HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN DESA KARACAK KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
SISKA OKTAVIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Siska Oktavia NIM I34090085
iv
ABSTRAK SISKA OKTAVIA. Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SAHARUDDIN Program agropolitan merupakan program pengembangan kawasan yang berupaya mengurangi kesenjangan antara kota dan desa. Program ini diimplementasikan melalui program pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan peningkatan fasilitas infrastruktur. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisa tingkat partisipasi dan bentuk masyarakat dalam program agropolitan, menganalisa peran stakeholders dalam program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor dan menganalisa hubungan antara peran stakeholders dengan tingkat partisipasi masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif menggunakan kuesioner serta panduan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat berada pada tingkat tokenisme dalam keseluruhan tahapan program dengan bentuk partisipasi yang dominan adalah partisipasi menyumbang pendapat. Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa terdapat hubungan antara peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan, yaitu semakin tinggi peran stakeholders maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi masyarakat. Kata kunci: partisipasi, stakeholders, agropolitan
ABSTRACT SISKA OKTAVIA. The Relationship between Role of the Stakeholders and Community participation in Agropolitan Program in Karacak Village, Leuwiliang Subdistrict, Bogor District. Supervised by SAHARUDDIN Agropolitan is a program which seeks to reduce disparities between towns and villages. This program was implemented through human resource development, agriculture development, capital development and improvement of infrastructure facilities. There are three purposes of this study, that is to analyze the level and form of community participation in the agropolitan program, to analyze the role of stakeholders in the agropolitan program of Karacak village, Leuwiliang subdistrict, Bogor district and to analyze the relationship between the role of the stakeholders with the level of community participation. The research was carried out by quantitative and qualitative methods using questionnaires and in-depth interview guide. The results of this study indicate that the level of community participation is at the level of tokenisme in all phases of the program with the participation of the dominant forms of participation contribute opinions. The results of testing the hypothesis clarify that there is a relationship between the role of stakeholders and community participation in the implementation. That is, the higher level of stakeholders roles will be higher level of community participation. Keywords: participation, stakeholders, agropolitan.
ii
HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN DESA KARACAK KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
SISKA OKTAVIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iv
Judul Skripsi : Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Nama : Siska Oktavia NIM : I34090085
Disetujui oleh
Dr. Ir. Saharuddin, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor” dengan baik. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan kelulusan di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal penelitian ini, diantaranya: 1. Dr. Ir. Saharuddin, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta saran selama proses penulisan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan baik. 2. Bapak Andi dan Pak Arifin (pihak P4W–IPB) yang telah membantu dan memberikan masukan tentang agropolitan sehingga penulis paham akan konsep agropolitan. 3. Ibunda tercinta Umi Kulsum dan ayahanda, selaku orang tua tercinta atas doa terbaiknya serta Dimas Bintang Kelana, Rafli Timur dan Raka Jihad Firdaus selaku adik-adikku tersayang yang telah memberikan dorongan semangat kepada penulis. 4. Isnurdiansyah, S.E yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Sahabat terbaikku di Departemen SKPM 46, yaitu: Tanti Ningsih, Rizka Amalia, Hamdani Pramono, M. Iyos Rosyid, Arif Rachman, Lulu Hanifah, Indra Setiyadi, Fajrina Nissa Utami dan Iqbaludin Akbar yang selalu menjadi sahabat selama penulis menimba ilmu di IPB serta teman-teman seperjuangan akselerasi yang telah mendukung dan memotivasi. 6. Pihak Dompet Dhuafa atas beasiswa aktivisnya yang telah diberikan sehingga membantu kelancaran kuliah. 7. Rekan BEM KM, FIM, BINDES BEM KM, PASKIBRA IPB, HIMASIERA, KAMMI IPB untuk mengasah softskill organisasi dan manajemen serta pengalaman luar biasa kepada penulis. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu doa, semangat dan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan inspirasi sebagai alternatif solusi terkait program agropolitan di pedesaan. Bogor, Februari 2013
Siska Oktavia
viii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka
7 7
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan
7
Analisis Stakeholders
8
Peran Stakeholders dalam Program Agropolitan
10
Konsep Partisipasi
12
Tingkat Partisipasi
15
Kerangka Pemikiran
18
Hipotesis Penelitian
19
Definisi Konseptual
20
Definisi Operasional
20
METODE PENELITIAN
27
Lokasi dan Waktu
27
Teknik Sampling
28
Teknik Pengumpulan Data
29
Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
29
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
31
Gambaran Umum Kecamatan Leuwiliang
31
Gambaran Umum Desa Karacak
31
Keadaan Wilayah
31
Kondisi Demografi
32
Potensi Wilayah
34
x
Kondisi Agroekosistem
35
Aksesibilitas menuju Desa Karacak
35
Kondisi Kelembagaan
36
PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN
39
KABUPATEN BOGOR
39
Gambaran Umum Program Agropolitan
39
Kepengurusan POKJA dan POSKO
41
Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Agropolitan Kabupaten Bogor
41
Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan
43
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Karacak
43
Periode 2005-2010
43
Program Pengembangan Sumberdaya Manusia
44
Program Pengembangan Budidaya
45
Program Pengembangan Permodalan
46
Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur
47
PERAN STAKEHOLDERS DALAM PROGRAM AGROPOLITAN
49
Stakeholders Agropolitan
49
Tingkat Pengaruh Stakeholders dalam Program Agropolitan
50
Kekuatan Dana
51
Kekuatan Jaringan
52
Personality
52
Pengaruh Stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan
54
Pengaruh Stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan
55
Pengaruh Stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan
56
Kepentingan stakeholders dalam Penyelenggaraan Program Agropolitan
57
Kepentingan stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan
58
Kepentingan stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan
59
Kepentingan stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan
60
Klasifikasi Stakeholders PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN Karakteristik Partisipan
60 65 65
Umur
65
Jenis Pekerjaan
66
Tingkat Pendidikan
67
Tingkatan Partisipasi Masyarakat
68
Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan
68
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Perencanaan
70
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan
71
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Evaluasi
76
Bentuk Partisipasi
77
HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat SIMPULAN DAN SARAN
79 79 87
Kesimpulan
87
Saran
88
DAFTAR PUSTAKA
89
RIWAYAT HIDUP
125
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tangga partisipasi berdasarkan tiga kategori dari delapan tangga partisipasi Arnstein
22
Jadwal pelaksanaan penyusunan proposal, kolokium, penelitian dan skripsi.
27
Informan penelitian, jenis data penelitian dan metode pengumpulan data
28
Luas wilayah dan persentase jenis penggunaan tanah Desa Karacak tahun 2011
32
Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut tingkat pendidikan tahun 2011
33
Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut jenis pekerjaan tahun 2011
33
Jumlah dan persentase kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan rumah tangga di Desa Karacak Tahun 2011
34
Jarak dan waktu tempuh Desa Karacak ke pusat pemerintahan
36
xii
9.
Matriks stakeholders program agropolitan
50
10.
Frekuensi dan persentase dukungan dana, jaringan dan personality stakeholders
51
11.
Keterlibatan stakeholders dalam setiap tahapan program agropolitan
64
12.
Jumlah dan presentase tingkat partisipasi masyarakat dalam program agropolitan
69
DAFTAR GAMBAR 1.
Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat
17
2.
Kerangka pemikiran
19
3.
Tangga tingkatan pengaruh dan kepentingan stakeholders
23
4.
Matriks power and interest menurut IFC (2007)
30
5.
Struktur kepengurusan kelompok kerja agropolitan
42
6.
Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam program agropolitan
53
Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam perencanaan program agropolitan
54
Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam pelaksanaan program agropolitan
55
Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam evaluasi program agropolitan
56
10. Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan
57
11. Persentase responden berdasarkan tingkat dalam perencanaan program agropolitan
58
7. 8. 9.
kepentingan stakeholders
12. Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam pelaksanaan program agropolitan
59
13. Persentase responden berdasarkan tingkat dalam evaluasi program agropolitan
60
kepentingan stakeholders
14. Klasifikasi stakeholders
61
15. Persentase umur penerima program agropolitan
66
16. Persentase jenis pekerjaan penerima program agropolitan
67
17. Persentase tingkat pendidikan penerima program
68
18. Persentase responden berdasarkan penyelenggaraan program agropolitan
tingkat
partisipasi
dalam 69
19. Persentase responden berdasarkan perencanaan program agropolitan
tingkat
partisipasi
dalam 70
20. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi program agropolitan
71
21. Persentase responden berdasarkan tingkat penyelenggaraan program pengembangan SDM
72
partisipasi
dalam
22. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi penyelenggaraan program pengembangan Budidaya
dalam
23. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi penyelenggaraan program pengembangan permodalan
dalam
73 74
24. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur
75
25. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi program agropolitan
76
26. Jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat
77
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Peta kawasan agropolitan Desa Karacak
93
2.
Pembagian kawasan agropolitan per zonasi
94
3.
Dokumentasi penelitian
95
4.
Kerangka sampling
96
5.
Hasil pengolahan data
100
6.
Panduan wawancara mendalam
103
7.
Kuesioner penelitian
110
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ciri kehidupan pedesaannya. Fenomena pembangunan ekonomi yang sentralistik di perkotaan yang selama ini diterapkan telah menyebabkan disparitas ekonomi antar daerah terutama antara perkotaan dengan pedesaan. Hal ini menyebabkan ketertinggalan perkembangan kehidupan sosial ekonomi di pedesaan seperti rendahnya kesejahteraan, tingkat pendidikan, terbatasnya ketersediaan lapangan pekerjaan, kurangnya akses transportasi, permodalan, dan fasilitas umum lainnya di pedesaan. Data penduduk Indonesia tahun 2011 menunjukkan perbandingan penduduk yang bertempat tinggal di perdesaan tidak jauh berbeda jika dibandingkan di perkotaan, yakni 119.7 juta jiwa di pedesaan dan 120.6 juta jiwa di perkotaan (BPS 2011). Namun, perbandingan tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat pembangunan wilayah di antara keduanya menunjukkan kawasan pedesaan masih tertinggal jika dibandingkan dengan perkotaan. Terbukti dengan perbandingan jumlah penduduk miskin di perdesaan dengan perkotaan pada tahun 2011. Jumlah penduduk miskin di pedesaan hingga tahun 2011 mencapai 18.9 juta jiwa, jauh lebih tinggi dibandingkan penduduk miskin perkotaan, yaitu 11 juta jiwa. Kesenjangan pertumbuhan wilayah tersebut juga terjadi karena lemahnya keterkaitan antara desa dan kota yang memunculkan gagasan pengembangan kawasan pedesaan yang mampu menangani urban bias. Konsep pembangunan yang menawarkan solusi untuk permasalahan tersebut salah satunya diwujudkan dalam program agropolitan (Rustiadi 2007). Pentingnya agropolitan dalam pembangunan ekonomi daerah pedesaan adalah mengurangi disparitas antar daerah karena terjadinya “pendaerahan” pengelolaan pembangunan ekonomi akibat UU No 32 tahun 2004 yang mengatur otonomi daerah seperti dijelaskan oleh Amalia (2006). Program agropolitan tersebut direalisasikan menjadi program nasional yang tertera dalam Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RJPN) tahun 2005–2025, pada point 321 yang menyebutkan bahwa agropolitan merupakan salah satu program yang akan diusung untuk pembangunan pedesaaan terutama pedesaan yang berbasiskan pada pertanian. Perkembangan kawasan agropolitan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 telah mencapai 172 kawasan 2 , yaitu sebanyak 146 kawasan merupakan kawasan agropolitan dengan basis agribisnis peternakan, pertanian sayuran, buahbuahan dan tanaman pangan yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia. Agropolitan ini juga mendapatkan dukungan program yang dilaksanakan oleh pemerintah yang diwakili oleh: Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan instasi terkait lainnya. Pihak tersebut mendukung pengembangan kawasan agropolitan melalui program pengembangan sistem usaha agribisnis, pengembangan sarana–prasarana kawasan, 1
Disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disampaikan dalam Musrenbang Jangka Panjang di Jakarta tanggal 7 februari. Diunduh dari http://www.batan.go.id/ref_utama/rpjp_2005.pdf 2 Ditulis dalam Rustiadi E dan Bardak E.E. 2007. Agropolitan Strategi Pengembangan Pusat Pertumbuhan Pada Kawasan Perdesaan. Crespent Press. Bogor
2
peningkatan sumber daya manusia (SDM), permodalan, kelembagaan dan usaha tani serta melaksanakan pekerjaan non-fisik seperti penyusunan rencana teknis dan perkerjaan fisik pembangunan prasarana-sarana kimpraswil (PSK), meliputi: peningkatan jalan usahatani, jalan poros, perbaikan pasar desa, sub-terminal agribisnis, pembangunan kios dan saluran pembawa air baku. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah agropolitan yang berpusat di Kecamatan Leuwiliang. Kecamatan tersebut memiliki desa-desa pusat dan penyangga agropolitan. Desa Karacak merupakan salah satu pusat agropolitan di Kecamatan Leuwiliang dengan daerah hinterland pada kawasan pendukung yaitu: Leuwisadeng, Rumpin, Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung, Jasinga, Cigudeg, dan Sukajaya. Hal ini dibuktikan dengan SK. Mentan No.312/TU.210/A/X/2002 yang menjelaskan tentang pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Bogor. Sesuai dengan persyaratan pembagian zonasi kawasan agropolitan yang harus memperhatikan: komoditas unggulan, kondisi agroklimat, kondisi sumberdaya manusia, kelembagaan, kependudukan, aspek posisi geografis kawasan agropolitan dan ketersediaan infrastruktur, maka Desa Karacak terpilih menjadi salah satu desa pusat agropolitan yang memiliki komoditi unggulan buah manggis. Sebagai program berkelanjutan, program agropolitan membutuhkan partisipasi masyarakat yang diwujudkan dalam kelembagaan lokal. Kondisi kelembagaan dalam program agropolitan diwujudkan dengan dukungan kelembagaan pertanian berupa koperasi dan kelompok tani yang memfasilitasi anggotanya dalam mengatasi permasalahan pertanian. Menurut laporan evaluasi Dinas Pertanian tahun 2010, sejak tahun 2005–2010 telah dilaksanakan banyak program yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan di Desa Karacak, antara lain empat program besar yang terkait dengan pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan budidaya dan pengembangan permodalan serta peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Indikator keberhasilan program agropolitan yang berupa pengembangan infrastruktur kawasan agropolitan dan sistem usaha agribisnis yang baik dapat diukur dengan adanya peningkatan infrastruktur serta kemajuan agribisnis setelah adanya program agropolitan. Proses pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Leuwiliang khususnya Desa Karacak memerlukan usaha bersama dalam pemahaman terhadap karakteristik wilayah juga melibatkan peran aktif semua stakeholders dalam menggambarkan kemampuan kawasan agropolitan bersama keterlibatan masyarakat sebagai subyek pembangunan. Selama ini program agropolitan seringkali mengandalkan peran pemerintah, mulai dari penyusunan masterplan sampai pembentukan POKJA dan POSKO agropolitan di setiap kabupaten. Sedangkan kelompok tani sebagai “obyek program” belum terlihat eksistensinya. Tanpa keterlibatan semua stakeholders baik LSM, pihak swasta maupun pemerintah dengan peran yang proposional serta kerjasama dengan masyarakat maka tidak terjadi keberlanjutan program. Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat dalam program agropolitan dan peran stakeholders dalam program agropolitan, selain itu juga perlu mengetahui hubungan pengaruh peran stakeholders terhadap partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan program pembangunan agropolitan.
3 Perumusan Masalah Pelaksanaan program agropolitan sudah berlangsung sejak tahun 2005 di Indonesia, namun keberhasilan program yang ditandai dengan sustainability program agropolitan, belum tercapai. Di Kabupaten Bogor, hasil evaluasi pelaksanaan agropolitan Propinsi Jawa Barat oleh BAPPEDA Jawa Barat tahun 2010 menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan program agropolitan, antara lain: belum optimalnya peran masing-masing sektor baik di tingkat propinsi maupun kabupaten, masih lemahnya perlindungan terhadap petani terutama terkait kepemilikan lahan, benih/bibit dan harga jual hasil produksi. Hal tersebut juga didukung dengan hasil evaluasi dari BP4K Kabupaten Bogor tentang kondisi agropolitan Kabupaten Bogor saat ini yang menyatakan bahwa pendapatan masyarakat dan keluarga petani di kawasan agropolitan belum meningkat (belum mencapai 5 persen), peningkatan investasi (petani, swasta, dan BUMN) belum mencapai 10 persen, selain itu pengelolaan sumberdaya alam juga belum optimal. Hal ini dikarenakan kurangnya keterlibatan masyarakat pada setiap kawasan dan kurang efektifnya program peningkatan sumber daya manusia. Berdasarkan rencana program pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Bogor masa proyek 2005-2010, program agropolitan di Desa Karacak sudah selesai. Optimalisasi pemanfaatan prasarana dan sarana tersebut seakan berhenti setelah program selesai tanpa ada keberlanjutan. Tentunya agar representasi keberhasilan, pemenuhan harapan, dan optimalisasi pencapaian dampak sesuai dengan indikator keberhasilan maka program agropolitan seyogyanya disinergikan dengan konsep pembangunan berlandaskan ekonomi lokal. Keberhasilan pelaksanaan program agropolitan sangat ditentukan keterlibatan termasuk masyarakat yang merupakan aktor utama dalam pembangunan yang harus diprioritaskan partisipasinya dimulai dari proses sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi program untuk mewujudkan tujuan utama dari agropolitan serta keberlanjutan program di kawasan agropolitan. Selain itu pelaksanaan program juga melibatkan stakeholders yang menghasilkan peran stakeholders yang berasal dari pengaruh dan kepentingan stakeholders terhadap program agropolitan. Melalui kerjasama dengan masyarakat dalam pengembangan program agropolitan harapannya seluruh pihak yang berkepentingan nantinya mampu memahami program secara utuh mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi. Penempatan masyarakat dalam tingkat partisipasi yang tepat dan peran stakeholders yang nantinya dapat mendukung masyarakat sebagai subyek pembangunan wilayah melalui program agropolitan sangat diharapkan. Menurut Sastropoetro (1988), partisipasi merupakan keterlibatan pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggungjawab terhadap usaha pembangunan yang bersangkutan. Termasuk dalam program agropolitan, sesuai dengan prinsip dasar pembangunan agropolitan maka dibutuhkan partisipasi masyarakat yang dalam hal ini dilihat dari keterwakilan masyarakat dimana setiap tahapan memiliki jenis aktivitas yang berbeda-beda. Terkait dengan agropolitan, proses program saat ini telah berada pada tahap menikmati hasil menurut Uphoff (1977) sehingga pengukuran tingkat partisipasi dalam program tersebut lebih menyeluruh.
4
Arnstein (1969) mengemukakan bahwa terdapat delapan tingkatan dalam tangga partisipasi yang merepresentasikan partisipasi masyarakat, tingkatan tersebut adalah manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, placation (penenangan) kemitraan, delegasi kewenangan dan kontrol warga negara yang kemudian digolongkan menjadi kelompok non-partisipasi, tokenisme dan citizen power. Terkait partisipasi masyarakat dalam program agropolitan maka diperlukan analisis sejauhmana tingkat partisipasi masyarakat dan bentuk partisipasi dalam tahapan program agropolitan. Terdapat empat program agropolitan yang dijalankan selama tahun 2005 sampai tahun 2010 di Desa Karacak sesuai dengan masterplan agropolitan Kabupaten Bogor. Banyak pihak yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaan program agropolitan yang digolongkan sebagai stakeholders agropolitan. Stakeholders tersebut mempunyai pengaruh dan kepentingan masing–masing yang kemudian melahirkan peran yang berbeda dalam pelaksanaan program agropolitan sehingga perlu menganalisis peran stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan. Pihak yang terlibat dalam program agropolitan tersebut tentunya memiliki tujuan dan motif dalam penyelenggaraan program sehingga menghasilkan kinerja yang berbeda. Keterlibatan stakeholders secara langsung maupun tak langsung dapat dikelompokkan dalam klasifikasi stakeholders yang menunjukan posisi stakeholder dalam grid stakeholders menurut IFC (2007). Tentunya peran tersebut erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat yang beragam, interaksi antara masyarakat dengan stakeholders dalam program melahirkan hubungan relasi individu masyarakat dengan stakeholders dan saling mempengaruhi antar keduanya sehingga antara jaringan, kekuatan dana, personality dan kepentingan yang dimiliki oleh stakeholders memungkinkan memiliki pengaruh yang berbeda pada masyarakat maka perlu dianalisa hubungan antara peran stakeholders melalui keterlibatannya dalam program agropolitan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam menjalankan tahapan program agropolitan selama masa proyek tahun 2005-2010. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusun beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, antara lain: 1. Menganalisis peran stakeholders dan posisi masing-masing stakeholders berdasarkan dalam klasifikasi stakeholders selama penyelenggaraan program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis tingkat partisipasi dan bentuk partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis hubungan antara peran stakeholders dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam tahapan program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.
5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, terutama pihak yang berkepentingan dengan program agropolitan, antara lain: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan khususnya agropolitan. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan program agropolitan kedepan sehingga lebih mengarahkan kepada partisipasi masyarakat pada tingkatan kemandirian dalam pelaksanaan program. 3. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang peran yang dilakukan oleh stakeholders dalam program agropolitan sehingga dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat dalam mengoptimalkan partisipasi masyarakat, khususnya dalam program agropolitan.
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pada bagian ini disajikan tinjauan literatur yang berkaitan dengan beberapa konsep yang digunakan pada penelitian ini. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu melihat hubungan antara peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat, maka dijelaskan dalam tinjauan literatur ini, antara lain: konsep program pengembangan kasawan agropolitan, analisis stakeholders, peran stakeholders dalam program agropolitan, partisipasi dan tingkat partisipasi masyarakat. Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Program agropolitan merupakan suatu upaya percepatan pembangunan pedesaan. Gatra terkait dengan pengembangan agropolitan antara lain adalah pembangunan dalam arti luas, seperti: redistribusi lahan, kesesuaian lahan, desain tata guna lahan dan pembangunan sarana dan prasarana. Secara fenomenal konsep ini mewujudkan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan atau istilah lain yang digunakan oleh Friedmann adalah “Menciptakan kota di pedesaan” (Tarsudi 2010). Pendekatan pembangunan perdesaan ditujukan untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah itu sendiri, dimana ketergantungan dengan perekonomian kota dapat diminimalkan. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang merupakan mata pancaharian utama bagi sebagian besar masyarakat perdesaan. Menurut Saefulhakim dkk (2004) pengertian agropolitan berasal dari kata “agro” yang bermakna “tanah yang dikelola” atau “budidaya tanaman” yang digunakan untuk menunjuk berbagai aktivitas berbasis pertanian dan “polis” bermakna “a Central Point or Principal”. Agro-polis bermakna lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian. Kawasan agropolitan adalah kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian (agropolis) yang merupakan pusat pelayanan. Berdasarkan uraian tersebut diatas agropolitan dapat diartikan sebagai suatu model pembangunan mengandalkan desentralisasi, pembangunan infrastruktur setara wilayah perkotaan, dengan kegiatan pengelolaan agribisnis yang berkonsentrasi di wilayah perdesaan. Pendekatan agropolitan dapat mengurangi dampak negatif pembangunan yang telah dilaksanakan. Konsep agropolitan sendiri merupakan konsep pembangunan berkelanjutan yang mendapatkan dukungan masyarakat dan menjadi milik masyarakat sehingga dominasi peran berada di pihak masyarakat (Rustiadi 2006) Secara lebih luas pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Djakapermana (2003) menyatakan bahwa pengembangan kawasan agropolitan menjadi sangat penting dalam konteks pengembangan wilayah mengingat kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan keunikan lokal. Selain itu pengembangan kawasan agropolitan dapat meningkatkan pemerataan mengingat sektor yang dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunyai
8
keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya. Penetapan pusat agropolitan terkait dengan sistem pusat-pusat nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/Kabupaten) sehingga dapat menciptakan pengembangan wilayah yang serasi dan seimbang. Menurut Rivai dalam Tarsudi (2003), tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (wewenang berada di pemerintah daerah dan masyarakat) di kawasan agropolitan. Melalui berkembangnya sistem dan usaha agribisnis maka di kawasan agropolitan tersebut tidak saja membangun usaha budidaya (on- farm) saja tetapi juga "off-farm"nya, yaitu usaha agribisnis hulu (pengadaan sarana pertanian), agribisnis hilir (pengolahan hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melalui dukungan sistem infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan dan pasar dapat dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi, seimbang, dan terintegrasi dapat terwujud. Analisis Stakeholders Menurut Freedman (1975), stakeholders merupakan kelompok dan individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan dari sebuah program. Stakeholders juga diartikan sebagai mereka yang memiliki kepentingan dan keputusan tersendiri, baik sebagai individu maupun wakil kelompok. Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat dikatakan sebagai stakeholders jika memiliki karakteristik seperti yang diungkapkan oleh Budimanta dkk (2008), yaitu mempunyai: kekuasaan, legitimasi, kepentingan terhadap program. Soemanto (2007) mengkategorikannya ke dalam empat kelompok, antara lain: pemerintah (government), sektor privat (private sector), lembaga swadaya masyarakat (LSM)/Non-Governmental Organizations (NGOs), dan Masyarakat (community). Mitchell et al dalam Sukada (2007) mengungkapkan bahwa derajat relevansi pemangku kepentingan terhadap aktivitas perusahaan ditimbang dengan tiga hal, yaitu: kekuasaan, legitimasi, dan urgensi. Kekuasaan adalah derajat kemampuan pemangku kepentingan untuk mempengaruhi perusahaan melalui penggunaan unsur-unsur koersif atau pemaksaan, insentif atau disinsentif material, dan normatif atau simbolik. Pemangku kepentingan yang dapat menggunakan salah satu atau lebih unsurunsur kekuasaan itu, mampu mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mempertahankan dirinya. Keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan tidaklah baru, dalam pengertian bahwa dalam program pihak tersebut selalu berinteraksi dengan berbagai kelompok eksternal, seperti: pembuat peraturan, pemerintah, pelanggan, dan penduduk asli. Menurut Sukada (2007) pelibatan pemangku kepentingan ditentukan berdasarkan derajat relevansinya atau kesesuian dengan keberadaan serta program yang akan diselenggarakan.
9
Analisis stakeholders diperlukan untuk mengetahui peran masing–masing stakeholders yang merupakan semua aktor atau kelompok yang mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari sebuah program. Analisis stakeholders dilakukan menggunakan metode pendekatan yang dikembangkan oleh Groenendijk (2003) untuk mengetahui peranan dan fungsinya. Metode tersebut diawali dengan mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dan mengklasifikasikan berdasarkan keterkaitannya secara langsung/tidak langsung dengan proyek yang ada. Kemudian, tiap stakeholders yang berbeda tersebut tentunya memiliki atribut yang berbeda untuk dikaji sesuai dengan situasi dan tujuan dari analisis. Atribut yang dimasukkan dalam analisis adalah pengaruh (power) dan kepentingan (importance). Menurut Reed et al. (2009), analisis stakeholders dilakukan dengan cara: (1) melakukan identifikasi stakeholders; (2) mengelompokkan dan membedakan antar stakeholders; dan (3) menyelidiki hubungan antar stakeholders. Identifikasi stakeholders merupakan proses yang dilakukan secara berulang, hingga ditetapkan stakeholders yang benar-benar mengetahui permasalahan. Colfer et al. (1999) menjelaskan bahwa untuk mengidentifikasi pengaruh dan kepentingan para stakeholders dilakukan melalui pemberian skor pada dimensi keikutsertaan dalam agropolitan, kewajiban dan hak serta ketergantungan terhadap program agropolitan sesuai dengan kepentingan program setelah para stakeholders terindetifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan dan mengklasifikasikan antar stakeholders sehingga dapat terlihat pihak mana yang berpengaruh penting dalam program agropolitan. Menurut Bryson (2004) dan Reed et al. (2009) untuk memperjelas peran masing-masing stakeholders dapat menggunakan matriks pengaruh (influence) dan kekuatan (power) dengan membedakan stakeholders ke dalam beberapa kategori key players, context setters, subjects, dan crowd. Bisa juga menggunakan metode power and interest grid (IFC 2007) yang mengklasifikasikan stakeholders menjadi manage closely, keep statisfied, keep informed dan monitor dengan menggunakan matriks pengaruh (power) dan kepentingan (interest). Kepentingan (importance) merujuk pada kebutuhan stakeholders dalam pencapaian output dan tujuan (Reed et al. 2009) sedangkan kekuatan (power) merujuk pada pengaruh stakeholders pada metode power and interest grid merujuk pada kekuatan pengaruh yang dimiliki stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu keputusan. Penjelasan dari klasifikasi stakeholders adalah sebagai berikut: 1. Context setter atau keep statisfied memiliki pengaruh yang tinggi tetapi sedikit kepentingan. Oleh karena itu, mereka dapat menjadi risiko yang signifikan untuk harus dipantau. 2. Key player atau manage closely merupakan stakeholders yang aktif karena mereka mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengembangan suatu proyek/program. 3. Subjects atau keep informed memiliki kepentingan yang tinggi tetapi pengaruhnya rendah dan walaupun mereka mendukung kegiatan, kapasitasnya terhadap dampak mungkin tidak ada. Namun mereka dapat menjadi pengaruh jika membentuk aliansi dengan stakeholders lainnya. 4. Crowd atau monitor merupakan stakeholders yang memiliki sedikit kepentingan dan pengaruh terhadap hasil yang diinginkan dan hal ini menjadi
10
pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan. Pengaruh dan kepentingan akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu, sehingga perlu menjadi bahan pertimbangan. Peran Stakeholders dalam Program Agropolitan Agropolitan berasal dari ketetapan pemerintah pusat yang kemudian diterapkan di tingkat propinsi dan kabupaten. Menurut Rustiadi (2006), sebagai unit wilayah fungsional, kawasan agropolitan bisa saja mencangkup lingkup wilayah satu kecamatan administratif yang berbeda setiap daerah. Kawasan agropolitan bisa berada dalam satu wilayah kecamatan, beberapa kecamatan dalam satu wilayah kabupaten. Beberapa kecamatan dalam lintas wilayah beberapa kabupaten atau bahkan beberapa kabupaten dalam satu propinsi atau lintas propinsi sehingga dalam tahap perkembangan awal pengembangan kawasan agropolitan pemerintah harus memfasilitasi untuk terbentuknya kawasan pengembangan agropolitan. Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional dan Daerah (agropolitan) tahun 2002, pelaksanaan kawasan agropolitan tingkat daerah harus ditentukan pihak-pihak yang terlibat dan menjadi subjek dalam pelaksanaan kegiatan dan program yang telah direncanakan, yaitu: 1.
Pemerintah berperan memberikan proteksi, menyelenggarakan pembangunan melaksanakan fungsi fasilitasi, regulasi dan distribusi. Pemerintah memberikan perangkat kriteria rasional dan obyektif yang dijadikan acuan dalam penentuan wilayah pengembangan program agropolitan. Peran pemerintah dijalankan oleh berfungsinya departemen dan lembaga tingkat pusat yang terkait dengan pengembangan kawasan. Peranan pemerintah untuk memfasilitasi pengembangan kawasan agropolitan ini harus didasarkan pada UU No. 4 Tahun 1992, UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000, dengan peta kewenangan masing-masing sebagai berikut: 1.1
Pemerintah Pusat Tugas pemerintah pusat adalah membantu pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam pengembangan kawasan agropolitan serta kewenangan dalam bidang pemerintahan yang menyangkut lintas propinsi dan koordinasi lintas departemen. Peran pemerintah pusat adalah menyusunan rencana, program dan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan dalam bentuk peraturan pemerintah dan pedoman umum pengembangan kawasan agropolitan serta pedoman lainnya dari departemen teknis terkait. Selanjutnya memberikan pelayanan informasi dan dukungan pengembangan jaringan informasi serta memfasilitasi kerjasama lintas propinsi dan lintas sektoral. Selain itu sebagai penyelenggaraan studi, penelitian dan kajian untuk pengembangan kawasan agropolitan dan yang terpenting adalah pembangunan sarana dan prasarana publik yang bersifat strategis dalam skala nasional dan lintas propinsi.
11
1.2
1.3
Pemerintah Propinsi/ Daerah Tingkat I Peranan pemerintah propinsi adalah: a) mengkoordinasikan rencana program dan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah propinsi; b) memberikan pelayanan informasi tentang rencana pengembangan wilayah dan tata ruang kawasan agropolitan; c) memfasilitasi kerjasama lintas kabupaten dan lintas departemen/instansi terkait dalam penyusunan rencana dan pengembangan kawasan agropolitan; d) menyelenggarakan pengkajian teknologi sesuai kebutuhan petani dan pengembangan wilayah; e) membangun prasarana dan sarana publik yang bersifat strategis dan mendukung perkembangan kawasan agropolitan di dalam wilayah propinsi. Pemerintah kabupaten/kota Sesuai dengan titik berat otonomi daerah pada kabupaten/kota, maka penanggungjawab di tingkat pemerintah tingkat II adalah bupati atau walikota. Oleh karena itu peranan utama dari pemerintah daerah tingkat II, antara lain: a) merumuskan program, kebijakan operasional dan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan; b) mendorong partisipasi dan swadaya masyarakat dalam mempersiapkan masterplan, program dan melaksanakan program pengawasan kawasan agropolitan; dan c) menumbuhkembangkan kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung program pengembangan kawasan agropolitan. Sebagai pengelola kawasan yang biasanya diwakili oleh BAPPEDA, dinas sektoral dan instansi terkait harus mampu memahami dan mengerti aspek-aspek pengembangan kawasan agropolitan, serta dapat mewujudkan koordinasi dan keterkaitan yang sinergis antara pihak yang berkepentingan dalam agropolitan. Selain itu mampu mengembangkan jaringan kerjasama dan kemitraan untuk pengembangan program agropolitan. Pemerintah kabupaten juga bertanggungjawab menyusun rencana induk terkait rencana aksi pada tahun-tahun awal, serta mengendalikannya bersama stakeholders pengembangan kawasan lainnya.
Selain pihak di atas, stakeholders yang terdapat dalam program agropolitan diantaranya adalah: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perdagangan dan Perindustrian, Departemen Dalam Negeri, Departemen Perhubungan, Departemen Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, BPPT/LIPI. Peran fasilitas pemerintah berdimensi ganda, yaitu meningkatkan kapasitas dan kemandirian masyarakat, yang selanjutnya didorong dengan fasilitas infrastruktur (fisik dan kelembagaan) dan sistem insentif yang tepat dan proprosional. 2.
Masyarakat berperan sebagai pelaku utama pengembangan program agropolitan yang bersinergi dengan pihak pemerintah. Masyarakat dibedakan ke dalam dua pihak yaitu: Perguruan tinggi, sebagai center of excellence akan menjadi mitra pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pengembangan riset dibidang budidaya pertanian, peternakan, perikanan, dan agrowisata. Perguruan tinggi diharapkan menjadi soko guru bagi
12
pengembangan pendidikan dan pelatihan terkait dengan perkembangan agropolitan kepada masyarakat dan dunia usaha. Masyarakat Lokal sebagai sasaran program, biasanya sasaran merupakan kelompok tani yang membantu memberikan dukungan sekaligus pelaksana program agropolitan. 3.
Swasta berperan sebagai pemasok jasa, keahlian, dana maupun material yang diperlukan. Mereka akan mendapat lahan usaha, dan keuntungan dari usaha serta peran sertanya dalam pelaksanaan pengembangan wilayah dengan terciptanya pasar bagi produk–produk mereka. Upaya mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang perlu terus didorong dengan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dengan pendekatan community driven planning, dengan pendekatan ini diharapkan terciptanya kesadaran, kesepakatan dan ketaatan masyarakat serta dunia usaha terhadap aturan tata ruang kawasan agropolitan.
Konsep Partisipasi Menurut Sumarjo dan Saharudin dalam Ariyani (2007) seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga prasyarat, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen). Kemauan dan kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh pelaku secara individu maupun kelompok. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dipengaruhi oleh faktor tertentu terutama ketersediaan sarana dan prasarana fisik, kelembagaan, kepemimpinan, pengaturan dan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sedangkan Wardojo (1995) mengartikan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keikutsertaan dalam baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan. Keikutsertaan tersebut terbentuk sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat dalam pembangunan mencangkup partisipasi dalam pembuatan keputusan, perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan, serta pemanfaatan hasil pembangunan. Menurut Tanjung (2003), definisi dari partisipasi adalah keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi sosial tertentu yang berarti seseorang berpartisipasi dalam suatu kelompok jika ia mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tersebut melalui bermacam sikap “berbagi” yaitu berbagi nilai tradisi, berbagi perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama, serta melalui persahabatan pribadi. Pembangunan partisipatif merupakan model pembangunan yang melibatkan stakeholders dalam semua proses, mulai dari perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Pelaku pembangunan tersebut adalah semua unsur yang ada dalam komunitas yang terdiri atas pemerintah dan masyarakat (civil society). Perumusan rencana pembangunan perlu dilakukan secara demokratis, professional dan terukur artinya dapat mewujudkan kebutuhan masa depan, handal, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua stakeholders untuk itu pembangunan daerah harus menganut prinsip-prinsip: Partisipasi artinya seluruh anggota masyarakat diharapakan berperan aktif dalam perencanan, pelaksanaan, dan pengawasan seluruh kegiatan pembangunan. Transparansi artinya setiap kegiatan
13
dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dari seluruh kegiatan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan. Akuntabilitas artinya setiap kegiatan seharusnya dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis maupun administratif. Keberlanjutan artinya pembangunan untuk masyarakat harus dapat berkelanjutan dari generasi ke generasi dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri melalui wadah institusi masyarakat yang mandiri. Menurut Uphoff (1977) menyatakan partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat penerima program pembangunan terdiri perencanaan, pelaksanaan/ implementasi, pemanfaatan dan evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan yaitu: 1. Tahap Perencanaan Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam proses rencana pembangunan biasanya dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat yang bertujuan untuk memilih alternatif dalam perencanaan pelaksanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat penting, karena masyarakat dituntut untuk menentukan arah dan strategi pembangunan disesuaikan dengan sikap dan budaya masyarakat setempat. Partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan suatu proses dalam memilih alternatif yang diberikan oleh semua unsur masyarakat dan lembaga sosial (Siagian 1972). 2. Tahap pelaksanaan Partisipasi dilihat dari keikutsertaan masyarakat dalam bentuk sumbangan pemikiran, bantuan tenaga, materi serta keikutsertaan secara langsung dalam kegiatan pembangunan. Koentjaraningrat (1984) menyatakan bahwa partisipasi rakyat, terutama rakyat pedesaan dalam pembangunan sebenarnya menyangkut dua tipe yang pada prinsipnya berbeda, yaitu: pertama, partisipasi dalam aktivitas bersama dalam proyek pembangunan yang khusus. Rakyat pedesaan diperintahkan untuk mengerjakan pekerjaan yang sifatnya fisik. Jika rakyat ikut serta berdasarkan atas keyakinannya bahwa proyek itu akan bermanfaat baginya, maka mereka akan berpartisipasi dengan semangat dan spontanitas, tanpa mengharapkan upah yang tinggi. Sebaliknya, kalau mereka hanya diperintah dan dipaksa oleh atasan untuk menyumbangkan tenaga atau harta bendanya kepada proyek, maka mereka tidak akan turut berpartisipasi dengan semangat. Kedua, partisipasi sebagai individu diluar aktivitas bersama dalam pembangunan. Tipe partisipasi ini tidak memerlukan perintah atau paksaan dari atasannya tetapi berdasarkan kemauan mereka sendiri. 3. Pemanfaatan (Benefits) Partisipasi dalam menerima hasil atau manfaat pembangunan yang merupakan segala sesuatu yang bisa diperoleh masyarakat setelah adanya program pembangunan, yang mana tidak bisa mereka dapatkan sebelum adanya program pembangunan di pedesaan. Dari segi distribusi dapat dilihat pada jumlah maupun kualitas manfaat. Dari segi lain dapat dibedakan antara material benefit dan social benefits. Material benefits dalam menganalisa akan berhubungan dengan konsumsi atau pendapatan, kekayaan, sedangkan social benefits seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, air bersih, jalan-jalan dan fasilitas transportasi. (Uphoff 1977)
14
4. Evaluasi Merupakan tahap pengumpulan data mengenai seberapa besar hasil dari suatu proyek pembangunan, dan bagaimana sistem pengawasan untuk menjalankan arah serta dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan proyek pembangunan tersebut. Pada tahap ini masyarakat memberikan umpan balik yang sebagai masukan untuk pelaksanaan proyek selanjutnya. Evaluasi program pembangunan dibedakan menjadi tiga jenis evaluasi, antara lain: 1) Project Contered Evaluation, 2) Political Activities, 3) Public Opinion Efforts. Project Contered Evaluation, bila evaluasi ini dipandang sebagai proses evaluasi formal. Sedangkan Public opinion Efforts, opini publik dalam mengevaluasi suatu program tidak secara langsung melainkan mempengaruhi melalui media masa/surat kabar, misalnya: melalui surat pembaca dalam mengungkapkan beberapa gagasan. Partisipasi juga suatu bentuk khusus dalam pembagian kekuasaan, tugas dan tanggung jawab dalam komunitas. Selain itu partisipasi dipengaruhi oleh kebutuhan motivasi, struktur sosial, stratifikasi sosial dalam masyarakat, orang akan berpartisipasi menyangkut adanya kebutuhan akan kepuasan, mendapatkan keuntungan, dan meningkatkan status. Menurut Madrie (1986) partisipasi dapat dibedakan lagi menjadi beberapa jenis, yaitu : 1. Partisipasi dalam menerima hasil-hasil pembangunan : a. Mau menerima, bersikap menyetujui hasil-hasil pembangunan yang ada. b. Mau memelihara, menghargai hasil pembangunan yang ada. c. Mau memanfaatkan dan mengisi kesempatan pada hasil pembangunan. d. Mau mengembangkan hasil-hasil pembangunan. 2. Partisipasi dalam memikul beban pembangunan : a. Ikut menyumbang tenaga. b. Ikut menyumbang uang, bahan serta fasilitas lainnya. c. Ikut menyumbangkan pemikiran, gagasan dan ketrampilan. d. Ikut menyumbang waktu, tanah dan lain sebagainya. 3. Partisipasi dalam pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan : a. Ikut menerima informasi dan memberikan informasi yang diperlukan. b. Ikut dalam kelompok-kelompok yang melaksanakan pembangunan. c. Ikut mengambil keputusan tentang pembangunan yang dilaksanakan d. Ikut merencanakan dan melaksanakan pembangunan e. Ikut menilai efektivitas, efisiensi dan relevansi pelaksanaan program. Menurut Ariyani (2007) sesuai dengan pembagian partisipasi tersebut maka partisipasi dalam menerima hasil pembangunan tidak hanya dalam hal menyetujui hasil-hasil pembangunan yang ada tetapi juga mau memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan sehingga pembangunan akan dapat berkesinambungan. Partisipasi dalam memikul beban pembangunan berarti masyarakat ikut berpartisipasi dalam menyumbangkan segala sumber daya yang mereka miliki baik uang, tanah, ketrampilan, ide, dan waktu untuk menunjang tercapainya tujuan pembangunan. Upaya pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya ikut serta
15
menerima dan memberikan informasi tetapi juga ikut serta dalam organisasiorganisasi dan kelompok kemasyarakatan. Kartasubrata (1986), menjelaskan bahwa dorongan dan rangsangan untuk berpartisipasi mencakup faktor-faktor kesempatan, kemauan dan bimbingan. Bila melihat hubungan antara dorongan dan rangsangan dengan intensitas partisipasi dalam pembangunan untuk semua implikasinya adalah bila penduduk diberi lebih banyak kesempatan, ditingkatkan kemampuannya dengan cara memberi peluang untuk dapat memberi lebih banyak pengalaman dan dimotivasi kemauannya untuk berpartisipasi maka partisipasi akan meningkat. Kesempatan untuk berpartisipasi hendaknya tidak hanya diberikan pada waktu pelaksanaannya saja tetapi juga dimulai dari pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian dan kemudian distribusi hasilnya. Tingkat Partisipasi Tingkatan partisipasi merupakan derajat tingkat keterlibatan masyarakat dalam sebuah program terlihat dari kesempatan masyarakat untuk terlibat dan mempengaruhi jalannya program. Merujuk pada makalah yang berjudul “A Ladder of Citizen Participation” dalam Journal of The American Planning Association (1969), Arnstein mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi yang menunjukan tingkat keterlibatan masyarakat dalam sebuah program. Delapan tingkat tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Manipulation (Manipulasi) Pada tingkat ini, dengan mengatasnanamakan partisipasi, masyarakat diikutkan dalam program sebagai ‘stempel karet’ dalam badan penasihat yang berarti bahwa keterlibatan masyarakat hanya sebagai formalitas saja tanpa memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan. Tujuannya adalah dipakai untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa. 2. Therapy (Terapi) Pada tingkat terapi atau pengobatan, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdaayan sebagai penyakit mental dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan melalui program yang telah dirancang. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukan menemukan penyebab lukanya. 3. Informing (Menginformasikan) Pada tingkat ini masyarakat diberikan informasi akan hak, tanggung jawab, dan pilihan terhadap program. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah saja dari pemberi program. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik/masukan terhadap program dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program.
16
4. Consultation (Konsultasi) Pada tingkat ini, masyarakat diminta pendapatnya sebagai suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Tetapi konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Partisipasi masyarakat diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat. 5. Placation (Menenangkan) Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kekuasaan, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan. 6. Partnership (Kemitraan) Pada tingkat ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir dengan demikian masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan. 7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan) Pada tingkat ini, negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu.Pada tingkat ini masyarakat memiliki kekuasaan dalam memntukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar-menawar. 8. Citizen Control (Kontrol warga negara) Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial. Masyarakat mampu apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.
17
Tingkat partisipasi tersebut kemudian dibagi menjadi tiga level derajat partisipasi (Gambar 1). Tingkat manipulasi dan terapi termasuk kedalam level non-partisipasi, yang menjelaskan bahwa program pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk “mendidik” komunitas dengan memberikan pelajaran dan pelatihan namun masyarakat tetap tidak memiliki kesempatan memberikan pendapat. Tingkatan partisipasi informasi dan konsultasi termasuk dalam level tokenisme, dimana komunitas mendapatkan informasi dan mampu menyuarakan pendapat demi perbaikan program tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi atau diimplementasikan dalam programnya. Keputusan terakhir tetap berada pada pemegang kekuasaan, masyarakat hanya diberi kewenangan searah untuk berpartisipasi dengan memberikan pendapatnya. Placation sebagai level tertinggi dalam tokenisme, mampu memberikan kesempatan kepada komunitas untuk memberikan pendapat kepada pemegang kekuasaan namun penentuan tetap berada pada pemegang kekuasaan. Tingkatan kemitraan juga memberikan kesempatan kepada komunitas untuk bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Tingkatan terakhir yaitu citizen power, pada tahapan ini masyarakat memiliki kewenangan yang besar terhadap penentuan program, dan pelaksanaan program. Tiga level terakhir termasuk kedalam level kekuatan warga negara (citizen power).
8 7 6 5 4 3 2 1
Kontrol Warga Negara Delegasi Kewenangan
Kekuatan warga negara (Citizen power)
Kemitraan Placation/ Penenangan Konsultasi
Tokenisme
Informasi Terapi
Non-Partisipasi
Manipulasi
Sumber: Arnstein (1969) Gambar 1 Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat
18
Kerangka Pemikiran Program pengembangan kawasan agropolitan ditujukan untuk memaksimalkan potensi daerah setempat, baik ditingkat nasional, provinsi, kabupaten maupun desa. Kesuksesan program ditentukan oleh keberhasilan dari indikator pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan peningkatan fasilitas infrastruktur. Pelaksanaan program agropolitan terbagi dalam tahapan perencanaan tahun 2004-2005, pelaksanaan tahun 2005-2010 dan evaluasi tahun 2010. Penyelenggaraan program agropolitan melibatkan stakeholders seperti halnya program pembangunan kawasan lainnya. Keterlibatan stakeholders menghasilkan peran stakeholders yang dapat dilihat dari pengaruh stakeholders dan kepentingannya bagi masyarakat (IFC 2007). Pengaruh stakeholders diukur dari dukungan dana terhadap program, jaringan yang dimiliki serta personality pihak masing-masing stakeholders. Variabel lain yang mempengaruhi peran stakeholders adalah tingkat kepentingan stakeholders menurut masyarakat terkait dengan pentingnya keberadaan pihak tersebut dilihat dari tujuan keterlibatan stakeholders untuk kepentingan masyarakat, kepentingan organisasi atau kepentingan individu stakeholders tersebut. Peran stakeholders selama program yang didapatkan dari analisis stakeholders menurut Groenendijk (2003) serta ditampilkan melalui kuadran dengan metode power and interest grid (IFC 2007) yang dilihat dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program agropolitan. Peran masyarakat juga dipengaruhi oleh posisi pihak yang berkepentingan tersebut dalam klasifikasi stakeholders menurut pengaruh dan kepentingannya. Salah satu elemen penting dalam program agropolitan adalah keterlibatan komunitas yang merupakan pelaku utama dalam proses pengembangan kawasan, karenanya diperlukan partisipasi komunitas dalam setiap tahapan program. Oleh karena itu perlu dilihat tingkat partisipasi dan bentuk partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan, pelaksanaan yang terbagi menjadi pelaksanaan program pengembangan SDM, pengembangan budidaya, pengembangan budidaya, dan peningkatan fasilitas infrastruktur serta tingkat partisipasi masyarakat dalam evaluasi program. Pengukuran partisipasi masyarakat dilihat dari derajat wewenangnya dalam pengambilan keputusan dan digolongkan menjadi tingkatan non partisipasi, tokenisme dan citizen power oleh Arnestein (1969). Selain itu keterlibatan masyarakat juga menghasilkan bentuk partisipasi masyarakat dalam menyumbang dana, materi, pemikiran maupun tenaga saat aktivitas pelaksanaan program agropolitan. Pada proses menjalankan program tentunya masyarakat berinteraksi dengan stakeholders sehingga memungkinkan untuk diteliti hubungan antara peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat. Dalam prosesnya juga diteliti hubungan antara masing-masing elemen peran yaitu pengaruh dan kepentingan yang dihubungkan pula dengan partisipasi masyarakat pada setiap tahapan program agropolitan. Kerangka pemikiran secara rinci dijabarkan melalui Gambar 2
19
Keterlibatan Stakeholders dalam program agropolitan, yaitu: 1. Pengembangan SDM 2. Pengembangan Budidaya 3. Pengembangan Permodalan 4. Fasilitas Infrastruktur
Posisi Stakeholders menurut klasifikasi IFC (2007) Peran Stakeholders Pengaruh Stakeholders Kekuatan dana Jaringan Personality Tingkat Kepentingan Kepentingan Masyarakat Kepentingan Organisasi Kepentingan Pribadi
Keterangan :
Partisipasi Masyarakat 1. 2.
Tingkat Partisipasi Bentuk Partisipasi
= Pengaruh secara langsung = Hubungan saling mempengaruhi Gambar 2 Kerangka pemikiran Hipotesis Penelitian
1. Diduga terdapat perbedaan peran dan posisi masing-masing stakeholders pada tahapan program agropolitan. 2. Diduga terdapat perbedaan tingkat partisipasi dan bentuk partisipasi masyarakat pada setiap tahapan program agropolitan. 3. Diduga terdapat hubungan antara peran stakeholders yang disebabkan oleh pengaruh dan kepentingan stakeholders dengan partisipasi masyarakat dalam program agropolitan.
20
Definisi Konseptual Definisi konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Stakeholders program agropolitan merupakan pihak yang terlibat dalam program agropolitan. Ketepatan keterlibatan para pihak memerlukan identifikasi para pihak, peranan, fungsi, dan tingkat kepentingan. Stakeholders yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pihak yang terlibat dalam program agropolitan selain masyarakat, karena masyarakat disini merupakan obyek yang akan diukur partisipasinya. Stakeholders hanya digolongkan menjadi pihak menjadi pemerintah dan swasta. 2. Tahap perencanaan program agropolitan merupakan langkah awal yaitu penyusunan masterplan serta penetapan lokasi sosialisasi agropolitan yang terdiri dari tahap pembuatan masterplan agropolitan dan sosialisasi awal yang terkait dengan proram agropolitan baik di tingkat pemerintah kabupaten maupun tingkat lokal desa. 3. Tahap pelaksanaan program agropolitan merupakan tahap implementasi dan internalisasi program ke masyarakat. Tahap sosialisasi terlihat dari interaksi antar stakeholders dengan masyarakat dalam suatu pemahaman sehingga diharapkan adanya kesamaan tujuan mewujudkan keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan. Pada tahap pelaksanaan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian sumber daya yang terlibat dalam program, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan pelaksanaan program, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. 4. Tahap evaluasi program agropolitan merupakan merupakan tahap dimana masyarakat menilai proses dan hasil dari pelaksanaan program pembangunan agropolitan, tahapan ini merupakan bagian dari sistem pengawasan untuk mengetahui arah program serta dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan program pembangunan tersebut. 5. Peran stakeholders merupakan salah satu bentuk kontribusi dari keterlibatan stakeholders dalam kegiatan sesuai dengan statusnya dalam lembaga dari mana dia berasal. Definisi Operasional Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini menjelaskan pengukuran untuk masing-masing variabel: 1. a. Usia adalah lama hidup responden dari lahir sampai penelitian dilakukan yang diukur dengan skala rasio. Penggolongan usia mengacu pada Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006) yang dikategorikan atas: : 18-29 tahun 1 Dewasa awal/dini 2 Dewasa pertengahan/madya : 30-50 tahun 3 Dewasa tua/lanjut : > 50 tahun ke atas
21
b. Jenis pekerjaan adalah adalah profesi yang dijalankan responden untuk menopang kebutuhan hidupnya. Pengukuran dengan skala nominal yang dikategorikan menjadi enam kategori, yaitu petani, buruh tani, wiraswasta, PNS, aparat desa dan pekerjaan lain. 1. Petani, 2. Buruh Tani, 3. Wiraswasta, 4. PNS, 5. Aparat Desa, 6. Pekerjaan lain. c. Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir responden secara formal yang dikategorikan atas 6 kategori menurut tingkatan pendidikan yaitu: 1. SD, 2. SMP, 3. SMA, 4. D3, 5. S1, 6. S2. 2.
Tingkat Partisipasi, adalah tingkatan partisipasi yang dicapai masyarakat dalam tangga partisipasi Arnstein (1969), dalam program agropolitan. Menyangkut tiga tahapan yakni perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tingkatan partisipasi adalah keikutsertaan anggota dalam semua tahapan kegiatan sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Adapun kedelapan tingkatan partisipasi tersebut yaitu tahap manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penenangan, kemitraan, pendelegasian kekuasaan, dan kontrol masyarakat. a) Tahap manipulasi, dinyatakan sebagai bentuk partisipasi yang tidak menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak dalam suatu program. Pihak pemerintah maupun swasta sangat dominan pada tahap awal ini. b) Tahap terapi, bentuk ini seperti sebuah dengar pendapat dengan mengumpulkan beberapa penduduk lokal untuk saling tanya jawab dengan pemerintah atau swasta, sedangkan pendapat dari penduduk lokal sama sekali tidak dapat mempengaruhi kedudukan program agropolitan yang sedang berjalan. c) Tahap pemberitahuan, yaitu sekedar pemberitahuan searah atau semacam sosialisasi dari para stakeholders yang dalam hal ini adalah pemerintah dan swasta terhadap masyarakat. d) Tahap konsultasi, yaitu partisipasi dimana anggota komunitas diberikan pendampingan dan konsultasi oleh semua pihak sehingga tetap dilibatkan dalam menentukan keputusan. e) Tahap penenangan merupakan suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya ketika akan muncul suatu konflik antara pemerintah dan masyarakat, masyarakat diberikan insentif tertentu sehingga mereka segan berbicara untuk menentang program.
22
f)
Tahap kemitraan, yaitu partisipasi fungsional dimana semua pihak mewujudkan keputusan bersama (antara swasta, pemerintah, dan komunitas) dalam suatu negosiasi. g) Tahap pendelegasian kekuasaan, bentuk partisipasi yang aktif, dimana anggota masyarakat melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. h) Tahap kontrol masyarakat yaitu model yang sudah terbentuk independensi dari monitoring oleh masyarakat terhadap program dan juga pemerintah. Partisipasi masyarakat secara keseluruhan dapat dilihat dari indikator tingkatan setiap partisipasi, maka nilai setiap indikator (baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan/implementasi, dan evaluasi) akan dihitung skor dari setiap pertanyaan dengan kategori: 1. Tidak Pernah Berpartisipasi/ TD, diberi skor 1 2. Jarang Berpartisipasi/ JR, diberi skor 3. Selalu Berpartisipasi/ SL, diberi skor 3 Penggolongan partisipasi seperti dikutip dalam Saputra (2012) yang menggolongkan kedelapan tangga tersebut menjadi tiga kategori yaitu nonpartisipasi (tangga 1-2), tokenisme (tangga 3–5) dan Citizen Power (kontrol masyarakat) (tangga 6–8). Penggolongan tersebut didasarkan pada skor pertanyaan dalam kuesioner kemudian dijumlahkan. maka pengukuran tingkat partisipasi secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tangga partisipasi berdasarkan tiga kategori dari delapan tangga partisipasi Arnstein Partisipasi Masyarakat
1–2 Non-partisipasi Skor
Tangga Partisipasi Arnstein (1969) 3–5 6–8 Tokenisme Citizen Power Skor
Skor
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Skor Partisipasi Keseluruhan
Keterangan: * Skor partisipasi keseluruhan: Non partisipasi total skor: 50-75 Tokenisme total skor: 76-112 Citizen power total skor: 113-150 1.
Bentuk partisipasi merupakan wujud peran serta masyarakat dalam menyumbang melalui kehadiran dan sumbangan lainnya yaitu sumbangan tenaga, pemikiran, materi atau dana.
23
1. 2. 3. 4. 5. 2.
Menyumbang materi, Menyumbang pikiran, Menyumbang tenaga, Menyumbang uang, Tidak menyumbang.
Klasifikasi stakeholders dalam agropolitan merupakan pengelompokan stakeholders berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingannya terhadap program agropolitan. Diukur dengan menggunakan tangga stakeholders dari yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang tertinggi, karena jumlah stakeholders yang akan dilihat perannya ada 14 stakeholders maka tangga tersebut memiliki 14 tingkatan (Gambar 3): 1) Tangga Tertinggi memiliki skor 14 dengan total 381-420 2) Tangga ke-13 memiliki skor 13 dengan total 351-380 3) Tangga ke-12 memiliki skor 12 dengan total 321-350 4) Tangga ke-11 memiliki skor 11 dengan total 301-320 5) Tangga ke-10 memiliki skor 10 dengan total 271-300 6) Tangga ke-9 memiliki skor 9 dengan total 241-270 7) Tangga ke-8 memiliki skor 8 dengan total 211-240 8) Tangga ke-7 memiliki skor 7 dengan total 181-210 9) Tangga ke-6 memiliki skor 6 dengan total 151-180 10) Tangga ke-5 memiliki skor 5 dengan total 121-150 11) Tangga ke-4 memiliki skor 4 dengan total 91-120 12) Tangga ke-3 memiliki skor 3 dengan total 61-90 13) Tangga ke-2 memiliki skor 2 dengan total 31-601 14) Tangga terendah memiliki skor 1 dengan total 1-30
Gambar 3 Tangga tingkatan pengaruh dan kepentingan stakeholders Skor dari tingkat pengaruh pada pembuatan grid merupakan skor rataan tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dijumlahkan masing-masing responden menjadi skor keseluruhan responden, begitupun dengan skor tingkat kepentingan. Langkah selanjutnya kemudian dihubungkan menjadi sebuah titik dalam grafik.
24
3.
Peran stakeholders merupakan keterlibatan suatu pihak dalam memfasilitasi program agropolitan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok. Peran tersebut dapat dilihat dari derajat peran menurut masyarakat yang di ukur dengan tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh suatu pihak dalam program. a. Tingkat Pengaruh diartikan sebagai kemampuan orang, kelompok maupun organisasi yang dapat memaksa atau membujuk pihak lain dalam membuat keputusan dan mengikuti beberapa tindakan dalam program pengembangan kawasan agropolitan mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan maupun evaluasi yang dapat diukur menjadi: 1. Tingkat pengaruh rendah (Tidak Pernah/TD), total skor: 36-60 2. Tingkat pengaruh sedang (Jarang /JR), total skor: 61-84 3. Tingkat pengaruh tinggi (Selalu/SL), total skor: 85-108 Sedangkan pada pada masing-masing tahapan didapatkan skor berbeda, pada tahap perencanaan skoringya sebagai berikut: 1. 2. 3.
Tingkat pengaruh rendah (Tidak Pernah/TD), total skor: 6-10 Tingkat pengaruh sedang (Jarang /JR), total skor: 11-14 Tingkat pengaruh tinggi (Selalu/SL), total skor: 15-18 Pada tahap pelaksanaan:
1. 2. 3.
Tingkat pengaruh rendah (Tidak Pernah/TD), total skor: 24-40 Tingkat pengaruh sedang (Jarang /JR), total skor: 41-56 Tingkat pengaruh tinggi (Selalu/SL), total skor: 57-72 Pada tahap evaluasi:
1. Tingkat pengaruh rendah (Tidak Pernah/TD), total skor: 6-10 2. Tingkat pengaruh sedang (Jarang /JR), total skor: 11-14 3. Tingkat pengaruh tinggi (Selalu/SL), total skor: 15-18 b. Tingkat Kepentingan diartikan sebagai perlu atau tidaknya suatu pihak dalam mendukung program agropolitan demi kepentingan masyarakat, organiasasi maupun kepentingan individu pada setiap tahap program maka ukurannya: 1. Tingkat kepentingan rendah (kepentingan pribadi)total skor:42-70 2. Tingkat kepentingan sedang (kepentingan organisasi)total skor:71-98 3. Tingkat kepentingan tinggi (kepentingan masyarakat)total skor:99-126 Skor pada tiap tahapan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi adalah sebagai berikut:
25
1. Tingkat kepentingan rendah (kepentingan pribadi)total skor: 14-23 2. Tingkat kepentingan sedang (kepentingan organisasi)total skor: 24-32 3. Tingkat kepentingan tinggi (kepentingan masyarakat)total skor:33-42 4. Berdasarkan teori hasil peran stakeholders kemudian dilihat pengaruh dan kepentingan pihak yang terdaftar sebagai stakeholders. Variabel pengaruh dapat diukur dengan kekuatan Jaringan, kekuatan dana, dan personality sedangkan variabel kepentingan dapat dilihat dari kepentingan yang diperjuangkan stakeholders, yaitu : masyarakat, organisasi atau individu. a.
Kekuatan Jaringan merupakan kuat lemahnya pengaruh setiap stakeholders terhadap masyarakat melalui proses interaksi dan relasi individu masyarakat dengan individu lain dalam komunitas maupun pihak eksternal. Pengukurannya didasarkan pada kerjasama yang terbentuk sebagai hasil dari interaksi sosial tersebut. 1. Tingkat Jaringan rendah (Kurang Luas), total skor :12-23 2. Tingkat Jaringan sedang (Cukup Luas), total skor :24-35 3. Tingkat Jaringan tinggi (Luas), total skor: 36-48
b.
Kekuatan dana merupakan jumlah dukungan finansial/ materi yang diberikan untuk mendukung program agropolitan. 1. Kekuatan dana rendah (Tidak memberikan/ TD), total skor: 12-23 2. Kekuatan dana sedang (Jarang memberikan/ JR), total skor :24-35 3. Kekuatan dana tinggi (Selalu memberikan/ SL), total skor :36-48
c.
Personality merupakan karakteristik individu atau suatu pihak yang menyebabkan perilaku seseorang diterima atau tidak oleh masyarakat karena keterbukaannya dan mendengarkan pendapat masyarakat dapat terlihat juga dari munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku suatu pihak dalam menjalankan program agropolitan yang mempengaruhi penerimaan masyarakat. 1. Pengaruh Personality rendah, total skor :12-23 2. Pengaruh Personality sedang, total skor: 24-35 3. Pengaruh Personality tinggi, total skor :24-35
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan dukungan data kualitatif melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survey dengan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang diberikan kepada responden yang telah dipilih. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi responden (Singarimbun 1989). Sementara pendekatan kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan kunci serta data dari hasil observasi lapang. Lokasi dan Waktu Penelitian tentang hubungan peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat dalam program agropolitan ini dilaksanakan di Desa Karacak, Kecamatan Lewiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa Desa Karacak merupakan salah satu desa yang pada tahun 2004 ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu desa agropolitan di Kabupaten Bogor yang masuk ke dalam Zona I atau Zona utama program agropolitan sesuai dengan pembagian zona agropolitan yang ada di Lampiran 2. Hal ini menyebabkan wilayah tersebut menjadi sasaran utama program agropolitan sekaligus menjadi pusat aktivitas agropolitan sehingga diharapkan terdapat pemahaman yang baik mengenai program agropolitan dari masyarakatnya sehingga dapat terukur partisipasi masyarakat dalam program tersebut. Alasan selanjutnya yaitu terdapat kelompok tani yang merupakan sasaran program dan dekat dengan POSKO agropolitan, sehingga diharapkan adanya pemahaman yang baik dan utuh tentang program agropolitan dari responden serta informan. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian (Tabel 2). Tabel 2 Jadwal pelaksanaan penyusunan proposal, kolokium, penelitian dan skripsi.
28
Teknik Sampling Terdapat dua subjek dalam penelitian ini, yaitu informan dan responden. Informan adalah pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, pihak lain dan lingkungannya serta memiliki pemahaman tentang program agropolitan di Desa Karacak. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, informan kunci yang dipilih adalah pemerintah desa setempat, ketua POSKO agropolitan di Desa Karacak, dan pihak dinas ketua POKJA agropolitan yaitu BAPPEDA Kabupaten Bogor. Pemilihan pemerintah desa sebagai salah satu informan kunci didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan program agropolitan, koordinasi dari stakeholders kepada masyarakat melalui mekanisme perizinan pemerintah desa sehingga diharapkan data dan informasi tentang aktivitas stakeholders dalam program agropolitan, program yang telah dikerjakan di Desa Karacak dan informasi tentang karakteristik populasi dimiliki oleh pemerintah desa. Ketua POSKO agropolitan dilibatkan sebagai informan kunci sebagai pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi terkait pihak yang terlibat dalam program agropolitan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Selain informan kunci, informan dipilih dengan mempertimbangkan tingkat pengetahuan terhadap program agropolitan di Kabupaten Bogor. Daftar informan yang tergabung dalam POKJA agropolitan dapat dilihat dari Tabel 3. Tabel 3 Informan penelitian, jenis data penelitian dan metode pengumpulan data Jenis Data Sumber Data Metode Pegumpulan Data Keterlibatan para pihak : - Identifikasi para pihak - Peranan dan pengaruh para pihak - Tingkat kepentingan serta pengaruh para pihak
Dinas Pertanian Dinas Bina Marga Dinas Cipta Karya Dinas Kehutanan dan Perkebunan Dinas Peternakan dan perikanan Dinas Perindustrian dan perdagangan Pihak P4W – IPB LSM Kelompok Tani Swasta Perbankan
Penelusuran dokumen, observasi lapang, dan wawancara
Responden yang dipilih untuk mendapatkan data partisipasi masyarakat merupakan seluruh anggota kelompok tani di Desa Karacak sebanyak 142 orang. Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Pemilihan responden ini didasarkan pada unit analisis penelitian individu, yaitu anggota kelompok tani di Desa Karacak.
29
Berdasarkan jumlah populasi dari tiga kelompok tani yang terdapat di Desa Karacak, diambil sampel sebanyak 30 orang responden dengan tujuan untuk memenuhi kaidah statistik. Pemilihan sampel dilakukan melalui teknik pengambilan sampel acak (simple random sampling) yang dilihat berdasarkan jumlah anggota dari 3 kelompok tani yang terdapat di Desa Karacak. Cara pengambilan data dari dua subjek penelitian yaitu responden dan informan tentunya berbeda, pada penelitian kuantitatif responden diberi kuesioner tentang partisipasi masyarakat dan peran stakeholders dalam program agropolitan. Hasil dari kuesioner kemudian diolah dengan melakukan analisis dan interpretasi, selanjutnya dilakukan pembuatan kesimpulan tentang hasil kuesioner. Sedangkan data dari penelitian kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi secara langsung kepada informan. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan dan dijawab oleh responden melalui wawancara. Selain itu, wawancara mendalam juga dilakukan terhadap informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang sumbernya berasal dari berbagai dokumen pemerintah desa, dinas POKJA, masterplan agropolitan serta penelitian sebelumnya yang terkait dengan program agropolitan Teknik Pengolahan Dan Analisis Data Data kuantitatif adalah informasi mengenai hal-hal yang dapat diukur dan dapat dikuantifikasikan. Data kuantitatif ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden dan tingkatan partisipasi masyarakat dalam program agropolitan. Selanjutnya dicari hubungan antar variabel peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat, pengolahan data kuantitatif dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah pengolahan data dari Effendi dkk (1989). Pertama, memasukkan data ke dalam kartu atau berkas data. Kedua, membuat tabel frekuensi atau tabel silang. Ketiga, mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi atau tabel silang. Analisis stakeholders dilakukan menggunakan metode pendekatan yang dikembangkan oleh Groenendijk (2003) untuk mengetahui peranan dan fungsinya. Metode tersebut diawali dengan mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dan mengklasifikasikan stakeholders tersebut menjadi stakeholders primer, stakeholders sekunder, dan stakeholders eksternal berdasarkan keterkaitannya secara langsung/tidak langsung dengan proyek yang ada. Tiap stakeholders yang berbeda tersebut tentunya memiliki atribut yang berbeda untuk dikaji sesuai dengan situasi dan tujuan dari analisis. Atribut yang dimasukkan dalam analisis adalah pengaruh (power) dan kepentingan (importance). Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada deskripsi pertanyaan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor) dan selanjutnya dikelompokkan menurut kriteria. Analisis stakeholders dilakukan dengan penafsiran matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap
30
pengembangan program agropolitan dengan menggunakan stakeholders grid dalam metode power and interest grid (IFC 2007) dengan bantuan microssoft excel untuk menentukan angka pada setiap indikatornya, kemudian disandingkan sehingga membentuk koordinat. Penyelidikan hubungan antara stakeholders secara deskriftif digambarkan kedalam matriks actor-linkage. Stakeholders yang terindentifikasi ditulis dalam baris dan kolom tabel yang menggambarkan hubungan antar stakeholders. (Reed et al. 2009) sedangkan dalam metode power and interest grid (IFC 2007) mengelompokan stakeholders berdasarkan power dan interest-nya (Gambar 4).
Gambar 4 Matriks power and interest menurut IFC (2007) Setelah itu, data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS 17 for Windows untuk menguji hubungan antar variabel yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat fakta yang terjadi dengan menggunakan analisis Uji Korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan antara variabel dengan data yang berbentuk ordinal, yaitu mengukur tingkat keterlibatan melalui peran stakeholders serta hubungannya dengan tingkat partisipasi. Rumus korelasi Rank Spearman adalah:
Kaidah pengujian hipotesis uji korelasi Rank Spearman adalah: Ho : rs ≤ 0, berarti terdapat hubungan negatif atau tidak terdapat hubungan antara partisipasi masyarakat dengan peran stakeholders dalam program agropolitan. Ho: rs ≥ 0, berarti terdapat hubungan positif atau terdapat hubungan antara partisipasi masyarakat dengan peran stakeholders dalam program agropolitan. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data secara kualitatif melalui dua tahap, yaitu reduksi data dan penyajian data. Reduksi data terdiri dari proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang berupa catatan tertulis dilapang selama penelitian berlangsung. Reduksi data bertujuan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Selanjutnya, penyajian data dilakukan dengan cara menyusun informasi agar dapat mendukung data kuantitatif.
GAMBARAN UMUM PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum penelitian yang dilihat dari gambaran umum Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor yang merupakan kawasan agropolitan zona satu dilihat dari kondisi kependudukan dan kondisi geografisnya. Selanjutnya dijelaskan pula gambaran umum Desa Karacak yang merupakan wilayah pengambilan responden dan juga sebagai pusat budidaya pertanian komoditi unggulan kawasan agropolitan dimana program agropolitan di Kabupaten Bogor berpusat. Gambaran umum desa berisi tentang penjelasan keadaan wilayah, kondisi demografi, potensi wilayah, kondisi agroekosistem, aksesibilitas ke ibukota kecamatan maupun kabupaten dan kondisi kelembagaan. Gambaran Umum Kecamatan Leuwiliang Kecamatan Leuwiliang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor, berjarak sekitar 22 km dari Kota Bogor. Luas wilayah Kecamatan Leuwiliang adalah 4.500 ha, terdiri dari 10 desa, yaitu: Desa Leuwiliang, Cibeber I, Cibeber II, Karehkel, Barengkok, Karacak, Karyasari, Pabangbon, Puraseda dan Purasari. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Cigudeg di sebelah barat, di sebelah timur berbatasan Kecamatan Cibungbulang, di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sepong dan disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Wilayah ini berada pada ketinggian 300–700 dpl dengan curah hujan rata–rata >100 mm/bulan. Karakteristik lahan di Kecamatan Leuwilang umumnya cukup subur, dengan kemiringan lahan antara 535% dengan PH tanah antara 5–6. Drainase di Kecamatan Leuwiliang cukup baik dengan jenis tanah umumnya Latosol. Luas lahan pertanian menurut ekosistemnya dibagi menjadi dua yaitu ekosistem lahan sawah seluas 1.792 ha dan lahan kering/ darat seluas 4.124 ha. Jumlah masyarakat menurut data kependudukan sampai dengan juli 2011 tercatat sebanyak 113.280 jiwa yang didominasi oleh pedagang sebanyak 8.178 jiwa, buruh 10.276 jiwa dan petani sebanyak 2.889 jiwa. Gambaran Umum Desa Karacak Keadaan Wilayah Desa Karacak merupakan salah satu dari sembilan desa yang ada di Kecamatan Leuwiliang. Desa Karacak merupakan desa agropolitan di kawasan zona satu3 dalam masterplan agropolitan yang berfungsi sebagai sentra pengumpul untuk komoditi manggis di Kabupaten Bogor. Desa Karacak dibagi menjadi 17 kampung dan lima dusun, diantaranya adalah Babakan, Cengal, Cengalsirna, Ciletuh Ilir, Darmabakti, Hegarmanah, Karyabakti, Lebak Kaum, Lebak Sirna, Nariti, Pakusarakan, Rawarejo, Sukamaju, Sukasirna, Sumberjaya dan Wanakarya. Batas wilayah bagian utara Desa Karacak berbatasan langsung dengan Desa Barengkok, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Karyasari dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Pabangbon. Wilayah Desa Karacak 3
Kawasan yang merupakan pusat produksi komoditas unggulan pertanian dalam program agropolitan di masing-masing kabupaten
32
memiliki bentuk topografi berbukit-bukit dan pegunungan. Desa Karacak mempunyai ketinggian dari permukaan laut yaitu 5.000 mdl. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 4.683 mm. Kondisi ini menyebabkan letak Desa Karacak sangat strategis sebagai pusat pertanian di Kecamatan Leuwiliang. Kondisi alam Desa Karacak yang didominasi oleh hutan dan perbukitan mampu menghasilkan tanaman perkebunan dengan produktivitas yang baik. Total luas wilayah Desa Karacak adalah 710.02 ha yang terbagi berdasarkan penggunaannya. Tabel 4 Luas wilayah dan persentase jenis penggunaan tanah Desa Karacak tahun 2011 No Jenis Penggunaan Luas (ha)/m2 Persentase (%) 1 Perkebunan 270.5 50.1% 2 Persawahan 210.7 38.9% 3 Pemukiman 36.2 6.7% 4 Perkantoran 1.0 0.2% 5 Prasarana umum lainnya 22.0 4.1% Total 540.49 100% Sumber: Profil Desa Karacak tahun 2011.
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa sebagian besar luas wilayah desa Karacak ditinjau dari aspek penggunaannya digunakan untuk perkebunan dan persawahan yang menggunakan hampir 89% luas desa sedangkan pengunaan untuk pemukiman masyarakat hanya 6.7% dari luas desa. Mayoritas area persawahan merupakan tanah sawah yang menggunakan irigasi setengah teknis. Perkebunan yang banyak terdapat di Desa Karacak merupakan perkebunan rakyat, rata-rata kebun mereka berada di sekitar rumah. Selain kebun dan sawah terdapat ladang seluas 139.5 ha yang ditanami dengan tanaman rotasi seperti jagung, ubi dan sayuran sedagai tanaman non musiman. Desa Karacak juga memiliki empat buah danau kecil yang berfungsi sebagai sumber irigasi pertanian. Hal inilah yang menyebabkan pertanian di Desa Karacak tidak pernah kekurangan air. Kondisi Demografi Jumlah masyarakat desa ini mencapai 10.862 jiwa yang terbagi ke dalam 2.855 kepala keluarga (KK) dengan proporsi yang seimbang antara jumlah masyarakat perempuan dan laki-laki, yaitu sebanyak 5.549 jiwa untuk masyarakat laki-laki dan 5.313 jiwa untuk masyarakat perempuan. Masyarakat Desa Karacak didominasi oleh penduduk usia muda hal ini dapat disebabkan karena banyak masyarakat yang menikah pada usia muda dan berakibat juga pada tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi. Dilihat dari ketersediaan lahan yang didominasi untuk perkebunan dan persawahan maka dapat dilihat bahwa mata pencaharian masyarakat Desa Karacak mayoritas merupakan petani dan buruh tani dengan perbandingan satu banding dua yang berarti masih banyak petani yang belum memiliki lahan pribadi selain itu banyaknya profesi petani dengan usia tua menyebabkan regenerasi petani dimasa mendatang mulai menurun.
33
Tabel 5 Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut tingkat pendidikan tahun 2011 Laki-laki Persentase Perempuan Persentase No Tingkat Pendidikan (orang) (%) (orang) (%) 1 Tidak tamat SD 71 3.4 160 5.3 2 Tamat SD/sederajat 103 5.0 975 32.4 3 Tidak tamat SLTP 247 12.1 351 11.6 4 Tidak tamat SLTA 591 28.8 643 21.4 5 Tamat SMP/sederajat 428 20.8 400 13.2 6 Tamat SLTA/sederajat 461 22.4 403 13.3 7 D-1 42 2.1 21 0.7 8 D-2 25 1.3 19 0.6 9 D-3 47 2.3 18 0.6 10 S1 22 1.1 16 0.5 11 S2 12 0.7 11 0.4 Jumlah (orang) 2049 100% 3017 100% Sumber: Profil Desa Karacak tahun 2011
Masyarakat Desa Karacak juga belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya pendidikan, hal ini dilihat Tabel 5 yang menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat yang sekolah hanya mampu mencapai tahap Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 1.078 jiwa, kemudian jumlah warga yang tamat Sekolah Menegah Pertama (SMP) hanya 828 jiwa, dan jumlah yang tamat SMA hanya 864 jiwa. Jumlah tersebut tidak mencapai 10% dari total penduduk Desa Karacak. Kondisi tersebut juga disebabkan oleh keterbatasan sarana pendidikan yang ada di desa ini, dimana hanya ada delapan sekolah dasar, tiga sekolah menengah pertama di wilayah Desa Karacak, dan untuk melanjutkan ke jenjang SMA mereka harus menuju ibukota Kecamatan Leuwiliang. Tabel 6 Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut jenis pekerjaan tahun 2011 Laki-laki Persentase PerempuanPersentase No Jenis Pekerjaan (orang) (%) (orang) (%) 39.1 1 Petani 711 63.2 201 42.6 2 Buruh tani 328 29.2 219 1.7 3 Buruh migran 4 0.4 9 6.1 4 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 42 3.7 31 5 Pengrajin industri 11 0.9 17 3.3 6 Pengacara 2 0.2 0.2 7 Bidan swasta/mantra 1 0.2 8 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 8 0.6 1 6.8 9 Pembantu rumah tangga 35 10 Karyawan perusahaan 17 1.4 11 Dukun kampung terlatih 4 0.4 100% Total 1123 100% 514 Sumber: Profil Desa Karacak tahun 2011.
34
Tabel 6 menunjukan bahwa proporsi sebagian besar penduduk adalah petani. Petani yang mengerjakan lahannya maupun buruh tani dengan persentase sebanyak 89%, kemudian sebagian kecil masyarakat menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai karyawan perusahaan, PNS, pedagang keliling, buruh bangunan, dan sebagainya. Perbandingan jumlah masyarakat perempuan yang bekerja dengan masyarakat laki-laki adalah satu banding dua. Hal ini sejalan juga dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang berprofesi sebagai petani maupun buruh tani karena di Desa Karacak, perempuan diperbolehkan mengerjakan pekerjaan laki-laki sebagai petani. Biasanya terdapat pembagian peran dalam satu kali masa tanam antara laki-laki dan perempuan yang bekerja di sawah. Potensi Wilayah Sebagai pusat kawasan agropolitan desa memiliki keanekaragaman SDA yang berpotensi untuk dikembangkan dan memiliki kualitas yang layak untuk di ekspor. Dapat dilihat bahwasannya proporsi terluas dari wilayah desa ini berupa lahan perkebunan yang menghasilkan hasil kebun dan dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat Desa Karacak memiliki mata pencaharian sebagai petani tanaman pangan. Hal tersebut sesuai dengan data kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan. Tabel 7 Jumlah dan persentase kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan rumah tangga di Desa Karacak Tahun 2011 NO
Kategori Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan oleh Rumah Tangga
Jumlah Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan (Rumah Tangga)
Persentase (%)
1
Tidak memiliki
1364 RTP
47,8%
2
Memiliki kurang 1 ha
1466RTP
51,3%
3
Memiliki 1.0-5.0 ha
25 RTP
0,9%
2855
100%
Jumlah Sumber: Profil Desa Karacak tahun 2011.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa meskipun sebagian besar masyarakat pekerjaannya sebagai petani, namun masih ada 1.364 petani yang tidak memiliki lahan atau sekitar 47.8% petani tidak mengerjakan lahan milik sendiri. Kondisi ini diperparah dengan kepemilikan lahan yang kurang dari 1 ha sebanyak 51.3% dari total 2.885 rumah tangga petani atau bisa disimpulkan juga bahwa setengah dari jumlah petani di Desa Karacak merupakan petani gurem. Sedangkan petani yang memiliki lahan diatas satu ha hanya 25 rumah tangga petani atau sekitar 0.9%. Selain itu dari hasil observasi dan wawancara kepada pemerintah desa menunjukan bahwa mayoritas tanah perkebunan dan persawahan dimiliki oleh orang luar Desa Karacak, sedangkan petani di Desa Karacak bekerja sebagai buruh tani dan penggarapnya saja. Sebagian besar lahan milik petani lokal di jual untuk biaya hidup sehari-hari maupun biaya pendidikan anaknya. Gambaran
35
tersebut menunjukan fenomena ketimpangan kepemilikan lahan pertanian yang terjadi akibat terjadinya investasi pihak luar di tengah ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian sebagai sumber pendapatan utama masyarakat. Kondisi Agroekosistem Kondisi pertanian Desa Karacak didominasi oleh persawahan dan perkebunan. Sawahnya berupa sawah irigasi dengan musim panen sebanyak tiga kali setahun. Sedangkan perkebunan yang mendominasi lahan kebanyakan menghasilkan komoditi musiman seperti durian yang masa panennya dua kali setahun dan manggis yang masa panennya sekali setahun. Komoditas tanaman unggulan di desa ini adalah manggis, komoditas lain yang juga dikembangkan antara lain: padi, durian, ubi kayu, ubi jalar, cempedak, melinjo serta tanaman perkebunan seperti cengkeh. Data tersebut didukung oleh pernyataan bapak BKR sebagai berikut: “Setiap program agropolitan pasti punya maskot, nah maskot agropolitan kabupaten bogor ya manggis yang panen raya 4 tahun sekali. Seharusnya petani nggak tergantung ama panen manggis aja, bisa jadi dari buah duren, rambutan atau kalo nggak ya dari sawah seperti padi terus sayuran kaya jengkol, pete, singkong” BKR.
Kebun manggis, durian dan buah-buahan yang ada di Desa Karack kebanyakan merupakan kebun yang turun-temurun dari nenek moyang. Kebanyakan merupakan kebun tua yang kemudian dirapikan kembali menjadi kebun yang lebih teratur. Selain tanaman perkebunan, komoditas peternakan yang juga banyak dibudidayakan antara lain ayam kampung merupakan komoditas peternakan unggulan. Kemudian dikembangkan dalam skala peternakan lokal sebagai sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat, sedangkan jenis ternak lain seperti sapi, domba, kerbau, bebek, kambing, kelinci dan angsa. Sektor perikanan atau dalam hal ini budidaya air tawar belum menjadi sektor unggulan bagi masyarakat Desa Karacak namun ada juga warga yang memelihara mujair, lele, gurame dan nila. Hal inilah yang menjadi poin penting agropolitan yaitu adanya komoditi unggulan berupa komoditi manggis. Namun, saat ini perkebunan dan persawahan milik rakyat banyak yang dijual kepada orang luar desa yang ingin berinvestasi. Alasan penjualan tersebut seringkali karena kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan pendidikan. Namun dampak agropolitan juga menyebabkan kondisi sosial ekonomi yang merugikan ketika dengan investor membeli tanah di kawasan agropolitan tersebut masyarakat selanjutnya hanya menjadi buruh dan berpengaruh pada tingkat kepedulian terhadap agropolitan. Aksesibilitas menuju Desa Karacak Letak Desa Karacak dari pusat pemerintah dapat dilihat secara rinci pada Tabel 8. Dari data dalam tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi desa Karacak relatif jauh dari ibukota Kecamatan Leuwiliang dan jauh dari ibukota kabupaten maupun propinsi. Akses menuju Desa Karacak dapat dilalui dengan kendaraan umum namun jumlah kendaraan umum yang tersedia menuju ibukota kecamatan sangat terbatas dan hanya melewati jalan utama, untuk masuk ke dusun digunakan ojek yang terdapat di pangkalan dekat dengan jalan utama.
36
Tabel 8 Jarak dan waktu tempuh Desa Karacak ke pusat pemerintahan Waktu tempuh (jam) Tujuan Jarak Kendaraan (km) Jalan kaki bermotor Ibukota kecamatan 5 0.25 1 Ibukota kabupaten/kota 43 2 10 Ibukota kropinsi 153 8 40 Sumber: Profil Desa Karacak Tahun 2011
Sebagai kawasan agropolitan, sebuah pusat agropolitan harus memiliki akses yang mudah menuju hinterland-nya. Akses menuju ke Desa Karacak dapat ditempuh dengan angkutan umum jurusan karacak sampai pasar leuwiliang. Status Desa Karacak sebagai wilayah agropolitan menyebabkan pembangunan di bidang infrastruktur lebih baik dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Leuwiliang. Beberapa hal positif dari adanya status sebagai wilayah agropolitan diantaranya yaitu: Pertama, terjadinya peningkatan kualitas sarana transportasi dari dan menuju kawasan agropolitan. Hal ini dapat terlihat dari kondisi jalan dan jembatan yang mengalami perbaikan hingga pelosok-pelosok kawasan. Pemerintah Kabupaten Bogor menjalin kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bogor dalam membangun jalan dan jembatan di kawasan agropolitan. Termasuk jalan antara Karacak-Pabangbon yang melewati jalan utama Desa Karacak. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa perbaikan belum mencakup pada keseluruhan wilayah agropolitan. Peningkatan kualitas jalan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang tinggal di desa dalam lingkup kawasan agropolitan. Peningkatan kegiatan ekonomi dapat dirasakan oleh masyarakat, serta kelancaran arus barang keluar dan masuk kawasan agropolitan. (Nurzain 2010). Kondisi Kelembagaan Sebagai kawasan agropolitan, Desa Karacak yang merupakan desa pertanian harus didukung dengan kelembagaan pertanian yang baik. Dukungan lembaga pertanian baik secara formal maupun non formal di Desa Karacak termasuk baik. Lembaga eksternal yang membantu antara lain adalah PKBT-IPB, Dinas Pertanian, UPTD Kecamatan Leuwilang, PPL (Penyuluh Pertanian Lapang) dari BP3K Kecamatan Leuwilang, BPP (Balai Penyuluh Pertanian),dan KTNA (Kontak Tani). Lembaga tersebut memiliki peranan masing-masing yang membantu petani untuk menyelesaikan permasalahan pertanian yang terjadi di kawasan agropolitan terutama terkait komoditi unggulan Desa Karacak yaitu manggis. PKBT-IPB biasanya bekerjasama dengan ketua POSKO berperan bagi pembinaan teknis bagi para petani dengan mendatangkan ahli dibidang budidaya pertanian dan membina petani serta memberikan pinjaman dana kepada masyarakat Desa Karacak. Pihak Dinas Pertanian membantu membina petani melalui pelatihan dan memberikan bantuan berupa bibit, pupuk, maupun alat pertanian. Penyuluh Pertanian yang berjumlah dua orang setiap desa berperan membantu peningkatan pengetahuan, pembinaan petani dan pembelian produk pertanian. Badan Penyuluh Pertanian (BPP) berperan sebagai pemberi informasi sistem pertanian dan usahatani. Kelembagaan yang mewadahi masyarakat dibidang pertanian lainnya
37
adalah kelompok tani dan koperasi KBU Al-Ikhsan. Terdapat tiga kelompok tani sejak terbentuknya Desa Karacak menjadi wilayah kawasan agropolitan yaitu kelompok tani Karya Mekar, Suka Tani dan Bangun tani. Selain itu juga ada persatuan petani agropolitan di wilayah Desa Karacak yang dikenal dengan “Cendawasari”. Penjelasan tentang cendawasari adalah sebagai berikut: “Di Karacak ini juga ada lho perkumpulan tani yang bikin program agropolitan juga tapi programnya lebih banyak ke agrowisata namanya Cendawasari. Ya, kegiatannya sih hampir mirip, suka ada rapat juga tentang masalah pemasaran manggis”BKR.
Keberdaan koperasi KBU Al-Ikhsan sendiri berdiri secara swadaya oleh masyarakat yang berperan memfasilitasi pemasaran hasil panen, menstabikan harga komoditi seperti manggis serta memberikan pinjaman dari simpanan anggota koperasi.
PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN BOGOR Bab ini menjelaskan tentang sejarah program pengembangan kawasan agropolitan yang dilaksanakan di Kabupaten Bogor. Mengingat program pengembangan kawasan ini terselenggara atas kerjasama berbagai instansi maupun dinas maka dalam perkembangannya terdapat banyak program. Namun pada penelitian kali ini hanya mengambil empat program utama yang sesuai dengan kriteria pengembangan kawasan, yaitu: program pengembangan sumberdaya manusia, program pengembangan budidaya, program pengembangan permodalan, dan program peningkatan fasilitas infrastruktur. Gambaran Umum Program Agropolitan4 Program agropolitan dilaksanakan melalui penetapan POKJA agropolitan dengan penguatan Surat Keputusan Bupati No.590/191/Kpts/Huk/2004 yang berisikan informasi kerjasama antara pemerintah dengan pihak masyarakat untuk mempersiapkan kawasan agropolitan sekaligus melakukan pengembangan kawasan agropolitan sesuai dengan prinsip dasar pengembangan kawasan agropolitan yang menjadikan program agropolitan sebagai kegiatan terpadu lintas sektor dengan pendekatan bottom up dan perencanaan disusun secara bersama. Tahapan program agropolitan yang disesuaikan dengan indikasi program yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Program pengembangan kawasan agropolitan meliputi beberapa fase kegiatan yaitu: Fase pengenalan, merupakan tahap sosialisasi tentang program unggulan agropolitan berdasarkan tipologi yang sudah terpilih pada saat penetapan agropolitan selanjutnya dirumuskan program pembangunan infrastruktur dan agribisnis yang cocok dengan kondisi lokal. Sosialisasi dilaksanakan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten. Fase persiapan, merupakan tahap perencanaan, pelatihan dan pengorganisasian stakeholders yang berpartisipasi dalam program agropolitan. Fase penyusunan program di tingkat lokal, biasanya berupa musyawarah desa/kawasan agropolitan dengan output yaitu program hasil kesepakatan masyarakat. Fase pelaksanaan program merupakan fase mengimplementasikan rencana program sesuai dengan kesepakatan bersama dengan stakeholders yang tergabung dalam POKJA dan POSKO agropolitan. Fase evaluasi program yang mengukur ketercapaian tujuan program agropolitan dan selanjutnya diadakan perbaikan terhadap kekurangan dari program sebelumnya. Pengembangan kawasan tersebut tentunya membutuhkan dukungan instansi pemerintah, masyarakat tani, dan swasta/dunia usaha yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) di tingkat pusat dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di tingkat propinsi, kabupaten/kota. Langkah-langkah yang penting dalam penerapan agropolitan menurut pedoman pengelolaan ruang kawasan sentra produksi pangan nasional dan daerah agropolitan (2002) dan indikasi program agropolitan adalah: 4
Data diolah berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Pertanian, Pemerintah Kecamatan, Pak Bakri yang merupakan ketua POSKO Agropolitan, Masterlan agropolitan tahun 2005 dan laporan evaluasi program agropolitan oleh BP4K Kabupaten Bogor.
40
1. Penyusunan masterplan pengembangan kawasan agropolitan yang akan menjadi acuan wilayah/propinsi Kabupaten Bogor. Penyusunan ini dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor dengan perwakilan masyarakat dari wilayah Bogor bagian barat. Penyusunan ini berada diawal program yaitu tahun 2004. Masterplan ini disusun dengan bantuan akademisi yaitu Institut Pertanian Bogor yang diwakili oleh P4W-IPB bersama dengan POKJA agropolitan yang telah ditetapkan. Disusun dalam jangka panjang (10 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1-3 tahun) yang bersifat rintisan. Sebagai awalan wilayah agropolitan Kabupaten Bogor hanya meliputi 11 wilayah yaitu Kecamatan Leuwiliang, Nanggung, Jasinga, Cigudeg, Sukajaya, Tenjo, Cibungbulang, Parung Panjang, Leuwisadeng, dan Pamijahan. Masterplan agropolitan juga menjelaskan matriks kegiatan lintas sektor, dan penanggung jawab kegiatan awal yaitu BAPPEDA Kabupaten Bogor. 2. Penetapan lokasi agropolitan, yaitu di wilayah Bogor bagian barat. Kegiatannya dimulai dari usulan penetapan kabupaten oleh Pemerintah Propinsi. Dilanjutkan dengan penetapan di tingkat kabupaten. Pemerintah Kabupaten Bogor kemudian menentukan kawasan agropolitan dengan melakukan identifikasi potensi dan masalah untuk mengetahui kondisi dan potensi lokasi (komoditas unggulan). Potensi lokasi yang harus diperhatikan antara lain: potensi SDA, SDM, kelembagaan, dan iklim usaha. Penetapan ini dibantu oleh pihak akademisi yaitu P4W–IPB dalam penyusunan masterplan. Penetapan komoditi unnggulan juga ditetapkan di tahap ini, syarat komoditi unggulan tersebut harus memiliki keunikan, bernilai ekonomis tinggi dan banyak terdapat dikawasan tersebut. Maka dipilihlah komoditas manggis sebagai ikon agropolitan Kabupaten Bogor, selain karena kualitasnya yang bagus sehingga layak diekspor, buah ini juga banyak terdapat di daerah Bogor Barat. 3. Sosialisasi program agropolitan dilakukan kepada seluruh stakeholders yang terkait dengan pengembangan program agropolitan baik di pusat maupun di daerah, sehingga pengembangan program agropolitan dapat lebih terpadu dan terintegrasi. Sosialisasi merupakan suatu upaya untuk memasyarakatkan gagasan, ide, atau konsep agar dapat diterima oleh masyarakat dengan pemahaman yang sama. Upaya sosialisasi pengembangan agropolitan dimaksudkan untuk menyamakan dan menyatukan persepsi, penilaian, pemahaman, serta gerak langkah dalam mengembangkan agropolitan. Sosialisasi agropolitan di Kabupaten Bogor dimulai tahun 2004 di tingkat kabupaten maupun tingkat desa. Sosialisasi ini penting sebagai langkah awal karena pengembangan agropolitan melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Sasaran sosialisasi adalah jajaran pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat khususnya yang berada di kawasan Bogor Barat. Sosialisasi diwujudkan dengan lokakarya awal di tingkat desa. Lokakarya awal digerakkan oleh BAPPEDA menghasilkan POKJA agropolitan, dilanjutkan sosialisasi di tingkat desa yang mengundang seluruh elemen masyarakat. Indikator upaya sosialisasi ini adalah interaksi antar stakeholders melalui suatu pemahaman dan penerapan yang sama untuk mengembangkan agropolitan.
41
4. Pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan hasil dari sosialiasi program agropolitan tentunya harus mampu dipahami oleh masyarakat sehingga memerlukan fasilitator yang berada di tingkat desa maka di bentuklah POSKO (Pos Simpul Koordinasi) dan kemudian diadakan pelatihan fasilitator setiap bulannya. Tahap pelaksanaan program agropolitan di Kabupaten Bogor terbagi menjadi beberapa program dan sub program yang tertuang dalam masterplan agropolitan. Program pertama berupa: program peningkatan produktivitas pertanian komoditi potensial yang terbagi menjadi sub program: 1) program peningkatan sumberdaya manusia masyarakat tani; 2) program pengembangan komoditas potensial; dan 3) program peningkatan kualitas sumberdaya lahan. Program kedua adalah pengembangan sistem tataniaga dan pemasaran yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kawasan, terbagi menjadi sub program peningkatan posisi tawar petani dan program pengembangan keterkaitan dan industri pengolahan (agroindustri). Program lainnya yaitu program pengembangan produk olahan pertanian, program pengembangan struktur tata ruang dan pusat pelayanan agropolis, program pengembangan infrastruktur dasar dan infrastruktur pendukung pertanian dan program sistem kelembagaan dan pembiayaan pengelola kawasan agropolitan. Kepengurusan POKJA dan POSKO Pengembangan kawasan agropolitan Kabupaten Bogor dilakukan melalui beberapa program yang mengacu pada visi dan misi program pengembangan agropolitan dengan menyesuaikan karakteristik wilayah setempat. Program yang dijalankan melibatkan beberapa stakeholders yang disesuaikan dengan kebutuhan program. Beberapa program atau kegiatan yang telah dijalankan dikawasan agropolitan dipaparkan pada paragraf selanjutnya. Nurzain (2010) menjelaskan secara garis besar pelaksanaan program agropolitan diperlukan strategi pelaksanaan kegiatan dengan mekanisme koordinasi antar stakeholders dengan kegiatan: Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Agropolitan Kabupaten Bogor Kegiatan pengembangan wilayah agropolitan tentunya melibatkan banyak pihak yang berkepentingan. Salah satu syarat lancarnya kegiatan agropolitan adalah adanya mekanisme koordinasi yang baik antara pihak yang berkepentingan dan untuk mewujudkan koordinasi baik di tingkat pusat maupun kabupaten sampai ke tingkat desa maka dibentuklah sebuah kelompok kerja (POKJA) yang ditetapkan melalui surat keputusan Bupati Bogor. Pembentukan POKJA di inisiasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bogor yang merupakan leading project atas kawasan agropolitan dalam pembangunan tahap awal agropolitan tahun 2005-2010 yang kemudian diikuti dukungan oleh satuan dinas yang lain. Selain itu, pengembangan kawasan juga diperlukan pihak lain seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian, perwakilan masyarakat dan lembaga swasta. Sehingga pihak tersebut juga termasuk dalam Kelompok Kerja (POKJA) Kabupaten Bogor. Kenyataannya saat pelaksanaan program, masingmasing dinas yang memiliki program yang dilaksanakan di wilayah agropolitan
42
Kabupaten Bogor harus berkoordinasi dengan leading project yaitu BAPPEDA dan tentunya perwakilan dari masyarakat yang tergabung dalam POSKO agropolitan. Struktur kepengurusan POKJA dilihat pada Gambar 5.
BAPPEDA
Dinas Pertanian
Dinas Bina Marga
Dinas Peternakan dan Perikanan
Masyarakat Tani
Dinas Koperasi, UKM, dan Perindustrian
Swasta
Gambar 5 Struktur kepengurusan kelompok kerja agropolitan Pembentukan Pos Simpul Koordinasi (POSKO) Agropolitan Kabupaten Bogor Seperti halnya Kelompok kerja (POKJA) yang telah dibentuk pada awal berjalannya kawasan agropolitan. Fungsi pusat koordinasi juga diperlukan di tingkat wilayah atau desa di kawasan agropolitan agar informasi yang berasal dari dinas atau pemerintah kabupaten dapat langsung dikoordinasikan dengan masyarakat. Terkait hal tersebut maka dibentuklah POSKO (Pos Simpul Koordinasi) pada tahun 2005 yang terdiri dari perwakilan masyarakat di kawasan agropolitan. Anggota POSKO biasanya merupakan anggota kelompok tani yang menjadi PPS (Penyuluh Pertanian Swadaya). Penyuluh pertanian swadaya ini memang disiapkan untuk membantu tugas penyuluh pertanian dalam mengatasi permasalahan pertanian sekaligus sebagai penyalur informasi dari dinas tentang program maupun inovasi dan teknologi pertanian terbaru. Anggota POSKO ini berperan sebagai linkage antara dinas dengan masyarakat. Terdapat tiga POSKO di Kabupaten Bogor yang masing-masing anggotanya terdiri dari 30 orang penyuluh swadaya per POSKO. POSKO satu berada di wilayah Desa Cibeber, Pabangbon dan Karacak dengan ketuanya pak Bakri sedangkan POSKO dua berada di wilayah Barengkok, Cibatok dan Leuwiliang dengan ketuanya pak Zulfakar sedangkan POSKO tiga berada di wilayah Jasinga. Anggota POSKO merupakan PPS masing-masing POSKO. Pembentukan POSKO disahkan melalui Surat Keputusan Kepala BAPPEDA Kabupaten Bogor selaku ketua POKJA agropolitan Kabupaten Bogor sebagai pusat koordinasi. Aktivitas POSKO agropolitan didominasi oleh rapat bulanan masing–masing POSKO yang dilaksanakan pada kamis minggu pertama tiap bulannya. Tentunya dalam setiap pertemuan membahas tentang permasalahan pertanian maupun evaluasi dampak agropolitan di tiap-tiap wilayah untuk dicari solusinya bersama penyuluh, dinas dan pemerintah daerah. Selain itu, kesempatan ini merupakan sarana alat koordinasi kepada anggota POSKO yang diharapkan mampu diteruskan kepada masyarakat di wilayah POSKO tersebut serta ajang untuk memberikan masukan kepada pemerintah/dinas tentang program yang diperlukan masyarakat.
43
Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Program pengembangan wilayah agropolitan tentunya membutuhkan visi, misi, strategi yang terangkum dalam masterplan pengembangan kawasan agropolitan. Merujuk dari BAPPEDA (2005) dalam masterplan agropolitan menyatakan bahwa visi program pengembangan kawasan agropolitan Kabupaten Bogor adalah mewujudkan agropolitan sebagai pusat dan pemacu pertumbuhan kawasan di Kabupaten Bogor. Terwujudnya visi tersebut harus disertai dengan misi pengembangan kawasan agropolitan yaitu: Pertama, mengembangkan kawasan agropolitan sebagai kawasan dengan produktifitas budidaya pertanian yang unggul. Kedua mengembangkan industri pertanian. Ketiga, mengembangkan sistem tataniaga yang berpihak masyarakat lokal yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan wilayah. Demi mencapai visi dan misi tersebut maka dibutuhkan strategi pengembangan kawasan yang terkait dengan aktor pelaku agropolitan maupun pembangunan pertaniannya, strategi pengembangan kawasannya meliputi: peningkatan produktifitas budidaya pertanian komoditas unggulan, pengembangan sistem tata niaga dan pemasaran yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kawasan, pengembangan usaha produk industri olahan pertanian, pengembangan tata ruang dan pusat pelayanan kawasan (agropolis), pengembangan infrastruktur dasar dan infrastruktur pertanian serta pengembangan sistem kelembagaan pengelola kawasan agropolitan. Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Karacak Periode 2005-20105 Program pembangunan kawasan agropolitan Desa Karacak berkaitan dengan program agropolitan jangka panjang agropolitan Kabupaten Bogor. Terdapat beberapa program yang sesuai dengan rancangan program agropolitan yang telah diimplementasikan oleh pihak dinas di Kabupaten Bogor sesuai dengan masterplan yaitu program peningkatan produktivitas pertanian komoditi potensial yang terbagi menjadi sub program: 1) program peningkatan sumberdaya manusia masyarakat tani; 2) program pengembangan komoditas potensial; dan 3) program peningkatan kualitas sumberdaya potensial. Program kedua yaitu program pengembangan infrastruktur yang bagi menjadi sub program: 1) pengadaan sarana produksi pertanian untuk mendukung program perbaikan; 2) peningkatan sarana transportasi; 3) peningkatan kualitas jaringan irigasi; 4) peningkatan pengelolaan sampah; dan 5) program dukungan sarana pendukung agropolitan. Program ketiga adalah program sistem kelembagaan dan pembiayaan pengelolaan yang terbagi menjadi sub program: 1) penguatan kelembagaan petani; 2) pembentukan organisasi pengelolaan kawasan; dan 5) pembiayaan pengelolaan kawasan. Setelah semua program selesai maka diadakan evaluasi bersama dinas POKJA dalam rapat POKJA baik secara formal maupun non formal, melibatkan masyarakat maupun tidak dan dalam bentuk laporan tertulis maupun lisan. Namun secara formal, pihak dinas belum melaksanakan evaluasi bersama masyarakat di Desa Karacak.
5
Dilihat dari masterplan agropolitan Kabupaten bogor, laporan evaluasi agropolitan kabupaten Bogor tahun 2011 serta wawancara kepada ketua POSKO, Aparat Desa dan Pihak Kecamatan.
44
Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Tujuan program ini adalah meningkatkan pengetahuan petani tentang kelembagaan maupun aspek cara bertani/budidaya tanaman yang tepat sesuai dengan teknologi terbaru. Sumberdaya manusia masyarakat tani erat kaitannya dengan kelembagaan lokal yang merupakan sarana menimba ilmu anggota kelompok tani. Pelaksanaan program peningkatan sistem kelembagaan dan pembiayaan kawasan memiliki indikator sebagai berikut: 1. Pengukuhan organisasi pengelola kawasan agropolitan 2. Sosialisasi konsep dan pelatihan manajemen pengelolaan kawasan 3. Pengembangan networking, kemitraan dan studi banding 4. Peningkatan kapasitas dan penguatan lembaga/organisasi petani, seperti kelompok tani, koperasi, dan lainnya dalam permodalan dan pemasaran hasil pertanian 5. Pengembangan dan penguatan fungsi-fungsi kelembagaan pemasaran, terutama jasa penyimpanan, pengeringan, pengemasan, standarisasi dan grading. Program pengembangan sumberdaya manusia yang dilaksanakan di Desa Karacak berawal dari pelatihan fasilitator untuk mendampingi kelompok tani selama pelaksanaan program agropolitan. Fasilitator tersebut merupakan Penyuluh Pertanian Swadaya (PPS) yang dipersiapkan menjadi ahli setara dengan penyuluh pertanian. Pihak yang banyak berperan dalam program ini adalah Dinas Pertanian. PPS tersebut kemudian tergabung dalam POSKO yang kemudian membantu mengelola kawasan agropolitan. Menurut laporan evaluasi BP3K Kecamatan Leuwiliang tahun 2011, program pengembangan sumberdaya manusia diinisiasi sejak tahun 2006 setelah pembentukan Penyuluh Pertanian Swadaya (PPS) sebagai fasilitator petani di kawasan agropolitan tahun 2004. Seperti diungkapkan oleh bapak BKR sebagai ketua POSKO agropolitan Desa Karacak sebagai berikut: “Dulu awal ada sosialisasi agropolitan, Pak Nana sama orang dinas pertanian dateng buat pelatihan calon petani penyuluh swadaya. Singkatannya mah PPS, nah mereka diajarin gimana caranya menyuluh petani kaya penyuluh dari dinas dikasih hak buat ngebimbing petani kaya PPS, selain itu kita juga dapet gaji” BKR.
PPS tersebut juga senantiasa dipantau dengan adanya pertemuan 3 kali sebulan di BP3K. Saat ini PPS tersebut diberi insentif sekitar Rp. 400.000 per bulan. Selain pelatihan PPS, terdapat pelatihan bagi anggota kelompok tani. Pelatihan tersebut menekankan pada budidaya komoditi unggulan agropolitan seperti manggis dan padi. Pelatihan ini merupakan bagian dari program peningkatan produktivitas pertanian komoditi potensial. Indikator program yang tercantum dalam masterplan agropolitan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Identifikasi teknologi tepat guna untuk peningkatan produktivitas Penyuluhan teknik budidaya pertanian untuk tanaman potensial Peningkatan kualitas penyuluh melalui pelatihan Pelatihan tentang pembuatan pupuk organik (kompos) Penyuluhan tentang teknologi pasca panen komoditas potensial
45
Pada prakteknya, banyak pelatihan yang berkaitan tentang budidaya manggis difasilitasi oleh Dinas Pertanian, PKBT IPB dan BP3K bersama UPTD di Kecamatan Leuwiliang. Peserta pelatihan merupakan anggota kelompok tani dan beberapa petani yang tidak bergabung dalam kelompok tani. Program pengembangan sumberdaya manusia tersebut berupa sekolah lapang (SLPHT) yang mengajarkan pelatihan budidaya, difasilitasi oleh Dinas Pertanian dengan bantuan UPTD Kecamatan Leuwiliang dan BP3K Kecamatan Leuwiliang melalui dana APBD. Pelatihan budidaya ini mengajarkan cara penanaman sampai pengendalian hama dan teknologi pasca panen tanaman manggis dan padi seperti cara mengolah manggis menjadi keripik atau dodol manggis dan melakukan grading pada manggis sebelum dijual. Selain itu dilaksanakan juga pelatihan tentang pembuatan pupuk organik yang diadakan oleh Dinas Pertanian dan studi banding ke perusahaan pengolahan pertanian untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam aspek pengolahan. Tempat pelaksanaan program biasanya di rumah milik ketua POSKO agropolitan dengan mengundang seluruh anggota kelompok tani. Pemateri berasal dari Dinas Pertanian, penyuluh maupun perwakilan penyuluh swadaya dari masing-masing POSKO agropolitan. Penguatan kelembagaan diwujudkan dengan pembentukan koperasi KBU Al-Ikhsan yang berperan dalam pemasaran dan permodalan. Koperasi tersebut didampingi oleh Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian. Fungsi koperasi ini sebagai wadah pemasaran dan menstabilkan harga komoditi terutama manggis. Selain itu juga terbentuk Asosiasi Pelaku Usaha Manggis (Askuma), dan Asosiasi Pedagang Komoditi Agro (APKA) yang merupakan wadah interaksi pengusaha manggis di Karacak. Pihak yang paling berperan pada program ini adalah dinas pertanian dan dibidang pendampingan kelembagaan dibantu oleh P4W-IPB bagian community development. Program Pengembangan Budidaya Program ini bertujuan untuk meningkatkan potensi komoditas unggulan yang ada di Desa Karacak, baik dalam kualitas komoditi maupun cara pengolahan komoditi. Bukan hanya komoditi manggis saja tapi juga komoditi lain seperti padi, jagung, durian dan pala. Pengembangan budidaya yang dilaksanakan berupa program Pengembangan pembibitan untuk komoditas manggis dan peternakan domba. Pihak yang banyak berperan dalam program ini adalah Dinas Pertanian. Program ini dimulai tahun 2005 berupa bantuan bibit manggis kepada tiga kelompok tani yang ada di Desa Karacak. Masing-masing kelompok tani mendapat bantuan sekitar 500 bibit manggis untuk ditanam. Pembagian bibit tersebut dilakukan melalui proses diskusi antar anggota, masing-masing anggota rata-rata mendapatkan 30 bibit manggis. Pengambilan bibit tersebut dikenakan biaya 2500/bibit untuk pengganti ongkos transportasi. Bibit ini diberikan kepada anggota yang memiliki lahan saja, seperti yang dijelaskan oleh bapak AL dibawah ini: “Program pembagian bibit manggis ini lebih banyak diberikan kepada anggota kelompok tani yang punya lahan. Walaupun sudah memiliki manggis banyak tapi tetep dikasih, yang ngga punya lahan ya nggak dikasih bibit manggis ini” AL.
46
Selain bantuan bibit manggis bantuan lainnya yaitu bantuan induk ikan mas dan bantuan ternak kambing dari Dinas Peternakan. Bantuan ini bertujuan untuk menerapkan sistem integrated farming dimana hasilnya digunakan sebagai pupuk tanaman. Ternak kambing ini diberikan dengan sistem bergilir, setiap kelompok diberikan bantuan domba sebanyak 73 ekor kambing. Bantuan kambing tersebut diberikan sepasang per orang dengan syarat mau menyediakan kandang, pakan dan rumput. Hasil dari kambing yang berupa anak kambing itu kemudian dibagi menjadi dua bagian dan diserahan kembali untuk diberikan kepada anggota yang lain. Program Pengembangan Permodalan Tujuan pengembangan permodalan adalah membantu petani meningkatkan usahanya sehingga posisi tawar petani mampu bersaing dengan pihak lain seperti tengkulak. Program ini berupaya meningkatan kapasitas kelompok tani dan koperasi dalam permodalan. Program pengembangan permodalan yang pernah masuk ke Desa Karacak tidak lepas dari peran pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian, Dinas Koperasi, Koperasi KBU Al-Ikhsan, PT Agung Mustika Selaras dan Rabo Bank. Program pengembangan permodalan yang di fasilitasi oleh Dinas Pertanian yaitu PUAP. Program PUAP ini disalurkan melalui kelompok tani sebesar 50 juta per kelompok tani yang dikelola oleh bendahara Gapoktan. Dana PUAP ini hanya boleh dipinjam untuk urusan permodalan usaha. Masing-masing individu juga hanya dibatasi maksimal dua juta rupiah. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kecemburuan sosial. Setiap kali peminjaman satu juta harus dikembalikan selama sepuluh bulan dengan total cicilan satu juta seratus ribu rupiah. Peran koperasi KBU AL-Ikhsan sebagai lembaga keuangan selain sebagai tempat pengumpulan komoditi hasil panen yang berupa manggis dan durian juga berupaya untuk menstabilkan harga jual manggis dengan cara mengurangi keuntungan dari pihak ketiga/tengkulak karena pengumpulannya di koperasi. Selain itu koperasi juga memperoleh dana dari pemerintah kabupaten untuk dana pinjaman kepada petani manggis. Sistemnya biasanya petani akan dipinjami uang sebesar satu juta yang akan dibayar dengan manggis setelah musim panen manggis. Perbankan juga memberikan bantuan dari bank agro yang memberikan bantuan kepada koperasi sebesar 175 juta. Koperasi Al-Ikhsan meminjamkan dengan mekanisme pengembalian satu angsuran. Sedangkan pihak dinas hanya menjembatani dengan bantuan dari perbankan. Mekanisme pembagian bantuan sesuai dengan ang dituturkan oleh Bapak SYD berikut: “Setiap kali ada bantuan turun di koperasi Al ikhsan mekanismenya pake rapat langsung siapa yang mau meminjam dan mendapatkan bantuan tersebut. Pinjaman tersebut diangsur dengan buah manggis“ SYD.
Bantuan permodalan juga di tawarkan oleh PT Agung Mustika Selaras yang bergerak dibidang ekspor buah ke Thailand. Pihak swasta tersebut memberikan bantuan pembiayaan pertanian melalui pinjaman lunak yang kemudian dibayar dengan hasil panen, biasanya buah manggis. Namun, sebelum diserahkan kepada perusahaan tersebut dilakukan grading atau pensortiran
47
sehingga hanya buah unggul saja yang boleh disetorkan. Selain itu kerjasama dibidang permodalan juga didukung oleh Rabo Bank, namun persepsi masyarakat tentang bank yang memiliki bunga besar menyebabkan peminjaman ini jarang dilakukan. Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur Program ini bertujuan untuk mempermudah mobilisasi hasil pertanian keluar wilayah dan memudahkan investor masuk ke wilayah tersebut. Secara garis besar program peningkatan fasilitas infrastruktur ini bertujuan untuk mempermudah akses menuju kawasan agropolitan. Berdasarkan masterplan program yang harus dilaksanakan adalah: program peningkatan sarana transportasi, pembangunan sarana pendukung agropolis dan peningkatan kualitas jaringan irigasi. Pelaksanaan program ini didominasi oleh peran Dinas Bina Marga beserta BAPPEDA, disebabkan karena tupoksi untuk pembangunan fisik diserahkan kepada kedua dinas tersebut. Program pertama yang dilaksanakan yaitu peningkatan jalan poros Desa Karacak. Jalan tersebut sebenarnya telah dibangun sejak tahun 1971 melalui inisiatif swadaya masyarakat. Namun sebelum adanya program agropolitan jalan tersebut telah rusak sehingga untuk memperlancar transportasi, ditahun 2006 atas nama program agropolitan dilaksanakan peningkatan jalan poros desa sejauh 3.000 m. Selain itu juga diadakan peningkatan jalan ruas Leuwiliang–Karacak sepanjang 6 km dan ruas Karacak–Puraseda sejauh 4,6 km. Pembangunan ini dilaksanakan langsung oleh Dinas Bina Marga dengan pertimbangan bahwa jalur tersebut merupakan jalur utama distribusi hasil pertanian. Walaupun berasal dari pemerintah, namun peningkatan jalan ini bersumber dari keluhan warga melalui musyawarah desa karena rusaknya jalan tersebut menghambat distribusi hasil pertanian. Program yang berkaitan dengan irigasi pengairan dan penyediaan air baku dilaksanakan di tahun 2006 yaitu penyediaan air baku sejumlah satu unit air bersih, program ini dibutuhkan mengingat ada beberapa daerah yang masih kesulitan air. Penyelenggaraan program ini dilaksanakan oleh BAPPEDA dengan sumber dana dari APBN Kabupaten Bogor. Program pembangunan sarana pendukung program agropolis diwujudkan dengan pembangunan tempat penyimpanan sementara/gudang manggis. Alasannya jumlah panen manggis yang melimpah dan kekhawatiran akan busuknya komoditi dapat diatasi dengan pembuatan gudang penampungan maka diperlukan pembuatan gudang/stasiun pengumpul buah-buahan di Karacak. Namun program ini tidak melibatkan masyarakat sehingga sampai saat ini penggunannya pun jarang. Peran pembuatan gudang ini didominasi oleh ketua POSKO dan aparat desa setempat. Penempatan lokasi gudang manggis ini berada di ujung Desa Karacak, dekat dengan kantor desa dan jauh dari pusat kawasan penghasil manggis di dusun Cengal sehingga fungsinya kini menjadi berkurang. Seperti yang dijelaskan bapak IT sebagai berikut: “ ada pembangunan gudang manggis di karyabakti, deket ama kantor desa. Pembangunan itu rasanya nggak tepat, soalnya penghasil manggis kan banyaknya di cengal, masa harus diangkut dulu ke Karyabakti baru dijual” IT.
48
Program yang lainnya yaitu perbaikan jembatan (betonisasi) yang menghubungkan jalan utama Desa Karacak dengan Dusun Cengal. Program ini sepenuhnya dipegang oleh Dina Bina marga dan dijadikan proyek oleh pemerintah desa. Dana pembangunan sendiri berasal dari APBN Kabupaten Bogor. Perbaikan jembatan ini dinilai mampu memperlancar transportasi hingga ke Dusun Cengal yang merupakan pusat area manggis di Kecamatan Leuwiliang
PERAN STAKEHOLDERS DALAM PROGRAM AGROPOLITAN Peran stakeholders dapat diukur dengan menggunakan tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan stakeholders ketika menjalankan program suatu program (IFC 2007). Tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan dilihat dari sudut pandang masyarakat terhadap pihak-pihak yang memiliki pengaruh dan kepentingan terhadap program agropolitan. Stakeholders tersebut merupakan anggota POKJA, POSKO dan pihak lain yang berinteraksi juga dengan masyarakat ketika menjalankan program agropolitan. Tingkat pengaruh diukur dengan 36 pertanyaan yang terbagi menjadi tahapan agropolitan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tingkat kepentingan diukur dengan 42 pertanyaan yang juga terbagi menjadi tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Stakeholders Agropolitan Sebuah program tentunya berjalan dengan adanya dukungan dan kerjasama antar stakeholders. Stakeholders merupakan komuniti atau kelompok individu yang memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap jalannya sebuah program. Suatu pihak dianggap sebagai stakeholders jika memiliki tiga atribut yaitu: kekuasaan, legitimasi dan kepentingan (Budimanta dkk 2008). Stakeholders yang diidentifikasi terlibat dalam program agropolitan tentunya harus memiliki atribut kepentingan dan pengaruh yang menentukan perannya dalam menjalankan program (IFC 2007). Menurut Reed et.al (2009) analisis stakeholders dimulai dari identifikasi stakeholders yang bertujuan untuk menemukan pihak yang mempengaruhi penyelenggaraan program agropolitan baik yang secara langsung berinteraksi dengan pihak masyarakat maupun tidak berinteraksi secara langsung. Hasil identifikasi stakeholders program agropolitan di Desa Karacak, merujuk pengklasifikasian stakeholders oleh Sriani (2012) diklasifikasikan ke dalam enam kelompok yakni pemerintah kabupaten, pemerintah desa, opinion leader, LSM, perguruan tinggi dan swasta. Stakeholders yang dicantumkan merupakan stakeholders yang telah terlibat, sedang terlibat maupun berpotensi untuk terlibat. Hasil identifikasi stakeholders disajikan pada Tabel 9. Setiap stakeholders, baik yang telah terlibat mulai dari perencanaan sampai evaluasi maupun yang seharusnya terlibat tapi tidak melibatkan diri saat pelaksanaan di Desa Karacak pada masa pelaksanaan program tahun 2005-2010 telah teridentifikasi dengan baik. Selain itu stakeholders yang tercantum merupakan stakeholders yang tergabung di POKJA agropolitan baik yang ditemui di lapang maupun yang disebut responden saat wawancara.
50
Tabel 9 Matriks stakeholders program agropolitan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10 11 12 13 14
Nama Lembaga Dinas Pertanian dan Kehutanan Dinas Bina Marga dan Pengairan Dinas Peternakan dan perikanan Dinas Koperasi, UKM , Perindustrian dan Perdagangan BAPPEDA BP4K BP3K Aparat Desa Lembaga Keuangan (Koperasi AlIkhsan), PT Agung Mustika Selaras, dan Rabo Bank LSM Akademisi (P4W IPB dan PKBT IPB) Penyuluh Pertanian Ketua Gapoktan Ketua POKJA
Klasifikasi Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kabupaten
Keterlibatan Terlibat Pernah Terlibat Pernah Terlibat Pernah Terlibat
Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kecamatan Pemerintah Desa Swasta
Terlibat Pernah Terlibat Pernah Terlibat Terlibat Terlibat
LSM Perguruan Tinggi Pemerintah Kecamatan Opinion Leader Opinion Leader
Belum Terlibat Terlibat Terlibat Terlibat Terlibat
Sebenarnya masih banyak stakeholders yang tergabung selama pelaksanaan program agropolitan namun karena keterbatasan penulis maka dibatasi menjadi 14 stakeholders. Menurut Budimanta dkk (2008) stakeholders merupakan elemen pihak yang terlibat dalam program dan bergerak dengan mengembangkan masyarakat. Maka dalam penelitian ini pihak masyarakat sebagai komuniti yang menerima program dipisahkan dalam pembahasan kepentingan dan pengaruh dan dianggap sebagai pihak yang menerima dampak pengaruh tersebut. Tingkat Pengaruh Stakeholders dalam Program Agropolitan Tingkat pengaruh stakeholders dilihat dari pengaruh 14 stakeholders agropolitan pada setiap tahapan baik dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Kekuatan pengaruh (power) mengacu kepada seberapa besar kemampuan materi atau dana, personality serta jaringan masing-masing stakeholders dalam mempengaruhi arah dan dinamika perkembangan program (IFC 2007). Menurut Mayer (2001), pengaruh merupakan kapasitas atau kemampuan untuk menyelesaikan suatu tujuan. Kekuatan pengaruh tertinggi terjadi apabila seseorang dengan unsur-unsur kekuasaan yang dimilikinya menjangkau dari tingkat desa hingga ke tingkat kabupaten (Budimanta dkk 2008). Melihat pengaruh stakeholders dalam program agropolitan diukur dari seberapa besar kekuatan dananya, jaringan dan pengaruh personality masing-masing stakeholders dalam tiap tahapan kemudian dijumlahkan skor masing-masing stakeholders dalam semua tahapan. Pengaruh keseluruhan stakeholders selama pelaksanaan program agropolitan dari mulai perencanaan sampai evaluasi dilihat dari kekuatan dana, jaringan dan personality-nya dapat dilihat pada Tabel 10
51
Tabel 10 Frekuensi dan persentase dukungan dana, jaringan dan personality stakeholders Dukungan Dana Keseluruhan Persentase (%) Dukungan Dana Frekuensi Rendah ( Tidak Pernah Memberikan) 4 13.3 Sedang ( Jarang Memberikan) 22 73.3 Tinggi (Selalu Memberikan) 4 13.3 Total 30 100 Jaringan Keseluruhan Persentase (%) Jaringan Stakeholders Frekuensi Rendah (Kurang Luas) 23 76.7 Sedang (Cukup Luas) 7 23.3 Tinggi (Luas) 0 0 Total 30 100 Personality Stakeholders Persentase (%) Personality Frekuensi Rendah 26 86.7 Sedang 4 13.3 Tinggi 0 0 Total 30 100 Kekuatan Dana Kekuatan dana merupakan jumlah dukungan finansial/materi yang diberikan untuk mendukung program (IFC 2007). Dukungan dana meliputi pemberian dana modal maupun pembiayaan program agropolitan. Secara keseluruhan dukungan dana untuk penyelenggaraan program agropolitan termasuk sedang. Berdasarkan Tabel 10, sebanyak 73.3% responden menyatakan bahwa stakeholders jarang memberikan dana saat penyelenggaraan program. Hasil wawancara menunjukan bahwa masyarakat lebih sering memberikan dukungan dana untuk transportasi dan konsumsi dari pada pemerintah, walaupun dukungan dana nominalnya besar, namun hanya sedikit masyarakat yang mengetahui penggunaan dana tersebut untuk kepentingan program agropolitan. Sebanyak 13.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders tinggi. Pengaruh ini hanya melekat pada beberapa stakeholders tertentu seperti Dinas Pertanian, maupun Dinas Peternakan yang memberikan dukungan dana tinggi pada program pengembangan SDM dan pengembangan budidaya. Stakeholders lainnya yaitu Dinas Bina Marga yang juga memiliki dukungan dana yang tinggi pada program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Namun terdapat 13.3% responden yang menyatakan bahwa dukungan dana stakeholders terhadap program agropolitan rendah, hal ini disebabkan karena masyarakat tersebut merasa tidak mendapatkan bantuan dari program agropolitan. Tokoh seperti akademisi, aparat desa, Ketua Gapoktan dan ketua POKJA juga tidak memiliki kekuatan dana dalam pelaksanaan program. Mereka hanya menyediakan tempat atau menyediakan fasilitas pada saat rapat membahas agropolitan saja. Seperti yang dituturkan oleh bapak RD berikut:
52
“Biasanya kalau ada rapat-rapat kita nggak pernah dikasih uang apa-apa paling ya makanan ringan atau buah-buahan hasil kebun itupun yang bawa kadang yang pak Bakri ketua POSKO sama ketua gapoktannya. Kalau mau dateng rapat ya agropolitan ya ongkos sendiri” RD.
Sedangkan dukungan pendanaan dari lembaga seperti Rabo Bank, dan PT Agung Mustika selaras tidak banyak berpengaruh terhadap pendanaan program agropolitan mengingat tidak dapat diakses oleh semua masyarakat, hanya masyarakat yang memiliki lahan manggis dan jaminan pinjaman yang bisa meminjam. Jumlah masyarakat yang memenuhi kriteria tersebut di Desa Karacak sangat terbatas. Kekuatan Jaringan Kekuatan jaringan merupakan kuat lemahnya pengaruh setiap stakeholders terhadap masyarakat melalui proses interaksi dan relasi individu masyarakat dengan pihak lain yang juga berkepentingan dalam program, komunitas penerima program maupun pihak eksternal (IFC 2007). Luasnya Jaringan didasarkan pada kerjasama yang terbentuk sebagai hasil dari interaksi sosial antar pihak stakeholders agropolitan. Berdasarkan Tabel 10 sebanyak 76.7% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki jaringan yang kurang luas terutama saat berinteraksi dengan masyarakat. Setiap kali pelaksanaan pihak dinas cenderung hanya berkomunikasi dengan ketua POSKO tanpa ada koordinasi dengan masyarakat. Keberadaan aparat desa yang seharusnya berfungsi sebagai penghubung seringkali menyimpan informasinya, serta hanya meneruskan informasi kepada masyarakat yang dekat dengan beliau, seperti ketua POSKO atau Ketua Gapoktan. Berbeda dengan hal tersebut, 23.3% responden menyatakan interaksi dan relasi stakeholders cukup luas. Responden tersebut secara nonformal dekat dengan aparat desa maupun ketua POSKO sehingga ketika ada program agropolitan sering diikutsertakan dalam koordinasi. Potensi luasnya jaringan stakeholders banyak terlihat pada program pengembangan SDM dan budidaya mengingat program tersebut melibatkan banyak pihak mulai dari penyuluh, Dinas Pertanian, BP3K, BP4K, UPTD dan akademisi. Namun, masyarakat merasa program berjalan secara parsial tanpa ada koordinasi antar stakeholders bahkan sering juga terjadi tumpang tindih pelaksanaan program dari dua dinas yang tujuannya sama. Seperti yang disampaikan bapak KM sebagai berikut: “ Agropolitan ini kan program pertanian, sering ada pelatihan tentang gimana cara nanem manggis, cara ngilangin burik di manggis, cara milih manggis jadi grade A,B, dan C. Tapi pelatihan itu sering banget dari dinas, Ipebe dan Bepetigaka saking banyaknya pelatihan tapi yang diajarin itu-itu aja. Mungkin nggak ada diskusi dulu sebelumnya kalau bikin program” KM.
Personality Personality merupakan karakteristik individu atau suatu pihak yang menyebabkan perilaku seseorang diterima atau tidak oleh pihak lain (IFC 2007). Pihak lain tersebut adalah masyarakat. Perilaku yang diterima atau tidak oleh masyarakat disebabkan karena keterbukaannya dengan masyarakat dan mendengarkan dengan hati-hati pendapat masyarakat. Pihak yang sering
53
mendengarkan pendapat masyarakat adalah ketua POSKO agropolitan, Ketua Gapoktan dan penyuluh pertanian karena berinteraksi langsung dengan masyarakat juga menjadi tempat pengaduan kekecewaan terhadap program. contohnya ketika bantuan yang dibagikan tidak merata keseluruh anggota. Seperti yang ditunjukan pada Tabel 10 bahwa personality stakeholders yang rendah memiliki persentase terbanyak yaitu 86.7% responden, sisanya 13 % responden menyatakan bahwa personality stakeholders termasuk sedang. Personality ini dipengaruhi juga oleh kedekatan secara individu antara masyarakat dengan stakeholders. Pertemuan seperti pelatihan dan studi banding untuk peningkatan produktivitas komoditi manggis mampu menyediakan ruang berpendapat bagi masyarakat namun tidak terjadi timbal balik antara stakeholders dengan masyarakat penerima program. Pihak dinas misalnya, diantara dinas yang bergabung dalam POKJA agropolitan yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan. Dari empat dinas tersebut yang sering berinteraksi dengan masyarakat adalah Dinas Pertanian, perwakilan dari dinas tersebut bersedia hadir ke kebun atau sawah untuk mengikuti pelatihan bersama anggota kelompok tani seperti pernyataan bapak UPD berikut: “ Katanya agropolitan itu program bersama dari banyak dinas, ada dinas peternakan, dinas koperasi, dinas peternakan, tapi yang mau turun ke masyarakat buat ikut pelatihan paling dari dinas pertanian aja. Saya mah salut, mereka mau becek-becekan di sawah, ikut kekebun juga” UPD.
Secara keseluruhan pengaruh stakeholders yang dilihat dari dukungan dana, kekuatan jaringan dan personality berada di tahap rendah menurut masyarakat, pernyataan tersebut didukung dengan Gambar 6. 3.3% 43.4% 53.3%
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 6 Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam program agropolitan Kemampuan stakeholders dalam mempengaruhi masyarakat pada keseluruhan program agropolitan masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari Persentase yang menunjukan bahwa frekuensi tertinggi berada pada tingkat rendah yaitu 53%, sedangkan di tingkat sedang persentasenya 43.3%. Namun sekitar 3.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam program agropolitan secara keseluruhan termasuk tinggi. Keterlibatan stakeholders secara keseluruhan hanya sebagai pemilik program, pemberi dana kegiatan dan menentukan persyaratan program seperti penyediaan dana, pemateri pelatihan dan
54
fasilitator dalam program jaringan kemitraan. Pengaruh stakeholders ditentukan oleh variabel personality, secara garis besar keterbukaan stakeholders dalam membahas program dengan masyarakat masih rendah. Hal sebanding juga berlaku terhadap kondisi jaringan stakeholders, dalam pelaksanaannya kerjasama dan koordinasi antar masing-masing stakeholders masih rendah, hanya beberapa pihak yang mengetahui informasi program seperti ketua POKJA dan aparat desa yang artinya jaringan stakeholders masih terbatas pada elit masyarakat sesuai dengan pernyataan bapak SRT sebagai berikut: “Dari pihak dinas sendiri waktu awal-awal sering diskusi sama masyarakat. Tapi kenyataannya sekarang udah nggak pernah keliatan lagi. Kalau ada rapat bareng dinas paling yang datang cuma penyuluh sama orang kecamatan.Ya ginilah jadinya agropolitan, sekarang orang dinas pada entah kemana” SRT.
Pengaruh Stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan Pada tahap perencanaan, pihak yang banyak terlibat adalah BAPPEDA Kabupaten Bogor, Pihak Akademisi yaitu P4W IPB, Dinas Pertanian, aparat desa, Ketua POSKO agropolitan. Pihak dinas yang tergabung dengan POKJA agropolitan mengikuti proses perencanaan namun hanya pada saat perencanaan di tingkat kabupaten. Sedangkan di tingkat desa beberapa dinas tidak langsung berinteraksi dengan masyarakat sehingga pengaruh mereka rendah (Gambar 7). 16.7% 50.0% 33.3%
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 7 Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam perencanaan program agropolitan Gambar 7 menunjukan bahwa 50% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders rendah. Hanya beberapa stakeholders yang memiliki personality yang tinggi diantaranya ketua POSKO, Dinas Pertanian dan aparat desa. Ketiga pihak itu mampu mendengarkan aspirasi masyarakat, mampu bergaul dengan masyarakat pada proses perencanaan. Sedangkan 33.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders terbilang sedang dan 16.7% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam tahap perencanaan termasuk tinggi. Responden yang menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam perencanaan rendah salah satunya bapak MDA, penuturannya sebagai berikut: “Dulu mah, waktu perencanaan di kantor desa banyak yang ikut dari dinas. Tapi yang sering ngobrol sama mayarakat paling mas Ngali orang bapeda trus ngajak pak bakri ketua POSKO sama pak kades muter-muter desa bikin perencanaan wilayah” MDA.
55
Perencanaan agropolitan lebih banyak mengundang masyarakat dengan metode diskusi atau FGD (Focus Group Discussion), dalam perencanaan juga terdapat sosialisasi di balai desa Karacak. Saat FGD atau lokakarya tersebut juga dominasi peran banyak dilakukan oleh Dinas Pertanian dan BAPPEDA saja, koordinasi dan keterbukaan dalam pembahasan program masih kurang sehingga masyarakat merasa bahwa pengaruh mereka rendah terhadap masyarakat. Koordinasi terjadi hanya dari pihak dinas kepada ketua POSKO atau aparat desa setempat seperti Kepala Desa. Pengaruh Stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan Pengaruh stakeholders pada tahap pelaksanaan dilihat dari pengaruh stakeholders dalam tiga indikator yaitu dukungan dana, jaringan dan personality stakeholders selama pelaksanaan program agropolitan tersebut dalam program pengembangan sumberdaya manusia, program pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Masing-masing stakeholders tentunya memiliki pengaruh sesuai dengan karakteristik yang berbeda pada masing-masing program (Gambar 8). 3.3% 13.3%
83.4%
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 8 Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam pelaksanaan program agropolitan Pengaruh stakeholders dalam program agropolitan termasuk sedang. Penyataan tersebut didukung dengan data menunjukan bahwa 13.3% responden menyatakan pengaruh stakeholders rendah sedangkan 83.3% responden menyatakan pengaruh stakeholders sedang dalam keseluruhan program agropolitan dan 3.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam tahap pelaksanaan tinggi. Pengaruh stakeholders dalam setiap program tentunya berbeda. Pada program pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan budidaya, Dinas Pertanian memegang pengaruh yang sangat besar mulai dari dukungan dana, jaringan dan memiliki personality yang baik, mampu dekat dengan masyarakat sebagai dinas yang bertanggung jawab dalam pengembangan sumberdaya manusia dan budidaya pertanian seperti dituturkan bapak SPR berikut: “Kalau penyuluhan, SLPHT atau bantuan pertanian yang banyak membantu mah Dinas Pertanian. Orang dinasnya juga sering deket ama kelompok tani. Mau ngobrol ama petani atau kadang nanyain pendapat petani gimana baiknya program agropolitan ini” SPR.
56
Pengaruh stakeholders pada program agropolitan juga ditentukan oleh tanggung jawabnya pada tupoksi, misalnya Dinas Bina Marga ternyata hanya berpengaruh pada tahap pelaksanaan khususnya program peningkatan infrastruktur, karena tugas pembuatan jembatan dan peningkatan jalan diberikan kepada pihak ketiga yaitu kontraktor, sehingga interaksi dengan masyarakat sangat kurang. Apalagi dalam program pengembangan permodalan, peran koperasi Al-ikhsan masih sangat dominan pada awal tahun 2006 sampai tahun 2008 dalam memberikan pinjaman dan penampungan hasil panen. Namun, akibat mekanisme pembayaran pinjaman yang terhambat sehingga koperasi kehabisan modal, ditambah lagi dengan iuran anggota yang tersendat. Upaya menampung hasil panen dan menjual kembali dengan harga yang stabil telah dilakukan oleh koperasi Al-ikhsan, namun terhambat karena kondisi sekarang, kepemilikan pohon manggis banyak dialihkan kepada investor luar desa menyebabkan masyarakat tidak mempunyai hak untuk memutuskan penjualan manggis. Pengaruh Stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan Evaluasi secara formal oleh pihak dinas anggota POKJA agropolitan sebenarnya sudah dilaksanakan tahun 2010-2011 namun hanya mengikutsertakan dinas dan ketua POSKO saja. Sementara masyarakat tidak diikutsertakan secara langsung. Hal ini menyebabkan pengaruh stakeholders rendah pada saat evaluasi program agropolitan seperti yang ditunjukkan secara rinci pada Gambar 9. 3.3%
96.7%
Rendah
Gambar 9
Sedang
Tinggi
Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam evaluasi program agropolitan
Gambar 9 menunjukan bahwa 96.7% responden menyatakan pengaruh stakeholders rendah sedangkan 3.3% responden menyatakan pengaruh stakeholders sedang. Evaluasi secara non-formal sering dilaksanakan dalam perkumpulan kelompok tani yang diinisiasi oleh ketua POSKO agropolitan sehingga pengaruh terbesar dalam evaluasi adalah ketua POSKO agropolitan namun pihak lain yang tidak mengundang masyarakat untuk evaluasi langsung seperti dinas kabupaten dianggap memiliki pengaruh yang rendah pada evaluasi program, seperti yang di sampaikan oleh bapak SSD berikut: “Dari dinas belum pernah ngajak buat evaluasi agropolitan, ya ibaratnya ngukur bareng sama masyarakatlah apakah sebenernya agropolitan ini udah berhasil apa belum, kedepannya mau digimanain. Paling kita evaluasi ya rapat bareng ama ketua POSKO di Cengal. Mungkin ada evaluasi bareng ama Dinas Pertanian tapi yang diundang yang ketua POSKO ama aparat desa doang” SSD
57
Kepentingan stakeholders dalam Penyelenggaraan Program Agropolitan Tingkat kepentingan stakeholders merupakan variabel dari peran stakeholders dengan melihat seberapa penting keberadaan stakeholders tersebut bagi masyarakat, diukur dari tujuan keterlibatan stakeholders dan aksi dimasyarakatnya seperti dikutip dalam Budimanta dkk (2008) bahwa stakeholders pasti memiliki tujuan tertentu ketika bergabung dalam suatu program. Kepentingan stakeholders dalam penyelengaraan program agropolitan dilihat dari kepentingannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Analisis stakeholders berbasis kepentingan mampu membantu klarifikasi motivasi keterlibatan stakeholders demi kepentingan pribadi, kepentingan organisasi maupun kepentingan masyarakat dalam melaksanakan program (Mayer 2001). Kepentingan stakeholders dalam keseluruhan penyelenggaraan program agropolitan dapat dilihat dari Gambar 10. 6.7%6.7%
86.6%
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 10 Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan Gambar 10 menunjukan bahwa 6.7% responden menyatakan kepentingan stakeholders terhadap program agropolitan rendah sedangkan 86.7% responden menyatakan bahwa kepentingan stakeholders sedang dan 6.7% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki kepentingan yang tinggi dalam tahap pelaksanaan program agropolitan. Hasil tersebut menunjukan bahwa secara umum kepentingan stakeholders adalah sedang pada penyelenggaraan program agropolitan. Beberapa stakeholders memang tidak dikenal secara dekat oleh masyarakat seperti perwakilan dari Dinas Bina Marga, Dinas Peternakan, Dinas Koperasi dan UKM, serta Rabo Bank namun dari hasil program yang belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan dalam pelaksanaan programnya juga tidak melibatkan masyarakat maka masyarakat menganggap kepentingan mereka hanya menjalankan tugas dari organisasi. Hal ini didukung oleh pernyataan bapak MNN sebagai berikut: “Saya nggak tau kalau ada dinas koperasi, dinas peternakan, terus ada rabo bank juga yang gabung di agropolitan desa Karacak ini, yang saya sering tau paling dinas pertanian, BAPPEDA, penyuluh, koperasi AL-ikhsan itu aja sebagai anggota kelompok tani saya sendiri jarang diajak programnya, dapet pinjamannya juga nggak” MNN.
58
Penjelasan tersebut menyatakan bahwa kepentingan disebabkan juga oleh kinerja suatu pihak dalam pelaksanaan program (Groenendijk 2003). Jika masyarakat melihat kinerjanya rendah atau pihak tersebut mencari peluang untuk menguntungkan diri sendiri biasanya kepentingan bagi masyarakatnya rendah. Kepentingan stakeholders juga dipengaruhi pandangan masyarakat terhadap stakeholders tersebut. Misalnya yang pihak yang berkonflik sering memandang berbeda kepentingan stakeholders dan sering melakukan prasangka buruk pada stakeholders tersebut. Bapak SHT merupakan pihak yang berkonflik dengan Ketua Gapoktan maka pandangannya terhadap Ketua Gapoktan memiliki kepentingan yang rendah dan hanya mementingkan diri sendiri seperti disampaikan bapak SHT sebagai berikut: “Kalau ketua gapoktan itu kepentingannya rendah, saya sering nggak dapet bantuan, mungkin bantuan itu malah buat kepentingan individu atau orang terdekatnya aja” SHT.
Kepentingan stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan Kepentingan stakeholders dalam perencanaan program dilihat dari kepentingan stakeholders dalam membuat masterplan maupun kinerjanya dalam pelatihan fasilitator agropolitan yang diwujudkan dengan pelatihan PPS (Penyuluh Pertanian Swadaya), lokakarya/sosialisasi wilayah agropolitan yang dilaksanakan baik ditingkat kabupaten maupun ditingkat desa. Hasil dari lokakarya tersebut antara lain: pembagian zona wilayah agropolitan, penyusunan rencana program agropolitan dan pemetaan wilayah dalam rangka perencanaan program agropolitan. Tingkat kepentingan stakeholders pada perencanaan program, terlihat dari seberapa besar kinerja stakeholders untuk memenuhi kepentingan masyarakat ataupun organisasi dapat dilihat pada Gambar 11. 26.7%
73.3%
Rendah
Gambar 11
Sedang
Tinggi
Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam perencanaan program agropolitan
Gambar 11 menunjukan bahwa 73.3% responden menyatakan stakeholders memiliki kepentingan yang sedang dalam perencanaan program agropolitan sedangkan 26.7% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki kepentingan yang tinggi dalam tahap perencanaan program agropolitan. Secara garis besar pada saat perencanaan tingkat kepentingan stakeholders adalah rendah.
59
Kepentingan stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan Kepentingan stakeholders dalam penyelengaraan program agropolitan dilihat dari kepentingannya dalam penyelenggaraan program pengembangan SDM, pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Kepentingan erat kaitannya dengan keberadaan stakeholders tersebut dalam program. Renald Kasali dalam Wibisono (2007) menjelaskan bahwa stakeholders primer dalam sebuah program merupakan stakeholders paling penting. Pada pelaksanaan program agropolitan stakeholders primer yaitu pihak Dinas Pertanian, aparat desa, ketua POSKO agropolitan Desa Karacak. Tingkat kepentingan stakeholders pada pelaksanaan program dapat dilihat pada Gambar 12. 13.3% 86.7%
Rendah
Gambar
12
Sedang
Tinggi
Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam pelaksanaan program agropolitan
Gambar 12 menunjukan bahwa 86.7% responden menyatakan stakeholders memiliki kepentingan yang sedang dalam pelaksanaan program agropolitan sedangkan 13.3% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki kepentingan yang tinggi dalam tahap pelaksanaan program agropolitan. Dapat disimpulkan bahwa kepentingan stakeholders berada pada tingkat sedang. Kepentingan berada pada tingkat sedang diakibatkan oleh ada stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi misalnya Ketua Gapoktan dan terdapat stakeholder yang kepentingannya sangat rendah misalnya LSM sehingga ketika ditotalkan hasilnya sedang. Bapak AMR yeng merupakan ketua kelompok tani yang selama ini berinteraksi dengan ketua POSKO menyatakan bahwa kinerjanya sebagai ketua POSKO didasari oleh motif mensejahterakan anggotanya, keputusan yang diambil dipertimbangkan menurut kebutuhan anggota kelompok tani dan dalam pembagian bantuannya selalu adil pada setiap kelompok tani. “…Niat orang membantu kan kita nggak tau, banyak yang ngakunya jadi pimpinan atau perwakilan dari dinasnya misalnya ngasih bantuan kaya bantuan buat gudang manggis untuk kepentingan masyarakat, tapi prosesnya sendiri nggak mentingin kebutuhan masyarakat yang penting program jalan. Kalau pak Bakri sih saya kenal orangnya baik, sebagai ketua POSKO agropolitan dia bener-bener ngarahin masyarakat, sering nanyain kira-kira perlu bantuan apa, perlu program apa, perlu pelatihan apa. Pokoknya serius banget ngejalanin agropolitan ini untuk kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok tani” AMR.
60
Kepentingan stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan Kepentingan stakeholders dalam evaluasi program dilihat dari kepentingan stakeholders dalam menilai keberhasilan program serta pelaporan hasil program agropolitan pada masyarakat. Dalam sebuah program tentunya pengukuran evaluasi harus berdasarkan kepada tujuan program. Tujuan program agropolitan adalah mensejahterakan masyarakat, namun masih ada stakeholders memiliki tujuan yang berbeda dengan tujuan program sehingga perlu dilihat sejauhmana pelaksanaan program yang dibawanya membantu masyarakat.
53.3%
Rendah
46.7%
Sedang
Tinggi
Gambar 13 Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam evaluasi program agropolitan Gambar 13 menunjukan bahwa 53.3% responden menyatakan stakeholders memiliki kepentingan yang sedang dalam evaluasi program agropolitan sedangkan 46.7% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki kepentingan rendah dalam tahap perencanaan program agropolitan. Hal ini dipengaruhi oleh tahap evaluasi program bersama dinas, LSM, dan lembaga keuangan yang tidak dilaksanakan di Desa Karacak. Pelaksanaan evaluasi ini dilakukan di kalangan anggota POKJA agropolitan, tidak melibatkan masyarakat hanya mengundang ketua POSKO serta aparat desa, hal tersebut yang menyebabkan kepentingan stakeholders rendah. Namun, evaluasi non formal juga dilaksanakan oleh stakeholders yang memiliki kepentingan yang tinggi dalam evaluasi yaitu ketua POSKO. Ketua POSKO dalam rapat bulanan selalu mengadakan evaluasi dan mengarahkan program agropolitan kedepannya bersama dengan BP3K dan pemerintah Kecamatan. Klasifikasi Stakeholders Setiap stakeholders memiliki alasan keterlibatannya dalam program agropolitan sehingga memungkinkan terdapat stakeholders yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi tujuan keterlibatannya. Sesuai dengan langkah-langkah dalam melakukan klasifikasi stakeholders, langkah dimulai dari melakukan identifikasi stakeholders, mengelompokan dan membedakan antar stakeholders kemudian menyelidiki hubungan antar stakeholders (Groenendijk 2003). Hasil penilaian atribut stakeholders meliputi kepentingan dan pengaruh stakeholders pada program agropolitan berdasarkan hasil kuesioner, observasi, wawancara dan penelusuran dokumen. Klasifikasi stakeholder dalam program agropolitan dijelaskan pada Gambar 14.
61
A
B
D
C
Gambar 14 Klasifikasi stakeholders Penilaian tinggi dan rendahnya tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders didasarkan pada posisi masing-masing dalam kaitannya dengan peran stakeholders, merujuk pada hasil penelitian Sriani (2012) terdapat pihak yang berkepentingan secara legal menurut mandat pemerintah pusat yang dibebankan sebagai tanggung jawab, contohnya dinas Kabupaten Bogor dan ada juga yang berkepentingan riil terhadap sumberdaya, baik dalam dalam hal pengelolaan maupun pemanfaatan, contohnya lembaga keuangan seperti KBU AlIkhsan. Namun sayangnya kelompok tani sebagai lembaga informal kecil tidak memiliki wewenang atas pelaksanaan program ini. Keberadaan mereka tidak memiliki kewenangan untuk menentukan program agropolitan yang berlaku. Dinas Pertanian memiliki kepentingan tinggi, setiap pelaksanaan program agropolitan. Dinas Pertanian mengutamakan pendapat masyarakat, selain itu juga memberikan bantuan mulai dari pelatihan sampai dengan bantuan asiltan kepada masyarakat demi kepentingan masyarakat. Dinas Pertanian juga memiliki pengaruh yang tinggi karena merupakan dinas yang mendominasi sebagian besar program yang dilaksanakan di wilayah agropolitan Desa Karacak. Keikutsertaan Dinas Pertanian pada mekanisme program agropolitan akan memberikan kontribusi yang besar bagi berjalannya program ini seperti dinyatakan oleh Kepala Desa Karacak sebagai berikut: “Program agropolitan sebagian besar ditujukan untuk mendukung kemajuan pertanian di Desa Karacak sehingga pihak yang paling sering bikin program buat petani di Karacak ya Dinas Pertanian. Mulai dari sosialisasi di Desa, pelatihan budidaya manggis, ngasih bantuan modal melalui PUAP dan pembagunan gudang ini atas usulan dinas pertanian” Kepala Desa Karacak.
62
BAPPEDA berperan dalam mempersiapkan masterplan di tingkat kabupaten sampai ke tingkat desa, menentukan program dan melaksanakan program pengawasan kawasan agropolitan, selain itu mendorong kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung program pengembangan kawasan agropolitan. Sebagai pengelola kawasan yang biasanya diwakili oleh BAPPEDA, dinas ini juga mengatur koordinasi antara dinas sektoral yang berkepentingan dalam agropolitan. Sedangkan ketua POSKO agropolitan dan Ketua Gapoktan merupakan perwakilan masyarakat yang memiliki kepentingan yang tinggi karena mereka membawa aspirasi masyarakat sekaligus menyalurkan bantuan yang diinisiasi oleh pemerintah kepada masyarakat. Aparat desa memiliki pengaruh yang tinggi karena program agropolitan ini berada di wilayah administratif pemerintahan Desa Karacak sehingga perizinan pelaksanaan program di desa harus melewati aparat desa khususnya Kepala Desa. Penyuluh pertanian dan akademisi memiliki pengaruh yang tinggi namun kepentingan yang rendah bagi masyarakat karena memiliki peran sebagai penyampai informasi kepada masyarakat maupun pemberi masukan kepada pemerintah bagaimana seharusnya mekanisme program agropolitan. Pada kelompok stakeholders yang memiliki pengaruh dan kepentingan rendah ada BP4K, BP3K, Dinas Koperasi, UKM dan perindustrian, LSM dan lembaga keuangan (Koperasi KBU Al–Ikhsan, PT Agung Mustika Selaras, dan Rabo Bank). Keberadaan mereka hanya dianggap sebagai pihak yang terlibat sesaat pada saat penyelenggaraan program agropolitan tahun 2004-2010. Berdasarkan matriks tersebut, wilayah A, B, dan C merupakan stakeholders kunci yang dapat mempengaruhi mekanisme secara signifikan sedangkan kotak D merupakan stakeholders yang tidak mempengaruhi program secara signifikan. Implikasi dari keberadaan stakeholders pada masing-masing kotak adalah klasifikasi/pengolongan stakeholders menurut IFC (2007) sebagai berikut : a) Wilayah A merupakan stakeholders dengan tingkat pengaruh tinggi dalam implementasi program agropolitan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi tetapi memiliki kepentingan yang rendah digolongkan menjadi keep statisfied pada mekanisme program agropolitan. Stakeholders yang termasuk keep statisfied adalah Dinas Peternakan, penyuluh pertanian dan akademisi b) Wilayah B merupakan stakeholders dengan tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi dalam program agropolitan digolongkan menjadi manage closely. Stakeholders yang termasuk manage closely adalah Ketua Gapoktan, Ketua POSKO, aparat desa, Dinas Pertanian dan BAPPEDA Kabupaten Bogor. c) Wilayah C merupakan stakeholders yang memiliki pengaruh rendah tetapi kepentingannya tinggi dalam program agropolitan digolongkan menjadi keep informed. Stakeholders yang termasuk dalam keep informed adalah Dinas Bina Marga d) Wilayah D merupakan stakeholders pada kuadran ini memiliki pengaruh dan kepentingan yang rendah dalam program agropolitan digolongkan menjadi monitor. Stakeholders yang termasuk dalam monitor adalah, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, Perdagangan dan UKM, BP3K, BP4K, LSM dan Lembaga Keuangan ( Koperasi KBU Al–Ikhsan, PT Agung Mustika selaras, dan Rabo Bank)
63
Matriks tersebut menjelaskan posisi stakeholders dalam program agropolitan. Dinas Bina Marga sebagai Keep Informed harus memiliki inisiatif khusus mengajak masyarakat terlibat dalam programnya bila menginginkan program yang dilaksanakannya lancar dan keberlanjutan. Ketika masyarakat mengikuti suatu program dan berinteraksi dengan stakeholder pelaksana program maka stakeholder tersebut akan dikenali masyarakat sehingga ketertarikan masyarakat dengan programnya pun diharapkan akan meningkat. Bentuk partisipasi yang diharapkan juga bukan hanya partisipasi dalam memberikan pendapat namun juga bersedia menyumbang tenaga untuk pembangunan infrastruktur program agropolitan. Di sisi lain Ketua Gapoktan, Ketua POSKO, aparat desa, Dinas Pertanian dan BAPPEDA Kabupaten Bogor. sebagai pihak yang digolongkan menjadi manage closely yang menentukan kesuksesan berjalannya program agropolitan serta keberlanjutan program agropolitan. Pihak tersebut mampu membangun jaringan dengan stakeholders lainnya. Agar program berjalan dengan baik, stakeholders lainnya harus menjalin kerjasama dan hubungan baik dengan pihak yang digolongkan dalam manage closely tersebut. Stakeholders yang berperan sebagai keep statisfied dalam program ini adalah Dinas Peternakan, penyuluh pertanian dan akademisi yang membutuhkan manajemen dan dukungan yang lebih besar lagi dari pihak manage closely dalam melanjutkan program agropolitan kedepannya. Stakeholders ini mampu mempegaruhi jalannya program agropolitan dan menghambat program bila tidak dilibatkan, sehingga harus diperhatikan. Sedangkan stakeholders yang menjadi crowd yaitu Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan, BP3K, BP4K, LSM dan lembaga keuangan bukan merupakan subyek atau pihak yang berpengaruh besar dalam keberlanjutan program agropolitan, sehingga hanya dibutuhkan monitoring dan evaluasi dalam prioritas yang rendah. Kenyataannya pada saat pelaksanaan pihak yang tergolong dalam crowd tersebut hadir, namun intensitasnya tidak sebanyak pihak yang berada pada wilayah manage closely, keep informed dan keep statisfied. Penggolongan tersebut berlaku pada saat penyelenggaraan program agropolitan tahun 2004-2010. Penggolongan tersebut berubah ketika terdapat perubahan tanggungjawab dan wewenang pada masing-masing stakeholders dalam rangka penyelenggaraan program agropolitan periode berikutnya. Hal ini terjadi di tahun 2009 ketika kemudian leading sector program agropolitan diserahkan kepada Dinas Pertanian maka pihak BP4K dan BP3K memegang peranan penting dalam agropolitan yang saat ini didominasi dengan program pembinaan PPS. Keseluruhan peran tersebut kemudian terangkum dalam Tabel 11 yang menjelaskan keterlibatan stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan, dilihat dari perannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Keterlibatan ini memperlihatkan motif keikutsertaan serta proses keterlibatan stakeholders dalam program agropolitan.
64
Tabel 11 Keterlibatan stakeholders dalam setiap tahapan program agropolitan Tahapan Penyelenggaraan Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Evaluasi
Stakeholders yang terlibat dalam tahapan penyelenggaraan serta bentuk keterlibatannya. Dinas Kabupaten: Menyusun perencanaan keseluruhan teknis maupun administratif, diantaranya penunjukan tempat pusat kawasan agropolitan, pembuatan masterplan, menyusun anggaran dana pembangunan Pemerintah Desa/Kecamatan: Pemberian informasi program kepada masyarakat dan perizinan program Akademisi: Membantu dinas menyusun masterplan dan saran terkait program Ketua Gapoktan dan ketua POSKO: menjadi penyalur informasi dan pihak yang menjelaskan detail program kepada masyarakat BAPPEDA: Pemberi perizinan terhadap dinas yang ingin melaksanakan program di kawasan agropolitan sekaligus pihak yang menentukan anggaran dana yang diperlukan program. Dinas Pertanian dan kehutanan serta dinas Perternakan dan Perikananan : Penanggungjawab program pengembangan SDM, dan pengembangan budidaya. Mengatur dan memberi insentif pada PPS setiap POSKO. Setelah tahun 2009 melakukan koordinasi dengan BP3K dan BP4K untuk melanjutkan program agropolitan periode 2004-2010. Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian: Penanggungjawab program pengembangan permodalan dan mengatur pelaksanaan programnya bekerja sama dengan Dinas Pertanian Dinas Bina Marga bekerjasama dengan BAPPEDA mengatur program peningkatan fasilitas dan infrastruktur dikawasan agropolitan. Lembaga Keuangan (Koperasi Al-ikhsan dan Rabo Bank): Memberikan pinjaman kepada masyarakat maupun menampung hasil panen Pemerintah Desa/Kecamatan: memiliki fungsi perizinan, namun dalam pelaksanaannya, tidak terlibat langsung Ketua Gapoktan dan ketua POSKO: menjadi penyalur informasi dan pihak yang menjelaskan detail program kepada masyarakat Dinas Kabupaten: Pelaksanaan evaluasi secara formal hanya dengan anggota POKJA saja tanpa memberitahu masyarakat Pemerintah Desa/Kecamatan: hanya sebatas mengetahui, namun tidak dilibatkan dalam evaluasi (dianggap terlalu rumit birokrasinya) Ketua POSKO: Dilibatkan dalam evaluasi karena keterlibatannya sebagai anggota POKJA.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN Partisipasi masyarakat dalam program agropolitan ditentukan oleh karakteristik responden. Bab ini membahas karakteristik partisipan yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini. Karakteristik partisipan yang di ukur adalah tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan umur. Responden terebut mewakili masyarakat yang diteliti tingkat partisipasi dalam program keseluruhan. Bab ini juga menggambarkan sejauh mana partisipasi masyarakat melalui tangga partisipasi Arnstein (1969) dalam program agropolitan ditahun 2004-2010 di Desa Karacak baik secara keseluruhan, tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Tentunya partisipasi tersebut dapat dilihat sebagi bentuk partisipasi masyarakat sehingga dijelaskan pula bentuk partisipasi disetiap tahapan program. Karakteristik Partisipan Program agropolitan sebagian besar berkaitan dengan pertanian sehingga dalam pelaksanaannya, sasaran utama program adalah petani. Menurut Ariyani (2007) program pembangunan akan keberlanjutan jika masyarakatnya berpartisipasi melalui kelembagaan yang terdapat dimasyarakat. Berdasarkan prinsip tersebut, program agropolitan diimplementasikan melalui kelembagaan petani yaitu kelompok tani. Secara keseluruhan karakteristik partisipan program dilihat dari pengetahuan terhadap program, umur partisipan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Umur Kondisi umur anggota kelompok tani di Desa Karacak sebagian merupakan kaum dewasa yang berada diatas 18 tahun. Hal ini bisa disebabkan karena minat anak muda dibidang pertanian khususnya di Desa Karacak masih rendah. Mayoritas merupakan petani laki-laki yang bekerja di sawah atau kebun. Peran koordinasi dengan Ketua Gapoktan maupun ketua POSKO juga di dominasi oleh petani laki-laki. Profesi sebagai petani diminati oleh kalangan laki-laki yang berumur lebih dari 50 tahun. Berhubung mekanisme program agropolitan disalurkan melalui kelompok tani maka penerima program agropolitan didominasi oleh anggota kelompok tani. Serupa dengan hal tersebut pada Gambar 6 menunjukan bahwa sasaran program agropolitan yang berusia dewasa lanjut (berumur 50 tahun ke atas) sebanyak 50%, mereka kebanyakan merupakan pensiunan yang memiliki lahan yang luas sehingga masih bertahan sebagai petani dengan menggarap lahan pribadi sesuai dengan penyataan bapak SMD berikut: “Saya itu neng umurnya udah tujupuluan, dulu sih pensiunan PLN tapi sekarang udah nggak kerja. Nah, berhubung masih punya sawah ya kesawah aja sambil nanem-nanem padi kan lumayan daripada dirumah nggak ngapa-ngapain terus ada tawaran gabung ke kelompok tani, ikutan agropolitan, nah ya udah tuh, saya ikut aja.” SMD.
66
Berbeda dengan alasan tersebut terdapat 43.3% penerima program merupakan anggota yang tergolong dewasa madya yang berumur 30-50 tahun. Mayoritas dari mereka menjadikan aktivitas pertanian sebagai aktivitas sehari-hari. Sisanya sebesar 6.7% penerima program merupakan anggota kelompok tani yang tergolong dewasa dini yang berumur 18-29 (Gambar 15). 6,7% 50%
Dewasa Dini
43,3%
Dewasa Madya
Dewasa Lanjut
Gambar 15 Persentase umur penerima program agropolitan Hal ini berimplikasi pada keberlanjutan program agropolitan, mengingat banyaknya golongan tua yang berpartisipasi maka regenerasi program sangat kurang. Pelaksanaan program juga menjadi terhambat akibat keterbatasan mobilitas karena kondisi kesehatan anggota. Selain itu terdapat kesulitan ketika pengajuan program, biasanya program agropolitan ini diajukan ke pemerintah kabupaten kemudian disetujui dan dilaksanakan. Seringkali ketika dana akan dibagikan ternyata nama anggota kelompok tani yang tertera pada proposal pengajuan telah meninggal. Jenis Pekerjaan Sebagian besar jenis pekerjaan penerima program merupakan petani yaitu sebanyak 60% (Gambar 16). Seperti yang telah dibahas sebelumnya, sasaran program agropolitan merupakan petani, terutama yang telah bergabung dikelompok tani. Sasaran agropolitan sendiri sebenarnya merupakan masyarakat luas, namun berhubung terdapat mekanisme pengajuan program hanya bisa dilakukan oleh kelompok tani maka mayoritas penerima program merupakan petani. Sisanya sebanyak 13% bekerja sebagai wiraswasta. Mereka merupakan anggota kelompok tani yang memiliki lahan pertanian untuk dikerjakan, namun hanya pada saat libur/mengisi waktu senggang. Motif keterlibatan mereka dalam kelompok tani agar mendapat kemudahan mendapatkan bantuan asiltan serta informasi teknologi pertanian. Mengingat program agropolitan juga banyak berhubungan dengan aparat desa, maka terdapat 3% aparat desa yang juga bertani dan menjadi anggota kelompok tani. Sisanya sebanyak 17% merupakan anggota kelompok tani yang sudah pensiun atau bekerja sebagai buruh bangunan di Desa Karacak. Golongan kelompok ini biasanya memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani dan kemudian bergabung menjadi kelompok tani.
67
3%
17% 13%
60%
7%
Petani
Buruh Tani
Wiraswasta
Aparat Desa
Lainnya
Gambar 16 Persentase jenis pekerjaan penerima program agropolitan Keadaan tersebut menunjukan bahwa penyaluran program agropolitan untuk meningkatkan pendapatan petani telah tepat sasaran yaitu ditujukan kepada anggota kelompok tani. Namun kelemahannya, jika melihat bahwa agropolitan merupakan program pengembangan kawasan yang harus didukung oleh banyak pihak termasuk semua elemen masyarakat, maka program agropolitan perlu merangkul kembali elemen masyarakat terutama pedagang/wirausaha agar bermitra dengan petani. Tingkat Pendidikan Sebagian besar, yaitu sekitar 60% responden dari kelompok tani, hanya mampu mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD) sedangkan 27% petani mampu bersekolah sampai tingkat SMP (Gambar 17). Namun beberapa kelompok tani juga telah menempuh pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi sebanyak 3% dan sisanya yaitu 10% telah menempuh pendidikan hingga SMA. Kondisi tersebut sebanding dengan tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut disebabkan karena akses dan ketersediaan sekolah menengah maupun sekolah menengah atas masih kurang. Melihat data umur responden merupakan golongan tua, sebagian besar yang terhitung sebagai murid sekolah rakyat (pada zaman dahulu tingkatan SD masih setara dengan sekolah rakyat). Keadaan tersebut berimplikasi pada rendahnya kemampuan membaca dan menulis anggota kelompok tani sehingga seringkali ketika membuat proposal pengajuan program hanya dilaksanakan oleh Ketua Gapoktan-nya saja sesuai dengan pernyataan bapak NL sebagai berikut: “Anggota Gapoktan jarang yang bisa bikin proposal, boro-boro bikin. Baca aja kadang nggak bisa. Biasanya kita tinggal tanda tangan di proposal sama nerima bantuan dananya aja. Ya, gitulah neng namanya juga program pemerintah kan ya?” NL
Rendahnya pengetahuan tersebut juga menyebabkan kesulitan dalam menyerap materi melalui modul yang diberikan pada saat pelatihan budidaya yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian. Akibatnya pada saat pelatihan, penyuluh lebih sering menggunakan metode lain yaitu langsung mempraktekan materi daripada menjelaskannya melalui tulisan.
68
3% 10% 27% 60%
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Gambar 17 Persentase tingkat pendidikan penerima program Data diatas menggambarkan responden sesuai dengan karakteristik populasi masyarakat Desa Karacak yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa teknik pengambilan sampel yang digunakan sudah mewakili keadaan responden untuk variabel umur, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Tingkatan Partisipasi Masyarakat Tingkat partisipasi digunakan untuk melihat sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam program agropolitan dari perencanaan di tahun 2004, pelaksanaan, dan evaluasi di tahun 2010. Banyak program yang terintegrasi dalam program agropolitan Kabupaten Bogor, namun program yang dibahas dalam penelitian kali ini adalah program yang diimplementasikan pada masyarakat Desa Karacak yaitu: Program Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM), Program pengembangan budidaya, Program Pengembangan Permodalan dan Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan Tingkat partisipasi adalah derajat keikutsertaan anggota dalam semua tahapan kegiatan sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Adapun kedelapan tingkatan partisipasi tersebut yaitu tahap manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penenangan, kemitraan, pendelegasian kekuasaan, dan kontrol masyarakat kemudian diringkas menjadi citizen power, tokenisme dan nonpartisipasi (Arnstein 1969). Masa perencanaan diisi dengan sosialisasi dengan mengundang masyarakat khususnya kelompok tani melalui lokakarya agropolitan tingkat desa dengan fasilitas dari POKJA agropolitan sedangkan masa pelaksanaan diisi dengan program pengembangan kawasan, lalu masa evaluasi dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang mengukur keberhasilan program agropolitan. Dalam tahapannya keseluruhan program tentunya memerlukan partisipasi masyarakat. Secara keseluruhan partisipasi masyarakat masih berada di tingkat tokenisme seperti yang diperlihatkan pada Tabel 12 berikut.
69
Tabel 12 Jumlah dan presentase tingkat partisipsi masyarakat dalam program agropolitan Tahap Pelaksanaan
Tingkatan Partisipasi Masyarakat Non Partisipasi
%
Tokenisme
%
Citizen Power
%
Keseluruhan
12
40.0
16
53.3
2
6.7
Perencanaan
19
63.3
8
26.7
3
10.0
Pelaksanaan
8
26.7
20
66.7
2
6.7
22
73.3
6
20.0
2
6.7
30
100
30
100
30
100
Evaluasi Total
Tabel 12 menjelaskan jumlah dan persentase partisipasi masyarakat dalam keseluruhan program, yang juga digambarkan pada setiap tahapan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Secara keseluruhan program tingkatan partisipasi masyarakat mayoritas berada pada tingkat tokenisme sebanyak 53.3%. Penjelasan secara lengkap dapat dijelaskan dengan penjelasan pada tiap tahapan sebagai berikut: Partisipasi masyarakat dalam keseluruhan program agropolitan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program agropolitan dapat dilihat pada Gambar 18. 6.7% 40.0% 53.3%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 18 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program agropolitan Gambar 18 menunjukan sebaran partisipasi responden berdasarkan tiga penggolongan partisipasi. Secara keseluruhan tingkatan partisipasi masyarakat berada di tingkat citizen power sebanyak 6.7% sedangkan 40% responden berada di tingkat non–partisipasi, sementara sebagian responden berada di tingkat partisipasi tokenisme yaitu sebanyak 53.3%. Gambar tersebut menunjukan bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada program agropolitan tahun 2004-2010 di Desa Karacak masih kurang, secara keseluruhan partisipasi masyarakat sebagian masyarakat masih berada pada derajat partisipasi tokenisme. Hal ini didukung dengan fakta bahwa dalam setiap pelaksanaan tahapan program agropolitan, sebagian masyarakat cenderung hanya memberikan pendapat dan masukan dalam program agropolitan di Desa Karacak periode 2004-2010, namun pengambilan
70
keputusan tentang bagaimana proses pelaksanaannya masih berada pada pihak yang memiliki program tersebut yaitu dinas–dinas yang terkait. Saat pelaksanaan program, fungsi pengaturan biasanya di dominasi oleh Ketua Gapoktan sedangkan anggota Gapoktan hanya melaksanakan perintah yang di sarankan oleh Ketua Gapoktan. Namun terdapat 6.7% orang yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan program agropolitan yang ternyata merupakan Ketua POSKO agropolitan Desa Karacak. Sebanding dengan pemaparan bapak MDR yang menjelaskan bahwa sebagian masyarakat khususnya anggota Gapoktan turut hadir dalam pertemuan pada saat tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan evaluasi: “Kalau program agropolitan mah, dulu sering ada pertemuannya di rumah ketuanya. Dari mulai ngrencanain programnya gimana terus masyarakat nanti ngapain aja, kalau ada kesempatan ngasi pendapat ya kadang saya ikut ngasih saran ke dinas. Kita mah cuma nerima aja kalau ada program agropolitan dari pemerintah.” MDR.
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Perencanaan Perencanaan agropolitan merupakan upaya pengenalan awal program dengan masyarakat, diawali dari sosialisasi di tingkat kabupaten kemudian bersama pemerintah Desa Karacak melaksanakan sosialisasi di tingkat desa melalui lokakarya yang mengundang elemen masyarakat seperti kelompok tani. Output dari sosialisasi di tingkat desa adalah program yang akan diimplementasikan dalam pelaksanaan program agropolitan tahun 2005-2010. Sosialisasi ini penting sebagai langkah awal karena pengembangan agropolitan melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Menurut Uphoff (1977) tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan perencanaan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya. Tingkat Partisipasi masyarakat pada perencanaan dapat dilihat dari Gambar 19. 10.0% 26.7% 63.3%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 19 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam perencanaan program agropolitan Pada tahap perencanaan program agropolitan dapat terlihat bahwa derajat partisipasi masyarakat yang dominan berada di tingkat non partisipasi yaitu sebanyak 63.3% sedangkan sebanyak 26.7% masyarakat berada di tingkat tokenisme sisanya yaitu 10% berada di tingkat citizen power. Ini menunjukan bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam perencanaan masih cenderung kurang. Masyarakat hanya menerima informasi perencanaan Desa Karacak menjadi
71
wilayah agropolitan namun sebagian besar konsep baik berupa tata ruang maupun program kegiatan yang akan dilaksanakan ditentukan oleh dinas yang berwenang. Masyarakat yang berpartisipasi dalam perencanaan hanya sebatas memberikan saran, keputusan tentang pembangunan awal agropolitan masih menjadi wewenang dinas. Keadaan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari bapak BKR bahwa dalam perencanaan hanya beberapa orang yang diundang dan mayoritas merupakan anggota kelompok tani: “ Agropolitan mah dulu nggak terkenal, kita taunya udah ada plang agropolitan. Kalau enggak salah dulu tahun dua ribu limaan ada rapat dikantor desa dari dinas, ngumumin kalo ada program agropolitan di desa Karacak. Kalo bapak karena kelompok tani ya ikut diundang. Nah, pas dateng baru tau kalau ada program namanya agropolitan” BKR.
Perencanaan program agropolitan yang berada di tingkat masyarakat biasanya meliputi sub program yang diusulkan dengan pengajuan dana melalui proposal. Tingkat pendidikan yang rendah ditambah pengetahuan tentang pembuatan proposal pengajuan program yang kurang menyebabkan keterlibatan anggota kelompok tani dalam pengajuan program melalui proposal sangat rendah. Pembuatan proposal biasanya dilakukan oleh ketua kelompok tani, masalah program yang ingin diajukan didiskusikan kembali melalui rapat angota kelompok tani seminggu sekali seperti dituturkan oleh ketua kelompok tani “Bangun Tani” yaitu bapak AMR sebagai berikut: “Sesudahnya berjalan agropolitan, penyuluh sering ngasih arahan program, minta usulan kira-kira petani perlu program apa. Kelompok tani disurung ngajuin dana ke Dinas Pertanian tapi pake proposal, karena yang lainnya nggak bisa bikinnya paling juga saya yang ngrumusin dananya sama bikin proposalnya baru nanti didiskusiin lagi sama anggota” AMR.
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan Secara garis besar seluruh program yang termasuk di kawasan agropolitan merupakan program agropolitan. Tahap pelaksanaan program agropolitan terbagi menjadi 4 program besar yaitu: program pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM), program pengembangan budidaya, program pengembangan permodalan, dan program peningkatan fasilitas infrastruktur. Menurut Uphoff (1977) Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan merupakan keikutsertaan baik dalam bentuk merupakan keterlibatan masyarakat secara keseluruhan dalam melaksanakan rencana program yang telah disepakati. Tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan dapat dilihat pada Gambar 20. 6.7% 26.7%
66.6%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 20 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi program agropolitan
72
Derajat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan sebagian besar berada pada tingkat tokenisme dengan persentase sebesar 66.7% namun masih ada masyarakat yang berada di tingkat non partisipasi sebesar 26.7%. Hasil tersebut menunjukan bahwa masyarakat masih belum mampu menjadi salah satu pihak yang mengambil keputusan untuk menentukan program pengembangan kawasan agropolitan bersama dengan dinas, hanya 6.7% masyarakat yang memiliki wewenang bersama dengan dinas untuk menentukan langkah atau program yang diperlukan dalam pembangunan kawasan agropolitan. Sesuai dengan pernyataan bapak PDL berikut: “ Kalau mau ngajuin program agropolitan biasanya yang bikin proposalnya ketua gapoktan. Jadi kita diundang rapat dulu, diskusi masalah program” PDL.
Secara rinci, pada masing-masing program terdapat perbedaan tingkat partisipasi masyarakat. Dalam pelaksanaan program pengembangan SDM, tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat pada Gambar 21. 16.7%
20.0%
63.3% Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 21 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program pengembangan SDM Gambar 21 memperlihatkan derajat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan. Program pengembangan sumberdaya manusia mendapatkan dukungan dari keikutsertaan masyarakat dengan derajat partisipasi tokenisme sebanyak 63.3% sedangkan 20% masyarakat berada pada tingkat partisipasi tertinggi yaitu citizen power, namun masih ada juga masyarakat yang belum berpartisipasi yaitu sebesar 16.7%. Masyarakat pada program ini hanya sebagai pihak yang difasilitasi oleh dinas baik berupa materi pelatihan, waktu dan tempat pelatihan serta materi pelatihan. Masyarakat sendiri hanya memiliki wewenang untuk mengusulkan jenis pelatihannya, namun yang menentukan tetap pihak dinas. Strategi mengembangkan kawasan agropolitan sebagai kawasan dengan produktifitas budidaya pertanian yang unggul menyebabkan diperlukannya program pengembangan budidaya terutama komoditi unggulan daerah agropolitan. Desa Karacak merupakan penghasil manggis kualitas unggulan sehingga buah manggis ini dijadikan sebagai komoditi unggulan agropolitan desa tersebut. Hal tersebut menjadi alasan program pengembangan budidaya manggis perlu dilaksanakan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan budidaya dilihat pada Gambar 22.
73
10.0% 26.7% 63.3%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 22 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program pengembangan Budidaya Gambar 22 memperlihatkan derajat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan budidaya program agropolitan tahun 2005-2012. Hasilnya sebanyak 63.3% masyarakat berada di tingkat partisipasi tokenisme, namun pada program pengembangan budidaya ini derajat partisipasi masyarakat di tingkat citizen power lebih besar di bandingkan dengan program pengembangan sumber daya manusia yaitu sebesar 26.7%. Sebagian besar program pengembangan budidaya merupakan bantuan berupa input produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, dan bibit tanaman seperti manggis, jagung dan padi. Biasanya setelah bantuan tersebut sampai ke masyarakat dibarengi dengan pelatihan budidaya. Bantuan tersebut disalurkan melalui ketua kelompok tani yang kemudian disalurkan kepada masyarakat maupun anggota kelompok tani. Namun masih terdapat 10% masyarakat yang tidak mendapatkan akses bantuan dan program pengembangan budidaya. Terkait dengan program pengembangan budidaya bapak SHT menjelaskan sebagai berikut: “Sebenernya banyak bantuan dari pemerintah, ada bibit manggis, benih, pupuk ama pestisida. Tahun lalu juga ada bantuan traktor sama senso tapi ya gitu, kadang nggak semua anggota kelompok tani atau masyarakat sini tau ada bantuan” SHT.
Permasalahan permodalan merupakan salah satu permasalahan yang sering dirasakan oleh kelompok tani dalam pengusahaan budidaya pertaniannya. Seringkali karena hal tersebut terjadi ketergantungan terhadap tengkulak. Sistemnya mereka meminjam uang dengan imbalan buah yang belum panen. Mengingat urgensi tersebut maka program pengembangan permodalan diperlukan dalam program agropolitan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan permodalan dapat dilihat pada Gambar 23.
74
10.0% 40.0% 50.0%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 23 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program pengembangan permodalan Gambar 23 menunjukan derajat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan permodalan. Tabel tersebut menunjukan bahwa sebagian masyarakat atau 50% masyarakat berada pada derajat partisipasi tokenisme, sedangkan 40% masyarakat masih belum terlibat, jikalau hadir dalam program mereka tidak mampu berpendapat dan digolongkan dalam derajat partisipasi nonpartisipasi. Sedangkan masyarakat yang berpartisipasi di tingkat citizen power hanya sebesar 10 %. Masyarakat seringkali hanya mendapatkan informasi bahwa ada pinjaman dari pemerintah melalui kelompok tani, namun jarang ada masyarakat yang meminjam, mereka hanya sekedar mengetahui dan memberikan pendapat bagaimana modal tersebut dapat didistribusikan kepada masyarakat. Namun yang menentukan jumlah dana dan sistem pembagian dana yang akan dilaksanakan tergantung dari aturan pemerintah. Sebagaimana diutarakan oleh bapak KM sebagai berikut: “Kalau dana pinjaman dari kelompok tani mah susah, syaratnya banyak. Harus punya usahalah, trus usahanya juga harus yang udah tetap. Orang yang dibolehin minjem juga kadang yang deket sama bendaharanya aja, jadi nggak sembarangan orang bisa minjem” KM.
Ada juga anggota kelompok tani yang menjelaskan bahwa alasan dia tidak terlibat dalam pinjaman atau tidak mau meminjam adalah karena takut tidak dapat mengembalikan tepat waktu seperti disampaikan bapak MGN sebagai berikut: “ Saya dulu pernah ditawarin sama pak samsudin buat minjem uang, tapi takut gak bisa balikinnya. Maklumlah, saya mah hidup gini aja juga udah cukup koq dari hasil tani aja” MGN.
Program pengembangan kawasan agropolitan tentunya memerlukan dukungan infrastruktur yang baik, agar distribusi hasil pertanian maupun mobilitas masyarakat ke hinterland kawasan agropolitan mudah dilaksanakan. Strategi Pengembangan infrastruktur dasar dan infrastruktur pertanian diwujudkan dalam program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Tingkat partisipasi masyarakat pada program peningkatan fasilitas Infrastruktur dapat dilihat pada Gambar 24.
75
30.0%
3.3%
66.7%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 24 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur Gambar 24 menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam program peningkatan infrastruktur masih sangat rendah, lebih dari sebagian responden yaitu sebesar 66.7% tidak berpartisipasi. Namun, terdapat 30% masyarakat yang derajat partisipasinya tokenisme yaitu masyarakat hanya turut serta menyumbang pendapat dalam program peningkatan infrastruktur dan sebanyak 3.3% masyarakat memiliki derajat partisipasi di tingkat citizen power. Masyarakat yang berpartisipasi di tingkat citizen power biasanya orang terdekat dari pemegang kekuasaan seperti Kepala Desa karena individu tersebut mendapatkan wewenang untuk ikut mengatur program bersama dengan Kepala Desa. Data tersebut menunjukan kalau partisipasi masyarakat masih rendah. Partisipasi yang rendah dikarenakan pembangunanya ditentukan langsung oleh pemerintah dalam hal ini diwaikili oleh BAPPEDA dan Dinas Bina Marga yang memfasilitasi peningkatan jalan poros, pembuatan gudang manggis, pembuatan jembatan dan penyediaan air baku. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui program tersebut. Saat pelaksanaan program peningkatan jalan poros dan penyediaan air baku, hanya pihak yang terdekat dengan pemerintahan yaitu aparat desa dan pemerintah kecamatan yang diikutsertakan dalam diskusi pelaksanaan program. Kondisi tersebut juga berlaku saat pelaksanaan program pembangunan jembatan, masyarakat sendiri tidak mengetahui proses perencanaannya, hanya ada beberapa masyarakat yang diikutsertakan sebagai pekerja pembuat jembatan. Seperti yang dijelaskan oleh bapak SKM sebagai berikut: “ Jembatan itu mah yang mbangun dari pemerintah kabupaten, trus di proyekin. Kita sendiri nggak tau siapa yang dapet proyeknya, kemungkinan sih dari aparat desa. Masyarakat mah tinggal terima jadi ajah, kaya bapak ini paling cuma ikut nguli aja sama ngasih saran, nanti dibayar ama yang punya proyeknya” SKM.
Hal ini juga terjadi saat pembangunan gudang manggis agropolitan. Pembangunan diserahkan kepada salah satu aparat desa sehingga masyarakat lain tidak banyak yang mengetahui proses berjalannya program. Namun program ini dinilai tidak merepresentasikan kebutuhan masyarakat terbukti dengan pernyataan bapak UJ sebagai berikut:
76
“ …di bangunnya stasiun manggis itu awalnya tujuannya buat nyimpan manggis, tapi ya nggak tepat, soalnya manggis kan gak butuh di taruh di gudang untuk ngejaga tingkat kematengannya. Biasanya habis panen ya langsung dijual, soalnya kan kalau disimpen dulu kualitas buahnya nggak bagus. Lagian nggak banyak juga yang tahu juga kalau ada gudang manggis di sini” UJ
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Evaluasi Menurut Uphoff (1977) partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam pengumpulan data dan menilai dampak program sesuai indikator keberhasilannya. Secara formal, evaluasi program agropolitan telah dilaksanakan oleh masing-masing dinas dan pemerintah kabupaten namun belum pernah mengikutsertakan masyarakat sehingga partisipasi masyarakat rendah pada saat evaluasi. Masyarakat hanya berpartisipasi secara non formal dengan memberikan masukan terkait program yang sudah dilaksanakan selama ini secara lisan dalam kesempatan rapat kelompok tani. 6.7% 20.0%
73.3%
Non-partisipasi
Tokenism
Citizen power
Gambar 25 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi program agropolitan Gambar 25 menunjukan partisipasi masyarakat dalam evaluasi program agropolitan. Pada tahap evaluasi, partisipasi masyarakat masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari persentase non-partisipasi yaitu sebesar 73.3%. Masyarakat yang mampu memberikan pendapat/masukan terkait dengan keseluruhan program agropolitan digolongkan dalam derajat partisipasi tokenisme hanya sebesar 20% sedangkan yang berada pada derajat citizen power sebesar 6.7%. Hal tersebut dikarenakan secara formal evaluasi bersama antara masyarakat dengan pemerintah belum pernah diadakan, sehingga masyarakat mampu berpartisipasi dalam evaluasi ketika rapat POSKO bersama dengan Ketua Gapoktan ataupun Ketua POSKO lalu pihak tersebut yang menyampaikan kepada pemerintah. Evaluasi Seperti yang disampaikan oleh bapak BKR sebagai berikut; “ Agropolitan itu udah tujuh tahun, harusnya mah ibarat orang dagang mah ada itungannya untuk apa rugi, tapi kalau agropolitan belum pernah ada evaluasi apa sebenernya mau lanjut atau nggak, kita nggak pernah diajak diskusi ama dinasnya” BKR.
77
Bentuk Partisipasi Dianawati (2004) menunjukkan bahwa sebagai indikator partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi tiga hal, yaitu : (1) peluang untuk ikut serta menentukan kebijaksanaan pembangunan; (2) peluang untuk ikut serta melaksanakan pembangunan; dan (3) peluang untuk ikut serta menilai hasil-hasil pembangunan. Dusseldorp yang dikutip oleh Slamet (1989) mencoba membuat klasifikasi dari berbagai tipe partisipasi salah satunya partisipasi berdasarkan cara keterlibatan. Partisipasi ini sangat dikenal dalam partisipasi politik. Dapat dibedakan pada dua jenis, yaitu: Partisipasi langsung yang terjadi bila seorang individu menampilkan kegiatan tertentu di dalam proses partisipasi. Partisipasi tidak langsung yang terjadi bila seorang individu mendelegasikan hak partisipasinya kepada orang lain yang berikutnya akan mewakilinya dalam kegiatan-kegiatan yang lainnya. Bentuk partisipasi masyarakat menurut Uphoff (1977) terbagi menjadi empat macam yaitu menyumbang materi, menyumbang pikiran, dan menyumbang tenaga. Bentuk partisipasi masyarakat dalam program agropolitan sendiri didominasi oleh bentuk partisipasi menyumbang pikiran baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi bahwa tingkat partisipasi tertinggi berada pada tahap tokenisme maka terlihat juga pada Gambar 17 di bawah ini jika bentuk partisipasi masyarakat yang dominan adalah partisipasi dalam menyumbang pendapat baik berupa perbaikan program maupun usulan materi yang diperlukan masyarakat.
Gambar 26 Jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat Gambar 26 menunjukan jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan program agropolitan. Setiap tahapan pembangunan agropolitan, mayoritas masyarakat tidak berpartisipasi pada pada tahap perancanaan dan evaluasi. Bagi masyarakat yang berpartisipasi, mayoritas masyarakat berpartisipasi dengan menyumbang pikiran berupa usulan program dan materi pelatihan serta usulan tempat kegiatan. Sedangkan urutan kedua yaitu menyumbang tenaga dengan ikut hadir dalam program. Urutan yang ketiga yaitu menyumbang dana. Dana yang disumbang sebagian besar merupakan dana iuran untuk pengambilan bantuan bibit manggis, bantuan asiltan seperti pupuk dan dana
78
transportasi ketempat pelatihan. Seperti yang dijelaskan oleh bapak SNP sebagai berikut: “ Sebenernya kalau ada program agropolitan kita nggak pernah iuran, paling cuma ongkos transport aja sama kalo ada bantuan bibit ya kita gantiin ongkos ambil bibit paling cuma dua ribu lima ratus per bibit” SNP.
Tahap perencanaan didominasi dengan sosialisasi dan pengenalan program kepada penduduk setempat atau “pemilik wilayah”. Undangan sosialisasi dan lokakarya yang diadakan tidak disebarkan keseluruh masyarakat sehingga 53% masyarakat tidak berpartisipasi dalam program. Sosialisasi tersebut fokus pada sasaran masyarakat tani yaitu kelompok tani, sehingga 30% masyarakat berpartisipasi secara langsung dengan mengikuti sosialiasasi sekaligus memberikan pendapat. Tahap pelaksanaan program khususnya program pengembangan SDM terbilang mampu menarik masyarakat khususnya kelompok tani untuk berpartisipasi. Partisipasi terbanyak yaitu sebesar 47% berupa partisipasi dalam memberikan pendapat yaitu usulan pelatihan bagi anggota kelompok tani berkaitan dengan manajemen kelompok tani dan usulan tempat pelaksanaan program seperti SPLHT dan pelatihan budidaya manggis maupun padi. Sisanya masyarakat berpartisipasi dalam bentuk dukungan dana berupa dana transportasi sekolah lapang, dana koordinasi rapat POSKO, serta dana transportasi musyawarah kelompok tani agropolitan Selain program pengembangan SDM, anggota kelompok tani juga banyak berpatisipasi pada program pengembangan budidaya. Mengingat banyaknya bantuan dibidang holtikultura yang diberikan berupa bibit yaitu benih padi, jagung, dan manggis. Bantuan ternak juga pernah diberikan oleh Dinas Peternakan berupa bantuan kambing/domba. Syarat pengambilannya harus membayar ongkos transportasi sehingga partisipasi masyarakat sebagian besar dalam bentuk mendukung dana yaitu sebesar 37%. Berbeda dengan pelaksanaan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur, 43% masyarakat berpartisipasi dengan menyumbang pendapat. Pada tahap evaluasi, masyarakat lebih banyak berpartisipasi secara tidak langsung seperti dinyatakan Slamet (1989) bahwa partisipasi tak langsung dapat dilakukan dengan mendelegasikan partisipasi dalam proses evaluasi kepada orang lain, dalam program agropolitan biasanya didelegasikan kepada Ketua POSKO. Terbukti sebanyak 33% masyarakat memberikan pendapat tentang perbaikan program hanya kepada Ketua POSKO dan Ketua Gapoktan, mengingat akses untuk berdiskusi dengan pihak dinas tidak mudah.
HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin tinggi peran stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan di Desa Karacak maka semakin tinggi partisipasi masyarakat pada program agropolitan. Berdasarkan hipotesis tersebut, terdapat dua variabel yang akan diukur yakni variabel tingkat partisipasi dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Variabel yang lainnya yaitu variabel peran stakeholders mencakup tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan stakeholders dalam keseluruhan program agropolitan mulai dari tahap perencanaan sampai evaluasi. Jika dikaitkan dengan data mengenai tingkat partisipasi masyarakat pada sub bab sebelumnya, dapat dianalisis bahwasanya mayoritas masyarakat penerima program agropolitan yang tergabung dalam kelompok tani terlibat dengan tingkat partisipasi di tingkat tokenisme. Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat pada perencanaan pembangunan menyebabkan perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya rencana program pembangunan yang disusun sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, dalam penyusunan rencana/program dilakukan penentuan prioritas dengan demikian pelaksanaan program pembangunan akan terlaksana pula secara efektif (Adisasmita 2006). Dengan demikian dukungan peran stakeholders dalam program yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi menentukan keberhasilan/keberlanjutan program. Peran stakeholders dilihat dari kepentingan dan pengaruh stakeholders. Pengaruh stakeholders dilihat dari dukungan dana terhadap program agropolitan, Jaringan yang dimiliki oleh stakeholders terhadap stakeholders lainnya dan personality stakeholders. Pengukuran pengaruh ini menggunakan uji korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan variabel dukungan dana, Jaringan dan personality stakeholders serta menggunakan tabel silang untuk mengetahui hubungan pengaruh stakeholders dan kepentingan stakeholders dengan partisipasi masyarakat. Perbedaan tujuan serta kepentingan antar stakeholders dapat terjadi dalam melaksanakan suatu program. Perbedaan ini seringkali menyebabkan konflik. Seharusnya individu yang berbeda dapat melakukan kerjasama dan kolaborasi secara fungsional untuk menunjang berjalannya aktivitas program agropolitan. Perbedaan kepentingan tentunya menyebabkan sulitnya membentuk dan mengembangkan hubungan yang menguntungkan. Kepentingan muncul ketika pihak yang terlibat dalam program memiliki motif dalam setiap bentuk keterlibatannya yang mengharapkan suatu timbal balik dari masyarakat, hal ini dinyatakan oleh Budimanta dkk (2008) Masyarakat memandang kepentingan stakeholders dilihat dari perlu atau tidak perlunya keberadaan stakeholders tersebut dalam program.
80
Dalam penelitian ini hubungan antara peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat dilihat melalui perhitungan uji korelasi Rank Spearman dengan menggunakan alat bantu SPSS V.17.0. Nilai alpha yang digunakan sebesar 0,05 atau 5%. Hasil pengujian menghasilkan angka korelasi antara variabel tingkat partisipasi masyarakat (keseluruhan tahapan) dan variabel peran stakeholders keseluruhan tahapan adalah sebesar 0.035, karena p-value (Sig.(2tailed)) < alpha (0.05=5persen) maka tolak Ho dan terima H1, artinya terdapat hubungan antara variabel peran stakeholders (keseluruhan tahapan) dengan variabel tingkat partisipasi masyarakat. Korelasi antara kedua variabel tersebut berhubungan secara signifikan sehingga semakin tinggi peran stakeholders pada keseluruhan tahapan berpengaruh pada peningkatan partisipasi masyarakat. Hal ini memperlihatkan secara dukungan dana, jaringan dan personality yang dimiliki stakeholders juga mempengaruhi partisipasi masyarakat disebabkan karena dukungan dana yang diberikan mampu mendorong masyarakat untuk ikut serta dalam program. Motif partisipasi masyarakat karena rasa aman bahwa mereka tidak akan mengeluarkan biaya saat berpartisipasi dan bebas untuk mengusulkan berbagai program. Jaringan stakeholders mempengaruhi partisipasi masyarakat karena dengan luasnya jaringan yang dimiliki oleh stakeholders, terutama stakeholders yang diklasifikasikan dalam manage closely menyebabkan masyarakat lebih leluasa dalam menyampaikan pendapatnya dalam program agropolitan. Personality yang menunjukan kepribadian stakeholders mampu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyalurkan pikiran dan pendapatnya sehingga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di Desa Karacak untuk menjalankan program agropolitan secara keseluruhan. Uji kedua dilakukan untuk mengetahui hubungan antara peran stakeholders pada tahap perencanaan dan variabel partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan. Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan angka korelasi antara variabel peran stakeholders (tahap perencanaan) dan variabel partisipasi masyarakat dalam tahapan perencanaan berkorelasi namun tidak signifikan. Nilai koefisien korelasi Spearman yang diperoleh untuk kedua variabel tersebut sebesar 0.339 dengan nilai signifikansi sebesar 0.066. Oleh karena nilai signifikansi tersebut lebih besar daripada nilai alfa (0.05) maka hipotesis penelitian ditolak (terima H0), dengan kata lain semakin tinggi peran stakeholders maka belum tentu partisipasi masyarakat juga tinggi. Hubungan ini dilihat dari hubungan pengaruh stakeholders dan kepentingan stakeholders dalam perencanaan program agropolitan. Hasil tabel silang antara hubungan pengaruh stakeholders dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan (Lampiran 5) menjelaskan bahwa pada tahap perencanaan, pengaruh stakeholders berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Dibuktikan dengan hasil yang menyatakan 60% dengan partisipasi di tingkat non-partisipasi menyatakan bahwa pengaruh stakeholders rendah dan 40% responden yang partisipasinya tokenisme menyatakan bahwa pengaruh stakeholders rendah. Selain itu terdapat 40% responden dengan partisipasi nonpartisipasi menyatakan pengaruh stakeholders sedang dan 50% responden dengan partisipasi tokenisme menyatakan pengaruh stakeholders sedang, sisanya 10% responden dengan partisipasi citizen power menyatakan bahwa pengaruh stakeholders berada di tingkat sedang, lalu responden yang menyatakan pengaruh stakeholders tinggi berada pada partisipasi tokenisme sebesar 40% dan tingkat
81
citizen power sebesar 60% menyebabkan partisipasi masyarakat juga berada di tingkat sedang. Hal ini menyatakan bahwa pada tahap perencanaan, saat proses sosialisasi, pelatihan fasilitator, penunjukan lokasi agropolitan dan pembuatan masterplan agropolitan variabel luas jaringan dan personality stakeholders berhubungan dengan partisipasi masyarakat. Pengaruh stakeholders yang rendah pada personality dan sempitnya jaringan stakeholders pada saat sosialisasi, pembuatan masterplan, pelatihan fasilitator dan pembuatan masterplan agropolitan di awal menyebabkan keterlibatan masyarakat juga rendah. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikasi korelasi yaitu 0.000, karena nilai tersebut lebih kecil dari α (0.05) yang menunjukan dukungan dana pada saat perencanaan program dan personality stakeholders pada saat perencanaan program mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Masyarakat menjadikan sikap stakeholders dan sikap stakeholders yang mau mendengarkan pendapat masyarakat di awal program sebagai motivasi yang mendorong keterlibatannya dalam program agropolitan. Hal ini dibuktikan dengan penuturan bapak UPD sebagai berikut: “Saya dulu waktu ada lokakarya pengenalan agropolitan yang dilaksanain dibalai desa ikut kesana karena diajak sama ketua gapoktan, ketua gapoktan itu orangnya baik, emang deket juga sama anggotanya dan beliau juga deket ama dinas, ama ketua POSKO, ama orang koperasi. Jadi ya saya percaya aja pasti acaranya juga berguna buat anggota kelompok tani karena memang hubungan kita baik. Ketua gapoktan itu selalu ngebantu masalah pertanian. ya bapak jadinya selalu ikut kalau diundang, kadang ikut bantu bawa-bawa makanan juga kalau rapat” UPD
Selain itu, luasnya jaringan/relasi yang dimiliki oleh stakeholders mampu meyakinkan masyarakat untuk mengambil kesempatan berpartisipasi dalam perencanaan program seperti halnya bapak AFR, bapak ini merupakan anggota PPS senior bersama dengan Ketua POKJA yang pertama kali mengetahui program agropolitan dari lurah setempat. Mengingat bapak AFR mengetahui tentang diri pak lurah yang memiliki banyak relasi akhirnya meyakinkan bapak AFR untuk hadir dalam perencanaan: “Wah, kalau pak lurah itu juga banyak relasinya. Pas diundang buat dateng katanya ada orang dinas mau bikin program buat petani di Karacak. Nah, kalau bapak yang ngasih tau pasti programnya bagus, mumpung ada kesempatan dan yang ngajak pak lurahnya langsung ya saya ikut aja”AFR.
Sedangkan variabel dukungan dana pada perencanaan tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat pada perencanaan program. Terbukti dengan nilai signifikasi pada uji korelasi Rank Spearman pada Lampiran 5 menghasilkan angka 0.117 yang berarti lebih besar dari α (0.05) maka hipotesis ditolak dan tidak menunjukan adanya hubungan pengaruh. Mengingat program masih awal dan baru diperkenalkan, pengetahuan tentang manfaat program juga masih rendah, maka dukungan dana yang tinggi pun tidak mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Saat tahap perencanaan agropolitan ini dinas pertanian dan BAPPEDA yang banyak berperan dalam dukungan dana untuk pembuatan masterplan bersama dengan akademisi yaitu pihak P4W-IPB dengan ketua POSKO. Saat lokakarya didesa juga pihak Dinas Pertanian dan BAPPEDA
82
bersama aparat desa yang banyak menentukan keputusan program sehingga peran mereka dominan sebagai manage closely. Dominannya peran mereka dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah terhadap program juga menyebabkan masyarakat hanya hadir sebagi formalitas dan kalaupun memberikan pendapat tidak dipertimbangkan menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat berada di tingkat non partisipasi dan tokenisme. Peran stakeholders juga ditentukan oleh variabel kepentingan stakeholders. Hasil pada Lampiran 5 menjelaskan bahwa pada tahap perencanaan, tidak terdapat hubungan antara kepentingan stakeholders dengan tingkat partisipasi masyarakat karena tidak ada masyarakat yang menyatakan bahwa keterlibatan stakeholders rendah. Pada tingkat kepentingan sedang partisipasi masyarakat tetap dominan berada di tingkat non partisipasi sebanyak 59%, dan pada saat tingkat kepentingan tinggi partisipasi masyarakat juga didominasi pada partisipasi non-partisipasi sebanyak 75%. Hal ini disebabkan oleh interaksi yang masih rendah pada awal program perencanaan sehingga masyarakat belum memahami kepentingan masing-masing pihak stakeholders. Hanya stakeholders yang dikenal oleh masyarakat sebelum adanya agropolitan yang dianggap memiliki kepentingan tinggi namun juga tidak menyebabkan partisipasi masyarakat di tingkat citizen power yang menentukan arah program dan masyarakt juga belum menjadi pihak yang dijadikan penentu kebijakan dalam penyusunan masterplan. Biasanya tokoh seperti Ketua Gapoktan dan Ketua POSKO yang berperan dalam menentukan kawasan, membantu pembuatan masterplan dan pelatihan pendamping PPS. Seperti yang diutarakan bapak UJ berikut: “Agropolitan itu perencanaannya tahun dua ribu limaan, waktu itu saya kenal dan tau dari pak Bakri. Kata beliau sih tujuan agropolitan ini bagus buat budidaya manggis saya, katanya nanti bisa dapet pelatihan ama bantuan modal juga. Tapi karena programnya belum tau bener kayak gimana, khawatir malah ada yang manfaatin nama saya jadi walaupun saya tau itu untuk kepentingan petani. Saya mah cuma liat perkembangannya aja, jarang ikut pas awal” UJ.
Uji ketiga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara peran stakeholders pada tahap pelaksanaan dan variabel partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan. Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan angka korelasi antara variabel peran stakeholders (tahap pelaksanaan) dan variabel partisipasi masyarakat dalam tahapan pelaksanaan program agropolitan berkorelasi dan signifikan. Nilai koefisien korelasi Rank Spearman yang diperoleh untuk kedua variabel tersebut sebesar 0.410 dengan nilai signifikansi sebesar 0.24. Oleh karena nilai signifikansi tersebut lebih kecil daripada nilai alfa (0.05) maka tolak H0 dan terima H1 yang artinya semakin tinggi peran stakeholders maka tingkat partisipasi masyarakat juga semakin tinggi. Hubungan ini dapat dilihat dari hubungan pengaruh stakeholders dan kepentingan stakeholders dalam pelaksanaan program agropolitan terhadap partisipasi masyarakat. Pada tahap pelaksanaan pengaruh stakeholders mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Dikuatkan oleh data hasil tabel silang pada Lampiran 5, saat tahap pelaksanaan agropolitan pengaruh stakeholders yang rendah menyebabkan 75% partisipasi masyarakat berada di tingkat non partisipasi dan 25% masyarakat yang berada di tingkat partisipasi
83
tokenisme juga menyatakan pengaruh stakeholders rendah. Sedangkan 73% masyarakat yang mempunyai partisipasi tokenisme menyatakan bahwa pengaruh stakeholders berada pada tingkatan sedang. Hal ini berlaku juga pada pengaruh stakeholders yang tinggi menyebabkan masyarakat berada di tahap citizen power sebesar 100%. Hal ini mengindikasikan pada saat pelaksanaan program pengaruh stakeholders yang rendah dalam pelaksanaan menyebabkan partisipasi masyarakat berada di tingkat non-partisipasi. Dilihat dari variabel pengaruh, yang terdiri dari dukungan dana, luas jaringan, dan personality stakeholders lebih kecil dari nilai alfa (0.05) sehingga menyebabkan dukungan dana, luas jaringan dan personality yang dimiliki stakeholders berhubungan dengan partisipasi masyarakat dilihat dari nilai signifikasi korelasi antara dukungan dana dengan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan yaitu 0.047 yang lebih kecil dari nilai alfa (0.05). Hal ini menyatakan bahwa semakin besar dukungan dana yang diberikan oleh stakeholders maka tingkat partisipasi masyarakat juga semakin tinggi. Masyarakat merasa dukungan dana dapat memudahkan melaksanakan program, mereka menjadi lebih bersemangat mengikuti program dan mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan, aspirasi dan keinginan mereka. Dukungan dana ini juga membuat masyarakat memperoleh hak untuk mengatur program lebih fleksibel pilihan program agropolitan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kemampuan mereka. Pada kasus program pengembangan SDM, dukungan dana yang besar bagi pelatihan PPS (Penyuluh Pertanian Swadaya) yang tinggi menyebabkan anggota kelompok tani yang tergabung dalam PPS menjadi merasakan kemudahan dalam mobilisasi mengujungi petani karena tidak khawatir akan kesulitan ongkos. Dukungan dana yang tinggi telah menjadikan tingkat partisipasi menjadi lebih tinggi yaitu di tingkat citizen power karena selain itu juga dengan sisa uang transportasi PPS mampu terlibat dalam merancang program pembinaan kelompok tani yang lebih kreatif dan efektif bagi peningkatan kesejahteraan petani. Seperti yang disampaikan Bapak MDR berikut ini: “ Dukungan dana dari dinas untuk gaji PPS atau uang lelah PPS itu semakin besar, tapi justru semakin memotivasi kita untuk lebih giat lagi dalam membantu lembaga penelitian untuk bikin program yang lebih kreatif lagi dalam pembinaan”permasalahan petani, terjun langsung ke lapangan dan kerjasama dengan” MDR.
Keterlibatan masyarakat muncul saat pihak dinas memberikan dana program, sehingga saat ada bantuan barulah mereka mau mengeluarkan dana untuk mengambil bantuan tersebut. Namun ketika tidak ada bantuan dana, masayarakat kurang inisiatif untuk mendukung program. Seperti pada kasus program peningkatan budidaya, saat dinas memberikan bantuan bibit manggis secara gratis, barulah mereka bersedia membayar iurannya. “Di program agropolitan ini, masyarakat itu mau iuran kalau ada bantuan dari pemerintah. Kalau nggak ada bantuan boro-boro mau iuran. Kadang ngumpul aja susah neng. Pas ada sekolah lapang aja baru dateng atau kalau rapatnya ada uang transportasinya baru tuh mereka mau hadir. Duh neng, kelompok tani aja susah kalau diajak diskusi masala program apalagi suruh iuran buat programnya.” SSD.
84
Seperti halnya pada program pengembangan SDM, dukungan dari dinas untuk pembiayaan berbagai pelatihan dari pelatihan budidaya padi dan manggis, pelatihan fasilitator dan pemberian bantuan pertanian demi meningkatkan pendapatan petani dianggap menguntungkan petani sehingga menyebabkan petani banyak berpartisipasi. Berbeda dengan kasus pembuatan jembatan Ciletuh Ilir yang dibangun oleh Dinas Bina Marga. Dukungan dana sepenuhnya berasal dari pemerintah daerah yang salurkan melalui pemborong. Namun ketika ditanya keterlibatannya dalam program, masyarakat merasa tidak berpartisipasi karena masyarakat tidak mengetahui keberadaan program sehingga walaupun dukungan dana Dinas Bina Marga tinggi namun masyarakat tidak berpartisipasi. Melalui kasus ini munculah faktor lain yang mempengaruhi partisipasi masyarakat yaitu pengetahuan terhadap keberadaan program. “ Saya nggak tau kalau jembatan yang dibangun itu program agropolitan, lha yang bangun juga saya nggak ngerti ya gimana saya bisa ikut. Walaupun katanya biayanya gede, trus gaji buat kulinya juga gede tapi kalau nggak ada yang ngasih tau dan nggak ada yang ngajak ya bapak nggak ikutan” ASR.
Keberhasilan yang ditandai dengan peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung usaha pertanian masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, terminal agribisnis maupun ketersediaan pengairan didukung penuh oleh pemerintah terutama BAPPEDA, pihak yang tergolong manage closely tersebut menjadi pos pengajuan dana dari berbagai dinas. BAPPEDA digolongkan juga sebagai stakeholders primer untuk urusan pendanaan program agropolitan. Selain itu dari keseluruhan program pada tahap pelaksanaan agropolitan, luas jaringan juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat didukung dengan hasil uji korelasi antara luas jaringan dengan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan dengan nilai signifikasi 0.013 yang lebih kecil dari nilai alfa (0.05), menyatakan bahwa luas jaringan yang dimiliki oleh stakeholders juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam suatu program maka minat masyarakat untuk berpartisipasi juga semakin tinggi. Karena dengan luasnya jejaring yang dimiliki oleh stakeholders tersebut, program menjadi lebih bervariatif dan saling mendukung misalnya saat sekolah lapang, tingkat partisipasi masyarakat tinggi karena pada saat program berlangsung pihak dinas pertanian, UPTD Kecamatan Leuwiliang, penyuluh pertanian, dan ahli dari PKBT IPB terjun langsung menyebabkan masyarakat lebih leluasa menentukan materi pelatihan dan mengusulkan program pelatihan untuk sekolah lapang pekan depannya. Hal ini juga didukung dengan sikap dari pihak dinas, PKBT IPB, dan penyuluh pertanian yang bersedia mendengar saran dari petani menyebabkan program berjalan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan petani. Kondisi tersebut mendukung hasil uji korelasi antara personality stakeholders dengan tingkat partisipasi masyarakat yang menghasilkan nilai 0.004 lebih kecil dari alfa (0.05) mengindikasikan bahwa sikap stakeholders yang besedia mendengarkan saran masyarakat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Pada tahap pelaksanaan ini, partisipasi masyarakat didominasi oleh tingkat partisipasi tokenisme artinya masyarakat sudah mampu memberikan usulan pendapat namun belum memiliki wewenang dan kekuatan yang tinggi dalam mempengaruhi program agropolitan. Namun, pada tahap pelaksanaan tidak
85
terdapat hubungan antara kepentingan stakeholders dengan tingkat partisipasi masyarakat karena tidak terdapat masyarakat dengan partisipasi yang rendah menyatakan bahwa kepentingan stakeholders rendah. Pada tingkat kepentingan sedang menyebabkan partisipasi masyarakat didominasi oleh partisipasi tokenisme sebesar 65% (Lampiran 5) dan pada saat kepentingan tinggi, tingkat partisipasi masyarakat juga didominasi oleh tingkat partisipasi tokenisme sebesar 75% yang seharusnya berada di tingkat citizen power. Uji keempat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel peran stakeholders (tahap evaluasi) dengan variabel partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan angka korelasi antara variabel peran stakeholders (tahap evaluasi) dan variabel partisipasi masyarakat dalam evaluasi program agropolitan berkorelasi dan signifikan. Nilai koefisien korelasi Spearman yang diperoleh untuk kedua variabel tersebut sebesar 0.382 dengan nilai signifikansi sebesar 0.037 Oleh karena nilai signifikansi tersebut lebih kecil daripada nilai alfa (0.05) maka tolak H0 dan terima H1, artinya semakin tinggi peran stakeholders maka partisipasi masyarakat juga tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pengolahan data yang terdapat dalam Lampiran 5, pada tahap evaluasi ternyata pengaruh stakeholders yang rendah menyebabkan yang menyebabkan 79% masyarakat berpartisipasi di tingkat non-partisipasi. Sebanyak 69% responden yang berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi menyatakan pengaruh stakeholders di tingkat sedang. Pada saat evaluasi tidak ada masyarakat yang menyatakan bahwa kepentingan stakeholders tinggi. Pada tahapan evaluasi program agropolitan di tahun 2010, kunjungan dan interaksi Dinas Pertanian, Dinas Bina Marga, Dinas Peternakan dan Perikanan serta stakeholders lainnya kecuali ketua POSKO dan ketua POKJA dengan masyarakat mulai berkurang. Intensitas kehadiran dalam rapat POSKO juga mulai berkurang, sehingga masyarakat sendiri mulai merasa kehilangan motivasi untuk terlibat dalam melanjutkan program. Hal ini juga menunjukan bahwa ketika peran stakeholders rendah, maka partisipasi masyarakat juga rendah. Hasil pengolahan data mengenai hubungan antara peran stakeholders dengan tingkat partisipasi masyarakat menunjukkan bahwasanya peran stakeholders memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap partisipasi masyarakat. Itu artinya bahwa semakin tinggi peran stakeholders maka semakin tinggi pula keterlibatan masyarakat baik menyumbang pendapat, menyumbang dana, menyumbang materi ataupun tenaga dalam penyelenggaraan program agropolitan. Meskipun demikian, hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwasanya hubungan antara peran stakeholders pada tahapan perencanaan tidak berhubungan atau tidak memiliki korelasi positif dengan partisipasi masyarakat juga pada hubungan kepentingan stakeholders dengan partisipasi masyarakat. Hal ini berarti, dalam melihat hubungan antara peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat tidak dapat dipisahkan secara parsial tiap-tiap tahapan penyelenggaraan program. Suatu peran stakeholders dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat ketika setiap stakeholders berperan pada keseluruhan tahapan penyelenggaraan program agropolitan.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penyelenggaraan program agropolitan berawal dari keputusan pemerintah pusat yang ditujukan bagi pembangunan pertanian pedesaan dalam kasus ini adalah pedesaan di Kabupaten Bogor. Sasarannya adalah kelompok tani di Kabupaten Bogor. Sebagai program pembangunan wilayah kerjasama antar stakeholders menjadi poin penting dari keberlanjutan program. Interaksi tiap-tiap stakeholders dengan masyarakat kemudian memunculkan peran dalam program agropolitan yang ditentukan oleh faktor pengaruh dan kepentingan stakeholders. Pemerintah Kabupaten Bogor yang tergolong dalam manage closely melaksanakan tahapan agropolitan dengan dukungan masyarakat. Tentunya dalam pelaksanaan dinas tersebut menjadi pendukung utama dengan memberikan pengaruh mulai dari dukungan dana sampai peningkatan fasilitas agropolitan dari tahap awal sampai evaluasi. Terkait klasifikasi stakeholders, terdapat perbedaan klasifikasi tiap-tiap stakeholders. Berdasarkan peran stakeholders yang termasuk keep statisfied adalah Dinas Peternakan, penyuluh pertanian dan akademisi. Stakeholders yang termasuk manage closely adalah Ketua Gapoktan, Ketua POSKO, aparat desa, Dinas Pertanian dan BAPPEDA Kabupaten Bogor. Stakeholders yang termasuk dalam keep informed adalah Dinas Bina Marga. Stakeholders yang termasuk dalam monitor adalah Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, Perdagangan dan UKM, BP3K, BP4K, LSM dan Lembaga Keuangan. Supaya program agropolitan ini berkelanjutan hendaknya peran pihak yang tergolong manage closely memberikan kekuatan pengaruh yang lebih besar lagi pada program agropolitan serta berupaya untuk memperbesar kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dalam ikut merumuskan dan menentukan jalannya program agropolitan mulai dari program pengembangan SDM, pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan infrastruktur. Partisipasi masyarakat secara keseluruhan program agropolitan berada pada tahap tokenisme yang memiliki kesempatan untuk berpendapat, namun tidak memiliki wewenang dan kekuatan untuk mengatur program agropolitan secara keseluruhan. Namun terdapat perbedaan saat perencanaan dan evaluasi dimana partisipasi masyarakat berada pada tahap non partisipasi. Sebagian besar bentuk partisipasi masyarakat adalah partisipasi dalam memberikan pendapat dalam program walaupun terdapat masyarakat yang menyumbang dana dan materi dengan jumlah lebih sedikit. Namun pada tahap perencanaan dan evaluasi terdapat perbedaan yaitu sebagian besar masyarakat tidak berpartisipasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya peran stakeholders berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan program agropolitan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh yang terdiri dari dukungan dana, personality serta jaringan stakeholders dan kepentingan stakeholders mampu mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Namun jika dilihat dari setiap tahapan program agropolitan, pada tahapan perancanaan tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam melihat hubungan peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat tidak parsial dalam satu tahapan saja.
88
Saran Mengacu pada hasil penelitian, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran, diantaranya: 1. Sebaiknya stakeholders yang merupakan dinas pelaksana melakukan pendekatan intensif terhadap masyarakat dalam semua tahapan sehingga tercipta hubungan yang lebih harmonis, dan membangun kerjasama yang baik dalam pelaksaaan program kedepannya 2. Bimbingan dari pihak dinas tidak terhenti sampai program agropolitan selesai namun juga pasca program, karena dengan kondisi partisipasi yang belum baik menyebabkan program tersebut tidak dapat berkelanjutan jika tanpa pemantauan dari pemerintah. 3. Lembaga non formal yang ada di masyarakat seperti koperasi dan “Cendawasari” sebaiknya diarahkan sebagai pihak yang diberi tanggung jawab untuk melanjutkan program agropolitan. 4. Pentingnya peningkatan kinerja PPS sebagai motor penggerak program sekaligus motivator bagi kelompok tani dalam melanjutkan program agropolitan. Selain itu juga perlu peningkatan keaktifan PPS dalam menangani permasalahan pertanian yang dialami kelompok tani. 5. Harapannya masyarakat ikut merencanakan, menggerakkan, melaksanakan dan juga mengontrol pelaksanaan program agropolitan dan penataan ruang kawasannya sehingga tercipta kesadaran hukum masyarakat akan pentingnya tata ruang kawasan agropolitan. 6. Setiap tahapan program agropolitan harus mendorong masyarakat dan stakeholders agar selalu berkoordinasi dan berhubungan dengan instansi pemerintah terkait. Hal inilah yang mampu menjadikan masyarakat dan dunia usaha menjadi pelaku langsung dan objek dari program pengembangan kawasan agropolitan. 7. Peran pihak yang termasuk dalam manage closely harus dominan dan berlanjut dalam mendampingi masyarakat pada program agropolitan.
89
DAFTAR PUSTAKA Amalia L. 2006. Penerapan agropolitan dan agribisnis dalam pembangunan ekonomi daerah. Jurnal inovasi. [Internet]. 09:39 [ Diunduh 2012 Maret 22]. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/52065865.pdf Ariyani I. 2007. Penguatan partisipasi masyarakat dalam program imbal swadaya di desa curug kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.120 hal. Arnstein S. 1969 [Juli]. A Ladder of citizen participation. JAIP [35-4]: halaman 216-224 [BAPPEDA] Badan Perencanaan Daerah. 2010. Evaluasi pelaksanaan agropolitan Propinsi Jawa Barat. [tidak diterbitkan] [BP4K] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2012. Agropolitan Kabupaten Bogor.[tidak diterbitkan] Bryson JM. 2004. What to do when stakeholders matter: stakeholders identification and analysis techniques. Public management review.Vol 6 . 2004:21-53. Budimanta A, Rudito B dan Prasetijo A. 2008. Corporate social responsibility: jawaban bagi pembangunan Indonesia masa kini. Jakarta [ID]: Indonesia Business Link. Uphoff C. 1977. Rural development participation : concept and measures for project design implementation and evaluation. New York : Rural Development Commite-Cornel University. Colfer, C.J.P., M.A. Brocklesby, C.Diaw, P.Etuge, M. Gunter, E.Harwell, C.McDougall,N.M. Porro, R.Prabu, A.Salim, M.A. Sardjano, B. Tchikangwa, A.M. Tiani, R.wadley, J. Woelfel, dan E. Wollenberg. 1999. Perangkat kriteria dan indikator. Center for International Forestry Researh. Bogor. Data Monografi Desa Karacak. 2011. [tidak diterbitkan] [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2002. Pedoman umum pengembangan kawasan agropolitan dan pedoman program rintisan pengembangan kawasan agropolitan. Departemen Pertanian RI. Jakarta. Ditjen Penataan Ruang. 2001. Pedoman agropolitan untuk penataan ruang dan wilayah. [Internet]. 07:25 [Diunduh 2012 Februari 28]. www.penataanruang.net/taru/nspm/6.pdf Djakapermana RD. 2003. Pengembangan kawasan agropolitan dalam rangka pengembangan wilayah berbasis rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN). Direktur Jendral Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia. [tidak diterbitkan] Dianawati I 2004. Dinamika kelompok tani dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi petani dalam proyek pengembangan ketahanan pangan. Fakultas Pertanian Institut PertanianBogor. Friedman J and Douglass M.1975. Agropolitan development: towards a new 12:15 [Diunduh 2012 September 21]. strategy.[Internet]. www.nepjol.info/index.php/HR/article/download/4494/3749 Groenendijk L. 2003. Stakeholders analysis or stakeholder engagement in government program. [Internet]. 12:35 [Diunduh 2012 September 21]. www.itc.nl/library/papers_2003/tech_rep/groenendijk.pdf
90
[IFC] International Finance Corporation. 2007. Stakeholders Engagement [Internet]. 13:12 [Diunduh 2012 Desember 21]. http://www.ifc.org/ifcext/enviro.nsf/attachmentsbytitle/p_stakeholdersengagem ent_full/$file/ifc_stakeholdersengagement.pdf. Kartasubrata, J. 1986. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan di jawa. [Disertasi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Lugiarty E. 2004. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan program pengembangan masyarakat di komunitas desa cijayanti. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.121 hal. Madrie.1986. Beberapa faktor penentu partisipasi anggota masyarakat dalam pembangunan pedesaan.[Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Mayer J.2005. Stakeholders power analysis. International Institute for Environment and Development. Mugniesyah SS. 2006. Materi bahan ajar pendidikan orang dewasa. Bogor (ID): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. [tidak diterbitkan] Race D and Millar J. 2006. Training manual: social and community dimensions of ACIAR Projects. Australian Center for International Agricultural Research – Institute for Land, Water, and Society of Charles Sturt University, Australia. Reed MS, Graves A, Dandy N, Posthumus H, Hubacek K, morris J, Prell C, Quinn CH, Stringer LC. 2009. Who’s in and Why? A Typhology of Stakeholder Analysis Methods for Natural Resources Management. Jounal of Environmental Management xxx: 1-17. Rosyida I. 2011. Partisipasi masyarakat dan stakeholders dalam penyelenggaraan program corporate social responsibility (csr) dan dampaknya terhadap komunitas perdesaan. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Rustiadi E dan Pranoto S. 2007. Agropolitan membangun ekonomi pedesaan. Bogor : Crestpent Press. Rustiadi E, Hadi S, dan Ahmad W M. 2006. Kawasan agropolitan konsep pembangunan desa-kota berimbang. Bogor :Crestpent Press. Saefulhakim dkk. 2002. Studi penyusunan wilayah pengembangan strategis (Strategic Development Regions). IPB dan Bapenas. Bogor. Singarimbun M dan Effendi S (ed).1989. Metode penelitian survai. Jakarta. LP3ES Slamet. 1989. Konsep-konsep dasar partisipasi sosial. Yogyakarta; PAU Soemanto B dkk. 2007. Sustainable corporate : implikasi hubungan harmonis perusahaan dan masyarakat.Gresik: PT Semen Gresik (Persero). Sukada, Sonny dkk. 2007. Membumikan bisnis berkelanjutan. Jakarta [ID]: Indonesia Business Link. Sukada S et al. 2007. CSR for better life: Indonesian context. Membumikan bisnis berkelanjutan memahami konsep dan praktik tanggung jawab sosial perusahaan. Jakarta [ID]: Indonesia Business Link. 190 hal. Tanjung A. 2003. Partisipasi. [Internet]. 17:25 [Diunduh 2012 Maret 28].http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9385/Bab%20II%2 02007iar.pdf?sequence=7
91
Tarsudi. 2011. Dampak pembangungan kawasan agropolitan terhadap pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat pada lokalita saribu dolok kecamatan silimakuta kabupaten simalungun[Tesis]. Medan [ID]: Universitas Sumatera Utara. Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah konsep dan aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility). Gresik: Fascho Publishing.
92
93
LAMPIRAN Lampiran 1 Peta kawasan agropolitan Desa Karacak
Sumber: http://maps.google.co.id/
94
Lampiran 2 Pembagian kawasan agropolitan per zonasi
Zona I Luas 10.287,10 Ha No I
Kecamatan 1
Leuwiliang
No
Nama Desa
Zona II Luas 8.333,04 Ha No 6
Kecamatan
Nanggung
No
Nama Desa
35 36
42 43
Nanggung Sukaluyu Parakan Muncang Pamegarsari Jasinga Setu Sipak Kolong sawah Bunar
1 2
Cibarengkok Karacak
3 4 5 6 7
Karyasari Cibeber 2 Pabangbon Cibeber 1 Leuwiliang
8 9
Karehkel Leuwimekar
10 11 12 13
Sadengkolot Leuwisadeng Wangunjaya Babakan Sadeng
44 45 46 47
Sukaraksa Cintamanik Argapura Cigudeg
14
Cidokom
48
Mekarjaya
15 16 17 18 19
Cirauteun Ilir Cijujung Cimanggu Leuweung Kolot Dukuh
49 50 51 52 53
Sukamulih Cipayung Sukajaya Harkat Jaya Kiara Pandak
7
Jasinga
8
Cigudeg
37 38 39 40 41
2
2
Leuwisadeng
3
Rumpin
3 4
4
Cibungbulang
20 21 22 23 24 25 6 7 8 9 5
5
Pamijahan
0 1
Galuga Cimanggu 2 Cibatok 1 Cibatok 2 Cemplang Sukamaju 2 Situ Hilir 2 Situ Udik 2 Giri Mulya 2 Ciaruteun Udik 3 Cibitung Wetan 3 Pamijahan
9
Sukajaya
Sumber : Hasil Analisis Masterplan Agropolitan Kabupaten Bogor
95
Lampiran 3 Dokumentasi penelitian
Jembatan Ciletuh Ilir
Gudang Manggis Agropolitan
Kebun Manggis Desa Karacak
Komodoti unggulan agropolitan
Sekertariat PPS dan POSKO
Salah satu rumah responden
96
Lampiran 4 Kerangka sampling 1. Anggota Kelompok Tani Karya Mekar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Sumaidi W Samir Dadang H Manan Syafrudin Khotib Syarifudin Ujang S Ujang Nasir Suwardi M. Marwa M. Abidin M. Bakri Abdul kohar M. Mugni Slamet Ilyas Iis Ismiati Jama Iding Sarwani Sahmad Dahlan Marjuki M. Bahro Ansori Sukria Madasih Affandi Sumitra Rusdi Ajo Sukria Sahata Salim
Alamat Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Cengal Sirnagalih Sirnagalih Sirnagalih Sirnagalih Sirnagalih Sirnagalih Sirnagalih Sirnagalih Sirnagalih Darmabakti Darmabakti
97
2. Anggota Kelompok Tani Sukatani No 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Nama Saefudin Rukinta Santibi Karim Sanin Parman Rudi Suarja Jamun Amun Arjaya M. Ngali M. Latip Madnur Udin Ganda Suhali E. Maskat Kemi Suleman H. Sulaeman Naning H. Agus Santa Isro Nurjaman Daday Unhar Taba Nawawi Atmaja M.Idam Upandi Neli Usup Sarmali Samsudin Engkus Muhammad Neli Parta
Alamat Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Ciletuh ilir Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna
76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
Emay Engkim Anan Sapardi Payami Wahyu Ujang Sarmali Yayan Ujang Dede Pe'i E.wiyatama Mihad Aman Imang H.ita Amir Emad Uju Sanip Syamsudin
Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Lebak sirna Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti Karya Bakti
98
3.Anggota Kelompok Tani Bangun Tani 139 140 No Nama Alamat 141 98 Absori Sukamaju 142 99 Maksum Sukamaju 100 Agus (A) Sukamaju 101 Agus (B) Sukamaju 102 Amir Sukamaju 103 Astari Sukamaju 104 Diman Sukamaju 105 Edi Sukamaju 106 Idit Sukamaju 107 Ismail Sukamaju 108 Jaat Sukamaju 109 Jaenudin Sukamaju 110 Jana Sukamaju 111 Juju Sukamaju 112 Karman Sukamaju 113 Komarudin Sukamaju 114 Madjuni Sukamaju 115 Abun Sukamaju 116 Mamah Sukamaju 117 Saman Sukamaju 118 Samsuri Sukamaju 119 Suarta Sukamaju 120 Sanip Sukamaju 121 Sumpena Sukamaju 122 Tata Sukamaju 123 Tute Sukamaju 124 Adul (A) Hegar manah 125 Agus Hegar manah 126 Dadang Hegar manah 127 Madhuri Hegar manah 128 Jojon Hegar manah 129 Jumae Hegar manah 130 Mutaba Hegar manah 131 Taim Hegar manah 132 aprizal Hegar manah 133 Udin Hegar manah 134 Wiwi Hegar manah 135 Armat Sipon ilir 136 Isak Sipon ilir 137 Mad Padil Sipon ilir 138 Ajum Cilame
Jama Amir (B) Jupri Madsai
Cilame Kampung Sawah Kampung Sawah Kampung Sawah
99
Responden Hasil Angka Acak No 35 41 96 67 98 7 92 18 32 24 14 53 95 125 99 119 13 68 127 66 29 33 132 137 79 90 140 4 21 71
Nama Saefudin Rudi Sanip Upandi Absori Syarifudin H.ita Jama Sukria M. Bahro M. Mugni Kemi Uju Agus Maksum Suarta M. Bakri Neli Madhuri M.Idam Sumitra Sahata Aprijal Mad Padil Sapardi Aman Amir Manan Sahmad Samsudin
Alamat Ciletuh ilir Ciletuh ilir Karya Bakti Lebak sirna Sukamaju Cengal Karya Bakti Cengal Sirnagalih Sirnagalih Cengal Lebak sirna Karya Bakti Hegar manah Sukamaju Sukamaju Cengal Lebak sirna Hegar manah Lebak sirna Sirnagalih Darmabakti Hegar manah Sipon ilir Lebak sirna Karya Bakti Kampung Sawah Cengal Cengal Lebak Sirna
100
Lampiran 5 Hasil pengolahan data Tabel 1 Hubungan antara pengaruh stakeholders dengan partisipasi masyarakat Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan
Pengaruh Stakeholders Non -
%
Partisipasi
Tokenisme
%
Citizen
%
∑
%
power
Tahap
Rendah
9
60
6
40
0
0
15
100
Perencanaan
Sedang
4
40
5
50
1
10
10
100
Tinggi
0
0
2
40
3
60
5
100
Rendah
3
75
1
25
0
0
4
100
Sedang
5
20
18
76
1
4
25
100
Tinggi
0
0
0
0
1
100
1
100
Rendah
20
71
6
21
2
8
28
100
Sedang
1
50
1
50
0
2
2
100
Tinggi
0
0
0
0
0
0
0
100
Tahap Pelaksanaan
Tahap Evaluasi
Tabel 2 Hubungan antara masyarakat
kepentingan
stakeholders
dengan
partisipasi
Partisipasi Masyarakat dalam Program Kepentingan Stakeholders
Agropolitan Non-
%
Partisipasi
Tokenisme
%
Citizen
%
∑
%
power
Tahap
Rendah
0
0
0
0
0
0
0
0
Perencanaan
Sedang
13
59
6
27
3
14
22
100
Tinggi
6
75
2
25
0
0
8
100
Rendah
0
0
0
0
0
0
0
0
Sedang
7
27
17
65
2
8
26
100
Tinggi
1
25
3
75
0
0
4
100
Rendah
11
79
2
57
1
4
14
100
Sedang
11
69
4
25
1
6
16
100
Tinggi
0
0
0
0
0
0
0
0
Tahap Pelaksanaan
Tahap Evaluasi
101
Tabel 3 Nilai signifikasi hubungan peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat pada seluruh tahapan agropolitan Partisipsi Masyarakat Spearman's rho Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan Peran Stakeholders Keseluruhan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Peran Stakeholders
1.000
.387*
. 30 .387*
.035 30 1.000
.035
.
30
30
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 4 Nilai signifikasi hubungan peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat pada perencanaan program agropolitan Peran Stakeholders
Partisipasi Masyarakat Spearman's rho Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan
Peran Stakeholders Perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
.339
. 30
.066 30
Correlation Coefficient
.339
1.000
Sig. (2-tailed) N
.066 30
. 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 5 Nilai signifikasi hubungan peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat tahap pelaksanaan agropolitan
Spearman's rho Partisipasi masyarakat Correlation dalam pelaksanaan Coefficient Sig.(2-tailed) N Peran Stakeholders Correlation Pelaksanaan Coefficient Sig.(2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Partisipasi Masyarakat 1.000
Peran Stakeholders .410*
. 30
.024 30
.410*
1.000
.024 30
. 30
102
Tabel 6 Nilai signifikasi hubungan peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat tahap evaluasi agropolitan Peran Stakeholders Spearman's rho
Peran Stakeholders Evaluasi
Correlation Coefficient
Partisipasi masyarakat
1.000
.382*
.
.037
30
30
.382*
1.000
.037
.
30
30
Sig. (2-tailed) N
Partisipasi Correlation masyarakat Coefficient dalam Evaluasi Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 7 Nilai signifikasi hubungan pengaruh stakeholders dengan partisipasi masyarakat setiap tahapan program agropolitan
Pengaruh Stakeholders
Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan Tahap Perencanaan
Dukungan Dana
Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
0.117
Pelaksanaan
0.047
Evaluasi Luas
Perencanaan
Jaringan
Pelaksanaan
0.135 0.000 0.013
Evaluasi Personality Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
Tahap Evaluasi
0.025 0.000 0.004 0.014
103
Lampiran 6 Panduan wawancara mendalam PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan (Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) Tujuan
: Menggali informasi terkait dengan peran stakeholders dan program agropolitan serta bagaimana kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholders dalam program agropolitan Informan : Tokoh Masyarakat
Hari/tanggal wawancara : Lokasi wawancara : Nama dan umur informan : Jabatan : Pertanyaan Penelitian 1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui mengenai program agropolitan di Desa Karacak sejak tahun 2004-2010? 2. Bagaimana perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program agropolitan di Desa Karacak? 3. Apakah Bapak/Ibu turut aktif berperan serta dalam kegiatan agropolitan di Desa Karacak? Jika ia, dalam program apa? dalam bentuk apa?tahun berapa? Tahapan apa saja? 4. Mengapa Bapak/Ibu tertarik untuk berperan serta dalam program agropolitan selama program agropolitan tahun 2004-2010? 5. Apakah pengembangan agropolitan merupakan program prioritas dalam tupoksi stakeholders? 6. Berasal dari mana dana untuk melaksanakan agropolitan? Berapa persen dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan program agropolitan? Apakah setiap tahunnya sama atau tidak dari 2004-2010? 7. Bagaimana ketergantungan dinas terkait pengembangan agrpolitan di karacak? 8. Berapa besar kemampuan stakeholders dalam memperjuangkan aspirasi pengembangan agropolitan di karacak? 9. Berapa besar fasilitas yang diberikan oleh stakeholders terhadap program agropolitan? 10. Berapa besar dukungan anggaran dana yang diberikan stakeholders untuk agropolitan? 11. Siapa saja menurut Bapak/Ibu yang terkait dengan kegiatan ini selama pelaksanaannya? 12. Bagaimana menurut anda mengenai program agropolitan khususnya program pengembangan sumberdaya manusia? 13. Bagaimana menurut anda mengenai program agropolitan khususnya program pengembangan budidaya manggis?
104
14. Bagimana menurut anda mengenai program agropolitan khususnya program pengembangan permodalan? 15. Bagimana menurut anda mengenai program agropolitan khususnya program peningkatan fasilitas misalnya jalan dsb? 16. Sejauh ini siapa saja yang berperan dalam program agropolitan tersebut?dari kalangan SKPD, pemerintahan lokal, Lsm, dunia akademik 17. Siapa pihak yang paling berperan dominan dalam program agropolitan? 18. Apa saja peran mereka dalam pelaksanaan program agropolitan? 19. Bagaimana pengaruh dan kepentingan mereka dalam program agropolitan? 20. Sebagai kelompok tani/ ketua kelompok tani, apa peran bapak dalam program agropolitan? Bagaimana jejaring, kekuatan dana, wewenang dan personality bapak ataupun dinas terkait lainnya dalam mempengaruhi masyarakat? 21. Apakah peran mereka berpengaruh terhadap keterlibatan mereka pada program agropolitan 22. Apakah harapan Bapak/Ibu bagi kegiatan agropolitan kedepan?
105
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan (Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) Tujuan Informan
: Menggali informasi terkait dengan program agropolitan dan pihak yang berperan dalam agropolitan : Pengurus POSKO agropolitan
Hari/tanggal wawancara Lokasi wawancara Nama dan umur informan Jabatan dalam POSKO Pertanyaan Penelitian
: : : :
Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut bergabung dalam kegiatan agropolitan dan dalam program mana saja anda bergabung?Kenapa anda bersedia menjadi pengurus POSKO? 2. Bagaimana cara anda pada mulanya mengetahui akan keberadaan program agropolitan dan tergabung di POSKO Agropolitan? 3. Dari 4 program agropolitan yang ada, manakah yang paling dominan diikuti? 4. Bagaimana anda turut serta dalam kegiatan ini?Inisiatif sendiri, diajak, karena memiliki pengalaman, atau lainnya? 5. Sejak kapan anda bergabung? 6. Adakah persiapan khusus yang dilakukan baik dari pihak perusahaan dan diri anda dalam merencanakan 4 kegiatan program agropolitan ini? 7. Bagaimana menurut anda mengenai kegiatan agropolitan sejak anda bergabung? 8. Sejauh ini bagaimana pengaruh pihak lain terhadap keputusan anda menjalankan program agropolitan? 9. Berapa banyak masyarakat yang ikut turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan agropolitan ini? 10. Bagaimana kontribusi dan dan dukungan pemerintah setempat terhadap kegiatan ini? 11. Adakah kendala yang dirasakan selama menjalankan 4 program agropolitan ini? 12. Apakah harapan anda dari kegiatan agropolitan ini?
1.
106
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan (Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) Tujuan
Informan
: Menggali informasi terkait dengan peran stakeholders dan program agropolitan serta bagaimana kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholders dalam program agropolitan : Dinas Pertanian, BAPPEDA, Dinas Peternakan, Dinas Bina Marga, Dinas Pariwisata dan Perindustrian, BP4K, BP3K
Hari/tanggal wawancara : Lokasi wawancara : Nama dan umur informan : Jabatan : Pertanyaan Penelitian: I. Pertanyaan Umum 1. Bagaimana visi dan misi pihak dinas terkait dengan program agropolitan di Kab Bogor? 2. Apa kepentingan dinas terhadap program agropolitan khususnya di Kab. Bogor? 3. Bagaimana pandangan tentang program agropolitan yang sudah berjalan tahun 2004-2010? 4. Bagaimana kebijakan dinas mengenai agropolitan di tahun 2004-2010? 5. Siapa yang merumuskan kebijakan dinas mengenai agropolitan? 6. Apakah definisi agropolitan menurut dinas? 7. Apakah dinas bergabung di POKJA? bagaimana posisi dan tugasnya? 8. Apakah tujuan dan sasaran utama program agropolitan dari dinas ? 9. Bagaimana posisi struktural program agropolitan dalam dinas? seberapa pentingkah agropolitan? nama bagian yang membawahi program agropolitan? Berapa jumlah orang yang berada di bawah divisi/bagian tersebut? 10. Apakah pengembangan agropolitan merupakan program prioritas dalam tupoksi stakeholders 11. Berasal dari mana dana untuk melaksanakan agropolitan? Berapa persen dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan program agropolitan? Apakah setiap tahunnya sama atau tidak dari 2004-2010? 12. Bagaimana ketergantungan dinas terkait pengembangan agrpolitan di karacak? 13. Berapa besar kemampuan stakeholders dalam memperjuangkan aspirasi pengembangan agropolitan di karacak? 14. Berapa besar fasilitas yang diberikan oleh stakeholders terhadap program agropolitan? 15. Berapa besar dukungan anggaran dana yang diberikan stakeholders untuk agropolitan? 16. Bagaimana mekanisme persetujuan dilaksanakannya agropolitan dengan masyarakat diawal program dan setiap tahapannya? 17. Bagaimana mekanisme survey dalam pelaksanaan agropolitan untuk suatu tempat dan sasaran? Berapa lama? Dibantu oleh siapa?
107
18. Bagaimana cara pandang dinas terhadap agropolitan dan pemberdayaan masyarakat melalui keikutsertaan masayrakat didalamnya? 19. Apa saja strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dalam menjalankan program agropolitan? 20. Cara apa yang biasa digunakan untuk mencari dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam agropolitan? Kendala apa yang dialami saat hendak melaksanakan agropolitan di suatu tempat khususnya di desa Karacak ? 21. Apakah program yang dijalankan telah sesuai dengan tujuan agropolitan dari dinas sebelumnya? 22. Sektor apa saja yang menjadi prioritas atau sering dilakukan perusahaan dalam menjalankan agropolitan? Mengapa? 23. Apakah ada pihak yang membantu/bermitra dalam pelaksanaan agropolitan? Siapa saja dan mengapa? 24. Sebagai anggota dinas..........., apa peran bapak dalam program agropolitan? Bagaimana jejaring, kekuatan dana, wewenang dan personality bapak ataupun dinas terkait lainnya dalam mempengaruhi masyarakat? 25. Apakah masyarakat dilibatkan dalam tahapan-tahapan pelaksanaan agropolitan? Sampai sejauh mana? Mengapa? 26. Bagaimana mekanisme monitoring dan evaluasi program agropolitan yang pernah dilaksanakan? Apakah hasil evaluasi dijadikan masukan untuk program berikutnya? 27. Apakah program agropolitan tersebut masih berjalan sampai saat ini? 28. Apa saja dampak yang dirasakan dinas setelah menjalankan agropolitan? Apakah ukuran keberhasilan agropolitan dalam menjalankan agropolitan? Mengapa? 29. Bagaimana seharusnya bentuk agropolitan yang dilaksanakan suatu dinas/pemerintah? II. Pertanyaan Khusus 1. Apa yang menjadi dasar motivasi untuk pelaksanaaan program agropolitan khususnya kegiatan khusus program agropolitan dari SKPD terkait? 2. Mengapa kegiatan dari dinas terkait dipilih? 3. Siapakah yang menginisiasi program tersebut untuk di implementasikan kedalam masyarakat? 4. Bagaimana tahapan perencanaan dalam pembuatan kegiatan ini? 5. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merancang program tersebut? 6. Apa yang menjadi media sosialisasi pada pelaksanaan program agropolitan (sesuaikan dengan 4 program yang ada) oleh dinas terkait? 7. Siapa sajakah stakeholders yang terkait dalam program agropolitan tersebut? 8. Bagaimana cara menjalin kerjasama dengan para stakeholders dalam program tersebut? 9. Sejauhmana kontribusi para stakeholders tersebut? 10. Bagaimana perekruitan para penerima program? 11. Mengapa pengurus tersebut yang dipilih dalam program? 12. Sejauhmana pemerintah setempat memberi dukungan bagi penyelenggaraan program agropolitan ini? 13. Berupa apa saja dukungan tersebut? 14. Sudah berapa lama program ini diselenggarakan?
108
15. Ada atau tidakkah batasan waktu tertentu yang digunakan bagi program tersebut? 16. Bagaimana tingkat antusias dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini menurut dinas? 17. Adakah data-data yang dapat menunjang hal tersebut? 18. Apa yang menjadi kriteria dan indikator dinas terkait penyelenggaraan program agropolitan ini? 19. Bagaimana penyelenggaraan evaluasi kegiatan agropolitan? 20. Melibatkan siapa saja evaluasi program tersebut? 21. Bagaimana mekanisme pelaporan kegiatan agropolitan terkait 4 program? 22. Apakah pelaporan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan melibatkan stakeholders - stakeholders lain seperti masyarakat atau pemerintah?siapa saja? 23. Apakah ada kendala yang dihadapi pada saat penyelenggaraannya tersebut?
109
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan (Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) Tujuan Informan
:Menggali informasi terkait dengan penyelenggaraan program agropolitan :Staf Kantor Kecamatan/Kelurahan
kebijakan
dan
Hari/tanggal wawancara : Lokasi wawancara : Nama dan umur informan : Jabatan : Pertanyaan Penelitian: 1. Kapan program agropolitan pertama kali masuk ke desa Karacak?Dinas mana?Bagaimana mekanismenya? 2. Apakah pemerintah/dinas mensosialisasikan perihal rencana pelaksanaan program agropolitan? Berapa lama dilakukan sosialisasi tersebut? 3. Siapa sajakah SKPD yang terkait dan perannya dalam program agropolitan? 4. Bagaimana cara dinas melakukan survey kebutuhan warga untuk program agropolitan? Apa metode yang digunakan? 5. Apakah pejabat kecamatan/kelurahan dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan program agropolitan? Jika tidak, mengapa? 6. Apakah masyarakat dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan program agropolitan? Jika tidak, mengapa? 7. Bagaimana cara pelibatannya dan dalam bentuk apa? 8. Apakah kebutuhan utama yang diperlukan warga saat itu dan saat ini terkait agropolitan? 9. Program apa saja yang dilakukan oleh masing-masing SKPD? 10. Apakah program yang dijalankan masing- masing SKPD? Siapa saja sasarannya? 11. Sejauhmana pihak kelurahan/kecamatan dilibatkan dalam implementasi program? 12. Apakah yang masyarakat rasakan setelah dijalankan program agropolitan? 13. Adakah kendala saat pelaksanaan program agropolitan? Apa saja? dan mengapa hal tersebut bisa terjadi? 14. Apakah pihak kelurahan/kecamatan dilibatkan saat evaluasi program? 15. Apakah pelaporan kegiatan dilakukan secara bersama-sama? 16. Apakah harapan bapak/ibu terhadap program agropolitan?
110
Lampiran 7 Kuesioner penelitian No. Kode Sampel:
Nama responden : Tanggal wawancara :
KUESIONER Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan (Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) Assalamualaikum. Wr. Wb. Saya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 2009. Saya sedang melakukan penelitian “Analisis Pengaruh Peran Stakeholders Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan (Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”. penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya berharap Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Apapun jawaban Bapak/Ibu, akan menjadi data penting bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Atas kesediaan dan waktu Bapak/Ibu mengisi kuesioner ini, saya ucapkan banyak terima kasih.
DOKUMEN RAHASIA
Hormat saya, Siska Oktavia
Berilah tanda silang [X] pada pilihan yang benar/sesuai ATAU isi jawaban pada bagian yang disediakan:
1 2 3
Umur Jenis Kelamin Alamat
4 5
Pendidikan Terakhir Pekerjaan Utama
Karakteristik Responden : . . . . . . . . . . . . . . tahun : [ ] laki-laki [ ] perempuan : RT [ ] RW [ ] DUSUN ] : SD [ ] SMP [ ] D3 [ ] S2 [ ] SMP[ ] SMA [ ] S1 [ ] S3 [ ] : ...............................
6
Pekerjaan Lain
: ……………………………………………………
[
111
7
8 9
1 2
3
4 5 6
5
6
Posisi dalam program agropolitan
: 1. Masyarakat Tani/Kelompok tani 2. Anggota POKJA 3. Anggota POSKO 4. Dinas…………………………………… 5. Swasta yaitu……………………………. 6. Lainnya………………………………… Jika anda tergabung dalam kelompok tani, nama kelompok taninya adalah………………… Sejak kapan bergabung dalam kelompok tani? Pengetahuan tentang stakeholders dan program agropolitan Apakah anda mengetahui [ ]Ya [ ]Tidak program agropolitan? Jika ia, darimana anda [ ] Aparat Desa [ ] Penyuluh/PPL mengetahui program [ ] Dinas Pertanian [ ] BAPPEDA agropolitan pertama kali? [ ] Ketua Gapoktan [ ] Lainnya, [ ] BP4K/BP3K …………….......... Siapa sajakah pihak – pihak : 1………………… yang tergabung dalam 2………………… program agropolitan?(boleh 3………………… lebih dari satu) 4………………… 5……………….... Sejak kapan program agropolitan masuk ke desa Karacak?................. Kapan pertama kali sosialisasi pelaksanaan program agropolitan?........... Program agropolitan apa saja [ ] Sosialisasi Agropolitan yang termasuk dalam [ ] Perancangan Masterplan wilayah program agropolitan didesa [ ] Pengembangan Sumberdaya Manusia karacak? [ ] Pengembangan Budidaya Manggis [ ] Pengembangan Permodalan [ ] Perbaikan Infrastruktur [ ] Lainnya, Sebutkan…………….. Apakah anda mengetahui [ ]ya [ ] Tidak tentang POSKO Agropolitan? Siapa saja yang tergabung : 1………………………………………. didalamnya? 2………………………………………. 3……………………………………….
Beri tanda centang () pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan anda yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Keterangan : SR= Sering, JR= Jarang, dan TP= Tidak Pernah
112
A. Tingkat Partisipasi dalam Program Agropolitan A.1 Tahap Perencanaan Program Agropolitan No 1
Pernyataan SR JR TP Ket Saya mengetahui proses pembentukan kawasan agropolitan di desa Karacak tahun 2005 2 Saya mengetahui keberadaan POSKO diawal pelaksanaan program agropolitan tahun 2005 3 Saya mengusulkan kebutuhan masyarakat dalam bentuk usulan program saat perencanaan program 4 Saya ikut mengidentifikasi kebutuhan masyarakat sebelum pelaksanaan program agropolitan tahun 2005 5 Saya memberikan masukan dalam menemukan kebutuhan masyarakat pada saat merencanakan program agropolitan 6 Saya mendapatkan kesempatan dalam pengambilan keputusan untuk merencanakan program agropolitan di desa Karacak 7 Saya bersama masyarakat ikut mengidentifikasi hambatan yang mungkin terjadi dalam program pengembangan kawasan agropolitan 8 Saya ikut menentukan langkah-langkah untuk mengatasi kemungkinan hambatan dalam program agropolitan. 9 Saya terlibat dalam menentukan aturan dalam program agropolitan. 10 Saya terlibat dalam menentukan wilayah untuk pelaksanaan program agropolitan 11 Saya ikut memutuskan alokasi dana perencanaan program agropolitan 12 Keterlibatan saya dalam perencanaan program agropolitan didesa Karacak adalah : [ ] Menyumbang materi berupa…………………… [ ] Menyumbang pikiran berupa………………….. [ ] Menyumbang tenaga berupa…………………... [ ] Menyumbang uang berupa biaya…………….... A.2 Tahap pelaksanaan program agropolitan A.2.1 Program Pengembangan SDM No Pernyataan SR JR TP Ket 13 Saya mendapatkan akses terhadap proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan program agropolitan khususnya program pengembangan SDM yang berupa kegiatan: 1.Pelatihan Penyuluh Swadaya 2.Pelatihan kelembagaan ASHUMA(Assosiasi Pengusaha Manggis)
113
14 15 16
17 18 19
20
No 21
22 23
24 25 26
3.Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu 4. Pelatihan Peningkatan mutu intensifikasi padi 5. Lainnya,......................................................... Saya terlibat dalam pengambilan keputusan dalam setiap program pengembangan SDM Saya merasakan manfaat program pengembangan SDM setelah berpartisipasi Pihak lain tidak ikut campur dalam pelaksanaan program pengembangan SDM petani di desa Karacak Dana program pengembangan SDM sepenuhnya berasal dari masyarakat Saya ikut mengawasi kegiatan pengembangan SDM Kegiatan pengembangan SDM petani dalam program agropolitan berjalan terkoordinasi dengan baik bersama pihak lainnya Keterlibatan saya dalam pelaksanaan program pengembangan SDM didesa Karacak adalah : [ ] Menyumbang materi berupa…………………… [ ] Menyumbang pikiran berupa………………….. [ ] Menyumbang tenaga berupa…………………... [ ] Menyumbang uang berupa biaya…………….... A.2.2 Program Pengembangan Budidaya Pernyataan SR JR TP Ket Saya mendapatkan akses terhadap proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan program agropolitan khususnya program pengembangan budidaya yang berupa kegiatan: 1.Bantuan Bibit Manggis 2.SLPHT/SLPTT padi 3.Bantuan Ternak Domba 4. Bantuan Induk Ikan Mas Lainnya.......................... Saya terlibat dalam pengambilan keputusan dalam setiap program pengembangan budidaya Saya merasakan manfaat program pengembangan SDM setelah berpartisipasi dalam program pengembangan budidaya Pihak lain tidak ikut campur dalam kegiatan pengembangan budidaya di desa Karacak Dana program pengembangan budidaya sepenuhnya berasal dari masyarakat Saya ikut mengawasi kegiatan pengembangan budidaya di desa Karacak
114
27
28
No 29
30
31
32
33 34 35
36
No 37
Kegiatan pengembangan budidaya dalam program agropolitan berjalan terkoordinasi dengan baik bersama pihak lainnya Keterlibatan saya dalam pelaksanaan program pengembangan budidaya didesa Karacak adalah : [ ] Menyumbang materi berupa…………………… [ ] Menyumbang pikiran berupa………………….. [ ] Menyumbang tenaga berupa…………………... [ ] Menyumbang uang berupa biaya……………………. A.2.3 Program Pengembangan Permodalan Pernyataan SR JR TP Ket Saya mendapatkan akses terhadap proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan program agropolitan khususnya program pengembangan permodalan yang berupa kegiatan: 1. Peminjaman modal dari Kelompok tani untuk UMKM 2. Pinjaman Dana PUAP 3. Peminjaman modal dari Koperasi 4. Peminjaman modal dari Perusahaan Saya terlibat dalam pengambilan keputusan dalam setiap program pengembangan permodalan petani Saya merasakan manfaat program pengembangan permodalan setelah berpartisipasi Pihak lain tidak melakukan interfensi dalam kegiatan pengembangan permodalan petani di desa Karacak Dana program pengembangan permodalan petani sepenuhnya berasal dari masyarakat Masyarakat ikut mengawasi program pengembangan permodalan Kegiatan pengembangan permodalan petani dalam program agropolitan berjalan terkoordinasi dengan baik Keterlibatan saya dalam pelaksanaan program pengembangan permodalan petani didesa Karacak adalah : [ ] Menyumbang materi berupa…………………… [ ] Menyumbang pikiran berupa………………….. [ ] Menyumbang tenaga berupa…………………... [ ] Menyumbang uang berupa biaya…………….... A.2.4 Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur Pernyataan SR JR TP Ket Saya mendapatkan akses terhadap pengambilan keputusan dalam pelaksanaan program
115
peningkatan fasilitas infrastruktur terkait agropolitan yaitu program: 1. Pembuatan Gudang Manggis 2. Peningkatan jalan poros desa Karacak 3. Penyediaan air baku di desa Karacak 4. Lainnya............................................. 38 Saya terlibat dalam pengambilan keputusan dalam setiap program peningkatan fasilitas infrastruktur 39 Saya merasakan manfaat program peningkatan fasilitas infrastruktur setelah berpartisipasi 40 Pihak lain tidak ikut campur dalam kegiatan peningkatan fasilitas infrastruktur di desa Karacak 41 Dana program peningkatan fasilitas infrastruktur sepenuhnya berasal dari masyarakat 42 Saya ikut mengawasi kegiatan peningkatan fasilitas infrastruktur 43 Kegiatan peningkatan fasilitas infrastruktur dalam program agropolitan berjalan terkoordinasi dengan baik 44 Keterlibatan saya dalam pelaksanaan program peningkatan fasilitas infrastruktur didesa Karacak adalah : [ ] Menyumbang materi berupa…………………… [ ] Menyumbang pikiran berupa………………….. [ ] Menyumbang tenaga berupa…………………... [ ] Menyumbang uang sebesar……………………. A.3 Tahap evaluasi No Pernyataan SR JR TP Ket 45 Saya ikut serta mengevaluasi secara lisan kegiatan agropolitan di desa Karacak tahun 2004-2010 bersama dinas pelaksana agropolitan. 46 Saya dilibatkan dalam pembuatan laporan kegiatan agropolitan 2004-2010 47 Pihak dinas selalu memberikan laporan kegiatan agropolitan 48 Saya melakukan pengawasan terhadap dampak agropolitan 49 Saya memberikan masukan terhadap kegiatan agropolitan 50 Keterlibatan saya dalam evaluasi program agropolitan didesa Karacak adalah : [ ] Menyumbang materi berupa…………………… [ ] Menyumbang pikiran berupa………………….. [ ] Menyumbang tenaga berupa…………………... [ ] Menyumbang uang sebesar…………………….
116
B. Tingkat Pengaruh Stakeholders dalam Program Agropolitan Program agropolitan terlaksana karena dukungan berbagai pihak selain masyarakat, dibawah ini adalah pihak yang seharusnya terlibat dalam program agropolitan didesa karacak. a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d. Dinas Koperasi,UKM, Perindustrian dan Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO Berdasarkan pihak – pihak yang ikut serta dalam agropolitan. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan menggunakan tanda silang (x) ini sesuai dengan pilihan anda yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya. B.1.Tingkat pengaruh pada perencanaan program agropolitan 1. Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada perencanaan program agropolitan di tahun 2004-2005? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 2. Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada perencanaan program? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 3. Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya untuk menentukan langkah awal program agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 4. Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat perencanaan program agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 5. Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas persiapan program agropolitan dengan masyarakat? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 6. Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang diajukan masyarakat dalam perencanaan program? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 7. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam perencanaan program agropolitan?
117
B.2.Tingkat pengaruh pada pelaksanaan program agropolitan B.2.1 Program Peningkatan Sumberdaya Manusia 8. Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada pelaksanaan program peningkatan sumberdaya manusia sejak tahun 2005-2010? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 9. Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada program peningkatan sumberdaya manusia? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 10. Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya untuk melaksanakan program peningkatan sumberdaya manusia dalam konteks agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 11. Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat pelaksanaan program peningkatan sumberdaya manusia? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 12. Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan program peningkatan sumberdaya manusia dengan masyarakat? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 13. Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang diajukan masyarakat dalam program peningkatan sumberdaya manusia? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 14. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam pelaksanaan program pengembangan SDM dalam agropolitan?
B.2.2 Program Peningkatan Budidaya 15. Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada pelaksanaan program peningkatan budidaya pertanian sejak tahun 2005-2010? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 16. Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada program peningkatan budidaya pertanian? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 17. Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya untuk melaksanakan program peningkatan budidaya pertanian dalam konteks agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 18. Seberapa sering pihak lain yang merupakan dinas POKJA Agropolitan bergaul dengan masyarakat saja pada saat pelaksanaan program peningkatan budidaya pertanian? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
118
19. Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan program peningkatan budidaya pertanian dengan masyarakat? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 20. Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang diajukan masyarakat dalam program peningkatan budidaya pertanian? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 21 Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam perencanaan program agropolitan?
. B.2.3 Program Peningkatan Permodalan 22.Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada pelaksanaan program peningkatan permodalan dalam rangka agropolitan sejak tahun 2005-2010? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 23.Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada program peningkatan permodalan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 24.Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya untuk melaksanakan program peningkatan sumberdaya manusia dalam konteks agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 25.Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat pelaksanaan program peningkatan permodalan petani? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 26.Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan program peningkatan permodalan petani dengan masyarakat? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 27.Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang diajukan masyarakat dalam program peningkatan permodalan petani? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 28. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam program permodalan petani agropolitan?
119
B.2.4 Program Peningkatan Infrastruktur 29.Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada pelaksanaan program peningkatan infrastruktur sejak tahun 2005-2010? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 30.Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada program peningkatan infrastruktur a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 31.Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya untuk melaksanakan program peningkatan infrastruktur dalam konteks agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 32.Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat pelaksanaan program peningkatan infrastruktur? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 33.Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan program peningkatan infrastruktur dengan masyarakat? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 34.Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang diajukan masyarakat dalam program peningkatan infrastruktur? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 35. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam program peningkatan infrastruktur agropolitan?
B.3 Tingkat pengaruh pada evaluasi program agropolitan 36.Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada evaluasi program peningkatan tahun 2010? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 37.Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada evaluasi program agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 38.Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya untuk evaluasi program agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 39.Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat evaluasi program agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
120
40.Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan pada saat evaluasi program agropolitan? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 41.Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang diajukan masyarakat dalam program peningkatan sumberdaya manusia? a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah 42. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam evaluasi program!
C. Tingkat Kepentingan Stakeholders dalam Program Agropolitan C.1 Tingkat Kepentingan Stakeholders tahap perencanaan 1. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang selalu mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dalam pelaksanaan pogram agropolitan?
Pihak – pihak yang berkepentingan a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO
Berikan tanda x
dan
121
2. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan organisasi/Dinas/Organisasi?
Pihak – pihak yang berkepentingan a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO
Berikan tanda x
dan
3. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan pribadi saja?
Pihak – pihak yang berkepentingan a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO
Berikan tanda x
dan
122
C.2 Tingkat Kepentingan Stakeholders tahap pelaksanaan 1. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang selalu mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dalam pelaksanaan pogram agropolitan? Pihak – pihak yang berkepentingan a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO
Berikan tanda x
2. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan organisasi/Dinas/Organisasi? Pihak – pihak yang berkepentingan a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO
Berikan tanda x
123
3. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan pribadi saja? Pihak – pihak yang berkepentingan a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO
Berikan tanda x
C.3 Tingkat Kepentingan Stakeholders tahap Evaluasi 1. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang selalu mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dalam pelaksanaan pogram agropolitan? Pihak – pihak yang berkepentingan a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO
Berikan tanda x
124
2. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan organisasi/Dinas/Organisasi? Pihak – pihak yang berkepentingan a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO
Berikan tanda x
3. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan pribadi saja? Pihak – pihak yang berkepentingan a. Dinas Pertanian dan Kehutanan b. Dinas Bina Marga dan Pengairan c. Dinas Peternakan dan Perikanan d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan e. BAPEDDA f. BP4K g. BP3K h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa) i. Lembaga Keuangan yaitu:……………….. j. LSM yaitu………………………………. k. Akademisi yaitu………………………… l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan n. Ketua POSKO
Berikan tanda x
125
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Siska Oktavia (Siska), dilahirkan di Lampung pada tanggal 23 Oktober 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Umi Kulsum dan Makhasin Akhlak. Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK Aisyah Rancabanteng, dilanjutkan dengan bersekolah di MIM Kalipetung, SMPN I Wangon dan SMA N Jatilawang. Cita–cita penulis menjadi seorang pekerja sosial (Social Worker) diwujudkan dengan niatnya untuk melanjutkan perguruan tinggi sehingga pada tahun 2009 penulis mendaftar sebagai calon mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Niat tersebut terlaksana setelah penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis telah memilih Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang berada di bawah naungan Fakultas Ekologi Manusia angkatan kelima. Penulis menyelesaikan studinya dengan menempuh pendidikan di semester 6 dengan mengikuti program akselerasi. Dedikasi penulis selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor diwujudkan dengan aktivitas organisasi penulis. Penulis pernah tergabung ke dalam lembaga struktural Bina Desa BEM KM IPB yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat di desa Ciaruteun Ilir tahun 2009–2011 sebagai Sekertaris Umum dan Kepala Departemen Pendampingan Masyarakat, Penulis juga aktif sebagai Staff Soskemas BEM KM IPB tahun 2009/2010, Staff Soslingmas tahun 2010/2011, anggota Paskibra IPB 2009/2010, Staff Community Development di FORCES IPB, Dewan Gedung Asrama A4 TPB IPB, Direktur Community Development di Himpunan Mahasiswa Peminat Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) tahun 2012, Kadept Social Center KAMMI IPB tahun 2012, dan Pendamping Posdaya di tahun 2012. Selain itu penulis juga aktif mengikuti organisasi ekstra kampus tingkat nasional yaitu Forum Indonesia Muda (FIM), Future Leader Summit, dan Young Leader Summit. Penulis juga berpengalaman menjadi assisten praktikum Mk. Sosiologi Umum dan Mk. Berpikir dan menulis ilmiah selama tahun 2011/2012. Keahlian tentang pengembangan masyarakat penulis juga mengantarkan penulis sebagai penerima Hibah MITI dalam program Community Development Tk. Nasional dan perwakilan departemen SKPM dalam IPB Goes to field 2011 sekaligus menjadi pengalaman mendampingi masyarakat dalam program KKP di wilayah Kalimantan Selatan yang di fasilitasi oleh PT Arutmin Indonesia.