PENGUATAN MODAL SOSIAL UNTUK PENGEMBANGAN NAFKAH BERKELANJUTAN DAN BERKEADILAN* Slamet Widodo Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Abstrak Penelitian dilaksanakan di Desa Karang Agung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis modal sosial yang ada di masyarakat; (2) menganalisis strategi nafkah yang dijalankan oleh masyarakat; (3) penyusunan model penguatan modal sosial yang ada di masyarakat yang diarahkan pada pembentukan nafkah berkelanjutan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara pada informan kunci seperti rumah tangga miskin, tokoh masyarakat dan aparat pemerintahan desa. Instrumen yang digunakan untuk menganalisis modal sosial adalah Social Capital Assessment Tool (SOCAT). Sedangkan untuk menganalisis strategi nafkah digunakan instrumen The Livelihood Assessment Tool-kit (LAT). Modal sosial yang ada di lokasi penelitian berdasarkan ikatan kekerabatan, kekeluargaan dan pertetanggaan. Kelembagaan tradisional yang masih hidup di Karang Agung adalah sambatan, anjeng atau buwuhan dan mendarat. Sedangkan kelompok sosial yang ada di lokasi penelitian antara lain; kelompok pengajian, arisan ibu-ibu dan yaasinan. Pemenuhan nafkah rumah tangga sebagian besar menggantungkan dari hasil laut. Faktor shock dalam strategi nafkah yang dijalankan oleh rumah tangga di lokasi penelitian adalah musim angin yang menyebabkan mereka tidak bisa melaut. Strategi nafkah yang dijalankan antara lain dengan pola nafkah ganda, penggunaan tenaga kerja dari dalam rumah tangga dan melakukan migrasi. Modal sosial masih terbatas digunakan untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek (konsumtif), belum mengarah pada pemenuhan kebutuhan jangka panjang (produktif). Penguatan modal sosial dilakukan melalui tiga tahap, yaitu bonding social capital, bridging social capital dan linking social capital. Kata kunci : modal sosial, nafkah, rumah tangga, pesisir, kemiskinan
*
Artikel telah disajikan dalam Seminar Nasional “Membangun Negara Agraris Yang Berkeadilan dan Berbasis Kearifan Lokal” yang diselenggarakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta pada tanggal 19 April 2012. Artikel termuat dalam Prosiding Seminar Nasional Prosiding Membangun Negara Agraris Yang Berkeadilan dan Berbasis Kearifan Lokal” ISBN 978-979-17638-9-9
1
Pendahuluan Masyarakat miskin yang berada kawasan pesisir menghadapi berbagai permasalahan yang menyebabkan kemiskinan. Pada umumnya sumber nafkah berasal dari pemanfaatan sumberdaya laut yang sangat bergantung musim. Sebagian besar sumber nafkah berasal dari pekerjaan sebagai nelayan kecil yang hanya mampu memanfaatkan sumberdaya di daerah pesisir dengan hasil tangkapan yang cenderung terus menurun akibat terjadinya over fishing. Di Jawa Timur sendiri, menurut catatan dari sekitar 1,7 juta jiwa penduduk yang menekuni pekerjaan sebagai nelayan (10,6% dari total nelayan di Indonesia) diperkirakan sekitar 70% masih tergolong miskin. Di berbagai desa dan kota pantai di Propinsi Jawa Timur, modernisasi perikanan selain menyebabkan terjadinya proses marginalisasi nelayan tradisional dan nelayan kecil, kebijakan ini juga telah mendorong timbulnya situasi overfishing di sejumlah kawasan perairan. Nafkah berkelanjutan menjadi salah satu tuntutan untuk mengatasi kemiskinan. Fluktuasi musim, akses terhadap modal, konflik sosial, bencana alam dan kebijakan pemerintah merupakan faktor kerentanan yang selama ini dihadapi oleh masyarakat yang berada daerah pesisir. Widodo (2011), menunjukkan bahwa modal sosial merupakan salah satu modal yang paling mudah diakses oleh masyarakat sebagai salah satu sumber nafkah. Secara lebih jelas, tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis modal sosial yang ada di masyarakat Desa Karang Agung. 2. Menganalisis strategi nafkah yang dijalankan oleh masyarakat di Desa Karang Agung. 3. Penyusunan model penguatan modal sosial yang ada di masyarakat untuk pembentukan nafkah berkelanjutan
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa pesisir, yaitu Desa Karang Agung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Karang Agung terletak di wilayah pesisir utara Kabupaten Tuban dengan wilayah tangkap di perairan Laut Jawa. Penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2011. Penelitian pendahuluan dilakukan sebagai strategi untuk menentukan informan kunci. Pada kunjungan awal, peneliti akan menggali data sekunder terlebih dahulu di kantor desa sekaligus menjalin ikatan sosial dengan beberapa tokoh masyarakat. Penelitian ini menggunakan instrumen Social Capital Assessment Tool (SOCAT). SOCAT adalah suatu instrumen yang dirancang untuk mengumpulkan data
2
modal sosial di rumah tangga, masyarakat dan tingkat organisasi. SOCAT merupakan kombinasi dari metode kuantitatif dan kualitatif. Salah satu fitur penting adalah informasi rinci tentang modal sosial struktural dan kognitif yang dikumpulkan pada tingkat rumah tangga, yang sangat penting untuk menghubungkan informasi modal sosial dengan hasil kesejahteraan kemiskinan dan rumah tangga. Sedangkan untuk menganalisis strategi nafkah digunakan instrumen The Livelihood Assessment Tool-kit (LAT). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, Focus Group Discussion (FGD) dan pengamatan. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan dengan kata-kata yang sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang dihadapi. Peneliti dalam menganalisis data berpedoman pada pandangan Milles dan Huberman (1992), bahwa analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun dalam teks yang diperluas. Analisis kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan antara reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil dan Pembahasan Karang Agung merupakan desa di wilayah pesisir Kabupaten Tuban dan termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Palang. Kabupaten Tuban mempunyai wilayah pantai yang memanjang dari timur hingga barat sepanjang lebih kurang 65 km. Kondisi ini menyebabkan penduduk wilayah pesisir sebagian besar menggantungkan hidupnya di sektor perikanan tangkap. Kondisi ini didukung oleh Laut Jawa yang lebih tenang ombaknya dibandingkan Samudera Indonesia di bagian selatan Pulau Jawa. Luas wilayah Karang Agung mencapai 4,5 km2 yang didominasi oleh lahan tambak dan pertanian sawah. Pola permukiman penduduk sebagian besar berada di daerah pesisir. Perkampungan nelayan merupakan perkampungan yang padat dan bisa dikatakan sebagai pusat aktivitas ekonomi Karang Agung. Perkampungan ini memanjang dari barat ke timur dan berada di sekitar jalan raya utama yang menghubungkan Tuban dan Gresik. Beberapa perkampungan kecil lainnya berada di wilayah selatan desa, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Nelayan Karang Agung masih menggunakan peralatan yang sangat sederhana, yaitu perahu kecil yang hanya memuat maksimal 3 orang. Perahu ini sudah dilengkapi dengan mesin 5 PK, jaring, dan juga layar. Peralatan tangkap yang sederhana ini membuat wilayah tangkap nelayan Karang Agung menjadi terbatas sekitar 5 mil laut dari pantai. Penangkapan ikan dilakukan pada pagi hingga siang hari, selepas subuh
3
hingga menjelang asar. Hasil tangkapan sebagian besar berupa ikan pari, layang, udang, dan lain sebagainya. Beberapa nelayan juga melaut pada malam hari, mulai selepas isya hingga menjelang subuh. Pada masyarakat perdesaan, pelapisan sosial seringkali muncul berdasarkan kepemilikan aset produksi. Namun, pada komunitas nelayan tradisional justru tidak tampak adanya pelapisan sosial berdasarkan kepemilikan aset produksi. Hal ini disebabkan oleh tipisnya perbedaan strata ekonomi antara pemilik perahu dan nelayan biasa. Masyarakat Karang Agung seperti halnya nelayan tradisional lainnya cenderung egaliter. Hal ini berbeda dengan nelayan modern yang terlihat jelas pelapisan sosial di antara nelayan sendiri (Hamzah et al, 2008). Modernisasi perikanan membawa dampak pada perubahan formasi sosial pada komunitas nelayan. Pemilik alat produksi berada pada lapisan sosial atas, sedangkan buruh nelayan hanya berada pada lapisan bawah. Pola hubungan produksi menimbulkan terjadinya gejala patronase yang kuat antara pemilik alat produksi dengan buruh nelayan. hal ini justru tidak terjadi pada nelayan tradisional. Pada masyarakat Karang Agung dapat dikatakan bahwa nelayan, baik pemilik perahu maupun bukan, sama-sama menempati lapisan paling bawah dalam stratifikasi masyarakat. Modal Sosial di Lokasi Penelitian Kelembagaan Tradisional dan Kelompok Sosial Kelembagaan tradisional yang masih hidup di Karang Agung adalah sambatan, anjeng atau buwuhan dan mendarat. Kelembagaan tradisional ini masih bisa bertahan hidup di masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun. Sambatan adalah kegiatan saling tukar menukar tenaga kerja pada saat pembangunan atau perbaikan rumah. Sambatan dapat mengurangi biaya yang harus ditanggung oleh pemilik rumah ketika mendirikan atau memperbaiki rumah. Sambatan juga dilaksanakan pada saat hajatan pada saat mempersiapkan pesta. Kegiatan sambatan dilakukan oleh laki-laki dewasa dan dilakukan antar tetangga maupun kerabat dekat. Untuk perempuan dikenal istilah mendarat, yaitu tukar menukar tenaga kerja untuk keperluan memasak pada saat hajatan. Lembaga kesejahteraan sosial lainnya adalah anjeng atau buwuh. Pada saat hajatan, tetangga maupun kerabat mempunyai kewajiban untuk menyumbang biaya hajatan. Sumbangan ini akan dicatat oleh pemilik hajatan untuk kemudian dikembalikan ketika si penyumbang melangsungkan hajatan. Sumbangan dalam acara hajatan besarnya bervariasi sesuai dengan kemampuan masing-masing orang, sehingga dapat dikatakan bahwa besarnya sumbangan tergantung status sosial dan ekonomi. Di Karang Agung terdapat kelompok formal seperti PKK, karang taruna dan
4
kelompok nelayan. Namun demikian ketiga kelompok formal yang ada di Karang Agung tidak lagi aktif. Praktis ketiganya hanya sekedar legalitas formal tanpa adanya kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebaliknya kelompok sosial yang secara tradisional sudah ada di masyarakat seperti kelompok pengajian, arisan ibu-ibu dan yaasinan, masih berjalan dengan baik. Partisipasi rumah tangga terhadap kelompok sosial juga sangat baik. Hampir seluruh ibu-ibu terlibat dalam kegiatan rutin kelompok tersebut. Pengajian dan yaasinan dilaksanakan setiap minggu secara bergilir dari rumah ke rumah. Sedangkan arisan dilaksanakan setiap dua minggu. Pemanfaatan Modal Sosial Strategi sosial dilakukan dengan jalan memanfaatkan ikatan-ikatan sosial yang ada di perdesaan baik berupa lembaga kesejahteraan lokal, hubungan produksi hingga jejaring sosial berbasis kekerabatan atau pertemanan. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, di Karang Agung terdapat beberapa lembaga kesejahteraan lokal yang masih bertahan hingga kini. Laki-laki biasanya terlibat dalam kegiatan sambatan dan anjeng. Rasa percaya antar warga (trust) sangat tinggi. Rasa percaya antar warga yang tinggi ini menyebabkan pola hutang-piutang antar rumah tangga dapat berjalan dengan baik. Temuan Rotrigues et al. (2012), menegaskan penting pentingnya kepercayaan pribadi dalam mempertahankan modal sosial. Hutang menjadi salah satu bentuk strategi nafkah bagi rumah tangga miskin. Untuk berhutang mereka memanfaatkan jejaring sosial yang ada, seperti ikatan kekerabatan, pertetanggaan atau pertemanan. Hutang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau kebutuhan yang mendesak seperti ketika anggota rumah tangga ada yang sakit. Jarang sekali hutang digunakan untuk keperluan pembelian barang konsumtif. Hutang juga dilakukan pada saat rumah tangga miskin akan melangsungkan hajatan. Pada saat menjelang hajatan biasanya rumah tangga miskin berhutang pada kerabat dekat. Anjeng merupakan kegiatan tukar menukar uang atau barang pada saat hajatan. Ketika hajatan, tetangga atau kerabat lakilaki yang diundang akan memberikan uang, sedangkan undangan perempuan biasanya membawa beras atau gula pasir. Kegiatan ini akan terus berputar pada setiap orang yang melangsungkan hajatan. Modal sosial merupakan salah satu andalan bagi rumah tangga miskin. Ikatan kekerabatan, pertetanggaan dan pertemanan yang kuat memberikan ruang yang cukup bagi rumah tangga miskin untuk mengakses modal sosial ini. Keterlibatan rumah tangga miskin dalam kelembagaan kesejahteraan lokal cukup tinggi. Di Karang Agung tidak ada diskriminasi peran dalam kehidupan sosial kemasyarakatan bagi rumah tangga miskin. Pola relasi yang cenderung egaliter menyebabkan rumah tangga miskin dapat
5
dengan mudah mengakses berbagai bentuk kelembagaan lokal ini. Bagi rumah tangga miskin, modal sosial merupakan aset yang sangat penting karena melalui modal sosial mereka dapat mengakses berbagai bentuk modal yang lain. Strategi Nafkah Pendapatan nelayan cenderung mengalami fluktuasi dan sangat tergantung dengan alam. Pada saat musim ombak besar, sangat tidak memungkinkan bagi nelayan kecil untuk pergi melaut. Kondisi ini disebabkan oleh masih rendahnya kualitas armada tangkap yang mereka miliki. Selain faktor risiko, pada saat musim ombak besar biasanya jumlah ikan yang dapat ditangkap mengalami penurunan. Pada masa inilah nelayan harus dapat mencari alternatif pendapatan untuk bertahan hidup. Selain itu, pola hubungan antara pemilik modal (pemilik kapal) dengan buruh dan nelayan cenderung ke arah eksploitatif (Febrianto et al, 2005). Selain pendapatan yang fluktuatif, saat ini nelayan juga mengalami gejala penurunan pendapatan yang disebabkan oleh berkurangnya hasil tangkapan. Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan adanya over fishing di perairan selat Madura dan Laut Jawa sejak beberapa tahun lalu (Muhsoni, 2006). Keterbatasan armada tangkap menyebabkan nelayan tidak dapat mengakses wilayah tangkapan yang lebih jauh. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perebutan wilayah tangkap dan sering berujung dengan konflik (Christy, 1982). Nelayan Karang Agung seringkali melakukan strategi nafkah ganda. Tidak menentunya hasil tangkapan apalagi pada musim paceklik memaksa nelayan untuk bekerja di sektor lain untuk tetap mempertahankan hidup. Pola nafkah ganda ini memberi jaminan akan adanya pendapatan walaupun mereka tidak melaut, namun demikian pada dasarnya pendapatan dari sumber nafkah lain ini juga bersifat tak menentu. Pendapatan sebagai buruh bangunan, misalnya. Sebagai buruh bangunan tentu pendapatan sangat tergantung dari ada tidaknya kegiatan mendirikan atau merenovasi bangunan. Pemanfaatan tenaga kerja dalam rumah tangga juga menjadi salah satu bentuk strategi nafkah yang dijalankan oleh nelayan Karang Agung. Peran anak dalam membantu orang tua untuk mencari nafkah sangat besar. Anak laki-laki yang sudah dewasa biasanya akan turut serta pergi melaut atau menjalankan pekerjaan lainnya untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup orang tua serta adik-adiknya. Bagi anak laki-laki yang masih belum dewasa, keterlibatan dalam usaha pencarian nafkah masih terbatas pada kegiatan ringan seperti membantu menurunkan, memilih dan menjual hasil tangkapan. Kegiatan ini dilakukan pada saat nelayan sudah mendarat di pantai pada sore hari sehingga tidak mengganggu waktu sekolah anak-anak.
6
Keterlibatan perempuan dalam pencarian nafkah juga sangat besar. Selain bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga, para perempuan juga terlibat dalam kegiatan pencarian nafkah seperti berdagang ikan, membuka warung kecil-kecilan di rumah sampai bekerja sebagai buruh pada pabrik rokok yang ada di desa tetangga. Peran anak perempuan juga tidak kalah pentingnya dalam ekonomi rumah tangga. Anak perempuan yang masih belum dewasa biasanya berperan membantu ibunya dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, baik pekerjaan domestik maupun kegiatan produktif. Pekerjaan domestik misalnya memasak, membersihkan rumah hingga mengasuh adik. Sedangkan untuk kegiatan produktif, anak perempuan turut membantu menjual hasil tangkapan atau menjaga warung. Bagi anak perempuan yang telah dewasa, terdapat peluang kerja sebagai buruh linting di pabrik rokok yang berada di Desa Brondong, sebuah desa yang berbatasan langsung dengan Karang Agung. Pabrik rokok yang beroperasi sejak tahun 2001 ini mampu menyerap tenaga kerja hingga 1.200 orang yang sebagian besar adalah perempuan. Pabrik rokok ini dikelola oleh KUD Mina Tani Brondong dan merupakan mitra produksi dari PT. HM Sampoerna, sebuah pabrik rokok besar di Surabaya. Kajian tentang peran perempuan dalam nafkah rumah tangga, utamanya di pedesaan seperti yang dilakukan oleh Azahari (2008); Widodo (2009), menunjukkan bahwa peranan perempuan dalam sistem nafkah rumah tangga cukup signifikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa peranan perempuan sebagai pelaku ekonomi tidak boleh diabaikan, bahkan diperlukan dukungan teknologi untuk menunjang peranan perempuan dalam kegiatan sosial dan ekonomi agar para perempuan dapat mengalokasikan waktunya lebih banyak pada kegiatan produktif tanpa meninggalkan peranannya pada kegiatan domestik. Strategi nafkah berbasis migrasi juga dilakukan oleh rumah tangga nelayan miskin Karang Agung. Migrasi biasanya dilakukan oleh generasi muda dengan daerah tujuan di beberapa kota besar di Jawa Timur. Sebagian besar mereka bekerja di sektor informal yaitu menjadi buruh bangunan. Beberapa nelayan yang mempunyai keterampilan dalam bertukang banyak yang telah memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan utamanya. Migrasi yang dilakukan oleh penduduk Karang Agung sebagian besar berpola kelompok. mereka berangkat bersama-sama ke suatu daerah dan bekerja secara bersama-sama. Kebanyakan mereka bekerja sebagai buruh bangunan pada beberapa kontraktor pembangunan gedung.
7
Penguatan Modal Sosial Tingkat partisipasi masyarakat, utamanya ibu-ibu di dalam kelompok cenderung tinggi. Tingkat kepercayaan dan solidaritas antar warga cukup tunggi. Hal ini dibuktikan dengan bertahannya lembaga tradisional seperti gotong royong dalam bentuk sambatan. Tingkat kepercayaan antar warga yang tinggi juga tampak dari hutang piutang antar warga yang berjalan dengan lancar. Kelompok sosial yang ada di Karang Agung beranggotakan masyarakat yang berasal dari dalam desa. Akses terhadap sumber daya dan informasi dari luar masih terbatas. Modal sosial masih terbatas digunakan untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek (konsumtif), belum mengarah pada pemenuhan kebutuhan jangka panjang (produktif). Modal sosial belum dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan produktif karena keterbatasan modal manusia dan modal finansial. Menurut Pranadji (2006), terdapat tiga aspek yang dapat menunjukkan penguatan modal sosial, yaitu terbentuknya kerja sama, perluasan jaringan kerja dan peningkatan daya saing kolektif secara berkelanjutan. Strategi penguatan modal sosial di Karang Agung dapat dilakukan dengan memperkuat kapasitas mengembangkan jejaring kerjasama antar kelompok secara internal maupun eksternal. Kelompok non formal yang telah ada di masyarakat dan telah melembaga dapat direvitalisasi sehingga dapat menampakkan perannya dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kelompok pengajian dan yaasinan yang selama ini diikuti oleh ibu rumah tangga dapat diberdayakan menjadi kelompok simpan pinjam dan bahkan dapat berkembang menjadi kelompok usaha bersama. Kegiatan kelompok yang terbatas pada dimensi sosial religius perlu dikembangkan ke arah ekonomi. Kegiatan produktif dapat dikembangkan secara bersama-sama oleh masyarakat. Tingkat kepercayaan antar warga yang tinggi sangat bermanfaat untuk memulai kegiatan simpan pinjam dan merintis usaha melalui modal bersama. Peran pemerintah diharapkan dapat memberikan fasilitas kredit melalui lembaga koperasi. Pelatihan keterampilan diharapkan dapat menunjang peluang usaha baru maupun peningkatan kualitas dari usaha yang sudah berjalan. Potensi yang telah ada seperti usaha krupuk udang dapat lebih dikembangkan dengan pelatihan manajemen usaha dan keterampilan teknis lainnya. Potensi hasil tangkap yang dapat dikembangkan menjadi produk olahan perlu ditindaklanjuti dengan pelatihan keterampilan.
8
Simpulan Modal sosial yang ada di lokasi penelitian berdasarkan ikatan kekerabatan, kekeluargaan dan pertetanggaan. Kelembagaan tradisional yang masih hidup di Karang Agung adalah sambatan, anjeng atau buwuhan dan mendarat. Sedangkan kelompok sosial yang ada di lokasi penelitian antara lain; kelompok pengajian, arisan ibu-ibu dan yaasinan. Pemenuhan nafkah rumah tangga sebagian besar menggantungkan dari hasil laut. Strategi nafkah yang dijalankan antara lain dengan pola nafkah ganda, penggunaan tenaga kerja dari dalam rumah tangga dan melakukan migrasi. Modal sosial masih terbatas digunakan untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek (konsumtif), belum mengarah pada pemenuhan kebutuhan jangka panjang (produktif). Modal sosial masih dalam tahap bonding (pengikat), belum sebagai bridging (jembatan) yang menghubungkan potensi warga. Strategi penguatan modal sosial di Karang Agung dapat dilakukan dengan memperkuat kapasitas mengembangkan jejaring kerjasama antar kelompok secara internal maupun eksternal. Daftar Pustaka Azahari, D.H. 2008. Indonesian Rural Women: The Role in Agricultural Development. Analisis Kebijakan Pertanian, 6(1); Page 1-10. Christy, FT. 1982. Hak Guna Wilayah dalam Perikanan Laut. Makalah Teknis Perikanan FAO Nomor 277. Febrianto, Priyono T. dan Rahardjo. 2005. Eksploitasi Hubungan Pandega-Juragan dalam Modernisasi Perikanan Tangkap di Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Sosiosains, 18(2), 325-339. Hamzah, A. Pandjaitan, N.K., & Prasodjo, N.W. 2008. Respon Komunitas Nelayan Terhadap Modernisasi Perikanan (Studi Kasus Nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa, Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara). Sodality, 2 (2). Milles & Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif. UI Press. Jakarta. Muhsoni, Firman Farid. 2006. Kajian Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Menggunakan Metode Holistik Serta Analisis Ekonominya. Embryo, 2(3), 35-47. Pranadji, Tri. 2006. Penguatan Modal Sosial Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan Agroekosistem Lahan Kering; Studi Kasus di Desa-desa (Hulu DAS) Ex Proyek Bangun Desa, Kabupaten Gunungkidul dan Ex Proyek Pertanian Lahan Kering, Kabupaten Boyolali. Jurnal Agro Ekonomi. 24 (2), 178-206
9
Rodrigues, Suzana B. Child, John. 2012. Building Social Capital for Internationalization. Revista de Administração Contemporânea, 16 (1); Page 23-38. Widodo, Slamet. 2009. Analisis Peran Perempuan dalam Usahatani Tembakau. Embryo, 6 (2). Widodo, Slamet. 2011. "Strategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir". Makara Seri Sosial Humaniora, 15 (1).
10