V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN JAMIKA Evaluasi terhadap program pengembangan masyarakat yang telah atau sedang dilaksanakan baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun atas prakarsa masyarakat, perlu dilakukan sebagai landasan keberlanjutan program tersebut. Evaluasi program yang dilaksanakan di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung dilakukan pada dua program, yaitu : 1. Program Jaminan Sosial melalui kegiatan Asuransi Kesejahteraan Sosial. 2. Program Pelayanan Lanjut Usia "Tunas Harapan".
Sebagai landasan pelaksanaan evaluasi program pengembangan masyarakat ini, peneliti mendapat gambaran data dan informasi mengenai wilayah dimana program ini dilaksanakan. Tujuan evaluasi progam pengembangan masyarakat, adalah : a. Evaluasi program pengembangan masyarakat bertujuan untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai pelaksanaan program dimaksud. b. Memperoleh gambaran yang jelas tentang relevansi program pengembangan masyarakat yang dievaluasi dengan pengembangan ekonomi lokal; pengembangan kelembagaan; modal dan gerakan sosial, serta kebijakan dan perencanaan sosial. Diharapkan hasil analisis dapat menjadi masukan dan dapat memberikan kontribusi bagi penyusunan program pengembangan masyarakat yang bertumpu pada warga masyarakat pada periode selanjutnya dengan memperhatikan pada kemampuan lokal serta mempertimbangkan konteks lokal dalam perspektif pemberdayaan warga.
5.1 Deskripsi Kegiatan Jumlah penduduk Kota Bandung yang bekerja di sektor informal sebanyak 390.709 jiwa atau 17,5% (jabar.bps.go.id:2005). Mereka merupakan prioritas sasaran program jarninan sosial (perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial) karena termasuk para pekerja yang beresiko kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Melihat jurnlah pekerja mandiri sektor informal yang begitu besar dan belum terjangkau oleh badan asuransi sosial yang ada, maka Pemerintah melalui
Departemen Sosial sejak tahun 1996 telah melaksanakan ujicoba Program Jaminan Sosial melalui kegiatan Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) bagi para pekerja dirnaksud, dengan melibatkan organisasi sosial sebagai mitra pengelola program. Kelurahan Jamika merupakan salah satu lokasi uji coba program tersebut. Berdasarkan evaluasi yang telah peneliti lakukan, Askesos dapat berjalan dengan baik, namun sayangnya tidak dapat berlanjut karena tim pengelola tidak lagi menyanggupi untuk melanjutkan program dimaksud. Alasan pengelola tersebut karena mereka sudah tidak mampu lagi untuk mengelola kegiatan tersebut. Berdasarkan fakta tersebut, perlu diusahakan untuk menumbuhkan kembali keberadaan kegiatan Askesos tersebut yang dilakukan rnelalui pendekatan partisipasi komunitas dan atas dasar kepentingan komunitas itu sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Selain itu yang terpenting adalah bahwa tim pengelola diambil dari warga masyarakat itu sendii, bukan dari luar wilayah Kelurahan Jamika seperti yang dilakukan pada periode sebelumnya. Adapun tujuan dan manfaat Askesos adalah : 1. Tujuan Askesos, yaitu :
a. Memberikan perlindungan sosial kepada pekerja mandiri di sektor informal dari kemungkinan resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat
pencari n&ah dalam keluarga menderita sakit, mengalami kecelakaan atau meninggal dunia. b. Memperkuat ketahanan keluarga rentan terhadap resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial melalui pemeliharaan pendapatan (income maintenance). c. Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat dalam menyediakan perlindungan sosial berbasis masyarakat. 2. Manfaat Askesos, adalah :
a. Sebagai pengganti pendapatan keluarga selama peserta mengalami resiko atau musibah akibat sakit, kecelakaan, dan meninggal dunia. b. Dirnilikinya tabungan peserta Askesos sesuai dengan premi yang dibayarkan
setiap bulan. c. Meningkatkan
partisipasi
masyarakat
untuk
menumbuhkan nilai-nilai sosial di masyarakat.
mengembangkan
dan
Mengenai penyelenggaran dan sumber dana Program Askesos dilaksanakan oleh suatu lembaga yang diatur secara terstruktur dan berjenjang, sebagai berikut : a. Ditingkat pusat adalah Departemen Sosial Cq. Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial yang merupakan penanggung jawab program. b. Pemerintah Provinsi yang dilaksanakan oleh DinaslInstansi Sosial Provinsi. Sebagai penanggung jawab program tingkat provinsi, mereka dianjurkan memberikan
bimbingan
terhadap
instansi
sosial
KabupateniKota,
Desa/Kelurahan dan berkoordinasi dengan Pemerintaha KabupatenKota. c. Pemerintah KabupatenKota yang dilaksanakan oleh DinasIInstansi Sosial KabupateniKota.
Sebagai
penanggung
jawab
program
tingkat
Kabupateaota, mereka dianjurkan berkoordinasi dengan Pemerintah KabupateniKota setempat. d. Pemerintah Kecamatan dan DesaKelurahan yang dilaksanakan oleh petugas yang membidangi masalah sosial merupakan penanggnung jawab kegiatan di lapangan yang bertugas memberikan bimbingan langsung dan pemantauan serta pendampingan terhadap pelaksanaan kegiatan Askesos. e. Lembaga Pelaksana Askesos, yaitu Organisasi Sosial atau Yayasan yang telah ditetapkan oleh Menteri Sosial RI berdasarkan usulan dari daerah. Sumber dana dalam pelaksanaan kegiatan Askesos yaitu melalui penarikan premi dari nasabah sebesar Rp. 5.000,- per bulan. Selain itu, Pemerintah Pusat (Departemen Sosial RI) memberikan cadangan dana klairn sebesar
Rp.
25.000.000 untuk per tiga tahun (maw tanggungan) yang dititipkan pada Tim
Pengelola (organisasi sosial yang ditunjuk). Dana premi yang terkurnpul diserahkan kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam bentuk tabungan para nasabah. Cadangan dana klaim dapat dmanfaatkan sebagai dana pinjaman untuk dijadikan modal tambahan bagi para nasabah dengan sistem pengembalian secara angsuran. Namun cadangan dana tersebut tidak semuanya dapat dipinjamkan, karena hams ada dana yang tersimpan sebagai dana Maim apabila ada yang mengajukan klaim. Besar dan cara pengembalian dana klaim diserahkan pada kesepakatan antara pengelola dengan nasabah, sehingga hasil yang diperoleh merupakan tanggung jawab bersama
Pelaksanaan Program Asuransi Kesejahteraan Sosial, secara garis besar dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a. Persiapan.
1) Sosialisasi, yaitu pendekatan awal yang dilaksamkan dalam rangka memperkenalkan dan menginfomasikan program rintisan ujicoba Askesos.
Sosialisasi ini
dilakukan melalui pertemuan,
diskusi,
penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui media cetak dan elektronik. 2) Identifikasi dan Seleksi, dimana kegiatan ini dilaksanakan untuk menginventarisir dan menyeleksi lokasi ujicoba, lembaga pengelola, calon sasaran pelayanan, serta sumber lain yang dapat dijadikan pendukung. Kegiatan ini dilakukan oleh Yayasan Setia Budi Utama (YASBU) sebagai mitra Depsos untuk mengeIo1a Program Askesos. b. Pelaksanaan 1) Temu Konsultasi dan Pembuatan Kesepakatan Kerja, yang memuat
terinfomasikan dan dipahaminya konsep dan mekanisme pelaksanaan kegiatan Askesos. Di samping itu disepakatinya penyelenggaraan Askesos oleh
para
pelaksana
orsos/yayasan/lemabag
di sosial
tingkat
provinsi/kabupaten/kota
serta
terlaksananya
dan
koordinasi
penyelenggaraan Askesos dengan instansi terkait. 2) Pemantapan Petugas untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
para
petugas
pelaksana
kegiatan
Askesos
serta
meningkatkan kemampuan teknis dan manajemen pelasanaan Askesos.
3) Pembekalan Manajemen bagi Orsos Pelaksana, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan teknis serta manajemen operasional Askesos. Selain itu juga agar tersedianya tenaga terampil yang memahami proses penyelenggaraan Askesos di lapangan. 4) Bimbingan Motivasi, yaitu untuk membangkitkan kesadaran, kemauan
dan kesediaan calon peserta Askesos untuk menjadi peserta Askesos. 5) Pemberian Dana Klaim, yaitu untuk menyiapkan d m menjamin dana kalim untuk peserta Askesos yang mengalami resiko alamiah seperti sakit,
kecelakaan dan meninggal dunia serta tertanggungnya kompensasi pendapatan bagi peserta Askesos yang mengalami kehilangan pendapatan.
6) Pengelolaan Dana Askesos, yaitu bagaimana sistem penarikan premi dan pembayaran dana klaim. 7) Kemitraan, yaitu untuk menurnbuhkan motivasi dan menjalin komunikasi lintas pelaku Askesos, membangun kolaborasi pada tingkat perencanaan dan evaluasi dengan melibatkan peserta Askesos, mengembangkan kesadaran berbagai pihak mengenai kepentingan Askesos. Di samping program Askesos, peneliti juga mengevaluasi program yang didasarkan pada inisiasi konlunitas dan diberi nama "Program Pelayanan Lanjut Usia Tunas Harapan". Masyarakat Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung, khususnya warga RW 11 berinisiatif untuk mencoba memberikan pelayanan bagi para lanjut usia yang berada di lingkungan sekitar. Sebenarnya program atau kegiatan ini telah diprakarsai sejak lama, yaitu pada tahun 1993 dimana saat itu RW 11 belum ada, dan dulu termas.uk dalam RW
5. Dengan berjalannya waktu dan seiring dengan perkembangan wilayah, maka terjadi pemekaran yang akhirnya RW 5 tersebut terpecah, sehingga keberadaan kegiatan pelayanan bagi lanjut usia tersebut berujung pada RW 11. Program ini dilaksanakan di RW 11 Kelurahan Jamika yang merupakan salah satu inovasi dari warga yang diharapkan akan berkembang di tataran yang Iebih atas, sehingga masyarakat mendapat pengalaman yang lebih baik dan banyak dalam komunikasi antar Warga. Latar Belakang Program Pelayanan bagi Lanjut Usia berawal dari sekelompok ibu-ibu yang rutin melaksanakan pengajian semingu dua kali. Dari hasil perbincangan yang bersifat informal berkembang menjadi suatu keinginan untuk mengembangkan lebih jauh kegiatan yang selama ini telah dilakukan. Pilihan jatuh pada kegiatan pelayanan bagi lanjut usia. Berdirinya kegiatan ini sebagai langkah pemecahan masalah yang diiadapi warga selama ini, dimana para lanjut usia kurang mendapat perhatian terutama dari segi emosional dan kesehatan. Penyelenggara dan Sumber dana kegiatan pelayanan bagi para lanjut usia dilaksanakan oleh suatu lembaga lokal yang diatur secara tradisional.
Pelaksanaannya dilakukan oleh ibu-ibu pengajian yang juga merupakan aktivis diberbagai bidang yang ada baik dii tingkat RW maupun kelurahan. Secara organisasi, struktur yang dirancang adalah sebagai berikut : a. Lurah sebagai pembina sekaligus bertanggung jawab terhadap warganya.
b. Ketua Rukun Warga (RW) yang bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut, yang didampingi oleh ketua Posyandu tingkat RW. c. Aparat Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) selaku petugas yang membantu menangani para lanjut usia untuk melakukan pengecekan kesehatan. Sumber dana dalam pelaksanaan kegiatan diambil melalui iuran anggota serta pengumpulan dana secara spontan (kencleng) pada saat pertemuan rutin (pengajian). Besarnya iuran adalah Rp. 2.000,- per bulan. Dan besar iuran yang dilakukan secara spontan tidak ditentukan jurnlahnya. Selain itu, sumber dana juga diperoleh dari hasil usaha yang dilakukan oleh ibu-ibu, seperti penjualan pakaian jadi atau makanan. Program Pelayanan Bagi Lanjut Usia mulai dilaksanakan pada tahun 1993 dengan memberikan layanan berupa pengecekan kesehatan yang bekerja sama dengan Puskesmas. Selain itu yang rutin dilakukan adalah pengajian serta arisan. Sebagai tindak lanjut agar para lanjut usia tetap sehat dan bugar, maka dilakukan Senam Tera dengan mengundang instruktur yang secara kebetulan juga adalah anggota warga masyarakat setempat. Jumlah anggota dalam kelompok tersebut adalah 60 orang. Yang menarik disini adalah bahwa di Kelurahan Jamika hanya satu-satunya perkumpulan yang bergerak di bidang pelayanan ini, sehingga banyak warga di luar RW 1 1 yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Pertemuan pengajian dilaksanakan dua kali dalam seminggu, kegiatan arisan satu kali dalam sebulan dan pengecekan kesehatan juga dilaksanakan sekali dalam sebulan. Sedangkan Senam Tera dilakukan setiap Hari Kamis. 5.2
Aspek Pengembangan Ekonomi Lokal
Keterkaitan Program Askesos dengan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat, yaitu adanya suatu upaya penguatan kapasitas warga untuk dapat mengembangkan
kegiatan ekonomi produktihya secara optimal, namun dibarengi oleh adanya bentuk perlindungan sosial yang memang seharusnya menjadi tumpuan pemerintah. Perintisan model pemberdayaan melalui Program Askesos dalam konteks otonomi daerah ini, pada dasarnya dapat dikatakan bertujuan ganda, yaitu: pertama, melepaskan diri dari jebakan alur penghisapan sumberdaya warga ke luar kontrolnya; dan kedua, sekaligus mencari jalan untuk mengelola proses produksi dan konsumsi lokal yang &pat memenuhi syarat-syarat sosial dan ekologis yang tepat. Pada tingkatan awal Askesos ini lebih mempakan penguatan kapasitas kolektif yang belum bergerak kearah aksi. Keterkaitan Program Askesos dengan Potensi Ekonomi Lokal dilakukan melalui penguatan akses dan kontrol rakyat. Upaya pemberdayaan dalam pengelolaan yang bersifat partisipatif yang diformat dalam bentuk Asuransi Kesejahteraan Sosial ini, pada prakteknya mencoba untuk bersama-sama menghormati syarat-syarat sosial dan ekologis, yang mereka kembangkan menjadi agenda bersama dari warga lokal. Di dalamnya secara tidak langsung telah mempertimbangkan suatu strategi besar untuk melawan sistem kapitalisme global dengan melakukan analisis terhadap sistem-sistem tersebut bekerja. Melalui pemaharnan bagaimana kapitalisme yang serakah tersebut bekerja, para warga lokal kemudian mencoba mensiasati dalam konteks lokalnya penguatan ekonomi mereka, ekonomi kerakyatan. Proses belajar dalam Program Askesos ini menitikberatkan pada upaya pembelaan hak-hak ekonomi, sosial dan hak asasi masyarakat sebagai suatu kesatuan. Melalui penguatan kegiatan ekonomi, diharapkan warga akan dapat menjadi lebih mandiri. Pemenuhan syarat keselamatan ekonomi dan kesejahteraan warga di sini mempakan cara bagi rakyat, khususnya pada tingkat Kelurahan Jamika untuk ikut menentukan arah dan besaran perubahan yang menyangkut dirinya secara teratur dan terorganisir. Dalam Program Askesos dikembangkan analisis sosial-ekonomi bersama mengenai mengapa UKM, pekerja mandiri d a . pekerja sektor informal sering terpuruk? Rendahnya produktivitas UKM, b u d dan pekerja-pekerja sektor informal mempakan &bat dari penekanan sistematis atas nilai tukar produk indusbi, serentak dengan penyedotan tabungan warga lewat pengurangan atau penghapusan subsidi input produksi termasuk penyediaan
pengairan dan angkutan warga, politik pengembangan wilayah dan sarananya yang diskriminatif terhadap bentuk-bentuk tradisional hak dan kuasa warga atas tanah dan wilayah serta terhadap kemampuan lokal untuk menghasilkan bahan baku atau jadi sebagai h a i l produksi. Selama politik produktivitas perindustrian tidak membela atas keberpihakan pada para pedagang kecil maupun para buruh tentang nilai keja dan nilai produk, dan selama masing-masing daerah tidak menerapkan syarat-syarat perlindungan pada warga masyarakat dari pembelian atau pengambil-alihan untuk berbagai fungsi-fungsi seperti pariwisata, warga masyarakat tanpa keahlian atau perlindungan sosial yang dinamis akan tetap miskin, dan proses pemusatan hak milik dan kuasa atas produktivitas warga di lokasi akan terus merambat luas. Produktivitas warga masyarakat dalam Askesos dipelajari dan difokuskan menjadi bahan diskusi utama. Upaya melakukan analisis bersama dalam Askesos dijalankan dengan membaca dan menakar persoalan individual yang diletakkan ke dalam bigkai persoalan lokal (kelurahan atau antar kelurahan). Demikian jug% pilihan tindakan sistematis meningkatkan produktivitas warga hanya masuk akal apabila tindakan tersebut berguna bagi warga masyarakat khususnya UKM dan pekerja mandii serta pekerja sektor informal untuk memenuhi syarat keselamatan dan kesejahteraannya. Dalam neraca kelurahan, naiknya produksi h a i l industri,
begitu pula tersedianya barang-barang indikator kesejahteraan yang biasa digunakan (listrik, jalan raya, televisi, dan sebagainya) selalu diioreksi dengan makin hilangnya
penggusuran baru atau perampasan hak, pengurangan
kemiskinan kronis, pemenuhan kondisi keselamatan, kesehatan atau pendidikan yang dibutuhkannya, atau naiknya pengeluaran tunai untuk mencukupi syarat kesehatan maupun pelayanan sosial sehari-hari. Analisis tersebut diatas merupakan bagian terbesar dalam sistem pengelolaan Askesos yang dikaitkan dengan aspek-aspek teknis pengembangan ekonomis produktif. Secara praktis dampak yang diiunculkan adalah terbangunnya
kesadaran
kolektif
kelompok
ekonomi
marginal
untuk
berorganisasi. Kegiatannya diiulai dengan kegiatan sirnpan pinjam, diskusi teknis pengembangan usaha sampai dengan diskusi untuk mencari perubahan kebijakan pemerintah terhadap UKM, pekeja mandiri clan pekeja sektor
informal. Mereka kemudian juga mulai mempertanyakan persoalan alokasi dana pembangunan yang seharusnya dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi warga. Mereka mulai terlibat dalam kegiatan diskusi dan perencanaan pembangunan wilayah yang diselenggarakan oleh pemerintah kota. Keterkaitan Ekonomi Lokal dalam Program Askesos dengan Pasar yang lebih luas secara lebih konkret dapat dijelaskan bahwa beberapa akses pasar bagi kelompok warga yang memproduksikan produk yang selama ini hanya menunggu pembeli datang atau juga bagi warga yang mengambil barang pada tempat lain, telah diintroduksikan sebagai hasil dari pelaksanaan Askesos. Beberapa potensi pasar baru mulai dibuka, termasuk potensi pasar dari Pemda sendiri, karena lingkungan di Kelurahan Jamika adalah daerah pertokoan dan pasar. Sebagai contoh, pada awal tahun 2000 fasilitator menginisiasi mencoba mernbuka jaringan dengan dunia usaha agar produk yang dimiliki oleh warga dapat diakses dan dikembangkan menjadi produk yang lebii luas dan berkualitas. Cara ini merupakan salah satu strategi untuk membangun ketahanan pedagang kecil agar tetap survive dalam menghadapi krisis yang tidak ada hentinya. Secara langsung Program Askesos merupakan wadah tukar pendapat dan strategi diantara para nasabahnya untuk memajukan usaha mereka. Selain itu juga sebagai ajang dalam memberikan informasi apabila ada peluang untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki, semisal jaringan pemasaran hasil produksi mereka. Hal ini tentu merupakan keberhasilan membuka akses pasar yang patut dicatat di tengah krisis yang sedang terjadi saat ini. Dalam penerapannya, Program Askesos telah melaksanakan asas-asas pengembangan ekonomi lokal, karena pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan kegiatannya melalui pendekatan pemberdayaan dan partisipatif yang merupakan syarat menuju pengembangan yang berkelanjutan. Adapun isu yang diperbincangkan dalam Askesos tersebut antara lain (1) Meningkatnya nilai premi namun tidak diimbangi dengan dana klaim yang diterima; (2) Apabila ada rapat biasanya ada perwakilan kelompok yang diundang dan selalu diberikan transport, namun dengan adanya penggantian pengurus pada yay-
kebiasaan tersebut hilang.
Usulan yang muncul dari wargalnasabah antara lain: (1) Menambah alokasi dana Maim, (2) Mengembalikan kebiasaan semula untuk mengadakaa pertemuan rutin sebagai ajang tukar pendapat dan pengalaman; (3) Mempertahankan dan meningkatkan kapasitas yang ada baik pada lembaga pengelola maupun para nasabah. Sampai saat ini belum tenvujud usulan yang diajukan untuk dapat disepakati bersama. Lain halnya dengan program pelayanan lanjut usia Tunas Harapan, setiap anggota diwajibkan untuk mengiur setiap bulan, hasil iuran dikumpulkan dan sebagian akan mas& ke Kas Kelompok Tunas Harapan, sebagian digunakan untuk kepentingan operasional kelompok. Dana yang terkumpul, dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak ada dalam perjanjian dan sebagai dana cadangan bagi kelompok. Menurut informasi, sebagian dana tersebut diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan para anggota serta bagi warga yang sangat membutuhkan, seperti terjadinya sakit atau meninggal. Jadi walaupun sedikit dan tidak langsung berdampak pada pengembangan ekonomi lokal, namun ada upaya ke arah peningkatan pemenuhan m a aman secara ekonomis, terutama bagi warga yang mengalami kesulitan, karena program ini akan mcmberikan santunan bagi kelompok yang sangat membutuhkan sesuai dengan kesepakatan yang telah dirancang bersama. Andaikata program ini dikembangkan lebih lanjut kepada Program Swadaya Berasuransi, pemupukan dana akan lebih besar lagi, dan pada skala makro dapat dikembangkan sebagai modal usaha bagi kegiatan UKM. Namun sayangnya pihak kelompok Tunas Harapan tidak bersedia mengelola sistem asuransi ini, karena keterbatasan sumber daya manusia. Dari hasil pemetaan sosial yang dilaksanakan pada Praktek Lapangan I, dapat dikatakan bahwa penduduk (KK) miskin di Kelurahan Jamika cukup besar, yaitu 1450 KK dari seluruh jumlah penduduk 25.461 jiwa (Jamika, November 2005). Kelurahan Jamika merupakan kelurahan yang tingkat kemiskinannya sangat tinggi dibandingkan dengan kelurahan lain yang a& di Jawa Barat.
Ironisnya, berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan bahwa tingkat kepedulian warga masyarakat Kelurahan Jamika terhadap berbagai bentuk aksi sosial sangat tinggi dibandingkan dengan kelurahan lainnya yang tingkat ekonominya lebih mapan. Ini menunjukkan bahwa warga Kelurahan Jamika dapat dikatakan tetap
memiliki potensi ekonomi lokal meskipun secara ekonomi sangat lemah. Jika dikaitkan dengan program-program pemberdayaan masyarakat yang tujuannya
untuk peningkatan kondisi ekonomi warga, maka diharapkan potensi ekonomi lokal Kelurahan Jamika akan meningkat dan mendorong warganya untuk mengikuti Program Swadaya Berasuransi, sehingga ada jaminan pemeliharaan penghasilan tambahan, yang pada akhimya bermuara pada munculnya rasa aman karena ada jaminan yang melindungi warganya dari ancaman kehilangan penghasilan diiarenakan kematian. Pemasaran hasil-hasil produksi kegiatan ekonomi kelompok dimaksud masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan anggota atau sedikit lebih Iuas untuk masyarakat sekitar. Belum ada rencana pemasaran ke luar dari jangkauan pelayanan mereka. Hal ini disebabkan modal yang terbatas, rendahnya kemampuan untuk
mengelola usaha secara besar-besaran, minimnya sumberdaya manusia yang merupakan pokok suatu kegiatan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah belum adanya akses kepada Lembaga Keuangan Mikro.
5.3 Aspek Pengembangan Modal dan Gerakan Sosiai Pemberdayaan
masyarakat
tidak
hanya
berupaya
menumbuhkan
kemampuan ekonomi mereka belaka, tetapi hams juga menyentuh harkat, martabat, kepercayaan dan harga diri mereka. Secara urnum pengertian pemberdayaan warga adalah memberikan power dan authority serta legitimasi
dari yang selama ini dimonopoli oleh pemerintah pada warganya sendiri. Selama ini warga masyarakat hanya dianggap sebagai bene3ciary, atau penerima hasil buah pemikiran para ahli dan birokrasi pemerintahan yang mengarahkan inisiatif pembangunan. Partisipasi yang secara spesifik dikembangkan dalam Program Askesos adalah proses-proses pemberdayaan warga untuk mewujudkan kembali
hak-hak mereka agar terlibat secara aktif dalam proses-proses pengambilan keputusan publik terutama di tingkat lokal (Keluarahan dan di tingkat RTJRW) terutama proses-proses keputusan yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan mereka di masa mendatang. Proses tersebut secara bertahap makin menuju pada pembentukan kelembagaan yang dapat dikontrol oleh warga sendiri dan makin menjamin agar upaya pelembagaan dan pengorganisasian kelompok-kelompok marginal/miskin dapat bejalan secara demokratis dan bertanggungjawab. Apabila kita menggunakan pendekatan "tangga membangun warga" yang dikembangkan oleh Putnam di Italia untuk melihat modal sosial, maka apa yang telah dijalankan di Kelurahan Jamika ini memenuhi gambaran menuju pada pemulihan modal sosial warga Kelurahan Jamika. h t n a m menyatakan bahwa pembentukan modal sosial dapat dilihat dari 4 langkah krusial dalam tangga kohesifitas sosial. Langkah pertama dari tangga tersebut, adalah interaksi-interaksi individual. Bentuk-bentuk interaksi ini merupakan basis yang kuat untuk membangun hubungan antar individu yang tidak selalu hams merupakan bagian untuk membagun tindakan bersama, tetapi misalnya merupakan sarana untuk berbagi pengalaman, pemecahan masalah maupun berbagi kesempatan. Program Askesos sangat kental menunjukkan adanya interaksi antar personal bahkan antar kelompok yang berupaya menemukan jalan keluar bagi permasalahan yang sedang mereka hadapi. Dari interaksi dan program yang mereka jalankan kemudian terbangun program dan tindakan kolektif warga yang semakin hari semakin kokoh. Tangga kedua, adalah interaksi sosial antara kelompok dan individuindividu. Interaksi pada tahapan ini mungkin membangun modal sosial atau bahkan menghancurkannya, itu semua sangat tergantung pada bentuk interaksi yang dikembangkan. Hal ini dalam Program Askesos sangat tercermin dari proses negosiasi antar kelompok di dalam masyarakat bahkan sangat jelas antara kelompok Askesos deng'an pemerintah daerah dan pemerintah kelurahan. Bagaimana anggota Askesos mempejuangkan dengan gigih agar tidak dibubarkan keberadaannya hanya karena perubahan pengurus pada Yayasan yang mengelola perekrutan dana nasabah. Mereka juga melakukan negosiasi untuk
mendapatkan dukungan pemerintah daerah provinsi serta kebijakan tingkat pusat agar dapat tetap berlangsung kegiatan Askesos. Tangga ketiga dari tangga tersebut, adalah interaksi sosial diantara kelembagaan dan kelompok warga, publik dan swasta, formal dan informal. Pada tingkatan ini warga secara bersama-sama membentuk infrastruktur masyarakat sipil. Pada titik ini, kekuatan modal sosial dalam membentuk organisasiorganisasi warga dan kemampuan mereka untuk menggunakan modal sosial m u m tergantung pada inisiatif dan keterlibatan warga yang secara aktif berhasil memecahkan masalah sosial mereka. Pada saat sekarang Askesos nampaknya sedang menuju dan mengarah pada proses seperti ini. Tangga keempat, budaya masyarakat sipil, mengacu pada nilai-nilai dan norma-norma serta interaksi dengan berbagai kepentingan yang ada yang kemudian menciptakan visi umum dari masyarakat tersebut. Konsep modal sosial memberi sumbangan dalam perdebatan antara peran publik dan peran sektor swasta dalam membentuk masyarakat sipil. Meskipun dalam konteks yang sederhana dan lokal, Askesos telah mencoba untuk dapat merumuskan visi, misi dan nilai-nilai perjuangan yang diintemalisasi dan dijunjung tinggi oleh para anggotanya. Hal ini semakin membawa pada proses gerakan pembaruan dan inovasi yang lebih luas, dimana Lurah Kelurahan Jamika kemudian mengkampanyekan Program Askesos dalam setiap pertemuan baik di tingkat kecamatan maupun kota. Telah terbangun juga jaringan kerjasama dan pertukaran pengalaman antar wilayah yang mempunyai program Askesos. Saat kini, makna pemberdayaan dan partisipasi telah semakin luas. Kaum miskin sekarang dipandang sebagai salah satu stahzholder pembangunan, dengan demikian mereka berhak untuk ikut menentukan arah dan inisiatif pembangunan yang menentukan nasib mereka. Terutama kebijakan yang mengatur pola relasi kuasa untuk mengubah kondisi ketidaksetaraan terhadap akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya publik. Partisipasi sebagai bagian dari pemberdayaan warga telah menembus arena governance dan menjadi penyaluran untuk menuntut akuntabilitas dan sikap tanggap pemerintah. Upaya untuk membuka kemudian memperbesar akses dan kontrol masyarakat, melalui pranata mereka send'i terhadap swnberdaya produktif yang
ada di sekitarnya, mensyaratkan adanya suatu modal sosial yang terinstitusi dengan baik dan sistematis. Tidak dapat tidak, modal sosial yang d i l i k i oleh masyarakat setempat harm dianyam kembali, setelah puluhan tahun mengalami erosi dan kemandulan yang serius akibat kombiiasi sistem politik-ekonomi d m budaya yang memarginalkan posisi warga di sana. Salah satu modal sosial yang
harus dikuatkan kembali adalah mekanisme-mekanisme lokal yang berkaitan untuk membangun solidaritas dan kohesifitas sosial warga. Hal lain yang perlu dilatih lagi adalah kemampuan warga untuk mengelola konflik yang terjadi diantara mereka sendiri secara sehat. Keduanya adalah bentuk-bentuk modal sosial yang perlu dibangun, dengan memberikan isi pada kegiatan kongkret di lapangan yang berguna langsung bagi kebutuhan sehari-hari mereka. Meskipun dalam berinteraksi terjadi saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lainnya, namun kesempatan untuk berinteraksi dengan semua orang ternyata amat terbatas. Sbvktur sosial membatasi kesempatan berinteraksi sehingga individu hanya berinteraksi dengan individu dari kelas sosial yang sama, misalnya di Kelurahan Jamika, kelompok miskin (seperti tukang becak, PKL) hanya bergaul dengan orang miskin juga. Dengan perkataan lain, sikap dii umumnya terbentuk lewat pergaulan dengan orang-orang yang "sama" dengan dirinya. Sikap diri juga dipengaruhi oleh sikap dan aksi (respon) orang lain terhadap seseorang. Proses tersebut disebut sebagai "pengaruh sosial" atau social influence. Perubahan sosial dapat ditempuh melalui kegiatan aksi sosial (gerakan sosial). Menurut Baldridge (1986) dalam Nasdian (2005) ada dua pendekatan dalam membangun gerakan sosial yaitu : (1) Berangkat dari gejala ketertindasan sosial, atau (2) Berangkat dari gejala pengharapan yang meningkat. Gejala ketertindasan sosial dapat mengambil wujud berupa diskriminasi kerja, keterbatasan dalam pendidikan, perumahan, harta benda, kesehatan dan harapan hidup, serta ketidakberdayaan politik. Sedangkan gejala pengharapan meningkat berdasarkan pada asumsi bahwa pengharapan yang meningkat akan mendorong terjadinya gerakan sosial. Menurut argumen ini kelompok sosial pada lapis terbawah jarang berpikir tentang revolusi karena mereka terlalu sibuk untuk "bertahan hidup". Hanya ketika kondisi
membaik, kebutuhan harian terpenuhi, dan harapanlaspirasi masyarakat meningkat, gerakan sosial akan muncui. Uraian di atas akan lebih jelas jika melihat ilustrasi gambar di bawah ini :
Gambar 7 Dua Titik Tolak Geraltan Sosial :Ketertindasan dan Pengharapan
Baik
4
potensi revolusi
Buruk
potensi revolusi Dulu
WAKTU
Kini
Sumber : J.C. Davies daiam J.V. Baldridge (1986) dalam Fredian Tonny & Bambang S. Utomo (2003)
Menurut analisis ini, kesenjangan antara harapan dan kenyataanlah yang menjadi faktor pokok pendorong kegiatan revolusioner, bukan penindasan atau ketertindasan itu sendiri. Kesimpulannya, Program Pengembangan Masyarakat yang dilaksanakan melalui Askesos berdasarkan analisis diatas merupakan gerakan sosial yang dapat dikategorikan berangkat dari gejala pengharapan yang meningkat. Implikasi Program Askesos akan menumbuhkan modal sosial yang tadinya mulai melemah sehingga mendorong munculnya harapan yang lebih tinggi pada kelompok akar
rurnput berupa gerakan sosial dalam rangka mengarah pada proses perubahan sosial di komunitas Kelurahan Jamika. Program Pelayanan bagi Lanjut Usia secara tidak langsung telah membentuk kelembagaan pada komunitas di aras lokal. Pada mulanya pelembagaan informal terbentuk karena adanya keinginan dari warga dalam memilii wadah untuk menampung aspirasi mereka, meskipun sifatnya sangat sederhana sekali. Dari kesederhanaan struktur organisasi yang mereka miliki, seiring berjalannya waktu lahirlah suatu perkumpulan yang diberi nama "Tunas Harapan". Fungsi perkumpulan ini pada intinya tetap sebagai wadah pengajian, namun kegiatan sampingan yang mereka lakukan sangat mulia, yaitu memberikan pelayanan khusus bagi para lanjut usia.
Keberdaan perkumpulan ini sangat
didukung oleh pihak keluahan, karena kegiatan d i a k s u d merupakan kegiatan satu-satunya di kelurahan tersebut. Pengorganisasian yang sifatnya tradisional tersebut hanya memiliki struktur sebagai berikut : a. Ketua
: Ibu Devrd
b. Sekretaris
: IbuNenden
c. Bendahara
: Ibu Ika
Di luar dugaan peneliti, ternyata mereka yang menduduki jabatan tersebut juga merupakan nasabah Program Askesos, sehingga peneliti punya harapan bahwa kegiatan yang mereka lakukan dapat dikolaborasi dengan Program Askesos. Banyak istilah mengenai organisasi lokal seperti asosiasi, paguyuban, kelompok akar nunput, dan lain-lain istilah yang menunjuk pada pengelolaan oleh masyarakat setempat; segala bentuk kelompok masyarakat yang diorganisasikan melalui mekanisme dari bawah. Asosiasi dalam atmosfu sosial (Social sphere) termasuk organisasi pemerintah, organisasi amal, kelompok seperguruan dan gerakan sosial. Organisasi yang dimaksud memiliki komitmen terhadap pelayanan publik atau pribadi atau terhadap penyakit-penyakit ekonomi, sosial, dan perubahanperubahan kebudayaan. Lingkup aktivitasnya lebih luas daripada organisasiorganisasi ekonomi, karena fimgsinya tidak saja mendorong dan melindungi
kepentingan-kepentingan anggotanya, tetapi seringkali mencari jalan untuk memberikan pelayanan kepada publik. Organisasi-organisasi itu temtama didorong oleh motivasi kemanusiaan daripada tujuan-tujuan pribadi. Mereka melayani masyarakat atas dasar solidaritas. Di Kelurahan Jamika sumber-sumber modal sosial telah ada sebagai bagian ciri masyarakat yang memiliki homogenitas tertentu, hanya saja untuk memunculkan kembali karakter modal sosial di Kelurahan jamika, khususnya RW 11 perlu stimulus dan dapat menggerakkan sumber modal sosial tersebut. Sumber dari modal sosial itu sendiri adalah : (a) Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, (b) Ikatan solidaritas, (c) Adanya p e d a r a n timbal balik yang saling menguntungkan, dan (d) Saling pengertian yang terus-menerus untuk melaksanakan kewajiban masing-masing. Jadi modal sosial adalah kemampuan untuk mempertahankan keunggulan suatu unit sosial yang diperoleh melalui keanggotaan dalam struktur jaringan dan struktur sosial lainnya, yang &pat diurai menjadi : (1) Relasi sosial itu sendiri yang memungkinkan individu memiliki akses terhadap sumber daya yang dirniliki suatu kelompok, dan (2) Jurnlah dan kualitas sumber daya itu. Dalam pelaksanaan Program Pelayanan bagi lansia, adanya frust yang merupakan unsur terpenting dalam pengembangan modal sosial telah menjadikan program yang sernula digagas pada tingkat lokal telah merambah menjadi program berskala makro (beberapa RW). Dalam pandangan psikologi sosial, perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh sistem di lingkungan sekitamya. Lebii lanjut dijelaskan lagi, bahwa lingkungan yang paling berpengaruh terhadap tingkah laku manusia adalah lingkungan mikro dimana individu tersebut menetap. Sedangkan yang termasuk ke dalam karakteristik lingkungan mikro individu adalah : keluarga, tetangga, kerabat, sekolah, tempat bekerja, lingkungan sekitar seperti pasar, terminal, rumah sakit, sistem pemerintahan, dan lain sebagainya. Adanya transaksi yang kuat terus-menerus dengan lingkungan mikro tersebut bisa berpengaruh positif dan negatif pada perilaku individu. Perilaku positif akibat proses transaksi dengan lingkungan mikro dapat menguatkan modal sosial dan menjadi perekat dalam interaksi pada lmgkungan berskala makrolexo
seperti hukum, budaya, dan kebijakan negara. Penyelenggaraan kebijakan yang terlalu menekan dapat mengakibatkan suatu komunitas memilii peningkatan solidaritas, perasaan senasib sepenanggungan dan &pat mengarahkan pada gerakan sosial dalam rangka mengupayakan suatu perubahan sosial akibat tekanan yang tidak mengenakkan dari sistem makro tadi. Bertitik tolak dari perspektif psikologi sosial yang diuaikan diatas, Program Pelayanan bagi Lanjut Usia merupakan aktivitas kolektif dari masyarakat yang tanpa disadari telah melakukan suatu gerakan sosial berupa kesadaran untuk memiliki jaminan atas peristiwa atau musibah yang bisa menirnpa setiap saat. 5.4
Aspek Kebijakan dan Perencanaan Sosial
Pengembangan kebijakan, termasuk dalam program masyarakat sangat dipengaruhi oleh arah dan tujuan pengelolaan negara secara keseluruhan. Dengan demikian, ada beberapa faktor yang penting dicermati dalam hal ini. Persoalan pergeseran peran pemerintah dari sebagai pengatur menjadi fasilitator pada masa mendatang
diperkirakan
akan
berpengaruh
besar
terhadap
kebijakan
pengembangan masyarakat. Oleh karena pergeseran tersebut akan berpengaruh terhadap kebijakan keuangan, kebijakan hukum dan pola pengelolaan negara secara keseluruhan, sehingga berbagai faktor tersebut pada akhirnya diperkirakan
akan mewarnai pengembangan kebijakan Program Asuransi Kesejahteraan Sosial. Oleh karena itu kebijakan pengembangan sektor ini akan semakin mengakomodii tuntutan pentingnya peran serta warga, transparansi dan akuntabilitas. Program Askesos terlahir pada suatu kondisi dimana yang menjadi sasaran pelayanan adalah warga yang belurn tersentuh oleh sistem perfindungan sosial yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah sejak dulu. Bentuk perlindungan sosial yang ada saat ini baru menyentuh segelintir kelompok, seperti Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI dan POLRT serta para pekerja yang terikat secara formal (pekerja-majikan). Dalam prosesnya, penyusunan kebijakan Program Askesos sudah membnka ruang bagi warga untuk turut berpartisipasi dalam perumusan kebijakan program yang diarahkan sesuai dengan kebutuhan warga dan diselaraskan dengan nilainilai lokal.
Pada Program Askesos, penyusunan kebijakan dapat diilustrasikan sebagai berikut : 0
Tahap pertama, melakukan pemetaan sosial di Kelurahan Jamika dan lebih lanjut lagi pendekatan terhadap kelompok basis. Tahap kedua, melakukan pengenalan terhadap karakteristik kelompok dan identifikasi masalah, selama kurang lebii 4 minggu. Tahap ketiga, melakukan penguatan kapasitas melalui diskusi kelompok. Tahap keempat adalah pelaksanaan proses kegiatan itu sendiri, yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan wargdnasabah, sehingga pelaksanaannya mendapat dukungan lebih optimal karena materi dan teknik pengelolaan disesuaikan dengan kondisi wargdnasabah. Tahap kelima adalah monitoring dan evaluasi, dilakukan melalui kunjungan lapangan dan hasil catatan proses oleh yayasan pengelola Askesos. Perencanaan adalah pilihan kebijakan dan penyusunan program berdasarkan
fakta-fakta, proyeksi-proyeksi, dan penerapan nilai-nilai. Setiap perencanaan sekurang-kurangnyamencakup tiga unsur pokok, yaitu : a. Adanya Penentuan Tujuan Penentuan tujuan merupakan sesuatu tindakan yang sangat penting dalam perencanaan. Tujuan harus jelas, karena dengan adanya tujuan yang jelas kita
akan tahu kemana akan dituju dan kesanalah semua dana dan daya diarahkan. b. Adanya Kegiatan dalam Perencanaan Perencanaan tidak terhenti pada saat tersusunnya rencana, tetapi harus ada kegiatan untuk melaksanakan rencana atau untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana. c. Adanya Perhitnngan Perhitungan merupakan kata kunci dalam perencanaan yang membedakannya dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan rencana. Perhitungan adalah kesadaran kita untuk mempertimbangkan :
1) Apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang. 2) Apa yang mungkin dicapai pada suatu periode tertentu. 3) Persyaratan apa yang diperlukan dalam mencapai tujuan.
4) Hambatan, rintangan kesulitan apa yang akan dihadapi.
Berdasarkan tiga unsur pokok tersebut, perencanaan dapat dijabarkan sebagai suatu proses yang meliputi lima kegiatan pokok : Pertama, perencanaan dimulai dari adanya kebutuhan-kebutuhan dan
permasalahan-pennasalahan yang didasarkan pada datalfakta dan proyeksiproyeksi. Kedua, penentuan tujuan, sasaran dan target-target yang ingin dicapai.
Ketiga, penetapan kebijakan untuk pengambilan keputusan dan penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan, sasaran dan target dikaitkan dengan sumbersumber yang ada dan pilihan alternatif yang terbaik.
Keempat, penterjemahan perencanaan kedalam program-program dan kegiatan-kegiatan yang konkrit.
Kelima, pengadaan mekanisme kontrol melalui : evaluasi dan monitoring sehingga perencanaan dapat mencapai tujuumya dan sekaligus memberikan umpan-balik bagi perencanaan berihtnya. Perencanaan pada Program Askesos, sebenarnya secara implisit sudah dilaksanakan sesuai dengan proses yang dideskripsikan pada lima kegiatan pokok yang diuraikan diatas, yaitu dapat dilihat pada enam tahapan pelaksanaan Program Askesos, yaitu : (1) Sosialisasi yang dilakukan melalui pemetaan sosial dengan kelompok basis, (2) Pengenalan karakteristik kelompok dan identifikasi masalah,
(3) Pengorganisasian rencana tindak, (4) Penguatan kapasitas, (5) Pelaksanaan kegiatan, dan (6)Monitoring serta evaluasi partisipatif. Walaupun demikian, Program Askesos dikaitkan dengan aspek perencanaan sudah sangat memadai, karena ketiga unsur pokok yang dijabarkan dalam suatu proses yang meliputi lima kegiatan utama sudah dilaksanakan secara partisipatif, walaupun baru pada tingkat lokal dan pada segmen masyarakat akar nunput. Sementara itu ide program layanan bagi lanjut usia muncul disebabkan warga masyarakat, khususnya ibu-ibu merasa perlu untuk membeutuk suatu wadah yang dapat memberikan arti bagi masyarakat sekitar terutama para lanjut usia. Karena antusias warga yang lain untuk membantu, maka semakin berkembanglah perkumpulan tersebut. Kebijakan yang dibuat benar-benar merupakan keinginan warga, sehingga rasa kepemilikanpun sangat kuat. Jadi,
dapat dinyatakan penyusunan kebijakan dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan dan atas prakarsa warga itu sendiri. Warga merasa ada perlindungan terhadap risiko yang pasti akan dialami oleh setiap orang. Sesuai dengan tujuan dari suatu kebijakan, bahwa negara turut bertanggung jawab atas kesejahteraan warganya, program yang datang atas inisiatif warga untuk kepentingan orang banyak ini dapat digolongkan berhasil dan turut mempengaruhi kebijakan publik di tingkat yang lebih tinggi lagi, yaitu tingkat kelurahan. Program pelayanan bagi lanjut usia di Kelurahan Jamika, khususnya RW 11 dikatakan berhasil sampai maju ke tingkat Kelurahan karena ditunjang oleh penyusunan perencanaan yang relatif cukup matang dari para pelaksana program terlepas dari apakah perurnusan perencanaan tersebut dilaksanakan secara partisipatif atau tidak. Penyusunan perencanaan pada program pelayanan bagi lanjut usia mengikuti prosedur tahapan-tahapan perencanaan, yaitu Pertama, perencanaan program ini dimulai karena adanya kebutuhan perlindungan ekonomis dari warga apabila suatu saat mengalami resiko/musibah. Kedua, dilakukan penentuan tujuan dan target-target yang ingin dicapai, seperti terjaminnya kesehatan para lansia yang ada di daerah sekitar khususnya dan warga masyarajat pada umumnya.
Ketiga, disusun penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan serta penentuan cara-cara seperti : Program ini merupakan Program Warga yang diperuntukkan bagi warga itu sendiri. Keempat, mengaplikasikan program ke dalam kegiatankegiatan yang konkrit, seperti : men-adang melaksanakan kegiatan, membentuk tim
warga pada tahap awal,
khusus, menyiapkan prosedur
administratif, dan sebagainya. Kelima, melakukan mekanisme kontrol melalui monitoring dan evaluasi. 5.5
Ikhtisar Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok
masyarakat marjinal yang rentan, terus dilakukan agar kesenjangan sosial dengan kelompok berekonomi mapan dapat diminimkan. Askesos merupakan salah satu bentuk kegiatan sosial yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada
masyarakat rentan dari resiko sakit, kematian dan kecelakaan. Sehingga mereka akan merasa lebih tenang untuk melakukan usaha dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Setelah diadakan evaluasi terhadap Program Askesos yang dilaksanakan di Kelurahan Jamika dan dipandang dari berbagai aspek, seperti aspek ekonomi masyarakat, potensi ekonomi lokal, modal dan gerakan sosial, serta kebijakan dan perencanaan sosial, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Pelaksanaan Program Askesos bermitra dengan Yayasan Setia Budi Utama (YASBU), diiana yayasan tersebut bertindak sebagai pengelola Askesos. b. YASBU mempakan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial. Domisili yayasan tersebut adalah di J1. Margahayu Raya - Bandung Yayasan ini dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat yang meliputi pelatihan dan pendampingan khususnya dalam peningkatan kemampuan perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan sosial masyarakat. c. Untuk program Askesos sendii, YASBU mempunyai prestasi yang baik karena mampu melebarkan sayapnya hmgga ke beberapa kabupatenlkota. Sampai pada tahun 2003, anggota Askesos tercatat sebanyak 174 orang dengan rincian 84 orang laki-laki dan 90 orang perempuan. d. Dalam pelaksanaan program
Askesos ini, meskipun tercatat
sisi
keberhasilannya, namun bukan berati tidak ada hambatan. Seperti dalam perekrutan nasabah, banyak yang mengeluh terlalu banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi, sehiigga membuat mereka merasa enggan untuk ikut program tersebut. Kalaupun mereka ikut, tetapi masih berharap persyaratan lebih diringankan. e. Peserta Askesos berharap adanya dana tambahan pada dana klaim, karena premi yang dipungut telah naik. Selain itu mereka juga berharap bahwa pada saat berakhimya masa pertanggungan ada kelebihan dana yang diberikan di luar tabungan (premi) yang mereka miliki.
f. Program pengembangal masyarakat yang dilaksanakan melalui Program Askesos pada intinya telah mengikuti prinsip-prinsip pengembangan
masyarakat, dan masyarakat sendiri sangat mendukung terhadap program tersebut. Berdasarkan evaluasi yang peneliti lakukan terhadap program pelayanan bagi lanjut usia yang dibangun oleh warga setempat, maka dapat diuraikan sebagai berikut : a. Program yang diprakarsai oleh masyarakat tersebut belum sepenuhnya mengikuti
prinsip-prinsip pengembangan
masyarakat,
seperti
dalam
perencanaan mekanisme kerja hanya segelintir orang saja yang terlibat, tentunya ini tidak mewakili aspirasi yang sesungguhnya yang diinginkan oleh masyrakata luas. Akan tetapi masyarakat sangat mendukung keberadaan kelompok tersebut, karena terasa manfaatnya. b. Inisiasi yang dilakukan oleh warga sangat baik, tentunya ha1 ini perlu dukungan dari pemerintah daerah agar dibentuk lembaga yang permanen dan legal, sehingga memudahkan dalam membentuk jaringan kerja serta dapat mempertahankan modal sosial yang mereka miliki.