ternak tersebut dipelihara untuk dijual selain untuk alat transportasi seperti kuda. Fungsi lain oleh petani, ternak kerbau digunakan sebagai tenaga bajak lahan. Memelihara ayam kampung lebih kepada pemenuhan konsumsi dan sebagian dapat digunakan sebagai alat barter dengan pakaian atau peralatan pertanian. Biasanya dilakukan dengan warga pendatang yang sengaja berdagang keliling ke Desa Benete. Mencari hasil hutan umumnya dilakukan oleh masyarakat yang tidak mempunyai lahan sawah atau penghasilan tambahan jika mempunyai sawah. Kegiatan mencari ikan dilaut atau remada biasanya dilakukan sebagai kegiatan sampingan setelah menyelesaikan kegiatan pertanian. Hasil dari menangkap ikan atau kerang dilaut cukup untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Setelah beroperasinya PTNNT, kegiatan pertanian dan peternakan tidak menjadi perhatian utama oleh sebagian besar masyarakat, terutama generasi muda. Mayoritas ingin menjadi karyawan PTNNT atau Sub Kontraktor. Kodisi ini dipengaruhi oleh tingkat pendapat dan kesejahteraan yang cukup jauh berbeda. Selain itu kondisi pertanian di wilayah Benete masih belum maksimal disebabkan terbatasnya air. Tanaman padi hanya bisa ditanam untuk satu musim saja dan pada musim tanam sebagian kecil menggunakan lahannya untuk menanam palawija (kacang hijau, kedelai atau jagung). Menurut mereka harga palawija cenderung jatuh pada saat panen dan merugikan petani. Setelah pembangunan embung “Batu Bangkong” oleh PTNNT pada tahun 2006 yang lalu cukup dirasakan manfaat bagi petani. Menurut ketua Gapoktan, bapak “Slm” bahwa:
48 “sejak adanya Embung Batu bangkong dan penerapan intensifikasi penenamam padi (SRI), para petani di Desa Benete bisa panen padi sampai 7.5 ton per hektarnya.” Mata Pencaharian Utama Penetrasi dan proses industrialisasi tambang telah membawa dampak ikutan antara lain terdiferensiasinya mata pencaharian masyarakat dari yang semula hanya mengandalkan sektor pertanian (alam) semata, bergeser ke sektor lain di luar pertanian karena peluang mendapatkan penghasilan (income) dari sektor lain tersebut semakin terbuka dan menjanjikan, yaitu usaha dagang, usaha jasa, dan menjadi karyawan swasta. Selain itu, sebagai dampak dari otonomi daerah dan pemekaran wilayah telah memberikan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk menjadi pegawai pemerintah. Usaha pertanian. Dari data yang didapatkan dan wawancara mendalam diketahui bahwa struktur perekonomian masyarakat telah mengalami transformasi yang demikian cepat dari struktur perekonomian yang berbasis pertanian ke struktur perekonomian yang berbasiskan industri, jasa, dan perdagangan. Meskipun peluang usaha di bidang lain terbuka lebar, namun sampai saat ini usaha pertanian tetap memegang peranan penting sebagai sumber mata pencaharian utama. Pemerintah daerah maupun pihak ke tiga (misalnya PT NNT) sangat menyadari bahwa usaha pertanian sangat penting artinya dalam menopang kehidupan ekonomi masyarakat baik pada masa tambang maupun pasca tambang nantinya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan peranan usaha pertanian tersebut, berbagai upaya telah dilakukan oleh PT NNT bersama pemerintah daerah mulai dari pembangunan prasarana dan sarana irigasi (dam dan saluran irigasinya), pengadaan peralatan pertanian (hand tractor, mesin air, hand sprayer dan lainlain), pengembangan tehnologi dan kelembagaan petani (kelompok tani dan P3A), bantuan sarana produksi, pendampingan dan berbagai kegiatan lain yang mendukung. Usaha dagang. Usaha dalam bidang perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang paling pesat perkembangannya dibandingkan jenis usaha lain yang dilakukan oleh masyarakat. Usaha dagang ini meliputi usaha kios, usaha warung, usaha pertokoan, serta pedagang kain dan pakaian. Dari hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakat, beberapa jenis usaha baru sudah mulai dilakukan oleh masyarakat, seperti toko dan kios alat-alat listrik, material dan perlatan bangunan, toko penjualan spare part dan minyak pelumas kendaraan roda dua, kios sarana produksi pertanian (Saprodi), dan kios ATK (stationary) Usaha jasa. Usaha yang paling banyak jenis dan ragamnya yang dilakukan oleh masyarakat adalah usaha jasa. Usaha jasa yang tumbuh dan berkembang meliputi jasa pada bidang transportasi (ojek), jasa pertukangan, jasa perbengkelan, jasa jahit, jasa tukang urut, jasa TV kabel, jasa penyewaan hand traktor, jasa foto copy, jasa penyewaan rumah atau kos-kosan, dan bahkan jasa penangkapan ternak. Usaha di bidang jasa tidak semata-mata mengandalkan modal material atau uang semata tapi diperlukan modal keterampilan, pengalaman, dan keahlian. Karyawan swasta. Karyawan swasta yang dimaksud adalah tenaga yang bekerja pada perusahaan tambang PT NNT, kontraktor dan sub-kontraktor atau
49 perusahaan lain yang memperoleh gaji tetap secara bulanan. Jumlah rumah tangga yang memiliki anggota bekerja menjadi karyawan yang dimaksud relatif banyak dan memiliki kontribusi besar terhadap pendapatan keluarga. Menurut data yang ada sebanyak 122 orang yang bekerja sebagai karyawan swasta. Pegawai pemerintah. Setelah berdirinya Kabupaten Sumbawa Barat yang diikuti oleh pemekaran wilayah kecamatan dan desa, maka jumlah masyarakat yang menjadi pegawai pemerintah (baik PNS maupun tenaga honorer) semakin meningkat termasuk di Desa Benete. Ada yang menjadi guru, staf administrasi sekolah, staf administrasi Kantor Cabang Dinas Dikpora, staf kecamatan, dan staf desa. 5%
2%
Pertambangan
7% 31%
Pertanian Anggkutan
14%
Perdagangan 8% 4%
Perikanan 29%
Jasa Pemerintah Jasa perorangan Tidak bekerja
Gambar 7. Grafik pekerjaan utama kepala keluarga di Desa Benete tahun 2012. Berdasarkan Gambar 7, dapat di lihat gambaran pekerjaan utama kepala keluarga, tumpuan kerja penduduk terbanyak di Desa Benete pada tahun 2012 yaitu sektor pertambangan/penggalian sebanyak 98 (31%), diikuti oleh sektor pertanian 89 (29%), perikanan 43 (14%), sektor angkutan 26 (8%), jasa perorangan 21 (7%) dan sektor perdagangan 13 (4,%). Strategi Penghidupan Penduduk Desa Benete mayoritas sebagai petani namun pada musim kemarau mereka menggunakan waktu untuk berburu menjangan, mengambil madu di hutan, menangkap ikan di Embung ataupun di laut untuk di konsumsi sendiri dan di jual. Beberapa keluarga masih mengambil air nira untuk diolah menjadi gula merah. Menurut informasi yang kami dapatkan dari tetua desa bahwa, sebagian besar penduduk Benete saat ini pernah tinggal di kawasan hutan produksi sebelah selatan Sumbawa Barat. Masing-masing mereka berasal dari pemukiman bernama Tatar, Singa dan Nagkalanung. Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa saat itu memindahkan mereka ke wilayah Benete saat ini dengan alasan sulitnya transportasi dan mempermudah pelayanan Pemerintah serta bencana Tsunami. Kegiatan membuat gula merah merupakan usaha sampingan selain berladang dan berburu. Keterlibatan perempuan dalam pertanian di Desa Benete sangat tinggi. Simtem pertanian yang masih tradisional, menempatkan perempuan memiliki keterampilan memilih benih padi yang baik untuk disimpan dan ditanam pada
50 musim berikutnya. Perempuan pula yang mempersiapkan pupuk, obat-obatan dan proses panen. Kemampuan tersebut menjadikan posisi perempuan dalam posisi sentral untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup keluarganya. Peran perempuan dalam pertanian di Benete, tidak hanya penting di sektor budidaya, tetapi perempuan juga terlibat dalam kegiatan pasca panen dan perdagangan hasil pertanian. Masalah-masalah Sosial Deskripsi Masalah Sosial Hasil diskusi dengan Kepala Desa dan beberapa tokoh masyarakat Desa Benete, diketahui dari masyarakat bahwa masalah-masalah sosial terjadi pula di Desa Benete. Hal ini ditegaskan oleh masyarakat Benete: “masalah yang ada di desa Benete cukup banyak, misalkan masalah kemiskinan, kesenjangan pendapatan antara karyawan PTNNTkaryawan sub kontraktor dengan masyarakat cukup tinggi, pengangguran, pencurian ternak, akses modal sulit dan pembinaan/pendampingan dari YOP tidak berkelanjutan, banyak pendatang mencari pekerjaan, kurang pengetahuan petani terhadap keterampilan pertanian, kesulitan pupuk dan debet air embung kurang pada musim tanam kedua. Selain itu dalam program CSR yang dilaksanakan, terjadi pula perselisihan aparatur desa dengan masyarakat dan perselisihan anggota KSM penerima program dengan pengurus.” Dampak Masalah Sosial Munculnya masalah sosial tersebut berdampak kepada relasi kehidupan bermasyarakat seperti : 1. Bertambah angka pengangguran 2. Pencurian ternakmenyebabkan berkurangnya ternak dan warga enggan memelihara ternak sebagai asset. 3. Kesulitan modal menjadi penyebab terbatasnya usaha yang dapat dikembangkan oleh masyarakat selain usaha tani tradisional atau menjadi buruh tani. 4. Meningkat jumlah pendatang untuk mencari pekerjaan di Benete menyebabkan sempitnya peluang bagi penduduk lokal untuk mendapatkan pekerjaan. 5. Pengetahuan dan keterampilan pertanian kurang menyebabkan lemahnya inovasi petani dalam pemanfaatan lahan yang berdampak terhadap turunya produksi pertanian. 6. Terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa dan pengurus KSM. Konsekuensi lebih lanjut ialah KSM tidak memiliki dana yang terkelola dan tidak mampu mengembangkan jaringan kerja.
51 Faktor-faktor Penyebab Masyarakat penerima BLT di Benete tidak ada, tetapi warga penerima Raskin pada tahun 2012 berjumlah 222 keluarga. Mereka rata-rata penduduk yang tinggal di pesisir pantai Benete (Dusun Nangkalanung). Secara umum ada lima hal penyebab kemiskinan penduduk Desa Benete yaitu; karena keturunan, tingkat pendidikan rendah sehingga tidak terserap di dunia kerja, malas, nelayan pendatang dari Lombok dan kompentensi SDM yang terbatas. Nelayan yang ada, pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Kemiskinan karena faktor keturunan merupakan rantai yang tidak terputus dari kemiskinan yang dialami oleh generasi sebelumnya. Secara tidak langsung generasi berikutnya akan melanjutkan generasi sebelumnya yang miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang bisa dikelola, atau kalaupun ada sumberdaya yang dimiliki relatif sedikit jumlahnya. Pola konsumsi masyarakat yang tidak terkontrol karena mengikuti gaya hidup modern dengan tidak mempertimbangkan pendapatan dengan pengeluarannya. Sebagai contoh masyarakat lebih memprioritas membeli barang elektronik seperti HP, TV, Kulkas dan DVD daripada menabung atau membeli barang yang lebih produktif. Kondisi ini menyebabkan munculnya biaya tinggi setiap bulan untuk membayar listrik atau pulsa HP. Petani lebih memperioritaskan membeli sepeda motor daripada membeli ternak atau lahan baru setelah menjual hasil panen. Fenomena masyarakat konsumtif seperti ini merupakan buadaya baru dalam persaingan hidup diantara warga, walaupun berdampak kepada keterbatasan memenuhi kebutuhan hidupnya primer lainnya. Solusi yang Pernah Dilakukan Sebagaimana telah disebutkan diatas terkait kendala modal, pemerintah Desa bersama PTNNT melalui program comdev mencoba memfasilitasi melalui kredit bank dengan bunga rendah dan tanpa agunan. Untuk memperbaiki jalan lingkungan dan jalan usaha tani pemerintah Desa melakukan perbaikan melalui program PNPM Mandiri. Untuk meningkatkan keterampilan petani, PTNNT melalui program comdev membangun comdev center di Benete dengan tujuan untuk membantu petani dalam memberikan bimbingan tehnis budidaya, pengolahan hasil dan penyiapan sarana produksi pertanian. Pemerintah Desa Benete dan pemerintah Kecamatan Maluk melakukan dialog dengan pihak PTNNT dan Sub Kontraktor sebagai upaya mencari peluang kerja bagi warga pencari kerja. Selain itu pengusaha lokal dari Desa Benete memprioritaskan penggunaan tenaga kerja dengan mengambil warga Benete sebagai karyawan. Pencurian ternak bisa diminimalisir dengan ditingkatkannya partisipasi warga untuk menjaga keamanan lingkungannya (siskamling). Selain itu pemerintah desa melakukan kontrol terhadap keluar masuknya warga ke Benete melalui penguatan fungsi RT. Ketua RT dan Kepala Dusun pro aktif menghibau warga agar melaporkan setiap warga yang datang dan keluar dari Benete. Tamu harus melapor ke RT jika menetap lebih dari 48 jam.
52
5 EVALUASI KEBIJAKAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
EVALUASI PROGRAM Deskripsi Program Permasalahan pertanian di Desa Benete tidak hanya berdiri pada masalah kekurangan air, ketidaktersediaanya pupuk, hama dan penyakit, tetapi juga ada faktor lain berupa faktor ekonomi. Kebutuhan dana untuk memenuhi sarana pertanian, juga merupakan faktor yang membuat ibu-ibu petani golongan menengah kebawah selama ini harus memutar otak. Kondisi ini terjadi karena ibuibulah yang selama ini lebih dominan dalam keluarga berperan mengupayakan ketersediaan sarana pertanian. Program KSM awalnya digagas oleh (alm) bapak “Tn” dan saudara “Ik”. Kedua orang tersebut terlibat dalam kegiatan CSR PT NNT yaitu Program Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Terpadu, dimana (alm) bapak Tanra sebagai penerima manfaat dan saudara Ikhsan selaku Community Organizer (CO) program. Dari assesment yang dilakukan oleh CO dan gagasan masyarakat, program KSM pun mendapat respon positif dari perusahaan. Lahirnya program KSM yang digagas oleh perusahaan dilatar belakangi oleh semangat untuk mengembangkan program yang telah berlangsung beberapa tahun yaitu Program Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Terpadu (P4T) yang lebih fokus pada produksi hasil pertanian. Kesulitan petani memperoleh saprodi dan harganya mahal, petani tidak punya modal usaha (tanam 1 kali dalam 1 tahun), petani tidak punya tabungan (pinjam dengan bunga tinggi) dan uang petani lari ke kios-kios dengan harga tinggi merupakan problematika yang ditemukan dalam proses assesment. Secara umum meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp. 10.000 / hari. Sedangkan tujuan khususnya adalah KSM mampu menyediakan kebutuhan petani dalam melakukan aktifitas bertani di sekitar wilayah, antara lain berupa (Pupuk, bibit atau benih, herbisida, sarana produksi tani dan modal kerja) dan KSM mampu mengelolah keuangan mikro petani, dalam bentuk tabungan dan sembako. Program KSM di Desa Benete telah berlangsung sejak tahun 2009. KSM yang terbentuk sebanyak empat unit, terdiri dari; (1) KSM Maris Gama (di Dusun Tatar); (2) KSM Harmoni (di Dusun Singa); (3) KSM Ai Panan (di Dusun Jereweh); dan (4) KSM Dermaga Biru (di Dusun Nangkalanung Pantai Benete). Setiap KSM memiliki anggota 20 orang yang keseluruhannya merupakan ibu-ibu petani. Khusus KSM Dermaga Biru, merupakan KSM yang berlokasi di pantai Benete memiliki anggota terdiri dari para ibu-ibu nelayan. Syarat untuk menjadi anggota KSM ada dua, yaitu (1) merupakan perempuan tani dengan jumlah 20 orang), (2) adanya simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, serta bersedia mengikuti rapat anggota sesuai dengan kesepakatan.
54 Input Hasil focus group discussion (FGD), secara umum ada tiga bentuk input yang diberikan perusahaan terhadap program KSM, yaitu: 1. Input pendanaan; yaitu input berupa bantuan modal usaha sebesar Rp. 15.000.000,- per KSM, namun dalam realisasinya per KSM hanya menerima sebesar Rp. 13.500.000,-. 2. Input pendamping lapangan; yaitu input berupa penempatan satu orang pendamping lapangan, yang bertugas memfasilitasi kelompok dalam proses pelaksanaan kegiatan. Pendamping lapangan berasal dari lembaga lokal yang dikontrak oleh perusahaan yaitu Yayasan Serikat Petani Nelayan Sumbawa Barat (SPNSB). 3. Input pelatihan yaitu input berupa penguatan kapasitas bagi kelompok, baik secara kelembagaan maupun individu. Proses Hasil FGD diketahui, bahwa input yang diberikan oleh perusahaan untuk mendukung modal usaha KSM sebesar Rp. 15.000.000,-, dalam realisasinya KSM hanya menerima sebesar Rp. 13.500.000,-. Berkurangnya dana yang diterima KSM, dikarenakan dana yang diberikan oleh perusahaan dijadikan sebagai jaminan di Bank BRI guna mengantisipasi pinjaman KSM jika gagal bayar. Untuk memperoleh dana pinjaman, KSM mengajukan proposal pinjaman yang ditujukan ke Bank BRI. Terkait besaran jumlah input program sebesar Rp. 15.000.000,- dari perusahaan, menurut narasumber mereka tidak mengetahui dasar penetapan kebijakan tersebut. KSM merasa tidak pernah dilibatkan untuk membicarakan besaran dana yang dibutuhkan. Informasi dana diketahui KSM melalui staf perusahaan dan pendamping lapangan. Selama pinjaman berlangsung, KSM hanya membayar bunga pinjaman saja ke BRI, sedangkan pokok pinjaman tidak pernah dibayarkan. Hal ini dilakukan KSM karena sudah dua tahun melakukan pinjaman tetapi tidak pernah bisa meningkat jumlahnya. Disamping alasan tersebut, ada pula KSM yang menganggap bahwa dana tersebut tidak perlu dikembalikan, karena merasa dana tersebut merupakan dana yang diberikan perusahaan kepada masyarakat. Pada akhirnya dana jaminan sebesar Rp. 15.000.000,- diambil oleh bank BRI. Penguatan kelembagaan KSM, telah ditempatkan seorang pendamping yang bernama Novianti. Proses pendampingan terhadap KSM dilakukan oleh Novianti dengan mendatangi satu KSM setiap harinya. Mengenai waktu pendampingan disesuaikan dengan permintaan anggota KSM, dimana jika diminta datang pada waktu malam hari, maka Novianti akan datang pada malam hari. Upaya pendampingan bertujuan untuk mewujudkan KSM menjadi : a. Wahana dari proses saling belajar-mengajar; b. Wahana dari upaya mempertajam perumusan masalah; c. Wahana pengambilan keputusan terhadap masalah; d. Wahana mobilisasi sumberdaya dari anggota/luar; dan e. Wahana untuk berinteraksi dengan perusahaan dan masyarakat perkotaan.
55 Beberapa prinsip yang menjadi pegangan dalam melaksanakan pendampingan, yaitu (1) memulai dari apa yang mereka punya, (2) saling belajarmengajar, (3) masyarakat sebagai pelaku, (4) pendamping sebagai fasilitator, (5) terbuka, (6) kekeluargaan, dan (7) melebur diri. Terdapat tiga peran pendamping yaitu sebagai motivator, konsultan dan penghubung/katalis. Untuk Tahapan Pendampingan, ada tiga tahapan yang ditetapkan yaitu: 1. Tahap Penumbuhan a. Pendekatan kepada masyarakat Mempersiapkan diri Memperkenalkan diri Mengumpulkan informasi dasar b. Metode/Teknik Penumbuhan KSM Menumbuhkan kelompok baru Mengembangkan kelompok yang telah ada 2. Tahap Perkembangan a. Pelatihan Peningkatan Keterampilan b. Bimbingan Teknis Pasca Pelatihan 3. Tahap Mandiri a. Bantuan/Bimbingan Teknis b. Peran penghubung Input pelatihan, dianggap hanya bersifat sesaat, namun anggota KSM tetap aktif mengikuti kegiatan pelatihan yang diadakan. Anggapan tersebut muncul dikarenakan KSM sudah mengetahui bahwa pelatihan-pelatihan selama ini yang difasilitasi perusahaan tidak ada tindaklanjutnya. Salah satu bukti nyata yang jelas pernah terjadi menurut pelaku adalah pelatihan pembuatan kue yang melibatkan KSM. Anggota KSM sangat aktif dan senang mengikuti pelatihan, tetapi setelah pelatihan tidak ada tindaklanjutnya. Output Program KSM secara umum ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui kegiatan usaha tani. Sedangkan secara khusus, program ini bertujuan meningkatkan akses permodalan kegiatan usaha produktif bagi perempuan petani. Diketahu dari hasil FGD, bahwa baik tujuan umum maupun tujuan khusus dari program hanya dapat dicapai oleh satu KSM yaitu KSM Maris Gama. Hal ini didasarkan kepada semua indikator kinerja yang ditetapkan mampu dipenuhi oleh KSM Maris Gama. Menurut pendamping lapangan, penyebab gagalnya keberlanjutan kegiatan ketiga KSM tersebut karena: 1. Anggota KSM yang meminjam tidak mengembalikan dana pinjaman, karena menganggap dana tersebut dana pemberian dari perusahaan; 2. Anggota KSM yang meminjam tidak mengembalikan dana pinjaman, karena terpengaruh dengan adanya anggota KSM lainnya yang tidak melakukan pengembalian; dan
56 3.
Adanya krisis kepercayaan antara anggota dengan pengurus KSM, disebabkan dana yang telah disetorkan oleh anggota ke pengurus telah digunakan untuk kepentingan pribadi pengurus, sehingga tidak dapat digulirkan kembali.
Dari empat KSM yang ada di Desa Benete, anggota dari KSM Harmoni KSM Ai Panan dan KSM Dermaga Biru dapat dikatakan belum dapat meningkatkan taraf hidup anggotanya. Sedangkan khusus KSM Maris Gama yang beranggotakan 20 orang ibu-ibu petani, dari hasil FGD mengakui bahwa mereka merasakan dampak positif dari program, yaitu adanya penghasilan tambahan, kemudahan mendapatkan pinjaman dengan bunga rendah, memiliki kelembagaan yang berlanjut, memiliki jaringan dengan perbankan dan ikatan kekerabatan sesama anggota semakin kuat. EVALUASI KEBIJAKAN Deskripsi Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat telah mengesahkan Peraturan Daerah No 34 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) pada tanggal 30 Desember 2011. Perda TJSP ini lahir melalui hak inisiatif DPRD Kabupaten Sumbawa Barat. Sedikitnya ada empat alasan mengapa perda ini lahir menggunakan hak inisiatif DPRD, yaitu: (1) banyaknya perda yang harus disiapkan oleh eksekutif, sehingga DPRD berinisiatif untuk mengusulkan perda TSP. (2) adanya aspirasi dan juga keinginan DPRD sebagai lembaga terhormat, yang ingin melahirkan perda yang memiliki kepedulian langsung terhadap masyarakat. (3) tidak ada pelibatan DPRD dalam kebijakan dana CSR, selama ini hanya sekedar informasi saja. (4) selama ini program CSR kebijakannya dibuat dalam bentuk MoU dengan Eksekutif, sedangkan DPRD tidak dilibatkan. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa lahirnya Perda TJSP dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Belum adanya aturan yang mengatur secara khusus tentang TJSP. Aturan yang ada saat ini, baru sebatas Undang-Undang No 40 Tahun 2007, itupun hanya disebutkan dalam satu pasal; 2. Banyak perusahaan yang beroperasi di Sumbawa Barat yang belum melaksanakan TJSP. Baru Newmont yang melaksanakan TJSP, sehingga dibuat aturan yang mengatur tentang TJSP agar bisa mendorong perusahaan lain untuk segera melaksanakan TJSP; 3. Mendorong agar TJSP bukan lagi sekedar keharusan tetapi sudah menjadi sebuah kewajiban. Selama ini aturan dari atas tidak dijalankan sepenuhnya oleh pihak ketiga (perusahaan), karena masih ada aturan yang bisa menyatakan bahwa perusahaan tidak wajib untuk melaksanakan CSR, seperti Kontrak Karya; 4. Mengikat perusahaan untuk sadar membantu masyarakat; 5. Adanya keinginan agar DPRD dilibatkan secara langsung dalam pengembangan dana CSR Newmont; dan
57 6. Program newmont belum sesuai aturan yang ada, antara keinginan Newmont membangun masyarakat KSB ini lewat CSR-nya dengan kondisi riil yang terjadi saat ini.
Evaluasi Secara umum hasil yang diinginkan dari keberadaan peraturan daerah (perda) Tanggung Jawab Sosial (TJSP) belum tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Peraturan daerah TJSP relatif masih baru terbentuk, dan baru mulai disosialisasikan. Legislatif telah meminta eksekutif segera mensosialisasikan perda dengan mengundang semua perusahaan yang wajib mengeluarkan TJSP. Sampai saat ini, keinginan DPRD untuk dilibatkan dalam pengelolaan CSR belum terealisasi. Hal ini menurut legislatif, karena Newmont belum menganggap DPRD sebagai lembaga yang harus dilibatkan dalam hal kebijakan CSR. Mensikapi kondisi yang terjadi, sejauh ini DPRD belum meminta penjelasan ke eksekutif, terkait langkah-langkah apa saja yang telah dan akan dilakukan terkait perda TJSP. Disisi lain, DPRD sendiri belum melakukan pembicaraan khusus baik dengan eksekutif maupun perusahaan terkait program CSR. Tidak adanya sinkronisasi antara program yang dilakukan oleh pemda KSB dengan program yang dilakukan oleh newmont menunjukkan bahwa kerjasama perusahaan dengan pemerintah dan masyarakat belum terjadi. Walaupun perusahaan telah mempresentasikan program ke pemda KSB, hal ini kadangkadang sudah terlambat, karena pemda telah selesai menyusun program (APBD). Kondisi ini pernah membuat terjadinya tumpang tindih program, sehingga terpaksa program ditunda, padahal jika hal ini diketahui lebih awal, persoalan ini bisa dihindari dan sumberdaya bisa dialihkan ke kegiatan lain. Secara umum, pencapaian perda belum dapat dikatakan memecahkan masalah yang ada. Peran pemerintah sebagai fasilitator antara perusahaan dengan masyarakat, belum terlaksana dengan maksimal. Pembagian peran antara perusahaan dengan pemerintah dalam hal ini eksekutif baru sebatas melalui Memorandum of Understanding. Petunjuk teknis yang mengatur leading sektor mana yang bisa bekerjasama dan menyerap CSR untuk kepentingan masyarakat belum diatur lebih lanjut. Hal ini didukung oleh pernyataan narasumber (SA), yang menyatakan bahwa “masyarakat KSB saat ini bersikap apatis, kebijakan yang ada diterima saja, sehingga apa yang berkembang masyarakat tidak mau tahu. Disisi lain legislatifnya tidak membuat grand skenario agar masyarakatnya berdaya untuk bicara tentang masyarakatnya. Masyarakat sendiri termasuk elemen-elemennya seperti LSM tidak membuat dirinya berdaya, contoh tidak ada protes dan sebagainya sehingga masyarakat menjadi pasif. Pada akhirnya masyarakat merasa cukup datang ke “gunung” ambil batu dan menggelondong mencari emas untuk menjawab kondisi yang ada.” Program CSR Newmont selama ini belum dapat dianggap transparan. Sejauh ini, hanya sedikit komponen/elemen dalam masyarakat yang mengetahui
58 kebijakan TJSP. LSM atau komunitas yang berbicara masalah CSR juga masih sangat minim di Sumbawa Barat, dan hal ini menjadi perhatian DPRD saat ini. Persoalan yang terjadi ini sudah pernah dibicarakan dengan pihak perusahaan. DPRD sendiri sudah pernah mengundang perusahaan untuk membicarakan CSR ini, namun DPRD hanya diberikan informasi bahwa dana CSR sudah habis untuk kegiatan. Hal ini didukung oleh pernyataan narasumber (FS dan SA), yang menyataakan: “bagi masyarakat yang merasakan program mungkin menganggap sudah transparan, tetapi semenjak duduk sebagai anggota komisi dua DPRD KSB belum pernah newmont transparan terhadap programnya. Perusahaan bisa saja berdalih bahwa telah transparan dengan melakukan pemaparan program-program yang dilakukan, akan tetapi sampai saat ini perusahaan belum pernah datang ke DPRD menyampaikan apa saja CSR yang telah, sedang dan akan dilakukan. Selain itu, DPRD sendiri tidak pernah diajak atau dilibatkan oleh perusahaan untuk menyusun program bersama, padahal DPRD merupakan lembaga yang membahas program dan “mengetok” APBD. Terkadang pemda sudah selesai menyusun program (APBD), newmont baru mulai akan menyusun” Institusi DPRD sendiri, belum memaksimalkan perannya agar masyarakat berdaya membicarakan persoalan CSR. Aspirasi yang masuk ke DPRD secara kelembagaan sangat sedikit sekali terkait kebijakan CSR, hal ini karena kelembagaan tidak bisa memperankan instrumen yang ada. Ada harapan CSR bisa masuk APBD, namun sampai saat ini, APBD sendiri di tengah-tengah masyarakat masih belum jelas. Hanya segelintir orang yang mengerti tentang APBD. Program CSR newmont sejauh ini belum dapat dikatakan menciptakan kemandirian masyarakat, karena program CSR lebih banyak diperuntukkan untuk infrastruktur. Program CSR dengan dana yang besar belum serius direncanakan dan dilaksanakan secara berkelanjutan dan bersinergi dengan masyarakat. ditegaskan FS, bahwa “terkadang bentuk program di masyarakat, ada yang diberi “kail”nya saja dan ada yang diberi “ikan”-nya saja. Masyarakat diberi modal tetapi tidak diberdayakan dulu (diberikan pelatihan), sehingga berapapun besar dana yang dikeluarkan tetap tidak akan berhasil” Program yang dilaksanakan newmont, pada dasarnya telah belum sampai pada meningkatkan kepercayaan masyarakat, khususnya yang telah menerima manfaat. Kebijakan CSR perusahaan, justru membuat masyarakat menjadi ragu terhadap institusi DPRD, Eksekutif dan newmont, dimana pada akhirnya masyarakat bersikap tidak mau tau (apatis) terhadap program CSR. Sejauh ini, sudah ada upaya dari program CSR newmont untuk mengembangkan jaringan. Dulu Yayasan Olat Parigi (YOP) sebagai pelaksana program CSR newmont sudah dikembangkan di beberapa kecamatan, tetapi sekarang dipersempit (ditarik lagi), sehingga dapat dianggap tidak ada pengembangan. Yayasan Pengembangan Ekonomi Sumbawa Barat (YPESB) yang diharapkan bisa mengembangkan ekonomi masyarakat, ternyata hanya
59 mengerjakan hal yang kecil-kecil dan itupun jumlahnya terbatas. YPESB terbatas dengan keputusan manajemen dan juga terbatas di SDM-nya yang perlu dikaji ulang. Jika pola manajemen, pola pengembangan dan SDM di internal YPESB sudah baik, maka bantuan dana yang besar ke masyarakat bisa dirasakan dan perkembangan ekonomi masyarakat bisa dilihat secara kontinyu. Kondisi saat ini, program yang dilakukan tidak berkelanjutan. Dimasa mendatang, dengan keberadaan perda TJSP diharapkan: 1. Perusahaan tidak menutupi program CSR-nya. Program CSR merupakan program yang diatur oleh undang-undang dan perusahaan harus terbuka. 2. Perusahaan jangan menganggap bahwa program CSR milik perusahaan. Harus disadari bahwa keberadaan perusahaan karena adanya kekayaan alam milik masyarakat, sehingga sudah seharusnya CSR bukan sekedar kewajiban perusahaan tetapi sudah harus menjadi kebutuhan perusahaan. 3. Perusahaan (newmont) harus memahami bahwa perusahaan ini hanya sebuah perusahaan kontraktor yang kebetulan menambang emas. sehingga harus disadari bahwa pengaruh dari usaha pertambangan mempengaruhi masyarakat dan lingkungan sekitarnya, termasuk dengan pemerintah. Contoh riil yang terjadi, untuk harga barang di kota Taliwang lebih tinggi dibandingkan daerah lain di NTB. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh perusahaan. 4. Dana CSR masuk kedalam APBD, tetapi eksekutif dan legislatif perlu tahu dulu apa kebutuhan riil masyarakatnya dari CSR ini. Bila perlu ada pengalokasian tersendiri dari CSR sehingga jelas kebijakan CSR menyentuh kebutuhan riil masyarakat langsung. Tidak perlu membuat program fantastik seperti ornamen yang mercusuar, tetapi tidak menyentuh basic dasar kebutuhan masyarakat sandang, pangan dan papan (ukuran kesejahteraan). 5. Ada kordinasi dan penyusunan bersama sehingga tidak terjadi tumpang tindih, contoh dana Rp. 144 M untuk kegiatan listrik dan air bersih ada di APBD tetapi dibiayai kembali melalui dana CSR. ANALISIS HASIL EVALUASI PROGRAM DAN KEBIJAKAN Pendekatan Government Policies merupakan proses keputusan dasar, komitmen dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah KSB dalam rangka mencapai kemandirian warga komunitas, dengan strategi utama eksploitasi berkelanjutan atas sumber daya lokal yang tersedia. Kebijakan Perda TJSP lahir dimulai dari tingkat nasional hingga turun ke tingkat kabupaten. Dalam konteks desentralisasi, pemberdayaan komunitas dalam hal ini program KSM merupakan hasil dari interaksi yang bersifat bottom-up. Diketahui program KSM diinisiasi oleh masyarakat, selanjutnya mendapat dukungan pendanaan dari perusahaan dalam bentuk pemberian input program. Sedangkan dalam proses pembangunan yang bersifat top-down, yang dalam kajian ini dipahami sebagai implementasi kebijakan pemerintah daerah melalui Perda TJSP, dapat dianggap belum memberikan sinergisitas bagi komunitas yang berdaya. Hal ini diindikasikan dengan proses kemandirian dalam bidang ekonomi dan modal sosial di dalam kelompok KSM dan komunitas (bonding strategy), mengembangkan modal sosial KSM keluar komunitas (bridging strategy), serta
60 bersinergi dengan kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat (creating strategy) belum terjadi. Kebijakan pembangunan (aras makro) dan pengembangan komunitas (aras mikro) belum mengalami keseimbangan dinamis. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi program dan kebijakan, dimana kedua pendekatan ini belum menghasilkan sinergi antara penetrasi Top-Down dengan kekuatan Bottom-up. Sehingga dapat dikatakan Perspektif pembangunan daerah dalam hal ini Perda TJSP dan pengembangan masyarakat dalam hal ini program CSR berjalan sendirisendiri. Efektivitas program CSR dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan sosial masyarakat di sekitar tambang hanya terjadi pada KSM Maris Gama. Tiga KSM lainnya hanya dapat bertahan dalam satu tahun. Dari hasil penelitian diketahui ada tiga hal yang menyebabkan KSM tidak dapat meningkatkan kapasitas kelembagaannya, yaitu: (1) proses pendampingan yang terlalu cepat ditinggalkan; (2) menganggap ada pelatihan tapi tidak ada tindaklanjut; (3) KSM belum memiliki usaha ekonomi produktif. Khusus pada KSM Maris Gama, dari FGD yang dilakukan diketahui ada lima hal yang dapat meningkatkan kelembagaan KSM tersebut, yaitu: (1) ada pelatihan pembuatan kue dan ada tindaklanjut dari KSM; (2) Dana dipinjamkan ke anggota diluar kelompok (Rumah Tangga keluarga karyawan Newmont) untuk mendapatkan tambahan bunga; (3) ada simpanan wajib yang rutin dilakukan setiap bulan; (4) ada kekompakan ditingkat kelompok; dan (5) pertemuan rutin minimal sebulan sekali diantara anggota dan pengurus kelompok untuk membicarakan perkembangan kelompok. Untuk pengembangan jaringan sosial kelompok penerima manfaat, pada dasarnya terjadi pada empat KSM di Desa Benete. Namun, setelah berjalan dua tahun, tiga KSM tidak aktif. Dari hasil penelitian diketahui ada dua hal yang menyebabkan KSM tidak dapat mengembangkan jaringan, yaitu: (1) kerjasama dengan BRI tidak berkelanjutan dan (2) pergantian manajemen yang mengelola program di perusahaan. Untuk KSM Maris Gama, dari hasil FGD diketahui ada dua hal yang dapat mengembangkan jaringan KSM tersebut, yaitu: (1) kerjasama dengan BRI berkelanjutan, dimana pinjaman setiap tahunnya meningkat; dan (2) adanya upaya untuk membangun jaringan dengan pihak perusahaan melalui pertemuan dengan IKANURA untuk perkenalan masakan khas Sumbawa. Sedangkan untuk kepercayaan anggota kelompok masyarakat penerima manfaat, hanya terjadi pada KSM Maris Gama. Dari hasil penelitian diketahui ada dua hal yang menyebabkan KSM memiliki kepercayaan rendah, yaitu: (1) adanya krisis kepercayaan antara anggota dengan anggota dan anggota dengan pengurus KSM. Dana yang dikembalikan anggota, diginakan oleh oknum pengurus untuk kepentingan pribadi; (2) Anggota KSM menganggap dana tersebut dana pemberian dari perusahaan. Dari hasil FGD diketahui ada empat hal yang dapat meningkatkan kepercayaan KSM tersebut, yaitu: (1) kepercayaan anggota kepada pengurus cukup tinggi, hal ini ditunjukkan dengan tiga tahun lebih KSM terbentuk pengurus masih tetap dipertahankan; (2) ada komitmen anggota untuk mengembalikan pinjaman, dengan harapan KSM mereka dapat terus berkembang menjadi Koperasi; (3) ada kepercayaan dari jaringan dalam hal ini pihak BRI; dan (4) karakter masyarakat Dusun Tatar yang kompak dan intelektual, hal ini diketahui dari, hampir seluruh pimpinan desa dan pengusaha berada di dusun tersebut.
6 CSR PT. NNT, PROFIL KSM, PEMBANGUNAN MODAL SOSIAL, MODAL FINANSIAL dan BENTUK MODAL SOSIAL KSM CSR PT. NNT Kebijakan tanggung jawab sosial PT. Newmont Nusa Tenggara menyatakan dalam visi korporasi tambang Newmont (NMC) yaitu menjadi perusahaan tambang yang paling dihargai dan dihormati melalui pencapaian kinerja terdepan dalam industri tambang. Guna mencapai visi tersebut, salah satu nilai utama NMC adalah mewujudkan kepemimpinan di bidang keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan dan tanggungjawab sosial. Newmont berkeyakinan bahwa melaksanakan tanggung jawab sosial merupakan hal penting bagi bisnis, dan hal itu diwujudkan dengan membangun hubungan berdasarkan atas kepercayaan serta nilai tambah bagi masyarakat dimana Newmont beroperasi.Hal ini dapat dicapai dalam kepemimpinan, dan penerapan sistem manajemen formal yang andal, yang mendukung pengambilan keputusan secara efektif, mengelola resiko perusahaan dan mendorong peningkatan yang berkelanjutan.Hal ini ditegaskan oleh manajer SR PT NNT, yang menyatakan bahwa: PT. NNT telah melakukan berbagai program Community Development (CD) bagi masyarakat sekitar wilayah perusahaan sebagai wujud pelaksanaan CSR perusahaan. Program CD adalah bentuk komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan lebih baik, terutama peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar lokasi perusahaan. Saat ini, program CD tidak hanya dilihat sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap masyarakat, namun juga sebagai sebuah langkah strategis untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam menjaga keberlangsungan usaha, terutama bagi investasi jangka panjang dalam industri pertambangan. Selain itu, CD bisa menjadi bagian dari perusahaan untuk mendapatkan lisensi secara sosial. Pelaksanaan perencanaan program CSR, PT. NNT menerapkan strategi perencanaan secara partisipatif. Beberapa metode yang digunakan diantaranya Participatory Rural Appraisal (PRA), Participatory Wealth Ranking (PWR), Future Search Dialog (FSD) dan Ziel-Orientierte Projekt Planung (ZOPP). Untuk implementasi program CSR, pelaksanaan program melalui kemitraan dengan pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, konsultan dan kontraktor lokal, perguruan tinggi dan kelompok masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, PT NNT telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) tahun 2009-2013 sebagai instrumen dan rujukan dalam merumuskan program CD di sekitar wilayah operasi perusahaan (daerah lingkar tambang), yakni di Kecamatan Maluk, Jereweh dan Sekongkang serta lima kecamatan lain yang ada di KSB secara menyeluruh. Dokumen renstra ini memuat rencana pengembangan masyarakat yang difokuskan pada beberapa bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, pertanian dan pariwisata serta bidang sosial budaya dan agama.
62 Kelima bidang tersebut, tidak bisa dipungkiri bahwa bidang pertanian merupakan hal yang sangat krusial karena sektor pertanian menjadi tumpuan sebagian besar masyarakat yang ada di KSB. Telah tertuang dalam renstra PT NNT bahwa dalam bidang pertanian akan dilaksanakan beberapa kegiatan yang bertujuan pada perbaikan sektor pertanian, yang bermuara pada ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: 1) perbaikan infrastrusktur; 2) pembenahan sarana pertanian; 3) peningkatan teknologi pertanian; dan 4) penguatan kelembagaan. Untuk monitoring evaluasi program CSR, PT. NNT menggunakan dua pendekatan, yaitu: 3. Pendekatan internal dengan melakukan Pemantauan dan Evaluasi secara Partisipatif 4. Pendekatan eksternal dengan melibatkan lembaga mitra seperti, LP3ES, Dampak Sosial Ekonomi dan Perikanan oleh PPLH, P3L (Universitas Mataram) dan LPEM-FEUI, Implementasi Program oleh Gemilang dan Transform NTB, INDEF Jakarta, Mitra Samya Mataram, Five Star Team, ISO14001 Pelaksanaan CSR PT. NNT di Desa Benete, terdapat beberapa kegiatan bidang pertanian yang diimplementasikan diantaranya: peningkatan produktivitas hasil panen lahan pertanian, peningkatkan akses permodalan kegiatan usaha produktif bagi perempuan petani melalui KSM, pembangunan infrastruktur (embung) dan penguatan kapasitas kelompok. Profil KSM di Desa Benete
Desa Benete adalah satu desa yang menjadi sasaran berbagai program KSM sejak tahun 2009. Lahirnya program KSM yang digagas masyarakat yang mendapat dukungan perusahaan dilatarbelakangi oleh semangat untuk mengembangkan program yang telah berlangsung beberapa tahun yaitu Program Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Terpadu (P4T) yang lebih fokus pada produksi hasil pertanian. Kesulitan petani memperoleh saprodi dan harganya mahal, petani tidak punya modal usaha (tanam 1 kali dalam 1 tahun), petani tidak punya tabungan (pinjam dengan bunga tinggi) dan uang petani lari ke kios-kios dengan harga tinggi merupakan problematika yang ditemukan dalam proses assesment. Awal tahun 2010, terbentuk empat KSM di masing-masing dusun, yaitu KSM Maris Gama, KSM Harmoni, KSM Ai Panan dan KSM Dermaga Biru. Setiap KSM memiliki anggota 20 orang yang keseluruhannya merupakan ibu-ibu. Khusus KSM Dermaga Biru, merupakan KSM yang berlokasi di pantai Benete memiliki anggota terdiri dari para ibu-ibu nelayan. Profil masing-masing KSM, digambarkan pada Tabel 6.
63 Tabel 6. Profil empat KSM di Desa Benete No 1. 2.
2. 3. 4. 5.
6. 7.
Profil Lokasi Komunitas Asal komunitas
Jumlah penduduk Mata pencaharian Interaksi sosial Tatanan kehidupan
KSM Ai Panan Dusun Jereweh Masyarakat Masyarakat yang yang pindah dipindahkan dari Desa Belo dari daerah Kecamatan pegunungan Jereweh
Dermaga Biru Dusun Nangkalanung Transmigran dan pendatang
Harmoni Dusun Singa
Maris Gama Dusun Tatar
200 KK
91 KK
Masyarakat yang dipindahkan dari daerah pegunungan (lokasi dibawah masyarakat singa) 130 KK
Nelayan
Petani dan hasil hutan Akrab
Kurang aktab
Tidak mengutamakan nilai dan adat istiadat untuk mengatur tata kehidupan Stok modal Rendah sosial Stratifikasi Status sosial pemerintah desa dan PNS dipandang sebagai lapisan sosial tertinggi dalam masyarakat.
Mengutamakan nilai dan adat istiadat untuk mengatur tata kehidupan tinggi Status Pegawai PT. NNT, pengusaha dan PNS, dipandang sebagai lapisan sosial tertinggi dalam masyarakat.
88 KK Petani Akrab Kurang mengutamakan nilai dan adat istiadat untuk mengatur tata kehidupan rendah Status Pegawai PT. NNT, pengusaha dan PNS, dipandang sebagai lapisan sosial tertinggi dalam masyarakat.
Petani dan hasil hutan Akrab kekeluargaan Mengutamakan nilai dan adat istiadat untuk mengatur tata kehidupan tinggi Status Pegawai PT. NNT, pengusaha dan PNS, dipandang sebagai lapisan sosial tertinggi dalam masyarakat.
Sumber: diolah dari hasil wawancara dan data profil Desa Benete Tabel 6 menunjukkan, bahwa ada perbedaan lokasi dari masing-masing KSM. Jumlah penduduk Dusun Nangkalanung lebih banyak dari dusun lainnya, hal ini dikarenakan asal penduduk di dusun tersebut bertambah dari banyaknya pendatang dari pulau Lombok dan Jawa. Desa Nangkalanung berbatasan langsung dengan laut, sehingga sebagian masyarakatnya berdomisili di pantai dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Sedangkan tiga dusun lain, rata-rata sebagai petani. Masyarakat di Dusun Singa dan Tatar, memiliki tatanan kehidupan yang mengutamakan nilai dan adat istiadat untuk mengatur tata kehidupan, hal ini didasarkan asal masyarakat yang sama. Sedangkan dua dusun lainnya memiliki tatanan kehidupan yang kurang kuat, hal ini dipengaruhi oleh asal masyarakat yang tidak sama. Stratifikasi sosial di tiga dusun menunjukkan status pegawai perusahaan menempati lapisan sosial tertinggi di masyarakat, disusul kemudian oleh pegawai negeri sipil. Sedangkan di Dusun Nangkalanung, stratifikasi sosial
64 tertinggi ada di pemerintahan desa dalam hal ini Kepala Desa, baru kemudian pegawai negeri. Hal ini dikarenakan, sebagian besar penduduk Dusun Nangkalanung merupakan pendatang, sehingga hubungan dengan pemerintahan desa sangat tinggi. Kondisi tatanan kehidupan di empat dusun mempengaruhi stok modal sosial di masing-masing dusun. Perencanaan Program KSM Lahirnya program KSM yang digagas masyarakat yang mendapat dukungan perusahaan dilatarbelakangi oleh semangat untuk mengembangkan program yang telah berlangsung beberapa tahun yaitu Program Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Terpadu (P4T) yang lebih fokus pada produksi hasil pertanian. Kesulitan petani memperoleh saprodi dan harganya mahal, petani tidak punya modal usaha (tanam 1 kali dalam 1 tahun), petani tidak punya tabungan (pinjam dengan bunga tinggi) dan uang petani lari ke kios-kios dengan harga tinggi merupakan problematika yang ditemukan dalam proses assesment. Secara umum KSM di Desa Benete belum memenuhi beberapa prinsip yang perlu menjadi pedoman sebuah kelompok swadaya masyarakat. Beberapa prinsip tersebut, pertama, karakter saling mempercayai dan saling mendukung. Karakter untuk, bisa mendorong para anggota untuk mengekspresikan gagasan, perasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman hanya terjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi. Dengan demikian, setiap anggota di tiga KSM belum memiliki keleluasaan mengungkapkan pemikiran dan pendapat, serta mampu mengajukan usul dan saran yang perlu dijadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa adanya rasa segan atau adanya hambatan psikologis lainnya. Program KSM difokuskan pada ibu-ibu petani dan nelayan. Kondisi ini dipengaruhi oleh, keterlibatan perempuan dalam pertanian di Desa Benete sangat tinggi. Sistem pertanian yang masih tradisional, menempatkan perempuan memiliki keterampilan memilih benih padi yang baik untuk disimpan dan ditanam pada musim berikutnya. Perempuan pula yang mempersiapkan pupuk, obatobatan dan proses panen. Kemampuan tersebut menjadikan posisi perempuan dalam posisi sentral untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup keluarganya. Peran perempuan dalam pertanian di Benete, tidak hanya penting di sektor budidaya, tetapi perempuan juga terlibat dalam kegiatan pasca panen dan perdagangan hasil pertanian. Oleh karena itu, untuk mengatasi terbatasnya perempuan tani dalam mengakses modal finansial untuk membantu memenuhi kebutuhan, maka program memposisikan perempuan sebagai subyek dari program KSM. Secara umum tujuan KSM adalah untuk meningkatkan pendapatan petani dari kegiatan usaha tani di Desa Benete dengan indikator keberhasilan Pendapatan petani dampingan dari sektor pertanian meningkat menjadi 1 USD/orang/hari . Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan akses permodalan kegiatan usaha produktif bagi perempuan petani, dengan indikator keberhasilan yaitu; (1) 4 KSM mempunyai usaha produktif; (2) standar pembukuan 80%; dan (3) tingkat kredit macet atau non performing loan/NPL (<10 %). (Lampiran 1. Log Frame Program) KSM mampu menyediakan kebutuhan petani dalam melakukan aktifitas bertani di sekitar wilayah, antara lain berupa; (pupuk, bibit atau benih, herbisida,
65 sarana produksi tani dan modal kerja) dan KSM mampu mengelolah keuangan mikro petani, dalam bentuk tabungan dan sembako. Untuk perencanaan atau penyusunan anggaran program, masyarakat atau kelompok tidak dilibatkan, hanya dilakukan oleh perusahaan. Masyarakat terlibat dalam perencanaan ketika mulai membentuk kelompok dan menyusun program kerja di tingkat KSM. Pelaksanaan Program KSM Hasil focus group discussion (FGD),secara umum ada tiga bentuk input yang diberikan perusahaan terhadap program KSM, yaitu: 4. Input pendanaan, yaitu input berupa bantuan modal usaha sebesar Rp. 15.000.000,- per KSM, namun dalam realisasinya per KSM hanya menerima sebesar Rp. 13.500.000,-. Berkurangnya dana yang diterima KSM, dikarenakan dana yang diberikan oleh perusahaan dijadikan sebagai jaminan di Bank BRI guna mengantisipasi pinjaman KSM jika gagal bayar. Untuk memperoleh dana pinjaman, KSM mengajukan proposal pinjaman yang ditujukan ke Bank BRI; 5. Input pendamping lapangan, yaitu input berupa penempatan satu orang pendamping lapangan, yang bertugas memfasilitasi kelompok dalam proses pelaksanaan kegiatan. Pendamping lapangan berasal dari lembaga lokal yang dikontrak oleh perusahaan yaitu Yayasan Serikat Petani Nelayan Sumbawa Barat (SPNSB). Proses pendampingan terhadap KSM dilakukan dengan mendatangi satu KSM setiap harinya. Mengenai waktu pendampingan disesuaikan dengan permintaan anggota KSM, dimana jika diminta datang pada waktu malam hari, maka pendamping akan datang pada malam hari. Pelaksanaan pendampingan, ada beberapa prinsip yang menjadi pegangan dalam melaksanakan pendampingan, yaitu (1) memulai dari apa yang mereka punya, (2) saling belajar-mengajar, (3) masyarakat sebagai pelaku, (4) pendamping sebagai fasilitator, (5) terbuka, (6) kekeluargaan, dan (7) melebur diri. Ada tiga peran pendamping yaitu sebagai motivator, konsultan dan penghubung/katalis. Tahapan pendampingan ada tiga yang ditetapkan yaitu: 4. Tahap Penumbuhan a. Pendekatan kepada masyarakat Mempersiapkan diri Memperkenalkan diri Mengumpulkan informasi dasar b. Metode/Teknik Penumbuhan KSM Menumbuhkan kelompok baru Mengembangkan kelompok yang telah ada 5. Tahap Perkembangan a. Pelatihan Peningkatan Keterampilan b. Bimbingan Teknis Pasca Pelatihan 6. Tahap Mandiri a. Bantuan/Bimbingan Teknis b. Peran penghubung
66 6. Input pelatihan, yaitu input berupa penguatan kapasitas bagi kelompok, baik secara kelembagaan maupun individu. Pelatihan yang sempat dilakukan adalah pelatihan pembuatan kue yang diselenggarakan di kantor desa. Kegiatan difasilitasi oleh fasilitator dengan pembiayaan dari perusahaan. Prosedur pengelolaan dana menjadi faktor penting dalam pelayanan KSM karena hal ini menentukan keberlanjutan dari KSM. Alur proses program KSM dapat digambarkan pada Gambar 8. KSM membuat proposal Pengembal ian dana ke BRI
Proposal di terima Bank BRI
Pembagian SHU
Pencairan dana pinjaman Pengelolaan - Simpanan - Bunga Pinjaman
Gambar 8. Proses program pengelolaan dana KSM Gambar 8 menunjukkan bahwa tahapan proses pengelolaan dana dimulai dari kelompok membuat proposal pinjaman didampingi pendamping lapangan, kemudian proposal diajukan ke Bank BRI. Proses pengajuan dan pencairan dana ke BRI dilakukan oleh pengurus (ketua, sekretaris dan bendahara). Setelah dana diterima, maka pengaturan proses simpan pinjam terjadi di internal KSM. Di akhir tahun, diharapkan pengembalian dana pinjaman anggota dikembalikan bersama bunga pinjaman, untuk kemudian dibagikan Sisa Hasil Usaha (SHU). Setelah itu, KSM memiliki kewajiban mengembalikan pinjaman pokok kepada BRI beserta bunga pinjaman. Setelah dana pinjaman kembali ke BRI diakhir tahun, maka untuk pinjaman selanjutnya KSM kembali menyusun proposal dengan proses siklus yang sama. Pencapaian Program KSM Secara umum empat KSM menerima input yang diberikan oleh program. Untuk input pendanaan, yang diberikan di tahun pertama program, ke empat KSM menerima dalam jumlah yang sama dari BRI. Di tahun kedua, KSM Dermaga Biru tidak menerima input dana lagi, sedangkan dua KSM (Ai Panan dan
67 Harmoni) masih menerima jumlah dana yang sama, dan satu KSM yaitu Maris Gama sudah ada peningkatan input pendanaan. KSM Dermaga Biru hanya satu kali di tahun awal menerima modal bantuan kredit sebesar Rp. 15.000.000,-. Sedangkan KSM Ai Panan dan KSM Harmoni dua kali mendapatkan bantuan modal kredit dengan jumlah yang sama setiap tahunnya. Khusus KSM Maris Gama, bantuan modal kredit diperoleh tiga kali dan ada penambahan modal usaha di tahun kedua sebesar Rp. 23.000.000,- dan di tahun ketiga Rp. 27.000.000,-. Perbedaan penerimaan input dana oleh KSM di tahun berikutnya disebabkan oleh adanya KSM yang tidak disiplin mengembalikan pinjaman ke BRI, sehingga tidak mendapatkan pinjaman lagi. Sedangkan perbedaan besaran dana yang diterima di tahun kedua oleh tiga KSM, disebabkan oleh adanya penilaian bank BRI terkait dengan keaktifan anggota KSM dalam pengembalian. Waktu pengembalian yang lebih cepat dan sistem pengaturan pengelolaan pinjaman yang lebih baik di internal KSM Maris Gama, membuat KSM ini mendapatkan kepercayaan BRI, sehingga mendapatkan tambahan dana di tahun kedua dan ketiga. Ditegaskan oleh pendamping lapangan bahwa, penyebab gagalnya keberlanjutan kegiatan ketiga KSM tersebut karena: 4. Anggota KSM yang meminjam tidak disiplin dalam mengembalikan dana pinjaman, karena menganggap dana tersebut dana pemberian dari perusahaan; 5. Anggota KSM lain terpengaruh dengan adanya anggota di KSM lainnya yang tidak melakukan pengembalian; dan 6. Adanya krisis kepercayaan antara anggota dengan pengurus KSM, disebabkan dana yang telah disetorkan oleh anggota ke pengurus, digunakan untuk kepentingan pribadi pengurus, sehingga tidak dapat digulirkan kembali. Proses pendampingan dilakukan oleh seorang fasilitator lapangan yang berasal dari lembaga mitra perusahaan. Dalam proses pendampingan prinsipprinsip pendampingan telah diupayakan diterapkan secara maksimal oleh pendamping lapangan untuk mengembangkan KSM. Untuk tahapan pendampingan, sudah sampai pada tahap perkembangan, dalam hal ini pelatihan peningkatan keterampilan. Tahapan perkembangan KSM belum sesuai yang direncanakan, disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi fasilitator diantaranya; (1) waktu pertemuan kelompok yang tidak bisa rutin (pengurus sulit ditemui, anggota sibuk dengan kegiatan). Kondisi ini terjadi karena anggota belum memahami peran pendamping secara utuh dan tidak adanya perencanaan jadwal pendampingan yang disepakati bersama. (2) adanya krisis kepercayaan di internal anggota KSM, yang tidak diketahui secara jelas oleh pendamping apa penyebab konflik yang terjadi pada anggota. (3) adanya pergantian personel di perusahaan, sehingga komunikasi harus mulai dari awal, bahkan program sampai terhenti, sehingga membuat fasilitator mengalami hambatan dalam proses pendampingan. Input pelatihan yang diberikan perusahaan tidak dapat ditindaklanjuti oleh KSM. Hal ini dikarenakan tidak adanya dukungan dana untuk mengembangkan hasil pelatihan. Bagi anggota KSM sendiri, hal ini sudah dapat diduga karena sudah sering pelatihan-pelatihan yang selama ini difasilitasi perusahaan tidak pernah ada tindaklanjutnya.
68 Berdasarkan pemaparan diatas, secara umum KSM yang ada di Desa Benete dapat dikatakan belum sesuai dengan namanya dan prinsip pemberdayaan. Hal ini didasarkan pada proses kelahiran kelompok memang berasal dari kesadaran masyarakat sendiri, yaitu gagasan kelompok muncul dari masyarakat. Namun hanya sampai pada gagasan saja, sedangkan perencanaan dilakukan oleh pendamping dan perusahaan. Sumberdaya yang dikelola KSM, dalam hal ini sumberdaya finansial bersumber dari perusahaan, sehingga ada ketergantungan kelompok terhadap perusahaan. Sebagai wadah bagi pemberdayaan anggota-anggotanya, KSM belum memenuhi beberapa prinsip yang perlu menjadi pedoman sebuah kelompok swadaya masyarakat. Beberapa prinsip tersebut, pertama, karakter saling mempercayai dan saling mendukung. Karakter untuk, bisa mendorong para anggota untuk mengekspresikan gagasan, perasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman hanya terjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi. Dengan demikian, setiap anggota di tiga KSM belum memiliki keleluasaan mengungkapkan pemikiran dan pendapat, serta mampu mengajukan usul dan saran yang perlu dijadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa adanya rasa segan atau adanya hambatan psikologis lainnya. Kedua, mandiri dalam membuat keputusan. Kebersamaan kelompok hanya trerjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan di tiga kelompok belum terjadi. Hal ini terjadi karena, proses pengambilan keputusan melalui kesepakatan yang diambil oleh kelompok itu sendiri belum terjadi. Keputusan kelompok lazimnya merupakan hasil dari permusyawaratan bersama dan tidak diperkenankan adanya dominasi dari perorangan atau beberapa orang yang bersifat pemaksaan kehendak atau intervensi dari pihak manapun. Namun yang terjadi, dominasi dari pengurus sangat dominan dalam mengambil keputusan. Ketiga, mandiri dalam menetapkan kebutuhan. Penetapan kebutuhan kelompok, khususnya dalam kegiatan simpan dan pinjam hanya terjadi pada KSM Maris Gama. Hal ini diketahui dari besaran nilai pinjaman kelompok yang diajukan dan disetujui pihak BRI. Selain itu, besaran pinjaman yang diberikan ke anggota, disesuaikan dengan kebutuhan anggota. Melalui basis kelompok, dimungkinkan terjadinya proses belajar bersama yang lebih efisien dan efektif. Sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi penetapan kebutuhan dana sesuai kebutuhan, misalnya dalam hal pinjaman dana, dana yang diperoleh kelompok langsung dibagi rata oleh KSM. Keempat, Partisipasi yang nyata. Peluang setiap anggota untuk memberikan kontribusi kepada anggota kelompok yang lainnya, sebagai wujud komitmen kebersamaan berjalan pada KSM Maris Gama. Hal ini diketahui dari dana pinjaman yang ada, yaitu anggota hanya meminjam sesuai kebutuhan, jika tidak butuh maka anggota memberikan peluang bagi anggota lain untuk mendapatkan pinjaman lebih besar sesuai kebutuhan. Dengan kondisi ini, potensi untuk menumbuhkan keswadayaan KSM Maris Gama dalam wujud partisipasi nyata terbuka luas. Sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi partisipasi yang nyata, misalnya dalam rapat-rapa kelompok jarang dilakukan, sehingga kehadiran anggota, ketika rapat sedikit.
69 Pembangunan Modal Sosial KSM Francis Fukuyama dalam dalam Sarosa & Amri (2008), seorang ahli sosialekonomi, menjelaskan modal sosial sebagai nilai atau norma yang diakui bersama oleh anggota-anggota suatu kelompok atau masyarakat, yang memungkinkan terjadinya kesepahaman dan kerjasama diantara mereka. Menurut Bank Dunia, modal sosial merujuk pada berbagai norma dan jejaring (network) yang memungkinkan terjadinya tindakan bersama. Modal sosial terdiri dari berbagai institusi, hubungan, dan kebiasaan yang menentukan kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam sebuah masyarakat. Desa Benete memiliki empat dusun yaitu Dusun Singa, Nangkalanung, Jereweh dan Tatar, yang lokasi asal masyarakat masing-masing dusun sebelum dipindahkan ke wilayah Benete berbeda. Karakter yang berbeda, misalnya bahasa, mata pencaharian yang berbeda, menyebabkan pada umumnya memiliki stok modal sosial yang rendah pada tingkat desa, tetapi memiliki stok modal sosial yang tinggi pada masing-masing dusun. Stok modal sosial tinggi yang dicirikan oleh adanya rasa percaya, kerjasama, ikatan masyarakat, pertukaran informasi yang kuat serta norma yang mengikat terhadap seluruh anggotanya untuk mewujudkan harapan bersama dan menghindari sifat oportunistik individu terjadi pada tingkat dusun. Selain itu, adanya stok modal sosial juga akan terlihat dari tingginya tata perilaku masyarakat terhadap setiap kegiatan yang bertujuan untuk kebaikan bersama. Realisasi program CSR melalui KSM, secara tidak langsung memberikan sumbangan terhadap modal sosial masyarakat di masing-masing dusun. Dalam hal ini, apabila program CSR dapat secara riel meningkatkan kualitas stok modal sosial, maka dapat diartikan pula bahwa telah terjadi perbaikan kondisi perekonomian masyarakat. Namun Kondisi tersebut tidak terjadi pada program kelompok swadaya masyarakat yang ada pada KSM di masing-masing dusun. Dalam kajian ini, peneliti memfokuskan modal sosial dalam tiga unsur yaitu norma, kepercayaan (trust), dan jejaring (network) yang memungkinkan KSM lebih terkoordinasi, anggota bisa berpartisipasi, bekerjasama dalam mencapai tujuan. Modal sosial lebih ditekankan pada hubungan sosial dan pola-pola organisasi sosial yang diciptakan untuk memperoleh kekuatan yang potensial untuk perkembangan ekonomi. Norma Sistim nilai dan norma dalam kelompok KSM di Desa Benete berbentuk organisasi sosial non formal, dimana dibentuk tanpa perumusan tertulis atau adanya aturan yang ada. Struktur organisasi kepengurusan yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara belum terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan otoritas dan tanggungjawab masing-masing pihak. Tugas masing-masing pihak belum terspesifikasikan. Bentuk komunikasi antar pengurus dengan pengurus, antar pengurus dengan anggota juga belum ada. Ada kegiatan simpanan pokok, simpanan wajib, kegiatan pinjaman dan pembagian keuntungan dalam bentuk SHU. Pembukuan KSM masih terbilang sederhana, dalam arti buku administrasi yang tersedia hanya buku simpanan dan
70 buku pinjaman. Aturan yang mengatur proses kegiatan simpan, pinjam dan pembagian SHU belum tersedia secara tertulis pada KSM. Aturan terkait proses pengisian pembukuan juga belum tersedia. Sehingga secara kelembagaan, dapat dikatakan bahwa KSM berjalan berdasarkan kondisi yang ada. Kegiatan simpan dan pinjam terbatasi oleh jumlah dana yang tesedia di KSM, jika dana ada maka proses pinjaman dapat berjalan, jika tidak ada dana maka kegiatan di KSM tidak ada. Untuk besaran simapanan, ada kesepakatan anggota terkait besaran nilainya, yaitu simpanan pokok Rp. 10.000,- per anggota dan Rp. 5.000,- per anggota untuk simpanan wajib. Sedangkan, besaran pinjaman dilakukan dengan membagi rata dana yang tersedia, belum berdasarkan kebutuhan. Kondisi ini terjadi, karena belum ada kesepakatan yang jelas terkait aturan besaran pinjaman dari yang tersedia. Kesepakatan besaran pinjaman, masih sebatas kesepakatan lisan. Kesepakatan lisan ini membuat anggota mengalami kesulitan memahami kesepakatan tersebut, karena bentuknya tidak tertulis dan pada akhirnya tidak ada yang menjadi acuan untuk ditaati. Monitoring dan evaluasi (monev) program KSM dilakukan secara partisipatif di akhir tahun, yang melibatkan anggota, pendamping dan perwakilan perusahaan. Hasil monev didokumentasikan oleh pendamping dan diserahkan kepada perusahaan. Dokumentasi hasil monev tidak diberikan kepada kelompok, sehingga kelompok tidak memiliki dokumen yang menjadi dasar untuk melakukan perbaikan. Tata perilaku dalam kelompok Proses musyawarah mufakat anggota dan pengurus pada dasarnya terjadi pada tingkat kelompok, misalnya pada proses pemilihan pengurus dan menentukan besaran nilai simpanan pokok dan wajib. Namun pada beberapa proses lain yang juga menentukan keberlanjutan kelompok tidak terjadi, misalnya musyawarah untuk membuat aturan terkait jumlah pinjaman, masa jabatan pengurus dan pembagian SHU. Pada awal program, keaktifan anggota dalam menghadiri rapat kelompok baik, misalnya dalam memilih pengurus. Namun setelah program berjalan, keaktifan anggota berkurang, karena pertemuan rapat-rapat kelompok jarang dilakukan oleh pengurus. Keaktifan pengurus untuk mengadakan rapat rendah, sehingga hal ini mempengaruhi pula keaktifan anggota untuk menghadiri rapat jika diadakan. Leadership dari pengurus KSM berbeda-beda, ada yang memimpin secara otoriter dan ada yang cukup demokratis. Kepemimpinan otoriter, terlihat dari cara pengelolaan dana, dimana semua kegiatan simpan, pinjam dan SHU ditentukan sendiri oleh pengurus dalam hal ini ketua. Sedangkan kepemimpinan yang demokratis, pengurus terlibat aktif bersama anggota menentukan besaran pinjaman dan pembagian SHU. Posisi ketua bisa dikatakan sebagai fasilitator dan pada akhirnya memutuskan apa yang disepakati oleh anggota. Kedisiplinan anggota dan pengurus dalam mengembalikan dana pinjaman, hanya terjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan tiga KSM lain tidak terjadi. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kepercayaan antar anggota dan pengurus lemah.
71 Kepercayaan Hubungan interaksi antar anggota KSM diawal program baik. Kondisi ini dipengaruhi oleh, anggota berasal dari dusun yang sama dan ketika pemilihan anggota dalam satu KSM, anggota memilih sendiri siapa yang dirasa nyaman untuk diajak berkelompok. Selain itu kondisi interaksi anggota dengan pendamping dan perwakilan perusahaan juga baik. Hal ini diketahui dari, pendamping lapangan yang memfasilitasi pembentukan KSM dan pemilihan pengurus kelompok disaksikan perwakilan perusahaan. Setelah KSM terbentuk dan pengurus terpilih, interaksi kelompok dengan pihak perbankan dalam hal ini BRI mulai terbangun. Interaksi terjadi, karena adanya dana dukungan program dari perusahaan yang penyalurannya melalui BRI. Atas dasar itu, kelompok berhubungan dengan BRI. Namun pada saat program mulai berjalan khususnya pengembalian pinjaman, kondisi hubungan interaksi anggota mulai bermasalah. Kondisi interaksi yang terputus pertama terjadi pada KSM Dermaga Biru. Interaksi antar anggota tidak terjadi lagi pasca dana pinjaman digulirkan. Interaksi kelompok dengan pendamping juga mengalami kesulitan karena pengurus dan anggota sulit ditemui. Interaksi dengan BRI dan perusahaan juga tidak terjadi, sehingga pada akhirnya anggota kelompok tidak ada yang mengembalikan pinjaman. Pada tahap berikutnya, dua KSM (Ai Panan dan Harmoni) mengalami hal yang tidak jauh berbeda dengan KSM Dermaga Biru. Anggota kedua KSM terpengaruh dengan anggota KSM di Dermaga Biru, yaitu anggota tidak mengembalikan pinjaman tidak ada sangsi apapun, baik dari BRI, perusahaan maupun pendamping. Selain itu, ada beberapa kasus anggota tidak mengembalikan karena tidak percaya dengan pengurus. Dana yang dikembalikan anggota dimanfaakan oleh pengurus untuk kepentingan pribadi. Kondisi ini akhirnya ikut memberikan kontribusi KSM tidak aktif lagi. Menurut beberapa anggota kelompok KSM Dermaga Biru, yang tidak mengembalikan dana; “dana tersebut dana pemberian dari perusahaan, jadi tidak perlu dikembalikan karena program-program sebelumnya dari perusahaan yang penyalurannya melalui lembaga perusahaan tidak ada pengembalian” Beberapa anggota kelompok Harmoni dan Ai Panan, menyatakan: “Krisis kepercayaan yang terjadi di kelompok disebabkan karena pengurus tidak transparan dalam kelola dana, sehingga anggota merasa tidak perlu mengembalikan. Jika dikembalikan, akan diambil oleh pengurus. Selain itu, mereka melihat bahwa tidak ada sangsi apapun di kelompok yang tidak mengembalikan” Interaksi antar anggota dan pengurus, pendamping, perwakilan perusahaan dan pihak BRI cukup baik. Kondisi ini secara tidak langsung memberi kontribusi pada KSM Maris Gama, sehingga masih bisa bertahan hingga saat ini. Sebagaimana ditegaskan ketua kelompok: “Ada empat hal yang menyebabkan KSM Maris Gama tetap terjaga, yaitu:(1) kepercayaan anggota kepada pengurus cukup tinggi, hal ini
72 ditunjukkan dengan tiga tahun lebih KSM terbentuk pengurus masih tetap dipertahankan; (2) ada komitmen anggota untuk mengembalikan pinjaman, dengan harapan KSM mereka dapat terus berkembang menjadi Koperasi; (3) ada kepercayaan dari jaringan dalam hal ini pihak BRI, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah pinjaman yang diberikan kepada kelompok; dan (4) karakter masyarakat Dusun Tatar yang dapat diaktegorikan cukup kompak dan intelektual, dimana kekuatan ekonomi berada di dusun Tatar, misalnya pimpinan desa dan pengusaha. Kondisi interaksi antar anggota dan juga pengurus, secara langsung mempengaruhi norma dan jejaring yang ada pada kelompok. Jejaring Hubungan antar KSM di desa Benete belum terbangun. Hal ini dikarenakan KSM masih terfokus pada satu unit usaha simpan dan pinjam dengan mengelola dana yang terbatas, sehingga tidak memungkinkan ada terjadi kerjasama. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah karakter sosial masyarakat yang berbeda. Perbedaan karakter ini, dikarenakan kelompok yang ada di masing-masing dusun bermukiml di lokasi yang berbeda sebelum dipindahkan ke Desa Benete. Dalam hal ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang belum terikaat sehingga belum membuat adanya kepercayaan. Hubungan dengan pihak lain, secara langsung telah terbangun dengan pendamping lapangan, pihak BRI dan prusahaan. Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk karena adanya hubungan saling membantu dalam melaksanakan program. Hubungan kelompok dengan pendamping, didasarkan pada adanya program KSM, yaitu kelompok dibantu dalam hal manajemen pengelolaan dan berhubungan dengan perbankan oleh pendampingan. Hubungan pendamping sendiri, selain membantu memfasilitasi kegiatan kelompok, juga sebagai kontraktor perusahaan dalam mensukseskan visi comdev perusahaan. Hubungan kelompok dengan BRI, pada dasarnya terkait akses dana yang disalurkan oleh perusahaan, untuk kemudian dikelola oleh kelompok. Sedangkan hubungan BRI dengan KSM tidak saja didasarkan pada kepentingan BRI sebagai membantu menyalurkan pinjaman perusahaan, tetapi juga mendapatkan profit dari kegitan. Hal ini dapat dilihat dari, dana yang disalurkan perusahaan melalui BRI sebesar Rp. 15.000.000,- tetapi yang diterima per kelompok sebesar Rp. 13.500.000,-. Selisih besaran dana tersebut merupakan keuntungan BRI. Hubungan perusahaan dengan BRI, diprakarsai oleh perusahaan dengan maksud agar kelompok memiliki tanggung jawab terhadap dana yang dipinjam di BRI. Dengan keterlibatan bank, optimisme pengembalian pinjaman dana bisa berjalan dengan baik dan program bisa berkelanjutan. Kerjasama ini, dilatarbelakangi juga oleh kegagalan perusahaan dalam program bantuan finansial kepada masyarakat dan kelompok-kelompok yang disalurkan oleh lembagalembaga perusahaan. Jaringan yang terbentuk lebih berasal dari hubungan antar kelompok dengan institusi. Hubungan atau jaringan kerjasama dengan pemerintah daerah belum terjadi sama sekali, baik itu dalam pembinaan, konsultasi maupun dukungan materi kepada
73 kelompok KSM. Kondisi jaringan yang belum maksimal, dipengaruhi oleh kondisi norma dan rasa saling kurang percaya di KSM. Modal Finansial Ronald S. Burt dalam Ibrahim (2002) menuliskan modal sosial sebagai; “...natural qualities – charm, healt, intellegence and looks – combined with the skills you have acquired in formal education and job experience give you abilities to excel at certain task” Kemudian Burt membedakannya dengan modal keuangan (financial capital) sebagai uang tunai yang dimiliki, simpanan di bank, investasi, fasilitas kredit. Batasan modal keuangan lebih jelas, tetapi ada yang memasukkan modal keuangan sebagai bagian dari modal fisik secara material. Modal fisik dikaitkan dengan benda, alat, mesin, gedung, infrastruktur fisik, jaringan transportasi, buatan manusia atau bentuk material lain, yang memfasilitasi kegiatan manusia. Bentuk modal finansial yang diberikan perusahaan terhadap KSM, berupa pendanaan yang penyalurannya melalui BRI. Modal finansial ini diberikan kepada kelompok melalui pihak BRI. Proses mendapatkan akses modal tersebut, melalui kelompok dengan membuat proposal. Modal finansial selanjutnya dikelola oleh kelompok melalui kegiatan pengelolaan simpanan, pinjaman dan pembagian sisa hasil usaha. Input modal finansial yang diberikan ke masing-masing KSM ditampilkan dalam Tabel 7. Tabel 7. Input modal finansial untuk 4 KSM dalam tahun Tahun KSM Dermaga Biru Ai Panan Harmoni
2010 (Rp)
2011 (Rp)
2012 (Rp)
15.000.000,-
0,-
0,-
15.000.000,-
15.000.000,-
0,-
15.000.000,-
15.000.000,-
0,-
Maris Gama 15.000.000,23.000.000,Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan FGD
27.000.000,-
Tabel 7 menunjukkan modal fisik yang dikelola oleh empat KSM yang ada di Desa Benete. KSM Dermaga Biru hanya satu tahun (2010) di tahun awal menerima modal, setelah itu tidak mendapatkan bantuan modal pinjaman karena gagal melakukan pengembalian. Sedangkan KSM Ai Panan dan KSM Harmoni dua tahun (2010-2011) mendapatkan bantuan modal kredit dengan jumlah yang sama setiap tahunnya. Namun pada tahun berikutnya tidak mendapatkan lagi karena gagal melakukan pengembalian. Khusus KSM Maris Gama, bantuan modal diperoleh tiga tahun dan ada penambahan modal usaha di tahun kedua dan tahun ketiga.
74 KSM Maris Gama telah berhasil untuk memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan anggota agar benar-benar terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, khususnya yang berhubungan dengan persoalan pengelolaan dana pinjaman. Pemimpin kolektif yang mempunyai kriteria sifat-sifat baik, memunculkan keputusan yang adil dan transparan, sehingga menumbuhkan kepercayaan anggota kepada lembaga dan para pengurusnya. Kepercayaan merupakan modal yang sangat berharga penting bagi KSM Maris Gama. Dengan adanya kepercayaan, dan keterlibatan anggota menumbuhkan kepercayaan pihak luar dalam hal ini perusahaan dan BRI, untuk bermitra dan berjaringan dengan KSM Maris Gama. Hal ini ditunjukkan meningkatnya jumlah modal finansial yang diterima kelompok. Kepengurusan yang dipilih secara langsung oleh anggota, juga menunjukan adanya kepercayaan penuh dari anggotata. Kepercayaan tersebut ditunjukan dengan tidak adanya prasangka buruk anggota terhadap program yang dilaksanakan pengurus, tidak adanya pergantian pengurus sejak awal, dan adanya keaktifan anggota dalam setiap program yang akan, sedang, atau telah dilaksanakan Modal finansial kelompok, selain pinjaman juga dikelola melalui kegiatan simpanan dan pembagian SHU. Kegiatan simpanan di kelompok dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela. Simpanan pokok dan wajib, terlaksana sesuai dengan kesepakatan, sedangkan simpanan sukarela tidak pernah dilakukan oleh anggota. Kegiatan modal finansial Program Simpan Pinjam KSM dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8.Kinerja program simpan pinjam KSM Kegiatan simpan pinjam
Kelompok Swadaya Masyarakat Maris Gama
Ai Panan
Harmoni
Dermaga Biru
Simpanan pokok
Rp.10.000,-
Rp.10.000,-
Rp.10.000,-
Rp.10.000,-
Simpanan wajib
Rp.5000,/bln
Rp.5000,/bln
Rp.5000,/bln
Rp.5000,/bln
Dibagi rata jumlah anggaran yang ada
Dibagi rata jumlah anggaran yang ada
- SHU dibagikan
- SHU tidak ada
Jumlah Kredit
SHU
Disesuaikan dengan Dibagi rata kebutuhan dan jumlah anggaran jumlah anggaran yang ada yang ada SHU dan simpanan - SHU wajib dibagikan dibagikan 2 Dibagi dalam kali rapat. - Ditentukan oleh pengurus
2 kali - SHU ditentukan oleh pengurus
yang dibagikan
Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan FGD Perguliran kredit ke anggota dilakukan dengan menyesuaikan dengan kebutuhan anggota, jumlah dana yang tersedia setiap bulannya. Hal ini dilakukan untuk memperkecil resiko kegagalan pengembalian kredit. Dari empat KSM,
75 hanya KSM Maris Gama saja yang pengembalian kreditnya lancar, sedangkan tiga KSM lain secara umum gagal pengembalian kreditnya. Hasil wawancara dengan anggota KSM, diketahui modal kepercayaan dan kepemimpinan kelompok mempengaruhi pengembalian kredit. Hal ini ditegaskanSH (informan) salah satu anggota dari KSM yang sudah tidak beroperasi lagi, wajar kalau KSM mereka tidak beroperasi lagi hanya bertahan satu tahun, sebagaimana pernyataannya: “Kelompok kami hanya pertemuan dua kali pak, waktu mau terima dana dan waktu mau mau kembalikan dana. Kita ga pernah diajak bicara sama pengurus untuk proses ini itu, jadi kita ga tau seperti apa kelanjutan kelompok” Bentuk Modal Sosial KSM Pembangunan modal sosial dan modal finansial KSM telah mempengaruhi kondisi modal sosial kelompok. Pengaruh tersebut membentuk modal sosial yang berbeda untuk empat KSM yang ada di Desa Benete. Modal sosial terbangun dari adanya rasa saling percaya, jaringan kerja dan norma yang kondusif. Rasa saling percaya akan mengurangi biaya kontak, kontrak dan kontrol sehingga dapat meniadakan biaya transaksi yang tinggi. Rasa saling percaya juga akan memudahkan adanya jaringan kerja yang efisien dimana jaringan kerja sosial memberi manfaat pada proses produktif dalam pembangunan ekonomi wilayah. Tabel 9, menunjukkan bahwa modal sosial pada tiga KSM trennya relatif sama pada akhirnya yaitu menunjukkan modal sosialnya menurun, sedangkan satu KSM yaitu Maris Gama menunjukkan tren yang berbeda, walaupun beberapa unsur modal sosialnya sama, namun menunjukkan modal sosialnya cenderung tinggi. KSM Dermaga Biru memiliki tren modal sosial yang menurun diawal tahun. Hal ini ditunjukkan dari norma dalam kelompok, yang belum memiliki aturanaturan yang disepakati secara tertulis, juga memiliki sisi tata perilaku kelompok yang baik di awal tahun pertama berjalan. Hal ini ditunjukkan dengan mulai tidak disiplinnya anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan, rendahnya keaktifan anggota dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi pertemuan kelompok bulanan sudah tidak ada. Musyawarah mufakat pada dasarnya sudah ada, misalnya untuk pemilihan pengurus, penentuan besaran pinjaman dan pembagian SHU, namun karena unsur kepercayaan yang menurun, akhirnya mempengahruhi interaksi yang antar anggota, kelompok dengan pendamping, dan kelompok dengan pihak lain. Kepercayaan kelompok yang menurun, mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki KSM, misalnya dari kerjasama antar KSM yang belum terbangun, kepercayaan dari pihak perbankan dan perusahaan kepada kelompok rendah, hal ini nampak dari tidak ada pinjaman ditahun kedua.
Dua KSM yaitu Harmoni dan Ai Panan memiliki tren modal sosial yang cenderung menurun. Hal ini ditunjukkan dari norma dalam kelompok, yang belum memiliki aturan-aturan yang disepakati secara tertulis, juga memiliki sisi tata perilaku kelompok yang baik di awal tahun pertama berjalan, namun pada tahun kedua trennya menurun. Hal ini ditunjukkan dengan mulai tidak disiplinnya anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan, rendahnya keaktifan anggota dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi pertemuan kelompok bulanan sudah tidak ada. Musyawarah mufakat pada dasarnya sudah ada, misalnya untuk
76 pemilihan pengurus, penentuan besaran pinjaman dan pembagian SHU, namun karena unsur kepercayaan yang trennya menurun, akhirnya mempengahruhi interaksi yang antar anggota, kelompok dengan pendamping, dan kelompok dengan pihak lain. Kepercayaan kelompok yang terus menurun, mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki kedua KSM. Hal ini nampak dari kerjasama antar KSM yang belum terbangun, kepercayaan dari pihak perbankan dan perusahaan kepada kelompok rendah, hal ini nampak dari tidak ada pemberian pinjaman ditahun ketiga.
Tabel 9. Bentuk modal sosial KSM KSM Modal Sosial
Dermaga Biru
Ai Panan
Harmoni
Maris Gama
Belum ada aturan tertulis Disiplin, keaktifan anggota, frekwensi pertemuan rendah, musyawarah ada.
Belum ada aturan tertulis Disiplin keaktifan anggota, frekwensi pertemuan tinggi diawal, di tahun kedua rendah. musyawarah ada.
Belum ada aturan tertulis Disiplin keaktifan anggota, frekwensi pertemuan tinggi diawal, di tahun kedua rendah. musyawarah ada..
Belum ada aturan tertulis Disiplin, keaktifan anggota, frekwensi pertemuan tinggi sejak awal program. musyawarah ada.
rendah
rendah
rendah
tinggi
Interaksi
rendah
rendah
rendah
tinggi
dengan pendamping lapangan, KSM dengan BRI dan perusahaan Jaringan
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada 1 tahun
Ada 2 tahun
Ada 2 tahun
Ada 2 tahun
Ada 1 tahun
Ada 2 tahun
Ada 2 tahun
Ada berlanjut
Ada 1 tahun
Ada 2 tahun
Ada 2 tahun
Ada berlanjut
Norma
norma dalam kelompok
tata perilaku dalam kelompok
Kepercayaan
interaksi antar anggota KSM
KSM - KSM KSM Pendamping KSM - BRI KSM Perusahaan
Maris Gama memiliki norma, kepercayaan dan jaringan yang relatif baik. Hal ini ditunjukkan dari norma dalam kelompok, walaupun belum memiliki aturan yang disepakati secara tertulis dalam kelompok, tetapi memiliki sisi tata perilaku kelompok yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan disiplinnya anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan, keaktifan anggota
77 dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi pertemuan kelompok selalu ada setiap bulan Pada unsur kepercayaan, interaksi yang terjadi relative tinggi, baik itu antar anggota, kelompok dengan pendamping, dan kelompok dengan pihak lain., dan musyawarah mufakat sudah ada, misalnya untuk pemilihan pengurus, penentuan besaran pinjaman, pembagian SHU. Kepercayaan yang dimiki kelompok, mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki. Hal ini dibuktikan dari, kerjasama antar individu mempengaruhi kepercayaan dari pihak perbankan dan perusahaan kepada kelompok, nampak dari pemberian tambahan nilai pinjaman. Pentingnya kepercayaan dan norma anggota dalam setiap program yang dijalankan juga telah disebutkan oleh Putnam (2000), menyatakan bahwa modal sosial mengacu pada esensi dari organisasi sosial, seperti trust, norma dan jaringan sosial yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih terkoordinasi, dan anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama, dan mempengaruhi produktifitas secara individual maupun berkelompok. Kondisi modal sosial (norma dan kepercayaan) yang terjadi pada empat KSM dapat digambarkan pada Gambar 9. Kepercayaan Tinggi
KSM Maris Gama
norma rendah
norma tinggi
KSM Dermaga Biru
KSM Ai Panan dan Harmoni Gama
Kepercayaan Rendah
Gambar 9. Kondisi modal sosial (norma dan kepercayaan) KSM Gambar 9, menunjukkan kepercayaan (trust) dan solidaritas mencerminkan perilaku antar individu yang mendukung terciptanya kerekatan sosial dan tindakan bersama yang lebih kuat terjadi pada KSM Maris Gama. Kepercayaan dan solidaritas telah membentuk pemikiran dan sikap masing-masing anggota kelompok mengenai bagaimana berinteraksi dengan anggota lain. Ketika individuindividu dalam suatu komunitas saling mempercayai dan menghargai, kelompok dapat mencapai kesepakatan dan mengadakan transaksi secara lebih mudah. Kemampuan kerjasama dan bertindak bersama merupakan kemampuan kelompok dalam menyelesaikan masalah-masalah dan mencapai tujuan-tujuan bersama. Kondisi norma mungkin saja berbeda-beda pada masing-masing KSM, namun interaksi yang tinggi dapat menghasilkan kepercayaan yang tinggi. Sebagai contoh, frekwensi pertemuan yang rutin akan mewujudkan transparansi kepada anggota. Fukuyama (1995) menyebutkan bahwa nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang
78 memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Modal sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas. Modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain. Bersandar pada norma-norma dan nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur. Woolcock (1998) yang dikutip Mariana, et al., (2008), menyebutkan modal sosial yang bersifat mengikat (bonding social capital) merujuk pada hubungan antar individu yang berada dalam kelompok primer atau lingkungan ketetanggaan yang saling berdekatan. Komunitaskomunitas yang menunjukkan kohesi internal yang kuat akan lebih mudah dan lancar dalam berbagi pengetahuan. Kondisi modal sosial (norma dan jejaring) yang terjadi pada empat KSM dapat digambarkan pada Gambar 10. Jejaring Tinggi
KSM Maris Gama norma tinggi
norma rendah
KSM Ai Panan,Harmoni, Dermaga Biru
Jejaring Rendah
Gambar 10. Kondisi modal sosial (norma dan jejaring) KSM Gambar 10 menggambarkan bahwa, tiga KSM (KSM Ai Panan, Harmoni, Dermaga Biru) memiliki norma yang rendah dan jejaring yang rendah. Secara umum, kondisi tersebut terjadi karena hubungan kerjasama di tiga KSM belum terbangun secara baik. Kondisi ini tidak lepas dari kondisi norma yang ada pada ketiga kelompok. Keterlibatan anggota kelompok untuk mengorganisasi diri dan menggalang sumberdaya untuk menyelesaikan masalah-masalah bersama belum terjadi, sehingga manfaat kelompok untuk memperkuat jejaring belum terjadi. Aliran informasi dua arah (horizontal dan vertikal) untuk memperkuat kapasitas masyarakat dengan cara menyediakan media untuk berbagi dan bertukar pengetahuan dan ide belum terjadi. Dialog yang terbuka untuk membangun
79 perasaan sebagai satu komunitas tidak terjadi dalam kelompok, sehingga menghasilkan kecurigaan dan ketidakpercayaan. Kelompok Maris Gama memiliki norma dan jejaring yang tinggi. Hal ini didasarkan pada hubungan antar anggota yang baik, adanya dialog yang terbuka dalam pertemuan rutin bulanan menghasilkan kepercayaan yang tinggi. Kepercayaan yang tinggi inilah, yang menjadi modal kelompok dalam membangun jaringan dengan pihak BRI dan perusahaan. Woolcock (1998) yang dikutip Mariana, et al., (2008), menyebutkan bahwa, modal sosial yang bersifat mengaitkan (linking social capital) memungkinkan individu-individu untuk menggali dan mengelola sumber-sumberdaya, ide, informasi, dan pengetahuan dalam suatu komunitas atau kelompok pada level pembentukan dan partisipasi dalam organisasi formal. Norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antar dua orang. Sifat norma adalah muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya kalau dalam pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu norma yang muncul bukan hanya satu pertukaran saja. Kalau dari beberapa kali pertukaran prinsip saling menguntungkan dipegang teguh, maka dari situlah muncul norma dalam bentuk kewajiban sosial, yang intinya membuat kedua belah pihak merasa diuntungkan dari pertukaran (Blau dalam Lawang, 2004). Sesuai kondisi modal sosial diatas (Gambar 9 dan 10) maka disusun sebuah bentuk strategi yang mendorong agar KSM memiliki modal sosial yang tinggi. Strategi modal sosial dapat digambarkanpada Gambar 11. Modal SosialTinggi
KSM
Modal rendah
Modal Sosial tinggi
Sosial
KSM
KSM
Modal Sosial Rendah
Gambar 11. Strategi modal sosial Berdasarkan Gambar 11 diatas, strategi penguatan modal sosial diarahkan dari kondisi modal sosial KSM yang rendah diupayakan menjadi KSM yang memiliki modal sosial yang tinggi. Kondisi modal sosial yang tinggi diindikasikan dengan KSM memiliki, kepercayaan dan jaringan yang baik. Robert Putnam dalam Sarosa dan Amri (2008), menjabarkan sedikitnya tiga alasan mengapa modal sosial merupakan hal penting bagi kemajuan masyarakat: Pertama, modal sosial memungkinkan masyarakat untuk menyelesaikan masalah-masalah
80 bersamanya secara lebih mudah. Kedua, modal sosial merupakan “oli pelicin roda” yang memungkinkan masyarakat bergerak maju dengan lancar. Ketika masing-masing individu dalam masyarakat dapat dipercaya dan bersikap saling mempercayai, maka biaya transaksi sosial dan transaksi ekonomi menjadi lebih murah. Ketiga, modal sosial meningkatkan kualitas hidup. Orang-orang yang memiliki hubungan aktif dan saling mempercayai-apakah itu anggota keluarga, teman, atau rekan main bowling-mengembangkan karakter pribadi yang baik untuk anggota masyarakat lainnya. Masyarakat menjadi lebih toleran, tidak sinis, dan berempati terhadap kesulitan yang dihadapi orang lain. Salah satu bentuk tanggung jawab PT. NNT khususnya terhadap masyarakat Desa Benete, diwujudkan melalui pelaksanaan program KSM yang menyentuh langsung aspek kehidupan masyarakat petani dan sebagian kecil nelayan. Secara tidak langsung, realisasi program KSM sebagai bagian dari CSR perusahaan memberikan sumbangan terhadap modal sosial masyarakat Desa Benete. Secara tidak langsung pula, dapat ditegaskan bahwa pengeluaran dana oleh perusahaan untuk program KSM merupakan investasi perusahaan untuk memupuk modal sosial. Jangka panjang, program KSM diharapkan memberikan manfaat positif bagi masyarakat maupun perusahaan. Hubungan perusahaan dengan masyarakat akan terlihat rukun pada kehidupan sosial di lingkungan sekitar tambang. Selain itu akan terbangun kohesifitas yang sangat kuat antara perusahaan dengan masyarakat. Kohesifitas yang kuat akan memunculkan kolaborasi sosial yang erat antara perusahaan dengan masyarakat. Sehingga, masyarakat akan merasakan kepentingannya terusik apabila keberadaan perusahaan mendapatkan gangguan atau masalah. Realisasi program CSR perusahaan yang secara tidak langsung memberikan sumbangan terhadap modal sosial masyarakat Desa Benete, juga dapat membantu mempercepat perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, apabila program CSR dapat secara riel meningkatkan kualitas modal sosial, maka dapat diartikan pula bahwa telah terjadi perbaikan kondisi perekonomian masyarakat. Bank Dunia juga mengakui bahwa modal sosial merupakan hal penting bagi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi dan bagi upaya-upaya pembangunan agar dapat berlangsung terus-menerus (berkelanjutan). Ada bukti bahwa volume perdagangan pada skala makro dipengaruhi oleh modal sosial di masyarakat. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa kepercayaan dan jejaring sosial membantu individu, organisasi, perusahaan, dan bangsa mencapai kesejahteraan ekonomi. Beberapa strategi yang menjadi rekomendasi untuk memperkuat modal sosial KSM diantaranya disusun melalui rencana aksi.
7 STRATEGI PENGUATAN MODAL SOSIAL PROGRAM KSM PADA COMDEV PT NNT (PROGRAM AKSI) Berdasarkan kajian terhadap analisis dan identifikasi masalah penguatan modal sosial KSM di Desa Benete, maka disusun suatu perencanaan aksi penguatan modal sosial dalam rangka mencapai keberlanjutan dari program KSM. Modal sosial sebagai sebuah nilai atau norma yang diakui bersama oleh anggota-anggota suatu kelompok atau masyarakat, yang memungkinkan terjadinya kesepahaman dan kerjasama harus didukung melalui beberapa unsur, meliputi unsur norma, kepercayaan dan jejaring. Maka proses-proses penguatan modal sosial KSM dimplementasikan dalam aksi-aksi: Penguatan norma KSM, melalui program: 1. Program peningkatan kapasitas sumberdaya pengurus a) Pengembangan kapasitas anggota dan pengurus melalui pelatihanpelatihan, misalnya pembukuan, cara berkomunikasi, membangun jaringan kerjasama, membuat proposal, sehingga kelembagaan berjalan secara efektif. b) Memfasilitasi pendamping lapangan guna membantu kelompok dalam merancang aturan di tingkat kelompok, membantu mendorong pertemuan musyawarah kelompok dan kedisiplinan anggota dan pengurus, memfasilitasi agar prinsip transparan terlaksana serta memfasilitasi monev secara partisipatif di kelompok. c) Menyusun aturan yang jelas (standar prosedur) secara partisipatif. Penyusunan aturan dalam kelompok terkait tugas dan wewenang pengurus dan anggota, prosedur simpan dan pinjam, aturan imbalan yang berhak diterima pengurus, pembagian SHU dan mekanisme pemilihan pengurus. Penyusunan aturan dalam kelompok harus dipastikan tidak memberatkan dan mudah dipahami oleh anggota dan pengurus. 2. Program Peningkatan Keberdayaan Kelompok berbasis gender a) Pengorganisasian komunitas perempuan agar masyarakat kelompok dapat mendiskusikan dan mengambil keputusan atas masalah yang terjadi. Proses ini akan mendorong masyarakat mampu menemukan sumberdaya yang dapat mereka manfaatkan. b) Penegakan prosedur, dengan memberikan penghargaan sangsi, akan membantu meningkatkan tata perilaku kelompok, misalnya kedisiplinan anggota dan memberikan semangat melalui penghargaan.
3. Program Monitoring evaluasi partisipatif a) Monitoring evaluasi partisipatif, diperlukan untuk menilai perkembangan dari norma yang dimiliki kelompok. Hasil monitoring digunakan untuk memperbaiki kondisi yang belum sesuai rencana.
82 Penguatan kepercayaan KSM 1. Program Workshop penyusunan program partisipatif (program KSM, standar prosedur) a) Kegiatan workshop bersama dalam penyusunan program. Hal ini diperlukan untuk membangun transparansi sejak awal penyusunan program dengan keterlibatan semua pihak yang terkait dengan program KSM. 2. Program fasilitasi komunitas budaya lokal a) Memperkuat nilai-nilai kebersamaan, melalui fasilitasi kegiatan nilai-nilai lokal Sumbawa Barat yang ada, seperti basiru (saling tolong menolong) dalam kegiatan tanam padi atau kegiatan lainnya sehingga memperkuat rasa saling percaya. b) Evaluasi program secara partisipatif, diperlukan untuk mendorong anggota dan pengurus bisa saling terbuka dan merumuskan bersama strategi agar terbangun rasa saling percaya baik diantara sesama anggota maupun anggota dengan pengurus. 3. Program pemberian reward and punishment a) Penegakan prosedur melalui pemberian penghargaan dan memberikan hukuman bagi anggota dan pengurus kelompok. Selain akan membangun kepercayaan, juga akan membangun rasa tanggung jawab kelompok. Penguatan jejaring KSM 1. Program pengembangan komunikasi b) Pengelolaan informasi diperlukan untuk menyebarkan informasi terkait keberadaan dan kegiatan kelompok. Pengembangan komunikasi informasi lewat beragam media dan saluran seni budaya diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai luhur dari kearifan local, kerjasama, saling percaya, dan tanggung jawab. c) Pelatihan tehnik berkomunikasi diperlukan untuk membangun kapasitas pengurius dan masyarakat dalam berkomunikasi dengan pihak manapun. 2. Program membangun kemitraan a) Membangun interaksi antar anggota agar kepercayaan tinggi. Kondisi kepercayaan yang tinggi antar anggota, akan mendorong antar anggota bekerjasama untuk membangun kelompok. b) Advokasi, upaya ini diperlukan untuk mengubah atau mempengaruhi penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah, perusahaan, dan perbankan agar mau mendukung program KSM. c) Membangun kerjasama antar KSM, melalui kolaborasi kegiatan usaha produktif, misalnya kerjasama dalam aksi bersama antar komunitas. Kerjasama dimulai berjenjang dari tingkat antar KSM di tingkat desa ditingkat kecamatan dan seterusnya. d) Membangun kerjasama dengan perusahaan, melalui kolaborasi KSM dengan program CSR lain, jalinan hubungan dengan Ikatan keluarga Newmont Nusa Tenggara (IKANURA). Dengan kondisi ini, jaringan kelompok semakin meluas dan potensi pengembangan usaha kelompok semakin berpeluang untuk dikembangkan
83 e) Mendorong peningkatan KSM menjadi koperasi, meningkatkan KSM sebagai lembaga keuangan komunitas (dalam bentuk koperasi) yang membantu pengadaan sumberdaya keuangan dan sebagai lembaga usaha produktif yang mampu menciptakan usaha di tingkat komunitas komunitas (bonding strategy) dan mendorong peningkatan KSM menjadi koperasi, sebagai unit usaha kelembagaan di tingkat kawasan sekitar tambang (bridging strategy).
84 MATRIK PERANCANGAN PROGRAM PENGUATAN MODAL SOSIAL KSM PADA PROGRAM COMMUNITY DEVELOPMENT PT. NEWMONT NUSA TENGGARA No 1.
2.
Nama Program Unsur Norma 4. Program peningkata n kapasitas sumberdaya pengurus 5. Program Peningkata n Keberdayaa n Kelompok berbasis gender 6. Program Monitoring evaluasi partisipatif
Alasan Rasional Program 1. Belum ada aturan tertulis terkait KSM 2. Disiplin keaktifan anggota lemah 3. frekwensi pertemuan tinggi diawal 4. musyawarah ada di tingkat kelompok.
Unsur Kepercayaan 4. Program 1. Workshop penyusunan program 2.
interaksi antar anggota KSM sehingga ada krisis kepercayaan. Interaksi dengan
Aktor yang Terlibat 1. LSM Pendamping 2. Pengurus dan Anggota KSM 3. Perusahaan
Jangka Waktu dan prioritas
Mekanisme
Asal Anggaran
Skala Prioritas 1. Menyusun aturan yang Comdev PT. NNT untuk dikerjakan. jelas (standar prosedur) Diasumsikan secara partisipatif. dalam 3 tahun 2. Pengorganisasian dapat membangun komunitas norma yang kuat, 3. Pengembangan kapasitas anggota dan pengurus 4. Memfasilitasi pendamping lapangan 5. Penegakan prosedur, dengan memberikan penghargaan sangsi 6. Mempertahankan nilainilai kebersamaan, saling percaya melalui nilainilai lokal. 7. Monitoring evaluasi partisipatif
1. Pengurus dan Skala Prioritas Anggota tiga untuk dikerjakan. KSM Diasumsikan 2. Staf comdev PT. dalam 2 tahun
1. Evaluasi program secara 1. Comdev partisipatif NNT 2. Kegiatan workshop bersama dalam
PT.
85
3.
partisipatif (program KSM, standar prosedur) 5. Program fasilitasi komunitas budaya lokal Unsur Jejaring 3. Program pengemban gan komunikasi 4. Program membangu n kemitraan
pendamping lapangan sehingga kepercayaan pendampin rendah 3. Interaksi dengan BRI dan perusahaan rendah sehingga kepercayaan pihak luar rendah
NNT 3. Pihak Perbankan 4. LSM Pendamping
dapat membangun penyusunan program. interaksi yang 3. Penegakan prosedur, baik sehingga pemberian penghargaan menimbulkan dan memberikan hukuman kepercayaan yang 4. Memperkuat nilai-nilai tinggi kebersamaan 5. Pengembangan Kapasitas pengurus 6. Pengorganisasian Komunitas
1. Belum terbangunnya hubungan kerjasama antar anggota 2. Adanya hubungan kerjasama dengan pendamping 3. Adanya kerjasama dengan pihak perbankan (BRI) 4. Sudah terbangunnya hubungan dengan perusahaan
1. Pengurus dan Anggota KSM Staf comdev PT. NNT 2. Pihak Perbankan 3. Pemda KSB (Diskoperindag) 4. LSM Pendamping
Skala Prioritas 1. Membangun interaksi 1. Comdev PT. untuk dikerjakan antar anggota agar NNT Diasumsikan kepercayaan tinggi. 2. Pemda KSB KSM dalam 3 2. Advokasi tahun dapat 3. Membangun kerjasama terbangun jejaring antar KSM, melalui yang kuat. kolaborasi kegiatan usaha produktif. 4. Membangun kerjasama dengan perusahaan, melalui kolaborasi KSM dengan program CSR lain, jalinan hubungan dengan Ikatan keluarga Newmont Nusa Tenggara (IKANURA) 5. Pengelolaan informasi 6. Mendorong peningkatan KSM menjadi koperasi,
86
8 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sesuai dengan tujuan dan hasil pembahasan, kajian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu: 5.
Implementasi program comdev PT. NNT merupakan bagian dari corporate social responsibility. Komitmen pelaksanaan corporate social responsibility selain didasarkan pada regulasi perundangan, juga didasarkan pada kontrak karya antara PT. NNT dengan pemerintah Republik Indonesia yang di tandatangani tahun 1986. Bentuk komitmen perusahaan dimaksudkan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik, terutama peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar lokasi perusahaan, dan juga sebagai sebuah langkah strategis untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam menjaga keberlangsungan usaha, terutama bagi investasi jangka panjang dalam industri pertambangan, serta menjadi bagian dari perusahaan untuk mendapatkan lisensi secara sosial. Program corporate social responsibility perusahaan difokuskan pada beberapa bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, pertanian dan pariwisata serta bidang sosial budaya dan agama
6.
Program KSM di Desa Benete telah berlangsung sejak tahun 2009. KSM yang terbentuk sebanyak empat unit, yaitu: a) KSM Maris Gama di Dusun Tatar, b) KSM Harmoni di Dusun Singa, c) KSM Ai Panan di Dusun Jereweh, dan d) KSM Dermaga Biru di Dusun Nangkalanung. Jumlah anggota setiap KSM sebanyak 20 orang, yang terdiri dari perempuan tani. KSM yang ada di Desa Benete belum sesuai dengan namanya dan prinsip pemberdayaan. Hal ini didasarkan pada proses perencanaan dilakukan oleh pendamping lapangan dan perusahaan, Sumberdaya modal finansial bersumber dari perusahaan, sehingga ada ketergantungan kelompok terhadap perusahaan. Implementasi usaha produktif KSM masih sebatas simpan pinjam. Secara umum capaian program KSM belum dapat mencapai tujuan dari program.
7.
Stok modal sosial tinggi terjadi pada tingkat dusun di Desa Benete. Realisasi program CSR melalui KSM, secara tidak langsung memberikan sumbangan terhadap modal sosial masyarakat di masing-masing dusun. Pengaruh tersebut membentuk modal sosial yang berbeda untuk empat KSM yang ada di Desa Benete. Kondisi modal sosial empat KSM, yaitu: a) KSM Dermaga Biru memiliki modal sosial rendah. Hal ini ditunjukkan dari norma dalam kelompok belum ada yang disepakati, dan tata perilaku kelompok yang kurang baik Hal ini ditunjukkan dengan tidak disiplinnya anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan, rendahnya keaktifan anggota dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi pertemuan kelompok bulanan sudah tidak ada. Kepercayaan di tingkat kelompok yang menurun, mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki KSM, misalnya dari kerjasama antar KSM yang belum terbangun, kepercayaan dari pihak perbankan
88 dan perusahaan kepada kelompok rendah, hal ini nampak dari tidak ada pinjaman ditahun kedua. b) KSM Harmoni dan Ai Panan diawal tahun memiliki stok modal sosial
yang baik, namun di tahun kedua tren modal sosialnya menurun. Hal ini ditunjukkan dengan mulai tidak disiplinnya anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan, rendahnya keaktifan anggota dalam rapat-rapat kelompok dan frekwensi pertemuan kelompok bulanan sudah tidak ada. Kepercayaan kelompok yang terus menurun, mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki kedua KSM. Hal ini nampak dari kerjasama antar KSM yang belum terbangun, kepercayaan dari pihak perbankan dan perusahaan kepada kelompok rendah, hal ini nampak dari tidak ada pemberian pinjaman ditahun ketiga. c) Maris Gama memiliki norma, kepercayaan dan jaringan yang relatif baik.
Hal ini ditunjukkan dari norma dalam kelompok, walaupun belum memiliki aturan yang disepakati secara tertulis dalam kelompok, tetapi memiliki sisi tata perilaku kelompok yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan disiplinnya anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan, keaktifan anggota dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi pertemuan kelompok selalu ada setiap bulan, dan musyawarah mufakat sudah ada. Pada unsur kepercayaan, interaksi yang terjadi relative tinggi, baik itu antar anggota, kelompok dengan pendamping, dan kelompok dengan pihak lain. Kepercayaan yang dimiki kelompok, mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki. Hal ini dibuktikan dari, kerjasama antar individu mempengaruhi kepercayaan dari pihak perbankan dan perusahaan kepada kelompok, nampak dari pemberian tambahan nilai pinjaman. 8. Strategi penguatan modal sosial diarahkan dari modal sosial yang lemah menuju modal sosial yang tinggi (Gambar 11). Kondisi modal sosial yang tinggi
diindikasikan dengan KSM memiliki norma dan kepercayaan yang tinggi dan jaringan yang baik (jumlah mitra kerjasama). Saran Berdasarkan simpulan yang didapatkan, maka penulis mencoba mengajukan saran sebagai berikut: 1. Realisasi program CSR perusahaan yang secara tidak langsung memberikan sumbangan terhadap modal sosial masyarakat Desa Benete. Implementasi program CSR tidak hanya sebatas menyalurkan modal finansial, tetapi sudah harus secara riel meningkatkan kualitas modal sosial masyarakat, memperhatikan stok modal sosial komunitas penerima manfaat program sehingga program bisa berkelanjutan. 2. Pembentukan KSM harus sesuai dengan nama dan prinsip pemberdayaan. Mulai dari proses lahir dari kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan terutama sumber daya yang ada di masyarakat tersebut.
89 3. Penyusunan penguatan modal sosial kelompok dalam hal ini, norma, kepercayaan dan jaringan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan, diantaranya; menyusun aturan yang jelas secara partisipatif, melakukan evaluasi program secara partisipatif, penguatan kapasitas, penegakan prosedur, advokasi dan membangun kerjasama antara KSM dan mitra lainnya.
90
Daftar Pustaka Adamson, D & Bromiley, R. 2013. Community empowerment: learning from practice in community regeneration. Afandi N. 2013. Manajemen Kinerja tentang Penilaian Kinerja. Makalah. Gresik: Universitas Muhammadiyah Gresik. Anonymous. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Institut Pertanian Bogor. Bogor: Penerbit IPB Press. Branco, M. C., & Rodrigues, L. L. (2006). Corporate social responsibility and resourcebased perspectives. Journal of Business Ethics, 69(2), 111-132. Britha M. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Chen, H.T. 1990. Theory-Driven Evaluation. Sage. London. UK Classon J & Dahlstrom J. 2006. How can CSR affect company performance ?.A qualitative study of CSR and its effects. Business Administration Master Thesis. Karlstads Universitet. Community Development. 2009. PT. Newmont Nusa Tenggara. Rencana Strategis Pengembangan Masyarakat Kecamatan Maluk, Jereweh dan Sekongkang 20092013 Community Development PT. Newmont Nusa Tenggara.2009. Rencana Strategis Pengembangan Masyarakat di Wilayah Kecamatan Sekongkang, Maluk dan Jereweh 2009-2013. Multi Media PT NNT 2009. Departemen Pengembangan Masyarakat PT. Newmont Nusa Tenggara. 2009. Rencana Strategis 2009-2013 Pengembangan Masyarakat di KecamatanMaluk, JerewehdanSekongkang. Dasgupta dan Serageldin, ,2000, SOCIAL Capital, The World Bank, Washinton DC. Djuara PL dan Nelson A. 2007. Praktek Lapangan I (Petunjuk Pelaksanaan): Pemetaan Sosial Komunitas. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB dan STKS Bandung Fukuyama F. 1995. Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity. New York: Free Press. Hajaroh L, (2014). Partisipasi Anggota Kelompok Swadaya Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Melalui Badan Keswadayaan Masyarakat Di Kelurahan Kandri Kota Semarang. Journal Of Non Formal Education And Community Empowerment. Nfece 3 (2) (2014) Haris H, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011). Hasbullah J. 2006. Social Capital (menuju keunggulan budaya manusia Indonesia). MR-United Press: Jakarta. Hendrastuti. F. 2010. Persepsi Penerimaan Program Terhadap Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Ibrahim LD. 2002. Kehidupan Berorganisasi sebagai Modal Sosial Komunitas Jakarta. Jurnal Sosiologi Msyarakat. Edisi No. 11, 2002.
92 Ikhtisar Persepsi Komunitas dan Pemangku Kepentingan Lainnya Terhadap Pengembangan Masyarakat Dalam Kerangka Tanggungjawab Sosial Pt Holcim Indonesia Tbk Pabrik Narogong Jhon W. C, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, (USA: SAGE, 2009). Kecamatan Maluk dalam Angka.2005-2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumbawa Barat.BPS Sumbawa Barat 2012. Lawang, RZ. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik. Jakarta: Fisip UI Press Mariana D, Atmoko T, Sulastri S, Paskarina C, Devianty T, Buchari A, Sabarudi D, Permana R, Hidayat S, Amalia S et al. 2008. Pemetaan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Barat. Laporan Akhir Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Barat. Melayu S.P Hasibuan, Organisasi Dan Motivasi, DasarPeningakatanProduktivitas, BumiAksara Putra, Jakarta, 1996 Mikkelson B. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan (Yayasan Obor Indonesia) Noor J. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Desertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kharisma Putra Utama. Payne, M. 1995, Social Work and Community Care, London: McMillan. Perda No. 34 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri-Perkotaan. (2012) Petunjuk Teknis Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Prasetyo B dan Lina MJ. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Putnam RD. 2000. Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Cummunity. New York: Simon and Schuster Paperbacks. Profil Desa Benete. 2009. Pemerintah Desa Benete Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. Rahman R. 2009. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan. Yogyakarta: Media Pressindo. Rahmatullah & Kurniati T. 2011. Panduan Praktis Pengelolaan CSR. Bantul: SamudraBiru Rudito & Fabiola. 2013, CSR (Corporate Social Responsibility). Bandung: Rekayasa Sains Sarosa & Amri. 2008. CSR Untuk Penguatan Kohesi Sosial. Jakarta. Indonesia Business Links Suandi. 2007. Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah Pedesaan Provinsi Jambi. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Sumardiyono E. 2007. Evaluasi Pelaksanaan Community Development Dalam Perolehan Proper Hijau (Studi Kasus di PT. Pupuk Kaltim Bontang). Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro. Nasdian.FT. 2013. PengembanganMasyarakat. Bogor: PT Penerbit IPB Press Twelvetrees, A. (1991), Community Work, London: McMillan
93 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat Vipriyanti NU. 2011. Modal Sosial dan Pembangunan Wilayah: Mengkaji Succes Story Pembangunan di Bali. Malang: UB Press. Yintayani, NN. 2011. Faktor-Faktor Yang MemengaruhiCorporate Social Responsibility (StudiEmpirisPada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009). Thesis. Denpasar: UniversitasUdayana. Yustika, AE. 2006. EkonomiKelembagaanDefinisi, Teori, danStrategi. Malang: Bayu Media Publishing. .
94
Lampiran 1. Log Frame Program Strategi Program
Indikator Kinerja
Ba se Line
Target
Sumber
Asumsi
Bukti
Goal (Tujuan Umum) Meningkatkan pendapatan petani dari kegiatan usaha tani di Desa Benete
Pendapatan petani dampingan dari sektor pertanian meningkat menjadi 1 USD/orang/hari
Laporan lembaga mitra, data analisis usaha tani
Operasional PTNNT tetap berjalan dan tidak terjadi bencana alam dan ledakan serangan hama
Objective (Tujuan Khusus) Meningkatkan akses permodalan kegiatan usaha produktif bagi perempuan petani
a. 4 KSM mempunyai usaha produktif b. Standar Pembukuan 80% c. Tingkat kredit macet atau non performing loan/NPL (<10 %)
1 40 %
4 80% < 10%
25 %
Lap. lembaga mitra, bank & KSM Lap. lembaga mitra, bank & KSM Laporan neraca KSM dan bank
Tergantung lokasi dan musim Tergantung lokasi dan musim Tergantung lokasi dan musim
Laporan
Hasil
SDA
Laporan
Hasil
Laporan
Hasil
Activitas (Meningkatkan akses permodalan kegiatan usaha produktif bagi perempuan petani) 1. Audit KSM
1. Jumlah KSM teraudit (unit) 2. Tingkat pasrtisipasi pengurus, anggota, pendamping (%) 3. Rencana Tindak Lanjut hasil Audit
n.a n.a n.a
3 >90% 1
Audit Audit Audit
95
96
2. Pelatihan Pendamping Pengurus KSM
CO dan
1. Tingkat kehadiran CO, dan Petugas (%) 2. Tingkat serapan materi (%) 3. Rencana tindak lanjut
n.a n.a n.a
100% >90% 1
Daftar hadir Lembar pretest dan post test Laporan pelatihan
SDA
3. Pendampingan Pembukuan KSM
1. Laporan Neraca Bulanan 2. Update pengisian pembukuan yang ada (%) 3. Laporan Tahunan
n.a n.a n.a
12 >90% 1
Laporan pendampingan KSM Laporan pendampingan KSM Laporan tahunan KSM
SDA
4. Pelatihanpelatihan usaha produktif skala rumah tangga
1. Jumlah pelatihan (kali) 2. Jumlah petani anggota melakukan usaha produktif (orang) 3. Tingkat kehadiran CO, dan Petugas (%) 4. Tingkat serapan materi (%) 5. Rencana tindak lanjut
n.a n.
3 4 100% >90% 1
Laporan pelatihan Laporan Pelatihan Daftar hadir Lembar pretest dan post test Laporan Pelatihan
SDA
>90% 1 >90% >80% 3 >80%
Lembaran back peserta Laporan Day Daftar hadir Daftar hadir Laporan Day KSM Laporan Day KSM
SDA
5. Hari Temu Lapangan KSM (Field Day) tingkat Kecamatan
1. Tingkat serapan materi (%) 2. Frekwensi pelaksanaan Field Day per tahun tingkat Kecamatan 3. Kehadiran peserta (%) 4. Kehadiran aparat terkait tingkat Desa dan Kecamatan (orang) 5. Display produk unggulan KSM (produk) 6. Tingkat kepuasan peserta field Day kategori (%)
A n.a n.a n. A n.a n. A n.a n. A n.a n.a
feed Field
Field Field
97
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 30 April 1976 dari ayah H. Sudarly H. M. Nur dan ibu Andriani. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan USNI, lulus pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Pascasarjana IPB pada program studi Pengembangan Masyarakat diperoleh pada tahun 2012. Penulis bekerja sebagai Direktur Yayasan Serikat Tani Pembangunan (YSTP) Sumbawa Barat sejak tahun 2008. Bidang yang menjadi tanggungjawab peneliti adalah membangun komunikasi dan memastikan program yayasan berjalan sesuai rencana.