Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
KEBUTUHAN TEKNOLOGI PETERNAK DOMBA DI DESA PASIR BUNCIR, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR (Technology Requirement by Sheep Farmers in the Village of Pasir Buncir, Sub District of Caringin, District of Bogor) Isbandi, Adiati U, Fanindi A Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
[email protected]
ABSTRACK Sheep model of integrated village development was introduced by Balitnak as technological innovation efforts closer to the people, the result is quite good and can be adopted either by the farmers. Mentoring and collaboration synergies between the work unit or Technical Implementation Unit of the Agricultural Research and the Local Government Unit of the Technical can help significantly the development of an integrated model of village livestock. Therefore the model of development needs to be replicated to other areas. Pasir Buncir Village, Caringin district, Bogor regency is one of the villages that have potential for replication region (multiplication) integrated model of village sheep. Results Participatory Rural Appraisal (RRA) and Focus Group Discussion (FGD) showed that the sheep population, experience, the potential carrying capacity of the feed, and agro-ecosystems are expected to support the development of the region. Results showed that the problem identification required technology needs include the need selection breeding stock sheep, reproductive technology, estrus synchronization, feed technology, recording systems, forage, and institutional. Key Words: Replication, Livestock Village, Sheep, Technology Needs ABSTRAK Model pengembangan kampung ternak domba terpadu telah diperkenalkan oleh Balitnak sebagai upaya mendekatkan inovasi teknologi kepada masyarakat, hasilnya cukup baik dan dapat diadopsi dengan baik oleh peternak. Pendampingan dan sinergi kerjasama antara Unit Kerja atau Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang Pertanian dengan Pemerintah Daerah dan Unit Pelaksana Teknisnya dapat membantu secara signifikan pengembangan model kampung ternak terpadu. Oleh karena itu model pengembangannya perlu direplikasikan ke daerah lain. Desa Pasir Buncir, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor merupakan salah satu desa yang berpotensi untuk dijadikan wilayah replikasi (perbanyakan) model kampung domba terpadu. Hasil Partisipatory Rural Appraisal (RRA) dan Focus Group Discusion (FGD) menunjukkan bahwa populasi ternak domba, pengalaman beternak, potensi daya dukung pakan, dan agro-ekosistem wilayah diharapkan dapat mendukung pengembangan. Hasil identifikasi masalah menunjukan bahwa kebutuhan teknologi yang dibutuhkan meliputi kebutuhan bibit ternak domba unggul, teknologi reproduksi, penyerentakan birahi, teknologi pakan, sistem rekording, hijauan pakan ternak, dan kelembagaan. Kata Kunci: Replikasi, Kampung Ternak, Domba, Kebutuhan Teknologi
PENDAHULUAN Badan Litbang Pertanian melalui Unit Kerja Eselon II (Puslitbangnak) dan UPTnya sebagai bagian dari pelaku pembangunan sub sektor peternakan berupaya memacu percepatan implementasi inovasi teknologi yang dihasilkan, karena komoditas peternakan mempunyai peran penting dan strategis dalam
530
pembangunan kesehatan, kecerdasan, ekonomi, dan penyerapan tenaga kerja. Peningkatan sumber daya manusia (SDM) peternakan baik dalam hal peningkatan pengetahuan, dan kesejahteraan harus mendapat perhatian melalui penyebaran dan penerapan hasil penelitian yang bersifat inovatif dan dikemas dalam paket teknologi.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Sebagai upaya untuk mendekatkan teknologi yang telah dihasilkan kepada pengguna, maka beberapa model diseminasi dapat dilakukan, antara lain dengan membuat suatu demplot yang dinamakan “Kampung Ternak Domba Terpadu”. Model ini telah berhasil diterapkan dan diadopsi dengan baik oleh petani-peternak di desa Juhut, kecamatan Karang Tanjung, Kabupaten Pandeglang (Ketaren et al. 2009). Oleh karena itu, model pengembangannya perlu direplikasikan ke daerah lain, meskipun tingkat adopsinya tidak akan sama antara wilayah pengembangan yang satu dan lainnya, mengingat perbedaan latar belakang, dan agro-ekosistemnya. Replikasi model Kampung Ternak Domba Terpadu dilakukan berdasarkan pertimbangan minat dari peternak serta instansi terkait yang secara langsung akan mendukung kegiatan. Disamping itu potensi sumberdaya pakan, populasi ternak domba, dan tingkat pengalaman peternak di wilayah sasaran menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pengembangan model. Faktor lain yang dapat mendukung keberhasilan harus sudah ada cikal bakal peternak yang mengembangkan ternak domba, sehingga memenuhi target konsep agribisnis yakni memanfaatkan konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang mampu bersaing dan dapat dijadikan konsep dasar dalam implementasi agribisnis di sektor pertanian. Oleh karena itu dibutuhkan akselerasi pemanfaatan teknologi melalui komunikasi antara lembaga penelitian dan dinas terkait di daerah, termasuk penyuluhan sehingga teknologi yang dihasilkan Balai Penelitian dapat mengalir dengan baik ke para petanipeternak atau pemanfaat lainnya dan selanjutnya akan diperoleh umpan balik (feed back) dari pengguna. MATERI DAN METODE Identifikasi wilayah sebagai calon desa pengembangan atau replikasi Model Kampung Ternak Domba Terpadu telah dilakukan di desa Pasir Buncir, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, melalui pendekatan Partcipatory Rural Appraisal (PRA) menurut petunjuk Chambers (1983) dan dilakukan pada bulan Juli 2011.
Sebagai upaya penggalian informasi yang lebih mendalam kepada masyarakat dilakukan juga Focus Group Discusion (FGD) berpedoman pada petunjuk Chambers (1997) dengan melibatkan 40 orang responden, yang terdiri dari perwakilan petugas dari Dinas terkait, Kepala desa dan perangkatnya, Petugas Penyuluh Lapang (PPL), tokoh masyarakat, dan petani peternak. FGD dilakukan dengan maksud menghimpun informasi untuk mengetahui perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan teknologi dalam usahatani ternak domba. Sementara itu, data yang dikumpulkan, baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif yang secara langsung maupun tidak dapat mempengaruhi pengembangan kampung ternak, digali melalui FGD dan hasilnya dianalisa secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan dalam rangka untuk mengetahui perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan teknologi usahatani ternak domba telah dilakukan di Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Untuk mengetahui potensi dan daya dukung pengembangan model, dilakukan melalui metoda Focus Group Discusion (FGD) dan kegiatan transek lapang. Focus Group Discusion dilakukan melalui pembentukan group diskusi yang diikuti oleh 40 orang responden dan dipandu oleh beberapa peneliti Balitnak dengan disiplin ilmu yang berbeda, yakni disiplin ilmu pakan ternak, tanaman pakan ternak, pemuliabiakan, dan sosial ekonomi. Dalam forum diskusi juga diundang beberapa personil yang berkaitan erat dalam sistem pemeliharaan ternak domba, yakni: petugas yang beasal dari Dinas Peternakan dan Perikanan, Badan Pelaksana Penyuluhan Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K), Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, Camat Caringin, Kepala Desa, Perangkat Desa, Petugas Penyuluh Lapang (PPL-THL), Tokoh Masyarakat, Perwakilan Kelompok Tani, dan Pedagang Ternak. Kehadiran mereka diperlukan sebagai nara sumber yang bertindak dalam kapasitas memberikan informasi yang diketahui oleh masing-masing peserta, melengkapi data yang diberikan, dan juga menyanggah informasi
531
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
yang dianggap tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2010) melaporkan bahwa petanipeternak di Desa Pasir Buncir sudah terbiasa memelihara ternak, khususnya domba. Namun demikian, meskipun sudah diberikan beberapa kali pembinaan sampai saat ini belum menunjukan keberhasilan seperti yang diharapkan. Hal ini ditunjukan antara lain dengan manajemen pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, dan turun temurun. Meskipun kandang sudah dibuat dalam model kandang panggung namun kebersihan dan sanitasinya belum sesuai. Pemberian pakan masih bertumpu pada ketersediaan pakan terutama hijauan dari wilayah desa, meskipun beberapa petani sudah memberikan pakan tambahan berupa dedak padi, dan sisa hasil pertanian dan ikutannya. Masalah utama yang dihadapi oleh peternak adalah buruknya kualitas bibit ternak. Ternak yang banyak dipelihara adalah ternak lokal dengan sistem perkawinan yang tidak tercatat, terutama menyangkut asal usul pejantan. Hampir semua petani mengawinkan ternaknya dengan pejantan yang tersedia di lokasi, dan kebanyakan merupakan hasil keturunan dari ternak yang ada, sehingga terjadi in-breeding dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, dengan berkembangnya ternak domba melalui pembentukan kampung ternak domba, maka perilaku dan mata pencaharian masyarakat dapat bergeser dari menambang pasir yang dapat mengancam kelestarian lahan menjadi peternak domba yang berhasil. Diharapkan wilayah Kecamatan Caringin, khususnya Desa Pasir Buncir dapat menjadi sentra bibit ternak domba atau kambing PE. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan masyarakat, serta pendampingan dalam pembentukan model kampung ternak domba. Di Desa Pasir Buncir terdapat lima kelompok tani yang masih aktif, masingmasing: 1. Kelompok Tani Bersaudara I 2. Kelompok Tani Bersaudara II 3. Kelompok Tani Al Hidayah 4. Kelompok Tani Natat 5. Kelompok Tani Tabiatul.
532
Penduduk dan lapangan kerja Jumlah penduduk 6.700 jiwa, terdiri dari 1.800 KK. Sedangkan di Kampung Lengkong terdapat 320 KK dengan jumlah penduduk sebesar 900 jiwa. Mata pencaharian penduduk di Desa Pasir Buncir sebagai petani dan buruh tani. Rataan pendapatan dari buruh tani Rp. 20.000 per hari. Luas hamparan desa 580 ha, dimana 41 ha diantaranya merupakan areal tambang pasir, dan 76 ha berupa hutan lindung. Sementara itu, areal pertanian sebesar 300 ha, dimana 1/3 nya milik penduduk, dan sisanya merupakan lahan milik swasta (Perseroan Terbatas). Lahan yang digunakan untuk tegalan seluas 115 ha. Dalam satu tahun lahan pertanian dapat ditanami sebanyak 3 kali. Bagi petani yang mengusahan padi dapat menanan dan panen 5 kali dalam 2 tahun. Hal ini dimungkinkan karena terdapat irigasi teknis, yang mampu mengairi 4 dusun yakni: dusun Lengkong, Pasir Buncir, Gunung Bongkok, dan Cikalapa. Pada lahan tegalan pola tanam yang dilakukan adalah padi-palawija seperti jagung, kedele. Tanaman herbal banyak ditanam, seperti kumis kucing, dan kapulogo, dimana untuk tanaman kumis kucing dapat dipanen pada umur 40 hari dan selanjutnya setiap 15 hari sekali, sedangkan kapulogo dapat dipanen sebanyak 10 kali dalam satu tahun. Harga daun kumis kucing di pasaran dapat mencapai Rp. 6.000 per kg pada kondisi tidak terlalu kering, dan Rp. 18.000 pada kondisi yang cukup kering. Tanaman jagung merupakan komoditas yang banyak diusahakan oleh petani, dan biasanya banyak dilakukan tanaman tumpangsari bersama tanaman jagung seperti mentimun dan tanaman sayuran (tomat, sawi, kubis). Tabel 1. Mata pencaharian penduduk Mata pencaharian
Persentase (%)
Buruh Tani
50
Petani
20
Buruh Bangunan
10
Pedagang
10
Pegawai
5
Wiraswasta
5
Jumlah
100
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tanaman jagung biasanya dipanen pada umur 3 bulan (70 hari) dengan hasil panen berupa baby corn. Keuntungan dari penjualan baby corn adalah biomasa tanaman jagung masih cukup baik kualitasnya bila digunakan sebagai pakan ternak domba. Usahatani ternak domba Populasi ternak domba di Desa Pasir Buncir diperkirakan sekitar 800-900 ekor dan tersebar di berbagai kelompok, dengan sistem pemeliharaan penggemukan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, terdapat 2 orang petani yang menggemukan domba dengan skala usaha sampai 80 ekor dan 20 ekor. Sistem penggemukan domba secara intensif, yakni dikandangkan dengan pakan diaritkan banyak dilakukan, dengan tujuan untuk memenuhi pasar lokal pada saat hari raya Idul Qurban dan Idul Fitri. Pada hari besar keagamaan tersebut biasanya banyak pembeli yang datang ke Desa Pasir Buncir, dan melakukan transaksi pembeli secara langsung kepada peternak. Jenis pakan, baik berupa rumput-rumputan dan daun-daunan cukup banyak tersedia dan dapat memenuhi kebutuhan pakan untuk wilayah desa, bahkan banyak juga peternak dari desa lain ataupun dari perusahaan peternakan swasta yang mendapatkan hijauan dari Desa Pasir Buncir. Hijauan pakan banyak tumbuh di sekitar tanam nasional. Keberadaan biomasa tanaman singkong tersedia cukup banyak, karena komoditas singkong merupakan tanaman yang banyak diusahakan. Meskipun harga singkong dapat mencapai Rp. 700-1.000 per kg, namun banyak yang memberikan singkong dalam bentuk cacahan.
Dedak padi untuk pakan domba mudah didapatkan, karena di wilayah desa terdapat 5 pengusaha penggilingan padi. Ternak domba merupakan komoditas yang banyak diusahakan oleh petani sebagai usaha sampingan yang cukup populer, karena disamping populasinya cukup banyak juga potensi sumberdaya alamnya cukup mendukung bagi pengembangan ternak dimaksud. Sedangkan pengalaman petani dalam memelihara ternak domba sudah cukup lama ditekuni, sejak masa remaja petani setempat sudah akrab dan terbiasa memelihara. Dinamika petani dalam berkelompok, khususnya kelompok tani-ternak domba juga menunjukan perkembangan. Pada tahun 2008 baru ada 1 (satu) kelompok tani-ternak, kemudian berkembang menjadi 5 kelompok tani-ternak domba ditambah 1 (satu) Gabungan Kelompok Tani-Ternak Domba (Gapoktan). Ternak domba yang banyak dipelihara oleh petani adalah domba lokal dengan ukuran tubuh sedang. Oleh karena itu untuk memperbaiki genetika ternak diperlukan adanya introduksi pejantan yang unggul seperti domba komposit Garut, komposit Sumatera, Barbados Cross, atau domba unggul lainnya. Dilihat dari potensi sumberdaya alam yang cocok untuk usaha pertanian dan didukung oleh kemauan dan kemampuan petani dalam berusahatani, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang terkait telah memfasilitasi penyelenggaran pelatihan dan magang bagi petani maupun kelompok tani dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam aktivitas usahatani (Tabel 2).
Tabel 2. Jenis kegiatan, pelatihan/magang Jenis Kegiatan
Peserta
Kegiatan PUAP
Anggota Kelompok Tani
Pelatihan Pembuatan Molases Block
Anggota Kelompok Tani
Pelatihan Pembuatan Pakan Konsentrat
Anggota Kelompok Tani
Pelatihan Pembuatan Kompos
Anggota Kelompok Tani
Pelatihan Pengaturan Tata Letak Kandang
Angota Kelompok Tani
Pelatihan Budidaya Ternak Domba
Anggota Gapoktan Ternak
Kegiatan SLPTT Jagung
Anggota Kelompok Tani
Kegiatan SLPTT Padi
Anggota Kelompok Tani
533
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Kandang Ternak domba dipelihara dengan sistem intensif, dengan jalan dikandangkan terus menerus, kandang dibuat dengan sistem panggung. Beberapa peternak menyekat kandangnya untuk masing-masing ternak sesuai dengan status fisiologinya. Namun demikian banyak juga yang memelihara secara kelompok tanpa penyekatan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar kandang sudah cukup lama digunakan, yang ditunjukkan dengan kondisinya yang sudah kurang bagus. Pada umumnya kandang dibuat dari bahan bambu dan kayu dengan atap genteng. Kondisi lingkungan kandang pada umumnya nampak kurang terawat kebersihannya, meskipun ada beberapa kandang yang nampak bersih dan rapi. Pakan Pakan diberikan dua kali dalam sehari yakni pagi dan sore hari. Jenis pakan yang diberikan berupa rumput dan daun-daunan yang banyak tumbuh di lokasi. Disamping itu peternak juga sudah terbiasa memberikan pakan tambahan, baik itu berupa dedak padi, dan singkong. Adapun jenis rumput yang banyak tumbuh dan sudah biasa diberikan kepada ternak domba, antara lain Brachiaria, Panicum maximum, Setaria, dan Desmodium. Sedangkan dari jenis kacang-kacangan terdapat Centrosema, Gamal, Kaliandra dan Lamtoro. Sementara itu, untuk limbah pertanian banyak dijumpai jerami padi, jerami jagung, jerami kacang-kacangan dan limbah tanaman singkong.
lahan sebagian besar digunakan untuk lahan perkebunan, dengan tanaman tahunan yang banyak tumbuh berupa pohon pinus. Tanaman pangan yang banyak diusahakan adalah tanaman singkong, jagung, dan pisang. Tanaman padi nampak tumbuh dengan baik di lokasi dasar jurang, karena pasokan air yang melimpah, meskipun di musim kemarau ketersediaan airnya masih mencukupi untuk mengairi sawah yang ada. Di Desa Pasir Buncir terdapat sumber mata air yang cukup besar, dan telah dimanfaatkan penduduk melalui pipanisasi air sampai ke lokasi terdekat dengan pemukiman. Sebagai gambaran bahwa komoditas ternak sudah memasyarakat di kalangan penduduk dapat ditunjukkan oleh banyaknya tanaman pakan ternak yang dibudidayakan, seperti rumput gajah, dan tanaman legum, baik legum pohon maupun yang merambat. Adapun jenis ternak diluar domba, dan cukup banyak dipelihara oleh penduduk adalah ternak kambing, ayam , dan entog. KEBUTUHAN TEKNOLOGI Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan dalam Focus Group Discusion (FGD) didapatkan peta kebutuhan teknologi untuk replikasi dan pengembangan ternak domba di desa Pasir Buncir, sebagai berikut: 1. Bibit domba unggul 2. Sistem perkawinan 3. Sinkronisasi birahi 4. Teknologi pakan 5. Sistem recording 6. Tanaman pakan ternak 7. Kelembagaan
Tata guna lahan
Bibit domba unggul
Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor berada pada ketinggian 450 m dari permukaan laut. Dusun yang berada di wilayah paling tinggi yakni Pasir Ipis berada di ketinggian 470 m dpl. Topografi lahan didominasi landai dan terdapat jurang yang cukup curam pada ketinggian 470 m dpl. Pada ketinggian 500 m dpl terdapat suatu hamparan yang dimanfaatkan sebagai lokasi penambangan pasir yang masuk dalam kategori tambang galian C. Sementara itu, tata guna
Ternak domba yang saat ini banyak dipelihara merupakan domba lokal, yang umumnya bertubuh kecil. Oleh karena itu untuk upaya pengembangannya diperlukan bibit domba unggul, seperti yang pernah dilakukan oleh Balitnak di Desa Juhut, Kecamatan Karangtanjung, Kabupaten Pandeglang, dengan introdukssi bibit unggul berupa domba komposit Sumatera, domba komposit Garut, domba St. Croix, dan
534
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Barbados cross, terbukti dapat memperbaiki kualitas ternak. Teknologi reproduksi Teknologi reproduksi diperlukan agar peternak mampu meningkatkan produksi ternaknya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang reproduksi ternak dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalahmasalah dan tantangan yang dihadapi subsektor peternakan terutama dalam meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas ternak baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknologi reproduksi yang dibutuhkan diawali dengan cara pemilihan bibit ternak. Induk betina berperan untuk melahikan anak. Calon induk sebaiknya dipilih dari ternak yang masih muda memiliki bentuk tubuh bagus dan berasal dari induk yang setiap kali beranak dapat melahirkan lebih dari satu ekor. Sinkronisasi birahi Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak. Penggunaan teknik sinkronisasi berahi akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, serta mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi buatan, mengurangi waktu dan memudahkan observasi deteksi berahi, dapat menentukan jadwal kelahiran yang diharapkan, menurunkan usia pubertas ternak, penghematan dan efisiensi tenaga kerja inseminator karena dapat mengawinkan ternak pada suatu daerah pada saat yang bersamaan. Teknologi pakan Teknologi pakan ternak ruminansia adalah kegiatan pengolahan bahan pakan untuk meningkatkan kualitas nutrisi dan daya cerna, memperpanjang masa simpan. Bahkan mengubah hasil ikutan pertanian yang kurang berguna menjadi produk berdaya guna. Pakan bagi ternak, berperan untuk pertumbuhan ternak muda, mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (daging, susu
dan anak) serta tenaga bagi ternak dewasa. Pakan juga memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, maka jenis pakan yang diberikan harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup. Pengolahan bahan pakan yang dilakukan secara fisik dengan pemotongan atau pencacachan rumput sebelum diberikan memberikan kemudahan bagi ternak untuk mengkonsumsinya. Sedangkan pengolahan bahan pakan secara kimiawi dengan menambahkan beberapa bahan kimiawi agar dinding sel tanaman yang semula berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan mikroba yang hidup didalam rumen untuk mencernanya. Sistem rekording Banyak faktor yang menentukan keberhasilan usaha peternakan. Faktor tersebut kalau dikelompokkan akan mengerucut menjadi tiga faktor utama yaitu faktor pakan, bibit dan manajemen pemeliharaan (lingkungan). Faktor bibit, pakan, dan manajemen pemeliharaan, semuanya saling terkait mendukung keberhasilan usaha sehingga tidak bisa mengabaikan salah satunya. Rekording yang baik dapat dilakukan melalui pencatatan produksi baik catatan produksi harian atau bulanan dengan tertib. Hijauan pakan ternak Hijauan Makanan Ternak (HMT) merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi usaha peternakan. Tanpa manajemen pakan yang baik, maka ternak yang dipelihara tidak akan memberikan hasil yang baik, karena pakan yang diberikan kepada ternak tidak dapat tersedia secara tetap dan mencukupi. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara yang tepat untuk mengelola kebutuhan dan ketersediaannya agar supaya HMT yang diperlukan oleh ternak tidak terganggu pengadaannya. Pemberian pakan dianjurkan pada komposisi 50-75% berupa rumput ditambah 25-50% legum. Oleh karena itu perlu diintroduksikan teknologi penanaman hijauan pakan ternak dengan menggunakan bibit yang unggul.
535
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
DAFTAR PUSTAKA
Kelembagaan peternak Tidak sekedar membentuk kelompok peternak atau organisasi peternak, tetapi dimulai dari proses membangun kesadaran bersama, pengorganisasian dari tingkat kelompok terkecil, menumbuhkan kader-kader peternak dan penguatan dukungan teknis serta sistem manajemen kerja. Pembangunan kampung ternak dibentuk agar kelembagaan peternak kedepan mampu menjadi kekuatan bisnis yang lahir, dari, untuk dan oleh peternak. Kelembagaan peternakan rakyat yang mampu bersaing dalam dunia bisnis peternakan dan turunanyanya. KESIMPULAN DAN SARAN Model kampung ternak terpadu merupakan suatu model kelembagaan yang dapat diterapkan dan dikembangkan di pedesaan, dimana pengembangannya dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. Sedangkan teknologi yang dibutuhkan seperti: bibit unggul, teknologi reproduksi, sinkronisasi birahi, teknologi pakan, sistem rekording, introduksi tanaman pakan ternak (TPT), dan penataan kelembagaan dapat dilakukan melalui sinergi pendampingan antar lembaga terkait. Mengingat model pengembangan kampung ternak yang dibangun oleh Balitnak menunjukkan tingkat keberhasilannya, disarankan agar model tersebut direplikasi dan diperbanyak ke wilayah lain meskipun tingkat adopsinya belum tentu sama mengingat perbedaan pengalaman dan kondisi wilayah.
Chambers, Robert. 1983. Rural DevelopmentPutting The Last First. Essex, England: Longmans Scientific and Technical Publishers; New York: John Wiley. Chambers, Robert. 1997. Whose Reality Counts: Putting The First Last. Essex. England: Longmans Scientific and Technical Publishers; New York: John Wiley. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2010. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Ketaren P, Iskandar S, Setiadi B, Prawiradiputra BR, Mathius IW, Priyanto D, Puastuti W. 2009. Pengembangan kampung ternak domba di Kelurahan Juhut, Kecamatan Karang Tanjung, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Makalah disampaikan pada rapat koordinasi. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pandeglang. Ketaren P, Priyanto D, Setiadi B, Prawiradiputra BR, Puastuti W, Isbandi, Mathius IW, Iskandar S. 2010. Juhut kampung Domba dulu, kini, dan nanti. Makalah disampaikan pada Seminar Kegiatan Kelayakan Pengembangan Usahaternak Domba dan Pola Pembiayaannya di Kelurahan Juhut, Karangtanjung, Pandeglang. 8 Desember 2010. Priyanto D, Puastuti W, Prawiradiputra BR, Setiadi B. 2009. Analisa potensi pengembangan domba di Kelurahan Juhut, Kecamatan Karangtanjung, Kabupaten Pandeglang. Melalui Pendekatan Participatory Rural Appraisal. Balai Penelitian Ternak. Badan Litbang Pertanian.
DISKUSI Pertanyaan: Pada bagian hasil dan pembahasan sudah diidentifikasi teknologi yang dibutuhkan, mengapa kesimpulan tidak menjawah judul dan tujuan? Jawaban: Sudah ada beberapa teknologi yang memang diperlukan masyarakat dari hasil FGD.
536