FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG
SKRIPSI
ARIS ALPIAN H34076026
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
i
RINGKASAN ARIS ALPIAN. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Pengembangan peternakan saat ini menunjukkan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Peternakan mempunyai peran dalam pemenuhan kebutuhan gizi bangsa Indonesia akan pangan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan penduduk. Salah satu komoditas peternakan yang dapat diusahakan adalah sapi perah. Sapi perah adalah ternak yang menghasilkan bahan pangan kaya protein yaitu berupa susu. Industri persusuan di Indonesia memiliki prospek yang cukup cerah mengingat adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Produksi susu segar nasional mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,79 persen dari tahun 2003 sampai 2008. Sementara pertumbuhan ratarata konsumsi nasional dari tahun 2003 sampai 2008 mencapai 13,80 persen. Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan. Rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi di Kecamatan Tanjungsari adalah empat ekor per peternak. Sapi perah yang dipelihara di Kecamatan Tanjungsari tingkat produktivitas masih relatif rendah. Produktivitas susu sapi perah yang berumur lima tahun rata-rata sebesar 8-9 liter/ekor/hari, padahal produktivitas ideal 12 sampai 15 liter/ekor/hari. Saat ini budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas. Produktivitas susu sangat tergantung dari penggunaan input yang digunakan dalam budidaya sapi perah. Selain produktivitas masalah yang dihadapi peternak adalah kenyataan bahwa harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp 1.100 per kilogram naik menjadi Rp 1.425 per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp 2.866 per liter hanya naik menjadi Rp 2.896 per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas susu sapi dan 2) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi perah. Penelitian ini dilakukan di Desa Margajaya dan Desa Raharja Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang pada bulan Maret hingga April 2010. Pengambilan responden untuk peternak dilakukan dengan metode purposive sampling. Peternak yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah peternak anggota kelompok Ternak Mekar Asih dan Kelompok Ternak Wibawa Mekar. Jumlah responden sebanyak 36 orang. Proporsi jumlah 36 responden dari Kecamatan Tanjungsari tersebut adalah 20 peternak di Desa Raharja dan 16 peternak di Desa Margajaya. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui
ii
gambaran tentang usahaternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan, R/C ratio, dan fungsi Cobb Douglas. Kegiatan budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari meliputi pengadaan dan pemilihan bakalan sapi, persiapan kandang, penggunaan peralatan, tenaga kerja, pakan, kesehatan hewan dan reproduksi, pemanenan dan pasca panen. Rata-rata kepemilikan sapi perah responden sebanyak empat ekor. Berdasarkan hasil analisis penerimaan usahaternak sapi perah rata-rata responden sebesar Rp 42.611.062,68, sedangkan untuk analisis pendapatan usahaternak sapi perah responden menguntungkan untuk diusahakan karena mempunyai pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 18.269.904,24 dan pendapatan atas biaya total Rp 10.602.237,74. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yaitu 1,80 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 1,34, artinya bahwa usahaternak sapi perah ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio lebih dari satu. Hasil pendugaan model nilai koefisien determinasi (R 2) sebesar 74,9 persen. Nilai determinasi (R2) sebesar 74,9 persen tersebut, menunjukkan variasi produktivitas dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor hijauan, konsentrat, ampas tahu, vaselin dan tenaga kerja, sedangkan 25,1 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa hijauan mempunyai nilai koefisien yaitu 0,6761, konsentrat sebesar 0,31289 dan ampas tahu sebesar 0,08651 artinya dengan meningkatkan pemakaian sebesar satu persen ketiga input tersebut akan meningkatkan produktivitas sebesar nilai koefisiennya. Selain itu ketiga faktor ini masingmasing mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu. Sementara untuk tenaga kerja mempunyai nilai koefisien yang negatif yaitu -0,55327 artinya dengan meningkatkan penggunaan input tersebut justru akan menurunkan produktivitas sebesar 0,55327. Selain itu faktor tenaga kerja mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu. Hasil pendugaan model nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 76,8 persen. Nilai determinasi (R2) sebesar 76,8 persen tersebut, menunjukan variasi pendapatan dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu, sedangkan 23,2 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi perah yaitu harga hijauan, harga konsentrat harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan penjualan susu. Harga hijauan mempunyai nilai koefisien regresi negatif yaitu -3,3363, harga konsentrat yaitu -6,304, harga ampas tahu yaitu -2,2560, harga vaselin yaitu 4,580, dan upah tenaga kerja yaitu -5,467 artinya setiap peningkatan kelima harga tersebut sebesar satu persen maka akan menurunkan pendapatan sebesar nilai koefisiennya. Sementara untuk biaya kesehatan hewan dan harga jual susu mempunyai nilai koefisien yang positif yaitu 0,7736 dan 72,90 artinya dengan meningkatkan harga sebesar satu persen kedua input tersebut akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar nilai koefisiennya. Dalam meningkatkan produktivitas susu sapi perah di Kecamatan Tanjungsari, upaya yang dapat dilakukan oleh peternak yaitu meningkatkan kuantitas dan kualitas pakan hijauan, pakan konsentrat dan ampas tahu agar produktivitas susu sapi dapat meningkat. Selain itu peternak harus memperhatikan
iii
perubahan harga input, karena adanya kenaikan harga input akan mengakibatkan kenaikan biaya operasional sehingga pendapatan peternak akan berkurang. Serta peternak harus memperhatikan jumlah pemberian pakan hijauan, karena akan mengurangi pemborosan pengeluaran yang dilakukan.
iv
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG
SKRIPSI
ARIS ALPIAN H34076026
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
v
Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Nama
: Aris Alpian
NIM
: H34076026
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. NIP. 19640921 199003 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2010
Aris Alpian
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 25 Nopember 1983 dari pasangan Bapak Syarip Hidayat dan Ibu Teti Krisnawati. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 1 Dayehmanggung, Garut dan lulus tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cikajang, Garut dan lulus tahun 2000. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2003 di SMA Negeri 1 Cisurupan, Garut. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Diploma III Teknisi Reproduksi Satwa, Fakultas Kedokteran Hewan dan lulus tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan studi pada tahun 2007 di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
viii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang dalam melakukan kegiatan usaha ternaknya. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran pemikiran dalam mencari alternatif pemecahan masalah melalui pendekatan teori produksi dan pendapatan usahatani, sehingga dapat berguna sebagai bahan informasi bagi peternak sapi perah . Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis, sehingga penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Oktober 2010
Aris Alpian
ix
UCAPAN TERIMAKASIH Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan, arahan, serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ir. Dwi Rachmina, MS atas kesediaannya menjadi dosen evaluator dalam seminar proposal penelitian. 3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama, yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 4. Dra. Yusalina, MS atas kesediaanya menjadi dosen penguji wakil dari komdik dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini. 5. Dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus IPB yang telah banyak membantu penulis. 6. Kedua Orang tua, paman, kakak, adik dan tunangan yang senantiasa memberikan dukungan doa, moril maupun materil. 7. Seluruh karyawan Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari dan para peternak sapi perah responden yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Bapak Elim Sasmita dan Bapak Daing selaku Ketua Kelompok Ternak Wibawa Mekar dan Mekar Asih, peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang yang telah memberikan arahan dan informasi kepada penulis pada saat melakukan penelitian. 9. Dini Bayu Subagio, selaku pembahas pada seminar dan memberikan banyak masukan dan saran dalam seminar hasil penelitian ini. 10. Bangun Tri Hermanto terimakasih atas diskusi yang telah diberikan serta bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan sekripsi ini. 11. Devi Septian selaku teman satu bimbingan atas semangat, dukungan, dan bantuannya selama ini. 12. Teman-teman MAB 41 dan rekan-rekan AGB angkatan 1,2,3,4 dan 5 yang telah memberikan dukungan dan kebersamaanya selama ini.
x
13. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas dan memberikan rahmat hidayah-Nya.
Bogor, Oktober 2010
Aris Alpian
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xvii I.
PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 1.3. Tujuan ................................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................. 1.5. Ruang Lingkup ......................................................................
1 1 5 7 7 7
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah ................................................ 2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi ........................
9 9 10
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1. Teori Produksi .............................................................. 3.1.2. Teori Biaya .................................................................. 3.1.3. Pendapatan .................................................................. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .........................................
17 17 17 19 20 22
IV. METODE PENELITIAN ........................................................... 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................... 4.3 Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data ............... 4.4 Metode Analisis Data ............................................................. 4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani .................................... 4.4.2. Analisis R/C ratio ........................................................ 4.4.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu ....................................................... 4.4.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak ....................................................
24 24 24 25 25 26 27
30
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................ 5.1 Keadaan Wilayah Penelitian ................................................... 5.2 Kependudukan dan Mata Pencaharian ..................................... 5.3 Karakteristik Responden ........................................................ 5.3.1. Setatus Usaha ............................................................... 5.3.2. Umur ............................................................................ 5.3.3. Pendidikan .................................................................... 5.3.4. Pengalaman Beternak Sapi Perah ................................. 5.3.5. Lama Menjadi Anggota Koperasi ................................ 5.3.6. Kepemilikan Ternak ..................................................... 5.4 Tatalaksana Usahaternak .........................................................
35 35 36 37 38 39 39 40 41 41 42
27
xii
5.4.1. Pengadaan dan Pemilihan Bakalan Sapi Perah ............. 5.4.2. Kandang ......................................................................... 5.4.3. Peralatan ......................................................................... 5.4.4. Tenaga Kerja ................................................................. 5.4.5. Pakan ............................................................................. 5.4.6. Kesehatan Hewan dan Reproduksi................................. 5.4.7. Pemerahan ...................................................................... 5.4.8. Produktivitas Susu .......................................................... 5.4.9. Pemasaran ...................................................................... 5.5 Penerimaan Usahatani .............................................................. 5.6 Biaya Usahatani ....................................................................... 5.1. Biaya Tunai ...................................................................... 5.2. Biaya Diperhitungkan ...................................................... 5.7 Pendapatan Usahatani ............................................................. VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI ............................................................................ 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi .................................................................................. 6.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah ............................................
42 43 44 45 46 48 50 51 51 52 52 53 54 56
58 58 64
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 7.1 Kesimpulan ............................................................................ 7.2 Saran .......................................................................................
71 71 71
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
72
xiii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Perkembangan Populasi Ternak (Ribuan Ekor) di Indonesia Tahun 2004-2008..........................................................................
1
Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia Tahun 2003-2008............. .............................................................
2
3.
Perkembangan Impor Bahan Baku Susu Periode 2003-2008 ....
3
4.
Perkembangan Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2005-2009 ....................................................................... .
3
Perkembangan Produksi Susu Segar Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2008 ................................................................... .
4
Perkembangan Produksi Susu Segar di Kabupaten Sumedang Tahun 2003-2008 .......................................................................
5
7.
Populasi Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 ......
24
8.
Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian (KK) di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 .......................................
37
Karakteristik Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 .. ..............................................................................
38
10. Harga Rata-Rata Peralatan Responden Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.. ....................................
45
11. Rata-rata Pemberian Pakan Sapi Perah Responden di Kecamatan Tanjungsari 2009.............................. ...................
48
2.
5.
6.
9.
12.
Rata-rata Penerimaan Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009........................ ..............
52
13. Rata-rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.... ................
56
14. Rata-rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 .............................................................
57
15. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Susu Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari tahun 2009 ..........................................
58
xiv
16. Hasil Pendugaan Fungsi Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 ....................................
65
xv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1 Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan Produk Marjinal dan Produk Rata-Rata ....................................
18
2 Kurva Biaya Total Dalam Jangka Pendek ..................................
20
3 Kurva Pendapatan dan Kurva Biaya Total Jangka Pendek .........
21
4 Kerangka Pemikiran Operasional .............................................
23
5 Pemberian Pakan Hijauan Pada Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 ............................................................
47
6 Pakan Tambahan Berupa Konsentrat Pada Peternakan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 ..................
48
7 Pelayanan IB Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari
8
Tahun 2010 ...............................................................................
49
Proses Pemerahan Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari .........
51
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1 Pendapatan Responden Sapi Perah Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 ........................................
76
2 Penyusutan Peralatan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009..................................................................................
78
3
Penggunaan Faktor-faktor Produktivitas Susu Sapi Peternak Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009..................................................................................
79
Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Perah Selama Satu Tahun .................................................................................
81
Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Selama Satu Tahun .........................................................................................
82
Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah ..............
83
7 Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah .............
84
4
5
6
xvii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam mendukung kebutuhan akan protein hewani. Usaha peternakan juga sangat berperan dalam meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja, maupun menopang sektor industri (Sudono, 1999). Menurut Susilorini et al. (2008), faktor yang mendukung dunia peternakan untuk selalu berkelanjutan adalah kebutuhan pangan yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi manusia, serta produk pangan dari ternak mempunyai nilai gizi yang berkualitas. Pengembangan peternakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak dapat dicapai dengan peningkatan mutu genetik yang baik, pemberian pakan yang cukup dan berkualitas serta ditunjang oleh sistem manajemen yang baik. Peningkatan populasi ternak dapat dilakukan dengan usaha pemeliharaan ternak-ternak yang telah ada dan ditunjang juga dengan ternak-ternak yang didatangkan dari luar negeri yang memiliki kualitas yang baik. Perkembangan populasi ternak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Populasi Ternak (Ribuan Ekor) di Indonesia Tahun 20052009. Ternak Sapi perah
2005
2006
2007
2008
2009
Trend(%)
361
369
374
408
486
31,77
10.569
10.875
11.515
11.869
12.603
18,03
387
398
401
411
398
2,92
13.409
13.970
14.470
15.806
15.655
16,04
Domba
8.327
8.980
9.514
10.392
10.471
56,63
Kerbau
2.128
2.167
2.086
2.192
2.045
-3,52
35.181
16.104
25.337
41.078
41.658
121,87
Sapi potong Kuda Kambing
Total Sumber : BPS (2009)
1
Berdasarkan Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa perkembangan populasi ternak di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hal ini disebabkan oleh kebutuhan manusia akan pemenuhan protein ternak yang terus meningkat. Jumlah populasi ternak sapi perah paling sedikit dibandingkan ternak yang lain. Pertumbuhan sapi perah dari tahun 2005 sampai 2009 mencapai 31,77 persen. Sapi perah adalah ternak yang menghasilkan bahan pangan kaya protein yaitu berupa susu. Industri persusuan di Indonesia memiliki prospek yang cukup cerah mengingat adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Produksi susu segar nasional mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,79 persen dari tahun 2003 sampai 2008. Sementara pertumbuhan rata-rata konsumsi nasional dari tahun 2003 sampai 2008 mencapai 13,80 persen. Untuk lebih jelasnya perkembangan tingkat konsumsi susu dibandingkan dengan produksi susu nasional dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia Tahun 2003-2008. Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008* Rata-rata
Produksi Susu (Ton) (%) 553.442 549.945 -0,63 535.962 -2,54 616.549 15,03 636.859 3,29 646.953 1,58 589.951,6 2.79
Tingkat Konsumsi (Ton) (%) 1.021.802 1.237.986 21,15 1.291.294 4,30 1.354.235 4,87 1.430.258 29,83 2.156.510 22,65 1.470.011,6 13,80
Keterangan :* Angka Sementara Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui adanya ketimpangan antara produksi susu sapi yang dihasilkan dengan permintaan susu sapi. Saat ini susu sapi segar dalam negeri baru mencapai 26 persen kebutuhan nasional, sedangkan 74 persen berasal dari impor1. Berdasarkan potensi yang dimiliki maka peluang peternakan dalam negeri masih sangat terbuka untuk mengembangkan produksi susu. Untuk lebih jelasnya perkembangan impor bahan baku susu dapat dilihat pada Tabel 3.
1
Khomsan, Ali. 2005. Rendah, Konsumsi Susu Cair. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak /2005/0405/30/0605.htm. [3 Februari 2009].
2
Tabel 3. Perkembangan Impor Bahan Baku Susu Periode 2004-2008 Jumlah Impor
Tahun
(Ton)
Trend (%)
2004
165.415,5
-
2005
173.084,5
4,63
2006
188.128,4
8,69
2007
198.216,8
5,36
2008
214.345
8,13
Rata-rata
5,36
187.838
Sumber : BPS (2009)
Besarnya
potensi
sumberdaya
alam
yang
dimiliki
Indonesia
memungkinkan pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia2. Kondisi geografis, ekologi dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan usaha ternak sapi perah, seperti pada wilayah pulau Jawa. Hal tersebut menyebabkan pulau Jawa terus menjadi wilayah utama peternakan sapi perah di Indonesia. Untuk lebih jelasnya perkembangan produksi susu sapi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2005-2009 No
Provinsi
1
Pulau Irian Jaya
2
Tahun (ton) 2005
2006
2007
2008
2009
(%)
0
96
69
54
46
-64
Pulau Kalimantan
159
216
360
186
228
76,7
3
Pulau Sulawesi
900
1.184
1.849
2.882
2.979
15,5
4
Pulau Sumatra
9.273
10.444
6.356
3.069
2.316
-102
5
Pulau Jawa
362.656 558.916 359.658 672.399
14,86
526.360
Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009
2
Persusuan Indonesia. Kondisi, 2007.http//:www.google.com. [09 Mei 2008].
Permasalahan
Dan
Arah
Kebijakan.
3
Menurut Heriyatno (2009), Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha sapi perah. Salah satu karakteristik yang menjadi dukungan pengembangan usaha ternak sapi perah adalah sumber bahan pakan yang melimpah berasal dari limbah pertanian, ketersediaan air dan iklim yang cocok untuk sapi perah dalam berproduksi. Pertumbuhan produksi susu sapi perah di Jawa Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2008 rata-rata sebesar 3,58 persen. Untuk lebih jelasnya perkembangan produksi susu di Jawa Barat bisa dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Produksi Susu Segar di Provinsi Jawa Barat Tahun 20002008. Tahun
Produksi 000 (ton)
Trend (%)
2000
184,52
-
2001
184,83
0,17
2002
18,51
7,40
2003
207,86
4,71
2004
215,33
3,59
2005
201,86
-6,26
2006
211,89
4,97
2007
233,55
5,50
2008
242,12
8,57
Rata-rata
188,94
3,58
Sumber : BPS (2009).
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah yang cocok untuk mengembangkan peternakan sapi perah di Jawa Barat, dengan sektor peternakan sebagai salah satu sumber mata pencaharian penduduk. Produksi susu di Kabupaten Sumedang setiap tahun terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata adalah 12,45 persen. Kabupaten Sumedang juga merupakan salah satu daerah penyebaran sapi perah di Jawa Barat. Peningkatan produksi susu segar dapat dilihat pada Tabel 6.
4
Tabel 6. Perkembangan Produksi Susu Segar di Kabupaten Sumedang Tahun 2003-2008 Tahun
Produksi susu (ton)
Trend (%)
2003
10.739,52
-
2004
11.814,56
10,01
2005
12.719,85
7,66
2006
14.301,95
12,44
2007
18.981,23
32,72
2008
21.240,83
11,9
Rata-rata
14.966,32
12,45
Sumber : BPS (2009).
Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu sentra pengembangan sapi perah yang cukup besar di Kabupaten Sumedang. Koperasi Serba Usaha Tandangsari merupakan salah satu koperasi yang berperan penting dalam pengembangan usaha ternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari, serta merupakan salah satu lembaga usaha yang didirikan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi kecil, termasuk peternak sapi perah rumahan. Selain menyediakan input dan menjamin pemasaran susu, koperasi juga menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti pelayanan kesehatan, kawin suntik atau inseminasi buatan (IB), penyediaan pakan, peralatan dan lain-lain. 1.2. Perumusan Masalah Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan . Rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi di Kecamatan Tanjungsari adalah empat ekor per peternak. Jenis sapi yang diusahakan di daerah tersebut adalah sapi perah peranakan Fries Holand.. Sapi-sapi yang dipelihara di Kecamatan Tanjungsari tingkat produktivitas masih relatif rendah. Informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan hewan (KESWAN) di Kecamatan Tanjungsari menyatakan bahwa produktivitas susu sapi perah yang berumur lima tahun rata-rata sebesar 8-9 liter/ekor/hari, padahal produktivitas ideal 12 sampai 15 liter/ekor/hari (Girisonta, 1995). Saat ini
5
budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas. Produktivitas susu sangat tergantung dari penggunaan input yang digunakan dalam budidaya sapi perah. Faktor-faktor produktivitas tersebut sangat menentukan terkait dengan kemampuan peternak dalam mengelola kegiatan usaha ternak sapi perahnya. Peningkatan produktivitas susu di Kecamatan Tanjungsari dapat diupayakan melalui penambahan penggunaan input seperti penambahan pakan konsentrat dan ampas tahu. Peningkatan produktivitas susu melalui penambahan input menghadapi kendala keterbatasan sumberdaya terutama modal untuk membeli pakan konsentrat dan ampas tahu. Pengeluaran biaya input yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp 1.100 per kilogram naik menjadi Rp 1.425 per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp 2.866 per liter hanya naik menjadi Rp 2.896 per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya. Harga rata-rata susu segar yang diterima peternak, setiap harinya tergantung pada kualitas susu yang dihasilkannya. Peternak selalu menganggap untung bila telah mendapatkan hasil dari usaha ternaknya tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain, misalnya penggunaan tenaga kerja keluarga dan nilai penyusutan.
Sehingga
tidak
ada
pengambilan
keputusan
terbaik
bagi
kelangsungan usaha ternak sapi perah yang dilakukan, akibatnya usaha ternak yang dilakukan bersifat tetap dan tidak berkembang. Hal ini juga merupakan permasalahan peternak terkait dengan perhitungan pengeluaran dan pendapatan peternak terhadap usaha ternaknya. Sehingga perlu pengkajian secara tepat faktorfaktor apa yang berpengaruh terhadap produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari.
6
Berdasarkan
uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahannya
adalah: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas susu sapi ? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap pendapatan peternak sapi perah ? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas susu sapi 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi perah. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak antara lain : 1.
Bagi penulis, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya yang berkaitan dengan kajian sosial ekonomi dengan mencoba membandingkan keadaan di lapangan dengan ilmu yang sudah diperoleh penulis.
2.
Bagi peternak, sebagai pertimbangan dalam upaya untuk mengembangkan budidaya sapi perah dan meningkatkan pendapatan dari usahaternak sapi perah.
3.
Bagi koperasi, sebagai bahan informasi usaha sehingga dapat menentukan pengambilan keputusan untuk kebijakan selanjutnya.
4.
Bagi pemerintah, sebagai bahan informasi untuk pengambilan keputusan dan kebijaksanaan pembangunan ekonomi pedesaan khususnya koperasi.
5.
Bagi kalangan akademis, sebagai bahan informasi dan bahan pustaka untuk keperluan melengkapi hasil penelitian sebelumnya atau sebagai dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian
ini
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
produktivitas susu sapi perah dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi perah. Lingkup penelitian ini dilaksanakan
7
pada peternak responden yang berada di Kecamatan Tanjungsari. Penelitian ini juga menganalisis pendapatan peternak responden yang ada di Kecamatan Tanjungsari.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah disekitar Sumatra Utara, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tahun 1977 Indonesia mulai mengembangkan agribisnis sapi perah rakyat yang ditandai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. SKB ini merumuskan kebijakan dan program pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia. Industri peternakan sapi perah di Indonesia mempunyai struktur yang relatif lengkap yakni peternak, pabrik pakan dan pabrik pengolahan susu yang relatif maju dan kapasitas yang cukup tinggi serta tersedia kelembagaan peternak yakni Gabungan Koprasi Susu Indonesia (GKSI). Struktur usaha ternak terdiri dari usaha skala besar (>100 ekor), usaha skala menengah (30-100), usaha skala kecil (10-30ekor) dan usaha skala kecil (10-30) dan usaha ternak rakyat (1-9 ekor). Peternak sapi perah rakyat, pada umumnya adalah anggota koperasi. Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking Shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan pengimporan sapi Fries Holland (FH) dari belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries Holland yang memiliki kemampuan produksi susu tertinggi (Sudono, 1999). Di Indonesia populasi bangsa sapi Fries Holland merupakan yang terbesar diantara jumlah populasi bangsa-bangsa sapi perah yang lain. Jenis sapi Fries Holland (FH) memiliki sifat-sifat sebagai berikut : tenang, jinak dan mudah dikuasai, sapi tidak tahan panas namun mudah beradaptasi, produksi susu mencapai 4500-5500 liter per satu masa laktasi dan berat badan sapi jantan mencapai 1000 kg dan sapi betina mencapai 650 kg (Girisonta, 1995). Menurut Mubyarto (1989), berdasarkan pola pemeliharaan usaha ternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : peternakan rakyat, peternakan semi komersial dan peternakan komersial. 1) Peternakan rakyat dengan cara memelihara ternaknya secara tradisional. Pemeliharaan cara ini dilakukan setiap hari oleh anggota keluarga peternak dimana keterampilan peternak masih sederhana dan menggunakan bibit lokal 9
dalam jumlah dan mutu terbatas. Tujuan utama pemeliharaan sebagian hewan kerja sebagai pembajak sawah atau tegalan. 2) Peternakan rakyat semi komersial dengan keterampilan berternak dapat dikatakan cukup. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan, dan makanan penguat cenderung meningkat. Tujuan utama pemeliharaan untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri. 3) Peternakan komersial dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah besar. Usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan dibandingkan dengan usaha ternak yang lain. Beberapa keuntungan usaha ternak sapi perah adalah peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, penggunaan tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman, pakan yang relatif murah dan mudah didapat karena sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijuan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan memanfaatkan kotoran sapi perah sebagai pupuk kandang dan pedet yang dihasilkan jika jantan bisa dijual untuk sapi potong, sedangkan jika pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al, 2003). 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sapi Fries Holland (FH) adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainya, dengan kadar lemak susu yang rendah (Sudono, 1999). Penyediaan bahan pakan yang terbatas akan membatasi peningkatan jumlah dan mutu produksi sapi Fries Holland (Girisonta, 1995). Menurut Sudono (1999), produksi susu sapi perah di Indonesia umumnya masih rendah, yaitu hasil susu rata-rata per ekor per hari adalah 10 liter dengan bangsa sapi Fries Holland (FH). Hasil penelitian Junita (2008), menunjukan bahwa produksi susu yang dihasilkan di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur
10
adalah 8, 58 liter per ekor dan kepemilikan sapi laktasi masih di bawah 60 persen dari total sapi yang dimiliki. Menurut penelitian Kadarini (2005), puncak produksi susu sapi perah peternak di KUD Cipanas terjadi pada bulan ketiga setelah beranak kemudian turun secara bertahap. Pada bulan keempat produksi susu mengalami penurunan yang sangat jelas dari 10 liter/ekor/hari. Hal ini kemungkinan disebabkan sapi pada usia ini mulai bunting kembali. Pada bulan kesembilan rataan produksi susu kembali meningkat, disebabkan pada populasi yang diamati terdapat dua ekor sapi yang berusia enam tahun dan satu ekor berusia lima tahun. Menurut Siregar (1992), usaha untuk meningkatkan produksi susu dapat dilakukan dengan menambahkan pakan atau perbaikan sistem pemberian pakan tanpa penambahan biaya pakan. Sapi perah hendaknya diberi pakan yang berkualitas tinggi sehingga dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya. Kesalahan dalam manajemen pemeliharaan dapat dijadikan indikasi untuk mengetahui tingkat produksi yang rendah atau tidak sesuai dengan kemampuan potensial sapi. Menurut Sudono et al. (2003), bibit sapi perah yang akan dipelihara menentukan keberhasilan dalam berproduksi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu, keturunan, bentuk ambing, penampilan dan umur bibit. Selain bibit hal yang menunjang dalam keberhasilan berproduksi adalah pakan. Pakan memiliki pengaruh yang dominan dalam produksi. Pengaruh ini mencakup pada volume dan kualitas susu serta kesehatan. Pakan yang diberikan untuk ternak sapi perah terdiri dari pakan konsentrat dan hijuan. Dalam penelitian Mandaka dan Hutagaol (2005), di Kelurahan Kebon Pedes Kabupaten Bogor diketahui skala ekonomi peternakan sapi perah rakyat berada pada kondisi Decreasing Return of Scale dimana penambahan faktor produksi tetap (jumlah induk produktif dan pengalaman beternak) menyebabkan penurunan keuntungan usaha ternak dalam jangka panjang. Peluang untuk
meningkatkan
produksi
susu
nasional
itu
dapat
dikatagorikan dalam tiga kegiatan utama, yakni: (1) penambahan populasi sapi perah betina, (2) perbaikan pemberian pakan, serta (3) perbaikan intensifikasi pelaksanaan Inseminasi Buatan (Siregar, 1992).
11
Menurut Heriyatno (2009), Faktor faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah adalah jumlah pakan konsentrat, jumlah pakan hijauan dan masa laktasi sapi. Sedangkan menurut Sudono (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi adalah masa laktasi, umur sapi, selang beranak (Calving Interval), tenaga kerja, makanan dan tatalaksana. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi antara lain : 1. Masa Laktasi Masa laktasi adalah masa sapi itu sedang menghasilkan susu antara waktu beranak dengan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan (Sudono, 1999). Sedangkan menurut Girisonta (1995), masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak kira-kira setengah jam setelah sapi itu melahirkan, produksi susu sudah keluar. Periode laktasi mempengaruhi selang beranak pada sapi Fries Holland (FH). Selang beranak paling lama ditemukan pada sapi laktasi pertama dan kedua, dan selang beranak paling singkat ditemukan pada sapi laktasi kelima dan keenam. 2. Umur Sapi Sapi-sapi yang beranak pada umur yang tua (tiga tahun) akan menghasilkan susu yang lebih banyak dari pada sapi-sapi yang beranak pada umur muda (dua tahun). Produksi susu akan terus meningkat dengan tambahnya umur sapi sampai sapi itu umur tujuh tahun atau delapan tahun, yang kemudian setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11-12 tahun hasil susu nya akan rendah sekali. Hal ini disebabkan kondisi tubuh akan menurun dan senilitas. Meningkatnya hasil susu pada laktasi dari umur dua tahun sampai umur tujuh tahun itu disebabkan bertambah besar sapi karena pertumbuhan, jumlah tenunan dalam ambing juga bertambah. Turunnya hasil susu pada hewan tua disebabkan aktivitas-aktivitas kelenjar-kelenjar ambing sudah berkurang. Kemampuan sapi dara untuk berkofulasi tak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan badannya, tetapi juga pertumbuhan ambingnya yang mencapai pertumbuhan yang maksimum pada laktasi ke tiga atau ke empat (Sudono, 1999).
12
3. Tenaga Kerja Dalam Budidaya Sapi Perah Menurut Sudono (1999), tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam usaha peternakan sapi perah. Tenaga kerja yang diperlukan harus terampil dan berpengalaman dalam bidangnya agar penggunaan tenaga kerja jadi efisien, untuk mencapai penggunaan tenaga kerja yang efisien pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia sebaiknya seorang tenaga kerja dapat menangani enam sampai tujuh ekor sapi dewasa. Sedangkan menurut Mubyarto (1989), dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari suami sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Kebutuhan dan pencurahan tenaga kerja sangat tergantung pada jenis pekerjaan dan komoditi yang diusahakan (Hernanto, 1996). 4. Makanan dan Tatalaksana Pakan ternak terbagi dalam dua kelompok, yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pakan konsentrat merupakan pakan yang diformulasikan atas beberapa bahan pakan seperti pollar, bungkil kedelai, dan jagung. Standar nilai koefisien teknis pada konsentrat adalah satu persen dari berat badan sapi yaitu antara 8-10 kg konsentrat per hari untuk setiap satuan ternak (Susilorini et al. 2009). Sementara itu, pakan hijauan berasal dari hasil budidaya atau berasal dari rumput alam yang dicari di lahan terbuka. Selain itu, pakan hijauan dapat juga berasal dari limbah pertanian, seperti jerami padi, jerami jagung dan kelopak kol yang sudah rusak (Swastika et al. 2009). Standar nilai koefisien teknis pakan hijauan adalah sepuluh persen dari berat badan sapi untuk setiap satuan ternak (Susilorini et al. 2009). Pada umumnya variasi dalam produksi susu beberapa peternakan sapi perah disebabkan oleh perbedaan dalam makanan dan tata laksananya. Pemberian makanan yang banyak pada sapi yang kondisinya jelek pada waktu sapi itu sedang dikeringkan dapat meningkatkan produksi susu sebesar 10-30 persen. Pemberian air sangat penting untuk produksi susu, karena susu 87 persen terdiri atas air dan 50 persen dari badan sapi terdiri atas air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada produksi susu yang dihasilkan sapi, suhu sekelilingnya dan macam makanan yang diberikan (Sudono, 1999).
13
Penggunaan faktor produksi yang akan dipakai dalam analisis selain tergantung dari penting tidaknya pengaruh penggunaannya terhadap produksi juga dibatasi pada faktor produksi yang dapat dikontrol (Soekartawi et al.1986). Penelitian Heriyatno (2009) dengan judul ”Analisis Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak (Kasus: Anggota Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan)” menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak menunjukan jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan dan masa laktasi berpengaruh nyata terhadap produktivitas sapi perah peternak sedangkan faktor besarnya biaya usaha tidak berpengaruh nyata. Fungsi produksi yang digunakan untuk mengnganalisis usaha ternak sapi perah menunjukan nilai koefisien determinasi (R 2) sebesar 40,2 persen. Nilai tersebut artinya 40,2 persen hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi susu dapat dijelaskan oleh produksi tersebut dan sebesar 59,8 persen hubungan tersebut dijelaskan oleh faktor-faktoe lain. Penelitian Pratiwi (2009) dalam mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah terdapat beberapa variabel yang diukur yaitu jumlah produksi susu sebagai variabel dependen, jumlah makanan hijauan, konsentrat, vaselin, tenaga kerja dan dummy setelah kredit dan sebelum kredit pada taraf nyata satu persen yang mempengaruhi produksi susu secara signifikan yaitu hijauan konsentrat dan dummy setelah kredit dan sebelum kredit sedangkan vaselin dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Penelitian Mandaka (2005) menganalisis fungsi keuntungan, efisiensi ekonomi dan kemungkinan skema kredit bagi pengembangan skala usaha peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Kesimpulan yang didapat yaitu peternak sapi perah di Wilayah tersebut memiliki kecenderungan yang sama dalam teknis produksi maupun biaya produksi dan hanya input tetap berupa jumlah induk produktif yang berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan di atas 75 persen. Skala ekonomi peternakan sapi perah rakyat berada pada kondisi decreasing return of scale dimana penambahan input
14
tetap (jumlah induk produktif dan pengalaman beternak) menyebabkan penurunan keuntungan usaha ternak dalam jangka panjang. Skema kredit yang sesuai dengan kondisi aktual dan keinginan peternak di Kelurahan Kebon Pedes adalah : 1) Ternak sapi merupakan jenis agunan yang paling memungkinkan untuk dijadikan sebagai jaminan kredit utama. 2) Jangka waktu pengembalian kredit yang relevan pada usaha ternak sapi perah adalah 7 tahun dengan tingkat suku bunga kredit antara 0-1 persen per bulan. 3) Nilai pinjaman yang paling sesuai bagi pengembangan usaha ternak skala kecil sebesar Rp 6.000.000-Rp 12.000.000 atau setara dengan 1-2 ekor induk produktif. Penelitian Sihite (1998), dalam mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah terdapat beberapa variabel yang diukur yaitu jumlah produksi susu sebagai variabel dependen, jumlah makanan penguat, jumlah makanan hijauan, jumlah tenaga kerja dan jumlah sapi laktasi. Pada taraf nyata 0,05 hanya jumlah pakan hijauan yang mempengaruhi produksi susu secara signifikan sedangkan jumlah makanan penguat dan persentase sapi laktasi berpengaruh nyata pada taraf nyata 0,10. Jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap peroduksi susu. Penelitian Fitriani (2001), dalam faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak usaha gaduhan ternak sapi potong di Kecamatan Cipego, Boyolali, Jawa Tengah mengemukakan bahwa rata-rata tingkat pendapatan yang diterima oleh peternak penggaduh per ekor adalah Rp 1031,59, per HKP. Dengan tingkat kontribusi pendapatan dari usaha tersebut terhadap total pendapatan keluarga peternak adalah 4,5 persen. Dari analisa regresi diperoleh nilai koefisien determinan (R2) sebesar 68,8 yang berarti bahwa 68,8 persen keragaman tingkat pendapatan peternak penggaduh dapat dijelaskan oleh faktor umur sapi awal penggemukan, curahan jam kerja, nilai jual sapi, umur peternak penggaduh, pengalaman beternak, lama penggemukan dan harga beli. Peubah yang memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan peternak adalah umur sapi awal penggemukan 1,301 dan harga jual 2,868. Sedangkan peubah yang tidak
15
berpengaruh nyata adalah curah jam kerja, umur peternak, pengalaman beternak dan persentase pembagian hasil yang diterima peternak penggaduh. Beberapa penelitian terdahulu yang ditulis oleh Heriyanto, Pratiwi, Sihite, Fitriani dan Mandaka terdapat kesamaan dalam objek penelitian yaitu sapi perah. Untuk penelitian yang dibuat oleh Heriyanto, Pratiwi, Sihite dan Fitriani terdapat kesamaan dalam analisis penelitian yaitu menggunakan analisis pendapatan usahatani R/C rasio serta produktivitas dan pendapatan dengan fungsi Cobb Douglas. Dari hasil keempat penelitian, pendapatan usahatani tersebut menguntungkan karena memiliki nilai R/C rasio lebih dari satu, sedangkan dari hasil fungsi Cobb Douglas menunjukan hubungan faktor-faktor input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Keempat penelitian tersebut dapat sebagai reverensi dan acuan serta perbandingan terhadap dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan saat ini lebih menekankan pada faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu dan pendapatan peternak. Sedangkan perbedaan penelitian Mandaka dengan penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan analisis efisiensi usahatani. Perbedaan ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan peneliti mengenai efisiensi usahatani sapi perah.
16
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson, 1999). Sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi output ini disebut faktor-faktor produksi. Pada umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja, inputinput lain seperti bahan mentah (Soekartawi et al. 1986). Menurut Lipsey (1995), fungsi produksi adalah hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan. Sedangkan Soekartawi (2003) menjelaskan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X). Variabel dependen biasanya berupa output dan variabel independen biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3,....., Xn) Keterangan: Y
= Hasil produksi (output)
X1, X2, X3,...Xn
= Faktor produksi/input
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi, 1986), yaitu : 1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. 2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik. Mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat dua tolo ukur, yaitu produk marjinal dan produk rata-rata. Produk Marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor produksi yang dipakai. Sedangkan Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan input. Kedua tolo ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 17
∆Y
Tambahan Output PM =
= Tambahan Input Output
∆X
dY =
= f „(X)
dX
Y
PR =
= Input
X
Pada Gambar 1, dapat dilihat hubungan antara Total Produk (TP), Produk Rata-rata (PR) dan Produk Marjinal (PM) sebagai berikut (Doll and Orazem, 1978): Y Y=f(x)
TP II
I
III
0<Ep<1
Ep>1
Ep<0 X
PM/PR
PR 0
X1
X2
X3
X PM
Gambar 1. Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan Produk Marjinal dan Produk Rata-Rata Sumber : Doll dan Orazem (1978)
Keterangan Kurva: TP : Total produk PM : Produk Marjinal PR : Produk Rata-Rata Y : Produksi X : Faktor Produksi
18
1)
Daerah I Daerah I menunjukkan Produk Marjinal (PM) lebih besar dari Produk RataRata (PR). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input (X) ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat hingga PR mencapai maksimal pada akhir daerah I. Daerah I mempunyai nilai Ep > 1, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan otput yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum mencapai produksi optimal dengan pendapatan yang layak sehingga daerah ini tidak rasional (irrasional).
2.
Daerah II Daerah II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Daerah II berada diantara X 2 dan X3. Daerah ini memiliki nilai Ep antara 1 dan 0 (0<Ep<1), artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional dalam berproduksi.
3.
Daerah III Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0). Pada daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukan oleh produk marjinal yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan, karena itulah daerah ini dinamakan sebagai daerah tidak rasional (irrasional).
3.1.2. Teori Biaya Biaya adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai uang tertentu (Soekartawi et al.1986). Sedangkan biaya produksi adalah pengeluaran yang terjadi dalam mengorganisasikan dan melaksanakan proses produksi (Doll dan Orazem, 1978).
19
Menurut Lipsey (1995), biaya total dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap total dan biaya variabel total. Untuk lebih jelasnya kurva biaya total dapat dilihat pada Gambar 2. Biaya TC TVC
TFC
Keluaran Gambar 2. Kurva Biaya Total Dalam Jangka Pendek Sumber : (Lipsey, 1995).
Keterangan Kurva: TC : Biaya Total (Fixed Cost) TVC : Biaya Variabel Total (Total Variabel Cost) TFC : Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) Biaya tetap total (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun produksi berubah sedangkan biaya variabel total (TVC) adalah biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi. Biaya total (TC) adalah mewakili penjumlahan dari biaya variabel dan biaya tetap. 3.1.3. Pendapatan Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk
20
bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986). Pendapatan kotor disebut juga penerimaan. Pada Gambar 3, dapat dilihat hubungan antara pendapatan kotor (TR) dan biaya total (TC) sebagai berikut (Nicholson, 1999) : Pendapatan biaya TR
TC
TFC Keluaran Q1
Q2
Gambar 3. Kurva Pendapatan (TR) dan Kurva Biaya Total (TC) Jangka Pendek Sumber : (Nicholson, 1999).
Kurva biaya total (TC) jangka pendek dalam Gambar 3. menjelaskan bahwa ketika output 0, biaya total sama dengan biaya tetap (TFC). Karena input tetap, biaya tersebut tidak berubah sementara output berubah. Untuk output yang rendah, biaya (TC) melebihi penerimaan (TR) maka akan mengalami kerugian. Sedangkan penerimaan (TR) melebihi biaya total (TC), maka hal ini menguntungkan. Menurut Soekartawi, et.al. (1986), Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. Penilayan besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap uang yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani dapat digunakan perhitungan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio). Menurut Soekartawi (2002) analisis R/C rasio terbagi dua yaitu R/C rasio atas biaya tunai, dan R/C rasio atas biaya total. Hasil Perhitungan R/C > 1 memiliki arti bahwa
21
usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan, sedangkan nilai R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, dan jika nilai R/C =1 maka usahatani tersebut berada pada keuntungan normal. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan. Sapi yang dipelihara di Kecamatan Tanjungsari tingkat produktivitas masih relatif rendah. Informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan hewan (KESWAN) di Kecamatan Tanjungsari menyatakan bahwa produktivitas susu sapi perah yang berumur lima tahun rata-rata sebesar 89 liter/ekor/hari, padahal produktivitas ideal 12 sampai 15 liter/ekor/hari (Girisonta, 1995). Saat ini budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas. Peningkatan produktivitas susu di Kecamatan Tanjungsari dapat diupayakan melalui penambahan penggunaan input seperti penambahan pakan konsentrat dan ampas tahu. Peningkatan produktivitas susu melalui penambahan input menghadapi kendala keterbatasan sumberdaya terutama modal untuk membeli pakan konsentrat dan ampas tahu. Pengeluaran biaya input yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp 1.100 per kilogram naik menjadi Rp 1.425 per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp 2.866 per liter hanya naik menjadi Rp 2.896 per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas susu dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Adapun input-input yang mempengaruhi produktivitas adalah hijauan, konsentrat, 22
ampas tahu, vaselin dan tenaga kerja. Sedangkan yang mempengaruhi pendapatan adalah harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu sapi. Untuk melihat pengaruh input tersebut terhadap produktivitas susu sapi, maka perlu dilakukan analisis fungsi produktivitas menggunakan model fungsi Cobb Douglas. Analisis ini berguna untuk melihat tingkat signifikansi input tersebut, berpengaruh nyata atau tidak terhadap produktivitas dan pendapatan peternak. Kerangka penelitian operasional produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Masalah Usaha Ternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari 1. Kemampuan produktivitas rendah 2. Pendapatan usaha ternak rendah
Analisis Usahatani
Analisis Fungsi Pendapatan Cobb Douglas Kombinasi faktor pendapatan - Harga hijauan - Harga konsentrat - Harga Ampas tahu - Harga Vaselin - Biaya kesehatan hewan - Upah tenaga kerja - Harga penjualan susu
Analisis Fungsi Produktivitas Cobb Douglas Kombinasi faktor produktivitas - Hijauan - Konsentrat - Ampas Tahu - Vaselin - Jumlah tenaga kerja
Rekomendasi
Gambar
4.
Kerangka Operasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari.
23
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Margajaya dan Desa Raharja Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra penghasil susu sapi perah di Kabupaten Sumedang. Alasan pemilihan dua Desa tersebut sebagai lokasi penelitian adalah populasi ternaknya paling banyak dengan proporsi masingmasing adalah 20,89 persen dan 20,40 persen (Tabel 7). Waktu pengumpulan dan pengolahan data dilakukan pada bulan Maret hingga April 2010. Tabel 7. Populasi Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 Sapi Perah No
Desa/Kelurahan
Total (ekor) Jantan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jatisari Kadakajaya Cinanjung Kutamandiri Cijambu Gudang Margajaya Margaluyu Pasigaran Raharja Tanjungsari Gunungmanik Total
15 11 49 1 63 84 10 1 46 32 312
Betina 92 32 520 7 405 593 50 72 615 542 2.928
107 43 569 8 468 677 60 73 661 574 3.240
Persentase (%) 3,30 1,32 17,56 0,24 14,44 20,89 1,85 2,25 20,40 17,71 100
Sumbar : Kecamatan Tanjungsari, 2009 (Diolah)
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapang, pengisian kuisioner dan wawancara secara langsung kepada peternak sapi perah di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang relevan seperti buku serta data-data dari dinas atau
24
instansi terkait seperti Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) Institut Pertanian Bogor, bahan pustaka lain seperti internet, hasil-hasil penelitian terdahulu serta berbagai literatur lainnya. 4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data Pemilihan responden untuk peternak sebagai sumber data dilaksanakan dengan
metode
purposive
sampling.
Metode
ini
dipilih
dengan
mempertimbangkan informasi yang telah dimiliki oleh peneliti mengenai sifat peternak dan populasi ternak yang akan dijadikan objek penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah peternak-peternak anggota dari Kelompok Ternak Mekar Asih dan Kelompok Ternak Wibawa Mekar. Pengambilan sampel dilakukan dengan mencatat anggota dan populasi di dua kelompok peternak tersebut, dan mengambil responden dengan jumlah sesuai dengan yang diinginkan. Total anggota kelompok peternak ini adalah 119 peternak yang menyebar di dua desa di Kecamatan Tanjungsari, dari 119 anggota tersebut dipilih
36 peternak untuk menjadi responden. Proporsi jumlah 36
responden dari Kecamatan Tanjungsari tersebut adalah 20 peternak di Desa Raharja dan 16 peternak di Desa Margajaya. Pertimbangan pemilihan jumlah responden didua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah pada saat turun lapangan peternak yang dapat ditemui secara langsung di Desa Raharja (20 orang) dan Desa Margajaya (16 orang). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung terhadap peternak responden dengan bantuan kuisioner. Kuisioner yang telah dibuat berisi pertanyaan-pertanyaan tentang karakteristik responden, sumberdaya yang tersedia, biaya, faktor produktivitas dan pendapatan peternak responden di Kecamatan Tanjungsari. 4.4. Metode Analisis Data Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran pelaksanaan budidaya sapi perah apakah dapat dilakukan dengan baik. Untuk analisis data kuantitatif menggunakan analisis pendapatan
25
Usahatani dan R/C rasio serta fungsi Cobb Douglas untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas dan pendapatan peternak. Perhitungan analisis data kuantitatif menggunakan komputer dengan menggunakan software Microsoft Office Excel dan Minitab 14.
4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Penerimaan (revenue) usahatani adalah semua nilai produk yang dihasilkan dari suatu usahatani dalam periode tertentu, satu musim tanam, atau dalam satuan tahun kegiatan usaha. Penghitungan penerimaan usahatani dapat dilakukan menggunakan rumus: TR = Q x P Keterangan:
TR = Penerimaan Usahatani Q = Produksi P = Harga produk
Menurut Soekartawi, et.al. (1986) biaya adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai uang tertentu. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua macam, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani seperti opportunity cost lahan milik pribadi, tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan dari sarana produksi. Biaya penyusutan merupakan nilai beli suatu benda investasi/peralatan yang dikurangi dengan nilai sisa jika dibagi dengan lamanya peralatan/benda investasi dipakai (umur ekonomis). Biaya penyusutan dalam penelitian ini diperhitungkan dengan metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa dianggap nol. Rumus yang digunakan adalah: (Nb – Ns) Biaya Penyusutan = N Keterangan : Nb = Nilai beli Ns = Nilai sisa N = Lama pakai
26
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Dalam usahatani, pendapatan dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini. Pendapatan atas biaya tunai = TR – BT Pendapatan atas biaya total = TR – (BT – BD) Keterangan:
TR = Pendapatan kotor/penerimaan BT = Biaya tunai BD = Biaya diperhitungkan
4.4.2. Analisis R/C ratio Analisis R/C rasio merupakan salah satu cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Selain itu R/C rasio ini juga dilakukan untuk mengetahui efisiensi usahatani, yang dapat diketahui dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya pada masing-masing usahatani. Analisis ini dibedakan menjadi dua, yaitu R/C rasio terhadap biaya tunai dan R/C rasio terhadap biaya total dengan perhitungan seperti: Total Penerimaan (TR) R/C Atas Biaya Tunai = Biaya Tunai Total Penerimaan (TR) R/C Atas Biaya Total
= Total Biaya
4.4.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Analisis faktor-faktor produktivitas ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan output dengan input. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model fungsi Cobb Douglas. Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel bebas, yang menjelaskan (X), dan yang lain disebut variabel tidak bebas, yang dijelaskan (Y). Penyelesaian hubungan
27
antara X dan Y biasanya dilakukan dengan cara regresi. Persamaan medel fungsi Cobb Douglas, dirumuskan sebagai berikut : Y = β0X1β1, X2β2....... Xiβi....... Xnβn e Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln), bentuk persamaannya menjadi : Ln Y= Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 Ln X3 + β4 Ln X4 + β5 Ln X5 + e Keterangan : Y β0 β1-β5 X1 X2 X3 X4 X5
= Produktivitas (Liter) = Konstanta = Nilai koefisien regresi masing-masing variabel = Hijauan (Kg) = Konsentrat (Kg) = Ampas Tahu (Kg) = Vaselin (Gram) = Tenaga kerja (HKP)
Gambaran dari variabel-variabel tersebut adalah : 1. Variabel yang menjadi variabel tidak bebas adalah produktivitas. Produktivitas susu adalah jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi laktasi per ekor selama satu tahun. Produktivitas susu dinyatakan dalam satuan liter. 2. Variabel yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini meliputi: a. Hijauan (X1) Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahaternak sapi perah adalah pemberian pakan. Pakan hijauan adalah bahan pakan berserat seperti rumput gajah, rumput raja dan lain-lain. Jumlah pakan hijauan dinyatakan dalam kilogram yang diberikan selama satu tahun pada sapi laktasi per ekor. b. Konsentrat (X2) Pakan konsentrat adalah pakan yang berasal dari campuran dedak halus, dedak jagung dan lain-lain. Sapi perah yang produktivitas susunya tinggi tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya bila tidak mendapat pakan konsentrat yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Jumlah
28
pakan konsentrat dinyatakan dalam kilogram yang diberikan selama satu tahun pada sapi laktasi per ekor. c. Ampas Tahu (X3) Ampas tahu adalah limbah dari pabrik tahu yang dijadikan pakan tambahan untuk sapi perah agar produktivitas susunya meningkat. Jumlah pemberian ampas tahu dinyatakan dalam kilogram yang diberikan salama satu tahun pada sapi laktasi per ekor. d. Vaselin (X4) Vaselin digunakan dalam proses pemerahan susu. Penggunaan vaselin akan mempengaruhi kinerja pemerahan yaitu memperlancar keluarnya susu yang dilakukan pada saat proses pemerahan. Jumlah vaselin dinyatakan dalam gram yang diberikan selama satu tahun pada sapi laktasi per ekor. e. Jumlah Tenaga Kerja (X5) Tenaga kerja adalah tenaga manusia yang digunakan untuk menangani sapi laktasi dengan kegiatan antara lain memerah, memberi makan dan minum, memandikan sapi, membersihkan kandang, mencari rumput, mengantar susu, dan mengurus peralatan. Jumlah tenaga kerja diukur dalam jam kerja selama satu tahun yang selanjutnya dinilai dalam satuan hari kerja pria (HKP). Hipotesis yang digunakan dalam menganalisis faktor penduga ini adalah bahwa input akan berpengaruh positif terhadap produktivitas susu sapi. Kondisi ini dikarenakan seluruh komponen input tersebut merupakan kebutuhan dalam kegiatan produktivitas susu sapi. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hijauan (X1) b1 > 0 artinya semakin banyak hijauan yang diberikan untuk budidaya sapi perah maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu. 2. Konsentrat (X2) b2 > 0 artinya semakin banyak konsentrat yang digunakan dalam budidaya sapi perah, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu.
29
3. Ampas Tahu (X3) b3 > 0 artinya semakin banyak ampas tahu yang digunakan dalam budidaya sapi perah, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan. 4. Vaselin (X4) b4 > 0 artinya semakin banyak vaselin yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan. 5. Tenaga Kerja (X5) b5 > 0 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan. Namun tidak menutup kemungkinan banyaknya tenaga kerja dapat mengakibatkan kegiatan produktivitas menjadi tidak efektif. 4.4.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Faktor-faktor yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan atau keuntungan peternak sapi perah dalam penelitian ini dilakukan dengan model fungsi Cobb Douglas. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan adalah harga-harga dari penggunaan input dan output. Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel bebas, yang menjelaskan (X), dan yang lain disebut variabel tidak bebas, yang dijelaskan (Y). Persamaan medel fungsi Cobb Douglas, dirumuskan sebagai berikut : Y = β0P1β1, P2β2....... Piβi....... Pnβn e Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln), bentuk persamaannya menjadi : Ln π = Ln β0 + β1 Ln P1 + β2 Ln P2 + β3 Ln P3 + β4 Ln P4 + β5 Ln P5 + β6 Ln P6+ β7 Ln P7 + e
30
Keterangan : π β0 β1-β5 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 e
= Keuntungan usaha (Rp) = Konstanta = Nilai koefisien regresi masing-masing variabel = Harga Hijauan (Rp/Kg) = Harga Konsentrat (Rp/Kg) = Harga Ampas Tahu (Rp/Kg) = Harga Vaselin (Rp/Kg) = Biaya Kesehatan Hewan (Rp/hari) = Upah Tenaga Kerja (Rp/HKP) = Harga Penjualan Susu (Rp/Liter) = Unsur galat
Hipotesis yang digunakan dalam menganalisis faktor penduga ini adalah bahwa harga output akan berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan peternak sapi perah. Kondisi ini dikarenakan faktor harga output dapat mempengaruhi jumlah keuntungan, sedangkan faktor harga input yang akan digunakan memerlukan korbanan untuk memperolehnya dalam kegiatan produktivitas. Adapun penjelasan dari hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Harga Hijauan (P1) b1 < 0 artinya semakin tinggi harga input hijauan yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah. 2. Harga Konsentrat (P2) b1 < 0 artinya semakin tinggi harga input konsentrat yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah. 3. Harga Ampas Tahu (P3) b1 < 0 artinya semakin tinggi harga input ampas tahu yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah. 4. Harga Vaselin (P4) b2 < 0 artinya semakin tinggi harga input vaselin yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah.
31
5. Biaya Kesehatan Hewan (P5) b3 < 0 artinya semakin tinggi biaya input kesehatan hewan yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah. 6. Upah Tenaga Kerja (PX6) b4 < 0 artinya semakin tinggi upah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak. 7. Harga Jual Susu (P7) b5 > 0 artinya semakin tinggi harga jual susu segar, maka akan semakin meningkatkan pendapatan yang diperoleh peternak. Harga jual menjadi salah satu komponen dalam usahaternak sapi perah yang memiliki dampak positif terhadap tingkat pendapatan peternak. Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam pengujian terhadap parameter regresi antara lain : a. Pengujian parameter secara keseluruhan Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakah variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tidak bebas atau apakah signifikan atau tidak model dugaan yang digunakan (Siagian, 2002). Hipotesis: H0
: b1= b2=…= bi = 0
H1
: salah satu dari b ≠ 0
Uji statistik yang digunakan adalah uji F : Fhitung =
R 2 /(k 1) (1 R 2 ) /(n k )
Keterangan: k n
= jumlah variabel termasuk intersept = Jumlah pengamatan atau responden
Kriteria uji : Fhitung > Ftabel (k-1), n-k) pada taraf nyata α : tolak H0 Fhitung < Ftabel (k-1), n-k) pada taraf nyata α : terima H0
32
Koefisien determinasi (R2) adalah besaran yang dipakai untuk menunjukan sampai sejauh mana keragaman variabel tidak bebas (Y), dapat diterangkan oleh model dugaan. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut: Jumlah Kuadrat regresi (SSE) Jumlah Kuadrat Total (SST)
R2 =
2
R =1-
[
et Yt
2
2
]
b. Pengujian untuk masing-masing parameter Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis: H0 : bi = 0 H1 : bi ≠ 0 Uji setatistik yang digunakan adalah uji t : Thitung =
bi 0 S (bi )
Kriteria uji : Thitung > Ttable (a/2,n-v) pada taraf ntyata α : tolak H0 Kriteria uji : Thitung < Ttable (a/2,n-v) pada taraf ntyata α: terima H0 Keterangan : v = jumlah variabel bebas n = Jumlah pengamatan atau responden Jika tolak H0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model. c. Pengujian Multikolinieritas Pengujian multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara variable-variabel bebas satu dengan yang lainnya didalam fungsi produksi. Suatu model yang baik adalah jika tidak ditemukan adanya gejala multikolinieritas. Adanya gejala
multikolinieritas dilihat dari nilai variance
inflation factor (VIF). Nilai VIF dapat diperoleh melalui persamaan :
33
VIF (Xj) =
1 (1 - R 2j )
Dimana : Rj = Koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel tidak bebas Xi dan variable bebas adalah variable X lainnya. Jika VIF (Xj) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinearitas.
34
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian Kabupaten Sumedang adalah sebuah Kabupaten di Jawa Barat dengan ibu kotanya yaitu Sumedang. Kabupaten Sumedang berada di sebelah Timur Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada posisi 107 0 14‟-1080 21‟ Bujur Timur dan 600 40‟-700 83‟ Lintang Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Subang di sebelah Utara, Kabupaten Majalengka di sebelah Timur dan Kabupaten Garut di sebelah Tenggara serta Kabupaten Bandung di sebelah Barat dan Selatan. Wilayah Kabupaten Sumedang memiliki areal yang cukup luas yaitu + 15.222.000 Ha. Kondisi wilayah Kabupaten Sumedang mempunyai potensi wilayah lahan basah yang luas, saat ini sebagian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan dan hutan. Kabupaten Sumedang mempunyai iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 2.242 mm per tahun, suhu udara 150-260 dan kelembaban sebesar 500 sampai 700 3. Wilayah Kabupaten Sumedang mempunyai bentuk permukaan yang sangat variatif dari permukaan yang datar sampai bergunung. Sedangkan ketinggian secara keseluruhan terletak antara 20 sampai dengan lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Pusat-pusat kecamatan di wilayah ini terletak pada kisaran ketinggian 40-800 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan rata-rata 43,73 persen dari keseluruhan wilayah Kabupaten Sumedang terletak pada ketinggian 501 sampai 1000 meter di atas permukaan laut (Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang). Kabupaten Sumedang pada tahun 2005 mempunyai jumlah penduduk 1.045.826 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak 1.091.674 jiwa, yang terdiri dari 545.740 jiwa adalah laki-laki dan 545.934 jiwa perempuan, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 4,38 persen dengan membandingkan data tersebut diatas maka terjadi kenaikan jumlah penduduk dari tahun 2005 sampai 2008 sebanyak 45.848 jiwa. Mata pencaharian penduduk Kabupaten Sumedang sebagian besar terkonsentrasi dibidang pertanian sebanyak 199.664 atau 43.85 persen diikuti oleh sektor perdagangan besar atau kecil 3
Kabupaten Sumedang. 2010. Profil http://www.kabupatensumedang.go.id [06 Mei 2010].
Kabupaten
Sumedang.
35
sebanyak 89.718. sektor industri sebanyak 57.876 atau 17,10 persen (Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang). Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Jatinangor di Barat daya, Kecamatan Cimanggu di Selatan, Kecamatan Pamulihan di Timur, Kecamatan Sukasari di barat laut serta wilayah Kabupaten Subang disebelah utara. Kecamatan Tanjungsari memiliki luas wilayah + 3462 Ha, yang terdiri dari 12 Desa. Desa tersebut meliputi Cinanjung, Raharja, Gunung Manik, Marga Jaya, Tanjungsari, Jatisari, Kuotamandiri, Margaluyu, Gudang, Pasigaran, Kadaka Jaya, dan Cijambu (Kecamatan Tanjungsari). Kecamatan Tanjungsari memiliki beberapa produk andalan. Salah satunya adalah sebagai daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pangalengan. Selain itu, daerah Tanjungsari sebelah utara (Desa Cijambu dan sekitarnya) merupakan daerah penghasil sayur-mayur. Buah-buahan dan umbiumbian juga merupakan produk Tanjungsari yang cukup dikenal. Di kecamatan ini juga terdapat banyak tempat-tempat yang memiliki panorama indah. Tanjungsari berada didekat kawasan pendidikan Jatinangor. 5.2. Kependudukan dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk dalam Kecamatan Tanjungsari berdasarkan angka penduduk pada tahun 2009, yang terdiri dari 12 desa adalah sebanyak 71.017 orang. Terdiri dari 35.991 orang laki-laki dan 35.028 orang perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Tanjungsari adalah 20.097 dengan kepadatan 2.051 jiwa per Km persegi (Kecamatan Tanjungsari, 2009). Mata pencaharian penduduk Kecamatan Tanjungsari beraneka ragam, yaitu sebagai petani, buruh tani, pedagang, buruh/karyawan, PNS/TNI, wiraswasta, dan peternak. Potensi penduduk berdasarkan mata pencaharian, dapat dilihat dalam Tabel 8.
36
Tabel 8. Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian (KK) di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009. No
Kecamatan
Petani Buruh Pedagang Karyawan PNS Wiraswasta Tani
1
Cijambu
122
2498
60
38
14
42
2
Kadakajaya
900
1500
20
12
31
218
3
Pasigaran
826
197
167
130
34
169
4
Margaluyu
1385
253
132
135
107
977
5
Tanjungsari
27
112
526
877
104
130
6
Gudang
496
253
80
560
110
49
7
Margajaya
491
735
347
392
392
148
8
Jatisari
41
-
196
281
398
150
9
Kutamandiri
2360
404
142
161
46
193
10
Gunungmanik
960
416
316
390
310
619
11
Cinanjung
1000
750
800
500
350
530
12
Raharja
485
9
307
427
127
347
Sumber: Kecamatan Tanjungsari 2009
5.3. Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari yaitu, Desa Margajaya dan Desa Raharja. Pemilihan tempat penelitian didasarkan bahwa kedua desa tersebut merupakan daerah utama penghasil susu sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi status usaha, umur, pendidikan, pengalaman beternak, lama menjadi anggota kelompok ternak dan kepemilikan ternak. Karakteristik tersebut dianggap penting karena berpengaruh pada pelaksanaan usaha ternak sapi perah, terutama dalam melakukan teknis budidaya sapi perah yang akan mempengaruhi hasil peternak tersebut. Karakteristik responden untuk usaha sapi perah tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
37
Tabel 9. Karakteristik Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009. Karakteristik Responden 1. Status Usaha a. Utama b. Sampingan Total 2. Umur (th) a. < 35 b. 35- 55 c. > 55 Total 3. Pendidikan a. Tidak Sekolah b.SD c.SLTP d. SLTA Total 4. Pengalaman Beternak (thn) a. < 10 b. 10-15 c. 16-20 d. 21-25 Total 5. Lama Manjadi Anggota Koperasi a. < 10 b. 10-15 c. 16-20 d. 21-25 Total 6. Kepemilikan Ternak (ekor) a. 1-3 b. 4-5 b. 6-7 Total
Jumlah Petani
Persentase (%)
33 3 36
91,67 8,33 100
4 29 3 36
11,11 80,56 8,33 100
3 24 7 2 36
8,11 64,86 18,92 8,11 100
4 10 14 8 36
11,11 27,78 38,89 22,22 100
5 12 13 6 36
13,89 33,33 36,11 16,67 100
12 20 4
33,33 55,55 11,11
36
100
5.3.1. Status Usaha Pekerjaan responden pada umumnya masih berada dalam batasan dunia pertanian dan peternakan. Hanya tiga dari 36 responden yang memiliki pekerjaan utama tidak berhubungan dengan peternakan yaitu pekerja swasta, buruh tani,
38
supir angkot dan berdagang sembako. Pekerjaan utama ditentukan dengan pendekatan tenaga kerja maupun waktu terbesar yang diluangkan oleh seseorang dalam bekerja untuk memperoleh pendapatan baik dalam bentuk uang maupun bentuk pendapatan lain seperti hasil pertanian maupun peternakan. Tabel 9, menunjukan bahwa sebagian besar (91,67 persen) responden menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai pekerjaan utama. Sedangkan responden yang menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai pekerjaan tambahan yang memiliki pekerjaan sampingan hanya sebesar 8,33 persen. Besarnya persentase yang menjadikan usaha ternak sapi perah dijadikan mata pencaharian utama dikarenakan kontinuitas penerimaan tunai didapatkan responden setiap hari ketika sapi perah dalam masa laktasi. 5.3.2. Umur Umur responden peternak sapi perah di daerah penelitian mayoritas berusia 35 sampai 55 tahun yaitu 80,56 persen. Selain itu, terdapat 11,11 persen responden yang berusia kurang dari 35 tahun dan 8,33 persen responden yang berusia lebih dari 55 tahun ke atas. Jadi secara keseluruhan responden terbanyak berusia 35 sampai 55 tahun. Hal ini disebabkan pada usia dewasa madya (35 sampai 55 tahun), responden telah memiliki kemantapan dalam berwirausaha di bidang peternakan ini. Sedikitnya responden yang memiliki usia kurang dari 35 tahun (dewasa awal) disebabkan seseorang pada usia ini masih dalam tahap pencarian bidang usaha yang sesuai dengan minat dan kemampuan. Responden usia 55 tahun ke atas tergolong sedikit. Hal ini dikarenakan faktor usia yang sudah tidak sesuai untuk melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam pengelolaan ternak sapi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, responden pada usia ini sebagian besar telah melimpahkan atau mewariskan usaha ternaknya kepada anak atau kerabatnya sehingga responden pada usia ini cukup sedikit. 5.3.3. Pendidikan Tingkat pendidikan responden berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Seluruh responden yang diwawancarai pernah mengikuti pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh
39
responden tersebut masih rendah. Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu 64,86 persen. Hanya sebagian kecil responden yang mencapai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yaitu 18,92 persen dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yaitu 8,11 persen, ada juga responden yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali yaitu sekitar 8,11 persen. Tingkat pendidikan responden menjadi faktor utama dalam penerapan transformasi teknologi yang ada dalam usahaternak sapi perah tersebut. Pada umumnya tingkat pendidikan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengadopsi teknologi dan memahami Informasi, baik dalam hal budidaya maupun perlakuan pasca pemerahan.Tingkat pendidikan yang rendah ini diperngaruhi oleh pola pikir responden yang masih menganggap bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sudah turun-temurun dilakukan, sehingga mereka berpikir bahwa pendidikan bukan hal yang utama. 5.3.4. Pengalaman Beternak Sapi Perah Pengalaman beternak sapi perah yang dialami oleh responden selain mendapatkan pengalaman beternak sapi perah dengan berusaha ternak sendiri, peternak juga mendapatkan pengalaman sejak membantu orang tua maupun keluarga yang memiliki usahaternak. Sebagian besar responden telah lama berprofesi sebagai peternak hewan khususnya sapi perah. Karakteristik ternak sapi perah ini yang bisa menghasilkan pendapatan tiap hari dari hasil penjualan susu dan relatif mudah dalam melakukan budidaya ternaknya, sehingga menjadikan usaha sapi perah ini sudah lama dibudidayakan oleh responden di daerah penelitian. Tabel 9, menggambarkan karakteristik responden dari lama pengalaman beternak sapi perah. Sebagian besar peternak yang dijadikan responden memiliki pengalaman bertenak sapi perah selama 16-20 tahun dengan persentase 38,89 persen. Pengalaman berusaha ternak yang dimiliki oleh responden menunjukan lamanya responden berperan aktif dalam usahaternak sapi perah. Semakin lama pengalaman berusaha ternak sapi perah maka dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami teknik budidaya dalam kegiatan usahaternak yang dijalankan.
40
5.3.5. Lama Menjadi Anggota Koperasi Sebagian responden telah lama menjadi anggota koperasi. Karakteristik koperasi ini memberikan pelayanan dan dukungan untuk responden dari mulai penyediaan pakan, kesehatan, obat-obatan, IB dan transportasi, sehingga membuat responden menjadi lebih mudah dalam membudidayakan usaha sapi perahnya. Tabel 9, menunjukan bahwa responden dengan lama masuk menjadi anggota koperasi selama 16-20 tahun memiliki proposi paling besar yaitu 35,11 persen. Selain itu, terdapat 33,33 persen responden menjadi anggota koperasi dari 10-15 tahun dan responden yang menjadi anggota koperasi dari 21-25 tahun mendapat proporsi 16,67 persen. Sedangkan responden dengan lama menjadi anggota koperasi kurang dari 10 tahun memiliki proporsi paling rendah yaitu 13,89 persen. Lama menjadi anggota koperasi menunjukan responden berperan aktif dalam kegiatan koperasi dan menggunakan fasilitas pendukung yang disediakan koperasi seperti pelayanan kesehatan, kawin suntik, penyediaan pakan, peralatan dan lain-lain. Semakin lama responden menjadi anggota koperasi maka dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami peraturan-peraturan yang diberikan dari koperasi. 5.3.6. Kepemilikan Ternak Sapi perah yang dipelihara responden di Kecamatan Tanjungsari adalah sapi Fries Holland (FH). Populasi ternak responden di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah 148 ekor sapi perah laktasi. Sapi laktasi merupakan sapi yang sedang berada pada masa produktif menghasilkan susu. Berdasarkan informasi dari responden sapi yang dipelihara berasal dari warisan dari orang tua responden, bantuan dari koperasi dan ada juga yang membeli sapi sendiri. Jumlah kepemilikan ternak responden dilihat dari kriteria kepemilikan ternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 9. Dari 36 responden jumlah terbesar (55,55) terdapat pada responden dengan kepemilikan ternak 4-5 ekor, jumlah ini disebabkan
kemampuan daya beli responden akan sapi perah yang rendah.
Menurut Soedono,(1999) peternakan sapi perah akan menguntungkan jika jumlah minimal sapi perah adalah 10 ekor dengan persentase sapi laktasinya ≥ 60 %.
41
Persentase sapi laktasi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam tata laksana suatu peternakan sapi perah untuk menjamin pendapatan. 5.4. Tatalaksana Usahaternak 5.4.1. Pengadaan dan Pemilihan Bakalan Sapi Perah Bangsa sapi perah yang dipelihara oleh responden sapi perah di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah bangsa Fries Holland (FH) atau peranakan Fries Holland hasil perkawinan silang dengan sapi lokal. Pengadaan bakalan sapi perah didapatkan dari pembibitan dengan Inseminasi Buatan (IB) dan juga diperoleh dari bakalan sapi perah (dara bunting) dari luar daerah seperti KPBSU Bandung, Lembang Bandung, dan KSU Tandangsari. Pemilihan bakalan sapi perah dilakukan dengan melihat kesehatan fisik, jenis atau turunan bakalan serta umur bakalan sapi perah. Pemilihan bakalan sapi perah tersebut diseleksi berdasarkan bentuk tubuh, genetik sapi, sifat-sifatnya dan kesehatannya. Bentuk tubuh secara umum yaitu berbentuk pasak atau menyudut, sapi yang sehat selalu aktif, nafsu makan kuat, kulit halus dan mengkilat, mata bersinar, kapasitas tubuh yang besar sehingga memungkinkan sapi dapat menempung sejumlah makanan dari berbagai jenis makanan dengan volume tinggi yang diperlukan sebagai bahan baku pembentukan energi. Genetik sapi mempengaruhi kemampuan sapi dalam memproduksi susu, mutu air susu dan keteraturan beranak. Kualitas dan jumlah produktivitas susu yang mempunyai sifat menurun dapat diperbaiki melalui seleksi. Oleh karena itu perlu kecermatan dalam menentukan sapi yang akan dijadikan induk dengan mengetahui asal usul keturunannya. Sifat-sifat sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Calon induk yang mempunyai sifat jinak dan tenang, menurut, nafsu makan tinggi sangat mudah dipelihara dan dikuasai. Sebaliknya, sapi dengan sifat yang gugup dan tidak dapat beradaptasi dengan cara-cara yang dipergunakan dalam pengelolaan dapat mengakibatkan kurangnya ketenangan dalam kelompok sehingga produktivitas susu secara keseluruhan menurun.
42
5.4.2. Kandang Kandang merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam peternakan sapi perah. Responden di Kecamatan Tanjungsari memelihara semua sapinya dalam kandang dan tidak digembalakan pada lahan terbuka. Mereka tidak mengembalakan sapinya karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Kandang sapi perah di daerah tropis seharusnya disesuaikan dengan kondisi iklimnya. Tipe kandang untuk sapi pedet, dara dan laktasi tidak jauh berbeda, hanya ukuranya saja yang berbeda. Dinding kandang dibuat dari kayu setinggi leher dengan tujuan agar sirkulasi udara kandang dan pencahayaan yang cukup sehingga kandang tidak lembab. Penggunaan asbes bertujuan untuk menjaga kesetabilan suhu dalam kandang. Perubahan suhu yang tiba-tiba akan menyebabkan sapi stres dan menurunkan produktivitasnya. Lantai kandang peternakan responden di Kecamatan Tanjungsari dibuat dari kayu dan ada beberapa responden yang menggunakan lantai dari semen dengan tekstur miring agar mudah dibersihkan dan selalu kering. Selain itu juga dibuat selokan atau parit agar tidak terjadi genangan air. Tempat makan dan minum merupakan perlengkapan yang sangat penting. Responden membuat tempat makan dan minum menggunakan ember pelastik dan ada beberapa responden yang membuat tempat pakan dan air minum dari beton semen secara individual. Lokasi kandang peternakan responden ditempatkan disamping atau dibelakang rumah. Responden membangun kandang peternakannya secara tradisional dengan bahan baku sebagian dari kayu hutan sehingga tempat makan, minum, dan pembuangan kotoran belum dibuat secara baik dan ada beberapa yang semi permanen yaitu lantai kandang disemen serta dibuat bak tempat pakan dan minum. Pada umumnya ukuran kandang yang digunakan responden berkisar 1.0 x 1,5 sampai 1,5 x 2.0 meter untuk satu ekor sapi dewasa, dengan lantai papan dan semen. Responden membersihkan kandangnya dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari sebelum pemerahan. Hal itu dilakukan untuk menjaga kenyamanan sapi perah dan kebersihan susu yang dihasilkan.
43
5.4.3. Peralatan Peralatan menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh responden untuk menjalankan usaha ternaknya. Peralatan ini menunjang responden untuk bekerja dalam melakukan budidaya sapi mereka. Peralatan yang dimiliki responden sangat berpengaruh pada biaya tetap yang akan dikeluarkan oleh responden yaitu biaya penyusutan peralatan. Penghitungan nilai penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis peralatan tersebut. Peralatan yang digunakan responden di Kecamatan Tanjungsari antara lain : a. Milk can, yaitu kaleng penampung susu yang terbuat dari almunium khusus tanpa sambungan. Ukuran rata-rata yang dipakai adalah 10 liter, 15 liter dan 20 liter. b. Ember, digunakan untuk menampung air minum sapi, memandikan sapi, menampung pakan ransum dan untuk membersihkan kandang. Ukuran ember bervariasi dari 15 liter – 25 liter. c. Sabit, digunakan untuk menyabit rumput dan membersihkan semak disekitar kandang. d. Saringan, digunakan untuk menyaring susu sewaktu memasukan ke dalam milk can. e. Cangkul/ Sekop, digunakan untuk membersihkan kotoran sapi. f. Gerobak, digunakan untuk mengangkut pakan atau milk can yang sudah di isi susu dan lain-lain. g. Bak penampungan air, digunakan untuk menampung air yang akan dipakai untuk membersihkan kandang atau memandikan sapi. Hanya beberapa peternak yang memilikinya. h. Selang air, dimiliki oleh peternak yang menggunakan pompa air (sanyo). Digunakan untuk membersihkan kandang dan memandikan sapi dengan menyemprotkan air melalui selang. Sebagian besar peralatan tersebut biasa di beli oleh responden di Koperasi Serba Usaha Tandangsari, dengan sistem pembayaran cash atau kredit, untuk pembelian dengan kredit pembayaran dilakukan dengan memotong hasil dari
44
penjualan susu. Harga rata-rata peralatan di Koperasi Serba Usaha Tandangsari di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Harga rata-rata peralatan di Koperasi Serba Usaha Tandangsari di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009. Peralatan
Jumlah Satuan
Harga (Rp)
Umur Teknis (bulan)
Millk Can (10 L)
Satu buah
150.000
60
Millk Can (20 L)
Satu buah
200.000
60
Millk Can (30 L)
Satu buah
300.000
60
Ember
Satu buah
15.000
6
Gayung
Satu buah
6.000
6
Sabit/Arit
Satu buah
20.000
60
Golok
Satu buah
20.000
60
Cangkul/Sekop
Satu buah
30.000
60
Gerobak
Satu buah
200.000
60
Lap ambing
Satu buah
2.500
1
Sosorong
Satu buah
7.500
12
Sepatu Bot
Satu pasang
40.000
12
5.4.4. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Menurut Soekartawi (2002), setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisa ketenaga kerjaan bidang peternakan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Besar kecilnya akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) untuk masing-masing jenis kegiatan yang diperlukan responden dalam pemeliharaan sapi perah. Penggunaan tenaga kerja responden dalam usahaternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari pada umumnya menggunakan perhitungan Hari Kerja Pria (HKP) sebagai berikut, setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung dengan 45
jumlah jam kerja delapan jam per hari dihitung dari jam 04.00 pagi hingga jam 07.00 pagi, kemudian dilanjutkan mulai dari jam 14.00 hingga jam 19.00. Sedangkan untuk tenaga kerja memiliki perincian sebagai berikut; tenaga kerja pria (1 HKP), wanita (0,75 HKP) dan anak-anak (0,5 HKP). Responden di Kecamatan Tanjungsari lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yakni sebanyak 95,7 persen jumlah dari HKP (Hari Kerja Pria) yang digunakan untuk memelihara ternak, sedangkan tenaga kerja luar keluarga hanya sebesar 4,3 persen dari seluruh HKP. Kegiatan tenaga kerja yang dilakukan untuk memelihara ternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari adalah membersihkan kandang, memandikan sapi, pemerahan dan pemberian pakan serta pencarian rumput. Dengan rata-rata upah tenaga kerja sebesar Rp 14.000 per hari. Untuk tenaga kerja di luar keluarga responden harus mengeluarkan biaya secara langsung setiap bulan sebagai imbalan atas jasa yang mereka kerjakan, sedangkan untuk tenaga kerja dalam keluarga, responden tidak mengeluarkan biaya secara langsung sehingga bisa menutupi pengeluaran atas pemakaian tenaga kerja. 5.4.5. Pakan Semua mahluk hidup membutuhkan makanan, termasuk sapi perah. Makanan bagi sapi perah berfungsi untuk perawatan tubuh dan kegiatan biologis yang lain seperti bernapas, proses pencernaan, gerak jantung dan untuk memprosuksi susu saging sertauntuk pertumbuhan janin disalam kandungan (Girisonta,1995). Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Cara pemberian pakan yang salah dapat menyebabkan produktivitas menurun. Responden umumnya menyadari bahwa pakan yang diberikan mempengaruhi produktivitas susu, sehingga responden berusaha mencukupi kebutuhan bagi sapi. Pakan ternak yang diberikan oleh responden pada sapi perah, umumnya sama terdiri dari pakan hijauan yang mengandung serat kasar tinggi dan pakan konsentrat yang mengandung serat kasar rendah. Hijauan merupakan makanan pokok yang dibutuhkan sapi perah karena kandungan karbohidratnya dan serat kasar yang tinggi. Makanan hijauan ini diperoleh dari sekitar tempat tinggal responden yaitu yang sebagian besar dari
46
tegalan yang sengaja ditanam rumput-rumputan untuk makanan ternak dan sebagian lagi dari tempat lain yang terdapat rumput-rumputan, namun ada juga responden yang membeli rumput kepada masyarakat seharga Rp 100 per kilogram atau sekitar Rp 5.000,00 per ikat (@ 50 kg). Pemberian pakan hijauan yang dilakukan responden bisa dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pemberian Pakan Hijauan pada Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 Sumber : (Elim, 2010)
Ternak yang memperoleh makanan yang kurang baik akan berpengaruh pada berkurangnya produktivitas susu yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, makanan hijauan yang bisa diberikan kepada ternak berupa rumput gajah, rumput raja, rumput lapang, daun singkong, daun lamtorogung, dahan pisang, dan sebagainya. Pemberian pakan hijauan yang dilakukan responden tanpa takaran atau mengira-ngira jumlah pakan yang diberikan. Pakan hijauan diberikan tiga kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari setelah pemerahan, siang hari dan sore hari setelah pemerahan. Pakan hijauan diberikan setelah pemberian pakan penguat. Pemenuhan gizi yang cukup dapat dilakukan dengan pemberian makanan yang memiliki kandungan hayati yang cukup serta berimbang. Pemberian makanan hijauan saja pada ternak sapi tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan, maka diperlukan makanan tambahan berupa makanan konsentrat. Sapi laktasi membutuhkan makanan tambahan agar dapat menghasilkan susu yang sesuai dengan yang diharapkan. Makanan konsentrat ini terdiri dari pollard, bungkil kelapa, ongok dan lain-lain. Penyuluhan yang dilakukan petugas Koperasi
47
Tandangsari menyarankan pemberian pakan konsentrat dengan perbandingan 1 : 2, yang artinya pemberian satu kilogram konsentrat untuk setiap dua liter susu yang dihasilkan. Sehingga kandungan nutrisi didalamnya telah sesuai dengan kebutuhan sapi perah. Pakan tambahan berupa konsentrat bisa dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Pakan Tambahan Berupa Konsentrat pada Peternakan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 Sumber : (Elim, 2010)
Pakan konsentrat diberikan dua kali yaitu pada pagi dan sore hari. Selain itu seluruh responden menambahkan pakan tambahan untuk ternak sapi yaitu dengan memberikan ampas tahu untuk pakan sapi laktasi agar jumlah produktivitas susunya meningkat. Rata-rata kebutuhan pakan hijauan, konsentrat dan ampas tahu untuk responden yang ada di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-rata Pemberian Pakan Sapi Perah Responden di Kecamatan Tanjungsari 2009. No
Pakan
1
Hijauan
2
Konsentrat
3
Ampas Tahu
Jumlah ( Kg/tahun) 80056,66667 8591,22225 2354,236111
5.4.6. Kesehatan Hewan dan Reproduksi Obat-obatan diperlukan saat sapi mengalami penyakit. Biasanya sapi yang terkena penyakit langsung diperiksa oleh bagian kesehatan hewan yang ada di Kecamatan Tanjungsari sehingga untuk penanganan kasusnya dapat dilakukan 48
untuk mencegah timbulnya penyakit yang semakin berbahaya. Responden hanya melaporkan pada bagian kesehatan hewan (KESWAN), untuk mendapat pelayanan berupa obat-obatan dan vitamin sesuai dengan penyakit ternaknya. Penyakit yang biasanya menyerang pada sapi perah responden di Kecamatan Tanjungsari adalah diare, perut sapi kembung, mastitis, memar-memar yang mengakibatkan luka, serta Brucellosis (cacingan). Penanganan pertama yang dilakukan responden yaitu dengan cara melaporkan ke bagian medis kesehatan hewan yang ditangani oleh tenaga medis KSU Tandangsari atau dokter hewan. Sapi-sapi pada responden hampir sepanjang hari berada didalam kandang sehingga kuku belakangnya menjadi lunak akibat sering tergenang air. Kondisi kuku semacam ini akan menyebabkan penyakit kuku busuk sehingga responden harus secara rutin memotongnya. Pemotongan kuku secara rutin akan mengembalikan bentuk kuku kedalam keadaan yang normal. Selain itu, pemotongan kuku akan membuat sapi merasa nyaman karena berat badannya akan terbagi merata pada keempat kakinya. Pada umumnya sistem reproduksi sapi perah responden di Kecamatan Tanjungsari dilakukan dengan cara Inseminasi Buatan (IB). Bagi responden, IB dinilai lebih menguntungkan dari pada perkawinan alami. Hal ini dikarenakan lebih praktis, hemat waktu, hemat tenaga, hemat biaya, serta mengurangi tingkat penyebaran penyakit oleh sapi jantan dan anak sapi (pedet) hasil inseminasi buatan keturunannya lebih bagus. Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) sapi perah di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010. Sumber: (Mamat, 2010).
49
Berdasarkan pengalaman peternak responden di Kecamatan Tanjungsari tidak semua sapi mengalami kebuntingan ketika pertama kali dilakukan IB. Hal ini akan membuat sapi perah kehilangan masa subur dan harus menunggu lagi selama 21 hari hingga masa sapi birahi kemudian dilakukan IB yang kedua kalinya. Pengaturan jarak perkawinan akan berpengaruh terhadap produktivitas ternak dan mempengaruhi jarak kelahiran. Pengaturan jarak kelahiran pada responden di Kecamatan Tanjungsari tidak melebihi 365 hari. Untuk melakukan Inseminasi Buatan dan pelayanan kesehatan, responden bisa menggunakan jasa petugas kesehatan hewan dari KSU Tandangsari. Biaya pelayanan IB, obat-obatan, dan vitamin dipotong dari penjualan susu yaitu sebesar Rp. 450 per liter susu yang dijual ke koperasi. Peraturan pemotongan hasil penjualan susu berlaku bagi setiap anggota koperasi baik yang ternaknya di IB dan terkena penyakit atau tidak tetap mendapatkan potongan. 5.4.7. Pemerahan Pemerahan merupakan kegiatan yang harus mendapat perhatian khusus karena akan mempengaruhi kuantitas susu yang dihasilkan. Responden sapi perah di Kecamatan Tanjungsari pada umumnya melakukan pemerahan susu dua kali dalam sehari yaitu pagi hari sekitar pukul 05.30 sampai 07.00 dan sore hari sekitar pukul 15.30 sampai 17.00. Teknis pemerahan susu sendiri masih sangat tradisional yaitu dengan menggunakan tangan pekerja. Sebelum melakukan proses pemerahan, terlebih dahulu sapi dimandikan guna mencegah kontaminasi pada susu. Untuk merangsang agar susu sapi dapat keluar dengan baik, responden melakukan pembilasan kepada ambing sapi menggunakan kain lap dan air hangat. Setiap proses pemerahan dilakukan dengan secepat mungkin, sebab pemerahan yang terlalu lama akan menimbulkan efek yang kurang baik bagi sapi yang diperah. Awal pemerahan harus dilakukan dengan hati-hati, lembut dan pelan, kemudian dilanjutkan sedikit lebih cepat, sehingga sapi yang diperah tidak stres. Pemerahan harus dilakukan sampai air susu yang didalam ambingnya keluar habis dan setelah selesai pemerahan putingnya dicelup dengan desinfektan, hal ini untuk mencegah terjadinya mastitis pada sapi. Untuk lebih jelasnya proses pemerahan responden di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Gambar 8. 50
Gambar 8. Proses Pemerahan Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 Sumber: (Komar,2010)
Untuk memudahkan dalam proses pemerahan biasanya responden menggunakan vaseline agar ambing sapi dalam keadaan licin. Hal ini dilakukan guna menghindari kegelisahaan dan rasa sakit sapi saat diperah. Penggunaan vaseline terbukti aman bagi kesehatan ambing sapi perah dan tidak mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Kebutuhan vaselin responden rata-rata selama satu tahun sebesar 9.027,777 gram. Vaselin yang digunakan untuk pemerahan sapi perah didapat dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari. 5.4.8. Produktivitas Susu Produktivitas susu harian responden rata-rata di Kecamatan Tanjungsari berkisar antara delapan liter sampai sembilan liter per ekor. Perbedaan produktivitas pada ternak tersebut dipengaruhi oleh bangsa atau rumpun sapi, lama masa bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, selang beranak, tatalaksana pemberian pakan dan pemerahan (Sudono, 1999). Produktivitas susu sapi perah di Indonesia pada umumnya rendah, dimana hasil rata-rata berkisar antara tiga sampai sepuluh liter per hari. 5.4.9. Pemasaran Kemampuan pasar untuk menyerap produk susu sapi dengan harga jual yang tepat, maka akan menghasilkan keuntungan. Sebaliknya bila pasar tidak mampu menyerap produk susu sapi, maka usahaternak sapi perah yang dirintis akan mengalami kerugian. Pemasaran susu sapi responden dijual kepada Koperasi Serba Usaha Tandangsari dalam bentuk susu segar. Selain penjualan susu, sapi 51
laktasi afkir dan sapi pedet jantan dijual ke pasar hewan dan pengusaha penggemukan sapi potong. 5.5. Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al, 1986). Penerimaan usahaternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari terdiri dari penjualan susu dan penerimaan dari penjualan anak sapi (pedet) hasil budidaya usaha ternak sapi perah yang rata-rata berumur 3 sampai 4 bulan dengan harga Rp 3.000.000 per ekornya. Harga susu segar yang diberikan koperasi berfluktuatif tergantung kualitas susu yang dihasilkan oleh peternak. Harga rata-rata susu segar sebesar Rp 2.847 per liter. Untuk lebih jelasnya sumber penerimaan responden di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata Penerimaan Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009. No
Jenis Penerimaan
Jumlah
1
Penjualan susu ke koperasi(liter)
12.887,5
2.847,388
36.698.245,1
2
Pemberian susu pedet (liter)
745,694
2.847.388
2.123.940
3
Susu yang dikonsumsi (liter)
13,666
2.847.388
38.877,666
4
Penjualan pedet (ekor)
1,25
3.000.000
3.750.000
Total penerimaan
Harga (Rp)
Total (Rp)
42.611.062,7
5.6. Biaya Usahatani Pengeluaran usahaternak sapi perah dikelompokan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani seperti opportunity cost lahan milik pribadi, tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan dari sarana produksi (Soekartawi et al, 1986). Berikut ini adalah pembagian biaya berdasarkan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.
52
A. Biaya Tunai Biaya tunai terdiri dari pembelian pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, vaselin, biaya kesehatan hewan (obat-obatan dan IB), tenaga kerja luar keluarga, pembayaran listrik, potongan koperasi dan biaya transportasi. Biaya tunai yang dikeluarkan peternak berbeda-beda tergantung jumlah ternak yang dipeliharanya. Untuk biaya listrik merupakan biaya yang bersifat tetap yang harus dikeluarkan oleh responden. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah output yang dihasilkan. 1. Biaya untuk Pembelian Pakan Biaya pakan yang dikeluarkan dalam usaha sapi perah responden yaitu pembelian hijauan, pembelian konsentrat dan pembelian ampas tahu. Responden mendapatkan pakan hijauan dengan mencari rumput di daerah sekitar dan juga ke luar daerah, namun ada juga responden yang membeli kepada penjual rumput yaitu sebesar Rp 100 per kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pakan hijauan responden sebesar Rp 2.924.055,556 per tahun. Pakan penguat konsentrat diperoleh dari KSU Tandangsari dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.450 per kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pakan konsentrat responden sebesar Rp 12.450.545,88 per tahun. Sedangkan pembelian ampas tahu harga rata-rata sebesar Rp 600 per kilogram, dengan rata-rata pengeluaran biaya pakan ampas tahu responden sebesar Rp 1.414.165,278 per tahun. 2. Biaya untuk Pembelian Vaselin Vaselin merupakan salah satu pelumas atau pelicin untuk mempermudah proses pemerahan sehingga susu pada sapi lebih mudah untuk keluar. Peternak mendapatkan vaselin membeli dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari dengan harga rata-rata Rp 32.000 per kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pembelian vaselin responden sebesar Rp 291.555,556 per tahun. 3. Biaya Pembayaran Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga. Tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh peternak yang biasanya memiliki kegiatan di luar peternakan. Dengan rata-rata upah tenaga kerja sebesar Rp 14.000 per hari. Upah tenaga kerja luar keluarga merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak setiap bulannya. Rata-rata
53
pengeluaran biaya pembayaran upah tenaga kerja luar keluarga responden sebesar Rp 248.402,7778 per tahun. 4. Biaya untuk Pembayaran Kesehatan (obat-obatan, IB, vitamin) Biaya pembayaran kesehatan seperti biaya pelayanan IB, obat-obatan, dan vitamin dipotong dari penjualan susu yaitu sebesar Rp. 450 per liter susu yang dijual ke koperasi. Rata-rata pengeluaran biaya kesehatan (obat-obatan, IB, vitamin) responden sebesar Rp 5.799.388,75 per tahun. 5. Biaya Iuran ke Koperasi Biaya iuran ke koperasi merupakan pengeluaran tetap responden yang harus dibayar setiap setiap tahun. Rata-rata pengeluaran biaya iuran responden sebesar Rp 218.875,3056 per tahun. 6. Biaya pembayaran listrik Pembayaran listrik merupakan pengeluaran tetap peternak sapi perah. Rata-rata pembayaran penggunaan listrik yang digunakan untuk penerangan usaha sapi perah responden sebesar Rp 478.668,1 per tahun. 7. Biaya transportasi Biaya transportasi merupakan biaya tunai karena merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak setiap bulannya. Biaya tranportasi dihitung berdasarkan jumlah liter susu yang diangkut. Rata-rata biaya angkut peternak dipotong sebesar Rp 40 per liter susu yang diangkut. Peternak hanya menitipkan susu hasil perahan mereka pada pos kelompok ternak masing-masing, petugas koperasi kemudian mengangkut susu dari pos kelompok pengumpulan susu ke koperasi. Rata-rata pengeluaran pembayaran biaya transportasi responden sebesar Rp 515.501,2222 per tahun. B. Biaya diperhitungkan Biaya yang diperhitungkan ini untuk melihat bagaimana manjemen suatu usahatani. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, penyusutan alat-alat dan nilai ternak pada akhir tahun. 1. Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga kerja dalam keluarga harus diperhitungkan karena kebanyakan responden dalam menjalankan usahaternak sapi perah tidak memperhitungkan pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan manfaat dari 54
menghitung pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu untuk mengetahui penerimaan usahaternak sapi perah responden yang sebenarnya. Pengeluaran
biaya
tenaga
kerja
dalam
keluarga
masuk
dalam
biaya
diperhitungkan. Biaya diperhitungkan merupakan biaya tidak tunai yang diukur atau dinilai berdasarkan perkiraan upah tenaga kerja yang berlaku. Rata-rata pengeluaran biaya upah tenaga kerja dalam keluarga responden sebesar Rp 5.525.694,444 per tahun. 2. Sewa Lahan Sewa lahan menjadi biaya yang diperhitungkan karena lahan untuk budidaya yang digunakan oleh responden keseluruhan merupakan lahan milik sendiri. Biaya rata-rata yang dikeluarkan responden untuk sewa tanah yang berlaku di daerah penelitian yaitu sebesar Rp 500.000 per tahun untuk satu tumbaknya (14 m x 14 m). Rata-rata pengeluaran biaya sewa lahan responden sebesar Rp 286.458,3333 per tahun. 3. Penyusutan Penyusutan menjadi biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh responden untuk melakukan perawatan terhadap peralatan dan kandang. Biaya penyusutan dalam penelitian ini diperhitungkan dengan metode garis lurus yaitu harga beli dibagi dengan umur pakai.
Rata-rata
pengeluaran
biaya
penyusutan
responden
sebesar
Rp
93.608,94442 per tahun. Perhitungan biaya penyusutan peralatan dan kandang dapat dilihat pada Lampiran 2. 4. Nilai Ternak pada Akhir Tahun Nilai ternak pada akhir tahun adalah penurunan nilai ternak yang disebabkan oleh pemakaian ternak selama satu tahun. Nilai ternak pada akhir tahun menjadi biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan untuk penggunaan ternak selama satu tahun. Rata-rata pengeluaran biaya nilai ternak pada akhir tahun responden sebesar Rp 1.761.904,778 per tahun. Perhitungan komponen biaya responden secara rinci dapat dilihat pada Tabel 13.
55
Tabel 13. Rata-rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 Keterangan
Nilai (Rp)
Persentase (%)
Biaya Tunai Hijauan
2.924.055,556
Konsentrat
12.450.545,88
Ampas Tahu
1.414.165,278
Vaselin
291.555,556
Tenaga Kerja Luar Keluarga
248.402,7778
Biaya (obat-obatan, IB, Vitamin)
5.799.388,75
Iuran-iuran ke Koperasi
218.875,3056
Transportasi
515.501,2222
Listrik
478.668,1
12,01 51,15 5,80 1.19 1.02 23.82 0,89 2.11
Total Biaya Tunai
24.341.158,43
1.96 100
Tenaga Kerja Dalam Keluarga
5.525.694,444
72,06
Sewa Lahan (milik sendiri)
286.458,3333
3,73
Penyusutan
93.608,94442
1,22
Nilai ternak pada akhir tahun
1.761.904,778
22,97
7.667.666,5
100
Total Biaya yang Diperhitungkan Jumlah Total Biaya
32.008.824,93
5.7. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai responden dalam penelitian ini adalah sebesar Rp 18.269.904,24 per tahun dan rata-rata pendapatan atas biaya total sebesar Rp 10.602.237,74 per tahun. Rata-rata hasil perhitungan analisis R/C rasio atas biaya tunai adalah 1,80. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1, menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,80, sedangkan rata-rata R/C rasio atas biaya total untuk peternak responden sebesar 1,34. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan peternak memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,34.
56
Untuk lebih jelasnya rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C rasio responden dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 Komponen
Nilai(Rp)
Penerimaan
42.611.062,68
Biaya Tunai
24.341.158,43
Biaya diperhitungkan
7.667.666,5
Biaya Total
32.008.824,93
Pendapatan atas biaya tunai
18.269.904,24
Pendapatan atas biaya Total
10.602.237,74
R/C atas biaya Tunai
1,80
R/C atas biaya Total
1,34
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat rata-rata nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total masing-masing yaitu 1,80 dan 1,34. Artinya bahwa usahaternak sapi perah ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio lebih dari satu.
57
VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Model fungsi produktivitas yang digunakan adalah model fungsi CobbDouglas, untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln). (Lampiran 3). Model fungsi Cobb-Douglas digunakan karena parameternya merupakan elastisitas produktivitas, tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol dan tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (Soekartawi, 1990). Faktor-faktor produktivitas yang diduga berpengaruh dalam usahaternak sapi perah adalah hijauan, konsentrat, ampas tahu, vaselin dan tenaga kerja. Adapun hasil pendugaan fungsi produktivitasnya dapat dilihat dalam Tabel 15. Dari hasil pendugaan model ditunjukan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 74,9 persen dengan nilai determinasi terkoreksi (R2 adjusted) sebesar 70,7 persen. Nilai determinasi (R2) tersebut berarti bahwa sebesar 74,9 persen dari variasi produktivitas dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor hijauan, konsentrat, ampas tahu, vaselin dan tenaga kerja, sedangkan 25,1 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktor-faktor lain yang diluar model yang diduga berpengaruh terhadap produktivitas susu segar adalah lingkungan, pengaruh iklim dan cuaca serta serangan penyakit. Tabel 15. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Susu Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari tahun 2009 Variabel
Koefisien regresi
Konstanta Ln Hijauan (X1) Ln Konsentrat (X2) Ln Ampas tahu (X3) Ln Vaselin (X4) Ln Tenaga kerja (X5)
0,715 0,6761 0,31289 0,08651 0,04236 -0,55327
Rsq Rsq (adj) Fhitung Ftabel
Simpangan Baku Koefisien 1,321 0,1644 0,08935 0,04055 0,04969 0,07969
THitung 0,54 4,11 3,50 2,13 0,85 -6,94
P-value
VIF
0,592 0,000a 0,001a 0,041b 0,401 0,000a
2,537 1,994 1,410 1,567 2,398
= 74,9 % = 70,7 % = 17,88 = 2,53 dengan α = 5 persen
58
T0,01 (n-5) T0,05 (n-5)
= 1,310 = 1,697
Keterangan
: a = Berpengaruh nyata pada taraf satu persen b = Berpengaruh nyata pada taraf lima persen
Berdasarkan Tabel 15, hasil nilai Fhitung pada model penduga fungsi produktivitas mencapai 17,88 dan nilai tersebut lebih besar dari nilai Ftabel yaitu 2,53. Kondisi ini menjelaskan bahwa semua faktor produktivitas yang digunakan dalam usahaternak sapi perah secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap produktivitas susu sapi perah. Analisis yang digunakan dalam menguji pengaruh nyata dari masingmasing variabel bebas (input produktivitas) yang digunakan secara terpisah terhadap variabel tidak bebas (output) adalah dengan melakukan uji-t melalui perbandingan antara Thitung dengan Ttabel. Berdasarkan hasil uji-t yang telah dilakukan, variabel bebas yang berpengaruh nyata adalah hijauan, konsentrat, ampas tahu dan tenaga kerja. Sedangkan untuk input vaselin tidak berpengaruh nyata pada produktivitas susu sapi. Model penduga fungsi produktivitas yang telah dilakukan analisis dapat menunjukkan tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS. Asumsi tersebut meliputi multikolinearitas, homoskedatisitas dan normalitas error (Siagian,2002). Analisis mengenai multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada Lampiran 4 maupun pada hasil uji korelasi. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukan adanya multikolinearitas pada model yang di uji. Nilai VIF untuk model penduga fungsi produktivitas susu sapi perah tidak menunjukan
adanya
nilai
yang
melebihi
10.
Untuk
analisis
asumsi
homoskedatisitas maka digunakan pendekatan grafik. Lampiran 5 menunjukkan plot antara residual dengan data menyebar mengikuti plot normal. Hasil analisis model penduga fungsi produktivitas pada peternak responden secara statistik telah memenuhi asumsi OLS, hal ini juga dapat dianalisis dari p-value yang bernilai nol dan mengindikasikan bahwa semua variabel atau salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Terpenuhinya syarat asumsi ini menunjukkan bahwa model fungsi produktivitas tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel
59
bebas (input produktivitas) yang digunakan terhadap hasil produktivitas (output) dalam kegiatan usahaternak sapi perah. Nilai koefisien regresi dalam model fungsi Cobb-Dauglas merupakan nilai elastisitas produktivitas dari variabel-variabel produktivitas tersebut. Berdasarkan Tabel 15, maka pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap produktivitas dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Hijauan Hijauan merupakan pakan utama sapi perah seperti rumput dan hijauan (daun-daunan). Faktor produktivitas hijauan ini mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,6761 dan berpengaruh nyata pada taraf α satu persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa jika terjadi penambahan faktor produktivitas hijauan sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan produktivitas susu sebesar 0,6761 persen dengan menganggap faktor produktivitas lain tetap (ceteris paribus). Elastisitas produktivitas antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menunjukan bahwa penggunaan hijauan berada pada daerah rasional. Pemberian hijauan untuk sapi laktasi di Kecamatan Tanjungsari rata-rata sebesar 55 kg/ekor/hari. Hijauan ini mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas susu sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap produktivitas susu. Sapi perah membutuhkan energi untuk kelangsungan hidupnya dan produktivitas. Apabila hijauan dikurangi penggunaannya akan mengakibatkan sapi kekurangan energi. Pada sapi perah yang sedang laktasi dapat menurunkan produktivitas susu dan menurunkan bobot badan (sapi kurus). Semakin menambah pemberian hijauan untuk pakan sapi perah, maka energi yang didapat semakin banyak sehingga jumlah produktivitas susu akan semakin bertambah. Jumlah hijauan yang digunakan responden rata-rata sebesar 19.740,417 kilogram per tahun. Makanan hijauan ini diperoleh dari sekitar tempat tinggal responden yaitu yang sebagian besar dari tegalan yang sengaja ditanam rumputrumputan dan ada juga responden yang membeli rumput kepada masyarakat. Pakan hijauan yang digunakan oleh responden terdiri dari rumput gajah, rumput raja, rumput lapang yang masih segar dan daun-daunan. Pada saat panen pertanian melimpah di Kecamatan tanjungsari ada beberapa responden yang menggunakan
60
limbah pertanian seperti daun-daunan yang dimanfaatkan oleh responden sebagai tambahan pakan hijauan. Pemberian pakan hijauan dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pagi hari setelah pemerahan, siang hari dan sore hari setelah pemerahan. 2. Konsentrat Konsentrat adalah makanan penguat ternak yang berasal dari biji-biian dan limbah dari pertanian seperti jagung, menir, katul, dedak, bungkil kelapa, tetes (molases), polar. Faktor produktivitas konsentrat ini mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,31289 dan berpengaruh nyata pada taraf α satu persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa jika terjadi penambahan faktor produktivitas konsentrat sebesar satu persen
akan menyebabkan peningkatan
produktivitas susu sebesar 0,31289 persen dengan menganggap faktor produktivitas lain tetap (ceteris paribus). Elastisitas produktivitas antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menunjukan bahwa penggunaan konsentrat berada pada daerah rasional. Pakan Konsentat mangandung serat kasar, lemak kasar, protein kasar dan TDN (Total Digestible Nutriens). Zat pakan ini sangat penting untuk proses metabolisme tubuh, pertumbuhan, reproduksi dan produktivitas susu. Konsentrat ini mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap produktivitas susu sapi. Sapi perah laktasi membutuhkan nutrisi yang cukup untuk proses pertumbuhan, reproduksi dan produktivitas. Semakin menambah pemberian pakan konsentrat maka nutrisi yang didapat semakin banyak sehingga jumlah produktivitas susu akan meningkat. Penggunaan konsentrat responden di Kecamatan Tanjungsari rata-rata sebesar enam kilogram per hari. Jumlah rata-rata penggunaan pakan konsentrat selama satu tahun sebesar 2.073,318 kikogram. Pakan konsentrat diberikan dua kali yaitu pagi dan sore hari setelah pemerahan. Sedangkan aturan pemberian makanan
konsentrat
mayoritas
responden
di
Kecamatan
Tanjungsari
menggunakan perbandingan 1:2, artinya setiap pemberian satu kilogram konsentrat akan menghasilkan
dua liter susu. Konsentrat yang dipakai oleh
responden diperoleh dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari.
61
3. Ampas Tahu Ampas tahu adalah limbah dari pabrik tahu yang dimanfaatkan untuk pakan tambahan untuk sapi perah. Ampas tahu ini mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,08651 dan berpengaruh nyata pada taraf α lima persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa jika terjadi penambahan faktor produktivitas ampas tahu sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan produktivitas susu sebesar 0,08651 persen dengan menganggap faktor produktivitas lain tetap (ceteris paribus). Elastisitas produktivitas antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menunjukan bahwa penggunaan ampas tahu berada pada daerah rasional. Pemberian ampas tahu bisa meningkatkan produktivitas susu karena ampas tahu mengandung protein tinggi yang dibutuhkan oleh ternak seperti sapi perah untuk proses produktivitas. Ampas tahu ini mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap produktivitas susu sapi. Sapi perah laktasi menbutuhkan masukan protein yang tinggi. Semakin menambah pemberian ampas tahu maka masukan protein yang didapat semakin banyak sehingga jumlah produktivitas susu akan meningkat. Pemberian ampas tahu responden di Kecamatan Tanjungsari rata-rata sebesar 1,5 kilogram per hari. Jumlah rata-rata penggunaan ampas tahu selama satu tahun sebesar 559,913 kilogram per tahun. Pakan ampas tahu diberikan satu kali yaitu pagi setelah pemerahan. Ampas tahu yang dipakai untuk pakan sapi perah responden didapat dari limbah pabrik tahu yang ada di sekitar Kabupaten Sumedang. 4. Vaselin Vaselin mempunyai koefisien regresi yang bernilai positif yaitu sebesar 0,04236. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa adanya peningkatan penggunaan vaselin sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas susu sapi sebesar 0,04236 persen dengan menganggap faktor produktivitas lain tetap (ceteris paribus). Elastisitas produktivitas antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menunjukan bahwa penggunaan vaselin berada pada daerah rasional. Selain itu, berdasarkan nilai p-value yang lebih besar dari tingkat α 10 persen faktor
62
produktivitas vaselin ini tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas susu sapi, sehingga pengurangan atau penambahan vaselin sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produktivitas susu sapi. Proses pemerahan dalam budidaya sapi perah responden masih menggunakan teknik manual yaitu dengan menggunakan tangan sehingga membutuhkan vaselin untuk pelumas atau pelicin agar mempermudah proses pemerahan sehingga susu pada sapi lebih mudah untuk keluar. Vaselin tidak mempengaruhi produktivitas susu sapi karena vaselin ini hanya bersipat teknis dalam pemerahan yaitu untuk menghilangkan rasa sakit saat diperah dan apa bila terlalu banyak menggunakan vaselin maka susu yang diperah akan tercampur dengan sisa-sisa vaselin yang dioleskan ke ambing sapi sehingga mengakibatkan susu menjadi kotor. Penggunaan vaselin responden di Kecamatan Tanjungsari rata-rata sebesar 2169,113 gram per tahun. Vaselin yang digunakan untuk pemerahan sapi perah didapat dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari dan dari pasar yang ada di sekitar Kabupaten Sumedang. 5. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Faktor produktivitas tenaga kerja ini mempunyai nilai koefisien regresi yang bernilai negatif yaitu sebesar -0,55327 dan berpengaruh nyata pada taraf α satu persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka produktivitas susu sapi akan menurun sebesar 0,55327 persen dengan menganggap faktor produktivitas lain tetap (ceteris paribus). Elastisitas produktivitas yang lebih kecil dari pada 0 (Ep<0) menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah irrasional. Tenaga kerja diperlukan untuk pemeliharaan usaha
sapi perah.
Pemeliharaan adalah penyelenggaraan semua pekerjaan atau kegiatan yang berhubungan keberlanjutan hidup sapi perah. Pada umumnya responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Pemeliharaan yang rutin dilakukan oleh responden dimulai dari membersihkan kandang, memandikan sapi, memerah susu, memberikan pakan (hijauan dan konsentrat), mencari dan menyabit rumput
63
Penggunaan tenaga kerja pada responden rata-rata satu orang (1 HKP) per hari. Dalam usaha ternak sapi perah dikatakan efektif jika satu hari kerja pria dapat menangani tujuh sapi dewasa (Sudono,1999). Semakin menambah tenaga kerja untuk budidaya sapi perah, maka jumlah produktivitas susu akan menurun karena tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menangani satu ekor sapi laktasi hanya satu orang, jika ditambahkan tenaga kerja yang baru menjadi dua orang untuk menangani satu ekor sapi laktasi jelas akan menurunkan produktivitas susu karena melebihi setandar penggunaan tenaga kerja. Sapi perah membutuhkan satu penanganan kusus saat melakukan pemerahan karena akan mempengaruhi produktivitas susu. Tukang perah tidak boleh diganti-ganti atau harus dilakukan dengan tenaga kerja yang sama. Penggunaan tenaga kerja responden di Kecamatan Tanjungsari rata-rata sebesar 104,472 HKP per tahun. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahaternak sapi perah ini dibagi atas Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). 6.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Model fungsi pendapatan yang digunakan adalah model fungsi CobbDouglas.
Model
fungsi
Cobb-Douglas
digunakan
karena
parameternya
merupakan elastisitas pendapatan, tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol dan tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (Soekartawi, 1990). Faktor-faktor pendapatan yang diduga berpengaruh dalam usahaternak sapi perah adalah harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu. Adapun hasil pendugaan fungsi pendapatan dapat dilihat dalam Tabel 16. Dari hasil pendugaan model ditunjukan bahwa nilai koefisien determinansi (R2) sebesar 76,8 persen dengan nilai determinasi terkoreksi (R² adj ) sebesar 70,9 persen. Nilai determinasi (R²) tersebut berarti bahwa sebesar 76,8 persen dari fungsi pendapatan dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya
kesehatan
hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu. Sedangkan sisanya 23,2 persen lagi dijelaskan oleh faktor lain diluar model.
64
Tabel 16. Hasil Pendugaan Fungsi Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009. Variabel
Konstanta Ln P Hijauan (X1) Ln P Konsentrat (X2) Ln P Ampas tahu (X3) Ln P Vaselin (X4) Ln B Keswan (X5) Ln P TK (X6) Ln P Jual (X7) Rsq Rsq (adj) Fhitung Ftabel T0,01 (n-7) T0,05 (n-7)
Koefisien Regresi -396,0 -3,3363 -6,304 -2,2560 -4,580 0,7736 -5,467 72,90
Simpanga n Baku Koefisien 172,0 0,7610 2,248 0,5980 1,398 0,2169 1,598 22,41
THitung -2,30 -4,38 -2,80 -3,77 -3,28 3,57 -3,42 3,25
PValue 0,029 0,000a 0,009b 0,001a 0,003b 0,001a 0,002b 0,003b
VIF
1,274 1,228 1,151 1,934 1,858 1,118 1,264
= 76,8 persen = 70,9 persen = 13,20 = 2,53 dengan α = 5 persen = 1,311 = 1,669
Keterangan
: a = Berpengaruh nyata pada taraf satu persen b = Berpengaruh nyata pada taraf lima persen
Berdasarkan Tabel 16, hasil nilai Fhitung pada model penduga fungsi pendapatan tersebut mencapa 13,20 dan nilai ini lebih besar dari nilai Ftabel yaitu 2,53. Kondisi ini menjelaskan bahwa semua faktor pendapatan yang digunakan dalam usahaternak sapi perah secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap pendapatan responden di Kecamatan Tanjungsari. Analisis yang digunakan dalam menguji pengaruh nyata masing-masing variabel bebas yang digunakan secara terpisah terhadap variabel tidak bebas adalah dengan menggunakan hasil uji-t. Berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan, variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan adalah harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu. Model penduga fungsi pendapatan yang telah dilakukan analisis dapat menunjukkan tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS. Asumsi tersebut meliputi multikolinearitas, homoskedatisitas dan normalitas error (Siagian,2002). Analisis mengenai multikolinearitas maka dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors ) pada Lampiran 6. Untuk analisis asumsi homoskedatisitas maka digunakan pendekatan grafik, pada Lampiran 7 menunjukkan plot antara 65
residual dengan data menyebar mengikuti plot normal. Pengaruh dari masingmasing variabel bebas terhadap pendapatan dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Harga Hijauan Hijauan merupakan makanan pokok yang dibutuhkan sapi perah karena kandungan karbohidratnya, sering pula disebut makanan serat kasar. Selain itu, pakan hijauan ini juga mampu meningkatkan produktivitas susu. Pengaruhnya pakan hijauan yang sangat penting terhadap budidaya sapi perah, maka pengaruh harga dari hijauan ini pun juga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan peternak sapi perah. Hasil model regresi terhadap tingkat pendapatan menunjukkan bahwa harga hijauan mempunyai nilai koefisien regresi yang bernilai negatif. Nilai koefisien regresi untuk harga hijauan sebesar -3,3363 dan berpengaruh nyata pada taraf α satu persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan sebesar satu persen harga hijauan maka akan menurunkan tingkat pendapatan responden sebesar 3,3363 persen dengan menganggap faktor pendapatan lain tetap (ceteris paribus). Pakan hijauan yang digunakan dalam budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari ini mudah diperoleh. Makanan hijauan ini diperoleh dari sekitar tempat tinggal responden yaitu yang sebagian besar dari tegalan yang sengaja ditanam rumput-rumputan dan ada juga responden yang membeli rumput kepada masyarakat. Harga rata-rata hijauan di Kecamatan Tanjungsari adalah Rp 100 per kilogram. Sapi perah membutuhkan energi yang banyak untuk kelangsungan hidupnya. Sehingga pembelian hijauan jadi lebih banyak. Dengan adanya peningkatan harga hijauan mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan oleh responden untuk pembelian hijauan jadi lebih banyak sehingga biaya operasional jadi membesar maka akan menurunkan pendapatan responden. b. Harga Konsentrat Konsentrat merupakan pakan yang sangat penting dalam budidaya sapi perah untuk proses pertumbuhan, reproduksi dan produktivitas. Sehingga perkembangan harga sangat berpengaruh terhadap tingkat pendapatan peternak. Harga konsentrat mempunyai nilai koefisien regresi yang bernilai negatif yaitu sebesar -6,304 dan berpengaruh nyata pada taraf α lima persen. Nilai koefisien
66
regresi ini mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan sebesar satu persen harga konsentrat maka akan menurunkan tingkat pendapatan responden sebesar 6,304 persen dengan menganggap faktor pendapatan lain tetap (ceteris paribus). Pakan konsentrat yang dipakai oleh responden diperoleh dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari. Harga rata-rata konsentrat di Kecamatan tanjungsari adalah Rp 1.450 per kilogram. Harga konsentrat ini mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan rersponden, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan harga konsentrat akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap pendapatan responden. Sapi laktasi membutukan nutrisi yang banyak untuk proses pertumbuhan dan produktivitas. Sehingga pembelian konsentrat jadi lebih banyak. Dengan adanya peningkatan harga konsentrat mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan oleh responden untuk pembelian konsentrat menjadi lebih banyak sehingga biaya operasional menjadi meningkat maka akan menurunkan pendapatan responden. c. Harga Ampas tahu Ampas tahu adalah sisa dari pengolahan tahu atau limbah dari pabrik tahu yang dimanfaatkan oleh responden untuk pakan tambahan untuk sapi perah. Harga ampas tahu ini mempunyai nilai koefisien regresi yang bernilai negatif yaitu sebesar -2,2560 dan berpengaruh nyata pada taraf α satu persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan sebesar satu persen harga ampas tahu maka akan menurunkan tingkat pendapatan responden sebesar 2,2560 persen dengan menganggap faktor produktivitas lain tetap (ceteris paribus). Harga rata-rata ampas tahu di Kecamatan Tanjungsari adalah Rp.600 per kilogram. Harga ampas tahu ini mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan rersponden, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan harga ampas tahu akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap pendapatan responden. Sapi perah laktasi membutukan protein yang banyak untuk kelangsungan hidupnya. Sehingga pembelian ampas tahu menjadi lebih banyak. Dengan adanya peningkatan harga ampas tahu mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan oleh responden untuk pembelian ampas tahu menjadi lebih banyak sehingga biaya operasional menjadi meningkat maka akan menurunkan pendapatan responden.
67
Ampas tahu yang digunakan untuk pakan tambahan di Kecamatan Tanjungsari ini mudah diperoleh. Selain adanya banyak pabrik tahu di sekitar responden juga ada penjual yang secara rutin menawarkan ampas tahu kepada responden. Penjual ampas tahu ini merupakan masyarakat sekitar yang bekerja di pabrik tahu dan ada juga responden yang membeli dari tempat pabrik tahu yang ada di sekitar Kabupaten Sumedang. d. Harga Vaselin Vaselin dalam budidaya sapi perah digunakan untuk mempermudah proses pemerahan sehingga susu pada sapi lebih mudah untuk keluar. Harga vaselin ini mempunyai nilai koefisien regresi yang bernilai negatif yaitu -4,580
dan
berpengaruh nyata pada taraf α lima persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan sebesar satu persen harga vaselin maka akan menurunkan tingkat pendapatan responden sebesar
4,580
persen dengan menganggap faktor produktivitas lain tetap (ceteris paribus). Selain itu berdasarkan hasil analisis fungsi Cobb Douglas, Vaselin ini mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pendapatan responden sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan harga vaselin akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap pendapatan peternak Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden bahwa penggunaan vaselin dirasa kurang karena terkendala mahalnya harga vaselin tersebut. Harga rata-rata vaselin di Kecamatan Tanjungsari adalah Rp 32.000 per kilogramnya. Sapi perah laktasi membutuhkan vaselin untuk pelumas atau pelicin agar mempermudah proses pemerahan. Sehingga pembelian vaselin menjadi lebih banyak. Dengan adanya peningkatan harga vaselin mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan oleh responden untuk pembelian vaselin menjadi lebih banyak sehingga biaya operasional menjadi meningkat maka akan menurunkan pendapatan responden. e. Biaya Kesehatan Hewan (KESWAN) Biaya kesehatan hewan adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak responden untuk pembayaran obat-obatan, vitamin dan pelayanan petugas kesehatan hewan. Biaya kesehatan hewan memiliki nilai koefisien regresi yang bernilai posotif yaitu sebesar 0,7736 dan berpengaruh nyata pada taraf α satu
68
persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan sebesar satu persen biaya kesehatan hewan maka akan menurunkan tingkat pendapatan responden sebesar 0,7736 persen dengan menganggap faktor produktivitas lain tetap (ceteris paribus). Selain itu berdasarkan hasil analisis fungsi Cobb-Douglas, biaya kesehatan hewan ini mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pendapatan responden sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan biaya kesehatan hewan akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap pendapatan peternak. Obat-obatan diperlukan saat sapi mengalami penyakit. Biasanya sapi yang terkena penyakit langsung diperiksa oleh bagian kesehatan hewan yang ada di Kecamatan Tanjungsari sehingga untuk penanganan kasusnya dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit yang semakin berbahaya. Responden hanya melaporkan pada bagian kesehatan hewan (KESWAN), untuk mendapat pelayanan berupa obat-obatan, inseminasi buatan (IB) dan vitamin sesuai dengan penyakit ternaknya. Harga dari variabel kesehatan hewan ini akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan responden, sehingga semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk biaya kesehatan hewan tentunya akan meningkatkan tingkat pendapatan responden. Biaya pelayanan kesehatan hewan yang berlaku di koperasi adalah Rp 450 dari satu liter susu yang dijual ke koperasi, harga satu liter susu rata-rata adalah Rp 2847. Dengan membayar biaya kesehatan hewan sebesar Rp 450 maka pendapatan responden dari satu liter susu yang didapat sebesar Rp 2397. f. Upah Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan variabel input yang memiliki peranan penting terhadap pelaksanaan usaha sapi perah karena tenaga kerja ini merupakan sumberdaya yang aktif dalam kegiatan budidaya ternaknya. Upah tenaga kerja ini mempunyai nilai koefisien regresi yang bernilai negatif yaitu sebesar -5,467 dan berpengaruh nyata pada taraf α lima persen. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan sebesar satu persen upah tenaga kerja maka akan menurunkan tingkat pendapatan responden sebesar 5,467 persen dengan menganggap faktor produktivitas lain tetap (ceteris paribus). Selain itu berdasarkan hasil analisis fungsi Cobb-Douglas, upah tenaga kerja ini
69
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pendapatan responden sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan upah tenaga kerja akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap pendapatan responden. Upah tenaga kerja rata-rata di Kecamatan Tanjungsari adalah Rp 14.000 per hari. Tenaga kerja yang digunakan oleh responden di Kecamatan Tanjungsari menggunakan tenaga kerja pria (1 HKP), wanita (0,75 HKP) dan anak-anak (0,5 HKP). Penggunaan tenaga kerja dalam analisis usahaternak sapi perah ini menggunakan satuan hari kerja pria (HKP), setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung dengan jumlah jam kerja yaitu delapan jam per HKP. Tingkat harga dari variabel upah tenaga kerja ini akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan responden karena dengan kenaikan upah tenaga kerja akan membuat biaya yang dikeluarkan oleh responden untuk pembayaran upah tenaga kerja menjadi meningkat sehingga biaya operasional responden menjadi lebih besar yang akan mengakibatkan pendapatan responden menjadi menurun. g. Harga Jual Susu Sapi Harga jual susu mempunyai nilai koefisien regresi yang bernilai posotif yaitu sebesar 72,90 dan berpengaruh nyata pada taraf α lima persen. Nilai koefisien regresi ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu persen harga jual susu maka akan meningkatkan pendapatan responden sebesar 72,90 persen dengan menganggap faktor lainya tetap (ceteris paribus). Selain itu berdasarkan hasil analisis fungsi Cobb-Douglas, harga jual susu ini mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pendapatan responden sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan harga jual susu akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap pendapatan responden. Harga jual susu yang diterima peternak berfluktuatif setiap harinya tergantung kualitasnya baik atau tidak. Harga yang berlaku untuk susu sapi di kecamatan tanjungsari sebesar Rp 2.847,388 per liter. Dengan adanya peningkatan harga jual susu mengakibatkan penerimaan responden dari penjualan susu menjadi meningkat. Semakin besar kenaikan harga jual susu yang ditentukan oleh koperasi tentunya akan meningkatkan tingkat pendapatan responden. Pada umumnya harga yang berlaku ini merupakan hasil dari kesepakatan antara anggota Kelompok Ternak dengan Koperasi Serba Usaha Tandangsari.
70
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap usahaternak sapi perah responden di Kecamatan Tanjungsari, dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor-faktor produktivitas yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu sapi perah yaitu hijauan, konsentrat, ampas tahu dan tenaga kerja. Sedangkan input vaselin tidak mempunyai pengaruh nyata pada produktivitas susu sapi. 2. Faktor-faktor pendapatan responden sapi perah yang mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan responden yaitu harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu. 7.2. Saran Dalam penelitian ini dapat disarankan: 1. Peternak perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas pakan hijauan, pakan konsentrat dan ampas tahu agar produktivitas susu sapi meningkat. Karena dalam hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi, pakan hijauan, pakan konsentrat dan ampas tahu akan berpengaruh pada produktivitas susu yang dihasilkan. 2. Peternak harus memperhatikan perubahan harga input, karena adanya kenaikan harga input akan mengakibatkan kenaikan biaya operasional sehingga pendapatan peternak akan berkurang. Karena dalam hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak, adanya kenaikan harga input akan mempengaruhi pendapatan peternak. 3. Peternak harus memperhatikan jumlah pemberian pakan hijauan, karena pemberian pakan yang dilakukan responden tanpa takaran (hanya mengirangira), akan menyebabkan pemborosan pengeluaran pembelian pakan sehingga menjadi meningkat.
71
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik 2009. Perkembangan Populasi Ternak Tahun 20002008. Jakarta : Badan Pusat Statistik. http //;www. Bps.go.id. [8 Maret 2010]. [BPS] Badan Pusat Statistik 2008. Perkembangan Produksi Susu Sapi Perah di Jawa Barat Tahun 2003-2008. Jakarta : Badan Pusat Statistik. http //;www. Bps.go.id. [15 Maret 2010]. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Perkembangan Produksi Susu Sapi di Provinsi Jawa Barat. 2008. http//:www.disnak.jabarprov.go.id. [21 Januari 2010]. Direktorat Jendral Peternakan.2009. Pusat Data Http//www.ditjennak. 90.id. [25 Januari 2009]
Informasi
Pertanian.
Doll, PJ dan Frank Orazem. 1978. Production Economic Theory With Application edisi pertama. John Wiley and Sons, Kanada. Fitriani, A. 2001. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Usaha Gaduhan di Kecamatan Cipego, Boyolali, Jawa Tengah.[Skripsi]. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi dan Industeri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Yogyakarta : Kanisus. Haryati, S. 2003. Analisis Pengaruh Umur, Skor Kondisi Tubuh (SKT) dan Masa Kering Terhadap Rata-rata Produksi Susu Saat Puncak Laktasi Sapi Perah Friesian Holstein. J. Peternak Tropik. [skripsi]. Fakultas Perternakan. Institut Pertanian Bogor. Heriyatno. 2009. Analisis Pendapatan dan Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Susu Sap Perah di Tingkat Peternak di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. [skripsi]. Fakultas Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor. Hernanto. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta : PT Penebar Swadaya. Junita. 2008. Hubungan Antara Penetapan Harga Susu di Koperasi Dengan Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Studi Kasus : Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas, Kabupaten Cianjur. [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kadarini, Siti. 2005. Produksi dan kadar lemak susu sapi perah peternakan rakyat anggota KUD Cipanas Cianjur. [skripsi]. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 72
Kecamatan Tanjungsari. 2009. Profil Kecamatan Tanjungsari. Kabupaten Sumedang. Sumedang : Kantor Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Lipsey R, PN Courant. PP Purvis P.O Steiner.1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Binapura Aksara. Jakarta. Mandaka S dan Hutagaol PM. 2005. Analisis Fungsi Keuntungan, Evisiensi Ekonomi, dan Skema Kredit bagi Pengembangan Skala Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi, volume 23 No. 2 (Oktober) 2005 : 191-208. Mubyarto.1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. Nicholson, W.1999. Teori Ekonomi Mikro: Perinsip Dasar dan Pengembanganya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Siagian, Dergibson (2002). Metode Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Siregar, S. 1992. Sapi Perah, Jenis dan Teknik Pemeliharaan. Jakarta : Penebar Swadaya. Sihite, E. 1998. Keberhasilan Usaha Peternakan Sapi Perah Dalam Kaitanya Dengan Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhinya Di Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Soeharjo A., Dilon J.L. dan J.B. Hardekar. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Khusus Analisis Fungsi Cobb-Doudlas. Raja Jakarta : Grafindo Persada. Soekartawi. 1999. Agribisnis : Teori dan Aplikasi. CV. Rajawali. Jakarta. Soekartawi.2002. Analisis Usahatani. UI – Press. Jakarta Soekartawi. 2003. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Diktat Kuliah Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudono, A. , R.F. Rosdiana dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta : Agromedia Pustaka.
73
Susilorini TE, Sawitri ME, Muharlien. 2008. Budidaya 22 Ternak Potensial. Jakarta : Penebar Swadaya. Swastika DKS, Ilham N, Purwantini TB, Sodikin. 2009. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Prospek Pengembangan Pertanian Sapi Perah. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pratiwi, Indah. 2009. Pengaruh Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Terhadap Produksi dan Pendapatan Peternak Sapi Perah (Kasus : Kelompok Tani di Parongpong, Bandung) [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Yusdja, Y. 2005. Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia. Bogor : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. .
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Pendapatan Responden Sapi Perah Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 No
Nama
Sapi
Biaya
(Ekor)
Tunai
Biaya
Pendapatan atas Total biaya
R/C Ratio
Penerimaan
Diperhitungkan
Biaya Tunai
Biaya total
Tunai
Total
1
Wuwu
2
7533600
5174851.333
12708451.33
17390891
9857291
4682439.667
2.308443639
1.368450848
2
Usep
2
10334700
5152143.666
15486843.67
15763839
5429139
276995.334
1.525331069
1.017885848
3
Oob
2
14142950
1053393.333
15196343.33
21560191.5
7417241.5
6363848.167
1.524447976
1.418774966
4
Atim
3
23547050
5039880.667
28586930.67
31421062.5
7874012.5
2834131.833
1.334394861
1.099140823
5
Jiji
3
15675454
6745464.333
22420918.33
32189068.8
16513614.8
9768150.467
2.053469635
1.435671292
6
Oleh
3
22505900
5449130.667
27955030.67
32572405
10066505
4617374.333
1.447282935
1.165171499
7
Otih
3
17194654
6732797.333
23927451.33
33129637.5
15934983.5
9202186.167
1.926740573
1.384586977
8
Suhendar
3
16412704
6982130.667
23394834.67
31007762
14595058
7612927.333
1.889253715
1.325410606
9
Ujang
3
18860650
6730297.333
25590947.33
32437029
13576379
6846081.667
1.719825616
1.267519665
10
Omor
3
15795004
6959964.333
22754968.33
31108234
15313230
8353265.667
1.96949833
1.367096343
11
Ajay
3
20406950
6732797.333
27139747.33
36879462.5
16472512.5
9739715.167
1.807201101
1.358872728
12
Iyep
4
26924354
7168202.667
34092556.67
41426706
14502352
7334149.333
1.538633239
1.21512465
13
Mimid
4
19122550
6789702.667
25912252.67
42418842
23296292
16506589.33
2.218262836
1.637018693
14
Komar
4
27552554
6814661.333
34367215.33
43332186
15779632
8964970.667
1.572710319
1.260858221
15
anang
4
21259704
8699702.667
29959406.67
42226736
20967032
12267329.33
1.986233487
1.409465029
16
Iwan
4
19281100
7984286.667
27265386.67
36763696
17482596
9498309.333
1.906721919
1.348365107
17
engkum
4
18692500
9983202.667
28675702.67
40478224
21785724
11802521.33
2.165479417
1.411586125
18
Dadang
5
33301400
7833273.667
41134673.67
49468536
16167136
8333862.333
1.485479169
1.202599452
19
oso
4
20778750
7163411.333
27942161.33
44881969.5
24103219.5
16939808.17
2.15999372
20
Daing
6
33757800
10643345.67
44401145.67
59132882
25375082
14731736.33
1.75168056
1.60624545 1.331787302
1
21
eElim
7
40261204
12606625.67
52867829.67
75272320
35011116
22404490.33
1.869599329
1.423783054
22
Suid
5
36398000
2500940.333
38898940.33
46884028
10486028
7985087.667
1.288093522
1.205277768
23
Dahlan
5
24087504
8907398.667
32994902.67
53036993
28949489
20042090.33
2.201846775
1.607429897
24
Dana
4
20454900
8306369.333
28761269.33
48301344
27846444
19540074.67
2.36135811
1.679388467
25
Junaedi
5
28970500
9594940.333
38565440.33
57769576
28799076
19204135.67
1.994082808
1.497962308
26
Parlan
3
13704400
5367464.333
19071864.33
25477444
11773044
6405579.667
1.859070372
1.335865417
27
Diana
5
33466404
7943773.667
41410177.67
52651910
19185506
11241732.33
1.573276591
1.27147269
28
Jajang
5
33223400
7954940.333
41178340.33
53739108
20515708
12560767.67
1.617507781
1.305033364
29
aan
6
37835904
12118679.67
49954583.67
66597720
28761816
16643136.33
1.76017256
1.33316535
30
tata
5
28829450
7600940.333
36430390.33
47678000
18848550
11247609.67
1.653794991
1.308742497
31
Umar
5
31020504
7601815.333
38622319.33
51732145
20711641
13109825.67
1.667675838
1.33943652
32
Olih
4
19587704
10263244.33
29850948.33
38895915
19308211
9044966.67
1.985731202
1.303004332
33
Yayat
4
19614500
9421369.333
29035869.33
39006196
19391696
9970326.667
1.988640852
1.343379651
34
ohim
5
31469100
7460148.667
38929248.67
44256073
12786973
5326824.333
1.406334245
1.136833474
35
oyo
7
54963601.5
12584000.67
67547602.17
75196512
20232910.5
7648909.83
1.368114715
1.113237326
36
Apay
4
19314300
9970702.667
29285002.67
41913612
22599312
12628609.33
2.170081856
1.431231285
Total
148
876281703.5
276035994
1152317698
1533998256
657716552.8
381680558.8
65.05646566
48.26687503
4.11111111
24341158.43
7667666.5
32008824.93
42611062.68
18269904.24
10602237.74
1.807124046
1.340746528
Rata-rata
2
Lampiran 2. Penyusutan Peralatan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.
Penyusutan rata-rata 4 ekor no
peralatan Mil Can(10 L) Mil Can(15 L) Mil can(20 L) Ember Gayung sabit/arit Golok Cangkul Sepatu Bot Gerobak Sosorong Lap ambing Kandang Total
Jumlah
1 1 8 2 2 1 1 1 1 2 4
Harga (Rp) 150000 200000 300000 15000 6000 20000 20000 30000 40000 200000 7500 2500
Nilai (Rp) 200000 300000 120000 12000 40000 20000 30000 40000 200000 15000 10000 6000000
Umur trknis (bulan) 60 60 60 6 6 60 60 60 12 60 12 1 120
Penyusutan (Rp/bulan) 3333.33333 5000 20000 2000 666.666667 333.333333 500 3333.33333 3333.33333 1250 10000 50000 99750.3333
1
Lampiran 3. Penggunaan Faktor-faktor Produktivitas Susu Sapi Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009. No
Nama
Jumlah Produktivitas (Liter)
Jumlah Hijauan (Kg/ekor)
Jumlah Konsentrat (Kg/ekor)
Jumlah Ampas tahu (Kg/ekor)
Jumlah Vaselin (Kg/ekor)
Jumlah TK (HKP/ekor)
1
Wuwu
2534.5
23725
1503
334
1500
136.875
2
Usep
2768.5
21900
2171
334
2500
136.875
3
Oob
3252.75
21900
2171
334
1500
136.875
4
Atim
3707.5
21900
2004
334
2666.667
91.25
5
Jiji
3065.2
18250
2171
668
2333.333
121.66667
6
Oleh
3816.333333
18250
2004
668
3000
91.25
7
Otih
3167.5
21900
2338
668
2000
121.66667
8
Suhendar
2922.833333
18250
2505
334
3000
121.66667
9
Ujang
3472.166667
21900
2672
668
1333.333
121.66667
10
Omor
3288.666667
21900
2171
668
1666.667
121.66667
11
Ajay
4305.833333
21900
2839
668
2666.667
121.66667
12
Iyep
3377.875
18250
2004
668
1500
91.25
13
Mimid
3201.375
18250
1837
668
2250
91.25
14
Komar
3545.375
18250
2004
668
1500
91.25
15
Anang
3162.25
18250
2171
668
2250
114.0625
16
Iwan
2947.25
18250
2004
668
1750
114.0625
17
Engkum
2747.75
21900
2004
501
2250
136.875
18
Dadang
3478.8
17520
1870.4
668
2200
73
19
Oso
3932.875
21900
2004
334
2500
91.25
20
Daing
3297.666667
18250
2505
668
2166.667
91.25
2
Lanjutan lampiran 3 No
Nama
Jumlah Produktivitas (Liter)
Jumlah Hijauan (Kg/ekor)
Jumlah Konsentrat (Kg/ekor)
Jumlah Ampas tahu (Kg/ekor)
Jumlah Vaselin (Kg/ekor)
Jumlah TK (HKP/ekor)
21
Elim
3337.142857
18250
2505
668
2285.714
91.25
22
Suid
3287.8
18250
1670
334
1800
73
23
Dahlan
3091.4
18250
2004
668
2200
91.25
24
Dana
3713.25
22630
2004
668
3500
114.0625
25
Junaedi
3649.6
21900
2338
668
2600
109.5
26
Parlan
2300.666667
14600
1169
417.5
666.6667
91.25
27
Diana
3688.4
17520
1870.4
668
2200
73
28
Jajang
3767.2
17520
1870.4
668
2200
73
29
Aan
3540
21170
2839
668
2666.667
106.45833
30
Tata
3137.5
17520
1536.4
267.2
2000
73
31
Umar
3421
18250
1670
334
2200
73
32
Olih
3143.25
21900
2004
668
2250
136.875
33
Yayat
2893.25
21900
2004
668
2250
136.875
34
Ohim
3104.6
18250
1670
267.2
2200
73
35
Oyo
3469.714286
18250
2528.857
668
2285.714
91.25
36
Apay
2893.25
21900
2004
668
2250
136.875
Total
118431.0238
710655
74639.457
20156.9
78088.1
3761.02085
Rata-rata
3289.750661
19740.4167
2073.31825
559.913889
2169.114
104.4728014
3
Lampiran 4. Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Perah Selama Satu Tahun. Regression Analysis: Ln Produktiv versus Ln Hijauan, Ln Konsentra, ... The regression equation is Ln Produktivitas = 0.72 + 0.676 Ln Hijauan + 0.313 Ln Konsentrat + 0.0865 Ln Ampas tahu + 0.0424 Ln Vaselin - 0.553 Ln TK Predictor Constant Ln Hijauan Ln Konsentrat Ln Ampas tahu Ln Vaselin Ln TK S = 0.0681953
Coef 0.715 0.6761 0.31289 0.08651 0.04236 -0.55327
SE Coef 1.321 0.1644 0.08935 0.04055 0.04969 0.07969
R-Sq = 74.9%
T 0.54 4.11 3.50 2.13 0.85 -6.94
P 0.592 0.000 0.001 0.041 0.401 0.000
VIF 2.537 1.994 1.410 1.567 2.398
R-Sq(adj) = 70.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln Hijauan Ln Konsentrat Ln Ampas tahu Ln Vaselin Ln TK
DF 5 30 35 DF 1 1 1 1 1
SS 0.415809 0.139518 0.555327
MS 0.083162 0.004651
F 17.88
P 0.000
Seq SS 0.008597 0.119342 0.001281 0.062446 0.224143
Unusual Observations Obs 3 11 26
Ln Hijauan 10.0 10.0 9.6
Ln Produktivitas 8.0873 8.3677 7.7410
Fit 7.9673 8.2007 7.7087
SE Fit 0.0330 0.0241 0.0532
Residual 0.1200 0.1670 0.0322
St Resid 2.01R 2.62R 0.76 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 1.88138
Residual Plots for Ln Produktivitas
1
Lampiran 5. Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Selama Satu Tahun.
Residual Plots for Ln Produktivitas Normal Probability Plot
Versus Fits
99
0.2
Residual
Percent
90 50
0.1 0.0
10 1
-0.1
0.0 Residual
0.1
-0.1
0.2
7.80
Histogram
7.95 8.10 Fitted Value
8.25
Versus Order 0.2
6
Residual
Frequency
8
4
0.1 0.0
2 0
-0.08 -0.04 0.00 0.04 0.08 Residual
0.12
0.16
-0.1
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
2
Lampiran 6. Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah
Regression Analysis: Ln Pendapata versus Ln P Hijauan, Ln P Konsent, ... The regression equation is Ln Pendapatan = - 396 - 3.34 Ln P Hijauan - 6.30 Ln P Konsentrat - 2.26 Ln P Ampas tahu - 4.58 Ln P Vaselin + 0.774 Ln B Keswan - 5.47 Ln P TK + 72.9 Ln P Jual Predictor Constant Ln P Hijauan Ln P Konsentrat Ln P Ampas tahu Ln P Vaselin Ln B Keswan Ln P TK Ln P Jual S = 0.404764
Coef -396.0 -3.3363 -6.304 -2.2560 -4.580 0.7736 -5.467 72.90
SE Coef 172.0 0.7610 2.248 0.5980 1.398 0.2169 1.598 22.41
R-Sq = 76.8%
T -2.30 -4.38 -2.80 -3.77 -3.28 3.57 -3.42 3.25
P 0.029 0.000 0.009 0.001 0.003 0.001 0.002 0.003
VIF 1.274 1.228 1.151 1.934 1.858 1.118 1.264
R-Sq(adj) = 70.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 28 35
Source Ln P Hijauan Ln P Konsentrat Ln P Ampas tahu Ln P Vaselin Ln B Keswan Ln P TK Ln P Jual
SS 15.1432 4.5874 19.7306
DF 1 1 1 1 1 1 1
MS 2.1633 0.1638
F 13.20
P 0.000
Seq SS 6.0090 1.7991 1.3466 0.0015 2.8983 1.3544 1.7343
Unusual Observations Obs 2
Ln P Hijauan 4.87
Ln Pendapatan 12.5318
Fit 13.7285
SE Fit 0.2613
Residual -1.1967
St Resid -3.87R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2.18662
Residual Plots for Ln Pendapatan
3
Lampiran 7. Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah
Residual Plots for Ln Pendapatan Normal Probability Plot
Versus Fits
99
0.5 Residual
Percent
90 50 10 1
0.0 -0.5 -1.0
-1.0
-0.5
0.0 Residual
0.5
1.0
14
15 16 Fitted Value
Histogram
Versus Order 0.5
6
Residual
Frequency
8
4 2 0
17
0.0 -0.5 -1.0
-1.2
-0.8
-0.4 0.0 Residual
0.4
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
4