VI.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH
Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh keuntungan adalah dengan cara meningkatkan produksi sapi perah yang dipelihara. Maka dari itu, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai faktorfaktor apa saja yang dapat mempengaruhi produksi sapi perah. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu di tingkat peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dianalisis dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas yang menunjukkan hubungan matematis antara produksi susu dengan faktor -faktor produksi yang digunakan. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam usahaternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor antara lain masa laktasi sapi produksi (X1), hijauan (X2), konsentrat (X3), ampas tahu (X4), air (X5), mineral (X6) dan tenaga kerja (X7). Berdasarkan ketujuh faktor tersebut akan dilihat berapa besar pengaruhnya terhadap produksi sapi perah. Didalam mendugaan parameter pada fungsi persamaan Cobb-Douglas maka data diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln). Secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software Minitab 14 diperoleh hasil pendugaan fungsi produksi seperti pada Tabel 19.
68
Tabel 19. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Susu Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 Koefisien Regresi
Variabel Konstanta Ln Masa Laktasi (X1) Ln Konsentrat (X2) Ln Hijauan (X3) Ln Ampas Tahu (X4) Ln Mineral (X5) Ln Air (X6) Ln Tenaga Kerja (X7) Rsq Rsq(adj) Fhitung
1,545 -0,4736 0,1259 0,2664 0,05208 0,01716 0,7283 -0,4889
: 90,7 persen : 88,2 persen : 37,48
Simpangan Baku Koefisien 1,101 0,1646 0,1520 0,1888 0,05737 0,09733 0,1873 0,2572 Ftabel *)
T-Hitung 1,40 -2,88 0,83 1,41 0,91 0,18 3,89 -1,90
P-Value
VIF
0,172 0,008* 0,415 0,170* 0,375 0,861 0,001* 0,068*
1,7 5,1 8,6 2,3 3,3 9,3 3,7
: 2,37 : berpengaruh nyata pada taraf 20 persen
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab 14 diperoleh model fungsi produksi : Y = 1,55 X1- 0,474 X20,126 X30,266 X40,0521 X50,0172 X60,728 X7- 0,489 Model fungsi tersebut bila dilinierkan menjadi : Ln Y = 1,55 – 0,474 ln X1 + 0,126 ln X2 + 0,266 ln X3 + 0,0521 ln X4 + 0,0172 ln X5 + 0,728 ln X6 – 0,489 ln X7 Berdasarkan Tabel 19, hasil nilai F-hitung pada model penduga fungsi produksi mencapai 37,48 dan nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel yaitu 2,37. Kondisi ini menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan usahaternak sapi perah secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata dalam produksi susu sapi perah. Berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi susu adalah masa laktasi, hijauan, air dan tenaga kerja sedangkan untuk input konsentrat, ampas tahu dan mineral tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu. Model penduga fungsi produksi yang telah dilakukan analisis dapat menujukkan adanya tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS (Ordinary Least Square) yaitu dengan mencari koefisien model melalui pengepasan (fitting) antara model dengan data sampel. Adapun asumsi OLS yang dimaksud adalah model linier dalam koefisien (parameter), tidak terdapat multikolinier diantara variabel independent, ragamnya homogen (homoskedastisitas) dan tidak terdapat 69
autokorelasi. Pengujian multikolinieritas dilakukan agar variabel independen yang digunakan tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Analisis mengenai uji multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors) maupun pada hasil uji korelasi, untuk lebih rincinya dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil pengujian antar variabel pada Lampiran menyatakan bahwa model yang digunakan tidak terdapat multikolinieritas pada setiap variabel. Hal itu dapat dilhat bahwa nilai VIF dari tujuh variabel tidak ada yang lebih dari 10. Sehingga model dikatakan baik dan dapat dilakukan analisis berikutnya yaitu melihat apakah model terdapat heteroskedistisitas dengan menggunakan pendekatan grafik yang dapat dilihat pada Lampiran 3, menunjukkan plot antar residual dengan data menyebar mengikuti plot normal. Dilihat dari hasil penghitungan secara statistik analisis model penduga fungsi produksi pada peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor telah memenuhi asumsi OLS (Ordinary Least Square). Hal tersebut juga dapat dianalisis melalui nilai p-value pada hasil Analysis of Variance pada Lampiran 2 yang bernilai nol sehingga mengindikasikan bahwa semua variabel atau salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Terpenuhi syarat asumsi OLS ini menunjukkan bahwa model fungsi produksi tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel bebas (input produksi) yang digunakan terhadap hasil produksi (output) dalam kegiatan usahaternak sapi perah. Dari hasil pendugaan model dengan menggunakan model fungsi CobbDouglas diperoleh hasil bahwa
nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 90,7
persen dengan nilai determinasi terkoreksi (R2 adjusted) sebesar 88,2 persen. Nilai determinasi (R2) tersebut menujukkan bahwa sebesar 90,7 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor masa laktasi sapi produksi, hijauan, konsentrat, ampas tahu, mineral, air dan tenaga kerja. Sedangkan 9,3 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktorfaktor lain yang diluar model yang diduga berpengaruh terhadap produksi susu segar adalah umur, lingkungan, pengaruh iklim dan cuaca, pemberian obat dan vitamin, lingkungan peternakan serta serangan penyakit. Nilai koefisien dalam model fungsi Cobb-Dauglas merupakan nilai elastisitas produksi dari variabel-
70
variabel produksi tersebut. Berdasarkan Tabel 18, maka pengaruh dari masingmasing variabel bebas terhadap produksi dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Faktor Masa Laktasi (X1) Masa laktasi merupakan masa dimana sapi sedang berproduksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter terhadap faktor produksi menunjukkan bahwa variabel masa laktasi sapi produksi (X1) mempunyai nilai P-value sebesar 0,008. Jika taraf nyata 20 persen maka variabel masa laktasi sapi produksi mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi, sehingga apabila terjadi penurunan ataupun peningkatan masa laktasi sapi produksi akan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas sapi perah. Berdasarkan nilai koefisien parameter faktor masa laktasi sapi produksi mempunyai nilai negatif yaitu sebesar - 0,4736. Nilai tersebut menunjukkan bahwa apabila masa laktasi sapi produksi bertambah sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi sapi perah sebesar 0,4736 persen dengan mengganggap faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan masa laktasi sapi produksi akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi faktor masa laktasi lebih kecil dari 0 (Ep < 0) menunjukkan bahwa faktor masa laktasi berada pada daerah irrasional. Variabel masa laktasi mempunyai nilai koefisien negatif karena sebagian besar peternak kurang begitu memahami mengenai masa laktasi sapi produksi. minimnya informasi mengenai masa laktasi sapi produksi merupakan sesuatu yang wajar mengingat rata-rata tingkat pendidikan peternak hanya sampai tingkat sekolah dasar (SD) sehingga kurang memahami arti penting masa laktasi pada sapi masa produksi. Masa laktasi merupakan masa dimana sapi sedang berproduksi susu. Terdapat batasan maksimal dalam menentukan masa laktasi yaitu maksimal sepuluh bulan (kurang lebih 305 hari) setelah itu sapi harus dipersiapkan untuk kering kandang dan memasuki masa laktasi selanjutnya. Namun pada kenyataannya peternak kurang memperhatikan batas maksimal masa laktasi ini, hal ini diketahui dari hasil pengamatan dilapang terdapat beberapa ekor sapi milik responden yang sudah melewati masa laktasi sekitar 12 bulan atau lebih. Masa laktasi pada sapi produksi akan sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Menurut Sudono et al (2003) menjelaskan bahwa
71
produksi susu per hari akan mulai menurun setelah mencapai masa laktasi dua bulan, penurunan jumlah produksi susu ini juga akan diikuti dengan menurunnya kadar lemak. Maka dari itu masa laktasi akan berpengaruh terhadap produksi susu. 2. Faktor Konsentrat (X2) Konsentrat merupakan makanan penguat ternak yang berasal dari bijibijian dan limbah pertanian seperti jagung, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian dari pabrik seperti dedak, katul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah dan molases. Berdasarkan nilai P-value faktor produksi pakan konsentrat mempunyai nilai sebesar 0,415. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel konsentrat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan nilai koefisien regresinya sebesar 0,1259. Nilai koefisien regresi tersebut mempunyai arti bahwa apabila terjadi penambahan faktor produksi berupa pemberian pakan konsentrat sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan produksi sapi perah sebesar 0,1259 dengan menganggap bahwa faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan pakan konsentrat satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi berada antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi berupa pemberian pakan konsentrat berada pada daerah rasional. Pakan konsentrat merupakan ransum pakan ternak yang mengandung kadar energi dan protein tinggi namun kandungan serat kasarnya rendah. Pakan konsentrat merupakan bahan makanan pelengkap bagi ternak sebab tidak semua zat makanan dan nutrisi dapat terpenuhi dari rumput atau hijauan, maka dari itu diperlukan adanya pakan tambahan berupa konsentrat yang berfungsi untuk melengkapi nutrisi yang dibutuhkan ternak. Namun, berdasarkan hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa para peternak responden di Desa Cipayung,
Kecamatan
Megamendung,
Kabupaten
Bogor
kurang
begitu
memperhatikan mengenai jumlah pemberian pakan konsentrat. Peternak tidak menggunakan takaran yang pasti dan tetap, sehingga hanya menggunakan perkiraan saja. Peternak kurang memahami berapa sebenarnya kebutuhan konsentrat untuk sapi produksi sehingga menyebabkan adanya ketidakseimbangan nutrisi. Menurut Sudono et al (2003) pemberian konsentrat pada sapi produksi
72
adalah 50 persen dari susu yang dihasilkan (rasio 1:2). Selain itu pada bulan Januari pihak KUD Giri Tani mengganti jenis konsentrat dengan konsentrat dari produsen lain dengan harga lebih murah, dari hasil wawancara diketahui bahwa terdapat beberap peternak yag mengeluh karena konsentrat yang dipakai kualitasnya kurang bagus. Sapi yang sedang berada pada masa produksi (masa laktasi) membutuhkan nutrisi yang cukup untuk proses pertumbuhan, reproduksi serta berpengaruh terhadap kualitas produksi. Penggunaan konsentrat oleh responden rata-rata delapan kilogram perhari dengan rata-rata penggunaannya pada bulan Januari tahun 2012 sebesar 248,9 kilogram untuk per ekor sapi produksi. Pakan konsentrat diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada waktu pagi dan sore setelah sapi diperah.
Biasanya
peternak
responden
di
Desa
Cipayung,
Kecamatan
Megamendung, Kabupaten Bogor memberikan pakan konsentrat dengan dicampur ampas tahu. Konsentrat ini diperoleh peternak responden dari KUD Giri Tani. 3. Faktor Hijauan (X3) Pakan hijauan merupakan pakan utama bagi sapi perah. Makanan hijauan (makanan kasar) merupakan semua bahan makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan atau tanaman dalam bentuk daun-daunan, ranting, bunga dan batang. Hijauan mempunyai kandungan energi yang relatif rendah, namun merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik untuk ternak. Berdasarkan nilai P-value faktor hijauan mempunyai nilai sebesar 0,170. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel hijauan mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah, sehingga apabila terjadi penurunan maupun peningkatan pemberian hijauan akan berpengaruh secara signifikan terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan berdasarkan nilai koefisien regresi faktor produktivitas hijauan ini mempunyai nilai sebesar 0,2664. Nilai koefisien regresi ini mempunyai arti bahwa apabila terjadi penambahan faktor produktivitas berupa pakan hijauan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas sapi perah sebanyak 0,2664 persen dengan menganggap faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan pakan hijauan sebanyak satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi
73
berada antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi berupa pemberian pakan hijauan berada pada daerah rasional. Hijauan mengandung kadar air sebesar 70 persen hingga 80 persen, sedangkan sisanya merupakan bahan kering. Pemberian pakan hijauan pada sapi perah milik peternak rata-rata sebesar 38,97 kg/ekor/hari. Pemberian hijauan ini mutlak dilakukan untuk menghasilkan energi pada ternak yang berguna untuk proses kelangsungan hidupnya. Pakan hijauan merupakan pakan utama bagi ternak sapi perah sehingga kebutuhannya harus tercukupi namun, sebagian besar peternak belum paham mengenai kebutuhan pakan hijauan bagi sapi laktasi yaitu 10 persen dari bobot tubuhnya, hal diketahui dari hasil pengamatan peternak hanya secara perkiraan saja dalam memberikan pakan hijauan. Apabila pemberian hijauan dikurangi maka energi yang seharusnya dibutuhkan oleh sapi menjadi berkurang, hal ini akan berakibat pada penurunan bobot badan sehingga produksi susu juga akan berkurang. Penambahan pemberian pakan hijauan pada sapi produksi akan meningkatkan energi yang dibutuhkan oleh sapi sehingga berdampak pada peningkatan produksi susu. Makanan hijauan diperoleh responden dengan cara membeli ke pedagang rumput dengan harga Rp 150 per kilogram, biasanya jenis rumput yang dibeli adalah rumput gajah. Selain itu responden juga akan mencari rumput liar di sekitar tempat tinggal atau tegalan yang memang sengaja ditanami rumput-rumputan. Pemberian pakan hijauan dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi hari setelah pemerahan, siang hari dan sore hari setelah pemerahan. 4. Faktor Ampas Tahu (X4) Ampas tahu merupakan limbah yang berasal dari pembuatan tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan bagi ternak sapi perah. Berdasarkan nilai P-value faktor produksi ampas tahu mempunyai nilai sebesar 0,372. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel ampas tahu tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan berdasarkan nilai koefisien regresi faktor produksi ampas tahu mempunyai nilai positif yaitu sebesar 0,05208. Nilai koefisien regresi tersebut mengandung arti bahwa apabila terjadi penambahan faktor produksi berupa ampas tahu sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi sapi perah sebanyak 0,05208 persen dengan menganggap faktor lain
74
tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan pakan berupa ampas tahu sebanyak satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi berada antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi berupa pemberian ampas tahu berada pada daerah rasional. Ampas tahu merupakan jenis pakan tambahan bagi sapi perah, dimana dalam pemberiannya komposisinya paling sedikit yaitu 50 persen dari jumlah pemberian konsentrat (rasio 1:2) sebagai contoh satu kilogram ampas tahu berbanding dua kilogram konsentrat. Sehingga penambahan ataupun pengurangan pemberian ampas tahu sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi susu. Ampas tahu bisanya berasal dari limbah pembuatan tahu yang bahan utamanya berupa kacang-kacangan sehingga mempunyai kandungan protein yang cukup baik untuk sapi perah. Sapi pada masa laktasi membutuhkan asupan protein yang cukup tinggi hal ini bermanfaat untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan juga untuk memproduksi susu. Dengan adanya penambahan pakan berupa ampas tahu maka asupan protein pada sapi juga akan terpenuhi. Pemberian ampas tahu yang dilakukan oleh responden rata-rata sebanyak 8,59 kg/ekor/hari dan diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari setelah pemerahan, pemberian ampas tahu biasanya dicampur dengan konsentrat. Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor biasanya mendapatkan pasokan ampas tahu dari para produsen tahu disekitar Cisarua dan Ciawi dengan harga Rp 300 per kilogram. 5. Faktor Mineral (X5) Mineral merupakan pakan tambahan yang biasanya diberikan pada sapi perah yang berguna untuk menjaga elastisitas tubuh. Berdasarkan nilai P-value faktor produksi mineral mempunyai nilai sebesar 0,861. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel mineral tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas susu sapi perah. Berdasarkan nilai koefisien regresi variabel mineral mempunyai nilai positif yaitu sebesar 0,01716, artinya apabila terjadi penambahan faktor produksi berupa mineral sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi sapi perah sebanyak 0,01716 persen dengan menganggap faktor lain tetap (cateris
75
paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan
hipotesis sebelumnya yang
menyatakan bahwa penambahan mineral sebanyak satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi berada antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi pemberian mineral berada pada daerah rasional. Sapi laktasi membutuhkan asupan mineral dalam tubuhnya yang bermanfaat untuk pembentukan jaringan tulang dan urat, menggantikan mineral yang habis terpakai atau terbuang. Mineral biasanya diberikan pada sapi setelah melahirkan hingga beberapa bulan setelah melahirkan, hal ini juga untuk mencegah sapi terkena Milk fever. Menurut Girisonta (1995) menjelaskan bahwa kebutuhan mineral pada sapi laktasi adalah sebanyak 15 – 20 gram setiap 100 kilogram bobot tubuhnya. Namun, pada kenyataan dilapangan peternak kurang memahami sepenuhnya berapa sebenarnya kebutuhan mineral untuk sapi laktasi. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa peternak responden dalam memberikan mineral tidak sesuai dengan jumlah yang ditentukan, pemberian mineral hanya secara perkiraan saja. Rata-rata pemberian mineral oleh responden adalah sebanyak 17,63 gr/ekor/hari dan diberikan satu kali sehari yaitu pada pagi hari setelah pemerahan. Responden memperoleh mineral dari KUD Giri Tani dengan harga Rp 11.000 per kilogram. 6. Faktor Air (X6) Air merupakan salah satu bahan makanan yang diperlukan sapi dalam jumlah besar disamping energi. Maka dari itu kebutuhan akan air tidak boleh dilupakan, sebab 70 persen dari tubuh sapi terdiri dari air. Berdasarkan nilai Pvalue variabel air mempunyai nilai sebesar 0,001. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel air mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan berdasarkan koefisien regresi variabel air mempunyai nilai sebesar 0,7283. Nilai koefisien regresi tersebut mengandung arti bahwa apabila terjadi penambahan faktor produktivitas berupa pemberian air sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi sapi perah sebanyak 0,7283 persen dengan menganggap faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan air sebanyak satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi berada antara
76
1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi pemberian air berada pada daerah rasional. Didalam tubuh sapi, air berfungsi sebagai pengatur suhu dalam tubuh, membantu proses pencernaan, metabolisme, pelepas kotoran serta sebagai pelumas pada persendian. Kebutuhan air bagi sapi tergantung pada berbagai faktor seperti umur, ukuran tubuh, jenis makanan, iklim dan jumlah produksi. Sapi yang diberi pakan berupa konsentrat dengan kondisi tubuh besar dan memproduksi susu dalam jumlah banyak maka membutuhkan air yang lebih banyak. Kebutuhan air bagi sapi perah dapat diperoleh dari dalam bentuk air minum dan air yang terkandung dalam makanan. Bahan makanan kasar berupa hijauan segar mengandung kadar air mencapai 85 persen begitu pula pada ampas tahu. Namun, kebutuhan air bagi sapi perah tidak cukup bila hanya berasal dari air yang terkandung dalam makanan, maka dari itu perlu diberikan tambahan air dalam jumlah yang cukup setiap hari. Sapi perah memerlukan 2 – 2,5 kilogram air minum untuk memproduksi air susu sebanyak 0,5 kilogram. Karena air mutlak dibutuhkan sapi untuk memproduksi susu maka dari itu, dengan adanya peningkatan atau penurunan dalam pemberian air sebesar satu persen pada sapi laktasi akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi susu. Rata-rata pemberian air oleh responden 27,16 liter/ekor/hari dan air selalu dalam keadaan tersedia ditempat minum ternak. Air yang diberikan merupakan air bersih yang berasal dari air sumur maupun mata air dari gunung. 7. Faktor Tenaga Kerja (X7) Tenaga kerja merupakan sekelompok penduduk yang berada dalam usia kerja. Berdasarkan nilai P-value variabel tenaga kerja mempunyai nilai sebesar 0,068. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel ini mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan berdasarkan nilai koefisien regresi variabel tenaga kerja mempunyai nilai negatif yaitu sebesar -0,4889. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka produksi susu sapi akan menurun sebesar -0,4889 persen dengan menganggap faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi yang lebih kecil
77
dari pada 0 (Ep<0) menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah irrasional. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam produksi karena berkaitan dengan tatalaksana pemeliharaan dan penanganan ternak. Pada umumnya responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dalam melakukan kegiatan pemeliharaan rutin seperti membersihkan kandang, memberi makan, memandikan ternak, mencari rumput dan memerah susu. Namun, terdapat beberapa responden yang memperkerjakan tenaga kerja diluar keluarga apabila jumlah ternak yang dipelihara jumlahnya besar. Tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap produksi susu karena berkaitan dengan proses pemerahan. Pada proses pemerahan sapi memerlukan penanganan khusus misalanya pekerja yang melakukan pemerahan tidak boleh diganti-ganti karena akan memberi dampak negatif pada ternak seperti sapi mudah stress dan berujung pada menurunnya produksi susu. Dalam usahaternak sapi perah dikatakan efektif jika satu hari kerja pria dapat menangani tujuh sapi dewasa (Sudono,1999). Apabila dilakukan penambahan jumlah tenaga kerja untuk budidaya sapi perah, maka jumlah produksi susu akan menurun karena tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menangani satu ekor sapi laktasi hanya satu orang, apabila ditambahkan tenaga kerja yang baru menjadi dua orang atau lebih untuk menangani satu ekor sapi laktasi jelas akan menurunkan produktivitas ternak karena melebihi standar penggunaan tenaga kerja. Rata-rata penggunaan tenaga kerja oleh responden adalah sebesar 24,09 HKP pada bulan Januari tahun 2012.
78
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Pendapatan yang diperoleh peternak responden merupaka suatu kriteria dalam menentukan tingkat keuntungan serta keberhasilan peternak dalam menjalankan usahanya. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan oleh peternak. Pendapatan usahaternak sapi perah ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Dalam menghitung pendapatan usahaternak maka terlebih dahulu perlu dilakukan perhitungan mengenai penerimaan dan biaya usahaternak. 7.1 Analisis Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total susu segar dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Sumber penerimaan peternak terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai berasal dari penjualan susu ke KUD dan keluar KUD, serta penjualan pupuk kandang. Penerimaan tidak tunai berasal dari susu yang diberikan ke pedet. Penelitian ini hanya membahas mengenai penerimaan usahatani pada sapi laktasi atau sapi produksi saja. Rata-rata produksi susu peternak responden 48,00 persen dijual ke koperasi, 28,68 persen dijual keluar koperasi dan 23,32 persen digunakan untuk susu pakan pedet yang dipelihara peternak. Produksi susu merupakan faktor penting sebagai penentu besaranya penerimaan peternak, penerimaan setiap peternak berbeda dikarenakan kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan juga berbeda-beda. Range harga susu yang diberikan PT Cimory kepada peternak berkisar antara Rp 3200 hingga Rp 3700 per liter nya. Pada dasarnya harga yang ditetapkan oleh PT Cimory tergantung pada vet yang dihasilkan susu tersebut, dimana semakin tinggi nilai vet yang terdapat pada susu maka harga yang diberikan untuk per liternya juga akan semakin rendah, hal tersebut disebabkan karena apabila jumlah vet tinggi menunjukkan semakin tinggi perkembangan bakteri yang terdapat pada susu. Saat ini harga yang diberikan PT Cimory merupakan harga yang tertinggi yang
79
diterima oleh peternak hal ini apabila dibandingan dengan penjualan susu keluar PT Cimory tentunya diimbangi dengan kualitas susu yang baik. Agar lebih jelas mengenai sumber penerimaan peternak responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Rata-Rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 No Jenis Penerimaan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp) 1
Penjualan Susu Ke KUD (liter)
2
Penjualan Susu Keluar KUD (liter)
3
Susu untuk Minum Pedet (liter) Total Penerimaan
272,71
3.500,00
954.489,04
7,24
4.500,00
32.598,70
55,24
3.500,00
193.332,11 1.180.419,85
Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa rata-rata penerimaan total peternak responden adalah sebesar Rp 1.180.419,85, nilai tersebut tidak terlepas dari bervariasinya jumlah liter susu yang dihasilkan oleh setiap peternak terutama yang berasal dari peternak dengan jumlah populasi sapi yang cukup besar. Tingkat ratarata penerimaan peternak ini belum mencerminkan pendapatan peternak hal ini karena belum dikurangi dengan tingkat pengeluaran peternak. Harga yang diberikan PT Cimory kepada peternak adalah sebesar Rp 3.500,- per liternya, sedangkan susu yang djual keluar koperasi sebesar Rp 4.500,- per liternya hal ini karena susu dijual secara eceran kekonsumen yang memang sudah menjadi pelanggan para peternak di sekitar wilayah Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. 7.2 Analisis Struktur Biaya Usahatani Biaya usahternak sapi perah terdiri dari dua komponen, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani seperti opportunity cost lahan milik pribadi, tenaga kerja dalam keluarga dan
80
penyusutan dari sarana produksi (Soekartawi et al, 2011). Berikut ini merupakan pembagian biaya usahaternak sapi perah berdasarkan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. A. Biaya Tunai Dalam usahaternak sapi perah, biaya tunai terdiri dari biaya pembelian pakan hijauan, pakan konsentrat, ampas tahu, mineral, vaselin, obat-obatan dan vitamin, tenaga kerja luar keluarga, transportasi, listrik, dan biaya iuran koperasi. Biaya tunai yang dikeluarkan peternak berbeda-beda tergantung jumlah ternak yang dipeliharanya. Biaya listrik dan iuran koperasi merupakan biaya yang bersifat tetap yang harus dikeluarkan oleh responden. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah output yang dihasilkan. 1. Biaya untuk Pembelian Pakan Biaya pakan yang dikeluarkan peternak responden dalam usataternak sapi perah terdiri dari pembelian hijauan, pembelian konsentrat, pembelian ampas tahu dan mineral. Responden memperoleh pakan hijauan selain dari membeli dari penjual rumput dengan harga Rp 150 per kilogram juga mendapatkan dengan cara mencari rumput liar disekitar wilayah tempat tinggal. Rata-rata pengeluaran biaya pakan hijauan untuk satu ekor sapi laktasi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 179.909,33. Pakan penguat berupa konsentrat diperoleh peternak responden dari KUD Giri Tani dengan harga rata-rata sebesar Rp 2.000 per kilogram. Ratarata pengeluaran peternak untuk biaya pakan konsentrat per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 387.942,86. Ampas tahu biasanya diperoleh peternak dengan membeli dari produsen tahu disekitar daerah Cisarua dan Ciawi dengan harga rata-rata sebesar Rp 300 per kilogram, rata-rata pengeluaran peternak untuk biaya pakan ampas tahu per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 69.457,71. Sedangkan untuk pembelian mineral peternak biasanya memberli di KUD Giri Tani dengan harga sebesar Rp 11.000 per kilogram, rata-rata pengeluaran untuk biaya mineral per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 5.037,06. Pakan ternak merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan produktivitas dari usaha peternakan sapi perah. Kombinasi dan komposisi pakan
81
yang tepat akan akan sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Biaya pembelian pakan dapat mencapai 60 - 70 persen dari total biaya produksi, maka dari itu penyediaan pakan yang mudah diperoleh perlu diperhatikan. Besarnya nilai presentase biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan membuat peternak harus berusaha mencukupi kebutuhan zat-zat nutrisi dalam ransum secara seimbang namun dengan harga yang serendah mungkin. Peternak harus memperhatikan kebutuhan pakan ternak khususnya untuk pakan konsentrat, hal ini karena biaya untuk pembelian konsentrat paling tinggi dibandingkan biaya produksi lain. Konsentrat merupakan pakan penguat yang wajib diberikan pada sapi produksi karena berfungsi untuk melengkapi nilai gizi pada ternak sapi perah sehingga kadar gizi yang dibutuhkan untuk produksi susu dapat terpenuhi. Penggunaan ransum yang seimbang, ekonomis namun tetap mempunyai kandungan nilai gizi yang lengkap akan dapat memaksimalkan produksi susu. Tinggi rendahnya faktor produksi pakan sangat ditentukan oleh situasi harga bahan-bahan pakan tersebut, selain itu juga dipengaruhi oleh kemampuan, keterampilan, serta pengetahuan peternak dalam cara mendapatkan, menyediakan serta menyusun bahan pangan secara ekonomis namun tetap sesuai dengan kebutuhan ternak baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Maka dari itu, pemberian pakan khususnya pada masa laktasi harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan sapi hal ini agar puncak produksi dapat dipertahankan. Jika produksi produksi susu mulai menurun seiring dengan bertambahnya masa laktasi, maka pemberian pakan juga harus disesuaikan dengan jumlah produksi. Apabila sapi sudah mengalami penurunan produksi, penambahan pakan tidak akan dapat meningkatkan produksinya, sehingga hal ini dinilai tidak ekonomis karena akan berpengaruh pada biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak. 2. Biaya untuk Pembayaran Kesehatan Ternak (IB, Obar-obatan dan Vitamin) Pelayanan medis ternak dilakukan oleh petugas medis yang dibiasa menangani kesehatan ternak milik peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya. Pelayanan yang diberikan meliputi Inseminasi Buatan, suntik vitamin, suntik obat-obatan, perawatan ternak sakit serta kelahiran ternak. Biaya medis yang dibebankan bervariasi tergantung dari jenis pelayanan jasa yang diberikan. Suntik
82
obat-obatan dan vitamin biasa dilakukan peternak setiap tiga bulan sekali dengan harga berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 30.000 tergantung dengan jumlah dan jenis obat atau vitamin yang diberikan. Sedangkan untuk pelayanan Inseminasi Buatan biayanya sebesar Rp 30.000. Rata-rata biaya yang dikeluarkan peternak untuk layanan medis per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 8.333,33. 3. Biaya untuk Pembelian Vaselin Vaselin digunakan sebagai pelumas atau pelicin untuk mempermudah pada waktu proses pemerahan sehingga susu pada sapi lebih mudah untuk keluar. Peternak mendapatkan vaselin dengan cara membeli dari KUD Giri Tani dengan harga sebesar Rp 26.000 per kilogram. Rata-rata pengeluaran peternak untuk biaya pembelian vaselin per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 4.251,78. Penggunaan vaselin untuk membantu mempermudah proses pemerahan tidah mutlak dibutuhkan. Mengingat harga per kilogram untuk vaselin cukup mahal bagi peternak dengan jumlah kepemilikan ternak sedikit biasa menggantinya dengan minyak kelapa, hal ini dilakukan agar lebih menghemat biaya produksi, sehingga biaya untuk pembelian vaselin dapat dialokasikan ke biaya produksi lain. 4. Biaya untuk Pembayaran Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan usaternak sapi perah. Tenaga kerja luar keluarga biasanya digunakan oleh peternak responden yang mempunyai populasi sapi laktasi cukup besar. Rata-rata upah tenaga kerja sebesar Rp 25.000 per hari. Upah tenaga kerja luar keluarga merupakan biaya tetap yang harus dikeluarkan peternak disetiap bulannya. Ratarata pengeluaran peternak untuk biaya upah tenaga kerja luar keluarga per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 27.113,86. Penggunaan tenaga kerja harus disesuaikan dengan jumlah ternak yang tangani serta jenis kegiatan yang dilakukan. Penggunaan tenaga kerja yang tidak efisien selain akan berpengaruh pada produktivitas ternak juga akan berpengaruh pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar upak tenaga kerja diluar keluarga.
83
5. Biaya Transportasi Biaya transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan peternak responden untuk menitipkan hasil susu di pos atau tempat pengumpulan susu yang nantinya akan diangkut oleh petugas bagian pengantar susu Kelompok Ternak Mekar Jaya untuk selanjutnya dikirim ke PT Cimory. Biaya pengangkutan susu ini dihitung berdasar liter susu yang dijual dengan biaya sebesar Rp 100 per liter. Biaya ini merupakan biaya tunai karena dikeluarkan peternak setiap bulannya. Rata-rata biaya yang dibebankan kepada peternak untuk transportasi per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 27.271,12. 6. Biaya Listrik Listrik merupakan biaya tetap yang dikeluarkan peternak responden dan biaya listrik yang dihitung merupakan biaya listrik yang berasal hanya dari kandang sapi. Rata-rata pembayaran penggunaan listrik yang digunakan untuk penerangan di kandang pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 2.122,12. 7. Biaya Iuran Koperasi Membayar iuran koperasi merupakan suatu kewajiban dari anggota koperasi sekaligus merupakan bentuk tanggung jawab yang harus dipenuhi. Ratarata iuran koperasi yang dikeluarkan peternak pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 10.000. Pembayaran iuran susu ini biasanya dipotong dari hasil penjualan susu ke koperasi setelah akhir bulan. B. Biaya Diperhitungkan Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya upah tenaga kerja dalam keluarga, biaya sewa lahan untuk kandang, penyusutan kandang dan penyusutan peralatan. 1. Upah tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga kerja dalam keluarga termasuk dalam biaya diperhitungkan maka dari itu harus dihitung karena kebanyakan responden dalam menjalankan usahaternak sapi perah tidak memperhitungkan pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga. Menghitung pengeluaran untuk biaya tenaga kerja dalam keluarga
dimaksudkan untuk
mengetahui penerimaan
usahaternak yang
sebenarnya. Penghitungan biaya diperhitungan untuk upah tenaga kerja dalam keluarga diukur atau dinilai berdasarkan upah tenaga kerja yang berlaku. Rata-rata
84
pengeluaran tenaga kerja dalam keluarga peternak untuk per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 180.231,39. 2. Penyusutan Kandang dan Peralatan Penyusutan kandang dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan usahaternak sapi perah merupakan biaya diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak responden untuk pemeliharaan kandang dan peralatan. Biaya penyusutan dalam penelitian ini digunakan metode garis lurus dimana harga beli dikurangi nilai sisa dan dibagi dengan umur pakai. Rata-rata pengeluaran responden untuk biaya penyusutan kandang per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 19.496,86. Sedangkan untuk rata-rata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan untuk per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 10.957,05. 3. Sewa Lahan Sewa lahan masuk kedalam biaya diperhitungkan karena lahan yang digunakan untuk budidaya dalam hal ini adalah kandang ternak merupakan lahan milik sendiri. Lahan milik sendiri tetap diperhitungkan sebagai sewa lahan sehingga dilakukan penaksiran biaya penggunaan tanah sebesar nilai sewa tanah rata-rata yang berlaku di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Biaya rata-rata untuk sewa tanah yang berlaku di daerah penelitian yaitu sebesar Rp 4.000.000 per tahun untuk lahan seluas 500 m2. Rata-rata pengeluaran peternak untuk biaya sewa lahan per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 9.301,24. Penghitungan komponen biaya responden secara rinci dapat dilihat pada Tabel 21.
85
Tabel 21. Rata-Rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Usahaternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 Komponen Nilai (Rp) Presentase (%) A. Biaya Tunai - Pakan hijauan - Konsentrat - Ampas Tahu - Mineral - Vitamin/obat-obatan - Vaselin - Tenaga Kerja Luar Keluarga - Transportasi - Listrik - Iuran Koperasi Total Biaya Tunai B. Biaya Diperhitungkan - Tenaga Kerja Dalam Keluarga - Penyusutan Kandang - Penyusutan Peralatan - Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan Jumlah Biaya Total
179.909,33 387.942,86 69.457,71 5.037,06 8.333,33 4.251,78 27.113,86 27.271,12 2.122,12 10.000,00 721.439,17
24,94 53,77 9,63 0,70 1,15 0,59 3,76 3,78 0,29 1,39 100,00
180.231,39 19.496,86 10.957,05 9.301,24 219.986,54 941.425,71
81,93 8,86 4,98 4,23 100,00
7.3 Pendapatan Usahaternak Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Didalam penelitian pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Dalam penelitian ini rata-rata pendapatan atas biaya tunai untuk satu ekor sapi laktasi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 458.980,68 sedangkan rata-rata pendapatan atas biaya total untuk satu ekor sapi laktasi sebesar Rp 238.994,15. Berdasarkan rata-rata hasil perhitungan analisis R/C rasio atas biaya tunai untuk satu ekor sapi laktasi adalah 1,64. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1, akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,64. Sedangkan rata-rata R/C rasio atas biaya total untuk satu ekor sapi laktasi sebesar 1,25. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan peternak memperoleh penerimaan
86
sebesar Rp 1,25. Rincian mengenai rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan analisis R/C rasio peternak responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Rata-Rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahaternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 No Komponen Nilai (Rp) A Penerimaan tunai 987.087,70 B
Penerimaan yang diperhitungkan
193.332,11
C
Total Penerimaan (A+B)
D
Biaya tunai
721.439,17
E
Biaya yang diperhitungkan
219.986,54
F G
Total Biaya (D+E) Pendapatan atas biaya tunai (A-D)
H
Pendapatan atas biaya total (C-F)
941.425,70 458.980,68 238.994,15
1.180.419,85
Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa rata-rata pendapatan peternak adalah sebesar Rp 250.000,00 hingga Rp 450.000,00 per bulan untuk satu ekor sapi laktasi. Dilihat dari tingkat keberhasilan usaha dari hasil penghitungan R/C rasio diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 1,64 sedangkan R/C rasio atas biaya total sebesar 1,25. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar nilai R/C rasionya. Secara teori usahaternak sapi perah yang diusahakan peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dapat dikatakan menguntungkan karena nilai R/C rasionya lebih dari satu. namun, bila dilihat dari segi bisnis usahaternak ini belum dapat dikatakan ekonomis karena tingkat keuntungan peternak yang masih rendah. Rendahnya pendapatan peternak sangat dipengaruhi oleh produktivitas ternak yang diusahakan serta biaya yang dikeluarkan. Peternak memperoleh pendapatan yang rendah diakibatkan karena penggunaan biaya produksi yang tinggi namun tidak diimbangi dengan penerimaan yang tinggi pula. Secara rinci, analisis pendapatan usahaternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Lampiran 1. 87
Dari hasil analisis tersebut dapat dijelaskan bahwa rendahnya pendapatan peternak disebabkan karena peternak mengalami berbagai kendala dalam menjalankan usahaternak sapi perahnya. Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah (1) masih rendahnya tingkat produktivitas ternak yang dipelihara sehingga berdampak pada rendahnya tingkat pendapatan peternak. Rendahnya tingkat produktivitas ternak dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain tingkat mutu genetik (bibit) yang rendah, kuantitas dan kualitas pemberian pakan yang kurang memadai serta manajemen budidaya ternak yang masih rendah, (2) rendahnya kualitas susu yang dihasilkan kondisi tersebut dapat dilihat dari tingginya kandungan bakteri dalam susu (sekitar 10 juta/cc) hal tersebut diakibatkan karena sistem manajemen kandang yang masih tradisional sehingga dengan kondisi kualitas susu yang rendah harga yang terbentuk juga rendah, (3) rataan jumlah kepemilikan ternak yang masih rendah (belum efisien) yaitu dengan rata-rata kepemilikan ternak sekitar 3-4 ekor sapi laktasi per peternak sehingga kurang menjanjikan keuntungan bagi peternak. Selain itu masih ada beberapa kendala lain diluar faktor teknis seperti belum terciptanya integrasi dan koordinasi yang harmonis antara pemerintah, koperasi, IPS dan peternak berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah kurang diantisipasi oleh para pelaku bisnis termasuk didalamnya peternak sapi perah. Maka dari itu dalam usaha untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut perlu dilakukan pengkajian secara komperhensif tidak hanya dari sisi peternak (on farm) atau sisi kelembagaan dari subsistem lainnya (off farm maupun subsitem pendukung) saja melainkan juga dari sisi aspek kebijakan mengenai persusuan di Indonesia seperti pada undang-undang peternakan (UU 6/1967) dimana sistem agribisnis mengenai persusuan masih tersekat-sekat. Hal tersebut menyebabkan ketimpangan antar subsistem dimana seharusnya antar subsistem tersebut terjadi hubungan saling ketergantungan. Misalnya antara koperasi dengan anggotanya (peternak) dan IPS masih belum punya hubungan yang kuat untuk bersama-sama meningkatkan sistem usahaternak sapi perah (persusuan).
88