PEDOMAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DAERAH PENYANGGA Oleh :
Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Direktorat Jenderal PHKA Departemen Kehutanan
DIPA BA-29 TAHUN 2008
SATKER Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Direktorat Jenderal PHKA
KATA PENGANTAR
Buku Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga ini disusun sebagai bahan yang dapat dipedomani bagi pelaksana dilapangan terkait dengan kegiatan pengelolaan pemberdayaan masyarakat, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Secara umum pedoman ini membahas pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga kawasan konservasi, mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, sampai kepada kegiatan monitoring dan evaluasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Dengan telah tersusunnya buku pedoman ini, tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam pelaksanaan maupun penyelesaian pedoman ini. Semoga bermanfaat. Direktur
DR. Hilman Nugroho NIP. 710005945
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................... DAFTAR ISI ................................................ DAFTAR GAMBAR ..................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................
i ii iv v
I. PENDAHULUAN ..................................... 1.1. Latar Belakang .................................. 1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran ............... 1.3. Ruang Lingkup ................................... 1.4. Batasan dan Pengertian ........................
1 2 5 6 6
II. KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ....................................... 12 III. PERENCANAAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ............ 3.1. Visi dan Misi ................................... 3.1.1. Visi ....................................... 3.1.2. Misi ...................................... 3.2. Kedudukan dan Fungsi Perencanaan ...... 3.3. Proses/Tahapan Dalam Perencanaan Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat ....
18 19 19 19 19 20
IV. PENGORGANISASIAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ........... 25 4.1. Pihak-Pihak yang Berkepentingan ......... 26
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
ii
4.2. Wilayah Kerja Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat ......................................... 31 4.3. Proses/Tahapan Dalam Pengorganisasian Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat .... 31 4.4. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat .................... 32
V. PELAKSANAAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ........... 36 VI. MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ........... 42 VII. PENUTUP ............................................ 45 LAMPIRAN ................................................. 47
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka/Alur Pikir Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Dalam dan Sekitar Kawasan Konservasi Gambar 2. Proses berulang (iterative process) perencanaan pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Beberapa Peraturan Peundang-undangan yang menjadi dasar dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga Lampiran 2. Gambaran Umum PRA (Participatory Rural Appraisal) dalam pemberdayaan masyarakat Lampiran 3. Jenis kegiatan yang dapat dikembangkan dalam rangka pemberdayaan masyarakat
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
v
BAB I PENDAHULUAN
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi yang memiliki beragam jenis flora dan fauna serta segala keunikannya merupakan salah satu kekayaan alam yang dapat dijadikan andalan dalam menjamin kelangsungan hidup manusia baik di masa sekarang maupun dimasa yang akan datang. Selain itu masyarakat lokal dan masyarakat adat yang berada di dalam dan sekitar kawasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kawasan konservasi. Berdasarkan fakta yang terjadi di hampir semua kawasan konservasi, bahwa ancaman dan gangguan terhadap konservasi yang berupa perambahan maupun perladangan liar terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, baik dari sisi Pengelola kawasan konservasi yang masih belum optimal dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tersebut, maupun dari sisi maysarakat sendiri yang tingkat kesadaran akan nilai-nilai konservasi masih sangat rendah. Sehingga ketergantungan masyarakat di sekitar kawasan konservasi sangat tinggi. Disisi lain yang menjadi pemicu ancaman dan gangguan terhadap kawasan konservasi adalah rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan, keterbatasan
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
2
lahan pertanian serta terisolirnya disekitar kawasan konservasi.
desa-desa
Salah satu solusi untuk menekan ancaman dan gangguan tersebut adalah melalui pemberdayaan masyarakat disekitar kawasan konservasi. Ini merupakan langkah tepat untuk menanggulangi masalah tersebut, karena pemberdayaan masyarakat bertujuan antara lain untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan akses bagi masyarakat lokal dan adat dalam pemanfaatan potensi kawasan sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian. Oleh karena itu, pengelola kawasan konservasi selaku fasilitator juga dituntut untuk mengelola pemberdayaan masyarakat secara profesional sehingga masyarakat sebagai pelaku, yang memiliki potensi dan daya untuk dikembangkan, dapat dimotivasi untuk melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan rencana dan program yang telah ditetapkan. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya membangun masyarakat kearah kemandirian, sehingga dapat diartikan sebagai upaya guna memperbaiki mutu hidup/kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Pemberdayaan Masyarakat yang dilaksanakan secara beriringan oleh Pemerintah bersama masyarakat atau dilakukan masyarakat dengan fasilitasi pemerintah akan memotivasi peranserta masyarakat secara aktif dan dinamis. Dengan demikian, peran serta masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan merupakan syarat mutlak yang harus diperhatikan oleh semua Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
3
penentu kebijakan dan penyelenggara pembangunan di segala bidang, termasuk bidang kehutanan, dan pada akhirnya melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat diharapkan masyarakat ikut merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian dan keberadaan kawasan konservasi sebagai sumber kehidupan mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Landasan hukum yang mengatur tentang peranserta masyarakat di bidang Kehutanan, adalah sebagai berikut : 1). Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Bab I pasal 4 dan Bab IX pasal 37); 2). Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Bab X pasal 70). Pasal 4 Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 menyatakan bahwa konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah serta masyarakat. Selanjutnya dipertegas dengan pasal 37 yang menjelaskan bahwa pemerintah berkewajiban untuk mendorong peranserta masyarakat melalui pendidikan dan penyuluhan. Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 pasal 2, lebih lanjut dijelaskan bahwa penyelenggaraan kehutanan berazaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Lestari yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah adanya keseimbangan antara fungsi ekologi, fungsi sosial budaya dan fungsi ekonomi. Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
4
Berdasarkan Surat Keputusan Menhut Nomor 456/Menhut-II/2004, bahwa 5 (lima) kebijakan prioritas bidang kehutanan, salah satu diantaranya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, maka wilayah pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi (baik wilayah daratan maupun yang berupa laut/perairan), meliputi : 1. Desa di sekitar kawasan hutan konservasi/di daerah penyangga. 2. Desa enclave di dalam kawasan hutan konservasi. 3. Desa adat (yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah). Peranserta masyarakat dapat tumbuh dan berkembang apabila mendapat arahan dan dukungan dari Pengelola kawasan konservasi, serta para pihak terkait. Sebagai langkah lebih lanjut demi membangun kesadaran bersama (penyamaan persepsi) antara masyarakat dan Pengelola kawasan konservasi, serta stakeholders terkait lainnya tentang arti penting pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga kawasan konservasi, maka disusun Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah penyangga. 1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran 1.1.1. Maksud Sebagai acuan/pedoman UPT Direktorat Jenderal PHKA/Pengelola kawasan konservasi dalam pengelolaan kegiatan
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
5
Pemberdayaan Penyangga.
masyarakat
di
daerah
2.1.2. Tujuan Tercapainya pengelolaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang efektif dan efisien, serta terwujudnya fungsi dan manfaat kawasan konservasi bagi masyarakat. 3.1.3. Sasaran 1). Terbangunnya kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap kelestarian fungsi dan manfaat kawasan konservasi. 2). Terlaksananya pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga oleh UPT Ditjen PHKA secara berhasil guna dan berdaya guna, berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. 3). Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang berada di daerah penyangga kawasan konservasi. 1.3.
Ruang Lingkup Ruang lingkup pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga secara umum meliputi 4 (empat) unsur manajemen, meliputi : kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan/implementasi (actuating), serta monitoring dan evaluasi (controlling).
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
6
1.4. Batasan dan Pengertian 1). Daerah Penyangga, adalah wilayah yang berada di luar kawasan konservasi, baik sebagai kawasan hutan, tanah negara maupun tanah yang dibebani hak, yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan konservasi, maupun melindungi kepentingan masyarakat. 2). Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mangatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul, adat istiadat setempat yang diakui dalam sistim pemerintahan nasional dan berada didaerah kabupaten. 3). Desa di dalam hutan, adalah desa enclave, desa/desa adat yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. 4). Desa di sekitar hutan, adalah desa/desa adat yang berada di sekitar kawasan konservasi/daerah penyangga. 5). Desa Enclave, adalah desa yang letaknya didalam kawasan konservasi yang dihuni oleh masyarakat, dan telah ditetapkan sebagai desa enclave. 6). Fasilitasi, adalah upaya yang dilakukan oleh instansi kehutanan pusat dan daerah, instansi terkait, swasta dan organisasi non pemerintah yang dilaksanakan sesuai dengan kewenangannya, antara lain melalui
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
7
pengakuan status legalitas, penguatan kelembagaan, bimbingan produksi, bimbingan teknologi, pendidikan dan latihan, akses terhadap pasar, serta pemberian hak dalam bentuk ijin pemanfaatan hutan. 7). Hutan konservasi, adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 8). Kawasan konservasi, adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keaneka ragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Sedangkan yang dimaksud kawasan konservasi disini adalah kawasan konservasi yang telah ditunjuk oleh pemerintah mencakup wilayah perairan/laut. 9). Keberlanjutan, dalam arti kegiatan pemberdayaan masyarakat bukan merupakan kegiatan sesaat, melainkan merupakan program yang berkelanjutan sampai terwujudnya visi pemberdayaan masyarakat tercapai dan dapat dilestarikan. 10). Kemandirian, artinya memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan kreatifitas dan memanfaatkan keswadayaannya, sehingga tidak menciptakan ketergantungan kepada pemerintah maupun pihak luar yang lain, namun tetap menjaga kelestarian kawasan konservasi. 11). Kemitraan, artinya kegiatan pemberdayaan masyarakat harus melibatkan dan Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
8
mengembangkan kemitraan dengan semua stakeholder (birokrasi, pelaku bisnis, pakar, dll) atas dasar prinsip: saling ketergantungan, saling membutuhkan, saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling melindungi dalam kedudukan yang setara. 12). Masyarakat di dalam dan sekitar hutan, adalah penduduk yang bermukim didalam dan sekitar hutan yang memiliki kesatuan komunitas sosial dengan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan dapat berpengaruh terhadap kelestarian hutan. 13). Model Desa Konservasi, adalah desa yang dijadikan model dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi, dan budaya. 14). Participatory Rural Appraisal (PRA), adalah model pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan data potensi desa, kehidupan dan kondisi masyarakat agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan. 15). Partisipatif, artinya dalam keseluruhan tahapan proses pembangunan kehutanan (pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dan pemanfaatan hasil pembangunan) memberikan kesempatan dan kedudukan yang setara dan dilaksanakan bersama masyarakat setempat. 16). Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga, merupakan Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
9
acuan/pedoman dalam kegiatan pengelolaan pemberdayaan masyarakat dari mulai kegiatan perencanaan, pengotganisasian, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi pengelolaan pemberdayaan masyarakat tersebut. (delete) 17). Pemberdayaan masyarakat, adalah segala upaya yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat, dengan atau tanpa dukungan pihak luar, agar mampu terus mengembangkan daya atau potensi yang dimiliki, demi perbaikan mutu-hidupnya, secara mandiri dan berkelanjutan. (disesuaikan dengan Master Plan, rencana makro) 18). Pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga kawasan konservasi, adalah segala upaya yang bertujuan untuk terus meningkatkan keberdayaan masyarakat di daerah penyangga sekitar kawasan konservasi, untuk memperbaiki kesejahteraannya dan meningkatkan partisipasi mereka dalam segala kegiatan konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, secara berkelanjutan. 19). Pengembangan jejaring, adalah upaya untuk mengembangkan dan menjamin keberlanjutan aktivitas kelompok yang dibentuk melalui kerjasama usaha yang melibatkan kelompok dengan kelompok lain, lembaga keuangan maupun perusahaan untuk mengembangkan usaha yang produktif.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
10
20). Pengembangan kapasitas, adalah upaya agar kelompok sasaran dapat meningkat pengetahuan, sikap, ketrampilan, wawasan, pengelola usaha, kemandirian, dan percaya diri melalui pelatihan, temu wicara, karya wisata, studi lapangan/banding, pertemuan informal yang dilakukan di kalangan masyarakat sendiri. 21).
Perencanaan, adalah suatu proses kegiatan penentuan tindakan/langkah-langkah yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan pemberdayaan masyarakat dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan potensi, peluang, dan kendala yang timbul.
22). Tenaga Pendamping, adalah tenaga profesional dari berbagai disiplin ilmu yaitu kehutanan dan disiplin lainnya yang sehari-hari mengembangkan sumberdaya hutan dan masyarakat setempat sehingga kelembagaan masyarakat dalam pemanfaatan hutan secara lestari dapat berkembang; 23). PAM Swakarsa, adalah pengamanan kawasan konservasi dengan melibatkan masyarakat setempat dan pihak lain yang terkait. 24). Peran masyarakat, adalah Cara melakukan interaksi antar kelompok yang selama ini diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan yang akan membicarakan apa yang akan dan ingin mereka/masyarakat lakukan.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
11
25). RRA, adalah salah satu model pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan data potensi desa. 26). Pengembangan Jejaring Kerja, adalah upaya untuk mengembangkan dan menjamin keberlanjutan aktivitas kelompok yang dibentuk melalui kerjasama usaha yang melibatkan kelompok dengan kelompok lain, lembaga keuangan maupun perusahaan untuk mengembangkan usaha yang produktif. 27).
Strategi, adalah perencanaan umum untuk dilaksanakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
12
BAB II KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
II. KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
13
Perumusan program dan kegiatan dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga selain harus mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran, perlu pula disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi, serta memperhatikan kondisi, potensi, dan karakteristik pada masingmasing kawasan. Uraian kerangka/alur pikir pengelolaan pemberdayaan masyarakat disajikan secara diagramatis sebagai berikut : .....Ada di file excel.....(Alur Pikir Pengelolaan PM)
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
14
Prinsip yang digunakan sebagai kebijakan dasar dalam pemberdayaan masyarakat sesuai dengan Permenhut No. P. 01/Menhut-II/2004, pasal 5 yaitu : 1). Penciptaan suasana iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi masyarakat, 2). Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, 3). Melindungi masyarakat melalui keberpihakan kepada masyarakat untuk mencegah persaingan yang tidak sehat. Dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga yang dilakukan perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1). Prinsip Pendekatan Kelompok, Apapun kegiatan yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui pendekatan kelompok, sehingga menumbuhkan kelompok-kelompok yang terus bergerak dinamis untuk melanjutkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang ditumbuhkan dari, oleh dan untuk kepentingan warga masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan konservasi, bukan untuk kepentingan yang lain. 2). Prinsip Keserasian, Setiap kelompok pemberdayaan masyarakat haruslah terdiri dari warga masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan konservasi yang saling mengenal, saling percaya dan mempunyai kepentingan yang sama, sehingga
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
14
akan tumbuh kerjasama yang kompak dan serasi. 3). Prinsip Kepemimpinan dari mereka sendiri, Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan konservasi untuk mengembangkan kepemimpinan dari kalangan mereka sendiri. 4). Prinsip Pendekatan Kemitraan, Memperlakukan warga masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan konservasi sebagai mitra kerja pembangunan kehutanan, yang berperan serta secara aktif dalam pengambilan keputusan. Ikut sertanya mereka dalam proses pengambilan keputusan, akan menjadikan mereka sebagai mitra kerja yang aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan hutan yang lestari. 5). Prinsip Swadaya, Semua kegiatan yang dilakukan berupa bimbingan, dukungan dan kemudahan haruslah mampu menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian. 6). Prinsip Belajar sambil Bekerja (Partisipatif), Dirancang dan dilaksanakan sebagai proses pembelajaran yang partisipatif, yang dilakukan sendiri oleh warga masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan konservasi, agar mereka mengalami dan menemukan sendiri masalahmasalah serta alternatif pemecahannya. 7). Prinsip Pendekatan Keluarga, Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
15
Tidak hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki dewasa (bapak-bapak) saja, tetapi juga para ibu dan anak-anaknya, sehingga seluruh anggota keluarga warga masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan konservasi memperoleh pemberdayaan sesuai dengan masalah dan kebutuhan masing-masing. Pengelolaan pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan beberapa strategi sebagai berikut : 1). Pengelolaan usaha diprioritaskan berbasis sumber daya hutan yang efisien dalam arti mampu menghasilkan keuntungan untuk kemakmuran masyarakat, yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi. 2). Pemanfaatan, konservasi, dan rehabilitasi sumber daya hutan demi menjaga kelestarian sumber daya hutan dan lingkungan hidup. 3). Pelestarian nilai-nilai sosial budaya dan kearifan tradisional kaitannya dengan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya hutan. 4). Memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan konservasi. Dalam pelaksanaan pengelolaan pemberdayaan masyarakat didaerah penyangga strategi tersebut diarahkan kepada : 1). Pemihakan dan pemberdayaan masyarakat,
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
16
2). Pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembangunan serta mengembangkan peran serta masyarakat, 3). Modernisasi melalui penajaman arah perubahan struktur sosial, ekonomi, budaya dan politik yang bersumber pada partisipasi masyarakat, 4). Memperhatikan potensi, lokasi, aspirasi dan tuntutan masyarakat setempat, 5). Pemberdayaan Masyarakat haruslah merupakan program pembelajaran yang dilakukan melalui suatu proses yang berkelanjutan dan sistematis, 6). Mampu mengakses terhadap permodalan, 7). Mampu mengakses terhadap teknologi, 8). Mampu mengakses pasar, 9). Mendorong dan membimbing Warga Masyarakat Desa di dalam dan sekitar kawasan konservasi agar mampu bekerjasama di bidang ekonomi secara individu maupun kelompok, 10). Menumbuhkembangkan gabungan atau jaringan antara kelompok atau asosiasi Pemberdayaan Masyarakat, Kelompok-kelompok yang sudah tumbuh didorong dan dibimbing agar mau dan mampu bekerjasama antar kelompok dalam bentuk organisasi yang lebih besar, yang disebut gabungan kelompok atau asosiasi. Dengan bergabung dalam asosiasi akan mampu memberi manfaat dalam hal Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
17
: menghimpun modal usaha yang lebih besar, memperbesar skala usaha, meningkatkan posisi tawar-menawar (bargaining position), meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha. 11).Menumbuhkan Lembaga Ekonomi Formal. Gabungan kelompok/Asosiasi Peserta Pemberdayaan Masyarakat didorong agar mereka mau dan mampu menjadi satu lembaga ekonomi formal, yang antara lain adalah Koperasi.
BAB III PERENCANAAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
18
III.
PERENCANAAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
3.1 Visi dan Misi 3.1.1. Visi Rumusan visi dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga yaitu terwujudnya kemandirian masyarakat untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya melalui partisipasinya secara aktif dalam kegiatan pemanfaatan, pengamanan dan pelestarian . 3.1.2. Misi Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
19
Sejalan dengan rumusan visi tersebut, maka pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga kawasan konservasi memiliki misi : 1). Memantapkan kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya,dengan meningkatkan peranserta masyarakat. 2). Mengembangkan partisipasi, desentralisasi, kemitraan, pemerataan, keberlanjutan, kemandirian, guna meningkatkan kelestarian kawasan konservasi. 3). Meningkatkan kontribusi kawasan konservasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. 3.2 Kedudukan dan Fungsi Perencanaan Perencanaan adalah suatu proses kegiatan penentuan tindakan/langkah-langkah yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan pemberdayaan masyarakat dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan potensi, peluang, dan kendala yang timbul. Perencanaan pengelolaan pemberdayaan masyarakat secara umum meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan (membangun kesepahaman, membangun dan mengembangkan kelembagaan, menyiapkan tenaga pendamping/fasilitator, melakukan pelatihan PRA (Participatory Rural Appraisal), melaksanakan PRA desa, meningkatkan kapasitas masyarakat, mengembangkan usaha ekonomi produktif,
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
20
membangun kemitraan dengan stakeholders terkait), serta monitoring dan evaluasi. Dengan adanya rencana pengelolaan pemberdayaan masyarakat, pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan pemberdayaan masyarakat diharapkan kegiatan dapat berjalan secara berkelanjutan dan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Perencanaan pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari Rencana Pengelolaan Kawasan, dengan fungsi sebagai rencana detail dari kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi yang akan dilaksanakan. 3.3 Proses/Tahapan Dalam Perencanaan Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Hal yang penting diperhatikan dalam penyusunan rencana pengelolaan pemberdayaan masyarakat adalah bahwa perencanaan merupakan suatu proses berulang (iterative process). Perencanaan tersebut mengatur langkah-langkah atau aktifitas pengelolaan pemberdayaan masyarakat yang harus dilaksanakan termasuk rencana kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap tujuan dan sasaran yang diharapkan. Dengan demikian dapat tercipta suatu mekanisme umpan balik (feedback) terhadap keseluruhan proses pengelolaan pemberdayaan masyarakat sehingga dapat dilakukan perbaikan terhadap rencana yang telah disusun (gambar 2).
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
21
Langkah-langkah dalam penyusunan rencana pengelolaan pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut : 1). Menetapkan tujuan; 2). Mengidentifkasi keadaan saat ini (sosial ekonomi; potensi masyarakat, peluang pasar dll); 3). Mengidentifikasi kemudahan, hambatan dan permasalahan; 4). Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan. Sedangkan proses/tahapan dalam perencanaan pengelolaan pemberdayaan masyarakat yaitu : 1). Strategi Dalam menentukan strategi ini beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa pemberdayaan masyarakat bertujuan : Ø Untuk menghasilkan keuntungan dan meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah penyangga; Ø Untuk kelestarian sumber daya alam di hutan konservasi; Ø Memperhatikan nilai-nilai sosial, budaya serta kearifan tradisional setempat; Ø Menghindari konflik antara masyarakat dengan hutan konservasi serta potensinya. Agar strategi pemberdayaan masyarakat yang ditentukan dapat mencapai sasaran yakni menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat untuk mewujudkan kemandirian
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
22
dalam meningkatkan kesejahteraannya diperlukan strategi sebagai berikut : Ø strategi pengembangan sumber daya manusia; Ø strategi pengembangan kelembagaan kelompok; Ø strategi pemupukan modal swasta (mandiri); Ø strategi usaha produktif; Ø strategi penyediaan informasi; Ø strategi pengembangan potensi, manfaat, dan fungsi kawasan konservasi. 2). Penentuan Metoda Diintegrasikan dengan rencana-rencana yang telah disusun seperti rencana pengelolaan kawasan konservasi yang berbatasan dengan daerah penyangga baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, rencana pengembangan daerah dll. 3). Penentuan Kegiatan Penentuan kegiatan pemberdayaan masyarakat disesuaikan dengan program yang telah disusun dengan memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut : a. Jumlah dan letak desa Berapa jumlah desa yang masyarakatnya mendapat bantuan kegiatan pemberdayaan masyarakat serta letak administrasi berada di wilayah mana (kecamatan, kabupaten). b. Jumlah kepala keluarga / kelompok
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
23
Berapa banyak kepala keluarga, kelompok yang menerima bantuan.
atau
c. Jenis - jenis kegiatan yang akan dikembangkan disesuaikan dengan kondisi sosial, potensi sumberdaya hutan serta peluang pasar. Beberapa jenis kegiatan yang mungkin dapat dikembangkan antara lain : Ø Pelestarian sumber daya alam (budidaya/ penangkaran flora dan fauna) Ø Penyadaran masyarakat Ø Perlindungan dan pengamanan hutan Ø Pengembangan usaha tani Ø Pengembangan ekowisata (desa wisata, home stay , home industry dll) 4). Penentuan Pemasaran Produk Ø
Ø
Mengidentifikasi pemasaran produk untuk mengetahui apakah telah ada pemasaran produk dari kegiatan pemberdayaan serta mencari peluang pasar lain apabila belum ada pemasaran produk . Membentuk jaringan usaha pemasaran produk.
5). Penentuan Kelembagaan Bentuk kelembagaan yang seperti apa yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dalam berbagai hal, termasuk pemasaran produk.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
24
6). Penentuan Pembiayaan § Internal UPT § Pemerintah § Perorangan/Donor § Lembaga Konservasi § Mitra (stakeholders) terkait lainnya. Secara garis besar proses perencanaan dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat pada gambar berikut : Karakteristik Masyarakat Di DP
Kendala : Ø Biofisik Ø Manajemen Ø Teknologi Ø Modal Ø dll
Peraturan Perundangan & Kebijakan
Permasalahan Pemberdayaan Masyarakat (PM)
Tujuan dan Sasaran Pengelolaan PM
Hasil Identifikasi PRA
Alternatif Kegiatan
Evaluasi Terhadap Alternatif Kegiatan (Sesuai Potensi, Sosekbud, kendala, PRA, dll)
R E V I E W
Pilihan Kegiatan Rencana Kegiatan Implementasi/ Pelaksanaan Kegiatan Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
Keberlanjutan Kegiatan PM
Monitoring & Evaluasi
25
Gambar 2. Proses berulang (iterative process) perencanaan pengelolaan PM di daerah penyangga.
BAB IV
PENGORGANISASIAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
26
IV. PENGORGANISASIAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
4.1. Pihak-Pihak yang Berkepentingan Dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat diperlukan peran serta secara aktif dari masyarakat serta dukungan dari pihak-pihak (stakeholders) terkait lainnya terutama pemerintah daerah setempat, guna pencapaian tujuan dan sasaran yang ditetapkan secara optimal. Dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pihak-pihak yang terlibat langsung/berkepentingan dan merupakan aktor utama pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan peranan dari masing-masing pihak dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
27
1). Pihak Pengelola Kawasan (Balai KSDA dan TN), Ø Melakukan orientasi, identifikasi dan inventarisasi terhadap desa-desa disekitar kawasan konservasi yang akan dijadikan sasaran kegiatan. Ø Menyusun data dasar dan informasi. Ø Menyusun master plan (Model Desa Konservasi). Ø Mempersiapkan pra kondisi masyarakat. Ø Sosialisasi kepada penyuluh, LSM dan Dinas Propinsi/Kabupaten /Kota yang menangani kehutanan. Ø Fasilitasi dalam bentuk pengadaan sarana dan prasarana produksi. Ø Membentuk tim pendamping/fasilitator. Ø Melaksanakan temu usaha tingkat lokal. Ø Koordinasi dengan penyuluh kehutanan/pertanian, masyarakat, LSM dan pihak terkait lainnya. Ø Koordinasi dengan per-Bank-an dalam alokasi kredit. Ø Melakukan kemitraan dengan pihak terkait. Ø Supervisi, pembinaan dan bimbingan teknis. Ø Memfasilitasi pelayanan informasi teknologi tepat guna. Ø Melaksanakan temu usaha tingkat lokal. Ø Membantu perencanaan alokasi kredit. Ø Koordinasi dalam rangka mendapatkan bibit yang berkualitas. Ø Pelayanan informasi teknologi tepat guna. Ø Pelayanan informasi pasar. Ø Menfasilitasi dan mengupayakan pemecahan permasalahan.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
28
Ø Pengendalian (monitoring dan evaluasi, pembinaan, supervisi, dll). Ø Mengusulkan rencana kegiatan dan anggaran. Ø Melaporkan secara periodik/tahunan kepada Direktur Jenderal PHKA melalui Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Ø Membantu/ memberikan kemudahan memberikan akses informasi dan pemanfaatan SDAH&E. 2). Masyarakat/Kelompok Masyarakat Membentuk kelompok, menyusun struktur organisasi kelompok, menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga kelompok, menyusun Rencana Umum kelompok, menyusun Rencana Definitif Kebutuhan kelompok, menyusun Profil Keluarga, Rencana Usaha Keluarga, Rencana Kegiatan Kelompok, Rencana Kegiatan Desa, melaksanakan dan mengembangkan perencanaan yang telah disusun, dll. (masyarakat juga sebagai pelaku) 3). Pendamping/Fasilitator Ø Melakukan pendampingan masyarakat dalam semua kegiatan (pembentukan kelompok, penyusunan struktur organisasi kelompok, penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga kelompok, penyusunan Rencana Umum kelompok, Rencana Definitif Kebutuhan kelompok, dll).
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
29
Ø Koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan pendampingan kelompok. Ø Membuat laporan kegiatan kepada atasannya dengan tembusan kepada KUPT Ditjen PHKA. 4). Pemerintah Daerah Ø Sosialisasi dan koordinasi dengan instansi teknis terkait dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Ø Penyediaan perangkat mendukung kegiatan.
lunak
untuk
Ø Melakukan pra kondisi masyarakat. Ø Pembinaan kepada masyarakat. Ø Mengetahui/menyetujui Master Plan yang disusun oleh UPT. Ø Mengalokasi anggaran/dana pada instansi terkait (sesuai Tupoksi) guna mendukung kegiatan ekonomi produktif masyarakat. Sedangkan pihak-pihak (stakeholders) lain yang juga mempunyai peranan dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut : 1). Instansi/Lembaga di Kehutanan, meliputi :
Jajaran
Departemen
a. Ditjen PHKA Ø Fasilitasi dan supervisi penyusunan data dasar dan informasi. Ø Menyempurnakan peraturan perundangan.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
30
Ø Menyusun Sistem Informasi Manajemen. Ø Menyusun pedoman (monitoring dan evaluasi, pola kemitraan, supervisi, bimbingan teknis, standar, kriteria dan indikator, dll). Ø Melakukan kerjasama dengan pihak terkait dalam kajian ekonomi produktif. Ø Sosialisasi kepada kalangan legislatif, eselon I terkait, UPT Departemen Kehutanan, Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota yang menangani Kehutanan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kalangan bisnis, stakeholder dan masyarakat. Ø Melaksanakan temu usaha tingkat wilayah dan nasional. Ø Regulasi mengenai sistem insentif dan disinsentif . Ø Fasilitasi dalam pendidikan, dan pelatihan (pembuatan paket pelatihan teknis pemberdayaan masyarakat, penyediaan instruktur, dll). Ø Melakukan koordinasi dengan pihak terkait ditingkat nasional dan internasional. Ø Memfasilitasi penyediaan anggaran. Ø Pengendalian (monitoring dan evaluasi, pembinaan, supervisi, dll). b. Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan Ø Memfasilitasi pembentukan Sentra Penyuluh Kehutanan Pedesaan (SPKP).
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
31
Ø Mendayagunakan penyuluh kehutanan lapangan dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Ø Memfasilitasi pelatihan Training Of Trainers (TOT) dan Training Of Farmers/Fasilitator/Pendamping (TOF). Ø Membantu mempersiapkan prakondisi masyarakat. 2). Instansi/Lembaga Di Luar Jajaran Departeman Kehutanan Ø Memfasilitasi kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan Tupoksi. Ø Memberikan bantuan teknis. Ø Melakukan pembinaan yang berhubungan dengan teknis kegiatan. Ø Koordinasi lainnya.
dengan
stakeholders
terkait
3). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Ø Melakukan pendampingan masyarakat dalam semua kegiatan (pembentukan kelompok, penyusunan struktur organisasi kelompok, penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga kelompok, penyusunan Rencana Umum kelompok, Rencana Definitif Kebutuhan kelompok, dll). Ø Koordinasi dengan pertanian/kehutanan dalam pendampingan kelompok.
penyuluh pelaksanaan
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
32
Ø Memfasilitasi masyarakat.
pencarian
modal
kerja
Dalam pelaksanaan kegiatannya LSM tetap harus berkoordinasi dengan pengelola kawasan (Pusat&Daerah). 4). Pelaku Bisnis Melaksanakan kegiatan : Ø Pengadaan dan distribusi input (sarana produksi dan peralatan /mesin-mesin) yang diperlukan. Ø Pengolahan hasil-hasil. Ø Pemasaran hasil-hasil. Ø Penyediaan informasi pasar. Ø Pengembangan usaha.
jejaring
dan
kemitraan
Ø Pemberian modal bagi masyarakat. 5). Peneliti Melaksanakan kegiatan penelitian atas semua tahapan kegiatan, sebagai dasar dalam pengambilan kebijaksanaan dalam pengembangan Pemberdayaan Masyarakat selanjutnya. 4.2. Wilayah Kerja Masyarakat
Pengelolaan
Pemberdayaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P 13/Menhut-II/2005 tanggal 6 Mei 2005 tentang
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
33
Struktur Organisasi Departemen Kehutanan (pasal 236), wilayah kerja pemberdayaan masyarakat terbatas pada wilayah di sekitar kawasan konservasi. Di lain pihak, mengacu pada SK. Menhut No. 456/Menhut-II/2004, bahwa 5 (lima) kebijakan prioritas bidang kehutanan, salah satu diantaranya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, maka wilayah kerja pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, meliputi : 1). Desa di sekitar kawasan konservasi/di daerah penyangga. 2). Desa enclave di dalam kawasan konservasi. 3). Desa adat (yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah). 4.3. Proses/Tahapan Dalam Pengorganisasian Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Setelah penetapan tujuan dan sasaran, serta perencanaan dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah perlu merancang dan mengembangkan suatu organisasi yang dapat melaksanakan berbagai program dan kegiatan tersebut. Pengorganisasian dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga antara lain meliputi : 1). Penentuan sumber daya yang dibutuhkan (sumber daya manusia/pelaksana kegiatan, metode yang digunakan, sarana dan prasarana yang diperlukan dan pendanaan), 2). Pengembangan kelompok masyarakat/kelompok kerja,
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
34
3). Pembagian/penugasan tanggung jawab kepada kelompok masyarakat/kelompok kerja, 4). Pendelegasian wewenang dalam rangka mewujudkan kemandirian. 4.4. Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat
Dalam
Pengelolaan
Hal yang juga perlu diperhatikan dalam pengorganisasian pengelolaan pemberdayaan masyarakat adalah adanya partisipasi aktif dari masyarakat. Secara sederhana partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai upaya terencana untuk melibatkan masyarakat dalam setiap proses kegiatan yang dilakukan dari mulai perencanaan sampai kepada kegiatan monitoring dan evaluasi. Partisipasi masyarakat juga merupakan suatu proses dimana masyarakat sebagai obyek dan subyek yang akan memperoleh dampak (positif dan/atau negatif) ikut mempengaruhi arah dan pelaksanaan kegiatan, tidak hanya sekedar menerima hasilnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat antara lain yaitu : 1). Mobilitas penduduk yang tinggi, hal tersebut akan menurunkan partisipasi masyarakat. 2). Kesempatan kerja di luar desa yang luas, menurunkan partisipasi. 3). Luas lahan garapan; semakin luas semakin rendah partisipasinya.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
35
4). Produksi usaha tani yang semakin tinggi; semakin rendah partisipasinya. 5). Insentif dan bantuan pemerintah yang semakin lengkap, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat. 6). Lokasi lahan; semakin jauh dan sulit semakin rendah partisipasinya. 7). Keamanan berusaha; semakin aman semakin tinggi partisipasinya. 8). Pendapatan semakin tinggi; semakin tinggi pula partisipasinya
4.4.1. Bentuk Partisipasi Bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat antara lain meliputi partisipasi dalam : 1). Tahap perencanaan kegiatan, Perencanaan kegiatan dilaksanakan oleh masyarakat dengan fasilitator dari tenaga pendamping Dalam hal ini, sejak awal dilakukan oleh masyarakat dengan dilakukan fasilitasi telah dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta pengambilan keputusan atas rencana yang akan dilaksanakan. 2). Tahap kegiatan,
pelaksanaan/implementasi
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
36
Pelaksanakan dilakukan oleh masyarakat baik perorangan maupun kelompok dengan mendapat bimbingan dan dukungan dari pengelola kawasan dan tenaga fasilitator, serta stakeholders terlait lainnya Keterlibatan masyarakat juga diupayakan pada tahap pelaksanaan kegiatan, sehingga masyarakat dapat ikut serta mengontrol bagaimana kegiatan dilaksanakan. 3). Tahap Monitoring dan Evaluasi, Partisipasi masyarakat pada tahap ini diharapkan agar masyarakat dapat ikut memonitor serta mengevaluasi hasil dari pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan. 4). Partisipasi untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan. Tujuan yang diharapkan adalah agar masyarakat dapat mengerti akan manfaat dari kegiatan yang dilakukan dalam proses menuju kemandirian, serta diharapkan adanya keberlanjutan dari kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut. 4.4.2. Metode Partisipasi Banyak metode yang dapat dipilih, Salah satu metode pendekatan partisipatif yang dapat digunakan yaitu metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Metode ini memungkinkan masyarakat/responden untuk
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
37
dapat melakukan kajian atas potensi yang dimiliki, permasalahan yang dihadapi, serta kemudian memecahkan/mencari solusi pemecahan masalah menurut persepsi dan cara mereka sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak lain. Dalam metode PRA ini diperlukan adanya seorang fasilitator/pendamping bagi masyarakat, yang bertugas mendampingi masyarakat dalam setiap proses/tahapan kegiatan yang dilakukan.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
38
BAB V PELAKSANAAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
39
V.
PELAKSANAAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga pada dasarnya merupakan pengelolaan partisipatif dari berbagai pihak (stakeholders) yang terkait dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, dengan demikian langkah awal untuk dapat melaksanakan pengelolaan pemberdayaan masyarakat secara efektif dan efisien serta untuk dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, maka perlu adanya kesepahaman dari berbagai pihak (stakeholders) yang terkait, termasuk pihak pemerintah daerah setempat. Sesuai dengan prinsip pemberdayaan masyarakat yang digunakan sebagai kebijakan dasar dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (sesuai Permenhut No. P.01/Menhut-II/2004 pasal 5) disebutkan bahwa prinsip-prinsip pemberdayaan ada 3 (tiga) yaitu : 1). Penciptaan suasana iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi masyarakat, 2). Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, 3). Melindungi masyarakat melalui keberpihakan kepada masyarakat untuk mencegah persaingan yang tidak sehat. Berkaitan dengan hal tersebut untuk membangun dan menerapkan ketiga prinsip tersebut agar keberdayaan dan potensi masyarakat dapat tumbuh dan berkembang,
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
40
maka tahapan kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga adalah sebagai berikut : 1). Membangun kesepahaman dengan berbagai pihak (stakeholders) yang terkait, terutama pemerintah daerah, dengan bentuk kegiatan yang dapat dilakukan berupa rapat koordinasi, lokakarya, seminar, temu lokalita, di setiap level pemerintahan, dengan materi pokok kondisi sosial ekonomi masyarakat yang menjadi sasaran pemberdayaan. 2). Membangun dan mengembangkan kelembagaan di tingkat desa, sebagai wadah diskusi, perencanaan, pembelajaran, maka masyarakat agar dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan kegotongroyongan masyarakat desa yang akan diberdayakan, dengan fokus kegiatan berupa sarana sekretariat, perpustakaan, administrasi, kelompok, ruangan rapat, dll. 3). Menyiapkan tenaga pendamping/fasilitator, yang siap mendampingi masyarakat, dan mampu menempatkan diri menjadi anggota masyarakat setempat. Seorang fasilitator perlu dilatih di pusat atau di daerah, melalui alokasi dana dari pusat, untuk sementara diprioritaskan tenaga POLHUT dan PEH setempat. Sedangkan untuk jangka panjang diperlukan tenaga penyuluh setiap Balai KSDA/TN. 4). Melakukan pelatihan PRA bagi tokoh masyarakat dan pemuda/karang taruna setempat, dengan tujuan agar peserta pelatihan mampu menggali potensi yang ada di sekitarnya, serta mampu menganalisis permasalahan sosial ekonomi yang ada di desanya. 5). Melaksanakan PRA desa oleh masyarakat yang telah dilatih sebagai pemandu, bersama dengan
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
41
masyarakat setempat, didampingi oleh fasilitator. Kegiatan ini adalah memotret secara langsung keadaan desa, dengan menggunakan 12 alat PRA, sehingga diperoleh gambaran nyata potensi apa yang dapat dikembangkan, dan hasilnya adalah Rencana Pembangunan Desa, dengan berbagai kegiatan sesuai dengan potensi yang ada dan mengatasi permasalahan yang telah diidentifikasi. Selain rencana desa juga diperlukan gambaran potensi dan rencana di setiap kepala keluarga yang ada di desa. 6). Meningkatkan kapasitas masyarakat melalui pelatihan teknik budidaya dan pengembangan kegiatan yang telah direncanakan. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat yang diberdayakan mampu menguasai teknologi kegiatan yang akan dikembangkan. Besarnya kebutuhan dana tergantung seberapa jenis pelatihan yang akan dilaksanakan. 7). Mengembangkan usaha ekonomi produktif, dari rencana yang telah dibuat dan telah dilatih teknologi pengembangan. Kegiatan ini sedapat mungkin pengembangan aktivitas dapat berupa insentif langsung melalui kelompok yang telah dibentuk, sehingga masyarakat sendiri yang mengelola melalui wadah kelompok tersebut. Pendanaan untuk tahap awal diarahkan untuk kebutuhan bibit, pupuk, alatalat, dll. Sedangkan upah tenaga dari masyarakat secara swadaya. 8). Membangun kemitraan dengan stakeholders terkait, kegiatan ini bertujuan untuk menjamin pasar, saprodi dan permodalan, dengan prinsip pihak-pihak yang bermitra kedudukannya sama dan saling menguntungkan. 9). Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pemberdayaan masyarakat.
terhadap
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
42
Tahapan kegiatan tersebut di atas, secara periodik dilaksanakan setiap tahun dan selanjutnya dalam rangka keberlanjutan kegiatan pemberdayaan masyarakat, maka perlu didorong kegiatan sebagai berikut : 1). Mendorong kegiatan dan pengembangan aktifitas kelompok. 2). Penyusunan rencana kelompok, secara periodik. 3). Peningkatan dan pengelolaan modal bersama. 4). Pelaksanaan usaha bersama. 5). Gerakan menabung dan pengembalian kredit. 6). Pencatatan dan pembukuan keuangan kelompok. 7). Pemasaran hasil usaha. 8). Pengembangan modal dan penggunaannya. 9). Optimalisasi waktu dan uang secara tepat. 10). Pengembangan kerjasama antar kelompok dan perkoperasian. 11). Dukungan lembaga/instansi terkait lainnya. Selain hal tersebut diatas beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pihak pengelola kawasan (Balai KSDA dan TN) dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat, antara lain sebagai berikut : 1). Membuat perencanaan program/kegiatan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan Permenhut No. P. 01/Menhut-II/2004 dimaksud. 2). Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan hendaknya diprioritaskan pada : Ø Lokasi dimana masyarakat mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan dan sumber daya alam yang ada.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
43
Ø Lokasi di dalam dan berbatasan langsung dengan kawasan konservasi (Taman Nasional dan KSDA). Ø Masyarakat yang belum pernah mendapatkan bantuan. Ø Sedapat mungkin dilakukan konsultasi dengan stakeholders terkait. Ø Pengembangan kegiatan lebih diarahkan ke pada pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). 3). Terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan diluar kawasan konservasi, maka perlu dipedomani hal-hal sebagai berikut : Ø Diarahkan semaksimal mungkin kegiatan pengembangan dilakukan diluar kawasan konservasi. Ø Kegiatan yang dapat dilakukan berupa budidaya, penangkaran, dan pembuatan sarana produksi yang dinilai sudah benar. 4). Terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan dan dinilai telah mantap organisasinya maka dana/anggaran untuk pengembangan ekonomi produktif masyarakat disalurkan langsung kepada petani berupa intensif melalui kelompok/kelembagaan tersebut. 5). Sebagai langkah untuk menghadapi evaluasi kegiatan pemberdayaan masyarakat pada tahun 2009, maka agar ditetapkan dan disusun tolok ukur indikator keberhasilannya pada masing-masing UPT (Balai KSDA dan TN). 6). Diharapkan di setiap desa terdapat tenaga pendamping/fasilitator dan dapat dialokasikan pendanaanya setiap bulan. Tenaga pendamping/fasilitator tersebut tidak harus dari Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
44
petugas Departemen Kehutanan, tetapi dapat berasal dari penyuluh lapangan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, dan ataupun Kader Konservasi.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
45
BAB VI MONITORING & EVALUASI PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
46
VI.
MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat diperlukan adanya monitoring dan evaluasi agar pelaksanaan kegiatan berjalan dengan tertib, lancar, efektif dan efisien sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan monitoring dilaksanakan secara kontinyu yang disesuaikan dengan tahapan proses kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan, yaitu dari tahap perencanaan sampai pada monitoring dan evaluasi. Kegiatan Monitoring bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah/sedang dilaksanakan dan permasalahan yang dihadapi. Sedangkan Pelaksanaan kegiatan evaluasi bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang berguna dalam memberikan umpan balik bagi pihak terkait (UPT, stakeholders yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, dll) dalam meningkatkan kualitas kinerjanya. Agar dalam pelaksanaan evaluasi dapat berjalan dengan tertib, lancar, efektif dan efisien, maka perlu adanya persiapan yang baik, antara lain dengan memahami indikator-indikator pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat, serta mempersiapkan instrumen yang akan dipergunakan.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
47
Secara lebih rinci, agar setiap pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dalam rangka pengelolaan pemberdayaan masyarakat harus mengacu pada pedoman monitoring dan evaluasi pemberdayaan masyarakat disekitar kawasan konservasi yang telah disusun, serta berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
48
BAB VII PENUTUP
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
49
VII.
PENUTUP
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan martabatnya secara wajar, sehingga masyarakat dapat hidup secara mandiri, dalam arti berani memutuskan untuk menerima, memilih atau menolak tawaran kerjasama yang ada, dengan tetap menjaga kelestarian kawasan konservasi. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat antara lain unsur kerjasama dengan masyarakat penerima bantuan dan para pihak terkait. Kerjasama ini harus dilandasi prinsip saling menguntungkan, saling ketergantungan, saling membutuhkan dan saling mendapatkan manfaat, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan pihak lain yang selalu mendapatkan keuntungan. Dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat diperlukan komitment/kesepakatan, kebersamaan, kepedulian, kesabaran, ketegasan dan pengorbanan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dengan
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
50
melibatkan pihak-pihak terkait lainnya termasuk pemerintah daerah (dinas-dinas terkait) setempat. Pada akhirnya pemberdayaan masyarakat dilaksanakan guna melestarikan kawasan konservasi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik yang ada di dalam maupun di sekitar kawasan konservasi.
LAMPIRAN
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
51
Lampiran
1.
Peraturan Peundang-undangan yang menjadi dasar dalam pengelolaan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga
1. Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 2. Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 3. Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Undang-undang No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. 5. Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru. 6. Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
52
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. 7. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Pelestarian Alam dan kawasan Suaka Alam. 8. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. 9. Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. 10. Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. 11. Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. 12. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. 13. Keputusan Menteri Kehutanan No.390/Kpts-II/2003 tentang Tata Cara Kerjasama di Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 14. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. 15. Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.456/Menhut-II/2004 tentang 5 (lima) Kebijakan Prioritas Bidang Kehutanan Dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu. 16. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.13/Menhut-II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
53
17. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No.43/Kpts/DJVI/1997 tanggal 3 April tahun 1997 tentang Pedoman Pengembangan Daerah Penyangga. 18. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No.44/Kpts/DJVI/1997 tanggal 3 April tahun 1997 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rancangan Pembinaan Daerah Penyangga. 19. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No.49/Kpts/DJVI/1997 tanggal 3 April tahun 1997 tentang Petunjuk Teknis Pengembangan Daerah Penyangga. 20. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.660.1/269/V/Bangda tanggal 16 Pebruari tahun 1999 perihal Pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional. 21. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.414.2/966.D/PMD, tanggal 22 Juli tahun 2004 tentang Manajemen Pembangunan Partisipatif Desa/Kelurahan dan Kecamatan.
Lampiran 2.
Gambaran Umum PRA (Participatory Rural Appraisal) dalam Pemberdayaan Masyarakat.
1. Pengertian a. Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah Sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
54
pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rancana dan tindakan (Robert Chambers). b. PRA adalah salah satu model pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan data potensi desa, kehidupan dan kondisi masyarakat agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan/proses pembelajaran partisipatif. c. PRA adalah salah satu metode pendekatan yang menekankan pada keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan. 2. Prinsip-prinsip PRA Prinsip-prinsip dari pelaksanaan PRA, antara lain : a. Prinsip Belajar dari Masyarakat, b. Prinsip masyarakat sebagai pelaku, dan orang luar sebagai fasilitator, c. Prinsip saling belajar, Saling berbagi pengalaman, d. Prinsip keterlibatan semua kelompok masyarakat, e. Prinsip santai dan informal, f. Prinsip menghargai perbedaan, g. Prinsip Triangulasi (pemeriksaan dan periksa ulang), Ø Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, Ø Menggali informasi,
berbagai
jenis
dan
sumber
Ø Team PRA yang multidisipliner. h. Prinsip mengoptimalkan hasil,
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
55
i. Prinsip belajar dari Kesalahan, j. Prinsip orientasi praktis, k. Prinsip keberlanjutan dan selang waktu. 3. Teknik PRA Banyak teknik yang digunakan dalam pelaksanaan PRA, antara lain : 1. Penelusuran Alur Sejarah Lokasi, 2. Pembuatan Perubahan,
Bagan
Kecenderungan
dan
3. Penyusunan Kalender Musim, 4. Pemetaan, 5. Penelusuran Lokasi/Desa (Transek), 6. Pembuatan Sketsa Kebun, 7. Pembuatan Bagan (Diagram Venn),
Hubungan
Kelembagaan
8. Analisa Matapencaharian, 9. Wawancara Semi Terstruktur, 10. Pembuatan Bagan Arus Masukan dan Keluaran, 11.
Pengorganisasian Masalah,
12. Pembuatan Bagan Ranking/Analisa Pilihan), 13.
Peringkat
(Matriks
Penyusunan Rencana Kegiatan.
4. Tahapan dalam Pelaksanaan PRA Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan PRA meliputi :
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
56
1. Tahap Persiapan, terdiri dari : a. Pembentukan Tim Pemandu/fasilitator b. Peninjauan Ke Lapangan Untuk Mengetahui Keadaan umum desa dan penentuan lokasi kegiatan c. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengkajian Desa Partisipatif 2. Tahap Pelaksanaan, terdiri dari : a. Pengumpulan dan Analisa data sumber daya dan sosial (Pembuatan Peta Sumberdaya dan sosial) b. Pengumpulan dan Analisa data kegiatan usaha tani (Bagan Pola Usaha Tani) c. Pengumpulan dan Analisa keadaan lingkungan/ekosistem (Bagan Transek) d. Pengumpulan dan Analisa data kegiatan musiman masyarakat (Kalender Musim) e. Alokasi Waktu kegiatan (Bagan Kegiatan Harian) f. Pengumpulan dan Analisa informasi tentang kecenderungan dan perkembangan Matapencaharian (Bagan Kecenderungan dan Perkembangan Mata Pencaharian) g. Analisa Peranan dan Hubungan Kelembagaan (Diagram Venn) h. Pengumpulan Informasi pengetahuan/kearifan lokal
tentang
i. Pengumpulan dan Analisa data kebutuhan keluarga miskin j. Perumusan Visi, Potensi, dan Kendala
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
57
3. Tahap Pelaporan a. Penyusunan hasil pengkajian Desa Partisipatif (PRA) b. Pembuatan Laporan (Profil Desa)
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
58
Lampiran 3. Jenis kegiatan yang dapat dikembangkan dalam rangka pemberdayaan masyarakat. 1. Pelestarian sumber daya alam Melalui bentuk kegiatan : Budidaya flora dan fauna, Penangkaran flora dan fauna, Pembuatan Demplot (kebun bibit), dll. 2. Penyadaran masyarakat, Melalui bentuk kegiatan : Pelatihan dan Fasilitasi, antara lain Pelatihan Budidaya, Pelatihan Ketrampilan masyarakat, kepramukaan, pencegahan kebakaran hutan, dll. 3. Perlindungan dan pengamanan hutan, Melalui bentuk kegiatan : pembentukan PAM swakarsa, pembentukan masyarakat peduli api, dll 4. Pengembangan usaha tani, Melalui bentuk kegiatan : Agroforestry, Intensifikasi Pekarangan, Pengembangan tanaman MPTs (Coklat, Bambu, Sengon, Karet, Kemiri, dll), 5. Pengembangan ekowisata Melalui bentuk kegiatan : pengembangan desa wisata, home stay, home industry, kerajinan tangan, etalase, warung, peralatan camping, dll.
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
59
Pedoman Pengelolaan Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Penyangga
60