IV. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 4.1 Kondisi Umum IKM di Provinsi Riau Luas Wilayah Provinsi Riau 107.932,71 KM, terdiri dari daratan 80,11 % dan
Lautan/Perairan 19,89 % ,
dengan Administrasi Pemerintahan Sepuluh
Kabupaten dan Dua Kota dengan 151 Kecamatan dan 1.609 Desa/Kelurahan. Bappeda Prov Riau
(2007) Penduduk Provinsi Riau berjumlah 5.070.952 Jiwa
dengan Pertumbuhan Penduduk sebesar 5,23 % dan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 8,25 %. Tabel 2. Jumlah Unit Usaha,Tenaga Kerja,Nilai Investasi dan Nilai Produksi IKM di Provinsi Riau menurut Kabupaten/Kota , 2007 No. 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11.
Kab/Kota Kab. Kuansing Kab. Inhu Kab. Inhil Kab. Pelalawan Kab. Siak Kab. Kampar Kab. Rokan Hulu Kab. Bengkalis Kab. Rokan Hilir Kota Pekanbaru Kota Dumai Jumlah
Unit Usaha 331 121 278 517 464 312 426 316 564 716 1.069
Tenaga Kerja 1.151 534 1.556 3.616 2.078 1.515 1.931 2.671 4.177 57.423 3.155
Nilai Investasi (000) 7.021.005 4.067.000 5.905.202 37.715.364 342.189.736 57.175.000 17.074.872 7.408.525 215.525.013 82.211.912 1.309.881.270
Nilai Produksi (000) 226.332.075 9.811.410 23.604.750 41.717.641 56.569.725 136.097.428 35.517.726 11.748.500 138.220.800 627.274.962 95.415.185
5.114
79.807
2.086.174.899
1.402.250.210
Tahun 2007 jumlah IKM di Provinsi Riau sebanyak 5.114 unit usaha dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 79.807 orang, dengan Investasi sebesar 2.096.174.889 ribu Rupiah, dengan Jenis Industri dan sebaran Unit Usaha di 11 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
Dengan penyerapan tenaga kerja langsung
sebanyak 79.807 orang belum termasuk tenaga kerja tidak langsung maka peran IKM dalam menggerakkan roda perekonomian daerah ini sangat besar. Untuk mengembangkan
potensi
ekonomi
ini
diharapkan
UPT
Pelatihan
dan
26
Pengembangan mampu memfasilitasi kebutuhan pengembangan IKM baik dari segi Teknis,SDM, Manajemen maupun keuangan. Tabel 3. Jumlah Unit Usaha,Tenaga Kerja, Nilai Investasi dan Nilai Produksi IKM Propinsi Riau per jenis Industri, 2007
No. 1. 2. 3.
4. 5.
Jenis Industri Pangan Sandang Kimia dan barang bangunan Logam dan elektronika Kerajinan Jumlah
1.341 392 2.166
Tenaga Kerja (Orang) 7.700 1.438 65.231
991
4.628
255.980.513
235.012.655
224 5.114
810 79.807
4.880.780 2.086.174.899
41.504.480 1.402.250.010
Unit Usaha
Nilai Investasi (000)
Nilai Produksi (000)
1.313.220.061 104.000.906 408.092.639
518.596.146 52.359.955 554.776.974
Setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Riau mempunyai Stuktur Organisasi Tata Kerja tersendiri dan Dinas perindustrian dan Perdagangan ada pada setiap Kabupaten/Kota tersebut. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Riau No.7 tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau dan Peraturan Gubernur Riau No.38 tahun 2009 tentang Uraian Tugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau adalah merupakan salah satu perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui penumbuhan, pembinaan dan pengembangan sektor industri dan perdagangan. Usaha-usaha yang dilakukan antara lain dengan menyusun dan melaksanakan program kerja pembangunan industri dan perdagangan serta memberikan pelayanan teknis dengan melaksanakan berbagai pelatihan dibidang industri dan perdagangan. Salah satu dari fungsi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau tersebut diwujudkan melalui Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelatihan dan Pengembangan Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau yang berfungsi
untuk
mendukung
pertumbuhan
pengembangan
industri
dan
perdagangan, dengan tugas pokoknya menyelenggarakan urusan pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pelatihan dibidang perindustrian dan
27
perdagangan. UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau merupakan suatu lembaga pelatihan dan wadah pelayanan dan pembinaan Industri Kecil dan Dagang Kecil Menengah yang dibutuhkan dalam meningkatan dan mengembangan sumber daya manusia (SDM) IKM . Melalui SDM yang handal akan dapat menumbuhkan dan mengembangkan sektor industri dan perdagangan yang akan memacu pertumbuhan perekonomian Provinsi Riau. Dapat dikatakan bahwa UPT Pelatihan dan Pengembangan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM terampil yang dibutuhkan oleh IKM di Provinsi Riau. UPT Pelatihan dan Pengembangan ini merupakan satu-satunya Lembaga Pemerintah yang membidangi Pelatihan dan Pengembangan Industri di Provinsi Riau. Hasil wawancara dengan staff UPT Pelatihan dan pengelola workshop diketahui bahwa terdapat 6 bidang usaha yaitu makanan dan minuman, perbengkelan, pertenunan, kerajinan kayu, konveksi dan border. Setiap unit usaha ini mempunyai kelemahan dalam menjalankan aktivitas usahanya, akan tetapi mempunyai peluang untuk dikembangkan. dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi kondisi IKM Riau serta Kebutuhan Pengembangannya No 1
Bidang Usaha Makanan
Unit Usaha 35
Minuman 2
Perbengkelan
12
3
Pertenunan
8
4
Kerajian Kayu
5
5
Konveksi
2
6
Bordir
3
65
Identifikasi kondisi IKM 1. Terbatasnya permodalan 2. Terbatasnya jaringan Pemasaran 3. Peralatan sederhana 4. Tidak berorientasi Pasar 5. Manajemen usaha kurang memadai 6. Kurang mampu melihat peluang 7. Informasi usaha sangat kurang
Presentase (%) 100 80 85 90 90 90 100
Kebutuhan Pengembangan IKM 1. Penambahan modal kerja yang cukup dan memadai bagi usaha 2. Penguatan jaringan pemasaran yang luas 3. Ketersediaan peralatan usaha yang cukup dengan penguasaan teknologi 4. Kemampuan melihat peluang dan pengembangan usaha 5. Kemampuan menguasai informasi , teknologi produk dan pasar 6. Kemampuan mengembangkan usaha 7. Kemampuan untuk mandiri dengan kekuatan sendiri
28
Dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa kondisi IKM di Provinsi Riau masih memerlukan pengembangan kegiatan dalam bentuk pemberdayaan, peran UPT Pelatihan dan pengembangan masih diperlukan dalam pemberdayaan IKM, baik dalam bentuk penguatan kelembagaan komunitas maupun usaha serta pendampingan kegiatan usaha. Fokus pemberdayaan yang dilakukan oleh UPT pelatihan dan pengembangan adalah melalui penguatan modal usaha unit usaha melalui asistensi manajemen usaha dan kredit usaha berbunga rendah, pengutan jaringan usaha kerja melalui pendampingan dan advokasi melalui kegiatan konsultasi dan promosi usaha, pengadaan sarana peralatan usaha serta training untuk penggunaannya, melakukan pendampingan dalam pemasaran hasil dan peningkatan performance produk usaha serta melakukan kegiatan konsultansi usaha secara terus menerus melalui peningkatan partisipasi anggota IKM dalam kelembagaan komunitas IKM dalam kegiatan klinik konsultansi usaha. Hasil wawancara dengan staff UPT Pelatihan dan Pengembangan serta pengelola workshop diketahui bahwa perkembangan IKM yang telah dan akan mendapat pendampingan dari UPT Pelatihan dan Pengembangan juga dapat diketahui bahwa pelatihan dan pendampingan yang telah dilakukan oleh UPT pelatihan dan pengembangan telah membawa perkembangan yang cukup baik bagi perkembangan usaha maupun kelembagaan IKM. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rekapitulasi Kondisi dan Kebutuhan IKM Terhadap UPT Pelatihan dan Pengembangan Bidang Usaha
Kondisi Awal (Pra Pelatihan dan Pendampingan )
1 Makanan dan Minuman
2 1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Jaringan pemasaran terbatas 3. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Perbengkelan
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Peralatan sederhana 3. Manajemen Usaha kurang memadai
Kondisi Akhir (Pasca Pelatihan dan Pendampingan) 3 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Jaringan Pemasaran terbuka melalui pendampingan dan konsultasi Usaha. 3. Akses terhadap informasi usaha dan peluang usaha terbuka 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Pengadaan dan penggunaan peralatan
Kebutuhan IKM TerhadapUPT Pelatihan dan Pengembangan 4 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan 2. Pendampingan, promosi, bar code dan advokasi pada investor dan pasar terbuka 3. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pengadaan peralatan serta magang usaha dan penggunaan peralatan
29
1
2 4. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Pertenunan
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Peralatan sederhana 3. Tidak berorientas pasar 4. Manajemen Usaha kurang memadai 5. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Kerajinan Kayu
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Terbatasnya jaringan pemasaran 3. Tidak berorientas pasar 4. Manajemen Usaha kurang memadai 5. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Konveksi
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Peralatan sederhana 3. Tidak berorientas pasar 4. Manajemen Usaha kurang memadai 5. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Bordir
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Peralatan sederhana 3. Tidak berorientas pasar 4. Manajemen Usaha kurang memadai 5. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
3 telah memadai 3. Manajemen usaha semakin baik 4. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Pengadaan dan penggunaan peralatan telah memadai 3. Produk yang duhasilkan telah berorientasi pasar 4. Manajemen usaha semakin baik 5. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka
1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Jaringan Pemasaran terbuka melalui pendampingan dan konsultasi Usaha 3. Produk yang duhasilkan telah berorientasi pasar 4. Manajemen usaha semakin baik 5. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Pengadaan dan penggunaan peralatan telah memadai 3. Produk yang duhasilkan telah berorientasi pasar 4. Manajemen usaha semakin baik 5. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Pengadaan dan penggunaan peralatan telah memadai 3. Produk yang duhasilkan telah berorientasi pasar 4. Manajemen usaha semakin baik 5. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka
4 3. Pelatihan manajemen usaha. 4. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pengadaan peralatan serta magang usaha dan penggunaan peralatan 3. Pelatihan teknis pertenunan, motif tenun dan peningkatan kualitas hasil tenunan 4. Pelatihan manajemen usaha. 5. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pendampingan, promosi dan advokasi pada investor dan pasar terbuka 3. Pelatihan teknis kerajinan kayu dan peningkatan mutu olahan kayu 4. Pelatihan manajemen usaha. 5. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pengadaan peralatan serta magang usaha dan penggunaan peralatan 3. Pelatihan teknis konveksi dan peningkatan mutu hasil konveksi 4. Pelatihan manajemen usaha. 5. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pengadaan peralatan serta magang usaha dan penggunaan peralatan 3. Pelatihan teknis border, motif bordir dan peningkatan mutu hasil bordir 4. Pelatihan manajemen usaha. 5. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha
30
Menurut Sumarjo dan Saharudin (2003), apabila suatu kebutuhan pembangunan sudah dapat dirasakan oleh masyarakat, maka akan mendorong masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan (Felt Need) akan benarbenar menjadi kekuatan internal dalam pembangunan masyarakat. Selanjutnya disebutkan
bahwa
dalam
pembangunan
perlu
dilandasi
upaya
untuk
memanfaatkan faktor eksternal secara serasi baik pada sistem sosial ditingkat mikro (komunitas), meso (antar komunitas) maupun makro. Untuk mewujudkan suatu kelembagaan yang baik (good governance) menurut UN-ESCAP ada delapan karakteristik untuk mencapainya yakni partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi pada konsensus, persamaan, efektif dan efisien serta akuntabilitas. Untuk mengoptimalkan pemberdayaan yang dilaksanakan melalui UPT Pelatihan dan Pengembangan , maka delapan karakteristik good governance merupakan sarana mempermudah mewujudkan kelembagaan yang benar-benar mempunyai fungsi dan peran dalam pemberdayaan masyarakat khususnya IKM di Provinsi Riau.
4.2. Kondisi Umum UPT Pelatihan dan Pengembangan Struktur Organisasi UPT Pelatihan dan Pengembangan terdiri dari satu orang Kepala yang langsung bertanggung Jawab kepada Kepala Dinas dengan dibantu oleh tiga orang Kepala Seksi dan setiap Kepala Seksi mempunyai Staf masing-masing (Gambar 2). Kepala Dinas
Fungsional
Kasi Pelatihan
Kepala UPT Pelatihan dan Pengembangan
Kasi Tata Usaha
Kasi Kerjasama
Gambar 2 : Struktur Organisasi UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau
31
Tingkat pendidikan Aparatur UPT Pelatihan dan Pengembangan mempunyai kompisisi antara lain ; empat orang dengan Pendidikan SI, D3 tiga orang dan 13 orang setara SLA, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Pegawai, Pendidikan pada UPT Pelatihan dan Pengembangan
Pendidikan
Jabatan
Jumlah (orang)
1.
S1
Kepala UPT
1
2.
S1
Kepala seksi
2
3.
S1
Staff
1
4.
D3
Kepala seksi
1
5.
D3
Staff
1
6.
SMK
Staff
9
7.
SMA
Staff
4
Jumlah
19
UPT Pelatihan dan Pengembangan memiliki sarana dan prasarana antara lain ; (1) Workshop Logam; (2) Workshop Kerajinan Kayu/kerajinan; (3) Workshop Perbengkelan;(4) Workshop Agro; (5) Workshop Bordir; (6) Workshop Konveksi; (7) Workshop Elektroplating; (8) Workshop Makanan dan Minuman; (9) Workshop Batik; (10) Workshop Tenun. Sedangkan fasilitas penunjang antara lain; (1) Asrama dengan daya tampung 45 orang;(2) Ruang belajar sebanyak 3 kelas; (3) Ruang makan dengan kapasitas 50 orang; (4) Aula dengan kapasitas 200 orang; (5) Mushalla dengan kapasitas 100 orang. 4.2.1 Profil Tenaga Teknis Tenaga teknis yang ada di UPT Pelatihan dan Pengembangan terdiri dari 11 orang tenaga fungsional penyuluh dengan rincian pada Tabel 7.
32
Tabel 7. Tingkat Keahlian Tenaga Penyuluh UPT Pelatihan dan Pengembangan No.
Keahlian
Jumlah (0rang)
Persentase
1.
Manajemen usaha
5
45.45
2.
Perlindungan konsumen
3
27.27
3.
Motivator dan GKM
2
18.18
4.
GMP dan kemasan
1
9.09
11
100
JUMLAH
Dari keahlian tenaga penyuluh tersebut hanya mampu untuk memberikan bimbingan pendampingan yang bersifat manajemen dan motivasi usaha. Sedangkan untuk tenaga teknis yang sangat dibutuhkan yaitu : 1. Bidang tekstil. 2. Bidang pengecoran logam. 3. Bidang meubiler dan design. 4. Bidang food/makanan. 5. Bidang garmen/Konveksi. 6. Bidang batik. 7. Bidang bordir. 8. Bidang pelapisan logam. 9. Bidang pengemasan . Sembilan Bidang Tenaga Teknis di atas saat ini belum dimiliki oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan. Untuk kegiatan pelatihan maupun peningkatan sumber daya manusia pengelola workshop, UPT Pelatihan dan Pengembangan melakukan kerjasama Instruktur dari luar ataupun dimagangkan ke Pulau Jawa. Dari papaparan di atas dapat diketahui bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan lebih difokuskan pada penambahan kapasitas anggota IKM melalui training, pendampingan pasca pelatihan, permodalan usaha dan peralatan. Kegiatan pemberdayaan juga masih bersifat terbatas sesuai dengan pengetahuan tenaga teknis UPT, strategi pemberdayaan masyarakat belum dibuat secara terperinci sesuai dengan metodologi pemberdayaan. Strategi pemberdayaan masyarakat
33
yang dilakukan dalam kegiatan pengembangan masyarakat, antara lain : advokasi, pengorganisasian komunitas, pengembangan jaringan, pengembangan kapasitas dan komunikasi, informasi dan edukasi. Kelima strategi tersebut bersifat saling menguatkan satu sama lain. Bahkan dalam praktek implementasi program masyarakat, disadari atau tidak, kelima strategi tersebut dipraktekkan secara bergantian. ( Djuara P. Lubis, 2007) Berdasarkan hal tersebu di atas, untuk mengisi tenaga teknis tersebut Tahun 2008 melalui usulan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau telah memohon kepada Bapak Gubernur Riau untuk menempatkan tenaga teknis yang dibutuhkan UPT Pelatihan dan Pengembangan, namun sampai saat ini belum satupun tenaga teknis tersebut dipenuhi. 4.3 Kegiatan UPT Pelatihan dan Pengembangan melalui Program Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah Melalui
sepuluh
workshop
yang
ada
di
UPT
Pelatihan
dan
Pengembangan, maka pada tahun 2006 telah dapat dilatih IKM sebanyak 389 orang, sedangkan magang telah dapat difasilitasi sebanyak 56 orang. Pada tahun 2007 IKM yang telah difasilitasi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk mengikuti pelatihan adalah sebanyak 257 orang sedangkan magang sebanyak 73 orang dengan berbagai jenis pelatihan dan berasal dari 11 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Tabel 8). Tabel 8. Jumlah peserta pelatihan dan magang tahun 2006 / 2007 No
Tahun
1. 2.
2006 2007
Pelatihan (orang) 389 257
Magang (orang) 56 73
Anggaran APBD (Rp) 1.075.000.000,1.105.000.000,-
Jenis pelatihan yang mampu dilaksanakan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan adalah Pelatihan Achievement Motivation Training (AMT), Good Manufacturing Practises (GMP), manajemen usaha, pengelasan dasar dan lanjutan, batik dasar dan lanjutan, bordir dasar dan lanjutan, tenun dasar dan lanjutan, konveksi, meubel, elektroplating, kemasan pangan, pengolahan buahbuahan dan makanan, pembuatan kue kering dan basah. Untuk tenaga instruktur
34
Pelatihan tersebut UPT Pelatihan dan Pengembangan bekerjasama dengan lembaga pelatihan profesional atau sentra kerajinan yang ada di luar Provinsi Riau. Untuk Pelatihan AMT dan GMP Dinas Perindag Provinsi Riau telah memiliki instruktur
dari penyuluh industri dibawah koordinasi Kepala UPT
Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindag Provinsi Riau. Tabel 9. Kegiatan Pelatihan Tahun 2007
No.
Kegiatan Pelatihan
Jumlah Peserta
Asal Daerah
1.
Pelatihan AMT (2 Angkatan)
80
11 Kab/Kota
2.
Pelatihan GMP (2 Angkatan)
80
11 Kab/Kota
3.
Pelatihan Tenun
20
11 Kab/Kota
4.
Pelatihan Batik
20
11 Kab/Kota
5.
Pelatihan Pengemasan pangan
10
10 Kab/Kota
6.
Pelatihan Bordir
20
11 Kab/Kota
7
Pelatihan Pengelolaan Makanan
17
11 Kab/Kota
8
Pelatihan Pengelasan
10
10 Kab/kota
JUMLAH
257
Sumber: Disperindag Provinsi Riau Tahun 2008 Dari kegiatan Pelatihan yang dilaksanakan oleh UPT pelatihan dan Pengembangan tahun 2007 telah dapat dilaksanakan tujuh kegiatan dengan jumlah peserta sebanyak 257 perajin berasal dari 11 Kabupaten/Kota. Alokasi anggaran kegiatan pelatihan tersebut sebesar Rp.451.415.000.- bersumber dari dana Anggaran Pembangunan Belanja Daerah ( APBD ) Provinsi Riau. Animo IKM untuk mengikuti pelatihan ini cukup tinggi sehingga jumlah peserta dibatasi sesuai anggaran yang ada. Disamping kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan maka perlu memberdayakan fungsi-fungsi workshop yang ada, dengan menerapkan pola Inkubator yakni workshop dikelola oleh Industri Kecil dan Menengah melalui suatu proses seleksi. Dan selanjutnya pengelolaan workshop dilakukan oleh IKM tersebut dengan suatu perjanjian kerjasama dengan
35
batasan waktu hingga IKM tersebut mampu mandiri (antara tiga sampai dengan lima tahun). Adapun manfaat dari inkubator tersebut menurut Purwadaria adalah memberikan kesempatan kepada IKM untuk mendapat fasilitas murah dan mudah seperti sewa gedung, peralatan, listrik dan akses lainnya. Sedangkan bagi pemerintah adalah pertumbuhan wirausaha, perluasan pajak, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan devisa negara serta mendorong perkembangan ekonomi. Pelaksanaan kegiatan pelatihan yang dilaksanakanan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan memanfaatkan Workshop yang ada dengan peralatan yang tersedia . Keterbatasan alat praktek baik jumlah maupun teknologi menjadi salah satu kelemahan dalam pelatihan ini disamping silabus pelatihan yang tidak terencana sehingga pencapaian tujuan pelatihan tidak oftimal tercapai. Selain hal tersebut kegiatan monitoring dan evaluasi pasca pelatihan
tidak terlaksana
secara menyeluruh disebabkan oleh keterbatasan anggaran yang tersedia. Namun untuk wilayah terdekat yakni Kota Pekanbaru kegiatan Evaluasi dan Monitoring dapat dilakukan mengingat jarak yang dekat sehingga tidak memerlukan anggaran yang besar . 4.3.1
Pengembangan Usaha Produktif IKM Pada Musrenbangda Riau setiap tahunnya ada komitmen antara Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau dengan Dinas Perindustrian dan perdagangan
Kabupaten/Kota bahwa fungsi
penumbuhan
IKM
ada di
Kabupaten/Kota sedangkan fungsi pengembangannya ada ditingkat Provinsi. Dengan
adanya
komitmen
tersebut
Pengembangan akan sangat penting dalam
maka
fungsi
UPT
Pelatihan
dan
usaha meningkatkan Sumber Daya
Manusia IKM. Adapun hal yang dicapai melalui pengembangan IKM ini adalah bagaimana mengoptimalkan usahanya dengan meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannyai. Kegiatan Pelatihan yang telah dilaksanakan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan keberhasilannya dapat dilihat dari perkembangan usaha IKM tersebut . Untuk mengetahui sejauhmana peran dan kontribusi UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam mengembangkan adalah dengan mengetahui hasil salah
36
satu Program Pelatihan UPT pelatihan dan pengembangan. Tahun 2007 telah dilaksanakan kegiatan pelatihan peningkatan kemasan pangan dengan peserta 10 orang dari Kabupaten/kota se Provinsi Riau Dari 10 IKM tersebut sebanyak 2 unit usaha berada di pekanbaru dengan perkembangan pada Tabel 10.
Tabel 10. Kegiatan Pelatihan Peningkatan Kemasan Pangan Tahun 2007 NO Nama Usaha 1 Winda
Kemasan awal Plastik
Kemasan Pasca Pelatihan Karton dengan tampilan barcode, halal , komposisi dan kadaluarsa
2
Rengginang Ubi
Plastik
Plastik
dengan
tampilan
barcode, halal , komposisi dan kadaluarsa
Dalam pelatihan ini, UPT pelatihan dan pengembangan memfasilitasi dan membiayai sertifikat barcode , halal dan uji komposisi di laboratorium yang dicantumkan pada kemasan baru serta memberikan desain baru dengan bantuan kotak /plastik desain tersebut. Diharapkan nantinya IKM dapat melanjutkan pencetakan desain produknya tanpa bantuan pemda lagi. Tabel 11. Perkembangan Usaha Pasca Pelatihan Peningkatan Kemasan Jumlah produk pasca pelatihan
Nilai penjualan (2007)
Nilai penjualan pasca pelatihan (2008)
NO
Nama Usaha
Jumlah produk sebelumnya
1
Winda
1 produk
5 produk
Rp.89 juta
Rp.525 juta
2
Rengginang
1 produk
2 produk
Rp.55 juta
Rp.287uta
Ubi
37
Dari Tabel 10 dan 11 tersebut di atas dapat disimpulkan UPT Pelatihan dan Pengembangan telah mampu meningkatkan kapasitas IKM dan melakukan proses pemberdayaan yang hasilnya langsung dirasakan oleh IKM melalui Program Pelatihan UPT pelatihan dan pengembangan . Disamping hal tersebut di atas, Pelaku usaha IKM juga secara personal mencari peluang dan wasawan baru dan mengembangkan usaha secara bertahap dan tidak sepenuhnya bergantung kepada pemerintah khususnya UPT Pelatihan dan Pengembangan ini. Untuk menumbuhkan partisipasi IKM maka UPT Pelatihan dan Pengembangan memfasiliasi dengan mendirikan Klinik Bisnis. Diharapkan melalui klinik bisnis ini, IKM dapat berkonsultasi melalui penyuluh UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk peningkatan dan pengembagan usaha. Disamping itu juga melakukan pendampingan usaha IKM baik yang ada di Workshop maupun yang berada diluar Workshop terutama di Kota Pekanbaru. Adapun kemampuan pendampingan yang dilakukan lebih banyak kepada Motivasi dan Manajemen Usaha. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pelaku usaha yang telah mendapat pelatihan menyatakan bahwa wawasannya telah mengalami peningkatan dari sebelum mengikuti pelatihan. 4.3.2
Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial Dalam pembangunan yang berpusatkan pada rakyat perlu dikembangkan
kapasitas masyarakat melalui pemberdayaan, partisipasi dan kesetaraan gender dalam pembangunan yang berkelanjutan : Pemerintah merupakan salah satu institusi yang dapat memfasilitasi pengembangan kapasitas kelembagaan yang ada di wilayahnya. Salah satunya yaitu dengan menciptakan TRUST atau kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah dengan memberi akses
masyarakat untuk
menolong diri mereka sendiri, misalnya dengan melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan memfasilitasi masyarakat untuk dapat menyumbangkan pikiran-pikiran yang rasional sehingga masyarakat mampu mengenal diri mereka dan mengidentifikasi masalah-masalah yang mereka hadapi serta mencari jalan keluarnya.
38
Dalam pengembangan kapasitas kelembagaan dan modal sosial untuk pemberdayaan IKM di Provinsi Riau suduh cukup dominan. Sejak tahun 2001 Pemerintah Provinsi Riau melalui Satker Teknisnya telah dikucurkan pinjaman dana bergulir bagi IKM dengan suku bunga cukup ringan dan baru pada tahun 2006 pelaksanaan pinjaman dana bergulir difasilitasi oleh PT. Permodalan Ekonomi Rakyat (PT. PER) yang merupakan badan usaha milik pemerintah daerah Provinsi Riau. Melalui pinjaman bergulir ini
diharapkan IKM dapat
meningkatkan kapasitas permodalannya. Namun dalam pelaksanaan kegiatan dana bergullir tersebut terdapat juga kegagalan usaha IKM dalam meningkatkan kapasitas usahanya. Hal tersebut disebabkan lemahnya pola perencanaan usaha dan tidak ada pendampingan usaha. Dari data Bank Riau pinjaman dan bergulir Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau tahun 2001 s/d 2002
dapat
dilihat pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12. Rekapitulasi Laporan Perkembangan Hasil Pembinaan Industri Kecil Penerima Pinjaman Dana Bergulir Dinas Perindag Prov.Riau Tahun 2001
No.
Kab/Kota
Unit Usaha
Jumlah Pinjaman (Rp.)
Jumlah Jumlah Pengembali Tunggakan an (Rp.) (Rp.)
Sisa Pinjaman (Rp.)
%
1.
Pekanbaru
24
669,950,000
464,435,034
216,399,166
205,514,366
69.32
2.
Rokan Hulu
3
50,000,000
5,416,671
52,128,123
44,583,329
10.83
3.
Pelalawan
3
92,000,000
52,000,000
46,100,000
40,000,000
56.52
4.
Indragiri Hulu
4
40,000,000
29,211,620
11,913,380
10,788,380
73.03
5.
Kuantan Singingi
1
10,000,000
5,138,915
5,006,918
4,861,085
51.39
6.
Indragiri Hilir
2
30,000,000
30,000,000
-
-
100.0
7.
Siak
1
7,300,000
7,300,000
-
-
100.0
8.
Kepulauan Riau
4
125,000,000
101,783,246
24,095,538
23,216,754
81.43
9.
Natuna
3
45,000,000
39,234,274
5,824,320
5,765,726
87.19
10.
Karimun
1
60,000,000
8,167,460
51,832,589
51,832,540
13.61
JUMLAH
46
1,129,250,000
742,687,220
413,300,034
386,562,780
65.77
Dari hasil laporan perkembangan dana bergulir yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau melalui Program Dana bergulir sektor Perindustrian dan perdagangan Tahun
2001 (Tabel 10)
dari jumlah pinjaman sebesar
Rp.1.129.250.000.- kepada 46 IKM di sepuluh Kabupatern/Kota di Provinsi Riau
39
sampai dengan tahun 2008 telah dikembalikan sebesar Rp.742.687.220.- dengan persentase 65,77% dari total pinjaman. Sedangkan pada tahun 2002
Pinjaman
Dana
mencapai
bergulir
di
sektor
perindustrian
dan
perdagangan
Rp.7.840.000.000.- yang dipinjamkan kepada 466 IKM dengan tingkat pengembalian sebesar Rp.4.926.152.244,- atau 62,83% dari total pinjaman ( Tabel 13). Tabel 13. Rekapitulasi Laporan Perkembangan Hasil Pembinaan Penerima Dana Bergulir Dinas Perindag Prov.Riau Tahun 2002 No.
Kab/Kota
Unit Usaha
Jumlah Pinjaman (Rp.)
Jumlah Pengembalian (Rp.)
Jumlah Tunggakan (Rp.)
Sisa Pinjaman (Rp.)
%
1.
Pekanbaru
106
1,994,000,000
1,399,668,843
786,135,352
594,331,157
70.19
2.
Kampar
17
400,000,000
326,280,368
80,354,396
73,719,632
81.57
3.
Rokan Hulu
7
135,000,000
54,770,927
90,966,573
80,229,073
40.57
4.
Pelalawan
8
127,500,000
81,989,260
57,659,490
45,510,740
64.31
5.
Indragiri Hulu
11
200,000,000
130,378,515
76,106,485
69,621,485
65.19
6.
Kuantan Singingi
20
304,500,000
120,431,000
202,382,750
184,069,000
39.55
7.
Indragiri Hilir
37
760,000,000
496,741,145
291,263,974
263,258,855
65.36
360,000,000
315,571,000
52,966,500
44,429,000
87.66
8.
Dumai
11
9.
Bengkalis
42
560,000,000
233,492,189
390,090,320
326,507,811
41.70
10.
Rokan Hilir
23
386,000,000
111,272,729
302,489,011
274,727,271
28.83
11.
Siak
25
440,000,000
230,575,878
238,027,947
209,424,122
52.40
12.
Tanjung Pinang
80
977,000,000
557,787,793
449,484,104
419,212,207
57.09
13.
Kepulauan Riau
7
125,000,000
87,272,722
40,914,778
37,727,278
69.82
14.
Karimun
6
190,000,000
100,750,604
98,253,496
89,249,396
53.03
15.
Batam
8
255,000,000
154,007,465
118,403,785
100,992,535
60.40
525,161,786
109,834,054
100,838,214
83.89
4,926,152,224 3,375,333,015
2,913,847,776
62.83
16
Natuna
58
626,000,000
JUMLAH
466
7,840,000,000
Dari evaluasi hasil pinjaman dana bergulir tersebut dapat dikatakan bahwa untuk sektor Perindustrian dan Perdagangan telah menunjukan hasil yang cukup baik dimana lebih dari 50% pinjaman dana bergulir telah mampu dikembalikan kepada Pemerintah. Dan untuk program dana bergulir selanjutnya mulai tahun 2006 telah dibentuk Perusahaan Daerah yaitu PT. Permodalan Ekonomi Rakyat (PT. PER) yang menangani program ini selanjutnya.
40
4.4 Evaluasi Penguatan Kelembagaan dalam Pemberdayaan IKM Pelaksanaan kegiatan pelatihan yang dilaksanakanan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan ini untuk
setiap
tidak menseleksi
pelatihan
sehingga
kompetensi IKM yang dibutuhkan
tergantung
pengiriman
peserta
dari
Kabupaten/Kota. Keterbatasan alat praktek menjadi salah satu tujuan pelatihan kurang oftimal. Disamping Silabus pelatihan yang tidak terencana , serta monitoring dan evaluasi pasca pelatihan tidak terlaksana secara menyeluruh. Namun untuk wilayah terdekat yakni Kota Pekanbaru Evaluasi dan Monitoring dapat dilaksanakan. Untuk mengoptimalkan fungsi Workshop Pelatihan dan Pengembangan sebagai sarana pelatihan dan pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah, maka sejak tahun 2002 telah diambil kebijaksanaan untuk menerapkan pola inkubator bisnis dan teknologi. Dengan penerapan inkubator bisnis dan teknologi tersebut, maka sepuluh Workshop yang ada dapat diberdayakan. Pada tahap awal penerapan inkubator bisnis dan tekonologi ini Workshop Pelatihan dan Pengembangan Perindag tidak melakukan seleksi secara umum namun mencari IKM yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Kemudian diberikan kesempatan kepada IKM tersebut untuk mengoperasionalkan sarana dan prasarana yang ada pada
Workshop tersebut. Sedangkan biaya operasional
pengelolaan Workshop tersebut ditanggung olah IKM. Dengan demikian, Workshop Pelatihan dan Pengembangan telah dapat menghemat pembiayaan rutin dari Workshop tersebut.Bagi IKM telah terjadi penghematan investasi yang seharusnya dikeluarkan untuk fasilitas usahanya. Proses pengeraman usaha ini berlangsung dalam tahapan yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan jenis usahanya. Secara umum tujuan inkubator ini adalah menciptakan pengusaha Industri Kecil dan Menengah yang mandiri dan
berkelanjutan setelah keluar dari
inkubator ini. Dan UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag telah menetapkan bahwa pengelola diberi kesempatan mengelola Workshop dalam jangka waktu tertentu yakni antara 3 sampai 5 tahun, agar memberikan kesempatan kepada IKM yang lain untuk memanfaatkan fasilitas pemerintah ini. Untuk melakukan pendampingan terhadap pengelola workshop maka UPT menunjuk satu orang
41
penyuluh untuk ditempatkan pada setiap workshop Pendampingan yang dapat dilakukan hanya sebatas peningkatan manajemen pengelolaan dan pemasaran serta motivasi usaha. Disamping itu pendampingan juga membantu pengelola workshop untuk mencari peluang pendanaan baik melalui perbankan, kemitraan usaha besar dan kecil maupun kepada BUMN melalui program pemberdayaan masyarakatnya. Untuk mengukur tingkat kemandirian usaka IKM tersebut, maka UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag menerima laporan setiap bulannya dari tenaga pendampingan tersebut. Dari hasil laporan bulanan akan dapat diketahui tingkat kemandirian usaha yang dikelola tersebut sehingga program apa yang harus ditunjang oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan
akan dapat
diidentifikasikan dengan baik. Ada beberapa tahapan untuk menilai kemandirian usaha workshop yakni : 1. Tahap Penyesuaian dan pengenalan sistim Inkubator. 2. Tahap peningkatan dan penguatan kapasitas usaha. 3. Tahap pemantapan dan penguasaan pasar. 4. Tahap kemandirian usaha. 5. Tahap persiapan untuk keluar dari UPT Pelatihan dan Pengembangan . Dari penerapan Inkubator Bisnis dan Teknologi ini sampai tahun 2008 telah dapat dihasilkan IKM yang mandiri dan tidak lagi menggunakan fasilitas Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag sebanyak 5 (lima) unit usaha. Disamping pemberdayaan IKM melalui inkubator bisnis dan teknologi tersebut ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag yaitu : 1. Fasilitas usaha yang selama ini tidak dimanfaatkan secara rutin dapat dijalankan secara baik. 2. Pelatihan dan magang bagi IKM dan siswa SMK dapat berjalan beriring tanpa pembiayaan yang cukup besar. 3. Penghematan biaya operasional UPT dapat ditekan seminimal mungkin.
42
Untuk melaksanakan fungsi Pelatihan, maka dengan penerapan inkubator bisnis dan teknologi akan sangat menunjang fungsi tersebut, hal ini disebabkan karena sarana yang tersedia pada setiap workshop dapat dioperasionalkan sedangkan tenaga teknis adalah tenaga ahli pengelola workshop tersebut. Untuk pelaksanaan Pelatihan dapat menggunakan tenaga ahli dari workshop tersebut sebagai tenaga pengajar, namun jika tenaga pengajar tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan pelatihan, maka UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag melakukan kerjasama dengan Balai Pelatihan di Provinsi lain untuk menjadi tenaga pengajar pada pelatihan yang telah diprogramkan. Kegiatan pembinaan IKM yang berada diluar UPT Pelatihan dan Pengembangan baik berupa pelatihan maupun permagangan dapat dilakukan secara sinergis dengan pengelolaan workshop, hanya saja jika tenaga instrukturnya tidak tersedia atau belum
memadai maka UPT Pelatihan dan
Pengembangan akan mencari tenaga instruktur yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan diluar UPT pelatihan dan Pengembangan. Dengan demikain dapat diketahui bahwa pentingnya tenaga teknis pada setiap workshop yaitu sebagai tenaga pendampingan Workshop dan juga sebagai tenaga pelatih untuk program pelatihan/magang yang diprogramkan melalui anggaran APBD. Untuk penyusunan dan perencanaan suatu kebutuhan pelatihan dan magang, UPT Pelatihan dan Pengembangan meminta kepada instruktur yang akan mengajar . Dan selama ini UPT Pelatihan dan Pengembangan belum pernah melakukan pelatihan dan peningkatan wawasan pengelola untuk meningkatkan SDM nya dalam mengelola dan merencanakan suatu pelatihan yang baik. Untuk mencapai suatu lembaga pelatihan dan Pengembangan yang terakreditasi maka secara bertahap kekurangan dan kelemahan yang ada saat ini harus segera ditindaklanjuti. Untuk mencapai hal tersebut UPT Pelatihan harus mampu membuat program peningkatan sumber daya manusia pengelola serta meningkatkan kualitas infrastruktur UPT Pelatihan dan Pengembangan. Dengan tingkat profesional pengelolaan nantinya dan dengan peningkatan kualitas infrastruktur maka upaya meningkatkan kapasitas dan peningkatan sumber daya manusia IKM dapat terlaksana. Dengan demikian peran dan kontribusi UPT
43
Pelatihan dan Pengembangan dalam pemberdayaan IKM menjadi wujud nyata dan akan semakin diperlukan oleh pemerintah daerah dalam proses pemberdayaan masyarakat. 4.5. Evaluasi Kegiatan IKM Provinsi Riau (Studi Kasus pada Bidang Usaha Perbengkelan, Workshop Logam di UPT Pelatihan dan Pengembangan Provinsi Riau) 4.5.1. Profile Kelompok Bina Jaya Logam Kelompok usaha Bina Jaya Logam berdiri pada tahun 2003, kelompok ini pada awalnya bekerja sendiri dengan usaha yang bersifat skala rumah tangga dimana tempat usahanya masih berada di areal perkarangan rumah tempat tinggal anggotanya. Jumlah anggota pada saat itu bervariasi tergantung banyaknya pekerjaan yang didapat, secara umum jumlah anggota kelompok Bina Jaya Logam adalah 3 sampai dengan 7 orang, dengan pendapatan rata-rata Rp. 1.300.000,- per orang perbulannya. Pada waktu ini pimpinan usaha ini belum bersifat tetap tergantung kepada siapa yang mendapatkan tender usaha, maka secara langsung dia yang akan menjadi pimpinan usaha yang sementara sampai pekerjaan tender selesai dikerjakan. Pada Tahun 2007 Kelompok Usaha Bina Jaya Logam masuk menjadi unit dampingan UPT Pelatihan dan Pengembangan, dengan jumlah anggota awal adalah sepuluh orang dengan ketua kelompok yang dipilih oleh anggota adalah Bapak Mulyono. Pada tahun 2010 ini terjadi pekembangan jumlah anggota kelompok menjadi 23 orang, dengan pendapatan Rp. 2.000.000 per orang per bulannya. 4.5.2. Deskripsi Kegiatan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam Kegiatan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam telah dirintis sejak tahun 2003 dan mulai mengalami pengembangan usaha sejak didampingi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan pada program Inkubator untuk pemberdayaan IKM. Sejak itu kegiatan usaha Kelompok Bina jaya Logam langsung menempati workshop logam pada bidang perbengkelan UPT Pendidikan dan Pengembangan Provinsi Riau.
44
Jenis usaha yang dijalankan oleh kelompok Bina Jaya Logam adalah usaha jasa pengecoran logam dan perbengkelan dengan hasil produksi adalah onderdil pesanan berupa bagianm- bagian dari mesin-mesin pabrik CPO (minyak mentah sawit) dan pulp (bubur kertas). Saat ini telah banyak kostumer yang berasal dari perusahaan-perusahaan besar di Provinsi Riau yang bekerja sama dengan Kelompok Bina Jaya Logam dalam hal perbaikan alat maupun pengecoran logam, hal ini terjadi terutama setelah kelompok ini didampingi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan dan menempati workshop logam dalam program inkubator pemberdayaan IKM sejak tahun 2007. Perkembangan modal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Perkembangan Modal Kelompok Bina Jaya Logam Dari gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan modal Kelompok Bina Jaya Logam meningkat sangat nyata dimulai sejak kelompok ini ikut pada program inkubator pemberdayaan IKM yang didampingi oleh UPT Pelatihan dan pengembangan, pada awal berdirinya kelompok ini baru mempunyai modal kerja sebanyak Rp. 150.000.000,- . Pada awal masuk program inkubator pemberdayaan IKM jumlah modal kerja sebanyak Rp. 250.000.000,- dan pada saat ini pada maret
45
2010 telah berkembang menjadi Rp. 750.000.000,-. Hal ini juga disebabkan sejak tahun 2007 kerjasama usaha Kelompok Bina Jaya Logam dengan perusahaan maupun lembaga lain terus mengalami peningkatan, terutama dengan perusahaanperusahaan besar di Provinsi Riau. Peningkatan modal ini disebabkan adanya kemampuan kelompok dan anggotanya dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan – perusahan besar dengan cukup baik, disamping dukungan peralatan yang memadai yang disediakan oleh workshop dalam mendukung capaian kerja kelompok. Tercatat lima perusahaan besar yang bekerja sama dengan kelompok ini, dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Daftar Jaringan Kerja dan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam No 1
Nama Perusahaan/Lembaga PT. RAPP
Jenis Kerjasama Perbaikan Peralatan Pabrik Pulp and Paper, pengecoran,
pelapisan
logam
onderdil,
perbaikan peralatan. Sejak tahun 2007 2
PT. IKPP
Perbaikan Peralatan Pabrik Pulp and Paper, pengecoran,
pelapisan
logam
onderdil,
perbaikan peralatan. Sejak tahun 2007 3
PT. ADEI Plantation
Perbaikan Peratan Pabrik CPO, pengecoran dan pelapisan logam. Sejak tahun 2007
4
PT. Wilmar
Perbaikan Peratan Pabrik CPO, pengecoran dan pelapisan logam. Sejak tahun 2007
5
PT. Surya Dumai
Perbaikan Peratan Pabrik CPO, pengecoran dan pelapisan logam. Sejak tahun 2007
6
SMK 2 Pekanbaru, SMK 2
Magang Siswa SMK secara rutin sejak tahun
Siak, SMK 2 Taluk
2005, lima orang siswa setiap sekolah.
Kuantan, SMK Muhamadiah Pekanbaru 7
Inkubator Workshop Logam
Pendampingan dan pelatihan usaha
46
4.5.3. Pengembangan Modal Sosial a. Pengorganisasian Kelompok Kelompok Usaha Bina Jaya Logam saat ini beranggotakan 23 orang, bentuk kelompok sama dengan kelompok swadaya masyarakat lainnya, dimana keputusan tertinggi berasal dari rapat anggota. Pengurus diketuai oleh satu orang ketua dan dibantu oleh satu orang sekretaris dan bendahara. Tugas Pengurus adalah melayani anggotanya, baik dalam berhubungan dengan pihak luar serta mewakili anggota dalam berurusan atau bekerja sama dengan pihak luar. Kelompok ini merupakan mitra dampingan UPT Pelatihan dan Pengembangan di bawah pengawasan inkubator pemberdayaan IKM pada workshop logam. Struktur organisasi Kelompok Usaha Bina Jaya Logam dapat dilihat pada Gambar 4. UPT Pelatihan dan Pengembangan
Rapat Anggota
Pengurus Kelompok
Pengawas Kelompok
Ketua kelompok Sekretaris Bendahara
Anggota Kelompok
Gambar 4.
Skema struktur organisasi Kelompok Bina Jaya Logam
Keterangan : : Garis pertanggungjawaban : Garis pelayanan : Garis kontrol/pengawasan : Garis Pembinaan
47
b.
Pemanfaatan Modal Sosial Modal sosial yang dipunyai oleh Kelompok Bina Jaya Logam adalah
adanya keinginan anggota kelompok tani untuk terus menerus menambah kapasitas pengetahuannya baik teknis usaha pengecoran logam dan perbengkelan juga manajemen usaha. Hal lainnya adalah keinginan untuk berbagi ilmu pengetahuan tentang pengecoran logam maupun perbengkelan,
hal ini
diwujudkan dengan secara berkalanya kelompok menerima siswa magang dari beberapa SMK di Pekanbaru maupun dari kabupaten lain di Provinsi Riau. Kemampauan menerima siswa magang ini karenakan telah siapnya secara kemampuan anggota secara teknis usaha, ketersedian peralatan serta didukung oleh kesiapan untuk menjadi tenaga instruktur di setiap magang siswa SMK. keunggulan yang dipunyai oleh setiap anggota kelompok juga sangat beragam, disesuaikan dengan pelatihan serta kemampuan individual anggota kelompok. Seringnya anggota kelompok tani mengikuti pelatihan teknis pengecoran yang difasilitasi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan baik di UPT Pelatihan dan Pengembangan maupun di luar daerah aspek teknis yang dimiliki anggota Kelompok Bina Jaya Logam menjadi lebih baik. Jenis pelatihan dan magang yang pernah diikuti oleh anggota kelompok Bina Jaya Logam dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jenis Pelatihan dan Magang yang diikuti oleh Anggota Kelompok Bina Jaya Logam No 1 2 3 4
Jenis Pelatihan/Magang
Tempat Pelatihan/Magang Pelatihan Manajemen Usaha UPT Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan Pengecoran Dasar Semarang (30 Hari) Pelatihan Pengecoran Semarang Lanjutan (45 hari) Magang Teknis pengecoran Balai Besar Logam logam dan Mesin (30 hari) dan Mesin (BBLM) Bandung
Jumlah Anggota 1 orang (ketua kelompok) 9 orang anggota 9 orang anggota 4 orang
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa modal sosial yang ada pada kelompok Bina Jaya Logam terus berkembang sejalan dengan kemajuan usaha kelompok yang sejalan dengan perubahan pola pikir anggotanya untuk dapat terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan, sumbangan pemikiran dan
48
keahlian teknis yang dimiliki oleh anggota kelompok secara sadar ingin diberikan kepada masyarakat atau kelompok lain ( dalam hal ini siswa SMK) untuk . hal ini sesuai dengan pernyataan Colleta dan Cullen dalam Fredian Tonny Nasdian, 2005, yaitu modal sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi , seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (Trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya(fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih konkrit, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk suatu proses produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut.Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal sosial tidak bersifat netral, ditandai dengan adanya hubungan saling menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas, atau katogori sosial atau manusia pada umumya.