PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
Oleh : Dinda Ayu Lokita I34070117 \
Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si.
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT
DINDA AYU LOKITA. Community Participation in Trash Management Program (Studied at Implementation of Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. at Gunung Sari Village, District Citeureup, Bogor). Supervised by NINUK PURNANINGSIH
This research wanted to see level of community participation in trash management program, the second goal is to identify the factors that determine the level of community participation in trash management program, and the last goal is to analyze the correlation of community participation with program’s effectivity. Quantitative approach that used in this research is survey method. The research populations are people at RW 4, Gunung Sari Village, district Citeureup, Bogor. Respondent of this research about 50 persons are chosen by random technique with same amount of each RT. The results showed the level of community participation at the stage of tokenism. The factors that have a significant correlation with the level of community participation is the willingness and ability, while the opportunity has no significant correlation with level of community participation in trash management. Participation level have correlation with program’s effectivity, more higher the level of participation will increasing program’s effectivity. Key words:
level of participation, program’s effectivity, trash management program.
iii
RINGKASAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan Ninuk Purnaningsih Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya tidak hanya untuk mencari keuntungan, tapi juga harus memperhatikan masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan yang secara tidak langsung mempengaruhi seluruh operasi perusahaan. Hal ini juga sesuai dengan konsep triple bottom line yang dipopulerkan oleh John Elkington tahun 1977. Cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR). CSR merupakan komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. CSR merupakan wajib bagi seluruh perusahaan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, hal tersebut telah diatur dalam Perundang-Undangan di Indonesia, yaitu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Salah satu bentuk implementasi CSR adalah pengembangan masyarakat. Partisipasi aktif dari masyarakat merupakan hal utama dalam pengembangan masyarakat. Partisipasi juga merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan agar program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui sejauhmana tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah, 2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah, dan 3) Melihat hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program pengelolaan sampah. Penelitian dilakukan di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor yang merupakan salah satu desa binaan PT Indocement Tunggal
iv
Prakarsa Tbk. Responden penelitian ini adalah 50 orang warga RW 4 Desa Gunung Sari yang merupakan sasaran program pengelolaan sampah yang diambil dengan jumlah yang sama tiap RT secara acak. Program pengelolaan sampah adalah salah satu program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Indocement guna mengatasi masalah sampah yang belum terkelola di beberapa wilayah yang berada dalam radius unit kerja perusahaan. Selain itu, program ini juga berlatar-belakang untuk memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan limbah rumah tangga dan juga untuk membantu pemerintah setempat dalam pengelolaan kebersihan. Tingkat partisipasi masyarakat berada pada tahap tokenisme menurut tangga partisipasi Arstein dimana warga diminta konsultasinya atau diberi informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi keputusan tesebut. Hal tersebut dikarenakan warga memang tidak dilibatkan dalam proses perencanaan program, hanya perwakilan dari warga saja yang dilibatkan. Faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat partisipasi adalah sikap responden terhadap lingkungan dan program, motivasi responden untuk terlibat dalam program dan tingkat pengetahuan responden dalam pengelolaan sampah. Secara keseluruhan tingkat kemauan dan tingkat kemampuan memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat partisipasi sedangkan tingkat kesempatan tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Tingkat partisipasi memiliki hubungan dengan keberhasilan program. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah maka semakin menentukan keberhasilan program pengelolaan sampah. Manfaat yang paling dirasakan responden adalah bertambahnya pengetahuan dalam pengelolaan sampah, sebagai ajang bersosialisasi, menjadikan lingkungan bersih dan indah.
v
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
Oleh: DINDA AYU LOKITA I34070117
SKRIPSI Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
vi
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama No. Pokok Judul
: Dinda Ayu Lokita : I34070117 : Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi NIP. 19690108 199303 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1003
Tanggal Lulus Ujian :__________________
vii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, Juli 2011
Dinda Ayu Lokita NRP. I34070117
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Dinda Ayu Lokita yang dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Juni 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, berasal dari pasangan Bapak H. Supriyatna dan Hj. Ibu Enok Juaenah. Penulis memiliki satu kakak perempuan bernama Fritamia Saraswati dan satu adik laki-laki bernama M. Ikhsan Adipradana. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Tunas Sejahtera Bogor tahun 1995, SDN Panaragan 2 Bogor tahun 2001, SMPN 4 Bogor tahun 2004, dan SMAN 5 Bogor pada tahun 2007. Setelah itu penulis diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis sempat aktif dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) dalam divisi Community Development pada tahun 2009 dan sebagai Bendahara pada tahun 2010. Penulis juga sempat terlibat dalam kepanitian Indonesia Ecology Expo (INDEX) 2008 dan Get Closer, Fun and Exist with KPM (COFFEE KPM) 2008. Penulis juga sempat mengikuti beberapa seminar, workshop dan training lingkungan kampus.
di
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, putunjuk, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)” Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung ataupun tidak langsung, antara lain: 1. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, Msi sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, arahan, dan masukan sejak awal hingga akhir penulisan skripsi ini. 2. Ibu Ir. Nuraeni W. Prasodjo, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama dalam sidang skripsi. 3. Bapak Ir. Murdianto, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji skripsi perwakilan dari Komisi Pendidikan. 4. Papa, Mama, Teteh, dan Ican atas kasih sayang, dorongan, serta doa yang selalu dicurahkan kepada penulis. Kepada semua keluarga atas doanya. 5. Segenap keluarga PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., ibu Via, bapak Fajar, ibu Lia, bapak Matsani, bapak Ali, bapak Arel, bapak Usman, bapak Dedi, dan bapak Ayi atas kebaikan dan pertolongan yang diberikan selama penelitian. 6. Aparat Desa Gunung Sari, bapak Ade, bapak Muhidin, bapak Dadang serta ketua RW 04, bapak Khudori atas segala informasi yang diberikan. 7. Karina Swedianti, teman satu bimbingan yang selalu memberikan motivasi dan saran-saran terbaik kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat di KPM 44, terimakasih atas perhatian, motivasi, serta keceriaan yang selalu menyertai langkah kita.
x
9. Damar Wahyu Bintoro yang selalu memberikan semangat, doa dan motivasi kepada penulis. 10. Teman-teman yang selalu memberikan semangat dan motivasi. 11. Staf Sekretariat KPM, terimakasi atas informasi akademik selama perkuliahan, kolokium, dan sidang. 12. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga kesuksesan saya dapat membawa kebanggaan dan bermanfaat bagi semua keluarga, sahabat, teman-teman, bangsa, dan negara. Amin.
Bogor, Juli 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI ..................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
ix
1. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang................................................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah........................................................................
3
1.3.
Tujuan Penelitian............................................................................
3
1.4.
Kegunaan Penelitian.......................................................................
3
2. PENDEKATAN TEORITIS 2.1.
Tinjauan Pustaka.............................................................................
5
2.1.1
Definisi Partisipasi .........................................................................
5
2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi..........................................
7
2.1.3. Tingkat Partisipasi..........................................................................
8
2.1.4. Penghalang dan Faktor Kondusif Bagi Partisipasi..........................
13
2.1.5
Konsep dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)........
14
2.1.6. Implementasi CSR..........................................................................
16
2.1.7
CSR dan Pemberdayaan Masyarakat .............................................
20
2.1.8. Keberhasilan Program.....................................................................
22
2.2.
Kerangka Pemikiran........................................................................
23
2.3.
Hipotesis Penelitian........................................................................
25
2.4.
Definisi Operasional.......................................................................
26
3. PENDEKATAN LAPANG 3.1. 3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................... Teknik Pengumpulan Data..............................................................
31 32
3.3.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data............................................
33
3.3.1. Uji Korelasi Rank Spearman .........................................................
33
4. GAMBARAN UMUM PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK., DESA GUNUNG SARI, DAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 4.1.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..........................................
35
4.2.
Visi, Misi, dan Moto PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ........
35
ii
4.3.
Corporate Social Responsibility Departement ..............................
36
4.4.
Desa Binaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk .....................
38
4.5.
Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor .......
38
4.6.
Program Pengelolaan Sampah ......................................................... 42
4.6.1. Latar Belakang Program .................................................................. 42 4.6.2. Tujuan Program ............................................................................... 42 4.6.3. Deskripsi Program ........................................................................... 43 5. KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1.
Usia .................................................................................................. 46
5.2.
Tingkat Pendidikan .......................................................................... 47
5.3.
Pekerjaan .........................................................................................
47
5.4.
Tingkat Pendapatan .........................................................................
48
5.5.
Sumber Informasi Program .............................................................
49
6. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI 6.1.
Tingkat Kemauan ............................................................................
6.1.1. Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program ..................
50 50
6.1.2. Motivasi ........................................................................................... 56 6.2.
Faktor Kemampuan .........................................................................
58
6.2.1. Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah .......................................
58
6.2.2. Keterampilan dalam Pengelolaan Sampah ......................................
60
6.2.3. Pengalaman dalam Pengelolaan Sampah ........................................
62
6.3.
Faktor Kesempatan .......................................................................... 63
6.3.1. Manajemen Program ....................................................................... 6.4.
63
Ikhtisar ............................................................................................. 64
6.4.1. Tingkat Kemauan ............................................................................
65
6.4.2. Tingkat Kemampuan .......................................................................
65
6.4.3. Tingkat Kesempatan ........................................................................ 66 7. HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI DENGAN TINGKAT PARTISIPASI 7.1.
Faktor Kemauan dengan Tingkat Partisipasi ................................... 68
7.1.1. Hubungan antara Sikap dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ......................................................... 69 7.1.2. Hubungan antara Motivasi dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ......................................................... 70 7.2.
Faktor Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi .............................
71
iii
7.2.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah............................................... 71 7.2.2. Hubungan antara Tingkat Keterampilan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ............................ 73 7.2.3. Hubungan antara Tingkat Pengalaman dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 74 7.3.
Faktor Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi ..............................
75
7.3.1. Hubungan antara Manajemen Program dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 75 7.4.
Ikhtisar ............................................................................................. 77
7.4.1. Hubungan antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 77 7.4.2. Hubungan antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 78 7.4.3. Hubungan antara Tingkat Kesempatandengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 79 8. TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 8.1.
Tingkat Partisipasi dalam Program .................................................
81
8.1.1. Perencanaan ....................................................................................
81
8.1.2. Pelaksanaan .....................................................................................
82
8.1.3. Evaluasi ...........................................................................................
85
8.1.4. Menikmati Hasil ..............................................................................
86
8.2.
Ikhtisar ............................................................................................. 86
9. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 9.1.
Keberhasilan Program .....................................................................
90
9.2.
Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah ......................................................... 91
9.3.
Ikhtisar ............................................................................................. 92
10. PENUTUP 10.1.
Kesimpulan ...................................................................................... 93
10.2.
Saran ................................................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN
96
iv
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1.
Kontinum partisipasi masyarakat dari UK Helath fo All Network
10
Tabel 2.
Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan ....
19
Tabel 3.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011...................................
31
Tabel 4.
Jumlah Populasi dan Jumlah Sampel Responden ..........................
32
Tabel 5.
Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen …………………. 39
Tabel 6.
Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Tiga Jenis Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) 40
Tabel 7.
Data Demografi Sosbudag dan Olah Raga Desa Gunung Sari Tahun 2010 ……………………………………………………….. 41
Tabel 8.
Data Demografi Pendidikan Desa Gunung Sari Tahun 2010 …….. 41
Tabel 9.
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia, Tahun 2011 ...... 46
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan, Tahun 2011 …………………………………...
47
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan, Tahun 2011……………………………………………………….
48
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan, Tahun 2011 ………………………………………………………
48
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi tentang Program Pengelolaan Sampah, Tahun 2011 …………….
49
Tabel 14. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap lingkungan …...
50
Tabel 15. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Program Pengelolaan Sampah ……………………………………………..
51
Tabel 16. Persentase Responden Mengenai Sikap untuk Terlibat dalam Program Pengelolaan Sampah …………………………………
52
Tabel 17. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesediaan Menyebarkan Informasi Mengenai Program …………………….
53
Tabel 18. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesedian Mengajak Warga untuk Terlibat dalam Program ………………...
54
Tabel 19. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Rangkaian Program Pengelolaan Sampah …………………………………...
55
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program Pengelolaan Sampah ……….
56
v
Tabel 21. Persentase Responden Mengenai Motivasi untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah …………………………….
57
Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……...
58
Tabel 23. Persentase Responden Mengenai Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah ……………………………………………..
59
Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Responden dalam Program Pengelolaan Sampah ...
59
Tabel 25. Persentase Responden Mengenai Keterampilan Responden dalam Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program …………………….
60
Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Keterampilan Responden dalam Pengelolaan Sampah …………..
61
Tabel 27. Persentase Responden Mengenai Pengalaman Responden dalam Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program …………………….
62
Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman Responden dalam Pengelolaan Sampah ……………
62
Tabel 29. Persentase Responden Mengenai Manajemen Program Pengelolaan Sampah ……………………………………………..
63
Tabel 30. Jumlah dan Persentase Tanggapan Responden Mengenai Tingkat Manajemen Program dalam Program Pengelolaan Sampah ……..
64
Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemauan ....
65
Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemampuan dalam Pengelolaan Sampah ……………………………….……..
66
Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesempatan untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……...
66
Tabel 34. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah …………………………………...
68
Tabel 35. Hubungan antara Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah ………………..
69
Tabel 36. Hubungan antara Motivasi Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah …...
71
Tabel 37. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Responden dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……….
72
Tabel 38. Hubungan antara Tingkat Keterampilan Responden dengan Tingkat Partisipasi dalam Program pengelolaan Sampah ………..
73
Tabel 39. Hubungan antara Tingkat Pengalaman Responden dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……….
75
Tabel 40. Hubungan antara Manajemen Program dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………………...
76
vi
Tabel 41. Hubungan Antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................
77
Tabel 42. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ...........................
78
Tabel 43. Hubungan antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………………...
79
Tabel 44. Jumlah dan Persentase Responden mengenai Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah …………………………………...
90
Tabel 45. Hubungan antara Tingkat Partisipasi Responden dengan Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah …………………….
91
vii
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1.
Jenjang Partisipasi warga negara Arstein (1969).........................
9
Gambar 2.
Kerangka berpikir Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah ...................................................................
24
Gambar 3.
Struktur Organisasi CSR PT Indocement ...................................
37
Gambar 4.
Flow Pengelolaan Sampah menjadi Energi ................................
44
Gambar 5.
Tingkat Partisipasi Responden dalam Perencanaan Program Pengelolaan Sampah ...................................................................
82
Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program Pengelolaan Sampah ...................................................................
83
Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Evaluasi Program Pengelolaan Sampah ....................................................
85
Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Menikmati Hasil Program Pengelolaan Sampah ...........................................
87
Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah di RW 4 Desa Gunung Sari ....................................................................
88
Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9.
viii
DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Lokasi Penelitian ......................................................................
99
Lampiran 2. Struktur Organisasi UPK ........................................................
100
Lampiran 3. Dokumentasi Program ............................................................
100
Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman ........................................
102
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dalam paradigma pembangunan yang berbasis pada pemberdayaan
masyarakat, partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan program pembangunan. Pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka Shardlow (1998) dalam Ambadar (2008). Dari konsepsi di atas, dapat disimpulkan
bahwa
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat
mensyaratkan
kemandirian masyarakat yang tidak akan berjalan tanpa adanya partisipasi dari masyarakat yang merupakan subyek pembangunan. Partisipasi sangat dibutuhkan dalam proses pemberdayaan karena partisipasi merupakan proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2006). Konsep pemberdayaan masyarakat sering digunakan perusahaan sebagai salah satu pengimplementasian kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yang dikutip oleh Wibisono (2007) CSR didefinisikan sebagai komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Dari definisi di atas, kegiatan CSR memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat agar masyarakat dapat mencapai kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang lebih baik sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera melalui pembangunan berkelanjutan yang berlandaskan pada tiga pilar utama yaitu masyarakat (people), lingkungan (planet) dan keuntungan (profit) atau yang lebih dikenal dengan istilah triple bottom line yang dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997. Dengan kata
2
lain,
pengimlementasian
CSR
merupakan
salah
satu
wadah
kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Berbagai program CSR yang telah dirancang oleh perusahaan agar pelaksanaan tepat pada sasaran yang diinginkan tidak akan tercapai tanpa adanya partisipasi
dari
masyarakat.
Partisipasi
juga
menggambarkan
dukungan
masyarakat terhadap program, implikasinya program akan berjalan berkelanjutan. Pada prakteknya, banyak program CSR yang dijalankan hanya sekedar kewajiban dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena dalam penyusunan program dan dalam tiap tahapan kegiatan hanya sedikit atau tidak ada keterlibatan masyarakat, Program yang dilaksanakan lebih bersifat topdown. Masyarakat menjadi tidak mendukung program karena memang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, program menjadi sia-sia karena berjalan tidak berkelanjutan. Program pemberdayaan masyarakat seharusnya dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan masyarakat sekitar perusahaan mandiri dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan CSR. Partisipasi merupakan elemen penting dalam suatu kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat karena partisipasi merupakan jalan menuju pemberdayaan. Partisipasi juga merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan agar program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan. Lingkungan sebagai salah satu pilar pembangunan berkelanjutan sering dijadikan dasar program CSR. Salah satu contoh program dengan pilar lingkungan adalah program pengelolaan sampah yang dilakukan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Sampah merupakan masalah yang sampai saat belum terselesaikan. Sampah yang menumpuk tanpa pengelolaan yang baik tentu akan menjadi sumber penyakit dan sangat mencemari lingkungan.
Sampah sebenarnya dapat
dimanfaatkan dan memiliki nilai jual jika dikelola dengan baik. Dalam implementasi program pengelolaan sampah, partisipasi aktif dari warga yang menjadi sasaran program sangat diperlukan. Penelitian ini ingin melihat sejauhmana tingkat partisipasi warga pada program pengelolaan sampah yang merupakan salah satu bentuk implementasi CSR PT Indocement yang seharusnya melibatkan warga dalam dalam setiap
3
tahapan kegiatan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong partisipasi dan implikasinya pada keberhasilan program pengelolaan sampah.
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian
ini ingin melihat seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemudian secara spesifik penelitian ini akan memusatkan perhatian permasalahan yang disebutkan di bawah ini: 1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah? 2. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah? 3. Bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program pengelolaan sampah?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. 3. Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program pengelolaan sampah.
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan
akademisi, perusahaan, dan masyarakat serta instansi terkait. Manfaat tersebut antara lain: 1. Bagi Kalangan Akademisi
4
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR serta faktor apa saja yang mempengaruhinya. 2. Bagi Perusahaan Tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perusahaan mengenai partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program CSR pada program pengelolaan sampah khususnya sehingga dapat melakukan upaya perusahaan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan juga perbaikan-perbaikan mengenai program. 3. Bagi Masyarakat dan Instansi Terkait Penelitian ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara masyarakat dengan perusahaan. Masyarakat dapat memberikan informasi yang sebenarnya mengenai keterlibatan mereka dalam program, saran, kritik, dan aspirasinya sehingga dapat menjadi bahan evaluasi bagi semua pihak khususnya perusahaan. Sedangkan bagi instansi terkait, penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan keberadaan perusahaan dan aturan pelaksanaan program CSR.
5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1.
Tijauan Pustaka
2.1.1. Definisi Partisipasi Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Manoppo (2009) adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui sumbangan sumberdaya atau bekerja sama dalam suatu organisasi, keterlibatan masyarakat menikmati hasil dari pembangunan serta dalam evaluasi pelaksanaan program. Pearse dan Stifel (1979 disitir oleh Kannan 2002) dalam Ife dan Tesoriero (2006) memfokuskan pada rakyat yang biasanya tidak dilibatkan memiliki kendali terhadap sumberdaya dan institusi. Paul (1987 disitir Kannan 2002) dalam Ife dan Tesoriero (2006) berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencakup memampuan rakyat untuk memengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahterannya. Partisipasi diatas mengacu pada pengertian partisipasi sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam empat tahap kegiatan, yaitu: 1. Tahap proses pengambilan keputusan tentang rencana kegiatan Partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan atau perencanaan dibedakan atas tiga kegiatan, yakni: a. Pada saat penentuan keputusan awal mengenai kegiatan dengan memperhatikan keperluan dan prioritas kegiatan yang akan dikerjakan; b. Ikut serta secara terus menerus dalam setiap proses pengambilan keputusan; c. Ikut serta dalam merumuskan keputusan mengenai rencana kerja. 2. Tahap pelaksanaan kegiatan Partisipasi dalam tahap pelaksanaan dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Sumbangan sumberdaya yang berupa sumbangan tenaga dengan ikut bekerja dalam program, sumbangan materi, dan atau informasi; b. Terlibat dalam kegiatan administrasi dan koordinasi;
6
c. Ikut serta sebagai perserta dari program yang dilaksanakan. 3. Tahap evaluasi Partisipasi dalam tahap evaluasi merupakan tahap yang penting bagi para pengambil keputusan untuk memperoleh masukan mengenai pelaksanaan program. 4. Tahap menikmati hasil Partisipasi dalam tahap menikmati manfaat mencakup: a. keuntungan materiil yang berupa meningkatnya pendapatan dan konsumsi, baik dalam bentuk jumlah maupun distribusinya merata; b. keutungan
sosial
antara
lain
meningkatnya
pendidikan
dan
terberantasnya buta huruf; c. Keuntungan perorangan, antara lain berupa kemampuan status sosial seseorang serta meningkatnya kekuasaan politik, Cohen dan Uphoff (1977) dalam Manoppo (2009). Cohen dan Uphoff (1980) dalam Barnas (1988) dalam Ramadyanti (2009) membagi tipe partisipasi yang bertolak dari dimensi partisipasi yaitu: 1. Jenis partisipasi yang diharapkan, meliputi: a. Partisipasi dalam mengambil keputusan (perencanaan) b. Partisipasi dalam pelaksanaan c. Partisipasi dalam menerima manfaat d. Partisipasi dalam evaluasi 2. Siapa yang berpartisipasi terdiri dari: a. Penduduk setempat b. Pemimpin setempat, meliputi: pemimpin informal, pemimpin organisasi formal, dan pemerintah setempat c. Aparatur pemerintah d. Orang luar desa 3. Bagaimana proses partisipasi itu berlangsung, meliputi beberapa hal: a. Apakah inisitif partisipasi itu timbul dari atas atau dari bawah? b. Apakah dorongan untuk berpartisipasi itu bersifat bebas atau paksaan? c. Bagaimana struktur partisipasi?
7
d. Bagaimana saluran partisipasi, apakah secara individu atau secara kolektif, apakah melalui organisasi formal atau informal, apakah partisipasi itu langsung atau tidak langsung? e. Jangka waktu partisipasi f. Lingkup partisipasi g. Kemampuan masyarakat untuk memperoleh manfaat sesuai yang diharapkan sebagai hasil partisipasinya.
2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk melakukan suatu tindakan, dimana perwujudan dari perilaku tersebut didorong oleh adanya tiga faktor utama yang mendukung, yaitu (1) kemauan; (2) kemampuan; dan (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi, Dorodjatin (1990) dalam Manoppo (2009). Slamet (2003) menyebutkan terdapat syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan, yaitu adanya kesempatan untuk membangun kesempatan dalam pembangunan, adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan adanya kemauan untuk berpartisipasi. Kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan yang menuju peningkatan kualitas hidup itu dapat bermacam-macam bentuknya, salah satunya berupa pembukaan akses kepada masyarakat oleh pengelola pembangunan agar masyarakat dapat secara mudah memanfaatkannya. Kesempatan yang ada tidak akan banyak berarti jika masyarakat yang bersangkutan tidak memiliki cukup kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu bagi keuntungan dirinya sehingga mereka dapat memperbaiki hidupnya. Kemampuan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental. Ife dan Tesoriero (2006) mengemukakan bahwa terdapat beberapa kondisi yang mendorong partisipasi. Kondisi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa isu atau aktivitas tersebut penting. Masyarakat akan menganggap suatu isu menjadi penting apabila isu tersebut merupakan kebutuhan dan menjadi prioritas mereka.
8
2. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. Masyarakat mungkin telah menentukan pekerjaan sebagai prioritas utama, tetapi jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat perubahan terhadap prospek peluang kerja lokal, akan kecil insentif untuk berpartisipasi. 3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Seseorang mungkin percaya suatu isu penting, dan bahwa aksi masyarakat dapat menghasilkan sesuatu, tetapi mungkin ia percaya bahwa anggota masyarakat yang lain akan mampu mengerjakannya, dan ia tidak mempunyai sesuatu untuk dikontribusikan. Partisipasi masyarakat haruslah sesuatu buat semua orang, dan variasi keterampilan, bakat dan minat orang harus diperhitungkan dan dihargai. 4. Orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya. Isuisu yang dianggap penting dan kondisi yang mendukung sangat penting untuk diperhitungkan. Kegagalan melakukan hal tersebut berakibat beberapa bagian dari masyarakat tidak berpartisipasi, meskipun mereka sangat ingin. 5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. Prosedur pertemuan dan teknik pembuatan keputusan sering bersifat mengucilkan banyak orang, khususnya bagi mereka yang tidak bisa „berpikir cepat‟, tidak ingin menginterupsi, kurang percaya diri atau tidak memiliki kemahiran berbicara. Alternatif cara yang dapat dilakukan adalah bahwa masyarakat itu sendiri yang harus mengontrol struktur dan proses.
2.1.3. Tingkat Partisipasi Arstein menggambarkan partisipasi masyarakat adalah suatu pola bertingkat (ladder patern). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan gradasi kekuasaan yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Arstein dalam Ife (2006) terdapat delapan tingkatan partisipasi yang digambarkan dalam bentuk tangga partisipasi sebagai berikut:
9
Demokrasi, partisipasi deliberatif
Kontrol Warga Negara Kekuasaan didelegasikan
Derajat Kekuatan warga negara
Kemitraan Menenangkan Demokrasi representatif
Konsultasi Menginformasikan
tokenisme
Terapi Eksploitasi
Manipulasi
Non-partisipasi
Gambar 1 Jenjang partisipasi warga negara Arstein (1969)1 Tipologi partisipasi menggambarkan derajat keterlibatan masyarakat dalam proses partisipasi yang didasarkan pada seberapa besar kekuasaan (power) yang dimiliki masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Kegunaan dari adanya tipologi ini adalah: (a) untuk membantu memahami praktek dari proses pelibatan masyarakat, (b) untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya peningkatan partisipasi masyarakat dan (c) untuk menilai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja dari pihak-pihak yang melakukan pelibatan masyarakat. Penjelasan mengenai tingkatan partisipasi secara singkat dapat dilihat dari tabel berikut:
1
Sumber: Dicetak ulang dengan izin dari the Journal of the American Planning Association. Hak cipta American Planning Association, Juli 1969 dalam Ife dan Tesoriero (2006) hal. 299.
10
Tabel 1. Kontinum partisipasi masyarakat dari UK Health for All Network2 Tinggi
Memiliki kontrol
Organisasi meminta masyarakat mengidentifikasi masalah dan membuat seluruh keputusan kunci tentang tujuan dan cara-cara. Bersedia membantu masyarakat pada setiap langkah untuk menyelesaikan tujuan-tujuan.
Mendelegasikan
Organisasi mengidentifikasi dan mempresentasikan sebuah masalah kepada masyarakat, menetapkan batas-batas dan meminta masyarakat membuat serangkaian keputusan yang dapat dimasukan ke dalam sebuah rencana yang akan diterimanya.
Merencanakan bersama
Organisasi mempresentasikan sebuah rencana sementara yang dapat berubah dan terbuka untuk menerima masukan dari mereka yang terkena pengaruh. Kemudian mengharapkan dapat mengubah rencana sedikit atau banyak.
Menasehati
Organisasi mempresentasikan sebuah rencana dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Bersiap mengubah rencana hanya jika sangat diperlukan.
Dikonsultasikan
Organisasi mencoba mempromosikan sebuah rencana. Berupaya mengembangkan dukungan untuk mempermudah penerimaan atau memberikan sanksi secukupnya kepada rencana sehingga persetujuan administratif diharapkan.
Menerima Informasi
Organisasi membuat sebuah rencana dan mengumumkannya. Masyarakat dipanggil rapat untuk maksud pemberian informasi. Persetujuan diharapkan.
Nihil
Masyarakat tidak diberitahu apa-apa.
Rendah Tingkatan tangga partisipasi identik dengan kekuasaan masyarakat, seperti penjelasan berikut: 1. Pasif/manipulatif adalah partisipasi yang tidak perlu menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak. Perusahaan sebagai pengelola program 2
Sumber: Ife dan Tesoriero, ”Community Development, Alternatif Pengembangan Masyarakat di era Globalisasi” (2008) Hal 301
11
akan meminta anggota komunitas (misal ketua RT atau orang yang berpengaruh) untuk mengumpulkan tanda tangan warga sebagai wujud kesediaan dan dukungan warga terhadap perusahaan atau instansi yang dimaksud. Orang suruhan tersebut biasanya diberi biaya cukup berikut warga yang menandatangani kertas persetujuan yang bersangkutan. Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog. 2. Terapi adalah partisipasi yang melibatkan anggota komunitas lokal dan anggota komunitas lokal memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tetapi jawaban anggota komunitas tidak memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan tidak ada pengaruh dalam mempengaruhi keadaan. Merupakan kegiatan dengar pendapat dengan mengumpulkan beberapa penduduk lokal untuk saling tanya jawab dengan perusahaan atau penyelenggara program sedangkan pendapat dari penduduk lokal sama sekali tidak dapat mempengaruhi program yang sedang berjalan. Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme dimana rakyat diminta konsultasinya atau diberi informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi keputusan tersebut, Arstein (1969) dalam Ife dan Tesoriero (2006). Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. 3. Pemberitahuan
adalah
kegiatan
yang
dilakukan
oleh
instansi
penyelenggara program sekedar melakukan pemberitahuan searah atau sosialisasi ke komunitas sasaran program. Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik (feedback).
12
4. Konsultasi,
dalam
tingkatan
ini
anggota
komunitas
diberikan
pendampingan dan konsultasi dari semua pihak (pemerintah, perusahaan, dan instansi lain terkait) sehingga pandangan-pandangan diberitahukan dan tetap dilibatkan dalam penentuan keputusan. Model ini memberikan kesempatan dan hak kepada wakil dari penduduk lokal (misalnya pemuka adat, agama, aparat desa) untuk menyampaikan pandangannya terhadap wilayahnya (sistem perwakilan). Komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. 5. Penenangan, dalam tingkatan ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada
negosiasi
antara
masyarakat
dan
pemerintah.
Masyarakat
dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan susulan kegiatan. Namun pemerintah atau instansi penyelenggara program tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Pada tahap ini pula diperkenalkan adanya suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya anggota komunitas diberikan insentif tertentu untuk kepentingan perusahaan atau pemerintah, ataupun instansi terkait. Atau hanya beberapa tokoh di komunitas yang mendapat insentif, sehingga tidak mewakilkan komunitas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan agar warga yang telah mendapat insentif segan untuk menentang program. Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi
dimana
masyarakat
memiliki
pengaruh
dalam
proses
pengambilan keputusan. 6. Kerjasama atau partisipasi fungsional dimana semua pihak mewujudkan keputusan bersama (pemerintah/instansi, dan komunitas). Suatu bentuk partisipasi yang melibatkan tokoh komunitas dan atau ditambah lagi oleh warga komunitas, ”duduk berdampingan” dengan aparat pemerintahan serta perusahaan/instansi terkait secara bersama-sama merancang sbuah program yang akan diterapkan pada komunitas.
13
7. Pendelegasian wewenang adalah suatu bentuk partisipasi aktif dimana anggota
komunitas
melakukan
perencanaan,
implementasi,
dan
monitoring. Anggota komunitas diberikan kekuasaan untuk melaksanakan sebuah program dengan dengan cara ikut memberikan proposal bagi pelaksanaan program bahkan pengutamaan pembuatan proposal oleh komunitas yang bersangkutan dengan program itu sendiri. 8. Pengawasan
oleh
komunitas,
dalam
tahap
ini
sudah
terbentuk
independensi dari monitoring oleh komunitas lokal terhadap pemerintah dan perusahaan/instansi penyelenggara program. Dalam tangga partisipasi ini,
masyarakat
sepenuhnya
mengelola
berbagai
kegiatan
untuk
kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah/pihak penyelenggara program, Arstein (1969) dalam Wicaksono (2010).
2.1.4. Penghalang dan Faktor yang Kondusif Bagi Partisipasi Bekerja dengan masyarakat lokal merupakan hal penting untuk mendorong dan mendukung partisipasi dari sebanyak mungkin orang, ada faktor-faktor yang lebih luas dalam konteks-konteks pekerja masyarakat beroperasi yang mungkin menjadi penghalang terhadap partisipasi atau sebaliknya, membantu partisipasi. Ada beberapa permasalahan partisipasi, yaitu bagaimana partisipasi menjadi antitesis dari nilai-nilai individualistis yang dominan, tokenisme, penunjukan (kooptasi), siapa yang berpartisipasi, dan pandangan tidak seimbang dari hak dan tanggung jawab. Bolman (1974) dalam Ife dan Tesoriero (2006) menyarankan suatu pembedaan yang bermanfaat antara hambatan partisipasi intrinsik dan ekstrinsik. Hambatan ekstrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat diluar batas-batas organisasi dan disitu organisasi mungkin bisa memengaruhi tetapi jelas tidak bisa mengontrol. Hambatan ekstrinsik terhadap partisipasi adalah konteks-konteks sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan yang disitu organisasi bekerja. Posisi struktural orang-orang dalam masyarakat dapat mempengaruhi siapa yang berpartisipasi dan siapa yang tidak. Kweit dan Kweit (1981) dalam Ife dan Tesoriero (2006) mencatat bahwa pada umumnya orang-orang dengan status
14
sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih berpartisipasi, orang muda kurang berpartisipasi dibandingkan orang tua. Kekuatan masyarakat dan modal sosial yang ada dalam masyarakat juga sangat memengaruhi dalam tingkat dan efektivitas partisipasi. Hambatan intrinsik secara umum berkaitan dengan ciri-ciri birokrasi dan profesionalisme. Organisasi mungkin tidak dapat diakses optimal oleh rakyat. Bahasa yang digunakan oleh staf mungkin bersifat intimidasi dan mengasingkan rakyat setempat. Rakyat setempat mungkin sangat ragu-ragu untuk terlibat dalam suatu organisasi. Mereka mungkin melihat suatu perbedaan kekuatan besar antara mereka sendiri dengan anggota suatu organisasi. Partisipasi kadang dapat mengancam perasaan profesionalisme dari para anggota suatu organisasi, yang mungkin memercayai bahwa secara teknis mereka terlatih dan memiliki kepakaran untuk menyelesaikan isu-isu kemasyarakatan dan jauh lebih memilih pengetahuan, terampil serta lebih berkualitas daripada orang lokal yang tidak terlatih. Satu hambatan intrinsik kunci adalah asumsi bahwa pengetahuan profesional pakar lebih hebat dibandingkan dengan yang diketahui masyarakat lokal. Menghargai pengetahuan lokal merupakan hal yang imperatif dan merupakan bagian dari ide perubahan dari bawah, yang pada akhirnya adalah jantung dari pengembangan masyarakat. Hal itu memerlukan perubahanperubahan signifikan diantara para profesional dan seakan-akan pelepasan dari kontrol dan kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka sebagai profesional. Terdapat prinsip yang mendasari yang seharusnya memandu pekerja masyarakat untuk membangun proses-proses partisipasi yang kuat dan efektif, yang mempertimbangkan faktor-faktor penghambat dan kondusif. Prinsip tersebut adalah membangun hubungan yang memberdayakan dengan rakyat lokal, yaitu rakyat memiliki kapasitas untuk mempengaruhi struktur dan keputusan-keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka dan membentuk kondisi-kondisi dimana mereka hidup.
2.1.5. Konsep dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) Definisi CSR sangat beragam, The World Bussiness Council for Sustainable Development dalam Wibisono (2007) mengartikan CSR sebagai
15
komitmen dunia usaha untuk terus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas. Sedangkan menurut Ambadar (2008) CSR merupakan partisipasi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable
development)
dengan
mengembangkan
program
kepedulian
perusahaan kepada masyarakat sekitarnya. Definisi CSR bisa berbeda tergantung need, desire, wants, dan interest komunitas pada suatu negara atau visi dan misi dari perusahaan yang menjalankan praktik CSR. Menurut Wibisono (2007) yang mengacu pada John Elkington (1977), bahwa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu : 1. Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. 2. People (Masyarakat). Perusahaan harus menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat dan lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat sekitar. Karenanya pula perusahan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. 3. Plannet (Lingkungan). Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat, dimana jika kita merawat lingkungan, maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, dan sebaliknya. Mendongkrak laba dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi memang
16
penting, namun tak kalah pentingnya juga memperhatikan kelestarian lingkungan.
2.1.6. Implementasi CSR Rahman (2009) menyatakan ada dua alasan yang mendasari perusahaan melakukan kegiatan CSR, yaitu alasan moral dan alasan ekonomi. Alasan moral lebih didasarkan bahwa CSR memang bermula dari inisiatif perusahaan untuk dapat menjalin relasi yang saling menguntungkan dengan stakeholders. Sementara alasan ekonomi lebih pada bagaimana perusahaan mampu memperkuat citra dan kredibilitas brand atau produknya melalui CSR. Nuansa promosi sangat dirasa jika perusahaan melaksanakan kegiatan CSR dengan alasan ekonomi, perusahaan cenderung mengkomersialkan berbagai kegiatan yang dilakukan dan mengekspos kegiatan tersebut secara besar-besaran. Adapula alasan perusahaan dalam melaksanakan praktik CSR dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori. Pertama, sekedar basa basi dan keterpaksaan. Artinya CSR dipraktekan lebih karena faktor eksternal (external driven). Berikutnya karena reputation driven, motivasi perusahaan dalam melaksanakan praktek CSR adalah untuk mendongkrak citra perusahaan. Kegiatan CSR yang dilakukan hanya sekedar kosmetik yang dilakukan hanya untuk memenuhi tuntutan dan memberi citra sebagai perusahaan yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Kedua, sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance). CSR di-implementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya. Perusahaan melakukan CSR karena di dorong oleh tren global (market driven) dan pemberian penghargaan (reward) yang diberikan oleh segenap institusi atau lembaga. Ketiga, bukan lagi sekedar compliance tapi beyond compliance atau compilance plus. CSR di-implementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Aktivitas CSR berada dalam koridor strategi perusahaan yang diarahkan untuk mencapai bottom line business goal yaitu mendatangkan keuntungan. (Wibisono 2007)
17
Mulyadi (2007) menjelaskan bahwa terdapat empat model strategi pelaksanaan kedermawanan sebagai upaya tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan, yaitu: 1. Perusahaan terlibat langsung dan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosialnya tanpa perantara atau bantuan pihak lain, misalnya melalui corporate secretary, public affair, hubungan masyarakat, atau manager community development; 2. Perusahaan menyelenggarakan bantuan melalui yayasan atau organisasi sosial yang umumnya sering diterapkan di negara maju; 3. Perusahaan bermitra dengan pihak lain yang dinilai kompeten untuk menyelenggarakan program kedermawanan misalnya dengan LSM, universitas, dan media massa; dan 4. Perusahaan membentuk atau bergabung dalam satu konsorium di mana perusahaan tersebut ikut serta dalam mendirikan, menjadi anggota, atau mendukung suatu lembaga sosial yang dilakukan untuk tujuan sosial tertentu. Menurut Wibisono (2007) ada empat tahapan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu: 1. Tahap Perencanaan Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu awareness building, CSR assesment, dan CSR manual building. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting Corporate Social Responsibility dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar, lokakarya, diskusi kelompok dan lain-lain. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengindentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Langkah selanjutnya adalah membangun CSR Manual. Hasil assessement merupakan langkah untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR. Upaya yang harus dilakukan antara lain, melalui Bencmarking, menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang
18
menginginkan langkah instan, penyusunan manual ini merupakan inti dari perencanaan, yang memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi komponen perusahaan. 2. Tahap Implementasi Tahap implementasi ini terdiri atas tiga langkah utama yakni sosialisasi, pelaksanaan,
dan
internalisasi.
Sosialisasi
diperlukan
untuk
memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Tujuan sosialisasi ini adalah agar program CSR akan diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan, sehingga dalam perjalanannya tidak ada kendala serius yang dapat dialami oleh unit penyelenggara. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSR yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. Sedang internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR dalam seluruh proses bisnis perusahaan
misalnya
melalui
sistem
manajemen
kerja,
prosedur
pengadaan, proses produksi, pemasaran dan proses bisnis lainnya, dengan demikian CSR telah menjadi strategi perusahaan. 3. Tahap evaluasi Setelah program CSR diimplementasikan, langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan untuk pengambilan keputusan, misalnya keputusan untuk menghentikan, memperbaiki atau melanjutkan dan mengembangkan aspek- aspek tertentu dari program yang sudah di-implementasikan. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang telah ditentukan. Evaluasi dalam bentuk assessement audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatori misalnya seperti yang diterapkan dilingkungan BUMN, untuk beberapa aspek penerapan CSR. Evaluasi tersebut dapat membantu perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi CSR
19
sehingga
dapat
mengupayakan
perbaikan-perbaikan
yang
perlu
berdasarkan rekomendasi yang diberikan. 4. Pelaporan Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk proses pengambilan keputusan maupun keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Jadi, selain berfungsi untuk keperluan shareholder juga untuk stakeholders lainnya yang memerlukan. Menurut Zaidi (2004) pelaksanaan program CSR dapat dilihat dari beberapa karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial perusahaan, seperti dalam tabel berikut : Tabel 2. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan3 Tahapan Motivasi
Charity Agama, tradisi, adat
Misi
Mengatasi masalah sesaat
Pengelolaan
Jangka pendek, menyelesaikan masalah sesaat Kepanitiaan
Pengorganis asian Penerima manfaat Kontribusi
Orang miskin
Inspirasi
Kewajiban
Hibah sosial
Philantrophy Norma etika dan hukum universal: redistribusi kekayaan Mencari dan mengatasi akar masalah Terencana, terorganisir, terprogram Yayasan/dana abadi: profesionalisasi Masyarakat luas Hibah pembangunan
Corporate Citizenship Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban sosial Memberikan kontribusi kepada masyarakat Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain Masyarakat luas dan perusahaan Hibah (sosial maupun pembangunan) dan keterlibatan social Kepentingan bersama
Dari tabel diatas dapat dilihat karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial perusahaan dibagi menjadi tiga, yaitu:
3
Sumber: Zaim Saidi dan Hamid Abidin, “Menjadi Bangsa Pemurah”,2004, Hal 57
20
1. Charity atau lazim disebut karitas merupakan kegiatan pemberian bantuan yang hanya bertujuan untuk menyelesaikan masalah sesaat atau berjangka pendek. 2. Philantrophy atau yang lazim disebut filantropi merupakan kegiatan pemberian sumbangan yang dilakukan oleh perusahaan yang ditujukan untuk kegiatan investasi sosial yang diarahkan pada penguatan kemandirian masyarakat seperti pendidikan dan peningkatan peluang ekonomi
atau
peningkatan
kesejahteraan
yang
pada
umumnya
membutuhkan pengelolaan yang sistematis dan terencana. 3. Good Corporate Citizenship merupakan pemberian bantuan yang dilakukan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat yang pengelolaannya terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan.
2.1.7. CSR dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan masyarakat yang masih hidup dalam kemiskinan, karena hal tersebut diperlukan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pembangunannya. Alyson Warhurst dalam Sukada (2007) berpendapat, hubungan CSR dan masyarakat terwujud dalam
empat
hal
utama:
pemberdayaan
masyarakat,
pengikutsertaan
(pemrioritasan) kesempatan kerja dan usaha, pembiayaan sesuai kerangka legal, dan tanggapan atas harapan kelompok kepentingan. Pengkategorian Warhurst memperjelas bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu komponen sangat penting dalam CSR. Menurut Shardlow dalam Ambadar (2008) pemberdayaan masyarakat intinya adalah bagaimana individu, kelompok, atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dengan pemberdayaan, masyarakat lemah akan memperoleh kekuatan dan akses terhadap sumberdaya. (Friedmann dalam Ambadar 2008). Sedangkan menurut Suharto (2005) pengembangan masyarakat adalah satu model pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Maka penekanan dalam aspek pemberdayaan masyarakat juga menjadi
21
penting dilakukan, begitupula dalam praktik CSR yang dilakukan di Indonesia. Menurut Budimanta (2004) pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh perusahaan, yang dikemas dalam program CSR bertujuan untuk: 1. Mendukung upaya-upaya yang dilakukan pemerintah terutama pada tingkat desa dan masyarakat untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomibudaya yang lebih baik disekitar wilayah perusahaan. 2. Memberikan kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat. Membantu pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pengembangan ekonomi wilayah. Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ”power” yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan juga bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto 2005) Dalam pelaksanaan program CSR yang berbasiskan pemberdayaan masyarakat, prinsip-prinsip yang harus dipegang adalah: 1. Kerjasama, bertanggung jawab, mengetengahkan aktivitas komuniti yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan, dan memobilisasi individu untuk tujuan saling tolong menolong diri sendiri, memecahkan masalah, integrasi sosial, dan atau tindakan sosial. 2. Peningkatan partisipasi pada tingkat masyarakat yang paling bawah. 3. Sebanyak mungkin ada keinginan dan kesesuaian, pemberdayaan masyarakat harus mempercayakan dan bersandar pada kapasitas dan inisiatif dari kelompok relevan dan komuniti lokal untuk menidentifikasi
22
kebutuhan, masalah, dan merencanakan dan melaksanakan pelatihan tentang tindakan. 4. Sumber daya-sumber daya komuniti (manusia, teknik, dan finansial), dan dimana kemungkinan sumberdaya dari luar komuniti (dalam bentuk kerjasama
dengan
pemerintah,
lembaga-lembaga,
dan
kelompok
profesional) harus dimobilisasi dan kemungkinan untuk diseimbangkan dalam bentuk berkesinambungan dalam pembangunan. 5. Kebersamaan komuniti harus dipromosikan dalam bentuk dua tipe hubungan yaitu hubungan sosial yang dipisahkan kelas sosial dan hubungan struktural. 6. Aktifitas-aktivitas seperti meningkatkan perasaan solidaritas diantara kelompok-kelompok marginal dengan mengaitkannya dengan kekuatan perkembangan dalam sektor-sektor sosial dan kelas untuk mencari kesempatan ekonomi, sosial, dan alternatif politik. 7. Memberikan kemampuan bagi kelompok-kelompok marginal untuk melakukan perubahan dari dalam kelompok tersebut.
2.1.8. Keberhasilan Program Keberhasilan program atau efektivitas program berniat mengukur seberapa jauh tujuan program tercapai. Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya4. Menurut Komaruddin efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu5. Dari beberapa pengertian diatas, dapat 4
http://othenk.blogspot.com/2008/11/pengertian-tentang-efektivitas.html diakses tanggal 3 Maret 2011 Pukul 15.00 WIB 5 http://dspace.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/1061/bab2d.pdf?seq uence=7 diakses tanggal 3 Maret 2011 Pukul 15.00 WIB
23
ditarik kesimpulan bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang berdasarkan tujuan pelaksanaan program yang telah ditetapkan.
2.2.
Kerangka Pemikiran Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap masyarakat yang berada di sekitar wilayah perusahaan yang
sekaligus
membantu
pemerintah
dalam
melaksanakan
program
pembangunan. Tanggung jawab sosial dan program pembangunan yang diimplementasikan kepada masyarakat harus bersifat pemberdayaan agar masyarakat mampu memperbaiki kualitas hidupnya melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada diri mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Program pengelolaan sampah yang merupakan salah satu program CSR dari PT Indocement dijalankan guna memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan
yang
sangat
mengharapkan
partisipasi
masyarakat
dalam
implementasinya. Terdapat tiga faktor utama yang dapat mendorong partisipasi yaitu adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan. Faktor kemauan dapat dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap lingkungan dan juga program dan motivasi masyarakat untuk terlibat dalam program. Faktor kemampuan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dalam pengelolaan sampah, keterampilan dalam pengelolaan sampah, dan pengalaman dalam pengelolaan sampah. Faktor kesempatan dapat dipengaruhi oleh manajemen program yang dilihat dari ruang partisipasi bagi masyarakat ditiap tahapan kegiatan. Ketiga faktor pendorong partisipasi akan mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang yang dilihat dari bentuk partisipasi pada setiap tahap kegiatan. Selanjutnya tingkat partisipasi akan dianalisis menggunakan teori Arstein yang membagi tingkat partisipasi ke dalam delapan tingkatan yaitu manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultatif, pengenangan, kemitraan, pendelegasian wewenang, dan kontrol masyarakat. Tujuan analisis ini adalah untuk memahami proses pelibatan masyarakat dan siapa saja pihak yang terlibat dan untuk mengetahui sejauhmana upaya peningkatan partisipasi masyarakat.
24
Tingkat partisipasi juga dianggap memiliki hubungan dengan keberhasilan program. Keberhasilan program dilihat dari dua aspek, yaitu keberhasilan sosial dan keberhasilan lingkungan. Keberhasilan sosial yang dimaksud adalah program dapat menambah pengetahuan dan dapat menjadi ajang bersosialisasi bagi masyarakat, sedangkan keberhasilan lingkungan adalah program dapat membantu meningkatkan kebersihan lingkungan dan dapat membuat lingkungan menjadi lebih indah. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini:
Kemauan 1.Sikap terhadap pengelolaan lingkungan 2.Motivasi keterlibatan dalam program
Tingkat Partisipasi 1.Bentuk Partisipasi
Kemampuan 1.Pengetahuan dalam pengelolaan sampah 2.Keterampilan dalam pengelolaan sampah 3.Pengalaman dalam pengelolaan sampah
Keberhasilan Program 1. Sosial 2. Lingkungan
Tingkat Partisipasi 1.Manipulatif 2.Terapi 3.Pemberitahuan 4.Konsultatif 5.Penenangan 6.Kemitraan 7.Pendelegasian 8.Kontrol Masyarakat
Kesempatan 1. Manajemen program
Gambar 2 Kerangka Berpikir Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah Keterangan:
Berhubungan Dianalisis
25
2.3.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis penelitian yang
diajukan adalah sebagai berikut : 1. Semakin tinggi tingkat kemauan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Tingkat kemauan masyarakat dapat terdiri dari dua aspek, yaitu: a. Sikap. Semakin positif sikap masyarakat terhadap lingkungan dan program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. b. Motivasi. Semakin kuat motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. 2. Semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Tingkat kemampuan terdiri dari tiga aspek, yaitu: a. Pengetahuan. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam pengelolaan sampah dan mengenai program pengelolaan sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. b. Keterampilan.
Semakin
baik
keterampilan
masyarakat
dalam
mengelola sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. c. Pengalaman. Semakin baik pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. 3. Semakin terbuka kesempatan yang dimiliki masyarakat untuk terlibat dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Tingkat
kesempatan
dapat
dilihat
melalui
Manajemen
program
pengelolaan sampah. Semakin baik manajemen program yang memberikan
26
ruang kepada masyarakat untuk terlibat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. 4. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah maka semakin menentukan keberhasilan program pengelolaan sampah yaitu terciptanya komoditi baru (Sorted Municipal Waste, pupuk kompos, dan produk daur ulang), memberikan penghasilan tambahan, dan meningkatkan kebersihan lingkungan.
2.4.
Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini berkaitan dengan kerangka
pemikiran yaitu faktor pendorong partispasi yang terdiri dari kemauan, kemampuan dan kesempatan yang diukur secara kuantitatif. Definisi operasional tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kemauan adalah salah satu faktor pendorong partisipasi yang disebabkan keinginan dari responden untuk turut serta dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemauan diukur dari aspek psikologis individu yang terdiri dari: a. Sikap terhadap pengelolaan lingkungan, yaitu pernyataan evaluatif yang mengindikasikan kecenderungan individu dalam menanggapi program, baik berupa penerimaan atau penolakan. Sikap diukur menggunakan skala likert dengan rincian sebagai berikut: 1. Tidak setuju/penting/bersedia
= skor 1
2. Setuju/penting/bersedia
= skor 2
3. Sangat setuju/penting/bersedia
= skor 3
Sikap dibagi ke dalam dua kategori yaitu positif dan negatif yang berasal dari skor jumlah pertanyaan mengenai sikap yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median. b. Motivasi yaitu dorongan yang ada dalam diri masing-masing individu untuk ikut terlibat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Motivasi
mencakup
alasan
yang
berupa
faktor-faktor
yang
melatarbelakangi individu untuk tertarik ikut berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah.
27
Pengukuran: 1. Tidak
= skor 1
2. Ya
= skor 2
Motivasi dibagi ke dalam dua kategori yaitu kuat dan lemah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan faktor motivasi yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median. 2. Kemampuan adalah daya yang dimiliki individu untuk turut serta berpartisipasi dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemampuan yang akan diukur terdiri dari: a. Pengetahuan dalam pengelolaan sampah adalah pemahaman responden mengenai
pengelolaan
sampah.
Pengukuran
dilakukan
dengan
memberikan pertanyaan terbuka yang jawabannya akan dicocokan dengan jawaban yang tepat dan dinilai ketepatannya menjadi: Pengukuran: 1. Salah
= skor 1
2. Tidak tepat sekali = skor 2 3. Tepat
= skor 3
Pengetahuan dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan pengetahuan yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median. b. Keterampilan dalam pengelolaan sampah adalah keahlian khusus yang dimiliki individu dalam mengolah sampah. Pengukuran keterampilan dilakukan dengan menilai tahapan kegiatan pengolahan sampah yang sudah berhasil dengan baik dilakukan. Pengukuran: 1. Belum
= skor 1
2. Sudah
= skor 2
Keterampilan dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan keterampilan yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.
28
c. Pengalaman dalam pengelolaan sampah adalah individu pernah melakukan kegiatan pengelolaan sampah. Pengukuran pengalaman dilakukan dengan menilai tahapan kegiatan pengolahan sampah yang pernah dilakukan responden. Pengukuran: 1. Tidak Pernah
= skor 1
2. Pernah
= skor 2
Pengalaman dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan pengalaman yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median. 3. Kesempatan adalah faktor luar yang berasal dari lingkungan yang dapat mendorong individu untuk ikut berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah. Faktor kesempatan yang akan diukur melalui manajemen program pengelolaan sampah. Manajemen program adalah aturan yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam program, hal tersebut berupa aksesibilitas yang diberikan penyelenggara program terhadap masyarakat dan syarat keterlibatan masyarakat. Pengukuran: 1. Tidak
= skor 1
2. Ya
= skor 2
Manajemen program dibagi ke dalam dua kategori yaitu baik dan buruk yang berasal dari skor jumlah pernyataan mengenai manajemen program yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median. 4. Tingkat partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota masyarakat dalam tahapan program pengelolaan sampah. Partisipasi diidentifikasi dari bentuk partisipasi dalam setiap tahapan kegiatan yaitu berupa uang, barang, tenaga, pikiran, dan waktu. Pengukuran: 1. Tidak
= skor 0
2. Ya
= skor 1
29
Partisipasi dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah bentuk partisipasi yang digunakan dalam tiap tahapan program yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median. 5. Tingkat partisipasi dianalisis menggunakan Teori Arstein yang terdiri dari delapan tingkatan, yaitu: a. Tahap manipulasi adalah tahapan partisipasi dimana masyarakat sama sekali tidak dilibatkan dalam komunikasi atau dialog. Masyarakat hanya diminta tandatangan sebagai wujud dukungan dengan imbalan terntentu. b. Tahap terapi adalah tahapan partisipasi dimana terjadi kegiatan dengar pendapat antara masyarakat dan perusahaan namun pendapat dari masyarakat tidak akan mempengaruhi kebijakan program. c. Tahap pemberitahuan adalah tahapan partisipasi dimana komunikasi sudah banyak terjadi namun hanya satu arah dari perusahaan ke masyarakat. d. Tahap konsultasi adalah tahapan partisipasi masyarakat telah terjadi komunikasi dua arah dimana perwakilan dari masyarakat dapat menyampaikan pandangannya dan aspirasi akan didengar namun belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan. e. Tahap penenangan adalah suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya ketika akan muncul suatu konflik antara perusahaan dan masyarakat, anggota komunitas diberikan insentif tertentu sehingga mereka segan berbicara untuk menentang program. f. Tahap kemitraan adalah partisipasi yang fungsional dimana semua pihak mewujudkan keputusan bersama (antara perusahaan, pemerintah dan komunitas) dalam suatu negosiasi. g. Tahap pendelegasian kekuasaan merupakan bentuk partisipasi yang aktif, dimana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi dan monitoring. h. Tahap kontrol masyarakat yaitu model yang sudah terbentuk independensi dari monitoring oleh komunitas lokal terhadap perusahaan dan juga pemerintah. Tingkat partisipasi diukur dengan memberikan skor pada tiap tahapan partisipasi mulai dari 1 (terendah/manipulasi) sampai 8 (tertinggi/kontrol
30
masyarakat) dalam setiap kegiatan (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan menikmati hasil). 5. Keberhasilan program adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu yang dilihat dari penilaian masyarakat dalam level komunitas. Pengukuran: 1. Tidak
= skor 1
2. Ya
= skor 2
Keberhasilan program dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang berasal dari skor jumlah pertanyaan keberhasilan yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.
31
BAB III PENDEKATAN LAPANG
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di salah satu desa binaan ITP yaitu Desa Gunung
Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat . Penelitian dilakukan di satu RW di Desa Gunung Sari, yaitu RW 4. Lokasi dipilih karena kegiatan pengolahan sampah yang dilakukan di RW 4 merupakan pilot project dari program ini. Program ini merupakan salah satu program SDP (Sustainable Development) dari ITP yang pada prosesnya mensyaratkan keterlibatan masyarakat mulai dari proses perencanaan hingga pemanfaatan hasil. Dari pertimbangan tersebut lokasi dianggap representatif untuk melakukan penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah. Waktu penelitian dilakukan selama bulan April 2011 dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011 Rencana Kegiatan Pembuatan proposal penelitian Seminar proposal penelitian Perbaikan proposal dan instrumen penelitian Pengumpula n data sekunder Pengumpula n data primer Pengolahan data, penulisan laporan, dan perbaikan Sidang hasil
Bulan Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
32
3.2.
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat
dalam implementasi program pengelolaan sampah dan hubungannya dengan keberhasilan
pelaksanaan
program.
Untuk
itu,
penelitian
menggunakan
pendekatan kuantitatif. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang di dukung dengan metode kualitatif. Data utama yang dihasilkan adalah data kuantitatif , dengan didukung data kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung oleh peneliti dari responden yaitu dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan peneliti dari pihak lain melalui penulusuran pustakayang relevan terhadap masalah penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian tipe penjelasan (explanatory), yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989). Tipe explanatory dipilih karena akan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa. Dalam penelitian ini terdapat dua subyek penelitian, yaitu informan dan responden. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungan. Informan dipilih secara sengaja (purposive sampling) dengan jumlah yang tidak ditentukan guna mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu warga RW 4 Desa Gunung Sari yang menjadi sasaran program. Responden penelitian berjumlah 50 orang yang diambil dengan jumlah yang sama tiap RT yaitu sebanyak 5 sampai 7 orang secara acak. Berikut jumlah populasi dan sampel penelitian: Tabel 4. Jumlah Populasi dan Jumlah Sampel Responden RW 4
RT 1
RT 2
RT 3
RT 4
RT 5
RT 6
RT 7
RT 8
Total
Jumlah populasi KK
81
54
91
96
67
100
78
73
640
Jumlah Sampel
6
6
6
7
7
5
7
6
50
33
3.3.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dengan bantuan kuesioner akan diolah
secara kuantitatif. Data diolah secara statistik dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 15.0. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan Uji Korelasi Rank Spearman dan Tabulasi Silang untuk mengukur kemauan, kemampuan dan kesempatan dan hubungannya dengan tingkat partisipasi serta hubungannya dengan keberhasilan program.
Data
kualitatif bersifat untuk memaknai atau melengkapi data kuantitatif. 3.3.1. Uji Korelasi Rank Spearman Uji ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak emnentukan prasyarat data terdistribusi normal. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan terikat yang berskala ordinal (non parametrik). Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-). Korelasi yang menghasilkan angka positif berarti hubungan kedua variabel bersifat searah, yang berarti jika variabel bebas bebas besar maka variabel terikat juga besar. Korelasi yang menghasilkan angka negatif berarti hubungan kedua variabel tidak searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil. Rumus korelasi Rank Spearman: 6∑ di2 rs = 1 – n (n2 – 1) Keterangan : rs
= Nilai Koefisien Rank Spearman
di
= Disparitas (x1-x2)
n
= Banyaknya Pengamatan
Kaidah pengambilan keputusan tentang hubungan antar variabel dalam uji Korelasi rank Spearman adalah dengan signifikansi / probabilitas / α digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti.
34
Signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar α (0,05) maka artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat kepercayaan sebesar 95% dan tingkat kesalahan sebesar 5%. Dasar pengambilan keputusan dirumuskan sebagai berikut: a. Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,05 maka Ho ditolak. Jadi, hubungan kedua variabel signifikan; dan b. Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,05 maka Ho diterima. Jadi, hubungan kedua variabel tidak signifikan.
35
BAB IV GAMBARAN UMUM PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK, DESA GUNUNG SARI DAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH
4.1.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan perusahaan semen
terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen bermutu, termasuk produk semen khusus yang dipasarkan dengan merek “Tiga Roda”. PT Indocement didirikan pada tahun 1985 dan dioperasikan secara terpadu dengan total kapasitas produksi terpasang sebesar 18,6 juta ton semen per tahun. Indocement saat ini mengoperasikan 12 pabrik, sembilan di antaranya berlokasi di Citeureup, Bogor, Jawa Barat; dua di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat; dan satu di Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk mendapatkan banyak penghargaan dalam bidang lingkungan seperti PROPER dari Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dengan peringkat hijau dan emas pada tahun 2004, 2008, dan 2009, dua Penghargaan Emas dari Indonesia Green Awards 2010. Selain itu, Indocement juga mendapatkan penghargaan dalam kinerja di bidang kesehatan dan keselamatan kerja, inovasi dalam menggunakan material alternatif, Best Managed Companies, Top Brand, Kovensi Mutu Indonesia, memberikan jasa dan mendukung perkembangan dunia pers, The Indonesia's Most Admired Companies 2008 (IMAC 2008) untuk kategori semen, atas keberhasilan perusahaan mempertahankan citra, peringkat pertama Indonesian CSR Awards 2008, Clean Development Mecanism 2009, Sustainable Engineering Award 2009, dan lainlain.
4.2.
Visi, Misi dan Moto PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Aktivitas PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk selalu dilakukan dengan
landasan visi dan misi yang dimiliki perusahaan. Visi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah menjadikan perusahaan sebagai pemimpin pasar semen dalam negeri yang berkualitas. Sementara itu, misinya adalah kami berkecimpung
36
dalam bisnis penyediaan papan, bahan bangunan dan jasa terkait yang bermutu dengan harga kompetitif dan tetap memperhatikan pembangunan berkelanjutan. Dalam Laporan Tahunan Indocement Tunggal Prakarsa Tbk tahun 2007, disebutkan bahwa PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memberikan pemahaman yang lebih besar terhadap konsep pembangunan berkelanjutan yang terdapat dalam misi perseroan bagi seluruh karyawan. Melalui pemahaman atas konsep tersebut, seluruh karyawan akan memiliki pengertian yang lebih baik dan mendalam terhadap tiga sasaran utama yang hendak dicapai oleh perusahaan yakni pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial serta pelestarian lingkungan hidup. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk juga memiliki motto perusahaan yang dapat dilihat selalu tertera di setiap sudut lokasi perusahaan. Motto PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk tersebut adalah turut membangun kehidupan bermutu (better shelter for better life). Visi, misi dan motto perusahaan tersebut selalu dijadikan pijakan bagi setiap karyawan perusahaan dari berbagai tingkatan dalam menjalankan aktivitas perusahaan ini.
4.3.
Corporate Social Responsibility Departement (CSR Departement) CSR Indocement mengacu kepada konsep triple bottom line, yaitu
keseimbangan dalam menjaga kelestarian lingkungan, memberikan manfaat kepada masyarakat, dan perusahaan mendapatkan nilai untuk menjaga kelangsungan operasinya. Konsep berkesinambungan tertanam pada misi Indocement dalam mencapai kepentingan usahanya dengan tetap memperhatikan pembangunan berkelanjutan. CSR Departement PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berada di bawah Corporate Public and Internal Affairs Divisions yang merupakan bagian dari Direktur Sumberdaya Manusia, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut ini:
37
Presiden
Direktur Keuangan
Direktur Pemasaran
CSR Unit Citereup
Direktur
Direktur Teknis
Direktur SDM
Plant 1-12
Corp HR Division
Supporting Divisions/ Departements
Corp Public & Internal Affairs Division
CSR Unit Cirebon
CSR Unit Tarjun
Corp CSR
Gambar 3 Struktur Organisasi CSR PT Indocement6 CSR bagi Indocement merupakan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
peningkatan
nilai
dan
kualitas
hidup
pemangku
kepentingan
(stakeholders). Keharmonisan antara masyarakat dengan perusahaan dibangun melalui komunikasi dua arah dalam lima pilar program pengembangan bagi masyarakat desa binaan sebanyak 12 desa di sekitar wilayah operasi perusahaan. Partisipasi perusahaan dalam membangun wilayah desa binaan dalam pemenuhan kebutuhan
dasar
masyarakat
berdasarkan
pada
peta
demografi
sosial.
Pembangunan sumberdaya manusia saat ini merupakan fokus Indocement di dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat setelah kurang lebih satu dekade telah dilalui untuk membangun sarana dan prasarana desa binaan. Misi CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa adalah menjalankan seluruh kegiatan usaha dengan tetap memperhatikan kesejahteraan komunitas (wholesome community) dan dengan menerapkan konsep ramah lingkungan (environment friendly)
dengan
tetap
memperhatikan
pengembangan
perusahaan
yang
berkelanjutan (sustainable development). Visi CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa adalah membangun kepentingan perusahaan untuk kepentingan bersama
6
Sumber: Data presentasi pengenalan CSR untuk PKL
38
perusahaan dan komunitas, khususnya komunitas lokal dimana perusahaan beroperasi, sehingga tercipta hubungan yang harmonis. Pelaksanaan kegiatan CSR perusahaan juga terinspirasi oleh tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/ MDGs) yang dibagi ke dalam dua bagian, yaitu community development dan sustainable development. Kegiatan community development dilaksanakan berdasar pada lima pilar aspek kehidupan dalam membangun masyarakat desa binaan, yaitu pilar pendidikan, pilah ekonomi, pilar kesehatan, pilar sosial-budaya-agama-olahraga, dan pilar keamanan. Sedangkan kegiatan Sustainable Development terdiri dari proyek tanaman jarak pagar (Jantropha Curcas Linn), proyek pengelolaan sampah, proyek pertenakan terpadu, proyek bengkel terpadu, dan proyek konversi energi.
4.4.
Desa Binaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk PT Indocement memiliki dua belas desa binaan dalam pelaksanaan
kegiatan CSR-nya yaitu, Desa Citeureup, Desa Tarikolot, Desa Tajur, Desa Hambalang, Desa Puspanegara, Desa Gunung Sari, Desa Pasir Mukti, Desa Bantar Jati, Desa Nambo, Desa Lulut, Desa Leuwi Karet, dan Desa Gunung Putri. Penentuan dua belas desa binaan perusahaan ini berdasarkan pada letak geografis desa yang berdekatan dengan perusahaan, asas manfaat (PT Indocement menggunakan potensi desa sebagai bahan baku operasional perusahaan), dan desa yang dilewati oleh jalur conveyor. Setiap desa binaan PT Indocement mendapatkan program-program yang disesuaikan dengan potensi desanya.
4.5.
Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Desa Gunung Sari merupakan salah satu desa binaan PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk yang ada di Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor. Desa ini berbatasan dengan Desa Tarikolot di sebelah barat, Desa Lulut di sebelah timur, Desa Citeureup di sebelah utara, dan Desa Pasir Mukti di sebelah selatan. Menurut data demografi Desa Gunung Sari tahun 2010, secara administratif desa ini memiliki 6 Rukun Warga (RW). Luas wilayah desa ini sekitar 374,67 hektar. Sebagian besar lahan diperuntukan bagi pemukiman warga
39
yaitu seluas 260,7 hektar, selanjutnya adalah lahan persawahan seluas 50 hektar, pekarangan seluas 30 hektar, prasarana umum seluas 17,07 hektar, perkebunan seluas 10 hektar, taman seluas 4,6 hektar, kuburan seluas 1 hektar dan yang terakhir diperuntukan bagi kantor pemerintahan seluas 0,3 hektar. Jumlah penduduk Desa Gunung Sari sebanyak 12085 jiwa yang terdiri dari 51,6 persen laki-laki dan 48,4 persen perempuan. Total penduduk tersebut berasal dari 2910 kepala keluarga (KK). Keadaan penduduk Desa Gunung Sari menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) Kelompok Umur (tahun)
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
Jumlah
0-4
431
3,56
432
3,57
863
7,14
5-9
682
5,64
722
5,97
1404
11,61
10-14
689
5,70
681
5,63
1370
11,33
15-19
605
5,00
735
6,08
1340
11,08
20-24
504
4,17
490
4,05
994
8,22
25-29
605
5,00
543
4,49
1148
9,49
30-34
522
4,31
550
4,55
1072
8,87
35-39
580
4,79
470
3,88
1050
8,68
40-44
442
3,65
524
4,33
966
7,99
45-49
347
2,87
338
2,79
685
5,66
50-54
273
2,25
223
1,84
496
4,10
55-59
146
1,20
90
0,74
236
1,95
60-64
81
0,67
96
0,79
177
1,46
>65
302
2,49
277
1,87
579
4,79
Total
6233
51,57
5852
48,43
12085
Sumber: Data Monografi Desa Gunung Sari Kecamatan Citeurep, 2010
Persen
100
40
Dari jumlah penduduk yang telah disebutkan di atas, jumlah warga yang berusia produktif adalah sebanyak 5880 jiwa dengan jumlah warga yang bekerja sebanyak 5710 jiwa dan sebanyak 2170 jiwa menganggur. Mata pencaharian penduduk Desa Gunung Sari beragam, diantaranya adalah petani, PNS, PRT, pengrajin industri rumah tangga, usaha pertanian, wiraswasta dan karyawan swasta. Total penduduk yang bekerja adalah sebanyak 4641 jiwa atau 38,40 persen dari keseluruhan total penduduk yang 38,64 persen diantaranya adalah perempuan. Mayoritas warga Desa Gunung Sari bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta (PT Indocement), yaitu sebesar 44,96 persen dari jumlah pekerja yang tercatat. Selain itu penduduk Desa Gunung Sari juga banyak yang bermatapencaharian sebagai wiraswasta dan pengrajin industri rumah tangga yaitu pengrajin industri kaleng. Data demografi ekonomi Desa Gunung Sari dalam jumlah tiga terbanyak dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 6. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Tiga Jenis Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) Jenis Pekerjaan
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
Pengrajin industri rumah tangga
384
8,27
16
0,34
400
8,61
Karyawan perusahaan swasta
934
20,12
1153
24,84
2087
44,96
1253
26,99
534
11,50
1787
38,50
Wiraswasta
Sumber: Data Monografi Desa Gunung Sari Kecamatan Citeurep, 2010
Sarana dan prasarana sosial, budaya, agama, dan olah raga yang ada di Desa Gunung Sari memadai, terdapat sarana ibadah, grup kesenian, saluran air, dan juga jalan desa dalam kondisi yang cukup baik. Secara lebih rinci sarana dan prasarana terdapat dalam tabel berikut ini:
41
Tabel 7. Data Demografi Sosial, Budaya, Agama dan Olah Raga Desa Gunung Sari Tahun 2010 Demografi Sosbudag&OR
RW 1 RW 2 RW 3
RW 4 RW 5 RW 6 Jumlah
Jumlah Sarana Ibadah
6
5
7
2
1
5
26
Jumlah Panjang Jalan Desa
2000
2700
2700
2000
1250
1250
11900
Jumlah Panjang Saluran Air
4000
3000
4200
3000
2500
1300
18000
Jumlah Grup Kesenian
1
1
1
1
0
1
5
Jumlah Tokoh Agama
10
8
13
3
11
8
53
Jumlah Linmas
10
12
10
0
10
10
52
1
1
1
1
1
1
6
Jumlah Pos Kamling
Sumber: Intranet CDO PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Citeureup
Data demografi pendidikan Desa Gunung Sari adalah sebagai berikut: Tabel 8. Data Demografi Pendidikan Desa Gunung Sari Tahun 2010 Demografi Pendidikan Anak sekolah SD usia 7-12 tahun
RW 1 RW 2 RW 3 RW 4 RW 5 RW 6 Jumlah 305
330
270
230
300
280
1715
Anak sekolah SLTP usia 13-15 tahun
78
25
60
70
50
40
323
Anak usia 7-12 tahun tidak sekolah SD
0
0
0
0
0
0
0
Anak usia 13-15 tahun tidak sekolah SLTP
40
105
23
15
17
25
225
Lulusan SD
93
85
120
170
190
105
763
Lulusan SLTP
122
100
150
205
260
150
987
Lulusan SLTA
150
50
207
215
150
110
882
10
5
20
30
20
10
95
0
0
0
0
0
0
0
10
20
5
0
8
7
50
Lulusan PT Tidak lulus SD Tidak lulus SLTP
Sumber: Intranet CDO PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Citeureup
42
Dari tabel 8 dapat dilihat tingkat pendidikan mayoritas warga adalah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yaitu sebanyak 32,8 persen sehingga mayoritas tingkat pendidikan warga Desa Gunung Sari tergolong sedang, karena tingkat pendidikan yang ditempuh hanya sampai lulus SLTP. Selanjutnya tingkat pendidikan warga Desa Gunung Sari adalah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Akhir sebanyak 29,3 persen dan tamat Sekolah Dasar sebanyak 25,4 persen. Selain itu, masih banyak juga anak usia sekolah yang masih mengenyam pendidikan di bangku SD.
4.6.
Program Pengelolaan Sampah
4.6.1. Latar Belakang Program Pengelolaan sampah merupakan salah satu program dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yang diperuntukan bagi desa binaan. Unit Pelayanan Kebersihan yang sudah berjalan terdapat di Desa Puspanegara semenjak tahun 2007 dan di Desa Gunung Sari semenjak 2010. Program ini mengacu pada tujuan pembangunan milenium yaitu untuk meningkatkan keberlanjutan lingkungan dan juga mengacu pada isu global yaitu masalah bahan bakar fosil yang mahal dan langka. Pembentukan program pengelolaan sampah dan Unit Pelayanan Kebersihan juga dilakukan berdasarkan masalah yang dihadapi oleh beberapa desa binaan, yaitu banyaknya sampah yang belum terkelola di beberapa wilayah yang berdekatan atau berada dalam radius unit kerja PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Selain itu, program ini juga berlatar-belakang untuk memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan limbah rumah tangga dan juga untuk membantu pemerintah setempat dalam pengelolaan kebersihan.
4.6.2. Tujuan Program Program ini meliputi kegiatan pemilahan sampah, yaitu sampah organik dan non-organik. sampah non-organik yang bisa dibuat produk daur ulang dikumpulkan oleh masing-masing rumah tangga kemudian dikumpulkan secara kolektif per-RT melalui bank sampah. Sampah organik dan non-organik lainnya
43
dikumpulkan di tong sampah yang telah disediakan untuk selanjutnya dibawa ke UPK untuk diolah menjadi kompos dan Sorted Municipal Wasted (SMW). Tujuan dari program pengelolaan sampah dan pembentukan Unit Pelayanan Kebersihan adalah: 1. Mengoptimumkan pengelolaan sampah menjadi produk yang bermanfaat, seperti pupuk cair atau padat, Sorted Municipal Waste (SMW), serta kerajinan rumah tangga. 2. Memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat yang terlibat langsung dan masyarakat luas pada umumnya dalam pengelolaan sampah tersebut. 3. Membantu
menjalankan
program
pemerintah
untuk
mewujudkan
lingkungan yang bersih, sehat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4.6.3. Deskripsi Program Program pengolahan sampah merupakan salah satu program CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk bersama dengan desa binaan perusahaan. Program ini merupakan program pengolahan sampah rumah tangga menjadi produk daur ulang yang dilaksanakan di lingkungan RW. Selain itu, program ini juga mengolah sampah menjadi kompos dan SMW yang dilakukan di Unit Pelayanan Kebersihan (UPK). Unit Pelayanan Kebersihan Desa Gunung Sari dibangun semenjak akhir tahun 2009 dan mulai beroperasi pada bulan Mei tahun 2010. Hingga akhir tahun 2010, jumlah SMW yang telah dihasilkan adalah sebanyak 217,02 ton dan 11,13 ton kompos. Sampah yang dikelola di UPK Gunung Sari adalah berasal dari lingkup sekitar desa yaitu dari RW 4 Desa Gunung Sari, area cakupan pengambilan sampah di Desa Gunung Sari masih dari satu RW saja karena RW 4 merupakan pilot project sebagai awalan dilaksanakannya program yang untuk selanjutnya akan diterapkan di setiap RW di Desa Gunung Sari. Untuk mendukung program ini, PT Indocement memberikan fasilitas berupa tong sampah organik dan non-organik. Selain melakukan pemilahan
44
sampah organik dan non-organik, masyarakat dilibatkan dalam proses pembuatan produk daur ulang. Sampah plastik yang bisa dijadikan produk daur ulang dimanfaatkan dengan cara dikumpulkan lalu dibuat produk kerajinan yang bernilai jual. Sampah yang tidak bisa diolah dalam lingkup rumah tangga akan dibawa ke UPK untuk diolah menjadi SMW dan kompos. Berikut adalah flow pengolahan sampah menjadi energi:
Pemilahan sampah plastik
Sampah mentah
Desa Binaan Indocement
Pencucian sampah plastik
Kerajinan daur ulang
Mesin crushing
SMW 70%
Mesin penyaringan
Kompos kasar 20% Kompos halus 10%
Bahan bakar alternatif pada kiln
Budidaya jarak pagar dan tanaman sela
Gambar 4 Flow Pengelolaan Sampah menjadi Energi7
Seperti flow diatas, secara lebih rinci program pengolahan sampah terdiri dari: a. Pemilahan sampah organik dan non-organik. Output dari kegiatan ini adalah warga dapat membedakan sampah organik dengan sampah nonorganik. b. Daur ulang sampah non-organik, merupakan salah satu upaya mengurangi jumlah sampah non-organik, seperti kemasan botol dan plastik untuk dibuat kerajinan. Output dari kegiatan ini adalah pengetahuan warga dalam membuat kerajinan dan juga kerajinan tangan berbahan dasar sampah nonorganik yang memiliki nilai jual. c. Pengolahan sampah menjadi kompos dan SMW merupakan kegiatan yang dilakukan di UPK. Sampah yang telah dipisahkan oleh warga menjadi 7
Sumber: Data persentasi pengenalan CSR untuk PKL
45
sampah organik dan non-organik diangkut ke UPK dan diolah oleh pekerja UPK menjadi kompos dan SMW. Output dari kegiatan ini adalah kompos yang dapat dijual dan juga digunakan untuk proyek penanaman jarak pagar dan SMW yang dijual ke perusahaan untuk dijadikan bahan bakar alternatif.
46
BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN
Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang merupakan warga di RW 04 Desa Gunung Sari Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Responden dalam penelitian ini berjumlah 50 orang ibu-ibu yang tersebar di-delapan Rukun Tetangga.
5.1. Usia Usia merupakan jumlah tahun hidup seseorang yang diukur dalam satuan tahun yang dihitung dari hari kelahiran dan dibulatkan ke hari ulang tahun terdekat. Kategori umur yang telah ditentukan merupakan tahap perkembangan manusia berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980). Jumlah dan persentase umur responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia, Tahun 2011
Usia Dewasa Awal
Jumlah N
%
(18-40 Tahun)
32
64,00
Dewasa Madya (41-60 Tahun)
18
36,00
0
0,00
50
100,00
Usia Lanjut
(>60 Tahun) Jumlah
Dari tabel 9 dapat dilihat mayoritas responden (64 persen) berada pada tahap dewasa awal dengan umur antara 18 – 40 tahun. Responden yang berada pada tahap dewasa madya ada sebanyak 36 persen responden dan tidak ada responden yang berada pada tahap usia lanjut.
47
5.2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti responden sampai saat penelitian dilakukan. Pendidikan formal yang pernah ditempuh responden penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan, Tahun 2011
Tingkat Pendidikan
Jumlah N
%
Tidak Sekolah
0
0,00
Tamat SD
4
8,00
Tamat SMP
12
24,00
Tamat SMA
31
62,00
Tamat Diploma
3
6,00
Tamat Sarjana
0
0,00
50
100,00
Jumlah
Tingkat pendidikan reponden penelitian mayoritas tamatan SMA, yaitu sebanyak 62 persen dari 50 responden. Dari tingkat pendidikan tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan responden tergolong tinggi. Menyusul kemudian responden yang menamatkan pendidikan formal sampai SMP yaitu sebesar 24 persen.
5.3. Pekerjaan Jenis pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan individu untuk mencari nafkah atau mendapatkan pendapatan. Responden penelitian adalah ibu-ibu yang mayoritas tidak bekerja. Persentase responden yang tidak bekerja adalah sebesar 90 persen, sedangkan sisanya adalah wiraswasta sebanyak 10 persen.
48
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan, Tahun 2011
Jenis Pekerjaan
Jumlah N
Wiraswasta (Pedagang) Tidak bekerja / Ibu Rumah Tangga Jumlah
% 5
10,00
45
90,00
50
100,00
5.4. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan adalah tingkatan jumlah uang yang diterima oleh responden sebagai imbalan atas pekerjaan utama selama satu bulan. Responden penelitian adalah ibu rumah tangga, sehingga untuk melihat pendapatan yang digunakan adalah pendapatan suami. Ukuran pengupahan ditentukan oleh rata-rata gaji pegawai perusahaan yaitu sebesar Rp. 2.000.000,00,-.
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan Rumah Tangga, Tahun 2011
Tingkat Pendapatan Rumah Tangga
Jumlah N
%
< Rp 2.000.000,00
11
22,00
= Rp 2.000.000,00
14
28,00
> Rp 2.000.000,00
25
50,00
50
100,00
Jumlah
Berdasarkan hasil penelitian, setengah dari responden penelitian berada pada tingkat pendapatan yang tergolong tinggi, yaitu lebih dari Rp. 2.000.000,00,sedangkan 28 persen dari 50 responden berada pada tingkat pendapatan rata-rata yaitu sebesar Rp. 2.000.000,00,- dan 11 persen lainnya berada pada tingkat pendapatan rendah. Hal ini menunjukan bahwa warga di RW 4 merupakan warga yang memiliki pendapatan yang cukup tinggi.
49
5.5. Sumber Informasi Program Sumber informasi program merupakan asal mula responden mengetahui program pengolahan sampah yang merupakan program dari PT Indocement. Asal mula informasi mengenai program dapat diketahui melalui aparat desa, pihak perusahaan, tetangga, atau melihat secara langsung.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi tentang Program Pengelolaan Sampah, Tahun 2011
Sumber Informasi
Jumlah N
%
Lihat Langsung
3
6,00
Diajak Tetangga
2
4,00
40
80,00
5
10,00
50
100,00
Aparat Desa Pihak Perusahaan Jumlah
Menurut tabel 13, sebanyak 80 persen responden mengetahui program pengelolaan sampah dari aparat desa (RW). Hal tersebut dikarenakan pihak perusahan melakukan sosialisasi hanya kepada perwakilan dari warga atau aparat yang selanjutnya informasi mengenai program disampaikan oleh aparat kepada warga.
50
BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI
6.1.
Tingkat Kemauan
6.1.1. Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program Sikap merupakan evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial sehingga dapat memunculkan rasa suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Ketika individu memiliki sikap yang kuat terhadap isu-isu tertentu, maka sering kali bertingkah laku konsisten dengan pandangan tersebut (Baron dan Byrne 2003). Dalam penelitian ini, semakin positif sikap responden terhadap lingkungan maka akan berpengaruh terhadap tingkah laku responden dalam menjaga lingkungan.
Tabel 14. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap lingkungan
No
Pernyataan
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Jumlah
%
%
%
%
1.
Kebersihan lingkungan merupakan hal yang penting
72,00
28,00
0,00
100,00
2.
Lingkungan yang bersih berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat
34,00
60,00
6,00
100,00
Mayoritas responden menganggap kebersihan lingkungan merupakan hal yang penting. Hal tersebut tentu mempengaruhi perilaku mereka terhadap lingkungan, seperti yang diungkapkan oleh Ibu P, 36 Tahun :
“….kebersihan itu penting banget de kalo buat saya, kalo lingkungan bersih kan kita juga jadi enak, enak diliat, ga ada penyakit, selain itu kan kebersihan juga sebagian dari iman.” Responden juga menganggap lingkungan yang bersih akan berpengaruh terhadap kesehatan. Namun mereka menganggap kebersihan merupakan hanya
51
salah satu faktor saja dalam penentu kesehatan masyarakat, masih banyak faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Y, 39 Tahun:
“…iya sih emang kesehatan itu sangat dipengaruhi oleh kebersihan, tapi kan bukan hanya itu, kita juga harus liat gimana pola hidup dia, kalo lingkungan udah bersih tapi pola hidupnya ga bener kan sama aja mbak.” Sikap adalah evaluasi responden yang mengindikasikan penerimaan atau penolakan terhadap program. Sikap responden yang positif terhadap program akan mendorong responden untuk terlibat dalam rangkaian kegiatan dalam program pengelolaan sampah.
Tabel 15.
No .
Persentase Responden Pengelolaan Sampah
Pernyataan
Mengenai
Sikap
terhadap
Program
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Jumlah
%
%
%
%
1.
Program Pengelolaan sampah penting dilakukan
18,00
74,00
8,00
100,00
2.
Program pengelolaan sampat tepat dilakukan di RW 4 Desa Gunung Sari
20,00
70,00
10,00
100,00
Program pengelolaan sampah membantu mengurangi sampah dan membersihkan lingkungan
16,00
60,00
24,00
100,00
3.
Dari tabel 15, dapat dilihat, sebanyak 74 persen responden menganggap program pengelolaan sampah penting untuk dilakukan karena dapat mengurangi sampah lingkungan seperti yang disebutkan oleh 60 persen responden. Namun ada juga 24 persen responden yang menganggap program ini belum dapat mengurangi sampah dan membersihkan lingkungan, karena menurut mereka sebelum atau sesudah ada program perubahan yang signifikan dalam hal kebersihan belum terlihat.
52
Sebanyak 70 persen responden juga menganggap program pengelolaan sampah tepat dilakukan di RW 4, karena program ini mampu mengurangi sampah lingkungan dan juga menambah pengetahuan. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ibu SP, 43 Tahun:
“Kalau menurut Saya tepat ya program ini dilakukan di RW 4. RW 4 kan perumahan, tidak ada tempat pembuangan sampah. Selain itu kan sampahnya juga diolah dan dimanfaatkan lagi, Ibuibu juga jadi ada kegiatan.” Tabel 16.
No 1.
2.
3.
4.
Persentase Responden Mengenai Sikap untuk Terlibat dalam Program Pengelolaan Sampah Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Jumlah
%
%
%
%
Saya bersedia menjaga kebersihan lingkungan rumah dengan terlibat dalam program
44,00
54,00
2,00
100,00
Saya bersedia menjaga kebersihan lingkungan RT dengan terlibat dalam program
14,00
70,00
16,00
100,00
Saya bersedia menjaga kebersihan lingkungan RW dengan terlibat dalam program
2,00
32,00
66,00
100,00
Saya bersedia menjaga kebersihan lingkungan desa dengan terlibat dalam program
0,00
4,00
96,00
100,00
Pernyataan
Program pengelolaan sampah telah mendorong masyakat untuk turut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan. Dari tabel diatas dapat dilihat sampai sejauhmana responden bersedia terlibat dalam program khususnya dalam hal menjaga kebersihan lingkungan. Dari 50 orang responden, sebanyak 84 persen responden bersedia menjaga kebersihan sampai dengan lingkungan RT. Untuk lingkungan yang lebih luas seperti lingkungan RW atau desa, reponden belum bersedia karena menurut mereka cakupan tersebut terlalu luas.
53
Tabel 17.
2.
3.
4.
dalam
Kesediaan
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Jumlah
%
%
%
%
Saya bersedia menyebarkan informasi kepada keluarga mengenai program
32,00
66,00
2,00
100,00
Saya bersedia menyebarkan informasi kepada warga lingkungan RT mengenai program
12,00
58,00
10,00
100,00
Saya bersedia menyebarkan informasi kepada warga lingkungan RW mengenai program
2,00
24,00
74,00
100,00
Saya bersedia menyebarkan informasi kepada warga desa mengenai program
0,00
4,00
96,00
100,00
No . 1.
Persentase Responden Mengenai Sikap Menyebarkan Informasi Mengenai Program
Pernyataan
Dari tabel 17 dapat dilihat sebanyak 70 persen responden bersedia menyebarkan informasi sampai pada lingkungan RT. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu K, 46 Tahun:
“ Kita kan suka ngumpul-ngumpul sama tetangga-tetangga jadi kalo untuk ngasih informasi tentang program ini saya sih maumau aja, sambil ngobrol sama tetangga sambil ngasih tau informasi juga” Responden hanya bersedia menyebarkan informasi
sampai pada
lingkungan RT juga dikarenakan menurut mereka, jika untuk lingkungan yang lebih
luas
seperti
lingkungan
RW
biasanya
sudah
ada
aparat
yang
menginformasikan. Sama seperti menjaga kebersihan lingkungan ataupun menyebarkan informasi mengenai program, mengajak terlibat dalam program juga untuk sebagian besar responden hanya bersedia sampai dengan lingkungan RT. Untuk
54
lebih jelas, sikap responden dalam kesediaannya mengajak warga untuk terlibat dalam program dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 18.
No 1.
2.
3.
4.
Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesedian Mengajak Warga untuk Terlibat dalam Program Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Jumlah
%
%
%
%
Saya bersedia mengajak keluarga untuk terlibat dalam program
22,00
76,00
2,00
100,00
Saya bersedia mengajak warga di lingkungan RT untuk terlibat dalam program
12,00
54,00
34,00
100,00
Saya bersedia mengajak warga di lingkungan RW untuk terlibat dalam program
2,00
20,00
78,00
100,00
Saya bersedia mengajak warga desa untuk terlibat dalam program
0,00
4,00
96,00
100,00
Pernyataan
Dari tabel 18 dapat dilihat, kesediaan warga untuk mengajak warga agar terlibat lebih sedikit warga yang bersedia dibandingkan dengan menyebarkan informasi. Hal tersebut dikarenakan menurut mereka keterlibatan warga dalam program merupakan hak dari masing-masing individu. Dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah, warga RW 4 Desa Gunung Sari dilibatkan dalam hal pemilahan sampah dan pembuatan produk daur ulang atau kerajinan. Selain itu, warga juga diminta partisipasinya dalam melakukan pembayaran retribusi sampah organik dan sampah yang tidak bisa dijual atau dibuat kerajinan untuk dibawa ke UPK. Persentase responden mengenai sikap terhadap rangkaian program pengelolaan sampah dapat dilihat pada tabel berikut:
55
Tabel 19. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Rangkaian Program Pengelolaan Sampah
No 1.
2.
3.
Pernyataan Saya bersedia melakukan pemilahan sampah organik dan non-organik Saya bersedia melakukan proses pengelolaan sampah menjadi produk daur ulang Saya bersedia membayar biaya operasional pengambilan sampah
Sangat Setuju %
Setuju %
Tidak Setuju %
Jumlah %
24,00
60,00
16,00
100,00
16,00
60,00
24,00
100,00
26,00
68,00
6,00
100,00
Dari tabel 19 dapat dilihat sebagian besar responden bersedia mengikuti kegiatan dalam program pengelolaan sampah. Sebanyak 84 persen responden bersedia melakukan pemilahan sampah organik dan non-organik. Namun ada 16 persen responden yang tidak bersedia melakukan pemilahan sampah karena menurut mereka kegiatan tersebut tidak praktis. Sebanyak 76 persen responden bersedia melakukan proses pengolahan sampah menjadi produk daur ulang atau kerajinan, tetapi ada 24 persen responden yang tidak bersedia karena mereka mempunyai kegiatan lain dan memiliki waktu luang yang sedikit. Dalam hal membayar biaya operasional pengambilan sampah, sebanyak 94 persen responden bersedia melakukannya karena hal tersebut dapat membantu memperlancar program itu sendiri. Dari keseluruhan aspek yang diteliti, dapat disimpulkan sikap masyarakat terhadap lingkungan dan terhadap program pengelolaan sampah dibagi ke dalam dua kategori, yaitu responden yang memiliki sikap positif dan negatif terhadap lingkungan dan program pengelolaan sampah. Jumlah dan persentase responden dengan sikap positif dan negatif secara lebih jelas dapat dilihat pada tebel berikut:
56
Tabel 20.
Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program Pengelolaan Sampah
Sikap
Jumlah N
%
Positif ( X ≥ 36)
29
58,00
Negatif ( X < 36 )
21
42,00
50
100,00
Jumlah
Sebagian besar responden 58 persen memiliki tingkatan sikap pada kategori positif, yaitu dengan total skor dari setiap pertanyaan sikap lebih dari sama dengan 36. Artinya, sebagian besar responden telah memiliki sikap yang positif terhadap lingkungan dan menerima keberadaan program. Responden menganggap lingkungan merupakan hal yang penting dan harus dijaga kebersihannya dan responden juga mendukung program pengelolaan sampah karena program tersebut membantu meningkatkan kebersihan lingkungan. Responden juga bersedia menjaga kebersihan lingkungan, menyebarkan informasi mengenai program dan juga mengajak warga lain untuk terlibat dalam program. Hanya 42 persen responden yang kurang peduli terhadap lingkungan dan juga kurang menerima keberadaan program, hal ini disebabkan oleh faktor internal dan juga faktor eksternal yang mempengaruhinya.
6.1.2.
Motivasi Motivasi merupakan dorongan yang ada dalam diri masing-masing
individu untuk ikut terlibat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Motivasi mencakup alasan yang berupa faktor-faktor yang melatarbelakangi individu untuk tertarik ikut berpartisipasi dalam program. Maslow mengemukakan bahwa manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat rendahnya terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Tingkatan hirarki Maslow dari yang terendah hingga tertinggi adalah fisiologis, rasa aman, sosial, ego, dan aktualisasi diri. Motivasi responden terdiri dari tiga aspek, yaitu motivasi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Secara lebih rinci, motivasi tersebut adalah sebagai berikut:
57
Tabel 21.
Persentase Responden Mengenai Motivasi untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah
No
Faktor Motivasi
Ya %
1.
Menghemat biaya
20,00
2.
Menghemat waktu / praktis
30,00
3.
Meningkatkan pendapatan
34,00
4.
Menambah teman
80,00
5.
Memperluas jaringan untuk menyelesaikan masalah sampah desa
34,00
6.
Mendapatkan penghargaan
30,00
7.
Menambah pengetahuan dan keahlian
88,00
8.
Menjadikan lingkungan bersih
92,00
9.
Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat
52,00
10
Menjadikan lingkungan indah
70,00
Catatan : Responden boleh menjawab lebih dari satu jawab
Motivasi pertama dari mayoritas responden untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah adalah untuk menjadikan lingkungan bersih yaitu sebanyak 92 persen. Lingkungan yang bersih merupakan kebutuhan fisiologis untuk menjadikan lingkungan yang sehat bebas dari penyakit. Motivasi tertinggi kedua adalah motivasi menambah pengetahuan dan keahlian yang merupakan motivasi dari sebanyak 88 persen responden. Motivasi tertinggi ketiga adalah menambah teman yang merupakan motivasi dari sebanyak 80 persen responden. Menambah teman merupakan kebutuhan sosial dari individu untuk bersosialisasi dengan warga lain. Secara keseluruhan, motivasi responden untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah berada pada kategori kuat. Secara lebih lengkap dapat dilihat dalam tabel berikut:
58
Tabel 22.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Jumlah
Motivasi
N
%
Kuat ( X ≥ 15 )
35
70,00
Lemah ( X < 15 )
15
30,00
50
100,00
Jumlah
Sebanyak 70 persen responden memiliki motivasi kuat, yaitu dari total skor lebih dari sama dengan 15. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki keinginan yang kuat untuk mengikuti kegiatan pengolahan sampah. Keterlibatan responden dalam program pengelolaan sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor ekonomi, sosial, dan juga lingkungan. Semakin banyak faktor yang mendorong responden terlibat dalam program, berarti motivasi responden untuk terlibat dalam program semakin kuat.
6.2.
Faktor Kemampuan
6.2.1. Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah Pengetahuan
dalam
pengelolaan
sampah
merupakan
pemahaman
responden dalam kegiatan mengelola sampah. Pengetahuan responden mengenai pengelolaan sampah cukup baik. Sebanyak 68 persen responden telah mengetahui apa yang dimaksud dengan pengelolaan sampah, walaupun sebagian besar memiliki pengertian yang kurang tepat. Begitu juga dengan pengetahuan mengenai perbedaan sampah organik dan non-organik, sebanyak 84 persen responden telah mengetahui apa itu sampah organik dan non-organik, namun sebagian besar dari responden hanya mengetahui sedikit mengenai hal tersebut. Secara rinci, pengetahuan responden mengenai pengelolaan sampah disajikan dalam tabel berikut:
59
Tabel 23.
No
Persentase Responden Mengenai Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah
Pertanyaan
Sangat Tepat
Tepat
Tidak Tepat
Jumlah
%
%
%
%
1.
Apa yang dimaksud dengan pengelolaan sampah
28,00
40,00
32,00
100,00
2.
Apa yang dimaksud dengan sampah organik dan nonorganik
12,00
72,00
16,00
100,00
3.
Apa yang dimaksud dengan produk daur ulang (kerajinan)
14,00
58,00
28,00
100,00
4.
Apa semua plastik dapat dijadikan produk daur ulang
24,00
26,00
50,00
100,00
5.
Sebutkan tahapan dalam pembuatan produk daur ulang kerajinan
20,00
42,00
38,00
100,00
Sebagian besar responden juga telah memiliki pengetahuan mengenai produk daur ulang kerajinan, jenis plastik yang biasa dibuat produk kerajinan dan juga tahap pembuatan produk kerajinan, namun sama seperti sebelumnya, pengetahuan responden hanya sedikit dan tidak mendalam. Tingkat pengetahuan responden dikategorikan menjadi tinggi dan rendah. Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 24.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Responden dalam Program Pengelolaan Sampah
Pengetahuan
Jumlah N
%
Tinggi ( X ≥ 9 )
33
66,00
Rendah ( X < 9 )
17
34,00
50
100,00
Jumlah
60
Dari tabel 24 dapat dilihat,bahwa mayoritas responden (66 persen) telah memiliki pengetahuan dalam pengelolaan sampah, artinya responden telah memiliki pengetahuan mengenai perbedaan sampah organik dan non-organik, produk daur ulang (kerajinan), jenis plastik untuk produk kerajinan, dan juga tahapan pembuatan produk kerajinan. Sisanya sebanyak 34 persen responden masih belum banyak memiliki pengetahuan dalam pengelolaan sampah. Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan mayoritas responden telah mengetahui pengertian dan tata cara dalam pengelolaan sampah.
6.2.2. Keterampilan dalam pengelolaan sampah Keterampilan dalam pengelolaan sampah merupakan suatu keahlian yang dimiliki responden dalam memilah sampah organik dan non-organik, pemilahan plastik untuk dijadikan produk daur ulang atau kerajinan, dan pembuatan produk daur ulang atau kerajinan. Jumlah responden yang sudah bisa dan belum bisa mengelola sampah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 25.
Persentase Responden yang Sudah Memiliki Keterampilan dalam Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program
No.
Kegiatan
Jumlah %
1.
Memilah sampah organik dan non-organik
44,00
2.
Memilih plastik daur ulang
32,00
3.
Membuat produk daur ulang
4,00
Dari tabel 25 dapat dilihat, sebagian responden (44 persen) sudah bisa memilah sampah organik dan non-organik. Responden yang sudah bisa memilah sampah mengaku dapat melakukan hal tersebut karena sebelumnya sudah mendapatkan informasi dari televisi atau bacaan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu E, 35 Tahun:
61
“…Waktu itu pernah ada di TV, acara bikin kompos gitu, terus dikasih tau sampah organik itu apa non-organik itu apa, jadi sebelum ada program ini Saya emang sudah tau bedanya dan milah juga sih kadang-kadang dirumah” Sebelum ada program, mayoritas responden belum bisa memilih plastik untuk produk daur ulang dan membuat produk daur ulang. Hanya 32 persen responden yang sudah memiliki keterampilan memilih plastik untuk produk daur ulang atau kerajinan dan hanya 4 persen yang sudah bisa membuat produk daur ulang atau kerajinan. Dapat disimpulkan, keterampilan responden dalam pengelolaan sampah sebelum ada program berada pada kategori tinggi dari rata-rata keterampilan responden dalam mengelola sampah, seperti pada tabel berikut:
Tabel 26.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Keterampilan Responden dalam Pengelolaan Sampah
Keterampilan
Jumlah N
%
Tinggi ( X ≥ 4 )
28
56,00
Rendah ( X < 4 )
22
44,00
50
100,00
Jumlah
Dari tabel 26 dapat dilihat mayoritas responden telah memiliki keterampilan dalam pengelolaan sampah. responden yang memiliki keterampilan dalam kategori tinggi adalah sebanyak 56 persen, artinya sebagian besar responden telah memiliki keterampilan dalam hal pemilahan sampah, memilih plastik untuk didaur ulang dan/atau membuat produk daur ulang. Sisanya sebanyak 44 persen untuk responden dengan keterampilan rendah, artinya responden belum bisa melakukan kegiatan-kegiatan pengolahan sampah.
62
6.2.3. Pengalaman dalam pengelolaan sampah Pengalaman dalam pengelolaan sampah adalah pernah tidaknya responden melakukan kegiatan pengelolaan sampah. Jumlah dan persentase responden yang mempunyai pengalaman dalam pengelolaan sampah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 27. Persentase Responden yang Sudah Memiliki Pengalaman dalam Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program
No.
Jumlah
Kegiatan
%
1.
Memilah sampah organik dan non-organik
44,00
2.
Memilih plastik daur ulang
32,00
3.
Membuat produk daur ulang
4,00
Dari tabel 27 dapat dilihat, responden yang telah memiliki pengalaman dalam memilah sampah adalah sebanyak 44 persen. Selanjutnya terdapat 32 persen responden yang sudah bisa dan pernah memilih plastik daur ulang, dan hanya 4 persen responden yang sudah pernah dan bisa membuat produk daur ulang atau kerajinan.
Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman Responden dalam Pengelolaan Sampah
Pengalaman
Jumlah N
%
Tinggi ( X ≥ 4 )
28
56,00
Rendah ( X < 4 )
22
44,00
50
100,00
Jumlah
Dari tabel 28, dapat di tarik kesimpulan mayoritas responden pernah melakukan kegiatan pengelolaan sampah. responden yang telah memiliki pengalaman adalah sebanyak 56 persen sedangkan yang belum memiliki
63
pengalaman adalah sebanyak 44 persen. Artinya sebagian besar responden pernah melakukan kegiatan pengelolaan sampah seperti memilah sampah organik dan non-organik, memilih plastik daur ulang atau membuat produk daur ulang
6.3.
Faktor Kesempatan
6.3.1. Manajemen Program Manajemen program adalah aturan yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam program, hal tersebut berupa aksesibilitas yang diberikan penyelenggara program terhadap masyarakat dan syarat keterlibatan masyarakat.
Tabel 29. Persentase Anggapan Responden Mengenai Manajemen Program Pengelolaan Sampah
No.
Jumlah
Pernyataan
%
1.
Ada sosialisasi program
64,00
2.
Kesempatan hadir dalam perencanaan
34,00
3.
Kesempatan mengemukakan pendapat dalam proses perencanaan
36,00
4.
Kesempatan menyampaikan saran dan kritik dalam proses perencanaan
36,00
5.
Kesempatan dalam mengambil keputusan bersama
32,00
6.
Kesempatan ikut serta dalam proses pelaksanaan
98,00
7.
Terdapat forum evaluasi
20,00
8.
Masyarakat terlibat dalam proses evaluasi
10,00
9.
Ada ruang untuk merubah program setelah evaluasi
12,00
10.
Kesempatan menikmati hasil penjualan produk hasil
70,00
Dari tabel 29, dapat dilihat sebanyak 64 persen responden mengetahui adanya sosialisasi program, bentuk sosialisasi yang dilakukan adalah melalui aparat setempat. Dalam hal perencanaan, hanya sedikit responden yang mengetahuinya. Menurut mereka, memang tidak dibatasi siapa saja yang diperbolehkan ikut dalam perencanaan, tapi biasanya hanya orang-orang tertentu saja yang datang atau diundang dan dalam
prosesnya diperbolehkan
64
mengemukakan pendapat, saran atau kritik dan keputusan diambil bersama secara musyawarah. Dalam hal pelaksanaan, 98 persen responden menjawab bahwa siapapun diperbolehkan ikut dalam kegiatan program pengelolaan sampah. namun dalam hal evaluasi, hanya sedikit warga yang mengetahui ataupun terlibat. Hanya sebanyak 10 persen responden yang merasa bahwa warga dilibatkan dalam proses evaluasi. Evaluasi biasanya dilakukan dalam rapat RT atau rapat RW. Dalam hal menikmati hasil, 70 persen warga merasa diberikan kesempatan untuk menikmati hasil penjualan produk kerajinan yang dibuat. Dapat disimpulkan kesempatan warga untuk terlibat dalam program dapat dikategorikan baik. Secara lebih rinci, tingkat kesempatan warga untuk terlibat dalam program dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 30. Jumlah dan Persentase Tanggapan Responden Mengenai Tingkat Manajemen Program dalam Program Pengelolaan Sampah
Manajemen Program
Jumlah N
%
Baik ( X ≥ 13 )
32
64,00
Buruk ( X < 13 )
18
36,00
50
100,00
Jumlah
Dari tabel 30, sebanyak 64 persen responden merasakan kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk terlibat dalam program berada dalam kategori baik dan 36 persen responden lainnya dalam kategori buruk. Dari data tersebut, dapat disimpulkan jika ruang kesempatan yang diberikan kepada warga untuk terlibat cukup besar. Warga kebanyakan hanya diberikan kesempatan seluasluasnya untuk terlibat dalam proses pelaksanaan. Dalam proses perencanaan atau evaluasi biasanya hanya perwakilan warga saja yang dilibatkan.
6.4.
Ikhtisar Pada bagian ini akan disajikan ringkasan dari setiap faktor pendorong
partisipasi, yaitu kemauan, kemampuan dan kesempatan.
65
6.4.1. Tingkat Kemauan Kemauan adalah salah satu faktor pendorong partisipasi yang disebabkan keinginan dari responden untuk turut serta dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemauan diukur dari aspek psikologis individu yang terdiri dari sikap responden terhadap lingkungan, sikap responden terhadap program dan motivasi responden untuk mengikuti implementasi program pengolahan sampah. Tingkat kemauan responden dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemauan
Tingkat Kemauan
Jumlah N
%
Tinggi ( X ≥ 51 )
28
56,00
Rendah ( X < 51 )
22
44,00
50
100,00
Jumlah
Sebanyak 56 persen responden memiliki tingkat kemauan yang tergolong tinggi, sedangkan 44 persen lainnya memiliki tingkat kemauan rendah. Sehingga dapat disimpulkan jika sebagian warga telah memiliki sikap yang positif terhadap lingkungan, dan program dan juga motivasi yang cukup kuat untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah.
6.4.2. Tingkat Kemampuan Kemampuan adalah daya yang dimiliki individu untuk turut serta berpartisipasi dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemampuan yang akan diukur terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam pengelolaan sampah. Tingkat kemampuan responden dalam pengelolaan sampah dapat dilihat dalam tabel berikut:
66
Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemampuan dalam Pengelolaan Sampah
Tingkat Kemampuan
Jumlah N
%
Tinggi ( X ≥ 16 )
32
64,00
Rendah ( X < 16 )
18
36,00
50
100,00
Jumlah
Mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang tergolong tinggi dalam hal pengelolaan sampah, yaitu sebanyak 64 persen responden. Sedangkan 36 persen lainnya memiliki tingkat kemampuan yang tergolong rendah. Dapat disimpulkan, bahwa mayoritas warga telah mempunyai pengetahuan mengenai program dan pengelolaan sampah, keterampilan dan pengalaman dalam pengelolaan sampah.
6.4.3. Tingkat kesempatan Kesempatan merupakan faktor luar yang berasal dari lingkungan yang dapat mendorong individu untuk ikut berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah. Kesempatan dilihat dari manajemen dalam program pengelolaan sampah. Tingkat kesempatan yang diberikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesempatan untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah
Tingkat Kesempatan
Jumlah N
%
Tinggi ( X ≥ 13 )
32
64,00
Rendah ( X < 13 )
18
36,00
50
100,00
Jumlah
Dari tabel 33 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menganggap tingkat kesempatan yang diberikan untuk turut berpartisipasi dalam program
67
tergolong tinggi. Sehingga dapat disimpulkan menurut responden, manajemen program pengelolaan sampah telah baik dan ruang yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi cukup luas.
68
BAB VII HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI DENGAN TINGKAT PARTISIPASI
Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang untuk berperan serta secara aktif dalam suatu kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan, serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat. Partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan didorong oleh beberapa faktor, yaitu kemauan, kemampuan, dan kesempatan. Tingkat pasrtisipasi responden dalam program pengelolaan sampah di RW 4 Desa Gunung Sari dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 34. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah
Tingkat Partisipasi
Jumlah N
%
Tinggi ( X ≥ 9 )
35
70,00
Rendah ( X < 9 )
15
30,00
50
100,00
Jumlah
Lingkungan merupakan suatu hal yang dianggap penting oleh sebagian besar responden dan menurut mereka dengan menjaga lingkungan walau dengan hal-hal kecil akan membantu terciptanya lingkungan yang lebih bersih, sehat dan indah. Hal tersebut juga mempengaruhi keterlibatan responden dalam program. Tingkat partisipasi responden dalam program pengelolaan sampah cukup tinggi. Tingkat partisipasi dilihat dari jumlah skor bentuk partisipasi yang digunakan responden dalam program pengelolaan sampah. Sebagian besar responden (70 persen) terlibat dalam program pengelolaan sampah yang mayoritas terlibat dalam pemilahan sampah organik dan non-organik dan pembuatan produk daur ulang atau kerajinan. Seluruh responden dalam penelitian ini adalah perempuan, karena memang program ini lebih ke arah ranah perempuan atau ibu rumah tangga.
69
7.1.
Faktor Kemauan dengan Tingkat Partisipasi
7.1.1. Hubungan antara Sikap dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Berikut adalah hipotesis penelitian ini: Ho
= Tidak ada perbedaan antara responden yang bersikap positif dan responden yang bersikap negatif dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin positif sikap masyarakat terhadap lingkungan dan program maka
semakin
tinggi
tingkat
partisipasi
masyarakat
dalam
implementasi program pengelolaan sampah. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed) hitung sebesar 0.000 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi, semakin positif sikap masyarakat terhadap lingkungan dan program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah.
Tabel 35. Hubungan antara Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah Partisipasi Sikap
Tinggi
Rendah
%
%
Positif
90,00
10,00
100,00
Negatif
43,00
57,00
100,00
Ket: α = 0.000
Total
rs = 0.504
Berdasarkan tabel 35, reponden yang memiliki sikap positif tentang lingkungan dan program pengelolaan sampah maka tingkat partisipasi dalam program tinggi. Semakin positif sikap seseorang terhadap sesuatu maka hal tersebut akan mempengaruhi perilakunya. Namun terdapat 10 persen responden yang memiliki sikap positif namun memiliki tingkat partisipasi yang rendah, hal
70
tersebut dikarenakan waktu luang yang dimiliki responden terbatas, sehingga tidak memiliki waktu untuk berpartisipasi dalam program. Responden yang memiliki sikap negatif terhadap lingkungan dan program sebanyak 57 persen memiliki partisipasi yang rendah dalam program pengelolaan sampah. Jumlah tersebut tidak terlalu jauh dengan responden yang memiliki sikap negatif terhadap lingkungan dan program, sebanyak 43 persen responden dengan sikap negatif memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan responden mengikuti program karena dorongan yang kuat dari aparat atau tetangga, selain itu juga karena melihat secara langsung program dan tertarik untuk berpartisipasi.
7.1.2. Hubungan antara Motivasi dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Berikut hipotesis dalam penelitian ini: Ho
= Tidak ada perbedaan antara responden dengan motivasi kuat dan responden dengan motivasi lemah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin kuat motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam program maka
semakin
tinggi
tingkat
partisipasi
masyarakat
dalam
implementasi program pengelolaan sampah. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed) hitung sebesar 0.001 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi, semakin kuat motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
71
Tabel 36. Hubungan antara Motivasi Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah Partisipasi Motivasi
Tinggi
Rendah
%
%
Positif
83,00
17,00
100,00
Negatif
40,00
60,00
100,00
Ket: α = 0.001
Total
rs = 0.429
Tabel 36 menunjukan, mayoritas responden memiliki motivasi yang kuat untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah dan hal tersebut berbanding lurus dengan tingkat partisipasinya. Sebanyak 83 persen responden dengan motivasi yang kuat untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Namun terdapat 17 persen responden dengan motivasi yang kuat tetapi memiliki tingkat partisipasi rendah. Hal ini disebabkan oleh rangkaian program yang dianggap tidak praktis oleh responden. Pada awalnya responden memiliki motivasi yang kuat namun setelah berjalannya program mereka tidak merasakan adanya perubahan dan merasa repot untuk melakukan pemilahan sampah atau pembuatan kerajinan dari sampah plastik. Responden dengan motivasi lemah cenderung memiliki tingkat partisipasi yang rendah (sebanyak 60 persen responden). Namun ada juga responden yang memiliki motivasi rendah tetapi tingkat partisipasi dalam program tinggi (40 persen responden). Hal tersebut dikarenakan setelah berjalannya program responden tertarik untuk terlibat melakukan kegiatan pengelolaan sampah.
7.2.
Faktor Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi
7.2.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Berikut hipotesis penelitian ini:
72
Ho
= Tidak ada perbedaan antara responden dengan pengetahuan tinggi dan responden dengan pengetahuan rendah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin tinggi pengetahuan
yang dimiliki masyarakat dalam
pengelolaan sampah dan mengenai program pengelolaan sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed) hitung sebesar 0.000 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi, semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam pengelolaan sampah dan mengenai program pengelolaan sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Tabel 37. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Responden dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Partisipasi Pengetahuan
Tinggi
Rendah
%
%
Tinggi
88,00
22,00
100,00
Rendah
35,00
65,00
100,00
Ket: α = 0.000
Total
rs = 0.544
Sebanyak 88 persen responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dan berbanding lurus dengan tingkat partisipasinya yang juga tinggi. Jadi, jika pengetahuan responden terhadap program pengelolaan sampah dan proses pengelolaan sampah tinggi maka tingkat partisipasi dalam program tinggi. Hal tersebut karena responden yang telah memiliki pengetahuan merasa mampu untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam program pengelolaan sampah. Begitupula sebanyak 65 persen responden dengan tingkat pengetahuan rendah cenderung memiliki tingkat partisipasi yang rendah. Responden dengan tingkat pengetahuan rendah cenderung tidak terlibat dalam program, karena dari
73
awal mereka cenderung tidak tertarik dengan program sehingga tidak berusaha mencari informasi mengenai program atau pun terlibat dalam program.
7.2.2. Hubungan antara Tingkat Keterampilan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Berikut hipotesis penelitian ini: Ho
= Tidak ada perbedaan antara responden dengan keterampilan tinggi dan responden dengan keterampilan rendah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin tinggi keterampilan masyarakat dalam mengelola sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.404 > α (0.05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi, tidak ada perbedaan antara responden dengan keterampilan tinggi dan responden dengan keterampilan rendah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
Tabel 38. Hubungan antara Tingkat Keterampilan Responden dengan Tingkat Partisipasi dalam Program pengelolaan Sampah Partisipasi Keterampilan
Tinggi
Rendah
%
%
Tinggi
71,00
29,00
100,00
Rendah
68,00
32,00
100,00
Ket: α = 0.404
Total
rs = 0.035
Berdasarkan tabel 38, tingkat partisipasi yang tinggi tidak hanya dimiliki oleh responden dengan keterampilan tinggi. Sebanyak 68 persen responden dengan keterampilan rendah juga memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Responden yang telah memiliki keterampilan terlibat karena sudah mengetahui
74
cara-cara pemilahan sampah, pemilihan plastik untuk kerajinan dan juga pembuatan kerajinan dari limbah sampah, sedangkan yang belum memiliki keterampilan tertarik karena program ini selain membuat lingkungan menjadi bersih, program ini pula dapat menambah pengetahuan mereka tentang pengolahan sampah dan menjadi ajang bersosialisasi atau kumpul-kumpul bersama ibu-ibu di RW 4. Sebanyak 29 persen responden memiliki keterampilan yang tinggi namun tingkat partisipasi dalam program rendah. Hal ini dikarenakan ketersediaan waktu yang dimiliki responden terbatas, sehingga tidak memungkinkan terlibat secara lebih dalam pada program pengelolaan sampah.
7.2.3. Hubungan antara Tingkat Pengalaman dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ho
= Tidak ada perbedaan antara responden dengan pengalaman tinggi dan responden dengan pengalaman rendah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin tinggi pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.404 > α (0.05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi, tidak ada perbedaan antara responden dengan pengalaman tinggi dan responden dengan pengalaman rendah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
75
Tabel 39.
Hubungan antara Tingkat Pengalaman Responden dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Partisipasi
Pengalaman
Tinggi
Rendah
%
%
Tinggi
71,00
29,00
100,00
Rendah
68,00
32,00
100,00
Ket: α = 0.404
Total
rs = 0.035
Berdasarkan tabel 39, 71 persen responden yang memiliki pengalaman dalam proses pengelolaan sampah memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Namun ternyata tidak hanya responden dengan pengalaman yang tinggi saja yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, namun responden dengan pengalaman yang sedikit pun (68 persen) memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan keterlibatan responden dalam program ini tidak hanya berdasarkan pengalaman saja, tapi juga disebabkan oleh dorongan dari pihak lain dan juga dari pengetahuan mengenai manfaat program pengelolaan sampah.
7.3.
Faktor Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi
7.3.1. Hubungan Manajemen Program dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ho
= Tidak ada perbedaan antara responden dengan anggapan manajemen program baik dan responden dengan anggapan manajemen program buruk dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin baik manajemen program yang memberikan ruang kepada masyarakat untuk terlibat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.353 > α (0.05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi, tidak ada perbedaan antara responden dengan anggapan manajemen program baik dan
76
responden dengan anggapan manajemen program buruk dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
Tabel 40. Hubungan antara Manajemen Program dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Partisipasi Manajemen Program
Tinggi
Rendah
%
%
Baik
72,00
28,00
100,00
Buruk
67,00
33,00
100,00
Ket: α = 0.353
Total
rs = 0.055
Berdasarkan tabel 40, tingkat partisipasi yang tinggi tidak hanya dimiliki oleh responden yang menganggap manajemen program pengelolaan sampah telah baik atau memberikan ruang seluas-luasnya pada warga untuk terlibat dan mengambil keputusan dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari perencanaan sampai evaluasi, tetapi juga oleh responden yang menganggap manajemen program pengelolaan sampah masih buruk atau ruang yang diberikan kepada warga untuk terlibat dan mengambil keputusan dalam setiap tahapan pelaksanaan sempit. Sebanyak 72 persen responden dengan anggapan mengenai manajemen program yang baik dan sebanyak 67 persen responden dengan anggapan mengenai manajemen program yang masih buruk memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Hal tersebut memang dikarenakan sebagian besar responden hanya terlibat dalam pelaksanaan program. Kegiatan perencanaan dan evaluasi biasanya hanya melibatkan perwakilan dari warga. Responden pun tidak merasa keberatan dengan keadaan tersebut karena merasa sudah terwakilkan.
77
7.4.
Ikhtisar
7.4.1. Hubungan antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho
= Tidak ada perbedaan antara responden dengan tingkat kemauan tinggi dan responden dengan tingkat kemauan rendah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin tinggi tingkat kemauan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.000 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi, semakin tinggi tingkat kemauan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Tabel 41. Hubungan Antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Partisipasi Kemauan
Tinggi
Rendah
%
%
Tinggi
83,00
17,00
100,00
Rendah
40,00
60,00
100,00
Ket: α = 0.000
Total
rs = 0.563
Berdasarkan tabel 41, tingkat kemauan dengan tingkat partisipasi berbanding lurus. Artinya, responden dengan tingkat kemauan tinggi cenderung memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam program pengelolaan sampah dibandingkan dengan responden dengan tingkat kemauan rendah. Begitupula dengan responden yang memiliki tingkat kemauan rendah cenderung tingkat partisipasinya dalam program rendah. Setiap variabel dalam tingkat kemauan yaitu sikap repsonden terhadap lingkungan dan program pengelolaan sampah dan
78
motivasi responden untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi.
7.4.2. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho
= Tidak ada perbedaan antara responden dengan tingkat kemampuan tinggi dan responden dengan tingkat kemampuan rendah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.049 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi, semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Tabel 42. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Partisipasi Kemampuan Tinggi Rendah Ket: α = 0.049
Tinggi
Rendah
Total
%
%
78,00
22,00
100,00
56,00
44,00
100,00
rs = 0.236
Berdasarkan tabel 42, responden yang memiliki tingkat kemampuan tinggi cenderung tingkat partisipasinya tinggi. Namun, hampir setengah responden dengan tingkat kemampuan rendah juga cenderung memiliki tingkat tingkat partisipasi yang tinggi. Variabel dari faktor kemampuan yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi adalah pengetahuan dalam pengelolaan sampah,
79
sedangkan keterampilan dan pengalaman responden dalam mengelola sampah tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Secara keseluruhan tingkat kemampuan memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi.
7.4.3. Hubungan Antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho
= Tidak ada perbedaan antara tingkat kesempatan tinggi dan tingkat kesempatan rendah yang dimiliki warga dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin tinggi kesempatan yang dimiliki masyarakat untuk terlibat dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.353 > α (0.05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi, tidak ada perbedaan antara tingkat kesempatan tinggi dan tingkat kesempatan rendah yang dimiliki warga dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
Tabel 43. Hubungan antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Partisipasi Kesempatan Tinggi Rendah Ket: α = 0.353
Tinggi
Rendah
Total
%
%
72,00
28,00
100,00
67,00
33,00
100,00
rs = 0.055
Berdasarkan tabel 43, responden yang menganggap tingkat kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk terlibat dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan tinggi cenderung memiliki tingkat partisipasi tinggi. Namun, hal yang sama terjadi pada responden yang menganggap kesempatan yang
80
diberikan rendah, responden dengan anggapan tingkat kesempatan dalam program rendah tetap memiliki tingkat partisipasi tinggi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan tingkat kesempatan tidak selalu berbanding lurus atau memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi.
81
BAB VIII TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 8.1.
Tingkat Partisipasi dalam Program Menurut Cohen dan Uphoff yang dikutip Manoppo (2009) partisipasi
adalah adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui sumbangan sumberdaya atau bekerja sama dalam suatu organisasi, keterlibatan masyarakat menikmati hasil dari pembangunan serta dalam evaluasi pelaksanaan program. Tingkat partisipasi dalam program pengelolaan sampah adalah keterlibatan warga dalam program pengelolaan sampah. Hal tersebut ditunjukan dengan keterlibatan warga dalam setiap tahapan program. Data sebelumnya telah menyebutkan bahwa keterlibatan responden dalam program adalah sebanyak 70 persen responden memiliki tingkat partisipasi tinggi sedangkan 30 persen lainnya memiliki tingkat partisipasi rendah. Secara lebih lanjut tingkat partisipasi warga akan dianalisis berdasarkan Teori Arstein yang membagi partisipasi menjadi delapan tingkatan, yaitu manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, penenangan, kerjasama, pendelegasian wewenang, dan pengawasan oleh komunitas yang dilihat dari setiap tahapan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan menikmati hasil.
8.1.1. Perencanaan Program pengelolaan sampah merupakan salah satu program Sustainable Development dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Dalam setiap programnya PT Indocement selalu melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan kegiatannya. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap perencanaan adalah perusahaan, aparat desa, dan warga RW 4 Desa Gunung Sari. Perusahaan sebagai pemberi inisiatif atas program, sebagai pemberi bantuan dan membantu dalam pembuatan susunan kepengurusan. Aparat desa sebagai pemberi dukungan atas
82
program serta perijinan dan sebagai penyambung informasi untuk warga secara luas. Warga RW 4 sebagai calon penerima program, tidak semua warga dilibatkan dalam proses perencanaan, hanya perwakilan warga saja yang dilibatkan dalam proses ini. Menurut teori tangga partisipasi Arstein, proses keterlibatan warga dalam perencanaan program dapat dilihat pada gambar berikut: Perencanaan 25 20 15 10 Perencanaan
5 0
Gambar 5 Tingkat Partisipasi Responden dalam Perencanaan Program Pengelolaan Sampah Berdasarkan gambar di atas, responden banyak yang tidak tahu perihal perencanaan program pengelolaan sampah. Mereka tahu adanya program pengelolaan sampah setelah pelaksanaan program. Sementara itu sebanyak 17 responden
merasa
proses
perencanaan
sudah
sampai
tahap
kerjasama
(partnership), dimana ada perwakilan warga yang telah dilibatkan dalam proses perencanaan dan dalam proses tersebut terjadi perundingan untuk pengambilan keputusan. Kebanyakan warga tidak keberatan dengan sistem perwakilan, menurut mereka hal tersebut telah mewakili aspirasi warga kebanyakan. 8.1.2. Pelaksanaan Dalam proses pelaksanaan, pihak-pihak yang terlibat adalah pihak perusahaan, pengurus Unit Pelayanan Kebersihan (UPK) dan warga RW 4 Desa Gunung Sari. Peran perusahaan dalam proses pelaksanaan adalah memfasilitasi warga dalam memberikan informasi dan keterampilan tentang cara memilah
83
sampah dan membuat produk kerajinan dari sampah plastik dengan mengadakan kunjungan ke Mampang, Jakarta Selatan dengan perwakilan 5 orang per RT. Selain itu, perusahaan juga memberikan bantuan operasional seperti tong pembuangan sampah organik dan non-organik. Pengurus UPK memiliki peran sebagai pengolah sampah yang sudah tidak bisa dimanfaatkan sebagai produk daur ulang kerajinan untuk dijadikan Sorted Municipal Waste dan pupuk kompos. Sebelum proses tersebut, secara rutin pekerja UPK mengangkut sampah yang telah dipisahkan oleh warga di tong sampah yang telah disediakan ke UPK untuk diolah secara lebih lanjut. Setelah proses tersebut, sampah diolah dengan menggunakan mesin operasional pengelolaan sampah. Sampah masuk melalui bucket, tahap selanjutnya sampah dipindahkan melalui conveyor hingga masuk pada mesin crusher, dari mesin crusher sampah lalu masuk ke rotary screen. Dari rotary screen, SMW sudah dapat dikemas dan sampah organik yang telah tercacah akan difermentasi untuk dijadikan pupuk kompos. Warga RW 4 sebagai penerima program, melakukan pemilahan sampah organik dan non-organik. Pemilahan sampah non-organik dibagi kedalam dua kegiatan, yaitu pemilahan sampah yang tidak dapat dibuat produk kerajinan dan pemilahan sampah yang dapat dibuat produk kerajinan. Menurut teori tangga partisipasi Arstein, proses keterlibatan warga dalam pelaksanaan program dapat dilihat pada gambar berikut: Pelaksanaan 30 25 20 15 10 5 0
Pelaksanaan
Gambar 6 Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program Pengelolaan Sampah
84
Dari gambar 7 dapat dilihat tingkat partisipasi responden dalam proses pelaksanaan berada pada tahapan delegated power. Dalam proses pelaksanaan di lingkup RW 4, warga telah diberikan kewenangan dalam mengatur kegiatan program pengelolaan sampah sendiri. Dalam proses pelaksanaan mayoritas responden merasa diberikan keleluasaan dalam mengatur proses pelaksanaan. Untuk mempermudah pelaksanaan program, dibentuk suatu kelembagaan pembuatan kerajinan dari sampah plastik, yaitu kelompok “Pelita Indogreen” yang terdiri dari ibu-ibu di RW 4. Dalam kelompok tersebut terdapat pembagian kerja yang dibagi berdasarkan RT. Namun di setiap RT juga melakukan pembuatan produk kerajinan. Tahapan pelaksanaan program pengelolaan sampah di lingkup RW 4 adalah, disetiap rumah tangga disediakan dua jenis tempat sampah plastik, yang pertama untuk sampah non-organik yang bisa dijadikan produk kerajinan dan yang kedua untuk sampah non-organik yang tidak bisa dibuat produk kerajinan tetapi memiliki nilai jual. Sedangkan untuk sampah organik dan non-organik yang tidak dapat diolah menjadi produk kerajinan dan tidak memiliki nilai jual disimpan di tong sampah yang telah disediakan untuk diambil oleh pekerja UPK dan selanjutnya akan diolah di UPK. Sampah yang telah dikumpulkan di tiap rumah tangga akan diambil oleh salah satu warga ke bank sampah. Tahap selanjutnya adalah sampah non-organik yang bernilai jual akan dijual dan hasil penjualan akan dimasukan ke kas RT, sedangkan sampah non-organik yang bisa dibuat produk kerajinan akan dibuat kerajinan sesuai dengan yang diinginkan. Namun, dalam beberapa bulan terakhir ini kegiatan pengolahan sampah semakin jarang dilakukan. Hal tersebut dikarenakan tong pembuangan banyak yang rusak sehingga sampah yang seharusnya dipisahkan menjadi disatukan, seperti yang diungkapkan oleh Ibu ER, 39 Tahun:
“Sekarang tong sampahnya banyak yang rusak, pada keropos dan jebol bawahnya. Jadi ya buang sampahnya disatuin lagi, ga ada tempat lain” Selain itu, pengangkutan sampah dari RW 4 ke UPK sekarang menggunakan mobil sehingga dalam proses pengangkutan sampah yang telah
85
dipisahkan kembali disatukan, warga pun merasa sia-sia melakukan pemilahan sampah. Begitupula dengan kegiatan pembuatan produk kerajinan, karena kesibukan dan ada kegiatan lain, kegiatan pembuatan produk kerajinan menjadi vakum untuk beberapa waktu. 8.1.3. Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan pemantauan selama program pengelolaan sampah berlangsung. Proses evaluasi program pengelolaan sampah biasa dilakukan secara secara internal dan bersama. Evaluasi internal yang dilakukan adalah evaluasi oleh pihak perusahaan saja sebanyak satu bulan satu kali dan dilakukan secara formal. Selain itu, evaluasi bersama yang dilakukan antara pihak perusahaan dan pengelola UPK yang dilakukan tiap bulan. Evaluasi bersama juga sering dilakukan bersama aparat desa sewaktu awal-awal program dilaksanakan, dan untuk saat ini evaluasi bersama aparat desa sudah sangat jarang sekali dilakukan. Proses evaluasi yang dilakukan hanyalah dengan pihak pengelola UPK. Evaluasi bersama mengenai kegiatan pengelolaan sampah di lingkup RW belum pernah dilakukan secara formal dengan pihak perusahaan, evaluasi dilakukan secara informal melalui pemantauan perusahaan di lingkungan RW atau evaluasi informal antara pengurus RW/RT dan warga pada rapat tertentu. Menurut teori tangga partisipasi Arstein, proses keterlibatan warga dalam kegiatan evaluasi program pengelolaan sampah adalah sebagai berikut: Evaluasi 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Evaluasi
Gambar 7 Tingkat Partisipasi Responden dalam kegiatan Evaluasi Program Pengelolaan Sampah
86
Dari gambar 8 dapat diketahui bahwa keterlibatan warga dalam kegiatan evaluasi masih pada tahap manipulation, hal tersebut dikarenakan memang sebagian besar responden tidak mengetahui adanya evaluasi program. Sehingga responden tidak tahu sampai sejauh mana keterlibatan warga dalam proses evaluasi, karena memang evaluasi yang dilakukan tidak melibatkan warga dan proses evaluasi yang dilakukan oleh perusahaan hanya terkonsentrasi pada program di bagian UPK tidak di lingkup warga RW 4. 8.1.4. Menikmati Hasil Menikmati hasil merupakan tahapan partisipasi dimana setiap pihak yang terlibat dapat merasakan manfaat dari dilaksanakannya program. Semakin besar manfaat yang dirasakan dari program, maka program tersebut telah berhasil mengenai sasaran atau tepat sasaran. Pihak-pihak yang merasakan manfaat dari program pengelolaan sampah adalah pihak perusahaan, pengelola UPK dan warga RW 4 Desa Gunung Sari. Perusahaan mendapatkan manfaat dari program ini yaitu terciptanya bahan bakar alternatif untuk proses pembakaran di perusahaan dan juga kompos untuk proyek tanaman jarak pagar, selain itu tujuan perusahaan untuk memberdayakan masyarakat juga tercapai karena telah terjadi perubahan dalam masyarakat setelah adanya program pengelolaan sampah. Pengelola UPK mendapatkan manfaat dari program ini yaitu tersedianya lapangan pekerjaan. Warga RW 4 merasakan manfaat dari program pengelolaan sampah. Tingkat keterlibatan responden dalam menikmati hasil dari program pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:
87
Menikmati Hasil 30
25 20 15 10 Menikmati Hasil
5 0
Gambar 8 Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Menikmati Hasil Program Pengelolaan Sampah Sebagian besar responden berpendapat bahwa manfaat dan hasil yang diterima dirasakan oleh setiap warga dan juga oleh pihak perusahaan. Perusahaan juga tidak membatasi atau mengatur kegiatan pemanfaatan hasil tersebut. Seperti contoh hasil penjualan produk kerajinan tidak diminta oleh perusahaan, tetapi memberikan kekuasaan kepada masing-masing RT untuk mengelolanya. Manfaat lain yang dirasakan adalah manfaat sosial dan juga manfaat lingkungan. Manfaat sosial yang dirasakan oleh responden adalah dengan adanya program ini dapat menjadi ajang bersosialisasi dengan tetangga, program ini juga telah mampu menambah pengetahuan mengenai sampah organik dan non-organik dan cara pengelolaan sampah sehingga dapat menjadi produk bernilai jual seperti produk kerajinan. Manfaat lingkungan yang dirasakan oleh responden adalah setelah adanya program pengelolaan sampah, lingkungan sekitar menjadi lebih bersih, sampah yang ada terkelola dengan baik dan hal tersebut juga telah membantu membuat lingkungan menajdi indah. Manfaat yang dirasakan oleh warga merupakan sasaran-sasaran dari dilaksanakannya program. Sehingga dapat dibilang program telah berhasil mencapai tujuannya.
88
8.2.
Ikhtisar Arstein menggambarkan partisipasi masyarakat adalah suatu pola
bertingkat (ladder patern). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan gradasi kekuasaan yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Secara keseluruhan, dalam Program Pengelolaan Sampah di RW 4 Desa Gunung Sari, tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat pada gambar berikut:
0% 8. Citizen Control 10% 7. Delegate Power 10% 6. Partership
Citizen Control = 20%
32% 5. Placation 34% 4. Consultation
Tokenism = 80%
14% 3. Information 0% 2. Theraphy 0% 1. Manipulatif
Non-participation = 0%
Gambar 9 Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah di RW 4 Desa Gunung Sari Tingkat partisipasi warga dalam Program Pengelolaan Sampah berada pada tingkat consultaion-placation atau kedua tingkat tersebut merupakan partisipasi yang bersifat tokenisme. Tokenisme adalah derajat partisipasi dimana warga diminta konsultasinya atau diberi informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi keputusan tesebut. Pada program pengelolaan sampah, warga dilibatkan aktif pada program, namun tidak pada setiap tahapan kegiatan. Warga hanya diberi keleluasaan wewenang pada kegiatan pelaksanaan. Warga hanya sebatas menjalani program, namun mayoritas dari mereka tidak tahu mengenai kegiatan lain seperti perencanaan atau evaluasi, padahal tahapan kegiatan tersebut merupakan tahapan
89
yang penting dalam suatu program. Pada tahap perencanaan perusahaan, aparat desa, dan perwakilan warga melakukan rapat. Perusahaan mengkomunikasikan dan memberikan informasi mengenai program. Dalam prosesnya diperkenankan untuk mengampaikan saran dan juga kritik. Namun keputusan utama mengenai program ada di tangan perusahaan. Pada tahap pelaksanaan perusahaan, warga,pekerja UPK dan juga aparat desa terlibat dalam program. Perusahaan memberikan kekuasaan kepada warga untuk melakukan program secara mandiri. Pada tahap evaluasi hanya perusahaan dan pekerja UPK yang terlibat dan perusahaan memiliki kekuasaan yang paling besar. Hasil dari program dirasakan oleh setiap pihak, perusahaan juga memberikan kewenangan kepada warga untuk mengelola sendiri kerajinan dari hasil pengelolaan sampah plastik rumah tangga.
90
BAB IX HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH
9.1.
Keberhasilan Program Suatu program dapat dikatakan berhasil jika tujuan dari program tersebut
tercapai. Tingkat keberhasilan program pengelolaan sampah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
44. Jumlah dan Persentase Responden di RW 4 Desa Gunung Sari mengenai Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah
Keberhasilan
Jumlah N
%
Tinggi ( X ≥ 8)
33
66,00
Rendah ( X < 8)
17
34,00
50
100,00
Jumlah
Dari tabel 44 dapat dilihat, sebagian besar responden (66 persen) menganggap program pengelolaan sampah telah berhasil dilakukan. Program pengelolaan sampah sudah memberikan manfaat sosial dan juga manfaat lingkungan. Manfaat sosial yang dirasakan adalah dengan adanya program ini, hubungan antar warga menjadi semakin dekat, karena dapat menjadi ajang bersosialisasi bagi warga di RW 4 Desa Gunung Sari, seperti yang diungkapkan oleh Ibu H, 30 Tahun:
“Kalau lagi buat kerajinan gitu kan kita bareng-bareng sama tetangga-tetangga, seneng sih kumpul-kumpul sambil gossip, jadi makin akrab, tapi menghasilkan juga” Selain itu, program pengelolaan juga menambah pengetahuan dan keterampilan para Ibu-ibu mengenai pembuatan produk kerajinan. Manfaat
91
lingkungan yang dirasakan adalah lingkungan menjadi semakin bersih dan juga indah. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu E, 44 Tahun: “Setelah ada program lingkungan jadi lebih bersih, sampah yang di tong rutin diambil, jadi ga numpuk, selain itu kan Indocement juga ngasih bantuan pohon-pohon. Lingkungan jadi hijau ”
9.2.
Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah Keberhasilan program ditentukan oleh tingkat partisipasi warga dalam
program pengelolaan sampah. Berikut adalah hipotesis dalam penelitian ini: Ho
= Tidak ada perbedaan antara tingkat partisipasi tinggi dan tingkat partisipasi rendah dalam menentukan keberhasilan program pengelolaan sampah.
H1
= Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah maka semakin menentukan keberhasilan program pengelolaan sampah Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.005 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi, semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan
sampah,
maka
semakin
menentukan
keberhasilan
program
pengelolaan sampah.
Tabel 45. Hubungan antara Tingkat Partisipasi Responden dengan Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah Keberhasilan Partisipasi
Tinggi
Rendah
%
%
Tinggi
77,00
23,00
100,00
Rendah
40,00
60,00
100,00
Ket :
α = 0.005
rs = 0.359
Total
92
Dari tabel 45 dapat dilihat semakin tingkat tingkat partisipasi, maka keberhasilan program pengelolaan sampah juga semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan tingkat partisipasi menunjukan dukungan warga pada program. Jika dukungan warga terhadap program kuat, maka sangat mudah untuk menarik partisipasinya sehingga tujuan dari dilaksanakannya program akan tercapai. Manfaat yang paling dirasakan oleh warga setelah dilaksanakannya program ini adalah bertambahnya pengetahuan dalam pengelolaan sampah. Sebelum ada program warga memang tahu bahwa sampah bisa dimanfaatkan, tapi mereka tidak mempunyai keterampilan untuk mengelolanya. Setelah ada program ini. Warga menjadi mampu mengelola sampah rumah tangga. Manfaat selanjutnya yang dirasakan oleh warga adalah program ini dapat menjadi ajang bersosialisasi bersama warga lain di lingkungan RW 4. Manfaat selanjutnya yang dirasa setelah ada program pengelolaan sampah adalah lingkungan menjadi lebih bersih karena sampah bisa terkelola dengan baik. Sebelum ada program banyak warga yang membakar sampah, namun sekarang pembuangan sampah menjadi lebih teratur sehingga program ini juga membantu membuat lingkungan menjadi lebih indah.
9.3.
Ikhtisar Keberhasilan program pengelolaan sampah cukup tinggi. Manfaat yang
dirasakan oleh warga secara berturut-turut adalah bertambahnya pengetahuan dalam pengelolaan sampah, sebagai ajang bersosialisasi, membuat lingkungan menjadi bersih dan indah. Tingkat partisipasi memiliki hubungan dengan keberhasilan program. Semakin tinggi tingkat partisipasi maka akan semakin menentukan keberhasilan program.
93
BAB X PENUTUP
10.1.
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Warga di lingkungan RW 4 Desa Gunung Sari sebagian besar hanya terlibat dalam proses pelaksanaan dan menikmati hasil. Partisipasi warga dalam program pengelolaan sampah berada pada tahap tokenisme dalam tangga partisipasi Arstein dimana warga diminta konsultasinya atau diberi informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi keputusan tesebut. Hal tersebut dikarenakan warga memang tidak dilibatkan dalam proses perencanaan program, hanya perwakilan dari warga saja yang dilibatkan. 2. Tingkat partisipasi dalam program pengelolaan sampah ditentukan oleh kemauan, kemampuan dan kesempatan yang dibagi ke dalam enam indikator, yaitu (1) sikap terhadap lingkungan dan program, (2) motivasi untuk terlibat dalam program, (3) tingkat pengetahuan dalam pengelolaan sampah, (4) tingkat keterampilan dalam pengelolaan sampah sebelum adanya
program, (5) tingkat pengalaman dalam pengelolaan sampah
sebelum adanya program, dan (6) manajemen program pengelolaan sampah. Sikap terhadap lingkungan dan program, motivasi untuk terlibat dalam program dan tingkat pengetahuan dalam pengelolaan sampah memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Sedangkan keterampilan dalam
mengelola sampah, pengalaman dalam mengelola sampah dan
manajemen program pengelolaan sampah tidak memiliki hubungan signifikan dengan tingkat partisipasi. Secara kesimpulan, terdapat dua faktor yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi, yaitu tingkat kemauan dan tingkat kemampuan. Sedangkan tingkat kesempatan tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek psikologis lebih menentukan tingkat partisipasinya dalam program pengelolaan
94
sampah. Sikap yang positif dan motivasi yang kuat akan menimbulkan keinginan warga untuk berpartisipasi, begitu pula dengan tingkat pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap keterlibatan warga dalam program pengolahan sampah. Tingkat kesempatan tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi, hal tersebut dikarenakan sebagian besar warga terlibat dalam pelaksanaan program dan menikmati hasil, namun dalam perencanaan program hanya perwakilan dari warga saja yang dilibatkan, namun hal tersebut tidak menjadi keberatan bagi warga, mereka sudah merasa terwakili dengan beberapa perwakilan warga dalam proses perencanaan. Sementara dalam proses evaluasi, warga RW 4 tidak dilibatkan dalam proses evaluasi formal bersama perusahaan. Evaluasi hanya pernah dilakukan antara pengurus RT/RW dan warga pada rapat tertentu. 3. Keberhasilan program pengelolaan sampah tinggi, artinya tujuan dari program berhasil dilaksanakan. Program pengelolaan sampah telah memberikan manfaat dan juga manfaat lingkungan bagi warga RW 4 Desa Gunung Sari pada khususnya. 4. Tingkat partisipasi memiliki hubungan dengan keberhasilan program. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah maka semakin menentukan keberhasilan program pengelolaan sampah. Manfaat yang paling dirasakan warga adalah bertambahnya pengetahuan dalam pengelolaan sampah, sebagai ajang bersosialisasi, menjadikan lingkungan bersih dan indah.
10.2.
Saran Saran yang dihasilkan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk lebih meningkatkan partisipasi warga, diperlukan suatu strategi demi meningkatkan faktor-faktor pendorong partisipasi seperti tingkat kemauan dan tingkat kemampuan. Hal tersebut karena yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi hanya faktor kemauan dan faktor kemampuan. Diperlukan suatu strategi pemberdayaan untuk meningkatkan kesadaran warga akan
lingkungan,dan sosialisasi mengenai manfaat
95
dilaksanakannya program, dengan demikian tingkat kemauan warga akan meningkat. Diperlukan juga upaya untuk meningkatan pengetahuan dan melatih keterampilan warga dalam pengelolaan sampah, dengan demikian tingkat kemampuan warga meningkat. 2. Diperlukan kesaling-pengertian antara pihak yang terlibat dalam program guna tercipta sinergitas antara pihak yang terlibat dan juga dalam program, sehingga tidak ada saling menyalahkan dan saling melemparkan kewajiban antar pihak yang terlibat dalam program. 3. Diperlukan peningkatan tanggung jawab dari masing-masing pihak yang terlibat. 4.
Perlu dilakukan evaluasi rutin bersama dengan semua pihak, yaitu perusahaan, pengelola UPK, dan juga warga RW 4 Desa Gunung Sari. Hal tersebut dilakukan agar setiap pihak mampu menilai kekurangan dan kelebihannya masing-masing, mengungkapkan apa yang diketahuinya, manfaat, dan juga hambatan yang dirasa demi keberlanjutan dan peningkatan program pengelolaan sampah.
96
DAFTAR PUSTAKA
Ambadar J. 2008. CSR Dalam Praktik Di Indonesia, Wujud Kepedulian Dunia Usaha. Jakarta [ID] : PT Elex Media Komputindo. Astuti YP. 2011. Partisipasi Peserta dalam Program Pengelolaan Sampah Organik di Komunitas Kumuh Perkotaan Bantaran Sungai Ciliwung [Skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Baron RA, Byrne D. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta[ID] : Penerbit Erlangga. Budimanta A, Prasetijo A, Rudito B. 2004. Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini. Jakarta[ID] : ICSD. Ife J, Tesoriero F. 2006. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta[ID] : Pustaka Pelajar. Komaruddin. 2000. Efektivitas [Internet]. [dikutip 3 Maret 2011]. Dapat diunduh dari:http://dspace.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/1061/bab2d.pdf ?sequence=7 Manoppo CN. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usaha Tani Kakao [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Mulyadi D. 2007. Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) dalam Usaha Pengembangan Masyarakat: Studi Kasus PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Jalan Raya Gatot Subroto Kav. 52 Jakarta [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Nasdian FT. 2006. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat . Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor. Pusparini S. 2010. Persepsi dan Partisipasi Peladang Berpindah dalam Kegiatan Pengembangan Tanaman Kehidupan Model HTI Terpadu di Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Rahman R. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan. Yogyakarta [ID] : Medpress. Ramadyanti M. 2009. Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Unilever Indonesia (Kasus: Program Jakarta Green and Clean (JGC) 2007) [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Saidi Z, Abidin H. 2004. Menjadi Bangsa Pemurah. Jakarta[ID] : Piramedia.
97
Siagian PS. 2001. Pengertian tentang Efektivitas[Internet]. [dikutip 3 Maret 2011]. Dapat diunduh dari: http://othenk.blogspot.com/2008/11/pengertian-tentangefektivitas.html Singarimbun, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta[ID] : LP3ES. Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor[ID] : IPB Press. Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Jakarta[ID] : PT. Refika Aditama Sukada S, dkk. 2007. Membumikan Bisnis Berkelanjutan, Memahami Konsep dan Praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Jakarta[ID]: Indonesia Business Links. Wahyuni ES. 2010. Pedoman Teknik Penulisan Studi Pustaka. Bogor [ID]: Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, FEMA, IPB. Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik [ID]: Fascho Publishing. Wicaksono MA. 2010. Analisis Tingkat Partisipasi Warga dalam tanggung Jawab Sosial Perusahaan. [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
98
LAMPIRAN
99
Lampiran 1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
100
Lampiran 2. Struktur Organisasi UPK
PEMBINA
PELINDUNG
MANAGER OPERASIONA L ADMINISTRASI
OPERATOR
PEMILAH
PENGEPAKAN
Lampiran 3. Dokumentasi Program
Tong sampah organik dan non-organik
Sampah plastik untuk dibuat kerajinan
KEAMANAN
DRIVER
101
Bank sampah
Hasil kerajinan produk daur ulang
102
Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Correlations
Spearman's rho
sikap
partisipasi
sikap
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.504
Sig. (1-tailed)
.
.000
N
50
50 **
Correlation Coefficient
.504
1.000
Sig. (1-tailed)
.000
.
N
50
50
motivasi
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.429
Sig. (1-tailed)
.
.001
N
50
Correlations
Spearman's rho
motivasi
partisipasi
50 **
Correlation Coefficient
.429
1.000
Sig. (1-tailed)
.001
.
N
50
50
pengetahuan
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.544
Sig. (1-tailed)
.
.000
N
50
Correlations
Spearman's rho
pengetahuan
partisipasi
50 **
Correlation Coefficient
.544
Sig. (1-tailed)
.000
1.000 .
N
50
50
Correlations
Spearman's rho
keterampilan
partisipasi
keterampilan
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.035
Sig. (1-tailed)
.
.404
N
50
50
Correlation Coefficient
.035
1.000
Sig. (1-tailed)
.404
.
N
50
50
103
Correlations
Spearman's rho
pengalaman
partisipasi
pengalaman
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.035
Sig. (1-tailed)
.
.404
N
50
50
Correlation Coefficient
.035
1.000
Sig. (1-tailed)
.404
.
N
50
50
Correlations
Spearman's rho
manprogram
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.055
Sig. (1-tailed)
.
.353
N
50
50
Correlation Coefficient
.055
1.000
Sig. (1-tailed)
.353
.
N
50
50
kemauan
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.563
Sig. (1-tailed)
.
.000
N
50
50
Correlation Coefficient
.563
Sig. (1-tailed)
.000
.
N
50
50
manprogram
partisipasi
Correlations
Spearman's rho
kemauan
partisipasi
**
1.000
Correlations
Spearman's rho
kemampuan
partisipasi
kemampuan
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.236
Sig. (1-tailed)
.
.049
N
50
50
Correlation Coefficient
.236
Sig. (1-tailed)
.049
.
N
50
50
*
1.000
104
Correlations
Spearman's rho
pengalaman
partisipasi
pengalaman
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.035
Sig. (1-tailed)
.
.404
N
50
50
Correlation Coefficient
.035
1.000
Sig. (1-tailed)
.404
.
kesempatan
partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.055
Sig. (1-tailed)
.
.353
N
50
50
Correlation Coefficient
.055
1.000
Sig. (1-tailed)
.353
.
N
50
50
Correlations
Spearman's rho
kesempatan
partisipasi
Correlations
Spearman's rho
partisipasi
keberhasilan
partisipasi
keberhasilan
Correlation Coefficient
1.000
.359
Sig. (1-tailed)
.
.005
N
50
50
Correlation Coefficient
.359
Sig. (1-tailed)
.005
.
N
50
50
**
1.000