IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) PETERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN BULUKUMBA Ambo Ako, Syahdar Baba dan Hasbi Fakultas Peternakan Unhas
[email protected]
Abstract Constraint for development of integrated farming system (cattle and rubber) in the Bulukumba regency is the conflict between landowners with livestock owners. Free Ranged Cattle under rubber plantations caused damage of road and equipment rubber latex containers and young rubber tree under the age of 3 years. On the other hand, mortalities of cattle caused drinking raw rubber were often found. Through the IbM activities, farmers are able to keep cattle intensively, utilise the land between rubber tree under the age of 3 years by planting elephant grass, and use animal waste as biogas and organic fertilizer for rubber trees. The results of the activities showed that farmers are able to maintain cattle intensively (6 head in 0.5 ha of rubber plantations) by planting grass in between rubber trees with cut and carry system. Six head of cows can produce biogas that fulfill farmers need for cooking for 3.5 hours per day. The use of biogas waste as fertilizer in rubber and elephant grass can reduce the cost of rubber farming. Through this program, farmers are able to increase the ability to maintain livestock, reduce conflicts between landowners and cattle owners, as well as reduce the cost of farm households for cooking and farming. Key words: Bulukumba, Biogas, Integrated farming, cattle, rubber karet menjadi mati. Masalah ini dialami pula oleh peternak mitra IbM yaitu Bapak Asmar dan Azis sehigga kemampuan mereka memelihara ternak semakin menurun. Solusi yang ditawarkan melalui kegiatan IbM adalah melalui pemeliharaan ternak secara intensif dengan dikandangkan. Suplai pakan diperoleh dari rumput gajah yang ditanam sebagai tanaman sela pada lahan pertanaman karet umur < 5 tahun (belum produktif). Untuk menghindari pencemaran lingkungan, maka teknologi biogas diintroduksikan pada usahatani ternak agar gas dapat dimanfaatkan dan pupuk organik dari limbah sludge dapat dimanfaatkan pada tanaman rumput gajah maupun tanaman karet.
1. PENDAHULUAN Konflik penggunaan lahan antara usaha ternak sapi potong dengan usaha perkebunan karet semakin meluas. Tingginya nilai ekonomi tanaman karet sebagai tanaman industri menyebabkan perluasan tanaman karet semakin meningkat di kabupaten Bulukumba. Di desa Tibona, luas lahan karet meningkat dari 695 ha pada tahun 2007 menjadi 1.098 ha pada tahun 2012 (hampir 100% dalam jangka waktu 5 tahun). Tanaman karet dimiliki oleh industri (PT LONSUM) maupun milik masyarakat desa Tibona. Akibatnya, lahan untuk usaha peternakan sapi semakin berkurang yang dahulunya digembala. Ternak sapi semakin terdesak padahal usaha ternak sapi merupakan salah satu usaha turun temurun yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Tibona dan merupakan salah satu mata pencaharian utama di desa Tibona. Konflik lain yang sering terjadi adalah ternak sapi milik masyarakat terkadang digembalakan di areal pertanaman karet. Pada tanaman karet yang produktif, masalah yang muncul adalah ternak sering meminum karet yang dapat menyebabkan kematian bagi ternak. Sementara, jika digembalakan pada lahan karet yang belum produktif, ternak memakan tanaman karet sehingga tanaman
2. METODE Dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh peternak mitra, maka dilakukan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif menurut Rhoades dan Booth (1982); Chambers (1996) sebagai pendekatan yang menghargai kapasitas lokal yang dimiliki oleh petani dimana petani ditempatkan sebagai mitra atau sederajat dalam pengembangan teknologi di lingkungan usahatani mereka. Petani adalah orang yang ahli dalam memanfaatkan sumber daya yang 1
dimiliki ditengah keterbatasan dan masalah yang dihadapi. Hagmann et. al. (2000) menjelaskan bahwa fungsi peneliti pada pendekatan partisipatif adalah menjadi keranjang sumber pengetahuan dan teknologi bagi petani dalam menentukan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan, potensi dan permasalahannya. Manfaat pendekatan partisipatif adalah teknologi yang terpilih mampu beradaptasi dengan petani, lingkungan usahatani dan memiliki aksessibilitas yang tinggi. Olehnya itu, adopsi teknologi oleh petani akan lebih tinggi dan lebih baik dibanding dengan pendekatan top down. Adapun uraian rencana kegiatan penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh peternak mitra adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktivitas dan pengelolaan lahan penggembalaan yang dimiliki peternak mitra. Peneliti menyediakan 2 (dua) jenis teknologi yang akan diterapkan pada lahan penggembalaan mitra yaitu penanaman rumput gajah potong dan penanaman rumput gajah mini untuk grazing. 2. Memperbaiki konstruksi kandang dan pengolahan limbah ternak dan limbah biogas. Pencemaran lingkungan akibat feces yang tidak tertangani karena kandang yang tidak layak akan diselesaikan dengan memperbaiki kandang dan membuat instalasi biogas lengkap dengan pengolahan limbah biogas. Dengan demikian, feces yang selama ini menjadi sumber masalah pencemaran lingkungan dapat berkontribusi pada pengurangan biaya rumah tangga peternak serta sumber pendapatan baru. 3. Mengintroduksikan manajemen penggemukan ternak jantan dengan menggunakan sumber pakan lokal. Guna meningkatkan penerimaan peternak dari usaha yang dilakukan, maka ternak jantan akan dijual pada umur 2-3 tahun. Untuk itu, ternak jantan akan dipelihara dengan sistem penggemukan menggunakan sumber pakan lokal baik untuk konsentrat maupun hijauan. 4. Melakukan pemeliharaan ternak jantan untuk tujuan penggemukan
Pelatihan dilaksanakan selama satu hari yaitu pada tanggal 24 September 2013. Pemateri yang hadir adalah peneliti yaitu Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc., Dr. Syahdar Baba, S.Pt., M.Si., dan Hasbi, S.Pt., M.Si. Materi utama yang diberikan adalah teknik pembuatan teknologi biogas melalui perakitan peralatan sederhana dengan menggunakan digester dari tangki fiber dan dari digester beton, manajemen pengelolaan padang penggembalaan utamanya yang diintegrasikan dengan lahan karet, manajemen pemeliharaan sapi potong khususnya penggemukan, dan teknik pembuatan pupuk organik padat dan cair dari limbah ternak. Pelatihan dilaksanakan selama sehari penuh yang dirangkaikan dengan pertemuan rutin anggota kelompok tani ternak Tibona. Peserta yang hadir berjumlah 38 orang yang terdiri dari peternak pelaksana IbM, anggota KT Tibona, Peternak yang diutus oleh Dinas Peternakan kabupaten Bulukumba, serta Penyuluh di kecamatan Bulukumpa dan yang diutus oleh Dinas Peternakan. Selain itu, turut hadir pula sarjana membangun desa yang bertugas di desa Tibona yaitu Muhammad Risal, S.Pt., M.Si. Ketua KT Tibona beserta jajaran pengurus juga hadir mendampingi pelaksanaan kegiatan. Hasil kegiatan adalah peternak sangat antusias mengikuti pelatihan yang diadakan karena materi yang diadakan sesuai dengan kebutuhan mereka. Teknologi biogas sudah cukup lama di dengar dan bahkan pernah diujicoba dengan menggunakan digester dari plastik namun belum berhasil. Setelah dijelaskan bahwa teknologi biogas dapat dirakit sendiri dengan menggunakan tangki fiber, beberapa peternak berkeinginan untuk mencobanya. Namun mereka masih menunggu keberhasilan program IbM baru mereka akan mencoba untuk membuat. Demikian halnya dengan materi pembuatan pupuk organik padat dan cair, peternak sangat antusias bertanya karena proses produksi pupuk organik yang selama ini mereka lakukan masih menggunakan starter effective microorganisme dari luar. Akibatnya, biaya produksi pupuk organik masih mahal. Dalam pelatihan ini, peternak diajarkan tentang metode membuat dan memperbanyak starter sendiri sehingga mereka dapat membuat sendiri. Dengan demikian, biaya produksi pupuk organik mereka jauh
3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Peningkatan kemampuan peternak melalui pelatihan 2
lebih murah sehingga harga jualnya bisa bersaing dengan produsen pupuk organik lain. Materi pemanfaatan tanaman sela di lahan karet sebagai sumber pakan juga menarik bagi peternak. Selama ini, antusiasme peternak menanam karet karena tingginya hasil yang diperoleh (mencapai Rp 5 juta per hektar per bulan) menyebabkan lahan pertanian dan sumber pakan dikonversi menjadi lahan karet. Akibatnya, peternak kesulitan memperoleh sumber pakan karena lahan telah ditanami karet. Padahal, tanaman karet akan produktif setelah mencapai umur 5 tahun. Selama 5 tahun menunggu karet produktif, lahan tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal kecuali dengan hanya memotong rumput alam yang tumbuh di selasela pohon karet. Akibatnya, daya dukung lahan sangat rendah. Dengan adanya alternatif penanaman rumput gajah di sela-sela tanaman karet yang belum produktif menjadi alternatif baru bagi peternak untuk meningkatkan skala usaha ternak mereka kembali. Materi tentang manajemen penggemukan dilakukan melalui metode diskusi. Peternak dan peneliti lebih banyak bertukar informasi tentang pengalaman dalam melakukan kegiatan penggemukan. Hal ini
disebabkan peternak di KT Tibona telah berpengalaman dalam melakukan kegiatan penggemukan. Olehnya itu, peneliti hanya memfasilitasi peternak untuk saling bertukar informasi ataupun bertukar imu pengetahuan tentang teknik penggemukan sapi potong. b. Penerapan teknologi biogas Proses perakitan teknologi biogas diawali dengan merakit digester yang terbuat dari tangki air fiber ukuran 3 m3. Tangki tersebut di lubangi pada dua sisi yang berbeda dimana pada satu sisi dilubangi pada ukuran 20 cm dari dasar tangki yang berfungsi sebagai lubang pemasukan. Lubang pengeluaran dibuat setinggi 50 cm dari permukaan tangki. Pada lubang tersebut, dipasang pipa ukurn 4 inchi sebagai wadah untuk memasukkan dan mengeluarkan feces. Perbedaan tinggi lubang dimaksudkan untuk memudahkan sirkulasi feces yang masuk dan keluar dimana lubang pemasukan diletakkan di bawah agar feces yang baru masuk selalu berada di bawah dan feces yang lama akan keluar melalui permukaan. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada foto berikut ini:
Lubang Pengeluaran
Persiapan pelubangan
Setelah tangki digester selesai, maka proses selanjutnya adalah memasukkan tangki ke dalam lubang. Lubang dibuat di belakang kandang untuk memudahkan proses pemasukan feces ke dalam digester. Digester fiber di tanam sedalam 80% dari seluruh digester. Setelah tertanam, pipa penghubung lubang pengeluaran dan pengeluaran harus terlihat dipermukaan tanah untuk memudahkan
Lubang Pemasukan
pemasukan dan pengeluaran feces. Di ujung pipa pemasukan, dipasang bak untuk pencampuran feces dengan air agar feces yang dimasukkan dalam digester dalam keadaan macak-macak. Perbandingan air dan feces adalah 1:1. Bak ini dapat direkayasa dari drum yang di belah dua ataupun dari jerigen air yang dibelah dua. Di lubang pengeluaran juga dipersiapkan bak untuk menampung 3
effluent (sludge) dari digester. Fungsi bak di lubang pengeluaran adalah untuk menampung limbah biogas yang akan dipersiapkan sebagai
pupuk organik cair dan pupuk organik padat. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut:
Persiapan Lubang Untuk Digester
Digester dimasukkan dalam lubang
Proses selanjutnya adalah merakit tempat penampungan gas, saluran gas, dan tabung pengaman. Saluran gas dari digester ke tempat penampungan menggunakan selang berserat. Penggunaan selang berserat dimaksudkan agar selang tidak mudah bengkok sehingga aliran gas dari digester ke penampungan lancar. Di antara digester dan tempat penampungan gas, dipasang pengaman agar ketika produksi gas berlebih dan tidak digunakan, maka gas secara otomatis akan keluar melalui tabung pengaman. Tabung pengaman juga berfungsi untuk menangkap uap air yang keluar bersama dengan biogas sehingga biogas yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih bagus (kadar uap airnya rendah). Penampungan gas terbuat dari plastik PE (Polyethilen) yang berwarna buram. Besar
penampungan gas dibuat yaitu sepanjang 2 meter dengan diameter plastik 1,2 m. Pada kedua lubang plastik PE dilakukan rekayasa dimana pada ujung pertama ditutup atau diikat rapat dengan menggunakan karet ban motor bekas. Ikatan ini permanen untuk menghindari kebocoran. Pada ujung yang satunya, dipasangi pipa ukuran ½ inchi berbentuk T dengan tiga lubang. Lubang pertama sebagai penghubung dari digester (aliran masuk gas), lubang kedua sebagai aliran masuk ke penampungan dan lubang ketiga sebagai lubang aliran ke kompor. Penggunaan plastik PE karena selain harganya murah, juga mudah untuk direkayasa. Untuk menghindari kebocoran, maka di sekeliling plastik penampungan dipasangi bahan fiber yang biasa dipakai sebagai kanopi. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut:
Selang penghubung digester dan tabung pengaman
Tabung pengaman penghubung digester dengan penampungan 4
Peralatan selanjutnya yang disiapkan adalah kompor. Kompor biogas dimodifikasi dari kompor gas LPG dengan mata kompor 1. Pemantik kompor dilepas karena biogas tidak mempunyai tekanan sehingga nyala kompor bisa lebih besar. Ujung selang penghubung dipasang di pipa kompor gas yang telah
dipasangi kran untuk membuka dan menutup gas. Keran yang dipasang juga berfungsi untuk memperbesar dan memperkecil nyala kompor. Keran yang digunakan adalah keran model T yang biasa digunakan untuk keran air. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Proses Perakitan Kompor Biogas
Kompor biogas telah dirakit dan siap dimanfaatkan
Proses perakitan teknologi biogas telah dilakukan di kedua peternak mitra IbM pada akhir Oktober 2013. Saat ini, proses pengisian digester tengah berlangsung, namun karena jumlah sapi yang kurang, maka dibutuhkan waktu yang agak lama untuk menampung feces guna memenuhi digester biogas yang telah dibuat. Diperkirakan, pada akhir November, tangki digester telah penuh dengan feces dan produksi gas sudah ada dan sudah bisa dimanfaatkan. Pada saat itu pula, sludge biogas telah diproduksi dan siap diolah menjadi pupuk organik padat dan cair maupun sekaligus sebagai biopestisida.
Di kelompok Bapak Azis, pembuatan digester biogas menggunakan beton kapasitas 4 m3. Alasannya adalah untuk membandingkan antara digeter biogas dari fiber dan dari beton. Pembuatan digester betod menggunakan konstruksi yang ditemukan oleh tim biogas “Biru”. Teknisi yang membangun biogas adalah teknisi yang telah dilatih oleh Yayasan Biru. Pembuatan digester diawali dengan menggali lubang sesuai ukuran yang telah ditetapkan. Untuk lebih jelasnya, proses pembuatan biogas sebagai berikut:
5
Gambar Pembangunan Pondasi biogas digester beton
Proses Finishing pembuatan digester dari beton
c. Penanaman rumput gajah sebagai tanaman sela pada lahan karet
karena rumput tersebut terbukti tahan terhadap renggutan ataupun penggembalaan. Olehnya itu, kegiatan ini dapat meminimalkan rusaknya tanaman rumput gajah akibat grazing sehingga sustainabilitas lahan dapat terjaga. Sampai saat ini, pemanenan dan penggembalaan rumput gajah belum dilakukan karena umur rumput gajah baru 1 bulan. Pemanenan dan penggembalaan akan dimulai pada akhir bulan Desember 2014. Berikut adalah model pertanaman rumput gajah di lahan karet sebagai tanaman sela:
Saat ini, penanaman rumput gajah di sela tanaman karet telah dilaksanakan dan umur rumput gajah saat ini adalah 1 bulan. Luas lahan yang ditanami adalah 1 ha di lokasi keluarga Asmar dan 0,4 ha di lokasi Azis. Jenis rumput gajah yang ditanam adalah rumput gajah mini yang dapat dilakukan grazing. Penanaman rumput gajah dilakukan pada tanggal pertengahan November 2013 karena musim hujan baru mulai tiba. Penanaman rumput gajah mini dilakukan
6
Tanaman Karet Umur 1 tahun
Rumput gajah sebagai tanaman sela
d. Penggemukan sapi potong Kegiatan penggemukan dilakukan pada awal bulan Desember 2013. Penggemukan diawali dengan melakukan penimbangan berat badan awal ternak. Setiap minggunya, dilakukan penimbangan berat badan ternak untuk mengetahui pertambahan berat badan ternak setiap harinya. Selain itu, dilakukan
pula pengukuran jumlah konsumsi pakan untuk menghitung analisa kelayakan usaha penggemukan yang dilakukan. Pakan yang diberikan adalah pakan komplit berbahan baku lokal. Pakan ini disusun berdasarkan hasil penelitian Baba et al. (2012) dan Mayulu et al. (2003)
Tabel 1. Komposisi pakan komplit yang diberikan pada aktivitas Penggemukan Bahan Baku
Komposisi (%)
Tumpi Jagung
50
Jerami Jagung Segar
30
Tongkol Jagung
10
Dedak Jagung
10
Molases
1-2
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa pertambahan berat badan harian dari ternak sapi yang digemukkan mencapai 650 gram per ekor per hari. Jumlah konsumsi pakan mencapai 12 kg/hari/ekor. Jika harga pakan komplit mencapai Rp 500 per kg maka biaya pakan yang dibutuhkan perharinya adalah Rp 500 x 12 kg = Rp 6.000 per ekor.
PBBH (grm/hr)
650
Dengan asumsi harga berat hidup mencapai Rp 35.000 per kg maka total penerimaan per hari mencapai Rp 35.000 x 0,65 kg = Rp 22.750. Selisih penerimaan dengan biaya pakan mencapai Rp 22.750 – Rp 6.000 = Rp 16.750 di luar biaya pemeliharaan dan biaya penyusutan kandang.
7
4. KESIMPULAN
5. REFERENSI
Pelaksanaan kegiatan IbM mampu meningkatkan introduksi teknologi bagi peternak utamanya teknologi yang terkait dengan pengolahan limbah ternak menjadi biogas maupun dalam hal pengelolaan usaha peternakan. Pemanfaatan feces biogas mengurangi pencemaran lingkungan dan mengurangi pengeluaran peternak. Pemanfaatan lahan karet untuk tanaman rumput gajah, mampu memanfaatkan lahan yang selama ini tidak dimanfaatkan. Demikian pula kegiatan penggemukan ternak sapi Bali dengan memanfaatkan pakan komplit dari limbah pertanian mampu meningkatkan penerimaan peternak serta memberikan keuntungan pada usahatani yang dijalankan peternak.
Adi, I. R. 2008. Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayan Masyarakat. Rajawali Press, Jakarta. Chambers, R. And B.P. Ghildyal. 1985. Agricultural Research for ResourcePoor Farmers: The Farmers-First and Last Model. Agric. Admin. 20:1-30. Cohen, J.M. dan N.T. Uphoff. 1980. Participation’s Place in Rural Development: Seeking Clarity through Specificity. World Develop. 8:213235. Hagman, J., E. Chuma, K. Murwira and M. Connoly. 2000. Learning Together Through Participatory Extension: A Guide to an Approach Developed in Zimbabwe, Departement of Agricultural Technical & Extension Services (AGRITEX) Zimbabwe, Harare. Mayulu, H., B. Suryanto, Sunarso, M. Cristiyanto, F.I. Ballo and Refa’i. 2009. Kelayakan penggunaan complete feed berbasis jerami padi amofer pada peternakan sapi potong. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 34(1): 74-80. Sumber : Buletin Peternakan Disnak Keswan Prov. Sul Sel, 2014
8