ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA KOMODITAS MANGGIS: STUDI KASUS DI DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, BOGOR
ABDUL AZIZ
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2013
Abdul Aziz H44080006
RINGKASAN ABDUL AZIZ. Analisis Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor (dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT). Buah-buahan merupakan hasil pertanian Indonesia di bidang hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sangat prospektif. Potensi serapan pasar dalam negeri dan internasional yang terus meningkat memberikan peluang bagi Indonesia menjadi salah satu produsen buah-buahan. Manggis (Garcinia mangostana Linn) merupakan salah satu komoditas buah ekspor yang menjadi andalan Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura, volume ekspor manggis tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 69.068 Kg dari 11.318.628 Kg menjadi 11.387.696 Kg, sementara nilai ekspornya naik sebesar US$ 1.556.243. Produksi manggis Jawa Barat merupakan produksi terbesar se Indonesia yaitu sebesar 27.983 ton (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011). Bogor adalah salah satu sentra wilayah pengembangan manggis di Jawa Barat yang memiliki potensi besar untuk ekspor. Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang memiliki hasil manggis dengan kualitas terbaik di wilayah Bogor. Hal ini memberikan peluang besar bagi daerah Bogor dalam perdagangan manggis, baik di pasar ekspor maupun pasar lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar dalam sistem tataniaga manggis, mengidentifikasi pola saluran tataniaga, perilaku pasar melalui fungsi tataniaga, serta menganalisis sebaran marjin tataniaga dan farmer’s share pada setiap saluran tataniaga yang terbentuk di Desa Karacak. Data yang diperoleh merupakan data primer hasil wawancara kepada 29 responden petani dengan menggunakan metode non probability sampling dan lembaga tataniaga dengan menggunakan teknik snowball sampling. Responden lembaga tataniaga terdiri dari dua pedagang pengumpul kampung, tiga pedagang pengumpul desa, dua broker, satu koperasi, dua eksportir dan sisanya petani. Metode analisis yang digunakan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif berdasarkan pendekatan SCP (Structure, Conduct, and Performance). Analisis tersebut meliputi analisis struktur pasar, analisis fungsi tataniaga, analisis marjin tataniaga, analisis farmer’s share serta analisis rasio keuntungan dan biaya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Exel 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis Desa Karacak cenderung mengarah pada struktur pasar bersaing tidak sempurna. Hal ini dicirikan dari jumlah penjual (petani) lebih banyak daripada pembeli (lembaga tataniaga), komoditas yang diperdagangkan bersifat homogen, informasi pasar lebih dikuasai oleh lembaga tataniaga serta hambatan keluar masuk pasar yang cukup tinggi. Saluran tataniaga yang terbentuk terdiri dari dua kategori, yaitu saluran tataniaga dengan tujuan ekspor dan saluran tataniaga dengan tujuan tataniaga dalam negeri. Saluran tataniaga dengan tujuan ekspor terdapat tiga saluran dan saluran tataniaga tujuan dalam negeri terdapat dua saluran. Perilaku pasar dalam sistem tataniaga manggis dapat dilihat dari fungsi tataniaga masing-masing lembaga tiap saluran. Tiap lembaga tataniaga melakukan
fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan) dan fungsi fasilitas (penyortiran, pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar) yang berbeda-beda. Berdasarkan fungsi-fungsi tataniga dapat diidentifikasi praktek penjualan dan pembelian, pembentukan harga, dan kerja sama antar pelaku tataniaga. Praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan merupakan praktek pembelian dan penjualan berdasarkan kesepakatan antar pelaku tataniaga. Pembentukan harga yang terjadi berdasarkan tawar menawar dan cenderung ditetapkan oleh lembaga tataniaga yang lebih tinggi tingkatannya. Kerjasama yang terjalin antar lembaga merupakan kerjasama yang sudah terjalin lama serta terdapat ikatan kekeluargaan dan ikatan kontrak, sehingga terjalin suatu hubungan yang saling percaya. Hasil kerjasama tersebut selain dalam bentuk perdagangan juga terdapat bantuan yaitu pinjaman dana atau modal. Berdasarkan analisis keragaan pasar untuk menentukan efisiensi tataniaga digunakan analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya didapat bahwa saluran yang efisien untuk tujuan ekspor terdapat pada saluran tiga dengan pola saluran: Petani Æ Koperasi Æ Eksportir Æ Konsumen Luar Negeri. Saluran tiga merupakan saluran terpendek diantara saluran lainnya. Total marjin yang diperoleh saluran tiga sebesar Rp 26.481 per Kg dan farmer’s share sebesar 13,12. Adanya manfaat dan share keuntungan tambahan yang diberikan koperasi terhadap anggota koperasi melalui pembagian SHU diakhir pembukuan. Saluran yang efisien untuk tujuan pemasaran dalam negeri terdapat pada saluran lima dengan pola saluran: Petani Æ Konsumen Dalam Negeri. Saluran lima memiliki total marjin terkecil dan nilai farmer’s share terbesar serta rasio keuntungan yang cukup besar dibandingkan saluran empat. Total marjin merupakan harga jual petani kepada konsumen, sehingga dapat dikatakan bahwa saluran lima tidak memiliki marjin. Penjualan yang langsung dari petani kepada konsumen menghasilkan farmer’s share sebesar 100 persen. Kata Kunci : Tataniaga, Efisiensi Tataniaga, Marjin Tataniaga, SCP, Manggis, Snowball sampling
ii
ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA KOMODITAS MANGGIS : STUDI KASUS DI DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, BOGOR MARKETING EFFICIENCY ANALYSIS OF MANGOSTEEN : A CASE STUDY IN KARACAK VILLAGE, SUB DISTRICT OF LEUWILIANG, BOGOR Aziz, Abdul 1), Yusman Syaukat 2) ) Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, H44080006 2 ) Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Gelar Dr., Ir., M.Ec 1
ABSTRACT Mangosteen is a tropical fruit with high economic value. Its high potencial for trading require a good and efficient marketing. Bogor is placed in the second of the biggest mangosteen centers of West Java after Tasikmalaya. It has high potency in mangosteen production, especially in Karacak village, sub district of Leuwiliang. The weak of farmers' bargaining position made the selling price in farmer level become low. Unfair margin and share distribution made the bargaining position of the farmer became worsen. The high selling price both in the domestic and overseas supposed to increase the farmers profits, however the major benefit only gained by marketing institutions. Based on the research, the marketing of mangosteen in Karacak Village was inefficient.The market structure was formed into the structure that leads to imperfectly competitive markets. There were five marketing forms of mangosteen in Karacak village. Market conduct was shown by selling and purchasing practice with the deal between actors of marketing system, price formation from bargaining that tend to set into higher level by the marketing institutions. Based on the analysis of marketing margins, the farmer's share, and the ratio of benefits and costs shown that an efficient marketing mangosteen for export purposes can use the third marketing channels while domestic marketing can use the fifth channel. Keywords : Trade system, Marketing, Efficiency, Mangosteen, Snowball Sampling, Puposive Sampling, SCP.
ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA KOMODITAS MANGGIS: STUDI KASUS DI DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, BOGOR
ABDUL AZIZ H44080006
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Analisis Efisiesi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus Di Desa Kacarak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor : Abdul Aziz : H44080006
Disetujui Pembimbing
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc NIP. 19631227 198811 1 001
Diketahui Ketua Departemen
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Kelulusan:
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen penguji utama dan Bapak Novindra, S.P, M.Si selaku penguji komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Ir. Bonar M Sinaga dan Ibu Hastuti, SP.M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan selama perkulihan di IPB. 4. Orang tua dan keluarga penulis Bapak Saefudin, Ibu Suparti, Teh Ika, Ade Irma dan Ade Azizah atas semua doa, dukungan dan kasih sayang yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis. 5. Herdiana Puspitasari atas bantuan, dukungan, motivasi, perhatian dan kasih sayang yang tak pernah putus diberikan kepada penulis dalam penyeleseian skripsi ini. 6. Seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan atas segala pengetahuan, bakti, bantuan dan kerjasamanya. 7. Bapak Bakri selaku ketua Gapoktan, narasumber dari lembaga tataniaga dan pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Teman-teman satu bimbingan (Anggi, Nina, Fatim, Dini dan Icha) yang telah banyak memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Tri Budi Setiadi atas semua dukungan, motivasi dan bantuan dalam proses penelitian skripsi ini. 10. Teman-teman Kosan Pondok Perjuangan (Erwan, Henry, Aldo, Fachrudin, Hardi, dan Satriaji) atas kebersamaan, dukungan dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
11. Seluruh keluarga ESL 45 terutama Imam, Sausan, Diani, Novrika, Dika, Yogi, atas kebersamaan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman satu KKP (Kuliah Kerja Profesi) Kecamatan Hamerang (Stevan, Ajeng, Indri, Sari dan Dyah) atas kebersamaan, dan motivasi selama penelitian skripsi ini. 13. Teman BEM FEM 2010 terutama Ka Lidya, Ka Kiki, Adnan, Sakinah, Ka Wika, Fadli, dan Herawati atas dukungan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 14. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas segala dukungan, bantuan dan kerjasama baik secara langsung maupun tidak langsung. Bogor, Juli 2013 Penulis
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini untuk mengidentifikasi saluran tataniaga manggis di Desa Karacak, menganalisis struktur pasar, perilaku pasar dan efisiensi saluran tataniaga manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Pendekatan yang dilakukan untuk menganalisis efisiensi tataniaga melalui pendekatan sebaran marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
Bogor, Juli 2013 Penyusun
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiv
I.
PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang ............................................................................ Perumusan Masalah .................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................ Manfaat Penelitian ...................................................................... Ruang Lingkup Penelitian...........................................................
1 6 8 8 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
10
2.1 Deskripsi Manggis ....................................................................... 2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................... 2.3 Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu ............
10 12 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..............................................................
18
3.1 Kerangka Teoritis........................................................................ 3.1.1 Definisi dan Konsep Tataniaga........................................ 3.1.2 Konsep Efisiensi Tataniaga ............................................. 3.1.3 Konsep SCP (Structure, Conduct, dan Performance) ..... 3.1.3.1 Market Structure (Struktur Pasar) ....................... 3.1.3.2 Market Conduct (Perilaku Pasar) ........................ 3.1.3.3 Market Performance (Keragaan Pasar) ............... 3.2 Kerangka Operasional .................................................................
18 28 20 22 22 25 28 30
IV. METODE PENELITIAN ...................................................................
33
4.1 4.2 4.3 4.4
Lokasi dan Waktu ....................................................................... Jenis dan Sumberdata .................................................................. Penentuan Jumlah Responden..................................................... Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 4.4.1 Analisis Struktur Pasar .................................................... 4.4.2 Analisis Saluran Tataniaga .............................................. 4.4.3 Analisis Perilaku Pasar .................................................... 4.4.4 Analisis Keragaan Pasar .................................................. 4.4.4.1 Analisis Marjin Tataniga ..................................... 4.4.4.2 Analisis Farmer’s Share ..................................... 4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ................
33 33 34 34 34 35 35 36 36 37 38
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................
39
5.1 Kondisi Umum Daerah Bogor .................................................... 5.2 Kondisi Umum Desa Karacak ....................................................
39 40
5.3 Karakteristik Responden ............................................................. 5.3.1 Petani ............................................................................... 5.3.2 Lembaga Tataniaga ......................................................... 5.4 Usahatani Manggis di Daerah Penelitian .....................................
41 41 44 45
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................
47
6.1 Analisis Struktur Pasar ................................................................ 6.2 Analsis Saluran Tataniaga........................................................... 6.3 Analisis Perilaku Pasar ............................................................... 6.3.1 Fungsi Tataniaga Saluran 1 dan saluran 2....................... 6.3.2 Fungsi Tataniaga Saluran 3 ............................................. 6.3.3 Fungsi Tataniaga Saluran 4 ............................................. 6.3.4 Fungsi Tataniaga Saluran 5 ............................................. 6.4 Analisis Marjin Tataniaga, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan dan Biaya ................................................................ 6.4.1 Tataniaga Tujuan Ekspor ................................................ 6.4.2 Tataniaga Tujuan Dalam negeri ......................................
47 49 55 57 63 66 69
VII. SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
82
7.1 Simpulan ..................................................................................... 7.2 Saran ...........................................................................................
82 83
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
85
LAMPIRAN ..............................................................................................
88
RIWAYAT HIDUP...................................................................................
99
70 70 78
xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Menurut Kelompok Komoditas Tahun 2006-2010 ...........
2
2. Perkembangan Volume Ekspor (Kg) dan Nilai Ekspor (US$) Buah Nasional 2007-2010 ...............................................................
2
3. Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun 2000-2010 (ton) .........
3
4. Produksi dan Luas Produksi Manggis Per Propinsi tahun 2010 ......
4
5. Produksi Sentra Manggis di Propinsi Jawa Barat Tahun 2010 .......
4
6. Jumlah Pohon Manggis Wilayah Agropolitan Kecamatan Leuwiliang .......................................................................................
5
7. Kandungan Buah Manggis per 100 gram ........................................
10
8. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya.....
17
9. Tipe-tipe Struktur Pasar ...................................................................
24
10. Hasil Tanaman dan Hutan Desa Karacak ........................................
41
11. Sebaran Usia Petani Responden ......................................................
42
12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .........
42
13. Sebaran Petani responden Berdasarkan Luas Lahan dan Rata-rata Jumlah Pohon ..................................................................................
43
14. Karakteristik Pedagang Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pengalaman ............................................................
44
15. Fungsi Tataniaga pada Lembaga Tataniaga Manggis Desa Karacak ............................................................................................
56
16. Sebaran Marjin Tataniaga dan Farmer’s Share Tiap Saluran Tataniaga Tujuan Ekspor .................................................................
73
17. Sebaran Rasio Keuntungan dan Biaya Tiap Saluran Tataniaga Tujuan Ekspor..................................................................................
75
18. Sebaran Marjin Tataniaga, Farmer’s Share, Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Saluran Tataniaga Tujuan Tataniaga Dalam Negeri ..............................................................................................
79
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kerangka Operasional Penelitian ................................................
32
2.
Skema Tataniaga Manggis Desa Karacak Tahun 2011 ...............
51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Kuisioner Daya Saing dan Efisiensi Tataniaga Manggis ..............
88
2.
Kuisioner untuk Lembaga Tataniaga ............................................
92
3.
Biaya Tataniaga Persaluran Tataniaga Desa Karacak ...................
96
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai sumberdaya alam
melimpah. Sebagai negara agraris, Indonesia kaya akan hasil pertanian, perikanan, hasil hutan, dan lainnya. Salah satu hasil pertaniannya adalah buah-buahan. Keragaman dan jenis buah-buahan membuat Indonesia kaya akan manfaat vitamin dan serat yang baik untuk kesehatan dan sistem pencernaan. Meningkatnya kesadaran masyarakat mengkonsumsi buah-buahan menjadikan komoditas ini sebagai salah satu komoditas yang diminati di seluruh dunia, sehingga buahbuahan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan perdagangan antar negara untuk memenuhi permintaan. Permintaan buah-buahan akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, pengetahuan gizi, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi buah-buahan untuk kesehatan (Rahadi et al., 2007). Buah-buahan merupakan hasil pertanian di bidang hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sangat prospektif untuk dikembangkan. Hal ini karena potensi serapan pasar dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Kontribusi buah-buahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura pun sangat besar dan mengalami peningkatan yang mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan permintaan dari konsumen dan potensial untuk dikembangkan (Ditjen Hortikultura, 2008). Kontribusi buah-buahan terhadap PDB dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Menurut Kelompok Komoditas Tahun 2006-2010 PDB Hortikultura (Rp Milyar) Komoditas 2006 2007 2008 2009 2010 Sayuran 35.548 25.587 28.205 30.506 31.244 Buah-buahan 24.694 42.362 47.060 48.437 45.482 Tanaman Hias 3.762 4.741 5.085 5.494 6.174 Tanaman Obat 4.734 4.105 3.853 3.897 3.665 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011 Indonesia mempunyai peluang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen buah-buahan. Iklim yang dimiliki Indonesia menjadikan salah satu tempat tersedianya berbagai buah tropis. Salah satu buahbuahan tropis yang dihasilkan oleh petani Indonesia dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi adalah manggis (Garcinia mangostana Linn). Manggis merupakan salah satu komoditas buah ekspor yang menjadi andalan Indonesia untuk meningkatkan devisa negara. Perkembangan volume dan nilai ekspor buah nasional dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Volume Ekspor (Kg) dan Nilai Ekspor (US$) Buah Nasional 2007-2010 No 1
Komoditas Pisang
2
Mangga
3
Manggis
4
Jeruk
Keterangan Volume Ekspor (Kg) Nilai Ekspor (US$) Volume Ekspor (Kg) Nilai Ekspor (US$) Volume Ekspor (Kg) Nilai Ekspor (US$) Volume Ekspor (Kg)
5
Durian
Nilai Ekspor (US$) Volume Ekspor (Kg) Nilai Ekspor (US$)
2007 2.378.460 856.127 1.198.213 1.004.186 9.093.245 4.951.442 1.100.958
2008 1.969.871 988.914 1.908.001 1.645.948 9.465.665 5.832.534 1.443.210
2009 700.700 314.037 1.615.788 1.334.694 11.318.628 7.198.184 1.310.456
2010 13.578 48.305 998.545 1.065.259 11.387.696 8.754.427 1.400.061
1.065.180 2.161
1.610.614 32.615
2.398.760 21.375
2.087.685 24.865
6.455
84.130
16.239
14.849
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011 Pada Tabel 2 terlihat bahwa buah manggis merupakan buah yang memiliki volume ekspor paling tinggi dibandingkan buah lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa buah manggis menjadi produk unggulan dalam pasar ekspor. Permintaan 2
manggis di pasar dunia lebih tinggi dibandingkan buah lainnya dan meningkat setiap tahunnya. Selain itu, manggis memiliki volume ekspor yang tinggi sehingga nilai jual manggis pun ikut meningkat. Hal ini terlihat pada nilai ekspor manggis yang lebih tinggi daripada buah lainnya. Buah manggis memiliki keunikan rasa tersendiri yaitu perpaduan dari asam dan manis yang tidak dimiliki oleh komoditas buah lainnya. Selain memiliki keunikan dari rasa dan warna kulit, manggis juga memiliki keunikan lain yaitu perbandingan produksi manggis dan nilai ekspor. Produksi manggis Indonesia memiliki angka yang kecil dibandingkan dengan komoditas buah-buahan lainnya seperti mangga, jeruk, pepaya, pisang, dan nanas (Tabel 3), tetapi dilihat dari nilai dan volume ekspornya, manggis memiliki angka yang paling tinggi (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa manggis memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dijadikan komoditas primadona ekspor Indonesia. Tabel 3. Produksi buah-buahan di Indonesia Tahun 2000-2010 (ton) Tahun Mangga Jeruk 2000 876.027 644.052 2001 923.294 691.433 2002 1.402.906 968.132 2003 1.526.474 1.529.824 2004 1.437.665 2.071.084 2005 1.412.884 2.214.019 2006 1.621.997 2.565.543 2007 1.818.619 2.625.884 2008 2.105.085 2.467.632 2009 2.243.440 2.131.768 2010 1.287.287 2.028.904 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
Pepaya 429.207 500.571 605.194 626.745 732.611 548.657 643.451 621.524 717.899 772.844 675.801
Pisang 3.746.962 4.300.422 4.384.384 4.177.155 4.874.439 5.177.607 5.037.472 5.454.226 6.004.615 6.373.533 5.755.073
Manggis 26.400 25.812 62.055 79.073 62.117 64.711 72.634 112 722 78.674 105.558 84.538
Manggis yang diekspor umumnya berasal dari daerah penghasil utama di sentra produksi manggis. Propinsi Jawa Barat memiliki jumlah produksi manggis
3
terbesar diantara provinsi lainnya yaitu sebesar 27.983 ton. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi dan Luas Panen Manggis Per Propinsi Tahun 2010 No. Propinsi Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) 1 Sumatera Utara 7.751 607 2 Sumatera Barat 4.093 416 3 Bengkulu 4.442 722 4 Lampung 6.583 560 5 Bangka Belitung 2.377 480 6 Jawa Barat 27.983 3.089 7 Jawa Tengah 3.260 570 8 Jawa Timur 11.238 1.066 9 Baten 2.369 294 10 Bali 2.236 370 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011 Jawa Barat merupakan daerah sentra manggis terbanyak dan terluas diantara provinsi lainnya di Indonesia. Daerah penghasil utama manggis atau sentra manggis di Jawa Barat meliputi Tasikmalaya, Purwakarta, Bogor, Sukabumi, Subang dan lainnya. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 5 mengenai produksi manggis di daerah sentra manggis di Propinsi Jawa Barat. Tabel 5. Produksi Sentra Manggis di Propinsi Jawa Barat Tahun 2010 No. Kabupaten Produksi (ton) Kontribusi (%) 1 Tasikmalaya 13.487 48,20 2 Bogor 3.766 13,46 3 Subang 3.458 12,36 4 Purwakarta 3.210 11,47 5 Sukabumi 1.707 6,10 6 Lainnya 2.355 8,42 Total 27.983 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (Diolah), 2011 Bogor merupakan salah satu sentra wilayah pengembangan manggis di Jawa Barat yang menghasilkan produksi terbesar ke dua setelah Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan data pada Tabel 5, Kabupaten Bogor menghasilkan manggis sebesar 3.766 ton pada tahun 2010 dengan kontribusi terhadap total
4
produksi manggis Jawa Barat sebesar 13,46 persen. Potensi buah manggis Bogor yang cukup tinggi menjadikan icon Bogor selain talas dan jambu merah. Sejak tahun 2003, Departemen Pertanian telah menetapkan komoditas unggulan nasional di Kabupaten Bogor adalah manggis dan padi (Departemen Pertanian, 2007). Potensi manggis kabupaten Bogor sudah memasuki pasar ekspor, diantaranya Kecamatan Leuwiliang. Kecamatan leuwiliang merupakan salah satu sentra pengembangan manggis yang ditunjuk oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang merupakan daerah penghasil manggis yang berpotensi besar dengan kualitas terbaik di wilayah Bogor1. Desa Karacak merupakan salah satu desa agropolitan di Kecamatan Leuwiliang yang memiliki potensi penghasil manggis terbesar. Potensi daerah penghasil manggis pada desa agropolitan Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Pohon Manggis Wilayah Agropolitan Kecamatan Leuwiliang Tahun 2010 Pohon yang Jumlah Produksi Pohon yang Luas Desa Belum Pohon rata-rata Sudah Berbuah (Ha) Berbuah Manggis (ton) Karacak 4.176 4.857 9.033 425 70 Karyasari 935 465 1.400 12 10 Cibeber II 937 2.100 9.037 120 20 Pabangbon 1.690 3.500 5.190 210 35 Barengkok 4.230 4.520 8.750 365 60 Sumber : Data Kecamatan Leuwiliang (2011) Berdasarkan Tabel 6, Desa Karacak memiliki jumlah pohon dan produksi terbanyak diantara desa agropolitan lainnya. Desa Karacak memiliki 4.857 pohon 1
Ramadani. 2012. Buah Manggis Icon Baru Bogor dan Berkhasiat. http://bogorplus.com/kabupatenbogor/67kabbogor/4073-buah-manggis-icon-baru-bogor-dan-berkhasiat.html [diakses tanggal 4 Februari 2012]
5
manggis yang sudah berbuah dengan rata-rata produksi sebanyak 425 ton. Pohon manggis yang belum berbuah hampir sama dengan yang sudah berbuah yaitu sebesar 4.176 pohon. Desa Karacak masih bisa menambah jumlah produksi dengan memaksimalkan penanganan dalam hal budidaya manggis terhadap pohon yang belum berbuah maupun yang sudah berbuah. Menurut UPT hortikultura dan Kehutanan, manggis Desa Karacak telah memasuki pasar ekspor sejak tahun 2005. Tujuan ekspor manggis Desa Karacak paling banyak masuk ke pasar China dan mulai masuk pasar Australia sekitar tahun 2010. Berdasarkan informasi dari majalah trubus edisi XLIII 2012, tahun 2010 Desa Karacak telah mengekspor manggisnya sebesar 137 ton dengan harga yang diterima pekebun minimal Rp 4.000 per Kg. Hal ini menjadikan peluang besar bagi daerah Bogor dalam perdagangan manggis baik pasar ekspor maupun pasar lokal.
1.2
Perumusan Masalah Potensi manggis yang cukup tinggi membutuhkan pemasaran yang baik
dan efisien. Aspek pemasaran berjalan dengan peranan lembaga tataniaga. Lembaga pemasaran yang berperan di Desa Karacak diantaranya pedagang pengumpul kampung, pedagang pengumpul desa, koperasi, broker, dan eksportir. Lembaga tataniaga tersebut berperan sebagai penghubung mekanisme pasar dan membentuk pola jalur distribusi manggis atau saluran tataniaga manggis dari produsen (petani) sampai ke konsumen. Permasalahan pemasaran umumnya terdapat pada penanganan pasca panen yang belum sepenuhnya dilaksanakan secara baik oleh produsen maupun lembaga tataniaga. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas buah yang dihasilkan menjadi
6
menurun, sehingga harga jual menjadi rendah. Hal ini biasanya banyak ditemukan pada tingkat petani, pada proses pemanenan dan kegiatan pasca panen yang kurang diperhatikan. Diantara lembaga pemasaran, petani memiliki posisi paling lemah dalam hal informasi pasar dan harga. Lemahnya posisi petani didorong pula oleh kebutuhan rumah tangga yang mendesak. Peran pedagang pengumpul atau tengkulak masih sangat besar di Desa Karacak. Petani masih sangat bergantung pada pedagang pengumpul dalam hal pinjaman dana. Manggis adalah buah musiman yang dipanen setahun sekali. Kebutuhan akan rumah tangga dan lainnya membuat petani menjual manggis dengan sistem ijon. Petani sering meminjam modal kepada pedagang pengumpul dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan harga manggis yang diterima petani menjadi rendah. Harga yang diterima petani berkisar Rp 3.5004.000 per Kg, sedangkan harga di pasar lokal mencapai Rp 8.000-15.000 per Kg dan harga di tingkat pengekspor sebesar sebesar Rp 30.841 per Kg. Seharusnya harga tersebut bisa berdampak pada petani, tetapi yang terjadi di lapangan harga tersebut lebih dinikmati oleh lembaga-lembaga tataniaga. Marjin yang tidak merata dan share yang diterima petani sangat rendah. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana struktur pasar manggis yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis Desa Karacak?
2.
Bagaimana pola saluran tataniaga manggis dari petani di Desa Karacak sampai konsumen akhir?
7
3.
Bagaimana pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga serta perilaku pasar yang terjadi pada setiap lembaga tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga manggis Desa Karacak?
4.
Bagaimana sebaran marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya tiap saluran pada tataniaga manggis Desa Karacak?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk: 1.
Menganalisis struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis Desa Karacak.
2.
Mengidentifikasi pola saluran tataniaga manggis yang terbentuk di Desa Karacak.
3.
Mengidentifikasi fungsi tataniaga pada perilaku pasar setiap lembaga pemasaran yang terbentuk dalam sistem tataniaga manggis Desa Karacak.
4.
Menganalisis sebaran marjin tataniga farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya tiap saluran pada tataniaga manggis Desa Karacak.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:
1.
Bagi petani berguna sebagai informasi dan rekomendasi dalam upaya melakukan efisiensi saluran tataniaga manggis Desa Karacak, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
8
2.
Bagi pemerintah daerah maupun instansi terkait, sebagai bahan rekomendasi dalam membuat kebijakan untuk mengefisiensikan sistem tataniaga manggis di Desa Karacak.
3.
Bahan informasi dan rujukan bagi pembaca sebagai salah satu sumber informasi atau sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya.
4.
Proses pembelajaran bagi penulis dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data yang ada dan mengimplementasikan berdasarkan ilmu dan teori yang telah dipelajari selama perkuliahan.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di lingkup wilayah Desa Karacak yang berfokus
pada bidang pertanian manggis yaitu sekitar Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Petani yang dijadikan responden merupakan petani yang berfokus pada usahatani manggis yaitu petani yang tergabung dalam kelompok tani suka mekar. Penelusuran aliran manggis dilakukan sampai pada tingkat lembaga terakhir sebelum sampai ke tangan konsumen akhir berdasarkan aliran tataniaga utama. Penelitian ini dilakukan pada panen november 2011 sampai maret 2012. Perhitungan konversi harga fob pada harga jual eksportir menggunakan nilai tukar rata-rata tahun 2011 sebesar Rp 8.708, 85 per US$.
9
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Manggis Manggis yang memiliki nama latin Garcinia mangostana L merupakan
buah tropis yang tergolong buah tahunan. Umur tanaman manggis dapat mencapai puluhan tahun. Tanaman manggis tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 800 m dpl dengan tipe iklim basah. Curah hujan yang dibutuhkan berkisar 1.5002.500 mm/tahun dengan penyinaran matahari 40-70%. Suhu ideal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan manggis rata-rata 20-30 0C. Tanaman manggis memiliki beberapa nama, diantaranya manggu (Jawa Barat/Sunda), manggih (Minangkabau), mangosteen (Inggris), dan manggistan (Belanda). Saat ini manggis sangat popular dijadikan sebagai bahan untuk obatobatan. Manggis yang kaya akan manfaatnya mulai dari buah sampai pada kulit buah. Secara tradisional, buah manggis digunakan untuk obat sariawan, wasir, dan luka. Kandungan dalam buah manggis terdapat banyak senyawa kimia yang bermanfaat diantaranya banyak mengandung berbagai vitamin. Adapun kandungan dalam buah manggis lebih lengkapnya bisa dilihat dalam Tabel 7. Tabel 7. Kandungan Buah Manggis per 100 gram Kandungan Jumlah Kalori 63 kal Protein 0,6 g Lemak 0,6 g Karbohidrat 15,6 g Kalsium 8,0 mg Fosfor 12,0 mg Zat Besi 0,8 mg Vitamin B1 0,03 mg Vitamin C 2,0 mg Air 83 g Sumber : Direktorat Gizi, Depkes dalam Cahyono dan Juanda (2000)
Pada kulitnya terdapat senyawa xanthone yang berfungsi sebagai antioksidan. Kulit buah manggis selain digunkan sebagai bahan obat dan kosmetik juga digunakan sebagai pewarna, sedangkan air rebusannya digunakan sebagai obat tradisonal karena bersifat antibiotik. Tumbukan kulit manggis mengandung zat kimia untuk merangsang cairan nira lebih banyak jika dioleskan pada tangkai mayang kelapa (manggar). Batang pohon manggis pun biasanya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan kerajinan. (Redaksi Agromedia, 2009). Balai penelitian pohon buah-buahan Solok dalam buku Agromedia merekomendasikan tiga klon manggis, yaitu kelompok besar, kelompok sedang, dan kelompok kecil. Kelompok besar memiliki ciri-ciri antara lain panjang daun lebih besar dari 20 cm, lebar daun lebih besar dari 10 cm, ketebalan kulit buah lebih besar dari 9 mm, diameter buah lebih besar dari 6.5 cm, berat buah mencapai lebih dari 140 gram, dan dalam satu tandan terdapat satu buah. Kelompok sedang memiliki ciri-ciri antaralain panjang daun 17-20 cm, lebar daun 8,5-10 cm, ketebalan kulit buah 6-9 mm, diameter buah 5,5-6,5 cm, berat buah 70-140 gram, dan setiap tandan terdapat 1-2 buah. Ciri-ciri kelompok kecil antara lain: panjang daun lebih kecil dari 17 cm, lebar daun lebih kecil dari 8,5 cm, ketebalan kulit buah lebih kecil 6 mm, diameter buah lebih kecil 5,5 cm, berat buah lebih kecil 70 gram, dan satu tandan terdapat lebih dari dua buah. Penanganan panen dan pascapanen sangat penting, hal ini menentukan kualitas penjualan. Beberapa peralatan yang digunakan untuk memanen diantaranya keranjang bambu, gerobak dorong untuk memindahkan buah manggis dari kebun ke gudang penyimpanan timbangan untuk menentukan berat buah manggis sesuai kelasnya, selang air dan air bersih untuk mencuci buah manggis
11
yang kotor, lap kering untuk mengeringkan buah manggis, dan keranjang plastik untuk menyimpan buah manggis untuk keperluan distribusi. Buah manggis yang dipanen adalah buah yang telah berumur 104-110 hari setelah berbunga. Pemanenan buah di satu pohon dapat dipanen bisa dilakukan dua sampai tiga kali. Adapun
penanganan
pascapanen
dilakukan
beberapa
tahap
diantaranya
pengumpulan buah di gudang, sortasi, grading untuk memisahkan sesuai kelasnya, pencucian, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi.
2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian dengan topik tataniaga baik yang membahas komoditas manggis
maupun lainnya telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Rahmawati (1999) melakukan penelitian mengenai analisis saluran pemasaran manggis di Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian tersebut terbentuk delapan pola saluran pemasaran. Pemasaran manggis kedelapan saluran tersebut berakhir di konsumen dalam negeri dan konsumen luar negeri. Petani menyalurkan manggis ke bandar pengumpul kampung atau langsung melalui pengumpul yang akan disalurkan kembali ke pedagang pengecer lokal. Melalui pengumpul ini manggis disalurkan ke pedagang grosir di Bandung, kemudian dipasarkan kembali oleh pedagang pengecer lokal maupun luar Bandung. Manggis yang dipasarkan ke luar negeri melalui eksportir yang bekerjasama dengan pedagang pengumpul. Struktur pasar yang terbentuk
di
tingkat petani dan bandar kampung merupakan struktur pasar oligopsoni. Hal ini karena jumlah pembeli lebih sedikit dibandingkan penjual. Struktur pasar pada pengumpul dan eksportir termasuk struktur pasar persaingan monopolistik. Struktur pasar pada tingkat pedagang grosir dan pengecer pasar merupakan
12
struktur pasar oligopoli. Berdasarkan hasil analisis keragaan pasar, saluran pemasaran yang efisien terdapat pada saluran yang pendek yaitu saluran lima. Pada saluaran lima, petani menyalurkan manggisnya ke pengumpul yang kemudian dijual kembali ke pengecer lokal. Farmer’s share yang diterima petani di saluran lima merupakan yang terbesar dari saluran lainnya, yaitu 44,37 persen dengan total marjin terkecil diantara saluran lainnya sebesar Rp 1.201 per Kg. Total biaya pemasaran di saluran ini merupakan paling kecil diantara saluran yang lain yaitu sebesar Rp 490 per Kg dengan total keuntunganya sebesar Rp 711 per Kg. Pakpahan (2006) meneliti tentang analisis sistem pemasaran manggis di dua lokasi penelitian yaitu di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta dan Desa Karacak, Kecamatan Leuwilang, Kabupaten Bogor. Sistem pemasaran manggis di Desa Babakan dan Desa Karacak terdapat enam pola saluran. Tujuan akhir pada sistem tataniaga di kedua lokasi tersebut adalah konsumen lokal dan konsumen luar negeri. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem pemasaran di kedua lokasi meliputi petani sebagai produsen, pedagang pengumpul antar desa, pedagang pengumpul antar kota, pedagang pengecer, supermarket dan eksportir. Pola saluran tataniaga yang terbentuk di kedua lokasi penelitian terdapat enam pola saluran. Adapun pola saluran yang terbentuk diantaranya, pola saluran pertama terdiri dari tiga lembaga pemasaran yaitu petani ke pedagang pengumpul antar desa ke pedagang pengumpul antar kota lalu ke konsumen luar negeri, saluran dua terdiri dari petani ke pedagang pengumpul antar kota ke supermarket lalu ke konsumen lokal, pola saluran tiga terdiri dari petani ke pedagang pengumpul antar desa ke pengumpul antar kota ke pengecer
13
lalu ke konsumen lokal, saluran empat terdiri dari petani ke pedagang pengumpul antar kota ke eksportir lalu ke konsumen luar negeri, saluran lima terdiri dari petani ke pengumpul antar kota ke supermarket lalu ke konsumen lokal, dan saluran enam terdiri dari petani ke pedagang pegumpul antar kota ke pedagang pengecer lalu ke konsumen lokal. Berasarkan analisis keragaan pasar, pola pemasaran yang efisien di Desa Babakan adalah terdapat pada saluaran enam dengan memiliki total marjin yang kecil dan farmer’s share terbesar. Total marjin dan farmer’s share saluran enam masing-masing sebesar Rp 3.500 per Kg dan 25 persen. Total marjin dan farmer’s share terbesar di Desa Babakan terdapat pada pola saluran satu yaitu sebesar Rp 26.400 per Kg dan 4 persen. Hal ini karena pada saluran satu merupakan saluran terpanjang diantara saluran lainnya. Rasio keuntungan biaya terbesar terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 3,21 yang artinya setiap Rp 100 per Kg biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 321 per Kg. Saluran pemasaran yang efisien di Desa Karacak terdapat pada saluran enam dengan total marjin yang kecil sebesar Rp 3.000 per Kg dengan farmer’s share sebesar 21,73 persen. Saluran yang memiliki total marjin terbesar dan farmer’s share terkecil terdapat pada saluran pertama yaitu sebesar Rp 26.000 per Kg dan 3,64 persen, sedangkan rasio keuntungan dan biaya yang terbesar terdapat pada pola saluran dua yaitu sebesar 5,99. Herawati (2012) meneliti tentang analisis tataniaga nenas palembang di Desa Paya Besar, Kecamatan Payarman, Kabupaten Ogan Ilir. Pola saluran pada sistem tataniaga nanas di lokasi penelitian terdapat tiga pola saluran yang tujuan akhirnya ke konsumen dalam negeri. Pola aluran tersebut meliputi pola saluran
14
satu: Petani ke pedagang pengumpul desa ke pedagang besar lokal ke pedagang pengecer lalu terakhir ke konsumen lokal, pola saluran dua: petani ke pedagang pengumpul desa ke pedagang pengecer lokal lalu terakhir ke konsumen lokal, dan saluran tiga: petani ke pedagang pengumpul desa ke pedagang pengumpul besar non lokal ke pedagang pengecer non lokal lalu terakhir ke konsumen non lokal. Hasil analisis keragaan pasar menunjukkan bahwa pola saluran yang efisien terdapat pada saluran tiga. Saluran tiga memiliki farmer’s share terbesar yaitu 41,71 persen meskipun total marjinya bukan merupakan terkecil diantara saluran lainnya. Rasio keuntungan dan biaya pada saluran tiga cukup merata diantara lembaga tataniaga yang terlibat. Pola saluran satu dan dua memiliki total marjin sebesar Rp 3.500 per Kg dan Rp 2.090 per Kg dengan farmer’s share masingmasing sebesar 35,35 persen dan 36,36 persen. Penelitian Hukama (2003) mengenai analisis tataniaga jambu mete di Kabupaten Buton dan Muna menggunakan pendekatan SCP (Structure, Conduct, and Performance). Sistem tataniaga jambu mete dibagi menjadi dua saluran yaitu saluran tataniaga gelondong (mete yang belum diolah) dan saluran tataniaga kacang mete. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa saluran tataniaga yang ada belum efisien. Hal ini disebabkan oleh saluran yang ada masih panjang dan banyaknya pelaku tataniaga yang terlibat. Struktur pasar yang terbentuk mengarah kepada struktur pasar bersaing tidak sempurna. Hal ini ditinjau dari jumlah penjual dan pembeli yang cenderung mengarah kepada oligopsoni, penentuan harga dan informasi pasar cenderung ditentukan oleh lembaga tataniaga, dan hambatan masuk pasar yang tinggi. Perilaku pasar ditunjukkan oleh fungsi-fungsi tataniaga tiap masing-masing lembaga tataniaga. Informasi pasar mengenai harga
15
banyak dikuasai oleh lembaga pemasaran, sehingga dapat menentukan harga. Adanya praktek-praktek ketidakjujuran yang dilakukan pelaku tataniaga diantaranya mencampurkan kacang mete kualitas super dengan bukan super. Keragaan pasar ditinjau dari besarnya marjin tataniaga dan farmer’s share. Marjin tataniaga yang besar terdapat pada saluran tataniaga kacang mete, karena banyaknya perlakuan terhadap jambu mete dan banyaknya pihak yang terlibat dalam penyaluran produk. Hal ini mengakibatkan biaya tataniaga menjadi lebih tinggi dan keuntungan yang diambil oleh masing-masing para pelaku pasar menjadi kecil. Keuntungan tataniaga sebagian besar lebih dinikmati oleh lembaga tataniaga. Farmer’s share yang belum adil dilihat dari perbandingan harga di tingkat petani dan konsumen serta ditinjau dari aspek risiko. Risiko yang paling besar ditanggung oleh petani dan share yang diterima pun cenderung kecil dibandingkan lembaga tataniaga lainnya.
2.3
Perbedaan dan Peramaan dengan Penelitian terdahulu Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada metode dalam menganalisis efisiensi tataniaga. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Pakpahan (2006) memiliki persamaan tempat dan komoditas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya khususnya yang dilakukan Pakpahan (2006) adalah terletak pada pola saluran dan lembaga tataniaga yang sudah berubah di tahun 2011 yaitu adanya lembaga tataniaga koperasi KBU Alihsan sebagai perantara langsung antara petani dengan eksportir. Hal ini menjadi alasan peneliti ingin melihat apakah dengan pola saluran yang sekarang, koperasi menjadi salah satu saluran yang efisien dan meningkatkan share petani. Perbedaan
16
lainnya dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati (1999) adalah lokasi peneitian dan Herawati (2012) jenis komoditas yang diteliti. Persamaan penelitian Hukama (2001) adalah melakukan penelitian dengan pendekatan SCP. Penjelasan lebih rinci mengenai persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu bisa dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya. Penelitian Persamaaan Perbedaan Sebelumnya Rahmawati Komoditas yang diteliti dan Pemilihan lokasi penelitian (1999) metode pengolahan data Pakpahan Komoditas yang diteliti, metode Pola saluran dan lembaga (2006) pengolahan data, pemilihan tataniaga yang terlibat dalam lokasi penelitian sistem tataniaga manggis Herawati Metode pengolahan data Komoditas yang dteliti dan (2012) Pemilihan lokasi penelitian Hukama Metode pengolahan data dan Komoditas yang diteliti dan (2003) pnedakatan metode SCP pemilihan lokasi Sumber : Penulis (2012)
17
III.
3.1
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis Kerangka teoritis merupakan kerangka penelitian yang dilandasi teori-teori
mengenai konsep yang berhubungan dengan penelitian. Kerangka teoritis dalam penelitian ini terdiri dari konsep tataniaga, konsep pengertian efisiensi tataniaga, konsep fungsi tataniaga, konsep struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar, konsep marjin tataniaga, dan farmer’s share
3.1.1 Definisi dan Konsep Tataniaga Tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1987) merupakan serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditunjukan untuk menyalurkan barang atau jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen. Tataniaga sering disebut juga pemasaran atau marketing. Menurut Kotler (1997) tataniaga adalah suatu proses manajerial yang didalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan menawarkan, dan mempertemukan yang bernilai dengan pihak lain. Tataniaga pertanian merupakan kegiatan atau proses pengaliran komoditas pertanian dari produsen sampai ke konsumen atau pendagang perantara (tengkulak, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer) berdasarkan pada sistem tataniaga, kegunaan tataniaga, dan fungsifungsi tataniaga (Rahim dan Hastuti, 2008). Menurut Sudiyono (2001) dalam Rahim dan Hastuti (2008) bahwa tataniaga pertanian merupakan proses aliran komoditas yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan salah satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran.
Pendekatan yang dilakukan dalam sistem tataniaga komoditas pertanian diantaranya pendekatan serba barang, serba fungsi, serba lembaga dan serba manajemen (Rahim dan Hastuti, 2008). Pendekatan serba barang yaitu suatu pendekatan tataniaga yang melibatkan studi tentang bagaimana barang-barang tertentu berpindah dari titik produsen ke konsumen akhir atau konsumen industri. Pendekatan fungsi yaitu penggolongan kegiatan atau fungsi-fungsi yang meliputi fungsi pertukaran, fungsi penyediaan, dan fungsi penunjang. Pendekatan serba lembaga yaitu mempelajari tataniaga komoditas pertanian dari segi organisasi atau lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga seperti produsen, tengkulak, pedagang besar, pengecer dan beberapa agen penunjang. Pendekatan manajemen
yaitu
mempelajari
tataniaga
komoditas
pertanian
dengan
menitikberatkan pada pendapat manajer serta keputusan yang diambil. Lembaga tataniaga merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau lainnya2. Lembaga tataniaga timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen (Rahim dan Hastuti, 2008). Lembaga tataniaga berfungsi sebagai penghubung yang akan menentukan mekanisme pasar dan membentuk pola saluran tataniaga. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam tataniaga akan semakin banyak perlakuan yang diberikan dan semakin banyak pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga tataniaga (Soekartawi, 2002).
2
http://agrimaniax.blogspot.com/2010/05/lembaga-lembaga-tataniaga.html [diakses pada tanggal 19 Maret 2012]
19
Setiap pelaku tataniaga akan memperoleh keuntungan yang berbeda dalam setiap proses tataniaga. Terdapatnya jarak diantara produsen dan konsumen maka aktivitas penyaluran dan distribusi suatu produk dari produsen ke konsumen sering melibatkan lembaga tataniaga. Proses penyaluran produk sampai ke tangan konsumen akhir dapat menggunakan saluran tataniaga yang panjang ataupun pendek sesuai dengan kebijakan saluran tataniaga yang akan dilaksanakan perusahaan atau lembaga tersebut. Rantai tataniaga atau distribusi menurut bentuknya dibagi menjadi dua, yaitu saluran distribusi langsung dan distribusi tidak langsung. Saluran distribusi langsung yaitu penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen dengan tidak melalui perantara, seperti penjualan di tempat produksi, penjualan dari pintu ke pintu, penjualan melalui surat. Saluran distribusi tidak langsung yang menggunakan jasa perantara dan agen untuk menyalurkan barang atau jasa kepada para konsumen. Biasanya pada saluaran seperti ini bergerak di bidang pedagang besar dan pengecer. Menurut Rahim dan Hastuti (2008) panjang-pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil komoditas pertanian bergantung pada beberapa faktor, diantaranya jarak antara produsen dan konsumen, ketahanan produk mudah rusak atau tidak, skala produksi, posisi keuangan pengusaha.
3.1.2
Konsep Efisiensi Tataniaga Menurut Downy dan Steven (1992) dalam Rahim dan Hastuti (2008)
efisiensi tataniaga merupakan tolak ukur atas produktivitas proses tataniaga dengan membandingkan sumberdaya yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama berlangsunganya proses tataniaga. Menurut Soekartawi (1989), efisiensi tataniaga diukur dengan membandingkan nilai output dan input dan
20
efisiensi tataniaga akan terjadi jika: (1) Biaya tataniaga bisa ditekan sehingga adanya keuntungan, (2) Adanya kompetisi pasar yang sehat, (3) Persentasi pembedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (4) Tersedianya fasilitas fisik tataniaga. Maka diharapkan dengan pola saluran tataniaga yang efisien dapat diketahui saluran tataniaga yang dapat mendatangkan manfaat bagi lembaga tataniaga yang terlibat dari saluran tataniaga yang efisien tersebut. Menurut
Rahim
dan
Hastuti
(2008)
efisiensi
pemasaran
dapat
didefinisikan sebagai peningkatan rasio output-input yang dapat dicapai dengan beberapa cara, yaitu: (1) output tetap konstan sedangkan input mengecil, (2) output meningkat sedangkan input konstan, (3) Peningkatan output lebih tinggi dari peningkatan input, dan (4) Penurunan output tidak melebihi penurunan pada input. Asmarantaka (2009) mengukur efisiensi tataniaga melalui indakator efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari outputinput tataniaga. Rasio efisiensi operasional dapat dilihat dari peningkatan dalam dua cara, yaitu : 1. Perubahan sistem tataniaga dengan mengurangi biaya pada fungsi-fungsi tataniaga tanpa mengubah manfaat atas kepuasan konsumen. 2. Meningkatkan kegunaan output dari proses tataniaga tanpa meningkatkan biaya tataniaga Fokus dalam analisis operasional adalah kajian biaya-biaya tataniaga dan aktivitas kegiatan tataniaga mulai dari produsen sampai ke konsumen akhir. Hal ini biasanya banyak peneliti yang menggunakan marjin tataniaga dan sebaran
21
harga ditingkat produden dengan harga di tingkat eceran untk mengetahui besaran indikator efisiensi operasional. Efisiensi harga lebih menekankan kepada kemampuan dari sistem tataniaga yang sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga dapat dianalisis melalui ada atau tidaknya keterpaduan pasar antara pasar acuan dengan pasar pengikutnya.
3.1.3
Konsep SCP (Structure, Conduct, dan Performance) Philips dalam Asmarantaka
(2009)
mengemukakan
konsep
SCP
merupakan konsep yang dinamis, adanya keterkaitan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan endogenous diantara variabel-variabel SCP serta memperhitungkan waktu. Pendekatannya menunjukan bahwa Structure (S), Conduct (C), dan Performance (P) dalam suatu waktu berada pada sistem dimana S dan C adalah faktor penentu P, dilain waktu S dan C ditentukan P. Oleh sebab itu, hubungan ini menjukkan suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan.
3.1.3.1 Market Structure (Struktur Pasar) Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan antara pembeli dan penjual yang secara startegi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) Struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan (firm) dalam suatu pasar, distribusi perusahaan (firm) menurut berbagai ukuran seperti size dan konsentrasi, deskripsi produk (homogen atau diferensiasi), syarat-syarat keluar
22
masuknya pasar dan sebagainya. Struktur pasar digolongkan kedalam dua golongan yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna. Struktur pasar bersaing sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak penjual dan pembeli dan barang yang diperdagangkan bersifat homogen. Setiap penjual dan pembeli hanya menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang ada di pasar, sehingga penjual atau pembeli tidak dapat mempengaruhi harga. Informasi pasar yang didapat relatif sempurna dan tidak adanya hambatan keluar masuk pasar. Struktur pasar tidak bersaing sempurna terdiri atas struktur pasar persaingan monopolistik, strukutr pasar oligopoli, dan struktur pasar monopoli. Struktur pasar persaingan monopolistik dicirikan dengan banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai macam harga dan bukan atas satu harga. Hal ini karena penjual dapat melakukan penawaran yang berbeda kepada pembeli dengan tingkat harga berbeda. Perbedaan harga tersebut dapat dibedakan menurut kualitas, ciri atau gayanya, service yang berbeda, kemasan yang menarik dan lainnya. Perusahaan ini sering menggunakan iklan untuk meyakinkan konsumen bahwa produk mereka lebih menarik dari perusahaan heterogen atau diferensiasi. Struktur pasar oligopoli merupakan struktur pasar yang terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka terhadap strategi tataniaga dan penetapan harga dari perusahaan lainnya yang menjadi leader. Artiya, segala bentuk tindakan perusahan pemimpin akan menjadi perhatian bagi perusahaan yang menjadi pengikut. Produk yang dipasarkan di pasar oligopoli merupakan produk homogen dan heterogen. Hambatan masuk pasar cukup tinggi karena butuh modal yang besar, adanya paten, pengendalian bahan baku, dan lainnya.
23
Struktur pasar monopoli merupakan struktur pasar yang dicirikan dengan satu orang penjual yang memiliki pengaruh atas penawaran produk tertentu sehingga dapat menetapkan atau mempengaruhi harga. Hambatan keluar masuk pasar tinggi karena dipengaruhi oleh adanya lisensi dari pemeritah, adanya paten, menguasai startegi bahan baku, menguasai teknik produksi tertentu, dan lainnya. Sifat barang yang diperdagangkan bersifat unik. Adapun pembagian struktur pasar menurut Kohls dan Uhl (2002) dapat dikategorikan sebagai struktur pasar persaingan sempurna dan persaingan tidak sempurna dengan indikator yang dilihat berdasarkan jumlah penjual, tipe produk, kemudana masuk pasar, dan kekuatan dalam mempengaruhi harga. Adapun untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Tipe-tipe Struktur Pasar Tipe Pasar 1. Persaingan Sempurna 2. Persaingan Tidak Sempurna a. Persaingan Monopolistik b. Olgopoli c. Monopoli
Jumlah Penjual
Tipe Produk
Banyak
Homogen
Banyak
Diferensiasi
Sedikit Satu
Diferensiasi Diferensiasi
Perusahaan Kemudahan Mempengaruhi masuk Harga pasar Mudah Tidak Relatif Mudah Sulit Sangat Sulit
Beberapa Ya Ya
Sumber : Kohls dan Uhl, 2002 Produk yang diferensiasi merupakan produk yang telah diubah atau dikembangkan untuk meningkatkan minat pembeli. Usaha yang dilakukan dalam produk diferinsiasi dilakukan dengan cara: 1.
Advetising, yaitu promosi-promosi sehingga menggugah konsumen untuk membeli
24
2.
Packaging, yaitu usaha pengemaan sehingga menggugah konsumen untuk membeli dikarenakan bentuk kemasanya menarik.
3.
Perubahan bentuk produk itu sendiri.
3.1.3.2 Market Conduct (Perilaku Pasar) Perilaku pasar merupakan seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik penjual mapun pembeli untuk mencapai tujuan masing-masing. Menurut Dahl dan Hamond (1977) dalam Rosiana (2012) Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu, meliputi kegiatan pembelian-penjualan, penentuan harga, kerjasama dan parktek fungsi tataniaga. Hubungan yang terjadi pada SCP merupakan pengaruh struktur terhadap perilaku dimana perusahaan yang memiliki kekuatan pasar akan memanfaatkan kemampuan tersebut dengan meningkatkan harga atas harga kompetitif. Salah satu pola perilaku pasar dapat dilihat pada fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pelaku pasar. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi tataniaga merupakan proses penyampaian dari tingkat produsen ke tingkat konsumen dengan berbagai kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Fungsi tataniaga tersebut dikelompokan atas tiga fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. 1.
Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan fungi penjualan. Fungsi pembelian ini dapat dimaksudkan untuk persediaan barang dan jasa yang kemudian diolah atau dijual kembali,
25
serta dapat juga untuk memenuhi keperluannya sendiri. Fungsi penjualan merupakan kegiatan yang bertujuan mencari atau mengusahakan agar ada pembeli atau ada permintaan pasar yang cukup baik atau banyak terhadap barang dan jasa yang dipasarkan pada tingkat harga yang menguntungkan. 2.
Fungsi Fisik Fungsi fisik merupakan semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa, sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi fisik terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan. a. Fungsi Penyimpanan Fungsi penyimpanan merupakan proses penundaan barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu sejak barang diproduksi atau diterima sampai proses penjualan. Fungsi ini diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah atau menunggu untuk diolah sampai proses penjualan tiba. Fungsi penyimpanan sangat penting bagi hasil pertanian yang bersifat musiman tetapi dikonsumsi setiap tahun. b. Fungsi Pengangkutan Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan konsumen baik menurut waktu, jumlah, dan mutunya. Fungsi pengangkutan mempunyai kegiatan perencanaan jenis alat angkut yang digunakan, volume yang diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis barang yang diangkut. Hal ini karena produksi hasil
pertanian
yang
mudah
rusak,
sehingga
dalam
penangann
pengangkutan harus memerlukan penanganan yang lebih khusus.
26
c. Fungsi Pengolahan Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang maupun dalam rangka meningkatkan nilainya. Pengolahan juga ditunjukan untuk memenuhi keinginan konsumen. Adanya pengolahan membuat nilai barang bertambah dan menambah lapisan konsumen dalam tataniaganya. 3.
Fungsi Fasilitas Fungsi
fasilitas
merupakan
suatu
tindakan
yang
bertujuan
untuk
memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi. a. Fungsi Standarisasi dan Grading Standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, ukuran bentuk, kekuatan atau ketahanan, kadar air, tingkat kematangan, rasa, dan lainlain. Grading merupakan tindakan menggolongkan atau mengklasifikasi hasil pertanian menurut suatu standarisasi yang diinginkan, sehingga kelompok tersebut sudah menurut ukuran standar masing-masing dengan nama tertentu. Adanya pelaksanaan standarisasi dan grading akan memberikan mafaat bagi konsumen dan produsen. Konsumen dapat memperoleh grade barang sesuai dengan keinginan dan tingkat pendapatanya.
Produsen
dapat
menawarkan
harga
barang
yang
dipasarkanya sesuai mutu dan hasil produksinya.
27
b. Fungsi Penanggungan Risiko Proses tataniaga dalam menyalurkan barang dari tingkat ke produsen sampai ke tingkat konsumen akan bannyak menghadapi risiko baik oleh produsen aupun lembaga tataniaga. Risiko-risiko tersebut diantaranya risiko kepemilikan, risiko keuangan, risiko kerugian akibat kecelakaan, risiko kerugian akibat perikatan, risiko kerugian karena tata kerja, dan risiko kerugian akibat pengaruh cuaca. c. Fungsi Pembiayaan Fungsi pembiayaan meliputi penyediaan dana untuk membiayai proses produksi dan tataniaga suatu barang dan jasa serta penyediaan kredit bagi bagi para langganan. d. Fungsi Informasi Pasar Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut. Data informasi pasar tidak hanya perkembangan harga tetapi meliputi jenis dan kualitas barang yang diinginkan pembeli atau konsumen, sumber suplai, lokasi dan konsumen, merk yang diinginkan konsumen, penyebaran lokasi asal suplai, serta berbagai informasi yang dapat memperlancar penyaluran barang mulai dari produsen sampai ke konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987).
3.1.3.3 Market Performance (Keragaan Pasar) Kinerja pasar merupakan keadaan sebagai akibat dari struktur pasar dan perilaku pasar yang ditunjukan dengan harga, biaya, volume produksi. Kinerja pasar tersebut akan memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977 dalam Rosiana, 2012). Elemen kinerja pasar
28
dapat diukur melalui marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya a.
Marjin Pemasaran Menurut Limbong dan Sitorus (1987) marjin tataniaga didefinisikan
sebagai perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima konsumen. Konsep marjin tataniaga terbentuk akibat dari perbedaan kegiatan dari setiap lembaga yang menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan lembaga lainnya. Pada pengertian tataniaga yang telah dijelaskan bahwa segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik atas produk dari produsen sampai konsumen yang didalamnya terdapat fungsifungsi tataniaga yang dilakukan. Pengertian tersebut memperlihatkan adanya kegiatan-kegiatan yang membutuhkan pengeluaran (biaya) untuk memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Biaya-biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga dalam proses kegiatan tataniaga dinamakan sebagai biaya tataniaga. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam suatu sistem tataniaga pada dasarnya memiliki motivasi dan tujuan untuk mencari atau memperoleh keuntungan atas pengrobanan yang dilakukan dalam kegiatan tataniaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran barang, maka akan semakin besar perbedaan harga barang di tingkat produsen dengan yang dibayarkan konsumen. Maka dapat diartikan bahwa marjin tataniaga merupakan perbedaan harga suatu barang di tingkat produsen dengan di tingkat konsumen, atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga tataniaga yang lainnya dalam saluran tataniaga yang sama.
29
b.
Farmer’s Share Farmer’s share merupakan bagian yang diterima petani dari suatu
kegiatan tataniaga dengan membandingkan harga yang diterima petani tehadap harga yang dibayarkan konsemen akhir. Farmer’s share dipengaruhi oleh tingkat pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah produk, dan biaya produksi (Rahim dan Hastuti, 2008). Hubungan farmer’s share dengan marjin tataniaga bersifat negatif. Semakin tinggi nilai marjin tataniaga maka semakin rendah farmer’s share yang diterima dalam melaksanakan suatu kegiatan tataniaga (Herawati, 2012).
3.2
Kerangka Operasional Manggis merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan dan
diperdagangkan. Saat ini manggis memiliki nilai jual yang tinggi dan sudah masuk pasar ekspor. Bogor merupakan salah satu sentra manggis di Jawa Barat diantarannya Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang yang sudah menembus pasar ekspor. Komoditas yang potensial tersebut dibutuhkan kegiatan budidaya dan tataniaga yang baik dan efisien. Hal ini agar tercapainya suatu pembagian yang adil bagi produsen (petani) dan lembaga-lembaga tataniaga dari keselurhan harga yang dibayarkan konsumen. Adanya keterbatasan modal dan sarana dalam tataniaga bagi petani juga menghambat dalam peningkatan produksi dan nilai jual manggis. Selain itu, beberapa petani yang masih ketergantungan kepada pedagang pengumpul dalam hal dana. Petani meminjam sejumlah dana kepada pedagang pengumpul dengan syarat petani menjual manggis kepada pedagang pengumpul tersebut. Hal ini meyebabkan harga jual manggis petani bisa ditekan. Oleh karena itu, petani tidak
30
memiliki posisi tawar yang kuat dan cenderung sebagai penerima harga (price taker). Posisi tawar petani yang rendah membuat harga yang diterima petani menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan marjin yang cukup besar antara harga yang diperoleh petani dengan harga yang dibayarkan konsumen akhir. Sebaran marjin yang tidak merata dan marjin tataniaga yang relatif tinggi di tingkat petani dengan tingkat konsumen membuat share yang didapat petani relatif rendah. Hal ini dibutuhkan adanya efisiensi tataniaga sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat. Analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis sistem tataniaga manggis melalui pendekatan SCP. Market structure (struktur pasar) digunakan untuk menganalisis pendekatan struktur yang terbentuk dalam sistem tataniaga manggis di Desa Karacak. Market conduct (perilaku pasar) digunakan untuk menganalisis perilaku-perilaku pasar yang terbentuk dalam sistem tataniaga manggis melalui fungsi-fungsi tataniaga. Market performance (keragaan pasar) dilakukan untuk menganalisis efisiensi dalam saluran tataniaga yang terentuk pada sistem tataniaga manggis. Kergaan pasar dilakukan melalui pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya. Hasil dari analisis tersebut adalah rekomendasi saluran tataniaga yang efisien yang bisa dipilih oleh petani untuk memasarkan manggisnya. Selain itu menjadi rekomndasi buat pemerintah penetapan saluran tataniaga yang efisien. Skema kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
31
1. Adanya ketergantungan petani kepada pedagang pengumpul dalam hal modal sehngga posisi tawar petani menjadi rendah (price taker) 2. Adanya marjin yang relatif tinggi di tingkat petani dengan tingkat konsumen 3. Share yang diperoleh petani relatif rendah dalam sistem tataniaga yang ada
1. Bagaimana struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis di Desa Karacak 2. Bagaimana pola saluran tataniaga di Desa Karacak 3. Bagiamana perilaku pasar pada sistem tataniaga manggis di Desa Karacak 4. Bagaimana sebaran marjin, farmer’s share, dan rasio keuntungan tiap saluran tataniaga
Analisis Efisiensi Tataniaga
SCP
Market Conduct (Perilaku Pasar)
Market Sructure (Struktur Pasar) 1. 2. 3. 4.
Pangsa Pasar (Jumlah Penjual dan Pembeli Jenis Produk yang Diperdagangkan Hambatan Masuk Pasar Konsentrasi Pasar
Fungsi Tataniaga ‐ Fungsi Pertukaran ‐ Fungsi Fisik ‐ Fungsi Fasilitas
Market Performance (Keragaan Pasar) 1. Marjin Tataniaga 2. Farmer’s Share 3. Rasio Keuntungan dan BIaya
Rekomendasi alternatif saluran tataniaga yang efisien Keterangan :
: Alur Pemikiran : Saling Mempengaruhi : Peubah yang diteliti
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
32
IV.
4.1
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten
Bogor. Pemilihan lokasi di Desa Karacak Bogor dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa Bogor merupakan salah satu sentra produksi manggis terbesar ke dua di Jawa Barat, Kecamatan Leuwiliang merupakan daerah utama sentra manggis di Kabupaten Bogor yang telah memasuki pasar ekspor, dan Desa Karacak merupakan salah satu desa di Kecamatan Leuwiliang yang memiliki produksi manggis terbesar dan sudah memasuki pasar ekspor. Penelitian dilaksanakan mulai April 2012 sampai Juni 2013 yang meliputi survey lokasi penelitian, penyusunan proposal, pengambilan data, pengolahan data, dan penyusunan skripsi.
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang akan diambil terdiri dari dua jenis data yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan petani manggis yang ada di Desa Karacak dan lembaga-lembaga tataniaga yang meliputi pedagang pengumpul, broker, koperasi, dan eksportir. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Nasional, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Direktorat Jenderal Horikultura, Jurnal, Artikel majalah, dan Studi penelitian terdahulu.
4.3
Penentuan Jumlah Responden Penentuan jumlah responden dalam penelitian ini berdasarkan purposive
sampling dan populasi yaitu responden yang terdiri atas petani manggis di Desa Karacak yaitu pada kelompok tani Suka Mekar yang berjumlah 28 orang. Penentuan responden lembaga-lembaga tataniaga manggis dilakukan dengan menggunakan teknik snowball sampling yaitu dengan melakukan penelusuran saluran tataniaga mulai dari tingkat petani sampai konsumen akhir. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya sehingga jalur tataniaga tidak terputus. Responden lembaga tataniaga berjumlah 10 orang yang terdiri dari dua pedagang pengumpul kampung, tiga pedagang pengepul desa, dua suplier, satu koperasi, dan dua eksportir.
4.4
Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis yang akan digunakan untuk menganalisis tataniaga
digunakan metode SCP (Structure, Conduct and Performance). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program Microsoft Exel 2007.
4.4.1
Analisis Struktur Pasar Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai
hubungan antara pembeli dan penjual yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) Struktur pasar merupakan suatu deminsi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan (firm) dalam suatu pasar, distribusi perusahaan (firm) menurut berbagai ukuran seperi size dan konsentrasi, deskripsi produk (homogen atau diferensiasi), syarat-syarat keluar
34
masuknya pasar dan sebagainya. Limbong dan Sitorus (1987) menggolongkan struktur pasar kedalam dua golongan yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna.
4.4.2
Analisis Saluran Tataniaga Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi yang saling
bergantung dan terlibat dalam proses penyampaian produk dari produsen kepada konsumen. Analisis saluran tataniaga dapat dilakukan dengan mengamati lembaga-lembaga tataniaga yang membentuk saluran tataniaga tersebut. Perbedaan saluran tataniaga yang dilalui oleh jenis barang tersebut akan berpengaruh pada pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing setiap lembaga tataniaganya. Semakin panjang lembaga tataniaga dalam rantai salurannya, maka saluran tersebut akan tidak efisien karena marjin yang akan diperoleh dari produsen sampai ke konsumen akan semakin besar.
4.4.3
Analisis Perilaku Pasar Menurut Hammond and Dahl (1977) dalam Herawati (2012) perilaku
pasar merupakan suatu pola atau tingkh laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil daam menghadapi struktur pasar tersebut. Analisis perilaku pasar dilakukan melalui identifikasi fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan pelaku pasar atau lembaga tataniaga yang terdiri fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Pada fungsi tataniaga juga dijelaskan perilaku pasar yang meliputi
35
praktek penjualan dan pembelian dalam menentukan harga, pembayaran harga dan sistem kerjasama yang terjalin diantara lembaga-lembaga tataniaga.
4.4.4
Analisis Keragaan Pasar Analisis keragaan pasar dilakukan untuk menentukan efisiensi tataniaga.
Efisiensi tataniaga didefinsikan bahwa produk yang samapai ke tangan konsumen dengan harga murah dan adanya pembagian yang adil bagi produsen dan lembaga tataniaga dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen (Mubyarto, 1985). Pembagian adil merupakan pembagaian share keuntungan sesuai dengan pengorbanan biaya dan fungsi tataniaga yang dilakukan setiap lembaga yang terlibat dalam tataniaga manggis. Pendekatan unuk menentukan efisiensi tataniaga meliputi pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya. 4.4.4.1 Analisis Marjin Tataniaga Salah satu pengukuran tingkat efisiensi suatu tataniaga dapat diukur dari penyebaran marjin tataniga. Marjin tataniga dapat diketahui besarnya biaya dan keuntungan dalam tataniaga tersebut. Perhitungan marjin tataniaga diperoleh dari selisih harga di satu titik rantai tataniaga dengan harga di titik lainnya. Marjin tataniaga juga dapat diperoleh melalui penjumlahan biaya dan keuntungan pada masing-masing lembaga tataniaga. Menurut Limbong dan Sitorus (1978), perhitungan marjin tataniaga secara matematik akan diperoleh sebagai berikut : Mi= Pji – Pbi
.......................................................................................................................................
(1)
.......................................................................................................................................
(2)
atau Mi = Bi + πi
36
Maka total marjin dapat diperoleh berdasarkan jumlah komulatif dari marjin tiap lembaga pada saluran tataniaga, adalah : mi =∑ Mi
.......................................................................................................................................
(3)
Berdasarkan pada persamaan (1) dan (2) dapat diperoleh rumus untuk mencari keuntungan tataniaga tiap lembaga yaitu sebagai berikut : Pji – Pbi = Bi + πi Dengan demikian keuntungan lembaga tataniaga pada tingkat ke-I adalah : πi = Pji – Pbi + Bi Keterangan : Mi : Marjin pada lembaga tataniaga ke-i Pji : Harga penjualan pada lembaga tataniaga ke-i Pbi : Harga penjualan pada lembaga tataniaga ke-i atau harga pembelian pada lembaga tataniaga sebelumnya : Keuntungan yang diperoleh pada lembaga tataniaga ke-i πi mi : Total marjin tataniaga. Bi : Biaya tataniaga yang dikeluarkan lembaga tataniaga ke-i i : 1,2, 3, .... (n)
4.4.4.2 Farmer’s Share Indikator lain untuk mengukur tingkat efisiensi tataniaga dapat dilakukan melalui perhitungan farmer’s share. Farmer’s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan oleh konsumen (Pr). Adapun rumusan perhitunganya farmer’s share adalah sebagai berikut: SPf
Pf Pr
100%
Keterangan : SPf : Share harga di tingkat petani Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat konsumen
37
4.4.4.3 Analisis Rasio Kentungan dan Biaya Tingkat efisiensi tataniaga dapat diukur juga melalui rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Semakin meratanya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, maka sistem tataniaga tersebut semakin efisien. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga dapat diketahui melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut: Rasio Keuntungan dan Biaya =
π C
Keterangan : πi = Keuntungan lembaga tataniaga lembaga tataniaga ke-i Ci = Biaya tataniaga lembaga tataniaga ke-i
38
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1
Kondisi Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan dengan
ibukota RI yaitu Jakarta. Luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 2.301,95 Km2. Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6.19o – 6.47o Lintang selatan dan 106o1’ – 107o103’ bujur timur. Secara administratif Kabupaten Bogor mempunyai batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara Sebelah Barat Sebelah Barat Daya Sebelah Timur Sebelah Timur Laut Sebelah Selatan Sebelah Tenggara
: Kabupaten Depok : Kabupaten Lebak : Kabupaten Tanggerang : Kabupaten Purwakarta : Kabupaten Bekasi : Kabupaten Sukabumi : Kabupaten Cianjur
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2011, Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 428 desa/kelurahan, 3.781 RW dan 15.044 RT. Berdasarkan jumlah tersebut, 235 desa berada pada ketinggian sekitar kurang dari 500 meter terhadap permukaan laut, sedangkan 144 desa berada diantara 500-700 meter dari permukaan laut, dan sisanya 49 desa berada di atas ketinggian lebih dari 700 meter dari permukaan laut. Sektor pertanian Kabupaten Bogor mencakup tanaman pangan, perikanan, perkebunan, peternakan dan kehutanan. Sektor pertanian ini memegang peranan yang penting, mengingat luasnya lahan pertanian yang dimiliki dan juga sebagian besar desa di Kabupaten Bogor merupakan tergolong pedesaan yang menitikberatkan pada sektor pertanian.
5.2
Kondisi umum Desa Karacak Desa Karacak merupakan bagian dari salah satu desa di Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor yang terdiri dari 5 dusun, 10 RW dan 43 RT. Desa Karacak mempunyai luas wilayah sekitar 710.023 Ha dengan pemanfaatan lahannya antara lain perkebunan seluas 270.510 Ha, kehutanan seluas 139.510 Ha, pertanian seluas 210.714 Ha, permukiman seluas 36.236 Ha, dan sisanya digunakan keperluan lainnya seluas 53.053 Ha. Secara administratif Desa Karacak mempunyai batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur
: Desa Barengkok : Desa Karyasari : Desa Pabangbon dan Cibeber II : Desa Situ Udik Kec. Cibungbulang
Jumlah penduduk Desa Karacak yang tercatat tahun 2011 sebanyak 10.862 orang dengan rincian laki-laki berjumlah 5.549 orang dan perempuan berjumlah 5.313 orang dengan kepala keluarga (KK) sebanyak 2.855 KK. Mata pencaharian penduduk Desa Karacak meliputi Petani, Pengusaha, Buruh, Pedagang, Pengrajin/UKM, PNS, TNI/POLRI. Desa Karacak merupakan salah satu kawasan agropolitan dan minapolitan sejak tahun 2005. Potensi yang dihasilkan sebagai kawasan agropolitan adalah potensi manggis yang cukup tinggi. Desa Karacak merupakan wilayah penghasil manggis terbesar di Kecamatan leuwiliang. Produksi manggis yang dihasilkan Desa Karacak sebesar 425 ton. Potensi minapolitan yang dihasilkan Desa Karacak adalah budidaya ikan meliputi budidaya ikan dalam kolam tradisonal, semi intensif, air deras, intensif, perikanan sawah dan keramba. Produksi ikan yang dihasilkan dari seluruh budidaya sebesar 310.835 ton dengan total luas kolam sebesar 1.551,04 ha.
40
Pertanian di Desa Karacak terbagi atas pertanian padi dan non padi. Pertanian non padi merupakan kebun campuran yang meliputi berbagai tanaman, diantaranya pohon penghasil kayu, durian, manggis, cengkeh, umbi-umbian, kacang tanah dan lainnya. Adapun potensi hasil tanaman dan hutan Desa Karacak lainnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Tanaman dan Hutan Desa Karacak Komoditas Luas Area (Ha) Produksi (Ton) Padi 1.792 20.971
Keterangan
Hutan Rakyat
Bambu, Mahoni, Albasia
2.038
-
Cengkeh 55 Durian 65 Ubi Kayu 225 Ubi Jalar 109 Kacang Tanah 33 Sumber: Data Desa Karacak (2011)
5.3
61 3 4.373 1.600 45
Karakteristik Responden Sub bab ini menjelaskan mengenai karakteristik responden baik petani
maupun lembaga tataniaga yang tergabung dalam sistem tataniaga manggis Desa Karacak.
Karakteristik
responden
petani
diklasifikasikan
menurut
usia,
pendidikan, luas lahan yang diusahakan dan jumlah pohon yang dimiliki petani. Karakteristik responden lembaga tataniaga diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikan dan pengalaman dalam berdagang manggis. 5.3.1 Petani Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Karya Mekar. Karakeristik responden yang dilihat, meliputi usia responden, tingkat pendidikan, luas lahan, dan jumlah pohon yang ada di kebun. Karakteristik ini dianggap penting karena mempengaruhi pelaksanaan usahatani manggis di lokasi penelitian. Aspek usia responden pada
41
penelitian ini memiliki usia rata-rata 55 tahun. Sebagian besar petani di lokasi penelitian berumur lebih dari 50 tahun. Hal ini terlihat pada sebaran usia Tabel 11, usia petani paling banyak adalah petani yang berusia diatas 60 tahun (35,71%) dan usia antara 51 sampai 60 tahun (28,57%). Tabel 11. Sebaran Usia Responden Petani Usia (tahun)
Jumlah responden (orang)
Persentase (%)
31-40 41-50 51-60 >60 Total
4 6 8 10 28
14,29 21,43 28,57 35,71 100,00
Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Tingkat pendidikan adalah salah satu karakteristik responden yang berpengaruh terhadap pembentukan pola pikir dan sikap dalam kemajuan dan penyerapan teknologi baru. Seluruh petani yang menjadi responden pernah mengikuti pendidikan formal, akan tetapi tingkat pendidikan responden masih rendah. Sebaran petani reponden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Penddikan
Jumlah responden (orang)
Persentase (%)
SD atau sederajat SMP atau sederajjat SMA atau Sederajat D2 D3 Total
22 2 2 1 1 28
78,57 7,14 7,14 3,57 3,57 100,00
Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Berdasarkan Tabel 12, tingkat pendidikan responden paling banyak adalah sampai pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (78,57%). Hal ini mengindikasikan bahwa masih sangat sedikit mengaplikasikan pengetahuan yang
42
diperolehnya dalam pelatihan/penyuluhan. Pelatihan-pelatihan yang telah diberikan baik oleh penyuluh, dinas pertanian, maupun PKBT-IPB. Akan tetapi sangat sedikit respon dari petani untuk mengaplikasikannya. Hal ini karena pola pikir petani yang sulit diubah dan cenderung mengikuti cara-cara mereka sendiri dalam mengelola tanaman manggis. Terlihat dalam pola pemeliharaan yang begitu sederhana, dan pola tanam yang tidak teratur serta ditumpangsarikan dengan banyak jenis tanaman lainnya. Luas lahan dapat menjadi indikator terhadap jumlah pohon manggis yang ditanam. Lain halnya di lokasi penelitian, luas lahan tidak mencerminkan banyaknya pohon manggis yang ditanam. Hal ini, karena lahan tersebut tidak hanya ditanami pohon manggis tetapi ditumpangsarikan dengan tanaman lainnya. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan dan jumlah pohon yang dimilki bisa dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan (Ha) dan Rata-Rata Jumlah Pohon yang Dimilki Luas Lahan (ha)
Jumlah responden (orang)
0,1-0,3 0,3-0,5 0,5-1,0 >1,00 Total Sumber : Data Primer, Diolah (2012)
12 6 5 5 28
Persentase (%) 42,86 21,43 17,86 17,86 100,00
Rata-rata Jumlah Pohon yang Dimiliki Petani Per Kriteria Luas Lahan 99 78 220 232 -
Tabel 13 menunjukan bahwa sebagian besar responden (42,86%) memiliki luas lahan yang kecil yaitu 0,1-0,3 hektar dengan rata-rata jumlah pohon sebanyak 99 pohon. Responden yang memiliki luas lahan 0,3-05 ha (21,43%) memiliki jumlah pohon rata-rata sebanyak 78 pohon. Responden yang memiliki luas lahan
43
0,5-1,0 ha (17,86%) dan lebih dari satu hektar (17,76%) masing-masing memiliki jumlah pohon rata-rata sebanyak 220 pohon dan 232 pohon.
5.3.2 Lembaga Tataniaga Karakteristik lembaga tataniaga sebagai responden dilihat dari aspek tingkat pendidikan pengelola dan pengalaman dalam berdagang. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karakteristik Pedagang Rsponden berdasrkan tingkat usia, tingkat pendidikan dan lama pengalaman, tahun 2011 Jumlah Persentase No. Karakteristik (Orang) (%) 1 Tingkat Pendidikan 3 30 SD 2 20 SMP 1 10 SMA 4 40 Diploma/S1/S2 10 100 Jumlah 2 Pengalaman 1 10 1–5 3 30 5 – 10 6 60 ≥ 10 10 100 Jumlah Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Berdasarkan Tabel 14, tingkat pendidikan responden paling banyak berada pada tingkat perguruan tinggi baik diploma maupun strata satu dan dua (40%). Responden yang memiliki tingkat pendidikan tersebut diantranya pengelola ekportir, koperasi dan broker. Tingkat pendidikan responden pada tingkat SD (30%) dan SMP (20%) didominasi oleh pedagang pengumpul, sedangkat lulusan SMA (10%) adalah responden dari STA Rancamaya. Pengalaman dalam berdagang juga berpengaruh terhadap usaha yang dilakukan. Semakin lama dan banyak pengalaman dalam berdagang maka semakin banyak pelajaran usaha yang didapatkan dalam menghadapi risiko usaha.
44
Responden lembaga tataniaga di lokasi penelitian sudah banyak memiliki pengalaman. Hal ini terlihat bahwa enam responden sudah berpengalaman berdagang lebih dari 10 tahun dengan persentase 60 persen (Tabel 14).
5.4
Usahatani Manggis di Daerah Penelitian Umumnya pola tanaman manggis di lokasi penelitian bukan termasuk
kategori kebun manggis, melainkan hutan manggis. Hal ini karena pohon manggis yang ditanam tidak mengikuti SOP yang seharusnya, seperti jarak tanam, pemeliharaan dan lainnya. Selain itu, pola tanam di lokasi penelitian merupakan multikultur yaitu ditumpangsarikan dengan tanaman jenis lainya seperti durian, kecapi, cengkeh, melinjo, singkong, sengon dan pohon penghasil kayu lainnya. Menurut keterangan dari responden, tanaman manggis tersebut adalah tanaman yang secara turun temurun diwariskan dari nenek moyang mereka. Umur tanaman manggis di lokasi penelitian rata-rata berumur lebih dari 50 tahun dengan jarak antar pohon rapat dan tidak beraturan. Budidaya tanaman manggis sudah cukup baik dilakukan oleh petani di lokasi penelitian ini. Banyak pengetahuan, pelatihan yang didapat petani dari lembaga penyuluhan seperti dinas, PKBT-IPB dan lainnya. Hal ini juga didukung adanya kelompok tani yang berdiri sejak 1996 dengan nama kelompok tani Karya Mekar. Keberadaan kelompok tani tersebut memudahkan petani untuk mendapatkan informasi, bantuan baik berupa pelatihan dan pendampingan atau subsidi terkait peningkatan produksi manggis dan lainnya. Pemeliharaan manggis yang dilakukan petani hanya meliputi pemupukan dan penyiangan. Pemangkasan, penyemprotan dan pembibitan tidak dilakukan. Pemupukan yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian pun rata-rata tidak
45
menggunakan pupuk kimia melainkan hanya menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang. Sebagian responden tidak memupupuk pohon manggisnya. Beberapa petani cenderung membiarkan pohon manggisnya secara alami tanpa perlakuan khusus. Pemangkasan tidak dilakukan petani karena dianggap akan mengurangi jumlah buah manggis. Penyemprotan tidak dilakukan karena menghindari dari racun kimia yang akan mempengaruhi kualitas manggis. Selain itu, adanya kualifikasi manggis dari eksportir yang ketat terhadap penggunaan kimiawi dalam budidaya manggis. Pohon manggis merupakan pohon musiman yang panen setiap setahun sekali dengan masa juvenil selama tujuh bulan dan masa pemanenannya sekitar tiga bulan dengan frekuensi panen dilakukan dua hari sekali atau selang sehari. Pemanenan manggis di lokasi penelitian umumnya dilakukan oleh tenaga kerja dari luar keluarga. Tenaga kerja tersebut melakukan pemanenan sekaligus pengangkutan dari kebun ke rumah atau ke tempat pedagang pengumpul. Hasil panen manggis semuanya dijual baik secara sistem tebas (borongan) atau per-Kg. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, beberapa petani sudah melakukan pengolahan manggis berupa dodol. Petani mengolah manggis menjadi dodol biasanya hanya pada waktu harga manggis sangat rendah. Hasil olahan tersebut tidak diperuntukkan dijual tetapi untuk konsumsi sendiri. Manggis di Desa Karacak sudah diekspor ke China melalui PT Agung Mustika Selaras dan PT Elok Manggis. Manggis yang masuk ke eksportir hanya 10 persen, hal ini disebabkan kualitas manggis yang semakin menurun. Sisa hasil sortiran dari eksportir dijual ke pasar lokal dan supermarket.
46
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar dapat diidentifikasi dengan melihat jumlah penjual
dan pembeli, sifat produk, hambatan keluar masuk pasar (Kohl dan Uhl, 2002). Analisis struktur pasar yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan struktur pasar keseluruhan yang ada di lokasi penelitian. Struktur pasar yang terbentuk di lokasi penelitian termasuk dalam kategori struktur pasar persaingan. Penjual dan pembeli manggis di Desa Karacak berjumlah banyak. Petani berperan sebagai penjual manggis dan semua lembaga tataniaga yang melakukan perdagangan manggis dengan petani merupakan pembeli. Meskipun penjual dan pembeli banyak, akan tetapi dilihat dari jumlah penjual (petani) lebih banyak dibandingkan pembeli (pedagang). Berdasarkan data yang diperoleh dari Desa Karacak dan informasi ketua gapoktan, jumlah petani Desa Karacak mencapai 50 orang dan jumlah lembaga tataniaga yang menjadi penghubung petani dengan konsumen di Desa Karacak terdapat 22 orang. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga manggis di Desa Karacak terdiri dari 12 pedagang pengumpul kampung, lima pedagang pengumpul desa, dua broker, tiga pedagang besar, dan dua eksportir. Hal ini menjadikan struktur pasar ini mengarah pada pasar bersaing tidak sempurna. Jenis produk yang diperdagangkan bersifat homogen yaitu buah manggis segar. Mayoritas petani di Desa Karacak menjual manggis dalam bentuk borongan tanpa adanya grading terlebih dahulu. Keterbatasan akses tataniaga dan teknologi pengolahan manggis
membuat petani menjual manggis dalam bentuk buah segar. Oleh karena itu, harga jual di tingkat petani menjadi rendah. Hambatan masuk pasar untuk pelaku pasar baru dalam sistem tataniaga manggis di Desa Karacak cukup tinggi. Tinggi rendahnya hambatan masuk pasar dipengaruhi oleh kekuatan modal dan akses kerjasama antar lembaga tataniaga. Hubungan antara petani dengan pedagang pengumpul sudah terjalin lama. Masing-masing pedagang pengumpul memiliki langganan petani dalam perdagangan manggis. Oleh karena itu, pelaku pasar baru akan sulit memasuki pasar. Hubungan kerjasama di lokasi penelitian biasanya merupakan hubungan kekeluargaan dan kekerabatan. Hubungan kerjasama tersebut didorong oleh keterikatan hutang antara petani dengan lembaga tataniaga, sehingga setiap musimnya petani harus menjual manggisnya kepada lembaga tataniag tersebut. Hal ini membuat pelaku pasar sulit untuk masuk pasar, karena petani sudah mempunyai langganan sendiri-sendiri. Hambatan yang tinggi menjadikan struktur pasar mengarah pada pasar bersaing tidak sempurna. Praktek penentuan harga manggis menurut Hukama (2003) dipengaruhi oleh tingkat kompetensi, saingan, aturan pemerintah dan keinginan pembeli. Bersarkan analisis yang dilakukan, praktek penentuan harga pada sistem tataniaga manggis ditentukan oleh lembaga yang memiliki tingkatan level lebih tinggi. Artinya, harga ditentukan oleh lembaga yang yang membeli manggis pada aktor lembaga tataniaga lainnya. Petani akan menjual mangggisnya berdasarkan informasi harga yang diperoleh dari pedagang pengumpul baik di dalam desa maupun luar desa. Pedagang pengumpul menentukan harga berdasarkan informasi dari pembelinya yaitu broker, lembaga Statsiun Terminal Agribisnis Rancamaya
48
(STA Rancamaya) dan lembaga lainnya. Broker akan menetapkan harga manggis berdarkan informasi dari eksportir, sedangkan STA Rancamaya berdasarkan informasi harga dari supermarket dan pasar. Hal ini bisa dikatakan bahwa lembaga yang paling tinggi levelnya berkuasa menentukan harga. Berdasarkan kondisi tersebut, praktek penentuan harga lebih mengarah kepada pasar bersaing tidak sempurna, karena harga pedagang lebih mempengaruhi harga dibandingkan penjual.
6.2
Saluran Tataniaga Manggis Sistem tataniaga manggis di Desa Karacak dimulai dari petani sampai
konsumen akhir dengan melibatkan lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga tersebut sangat membantu petani dalam memasarkan hasil panen manggis mereka. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga tesebut meliputi pedagang pengumpul kampung, pedagang pengumpul desa, koperasi, broker, STA (Stansiun Terminal Agribisnis) Rancamaya dan eksportir. Semua lembaga tersebut memiliki peranan yang berbeda-beda dalam hal tataniaga. Masing-masing peranan lembaga tersebut dalam tataniaga adalah sebagai berikut: 1.
Petani manggis merupakan lembaga yang berperan sebagai produsen dalam kegiatan produksi manggis.
2.
Pedagang pengumpul kampung merupakan lembaga yang berperan sebagai pengumpul manggis bagi petani yang memiliki jumlah pohon sedikit dan lokasi kebun yang berdekatan dengan pengumpul kampung. Jangkauan area perdagangan lembaga ini hanya beberapa kampung saja dalam desa.
3.
Pedagang pengumpul desa merupakan lembaga perseorangan yang berperan sebagai pengumpul manggis dari petani dan pedagang lainnya dengan
49
jangkauan area perdagangannya mencakup luar desa dan luar Kabupaten Bogor. 4.
Koperasi merupakan lembaga perseorangan yang berperan sebagai pengumpul manggis dari petani yang langsung menyalurkan kepada eksportir (PT Agung Mustika Selaras). Cakupan area perdagangannya meliputi dalam desa dan luar desa se Kecamatan Leuwiliang
5.
Broker
merupakan
lembaga
perseorangan
yang
berperan
sebagai
penghubung antara pedagang pengumpul desa dengan ekportir (PT Elok Manggis). Jangkauan area perdagangannya meliputi dalam kabupaten dan luar Kabupaten Bogor 6.
STA (Sub Terminal Agribisnis) Rancamaya merupakan lembaga yang berperan sebagai pengumpul manggis dari beberapa pedagang baik dalam daerah Bogor maupun luar daerah Bogor yang tataniagaya ke supermarket.
7.
Ekportir merupakan lembaga tataniaga yang berperan sebagai penyalur perdagangan manggis ke luar negeri. Jangkauan area perdaganganya seluruh Indonesia. Sistem tataniaga manggis di Desa Karacak umumnya menggunakan
prinsip kekeluargaan dan langganan, dimana antar pelaku sistem tataniaga masih memiliki hubungan kekerabatan serta sudah lama bermitra sebagai langganan tetap. Sistem tataniaga manggis di Desa Karacak terbentuk dua tujuan tataniaga yaitu tujuan tataniaga luar negeri dan tujuan tataniaga dalam negeri. Tujuan tataniaga luar negeri terdapat tiga saluran yaitu saluran satu, saluran dua dan saluran tiga. Tujuan tataniaga dalam negeri terdapat dua saluran, yaitu saluran empat dan saluran lima. Alur tataniaga manggis dua tujuan tersebut terdiri dari
50
alur tataniaga primer (utama) dan alur tataniaga barang sisa. Alur tataniaga primer merupakan alur tataniaga utama yang dilakukan oleh pelaku atau lembaga tataniaga dalam kegiatan tataniaga manggis secara kontinu. Alur tataniaga barang sisa merupakan alur tataniaga yang bersifat tidak tetap. Alur tataniaga tersebut biasanya digunakan untuk mengurangi kerugian akibat tidak masuknya kriteria barang dalam penjualan manggis ke lembaga tataniaga berikutnya. Lebih detailanya dapat dilihat skema tataniaga manggis di lokasi penelitian pada Gambar 2. Saluran 1
Saluran 2 4%
Saluran 5
Petani Saluran 3
36%
Koperasi
PPK
Supermarket
100%
Saluran 4
PPD
55%
11%
STA Rancamaya
93%
7%
Toko/ Kios
68% 21%
Broker
62% 10%
90%
Pasar Kramatjati
38%
Eksportir (PT Elok Manggis)
Ekportir (PT AMS)
Konsumen Luar Negeri
Pasar Lokal
Konsumen Dalam Negeri
5%
Gambar 2. Skema Saluran Tataniaga Manggis di Desa Karacak Tahun 2011 Keterangan : PPK : Pedagang Pengumpul Kampung PPD : Pedagang Pengumpul Desa : Alur tataniaga manggis tujuan tataniaga luar negeri : Alur tataniaga manggis tujuan tataniaga dalam negeri : Alur tataniaga barang sisa sortir (BS) 51
Pada penelitian ini dilakukan analisis efisiensi tataniaga terhadap alur tataniaga primer atau utama dalam kegiatan tataniaga manggis di Desa Karacak. Pola saluran utama tataniaga manggis dengan dua tujuan kegiatan tataniaga ekspor dan dalam negeri adalah sebagai berikut: Pola Saluran 1 : Petani Æ Pengumpul Kampung Æ Pengumpul Desa Æ Broker Æ Eksportir Æ Konsumen Luar Negeri Pola Saluran 2 : Petani Æ Pengumpul Desa Æ Broker Æ Eksportir Æ Konsumen Luar Negeri Pola Saluran 3 : Petani Æ Koperasi Æ Eksportir Æ Konsumen Luar Negeri Pola Saluran 4 : Petani Æ Pengumpul Desa Æ STA Rancamaya Æ Supermarket Æ Konsumen Dalam Negeri Pola Saluran 5 : Petani Æ Konsumen Dalam Negeri Gambar 2 memperlihatkan aliran distribusi manggis tiap saluran mulai dari petani sampai konsumen akhir. Seluruh hasil panen manggis dari petani responden sebesar 130.881 Kg didistribusikan melalui masing-masing saluran tataniaga. Manggis yang dipasarkan ke pedagang pengumpul kampung sebesar empat persen, koperasi 36 persen, pedagang pengumpul desa 55 persen, dan langsung ke konsumen akhir lima persen. Manggis di Desa Karacak lebih banyak dipasarkan ke dalam negeri dibandingkan ke luar negeri (ekspor). Hal ini karena musim panen tahun 2011 menghasilkan buah yang kurang baik kualitasnya. Petani cenderung lebih suka menjual manggis kepada pedagang pengumpul desa. Hal ini terlihat pada skema tataniaga (Gambar 2) aliran manggis lebih banyak dipasarkan melalui pedagang pengumpul desa sebesar 55 persen. Saluran satu dan dua merupakan saluran tataniaga yang hampir sama. Perbedaanya, saluran satu terdapat tambahan lembaga tataniaga pedagang pengumpul kampung. Petani saluran satu menjual manggisnya kepada pengumpul kampung dengan aliran manggis sebesar empat persen dengan harga Rp 3.000 per Kg, sedangkan saluran dua petani langsung menjual manggisnya ke pedagang
52
pengumpul desa dengan aliran manggis sebesar 55 persen dengan harga Rp 4.000 per Kg. Manggis yang telah dikumpulkan dari petani dan pedagang pengumpul kampung kemudian dijual kepada broker sebesar 68 persen (saluran satu dan dua) dengan harga Rp 9.000 per Kg, STA Rancamaya sebesar 11 persen (saluran tiga) dengan harga Rp 8.000 per Kg dan sisanya dibawa ke Pasar Kramatjati sebesar 21 persen dengan harga Rp 2.500 per Kg (kualitas sisa sortir). Manggis di Pasar Kramatjati dijual kembali kepada konsumen dengan harga Rp 5.000-8.000 per Kg sesuai dengan besar kecilnya buah. Broker pada saluaran satu dan dua menjual manggisnya kepada PT Elok Manggis (eksporitr) sebesar 90 persen dengan harga Rp 12.000 per Kg. PT Elok Manggis merupakan salah satu eksportir manggis yang memasarkan manggis ke luar negeri yaitu Negara China. PT Elok Manggis menjual manggis untuk ekspor ke China dengan harga US$ 3,50 per Kg. Manggis sisa sortiran dari sortasi PT Elok Manggis dijual oleh broker ke pasar lokal (10%) dengan harga Rp 4.000-5.000 per Kg. Manggis di pasar lokal biasanya dijual kepada konsumen dengan harga Rp 8.000-10.000 per Kg. Saluran tiga merupakan pola saluran yang melibatkan lembaga tataniaga koperasi. Kondisi di lapangan, petani tidak banyak memilih saluran ini karena harga yang ditawarkan koperasi hampir sama dengan pedagang pengumpul. Selain itu, jika petani meminjam sejumlah uang untuk modal terdapat persyaratan yang dianggap menyusahkan petani. Aliran tataniaga manggis di saluran ini hanya sebesar 36 persen dari total panen petani responden. Petani yang menjual manggisnya kepada koperasi berjumlah empat orang. Petani menjual manggis kepada koperasi dengan harga Rp 4.000 per Kg. Petani tersebut merupakan petani
53
yang tergabung langsung dalam koperasi tersebut. Koperasi ini merupakan salah satu lembaga tataniaga di Desa Karacak yang berperan sebagai pengumpul besar. Koperasi telah bekerjasama dengan eksportir, sehingga alur tataniaga menjadi lebih pendek dibandingkan saluran satu dan dua. Koperasi yang terdapat di Desa Karacak merupakan koperasi yayasan yang terbentuk atas gabungan guruguru sekolah Al-ihsan. Koperasi tersebut bernama Koperasi Bina Usaha (KBU) Al-ihsan. Perusahan eksportir yang telah bekerjasama dengan KBU Al-ihsan adalah PT Agung Mustika Selaras (PT. AMS). Persentase aliran manggis untuk pengiriman ke eksportir hanya 38 persen. Hal ini karena kualitas manggis saat musim ini tidak bagus, banyak buah yang jatuh, dan terkena getah kuning, sehingga hanya sedkit yang masuk kualifikasi buah ekspor. Manggis sisa sortasi dijual kembali ke Pasar Kramatjati untuk meneutupi kerugian (62%) dengan hrga Rp 2.500 per Kg. PT AMS mengekspor manggisnya ke Negara China dan Australia dengan harga US$ 3,50 per Kg. Konsumen akhir pada saluaran ini adalah konsumen luar negeri. Petani dan pedagang pengumpul desa di saluran empat merupakan aktor lembaga yang sama dengan saluran satu dan dua. Saluran empat merupakan pecahan bagian dari saluran dua dengan tujuan akhir pasar dalam negeri. Hal ini terlihat pada skema tataniaga (Gambar 2), bahwa pedagang pengumpul desa selain menjual manggis ke broker sebesar 68 persen juga menjual kepada STA Rancamaya sebesar 11 persen. STA Rancamaya memiliki pemasok manggis dari berbagai daerah seperti Bogor, Sukabumi dan Padang. STA Rancamaya memasarkan manggisnya ke Hero Supermarket daerah Cibitung Bekasi. Manggis yang STA Rancamaya yang masuk ke Hero Supermarket hanya 93 persen dengan
54
harga jual sebesar Rp 11.000 per Kg dan sisa sortiran di jual kembali ke kios daerah Bogor (7%) dengan harga Rp 9.000 per Kg. Konsumen akhir pada saluran tiga adalah konsumen luar daerah dan konsumen lokal. Supermarket menjual manggisnya kepada konsumen dengan harga Rp 18.000-22.000 per Kg, sedangkan kios buah yang di daerah Bogor menjual manggisnya kepada konsumen dengan kisaran harga Rp 12.000-15.000 per Kg. Pola saluran lima merupakan pola saluran terakhir dan terpendek di lokasi penelitian. Petani langsung menjual hasil panennya kepada konsumen tanpa perantara lembaga tataniaga. Petani biasanya menjual manggis dengan dua tempat di rumah dan di warung pinggir jalan. Petani menjual manggis di rumahnya dengan harga Rp 6.000 per Kg. Konsumen ini biasanya mmbeli manggis dalam jumlah yang banyak dengan terlebih dahulu memesan sebelum panen tiba. Harga manggis yang dijula di warung pinggir jalan dengan diberi iktan gantung dijual kisaran Rp 8.000-10.000 per Kg sesuai besar kecilnya manggis. Petani yang memilih saluran ini hanya satu dari total petani yang menjadi responden. Pembeli manggis yang menjadi konsumen saluran ini adalah konsumen lokal dan merupakan langganan tiap musimnya.
6.3
Analisis Perilaku Pasar Analisis perilaku pasar dilihat bersadarkan fungsi tataniaga yang dilakukan
tiap lembaga pada masing-masing saluran tataniaga. Lembaga yang terlibat dalam tataniaga manggis di lokasi penelitian memiliki fungsi-fungsi tataniaga untuk memperlancar tataniaga manggis dari petani sampai konsumen akhir. Setiap lembaga tataniaga memiliki fungsi yang berbeda dengan lembaga lainnya. Secara umum fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga manggis di lokasi
55
penelitian terdiri atas fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas (Limbong dan Sitorus, 1987). Fungsi pertukaran meliputi fungsi pembelian dan penjualan. Fungsi fisik meliputi fungsi pengangkutan, fungsi pengemasan atau pengolahan, dan fungsi penyimpanan. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar.Pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh tiap lembaga tataniaga dalam kegiatan tataniaga manggis dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Fungsi Tataniaga pada Lembaga Tataniaga Manggis di Desa Karacak Saluran dan Lembaga Tataniaga
Fungsi-fungsi Tataniaga Fisik
Pertukaran Beli
Saluran Tataniaga 1 Petani PPK √ PPD √ Broker √ Eksportir √ Saluran Tataniaga 2 Petani PPD √ Broker √ Eksportir √ Saluran Tataniaga 3 Petani Koperasi √ Eskportir √ Saluran Tataniaga 4 Petani PPD √ STA √ Rancamaya Saluran Tataniaga 5 Petani -
Keterangan : PPK PDK √ *
Fasilitas
Jual
Angkut
Kemas
Simpan
Sortasi
Biaya
Risiko
Info Pasar
√ √ √ √
* √ √ √
√
*
√ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √
* √ √ √
√
*
√ √ √
√ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √
* √ √
√
*
√ √
√ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
* √ √
-
-
√ √
√ √
√ √ √
√ √ √
√
√
√
-
√
√
√
√
: Pedagang Pengumpul Kampung : Pedagang Pengumpul Desa : Melakukan fungsi tataniaga : Tidak melakukan fungsi tataniaga : Kadang-kadang dilakukan
Sumber : Data Primer, Diolah (2012)
56
6.3.1 a.
Fungsi Tataniaga Saluran 1 dan Saluran 2
Petani Fungsi pertukaran yang dilakukan petani kedua saluran berupa fungsi
penjualan. Petani saluran satu menjual manggisnya kepada pedagang pengumpul kampung dengan harga Rp 3.000 per Kg. Petani saluran satu menjual manggisnya dengan cara sistem tebas (borongan) sehingga fungsi fisik seperti fungsi pengangkutan dan fungsi pengemasan tidak dilakukan. Petani saluran dua menjual manggisnya langsung kepada pedagang pengumpul desa dengan harga Rp 4.000 per Kg. Sistem penjualannya ada yang menggunakan sistem tebas (borongan) dan ada yang dijual per Kg. Penentuan harga antara petani dan pedagang pengumpul baik kampung maupun desa berupa proses tawar menawar. Akan tetapi penentuan harga biasanya ditentukan oleh pedagang pengumpul, karena petani telah meminjam sejumlah uang untuk modal dan kebutuhan hidupnya. Proses penjualan manggis dengan sistem tebas yang dilakukan petani umumnya karena beberapa faktor yang dipertimbangkan petani, yaitu menghemat biaya pemanenan dan biaya pengangkutan dan mendapatkan tenaga kerja untuk memanen sulit didapatkan pada saat musim panen manggis. Fungsi pengangkutan petani di saluran dua ada yang melakukan fungsi pengangkutan dan ada yang tidak. Pengangkutan manggis yang ditanggung oleh pedagang pengumpul desa adalah petani yang penjualan manggisnya dalam jumlah banyak. Fungsi fasilitas yang dilakukan petani saluran satu dan dua berupa fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi pasar. Fungsi pembiayaan yang dilakukan petani saluran satu dan dua berupa biaya produksi, yaitu pembudidayaan manggis. Petani saluran satu mengeluarkan biaya
57
produksi sebesar Rp 1.678 per Kg dan petani saluran dua mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp 2.044 per Kg. Petani saluaran satu tidak mengeluarkan biaya pemanenan dan pengangkutan karena penjualan manggis dilakukan secara sistem tebas, sehingga biaya produksi lebih rendah dibandingkan saluran dua. Fungsi penanggungan risiko yang ditanggung petani umumnya berupa risiko kerugian akibat pengaruh cuaca, kualitas manggis buruk, dan risiko kerugian akibat perikatan. Risiko kerugian akibat perikatan ini terjadi jika petani meminjam sejumlah uang (modal) kepada pedagang pengumpul. Akibatnya, harga yang ditawarkan pedagang pengumpul cenderung lebih rendah dari harga pasar. Fungsi informasi pasar yang diterima petani di semua saluran berupa harga dari pedagang pengumpul dan sesama petani. b.
Pedagang Pengumpul Kampung Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pengumpul kampung meliputi
fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pedagang pengumpul kampung membeli manggis dari petani dan menjual kembali kepada pedagang pengumpul desa langgananya. Harga jual manggis pedagang pengumpul kampung kepada pedagang pengumpul desa sebesar Rp 4.000 per Kg. Penentuan harga ini berdasarkan tawar menawar diantara kedua lembaga tersebut. Fungsi fisik yang dilakukan lembaga ini berupa fungsi pengangkutan saja. Pengangkutan yang dilakukan adalah pengangkutan dari kebun ke tempat pedagang pengumpul kampung serta pengangkutan ke tempat pedagang pengumpul desa. Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar. Bentuk fungsi pembiayaan ini adalah pedagang pengumpul kampung memberikan pinjaman uang untuk modal
58
atau keperluan petani serta pengeluaran biaya untuk kegiatan tataniaga. Biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul kampung sebesar Rp 206 per Kg meliputi biaya pengangkutan dan bongkar muat. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi berupa kerusakan barang selama proses pengangkutan dan penangguhan hutang petani bila hasil panen tidak bisa memenuhi pinjaman modal. Kerusakan barang yang dihadapi pedagang pengumpul kampung dikonsumsi pribadi atau diolah menjadi dodol untuk konsumsi pribadi. Kerusakan barang mencapai dua sampai lima persen. Informasi pasar mengenai tingkat harga manggis diperoleh dari sesama pedagang pengumpul, baik tingkat kampung maupun desa. c.
Pedagang Pengumpul Desa Pedagang pengumpul desa melakukan fungsi pembelian dan penjualan.
Pedagang pengumpul desa membeli manggis dari petani dan kemudian dijual ke broker dengan harga Rp 9.000 per Kg. Harga yang terbentuk merupakan berasal dari proses tawar menawar kedua lembaga tersebut. Akan tetapi biasanya broker ini yang dapat menentukan harga manggis. Fungsi fisik yang dilakukan berupa fungsi pengemasan dan fungsi pengangkutan. Proses pengangkutan yang dilakukan pedagang pengumpul desa yaitu pedagang pengumpul desa menjemput barang dari tempat petani dan pedagang pengumpul kampung. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan motor dan mobil pick up. Fungsi fasilitas lembaga ini meliputi fungsi penyortiran, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar. Penyortiran yang dilakukan berupa pemilihan manggis berdasarkan ukuran dan tingkat kualitas yang bagus. Fungsi pembiayaan yang dikeluarkan berupa pemberian
59
pinjaman modal kepada petani dan pedagang pengumpul kampung serta biaya untuk kegiatan tataniaga. Biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul desa sebesar Rp 679 per Kg meliputi, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya transportasi, biaya sortasi, dan biaya keranjang untuk pengangkutan. Penanggungan risiko yang dihadapi lembaga kualitas yang diperoleh petani tidak sesuai dengan kriteria, dan risiko kerusakan barang selama pengangkutan. Strategi penanggulangan risiko yang dilakukan pedagang pengumpul desa terhadap manggis yang tidak sesuai kriteria untuk penjualan kepada broker dan STA Rancamaya dijual kembali ke pasar dengan harga Rp 2.500 per Kg. kerusakan barang saat pengangkutan sekitar dua sampai tiga persen. Selain itu, penangguhan hutang petani dan pedagang pengumpul kampung atas pinjaman modal yang tidak bisa dibayar saat musim panen tiba. Informasi pasar mengenai harga diperoleh dari sesama pedagang pengumpul tingkat desa dan broker. d.
Broker Fungsi pertukaran yang dilakukan broker meliputi fungsi pembelian dan
penjualan. Broker membeli manggis kepada pedagang pengumpul baik di wilayah Bogor maupun luar Bogor seperti Banten. Manggis yang telah dikumpulkan kemudian dijual kepada PT Elok Manggis sebagai eksportir dengan harga Rp 12.000 per Kg. Fungsi pengangkutan yang dilakukan berupa penjemputan barang ke tempat pedagang pengumpul manggis yang menjadi langganannya. Pengangkutan ke eksportir tidak dilakukan, karena pihak eksportir yang menjemput barang ke tempat broker. Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi penyortiran, pembiayaan, penanggungan risiko, dan pengetahuan informasi pasar. Sortasi manggis
60
dilakukan berdasarkan kualitas bentuk, ukuran, dan tingkat kesegaran. Sisa hasil sortasi (BS) dijual kembali ke pasar lokal dengan harga Rp 3.000-4.000 per Kg untuk mengurangi kerugian yang ditanggung broker. Fungsi pembiayaan yang dilakukan lembaga ini adalah pengeluaran biaya untuk kegiatan tataniaga dan pemberian pinjaman modal kepada pedagang pengumpul tanpa dikenakan bunga. Biaya tataniaga yang dikeluarkan sebesar Rp 228 per Kg meliputi, biaya bongkar muat, biaya transportasi dan biaya sortasi. Fungsi penanggungan risikonya adalah penanggungan kerusakan manggis saat bongkar muat dalam perjalanan dan risiko fluktuasi harga manggis. Informasi pasar yang didapat berupa informasi harga yang berasal dari pihak eksportir dan pasar. e.
Ekportir (PT Elok Manggis) Fungsi pertukaran yang dilakukan PT Elok Manggis sebagai eksportir
adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan. PT Elok Manggis membeli manggis kepada broker dan pedagang di berbagai daerah selain Bogor seperti Purwakarta, Subang, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Bali. Manggis yang dibeli merupakan manggis kelas super dengan harga Rp 12.000 per Kg. Fungsi pertukaran lainnya yaitu penjualan ke China melalui buyer asal Taiwan dengan harga fob sebesar US$ 3,50 per Kg. Fungsi fisik yang dilakukan eksportir berupa pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Pengemasan manggis dilakukan dengan keranjang yang diberi kertas, busa, dan penyegar. Fungsi pengangkutan yang dilakukan adalah menjemput manggis ke tempat broker di berbagai daerah serta pengiriman ke China, baik melalui jalur laut maupun udara. Pengiriman manggis ke China melalui udara (pesawat) dilakukan pada saat panen raya. Pengiriman tersebut dilakukan guna mempercepat
61
proses pengiriman manggis agar manggis tidak rusak, mengingat terjadi antrian panjang di pelabuhan saat panen raya. Penyimpanan manggis tidak sering dilakukan, karena ketersediaan barang sesuai dengan permintaan buyer. Adapun jika melakukan penyimpanan manggis, PT Elok Manggis menggunakan kontainer dengan mesin pendingin (cold storage). Oleh karena itu, fungsi penyimpanan kadang-kadang dilakukan. Fungsi fasilitas yang dilakukan PT Elok Manggis yaitu fungsi penyortiran dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar. Fungsi penyortiran dilakukan berdasarkan grade-grade yang telah ditetapkan. Pembagian grade manggis super terbagi atas tiga grade yaitu grade 1A dengan jumlah manggis 12 buah per Kg, 2A dengan jumlah manggis sembilan sampai sepuluh buah per Kg, dan yang terakhir 3A dengan jumlah manggis delapan buah per Kg. Fungsi pembiayaan yang dikeluarkan meliputi pemberian modal kepada pedagang atau broker yang menjadi mitra PT Elok Manggis serta pengeluaran biaya tataniaga. Biaya tataniaga yang dikeluarkan eksportir sebesar Rp 11.449 per Kg meliputi biaya bongkar muat dan penanganan manggis di gudang, biaya tenaga kerja, biaya transportasi, biaya pengapalan dan handling, biaya pengemasan dan biaya sortasi. Penangungan risiko yang dilakukan oleh eksportir ini meliputi penanggungan risiko saat pengangkutan barang, hilangnya barang saat pengiriman ke China, penanggungan kerugian akibat harga yang fluktuatif. Informasi pasar yang didapat berupa informasi harga dari buyer Taiwan.
62
6.3.2 a.
Fungsi Tataniaga Saluran 3
Petani Petani yang menjadi responden tidak banyak memilih saluran ini. Alasan
petani lain tidak menjual kepada koperasi adalah harga yang ditawarkan koperasi hampir sama dengan pedagang pengumpul lainnya dan adanya berbagai persyaratan yang dianggap menyusahkan petani. Petani yang menjadi responden menjual manggisnya kepada koperasi berjumlah empat orang. Petani yang menjual manggis kepada koperasi adalah petani yang tergabung langsung dalam koperasi tersebut. Fungsi tataniaga petani saluran ini hampir sama dengan saluran sebelumnya. Fungsi tataniaga yang dilakukan meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan petani hanya penjualan saja. Petani menjual manggisnya kepada koperasi. Fungsi fisik yang dilakukan meliputi pengangkutan saja. Fungsi pengangkutan tersebut kadang-kadang dilakukan oleh petani. Beberapa petani melakukan pengangkutan manggis dari kebun ke gudang koperasi dan beberapa petani lainya pengangkutannya ditanggung oleh koperasi. Petani yang pengangkutannya ditanggung koperasi merupakan petani yang jarak kebunya berdekatan dengan lokasi gudang koperasi serta volume yang dijualnya banyak. Biaya pengangkutan yang ditanggung petani merupakan termasuk dalam biaya pemanenan. Fungsi fasilitas yang dilakukan petani saluran empat sama dengan fungsi fasilitas saluran satu sampai saluran tiga. b.
Koperasi Fungsi tataniaga yang dilakukan koperasi meliputi fungsi pertukaran,
fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan koperasi
63
adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Koperasi membeli manggis dari petani sebesar Rp 4.000 per Kg. Koperasi menjual manggis kepada PT Agung Mustika Selaras sebagai eksportir dengan harga Rp 12.000 per Kg untuk kategori super. Sisa sortiran manggis dijual kembali ke pasar kramatjati dengan harga Rp 2.500-3.000 per Kg. Fungsi fisik yang dilakukan koperasi hanya proses pengangkutan saja. Penyimpanan dan pengemasan tidak dilakukan di lembaga ini, karena tidak adanya tempat penyimpanan dan pengemasan menggunakan keranjang dilakukan oleh pihak eksportir. Pengangkutan dilakukan dengan menjemput barang dari petani dan pedagang pengumpul, tetapi ada beberapa dari petani dan pedagang pengumpul yang mengantarkan barangnya ke tempat koperasi. Fungsi fasilitas dari koperasi meliputi kegiatan fungsi penyortiran, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi pasar. Koperasi melakukan penyortiran sebelum dijual kepada ekportir. Penyortiran manggis dipilih berdasarkan ukuran buah per kg nya 10-12 buah. Klasifikasi penyortiran meliputi buah segar, kuping buah lengkap dan tidak ada bercak. Fungsi biaya yang dikeluarkan koperasi meliputi pemeberian pinjaman modal kepada petani yang menjadi langganan koperasi dan biaya kegiatan tataniaga. Biaya tataniaga yang dikeluarkan koperasi sebesar Rp 389 per Kg meliputi biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya sortasi, dan biaya transportasi. Penanggungan risiko yang dihadapi koperasi adalah penanggungan risiko kerusakan buah saat pengangkutan, penangguhan hutang petani dan pedagang pengumpul bila modal yang dipinjamkannya tidak kembali. Kerusakan barang yang ditanggung koperasi
64
sebesar lima persen. Informasi pasar yang diperoleh berupa harga dari pihak eksportir dan kualitas barang yang diinginkan eksportir. c.
Eksportir (PT AMS) Fungsi tataniaga PT AMS meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan
fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan PT AMS adalah pembelian manggis dari koperasi KBU Al ihsan dan beberapa pedagang lainya yang bermitra dengan PT AMS sebesar Rp 12.000 per Kg. Fungsi penjualan yaitu melakukan penjualan manggis ke China dengan harga fob sebesar US$ 3,50 per Kg. Fungsi fisik PT AMS meliputi penyimpanan, pengangkutan, dan pengemasan. Penyimpanan dilakukan saat persediaan manggis di gudang melebihi permintaan untuk di ekspor. Manggis disimpan di suatu ruangan tertutup dengan dua mesin pendingin. Pengangkutan yang dilakukan PT AMS adalah penjemputan manggis dari pedagang berbagai daerah penghasil manggis baik dari Bogor, Tasikmalaya, Purwakarta, Sukabumi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, dan Bali. Selain itu, PT AMS melakukakan pengangkutan ke bandara dan pelabuhan untuk diekspor ke China. Fungsi fisik terahir yang dilakukan PT AMS adalah pengemasan. Manggis dikemas dalam keranjang plastik yang sudah diberi label, busa, dan kertas. Proses pengemasan manggis digunakan dua keranjang yang disebut koli. Satu koli berisi manggis super sebanyak 16 Kg. Total biaya pengemasan yang dikeluarkan sebesar Rp 1.459 per Kg. Fungsi fasilitas yang dilakukan PT AMS meliputi standarisasi dan grading, pembiayaan, penaggungan risiko dan informasi pasar. Fungsi standarisasi dan grading yang dilakukan adalah menyortir kembali manggis yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan grading. Penyortiran kembali dilakukan
65
untuk memisahkan manggis yang rusak akibat proses pengangkutan ke gudang eksportir. Proses grading terbagi tiga kelas grade yaitu Super 1 dengan klasifikasi buah besar, kelopak manggis lengkap dan segar, tidak ada burik di kulit manggis, Super 2 dengan klasifikasi buah besar, tingkat kemulusan pada kulit burik 30%, kelopak lengkap dan segar, dan Super 3 dengan klasifikasi buah besar dengan tingkat kemulusan mempunyai burik 50%, kelopak agak layu. Rata-rata ukuran manggis yang diekspor adalah 6-12 biji per kg nya. Biaya penanganan manggis dan grading yang dikeluarkan PT AMS sebesar Rp 125 per Kg. Fungsi pembiayaan yang dilakukan eksportir ini adalah berupa pembiayaan kegiatan petani dan pemberian pinjaman kepada mitra eksportir. Penanggungan risiko yang dihadapi PT AMS adalah rusak dan hilangnya buah manggis saat pengiriman serta pengembalian modal yang telah dipinjamkan kepada pedagang manggis. Informasi harga yang didapat PT AMS adalah informasi harga langsung dari buyer yang ada di China.
6.3.3 a.
Fungsi Tataniaga Saluran 4
Petani Petani pada saluran ini melakukan fungsi penjualanya kepada pedagang
pengumpul desa dengan harga Rp 4.000 per Kg. Penjualan yang dilakukan ada yang dengan sistem tebas (borongan) dan ada yang dijual per Kg. Penentuan harga di tingkat petani merupakan proses tawar menawar, akan tetapi pengaruh penentuan harga lebih ditentukan oleh pedagang pengumpul desa. Fungsi fisik yang dilakukan hanya berupa fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan kadangkadang dilakukan petani itu sendiri dan terkadang pedagang pengumpul desa yang menjemput ke kebun petani. Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi fungsi
66
penanggungan risiko dan fungsi informasi pasar. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi petani saluran ini hampir sama dengan ssaluran lainnya yaitu peanggungan risiko kerugian akibat cuaca, gagal panen, kualitas manggis buruk dan harga jual rendah akibat dari hutang modal kepada pedagang pengumpul. Informasi pasar berupa perkebangan harga hanya didapatkan dari pedagang pengumpul desa dan sesama petani. b.
Pedagang Pengumpul Desa Fungsi pertukaran yang dilakukan meliputi fungsi pembelian manggis dari
petani dan pedagang pengumpul kampung yang menjadi langganannya. Manggis yang telah disortir kemudian dijual kepada STA Rancamaya dengan harga Rp 8.000 per Kg. Fungsi fisik dan fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul desa di saluran ini sama dengan saluran satu dan dua. Fungsi fisik meliputi fungsi pengangkutan saja. Fungsi pengangkutan yang dilakukan selain menjemput barang dari petani juga dilakukan pengantaran barang ke lembaga STA Rancamaya. Fungsi fasilitas dari pedagang pengumpul desa meliputi fungsi sortasi, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi pasar. Fungsi sortasi yang dilakukan berupa pemilihan buah manggis berdasarkan standar yang telah diberikan oleh STA Rancamaya. Fungsi pembiayaan yang dilakukan berupa pembiayaan seluruh kegiatan tataniaga dan pemberian pinjaman kepada petani dan pedagang pengumpul kampung. Fungsi penanggungan risiko di saluran ini hampir sama dengan saluran satu dan dua yaitu kualitas manggis yang didaptkan pedagang pengumpul kampung tidak sesuai kriteria, kerusakan barang saat pengangkutan, dan penangguhan hutang dari petani dan pedagang pengumpul
67
desa. Informasi pasar berupa perkembangan harga diperoleh dari broker, STA Rancamaya, pasar dan sesama pedagang pengumpul. c.
STA Rancamaya (Statsiun Terminal Agribisnis Rancamaya) Fungsi tataniaga yang dilakukan STA Rancamaya meliputi fungsi
pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa pembelian manggis dari pedagang pengumpul dari beberapa daerah meliputi Bogor, Sukabumi, dan Padang. Harga manggis yang dibeli dari pedagang pengumpul rata-rata sebesar Rp 8.000 per Kg. Fungsi pertukaran lainya yaitu penjualan ke Hero Supermarket di Cibitung Bekasi dan kios sekitar Bogor. Harga jual manggis dari STA Rancamaya ke Hero Supermarket rata-rata dijual dengan harga Rp 11.000 per kg dan dijual ke toko-toko dengan harga Rp 9.000-10.000 per kg.
Fungsi fisik yang dilakukan STA Rancamaya berupa pengangkutan,
Penyimpanan tidak dilakukan karena tidak mempunyai tempat penyimpanan. Pengangkutan yang dilakukan yaitu mengantarkan barang ke Hero Suprmarket dan kios sekitar Bogor melalui mobil truck colt. Fungsi fasilitas yang dilakukan lembaga ini meliputi fungsi penyortiran, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi pasar. Penyortiran yang dilakukan di lembaga ini berupa ukuran dan kualitas manggis. Fungsi pembiayaan yang dilakukan berupa pemberian pinjaman modal kepada pedagang pengumpul yang menjadi langganannya. Penanggungan risiko lembaga ini berupa rusaknya manggis dalam perjalanan dan saat penanganan manggis di gudang. Informasi pasar yang diperoleh berupa informasi harga. Informasi harga diperoleh dari supermarket dan pasar
68
6.3.4
Fungsi Tataniaga Saluran 5 Fungsi pertukaran dalam fungsi tataniga petani saluran ini merupakan
fungsi penjualan saja. Petani menjual kepada konsumen langgannya dengan harga Rp 6.000 per Kg. Jika dijual di warung-warung pinggir jalan dengan dikemas harganya sebesar Rp 8.000-10.000 per Kg sesuai dengan besar dan kecilnya buah. Penentuan harga di saluran ini merupakan dari proses tawar menawar dengan pelanggan atau konsumen. Fungsi tataniaga lainnya yaitu fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi fisik yang dilakukan meliputi fungsi pengangkutan dan fungsi pengemasan. Fungsi pengangkutan dilakukan mengangkut manggis dari kebun ke rumah petani tersebut. Fungsi pengemasan dilakukan jika akan dilakukan penjualan di warung-warung pinggir jalan. Proses pengemasannya yaitu manggis diikat menggunakan tali rafia. Biaya pengemasan dan sortasi yang dikeluarkan petani saluran ini sebesar Rp 200 per Kg. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi sortasi, fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi pasar. Fungsi sortasi berupa pemilihan manggis berdasarkan ukuran dan fisik yang bagus. Fungsi pembiayaan berupa biaya produksi yaitu pembudidayaan manggis sampai panen sebesar Rp 2.044 per Kg dan biaya pengemasan serta sortasi. Fungsi penanggungan risiko yang ditanggung petani saluran ini hampir sama dengan petani di saluran sebelum-sebelumnya. Penanggungan risiko yaitu berupa risiko kerugian akibat pengaruh cuaca, kerugian kerusakan buah akibat proses pengangkutan, dan risiko kerugian akibat perikatan. Risiko kerugian akibat perikatan ini terjadi jika petani meminjam sejumlah uang kepada pedagang pengumpul. Akibatnya, harga yang ditawarkan pedagang pengumpul cenderung lebih rendah dari harga pasar. Selain itu risiko akibat menjual langsung kepada
69
konsumen adalah risiko berjualan (tidak habisnya manggis yang dijual). Fungsi informasi pasar yang diterima petani di semua saluran berupa harga dari pedagang pengumpul.
6.5
Analisis Keragaan Pasar Analisis keragaan pasar terdiri dari analisis marjin tataniaga, farmer’s
share dan rasio keuntungan dan biaya. Ketiga komponen analisis tersebut merupakan indikator untuk mengukur tingkat efisiensi tataniaga. Analisis marjin tataniaga dilakukan untuk melihat perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Nilai marjin tataniaga akan menentukan besarnya bagian harga yang diterima petani di setiap saluran tataniaga dari harga yang didapat pada tingkat konsumen akhir. Analisis farmer’s share menunjukkan perbandingan harga di tingkat petani dengan konsumen akhir. Selain sebaran marjin dan farmer’s share, analisis efisiensi tataniaga dilakukan berdasarkan pembagian yang adil bagi produsen dan lembaga tataniaga dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen. Pembagian adil dan merata tersebut dilakukan melalui pendekatan rasio keuntungan dan biaya pada setiap lembaga tataniaga termasuk petani. Analisis efisensi tataniaga pada penelitian ini dilakukan secara terpisah yaitu tujuan ekspor dan tujuan tataniaga dalam negeri. 6.4.1
Tataniaga Manggis Tujuan Luar Negeri (ekspor) Tataniaga manggis dengan tujuan luar negeri yaitu China terdapat tiga
saluran tataniaga. Saluran tataniaga tersebut adalah saluran satu, saluran dua, dan saluran tiga. Harga yang terbentuk di tingkat petani umumnya cenderung rendah untuk pasar luar negeri. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar petani yang lemah. Posisi tawar yang lemah disebabkan oleh ketergantungan petani terhadap
70
pedagang pengumpul dalam hal peminjaman dana atau modal. Petani dapat meminjam sejumlah dana kepada pedagang pengumpul dengan syarat harus menjual manggisnya kepada pedagang pengumpul tersebut. Pinjaman petani yang besar kepada pedagang pengumpul seringkali membuat harga jual petani menjadi rendah, karena pedagang pengumpul dapat menekan harga jual petani. Tidak adanya lembaga keuangan atau lembaga peminjaman yang dapat digunakan oleh petani dalam mengatasi kekurangan dana dan modal. Tidak sedikit lembaga keuangan yang tidak bersedia memberikan pinjaman kepada petani, karena risiko pertanian jauh lebih tinggi dibandingkan sektor lain. Kondisi ini membuat petani cenderung memilih untuk meminjam kepada pedagang pengumpul yang menjadi langganannya. Harga manggis di tingkat petani yang rendah akan mempengaruhi besarnya farmer’s share dan total marjin di semua saluran tujuan ekspor. Harga jual petani pada saluran satu sampai tiga sebesar Rp 3.000-4.000 per Kg, sedangkan harga yang diterima konsumen luar sebesar Rp 30.841 per Kg. Perbedaan dan selisih harga di tingkat petani dengan tingkat konsumen luar negeri yang sangat besar membuat farmer’s share kecil dan total marjin tinggi. Farmer’s share dan tota marjin tataniaga yang diperoleh pada saluran satu masing-masing sebesar 9,84 persen dan Rp 27.481 per Kg, serta saluran dua dan tiga masing-masing sebesar 13,12 persen dan Rp 26.481 per Kg. Farmer’s share terkecil terdapat pada saluran satu, karena petani saluran satu mendapatkan harga manggis lebih kecil dibandingkan saluran lainnya, yaitu Rp 3.000 per Kg. Petani saluran satu terpaksa menjual manggisnya kepada pedagang pengumpul kampung untuk menutupi kerugian yang terlalu besar dibandingkan
71
dijual langsung kepada pedagang pengumpu desa. Jika dijual kepada pedagang pengumpul kampung, petani di saluran satu tidak lagi mengeluarkan biaya pengangkutan dan panen. Hal ini akan mengurangi komponen biaya yang dikeluarkan petani karena biaya tersebut sudah ditanggung oleh pedagang pengumpul kampung. Pohon yang dimiliki petani saluran satu sedikit, sehingga hasil panen sedikit. Selain itu, jarak kebun patani dengan tempat pengumpulan pedagang pengumpul desa jauh. Hal ini menjadikan pertimbangan petani dalam menjual hasil panennya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Total marjin terbesar untuk tataniaga tujuan ekspor terdapat pada saluran satu. Hal ini karena saluran tataniaga satu merupakan saluran terpanjang diantara saluran lainnya. Total marjin pada saluran satu sebesar Rp 27.481 per Kg. Sebagian besar total marjin yang tinggi disebabkan sebaran marjin yang tinggi pada tingkat eksportir. Pada tingkat eksportir penanganan manggis lebih banyak dan kompleks, sehingga biaya yang dikeluarkan sangat besar dibandingkan lembaga tataniaga lainnya. Biaya tataniaga yang dikeluarkan eksportir meliputi pembersihan manggis, grading, pengemasan, perizinan ekspor, pengkarantinaan barang, biaya pengiriman barang melalui jalur laut dan udara (Lampiran 3). Biaya dan keuntungan merupakan faktor penentu harga jual manggis pada setiap lembaga tataniaga. Semakin tinggi biaya dan keuntungan atau keduanya, maka harga jual pun menjadi tinggi. Harga jual yang tinggi akan mempengaruhi marjin tataniaga pada tiap lembaga tataniaga. Sebaran marjin tataniaga pada sistem tataniaga tujuan ekspor dapat dilihat pada Tabel 16.
72
Tabel 16. Sebaran Marjin Tataniaga dan Farmer’s Share Tiap Saluran Tataniaga Tujuan Ekspor Uraian
1 Nilai (Rp/Kg)
Petani Harga Jual Pedagang Pengumpul Kampung Harga Beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Marjin Pedagang Pengumpul Desa Harga Beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Marjin Koperasi Harga Beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Marjin Broker Harga Beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Marjin Eksportir Harga Beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Marjin Total Marjin Farmer’s Share
3.000
Saluran Tataniaga 2 Nilai (Rp/Kg) 4.000
3 Nilai (Rp/Kg) 4.000
3.000 206 794 4.000 1.000 4.000 679 4.321 9.000 5.000
4.000 679 4.321 9.000 5.000 4.000 389 7.611 12.000 8.000
9.000 228 2.772 12.000 3.000
9.000 228 2.772 12.000 3.000
12.000 11.449 7.032 30.481 18.481 27.481 9,84
12.000 11.449 7.032 30.481 18..481 26,481 13,12
12.000 12.020 6.461 30.481 18.481 26.481 13,12
Sumber : Data Primer, Diolah (2013) Saluran satu dan saluran dua merupakan satu alur tataniaga yang sama, akan tetapi memiliki perbedaan alur tataniaga awalnya. Pada saluran dua petani langsung menjual manggis kepada pedagang pengumpul desa tanpa melalui pedagang pengumpul kampung seperti saluran pertama. Total marjin yang diperoleh saluran dua menjadi lebih kecil dibandingkan saluran satu. Total marjin saluran dua menjadi sebesar Rp 26.481 per Kg. Farmer’s share yang diperoleh saluran dua pun lebih besar dibandingkan saluran satu yaitu sebesar 13,12 persen. 73
Hal ini karena petani mendapatkan harga jual lebih tinggi dibandingkan saluran satu yaitu sebesar Rp 4.000 per Kg. Total marjin terkecil diantara ketiga saluran tersebut terdapat pada saluran dua dan tiga. Saluran dua dan tiga memiliki total marjin yang sama yaitu sebesar Rp 26.481 per Kg. Alur tataniaga saluran tiga lebih pendek dibandingkan saluran dua, tetapi total marjin yang diperoleh kedua saluran tersebut adalah sama. Hal ini karena harga di tingkat petani dan harga yang diterima konsumen kedua saluran sama yaitu masing-masing Rp 4.000 per Kg dan Rp 30.841 per Kg. Kondisi tersebut menyebabkan selisih harga yang diterima konsumen akhir dengan harga yang diterima petani menjadi sama dengan saluran dua. Faktor lain yang menyebabkan besarnya total marjin pada saluran tiga adalah besarnya marjin yang diterima lembaga koperasi. Tingginya marjin koperasi disebabkan oleh keuntungan yang diperoleh tinggi dibandingkan biaya penanganan manggis dalam kegiatan tataniaganya. Marjin tataniaga koperasi sebesar Rp 8.000 per Kg dengan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 7.611 per Kg serta biaya tataniaga sebesar Rp 389 per Kg. Selain total marjin dan farmer’s share, untuk menentukan saluran tataniaga yang efisien juga perlu dilihat sebaran rasio keuntungan dan biaya tiap saluran. Sebaran rasio keuntungan dan biaya untuk melihat pembagian keuntungan yang adil dan merata sesuai dengan pengorbanan biaya yang dikeluarkan tiap lembaga dalam kegiatan tataniaga. Sebaran rasio keuntungan dan biaya tiap saluran tujuan ekspor dapat dilihat pada Tabel 17.
74
Tabel 17.
Sebaran Rasio Keuntungan dan Biaya Tiap Saluran Tataniaga Tujuan Ekspor
Lembaga Tataniaga Petani Biaya Keuntungan Rasio B/C Pedagang Pengumpul Kampung Biaya Keuntungan Rasio B/C Pedagang Pengumpul Desa Biaya Keuntungan Rasio B/C Koperasi Biaya Keuntungan Rasio B/C Broker Biaya Keuntungan Rasio B/C Eksportir Biaya Keuntungan Rasio B/C
Saluran Tataniaga Saluran 2
Saluran 1
Saluran 3
1.678 1.322 0,79
2.044 1.956 0,96
2.044 1.956 0,96
206 794 3,85
-
-
679 4.321 6,36
679 4.321 6,36
-
-
-
389 7.611 19,54
228 2.772 12,14
228 2.772 12,14
-
11.449 7.032 0,61
11.449 7.032 0,61
12.020 6.461 0,54
Sumber : Data Primer, Diolah (2013) Tabel 17 menunjukkan bahwa ketiga saluran tujuan eksportir memiliki sebaran rasio keuntungan dan biaya yang tidak menyebar rata dan tidak adanya pembagian keuntungan yang adil antar pelaku tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya saluran satu dan dua terpusat di broker dan pedagang pegumpul desa. Hal ini karena keuntungan yang diperoleh lembaga tersebut sangat besar dibandingkan pengeluaran biaya tataniaga dalam penanganan manggisnya. Masing-masing nilai rasio keuntungan dan biaya broker dan pedagang pengumpul desa adalah 12,14 dan 6,36. Nilai 12,14 dan 6,36 artinya setiap pengorbanan biaya untuk kegiatan tataniaga manggis Rp 100 per Kg, maka broker akan mendapat keuntungan sebesar Rp 1.214 per Kg dan pedagang pengumpul sebesar Rp 636 per Kg. Tingginya keuntungan yang diperoleh broker dan pedagang pengumpul desa tidak diimbangi oleh pengorbanan biaya dan kegiatan penanganan manggis 75
yang besar. Hal ini tercermin dari fungsi tataniaga yang dilakukan broker dan pedagang pengumpul hanya melakukan fungsi pengangkutan, sortasi sementara, pengeluaran biaya tataniaga yang relatif kecil (Lampiran 3), penanggungan risiko yang kecil, dan informasi pasar yang mudah. Jika dibandingkan eksportir yang melakukan penanganan manggis cukup banyak dalam fungsi tataniaga hanya mendapatkan rasio keuntungan dan biaya sebesar 0,61. Nilai rasio tersebut artinya bahwa setiap korbanan biaya yang dikeluarkan eksportir sebesar Rp 100 per Kg hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp 61 per Kg. Biaya tataniaga yang dikeluarkan eksportir cukup besar (Rp 11.449 per Kg) dibandingkan dengan keuntunganya (Rp 7.032 per Kg). Biaya yang tinggi disebabkan adanya komponen biaya transportasi, handling dan pengapalan yang besar ke luar negeri dan pengemasan (Lampiran 3). Selain itu, penanggungan risiko yang ditanggung eksportir cukup besar, mulai dari kerugian akibat kehilangan dan rusaknya barang saat pengiriman, hambatan perdagangan yang dilewati eksportir baik dalam negeri maupun negara pengimpor manggis, serta penangguhan hutang atas pinjaman dari pelanggan eksportir yang tidak terbayarkan saat panen tiba. Kondisi ini menjadikan tidak meratanya sebaran keuntungan pada saluran satu dan dua. Saluran tiga rasio keuntungan dan biaya terpusat di lembaga koperasi. Rasio keuntungan dan biaya koperasi sebesar 19,54, artinya bahwa setiap seratus rupiah yang dikeluarkan koperasi untuk tataniaga maka koperasi mendapat keuntungan sebesar Rp 1.954. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, koperasi memiliki keuntungan terbesar di saluran tiga. Keuntungan yang diterima koperasi sebesar Rp 7.611 per Kg, sedangkan biaya tataniaga yang dikeluarkan sebesar Rp 389 per Kg. Hal ini tidak sebanding dengan keuntungan eksportir yang melakukan
76
penanganan manggis yang lebih kompleks. Keuntungan yang diterima eksportir (PT AMS) sebesar Rp 6.461 per Kg dan biaya tataniaga yang dikeluarkan sebesar Rp 12.020 per Kg. Rasio keuntungan dan biaya yang kecil selain eksportir adalah petani. Petani merupakan produsen penghasil manggis yang mendapatkan rasio kecil dibandingkan lembaga tataniaga lainnya selain eksportir. Petani di saluran tataniaga memiliki rasio keuntungan dan biaya yang relatif kecil, yaitu pada saluran satu sebesar 0,79 serta saluran dua dan tiga sebesar 0,96. Petani hanya mendapatkan keuntungan Rp 79-96 per Kg, ketika mengeluarkan korbanan biaya sebesar Rp 100 per Kg. Seharusnya petani mendapatkan prioritas keuntungan besar, karena petani yang menghasilkan manggis dengan risiko cukup besar. Risiko yang dihadapi petani adalah gagalnya panen akibat penyakit dan hama tanaman serta cuaca, ruginya biaya pemeliharaan dan fluktuasi harga manggis yang cenderug rendah. Kondisi di lapangan terlihat bahwa harga manggis di tingkat petani merupakan harga terendah dalam skema sistem tataniaga. Hal ini yang menyebabkan tingkat farmer’s share petani cenderung kecil pada sistem tataniaga manggis. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan melalui pendekatan marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya untuk saluran tujuan ekspor yang ada masih belum efisien. Jika dibandingkan antara ketiga saluran tersebut berdasarkan pendekatan efisiensi tataniaga dan keadaan di lapang, maka saluran yang efisien untuk tujuan ekspor terdapat pada saluran tiga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa saluran tiga kurang efisien dalam rasio keuntungan dan biaya, karena keuntungan terpusat pada lembaga koperasi. Akan tetapi,
77
manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya memberikan share tambahan bagi petani yang tergabung dalam koperasi melalui SHU (Sisa Hasil Usaha) di akhir pembukuan tiap tahunnya. Selain itu, petani dapat meminjam sejumlah uang tanpa harus menekan harga jual manggis kepada koperasi. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa koperasi masih belum berjalan optimal karena manajemen koperasi yang masih lemah. Hal tersebut menjadikan peran koperasi hampir sama dengan pedagang pengumpul, tetapi prinsip-prinsip koperasi masih tetap berjalan meskipun tidak optimal. Saluran tiga yang pendek membuat koperasi yang memiliki akses langsung dengan eksportir. Hal ini seharusnya memberikan peluang besar untuk dapat memberikan kesejahteraan anggota dan petani lainnya melalui peningkatan penerimaan dan harga jual manggis. Jika potensi dan manajemen koperasi dapat dapat ditingkatkan dan dimaksimalkan, maka saluran tiga menjadi saluran yang lebih efisien dibandingkan saluran satu dan saluran dua.
6.4.2
Tataniaga Manggis Tujuan Dalam Negeri Tataniaga manggis dengan tujuan dalam negeri pada penelitian ini terdapat
dua saluran, yaitu saluran empat dan saluran lima. Saluran empat melibatkan tiga lembaga tataniaga yaitu pedagang pengupul desa, Statsiun Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya, dan Hero Supermarket. Saluran lima tidak melibatkan perantara lembaga tataniaga. Petani langsung menjual kepada konsumen. Sebaran marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya tiap saluran dapat dilihat pada Tabel 18.
78
Tabel 18. Sebaran Marjin Tataniaga, Farmer’s Share, Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Saluran Tataniaga Tujuan Tataniaga Dalam Negeri Saluran Tataniaga Uraian
4 Nilai (Rp/Kg)
Petani Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual B/C Rasio Pedagang Pengumpul Desa Harga Beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Marjin B/C Rasio Stasiun Terminal Agribisnis Rancamaya Harga Beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Marjin B/C Rasio Supermarket Harga Beli Harga Jual Marjin Total Marjin Farmer’s Share
5 Nilai (Rp/Kg) 2.044 1.956 4.000 0,96
2.244 3.756 6.000 1,67
4.000 890 3.110 8.000 4.000 3,49 8.000 401 2.599 11.000 3.000 6,47 11.000 18.000 7.000 14.000 22,22%
6.000 100,00%
Sumber : Data Primer, Diolah (2013) Berdasarkan Tabel 18, total marjin yang dimiliki saluran ini sebesar Rp 14.000 per Kg. Marjin terbesar terdapat pada supermarket yaitu sebesar Rp 7.000 per Kg, sedangkan marjin tataniaga pedagang pengumpul desa dan STA Rancamaya berturut-turut sebesar Rp 4.000 per Kg dan Rp 3.000 per Kg. Tingginya marjin pada supermarket disebabkan oleh harga yang dijual kepada konsumen sangat tinggi yaitu sebesar Rp 18.000 per Kg. Harga yang tinggi karena dipengaruhi segmen pasar yang berbeda dan untuk menutupi kerugian akibat kerusakan buah saat tidak habisnya terjual. Kekuatan buah saat dipasarkan hanya
79
sekitar lima hari. Buah yang sudah lewat dari lima hari biasanya akan kering. Startegi penanggulangan kerugian tersebut biasanya supermarket menjual dengan harga murah kepada pegawai supermarket tersebut. Hal ini diupayakan untuk mengurangi kerugian yang ditanggung oleh supermarket. Risiko kerusakan buah setiap penjualan atau tidak terjualnya buah hampir mencapai 40 persen. Tingginya marjin saluran empat menyebabkan farmer’s share yang diterima petani menjadi rendah. Harga jual petani sebesar Rp 4.000 per Kg, sedangkan konsumen membeli di supermrket dengan harga Rp 18.000 per Kg, sehingga farmer’s share saluran empat sebesar 22,22 persen. Saluran lima mempunyai total marjin sebesar Rp 6.000 per Kg. Saluran ini merupakan saluran terpendek diantara saluran lainnya. Saluran lima bisa dikatakan efisien karena memiliki marjin tataniaga kecil dan besarnya marjin tataniaganya merupakan harga jual yang sebenarnya dari petani ke konsumen langsung. Hal ini berarti bahwa saluran lima tidak memiliki marjin tataniaga. Keuntungan yang dapat diambil oleh petani pun lebih besar yaitu Rp 3.756 per Kg. Biaya yang dikeluarkan petani pada saluran lima berupa biaya produksi atau biaya selama budidaya manggis sampai pasca panen serta biaya sortasi dan pengemasan. Total biaya yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp 2.244 per Kg. Farmer’s share yang diterima petani merupakan farmer’s share terbesar diantara saluran tataniaga lainnya, yaitu sebesar 100,00%. Hal ini karena petani langsung menjual manggisnya kepada konsumen tanpa melalui perantara pedagang manapun, sehingga petani mendapatkan share yang penuh dari tataniaga mangis tersebut.
80
Berdasarkan analisis dan perhitungan dari tiap saluran, saluran yang efisien terdapat pada saluran lima. Hal ini karena saluran lima memiliki total marjin terkecil dan nilai farmer’s share terbesar serta rasio keuntungan yang cukup besar dibandingkan saluran empat. Saluran lima merupakan saluran khusus yang tidak semua petani dapat memilih saluran ini. Risiko yang dihadapi petani saluran lima masih terlalu besar dibandingkan petani pada saluran empat. Risiko tersebut adalah tidak terjualnya manggis dalam waktu cepat, mengingat manggis merupakan buah yang tidak tahan lama. Hal ini karena petani belum memiliki gudang penyimpanan (cold storage). Oleh karena itu, petani harus memiliki pelanggan tetap untuk menjual manggisnya secara kontinu tiap musim. Selain risiko tersebut, kondisi finansial petani cukup sulit untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Hal ini menyebabkan petani belum bisa lepas dari ketergantungan
peran
pedagang
pengumpul
dan
lainnya
yang
mampu
menyediakan sejumlah dana.
81
VII.
7.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis Desa
Karacak termasuk kategori struktur pasar bersaing tidak sempurna. Hal ini dicirikan dari jumlah penjual lebih banyak dibandingkan pembeli, jenis komoditas yang diperdagangkan bersifat homogen, hambatan keluar masuk pasar tinggi karena dibutuhkan akses dan kerjasama dalam transaksi dan modal yang cukup besar, serta penentuan harga dan informasi pasar cenderung dikuasai oleh lembaga tataniaga. Saluran yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis terdapat dua kategori diataranya saluran yang tujuan tataniaga ekspor terdapat tiga saluran yaitu saluran satu, saluran dua, dan saluran tiga. Saluran tataniaga tujuan pemsaran dalam negeri terdapat dua saluran yaitu saluran empat dan saluran lima. Kelima pola saluran tersebut adalah : Saluran 1 : Petani Æ Pengumpul Kampung Æ Pengumpul Desa Æ Broker Æ Eksportir Æ Konsumen Luar Negeri Saluran 2 : Petani Æ Pengumpul Desa Æ Broker Æ Eksportir Æ Konsumen Luar Negeri Saluran 3 : Petani Æ Koperasi Æ Eksportir Æ Konsumen Luar Negeri Saluran 4 : Petani Æ Pengumpul Desa Æ STA Rancamaya Æ Supermarket, Pasar Æ Konsumen Dalam Negeri Saluran 5 : Petani Æ Konsumen Dalam Negeri Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan tiap lembaga tataniaga dilakukan berbeda-beda tiap salurannya sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Perilaku pasar dapat dilihat dari praktek penjualan dan pembelian, sistem pembayaran dan pembentukan harga, serta kerjasama antara lembaga. Praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan merupakan praktek pembelian dan penjualan yang
umum dilakukan. Pembentukan harga yang terjadi berdasarkan tawar menawar dan cenderung ditetapkan oleh lembaga tataniaga yang lebih tinggi tingkatannya. Kerjasama yang terjalin antar lembaga merupakan kerjasama yang sudah terjalin lama serta terdapat ikatan kekeluargaan dan ikatan kontrak, sehingga terjalin suatu hubungan yang saling percaya. Hasil kerjasama tersebut selain dalam bentuk perdagangan juga terdapat bantuan yaitu pinjaman dana atau modal. Berdasarakan analisis keragaan pasar yang meliputi analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya didapat bahwa saluran yang efisien dengan tujuan tataniaga ekspor terdapat pada saluran tiga dan tujuan tataniaga dalam negeri terdapat pada saluran lima.
7.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, beberapa saran yang dapat
diajukan untuk pengembangan dan peningkatan sistem tataniaga manggis di Desa Karacak antara lain : 1.
Memperbaiki keberadaan petani yang lebih berdaulat serta memiliki power dalam sistem tataniaga, sehingga posisi petani tidak lagi lemah dalam hal menentukan harga tawar manggis. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk asosiasi petani atau mengefektifkan kembali gapoktan yang sudah ada.
2.
Pihak bank atau suatu lembaga keuangan sebaiknya dapat lebih mempermudah dalam persyaratan dan jaminan untuk peminjaan, agar petani dapat beralih dari ketergantungan petani terhadap pedagang pengumupul dalam permasalahan dana. Hal ini agar permasalahan modal dapat teratasi tanpa petani melakukan sistem ijon kembali.
83
3.
Petani sebaiknya menjual manggis dalam bentuk olahan untuk mengatasi harga yang rendah. Olahan manggis dalam bentuk dodol dan ekstrak kulit manggis dapat meningkatkan penerimaan petani. Pemerintah juga turut membantu menyediakan teknologi untuk pengolahan manggis dan membantu menyediakan pasar untuk olahan manggis tersebut. Proses pemberian value added pada buah manggis diharapkan dapat meningkatkan harga jual baik pada saat panen raya maupun panen tiap musimnya, sehingga pendapatan yang diperoleh petani menjadi meningkat.
4.
Mengefektifkan kembali fungsi koperasi sebagai salah satu wadah petani dalam membantu tataniaga manggis. Koperasi merupakan salah satu lembaga tataniaga yang langsung berhubungan dengan eksportir. Hal ini diharapakan bisa meningkatkan share petani lebih tinggi lagi.
84
DAFTAR PUSTAKA
Asmarantaka, Ratna Winandi 2009. Tataniaga Produk-Produk Pertanian. Bunga Rampai Agribisnis Seri Tataniaga. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Buah-buahan di Indonesia Tahun 20002010. Badan Pusat Statitik. Jakarta. Cahyono B dan Juanda D. 2000. Manggis: Budidaya dan Analisi Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. Departemen Pertanian. 2007. Profit Manggis di Indonesia. Deptan. Jakarta. Direktorat Budidya Tanaman Buah. 2008. Struktrisasi Rantai Pasokan Manggis (Potret Rantai Pasokan Manggis). Jakarta. Direktorat Jendral Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikulutura Berdasarkan Harga Konstan Menurut Kelompok Komoditas Tahun 2006-2010. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta. _____________________________. 2011. Perkembangan Volume Ekspor (Kg) dan Nilai Ekspor (US$) Buah Nasional 2007-2010. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta. Herawati. 2012. Analisis Tataniaga Nenas Palembang (Kasus Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan). Skripsi. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hukama, L.A. 2003. Analisis Tataniaga Jambu Mete : Studi Kasus Kabupaten Buton dan Muna. Tesis. Program Pascasarana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kohls dan Uhl. 2002. Marketing of Agricultural Products. Ninth Edition. Prentice Hall, New Jersey. Kotler P. 1997. Manajemen Tataniaga Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol Edisi 9 Jilid 1. Prentice-Hall Inc. New Jersey. sLimbong WH dan Sitorus P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mubyarto.1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian. Pendidikan dan Pengembangan Ekonomi Pertanian dan Sosial. Yogyakarta. Pakpahan M. 2006. Analisis Sistem Tataniaga Manggis (Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa Purwakarta, dan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahadi F, Indiryani Y.N, Haryanto, dan Aji E.R. 2007. Agribisnis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta Rahim A dan Hastuti D.R.D. 2008. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. Rahmaniah, Desi Sayyidati. 2012. TRUBUS Edisi XLIII halaman 104-105. PT Trubus Swadaya. Depok. Rahmawati, Enung. 1999. Analisis Saluran Pemasaran Manggis (studi Kasus Desa Puspahiang, Kecamatan Salaw, Kabupaten Taskmalaya, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Redaksi AgroMedia. 2009. Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Jakarta. PT Agromedia Pustaka Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT RajaGrafindo Persada. Jakata. Rosiana. 2012. Sistem Pemasarn Gula Tebu (Cane Sugar) dengan Pendekatan Structure, Conduct, Performance (SCP) Kasus : Perusahaan Perseoran
86
(Persero) PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bungamayang. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Untung O. 2011. 8 Abad Jadi Obat. TRUBUS No. 504 Edisi November 2011/XLII. PT Trubus Swadaya. Depok. Wiguna I .2011. Kulit Manggis Andalan Terkini. TRUBUS No. 505 Edisi Desember 2011/XLII halaman 11-15. Depok. PT Trubus Swadaya.
87
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Daya Saing dan Efisiensi Tataniaga Manggis DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680
KUISIONER PENELITIAN UNTUK PETANI Tanggal Wawancara : No. Responden
:
Nama / HP
:
Alamat
:
Kuisioner ini digunakan untuk penelitian Analisis Daya Saing dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis : Studi Kasus Di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor oleh Abdul Aziz, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaanya Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengisi kuisionerini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat dijadikan data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/I. Atas perhatianya, saya ucapakan terimakasih. *) Coret yang tidak perlu I. Deskripsi Responden 1. Jenis Kelamin : L / P* 2. Umur
:....................... tahun
3. Pendidikan terakhir
:...................................................................................
4. Pekerjaan Utama
:..................................................................................
5. Pekerjaan Sampingan
: .................................................................................
6. Luas lahan yang diusahakan : ............................. Ha 7. Status pengusahaan lahan
: pemilik/ penggarap/..........................................*
8. Pola bertanam : monokultur/ tumpang sari dengan ....................................... * 9. Sumber modal usahatani
: sendiri/ pinjam ke bank/ lainnya (...................)*
II. Kegiatan Produksi Usahatani 1. Penggunaan Input Usahatani Uraian Satuan Jumlah fisik Benih Kg Pupuk kandang Kg Urea Kg TSP Kg Lainnya pestisida: Kg
Harga per satuan
Nilai total (Rp)
2. Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani (jika ada) Waktu Jumlah Status No. Kegiatan penyelesaian (orang) Pekerjaan* (hari) 1. Pengolahan Lahan 2. Penanaman 3. Pemupukan 4. Pengairan 5. Pemangkasan 6. Penyiangan Gulma 7. Penyemprotan 8. Panen *) : Isikan 1 atau 2, atau 1 dan 2 (1) anggota Keluarga (2) Non anggoa keluarga 3. Peralatan yang Digunakan dalam Usahatani Jumlah No. Jenis Alat Harga Beli (Rp) (buah) 1. Cangkul 2. Semprotan 3. 4. 5. 6. 4. Pengeluaran Lainnya No. Jenis Pengeluaran 1. Pajak 2. Sewa Lahan/........................ 3. 4.
Tahun Pembelian
Keterangan
Upah/ hari (Rp)
Bisa dipakai berapa lama
Jumlah (Rp)
89
III. Kegiatan Tataniaga/ Penjualan 1. Hasil panen selanjutnya : Dijual langsung / disimpan * 2. Penjualan hasil panen : Lembaga Tataniaga
Jumlah Penjualan (Kg)
Harga jual (Rp/Kg)
Sistem Pembayaran
Pasar Yang dituju
3. Apakah terdapat keterikatan dengan lembaga tersebut dalam penjualan hasil panen? Jika Ya, dalam hal apa? 4. Bagaimana menentukan harga jual? ........................................................................................................................... 5. Darimana informasi harga diperoleh ? 6. Sebelum dijual apakah dilakukan kegiatan penyortiran : Ya / Tidak * 7. Apakah Anda memberikan nilai tambah pada komoditi yang dijual ? ........................................................................................................................... 8. Apakah lembaga tataniaga yang menerima hasil panen dari Anda menerapkan suatu standarisasi? Sebutkan : ......................................................................................................... 9. Apakah anda melakukan kegiatan penyimpanan? Jika Ya, a. Jumlah komoditi yang disimpan ............................................... Kg b. Lokasi Penyimpanan ................................................................. c. Lama Penyimpanan ................................................................... d. Cara Penyimpanan ..................................................................... 10. Adakah kerjasama antar petani dengan pedagang atau pihak lain? Jika Ya, a. Dengan Siapa .......................................................................... b. Kerjasama yang dilakukan dalam hal ........................................ c. Sudah berapa lama kerjasama dilakukan ................................... 11. Sumber modal dalam kegiatan tataniaga: Modal sendiri/ mendapat bantuan* a. Besarnya modal :
.......................................................................... 90
b. Jika mendapat bantuan dari mana .......................................................... c. Dalam bentuk ................................................................ denganjangka waktu ………………….. tahun d. Apakah terdapat keterkaitan dengan pemilik modal? (Ya / Tidak)* e. Jika Ya, apakah petani harus menjual hasil panen ke lembaga tersebut? 12. Apakah Anda mendapatkan bantuan langsung dari pemerinah?(YA / TIDAK) Jika iya, dalam bentuk apa bantuan tersebut? ........................................................................................................................... 13. Biaya tataniaga Lainnya yang dikeluarkan : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Kegiatan Pengangkutan/ transportasi Pengemasan Penyimpanan Bongkar muat Sortasi Panen
Biaya (Rp/Kg)
91
Lampiran 2. Kuisioner untuk Lembaga Tataniaga DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680
KUISIONER PENELITIAN UNTUK LEMBAGA TATANIAGA Tanggal Wawancara : No. Responden
:
Nama /HP
:
Alamat
:
Kuisioner ini digunakan untuk penelitian Analisis Daya Saing dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis : Studi Kasus Di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor oleh Abdul Aziz, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaanya Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengisi kuisionerini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat dijadikan data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/I. Atas perhatianya, saya ucapakan terimakasih.
*) Coret yang tidak perlu I. Deskripsi Pedagang 1. Jenis Kelamin
: L / P*
2. Pendidikan terakhir
:...................................................................................
3. Klasifikasi Pedagang : (1) Pengumpul desa
(3) Pedagang besar
(2) Pengumpul Kecamatan (4) Pedagang kabupaten (5) lainya ................................................................... 4. Nama Lembaga
: .................................................................................
5. Bentuk Lembaga
: (1) Perorangan (2) Koperasi
(3) Firma/CV (4) Lainnya ..........................
6. Tahun mulai beroperasi :.................................................................................. 7. Apakah Anda mempunyai tempat tersendiri untuk menjual (co. Kios)? Sebutkan : .......................................................................................................... 8. Jumlah Pegawai Tetap Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
Status Pekerjaan* Upah/bulan (Rp)
*) : (1) Anggota Keluarga (2) Non Anggota Keluarga 92
II. Kegiatan Pembelian 1. Apakah Anda melakukan pembelian? Nama Lembaga Volume Penjual (Kg)
Harga Beli (Rp/Kg)
Sistem Pembayaran
2. Bagaimana sifat pembelian produk yang dilakukan? (Borongan / Per Kg)* 3. Tata cara pembelian No Uaraian
Kegiatan pembelian 2 3
1 4 Cara pembelian a. Bebas b. Kontrak 2* Cara Pembayaran (%) a. Tunai b. Dibayar dimuka c. Dibayar sebagaian 3. Cara Penyerahan barang a. Di tempat pembeli b. Di tempat penjual 4 Cara Penentuan harga a. Ditentukan petani b. Ditentukan pedagang c. Ditentukan pemerintah 5* Alasan membeli pada sumber 6* Cara perolehan informasi harga Keterangan *): No. 5 : a. Harga lebih murah c. Lokasi mudah dijangkau b. Barang lebih bagus d. Langganan e. Lainnya ..................................................................................................... No.6: a. Sesama Pedagang c. Kelompok tani b. Media Massa d. Langganan 1
4. Berapa jumlah petani yang menjadi langganan Anda saat ini? 5. Kaitan mutu dan Harga a. Apakah ada perbedaan mutu barang yang dibeli? (Ya / Tidak)* b. Jika Ya, Apakah ada perbedaan harga berdasarkan mutu? (Ya / Tidak)* c. Jika Ya, dalam hal apa? .............................................................................. 6. Apakah Anda membeli komoditas lain selain manggis?
93
Jika Ya, sebutkan
...................................................................................
III. Kegiatan Penjualan 1. Apakah Anda melakukan kegiatan penjualan? Nama Lembaga Volume Harga Jual Sistem Tataniaga (Kg) (Rp/ Kg) Pembayaran
Pasar yang Dituju
2. Apakah Anda menjual jenis komoditi lain? Jika Ya, sebutkan
...................................................................................
3. Tatacara penjualan No Uaraian 1
Kegiatan pembelian 2 3
4
1
Cara penjualan c. Bebas d. Kontrak 2* Cara Pembayaran (%) d. Tunai e. Dibayar dimuka f. Dibayar sebagaian 3. Cara Penyerahan barang c. Di tempat pembeli d. Di tempat penjual 4 Cara Penentuan harga d. Ditentukan petani e. Ditentukan pedagang f. Ditentukan pemerintah 5* Alasan menjual 6* Cara perolehan informasi harga Keterangan *): No. 5 : a. Harga lebih murah c. Lokasi mudah dijangkau b. Barang lebih bagus d. Langganan e. Lainnya No.6: a.Sesama Pedagang c. Kelompok tani b. Media Massa d. Langganan 4. Berapa waktu yang dibutuhkan sampai produksi terjual habis? 5. Apakah Anda melakukan kegiatan penyimpan ? Jika disimpan : a. Jumlah komoditi yang disimpan...................................Kg b. Lokasi Penyimpanan ........................................................ c. Lama Penyimpanan .......................................................... 94
6. Apakah Anda menerapkan suatu standarisasi? Jika Ya, sebutkan ........................................................................................... 7. Apakah Anda menanggung risiko dari kegiatan penjualan? Sebutkan : ...................................................................................................... 8. Bagaimanakan menentukan harga jual? 9. Bagaimana Informasi mengenai harga diperoleh? 10. Apakah Ada hambatan masuk pasar? 11. Apakah Anda memberikan bantuan kredit kepada petani/pedagang lain? Jika Ya, dalam bentuk .................................................................................... dengan jangka waktu ………………………….. tahun. 12. Sumber modal : Modal Sendiri/ Mendapat bantuan * a. Besarnya modal = Rp ............................................................................... b. Jika mendapat bantuan dalm bentuk ........................................................ dengan jangka waktu ………………… tahun.
IV. Biaya Tataniaga lainnya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Jenis Kegiatan
Biaya (Rp/Kg)
Tenaga Kerja Pengangkutan/ transportasi Pengemasan Retribusi Penyimpanan Penyusutan Bongkar muat Sortasi .................................................................................................................... .................................................................................................................... .................................................................................................................... ....................................................................................................................
95
Lampiran 3. Biaya Tataniaga Persaluran Tataniaga Desa Karacak Saluran 1 Lembaga Tataniaga Petani
Komponen Biaya Biaya Produksi
Pedagang Kampung Pedagang Desa
Suplier
Eksportir
Jumlah Pengumpul Biaya Pengangkutan + Bongkar Muat Jumlah Pengumpul Biaya Pengangkutan + Bongkar Muat Biaya Transportasi Biaya Sortasi Biaya Keranjang Jumlah Bongkar Muat Biaya Transportasi Biaya Sortasi Biaya Keranjang Jumlah Biaya Bongkar Muat dan Penanganan Manggis Biaya Tenaga Kerja Staff Biaya Transportasi Baya Sortasi Biaya Pengemasan Biaya Pengapalan dan Handling Jumlah Total Biaya Tataniaga
Biaya Tataniaga (Rp/Kg) 1.678 1.678 206 206 35 457 7 180 679 35 165 23 5 228 140 200 402 200 563 9.944 11.449 12.334
96
Saluran 2 Lembaga Tataniaga Petani
Komponen Biaya Biaya Produksi Jumlah
Pedagang Desa
Suplier
Eksportir
Pengumpul Biaya Pengangkutan + Bongkar Muat Biaya Transportasi Biaya Sortasi Biaya Keranjang Jumlah Bongkar Muat Biaya Transportasi Biaya Sortasi Biaya Kernjang Jumlah Biaya Bongkar Muat dan Penanganan Manggis Biaya Tenaga Kerja Staff Biaya Transportasi Baya Sortasi Biaya Pengemasan Biaya Pengapalan dan Handling Jumlah Total Biaya Tataniaga
Biaya Tataniaga (Rp/Kg) 2.044 2.044 35 457 7 180 679 35 165 23 5 228 140 200 402 200 563 9.944 11.449 12.128
Saluran 3 Lembaga Tataniaga Petani
Komponen Biaya -
Koperasi
Eksportir
Jumlah Biaya Pengangkutan + Bongkar Muat Biaya Transportasi Biaya Sortasi Jumlah Biaya Tenaga Kerja Biaya Bongkar Muat dan Penanganan manggis Biaya Transportasi Biaya Sortasi Biaya Pengemasan Biaya Pengapalan dan Handling Jumlah Total Biaya Tataniaga
Biaya Tataniaga (Rp/Kg) 75 115 200 389 141 125 1.461 125 1.459 8.709 12.020 12.409 97
Saluran 4 Lembaga Tataniaga Petani
Komponen Biaya Biaya Produksi
Jumlah Pedagang Pengumpul Biaya Pengangkutan + Bongkar Desa Muat Biaya Transportasi Biaya Sortasi Biaya Keranjang Jumlah STA Rancamaya Bongkar Muat Biaya Transportasi Biaya Sortasi Biaya Pengemasan Jumlah Total Biaya Tataniaga
Biaya Tataniaga (Rp/Kg) 2.044 2.044 35 632 7 216 890 223 100 37 41 401 1.292
Saluran 5 Lembaga Tataniaga Petani
Komponen Biaya
Biaya Produksi Biaya sortasi dan pengemasan Total Biaya Tataniaga Sumber : Data Primer, Diolah (2012)
Biaya Tataniaga (Rp/Kg) 2.044 200 2.244
98
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Abdul Aziz lahir pada tanggal 3 Juni 1990 di Bekasi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Saefudin dan Ibu Suparti. Penulis memulai pendidikan dasar pada tahun 1996 di SD Negeri Kertasari 04 dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Pebayuran yang lulus pada tahun 2005 dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Karawang dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB dengan mayor Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dan mengambil minorArsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan selama menjadi mahasiswa. Penulis aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) sebagai staf Departemen Pengabdian Masyarakat dan juga tergabung dalam Center of Entrepreneurship Development for Youth (Century Partner), Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis aktif dalam Resource
and
Environmental
Economic
Student
Association
(REESA),
Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai staf Study and Research Development dan Organisasi Mahasiswa Daerah Asal (OMDA) Panantayuda Karawang sebagai ketua tahun 2010-2011. Kepanitiaan yang pernah diikuti oleh penulis antara lain ketua divisi PDD dalam kegiatan GREENATION III BEM FEM tahun 2010, ketua divisi humas dalam kegiatan bina desa BEM FEM tahun 2010, ketua pelaksana dalam kegiatan sekolah BALISTIS BEM FEM tahun 2010, panitia kajian INSERT (Informasi Seputar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Terkini) REESA 2011 dan sebagai anggota pejuang lingkungan, Kementerian Sosial dan Lingkungan Masyarakat, BEM KM IPB 2011 dan berbagai acara kepanitian lainnya.
99