Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
PEMBERDAYAAN PETERNAK SAPI POTONG MELALUI KEMITRAAN BAGI HASIL DI KALIMANTAN (Empowering Beef Cattle Farmers through Profit Sharing Partnership in Kalimantan) Sumanto Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
[email protected]
ABSTRACT Increasing population of beef cattle through distributing cows and bulls was done in Kalimantan province through partnerships for profit sharing, either funded by the government, private sector or communities themselves. The availability of beef cattle production has not fullfilled demand. Beef cattle dispersal aims to economic empowerment of farmers in the rural. To understand the performance of the partnership a group discussion was carried out on several groups of cattle farmers recipients that purposively selected during the period of July-September 2012 in the province of Kalimantan. Descriptively analysed results showed that cattle husbandry practices generally were could semi-intensive management. There were various profit sharing pattern for beef cattle farming, where it can be well adopted by the farmers who joined the group. Nevertheless, there were remain some constraints to improve size scale of farming due to limitation to obtain breed and farmers’ time allocation to provide feed. Key Words:Empowerment, Beef Cattle, Profit Sharinge ABSTRAK Pola pemberdayaan masyarakat pada sektor pertanian telah berkembang sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu, tidak kecuali dalam pengembangan ternak sapi potong. Pemberdayaan peternak dilandasi oleh proses sejak awal mulai pengajuan usulan kegiatan sampai pelaksanaan dan monitoring dengan melibatkan peternak. Pengembangan sapi potong melalui penyebaran induk dan pejantan telah dilakukan di Kalimantan melalui kemitraan bagi hasil, baik yang didanai oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat.Ketersediaan sapi potong masih belum mencukupi jumlah kebutuhan.Pola bagi hasil terhadap usaha sapi potong tampak beragam, nilai penghasilan peternak juga bervariasi namun bermanfaat, dan tampaknya pola tersebut dapat diterima dengan baik oleh para peternak yang bergabung dalam kelompok. Meskipun demikian masih terdapat kendala dalam peningkatan skala usaha karena keterbatasan untuk memperoleh bibit dan keterbatasan waktu kerja untuk penyediaan pakan hijauan segar meskipun tersedia berlimpah. Kata Kunci: Pemberdayaan, Sapi Potong, Bagi Hasil
PENDAHULUAN Kebutuhan daging sapi belum dapat dipenuhi dari produksi di dalam negeri.Untuk itu pemerintah melakukan strategi untuk menanggulangi masalah tersebut melalui berbagai kegiatan, diantaranya ialah impor sapi bakalan dan daging beku serta upaya peningkatan populasi dan produksi sapi lokal pada spesifik wilayah untuk pengembangan sapi potong di Indonesia, seperti di Kalimantan. Populasi ternak ruminansia di Kalimantan sekitar 4% dari populasi di Indonesia, dan untuk memenuhi kebutuhan
250
masyarakat masih tergantung pasokan sapi potong dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalimantan Selatan (Kalsel), (Dinas Peternakan Kalimantan Timur, 2011). Dokumen MP3EI menginformasikan bahwa terjadi tren yang menurun pada total nilai produksi sektor migas dari tahun ke tahun di Pulau Kalimantan. Oleh karena itu, perlu pengembangan secara intensif sector-sektor lainnya, misalnya perkebunan atau peternakan, guna mengimbangi penurunan kinerja sektor migas. Kalimantan merupakan sumber energi dan masih kurang untuk sumber pangan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Diharapkan dalam tahun mendatang diproyeksikan sebagai sumber pangan karena potensi lahan perkebunan yang masih melimpah. Perkembangan produksi sawit di Kalimantan cukup nyata, dari 2.096.502 ton tahun 2006, menjadi 4.096.683 ton pada tahun 2010 yang mencakup sekitar 2 juta ha (Kaltim, Kalbar dan Kalsel dalam Angka 2011, 2011). Kalimantan juga merupakan salah satu wilayah yang berpotensi sebagai pengembangan sapi di areal perkebunan sawit dan kakao melalui pola usaha pembibitan dan pembesaran anak (cow calf operation=CCO) dan/atau penggemukan (fattening). Konsep pengembangan sapi potong pola CCO berbasis sumberdaya produk samping industri kelapasawit. Hal ini diperlukan dengan pertimbangan model konvensional yang selama ini dikembangkan memberikan tingkat keuntungan usaha ternak yang relatif rendah. Umumnya petani bekerja pada usaha di tanaman pangan atau tanaman perkebunan dengan pekerjaan sampingan memelihara ternak seperti sapi, kerbau, domba dan kambing. Pola pemeliharaan ternak adalah melalui pola gembala atau dikandangkan yang memanfaatkan ketersediaan lahan tersebut sebagai sumber pakan hijauan dan limbah hasil tanaman. Dalam situasi yang khusus, seperti untuk tujuan penggemukan, pemulihan kesehatan ternak, umumnya petani memberikan tambahan pakan ransum padat yang tersedia dilokasi sesuai kebutuhan ternak, seperti dedak, onggok, ampas tahu, jamujamuan, dan lain-lain. Disisi lain pengetahuan dan kelembagaan peternak, penguasaan permodalan dan pemasaran sapi potong masih lemah, yang mengindikasikan masih perlunya pengembangan ternak sapi pola kemitraan dalam bentuk bagi hasil. Untuk meningkatkan populasi dan produktivitas sapi di Kalimantan, baik pemerintah, swasta dan masyarakat petai peternak saling bekerja melalui berbagai program dalam bentuk bantuan, seperti CSR dan kredit kemitraan melalui perguliran dan bagi hasil. Pola tersebut merupakan salah satu langkah strategis guna mengatasi masalahmasalah yang ada sekaligus diharapkan terjadinya usaha sapi potong yang berkelanjutan (Diwyanto et al. 2007). Makalah ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kegiatan sapi potong dalam pola kemitraan, ditinjau dari sisi manfaat dan dapat memberikan warna perubahan dalam kehidupan peternak sapi di pedesaan. MATERI DAN METODE Analisis pemberdayaan petani peternak pola kemitraan bagi hasil dilakukan melalui diskusi grup terpilih sebagai data primer pada tiga kelompok peternak sapi potong penerima bantuan dari pemerintah dan swasta di Provinsi Kalimantan.Data sekunder diperlukan untuk melengkapi wawasan dari data primer yang diperoleh. Survei dilaksanakan pada bulan JuliOktober 2012 dengan lokasi agro ekosistem kebun sawit,kakaodan tanaman pangan.Aspek kajian diutamakan tentang pola kemitraan usaha,sistem pengembalian/bagihasil, masalah yang dihadapi,manfaat bantuan,dan strategi pengembangan. Analisis finansial usaha sapi potong di lokasi terpilih mengikuti cara Pervaiz dan Knipscheer (1989).Hasil pengolahan informasi ditampilkans ecara tabulasi dan deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan dan kebutuhan sapi potong Data statistik di 3 provinsi di Kalimantan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa ketersediaan sapi potong belum dapat mengimbangi dari jumlah kebutuhan sapi jumlah kekurangan ternak mencapai sekitar 27.643 ekor Tabel 1. Tabel 1. Ketersediaan dan jumlah kebutuhan sapi siap potong di Kalimantan Provinsi
Ketersediaan (ekor)
Kebutuhan (ekor)
Selisih (ekor)
Kalimantan Timur
52.376
62.176
9.800
Kalimantan Selatan
41.608
45.951
4.343
Kalimantan Barat
34.000
47.500
1.3500
Jumlah
127.984
155.627
2.7643
Sumber: PPSKB (2011)
251
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Untuk memenuhi kekurangan tersebut ketiga provinsi selalu mendatangkan bakalan/ bibit dari Provinsi NTB, NTT, Jatim, Bali, Sulawesi Selatan dan bahkan Kalimantan Selatan sendiri juga mengirim sapinya ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Jumlah pengiriman sapi potong ke Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah pemasukan sapi selama 3 tahun terakhir terus meningkat. Data pemasukan sapi pada tahun 2009 adalah 19.026 ekor dengan 362 frekuensi angkut, pada tahun 2010 adalah 32.588 ekor dengan 685 frekuensi angkut, pada tahun 2011 adalah 47.831 ekor dengan 856 frekuensi angkut dan pada tahun 2012 sampai dengan Juni adalah 21.601 ekor dengan 436 frekuensi angkut Tabel 2.
bentuk corporate social responsibility (CSR) dan usaha masyarakat sendiri. Informasi kinerja penyebaran sapi potong dan pola kemitraan di berbagai kelompok peternak (Tabel 3). Secara umum pembukuan kelompok (administrasi dan catatan mutasi ternak kurang) hanya diperhatikan pada saat tahun pertama berjalan.Pada tahun berikutnya, pembukuan kelompok dan ternak tidak rapi, bahkan tidak ada catatannya. Penerimaan peternak dari hasil penjualan sapi terlihat cukup baik. Pada usaha pembesaran, peternak memperoleh hasil sekitar Rp. 2-2,5 juta/ekor/9 bulan, pada usaha pembibitan sekitar Rp. 5-7 juta/ekor/5 tahun, dan dan pada usaha campuran (pembesaran + pembibitan) peternak memperoleh hasil sekitar Rp. 10-12 juta/ 2 ekor/5 tahun.Nilai tambah untuk usaha pembibitan masih rendah dan tampaknya masih layak diusahakan walaupun dalam jangka waktu yang lama (>5 tahun). Matatula (2010) melaporkan analisis usaha sapi potong pola gaduhan di Seram Bagian Barat yang menyatakan bahwa pola gaduhan sapi potong rakyat merupakan salah satu model kemitraaan yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha sapi potong dengan B/C rasio selama 6 tahun mencapai 1,4 serta Internal rate of return (IRR) mencapai 30,87% atau diatas tingkat disconto 12% yang berarti usaha yang “bankable”.
Pengembangan sapi potong Mempertimbangkan adanya kesenjangan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Dinas Peternakan Provinsi telah melakukan berbagai langkah untuk peningkatkan populasi dan produksi sapi, diantara adalah dengan kegiatan penyebaran dan pengembangan sapi bakalan/bibit kepada kelompok peternak di sentra-sentra produksi sapi potong dengan agro ekosistim tanaman pangan dan perkebunan (sawit dan coklat). Selain usaha dari pemerintah juga dibantu dari swasta dalam
Tabel 2. Data pemasukan sapi ke Banjarmasin selama 3 tahun terakhir Tahun (ekor) 2009
Asal
2010
2011
2012 (s/d Juni)
Jumlah
Frekuensi
Jumlah
Frekuensi
Jumlah
Frekuensi
Jumlah
Frekuensi
Jawa Timur
7.429
131
14.413
332
26.953
496
15.069
311
NTB
2.996
157
4.193
164
7.427
250
4.572
98
NTT
8.592
73
9.410
99
13.084
88
1.950
26
4.549
86
9
1
3
1
256
14
20
3
97
5
10
1
14
3
32.588
685
47.831
856
21.601
436
Bali Jateng Sulsel Sulbar Total
19.026
362
Sumber: Balai Karantina Kalimantan Selatan (2012, diolah)
252
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 3. Profil responden kelompok peternak Informasi
Responden 1
Responden 2
Responden 3
Nama kelompok
Ternak mandiri
Lestari widodo
Damar wulan
Lokasi
Kutai Timur, Kalimantan Timur
Bangkayang Kalimantan Barat
Barito Kuala, Kalimantan Selatan
Agroekosistem
Perkebunan sawit
Perkebunan karet
Tanaman pangan
Jenis modal
Sapi, pembesaran
Sapi, Pembibitan
Sapi, pembibitan dan Penggemukan
Asal modal
Swasta-CSR (PT. Badak NGL)
Pemerintah (reguler)
Pemerintah-Program SMD
Jumlah modal
Rp. 500 juta
Rp. 300 juta
Rp. 300 juta
Model kandang
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Pola kemitraan
Bagi hasil
Perguliran
Perguliran dan bagi hasil
Sistem pengembalian
Dikelola kelompok, pembagian keuntungan 70% peternak 10% kelompok 20% yayasan
5 tahun, kembali sesuai fisik awal (sapi umur 1,5-2 tahun) Dikelola kelompok
Perguliran-pembibitan dan bagi hasil penggemukan Dikelola kelompok
Masalah
Terbatas waktu Seleksi anggota Hijauan pakan Bakalan mahal
Terbatas waktu Seleksi anggota Hijauan pakan Bakalan mahal
Seleksi anggota Bakalan Sulit
Manfaat bantuan
Anak sekolah, hajatan, renovasi rumah, tabungan kelompok
Anak sekolah, hajatan, renovasi rumah, tabungan kelompok
Anak sekolah, hajatan, renovasi rumah, tabungan kelompok
Pola pemeliharaan
Intensif, hijauan diaritkan, dedak
Semi intensif Sepanjang siang diangon dan malam dikandangkan
Semi intensif (pembibitan) dan Intensif (pembesaran), pakan rumput/ jerami
Nilai tambah (Rp.)
Rp. 2-2,5 juta/ekor/ 9 bulan
Rp. 5-7 juta/ekor/5 tahun
Rp. 10-12 juta/2 ekor/5 tahun
Pembukuan pada tahun kedua, dan seterusnya
Kurang rapi
Tidak rapi
Tidak rapi
Kegiatan berikutnya
Berlanjut
Berlanjut
Berlanjut
Sumber: Sumanto et al. 2012
Pola pemeliharaan dan kemitraan Pola pemeliharaan sapi untuk pembibitan umumnya dilakukan peternak secara semiintensif di perdesaan. Pola semi intensif diartikan sapi tidak dikandang sepanjang pagi sampai sore hari. Diluar kandang, sekelompok sapi digembalakan yang dikawal seorang penggembala untuk merumput di lahan-lahan sekitar perkebunan, bekas lahan sawah dan di palawija, lahan bera, dan lain-lain. Selanjutnya
sore-pagi, sapi dikandangkan dengan memberikan pakan rumput-rumputan yang diperoleh dengan diarit dan ditempatkan di kandang serta kadang-kadang ditambah pakan penguat berupa dedak, ampas tahu, atau onggok. Cara lainnya adalah dengan sapi diikatkan pada tempat khusus didekat kebun milik peternak untuk merumput sepanjang hari. Pada usaha penggemukan/pembesaran sapi dilakukan pola intensif, dimana secara terus menerus sapi berada di kandang dan pakan
253
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
rumput-rumputan dan tambahan pakan dedak, ampas tahu atau pakan lain disediakan dikandang. Konsekuensinya adalah peternak sekurang-kurangnya harus menyediakan biaya tunai untuk membeli dedak, ampas tahu dan pakan lainnya. Tidak jarang penyediaan hijuan diperoleh dengan cara mengarit dengan tenaga sendiri yang tidak pernah dihitung dengan uang atau kadang-kadang juga terpaksa beli rumput karena peternak ada keperluan lain. Pola pemeliharaan sapi tersebut tidak terlepas dari keberadaan lahan yang tersedia dilokasi peternak dimana umumnya integrasi tanaman-ternak telah menjadi salah satu pilihan dalam pengembangan pembangunan di bidang tanaman pangan, peternakan, perkebunan dan kehutanan. Hal ini diyakini dapat meningkatkan pendapatan petanipeternak melalui diversifikasi usaha. Melalui diversifikasi usaha minimal resiko adanya kegagalan usaha dari salah satu komoditi yang sedang dijalani dapat ditutupi dari usaha lain yang masih memberikan nilai keuntungan. Disamping itu, tujuan lainnya adalah untuk meminimalkan kebutuhan biaya input, dimana input yang diperlukan dalam memproduksi satu komoditi dapat dipenuhi sendiri dari output komoditi yang lain, misalnya kotoran sapi untuk pupuk tanaman sawit, padi, jagung, dan lain-lain. Dengan demikian pola integrasi tanamanternak telah menjadi salah satu model program pengembangan komoditi tanaman perkebunan dan peternakan di Kalimantan. Khusus pada lahan perkebunan sawit milik negara yang berpotensi sebagai sumber pakan, sedang dilakukan dalam rangka pemanfaatan limbah sawit untuk tujuan produksi dan pengembangan sapi potong. Kajian tersebut diharapkan tidak hanya dapat memberikan nilai tambah bagi kegiatan usaha sapi, tetapi juga kepada pihak perkebunan sawit secara keseluruhan yang awalnya hanya sebagai penguasa lahan sawit. Potensi luas lahan perkebunan, kehutanan dan tanaman pangan di Kalimantan ternyata masih mampu menampung sapi lebih dari 2,5 juta ekor (Sumanto et al. 2012). Perkebunan sawit juga ditenggarai berpotensi besar sebagai solusi untuk wilayah pengembangan sapi potong di Indonesia (Budi et al. 2013).
254
Program pengembangan/pembesaran atau penggemukan sapi potong beberapa tahun cenderung berubah-ubah di Kalimantan terkait dengan proses, sistim, skala dan target yang bervariasi disesuaikan dengan waktu dan kebutuhan masyarakat setempat. Tipe model pengembangan sapi potong dari waktu ke waktu dapat diringkas seperti yang tertera pada Tabel 4. Pelaksanaan pengembangan sapi dilakukan dengan memberikan satu atau dua indukan sapi per Kepala Keluarga (KK) yang tergabung dalam suatu kelompok tani/peternak disertai dengan beberapa pejantan sebagai pemacek yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Model pemeliharaan sapi diarahkan untuk kandang berkelompok, namun tidak tertutup pemeliharaan sapinya dilakukan pada kandang individu peternak. Secara umum pola perguliran sapi dalam jangka waktu 5 tahun, dimana setiap peternak penerima sapi harus sudah mengembalikan sejumlah sapi yang diterima terdahulu dan hasil guliran tersebut oleh kelompok digulirkan lagi kepada peternak yang belum memperoleh bagian guliran sapi. Untuk tujuan pembesaran/penggemukan sapi, cara pengembaliannya adalah dengan sistim bagi hasil keuntungan dengan format 70% pemelihara: 30% pemodal (25% kelompok/pemodal dan 5% kas kelompok), tetapi ada juga dengan bagi hasil keuntungan 60% pemelihara: 40% pemodal (30% pemodal, 10% pendampingan). Peran pemerintah, swasta, masyarakat dan partisipasinya Secara umum penyebaran sapi pemerintah adalah untuk tujuan pembibitan dan hanya sebagian kecil untuk tujuan penggemukan atau sebagai usaha pembesaran sapi. Peran swasta atau masyarakat biasanya mengusahakan sapi untuk penggemukan/pembesaran, karena pemeliharaan sapi bakalan tersebut tidak dalam waktu yang lama, misalnya untuk penggemukan sapi sekitar paling lama 3 bulan dan pembesaran sapi dilakukan dalam kurun waktu 9-10 bulan. Umumnya hasil usaha tersebut ditargetkan akan dijual pada bulan lebaran/haji (permintaan tinggi) dengan harapan harga jualnya akan lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 4. Tipe pengembangan sapi potong di Kalimantan Item
Sebelumnya
Saat ini
Peran pemerintah
Dominan
Kerjasama, fasilitator /pendorong
Peran peternak
Tak dominan
Kerjasama, dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan
Skala penyebaran/penerima
1 ekor
Dominan 2-3 ekor
Pengelolaan dana
Dominan pemerintah
Dialihkan ke penerima, pembelajaran admin keuangan dan manajemen
Target penerima
Individu
Kelompok, kandang kelompok
Tujuan
Pembibitan
Pembibitan saja Pembibitan dan penggemukan
Pola pengembalian
Digulirkan dan ada yang ditarik kembali sebagai hasil PNBP
Bansos Digulirkan/aset kelompok Bagi hasil
Waktu dan cara kembali
Untuk pembibitan: 5 tahun/jumlah induk sapi diterima dan lunas, lalu hasil setoran ditarik sebagai PNBP atau digulirkan ke peternak lain
Untuk pembibitan: 5 tahun/jumlah diterima dikembalikan sama dgn kondisi semula untuk digulirkan ke peternak lain
Untuk pembesaran/penggemukan: Dana pokok PNBP Hasil keuntungan dibagi 70% peternak: 30% pemerintah (PNBP)
Untuk pembesaran/penggemukan: Dana pokok ke kelompok (modal kembali) Hasil keuntungan dibagi 70% peternak: 30% kelompok (20% pendamping, 10% kas kelompok)
Umumnya pola penyebaran sapi induk dan pejantan yang didanai dari pemerintah dilakukan dengan cara perguliran dan telah diatur serta dituangkan dalam surat keputusan Gubernur. Sedangkan usaha sapi potong yang didanai sendiri dari masyarakat peternak atau dana CSR lebih banyak disukai dalam bentuk usaha penggemukan atau pembesaran bakalan sapi dengan alasan bahwa lebih menguntungkan dan waktunya lebih pendek sehingga waktu perputaran modal lebih cepat dibandingkan dengan untuk usaha pembibitan. Pola pengembalian usaha penggemukan atau pembibitan sapi dilakukan dengan cara bagi hasil keuntungan melalui proses kesepakatan bersama antara pemodal dan penerima modal/kegiatan. Sedangkan usaha sapi potong pola Inti-plasma yang terjadi seperti pada agribisnis ternak ayam ras belum dapat berkembang, karena nilai bisnisnya belum nyata yang disebabkan nilai input tidak seimbang (harga sapi bakalan tinggi karena
ongkos tranport mahal) dengan nilai harga jualnya. Pola inti plasma sapi potong telah dicoba oleh koperasi milik Dinas Peternakan Kalimantan Timur, namun hasilnya kurang menggembirakan dan saat ini pola tersebut belum dikembangkan lagi. Pemerintah Model pembibitan sapi di peternak telah dianalisis banyak pakar bahwa hasil nilai tambah yang dirasakan terlalu lama dan hanya memperoleh keuntungan sedikit oleh peternak. Peternak baru memperoleh hasil anakan sapi minimal pada tahun kedua, sedangkan satu tahun sebelumnya peternak perlu mengelola sapi yang memerlukan biaya dan tenaga untuk membuat kandang dan mencari pakan hijauan. Tujuan untuk memperoleh penghasilan dari sapi dalam kurun waktu tertentu tidak selalu menjadi sasaran utama, namun yang penting
255
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
bahwa sapi dipakai sebagai alat tabungan peternak yang sewaktu-waktu akan dijual bila diperlukan. Dengan kondisi umumnya seperti ini, maka apabila dilakukan analisis secara bisnis tampaknya dapat berpotensi merugi. Untuk itu model pembibitan sapi kurang diminati oleh pihak swasta, karena umumnya pertimbangan nilai untung-rugi menjadi prioritas utama. Hal ini berbeda dengan usaha penggemukan sapi yang tampaknya tak bermasalah dalam proses pengelolaannya dan banyak masyarakat yang berminat dalam usaha ini. Untuk itu dalam tugas pengembangan sapi potong, program pemerintah yang selalu berperan dan terus mencari berbagai cara agar peternak tetap mau berpartisipasi dalam pengembangan sapi dan juga memperoleh nilai tambah yang lebih bermanfaat. Untuk tahun 2012, Dinas Peternakan Kalimantan Timur telah mencoba untuk mengembangan sapi potong dan sekaligus untuk peningkatan pendapatan peternak dengan memberikan 5 ekor sapi/peternak (tergabung dalam kelompok) yang terdiri dari 2 induk, 1 pejantan dan 2 bakalan sapi. Dengan memberikan 2 bakalan sapi untuk usaha penggemukan dengan waktu yang relatif pendek dibandingkan dengan usaha pembibitan, maka peternak dapat memperoleh pendapatan sebelum anak sapi lahir dari usaha pembibitannya. Apabila lama penggemukan sapi antara 3-6 bulan/periode, maka peternak paling sedikit dapat mendapat nilai tambahan 2-4 kali dari hasil keuntungan penjualan sapi penggemukan dibandingkan dengan tanpa adanya usaha penggemukan sapi. Program ini telah dilakukan oleh Dinas Kalimantan Timur di beberapa kabupaten, yaitu: Pasir, Panajam, Pasir Utara, Berau, Bulungan dan Kutai Timur. Perusahaan (CSR) Kalimantan memiliki potensi sebagai wilayah tambang, tidak terkecuali di Kaltim yaitu minyak, gas dan batubara. Hingga tahun 2010 tercatat sebanyak lebih dari 15 perusahaan (Kalimatan Timur dalam angka, 2011). Hasil kekayaan ini telah dikelola dan dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan daerah dan juga sebagai penghasilan masyarakat sekitar. Sebagian hasil dari
256
keuntungan perusahaan telah disisihkan sebagai dana CSR yang digunakan untuk tujuan bantuan kemanusiaan/sosial di wilayah sekitar operasional perusahaan, seperti untuk bantuan pendidikan, bangunan mesjid, pelatihan-pelatihan dan juga usaha ternak. Dalam rangka membantu pengembangan sapi oleh pemerintah yang dananya juga terbatas, perusahaan swasta melalui dana CSR telah ikut berpartisipasi untuk menambah penghasilan masyarakat sekitar perusahaan melalui usaha penggemukan sapi yang tergabung dalam kelompok tani. Peran CSR swasta dalam penambahan modal kerja untuk usaha penggemukan sapi potong telah memberikan nilai tambah yang cukup nyata bagi masyarakat sekitar Salah satunya seperti yang ditemui di Kelompok Ternak Mandiri, di desa Suka Rahmat, kecamatan Teluk Pandan, Kutai Timur (Sangata) dengan binaan dari PT. Badak NGL. Melalui bantuan modal untuk pembesaran sapi minimal setiap anggota kelompok memperoleh nilai tambahdariseekor sapi sekitar Rp. 2-2,5 juta/9 bulan (Sumanto et al. 2012). Tingkat pemberdayaan dan manfaat kemitraan Program pengembangan sapi potong di Kalimantan saat ini telah melibatkan peran peternak/kelompok peternak yang dahulu masih selalu diinisiai oleh Pemerintah. Keberadaan kelompok peternak wajib dilibatkan sejak awal perencanaan apabila kegiatan akan diusulkan. Makna pemberdayaan adalah disamping memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau otoritas ke pihak lain juga upaya memberi kemampuan pada pihak yang dianggap tidak atau belum berdaya. Penunjukkan target kelompok peternak umumnya adalah kelompok peternak yang sudah pernah memelihara sapi, seperti eks wilayah trasmigrasi dari Jawa dan Bali, namun terdapat juga pemilihan target kelompok yang belum berpengalaman, seperti pada penduduk lokal. Pemilihan target kepada kelompok peternak eks Jawa, karena pihak pemda ingin bahwa pengembangan sapi harus berhasil dan jumlah populasi terus berkembang. Untuk mengurangi adanya kecemburuan sosial masyarakat, maka target pengembangan sapi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
juga dilibatkan penduduk lokal melalui transfer pengetahuan dari eks Jawa ke penduduk lokal. Target wilayah penyebaran sapi masih terdapat untuk kelompok yang dibentuk secara mendadak, sehingga tingkat pemberdayaan dan keberhasilan kelompok masih diragukan. Sesuai tingkatan pemberdayaan yang dilansir Labsosio UI (2006) bahwa tingkat keterlibatan kelompok peternak ini masih dalam tingkatan partisipasi, dimana pemda bersama peternak sama-sama aktif sebagai pelaku pembangunan. Pemda dalam hal ini hanyalah sebagai fasilitator, dan hal ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu oleh Mardi (2000). Daya tawar cara berdagang sapi oleh petani masih lemah, karena penampung (blantik) masih dominan. Daya tawar ini harus dibangun untuk kesejahteraan dan penguatan kedaulatan petani agar bisa menjadi aktor pembangunan yang punya posisi tawar dalam penjualan sapi. Manfaat adanya kegiatan pengembangan sapi potong telah dirasakan oleh anggota kelompok peternak, dimana hasilnya dapat dipakai untuk keperluan anak sekolah, perbaikan rumah dan juga untuk menambah kas keuangan kelompok. Dengan demikian anggota kelompok telah merasa bahwa kelembagaan kelompok adalah milik bersama. Potensi lahan yang luas dan hijauan yang berlimpah memberi peluang untuk mengembangkan sapi potong. Lahan untuk pembukaan kawasan sawit baru dapat dibarengi dengan kebijakan pemda setempat bahwa dalam 1 ha lahan sawit harus diimbangi dengan adanya 1 ekor sapi potong untuk pengembangan. KESIMPULAN Pengembangan sapi potong melalui penyebaran induk dan pejantan telah dilakukan di Kalimantan melalui kemitraan bagi hasil, baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sendiri. Pola bagi hasil terhadap usaha sapi potong tampak beragam, nilai penghasilan peternak juga bervariasi, bermanfaat, dan pola tersebut dapat diterima dengan baik oleh para peternak yang bergabung dalam kelompok. Ketersediaan sapi potong masih belum mencukupi jumlah kebutuhanya, meskipun
potensi lahannya masih dapat menampung sapi lebih dari 2,5 juta ekor. Terdapat kendala dalam peningkatan skala usaha, karena keterbatasan untuk memperoleh bibit dan keterbatasan waktu kerja untuk penyediaan pakan hijauan segar. Tingkat keterlibatan kelompok peternak masih dalam tingkatan partisipasi, dimana pemda bersama peternak sama-sama aktif sebagai pelaku pembangunanPemda dalam hal ini hanyalah sebagai fasilitator. DAFTAR PUSTAKA Balai
Karantina Kalimanatan Selatan. 2012. Laporan Sementara Pemasukan Ternak di Kalimanatan Selatan.
BPS Kalimantan Barat. 2011. Kalimantan Barat Dalam Angka 2011. BPS Kalimantan Barat. BPS Kalimantan Selatan. 2011. Kalimantan Selatan Dalam Angka 2011. BPS Kalimantan Selatan. BPS Kalimantan Timur. 2011. KalimantanTimur Dalam Angka 2011. BPS Kalimantan Timur. Budi WR, Syatrya Utama, Renda D, Tri Mardi R, Windi L. 2013. Integrasi Sapi-Sawit: Solusi itu datang dari Kebun Sawit. Agrina. 8(199). Dinas Peternakan Kalimantan Barat. 2011. Statistik Peternakan Kalimantan Barat 2011. Dinas
Peternakan Kalimantan Selatan. 2011. Statistik Peternakan Kalimantan Selatan 2011.
Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 2011. Statistik Peternakan Kalimantan Timur 2011. Diwyanto K, Inounu I, Setioko AR, Subandriyo, Putu Kompiang I, Parede L, Priyanti A, Eny Martindah, Ratna Ayu Saptati, Imas Sri Nurhayati. 2007. Pemberdayaan masyarakat melalui model pengembangan usaha sapi potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Labolatorium Sosio UI. 2006. Proposal Tinjauan Sosial Budaya Terhadap P4MI di Tiga Kabupaten. Pusat Kajian Sosiologi- FISIP UI. Matatula JM. 2010. Analisis Finansial Usaha Peternakan Sapi Potong Pola Gaduhan di Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Jurnal Agroforestri. Mardi YH. 2000. Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi: Tinjauan Teoritik dan Implementasi. Makalah Disampaikan pada Seminar Sehari Pemberdayaan Masyarakat yang diselenggarakan Bappenas di Jakarta.
257
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Pervaiz A, Knipscheer HC. (1989). Conducting onfarm animal research: procedure and economic analisis. Winrock International Institute, USA and IDRC-Canada. PPSKB. 2011. Sensus Peternakan 2011. Ditjen PKH.
258
Sumanto I, Wayan M, Juarini E, Lisa P. 2012. Laporan Sementara Kajian Sapi Potong Pola Inti Plasma di Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan.