B
PL
A
PEDOMAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH T HD AR PRO AK VINSI DKI J
KATA PENGANTAR
Masalah persampahan di Provinsi DKI Jakarta sulit di tangani secara tuntas sampai saat ini. Banyak aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga permasalahan sampah ini tampak sebagai suatu mata rantai yang tidak ada penyelesaiannya. Oleh karena itu dibutuhkan koordinasi dan kerjasama yang baik antar pihak-pihak terkait, yaitu pemerintah, sektor swasta, sektor informal persampahan dan tentunya masyarakat. Selama ini sebagian besar beban urusan persampahan ditanggung oleh Pemerintah Kota, di mana pemerintah lebih banyak melayani masyarakat, mulai dari pengangkutan sampah sampai pada penyediaan lahan TPS/TPA. Namun seiring dengan perkembangan kota beserta permasalahannya, sudah selayaknya masyarakat kota juga ikut berperan serta mengelola sampah agar tugas pengelolaan sampah ini dapat ditanggung bersama-sama, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Sejauh ini peran masyarakat dalam pengelolaan sampah masih sangat kecil, di mana tidak sedikit pula masyarakat yang belum mau peduli terhadap urusan sampah di lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu usaha untuk mengaktifkan peran masyarakat, baik dalam memberikan edukasi maupun dalam praktek kegiatan pengelolaan sampah secara langsung. Untuk itulah diperlukan suatu usaha pemberdayaan masyarakat yang diharapkan dapat menjadi wadah untuk menggali potensi masyarakat dalam pengelolaan sampah di perkotaan. Penyusunan Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ini merupakan salah satu usaha untuk 'memancing' inisiatif dan kreativitas tiap individu yang ada di masyarakat atau organisasi-organisasi yang ada di masyarakat supaya terpanggil untuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah sehingga akhirnya muncul pemberdayaan-pemberdayaan yang menghasilkan masyarakat yang peduli dalam melakukan pengelolaan sampah. Akhir kata, Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengambil langkahlangkah yang tepat untuk ikut aktif dalam pengelolaan sampah sehingga pada akhirnya ikut menciptakan kondisi Kota Jakarta yang lebih baik dalam sistem pengelolaan sampahnya. Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
i
ii
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................. DAFTAR TABEL .................................................................................. DAFTAR GAMBAR.............................................................................
i ii iii iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Kondisi Persampahan di DKI Jakarta ......................... 1.2 Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah................... 1.3 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah.... 1.4 Tujuan ..................................................................... 1.5 Ruang Lingkup ........................................................... 1.6 Keluaran......................................................................
1-1 1-1 1-2 1-2 1-3 1-3
BAB 2 LANGKAH-LANGKAH MEMPERSIAPKAN MASYARAKAT DALAM PEMBERDAYAAN 2.1 Persiapan Awal .................................................................2-1 2.2 Rencana Aksi Masyarakat (Community Action Plan).......... 2-1 2.3 Pembentukan Forum Masyarakat ……………………………. 2-3 2.4 Kegiatan Tindak Lanjut .................................................... 2-3
BAB 3 KEGIATAN PENGELOLAAN SAMPAH YANG DAPAT DILAKUKAN MASYARAKAT 3.1 Pemilahan Sampah..................................................... 3.2 Pembuatan Kompos................................................... 3.3 Penggunaan Kembali Sampah Yang Ada (Reuse) ............... 3.4Pembuatan Produk Daur Ulang (Recycle)...................... 3.5 Kerjasama dengan Pemulung .....................................
3-1 3-3 3-4 3-5 3-5
BAB 4 PEMBERDAYAAN YANG BERKELANJUTAN 4.1 Evaluasi .................................................................. 4.2 Monitoring ................................................................
4-1 4-2
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
iii
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan.................................................................... 5.2 Rekomendasi............................................................. REFERENSI ..................................................................................
iv
5-1 5-1 iv
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
.................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Salah satu kegiatan Rencana Aksi Masyarakat dalam pengelolaan sampah yang pernah dilaksanakan di Jakarta Selatan .................................................
4
Salah satu Forum Masyarakat yang dibentuk di Kel. Pengadegan sedang memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai jenis-jenis sampah...................................................................
5
Perlakuan Sampah Oleh Masyarakat & Dampaknya Bagi Lingkungan ...............................................
8
Proses Pengolahan Sampah dengan Prinsip ”Zero Waste”.......................................................
9
Tempah sampah terpilah untuk sampah organik, non organik dan sampah B3 ...............................
11
Contoh tempat sampah non organik yang membedakan antara plastik, kertas, kaleng .............................................................
12
Gambar 3.3
Keranjang Takakura
..........................................
13
Gambar 3.4
Kemasan galon plastik air mineral yang dapat dijual kembali ke produsen untuk dipakai ulang ..............
13
Salah satu hasil daur ulang dari sampah plastik kemasan sabun .................................................
14
Peresmian kerjasama pengelolaan sampah antara warga dan pemulung di salah satu RT di P e n g a d e g a n , J a k a r t a Selatan .............................................................
15
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
v
vi
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
KONDISI PERSAMPAHAN DI DKI JAKARTA Sampah merupakan persoalan yang cukup pelik bagi Kota Jakarta. Bukan saja karena volume sampah yang terus bertambah seiring pertambahan jumlah penduduk, namun terbatasnya lahan Kota Jakarta juga tidak sanggup mengakomodasi timbulan sampah di Tempat Pembuangan Akhir. Pada akhirnya sampah yang menumpuk akan mencemari lingkungan serta mengganggu kesehatan masyarakat. Berbagai usaha telah dilakukan baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah DKI Jakarta, mulai dari pengeluaran sanksi terhadap siapa saja yang membuang sampah sembarangan, pembentukan UU No. 18/2008 sampai kepada berbagai program yang berhubungan dengan sampah, seperti Program Kali Bersih, Program 3R (Reduce-ReuseRecycle), Program Rumah Kompos, dll. Meskipun telah banyak program dan kegiatan yang dicanangkan, namun pengelolaan sampah di DKI Jakarta belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah kurangnya koordinasi antar pihak yang terlibat dalam pengelolaan sampah. Seperti kita ketahui bahwa pengelolaan sampah di Kota Jakarta tidak saja melibatkan Pemerintah DKI Jakarta (Dinas Kebersihan), tetapi juga instansi lain seperti BPLHD (Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah), sektor informal persampahan (pemulung/lapak), sektor swasta dan masyarakat. Sejauh ini, usaha pengelolaan sampah oleh berbagai pihak tampaknya berjalan sendiri-sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi masyarakat Jakarta yang terdiri dari berbagai latar belakang budaya, belum lagi diperparah dengan rendahnya tingkat pendidikan sebagian masyarakat Jakarta yang belum peduli terhadap permasalahan sampah dan lingkungan di kota tempat
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
1
tinggalnya. 1.2
PERAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Dalam berbagai aspek pembangunan, masyarakat selalu menjadi unsur yang utama karena pembangunan ditujukan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat seharusnya tidak hanya menjadi objek tetapi harus menjadi subjek yang dilibatkan agar masyarakat bisa menentukan nasibnya sendiri. Begitu pula dalam hal pengelolaan sampah. Dalam pengelolaan sampah, peran masyarakat menjadi penting karena beberapa faktor, antara lain : (1)masyarakat merupakan penghasil sampah yang cukup besar karena makin berkembangnya komplek hunian baru (permukiman) yang ada di Kota Jakarta sehingga sampah domestik rumah tangga juga makin bertambah. Berdasarkan data dari ISSDP (2010), masyarakat adalah penghasil sampah terbesar yaitu sebesar 60% dari sampah perkotaan; (2)masyarakat seharusnya bisa mandiri dalam pengelolaan sampah untuk mendukung terciptanya sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan sehingga tidak
selamanya menjadi beban pemerintah
kota; (3)dengan keterbatasan lahan Kota Jakarta maka perlu dipikirkan agar konsep ”zero” waste dapat diterapkan oleh masyarakat agar masalah lahan untuk TPA mendapatkan solusinya. Selama ini, sebagian besar masalah persampahan bagi masyarakat Kota Jakarta masih dilayani oleh Pemerintah Kota. Di area permukiman, petugas akan mengambil sampah dari tiap-tiap rumah secara rutin dan menitipkannya di TPS yang ada di sekitar permukiman sampai Dinas Kebersihan mengangkutnya ke TPA. Petugas sampah bisa saja dikelola oleh pemerintah setempat (RT, RW, Kelurahan), Dinas Kebersihan atau bisa pula dilakukan oleh sektor swasta. Bila dilihat dari tingginya prosentase masyarakat yang masih dilayani dalam pengelolaan 2
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
sampahnya, maka dapat disimpulkan bahwa peran masyarakat dalam pengelolaan sampah masih sangat minim. Belum lagi tidak sedikit masyarakat yang masih membuang sampah tidak pada tempat yang seharusnya, tetapi malah membuang sampah ke sungai atau tempattempat yang bukan merupakan TPS atau TPA ( misalnya di pinggir jalan atau ruang terbuka hijau/taman). Selain mencemari lingkungan dan berakibat buruk pada kesehatan, sampah memberi dampak banjir khususnya pada saat musim penghujan, terutama bila sampah menyumbat saluran drainase atau menyebabkan sungai yang meluap karena dipenuhi oleh sampah.
1.3
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris, empowerment. Kata power dalam empowerment diartikan 'daya' sehingga 'empowerment' diartikan sebagai pemberdayaan. Daya berarti kekuatan yang berasal dari dalam tetapi dapat saja diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar. Pemberdayaan dapat juga diartikan sebagai proses aksi sosial di mana anggota masyarakat mampu mengatur diri mereka dalam rencana dan implementasi; mampu mengutarakan kebutuhan sosial dan individunya dalam menyelesaikan masalahnya sendiri; mampu menjalankan rencana yang telah dibuat dengan bantuan seperlunya dari pemerintah atau organisasi non pemerintah di luar masyarakat dalam upaya membantu masyarakat untuk mengembangkan aspek ekonomi dan sosial dalam meningkatkan kualitas dan taraf hidup. Sedangkan menurut Louis Helling dkk, 2005, pemberdayaan adalah meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam membuat dan memutuskan langkah yang akan diambil dalam mencapai
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
3
tujuan pembangunan sesuai dengan potensi dan masalah yang ada. Jadi yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah dalam penyusunan pedoman ini adalah suatu proses dalam memanfaatkan kesempatan dan kapasitas masyarakat dalam mengambil keputusan atau tindakan secara bersama-sama melalui partisipasi, alih pengetahuan, keahlian dan
dan ketrampilan
untuk mengelola sampah, dalam rangka mendukung program pengelolaan sampah yang dicanangkan oleh Pemerintah DKI Jakarta. 1.4
TUJUAN Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ini dimaksudkan agar dapat menjadi panduan atau tuntunan bagi setiap lembaga/instansi/organisasi atau bahkan individu-individu yang ada di masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap masalah sampah dan lingkungan hidup untuk membentuk masyarakat yang mandiri, pro-aktiv dan berdaya dalam mengelola sampah di lingkungannya sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada pihak lain (dalam hal ini pemerintah). Adapun tujuan disusunnya Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ini adalah : 1. Agar buku Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ini menggugah masyarakat untuk mulai memperhatikan dan memikirkan permasalahan sampah di 2.
lingkungan tempat tinggalnya. Agar masyarakat yang peduli dan mempunyai inisiatif mengelola sampah di lingkungannya dapat mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan bila ingin memulai kegiatan pengelolaan
3.
sampah di lingkungannya. Agar masyarakat mempunyai pengetahuan dan gambaran mengenai berbagai
alternatif cara pengelolaan sampah yang
bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat. 4
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
1.5
RUANG LINGKUP Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ini diperuntukkan bagi segala lapisan masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap masalah sampah dan lingkungan dan berniat untuk mengelola sampah di lingkungannya sendiri. Selain itu, Pedoman Pemberdayaan Masyarakat ini juga dapat menjadi tuntunan bagi Pemerintah Kota, instansi atau lembaga-lembaga (LSM) lainnya yang peduli dan berniat membantu memberikan pendampingan atau mendukung usaha masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah. Adapun Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ini dibuat untuk lingkup masyarakat yang tidak terlalu besar dengan pertimbangan : 1.
Lingkup masyarakat yang tidak terlalu besar akan lebih mudah dikoordinir
2.
atau
lebih
mudah
untuk
diberikan
pendampingan/bimbingan. Lingkup yang kecil akan memaksimalkan peran atau partisipasi tiap individu dalam masyarakat untuk melakukan kegiatan secara
3.
langsung. Lingkup kelompok masyarakat yang tidak terlalu besar dapat dengan mudah direplikasi oleh kelompok lain yang tertarik dengan kegiatan tersebut.
1.6
KELUARAN Buku ”Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah” ini, diharapkan dapat menjadi pemicu hadirnya kelompok-kelompok masyarakat yang berinisiatif dan peduli dengan masalah persampahan untuk mengelola sampah di lingkungan tempat tinggalnya. Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ini juga diharapkan dapat menumbuhkan replikasi kegiatan sejenis yang terus
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
5
berkesinambungan antar kelompok masyarakat sehingga menjadi kegiatan yang konsisten dan berkembang menyeluruh di Kota Jakarta. Akhirnya, dengan adanya kelompok-kelompok masyarakat yang mandiri mengelola sampahnya, maka lambat laun Kota Jakarta akan terlepas dari masalah sampah karena memiliki masyarakat yang mandiri, sadar dan mampu mengelola sampahnya sendiri.
6
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
BAB II LANGKAH-LANGKAH MEMPERSIAPKAN MASYARAKAT DALAM PEMBERDAYAAN
2.1
PERSIAPAN AWAL Masyarakat adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan atau dipertimbangkan sebagai langkah awal. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Jakarta khususnya atau masyarakat Indonesia pada umumnya terdiri dari multi etnis dengan latar belakang sosial budaya yang beraneka ragam serta perbedaan tingkat pendidikan. Persiapan awal ini bisa dianggap sebagai usaha mencari cara pendekatan ke masyarakat agar pada saat mengusulkan rencana untuk merubah sesuatu tatanan yang sudah ada tidak sampai menimbulkan gesekan sosial atau pertentangan. Persiapan awal untuk mendapatkan data-data ini dapat dilakukan dengan pengamatan/survey ke lokasi yang telah dipilih atau yang telah ditentukan bersama, melakukan wawancara atau meminta opini masyarakat di lokasi tersebut melalui media angket atau kuisioner. Adapun inti sari dari kuisioner adalah untuk mendapatkan : !
Data eksisting tentang pengelolaan sampah yang ada, meliputi : sistem pengelolaan sampah yang biasa dilakukan; volume sampah yang dihasilkan; volume sampah yang tidak terangkut atau tidak terkelola; permasalahan tentang sampah yang terjadi (misalnya : apakah kekurangan peralatan kebersihan, minimnya sarana pengangkutan, kesadaran masyarakat yang masih kurang sehingga membuang sampah sembarangan ataukah tidak adanya tenaga petugas kebersihan, dll.)
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
7
!
Data demografi yang meliputi jumlah penduduk, jumlah KK,
!
pekerjaan atau mata pencaharian, tingkat pendidikan. Informasi mengenai aspirasi, niat, minat, harapan serta keinginan
!
masyarakat di seputar pengelolaan sampah. Kapasitas lingkungan yang ada meliputi ketersediaan lahan untuk penampungan
dan
pengelolaan
sampah,
peralatan
pengangkutan, ketersediaan personil atau petugas pengangkut, dll.
2.2
RENCANA AKSI MASYARAKAT (COMMUNITY ACTION PLAN) Setelah mendapatkan data-data pada persiapan awal, sangat penting mengadakan pertemuan agar masyarakat dapat berkumpul, melakukan diskusi dan mengambil keputusan bersama sehubungan dengan rencana pengelolaan sampah. Pertemuan awal ini dapat disebut sebagai Rencana Aksi Masyarakat (Community Action Plan). Rencana Aksi Masyarakat adalah suatu tindakan untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat dengan mengkhususkan pada kegiatan yang akan dilakukan, siapa yang melakukan dan bagaimana melakukannya, atau dengan kata lain menjelaskan apa yang diinginkan kelompok masyarakat untuk dikerjakan dalam mencapai target pengelolaan sampah yang diinginkan. Adapun fungsi dari Rencana Aksi Masyarakat adalah : 1. Sebagai sarana untuk menjabarkan hasil pengamatan (survey) yang dilakukan pada persiapan awal agar dapat membuka wawasan masyarakat mengenai kondisi dan permasalahan di seputar pengelolaan sampah yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. 2.
Sebagai sarana untuk
melakukan diskusi kelompok agar
masyarakat berani mengemukakan pendapat tentang 8
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
hambatan/permasalahan/uneg-uneg di seputar hal pengelolaan sampah yang ada. Selain itu, masyarakat dapat aktif mengeluarkan pendapat atau ide tentang solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. 3.
Sebagai sarana bagi masyarakat untuk mengidentifikasi permasalahan tentang sampah, menentukan prioritas, memobilisasi
sumber
daya,
memobilisasi
kontribusi,
bernegosiasi, menyusun perencanaan, pelaksanaan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatannya. 4.
Sebagai momen untuk membangun komitmen warga untuk mengawali kegiatan pengelolaan sampah dalam mencapai tujuan pengelolaan sampah yang diinginkan bersama.
5.
Sebagai kesempatan yang baik untuk membentuk Forum Masyarakat yang terdiri dari beberapa tokoh masyarakat, yang berfungsi sebagai kelompok penggerak atau koordinator kegiatan di masyarakat sehubungan dengan rencana pengelolaan sampah.
Gambar. 2.1. Salah satu kegiatan Rencana Aksi Masyarakat dalam pengelolaan sampah yang pernah dilaksanakan di Jakarta Selatan (Sumber: dok. URDI)
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
9
2.3
PEMBENTUKAN FORUM MASYARAKAT Forum Masyarakat adalah suatu kelompok kecil yang terdiri dari beberapa orang warga yang dianggap cukup memiliki kharisma/integritas dan kompetensi untuk membimbing, mendampingi serta menuntun masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah. Forum Masyarakat ini nantinya akan mengkoordinir pelaksanaan pemberdayaan masyarakat serta teknis pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah, mulai dari implementasi sampai pada tahap evaluasi dan pengawasan. Forum Masyarakat juga berfungsi sebagai wadah untuk menampung aspirasi warga untuk kepentingan bersama dan mencari solusi bila timbul permasalahan di seputar pengelolaan sampah.
Gambar 2.2 Salah satu Forum Masyarakat yang berhasil dibentuk di Kel. Pengadegan sedang memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai jenis-jenis sampah (sumber : dok. URDI)
2.4
KEGIATAN TINDAK LANJUT Secara garis besar, sistem pembuangan sampah dari rumah tangga sampai ke TPA dapat dilihat dalam gambar 2.2. Gambar tersebut menjelaskan proses pengelolaan sampah secara keseluruhan sehingga masyarakat mengetahui dampak dari besarnya volume sampah yang kita hasilkan setiap hari dan akibat-akibat yang terjadi pada lingkungan
10
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
apabila sampah tidak dikelola dengan baik dan benar. Sistem pengelolaan sampah yang telah dijelaskan kepada masyarakat saat pertemuan Rencana Aksi Masyarakat itu menjadi acuan bagi masyarakat untuk menentukan jenis kegiatan apa yang mampu dan sanggup dilakukan oleh masyarakat dalam mengelola sampah di lingkungan tempat tinggalnya. Beberapa alternatif kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat antara lain : 1. Pemilahan sampah : membedakan antara sampah non organik, sampah organik dan sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Pemilahan sangat mudah dan sangat mungkin dilakukan di rumah tangga. Pemilahan akan menghemat waktu dan memudahkan pekerjaan para petugas pengangkut sampah atau pemulung yang ingin mendapatkan sampah non organik. 2.
Pengelolaan sampah organik menjadi kompos. Proses ini mudah dan tidak membutuhkan lahan yang besar bila dilakukan masingmasing di tiap rumah tangga sehingga kegiatan pengomposan ini sangat mungkin diterapkan oleh warga.
3.
Pengolahan sampah organik menjadi energi listrik. Proses ini sebenarnya tidak serumit yang diperkirakan tetapi membutuhkan lahan yang cukup untuk menampung sampah organik dalam jumlah tertentu dan pengetahuan tentang teknologi pengolahannya. Selain itu, untuk mengubah sampah organik menjadi energi listrik dibutuhkan volume sampah organik yang tertentu (tidak sedikit) untuk mendapatkan energi listrik yang diinginkan sehingga proses ini agak sulit dilakukan di tiap rumah tangga.
4.
Kegiatan daur ulang sampah non organik (recycle), misalnya sampah plastik yang diolah kembali menjadi biji plastik yang akan dibuat menjadi produk plastik yang berbeda. Biasanya ada industri tertentu yang melakukan proses ini.
5.
Kegiatan pengolahan sampah non organik menjadi produk baru siap pakai (recycle), misalnya kemasan plastik sabun yang dibuat menjadi produk tas atau kerajinan tangan yang dapat dilakukan oleh ibu-ibu PKK.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
11
Gambar 2.3 Perlakuan Sampah Oleh Masyarakat & Dampaknya Bagi Lingkungan
Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat
Dibuang ke sungai
· Sungai meluap mengakibatkan banjir · Pencemar an air sungai
Dibuang sembarangan di jalan/ tempat umum
Dibakar
Diambil oleh petugas sampah
Dibuang ke TPS · Memampatkan saluran drainase sehingga mengakibatkan banjir saat hujan · Mencemari tanah dan air · Mengotori lingkungan sekitar · Menyebarkan penyakit
Polusi udara Timbulan Sampah di TPA makin bertambah
· Mencemari air, udara dan tanah di lingkungan sekitarnya · Membutuhkan lahan lebih besar lagi untuk menampung sampah yang makin bertambah Sumber : Hasil analisis penulis
Untuk menghindari dampak-dampak dari perlakuan terhadap sampah yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat seperti dijelaskan pada gambar 2.2, maka solusi yang memungkinkan adalah mengurangi volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat atau dikenal dengan program ”zero waste” yaitu mengolah sampah pada hulu (sumbernya) sehingga sampah akan habis di hilir (sebelum sampai ke TPA). Secara garis besar, proses pengelolaan sampah berprinsip ”zero waste” dapat dilihat pada gambar 2.3. Dari gambar tersebut, masyarakat dapat 12
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
memutuskan atau menentukan kegiatan-kegiatan apa yang sanggup dilakukan oleh masyarakat setempat untuk mengurangi volume timbulan sampah yang akan dibuang ke TPS/TPA. Gambar 2.4 Proses Pengolahan Sampah dengan Prinsip “Zero Waste”
Pengomposan
Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Sampah organik
Pemilahan sampah
Sampah Bahan Berbahaya & Beracun (B3)
Energi dari sampah
Dipisahkan di tempat khusus
Daur ulang Sampah non organik
Sampah yang dibuang ke TPA akan berkurang atau sama sekali tidak
Pengolahan sampah menjadi produk baru Sumber : Hasil analisis penulis
Setelah masyarakat menentukan atau menyepakati jenis kegiatan pengolahan sampah yang akan dilakukan, maka Forum Masyarakat (dibantu dengan LSM yang ada) dapat memulai kegiatan pemberdayaan ini dengan mencari informasi mengenai kegiatan yang telah dipilih agar informasi (pengetahuan) ini dapat disebarkan atau diteruskan ke masyarakat melalui pelatihan. Adapun beberapa informasi yang perlu disampaikan pada saat pelatihan antara lain : 1.
Informasi mengenai jenis-jenis sampah : ? Sampah organik ? Sampah non organik
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
13
? ?
Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Sampah rumah sakit dan zampa industri (yang
mengandung sisa obat-obatan dan kimia) 2.
Sifat material sampah dan pengaruhnya bagi kesehatan atau lingkungan, misalnya sifat plastik yang tidak dapat diuraikan secara alami sehingga bila tidak diolah akan memenuhi permukaan bumi dan menghambat penyerapan air ke dalam tanah.
3.
Bagaimana memperlakukan jenis-jenis sampah yang berbeda tersebut. Misalnya sampah plastik yang tidak dapat diuraikan secara alami dalam tanah tersebut harus diolah atau didaur ulang di sektor industri agar sampah plastik tidak mencemari lingkungan, dan lain sebagainya.
4.
Dampak yang terjadi bila sampah tidak dikelola dengan benar, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat dan merusak lingkungan.
14
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
BAB III KEGIATAN PENGELOLAAN SAMPAH YANG DAPAT DILAKUKAN MASYARAKAT 3.1
PEMILAHAN SAMPAH Pemilahan sampah adalah hal pertama dan termudah yang dapat dilakukan oleh tiap orang dan tiap rumah tangga. Meskipun begitu, masih sedikit rumah tangga yang sudah memilah sampahnya karena beberapa alasan, antara lain : ?
Malas dan tidak mau repot untuk membuat beberapa tempat
? ?
sampah terpilah Tidak memiliki modal untuk menyediakan tempat sampah terpilah Tidak peduli dan merasa bahwa sampah adalah tanggung jawab petugas sampah, sehingga membiarkan sampah masih
?
bercampur di satu tempat Tidak mengerti proses pengolahan sampah dan dampak dari produksi sampah yang berlebihan bagi lingkungan.
Pada proses pemilahan, prinsipnya tempat sampah harus dibedakan menjadi 3 tempat terpisah berdasarkan jenis sampahnya (gambar 3.1), yaitu : A.
Sampah organik yaitu sampah basah dari sisa-sisa mahluk hidup yang bisa diuraikan, contohnya : daun, kayu, buah, sayuran, sisa makanan dari daging, dll.
Gambar 3.1 Tempah sampah terpilah untuk sampah organik, non organik dan sampah B3 (sumber : dok. URDI) Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
15
B.
Sampah non organik
yaitu sampah kering yang tidak dapat
diuraikan, contohnya : jenis kertas tertentu, plastik, karton, kaleng, metal/logam, bahan pecah belah (kaca). Untuk sampah non organik, dapat pula dibedakan menjadi sampah kertas, sampah botol plastik dan sampah botol kaleng (lihat gambar 3.2). C.
Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), yaitu sampah yang tidak dapat diuraikan dan membutuhkan perlakuan khusus karena sampah ini mengandung zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Contoh dari sampah B3 misalnya : baterai, bohlam lampu, limbah kimia dari rumah sakit, limbah pabrik, dll Berdasarkan data dari tabel 3.1 yang mengatakan bahwa volume sampah organik merupakan penyumbang sampah terbesar di beberapa perkotaan di Indonesia, maka ada baiknya pengelolaan sampah difokuskan ke pengelolaan sampah organik. Sampah organik tidak saja dapat diolah menjadi pupuk (biofertilizer), tetapi juga bisa menjadi bioetanol dan biogas (sumber energi) serta biopestisida mikroba yaitu untuk mengganti pestisida kimia yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
Gambar 3.2 Contoh tempat sampah non organik yang membedakan antara plastik, kertas, kaleng (sumber : dok. URDI)
16
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
(sumber : http://sumarsih07.wordpress.com). Oleh karena itu, bila sampah organik ini benar-benar diolah dengan baik, maka sampah organik tak akan bersisa sebelum dibawa ke TPS sehingga pada akhirnya tidak membutuhkan lahan lagi untuk Tempat Pembuangan Akhir. Begitu pula halnya dengan sampah non organik yang dapat diolah kembali di pabrik sehingga menjadi produk lain dalam bentuk yang berbeda. Oleh karena itu jika kedua jenis sampah tersebut diolah dengan benar, sampah tidak akan menjadi masalah bagi masyarakat dan pemerintah kota. Untuk sampah B3 memang memerlukan pengolahan khusus yang harus ditangani oleh instansi dari pemerintah kota yang berwenang, tetapi volume dan intensitas pembuangan sampah B3 tidak sebesar sampah organik dan non organik yang dihasilkan masyarakat. Oleh karena itu alangkah baiknya bila usaha pengolahan sampah di masyarakat dimulai dari sampah organik dan sampah non organik yang ada di rumah tangga.
Tabel 3.1 Komposisi Fisik Sampah di Beberapa Kota di Indonesia
(sumber : Tim Teknis Pembangungan Sanitasi (ISSDP, 2010)
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
17
3.2.
PEMBUATAN KOMPOS Bila masyarakat telah memutuskan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos, maka Forum Masyarakat atau LSM yang ada atau pengurus warga setempat dapat mencari informasi tentang cara pembuatan kompos sehingga warga bisa mendapatkan pelatihan mengenai teknik pelaksanaan komposting dan pendampingan untuk membuat kompos di rumah masing-masing. Pembuatan kompos individual ini selain mudah dan bisa dilakukan kapan saja oleh anggota keluarga yang ada, pembuatan kompos di rumah ini tidak membutuhkan lahan yang besar karena jumlah sampah organik di tiap rumah relatif tidak sebanyak sampah organik kolektif dalam satu RT atau RW. Bila pembuatan kompos ini dilakukan secara komunal, maka memerlukan lahan yang lebih besar untuk menampung sampah dan ruang khusus untuk menempatkan mesin komposting. Ada berbagai macam cara membuat kompos, salah satunya adalah dengan keranjang Takakura. Pembuatan kompos menggunakan keranjang Takakura ini sangat mudah dan murah biayanya. Namun biasanya sampah yang dimanfaatkan adalah sampah organik yang tidak mengandung protein seperti santan kelapa atau daging. Adapun langkahlangkah cara pembuatan kompos menggunakan keranjang Takakura adalah sebagai berikut :
Gambar 3.3 Keranjang Takakura (sumber : http://www.olahsampah.multiply.com/journal/item/ 11-Filipina)
18
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
1.
Cari keranjang berukuran 50 liter yang berlubang-lubang kecil sehingga tikus tidak dapat masuk. Usahakan keranjang plastik ini mempunyai tutup.
2.
Cari dus bekas yang digunakan untuk melapisi bagian sisi dalam keranjang. Dus inilah yang akan menjadi wadah langsung dari sampah yang akan dikomposkan.
3.
Pada lapisan bawah keranjang yang telah dilapis dengan bahan dus, masukkan kompos yang sudah jadi setebal 5 cm. Lapisan kompos yang sudah jadi ini merupakan starter proses pengomposan karena di dalam kompos yang sudah jadi mengandung banyak sekali mikroba pengurai.
4.
Di atas lapisan kompos yang sudah jadi, masukkan sampah organik yang akan dikomposkan. Sampah organik yang sebaiknya dikomposkan adalah bahan makanan sisa seperti nasi, sayur, kulit buah, sayur mentah, daun, batang sayur, dll. Sebaiknya sampah organik ini dicacah atau dipotong-potong dahulu menjadi potongan kecil berukuran 2 cm x 2 cm.
5.
Setiap hari,
masukkan sampah organik seperti tahap yang
dijelaskan dalam poin 4. Aduklah sampah organik yang sudah dimasukkan ke dalam keranjang. Bila perlu tambahkan selapis lagi kompos yang sudah jadi. Lalu tutuplah dengan bantal yang berisi gabah dan penutup keranjang plastiknya, Tunggu proses penguraian oleh mikroba. 6.
Keranjang tidak akan cepat penuh walaupun sampah dimasukkan setiap hari karena akan terjadi proses penguraian sampah sehingga bahan-bahan yang berada di dalam keranjang akan mengempis, dan volumenya akan menyusut. Pengomposan
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
19
dengan keranjang Takakura ini juga tidak akan meninggalkan bau dan tidak menghasilkan cairan sama sekali. 7.
Bila bahan sampah organik ini telah berubah warnanya menjadi coklat dan suhunya sudah sama dengan suhu kamar, keluarkan kompos dari keranjang dan jemur sampai kering atau boleh juga diayak dengan saringan sehingga menjadi butir-butir yang lebih halus, maka proses pembuatan kompos sudah selesai dan sudah dapat dimanfaatkan sebagai fertilizer.
Selain kompos dapat dibuat secara individual, kompos dapat juga dibuat secara kolektif (komunal). Namun ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan kompos komunal, yaitu : 1.
Harus diketahui berapa volume sampah organik yang
2.
dikumpulkan dari seluruh rumah tangga. Apakah tersedia lahan untuk menampung seluruh sampah organik yang dititipkan oleh warga (rumah tangga). Berapa luas lahan yang dibutuhkan sesuai dengan volume sampah yang harus
3.
ditampung sementara sebelum diolah. Berapa kapasitas mesin komposting yang dibutuhkan untuk mencacah sampah organik dan mengolahnya menjadi kompos. Lalu berapa luas lahan yang dibutuhkan untuk menempatkan mesin komposting tersebut.
3.3. PENGGUNAAN KEMBALI SAMPAH YANG ADA (REUSE) Sebenarnya masyarakat dapat saja meminimalisir sampah non organik yang ada (seperti kertas, plastik, kaleng, karton, logam, kaca) dengan menggunakan kembali sampah non organik tersebut tanpa melalui proses pengolahan untuk menghemat biaya. Misalnya botol-botol kaca yang ada dipakai sebagai wadah keperluan dapur, kaleng bekas dipakai 20
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
sebagai pot tanaman, gelas plastik dibersihkan dan dipakai kembali, botol shampo atau botol sabun diisi kembali dengan refill (isi ulang). Dengan menggunakan kembali berarti tidak ada sampah yang dibuang. Selain penggunaan ulang dalam rumah tangga, ada jenis-jenis sampah yang digunakan ulang oleh industri, di mana botol kemasannya dibersihkan/disterilisasi lalu diisi dengan produk dan dijual kembali ke konsumen, misalnya : ? ?
Botol plastik minuman ringan Botol air mineral (volume 1 galon)
Botol-botol yang biasanya dipakai ulang oleh sektor industri tersebut masih bernilai ekonomis (bisa diperjual belikan) sehingga masyarakat atau sektor informal persampahan (pemulung) dapat memanfaatkannya dengan baik.
Gambar 3.4 Kemasan galon plastik air mineral yang dapat dijual kembali ke produsen untuk dipakai ulang (sumber: dok URDI)
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
21
3.4. PEMBUATAN PRODUK DAUR ULANG (RECYCLE) Selain penggunaan kembali sampah non organik yang ada (reuse), sampah non organik dapat diolah kembali menjadi produk yang berbeda, misalnya gelas kemasan plastik air mineral diolah menjadi kantong plastik, kertas koran diolah menjadi bahan untuk membuat karya seni (misalnya lukisan), kemasan plastik sabun dijadikan tas atau produk kerajinan tangan, dan lain sebagainya. Sampah non organik masih bernilai ekonomis dan dapat dijual ke pemulung atau lapak berdasarkan jenis sampahnya. Bila masyarakat tidak sanggup untuk mengolah sendiri, masyarakat dapat menyerahkannya kepada pemulung/lapak sehingga pemulung/lapak dapat menjual kembali ke masyarakat yang membutuhkan atau sektor industri yang biasa mengelolanya. Sampah yang dapat didaur ulang antara lain: ! ! ! ! ! !
gelas plastik air mineral botol plastik air mineral kemasan plastik produk isi ulang shampo/sabun cair kertas, koran, karton dus kemasan kaleng susu botol kaca (beling)
Gambar 3.5 Salah satu hasil daur ulang dari sampah plastik kemasan sabun (sumber: dok. URDI)
22
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
3.5. KERJASAMA DENGAN PEMULUNG Biasanya lahan untuk TPS dan TPA sangat kurang di lingkungan permukiman, apalagi untuk daerah permukiman (kampung) yang padat penduduknya. Oleh karena itu, meminimalisir sampah adalah langkah yang paling tepat. Tetapi andaikan masyarakat tidak berniat mengolah sampah non organik sehingga sampah non organik terpaksa harus dibuang ke tempat sampah, maka kerjasama dengan pemulung dapat menjadi solusinya. Kerjasama dengan pemulung dapat dimulai dengan memilah sampah organik dan sampah non organik di rumah tangga. Dengan melakukan pemilahan, maka masyarakat telah menghemat waktu kerja para pemulung sehingga membantu memudahkan pekerjaan pemulung. Bila sampah telah dipilah dari rumah, maka pemulung tidak perlu mengorek-ngorek sampah organik dan non organik yang masih bercampur. Bila sampah non organik diambil oleh pemulung dan sampah organik diolah menjadi kompos secara individual, maka sudah pasti masyarakat tidak membutuhkan banyak lahan untuk TPS/TPA. Bentuk kerjasama dengan pemulung ini menguntungkan kedua belah pihak. Di satu sisi, warga masyarakat tidak perlu bingung mencari lahan untuk membuang sampah non organiknya dan di lain sisi pemulung diuntungkan secara ekonomi karena mendapatkan sampah non organik dengan mudah dari rumah warga tanpa harus berkeliling ke tempat yang lebih jauh.
Gambar 3.6 Peresmian kerjasama pengelolaan sampah antara warga dan pemulung di salah satu RT Pengadegan, Jakarta Selatan (sumber: dok URDI)
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
23
24
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
BAB IV PEMBERDAYAAN YANG BERKELANJUTAN
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah suatu usaha yang tidak semudah membalikkan telapak tangan karena berhubungan dengan masyarakat yang terdiri dari berbagai lapisan dengan beraneka ragam masalahnya. Hambatannya adalah sulitnya mengubah cara pandang dan kebiasaan masyarakat yang sudah berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan turun temurun. Dalam hal ini adalah mengubah pandangan masyarakat tentang sampah yang dulu biasanya dibuang dan dihindari/dijauhkan tetapi sekarang telah menjadi sampah sebagai sumber daya yang bernilai ekonomis. Paradigma bahwa sampah adalah tanggung jawab pemerintah juga harus diubah sehingga sampah sekarang ini harus menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat.
Beberapa hal penting dari pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan sampah adalah : 1.
Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah ini menghasilkan masyarakat yang mandiri dan berinisiatif melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan kemampuan sendiri sehingga tidak terus menerus bergantung pada bantuan dari pihak lain (misalnya
2.
pemerintah atau instansi lain). Bagaimana pemberdayaan dapat mengubah persepsi masyarakat yang salah tentang pengelolaan sampah menjadi masyarakat dengan cara berpikir yang benar dalam memandang perspektif tentang lingkungan
3.
dan tentang sampah perkotaan yang harus dikelola. Bagaimana kegiatan-kegiatan yang telah dicanangkan dari pemberdayaan ini bisa berjalan dengan baik, yaitu di mana tiap orang melakukan tugasnya dengan benar dan bertanggung jawab dalam mengelola
sampah
meskipun
tidak
mendapat
pendampingan/pengawasan lagi. Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
25
4.
Bagaimana kegiatan pengelolaan sampah yang dihasilkan melalui pemberdayaan ini menjadi suatu yang berkelanjutan, artinya dapat diteruskan dan dilakukan terus menerus oleh masyarakat dari waktu ke waktu sampai ke generasi selanjutnya.
Untuk mencapai empat hal tersebut di atas, maka evaluasi, pendampingan dan pengawasan menjadi sangat penting sebelum masyarakat dianggap mampu untuk melakukan kegiatan pengelolaan sampahnya sendiri. 4.1
EVALUASI Dalam pemberdayaan masyarakat tentang pengelolaan sampah, evaluasi adalah tahap
yang dilakukan setelah implementasi kegiatan proses
pengelolaan sampah. Evaluasi ini dilakukan secara bersama-sama (antara masyarakat, Forum Masyarakat dan pengurus lingkungan setempat seperti RT, RW, Kelurahan, dll). Evaluasi bisa dilakukan setelah kegiatan pengelolaan sampah dilakukan dalam jangka waktu beberapa bulan (sebaiknya tidak terlalu lama) agar dapat segera diketahui hal-hal apa yang harus diperbaiki dan hambatan-hambatan apa yang timbul dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan sampah oleh masyarakat. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui : ?
Kegiatan-kegiatan apa di seputar pengelolaan sampah yang sudah dilakukan oleh masyarakat sebagai hasil dari
?
pemberdayaan dan pendampingan yang telah diberikan. Hal-hal apa di seputar persampahan yang sudah terlihat hasilnya, misalnya : makin berkurangnya timbulan sampah di TPS, kondisi sungai yang makin bersih dari sampah, berhasilnya proses pembuatan kompos di tiap-tiap rumah, apakah sudah timbul kesadaran
masyarakat
dalam
menjaga
kebersihan
lingkungannya, dll.
26
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
?
Hal-hal apa yang belum menunjukkan hasil dan masih perlu dikoreksi atau dicari penyebab dan solusinya.
4.2
MONITORING Pemantauan atau monitoring merupakan pengawasan yang penting dilakukan setelah kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah selesai dilakukan. Monitoring ini cukup dilakukan sekali-sekali saja dalam kurun waktu tertentu. Monitoring ini dilakukan dengan tujuan : ?
Untuk melihat kesinambungan dari kegiatan pengelolaan sampah yang telah dilakukan oleh masyarakat, apakah kegiatan pengelolaan sampah oleh masyarakat ini masih berjalan rutin
?
seperti yang dikehendaki dalam rencana atau tidak. Adakah hambatan atau masalah yang timbul dalam menjaga kesinambungan dari kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat. Bila ada, apakah masyarakat mampu menyelesaikannya sendiri, bagaimana cara masyarakat menyelesaikannya, atau apakah membutuhkan bantuan dari
?
pihak lain. Bila kegiatan
pemberdayaan
masyarakat
ini
tidak
berkesinambungan, maka faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkesinambungannya kegiatan yang telah dijalankan dalam pemberdayaan ini selayaknya dijadikan bahan pembelajaran dan evaluasi untuk kegiatan pemberdayaan di daerah lain. Monitoring dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu oleh pihakpihak yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat, misalnya oleh Pemerintah Kota terkait atau LSM yang terlibat dalam pemberdayaan dan pendampingan masyarakat. Monitoring ini juga mungkin saja dilakukan Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
27
oleh Forum Masyarakat yang sudah dibentuk atau oleh pengurus lingkungan setempat (Kelurahan, Kecamatan, dll), maupun oleh individu-individu dari masyarakat yang merasa terpanggil untuk mengamati dan memberi laporan kepada forum yang berwenang. Inti dari monitoring ini adalah menjaga kesinambungan kegiatan pengelolaan sampah yang telah diawali dari pemberdayaan masyarakat agar dapat terus berlanjut demi kepentingan bersama, sehingga pada dasarnya tiap individu dapat saja saling memberikan masukan dan saran demi keberlanjutan kegiatan pengelolaan sampah oleh masyarakat.
28
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1
KESIMPULAN Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah suatu usaha awal untuk membangkitkan kesadaran masyarakat, membuka wawasan, mengubah cara berpikir masyarakat dan mengembangkan potensi yang ada dalam masyarakat untuk mengelola sampah yang dihasilkannya agar berdaya guna, sehingga sampah tidak menjadi persoalan bagi pemerintah dan masyarakat perkotaan. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dikembalikan kepada masyarakat yang bersangkutan untuk menyadari keberadaan lingkungannya, melihat permasalahan
sampah yang terjadi di
lingkungan tempat tinggalnya, dan akhirnya memutuskan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki permasalahan sampah yang ada. Pemerintah dan lembaga masyarakat yang ada dapat saja menjadi promotor atau pendamping agar masyarakat dapat dibantu dalam usaha mempersiapkan pemberdayaan ini. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa inisiatif kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah ini datang dari keinginan masyarakat sendiri yang menginginkan suatu perubahan yang positif dalam pengelolaan sampah di lingkungannya. Ada berbagai bentuk kegiatan pengelolaan sampah yang dapat dilakukan, seperti : pengolahan sampah organik menjadi kompos, sampah organik menjadi energi listrik, pengolahan sampah non organik menjadi produk daur ulang dan lain sebagainya. Dengan semakin majunya teknologi, tidak menutup kemungkinan sampah diolah menjadi Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
29
produk-produk bermanfaat lainnya. Apapun bentuk kegiatan yang dipilih atau akan dilakukan, masyarakat harus menyesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas yang ada di masyarakat.
5.2
REKOMENDASI Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di lingkungan yang relatif tidak besar (beberapa kelompok RT atau RW) diharapkan dapat lebih mudah dikelola dan lebih cepat terlihat hasilnya. Selain itu kegiatan pengelolaan sampah dalam lingkup yang relatif kecil juga sangat mudah direplikasi oleh lingkungan atau daerah lainnya sehingga kegiatan pemberdayaan ini dapat menjadi kegiatan yang meluas dan menyebar di seluruh Kota Jakarta. Suatu kelompok masyarakat yang sudah berhasil dalam pengelolaan sampah dapat menjadi contoh nyata bagi kelompok masyarakat lainnya. Yang menjadi catatan penting dalam pemberdayaan ini adalah agar kegiatan yang telah dicanangkan dalam pemberdayaan dapat menjadi kegiatan yang berkelanjutan atau menjadi “way of life” dari masyarakat tersebut. Bila kegiatan pengelolaan sampah telah menjadi suatu tradisi atau kebiasaan dari suatu masyarakat, maka dapat dipastikan kegiatan ini dapat berlanjut terus sampai ke generasi yang akan datang.
30
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
a.
bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan
bertambahnya volume, jenis, dan
karakteristik sampah yang semakin beragam; b. bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap c.
kesehatan masyarakat dan lingkungan; bahwa sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan,
serta dapat mengubah perilaku masyarakat; d. bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara e.
proporsional, efektif, dan efisien; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah;
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
45
Mengingat
:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.
BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Definisi Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
2.
Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
3.
Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
4.
Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah.
5.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
6.
Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
46
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
7.
Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
8.
Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
9.
Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan
penanganan sampah di tempat
pemrosesan akhir sampah. 10.
Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.
11.
Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
12.
Pemerintah
pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
14.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan di bidang pemerintahan lain yang terkait.
Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 2 (1)
Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas: a. b. c.
sampah rumah tangga; sampah sejenis sampah rumah tangga; dan sampah spesifik.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
47
(2)
Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
(3)
Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
(4)
Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; c. sampah yang timbul akibat bencana; d. puing bongkaran bangunan; e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 3 Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Pasal 4 Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
48
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
BAB III TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHAN Bagian Kesatu Tugas Pasal 5 Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 6 Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 terdiri atas: a.
menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;
b.
melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah;
c.
memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;
d.
melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
e.
mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;
f.
memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
g.
melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
49
Bagian Kedua Wewenang Pemerintah Pasal 7 Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah mempunyai kewenangan: a.
menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah;
b.
menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah;
c.
memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah;
d.
menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah; dan
e.
menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah.
Bagian Ketiga Wewenang Pemerintah Provinsi Pasal 8 Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan provinsi mempunyai kewenangan: a.
menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kebijakan Pemerintah;
b.
memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu
provinsi, kemitraan, dan
jejaring dalam pengelolaan sampah; c.
menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan
pengawasan kinerja
kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah; dan d.
m e m fa s i l i t a s i
p e nye l e s a i a n
perselisihan
pengelolaan
sampah
antarkabupaten/antarkota dalam 1 (satu) provinsi.
50
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Bagian Keempat Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 9 (1)
Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan: a.
menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
b.
menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c.
melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;
d.
menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
e.
melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
f.
menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan peraturan menteri.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
51
Bagian Kelima Pembagian Kewenangan
Pasal 10 Pembagian kewenangan pemerintahan di bidang pengelolaan sampah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 11 (1)
Setiap orang berhak: a.
mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu;
b.
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah;
c.
memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah;
d.
mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah; dan
e.
memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.
52
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 12 (1)
Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
Pasal 13 Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan
khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.
Pasal 14 Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya.
Pasal 15 Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
53
Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
tata cara pelabelan atau penandaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dan
kewajiban produsen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB V PERIZINAN
Pasal 17 (1)
Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki izin dari kepala daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Pemerintah.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 18 (1)
Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan sampah harus diumumkan kepada masyarakat.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha pengelolaan sampah yang mendapatkan izin dan tata cara pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
54
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
BAB VI PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Kesatu Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Pasal 19 Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas: a.
pengurangan sampah; dan
b.
penanganan sampah.
Paragraf Kesatu Pengurangan sampah
Pasal 20 (1)
Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan:
(2)
a.
pembatasan timbulan sampah;
b.
pendauran ulang sampah; dan/atau
c.
pemanfaatan kembali sampah.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: a.
menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;
b.
memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
55
(3)
c.
memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d.
memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
e.
memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(4)
Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21 (1)
Pemerintah memberikan: a.
insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan
b.
disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
56
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Paragraf Kedua Penanganan Sampah Pasal 22 (1)
Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi: a.
pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
b.
pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c.
pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d.
pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau
e.
pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah atau dengan peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Kedua Pengelolaan Sampah Spesifik Pasal 23 (1)
Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
57
BAB VII PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI Bagian Kesatu Pembiayaan Pasal 24 (1)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah.
(2)
Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
Bagian Kedua Kompensasi
Pasal 25 (1)
Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
(2)
Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. b. c. d.
(3)
relokasi; pemulihan lingkungan; biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau kompensasi dalam bentuk lain.
Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
58
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi
oleh pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah. 17
BAB VIII KERJA SAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Kesatu Kerja Sama antardaerah
Pasal 26 (1)
Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antarpemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah.
(2)
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diwujudkan dalam
bentuk kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah. (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan
bentuk usaha
bersama antardaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Bagian Kedua Kemitraan
Pasal 27 (1)
Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah.
(2)
Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
59
(3)
Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IX PERAN MASYARAKAT
Pasal 28 (1)
Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2)
Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a.
pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau
b. c.
pemerintah daerah; perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
BAB X LARANGAN
Pasal 29 (1)
Setiap orang dilarang: a.
memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
b. c. d.
Indonesia; mengimpor sampah; mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun; mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
60
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
e.
membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
f.
melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir; dan/atau
g.
membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
(4)
Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g.
BAB XI PENGAWASAN
Pasal 30 (1)
Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah dilakukan oleh Pemerintah
(2)
Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.
Pasal 31 (1)
Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengelola sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamasama.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
61
(2)
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
norma, standar, prosedur, dan kriteria
pengawasan yang diatur oleh Pemerintah. (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 32 (1)
Bupati/walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. b. c.
(3)
paksaan pemerintahan; uang paksa; dan/atau pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan peraturan daerah
kabupaten/kota.
BAB XIII PENYELESAIAN SENGKETA Bagian Kesatu Umum Pasal 33 (1)
Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri atas: a. b.
62
sengketa antara pemerintah daerah dan pengelola sampah; dan sengketa antara pengelola sampah dan masyarakat. Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
(2)
Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan.
(3)
Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Pasal 34 (1)
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan mediasi, negosiasi, arbitrase, atau pilihan lain dari para pihak yang bersengketa.
(2)
Apabila dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, para pihak yang bersengketa dapat mengajukannya ke pengadilan.
Bagian Ketiga Penyelesaian Sengketa di dalam Pengadilan
Pasal 35 (1)
Penyelesaian sengketa persampahan di dalam pengadilan dilakukan melalui gugatan perbuatan melawan hukum.
(2)
Gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mensyaratkan penggugat membuktikan unsurunsur kesalahan, kerugian, dan hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan.
(3)
Tuntutan dalam gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berwujud ganti kerugian dan/atau tindakan tertentu.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
63
Bagian Keempat Gugatan Perwakilan Kelompok
Pasal 36 Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok. Bagian Kelima Hak Gugat Organisasi Persampahan Pasal 37 (1)
Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaan sampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
(2)
Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3)
Organisasi persampahan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a.
berbentuk badan hukum;
b.
mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah; dan
c.
telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun sesuai dengan anggaran dasarnya.
BAB XIV PENYIDIKAN
Pasal 38 (1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan persampahan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
64
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
(2)
Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a.
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
b.
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
c.
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
d.
melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
e.
melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan
yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; dan f.
meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah.
(3)
Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4)
Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
65
BAB XV KETENTUAN PIDANA
Pasal 39 (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah rumah tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
(2)
Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah spesifik ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
Pasal 40 (1)
Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2)
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
66
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Pasal 41 (1)
Pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2)
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 42 (1)
Tindak pidana dianggap sebagai tindak pidana korporasi apabila tindak pidana dimaksud dilakukan dalam rangka mencapai tujuan korporasi dan dilakukan oleh pengurus yang berwenang mengambil keputusan atas nama korporasi atau mewakili korporasi untuk melakukan perbuatan hukum
atau memiliki
kewenangan guna mengendalikan dan/atau mengawasi korporasi tersebut. (2)
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh atau atas nama korporasi dan orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkungan korporasi, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada mereka yang bertindak sebagai pemimpin atau yang memberi perintah, tanpa mengingat apakah orang dimaksud, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.
(3)
Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan ditujukan kepada pengurus pada alamat korporasi atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
(4)
Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan pengurus agar menghadap
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
67
sendiri ke pengadilan.
Pasal 43 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 adalah kejahatan.
BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44 (1)
Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka
(2)
paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini. Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 45 Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya Undang-Undang ini wajib membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun.
BAB XVII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 46 Khusus untuk daerah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4), serta Pasal 32 merupakan kewenangan pemerintah daerah provinsi. 68
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 47 (1)
Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan UndangUndang ini diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diundangkan.
(2)
Peraturan daerah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diundangkan.
Pasal 48 Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 49 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 69 Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
69
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
I.
UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya
volume sampah. Di samping itu, pola
konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam, antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola
sampah masih bertumpu pada
pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan 70
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Pasal 28H ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal
itu
membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah. Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, pembentukan UndangUndang ini diperlukan dalam rangka:
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
71
a.
kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan;
b.
ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c.
ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah;
d.
kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintahan daerah dalam pengelolaan sampah; dan
e.
kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam undangundang ini dan pengertian limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang tidak berasal dari rumah tangga. Kawasan komersial berupa, antara lain, pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, perkantoran, restoran, dan tempat hiburan. Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang 72
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
telah memiliki izin usaha kawasan industri. Kawasan khusus merupakan wilayah yang bersifat khusus yang digunakan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya, kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, dan pengembangan teknologi tinggi. Fasilitas sosial berupa, antara lain, rumah ibadah, panti asuhan, dan panti sosial. Fasilitas umum berupa, antara lain, terminal angkutan umum, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, tempat pemberhentian kendaraan umum, taman, jalan, dan trotoar. Yang termasuk fasilitas lain yang tidak termasuk kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum antara lain rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat, kawasan pendidikan, kawasan pariwisata, kawasan berikat, dan pusat kegiatan olah raga.
Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 3 Yang dimaksud dengan asas “tanggung jawab” adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang dimaksud dengan asas “berkelanjutan” adalah bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik pada generasi masa kini maupun pada generasi yang akan Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
73
datang. Yang dimaksud dengan asas “manfaat” adalah bahwa pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan yang menganggap sampah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintahan daerah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah. Yang dimaksud dengan asas “kesadaran” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintahan daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian, dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya. Yang dimaksud dengan asas “kebersamaan” adalah bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Yang dimaksud dengan asas “keselamatan” adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin keselamatan manusia. Yang dimaksud dengan asas “keamanan” adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin dan melindungi masyarakat dari berbagai dampak negatif. Yang dimaksud dengan asas “nilai ekonomi” adalah bahwa sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah.
Pasal 4 Cukup jelas.
Pasal 5 Cukup jelas.
74
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Pasal 6 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Hasil pengolahan sampah, misalnya berupa kompos, pupuk, biogas, potensi energi, dan hasil daur ulang lainnya. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Penyelenggaraan pengelolaan sampah, antara lain,berupa penyediaan tempat penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
75
terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 10 Cukup jelas.
Pasal 11 Cukup jelas.
Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 13 Kawasan permukiman meliputi kawasan permukiman dalam bentuk klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya. Fasilitas pemilahan yang disediakan diletakkan pada tempat yang mudah 76
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
dijangkau oleh masyarakat.
Pasal 14 Untuk produk tertentu yang karena ukuran kemasannya tidak memungkinkan mencantumkan label atau tanda, penempatan label atau tanda dapat dicantumkan pada kemasan induknya.
Pasal 15 Yang dimaksud dengan mengelola kemasan berupa penarikan kembali kemasan untuk didaur ulang dan/atau diguna ulang.
Pasal 16 Cukup jelas.
Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Lingkup perizinan yang diatur oleh Pemerintah, antara lain, memuat persyaratan untuk memperoleh izin, jangka waktu izin, dan berakhirnya izin. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 18 Cukup jelas.
Pasal 19 Cukup jelas.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
77
Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Pemerintah menetapkan kebijakan agar para produsen mengurangi sampah dengan cara menggunakan bahan yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam. Kebijakan tersebut berupa penetapan jumlah dan persentase pengurangan pemakaian bahan yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam dalam jangka waktu tertentu. Huruf b Teknologi ramah lingkungan merupakan teknologi yang dapat mengurangi timbulan sampah sejak awal proses produksi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud bahan produksi dalam ketentuan ini berupa bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan, atau kemasan produk. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 21 Ayat (1) Huruf a Insentif dapat diberikan misalnya kepada produsen yang menggunakan bahan produksi yang dapat atau mudah diurai oleh 78
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
proses alam dan ramah lingkungan. Huruf b Disinsentif dikenakan misalnya kepada produsen yang menggunakan bahan produksi yang sulit diurai oleh proses alam, diguna ulang, dan/atau didaur ulang, serta tidak ramah lingkungan. Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Pemilahan sampah dilakukan dengan metode yang memenuhi persyaratan keamanan, kesehatan, lingkungan, kenyamanan, dan kebersihan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah dimaksudkan agar sampah dapat diproses lebih lanjut, dimanfaatkan, atau dikembalikan ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 23 Cukup jelas.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
79
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Paksaan pemerintahan merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memulihkan kualitas lingkungan dalam keadaan semula dengan beban biaya yang ditanggung oleh pengelola sampah yang tidak mematuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Huruf b Uang paksa merupakan uang yang harus dibayarkan dalam jumlah tertentu oleh pengelola sampah yang melanggar ketentuan dalam peraturan perundangundangan sebagai pengganti dari pelaksanaan sanksi paksaan pemerintahan. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 33 Ayat (1) Sengketa persampahan merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya gangguan dan/atau kerugian terhadap kesehatan masyarakat dan/atau 80
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Ayat (1) Kompensasi merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap pengelolaan sampah di tempat pemrosesan akhir yang berdampak negatif terhadap orang. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah memuat antara lain jenis, volume, dan/atau karakteristik sampah. Ayat (3) Cukup jelas.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
81
lingkungan akibat kegiatan pengelolaan sampah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 34 Ayat (1) Penyelesaian
sengketa
persampahan
di
luar
pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif dari kegiatan pengelolaan sampah. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan tindakan tertentu dalam ayat ini, antara lain, perintah memasang atau memperbaiki prasarana dan sarana pengelolaan sampah.
Pasal 36 Gugatan perwakilan kelompok dilakukan melalui pengajuan gugatan oleh satu orang atau lebih yang mewakili diri sendiri atau mewakili kelompok.
82
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Pasal 37 Ayat (1) Organisasi persampahan merupakan kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya meliputi bidang pengelolaan sampah. Ayat (2) Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya yang secara nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi persampahan. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 38 Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40 Cukup jelas.
Pasal 41 Cukup jelas.
Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas.
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
83
Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45 Cukup jelas.
Pasal 46 Cukup jelas.
Pasal 47 Cukup jelas.
Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69
84
Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
PL
B
Jl. Casablanca Kav. 1, Kuningan - Jakarta Selatan Gdg. Nyi Ageng Serang Lt. 9-10, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-22, Kuningan - Jakarta Selatan http://bplhd.jakarta.go.id, email:
[email protected]
A
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta T HD AR PRO AK VINSI DKI J