STRUKTUR PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT : STUDI KASUS DESA PANDESARI, KECAMATAN PUJON, KABUPATEN MALANG (The Income Structure of Household Scale Dairy Farms a Case Study at Pandesari Village Pujon District Malang Regency) B. Hartono Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis pola sumber pendapatan rumahtangga peternak sapi perah berdasarkan kepemilikan ternak dan struktur distribusi pendapatannya. Kajian observasi dilakukan pada Desa Pandesari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Jawa Timur pada bulan Juli 2004. Seratus dua puluh tujuh peternak dipilih sebagai responden dengan metode sampling acak bertingkat. Responden dibagi ke dalam 3 skala sesuai kepemilikan ternak yaitu skala pertama (< 5 unit ternak), skala kedua (5 – 11 unit ternak), dan skala ketiga (> 11 unit ternak). Jumlah responden dirancang sebagai 79, 36 dan 11 peternak masing-masing untuk skala pertama, skala kedua dan skala ketiga. Hasil kajian menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan dari usaha peternakan sapi perah dari skala pertama, skala kedua, dan skala ketiga masing-masing adalah 53,7%; 68,38%; dan 95, 37%. Rasio Gini pada skala pertama, skala kedua, dan skala ketiga masing-masing adalah 0,2452; 0,2701 dan 0,2779. Hasil kajian menyimpulkan bahwa Pendapatan rumahtangga peternak sapi perah dalam skala yang sama mempunyai distribusi pendapatan merata. Kata kunci : peternak, sapi perah, pendapatan ABSTRACT The objectives of this research was to analyze the structure and contribution of income in household scale dairy farms. The study was conducted at Pandesari Village, Pujon District, Malang Regency, East Jawa Province on July 2004. One hundred twenty seven farmers were chosen as respondents by stratified random sampling which divided into the first scale (= 5 Animal Unit), the second scale ( 5 – 11 Animal Unit) and the third scale (= 11 Animal Unit). The number of respondents were designed to be 79.36 and 11 farmers, respectively for the first scale, the second scale, and the third scale. The results showed that the contribution income of dairy farm on the first scale, the second scale and the third scale were 53.7 %, 68.38 % dan 95.37 %; respectively. Gini ratio on the first scale, the second scale and the third scale were 0.2452; 0.2701 and 0.2779; respectively. It was concluded that the contibution income of dairy farm was forms a large part of household‘s income dairy farmer and household‘s income dairy farmer on the same scale which was evenly distributioned. Keywords : household dairy farmer, structure income, contribution income
The Income Structure of Household Scale Dairy Farms (Hartono)
151
PENDAHULUAN Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting penting dalam perekonomian nasional. Peranan pertanian sebagai tulang punggung perekonomian nasional terbukti tidak hanya pada saat situasi ekonomi sedang berjalan normal Sektor pertanian menjadi penyangga ekonomi nasional pada saat krisis ekonomi. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor penyedia lapangan kerja nasional terbesar yaitu lebih dari 40 persen kesempatan kerja nasional berasal dari sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan penyedia utama kebutuhan pangan masyarakat Indonesia yang merupakan kebutuhan dasar dak hak azasi manusia. Sektor pertanian juga menyediakan pasar yang sangat besar untuk produk manufaktur karena jumlah penduduk pedesaan yang besar dan terus mengalami peningkatan. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang paling efektif untuk mengentas kemiskinan di wilayah pedesaan melalui peningkatan pendapatan yang bekerja di sektor pertanian (Syafa‘at et al., 2003) Tujuan seseorang anggora rumahtangga melakukan suatu jenis pekerjaan adalah untuk memperoleh pendapatan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota rumahtangga. Pendapatan rumahtangga berasal lebih dari satu macam sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang beragam dapat terjadi karena anggota rumahtangga yang bekerja, melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dan atau masing-masing anggota rumahtangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu dengan yang lain. Tingkat keragaman sumber pendapatan tersebut juga dipengaruhi oleh pengusaan faktor produksi dan asset rumahtangga. Sumber pendapatan dapat digolongkan sebagai sumber pendpatan pokok dan sumber pendapatan tambahan berdasarkan besarnya pendapatan (Nurmanaf, 1985) Lapangan pekerjaan di pedesaan terdiri dari berjenis-jenis pekerjaan di sektor pertanian dan di sektor luar pertanian. Sektor pertanian khususnya pulau Jawa, yang merupakan tempat kerja bagi sebagian besar penduduk pedesaan, diharapkan dapat berperan penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat. Aktifitas di sektor
152
pertanian salah satu faktor produksinya adalah lahan yang jumlahnya sangat terbatas khususnya pulau Jawa, sehingga angkatan kerja terus meningkat, berakibat bagian hasil bagi pemilik faktor produksi lahan semakin meningkat dan sebaliknya faktor produksi tenaga kerja justru semakin menurun (Nurmanaf,1985). Usaha peternakan sapi perah yang merupakan bagian dari sektor pertanian telah dikembangkan oleh Pemerintah dengan tujuan sosial yaitu untuk menyediakan lapangan kerja dipedesaan yang selanjutnya dapat menambah pendapatan melalui peningkatan produksi susu sapi perah. Peningkatan produksi sebagai refleksi dari meningkatnya permintaan masyarakat diharapkan dapat mendorong terciptanya investasi baru, sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas usahatani ternaknya, sehingga adanya re-investasi dalam usahatani susu dan peternakan sapi perah dapat memberi dukungan terhadap suatu wilayah (Taryoto dan Sunarsih, 1994). Krisis ekonomi yang berkepanjangan dalam menghadapi era perdagangan bebas berdampak pada usaha peternakan sapi perah, karena usaha peternakan sapi perah pada umumnya berada di pedesaan yang pemilikan sumberdayanya sangat terbatas. Peternak sapi perah di daerah penelitian pada umumnya mempunyai kegiatan tambahan di sektor pertanian non sapi perah dan di luar sektor pertanian. Jenis kegiatan non pertanian setiap peternak tidaklah sama tetapi sangat bervariasi tergantung dari sumberdaya yang dimiliki. Oleh karena itu struktur dan distribusi pendapatan rumahtangga peternak sapi perah merupakan aspek yang menarik untuk diamati. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menganalisis pola sumber pendapatan rumahtangga peternak sapi perah berdasarkan kepemilikan ternak dan struktur distribusi pendapatannya. Diharapkan tulisan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan penyusunan kebijakan dalam usaha mengembangkan usaha ternak sapi perah dan meningkatkan tingkat kesejahteraan peternak MATERI DAN METODE Penelitian merupakan studi kusus yang dilakukan di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon,
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (3) September 2005
Kabupaten Malang dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra produksi susu di Jawa Timur, populasi terbanyak dan pemilikan ternak beragam. Usaha peternakan sapi perah sudah dilakukan sejak jaman Belanda dan sekarang berada dalam binaan Koprasi SAE. Penelitian dilakukan dua tahap. Tahap pertama adalah sensus terhadap rumahtangga peternak sapi perah yang dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum kondisi peternakan sapi perah berdasarkan jumlah ternak yang dikelola. Tahap kedua adalah pelaksanaan survai. Hasil sensus bulan Juni 2004 menunjukkan populasi peternak sapi perah sebanyak 346 peternak. Jumlah responden yang dijadikan peternak contoh adalah sebanyak 127 peternak yang dipilih secara acak bertingkat berdasarkan skala usaha yaitu skala I (= 5 UT) sebanyak 79 responden, skalaII ( antara 5 – 10 UT) sebanyak 36 responden dan skala III ( = 10,01 UT) sebanyak 11 responden. Pengumpulan data yang dilaksanakan pada tahap kedua yang dilaksanakan pada bulan Juli 2004, dilakukan dengan teknik wawancara berdasarkan pertanyaan yang telah dipersiapkan. Data yang dikumpulkan meliputi informasi pokok mengenai pemilikan ternak, biaya produksi, macam pendapatan keluarga baik dibidang pertanian maupun non pertanian. Pendapatan rumahtangga peternak sapi perah dihitung dengan penjumlahan pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian dan non pertanian selama setahun yang dapat diformulasikan (Nurmanaf, 1989) : I = Σ Pi + Σ NPi Keterangan : I = Total pendapatan rumahtangga peternak (Rp/ tahun) Pi = Pendapatan sektor pertanian (Rp/tahun) NPi = Pendapatan sektor non pertanian (Rp/tahun) Distribusi pendapatan dihitung berdasarkan ketimpangan Relatif dan Gini Rasio Ketimpangan Relatif. Ketimpangan relatif diukur dengan melihat proporsi pendapatan yang diterima kelompok 40 % pertama dari total pendapatan dengan kreiteria : 1. Ketimpangan tinggi, apabila proporsi kelompok
tersebut menerima kurang dari 12 % dari total pendapatan. 2. Ketimpangan sedang, apabila proporsi kelompok tersebut menerima 12 -17 % dari total pendapatan. 3. Ketimpangan rendah, apabila proporsi kelompok tersebut menerima lebih dari 17 % dari total pendapatan. Gini Ratio. Ketimpangan pendapatan personal antar rumahtangga peternak sapi perah dilakukan dengan menggunakan pengukuran Koefisien Gini yang dapat dirumuskan (Todaro, 1999) sebagai berikut : GR = 1 - Σ Fi (Yi + Yi-1) Keterangan : GR = Gini Ratio (Koefisien Gini) Fi = Persentase jumlah rumahtangga dalam kelas ke-i Yi = Persentase pendapatan kumulatif dari jumlah rumahtangga dalam kelas ke i Yi-1= Persentase pendapatan kumulatif dari jumlah rumahtangga dalam kelas ke i-1 Kriteria nilai Gini Ratio yaitu : - Jika nilai Gini Ratio < 0,35 berarti mempunyai ketimpangan rendah. - Jika nilai Gini Ratio = 0,35 – 0,5 berarti mempunyai ketimpangan sedang. - Jika nilai Gini Ratio > 0,5 berarti mempunyai ketimpangan tinggi. HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Pandesari, Kecamata Pujon berada dalam wilayah Kabupaten Malang terletak pada jalur jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Jombang. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di bidang pertanian dan peternakan sapi perah. Daerah tersebut merupakan kantong produksi susu sapi perah dan sebagai sentra pengembangan peternakan sapi perah di Jawa Timur. Curah hujan rata-rata mencapai 1.400 sampai 1.600 mm per tahun, temperatur berkisar 19 o C serta kelembaban udara rata-rata 55 %. Kondisi alam yang demikian menjadikan daerah Kecamatan Pujon sebagai daerah pertanian dan peternakan yang potensial. Tanaman umum yang diusahakan oleh penduduk adalah sayuran seperti kubis, kol, wortel, selada, kentang, tomat, cabe dan
The Income Structure of Household Scale Dairy Farms (Hartono)
153
Tabel 1. Struktur Pendapatan Rumahtangga Peternak Sapi Perah di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang (Rp/thn/peternak) Sumber Skala I Skala II Skala III Pendapatan Rp % Rp % Rp % I. Pertanian a. Sapi Perah - Produksi Susu - Penjualan Ternak b. Non Sapi Perah Sub Total
3149801,85 1784303,80 954564,56 588670,21
34,28 19,42 10,39 64,09
6799317,57 4891388,89 769836,11 12460542,57
39,77 28,61 4,50 72,88
19795170,72 7281818,18 869440,91 27946429,81
69,72 25,65 3,05 98,42
II. Non Pertanian a. Buruh b. Tukang c. Jasa d. Lain-lain Sub Total
172405,06 524746,84 423863,29 179083,54 3300098,73
1,88 5,71 4,61 23,71 35,91
0 122222,22 1742041,67 2771666,67 4635930,56
0 0,71 10,19 16,22 27,12
0 0 136363,64 310909,91 447273,55
0 0 0,48 1,10 1,58
III. Total Pendapatan
9188768,94
17096473,13
28393703,36
Tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan
palawija seperti jagung dan kacang-kacangan. Ternak utama yang diusahakan adalah sapi perah dari jenis Peranakan Frisien Holstein (PFH) yang telah ditekuni secara turun temurun semenjak penjajahan Belanda. Daerah Kecamatan Pujon yang sebagian besar penduduknya menggantungkan sumber pendapatan rumahtangga dari sektor pertanian. Usaha peternakan sapi perah dilakukan dalam bentuk peternakan rakyat dengan kepemilikan bervariasi mulai dari 1 (satu) ekor sampai 16 ekor per rumahtangga. Dari hasil tabulasi data menunjukkan bahwa jumlah induk sapi yang dipelihara peternak sangat bervariasi yaitu mulai satu ekor sampai empat belas ekor yang dengan kontribusi pemilikan induk sapi 12 ekor sebesar 37,00 %, pemilikan induk sapi 3-4 ekor sebesar 45,67 % dan pemilikan induk sapi lebih dari 4 ekor sebesar 24,33 %. Dengan demikian pemilikan induk sapi perah didaerah penelitian terbesar dengan kontribusi pemilikan 3-4 ekor. Pendapatan rumahtangga peternak secara umum terdiri dari penjualan susu, penjualan ternak (pedet atau tidak produktif), pendapatan dari tanaman sayur mayur, tukang, ojek, remitan, dagang, buruh non pertanian, dan makelar. Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan rumahtangga peternak sapi perah masih didominasi
154
dari pertanian yaitu 64,09 %, 72,88 % dan 98,42 % masing-masing untuk skala I, II dan III. Hal ini secara logis dapat dijelaskan karena memang didaerah penelitian merupakan daerah pertanian tanaman sayur-mayur dan usaha ternak sapi perah yang merupakan sentra pengembangan ternak sapi perah di Jawa Timur. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan Rasahan dan Syukur (1989) dan Nurmanaf (1989) yang melaporkan bahwa sektor pertanian masih menjadi andalan utama pendapatan rumahtangga walaupun ada kecenderungan yang semakin menurun dalam kontribusinya tetapi kontribusinya masih lebih besar dibanding sektor non pertanian. Kontribusi pendapatan dari subsektor sapi perah untuk skala I, II dan III masing-masing adalah 53,7 %, 68,38 % dan 95,37 % (Tabel 1). Kontribusi pendapatan dari usaha ternak sapi perah ternyata mendominasi pendapatan rumahtangga peternak sapi perah dan skala III usaha peternakan sapi perah sudah tidak lagi merupakan usaha sampingan tetapi sudah merupakan usaha pokok sehingga kontribusi non pertanian hanya mempunyai kontribusi 1,58 %. Besarnya kontribusi pendapatan dari usaha ternak sapi perah karena (1) perputaran uang tunai yang relatif lebih cepat, (2) kepastian harga dan pasar yang mengurangi resiko dan (3) sehingga menyebabkan
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (3) September 2005
pendapatan yang diperoleh cukup besar secara absolut. Kontribusi pendapatan non pertanian terutama pada lain-lain (dagang dan remitan), skala I mempunyai kontribusi sebesar 23,71 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada skala I dalam usaha meningkatkan pendapatan rumahtangganya masih mengandalkan berdagang atau mengharapkan remitan dari keluarganya. Kondisi demikian dapat dimengerti terutama karena di daerah penelitian dekat dengan pasar tradisional dan pasar agribisnis sayurmayur yang mudah dicapai dengan waktu singkat. Berdasarkan pada kriteria ketimpangan relatif Bank Dunia yang menyatakan bahwa apabila distribusi pendapatan 40 % terendah menerima lebih dari 17 % total pendapatan maka dapat dikatakan ketimpangan rendah. Pada tabel 2. menunjukkan bahwa skala I, II dan III distribusi pendapatan 40 % terendah menerima lebih dari 17 % total pendapatan maka usaha ternak sapi perah di daerah penelitian yang berada pada skala yang sama mepunyai distribusi pendapatan yang relatif sama atau semakin merata. Berdasarkan Gini Ratio (Tabel 2) menunjukkan bahwa semua skala usaha ternak sapi perah mempunyai nilai Gini Ratio lebih kecil dari 0, 35.
KESIMPULAN Hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Sub Sektor peternakan dalam sektor pertanian merupakan sumber pendapatan terbesar dalam rumahtangga peternak sapi perah. 2. Pendapatan rumahtangga peternak sapi perah dalam skala yang sama mempunyai distribusi pendapatan merata. DAFTAR PUSTAKA Nurmanaf, A.R. 1985. Pola kesempatan kerja dan sumber pendapatan rumahtangga di pedesaan Jawa Barat. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi, Edisi Juli, Vol 4, No. 1, Hal: 1-7. Nurmanaf, A.R. 1989. Struktur dan distribusi pendapatan rumahtangga pedesaan di Lampung. Prosiding Patanas : Perkembangan struktur produksi, ketenaga kerjaan dan pendapatan rumahtangga pedesaan. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor
Tabel 2. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Peternak Sapi Perah di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang Distribusi Pendapatan Skala I Skala II Skala III (%) (%) (%) 40 % terendah 29,6 33,3 24,8 40 % tengah 46,8 35,3 41,5 20 % tertinggi 23,6 31,4 33,7 Rata-rata jumlah 3,61 7,56 14,14 ternak yang dimiliki (UT) Gini Ratio 0,2452 0,2701 0,2779
Kondisi demikian menunjukkan bahwa dalam skala yang sama mempunyai distribusi pendapatan yang relatif merata. Distribusi pendapatan relatif sama pada setiap skala usaha karena (1) rumahtangga yang mempunyai pendapatan sapi perah relatif kecil maka peternak akan berusaha meningkatkan pendapatan diluar sektor pertanian dan (2) usaha peternakan sapi perah pada skala yang sama mempunyai tingkat keragaman yang relatif sama (homogen).
Rasahan, C.A. dan M. Syukur. 1989. Kontribusi sektor Pertanian menuju Struktur Pendapatan Berimbang di Pedesaan. Prosiding Patanas : Perkembangan struktur produksi, ketenaga kerjaan dan pendapatan rumahtangga pedesaan. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor
The Income Structure of Household Scale Dairy Farms (Hartono)
155
Syafa‘at, N; S. Mardianto dan P. Simatupang. 2003. Dinamika indikator ekonomi makro sektor pertanian dan kesejahteraan petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, Edisi Maret, Vol. 1, No. 1, Hal : 67-78. Taryoto, A.H. dan Suanrsih. 1994. Kajian ekonomi usahatani susu sapi perah berdasarkan sta-
156
tus KUD di Jawa Barat dan Jawa Timur. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi, edisi Desember. Vol. 12 No.2. Hal :24-37. Todaro, M.P. 1999. Pembangunan Ekonomi di dunia ketiga. Edisi keenam. Penerbit Erlangga Jakarta. Diterjemahkan oleh H. Munandar.
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (3) September 2005