47
EVALUASI KEGIATAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT Pada kegiatan Praktek Lapangan II yang telah dilaksanakan di Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Pemerintah Kota Langsa, pengkaji telah mengevaluasi kegiatan proyek pengembangan masyarakat nelayan yang ada di Gampong
Telaga
Tujuh.
Proyek
ini
dilaksanakan
rangka
pengentasan
kemiskinan dengan pengembangan kegiatan kelompok usaha pengolahan Ikan (UPI) dan
kegiatan usaha jual beli hasil tangkapan nelayan tradisional yang
menggunakan perahu, motor tempel dan alat tangkap yang sederhana.
Deskripsi Program Pengembangan Kelompok Usaha Pengolah Ikan (UPI) Pada saat penanggulang krisis ekonomi dengan menitik beratkan pada pembedayaan masyarakat sebagai pendekatan komunitas, merupakan wujud komitmen pemerintah dalam merealisasi kesejahteraan sosial bagi Masyarakat. Pengembangan kemampuan
atau
sebagai
sebuah
menguatkan.
konsep
Perlaksanaan
yang
memberikan
pengembangan
ini
arti juga
memberikan peluang bagi individu atau kelompok untuk melakukan perubahan dengan mengkomunikasikan
berbagai kekurangan atau hambatan yang
dirasakannya. Menurut Rappaport (1984) bahwa: “Praktek yang berbasiskan, pengembangan adalah suatu pertolongan yang mengkomunikasikan kekuatan yang tangguh untuk merubah hal-hal yang terkandung dalam diri atau orang lain yang kita anggap penting serta masyarakat di sekitar kita.” Proses Pengembangan dalam mengadakan perubahan tersebut lebih menekankan pada proses menstimulasi,
mendorong agar individu atau
kelompok tertentu mempunyai kemampuan untuk menentukan pilihan dalam hidupnya melalui dialog. Dalam hubungan ini, Pranarka dan Vidhyandika dalam Prijono dan Pranaka (1996) mengemukakan bahwa: “Proses Pengembangan menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya melalui proses dialog.“ Pengembangan juga berarti menyediakan kesempatan kepada kelayan untuk mengakui nilai-nilai personal dan untuk pencapaian tujuan dirinya sendiri melalui upaya-upaya yang dilakukannya.
48
Pada
pasca
tsunami
26
Desember
Tahun
2004
yang
memporakporandakan di 17 kabupaten dari 21 kabupaten, Aceh dibanjiri oleh sekitar 500 Nongorverment Organization (NGO) Internaional, Nasional dan Regional. Namun kemudian secara perlahan, satu persatu Nongorverment Organization (NGO) tersebut mulai meninggalkan Aceh dengan alasan telah melewati masa tanggap darurat dan habisnya dana operasional. Tahun 2007 tersisa lebih kurang 291 Nongorverment Organization (NGO) yang terus bekerja hingga Tahun 2009, bersamaan dengan berakhirnya masa kerja badan Rehabilitasi
dan
Rekontruksi
(BRR)
di
Aceh
dan
Nias.
Keberadaan
Nongorverment Organizations (NGO) dari berbagai negara dengan beragam kegiatan tersebut, dikordinir Oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias. Salah satu program kegiatan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias adalah pengembangan kegiatan kelompok usaha pengolahan Ikan (UPI) di daerah pesisir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada kegiatan kelompok usaha pengolahan ikan (UPI), Pemerintah Kota Langsa mendapat alokasi kegiatan UPI dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) sebanyak 15 kelompok dengan anggaran sebesar Rp. 375.000.000,- Dalam kegiatan UPI ini, Gampong Telaga Tujuh mendapat alokasi untuk membuat kelompok usaha pengolahan ikan (UPI) sebanyak dua kelompok dengan anggaran Rp. 50.000.000,Dalam mengelola dana Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NADNias dibentuk usaha pelayanan pengembangan (UPP) pengolahan ikan di Kota Langsa, sesuai dengan juklak dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi NADNias, dan SK usaha pelayanan pengembangan (UPP) pengolahan ikan yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Kelautan Pemerintah Kota Langsa. Dinas teknis merupakan perpanjangan tangan dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias dalam pembinaan kelompok tersebut. Usaha pelayanan pengembangan (UPP) pengolahan ikan di Kota Langsa terdiri dari dua UPP berikut ini: 1. Usaha pelayanan pengembangan (UPP) pengolahan ikan Kecamatan Langsa Timur, membina dan mengelola dana sebanyak delapan kelompok usaha pengolah ikan (UPI).
49
2. Usaha pelayanan pengembangan (UPP) pengolahan ikan Kecamatan Langsa Barat membina dan mengelola dana sebanyak tujuh kelompok usaha pengolah ikan (UPI). Pengembangan ekonomi lokal (local economic development) merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah (lokal) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic growth) yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi (economic welfare) dan kualitas hidup (quelity of life) seluruh masyarakat. Pengembangan ekonomi lokal juga memberikan kesempatan kepada pemerintah lokal, swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta masyarakat/komunitas
untuk
bersama-sama
proaktif
berusaha
untuk
memperbaiki dan mengembangkan usahanya, sehingga mampu bersaing dengan pesaing pengembangan
yang
lebih
ekonomi
luas. Hal
lokal
adalah
ini penting upaya
karena fokus dari
peningkatan
daya
saing,
peningkatan pertumbuhan dan redistribusi pertumbuhan tersebut melalui pertumbuhan usaha penciptaan lapangan kerja. Sehubungan dengan hal tersebut pengembangan ekonomi lokal di Gampong Telaga Tujuh dilakukan melalui program Usaha Pengolah Ikan (UPI). Dalam usaha ekonomi produktif untuk nelayan digolongkan miskin, merupakan salah satu upaya dari pihak Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias agar dapat tumbuh kembali perekonomian dimasyarakat pesisir Aceh. Kelompok Usaha Pengolah Ikan (UPI) dapat dikatakan sebagai embrio pengembangan ekonomi lokal, apabila terus dikelola dengan baik dan dibina secara terus menerus oleh pihak terkait, terutama petugas pendamping dari Satker Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias dan usaha pelayanan pengembangan (UPP) pengolahan ikan Kecamatan Langsa Timur yang telah diberi tugas untuk melaksanakannya. Kegiatan ini sangat berkaitan dengan usaha ekonomi produktif, berkembangnya kelompok usaha itu diharapkan berdampak pada pendapatan rumah tangga nelayan sehingga taraf kesajahteraan nelayan meningkat. Pengembangan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui
penciptaan
lapangan
pekerjaan
sebagai
upaya
pemberdayaan masyarakat. Dalam penyelenggaraan kegiatan Usaha Pengolah
50
Ikan (UPI) telah melaksanakan azas-azas ekonomi lokal, karena Usaha Pengolah Ikan (UPI) menggunakan pendekatan pemberdayaan dan partisipatif untuk meningkatkan kemampuan sosial, dan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan agar mereka mampu mandiri di dalam mengelola kehidupannya baik sebagai individu maupun sebagai komunitas. Sebelum penyaluran dana dibentuk kelompok UPI yang beranggota 15 orang untuk setiap kelompok. Untuk Gampong Telaga Tujuh alokasi Kelompok Usaha Pengolahan Ikan (UPI) sebanyak dua kelompok dengan jumlah anggota 30 orang terdiri dari wanita nelayan. Mekanisme pembentukan kelompok Usaha Pengolahan Ikan (UPI) dilakukan melalui proses yang disepakati bersama antara BRR, Dinas teknis, dan Panglima Laôt. Adapun struktur organisasi Usaha Pelayanan Pengembangan (UPP) damai sejahtera dapat dilihat pada Gambar 7: Gambar 7. Sturuktur Organisasi Usaha Pelayanan Pengembangan (UPP) “Damai Sejahtera” Tingkat Kecamatan Langsa Timur Pembina Kepala dinas PKP3K
Ketua Abdullah Dadeh
Bendahara Jumidar
Seksi Pemasaran Abdullah
Sekretaris Armia Jafar
Seksi Saprokan
Ridwan
Seksi Teknis Ismail Ali
Seksi Kemitraan Yusnaidi M. Isa
UPI Tenggiri Ketua ; Maimunah Sekretaris : Nursiah Bendahara : Nurainai
UPI Bawal Putih Ketua ; Murni Sekretaris : nurma Bendahara : Hera
UPI Bawal Hitam Ketua ; Sapiah Sekretaris : Rika Bendahara : Juariah
UPI Jenaha Ketua ; Siti Hawa Sekretaris : Hapni Bendahara : Umi. S
UPI Belanak Ketua ; Rismawati Sekretaris: Hasriah Bendahara : Kamariah
UPI Cuale Ketua ; Anisah, R Sekretaris : Zubaidah Bendahara : Nurainai
UPI Mening Ketua ; Asnilam Sekretaris:Salmi jelma Bendahara : Nuraini
UPI Cirik Ketua ; Nuraini, M Sekretarisa: Aisah,S Bendahara : Suriati
Sumber :
Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Kelautan Pemerintah Kota Langsa Tahun 2007.
51
Keterangan : 1. Alokasi untuk yang diberikan untuk pembentukan Kelompok Usaha Pengolahan Ikan (UPI) di Gampong Telaga Tujuh yaitu : UPI Tenggiri dan UPI Bawal Putih. 2. Sedangkan untuk Kelompok Usaha Pengolahan Ikan (UPI) yang lain di alokasikan ke Gampong Sungai Pauh. Program kelompok Usaha Pengolahan Ikan (UPI) berupa Usaha Ekonomi Produktif pengolahan ikan (pada dasarnya) bersifat top down, karena mulai perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengambilan keputusan program dirumuskan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias, dan Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Kelautan Kota Langsa. Sedangkan Panglima Laôt dilibatkan pada saat pembentukan kelompok, dan pelaksanaan kegiatan. Dilihat dari klasifikasinya, kelompok Usaha Pengolahan Ikan (UPI) yang ada di Gampong Telaga Tujuh berada pada tahap tumbuh, karena pada bulan Mei Tahun 2007, menerima bantuan tahap terakhir. Evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada tahap pengembalian dana BRR NAD-Nias dalam Usaha Pengolahan Ikan (UPI) oleh kelompok penerima belum dikembalikan. Pengembalian dana Usaha Pengolahan Ikan UPI, menurut Juklak BRR NAD-Nias telah jatuh tempo tahap awal pada bulan Agustus 2007. Kegiatan program yang dilaksanakan oleh BRR NAD-Nias dalam Usaha Pengolahan Ikan (UPI)
di Gampong Telaga Tujuh
tidak berjalan. Menurut
pengurus UPP Kecamatan Langsa Timur, program kegiatan yang di laksanakan tidak sesuai keinginan masyarakat nelayan karena secara top down bukan bottom up.
52
Deskripsi Kegiatan Panglima Laôt dalam Pengembangan Masyarakat Nelayan
Hukum adat Laôt merupakan hukum yang hidup dan ditaati (The Living Law) oleh masyarakat Aceh khususnya dilinkungan bidang penangkapan ikan di laut. Sebagai hukum yang hidup dan berorentasi pada keadaan yang nyata pada masyarakat nelayan Gampong Telaga Tujuh, maka hukum adat Laôt sangat diperlukan oleh para nelayan dalam melakukan aktifitas menangkap ikan di laut. Hukôm adat laôt
juga terkait masalah lain yang berhubungan dengan
kepentingan-kepentingan para nelayan itu sendiri maupun masalah sosial lainnya. Hukom adat laôt tidak terlepas dari pengaruh ajaran Islam, umpamanya norma pantangan menangkap ikan pada hari Jum’at. Kegiatan yang dilakukan oleh lembaga Panglima Laôt telah diatur secara rinci dalam Pasal 6 Perda no. 2 Tahun 1990. Menurut pasal tersebut fungsi lembaga adat yang didalamnya termasuk lembaga Panglima Laôt adalah: 1. Membantu pemerintah dalam mempelancarkan pelaksanaan pembangunan. 2. Melestarikan Hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat. 3. Memberik kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut keperdataan adat. 4. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan masyarakat. Suatu kegiatan
lembaga Panglima Laôt
untuk pengembangan
masyarakat di Gampong Telaga Tujuh, yang dilaksanakan oleh Sekretaris Panglima Laôt adalah kegiatan, usaha pembelian ikan hasil tangkapan nelayan tradisional yang menggunakan perahu, motor tempel, alat tangkap yang sederhana. Dalam kegiatan pembelian hasil tangkapan oleh lembaga Panglima Laôt pada masyarakat nelayan tradisional berdampak sangat menguntungkan, karena tidak perlu membawa kepasar ikan (Kota Langsa) sehingga mengurangi biaya transportasi. Kegiatan jual beli hasil perikanan, khususnya hasil nelayan tangkap oleh Sekretaris Panglima Laôt di Gampong Telaga Tujuh di mulai pada Tahun 2005. Modal/sumber pembiayaan berasal dari donatur lokal untuk membeli hasil tangkapan ikan nelayan tradisional. Bantuan/donator luar untuk kegiatan jual beli
53
hasil tangkapan nelayan tradisional yang dilakukan oleh lembaga Panglima Laôt belum ada. Menurut Sekretaris Panglima Laôt sumber dana untuk Kegiatan jual beli hasil tangkapan nelayan tradisional ada donator luar yang bersedia memijamkan dengan bunga rendah, tetapi dengan persyaratan ikan yang dibeli oleh Sekretaris Panglima Laôt dijual kepada donatur tersebut. Hal ini, menurut Sekretaris Panglima Laôt mengikat dirinya secara tidak lansung karena ikan yang dibeli pada nelayan yang menggunakan perahu dan alat tangkap tradisional harus dijual kepada donatur tersebut, sebab harga pembelian ikan dari Sekretaris Panglima Laôt dapat ”dimainkan”. Keadaan ini dapat mengakibatkan terhadap keuntungan dari hasil pembelian ikan dari nelayan tradisional sangat tidak memadai. Selanjutnya hal ini akan berdampak terhadap harga pembelian ikan hasil tangkapan nelayan tradisional menjadi murah oleh Sekretaris Panglima Laôt. Panglima Laôt sebagai pemimpin masyarakat nelayan Aceh, sangat besar pengaruhnya. Namun yang menjadi persoalan adalah kebijakan yang ditempuh oleh pengambil kebijakan (Pemerintah) dalam usaha meningkatkan taraf hidup nelayan cenderung mengabaikan aspek kultural setempat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Mubyarto (1993) “… sebagai usaha untuk mengenali potensi yang dimiliki dan sekaligus permasalahan yang dihadapi, untuk kemudian dipecahkan berdasarkan menurut potensi yang dimilikinya “ Kemudian lanjutan pembinaan masyarakat harus menggunakan cara yang tepat yaitu “ in situ development, yakni suatu pendekatan pembangunan yang secara fisik dilakukan di lokasi masyarakat setempat tinggal dan berpijak pada kultur yang ada (Mubyarto, 1993). Pendekatan yang dilakukan oleh Panglima Laôt
tidak menjadi sulit.
Panglima Laôt dipilih oleh masyarakat nelayan dan Panglima Laôt adalah sosok pemimpin yang karismatik, nelayan merasa menyatu, tunduk dan patuh kepadanya. Dalam kegiatan yag berhubungan dengan nelayan, apabila Panglima Laôt tidak di ikut sertakan ini akan membawa pengaruh negatif Berkaitan dengan itu Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) melalui lembaga Panglima Laôt Kecamatan Langsa Timur ini sangat penting karena
54
peran dari lembaga Panglima Laôt yang banyak mengetahui secara mendetail keadaan daerah pesisir Aceh, baik tentang potensi daerahnya, masyarakat, pranata adat dan lainnya. Kegiatan yang dilakukan oleh Sekretaris Panglima Laôt yaitu membeli hasil perikanan tangkap pada nelayan tradisional sangat tepat sasarannya karena dapat membantu menumbuhkan perekonomian masyarakat pesisir khusus masyarakat Gampong Telaga Tujuh. Keberhasilan pengembangan ekonomi lokal melalui Kegiatan jual beli hasil tangkapan ikan nelayan tradisional oleh lembaga Panglima Laôt tampak masih belum dapat dirasakan oleh semua warga masyarakat/komunitas Gampong Telaga Tujuh, sebab kendalanya adalah kurangnya modal untuk kegiatan yang dilakukan oleh Sekretaris Panglima Laôt. Sebagian nelayan tradisional menjual hasil tangkapan ke muge ikan (Pedagang keliling) atau ke toke bangku (pedagang perantara).