MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG (Kasus di Wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya) Sugeng Winaryanto, Unang Yunasaf dan Syahirul Alim*) HP: 08122116752, email:
[email protected] * Staf edukatif pada Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
THE COMMUNITY EMPOWERMENT MODEL THROUGH BEEF CATTLE FARMING DEVELOPMENT (A Case at South Area Tasikmalaya Regency) ABSTRACT The objective of research was to study: (1) local resource potencies in supporting beef cattle farming at south area Tasikmalaya district, (2) The model of community empowerment through beef cattle farming development, (3) farm management feasibility based on local resources. Observation unit was the beef cattle management on the members of “Sugih Mukti” farmers group. Analysis approach was technical feasibility and business aspects. The study showed that: (1) the beef cattle farming development i.e. PPK-IPM program could be an alternative in community empowerment, (2) the community empowerment model through beef cattle farming development is a model which integrated development resource of the farmers and supply input and the organization was strong, (3) for feasible beef farm business at family farming scale at least should rear two head of local beef cattle. Key word: The Community empowerment model, beef farming development
PENDAHULUAN Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu kawasan yang telah dicanangkan sebagai kawasan andalan bagi pengembangan agribisnis di Jawa Barat. Selama ini, khususnya untuk wilayah Selatan kabupaten tersebut merupakan daerah dengan populasi ternak ruminansia yang relatif tinggi seperti ternak sapi potong. Mengingat potensi lahannya untuk pengembangan ternak ruminansia relatif masih cukup tersedia, maka diharapkan komoditas ternak sapi potong mampu berkembang di wilayah bagian selatan Kabupaten Tasikmalaya tersebut. Di Kabupaten Tasikmalaya populasi sapi potong di wilayah selatan yang terdiri dari enam kecamatan mencapai 51 persen dari total sebanyak 13.728 dan sekitar 42 persen
1
tersebar di dua kecamatan di Wilayah Tengah yaitu Kecamatan Cibalong dan Salopa (Disnak Jabar dan LPM Unpad, 2001). Salah satu strategi di dalam mendorong tumbuhnya wilayah tersebut sebagai kawasan andalan angribisnis adalah melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat ini dipandang penting, karena lebih bertumpu pada rakyat (people centered development), dimana rakyat tidak semata-mata sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek yang turut serta di dalam merencanakan, melaksanakan serta mengevaluasi proses pembangunan (Kusnaka dan Harry, 2001). Dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat akan memungkinkan tumbuhnya kemandirian pada masyarakat setempat. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan suatu sistem yang memungkinkan masyarakat dapat mengorganisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, termasuk di dalam memanfaatkan dukungan potensi sumberdaya lokal. Salah satu bagian dari sistem tersebut adalah penyusunan model pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan usaha sapi potong.
METODE PENELITIAN Sesuai dengan kelompok sasaran dalam pengkajian ini, maka kajian di lapangan dilakukan di wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya. Penetapan kabupaten ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa di wilayah tersebut dijumpai peternakan yang berbasis sumber daya lokal, yaitu ternak ruminansia khususnya sapi potong. Lokasi penelitian dipilih secara purposif yaitu desa Linggalaksana, di desa tersebut telah berkembang usaha sapi potong dan dipandang dapat menjadi sumber pendapatan masyarakatnya sebagai bentuk dari usahatani yang bersifat komplementer dengan usahatani lainnya. Unit pengamatannya adalah usahatani ternak sapi potong dari anggota kelompok Sugih Mukti. Pendekatan analisis dilakukan terhadap aspek kelayakan teknis
dan
usaha.
Dalam
mengkaji
penyusunan
model
memperhatikan asumsi yang didasarkan pada realitas di lapangan..
2
pemberdayaan
HASIL DAN PEMBAHASAN Model Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Ternak Sapi Potong odel pemberdayaan dengan merujuk kepada pendapat Dedi (2001) disini dimaksudkan sebagai suatu bentuk representatif di dalam memberdayakan masyarakat
atau
suatu
bentuk
memberdayakan masyarakat.
penyederhanaan
dari
tahapan
atau
proses
Proses memberdayakan masyarakat sendiri seperti
dikemukakan Rianingsih (1996) diartikan sebagai suatu upaya penguatan masyarakat dengan cara memberikan motivasi dan dorongan agar masyarakat dapat menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya.
Dengan
demikian model pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan ternak sapi potong dapat diartikan sebagai suatu representasi berupa tahapan-tahapan di dalam menguatkan masyarakat agar dapat menggali potensi atau daya yang dimilikinya, yang dilakukan melalui pengembangan usaha ternak sapi potong. Dalam kajian model ini salah satu bentuk rujukannya adalah kegiatan pengembangan usaha peternakan sapi potong dari kegiatan Program Pendanaan Kompetisi Indek Pembangunan Masyarakat (PPK-IPM) yang dilaksanakan di Kabupaten Tasikmalaya. Dari hasil pengamatan di lapangan kegiatan pengembangan usaha sapi potong melalui kegiatan PPK-IPM tersebut, khususnya sasaran masyarakatnya yang terhimpun pada Kelompok Tani Sugih Mukti di Desa Linggalaksana Kecamatan Cikatomas menunjukkan tingkat kemajuan sebagai suatu hasil dari proses pemberdayaan masyarakat. Saat ini melalui introduksi usaha sapi potong pada anggota masyarakat di desa tersebut telah mampu menjadi faktor yang ikut mendorong peningkatan pendapatan dan aktivitas ekonomi produktif lainnya. Tingkat pemilikan ternak, ketika sebelum dan setelah program berlangsung berubah dari yang asalnya hanya memelihara 1 ekor ternak berubah menjadi empat ekor ternak selama 2,5 tahun program berjalan. Pembangunan dalam paradigma pemberdayaan masyarakat akan bersipat peoplecentered, participatory, empowering, dan sustainable (Chambers, 1995) Menurut Kartasasmita (1996) upaya yang dilakukan di dalam memberdayakan masyarakat
3
dapat memiliki dimensi: (1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang (enambling), (2) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).
Perkuatan ini meliputi langkah-langkah
nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat makin berdaya, (3) memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan, yang pertama, harus merupakan upaya yang terarah (targeted) atau pemihakan.
Kedua, harus langsung
mengikutsertakan atau dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat yang miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Pendekatan
kelompok adalah yang paling efektif, juga efisien bila dilihat dari penggunaan sumber daya (Kartasasmita, 1996).
Memperhatikan
kegiatan pengembangan usaha sapi
potong melalui kegiatan PPK-IPM, khususnya pada Kelompok Tani Sugih Mukti di Desa Linggalaksana Kecamatan Cikatomas menunjukkan bahwa kegiatan yang dilaksanakannya relatif sudah memperhatikan
sifat-sifat sebagai suatu bentuk
pembangunan yang bercorak pemberdayaan masyarakat. Masyarakat tidak dilihat sebagai obyek melainkan subyek dari pembangunan yang dilakukan, sehingga penekanan
partisipasi
dari
masyarakat
menjadi
lebih
menonjol.
Upaya
pemberdayaannya sudah bersifat spesifik atau terarah, yang disesuaikan dengan faktor keunggulan potensi wilayah setempat, dan target atau yang menjadi sasaran pemberdayaan diutamakan anggota masyarakat yang relatif
perlu ditingkatkan
kesejahteraannya tetapi dengan disertai dengan bentuk penguatan potensinya. Kegiatannyapun dari awal dimulainya program sampai taraf monitoring dan evaluasi relatif selalu melibatkan sasaran dan kelompok. Faktor ketiga yang relatif signifikan di dalam lancarnya kegiatan tersebut adalah digunakannya pendekatan kelompok sebagai basis di dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut. Tahapan-tahapan
umum
yang
menggambarkan
masyarakat melalui pengembangan usaha sapi potong
4
proses
pemberdayaan
yang secara komparatif
didasarkan pula pada kegiatan pengembangan sapi potong melalui program PPK-IPM adalah meliputi: persiapan program, sosialisasi program, penetapan lokasi, identifikasi sasaran dan legalisasi kelompok, perencanaan partisipatif, pelaksanaan kegiatan pengembangan program, dan evaluasi. Kelayakan Usaha Sapi Potong Berbasis Sumberdaya Lokal Keberadaan usaha sapi potong bagi masyarakat di Wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya merupakan bagian dari cabang usaha di dalam memperoleh pendapatan dari petani peternak pemeliharanya. Oleh karenanya dalam rangka pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan usaha sapi potong, maka usaha sapi potong tersebut lebih diarahkan sebagai usaha sambilan atau cabang usaha yang diintegrasikan ke dalam sistem usahtani.
Bangsa sapi yang dipelihara peternak
adalah sapi hasil persilangan, yaitu sekitar 80 persennya Peranakan Ongole dan Brahman, sisanya adalah Limousine dan Simmental. Lamanya sapi dipelihara untuk tujuan penggemukkan sekitar 4-5 bulan, sedangkan untuk pembibitan sampai umur satu tahun. Nilai investasi untuk usaha sapi potong penggemukan adalah sebesar Rp. 5.370.000,00 per ekor. Sebagian besar (79,14 persen) dari dana tersebut dialokasikan untuk pembelian ternak bakalan.
Selebihnya untuk membiayai pembangunan
kandang, peralatan, dan modal kerja atau penyediaan pakan selama dua bulan. Secara operasional modal investasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk memelihara sapi potong untuk penggemukan, dengan periode pemeliharaan selama 3 bulan.
Dengan demikian selama pinjaman 1 tahun dapat dimanfaatkan untuk
memelihara sapi potong sebanyak 4 periode. Kelayakan investasi usaha penggemukkan sapi potong baru memenuhi kiteria kelayakan pada tingkat suku bunga sebesar 12 persen per tahun. Melihat keragaan tersebut meskipun dengan jumlah investasi yang relatif tidak jauh berbeda, serta tingkat bunga yang rendah, yaitu 12 persen per tahun, usaha ternak sapi potong sangat sulit untuk dijadikan usaha mandiri, bila usahanya hanya satu ekor. Oleh
5
karenanya, usaha ternak demikian harus tetap merupakan usaha yang terintegrasi dengan usahatani lainnya. PERSANTUNAN Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak Universitas Padjadjaran yang telah membiayai penelitian ini melalui Dana DIPA tahun Anggaran 2009. SIMPULAN (1) Pengembangan usaha sapi potong seperti pada Program PPK-IPM dapat menjadi salah satu alternatif di dalam memberdayakan masyarakat di Wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya. (2) Model yang dapat dikembangkan di dalam memberdayakan masyarakat di wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya adalah model pengembangan usaha sapi potong secara terpadu atau sinergi, yang mengintegrasikan pengembangan sumberdaya peternak dengan penyediaan sarana atau input dan dukungan organisasi program yang kuat. (3) Untuk mencapai kelayakan usaha sapi potong sebagai cabang usahatani yang dikelola oleh satu rumah tangga peternak sekurang-kurangnya harus memelihara sebanyak dua ekor sapi potong. DAFTAR PUSTAKA Chambers, R. 1995. “Poverty and Livelihood: Whose Reality Count?” Dalam: People From Improverishment to Empowemnet. New York: Uner Kirdar dan Leonard Silk (Eds), New York University Press. Disnak Jabar dan LPM Unpad, 2001. Analisis Penetapan Potensi Pengembangan Ternak Unggulan dan Pemetaan Kawasan Agribisnis Peternakan di Kabupaten Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Proyek Penataan Wilayah Pengembangan Agribisnis Peternakan di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cianjur dan Sukabumi. Dedi, M. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Bandung. Kartasasmita, G. 1996. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat. Institut Teknologi Bandung. Kusnaka, A, dan H. Harry. 2001. Participatory Research Appraisal: Dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung. Rianingsih, D, 1966. Berbuat Besama Berperan Setara: Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal. Drymedia untuk Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara.
6