EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)
WULAN TRI EKA SASMITA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT
Handling of waste that are currently in Indonesia are to use the conventional system. The system cannot solve the problem with the optimal waste. Community-based waste management is one way to overcome problems of waste that occurs in Indonesia. One example of waste management community-based integrated waste management, namely the Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) of Citizens Perumahan Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan.
Some waste
management program that has been done by the environmental movement concerned, among other process of sorting waste, household composting of scale and area, planting and cultivation of seedlings, and the biopori hole. GPL is the program provides many benefits to the citizens and the environment, but will be required in the implementation of good cooperation between stakeholders such as citizens, the government and the private sector. GPL waste management program that has been running for six years to provide benefits that can be felt directly by the changes in the environment, especially PPI process of sorting waste, composting, planting and cultivation of seedlings although not all residents participate in this program. However, based on the evaluation based on the vision and mission of the GPL there is a congruence between the objectives will be achieved with the results obtained.
Keyword: Community-based waste management, participation, evaluation
RINGKASAN WULAN TRI EKA SASMITA. I34053077. Evaluasi Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan). Di bawah bimbingan PUDJI MULJONO.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk sangat besar di dunia setelah Negara China dan India. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dari waktu ke waktu menimbulkan banyak permasalahan yang terjadi. Salah satu akibat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk tersebut adalah bertambahnya limbah atau buangan sampah yang dihasilkan penduduk setiap hari. Penanganan dan pengelolaan sampah sampai saat ini masih belum optimal. Salah satu contoh permasalahan kasus penanganan dan pengelolaan sampah yang terjadi yakni di Kota Bekasi. Data BPS Kota Bekasi tahun 2003 mencatat, bahwa dengan luas Kota Bekasi ± 21.049 hektar, tingkat pertambahan penduduk dalam kurun waktu 1999-2004 relatif sangat tinggi yaitu 3,95 persen. Pada tahun 2010 jumlah penduduk di Kota Bekasi diperkirakan bertambah 606.363 jiwa (33,51%) jika dibandingkan tahun 2002. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat membesar volume timbulan sampah dan permasalahan lingkungan. Permasalahan sampah yang sudah terjadi dapat diatasi dengan cara melakukan pengelolaan sampah secara terpadu dan menyeluruh. Salah satu pengelolaan sampah secara terpadu dan menyeluruh yang dapat dilakukan saat ini adalah pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Salah satu pengelolaan sampah yang sudah dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholders tersebut adalah program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan warga Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan dengan membentuk Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana pelaksanaan program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dalam pengelolaan sampah berbasis
masyarakat
sudah
dilakukan,
menganalisis
partisipasi
masyarakat
dan
faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL), serta menganalisis apakah terjadi ketercapaian tujuan program dengan visi yang telah ditetapkan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif. Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Instrumen pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara mendalam, pengamatan berperanserta terbatas dan kuesioner. Responden dalam penelitian ini berjumlah 64 responden yang terdiri dari 32 kader dan fasilitor GPL dan 32 warga Kompleks Perumahan PPI. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatif. Analisa data secara kuantitatif dilakukan melalui tabulasi silang dan tabel frekuensi. Data kuantitatif yang telah diolah akan dipaparkan secara deskriptif. Pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) terbagi dalam beberapa kegiatan, yaitu: pemilahan sampah, pengomposan skala rumah tangga, pengomposan skala kawasan, keterampilan dari limbah atau sampah, penghijauan dan pembibitan serta pembuatan lubang biopori. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan partisipasi dari warga Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (PPI) dan stakeholders demi tercapainya tujuan GPL sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program GPL dipengaruhi oleh bebrapa faktor yang mempengaruhi. Faktor pendukung partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah GPL antara lain fasilitas yang memadai dari pihak GPL, penyuluhan intens dari GPL kepada warga Kompleks PPI, monitoring dari kader dan fasilitator GPL, dan keterlibatan semua stakeholders, baik warga, pemerintah, maupun mitra kerja GPL. Sedangkan faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah GPL yaitu faktor waktu, gaya hidup atau kebiasaan, fasilitas yang memadai dari pihak GPL, dan perilaku pemulung. Program-program GPL yang sudah dilaksanakan selama enam tahun dapat dievaluasi berdasarkan visi GPL yaitu menciptakan Kompleks Perumahan Pondok
Pekayon Indah menjadi lingkungan yang bersih, sehat, asri, harmoni dan lestari serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Dalam pelaksanaan program GPL, visi dari GPL tersebut sudah tercapai karena adanya perubahan di Kompleks PPI, akan tetapi belum semua warga Kompleks Perumahan PPI sudah ikut berpartisipasi. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada ketercapaian tujuan antara visi GPL dengan hasil yang diperoleh. Akan tetapi, manfaat yang sudah dirasakan oleh warga Kompleks Perumahan PPI yang menjadi sasaran program GPL yaitu RW 8, 9, 10 dan 11 sudah dapat terlihat dengan jelas. Manfaat tersebut dapat dilihat dari adanya kesesuaian antara misi GPL dengan pelaksanaan program GPL.
EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)
Oleh: WULAN TRI EKA SASMITA I34053077
SKRIPSI sebagai Bagian Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SKRIPSI Judul
: Evaluasi
Program
Pengelolaan
Sampah
Berbasis
Masyarakat (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan) Nama Mahasiswa
: Wulan Tri Eka Sasmita
NRP
: I34053077
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si NIP. 196210101989031005
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 195808271983031001
Tanggal Lulus :
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN
INI
BERJUDUL
SAYA
MENYATAKAN
“EVALUASI
PROGRAM
BAHWA
SKRIPSI
PENGELOLAAN
YANG
SAMPAH
BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS: PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN (GPL) PERUMAHAN PONDOK PEKAYON INDAH, KELURAHAN PEKAYON JAYA, BEKASI SELATAN)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.
Bogor, September 2009
WULAN TRI EKA SASMITA I34053077
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 10 Maret 1988. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Wangsa Sasmita dan Ibu Entih. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN 05 Bekasi. Pendidikan
lanjutan menengah
pertama
diselesaikan
pada
tahun 2002
di SLTPN 11 Bekasi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMU PGRI 1 Bekasi. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Ekologi Manusia, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) divisi Riset dan Pengembangan Masyarakat. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Komunikasi Bisnis pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Program
Pengelolaan
Pengelolaan
Sampah
Sampah
Berbasis
Masyarakat
(Studi
Kasus:
Terpadu
Gerakan
Peduli
Lingkungan
(GPL)
Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan) dengan baik. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana pelaksanaan program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat sudah dilakukan, menganalisis partisipasi masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL), serta menganalisis apakah terjadi ketercapaian tujuan program dengan visi yang telah ditetapkan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama untuk diri penulis sendiri.
Bogor, September 2009
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulisan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat, karunia, dan hidayah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Pudji Muljono, M. Si sebagai dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Martua Sihaloho, SP, MS sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan pengarahan kepada penulis. 3. Papa, mama, adik-adikku tercinta (Sheila dan Oiq) yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan doa yang tulus. 4. Seluruh kader dan fasilitator Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) serta warga Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah yang telah memberikan bantuan, berbagi ilmu dan pengalaman selama penulis melaksanakan penelitian. 5. Sahabat KPM: Reni, Aida, Iya, Andi, Ian, Yayan, Furqon, Ewen, Icha, Anggie, Metri, Arya, Oji, Tb, Mimi, Fahmie, Idham yang telah memberikan semangat dan bantuan moril dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Edu dan Echa, teman satu bimbingan yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 7. Bateng 23: Teh Kokom, Heni, Try, Uni, Ides, Ayu, Ala, Dian terimakasih atas doa dan dukungannya. 8. KPMer’s 42 yang tidak bisa di sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk masa-masa indah selama kuliah. 9. Seluruh staf KPM: Mba Maria, Mas Piat, Pak Haji, Bu Susi dan lainnya yang banyak membantu dalam administrasi dan segala urusan selama kuliah. 10. Sahabat sepanjang usia: Erma, Bahar, Liliek, Aang thanx being my friend.
11. Someone in my heart, yang selalu memberikan semangat, doa dan sayang yang tulus. 12. Semua pihak, keluarga dan teman, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis, baik langsung maupun tidak langsung. Semoga semua bantuan, dukungan, nasehat dan doa yang telah kalian berikan mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Amin.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ...................................................................................... Masalah Penelitian ................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................. Kegunaan Penelitian .............................................................................
1 4 4 5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS ..........................................................
6
2.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................................
6 6 6 9 14 14
2.1.1 Sampah ............................................................................................................ 2.1.1.1 Pengertian Sampah .................................................................................. 2.1.1.2 Pengelolaan Sampah ............................................................................... 2.1.2 Partisipasi Masyarakat .................................................................................... 2.1.2.1 Pengertian Partisipasi Masyarakat .......................................................... 2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat ..........
2.1.3 Evaluasi Program .............................................................................. 2.1.3.1 Pengertian Evaluasi Program ......................................................
15 17 17
2.1.3.2 Pendekatan Evaluasi Berorientasi Pencapaian Tujuan ............................
21
2.2 Kerangka Pemikiran............................................................................... 2.3 Definisi Konseptual ............................................................................... 2.4 Definisi Operasional ..............................................................................
22 23 25
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN .....................................................
27
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
Metode Penelitian .................................................................................. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. Teknik Pemilihan Responden dan Informan ........................................... Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................................
27 27 29 29 31
BAB 1V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .........................
32
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Pekayon Jaya ........................................... 4.1.1 Batas Administratif dan Geografis ............................................... 4.1.2 Administratif Kewilayahan .......................................................... 4.1.3 Sosial Ekonomi Penduduk ........................................................... 4.1.4 Sarana dan Prasarana Wilayah ..................................................... 4.1.4.1 Sarana Kesehatan ........................................................... 4.1.4.2 Sarana Pendidikan .......................................................... 4.1.4.3 Sarana Perekonomian ..................................................... 4.1.4.4 Sarana Hiburan ............................................................... 4.2 Gambaran Umum Pondok Pekayon Indah (RW 8,9, 10, dan 11) ............ 4.2.1 Administrasi Kewilayahan PPI (RW 8,9, 10, dan 11) .................. 4.2.2 Sosial Ekonomi PPI (RW 8, 9, 10 dan 11) ................................... 4.2.3 Lingkungan Hidup PPI (RW 8, 9, 10 dan 11) ..............................
32 32 32 33 33 33 33 34 34 34 35 35 36
BAB V GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN..........................................
38
5.1 Sejarah Berdirinya Gerakan Peduli Lingkungan ..................................... 5.2 Kegiatan Gerakan Peduli Lingkungan ................................................... 5.3 Program Kerja Gerakan Peduli Lingkungan ...........................................
38 40 43
BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN ........................................ 6.1 Pemilahan Sampah Rumah Tangga ........................................................ 6.2 Pengomposan ........................................................................................ 6.2.1 Pengomposan Skala Rumah Tangga ............................................ 6.2.2 Pengomposan Skala Kawasan ..................................................... 6.3 Kerajinan/Keterampilan dari Limbah/Sampah ....................................... 6.4 Penghijauan dan Pembibitan .................................................................. 6.5 Pembuatan Lubang Biopori ...................................................................
46 46 49 49 51 58 61 63
BAB VII TINGKAT PARTISIPASI PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN .......................................................................... 7.1 Tahap Partisipasi Masyarakat ................................................................ 7.1.1 Tahap Sosialisasi Program........................................................... 7.1.2 Tahap Pengambilan Keputusan (Perencanaan)............................. 7.1.3 Tahap Pelaksanaan ...................................................................... 7.1.4 Tahap Menikmati Hasil ...............................................................
65 65 65 67 68 69
7.1.5 Tahap Evaluasi ........................................................................... 7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat ..................... 7.2.1 Faktor Pendukung Partisipasi Masyarakat ................................... 7.2.2 Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat .................................. BAB VIII EVALUASI BERORIENTASI TUJUAN PROGRAM GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN ..................................... 8.1 Evaluasi Berorientasi Tujuan: Visi dan Misi Gerakan Peduli Lingkungan ........................................................................................... 8.2 Ikhtisar .................................................................................................
71 72 72 74
78 78 85
BAB XI KESIMPULAN DAN SARAN......................................................
88
9.1 Kesimpulan ........................................................................................... 9.2 Saran .................................................................................................
88 89
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
91
DAFTAR TABEL
Halaman Penggolongan Sampah menurut Hadiwiyoto (1983) .................... 8 Prosentase Pengambilan Sampah oleh Pemulung ......................... 11 Jenis Kertas Bekas dan Produk Daur Ulang yang Dihasilkan dari Pengolahan Kertas ................................................................ 12 Tabel 4. Jumlah Penduduk, Rukun Tetangga dan Kepala Keluarga RW 8, 9, 10 dan 11 ............................................................................. 35 Tabel 5. Program atau kegiatan Per kelompok Kerja GPL ......................... 40 Tabel 6. Materi Penyuluhan GPL .............................................................. 46 Tabel 7. Jumlah Responden menurut Tingkat Sosialisasi Program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) .............................................. 66 Tabel 8. Jumlah Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan dalam Pengelolaan Sampah GPL ............................. 67 Tabel 9. Jumlah Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan dalam Pengelolaan Sampah GPL ............................. 69 Tabel 10. Jumlah Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Menikmati Hasil dalam Pengelolaan Sampah GPL ...................... 70 Tabel 11. Jumlah Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi dalam Pengelolaan Sampah GPL ................................... 71 Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12a Gambar 12b Gambar 12c Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Gambar 19 Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23a Gambar 23b Gambar 24a Gambar 24b
Halaman Penggolongan Sampah menurut Apriadji (1989). ................... 9 Bagan Kerangka Pemikiran.................................................... 23 Struktur Organisasi GPL ........................................................ 39 Kegiatan Pelatihan GPL ......................................................... 46 Tong Pemilahan Sampah Organik, Sampah Anorganik, dan Sampah B3 ...................................................................... 47 Unit Pengelolaan Kompos Kawasan GPL .............................. 51 Program Penutupan TPS Liar ................................................. 52 Struktur Unit Pengelolaan Kompos Kawasan GPL ................. 53 Mesin Pengomposan (a, b dan c)............................................ 53 Tong Khusus Kompos ........................................................... 54 Baktor Pengangkut Sampah Kompos ..................................... 54 Sampah Organik dari Rumah ................................................. 55 Tempat Pengumpulan Individu .............................................. 55 Tempat Pengumpulan Kolektif .............................................. 55 Leacheat sebagai Bahan Pupuk Cair ...................................... 56 Proses Pembuatan Pengelolaan Kompos Kawasan ................. 57 Hasil Karya Pokja Kerajinan dari Limbah .............................. 59 Penghijauan GPL ................................................................... 61 Pembibitan GPL .................................................................... 62 Penghijauan Kawasan Kompleks Perumahan PPI Tahun 2003 (a dan b) ............................................................. 62 Perubahan Penghijauan Kawasan Kompleks Perumahan PPI Tahun 2006 (a dan b) ...................................................... 63 Pencanangan Lubang Biopori (a dan b) .................................. 64 Papan Himbauan GPL (a dan b) ............................................. 66 Buletin GPL........................................................................... 66 Tong Sampah Biasa ............................................................... 76 Tong Khusus Kompos ........................................................... 76 Lubang Biopori yang Belum Ditutup ..................................... 76 Lubang Biopori yang Sudah Ditutup ...................................... 76
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian............................................................... 94 Lampiran 2 Data Responden dan Informan .................................................. 95 Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian ............................................................ 96
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk
sangat besar di dunia setelah negara China dan India. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dari waktu ke waktu menimbulkan banyak permasalahan yang terjadi. Salah satu akibat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk tersebut adalah bertambahnya limbah atau buangan sampah yang dihasilkan penduduk setiap hari. Limbah sampah yang ditimbulkan terutama di daerah perkotaan telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditanggulangi oleh stakeholders yakni pemerintah, pihak swasta dan juga masyarakat. Permasalahan ini dapat dilihat dihampir sebagian kota-kota besar di Indonesia seperti di wilayah Jabodetabek, Surabaya, dan kota-kota besar lainnya. Penanganan dan pengelolaan sampah sampai saat ini masih belum optimal. Sebagian besar penduduk masih melakukan proses penanganan dan pengelolaan sampah dengan sistem konvensional yakni Kumpul-Angkut-Buang dengan penyelesaian akhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Permasalahan lain yang berpengaruh terhadap penanganan dan pengelolaan sampah adalah tingginya biaya operasional dan semakin sulitnya ruang yang sesuai untuk pembuangannya. Berdasarkan hasil evaluasi kebersihan kota-kota di Indonesia dapat diketahui bahwa tidak seluruh sampah dapat diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah untuk dibuang ke TPA. Salah satu contoh permasalahan kasus penanganan dan pengelolaan sampah yang terjadi yakni di Kota Bekasi. Perkembangan penduduk Kota Bekasi semakin meningkat akibat urbanisasi. Kota Bekasi berkembang menjadi metropolitan karena meningkatnya pembangunan di berbagai bidang seperti industri, perdagangan, pelayanan jasa, dan lain-lain. Kota Bekasi yang jaraknya berdekatan dengan Jakarta sebagai Ibukota negara dan menjadi daerah penyangga menyebabkan Kota Bekasi memiliki peran yang besar termasuk dalam permasalahan perkotaan yaitu sampah.
Data BPS Kota Bekasi tahun 2003 mencatat, bahwa dengan luas Kota Bekasi ± 21.049 hektar, tingkat pertambahan penduduk dalam kurun waktu 19992004 relatif sangat tinggi yaitu 3,95 persen. Pada tahun 2010 jumlah penduduk di Kota Bekasi diperkirakan bertambah 606.363 jiwa (33,51%) jika dibandingkan tahun 2002. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat membesar volume timbulan
sampah
dan
permasalahan
lingkungan.
Akibat
perkembangan
kewilayahan, pertambahan penduduk, meningkatnya kepadatan penduduk dan kecendrungan gaya hidup yang semakin konsumtif menimbulkan kompleksitas masalah sampah. Data non fisik Adipura (2007) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bekasi pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 1.914.316 jiwa dan 2.066.913 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk sebesar 152.597 jiwa dari tahun 2006 ke 2007 juga diiringi dengan meningkatnya volume rata-rata timbunan sampah harian Kota Bekasi sebesar 2.790 m3/hari (DKP, 2007). Pengelolaan sampah Kota Bekasi masih menerapkan pendekatan konvensional. Penyelesaian sampah mengandalkan pada tempat pembuangan akhir (TPA) yang dikelola dengan sistem open-dumping.
Pendekatan
ini
menimbulkan
berbagai
persoalan
yakni,
pencemaran udara, air permukaan dan dalam tanah, timbulnya berbagai macam penyakit, konflik sosial, konflik tata ruang, dan lainnya.1 Permasalahan sampah yang sudah terjadi dapat diatasi dengan cara melakukan pengelolaan sampah secara terpadu dan menyeluruh. Sistem penanganan sampah yang ideal memiliki prinsip “membuang sekaligus memanfaatkannya”
sehingga
selain
membersihkan
lingkungan,
juga
menghasilkan kegunaan baru. Sistem pengelolaan yang baik dan ideal harus bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara daur ulang semua limbah yang dibuang, kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Salah satu pengelolaan sampah secara terpadu dan menyeluruh yang dapat dilakukan saat ini adalah pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pengelolaan sampah dengan
1
Bagong Suyoto. Fenomena Gerakan Mengolah Sampah. Prima Infosarana Media. Jakarta.
sistem ini membutuhkan kerjasama yang baik antara stakeholders terutama masyarakat, karena di sini partisipasi masyarakat sangat penting. Salah satu pengelolaan sampah yang sudah dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholders tersebut adalah program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan warga Perumahan Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan dengan membentuk Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) adalah kelompok masyarakat yang mempunyai komitmen yang tinggi dalam upaya turut melestarikan lingkungan hidup di Indonesia. Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) lahir tanggal 4 April 2003, dipelopori oleh MTIID (Majelis Ta’lim Ibu-ibu Darussalam) dan HIPPI (Himpunan Pemuda Pondok Pekayon Indah). Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) mempunyai visi untuk menciptakan Pondok Pekayon Indah menjadi lingkungan yang bersih, sehat, asri, harmoni dan lestari serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL)
yang utama
pengomposan
adalah
sampah,
serta
pemberdayaan masyarakat, pembibitan/penghijauan.
pemilahan Beberapa
dan Unit
Pengembangan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) sudah dibentuk yaitu: Unit Pengelolaan Kompos Kawasan, Unit Taman Bacaan, Unit Arisan GPL, Unit Buletin dan Unit GPL Kids.2 Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mencoba melihat bagaimana evaluasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan goal oriented dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya, khususnya pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dan warga Perumahan Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan.
Gugus Tugas Pengelolaan Sampah. 2009. Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). http://gtps.ampl.or.id/index.php?option=com_comprofiler&task=userProfile&user=96 diakses tanggal 10 Maret 2009.
1.2
Masalah Penelitian Masalah persampahan mutlak ditangani secara bersama-sama antara
pemerintah, komunitas masyarakat seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat itu sendiri. Mengelola sampah pada dasarnya membutuhkan peran aktif dari masyarakat terutama dalam mengurangi jumlah timbulan sampah, memilah jenis sampah hingga berupaya menjadikan sampah menjadi lebih bermanfaat. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran dan komitmen secara kolektif menuju perubahan sikap atau perilaku dan etika yang berbudaya lingkungan. Langkah terpenting yang perlu dilakukan adalah dengan melalui pendekatan mengurangi sampah yang masuk ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir), dimana kunci keberhasilannya terletak dari upaya pengurangan sampah yang dimulai dari sumbernya dengan melibatkan berbagai stakeholders. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan diteliti beberapa hal yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Sejauh mana pelaksanaan program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat sudah dilakukan? 2. Bagaimanakah partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL)? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL)? 4. Apakah terjadi ketercapaian tujuan program dengan visi dan misi yang telah ditetapkan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan-perumusan masalah yang telah dikemukakan di
atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menggambarkan sejauh mana pelaksanaan program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat sudah dilakukan.
2. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 4. Menganalisis apakah terjadi ketercapaian tujuan program dengan visi dan misi yang telah ditetapkan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat. 1.4
Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi
berbagai pihak, yaitu: 1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam mengkaji pengelolaan sampah berbasis masyarakat. 2. Bagi kalangan akademisi, sebagai acuan literatur yang dapat membantu pada penelitian dan penulisan selanjutnya, sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bagi penulisan ilmiah terkait mengenai pengelolaan sampah berbasis masyarakat. 3. Bagi pembaca, sebagai gambaran mengenai pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Indonesia. 4. Bagi Gerakan Peduli Lingkungan (GPL), dapat menjadi masukan dalam mengembangkan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang sudah dilaksanakan.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sampah 2.1.1.1 Pengertian Sampah Sampah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas keseharian manusia. Apriadji (1989) memberikan definisi mengenai sampah sebagai zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak digunakan lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun sebagai sisa proses industri. Hadiwiyoto (1983) memberikan ciri-ciri sampah sebagai bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya, dari segi sosial ekonomis sudah tidak memiliki harga, dan dari segi lingkungan merupakan bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada kelestarian lingkungan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, Hadiwiyoto (1983) mendefinisikan sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagiannya utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya, dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian. Slamet (1996) menyatakan bahwa secara kuantitas maupun kualitasnya, sampah dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat, antara lain: 1. Jumlah penduduk. Semakin banyak penduduk semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. 2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah per kapita sampah yang dibuang. 3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam.
Sampah dapat dibedakan atas dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sehingga mempermudah pengelolaanya menurut Slamet (1996), antara lain: a. Sampah yang mudah membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, sampah pertanian, dan lainnya. b. Sampah yang tidak membusuk, seperti kertas, platik, karet, gelas, logam, dan lainnya. c. Sampah yang berupa debu atau abu hasil pembakaran. d. Sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah-sampah yang berasal dari indusri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis berbahaya. Apriadji (1989) menjelaskan bahwa sampah dapat digolongkan ke dalam empat kelompok, antara lain meliputi: (1) human excreta yang merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia, meliputi tinja (faeces) dan air kencing (urine), (2) sawage yang merupakan limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga, (3) refuse yang merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga, dan (4) industrial waste yang merupakan bahan-bahan buangan dari sisa proses industri. Penggolongan yang lebih rinci lagi diajukan oleh Hadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa sampah dapat digolongkan berdasarkan tujuh karakteristik, yaitu penggolongan sampah berdasarkan asal, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadi, sifat dan jenisnya (Tabel 1). Penggolongan sampah yang dilakukan oleh Apriadji (1989) tidak dimasukkan
ke dalam Tabel 1 karena belum jelasnya dasar
penggolongan yang digunakan. Penggolongan sampah yang dilakukan oleh Apriadji (1989) hanya dapat digambarkan pada Gambar 1.
Tabel 1. Penggolongan Sampah menurut Hadiwiyoto (1983) Karakteristik Sampah
Asal
Komposisi
Keterangan Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga, Sampah dari hasil kegiatan industri atau pabrik, Sampah dari hasil kegiatan pertanian, Sampah dari hasil kegiatan perdagangan, Sampah dari hasil kegiatan pembangunan, Sampah dari hasil kegiatan jalan raya. Sampah yang seragam Sampah yang tidak seragam (campuran)
Bentuk
Padatan (solid), Cairan (termasuk bubur, gas.)
Lokasi
Sampah kota (urban) Sampah daerah
Proses terjadi
Sampah alami Sampah non-alami
Sifat
Sampah organik Sampah non-organik
Jenis
Sampah makanan Sampah kebun atau pekarangan Sampah kertas Sampah plastik, karet, dan kulit Sampah kain Sampah kayu Sampah logam Sampah gelas dan keramik Sampah berupa abu dan debu
Sampah (waste) Human Excreta Sawage Refuse Garbage Rubbish Tak lapuk Tak mudah lapuk Yang tidak terbakar Yang bisa terbakar Industrial waste
Gambar 1. Penggolongan Sampah menurut Apriadji (1989)
2.1.1.2 Pengelolaan Sampah Terdapat tiga jenis teknologi yang saat ini banyak diterapkan dalam pengelolaan sampah menurut Nainggolan dan Safrudin (2001)3, yaitu: 1. Pengomposan Sampah Pengomposan merupakan salah satu cara dalam mengolah bahan padatan organik untuk menjadi kompos yang secara nasional ketersediaan bahan organik dalam sampah kota cukup melimpah yaitu antara 70-80 persen. Akan tetapi, sebagian besar sampah kota belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai kompos. Pada dasarnya pengomposan merupakan proses degradasi materi organik menjadi stabil melalui reaksi biologis mikroorganisme dalam kondisi yang
Nainggolan, Azas Tigor, dan Ahmad Safrudin. 2001. A Long Way To Zero Waste Management. www.Geocities.Com/Persampahan/0-Waste.Doc. Diakses tanggal 20 Desember 2008, 20.00.
terkendali. Teknologi pengomposan sampah yang dilakukan saat ini sangat beragam ditinjau dari segi teknologi maupun kapasitas produksinya antara lain: pengomposan dengan cara aerobik, pengomposan dengan cara semi aerobik, pengomposan dengan reaktor cacing, dan pengomposan dengan menggunakan additive. Kompos sebenarnya mempunyai nilai pasar, akan tetapi studi BPP Teknologi pada tahun 1990 menemukan bahwa hanya 4 persen dari pedagang tanaman hias yang menjual kompos karena kompos ini kurang populer pada masyarakat. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah ini dapat digunakan untuk: menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian; menggemburkan kembali lahan pertamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, reklamasi pantai, pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, mengurangi pupuk kimia. 2. Pembakaran Sampah Teknologi pembakaran sampah dalam skala besar atau skala kota dilakukan di instalasi pembakaran yang disebut juga dengan incinerator. Dengan teknologi ini, pengurangan sampah dapat mencapai 80 persen dari sampah yang masuk, sehingga hanya sekitar 20 persen yang merupakan sisa pembakaran yang harus dibuang ke TPA. Sisa pembakaran ini relatif stabil dan tidak dapat membusuk lagi, sehingga lebih mudah penanganannya. Keberhasilan penerapan teknologi pembakaran sampah sangat tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah serta kemampuan dana maupun manajemen dari Pemerintah Daerah. Pemanfaatan sisa abu hasil pembakaran ini dapat digunakan antara lain: sebagai pengganti tanah penutup lahan TPA, pasca penambangan; sebagai tanah urug; sebagai campuran bahan konstruksi (batako, paving block, dsb); dan sebagai campuran kompos. 3. Daur Ulang Sampah Kegiatan daur ulang sampah sudah dimulai sejak beberapa tahun terakhir ini yang dilakukan oleh sektor informal. Para pemungut barang bekas yang disebut pula dengan pemulung, melaksanakan kegiatan pemungutan sampah dihampir seluruh subsistem pengelolaan sampah. Komponen sampah yang
mempunyai nilai tinggi untuk dimanfaatkan kembali, berdasarkan penelitian BPP Teknologi tahun 1990, adalah sampah kertas, logam dan gelas. Prosentase sampah tersebut (dari jumlah awal) yang diambil oleh pemulung adalah seperti pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Prosentase Pengambilan Sampah oleh Pemulung No.
Komponen Sampah
Persentase
1.
Kertas
71,20
2.
Plastik
67,05
3.
Logam
96,09
4.
Gelas
85,05
Beberapa pemanfaatan sampah kering yang dapat dihasilkan dari pengolahan sampah untuk daur ulang dan mempunyai nilai ekonomis antara lain : a. Sampah Kertas. Jenis kertas bekas serta produk daur ulang yang dapat dihasilkan dari hasil pengolahan kertas dapat dilihat pada Tabel 3. b. Sampah Plastik. Pada umumnya sampah plastik sebagian besar dapat diolah menjadi produk baru berupa alat rumah tangga seperti ember, bak tali plastik; digunakan kembali seperti pembungkus, pot tanaman, tempat bumbu; dan sebagai bahan industri daur ulang seperti pellet, biji plastik. c. Logam. Logam yang dihasilkan dari sampah kota dapat dimanfaatkan antara lain: digunakan kembali seperti kaleng susu; dijadikan produk baru, seperti tutup botol kecap, mainan; dan sebagai bahan tambahan atau bahan baku industri seperti industri logam. d. Bahan lain. Bahan lain seperti, gelas, karet mempunyai prosentase yang cukup kecil dalam komponen sampah kecuali pada kasus tertentu. Oleh karena itu dalam skala kecil tidak ekonomis untuk diolah.
Tabel 3. Jenis Kertas Bekas dan Produk Daur Ulang yang Dihasilkan dari Pengolahan Kertas No.
Jenis Kertas Bekas
Sumber
Produk Recycling
1.
Kertas komputer dan kertas Perkantoran, tulis percetakan dan sekolah
Kertas komputer, kertas tulis dan art paper
2.
Kantong kraft
Pabrik, pasar dan pertokoan
Kertas kraft dan art paper
3.
Karton dan box
Pabrik, pertokoan dan pasar
Karton dan art paper
4.
Koran, majalah dan buku
Perkantoran, pasar dan rumah tangga
Kertas koran dan art paper
5.
Kertas bekas campuran
Rumah tangga, perkantoran, LPS/ TPA dan Pertokoan
Kertas tissue, kertas tulis kualitas rendah dan art paper
6.
Kertas pembungkus makanan
Pertokoan, rumah tangga dan perkantoran
Tidak dapat di daur ulang
7.
Kertas tissu
Rumah tangga, perkantoran, rumah makan dan pertokoan
Kertas tissu (tetapi sangat jarang yang dapat didaur ulang kembali)
Sumber : Kajian Pengelolaan Kertas, Dep. PU, DTW, 1999
Masalah sampah di berbagai kota besar di Indonesia sebenarnya dapat dipecahkan dengan baik sebagaimana yang berhasil dilakukan di negara maju apabila peran aktif masyarakat meningkat. Kastaman (2006) menyatakan bahwa pada umumnya proses pengelolaan sampah dengan basis partisipasi aktif masyarakat terdiri dari beberapa tahapan proses, antara lain: 1. Mengupayakan agar sampah dikelola, dipilah dan diproses tahap awal mulai dari tempat timbulan sampah itu sendiri (dalam hal ini mayoritas adalah lingkungan rumah tangga). Upaya ini setidaknya dapat mengurangi timbulan sampah yang harus dikumpulkan dan diangkut ke TPS sehingga bebannya menjadi berkurang. 2. Pada fase awal di tingkat rumah tangga setidaknya diupayakan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dan sampah non organik dipilah serta mengumpulkan menurut jenisnya sehingga memungkinkan untuk didaur ulang. Sampah organik sebenarnya telah dapat diproses menjadi kompos
disetiap rumah tangga pada tong-tong sampah khusus kompos yang mampu memproses sampah menjadi kompos untuk periode tampung antara 18 hingga 28 hari dengan bantuan mikroba pengurai. Bila proses pengomposan di tiap rumah tangga belum mungkin dilakukan, selanjutnya petugas sampah mengangkut sampah yang telah terpilah ke tempat pembuangan sampah sementara untuk diproses. Hasil pengamatan di beberapa tempat pembuangan sampah atau TPS di beberapa bagian kota diketahui bahwa masing-masing sampah non organik masih memiliki nilai ekonomi. Pewadahan dan pengumpulan dari wadah tempat timbulan sampah sisa yang sudah dipilah ke tempat pemindahan sementara. Pada tahapan ini beban kerja petugas pembuangan sampah menjadi lebih ringan. 3. Pengangkutan sampah ke tempat pembuangan atau ke tempat pengolahan sampah terpadu. Pada tahapan ini diperlukan kotak penampungan sampah dan gerobak pengangkut sampah yang sudah dipilah. 4. Tahapan selanjutnya adalah pengolahan sampah yang tidak memungkinkan untuk diolah di setiap lingkungan rumah tangga di TPS. Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang ada dengan menggunakan pendekatan ini kemudian diubah fungsinya menjadi semacam pabrik pengolahan sampah terpadu, yang produk hasil olahnya adalah kompos, bahan daur ulang dan sampah yang tidak dapat diolah lagi. 5. Tahapan akhir adalah pengangkutan sisa akhir sampah sampah yang tidak dapat didaur ulang atau tidak dapat dimanfaatkan lagi ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Pada fase ini barulah proses penimbunan atau pembakaran sampah akhir dapat dilakukan dengan menggunakan incinerator. Peningkatan peran masyarakat dalam menangani sampah menurut Djajadiningrat (1997), dapat
dilaksanakan melalui jalur sektor formal dan
informal. Pada sektor formal peran serta masyarakat tidak terlampau sulit. Peran serta masyarakat pada jalur formal dapat berbentuk: 1. Penyediaan sarana: institusi pemerintah dan swasta dapat diikutsertakan dalam penyediaan sarana, seperti tempat sampah dan lainnya. 2. Pemilahan limbah rumah tangga: limbah dipisah berdasarkan kelompoknya.
3. Gerakan masyarakat peduli lingkungan: melakukan berbagai gerakan peduli lingkungan seperti gerakan konsumen hijau, kerja bakti membersihkan lingkungan dan lainnya. 4. Gerakan lingkungan melalui RT/RW: pengembangan upaya kebersihan lingkungan yang berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat. 5. Sistem insentif untuk gerakan kebersihan: untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan perkotaan, pemerintah dapat bekerja sama dengan ORMAS (KADIN, Asosiasi, Lembaga Masyarakat peduli lingkungan, Karang Taruna, dll).
2.1.2 Partisipasi Masyarakat 2.1.2.1 Pengertian Partisipasi Masyarakat Partisipasi menurut Siswanto (2004) berkaitan dengan proses pembebasan manusia dari segala macam hambatan yang berupa ketidaksederajatan, tekanan ancaman, ketakutan dan penindasan dari pihak eksternal yang merasa lebih berpengetahuan-berpangkat-berjabatan dan lain sebagainya. Salah satu konsep partisipasi merupakan social learning dengan cara mempertemukan top-down approach dengan bottom-up approach. Melalui proses ini, kedua macam pengetahuan tersebut akan melebur menjadi satu. Pada saat pengetahuan kedua pihak melebur, maka persepsi dari pihak satu terhadap pihak yang lain akan berubah. Mardikanto (1998) dalam Rasminawati (2005) menjelaskan bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Melalui kesadaran mengenai kondisi yang tidak memuaskan, sehingga harus diperbaiki dengan kegiatan manusia (masyarakat) sendiri, kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan, serta adanya kepercayaan diri bahwa ia dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat adalah merupakan landasan tumbuhnya interaksi dan komunikasi tersebut. Sementara itu, Cohen dan Uphoff (1977) dalam Intania (2003) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu:
a. Tahap pengambilan keputusan (perencanaan) yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud di sini yaitu pada saat perencanaan suatu kegiatan. b. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat berupa partisipasi dalam bentuk sumbangan pikiran, partisipasi dalam bentuk sumbangan materi, dan partisipasi dalam bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. c. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek yang dirasakan berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. d. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa sebagaimana yang dijelaskan oleh Sastropoetro (1988) dalam Suhendar (2004) bahwa partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang menurut Pangestu dalam Pratiwi (2008) meliputi dua hal, yaitu: a. Faktor internal dari individu yang mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu yang meliputi: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, luas lahan garapan, pendapatan, pengalaman berusaha, dan kosmopolitan. b. Faktor eksternal yang merupakan faktor diluar karakteristik individu yang meliputi
hubungan
antara
pengelola
dengan
masyarakat,
masyarakat, pelayanan pengelola, dan kegiatan penyuluhan.
kebutuhan
Selain faktor pendukung terdapat pula faktor penghambat partisipasi masyarakat. Menurut Nasdian (2003), faktor penghambat partisipasi antara lain adalah masalah struktural. Masalah struktural mengalahkan masyarakat lapisan bawah terhadap interest pribadi akibat aparatur pemerintah yang lebih kuat. Faktor lain yang menghambat partisipasi adalah budaya yang tumbuh dalam masyarakat, yakni sikap masyarakat yang pasrah terhadap nasib dan terlalu tergantung kepada pemimpin sehingga masyarakat menjadi kurang kreatif. Budaya tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi faktor-faktor yang mendukungnya menurut Slamet (1994), yaitu: a. Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi. b. Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut. c. Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sarana dan material lainnya Menurut Sahidu (1998) dalam Suhendar (2004) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan untuk berpartisipasi adalah motif harapan, needs, rewards, dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur, dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana, dan prasarana. Faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal, dan pengalaman yang dimiliki.
2.1.3 Evaluasi Program 2.1.3.1 Pengertian Evaluasi Program Evaluasi menurut Jabar dan Arikunto (2004) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Menurut Deptan (1989) evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak kegiatan-kegiatan proyek atau program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi proyek dapat dilaksanakan pada waktu-waktu sebagai berikut: 1. Pada waktu pelaksanaan (proyek sedang berjalan atau on going evaluation). 2. Pada waktu penyelesaian (evaluasi akhir proyek atau terminal evaluation). 3. Beberapa tahun setelah proyek selesai (evaluasi dilakukan pada saat proyek diperkirakan telah berhasil mencapai perkembangannya secara penuh atau ex post evaluation). Deptan (1989) menjelaskan bahwa proyek atau program bertujuan untuk mengubah seperangkat sumber-sumber daya menjadihasil yang diinginkan melalui serangkaian kegiatan atau proses. Sumber-sumber daya yang diubah disebut input (masukan), sedangkan hasil yang dicapai dibagi menjadi tiga golongan yaitu output (hasil),effect (pengaruh langsung), dan impact (dampak). Musa (2005) memaparkan pengertian bahwa evaluasi program adalah suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan suatu objek yang dilakukan secara terencana, sistematik dengan arah dan tujuan yang jelas. Unsur-unsur pokok yang harus ada dalam kegiatan evaluasi menurut Musa (2005) adalah: objek yang dinilai, tujuan evaluasi, alat evaluasi, proses evaluasi, hasil evaluasi, standar yang dijadikan pembanding, dan proses perbandingan antara evaluasi dengan standar. Hasil evaluasi adalah sebagai bahan bagi pengambilan keputusan. Dalam evaluasi program terdapat tiga tujuan yang diperoleh, yaitu: a. Mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan atau ketercapaian apabila dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. b. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dari program yang sedang dilakukan.
c. Sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan program selanjutnya. Prinsip-prinsip yang perlu diindahkan ketika melakukan evaluasi program menurut Musa (2005), antara lain: 1. Obyektif, bahwa data dan informasi yang diperoleh adalah benar berdasarkan fakta yang ada. 2. Menyeluruh, bahwa data dan informasi yang diperoleh mencakup aspek-aspek dari program yang bersangkutan. 3. Partisipatif, bahwa data dan informasi yang diperoleh bukan semata-mata dari persepsi pihak evaluator, tetapi juga sumber informasi lain. Tayibnapis (2008) mengemukakan pemahaman evaluasi dengan memakai contoh kasus pendidikan. Evaluasi adalah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna berbagai objek (Join committee, 1981). Scriven (1996) dalam Tayibnapis (2008) membedakan evaluasi menjadi dua yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilaksanakan selama program berjalan untuk memberikan informasi kepada pemimpin program sebagai bahan perbaikan program. Evaluasi sumatif dilaksanakan pada akhir program untuk memberikan informasi kepada konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program. Selain informasi formatif dan sumatif ada juga evaluasi internal dan eksternal, dimana evaluasi eksternal dilakukan oleh orang diluar program dan evaluasi internal dilakukan oleh orang dari dalam program. Evaluasi dapat memiliki dua fungsi, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif digunakan untuk perbaikan dan pengembangan program yang sedang berjalan, sedangkan fungsi sumatif digunakan sebagai pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau kelanjutan program. Oleh karena itu, evaluasi seharusnya dapat membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan, dan dukungan dari mereka yang terlibat. Committee on Standard for Educational Evaluation (Join Committee, 1981) yang diketuai oleh Daniel Stufflebeam mengembangkan standar untuk kegiatan evaluasi, yaitu: a. Utility (bermanfaat dan praktis)
b. Accuracy (secara tekhnik tepat) c. Feasibility (realitik dan teliti) d. Propriety (dilakukan dengan legal dan etik) Evaluasi yang baik adalah yang memberikan dampak positif pada perkembangan program. Menurut Jabar dan Arikunto (2004) evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui implementasi dari suatu kebijakan. Dengan demikian, kegiatan evaluasi program mengacu pada tujuan atau dengan kata lain tujuan tersebut dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu program. Terdapat dua macam tujuan evaluasi yaitu, tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum evaluasi diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen program. Proses pengevaluasian memiliki enam pendekatan (Tayibnapis, 2008). Pendekatan yang dimaksud adalah berkaitan dengan tujuan dari pengevaluasian yang dilakukan. Pendekatan yang dilakukan menilai dari segi mana baiknya proses evaluasi dijalankan. Terdapat beberapa pendekatan yang digunakan dalam mengevaluasi program, diantaranya adalah: 1. Pendekatan Eksprimental Tujuan dari pendekatan ini adalah memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program dengan menciptakan situasi yang dikontrol, seperti membandingkan kelompok yang menerima program dan yang tidak. Pendekatan ini membuat evaluator sebagai orang ketiga yang objektif dalam menarik kesimpulan. 2. Pendekatan yang berorientasi pada pencapaian tujuan Pada pendekatan ini evaluator mencoba mengukur sampai dimana pencapaian tujuan telah dicapai. Evaluator juga dapat membantu klien menerangkan rencana
penerapan
dan
melihat
proses
pencapaian
tujuan
yang
memperlihatkan kemampuan program menjalankan kegiatan sesuai rencana. 3. Pendekatan yang berfokus kepada keputusan Pendekatan ini menekankan peranan informasi yang sistematik untuk pengelola program dalam menjalankan tugasnya. Pada pendekatan ini evaluator memerlukan dua macam informasi dari klien. Pertama ia harus
mengetahui butir-butir keputusan penting pada setiap periode selama program berjalan. Kedua ia perlu mengetahui macam informasi yang mungkin akan sangat berpengaruh untuk setiap keputusan. Keunggulan program ini adalah perhatiannya terhadap kebutuhan pembuat keputusan dan kerelevanan program. 4. Pendekatan yang berorientasi kepada pemakai Pada pendekatan ini evaluator lebih terlibat dalam kegiatan program, mereka lebih bertindak sebagai orang dalam daripada sebagai konsultan luar. Pendekatan ini dilakukan dengan bersahabat, evaluator mencari pengetahuan tentang fungsi program dan keperluan orang-orang yang mempengaruhi keputusan. Pendekatan ini membuat evaluator dapat memberikan ide kepada kelompok pemakai, menerima saran mereka dan mengadaptasikan evaluasi sesuia dengan kebutuhan pemakai atau klien. Evaluator harus seorang yang komunikatif, karena interaksi dengan orang-orang program dan klien mempengaruhi kegunaan hasil evaluasi. 5. Pendekatan yang responsif Pendekatan ini berusaha mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang dari semua orang yang terlibat, berminat, dan yang berkepentingan dengan program. Evaluator bertujuan berusaha mengerti urusan program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda. Evaluasi responsif memiliki ciri-ciri penelitian yang kualitatif apa adanya. Evaluator harus dilatih teknik-teknik penelitian kualitatif. Kelebihan dari Pendekatan ini adalah memiliki kepekaan terhadap berbagai titik pandang. 6. Goal Free Evaluation (Evaluasi bebas tujuan) Ciri-ciri evaluasi ini adalah: evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program, tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak menyempitkan fokus evaluasi, berfokus pada hasil yang sebenarnya dan bukan pada hasil yang telah direncanakan, hubungan dengan orang-orang program dibuat seminimal mungkin dan evaluasi dimungkinkan akan ditemukannya dampak yang tidak diramalkan.
2.1.3.2 Pendekatan Evaluasi Berorientasi Pencapaian Tujuan (Goal Oriented Approach) Pendekatan yang berorientasi pada tujuan (goal oriented approach) menurut Tayibnapis (2008) merupakan pendekatan evaluasi dengan memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan sampai sejauh mana program telah berhasil. Menurut Tyler dalam Jabar dan Arikunto (2004) goal oriented approach
merupakan
berkesinambungan,
pendekatan
evaluasi
yang
dilakukan
secara
terus-menerus, melihat sejauh mana tujuan sudah terlaksana
dalam proses pelaksanaan program. Model ini memberikan petunjuk tentang perkembangan program, menjelaskan hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dan hasil yang akan dicapai. Dalam pendekatan ini terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil, dan prosedur pengukuran hasil. Pada pendekatan ini evaluator mencoba mengukur sejauh mana pencapaian tujuan telah dicapai. Evaluator membantu klien dalam merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dan kegiatan, evaluator juga dapat membantu klien dalam menerangkan rencana penerapan dan melihat proses pencapaian tujuan yang memperlihatkan kemampuan program menjalankan kegiatan sesuai rencana. Pendekatan goal oriented mempengaruhi hubungan antara evaluator dengan klien, hal ini disebabkan karena proses dalam memperjelas tujuan memerlukan interaksi yang intens antara evaluator dengan klien. Pada pendekatan yang berorientasi tujuan evaluator juga menentukan sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai dengan melihat dari tujuan umum dan tujuan khusus program tersebut. Dalam hal ini keberhasilan suatu program diukur dengan kriteria program khusus bukan dengan kelompok kontrol atau dengan perbandingan program lain. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini memiliki kelebihan yang terletak pada hubungan antara tujuan dan kegiatan serta penekanan pada elemen yang penting dalam program yang melibatkan individu. Namun, keterbatasan pendekatan ini yaitu kemungkinan evaluasi melewati konsekuensi yang tidak diharapkan akan terjadi.
2.2 Kerangka Pemikiran Dalam evaluasi program pengelolaan sampah dapat melihat dengan menggunakan pendekatan evaluasi berorientasi tujuan (goal oriented approach) dari program pengelolaan sampah tersebut. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah mempengaruhi keberhasilan dan keefektifan dari adanya program pengelolaan sampah berbasis masyarakat, partisipasi masyarakat dapat dilihat melalui tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi mengenai pengelolaan sampah tersebut. Selain itu, terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat tersebut. Salah satu pengelolaan sampah yang dapat dievaluasi adalah pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan warga Perumahan Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan. Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan ini adalah dengan membentuk Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Dalam pelaksanaan program GPL input yang tergolong dalam program ini yaitu para kader dan fasilitator GPL serta warga Kompleks PPI. Program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL)
yang
utama
adalah
pemberdayaan
masyarakat,
pemilahan
dan
pengomposan sampah, serta pembibitan atau penghijauan. Program pengelolaan sampah berbasis masyarakat GPL yang dilakukan antara lain pemilahan sampah, pengomposan skala rumah tangga dan kawasan, keterampilan dari limbah atau sampah, penghijauan dan pembibitan, dan pembatan lubang biopori. Dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat tersebut melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi sehingga dapat dilihat apakah terjadi ketercapaian tujuan program sesuai dengan visi dan misi dalam pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang telah ditetapkan Gerakan peduli Lingkungan (GPL) yakni menciptakan Pondok Pekayon Indah menjadi lingkungan yang bersih, sehat, asri, harmoni dan lestari serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan.
PROSES Pengelolaan sampah berbasis masyarakat: a. Pemilahan sampah b. Pengomposan skala RT dan kawasan c. Keterampilan dari limbah/sampah d. Penghijauan dan pembibitan e. Lubang biopori
INPUT a. Kader GPL b. Fasilitator GPL c. Warga PPI
Tahap partisipasi: a. Sosialisasi b. Perencanaan c. Pelaksanaan d. Menikmati hasil e. Evaluasi
OUTPUT Evaluasi Pendekatan Berorientasi Tujuan Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan: : mempengaruhi
2.4 Definisi Konseptual 1. Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) adalah kelompok masyarakat Perumahan Pondok Pekayon Indah yang mempunyai komitmen tinggi dalam upaya melestarikan lingkungan, salah satunya melalui pengelolaan sampah berbasis masyarakat. 2. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah. 3. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela disertai dengan tanggung jawab terhadap keterlibatannya dalam program
pengelolaan sampah berbasis masyarakat oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 4. Tahap perencanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam merencanakan dan membuat keputusan terhadap program yang yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 5. Tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 6. Tahap menikmati hasil adalah keikutsertaan masyarakat dalam menikmati hasil program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 7. Tahap evaluasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam mengevaluasi program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 8. Goal oriented approach adalah pendekatan evaluasi yang digunakan dalam mengevaluasi program pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan mengacu pada tujuan program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 9. Pemilahan sampah rumah tangga adalah pengelolaan sampah yang dilakukan pada tingkat rumah tangga dengan cara memilah sampah rumah tangga (organik, anorganik, dan sampah B3). 10. Pengelolaan kompos kawasan adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara bersama-sama warga PPI (sampah berasal dari lingkungan sekitar tempat tinggal). 11. Daur ulang sampah anorganik adalah
pengelolaan sampah dengan
memanfaatkan sampah anorganik menjadi barang yang memiliki nilai jual. 12. Penghijauan dan pembibitan adalah salah satu upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih asri, nyaman dan menciptakan udara segar bagi sekitar dengan cara penghijauan atau pembibitan. 13. Pembuatan lubang Biopori adalah metode resapan air dengan tujuan untuk meningkatkan daya resap air pada tanah dengan cara membuat lubang pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos.
14. Kader GPL adalah anggota tetap GPL yang juga menjadi anggota majlis ta’lim darussalam dan taman bacaan. 15. Fasilitator GPL adalah perwakilan dari setiap RW sasaran yang menjadi penanggung jawab setiap kegiatan GPL. 2.5 Definisi Operasional 1. Sosialisasi program adalah tahap penyampaian informasi dan publikasi dari Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) kepada warga PPI, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terdapat 6 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “tidak” diberi nilai 0. Sosialisasi baik yaitu nilai 4-6 Sosialisasi buruk yaitu nilai 1-3 2. Tahap perencanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam merencanakan dan membuat keputusan terhadap program yang akan dijalankan. Pada tahap perencanaan yang dinilai adalah keterlibatan responden dalam program dan keahdiran responden dalam rapat perencanaan program serta melihat keaktifan dalam rapat tersebut. Terdapat 4 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “tidak” diberi nilai 0. Untuk pertanyaan mengenai kehadiran dalam rapat memiliki nilai berbeda, kehadiran 4 kali diberi nilai 4, kehadiran > 2 kali diberi nilai 3, jika kehadirannya 2 kali diberi nilai 2, kehadiran < 2 kali diberi nilai 1 dan jika tidak pernah hadir dalam rapat diberi nilai 0. Untuk pertanyaan mengenai perilaku yang responden lakukan dalam rapat perencanaan diberi nilai 1-4. Partisipasi tinggi yaitu nilai 6-10 Partisipasi rendah yaitu nilai 1-5 3. Tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Partisipasi pada tahap pelaksanaan dinilai berdasarkan keikutsertaan responden dalam programprogram Gerakan peduli Lingkungan (GPL). Terdapat 15 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “tidak” diberi nilai 0.
Partisipasi tinggi yaitu nilai 12-23 Partisipasi rendah yaitu nilai 0-11 4. Tahap menikmati hasil adalah keikutsertaan masyarakat dalam menikmati hasil program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Pada tahap menikmati hasil dinilai dari manfaat yang dirasakan responden setelah adanya program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Terdapat 2 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “tidak” diberi nilai 0. Partisipasi tinggi yaitu nilai 2 Partisipasi rendah yaitu nilai 0-1 5. Tahap evaluasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam mengevaluasi program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Terdapat 2 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “tidak” diberi nilai 0. Partisipasi tinggi yaitu nilai 2 Partisipasi rendah yaitu nilai 0-1
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif. Seluruh data yang dikumpulkan dari penelitian, akan dituangkan ke dalam catatan lapangan yang berisi data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara di lapangan dalam bentuk uraian rinci maupun kutipan langsung (Sitorus, 1998). Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian survei dilakukan untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan peduli Lingkungan (GPL).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan warga Perumahan Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan. Pengelolaan sampah terpadu yang terdapat di Pondok Pekayon Indah dipelopori oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Lokasi penelitian ini dipilih dengan cara browsing melalui internet
kemudian
dilakukan
studi
penjajagan,
berdasarkan
beberapa
pertimbangan sebagai berikut: (1) Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) adalah kelompok masyarakat yang mempunyai komitmen yang tinggi dalam upaya turut melestarikan lingkungan hidup di Indonesia, (2) Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) mempunyai visi untuk menciptakan Pondok Pekayon Indah menjadi lingkungan yang bersih, sehat, asri, harmoni dan lestari serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan, (3) Program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yang utama
adalah pemberdayaan
masyarakat, pemilahan dan pengomposan sampah, serta pembibitan atau penghijauan, (4) Perumahan Pondok Pekayon Indah menjadi salah satu titik
pantau penilaian program Adipura tingkat nasional karena dinilai telah secara proaktif melakukan kegiatan peningkatan lingkungan, khususnya proses pembuatan kompos kawasan dan penghijauan. Kegiatan pengelolaan sampah dan gerakan penghijauan yang telah dilakukan
Gerakan
Peduli
Lingkungan
(GPL)
menghasilkan
berbagai
penghargaan seperti: (1) Juara I Lomba Kreatifitas Daur Ulang Sampah yang diselenggarakan oleh KLH dan MNUPW pada Desember 2003, (2) Penghargaan dalam bidang Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga dari Walikota Bekasi pada Desember 2004, (3) Penghargaan sebagai Pelopor Peduli Lingkungan dari Walikota Bekasi Juni 2005, (4) Juara II Peningkatan Kualitas Lingkungan Keluarga Tingkat Provinsi Jabar dari Gubernur Jabar Juli 2005, (5) Juara I Peningkatan Kualitas Lingkungan Keluarga Tingkat Kota Bekasi Juli 2005. Kegiatan yang dilakukan oleh organisasi Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) semakin diperkuat dengan terlibatnya siswa sekolah, anggota PKK, serta warga RT dan RW, yang berkontribusi dalam menopang keberlanjutan kegiatan, demikian juga dengan bertambah banyaknya kader yang mampu melakukan penyuluhan dan menularkan ke pihak lain. Perhatian dari pihak Pemerintah Kota Bekasi dalam pengelolaan sampah juga cukup besar, hal ini terbukti dengan diberinya hibah seperangkat alat-alat atau perlengkapan pengelolaan kompos serta kerajinan kepada Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Berdasarkan hal tersebut, menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk mengevaluasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan melalui Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dan warga Perumahan Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan. Pada Bulan April 2009 dilakukan studi penjajagan mengenai pengelolaan sampah terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Pada bulan Mei 2009, dilakukan pengambilan data dengan melakukan wawancara mendalam kepada beberapa informan dan responden. Pada Bulan Juni dan Juli 2009, dilakukan input data, pengolahan data, interpretasi, serta penyusunan laporan hasil penelitian.
3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan Subyek dalam penelitian ini dibedakan menjadi responden dan informan. Populasi dalam penelitian ini adalah warga RW 8, 9, 10 dan 11 Perumahan Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan. Unit analisis dari responden yang dipilih adalah unit individu. Unit individu digunakan untuk pengumpulan data mengenai sejauhmana tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah pihak pengelola Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Informan merupakan individu yang memberikan informasi mengenai pihak lain lingkungannya berkaitan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pemilihan informan
dipilih secara sengaja
(purposive) dengan teknik bola salju (snowball sampling), sedangkan untuk pemilihan responden pada penelitian ini dilakukan dengan teknik simple random sampling. Informan kunci yang dipilih adalah ibu Lala Gozali selaku ketua Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) kemudian diperoleh informan-informan lainnya dari referensi informan kunci. Jumlah responden dalam penelitian ini merupakan 10 persen dari total populasi rumah tangga yang terdapat di RW 8, 9, 10 dan 11 yaitu sebesar 64 rumah tangga dari 639 rumah tangga. Responden merupakan 32 kader dan fasilitator GPL yang tersebar rata di empat RW tersebut, serta 32 warga Kompleks Perumahan PPI yang berasal dari empat RW tersebut. Pembagian responden yang berasal dari warga yaitu, dari masing-masing RW diambil secara acak sebanyak delapan responden. Responden dipilih secara sengaja (purposive) dari masingmasing RW, sedangkan jumlah informan dalam penelitian ini tidak dibatasi guna menambah gambaran yang lebih mendalam mengenai program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL).
3.4 Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Instrumen pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara
mendalam, pengamatan berperanserta dan kuesioner. Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Data primer yang dikumpulkan melalui pendekatan kualitatif, yaitu: a. Hasil wawancara mendalam: kutipan langsung mengenai pernyataan orangorang tentang pengalaman. Wawancara dilakukan kepada informan secara individu dan kelompok dirumah warga atau di tempat aktivitas pengelolaan sampah (tempat pemilahan sampah dan pengomposan, tempat kerajinan dari limbah plastik, tempat penghijauan dan pembibitan tanaman, dan tempat daur ulang sampah). Informan terdiri dari pejabat pemerintahan daerah terkait dan pihak pengelolaan Gerakan peduli Lingkungan (GPL) yang terdiri dari kader dan stafnya. b. Hasil pengamatan berperanserta terbatas; uraian (deskripsi) rinci mengenai situasi, kejadian atau peristiwa, orang-orang interaksi, dan perilaku yang diamati secara langsung di lapangan. Pengamatan dilakukan di berbagai tempat, yaitu: (1) Tempat pemilahan sampah dan pengomposan; (2) Tempat kerajinan dari limbah plastik; (3) Tempat penghijauan dan pembibitan tanaman; dan (4) Tempat daur ulang sampah. Subjek dari pengamatan yang dilakukan adalah warga Perumahan Pondok Pekayon Indah dan pihak pengelola Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yang melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Data primer dan sekunder diperoleh dengan menggunakan berbagai metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data kualitatif digambarkan dengan metode triangulasi data berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta
terbatas
dan
penelusuran
dokumen.
Sedangkan
metode
pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan metode survei dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Data sekunder yang diperoleh peneliti dalam penelitian ini berupa literatur seperti buku teks yang berisi rujukan teori dan hasil penelitian yang berhubungan dengan fokus penelitian seperti artikel-artikel pengelolaan sampah secara terpadu dan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, yang berasal dari internet. Hal ini dapat membantu peneliti dalam pengembangan teknik yang dilakukan di lapangan.
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatif. Analisa data secara kuantitatif dilakukan melalui tabulasi silang dan tabel frekuensi. Tabel frekuensi digunakan untuk melihat gambaran partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan oleh Gerakan
Peduli
Lingkungan
(GPL).
Tabulasi
silang
digunakan
untuk
mendapatkan gambaran tentang hubungan antar variabel. Data kuantitatif yang telah diolah akan dipaparkan secara analisis deskriptif.
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Pekayon Jaya 4.1.1 Batas Administratif dan Geografis Kelurahan Pekayon Jaya merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi dengan luas wilayahnya kurang lebih 425 Hektar. Kelurahan Pekayon Jaya berbatasan dengan Kelurahan Marga Jaya dan Kelurahan Bojong Rawa Lumbu di sebelah Timur, sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kayuringin Jaya, dan di sebelah Barat dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Jaka Setia. Kelurahan Pekayon Jaya terletak 19 meter di atas permukaan laut dengan topografi daerahnya berupa dataran. Iklim di Kelurahan Pekayon Jaya tergolong ke dalam iklim tropis dengan suhu rata-ratanya adalah 30 derajat celcius dan curah hujan rata-rata 1941 mm/tahun. Jarak dari Kelurahan Pekayon Jaya ke pusat pemerintahan sangat dekat yaitu hanya berjarak satu kilometer dengan pusat pemerintahan Kecamatan, sedangkan jarak dari Kelurahan Pekayon Jaya dengan Ibukota Bekasi hanya berjarak tiga kilometer, dekatnya jarak tersebut memudahkan penduduk Kelurahan Pekayon Jaya dalam mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintahan.
4.1.2 Administratif Kewilayahan Kelurahan Pekayon Jaya secara administrasi kewilayahan meliputi 12 Rukun Warga (RW), dan 62 Rukun Tetangga (RT). Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Tahunan Kelurahan Pekayon Jaya tahun 2008 bahwa jumlah penduduk Kelurahan Pekayon Jaya adalah 46.325 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 10.460 KK. Penduduk pria di Kelurahan Pekayon Jaya sebanyak 23.390 jiwa, sedangkan penduduk wanita yaitu 22.938 jiwa.
4.1.3 Sosial Ekonomi Penduduk Kondisi sosial ekonomi penduduk Kelurahan Pekayon Jaya menurut data yang diperoleh dari Laporan Tahunan Kelurahan Pekayon Jaya tahun 2008 menunjukan lebih dari 65 persen penduduk yaitu sekitar 30.579 jiwa memiliki mata pencaharian utama sebagai karyawan, baik sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI/Polri, Pegawai Swasta, dan lain-lain. Mata pencaharian lain yang dimiliki oleh penduduk Kelurahan Pekayon Jaya adalah sebagai wiraswasta, pertukangan, pensiunan, serta petani. Mata pencaharian penduduk sebagai petani dapat diperkirakan sebanyak satu persen, hal ini dapat terlihat dari penggunaan lahan yang digunakan. Lahan pertanian yang digunakan hanya satu Hektar tanah itu pun hanya sebagai sawah pasang surut, sebagian besar lahan lainnya yang terdapat di Kelurahan Pekayon Jaya digunakan untuk pemukiman penduduk serta untuk pembangunan berbagai sarana seperti sarana kesehatan, pendidikan, perekonomian, dan hiburan.
4.1.4 Sarana dan Prasarana Wilayah 4.1.4.1 Sarana Kesehatan Kondisi sarana kesehatan di Kelurahan Pekayon Jaya sangat terbatas. Terdapat satu Puskesmas yang dapat diakses oleh seluruh warga Kelurahan Pekayon Jaya. Selain itu terdapat dua klinik 24 jam, lima apotek serta satu tempat pengobatan tradisional. Meskipun tidak ada Rumah Sakit (RS), akan tetapi sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di Kelurahan Pekayon Jaya sudah memadai bagi seluruh penduduk untuk pemenuhan pelayanan kesehatan.
4.1.4.2 Sarana Pendidikan Kondisi sarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Pekayon Jaya sudah sangat memadai. Terdapat 16 Taman Kanak-Kanak (TK), sebelas Sekolah Dasar (SD), tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan dua Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain itu terdapat pula dua Pondok Pesantren, dua Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan SD, dua Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan SMP, serta satu Madrasah Aliyah (MA) setara dengan SMA. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Laporan Tahunan Kelurahan Pekayon Jaya tahun 2008, dari 9.827 penduduk yang berusia di atas 19 tahun keseluruhannya memiliki tingkat pendidikan minimal SMA, lebih dari 50 persen penduduk mendapat gelar sarjana. Hal ini dapat menggambarkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Pekayon Jaya cukup tinggi.
4.1.4.3 Sarana Perekonomian Penduduk Kelurahan Pekayon Jaya cukup mudah dalam pemenuhan kebutuhannya sehari-hari. Hal tersebut dapat terlihat dari sarana perekonomian yang memadai seperti terdapatnya tiga swalayan, 27 toko, serta 53 warung milik penduduk. Selain itu di Kelurahan Pekayon Jaya juga terdapat dua mall yang dapat dimanfaatkan penduduk baik oleh penduduk Kelurahan Pekayon Jaya maupun oleh penduduk di luar Kelurahan Pekayon Jaya.
4.1.4.4 Sarana Hiburan Dalam pemenuhan kebutuhan, selain kebutuhan mendasar kebutuhan tersier juga cukup terpenuhi. Hal ini dapat terlihat dari adanya fasilitas hiburan yang dapat dinikmati oleh penduduk di Kelurahan Pekayon Jaya. Terdapat satu hotel, sepuluh restaurant, dua cafe, dan dua bioskop yang dapat memenuhi kebutuhan tersier penduduk Kelurahan Pekayon Jaya.
4.2 Gambaran Umum Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (RW 8, 9, 10 dan 11) Perumahan Pondok Pekayon Indah merupakan salah satu perumahan yang terletak di Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan. Akses menuju Perumahan Pondok Pekayon Indah tergolong baik. Pertama karena letaknya yang strategis sehingga dapat dilalui oleh angkutan perkotaan nomor 02 Pondok Gede, 05, 05A, dan 26A. Secara fisik jalan tersebut berupa jalan beraspal sehingga dapat dilalui oleh kendaraan roda dua dan juga roda empat. Kedua Perumahan Pondok Pekayon Indah relatif dekat dengan fasilitas umum seperti: (1) Rumah Sakit Budi Lestari
dan Global Awal Bros Hospital, (2) Universitas Gunadarma, (3) Pusat perbelanjaan seperti Mal Metropolitan (MM) Bekasi, Giant, Ramayana, Bekasi Cyber Park dan Bekasi Square.
4.2.1 Administrasi Kewilayahan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (RW 8, 9, 10 dan 11) Berdasarkan data Laporan Tahunan Kelurahan Pekayon Jaya tahun 2008, diperoleh bahwa jumlah Rukun Tetangga (RT) Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah untuk RW 8, 9, 10 dan 11 sampai dengan Desember 2008 meliputi 16 RT. Sedangkan untuk jumlah penduduk dari 4 RW tersebut adalah 2.883 orang dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 639 KK. Jumlah penduduk dan kepala keluarga untuk empat RW tersebut dapat terlihat pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Jumlah Penduduk, Rukun Tetangga dan Kepala Keluarga RW 8, 9, 10 dan 11 No
Rukun Warga (RW)
Jumlah Penduduk
Jumlah kepala Keluarga (KK)
1.
8
758
122
2.
9
618
147
3.
10
770
177
4.
11
737
193
Sumber: Laporan Tahunan Kelurahan Pekayon Jaya Tahun 2008
4.2.2 Sosial Ekonomi Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (RW 8, 9, 10 dan 11) Mayoritas warga Kompleks Perumahan PPI RW 8, 9, 10 dan 11 beragama Islam. Terkait dengan agama, kelembagaan sosial keagamaan yang terdapat di RW 8, 9, 10 dan 11 adalah Majelis Ta’lim dan pengajian. Kelembagaan sosial lainnya yang terdapat di RW 8, 9, 10 dan 11 adalah arisan RW dan RT. Bangunan fisik yang terdapat di RW 8, 9, 10 dan 11 Perumahan Pondok Pekayon Indah meliputi:
1. Masjid Daarussalam yang terdiri dari sekolah Taman Kanak-Kanak Islam, MI, MTS dan MA serta Daarussalam Medical Center. 2. Taman Bacaan (Manca), merupakan Taman Bacaan yang didirikan oleh Pengurus GPL pada 5 Mei 2005. Manca merupakan Taman Bacaan yang dapat dimanfaatkan oleh warga Kompleks Perumahan PPI (khususnya anak-anak) maupun warga di luar Kompleks Perumahan PPI untuk menambah pengetahuan. Fungsi lain dari Manca adalah sebagai balai pertemuan atau tempat penyuluhan dan pelatihan GPL, serta tempat pemasaran pupuk kompos dan hasil produksi keterampilan dari limbah kain perca GPL. 3. Rumah Perca yang bertempat di Taman Bacaan (Manca) karena selain digunakan sebagai taman bacaan, Manca juga digunakan sebagai tempat pembuatan keterampilan dari limbah kain perca GPL serta tempat penyimpanan bahan dasar dan hasil keterampilan dari limbah kain perca tersebut. 4. Unit Pengelolaan Kompos Kawasan, yang didirikan pada 21 Februari 2006. Di tempat ini selain untuk proses pembuatan kompos kawasan dari mulai pengumpulan sampah organik sampai ke tahap akhir yaitu pengepakkan juga merupakan tempat penghijauan dan pembibitan GPL. Selain itu, tempat ini juga berfungsi sebagai tempat untuk menjamu tamu kunjungan yang datang ke GPL.
4.2.3 Lingkungan Hidup Perumahan Pondok Pekayon Indah (RW 8, 9, 10 dan 11) Kondisi jalan di lingkungan RW 8, 9, 10 dan 11 berupa jalan beraspal yang dapat dilalui oleh sepeda motor, mobil, dan angkutan umum (nomor 26A). Suhu di wilayah RW 8, 9, 10, dan 11 Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (PPI) cukup sejuk. Hal ini dikarenakan letak rumah di lingkungan tersebut berdekatan sehingga dapat menghalangi pantulan sinar matahari. Selain itu, warga RW 8, 9, 10 dan 11 juga rajin menanam tanaman dan pekarangan rumah atau halamannya, di sepanjang jalan, dan juga dengan cara menggantung tanaman di
jalan depan rumah mereka. Tanaman-tanaman ini dapat menambah kesejukkan yang terdapat di lingkungan RW 8, 9, 10 dan 11. Sampah yang terdapat di RW 8, 9, 10 dan 11 mayoritas berasal dari sampah domestik atau sampah rumah tangga, baik berupa sampah organik, anorganik dan juga sampah B3. Sampah-sampah tersebut tergolong sebagai limbah padat domestik yang merupakan bahan sisa proses produksi atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga. Sampah-sampah tersebut dipisahkan lagi untuk dimanfaatkan kembali, seperti untuk sampah organik dikumpulkan secara komunal dan dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kompos, sedangkan sampah anorganik yang ada masih dimanfaatkan oleh pemulung. Pemerintah Daerah Kelurahan Pekayon Jaya juga menyediakan sarana dan prasarana kebersihan untuk tiap RW di wilayahnya. Sarana kebersihan tersebut berupa tong sampah, gerobak dan petugas kebersihan. Akan tetapi untuk RW 8, 9, 10 dan 11 terdapat penambahan berupa tong sampah kompos yang merupakan tong khusus untuk pengumpulan sampah organik di RW tersebut. Selain itu, terdapat juga Baktor atau gerobak pengangkut sampah organik yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kompos dengan diangkut oleh petugas pengangkut sebanyak 2 orang. Sarana lain yang terdapat di RW 8, 9 , 10 dan 11 yaitu adanya papan himbauan yang berisi mengenai pentingnya menjaga lingkungan sekitar.
BAB V GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN (GPL)
5.1 Sejarah Berdirinya GPL Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) adalah kelompok masyarakat yang mempunyai komitmen tinggi dalam upaya turut melestarikan lingkungan hidup di Indonesia pada umumnya dan di lingkungan mereka sendiri yaitu Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (PPI) pada khususnya. Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) berdiri pada tanggal 4 April 2003 yang dipelopori oleh Majelis Ta’lim Ibu-ibu Darussalam (MTIID) dan Himpunan Pemuda Pondok Pekayon Indah (HIPPI). Awal mula dibentuknya GPL adalah karena keprihatinan terhadap masalah sampah di sekitar mereka yaitu di daerah Bekasi Selatan, khususnya di sekitar Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (PPI), misalnya seperti: banyaknya tempat sampah liar di luar Kompleks Perumahan PPI yang memberikan dampak negatif pada daerah di dalam Kompleks Perumahan PPI serta bau sampah yang tercium hingga di dalam Kompleks Perumahan PPI. Oleh karena itu, dengan melihat secara langsung sebelumnya contoh pola pengelolaan sampah domestik yang terdapat di Kelurahan Banjarsari, Jakarta Pusat, serta dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan dengan didampingi oleh Ibu Jadi Soejono, mahasiswi S2 Universitas Indonesia, Psikologi Lingkungan,
maka
terbentuklah GPL yang saat ini diketuai oleh ibu Ir. Lala Gozali. Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) mempunyai visi untuk menciptakan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah menjadi lingkungan yang bersih, sehat, asri, harmoni dan lestari serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Sedangkan Misi dari GPL antara lain: 1. Menanamkan dan meningkatkan kesadaran dan wawasan masyarakat terhadap masalah lingkungan. 2. Menggalang dukungan dan partisipasi aktif dari setiap individu maupun kelompok masyarakat. 3. Melaksanakan secara swadaya dan swakarsa.
4. Membangun perilaku dan budaya baru berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Program GPL yang utama adalah pemberdayaan masyarakat, pemilahan dan pengomposan sampah, serta pembibitan atau penghijauan. Beberapa Unit Pengembangan GPL yang sudah dibentuk yaitu: Unit Pengelolaan Kompos Kawasan, Unit Taman Bacaan, Unit Arisan GPL, Unit Buletin dan Unit GPL Kids. Gambar 3 merupakan struktur organisasi dari Gerakan Peduli Lingkungan (GPL):
Ketua Wakil Ketua
Ketua RW/RT di PPI
Sekretaris
Kelompok Kerja: 1. Pemberdayaan masyarakat 2. Humas 3. Pemilahan/Pengomposan 4. Keterampilan Limbah 5. Penghijauan dan Pembibitan 6. Keuangan
• • • •
Pemerintah Lembaga Swasta Pemerhati Donor
Bendahara
Block Leader (di 16 RT): 1. 4 RT di RW 8 2. 4 RT di RW 9 3. 4 RT di RW 10 4. 4 RT di RW 11
Unit Pengembangan: 1. Buletin GPL 2. Taman Bacaan Kompleks Perumahan PPI 3. Arisan GPL 4. Pengelolaan Kompos Kawasan 5. GPL Kids
Gambar 3. Struktur Organisasi GPL
Adapun program atau kegiatan yang dilaksanakan dari masing-masing kelompok kerja Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) diatas dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini:
Tabel 5. Program atau Kegiatan GPL per Kelompok Kerja No
Kelompok Kerja (Pokja)
Program atau Kegiatan
1.
Pemberdayaan Masyarakat
a. Program Paket Penyuluhan dan Promosi b. Program Peningkatan Kualitas Kader Penyuluh c. Program Penyuluhan ke PKK/RT/RW Kompleks Perumahan PPI d. Program Penyuluhan ke Luar Kompleks Perumahan PPI
2.
Humas
a. Program Sosialisasi Ke Dalam Kompleks Perumahan PPI b. Program Promosi GPL ke Luar Kompleks Perumahan PPI c. Program Pencarian Dana ke Perusahaan (Corporate Social Responsibility)
3.
Pemilahan/Pengomposan
a. Program Penggalakan Pemilahan Sampah di 4 RW di Kompleks Perumahan PPI b. Program Pembenahan Unit Pengelolaan Kompos Kawasan (penambahan beberapa unit bangunan fisik ) c. Pemasaran Kompos
4.
Keterampilan Limbah
a. b. c. d.
Program Peningkatan Kualitas Produk Kerajinan Perca dan Plastik Program Diversifikasi Produk Program Pemasaran
5.
Penghijauan dan Pembibitan
a. b. c. d. e.
Program Penghijauan di Skala RT/RW Program Perbanyakan Tanaman Program Bertani Sayuran Organik Program Pembuatan TOGA per RW Program Pemeliharaan Tanaman di Fasos (fasilitas sosial) atau taman
6.
Keuangan
a. Program Rencana Pengeluaran dan Pemasukan Uang b. Evaluasi Keuangan tiap Pokja per 3 bulan
Sumber : Laporan Kegiatan GPL
5.2 Kegiatan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) melaksanakan kegiatannya dengan target sasaran dari berbagai kalangan masyarakat, seperti siswa sekolah atau pelajar (terutama TK dan SD), anggota PKK (Program Kesejahteraan Keluarga),
RT, RW dan organisasi keagamaan di Komplek Perumahan Pondok Pekayon Indah. Beberapa Kegiatan yang telah dilakukan GPL pada tahun 2003-2007 antara lain: 1. Melakukan sosialisasi melalui media spanduk, papan slogan, leaflet, kaos, bendera, banner, dan lain-lain. 2. Mengadakan pelatihan Pengembangan Diri dan Kesehatan Lingkungan kepada pengurus Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 3. Melakukan penyuluhan Kesehatan Lingkungan dan Persampahan ke forum RT/RW, arisan, pengajian, dan masyarakat umum. 4. Membuat RT percontohan sebagai RT yang sudah menjaga kebersihan dengan baik (RT 3 dan RT 4 yang terletak di RW 11). 5. Membuat dua lokasi pembibitan dengan menggalakkan kembali kebun TOGA (Tanaman Obat Keluarga) dan membudidayakan sayuran organik di lahan percontohan. 6. Melakukan penghijauan di dua lokasi fasilitas umum yang terdapat di empat RW yaitu RW 8, 9, 10 dan 11. 7. Memproduksi keterampilan dari limbah kertas, plastik, dan kain. 8. Membentuk Unit Arisan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yang diadakan pertemuannya setiap bulan. 9. Membentuk Unit Buletin Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yang diterbitkan setiap 2 bulan untuk menyebarkan informasi mengenai kegiatan yang akan dan sudah dilakukan oleh GPL kepada masyarakat. 10. Membentuk Unit Pengelolaan Kompos Kawasan dan Unit GPL Kids. 11. Membangun Taman Bacaan PPI untuk Siswa TK, SD, SLTP bekerjasama dengan Yayasan Taman Baca Indonesia. 12. Mengadakan lomba-lomba bertemakan lingkungan. 13. Mengikuti acara seminar, lokakarya, sarasehan yang relevan. 14. Menerima kunjungan dari berbagai kelompok ibu-ibu, bapak-bapak, dan siswa sekolah.
15. Mengadakan aksi sosial seperti Gerakan penghijauan dan penutupan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) Liar. Tahun 2007-2008,
Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) ditunjuk sebagai
Stakeholder PPK-IPM (Program Pendanaan Kompetisi - Indek Pembangunan Masyarakat) untuk Jawa Barat, dengan mengadakan kegiatan ToT (Training of Trainer) untuk 24 kader dan memandu kegiatan replikasi ke empat Kelurahan dengan jumlah peserta 100 orang. Perumahan Pondok Pekayon Indah saat ini menjadi salah satu titik pantau penilaian program Adipura tingkat nasional karena dinilai telah secara proaktif melakukan kegiatan peningkatan lingkungan, khususnya proses pembuatan kompos kawasan dan penghijauan. Kegiatan pengelolaan sampah dan gerakan penghijauan
yang telah
dilakukan
Gerakan
Peduli Lingkungan
(GPL)
menghasilkan berbagai penghargaan seperti: a. Juara I Lomba Kreatifitas Daur Ulang Sampah yang diselenggarakan oleh KLH dan MNUPW pada Desember 2003. b. Penghargaan dalam bidang Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga dari Walikota Bekasi pada Desember 2004. c. Penghargaan sebagai Pelopor Peduli Lingkungan dari Walikota Bekasi pada Juni 2005. d. Juara II Peningkatan Kualitas Lingkungan Keluarga Tingkat Provinsi Jabar dari Gubernur Jabar pada Juli 2005. e. Juara I Peningkatan Kualitas Lingkungan Keluarga Tingkat Kota Bekasi pada Juli 2005. Dalam pelaksanaan berbagai program dan kegiatan GPL juga melakukan kerjasama dengan berbagai stakeholders. Berikut merupakan beberapa mitra kerja yang terlibat dalam kegiatan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL), yaitu: Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), APPB (Aliansi Perempuan dalam Pembangunan Berkelanjutan), JICA (Japan International Cooperation Agency), BPPT (Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi), Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Yayasan Mantif Indonesia, Yayasan Taman Baca Indonesia, Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Pemkot Bekasi, Dinas Sosial
Pemkot Bekasi, Dinas Kebersihan Pemkot Bekasi, Dinas Kesehatan Pemkot Bekasi, Kecamatan Bekasi Selatan, Kelurahan Pekayon Jaya, beberapa radio seperti Radio Dakta, Delta, dan Suara Metro, Stasiun Televisi seperti ANTV dan DAI TV, SD Al-azhar dan TK Tunas Jaka Sampurna, serta beberapa kelompok Majelis Ta’lim dan PKK.
5.3 Program Kerja Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) memiliki beberapa program kerja yang akan dilaksanakan pada tahun 2008 s/d 2010 yaitu: Peningkatan kualitas lingkungan Perumahan Pondok Pekayon Indah serta program kerjasama. Dengan diadakannya peningkatan kualitas lingkungan diharapkan Perumahan Pondok Pekayon Indah dapat berkontribusi sebagai lokasi percontohan kawasan perumahan ramah lingkungan tingkat Nasional. Beberapa kegiatan yang akan dijalankan meliputi: 1. Penyuluhan kembali ke 16 RT, khususnya di forum arisan ibu-ibu PKK. Beberapa alternatif materi yang dapat digunakan, yaitu: Pemanasan Global, Persampahan (Kesehatan Lingkungan, Pemilahan Sampah, Konsep 4R), Pengomposan Skala Rumah Tangga dan Kawasan, Bertani di Lahan Sempit, Pola Hidup Sehat dan Hemat. 2. Pelatihan atau ToT (Training of Trainer) bagi block leader, tim penyuluh dan mentor GPL Kids. 3. Mengembangkan 1 RT percontohan di 3 RW yang belum memiliki RT percontohan yaitu RW 8, 9 dan 10. 4. Membuat tempat pemilahan di beberapa titik untuk batu baterai dan plastik refill. 5. Menambah beberapa papan slogan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 6. Menggalakkan kembali Pengomposan Skala Rumah Tangga. 7. Menyediakan sarana pemilahan bahan organik di setiap RT yaitu 5-10 tong/RT untuk proses Pengomposan Skala Kawasan. 8. Membenahi dan melengkapi peralatan di lokasi Unit Pengelolaan Kompos Kawasan.
9. Meningkatkan jumlah dan kualitas lokasi pembibitan. 10. Melakukan penghijauan di jalan-jalan raya dan fasilitas umum. 11. Membuat taman TOGA (Tanaman Obat Keluarga) di masing-masing RW. 12. Menggalakkan penghijauan di rumah-rumah (setiap rumah disarankan menentukan tanaman unggulan yang dipelihara). 13. Meningkatkan produksi keterampilan dari limbah seperti: plastik, perca, botol, kulit telur, dan kertas. 14. Memperingati ulang tahun Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) setiap bulan April, dan Hari Kemerdekaan setiap bulan Agustus dengan mengadakan lomba-lomba yang memotivasi warga. 15. Menerbitkan buletin Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dengan tampilan yang baru dan lebih baik, membentuk tim redaksi dan mendapatkan sponsor tetap 16. Merealisasikan program-program GPL Kids seperti: Program “Sahabat Lingkungan” Cilik, Program Kreatifitas (Membuat Pin, Stiker, Mading, Papan slogan, Topi, Kaos dan lain-lain), Penyuluhan ke anak Taman Bacaan PPI (TK/SD). 17. Turut memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia setiap bulan Juni yaitu berupa kegiatan sosial yang dikoordinir oleh Gerakan peduli Lingkungan (GPL). Selain itu, juga dapat mengikuti program yang diadakan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup atau kerjasama dengan lembaga atau instansi lainnya.
BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN (GPL) 6.1 Pemilahan Sampah Rumah Tangga Pemilahan sampah rumah tangga merupakan salah satu program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yang dilakukan dengan mengadakan paket pelatihan atau penyuluhan untuk berbagi pengalaman. Paket pelatihan dan penyuluhan GPL mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama memelihara dan memecahkan masalah penurunan kualitas lingkungan khususnya yang disebabkan oleh sampah yang semakin memprihatinkan. Program pelatihan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) tersebut adalah program pelatihan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Adapun tujuan diadakannya pelatihan tersebut antara lain: a. Membuka wawasan pentingnya peran masyarakat dalam memelihara lingkungan. b. Memotivasi
masyarakat
untuk
tergerak
melakukan
kegiatan-kegiatan
pro-lingkungan, khususnya pengelolaan sampah rumah tangga. c. Menimbulkan perilaku baru masyarakat berbudaya lingkungan. d. Memberikan inspirasi kepada masyarakat lainnya untuk melakukan kegiatan yang sama. Metode dari pelatihan ini berupa pre-test, ice breaker, paparan materi dengan menggunakan perangkat LCD, diskusi kelompok, presentasi dari kelompok, games, lembar kerja untuk di rumah. Adapun sasaran dari pelatihan tersebut adalah kelompok pendidik atau guru, kelompok ibu-ibu (PKK, Keagamaan, Kelompok Arisan, dan lain-lain), kelompok kepemudaan (Karang Taruna, dan lain-lain), siswa SMU dan sederajat, siswa SLTP, siswa SD, dan siswa TK. Materi pelatihan yang diberikan kepada masing-masing sasaran pelatihan juga berbeda berdasarkan target sasaran (Tabel 6).
Tabel 6. Materi Penyuluhan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) No 1.
Sasaran Penyuluhan Ibu-ibu/Bapak-bapak
Materi Pelatihan Kesehatan lingkungan (dampak pencemaran tehadap kesehatan, penyakit-penyakit yang ditimbulkan, cara pencegahan), persampahan (konsep 4R, pemilahan, pengomposan), pemanasan global, pola hidup bersih dan sehat, pola konsumsi berkelanjutan, bertani di lahan sempit,manfaat tanaman obat, dan lain-lain.
2.
Pemuda, siswa SMU Pola hidup bersih dan sehat, pemanasan global, studi dan SLTP
kasus lingkungan dan pemecahannya, pengomposan skala kawasan, keterampilan kertas daur ulang, dan lain-lain.
3.
Siswa SD
Kesehatan lingkungan, ayo hidup hemat, pemilahan sampah,
pembibitan,
bertanam
di
dalam
pot,
pengomposan skala rumah tangga, dan lain-lain. 4.
Siswa TK
Ayo hidup hemat, sampahku tanggung jawabku, bertanam di dalam pot, dan lain-lain.
Sumber: Laporan Kegiatan GPL
Gambar 4. Kegiatan Pelatihan Gerakan Peduli lingkungan (GPL)
Proses pemilahan sampah yang sudah dilakukan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) saat ini adalah dengan adanya program pemilahan sampah rumah tangga warga Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah. Sasaran program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dalam pemilahan sampah yaitu warga RW 8, 9, 10 dan 11. Langkah konkrit yang dapat dilakukan dalam
pemilahan sampah tersebut adalah dengan membedakan pembuangan sampah rumah tangga menjadi 3 macam, yaitu sampah organik, anorganik, dan sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Mekanisme pemilahan sampah rumah tangga yang dapat diterapkan di rumah sesuai yang disarankan oleh pihak GPL pada saat mengadakan pelatihan atau pun saat sosialisasi program, yaitu: 1. Tulis 4 kategori sampah pada kertas tebal (sampah organik, sampah anorganik, dan sampah B3). 2. Tempel di dapur atau tempat sampah. 3. Sosialisasikan ke anggota keluarga lainnya bagaimana memilah sampah yang baik. 4. Beri contoh kepada keluarga lainnya. 5. Kontrol pelaksanaan pemilahan sampah yang telah dilakukan.
Gambar 5. Tong Pemilahan Sampah Organik, Anorganik, dan Sampah B3
Program pemilahan sampah rumah tangga yang diterapkan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yaitu dengan mensosialisasikan kepada sasaran di lingkungan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah RW 8, 9, 10 dan 11. Pada tahun 2003, RW 11 dijadikan sebagai RW percontohan yang melakukan pemilahan sampah, kemudian pada tahun-tahun berikutnya mulai diikuti oleh warga di tiga RW lainnya yaitu RW 8, 9 dan 10. Jumlah pemilah sampah pada tahun pertama sebanyak 135 KK, pada tahun ke dua sebanyak 160 KK, dan pada tahun ketiga yaitu 2008 bertambah menjadi 200 KK. Pada tahun 2004 dilakukan sosialisasi pemilahan sampah kepada sasaran program GPL. Dalam mensosialisasikan
program tersebut Gerakan Peduli Lingkungan mengadakan penyuluhan terlebih dulu kepada warga, setelah itu diadakan pelatihan atau TOT (Training of Trainer) kepada masing-masing fasilitator yang sudah ditentukan di tiap RT yang menjadi perwakilan dari masing-masing RW tersebut. Sosialisasi untuk program pemilahan sampah tersebut misalnya seperti yang sudah dilakukan oleh RW 08 yaitu selain disosialisasikan kepada ibu-ibu rumah tangga di lingkungan mereka melalui arisan, sosialisasi juga dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada para pembantu rumah tangga, hal ini dilakukan karena bagi mereka pembantu rumah tangga juga perlu tahu bagaimana memilah sampah rumah tangga. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu ES (54 tahun): “Sosialisasi di RT kami tidak hanya dilakukan kepada ibu-ibu rumah tangga saja, para pembantu rumah tangga juga harus bisa memilah sampah, sehingga meskipun ibu-ibu rumah tangga tersebut tidak ada di rumah karena sibuk, setidaknya ada para pembantu yang sudah bisa memilah sampah.”
Berbeda dengan yang sudah dilakukan di RW 08, diketahui bahwa terdapat salah satu RW yang belum mau melaksanakan program pemilahan sampah dikarenakan alasan truk pengangkut sampah yang biasa mengangkut sampah ke TPA selalu datang terakhir ke lingkungan mereka, hal ini berdampak bahwa sampah yang diangkut oleh truk ke lingkungan tersebut tidak dapat diangkut semua dan sampah yang diangkut juga berceceran di jalan karena truk pengangkut sampah tersebut sudah penuh. Hal lain yang menjadi alasan RW tersebut adalah karena dengan tidak memilah sampah yang telah dihasilkan dari rumah tangga mereka sendiri sudah dapat mereka selesaikan masalahnya tanpa dengan cara memilah sampah. Seperti pernyataan yang diungkapkan ibu YR (54 tahun): “Tidak semua RW sudah mensosialisasikan program pemilahan sampah, alasan mereka ada-ada saja. Bahkan ada salah satu RW yang tidak mau melakukan pemilahan hanya karena alasan sampah mereka yang dibuang dengan cara tidak dipilah saja tidak dapat diangkut sepenuhnya oleh truk pengangkut sampah, mereka pun berpendapat apa gunanya sampah yang dipilah sebelumnya, karena sampah yang diangkut oleh truk pun berceceran dimana-mana. Padahal sebenarnya dengan memilah sampah justru dapat mengurangi timbunan sampah yang dihasilkan.”
Program pemilahan sampah rumah tangga yang dilakukan oleh warga lain yaitu di RW 9 dan 10 juga disosialisasikan melalui arisan-arisan. Dari proses sosialisasi tersebut hampir semua warga sudah memiliki keinginan untuk memilah sampah rumah tangga, akan tetapi untuk merealisasikannya hanya baru beberapa warga saja. Sedangkan untuk proses pemilahan sampah rumah tangga di RW 11 dilakukan dengan melakukan sosialisasi berupa penyuluhan kepada para pembantu rumah tangga, karena proses pemilahan sampah di RW 11 sudah dilaksanakan dari dulu maka untuk saat ini tidak terlalu sulit dilakukan. RW 11 lebih memfokuskan sosialisasi kepada ibu-ibu rumah tangga atau para pembantu rumah tangga yang belum mulai memilah sampah.
6.2 Pengomposan 6.2.1 Pengomposan Skala Rumah Tangga Kompos merupakan limbah organik yang berasal dari taman, halaman, meja makan atau dapur, maupun limbah rumah tangga lainnya yang telah mengalami proses pelapukan (karena adanya mikroorganisme yang bekerja di dalamnya) yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Dalam program pengomposan skala rumah tangga ini hal pertama yang dilakukan adalah pemilahan sampah rumah tangga, karena dalam pengomposan yang menjadi bahan dasar utamanya adalah sampah organik seperti bekas potongan sayur, kulit buah yang lunak, daun kering, rumput, tebangan pohon, ampas kelapa atau teh, serutan kayu, atau makanan basi (dicuci terlebih dahulu). Pembuatan kompos skala rumah tangga dapat dilakukan dengan cara menyediakan wadah dan bahan yang akan dipakai mengompos, yaitu: wadah dapat berupa drum atau pot atau ember, lubangi bagian bawah untuk pembuangan leachete, usahakan wadah tempat pengomposan memiliki tutup agar suhu dapat tetap terjaga, sediakan bahan organik yang sudah dicacah sebelumnya, serta sediakan pasir, tanah, kotoran hewan (mikroba), kapur. Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam pembuatan kompos skala rumah tangga yang disarankan oleh pihak GPL pada saat mengadakan pelatihan atau pun saat sosialisasi program, yaitu:
1. Lubangi bagian wadah tempat pengomposan terlebih dahulu. 2. Tuang pasir ke dalam wadah tersebut kurang lebih 5 cm. 3. Potong sayur atau sampah organik lain yang akan dijadikan bahan kompos. 4. Masukkan bahan-bahan kompos tersebut sebagai lapisan kedua. 5. Masukkan kotoran hewan (jika ada) atau cairan mikroba seperti EM 4 sebagai lapisan ketiga. 6. Masukkan kapur pertanian atau dolomit (jika ada). 7. Masukkan tanah sebagai lapisan keempat. 8. Kemudian disiram dengan sedikit air. 9. Bahan-bahan tersebut bisa menjadi kompos setelah 5 sampai 7 minggu. Selain menggunakan cara tersebut, cara lain dalam pembuatan kompos skala kawasan yang disarankan oleh pihak GPL pada saat mengadakan pelatihan atau pun saat sosialisasi program adalah dengan metode keranjang takakura, yaitu: 1. Siapkan keranjang plastik (misalnya tempat pakaian kotor) berventilasi ukuran 30x40x50 cm. 2. Lapisi dinding bagian dalam keranjang dengan karton atau kardus. 3. Letakkan bantal berventilasi berisi gabah pada dasar keranjang (bantal 1). 4. Isi keranjang dengan kompos yang sudah jadi atau matang setinggi 25 cm. 5. Masukkan bahan organik yang sudah dicacah. 6. Aduk bahan-bahan tersebut sampai bahan organik tercampur atau tertutup dengan kompos. 7. Letakkan bahan berventilasi berisi gabah diatasnya (bantal 2). 8. Tutup dengan kain hitam, lalu tutup keranjangnya. 9. Ulangi tahap 5 s/d 8 berkali-kali sampai keranjang tersebut penuh. Keterangan : a. Semprotkan terlebih dahulu cairan mikroba ke karton atau kardus dan kedua bantal (bantal 1 dan bantal 2). b. Bila kondisinya terlalu kering, bias disemprotkan cairan mikroba ke campuran kompos dan bahan organik secukupnya.
Program pengomposan skala rumah tangga Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) merupakan rangkaian program pengomposan skala kawasan yang dilakukan. Program pengomposan skala rumah tangga GPL belum banyak dilakukan oleh warga sekitar, hal ini dikarenakan bahwa sudah adanya program pengomposan skala kawasan sehingga warga sekitar lebih banyak yang mengikuti pengomposan skala kawasan dibandingkan dengan pengomposan skala rumah tangga.
6.2.2 Pengomposan Skala Kawasan Program pengomposan skala kawasan yang dilakukan Gerakan peduli Lingkungan (GPL) berawal dari didirikannya unit pengelolaan kompos kawasan pada tanggal 21 Februari 2006 dengan swadaya warga dan subsidi Pemerintah Kota Bekasi berupa alat atau mesin pengomposan.
Gambar 6. Unit Pengelolaan Kompos Kawasan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL)
Sebelum diresmikannya unit pengelolaan kompos kawasan, warga Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (PPI) bersama Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) mengadakan program penutupan TPS liar yang berada disekitar lingkungan Perumahan Pondok Pekayon Indah yang kemudian diresmikan penutupan TPS liar tersebut oleh Kelurahan Pekayon Jaya pada 19 Juni 2005. Selain program penutupan TPS liar, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah adanya fasilitas door to door oleh Dinas Pertamanan Pemerintah Kota Bekasi.
Gambar 7. Program Penutupan TPS Liar
Adanya pengelolaan sampah yaitu pembuatan kompos skala kawasan maka volume sampah yang diangkut ke TPA dapat berkurang ± 58%. Bagi kawasan perumahan atau wilayah pemukiman yang mempunyai sarana lahan utuk mengolah kompos, maka pengelolaan kompos skala kawasan lebih baik dilakukan dibandingkan dengan pengelolaan kompos secara individu atau rumah tangga. Adapun tujuan dari pengolahan kompos skala kawasan yang dilaksanakan GPL antara lain: a. Mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA. b. Efisiensi pengangkutan sampah. c. Menyerap tenaga kerja. d. Menghasilkan kompos yang berkualitas. e. Lingkungan bersih, sehat dan asri. f. Memberikan keuntungan secara ekonomi. g. Menghijaukan lingkungan h. Kebanggaan bagi GPL dan warga ( berkontribusi nyata ) Gambar 8 merupakan struktur Unit Pengelolaan Kompos Kawasan (PKK) Gerakan Peduli Lingkungan (GPL):
GPL Kepala Unit
Seksi: 1. Produksi Kompos 2. Pemasaran 3. SDM 4. Keuangan 5. Kas kecil Gambar 8. Sruktur Unit Pengelolaan Kompos Kawasan GPL
(a)
(b)
(c)
Gambar 9 (a, b,dan c). Mesin pengomposan
Program pengelolaan kompos skala kawasan yang sudah dilakukan saat ini berawal dari adanya pemilahan sampah rumah tangga yang dihasilkan dari setiap rumah tangga. Dengan pemilahan sampah yang sudah dilakukan sebelumnya, diperoleh sampah organik yang menjadi bahan dasar pembuatan kompos. Setelah proses pemilahan, sampah tersebut dibuang ke tong kompos yang sudah disediakan di setiap gang komplek perumahan. Tong kompos merupakan tong sampah khusus kompos yang menampung bahan dasar untuk membuat kompos berupa sampah organik. Akan tetapi terdapat kelemahan di penempatan tong kompos ini, karena tidak semua gang sudah terdapat tong kompos. Seperti pernyataan yang diungkapkan oleh ibu RH (54 tahun):
“Di daerah rumah saya belum semua melakukan pemilahan sampah, hal ini dikarenakan sampah yang telah dipilah tidak dapat dibuang langsung ke tong kompos yang seharusnya disediakan di setiap gang. Sebenarnya tong kompos tersebut sudah dikasih oleh GPL, tetapi belum tahu penempatan yang baik dimana karena warga tidak ada yang mau di depan rumahnya ditempati tong kompos tersebut”.
Gambar 10. Tong khusus Kompos
Gambar 11. Baktor Pengangkut Sampah Kompos
Setelah proses pembuangan ke tong kompos tahap selanjutnya yaitu pengangkutan sampah dengan menggunakan baktor atau bak sampah oleh petugas khusus. Untuk saat ini petugas sampah yang bertugas adalah Bapak Kosim dan Bapak Timan. Selain bertanggung jawab terhadap pengangkutan sampah Bapak Kosim dan Bapak Timan juga menjadi petugas pembuat Kompos. Berikut merupakan proses pengumpulan sampah organik yang menjadi bahan dasar pembuatan kompos skala kawasan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) :
Hasil Pemilahan Sampah di Rumah
Tempat Pengumpulan Sampah Organik (dapat berupa 1 tong kecil/KK atau 1 drum/4-5 KK)
Diangkut dengan BAKTOR 2x Seminggu
Dikumpulkan ke Lokasi Pengelolaan Kompos Kawasan
Gambar 12 dibawah ini merupakan proses pengumpulan sampah organik sebagai bahan dasar pembuatan kompos skala kawasan:
Gambar 12. (a) Sampah Organik dari Rumah (b) Tempat Pengumpulan Individu (c) Tempat Pengumpulan Kolektif
Kapasitas produksi kompos yang dihasilkan minimum sebesar 2.000 kg/bulan yang menghasilkan 100 pak kompos dengan menggunakan bahan baku 6.000 kg sampah organik. Bahan baku yang digunakan berupa sampah organik yang berasal dari timbulan sampah 600 KK di empat RW yaitu RW 8, 9, 10 dan 11 dengan laju timbulan sampah 1/3 kg/hari/KK. Biaya operasional per bulan unit pengolahan kompos ini mencapai Rp 1.500.000. Kompos yang diproduksi dijual ke masyarakat sekitar dengan harga Rp. 2.500 per 2 (dua) kilogram dan untuk produk daur ulang dijual dengan kisaran harga Rp. 10.000 - Rp. 100.000. Warga
Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah didorong untuk berpartisipasi secara aktif dengan memberikan insentif 10% dari hasil penjualan kompos. Selain pembuatan
kompos
tersebut,
Gerakan
Peduli
Lingkungan
(GPL) juga
mengembangkan dengan variasi produk lainnya seperti: kompos, pupuk cair, media tanam, tanah hitam, gabah dan pupuk kandang. Selain itu GPL juga menerima jasa dalam bidang penebangan atau pemangkasan pohon, pembersihan taman, dan pemotongan rumput. Target pemasaran dari pembuatan kompos skala kawasan adalah dengan dipasarkan melalui outlet seperti Taman Bacaan (Manca) tempat pembibitan GPL (Tempat Unit Pengelolaan Kompos Kawasan) Di 16 RT (RW 8, 9, 10 dan 11 ) konsinyasi di tukang kembang, kebun tanaman sayuran/bunga/buah, dan lain-lain.
Gambar 13. Leacheat sebagai Bahan Pupuk Cair
Dalam pembuatan kompos skala kawasan terdapat proses yang dilakukan selama 2 minggu, yang terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sampah organik di pilah dan di lapukkan/di layukan (di siram-siram) Digiling dengan menggunakan mesin pencacah Di fermentasi di bak Dicampur dengan pupuk kandang dan lain-lain (dengan menggunakan mesin molen) Pupuk dijemur Setelah pupuk kering, kompos diayak Pupuk di pak dan diberi label Kompos siap di jual
Gambar 14. Proses Pembuatan Pengelolaan Kompos Kawasan
Jenis pupuk lain yang diproduksi oleh GPL saat ini yaitu pupuk “Kascing” yang merupakan pupuk yang bahan dasar pembuatannya berasal dari pupuk kompos setengah jadi yang ditambahkan oleh cacing. Dalam proses pembuatannya diperlukan waktu ± 3 hari untuk menghasilkan pupuk Kascing tersebut. Setelah waktu ± 3 hari tersebut, cacing yang sudah dicampur dengan pupuk kompos setengah jadi akan bercampur dengan kotoran cacing, sebelumnya pupuk kompos setengah jadi dan cacing dimasukkan ke dalam bak/baskom/ember dalam keadaan tertutup. Setelah kotoran cacing sudah bercampur rata dengan pupuk kompos yang setengah jadi kemudian hasilnya dijemur seperti pembuatan kompos pada umumnya, setelah itu diayak dan juga dipak. Dalam pembuatan pupuk Kascing, pemberian cacing pada pupuk kompos setengah jadi sebanyak satu kilogram akan menghasilkan setengah kilogram kotoran cacing, dan dari hasil tersebut akan menghasilkan pupuk Kascing sebanyak satu setengah kilogram
pupuk Kascing yang dihasilkan dijual dengan harga Rp. 5000. Produksi dari pupuk Kascing yang dihasilkan saat ini masih tergantung dengan pemesanan saja, harga pupuk Kascing lebih mahal dibandingkan dengan pupuk biasa karena pupuk Kascing memiliki keunggulan sendiri yaitu: hanya digunakan untuk tanaman khusus seperti aglonema, adenium, ephorbia. Selain itu kelebihan dari pupuk Kascing lainnya adalah dapat mempercepat pertumbuhan tunas pada tanaman.
6.3 Kerajinan/Keterampilan dari Limbah/Sampah Program kerajinan atau keterampilan dari limbah atau sampah yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) berawal dari keinginan untuk mengurangi timbunan sampah yang dihasilkan di lingkungan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah. Kerajinan atau keterampilan dari limbah atau sampah yang dilakukan berawal dari proses kerajinan atau keterampilan dari limbah kertas dengan memanfaatkan sumber daya pemuda yang terdapat di lingkungan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik dikarenakan sumber daya pemuda yang melaksanakan proses kerajinan atau keterampilan dari limbah kertas tersebut terbentur oleh waktu. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu SN (53 tahun): “Tenaga ahli untuk ketrampilan limbah kertas sudah ada, akan tetapi sumber daya dalam pelaksanaannya yaitu para pemuda tidak ada karena mereka memiliki kesibukan sendiri seperti sekolah, kuliah ataupun kerja.”
Kerajinan atau keterampilan dari limbah yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan selanjutnya setelah kerajinan atau keterampilan dari limbah kertas adalah kerajinan atau keterampilan dari limbah plastik, akan tetapi dalam pelaksanaannya juga tidak berjalan dengan baik dikarenakan dalam proses kerajinan atau keterampilan dari limbah plastik tersebut masih menggunakan zat kimia. Selain itu dalam membuat kerajinan atau keterampilan dari limbah plastik juga memiliki kendala dalam sumber daya manusia yang sedikit serta teknik dalam membuat variasi produk yang dihasilkan masih sederhana. Dalam prosesnya kerajinan atau keterampilan dari limbah plastik dilakukan hanya sebatas pembuatan tas dari sisa kemasan produk rumah tangga seperti sunlight, minyak goreng, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan proses daur ulang terhadap
sampah plastik tidak dilanjutkan karena tidak adanya tenaga ahli atau profesional yang memberikan pelatihan untuk membuat beragam variasi atau teknik sehingga dapat bersaing dengan produk kerajinan atau keterampilan yang berasal dari limbah plastik lainnya. Seperti pernyataan yang diungkapkan oleh Ibu SN (53 tahun): “Limbah plastik di lingkungan kami sebenarnya dapat dimanfaatkan dengan baik untuk membuat produk-produk yang memiliki nilai tambah seperti tas, payung, tempat handphone dan lain-lain. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya kami hanya terpaku pada pembuatan tas saja sehingga produk kami kalah bersaing dengan produk lainnya”.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu RH (54 tahun): “Untuk ketrampilan dari limbah plastik tidak berjalan lancar karena tidak adanya pelatihan yang diberikan untuk membuat produk-produk dari limbah plastik tersebut. Selain itu, kemauan warga untuk mengikuti ketrampilan dari limbah plastik relatif rendah.”
Gambar 15. Hasil Karya Pokja Kerajinan dari Limbah
Selain itu, pelatihan juga pernah dilakukan oleh GPL dengan adanya kerjasama dari Dinas Pendidikan (DIKNAS) Kota Bekasi bagian Pemberdayaan Perempuan pada tahun 2008. Pelatihan bersama DIKNAS berupa pelatihan yang berawal dari peserta Keaksaraan Fungsional (KF) Lestari, dari peserta tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu untuk kelompok menjahit dan kelompok pembuatan mute. Hasil dari pelatihan ini adalah keterampilan untuk pembuatan gelang, kalung, tas, dan lain-lain. Selain pelatihan pihak DIKNAS juga memberikan bantuan kepada GPL berupa dua mesin jahit. Kerajinan atau keterampilan dari limbah lainnya yang dilakukan oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) adalah keterampilan menjahit dengan
memanfaatkan limbah kain perca. Dengan adanya keterampilan tersebut dapat mengurangi sampah dengan memanfaatkan kain perca untuk dibuat menjadi sapu tangan, serbet, tas kain, bantal sofa, ataupun bed cover. Pengurangan sampah dengan adanya pemanfaatan kain perca tersebut adalah dengan pengurangan penggunaan tissue yang dapat diganti dengan sapu tangan serta pengurangan penggunaan kantong plastik yang dapat digantikan dengan tas kain. Kerajinan atau keterampilan dari limbah kain perca berawal dari adanya pelatihan oleh ibu Wiwi selaku tenaga profesional dalam keterampilan menjahit selama tiga bulan yaitu pada bulan Januari 2009 - Maret 2009. Jumlah peserta yang mengikuti pelatihan tersebut adalah fasilitator sebanyak 10 orang dan juga warga sebanyak 20 orang. Melalui proses pelatihan tersebut diperoleh tiga orang fasilitator yang masih ikut dalam proses keterampilan tersebut sampai sekarang dan juga 14 warga yang dibagi dua menjadi enam orang yang tergolong dalam ketrampilan menjahit dan delapan orang yang masuk dalam keterampilan sulam menyulam. Bahan dasar yang digunakan yaitu limbah kain perca diperoleh dari warga Perumahan Pondok Pekayon Indah dan konveksi yang terletak tidak jauh dari Perumahan Pondok Pekayon Indah yaitu Konveksi Produksi Seprai Permata Jati. Praktek atau workshop pembuatan keterampilan dari limbah kain perca dilakukan di Taman Bacaan (MANCA) pada hari Jumat pukul 13.00-15.00 WIB untuk kelompok binaan MANCA I, dan untuk kelompok binaan MANCA II setiap hari Senin dan Kamis pukul 13.00-15.00 WIB. Pemasaran yang dilakukan GPL untuk produk hasil keterampilan dari limbah kain perca yaitu melalui pameran-pameran, bazaar, ataupun kepada warga sekitar. Beberapa pameran dan bazaar yang sudah diikuti oleh GPL misalnya: Pameran Hari Lingkungan Hidup di JCC 2009, Pameran Pendidikan di Bekasi Square, bazaar AGOGO (Alita Go Green) di PT.Alita, dan lain-lain. Untuk saat ini, produk yang dihasilkan dari keterampilan ini antara lain: daster, sebet, taplak meja, sarung bantal sofa, sarung kulkas, sarung dispenser, bed cover, tas, sapu tangan, baju, dan lain-lain. Oleh sebab itu, keterampilan yang difokuskan saat ini oleh GPL adalah keterampilan dari limbah kain perca, sedangkan untuk menanggulangi sampah anorganik lainnya berupa plastik, kaleng, logam dan lainlain pihak GPL dan warga Kompleks Perumahan PPI masih bekerja sama dengan
pemulung. Alasan yang menyebabkan GPL memfokuskan pada keterampilan dari limbah kain perca adalah karena sumber daya manusia sudah ada, pelatihan serta teknik yang dikuasai sudah memadai, hasil produksi yang dihasilkan dapat memperoleh manfaat baik dari segi ekonomi, pengetahuan, maupun keterampilan. Selain itu, GPL juga memberikan penambahan kesejahteraan ekonomi bagi peserta atau SDM yang mengikuti keterampilan menjahit dari limbah kain perca. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu MY (45 tahun) yang merupakan salah satu ibu binaan dari keterampilan dari limbah kain perca: “Setelah mengikuti keterampilan menjahit di sini, alhamdulillah saya sudah bisa menambah penghasilan saya, selain itu saya juga sudah bisa membuat sendiri baju untuk anak saya. Selain mendapat pengetahuan tentang menjahit, saya juga dapat tambahan uang.”
6.4 Penghijauan dan Pembibitan Program penghijauan dan pembibitan GPL merupakan program yang memiliki perubahan yang cukup pesat yang dapat terlihat langsung di sekitar Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah. Penghijauan yang sudah dilakukan antara lain dengan pemanfaatan taman atau fasum (fasilitas umum) yang masih kosong sehingga tampak lebih hijau dan asri. Penghijauan dan pembibitan yang dilakukan GPL juga bertempat di Unit Pengelolaan Kompos Kawasan GPL. Dalam melaksanakan program penghijauan GPL melakukan penghijauan di dua lokasi fasilitas umum. Sedangkan untuk program pembibitan GPL membuat dua lokasi pembibitan dengan menggalakkan kembali kebun TOGA (Tanaman Obat Keluarga) dan membudidayakan sayuran organik di lahan percontohan.
Gambar 16. Penghijauan GPL
Gambar 17. Pembibitan GPL
Dalam pelaksanaannya penghijauan di lingkungan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah berawal dari diadakannya lomba Blok Asri oleh GPL pada Agustus 2003. Dari hasil lomba tersebut terpilih RT 3 dan RT 4 yang terletak di RW 11 sebagai RT percontohan yang dapat menjadi panutan bagi RT dan RW lainnya. Perkembangannnya untuk saat ini penghijauan yang dilakukan GPL yaitu dengan cara memanfaatkan taman atau fasum (fasilitas umum) dengan menanam tanaman obat (TOGA) ataupun sayuran organik. Selain itu, peghijauan yang dilakukan tidak hanya penghijauan di kawasan Kompleks Perumahan PPI tetapi juga penghijauan di halaman rumah. Sementara itu, untuk program pembibitan saat ini berada di tempat Unit Pengelolaan Kompos Kawasan.
(a)
(b)
Gambar 18 (a dan b). Penghijauan Kawasan Kompleks Perumahan PPI Tahun 2003
(a)
(b)
Gambar 19 (a dan b). Perubahan Penghijauan Kawasan Kompleks Perumahan PPI Tahun 2006
Program penghijauan dan pembibitan GPL saat ini lebih difokuskan pada tanaman hias seperti pohon sukun, pohon jarak dan pohon mahkota dewa karena lebih banyak pemesanannya. Dahulu GPL juga menyediakan pohon palem untuk penghijauan akan tetapi karena resiko penanaman pohon palem yang cukup lama yaitu ± 2,5 tahun maka untuk penghijauan tanaman palem tidak diteruskan lagi. Penghijauan GPL untuk kedepannya akan diusahakan untuk tanaman obat (TOGA) seperti jahe merah dan sambiloto karena pada bulan Juni 2009 kemarin beberapa anggota GPL terutama bapak-bapak ikut serta dalam pemanfaatan tanaman obat jahe merah sebagai pengobatan alternatif. Sementara itu untuk pembibitan GPL saat ini sedikit berkurang, hal ini disebabkan karena semakin sedikitnya pemesanan terhadap pembibitan tanaman.
6.5 Pembuatan Lubang Biopori Program pembuatan Lubang Biopori merupakan salah satu program yang mulai kembali dicanangkan GPL pada tahun 2009. Lubang biopori merupakan sumur resapan yang dapat meningkatkan daya resap air pada tanah dengan cara membuat lubang pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos. Pada awal pencanangan kembali pembuatan lubang biopori dilakukan bersamaan dengan ulang tahun GPL yang dilaksanakan pada tanggal 18 April 2009. Selain masyarakat yang ikut terlibat, dalam pencanangan program tersebut juga terdapat ikut serta dari pihak pemerintahan yang diwakili langsung oleh Bapak Camat Kota Bekasi.
(a)
(b)
Gambar 20 (a dan b). Pencanangan Lubang Biopori
Dalam pelaksanaan program pembuatan lubang biopori, dahulu GPL membuat lubang biopori di sekitar fasum (fasilitas umum) yang terdapat di lingkungan Kompleks Perumahan PPI. Akan tetapi dalam prosesnya terdapat kendala pada lubang biopori yang sudah dibuat, karena lubang biopori yang sudah dibuat tidak diberi penutup. Lubang biopori yang ada sudah dipenuhi oleh sampah sehingga menyebabkan tanah yang berada disekitarnya menjadi longsor. Hal ini menyebabkan perlunya tutup di lubang biopori, sehingga bersamaan dengan ulang tahun GPL kembali dicanangkan program pembuatan lubang biopori untuk semua sasaran GPL yaitu RW 8, 9, 10 dan 11. Pada pelaksanaannya program lubang biopori mendapat bantuan dari pihak Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Kota Bekasi berupa delapan alat untuk membuat Lubang Biopori. Adanya fasilitas yang memadai dalam pembuatan lubang biopori tersebut memudahkan masyarakat untuk menerapkannya, karena setiap RW sasaran mendapatkan dua alat pembuatan lubang biopori.
BAB VII TINGKAT PARTISIPASI PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN (GPL) 7.1 Tahap Partisipasi Masyarakat 7.1.1Tahap Sosialisasi Program Tahap sosialisasi program merupakan tahap penyampaian informasi dan publikasi dari Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) kepada warga Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (PPI), baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses sosialisasi program GPL dilakukan melalui penyuluhan kepada warga Kompleks Perumahan PPI melalui arisan ibu-ibu. Sosialisasi yang diberikan oleh GPL merupakan proses penyampaian informasi kepada warga mengenai program-program yang akan dilaksanakan oleh GPL, misalnya seperti penyuluhan dan ToT (Training of Trainer) baik kepada ibu-ibu maupun kepada pembantu rumah tangga yang terdapat di Kompleks Perumahan PPI. Bentuk sosialisasi lain yang dilakukan oleh GPL juga dilakukan dengan adanya papan himbauan atau slogan yang berisi tentang kepedulian terhadap lingkungan. Papan himbauan tersebut merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan oleh GPL dengan Sekolah Cita Buana dengan tujuan untuk menghimbau warga sekitar untuk menjaga lingkungan mereka sendiri. Contoh pesan yang disampaikan dari himbauan kebersihan tersebut misalnya: “Manfaatkan kembali barang-barang bekas sebelum menjadi sampah”, “Kurangi penggunaan kantong kresek atau plastik”, dan lain-lain. Selain itu, bentuk sosialisasi lain yang sudah dilakukan oleh pihak GPL yaitu melalui buletin GPL yang diterbitkan setiap dua bulan sekali untuk menyebarkan informasi mengenai kegiatan yang akan dan sudah dilakukan oleh GPL kepada masyarakat.
(a)
(b)
Gambar 21 (a dan b). Papan Himbauan GPL
Gambar 22. Buletin GPL
Tabel 7. Jumlah Responden menurut Tingkat Sosialisasi Program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Kader dan fasilitator GPL
Warga Kompleks PPI
Tahap Sosialisasi
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Baik
31
96,9
29
90,6
Buruk
1
3,1
3
9,4
Total
32
100
32
100
Merujuk pada Tabel 7 diketahui bahwa tingkat sosialisasi responden baik kader dan fasilitator GPL maupun warga Kompleks PPI terhadap program GPL adalah tinggi. Responden kader dan fasilitator GPL menilai bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh GPL tergolong baik yaitu sebanyak 96,9 persen. Demikian pula responden warga Kompleks PPI sebanyak 90,6 persen menilai sosialisasi yang dilakukan GPL tergolong baik. Berdasarkan hasil tersebut dapat terlihat bahwa proses sosialisasi GPL terhadap program-programnya selama ini berjalan
dengan baik, akan tetapi masih terdapat 3,1 persen yang dinyatakan oleh kader dan fasilitator GPL maupun sebanyak 9,4 persen dinyatakan oleh warga Kompleks PPI menilai bahwa proses sosialisasi GPL buruk. Alasan yang mendukung bahwa sosialisasi yang diberikan buruk yaitu karena proses sosialisasi yang diberikan GPL hanya dilaksanakan ketika program GPL akan dilaksanakan.
7.1.2 Tahap Pengambilan Keputusan (Perencanaan) Tahap perencanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam merencanakan dan membuat keputusan terhadap program yang akan dijalankan. Pada tahap perencanaan yang dinilai adalah keterlibatan responden dalam program dan kehadiran responden dalam rapat perencanaan program serta melihat keaktifan dalam
rapat tersebut. Keterlibatan
partisipasi
masyarakat dalam
tahap
pengambilan keputusan atau perencanaan ini dapat dilihat dari keikutsertaan warga hadir dalam rapat perencanaan program-program GPL. Pada tahap ini keaktifan responden dalam mengikuti rapat pengambilan keputusan (perencanaan) juga dilihat seperti keaktifan responden tidak hanya untuk hadir saja dalam rapat tersebut tetapi kegiatan seperti bertanya, memberi usul atau pendapat, dan pendapat atau usul mereka dapat diterima.
Tabel 8. Jumlah Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan dalam Pengelolaan Sampah GPL Kader dan fasilitator GPL
Warga Kompleks PPI
Tahap Perencanaan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tinggi
26
81,25
11
34,4
Rendah
6
18,75
21
65,6
Total
32
100
32
100
Tingkat partisipasi responden pada tahap perencanaan dalam pengelolaan sampah program GPL pada Tabel 8 menunjukkan sebanyak 81,25 persen kader dan fasilitator GPL ikut terlibat dalam proses perencanaan program GPL. Berdasarkan hasil tersebut dapat terlihat bahwa tingkat partisipasi kader dan
fasilitator GPL pada tahap perencanaan program GPL sebelum program-program tersebut dilaksanakan cukup tinggi, akan tetapi masih terdapat 18,75 persen yang menyatakan bahwa tingkat partisipasi kader dan fasilitator GPL pada tahap perencanaan program rendah. Alasan yang diungkapkan oleh salah satu fasilitator GPL yaitu karena pada tahap perencanaan tidak semua fasilitator ikut serta dikarenakan tidak adanya waktu yang sesuai dengan jadwal yang ada untuk pertemuan rapat perencanaan program GPL. Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dari warga Kompleks PPI. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa sebanyak 65,6 persen menyatakan bahwa tingkat partisipasi warga Kompleks PPI pada tahap perencanaan program GPL rendah. Alasan yang dinyatakan oleh warga yaitu tidak adanya keterlibatan secara langsung dari semua warga untuk ikut serta, karena hanya diperoleh sebanyak 34,4 persen warga Kompleks PPI yang menyatakan ikut serta dalam tahap perencanaan program GPL. Partisipasi warga untuk ikut serta pada tahap perencanaan yaitu pada pertemuan-pertemuan yang diadakan GPL untuk mendiskusikan mengenai program kerja yang akan dilakukan oleh GPL.
7.1.3 Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Partisipasi pada tahap pelaksanaan dinilai berdasarkan keikutsertaan responden dalam program-program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yaitu pemilahan sampah, pengomposan skala rumah tangga, pengomposan skala kawasan, keterampilan dari limbah atau sampah kain perca, penghijauan dan pembibitan tanaman, dan pembuatan lubang biopori. Merujuk pada Tabel 9 diketahui bahwa tingkat partisipasi kader dan fasilitator GPL pada tahap pelaksanaan dalam pengelolaan sampah program GPL sebanyak 71,9 persen. Berdasarkan hasil tersebut dapat terlihat bahwa partisipasi warga pada tahap pelaksanaan program GPL sudah ada akan tetapi belum semua kader dan fasilitator GPL terlibat, hal ini terlihat dari masih terdapatnya 28,1 persen yang menyatakan bahwa tingkat partisipasi kader dan fasilitator GPL pada
tahap pelaksanaan program rendah. Rendahnya partisipasi kader dan fasilitator GPL tersebut dikarenakan tidak semua program sudah diikuti, program yang diikuti oleh kader dan fasilitator GPL rata-rata hanya terlibat pada pelaksanaan pemilahan sampah, pengomposan skala kawasan, keterampilan dari limbah atau sampah kain perca dan penghijauan.
Tabel 9. Jumlah Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan dalam Pengelolaan Sampah GPL Kader dan fasilitator GPL
Warga Kompleks PPI
Tahap Pelaksanaan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tinggi
23
71,9
20
62,5
Rendah
9
28,1
12
37,5
Total
32
100
32
100
Tingkat partisipasi warga Kompleks PPI pada tahap pelaksanaan program GPL yang terlihat pada tabel 9 juga tergolong tinggi yaitu sebnyak 62,5 persen. Akan tetapi, masih terdapat 37,5 persen yang menyatakan bahwa keikutsertaan warga Kompleks PPI pada tahap pelaksanaan program GPL rendah. Partisipasi warga yang rendah tersebut dikarenakan rata-rata warga hanya baru ikut serta pada program pemilahan sampah dan penghijauan GPL saja.
7.1.4 Tahap Menikmati Hasil Tahap menikmati hasil adalah keikutsertaan masyarakat dalam menikmati hasil program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Pada tahap menikmati hasil, kader dan fasilitator GPL serta warga Kompleks PPI merasakan manfaat terhadap kondisi lingkungan di sekitar mereka setelah adanya program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL).
Tabel 10. Jumlah Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Menikmati Hasil dalam Pengelolaan Sampah GPL Tahap Menikmati Hasil
Kader dan fasilitator GPL
Warga Kompleks PPI
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tinggi
30
93,75
30
93,75
Rendah
2
6,25
2
6,25
Total
32
100
32
100
Tingkat partisipasi responden pada tahap menikmati hasil terhadap pengelolaan sampah program GPL baik yang dinyatakan oleh kader dan fasilitator GPL maupun oleh warga Kompleks PPI (Tabel 10) tergolong tinggi yaitu sebanyak 93,75 persen. Berdasakan hasil tersebut dapat terlihat bahwa kader dan fasilitator GPL maupun warga Kompleks PPI sudah dapat merasakan manfaat program GPL, akan tetapi masih terdapat 6,25 persen yang menyatakan bahwa tingkat partisipasi warga pada menikmati hasil program GPL sangat rendah. Hal ini dikarenakan bahwa warga belum bisa merasakan manfaat dari program GPL bagi lingkungan sekitar mereka. Sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Ibu YN (39 tahun): “Manfaat dari program GPL belum bisa saya rasakan sepenuhnya, contoh kecilnya saja di lingkungan saya belum semua warga berpartisipasi ikut serta dalam program GPL, selain itu fasilitas kebersihan yang seharusnya sudah ada seperti tong khusus kompos untuk menunjang program GPL belum tersedia.”
Tingginya tingkat partisipasi kader dan fasilitator GPL maupun warga Kompleks PPI pada tahap menikmati hasil dapat dilihat pada perubahan yang cukup signifikan pada kondisi lingkungan Kompleks PPI. Perubahan yang dapat dilihat yaitu kondisi lingkungan Kompleks PPI yang lebih bersih dan asri. Manfaat yang dirasakan yaitu pengurangan sampah yang dihasilkan untuk dibuang ke TPA, selain itu lingkungan yang lebih asri di Kompleks PPI juga sudah dapat dirasakan. Hal ini disebabkan adanya partisipasi aktif dari setiap warga untuk mengadakan penghijauan baik di lingkungan mereka sendiri maupun untuk fasilitas umum yang berda di lingkungan mereka.
7.1.5 Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam mengevaluasi program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Tahap evaluasi dapat dilakukan dengan melihat partisipasi responden membuat laporan baik secara lisan atau tulisan terhadap program GPL. Pada tahap ini, kader dan fasilitator GPL mengevaluasi program GPL melalui pertemuan ataupun ketika para kader dan fasilitator GPL melakukan sosialisasi dengan warga Kompleks PPI melalui arisan dan pertemuan-pertemuan warga.
Tabel 11. Jumlah Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi dalam Pengelolaan Sampah GPL
Tahap Evaluasi
Kader dan fasilitator GPL
Warga Kompleks PPI
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tinggi
21
65,6
8
25
Rendah
11
34,4
24
75
Total
32
100
32
100
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa tingkat partisipasi responden pada tahap evaluasi terhadap pengelolaan sampah program GPL berbeda, hampir semua responden yang berasal dari kader dan fasilitator GPL ikut serta dalam tahap evaluasi program GPL yaitu sebanyak 65,6 persen. Dengan hasil tersebut dapat terlihat bahwa belum semua kader dan fasilitator GPL berpartisipasi dalam mengevaluasi program GPL yaitu sebanyak 34,4 persen. Partisipasi warga Kompleks PPI dalam tahap evaluasi program GPL tergolong sangat rendah yaitu hanya sebanyak 25 persen, masih terdapat 75 persen warga Kompleks PPI yang tidak ikut berpartisipasi dalam tahap ini.
7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat 7.2.1 Faktor Pendukung Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi faktor-faktor yang mendukungnya menurut Slamet (1994), yaitu: a. Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi. b. Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut. c. Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sarana dan material lainnya. Menurut Sahidu (1998) dalam Suhendar (2004) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan untuk berpartisipasi adalah motif harapan, needs, rewards, dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur, dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana, dan prasarana. Faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal, dan pengalaman yang dimiliki. Berdasakan pengamatan di lapangan dan informasi dari bebearapa informan diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhi partisipasi warga Kompleks PPI dalam proram pengelolaan sampah GPL dipengaruhi oleh sudah adanya kesempatan warga untuk berpartisipasi yaitu adanya manfat yang dapat dirasakan oleh warga misalnya seperti pengurangan jumlah sampah yang di angkut ke TPA, selain itu adanya perubahan kondisi lingkungan Komples PPI dalam penghijauan. Adanya penghijauan yang sudah dilakukan oleh hampir seluruh warga Kompleks PPI menjadikan lingkungan Kompleks PPI menjadi lebih asri dan teduh. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang menurut Pangestu dalam Pratiwi (2008) meliputi dua hal, yaitu:
a. Faktor internal dari individu yang mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu yang meliputi: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, luas lahan garapan, pendapatan, pengalaman berusaha, dan kosmopolitan. b. Faktor eksternal yang merupakan faktor diluar karakteristik individu yang meliputi
hubungan
antara
pengelola
dengan
masyarakat,
kebutuhan
masyarakat, pelayanan pengelola, dan kegiatan penyuluhan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Apriani Wulandari (2009) diketahui bahwa beberapa faktor internal yang mempengaruhi warga Kompleks PPI dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat GPL yaitu: a. Faktor umur, dimana semakin tinggi umur responden maka akan semakin meningkatkan peluang responden untuk berpartisipasi. b. Faktor pendidikan, dimana semakin tinggi pendidikan responden maka dapat meningkatkan partisipasi responden. c. Status ibu, dimana responden yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga memiliki peluang yang lebih besar untuk berpartisipasi dibandingkan dengan responden yang bekerja. Berdasarkan hasil pengamatan terbatas di lapangan, faktor lain yang dapat mempengaruhi warga Kompleks PPI berpartisipasi antara lain: a. Fasilitas yang memadai dari pihak GPL. b. Penyuluhan intens dari GPL kepada warga Kompleks PPI. c. Monitoring dari kader dan fasilitator GPL. d. Keterlibatan semua stakeholders, baik warga, pemerintah, maupun mitra kerja GPL. Faktor-faktor tersebut dapat tergolong ke dalam faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi warga dalam pelaksanaan program GPL meliputi hubungan antara pengelola dengan masyarakat, kebutuhan masyarakat, pelayanan pengelola, dan kegiatan penyuluhan. Adanya fasilitas kebersihan yang terdapat di setiap RW sasaran GPL menjadi salah satu faktor pendukung warga untuk berpartisipasi misalnya seperti fasilitas tong khusus kompos. Hal ini dapat dilihat dari sudah lengkapnya tong khusus kompos di sekitar RW 11, adanya tong khusus tersebut berpengaruh terhadap partisipasi warga untuk ikut serta dalam memilah
sampah dan mengikuti program pengomposan skala kawasan menjadi bertambah. Faktor lain yang dapat mempengaruhi partisipasi warga yaitu adanya penyuluhan intens dari pihak GPL kepada warga Kompleks PPI, adanya penyuluhan secara intens oleh pihak GPL yang dilakukan dapat memberikan dampak semakin termotivasinya warga Kompleks PPI untuk ikut berpartisipasi dalam setiap program GPL. Selain itu, dengan adanya monitoring dari setiap program yang sudah dilakukan oleh GPL dalam pengelolaan sampah juga dapat memperngaruhi partisipasi warga. Beberapa faktor pendukung kegiatan GPL lainnya juga dapat dilihat dari adanya keterlibatan dari beberapa warga Kompleks PPI, meskipun tingkat partisipasi warga Kompleks PPI dalam pelaksanaan program GPL hanya sebanyak 62,5 persen (berdasarkan Tabel 9) menunjukkan bahwa partisipasi semua warga perlu terlibat. Faktor pendukung lainnya semakin diperkuat dengan keterlibatan siswa sekolah, anggota PKK, serta warga RT dan RW yang berkontribusi dalam menopang keberlanjutan kegiatan. Selain itu dengan bertambah banyaknya kader yang mampu melakukan penyuluhan dan menularkan ke pihak lain juga memdukung keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Keterlibatan stakeholders juga dapat mempengaruhi tingkat partisipasi warga Kompleks PPI. Salah satunya yaitu adanya perhatian dari pihak Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar terhadap kegiatan GPL, hal ini terbukti dengan diberikannya hibah seperangkat alat-alat atau perlengkapan pengelolaan kompos serta kerajinan kepada GPL. Selain itu, dana untuk menunjang kegiatan diperoleh dari kegiatan penyuluhan baik dari undangan dari pihak luar, maupun dari tamu yang datang berkunjung ke GPL. Dana lainnya juga diperoleh melalui penjualan kompos, tanaman, dan kerajinan atau souvenir yang dibuat seperti T-shirt, jam, tas, pin dan bulletin GPL.
7.2.2 Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat Partisipasi warga Kompleks PPI dalam pengelolaan sampah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain faktor pendukung terdapat pula faktor
penghambat partisipasi masyarakat. Menurut Nasdian (2003), faktor penghambat partisipasi antara lain adalah masalah struktural. Masalah struktural mengalahkan masyarakat lapisan bawah terhadap interest pribadi akibat aparatur pemerintah yang lebih kuat. Selain itu, faktor lain yang menghambat partisipasi adalah budaya yang tumbuh dalam masyarakat, yakni sikap masyarakat yang pasrah terhadap nasib dan terlalu tergantung kepada pemimpin sehingga masyarakat menjadi kurang kreatif. Budaya tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Berdasarkan hasil pengamatan terbatas yang dilakukan di lapangan, faktor penghambat yang dapat mempengaruhi warga Kompleks PPI berpartisipasi antara lain: a. Faktor waktu. b. Gaya hidup atau kebiasaan. c. Fasilitas yang memadai dari pihak GPL. d. Perilaku pemulung. Faktor-faktor yang dapat menghambat partisipasi kader dan fasilitator GPL maupun warga Kompleks PPI misalnya seperti faktor waktu yang merupakan faktor yang banyak diungkapkan oleh warga sebagai alasan tidak adanya keikutsertaan mereka dalam pelaksanaan GPL. Hal ini disebabkan karena setiap kader dan fasilitator GPL maupun warga Kompleks PPI selain bekerja juga mengikuti kegiatan Majelis Ta’lim Ibu-ibu Darussalam (MTIID) dan MANCA (Taman Bacaan). Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Ibu HW (53 tahun): “Partisipasi warga dalam pelaksanaan program GPL saaat ini semakin terbatas terutama untuk ibu-ibu yang masih bekerja, hal ini dikarenakan mereka tidak punya waktu yang cukup banyak di rumah. Misalnya seperti saya, dahulu waktu belum bekerja saya bisa mengikuti semua program dari GPL, akan tetapi sekarang tidak semua bisa saya ikuti. Selain itu, adanya kegiatan lain seperti majlis Ta’lim dan juga MANCA mempengaruhi kineja dalam pelaksanaan program GPL.”
Faktor penghambat lainnya yang mempengaruhi partisipasi warga Kompleks PPI yaitu adanya gaya hidup atau kebiasaan warga Kompleks PPI. Gaya hidup atau kebiasaan tersebut yaitu kebiasaan membuang sampah tidak
dengan cara dipilah. Selain itu, fasilitas yang memadai dalam pengelolaan sampah juga dapat menjadi faktor penghambat partisipasi. Gambar 22 merupakan gambar perbedaan lingkungan RW yang sudah memiliki tong khusus kompos dan yang belum memiliki tong khusus kompos.
(a)
(b)
Gambar 23. (a) Tong Sampah Biasa (b) Tong Khusus Kompos
Salah satu fasilitas yang belum memadai yaitu fasilitas tong khusus kompos dan lubang biopori. Tong khusus kompos yang efektif berjalan saat ini hanya ada di lingkungan RW 11, sedangkan untuk RW lain belum semua RW memiliki tong khusus kompos tersebut, pihak GPL sebenarnya sudah memberikan sumbangan tong khusus kompos tersebut untuk masing-masing RT yang terdapat di RW sebanyak satu tong per satu RW.Akan tetapi kendala yang ada yaitu tidak adanya kesediaan dari setiap warga untuk meletakkan tong khusus kompos tersebut di depan rumah mereka. Sedangkan untuk pembuatan lubang biopori, yang menjadi penghambat keberlanjutan program ini yaitu tidak adanya penutup lubang biopori. Gambar 23 merupakan contoh lubang biopori yang sudah memiliki penutup dan yang belum ada memiliki penutup.
(a)
(b)
Gambar 24. (a) Lubang Biopori yang Belum Ditutup (b) Lubang Biopori yang Sudah Ditutup
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang di ungkapkan oleh Ibu YN (39 tahun): “Alasan lain yang menyebabkan warga sekitar lingkungan saya tidak ikut serta dalam pelaksanaan program GPL dikarenakan tidak adanya fasilitas yang memadai dari pihak GPL seperti tong khusus kompos. Selain itu adanya pemulung yang mencampur kembali sampah yang sudah dipilah oleh warga membuat warga yang awalnya sudah memilah menjadi malas lagi untuk memilah sampah.”
Faktor penghambat lain yang dapat mempengaruhi partisipasi warga yaitu adanya keberadaan pemulung yang masih mencampur sampah yang sudah dipilah. Pemulung yang berada di lingkungan Kompleks PPI menghambat pelaksanaan program GPL karena perilaku pemulung yang mencampur kembali sampah yang sudah dipilah oleh warga.
BAB VIII EVALUASI BERORIENTASI TUJUAN PROGRAM GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN (GPL) 8.1 Evaluasi Berorientasi Tujuan: Visi dan Misi GPL Pendekatan yang berorientasi pada tujuan (goal oriented approach) menurut Tayibnapis (2008) merupakan pendekatan evaluasi dengan memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan sampai sejauh mana program telah berhasil. Dalam pendekatan ini terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil, dan prosedur pengukuran hasil. Pada pendekatan yang berorientasi tujuan evaluator juga menentukan sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai dengan melihat dari tujuan umum dan tujuan khusus program tersebut. Tujuan umum dari Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dilihat dari misi-misi GPL yaitu: (1) Menanamkan dan meningkatkan kesadaran dan wawasan masyarakat terhadap masalah lingkungan;
(2) Menggalang dukungan dan partisipasi aktif
dari setiap individu maupun kelompok masyarakat; (3) Melaksanakan secara swadaya dan swakarsa; dan (4) Membangun perilaku dan budaya baru berwawasan lingkungan secara berkelanjutan, sedangkan untuk tujuan khusus GPL merupakan visi dari GPL yaitu menciptakan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah menjadi lingkungan yang bersih, sehat, asri, harmoni dan lestari serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Keberhasilan suatu program dalam evaluasi berorientasi tujuan diukur dengan kriteria program khusus bukan dengan kelompok kontrol atau dengan perbandingan program lain. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini memiliki kelebihan yang terletak pada hubungan antara tujuan dan kegiatan serta penekanan pada elemen yang penting dalam program yang melibatkan individu. Pencapaian tujuan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) dapat terlihat dari keberhasilan setiap program yang sudah dilaksanakan yaitu pemilahan sampah, pengomposan skala kawasan, penghijauan dan pembibitan serta pembuatan lubang biopori. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan tujuan awal GPL yaitu visi dan misi GPL.
Pelaksanaan program GPL terkait dengan visi GPL belum sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Hal ini dikarenakan belum adanya keterlibatan aktif dari seluruh warga Kompleks PPI yang menjadi sasaran program GPL belum terlibat dalam setiap program yang dilaksanakan GPL. Selain itu, alasan lain juga dapat terlihat dari masing-masing misi GPL terkait dengan pelaksanaan program GPL, antara lain: 1. Menanamkan dan meningkatkan kesadaran dan wawasan masyarakat terhadap masalah lingkungan. Program-program yang dicanangkan oleh GPL diharapkan dapat menanamkan dan meningkatkan kesadaran dan wawasan masyarakat terhadap masalah lingkungan. Dengan adanya program pengelolaan sampah GPL seperti pemilahan sampah, pengomposan skala kawasan, penghijauan dan pembibitan, keterampilan dari limbah maupun pembuatan lubang biopori dapat menyadarkan masyarakat Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (PPI) khususnya daerah sasaran GPL yaitu RW 8, 9, 10 dan 11 peduli akan lingkungan sekitar. Berawal dari didirikannya Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yang tergerak dari adanya kesadaran warga Kompleks Perumahan PPI akan keberadaan lingkungan di sekitar mereka. GPL lahir berdasarkan keprihatinan terhadap masalah sampah di daerah mereka yaitu daerah Bekasi Selatan, khususnya di Kompleks Perumahan PPI. Semakin banyaknya tempat sampah liar di luar Kompleks Perumahan PPI memberikan dampak negatif pada daerah di dalam Kompleks Perumahan PPI, dampak tersebut dapat berupa bau yang tercium samapi ke dalam Kompleks Perumahan PPI. Dengan melihat keberadaan tersebut, GPL mengadakan kunjungan pada 4 April 2003 ke Kelurahan Banjarsari untuk melihat pengelolaan sampah yang sudah dilakukan di daerah tersebut. Selain itu, GPL yang dipelopori oleh ibu-ibu yang berasal dari Majlis Ta’lim Daarussalam dan juga HIPPI (Himpunan Pemuda PPI) mengadakan pertemuan-pertemuan untuk menemukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan lingkungan di sekitar mereka. GPL mengadakan pelatihan untuk para kadernya dengan tujuan agar para kader GPL dapat membantu warga lain untuk melakukan pemilahan sampah dan
pengomposan sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, serta mengembangkan gerakan penghijauan dan pembibitan tanaman baik untuk lingkungan rumah maupun untuk di sekitar lingkungan mereka. Seperti program pemilahan sampah GPL, dalam pelaksanaannya dibutuhkan kepedulian langsung dari masyarakat akan pemilahan sampah. Masyarakat harus terlibat langsung untuk memilah karena sampah yang dihasilkan berasal dari sampah mereka sendiri yaitu sampah rumah tangga. GPL merupakan organisasi dalam bentuk nirlaba yang mempelopori dilakukannya usaha pengelolaan sampah organik di Kota Bekasi dengan diawali oleh adanya proses sosialisasi mengenai pemilahan sampah kepada empat sasaran RW GPL yaitu RW 8, 9, 10 dan 11 di Kompleks Perumahan PPI. Pemilahan sampah yang dilakukan warga memiliki nilai yang sangat penting, hal ini dikarenakan dengan adanya kesediaan masyarakat untuk memilah sampah tersebut dapat menimbulkan dampak positif yaitu berkurangnya sampah organik di kompleks tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. Kesadaran dari setiap warga mengenai pentingnya menjaga lingkungan mereka sendiri dalam melaksanakan program GPL harus ada. Kesadaran tersebut diperoleh dari adanya manfaat yang sudah dapat dirasakan oleh warga terhadap program-program yang sudah dilaksanakan GPL, misalnya seperti program pemilahan sampah. Manfaat yang dapat dirasakan oleh warga yang sudah terlibat dalam program pemilahan sampah yaitu adanya pengurangan sampah yang diangkut ke TPA, sedangkan untuk program penghijauan manfaat yang dapat dirasakan oleh warga adalah lingkungan yang lebih asri dan sehat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Ibu ES (54 tahun): “Penghijauan di tempat kami lebih mudah dilaksanakan, hal ini dikarenakan kesadaran dari semua warga sendiri sudah ada tanpa harus diingatkan. Fasilitas umum di tempat kami juga sudah banyak ditanami berbagai jenis tanaman, dengan adanya penghijauan tersebut lingkungan tempat kami menjadi lebih asri dan sejuk.”
2. Menggalang dukungan dan partisipasi aktif dari setiap individu maupun kelompok masyarakat. Dukungan dan partisipasi masyarakat maupun kelompok masyarakat dalam pelaksanaan program GPL harus ada. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak semua warga ikut serta. Jika dilihat dari segi masyarakat Kompleks
Perumahan PPI, belum semua target sasaran GPL yaitu RW 8, 9, 10 dan 11 memenuhi kriteria tujuan GPL tersebut. Hal ini diperkuat dengan hasil di lapangan bahwa hanya beberapa warga yang melaksanakan program GPL. Seperti pernyataan yang diungkapkan oleh Ibu YR (54 tahun): “Pelaksanaan program GPL belum semuanya diikuti oleh warga, hal ini dikarenakan setiap warga yang sudah mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh GPL tidak langsung menerapkannya, oleh sebab itu diperlukan kesabaran yang cukup tinggi untuk melihat semua warga dapat ikut serta dalam pelaksanaan program GPL.”
Melihat kondisi di lapangan terlihat bahwa adanya kesenjangan kondisi lingkungan yang terdapat di daerah sasaran program GPL. Misalnya seperti kondisi yang terlihat di RW 11 mengenai tong khusus kompos, kondisi yang terlihat di RW 11 terlihat bahwa hampir setiap gang yang terdapat di RW 11 sudah terdapat tong khusus kompos, tong tersebut merupakan tong yang digunakan sebagai tempat khusus sampah organik sebagai bahan dasar pembuatan kompos. Berbeda seperti yang terdapat di sekitar RW 8, 9 dan 10. Di ketiga RW tersebut belum semua gang sudah memiliki tong khusus kompos, hal ini menyebabkan ketiga RW tersebut belum mengikuti program pengelolaan kompos kawasan. Seperti pernyataan yang diungkapkan oleh ibu RH (54 tahun): “Tong khusus kompos dari GPL sudah ada, karena setiap RT diberi satu tong khusus kompos untuk di tempatkan di setiap gang. Akan tetapi, warga sekitar tidak ada yang mau di depan rumahnya di tempati tong tersebut. Hal ini menyebabkan warga disekitar RW saya belum semua melakukan pemilahan sampah dan pengomposan skala kawasan.”
Alasan yang menyebabkan ketiga RW tersebut belum semua ikut berpartisipasi dalam setiap program GPL salah satunya pada program pengelolaan kompos kawasan. Dalam program ini, baktor dan petugas pengangkut untuk sampah untuk mengangkut sampah organik tidak sampai ke RW mereka, selain itu untuk mengangkut sampah tersebut diperlukan dana. Sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh ibu ES (54 tahun): “Di RW kami belum melakukan pengomposan skala kawasan, hal ini karena tidak adanya baktor yang mengangkut. Pihak GPL memang sudah menyediakan baktor dan juga petugas yang mengangkutnya tetapi diperlukan dana untuk membayarnya.”
Hal ini berbeda dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Ibu YR (54 tahun): “Untuk mengangkut sampah khusus kompos memang diperlukan dana misalnya untuk membayar petugas dan juga bensin sebagai bahan bakar baktor, oleh sebab itu sebaiknya warga yang ikut serta dalam program pengelolaan kompos kawasan sebaiknya ada timbal balik juga kepada GPl, misalnya seperti ikut serta membeli pupuk kompos. Setidaknya dengan hal seperti itu membantu untuk biaya operasional dalam pengelolaan kompos kawasan.”
Baktor dan petugas pengangkut sampah khusus kompos saat ini hanya beroperasi di sekitar RW 11, alasan yang memperkuat yaitu karena letak unit pengelolaan kompos kawasan berada di RW ini. Akan tetapi, meskipun baktor tidak beroperasi tidak kemungkinan untuk RW lain yang menjadi sasaran program GPL juga dapat menyumbang sampah organik yang menjadi bahan dasar membuat kompos. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bpk. SK (60 tahun): “Untuk saat ini baktor memang hanya beroperasi di RW 11, akan tetapi jika RW lain punya sampah yang dapat dijadikan untuk kompos biasanya mereka kirim sampah itu sendiri, misalnya sampah tersebut di angkut dengan menggunakan becak ke unit pengelolaan kompos kawasan.”
Berbeda dengan program penghijauan GPL, untuk program ini hampir semua warga sudah ikut berpartisipasi. Penghijauan yang sudah dilakukan tersebut sudah terlihat hasilnya, terlihat bahwa hampir semua warga sudah melakukan penghijauan di halaman rumah mereka sendiri, hal lain yang terlihat yaitu dengan memanfaatkan penghijauan di fasum (fasilitas umum) yang terdapat di RW sasaran GPL tersebut. Partisipasi warga lainnya dapat terlihat pada program keterampilan dari limbah atau sampah dari kain perca GPL. Partisipasi untuk program ini terlihat dari keikutsertaan warga di luar Kompleks Perumahan PPI. Dalam program ini hanya ada keterlibatan tiga orang kader GPL, sedangkan yang lainnya yaitu ibu-ibu binaan yang berasal dari lingkungan di luar Kompleks Perumahan PPI tersebut. Dengan melibatkan ibu-ibu binaan tersebut GPL tidak hanya memberikan pengetahuan tambahan bagi mereka, tetapi GPL juga sudah memberikan lapangan pekerjaan bagi ibu-ibu binaan dengan menambah penghasilan mereka.
3. Melaksanakan secara swadaya dan swakarsa. Program GPL merupakan jenis program yang membutuhkan partisipasi masyarakat baik secara swadaya maupun swakarsa. Implementasi untuk misi GPL ini dapat terlihat pada program pengelolaan kompos kawasan. Program ini merupakan program yang berawal dari adanya penutupan TPS liar yang terletak disekitar lingkungan Perumahan Pondok Pekayon Indah oleh warga Kompleks Perumahan PPI bersama anggota GPL, setelah penutupan TPS tersebut kemudian pihak Kelurahan Pekayon Jaya juga ikut terlibat dengan meresmikan penutupan TPS liar tersebut pada 19 Juni 2005. Dengan sudah ditutupnya TPS liar tersebut, Dinas Pertamanan Pemerintah Kota Bekasi juga mengadakan fasilitas door to door ke warga Kompleks Perumahan PPI. Tindak lanjut dari program-program tersebut yaitu dengan didirikannya unit pengelolaan kompos kawasan pada 21 Februari 2006 dengan swadaya warga dan subsidi Pemerintah Kota Bekasi. Proses pembuatan unit pengelolaan kompos kawasan yang dilakukan GPL mendapat bantuan langsung dari Pemerintah Kota Bekasi berupa alat pengomposan dan biaya operasional. GPL mendapat bantuan tersebut karena prestasi yang sudah dilakukan terhadap lingkungan mereka sendiri yaitu Kompleks Perumahan PPI. Pada tahun 2004, GPL mendapat bantuan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bekasi berupa mesin pencacah plastik. Pada awal pemberian mesin tersebut pencacahan plastik dilakukan secara komersil, akan tetapi karena GPL merupakan organisasi dalam bentuk nirlaba maka mesin pencacah
tersebut
digunakan
sebagai
mesin
pencacah
sampah.
Pada
kenyataannya, untuk melakukan usaha pengelolaan kompos kawasan dibutuhkan investasi yang cukup besar, untuk mengolah sampah organik dengan kapasitas optimum 1000kg/hari dibutuhkan investasi awal sekitar Rp 47 juta. Program GPL yang dilaksanakan secara swakarsa yaitu pada program pemilahan sampah. Meskipun pada pelaksanaan program ini, swakarsa belum berasal dari semua warga akan tetapi usaha dari GPL untuk melibatkan semua warga ikut dalam memilah sampah sudah ada. Hal ini terlihat dengan diadakannnya penyuluhan dan TOT (Training of Trainer) dengan sasaran ibu rumah tangga dan pembantu rumah tangga. Swakarsa lain yang terlihat yaitu pada program penghijuan, untuk program ini semua warga sudah semua mengikuti. Hal
ini dikarenakan warga sudah memilki kesadaran sendiri untuk menanam tanaman baik di halaman mereka sendiri maupun disekitar lingkungan mereka.
4. Membangun perilaku dan budaya baru berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Membangun perilaku dan budaya baru berwawasan lingkungan secara berkelanjutan merupakan salah satu misi GPL. Dengan mengacu pada misi tersebut, program GPL yang sudah dilaksanakan diharapkan dapat memenuhi misi tersebut. Program GPL yang sudah ada dapat menyadarkan pemikiran warga untuk lebih memperhatikan keadaan lingkungan. Hal ini seperti pernyataan yang diungkapkan oleh ibu AN (48 tahun): “Adanya program-program dari GPL misalnya seperti pengomposan skala kawasan dapat membuat saya ikut menjaga lingkungan saya sendiri, dengan mengikuti pengomposan skala kawasan tersebut saya dapat mengurangi jumlah sampah sehingga dengan begitu saya dapat membantu bumi untuk mengurangi sampah.”
Program pemilahan sampah GPL secara langsung juga membangun perilaku budaya baru masyarakat, dengan adanya program pemilahan sampah masyarakat yang sudah berpartisipasi dalam program pemilahan sampah menjadi terbiasa untuk memilah sampah. Bentuk perilaku dan budaya baru masyarakat yang awalnya membuang sampah dengan seenaknya saja menjadi bergeser menjadi terbiasa untuk memilah sampah. Hal ini sesuai dengan pernyataan ibu HW (53 tahun): “Memilah sampah memang awalnya sulit dilakukan, akan tetapi setelah sudah diterapkan hal tersebut menjadi kebiasaan saya untuk memilah sampah. Dengan memilah sampah saya sudah mendapatkan manfaat yang lebih, selain itu saya juga bisa mengajarkan keluarga saya yang lain untuk mulai membiasakan diri memilah sampah karena manfaatnya sangat banyak.”
Perilaku dan budaya baru yang terlihat lainnya yaitu dengan pengurangan sampah berupa tissue dan kantong plastik. Perilaku dan budaya tersebut terlihat dengan adanya barang pengganti tissue dan kantong plastik tersebut. Pengurangan sampah tersebut yaitu dengan mengganti tissue dengan menggunakan sapu tangan yang merupakan salah satu hasil dari keterampilan dari limbah kain perca, sementara untuk pengganti kantong plastik digunakan tas dari kain yang juga
merupakan hasil keterampilan dari limbah kain perca. Selain itu, program pembuatan lubang biopori juga dapat memberikan dampak kepada warga dalam mengatasi permasalah lingkungan di sekitar mereka. Dengan dibuatnya lubang biopori sebagai sumur resapan menjadikan warga memiliki budaya dan perilaku baru, yaitu dengan memanfaatkan lubang biopori tersebut sebagai tempat membuang sisa makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan ibu ES (54 tahun): “Semenjak adanya lubang biopori di kawasan kami, sampah dari sisa makanan yang kami hasilkan dapat kami langsung buang kesana. Tidak hanya ibu-ibu saja, pembantu rumah tangga pun setelah tahu bagaimana memanfaatkan lubang biopori juga ikut berperan serta. Selain itu, dengan adanya lubang biopori tersebut maka pada musim kemarau persediaan air tidak habis.”
Dengan adanya program-program GPL seperti pemilahan sampah, penghijauan, keterampilan dari limbah kain perca, dan pembuatan lubang biopori dapat memberikan manfaat yang banyak kepada masyarakat. Dengan begitu, demi menjaga kelestarian lingkungan dapat terlaksana karena adanya perilaku dan budaya baru berwawasan lingkungan dari masyarakat. Akan tetapi, untuk merealisasikannya secara berkelanjutan diperlukan proses sosialisasi dan pendekatan yang cukup lama ke semua warga dan peran serta dari berbagai pihak.
8.2 Ikhtisar Program pengelolaan sampah Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yang sudah dilaksanakan selama enam tahun yaitu sejak tahun 2003 sampai sekarang tidak dapat berkembang tanpa adanya usaha yang maksimal dari kader GPL maupun adanya keterlibatan dari warga Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (PPI) dan stakeholders lainnya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala untuk mencapai tujuan yang sudah ada agar sesuai dengan visi dan misi GPL. Pencapaian tujuan GPL tersebut dapat dilihat dari adanya kesesuaian antara hasil dan manfaat dari pelaksanaan program GPL dengan visi dan misi GPL. Berdasarkan visi GPL yaitu menciptakan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah menjadi lingkungan yang bersih, sehat, asri, harmoni dan lestari serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan terlihat bahwa dalam pelaksanaan program GPL, visi dari GPL
tersebut sudah tercapai karena adanya perubahan di Kompleks PPI, akan tetapi belum semua warga Kompleks Perumahan PPI sudah ikut berpartisipasi. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada ketercapaian tujuan antara visi GPL dengan hasil yang diperoleh. Akan tetapi, manfaat yang sudah dirasakan oleh warga Kompleks Perumahan PPI yang menjadi sasaran program GPL yaitu RW 8, 9, 10 dan 11 sudah dapat terlihat dengan jelas. Manfaat tersebut dapat dilihat dari adanya kesesuaian antara misi GPL dengan pelaksanaan program GPL. Program-program yang dicanangkan oleh GPL seperti pemilahan sampah, pengomposan skala kawasan, penghijauan dan pembibitan, keterampilan dari limbah maupun pembuatan lubang biopori diharapkan dapat menanamkan dan meningkatkan kesadaran dan wawasan masyarakat terhadap masalah lingkungan. Adanya program tersebut dapat meningkatkan kesadaran warga Kompleks Perumahan PPI terhadap masalah lingkungan. Terbentuknya GPL berawal dari adanya keinginan warga Kompleks Perumahan PPI untuk lebih menjaga kelestarian lingkungan mereka yang diawali dengan dilakukannya penutupan TPS liar secara bersama-sama. Dalam pelaksanaan program GPL tersebut juga sudah mendapat dukungan dan partisipasi aktif dari setiap individu maupun kelompok masyarakat, akan tetapi belum semua warga Kompleks PPI yang menjadi sasaran GPL ikut berpartisipasi. Hal ini dapat dilihat dari adanya kesenjangan kondisi lingkungan yang terdapat di daerah sasaran program GPL, misalnya seperti keberadaan tong khusus kompos. Pelaksanaan program GPL juga sudah dilaksanakan secara swadaya dan swakarsa. Hal ini dapat dilihat dari adanya swadaya dari masyarakat dan pemerintah yaitu Pemerintah Kota Bekasi dalam program pengelolaan kompos kawasan berupa biaya operasional serta bantuan alat pengomposan. Program GPL yang sudah dilaksanakan secara swakarsa dapat dilihat dari adanya penyuluhan dan TOT (Training of Trainer) dari pihak GPL kepada ibu-ibu dan pembantu rumah tangga dalam pelaksanaan program pemilahan sampah. Selain itu, adanya pemanfaatan taman atau fasilitas umum berupa penghijauan yang dilaksanakan secara bersama-sama menunjukkan adanya swakarsa dalam pelaksanaan program GPL. Terbentuknya perilaku dan budaya baru berwawasan lingkungan secara berkelanjutan juga sudah dapat terlihat, misalnya seperti pengurangan sampah
berupa tissue dan kantong plastik yang diganti dengan menggunakan sapu tangan dan tas kain.
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan Pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) terbagi dalam beberapa kegiatan, yaitu: pemilahan sampah, pengomposan skala rumah tangga, pengomposan skala kawasan, keterampilan dari limbah atau sampah, penghijauan dan pembibitan serta pembuatan lubang biopori. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan partisipasi dari warga Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah (PPI) dan stakeholders lain demi tercapainya tujuan GPL sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program GPL sangat penting, oleh sebab itu diperlukan juga sosialisasi yang diberikan oleh pihak GPL kepada warga yang menjadi sasaran GPL. Bentuk sosialisasi yang dilakukan pihak GPL dalam mensosialisasikan program-programnya kepada warga yaitu melalui arisan dan pertemuan warga. Sosialisasi yang dilakukan lainnya oleh pihak GPL yaitu melalui papan himbauan dan buletin GPL. Sosialisasi yang sudah dilakukan oleh pihak GPL tergolong baik, hal ini dikarenakan kader dan fasilitator GPL maupun warga menilai bahwa sosialisasi GPL sudah berjalan dengan efektif sehingga hampir semua warga dapat mengetahui program-program GPL. Pada tahap perencanaan program GPL terdapat perbedaan tingkat partisipasi antara kader dan fasilitator GPL dengan warga Kompleks PPI. Tingkat partisipasi kader dan fasilitator GPL pada tahap perencanaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi warga Kompleks PPI. Pada tahap pelaksanaan program GPL pun terdapat perbedaan tingkat partisipasi antara kader dan fasilitator GPL dengan warga Kompleks PPI. Tingkat partisipasi kader dan fasilitator GPL pada tahap pelaksanaan juga lebih besar dibandingkan dengan tingkat partisipasi warga Kompleks PPI. Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh pada tahap menikmati hasil, pada tahap ini tingkat partisipasi antara kader dan fasilitator GPL dengan warga Kompleks PPI sama tinggi. Sedangkan untuk tingkat partisipasi antara kader dan fasilitator GPL dengan warga Kompleks
PPI pada tahap evaluasi terdapat perbedaan yaitu, tingkat partisipasi kader dan fasilitator GPL lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi warga Kompleks PPI pada tahap evaluasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat partisiapsi masyarakat dalam pelaksanaan program. Faktor pendukung partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah GPL antara lain fasilitas yang memadai dari pihak GPL, penyuluhan intens dari GPL kepada warga Kompleks PPI, monitoring dari kader dan fasilitator GPL, dan keterlibatan semua stakeholders, baik warga, pemerintah, maupun mitra kerja GPL. Sedangkan faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah GPL yaitu faktor waktu, gaya hidup atau kebiasaan, fasilitas yang memadai dari pihak GPL, dan perilaku pemulung. Program-program GPL yang sudah dilaksanakan selama enam tahun dapat dievaluasi berdasarkan visi GPL yaitu menciptakan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah menjadi lingkungan yang bersih, sehat, asri, harmoni dan lestari serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Dalam pelaksanaan program GPL, visi dari GPL tersebut sudah tercapai karena adanya perubahan di Kompleks PPI, akan tetapi belum semua warga Kompleks Perumahan PPI sudah ikut berpartisipasi. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada ketercapaian tujuan antara visi GPL dengan hasil yang diperoleh. Akan tetapi, manfaat yang sudah dirasakan oleh warga Kompleks Perumahan PPI yang menjadi sasaran program GPL yaitu RW 8, 9, 10 dan 11 sudah dapat terlihat dengan jelas. Manfaat tersebut dapat dilihat dari adanya kesesuaian antara misi GPL dengan pelaksanaan program GPL.
9.2 Saran Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan berdasarkan paparan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat disampaikan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan sampah GPL yaitu pemilahan sampah, pengomposan skala rumah tangga dan kawasan, keterampilan dari limbah/sampah, penghijauan dan pembibitan serta lubang biopori sudah berjalan baik. Akan tetapi, diperlukan
program kaderisasi untuk mencetak kader atau motivator yang handal sebagai pemeran utama dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat demi keberlanjutan program-program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 2. Dilibatkannya partisipasi warga Kompleks PPI pada tahap perencanaan dan evaluasi program GPL. Hal ini mendorong pihak GPL untuk lebih meningkatkan monitoring dalam setiap program kegiatan pengelolaan sampah Gerakan Peduli Lingkungan (GPL), karena selama ini monitoring yang dilakukan GPL tergolong masih sangat rendah. 3. Kerjasama dengan aktor swasta yang bergerak dalam bidang corporate social responsibility (CSR) misalnya seperti Unilever untuk pengadaan pelatihan daur ulang atau keterampilan dari limbah atau sampah. 4. Meningkatkan kualitas lingkungan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah menjadi prioritas Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) sebagai unit percontohan kawasan pengelolaan sampah terpadu di Kota Bekasi.
DAFTAR PUSTAKA Apriadji, Wied Harry. 1989. Memproses Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta. Deptan. 1989. Sistem Monitoring dan Evaluasi Proyek-Proyek Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Jakarta: Departemen Pertanian Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian Jakarta. Djajadiningrat, Surna T. Tinjauan Atas Fungsi dan Peran Partisipasi Serta Kelembagaan Dalam Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan dalam Himpunan Karangan Ilmiah di Bidang Perkotaan dan Lingkungan. Jakarta: Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta, volume IV/1996/1997. Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta. Intania, Ogi I. 2003. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian IPB. Tidak diterbitkan. Jabar A. S Cepi dan Suharsimi Arikunto. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Kastaman, Roni. Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat. Jurnal Agrikultura Vol.17. 2006. Musa, Safuri. 2005. Evaluasi Program: Pembelajaran dan Pemberdayaan Program. Y-PIN Indonesia. Bandung. Nasdian, Fredian Tonny. 2003. Diktat Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Pratiwi, Ayu Tri. 2008. Tingkat Partisipasi Warga dalam Penyelenggaraan Radio Komunitas. Skripsi. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Rasminawati. 2005. Partisipasi Masyarakat dalam Program Posyandu. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Siswanto, Andy. 2004. Mengembangkan Partisipasi Masyarakat dalam Lembaga Swadaya Masyarakat: Menyuarakan Nurani Menggapai Kesetaraan. Eds. HCB Dharmawan. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Sitorus, MT Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Pengantar. Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial. Slamet, Juli Soemirat. 1996. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University press. Yogyakarta. Suhendar. 2004. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Program Warga Peduli Lingkungan (WPL): Satu Model Penguatan kapasitas WPL di RW 05 Desa Rancamanya, Kecamatan Balleendah, Kabupaten Bandung. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Suyoto, Bagong. 2008. Fenomena Gerakan Mengolah Sampah. Prima Infosarana Media. Jakarta. Tayibnapis, Farida Yusuf. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Wulandari, Apriani. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Sampah Organik pada Program Pemilahan Sampah Gerakan Peduli Lingkungan (Studi Kasus: Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
94
Lampitan 1. Peta Lokasi Penelitian
95
Lampiran 2. Data Responden dan Informan Kader dan Fasilitator GPL No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Nama
YR SN RTH RH ES AN YA SW NL HW KY LT NS YH LG TN
Umur 54 tahun 53 tahun 53 tahun 54 tahun 54 tahun 48 tahun 25 tahun 53 tahun 48 tahun 53 tahun 49 tahun 53 tahun 67 tahun 53 tahun 53 tahun 53 tahun
No 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Nama
Umur 61 tahun 38 tahun 65 tahun 50 tahun 54 tahun 57 tahun 53 tahun 54 tahun 50 tahun 54 tahun 68 tahun 54 tahun 51 tahun 54 tahun 56 tahun 65 tahun
Nama
Umur 50 tahun 50 tahun 60 tahun 61 tahun 42 tahun 52 tahun 59 tahun 62 tahun 68 tahun 54 tahun 61 tahun 68 tahun 53 tahun 56 tahun 49 tahun 50 tahun
IFA WRJ DJM WU BY EN IW NSR MA DRS SPR YH WY UN RKH MU
Warga Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Nama
MD FU NM AY RT DM IP AT AX WZ YN DS NND NR NMT PB
Umur 49 tahun 56 tahun 42 tahun 54 tahun 53 tahun 60 tahun 40 tahun 45 tahun 56 tahun 59 tahun 39 tahun 35 tahun 30 tahun 42 tahun 47 tahun 54 tahun
No 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
SR MY TM KS AP SP RNW MRY GNW SK STR SHR EG DR RS KW
96
Lampiran 3. Dokumentasi Taman Bacaan (MANCA) PPI
Kader GPL dan GPL Kids
Penghargaan GPL
97
Keterampilan dari Limbah atau Sampah
Pameran Keterampilan dari Limbah