PE T UN J U K TE K N I S
PENGUATAN MODAL SOSIAL
BERSAMA MEMBANGUN KEMANDIRIAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN
Diterbitkan Oleh: Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
i
ii
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
DAFTAR ISI Daftar Isi ..................................................................................................................... .....
1
I. PENDAHULUAN .................................................................................................... .….. 1.1. Latar Belakang ........................................................................................... ..... 1.2. Dasar Pemikiran ......................................................................................... ..... a. Modal Sosial.......................................................................................... ..... b. Jaringan Kerjasama ............................................................................... ..... c. Modal Sosial Menunjang Pemerintahan yang Baik …………………… .............. ..... d. Organisasi Masyarakat Warga (OMW) dan Kedaulatan Pengelolaan Sumberdaya e. Kelembagaan Lokal sebagai Pembentuk Modal sosial masyarakat ……………. f. Otonomi komunitas dan Pembangunan dari dalam (development from within) g. Menguatnya Modal Sosial Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat…………..
1 2 3 3 4 4 4 5 9 10
1.3.
1.4.
Ketentuan Dasar ......................................................................................... …. 1.3.1. Roadmap dan Tujuan Strategis …………………………………………………………….. 1.3.2. Isu-isu Strategis ………………………………………………………………………………….. a. Lambannya Perkembangan Organisasi BKM dan UP-UP………………………… b. Partisipasi Belum diikuti oleh Peningkatan Kinerja…………………………………… c. KSM sebatas Pengelola BLM, belum terintegrasi meningkatkan IPM………… d. KBK…………………………………………………………………………………………………… e. Kelemahan Pengelolaan Transparansi dan Akuntabilitas………………………… f. Pengelolaan Kegiatan Kemitraan…………………………………………………………… Prinsip dan Pendekatan................................................................................ .....
11 11 13 13 14 15 17 17 17 18
II. MEKANISME PENGUATAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT PNPM MP ............ ….. . 2.1. Pengertian ..................................................................................................... 2.2. Tujuan ...................................................................................................... .... 2.3. Sasaran .................................................................................................... .... 2.4. Elemen dan Substansi Penguatan Kelembagaan Masyarkat ............................ .... 2.4.1 Penguatan Lembaga Masyarakat ........................................................ .... 2.4.2 Penguatan Kepranataan Lokal Masyarakat .......................................... .... 2.5. Prasyarat Keberlanjutan Kelembagaan Masyarakat ....................................... .... 2.6. Manajemen Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Masyarakat ...................... .... 2.6.1. Indikator dan target …………………………………………………………………………….. 2.6.2. Langkah-langkah …………………………………………………………………………………. 2.6.3. Delivery System …………………………………………………………………………………… 2.6.4. Mekanisme Pengendalian ………………………………………………………………………
21 22 22 22 22 22 23 24 25 25 25 26 27
III. KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL DAN ORIENTASI IPM ........................... 3.1 Urgensi Kegiatan Berbasis Modal Sosial ............................................................. 3.2 Tujuan Kegiatan Berbasis Modal Sosial ............................................................... 3.3 Keluaran (output) Kegiatan Berbasis Modal Sosial .............................................. 3.4 Strategi Pelaksanaan ....................................................................................... 3.5 Sasaran Kegiatan ............................................................................................ 3.6 Komponen Pendampingan dan Fasilitasi Kegiatan................................................
29 30 30 30 31 34 35
LAMPIRAN – LAMPIRAN…………………………………………………………………………….
39
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
iii
iv
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
BAB I PENDAHULUAN
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
1
1.1. Latar Belakang Dunia menargetkan delapan tujuan penting pembangunan untuk menjadikan masyarakat lebih sejahtera dan terbebas dari kemiskinan. Kedelapan tujuan pembangunan tersebut dikenal dengan Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals - MDGs), yang memuat 8 target yang dijadikan sebagai tujuan pembangunan setiap negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia semua program pembangunan nasional, termasuk PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM MP) mengacu pada target-target MDGs tersebut; yaitu : 1) Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim, 2) Pemerataan pendidikan dasar, 3) Mendukung adanya persaman gender dan pemberdayaan perempuan, 4) Mengurangi tingkat kematian anak, 5)Meningkatkan kesehatan ibu, 6) Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, 7) Menjamin daya dukung lingkungan hidup, 8)Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Di dalam PNPM Mandiri Perkotaan, hampir seluruh target MDGs dapat dikategorikan sebagai target kegiatan social, karena PNPM Mandiri Perkotaan hanya mengenal 3 pembidangan untuk menyederhanakan pendampingan. Bidang-bidang tersebut adalah Prasarana Lingkungan, Ekonomi dan Sosial atau yang dikenal dengan Tridaya. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan Kegiatan adalah segenap aktivitas masyarakat yang dilandasi oleh hubungan kekerabatan, solidaritas, tenggang rasa dan saling percaya. Pola hubungan semacam ini dikenal dengan modal sosial. Bagaimanapun modal sosial di Indonesia telah terbentuk dan mengakar melalui perjalanan sejarahnya sendiri seperti gotong royong, guyub rukun dan tepa slira. Adalah Lyda Judson Hanifan (1916) yang pertama kali memperkenalkan istilah modal sosial untuk menggambarkan pusat masyarakat sekolah di pedesaan yang menggunakan norma-norma sebagai pengikatnya. Kondisi serupa juga terjadi di kawasan permukiman padat Amerika yang memiliki ikatan norma yang lebih kuat ketimbang perumahan yang baru dibangun belakangan sebagaimana digambarkan oleh Jane Jacobs (The Death and Life of Great American Cities). Mereka memiliki jaringan sosial yang berhasil membentuk modal sosial untuk mendorong terwujudnya rasa aman dalam kehidupan komunitasnya (Fukuyama; 2005, 33) Jaringan sosial yang mengakar sering dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan negeri kita. Salah satunya untuk menunjang demokratisasi, dimana masyarakat menjadi mudah mengorganisir diri, membangun jaringan kerjasama dan membentuk kelompok-kelompok pada saat mendukung kandidat tertentu atau partai tertentu menjelang Pemilu. Gerakan-gerakan tersebut mustahil berhasil jika tidak memanfaatkan jaringan sosial yang sudah ada kecuali melalui pendekatan-pendekatan yang menyimpangi nilai-nilai sosial seperti money politics. Artinya, jika demokrasi bisa dijalankan di atas jaringan sosial yang ada maka pembangunan dan penanggulangan kemiskinan termasuk PNPM Mandiri Perkotaanpun niscaya dapat berjalan memanfaatkan jaringan sosial yang mengakar di masyarakat sebagaimana telah berlangsung selama ini sejak tahun 1999. Tercatat 665.026 orang relawan telah membantu keberlangsungan program ini dan berhasil membangun 10.958 BKM/LKM dengan kekuatan modal sosialnya melalui Pemilu demokratis demi memfasilitasi 281.901 KK Miskin. BKM/LKM adalah salah satu produk penguatan modal sosial. Hingga 2012 (Final report NMC 2012), jaringan kerja relawan lintas sector seperti relawan pendidikan, relawan kesehatan dan pengorganisir kegiatan masyarakat (local community organizer) telah berhasil mengagendakan sejumlah event pengembangan kapasitas yang menghasilkan output penting pemberdayaan masyarakat dengan terlatihnya 276.922 orang melalui pelatihan-pelatihan SDM, terbangunnya 243.077 m sarana air bersih, 2.038.488 m drainase, 4863896 m jalan, 269.788 menikmati perguliran dana untuk meningkatkan income, 689 unit sarana kesehatan, 387.249 orang dibantu mengakses layanan kesehatan berkualitas, dan 91.879 pelajar mendapatkan bantuan beasiswa.
2
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Angka-angka tersebut mengindikasikan keberhasilan kuantitatif yang cukup memuasskan meski harus dibarengi dengan perbaikan disana-sini. Pekerjaan rumah para relawan dan pelaku adalah memperkuat modal sosial, meningkatkan partisipasi dan memperluas jaringan kemitraan untuk keberlanjutan program. Beberapa hal yang harus diperbaiki pada aspek kelembagaan adalah peningkatan kapasitas SDM BKM yang baru mampu mencapai 47%. Hal ini membuktikan bahwa aksesibilitas BKM untuk menjaring kemitraan diluar menu-menu kegiatan yang disuguhkan BLM masih rendah. Apalagi BKM/LKM yang menyandang status mandiri baru mencapai 53 % mesti dipersiapkan secara serius agar segera berproses menuju madani dengan menjalin sinergi dengan Pemda yang hingga saat ini baru mencapai 3,25 %. 1.2.
Dasar Pemikiran
a. Modal Sosial Modal sosial adalah seperangkat nilai atau norma yang dibawa oleh anggota kelompok di dalam komunitas yang memungkinkan kerjasama di antara mereka. Jika anggota komunitas yakin bahwa anggota yang lain dapat dipercaya dan jujur, maka mereka akan saling percaya. Kepercayaan itu seperti pelumas yang membuat komunitas atau organisasi dapat dijalankan lebih efisien. Normanorma yang menghasilkan modal sosial meliputi nilai-nilai kejujuran, menunaikan kewajiban, dan berlangsung secara timbal-balik (Fukuyama; 2005; 21).
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
3
Norma-norma positif tersebut berasal dari keluarga dan mempengaruhi motivasi individu untuk berkelompk, membangun keakraban dan saling membantu. Potret tersebut terlihat dalam kehidupan di lingkungan RT, lorong, kelompok arisan, pengajian, posyandu dsb. Secara tidak langsung norma-norma keluarga tersebut akan dibawa keluar oleh anggota keluarga dan terlembaga melalui proses internalisasi menjadi nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat. Normanorma keluarga yang awalnya dipengaruhi tata nilai sosial dan lingkungan sebaliknya bisa berbalik arah mempengaruhi nilai-nilai sosial secara positif (Tallcot Parson; 1973;79). Demikianlah timbal balik diantara norma keluarga dan nilai sosial yang makin memperkuat modal sosial. Program-program pemerintah yang hadir untuk memberdayakan masyarakat hanya berfungsi untuk mempercepat pencapaian target pembangunan dari aspek dukungan teknis, karena jaringan kerjasama telah bekerja alami di masyarakat. b. Jaringan Kerjasama Masyarakat berkelompok untuk memenuhi kebutuhan social dan memperbaiki kehidupannya. Tujuan sosial dapat dicapai secara alamiah melalui kerjasama antar anggota kelompok maupun antar komunitas berdasar norma-norma kerjasama yang telah membudaya. Lambat laun kebiasaan kerjasama akan melahirkan kemampuan membagi peran (job deskripsi), kemampuan memberikan penghargaan (reward) bagi yang dinilai berprestasi dan sanksi (punishment) bagi yang melanggarnya serta kemampuan mengatur diri sendiri (self governance). Dengan demikian pemerintah dalam menjalankan pembangunan niscaya terbantu oleh kemampuan komunitas-komunitas tersebut. Himpunan masyarakat atau komunitas tersebut menurut Alexis de Tocqueville (Fukuyama 2005; 24)) merupakan tempat belajar untuk memerintah sendiri dan mengajarkan kepada anggotanya kebiasaan bekerjasama yang kemudian dibawa ke dalam kehidupan bermasyarakat. Kerjasama merupakan substansi modal social. Tanpa modal sosial tidak akan ada masyarakat sipil, dan tanpa masyarakat sipil tidak ada demokrasi yang berhasil (Fukuyama; 2005; 24). PNPM Mandiri Perkotaan sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan mempertaruhkan keberhasilannya di atas jaringan norma dan jaringan kerjasama yang dibangun oleh masyarakat tersebut. Jaringan kerjasama yang diimplementasikan dalam PNPM Mandiri Perkotaan diorientasikan untuk memperkuat aspek kemitraan, baik dengan lembaga-lembaga desa/kelurahan, organisasi kemasyarakatan, asosiasi KSM, SKPD (Pemda) maupun dunia usaha. Jaringan kerjasama dimaksud diintegrasikan ke dalam sebuah program-program jangka panjang yang menunjang peningkatan kapasitas SDM dan kesejahteraan setidaknya terukur sesuai standar IPM. c. Modal Social menunjang Pemerintahan Yang Baik Tidak dipungkiri bahwa modal sosial adalah aset, karena telah menumbuhkan rasa saling percaya dalam bekerjasama. Kerjasama berperan penting mewujudkan model pemerintahan yang baik dan masyarakat madani. Selama ini dalam kehidupan masyarakat berlangsung beragam aktivitas yang didasari modal sosial. Seluruh aktivitas tersebut berjalan dalam keteraturan karena diikat oleh normanorma yang berlaku. Norma-norma tersebut berfungsi sebagai pengatur, penggerak dan pembatas interaksi. Semakin lama masyarakat semakin terbiasa mengatur perilaku dan pola hubungan antar mereka, baik itu hubungan ekonomi, sosial maupun politik. Kebiasaan itu dalam kurun waktu yang panjang akan membudaya dan melembaga. Dalam perkembangannya masyarakat makin terorganisir, teruji kemampuannya untuk mengatur diri sendiri dan terampil memecahkan aneka persoalan. Masyarakat yang demikian ini disebut sebagai masyarakat sipil (civil society) atau yang dalam nomenklatur PNPM Mandiri Perkotaan disebut dengan Organisasi Masyarakat Warga (OMW). Program-program pemerintah yang dijalankan dalam masyarakat yang memiliki trust (tingkat kepercayaan) dan kemampuan kerjasama yang kuat dipercaya akan berjalan lebih optimal. d. Organisasi Masyarakat Warga (OMW) dan Kedaulatan Pengelolaan Sumberdaya Masyarakat yang telah memiliki OMW -- dalam hal ini BKM/LKM yang dibentuk melalui Pemilu demokratis -- memiliki kesempatan lebih untuk meningkatkan kesejahteraan dan menggapai status masyarakat madani dimana kekuasaan (otoritas) dan kedaulatan sepenuhnya ada di tangan mereka.
4
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Keberadaan BKM/LKM membuat pengorganisasian kegiatan lebih terarah. BKM/LKM yang merepresentasikan nilai-nilai sosial secara tidak langsung mewakili luasnya aktivitas warga dalam “bermasyarakat”. Seluruh aktivitas itu dilangsungkan dalam keteraturan jaringan sosial (jaringan kerjasama yang dilandasi solidaritas sosial) yang telah melembaga. Masyarakat yang berkualitas adalah masyarakat yang memiliki modal sosial kuat. Sebab dengan modal sosial tersebut kekuasaan (otoritas) dan kedaulatan dapat dijalankan untuk mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi dan sosial untuk pembangunan. Organisasi Masyarakat Warga berperan mengatur atau mengelola (governance) masyarakat bekerjasama dengan Pemda dan Dunia Usaha. Gambar 2 Peran Modal Sosial dalam Civil Society (OMW)
10.958 BKM KBK Jaringan Relawan dari 665.026 relawan
Diadaptasi dari : Rob Grey, Bebbington and Collison 2006; NGOs, civil society and accountability: making the people accountable to capital http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1558155&show=html
Menurut Bank Dunia, governance is manner in which power is excercised in the management of a country’s economic and social rescources for development. Fokus pengertian konsep governance tersebut adalah bagaimana menggunakan kekuasaan untuk mengelola sumberdaya dalam proses pembangunan, agar menghasilkan kesejahteraan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan adalah dengan mencegah kemiskinan melalui penanggulangan kemiskinan. Konsep governance muncul seiring meningkatnya kesadaran bahwa fungsi dan peran pemerintah dalam pembangunan tidak dapat bergerak sendirian. Jika pada masa lalu, pemerintah identik dengan birokrasi yang tidak fleksibel, tertutup, sibuk dengan dirinya sendiri, merencanakan semua kebijakan public, dan tidak menyelesaikan masalah maka ketika kehidupan sosial, ekonomi, politik begitu dinamis, maka pola pemerintahan demikian harus ditinggalkan. Dengan demikian, governance dapat diartikan bahwa pengelolaan sumberdaya tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri, melainkan harus dibantu oleh institusi-institusi yang bukan berasal dari pemerintah, baik itu institusi sosial maupun swasta. Dalam governance, tanggung jawab untuk menghadapi isu-isu sosial dan ekonomi adalah tanggung jawab bersama yang bersifat lintas batas antar tiga relasi, yaitu pemerintah (Pemda), dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga relasi tersebut berhubungan saling tergantung dan saling melengkapi, sehingga kemampuan untuk mencapai tujuan tidak tergantung pada pemerintah saja (Gerry Stoker; 2010). Karena sejauh ini, dalam banyak hal governance digerakkan oleh jaringan kerja para pelaku yang otonom dan bisa mengatur dirinya sendiri (self governing). BKM/LKM, Jaringan relawan sector dan Komunitas Belajar Kelurahan bekerja di dalam lingkaran Civil Society (lihat Gambar 2). Lebih lanjut mengenai KBK dan Jaringan Relawan diatur dalam Pedoman Teknis KBK. e. Kelembagaan lokal sebagai pembentuk modal sosial masyarakat lokal Di dalam perkembangan pembangunan lembaga istilah lokal sulit didefinisikan. Pada tataran makro lokal adalah lawannya dari global. Sehingga istilah lokal dapat digunakan untuk menyebut peradaban
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
5
suatu negara sedang global untuk menyebut peradaban pada tataran antarnegara (regional dan internasional). Lokal menurut pemahaman UU No. 22 Tahun 1999 adalah pada tataran mikro artinya istilah lokal untuk menyebut kawasan daerah tingkat satu/propinsi, daerah tingkat dua/ kabupaten atau kota, dan dimungkinkan lokal untuk menyebut yang lebih spesifik yaitu kecamatan dan desa. Jadi institusi lokal merupakan asosiasi komunitas setempat yang bertanggung jawab atas proses kegiatan pembangunan setempat (Esman dan Uphoff, 1982:9), seperti rukun tetangga, arisan trah, kelompok pengajian, kelompok ronda dan sejenisnya. Yang jelas institusi ini memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah setempat. Institusi lokal dalam komunitas harus dilihat sebagai suatu sistem yang saling silang menyilang (cross-cutting affiliation) dan institusi lokal telah menyediakan jaring pengaman sosial (sosial safety net) ketika komunitas lokal berada dalam situasi krisis. Kehadiran institusi lokal bukan atas kepentingan pribadi/individu tetapi atas kepentingan bersama, sehingga institusi lokal lama kelamaan menduduki pada posisi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal. Rasa saling percaya warga komunitas lokal yang digalang dan diasah melalui institusi ini semakin hari semakin didambakan sebagai modal sosial (sosial capital). Institusi lokal ternyata mampu menjadi bingkai etika komunitas lokal (Purwo Santoso, 2002: 6). Institusi lokal pada dasarnya adalah regulasi perilaku kolektif, di mana sandarannya adalah etika sosial, sehingga institusi lokal mampu menghasilkan kemampuan mengatur diri sendiri dari kacamata normatif. Di atas telah dibahas pengertian institusi lokal dan modal sosial maka berikut akan kita telusuri dimana titik temu antara institusi lokal dengan modal sosial. Kita pahami bahwa institusi lokal merupakan salah satu modal sosial sehingga institusi lokal di mana saja keberadaannya tetap mempunyai nilai positif bagi komunitas yang bersangkutan. Ternyata institusi lokal dijadikan dasar berpijak masyarakat lokal oleh karenanya modal sosial dapat berkembang dan mengalami erosi dan melemah serta menguatnya modal sosial pada masyarakat dapat dipotret melalui institusi lokal. Potret Positif modal sosial dapat digambarkan dalam formulasi kepercayaan (trust) yang meliputi kohesi sosial, empati, transparansi, militan (inklusif) yang kesemuanya itu akan berdampak pada memunculkan kontrol sosial baru, revitalisasi modal sosial baru, perlu membangun kerjasama dengan pihak luar, demokrasi dan desentralisasi. Norma harus diwujudkan dalam bentuk kesetaraan dan kemitraan sehingga tidak muncul perbedaan perlakuan antarwarga, dalam alokasi ini akan muncul kendala kebudayaan luar, anomalis primordialisme dan vested interest sehingga perlu dipersiapkan jawaban kedepan guna membenteng tantangan yang akan muncul. Potret Negatif modal sosial dapat digambarkan dalam formulasi melemahnya modal sosial sehingga modal sosial mengalami erosi dalam bentuk: interaksi sosial, ditandai dengan pelanggaran norma, krisis kepemimpinan, kerenggangan hubungan sosial dan dehumanisasi. Kondisi ini disebabkan oleh lemahnya kontrol sosial, sentimen kelompok, meningkatnya semangat individualisme dan merebahnya nilai budaya material. Bila kondisi ini dibiarkan maka akan berakibat pada anomalis, pembangkangan, konflik dan perilaku menyimpang. Komunitas, muncul sikap baru dari komunitas dalam bentuk apatis, pragmatis, pengingkaran dan budaya potong kompas (menerobos). Sikap ini muncul karena disebabkan oleh tidak ada kepercayaan, rendahnya rasa handarbeni, egoisme, menghalalkan segala cara dan pelayanan birokrasi yang rendah. Jika kondisi ini tidak segera diantisipasi, maka yang muncul adalah stagnan (kemandegan), menurunkan partisipasi, pelanggaran nilai sosial dan dimungkinkan terjadi KKN. Apabila erosi modal sosial dalam interaksi sosial dan komunitas benar-benar terjadi, maka institusi lokal akan kehilangan social trust yang ditandai dengan rasa kecurigaan, rasa tidak aman, menurunnya rasa kebersamaan, pembangkangan, dan akan menyebabkan rendahnya keterbukaan sehingga intensitas komunikasi rendah, tingginya manipulasi publik dan dampak yang paling parah adalah disintegrasi sosial. Institusi lokal dan modal sosial ternyata mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap komunitas lokal oleh karena itu perlu ada penguatan terhadap institusi lokal. Pemupukan institusi lokal dan modal sosial dapat dilakukan melalui beberapa alternatif berikut: Pengorganisasian institusi diarahkan dalam rangka memfasilitasi komunitas lokal.
6
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Mengembangkan kerangka fikir re-lingking (menyambung kembali) tindakan ini diarahkan untuk menyambung kembali titik temu dimensi formal dengan dimensi nonformal yang ada di dalam masyarakat. Perbaikan infrastruktur dalam suasana religius dan cultural Definisi Kelembagaan memang cukup membingungkan, makna dan artinya sering dipertukarkan dengan organisasi. “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social
scientist….. The term institution and organization are commonly used interchangeably and this contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphhof. 1986).
Menurut Syahyuti yang dikutip dari http://websyahyuti.blogspot.com/2007/08/kelembagaan-danlembaga-dalam.html, Sebagian besar literatur hanya membanding-banding apa beda “kelembagaan” dengan “organisasi”. Setidaknya ada empat bentuk cara membedakan yang terlihat selama ini, yaitu: (1) Kelembagaan cenderung tradisional, sedangkan organisasi cenderung modern (Uphoff, 1986). Menurut Horton dan Hunt: “... institution do not have members, they have followers” (Horton dan Hunt, 1984). (2) Kelembagaan dari masyarakat itu sendiri dan organisasi datang dari atas. Tjondronegoro: ”… lembaga semakin mencirikan lapisan bawah dan lemah, dan organisasi mencirikan lapisan tengah dengan orientasi ke atas dan kota” (Tjondronegoro, SMP. 1999). (3) Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum, dimana organisasi adalah kelembagaan yang belum melembaga (Uphoff, 1986). Pendapat ini sedikit banyak juga berasal dari dari Huntington yang menyatakan: “Organization and procedures vary in their degree of
institutionalization……Institutionalization is the process by which organizations and procedures acquire value and stability” (Huntington, 1965). Serta,
(4) Organisasi merupakan bagian dari kelembagaan (Binswanger dan Ruttan, 1978). Dalam konteks ini, organisasi merupakan organ dalam suatu kelembagaan. Keberadaan organisasi menjadi elemen teknis penting yang menjamin beroperasinya kelembagaan. Meskipun belum sepakat, namun dapat diyakini bahwa kelembagaan adalah social form ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan” (Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial. Norman T Uphoff1 dengan gamblang menggambarkan perbedaan yang jelas antara Organisasi dan kelembagaan, sebagai berikut: Organizations are structures of recognized and accepted roles, Institutions are complexes of norms an behaviours that persist over time by serving collectively (socially) valued purposed. (Organisasi adalah struktur peran yang telah dikenal dan diterima. Kelembagaan/pranata adalah serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan atau digunakan selama periode waktu tertentu - yang relatif lama- untuk mencapai maksud/tujuan bernilai kolektif/bersama atau maksud-maksud yang bernilai sosial)
Agung Pramono PW 2 sebagaimana mengutip dari Simanjuntak:2001, mengilustrasikan dengan sangat jelas perbedaan Organisasi dan lembaga sebagai berikut:
1 2
Uphoff, Norman T. 1986. Op.Cit (p.8) Pramono PW, Agung, 2011, Pengembangan Kelembagaan Lokal, Management Studio & Clinic. (p.69)
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
7
Lembaga yang bukan organisasi Contoh: UU Perbankan
Lembaga yang juga organisasi Contoh: Bank
Organisasi yang bukan lembaga Contoh: Arisan RT
Ada beberapa tipe kelembagaan (pranata), yaitu: 1. Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations) 2. Ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi (Institutions that are organizations) 3. Dan ada organisasi yang bukan kelembagaan (Organizations that are not institutions) Bila dicontohkan dalam sistem pengelolaan keuangan dan perbankan, berdasarkan skema tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Undang-undang perbankan sebagai suatu kelembagaan (institution) dalam rangka penyediaan layanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan warga bahkan juga masyarakat di dunia. Segala peraturan didalamnya "membingkai" norma dan perilaku untuk kegiatan simpan pinjam uang, akan tetapi UU Perbankan tidak memiliki struktur yanbg dikenal seperti Ketua (direktur) dsb. Oleh karena itu UU perbankan adalah kelembagaan tapi bukanlah organisasi. 2. Adalagi organisasi yang bukan lembaga, yaitu Arisan ibu-ibu di suatu RT. Sudah merupakan organisasi mengingat di dalamnya sudah ada, ketua, sekretaris, bendahara, dan diakui serta dikenal oleh warga disitu. Akan tetapi keberadaannya bisa bubar setelah seluruh anggota arisan mendapat giliran memperoleh uang arisan. 3. Sedangkan satu lagi adalah Bank. Bank bisa disebut sebagai organisasi, karena di dalamnya ada sturktur peran yang sudah dikenal dan diterima oleh semua pihak seperti adanya Direktur, ada Bagian Kredit dan adapula bagian pelayanan nasabah. Sebagai sebuah kelembagaan, Bank sebagai penyedia jasa untuk melakukan "simpan-pinjam" uang, penggunaan jasa Bank sudah menjadi norma dan perilaku masyarakat luas yang memiliki dan memerlukan uang. Karenanya Bank adalah kelembagaan yang juga organisasi. Menyimak hal ini maka sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi sebuah kelembagaan, bilamana fungsi dan perannya dalam kaitannya dengan kepentingan warga diakui luas sebagai suatu norma dan perilaku bersama. Syahyuti dalam blognya juga menulis bahwa lembaga/kelembagaan adalah sebagai berikut:
ilustrasi
pembeda
antara
organisasi
Secara sederhana kita dapat membedakan dengan begini, Kata "kelembagaan" mesti diikuti oleh kata kerja, contohnya "kelembagaan penyediaan modal" dst. Sedangkan, "Organisasi" selalu diikuti oleh kata benda, misalnya lembaga koperasi, lembaga Gapoktan, dst. Maka, untuk kelembagaan penyediaan input usahatani misalnya dapat dijalankan lembaga kelompok tani, Gapoktan, KUAT, koperasi, dan UPJA. Kelembagaan penyediaan jasa informasi dapat dilakukan oleh petani secara individual, atau melalui lembaga, yaitu bisa kelompok tani, bisa Gapoktan, bisa Posyanluh Desa, Klinik Agribisnis, atau Kelompencapir.
8
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
dan
f. Otonomi komunitas dan Pembangunan dari dalam (development from within) Jika masyarakat telah mampu mengatur dirinya sendiri secara otonom, merencanakan masa depan komunitasnya dan menyelesaikan sejumlah persoalan dengan potensi yang dimiliki maka Pemerintah dan dunia usaha tinggal melengkapi bagian-bagian yang memerlukan support, seperti kebijakan, pelayanan, pendampingan teknis (technical assistance), keahlian, pengetahuan maupun pendanaan. Gambar 3 Pembangunan dari Dalam MELALUI PROYEK MEMBANGUN PROGRAM DARI, INTERVENSI KE OLEH & UTK MASYARAKAT
MASY KELURAHAN YG MEMBANTU
INTERVENSI PROYEK KE YG DIBANTU AGAR MAMPU MENSINERGIKAN ENERGI INTERNAL & EKSTERNAL
MASYARAKAT LUAS MEMBANGUN TATANAN YG PEDULI DGN NILAI-NILAI LUHUR SEHINGGA TERBANGUN IKLIM YG KONDUSIF
YG DIBANTU (PS2)
MODEL PEMBERDAYAAN
INTERVENSI PROYEK KE MASY KELURAHAN AGAR PEDULI & MAMPU MEMBANTU YG HRS DIBANTU
Pada bagian-bagian tersebut pemerintah dan dunia usaha memainkan peran untuk melengkapi segitiga relasi Pemerintah-dunia usaha-masyarakat yang merupakan ciri utama organisasi masyarakat warga (civil society). Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, BKM/LKM mengajak masyarakat miskin untuk meningkatkan kemampuannya, dibantu oleh kelompok peduli di kelurahan setempat, Pemda dan dunia usaha. Pola semacam ini disebut dengan pola pembangunan manusia melalui penerapan paradigma pembangunan manusia secara konsisten. Paradigma tersebut melihat pembangunan sosial sebagai upaya terstruktur untuk meningkatkan otonomi manusia untuk berbuat dan menentukan sejarahnya sendiri sehingga pada gilirannya akan terbangun kemandirian. Oleh sebab itu dalam tautan pemberdayaan sering dirumuskan sebagai membangun dari dalam (development from within) Salah satu kebijakan yang diprogramkan oleh pemerintah adalah pelayanan kesehatan dan pendidikan. Agar tepat sasaran maka kebijakan tersebut dirancang berlandaskan pada proses penggalian kebutuhan yang dilakukan partisipatif. Oleh sebab itu pelayanan pendidikan dan kesehatan yang menunjang pencapaian target IPM-MDGs diposisikan sebagai kegiatan pendorong tercapainya kesejahteraan di tingkat masyarakat. Dengan kata lain PNPM Mandiri Perkotaan berfungsi mensupport dari sisi kebijakan, program, pendampingan teknis dan dukungan financial untuk memperlancar program penanggulangan kemiskinan, yang dapat meliputi; 1) peningkatan kapasitas SDM/relawan sektor, 2)pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, 3)pembangunan infrastruktur, 4)peningkatan taraf hidup, daya beli dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, 5)membuka lapangan kerja 6)mitigasi dan penanggulangan bencana. Secara teknis, ketentuan, mekanisme dan pemanfaatan BLM sebagai wujud dukungan berbagai aktivitas yang menguatkan modal social. Ketentuan tersebut untuk selanjutnya akan dijabarkan dalam Petunjuk Operasi Baku (POB) kegiatan Sosial. Secara teknis, PNPM Mandiri Perkotaan mendorong Kegiatan sebagai kegiatan yang difokuskan untuk menunjang modal sosial, jaringan
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
9
kerjasama dan solidaritas sosial tetap bekerja lebih inovatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin terkait pembangunan infrastruktur (prasarana lingkungan), pelayanan pendidikan, kesehatan, peningkatan kapasitas serta kegiatan pengelolaan ekonomi produktif (bergulir) yang disupport oleh BLM maupun pendanaan dari berbagai sumber. Seluruh kegiatan di dalam MDGs tersebut berupaya meningkatkan angka harapan hidup masyarakat miskin, membuatnya lebih terdidik dan meningkat daya belinya. Ketiga upaya tersebut diukur menggunakan Indeks tahunan yang dinamakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dalam Bahasa Inggris disebut Human Development Index (HDI). g. Menguatnya Modal Sosial Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Menurut Sjafri Mangkuprawira (Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB) Dalam prakteknya, pengembangan masyarakat merupakan salah satu model pendekatan pembangunan dengan upaya melibatkan peran aktif masyarakat beserta sumber daya lokal yang ada. Selain itu dalam pengembangan masyarakat hendaknya diperhatikan sisi kearifan lokal dimana masyarakat punya tradisi, dan adat-istiadat sebagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai modal sosial. Berikut Gambar 1 dan 2 secara hipotetis menunjukkan hubungan modal positif dan negatif dengan kesejahteraan masyarakat. Jejaring Sosial Modal Sosial
Biaya Transaksi
Saling Percaya Kebersamaan
Biaya Kendali
Sumber Daya Optimal
Output Kesejahteraan Masyarakat
Gambar 4 Hubungan modal sosial positif dengan kesejahteraan masyarakat Gambar 4 menunjukkan bahwa modal sosial yang positif akan memiliki hubungan positif dengan kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditandai oleh jejaring sosial yang luas, tingginya saling percaya sesama anggota masyarakat, dan jiwa kebersamaan yang tinggi. Modal sosial ini akan memerkecil biaya transaksi dan biaya kendali untuk suatu kegiatan pengembangan masyarakat. Dengan kata lain akan mampu menciptakan pengelolaan sumber daya optimum dan kemudian menghasilkan output yang semakin besar bagi kesejahteraan masyarakat. Berbeda dengan Gambar 4, maka Gambar 5 memperlihatkan bahwa modal sosial yang negatif akan menurunkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya saling percaya sesama warga yang menyebabkan perangkat kendali semakin berlapis. Hal ini berkait dengan meningkatnya perilaku kepentingan diri dan menurunnya sifat saling memberi. Mengapa? Karena timbulnya saling curiga dan antipasti. Akibatnya masyarakat mengalami stagnasi yang dicirikan oleh rendahnya kreativitas dan inovasi yang ditemukan. Dalam situasi seperti itu berarti terjadi pemborosan sumber daya dan pada gilirannya akan menurunkan kesejahteraan masyarakat.
10
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Saling Percaya Rendah
Modal Sosial
Perangkat Kendali Berlapis
Kepentingan Diri (+)
Saling Memberi (‐) Curiga
Antipati
Kreativitas (‐)
Pemborosan Sumber Daya
Inovasi (‐) Kesejahteraan (‐)
1.3.
Ketentuan dasar
1.3.1. Road Map dan tujuan Strategis Sebagai bagian dari Rencana Kerja Pembangunan-RKP 2010-2014, penanggulangan kemiskinan menggunakan pendekatan pemberdayaan yang mengorganisir masyarakat dalam sebuah gerakan social. Cara untuk menggerakkan masyarakat menjadi berdaya disebut dengan pengorganisasian masyarakat (Community Organization). Pengorganisasian Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mandiri dalam meningkatkan taraf hidupnya, tidak tergantung kepada pihak lain. Demikian juga dengan kebijakan dan strategi PNPM Mandiri Perkotaan yang mengacu pada Peta jalan (road map) PNPM Mandiri, menghendaki kemandirian dan keberlanjutan. Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat/Ketua Pokja Pengendali PNPM Mandiri pada Rapat Koordinasi Nasional PNPM Mandiri Perkotaan di Denpasar tanggal 23 April 2012 menyampaikan bahwa agar seluruh sistem yang telah dibangun tidak hanya berjalan pada saat program tapi juga menjadi sebuah sistem yang berkelanjutan, dan menjadi sebuah gerakan nasional penanggulangan kemiskinan, maka diperlukan sejumlah pendekatan spesifik yaitu: 1. Memberi kepercayaan penuh pada semua pihak dan lembaga terutama lembaga masyarakat agar berjalan sesuai dengan kemampuannya dan 2. Menghargai inisiatif dari masyarakat, pemerintah daerah, lembaga mitra dan pemangku kepentingan lainnya. Secara skematis ilustrasi dari proses pengembangan PNPM Mandiri ke depan, digambarkan sebagai berikut:
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
11
Gambar 6 Proses Pengembangan PNPM Mandiri ke depan
MANDIRI (Community Institution)
MADANI (Community Engagement)
BERDAYA (community participation)
Melalui serangkaian diskusi dengan sejumlah stakeholders PNPM Mandiri, ditetapkanlah 5 pilar arah dan kebijakan peta jalan PNPM Mandiri sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Integrasi Program Pemberdayaan Masyarakat Penguatan Kelembagaan Masyarakat Peningkatan dan Keberlanjutan Pendampingan Peningkatan Peran Pemerintah Daerah Secara Bertahap Penguatan Tata Kelola (Good Governance)
Kelima pilar tersebut nantinya diharapkan menjadi orientasi seluruh pihak dalam pengembangan PNPM Mandiri ke depan. Disebutkan secara jelas bahwa Penguatan Kelembagaan masyarakat menjadi salah satu pilarnya. Penguatan kelembagaan masyarakat dalam peta jalan tersebut merujuk kepada action plan sebagai berikut: 1. Menyusun Mekansime Penetapan status hukum lembaga bentukan PNPM seperti BKAD, UPK, BKM/LKM termasuk kepemilikan aset & pemanfaatan lembaga-lembaga tersebut bagi seluruh program pemberdayaan. (Untuk PNPM Mandiri Perkotaan diprioritaskan pada perlindungan hukum lembaga BKM/LKM, sedangkan penguatan status hukum diberikan kepada gugus tugas BKM/LKM, yaitu UP-UP). 2. Perubahan sistem, mekanisme dan indikator bagi UPK yang sehat secara kelembagaan dan keuangan sebagai lembaga yang berorientasi pemberdayaan. 3. Membangun mekanisme akuntabilitas di tingkat kelompok masyarakat melalui peningkatan kemampuan pengawasan dan kesadaran hukum masyarakat. Untuk menerjemahkan kebijakan tersebut serta sesuai dengan tujuan strategis (strategic goals) yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya, maka PNPM Mandiri Perkotaan memiliki setidaknya 3 strategi yaitu 1)Implementasi Tridaya, 2)Pemberdayaan Masyarakat dan 3)Pengembangan Penghidupan dan kawasan produktif dan sustainable yang kemudian diterjemahkan ke dalam 3 (tiga) kegiatan yang diharapkan mampu membangun kemandirian masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan, yaitu1). Penguatan Kelembagaan Masyarakat, 2) Peningkatan Penghidupan masyarakat dan 3) Pengembangan Kawasan Permukiman Produktif, sebagaimana digambarkan dalam skema berikut:
12
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Gambar 7 Strategic Goal Dirjen Cipta Karya kementrian PU
Merujuk kepada kebijakan nasional PNPM Mandiri dan Strategi PNPM Mandiri Perkotaan tersebut, jelas bahwa untuk menjamin keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan, maka penguatan kelembagaan masyarakat harus menjadi agenda penting dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan ke depan. Untuk menggambarkan sejauhmana perkembangan kelembagaan masyarakat di dalam PNPM Mandiri Perkotaan, program ini sudah mengembangkan instrumen terkait dengan hal tersebut, antara lain adalah instrumen pengukuran tingkat perkembangan organisasi BKM/LKM. Potret nasional pada akhir tahun 2012 (rekap data April 2013), menyebutkan sebanyak 47,37 % BKM telah mencapai kategori Mandiri, sementara BKM Berdaya 50,06%. Sedangkan BKM yang berstatus menuju madani meningkat menjadi 2 %. Status berdaya menuju mandiri adalah status transisi sebelum mencapai taraf Madani. Dalam setahun kedepan diharapkan lebih banyak lagi BKM yang keluar dari zona transisi tersebut untuk menuju madani. Dengan demikian PNPM Mandiri Perkotaan masih memiliki PR untuk menguatkan kelembagaan masyarakat agar pada tahun 2014 nanti seluruh BKM/LKM sudah pada tingkat organisasi yang dikatakan mandiri. Dengan demikian upaya penanggulangan kemiskinan diharapkan dapat terus berlanjut. 1.3.2. Isu-isu Strategis a. Lambatnya Perkembangan Organisasi BKM dan UP-UP Pertumbuhan LKM/BKM menuju mandiri setiap tahun lambat, diperkirakan BKM Mandiri sulit tercapai 100% pada tahun 2014. Kelemahan utama terletak pada aspek system manajemen, manajemen SDM dan hubungan eksternal(data mengenai status kemandirian BKM/LKM terlampir) Sehingga untuk meningkatkan kemandirian BKM sedapat mungkin difokuskan pada aspek system manajemen, manajemen SDM dan hubungan eksternal (kemitraan). Sedangkan pada aspek ketaatan terhadap AD/ART, manajemen keuangan dan kepemimpinan, BKM telah dinilai memadai. Namun demikian keenam aspek tersebut tetap harus diperkuat.
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
13
Kinerja BKM bagus pada aspek kepemimpinan, hal ini dapat dipahami mengingat proses pemilu BKM/LKM dijalankan dengan serius secara periodik untuk memperoleh pemimpin yang benar-benar dipercaya dan merepresentasikan nilai dan prinsip kemasyarakatan. Kepemimpinan yang bagus mempengaruhi implementasi visi dan misi melalui berbagai kegiatan. Sehingga visi dan misi yang tertuang dalam statute (AD/ART) menunjukkan capaian yang lebih bagus ketimbang yang lain. Demikian juga pada aspek manajemen keuangan yang menunjukkan capaian positif, disebabkan PNPM Mandiri Perkotaan memberikan porsi lebih dalam pendampingan pengelolaan keuangan selama ini. Oleh sebab itu statuta, kepemimpinan dan manajemen keuangan adalah aspek-aspek yang telah tercapai lebih baik. Namun tiga aspek yang lain selalu rendah, yaitu system manajemen (manajemen organisasi), pengelolaan SDM dan hubungan eksternal mengisyaratkan perlu perbaikan. Hal ini berarti bahwa proses pengembangan kelembagaan masyarakat tidak boleh berhenti pada terpilihnya angggota BKM/LKM melalui pemilu yang demokratis, tapi juga harus diiringi dengan pengembangan kapasitas BKM/LKM dari aspek organisasi, sistem manajemen, pengelolaan SDM dan hubungan eksternal, dikarenakan BKM/LKM mengelola kelembagaan untuk mengatasi problematika penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang relatif rumit Masih sedikit penelitian tentang kapasitas lembaga UP-UP dalam mengelola kegiatan penanggulangan kemiskinan, akan tetapi beberapa indikasi dapat ditunjukan dengan informasi yang ada. Informasi berikut dapat dijadikan patokan, laporan akhir KMP PNPM MP 2009-2011 (hal 3-14)
a. Masih kurangnya pemahaman BKM/LKM (masyarakat) bahwa kegiatan ekonomi adalah bagian penting dalam menggerakan keberdayaan ekonomi masyarakat (miskin) sehingga perhatian dan upaya-upaya untuk menyelesaikan persoalan yang muncul masih belum cukup kuat dan belum intensif. b. UPK sebagai pengelola pinjaman dana bergulir idealnya dikelola oleh 2-4 orang sehingga ada ruang untuk melakukan pembinaan kepada KSM, saat ini secara nasional 50% UPK hanya dikelola oleh 1 orang. c. Peran pengawas belum efektif dalam membantu BKM/LKM melakukan pengendalian terhadap kinerja UPK maupun dalam menyelesaikan persoalan tunggakan di tingkat masyarakat d. Turnover personil UPK relative cukup tinggi, insentif yang diberikan belum sebanding dengan beban pekerjaan yang cukup tinggi.
Dengan demikian dapat dikatakan selain daripada kualitas SDM yang bersangkutan, jumlah orang yang mengelola kegiatan di UP-UP juga masih relatif sedikit, tidak sebanding dengan lingkup tugas yang bersangkutan. Patut diduga bahwa UP-UP selain UPK juga mengalami problem yang sama, padahal sebagai lembaga yang dianggap bertugas secara profesional yang diangkat oleh BKM/LKM/LKM, UP-UP diharapkan dapat mengelola implementasi seluruh kegiatan penanggulangan kemiskinan, menjadi eksekutor kegiatan berdasarkan kebijakan/keputusan yang dikeluarkan BKM/LKM/LKM. b. Partisipasi belum diikuti peningkatan kinerja Bila melihat capaian kuantitatif yang telah dicapai melalui proses-proses demokrasi yang dicapai oleh BKM/LKM, indikator kinerja BKM/LKM dalam membangun partisipasi tidak diragukan lagi, terbukti indicator 40% partisipasi perempuan, 40% partisipasi warga miskin, 30 % partisipasi penduduk dewasa dalam Pemilu BKM, terbangunnya BKM/LKM di setiap Desa, tersusunnya dokumen PJM Pronangkis di setiap BKM, dan terlaksananya kegiatan tridaya telah tercapai (terlampir data-data mengenai capaian KPI 2012)
14
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Namun dibalik kesuksesan upaya mendorong proses partisipasi masyarakat tersebut (yang diukur dengan Key Performance indicator), masih tersisa sejumlah agenda penting peningkatan kinerja BKM/LKM sebagaimana disinggung di atas, yaitu penguatan manajemen internal organisasi, SDM dan hubungan eksternal (baik dengan Pemda, kelompok peduli, dunia usaha, masyarakat dan KSM). Ketiga hal tersebut juga harus ditingkatkan mengikuti kesuksesan meningkatnya partisipasi masyarakat. Sebagai salah satu contoh bagaimana proses demokratis dalam siklus (termasuk Pemilu BKM/LKM) belum ditransformasikan kepada masyarakat terlihat dalam fasilitasi kegiatan infrastruktur. Disana demokratisasi dalam pemilihan anggota BKM belum ditularkan oleh BKM/LKM kepada masyarakat. Temuan konsultan evaluasi (studi dampak P2KP-2-2/8 studi kajian; 2010) menyebutkan bahwa Kapasitas BKM/LKM dalam mengelola kegiatan yang didanai melalui dana BLM PNPM Mandiri Perkotaan masih menjadi catatan dan perlu diperbaiki, yaitu : BKM/LKM kurang bisa memprioritaskan dan menerapkan intervensi kegiatan infrastruktur
infrastruktur dalam hal: (1) sesuai dengan kebutuhan masyarakat obyektif (khususnya kaum miskin setempat), dan (2) sesuai dengan standar teknis yang diperlukan, tanpa bimbingan substantif dan kompeten, serta pengawasan melalui proyek manajemen Manajemen BKM/LKM (yang secara informal memiliki ikatan yang kuat dengan RT/RW), cenderung untuk menghindari kecemburuan antar wilayah dengan membagi rata semua BLM ke semua wilayah bukan berdasarkan prioritas Demikian juga dalam Pengelolaan Kegiatan Sosial, yang ternyata, sebagian besar berjalan baik, apabila dijalankan dengan pola-pola yang sama seperti ketika dikerjakan oleh lembaga-lembaga lama seperti PKK atau Ormas seperti lembaga muslimat NU. Hal ini sering terjadi akibat masih minimnya pengakuan masyarakat atas BKM/LKM sebagai lembaga kemasyarakatan setempat, BKM/LKM masih dipandang sebagai penyalur dana BLM saja
Dalam proses sikluspun ternyata diperoleh bukti bahwa laki-laki lebih berpendidikan, kaya, dan pejabat lebih mungkin untuk terpilih menjadi anggota BKM/LKM - organisasi masyarakat di kelurahan yang bertanggung jawab untuk mengalokasikan sumber daya UPP2. Demikian juga dengan keterlibatan perempuan yang pada umumnya di KSM ekonomi lebih memungkinkan, sedangkan di BKM/LKM masih relatif sedikit. Disini terlihat partisipasi belum sepenuhnya berhasil dibangun tanpa diskriminasi. c. KSM sebatas pengelola BLM; Tridaya belum terintegrasi meningkatkan IPM Bagaimana dengan KSM? banyak temuan menunjukan bahwa KSM belum menjadi wadah utama penanggulangan kemiskinan di tingkat komunitas yang paling kecil. Keberadaannya masih banyak berhenti pada pengelolaan dana BLM kegiatan. Sehingga KSM sering disebut juga sebagai pengelola kegiatan instan karena kehadiran BLM tidak dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Padahal melalui KSM lah diharapkan tumbuhnya nilai-nilai kebersamaan, kepedulian dan menjadi wadah bagi seluruh masyarakat utamanya masyarakat miskin untuk memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan mereka secara mandiri. BKM/LKM yang bagus adalah kunci bagi terciptanya keberlanjutan program dan kepuasan penerima manfaat warga miskin baik yang tergabung dalam KSM maupun tidak. Salah satu indicator kepuasan adalah meningkatnya taraf hidup. Peningkatan taraf hidup ditandai dengan terpenuhinya sejumlah kebutuhan dasar seperti perumahan, lingkungan hidup, kesehatan dan pendidikan seperti yang disebutkan dalam MDGs. Sedangkan untuk mengukur pencapaian kualitas manusianya, digunakan ukuran IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang terdiri dari peningkatan angka harapan hidup, pendidikan dan daya beli. Kebutuhan dasar dan kualitas SDM tersebut didorong untuk dicukupi menggunakan potensi yang dimiliki masyarakat sendiri. Potensi-potensi tersebut beragam bentuknya, ada yang berupa dana, gagasan, tenaga, modal sosial maupun jaringan kerjasama. Melalui PNPM Mandiri Perkotaan, semua potensi (terutama jaringan kerjasama) diasah untuk mengakses sumberdaya fisik, sumberdaya alam, aset, dan kesempatan untuk mempengaruhi lembaga-lembaga kunci agar terlibat memikirkan cara mengurangi kemiskinan. Dengan demikian,
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
15
kegiatan tridaya, baik infrastruktur, ekonomi produktif maupun kegiatan sosial tidak hanya mengemban amanah untuk menguatkan kapasitas manusia (human capital) tetapi juga menguatkan komunitas (social capital). Kekuatan kapasitas manusia dan modal social merupakan landasan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan, daya beli dan taraf hidup. KSM-KSM yang bekerja pada tiga bidang tridaya, baik infrastruktur, ekonomi maupun social seharusnya memikirkan bagaimana output kegiatannya berdampak terhadap warga msikin PS-2 secara terintegrasi. Oleh sebab itu KSM-KSM memerlukan perluasan jaringan kerjasama antar bidang (lingkungan-ekonomi-sosial) agar penanggulangan kemiskinan tertangani menyeluruh, tidak parsial. Sebab semua kegiatan yang dilaksanakan oleh KSM berorientasi untuk meningkatkan kapasitas SDM yang diukur dengan standar IPM. Pemanfaatan kegiatan infrastruktur berkaitan dengan peningkatan daya beli masyarakat ketika mempermudah akses warga miskin dari lokasi pengambilan hasil bumi ke lokasi pemasaran (seperti jembatan, jalan dan sarana transportasi lain). Pembangunan infrastruktur juga meningkatkan pelayanan kesehatan ketika sarana kesehatan (posyandu/poskesdes) yang dibangun mendekatkan warga miskin terhadap layanan kesehatan, serta meningkatkan kesehatan warga PS-2 secara langsung melalui pembangunan drainase, sanitasi, air bersih, pengolah limbah, daur ulang sampah maupun MCK. Pembangunan infrastruktur juga berkontribusi pada peningkatan pendidikan melalui pembangunan/perbaikan sarana pendidikan di PAUD, TK dan SD. Pencapaian IPM sebagai indicator kesejahteraan manusia berada di tangan para KSM-KSM yang menangani kegiatan tersebut. Seperti diketahui, IPM mengandung tiga komponen penting, yaitu peningkatan angka harapan hidup, kualitas pendidikan dan peningkatan daya beli. Ketiga komponen tersebut dapat dicapai melalui kinerja KSM-KSM, baik KSM ekonomi, KSM social maupun KSM infrastruktur secara bersama-sama, sebab semua KSM memiliki kontribusi untuk menyumbang pencapaian IPM dengan kadarnya masing-masing. Untuk mencapai peningkatan IPM secara lebih komprehensif, maka seluruh kegiatan KSM mesti dibenahi agar berkorelasi dengan IPM lebih tinggi lagi, baik secara langsung maupun tidak. Kontribusi masing-masing KSM terhadap IPM dapat dijembatani dengan penguatan kapasitas KSM dan mengupayakan jaringan kerjasama antar KSM secara terkoneksi dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak (terutama SKPD dan Dunia Usaha) dengan memperbaiki hubungan eksternal BKM agar KSM tidak lagi distigmasisasi sebagai pengelola dana BLM (terlampir Data mengenai kegiatan KSM yang berkontribusi terhadap IPM) KSM ideal tumbuh bersama masyarakat dan menguatkan modal social. Hampir semua kegiatan masyarakat yang bermodal social kuat dibatasi oleh norma-norma yang mengikat. Segala jenis kegiatan social yang diselenggarakan oleh masyarakat bermaksud untuk memperkuat rasa saling percaya, kerjasama dan kebersamaan. Sebagai contoh, jika salah seorang warga sedang menyelenggarakan hajatan para tetangga pasti berdatangan untuk saling membantu. Sejumlah peristiwa penting dalam kehidupan amat dihormati dan dianggap harus dibantu dengan semangat gotong royong, baik pada saat senang maupun susah. Peristiwa yang mendapat tempat di hati masyarakat tersebut antara lain perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, pesta syukuran atau saat mengalami musibah, sakit, dan meninggal dunia. Semua tetangga bahu-membahu memberikan bantuan tanpa pamrih dengan satu alasan untuk menolong. Seluruh tradisi tersebutlah yang melatarbelakangi kelahiran KSM-KSM untuk tumbuh dan berkembang. Selain kejadian-kejadian penting dalam kehidupan, masyarakat juga menyelenggarakan sendiri pertemuan-pertemuan tatap muka rutin untuk memperkuat tenggang rasa, memenuhi kebutuhan dan memecahkan persoalan bersama. Pertemuan-pertemuan tersebut berupa arisan, pengajian, pertemuan kelompok profesi (petani, nelayan, ojek, pedagang, tukang sayur dsb). Bahkan dewasa ini program-program pembangunan dihamparkan di atas paguyuban-paguyuban yang berlandaskan solidaritas dan tenggang rasa itu untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan pendidikan.
16
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Dalam bidang kesehatan melalui posyandu atau pengobatan gratis serta dalam bidang pendidikan melalui sarana pendidikan, beasiswa maupun biaya pendidikan. Karena itu PNPM Mandiri Perkotaan mendorong agar kegiatan social mampu menjawab peningkatan kapasitas manusia bertumpu pada mata pencaharian, meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan, kesehatan, serta akses terhadap sumberdaya. d. KBK Komunitas Belajar Kelurahan dicita-citakan sebagai ladang persemaian modal sosial diluar BKM. Sifatnya sebagai forum pembelajaran yang berfungsi sebagai penyeimbang BKM dalam mengambil keputusan penanggulangan kemiskinan. Sebagai arena pembelajaran, komunitas tersebut juga bersifat cair, fleksible, dan terbuka diikuti oleh orang-orang yang peduli persoalan kemiskinan. Sebagai Community Learning Centre, KBK menghadapi dua hal, yang pertama, belum diyakininya KBK oleh program sebagai salah satu instrumen penting pengelolaan penanggulangan kemiskinan di tengah masyarakat. Kedua, konsepsi KBK belum dapat dikejawantahkan secara operasional sehingga menyulitkan para pelaku untuk mengimplementasikan konsep tersebut. e. Kelemahan Pengelolaan transparansi dan akuntabilitas Secara umum program ini telah mengembangkan suatu sistem pengelolaan transparansi dan akuntabilitas program di tingkat BKM/LKM/LKM. Ada cukup banyak instrumen yang dapat dipergunakan untuk melihat sejauhmana BKM/LKM telah menerapkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan programnya, antara lain melalui: 1) Kinerja Pengelolaan Keuangan UPK dan Sekretariat 2) Audit internal (melalui Review Keuangan) 3) Audit Eksternal (oleh auditor independen) Secara umum kinerja keuangan baik dari sisi laporan keuangan UPK dan sekretariat, Review telah menunjukkan perkembangan yang berarti, dengan kata lain menggambarkan tumbuhnya kesadaran transparansi dan jaminan akuntabilitas masyarakat dalam mengelola dana bantuan secara langsung. Keterbatasan pelaksanaan audit yang terjadi adalah berkaitan dengan ketepat waktuan dalam melaksanakan audit. Beberapa aspek yang berpengaruh kuat adalah ketersediaan KAP dan biaya audit. Sejumlah kota/kabupaten mempunyai kontribusi yang nyata dalam kondisi ini, yaitu dengan mendukung sebagian biaya pengauditan melalui APBD setempat. Beberapa kelemahan sebagaimana ditulis dalam laporan akhir KMP adalah sebagai berikut:
Kelemahan yang ada baik pada pihak konsultan maupun di masyarakat berkaitan dengan perilaku dalam melakukan pendampingan kepatuhan terhadap aturan seperti masalah cash in hand, tranparansi maupun akuntabilitas. Sehingga hal ini berdampak pada capaian indikator kinerja; baik Sekretariat maupun UPK, termasuk terdapatnya kasus-kasus yang dilakukan mulai dari masyarakat, UPK dan BKM/LKM sampai ke konsultan. Di samping itu hasil audit masih terdapat UPK dengan opini AO dan Disclaimer.
Kelemahan yang lain ditunjukkan oleh beberapa hal antara lain: Kerjasama tim Faskel Ekonomi dan Tim Korkot masih lemah dalam pengendalian kegiatan. Hal ini membawa implikasi yang besar terhadap kualitas pengembangan kapasitas masyarakat, akurasi data penilaian kinerja keuangan, dan kemampuan memperkokoh kelembagaan BKM/LKM/LKM untuk mampu memfasilitasi kebutuhan masyarakat miskin dengan optimal.
Perkembangan yang berarti tersebut di satu sisi, dan di sisi yang lain masih belum cukup terinternalisasinya kelembagaan pengelolaan transparansi dan akuntabilitas di tingkat BKM/LKM/LKM, menunjukan bahwa masih ada masalah dalam hal ini. f. Pengelolaan Kegiatan Kemitraan Keberlanjutan kegiatan ditentukan oleh seberapa banyak kemitraan telah dilakukan oleh BKM. Semakin banyak mitra kerjasama, maka semakin cerah masa depan pengelolaan kegiatan sosial. Mengingat pembangunan dan pemenuhan kebutuhan dasar tidak pernah akan ada habisnya. Mitra
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
17
kerjasama yang berkompeten di bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan SDM amat diperlukan oleh BKM untuk menjaga kesinambungan penanggulangan kemiskinan. 1.4.
Prinsip dan Pendekatan
Untuk peningkatan IPM secara langsung dapat diupayakan terlebih dahulu melalui revitalisasi kegiatan sebab pada prinsipnya seluruh kegiatan berkaitan langsung dengan peningkatan IPM bersama dengan kegiatan ekonomi produktif. Kegiatan social yang disupport secara teknis oleh PNPM Mandiri Perkotaan mesti mengikuti kaidah-kaidah yang telah diatur dalam ketentuan Pedoman Umum dan Petunjuk Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Prinsip-prinsip yang menjadi koridor bagi kegiatan Sosial tersebut adalah : 1. Penguatan Modal sosial melalui Penguatan Kelembagaan Masyarakat antara lain dengan: a. Pemberdayaan masyarakat untuk kemandirian masyarakat. Strategi penanggulangan kemiskinan nasional telah terbagi menjadi 4 klaster, yang memperjelas domain PNPM pada klaster yang kedua sebagai program yang menggunakan pendekatan pemberdayaan. Pola kegiatannya berupa fasilitasi pembelajaran, penyadaran, pelibatan masyarakat dan penguatan peran Pemda secara mandiri dalam pembangunan, khususnya penanggulangan kemiskinan. PNPM Mandiri Perkotaan menjadikan pemberdayaan masyarakat sebagai pilihan strategi utama dengan berfokus pada jalur Tridaya (bidang sosial, infrastruktur, dan ekonomi). Kegiatan Sosial sebagai salah satu dari tiga bidang yang difasilitasi oleh PNPM Mandiri Perkotaan, diharapkan memberikan kontribusi positif untuk meningkatkan kemandirian masyarakat miskin berpegang pada prinsip: i. Pembelajaran terhadap komunitas, dan pihak terkait lainnya tentang penyelesaian masalah dengan berpartisipasi memberi dukungan nyata dalam pelaksanaan kegiatan. ii. pembelajaran terhadap keluarga/jiwa miskin terkait penyelesaian masalah dengan melakukan perubahan mindset/paradigma, kebiasaan, etos, dan budaya kemiskinan, dll. b. Penguatan Kelembagaan Masyarakat Dilakukan melalui serangkaian kegiatan pelembagaan, agar seluruh norma dan nilai yang ditawarkan program termasuk di dalamnya organisasi kemasyarakatan dan pranata yang sudah dibangun, menjadi bagian masyarakat. Termasuk prinsip dalam konsteks ini ada memberikan perlindungan hukum bagi Kelembagaan masyarakat yang sudah dibangun untuk dapat mengelola asset dan program penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan c. Kemitraan untuk menjaga kesinambungan program. Seluruh kegiatan social akan terjaga keberlanjutannya jika dilaksanakan bermitra dengan berbagai pihak mulai dari level local, regional bahkan global. Dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan yang terpenting adalah bermitra dengan Pemda, Perguruan Tinggi dan dunia Usaha. Sebab ketiga kompartemen tersebut yang paling realistis diajak mewujudkan kerjasama jangka panjang di level kab/kota. Pemda, Masyarakat dan Dunia Usaha, adalah tiga pilar pembangunan yang memiliki tanggung jawab sama untuk melayani kebutuhan masyarakat. d. Menggunakan Jaringan Relawan. Untuk mendorong agar kegiatan social lebih berjangka penjang maka selain menggalang kemitraan, juga mengorganisasikannya dalam jaringan relawan yang telah mengakar. Di dalam jaringan relawan tersebut telah terdapat spesialisasi pembagian kerja seperti relawan kesehatan, relawan pendidikan, relawan pertanian, relawan perikanan, relawan lingkungan dst. Relawan-relawan tersebut dapat berperan sendiri sebagai penghubung antar komunitas (bridge volunteer) maupun tergabung dalam berbagai komunitas seperti Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), kelompok nelayan maupun paguyuban lainnya. Upaya untuk mendidkusikan peran-peran relawan dapat dilakukan dalam Komunitas Belajar Kelurahan (KBK) terkait pembahasan rencana kerja, masukan dan keluaran program. Untuk memahami lebih lanjut urgensi jaringan relawan dan KBK telah tersedia Pedoman Teknis KBK. 2. Pengembangan Kegiatan yang pro-poor dan berorientasi kepada IPM & MDG's, antara lain melalui: a. Sesuai dengan Kegiatan yang diprogramkan dalam PJM Pronangkis yang diproses melalui Pemetaan Swadaya dan rutin diverifikasi melalui review/tinjauan partisipatif
18
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
b. Bermanfaat langsung bagi KK Miskin yang tercatat dalam PS2, bukan pemanfaat tidak langsung. Mereka adalah Pemanfaat Usia Sekolah, Usia Produktif dan Tidak Produktif c. Mampu menggalang swadaya masyarakat dan merekatkan solidaritas social dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoringnya. Memastikan KSM Sosial bukan kepanitiaan baru tetapi telah berpengalaman menjalankan aktivitas sosial. Kegiatan sosial yang akan dilaksanakan masyarakat harus dipastikan mengandung perlakuan pra dan pasca kegiatan, sehingga kegiatan yang dilakukan tidak “numpang lewat” dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan ada sewaktu dilaksanakan (awal) saja, namun kemudian menghilang setelah acara selesai. Mencegah terjadinya hal tersebut maka dilakukan Internalisasi kegiatan ke dalam sistem sosial yang ada, antara lain sistem; keluarga, masyarakat, organisasi masyarakat, keagamaan, dll. Tantangan utamanya adalah menjadikan aktivitas penanggulangan kemiskinan sebagai bagian kehidupan masyarakat, sehingga pelaksanaan program akan berjalan seiring dinamika kehidupan masyarakat pula. Pelaksanaan kegiatan mesti terpola dalam sistem, teratur dan menggerakkan semua potensi sumber daya yang ada seperti memaksimalkan kerjasama, mengoptimalkan keswadayaan, serta menggalang kemitraan strategis. Semua itu merupakan langkah nyata untuk merencanakan keberlanjutan program. Indikator pelaksanaan prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatan KSM/panitia: i. Pembangunan KSM/panitia melibatkan lembaga/organisasi, individu/keluarga dan jaringan social yang sudah aktif melakukan kegiatan sosial. ii. Pelaksanaan kegiatan sudah melakukan kerjasama dengan lembaga/organisasi kemasyarakatan, sosial, keagamaaan, dll setempat. iii. Menjalin kemitraan dengan pihak lain diluar komunitas: pemerintah daerah, perusahaan swasta, dll untuk melaksanakan program, mensinergikan program, dll. d. Berkelanjutan, artinya bukan kegiatan instant dan berjangka pendek. Sebab kebutuhan dasar KK miskin yang harus dilayani bersifat menerus. Hal-hal yang membuat kegiatan berjangka panjang adalah kejelasan pengelola, dukungan financial dan kemitraan dengan pihak ketiga, baik SKPD maupun CSR atau sumber lain e. Mendukung Program Perlindungan Sosial Cluster I seperti Beasiswa miskin, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Cluster IV Program Serba Murah, yaitu Program Rumah Sangat Murah, Transportasi umum murah, air bersih untuk rakyat, listrik Murah dan hemat, serta Program Peningkatan Kehidupan Nelayan dan Masyarakat Miskin Perkotaan. Tidak menutup kemungkinan program di cluster I dan IV berjalan di kelurahan yang sama sehingga akan lebih bermanfaat jika dijalankan dengan skema PNPMMP. f. Membuka Lapangan Kerja dan meningkatkan pendapatan. Kegiatan Sosial yang membuka lapangan kerja baru lebih diprioritaskan karena selain bermanfaat bagi banyak KK miskin juga memberi pemasukan (income) kepada banyak jiwa yang ditanggung oleh masing-masing KK tersebut. Pada gilirannya akan meningkatkan daya beli. Dengan daya beli yang tinggi akan memberi kesempatan untuk memilih akses sumberdaya dan pelayanan (terutama pendidikan, kesehatan dan asupan gizi). Bentuk kegiatan social yang meningkatkan pendapatan dan daya beli dimulai dari pelatihan open menu sesuai kebutuhan masyarakat. Jenis-jenis pelatihan yang disesuaikan dengan mata pencaharian dan potensi masyarakat akan berpeluang memperluas usaha dan otomatis membuka lapangan kerja baru diprioritaskan seperti pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan yang harus disambung dengan pembentukan KSM ekonomi produktif g. berkaitan dengan peningkatan kesehatan otomatis akan meningkatkan Angka Harapan Hidup sebagamana ditargetkan IPM. Semakin sehat seseorang akan makin panjang harapan hidupnya, sehingga makin produktif sebagai manusia sejahtera. Adapun area-area strategis yang digarap mestinya juga berkaitan dengan target-target MDGs seperti memberantas kelaparan (MDGs 1), mengurangi kematian anak (MDGs 4), meningkatkan kesehatan ibu (MDGs 5), melawan penyakit menular malaria dan HIV (MDGs 6), serta menjaga daya dukung lingkungan hidup (MDGs 7) yang sehat sebagai habitat hidup jangka panjang. h. Berkaitan dengan pendidikan sebagai prioritas untuk meningkatkan kapasitas SDM sebagai salah satu kebutuhan primer yang ditargetkan dalam IPM. Sebagai target ketiga, pendidikan berniat menjadikan masyarakat terdidik sejak usia sekolah. Dalam MDGs pendidikan diletakkan pada target ke 2 dan ke-3 yaitu pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan dan tidak
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
19
ada diskriminasi gender untuk mendapatkannya. Anak perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk sekolah.
20
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
BAB II MEKANISME PENGUATAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI PERKOTAAN
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
21
2.1. Pengertian Yang dimaksud dengan penguatan kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat yang telah dibangun agar dapat diterima sebagai sebuah norma dan perilaku baru di masyarakat dalam rangka melestarikan upaya penanggulangan kemiskinan berbasis nilai. 2.2 Tujuan Secara prinsip penguatan kelembagaan masyarakat tidak ditujukan untuk mengembangkan kelembagaan yang baru, akan tetapi menginternalisasi kelembagaan yang sudah berhasil dibangun oleh PNPM Mandiri Perkotaan dan meningkatkan kapasitasnya untuk dapat melanjutkan upaya penanggulangan kemiskinan. Tujuan dari Penguatan kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri perkotaan adalah: 1. Memperkuat, meningkatkan dan melestarikan kapasitas kelembagaan masyarakat yang sudah dibangun PNPM MP agar menjadi milik masyarakat 2. Meningkatkan kapasitas lembaga masyarakat yang ada agar mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dasar bagi masyarakat miskin 3. Memperkuat Pranata Lokal masyarakat yang telah terbangun sebagai dasar untuk keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan 2.3 Sasaran Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari penguatan kelembagaan masyarakat ini antara lain: Terbentuknya pranata lokal yang sudah diinisiasi oleh BKM/LKM dan terinternalisasi dengan baik di tingkat masyakat ditunjang oleh : a. kembalinya fungsi BKM/LKM sebagai board of trustee dan UP-UP sebagai pelaksana operasional kegiatan b. Terbentuknya forum relawan dan juga relawan berdasarkan minat (relawan sektoral), sebagai mitra kerja BKM/LKM dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dasar bagi masyarakat miskin. c. Tumbuh kembangnya KBK sebagai sarana pembelajaran bersama masyarakat dan pelembagaan nilai 2.4. Elemen dan Substansi Penguatan Kelembagaan Masyarakat Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, maka setidaknya ada 2 (dua) elemen penting penguatan kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan, elemen tersebut adalah 1) Elemen Organisasi Masyarakat dan 2) Elemen Pranata yang sudah dibangun, sebagaimana diilustrasikan dengan skema sebagai berikut: 2.4.1. Penguatan Lembaga/Organisasi Masyarakat Salah satu sasaran dalam PNPM Mandiri Perkotaan disebutkan terbangunnya Lembaga Keswadayaan Masyarakat yang dipercaya, aspiratif, representatif dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat. Hal ini dilakukan di level desa/kelurahan, akan tetapi sebenarnya pengembangan lembaga kemasyarakatan di PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan di berbagai level mulai dari komunitas yang paling kecil. Berikut adalah elemen dan substansi penguatan lembaga di PNPM Mandiri Perkotaan diberbagai level: 1. BKM/LKM: a. Penajaman peran BKM/LKM dalam nangkis b. Memberikan perlindungan hukum kepada BKM melalui peraturan daerah atau surat keputusan kepala daerah apabila diperlukan sesuai dengan kondisi masing-masing Pemda c. Peningkatan pemahaman soal organisasi dan manajemen d. BKM mampu menjalankan manajemen organisasi, baik dalam aspek POAC (planning, organizing, actuating dan controlling) maupun memperkuat unsure-unsure organisasi (men,
money, material, dan time)
22
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
e. Internalisasi AD & ART f. Perbaikan sistem kearsipan dan sistem database BKM/LKM g. Peningkatan kapasitas cara membuat keputusan h. Peningkatan Pemahaman soal indikator kemandirian LKM dan juga review kelembagaan 2. UP-UP (bekerjasama dgn unit lain): a. Peningkatan pemahaman soal organisasi dan manajemen sesuai tupoksinya b. Peningkatan jumlah personil c. Perbaikan sistem kearsipan dan database UP-UP d. Peningkatan kapasitas pembinaan untuk KSM 3. KSM (a.l program PPMK): a. Peningkatan kapasitas kelembagaan KSM (Organisasi dan manajemen) b. Peningkatan pelatihan keterampilan c. Pengembangan usaha produktif
Pengembangan organisasi/lembaga masyarakat di berbagai level tersebut diharapkan dapat menjadi lembaga yang mampu melahirkan kebijakan/keputusan yang berpihak pada masyarakat miskin, dan yang utama adalah menjadi pengelola penanggulangan kemiskinan di berbagai level. Dalam hal ini penguatan lembaga masyarakat akan bertumpu di level kelurahan dan kecamatan. 2.4.2 Penguatan Kepranataan lokal Masyarakat Merujuk pada pengertian tentang kelembagaan masyarakat, maka kelembagaan masyarakat dan sering juga disebut sebagat pranata dalam PNPM Mandiri Perkotaan merupakan adalah sekumpulan jaringan dari relasi sosial yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur di dalam PNPM Mandiri Perkotaan dan diikuti dengan kata kerja. Sehingga di dalam PNPM Mandiri Perkotaan, yang disebut dengan kelembagaan tentu bukan hanya organisasi yang di bentuk saja, akan tetapi mencakup aturan main, nilai-nilai dan norma yang membentuk relasi sosial, interaksi sosial sebagai akibat dari proses pembelajaran di masyarakat dan kegiatan penanggulangan kemiskinan itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dengan asumsi bahwa kelembagaan tersebut merupakan proses pembelajaran masyarakat dan kemudian menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat dalam
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
23
pengelolaan penanggulangan kemiskinan dan demikian juga tertulis di dalam Pedoman, maka ada beberapa pranatan yang berhasil PNPM Mandiri Perkotaan bangun, antara lain : 1. Penetapan dan Penguatan Siklus Pembangunan partisipatif 2. Penetapan dan penguatan mekanisme pengelolaan kegiatan Tridaya (fokus secara eksplisit menetapkan syarat KK miskin/PS-2 sebagai penerima manfaat BLM) a. Pengelolaan kegiatan Infrastruktur (kerjasama dgn unit infra) b. Pengelolaan kegiatan Sosial c. Pengelolaan kegiatan Ekonomi (kerjasama dgn unit Kredit Mikro) 3. Penetapan dan penguatan Pengelolaan transparansi dan akuntabilitas (kerjasama dgn unit Manajemen Keuangan) 4. Pengembangan Forum Relawan dan Relawan Sektor 5. Pengembangan kegiatan KBK 6. Pengembangan kesiapan lembaga untuk kemitraan (kerjasama dengan unit LG) Keterkaitan antar elemen tersebut dapat diilustrasikan dengan gambar sebagai berikut:
2.5. Prasyarat Keberlanjutan Kelembagaan Masyarakat Kelembagaan masyarakat adalah faktor penting yang dapat mendorong keberlanjutan penanggulangan kemiskinan. Agar kelembagaan tersebut dapat menjamin keberlanjutan, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi, antara lain: 1. Legitimasi yang kuat; Organisasi dan juga pranata yang ada, memiliki legitimasi yang kuat di tingkat masyarakat, dipercaya sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri 2. Dapat diterima oleh semua pihak; Artinya kelembagaan masyarakat tersebut dapat diterima, tidak menimbulkan resistensi oleh seluruh multipihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan 3. Mudah dan dapat diaplikasikan; Tentu saja kelembagaan masyarakat tersebut, mudah dan dapat diaplikasikan, tidak membutuhkan teknologi dan pengetahuan yang terlalu rumit
24
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
4. Dapat direplikasikan; Hal lain adalah dapat dengan mudah direplikasi di bagian wilayah yang lain tanpa membutuhkan fasilitasi yang terlalu rumit 5. Terinternalisasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan; Terinternalisasi dengan baik di tingkat masyarakat selain secara pemahaman dan yang lebih penting diwujudkan dalam kegiatan yang bersifat rutin 2.6. Manajemen Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Masyarakat 2.6.1 Indikator dan Target Penguatan Kelembagaan Masyarakat Untuk mengukur keberhasilan proses penguatan kelembagaan masyarakat, maka perlu ada indikator yang disepakati. Indikator ini mencakup elemen-elemen penguatan kelembagaan sebagaimana disampaikan sebelumnya.
NO 1.
ASPEK
TARGET
INDIKATOR
2012
2013
Organisasi a
b
BKM/LKM
UPS
Seluruh BKM/LKM telah dilatih penguatan kelembagaan BKM/LKM
100% BKM/LKM
Tingkat perkembangan organisasi BKM/LKM Mandiri
50% BKM/LKM
70% BKM/LKM
Administrasi dan sekretariat BKM/LKM tertata sesuai dengan standar yang ditetapkan
50% BKM/LKM
70% BKM/LKM
Terdapat Rencana Kerja Tahunan BKM/LKM
50% BKM/LKM
70% BKM/LKM
Seluruh UPS telah dilatih penguatan UPS
100% UPS
Tersosialisasikannya SOP Keg sosial
100% UPS
Terlaksananya kegiatan sosial sesuai SOP 1.
70%
Kepranataan lokal a
Mekanisme Pelaksanaan kegiatan
Ditetapkannya mekanisme pelaksanaan kegiatan yang menjamin ketepatan sasaran PS-2, sebagai pranata setempat
50% BKM/LKM
70% BKM/LKM
b
Penguatan Relawan
Terbentuknya forum Relawan dan relawan sektor
50% BKM/LKM
70% BKM/LKM
s
KBK
Terbentuknya KBK
50% BKM/LKM
100% BKM/LKM
Terlaksananya forum pertemuan KBK rutin
50% BKM/LKM
70% BKM/LKM
2.6.2. Langkah-langkah Langkah-langkah penguatan kelembagaan masyarakat secara umum dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah. Langkah-langkah ini juga harus simultan dan juga bersinergi dengan langkah-langkah pelaksanaan siklus di masyarakat, diupayakan untuk tidak overlap dengan kegiatan yang lain. Rumusan langkah yang akan disampaikan berikut hanya sebagai guidance yang diharapkan dapat membantu agar elemen-elemen proses penguatan kelembagaan secara substansi terpenuhi. Langkah-langkah ini juga dapat berkembang sesuai dengan perkembangan dan proses pembelajaran di tingkat masyarakat. Langkah-langkah tersebut, secara umum dapat digambarkan secara skematis melalui:
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
25
2.6.3 Delivery System Untuk menjamin bahwa seluruh pelaku dapat memahami konsep penguatan kelembagaan masyarakat ini maka dikembangkan Sistem "delivery" sebagaimana berikut:
26
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
2.6.4. Mekanisme Pengendalian PELAKU
QA
QC & FEEDBACK
TOR KMP
Strategi Operasional KMP
TA CO & S KMP
Menyusun Workplan bidang CO & S Menyusun Petunjuk teknis kelembagaan dan pengelolaan keg sosial Sosialisasi melalui EGM, Pelatihan dan supervisi CB
Pengendalian berbasis SIM dan WEB Supervisi CB Evaluasi kinerja TA KMW Pengendalian sosialisasi konsep Kelembagaan & Keg Sosial LAPORAN
TA Sos & TA Pelatihan KMW
Menyusun Workplan tingkat KMW bidang CO &S Mensosialisasikan SOP kelembagaan dan keg sosial melalui KBIK dan platihan khusus
Pengendalian berbasis SIM dan WEB Supervisi kepada Korkot Evaluasi Kinerja bidang CO & S Pengendalian sosialisasi bid CO & S kepada tim korkot LAPORAN
Korkot & Askot CD
Menyusun Workplan tingkat KMW bidang CO &S Mensosialisasikan SOP kelembagaan dan keg sosial melalui KBIK dan platihan khusus
Pengendalian berbasis SIM dan WEB Supervisi kepada tim faskel Evaluasi Kinerja bidang CO & S tim faskel Pengendalian sosialisasi bid CO & S kepada tim korkot LAPORAN
Tim Faskel & esp Faskel sosial
MASYARAKAT (esp LKM & UPS)
Pengelolaan Kegiatan penguatan kelembagaan dan keg sosial
Implementasi Penguatan Implementasi kelembagaan dan Implementasi kegiatan sosial
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
27
28
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
BAB III KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL DAN BERORIENTASI IPM
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
29
3.1. Urgensi Kegiatan Berbasis Modal Sosial Lemahnya modal sosial adalah akar pesoalan yang menggoyahkan kemandirian. Penyebabnya adalah pengambilan keputusan terpengaruh kepentingan, tidak adil, tidak transparan, dan tidak memihak kepada si miskin. Pengelola tidak dipilih dengan benar, hanya menjadi perpanjangan tangan pihakpihak yang menanamkan kepentingan. Akibatnya keputusan yang dibuat mengutamakan kepentingan pihak-pihak yang berpengaruh, sehingga kerap diabaikan oleh masyarakat. Dampaknya lembaga mengalami krisis kepercayaan, yang membuatnya tidak sempat mengembangkan pemimpin berintegritas. Lambat laun lembaga semacam ini semakin sulit mengakar karena tidak diakui (legitimate). Untuk membenahinya harus diupayakan langkah-langkah : a. penguatan modal social (keikhlasan, kerelaan, kepercayaan, dan gotong-royong) di lokasilokasi yang telah memiliki jaringan kerjasama yang kuat dan b. membangun kembali modal social yang mulai memudar di sejumlah lokasi c. Penanaman dan penumbuhan modal social kepada masyarakat dilakukan melalui proses pemberdayaan. Ketiga proses tersebut pada hakekatnya adalah rangkaian kegiatan social. Di dalamnya terdapat upaya penguatan kelembagaan melalui peningkatan rasa saling percaya, kerelaan, keikhlasan, keadilan dan kejujuran pada seluruh tahapan yang dikenal dengan tahapan siklus, mulai Pemetaan swadaya, Pemilihan anggota BKM, penyusunan PJM Pronangkis hingga pembentukan KSM. Pemberdayaan bertujuan mewujudkan perubahan social dari kondisi negative menuju positif. Tonggaknya pada terbentuknya BKM. Harapannya, masyarakat kembali memiliki pemimpin berintegritas dalam BKM sebagai : 1. wadah perjuangan kaum miskin untuk hidup mandiri, berkualitas, memperluas jaringan, memperbanyak mitra dan mendorong penanggulangan kemiskinan berkelanjutan 2. lembaga yang lebih menekankan perhatian untuk menyuarakan kebutuhan masyarakat. 3. lembaga yang dalam setiap proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kepemimpinan yang berorientasi kepada masyarakat miskin (pro poor) 4. lembaga kepemimpinan kolektif yang menggerakkan perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) 3.2. Tujuan Kegiatan Berbasis Modal Sosial Tujuan Kegiatan Sosial terintegrasi dengan Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pedoman Umum mengenai sifat dan rambu-rambu pengalokasian Bantuan langsung Masyarakat untuk kegiatan sosial, yaitu : 1. Meningkatkan daya beli dan kualitas hidup masyarakat miskin 2. Menguatkan solidaritas sosial masyarakat. 3. meningkatkan angka harapan hidup masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan, sumberdaya dan kesempatan pendidikan. 4. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan kegiatan penanggulangan kemiskinan. 3.3. Output Kegiatan Berbasis Modal Sosial 1. Masyarakat mendapatkan pelayanan kebutuhan dasar dengan baik, baik dari Pemda maupun pihak lain (dunia usaha dan Perguruan Tinggi). Dengan demikian masyarakat terpenuhi kebutuhan dasarnya dan mendapatkan manfaat dari peningkatan kondisi lingkungan serta tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). 2. Terjadinya keberlanjutan. Kegiatan Sosial menunjang fasilitasi pelayanan-pelayanan SKPD agar tepat sampai pada kelompok sasaran. Artinya dengan terfasilitasinya pelayanan SKPD kepada masyarakat miskin akan menunjang alih kelola kegiatan sosial, keberlanjutan program dan memperpanjang harapan hidup masyarakat miskin. 3. Meningkatnya Modal Sosial. Dalam banyak aspek, kegiatan sosial yang dijalankan oleh KSM-KSM Sosial yang telah mengakar akan memperkuat sambung rasa, kepedulian dan kerjasama antar
30
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
warga menghadapi persoalan kemiskinan. Kepedulian dapat diwujudkan melalui keswadayaan. Di sisi lain, kegiatan sosial memberikan keleluasaan kepada Pemda untuk lebih menjangkau masyarakat sasaran, terutama pada bidang pendidikan dan kesehatan. 4. Terselesaikannya persoalan-persoalan kemasyarakatan oleh masyarakat sendiri dengan kearifan lokal yang dimiliki. Potensi untuk menyelesaikan persoalan tersesbut akan memicu tumbuhnya kemandirian. 3.4. Strategi Pelaksanaan a. Transformasi Sosial dari Masyarakat Berdaya Menuju Masyarakat Mandiri Kegiatan Sosial dalam arti luas adalah seluruh proses pemberdayaan dalam mewujudkan perubahan social sesuai konteks PNPM Mandiri Perkotaan. Dalam proses tersebut masyarakat yang tidak berdaya diintervensi dengan 8 aktivitas utama untuk membangkitkan modal social. Seluruh kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan berbasis modal social, namun kegiatan social akan sangat strategis dan menemukan momentumnya pada saat intervensi mulai beranjak dari masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri. Intervensi P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi sosial dari Masyarakat Berdaya menuju Masyarakat Mandiri melalui 2 hal, yaitu : pertama, Pembelajaran kemitraan antar stakeholders strategis, yang menekankan pada proses pembangunan kolaborasi dan sinergi upayaupaya penanggulangan kemiskinan antara masyarakat, pemerintah kota/ kabupaten, dan kelompok peduli setempat agar kemiskinan dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan. Kemitraan sinergis pada dasarnya bermakna bahwa jalinan kerjasama dan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/swasta tersebut harus dibangun atas dasar kebutuhan bersama, kepentingan yang sama, dan kesetaraan peran dalam melaksanakan kegiatan bersama. Terkait erat dengan upaya mendukung kemitraan sinergis dimaksud, maka perlu dilakukan upaya penguatan peran pemerintah dan KPKD tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan, sehingga mampu mendorong berfungsinya KPK-D kota/kabupaten secara efektif untuk menyusun strategi penanggulangan kemiskinan (SPK-D) dan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis kota/kabupaten) di masing-masing wilayah. Kedua, Penguatan Jaringan antar Pelaku Pembangunan, dengan membangun kepedulian dan jaringan sumberdaya dan mendorong keterlibatan aktif dari para pelaku pembangunan lain maka dapat dijalin kerjasama dan dukungan sumberdaya bagi penanggulangan kemiskinan, termasuk akses penyaluran (channeling) bagi keberlanjutan program-program di masyarakat dan penerapan Tridaya di lapangan. Para pelaku pembangunan lain yang dimaksud antara lain: LSM, Perguruan Tinggi setempat, lembaga-lembaga keuangan (perbankan), Pengusaha, Asosiasi Profesi dan Usaha Sejenis, dll. b. Transformasi Sosial dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani Intervensi P2KP untuk mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat madani lebih dititikberatkan pada proses penyiapan landasan yang kokoh melalui penciptaan situasi dan lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya masyarakat madani, serta melalui intervensi komponen Pembangunan Lingkungan Permukiman Kelurahan Terpadu (Neighbourhood Development), yakni proses pembelajaran masyarakat dalam mewujudkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai menuju terwujudnya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan lestari. Gambaran mengenai strategi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan dapat dilihat pada Gambar 10.
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
31
Gambar 10 Strategi Dasar Pelaksanaan P2KP Tidak berdaya (masyarakat miskin)
Perubahan sikap/perilaku masyarakat
Internalisasi prinsip dan nilai luhur universal
Penyiapan masyarakat oleh Faskel
Masyarakat Berdaya
Kelembagaan masyarakat yg mengakar dan representatif
Penguatan Lembaga masyarakat
BKM
Penyusunan program partisipatif oleh masyarakat
Pembelajaran Penerapan konsep TRIDAYA
PJM Pronangkis
Aplikasi Pronangkis pro-poor dan kontrol warga
Penguatan akuntabilitas masyarakat
Pembelajaran sinergi dengan Pemda melalui kemitraan
Kemitraan Pemda & masyarakat
BLM Tridaya
Masyarakat Mandiri
Pembelajaran optimalisasi sumberdaya eksternal (Bank, Depsos Kimpraswil, dll)
Penguatan jaringan dan chanelling program
Menuju mayarakat Madani
Pembelajaran pembangunan lingkungan permukiman kelurahan terpadu secara mandiri
Pembelajaran neigborhood development berbasis good governance
PAKET Channeling program
Neighborhood development
Kegiatan sosial dalam arti luas adalah penguatan modal sosial yang diintervensi melalui pemberdayaan. Sedangkan kegiatan sosial dalam arti sempit adalah jenis-jenis kegiatan yang digunakan oleh masyarakat sebagai wahana ekspresi modal sosial mereka. Oleh sebab itu untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan maka kegiatan sosial dijalankan dengan bertumpu pada kekuatan modal sosial. Area-area kunci untuk mencapai kesejahteraan sosial tersebut didukung oleh PNPM Mandiri Perkotaan melalui penerapan 5 aspek strategis untuk memudahkan pengendalian. Pelaksanaan kelima aspek strategis tersebut memprioritaskan kegiatan sosial agar:
1. Relevan dengan target IPM-MDGs
Kegiatan Sosial yang relevan dengan target IPM-MDGs akan mendapatkan prioritas penanganan. Sebab menghubungkannya dengan IPM-MDGs akan menjadikan kegiatan social menjadi mudah untuk diukur pencapaiannya. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang terkait dengan peningkatan daya beli, pemenuhan kebutuhan kesehatan, pendidikan dan peningkatan SDM.
2. Menguatkan modal social
Apabila modal social yang tumbuh bersama kearifan local dijadikan tumpuan, maka mesti dipastikan bahwa semua KSM Sosial terbentuk dari jaringan social yang telah lama berperan (exist) di masyarakat. KSM Sosial yang tidak dibentuk dari bawah (bottom up) akan sulit mempertahankan solidaritas social yang selama ini terbangun. Oleh karena itu fasilitator social dan ascot social berkewajiban untuk memastikan bahwa KSM Sosial bukan kepanitiaan baru tetapi dibentuk dari jaringan relawan yang telah lama mengakar melayani berbagai kegiatan seperti pelatihan, penguatan kapasitas, pendidikan, kesehatan maupun lingkungan. KSM-KSM Sosial yang telah mengakar selain beranggotakan para relawan yang telah berpengalaman juga memiliki jaringan sosial yang telah mapan (establish) dan spesialis pada bidangnya seperti relawan posyandu, BKKBN, Kader PKK, kelompok tani, kelompok nelayan, pegiat lingkungan, PAUD, radio komunitas, relawan kemitraan yang telah terbiasa memfasilitasi program-program SKPD. Dengan memanfaatkan relawan-relawan yang telah
32
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
aktif dan berjaringan, maka KSM Sosial yang dibentuk akan makin merekatkan solidaritas sosial dan menguatkan modal sosial sebagai modal penting untuk bekerjasama.
3.
Menunjang Kegiatan Ekonomi
Kegiatan Sosial yang terkait dengan bidang ekonomi memungkinkan berdaya jangkau lebih luas untuk meningkatkan kapasitas SDM menjadi lebih produktif dalam menjalankan kegiatan ekonomi produktif dan terhindar dari kerugian. Input yang dibutuhkan terkait peningkatan kemampuan melakukan kegiatan usaha kecil ekonomi produktif antara lain adalah : a. Pengetahuan dan wawasan dalam mengelola usaha b. Ketrampilan/skill yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha dan menjaga kualitas produk c. Kemampuan membaca prospek usaha Singkat kata kegiatan social yang dimasukkan dalam daftar PJM Pronangkis adalah kegiatan yang menunjang peningkatan pendapatan melalui usaha yang selama ini telah ditekuni oleh masyarakat. Jadi bukan usaha yang sama sekali baru dan tidak terkait dengan mata pencaharian masyarakat. Bentuk kegiatan peningkatan kemampuan di atas adalah pelatihan, coaching dan on the job training. Oleh sebab itu segala bentuk pelatihan kewirausahaan maupun pelatihan-pelatihan ketrampilan yang ditujukan untuk menguatkan skill masyarakat dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan harus ditindaklanjuti dengan pembentukan KSM-KSM ekonomi produktif sebagai konsekuensi bahwa kegiatan social berfungsi sebagai pengantar menuju intensifikasi maupun diversifikasi usaha. Artinya, kegiatan social yang berhenti di tengah jalan atau paska pelatihan selesai tanpa follow up, dipastikan tertolak.
4.
Berkelanjutan
Dimuka sempat disinggung bahwa Kegiatan social berhubungan dengan sector-sektor yang menjadi tanggung jawab SKPD, sehingga amat relevan dengan Program Penanggulangan Kemiskinan cluster I, yaitu Program Perlindungan Sosial Berbasis Keluarga dan Cluster IV Program serba murah untuk masyarakat. Program Perlindungan Sosial berbasis keluarga antara lain Program Keluarga Harapan, Jamkesmas, Raskin, Bantuan Langsung Tunai, dan Beasiswa Siswa Miskin. Sedangkan Program serba Murah Untuk Masyarakat adalah Air Untuk Rakyat, Rumah Murah, Peningkatan Taraf Hidup Nelayan, Perbaikan Hidup Masyarakat Urban. Dalam jangka panjang, kegiatan sosial tidak hanya harus bermanfaat bagi warga miskin melainkan juga mesti meningkatkan kesejahteraan dan berkesinambungan. Artinya semakin banyak penanggung jawab kegiatan akan semakin baik. Semakin banyak sector-sektor pemerintahan terlibat, baik SKPD-SKPD Pemda maupun Pemerintah pusat akan menjadikan program berjangka panjang. Kegiatan social yang ditempelkan atau disinkronisasikan dengan program-program daerah (program-program SKPD) atau program daerah yang dilimpahkan dari pusat seperti program-program perlindungan social di cluster I dan IV. akan membuatnya berkesinambungan. Kegiatan social yang dikerjasamakan dengan pihak swasta dalam alokasi program CSR mereka juga akan lebih terpelihara dengan baik masa depannya. Namun dari segala jenis kemitraan tersebut kekuatan terbesar untuk membuat kegiatan berkelanjutan adalah keswadayaan, modal social dan jaringan social. Oleh sebab itu mulai saat ini kita harus mulai intensif mengidentifikasi prospek, baik kemungkinan penyertaan swadaya maupun kemitraan strategisnya.
5.
Memberikan Perlindungan Sosial
Kegiatan Sosial mestinya memberikan jaminan perlindungan sosial kepada keluarga miskin, mendukung program-program jaminan kesehatan, pendidikan dan hari tua. Esensi kegiatan sosial adalah pemenuhan ketiga kebutuhan dasar tersebut. Mengandalkan modal sosial, kerjasama untuk memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan dan hari tua akan lebih
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
33
berkelanjutan. Perlindungan social juga dapat diberikan kepada masyarakat yang mengalami dampak bencana.
6.
Mereview PJM Pronangkis
Untuk membenahi kembali kegiatan sosial agar sesuai dengan kelima aspek di atas maka diperlukan reorientasi dan revitalisasi kegiatan sosial sebagai entitas penting dalam penanggulangan kemiskinan melalui PNPM Mandiri Perkotaan. Oleh sebab itu tidak menutup kemungkinan untuk mereview kembali PJM Pronangkis hingga pada substansi kegiatan sosial. Jika perlu dapat direvisi kembali. 3.5. Sasaran Kegiatan Sasaran Kegiatan tentu saja adalah KK Miskin yang telah teridentifikasi dalam data PS 2 hasil Pemetaan Swadaya. Data-data PS 2 tersebut harus dipastikan telah diupdate secara periodic minimal setahun sekali. Data PS 2 yang telah diperoleh harus dipetakan, baik secara geografis, mata pencaharian maupun tingkat kemiskinannya. Sehingga akan diperoleh kategori KK miskin yang berhak mendapatkan intervensi pelayanan/kegiatan social dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Tiga kelompok warga PS 2 tersebut antara lain : a. Usia Sekolah, yaitu anak-anak KK Miskin (keluarga PS2), usia sekolah yang tidak memiliki kecukupan dana untuk mendapatkan pendidikan dan jaminan kesehatan yang layak. Kategori anak-anak miskin usia sekolah adalah anak-anak miskin yang tidak memiliki kemampuan mengakses pendidikan dan kesehatan karena ketidakcukupan biaya dari orang tua mereka. Rentang usia disesuaikan dengan Balita dan Program Wajib Belajar 9 Tahun. b. Usia Produktif, KK Miskin yang masih berusia produktif tetapi tidak memiliki pendapatan tetap, tidak memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak dan penguasaan aset. Di kelompok ini berisikan kelompok umur usia bekerja, tetapi belum mempunyai kemampuan untuk menekuni suatu pekerjaan atau belum mempunyai pekerjaan tetap. c. KK miskin Tidak Produktif, KK Miskin tidak produktif yaitu Jiwa miskin yang telah melewati usia produktif seperti tidak memiliki pendapatan tetap/tidak memiliki sumber pendapatan, tidak memiliki akses kesehatan, tidak memiliki jaminan hari tua Gambar 11 Klasifikasi Warga PS-2
Usia Sekolah
PS 2
• Balita dan Usia sekolah sesuai program wajib belajar •Tidak memiliki kecukupan dana untuk mengakses pendidikan dan kesehatan •Tidak memiliki pekerjaan •pekerjaan tidak tetap Usia •Tidak berpendidikan •Tidak memiliki Produktif ketrampilan •Tidak memiliki akses perawatan kesehatan
Usia Tidak Produktif
34
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
•telah melewati masa produktif •pendapatan tidak tetap •ketergantungan tinggi •Tidak memiliki akses kesehatan •Tidak memiliki jaminan hari tua
Untuk menjamin ketepatan sasaran kegiatan kepada keluarga/individu miskin yang ada dalam daftar PS-2 maka dapat dikembangkan penggunaan register warga miskin. Jadi masing-masing jiwa miskin (PS-2) mempunyai nomor register tersendiri dan harus jelas nama (by name) dan alamatnya (by address)-nya. Register ini digunakan semenjak usulan kegiatan/proposal, rapat BAPPUK BKM, sampai pada kunjungan lapang untuk menentukan kelayakan usulan. Dengan menggunakan nomor register warga miskin maka akan mempermudah untuk mengetahui apakah penerima manfaat kegiatan adalah warga miskin PS-2. Sasaran dari Kegiatan secara umum adalah keluarga/jiwa miskin yang ada dalam daftar PS-2, namun untuk Kegiatan tertentu harus ditentukan kriteria yang lebih khusus, hal ini dimaksudkan menghindari bias orientasi dan sasaran Kegiatan. Perlu untuk terus menjaga suasana batin warga miskin agar selalu harmoni, kondusif sehingga dalam memfasilitasi keluarga/jiwa miskin tersebut lebih strategis dan sesuai derajat keberdayaannya. Indikator pelaksanaan prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatan KSM/panitia: 1. PJM pronangkis sudah diperbaiki: ada register jiwa miskin, ada katagori mendekati miskin miskin - sangat miskin dan miskin produktif - miskin non produktif. 2. Peserta/penerima manfaat semuanya ada dalam register PS-2 PJM Pronangkis. 3. Untuk keperluan mendukung system register tersebut di atas dapat dibuatkan kartu identitas penerima manfaat tersendiri untuk mengidentifikasi kelompok sasaran agar mendapatkan intervensi yang tepat, misalnya beasiswa/bantuan pendidikan untuk warga PS-2 usia sekolah dan mendukung kartu sehat terdistribusi dengan benar melalu database PS-2 Dengan mengklasifikasikan warga PS-2 akan mempermudah pemilihan intervensi yang cocok terhadap mereka, khususnya melalui Kegiatan. Dalam PJM Pronangkis sudah harus terlihat berapa jumlah warga miskin, tinggal dimana dan siapa saja yang berhak menjadi penerima manfaat untuk setiap kegiatan. Dengan demikian, BKM terhindar dari penyelenggaraan kegiatan yang tidak berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, tidak jelas pemanfaatnya, instan dan kurang berkelanjutan. 3.6. Komponen dan Fasilitasi Kegiatan Sebagaimana kegiatan yang lain, komponen Kegiatan berproses dari tahap Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa dalam merencanakan, melaksanakan dan memonitor harus memperhatikan kesesuaian kebutuhan dan ketepatan sasaran bagi warga miskin. Kebutuhan dan ketepatan sasaran dimuat dalam PJM Pronangkis yang akan selalu menjadi acuan dalam pelaksanaan dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya, Kegiatan disesuaikan dengan tiga target utama Indeks Pembangunan Manusia (IPM). yaitu : 1. Peningkatan Angka Harapan Hidup melalui pelayanan Kesehatan. 2. Peningkatan Kapasitas SDM, melalui pelayanan Pendidikan 3. Peningkatan Daya Beli, yang didahului dengan peningkatan pendapatan sesuai mata pencaharian Ketiga komponen tersebut adalah criteria hidup sejahtera menurut Indeks Pembangunan Manusia sebagaimana ditentukan oleh UNDP. Untuk mewujudkannya diperlukan aneka jenis kegiatan, antara lain : 1. Membantu penyelenggaraan pelayanan bidang kesehatan yang difasilitasi oleh BKM bekerjasama dengan Pemda. KSM Sosial yang memfasilitasi kegiatan tersebut diprioritaskan para volunteer yang berpengalaman dalam pelayanan kesehatan dan memahami benar PJM Pronangkis. Sehingga kegiatan KSM akan memiliki kekuatan visi untuk meningkatkan kesehatan warga miskin setempat seperti; pengobatan gratis, imunisasi, perawatan ibu hamil, penambahan gizi dan penimbangan balita, perawatan kesehatan orang tua (jompo), dsb 2. Pembangunan prasarana kesehatan dan fasilitasi pelayanan kesehatan untuk menyambungkan antara kebutuhan masyarakat dengan program-program Pemda yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan seperti Posyandu, Pos
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
35
3.
4.
5.
6.
36
Kesehatan Desa/Kelurahan, Puskesmas, pelayanan jamkesmas, pemanfaatan obat generic, vaksinasi, penyuluhan kesehatan, pencegahan penyakit menular (malaria, demam berdarah, HIV), antisipasi pandemi maupun endemi, fogging, dst Pembangunan prasarana lingkungan yang menunjang peningkatan kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit adalah bagian dari kegiatan untuk mengantisipasi permasalahan social. Tidak jarang permasalahan lingkungan tersebut ditimbulkan oleh permasalahan lingkungan seperti penumpukan sampah atau pencemaran lingkungan (udara, air, tanah dan tanaman). Bahkan jika sudah mencapai skala tertentu, upaya pencegahan dilakukan dengan membangun instalasi, mulai dari yang murah hingga yang mahal seperti instalasi air bersih, sanitasi, pengolah limbah (water treatment), pengolah sampah (incinerator), hingga pembangkit listrik untuk kesehatan (dan pendidikan). Pembangunan prasarana pendidikan yang difasilitasi oleh BKM bekerjasama dengan Pemda antara lain pemberian bantuan beasiswa berkelanjutan, bantuan seragam sekolah, pembangunan sarana dan prasarana sekolah (PAUD, TK, SD, dan SMP), pembangunan perpustakaan sekolah, penyediaan prasarana sekolah, penyediaan buku-buku sekolah, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan Biaya Operasional Sekolah (BOS), pemanfaatan beasiswa, biaya dsb Mendorong agar warga miskin (PS-2) dapat mengakses kegiatan kredit mikro (ekonomi bergulir) setelah dberikan penguatan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan, baik pelatihan kewirausahaan, ekonomi rumah tangga maupun pelatihan ketrampilan. Pelatihan-pelatihan dilaksanakan secara berkelanjutan, agar setelah pelatihan dapat membentuk KSM untuk mengakses BLM (diprioritaskan), meski tidak menutup kemungkinan untuk dilepas ke pasar kerja. Dukungan kepada KSM ekonomi produktif juga diberikan dalam rangka mengakses kemitraan, termasuk dalam hal legalitas/license usaha sector informal. Santunan (dapat berupa cash transfer) untuk memenuhi kebutuhan pokok, berupa makanan, pakaian dan perumahan untuk mengurangi beban hidup generasi mendatang sesuai kondisi yang dialami dan kemendesakan persoalan. Pemenuhan kebutuhan pokok biasanya diberikan kepada KK Miskin yang tidak dapat memenuhinya, baik akibat bencana maupun pada saat normal. Pemda telah memiliki alokasi bantuan social dalam APBD. Fasilitasi untuk warga miskin tidak hanya dalam desa/kelurahan, namun bias diperluas hingga keluar batas-batas kelurahan jika memungkinkan untuk meminimalisir kelompok sasaran yang tidak tercover seperti anak jalanan atau tunawisma. Pihak-pihak yang dapat diajak kerjasama untuk kegiatan ini selain Pemda adalah Dunia Usaha (CSR).
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
37
38
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
LAMPIRAN ‐ LAMPIRAN
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
39
Lampiran 1 a. Perkembangan Kemandirian BKM dan KPI Pertumbuhan kemandirian BKM mulai tahun 2010-2012 rendah, hanya sekitar 7 % saja. Sehingga diperkirakan bahwa pada tahun 2014 jumlah BKM/LKM yang mencapai kategori mandiri tidak tercapai, hanya sekitar 62% saja. Padahal para pelaku PNPM Mandiri Perkotaan bertekad melalui Resolusi Lembang agar pada tahun 2014 untuk memandirikan 100 % BKM/LKM. Belum lagi jika diidentifikasi persoalan dalam masing-masing aspek yang memperlihatkan pola yang sama antara tahun 2012 dengan tahun 2011. Gambar 1 Rerata Score Setiap Aspek Kinerja BKM 2010-2011 60% 50%
53%
57%
58%
52%
51%
44%
43%
53% 47%
48%
46%
41%
40% 30% 20% 10% 0% STATUTA
KEPEMIM PINAN
SISTEM MANAJEMEN
RATA‐2010
KEUANGAN
SDM
HUB, EKSTERNAL
RATA‐2011
Sumber : Data KMP Status Mei 2012
Gambar 2 Rerata Score Setiap Aspek Kinerja BKM 2011-2012
(Range nilai : 0-25 %= awal, 26-50%=berdaya, 51-75%=mandiri, 76-100%= Menuju Madani) Sumber : Data KMP Status April 2013
40
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Tabel 1
Capaian Key Performance Indikator (KPI) Nasional (SIM Maret 2013)
INDIKATOR
kel tercapai
Nilai
Kel tdk tercapai
% kel (data)
Min 40% kehadiran warga miskin
44
8.206
2.719
100
Min 40% kehadiran perempuan
43
8.082
2.843
100
Min 30% pndk dewasa dalam Pemilu LKM tk basis
31
8.355
2.570
100
Min 90% BKM terbentuk
99
10.852
73
100
Min 90% PJM tersusun
98
10.674
251
100
Tridaya selesai di 80% kel
77
8.134
2.791
100
Min 30% anggt KSM peremp
37
7.035
3.890
100
b. Perkembangan IPM Data perkembangan kegiatan Sosial saja mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan yang relevan dengan IPM antara bulan desember 2012 hingga Maret 2013. Sepanjang 3 bulan, komponen kegiatan yang berkorelasi langsung dengan IPM dan MDGs mengalami kenaikan 5 %. Kenaikan kegiatan IPM-MDGs sangat diharapkan, meskipun masih diikuti dengan peningkatan kategori lain-lain. Berikut ini perbandingan komposisi antar komponen IPM dalam kegiatan sosial secara nasional pada periode itu. Tabel 2 Perbandingan Kegiatan Sosial sesuai IPM Desember 2012 - Maret 2013
No
Periode Status
Jenis Kegiatan
Jumlah Kegiatan Sosial
Santunan
Peningkatan SDM
Pendidikan
kesehatan
Lain-lain
1.
28 Des 2012
50,363
3,182
18,414
4,853
12,225
11,142
2.
8 Maret 2013
52,796
3,293
19,667
5,219
12,758
11,321
3.
Kenaikan
2433
111
1253
366
533
179
4.
Prosentase
5%
3%
7%
8%
4%
2%
Prosentase peningkatan terbesar terdapat pada Pendidikan (366 kegiatan, 8%) dan diikuti oleh Peningkatan SDM (1253 kegiatan, 7%). Sedangkan terrendah adalah kegiatan lain-lain (179 kegiatan, 2%). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan lain-lain mulai kurang diminati, meskipun mengalami pertumbuhan juga sekitar 2 % (dibawah santunan 3 %). Potret tersebut menunjukkan bahwa pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh KSM-KSM Sosial masih menjadi primadona karena menambah income dan sesuai dengan ekspektasi masyarakat miskin.
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
41
Sayangnya bidang pendidikan selalu menduduki posisi bawah (10 %) setelah lain-lain (22 %). Kemungkinan urusan pendidikan sudah dihandle oleh sector (kementrian) pendidikan, sehingga PNPM Perkotaan hanya berkontribusi 10 % saja untuk menunjangnya. Untuk melihat kontribusi KSM-KSM secara lebih luas lagi terhadap IPM, maka dapat ditengok dari BLM yang disalurkan kepada masyarakat. Namun cara ini tidak dapat memotret jenis-jenis kegiatan yang dikerjasamakan dengan berbagai pihak, baik dengan SKPD maupun Dunia Usaha. Kelemahan lainnya adalah, kegiatan yang tidak berkorelasi langsung dengan IPM juga tidak tergambar dengan baik seperti sanitasi dan MCK (yang seharusnya dapat dikaitkan dengan kesehatan/peningkatan angka harapan hidup). Namun demikian tetap layak untuk dipertimbangkan. Dilihat dari dana BLM yang direalisasikan selama 5 tahun terakhir (2007-2015, dari alokasi pagu manapun), kontribusi PNPM Perkotaan terhadap IPM hanya Rp 718 M (10,66 %). Padahal total BLM yang direalisasikan adalah 5,4 Triliun. Artinya hampir 90 % kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan benarbenar “pure” pada aspek infrastruktur. Terdapat dua kemungkinan mengenai hal ini. Pertama, semua kegiatan yang terhubung langsung dengan IPM telah dihandle sector-sektor pendidikan, kesehatan maupun peningkatan income masyarakat. Kedua, semua kegiatan yang tidak terkait langsung dengan IPM ditunjang oleh kegiatan infrastruktur. Artinya sedikit banyak kegiatan infrastruktur turut memberikan sumbangan terhadap peningkatan IPM meskipun tidak seluruh jenis kegiatan infrastruktur terkait IPM. Data-data SIM yang diambil untuk memotret IPM berasal dari dari komponen infrastruktur, ekonomi produktif dan Sosial. Ketiga komponen tersebut di dalam SIM PNPM Mandiri Perkotaan terbagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut :
42
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Tabel 3 Klasifikasi Sumber data IPM No 1
2
3
Aspek Angka Harapan Hidup
Pendidikan
Peningkatan Daya Beli
Sub komponen Kegiatan Sosial Pemberian Makanan Tambahan Balita Pemberian Makanan Tambahan Ibu Pemberian Makanan Tambahan Lansia Pemberian Gizi Imunisasi Fogging Penyediaan alat-alat kesehatan Pembangunan Posyandu/Poskesdes Beasiswa Pengadaan alat-alat pendidikan (APE PAUD) Revitalisasi PAUD Pengadaan prasarana sekolah (TK/PAUD/SD) Peralatan Sekolah pembangunan prasarana sekolah; PAUD dan TK Pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas Semua jenis ternak bergulir Semua jenis kegiatan Perguliran
Komponen Sosial
Infrastruktur Sosial
Infrastruktur Sosial
Ekonomi
Gambar 4 Potret Nasional BLM Nasional terhadap IPM 2007-2012 Angka Harapan Hidup 19%
Peningkatan Daya Beli 75%
Pendidikan 6%
Khusus untuk peningkatan daya beli, PNPM Perkotaan melakukan intervensi melalui kegiatan kredit mikro yang dikelola KSM. Kegiatan perguliran dana ini memberikan kontribusi paling besar dalam IPM, yaitu sebesar 7,99 %. Tiga besar Propinsi yang menguatkan daya beli masyarakat melalui pengelolaan dana bergulir oleh KSM ekonomi produktif adalah Kalimantan Timur (19.53%), Sulawesi selatan (18,56%) dan Nusa Tenggara timur (17,17%). Hal ini tidak mengherankan karena
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
43
pengendalian kegiatan yang diarusutamakan (mainstreaming) dalam PNPM Mandiri Perkotaan selama ini ekonomi produktif dan infrastruktur.
c. Capaian Kemitraan BKM secara Nasional dalam PNPM Perkotaan Dalam Kegiatan PNPM MP sebenarnya telah dibuka peluang untuk menjalankan kegiatan social dengan pelibatan mitra strategis, baik Pemda maupun Dunia Usaha. Secara Nasional, sejumlah BKM berdaya telah mampu mewujudkan hal tersebut sebelum guidance dan wacana kegiatan social yang mengedepankan kemitraan dibuat. Sejauh ini 314 BKM di 3 Propinsi (Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur) telah mampu merealisasikan 569 jenis kegiatan kemitraan dengan berbagai pihak untuk menunjang terlaksananya pembangunan infrastruktur dan kegiatan pelayanan pendidikan, kesehatan, santunan serta peningkatan SDM di desa/kelurahannya masingmasing. Gambar 5 Jumlah Kegiatan Kemitraan dengan BKM secara Nasional
Infrastruktur 46%
Lain Beasiswa - lain 0% 2%
Peningkatan SDM 48%
Santunan Sosial 1%
Kesehatan 3%
Kemitraan yang paling diminati adalah untuk peningkatan kapasitas SDM, menjangkau 48 % jenis kegiatan. Disusul kemudian dengan pembangunan infrastruktur yang mencapai 46 %. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa mayoritas BKM memandang bahwa kapasitas manusia hanya dapat ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan infrastruktur yang memadai. Gambar di atas menjelaskan potret tersebut. Sementara itu layanan kesehatan penduduk seperti pengobatan gratis, pelayanan kesehatan murah, maupun penambahan gizi balita dan Ibu hamil menduduki peringkat ketiga dengan capaian 3 %. Potret pemanfaat KK miskin masih didominasi oleh pemanfaat kegiatan infrastruktur. Hal ini mungkin berkenaan dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan yang membutuhkan renovasi atau pembangunan fasilitas-fasilitas umum baru. Sedangkan untuk kegiatan peningkatan kapasitas SDM diminati oleh lebih sedikit pemanfaat KK miskin karena meliputi aktivitas yang lebih specific menyangkut mata pencaharian masing-masing KK miskin. Peningkatan kapasitas SDM biasanya berbentuk pelatihan-pelatihan ketrampilan, ekonomi rumah tangga dan kewirausahaan. Jenis peningkatan kapasitas semacam ini berkorelasi langsung dengan pemenuhan kebutuhan KK miskin usia produktif untuk meningkatkan income keluarga. Namun demikian pemanfaat KK miskin untuk pembangunan infrastruktur desa/kelurahan lebih banyak (50 %) ketimbang peningkatan kapasitas SDM (41%), meskipun peningkatan kapasitas SDM memiliki jumlah kegiatan yang lebih banyak. Sedangkan pelayanan kesehatan dimanfaatkan oleh 5% dari total 16283 KK miskin. Selebihnya tidak begitu terlihat pemanfaat KK miskinnya, kecuali lain-lain sebesar 3 %.
44
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Gambar 6 KK Miskin Pemanfaat Kegiatan Kemitraan BKM Santunan Sosial 1% Peningkatan SDM 41%
Infrastruktur 50%
Beasiswa 0%
Lain - lain 3%
Pelayanan Kesehatan 5%
Dilihat dari sisi pendanaan, Kegiatan infrastruktur yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga diluar dana APBN menghabiskan alokasi pembiayaan paling besar, yaitu sebesar 83 %. Angka 83 % tersebut merupakan capaian amat besar dari realisasi pendanaan sebesar Rp 15.9 miliar. Dapat disimpulkan bahwa jumlah dana kemitraan sebesar itu hanya dimanfaatkan 16 % saja bagi kegiatan peningkatan SDM. Selebihnya kegiatan peningkatan layanan kesehatan sebesar Rp 1 % saja.
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
45
Lampiran 2 Penguatan Kelembagaan Masyarakat Melalui Review AD I. Latar Belakang Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, Upaya penanggulangan kemiskinan tidak hanya dipandang sebagai pengentasan warga miskin menjadi lebih sejahtera, bukan hanya soal pemanfaatan dana BLM untuk penanggulangan kemiskinan tetapi juga dilihat sebagai upaya sistemik untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan secara komprehensif, antara lain dengan membangun kelembagaan masyarakat agar dapat melanjutkan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Membangun kelembagaan masyarakat adalah salah satu elemen penting. Upaya pengembangan kelembagaan masyarakat pada hakekatnya merupakan pengembangan norma dan perilaku positif yang disepakati secara kolektif untuk mengatur pelaksanaan kegiatan pembangunan (Agung Pramono, 2011:113). Sekalipun memang inisiasi kelembagaan tersebut dilakukan oleh proyek, tetapi dalam proses perkembangannya, diserahkan kepada masyarakat apakah disepakati sebagai bagian dari kelembagaan masyarakat tersebut atau tidak. Walaupun bukan merupakan satu-satunya elemen pengembangan kelembagaan, maka AD & ART dalam hal ini dianggap merupakan kristalisasi dari proses pelembagaan norma dan nilai atau pengembangan kelembagaan masyarakat tersebut. Anggaran Dasar suatu BKM/LKM bukan hanya sekedar menjadi landasan organisasi BKM/LKM semata-mata, tapi juga lebih luas lagi menjadi landasan bagi terlaksananya upaya penanggulangan kemiskinan sesuai dengan prinsip-prinsip dan metode pelaksanaan dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Salah satu elemen penting dalam konteks ini adalah peningkatan kapasitas sistem yang diantaranya melalui review AD, agar secara organisasi memiliki kapasitas untuk memimpin warganya dalam penanggulangan kemiskinan dengan tetap berbasis pada nilai-nilai luhur tetapi juga kapasitas untuk bersinergi dengan pihak lain dengan tujuan yang sama. II. Hal-hal yang harus diperhatikan AD suatu organisasi pada prinsipnya memuat aturan-aturan dasar yang menjadi landasan kerja/kegiatan dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Selain menggambarkan visi dan misi dibangunnya organisasi juga memuat bagaimana organisasi tersebut dalam menjalankan visi dan misinya. AD dan ART juga berfungsi untuk menggambarkan mekanisme kerja suatu organisasi, dimana: 1. Anggaran Dasar berfungsi juga sebagai DASAR pengambilan sumber peraturan/hukum dalam konteks tertentu dalam organisasi 2. Anggaran Rumah Tangga berfungsi menerangkan hal-hal yang belum spesifik pada AD atau yang tidak diterangkan dalam AD, Karena AD hanya mengemukakan pokok-pokok mekanisme organisasi saja. ART adalah perincian pelaksanaan AD Ketentuan pada ART relatif lebih mudah dirubah daripada ketentuan pada AD. Hal-hal yang tercantum dalam setiap AD/ART suatu organisasi tergantung dari perhatian organisasi tersebut kepada suatu hal. Ada suatu hal yang dalam suatu organisasi dimasukkan dalam AD atau ART-nya karena dianggap penting, tetapi diorganisasi lain bisa jadi hal tersebut tidak dimasukkan dalam AD atau ART organisasi tersebut karena dianggap tidak penting. Sebagaimana diketahui Perjalanan BKM/LKM juga seiring dengan perjalanan dan Program PNPM Mandiri Perkotaan yang tadinya bernama Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan. Perkembangan program ini pun mewarnai sepak terjang BKM/LKM bukan saja di dalam melaksanakan program tapi juga dalam upaya penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing. Di hampir
46
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
semua tempat keberadaan BKM/LKM telah menjadi mitra strategis pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. Akan tetapi disamping perkembangan positif tersebut, tuntutan akan peningkatan kapasitas BKM/LKM baik secara sistem, organisasi maupun individu menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, misalnya dari organisasi yang tadinya hanya sekedar memanfaatkan BLM untuk penanggulangan kemiskinan menjadi organisasi yang siap bermitra secara strategis dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah masing-masing. Dalam konteks pengembangan kelembagaan masyarakat PNPM Mandiri Perkotaan, maka setidaknya ada 5 (lima) elemen yang telah dilakukan: 1. Elemen Organisasi masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan 2. Elemen siklus pembangunan partisipatif sebagai media pembelajaran masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. 3. Elemen penggalangan kegiatan kemitraan sebagai upaya untuk memperluas akses bagi masyarakat miskin 4. Elemen unsur Relawan sebagai mitra BKM/LKM dalam upaya penanggulangan kemiskinan 5. Elemen KBIK sebagai media proses pelembagaan nilai-nilai dan juga pranata yang sudah dikembangkan dalam program ini terutama kepada unsur pemangku kepentingan penangggulangan kemiskinan di tingkat desa/kelurahan. Selain daripada itu dalam PNPM Mandiri Perkotaan, seluruh upaya penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Bertumpu pada pembangunan manusia. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Pelaksanaan PNPM senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Partisipasi. masyarakat terlibat secara aktif pada setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong royong menjalankan pembangunan. Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM, masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri dan partisipatif untuk menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya. Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyarawah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sederhana. Semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan PNPM harus sederhana, fleksibel, mudah dipahami, dan mudah dikelola oleh masyarakat.
Oleh karena itu, maka Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BKM/LKM, diharapkan mampu mengakomodir seluruh prinsip-prinsip tersebut serta dapat menggambarkan dan mengatur elemen pengembangan kelembagaan masyarakat yang sudah dibangun berikut kegiatan-kegiatan serta personil di dalamnya.
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
47
III. Kisi-Kisi Anggaran Dasar NO 1
Bagian Mukadimah
2
Nama, Tujuan, tempat kedudukan, Tanggal Pendirian dan kepemilikan
3
Visi, Misi, Prinsip dan Nilai (masukan: diatas tujuan, boleh sesuai visi dan misi desa/kelurahan - masuk OMW)
Uraian Di dalam uraian mukodimah dijelaskan tentang latar belakang terbentuknya organisasi (misalnya diinisiasi melalui PNPM Perkotaan). Penting juga disampaikan konteks penanggulangan kemiskinan dalam PNPM Mandiri Perkotaan, mulai dari akar persoalan kemiskinan dan cara pandang program ini dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan, antara lain soal prinsip-prinsip dan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan. 1. Nama: LKM adalah nama generik, Nama LKM dapat disepakati sesuai keinginan warga 2. Tujuan: Tujuan organisasi harus disebutkan jelas (misalnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin) 3. Tempat kedudukan: Jelas di desa/kelurahan bersangkutan 4. Tanggal Pendirian: kapan (tanggal,bulan, Tahun) didirikan harus disebutkan dengan jelas 5. Kepemilikan: Sebagai sebuah OMW (Organisasi Masyarakat Warga, maka pada hakekatnya BKM/LKM dimiliki oleh seluruh masyarakat, mengingat proses pembentukannya pun melibatkan seluruh elemen masyarakat yang ada. Bagian ini jelas terkait dengan penanggulangan kemiskinan, dan sesuai dengan visi misi BKM/LKM dalam PJM Pronangkis, sedangkan prinsip dan nilai mengacu kepada prinsip dan nilai dalam PNPM Mandiri Perkotaan: Tentang nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip sosial kemasyarakatan dan juga keberlanjutan melalui tridaya (refer pedoman PNPM Mandiri Perkotaan)
LKM adalah organisasi nirlaba, artinya tidak berorientasi profit
4
Kepemimpinan, Keanggotaan, Kepemilikan dan Legalitas BKM/LKM
5
Kedudukan
6
Organisasi, Tupoksi, Fungsi dan Peran
48
Kepemimpinan LKM berbentuk pimpinan Kolektif yang terdiri dari 9-13 orang anggota (tergantung keputusan masyarakat). Pimpinan Kolektif LKM dikoordinir oleh seorang Koordinator yang kedudukannya setara dengan anggota LKM yang lain. Pimpinan kolektif dipilih masyarakat berdasarkan kriteria nilai. Anggota BKM/LKM adalah seluruh warga masyarakat di desa/kelurahan tersebut, sehingga dengan demikian LKM adalah milik masyarakat setempat. LKM dicatatkan ke notaris untuk mendapatkan pengakuan dan pembuktian atas adanya organisasi LKM tersebut. Proses pencatatan LKM dilakukan oleh pimpinan kolektif LKM atas mandat anggota LKM/masyarakat secara keseluruhan Harus ditegaskan disini, kedudukan LKM yang independen, diluar institusi manapun Merupakan mitra aparat pemerintahan baik tingkat desa/kelurahan, juga dengan kelembagaan masyarakat yang lain BKM/LKM terdiri dari unsur Pimpinan Kolektif BKM/LKM yang merupakan board of trustee atau dewan amanah
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
NO
Bagian
7
Pimpinan Kolektif BKM/LKM, Koordinator Pimpinan Kolektif BKM/LKM, Anggota Pimpinan Kolektif BKM/LKM
8
Keuangan: Pengeluaran
Perolehan
dan
Uraian yang juga merupakan representasi nilai masyarakat, yang peran utamanya adalah menjadi steering (pengarah dan pengendali) upaya penangulangan kemiskinan dan fungsi utamanya adalah merumuskan kebijakan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya dan juga melakukan kontrol. Untuk menjalankan roda organisasi sehari-hari Pimpinan Kolektif BKM/LKM dibantu oleh Sekretariat BKM/LKM yang bertanggung jawab secara teknis operasional sehari-hari, mengelola pengaduan masyarakat dan juga mengelola keuangan diluar kegiatan pinjaman bergulir. Selain daripada itu Pimpinan Kolektif BKM/LKM juga dibantu oleh Unit-unit dibawahnya yang terdiri dari UPK BKM/LKM yang tugas utamanya mengelola Keuangan dan kegiatan pinjaman dana bergulir, UPL BKM/LKM yang tugas utamanya mengelola kegiatan lingkungan/infrastruktur dan UPS BKM/LKM yang tugas utamanya mengelola kegiatan sosial. Pengawas UPK BKM/LKM yang tugas utamanya membantu BKM/LKM dalam mengawasi kegiatan pinjaman dana bergulir. Untuk melaksanakan tugas BKM/LKM, Pimpinan Kolektif BKM/LKM dapat membentuk unit operasional lain sesuai kebutuhan. Anggota Pimpinan Kolektif BKM/LKM berjumlah 9-13 orang Dipilih berdasarkan kriteria nilai Dipilih melalui proses pemilu demokratis yang akan dibahas rinci di ART Dipilih untuk masa bakti 3 tahun Keanggotaan pimpinan kolektif BKM/LKM dapat hilang, bilamana meninggal dunia, melakukan penyimpangan, pindah tempat tinggal, mengundurkan diri,dll Bilamana terjadi pergantian antar waktu, akan dipilih berdasarkan ranking pemilu tingkat desa/kel dan disahkan melalui Rembuk Warga tertinggi. Koordinator Pimpinan Kolektif (PK) BKM/LKM Fungsinya mengkoordinir seluruh anggota PK BKM/LKM dalam setiap pengambilan kebijakan/keputusan Koordinator PK BKM/LKM dapat dilakukan bergantian dan periodik sesuai kesepakatan yang tertuang dalam ART Koordinator PK BKM/LKM dapat bertindak atas nama BKM/LKM, berdasarkan hasil kesepakatan pimpinan kolektif BKM/LKM, untuk berhubungan dengan pihak lain untuk mencapai tujuan BKM/LKM Anggota PK BKM/LKM memiliki kedudukan yang setara dalam hal memutuskan sebuah kebijakan/pengambilan keputusan Dalam hal Koordinator PK BKM/LKM berhalangan setiap anggota PK BKM/LKM berhak mewakili Setiap anggota PK BKM/LKM berhak memilih dan dipilih menjadi Koordinator PK BKM/LKM Ada Sumber dan penggunaan dana, bisa darimanapun apakah APBN, APBD, swasta, swadaya, hasil perguliran UPK BKM/LKM, dll masuk melalui rekening BKM/LKM
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
49
NO
Bagian
9
Kegiatan
10
Musyawarah/Rembug Warga Pengambilan Keputusan
50
Uraian (dan akan diatur melalui ART) SEtiap dana yang diterima dimana pemberi dana mempunyai persyaratan tertentu atas penggunaan dana tersebut maka dana akan digunakan secara khusus sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama pemberi dana dengan tetap mempertimbangkan tujuan BKM/LKM Dana BKM/LKM sebesar-besarnya digunakan untuk aktifitas penanggulangan kemiskinan Berbasis Tridaya (Lingkungan, Sosial dan Ekonomi) Penerima manfaat dari kegiatan tersebut adalah KK miskin hasil pemetaan Swadaya yang terdaftar dalam Data PS-2 Pengelolaan keuangan dikelola oleh Sekretariat BKM/LKM sedangkan khusus untuk kegiatan Pinjaman Dana Bergulir dikelola oleh UPK BKM/LKM Untuk penggunaan dana yang tidak termuat dalam rencana anggaran harus disetujui oleh suara mayoritas dalam kuorum Musyawarah PK BKM/LKM (diatur dalam ART) Penggunaan Laba UPK BKM/LKM akan dialokasikan untuk pemupukan modal UPK, Biaya operasional UPK dan cadangan resiko pinjaman (Akan diatur lebih detil dalam ART). Mekanisme Penerimaan, Pengeluaran dan pemanfaatan dana akan diatur secara lebih detil dalam ART. Kegiatan utama BKM/LKM adalah upaya penanggulangan kemiskinan, dengan siklus pembangunan partisipatif tahunan dan 3 tahunan Dalam siklus tahunan kegiatan utamanya adalah Tinjauan Partisipatif, RWT dan juga implementasi kegiatan berbasis Tridaya Sedangkan siklus 3 tahunan terdiri dari RK, PS, Pemilu BKM/LKM, PJM Pronangkis, Pengembangan KSM, RWT Dalam implementasi kegiatan orientasinya adalah peningkatan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin (IPM & MDG's) dan juga tridaya (Ekonomi, lingkungan dan sosial) Ada beberapa jenjang pengambilan keputusan Ada Musyawarah pengambilan keputusan tertinggi, yang merupakan utusan warga hasil pemilu tingkat basis/komunitas terkecil (RT/RW/Dukuh/Dusun/Kampung/Banjar,dll) Musyawarah tertinggi memiliki kewenangan mengganti anggota BKM/LKM, merubah AD & ART, Menyusun PJM Pronangkis, dll, Quorum tercapai bila diikuti oleh 50%+ 1 utusan warga hasil pemilu tingkat basis sebelumnya. Ada Musyawarah Pimpinan Kolektif BKM/LKM; Merupakan musyawarah anggota pimpinan kolektif BKM/LKM, terutama untuk merumuskan kebijakan penanggulangan di wilayahnya, Musyawarah pimpinan kolektif di atur dalam ART. Pimpinan Kolektif BKM/LKM juga dapat merumuskan Surat Keputusan sebagai aturan pendukung yang tertuang dalam AD maupun ART, untuk mengatur teknis operasional pelaksanaan seluruh kegiatan. Dalam hal membuat Surat Keputusan ini, tidak boleh bertentangan dengan AD dan ART yang
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
NO
Bagian
11
Relawan dan KBK
12
Mekanisme Pemilu BKM/LKM
13
Pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas
Uraian sudah disusun, Quorum tercapai bila diikuti oleh 50%+ 1 Anggota Pimpinan Kolektif BKM/LKM. Ada Musyawarah akhir tahun, dilakukan dalam rangka evaluasi penanggulangan kemiskinan dan pertanggungjawaban Pimpinan Kolektif BKM/LKM, merumuskan Rencana tahunan, teknis musyawarah akhir tahun diatur dalam ART. Quorum tercapai bila diikuti oleh 50%+ 1 utusan warga hasil pemilu tingkat basis sebelumnya Ada Musyawarah luar biasa, bilamana terjadi penyimpangan atas prinsip-prinsip pelaksanaan penanggulangan kemiskinan, Musyawarah luar biasa bisa dilakukan atas usulan 50%+ 1 utusan warga hasil Pemilu BKM/LKM sebelumnya. Musyawarah tersebut dapat dihadiri oleh tamu undangan yang merupakan unsur-unsur kelompok di masyarakat (Kepala Desa/Lurah,RT,RW, Tokoh masyarakat, PKK, Karang Taruna, Tokoh agama, dll) Relawan merupakan mitra kerja Pimpinan Kolektif BKM/LKM dalam nangkis, dasarnya adalah keikhlasan dan juga kerelawanan. Siapapun berhak mengajukan diri menjadi relawan. Pimpinan Kolektif BKM/LKM memfasilitasi pengembangan relawan dan juga relawan sektoral sesuai minatnya. KBK (Komunitas Belajar Kelurahan) adalah wadah belajar masyarakat dan pelembagaan proses penanggulangan kemiskinan, seluruh pemangku kepentingan dalam nangkis berhak hadir. Terutama membahas tema-tema penanggulangan kemiskinan di masyarakat. Pimpinan Kolektif BKM/LKM memfasilitasi Pengembangan KBK Mekanisme Pemilu BKM/LKM antara lain mengatur langkah-langkah pemilu BKM/LKM: o Pembentukan Panitia Pemilu yang terdiri dari Panitia Pemilu, Pengawas dan Perumus AD & ART, tugas Panitia diatur dalam ART o Pemilu tingkat basis, harus mengundang seluruh Penduduk dewasa, dan minimum diikuti oleh 30% penduduk dewasa di wilayah tersebut. o Pemilu tingkat basis menghasilkan utusan warga yang berhak hadir dalam Pemilu tingkat desa/kelurahan untuk memilih pimpinan kolektif BKM/LKM. Jumlah utusan warga diatur dalam ART o Akan halnya pemilu BKM/LKM tingkat basis tidak mencapai kehadiran 30% penduduk dewasa, maka pemilu harus di ulang, mekanisme pemilu ulang diatur dalam ART o Pemilu tingkat desa/kelurahan diikuti oleh seluruh utusan warga tingkat basis yang diikuti minimal 2% dari penduduk dewasa di desa/kelurahan tersebut. Pemilu BKM/LKM dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 tahun sekali sesuai masa bakti BKM/LKM atau bilamana terjadi musyawarah luar biasa yang diatur dalam AD Upaya Nangkis oleh BKM/LKM harus menjamin transparansi akuntabilitas, ada beberapa instrumen terkait dengan hal ini, yaitu: Seluruh hasil kegiatan Penanggulangan kemiskinan harus dipublikasikan kepada masyarakat
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
51
NO
Bagian
13 14
Perubahan Anggaran Dasar dan ART Sanksi
15
Pembubaran
16
52
ART
Uraian Audit tahunan, audit tahunan BKM/LKM dilakukan oleh auditor independen, keputusan pemilihan tim audit diambil dalam Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM Tinjauan partisipatif yang di dalamnya ada review keuangan Mekanisme Pengelolaan keuangan diatur dalam ART dan juga Petunjuk khusus yang disepakati oleh Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM Termasuk di dalamnya mekanisme pertanggungjawaban KSM yang melaksanakan kegiatan nangkis Laporan keuangan dan kegiatan setidak-tidaknya akan disampaikan ke aparat pemerintah setempat dan dipublikasikan ke masyarakat. Anggaran dasar dan ART hanya dapat dirubah melalui Musyawarah tertinggi BKM/LKM Apabila ditemukan indikasi penyimpangan dan penyalahgunaan oleh Pimpinan Kolektif BKM/LKM, UPUP, KSM atau masyarakat yang tidak memenuhi kaidah transparansi dan akuntabilitas, maka dapat dikenakan sanksi. Jika penyimpangan terjadi di lingkungan UP-UP, KSM, atau masyarakat, maka bentuk sanksi yang diberikan ditetapkan melalui Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM. Jika penyimpangan terjadi di lingkungan Pimpinan Kolektif BKM/LKM, maka bentuk sanksi yang diberikan ditetapkan melalui Musyawarah tertinggi BKM/LKM Ketentuan dan bentuk sanksi akan diatur dalam ART Pembubaran/penutupan Lembaga Keswadayaan Masyarakat, dapat dilakukan jika Pimpinan Kolektif BKM/LKM sebagai dewan amanah warga sudah tidak mampu lagi menjalankan tugas dan fungsinya. Jika Lembaga Keswadayaan Masyarakat ditutup, maka kekayaan yang dimiliki yang berasal dari dana BLM harus diserahkan kepada lembaga yang telah ditunjuk BKM/LKM melalui Musyawarah tertinggi yang visi dan misinya sejalan dengan visi misi penanggulangan kemiskinan BKM/LKM. Dalam hal tidak ada lembaga yang dimaksud, sebelumnya BKM/LKM daat memfasiltiasi pembentukan Lembaga berbadan hukum untuk kepentingan nangkis. Keputusan pembubaran harus dihadiri oleh sekurangkurangnya 50%+1 dari 2% penduduk dewasa.
Anggaran Rumah Tangga Lembaga Keswadayaan Masyarakat serta peraturan khusus yang memuat peraturan pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar ini, disusun oleh BKM/LKM melalui Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM dengan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar ini. Melalui mekanisme Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM dapat mengeluarkan Surat Keputusan yang isinya tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta keputusan lain dari Musyawarah tertinggi Anggara Rumah Tangga sebaiknya memuat seluruh
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
NO
17
Bagian
Uraian aturan main pelaksanaan kegiatan dengan mempertimbangkan seluruh pedoman pelaksanaan, petunjuk teknis, POB dll. yang telah dikeluarkan oleh PNPM Mandiri Perkotaan. Demikian Anggaran Dasar Lembaga Keswadayaan Masyarakat ini ditetapkan dan ditandatangani oleh yang diberi kuasa oleh Musyawarah tertinggi
Penutup
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
53
Lampiran 3 Sistem Arsip dan Database Organisasi BKM/LKM A. Pendahuluan Setiap pekerjaan dan kegiatan kantor, baik pemerintah maupun swasta, bahkan organisasi sosial sekalipun memerlukan penyimpanan, pencatatan serta pengolahan surat, baik ke dalam maupun keluar dengan sistem tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan ini disebut dengan istilah Administrasi Kearsipan. Kearsipan sebagai salah satu kegiatan perkantoran merupakan hal yang sangat penting dan tidak mudah. Arsip yang dimiliki oleh organisasi harus dikelola dengan baik sebab keunggulan pada bidang kearsipan akan sangat membantu tugas pimpinan serta membantu mekanisme kerja dari seluruh karyawan instansi yang bersangkutan dalam pencapaian tujuan secara lebih efisien dan efektif. Informasi yang diperlukan melalui arsip dapat menghindari salah komunikasi, mencegah adanya duplikasi pekerjaan dan membantu mencapai efisiensi kerja. Apa sajakah yang perlu dilakukan agar komunitas mampu mengelola informasi? Bagaimana cara melakukannya? Dari mana memulainya? Banyak pihak memilih untuk memulai dengan melakukan pembenahan dokumentasi organisasi. Memang benar adanya, dokumentasi merupakan kelemahan umum dari banyak organisasi komunitas. Tak jarang kita menjumpai dokumentasi BKM/LKM yang jauh dari rapi. Beberapa upaya dilakukan dengan mendidik beberapa relawan atau pengurus BKM/LKM untuk melakukan pencatatan (melengkapi lembar isian, menomori surat keluar/masuk, mengarsipkan, dst). Namun, upaya ini sering tak memberikan hasil yang memuaskan. Meskipun pelatihan sudah diberikan, dokumen tetap tercerai‐berai tak beraturan. Banyak BKM/LKMtetap tidak sanggup memproduksi bahkan dokumen organisasi yang paling sederhana, seperti ringkasan pertemuan/rapat. Pekerjaan dokumentasi akhirnya terhenti sama sekali, setelah petugas penanggungjawabnya kehilangan minat untuk melanjutkan tugasnya. Mengapa kehilangan minat? Karena petugas tersebut kemudian mengamati bahwa seluruh hasil pekerjaannya hanya akan berakhir di rak penyimpanan dokumen. Tak seorang pun berminat memanfaatkan hasil pekerjaannya. Pengelolaan arsip dan database organisasi sangat penting dalam kaitannya dengan perkembangan organisasi, pengambilan keputusan dan terlbih terhadap rekaman proses pembelajaran untuk menjadi lebih baik. BKM/LKMadalah motor penggerak penanggulangan kemiskinan, jadi di BKM/LKMlah tumpuan dokumentasi proses pembelajaran tersebut, harus mampu mengelola data dan informasi yang ada untuk kepentingan proses pengembangan komunitas dan pembelajaran dalam jangka panjang. B. Pengertian Pengelolaan arsip dan database Banyak teori tentang arsip, tapi itu tidak penting, yang lebih penting adalah apa manfaatnya untuk kepentingan organisasi. Salah satu teori yang penting tentang Arsip ini apa yang disebut Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam (Wursanto, 1991:47) "Arsip sebagai segala kertas, buku, foto, film, rekaman suara, gambar peta, bagan atau dokumen-dokumen lain dalam segala macam bentuk dan sifatnya, asli atau salinannya, serta dengan segala penciptaannya, dan yang dihasilkan atau diterima oleh suatu organisasi/badan, sebagai bukti atas tujuan, organisasi, fungsi-fungsi, kebijaksanaan-kebijaksanaan, keputusan-keputusan, prosedur-prosedur, pekerjaan-pekerjaan, atau kegiatan pemerintah yang lain, atau karena pentingnya informasi yang terkandung didalamnya"
54
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Dalam konteks ini maka yang dimaksud dengan arsip BKM/LKMadalah segala kertas, buku, modul, pedoman, SOP, berita acara dan dokumen lain dengan berbagai macam bentuk dan sifatnya, yang dihasilkan BKM/LKM selama proses pengelolaan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Sedangkan Pengelolaan database, kurang lebih adalah pengelolaan data‐data penting yang berguna yang dapat dikembangkan menjadi informasi untuk pengembangan kebijakan, keputusan, dan juga evaluasi upaya penanggulangan kemiskinan. Secara teori pengertian arsip dan database ini berbeda, akan tetapi dalam prakteknya ini merupakan satu kesatuan kegiatan, sehingga sebut saja ini adalah Pengelolaan Arsip dan Database BKM/LKM. C. Maksud dan Tujuan Maksud pengelolaan arsip dan database ini tentu dalam rangka menunjang kegiatan organisasi BKM/LKM terutama untuk pengelolaan penanggulangan kemiskinan di wilayah agar berlangsung secara efektif dan effisien. Sedangkan tujuannya antara lain: 1. Seluruh rekaman data, alat bukti, proses, informasi tersusun dengan baik dan mempermudah siapapun untuk mengakses data dan informasi tersebut 2. Agar data dan informasi yang ada tersebut dapat digunakan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dan terlebih untuk proses pembelajaran penanggulangan kemiskinan D. Mengurai Kegiatan BKM/LKM Penting disampaikan bahwa, pengelolaan arsip tidaklah berdiri sendiri, kedudukannya sangat terkait erat dengan dinamika organisasi yang ditunjukan dengan kegiatannya. Oleh karena itu terlebih dahulu penting di uraikan apa saja yang menjadi elemen‐elemen kegiatan BKM/LKM dalam penanggulangan kemiskinan. Secara sederhana akan disampaikan dengan hal‐hal berikut: 1. Kegiatan siklus pembangunan partisipatif; Sebagaimana diketahui setiap tahun BKM/LKM dan jajarannya melaksanakan proses siklus pembangunan partisipatif, kegiatan ini bila di tahun ke 4, tentu prosesnya sangat lengkap mulai dari RK, PS, Pembentukan BKM/LKM, Penyusunan PJM Pronangkis sampai dengan pelaksanaan kegiatan, sedangkan di tahun ke 2 dan ketiga diwakili oleh 2 kegiatan besar yaitu review partisipatif dan Rembuk Warga Tahunan Masyarakat; 2. Pengelolaan kegiatan tridaya; Sebagai implementasi dari siklus pembangunan partisipatif, maka dilakukannya kegiatn yang berbasis tridaya, fisik, ekonomi dan lingkungan, mencakup didalamnya pembentukan KSM, proposal serta juga laporan pertanggjungjawaban kegiatannya. 3. Pengelolaan kegiatan transparansi dan akuntabilitas; yang dimaksud dalam hal ini adalah pengelolaan kegiatan yang terkait untuk menjamin transparansid an akuntabilitas, antara lain kinerja UPK dan sekretariat, audit interal maupun eksternal, Monitoring dan evaluasi dl 4. Pengambilan keputusan; Sebagai dasar pelaksanaan kegiatannya, BKM/LKM mendasarkan kegiatannya dengan keputusan yang ada, antara lain dengan AD & ART, surat keputusan pengangkatan UP‐UP, Surat keputusan pengelolaan tridaya, dll 5. Kegiatan Pengembangan kapasitas; Hampir di setiap saat BKM/LKM dan jajarannya melaksanakan kegiatan pengembangan kapasitas, apakah mencakup pengembangan kapasitas bagi BKM/LKM sendiri, relawan dan juga UP‐UP bahkan KSM, kegiatan ini biasanya didukungdengan materi‐materi tertentu 6. Pengelolaan surat‐menyurat; Kegiatan surat menyurat adalah kegiatan yang hampir pasti terjadi di semua organisasi, apalagi BKM/LKM, misalnya terkait dengan surat undangan pertemuan, pemberitahuan, permohonan, tanggapan, keputusan dll Kegiatan‐kegiatan tersebutlah yang nantinya kurang lebih akan didokumentasikan menjadi arsip dan database BKM/LKM.
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
55
E. Kaitan peran dan tugas masing‐masing unsur terhadap pengelolaan arsip database Berdasarkan kegiatan tersebut, kegiatan pengelolaan arsip dan database, bisa saja diurai berdasarkan obyeknya, akan tetapi akan lebih mudah bilamana dikaitkan dengan peran atau tugas masing‐masing unsur dalam kegiatan serta arsip dan database apa yang harus dikelola oleh masing‐ masing unsur tersebut, secara umum disampaikan bahwa peran/tugas masing‐masing adalah seagai berikut: 1. BKM/LKM; BKM/LKM bukan bertugas, mengingat memang dipilih berdasarkan kerelaan dan fungsi utramanya adalah menjaga norma dan nilai dalam penanggulangan kemiskinan, BKM/LKM Berperan terutama untuk pengambilan kebijakan dan juga keputusan umum penanggulangan kemiskinan serta mengelola kegiatan rutin tahunan masyarakat seperti siklus tahunan, dan juga pengelolaan kesekretrariatan BKM/LKM, untuk membantu BKM/LKM dalam hal ini ditunjuk sekretariat 2. UP‐UP; tugas utamanya tentu adalah pengelolaan kegiatan tridaya, mengoperasionalisasikan kebijakan yang telah disusun oleh BKM/LKM Secara rinci peran/tugas masing‐masing akan disampaikan sebagai berikut: NO 1
BKM/LKM SEKRETARIAT
2
UPK
56
PENGELOLAAN
UNSUR DAN
ARSIP
DATABASE
1. Surat Menyurat: a. Surat Masuk b. Surat Keluar c. Surat Keputusan d. dll 2. Pedoman/petunjuk teknis umum: Pedoman Pelaksanaan, pedoman siklus 3. Modul pelatihan 4. Media Sosialisasi 5. AD & ART 6. Struktur Organisasi 7. Buku Keuangan Sekretariat 1. Surat Menyurat: a. Surat Masuk b. Surat Keluar c. Surat Keputusan d. dll 2. Bukti kegiatan sosialisasi dan pembinaan KSM (Daftar hadir, materi dan tanya jawab pemahaman pinjaman dan tanggung enteng)
1. Data proses siklus: RK, PS, BKM/LKM, PJM, Review Partisipatif, RWT 2. Data hasil PS 3. Peta desa (skalatis & terlihat batas wilayah) 4. Dokumen PJM Pronangkis 5. Rencana Kerja Tahunan BKM/LKM
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
1. Buku Pinjaman Bergulir 2. Perencanaan: Daftar prioritas KSM yang layak mendapat pinjaman bergulir 3. Pelaksanaan: a. Formulir permohonan dan pengajuan pinjaman bergulir KSM dan anggotanya, BA KSM, Copy KTP b. Hasil pemeriksaan UPK terhadap calon peminjam dan usahanya analisa serta usulan kepada manajer UPK terhadap permohonan pinjaman KSM dan anggotanya c. Putusan Manajer UPK (setuju atau menolak) atas pengajuan permohonan pinjaman KSM dan anggotanya d. Berkas realisasi pinjaman kepada KSM dan anggotanya berupa Surat Perjanjian Pinjaman, Bukti Kas Keluar asli, Surat Kuasa e. Data besar pinjaman, jasa, jangka waktu, angsuran, anggota KSM miskin/tidak, Laki/Perempuan dalam Reg. Sisa Pinjaman.
4. Tahap Pemeliharaan: a. Data peminjam : KSM, anggota KSM, anggota perempuan, anggota miskin, yang memperoleh pinjaman, yang lunas, yang aktif, yang menunggak. b. Data pinjaman : yang direalisir, saldo pinjaman, yang dibayar kembali, yang dibayar maju c. Data tunggakan pinjaman : Besar tunggakan, Saldo pinjaman berdasarkan kolektibilitas d. Indikator kinerja pinjaman bergulir : LAR, PAR, CCr, ROI 3
UPL
1. Surat Menyurat: a. Surat Masuk b. Surat Keluar c. Surat Keputusan d. dll 2. Bukti kegiatan sosialisasi dan pembinaan KSM (Daftar hadir, materi dan tanya jawab pemahaman pinjaman dan tanggung enteng)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
9.
Peta permasalahan tematik lingkungan (listrik,jalan,saluran,air bersih,failitas sosial) Potensi SDM/SDA terkait lingkungan Peta lokasi kegiatan lingkungan yg telah dibangun oleh pihak-pihak pembangunan lain Peta tata guna tanah Peta kepemilikan tanah Peta investasi kegiatan infrastruktur Perencanaan: a. Nama KSM yang dianggap layak untuk ikut dalam kegiatan lingkungan b. Daftar harga satuan dari toko-toko bangunan & kota/kabupaten c. Proposal kegiatan yang diajukan KSM yang akan mengerjakan kegiatan lingkungan d. Berita acara hasil verifikasi proposal kegiatan e. Nama KSM dan kegiatan sesuai proposal yang telah diverifikasi Pelaksanaan: a. Nama pemasok bahan dan alat, tenaga kerja b. Form SPPD-L c. RPD,LPD Dan BA pembayaran tiap KSM d. Daftar calon suplier bahan dan alat e. Data hasil opname pekerjaan di lapangan f. Form daftar uji dampak lingkungan g. Form laporan harian, mingguan,bulanan,LPJ & dokumentasi progress h. Daftar SPPDL yang di amandemen i. Progress KSM j. Data hasil opname pekerjaan di lapangan & data inventarisasi O&M yg terbentuk k. Form Pemeriksaan/sertifikasi, Form BAP2 l. Data swadaya masyarakat dari tiap pekerjaan KSM m. LPJ KSM Pemeliharaan: a. Rencana kerja, anggaran dan penanggung jawab tim O&P di tiap kegiatan infrastruktur
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
57
b.
4
UPS
1. Surat Menyurat: a. Surat Masuk b. Surat Keluar c. Surat Keputusan d. dll 2. Bukti kegiatan sosialisasi dan pembinaan KSM (Daftar hadir, materi dan tanya jawab pemahaman pinjaman dan tanggung enteng)
1. 2. 3. 4.
5.
Form dan tata cara pemanfaatan dan Pemeliharaan kegiatan Peta permasalahan tematik sosial (kesehatan, pendidikan, jompo,pengangguran,dll) Potensi SDM/SDA terkait Sosial Peta investasi kegiatan sosial Perencanaan: a. Nama KSM yang dianggap layak untuk ikut dalam kegiatan lingkungan b. Daftar harga satuan dari toko-toko bangunan & kota/kabupaten c. Proposal kegiatan yang diajukan KSM yang akan mengerjakan kegiatan lingkungan d. Berita acara hasil verifikasi proposal kegiatan e. Nama KSM dan kegiatan sesuai proposal yang telah diverifikasi Pelaksanaan: a. Daftar SPPDS yang di amandemen b. Progress KSM c. Data swadaya masyarakat dari tiap pekerjaan KSM d. LPJ KSM
Arsip dan database tersebut tidak baku, bahkan mungkin bisa jauh lebih sederhana sesuai dengan kebutuhan lapangan masing‐masing.
58
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
F. Lay Out Ruangan Sekretariat BKM/LKM Penting diilustrasikan, bagaimana kira‐kira sekretariat BKM/LKM yang mampu menggambarkan dinamika organisasi yang juga tertata rapih, tapi tentu sekali lagi ini disesuaikan dengan kondisi lapangan masing‐masing. Berikut salah satu contoh lay out ruangan sekretariat BKM/LKM yang relatif sudah cukup baik.
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
59
Lampiran 4 TEKNIS DASAR LEGAL DRAFTING Disarikan dari Modul Penyusunan Perdes Partisipatif LSU BINA INSANI A. LANDASAN PEMBENTUKAN PERUNDANG‐UNDANGAN Dalam pembentukan suatu produk perundang‐undangan ada beberapa landasan yang harus diperhatikan yaitu: 1. Landasan filosofis; Landasan filosofis dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan oleh pemerintah daerah jangan sampai bertentangan dengan nilai‐nilai yang hakiki di tengah tengah masyarakat. Misalnya agama dan kepercayaan atau kearifan lokal setempat . 2. Landasan sosiologis; Landasan filosofis merupakan pandangan hidup, kesadaran dan citacita moral yang luhur yang meliputi suasana kewajiban serta watak dari bangsa Indonesia. Landasan sosiologis adalah suatu tinjauan terhadap gejala‐gejala sosial, ekonomi dan politik yang berkembang dalam masyarakat yang mendorong perlu dibuatnya naskah akademis (draft academic) tentang rancangan peraturan perundang‐undangan yang akan dibuat. Selain itu juga memuat analisa kecenderungan sosiologis‐futuristik tentang sejauh mana tingkah laku sosial itu sejalan dengan arah dan tujuan perkembangan hukum nasional. Landasan sosiologis menghendaki peraturan perundang‐undangan yang dibuat bisa mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Suatu peraturan perundang‐undangan dapat dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan‐ketentuannya sesuai dengan kebutuhan, keyakinan dan kesadaran hukum masyarakat. 3. Landasan yuridis; Landasan yuridis dapat dibedakan menjadi dua macam a. Landasan yuridis yang beraspek formal, yaitu ketentuan‐ketentuan hukum yang memberi kewenangan (bevoegdheid) kepada badan pembentuknya. b. Landasan yuridis yang beraspek material, yaitu ketentuan‐ketentuan hukum tentang masalah atau persoalan apa yang harus diatur. Dengan kata lain dilihat dari segi isi (materi), yakni dasar hukum untuk mengaturnya. Landasan yuridis menghendaki agar peraturan perundang‐undangan yang dibuat menunjukkan: a. keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundangundangan, karena setiap peraturan perundang‐undangan harus dibuat oleh pejabat yang berwenang b. keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis dengan materi yang diatur; c. keharusan mengikuti tata cara tertentu; dan d. keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang‐undangan yang lebih tinggi. B. Teknik Drafting Peraturan di tingkat Desa Pada umum Kerangka struktur Peraturan Desa terdiri dari: a. Penamaan/Judul; b. Pembukaan; c. Batang Tubuh; d. Penutup; dan e. Lampiran Agar Kerangka struktur Peraturan tersebut dapat tersusun maka metodenya adalah sebagai berikut:
60
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
1. PERUMUSAN KERANGKA 2. PERUMUSAN KONSIDERAN, KETENTUAN UMUM, BAB, BAGIAN, PARAGRAF 3. PERUMUSAN PASAL dan Ayat 4. PERUMUSAN PENJELASAN UMUM dan PASAL‐PASAL a. Penamaan / Judul Setiap Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mempunyai penamaan/judul. Penamaan/judul Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau keputusan yang diatur. Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa. Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca. CONTOH: PERATURAN DESA CIMANGGIS NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA b. Pembukaan Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari : 1. Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"; 2. Jabatan pembentuk Peraturan Desa. 3. Konsiderans; 4. Dasar Hukum; 5. Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa"; 6. Memutuskan; dan 7. Menetapkan b.1 Kata frasa yang berbunyi "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"; merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, cara penulisan seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca. Contoh: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca koma (,). Contoh: KEPALA DESA CIMANGGIS, b.2 Konsiderans; Konsiderans harus diawali dengan kata "Menimbang" yang memuat uraian singkat mengenai pokok‐pokok pikiran yang menjadi latar belakang, alasan‐alasan serta landasan yuridis,
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
61
filosofis, sosiologis, dan politis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa. Jika konsiderans terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap‐tiap pokok pikiran dirumuskan pengertian, dari tiap‐tiap pokok pikiran diawali dengan huruf a, b, c, dst. dan diakhiri dengan tanda titik koma (;). Contoh : Menimbang : a. …………………..; b. …………………..; c. .....……………….; b.3 Dasar Hukum 1. Dasar Hukum diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasar hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan perundang‐ undangan yang memerintahkan dibentuknya Peraturan Desa, Peratt ran Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur. 2. Dasar Hukum dapat dibagi 2, yaitu : a. Landasan yuridis kewenangan membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa; dan b. Landasan yuridis materi yang diatur. 3. Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan perundang‐undangan yang tingkat derajatnya lebih tinggi atau sama dengan produk hukum yang dibuat. Catatan : Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karena tidak termasuk jenis peraturan perundang‐undangan. 4. Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarkhi peraturan perundang‐ undangan, atau apabila peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundangundangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundangundangan tersebut. 5. Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah (kalau ada). 6. Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang‐undangan, maka tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1, 2, 3, dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;) Contoh penulisan Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158. Tamtahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4546); 3. Peraturan Menteri ... Nomor... Tahun ... Tentang….. 4. Peraturan Daerah ... Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ... , Tambahan Lembaran Daerah Nomor ...)
62
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
b.3 Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" Kata frasa yang berbunyi "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa", merupakan kalimat yang harus dicantumkan dalam Peraturan Desa dan cara penulisannya dilakukan sebagai berikut :
Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN; Kata "Dengan Persetujuan Bersama", hanya huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital; Kata "antara" Berta "dan", semua ditulis dengan huruf kecil; dan Kata "Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" seluruhnya ditulis dengan huruf kapital. Contoh: Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CIMANGGIS dan KEPALA DESA CIMANGGIS b.4 Memutuskan
Kata "Memutuskan" ditulis dengan huruf Kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ). peletakan kata MEMUTUSKAN adalah ditengah margin. Contoh : MEMUTUSKAN b.5 Menetapkan Kata "menetapkan:" dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan kata "Menimbang" dan "Mengingat". Huruf awal kata "Menetapkan" ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:). Contoh : MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PEMERINTAH DESA CIMANGGIS Jadi jika digabungkan bagian pembukaan akan tampak kurang lebih seperti berikut:
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
63
PERATURAN DESA CIMANGGIS NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA CIMANGGIS, Menimbang : a. ……………………………………………; b. ……………………………………………; c. ………………………………………..dst; Mengingat : 1. ……………………………………………; 2. ……………………………………………; 3. ………………………………………..dst; Dengan persetujuan bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CIMANGGIS Dan KEPALA DESA CIMANGGIS MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN ANGGARAN 2008 c. Batang Tubuh Batang Tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasal‐pasal atau diktum‐diktum. Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal‐pasal adalah jenis Peraturan Desa dan Peraturar. Kepala Desa yang bersifat mengatur (Regelling), sedangkan jenis Keputusan Kepala Desa yang bersifat penetapan (Besehikking), batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum‐diktum Batang Tubuh Peraturan Desa, terdiri dari 1. Ketentuan Umum; 2. Materi yang diatur; 3. Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan 4. Ketentuan Penutup c.1 Ketentuan Umum Rumusan tentang definisi tertentu yang berlaku sama untuk seluruh materi perundang‐undangan Disusun berdasar urutan angka 1, 2 dst Berlaku sama terhadap perundangundangan yang lain.
64
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
c.2 Penulisan Bab, Bagian; Paragraf, Pasal dan ayat Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Bab semua ditulis dengan huruf kapital. Contoh : BAB I KETENTUAN UMUM Bagian diberi nomor unit dengan bilangan yang ditulis dengan huruf kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan, dan judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang tidak tax letak pada awal frasa. Contoh : BAB II ( ……… JUDUL BAB ……... ) Bagian Kedua .............................................................. Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul. Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan huruf kecil. Contoh : Bagian Kedua ( ……… Judul Bagian ………) Paragraf Kesatu (Judul Paragraf) Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat. Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi nomor unit dengan angka arab, dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital. Contoh : Pasal 5 Pasal dan Ayat: Memuat satu konsep perbuatan/kewenangan tertentu Terdiri dari beberapa ayat yang saling berkaitan (jika diperlukan) Jika memuat konsep baru dibuat Pasal baru
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
65
Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor unit dengan angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat. Pasal 21 Contoh : (1) …………………. (2) …………………. (3) …………………. Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka disamping dirumuskan dalam bentuk kalimat yang biasa, dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi. RINCIAN; Tiap‐tiap rincian ditandai dengan huruf a dan seterusnya. (3) …………………………… a ……………………..; dan b ………………………….. Jika suatu rincian memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1, 2, dan seterusnya. (4) ……………………………………… a.…………………………………; b.…………………………………; dan c. …………………………………; 1. ………………………………….; 2. ………………………………….; dan 3. ………………………………….; a) …………………………………..; b)…………………………………..; dan c).…………………………………..; 1)…………………………………….; 2)…………………………………….; dan 3)…………………………………….; d.Penutup 1. 2. 3. 4.
Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan; Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca koma; Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar dan pangkat; 5. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa ditandatangani oleh Kepala Desa Lihat juga: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA
66
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
67
KANTOR PUSAT JL. Pattimura No.20 Kabayoran Baru Jakarta Selatan, Indonesia - 12110 KANTOR PROYEK Jl. Penjernihan 1 No. 19 F Pejompongan Jakarta Pusat Indonesia - 10210
SEKRETARIAT TP PNPM MANDIRI www.pnpm-mandiri.org PENGADUAN P.O. BOX 2222 JKPMT SMS 0817 148048 e-mail :
[email protected] www.p2kp.org | www.pnpm-perkotaan.org