HUBUNGAN PELAPISAN SOSIAL PETERNAK DOMBA DENGAN KETERLIBATANNYA DALAM JARINGAN KOMUNIKASI DI DESA GUNUNG SEUREUH KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI AKHMAD NURYAHYA
JURUSAN SOSIAL EKONOMI INDUSTRI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2000
HUBUNGAN PELAPISAN SOSIAL PETERNAK DOMBA DENGAN KETERLIBATANNYA DALAM JARINGAN KOMUNTKASI DI DESA GUNUNG SEUREUH KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Oleh : AKHMAD NURYAEYA DO3495040
JURUSAN SOSIAL EKONOMI INDUSTRI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2000
HUBUNGAN PELAPISAN SOSIAL PETERNAK DOMBA DENGAN KETERLIBATANNYA DALAM JARINGAN KOMUNIKASI Dl DESA GUNUNG SEUREUH KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
Oleh: AKHMAD NURYAHYA
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Februari 2000 Menyetujui,
Dr. Ir. Andriyono K. Adhi Pembimbing Utama
Pembimbing ~ n w a
Ir.
ada an Duljaman. MS.
~ r i %Dr. Pang S. Asnnari. M. Ed. Penguji Satu
$enguj i Dua
Mengetahui, ,.
.
1-..
Ketua Jurusan S E P Fakultas Peternakan IPB
Dekan Fakultas Peternakan
Ir. Richard W. E. Lumintang. MSAE.
Prof. Dr. Ir. H. ~udarmadi!M. Sc.
SUMMARY Nuryahya, A. 2000. The Relationship between Social Stratification and Involvement in Comunication Network of Sheep Breeders in Gunung Seureuh Village Leuwiliang Subdistrict Bogor Regent (Advisory Committee: Andriyono K Adhi. as chairman; Burhanuddin, as member). The study of the communication it's very urgent to develop in action of sheep breeders as subject of development animal husbandry sub-sector. There are expedients to pass the study of communication network to understand the flow of information "who talks to hom" to find the information. The objectives of this research were to understand (1) the sheep breeders of social stratification (2) illustration of communication network and (3) the relationship between social stratification and communication network. This research used the communication network analysis models by means of design sociometri survey to receive of sociogram. The population was the sheep breeders which live in Gunung Seureuh vilage, Leuwiliang subdistrict Bogor regent. The identification of social stratification to consist of age, education, economic status, ownership of sheep, exposure of mass media and long time breeders. The identification of communication network variable was the part individual and individual connectedness. The result of these research showed more than half of respondents were the youthful category, low-education, economic status of poor category, the exposure of mass media was low-category, and long time breeders of low category. In these sociogram was founded two cliques and both of them contain 17 and 13 with 3 liaison. There were not founded the isolates in this general sociogram but it's founded in sub-topic sociogram. Nine of sheep breeders take in bridge, they connected clique I and 11. The sheep breeders which lay on bridge position were #1, #4, #8, #9, #lo, #19, #22, #23, #27. The #1, #lo, #19, #22 resideded in the Star position, they were obtained 16 mutual pairs, 6 chains and 5 neglecte position. The variable of education, economic status, the ownership of sheep and exposure of mass media influences the involvement in communication network. The age and the long-time breeders didn't influence the involvement in communication network.
RINGKASAN Nuryahya, A. 2000. Hubungan Pelapisan Sosial Peternak Domba dengan Keterlibatannya dalam Jaringan Komunikasi di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor @i bawah Bimbingan : Andriyono K. Adhi sebagai Pembimbing Utama, Burhanuddin sebagai Pembimbing Anggota). Studi ilmu komunikasi sudah sangat mendesak untuk segera dilakukan dalam rangka pengembangan dan pemberdayaan peternak sebagai pelaku utama pembangunan sub sektor peternakan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui kajian yang mendalam tentang jaringan komunikasi untuk memperlihatkan arus informasi yang tejadi, "kepada siapa" peternak mendapatkan informasi dan "kepada siapa" peternak menyebarkan informasi tentang usaha ternak domba. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pelapisan sosial peternak domba, (2) gambaran jaringan komunikasi peternak domba dan (3) hubungan antara pelapisan sosial peternak domba dengan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Model penelitian yang digunakan adalah analisis jaringan komunikasi (comrnunzcation network analysis) dengan desain survei sosiometri untuk mendapatkan sosiogram. Populasi penelitian adalah peternak domba di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Identifikasi pelapisan sosial terdiri dari umur, pendidikan, status ekonomi, pemilikan ternak, keterdedahan media massa dan lama betern&, sedangkan identifikasi variabel jaringan komu6kasi adalah peranan individu dan derajat koneksi individu. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengan total responden berumur muda (berkisar antara 21 sampai dengan 42 tahun), pendidikan rendah (tidak sekolah sama sekali dan tidak lulus SD), status ekonomi dalam kategori miskin (pengeluaran sembako kurang dari Rp. 2.698.010,OO) kemudian pemilikan ternak yang seimbang (rata-rata 1.42 ST), keterdedahan media massa rendah (Frekuensi pemanfaatannya antara 1 sampai 4 jam perm'nggu) dan lama beternak yang rendah (berkisar antara 1 sampai dengan 12 tahun)ldd ada sosiogram ditemukan dua klik yang masing-masing mempunyai anggota sebanyak 17 dan 13 anggota peternak dengan tiga penghubung Tidak ditemukan isolate pada sosiogram secara umum dan ditemukan isolate pada sub topik sosiogram. Peternak yang menduduki posisi bridge adalah peternak #1, #4, #8, #9, #lo, #12, #19, #22, #23 dan #27. Mereka menghubungkan klik I dan klik i i h o s i s i star diduduki oleh peternak #1, #lo, #19 dan #22.ditemukan 16 pasangan mutualpair, enam posisi chain dan lima posisi neglectee. Variabel yang mempengaruhi keterlibatan peternak domba dalam jaringan komunikasi adalah tingkat pendidikan, status ekonomi, pemilikan ternak dan keterdedahan media massa. Variabel yang tidak mempengaruhi keterlibatan peternak domba dalam jaringan komunikasi adalah variabel umur dan lama beternak.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis adalah putra ketiga dari pasangan Bapak M. Su'ud Abd Hamid dan Ibu Sofiah. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 1989 dari SDN Plintahan Pandaan dan sebelumnya telah menyelesaikan Madrasah Diniyah di PP Darut Ta'lim Mlaten Pandaan. Pendidikan sekolah menengah pada tahun 1992 di SMPN I Pandaan Pasuruan. Pendidikan menegah atas tahun 1995 di Sekolah
Pertanian Pembangunan (SPP-SPMA) Sidoarjo. Penulis diterima di IPB pada Fakultas Peternakan, Program Studi Sosial Ekonomi Ternak dengan minat studi Komunikasi dan Penyuluhan melalui jalur undangan siswa berprestasi tahun 1995 dan diterima di Akademi Penyuluhan Pertanian (APP) Tanjung Malang tetapi hanya sempat menjalaninya selama satu semester. Prestasi yang pernah diraih penulis adalah Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat
SLTA-Pertanian se-Jawa dan Bali yang diselanggarakan oleh Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang tahun 1993, sebagai Pemuda Pelopor Pembangunan bidang teknologi tepat guna tingkat Popinsi Jawa Timur sekaligus mendapatkan penghargaan dari Menteri Pemuda dan Olahraga RI dan Gubernur KDH TK I Jawa Timur tahun 1994, Juara I Lomba Demontrasi Cara (DEMCA) pada Temu Siswa Tani dan Nelayan Tingkat Daerah (TESISTADA) Jawa Timur 1994. Penulis sering mengikuti seminar dan pelatihan diantaranya pelatihan Kewirausahaan yang diselengarakan oleh IPB dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, pelatihan Tenaga Pendamping program Proksidatani yang diselenggarakan oleh IPB, Departemen Pertanian serta Departemen Koperasi dan PKM tahun 1999. Pengalaman bekerja adalah sebagai Tenaga Pendamping Program P4M2.T di Kabupaten Lebak tahun 1999, asisten dosen Manajemen Komunikasi dan asisten Komunikasi Audiovisual pada Program Studi Diploma KPP tahun 1998-1999 dan asisten luar biasa Pembangunan Masyarakat Desa tahun 1998. Organisasi yang diikuti oleh penulis adalah Ketua Osis SPP-SPMA Sidoarjo, Ketua Koordinator Daerah Persatuan Pelajar Khisma Budaya tahun 1994-1996, anggota Forum Komunikasi Pemuda Pelopor Pembangunan dan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (FKP4) sampai sekarang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas Rahmah-Nya dan Inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul "Hubungan Pelapisan Sosial Petemak Domba dengan Keteriibatannya dalam Jaringan Komunikasi di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor". Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada : (1). Bapak Dr. Ir. Andriyono K.
Adhi selaku pembimbing akademik dan
pembimbing utama yang senantiasa sabar membimbing dan mengarahkan penulis. (2). Bapak Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing anggota atas bimbingan, saran dan kritik yang diberikan kepada penulis. (3). Bapak Ir. Amirudin Saleh, MS se1aku dosen penguji seminar terima kasih atas saran dan kritik yang diberikan. (4). Bapak Dr. Ir. Arnri Jahi, M Sc se1aku Ketua Program Studi SET atas bimbingan dan tidak jenuh-jenuh menasehati penulis. (5). Bapak Ir. Richard W. E. Lumintang, MSAE selaku Ketua Jurusan SEIP yang telah memberikan kepercayaan penuh kepada penulis untuk mengelola praktikum mata kuliah Manajemen Komunikasi untuk Program Studi KPP. (6). Bapak Prof. Dr. Ir. Sitanala Arsyad, M.Sc yang telah mengundang penulis untuk masuk IPB, terima kasih atas bantuan biaya yang diberikan kepada penulis selama penelitian. (7). Yang tercinta : Ayahanda dan Ibunda, Mbak Yati, Mbak Mut, Dik Yudi, Jeng Vivin, terima kasih atas bantuan dan dorongan moril serta kasih sayang yang diberikan selama ini. (8). Ternan SEIP 32, 34 dan 35 terutama Dewi Cs, Eti, Farid, Udin terima kasih atas kerjasamanya se1ama ini. (9). Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini.
Penelitian ini merupakan langkah awal untuk memulai studi komunikasi peternakan yang lebih baik dan baru dengan memperhatikan aspek sosial ekonomi peternak. Tentunya penulis menyadari masih banyak yang harus dilakukan perbaikan pada penelitian ini agar didapatkan hasil yang optimal. Harapan penulis semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca, peminat dan peneliti bidang komunikasi terutama komunikasi pembangunan pedesaan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Bogor, Januari 2000 Penulis
DAFTARISI
Halaman RINGKASAN ................................................................................................. . RIWAYATHIDUP...........................................................................................
II
KATAPENGANTAR .......................................................................................
IV
DAFTAR TABEL .............................................................................................
VI
DAFTARGAMBAR .........................................................................................
VII
DAFT AR LAMPIRAN ..................................................................................... .
x
PENDAHULUAN ............................................................................................ .
1
Latar Belakang ...................................................................................... .
1
Masalah Penelitian ............................................................................... .
3
Tujuan Penelitian .................................................................................. .
4
Kegunaan Penelitian .............................................................................. .
4
TINJAUANPUSTAKA ................................................................................... .
6
Pelapisan Sosial. ....................... .
6
Faktor Penyebab Pelapisan Sosial
7
Model Komunikasi Konvergen...............................................................
9
Analisis Jaringan Komunikasi ......................................................... .
10
Teknik Sosiometri ..................................................................................
14
Beberapa Hasil Studi tentang Pelapisan Sosial dengan Jaringan Komunikasi ............................................................................................
16
KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS .................................................... 17 Kerangka Berfikir................................................................................... 17 Hipotesis ................................................................................................ 18 METODE PENELITIAN .................................................................................. 19 Model Penelitian .................................................................................... 19 Populasi dan Sampel............................................................................... 19 Disain Penelitian .................................................................................... 19 Data dan Instrumen ................................................................................ 21 Validitas Instrumen ................................................................................ 21 Reliabilitas Instrumen............................................................................. 22 Pengumpulan Data................................................................................. 22 Analisis Data..............................
.................................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ............. ....................................................... 24 Keadaan Umum Lokasi Penelitian.......................................................... 24 Pelapisan Sosial...................................................................................... 25 Umur Petemak ........................... ............................................ ........ 25 Tingkat Pendidikan.................. ................................ .................... 26 Status Ekonomi.. .... .......... ........... ................ ....... ....... .... .... .... ...... .... 27 Pemilikan Temak ..... ................................ ..................... ........ .......... 29 Keterdedahan Media Massa............................................................. 30 Lama Betemak ................................................................................ 31 Analisis Jaringan Komunikasi Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor................................. 32
Identifikasi Klik. ....
34
Identifikasi Peranan Individu dalam Jaringan Komunikasi ... \(...
41
Derajat Koneksi Individu ............................ '" ....... .... .... ............... .... 46 Hubungan Pelapisan So sial Petemak Domba dengan Keterlibatannya dalam Jaringan Komunikasi.......................................... ........................
v
47
KESIMPULAN DAN SARAN... ........... ................................. ................... ........ 51 Kesimpulan ............................................................................................ 51 Saran..................................................................................................... 52 DAFTARPUSTAKA ....................................................................................... 53
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Distribusi Frekuensi Umur Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh
Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ................................................... 26 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor...................................... 27 3. Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor...................................... 28 4. Distribusi Frekuensi Pemilikan Ternak Domba Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ........................ 30 5. Distribusi Frekuensi Keterdedahan Media Massa Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ........................ 31 6. Distribusi Frekuensi Lama Beternak Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor...................................... 32 7. Matriks Komunikasi Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor... .............. ............. .............. 35 8. Distribusi Peranan dan Derajat Koneksi Individu Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ........................ 45 9. Distribusi Frekuensi Derajat Koneksi Individu Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ........................ 46 10. Distribusi Frekuensi Pelapisan Sosial Peternak Domba dengan Keterlibatannya dalam Jaringan Komunikasi di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor .......................... ......................... 47
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tampak Model Komunikasi Konvergen......................................................
10
2. Tampak Sosiogram dan Posisi Klik............... .................... ............... ..... ...... 15 3. Bagan Hubungan antara Variabel Pelapisan Sosial dengan Variabel Jaringan Komunikasi Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ................................................... 18 4. Sosiogram Jaringan Komunikasi Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor... .............. .... .... ............. 36 5. Sosiogram Jaringan Komunikasi Sub Topik Pemasaran Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor................ 37 6. Sosiogram Jaringan Komunikasi Sub Topik Pemeliharaan Domba Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor........................................................................................ 38 7. Sosiogram Jaringan Komunikasi Sub Topik Informasi Pengembalian Kredit Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor........................................................................................ 39
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. Distribusi Variabel Pelapisan Sosial dan Derajat Koneksi
Halaman
Individu Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.. ...................................................................................... 56
PENDAHULUAN Latar Belakang
Sub sektor petemakan merupakan sub sektor strategis dari sektor pertanain untuk pemerataan kemakmuran rakyat dalam pembangunan nasional karena dapat membuka peluang dan kesempatan berusaha yang mampu menyerap angkatan kerja dalam jumlah besar, mampu memberikan konstribusi terhadap PDB dalam bentuk devisa negara untuk membayar hutang luar negeri dan sumber penghidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Peningkatan produksi petemakan merupakan hasil kerja keras semua komponen bangsa terutama masyarakat petemak dan agroindustri, namun hal ini tidak bertahan lama. Ketertinggalan sub sektor petemakan di Indonesia tidak terlepas dari strategi pembangunan yang keliru. Pada masa orde baru pembangunan petemakan yang memanfaatkan
resource
base
domestic
tidak
mendapat
perhatian
senus.
Pembangunan sub sektor peternakan hanya dipandang sebagai penunjang kebijakan "harga pangan murah" padahal sub sektor ini memegang peran penting dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat. Mendayagunakan potensi petemakan dalam rangka mengurangi impor daging dan protein hewani guna menghemat devisa negara sudah sangat mendesak untuk segera dilaksanakan. Pemberdayaan petemak melalui aksesibilitas permodalan, penyedian kredit lunak, penciptaan pasar yang seimbang dan pengolahan hasil hams diimbangi dengan pemberdayaan manusia pengelolanya dalam hal ini petemak. Salah satu cakupan pemberdayaan petemak yang sangat penting adalah studi untuk melihat
2
kemampuan interaksi mereka dalam masyarakat termasuk berusaha temak domba melalui studi komunikasi yang berhubungan erat dengan perilaku petemak sebagai suatu komponen sistem sosial masyarakat. Studi ilmu komunikasi sudah saatnya dilakukan dengan intensif sebagai upaya pemberdayaan masyarakat petemak domba melalui kajian yang mendalam tentang jaringan komunikasi untuk memperlihatkan arus informasi yang terjadi, kepada siapa petemak mendapatkan informasi dan kepada siapa menyebarkan informasi.
Studi jaringan komunikasi
ingin memberikan
kontribusi
dalam
pembangunan petemakan dan aspek penting untuk menunjukkan perilaku petemak, hubungan antara petemak satu dengan petemak lain. Pada masyarakat yang berlapis-lapis, proses penyebaran suatu informasi akan bermula dari lapisan yang paling atas dan berakhir pada lapisan yang paling bawah (Soekanto, 1987). Namun, pola hubungan atau interaksi yang teIjadi umumnya terbatas antar beberapa individu tertentu. Hal inilah yang menyebabkan kesenjangan efek komunikasi mengenai suatu informasi. Informasi petemakan biasanya memakan waktu yang cukup lama untuk tersebar dikalangan petemak. Hubungan petemak dengan petemak lain akan membentuk rangkaian hubungan yang disebut sebagaijaringan komunikasi petemak. Media massa seperti radio, televisi dan surat kabar dapat menambah pengetahuan petemak, tetapi penyebaran dan pemilikan media massa tersebut masih terbatas sehingga aliran informasinya tetap dari lapisan atas ke lapisan bawah. Proses pengolahan informasi yang diterima dan tingkat lapisan sangat berbeda-beda. Hal ini menyebabkan informasi mengalami penambahan dan pengurangan.
3
Masalah Penelitian
Studi jaringan komunikasi diperkenalkan oleh Moreno (Jahi, 1993) dengan mengoperasionalkan ajakan Simmel melalui "geometri hubungan sosial" dengan menggunakan metode sosiometri. Meskipun sosiometri tidak langsung berkepentingan dengan komunikasi, struktur sosiometri dari suatu kelompok tidak dapat disangkal berhubungan dengan beberapa hal yang teIjadi dalam komunikasi. Selanjutnya Bavelas (Goldberg, 1985) membangkitkan kembali studi jaringan komunikasi. Baveles mengembangkan suatu strategi untuk mengendalikan anggota kelompok dengan hanya membolehkan anggota kelompok membuat catatan tertulis dengan membatasi mereka pada saluran komunikasi tertentu. Selama ini penelitian-penelitian dalam bidang petemakan banyak difokuskan pada peningkatan produksi petemakan dengan mengabaikan penelitian tentang perilaku petemakan. Dalam kaitannya dengan pelapisan sosial, penelitian ini ingin mengetahui keterlibatan seorang petemak dalam jaringan komunikasi. Penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana konsep yang telah ditulis oleh Rogers dan Kincaid (1981), Crowell dan Katcher (Goldberg, 1985), kemudian Crowell dan Sceidel (Goldberg, 1985). Masing-masing memperkuat dugaan bahwa karakteristik petemak, pelapisan so sial dan peer raating (penilaian kelompok sebaya) mempengaruhi keterlibatan seseorang dalam jaringan komunikasi. Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Burhanuddin (1992), Setyanto (1993) dan Witardi (1997) untuk melihat kembali variabel karakteristik dan variabel pelapisan sosial yang mempengaruhi keterlibatan seseorang dalam jaringan
4
komunikasi. Berkaitan dengan uraian diatas ada beberapa masalah yang ingin diajukan dalam penelitian ini, yaitu : (\). Bagaimanakah pelapisan sosial peternak domba yang berada di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ? (2). Bagaimanakah jaringan komunikasi pada kelompok peternak domba di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ? (3). Apakah ada hubungan yang signifikan antara pelapisan sosial peternak domba dengan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku komunikasi dengan pelapisan sosial peternak domba di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian terperinci sebagai berikut : (\). Untuk mengetahui pelapisan so sial peternak domba di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. (2). Untuk mengetahui gambaran jaringan komunikasi peternak domba di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. (3). Mengetahui hubungan antara pelapisan sosial peternak domba dengan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah terutama untuk mengevaluasi kebijakan yang telah diambil berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan peternak melalui kegiatan penyuluhan. Mengingat program-program
5
penyuluhan yang akan dilaksanakan memerlukan sarana komunikasi yang merupakan inti dari penelitian ini, maka diperlukan upaya yang optimal dalam mempercepat arus informasi melalui studi-studi yang memperlihatkan perilaku petemak dalam jaringan komunikasi. Selain itu hasil penelitian ini akan berguna sebagai : (1). Bahan pembanding dalam melaksanakan penelitian selanjutnya dalam disiplin ilmu komunikasi untuk pengembangan petemak domba. (2). Bahan pertimbangan dalam meningkatkan efektifitas program pembangunan oleh penentu kebijakan dalam merencanakan program pengembangan petemakan domba masa depan. (3). Bahan
menentukan
strategi
petemakan di lokasi penelitian.
penyuluhan
untuk
meningkatkan
produksi
TINJAUAN PUSTAKA
Pelapisan Sosial
Sorokin (Soemardjan dan Soemardi, 1964) menyatakan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau heirarkhis. Perwujudannya adalah adanya lapisan atas dan lapisan bawah. Pelapisan sosial mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam organisasi sosial, mula-mula pelapisan sosial didasarkan pada perbedaan suku, perbedaan antara pemimpin dengan yang dipimpin, perbedaan berdasarkan pembagian dan perbedaan berdasarkan kekayaan. Semakin kompleks dan semakin majunya perkembangan suatu masyarakat, semakin kompleks pula sistem lapisan sosial dalam masyarakat (Soekanto, 1987). Secara teoritis semua manusia dapat dianggap sederajat, tetapi sesuai dengan kenyataan kehidupan dalam kelompok-kelompok sosial tidak demikian, pembedaan atas lapisan sosial merupakan gejala universal yang merupakan bagian dari sistem so sial setiap masyarakat. Beteile (Pujiwati, 1985) menyatakan pelapisan so sial adalah gambaran mengenai ketidaksamaan (iniquity) dalam kehidupan masyarakat. Menurut Beteile menelaah struktur sosial (abstract from
ideas) adalah tidak cukup,
perlu
melengkapinya dengan analisis mengenai pembagian masyarakat atas group, strata dan kelas. Sumber ketidaksamaan adalah : (1) sumber gejala status dan (2) organisasi dan pengorganisasian.
6
7
Dalam struktur desa lama, status seorang anggota masyarakat ditentukan oleh keeratan hubungan dengan desanya ditandai dengan hak dan kewajiban komunal. Dasar penentuan status diutarakan dalam sistem kesikepan yang juga dikenal sebagai sistem gogol. Menurut sistem ini status masyarakat dibedakan antara kaum sikep yang diberi hak menggunakan tanah komunal dan kaum tangkong yang tidak diberi pinjaman tanah desa; sistem ini ditemukan di daerah pedesaan Cirebon (Prasaja, 1974). Koentjaraningrat (1961) mengklasifikasikan masyarakat pedesaan antara kelas wong sugih atau orang kaya dan kelas wong cilik atau orang kecil, antara pemilik lahan dengan buruh. Ogburn (1974) menyebutkan bahwa status adalah hasil dari kedudukan individu dalam kelompok. Pelapisan so sial masyarakat mempunyai fungsi penting dalam ketidaksamaan status. Faktor Penyebab Pelapisan Sosial
Soekanto (1987) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan teIjadinya pelapisan sosial adalah sebagai berikut : (1). Ukuran kekayaan: individu yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas dilingkungannya. (2). Ukuran kehormatan: individu yang paling dihormati menempati lapisan teratas. (3). Ukuran kekuasaan:
individu yang memiliki kekuasaan dan wewenang
menempati lapisan tertinggi. (4). Ukuran ilmu pengetahuan: ini berlaku pada masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
8
Untuk menganalisis pelapisan sosial yang teIjadi dapat dilakukan dengan mengetahui hubungan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti tingkat umur, tingkat pendidikan, status ekonomi, keterdedahan media massa, kepemilikan suatu harta dan pengalaman individu. Pelapisan sosial yang ada pada suatu sistem masyarakat akan memberikan gambaran nyata terhadap interaksi sosial yang sebenarnya teIjadi dengan ditandai oleh adanya strata so sial yang berbeda.
Umur
Tingkat aktivitas seseorang banyak dipengaruhi oleh tingkat umur. Seseorang akan semakin matang dalam berfikir dan semakin meningkat aktivitasnya dengan semakin meningkatnya umur (Burhanuddin, 1992) Pada batas umur tertentu aktivitas akan semakin menurun sesuai dengan kemampuan fisiknya. Contohnya aktivitas dalam mengarnbil keputusan, semakin tambah umur (tua) semakin lambat untuk berfikir dalam mengambil keputusan. Pengambilan keputusan merupakan salah satu sikap dan perilaku petemak yang dipengaruhi oleh umur. Peudidikan
Slamet (1987) menyatakan bahwa tingkat pendidikan dapat dibedakan dalam jenjang-jenjang tertentu yang masing-masing mempunyai fase waktu tertentu. Pendidikan yang mudah diamati adalah tingkat pendidikan formal. Seseorang yang mempunyai jenjang pendidikan yang tinggi umumnya lebih cepat mengadopsi suatu teknologi.
9
Status Ekonomi Gonzales (Jahi, 1993) menyatakan bahwa individu dengan status ekonomi yang tinggi umumnya berpeluang untuk menduduki posisi atas, seperti pemimpin formal atau informal. Status ekonomi biasanya diukur dari jumlah materi atau fasilitas yang dimiliki oleh seseorang. Makin banyak fasilitas yang dimiliki seseorang maka makin kuat motivasinya untuk berkembang atau lebih mudah mengikuti kegiatan di luar komunitasnya.
Keterdedahan Media Massa Penggunaan dan pemanfaatan media massa akan memperluas penguasaan informasi dan motivasi untuk mengambil keputusan dalam mengadopsi inovasi atau mengubah perilaku individu. Menurut Gonzales (Jahi, 1993) semakin tinggi frekuensi penggunaan atau pemanfaatan media massa semakin banyak pula informasi yang diperoleh sehingga memperbesar motivasi dalam mengambil keputusan
Model Komunikasi Konvergen Model komunikasi konvergen atau komunikasi interaktif diperkenalkan oleh Kincaid dengan menganalisis komunikasi sebagai konsep pemusatan yakni informasi yang disebarkan oleh partisan komunikasi adalah untuk mencapai kesamaan pengertian (Rogers dan Kincaid, 1981). Menurut Gonzales (Jahi, 1993) model komunikasi konvergen atau interaktif menganggap komunikasi sebagai suatu transaksi diantara partisan yang setiap individu memberikan kontribusi pada transaksi itu meskipun dalam derajat yang berbeda.
10
Pada kenyataannya konsep jaringan komunikasi dan prinsip konvergen diturunkan dari informasi karena informasi telah menjadi konsep dasar untuk pendekatan sistem kehidupan. Informasi yang disebarkan oleh dua orang atau lebih partisan komunikasi mengarahkan kepada tindakan kolektif, kesamaan tujuan dan kesamaan pengertian diantara pelaku komunikasi (Rogers dan Kincaid, 1981). Gambar berikut akan memberikan penjelasan sederhana tentang komunikasi konvergen.
•
Participant A Understanding
A
B
Participant B Understanding
Mutual understanding A & B
Gambar 1. Tampak Model Komunikasi Konvergen. Berdasarkan Gambar 1. bahwa komunikasi merupakan sebuah proses, ditunjukkan dengan tumpang tindih (over lap) pengertian dari dua individu yakni partisan menciptakan dan membagi informasi satu sarna lain untuk menciptakan kesamaan pengertian.
Analisis Jaringan Komunikasi Menurut Rogers dan Kincaid (1981), perilaku individu pada hakekatnya timbul akibat interaksi dengan individu lainnya dalam bertukar informasi. Jaringan komunikasi adalah hubungan antar individu yang dihubungkan oleh aliran informasi.
II
Schramm dan Kincaid (1978) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan inti daTi jaringan komunikasi karena rangkaian interpersonal ini merupakan sarana terkecil penyaji informasi atau pusat informasi yang merupakan syarat kelanjutan dari suatu komunikasi yang akan membentuk jaringan. Gonzales (Jahi, 1993) menyatakan bahwa sifat informasi yang beredar dalam jaringan komunikasi tidak lagi bersifat pesan tetapi sudah bersifat keterangan. Penerima informasi dapat menerima penjelasan lebih lanjut melalui tanya jawab sampai informasi tersebut dapat dimengerti. JaTingan komunikasi interpersonal sangat penting dan menentukan dalam masalah pengambilan keputusan mengenai pemecahan masalah. Lebih lanjut Ganzales (Jahi, 1993) menyatakan hubungan yang terjadi antar individu dapat digambarkan dalam hubungan garis akan terlihat adanya sejumlah garis dengan mata rantai yang dapat mencakup sejumlah individu. Manusia sebagai variabel dalam jaringan komunikasi yang menunjukkan adanya hubungan antar variabel yang berbeda-beda. Prosedur yang biasa digunakan dalam analisis jaringan komunikasi menurut Rogers dan Kincaid (1981) adalah: (1). Mengidentifikasikan klik dalam sistem sosial.
(2). Mengidentifikasikan beberapa peranan komunikasi spesifik seperti liaison, bridge dan isolat.
(3). Mengukur beberapa indeks struktur komunikasi seperti derajat koneksi individu. Prosedur tersebut
sering
dipergunakan
untuk
memperlihatkan
dan
menggambarkan jaringan komunikasi pada beberapa obyek penelitian yang berbedabeda pada disiplin ilmu komunikasi.
12
Identifikasi Klik Rogers dan Kincaid (1981) mendefinisikan klik sebagai bagian dari sistem yakni anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sarna lain. Untuk mengetahui individu itu dapat dimasukkan dalam suatu klik atau tidak, ada tiga kreteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, yaitu: (1). Setiap klik minimal terdiri dari tiga anggota atau lebih. (2). Setiap anggota klik minimal mempunyai derajat hubungan lebih dari setengah total hubungan di dalam klik. (3). Seluruh anggota klik secara lang sung atau tidak langsung harus saling berhubungan melalui suatu rantai hubungan dyadic yang berlangsung secara kontinu dan menyeluruh dalam klik. Dalam mempelajari proses komunikasi digunakan cara yang disebut analisis jaringan komunikasi untuk menerangkan dan mengidentifikasikan struktur dan kombinasi sebagai alat ilmiah bagi peneliti.
Peranan Jaringan Komunikasi Spesifik Roger dan Kincaid (1981) menyatakan bahwa perananjaringan komunikasi adalah liaison, bridge dan isolat. Gonzales (Jahi, 1993) menambah dengan satu variabel yaitu klik. Berikut adalah pengertian dari istilah di atas: (1). Liaison (penghubung) adalah seorang individu yang menghubungkan dua klik
atau lebih dalam suatu sistem, namun ia tidak menjadi anggota klik manapun. (2). Bridge (jembatan) adalah seorang individu yang menghubungkan dua klik atau lebih dalam suatu sistem dimana ia menjadi salah satu anggota dari klik tersebut.
13
(3). Isolate (pencilan) adalah individu yang tidak menjadi angota dalam suatu sistem atau individu yang tidak terlibat dalam jaringan komunikasi. (4). Klik adalah kelompok kecil temp at individu tersebut berinteraksi. Menurut Vredenbregt (Suparman, 1987) ada beberapa peranan komunikasi yang dapat dilihat dari jaringan komunikasi yaitu : (I). Star (tokoh) adalah seorang individu yang menerima sejumlah besar pilihan dari
anggota lainnya. (2). Mutual pair (pasangan) adalah pilihan timbal balik antara anggota kelompok. (3). Isolate adalah salah seorang individu yang tidak memilih maupun tidak dipilih. (4). Neglectee yaitu individu yang memilih, tetapi tidak dipilih baik sebagi pilihan pertama maupun sebagai pilihan lebih lanjut. (5). Rejectee yaitu individu yang menerima pilihan negatif(penolakan sosial). (6). Chain yaitu sub kelompok dari individu yang berhubungan me1alui pilihan. (7). Clique yaitu kelompok dari individu yang melalui hubungan timbal balik sebagai mana chain dan juga setiap pasangan mutual pair.
Indeks Strnktur Komnnikasi
Indeks struktur komunikasi yang dapat dilihat adalah derajat koneksi, integrasi dan diversity individu. Berikut ini definisi masing-masing indeks struktur komuniakasi yaitu: (1). Derajat koneksi individu (individual connectedness) adalah derajat seorang individu berhubungan dengan individu lainnya.
14
(2). Derajat integrasi individu (individual integration) adalah darajat dari seorang anggota jaringan berhubungan dengan beberapa orang yang juga saling berhubungan satu sama lain. (3). Derajat perbedaan (diversity) adalah derajat dimana seorang anggota jaringan berhubungan satu sama lain yang mempunyai perbedaan dalam beberapa karakteristik individu. Teknik Sosiometri
Pengukuran
hubungan
interpersonal
dalam
jaringan
komunikasi
menggunakan teknik sosiometri. Sosiometri merupakan metode penyelidikan yang didasarkan "siapa berinteraksi dengan siapa" pada individu diantara klik-klik. Rogers dan Kincaid (1981) menyatakan bahwa sosiometri merupakan hasil dari analisis data kuantitatif tentang pola komunikasi diantara individu dalam sebuah sistem sosial dengan menanyakan kepada siapa mereka berhubungan. Vredenbergt (Suparman, 1987) menyatakan bahwa sosiometri adalah suatu metode yang bertujuan untuk meneliti interaksi-interaksi sosial dari anggota suatu kelompok. Gonzales (Jahi, 1993) menyatakan bahwa sosiogram dalam batas-batas tertentu menyajikan suatu gambaran interaksi dalam jaringan sosial, untuk kelompok yang cukup kecil dan sedikit interaksi sangat berguna untuk menelusuri aliran informasi atau difusi suatu inovasi. Secara umum gambaran sosiogram menunjukkan posisi yang sebenarnya dari anggota suatu k1ik dan peranan yang dimiliki oleh masing masing individu. Posisi dan peranan individu akan menentukan derajat koneksi individu pada klik.
15
Berikut ini adalah sebuah contoh sosiogram dengan posisi individu dalam jaringan komunikasi yang dikutip dari Young (Suparman, 1987). Individual chosen
o
0
- }!'5I.!~_d_~ !Si_"£!~ ___
o
Individual choosing
0
Individual rejection Mutual rejection
Mutual choice
ABC D E (Clique)
Star G
,,, ,, ,, ,, ,,
Star
,,
~~~------------------
H
"-"-""'~
o
Isola!
Gambar 3. Tampak Sosiogram dan Posisi Klik. Dari pengertian-pengertian sosiometri diatas, dapat disimpulkan bahwa sosiometri merupakan suatu metode pengukuran interaksi individu dengan individu lain dalam suatu sistem. Pengukuran ini dapat diusahakan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sosiometris kepada responden tergantung kepada topik yang akan diteliti. Sosiogram akan memperjelas posisi dan peranan seorang individu dengan membuat matriks komunikasi terlebih dahulu.
16
Analisis sosiometris menggunakan sosiogram yang merupakan gambar yang menyajikan pilihan-pilihan responden dalam jaringan komunikasi, baik itu memilih, dipilih, menolak atau ditolak. Sosiogram digunakan untuk memberikan informasi adanya klik, bridge dan isolate. Selain itu sosiogram akan memudahkan mengetahui indeks struktur komunikasi untuk mencari derajat koneksi individu.
Beberapa Hasil Studi tentang Pelapisan Sosial dengan Jaringan Komunikasi
Studi tentang pelapisan sosial
sebelumnya pernah dilakukan
oleh
Burhanuddin (1992) yang mengemukakan bahwa umur dan tingkat pendidikan tidak mempengaruhi keterlibatan peternak dalam jaringan komunikasi, sedangkan status sosial ekonomi, pemilikan ternak dan keterdedahan media massa perJu diperhatikan dalam alih teknologi. Pelapisan sosial menjadi variabel independen adalah umur, tingkat pendidikan, status ekonom~ pemilikan ternak dan keterdedahan media massa. Setyanto (1993) mengemukakan bahwa karakteristik individu mempunyai hubungan positif dengan keterlibatan petani dalam jaringan komunikasi. Makin muda umur, makin tinggi tingkat pendidikan, makin lama pengalaman beternak, makin berani mengambil resiko dan makin kosmopolit seorang peternak burung walet, maka makin cenderung peternak terlibat dalam jaringan komunikasi. Sementara Witardi (1997) mengemukakan bahwa umur, dan status sosial ekonomi tidak berhubungan positif dengan keikutsertaannya dalam jaringan komunikasi,
tetapi
variabe1-variabel
lain
seperti
tingkat
mempengaruhi seseorang untuk terlibat dalam jaringan komunikasi.
pendidikan
akan
KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berfikir Penelitian ini didasarkan pada satu konsep yang dikemukakan oleh Rogers dan Kincaid (1981) bahwa karakteristik individu dimungkinkan dapat mempengaruhi variabel
jaringan
komunikasi
yang
selanjutnya
variabel
komunikasi
akan
mempengaruhi perilaku individu. Gonzales (Jahi, 1993) individu yang berkomunikasi dengan individu lainnya memiliki karakteristik serupa. Karakteristik itu dapat menjadi pembeda antara individu satu dengan individu lainnya atau lebih dikenal dengan pelapisan sosial. Hal ini ditunjukkan oleh individu yang tidak memiliki kesamaan cenderung kurang berkomunikasi satu sarna lain. Scheidel dan Crowell (Goldberg, 1985) menjelaskan tentang penelitian hubungan (contiguity research) yaitu menguraikan proses komunikasi kelompok dengan cara mengkategorikan pemyataan anggota kelompok dalam berbagai kelas dan tipe. Perwujudannya adalah anggota kelompok yang mengirim pesan lebih banyak disebut pemimpin. Rogers dan Kincaid (1981) kembali mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah umur dan status ekonomi. Pelapisan sosial yang dianalisis pada penelitian ini adalah umur, pemilikan ternak, tingkat pendidikan, status ekonomi, keterdedahan media massa dan lama beternak. Variabel yang dianalisis dalam jaringan komunikasi adalah peranan individu dan derajat koneksi individu. Hubungan antara variabel pelapisan sosial dan variabel j aringan komunikasi dapat digambarkan pada bagan berikut.
17
18
Variabel Pelapisan Sosial 1. Umur 2. Tingkat Pendidikan 3. Status ekonomi 4. Pemilikan Ternak S. Keterdedahan media massa 6. Lama Beternak
Variabel Jaringan Komunikasi 1. Peranan Individu 2. Derajat Koneksi Individu
Gambar 3. Bagan Hubungan antara Variabel Pelapisan Sosial dengan Variabel Jaringan Komunikasi Peternak Domba di Desa Gunung Seuruh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang mendasari penelitian
Inl,
akan
diajukan hipotesis sebagai berikut :
Ho: Variabel
pelapisan
so sial
secara
nyata
tidak
mempengaruhi
keterlibatan peternak dalam jaringan komunikasi HI
Variabel pelapisan so sial secara nyata mempengaruhi keterlibatan peternak dalam jaringan komunikasi
METODE PENELITIAN
Model Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
metode
analisis
jaringan
komunikasi
(communication network analysis) dengan model komunikasi interaktif atau konvergen. Model ini menganggap komunikasi adalah suatu transaksi yang setiap individu memberikan sumbangan dengan derajat yang berbeda.
Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel penelitian adalah kelompok petemak domba di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Penentuan populasi dan sampel dilakukan dengan met ode tertuju (purposive sampling method) karena pertimbangan biaya dan waktu. Cara pengambilan sampel met ode tertuju ialah dengan memilih sub grup dari populasi sedemikian rupa sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang sesuai dengan sifat populasi. Miller (Rakhmat, 1999) menyatakan bahwa metode tertuju tidak dapat dilakukan dari populasi yang belum dikenal karaktemya terlebih dahulu. Pemilihan sampel dengan metode ini harus memiliki tingkat signifikansi dan prosedur pengujian hipotesis.
Disain Penelitian
Penelitian ini didisain sebagai survai sosiometri untuk mengukur hubungan komunikasi antar individu dalam suatu sistem so sial. Variabel yang diukur adalah umur, pendidikan, status ekonomi, pemilikan temak, keterdedahan media massa dan
19
20
lama beternak. Keenam variabel tersebut akan dilihat hubungannya dengan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi. Variabel yang diidentifikasi dalam jaringan komunikasi adalah peranan individu dan derajat koneksi individu. Adapun penjelasan variabel-variabel diatas adalah sebagai berikut: (1). Umur diukur dengan menggunakan skala rasio dihitung dengan usia dalam tahun. Pengkategoriannya berdasarkan pada nilai rataannya. (2). Pendidikan diukur dari tingkat pendidikan formal dengan pengkategoriannya berdasarkan nilai rata-rata pendidikan. (3). Status ekonomi diukur berdasarkan tingkat pengeluaran peternak untuk sembi Ian bahan pokok selama satu tahun. Status ekonomi dikategorikan menjadi miskin dan kaya berdasarkan pada nilai rataannya. (4). Pemilikan ternak domba diukur dari jumlah ternak domba yang dimiliki oleh peternak saat peternak diwawancarai. Pengkategoriannya dilakukan dengan cara mengurutkan jumlah ternak dalam Satuan Ternak (ST), kemudian ditentukan nilai rataannya. Satu satuan ternak diasumsikan ekuivalen yakni sebesar 0.17 untuk domba betina dewasa. Domba umur 0 sampai 6 bulan (0.09), domba umur 6 sampai 12 bulan (0.17) dan domba umur 12 bulan lebih (0.20). (5). Keterdedahan media massa diukur dari frekuensi pemanfaatan media massa (televisi, radio dan koran) setiap minggu. Nilai rata-ratanya akan menentukan responden dalam kategori rendah dan tinggi. (6). Lama beternak adalah lamanya responden melakukan kegiatan beternak domba, diukur berdasarkan skala rasio dengan satuan tahun. Nilai rataannya akan menentukan peternak termasuk dalam kategori rendah atau tinggi.
21
(7). Peranan individu adalah kedudukan seorang anggota kelompok petemak dalam jaringan komunikasi. Diukur berdasarkan skala nominal yang terbagi menjadi kategori isolate dan kategori non-isolate yang terdiri dari bridge, star, mutual pair, chain dan neglectee.
(8). Derajat koneksi individu adalah derajat seorang individu berhubungan dengan individu lainnya dalam suatu sistem. Diukur berdasarkan skala interval dengan cara membagi hubungan aktual yang teIjadi (n) dengan jumlah kemungkinan hubungan dalam kelompok petemak yaitu (N - 1), dengan N adalah jumlah responden.
Data dan Instrumen
Data terdiri dari informasi yang menunjukkan arah hubungan anggota jaringan. Data primer berasal dari kuesioner dan wawancara dengan beberapa informan sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor Kepala Desa Gunung Seureuh dan sekretariat kelompok Tunas Harapan. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (J) mengukur pelapisan sosial petemak domba, (2) mengukur jaringan komunikasi petemak domba dan (3) mengukur sub topik jaringan komunikasi petemak domba.
Validitas Instrumen
Validitas kuesioner dapat diusahakan selaras dengan literatur yang dipelajari, informasi tentang pengelolaan temak domba dari Dinas Petemakan Kabupaten Bogor, informasi dari PPL dan mengikuti prosedur yang biasa digunakan dalam /.
,·f,.
\:.' ...
,,, ,,:>0.
--'.;::-
22
penelitian jaringan komunikasi. Sebelumnya dilakukan prauji kuesioner, dengan memilih sejumlah responden yang representatif Pertanyaan diajukan dan dilihat kemungkinan adanya salah paham atau makna yang membingungkan pada kuesioner.
Reliabilitas Instrumen
Menurut Forcese dan Richer (Rakhmad, 1999) suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh peneliti yang sarna atau peneliti lain tetapi memberikan hasil yang sarna. Reliabilitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan teknik ulangan, dimana kuesioner diuji pada responden yang sarna pada waktu yang berbeda. Skor responden pada pengukuran pertama dikorelasikan dengan pengukuran kedua. Hasil uji karelasi kuesioner menunjukkan 0.856, berarti kuesioner reliabel.
Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan selama enam bulan yang dimulai pada bulan Juli 1999 sampai dengan akhir bulan Desember 1999 di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Responden yang diwawancarai sebanyak 30 orang. Semua responden diberi pertanyaan-pertanyaan sosiometris dengan cacah lengkap yang dilakukan sendiri oleh peneliti.
Analisis Data
Data pelapisan sosial yang meliputi umur, pendidikan, status ekonomi, pemilikan temak, keterdedahan media massa dan lama betemak dianalisis dengan
23
menggunakan analisis statistik deskriptik. Derajat koneksi individu dihitung dengan menggunakan pendekatan indeks koneksi yaitu : n
IK=--
N -1
Keterangan : IK = Indeks Koneksi n
=
Hubungan-hubungan nyata petemak
N = lumlah responden Analisis sosiometri digunakan untuk melihat jaringan komunikasi yang terjadi antar anggota kelompok. Untuk memudahkan analisis terlebih dahulu dibuat matriks komunikasi yang didapat dari pertanyaan sosiometris pada kuesioner kemudian dibuat sosiogram. Selanjutnya sosiogram digunakan untuk melihat peranan dan derajat koneksi individu petemak domba. Hubungan pelapisan sosial petemak dengan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi dianalisis menggunakan Chi-square test dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut : Ho diterima jika X2 hitung < X2tabel
Ho ditolak jika X2 hitung <: X2 tabel, pada signifikansi 95%
RASIL DAN PEMBARASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Gonung Seureuh merupakan wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah l.860 Ha, jumlah penduduk 9.150 jiwa, terletak 40 km dari pusat Kota Bogor ke arab barat dan ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Wilayah desa ini terbagi menjadi dua pedukuan (dusun) yaitu Dusun Gunung Seureuh dan Dusun Sadeng. Topografi wilayah Desa Gonung Seureuh berbukit-bukit sehingga untuk menjangkau wilayah ini hanya dapat dilakukan dengan transportasi kendaraan roda dua. Mata pencabarian utama penduduk desa ini sebagai petani dan petemak dan termasuk dalam kategori desa tertinggal menurut data yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor. Wilayah ini sangat potensial untuk pengembangan petemakan domba dengan dukungan oleh potensi hijauan makanan temak (HMT) yang besar. Hampir 40 persen wilayah ini ditumbuhi oleh rumput gajah (Penisetum purpureum) dan HMT
lainnya seperti kaliandra, pohon nangka dan ketela pohon baik yang berada pada lahan pertanian maupun di lahan kehutanan. Potensi yang besar mendorong petani untuk melakukan usaha temak domba, yang dilakukan sebagai usaha sampingan selain usahatani lainnya. Bantuan kredit dari BPR Leuwiliang yang dikelola oleh Pusat Studi Pembangunan (PSP) lPB merangsang petani untuk mulai menjadikan usaha temak domba sebagai altematif dalam meningkatkan pendapatan. Kredit yang diberikan lebih diutamakan untuk memperbaiki skala yang sudah ada disamping aspek manajemen usaha temak domba.
24
25
Hal lain yang teramati adalah petemak domba membentuk suatu organisasi atau paguyuban kelompok petemak domba penerima UC KUK DAS BPR yang merupakan fusi dari kelompok tani yang sudah ada. Kelompok tersebut dinamakan Kelompok Petemak Tunas Harapan. Kegiatan yang sering dilakukan adalah mengadakan pertemuan rutin setiap hari jum'at dengan membahas masalah petemakan biasanya dipimpin oleh sorang PPL dan anggota KTNA desa. Pelapisan Sosial Pelapisan sosial petemak domba pada penelitian ini meliputi umur petemak, tingkat pendidikan, status ekonomi, pemilikan temak, pengalaman betemak dan keterdedahan media massa. Pelapisan sosial yang ada pada petemak domba di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor akan memperlihatkan persentase kategori yang telah dibuat berdasarkan nilai rata-rata setiap varibel pelapisan sosial.
Vmur Peternak Umur petemak sangat bervariasi maka dari 30 responden dibuat dua kategori umur yaitu kategori umur muda dan kategori umur tua. Kategori umur diambil dari nilai rata-rata umur, kategori umur muda jika responden berumur kurang atau sarna dengan 44.03 tahun dan kategori umur tua jika responden berumur lebih dari 44.03 tahun. Responden yang termasuk kategori muda 56.67 persen, sedangkan responden yang termasuk kategori tua 43.33 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini.
26
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Petemak Domba di Desa Gunung Seurueh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Banyaknya Petemak (orang)
Presentase (%)
Muda (21 sampai 42 tahun)
17
56.67
Tua (45 sampai 71 tahun)
13
43.33
Jumlah
30
100.00
Umur Petemak
Umur petemak yang termasuk kategori muda berkisar antara 21 sampai dengan 42 tahun, sedangkan petemak yang termasuk pada kategori umur tua berkisar antara 45 sampai dengan 71 tahun. Tingkat umur petemak akan mempengaruhi aktivitas dalam usaha temak domba. Hal ini dapat diamati dari respon seorang responden terhadap kuesioner yang diajukan. Terdapat kematangan berpikir tentang usaha temak domba pada kategori umur tua.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden dikategorikan menjadi dua yaitu kategori responden yang tidak lulus sekolah dasar dan kategori responden yang lulus sekolah dasar. Pengkategorian tersebut didasarkan pada nilai rata-rata tingkat pendidikan yaitu 2.06. Pada kategori tidak lulus SD mencapai 60 persen atau 18 orang dari total responden dan kategori lulus SD mencapai 40 persen atau 12 orang dari total respond en. Pendistribusian frekuensi pendidikan petemak domba dapat dilihat pada Tabel2.
27
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Banyaknya Petemak (orang)
Persentase
Tidak lulus SD
18
60
Lulus SD
12
40
Jumlah
30
100
Pendidikan
(%)
Pendidikan responden pada kategori tidak lulus SD meliputi responden yang benar-benar tidak mengenyam pendidikan SD dan responden yang mengenyam pendidikan SD tetapi tidak sampai lui us. Sedangkan responden pada kategori lulus SD adalah responden yang lulus sekolah dasar sampai dengan jenjang perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi petemak dalam menerima dan mengadopsi suatu pengetahuan dari penyuluh dan penerapan suatu teknologi tepat guna petemakan. Kesulitan petemak dalam manajemen usaha temak domba adalah salah satu penyebab karena rendahnya tingkat pendidikan. Teramati pada beberapa responden yang belum melek huruf.
Status Ekonomi
Status ekonomi digunakan untuk melihat kategori pelapisan sosial petemak domba dalam kategori miskin atau kaya. Menentukan status ekonomi petemak dengan menghitung pengeluaran sembilan bahan pokok (sembako) rumah tangga petemak dalam setahun. Penentuan harga yang dipakai adalah harga yang berada disekitar lokasi petemak. Hal ini dilakukan dengan menyelaraskan data pendapatan perkapita rumah tangga petemak dari monografi desa dan data yang dikeluarkan oleh
28
Pemerintah Kabupaten Bogor tentang Inpres Desa Tertinggal (IDT). Penyesuaian harga di lokasi penelitian didasarkan pada kesulitan distribusi terutama transportasi yakni antara harga yang berada pada pasar Kecamatan Leuwiliang berbeda antara 2 sampai 5 persen, karena lokasi desa yang sedikit terisolir. Sehingga harga sembako relatiflebih mahal dari desa lain yang tidak terpencil dan tidak kesulitan transportasi. Kategori miskin dan kaya diambil dari nilai rata-rata pengeluaran sembako, kategori miskin jika pengeluaran sembako kurang dari Rp. 2.698.010,00 selama setahun dan kategori kaya jika pengeluaran rumah tangga peternak untuk sembako lebih dari Rp. 2.698.010,00 setiap tahunnya. Responden dengan kategori miskin sebanyak 66.67 persen atau 20 orang dari total responden dan responden dengan kategori kaya sebanyak 33.33 persen atau 10 orang dari total responden. Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan dilokasi penelitian sangat tinggi, yang dapat diamati adalah rumah responden rata-rata berasal dari bambu dengan penerangan berasal dari minyak tanah karena belum terjangkau oleh instalasi penerangan dari PLN. Transportasi yang kurang tersedia membuat responden jarang berinteraksi dengan wilayah lain yang lebih maju. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Peternak Domba di Desa Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Status Ekonomi
Banyaknya Peternak (orang)
Persentase
Miskin
20
66.67
Kaya
10
33.33
Jumlah
30
100.00
(%)
Gunung
29
Pemilikan Ternak
Ternak yang dimiliki oleh responden berasal dari Uji Coba Kredit Usaha Konservasi DAS dan BPR Leuwiliang, milik pribadi dan pemeliharaan dengan sistem paroan. Jumlah ternak yang dihitung adalah jumlah ternak domba yang ada pada saat
responden diwawancarai. Jumlah ternak yang dipelihara oleh responden berkisar antara 0.65 ST sampai 3.18 ST. Rata-rata jumlah pemilikan ternak yang dipelihara oleh responden adalah 1.42 ST. Pemilikan ternak dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori sedikit dan kategori banyak. Pengkatagorian pemilikan ternak didasarkan pada nilai rataratanya, kategori sedikit jika responden memiliki ternak kurang dari 1.42 ST dan kategori banyak jika responden memiliki ternak lebih dari 1.42 ST. Responden yang termasuk pada kategori pemilikan ternak sedikit ada sekitar 50 persen sedangkan responden dengan kategori pemilikan ternak banyak ada sekitar 50 persen. Pemilikan ternak antara responden kategori sedikit dan kategori banyak ternyata seimbang. Selanjutnya distribusi frekuensi pemilikan ternak domba disajikan pada Tabel4. Peternak yang memiliki ternak melebihi rata-rata dianggap oleh peternak lainya mempunyai status lebih tinggi dalam kekayaan. Peternak dengan pemilikan ternak banyak mempunyai pendapatan lebih tinggi apabila ternak dijual. sehingga pendapatan perkapita rumah tangga peternak akan meningkat. Dapat teramati bahwa responden yang mempunyai jumlah ternak domba daiam jumlah yang banyak mudah untuk membiayai keperluan keluarga dan biaya kegiatan usaha tani lainnya.
30
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pemilikan Ternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Banyaknya Peternak (orang)
Persentase
Sedikit (0.65 sampai 1.42 ST)
15
50
Banyak (1.42 sampai 3.18 ST)
15
50
Jumlah
30
100
Pemilikan Ternak
(%)
Keterdedahan Media Massa
Keterdedahan media massa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah frekuensi pemanfaatan media massa dalam meningkatkan pengetahuan peternak domba. Keterdedahan media massa meliputi radio, televisi dan koran yang berhubungan dengan peternakan. Dari 30 responden yang diwawancarai dibuat pengkategorian keterdedahan media massa berdasarkan pada nila rataannya, yaitu kategori keterdedahan media massa rendah dan kategori keterdedahan media massa tinggi. Terdapat 56.67 persen responden yang memiliki keterdedahan media massa yang rendah dan 43.33 persen responden
dengan
keterdedahan
madia
massa tinggi.
Rata-rata responden
memanfaatkan media massa selama 4 jam dalam seminggu. Jenis media massa yang paling banyak dimanfaatkan oleh peternak adalah radio, siaran radio yang paling banyak digemari oleh responden adalah siaran pedesaan dengan pengantar Bahasa Sunda yang disiarkan oleh RRI Stasion Bogor. Data yang diperoleh menunjukkan 16.67 persen responden memiliki televisi, 83.33 persen responden yang memiliki radio dan sekitar 10 persen responden memiliki koran atau majalah yang
31
berhubungan dengan peternakan yaitu Tabloid Sinar Tani yang terbit semingu sekali dan banyak dimanfaatkan terutama oleh tokoh-tokoh dalam kelompok peternak untuk meningkatkan pengetahuan.
Tabel
5 akan memperjelas distribusi frekuensi
keterdedahan media massa peternak domba di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Keterdedahan Media Massa Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Banyaknya Peternak (orang)
Persentase
Rendah (1 sampai 4 jam perminggu)
17
56.67
Tinggi (5 sampai 13 jam perminggu)
13
43.33
Jumlah
30
100.00
Keterdedahan Media Massa
(%)
Lama Beternak Lama beternak didefinisikan sebagai pengalaman responden melakukan kegiatan usaha ternak domba baik melakukan usaha ternak sendiri atau pemeliharaan dengan sistem bagi hasil, dihitung dalam satuan tahun. Lama beternak responden bervariasi antar responden satu dengan responden lainnya yaitu antara 1 sampai 24 tahun, maka dibuat pengkategorian berdasarkan nilai rata-rata dari 30 responden. Rata-rata lama beternak adalah 12.3 tahun. Jika responden mempunyai lama beternak 1 sampai 12.3 tahun maka termasuk pada kategori pengalaman beternak rendah, sedangkan responden yang mempunyai lama beternak lebih dari 12.3 tahun maka termasuk kategori pengalaman beternak tinggi.
32
Dari 30 responden yang dilibatkan pada penelitian ini dapat diketemukan bahwa responden dengan lama beternak rendah ada sekitar 55.33 persen atau 16 orang dari total responden dan responden dengan lama beternak tinggi ada sekitar 46.67 persen. Untuk lebih lengkapnya distribusi frekuensi lama beternak para peternak domba di Desa Gunung Seureuh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor akan disajikan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Lama Beternak Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Banyaknya Peternak (orang)
Persentase
Rendah (1 sampai 12 tahun)
16
53.33
Tinggi (13 sampai 24 tahun)
14
46.67
Jumlah
30
100.00
Pengalaman Beternak
(%)
Dilihat dari pendistribusian lama beternak, responden dengan kategori rendah umumnya barn menerima Uji Coba Kredit Usaha Konservasi (UC KUK DAS BPR) sejak dilaksanakannya program dari Pusat Studi Pembangunan (pSP-IPB) tahun 1997. Sedangkan peternak dengan kategori tinggi, sudah mulai beternak sebelum adanya kredit ini. Sebelumnya usaha ternak domba hanya untuk memenuhi kebutuhan soma tani (keluarga tani) saja selain usaha pertanian sebagai usaha pokok.
Analisis Jaringan Komunikasi Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
Dalam mempelajari proses komunikasi yang terjadi antar anggota peternak domba di Desa Gunung
Seureuh digunakan analisis jaringan komunikasi
33
(communication network analysis).
Analisis jaringan komunikasi
ini dapat
menggambarkan dan mengidentifikasi interaksi sosial seorang peternak dengan peternak lainnya. Analisis jaringan komunikasi pada penelitian ini menggunakan pendekatan sosiometri untuk membentuk suatu sosiogram. Sebelum membentuk sosiogram terlebih dahulu membuat matriks komunikasi untuk menje1askan "siapa berbicara dengan siapa" dengan intensitas interaksi tertentu yang dilakukan oleh peternak. Matriks komunikasi tidak dapat menj elaskan arus informasi yang terjad~ hanya untuk mempermudah membuat sosiogram dengan menambahkan arus informasi yang terjadi disesuaikan dengan pertanyaan sosiometri pada kuesioner. Se1anjutnya akan disajikan matriks komunikasi untuk menjelaskan "petemak siapa berinteraksi dengan siapa" yang dapat dilihat pada Tabel 7. Sosiogram yang terbentuk dapat menggambarkan bahwa hubungan antar anggota kelompok yang terjalin cukup dinamis, hal ini dibuktikan dengan tidak ada seorang anggota ke1ompok peternak yang menjadi isolate. Sosiogram jaringan komunikasi peternak dapat dilihat pada Gambar 4. Sub topik yang dibicarakan oleh anggota peternak adalah informasi pengembalian kredit, pemeliharaan domba dan pemasarannya. Pengembalian kredit
-
-
menjadi masalah utama peternak. Pengalaman peternak sebelumnya menunjukkan bahwa banyak yang terjadi kredit macet sehingga peternak tidak akan mengambil resiko dalam menerima kredit dari beberapa pihak yang menawarkan. Masalah pemeliharaan domba menjadi topik yang sering dibicarakan antar anggota kelompok karena selama ini peternak jarang mendapat penyuluhan tentang pemeliharaan domba
34
dari PPL petemakan. Hal lain yang senng dibicarakan oleh petemak adalah p~masaran.
Permasalahan pemasaran domba menjadi masalah baru bagi petemak
Sebelumnya petemak memasarkan dombanya melalui seorang tengkulak yang membeli dengan harga rendah, selanjutnya oleh tengkulak dijual dengan harga tinggi. Pembicaraan petemak pada pemasaran lebih ditujukan untuk mencari pemecahan pemasaran tanpa melewati tengkulak dengan mengadakan rapat dan saling diskusi antar petemak. Untuk lebih detailnya sosiogram yang terbentuk pada sub topik diatas disajikan masing-masing pada Gambar 5, 6, dan 7. Jaringan komunikasi pada sub topik, banyak anggota petemak yang menduduki posisi isolate, tetapi sebenarnya mereka tidak menduduki posisi isolate pada jaringan komunikasi secara umum. Sosiogram yang terbentuk pada sub topik berasal dari pertanyaan sosiometri dalam kuesioner, artinya petemak sangat sedikit membicarakan sub topik tersebut dan hanya membicarakan usaha temak domba secara umum. Pembahasan berikutnya mengenai jaringan komunikasi adalah identifikasi klik, identifikasi peranan dan derajat koneksi individu dengan mengacu pada sosiogram hasil jaringan komunikasi petemak secara umum.
Identifikasi K1ik
Pengidentifikasian
klik
untuk
mengetahui
struktur
komunikasi
dan
mengetahui bagian dari sistem mana anggota-anggota suatu klik saling berinteraksi satu sarna lain. Penggunaan matriks komunikasi dan sosiogram akan mempermudah mengidentifikasi klik dengan struktur komunikasinya karena lebih jelas interaksi
-
-
0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-
0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0
0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
4 1 0 0
3 0 0
2 1
1
-
1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-
8 0 0 0 1 1 0 0
7 0 1 1 1 0 0
6 1 0 0 0 0
5 0 1 0 0
1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0
-
1 0 0 1 0 0 0 1
9
1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-
10 0 1 1 1 0 0 1 1 1
-
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1
12 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0
11 0 0 0 0 0 0 0 0 13 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
V>
w
L-IL __ Model MatriksKomunikasi dari Rogers dan Kincaid (1981)
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
10
X 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
0 0
1 0 1
1 0 0 1
0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 0 0
1 0 1 1 0 0 0 1
0 0 0 1 0 1 0 0 0
0 0 1 0 0 0 0 0 1 0
1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0
0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-
29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1
27 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
25 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 23 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1
22 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0
21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
20 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 19 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
16 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Tabel 7. Matriks Komunikasi Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
-
30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1
0--
w
Gambar 4. Sosiogram pada Jaringan Komunikasi Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
8 G
/
0
"-./\
0
0 ~
0
8~
G
"-./
®
0)
/
"-./
/
G
-----g
/
G
0)
G
®
0
/0
/0 0
0
0)
w
...,
Gambar 5. Sosiogramjaringan komunikasi sub topik pemasaran pada Peternak Domba di Desa Gunung Seurueh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
0)
8
0
8
00
w
(0
o G
~I
o
G
Gambar 6. Sosiogram Jaringan Komunikasi Sub Topik Pemeliharan Temak Domba Pada Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.
I3
o·
o
w
'-D
o o
8
o o
9
o
00
~0
6
6
6
o
o o
G
Gambar 7. Sosiogram Jaringan Komunikasi Sub Topik Informasi Kredit Usaha Konservasi UC KUK DAS BPR Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
C0
o
(J
(J
(J
40
yang terjadi pada responden. Tetapi matriks komunikasi itu sendiri tidak dapat menjelaskan arus informasi yang ada pada jaringan komunikasi yang terbentuk oleh peternak domba di Desa Gunung Seuruh, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dari sosiogram dan matriks komunikasi diketemukan dua klik yang masingmasing klik mempunyai anggota yang cukup besar, yaitu klik I dan klik II. Anggota klik I terdiri dari 17 peternak. Posisi peternak yang menduduki bridge dari anggota klik I adalah peternak #1, #4, #8, #9, #10 dan #12. Posisi star diduduki oleh peternak # 1 dan peternak # 1O. Klik II beranggotakan 13 peternak dengan posisi bridge diduduki oleh peternak #19, #22, #23 dan #27. Peternak #19 dan #22 sekaligus menduduki posisi star. Menentukan keanggotaan suatu klik I dan klik II dengan melihat banyaknya hubungan yang dibuat oleh peternak yang bersangkutan. Jika lebih setengah dari total hubungan yang dibuat peternak pada klik I maka peternak tersebut masuk anggota klik I, demikian sebaliknya. Terbentuknya suatu klik juga dapat dilihat pada keadaan lokasi penelitian. Lokasi memberikan penjelasan bahwa anggota suatu klik pada umumnya mempunyai tempat tinggal di Dusun Gunung Seureuh pada klik I dan Dusun Sadeng pada klik II. Adanya klik akan mempermudah penyampaian arus informasi tentang UC KUK DAS atau penyampaian suatu inovasi untuk penerapan teknologi tepat guna kepada peternak dengan memperhatikan arus komunikasi yang dibuat oleh peternak. Penyebaran anggota klik dapat diperjelas pada Tabel 8.
41
Identifikasi Peranan Individu dalam Jaringan Komunikasi
Pengidentifikasian peranan individu didasarkan pada peranan komunikasi yang dibuat oleh Rogers dan Kincaid (1981) dan Vredenbregt (Suparman, 1987) adalah bridge, liaison, star, mutual pair, chain dan neglectee. Isolat tidak termasuk dalam pengidentifikasian peranan individu karena tidak satupun diketemukan responden yang menempati posisi isolat. Artinya semua responden tergabung dalam jaringan komunikasi.
° petemak atau sekitar 33.33 persen dari total
Posisi bridge terdapat 1
responden yaitu petemak #1, #4, #8, #9, #10, #12, #19, #22, #23 dan #27. Mereka saling menghubungkan satu sarna lain pada klik I dan klik II. Karakter petemak yang menduduki posisi bridge adalah mempunyai derajat koneksi individu yang tinggi, mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, mempunyai status ekonomi tinggi (kaya), pemilikan temak domba yang banyak dan keterdedahan pada media massa yang tinggi. Dengan profil petemak seperti itu memungkinkan untuk menjadi agen penyampai informasi petemakan dan menjadi publik opini pada anggotanya. Selain peranannya sebagai bridge beberapa petemak juga menempati posisi star yaitu petemak #1, #10 dan petemak #19. #22. Mereka mempunyai peranan
sebagai kunci utama dalam arus komunikasi dengan menyebarkan kontak di dalam jaringan komunikasi. Posisi star akan mengakibatkan mereka menerima sejumlah pilihan dari anggota lainnya. Kedudukan sosial yang tinggi menyebabkan mereka menempati posisi star selain dari peranan penting dalam organisasi keJompok petemak dan hubungan so sial yang telah dijalin serta tingkat pendidikan yang tinggi.
42
Karakter petemak # 1 sebagai ketua kelompok tani menyebabkan lebih sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan diimbangi oleh pendidikan formal dan non formal yang tinggi, pengalaman betemak tinggi dan keterdedahan media massa yang tinggi. Terdapat 43.3 persen petemak yang melakukan kontak dengan petemak #1 dari total responden. Menempati posisi star membuat petemak # 1 ditokohkan oleh anggota kelompok petemak lainnya, bahkan sering menjadi mediator apabila ada konflik antar anggota. Petemak #10 mempunyai peranan penting pada kelompok petemak sebagai mitra PPL dan sekretaris kelompok. Petemak yang melakukan kontak dengan petemak # I 0 tidak hanya petemak anggota klik I tetapi anggota klik II juga melakukan kontak dengan petemak #10. Terdapat 40 persen petemak yang melakukan kontak dengan petemak #10. Petemak #19 mempunyai profil petemak dengan pendidikannya yang tinggi. Jabatan struktural di desa Gunung Seurueh adalah Ketua LKMD dan menjabat sebagai bendahara pada kelompok petemak domba penerima UC KUK DAS BPR. Pengalaman dibidang petemakan memberikan peluang kepada anggota kelompok lainnya untuk melakukan kontak. Dari 30 responden terdapat 33.3 persen melakukan kontak dengan petemak #19. Berbeda dengan petemak #22, ia tidak mempunyai jabatan di desa dan di kelompok petemak. Petemak #22 aktif disetiap pertemuan kelompok dan sering menjadi perwakilan pada pelatihan petemakan yang diadakan olah suatu lembaga baik oleh Dinas Petemakan Kabupaten Bogor atau Lembaga Penelitian Pertanian dan petemakan. Selain itu karakter petemak #22 adalah mempunyai pemilikan temak
43
domba yang banyak. Ada sekitar 30% petemak yang melakukan kontak dengan petemak #22. Posisi petemak #22 yang menempati posisi bridge pada klik II, menj adikan petemak tersebut sebagai agen informasi dan saling tukar informasi dengan klik L Mutual pair (hubungan timbal balik) adalah anggota kelompok petemak yang saling memilih dengan anggota kelompok petemak lain. Posisi mutual pair ditemukan pada sosiogram yang terbentuk. Beberapa petemak yang membentuk pola hubungan mutual pair padajaringan komunikasi petemak domba yaitu : #1"'--'#12, #1"'--'#19, #1"'--' #20, #1...--. #22, #4...--. #9, #4...--.#12, #8"'--' #23, #9.........#12, #10+-+#11, #12.. #26..
~
~#22,
#18.........#23, #19...... #24, #24...... #28,
#27, #27"'--'#28, #27......... #30. Mutual pair yang teIjalin antar petemak
ada sekitar 17 pola hubungan. Pada umumnya petemak yang menduduki posisi mutual pair mempunyai kedekatan hubungan kekeluargaan seperti hubungan ayah dan anak, saudara sepupu, keponakan serta hubungan adik dan kakak. Pasangan mutual pair yang memiliki hubungan kekeluargaan yaitu petemak #10 . . . #11, #18 .... #23, #19..
~
#24.
Sosiogram yang terbentuk memperlihatkan 6 posisi chain dengan pola hubungan yang berbentuk rantai. Pada dasamya klik dibentuk oleh susunan chain dan mutual pair. Petemak yang melakukan kontak berbentuk chain adalah : (#1 - #4 #22), (#1 - #4 - #9 - #22), (#1 - #4 - #9 - #12), (#8 - #23 - #18), (#1 - #19 - #24 - #28#27 - #30), (#1 - #19 - #24 - #28 - #27 - #26). Petemak yang membentuk pola hubungan chain tidak berdasarkan kedekatan tempat tinggal saja (Setyanto, 1993) tetapi dapat dibuktikan dengan
44
intensitas peternak dalam bertukar informasi. Semakin panjang chain akan semakin baik dalam penyebaran suatu informasi kepada peternak lain. Salah satu kekurangan bentuk chain yang panjang adalah informasi tidak sesuai atau kadangkala simpang siur karena mengalami penambahan dan pengurangan. Chain akan efektif untuk suatu pesan informasi dan tidak efektif untuk penyuluhan yang bersifat mengubah aspek psikomotorik seorang peternak.
Dari 30 responden ditemukan 5 posisi neglectee yang diduduki oleh peternak #11, #15, #16, #21 dan peternak #29, karakter dari masing-masing peternak adalah pendidikan rendah dan keterdedahan media massa yang rendah. Mereka jarang berintaraksi dengan peternak lain sehingga kurang mempunyai motivasi dalam usaha ternak domba. Posisi isolat tidak ditemukan pada peternak domba dalam jaringan komunikasi secara umum tetapi ditemukan pada sub topik jaringan komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa kedinamisan setiap anggota dalam berkomunikasi dengan peternak lain sangat mempengaruhi. Pada sosiogram yang terbentuk jelas sekali interaksi satu peternak dengan peternak lain, wilayah dengan topografi berbukit-bukit tidak mempengaruhi intreraksi dengan sesama anggotanya. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi sosial yang dilakukan dengan memperlihatkan jaringan kumunikasi akan lebih efisien dalam penyampaian informasi untuk suatu wilayah pedesaan yang terpencil dan terisolir dan keterbatasan media massa yang ada pada peternak. Jaringan komunikasi yang secara tidak langsung dibentuk oleh kelompok peternak akan mengindikasikan dan memperkuat dugaan bahwa komunikasi interpersonallebih efektif dan lebih efisien.
45
Tabel 8. Distribusi Peranan dan Derajat Koneksi Individu Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Responden #1 #2 #3 #4 #5 #6 #7 #8 #9 #10 #11 #12 #13 #14 #15 #16 #17 #18 #19 #20 #21 #22 #20 #24 #25 #26 #27 #28
Peranan Individu Bridge dan Star KlikI KlikI Bridge KlikI KlikI KlikI Bridge Bridge Bridge dan Star Klik IlNeglectee Bridge KlikI KlikI Klik IlNeglectee Klik IINeglectee Klikf Klikff
#29
Klik IIINeg/ectee
Derajat Koneksi Individu 0.448 0.172 0.137 0.344 0.068 0.103 0.137 0.310 0.310 0.413 0.034 0.241 0.137 0.172 0.068 0.068 0.137 0.103 0.379 0.137 0.103 0.031 0.024 0.068 0.137 0.172 0.206 0.103 0.068
#30
KlikII
0.137
Bridge dan Star KlikII Klik l/INeglectee Bridge dan Star Bridge KlikfI Klikff Klikl/ Bridge Klikl/
46
Derajat Koneksi Individu
Derajat koneksi individu (individual connectedness) adalah derajat seorang individu berhubungan dengan individu lainnya dalam suatu sistem. Pada penelitian ini derajat koneksi individu dihitung untuk mengetahui seberapa banyak hubungan yang dapat diciptakan oleh anggota kelompok petemak dalam jaringan komunikasi. Derajat koneksi individu pada petemak domba sangat bervariasi dari 0.034 sampai dengan 0.448. Dari 30 responden dibuat menjadi dua kategori yaitu kategori rendah dan kategori tinggi. Pengkategoriannya berdasarkan pada nilai rata-rata derajat koneksi individu adalah 0.182. Tabe1 9 akan memperjelas distribusi frekuensi derajat koneksi individu petemak domba. Tabel9. Distribusi Frekuensi Derajat Koneksi Individu Petemak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Derajat Koneksi Individu
Banyaknya Petemak (orang)
Persentase (%)
Rendah (0.034 sampai 0.172)
20
66.67
Tinggi (0.0182 sampai 0.448)
10
33.33
Jumlah
30
100.00
Petemak dengan kategori derajat koneksi individu rendah jika kurang dari 0.182 dan tinggi jika sama dengan atau lebih dari 1.182. Petemak dengan derajat koneksi individu rendah ada sekitar 20 petemak atau 66.67 persen dari total petemak. Sedangkan petemak dengan kategori derajat koneksi individu tinggi terdapat 10 orang petemak atau 33.33 persen dari total responden. Derajat koneksi individu dikalangan petemak secara umum dapat dikatakan sangat kurang, hal ini terlihat dari
47
Hubungan Pelapisan Sosial Peternak Domba dengan Keterlibatannya dalam Jaringan Komunikasi
Pelapisan sosial petemak domba yang dimaksud dalam penelitian ini adalah umur, tingkat pendidikan, status ekonomi, pemilikan ternak, keterdedahan media massa dan lama betemak. Pelapisan sosial tersebut selanjutnya akan dihubungkan dengan derajat koneksi individu, kemudian dilihat apakah pelapisan sosial petemak domba mempengaruhi tinggi rendahnya derajat koneksi individu. Keterlibatan petemak domba dalam jaringan komunikasi yang dimaksud adalah tinggi rendahnya hubungan yang terjadi antar anggota kelompok petemak, artinya akan diperlihatkan seberapa banyak hubungan yang dapat dibuat oleh petemak domba dengan petemak lainnya. Hubungan pelapisan sosial dengan keterlibatannya dalamjaringan komunikasi akan disajikan pada Tabell0. Tabel
10. Distribusi Frekuensi Pelapisan Sosial Petemak Domba dengan Keterlibatannya dalam Jaringan Komunikasi di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
Pelapisan sosial Kategori Umur Pendidikan Status Ekonomi Pemilikan Trenak Media Massa Lama Betemak
Muda Tua <SD >SD Miskin Kaya Sedikit Banyak Rendah Tinggi Rendah Tinggi
SlgmfIkansl pada TarafKepercayaan 95%
Derajat Koneksi Rendah Tinggi 12 8 17 3 18 2 13 7 17 3 12 8
5 5 1 9 2 8 2 8 0 10 4 6
Jumlah 17 13 18 12 20 10 15 15 17 13 16 14
X" hitung (0.05)
X" tabel (0.05)
0.2742 15.625 14.724 5.4 25.3 1.066
3.84
48
Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat dikemukakan bahwa X2 hitung pada variabel tingkat pendidikan, status ekonomi, pemilikan ternak dan keterdedahan media massa lebih besar dari X2 tabel, hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak. Artinya pelapisan sosial berdasarkan tingkat pendidikan, status ekonomi, pemilikan ternak dan keterdedahan media massa mempengaruhi secara nyata terhadap tinggi rendahnya derajat koneksi individu. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi seorang peternak terlibat dalam jaringan komunikasi. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh peternak akan memberikan kesempatan kepada peternak untuk saling bertukar informasi dan aktif dalam menerapkan suatu inovasi teknologi peternakan tepat guna dan kegiatan kemasyarakatan.
Peternak dalam kategori ini menempati sering
menempati posisi kunci dalam sistem strata sosial, lebih dihormati dan disegani oleh kalangan peternak lain. Kenyataannya memang benar bahwa seseorang dengan status ekonomi lebih tinggi di wilayah pedesaan sangat berpengaruh dalam proses pengambilan suatu keputusan diantara kelompok sosial tersebut. Peran anggota peternak yang memiliki status ekonomi kaya akan menentukan kedinamisan komunikasi antar anggota peternak. Peternak lain akan menghormati dan sekaligus sering menjadi kunci penyelesaian terhadap konflik dalam kelompok, misalnya konflik keuangan. Kadangkala peternak pada posisi ini menjadi tempat untuk meminjam keuangan baik perseorangan maupun atas nama kelompok. Hal ini terjadi seperti yang teramati pada pada lokasi penelitian, anggota peternak sering meminjam uang untuk melunasi jatuh tempo pengembalian kredit karena hasil ternak belum terjual atau untuk keperluan
49
rumah tangga yang lainnya. Dengan demikian petemak dengan status ekonomi yang tinggi akan semakin akomodatif apabila diimbangi dengan pengaruh personal yang dimiliki. Anggota petemak yang memiliki temak melebihi rata-rata dari pemilikan temak oleh petemak lain menunjukkan bahwa usaha temak domba telah dijalankan dengan sungguh-sungguh sekaligus memanfaatkan semua informasi yang diterima, terutama dalam perbaikan budidaya, pemeliharaan dan manajemen. Hal ini merupakan indikator secara tidak langsung seorang petemak domba banyak terlibat dalam jaringan komunikasi. Petemak yang memiliki keterdedahan media massa tinggi memiliki banyak informasi yang berkaitan dengan usaha temak domba. Informasi ini tidak hanya untuk petemak sendiri tetapi sering diinformasikan kepada petemak lain yang membutuhkan. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan, status ekonomi, pemilikan temak dan keterdedahan media massa berarti petemak akan semakin terlibat dalam jaringan komunikasi. Sejalan dengan hasil penelitian Burhanuddin (J 992) dan Witardi (1997) yang menyatakan bahwa umur tidak menentukan keterlibatan seseorang dalam jaringan komunikasi. Pada variabel pendidikan akan bertentangan dengan penelitian Burhanuddin dan Witardi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi keterlibatan seorang petemak domba dalam jaringan komunikasi. Sementara Setyanto (1993) menyatakan bahwa variabel tingkat pendidikan mempengaruhi keterlibatan seseorang dalam jaringan komunikasi hal ini terbukti pada penelitian ini.
50
Interaksi yang dilakukan oleh seorang petemak dengan petemak lain dalam jaringan komunikasi, lebih didasarkan akan kebutuhan informasi dalam rangka menambah pengetahuan
tentang usaha temak domba. Kebutuhan informasi tiap
individu akan mendorong seorang petemak untuk saling bertukar informasi atau aktif mencari dan menyebarkan informasi. Selain itu pula dinamika anggota kelompok petemak dapat mempengarnhi keterlibatan petemak dalam jaringan komunikasi. Mungkin keterlibatan seorang petemak dalam jaringan komunikasi juga dipengaruhi oleh variabel lain pada pelapisan sosial, hal ini perlu dikaji ulang lebih mendalam untuk studi lebih lanjut dan lebih barn lagi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan pelapisan sosial petemak domba dengan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi, dapat disimpulkan sebagai berikut: (1). Lebih dari setengah responden berumur muda (21 sampai 42 tabun), tingkat pendidikan rata-rata tidak lulus Sekolah Dasar, status ekonomi dalam kategori miskin (pengeluaran sembilan bahan pokok kurang dari Rp. 2.998.010,00 setiap tahun), pemilikan temak yang seimbang (antara kategori sedikit dan kategori banyak), keterdedahan media massa rendah (frekuensi berkisar antara 1 sampai 4 jam perminggu) dan lama betemak rendah (pengalaman betemak berkisar antara 1 sampai 12 tabun). (2). Pada jaringan komunikasi ditemukan dua klik masing-masing memiliki anggota 17 dan 13 peternak dengan 10 posisi bridge, 4 posisi star dan juga ditemukan 16 pasangan mutual pair, 6 chain dan 5 neglectee. Tidak ditemukan posisi isolate pada jaringan komunikasi secara umum, tetapi dapat dijumpai pada jaringan komunikasi pada sub topik. (3). Variabel pelapisan sosial yang mempengaruhi keterlibatan seorang petemak dalam jaringan komunikasi adalah tingkat pendidikan, status ekonomi, pemilikan ternak dan keterdedaban media massa. Variabel umur dan lama beternak tidak mempengaruhi keterlibatan petemak dalam jaringan komunikasi.
51
52
Saran
Studi ilmu-ilmu komunikasi yang diaplikasikan pada perilaku petemak dalam jaringan komunikasi mulai diminati oleh peneliti terutama komunikasi pembangunan pedesaan. Maka berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut: (1). Mencari variabel-variabel pelapisan sosial yang lain untuk melihat hubungannya dalam jaringan komunikasi dengan studi yang lebih komprehensif. (2). Bagi pengambil kebijakan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat tani dan petemak terutama dinas-dinas dalam lingkup departemen pertanian yang berkaitan dengan program penyuluhan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk menyampaikan pesan atau informasi agar tujuan pokok untuk merubah aspek afektif, kognitij dan psikomotorik dapat lebih efektif dan efesien. (3). Bagi peminat studi ilmu-ilmu komunikasi hasil penelitian ini merupakan bagian terkecil
dari
dikembangkan
sekian untuk
banyak menjadi
referensi model
mengembangkan petemakan di Indonesia.
yang
dapat
penelitian
dimanfaatkan
yang
seJems
dan dalam
DAFTAR PUSTAKA
Badra, R K. 1991. Caste and Class: Social Stratification in Assam. Department of Sociology and Antropology. University of Bengal. Hindustan Publishing Corporation. New Delhi. India. Burhanudin. 1992. "Hubungan pelapisan sosial peternak domba dengan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi di empat desa di Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat." Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Eboli. M G. 1994. Part-time Farming and Pluriactivity: Development in research and Information. Question Agraria. Universita 'La Sapienza'. Rome. Italy. NO.53. 75-91: 2 ref. Goldberg, A. A., dan C. E. Larson. 1999. Komunikasi Kelompok: Proses-proses diskusi dan penerapannya. Diterjemahkan oleh Koesdarini. S., Garry. R. Penerbit UI Press. Jakarta. Hisyam, M. 1984. Penelitian Komunikasi dengan Pendekatan Jaringan Sosial. Komunika 1:32-39. Jahi, A. 1993. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga. Suatu Pengantar. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Jarvie, G., dan J. Magvire. 1994. Functionalism, Solidarity and Sosial Stratification. Leisure in Social Throught. Routledge. UK. London. Jackson, K. D. 1972. Traditional Communication Network and Village Behavior. East West Communication Institute Honolulu. Khan, M. A., dan S. A. Paracha. 1994. International communication network in diffusion of innovations at innovate and non-innovative village. Journal of Rural Dev. and Adms. 26(2): 79-88. Koentjaraningrat. 1961. Village in Indonesia. Cornell University Press. Ithaca. New York. p245. Lopreat, J., dan L. Lionel. 1974. Social Stratification: a Reader. Harper and Row Publishers. State University New York. p64-65. Odgard. O. 1992. Private Enterprice in Rural China: Impact on Agricultural and Social Stratification. Avebury. UK. London.
Ogburn, W. F., dan N. Mayer. 1973. Sociology. Edisi ketiga. The Riberside Press Cambridge. USA. pI56-157. Prasaja, B. 1974. Pembangunan Desa dan Masalah Kepemimpinan. LPSP. IPB. Bogor. Pudjiwati, S. 1985. Sosiologi Pembangunan. Kerangka Pengajaran Mata Kuliah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Fakultas Pasca Sarjana IKIP. Jakarta. Rakhmad, J. 1998. Psikologi Komunikasi. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. _ _--:,..-;,-. 1999. Metode Penelitian Komunikasi: dilengkapi contoh dan analisis statistik. Cetakan ketujuh. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. . Rogers, E. M., dan D. L. Kincaid. 1981. Communication Networks: toward and new paradigm for research. The Free Press. Devision of Macmilan Publishing Co. Inc. New York. Communication is network and convergence. Intermedia. Januari 1982/voI.10/No.1. The Free Press Macmilan. New York.
_ _ _ _--,-,_ _ _-,---_-.,-----,-_,-0.
. dan F. F. Shoemaker. 1971. Communication of Innovation: a cross cultural approach. The Free Press. New York.
---:---::---
Sajogyo dan Pudjiwati. 1983. Sosiologi Pedesaan. Jilid 2. Gajah Mada University of Press. Yogyakarta. Santoso, S. P. 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Binacipta. Bandung. Schramm, W., dan D. L. Kincaid. 1978. Azaz-azaz Komunikasi antar Manusia. Diterjemahkan oleh A. Setiadi. LP3ES. Jakarta. Setyanto, A. E. 1993. "Hubungan Karakteristik petani dan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi dengan adopsi paket teknologi Supra Insus di Desa Pandeyan Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah." Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Singarimbun, M., dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Slamet, M. 1978. Kumpulan bahan bacaan penyuluhan pertanian. Stensilan. Fakultas Petemakan. IPB. Bogor. Soekanto, S. 1987. Pengantar Sosiologi. CV. Rajawali. Jakarta.
Soemardjan, S., dan Soemardi. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Suparlan, P. 1978. "Jaringan Sosial." Jurnal Penelitian Komunikasi Pembangunan. 2:89-102. Suparman, M. A. 1987. Pengantar Sosiometri. Modul 1-5. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. UT. Jakarta. Witardi, D. 1997. "Analisis jaringan komunikasi dalam hubungannya dengan karakteristik dan perubahan perilaku anggota kelompok tani UPSA (Kasus Kelompok Tani Karya Mukti Desa SUkaraja Kecamatan Cibugel Kabupaten Sumedang)." Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1.
No.
Distribusi Variabel Pelapisan Sosial dan Derajat Koneksi individu Peternak Domba di Desa Gunung Seureuh Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Nama Responden
Umur
Pdk
Status Ekonomi
Temak
Media
Lama
Koneksi
1
Misbah
56
4
4.200.000,-
2.018
13
21
0.448
2
Nunung
50
2
3.060.000,-
1.54
3
10
0.172
3
Adang
35
2
2.820.000,-
0.846
4
15
0.137
4
Hamda
33
4
3.303.000,-
1.82
7
10
0.344
5
Ramin
60
1
2.469.000,-
1.54
2
18
0.068
6
Misdan
65
0
2.370.000,-
0.74
2
22
0.103
7
Oman
31
2
2.250.000,-
1.54
2
4
0.137
8
Madrohi
36
3
3.909.000,-
2.26
6
2
0.310
9
Yahya
42
3
2.940.000,-
2.555
8
18
0.310
10
Nurdin
45
3
3.300.000,-
3.18
10
21
0.413
11
Awan
71
0
2.105.400,-
0.825
2
15
0.034
12
Jayadi
32
2
2.580.000,-
1.26
4
10
0.241
13
Soleh
37
3
2.526.000,-
1.573
3
5
0.137
14
Samud
22
2
2.530.000,-
0.871
2
I
0.172
15
Sukanta
40
2
'2.100.000,-
0.74
I
8
0.068
16
Sukri
65
0
2.349.000,-
0.65
I
22
0.068
17
Abd. Karim
35
2
2.283.000,-
1.575
4
7
0.137
18
Juanidi
22
2
2.160.000,-
1.477
2
2
0.103
19
Salim
65
3
2.709.000,-
1.740
7
24
0.379
20
Taslim
34
2
2.550.000.-
1.19
2
5
0.137
21
Ohim
63
0
1.950.000,-
0.807
2
16
0.103
22
Asep
41
3
3.304.400,-
2.101
7
20
0.310
23
Maman
50
3
3.480.000,-
1.294
5
23
0.241
24
Rohim
21
3
2.040.000,-
0.735
2
I
0.068
25
Aceng
25
2
2.223.000,-
1.54
3
2
0.137
26
Udin
30
2
2.343.000,-
1.156
4
4
0.172
27
Engkos
55
3
4.221.000,-
2.105
5
11
0.206
28
H. Masykur
62
1
2.103.000,-
1.19
3
18
0.103
29
Hasan
63
0
2.391.000,-
0.84
2
20
0.068
30
Dudun
35
3
2,340.000,-
1.54
2
9
0.137
Keterangan : 1. Umur adalah umur responden (tahun) 2. Pendidikan (Pdk) adalah tingkat pendidikan responden dengan pemberian skor 0 = tidak sekolah sarna sekali atau Sekolah setingkat SD tetapi tidak sampai lulus SD; I = lulus SD; 2 = lulus SLTP; 3 = lulus SMU; 5 = lulus Perguruan Tinggi 3. Status Ekonomi adalah standar penghitungan pengeluaran sembilan bahan pokok dalam setahun. 4. Media adalah keterdedahan media massa dihitung berdasarkan frekuensi pemanfaatan media massa selama seminggu. 5. Lama betemak adalah lamanya petemak melakukan usaha temak domba (tahun). 6. Koneksi adalah derajat koneksi individu responden.