PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI Ardhana Surya Saputra
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR
Ardhana Surya Saputra D 14101018
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR
ARDHANA SURYA SAPUTRA D14101018
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR
Oleh ARDHANA SURYA SAPUTRA D14101018
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 18 Januari 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr.Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 131 624 187
Asep Gunawan, S.Pt NIP. 132 312 038
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Pewarisan Pola Warna Muka Pada Domba Garut Di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor”.. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan ummatnya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Cece Sumantri M.Agr.Sc dan Asep Gunawan S.Pt sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan mulai dari persiapan penelitian hingga terselesaikannya skripsi Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangankekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan tulisan ini selanjutnya.. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya. Amiin..
Bogor, Januari 2008
Penulis
RINGKASAN ARDHANA SURYA SAPUTRA. 2008. Pewarisan Pola Warna Muka Pada Domba Garut Di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Asep Gunawan, S.Pt. Penelitian dilaksanakan di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS), Kampung Wangunjaya, Desa Pasirbuncir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari 2005 sampai dengan Maret 2005. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pola warna muka domba Garut dan pola pewarisannya di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor . Domba yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 602 ekor yang terdiri dari 95 ekor domba Garut pejantan, 231 ekor induk, 143 ekor anak betina dan 133 ekor anak jantan. Data dianalisis secara deskriptif untuk perhitungan frekuensi fenotif dan genotif pola muka domba Garut. Pola pewarisan muka domba Garut dianalsis dengan uji Chi Kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan penyebaran pola warna muka domba Garut di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) pada tetua jantan, induk dan anak di dominasi oleh warna hitam baik polos hitam maupun pola warna yang di kombinasikan dengan warna hitam. Pola warna muka yang paling jarang muncul dalam populasi adalah pola warna coklat. Ada empat gen pengontrol warna yang berperan dalam pembentukan pola warna muka domba Garut yaitu gen B sebagai pengontrol warna hitam dan alelnya b akan berwarna coklat, gen C sebagai pengontrol warna dan alelnya c akan berwarna putih, gen S sebagai pengontrol pola polos dan alelnya s akan berpola belang, serta gen I (inhibitor) sebagai pengontrol warna putih dan alelnya i akan muncul warna normal. Adanya upaya seleksi kearah pola warna muka tertentu menyebabkan secara umum hasil persilangan domba Garut di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) menyimpang (P<0,05) dari rasio harapan. Kata-kata kunci : Domba Garut, Pola Warna Muka, Ternak Domba Sehat (TDS)
iv
ABSTRACT The Inheritance of Face Colour Pattern on Garut Sheep In FarmTernak Domba Sehat (TDS) Bogor. Saputra, A.S., C. Sumantri, and A. Gunawan The objective of this study was to know characteristic of face colour pattern and its inheritance on Garut Sheep in Farm Ternak Domba Sehat (TDS). A tottally 602 heads of Garut sheep on Farm Ternak Domba Sehat (TDS) were used in this study. which consist of 95 rams, 231 ewes, 143 ewe lambs and 133 ram lambs. Data were analysed by descriptive analysis to calculate phenotype and genotype frecuency. Pattern inheritance of face colour were analysed with Chi Square. The result showed that the distribution face color pattern of Garut sheep on Farm Ternak Domba Sehat (TDS) on ram, ewe, ram lamb and ewe lamb were dominated solid black colour and colour pattern which combining with black colour. There were found four locus that affecting face colour pattern of Garut Sheep. There are consist locus B (Black), locus C (Albino), locus S (spotting) and locus I (inhibitor). The effort selected toward certain face color pattern cause in general result of cross of sheep of Garut in Farm Ternak Domba Sehat (TDS) different ( P<0,05) of expectation ratio. Keywords: Garut sheep, Face Color Pattern, Farm Ternak Domba Sehat (TDS)
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Mei 1984 di Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Lampung, sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Suyatno dan Ibu Marsiah. Pada tahun 1995 penulis sukses menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dari SDN I Kagungan dan tiga tahun kemudian lulus dari SLTPN I Kota Agung, Pada tahun 2001 penulis lulus dari SMU AL-Kautsar. Pada tahun 2001 penulis masuk di Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui program USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor). Selama mengikuti pendidikan penulis aktif di Badan Kerohanian Islam Mahasiswa
(BKIM)
(HIMAPROTER)
dan
Himpunan
Mahasiswa
Produksi
Ternak
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN.....................................................................................
ii
ABSTRACT.......................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………….......
v
RIWAYAT HIDUP............................................................................
vi
KATA PENGANTAR.......................................................................
vii
DAFTAR ISI .....................................................................................
viii
DAFTAR TABEL……………………………………………….......
x
DAFTAR GAMBAR..........................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................
xii
PENDAHULUAN………..................................................................
1
Latar Belakang………………………………………............ Tujuan …………………………………………....................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………..................
3
Domestikasi Dan Sistematika Bangsa Domba....................... Bangsa Domba di Indonesia ................................................ Domba Garut.......................................................................... Sifat Kualitatif ........................................................................ Epistasis.................................................................................. Genetika Pola Warna.............................................................. Pola Warna Muka dan Kepala Domba Garut……………….
3 3 4 5 5 6 9
METODE........................................................................................... . Lokasi dan Waktu ................................................................... Materi ..................................................................................... Metode Pengambilan Data ..................................................... Analisis Data .......................................................................... Deskriptif.................................................................... Frekuensi fenotipe....................................................... Analisis genotipe......................................................... Uji Chi kuadrat .......................................................... .
12 12 12 12 13 13 13 14 14
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
15
Keadaan Umum Lokasi .......................................................... Penyebaran Pola Warna Muka Domba Garut........................ . Pola Warna Muka Tetua Domba Garut....................... Pola Warna Muka Domba Garut Pejantan Muda........ Pola Warna Muka Anak Domba Garut...................... Pola Pewarisan Warna Muka..................................................
15 17 17 19 20 22
KESIMPULAN...................................................................................
32
UCAPAN TERIMAKASIH...............................................................
33
DAFTAR PUSTAKA........................................................................
35
LAMPIRAN........................................................................................
38
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Lokus dan Alel-alel yang Mempengaruhi Warna Bulu……….…
7
2. Kriteria Pola Warna Muka pada Domba Garut.............................
12
3. Kandungan Nutrisi Pakan di TDS-DD Republika per BK............
16
4. Pola Warna Muka Tetua Domba Garut.........................................
17
5. Pola Warna Muka Domba Garut Pejantan Muda..........................
19
6. Pola Warna Muka Anak Domba Garut.........................................
20
7. Hasil Uji Chi Kuadrat Persilangan antara Tetua Polos Hitam dengan Polos Hitam Bergenotipe (Bb Cc Ss ii x Bb Cc Ss ii)......
22
8. Hasil Uji Chi Kuadrat Persilangan antara Tetua Polos Hitam dengan Polos Putih Bergenotipe (BB Cc SS ii x BB cc SS ii).…
24
9. Hasil Uji Chi Kuadrat Persilangan antara Tetua Polos hitam dengan Polos Putih Bergenotipe (Bb CC Ss Ii x bb CC ss Ii)….
26
10. Hasil Uji Chi Kuadrat Persilangan antara Tetua Polos Hitam dengan Belang Hitam Putih Bergenotipe (Bb Cc Ss ii x Bb Cc ss ii)………………………………………
28
11. Hasil Uji Chi Kuadrat Persilangan antara Tetua Belang Hitam Putih dengan Belang Hitam Putih Bergenotipe (Bb Cc ss ii x Bb Cc ss ii) ...........................................................
30
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pola Pewarnaan Muka.................................................................
17
2. Peta Letak Peternakan TDS.........................................................
21
3. Domba Jantan Belang Hitam Putih dan Polos Putih...................
22
4. Anak domba Polos Putih dan Polos Hitam..................................
25
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Persilangan Antara Polos Hitam dengan Polos Hitam (Bb Cc Ss ii x Bb Cc Ss ii)……………………………...……
38
2. Persilangan Antara Polos Hitam dengan Polos Putih (BB Cc SS ii x BB cc SS ii)…………………………………..
39
3. Persilangan Antara Polos Putih dengan Polos Putih (Bb CC Ss Ii x bb CC ss Ii)…………………………..…….…
39
4. Persilangan Antara Polos Hitam dengan Belang Hitam Putih (Bb Cc Ss ii x Bb Cc ss ii)……………………………….…....
40
5. Persilangan Antara Belang Hitam dengan Belang Hitam Putih (Bb Cc ss ii x Bb Cc ss ii)……………………………..…..…..
41
6. Uji Chi Kuadrat Persilangan Polos Hitam dengan Polos Hitam (Bb Cc Ss ii x Bb Cc Ss ii)Untuk Rasio 27:16:9:9:3.................
41
7. Uji Chi Kuadrat Persilangan Polos Hitam dengan Polos Hitam (BB Cc SS ii x BB cc SS ii) Untuk Rasio 3:4:1........................
41
8. Uji Chi Kuadrat Persilangan Polos Hitam dengan Polos Hitam (Bb CC Ss Ii x bb CC ss Ii) Untuk Rasio 1:12:1:1:1................
41
9. Uji Chi Kuadrat Persilangan Polos Hitam dengan Polos Hitam (Bb Cc Ss ii x Bb Cc ss ii)Untuk Rasio 9:8:3:9:3.....................
42
10. Uji Chi Kuadrat Persilangan Polos Hitam dengan Polos Hitam (Bb Cc ss ii x Bb Cc ss ii) Untuk Rasio 9:3:4...........................
42
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat familiar dikalangan petani, karena ternak domba memiliki beberapa potensi penting yaitu : mudah dipelihara, dapat memanfaatkan limbah dari hasil ikutan pertanian dan industri, mudah dikembangbiakan dan memerlukan modal yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan ternak ruminansia besar. Domba yang berkembang di Indonesia antara lain domba Ekor Tipis, domba Ekor Sedang atau domba Garut dan domba Ekor Gemuk. Populasi domba di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 8.306.928 ekor dengan jumlah populasi terbanyak terdapat di Propinsi Jawa Barat sebesar 3.691.458 ekor (Ditjenak, 2005). Salah satu jenis domba yang sudah dianggap sebagai domba asli Indonesia adalah domba Garut. Populasi domba Garut di Kabupaten Garut mencapai 337.036 ekor (BPS Kabupaten Garut, 2004). Domba Garut mempunyai sifat kualitatif dan kuantitatif yang cukup beragam untuk ditingkatkan mutu genetiknya. Domba Garut memiliki keunggulan dibandingkan jenis domba lain yang ada di Indonesia diantaranya; tingkat kesuburan tinggi (prolifik), memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata daerah kaitannya sebagai domba aduan. Potensi domba Garut yang cukup tinggi tersebut perlu dipertahankan, dilestarikan dan ditingkatkan dengan meningkatkan populasi dan meningkatkan mutu genetik ternak. Peningkatan mutu genetik ternak dapat dilakukan dengan cara seleksi dan persilangan. Tahap awal perbaikkan mutu genetik yang perlu dilakukan sebelum seleksi dan persilangan adalah mengidentifikasi ciri khas atau ciri genetik dari ternak. Ciri genetik suatu breed ditandai oleh beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif yang spesifik. Salah satu sifat kualitatif yang dapat diidentifikasi sebagai ciri genetik dari domba Garut adalah pola warna muka. Pola warna muka sebagai salah satu sifat kualitatif dalam program pemuliaan penting untuk diperhatikan dalam menentukan kemurnian dan kekhasan sifat suatu bangsa. Pola warna muka adalah sifat genetik yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan, dan pakan. Dalam upaya pencirian dan identifikasi dari domba Garut maka perlu dilakukan penelitian tentang pola warna muka dan pewarisannya yang
dalam hal ini di lakukan di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS). Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui karakteristik kekhasan pola warna muka dan pewarisan sifatnya pada domba Garut. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pola warna muka domba Garut dan pola pewarisan sifatnya di Peternakan Ternak domba Sehat (TDS). Hasil penelitian ini diharapkan dapat ditemukan suatu pola warna muka dan pewarisan sifat yang khas dari domba Garut
2
TINJAUAN PUSTAKA Domestikasi dan Sistematika Bangsa Domba Bangsa domba modern yang ada sekarang merupakan hasil seleksi selama 8000 tahun, asal domestikasi diperkirakan terletak didekat Laut Kaspia tepatnya di daerah Stepa Aralo sejak masa Neolitik, sebelum berkembang sistem pertanian. Peternakan domba ini kemudian berkembang ke Iran dan selanjutnya ke Timur, Subkontinen India, Asia Tenggara, Asia Barat, Eropa, Afrika, Australia dan Amerika (Searle 1968) Sistematika bangsa domba menurut Ensminger (1991) adalah: Kerajaan
: Animalia (hewan)
Filum
: Chordata (hewan bertulang belakang)
Kelas
: Mamalia (hewan menyusui)
Ordo
: Artiodactyla (hewan berkuku genap)
Family
: Bofidae (hewan memamah biak)
Genus
: Ovis (domba)
Spesies
: Ovies Aries (domba yang di domestikasi) Bangsa Domba di Indonesia
Menurut Gatenby (1986), bangsa domba di Indonesia dibagi atas tiga bangsa domba utama yaitu domba Ekor Tipis (the Javanese Thin Tailed), domba Ekor Gemuk (East Java Fat Tailed) dan domba Priangan (Garut). Domba ekor tipis dan domba Garut merupakan bangsa domba yang banyak terdapat di Jawa Barat, sedangkan domba Ekor Gemuk tersebar merata di daerah jawa bagian tengah dan timur. Subandriyo (2005) membagi domba lokal di Indonesia menjadi dua kelompok yaitu domba Ekor Tipis dan domba Ekor Gemuk yang sebagian besar (92%) tersebar di pulau Jawa dan Madura. Domba Ekor Tipis terdiri dari domba Jawa Ekor Tipis, domba Semarang Ekor Tipis, dan domba Sumatera Ekor Tipis. Domba Ekor Tipis ini didominasi oleh domba Jawa Ekor Tipis yang terdapat di Jawa Barat. Domba Jawa Ekor Tipis dikenal dengan nama domba Priangan atau domba Garut. Domba Ekor Gemuk umumnya terdapat di daerah kering seperti wilayah Indonesia bagian Timur diantaranya Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara dan Sulawesi.
Domba Garut Triwulaningsih et al, (1981) mengatakan Domba Priangan (Garut) merupakan hasil persilangan segitiga antara domba lokal, Domba Merino, dan Domba Kaapstaad (cape) dari afrika yang tidak jelas asal usulnya, namun perbandingan darah dari masing-masing domba tidak diketahui. Selanjutnya Devendra dan McLorey (1982) menambahkan bahwa domba Garut berasal dari persilangan antara Domba Merino, lokal dan Kaapstad yang berasal dari Afrika Selatan Menurut Smith (1987) domba Garut umumnya terdapat di Jawa Barat, dengan ciri memiliki ukuran tubuh kecil, kombinasi warna bulu hitam, putih dan coklat, wool bertumpuk dan banyak. Mulliadi (1996) menambahkan, bahwa tipe telinga domba Garut berdasarkan ukuran panjangnya, terdapat tiga tipe telinga, yaitu telinga kecil atau rumpung dengan panjang kurang dari 4 cm; telinga sedang atau ngadaun hiris dengan panjang 5-8 cm dan telinga besar atau rubak yang panjangnya lebih dari 9 cm. Diwyanto (1982) menjelaskan bahwa bobot badan pada domba Garut dewasa dapat mencapai 46-53 kg untuk jantan dan 23-30 kg untuk betina. Ukuran-ukuran tubuh domba Garut jantan dewasa seperti tinggi pundak antara 60-72 cm, tinggi pinggang antara 61-71 cm, panjang badan antara 55-65 cm, lingkar dada antara 6686 cm, dalam dada antara 25-32 cm, lebar dada antara 13-18 cm, lebar panggul antara 16-21 cm dan lingkar pipa/kanon 7-9 cm. Sedangkan untuk ukuran-ukuran tubuh domba Garut betina dewasa seperti tinggi pundak antara 58-63 cm, tinggi pinggang antara 59-64 cm, panjang badan antara 51-57 cm, lingkar dada 65 cm, dalam dada antara 24-28 cm, lebar dada antara 13-16 cm, lebar panggul antara 15-19 cm dan lingkar pipa/kanon 6-7 cm. Menurut Triwulaningsih et al. (1981), dalam perkembangannya di daerah Garut sendiri ternyata terdapat dua tujuan pemeliharaan domba yang berbeda yaitu pemeliharaan yang diarahkan untuk tujuan tangkas dan pemeliharaan untuk produksi daging. Domba tangkas dipelihara dengan tujuan khusus untuk memperoleh domba aduan (Natasasmita et al., 1986). Ciri-ciri umum domba tangkas menurut Budinuryanto (1991) adalah bibir lebar,besar dan tebal, hidung besar dengan lubang hidung yang lebar, mata besar dan tajam, tanduk besar, kuat dan kokoh pada jantan; betina tidak bertanduk; telinga pendek, leher besar, kuat dan pendek, bentuk tubuh
4
panjang dan bulat dengan bagian dada besar, lebar, kuat dan tidak meruncing, tinggi pundak lebih tinggi dari bagian belakang, kaki besar, pendek dan kuat, bentuk ekor lebar pada jantan dan sedang pada betina; warna tubuh utama hitam (Diwyanto, 1982). Domba pedaging merupakan tipe domba yang terbentuk karena dipelihara dengan tujuan khusus untuk memproduksi daging (Natasasmita et al., 1986). Ciri-ciri umum domba pedaging adalah garis muka cembung, bentuk mata normal, bentuk telinga lebar (rubak), panjang lebih dari 9 cm dengan posisi menggantung ke bawah, bertanduk untuk jantan meski tidak sebesar pada domba tangkas dan tidak bertanduk pada domba betina, garis punggung lurus dan tipe ekor sedang serta bagian belakang (paha dan kelangkang) lebih besar dan warna tubuh utama putih (Mulliadi , 1996). Sifat Kualitatif Menurut Martojo, (1992), menyatakan sifat kualitatif adalah sifat yang dapat dibedakan dengan jelas seperti warna bulu, ada tidaknya tanduk, atau adanya suatu cacat (kelainan). Pada umumnya sifat kualitatif ditentukan ekspresinya oleh satu pasang sampai dua pasang (jumlah pasangan kecil) walaupun sebenarnya jumlah gen yang mempengaruhi banyak. Beberapa ciri-ciri sifat kualitatif dintaranya: dikontrol oleh sepasang gen, jika dilakukan pengamatan pada populasi yang cukup besar maka variasi sifat kualitatifnya tidak kontinu, aksi pasangan gen bersifat tidak aditif dan pada umumnya tidak dipengaruhi lingkungan. Salah satu contoh sifat kualitatif pada ternak diantaranya pola warna (Noor, 2004) Epistasis Menurut Noor (2004), Epistasis adalah interaksi antar gen-gen yang tidak sealel. Hasil interaksi tersebut diperoleh fenotipe yang tidak akan diperoleh jika gengen tersebut bekerja sendiri. Yatim (1991), menerangkan Epistasis adalah interaksi gen dimana yang gen yang satu mengalahkan atau menutupi pekerjaan gen lain yang bukan sealel. Gen yang mengalahkan itu disebut epistasis, yang dikalahkan disebut hipostasis. Berasal dari kata epi= di atas, hypo = di bawah, dan status = kedudukan. Apabila aksi dari suatu pasangan alel tidak dapat menjelma karena adanya alel yang dominan dari pasangan kedua dikatakan epistasis. Epistasis adalah gejala sejenis dengan dominansi, akan tetapi istilah dominansi tetap disediakan untuk tindakan dari
5
alel-alel dari pasangan yang satu untuk saling mempengaruhi, jadi dalam lingkungan satu lokasi (Minkema 1993) Ada beberapa macam tipe epistasis diantaranya epistasis dominan dan epistasis resesif. Epistasis dominan adalah reaksi gen yang melibatkan satu gen pada satu lokus yang menekan atau memodifikasi ekspresi gen pada lokus yang kedua. Adanya gen albino pada mamalia merupakan contoh yang sangat baik untuk memberikan gambaran bagaimana suatu sifat dikontrol oleh gen epistasis resesif. Gen dominan C mengontrol produksi melanin sedangkan gen homosigot resesif (cc) menyebabkan tidak diproduksinya enzim yang memproduksi melanin sehingga warna yang muncul adalah putih (Noor 2004). Genetika Pola Warna Pada dasarnya tidak dapat ditentukan dengan pasti jumlah gen yang terlibat dalam sutu pengontrolan sifat. Faktor genetik yang mempengaruhi warna selain sifat kuantitatif adalah alel ganda. Intensitas warna dan juga variasi banyaknya warna putih pada ternak merupakan hasil dari aksi gen ganda. Gen ganda adalah dua gen atau lebih yang mempengaruhi suatu sifat. (Noor, 2004). Noor (2004), menjelaskan lebih lanjut bahwa sumber semua warna rambut, bulu, kulit dan mata pada ternak adalah karena adanya pigmen melanin. Ada dua macam melanin pada mamalia yaitu melanin hitam (eumelanin) dan milanin merah (phaeomelanin). Warna-warna yang muncul pada ternak merupakan kombinasi dari dua macam pigmen ini. Warna rambut, bulu dan kulit pada domba di kontrol oleh gen-gen yang terletak pada beberapa lokus yang mempengaruhi sintesis pigmen melalui kerja enzim Sponenberg (1997), menjelaskan beberapa lokus yang mengontrol warna pada domba yaitu diantarnya lokus Albino (C), Australian piebeld, Brown, Extention, Pigmen kepala (Ph), Roan, Spotting, Sur bukhara/Sur khandarya. Ticking dan lokus I (inhibitor).
6
Table 1. Lokus dan Alel-alel yang Mempengaruhi Warna Bulu No 1
Lokus Agouti
Simbol A
2
Albino
C
3
Australian piebeld
AsP
4
Brown
B
5
Extention
E
6
Pigmen kepala
Ph
7
Roan
Rn
8
Spotting
S
9
Sur bukhara/ Sur surkhandarya
SuB/SuS
10
Ticking
Ti
Alel-alel White atau Tan Wild Abu-abu dan coklat (tan) Ligth badgerfce Badgerface Light blue blue Grey Grey Gotland Black dan tan Atau reverse badgerface Swiss marked Garis lateral Dagu pucat/lingkar pucat Kelopak mata Sooty non-Agouti Wild Albino Albino marrabel Wild Piebeld Wild Brown Dominan hitam Wild Afghan letal Turkish Persian letal Roan Wild Wild Spotted Bizet spotting Wild
Simbol Awt A+ Agt Alb Ab Albl Abl Ag Agg At
Sur bukhara/ Sur khandarya Tikced Wild
SuBs/SuSs
As Als Apc Aep Aa C+ Ca Cmar Asp+ AsPp B+ Bb ED E+ Phafl PhT PhP RnRn Rn+ S+ Ss Sb SuB+/SuS+
TiTi Ti+
Sumber : Sponenberg (1997).
7
Lokus Albino (C) Menurut Noor (2004), warna putih dapat di sebabkan karena ketidak munculan gen C sehingga produksi tyrosine yang berguna dalam pembentukan warna di hambat. Enzim tyrosine yang dikontrol oleh gen C berfungsi untuk mengubah asam amino menjadi melanin. Genotype CC mengontrol prouksi enzim yang cukup banyak sehingga pigmen dapat diproduksi untuk memunculkan warna penuh. Jika ada alel resesif di lokus pada mamalia maka tidak di produksi tyrosinase. Hal ini mengakibatkan defesiensi melanin secara total sehingga warna yang muncul adalah putih. Menurut Searle (1968), C series adalah salah satu lokus yang telah diketahui mempengaruhi variasi warna pada domba dan babi. Sponenberg (1997) menerangkan bahwa lokus albino terdiri atas gen liar (C+), gen albino (Ca) dan gen albino marrabel (Cmar) lokus albino pada domba merupakan alel yang bersifat resesif akibat mutasi sehingga menghalangi pembentukan faeomelanin (pigmen coklat) dan eumelanin (pigmen hitam) pada wool, rambut mata dan kulit. alel albino marrabel telah ditemukan pada domba Suffolk di Australia. Pada alel albino marrabel ditemukan beberapa warna coklat (tan). Atau kekuningan pada kuku, bulu kaki dan beberapa warna pada perbatasa pupil mdan iris. Lokus B Menurut Noor (2004), gen-gen pada lokus B menentukan melanin dapat berubah menjadi warna hitam atau coklat. Pada beberapa kasus menjadi warna merah atau kuning. Warna coklat akan muncul pada genotipe resesif (bb). Searle (1968),menambahkan
salah satu lokus yang mempengaruhi warna pada domba
adalah B series. Gen B_ akan berekspresi hitam dan b akan bereksprsi coklat. Menurut Sponenberg (1997), gen eumelanin brown pada domba dihasilkan dari aksi gen brown (Bb), sedangkan B+ merupakan tipe gen liar. alel Bb yang bersifat resesif pada lokus brown. Eumelnin brown pada domba yang dikenal dengan istilah Moorit yang sama dengan warna merah. Lokus Spotting (Belang) Noor (2004), menerangkan pola bercak atau belang diwariskan secara resesif (ss) sedangkan dalam keadaan homosigot dominan dan heterosigot menghasilkan
8
warna polos. Ditambahkan oleh Grifith et al (1993), Tipe warna domba Garut diperkirakan akibat adanya aksi gen S yang mengontrol adanya tipe polos, dimana genotipe S_ tidak akan menyebabkan belang (Polos) dan gen ss akan menghasilkan pola belang. Sponenberg (1997), menerangkan bahwa lokus spotting terdiri atas tipe gen liar (S+), gen spotted (Ss) dang gen bizzet spotting (Sb). Spotting (belang) merupakan akibat dari alel spotted (bintik) pada lokus spotting. Spotting putih terdapat pada anggota tubuh dan kepala yang penampakan warnanya tidak simetris. Alel spotted bersifat resesif pada warna dasar hitam, walaupun 50% dalam kondisi heterosigot tampak titik hitam. Lokus Inhibitor (I) Stansfield (1991) menjelaskan aksi gen inhibitor adalah dominan epistasis. gen inhibitor bekerja dengan cara menghambat ekspresi warna dari gen lain yang berada pada lokus lainnya, sehingga warna yang nampak adalah putih. Ketika dalam keadaan resesif (ii), alel hipostasis lainnya akan berekspresi. Genotipe iiB- akan berekspresi hitam dan iibb akan berekspresi coklat. Noor (2004) menambahkan Gen dominan I akan menekan perkembangan melanin yang berakibat dihasilkannya warna bulu putih dengan ujung yang berwarna. Pola Warna Muka dan Kepala Domba Garut Penggolongan atau pengklasifikasian domba salah satunya didasarkan pada warna muka (Ensminger 1991). Pengklasifikasian domba dengan melihat pola warna muka dapat dibagi menjadi tiga yaitu bangsa domba dengan muka gelap (dark face) dengan warna kebiruan dan kehitaman, domba dengan muka hitam (black face), dan bangsa domba muka putih (white face) (Kammlade dan Kammlade 1955). Domba muka gelap (dark face) umumnya diturunkan dari bangsa domba Shoutdown, Shropshire dan Oxford. Domba muka hitam (black face) sebagaian besar diturunkan dari Domba Hampsire yang memiliki ciri muka dan telinga berwarna coklat tua hingga kehitaman dengan seluruh kepala tertutup wol berwarna putih atau Suflok yang memiliki ciri muka dan telinga berwarna hitam atau coklat, kadang kadang terdapat bulu putih di pangkal tanduk dan sekitar kepala,atau keturunan dari persilangannya. Domba muka putih (white face) umumya diturunkan dari domba tipe wool atau persilangan antar bangsa muka putih. Beberapa bangasa domba muka
9
putih yaitu : (1) Dorset; (2). Merino; (3). Ramboilet dan (4) Leicester (Kammlade dan Kammlade 1955). Triwulaningsih et al (1981) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan warna bulu antara domba Garut tipe tangkas dengan tipe pedaging. Domba Garut tipe tangkas sebagian besar mempunyai warna bulu hitam, sedangkan domba Garut tipe pedaging sebagian besar mempunyai warna bulu putih. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa domba Garut tipe tangkas diduga lebih banyak mewarisi bangsa Afrikander, yaitu terutama pada warna bulu diwariskan dari sifat-sifat domba Damara, Transfaa dan Namaqua dengan warna hitam dan coklat yang lebih banyak dibandingkan dengan putih. Adanya tipe sifat aduan dan warna hitam yang dominan pada domba Garut banyak kesamaannya dengan Domba Kaapstaad. Warna muka domba ekor tipis (domba lokal) biasanya berwarna putih tapi umumnya memiliki bercak hitam disekitar mata dan hidung, kadang-kadang ditempat lainnya (Hardjosubroto 1994). Pola warna dasar kepala domba Garut sangat bervaraiasi. Tetapi warna kepala yang dominan adalah putih (50,4%) diikuti hitam (40,5%) dan coklat (9,1%). Pola warna kepala terbanyak adalah pola warna belang, belang besar (36,4%) maupun belang kecil (37,2%), diikuti oleh pola solid (satu warna) sebesar (23,9%) dan warna lainnya (2,5%). Sementara warna belang terbanyak adalah warna putih (41,3%), diikuti satu warna (23,9%), hitam (18,2%) dan coklat (16,6%). Warna coklat meliputi coklat muda, coklat sedang, coklat merah dan coklat tua (Sabrani et al 1982). Nurjannah (1998) melaporkan pola warna kepala anak tunggal domba Garut di Kecamatan Cisurupan adalah kepala hitam belang putih (46.7%); kepala hitam polos (19.1%); kepala putih belang hitam (14,8%); kepala putih belang coklat (1,4%); kepala coklat belang putih (1,4%); muka putih belang hitam (1,0%) dan kepala putih polos (1,0%). Ketidak munculan warna kepala dan muka coklat polos pada anak domba Garut disebabkan karena seleksi sederhana yang dilakukan masyarakat dikarenakan warna coklat kurang begitu diminati oleh masarakat. Tetua yang banyak digunakan pada domba Garut di Desa Sukawargai, Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut yaitu tetua dengan warna dasar hitam. Dijelaskan pula warna kepala anak domba yang mayoritas pada kelima tipe kelahiran (tunggal jantan, tunggal betina, kembar jantan, kembar betina dan kembar jantan betina) adalah head
10
cover hitam belang putih. Warna belang yang banyak diwariskan adalah putih, hitam dan coklat, sedangkan pola pewarnaan kepala yang banyak diwariskan adalah head cover diikuit face cover. Afnan (1994) melaporkan bahwa warna dasar muka domba Garut di Desa Sukaresmi, pada jantan dan betina adalah warna putih masing-masing 53,6% dan 65,8%, warna hitam masing-masing 26,5% dan 25,8% dan warna coklat masingmasing 19,9% dan 8,3%. Di Desa Kiarapedes, warna dasar muka pada jantan ialah hitam 51,2%, putih 38,8%, coklat 9,9% sedangkan pada betina adalah putih 53,6% diikuti hitam 53,4% dan coklat 11%
11
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS), Kampung Wangun Jaya, Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Bulan Januari 2005 sampai dengan Maret 2005 Materi Materi yang digunakan adalah domba Garut milik Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) sejumlah 602 ekor yang terdiri dari 95 ekor domba Garut pejantan, 231 ekor induk domba Garut, 143 ekor anak domba Garut betina dan 133 ekor anak domba Garut jantan sebagai data penyebaran populasi. Dari 602 ekor tersebut ternyata hanya 238 ekor yang mempunyai data silsilah yang akan digunakan untuk analisis pola pewarisan warna. Metode Pengambilan Data Data penelitian diperoleh dengan melihat pola warna muka pada ternak domba jantan, induk dan anaknya dengan melihat warna muka domba yang berasal dari pangkal telinga sampai kedepan. Data hasil pengamatan dibuatkan dalam tabulasi sebagai berikut : Tabel 2. Kriteria Pola Warna Muka Pada Domba Garut No
No Domba
1
Sex J
Polos B
1
P
C
H
P
1
1
1
2
1
3
1
Keterangan: Warna Muka Polos H : Hitam P : Putih C : Coklat
H
Belang
1
Warna Muka Belang H : Hitam P : Putih C : Coklat
Sex : J : Jantan B : Betina
Keterangan C
Pola warna muka yang domba Garut yang diamati seperti terlihat pada Gambar 1.
Polos hitam
Belang hitam putih
Polos coklat
Belang coklat putih
Polos putih
Belang hitam coklat
Gambar 1. Pola Pewarnaan Muka Domba Garut Analisis Data Deskriptif Data yang diperoleh diolah secara deskriptif untuk kemudian ditentukan frekuensi fenotipe masing-masing berdasarkan ciri-ciri fenotipe pola warna muka. Penentuan genotipe dari masing-masing pola warna muka ditentukan berdasarkan ciri-ciri fenotipe yang diperlihatkan dari masing-masing alel menurut pendapat Searle (1968), Stainfield (1991), Sponenberg(1997) dan Noor (2004). Frekuensi Fenotipe Analisis pola warna muka dilakukan dengan mengelompokkan data yang diperoleh kedalam enam kelompok pola warna muka yaitu polos hitam, polos putih, polos coklat, belang hitam putih, belang hitam coklat, dan belang coklat putih. Kemudian frekuensi fenotipenya dihitung dengan cara membagi jumlah fenotipe pola warna muka yang dicari dengan fenotipe keseluruhan dikalikan 100% (Steel dan Torrie, 1993) Frekuensi χ 1 =
∑χ n
1
x100%
Keterangan : Σ = jumlah; X1 = kelompok warna I n = Populasi.
13
Analisis Genotipe Analisis genotipe dilakukan dengan melihat fenotipe anak berdasarkan silsilah fenotipe tetuanya kemudian diduga genotipenya baik anak maupun tetuanya berdasarkan pola pewarisan sifat kualitatif warna muka. Uji Chi-Kuadrat Uji Chi-kuadarat digunakan untuk mengetahui suatu hasil observasi sesuai dengan harapan berdasarkan hepotesis genetik tertentu. Pengujian ini sering disebut dengan uji ketepatan. Nisbah yang diharapkan ditentukan atas dasar hipotesis yang akan diuji. Kemudian nilai X2 dihitung dengan dengan mengkuadratkan selisih antara cacah pengamatan dan cacah yang diharapkan dari masing-masing kelas dan dibagi dengan cacah yang diharapkan. (Warwick et al, 1990) X2 = Σ(O – E)2 E X2 = Nilai Chi-kuadrat hitung O = Frekuensi pengamatan E = Frekuensi harapan.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor berada pada ketinggian 800 m dpl (diatas permukaan laut) dengan curah hujan rata-rata 2500 mm/ tahun. Suhu sekitarnya berkisar 18-19 0C. Bentuk topografi lahan yaitu landai sampai berbukit dengan kemiringan yang cukup beragam. Jenis tanah di daerah ini adalah jenis tanah latosol merah coklat dengan PH antara 5,5 sampai 6. luas lahan yang digunakan adalah 13,2 ha yang merupakan lahan yang di sewa dari STTP. 12,2 ha lahan tersebut digunakan sebagai lahan pastura dan 1 ha lainnya sebagai lahan kandang.
Sumber: Macromedia 2005
Gambar 2. Peta Letak Peternakan TDS Konstruksi kandang berupa panggung yang terbuat dari bambu dan beratap genteng. Lantai kandang terbuat dari belahan bambu yang disusun dengan jarak 2-3 cm, bertujuan agar feses, air kencing, dan sisa pakan dapat jatuh kebawah kandang. Konstruksi kandang diatur secara horizontal, membujur dari arah barat ke selatan yang bertujuan agar sinar matahari dapat masuk merata dalam kandang. Pakan yang di berikan ada dua jenis yaitu berupa konsentrat dan hijauan. Kebutuhan jumlah hijauan dan konsentrat yang diberikan tiap kandang disesuaikan dengan bobot, umur, jenis kelamin, dan status psikologis ternak seperti bunting dan menyusui sehingga jumlah pakan yang diberikan akan berbeda-beda. Pemberian
hijauan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) berupa Rumput Gajah dan Rumput Raja yang berasal dari penanaman dari lahan pastura. Ketersediaan rumput didapatkan dari lahan sendiri seluas ±11 ha dengan produksi ±3,5 ton/ha/hari. Sedangkan konsentrat diberikan pada pagi hari setelah pengambilan sisa pakan dari sebelumnya. Konsentrat ini didatangkan dari PT Himpunan Saudara Bandung. Pencatatan pemberian pakan dilakukan setiap hari untuk tiap-tiap kandang. Tabel 3. Kandungan Nutrisi Pakan di TDS per BK Zat
Rumput Gajah
Rumput Raja
Konsentrat
---------------------------- % -----------------------Abu
9,36
10,77
14,06
Protein
12,37
12,53
21,59
Serat
43,79
40,29
15,09
Lemak kasar
1,81
1,83
12,79
Ca
0,24
0,41
1,25
P
0,44
0,37
0,98
BETN
32,67
34,59
36,47
Populasi ternak di TDS-DD Republika pada akhir Bulan Maret 2005 adalah 568 ekor dengan perincian 246 ekor induk yang terdiri dari 18 ekor pejantan dan 228 ekor induk betina dan 322 ekor anak yang terdiri dari 133 ekor anak jantan dan 189 ekor anak betina. Sistem perkawinan yang dilaksanakan di Peternakan TDS adalah sistem perkawinana alam yaitu dengan menempatkan seekeor domba pejantan yang terpilih untuk ditempatkan kedalam kandang koloni yang berisi betina yang siap kawin secara bersama-sama. Perbandingan pejantan dan betina di peternakan TDS adalah 1:10-15. Pemeriksaan dan pengobatan penyakit di Peternakan TDS dilakukan jika terlihat adanya tanda-tanda atau gejala klinis yang ditemukan pada ternak tersebut. Apabila di temukan tanda-tanda seperti terserang penyakit, ternak tidak mau makan, lesu dan tanda-tanda lainnya, segera dilakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan. Pemeriksaan dilakukan pada pagi dan sore hari dikarenakan faktor cuaca. Pada pagi dan sore hari cuaca tidak terlalu panas sehingga memudahkan dalam proses pemeriksaan dan pengobatan.
16
Penyebaran Pola Warna Muka Domba Garut Pola Warna Muka Tetua Domba Garut Penyebaran pola warna muka tetua domba Garut hasil penelitian di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Pola Warna Muka Tetua Domba Garut no
Warna
Pejantan
Induk
Jumlah
Frek (%)
Jumlah
Frek (%)
1
Polos hitam
15
44.12
120
51.95
2
Polos putih
5
14.71
15
6.49
3
Polos coklat
0
0.00
1
0.43
Sub total
20
58.83
136
58.87
4
Belang hitam putih
13
38.25
86
37.23
5
Belang hitam coklat
1
2.94
4
1.73
6
Belang coklat putih
0
0.00
5
2.17
Sub total
14
41.17
95
41.13
Total
34
100
231
100
Berdasarkan Tabel 4. keragamanan tipe warna pada tetua jantan, pola polos (58.83%) lebih dominan dari pada pola belang (41.17%) begitu juga halnya dengan tetua betina, pola polos (58.87%) lebih dominan dari pola belang (41,13%). Tipe warna domba Garut diperkirakan akibat adanya aksi gen S yang mengontrol adanya tipe polos, dimana genotipe S- tidak akan menyebabkan belang dan gen ss akan menghasilkan pola belang yang disebut piebeld (Grifiths et al 1993). Pola polos pada domba Garut diduga berasal dari tetua domba Garut yaitu domba merino yang mempunyai pola polos putih dan domba Cape yang berwarna polos hitam. Devendra dan McLeroy (1982). Menyatakan bahwa domba Garut berasal dari persilangan antara domba Merino, Lokal dan Cape yang berasal dari Afrika Selatan. Pola warna domba Garut di Peternakan TDS, sangat beragam mulai dari hitam polos, putih polos, sampai warna belang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Triwulaningsih et al (1981); Zulkarnaen (1992); Afnan (1994); Hendra (1998) yang
17
menyatakan bahwa pola warna domba Garut bervariasi dari putih, hitam, coklat dan warna campuran.
Gambar 3. Domba Jantan Belang Hitam Putih dan Polos Putih Warna muka tetua jantan yang dominan adalah polos hitam (44,12 %) diikuti dengan belang hitam putih 38,23 %, polos putih 14,71 %, dan belang hitam coklat 2,94 %. Dari data diatas didapat bahwa pola warna hitam baik polos hitam maupun belang hitam putih sangat mendominasi pada tetua jantan yang jumlahnya hampir setengah dari populasi pejantan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjannah (1998) pada domba Garut di Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut yang memperoleh warna dasar kepala jantan dominan hitam (40,85%). Tetapi penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian oleh Sabrani et al (1982) pada domba Priangan di Kabupaten Garut yang memperoleh warna kepala putih dominan (50,4%) diikuti warna hitam (40,5%) dan coklat (9,1%) dan hasil penelitian Afnan (1994) pada domba Garut di Desa Sukaresmi yang mengatakan warna dasar terbanyak Domba Garut jantan adalah putih (15,64%) di ikuti hitam (7,72%) dan coklat (5,83%). Adanya preferensi (kesukaan) pada warna hitam menyebabkan populasi didominasi oleh warna hitam. Nurjannah (1998) menyatakan adanya seleksi sederhana untuk mendapatkan pejantan dan induk ke arah domba tangkas menyebabkan adanya dominasi warna hitam, dimana domba yang berwarna dasar kepala hitam memiliki kemampuan tangkas dan lebih disukai oleh masyarakat dari pada domba yang berwarna dasar kepala putih maupun coklat, hal ini menyebabkan sebagian besar tetua baik pejantan maupun induk berwarna hitam. Pola warna muka induk di Peternakan TDS juga di domonasi oleh warna hitam yaitu polos hitam 51,95%, belang hitam putih 37,23%, polos putih 6,49%, belang coklat putih 2,17%, belang hitam coklat 1,73% dan polos coklat 0,43%. Hasil penelitian Hendra (1998), menyebutkan bahwa frekuensi tertinggi pola warna kepala
18
domba Garut betina di Kecamatan Cisurupan adalah hitam head belang putih (40,4%) diikuti hitam head polos (21,6%), dan putih head belang hitam (12,7%). Pola wana hitam (hitam head belang putih dan hitam head polos) yang melebihi setengah dari populasi menunjukkan adanya kecenderungan warna dasar kepala domba Garut adalah hitam sehingga bisa dikatakan bahwa domba Garut dikategorikan sebagai domba kepala hitam (Hendra, 1998). Pola Warna Muka Domba Garut Pejantan Muda Penyebaran pola warna muka pejantan muda hasil penelitian di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pola Warna Muka Domba Garut Pejantan Muda No
Warna
Jumlah (ekor)
Frekuensi (%)
1
Polos hitam
16
26.23
2
Polos putih
6
9.84
3
Polos coklat
0
0.00
Sub Total
32
36.07
4
Belang hitam putih
37
70,65
5
Belang coklat putih
2
3,28
6
Belang hitam coklat
0
0,00
Sub Total
39
63,93
61
100
Jumlah
Pada domba Garut pejantan muda warna yang lebih banyak muncul adalah pola warna hitam baik polos hitam (26,23%) maupun warna belang hitam (70,63%). Warna muka hitam yang dominan merupakan merupakan warna muka yang umum ditemukan dalam populasi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya seleksi domba Garut untuk tipe aduan yang umumnya memiliki warna hitam. Warna hitam seperti ini atau kombinasi dengan warna hitam adalah warna terbaik untuk tipe aduan. Berdasarkan Tabel 5, pola penyebaran warna domba Garut pejantan muda yaitu 36,07% tipe polos dan 63,93% tipe belang. Hal ini berbeda dari tetua baik jantan maupun induk yang mempunyai tipe polos lebih dominan dari tipe belang. Adanya perbedaan pola warna tersebut karena para pejantan muda berasal dari luar peternakan TDS yang didatangkan sebagai replacement stock domba pejantan.
19
Pola Warna Muka Anak Domba Garut Penyebaran pola warna muka anak domba Garut hasil penelitian di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pola Warna Muka Anak Domba Garut No
Warna
Jantan
Betina
Jumlah
Frek (%)
Jumlah
Frek (%)
1
Polos Hitam
70
52,63
64
44,76
2
Polos Putih
11
8,27
18
12,59
3
Polos Coklat
1
0,75
2
1,40
Sub total
82
61,65
84
58,75
4
Belang Hitam-Putih
45
33,84
57
37,06
5
Belang Hitam-Coklat
0
0.00
1
0,70
6
Belang coklat putih
6
4,51
5
3,50
Sub total
51
38,35
59
41,26
Total
133
100
143
100
Berdasarkan Tabel 6, pola warna muka anak jantan secara berurutan adalah polos hitam (52,6%), belang hitam putih (33,84%), polos putih (8,3%), belang coklat puith (6%) dan polos coklat (0,75%). Sedangkan untuk pola warna muka anak betina berturut-turut adalah polos hitam (44,8%) belang hitam putih (37,06%) polos putih (12,59%),belang coklat putih (3,5%) polos coklat (1,4%) dan belang hitam coklat (0,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian Nurjannah (1998) bahwa warna kepala anak domba Garut di Kecamatan Cisururpan didominasi oleh warna hitam (80%) diikuti putih (18,6%) dan coklat (1,4%) Pola warna muka anak domba Garut di Peternakan TDS beragam dari hitam putih coklat, atau kombinasi dari ketiga warna tersebut. Adanya dominasi warna polos hitam baik pada jantan (52,6%) maupun pada betina (44,76%) adalah karena populasi dari tetua baik jantan maupun betinanya di dominasi oleh warna hitam akibat dari seleksi sederhana untuk mendapatkan domba tangkas yang berwarna hitam. Upaya seleksi ini dilanjutkan dengan persilangan antara tetua yang berwarna hitam sehingga persilangan yang banyak terjadi adalah persilangan antara tetua yang berwarna hitam yang juga akan menghasilkan anak-anak domba yang berwarna
20
hitam. Begitu juga dengan warna coklat dan campuran warna coklat yang sangat jarang ditemukan dalam populasi karena adanya seleksi terhadap warna hitam. Tetua warna coklat yang jarang ditemukan, mengakibatkan persilangan antara sesama warna coklat jarang ditemukan sehingga pada keturunannya, warna coklat akan jarang ditemukan. Searle (1968) menambahkan salah satu lokus yang mempengaruhi pola warna domba adalah lokus B. Gen B akan berekspresi warna hitam sedangkan b akan berekspresi warna coklat. Tipe warna pada anak jantan domba Garut tipe polos (61,65%) masih mendominasi dibandingkan tipe belang (38,35%) begitu pula pada anak betina domba Garut, tipe warna polos lebih mendominasi (58,75%) dari pada warna belang (41,26%). Hal ini diduga karena adanya gen pengontrol tipe Polos S yang lebih dominan dari gen pengontrol tipe belang s. Selain itu jika dilihat dari tetuanya yang mempunyai tipe polos yang lebih banyak dari tipe belang, hal ini juga menyebabkan pada anak domba baik jantan maupun betina mempunyia tipe polos (polos) yang lebih dominan dari tipe belang (belang).
Gambar 4. Anak Domba Polos Putih dan Polos Hitam
21
Pola Pewarisan Warna Muka Persilangan antara Polos Hitam dengan Polos Hitam Persilangan antara sesama tetua polos hitam ditemukan empat kasus pewarisan warna anak diantaranya polos hitam, polos putih, belang hitam putih dan belang coklat putih masing-masing sebesar 64,10%; 17,95%;13,39% dan 2,56 %. Pola pewarisan warna muka dan pendugaan genotipe persilangan domba Garut muka polos hitam dengan polos hitam berdasarkan Uji Chi Kuadrat disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Chi Kuadrat Pesilangan antara Tetua Polos Hitam dengan Polos Hitam Bergenotipe (Bb Cc Ss ii x Bb Cc Ss ii) Kemungkinan Genotipe Keturunannya • Polos hitam B_C_S_ii • Polos putih -- cc -- -• Polos coklat bb C_ S_ ii • Belang hitam putih B_ C_ ss ii • Belang coklat putih bb C_ ss ii
Jumlah Observasi Harapan 25 16,45 7
4,27
0
9,75
6
3,66
1
0,61
X2 hit 17.64
X2 tabel 5% 1% 9,49 13,28
Berdasarkan hasil analisis genotipe keturunannya, maka dapat diduga tetuanya memiliki genotipe
Bb Cc Ss ii (polos hitam). Pendugaan genotipe
persilangannya sebagai berikut: B_ C_ S_ -ii.
X
B_ C_ S_ ii.
Keturunannya: I.
B_ C_ S_ ii
(Polos hitam)
II.
-- cc -- --
(Polos putih)
III.
bb C_ S_ ii
(Polos coklat)
IV.
B_ C_ ss ii
(Belang hitam putih)
V.
bb C_ ss ii
(Belang coklat putih)
Hasil persilangan tetua genotipe B_ C_ S_ ii x B_ C_ S_ ii didapatkan lima kelompok warna anak yaitu warna polos hitam, polos putih, belang hitam putih dan belang coklat putih. Warna polos hitam diturunkan dari kedua tetuanya
yang sama-sama memiliki genotipe polos hitam. Tetua masing-masing berkontribusi memberikan gamet polos hitam pada proses pembuahan atau fertilisasi. Menurut Noor (2004), selama poses meiosis pada spermatogenesis dan oogenesis gen-gen bersegregasi ke dalam gamet. Dalam proses pembuahan gamet jantan dan betina bersatu menjadi zigot. Selanjutnya gen-gen akan berpasangan kembali. Proses rekomendasi ini menghasilkan satu atau lebih genotipe tergantung pada gen-gen yang dibawa oleh gamet. Warna kedua adalah polos putih (-- cc -- --) . Warna ini muncul karena tidak munculnya gen pengontrol pembentuk warna (C) dan atau adanya gen I (inhibitor) yang merupakan aksi gen epistasis dominan. Sponenberg (1997) menerangkan bahwa lokus albino pada domba merupakan alel yang bersifat resesif akibat mutasi sehingga menghalangi pembentukan faeomelanin (pigmen coklat) dan eumelanin (pigmen hitam) pada wool, rambut mata dan kulit. Warna ketiga adalah belang hitam putih (B_ C_ ss ii). Warna ini muncul karena adanya gen S dalam keadaan resesif (ss) yang menyebabkan warna belang (spotted). Hal ini sesuai sesuai dengan Searle (1968), salah satu lokus yang mempengaruhi pola warna pada domba adalah S series. Gen S dalam keadaan homozigot dominan dan heterozigot akan berpola polos sedangkan dalam keadaan resesif akan berpola belang. Warna belang coklat putih (bb Cc ss ii). Warna ini muncul diduga berasal dari kedua tetua hitam yang mempunyai gen B dalam keadaan heterozigot (Bb). Warna coklat akan muncul pada kelompok genotipe dalam keadaan homozigot resesif (bb). Menurut Noor (2004), Gen-gen pada lokus B akan menentukan apakah eumelanin akan menjadi hitam (B_) atau coklat (bb). Gen B akan berekspresi warna hitam sedangkan alel b akan berekspresi warna coklat (Searle, 1968). Hasil uji Chi-Kuadrat persilangan antara tetua sesama muka polos hitam sangat menyimpang dari rasio harapan (P<0.01). Penyimpangan persilangan tersebut diduga karena jumlah observasi (pengamatan) yang terlalu sedikit, sehingga ada kemungkinan tidak munculnya pola warna tertentu. adanya gen lain yang mengontrol sifat warna muka pada domba juga merupakan faktor yang menyebabkan hasil pengamatan sangat menyimpang dari rasio harapan.
23
Persilangan antara Polos Hitam dengan Polos putih Persilangan domba muka polos hitam dengan domba muka polos putih menghasilkan tiga kelompok warna pada anak. Sebesar 77,78% anaknya berwarna polos hitam, 11,11 % berwarna polos putih dan 11,11% berwarna belang coklat putih. Pola pewarisan warna muka dan pendugaan genotipe dari persilangan antara domba Garut polos hitam dengan polos putih berdasarkan Uji Chi Kuadrat disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Chi Kuadrat Pesilangan antara Tetua Polos Hitam dengan Polos Putih Bergenotipe (BB Cc Ss ii x BB cc Ss ii) Kemungkinan Genotipe Keturunannya • Polos hitam BB Cc S_ii • Polos putih • BB cc SS ii • Belang hitam putih BB Cc ss ii
Jumlah Observasi Harapan 14 6,75 2
9
2
2,25
X2 hit 13,25
X2 tabel 5% 1% 5,99 9,21
Hasil analisis genotipe menunjukkan bahwa tetua domba yang berwarna polos hitam mempunyai genotipe BB Cc Ss ii sedangkan induknya yang berwarna polos putih memiliki genotipe BB cc Ss ii. Hal ini didapat dari analsis sebagai berikut : B_ C_ S_ ii
X
-- cc -- --
Keturunannya: I.
B_ C_ S_ ii
(Polos hitam)
II.
-- cc -- --
(Polos putih)
III.
B_ C_ ss ii.
(Belang hitam putih)
Persilangan antara tetua bergenotipe (BB Cc SS ii x BB cc SS ii) menghasilkan tiga kelompok warna pada anaknya yaitu polos hitam, polos putih dan belang hitam putih. Warna polos hitam pada kelompok anak pertama diduga berasal dari kedua tetua yang mempunyai gen B dalam keadaan homozigot (BB), walaupun pada salah satu tetuanya, gen B tidak berekspresi warna hitam karena aksi gen (cc) sehingga warna muncul pada salah satu tetuanya adalah putih. Menurut Searle (1968), salah satu lokus yang mempengaruhi warna pada domba adalah B series. Gen B_ akan berekspresi hitam dan b akan berekspresi coklat.
24
Warna kedua adalah polos putih. Warna ini muncul karena tidak munculnya gen pengontrol pembentuk warna (C) dan atau adanya gen I (inhibitor) yang merupakan aksi gen epistasis domiman. Menurut Searle (1968), C series adalah salah satu lokus yang telah diketahui mempengaruhi variasi warna pada domba dan babi. Menurut Noor (2004), warna putih dapat di sebabkan karena ketidak munculan gen C sehingga produksi tyrosine yang berguna dalam pembentukan warna di hambat atau adanya aksi gen inhibitor (I) yang bekerja menghambat ekspresi warna dari gen lain Warna ketiga yang muncul adalah adalah belang hitam putih (BB Cc ss ii). Warna ini muncul karena adanya gen S dalam keadaan resesif (ss) yang menyebabkan warna belang (spotted). Menurut Griffiths et al (1993), Tipe warna domba Garut diperkirakan akibat adanya aksi gen S yang mengontrol adanya tipe polos, dimana genotipe S_ tidak akan menyebabkan belang (Polos) dan gen ss akan menghasilkan pola belang. Noor (2004), menambahkan pola bercak atau belang diwariskan secara resesif (ss) sedangkan dalam keadaan homosigot dominan dan heterosigot menghasilkan warna polos Pada persilangan ini tidak ditemukan anak yang mempunyai pola warna coklat yang mengandung gen (bb) sehingga tetua dan anak yang berwarna polos hitam dan belang hitam putih dapat diduga memiliki gen B dalam keadaan homozigot dominan (BB). warna putih pada kelompok warna kedua menyebabkan dugaan tetua yang berwarna hitam memiliki gen C homozigot (Cc). Adanya pola polos (ss) pada kelompok anak ketiga menyebabkan dugaan pada tetua memiliki gen pengontrol pola belang dalam keadaaan heterozigot (Ss). Sehingga diduga tetuanya yang berwarna polos hitam memiliki genotipe (BB Cc Ss ii) dan tetuanya yang berwarna polos putih memiliki genotipe BB cc Ss ii. Hasil uji Chi-Kuadrat persilangan antara tetua muka polos hitam dengan polos putih sangat menyimpang dari rasio harapan (P<0.01). Penyimpangan persilangan tersebut diduga karena adanya seleksi sederhana kearah genotipe tertentu. Warna hitam yang sangat banyak muncul adalah warna terbaik dan lebih disukai oleh masarakat sebagai domba tangkas.
25
Persilangan antara Polos Putih dengan Polos Putih Persilangan antara tetua polos putih dengan polos putih didapat tiga kasus pewarisan warna pada anak-anaknya. Sebesar 40% anaknya mengikuti warna tetuanya yaitu polos putih, sebesar 40% anaknya berwarna polos hitam. Sisanya sebesar 20% anaknya berwarna belang coklat putih. Pola pewarisan warna muka dan pendugaan genotipe dari persilangan antara domba Garut polos dengan polos putih berdasarkan Uji Chi Kuadrat disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Hasil Uji Chi Kuadrat Pesilangan antara Tetua Polos Putih dengan Polos Putih Bergenotipe (Bb CC Ss Ii x bb CC ss Ii) Kemungkinan Genotipe Keturunannya • Polos hitam B_CC Ss ii • Polos putih -- CC --I_ • Polos coklat bb CC Ss ii • Belang hitam putih B_ CC ss ii • Belang coklat putih bb CC ss ii
Jumlah Observasi Harapan 2 0,3 2
3,75
0
0,3
0
0,3
1
0,3
X2 hit 12.66
X2 tabel 5% 1% 9,49 13,28
Hasil analisis genotipe didapat tetua dari persilangan ini memiliki genotipe Bb CC Ss Ii dan bb CC ss Ii. Pendugaan genotipe dianalisis sebagai berikut: -- C_ -- I_
X
-- C_ -- I_
Keturunannya I.
-- C_ -- I_
(Polos putih)
II.
B_ C_ Ss ii
(Polos hitam)
III.
bb C_ ss ii
(Belang coklat putih)
Pada persilangan ini dihasilkan tiga kelompok warna pada anak-anaknya yaitu polos putih, polos hitam dan belang coklat putih. Kelompok anak pertama yang muncul adalah polos putih (-- CC -- I_). Warna putih ini muncul diduga karena adanya adanya gen inhibitor (I) sebagai penghambat munculnya warna. Hal ini merupakan kejadian epistasis dominan. Stansfield (1991) menjelaskan aksi gen inhibitor adalah dominan epistasis. Gen inhibitor bekerja dengan cara menghambat ekspresi warna dari gen lain yang berada pada lokus lainnya,
26
sehingga warna yang nampak adalah putih. Noor (2004), menambahkan aksi gen epistasis dominan adalah aksi gen yang melibatkan satu gen pada satu lokus yang menekan atau memodifikasi ekspresi gen pada lokus yang lainnya. Kelompok anak kedua yang muncul adalah polos hitam (B_CC Ss ii) warna hitam diduga berasal dari salah satu tetua yang memiliki gen B dalm keadaan heterozigot (Bb), walaupun ekspresi warna hitam pada tetua yang berasal dari gen Bb tidak muncul karena adanya aksi gen inhibitor sehingga warna muncul pada tetuanya adalah putih. Kelompok anak ketiga yang muncul adalah belang coklat putih (bb C_ ss ii) Warna ini muncul diduga berasal dari tetua putih yang mempunyai gen B dalam keadaan heterozigot (Bb) dan resesif (bb) tetapi warna coklat ini tidak terekspresi karena adanya gen inhibitor. Warna coklat akan muncul pada kelompok genotipe dalam keadaan homozigot resesif (bb). Menurut Noor (2004), gen-gen pada lokus B akan menentukan apakah eumelanin akan menjadi hitam (B_) atau coklat (bb). Gen B akan berekspresi warna hitam sedangkan alel b akan berekspresi warna coklat (Searle, 1968). Adanya gen polos (S_) pada kelompok anak kedua dan gen belang (ss) pada kelompok anak ketiga menyebabkan dugaan tetuanya memiliki gen belang dalam keadaan heterozigot (Ss). Warna coklat (bb) pada kelompok ketiga juga menyebabkan dugaan tetuanya memiliki gen pengontrol warna hitam dalam keadan heterozigot (Bb). Sehingga dapat diduga tetuanya memiliki genotipe Bb Cc Ss Ii, walaupun dalam kenyataan ekspresi gen Bb, Cc dan Ss tidak muncul sebagai ekspresi fenotifik karena adanya gen inhibitor (I) sebagai penghambat munculnya warna. Hasil uji Chi-Kuadrat persilangan antara tetua muka polos putih dengan polos putih menyimpang dari rasio harapan (0.05
27
polos putih (21,43%), polos coklat (9,25%) belang hitam putih (7,14%) dan belang coklat putih (4,76%). Pola pewarisan warna muka dan pendugaan genotipe persilangan antara domba Garut polos hitam dengan belang hitam putih berdasarkan Uji Chi Kuadrat disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Hasi Uji Chi Kuadrat Pesilangan antara Tetua Polos Hitam dengan Belang Hitam Putih yang Bergenotipe (Bb Cc Ss ii x Bb Cc ss ii) Kemungkinan Genotipe Keturunannya • Polos hitam B_C_S_ii • Polos putih -- cc -- ii • Polos coklat bb Cc Ss ii • Belang hitam putih B_ C_ ss ii • Belang coklat putih • bb C_ ss ii
Jumlah Observasi Harapan 24 11,81 9
10,5
4
3,94
3
10,5
2
3,94
X2 hit 20.02
X2 tabel 5% 1% 9,49 13,28
Hasil analisis genotipe menunjukkan bahwa tetua yang berwarna polos hitam memiliki genotipe Bb Cc Ss ii sedangkan tetua yang berwarna belang hitam putih memiliki genotipe Bb Cc ss ii. Hal ini di dapat dari analisis sebagai berikut: B_ C_ S_ ii
X
B_ C_ ss ii
Keturunannya I.
B_ C_ S_ ii
(Polos hitam)
II.
-- cc S_ --
(Polos putih)
III.
bb C_ Ss ii
(Polos coklat)
IV.
B_ C_ ss ii
(Belang hitam putih)
V.
bb C_ ss ii
(Belang coklat putih)
Hasil persilangan tetua genotipe Bb Cc Ss ii x Bb Cc ss ii didapatkan lima kelompok warna anak yaitu warna polos hitam, polos putih, belang hitam putih dan belang coklat putih. Kelompok pertama adalah kelompok anak yang mempunyai warna polos hitam. Diduga genotipenya B_ C_ S_ ii. Kelompok anak kedua mempunyai warna polos putih sehingga di duga genotipenya -- cc -- -- atau -- C_ -- I_. Warna putih yang disebabkan dari adanya aksi gen inhibitor (I) pada anak tidak mungkin muncul pada persilangan ini karena tetuanya hanya
28
membawa gen inhibitor dalam keadaan homozigot resesif (ii), sehingga warna putih pada anak diduga genotipenya -- cc -- --. Kelompok anak ketiga yang berwarna polos coklat diduga memiliki genotipe bb C_ Ss ii. Kelompok anak keempat yang berwarna belang hitam putih diduga genotipenya B_ C_ ss ii. Kelompok anak kelima yang berwarna belang coklat putih diduga genotipenya bb C_ ss ii. Warna belang pada tetua, menyebabkan anak yang berwarna hitam polos mempunyai gen S dalam keadaan heterozigot (Ss). Adanya warna putih pada kelompok anak kedua yang disebabkan gen (cc) mengakibatkan dugaan pada tetuanya memiliki gen C heterozigot (Cc). Sehingga tetua yang berwarna polos hitam diduga genotipenya Bb Cc Ss ii dan tetua yang berwarna belang hitam putih diduga genotipenya Bb Cc ss ii. Hasil uji Chi-Kuadrat persilangan antara tetua muka polos hitam dengan belang hitam putih sangat menyimpang dari rasio harapan (P<0.01). Penyimpangan persilangan tersebut diduga karena adanya seleksi sederhana kearah genotipe tertentu. Warna hitam yang sangat banyak muncul adalah warna terbaik dan lebih disukai oleh masarakat sebagai domba tangkas. Persilangan antara Belang Hitam Putih dengan Belang Hitam Putih Persilangan antara domba muka belang hitam putih dengan domba muka belang hitam putih ditemukan tiga kasus pola pewarisan warna pada anakanaknya. Warna yang paling banyak muncul adalah belang hitam putih (80,00%) diikuti warna belang coklat putih sebesar 10,00 % dan sisanya adalah warna polos putih 10,00%. Pola pewarisan warna muka dan pendugaan genotipe persilangan antara domba belang hitam putih dengan belang hitam putih berdasarkan Uji Chi Kuadrat disajikan dalam Tabel 11.
29
Tabel 11. Hasi Uji Chi Kuadrat Pesilangan antara Tetua Belang Hitam Putih dengan Belang Hitam Putih yang Bergenotipe (Bb Cc ss ii x Bb Cc ss ii) Kemungkinan Genotipe Keturunannya • Belang hitam putih B_ C_ ss ii • Belang coklat putih bb C_ ss ii • Polos putih -- cc ss ii
Jumlah Observasi Harapan 8
5.62
1
0.62
1
0.62
X2 hit
1.44
X2 tabel 5% 1% 5,99
9,21
Hasil analisis genotipe menunjukkan tetua yang berwarna belang hitam putih memiliki genotipe Bb Cc ss ii. Analisis fenotipe untuk persilangannya terlihat sebagai berikut. B_ C_ ss ii X B_ C_ ss ii Keturunannya I.
B_ C_ ss ii
(Belang hitam putih)
II.
bb C_ ss ii
(Belang coklat putih)
III.
-- cc ss ii
(Polos putih)
Hasil persilangan tetua genotipe Bb Cc ss ii x Bb Cc ss ii didapatkan tiga kelompok warna anak yaitu warna belang hitam putih, belang coklat putih dan polos putih. Warna pertama yang muncul adalah belang hitam putih (B_ C_ ss ii). Pola warna ini diturunkan dari kedua tetuanya yang juga berwarna belang hitam putih, adanya gen polos dalam keadaan resesif (ss) yang diturunkan dari kedua tetuanya menyebabkan muncul pola belang pada kelompok anak ini. Menurut Griffiths et al (1993), Tipe warna domba Garut diperkirakan akibat adanya aksi gen S yang mengontrol adanya tipe polos, dimana genotipe S_ tidak akan menyebabkan belang (Polos) dan gen ss akan menghasilkan pola belang. Warna kedua yang muncul adalalah belang coklat putih (bb C_ ss ii). Warna coklat diduga berasal dari kedua tetuanya yang berwarna hitam yang membawa gen B dalam keadaan heterozigot (Bb). Warna coklat muncul apabila gen B dalam keadaa resesif (bb). Warna ketiga yang muncul adalah polos putih (-cc ss ii). Pada persilangan antara sesama tetua belang yang memiliki gen S resesif (ss) seharusnya tidak ditemukan pola polos, hal ini diduga karena adanya gen C
30
dalam keadaan resesif (cc) yang diturunkan dari kedua tetua yang memiliki gen C dalam keadaan heterozigot. Hal ini merupakan kejadian epistasis resesif. Menurut Noor (2004) Adanya gen albino pada mamalia merupakan contoh yang sangat baik untuk memberikan gambaran bagaimana suatu sifat dikontrol oleh gen apistasis resesif. Gen dominan C mengontrol produksi melanin sedangkan gen gomosigot
resesif
(cc)
menyebabkan
tidak
diproduksinya
enzim yang
memproduksi melanin sehingga warna yang muncul adalah putih. Warna dasar coklat pada kelompok anak kedua yang timbul karena adanya gen (bb) dan munculnya warna putih akibat dari aksi gen (cc) menyebabkan dugaan genotipe tetuanya yang berwarna belang hitam putih membawa gen B dan gen C dalam keadaan heterozigot. Sehingga dugaan genotipe tetuanya adalah Bb Cc ss ii. Hasil uji Chi-Kuadrat persilangan antara tetua sesama muka belang hitam putih tidak menyimpang dari rasio harapan (P>0.05).
Jumlah fenotipe yang
muncul dari persilangan tetua genotipe (Bb Cc ss ii x Bb Cc ss ii) sesuai dengan rasio fenotipe yang diharapkan. Adanya preferensi pada warna polos hitam mengakibatkan kemungkinan persilangan antara sesama belang hitam di biarkan terjadi secara random, sehingga hasil observasi sesuai dengan harapan.
31
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya yang tak terhingga jumlahnya.
Hanya dengan izin dan
kemudahan yang diberikan-Nya sehingga naskah ilmiah dengan topik “ Pola Warna Muka dan Pewarisannya pada Domba Garut di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor” berhasil diselesaikan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan cahaya kebenaran. Penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga kepada Papa Suyatno dan Mama Marsiah yang telah mendo’akan dan memberikan dukungan penuh kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Serta seluruh keluarga (kakak ian, adikku adi mak am, minan ima dan semuanya) yang telah memberikan kasih sayang, mendukung, dan mendoakan penulis agar dapat menyelesaikan studi ini dengan baik. Tidak lupa penulis turut mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Cece Sumantri M. Agr. Sc selaku pembimbing pertama dan Asep Gunawan S.Pt selaku pembimbing anggota dimana keduanya selalu memberi bimbingan, motivasi, waktu, curahan pikiran dan kesabaran hingga skripsi ini selesai. 2. Ir. Maman Duljaman MS. dan Dr. Ir. Kartaiarso MSc. atas kesediaannya menjadi penguji dan telah memberikan masukan dan saran kepada penulis demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 3. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, atas bimbingan, semangat dan pengetahuan. Kepada bapak Dr. Ir. Tantan R Wiaradarya MSc yang telah memberikan arahan dan motivasi selama melakukan penelitian. 4. Seluruh staf Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) yang telah memberikan izin, kesempatan, bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 5. Teman-teman TPT’ers 38 yang telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan laporan ini. Untuk Hanif gendut, Saor, Disa, Beta Vily, Vyta, Ila dan seluruh anak TPTers terimakasih kasih karena telah memberikan warna warni hidupku yang begitu indah dan masa-masa terbaik di saat perkuliahan maupun dalam penelitian. untuk Vitri dan Ayun, terimakasih yang sudah cerewet banget.
Untuk penti dan angel
yang selalu memberikan dorongan dan motivasi pada
penulis 6. Anak-anak kost Az-Zaitun “broo” (yayan, Diaz, Riki, haries, Saprol, Dedi, Adip, Renny, Om Gede) yang banyak menolong dalam kelancaran perkuliahan ini. Penulis menyadari tulisan skripsi ini masih jauh dalam kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Januari 2008.
Penulis
34
DAFTAR PUSTAKA Afnan, R.1994. Studi kasus pola warna muka domba Priangan di desa Sukaresmi Kabupaten Cianjur dan desa Kiarapedes Kabupaten Purwakarta. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. BPS Kabupaten Garut. 2004. Buku Statistik Peternakan Indonesia. BPS. Bogor. Budinuryanto, D. C. 1991. Karakteristik domba Priangan tipe adu di tinjau dari eksterior dan kebiasaan peternak dalam pemeliharaanya. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Devendra dan Mcleroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics. 1st Edition Oxford University Press. Oxford. Direktorat Jendral Peternakan. 2005. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Diwyanto, K. 1982. Pengamatan fenotipe domba Priangan serta hubungan antara beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ensminger.1991. Animal Science 9th edition. Interstate Printers and Publishers. Inc Illinois. Gatenby. R. M. 1986. Sheep Production in the Tropics and Sub-tropic. Longman Group Ltd. England. Griffiths, A. J. F., J. H. Miller, D. T. Suzuki, R. C. Lewontin, W. M. Gelbart. 1993. An Introduction to Genetic Analysis. W. H. Freeman and Company. New York. Hendra. F. 1998. Studi banding pola warna kepala domba Garut dan domba lokal betina dalam rangka menelususri spesifikasi pola warna domba Garut betina. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Hardjosubroto. W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. PT Grasindo. Jakarta. Kammlade dan Kammlade.1955. Sheep Scince. 1st Edition. J. B. Lippincott. New York. Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. PAU IPB. Bogor. Minkema, D. 1993. Dasar Genetika dalam Pembudidayaan Ternak. Penerbit Bharata. Jakarta.
Mulliadi, D. N. 1996. Sifat fenotipik domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Natasasmita, A, N. Sugana, M. Duljaman. Amsar. 1986. Penentuan parameter seleksi dan pengarahan metode pembibitan domba di kalangan petani. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor. Noor, R. R. 2004. Genetika Ternak. Edisi ke-3. Penerbit Swadaya. Jakarta. Nurjannah, I. 1998. Sifat pola warna kepala domba Garut di Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Sabrani, M., P. Sitorus, M. Rangkuti, Subandrio, I. W. Mathius, T. D. Soedjana, A. Semali.1982. Laporan survey baseline ternak kambing dan domba. Balai Penelitian Ternak dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak. Bogor. Searle, A. G. 1968. Comparative Genetic of Coat Colour in Mammal. 1st Edition Logos Press Academic. Academic Press. London. Smith., J.B. 1987. The Care, Breeding and Management of Experimental Animal for Research in The Tropics. IDP Incorporated, Australia. Sponenberg, D. P. 7997. Genetics of Colour and Hair Texture. In: Piper, l and A. Ruvinsky (eds). The Genetics of Sheep. CAB International Solidus (Bristol) Ltd., University Press, Cambridge. Stansfield, W. D.1991. Theory and Problems of Genetic. McGrawhill Book Company. California. Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: Bambang Sumantri. Edit. ke-2. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Subandriyo. 2005. Strategi Pengembangan Domba. Ilmu Peternakan. 4: 307 -310. Triwulaningsih, E., P. Sitorus, P. L. Batubara, K. Suradisastra. 1981. Performans domba Garut. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Warwick, E.J., Astuti, J.M. dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Yatim, W. 1991. Genetika. Edisi ke-4. Penerbit Tarsito. Bandung. Zulkarnaen, R. E. 1992. Studi banding fenotipe dan genotipe domba Garut dan domba lokal. Karya ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penyebaran pola warna muka domba Garut di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) pada tetua jantan, induk dan anak di dominasi oleh warna hitam baik polos hitam maupun pola warna yang di kombinasikan dengan warna hitam. Pola warna muka yang paling jarang muncul dalam populasi adalah pola warna coklat. Ada empat gen pengontrol warna yang berperan dalam pembentukan pola warna muka domba Garut yaitu gen B sebagai pengontrol warna hitam dan alelnya b akan berwarna coklat, gen C sebagai pengontrol warna dan alelnya c akan berwarna putih, gen S sebagai pengontrol pola polos dan alelnya s akan berpola belang, serta gen I (inhibitor) sebagai pengontrol warna putih dan alelnya i akan muncul warna normal. Adanya upaya seleksi kearah pola warna muka tertentu menyebabkan secara umum hasil persilangan domba Garut di Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) menyimpang (P<0,05) dari rasio harapan. Saran Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pola pewarisan warna muka domba Garut pada generasi berikutnya sehingga ditemukan kekhasan pola pewarisan warna muka. Perlu adanya recording yang lebih baik sehingga data yang diperoleh dalam penelusuran pola warna lebih jelas.
Lampiran 1. Persilangan antara Polos Hitam dengan Polos Hitam (Bb Cc Ss ii x Bb Cc Ss ii)
CC
BB
2Bb
bb
2Cc
SS 2Ss ss SS 2Ss Ss
cc
SS 2Ss ss
CC
SS 2Ss ss
2Cc
SS 2Ss Ss
cc
SS 2Ss ss
CC
SS 2Ss Ss
2Cc
cc
SS 2Ss ss SS 2Ss ss
Polos hitam Belang hitam putih Polos hitam Belang hitam putih
polos putih
Polos hitam Belang hitan putih Polos hitam Bealng hitam putih
Polos putih
Polos coklat Belang coklat putih Polos coklat Belang coklat putih
Polos putih
Rasio fenotipe harapan Polos hitam: Polos putih : Polos coklat : Belang hitam putih : Belang coklat putih 27 : 16 : 9 : 9 : 3
38
Lampiran 2. Persilangan antara Polos Hitam dengan Polos Putih (BB Cc Ss ii x BB cc Ss ii)
Cc
cc
SS 2Ss ss SS 2Ss Ss
Polos hitam Belang hitam putih
Polos Putih
Rasio fenotipe harapan Polos hitam : Polos putih : Belang hitam putih adalah 3:4:1 Lampiran 3. Persilangan Polos Putih Dengan Polos Putih (Bb CC Ss Ii x Bb CC ss Ii)
Ss
II 2Ii ii
Polos putih
II 2Ii ii
Polos putih
II 2Ii ii
Polos Putih
II 2Ii ii
Polos putih
Polos Hitam
BB ss
Ss
Belang hitam putih
Polos coklat
bb ss
Belang coklat putih
Rasio fenotipe harapan Polos hitam: Polos putih : Polos coklat : Belang hitam Putih : Belang coklat putih 1 : 12 : 1 : 1 : 1
39
Lampiran 4. Persilangan antara Polos Hitam dengan Belang Hitam Putih (Bb Cc Ss ii x Bb Cc ss ii)
Ss
Polos hitam
ss
Belang hitam putih
Ss
Polos hitam
ss
Belang hitam putih
CC
BB
2Cc
Ss cc
polos putih ss Ss
Polos hitam
ss
Belang hitan putih
Ss
Polos hitam
ss
Belang hitam putih
CC
2Bb
2Cc
Ss cc
Polos putih ss Ss
Polos coklat
ss
Belang coklat putih
Ss
Polos coklat
ss
Belang coklat putih
CC
bb
2Cc
Ss cc
Polos putih ss
Rasio fenotipe harapan Polos hitam: Polos putih : Polos coklat : Belang hitam putih : Belang coklat putih 9 : 8 : 3: 9: 3.
40
Lampiran 5. Persilangan antara Belang Hitam Putih dengan Belang Hitam Putih (Bb Cc ss ii x Bb Cc ss ii)
BB
CC 2Cc cc
Belang hitam putih Belang hitam putih Polos putih
2Bb
CC 2Cc cc
Belang hitam putih Belang hitam putih Polos putih
bb
CC 2Cc cc
Belang coklat putih Belang coklat putih polos putih
Rasio fenotipe harapan Belang hitam putih : belang coklat putih : polos putih adalah 9:3:4.
Lampiran 6. Uji Chi Kuadrat Persilngan Polos Hitam dengan Polos Hitam (Bb Cc Ss ii x Bb Cc Ss ii) Untuk Rasio 27:16:9:9:3
Pengamatan (O) Harapan (E) (O-E) (O-E)2 (O-E)2/E X2Hit = 17.64
Polos hitam
Polos putih
fenotip Polos coklat
25 16.45 8.55 73.10 4.44
7 4.27 -2.73 7.45 1.74
0 9.75 -9.75 95.06 9.75
Belang hitam putih 6 3.66 2.34 5.35 1.46
Belang coklat putih 1 0.61 0.39 0.15 0.25
Lampiran 7. Uji Chi Kuadrat Persilngan Polos Hitam dengan Polos Putih (Bb Cc SS ii x Bb cc SS ii) Untuk Rasio 3:4:1
Pengamatan (O) Harapan (E) (O-E) (O-E)2 (O-E)2/E X2Hit = 13.25
Polos hitam 14 6.75 7.25 52.56 7.78
fenotip Polos putih 2 9 -7 49 5.44
Belang hitam putih 2 2.25 0.25 0.06 0.03
41
Lampiran 8. Uji Chi Kuadrat Persilngan Polos Putih dengan Polos Putih (Bb CC Ss ii x bb Cc ss ii) Untuk Rasio 1:12:1:1:1
Pengamatan (O) Harapan (E) (O-E) (O-E)2 (O-E)2/E X2Hit = 12.66
Polos hitam
Polos putih
fenotip Polos coklat
2 0.3 1.7 2.89 9.63
2 3.75 -1.75 3.06 0.8
0 0.3 -0.3 0.09 0.3
Belang hitam putih 0 0.3 -0.3 0.09 0.3
Belang coklat putih 1 0.3 0.7 0.49 1.63
Lampiran 9. Uji Chi Kuadrat Persilngan Polos Hitam dengan Belang Hitam Putih (Bb Cc Ss ii x Bb Cc ss ii) Untuk Rasio 9:8:3:9:3
Pengamatan (O) Harapan (E) (O-E) (O-E)2 (O-E)2/E X2Hit = 20.02
Polos hitam
Polos putih
fenotip Polos coklat
24 11.81 12.19 148.59 13.5
9 10.5 1.5 2.25 0.21
4 3.94 0.06 0.003 0.0007
Belang hitam putih 3 10.5 -7.5 56.25 5.36
Belang coklat putih 2 3.94 1.94 3.76 0.95
Lampiran 10. Uji Chi Kuadrat Persilngan Belanh Hitam Putih dan Belang Hitam Putih (Bb Cc ss ii x Bb Cc ss ii) Untuk Rasio 27:16:9:9:3
Pengamatan (O) Harapan (E) (O-E) (O-E)2 (O-E)2/E X2Hit = 1.45
Belang hitam putih 8 5.26 2.38 5.66 1.01
fenotip Belang coklat putih 1 0.62 0.38 0.14 0.22
Polos putih 1 0.62 0.38 0.14 0.22
42