Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DI DESA CANDEN KECAMATAN JETIS KABUPATEN BANTUL (The Influence of Technology to the Productivity and The Beef Cattle Farmers Income in Canden Village Jetis District Bantul Regency) W. ROESSALI, E. PRASETYO, S. MARZUKI dan OKTARIAN Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRACT The survey was carried out from January to February, 2005, in Canden Village, Jetis District, Bantul Regency. This survey was aimed to know the technology impact on productivity and farmer income run by members of a farmer group compare to non farmer group of stable. Respondents were chosen by simple random sampling, there were 60 farmers chosen as respondent, consisted of 30 group members and 30 nongroup members. Results showed that although they had a relatively the same level of knowledge, but accessibility to technology of the non group members were lower than the group members, especially on their accessibility to artificial insemination facilities. Productivity showed that S/C of non group members was 2,9 compared to 2,0 of the group members, while value added of calve both of group members was non significant (P>0,05). Farmer income of the group members ((Rp 3.612.753,17/year) was significantly lower than those of the non group members (Rp 6.124.946,46/year). Key Words: Technology, Beef Cattle, Productivity, Income ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh teknologi terhadap produktivitas dan pendapatan peternak sapi potong di Desa Canden Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul, dilakukan pada Januari–Februari 2005. Penelitian menggunakan metode survai dengan pendekatan wawancara terstruktur terhadap 60 peternak responden yang dibedakan berdasarkan pola pemeliharaan dengan kandang kelompok (KK) dan pemeliharaan pada kandang mandiri (KM) masing-masing terdiri dari 30 peternak yang dipilih secara acak sederhana. Teknologi yang dikaji yaitu yang berhubungan dengan kemampuan peternak dalam memperoleh, mempelajari, mencoba dan menerapkan teknologi Inseminasi Buatan dan teknologi pakan dalam proses produksi sapi potong yang diukur berdasarkan skor. Data dianalisis dan dilakukan uji beda antara kedua kelompok responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak KK maupun peternak dengan kandang mandiri (KM) mempunyai tingkat pengetahuan yang relatif sama terhadap teknologi IB dan pakan, uji beda terhadap kedua kelompok responden menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Peternak kandang kelompok (KK) mempunyai akses yang lebih baik dalam memperoleh fasilitas IB yang ditunjukkan oleh tingkat produktivitas (S/C 2,0) lebih baik daripada peternak KM (S/C 2,9), demikian juga pertambahan nilai ternak menunjukkan tidak berbeda (P> 0,05) antara kedua kelompok responden. Tingkat pendapatan peternak KK (Rp 3.612.753,17/Tahun) signifikan lebih rendah dibandingkan tingkat pendapatan peternak KM sebesar (Rp. 6124.946,46 /tahun) (P<0,05). Kata Kunci: Teknologi, Sapi Potong, Produktivitas, Pendapatan
PENDAHULUAN Pembangunan peternakan sebagai industri biologis yang dikendalikan manusia mencakup empat komponen, yaitu peternak sebagai subjek, ternak sebagai objek, lahan sebagai
basis ekologi budidaya serta lingkungan dan teknologi sebagai alat (SOEHADJI, 1992). Pembangunan usaha peternakan saat ini diarahkan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani peternak. Komoditas ternak yang umumnya diusahakan oleh petani skala
545
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
kecil adalah usaha sapi potong. Program peningkatan usaha peternakan sapi potong tradisional ke arah usaha peternakan yang lebih maju dan menguntungkan dilakukan melalui penggunaan bibit yang baik dan unggul, perbaikan makanan, baik kualitas dan kuantitasnya, menerapkan cara pengelolaan dan pemeliharaan yang baik, penjagaan dan perawatan kesehatan serta menciptakan pemasaran hasil ternak sapi potong yang menguntungkan (MURTIDJO, 1992). Usaha peternakan rakyat yang ada umumnya ditekuni secara turun temurun namun prtoduktivitasnya masih rendah. Hal ini terjadi karena sifat kegiatan umumnya dengan usaha tradisional, skala usaha kecil, teknologi sederhana dengan keterampilan rendah dan usaha masih bersifat sambilan. Program pengembangan usaha ternak sapi potong telah banyak dilakukan melalui inovasi teknologi. Namun tingkat adopsi dan penerapannya masih belum memberi hasil yang baik, khususnya pada usaha peternakan rakyat dengan skala kecil. Wilayah Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, secara geografis merupakan kawasan yang subur dimana 43% atau sekitar 11.008 Ha merupakan areal persawahan yang potensial sebagai penghasil jerami padi, bahan pakan ternak. Oleh karena itu banyak masyarakat Kecamatan Jetis yang memelihara ternak sapi potong sebagai kegiatan usaha. Kegiatan usaha sapi potong dilakukan dalam suatu organisasi yaitu kelompok tani ternak (KTT) sapi potong atau juga tanpa bergabung dalam KTT. Pola pemeliharan ternak sapi dengan cara mengkandangkan ternaknya dalam kandang kelompok (KK) atau secara mandiri di rumah masing-masing (KM). Penggunaan sistem kandang kelompok memberi kesempatan antar peternak berinteraksi saling tukar informasi tentang teknologi untuk pengembangan usaha, namun memerlukan pengorbanan waktu, tenaga kerja dan biaya transportasi karena kandang ternak terletak jauh dari rumah. Berdasarkan pemikiran tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh teknologi terhadap produktivitas dan pendapatan petani ternak di Desa Canden, Kecamatan Jetis Bantul.
546
MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di Desa Canden Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul, yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan daerah pengembangan usaha ternak sapi potong dan pernah mendapat bantuan dari pemerintah serta memiliki kelompok tani ternak (KTT) sapi potong. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Januari–Februari 2005. Responden dipilih secara Simple Random Sampling dari 6 KTT sapi potong, sedangkan pada peternak mandiri dipilih berdasarkan desa dimana peternak berdomisili. Penyebaran peternak responden ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah peternak responden KTT
Jumlah Desa (orang)
Jumlah (orang)
Catur Manunggal
7
Srayu
5
Handokosari
7
Sraten
5
Ngudi Rejeki (Sanggrahan)
4
Wanap ala
5
Andini Lestari
4
Bera
5
Ngudi Rejeki (Kralas)
4
Suren Wetan
5
Suka Maju
4
Jiwan
5
Jumlah
30
Jumlah
30
Jumlah responden sebanyak 60 peternak yang terdiri dari 30 peternak dengan pola pemeliharaan kandang kelompok (KK) dan 30 peternak dengan kandang mandiri (KM). Peternak KK memelihara ternaknya pada kandang kelompok pada satu lokasi, sedangkan peternak mandiri memelihara ternaknya di rumah masing-masing. Data yang diperlukan untuk menjelaskan teknologi IB meliputi kemudahan peternak untuk memperoleh informasi, kemudahan fasilitas/pelayanan, kemampuan menggunakan. Sedangkan teknologi pakan meliputi kemudahan peternak untuk memperoleh informasi, kemampuan untuk melakukan, kemampuan menerapkan, dengan penilaian berdasarkan skor. Pendapatan peternak dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan (TR) dengan biaya total produksi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
(TC). Data dikumpulkan menggunakan metode survai dengan alat bantu daftar pertanyaan dan wawancara langsung dengan responden. Data yang terkumpul dianalisis dan diperbandingkan antar kedua kelompok responden dengan menggunakan uji-t. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik peternak sapi potong Hasil survey terhadap peternak responden menunjukkan karakteristik kedua kelompok responden relatif hampir sama dalam umur, jumlah anggota keluarga dan pengalaman, sedangkan tingkat pendidikan peternak KK relatif lebih tinggi (Tabel 2). Tabel 2. Karakteristik peternak sapi potong di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul, 2005 Uraian
Kandang Kelompok Mandiri
Umur (tahun) Pendidikan (%) SD SMP SMA PT Jumlah anggota keluarga Jumlah pemilikan ternak Total (ST) Per peternak (ST) Status pemilikan ternak (%) Milik sendiri Gaduhan Pengalaman beternak (tahun) Produktivitas (S/C) Bentuk penjualan (%) Langsung Blantik KTT Penentuan harga Pasar Blantik KTT
49,6
51,63
46,67 20 23,33 10 3,9
56,66 26,66 13,34 3,34 3,37
76,7 2,57
75,2 2,51
37,5 62,5 9,93
72,15 27,85 9,96
2,9
2,0
100
16,67 76,67 6,66
100
16,67 76,67 6,66
Tingkat pendidikan berperan dalam mendukung pengetahuan zooteknik, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah menerima dan menyerap inovasi baru. Pendidikan yang relatif tinggi akan lebih mudah menerima ketrampilan dan pengetahuan yang diberikan serta menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi di lapang untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan. DJAMALI (2000) mengemukakan bahwa pendidikan dan pengalaman yang memadai akan membuka cakrawala pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomis yang menjadi syarat bagi keberhasilan seorang pengelola usahatani. Rerata pengalaman beternak pada peternak KK 9,93 tahun dan peternak mandiri 9,96 tahun. Ini menunjukkan kedua kelompok peternak relatif mempunyai lama pengalaman beternak yang sama. Pengalaman beternak dapat meningkatkan ketrampilan peternak dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Pengalaman beternak dapat meningkatkan ketrampilan peternak dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya. SAMSUDIN (1977) menyatakan bahwa bertambahnya tingkat keterampilan diharapkan petani akan lebih dinamis, aktif dan terbuka dalam mengadopsi teknologi. Rerata jumlah ternak yang dipelihara relatif tidak jauh berbeda antara peternak kandang kelompok (2,57 ST) dan peternak kandang mandiri (2,51 ST). Jumlah ini dapat digolongkan usaha skala kecil. Peternak rakyat skala kecil mempunyai keterbatasan dalam modal dan pengelolaan usaha, selain itu kecilnya pemilikan ternak karena umumnya beternak sapi potong merupakan usaha sampingan. Hal ini juga dikemukakan oleh HADI dan ILHAM (2002) bahwa skala usaha yang kecil di daerah pertanian intensif disebabkan peternakan merupakan usaha rumah tangga petani dengan modal, tenaga kerja dan manajemen terbatas. Pemilikan ternak sapi potong terdiri dari status milik sendiri dan gaduhan. Pemilikan ternak pada peternak KM 72,15% adalah milik sendiri sedangkan pada peternak kandang kelompok (KK) hanya sebesar 37,5% dan sisanya merupakan ternak gaduhan.
547
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Teknologi Teknologi di bidang peternakan merupakan hasil rekayasa ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan hasil produksi peternakan. Peternak akan memilih komoditas dan teknologi yang mudah diperoleh saat dibutuhkan dan biayanya murah. Teknologi untuk meningkatkan produksi ternak telah banyak dilakukan baik dalam breeding, feeding dan management. Pada lokasi penelitian sistem pengelolaan usaha ternak sapi masih dilakukan dengan cara tradisional. Walaupun sebagian besar peternak telah memahami sapta usaha ternak namun penerapannya belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai aturan teknis. Hal ini dapat dilihat dari skor pengetahuan tatalaksana pemeliharaan pada anggota KK relatif lebih baik daripada peternak kandang mandiri. Peternak dalam kelompok tani ternak dengan sistem pemeliharaan kandang kelompok memudahkan peternak saling tukar pikiran, saling mengawasi kodisi ternak sapi dalam satu areal kandang. Namun demikian baik pada peternak KK maupun peternak kandang mandiri penguasaan teknologi belum sepenuhnya menjadi syarat untuk meningkatkan produktivitas usahanya. Pada kedua kelompok masih terkendala dengan modal sehingga pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi tidak sepenuhnya diterapkan dalam kegiatan usahanya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh SETYAWATI et al. (1995) bahwa transformasi teknologi sapta usaha peternakan pada peternakan rakyat masih kurang memadai.
Akses teknologi dalam hal ini mengacu pada bagaimana peternak dapat memperoleh informasi, kemampuan untuk memperoleh fasilitas pelayanan dan kemampuan menerapkan (teknologi Inseminasi Buatan), melakukan teknologi pengolahan pakan serta kemampuan menerapkan untuk meningkatkan produktivitas ternaknya. Akses teknologi di tingkat peternak ditampilkan pada Tabel 3. Hasil survei menunjukkan bahwa peternak kandang kelompok maupun kandang mandiri memperoleh akses teknologi IB yang baik. Sedangkan teknologi pakan peternak KK dapat memperoleh akses informasi yang lebih baik. Hal ini karena peternak dalam KK dapat saling berinteraksi antara satu dengan yang lain dalam satu lingkungan kandang sapi mereka, juga menjadi lebih mudah untuk melakukan adopsi dan menerapkan sesuai yang dibutuhkan. Selain itu peternak KK masih secara regular mendapat bimbingan teknis yang berkaitan dengan penggunaan dana bantuan usaha sapi potong (ternak gaduhan dan kredit). Hambatan signifikan yang mempengaruhi masih belum sepenuhnya dilaksanakan penerapan teknologi yaitu karena aspek sosial dan ekonomi. Aspek sosial yang mempengaruhi akses teknologi reproduksi Inseminasi Buatan (IB), dimana peternak kandang kelompok relatif mempunyai akses yang lebih baik dibandingkan peternak KM. Hal ini diduga antara lain disebabkan pada kelompok peternak KK dilayani oleh satu inseminator yang secara intens memonitor kondisi ternak karena terkonsentrasi dalam satu areal perkandangan. Sedangkan pada kelompok KM dimana lokasi kandang yang terpencar sehingga mempengaruhi fasilitas pelayanan.
Tabel 3. Akses teknologi di tingkat peternak di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, 2005 Pemeliharaan Uraian Teknologi IB Informasi Fasilitas pelayanan Penerapan Teknologi Pakan Informasi Melakukan/mencoba Kemampuan menerapkan B = baik; S = sedang; K = kurang
548
Kandang kelompok B S K
B
√ √ √
√ √ √
√
Kandang mandiri S
K
√ √
√ √
√
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Kondisi ini diduga memberi pengaruh terhadap hasil konsepsi, yaitu rata- rata Service per Conception (S/C) pada peternak kandang kelompok (S/C = 2,0) lebih baik dibanding peternak KM (S/C = 2,9)), namun tidak terdapat perbedaan nyata antara kedua kelompok peternak (P>0,05). Hal lain yang menyebabkan tingginya angka S/C antara lain disebabkan kemampuan peternak dalam mendeteksi tanda-tanda birahi sehingga waktu IB kurang tepat, sistem pelaporan dan fasilitas pendukung yang kurang memadai seperti penyediaan bibit, kemampuan inseminator, kendala yang sama juga dikemukakan oleh MADARISA (1998) pada penerapan di Sumatera Barat. Berdasarkan pengaruh produktivitas (S/C) yang relatif tinggi pada kedua kelompok peternak sapi potong ini ikut mempengaruhi tingkat produktivitas ternak yaitu jarak beranak (calving interval). Caving Interval sebenarnya dapat dicapai dalam 12−13 bulan (NUSCHATI et al, 2000), tetapi di lokasi penelitian dicapai setelah 18–24 bulan. Padahal HARDJOSUBROTO (1994) menyatakan jarak beranak merupakan salah satu sifat reproduksi yang mempunyai nilai ekonomis penting. Teknologi pakan yang dapat meningkatkan produktivitas ternak belum dilaksanakan sepenuhnya. Pelaksanaan adopsi pengolahan pakan (seperti silase, penambahan probiotik) terbatas pada saat dimana dilakukan penyuluhan. Tidak terdapat perbedaan pemberian pakan antara peternak kandang kelompok dan peternak kandang mandiri. Pakan yang diberikan adalah konsentrat (kadang-kadang), gaplek, ampas ketela, campuran bekatul garam dan air (komboran)
melalui proses pemasakan yang diberikan 1–2 kg/ekor/hari. Sedangkan pakan hijauan unggul maupun rumput lapangan sebanyak 15–20 kg/2 ekor/hari. Pada kondisi pakan hijauan unggul berkurang, peternak memberikan jerami sebanyak 30–50 kg/2 ekor/hari. Penerapan teknologi pakan belum secara kontinyu diterapkan, hal ini disebabkan kendala modal yang terbatas. PRODUKTIVITAS Produktivitas seekor ternak merupakan gabungan sifat produksi dan reproduksi dari ternak tersebut dalam kurun waktu tertentu, serta dipengaruhi oleh genetik, lingkungan dan interaksi genetik dan lingkungan (HARDJOSUBROTO, 1994). Produksi ternak sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor bibit, pakan dan manajemen. Produktivitas sapi potong dari suatu wilayah dapat dinyatakan sebagai output atau potensi suatu wilayah yang terdiri atas jantan dan betina afkir ditambah jantan dan betina muda sisa pengganti (SUMADI et al., 2004). Komposisi pemilikan dan perubahan ternak pada peternak KK dan peternakan KM dapat dilihat pada Tabel 4. Perbedaan akses IB yang diterima peternak sapi potong jelas terlihat pada perubahan jumlah ternak, dimana jumlah kelahiran dan jumlah penjualan mutasi ternak yang dipelihara peternak mandiri lebih besar dibandingkan peternak KK. Sapi yang dipelihara peternak di lokasi penelitian sebagian besar adalah Sapi Peranakan Ongole (PO), hasil IB dari bibit Limousin, Simmental dan Brahman.
Tabel 4. Perubahan populasi ternak pada peternak kandang kelompok dan peternak kandang mandiri tahun 2004 Keadaan Tahun lalu Tahun sekarang Mutasi ternak Jual Beli Lahir Mati
Peternak KK
Peternak KM
J
B
M
P
Total
J
B
M
P
Total
5 5
56 56
0 2
2 21
63 84
14 14
47 47
0 2
2 14
63 79
1 0 0 0
3 0 0 0
0 1 0 0
29 0 9 0
33 1 9 0
11 0 0 0
11 0 0 0
0 0 0 0
35 0 14 0
57 0 14 0
J = jantan; B = betina; M = muda; P = pedet
549
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
KESIMPULAN
Pendapatan usaha sapi potong Pendapatan usaha sapi potong diperoleh dengan mengurangkan seluruh biaya pengeluaran tunai atas penerimaan tunai. Komponen biaya pengeluaran meliputi pembelian bibit sapi, pakan, IB dan obatobatan serta alat-alat pemeliharaan sapi. Sedangkan komponen penerimaan usaha sapi potong diperoleh dari penjualan sapi, nilai tambah ternak, penyewaan tenaga kerja dan penjualan pupuk (Tabel 5). Tabel 5 menunjukkan pendapatan peternak kandang kelompok sebesar Rp. 1.557.221,17/ ST/tahun secara signifikan lebih rendah dibandingkan pendapatan peternak mandiri sebesar Rp. 2.562.739,19/ST/tahun (P<0,05). Tingkat pendapatan yang tinggi pada kelompok peternak kandang mandiri disebabkan besarnya tingkat penjualan ternak yang dilakukan pada kelompok. Tabel 5. Penerimaan dan biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul 2005 Komponen Penerimaan Penjualan ternak Penjualan kotoran Pertambahan nilai ternak Jumlah Pengeluaran Pakan Obat IB Listrik Pembayaran kredit ternak Penyusutan kandang Sewa tanah Jumlah Pendapatan (a−b) Pendapatan (ST/tahun)
550
Peternak KK (Rp)
Peternak KM (Rp)
3.536.667,67 59.866,67 2.125.000,00
7.043.333,33 60.000,00 2.299.166,67
5.721.534,34
9.402.500,00
1.909.897,67 13.083,33 77.500,00 1.633,33 60.000,00
3.054.320,00 21.833,33 75.000,00 4.000,00 -
80.100,00
92.400,00
26.567,00 2.108.781,00 3.612.753,34 1.557.221,17
30.000,00 3.277.553,33 6.124.946,67 2.562.739,19
Peternak kandang kelompok memiliki akses teknologi lebih baik dibanding peternak kandang mandiri yang mempengaruhi tingkat produktivitas. Produktivitas peternak kandang kelompok (KK) lebih baik (S/C 2.0) dari peternak mandiri S/C (2,9). Pendapatan peternak kandang kelompok (KK) secara signifikan lebih rendah daripada peternak mandiri (P<0,05). PUSTAKA DJAMALI, A. Manajemen Usahatani. Departemen Pendidikan Nasional. Politeknik Pertanian Negeri Jember. Jember. HADI, P.U. dan N. ILHAM. 2002. Problem dan prospek pengembangan usaha pembibitan sapi potong di Indonesia. J. Litbang Pertanian, 21(4). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. HADJOSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. MURTIDJO, B.S. 1992. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. NURCHATI, U., SUBIHARTA, WIOETO D., B. UTOMO, D. PRAMONO, ERMAWATI, SUNARSO, Y. SUPRIONDO, S. HARDIYANTI, RIYANTO dan SUHARNO. 2000. Laporan Hasil Pengkajian Sistem Usaha Tani Sapi Potong di Lahan Kering. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. SAMSUDIN, U. 1977. Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Binacipta Bandung. SETYAWATI, E., H.S. MAMAT dan S. ISKANDAR. Transformasi sapta usaha ternak dalam perspektif kemitraan usaha ternak. Pros. Simposium Nasional Kemitraan Usaha Ternak. Balai Penelitian Ternak, Bogor.