Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANK SAMPAH PITOE JAMBANGAN KOTA SURABAYA Fransiska Tanuwijaya Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga Abstract This research aims to discover the community participation and factors that affect the community participation on waste management in Bank Sampah PITOE Jambangan. The reason behind the emergence of this research is waste problem in Surabaya. To resolve this problem, Surabaya Government with private sector through Green and Clean program, involving community participation on waste management, among others by the establishment of waste banks. One kampung in Surabaya that got many rewards for good waste management is RW III, Kelurahan Jambangan, where up to 2015 won ten awards. One of the best waste banks on this region is Bank Sampah PITOE Jambangan. The results of this research shows from participation’s shapes, community participate in decision making, implementation, and the utilization of waste management activities in Bank Sampah PITOE Jambangan. However, community did not participate in the evaluation process. While from degree of participation, shows community participation is on interactive degree related to decision making, is on self-mobilization degree related to implementation and enjoy the results, and is on consultative degree related to evaluation process. The results of this research also shows the factors that affect community participation, i.e., economic motive, social motive for creating harmony, pscyhology motive for achievement of residence and self-satisfaction as the environment becomes clean, motivation and support from local government, motivation and support from the staff of Bank Sampah PITOE Jambangan, motivation and support from environmental cadres, the communication with community that going smoothly, and citizen forum is routinely performed. Keywords: Community Participation, Waste Management, Waste Bank.
Pendahuluan Pertambahan jumlah penduduk yang semakin pesat tidak hanya menjadi salah satu faktor penyebab permasalahan – permasalahan seperti persaingan diantara masyarakat semakin ketat ataupun urbanisasi dari desa ke kota semakin tinggi saja, tetapi juga menjadi penyebab limbah buangan yang disebut sebagai sampah semakin bertambah jumlahnya. Salah satu negara di dunia yang mengalami permasalahan ini sebagai dampak dari bertambahnya jumlah penduduk adalah negara Indonesia. Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup padat dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia menjadi negara dengan penduduk terbesar ke – 4 didunia pada tahun 2010 setelah China (1,341 milyar), India (1,225 milyar), dan Amerika Serikat (310 juta) (dalam Widjajanti, et al. 2014:2). Data mengenai perkembangan jumlah penduduk di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2010 – 2015 tertera pada tabel berikut:
Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Provinsi Tahun 2010 – 2015
Sumber: Statistik Indonesia Tahun 2015 oleh BPS, Proyeksi Penduduk Indonesia Umur Tertentu dan Umur Satu Tahunan 2010 – 2025 oleh BPS, Suara KPU Desember 2012, Rekapitulasi Data Kependudukan Per Provinsi (Edisi 31 Desember 2013) oleh Kemendagri, Penduduk Indonesia Hasil Survey Penduduk Antar Sensus 2015 oleh BPS, diolah.
230
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup padat dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 1. menunjukkan bahwa di tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia hanya sebesar 237.641.300 jiwa. Namun di tahun 2011 hingga 2013, jumlah penduduk di Indonesia mengalami peningkatan, sehingga jumlah penduduk Indonesia berturut – turut menjadi 241.990.700 jiwa di tahun 2011, 251.857.940 jiwa di tahun 2012, dan 253.602.810 jiwa ditahun 2013. Di tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia mengalami penurunan sebesar 1.438.010 jiwa, sehingga menjadi 252.164.800 jiwa. Kenaikan jumlah penduduk di Indonesia kembali terjadi di tahun 2015, sehingga menjadi 255.182.140 jiwa. Hal ini kemudian yang menjadi salah satu penyebab jumlah sampah yang ada di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun di Indonesia menyebabkan jumlah sampah yang ada di Indonesia semakin hari semakin bertambah. Data mengenai volume sampah yang terangkut per hari menurut kota di Indonesia tahun 2010 – 2014 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Volume Sampah yang Terangkut per Hari Menurut Kota di Indonesia Tahun 2010 – 2014
yang terangkut secara berturut – turut semakin meningkat, sehingga menjadi 61.398,5 m3 di tahun 2011, 67.582,14 m3 di tahun 2012, dan 1.361.604,58 m3 di tahun 2013. Pada tahun 2014, volume sampah yang terangkut per hari mengalami penurunan 535.160,33 m3, sehingga menjadi 826.444,25 m3. Tabel 2. juga menunjukkan bahwa Kota Surabaya menjadi salah satu kota dengan volume sampah terbesar di Indonesia. Pertambahan jumlah penduduk di Kota Surabaya menyebabkan sampah di Kota Surabaya semakin bertambah hingga menjadi salah satu kota di Indonesia dengan volume sampah terbesar. Kondisi ini kemudian semakin di perparah dengan masih diterapkannya penggunaan paradigma lama pengelolaan sampah oleh sebagian besar masyarakat Kota Surabaya. Selama ini sebagian besar masyarakat Kota Surabaya masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, tidak berharga, menjijikkan, bahkan sampah dilihat sebagai sumber daya yang tidak perlu dimanfaatkan dan tidak memiliki nilai ekonomis. Masyarakat dalam mengelola sampah selama ini masih bertumpu pada pendekatan akhir (end of pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah begitu saja. Data mengenai cara pembuangan sampah rumah tangga Kota Surabaya tahun 2011 – 2012 tertera pada tabel berikut: Tabel 3. Cara Pembuangan Sampah Rumah Tangga Kota Surabaya Tahun 2011 – 2012
Sumber: Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Surabaya Tahun 2011 dan 2012, diolah.
Sumber: Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2012, 2013, 2015 oleh BPS, diolah. Tabel 2. menunjukkan bahwa volume sampah yang terangkut per hari menurut kota di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2014 semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, volume sampah yang terangkut per hari hanya sebesar 59.769,85 m3. Sedangkan di tahun 2011 hingga 2013, volume sampah
Tabel 3. menunjukkan bahwa di tahun 2011 hingga 2012, masyarakat Kota Surabaya masih menggunakan paradigma lama dalam pengelolaan sampah. Data menunjukkan bahwa dari 806.794 rumah tangga yang ada di Kota Surabaya pada tahun 2011, semua rumah tangga Kota Surabaya membuang sampahnya yang berjumlah 3.942 M3 dengan menggunakan paradigma lama, dimana sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah begitu saja. Begitu pula di tahun 2012, sampah yang berjumlah 3.565 M3 dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah begitu saja oleh 888.206 rumah tangga yang ada di Kota Surabaya. Oleh karenanya, paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir tersebut sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru pengelolaan sampah memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan. Paradigma baru dalam pengelolaan sampah ini juga memandang perlunya peran serta / keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Masyarakat dipandang sebagai salah satu faktor utama keberhasilan pengelolaan
231
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
sampah melalui paradigma ini karena pada dasarnya masyarakat dan segala aktivitas – aktivitas yang dilakukannya – lah yang menjadi salah satu penyebab sampah yang ada saat ini bertambah jumlahnya dan semakin beragam jenisnya. Salah satu kampung yang terdapat di Kota Surabaya dengan tingkat partisipasi masyarakat yang baik dalam pengelolaan sampah adalah Kampung Jambangan. Partisipasi masyarakat yang baik di Kampung Jambangan ini pada kenyataannya berhasil mengubah Kampung Jambangan yang dulunya kumuh, bau, penuh kotoran, bahkan tradisi buang hajat di sungai yang melekat pada masyarakat Jambangan dengan banyaknya WC – WC terapung yang dikenal dengan sebutan "Helikopter", yang dulu menghias di sepanjang sungai yang membelah kampung itu (http://www.suarasurabaya.net/fokus/145/2014/131312 -Jambangan,-Surganya-Surabaya, akses: 20 Februari 2016), sekarang menjadi sebuah kampung yang dikenal sebagai Kampung Wisata Lingkungan. Keberhasilan Jambangan mengubah perilaku masyarakat untuk lebih peduli akan lingkungan juga berhasil menghantarkan Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan mendapatkan penghargaan Kalpataru dengan kategori perintis lingkungan yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia kepada Ibu Sriyatun (http://www.menlh.go.id/penghargaan-kalpataru/, akses: 20 Februari 2016). Salah satu RW (Rukun Warga) yang terdapat di Kelurahan Jambangan dengan tingkat partisipasi masyarakat yang baik dalam pengelolaan sampah adalah RW III. RW III Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan menjadi salah satu RW teladan di Kota Surabaya karena keberhasilannya mengubah sampah – sampah yang ada, yang semula tidak berharga, menjadi suatu komoditas yang memiliki nilai ekonomis dan dapat digunakan kembali. Hal ini kemudian yang membuat RW III Kelurahan Jambangan berhasil mendapat berbagai prestasi dan penghargaan baik pada tingkat regional maupun nasional, yaitu diantaranya:
Tabel 4. Prestasi dan Penghargaan RW III Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan, Kota Surabaya
Sumber: RW III Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan, diolah.
232
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
Salah satu bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sampah di wilayah RW III Kelurahan Jambangan adalah melalui adanya bank sampah. Dari 180 unit bank sampah yang ada di Kota Surabaya pada tahun 2013(http://waste.ccacknowledge.net/sites/default/files/ files/events_documents/Surabaya%20City%20Indonesi a.pdf, akses: 18 Februari 2016), terdapat 9 unit bank sampah terbaik dengan jumlah nasabah terbanyak dan omzet pendapatan per bulan terbesar sebagai indikatornya, dimana salah satunya terdapat di wilayah RW III Kelurahan Jambangan. Data mengenai 9 bank sampah terbaik di Kota Surabaya pada tahun 2013 tertera pada tabel berikut: Tabel 5. Sembilan Unit Bank Sampah Terbaik di Kota Surabaya Tahun 2013
Sumber: Yustisia. Materi Presentasi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Didapat dari: http://waste.ccacknowledge.net/sites/default/files/files/events_documents/Sur abaya%20City%20Indonesia.pdf (Akses: 18 Februari 2016), diolah. Tabel 5. menunjukkan bahwa dari 180 unit bank sampah yang ada di Kota Surabaya, terdapat 9 unit bank sampah terbaik dengan jumlah nasabah terbanyak dan omzet pendapatan per bulan terbesar sebagai indikatornya. Bank Sampah PITOE RW III Jambangan masuk dalam 3 besar bank sampah terbaik di Kota Surabaya, dimana hingga tahun 2013 Bank Sampah PITOE RW III Jambangan ini memiliki jumlah nasabah ± 85 orang dan omzet pendapatan perbulan hingga ± Rp. 10.500.000,-. Keberhasilan Bank Sampah PITOE RW III Jambangan menjadi salah satu bank sampah terbaik di Kota Surabaya ini tentunya tidak dapat terlepas dari partisipasi masyarakat didalamnya. Partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor keberhasilan Bank Sampah PITOE RW III Jambangan menjadi salah satu bank sampah terbaik di Kota Surabaya. Hal ini terbukti dengan sejarah berdirinya Bank Sampah PITOE Jambangan yang pada awalnya merupakan bank sampah yang didirikan atas inisiatif masyarakat setempat. Tidak hanya itu, partisipasi masyarakat yang baik dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan juga membuat Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA., tertarik untuk mengunjungi dan meresmikan Bank Sampah PITOE Jambangan secara langsung pada tanggal 8 Maret 2013.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan, Kota Surabaya? 2. Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan, Kota Surabaya? Dan berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan, Kota Surabaya. 2. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan, Kota Surabaya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat akademis Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya dan menambah wawasan pengetahuan bagi kalangan akademisi terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di bank sampah. Tidak hanya itu, penelitian ini juga diharapkan mampu digunakan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya dalam rangka penelitian dan pengembangan lebih lanjut dalam penerapan ilmu, khususnya partisipasi masyarakat. 2. Manfaat praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, baik bagi Kecamatan dan Kelurahan yang ada di Kota Surabaya maupun Pemerintah Kota Surabaya untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui pendirian bank sampah di setiap kampung – kampung yang ada di Kota Surabaya. Disisi lain, dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memotivasi masyarakat agar mau melibatkan diri dalam pengelolaan lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah serta diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungannya sendiri dengan ikut meminimalkan jumlah timbulan sampah misalnya. Tinjauan Pustaka Sampah Istilah sampah sendiri memiliki banyak pengertian. Berikut ini beberapa pengertian sampah dari berbagai sudut pandang: 1. Menurut Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari – hari manusia dan / atau alam yang berbentuk padat.
233
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
2. Menurut Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum (2007) (dalam Hermawati, et al. 2015:1) sampah diartikan sebagai suatu buangan atau produk sisa dalam bentuk padat sebagai akibat kegiatan manusia yang dapat dianggap sudah tidak bermanfaat lagi, untuk itu harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. 3. Menurut Ecolink (1996) (dalam Samal, ed. 2010:2) memberikan pengertian sampah sebagai bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas baik yang dilakukan oleh manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Pengelolaan Sampah Paradigma Pengelolaan Sampah Dari berbagai literatur yang ada, setidaknya terdapat dua paradigma pengelolaan sampah yang selama ini digunakan (Penjelasan Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah), yaitu paradigma lama dan paradigma baru. 1. Dalam paradigma lama, sampah dipandang sebagai material yang tidak berguna sehingga cukup ditangani dengan cara pendekatan akhir (end of pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang atau disingkirkan begitu saja. 2. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan Sampah Secara Terpadu (Terintegrasi) Tchobanoglous, et al. (1993) (dalam Hermawati, et al., 2015:87) mendefinisikan pengelolaan sampah sebagai suatu disiplin kegiatan yang terkait dengan pengendalian timbulan sampah hingga pembuangannya dengan cara yang sesuai dengan prinsip – prinsip kesehatan masyarakat, ekonomi, rekayasa, konservasi, estetika, dan lingkungan. Menurut Tchobanoglous, et al. (1993), aktivitas pengelolaan sampah dari titik timbulan sampah sampai ke pembuangan akhir meliputi enam elemen fungsional yaitu timbulan sampah; penanganan, pemisahan, penyimpanan, dan pemrosesan akhir di sumber; pengumpulan sampah; pemisahan, pemrosesan, dan transformasi sampah; transfer dan pengangkutan sampah; dan pembuangan akhir sampah. Hubungan antar elemen dalam sistem pengelolaan sampah dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1. Skema Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Sumber: Tchobanoglous, Hermawati, et al. (2015:9).
234
et
al.
(1993)
dalam
Aktivitas pengelolaan sampah tidak terbatas pada aspek teknis semata, tetapi juga aspek – aspek lainnya seperti yang dikemukakan oleh Sucipto (2012:32), diantaranya: (1) aspek teknologi, (2) aspek partisipasi masyarakat (sosial), (3) aspek ekonomi dan finansial, (4) aspek hukum dan peraturan, (5) aspek organisasi dan manajemen, (6) aspek operasional, dimana masing – masing aspek ini saling berkaitan satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Namun, diantara semua aspek yang ada, Dhokhikah, et al. (2015:153) berpendapat bahwa partisipasi masyarakat menjadi suatu faktor kunci keberhasilan pengelolaan sampah terpadu. Partisipasi masyarakat memiliki peran penting dalam mencapai pengelolaan sampah secara terpadu. Bank Sampah Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle Melalui Bank Sampah dalam pasal 1 ayat 1 mendefinisikan bank sampah sebagai tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi. Sedangkan Dhokhikah, et al. (2015:154) memandang bank sampah sebagai bank yang didirikan oleh komunitas masyarakat. Bank sampah menerima sampah daur ulang dari komunitas (yang disebut sebagai nasabah / klient dari bank sampah). Bank sampah menerima sampah daur ulang, seperti botol plastik, gelas bekas air kemasan, koran, majalah, buku, kertas bekas, kertas bekas pemakaian di kantor – kantor, kabel – kabel bekas, kaleng bekas, kaleng bensin, besi tua, dan sepatu bekas, dan lain sebagainya dari nasabah. Harga sampah per kilogram bergantung pada jenis sampahnya. Setiap jenis sampah ditimbang yang kemudian dicatat dalam buku tabungan sampah. Masing – masing nasabah memiliki buku tabungan, yang didalamnya berisi jenis sampah yang dikumpulkan, berat sampah yang dikumpulkan dan telah ditimbang, harga per kilogram, dan jumlah total saldo nominal uang dari sampah yang telah dikumpulkan. Bank sampah sangat berguna untuk meminimalkan jumlah sampah dari sumber sebelum diangkut ke tempat pembuangan sementara (TPS). Partisipasi Masyarakat Pengertian Partisipasi Masyarakat Seorang ahli ekonomi kerakyatan, Mubyarto (1997) (dalam Huraerah 2008:96) mengatakan, pengertian partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan dimana masyarakat ikut terlibat mulai dari tahap penyusunan program, perencanaan dan pembangunan, perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Sulaiman (1985) (dalam Huraerah 2008:96), mengungkapkan partisipasi sosial sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat secara perorangan, kelompok, atau dalam kesatuan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program serta usaha pelayanan dan pembangunan
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
kesejahteraan sosial di dalam dan atau di luar lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran tanggung jawab sosialnya. Pada dasarnya partisipasi masyarakat menjadi hal yang penting dalam penyelenggaraan negara, khususnya dalam pembangunan. Tjokrowinoto (1987) (dalam Mardiyanta 2013:228 – 229) berpendapat bahwa argumentasi pentingnya konsep dan praktek partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi: 1. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan terakhir pembangunan, partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut; 2. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat; 3. Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya pembangunan; 4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari di mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki; 5. Partisipasi memperluas zone (kawasan) penerimaan proyek pembangunan; 6. Ia akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh masyarakat; 7. Partisipasi menopang pembangunan; 8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia; 9. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah; 10. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri. Bentuk – Bentuk Partisipasi Masyarakat Kaho (2007:127) menarik kesimpulan bahwa bentuk partisipasi yang dapat diberikan oleh masyarakat, yaitu: 1. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan Setiap proses penyelenggaraan, terutama dalam kehidupan bersama masyarakat, pasti melewati tahap penentuan kebijaksanaan. Dalam hal ini Moebyarto menegaskan, “... dalam keadaan yang paling ideal keikutsertaan masyarakat untuk membuat „putusan politik‟ yang menyangkut nasib mereka, adalah ukuran tingkat partisipasi rakyat. Semakin besar kemampuan untuk menentukan nasib sendiri, semakin besar partisipasi masyarakat.” Dalam hal ini, bentuk partisipasi yang dapat diberikan oleh masyarakat adalah dengan terlibat dalam pembuatan keputusan karena keputusan yang dibuat pada dasarnya menyangkut nasib masyarakat itu sendiri. 2. Partisipasi dalam pelaksanaan
Partisipasi ini menjadi tahap lanjutan dari tahap pertama. Terkait dengan hal ini, Uphoff berpendapat bahwa masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan dapat memberikan kontribusinya guna menunjang pelaksanaan pembangunan berupa tenaga, uang, barang, material, ataupun informasi yang berguna bagi pelaksanaan pembangunan. Moebyarto menambahkan bahwa hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam hal ini adalah kesediaan masyarakat untuk membantu agar program yang dijalankan dapat berhasil harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang dan tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri ini sudah dikategorikan sebagai partisipasi. 3. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil Dalam hal ini, masyarakat mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam menikmati setiap usaha bersama yang ada secara adil. Adil dalam pengertian ini adalah setiap orang mendapatkan bagiannya sesuai dengan pengorbanannya dan menurut norma – norma yang berlaku. Uphoff, et al., berpendapat bahwa partisipasi dalam menikmati hasil dapat dilihat dari tiga segi, yaitu dari aspek manfaat materialnya (material benefit), manfaat sosialnya (social benefit), dan manfaat pribadi (personal benefit). 4. Partisipasi dalam evaluasi Sudah umum disepakati bahwa setiap penyelenggaraan apa pun dalam kehidupan bersama, hanya dapat dinilai berhasil apabila dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Untuk mengetahui hal ini, sudah sepantasnya masyarakat diberi kesempatan untuk menilai hasil yang telah dicapai. Masyarakat dapat dijadikan sebagai „hakim‟ yang adil dan jujur dalam menilai hasil yang ada. Derajat Partisipasi Masyarakat Prety, J. (1995) (dalam Sugandi 2011:184 – 185) berpendapat bahwa ada tujuh karakteristik tipologi partisipasi, yang berturut – turut semakin dekat dengan bentuk ideal, yaitu: 1. Partisipasi pasif atau manipulatif, dimana dalam partisipasi ini masyarakat hanya dijadikan sebagai penerima pemberitahuan dari apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak yang dilakukan oleh pelaksana proyek ini tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional saja, diluar kelompok sasaran. Partisipasi bentuk ini merupakan partisipasi yang paling lemah. 2. Partisipasi informatif, dimana dalam hal ini masyarakat hanya menjawab pertanyaan – pertanyaan untuk proyek, namun tidak memiliki kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan. Akurasi hasil studi juga tidak dibahas bersama masyarakat. 3. Partisipasi konsultatif, dimana dalam hal ini masyarakat berpartisipasi dengan cara
235
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
4.
5.
6.
7.
berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, serta menganalisis masalah dan pemecahannya. Masyarakat juga belum memiliki peluang untuk membuat keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti. Partisipasi insentif, dimana dalam hal ini masyarakat memberikan pengorbanan barang dan jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen – eksperimen yang dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan – kegiatan setelah insentif dihentikan. Partisipasi fungsional, masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada keputusan – keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan kemandiriannya. Partisipasi interaktif, dimana dalam hal ini masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan, pola ini cenderung melibatkan metode interdisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan – keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan. Mandiri (self mobilization), dimana dalam hal ini masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai – nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga – lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta sumberdaya yang diperlukan, yang terpenting masyarakat juga memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan (Syahyuti, 2006).
Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Billah (dalam Huraerah 2008:105 – 107) mengungkapkan bahwa setidak – tidaknya ada 5 motif masyarakat berpartisipasi, yaitu: 1. Motif psikologi Kepuasan pribadi, pencapaian prestasi, atau rasa telah mencapai sesuatu (achievement) dapat merupakan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk melakukan kegiatan, termasuk juga untuk berpartisipasi meskipun kegiatan atau partisipasinya itu tidak akan menghasilkan keuntungan (baik berupa uang ataupun materi). 2. Motif sosial Terdapat dua sisi motif sosial, yaitu untuk memperoleh status sosial dan untuk menghindarkan dari terkena pengendalian sosial (social control). Orang akan dengan suka hati berpartisipasi dalam suatu kegiatan (pembangunan) manakala
236
keikutsertaannya itu akan membawa dampak meningkatnya status sosialnya. Pada sisi negatif, orang akan „terpaksa‟ berpartisipasi dalam satu kegiatan (pembangunan) karena „takut‟ terkena sanksi sosial (tersisih atau dikucilkan oleh masyarakat). Motif semacam ini dikendalikan oleh norma – norma sosial yang masih kuat di dalam masyarakat, terutama yang masih bersifat keguyuban. 3. Motif keagamaan Motif keagaamaan didasarkan pada kepercayaan kepada kekuatan yang ada di luar manusia (Tuhan, sesuatu yang gaib, supernatural). Agama sebagai ideologi sosial yang mempunyai berbagai macam fungsi bagi pemeluknya, yaitu fungsi – fungsi: inspiratif, normatif, integratif, identifikatif, dan operatif / motivatif. Melalui aktualisasi fungsi – fungsi itu agama dapat meningkatkan peranannya di dalam proses pembangunan, dan lebih dari itu agama dapat meningkatkan peran para pemeluknya dalam proses pembangunan. 4. Motif ekonomi Laba (profit) adalah motif ekonomi yang dapat dan bahkan seringkali efektif mendorong orang mengambil keputusan untuk ikut berpartisipasi didalam kegiatan (pembangunan). Dengan menggunakan tata nalar ekonomi orang akan memutuskan berpartisipasi (dalam suatu kegiatan) manakala kegiatan – kegiatan itu dapat menghasilkan manfaat / keuntungan bagi dirinya atau bagi perusahaan / kelompoknya, atau setidak – tidaknya ia akan ikut berpartisipasi jika tidak akan memperoleh kerugian atau paling tidak kerugian yang diperoleh dari partisipasinya lebih kecil daripada kerugian yang dapat di derita karena tidak ikut berpartisipasi. 5. Motif politik Dasar utama motif politik ini adalah kekuasaan. Oleh karenanya, partisipasi seseorang atau golongan akan ditentukan oleh besar – kecilnya kekuasaan yang dapat diperoleh dari partisipasinya di dalam berbagai kegiatan (pembangunan). Makin besar kekuasaan yang mungkin di peroleh dari keterlibatannya di dalam kegiatan (pembangunan), maka makin kuat pula kemungkinan untuk ikut berpartisipasi. Sedangkan, Najib (2005) (dalam Huraerah 2008:108) memandang keberhasilan partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Siapa penggagas partisipasi: apakah pemerintah pusat, pemerintah daerah atau LSM. Non – government stakeholders berpeluang untuk lebih lanjut. 2. Untuk kepentingan siapa partisipasi itu dilaksanakan: apakah untuk kepentingan pemerintah atau untuk masyarakat. Jika untuk kepentingan warga maka program kemiskinan dengan pendekatan partisipasi akan lebih berlanjut. 3. Siapa yang memegang kendali: apakah pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau lembaga donor. Jika pemerintah daerah atau LSM yang memegang
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
kendali cenderung lebih berhasil, karena pemerintah daerah atau LSM cenderung lebih mengetahui permasalahan, kondisi, dan kebutuhan daerah atau masyarakatnya dibanding pihak luar. 4. Hubungan pemerintah dengan masyarakat: apakah ada kepercayaan dari masyarakat terhadap pemerintahannya, jika hubungan ini baik, partisipasi akan lebih mudah dilaksanakan. 5. Kultural: daerah yang masyarakatnya memiliki tradisi dalam berpartisipasi (proses pengambilan keputusan melalui musyawarah) cenderung lebih mudah dan berlanjut. 6. Politik: kepemerintahan yang stabil serta menganut sistem yang transparan, meghargai keberagaman dan demokratis. 7. Legalitas: tersedianya (diupayakan) regulasi yang menjamin partisipasi warga dalam pengelolaan pembangunan (terintegrasi dalam sistem keperintahan di daerah). 8. Ekonomi: adanya mekanisme yang menyediakan akses bagi warga miskin untuk terlibat atau memastikan bahwa mereka akan memperoleh “manfaat” (langsung maupun tidak langsung) setelah berpartisipasi. 9. Kepemimpinan: adanya kepemimpinan yang disegani dan memiliki komitmen untuk mendorong serta melaksanakan partisipasi, dapat dari kalangan pemerintah, LSM, masyarakat itu sendiri atau tokoh masyarakat. 10. Waktu: penerapan partisipasi tidak hanya sesaat, tetapi ditempatkan pada kurun waktu yang cukup lama. 11. Tersedianya jaringan yang menghubungkan antara warga masyarakat dan pemerintah (forum warga). Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif menurut Denzin dan Lincoln (1987) (dalam Moleong 2013:5) merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dalam penelitian ini, yang menjadi lokasi penelitian adalah Kota Surabaya, dimana objek yang diteliti adalah Bank Sampah PITOE Jambangan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling untuk informan kunci dan snowball sampling untuk informan lanjutan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah peneliti sendiri. Data diperoleh melalui proses wawancara mendalam dengan para informan untuk pengumpulan data primer, sedangkan untuk pengumpulan data sekunder dilakukan melalui observasi, dokumentasi, dan penelusuran data online. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2011:246), dimana dilakukan melalui 3 aktivitas, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sedangkan teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi.
Hasil dan Pembahasan 1. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan a. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Di Bank Sampah PITOE Jambangan, masyarakat dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan melalui musyawarah yang diadakan oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Keputusan yang diambil pertama – tama dilakukan didalam internal pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan melalui rapat internal. Didalam rapat internal tersebut, pengurus membuat suatu konsep atau pilihan alternatif – alternatif keputusan. Setelah konsep atau alternatif – alternatif keputusan dipilih dan ditetapkan oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan, masyarakat kemudian dilibatkan untuk memilih dan menetapkan salah satu diantara alternatif – alternatif keputusan tersebut melalui voting, sehingga keputusan yang diambil merupakan suatu kesepakatan antara pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan dengan masyarakat. Pembuatan keputusan bersama dengan masyarakat dilakukan secara intens dan rutin setiap bulan pada tanggal 7 di pertemuan PKK. Antusiasme masyarakat dalam proses ini ditunjukkan melalui dua hal. Pertama, kehadiran masyarakat pada saat pertemuan PKK. Kedua, masyarakat secara aktif memberikan usulan dan masukan kepada pihak pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan selama pertemuan berlangsung, apabila diperlukan. Gambar 2. Musyawarah antara Pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan dengan Masyarakat dalam Pertemuan PKK
Sumber: Dokumentasi Peneliti Tanggal 12 Juni 2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan Jambangan Kecamatan Jambangan, Kota Surabaya.
237
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
Gambar 3. Salah Seorang Masyarakat Yang Memberikan Usulan Pada Saat Pertemuan PKK
lalu ditimbang sesuai dengan jenisnya satu per satu. Setelah ditimbang kemudian dicatat dalam buku catatan seperti layaknya sebuah bank pada umumnya oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Sampah – sampah masyarakat yang telah ditimbang dan dicatat ini kemudian dipilah oleh pengurus bank sampah, dibersihkan bila diperlukan, dirapikan, dan dimasukkan kedalam gudang bank sampah, yang selanjutnya siap untuk diambil oleh pengepul. Selain dijual ke pengepul, sampah – sampah yang ada di Bank Sampah PITOE juga dijual ke pengrajin daur ulang. Gambar 4. Masyarakat Membawa Sampah Yang Sudah Dipilah Ke Bank Sampah PITOE Jambangan
Sumber: Dokumentasi Peneliti Tanggal 12 Juni 2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan Jambangan Kecamatan Jambangan, Kota Surabaya. Dari hasil temuan peneliti selama berada dilapangan dan teori mengenai partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan sebagaimana dikemukakan oleh Kaho dapat disimpulkan bahwa masyarakat dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan di Bank Sampah PITOE Jambangan. Masyarakat memiliki kesempatan untuk menentukan nasib mereka sendiri dan juga nasib operasional Bank Sampah PITOE Jambangan, meskipun pembuatan keputusan telah dilakukan oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan dalam rapat internal sebelumnya. Antusiasme masyarakat dalam proses pembuatan keputusan terbukti dengan kehadiran masyarakat dalam setiap pertemuan dan keaktifan masyarakat dalam memberikan usulan pada saat pertemuan. b. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Dalam proses kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan, masyarakat secara aktif terlibat didalamnya. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Dhokhikah, et.al, dalam pelaksanaan kegiatan pemanfaatan sampah, pertama – tama masyarakat memilah dan memisahkan sampah dari rumahnya masing – masing menjadi dua, yaitu sampah basah dan sampah kering. Sampah basah seperti sisa sayuran dikumpulkan, dipotong – potong, dan dimasukkan kedalam komposter. Sedangkan untuk sampah kering seperti sampah plastik bekas, botol kemasan air mineral bekas, gelas kemasan air mineral bekas, dan sebagainya dikumpulkan, dipilah berdasarkan jenisnya, dan dibersihkan, yang kemudian dibawa oleh masyarakat ke Bank Sampah PITOE Jambangan. Sampah yang dibawa oleh para masyarakat Bank Sampah PITOE Jambangan,
238
Sumber: Dokumentasi Peneliti Tanggal 22 Mei 2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan. Antusiasme masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan dapat dikatakan tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan setiap minggunya ada saja masyarakat yang menyetorkan sampahnya, sehingga menyebabkan tidak jarang kapasitas gudang Bank Sampah PITOE Jambangan tidak mencukupi untuk menampung sampah – sampah tersebut. Keaktifan dan kemauan masyarakat untuk membantu pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan juga menjadi bukti antusiasme masyarakat yang tinggi. Masyarakat tidak segan – segan untuk membantu pengurus Bank Sampah PITOE jika masyarakat tidak sedang sibuk. Peran serta yang biasanya diberikan oleh masyarakat adalah membantu pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan dalam memilah dan membersihkan sampah – sampah setelah kegiatan penimbangan selesai dilakukan. Selain itu, partisipasi lainnya yang diberikan oleh masyarakat adalah dengan ikut menjaga sarana dan prasarana yang ada di Bank Sampah PITOE, sehingga sarana dan prasarananya tidak hilang atau rusak. Masyarakat juga ikut mempromosikan Bank Sampah PITOE Jambangan kepada orang lain yang belum mengetahui adanya Bank Sampah PITOE Jambangan. Disisi lain, peran serta
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
masyarakat dalam proses kegiatan pengelolaan sampah juga terletak pada dukungan mereka kepada pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan dengan memberikan makanan ringan, snack, kue, roti, ataupun minuman. Gambar 5. Masyarakat Membantu Pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan dalam Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 22 Mei 2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan. Gambar 6. Seorang Masyarakat membawa Permen untuk Pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 22 Mei 2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan. Dari hasil temuan peneliti selama berada dilapangan dan teori mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan sebagaimana dikemukakan oleh Uphoff dan Moebyarto dapat disimpulkan bahwa masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan memberikan kontribusinya untuk menunjang pelaksanaan kegiatan di Bank Sampah PITOE Jambangan, baik berupa tenaga, uang, barang, maupun material. Seperti yang dikemukakan oleh Mubyarto, masyarakat bersedia untuk membantu dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan, jika tanggungjawabnya sebagai ibu rumah tangga sudah selesai dilakukan. c. Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Hasil kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan yang dapat
dinikmati oleh masyarakat setidaknya dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek pendapatan (ekonomi), aspek lingkungan, dan aspek sosial. Pertama dalam aspek pendapatan (ekonomi), dimana masyarakat dapat menikmati hasil dari proses pelaksanaan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan berupa uang dari hasil penjualan sampah. Melalui pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan ini, sampah yang dulunya terbuang begitu saja, ternyata dapat menjadi tambahan penghasilan yang cukup lumayan bagi masyarakat melalui adanya Bank Sampah PITOE Jambangan ini. Hasil uang atau tabungan dari masyarakat memang tidak terlalu besar, sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup primer sehari – hari. Namun, uang atau tabungan yang diperoleh oleh masyarakat ini biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai tambahan untuk memenuhi kebutuhan sekunder, misalnya untuk membeli tak‟jil, membeli kue – kue kering untuk lebaran, ataupun untuk tambahan membayar uang sekolah anak. Manfaat kedua adalah terkait pada kebersihan lingkungan sekitarnya. Masyarakat merasa bahwa dengan adanya pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan ini jumlah tumpukkan sampah yang ada dirumah menjadi semakin berkurang dan membuat lingkungan di wilayah Jambangan Tama menjadi bersih dari sampah. Disisi lain, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan sedikit banyaknya membantu Pemerintah Kota Surabaya dalam menangani permasalahan sampah yang semakin menumpuk dan menggunung di TPA Benowo. Selain itu, keberadaan Bank Sampah PITOE Jambangan juga membuat masyarakat semakin sadar untuk menggunakan dan menerapkan salah satu konsep 3R, yaitu reuse (menggunakan kembali). Melalui adanya Bank Sampah PITOE Jambangan, masyarakat tidak malu dan tidak segan untuk membeli dan mempergunakan kembali barang yang dianggap sebagai sampah oleh pemilik sebelumnya. Gambar 7. Lingkungan Jalan Jambangan Tama yang Bersih dan Hijau
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 12 Juni 2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan.
239
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
Manfaat ketiga yang diperoleh masyarakat adalah terletak pada aspek sosial. Masyarakat merasa bahwa dengan adanya kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan setiap hari Minggu semakin meningkatkan keguyuban antar masyarakat di wilayah Jambangan Tama. Masyarakat yang setiap hari jarang untuk bersosialisasi dan keluar rumah karena kesibukan dan padatnya aktivitas yang harus dilakukan, menjadi dapat bersosialisasi satu sama lain melalui adanya kegiatan di Bank Sampah PITOE Jambangan ini. Gambar 8. Pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan yang sedang Berbincang – Bincang dengan Masyarakat
masyarakat atau pilihan yang kedua adalah dengan menampung seluruh usulan dan masukan yang disampaikan oleh masyarakat untuk kemudian dibawa dalam rapat internal pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Namun, bukan berarti usul dan masukan yang disampaikan oleh masyarakat ini dapat langsung disetujui dan dilaksanakan oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Hal ini bergantung pada apakah pengurus sanggup untuk melaksanakan usul dan masukan yang diberikan tersebut. Proses evaluasi dilakukan secara rutin minimal satu kali dalam setahun. Laporan keuangan Bank Sampah PITOE Jambangan dalam satu tahun menjadi bentuk evaluasi yang dilakukan oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Secara terbuka pengurus memberikan lembaran fotocopy laporan keuangan selama satu tahun kepada masyarakat. Gambar 9. Rapat Internal Pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan Setelah Evaluasi yang diadakan dalam Pertemuan PKK
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 22 Mei 2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan. Dari hasil temuan peneliti selama berada dilapangan dan teori mengenai partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil sebagaimana dikemukakan oleh Kaho dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak sekali hasil yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan, dimana setidaknya dapat dilihat dari tiga aspek manfaat, yaitu dari aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek sosial. Masyarakat dapat menikmati setiap hasil dari kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan secara adil dan sesuai dengan pengorbanan serta norma yang berlaku. Tabungan sampah yang dimiliki oleh masing – masing masyarakat menjadi bukti bahwa hasil tabungan yang didapat sesuai dengan pengorbanan masyarakat dalam kegiatan penyetoran sampahnya. d. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa masyarakat tidak dilibatkan dalam proses evaluasi di Bank Sampah PITOE Jambangan. Proses evaluasi kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan dilakukan dengan dua cara. Pertama, dilakukan dalam rapat internal pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan untuk kemudian hasilnya disampaikan kepada
240
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 12 Juni 2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan, Surabaya. Gambar 10. Ibu Yulia selaku Direktur Bank Sampah PITOE Saat Menyampaikan Laporan Keuangan Kepada Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 12 Juni 2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan, Surabaya.
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
Gambar 11. Pembagian Tabungan Kepada Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 12 Juni 2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan, Surabaya. Dari hasil temuan peneliti selama berada dilapangan dan teori mengenai partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil sebagaimana dikemukakan oleh Kaho dapat disimpulkan bahwa masyarakat tidak dilibatkan dalam proses evaluasi kegiatan di Bank Sampah PITOE Jambangan secara bersama. Evaluasi kegiatan dilakukan dalam rapat internal pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Masyarakat hanya sebatas memberikan usulan dan masukan kepada pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan, dimana hal ini tidak berarti bahwa usul yang diberikan dapat 100% diterima dan dilaksanakan oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Dalam proses evaluasi, masyarakat hanya menerima lembaran laporan keuangan Bank Sampah PITOE Jambangan selama satu tahun. 2. Derajat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan a. Derajat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa derajat partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan di Bank Sampah PITOE Jambangan berada dalam derajat partisipasi yang disebut sebagai interaktif. Dalam derajat ini, masyarakat dan pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan saling berinteraksi dalam memutuskan dan memecahkan permasalahan yang ada. Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan melalui usulan dan masukan yang secara aktif diberikan. Masyarakat juga memiliki peran untuk mengontrol jalannya pelaksanaan keputusan, sehingga apabila terjadi penyimpangan ataupun dirasa jalannya keputusan kurang begitu baik, maka masyarakat kembali memberikan usulan
dan masukan kepada pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. b. Derajat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa derajat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan berada pada tahap yang disebut sebagai mandiri (self mobilization). Masyarakat secara mandiri dan tanpa dipengaruhi pihak luar membawa sampahnya ke Bank Sampah PITOE Jambangan. Selain itu, masyarakat memberikan bantuan – bantuan maupun dukungan – dukungan kepada pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan atas inisiatif dan kemauannya sendiri, tanpa paksaan maupun pengaruh dari pihak lain. c. Derajat partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa derajat partisipasi masyarakat dalam menikmati hasil kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan berada pada tahap yang disebut sebagai mandiri (self mobilization). Dalam tahap ini, masyarakat sendiri yang mengendalikan pemanfaatan hasil tabungan sampah. d. Derajat partisipasi masyarakat dalam evaluasi kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa derajat partisipasi masyarakat dalam evaluasi kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan berada pada tahap yang disebut sebagai konsultatif. Pada tahap ini, masyarakat belum memiliki kesempatan untuk dilibatkan dalam proses evaluasi bersama. Proses evaluasi hanya sebatas pada pelaporan keuangan atau kinerja dari pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan kepada masyarakat. Usulan dan masukan dari masyarakat didengarkan dan ditampung, namun belum tentu menjadi masukan yang ditindaklanjuti. 3. Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan 1. Motif ekonomi Dalam motif ini, masyarakat terdorong untuk memberikan peran sertanya dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan karena ingin mendapatkan uang dari hasil tabungan sampah. Sampah yang sebelumnya hanya dibuang begitu saja, ternyata dapat memberikan penghasilan tambahan bagi
241
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
masyarakat melalui adanya Bank Sampah PITOE Jambangan.
peran sertanya. Pemimpin dalam hal ini menjadi figur contoh bagi masyarakat.
2. Motif sosial a. Motivasi untuk menciptakan keguyuban Dalam motif ini, masyarakat terdorong untuk memberikan peran sertanya dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan karena ingin menciptakan keguyuban dengan masyarakat lain. Ditengah kesibukannya, masyarakat ingin melakukan sosialisasi dan komunikasi dengan masyarakat lainnya melalui adanya kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan.
Gambar 12. Lurah Jambangan dan Ketua RW III Kelurahan Jambangan saat Mengantarkan Tamu dari Banjarmasin Barat ke Bank Sampah PITOE Jambangan
3. Motif psikologi a. Motivasi untuk Pencapaian Prestasi Tempat Tinggalnya Dalam motif ini, masyarakat terdorong untuk memberikan peran sertanya dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan karena masyarakat ingin agar tempat tinggalnya memenangkan banyak kompetisi, baik yang diadakan oleh Pemerintah maupun pihak – pihak lainnya. Semangat kompetitif yang tinggi disertai dengan keinginan yang tinggi untuk memenangkan kompetisi membuat tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan semakin meningkat. b. Kepuasan Diri karena Lingkungan menjadi Bersih Dalam motif ini, faktor yang mendorong masyarakat untuk memberikan peran sertanya dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan adalah karena ingin melihat lingkungan sekitarnya menjadi bersih. Ada suatu kepuasan tersendiri dalam diri masyarakat ketika melihat tumpukkan sampah didalam rumah menjadi berkurang, lingkungan sekitar menjadi lebih bersih dan bebas dari sampah, serta dapat membantu Pemerintah Kota Surabaya untuk mengurangi jumlah sampah yang menggunung di TPA Benowo. 4. Motivasi dan Dukungan dari Pemerintah Dalam motif ini, faktor yang mendorong masyarakat untuk memberikan peran sertanya dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan adalah karena adanya motivasi dan dukungan dari pihak pemerintah, baik Pemerintah Kota Surabaya, Camat Jambangan, Lurah Jambangan, Ketua RW maupun Ketua RT yang ada diwilayah Jambangan. Dukungan – dukungan seperti dana hingga dukungan moril lainnya membuat masyarakat semakin terpacu untuk memberikan
242
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 29 Mei 2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan. 5. Motivasi dan Dukungan Pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan Dalam motif ini, faktor yang mendorong masyarakat untuk memberikan peran sertanya dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan adalah karena adanya motivasi dari pihak pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan, yang mana sering mengingatkan warga untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan. Para pengurus Bank Sampah PITOE yang selalu terbuka dan siap untuk menerima masukan dan saran juga membuat masyarakat menjadi termotivasi untuk semakin memberikan peran sertanya di Bank Sampah PITOE Jambangan. Disisi lain, pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan juga sangat welcome terhadap siapapun juga serta tidak pernah membeda – bedakan orang membuat tidak adanya gap atau jarak antara masyarakat dan pihak pengurus. 6. Motivasi dan Dukungan Kader Lingkungan Dalam motif ini, kader lingkungan juga memegang peran penting dan menjadi faktor yang mendorong masyarakat untuk memberikan peran sertanya dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan. Kader lingkungan diposisikan sebagai agent of change dalam merubah perilaku masyarakat yang dulunya masyarakat Jambangan ini memiliki kebiasaan membuang sampah dan hajat dikali menjadi masyarakat yang memiliki budaya hidup bersih dan sehat. Kader lingkungan ini yang kemudian menjadi ujung tombak dalam pembentukan perilaku dan meningkatkan partisipasi masyarakat. 7. Komunikasi dengan Masyarakat yang Lancar
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
Dalam motif ini, faktor yang mendorong masyarakat untuk memberikan peran sertanya dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan adalah karena adanya komunikasi yang baik dan lancar antara pihak pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan dengan pihak masyarakat. Komunikasi yang lancar ini kemudian juga membuat tidak adanya gap atau jarak antara masyarakat dengan pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Masyarakat dapat mengungkapkan isi hatinya kepada pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan tanpa harus selalu melalui pertemuan – pertemuan formal. 8. Forum Warga yang Rutin Dilakukan Forum / pertemuan – pertemuan dengan masyarakat yang sering dan rutin dilakukan juga menjadi faktor pendorong masyarakat untuk memberikan peran sertanya. Setidaknya dalam satu bulan terdapat tiga pertemuan yang secara rutin diadakan, yaitu pertemuan PKK, pertemuan dasawisma, dan pengajian. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari bentuk partisipasinya, masyarakat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan. Namun, masyarakat tidak berpartisipasi dalam proses evaluasi. Sedangkan dari derajat partisipasi ternyata partisipasi masyarakat berada dalam derajat interaktif terkait dengan pembuatan keputusan, derajat mandiri (self mobilization) terkait dengan pelaksanaan kegiatan dan pemanfaatan hasil, dan derajat konsultatif terkait dengan proses evaluasi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ternyata faktor – faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan, antara lain motif ekonomi, motif sosial untuk menciptakan keguyuban, motif psikologi untuk pencapaian prestasi tempat tinggal dan kepuasan diri karena lingkungan menjadi bersih, motivasi dan dukungan dari Pemerintah, motivasi dan dukungan pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan, motivasi dan dukungan kader lingkungan, komunikasi dengan masyarakat yang lancar, dan forum warga yang rutin dilakukan. Saran Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh oleh peneliti pada saat berada dilapangan, maka beberapa saran yang diberikan oleh peneliti, diantaranya: 1. Peneliti memberikan saran kepada pihak pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan untuk melibatkan masyarakat secara penuh dalam proses pembuatan keputusan dan evaluasi yang ada di Bank Sampah PITOE Jambangan. Pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan juga sebaiknya melakukan inovasi – inovasi kegiatan untuk mencegah masyarakat menjadi jenuh. Selain itu, pengurus Bank Sampah
PITOE Jambangan juga sebaiknya memberikan edukasi kepada masyarakat yang menjadi nasabah misalnya dengan memberikan pelatihan daur ulang. 2. Pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Surabaya disarankan dapat memberikan sosialisasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pengelolaan sampah, sehingga masyarakat semakin tertarik dan termotivasi untuk memberikan peran sertanya. 3. Sebagai bentuk pengembangan dari penelitian ini, peneliti memberikan saran kepada peneliti selanjutnya agar melakukan pengkajian dan penelitian yang terkait dengan faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan sampah di wilayah Jambangan. Daftar Pustaka Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Surabaya Tahun 2011. ______, Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Surabaya Tahun 2012. Badan Pusat Statistik, Penduduk Indonesia Hasil Survey Penduduk Antar Sensus 2015. ______, Proyeksi Penduduk Indonesia Umur Tertentu dan Umur Satu Tahunan 2010 – 2025. ______, Statistik Indonesia Tahun 2015. ______, Statistik Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2012. ______, Statistik Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2013. ______, Statistik Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2015. Dhokhikah, Yeny, Yulinah Trihadiningrum, dan Sony Sunaryo (2015). Community Participation in Household Waste Reduction in Surabaya, Indonesia. Journal Resources, Conservation, and Recycling, 102: 153 – 162. Hermawati, Wati, et al. (2015). Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah di Perkotaan. Yogyakarta: Plantaxia. Huraerah, Abu (2008). Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat; Model dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora. Kaho, Josef Riwu (2007). Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia (Identifikasi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Penghargaan Kalpataru (berita online). Didapat dari: http://www.menlh.go.id/penghargaankalpataru/ (Akses: 20 Februari 2016). Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. Rekapitulasi Data Kependudukan Per Provinsi (Edisi 31 Desember 2013). Didapat dari: http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/re kapitulasi-data-kependudukan-per-provinsiedisi-31-desember-2013 (Akses: 14 Juli 2016).
243
Kebijakan dan Manajemen Publik Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
Mardiyanta, Antun (2013). State of the Art: Konsep Partisipasi dalam Ilmu Administrasi Publik. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik, Vol. 26, No. 4, hlm. 227 – 242. Didapat dari: http://journal.unair.ac.id/download-fullpapersmkpca4c173b68full.pdf (Akses: 18 Juli 2016). Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sahruni, Eddy Purwanto (ed.) “KPU Terima DAK2 Dan Data WNI Di Luar Negeri.” Suara KPU, Desember 2012, hlm. 4 – 5. Didapat dari: http://kpu.go.id/dmdocuments/Suara%20KPU% 20Desember%202012.pdf (Akses: 15 Juli 2016). Samal, Zakiyah (ed.) (2010). Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah. Maluku: PTD Provinsi Maluku. Sucipto, Cecep Dani (2012). Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Sugandi, Yogi Suprayogi (2011). Administrasi Publik: Konsep dan Perkembangan Ilmu di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Taufik, Fatkhurohman. Jambangan Surganya Surabaya (berita online). Didapat dari: http://www.suarasurabaya.net/fokus/145/2014/1 31312-Jambangan,-Surganya-Surabaya (Akses: 20 Februari 2016). Widjajanti, Darwina, Stien J Matakupan, Robert J Didham (2014). Pengantar Pemahaman Pendidikan Konsumsi Berkelanjutan di Indonesia (Rekomendasi Nasional dan Panduan Bagi Pengambil Kebijakan dan Pendidik) (buku online). Jakarta: Yayasan Pembangunan Berkelanjutan dalam Kemitraan dengan United Nations of Environment Programme (UNEP). Didapat dari: http://www.unep.org/resourceefficiency/Portals/ 24147/Consumption/ESC%20Indonesia%20%20National%20Recommendations%20&%20 Guidelines%20-%20Indonesian%20%20%2002May2014.pdf (Akses: 25 Mei 2016). Yustisia. Materi Presentasi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Didapat dari: http://waste.ccacknowledge.net/sites/default/files/files/events_do cuments/Surabaya%20City%20Indonesia.pdf (Akses: 18 Februari 2016). Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. ______, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle Melalui Bank Sampah.
244
ISSN 2303 - 341X