PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN Partisipasi masyarakat dalam program agropolitan ditentukan oleh karakteristik responden. Bab ini membahas karakteristik partisipan yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini. Karakteristik partisipan yang di ukur adalah tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan umur. Responden terebut mewakili masyarakat yang diteliti tingkat partisipasi dalam program keseluruhan. Bab ini juga menggambarkan sejauh mana partisipasi masyarakat melalui tangga partisipasi Arnstein (1969) dalam program agropolitan ditahun 2004-2010 di Desa Karacak baik secara keseluruhan, tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Tentunya partisipasi tersebut dapat dilihat sebagi bentuk partisipasi masyarakat sehingga dijelaskan pula bentuk partisipasi disetiap tahapan program. Karakteristik Partisipan Program agropolitan sebagian besar berkaitan dengan pertanian sehingga dalam pelaksanaannya, sasaran utama program adalah petani. Menurut Ariyani (2007) program pembangunan akan keberlanjutan jika masyarakatnya berpartisipasi melalui kelembagaan yang terdapat dimasyarakat. Berdasarkan prinsip tersebut, program agropolitan diimplementasikan melalui kelembagaan petani yaitu kelompok tani. Secara keseluruhan karakteristik partisipan program dilihat dari pengetahuan terhadap program, umur partisipan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Umur Kondisi umur anggota kelompok tani di Desa Karacak sebagian merupakan kaum dewasa yang berada diatas 18 tahun. Hal ini bisa disebabkan karena minat anak muda dibidang pertanian khususnya di Desa Karacak masih rendah. Mayoritas merupakan petani laki-laki yang bekerja di sawah atau kebun. Peran koordinasi dengan Ketua Gapoktan maupun ketua POSKO juga di dominasi oleh petani laki-laki. Profesi sebagai petani diminati oleh kalangan laki-laki yang berumur lebih dari 50 tahun. Berhubung mekanisme program agropolitan disalurkan melalui kelompok tani maka penerima program agropolitan didominasi oleh anggota kelompok tani. Serupa dengan hal tersebut pada Gambar 6 menunjukan bahwa sasaran program agropolitan yang berusia dewasa lanjut (berumur 50 tahun ke atas) sebanyak 50%, mereka kebanyakan merupakan pensiunan yang memiliki lahan yang luas sehingga masih bertahan sebagai petani dengan menggarap lahan pribadi sesuai dengan penyataan bapak SMD berikut: “Saya itu neng umurnya udah tujupuluan, dulu sih pensiunan PLN tapi sekarang udah nggak kerja. Nah, berhubung masih punya sawah ya kesawah aja sambil nanem-nanem padi kan lumayan daripada dirumah nggak ngapa-ngapain terus ada tawaran gabung ke kelompok tani, ikutan agropolitan, nah ya udah tuh, saya ikut aja.” SMD.
66
Berbeda dengan alasan tersebut terdapat 43.3% penerima program merupakan anggota yang tergolong dewasa madya yang berumur 30-50 tahun. Mayoritas dari mereka menjadikan aktivitas pertanian sebagai aktivitas sehari-hari. Sisanya sebesar 6.7% penerima program merupakan anggota kelompok tani yang tergolong dewasa dini yang berumur 18-29 (Gambar 15). 6,7% 50%
Dewasa Dini
43,3%
Dewasa Madya
Dewasa Lanjut
Gambar 15 Persentase umur penerima program agropolitan Hal ini berimplikasi pada keberlanjutan program agropolitan, mengingat banyaknya golongan tua yang berpartisipasi maka regenerasi program sangat kurang. Pelaksanaan program juga menjadi terhambat akibat keterbatasan mobilitas karena kondisi kesehatan anggota. Selain itu terdapat kesulitan ketika pengajuan program, biasanya program agropolitan ini diajukan ke pemerintah kabupaten kemudian disetujui dan dilaksanakan. Seringkali ketika dana akan dibagikan ternyata nama anggota kelompok tani yang tertera pada proposal pengajuan telah meninggal. Jenis Pekerjaan Sebagian besar jenis pekerjaan penerima program merupakan petani yaitu sebanyak 60% (Gambar 16). Seperti yang telah dibahas sebelumnya, sasaran program agropolitan merupakan petani, terutama yang telah bergabung dikelompok tani. Sasaran agropolitan sendiri sebenarnya merupakan masyarakat luas, namun berhubung terdapat mekanisme pengajuan program hanya bisa dilakukan oleh kelompok tani maka mayoritas penerima program merupakan petani. Sisanya sebanyak 13% bekerja sebagai wiraswasta. Mereka merupakan anggota kelompok tani yang memiliki lahan pertanian untuk dikerjakan, namun hanya pada saat libur/mengisi waktu senggang. Motif keterlibatan mereka dalam kelompok tani agar mendapat kemudahan mendapatkan bantuan asiltan serta informasi teknologi pertanian. Mengingat program agropolitan juga banyak berhubungan dengan aparat desa, maka terdapat 3% aparat desa yang juga bertani dan menjadi anggota kelompok tani. Sisanya sebanyak 17% merupakan anggota kelompok tani yang sudah pensiun atau bekerja sebagai buruh bangunan di Desa Karacak. Golongan kelompok ini biasanya memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani dan kemudian bergabung menjadi kelompok tani.
67
3%
17% 13%
60%
7%
Petani
Buruh Tani
Wiraswasta
Aparat Desa
Lainnya
Gambar 16 Persentase jenis pekerjaan penerima program agropolitan Keadaan tersebut menunjukan bahwa penyaluran program agropolitan untuk meningkatkan pendapatan petani telah tepat sasaran yaitu ditujukan kepada anggota kelompok tani. Namun kelemahannya, jika melihat bahwa agropolitan merupakan program pengembangan kawasan yang harus didukung oleh banyak pihak termasuk semua elemen masyarakat, maka program agropolitan perlu merangkul kembali elemen masyarakat terutama pedagang/wirausaha agar bermitra dengan petani. Tingkat Pendidikan Sebagian besar, yaitu sekitar 60% responden dari kelompok tani, hanya mampu mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD) sedangkan 27% petani mampu bersekolah sampai tingkat SMP (Gambar 17). Namun beberapa kelompok tani juga telah menempuh pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi sebanyak 3% dan sisanya yaitu 10% telah menempuh pendidikan hingga SMA. Kondisi tersebut sebanding dengan tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut disebabkan karena akses dan ketersediaan sekolah menengah maupun sekolah menengah atas masih kurang. Melihat data umur responden merupakan golongan tua, sebagian besar yang terhitung sebagai murid sekolah rakyat (pada zaman dahulu tingkatan SD masih setara dengan sekolah rakyat). Keadaan tersebut berimplikasi pada rendahnya kemampuan membaca dan menulis anggota kelompok tani sehingga seringkali ketika membuat proposal pengajuan program hanya dilaksanakan oleh Ketua Gapoktan-nya saja sesuai dengan pernyataan bapak NL sebagai berikut: “Anggota Gapoktan jarang yang bisa bikin proposal, boro-boro bikin. Baca aja kadang nggak bisa. Biasanya kita tinggal tanda tangan di proposal sama nerima bantuan dananya aja. Ya, gitulah neng namanya juga program pemerintah kan ya?” NL
Rendahnya pengetahuan tersebut juga menyebabkan kesulitan dalam menyerap materi melalui modul yang diberikan pada saat pelatihan budidaya yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian. Akibatnya pada saat pelatihan, penyuluh lebih sering menggunakan metode lain yaitu langsung mempraktekan materi daripada menjelaskannya melalui tulisan.
68
3% 10% 27% 60%
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Gambar 17 Persentase tingkat pendidikan penerima program Data diatas menggambarkan responden sesuai dengan karakteristik populasi masyarakat Desa Karacak yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa teknik pengambilan sampel yang digunakan sudah mewakili keadaan responden untuk variabel umur, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Tingkatan Partisipasi Masyarakat Tingkat partisipasi digunakan untuk melihat sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam program agropolitan dari perencanaan di tahun 2004, pelaksanaan, dan evaluasi di tahun 2010. Banyak program yang terintegrasi dalam program agropolitan Kabupaten Bogor, namun program yang dibahas dalam penelitian kali ini adalah program yang diimplementasikan pada masyarakat Desa Karacak yaitu: Program Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM), Program pengembangan budidaya, Program Pengembangan Permodalan dan Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan Tingkat partisipasi adalah derajat keikutsertaan anggota dalam semua tahapan kegiatan sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Adapun kedelapan tingkatan partisipasi tersebut yaitu tahap manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penenangan, kemitraan, pendelegasian kekuasaan, dan kontrol masyarakat kemudian diringkas menjadi citizen power, tokenisme dan nonpartisipasi (Arnstein 1969). Masa perencanaan diisi dengan sosialisasi dengan mengundang masyarakat khususnya kelompok tani melalui lokakarya agropolitan tingkat desa dengan fasilitas dari POKJA agropolitan sedangkan masa pelaksanaan diisi dengan program pengembangan kawasan, lalu masa evaluasi dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang mengukur keberhasilan program agropolitan. Dalam tahapannya keseluruhan program tentunya memerlukan partisipasi masyarakat. Secara keseluruhan partisipasi masyarakat masih berada di tingkat tokenisme seperti yang diperlihatkan pada Tabel 12 berikut.
69
Tabel 12 Jumlah dan presentase tingkat partisipsi masyarakat dalam program agropolitan Tahap Pelaksanaan
Tingkatan Partisipasi Masyarakat Non Partisipasi
%
Tokenisme
%
Citizen Power
%
Keseluruhan
12
40.0
16
53.3
2
6.7
Perencanaan
19
63.3
8
26.7
3
10.0
Pelaksanaan
8
26.7
20
66.7
2
6.7
22
73.3
6
20.0
2
6.7
30
100
30
100
30
100
Evaluasi Total
Tabel 12 menjelaskan jumlah dan persentase partisipasi masyarakat dalam keseluruhan program, yang juga digambarkan pada setiap tahapan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Secara keseluruhan program tingkatan partisipasi masyarakat mayoritas berada pada tingkat tokenisme sebanyak 53.3%. Penjelasan secara lengkap dapat dijelaskan dengan penjelasan pada tiap tahapan sebagai berikut: Partisipasi masyarakat dalam keseluruhan program agropolitan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program agropolitan dapat dilihat pada Gambar 18. 6.7% 40.0% 53.3%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 18 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program agropolitan Gambar 18 menunjukan sebaran partisipasi responden berdasarkan tiga penggolongan partisipasi. Secara keseluruhan tingkatan partisipasi masyarakat berada di tingkat citizen power sebanyak 6.7% sedangkan 40% responden berada di tingkat non–partisipasi, sementara sebagian responden berada di tingkat partisipasi tokenisme yaitu sebanyak 53.3%. Gambar tersebut menunjukan bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada program agropolitan tahun 2004-2010 di Desa Karacak masih kurang, secara keseluruhan partisipasi masyarakat sebagian masyarakat masih berada pada derajat partisipasi tokenisme. Hal ini didukung dengan fakta bahwa dalam setiap pelaksanaan tahapan program agropolitan, sebagian masyarakat cenderung hanya memberikan pendapat dan masukan dalam program agropolitan di Desa Karacak periode 2004-2010, namun pengambilan
70
keputusan tentang bagaimana proses pelaksanaannya masih berada pada pihak yang memiliki program tersebut yaitu dinas–dinas yang terkait. Saat pelaksanaan program, fungsi pengaturan biasanya di dominasi oleh Ketua Gapoktan sedangkan anggota Gapoktan hanya melaksanakan perintah yang di sarankan oleh Ketua Gapoktan. Namun terdapat 6.7% orang yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan program agropolitan yang ternyata merupakan Ketua POSKO agropolitan Desa Karacak. Sebanding dengan pemaparan bapak MDR yang menjelaskan bahwa sebagian masyarakat khususnya anggota Gapoktan turut hadir dalam pertemuan pada saat tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan evaluasi: “Kalau program agropolitan mah, dulu sering ada pertemuannya di rumah ketuanya. Dari mulai ngrencanain programnya gimana terus masyarakat nanti ngapain aja, kalau ada kesempatan ngasi pendapat ya kadang saya ikut ngasih saran ke dinas. Kita mah cuma nerima aja kalau ada program agropolitan dari pemerintah.” MDR.
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Perencanaan Perencanaan agropolitan merupakan upaya pengenalan awal program dengan masyarakat, diawali dari sosialisasi di tingkat kabupaten kemudian bersama pemerintah Desa Karacak melaksanakan sosialisasi di tingkat desa melalui lokakarya yang mengundang elemen masyarakat seperti kelompok tani. Output dari sosialisasi di tingkat desa adalah program yang akan diimplementasikan dalam pelaksanaan program agropolitan tahun 2005-2010. Sosialisasi ini penting sebagai langkah awal karena pengembangan agropolitan melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Menurut Uphoff (1977) tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan perencanaan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya. Tingkat Partisipasi masyarakat pada perencanaan dapat dilihat dari Gambar 19. 10.0% 26.7% 63.3%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 19 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam perencanaan program agropolitan Pada tahap perencanaan program agropolitan dapat terlihat bahwa derajat partisipasi masyarakat yang dominan berada di tingkat non partisipasi yaitu sebanyak 63.3% sedangkan sebanyak 26.7% masyarakat berada di tingkat tokenisme sisanya yaitu 10% berada di tingkat citizen power. Ini menunjukan bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam perencanaan masih cenderung kurang. Masyarakat hanya menerima informasi perencanaan Desa Karacak menjadi
71
wilayah agropolitan namun sebagian besar konsep baik berupa tata ruang maupun program kegiatan yang akan dilaksanakan ditentukan oleh dinas yang berwenang. Masyarakat yang berpartisipasi dalam perencanaan hanya sebatas memberikan saran, keputusan tentang pembangunan awal agropolitan masih menjadi wewenang dinas. Keadaan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari bapak BKR bahwa dalam perencanaan hanya beberapa orang yang diundang dan mayoritas merupakan anggota kelompok tani: “ Agropolitan mah dulu nggak terkenal, kita taunya udah ada plang agropolitan. Kalau enggak salah dulu tahun dua ribu limaan ada rapat dikantor desa dari dinas, ngumumin kalo ada program agropolitan di desa Karacak. Kalo bapak karena kelompok tani ya ikut diundang. Nah, pas dateng baru tau kalau ada program namanya agropolitan” BKR.
Perencanaan program agropolitan yang berada di tingkat masyarakat biasanya meliputi sub program yang diusulkan dengan pengajuan dana melalui proposal. Tingkat pendidikan yang rendah ditambah pengetahuan tentang pembuatan proposal pengajuan program yang kurang menyebabkan keterlibatan anggota kelompok tani dalam pengajuan program melalui proposal sangat rendah. Pembuatan proposal biasanya dilakukan oleh ketua kelompok tani, masalah program yang ingin diajukan didiskusikan kembali melalui rapat angota kelompok tani seminggu sekali seperti dituturkan oleh ketua kelompok tani “Bangun Tani” yaitu bapak AMR sebagai berikut: “Sesudahnya berjalan agropolitan, penyuluh sering ngasih arahan program, minta usulan kira-kira petani perlu program apa. Kelompok tani disurung ngajuin dana ke Dinas Pertanian tapi pake proposal, karena yang lainnya nggak bisa bikinnya paling juga saya yang ngrumusin dananya sama bikin proposalnya baru nanti didiskusiin lagi sama anggota” AMR.
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan Secara garis besar seluruh program yang termasuk di kawasan agropolitan merupakan program agropolitan. Tahap pelaksanaan program agropolitan terbagi menjadi 4 program besar yaitu: program pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM), program pengembangan budidaya, program pengembangan permodalan, dan program peningkatan fasilitas infrastruktur. Menurut Uphoff (1977) Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan merupakan keikutsertaan baik dalam bentuk merupakan keterlibatan masyarakat secara keseluruhan dalam melaksanakan rencana program yang telah disepakati. Tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan dapat dilihat pada Gambar 20. 6.7% 26.7%
66.6%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 20 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi program agropolitan
72
Derajat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan sebagian besar berada pada tingkat tokenisme dengan persentase sebesar 66.7% namun masih ada masyarakat yang berada di tingkat non partisipasi sebesar 26.7%. Hasil tersebut menunjukan bahwa masyarakat masih belum mampu menjadi salah satu pihak yang mengambil keputusan untuk menentukan program pengembangan kawasan agropolitan bersama dengan dinas, hanya 6.7% masyarakat yang memiliki wewenang bersama dengan dinas untuk menentukan langkah atau program yang diperlukan dalam pembangunan kawasan agropolitan. Sesuai dengan pernyataan bapak PDL berikut: “ Kalau mau ngajuin program agropolitan biasanya yang bikin proposalnya ketua gapoktan. Jadi kita diundang rapat dulu, diskusi masalah program” PDL.
Secara rinci, pada masing-masing program terdapat perbedaan tingkat partisipasi masyarakat. Dalam pelaksanaan program pengembangan SDM, tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat pada Gambar 21. 16.7%
20.0%
63.3% Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 21 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program pengembangan SDM Gambar 21 memperlihatkan derajat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan. Program pengembangan sumberdaya manusia mendapatkan dukungan dari keikutsertaan masyarakat dengan derajat partisipasi tokenisme sebanyak 63.3% sedangkan 20% masyarakat berada pada tingkat partisipasi tertinggi yaitu citizen power, namun masih ada juga masyarakat yang belum berpartisipasi yaitu sebesar 16.7%. Masyarakat pada program ini hanya sebagai pihak yang difasilitasi oleh dinas baik berupa materi pelatihan, waktu dan tempat pelatihan serta materi pelatihan. Masyarakat sendiri hanya memiliki wewenang untuk mengusulkan jenis pelatihannya, namun yang menentukan tetap pihak dinas. Strategi mengembangkan kawasan agropolitan sebagai kawasan dengan produktifitas budidaya pertanian yang unggul menyebabkan diperlukannya program pengembangan budidaya terutama komoditi unggulan daerah agropolitan. Desa Karacak merupakan penghasil manggis kualitas unggulan sehingga buah manggis ini dijadikan sebagai komoditi unggulan agropolitan desa tersebut. Hal tersebut menjadi alasan program pengembangan budidaya manggis perlu dilaksanakan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan budidaya dilihat pada Gambar 22.
73
10.0% 26.7% 63.3%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 22 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program pengembangan Budidaya Gambar 22 memperlihatkan derajat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan budidaya program agropolitan tahun 2005-2012. Hasilnya sebanyak 63.3% masyarakat berada di tingkat partisipasi tokenisme, namun pada program pengembangan budidaya ini derajat partisipasi masyarakat di tingkat citizen power lebih besar di bandingkan dengan program pengembangan sumber daya manusia yaitu sebesar 26.7%. Sebagian besar program pengembangan budidaya merupakan bantuan berupa input produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, dan bibit tanaman seperti manggis, jagung dan padi. Biasanya setelah bantuan tersebut sampai ke masyarakat dibarengi dengan pelatihan budidaya. Bantuan tersebut disalurkan melalui ketua kelompok tani yang kemudian disalurkan kepada masyarakat maupun anggota kelompok tani. Namun masih terdapat 10% masyarakat yang tidak mendapatkan akses bantuan dan program pengembangan budidaya. Terkait dengan program pengembangan budidaya bapak SHT menjelaskan sebagai berikut: “Sebenernya banyak bantuan dari pemerintah, ada bibit manggis, benih, pupuk ama pestisida. Tahun lalu juga ada bantuan traktor sama senso tapi ya gitu, kadang nggak semua anggota kelompok tani atau masyarakat sini tau ada bantuan” SHT.
Permasalahan permodalan merupakan salah satu permasalahan yang sering dirasakan oleh kelompok tani dalam pengusahaan budidaya pertaniannya. Seringkali karena hal tersebut terjadi ketergantungan terhadap tengkulak. Sistemnya mereka meminjam uang dengan imbalan buah yang belum panen. Mengingat urgensi tersebut maka program pengembangan permodalan diperlukan dalam program agropolitan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan permodalan dapat dilihat pada Gambar 23.
74
10.0% 40.0% 50.0%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 23 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program pengembangan permodalan Gambar 23 menunjukan derajat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan permodalan. Tabel tersebut menunjukan bahwa sebagian masyarakat atau 50% masyarakat berada pada derajat partisipasi tokenisme, sedangkan 40% masyarakat masih belum terlibat, jikalau hadir dalam program mereka tidak mampu berpendapat dan digolongkan dalam derajat partisipasi nonpartisipasi. Sedangkan masyarakat yang berpartisipasi di tingkat citizen power hanya sebesar 10 %. Masyarakat seringkali hanya mendapatkan informasi bahwa ada pinjaman dari pemerintah melalui kelompok tani, namun jarang ada masyarakat yang meminjam, mereka hanya sekedar mengetahui dan memberikan pendapat bagaimana modal tersebut dapat didistribusikan kepada masyarakat. Namun yang menentukan jumlah dana dan sistem pembagian dana yang akan dilaksanakan tergantung dari aturan pemerintah. Sebagaimana diutarakan oleh bapak KM sebagai berikut: “Kalau dana pinjaman dari kelompok tani mah susah, syaratnya banyak. Harus punya usahalah, trus usahanya juga harus yang udah tetap. Orang yang dibolehin minjem juga kadang yang deket sama bendaharanya aja, jadi nggak sembarangan orang bisa minjem” KM.
Ada juga anggota kelompok tani yang menjelaskan bahwa alasan dia tidak terlibat dalam pinjaman atau tidak mau meminjam adalah karena takut tidak dapat mengembalikan tepat waktu seperti disampaikan bapak MGN sebagai berikut: “ Saya dulu pernah ditawarin sama pak samsudin buat minjem uang, tapi takut gak bisa balikinnya. Maklumlah, saya mah hidup gini aja juga udah cukup koq dari hasil tani aja” MGN.
Program pengembangan kawasan agropolitan tentunya memerlukan dukungan infrastruktur yang baik, agar distribusi hasil pertanian maupun mobilitas masyarakat ke hinterland kawasan agropolitan mudah dilaksanakan. Strategi Pengembangan infrastruktur dasar dan infrastruktur pertanian diwujudkan dalam program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Tingkat partisipasi masyarakat pada program peningkatan fasilitas Infrastruktur dapat dilihat pada Gambar 24.
75
30.0%
3.3%
66.7%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 24 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur Gambar 24 menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam program peningkatan infrastruktur masih sangat rendah, lebih dari sebagian responden yaitu sebesar 66.7% tidak berpartisipasi. Namun, terdapat 30% masyarakat yang derajat partisipasinya tokenisme yaitu masyarakat hanya turut serta menyumbang pendapat dalam program peningkatan infrastruktur dan sebanyak 3.3% masyarakat memiliki derajat partisipasi di tingkat citizen power. Masyarakat yang berpartisipasi di tingkat citizen power biasanya orang terdekat dari pemegang kekuasaan seperti Kepala Desa karena individu tersebut mendapatkan wewenang untuk ikut mengatur program bersama dengan Kepala Desa. Data tersebut menunjukan kalau partisipasi masyarakat masih rendah. Partisipasi yang rendah dikarenakan pembangunanya ditentukan langsung oleh pemerintah dalam hal ini diwaikili oleh BAPPEDA dan Dinas Bina Marga yang memfasilitasi peningkatan jalan poros, pembuatan gudang manggis, pembuatan jembatan dan penyediaan air baku. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui program tersebut. Saat pelaksanaan program peningkatan jalan poros dan penyediaan air baku, hanya pihak yang terdekat dengan pemerintahan yaitu aparat desa dan pemerintah kecamatan yang diikutsertakan dalam diskusi pelaksanaan program. Kondisi tersebut juga berlaku saat pelaksanaan program pembangunan jembatan, masyarakat sendiri tidak mengetahui proses perencanaannya, hanya ada beberapa masyarakat yang diikutsertakan sebagai pekerja pembuat jembatan. Seperti yang dijelaskan oleh bapak SKM sebagai berikut: “ Jembatan itu mah yang mbangun dari pemerintah kabupaten, trus di proyekin. Kita sendiri nggak tau siapa yang dapet proyeknya, kemungkinan sih dari aparat desa. Masyarakat mah tinggal terima jadi ajah, kaya bapak ini paling cuma ikut nguli aja sama ngasih saran, nanti dibayar ama yang punya proyeknya” SKM.
Hal ini juga terjadi saat pembangunan gudang manggis agropolitan. Pembangunan diserahkan kepada salah satu aparat desa sehingga masyarakat lain tidak banyak yang mengetahui proses berjalannya program. Namun program ini dinilai tidak merepresentasikan kebutuhan masyarakat terbukti dengan pernyataan bapak UJ sebagai berikut:
76
“ …di bangunnya stasiun manggis itu awalnya tujuannya buat nyimpan manggis, tapi ya nggak tepat, soalnya manggis kan gak butuh di taruh di gudang untuk ngejaga tingkat kematengannya. Biasanya habis panen ya langsung dijual, soalnya kan kalau disimpen dulu kualitas buahnya nggak bagus. Lagian nggak banyak juga yang tahu juga kalau ada gudang manggis di sini” UJ
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Evaluasi Menurut Uphoff (1977) partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam pengumpulan data dan menilai dampak program sesuai indikator keberhasilannya. Secara formal, evaluasi program agropolitan telah dilaksanakan oleh masing-masing dinas dan pemerintah kabupaten namun belum pernah mengikutsertakan masyarakat sehingga partisipasi masyarakat rendah pada saat evaluasi. Masyarakat hanya berpartisipasi secara non formal dengan memberikan masukan terkait program yang sudah dilaksanakan selama ini secara lisan dalam kesempatan rapat kelompok tani. 6.7% 20.0%
73.3%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 25 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi program agropolitan Gambar 25 menunjukan partisipasi masyarakat dalam evaluasi program agropolitan. Pada tahap evaluasi, partisipasi masyarakat masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari persentase non-partisipasi yaitu sebesar 73.3%. Masyarakat yang mampu memberikan pendapat/masukan terkait dengan keseluruhan program agropolitan digolongkan dalam derajat partisipasi tokenisme hanya sebesar 20% sedangkan yang berada pada derajat citizen power sebesar 6.7%. Hal tersebut dikarenakan secara formal evaluasi bersama antara masyarakat dengan pemerintah belum pernah diadakan, sehingga masyarakat mampu berpartisipasi dalam evaluasi ketika rapat POSKO bersama dengan Ketua Gapoktan ataupun Ketua POSKO lalu pihak tersebut yang menyampaikan kepada pemerintah. Evaluasi Seperti yang disampaikan oleh bapak BKR sebagai berikut; “ Agropolitan itu udah tujuh tahun, harusnya mah ibarat orang dagang mah ada itungannya untuk apa rugi, tapi kalau agropolitan belum pernah ada evaluasi apa sebenernya mau lanjut atau nggak, kita nggak pernah diajak diskusi ama dinasnya” BKR.
77
Bentuk Partisipasi Dianawati (2004) menunjukkan bahwa sebagai indikator partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi tiga hal, yaitu : (1) peluang untuk ikut serta menentukan kebijaksanaan pembangunan; (2) peluang untuk ikut serta melaksanakan pembangunan; dan (3) peluang untuk ikut serta menilai hasil-hasil pembangunan. Dusseldorp yang dikutip oleh Slamet (1989) mencoba membuat klasifikasi dari berbagai tipe partisipasi salah satunya partisipasi berdasarkan cara keterlibatan. Partisipasi ini sangat dikenal dalam partisipasi politik. Dapat dibedakan pada dua jenis, yaitu: Partisipasi langsung yang terjadi bila seorang individu menampilkan kegiatan tertentu di dalam proses partisipasi. Partisipasi tidak langsung yang terjadi bila seorang individu mendelegasikan hak partisipasinya kepada orang lain yang berikutnya akan mewakilinya dalam kegiatan-kegiatan yang lainnya. Bentuk partisipasi masyarakat menurut Uphoff (1977) terbagi menjadi empat macam yaitu menyumbang materi, menyumbang pikiran, dan menyumbang tenaga. Bentuk partisipasi masyarakat dalam program agropolitan sendiri didominasi oleh bentuk partisipasi menyumbang pikiran baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi bahwa tingkat partisipasi tertinggi berada pada tahap tokenisme maka terlihat juga pada Gambar 17 di bawah ini jika bentuk partisipasi masyarakat yang dominan adalah partisipasi dalam menyumbang pendapat baik berupa perbaikan program maupun usulan materi yang diperlukan masyarakat.
Gambar 26 Jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat Gambar 26 menunjukan jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan program agropolitan. Setiap tahapan pembangunan agropolitan, mayoritas masyarakat tidak berpartisipasi pada pada tahap perancanaan dan evaluasi. Bagi masyarakat yang berpartisipasi, mayoritas masyarakat berpartisipasi dengan menyumbang pikiran berupa usulan program dan materi pelatihan serta usulan tempat kegiatan. Sedangkan urutan kedua yaitu menyumbang tenaga dengan ikut hadir dalam program. Urutan yang ketiga yaitu menyumbang dana. Dana yang disumbang sebagian besar merupakan dana iuran untuk pengambilan bantuan bibit manggis, bantuan asiltan seperti pupuk dan dana
78
transportasi ketempat pelatihan. Seperti yang dijelaskan oleh bapak SNP sebagai berikut: “ Sebenernya kalau ada program agropolitan kita nggak pernah iuran, paling cuma ongkos transport aja sama kalo ada bantuan bibit ya kita gantiin ongkos ambil bibit paling cuma dua ribu lima ratus per bibit” SNP.
Tahap perencanaan didominasi dengan sosialisasi dan pengenalan program kepada penduduk setempat atau “pemilik wilayah”. Undangan sosialisasi dan lokakarya yang diadakan tidak disebarkan keseluruh masyarakat sehingga 53% masyarakat tidak berpartisipasi dalam program. Sosialisasi tersebut fokus pada sasaran masyarakat tani yaitu kelompok tani, sehingga 30% masyarakat berpartisipasi secara langsung dengan mengikuti sosialiasasi sekaligus memberikan pendapat. Tahap pelaksanaan program khususnya program pengembangan SDM terbilang mampu menarik masyarakat khususnya kelompok tani untuk berpartisipasi. Partisipasi terbanyak yaitu sebesar 47% berupa partisipasi dalam memberikan pendapat yaitu usulan pelatihan bagi anggota kelompok tani berkaitan dengan manajemen kelompok tani dan usulan tempat pelaksanaan program seperti SPLHT dan pelatihan budidaya manggis maupun padi. Sisanya masyarakat berpartisipasi dalam bentuk dukungan dana berupa dana transportasi sekolah lapang, dana koordinasi rapat POSKO, serta dana transportasi musyawarah kelompok tani agropolitan Selain program pengembangan SDM, anggota kelompok tani juga banyak berpatisipasi pada program pengembangan budidaya. Mengingat banyaknya bantuan dibidang holtikultura yang diberikan berupa bibit yaitu benih padi, jagung, dan manggis. Bantuan ternak juga pernah diberikan oleh Dinas Peternakan berupa bantuan kambing/domba. Syarat pengambilannya harus membayar ongkos transportasi sehingga partisipasi masyarakat sebagian besar dalam bentuk mendukung dana yaitu sebesar 37%. Berbeda dengan pelaksanaan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur, 43% masyarakat berpartisipasi dengan menyumbang pendapat. Pada tahap evaluasi, masyarakat lebih banyak berpartisipasi secara tidak langsung seperti dinyatakan Slamet (1989) bahwa partisipasi tak langsung dapat dilakukan dengan mendelegasikan partisipasi dalam proses evaluasi kepada orang lain, dalam program agropolitan biasanya didelegasikan kepada Ketua POSKO. Terbukti sebanyak 33% masyarakat memberikan pendapat tentang perbaikan program hanya kepada Ketua POSKO dan Ketua Gapoktan, mengingat akses untuk berdiskusi dengan pihak dinas tidak mudah.