Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
KENDALA SOSIAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (KASUS CORPORATE FARMING) DI KABUPATEN GROBOGAN (Social Problem on Community Emprovement Face to Beef Cattle Development Program (Case on Corporate Farming) in Grobogan Regency) DYAH MARDININGSIH, B. TRISETYO EDDY, D. SRIYANTO dan A. SONJAYA Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang
ABSTRACT The research was aimed to study the behavior of beef cattle farmer`s in Corporate Farming Bersemi and problems faced by other stakeholders of beef cattle development. The research was a case study with quantitative approach. Data was collected by field observation, depth interviewand focus group discussion. Data was analysed descripturly and were presented naratively. The results showed that corporate farming bersemi was a concept of plant and animal integration. The credit scheme were not properly done. The farmers employment faced the technological constraints, especially on application of artificial insemination. In turn, it affected the attitude of the farmers on the animal possession, so that it can not encourage their existeance. However the establishment of corporate farming gave the people on experience in practicing agribusiness. Key Words: Social Problem, Community Emprovement, Beaf Cattle ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuin perilaku petani ternak dalam usaha ternak sapi potong di Corporate Farming Bersemi, dan masalah yang dihadapi para stakeholder dalam prospek pengembangan. Penelitian menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Informasi melalui observasi lapangan, wawancara mendalam, dan Focus Group Discussion (FGD). Data diolah menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang disajikan dalam bentuk naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program Corporate Farming (CF) bersemi merupakan konsep integrasi tanaman dan ternak. Pelayanan dengan penyediaan sapi Peranakan Ongole (PO) sebagai ternak bibit. Program kredit tidak berjalan dengan baik. Pemberdayaan peternak sapi belum sepenuhnya berhasil karena kendala teknologi dan sikap masyarakat terhadap rasa kepemilikan ternak. Kegagalan program Inseminasi Buatan menimbulkan sikap negative peternak terhadap teknologi ini. Namun dengan adanya usaha ternak sapi telah memberi pembelajaran kepada peternak dalam usaha agribisnis. Kata Kunci: Kendala Sosial, Pemberdayaan Masyarakat, Sapi potong
PENDAHULUAN Sejak dekade tahun 1990 sampai sekarang pendekatan pembangunan manusia pada negara miskin dan berkembang lebih dititik beratkan pada pembangunan social dan lingkungan. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, strategi yang digunakan adalah pembangunan yang berdimensi pelayanan sosial dan diarahkan pada kelompok sasaran melalui
pemenuhan kebutuhan pokok. Pembangunan diorientasikan pada manusia untuk berbuat melalui upaya pembangunan sosial, pengembangan kelembagaan, dan pendidikan sosial dalam rangka menumbuhkan partisipasi kemandirian dan etos kerja sangat konsisten bagi pembangunan yang berwawasan kualitas manusia (SUPRIATNA, 2000). Coorporate Farming (CF) merupakan program yang dikembangkan oleh Departemen
227
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Pertanian sebagai aplikasi dari konsep usaha pertanian kooperatif yang diuji coba pada komoditas pangan dan perkebunan dengan berbagai pola kemitraan (NAJIATI, 2004). Lebih lanjut dikatakan bahwa system ini pada dasarnya dimaksudkan untuk membentuk wadah usaha bersama yang professional sehingga mampu memiliki akses ke berbagai fasilitas ekonomi. DINAS PETERNAKAN (2001) menjelaskan bahwa Corporate Farming merupakan pengembangan konsep Integrasi tanaman dan ternak (Crop Livestock System/CLS) yang merupakan pola usaha tani yang mengintegrasikan kegiatan agribisnis mulai dari budidaya sampai pengolahan hasil dan pemasarannya serta pengusahaan beberapa komoditas yang saling menunjang dalam satu unit pengolahan usaha tani. PRASETYO (2001) menerangkan ada empat sub system yang dikembangkan dalam model CLS yaitu pengadaan sarana produksi tanaman dan ternak, proses produksi, penanganan panen, dan pemasaran hasil. Program Corporate Farming merupakan salah satu implementasi kebijakan pembangunan peternakan Jawa Tengah dalam upaya peningkatan ketahanan pangan dan swasembada pangan 2005. Berdasarkan kondisi sosial ekonomi, system pertanian juga SDM pada tahun 2000 program Corporate Farming, ditetapkan diDesa Pilang Payung dan Desa Sugihan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan sebagai daerah percontohan pelaksanaan program Corporate Farming. Secara garis besar program kerja diarahkan pada kegiatan off farm dan on farm, meliputi pengadaan bibit sapi, benih padi dan jagung, alat mesin pertaniaan, obat-obatan ternak dan tanaman, AI, pupuk, pakan, gudang hasil panen, pemeliharaan sapi potong, limbah prtanian diolah menjadi pakan ternak, kotoran ternak diolah menjadi pupuk organik. Sapi potong merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek cerah mengingat pasar dalam negeri, pertumbuhan konsumsi lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan populasi dan produksi daging (DEPARTEMEN PERTANIAN, 1999). Menurut DARMONO (1993), usaha ternak sapi potong dan kerja mempunyai prospek menjanjikan didukung dengan pemasaran yang semakin baik. Dikatakan oleh MURTIDJO (1993), usaha ternak sapi potong dapat diarahkan pada
228
alternative tujuan yaitu: 1) usaha sapi potong untuk pembibitan, yang diharapkan hasil keturunannya. 2) usaha ternak sapi potong bakalan bertujuan untuk penggemukan. Corporate Farming sebagai bentuk kerjasama dibidang ekonomi pertanian dan peternakan dengan orientasi agribisnis komersial yang bertujuan memajukan kesejahteraan petani. Proses tersebut membutuhkan partisipasi dan kesadaran dari lembaga sebagai pengelola untuk melakukan pendekatan pembinaan melalui human approach dan human skill secara terus menerus sehingga menumbuhkan sikap dan tanggung jawab petani, berupa kepercayaan diri dalam mendukung produktifitas usahanya bagi peningkatan pendapatan menuju kesejahteraan. Begitu pula partisipasi petani selaku individu anggota masyarakat, tidak terlepas dari kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai subjek pembangunan didesa dengan menunjukkan adanya kualitas pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan sebagai dasar partisipasinya dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.(LOIS HAMDIN, 1991). Pembangunan yang berorientasi pada upaya penciptaan kemajuan sosial ekonomi yang didukung oleh pengorganisasian dan peran serta masyarakat selaku pelaku pembangunan banyak kendala atau hambatan sosial yang dihadapi, terutama dari petani selaku pelaku pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan atau kendala sosial yang ditunjukkan dari perilaku (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) petani anggota Corporate Farming terhadap pola usaha sapi potong yang diterapkan. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan, khususnya dalam pengembangan usaha sapi potong. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2004 dan merupakan penelitian diskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan di kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Daerah ini merupakan daerah percontohan program Corporate farming. Pengembangan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
program Corporate Farming ditetapkan di Kecamatan Toroh di Desa Pilang Payung dan Desa Sugihan. Empat belas peternak anggota Corporate Farming dilibatkan dalam penelitian yang dipilih secara acak sederhana dan 3 pengurus Corporate Farming. Data primer diperoleh dengan cara wawancara mendalam dan observasi partisipasi untuk mendapatkan informasi tentang perilaku (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan ) beternak sapi potong. Untuk memperoleh data pola perilaku peternak secara umum dilakukan dengan metoda FGD (Focus Group Disscussion). Data sekunder diperoleh melalui instansi terkait meliputi keadaan penduduk, topografi daerah dan data pendukung lainnya. Data yang diperoleh dicoding, ditabulasi dan dianalisis secara diskriptif kualitatif disajikan dalam bentuk naratif. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum daerah penelitian Kabupaten Grobogan terletak pada 7°0`−7°30` lintang selatan dan 110° 15`−111° 25` bujur timur dan terletak diantara dua pegunungan Kendeng yaitu Kendeng Utara dan Kendeng Selatan yang membujur dari barat ketimur. Batas-batas wilayah: • Sebelah utara: Kabupaten Pati, Kudus, dan Blora • Sebelah Selatan: Kabupaten Semarang, Boyolali, Sragen dan Ngawi • Sebelah Barat: Kbupaten Semarang dan Demak • Sebelah Timur: Blora Secara administrative wilayah Kabupaten Grobogan meliputi 19 kecamatan terdiri dari 273 desa dengan luas 197.586,420 Ha. Ketinggian rata-rata 41 m dari permukaan laut dengan suhu udara minimum 20°C dan maksimum 36°C, rata-rata suhu 28°C. Lahan sawah menempati areal yang cukup luas yaitu 31,41%. Keadaan ini mendukung usaha ternak sapi potong, karena limbah
pertanian dapat digunakan sebagai pakan ternak dan selama ini dapat menjamin ketersediaan pakan ternak sapi potong sepanjang tahun. Jumlah penduduk di Kabupaten Grobogan (BPS, 2001) sebesar 1.337.120 jiwa trdiri dari 661.894 pria (49,50%) dan 675.236 wanita (50,50%). Sebagian besar (64,22%) termasuk usia produktif. Pendidikan formal yang ditamatkan 50,90% penduduk tamat SD, sedangkan SLTP sampai Perguruan Tinggi 33,72%, tidak sekolah dan tidak tamat SD 15,28%. Dari data terlihat bahwa pendiikan formal penduduk (66,18%) masih rendah. Mata pencaharian penduduk sebagian besar (74,84%) petani dan buruh tani. Hal ini menyebabkan keberadaan sapi potong cukup berperan dalam membantu mata pencaharian pokok, jumlah ternak besar sebagian besar 123. 437 ekor (93,37%) adalah sapi potong. Dalam menjalankan usaha peternakan faktor manusia memegang peranan penting, oleh sebab itu petani ternak dalam hal pengetahuan, sikap, dan ketrampilan menjadi indikator utama bagi keberhasilan usahanya.. Keadaan umum Corporate Farming Bersemi Corporate Farming Bersemi merupakan suatu badan usaha yang berbentuk kerjasama ekonomi dibidang pertanian oleh sekelompok petani di Desa Pilang Payung dan Sugihan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan dengan mengintegrasikan tanaman pangan dan ternak. Corporate Farming Bersemi dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan dana yang bergulir dari APBN, pada bulan Agustus tahun 2000, dengan tujuan untuk mewujudkan suatu usaha pertanian yang mandiri, berdaya saing, dan berkesinambungan melalui pengelolaan usaha tani secara kooperatif. Anggotanya adalah para petani pemilik dan petani penggarap yang lahannya berada didalam area lahan Corporate Farming bersemi dan mereka bermukim di Desa Pilang Payung dan Sugihan. Bidang usaha yang dilakukan yaitu pertanian, peternakan dan simpan pinjam. Usaha bidang peternakan dilakukan dengan mendirikan unit peternakan sapi potong dan unit Inseminasi Buatan (IB). Unit usaha
229
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
peternakan sapi potong menyediakan bantuan modal berupa sapi kepada anggota dengan system gaduhan dan kredit. Kredit sapi potong dikenakan bunga menurun sebesar 1,5% perbulan dengan masa pelunasan 2 tahun. Gaduhan dengan system bagi hasil, dengan proporsi 70% peternak, 30% untuk CF bersemi. Jumlah petani yang mengikuti program ini pada awal pelaksanaan sebanyak 153 orang tetapi pada akhir tahun 2003, mengalami penurunan menjadi 142 orang. Usaha sapi potong diarahkan ke segmen pembibitan. Perkembangbiakan ternak dilakukan dengan IB bekerjasama dengan Dinas Peternakan Kabupaten Grobogan. Untuk memaksimalkan pelayanan IB “Corporate Farming” Bersemi telah memiliki seorang petugas inseminator yang khusus dilatih Dinas Peternakan dan mendapat inventaris sepeda motor untuk mobilitas. Untuk menunjang pengembangan usaha ternak sapi potong Corporate Farming Bersemi memiliki tiga buah kandang komunal. Kendala sosial usaha pengembangan sapi potong Selama hampir empat tahun Corporate Farming Bersemi berdiri terdapat beberapa masalah yang timbul dalam penerapan usaha ternak sapi potong. Hasil yang diperoleh selama ini masih belum seperti yang diharapkan. Hambatan dalam usaha meningkatkan pendapatan petani ternak melalui pengembangan sapi potong berasal dari perilaku petani ternak dalam memelihara ternaknya, maupun dari pengelola Corporate Farming Bersemi. Perilaku beternak petani ternak Perilaku beternak dapat dilihat dari pengetahuan, sikap, dan ketrampilan petani ternak dalam mengelola ternaknya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, sikap mereka masih menganggap bahwa beternak merupakan usaha sampingan atau untuk mengisi waktu setelah bertani. Mereka masih berpatokan pada usaha pertanian. Tingkat pengetahuan petani ternak tentang zooteknis masih belum optimal,
230
meskipun pada saat terjadi kesepakatan kredit maupun menggaduh petani ternak diberikan penyuluhan tentang zooteknik beternak sapi potong. Berdasarkan pengamatan dilapangan dalam memilih bibit sapi potong, para petani ternak cenderung senang memilih sapi yang kurus karena menurut pengalaman mereka, sapi yang kurus jika dipelihara akan cepat gemuknya. Pemilihan sapi potong yang akan dibeli sepenuhnya diserahkan pada petani pengambil kredit maupun gaduhan, termasuk tempat pembelian ternak dan tawar menawar harga. Corporate Farming bersemi hanya bertindak sebagai penyedia modal. Pemberian pakan masih belum sesuai untuk tujuan pembibitan. Pakan yang diberikan oleh peternak berupa jerami padi dan jerami jagung. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, sebanyak dua pikul (± 20−30 kg). Pemberian minum dilakukan 3 kali sehari. Air minum kadang diberi campuran garam dan bekatul ± 1 kg/hari untuk satu ekor sapi dewasa. Perawatan kesehatan ternak masih kurang optimal. Peternak baru menghubungi dokter hewan atau mantri hewan, bila ternaknya terlihat sakit. Vaksinasi dilakukan setahun sekali oleh Corporate Farming bekerjasama dengan Dinas Peternakan Kabupaten Grobogan. Pelayanan IB juga mengalami kendala. Menurut peternak IB yang dilakukan jarang berhasil, sehingga mereka lebih memilih mengawinkan sapinya secara alami yang kenyataannya lebih berhasil. Berdasarkan data Dinas Peternakan Kabupaten Grobogan, banyaknya kegagalan IB berdampak tidak tercapainya target akseptor tahun 2004, yaitu 7.471 akseptor (80,71%) dari 11.895 akseptor. Kendala sosial lain selain perilaku beternak adalah terjadinya tunggakan angsuran kredit. Dari hasil FGD, alasan petani ternak menunggak karena waktu untuk membayar angsuran bersamaan dengan masa anak masuk sekolah, hasil panen baik pertanian maupun ternak harganya rendah. Ada juga beberapa petani penerima kredit maupun gaduhan yang kurang bertanggung jawab dengan sengaja memang tidak mengangsur tanpa alasan yang jelas. Kondisi ini menyebabkan Corporate Farming tidak dapat mengembalikan dana pinjaman kepada pemerintah sesuai batas waktu 3 tahun.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Pengelola Corporate Farming Bersemi Permasalahan yang muncul pada pengelola adalah kemampuan SDM-nya. Menurut penjelasan pihak Corporate Farming Bersemi perekrutan pengurus awalnya didasarkan dari rekomendasi anggota musyawarah dan rasa percaya saja bukan dari kemampuan sumber daya manusianya. Sehingga dalam perjalanannya beberapa seksi tidak berfungsi. Contohnya seksi kesehatan SDMnya berpendidikan Sekolah Dasar dan tidak memelihara sapi sehingga apabila ternak sakit peternak melapor ke ketua Corporate Farming tidak ke seksi kesehatan. Dibidang keuangan juga mengalami kendala yaitu alurnya terlalu panjang dari peternak ke bendahara, harus melewati seksi sapronak, ke assisten manajer ke assisten administrasi dan keuangan. Dibidang reproduksi komunikasi inseminator dengan peternak terhambat sehingga IB menjadi kurang berhasil. Terlepas dari kendala yang dihadapi, penerapan program pengembangan sapi potong melalui Corporate Farming merupakan suatu proses pembelajaran bagi peternak untuk mampu berorganisasi sehingga dapat meningkatkan ketrampilan dalam beternak dan wawasan mengembangkan usaha dibidang agribisnis. KESIMPULAN Program Corporate Farming Bersemi merupakan konsep integrasi tanaman dan ternak. Pelayanan untuk pengembangan ternak sapi potong dengan menyediakan modal untuk pembelian bibit sapi potong dengan system kredit dan gaduhan. Program kredit tidak berjalan dengan baik, karena kredit tidak dapat kembali tepat waktu bahkan terjadi penunggakan atau macet. Pemberdayaan
masyarakat melalui pengembangan sapi potong belum sepenuhnya berhasil karena kendala teknologi dan sikap masyarakat terhadap rasa kepemilikan ternak. Kegagalan program inseminasi buatan menimbulkan sikap negatif peternak terhadap teknologi ini. Namun adanya usaha ternak sapi potong telah memberi pembelajaran kepada petani ternak dalam usaha agribisnis. DAFTAR PUSTAKA DARMONO. 1993. Tata laksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta. DEPARTEMEN PERTANIAN. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Peternakan. Kanisius. Yokyakarta. DINAS PETERNAKAN. 2001. Pengembangan sistem Keterintegrasian Ternak dengan Tanaman Pangan dalam Prospek Kebijakan Pengembangan Peternakan Jawa Tengah. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1991. Pedoman standar Bibit ternak di Indonesia. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Jakarta. LOUIS LAMDIN. 1991. Road to the Learning Society, The council for Adulf and Exsperiential Leasrning (CAEL), USA. MURTIDJO, B. 1993. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta. NAJIATI, S. 2004. Peluang Pengembanga Korporasi Pertanian di Pemukiman Transmigrasi Pola Tanaman Pangan . htp/www.nakertrans.go.id. 11 April 2004. PRASETYA, P., C. SETIANIDAN S. KARTAATMAJA. 2001. Integrasi Tanaman-Ternak Pada Sistem Usaha Tani di Lahan Irigasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian(BPTP). Jawa Tengah. TJAHYA SUPRIATNA. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
231