ANALISIS TATANIAGA KOMODITI KELAPA KOPYOR (Studi Kasus: di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah)
Oleh : NILA VINIFERA A08400032
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN NILA VINIFERA. Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor (Studi Kasus di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah). Di bawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO. Kelapa kopyor merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi. The Delights of Indonesia Fruit adalah sebutan buah kelapa kopyor yang dicirikan oleh daging buah dengan tekstur gembur serta rasa yang gurih. Selain itu juga kelapa jenis ini mempunyai bentuk fisik berbalut sabut tebal dan berkulit batok keras. Rasanya yang khas mampu bersaing dengan komoditas buah-buahan lainnya, sehingga komoditas kelapa kopyor ini mampu menjadi komoditas ekspor yang bisa diandalkan. Sistem pemasaran buah kelapa kopyor belum dapat memberikan porsi pendapatan secara proporsional terhadap pelaku ekonominya. Mekanisme kerjasama antar lembaga-lembaga pemasaran yang ada cenderung menempatkan petani pada posisi yang kurang menguntungkan, karena kurangnya informasi pasar yang menyebabkan lemahnya posisi petani dalam rantai pemasaran. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang akan dikemukan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah saluran tataniaga pada komoditi buah kelapa kopyor, (2) Bagaimanakah struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi di lokasi penelitian, (3) Apakah sistem tataniaga komoditi ini mampu meningkatkan pendapatan petani (farmer’s Share) berdasarkan saluran, fungsi- fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar serta sebaran marginnya. Penelitian dilaksanakan di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Te ngah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2004. Metode penelitian yang digunakan adalah penelusuran saluran pemasaran, dimulai dari petani, pedagang pengumpul I tingkat desa, pedagang pengumpul II tingkat kecamatan, pedagang besar tingkat kawedanan sampai dengan pedagang pengecer di kota Pati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran dan fungsi- fungsi pemasaran serta struktur dan perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk analisis margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Saluran pemasaran yang terdapat di Desa Ngagel terdiri dari tiga saluran pemasaran yaitu saluran pemasaran 1 (Petani -Pedagang Pengumpul I -Pedagang Besar -Pedagang Pengecer –Konsumen), saluran pemasaran 2 (Petani -Pedagang Pengumpul I -Pedagang Pengumpul II -Pedagang Besar -Pedagang Pengecer konsumen), saluran pemasaran 3 (Petani -Pedagang Pengumpul II -Pedagang Besar -Pedagang Pengecer –konsumen). Saluran pemasaran dua merupakan saluran pemasaran kelapa kopyor terpanjang dan paling banyak digunakan oleh petani yaitu sebanyak 11 orang petani (36,67 persen dari total petani responden). Alasan petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul I di tingkat desa karena petani tidak perlu melakukan kegiatan panen dan perbedaan keuntungan yang tidak terlalu besar dibandingkan jika petani menjual sendiri hasil panennya ke pasar. Pada saluran
pemasaran tiga, petani melakukan penjualan ke pedagang pengumpul II di tingkat kecamatan. Petani yang menggunakan saluran pemasaran tiga sebanyak 36,67 persen dari total petani responden. Petani ini bertemu dengan pedagang pengumpul II berlangsung di pasar tradisional lokal, yaitu Pasar Ngagel dan Pasar Tayu. Fungsi pemasaran yang dilakukan petani kelapa kopyor yaitu fungsi pertukaran berupa kegiatan penjualan baik kepada pedagang pengumpul I, maupun pedagang pengumpul II. Fungsi fisik dilakukan apabila petani menjual langsung ke pasar yaitu fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan dan fungsi penyimpanan. Sedangkan fungsi fasilitas berupa kegiatan sortasi, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar, dengan memperhatikan perkembangan harga di setiap pasar. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul I antara lain fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan ke tempat pedagang besar atau pengumpul II, fungsi pembiayaan yaitu penyediaan modal untuk melakukan pembayaran tunai kepada petani, dan fungsi informasi pasar. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul II dan pedagang besar yaitu fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan, fungsi pembiayaan, fungsi penyimpanan, fungsi penanggungan resiko, dan fungsi informasi pasar. Sedangkan pengecer melakukan fungsi pembelian dari pedagang besar, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi pembiayaan, fungsi penyimpanan, fungsi penanggungan resiko seperti kerusakan produk, dan fungsi informasi pasar. Struktur pasar yang dihadapi petani kelapa kopyor di Desa Ngagel cenderung mengarah ke pasar persaingan sempurna. Hal ini dilihat dari jumlah petani responden sebanyak 30 orang dengan jumlah pedagang sebanyak 11 orang yang terlibat sebagai lembaga pemasaran. Petani juga tidak dapat mempengaruhi harga yang berlaku di pasar, dan para lembaga pemasaran bebas keluar masuk pasar. Sumber informasi tentang harga berasal dari sesama petani dan pedagang. Penentuan harga dilakukan oleh pihak pedagang berdasarkan harga yang berlaku dipasar atau dengan kata lain mereka menjual berdasarkan harga pasar yang sudah diketahui dari pedagang lain. Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap praktek penjualan dan pembelian antar lembaga pemasaran yang telah terjalin kerjasama yang cukup baik. Penentuan harga antara petani dengan pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II berdasarkan tawar- menawar dan penentuan sepihak dari pedagang, petani sebagai penerima harga (price taker). Harga yang terjadi berdasarkan mekanisme pasar. Sistem pembayaran yang terjadi adalah sistem pembayaran tunai, sistem panjer, dan sistem pembayaran kemudian. Kerjasama antara petani dan lembaga pemasaran umumnya sudah berlangsung cukup lama, sehingga sudah terjalin hubungan baik dan rasa saling percaya. Hasil perhitungan margin pemasaran, pola saluran pemasaran 3 memiliki margin paling kecil diantara ketiga saluran yang terbentuk pada komoditi ini, yaitu sebesar Rp 7.185,97 per butir, sekaligus memiliki total biaya pemasaran paling kecil sebesar Rp 3.766,12 per butir. Rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi pada pemasaran kelapa kopyor ini terdapat pada saluran pemasaran 3 yaitu sebesar 1,20. Rasio 1,20 berarti untuk setiap Rp 100 per butir biaya
pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 120 per butir kelapa kopyor. Sedangkan bagian terbesar yang diterima petani kelapa kopyor juga berada pada saluran pemasaran 3 yaitu sebesar 45,49 persen. Prioritas yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan petani, maka alternatif saluran yang digunakan adalah saluran pemasaran 3. Farmer’s Share atau bagian yang diterima petani pada saluran pemasaran 3 lebih tinggi dari ketiga saluran pemasaran yang terbentuk pada tataniaga komoditi kelapa kopyor ini. maka saluran pemasaran 3 dapat dijadikan alternatif pilihan saluran pemasaran bagi petani jika ingin me ningkatkan pendapatannya.
ANALISIS TATANIAGA KOMODITI KELAPA KOPYOR (Studi Kasus: di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : NILA VINIFERA A08400032
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor (Studi Kasus : di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah) Nama
: Nila Vinifera
NRP
: A08400032
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K. Wagiono, MEc. NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus : 28 September 2006
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS TATANIAGA KOMODITI KELAPA KOPYOR (STUDI KASUS: DI DESA NGAGEL, KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH) ” ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, September 2006
Nila Vinifera A08400032
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pati, Jawa Tengah, 3 Juli 1982 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan H. Ir. Pranowo Suyitno dan Hj. Endang Kusrini. Penulis mengawali pendidikan di Tk Pamardi Rahayu PG. Pakis Baru pada tahun 1987 dan pada tahun 1988 melanjutkan pendidikan ke SDN Ngemplak Lor. Pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri I Tayu dan tamat pada tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri I Tayu-Pati dan tamat pada tahun 2000. Pada tahun 2000, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Fakultas Pertanian, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Semasa kuliah penulis menjadi anggota paduan suara Institut Pertanian Bogor “AgriaSwara”.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor dengan Studi Kasus di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi pada tataniaga kelapa kopyor di Kecamatan Dukuhseti serta untuk menganalisis saluran pemasaran kelapa kopyor sehingga dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat meningkatkan bagian yang diterima petani (farmer’s Share). Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas saran-saran dan masukannya, serta kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
Bogor, September 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada banyak pihak yang telah membantu penulis selama ini : 1. Ibuku yang dengan penuh kesabaran mendidik penulis dengan kasih sayang dan senantiasa mendukung penulis serta tak henti- hentinya selalu berdoa demi kesuksesan penulis dengan penuh ketulusan. Almarhum Bapak dengan segala kenangan, motivasi, serta semangatnya. 2. Ibu Ir. Yayah K Wagio no, M.Ec, selaku dosen pembimbing atas arahan, masukan dan bimbingannya demi kesempurnaan skripsi ini, serta sebagai moderator dalam seminar. 3. Bapak Amzul Rifin, SP, MA, selaku dosen penguji utama atas segala saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Bapak A. Faroby Falatehan, SP, ME, selaku dosen penguji komisi pendidikan atas berbagai perbaikan dalam penulisan skripsi. 5. Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen pembimbing akademik atas arahannya selama penulis menuntut ilmu di IPB. 6. Teman-teman EPS 37 terima kasih atas kerjasamanya selama ini. 7. Semua sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dan semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ............................................................................................................................... vii i
I.
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah........................................................................................ 4 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................................ 7 1.4. Kegunaan Penelitian....................................................................................... 7 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 8 2.1. Kelapa Kopyor ............................................................................................... 8 2.2. Hasil Penelitian Tentang Pemasaran ............................................................. 10
III. KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................... 15 Kerangka Pemikiran Teoritis .......................................................................... 15 3.1.1. Sistem Tataniaga .................................................................................. 15 3.1.2. Fungsi-Fungsi Tataniaga ..................................................................... 16 3.1.3. Lembaga dan Saluran Pemasaran ........................................................ 18 3.1.4. Struktur dan Perilaku Pasar ................................................................. 20 3.1.4.a. Struktur Pasar .......................................................................... 20 3.1.4.b. Perilaku Pasar ......................................................................... 22 3.1.5. Margin Tataniaga ................................................................................ 23 3.1.6. Farmer’s Share .................................................................................... 26 Kerangka Pemikiran Penelitian....................................................................... 27
IV. METODE PENELITIAN .............................................................................. 29 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................... 29 Metode Pengumpulan Data ............................................................................. 29 Metode Penarikan Contoh............................................................................... 29 Analisis Tataniaga Kelapa Kopyor ................................................................. 30 Analisis Saluran dan Lembaga Pemasaran...................................................... 30 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ............................................................... 31 Analisis Margin Tataniaga .............................................................................. 31 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ............................................................ 32 Analisis Farmer’s Share ................................................................................. 33 4.5. Definisi Operasional....................................................................................... 33
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................ 35 Karakteristik Wilayah .................................................................................... 35 Karakteristik Petani Responden ...................................................................... 37 Karakteristik Pedagang Responden................................................................. 39 Gambaran Umum Usahatani Kelapa Kopyor................................................ 40
VI. ANALISIS TATANIAGA KELAPA KOPYOR ......................................... 45 Sistem Tataniaga ............................................................................................. 45 Saluran Pemasaran..........................................................................................48 Saluran Pemasaran 1 ...................................................................................... 48 Saluran Pemasaran 2 ....................................................................................... 49 Saluran Pemasaran 3 ....................................................................................... 50 Fungsi-Fungsi Pemasaran pada Setiap Lembaga Pemasaran ......................... 51 Petani ............................................................................................................... 52 Pedagang Pengumpul I .................................................................................... 53 Pedagang Pengumpul II .................................................................................. 53 Pedagang Besar ............................................................................................... 54 Pedagang Pengecer ......................................................................................... 55 Analisis Struktur Pasar ................................................................................... 56 Jumlah Penjual dan Pembeli ........................................................................... 56
Kondisi Keluar Masuk Pasar........................................................................... 57 Jenis dan Keadaan Produk Kelapa Kopyor ..................................................... 57 Sumber Informasi............................................................................................ 58 Analisis Perilaku Pasar ................................................................................... 60 Praktek Pembelian dan Penjualan ................................................................... 60 Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran...................................................... 61 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ............................................................. 63 Analisis Margin Tataniaga .............................................................................. 64 Farmer’s Share ............................................................................................... 67 Rasio Keuntungan dan Biaya .......................................................................... 67 Alternatif Saluran Pemasaran.......................................................................... 71
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 72 Kesimpulan...................................................................................................... 72 Saran ................................................................................................................ 74 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75 LAMPIRAN .......................................................................................................... 78
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
Tabel 1.
Luas Areal dan Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2000 – 2004...................................................................
2
Tabel 2.
Luas Tanam dan Jumlah Produksi Kelapa Kopyor per Kecamatan di Kabupaten Pati Tahun 2001-2004.........
3
Tabel 3.
Karakteristik Struktur Pasar Menurut Schoell and Joseph, 1990..................................................................
21
Tabel 4.
Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Ngagel Menurut Data Monografi Desa Ngagel Tahun 2003....
36
Tabel 5.
Stuktur Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Desa Ngagel, Kecamatan Duk uhseti, Kabupaten Pati. ..............................................................................................
37
Tabel 6.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati................................................................................
37
Tabel 7.
Karakteristik Petani Responden Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati........................
38
Tabel 8.
Karakteristik Pedagang Responden Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati............................................
40
Tabel 9.
Fungsi-Fungsi Pemasaran yang Dilaksanakan oleh Lembaga-Lembaga Pemasaran Kelapa Kopyor di Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati.........................
51
Tabel 10.
Margin Pemasaran Kelapa Kopyor untuk Saluran Pemasaran 1, 2 dan 3 di Desa Ngagel………………...
66
Tabel 11.
Farmer’s Share pada Saluran Pemasaran Kelapa Kopyor di Desa Ngagel.................................................
67
Tabel 12.
Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Pemasaran Kelapa Kopyor di Desa Ngagel……............................
68
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
Gambar 1.
Jalur Distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian ..........
19
Gambar 2.
Hubungan antara Margin Tataniaga dan Nilai Margin Tataniaga Menurut Dahl dan Hammond, 1977..............................................................................
24
Gambar 3.
Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Efisiensi Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor ...........................
29
Gambar 4.
Skema Saluran Tataniaga Kelapa Kopyor di Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati........................
45
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
Lampiran 1.
Laporan Harga Pasar Komoditas Kelapa Kopyor di Kabupaten Pati Tahun 2003/2004................................
77
Lampiran 2.
Biaya Pemasaran Kelapa Kopyor yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran Pemasaran 1..................................................................
79
Lampiran 3.
Biaya Pemasaran Kelapa Kopyor yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran Pemasaran 2..................................................................
80
Lampiran 4.
Biaya Pemasaran Kelapa Kopyor yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran Pemasaran 3..................................................................
81
Lampiran 5.
Karakteristik Responden Petani ..................................
82
Lampiran 6.
Peta Wilayah Kabupaten Pati, Jawa Tengah ...............
86
Lampiran 7.
Peta Wilayah Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah ……………………….
87
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Komoditi kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan dan tanaman industri yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tanaman ini berasal dari daerah beriklim tropis dan tumbuh di daerah pantai yang datar sampai daerah pegunungan. Kelapa terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang menghasilkan 5.276.000 ton (sekitar 82 persen) produksi dunia dengan luas 8.875.000 ha (1984) yang meliputi 12 negara, termasuk Indonesia. Pada tahun 1990, Indonesia adalah negara perkelapaan terluas (3.334.000 ha) yang tersebar di Riau, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Jambi, Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi, NTT, dan Maluku. 1 Kelapa (Cocos nucifera) termasuk familia Palmae dibagi menjadi dua jenis, yaitu kelapa dalam dan kelapa hibrida. Menurut genotype-nya, tanaman kelapa dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : kelapa dalam (tall variety), kelapa genjah (dwarf variety), kelapa hasil persilangan (kelapa hibrida), dan kelapa abnormal (kelapa kopyor). Produksi kelapa di Indonesia dihasilkan tiga tipe pengusahaan, yaitu perkebunan rakyat, Perkebunan Besar Negara (PBN), maupun Perkebunan Besar Swasta (PBS). 2 Produksi kelapa dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tetapi tidak diimbangi penambahan luas arealnya. Luas areal ini berkurang seiring dengan meningkatnya kebutuhan lahan untuk kebutuhan non pertanian, terutama di Jawa dan Bali. Tanaman kelapa lebih banyak ditanam di tanah tegalan atau tanah pekarangan, tetapi pada daerah transmigrasi, khususnya di luar Jawa ditanam secara monokultur perkebunan kelapa. Produk dari pengusahaan perkebunan kelapa ini berupa kopra. Produksi kopra tahun 2002 sebagian besar dihasilkan perkebunan rakyat, yaitu sebesar 3.097.699 ton dengan luas areal 3.607.155 ha, sedangkan perkebunan negara menghasilkan sebanyak 10.601 ton dengan luas areal 13.891 ha dan perkebunan swasta sebesar 85.748 ton dengan 1 2
http://www.warintek.progressio.or.id/perkebunan/kelapa.htm. Sukamto, 2001. “Upaya Meningkatkan Produksi Kelapa”. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. (3 - 4)
2
luas areal 75.835 ha. 3 Dengan demikian sebagian besar perekonomian petani ditopang oleh komoditas ini, serta sebagai sumber devisa non migas bagi negara. Luas areal pengembangan perkebunan kelapa di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami sejumlah peningkatan yang cukup berarti. Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, peningkatan luas areal perkebunan ini tidak diikuti oleh jumlah produksinya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, dimana pada tahun 2000 luas arealnya mencapai 3.691.414 Ha, tahun 2001 sebesar 3.696.736 Ha, tahun 2002 menjadi 3.696.881 Ha. Pada tahun 2003 dan 2004, luasnya meningkat menjadi 3.897.467 Ha dan 3.884.950 Ha. Sedangkan jumlah produksi dari tahun 2000 sebesar 3.044.528 ton, meningkat mulai tahun 2001, 2002 dan tahun 2003, masing- masing sebesar 3.119.035 ton, 3.194.084 ton, dan 3.163.018 ton, menurun kembali pada tahun 2004 sebesar 3.098.496 ton. Areal perkebunan kelapa ini lebih banyak ditanam di tanah tegalan atau tanah pekarangan, tetapi pada daerah transmigrasi di luar Jawa tanaman kelapa ditanam secara monokultur perkebunan kelapa. Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2000 – 2004 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004
Luas areal (Ha) 3.691.414 3.696.736 3.696.881 3.897.467 3.884.950
Produksi (Ton) 3.044.528 3.119.035 3.194.084 3.163.018 3.098.496
Sumber : Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, 2004. Produk kelapa yang umumnya dihasilk an pada tingkat petani meliputi kelapa segar, kopra, minyak klentik, gula kelapa dan buah kelapa kopyor. Menurut Sumaatmadja (1984) dalam Mathius (1998), sebagian besar produk kelapa dijadikan kopra (57,3 persen), selebihnya dikonsumsi dalam bent uk kelapa segar atau santan (34,7 persen), dan minyak klentik (0,8 persen). Sedangkan buah kelapa kopyor merupakan varietas kelapa tersendiri sebagai akibat adanya
3
Departemen Pertanian RI. 2004. Informasi Data Perkebunan Kelapa. Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian. Jakarta.
3
ketidaknormalan selama pertumbuhannya. Sifat kopyor ini muncul melalui gen tunggal yang bersifat resesif. Kelapa kopyor merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi, namun sampai saat ini jarang dikembangkan sebagai komoditas andalan secara luas. The Delights of Indonesia Fruit adalah sebutan buah kelapa kopyor yang dicirikan oleh daging buah dengan tekstur gembur serta rasa yang gurih. 4 Rasanya yang khas mampu bersaing dengan komoditas buah-buahan lainnya, sehingga menjadi salah satu buah yang banyak dicari konsumen. Hal ini cukup menjadikan alasan, bahwa komoditas kelapa kopyor ini mampu menjadi komoditas ekspor yang bisa diandalkan. Karena selain mempunyai bentuk dan rasa yang unik, kelapa jenis ini juga mempunyai bentuk fisik berbalut sabut tebal dan berkulit batok keras. Salah satu daerah penghasil kelapa kopyor di Propinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten Pati. Jumlah produksi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari tahun 2001 sebanyak 136.111 butir, tahun 2002 menjadi 189.535 butir, tahun 2003 sebanyak 270.940 butir dan tahun 2004 sebanyak 298.279 butir. Luas tanam kelapa kopyor secara keseluruhan pada tahun 2001 sebesar 75 ha, meningkat mulai tahun 2002 sebesar 132,4 ha, dan tahun 2003 sampai tahun 2004 sebesar 205,1 ha dan 222,5 ha. Peningkatan ini disebabkan tanaman yang termasuk dalam kategori muda mulai menghasilkan buah. Tabel 2. Luas Tanam dan Jumlah Produksi Kelapa Kopyor per Kecamatan di Kabupaten Pati Tahun 2001-2004
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kecamatan 2001 Wedarijaksa 1,5 Trangkil 1,5 Margoyoso 7,0 Gunungwungkal Cluwak 1,0 Tayu 32,0 Dukuhseti 32,0 Jumlah 75,0
Luas Tanam (Ha) Jumlah Produksi (Butir) 2002 2003 2004* 2001 2002 2003 2004* 3,0 6,3 8,05 3.000 4.215 6.940 8.655 1,5 2,1 2,1 3.000 2.090 2.475 2.490 55,7 67,75 73,35 29.882 79.845 88.750 98.025 3,0 3,0 3,1 4.245 4.185 4.315 2,5 2,5 2,65 1.179 3.460 3.495 3.694 29,6 42,2 46,1 21.413 42.450 56.630 62.140 37,1 81,25 87,15 77.637 53.230 108.465 118.960 132,4 205,1 222,5 136.111 189.535 270.940 298.279
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, 2004.
4
http:// www.indoindians.com/delights.htm_37k
4
Menurut data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pati terdapat sekitar 7 kecamatan yang memproduksi kelapa kopyor, yaitu Kecamatan Wedarijaksa, Trangkil, Margoyoso, Gunungwungkal, Cluwak, Tayu, dan Dukuhseti. Kecamatan yang memiliki lahan tanam yang paling luas di Kabupaten Pati adalah Kecamatan Dukuhseti. Pada tahun 2001, Kecamatan Dukuhseti memiliki luas tanam sebesar 32 ha, tahun 2002 sebesar 37,1 ha dan meningkat pada tahun 2003 menjadi 81,25 ha, pada tahun 2004 sebesar 87,15 ha. Sedangkan jumlah produksi yang dihasilkan oleh Kecamatan Dukuhseti pada tahun 2001 sebanyak 77.637 butir, kemudian menurun pada tahun 2002 menjadi 53.230 butir, hal ini disebabkan serangan hama yang menyerang ujung daun kelapa. Pada tahun 2003 serangan ha ma berhasil ditanggulangi sehingga produksinya menjadi 108.465 butir dan 118.960 butir pada tahun 2004. Selain lahan tanam dan jumlah produksi yang paling tinggi diantara kecamatankecamatan lainnya, Kecamatan Dukuhseti juga merupakan daerah potensial pembibitan kelapa kopyor, terutama di Desa Ngagel. Desa ini memiliki lokasilokasi pembibitan khusus sehingga menjadi daerah penghasil kelapa kopyor terbesar di Kecamatan Dukuhseti. I.2. Perumusan Masalah Kelapa kopyor berasal dari salah satu tipe kelapa unik. Buah ini mengalami mutasi alamiah dari pohon kelapa normal, dan menyebabkan kelainan atau penyimpangan genetik pada pembentukan daging buahnya. Oleh karena itu jenis kelapa ini memiliki nilai komersial dari segi rasa dan tampilan daging buahnya. Kelapa kopyor telah banyak digunakan sebagai bahan baku minuman “es kopyor”. Kelapa kopyor ini biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar dan bentuk pemanfaatannya berpengaruh pada nilai jualnya. Harga kelapa kopyor masih relatif mahal, yaitu sekitar 10 kali lipat dari harga kelapa biasa. Jika harga kelapa biasa ditingkat petani sekitar Rp 300 sampai Rp 800, maka harga buah kelapa kopyor sekitar Rp 3.000 untuk ukuran kecil dan Rp 8.000 untuk ukuran besar. Harga rata-rata kelapa kopyor ditingkat pedagang pengecer untuk ukuran kecil sebesar Rp 8.000, ukuran sedang Rp 11.100 dan ukuran besar Rp 15.400 (Lampiran 1).
5
Kenaikan harga sekitar dua kali lipat dari harga biasa, terjadi pada saat hari besar keagamaan ataupun hari besar lainnya. Alasan pedagang lebih cenderung menaikkan harga lebih tinggi dari hari- hari biasa karena kuantitas atau jumlah pasokan yang dimilikinya cenderung tetap, sedangkan jumlah permintaannya meningkat. Hal ini mengingat produktivitas buah kelapa kopyor per pohon setiap tahunnya antara 2,1-17,5 persen dari jumlah produksi kelapa di Indonesia. 5 Pada masa panen biasanya pedagang pentotok bergerak lebih aktif dibandingkan petani sendiri. Pedagang pentotok ini berperan melakukan pemanenan sendiri. Selain faktor waktu, kegiatan ini cukup menyita tenaga dan biaya, pedagang pentotok harus berkeliling dari kebun satu ke kebun lainnya. Pada umumnya area produksi tanaman ini berpencar, sehingga dalam pengumpulannya memerlukan tenaga angkut atau alat transportasi. Saluran pemasaran kelapa kopyor umumnya seperti kelapa biasa dan komoditi pertanian lainnya. Karakteristik saluran distribusinya cenderung memiliki jalur panjang dan bernilai rendah. Lembaga pemasaran yang terlibat adalah petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul membeli kelapa kopyor dari pedagang pentotok, di mana pedagang pentotok ini melakukan pemanenan sendiri di kebun petani. Pedagang pengumpul melakukan penjualan ke pasar-pasar lokal, disetorkan ke pedagang besar lokal maupun luar kota. Sistem pemasaran buah kelapa kopyor belum dapat memberikan porsi pendapatan secara proporsional terhadap pelaku ekonominya. Beberapa kendala tampak dari rantai tataniaga komoditi ini, sebagai indikatornya terdapat banyak keluhan dari beberapa pelaku dalam kegiatan perdagangan ini, terutama petani. Pihak petani menjadi obyek ekonomi bagi lembaga-lembaga perantara. Mekanisme kerjasama antar lembaga-lembaga pemasaran yang ada cenderung menempatkan petani pada posisi yang kurang menguntungkan. 6 Petani sebagai produsen sekaligus sebagai pihak yang penerima harga. Dalam posisi tawar- menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan 5 6
http: //www.ipard.com/penelitian/penelitian_biotek.asp#atas Amrizal dan J. G. Kindangen, M. Djafar. 1993. “Masalah Tataniaga Dalam Sistem Agribisnis Kelapa”. Prosiding Konperensi Nasional Kelapa III. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jakarta.
6
kepentingan pedagang yang lebih dulu mengetahui harga. Keluhan ini semakin diperkuat karena fluktuasi harga yang selalu berubah-ubah. Fluktuasi harga yang terus berlanjut membawa dampak semakin merosotnya porsi pendapatan yang diperolehnya. Selain itu, kurangnya informasi pasar menyebabkan lemahnya posisi petani dalam rantai pemasaran. Dalam mekanisme pasar, tampaknya pihak petani tidak memiliki andil dalam penentuan harga. Kondisi perkembangan harga kelapa kopyor lebih dominan dikendalikan oleh pedagang besar. Para pedagang ini memiliki kekuatan yang besar dalam penentuan harga dan perolehan keuntungan. Para pedagang ini nampaknya mengorganisasikan diri dalam penentuan harga. Jika petani menjual kepada pedagang yang lain, maka harga yang diterima biasanya lebih rendah dari pada pedagang yang terdahulu. Hal ini disebabkan adanya sistem informasi harga sering tidak sampai ke tangan petani pada saat yang tepat. Akibat dari permasalahan ini, segala perangsang yang membangun usaha kelapa kopyor secara utuh belum dicapai secara maksimal, dan mengingat masih banyaknya petani yang melakukan diversifikasi dalam berusahatani. Selain itu juga petani belum dapat menyesuaikan diri secara cepat dalam usaha penyerapan teknologi pasca pane nnya. Para petani kelapa kopyor di lokasi penelitian ini sedang membentuk koperasi untuk membuat asosiasi tataniaga kelapa kopyor. Terbentuknya koperasi ini, diharapkan petani memiliki posisi tawar- menawar yang seimbang dengan “mitra” bisnisnya. Dengan posisi yang seimbang, negosiasi pembentukan harga dapat tercapai dan masing- masing lembaga pemasaran memperoleh bagian yang wajar dalam nilai tambah dan pendapatannya. Permasalahan di atas menjadi hal yang sangat menarik untuk dianalisa. Masing- masing lembaga pemasaran diharapkan memiliki peranan yang seimbang, mulai dari tingkat petani, pedagang perantara baik pedagang pengumpul maupun pedagang besar dan pengecer. Mengacu pada uraian diatas, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah saluran tataniaga pada komoditi buah kelapa kopyor di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati?
7
2. Bagaimanakah struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi di lokasi penelitian ini? 3. Apakah sistem tataniaga komoditi ini mampu meningkatkan pendapatan petani (farmer’s Share) berdasarkan saluran, fungsi- fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar serta sebaran marginnya? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi saluran tataniaga kelapa kopyor yang ditelusuri dari daerah sentra produksi Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati. 2. Menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, penyebaran margin pemasaran, serta rasio keuntungan dan biaya dari masing- masing lembaga tataniaga, sehingga dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat meningkatkan bagian yang diterima petani (farmer’s Share). I.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak seperti: 1. Petani dan lembaga pemasaran sebagai bahan informasi untuk meningkatkan kerjasama dan pendapatannya dalam proses tataniaga komoditi kelapa kopyor. 2. Pemerintah sebagai informasi dan bahan masukan untuk menetapkan kebijakan dalam mencari alternatif pemecahan masalah tataniaga kelapa kopyor, khusus nya di wilayah Kabupaten Pati. 3. Pihak lain sebagai bahan masukan atau bahan rujukan bagi penelitian berikutnya. I.5. Ruang Lingkup dan Keterba tasan Penelitian Lingkup bahasan penelitian ini meliputi sistem pemasaran kelapa kopyor dengan melakukan penelusuran distribusi kelapa kopyor dari pedagang pentotok, yang melakukan pembelian secara langsung dari petani responden sampai kepada pedagang pengecer di Kabupaten Pati. Keterbatasan penelitian ini adalah distribusi kelapa kopyor dianalisis dalam keragaan pasar di dalam Kabupaten Pati dan harga yang dianalisis merupakan harga rata-rata kelapa kopyor yang berlaku pada saat penelitian yaitu bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober 2004.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Kopyor Indonesia memiliki sekitar 100 jenis kelapa, diantaranya terdapat satu jenis yang berdaging buah lunak dan tidak melekat secara sempurna pada tempurungnya. Jenis ini dikenal dengan nama kelapa kopyor. Produktivitas buah kelapa kopyor per pohon setiap tahun sangat rendah yaitu antara 2,1-17,5 persen dari jumlah produksi kelapa. Usaha perbanyakannya sudah banyak dilakukan untuk meningkatkan produksi kelapa kopyor antara lain dengan pembuahan sendiri dan persilangan antar varietas, namun hanya berhasil meningkatkan produksi menjadi 21,6 persen. Menurut Coomans dalam Mathius (1998), buah kelapa dihasilkan dari tanaman kelapa biasa (tall) yang memiliki gen resesif kopyor (Kk dan kk), hanya sekitar 1-5 persen dari total buah yang ada. Disamping itu, sifat menyerbuk silang pada tanaman kelapa menyebabkan usaha untuk mendapatkan tanaman yang homozygous (kk) yang berbuah hampir 100 persen kopyor melalui persilangan memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 10-15 tahun. Terjadinya kopyor karena kelapa mengalami pertumbuhan abnormal sewaktu pembentukan buah. Terjadinya pertumbuhan abnormal ini sebagai akibat adanya perubahan fisiologis. Menurut ilmu kebakaan, hal ini dapat merangsang terjadinya mutasi gen sewaktu pembelahan sel endosperm. Pembelahan sel ini terjadi enam sampai tujuh bulan setelah terbentuknya bunga, akibatnya terjadi kelapa “mutant” kopyor. Dalam penelitian Winarno (2004) kelapa kopyor termasuk kelapa yang sudah tua dan umurnya diperkirakan 10-11 bulan. Dibandingkan kelapa tua biasa, komposisi kimianya hampir sama, kecuali kadar proteinnya yang relatif rendah yaitu 1,2 persen, sedangkan kelapa tua tiga sampai empat persen. Bila dibandingkan dengan kelapa muda, kelapa kopyor mempunyai kadar lemak yang sangat tinggi yaitu 12 persen, karena itu kelapa yang sudah dibuka cepat sekali menjadi tengik/busuk. Dalam waktu kira-kira 10 jam, kelapa kopyor sudah rusak/tengik, sedangkan kelapa muda yang kandungan lemaknya kecil (0,9
9
persen) lebih tahan terhadap ketengikan. Dalam keadaan tertutup atau masih utuh dalam tempurung, kelapa kopyor hanya tahan kurang dari tujuh hari. Penelitian laboratorium dalam membuat kelapa kopyor dari kelapa normal dengan memasukkan suatu “media padat” secara bertahap dan ditambahkan asam giberalat. Asam giberalat adalah suatu hormon tumbuh-tumbuhan yang diberikan secara bertahap. Perlakuan khusus lainnya, saat akan menanam bibit kelapa pada lubang penanamannya diberi semacam zat pembantu yang disebut kapur tohor. Fungsi dari kapur tohor untuk menghambat, menyiksa, menghimpit perakaran pada pertumbuhan kelapa. Akibatnya proses penyerapan unsur hara tanaman menjadi terganggu, sehingga pertumbuhan sampai perakarannya tidak sempurna. Kelapa kopyor dapat tumbuh di tanah alluvial, laterit, podsolik, tanah bertekstur pasir, lempung, vulkanis, pada lahan- lahan yang miskin hara atau relatif marginal seperti lahan gambut, lahan pasang surut. Besar pH tanah yang dikehendaki kelapa cukup bervariasi, tetapi yang paling baik sekitar enam sampai delapan. Lingkungan yang sesuai untuk tempat tumbuh didataran rendah, 0 – 500 m dari permukaan laut (dpl), beriklim tropis dengan temperatur rata-rata berkisar 290 C, mempunyai curah hujan merata sepanjang tahun antara 1.300 – 2.300 mm/tahun, air tanah dangkal; cahaya matahari dapat mengenal seluruh bagian tanaman (Sukamto, 2001). Penelitian kelapa kopyor masih terus dilakukan secara teknis budidaya, dengan tujuan meningkatkan produksi buah kopyor dengan menggunakan teknik kultur embrio dan dapat diketahui sejak dini dalam pembibitan sifat kekopyoran pada kelapa yang akan dibudidayakan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Ismail Maskromo (2003). Penelitian tentang keragaman genetika kelapa kopyor ini untuk meningkatkan nilai ekonomi komoditas kelapa di Sulawesi Utara. Dengan tujuan memperoleh bibit kelapa kopyor yang dapat berbuah 95 persen kopyor dalam satu pohon dengan cara menyeleksi bibit kopyor dengan cepat dan tepat secara dini, serta mengetahui asal usul, dan hubungan kekerabatan populasi kelapa kopyor yang ada di Indonesia. Teknik seleksi tanaman bibit kopyor ini menggunakan penciri genetik DNA di Laboratorium PAU IPB Bogor. Pengambilan sampel (contoh tanaman) dalam penelitian ini dilakukan di perkebunan kelapa kopyor Kalianda (Lampung),
10
Banjarnegara (Jawa Tengah), Sumenep (Jawa Timur), Ciomas (Jawa Barat). Penelitian ini dilakukan oleh salah satu staf Balitka Manado dilakukan mulai tahun 2004. Penelitian perakitan pohon kelapa kopyor dengan kultur embrio sudah dimulai sejak tahun 1982. Saat ini kelapa kopyor hasil kultur embrio tersebut telah ditanam di Kebun Percobaan Ciomas sebanyak 80 pohon, empat diantaranya berumur delapan tahun lebih dan sudah menghasilkan buah dengan persentase kopyor mencapai 92 persen. Hasil perakitan ini dipatenkan di Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek, Departemen Kehakiman dengan judul “Teknologi Perakitan Bibit Kelapa Kopyor dengan Kultur Embrio”. (Paten No.0001957 tertanggal 1 September 1997), dalam http:www.ipard.com, 2005. Menurut Lembaga Biotek Perkebunan, perkebunan kelapa kopyor yang dikembangkan secara estate secara luas merupakan yang pertama di Indonesia. Lembaga Bioteknologi Perkebunan Bogor mengadakan perjanjian kerja sama dengan PTPN VIII Jabar untuk mengembangkan perkebunan kelapa kopyor. Lokasinya mengambil tempat di Perkebunan Cikumpay Kecamatan Campaka Purwakarta. Saat ini umur tanaman sudah lebih dua tahun dan ditanam pada lahan seluas empat ha. PTPN VIII Jabar menyediakan seluruh fasilitas berupa penyediaan lahan yang terisolasi dari tanaman kelapa dalam. Tenaga ahli Bioteknologi Perkebunan Bogor melakukan pembelian bibit, pupuk, dan obatobatan. Secara teoretis, Perkebunan Cikumpay tahun 2004/ 2005 diharapkan bisa mengeluarkan 57.600 butir kelapa kopyor. Dengan harga per butir Rp 12.500, diperhitungkan pada tahun pertama panen (panen perdana) tiga tahun yang akan datang sebesar Rp 720.000.000.
2.2. Hasil Penelitian Tentang Pemasaran Rediansyah (2003) dalam analisis sistem pemasaran bawang daun terdapat empat saluran pemasaran di Desa Cijarian Pandai, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. Penentuan responden petani berdasarkan perbedaan sumber modal. Jumlah petani responden terdiri dari 15 orang petani yang diberi modal
11
pinjaman oleh pedagang pengumpul dan 15 orang petani dengan modal sendiri, sedangkan jumlah pedaga ng sebanyak 21 orang responden. Farmer’s share petani responden yang menggunakan modal sendiri untuk pola 1 (petani-pedagang pengumpul-pedagang besar-pedagang grosir PIKJpedagang pengecer-konsumen) dan 3 (petani-pedagang pengumpul-pedagang grosir PIKJ-pedagang pengecer-konsumen) sebesar 64,11 persen, sedangkan farmer’s share petani yang menggunakan modal pinjaman adalah sebesar 59,36 persen. Pada pola 2 (petani-pedagang pengumpul-pedagang besar-pedagang grosir Pasar Cisaat-pedagang pengecer-konsumen) dan 4 (petani - pedagang pengumpul - pedagang grosir Pasar Cisaat - pedagang pengecer – konsumen), farmer’s share bagi petani yang menggunakan modal sendiri sebesar 65,2 persen, dan petani yang menggunakan modal pinjaman sebesar 60,36 persen. Berdasarkan analisis margin pemasaran, sistem pemasarannya belum efisien, karena biaya pemasaran yang tinggi serta marjin pemasaran yang belum merata. Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran, pola 3 relatif lebih efisien daripada pola 1. Pola 4 relatif lebih efisien daripada pola 2 dengan melihat volume jual yang besar serta penyebaran margin pada masing- masing lembaga lebih merata. Struktur pasar untuk petani responden baik yang menggunakan modal sendiri maupun modal pinjaman dan pedagang pengecer responden adalah oligopsoni murni. Sedangkan untuk pedagang pengumpul responden, pedagang besar responden dan pedagang grosir responden menghadapi pasar oligopoli. Penentuan harga antara petani yang menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman ditentukan pedagang pengumpul. Antara pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang grosir, penentuan harga dilakukan berdasarkan harga pasar. Antara pedagang grosir dengan pedagang pengecer mengikuti harga yang ditawarkan oleh pedagang grosir. Kasus tersebut menunjukkan bahwa petani responden baik yang menggunakan modal sendiri maupun modal pinjaman tidak menerima pembagian yang cukup adil dari sistem pemasaran yang ada. Hal ini menunjukkan masih rendahnya efisiensi pemasaran dari sistem tersebut.
12
Dari hasil penelitian pemasaran bandeng di Kabupaten Indramayu oleh Mubarok (2001) terdapat saluran pemasaran sebagai berikut : petani ?
ped.
pengumpul ? ped. grosir ? ped. pengecer ? konsumen. Hasil analisis margin pemasaran, menunjukkan bahwa sebaran margin pemasaran bandeng pada pola saluran pemasaran tidak merata di setiap lembaga pemasaran. Marjin terbesar dikeluarkan oleh pedagang grosir yaitu sebesar 30,96 persen dari harga jual dan margin terkecil dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar 15,69 persen. Pedagang pengumpul memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 3.540,00 atau 29,4 persen dan pedagang pengumpul memperoleh terkecil yaitu sebesar Rp 341,69 atau 4,12 persen. Sedangkan biaya terbesar dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp 941,41 atau 11,37 persen dari harga jual. Dari pola pemasaran yang ada, petani memperoleh farmer share sebesar 50 persen dari total harga yang dibayarkan konsumen. Berdasarkan analisis keterpaduan pasar yang dilakukan pada saluran pemasaran diperoleh hasil bahwa tidak terdapat keterpaduan pasar baik dalam jangka panjang maupun pendek. Penyebab ketidakterpaduan pasar tersebut adalah tidak transparannya informasi antar lembaga pemasaran serta tidak disalurkan secara cepat dan penuh ke tingkat petani, bargaining position petani yang lemah. Dari hasil analisis-analisis yang dilakukan mencerminkan bahwa efisiensi pemasaran pada pola pemasaran bandeng di Kabupaten Indramayu belum tercapai. Joenis (1999) dalam analisis sistem tataniaga jeruk siam garut menyatakan terdapat empat jalur pemasaran di Desa Cinta Rakyat, Kecamatan Samarang, Kabupaten Dati II Garut, Jawa Barat. Jumlah petani yang memasarkan jeruk ke jalur I (petani -ped. pengumpul-1 -ped. grosir -ped. pengumpul-2 supermarket – konsumen) sebanyak 7 orang responden (23,33 persen). Jalur II (petani - ped. pengumpul-1 -ped. grosir -ped. pengecer-2 -konsumen) sebanyak 15 orang (50 persen). Jalur III (petani -ped. pengumpul-1 -ped. pengecer-1 –konsumen) sebanyak 5 orang (16,67 persen) dan jalur IV (petani -ped. pengecer-1 – konsumen) sebanyak 3 orang (10 persen). Penentuan struktur pasar yang terjadi bila dilihat secara keseluruhan dari petani dan tingkat lembaga perantara menunjukkan pasar yang terbentuk
13
oligopsoni terdiferensiasi. Petani melakukan fungsi penjualan, sedangkan fungsi pengemasan, pembiayaan, sortasi dan grading hanya kadang-kadang dilakukan. Pedagang pengumpul-1 melakukan semua fungsi pemasaran sedangkan untuk transportasi dan penyimpanan kadang-kadang dilakukan. Pedagang pengecer-1, pengecer-2 dan pedagang pengumpul-2 melakukan seluruh fungsi pemasaran. Pedagang grosir melakukan semua fungsi pemasaran, kecuali fungsi pengemasan dan transportasi. Supermarket melakukan semua fungsi pemasaran, kecuali transportasi. Dari analisis rasio keuntungan dan biaya pemasaran, jalur IV memberikan keuntungan terbesar yaitu 3,19 persen. Pada jalur I, margin keuntungan terbesar sekalligus biaya terbesar terdapat pada lembaga perantara supermarket. Jalur II, III dan IV, margin keuntungan terbesar terdapat pada pedagang pengecer. Pada jalur II, margin biaya terbesar dikeluarkan oleh pedagang pengumpul-1, yaitu sebesar Rp 139,75 atau 3,73 persen, sedangkan margin keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer-2 yaitu sebesar Rp 390,25. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penyebaran margin kurang merata. Lembaga yang mengeluarkan biaya terbesar dalam suatu saluran pemasaran belum tentu akan menerima margin keuntungan terbesar pula. Nilai koefisien b2 pada jalur I adalah 0,429 dan jalur II adalah 0,163, yang menunjukkan tidak adanya keterpaduan pasar jangka panjang. Nilai indeks keterpaduan pasar (IMC) adalah sebesar 6,76 untuk jalur I dan 3,93 untuk jalur II. Nilai tersebut menunjukkan tidak adanya keterpaduan pasar jangka pendek antara kedua pasar (pasar acuan dan pasar lokal). Berdasarkan hasil uji-t, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek, terlihat bahwa pasar tidak terpadu pada keseimbangan jangka pendek maupun jangka panjang. Uji hipotesis bersamaan, F-hitung menunjukkan bahwa sekurangkurangnya ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pada taraf nyata satu persen. Dari penelitian diatas, besar-kecilnya margin pemasaran yang diperoleh dan panjang-pendeknya saluran pemasaran belum dapat mengukur efisien atau tidaknya bagi pemasaran. Hal ini sangat dipengaruhi penyebaran margin pemasaran yang kurang merata pada masing- masing saluran yang berbeda.
14
Lembaga yang mengeluarkan biaya terbesar dalam suatu saluran pemasaran belum tentu akan menerima margin keuntungan yang terbesar pula. Berdasarkan analisis keterpaduan pasar yang dilakukan pada penelitian diatas diperoleh hasil bahwa tingkat keterpaduan pasar baik dalam jangka panjang maupun pendek belum tercapai secara maksimal. Hal ini disebabkan informasi pasar yang belum transparan di antara lembaga- lembaga yang terlibat, serta tidak disalurkan secara cepat dan penuh ke tingkat petani, dimana posisi tawar petani masih lemah. Dalam penelitian analisis tataniaga komoditi kelapa kopyor kali ini melakukan penelusuran melalui jalur distribusi pemasaran yang diawali dari petani, kemudian melibatkan sejumlah pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar dan pengecer. Dimana pedagang pengumpul I melakukan pembelian secara langsung dari petani di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti. Penelitian ini menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar, margin pemasaran, rasio keuntungan dan biaya, serta farmer’s share, yang diamati dari pasar di wilayah Kabupaten Pati. Analisis tataniaga komoditi kelapa kopyor ini tidak diketahui dari analisis keterpaduan pasar jangka pendek maupun jangka panjang, karena harga di pasar lokal lebih dominan dipengaruhi oleh harga pasar itu sendiri dan tidak adanya transparansi informasi harga.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah kegiatan perdagangan yang merupakan penggabungan antara aliran barang-barang dan jasa-jasa dari tingkat produksi sampai ke konsumsi (Abbott,1987). Menurut Kotler (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Kohl dan Uhl (1985), mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Fungsi (The Functional Approach), yang terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, resiko dan informasi pasar). 2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach), yang terdiri dari pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi-organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran. 3. Pendekatan Perilaku (The Behavioral Sistem Approach). Pendekatan ini merupakan pelengkap dari kedua fungsi di atas, yaitu menganalisis aktivitasaktivitas yang ada dalam proses pemasaran seperti perubahan dan perilaku lembaga pemasaran. Pendekatan perilaku ini terdiri pendekatan input-output, power, communication, dan adaptive behaviour system. Sistem tataniaga pertanian merupakan kesatuan sistem dari aktivitas ekonomi yang dimulai dari proses produksi barang-barang pertanian sampai dengan tingkat konsumsi (Purcell,1979). Fungsi ekonomi dalam sistem tataniaga ini berjalan secara interaktif dan terkoordinasi untuk menciptakan saluran
16
pemasaran yang ringkas, sehingga penyediaan produk menjadi efektif dan efisien. Sistem ini disusun oleh komponen-komponen terkecil yang disebut dengan subsistem. Komponen-komponen ini bekerjasama dalam suatu kesatuan yang terorganisasi dan saling tergantung antara bagian satu dengan bagian yang lain. Sistem pemasaran terdiri dari sistem komunikasi (communication system), sistem teknis (technical system) dan sistem kekuatan (power system). Communication system adalah sesuatu yang bergerak, berkelanjutan dan sangat berpotensi untuk mengontrol tingkah laku dalam pengambilan keputusan di dalam sistem pemasaran. Communication system terdiri dari interface dan interstage. Interface terjadi pada saat pelaku pemasaran berhadapan dengan pelaku pemasaran yang lain. Interstage adalah jumlah tahapan/tingkatan pelaku pemasaran dalam sistem pemasaran. Power system merupakan suatu kekuatan yang menghubungkan antar pelaku pemasaran dan terjadi pada saat pertukaran dilakukan. Individu pelaku pemasaran dapat memiliki kekuatan tawar- menawar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku pemasaran yang lain, sehingga dapat mempengaruhi kegiatan pertukaran pada waktu yang sama. Sedangkan technical system adalah sistem input-output yang menunjukkan hubungan antara input dan output dalam setiap tahapan (interstage) di sepanjang sistem pemasaran suatu komoditi.
3.1.2. Fungsi-Fungsi Pemasaran Pendekatan fungsi menurut Kohls dan Uhl (1985) adalah suatu pendekatan yang mempelajari bagaimana sistem pemasaran dilakukan. Sedangkan Sarma (1985) berpendapat bahwa fungsi- fungsi tataniaga merupakan kegiatan yang mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat dengan jalan: •
Meningkatkan kegunaan tempat (place utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari daerah produksi ke daerah konsumsi.
•
Meningkatkan kegunaan waktu (time utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari waktu yang belum diperlukan ke waktu yang diperlukan,(misalnya dari waktu panen ke waktu paceklik).
17
•
Meningkatkan kegunaan bentuk (form utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari bentuk semula ke bentuk yang lebih diinginkan. Pendekatan ini untuk menganalisis dan mempelajari berbagai gejala dalam
proses pemasaran untuk beberapa aspek fungsional pokok, sehingga seluruh proses pemasaran dapat memberikan gambaran yang ringkas dan lengkap. Fungsi tersebut terdiri dari : a. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran meliputi (a) kegiatan pembelian dan (b) kegiatan penjualan. Pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti mencari pasar, menetapkan jumlah, kualitas serta menentukan saluran tataniaga yang paling sesuai. b. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa yang menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini meliputi (a) penyimpanan, untuk membuat komoditi selalu tersedia pada saat konsumen menginginkannya. (b) pengolahan, untuk komoditi pertanian, kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan, dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal. (c) pengangkutan, pemindahan, melakukan kegiatan membuat komoditi selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan. c. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi (a) fungsi standarisasi dan grading, (b) fungsi penanggungan resiko, (c) fungsi pembayaran dan (d) fungsi informasi pasar. Fungsi standarisasi dan grading mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli,
mengurangi
biaya
pemasaran
dan
memperluas
pasar.
Fungsi
penanggungan resiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan resiko fisik dan resiko pasar. Fungsi pembayaran adalah kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperlancar proses tataniaga. Informasi pasar dengan mengumpulkan
18
interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna. Untuk menjalankan fungsi- fungsi tersebut dalam tataniaga terlibat jasa transportasi (syarat mutlak menurut Mosher), jasa perlakuan pasca panen, seperti pembersihan, penyimpanan, pemeliharaan dalam penyimpanan, serta jasa pengelolaan. Sistem pemasaran akan lebih efisien apabila informasi yang diterima produsen dan konsumen baik.
3.1.3. Lembaga dan Saluran pemasaran Pendekatan lembaga tataniaga adalah suatu pendekatan yang mempelajari berbagai macam lembaga yang melaksanakan fungsi- fungsi pemasaran. Lembagalembaga ini melakukan tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke konsumen, bagaimana fungsi tersebut dapat dilaksanakan dan komoditi apa yang ditanganinya. Lembaga- lembaga tataniaga tersebut terdiri dari: 1. Pedagang perantara yang terdiri dari pengecer dan pedagang besar. Pengecer membeli produk untuk dijual kembali kepada konsumen, sehingga pengecer ini tidak banyak mengeluarkan biaya, baik untuk pengangkutan ataupun untuk penyimpanan. Pedagang besar membeli produk dari petani untuk dijual kepada pedagang pengecer, dengan begitu pedagang besar mengeluarkan biaya untuk pengangkutan dan penyimpanan. 2. Agen perantara, menjual jasa dalam proses pekerjaannya, mencari penjual dan pembeli dan mempertemukannya. Agen perantara ini dibagi menjadi dua yaitu pencari komisi dan brokers. Pencari komisi dalam proses pekerjaannya mencari penjual dan melakukan penanganan terhadap produk tersebut yang kemudian mencari pembeli. Pencari komisi ini mengeluarkan biaya untuk penanganan
dan
penyimpanan
tetapi
juga
mendapat
komisi
sesuai
pekerjaanya. Brokers dalam pekerjaannya tidak melakukan penanganan terhadap produk yang dijual, hanya untuk mempertemukan penjual dan pembeli saja. 3. Perantara spekulatif, melakukan spekulasi harga dengan mempertimbangkan waktu untuk mendapat keuntungan yang lebih besar.
19
4. Processor dan manufaktur, memproses terlebih dahulu produk yang dibelinya, setelah menjadi produk olahan lain dari aslinya, kemudian dipasarkan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. 5. Organisasi fasilitas, memperoleh keuntungan dengan berpartisipasi langsung dalam proses tataniaga yang dilakukan oleh pedagang perantara, agen processor dan spekulator berupa penanganan, pengepakan, perantara pembayar, dan lain- lain (Kohls dan Uhl,1985). Umumnya lembaga pemasaran komoditi pertanian terdiri dari petani, pedagang pengumpul ditingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer, dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan, biro-biro periklanan, lembaga keuangan, dan lain sebagainya. Lembaga ini dapat berbentuk peroranga n, perserikatan atau perseroan. Lembaga ini memiliki peranan penting dalam proses penyampaian komoditi pertanian ya ng bersifat musiman, bulky (volume produk besar dengan nilai yang kecil), dan tidak tahan disimpan lama. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontinu. Semakin efisien sistem tataniaga hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah rantai pemasarannya. Petani Pedagang desa di pasar lokal Agen perantara di pasar pusat Agen processor Pedagang besar (wholesalers)
Pedagang pengecer (retailers)
Konsumen
Gambar 1. Jalur Distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian Menurut Kohls dan Uhl, 1985
20
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi atau lembaga yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk dikonsumsi dan memindahkan status kepemilikan dari produsen ke konsumen (Kotler, 2002). Jalur distribusi pemasaran yang melibatkan sejumlah lembaga pemasaran dalam berbagai tingkatan, dapat dilihat pada Gambar 1 diatas. Fungsi saluran pemasaran terdiri dari informasi, promosi, negosiasi, pemesanan, pembayaran, pengambilan resiko, pemilihan fisik, pembayaran, dan hak milik. Menurut Saefudin dan Hanifah (1983) dalam Joenis (1999), panjang pendeknya saluran pemasaran tergantung pada: 1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka akan semakin panjang saluran pemasaran yang terjadi. 2. Skala produksi. Semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya. 3. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek, karena harus segera diterima konsumen. 4. Posisi keuangan pengusaha. Pedagang yang posisi keuangannya kuat cenderung
dapat
melakukan
lebih
banyak
fungsi
pemasaran
dan
memperpendek saluran pemasaran. Analisis saluran tataniaga kelapa kopyor akan memberikan gambaran mengenai saluran pemasaran serta lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses distribusi kelapa kopyor hingga ke konsumen akhir. Lembagalembaga pemasaran yang terlibat harus memenuhi kriteria penggolongan berdasarkan fungsi yang dilakukannya serta menurut kedudukannya di dalam struktur pasar.
3.1.4. Struktur dan Perilaku Pasar 3.1.4.a. Struktur Pasar Struktur pasar diperlukan dalam analisis sistem tataniaga untuk menjelaskan bagaimana perilaku partisipan yang terlibat (market conduct) dan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem tataniaga tersebut (market performance). Dalam pandekatan Structure-Conduct-Performance (SCP) yang ditekankan adalah mekanisme dalam
21
penentuan harga yang terdiri dari lima kategori yaitu negosiasi individual, pasar terorganisir, pengaturan harga, negosiasi kolektif dan formula pricing. Ada empat faktor penentu karakteristik struktur pasar (Hammond dan Dahl, 1977) yaitu (1) jumlah penjual dan pembeli, (2) sifat produk, (3) kebebasan keluar- masuk pasar, (4) tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga pemasaran, seperti pengetahuan tentang mekanisme penentuan harga, biaya dan informasi kondisi pasar yang sedang dihadapi. Lima karakteristik struktur pasar dapat dijelaskan dalam tabel berikut : Tabel 3. Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Penjual
Jumlah Pembeli
Pengendalian Harga
Produk
Keluar Masuk Pasar
No
Struktur Pasar
1
Persaingan Sempurna Persaingan Monopolistik
Banyak
Sedikit
Tidak ada
Homogen
Mudah
Banyak
Bervariasi
Diferensiasi
Relatif mudah
Oligopoli terdeferensiasi Oligopoli tidak terdeferensiasi Monopoli
Sedikit
Banyak
Diferensiasi
Sulit
Sedikit
Banyak Bervariasi
Cenderung sama Tidak terdapat barang subtitusi
Sulit
satu
Tergantung tingkat perbedaan Cenderung stabil Cenderung stabil ada
2 3 4 5
Sulit
Sumber : Schoell and Joseph, 1990. Struktur pasar persaingan sempurna memiliki ciri-ciri sebagai berikut: terdapat banyak penjual dan pembeli. Setiap pembeli maupun penjual menguasai sebagian kecil dari barang/jasa yang ada di pasar. Pembeli dan penjual sebagai penerima harga (price taker) dan bebas keluar masuk pasar (freedom of entry and exit), barang/jasanya homogen (homogeneous product). Pasar monopolistik terdapat banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga dan bukan atas dasar satu harga pasar. Produk yang dijual tidak homogen. Produk dapat dibedakan menurut kualitas, ciri/gaya, service/pelayanan yang berbeda, perbedaan pengepakan, warna bungkus
22
dan harga. Penjual melakukan penawaran yang berbeda unt uk segmen pembeli yang berbeda dan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling. Pasar Oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga perusahaan lainnya. Produk dapat berupa produk homogen (baja, alumunium) atau berupa produk heterogen (mobil, Komputer). Sedikit nya jumlah penjual ini disebabkan tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan. Hambatan ini seperti paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan yang sifatnya perorangan dan lokasi yang langka. Seorang oligopoli tidak pernah merasa pasti apa yang akan dinikmati secara tetap dari penurunan harga. Sebaliknya kalau suatu perusahaan oligopolis menaikkan harga, pesaing tidak mengikutinya. Perusahaan yang oligopolis harus memberikan perhatian penuh pada taktik pesaing serta keinginan langganan. Tingkat harga pada pasar oligopolistik relatif stabil. Pasar Monopoli terdapat satu penjual yang berbentuk perusahaan monopoli pemerintah atau swasta menur ut undang undang dan dapat berupa monopoli swasta murni. Produk satu dan tidak dapat bersubtitusi dengan barang lain dan ada pengendalian harga dari penjual. Tindakan diskriminasi harga dengan menjual produk yang sama pada tingkat harga yang berbeda-beda dan pada pasar yang berbeda.
3.1.4.b. Perilaku Pasar Gambaran kepastian dari suatu pasar akan mempengaruhi tingkah laku perusahaan dalam suatu lingkungan pasar. Suatu gambaran atau karakteristik itu terbagi-bagi dan bersifat tunggal untuk suatu produk tertentu dengan suatu lembaga yang terlibat. Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga pemasaran (Hammond dan Dahl, 1977). Pendekatan perilaku (The Behavioural System Approach), adalah pendekatan mengenai perilaku organisasi atau perusahaan yang berkecimpung
23
dalam tataniaga seperti bagaimana mengambil keputusan yang tepat yang berhubungan dengan pemasaran. Pendekatan ini terbagi atas 4 bagian, yaitu: 1)
Input-output system. Sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengolah sejumlah input menjadi satu set output. Perilaku yang dapat dilihat misalnya, bagaimana perusahaan tersebut membuat keputusan mengenai teknologi yang akan dipakai.
2)
Power system. Sistem kekuasaan ini menerangkan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem tataniaga. Misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat berlaku sebagai penentu harga.
3)
Communications system. Sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi.
4)
Adaptive system. Sistem adaptif mempelajari bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar bisa bertahan. Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh masing- masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar, dan pembayaran serta kerjasama di antara berbagai lembaga pemasaran. Perilaku pasar menunjukkan strategi yang dilakukan oleh para pelaku pasar dalam menghadapi pesaing. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya, margin pemasaran, dan jumlah komoditi yang dipasarkan, sehingga akan memberikan penilaian baik/tidaknya suatu sistem pemasaran.
3.1.5. Marjin Tataniaga Biaya tataniaga atau margin tataniaga adalah harga yang dibiayai oleh konsumen dikurangi harga yang diterima oleh produsen (Sarma, 1985). Tinggi rendahnya margin tataniaga biasanya dipakai untuk mengukur efisiensi sistem tataniaga suatu barang. Margin tergantung dari fungsi- fungsi yang dijalankannya. Fungsi- fungsi yang dijalankan antara lain penyimpanan, pemeliharaan dan distribusi, yaitu meningkatkan kegunaan tempat dan kegunaan waktu.
24
Margin tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), dapat juga didefinisikan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Semua kegiatan tataniaga memerlukan biaya yang disebut biaya tataniaga. Biaya tataniaga meliputi semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem tataniaga komoditi kelapa kopyor, sebagai akibat dari proses penyampaian kelapa kopyor dari titik produsen sampai titik konsumen akhir. Margin tataniaga umumnya dianalisa pada komoditi yang sama, pada jumlah yang sama, pada struktur pasar bersaing sempurna dan digunakan dalam analisa efisiensi tataniaga. Menurut Dahl dan Hammond (1977), yang dimaksud dengan margin pemasaran adalah perbedaan selisih harga ditingkat pengecer (Pr) dengan harga ditingkat petani (Pf). Sedangkan nilai margin pemasaran antara margin pemasaran dengan jumlah produk yang dipasarkan adalah (Pr-Pf) X Qrf, artinya nilai margin pemasaran atau value of the marketing margin (VMM) memiliki dua pengertian yaitu sebagai Marketing Costs (biaya-biaya pemasaran) dan Marketing Changes (lembaga pemasaran), yang dapat dilihat pada gambar 2: Harga Sr
Sf Pr Dr Pf Df
Qr,f
Biaya pemasaran: a. Pedagang pentotok b. Pedagang pengumpul II c. Pedagang besar d. Pedagang pengecer
Jumlah
Lembaga pemasaran: Pengecer Grosir Pengolah Pengumpul
Gambar 2. Hubungan antara Margin Tataniaga dan Nilai Margin Tataniaga Menurut Dahl dan Hammond, 1977
25
Keterangan :
Pf
= Harga ditingkat petani
Pr
= Harga ditingkat pengecer
Or,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer Df = Permintaan ditingkat petani Dr = Permintaan ditingkat Pengecer Sf
= Penawaran ditingkat petani
Sr
= Penawaran ditingkat pengecer
Besar kecilnya margin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien. Fungsi penting lainnya dalam pemasaran ialah sistem harga dan mekanisme pembentukan harga ditentukan oleh faktor waktu, tempat, dan pasar, yang mempengaruhi terhadap keadaan penawaran dan permintaan. Pembentukan harga pada satu komoditas pada setiap tingkat pasar tergantung pada struktur pasar. Analisis margin pemasaran sering digunakan untuk menjelaskan penyebaran margin pemasaran dan efisiensi harga (Dahl dan Hammond, 1977). Namun tinggi-rendahnya margin pemasaran tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan pemasaran. Secara umum suatu sistem pemasaran dikatakan efisien, apabila dalam memasarkan suatu komoditi yang sama terdapat penyebaran margin yang merata pada tingkat tertentu di semua pelaku pemasaran, dengan hubungan harga antar pasar yang tinggi. Dalam kondisi ini diharapkan terjadi suatu keadaan dimana masing- masing pihak memiliki keuntungan, baik pada produsen, pelaku pemasaran dan konsumen. Menurut Kohls dan Uhl (1985), ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran yang efisien, yaitu: 1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir, mencakup: potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan jumlah pesanan. 2. Pertimbangan pasar yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar. 3. Pertimbangan intern perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan.
26
4. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran yang meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga dengan kebijaksanaan perusahaan. Pemasaran merupakan aktivitas bisnis dalam penyampaian barang kepada konsumen, di mana output barang yang ditawarkan harus sesuai dengan keinginan dan
memuaskan
konsumen.
Sedangkan
input
pemasaran
merupakan
penggabungan sumberdaya yang digunakan dalam proses pemasaran yang mencakup modal, tenaga kerja dan manajemen. Efisiensi pemasaran sebagai maksimisasi dari rasio input-output (Kohls dan Uhl, 1985). Pendekatan efisiensi tataniaga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional (Hammond dan Dahl, 1977). Efisiensi harga menekankan keterkaitan harga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen sebagai akibat perubahan tempat, bentuk, dan waktu termasuk pengolahan, penyimpanan, pengangkutan. Efisiensi operasional/teknis menunjukkan hubungan antara input-output, di mana biaya input pemasaran dapat diturunkan tanpa mempengaruhi jumlah output barang dan jasa (Purcell, 1979). Efisiensi operasional dalam rantai tataniaga pertanian menekankan pada kemampuan meminimumkan biaya yang digunakan menyelenggarakan fungsifungsi tataniaga, maupun untuk menggerakkan komoditas dari produsen ke konsumen. Efisiensi operasional diukur dari margin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya.
3.1.6. Farmer’s Share Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’s share (Fs) didapatkan dari hasil bagi antara Pf dan Pk, , di mana Pf adalah harga di tingkat petani, dan Pk adalah harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Jika harga yang ditawarkan pedagang/lembaga pemasaran semakin tinggi dan kemampuan konsumen dalam membayar harga semakin tinggi, maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan petani
27
menjual komoditinya dengan harga yang relatif rendah. Semakin besar margin maka penerimaan petani relatif kecil. Dengan demikian dapat diketahui adanya hubungan negatif antara margin pemasaran dengan bagian yang diterima petani.
3.2. Kerangka Pemikiran Penelitian Petani sebagai produsen yang melakukan proses produksi dan melakukan kegiatan pemasaran agar komoditi kopyor dapat sampai ke konsumen. Dalam melakukan kegiatan tataniaga diperlukan adanya lembaga- lembaga pemasaran sebagai perantara, yaitu pedagang tingkat desa, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pengecer. Kegiatan pemasaran kopyor ini melalui arus barang satu arah, arus uang satu arah, dan informasi dua arah. Berbagai kegiatan yang diperlukan untuk memperlancarkan penyaluran kopyor dari produsen ke konsumen disebut dengan fungsi tataniaga, yang terdiri fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi fasilitas. Kegiatan tataniaga dari petani, lembaga perantara dan konsumen menghasilkan pembentukan harga yang berpengaruh terhadap struktur pasar dan perilaku pasar. Analisis struktur pasar mengkaji jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, keadaan produk yang diperjualbelikan dan kebebasan keluar masuk pasar. Perilaku pasar dapat diketahui dari praktek penjualan dan pembelian, penentuan harga dan pembayaran, kerjasama diantara lembaga pemasaran yang terlibat. Analisis struktur pasar dan perilaku pasar mencerminkan keragaan pasar itu sendiri. Keragaan pasar dapat diketahui dari biaya-biaya yang dikeluarkan dan keuntungan dari masing- masing lembaga pemasaran, serta perolehan nilai margin pada setiap saluran pemasaran. Dan dari analisis fungsi- fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar dan analisis margin pemasaran dapat menunjukkan adanya saluran pemasaran yang terbaik dalam sistem tataniaga kelapa kopyor di lokasi penelitian,
serta dapat diketahui saluran pemasaran mana yang dapat
meningkatkan pendapatan petani kelapa kopyor.
28
§ § § §
Petani
Lembaga Pemasaran: Pedagang Tingkat Desa Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pengecer
Analisis Saluran Pemasaran
Fungsi Tataniaga : § Fungsi Pertukaran § Fungsi Fisik § Fungsi Fasilitas
Konsumen
Harga
Struktur Pasar : § Jumlah Penjual dan Pembeli § Keadaan Produk § Kondisi Keluar-Masuk Pasar § Sumber Informasi Harga
Perilaku Pasar : § Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga § Sistem Penentuan Harga § Sistem Pembayaran
Keragaan Pasar : § Biaya yang dikeluarkan Setiap Lembaga Tataniaga § Keuntungan Lembaga Tataniaga § Nilai Margin yang terbentuk pada Setiap Saluran Pemasaran
Pemilihan Saluran Pemasaran Terbaik
Farmer’s Share Meningkat
Keterangan : ? : informasi dua arah ? : arus barang satu arah ? : arus uang satu arah
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Desa
Ngagel,
Kecamatan
Dukuhseti,
Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Pati merupakan salah satu penghasil kelapa kopyor di Jawa Tengah. Sedangkan pemilihan Kecamatan Dukuhseti merupakan daerah potensial pembibitan kelapa kopyor, terutama di Desa Ngagel. Desa ini memiliki lokasi- lokasi pembibitan khusus sehingga menjadi daerah penghasil kelapa kopyor terbesar di Kecamatan Dukuhseti. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2004.
4.2. Metode Pengumpulan Data Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber langsung dari petani kelapa kopyor, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, pedagang pengecer di wilayah Kabupaten Pati. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait seperti Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian, Biro Pusat Statistik, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pati, data monografi desa yang menjadi lokasi penelitian. Selain itu juga didapatkan dari beberapa literatur, baik dari website internet maupun literatur di Perpustakaan Sosial Ekonomi Pertanian, Perpustakaan Institut Pertanian Bogor, yang berupa hasil- hasil penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini.
4.3. Metode Penarikan Contoh Pemilihan petani responden dilakukan secara purposive. Karakteristik petani Desa Ngagel cenderung homogen dilihat dari luas kepemilikan lahan, jenis komoditi yang ditanam, sumber pembelian sarana/alat produksi usahatani, kondisi
30
lahan dan pemukimannya jauh dari jalan utama desa, merupakan alasan penulis memberi frame sampel berdasarkan daftar nama petani penerima bantuan bibit kelapa kopyor pada proyek pengembangan perkebunan di Jawa Tengah. Jumlah petani yang ada pada daftar berjumlah 80 orang, maka ditentukan jumlah responden sebanyak 30 petani yang dipilih secara random. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka responden petani sebanyak 30 orang dianggap telah mewakili populasi petani kelapa kopyor di Desa Ngagel. Responden pedagang yang diwawancarai dipilih berdasarkan alur pemasaran kelapa kopyor dari Desa Ngagel, yang terdiri dari pedagang pengumpul I sebanyak empat orang, pedagang pengumpul II sebanyak dua orang, pedagang besar sebanyak tiga orang, dan pedagang pengecer sebanyak dua orang. Pengambilan sampel pada tataniaga kelapa kopyor tidak langsung kepada lembaga pemasaran level paling bawah yaitu petani. Hal ini untuk menghindari lembaga pemasaran yang dianalisis efisiensi pemasarannya ternyata tidak menggunakan saluran pemasaran yang telah terbentuk sebelumnya. Agar dapat diperoleh informasi yang lebih akurat, penelitian ini diperkuat dengan mengadakan pengamatan langsung di lapangan baik di tingkat petani maupun di setiap lembaga pemasarannya. Pemilihan sampel responden dilakukan secara sengaja berdasarkan informasi yang didapat dari hasil survei awal dan wawancara
dengan
aparat
kecamatan
Dukuhseti,
ketua
kelompok
tani
Ngudiutomo dan Ngudiroso di Desa Ngagel dan Bakalan, dan pedagang besar di Kecamatan Tayu.
4.4. Analisis Data Dalam penelitian ini yang dipakai sebagai unit analisis adalah petani tanaman kelapa kopyor, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
4.4.1. Analisis Saluran dan Lembaga Pemasaran Saluran pemasaran kelapa kopyor di Kabupaten Pati dimulai dari penelusuran di tingkat petani, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II,
31
pedagang besar, pedagang pengecer sampai kepada konsumen. Dari saluran pemasaran yang terbentuk dapat digambarkan secara keseluruhan pola saluran pemasaran. Secara umum jika pola pemasaran yang terbentuk semakin panjang, maka dapat diketahui margin tataniaga antara petani dan konsumen juga semakin besar. Dengan demikian pola tersebut menjadi tidak efisien. Pola saluran yang terbentuk dari para pelaku pemasaran sesuai dengan fungsinya, baik fungsi pertukaran, fungsi fisik maupun fungsi fasilitas. Fungsifungsi tataniaga ini berdasarkan masing- masing kegiatan pokok dalam penyaluran kelapa kopyor dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga- lembaga pemasaran melakukan pengangkutan barang dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai sumber penghasil kelapa kopyor, sehingga dapat diketahui upaya- upaya apa saja yang dilakukan pada tiaptiap lembaga dalam memperbaiki tataniaganya.
4.4.2. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Untuk mengetahui struktur pasar kelapa kopyor dapat dilihat berdasarkan saluran pemasaran yang didukung peranan fungsi- fungsinya, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat produk, kebebasan keluar masuk pasar, informasi harga pasar yang terjadi. Dalam tingkah laku pasar kelapa kopyor dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, kerjasama antar lembaga tataniaga, sistem penentuan dan pembayaran harga.
4.4.3. Analisis Margin Tataniaga Analisis margin pemasaran untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran kelapa kopyor. Margin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Secara matematis margin pemasaran dirumuskan sebagai berikut (Limbong dan Sitorus,1987) : Mmi = Psi - Pbi
..................................................................................................... (1)
32
Keterangan:
Mmi : Margin tataniaga pasar pada tingkat ke- i Psi
:
Harga jual pasar pada tingkat ke- i
Pbi : Harga beli pasar pada tingkat ke- i Karena dalam margin pemasaran terdapat dua komponen yaitu komponen biaya dan komponen keuntungan lembaga pemasaran. Maka besarnya margin pemasaran merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran, dirumuskan sebagai berikut : Mmi = Ci+ pi ...................................................................................................... (2) Keterangan :
Ci : Biaya lembaga pemasaran pada tingkat ke- i pi : Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke- i
Dari kedua persamaan diatas, maka diperoleh: Psi - Pbi = C i + pi
……………………………………………………………. .................. (3)
Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i : pi = Psi - Pbi - Ci
……………………………………………………………. .................... (4)
Menurut Raju et. al dalam Sarma (1985) terdapat 2 metode dalam perhitungan margin pemasaran yaitu metode tengggang waktu (time lag method) dan metode berbarengan. Metode tenggang waktu, dilakukan dengan cara mengikuti aliran barang sepanjang rantai pemasaran yang dilakukan. Unsur waktu dapat diperhitungkan lebih seksama dalam perhitungan margin pemasaran. Kendala yang dihadapi dalam perhitungan adalah sukar dalam pelaksanaan dan memerlukan banyak waktu. Metode berbarengan dengan cara membandingkan harga pada berbagai tingkat saluran pemasaran pada tingkat waktu yang sama. Walaupun tidak seakurat metode tenggang waktu namun metode ini mudah dilakukan. Pada penelitian ini menggunakan metode berbarengan.
4.4.4. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara teknis (operasional) untuk mengetahui tingkat efisiensinya. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :
33
Rasio p /C=
Li X 100% Ci
Keterangan :
pi : Keuntungan lembaga pemasaran ke- i Ci : Biaya pemasaran lembaga ke-i
4.4.5. Analisis Farmer’s share Pendapatan
yang
diterima
petani
“farmer’s
share”
merupakan
perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir. Secara matematis farmer’s share dihitung sebagai berikut : Pf × 100% Pk Keterangan :
Fs =
Fs : Farmer’s share (%) Pf : Harga di tingkat petani Pk
:
Harga yang dibayar oleh konsumen akhir Semakin mahal konsumen membayar harga yang ditawarkan oleh lembaga
pemasaran (pedagang), maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit, karena petani menjual komoditi pertanian dengan harga yang relatif rendah. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan negatif antara margin pemasaran dengan bagian yang diterima petani. Semakin besar margin maka penerimaan petani relatif kecil.
4.5. Definisi Operasional Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah- istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Lembaga pemasaran adalah lembaga- lembaga yang melaksanakan fungsifungsi pemasaran melalui proses pendistribusian kelapa kopyor dari produsen ke konsumen, seperti: a. Petani kelapa kopyor adalah sejumlah petani responden yang memliki pohon kelapa kopyor, memproduksi dan melakukan penjualan kelapa kopyor .
34
b. Pedagang pengumpul I disebut juga pedagang pentotok yang melakukan pembelian langsung dari satu atau lebih petani responden dan menjual kembali ke pedagang pengumpul selanjutnya. Biasanya pedagang ini bertempat tinggal dekat daerah produksi. c. Pedagang pengumpul II adalah pedagang responden yang membeli dari pedagang pentotok/ pengumpul I atau petani dan menjualnya kembali pada pedagang lainnya. Biasanya pedagang ini cukup menampung barang dagangannya dirumah saja. d. Padagang besar adalah pedagang responden yang melakukan pembelian dari pedagang pengumpul I dan II, lalu menjual kembali ke pedagang pengecer dan konsumen. e. Pedagang pengecer adalah pedagang responden lokal yang melakukan penjualan ke konsumen. 2) Harga ditingkat petani pada waktu ke-t adalah harga rata-rata yang diterima oleh petani responden pada saat menjualnya kepada pedagang pentotok atau pedagang lainnya pada waktu ke-t, dalam satuan rupiah per butir. 3) Harga ditingkat pedagang : a. Harga beli pada waktu ke-t adalah harga rata-rata yang diterima pedagang responden saat membelinya dari petani atau pedagang lainnya pada waktu ke-t, dalam satuan rupiah per butir. b. Harga jual pada waktu ke-t adalah harga rata-rata yang diterima pedagang responden saat menjualnya ke pedagang lainnya atau konsumen pada waktu ke-t, dalam satuan rupiah per butir. 4) Margin pemasaran dihitung dari selisih harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga ditingkat petani responden pada waktu ke-t. 5) Biaya pemasaran adalah total biaya yang ditanggung oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pendistribusian produk dari sentra produksi sampai ke konsumen akhir. Komponen biaya pemasaran ini terdiri dari biaya panen, biaya sortasi, biaya bongkar muat, biaya angkutan, biaya pengemasan, biaya penyimpanan, biaya pemesanan, biaya penyusutan, dan biaya retribusi. 6) Keuntungan pemasaran adalah selisih antara harga jual dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran ini.
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Karakteristik Wilayah Kecamatan Dukuhseti merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Daerah ini memiliki potensi lahan yang sangat baik untuk budidaya dan pengembangan perkebunan kelapa kopyor. Desa Ngagel adalah salah satu desa yang potensial sebagai penghasil kelapa kopyor di Kecamatan Dukuhseti. Desa ini memiliki tipe topografi sebagai dataran rendah dengan ketinggian tempat 400 meter dpl, dengan curah hujan rata-rata : 1500-2300 mm/tahun, dan suhu udara rata-rata : 26 derajat Celcius. Kondisi tanah yang dominan di desa ini alluvial dan bertekstur pasir. Jarak antara Desa Ngagel dengan ibukota kecamatan adalah dua km, 33 km dari ibukota kabupaten, 108 km dari ibukota propinsi, dan 668 km dari ibukota negara. Batas-batas Desa Ngagel yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Alasdowo, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bakalan, sebelah barat berbatasan dengan Desa Grogolan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Kenanti.
Tabel 4. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati Penggunaan Lahan persawahan Lahan Pekarangan/bangunan Tegalan Lain-lain Jumlah
Luas Areal (Ha) 258,995 166,864 20,767 19,337 465,963
Persentase (%) 55,58 35,81 4,46 4,15 100,00
Sumber : Data Monografi Desa Ngagel Tahun 2003. Luas wilayah administrasi Desa Ngagel secara keseluruhan kurang lebih 465.963 Ha. Sebagian besar wilayah yang ada didaerah ini untuk pertanian sawah yaitu seluas 258.995 Ha, luas tegalan 20.767 Ha, selebihnya untuk pemukiman penduduk, bangunan /fasilitas-fasilitas umum dan lain- lain.
36
Tabel 5. Stuktur Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati Kelompok Umur 0-4 5-9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 39 40 - 49 50 – 59 60 keatas Total
Laki-Laki 618 382 436 420 451 438 463 296 247 396 4.147
Perempuan 663 410 418 405 463 432 432 293 259 357 4.132
Jumlah 1.281 792 854 825 914 870 895 589 506 753 8.279
Persentase (%) 15,47 9,57 10,32 9,96 11,04 10,51 10,81 7,11 6,11 9,10 100,00
Sumber : Data Monografi Desa Ngagel Tahun 2003. Secara keseluruhan berdasarkan tabel diatas, Desa Ngagel terdiri dari 7 RW dan 49 RT. Jumlah penduduknya sampai akhir tahun 2003 adalah 8.279 jiwa, dengan komposisi 4.147 jiwa penduduk pria dan 4.132 jiwa penduduk wanita. Jumlah kepala keluarga 2.179 orang kepala keluarga. Jumlah penduduk di Desa Ngagel berdasarkan mata pencaharian dilihatkan pada Tabel 6 berikut : Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati Mata Pencaharian Petani sendiri Buruh tani Nelayan Pedagang Lain-lain Total
Jumlah 1.524 1.668 83 132 3.407 6.255
Persentase (%) 24,36 26,67 1,33 2,11 45,53 100,00
Sumber : Data Monografi Desa Ngagel Tahun 2003. Dilihat dari mata pencahariannya, penduduk Desa Ngagel mempunyai mata pencaharian cukup beragam. Di antaranya 24.36 persen (1.524 orang) sebagai petani, 26.67 persen (1.668 orang) sebagai buruh tani, pedagang 2.11 persen (132 orang) dan nelayan 1.33 persen (83 orang). Selebihnya penduduk yang bekerja di luar pertanian sebanyak 45.53 persen (3.407 orang).
37
5.2. Karakteristik Petani Responden Dari hasil wawancara dengan petani responden diperoleh data yang menunjukkan bahwa umur petani responden di Desa Ngagel dimulai dari umur 36 sampai dengan 78 tahun, dimana jumlah petani paling banyak terdapat pada golongan umur di atas 46 tahun yaitu sebesar 80 persen atau sebanyak 24 jiwa (seperti terlihat pada Tabel 7). Tabel 7. Karakteristik Petani Responden di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati Karakteristik Umur = 25 tahun 26 – 45 tahun = 46 tahun Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD/ SR Tamat SLTP/ Tsanawiyah Tamat SLTA/ Aliyah PT Tingkat Pengalaman = 14 tahun > 15 tahun Luas Lahan Garapan < 200 m2 200 – 490 m2 = 500 m2
Jumlah Orang
Persentase (%)
6 24
20 80
1 15 6 6 2
3,33 50 20 20 6,67
4 26
20 80
11 16 3
36,67 53,33 10
Sumber : Data Primer diolah, 2004. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa usahatani kelapa kopyor dapat dikembangkan oleh sebagian besar petani tanpa memandang usia. Pada umumnya petani telah melakukan usahatani ini sejak lama, tetapi petani mempunyai rata-rata usia yang relatif tua, hal ini dikarenakan tidak adanya generasi muda (anakanaknya) yang meneruskan usaha keluarga ini. Mereka lebih suka bekerja di sektor nonpertanian yang dirasa mendapat gaji yang lebih besar daripada bertani. Dari 30 petani responden hanya dua orang yang berpendidikan sampai perguruan tinggi, selebihnya enam orang lulus SLTA, enam Orang lulus SLTP, 15
38
orang lulus SD dan ada satu orang tidak sampai tamat SD/SR. Untuk pendidikan non formal petani responden hanya mengikuti pelatihan singkat tentang bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit yang mudah, cepat dan murah. Murah disini karena pada umumnya cara pengendalian hama dilakukan dengan tradisional dengan menggunakan obat-obatan racikan sendiri dari bahan yang mudah didapatkan di sekitar lingkungan petani. Dengan adanya pengetahuan tersebut diharapkan petani dapat mengurangi pemakaian pestisida untuk memberantas hama tanamannya. Tingkat pendidikan yang baik merupakan salah satu faktor penting yang akan mempermudah petani dalam menerima informasi dan petunjuk tentang cara mengelola serta mengembangkan komoditas pertanian ini. Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa petani responden yang telah melakukan usahatani kelapa kopyor selama kurang dari atau 14 tahun sebanyak empat orang (20 persen) dan lebih dari 15 tahun sebanyak 26 orang (80 persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa para petani di daerah ini sudah cukup berpengalaman dalam usaha kelapa kopyor, walaupun dengan skala usaha yang relatif kecil. Hal ini juga terlihat dari luas lahan garapan yang digunakan. Petani yang memiliki luas lahan lebih dari 500 m2 hanya tiga orang (10 persen), 16 orang (53,3 persen) memiliki lahan seluas 200 – 490 m2 dan sisanya, sebanyak 11 orang (36,67 persen) hanya memiliki lahan garapan kurang dari 200 m2 . Alasan petani melakukan usahatani kelapa kopyor adalah dikarenakan tanaman ini cocok ditanam di daerah ini yang keadaan tanahnya berpasir. Selain itu, usaha ini bersifat turun-temurun yang dapat memberikan tambahan penghasilan yang cukup menguntungkan dari hasil panen setiap bulannya. Hambatan yang dihadapi petani dalam usahatani ini adalah serangan hama penyakit yang umumnya menyerang tanaman kelapa lainnya, fluktuasi harga jual yang tidak menentu setiap saat, adanya keterbatasan modal untuk menambah luasan lahan dan bibit kopyor untuk dibudidayakan secara serius. Dari hasil pengamatan usahatani kelapa kopyor di Desa Ngagel, sebagian besar petani kelapa kopyor mengusahakan tanaman kelapa kopyor untuk memperoleh penghasilan sampingan. Pekerjaan utama petani responden rata-rata adalah petani sawah.
39
5.3. Karakteristik Pedagang Responden Pedagang responden yang dipilih pada penelitian ini sebanyak 11 pedagang yang terdiri dari empat pedagang pengumpul I atau pentotok, dua pedagang pengumpul II, tiga pedagang besar, dan dua pedagang pengecer. Tiga pedagang pentotok berasal dari Desa Ngagel dan satu dari Desa Bakalan. Pedagang pengumpul II berasal dari Desa Ngagel dan Desa Alasdowo. Satu pedagang besar berasal dari Desa Bakalan dan dua lainnya dari Kawedanan Tayu, sedangkan pedagang pengecer responden berada di kawasan Kota Pati. Pedagang responden yang berjualan barang dagangan lainnya selain kelapa kopyor yaitu satu pedagang pengumpul II yang berasal dari Desa Ngagel, dua pedagang besar dan pedagang pengecer. Umur rata-rata pedagang responden adalah 48 tahun. Umur termuda pedagang responden adalah 30 tahun dan umur tertua adalah 64 tahun. Umur pedagang responden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Karakteristik Pedagang Responden di Kecamatan Dukuhseti Karakteristik Umur 26 – 45 tahun = 46 tahun Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tingkat Pengalaman = 5 tahun > 6 tahun
Jumlah Orang
Persentase (%)
4 7
36,36 63,64
1 6 2 2
9,09 54,54 18,18 18,18
1 10
9,09 90,91
Sumber : Data Primer diolah, 2004. Total pedagang responden pria berjumlah tujuh orang atau sebesar 63,36 persen dari total pedagang responden, sedangkan pedagang responden wanita berjumlah empat orang atau 36,36 persen. Tingkat pendidikan pedagang responden sebagian besar hanya tamat SD, yaitu sebanyak enam atau 54,54 persen dari total pedagang responden.
40
5.4. Gambaran Umum Usahatani Kelapa Kopyor Kegiatan usahatani kelapa kopyor meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen. Faktor- faktor produksi yang umumnya dipakai adalah bibit, peralatan, pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan dan tenaga kerja. Pembibitan dapat dilakukan sendiri dengan perbanyakan buah kelapa normal yang mempunyai gen resesif kopyor atau bibit dari hasil kultur embrio. Bibit kelapa kopyor yang berkembang di daerah Pati yaitu kelapa dalam dan kelapa
genjah.
Pupuk
kimia
yang
sering
digunakan
ZA/Urea,
Fosfat
alam/TSP/SP-36, MOP, Kiserit, Borax. Sedangkan pupuk kandang umumnya berasal dari kotoran ternak. Peralatan yang digunakan antara lain: cangkul, parang, keranjang pengki. Budidaya penanaman diawali dari persiapan lahan yang dilakukan sekitar tiga bulan sebelum penanaman. Persiapan lahan dengan pembajakan, pemberian pupuk dasar, pengajiran, dan pembuatan lubang tanam sesuai dengan jarak dan pola tanamnya. Jarak tanamnya 9 m x 9 m, dengan populasi tanaman 160 bibit tanaman dalam satu hektar. Lubang tanam yang biasa dibuat berukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Lubang tanam diberi pupuk dasar yaitu rock fosfat 200 g atau TSP/SP-36 sebanyak 350 g dan NPK dengan dosis 300 g per lubang tanaman. Sebaiknya pemberian pupuk dasar ini dilakukan satu sampai dua minggu sebelum tanam. Bibit (kitri) yang berumur lebih dari 6 bulan biasanya telah mempunyai akar yang keluar dari polybag. Kitri yang telah berakar perlu dipotong dulu sampai batas polybag. Kitri yang telah siap ditanam harus dikeluarkan dari polybag. Kitri bersama media tanamnya dimasukkan ke dalam lubang tanam yang sudah dipersiapkan, lalu ditimbun dengan tanah. Penempatan kitri sebaiknya sekitar 5 – 10 cm di bawah permukaan tanah. Pemeliharaan tanaman dilakukan setelah penanaman yang meliputi kegiatan penyulaman, penyiraman, pemagaran, pembumbunan, pemupukan, penyiangan, sanitasi kebun dan pohon serta pemantauan hama dan penyakit. Kegiatan penyulaman/mengganti bibit tanaman yang mati dilakukan dua minggu setelah tanam. Penyiraman dilakukan untuk bibit yang baru dipindahkan di kebun. Penyiraman dapat dilakukan sekali sehari atau dua kali. Penyiraman
41
pada musim kemarau tetap dilakukan hingga tanaman berumur kurang lebih dua tahun. Pemagaran bibit yang baru dipindahkan ke kebun. Pemagaran menjadi sangat penting bila bibit yang ditanam berasal dari perbanyakan kultur jaringan karena biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Pembumbunan merupakan kegiatan menggundukkan tanah disekitar leher akar tanaman. Kegiatan ini untuk merangsang pembentukan akar baru sehingga pohon dapat lebih subur dan kokoh. Penyiangan merupakan kegiatan membuang gulma atau rerumputan yang tumbuh di sekeliling tanaman. Dengan demikian, kebun akan bersih dan tanaman tidak bersaing dengan gulma dalam memperebutkan unsur hara. Penyiangan minimal dilakukan di sekeliling tanaman dengan membentuk semacam cincin yang berjari-jari 1 - 1,5 m. Sanitasi kebun dan pohon dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menjaga kebersihan kebun misalnya dengan membuang semua sampah maupun dahan dan ranting pohon yang bergelantungan. Upaya ini sebagai penanggulangan hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan setelah tanaman berumur 24 minggu setelah tanam, dan selanjutnya dilakukan setiap 6 bulan sekali. Penyemprotan dilakukan jika mulai tampak ada serangan hama/penyakit. Umumnya petani jarang melakukan penyemprotan karena harga insektisida/pestisida relatif mahal. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam dan luar keluarga. Upah tenaga kerja diberikan secara harian atau mingguan, tergantung jenis pekerjaan yang dilakukan. Upah tenaga kerja yang diberikan rata-rata sebesar Rp 5.000 per HOK (Hari Orang Kerja). Tetapi kegiatan selama pemeliharaan umumnya dilakukan petani dan tenaga kerja dalam keluarga. Tanaman kelapa mulai berbunga sekitar umur lima tahun. Panen kelapa kopyor dilakukan 9-10 bulan atau paling lambat 11-12 bulan setelah berbunga. Bila terlambat panen akan mengalami pengurangan volume daging buahnya. Panen perlu dilakukan secara hati- hati agar tidak menurunkan kualitasnya. Produksi kelapa genjah berkisar antara dua sampai enam butir per pohon per periode panen. Kegiatan panen kelapa kopyor di kalanga n petani di kabupaten Pati misalnya,
dilakukan
oleh
para
pemanjat
yang
sudah
terlatih
denga n
mengguncangnya. Sering juga disebut tukang totok, tukang tutuk, atau tukang
42
ketuk. Ada juga petani yang memanen kelapa pada saat tua, kemudian baru dipilah-pilah antara kelapa biasa dan kelapa kopyor. Selain itu dapat juga dipanen dengan menggunakan penjolok, yaitu semacam pengait untuk memutus tangkai buah kelapa. Untuk menghindari kerusakan buah yang rusak akibat jatuh, pemanenan menggunakan keranjang kecil/ semacam jaring untuk dibawa ke atas. Ciri-ciri buah kopyor yang dapat dikonsumsi adalah tidak terlalu tua, warna kulit tergantung
jenis/varietas
kelapanya,
bila
buah
digoncang-goncangkan
menimbulkan bunyi yang nyaring dan relatif lebih ringan dibandingkan kelapa muda atau kelapa tua biasa. Diperlukan pengalaman yang cukup untuk menetapkan bahwa kelapa kopyor sudah dapat dipanen atau belum. Tidak dikenal adanya panen raya (panen besar) pada kelapa kopyor, seperti pada tanaman kelapa sawit, kopi, cengkeh, randu atau cokelat. Tanaman kelapa tidak menunjukkan adanya perioditas musim berbunga dan musim berbuah secara jelas, seolah-olah tanaman akan terus- menerus berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Setelah dipanen, kelapa kopyor perlu dibersihkan dan sekaligus dilakukan seleksi. Kemudian kelapa kopyor dibawa ke tempat penyimpanan sebelum dipasarkan. Perlakuan pascapanen pada kelapa kopyor berbeda dengan kelapa biasa. Kelapa kopyor disimpan di tempat yang kering dan tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Di tempat penyimpanan seperti ini, kelapa kopyor dapat bertahan hingga 1 bulan. Penanganan ya ng salah akan menyebabkan berubahnya faktor cita rasa, kesegaran maupun aroma. Kelapa kopyor yang dikirim ke pedagang atau konsumen dapat dikemas dengan menggunakan tempat atau wadah yang kokoh, baik plastik berlubang, keranjang, maupun kotak tripleks. Sebaiknya kelapa kopyor yang akan dikemas masih dalam bersabut. Jika buah akan segera dikonsumsi maka sabut dapat dikurangi, tetapi jangan sampai gundul karena akan berdampak negatif, buah menjadi tidak tahan lama. Dalam pengusahaan budidaya kelapa kopyor untuk lahan seluas satu hektar mengeluarkan biaya sebesar Rp 36.816.600 selama enam tahun masa tanam. Biaya produksi mencakup sewa lahan, bibit, pupuk kandang dan kimia, peralatan, obat-obatan, dan tenaga kerja. Analisis budidaya usahatani kelapa
43
kopyor jenis kelapa genjah selama enam tahun masa tanam dengan luas lahan satu hektar adalah sebagai berikut: Tabel 9. Analisis Budidaya Usahatani Kelapa Kopyor Kegiatan a. Biaya produksi tahun ke-1 1. Sewa lahan 1 ha 2. Bibit 171 tanaman @ Rp 10.000 3. Pupuk - Pupuk kandang - Pupuk kimia 4. Obat - Insektisida 20 liter @ Rp 65.000 - Fungisida 10 liter @ Rp 46.300 5. Alat - Sprayer - Cangkul, sabit dll - Bambu (pikul) 20 @ Rp 3.500 6. Tenaga kerja - lubang tanam @ Rp 5.000 (156 HOK) - Pupuk kandang @ Rp 5.000 (30 HOK) - Penanaman @ Rp 5.000 (78 HOK) - Penyulaman @ Rp 5.000 (8 HOK) - Pemagaran @ Rp 5.000 (156 HOK) - Pemupukan @ Rp 5.000 (80 HOK) - Penyiangan @ Rp 5.000 (120 HOK) - Pembubunan @ Rp 5.000 (80 HOK) - Penyemprotan @ Rp 5.000 (120 HOK) Jumlah biaya produksi tahun ke-1 b. Biaya produksi tahun ke-2 dan tahun ke-3 1. Sewa lahan 1 ha 2. Pupuk - Pupuk kandang - Pupuk buatan 3. Obat - Insektisida 20 liter @ Rp 65.000 - Fungisida 10 liter @ Rp 46.300 4. Tenaga kerja - Pupuk kandang @ Rp 5.000 (30 HOK) - Pemupukan @ Rp 5.000 (80 HOK) - Penyiangan @ Rp 5.000 (120 HOK) - Pembubunan @ Rp 5.000 (80 HOK) - Penyemprotan @ Rp 5.000 (120 HOK) Jumlah biaya tahun ke-2 dan ke-3
Pengeluaran (Rp) 2.000.000 1.710.000 800.000 300.000 1.300.000 463.000 250.000 150.000 70.000 780.000 150.000 390.000 40.000 780.000 400.000 600.000 400.000 600.000 11.183.000 2.000.000 800.000 300.000 1.300.000 463.000 150.000 400.000 600.000 400.000 600.000 7.013.000
44
c. Biaya produksi tahun ke-4 1. Sewa lahan 1 ha 2. Pupuk - Pupuk kandang - Pupuk Buatan 3. Obat - Insektisida 20 liter @ Rp 65.000 - Fungisida 10 liter @ Rp 46.300 4. Alat - Sprayer - Cangkul, sabit dll 5. Tenaga kerja - Pemupukan pupuk kandang @ Rp 5.000 (30 HOK) - Pemupukan @ Rp 5.000 (80 HOK) - Penyiangan @ Rp 5.000 (120 HOK) - Pembubunan @ Rp 5.000 (80 HOK) - Penyemprotan @ Rp 5.000 (120 HOK) - Pemanenan @ Rp 5.000 (300 HOK) Jumlah biaya tahun ke-4 d. Biaya produksi tahun ke-5 dan tahun ke-6 1. Sewa lahan 1 ha 2. Pupuk - Pupuk kandang - Pupuk buatan 3. Obat - Insektisida 20 liter @ Rp 65.000 - Fungisida 10 liter @ Rp 46.300 4. Tenaga kerja - Pupuk kandang @ Rp 5.000 (30 HOK) - Pemupukan @ Rp 5.000 (80 HOK) - Penyiangan @ Rp 5.000 (120 HOK) - Pembubunan @ Rp 5.000 (80 HOK) - Penyemprotan @ Rp 5.000 (120 HOK) - Pemanenan @ Rp 5.000 (300 HOK) Jumlah biaya tahun ke-5 dan tahun ke-6 Total biaya produksi selama 6 tahun
2.000.000 800.000 900.000 1.300.000 460.300 250.000 150.000 150.000 400.000 600.000 400.000 600.000 1.500.000 9.510.300 2.000.000 800.000 900.000 1.300.000 460.300 150.000 400.000 600.000 400.000 600.000 1.500.000 9.110.300 36.816.600
BAB V I ANALISIS TATANIAGA KELAPA KOPYOR
6.1. Sistem Tataniaga Tataniaga kelapa kopyor dari Desa Ngagel dari petani hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga yang terlibat dalam tataniaga kelapa kopyor di lokasi penelitian yaitu pedagang pengumpul tingkat pertama, yang sering pedagang pentotok/pedagang keliling, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang besar dan pedagang pengecer. Skema saluran pemasaran kelapa kopyor di Kecamatan Dukuhseti sebagai lokasi penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada bagan berikut : Pola I (8 orang petani = 26,67 %) Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen Lokal
Pola II (11 orang petani = 36,67 %) Petani
Pedagang Pengumpul I
Pedagang Pengumpul II
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Pola III (11 orang petani = 36,67 %) Pedagang Pengumpul II
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen Lokal dan Non Lokal
Gambar 4. Skema Saluran Tataniaga Kelapa Kopyor di Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati Dari skema diatas, terbentuk suatu sistem pemasaran yang merupakan satu kesatuan yang secara fisik terdiri dari bagian-bagian yang saling berkait dan bekerjasama dalam sistem yang terorganisir. Proses tataniaga kelapa kopyor di Desa Ngagel diawali dari penjualan kelapa kopyor oleh petani melalui dua cara, yaitu penjualan kepada pedagang pengumpul I atau yang lebih dikenal dengan pedagang pentotok dan melalui pedagang pengumpul II.
46
Kegiatan penjualan kelapa kopyor yang dilakukan petani kepada tingkat pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II ini rata-rata sebesar 455 butir dalam satu kali panen. Satu periode panen biasanya dilakukan setiap bulan, dalam penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali masa panen, dengan perincian besarnya kapasitas petani yang menjual ke pedagang pentotok sebanyak 728 butir. Sedangkan besarnya jumlah panen petani yang melakukan penjualan ke pedagang pengumpul II sebesar 637 butir selama tiga periode panen. Tataniaga kelapa kopyor di Desa Ngagel ini membentuk sebuah sistem pemasaran antara petani dengan pedagang pengumpul, dimana interface yang terjadi adalah pada saat 30 responden petani berhadapan secara langsung dengan empat pedagang pengumpul I dan dua pedagang pengumpul II. Pada tahapan interstage yang dilakukan 19 orang atau 63,33 persen responden petani pada tahapan pertama dengan pedagang pentotok pada tahapan kedua terjadi pada saluran pemasaran 1 dan saluran pemasaran 2. Penentuan harga jual 19 orang petani responden kepada empat pedagang pengumpul I menggunakan sistem tawar- menawar. Secara umum alasan petani menjual ke pedagang pentotok dikarenakan hal- hal sebagai berikut: 1. Lebih mudah, karena pemanenan dilakukan sendiri oleh pedagang pentotok dengan demikian petani dapat menghemat biaya panen. 2. Tidak perlu mencari pasar dan menghemat waktu karena pedagang pentotok datang langsung ke kebun petani. 3. Harganya sudah diperhitungkan. 4. Adanya standar ukuran produk, walaupun dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan dan penglihatan. Pengukuran ini diketahui kedua belah pihak berdasarkan patokan yang tetap bahwa untuk jenis kelapa genjah kecil, sedangkan untuk jenis kelapa dalam bisa masuk dua kriteria yaitu kategori sedang dan besar. Pada sistem pemasaran saluran 1 ini melibatkan delapan orang petani yang menghasilkan sebanyak 288 butir atau sekitar 21,10 persen dari total produksi panen. Petani tahapan pertama menjual kepada pedagang pengumpul I pada tahapan kedua. Pedagang besar pada tahapan ketiga melakukan pembelian secara tunai dari pedagang pengumpul I. Pedagang besar ini mempunyai kekuatan paling
47
besar dalam mempengaruhi harga. Proses penyaluran berikutnya dilakukan oleh pedagang besar kepada pedagang pengecer. Selanjutnya, pedagang pengecer berhadapan langsung dengan konsumen ditingkat akhir. Dalam interstage yang terjadi antara pedagang pengumpul I pada tahapan kedua dengan pedagang pengumpul II pada tahapan ketiga dalam saluran pemasaran 2. Dimana sebanyak 440 butir kelapa kopyor atau 32,23 persen dari total produksi ini didistribusikan oleh pedagang pengumpul I menuju ke pedagang pengumpul II. Pada sistem pemasaran antara pedagang pengumpul I dengan pedagang pengumpul II, interface yang terjadi adalah saat dua orang pedagang pentotok berhadapan langsung dengan dua orang pedagang pengumpul II. Pedagang pengumpul II membeli kelapa kopyor dari pedagang pengumpul I yang menjadi langganannya. Penentuan harga lebih dominan berada di tangan pedagang pengumpul II. Selanjutnya dari tangan pedagang pengumpul II dijual lagi ke pedagang besar, kemudian diteruskan pedagang pengecer hingga sampai ke tangan konsumen. Pedagang besar pada tahapan keempat pada saluran pemasaran 2 ini hanya menjual sebanyak 190 butir kepada pedagang pengecer lokal, selebihnya disetorkan ke pedagang luar kota. Pemasaran dari petani melalui pedagang pengumpul II pada saluran 3, dilakukan sebanyak 11 orang petani responden atau sekitar 36,67 persen dari total responden petani. Interface yang terjadi antara petani dengan pedagang pengumpul II berlangsung di pasar tradisional lokal, yaitu Pasar Ngagel dan Pasar Tayu. Di kedua pasar ini terjadi interaksi dan proses tawar- menawar antara keduanya. Petani menjual sebanyak 637 butir atau 46,67 persen dari total produksi langsung ke pasar tersebut. Petani pada saluran ini memperoleh harga jual yang lebih tinggi daripada petani yang menjual ke pedagang pentotok. Perolehan harga jual yang lebih tinggi ini berkaitan dengan adanya biaya-biaya yang harus dikeluarkan petani. Pada saluran pemasaran tiga, kegiatan interstage antara petani pada tahapan satu berhadapan dengan pedagang pengumpul II tahapan kedua ini berlangsung dipagi hari sekitar jam 04.00 sampai jam 07.00 WIB. Jika proses penjualan ini lewat dari jam diatas, maka petani akan menjualnya secara borongan
48
tanpa memperhatikan ukuran lagi. Hal ini disebabkan pada hari- hari tersebut produk ini kurang diminati konsumen dan petani tidak bisa menunda penjualan karena alasan ekonomi. Pedagang pengumpul II ini yang kemudian mendistribusikan kepada pedagang besar ditingkat kecamatan. Pedagang besar pada tahapan ketiga, saluran pemasaran 3 berhadapan langsung dengan pedagang pengecer. Pedagang pengecer pada tahapan keempat, saluran pemasaran 3 ini menjual langsung kepada konsumen akhir. Pada saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 ini, sebagian dari jumlah kelapa kopyor yang diterima pedagang besar, selain dijual secara eceran kepada konsumen akhir, juga disalurkan kembali kepada pedagang pengecer yang berada diluar kota Pati.
6.2. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses yang menjadikan suatu produk barang atau jasa yang siap untuk dikonsumsi oleh konsumennya. Penelusuran pola pemasaran komoditi kelapa kopyor ini dimulai dari titik produsen sampai kepada pedagang pengecer yang berhubungan langsung dengan para konsumen akhir. Berikut tiga buah pola saluran pemasaran yaitu: Pola I
: Petani ? Pedagang Pengumpul I ? Pedagang Besar ? Pedagang Pengecer ? Konsumen
Pola II
: Petani ?
Pedagang Pengumpul I ?
Pedagang Pengumpul II ?
Pedagang Besar ? Pedagang Pengecer ? Pola III
konsumen
: Petani ? Pedagang Pengumpul II ? Pedagang Besar ? Pedagang Pengecer ? konsumen Dari ketiga jalur pemasaran tersebut, jumlah petani yang memasarkan
kelapa kopyor ke jalur I sebanyak delapan orang (26,67 Persen), jalur 2 sebanyak 11 orang (36,67 Persen), jalur 3 sebanyak 11 orang (36,67 Persen).
6.2.1. Saluran Pemasaran 1 Saluran pemasaran 1 ini digunakan oleh delapan orang petani responden (26,67 persen dari total petani responden). Petani menjual langsung kepada
49
pedagang pentotok di tingkat desa, kemudian dijual lagi ke pedagang besar yang berada di luar Desa Ngagel dan di luar kecamatan. Pedagang besar ini lalu mendistribusikan ke pedagang pengecer yang berada di kawasan Kota Pati dan luar kota, untuk dijual kembali kepada konsumen. Alasan petani menggunakan saluran ini, karena mereka tidak perlu melakukan kegiatan panen sendiri dan tidak perlu menjual sendiri hasil panennya ke pasar. Selain petani dapat mengerjakan kegiatan bertani lainnya, juga lebih praktis dan menghemat biaya panen. Pedagang pentotok atau pengumpul I pada saluran ini menentukan harga yang berlaku berdasarkan harga yang sedang terjadi di pasar dan informasi harga berasal dari pedagang besar. Sistem pembelian antara petani dan pedagang pentotok dilakukan secara tunai. Dalam melakukan pembelian di tingkat petani, pedagang pentotok ini melakukan pengemasan secara sederhana dengan karung goni dan keranjang. Penggunaaan karung dan keranjang bertujuan untuk mempermudah pengangkutan ketempat pedagang besar. Pengangkutan dari pedagang pentotok ke pedagang besar, biasanya menggunakan sepeda dan sepeda motor, karena penjualannya dilakukan setiap hari dalam jumlah kecil. Pedagang besar membeli kelapa kopyor dari beberapa pedagang pentotok, diantaranya pedagang pentotok responden. Pedagang besar pada saluran ini berada di Kecamatan Dukuhseti dan luar kecamatan ini. Pedagang besar ini melakukan pengumpulan barang dirumah, kemudian keesokan harinya baru disetorkan ke kios-kios pengecer di Kota Pati. Alat transportasi yang digunakan berupa mobil pick up untuk sampai ke kota. Selanjutnya pedagang pengecer memasarkannya ke konsumen, baik konsumen lokal maupun luar kota.
6.2.2. Saluran Pemasaran 2 Saluran pemasaran kedua ini digunakan oleh 11 orang petani responden (36,67 Persen) merupakan saluran terpanjang dalam rantai tataniaga kelapa kopyor. Saluran ini terdiri dari petani, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, pengecer dan konsumen. Dalam saluran ini penentuan harga dilakukan berdasarkan harga pasar yang didapatkan melalui pedagang paling atas, yaitu pedagang besar. Alasan petani menggunakan saluran
50
ini kurang lebih sama dengan saluran sebelumnya. Sistem pembayaran ditingkat petani dengan pedagang pentotok adalah tunai. Pedagang pentotok ini langsung menjual kepada pedagang pengumpul II di tingkat desa. Pedagang pentotok menggunakan alat transportasi sepeda dan sepeda motor dalam menuju ketempat pedagang pengumpul II. Pedagang pengumpul II menjualnya lagi ke pedagang besar di tingkat kecamatan. Pedagang pengumpul II menggunakan alat transportasi mobil pick up untuk sampai ketempat pedagang besar, karena penjualan barang dalam jumlah yang besar. Pedagang pengumpul II ini mengeluarkan lebih banyak biaya dibanding pedagang pentotok, biaya ini antara lain biaya transportasi, biaya pengemasan dan biaya bongkar- muat. Sistem pembayaran yang dilakukan antar pedagang adalah sistem panjer dan dibayar kemudian. Harga yang berlaku adalah harga yang sedang terjadi di pasar berdasarkan informasi yang berasal dari pedagang yang lebih tinggi tingkatannya. Dari tangan pedagang pengumpul II dijual lagi ke pedagang besar. Sistem pembayaran yang dilakukan secara tunai dan dibayar kemudian. Pada saluran ini pedagang besar berhadapan dengan pedagang pengecer lokal dan pedagang dari luar kota. Hal ini dikarenakan tempat penampungannya sangat strategis di pasar kecamatan dan telah banyak diketahui para pedagang atau konsumen langganan dari luar kota. Dari tangan pedagang pengecer lokal kemudian diteruskan ke konsumen akhir.
6.2.3. Saluran Pemasaran 3 Saluran ketiga ini digunakan sebanyak 11 orang responden petani (36,67 persen). Pada saluran ini petani secara langsung berjualan dengan pedagang pengumpul II di tingkat desa dan pasar. Pasar yang dituju oleh sebagian besar petani Desa Ngagel ini adalah Pasar Ngagel dan Pasar Tayu ataupun cukup menyetorkan ke rumah pedagang pengumpul II. Petani melakukan kegiatan pemanenan sendiri, dan menjualnya sendiri, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada dijual ke pedagang pentotok. Dalam melakukan penjualan, petani menggunakan alat pengangkutan dengan sepeda atau becak menuju ke tempat pedagang pengumpul II.
51
Pedagang pengumpul II pada saluran ini juga membeli kelapa kopyor dari pedagang pentotok, alasannya untuk memenuhi permintaan dari pedagang besar yang memerlukan persediaan yang cukup banyak. Lalu pedagang pengumpul II menjualnya kembali ke pedagang besar di tingkat kecamatan. Pedagang besar menjualnya kembali kepada pedagang pengecer. Selain itu pedagang besar juga berperan sebagai pengecer di pasar. Harga yang berlaku adalah harga yang sedang terjadi di pasar berdasarkan informasi yang berasal dari pedagang lainnya. Sistem pembayaran yang dilakukan secara tunai dan dibayar kemudian. Selanjutnya pedagang pengecer menjualnya langsung kepada konsumen akhir.
6.3. Fungsi-Fungsi Pemasaran pada Setiap LembagaTataniaga Dalam tataniaga terdapat kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen, termasuk juga kegiatan yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang, yang dit ujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan kepada konsumen. kegiatan-kegiatan tersebut disebut dengan fungsi- fungsi pemasaran. Fungsi- fungsi pemasaran dikelompokkan dalam fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setiap lembaga tataniaga komoditi kelapa kopyor ini melakukan fungsifungsi yang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 10. Fungsi-Fungsi Pemasaran yang Dilaksanakan oleh Lembagalembaga Pemasaran Kelapa Kopyor di Kecamatan Dukuhseti Fungsi Tataniaga
Lembaga Tatania ga Petani
PP I
PP II
PB
PP
Penjualan
v
v
v
v
v
Pembelian
-
v
v
v
v
Pembiayaan
*
*
v
v
*
Transportasi
*
v
v
v
-
Pengemasan
*
*
*
v
*
Penyimpanan
*
-
v
v
*
Informasi Pasar
*
v
v
v
v
Sortasi dan Grading
*
v
*
*
v
Penanggungan resiko
-
-
*
v
*
52
Keterangan: - : kegiatan tidak dilakukan * : kegiatan kadang-kadang dilakukan v : kegiatan dilakukan 6.3.1. Petani Petani responden melakukan penjualan langsung ke pedagang pengumpul I dan pengumpul II. Petani yang menjual ke pengumpul I adalah 19 orang atau sebanyak 63,33 persen petani dari jumlah total petani responden melakukan fungsi penjualan saja. Setiap bulan petani memiliki rata-rata volume penjualan sebesar 13 butir per satu kali panen dengan harga rata-rata Rp 3.948 per butir. Pedagang pentotok langsung mendatangi kebun atau rumah petani untuk membelinya langsung secara tunai. Sebagian petani lainnya membawa sendiri hasil panennya untuk dijual di pasar lokal, seperti Pasar Ngagel dan Pasar Tayu yang terletak di pusat Kawedanan Tayu. Dari 30 petani responden yang melakukan fungsi penjualan ke pengumpul II sebanyak 11 orang atau 36,67 persen dari total responden petani. Dengan menjual langsung hasil panennya ke Pasar Ngagel dan Pasar Tayu, secara otomatis petani ini telah melakukan fungsi penyimpanan, pembersihan, sortasi/grading, pengemasan, pengangkutan, dan informasi pasar. Petani responden yang melakukan pemanenan sendiri umumnya mengeluarkan biaya. Biaya yang dikeluarkan tergantung banyak sedikitnya buah kelapa kopyor yang berhasil dipetik oleh tukang panjat. Dalam sebulan jumlah rata-rata penjuala n setiap petani ke pedagang pengumpul II sekitar 19 butir per satu kali panen dengan harga rata-rata sebesar Rp 5.996 per butir. Pada petani responden yang menjual secara langsung kepada pedagang pentotok, dalam proses penjualannya petani menawarkan harga yang diperoleh dari pasar. Harga yang terjadi adalah hasil tawar- menawar dengan pedagang pentotok. Tetapi biasanya pedagang pentotok lebih dominan dalam proses tawarmenawar tersebut, sehingga harga yang terjadi dapat lebih murah. Akan tetapi, pedagang pentotok sendiri tidak mempunyai maksud menipu petani karena sudah ada hubungan saling percaya diantara mereka dan bersifat langganan. Pedagang pentotok datang ke kebun petani responden melakukan pemanenan sendiri dengan memanjat satu persatu pohon kelapa yang dimiliki petani yang telah diketahui memiliki sifat kopyor. Dengan demikian petani tidak mengeluarkan biaya apapun
53
dalam kegiatan panen. Pedagang pentotok setiap bulan mendatangi kebun petani untuk melakukan pemanenan sendiri.
6.3.2. Pedagang Pengumpul I Pedagang pengumpul I di tingkat desa melakukan fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang pentotok langsung mendatangi petani yang biasa melakukan penjualan kopyor kepadanya. Petani dan pedagang pentotok ini langsung menuju kebun untuk melakukan pemanenan. Keduanya secara bersama-sama melakukan fungsi pembersihan dan pemisahan ukuran kelapa kopyor. Penentuan harga yang ada dalam pembelian kopyor ini melalui proses tawar- menawar berdasarkan informasi harga pasar yang mereka ketahui sebelumnya. Selanjutnya pengumpul I atau pedagang pentotok melakukan penjualan kelapa kopyor kepada pengumpul II melalui proses tawar- menawar. Pedagang pentotok ini memberitahukan patokan harga beli petani ke pedagang pengumpul II, tetapi pada prakteknya seringkali pedagang pengumpul II lebih dominan menentukan harga beli. Jadi secara tidak langsung pedagang pengumpul II sudah menguasai informasi harga yang berlaku. Pedagang pentotok tidak melakukan fungsi penyimpanan karena setiap hari setelah melakukan pemanenan di kebun petani, pedagang ini langsung menjual kopyor ke pedagang pengumpul II. Penjualannya dapat berlangsung dari pukul 10.00 sampai 18.00 WIB. Umumnya modal yang dibutuhkan rata-rata perhari Rp 100.000 sampai Rp 300.000 untuk mendapatkan rata-rata sekitar 20 sampai 30 butir kelapa kopyor yang siap disetorkan ke tingkat pedagang selanjutnya.
6.3.3. Pedagang Pengumpul II Padagang pengumpul II ditingkat kecamatan ini biasanya melakukan pembelian dari pedagang pentotok langganan yang setiap hari akan menyetorkan dagangannya. Pedagang ini tidak mengeluarkan biaya dalam memperoleh dagangannya, karena ongkos transportasi ditanggung pedagang pentotok demikian juga biaya bongkar muat. Harga yang terjadi ditentukan oleh pedagang pengumpul berdasarkan harga setoran ke pedagang grosir dan harga pasar. Pedagang pengumpul II melakukan fungsi pembiayaan berupa penyediaan modal
54
yang diberikan kepada pedagang pentotok untuk melakukan pembelian kepada petani. Pedagang pengumpul II juga menerima pasokan dari petani yang bersedia menjual langsung kepadanya. Pedagang pengumpul II memiliki skala usaha sedang, jadi mereka melakukan fungsi penyimpanan, jika produknya belum bisa disetorkan ke pedagang besar. Kegiatan lain yang dilakukan oleh pedagang pengumpul II adalah pengemasan dengan menggunakan karung. Kelapa kopyor yang sudah siap dijual, dikemas dalam karung, satu karung berisi sekitar 15 butir sampai 25 butir, dengan volume penjualan setiap hari rata-rata tiga karung. Kegiatan penjualan biasanya dilakukan keesokan harinya. Biaya pengangkutan juga ditanggung oleh pedagang ini, serta penanggungan resiko berupa kerusakan produk selama perjalanan menuju ketempat pedagang besar.
6.3.4. Pedagang Besar Pedagang besar ini bertempat di pusat pasar Kawedanan Tayu dan Pasar Ngagel. Pedagang besar yang menjadi responden ini berjumlah tiga orang, dimana dua diantaranya merangkap sebagai pedagang pengecer, selain menjadi pemasok untuk pengecer yang berada diluar kota, seperti Kudus, Semarang dan Surabaya. Pedagang besar mendapat pasokan dari beberapa pedagang pengumpul ditingkat desa maupun kecamatan, dengan jumlah rata-rata 220 butir per hari atau 11 karung per hari. Jumlah pasokan ini masih dapat bertambah ataupun bahkan berkurang setiap harinya karena pedagang besar bergantung pasokan pedagang sebelumnya. Pedagang besar ini melakukan fungsi- fungsi pemasaran, mulai dari fungsi pembelian, penjualan, penyimpanan, transportasi, pembiayaan, grading, sortasi, pengemasan, penanggungan resiko, dan fungsi informasi. Adanya kesepakatan harga antara pedagang pengumpul II dan pedagang besar menunjukkan fungsi pembelian yang dilakukan oleh pedagang besar. Fungsi penjualan dilakukan ketika pedagang pengecer meminta pengiriman melalui telepon dan sebagian pedagang pengecer lainnya datang ke tempat pedagang besar. Dalam proses menunggu pesanan dari pedagang pengecer, setiap harinya dua dari tiga pedagang besar ini juga melayani pembelian kepada konsumen.
55
Fungsi penyimpanan yang dilakukan jika kelapa kopyor tidak habis terjual pada hari yang sama. Kelapa kopyor yang belum laku terjual diletakkan dirumah mereka. Selama dilakukan kegiatan penyimpanan, pedagang besar menghadapi resiko penyusutan dan kerusakan akibat terbentur, terlalu lama disimpan, ataupun pecah didalamnya (fungsi penanggungan resiko). Kegiatan penyortiran dilakukan juga untuk mengklasifikasikan ukuran (fungsi grading) dan pemisahan akibat kerusakan. Aktivitas diatas erat kaitannya dengan fungsi pembiayaan, hal ini dapat ditunjukkan melalui upah tenaga untuk bongkar- muat, penyortiran, serta pemberian uang muka kepada pedagang pengumpul II dan pedagang pentotok. Pedagang besar melakukan fungsi informasi dengan mengamati perkembangan harga yang terjadi untuk menentukan harga jual dan harga beli, dimana harga erat kaitannya dengan ketersediaan barang (pasokan) dan permintaan konsumen.
6.3.5. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer di kawasan Kota Pati adalah pedagang terakhir yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Pedagang pengecer ini membeli kelapa kopyor dari pedagang besar dalam jumlah tertentu sesuai dengan tingkat harga yang terjadi dan permintaan konsumen. Jumlah komoditi yang dibeli berkisar antara 25 butir (satu karung) sampai 50 butir per pesanan. Jarak antara pesanan hari tertentu dengan hari berikutnya maksimal tujuh hari setelah barang dikirim. Pedagang pengecer responden melakukan fungsi- fungsi pemasaran, diantaranya fungsi pembelian, penjualan, grading, penyimpanan, penanggungan resiko dan fungsi informasi. Fungsi pembelian terjadi pada saat pedagang pengecer melakukan transaksi pembelian kelapa kopyor dengan pedagang besar. Begitu juga fungsi penjualan yang dilakukan antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir. Dalam aktivitas pembelian dan penjualan ini melibatkan fungsi pembiayaan yaitu untuk bongkar- muat, fungsi penyimpanan yang dilakukan hingga kelapa kopyor habis terjual. Selama proses tersebut pedagang pengecer menghadapi resiko penyusutan dan kerusakan. Fungsi informasi dilakukan untuk menentukan harga
56
pembelian dari pedagang besar. Walaupun seringkali penentuan harga ditentukan pedagang besar, tetapi masih terjadi proses tawar- menawar.
6.4. Analisis Struktur pasar Struktur pasar adalah sifat-sifat atau karakteristik pasar, dimana ada empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar yaitu jumlah/ukuran pasar, kondisi atau keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar, serta tingkat pengetahuan pelaku pemasaran tentang informasi pasar, misalnya harga, biaya, dan kondisi pasar antar pelaku pasar (Dahl and Hammond, 1977).
6.4.1. Jumlah Penjual dan Pembeli Lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran kelapa kopyor di Desa Ngagel diawali dari pedagang pengumpul I atau yang disebut juga pedagang pentotok, yang berjumlah empat orang. Setiap hari pedagang pengumpul I ini berkeliling ke kebun-kebun petani. Pekerjaan pedagang pengumpul I ini membutuhkan keterampilan dan pengalaman yang baik untuk membedakan secara pasti antara kelapa biasa dan kelapa kopyor. Selain itu juga, diperlukan cukup modal untuk melakukan pembelian secara tunai dari petani. Persaingan antar pedagang pentotok tidak begitu kuat, karena adanya hubungan baik antar sesama pedagang pentotok dan petani yang menjadi langganan tetapnya. Tetapi ada juga petani yang tidak terikat hubungan ini, sehingga pedagang pentotok lain dapat masuk dan melakukan pembelian secara bebas. Pada saat penelitian, jumlah petani responden kelapa kopyor yang ada di Desa Ngagel 30 Orang. Responden petani ini berhadapan dengan pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II. Pedagang pengumpul I sebanyak empat orang berhadapan langsung dengan 19 orang petani responden. Sedangkan sebanyak 11 orang petani berhadapan langsung dengan pedagang pengumpul II yang berjumlah dua orang yang bertempat tinggal di Desa Ngagel dan Alasdowo. Selanjutnya dua dari empat pedagang pengumpul I akan menjual kelapa kopyor yang telah dikumpulkan ke pedagang pengumpul II. Pada keesokan harinya komoditi ini disetorkan kepada dua orang pedagang besar yang ada di Pasar Kecamatan Tayu. Sedangkan dua pedagang pengumpul I yang lain
57
menyetorkannya kepada satu orang pedagang besar di Pasar Ngagel. Sebagian pedagang besar kemudian menjual secara langsung kepada konsumen dan sebagian lagi menjualnya ke pedagang pengecer lokal maupun diluar kota. Dua pedagang pengecer di kota melanjutkan penjualan kepada konsumen akhir. Dalam melakukan penjualan kepada pedagang pengecer ini, pedagang besar harus mampu bersaing dengan pedagang lainnya dari luar kecamatan dan luar daerah, seperti dari Rembang, Juana dan dari daerah lainnya.
6.4.2. Kondisi Keluar Masuk Pasar Hambatan yang mempengaruhi kebebasan keluar masuk pasar bagi lembaga- lembaga perantara diantaranya adalah keterbatasan permodalan. Pedagang pentotok yang akan melakukan kegiatan pembelian secara langsung dari petani harus menyediakan cukup modal yang tidak terbatas. Hal ini disebabkan tidak pastinya perolehan hasil panen, terkadang dalam satu tandan kelapa terdapat lebih dari dua kelapa kopyor, sehingga kekuatan untuk membayar secara tunai akan memperngaruhi harga terhadap petani. Petani responden umumnya menginginkan pembayaran secara tunai karena alasan ekonomi. Selain modal, hambatan yang mempengaruhi kebebasan bagi para pedagang untuk masuk pasar, diantaranya adanya hubungan baik/langganan antar lembaga baik dari tingkat petani sampai pengecer. Spekulasi juga dibutuhkan pedagang besar dalam memperkirakan harga yang berlaku dihari itu dengan jumlah produk yang tersedia.
6.4.3. Jenis dan Keadaan Produk Kelapa Kopyor Berdasarkan wawancara dengan para pedagang responden terdapat diferensiasi produk dalam pemasaran kelapa kopyor. Diferensiasi produk lebih disebabkan kondisi fisik dan ukurannya, yang berpengaruh terhadap tingkat harga. Jenis kelapa kopyor yang diproduksilkan petani di Desa Ngagel terdiri dari tiga ukuran, yaitu besar (B), sedang (S), kecil (K). Jenis kelapa genjah atau hibrida termasuk dalam ukuran kecil, sedangkan untuk ukuran sedang dan besar biasanya termasuk jenis kelapa dalam. Tiga ukuran tersebut dengan harga jual yang berbeda tergantung hasil tawar- menawar antara pedagang pengumpul, jaminan
58
dan kualitas produk. Umumnya dalam rantai tataniaga kelapa kopyor dari petani sampai ke pedagang pengecer berbentuk utuh dengan serabutnya (belum dikupas). Penjualan dalam bentuk utuh bertujuan untuk keawetan produk, untuk menghindari kerusakan akibat benturan-benturan, dan mencegah kebusukan.
6.4.4. Sumber Informasi Informasi pasar diperlukan oleh produsen dan semua pihak yang terlibat dalam pemasaran hasil- hasil pertanian tentang kondisi pasar, lokasi, jenis, mutu, waktu dan harga pasar. Sumber informasi pasar dalam rantai tataniaga kelapa kopyor belum tersedia sesuai kebutuhan pasar. Informasi pasar yang diterima petani pada umumnya bersumber dari Pasar Ngagel dan Pasar Tayu, karena kedua pasar ini cukup strategis dan relatif berpengaruh. Dari kedua pasar ini petani dan pedagang pengumpul saling bertemu dan saling bertukar informasi harga. Informasi harga ini juga bisa didapatkan antar sesama petani. Selain itu juga, tingkat harga yang terjadi pada petani responden umumnya masih berdasarkan harga yang terjadi di tingkat pedagang pengumpul pertama atau pentotok. Sumber informasi pada para pedagang responden diperoleh dari berbagai sumber yang relatif beragam dan bukan informasi komersial, sehingga tidak perlu biaya khusus untuk mengakses informasi pasar atau informasi harga. Mereka mengakses informasi pasar dan harga berdasarkan perkiraan sendiri, dari pedagang lainnya, maupun dari pihak konsumen. Pada Pedagang pentotok, kemungkinan informasi harga yang mereka dapatkan dari pedagang pengumpul dan pedagang besar yang ada di pusat pasar konsumsi, yaitu Pasar Tayu atau Pasar Juana. Selain itu juga diperoleh dari sesama pedagang pentotok yang sudah saling mengenal dengan baik. Dalam hal ini pemegang informasi pasar adalah pedagang pengumpul kedua dan pedagang besar. Berdasarkan keempat uraian diatas, tampak bahwa struktur pasar yang dihadapi petani kelapa kopyor di Desa Ngagel cenderung bersifat pasar bersaing sempur na. Hal ini dilihat dari jumlah petani yang cukup banyak dibandingkan jumlah pedagang. Petani juga tidak dapat mempengaruhi harga yang berlaku di pasar, dan petani bebas keluar masuk pasar. Sumber informasi tentang harga berasal dari sesama petani dan pedagang. Penentuan harga dilakukan oleh pihak
59
pedagang berdasarkan harga yang berlaku dipasar, sehingga kedudukan petani sebagai price taker dan tidak memiliki bargaining position yang kuat. Struktur pasar yang ada di tingkat pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II juga cenderung bersifat pasar bersaing sempurna. Produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan melibatkan banyak pihak yang berperan sebagai pembeli dan penjual. Pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar, hal ini ditunjukkan dengan bebasnya pedagang pengumpul I di Desa Ngagel menentukan pasar tujuan. Pedagang pengumpul II juga bebas untuk menyetorkan produknya ke pedagang berikutnya berdasarkan informasi harga yang dimilikinya. Pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga dan mereka menjual berdasarkan harga pasar yang diketahui dari pedagang lain. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang besar cenderung mengarah ke struktur pasar oligopoli karena jumlah pedagang besar lebih sedikit dibandingkan pengecer. Pedagang besar mendapat hambatan untuk keluar masuk pasar. Hal ini disebabkan adanya persaingan yang cukup tinggi diantara pedagang besar dalam perolehan komoditi, walaupun dalam kenyataannya pedagang besar sudah menjalin hubungan yang sangat baik/bersifat langganan tetap dengan pedagang pengumpul I maupun pedagang pengumpul II. Pedagang besar ini masih dapat mempengaruhi harga, karena pedagang ini mampu memprediksikan harga berdasarkan jumlah pasokan setiap periode dengan banyaknya permintaan dari pengecer. Hal ini mengind ikasikan bisa terjadinya tawar- menawar antara pedagang pengumpul I maupun pedagang pengumpul II dan pedagang besar. Struktur pasar yang terjadi di tingkat pedagang pengecer adalah cenderung bersaing sempurna karena jumlah pengecer yang cukup banyak, barang yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer juga tidak dapat mempengaruhi harga. Pedagang pengecer responden ini tidak hanya menjual komoditi kelapa kopyor saja, tetapi juga menjual berbagai macam barang kebutuhan rumah tangga lainnya. Informasi mengenai harga yang terjadi di pengecer didapat dari pedagang besar dan dari pengecer lainnya. Sistem pembayaran yang berlaku di pengecer adalah tunai.
60
6.5. Analisis Perilaku pasar Perilaku pasar menunjukkan pola tingkah laku lembaga- lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar, dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas permintaan serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga pemasaran. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan biaya, harga, margin pemasaran dan jumlah kuantit as barang yang diperdagangkan (Dahl and Hammond, 1977). Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing- masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama antar lembaga pemasaran.
6.5.1. Praktek Pembelian dan Penjualan Dalam penelitian ini, praktek penjualan dan pembelian dilakukan oleh setiap pelaku pemasaran. Diawali dari petani menjual kelapa kopyor melalui dua cara, yaitu penjualan kepada pedagang pengumpul I dan melalui pedagang pengumpul II. Kegiatan panen dilakukan oleh pedagang pengumpul I sendiri langsung di kebun petani sehingga pedagang pengumpul harus mengeluarkan biaya tenaga kerja untuk panen, pengemasan, pengangkutan. Sedangkan untuk petani yang menjual langsung ke pedagang pengumpul II, kegiatan panen dilakukan oleh petani itu sendiri. Petani ini yang mengeluarkan biaya panen dan biaya transportasi. Pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II kemudian menjual kelapa kopyor ke pedagang besar di Pasar Ngagel dan Pasar Tayu. Praktek pembelian di tingkat pedagang besar dilakukan dengan pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II yang berasal dari berberapa desa di Kabupaten Pati. Pedagang grosir biasanya sudah memiliki langganan dengan beberapa pedagang pengumpul sehingga tidak mengalami kesulitan dalam persediaan produk. Penjualan di pedagang grosir dilakukan dengan pedagang pengecer yang menjual kembali ke konsumen akhir atau sebagian lagi dijual
61
langsung kepada konsumen. Kelapa kopyor yang tidak habis terjual dalam satu hari tertentu disimpan untuk dijual kembali pada hari berikutnya. Dalam penelitian ini penulis hanya mengambil contoh pedagang pengecer yang ada di kawasan kota Pati. Kegiatan pembelian di tingkat pedagang pengecer dilakukan dengan pedagang besar yang berasal dari daerah Tayu, Juana, dan Rembang. Pedagang pengecer ini biasanya sudah memiliki langganan dengan pedagang besar sehingga tidak mengalami kesulitan dalam persediaan produk. Penjualan di pedagang pengecer adalah penjualan kepada konsumen lokal dan luar kota.
6.5.2. Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran Sistem Penentuan Harga Sistem penentuan harga pembelian kelapa kopyor antara petani dengan pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II melalui: 1. Tawar- menawar; dimana harga yang terbentuk merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak. Harga yang telah disepakati tergantung daripada kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi dipasar. 2. Penentuan secara sepihak; pada sistem ini, harga yang terbentuk merupakan harga yang telah ditentukan oleh pedagang pengumpul (pentotok) I dan pedagang pengumpul II secara sepihak. Hal ini terjadi jika pedagang pengumpul II terlebih dahulu mengetahui perkembangan harga yang berlaku di pasar. Sementara itu, sistem penentuan harga antara pedagang pentotok, pedagang pengumpul II, pedagang besar, pada umumnya adalah tawar- menawar. Namun, sebenarnya harga beli pedagang pengumpul II merupakan hasil penyesuaian terhadap harga yang berlaku ditingkat pedagang besar. Proses penentuan harga lebih berdasarkan pada penawaran pedagang besar yang dapat memprediksikan perubahan permintaan pasar. Dimana harga yang ditetapkan pedagang besar terhadap pedagang pentotok dan pengumpul II didasarkan atas harga yang berlaku umum di pasar, dimana tergantung dari volume kelapa kopyor dan jumlah pembeli pada saat itu.
62
Kemudian untuk sistem penentua n harga antara pedagang besar dan pedagang pengecer antara lain : 1. Tawar- menawar; dimana harga yang terbentuk merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak. 2. Penentuan secara sepihak; dimana harga yang terbentuk ditentukan oleh pedagang besar. Pedagang pengecer ini merupakan pelanggan tetap pedagang besar. Sistem Pembayaran Sistem pembayaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran, yaitu: 1. Sistem pembayaran tunai Lembaga pemasaran yang melakukan pembayaran tunai, yaitu; pedagang pengecer kepada pedagang besar; pedagang besar kepada pedagang pengumpul II; pedagang pengumpul II kepada pedagang pentotok yang umumnya bermodal relatif kecil; pedagang pentotok kepada petani responden. Sistem pembayaran tunai juga dilakukan konsumen kepada pedagang besar dan pedagang pengecer. 2. Sistem panjer Pembayaran ini dilakukan oleh pedagang pengumpul II kepada pedagang pentotok. Pedagang pentotok pada umumnya memiliki sedikit modal untuk melakukan pembelian kepada petani. Pedagang pengumpul II sering berinisiatif memberikan uang terlebih dahulu kepada pedagang pentotok, dengan jaminan produknya harus disetorkan kepadanya. Dalam sistem panjer ini secara tidak langsung pedagang pengumpul II memberikan ikatan kepada pedagang pentotok. Pembayaran jenis ini juga kadang-kadang dilakukan pedagang besar kepada pedagang pengumpul II. 3. Sistem pembayaran kemudian Terdapat dua lembaga pemasaran yang melakukan pembayaran kemudian yaitu; pedagang besar kepada pedagang pengumpul II dan pedagang pengumpul II kepada petani langganan. Sistem pembayaran kemudian biasanya telah dilandasi saling percaya antar keduanya. Adanya pembayaran kemudian ini, pihak pedagang pengumpul II terkadang merasa terhambat modalnya, tetapi mereka juga memaklumi karena pedagang besar tidak
63
memiliki cukup uang tunai untuk melakukan pembayaran tunai. Apabila terpaksa harus melakukan pembayaran tunai, biasanya dapat dilakukan secara setengah dimuka dan setengah lagi setelah produknya laku terjual.
6.5.3. Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Berdasarkan hasil pengamatan, kerjasama yang terjadi antara petani dengan pedagang pengumpul I sudah berlangsung cukup lama dan bersifat kontinu dalam waktu tertentu. Hubungan baik dan adanya rasa saling percaya dalam kegiatan penjualan dan pembelian komoditas ini, membuat petani menjual kelapa kopyor kepada pedagang pentotok langganan. Hal ini ditunjukkan adanya kesinambungan pasokan produk yang diperolehkan pedagang pengumpul I. Pedagang pentotok ini melakukan pemanenan secara teratur sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan pertimbangan tingkat pemasakan buah dan tingkat harga tertentu. Namun ada sebagian petani yang langsung memanen sendiri dan menjual kepada pedagang pengumpul II. Sebagian petani ini menginginkan harga yang sedikit lebih tinggi dibanding mereka yang menjual ke pedagang pentotok. Hubungan serupa juga tampak antara pedagang pentotok dengan pedagang pengumpul II. Mereka sudah menentukan waktu-waktu tertentu untuk melakukan transaksi jual-beli. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelian dari petani berlangsung di pagi hari sehingga kegiatan penjualan kepada pedagang pengumpul II berlangsung sekitar jam 13.00 sampai 17.30 WIB. Pedagang pentotok langsung menuju tempat penjualan atau di rumah pedagang pengumpul II, tanpa melakukan fungsi- fungsi pemasaran yang lain. Demikian halnya kerjasama antara pedagang pengumpul II dengan pedagang besar berlangsung pada hari- hari selanjutnya. Setelah pedagang Pengumpul II memperoleh produk dari pedagang pentotok, mereka menyetorkan kelapa kopyor ke tempat pedagang besar. Keberadaan pedagang besar ini diluar kecamatan Dukuhseti, sehingga pedagang pengumpul II memerlukan waktu paling sedikit 30 menit untuk sampai ke tempatnya. Transaksi jual-beli antar pedagang ini tidak terikat kontrak kerjasama antar kedua belah pihak. Dalam hal ini baik pedagang besar maupun pedagang pengumpul II dapat berpindah rekanan
64
dalam melakukan pembelian, dalam arti tidak tetap pada satu pemasok dalam jangka panjang. Kegiatan penjualan pedagang besar ke pedagang pengecer juga berlangsung serupa. Hal ini tampak antara keduanya terlibat komunikasi yang baik, misalnya pedagang pengecer menghubungi pedagang besar bila terjadi kekurangan suplai kelapa kopyor, demikian juga sebaliknya.
6.6. Analisis Margin Tataniaga Pemasaran terdiri dari kegiatan menyalurkan produk ke konsumen. Output dari pemasaran adalah kepuasan konsumen atas barang dan jasa tersebut. Input dari pemasaran adalah tenaga kerja, modal dan manajemen. Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui unsur pembentuk marjin pemasaran yang terbesar sebagai pengukur efisiensi pemasaran kelapa kopyor ini. Margin pemasaran diartikan melalui selisih antara harga ditingkat konsumen dengan harga yang diterima produsen yang diperoleh dengan satuan rupiah per butir kelapa kopyor. Dalam penelitian ini, margin pemasaran dihitung berdasarkan ketiga jalur pemasaran. Adapun analisis marjin dan penyebarannya antar lembaga pemasaran yang terlibat dapat dilihat pada Tabel 11. Dalam pengertian yang lain, margin pemasaran merupakan penjumlahan dari seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran selama proses penyaluran komoditas dari satu lembaga pemasaran kepada lembaga pemasaran yang lainnya. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh masing- masing lembaga pemasaran berbeda-beda sejalan dengan perlakuan yang diberikan. Komponen biaya pemasaran ini terdiri dari biaya panen, biaya sortasi, biaya bongkar muat, biaya angkutan, biaya pengemasan, biaya penyimpanan, biaya pemesanan, biaya penyusutan, dan biaya retribusi. Sedangkan keuntungan pemasaran merupakan imbalan jasa yang diterima oleh lembaga pemasaran atas biaya yang telah dikeluarkan dalam rangka penyaluran komoditi. Saluran pemasaran kelapa kopyor di Desa Ngagel yaitu: 1. Petani –Pedagang Pengumpul I –Pedagang Besar –Pengecer –Konsumen 2. Petani –Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II – Pedagang Besar – Pengecer -Konsumen
65
3. Petani –Pedagang Pengumpul II –Pedagang Besar –Pengecer –Konsumen Pada pemasaran kelapa kopyor, untuk saluran pemasaran 1 total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 4.130,54 per butir, yang terdiri dari biaya panen dan sortasi sebesar Rp 1.138,88 per butir, biaya bongkar muat dan transportasi sebesar Rp 125,00 per butir, biaya pengemasan sebesar Rp 192,71 per butir, biaya penyusutan sebesar Rp 866,32 per butir, biaya bongkar muat dan sortasi sebesar Rp 260,41 per butir, biaya transportasi sebesar Rp 743,06 per butir, biaya penyimpanan sebesar Rp 75,00 per butir, biaya pemesanan sebesar Rp 156,25 per butir, biaya penyimpanan dan retribusi sebesar Rp 312,5 per butir. Pada pemasaran kelapa kopyor, untuk saluran pemasaran 2 total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 4.877,03 per butir, yang terdiri dari biaya panen dan sortasi sebesar Rp 1.068,18 per butir, biaya bongkar muat dan transportasi sebesar Rp 150,00 per butir, biaya pengemasan sebesar Rp 190,67 per butir, biaya penyusutan sebesar Rp 587,08 per butir, biaya bongkar muat sebesar Rp 324,17 per butir, biaya bongkar muat dan sortasi sebesar Rp 200,00 per butir, biaya transportasi sebesar Rp 1.672,72 per butir, biaya pemesanan sebesar Rp 210,53 per butir, biaya penyimpanan dan retribusi sebesar Rp 473,68 per butir. Pada pemasaran kelapa kopyor, untuk saluran pemasaran 3 total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 3.766,12 per butir, yang terdiri dari biaya panen sebesar Rp 1.000,00 per butir, biaya transportasi sebesar Rp 1.406,97 per butir, biaya bongkar muat dan sortasi sebesar Rp 235,48 per butir, pengemasan sebesar Rp 169,55 per butir, biaya penyusutan sebesar Rp 463,11 per butir, biaya penyimpanan sebesar Rp 75,00 per butir, biaya bongkar muat sebesar Rp 188,38 per butir, biaya penyimpanan dan retribusi sebesar Rp 141,29 per butir, biaya pemesanan sebesar Rp 86,34 per butir. Total keuntungan paling besar diperoleh dari saluran pemasaran 2 yaitu sebesar Rp 5.098,76 per butir. Sedangkan keuntungan terkecil berada pada saluran pemasaran 3 dan 1 yaitu masing- masing sebesar Rp 4.528,17 per butir dan Rp 4.843,27 per butir. Saluran pemasaran yang memiliki total margin paling kecil adalah saluran pemasaran 3, yaitu sebesar Rp 7.185,97 per butir, sekaligus memiliki total biaya pemasaran paling kecil diantara ketiga saluran pemasaran diatas, yaitu sebesar Rp 3.766,12 per butir.
66
Tabel 11. Margin Pemasaran Kelapa Kopyor di Kecamatan Dukuhseti Saluran 1 Unsur Margin A. Petani - Harga jual - Biaya pemasaran B. Pedagang Pengumpul I - Harga beli - Biaya pemasaran - Keuntungan - Harga Jual - Marjin C. Pedagang Pengumpul II - Harga beli - Biaya pemasaran - Keuntungan - Harga Jual - Marjin D. Pedagang Besar - Harga beli - Biaya pemasaran - Keuntungan - Harga Jual - Marjin E. Pedagang Pengecer - Harga beli - Biaya pemasaran - Keuntungan - Harga Jual - Marjin
Rp/butir
Saluran 2
(%)*
Rp/butir
Saluran 3
(%)*
4.019,23
30,93
3.876,84
27,98
4.019,23 1.310,76 1.235,98 6.565,97 2.546,74
30,93 10,08 9,51 50,53 19,60
3.876,84 1.243,18 1.254,98 6.375 2.498,16
27,98 8,97 9,05 46,02 18,03
6.375 1.187,50 1.032,95 8.595,45 2.220,45
Rp/butir
(%)*
5.996,91 1.108,32
45,49 8,40
46,02 8,57 7,45 62,04 16,02
5.996,91 1.019,23 914 7.930,14 1.933,23
45,49 7,73 6,93 60,15 14,66
6.565,97 1.792,01 1.992,71 10.350,69 3.784,72
50,53 13,79 15,33 79,66 29,12
8.595,45 1.064,77 1.525,01 11.185,23 2.423,86
62,04 7,68 11,00 80,74 17,49
7.930,14 913,30 1.888,89 10.732,33 2.802,19
60,15 6,92 14,32 81,41 21,25
10.350,69 1.027,77 1.614,58 12.993,05 2.642,35
79,66 7,91 12,42 100 20,33
11.185,23 1.381,58 1.285,82 13.852,63 2.667,40
80,74 9,97 9,28 100 19,25
10.732,33 725,27 1.725,28 13.182,88 2.450,55
81,41 5,50 13,08 100 18,58
Total biaya pemasaran Total keuntungan
4.130,54
31,79
4.877,03
35,20
3.766,12
28,56
4.843,27
37,27
5.098,76
36,80
4.528,17
34,34
Total margin
8.973,81
69,06
9.809,87
70,81
7.185,97
54,50
L/C Ratio
1,17
Sumber : Data Primer diolah, 2004 (*) : persentase terhadap harga jual pengecer
1,04
1,20
67
6.7. Farmer’s Share Farmer’s share digunakan untuk membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share berhubungan negatif dengan margin tataniaga, artinya semakin tinggi margin tataniaga maka bagian yang akan diterima petani semakin rendah. Farmer’s share yang diterima pada saluran tataniaga kelapa kopyor dapat dilihat pada Tabel 12 berikut: Tabel 12. Farmer’s share pada Saluran Pemasaran Kelapa Kopyor Saluran Pemasaran
Harga di Tingkat
Harga di Tingkat
Farmer’s
Petani (Rp/Butir)
Konsumen (Rp/Butir)
share(%)
Saluran Pemasaran 1
4.019,23
12.993,05
30,93
Saluran Pemasaran 2
3.876,84
13.852,63
27,98
Saluran Pemasaran 3
5.996,91
13.182,88
45,49
Sumber: Data Primer diolah,2004 Besarnya bagian yang diterima petani pada saluran pemasaran 1 adalah 30,93 persen. Bagian yang diterima petani pada saluran pemasaran 2 yang merupakan saluran pemasaran kelapa kopyor terpanjang adalah 27,98 persen. Sedangkan bagian terbesar yang diterima petani kelapa kopyor terdapat pada saluran pemasaran 3 yaitu sebesar 45,49 persen. Dari ketiga saluran pemasaran diatas dapat diketahui saluran pemasaran 3 merupakan saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani. Bagi petani informasi ini dapat digunakan sebagai alternatif saluran pemasaran jika ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
6.8. Rasio Keuntungan dan Biaya Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam menyalurkan kelapa kopyor dari petani ke konsumen akhir yang dinyatakan dalam rupiah per butir. Sedangkan keuntungan lembaga pemasaran merupakan selisih antara margin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran.
68
Pada saluran pemasaran 1, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 4.130,54 per butir. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang besar yaitu sebesar Rp 1.792,01 per butir dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengecer sebesar Rp 1.027,77 per butir. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang besar sebesar Rp 1.992,71 per butir dan keuntungan terendah diperoleh pedagang pengumpul I sebesar Rp 1.235,98 per butir. Pada pemasaran kelapa kopyor, untuk saluran pemasaran 2 total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 4.877,03 per butir. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 1.381,58 per butir dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang besar sebesar Rp 1.064,77 per butir. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang besar sebesar Rp 1.525,01 per butir dan keuntungan terendah diperoleh pedagang pengumpul II sebesar Rp 1.032,95 per butir. Saluran pemasaran 3, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 3.766,12 per butir. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh petani yaitu sebesar Rp 1.108,32 per butir dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengecer sebesar Rp 725,27 per butir. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang besar sebesar Rp 1.888,89 per butir dan keuntungan terendah diperoleh pedagang pengumpul II sebesar Rp 914 per butir. Untuk mengetahui lembaga manakah yang paling besar meraih keuntungan dapat dilihat melalui rasio keuntungan terhadap biaya. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing- masing lembaga pemasaran. Nilai rasio dapat dilihat pada Tabel 13 dibawah ini, dimana semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Jika ditinjau rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, suatu saluran pemasaran dikatakan efisien apabila penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada masing- masing lembaga pemasaran merata. Artinya setiap Rp 100 biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan yang tidak berbeda jauh antara satu lembaga dengan lembaga lainnya yang terdapat pada saluran pemasaran tersebut.
69
Tabel 13. Rasio keuntungan dan Biaya Lembaga Pemasaran Kelapa Kopyor di Kecamatan Dukuhseti Lembaga Pemasaran Pedagang pengumpul 1 Li
1
Saluran Pemasaran 2
3
1.235,98 (9,51 %) 1.310,76 (10,08 %) 0,94
1.254,98 ( 9,05 %) 1.243,18 ( 8,97%) 1,00
-
Pedagang pengumpul 2 Li
-
Ci
-
Rasio Li/Ci Pedagang besar Li
-
1.032,95 ( 7,45%) 1.187,50 (8,57 %) 0,86
914 (6,93 %) 1.019,23 (7,73 %) 0,89
1.992,71 (15,33 %) 1.792,01 (13,79 %) 1,11
1.525,01 (11,00%) 1.064,77 (7,68 %) 1,43
1.888,89 (14,32 %) 913,30 (6,92 %) 2,06
1.614,58 (12,42 %) 1.027,77 (7,91 %) 1,57
1.285,82 (9,28%) 1.381,58 (9,97 %) 0,93
1.725,28 (13,08 %) 725,27 (5,50 %) 2,37
4.843,27 (37,27%) 4.130,54 (31,79 %) 1,17
5.098,76 (36,80%) 4.877,03 (35,20 %) 1,04
4.528,17 (34,34%) 3.766,12 (28,56 %) 1,20
Ci Rasio Li/Ci
Ci Rasio Li/Ci Pengecer Li Ci Rasio Li/Ci Total Li Ci Rasio Li/Ci
-
Keterangan : Li: keuntungan lembaga pemasaran Ci: biaya pemasaran Pada tabel 12, terlihat bahwa nilai total rasio keuntungan dan biaya pemasaran kelapa kopyor terbesar terdapat pada saluran 3 yaitu sebesar 1,20. Rasio 1,20 berarti untuk setiap Rp 100 per butir biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 120 per butir kelapa kopyor.
70
Rasio keuntungan dan biaya terbesar pada masing- masing saluran pemasaran kelapa kopyor yaitu saluran pemasaran 1 rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran terbesar diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar 1,57, saluran pemasaran 2 rasio keuntungan dan biaya pemasaran terbesar diperoleh pedagang besar yaitu sebesar 1,43 dan saluran pemasaran 3 rasio keuntungan dan biaya pemasaran terbesar dip eroleh pedagang pengecer yaitu sebesar 2,37. Berdasarkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran dapat disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran tersebut tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Petani di Desa Ngagel sebagian besar menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul I atau pedagang pentotok. Harga yang diterima petani sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Petani tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan
harga
sehingga
sulit
bagi
petani
untuk
meningkatkan
kesejahteraannya. Untuk dapat mempengaruhi harga, petani harus memiliki suatu lembaga yang dapat mengumpulkan hasil panennya secara bersama-sama dengan petani lainnya di satu wilayah tertentu agar memiliki kedudukan yang kuat dalam penawaran harga. Para petani di Desa Ngagel ini belum memiliki lembaga koperasi yang dapat menampung hasil panen mereka, sehingga setiap hasil panen masing- masing petani menjual sendiri ke pedagang pengumpul I maupun pedagang pengumpul II. Pembentukan lembaga semacam koperasi tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk membantu petani dalam menjual kelapa kopyor. Petani di Desa Ngagel belum sepenuhnya melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan efisiensi dari pemasaran komoditi kelapa kopyor ini. Salah satu contohnya adalah pengembangan efisiensi dari pemasaran dengan melakukan pengolahan kelapa kopyor agar memiliki nilai tambah pada penjualannya. Selain itu perlu diperhatikan pula cara pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan yang lebih baik agar tidak mengalami penurunan kualitas (rusak, pecah, busuk) dalam jumlah yang besar dalam penjualannya. Untuk meningkatkan efisiensi harga dengan lebih memperhatikan jumlah pesaing yang ada di pasar, sortasi dan grading, serta informasi pasar yang berlaku pada saat panen.
71
6.9. Alternatif Saluran Pemasaran Berdasarkan perhitungan margin pemasaran, saluran pemasaran saluran pemasaran 3 memiliki total margin pemasaran yang paling kecil, yaitu sebesar Rp 7.185,97 per butir, sekaligus memiliki total biaya pemasaran paling kecil diantara ketiga saluran pemasaran lainnya, yaitu sebesar Rp 3.766,12 per butir. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi pada analisis tataniaga kelapa kopyor terdapat pada saluran pemasaran 3 yaitu sebesar 1,20. Rasio keuntungan dan biaya pemasaran sebesar 1,20 berarti bahwa setiap Rp 100 per butir biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 120 per butir kelapa kopyor. Bagian terbesar yang diterima petani kelapa kopyor juga berada pada saluran pemasaran 3 yaitu sebesar 45,49 persen, maka saluran pemasaran 3 merupakan saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Proses tataniaga kelapa kopyor dari petani di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah hingga konsumen melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petani, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pengecer. Terdapat tiga saluran pemasaran kelapa kopyor, yaitu terdiri dari saluran pemasaran I (Petani– Pedagang Pengumpul I–Pedagang Besar–Pedagang Pengecer–Konsumen), saluran pemasaran II (Petani–Pedagang Pengumpul I– Pedagang Pengumpul II– Pedagang Besar–Pengecer–Konsumen), saluran pemasaran III (Petani– Pedagang Pengumpul II–Pedagang Besar–Pengecer–Konsumen). Dari ketiga jalur pemasaran tersebut, saluaran yang paling banyak digunakan petani adalah saluran pemasaran II dan saluran pemasaran III yaitu sebanyak 36,67 persen atau sekitar 11 orang petani, sedangkan petani yang menggunakan saluran pemasaran I sebanyak 26,67 persen atau delapan orang petani.
2.
Fungsi- fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kelapa kopyor adalah: (1) Petani: fungsi penjualan, fungsi
pengemasan,
fungsi
sortasi,
fungsi
pengangkutan,
fungsi
penyimpanan, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. (2) Pedagang pengumpul I: fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. (3) Pedagang pengumpul II: fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan, fungsi pembiayaan, fungsi penyimpanan, fungsi penanggungan resiko, dan fungsi informasi pasar. (4) Pedagang besar: fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan, fungsi pembiayaan, fungsi penyimpanan, fungsi penanggungan resiko, dan fungsi informasi pasar. (5) Pengecer: fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi
73
pembiayaan, fungsi penyimpanan, fungsi penanggungan resiko, dan fungsi informasi pasar. 3.
Dilihat dari struktur pasar yang ada pada para pelaku tataniaga kelapa kopyor maka untuk pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, dan pedagang pengecer lebih cenderung bersifat pasar bersaing sempurna. Sedangkan untuk pedagang besar cenderung mengarah pada struktur pasar oligopoli.
4.
Perilaku pasar yang dihadapi, maka dalam praktek penjualan dan pembelian telah terjalin kerjasama yang cukup baik antar lembaga pemasaran sebagai cara untuk menciptakan stabilitas pasar. Penentuan harga antara petani dengan pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II berdasarkan tawar-menawar dan penentuan sepihak dari pedagang, petani sebagai penerima harga (price taker). Harga yang terjadi berdasarkan mekanisme pasar.
Sistem pembayaran yang terjadi adalah sistem pembayaran tunai,
sistem panjer, dan sistem pembayaran kemudian. Kerjasama antara petani dan lembaga pemasaran umumnya sudah berlangsung cukup lama, sehingga sudah terjalin hubungan baik dan rasa saling percaya. 5.
Berdasarkan perhitungan margin pemasaran, saluran pemasaran saluran pemasaran 3 memiliki total margin pemasaran yang paling kecil dan memiliki total biaya pemasaran paling kecil diantara ketiga saluran pemasaran lainnya.
6.
Rasio keuntungan dan biaya tertinggi pada analisis tataniaga kelapa kopyor terdapat pada saluran pemasaran 3. Bagian terbesar yang diterima petani kelapa kopyor (farmer’s share) juga berada pada saluran pemasaran 3. Dengan demikian saluran pemasaran 3 merupakan saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani.
7.
Saluran pemasaran di Desa Ngagel relatif tidak memiliki permasalahan yang berarti karena petani merasa dengan menjual hasil panen melalui pedagang pentotok, petani tidak mengalami kerepotan untuk melakukan kegiatan panen dan keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan menjual langsung ke pasar tidak jauh berbeda. Petani di Desa Ngagel ini berharap dengan pendirian koperasi nantinya dapat mencari alternatif pasar yang lebih baik dan dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar.
74
7.2. Saran 1.
Dalam pengembangan komoditas kelapa kopyor ini diharapkan dapat memberikan suatu sistem pemasaran yang efisien dan tidak merugikan petani sebagai produsen. Untuk itu perlu adanya sistem koordinasi di kalangan petani, dengan saling bekerja sama dalam kelompok diharapkan petani mampu meningkatkan pendapatannya dan tidak lagi sebagai price taker.
2.
Melihat wilayah Kecamatan Dukuhseti potensial lahannya masih cukup luas dan sangat cocok dikembangkan tanaman kelapa kopyor ini, maka perlu dilakukan upaya-upaya pelestarian dan pembudidayaan tanaman kelapa kopyor baik secara swadaya ataupun bantuan dari pemerintah, yaitu berupa bibit jenis unggul hasil kultur jaringan yang dapat dipastikan menghasilkan buah ini. Sehingga hasil produksinya dapat dipastik an dan dapat meningkatkan pendapatan bagi petani dalam sistem tataniaga komoditi kelapa kopyor ini.
DAFTAR PUSTAKA Abbott, John C. 1987. Agricultural Marketing Enterprises For the Developing World. Cambridge University Press. Melbourne. Australia. Amrizal dan J. G. Kindangen, M. Djafar. 1993. Masalah Tataniaga Dalam Sistem Agribisnis Kelapa. Prosiding Konperensi Nasional Kelapa III. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jakarta. Dahl, Dale C. and Hammond J. W. 1977. Market and Price Analysis. The Agricultural Industries. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah. 2000. Informasi Komoditi Kelapa Kopyor. Semarang. Departemen Pertanian RI. 2004. Informasi Data Perkebunan Kelapa. Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian. Jakarta. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pati. 2004. Statistik Kehutanan dan Perkebunan. Pati. . 2002. Laporan Pelaksanaan Proyek Pembuatan Blok Penghasil Tinggi Kelapa Kopyor Kabupaten Pati. Pati. Joenis, Rachmita. 1999. Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam Garut, Studi Kasus Desa Cinta Rakyat, Kecamatan Samarang, Kabupaten DATI II Garut, Jawa Barat. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kohls, Richard L. and Joseph N. Uhl. 1985. Marketing of Agricultural Products. Purdue University. Macmillan Publishing company. New York. Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran jilid I dan jilid II. Edisi milenium. Prenhallindo. Jakarta. http:// www.indoindians.com/delights.htm_37k http: //www.ipard.com/penelitian/penelitian_biotek.asp#atas http://www.warintek.progressio.or.id/perkebunan/kelapa.htm. Maskromo, Ismail. 2003. ’Kelapa Kopyor (Puan) Kalianda Sebagai tanaman Andalan Agrowisata di Lampung’. Tidak Diterbitkan. Badan Penelitian Kelapa, Manado.
76
Mathius, Nurita Toruan dan Gale Ginting. 1998. Analisis random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) pada Tanaman Kelapa Kopyor. Modernisasi Usaha Pertanian Berbasis Kelapa. Prosiding Konperensi Nasional Kelapa IV, Bandar Lampung. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jakarta. Mubarok, Akhmad Zaki. 2001. Analisis Pemasaran Ikan Bandeng Desa Pabean Ilir, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Skripsi Jurusan Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Cetakan ke-3. Ghalia Indonesia. Jakarta. Purcell, Wayne D. 1979. Agricultural Marketing, systems, Coordination, Cash, and Futures Prices. Reston Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall Company. Reston, Virginia. Rediansyah, Rian. 2003. Analisis Sistem Pemasaran Bawang Daun, Studi Kasus di Desa Cijarian Pandai, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sarma, Ma’mun. 1985. Pengantar Ilmu Ekonomi Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schoell, William F. and Joseph P. Guilitinan. 1990. Marketing : Contemporary Concepts and Practices. Fourth Edition. Allyn and Bacon A Division of Simon and Schuster, Inc. Massachusetts. Shausan. 2000. Analisis Efisiensi Pemasaran Buah Manggis, Studi Kasus Di Desa Pangradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Skripsi Jurusan Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi, 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta. Sitorus dan Limbong. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertania n Bogor. Bogor. Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta. Bandung. Sukamto. 2001. Upaya Meningkatan Produksi Kelapa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. . 2001. Pembibitan dan Budidaya Kelapa Kopyor. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
77
Wahyuni, Mita. 2001. Bertanam Kelapa Kopyor. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Winarno, F. G. dan Mary Liedawita. 2004. UPT perpustakaan IPB File Format PDF/Adobeformat. http://iptek.apjii.or.id/artikel/pangan/IPB/kelapa%20kopyor%20beku.pdf
78
LAMPIRAN
79
Lampiran 1. Laporan Harga Pasar Komoditas Kelapa Kopyor di Kabupaten Pati Tahun 2003/2004 Harga (Rp/Butir) Besar Sedang
Kecil
11.000 11.250 11.500 11.750
7.500 7.500 7.500 7.000
6.250 6.250 6.500 6.750
11.000 11.250 11.500 11.750
7.500 7.500 7.500 7.000
6.250 6.250 6.500 6.750
11.000 11.250 11.500 11.750
7.500 7.500 7.500 7.000
6.250 6.250 6.500 6.750
14.500 14.750 15.000 15.500
8.500 9.000 9.250 9.250
7.250 7.500 7.750 8.100
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
14.500 14.750 15.000 15.500
8.500 9.000 9.250 9.250
7.250 7.500 7.750 8.100
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
15.500 15.250 15.000 14.750
11.250 11.250 11.750 11.500
8.000 7.800 7.500 8.000
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Agustus Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV September Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
15.500 15.250 15.000 14.750
11.250 11.250 11.750 11.500
8.000 7.800 7.500 8.000
15.500 15.250 15.000 14.750
11.250 11.250 11.750 11.500
8.000 7.800 7.500 8.000
15.500 15.250 15.000 14.750
11.250 11.250 11.750 11.500
8.000 7.800 7.500 8.000
No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bulan Januari 2003 Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Februari Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Maret Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV April Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Mei
Juni
Juli
80
No. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Bulan
Harga (Rp/Butir) Besar
Sedang
Kecil
16.250 16.500 16.250 16.100
12.250 12.500 12.500 12.100
8.500 8.500 8.500 8.250
16.250 16.500 16.250 16.100
12.250 12.500 12.500 12.100
8.500 8.500 8.500 8.250
11.000 11.250 11.500 11.750
7.500 7.500 7.500 7.000
6.250 6.250 6.500 6.750
11.750 15.750 16.750 16.750
7.000 7.000 11.500 11.500
6.750 7.750 8.000 8.000
15.750 16.500 17.250 17.250
11.500 11.750 12.900 12.900
8.000 8.000 8.500 8.500
17.500 17.250 17.500 17.000
13.000 12.900 13.500 13.000
8.500 8.500 8.500 8.500
17.500 17.250 17.500 17.250
13.000 12.900 13.500 13.250
8.500 8.500 8.500 8.500
18.250 18.500 18.250 17.750
14.500 13.500 13.750 14.000
9.500 9.500 9.500 9.500
18.250 18.500 18.250 17.750
14.500 13.500 13.750 14.000
9.500 9.500 9.500 9.500
Oktober Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV November Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Desember 2003 Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Januari 2004 Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Februari Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Maret Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV April Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Mei Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Juni Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
81
No.
Bulan
19.
Juli
20.
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Agustus 2004 Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Harga (Rp/Butir) Besar
Sedang
Kecil
18.250 18.500 18.250 18.250
14.500 14.250 14.250 14.000
9.500 9.500 9.500 9.500
18.250 18.500 18.250 18.250
14.500 14.250 14.250 14.000
9.500 9.500 9.500 9.500
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, 2004.
Lampiran 2. Biaya Pemasaran Kelapa Kopyor yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran Pemasaran 1 Biaya Pemasaran Petani Pedagang Pengumpul I - Biaya Panen dan Sortasi - Biaya Pengemasan - Biaya Bongkar Muat dan Transportasi Jumlah Pedagang Besar - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi - Biaya Pengemasan - Biaya Transportasi - Biaya Penyusutan - Biaya Penyimpanan Jumlah Pedagang Pengecer - Biaya Pengemasan - Biaya Bongkar Muat - Biaya Penyusutan - Biaya Pemesanan (Komunikasi) - Biaya Penyimpanan dan Retribusi Jumlah Total Biaya Pemasaran
Jumlah rata-rata (Rp/Butir) 0 1.138,88 46,88 125 1.310,76 260,41 20,83 743,06 692,71 75 1.792,01 125 260,41 173,61 156,25 312,5 1.027,77 4.130,54
82
Lampiran 3. Biaya Pemasaran Kelapa Kopyor yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran Pemasaran 2 Biaya Petani Pedagang Pengumpul I Biaya Panen dan Sortasi Biaya Pengemasan Biaya Bongkar Muat dan Transportasi Jumlah Pedagang Pengumpul II Biaya Bongkar Muat dan Sortasi Biaya Pengemasan Biaya Transportasi Jumlah Pedagang Besar Biaya Pengemasan Biaya Bongkar Muat Biaya Penyusutan Biaya Transportasi Jumlah Pedagang Pengecer Biaya Pengemasan Biaya Bongkar Muat Biaya Penyusutan Biaya Penyimpanan dan Retribusi Biaya Pemesanan (Komunikasi) Jumlah Total Biaya Pemasaran
Jumlah rata-rata (Rp/Butir) 0 1.068,18 25 150 1.243,18 200 19,32 968,18 1.187,5 14,77 113,64 231,82 704,54 1.064,77 131,58 210,53 355,26 473,68 210,53 1.381,58 4.877,03
83
Lampiran 4. Biaya Pemasaran Kelapa Kopyor yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran Pemasaran 3 Biaya Pemasaran Petani - Biaya Panen - Biaya Transportasi Jumlah Pedagang Pengumpul II - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi - Biaya Pengemasan - Biaya Transportasi - Biaya Penyusutan Jumlah Pedagang Besar - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi - Biaya Pengemasan - Biaya Transportasi - Biaya Penyusutan - Biaya Penyimpanan Jumlah Pedagang Pengecer - Biaya Pengemasan - Biaya Bongkar Muat - Biaya Penyusutan - Biaya Penyimpanan dan Retribusi - Biaya Pemesanan (Komunikasi) Jumlah Total Biaya Pemasaran
Jumlah rata-rata (Rp/Butir) 1.000 108,32 1.108,32 94,19 20,41 849,68 54,95 1.019,23 141,29 23,55 448,97 224,49 75 913,3 125,59 188,38 183,67 141,29 86,34 725,27 3.766,12
84
Lampiran 5. Karakteristik Responden Petani No.
Nama Responden
Jenis kelamin
Umur (Tahun)
Pendidikan
Luas Lahan (m²)
1
Sumihadi
L
64
SD
200
2
Mas'udi
L
55
SMA/Aliyah
400
3
Muslikan
L
48
SLTP
500
4
Samsuri
L
57
SD
250
5
Affandi
L
60
MI/SD
300
6
Munajam
L
60
SD
200
7
Ngarpan
L
57
S-1
700
8
Ajad
L
55
SD
100
Ukuran Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar
Agustus Jumlah (Butir) 5 1 5 4 3 2 7 5 1 7 7 2 5 8 2 11 2 5 7 9 0 2 0 6
KEGIATAN PANEN (Tahun 2004) September Oktober Jumlah Jumlah Harga Ukuran Harga Ukuran (Butir) (Butir) 2.000 Kecil 9 2.500 Kecil 11 4.000 Sedang 4 5.000 Sedang 0 6.000 Besar 2 6.500 Besar 2 2.500 Kecil 4 2.500 Kecil 10 4.000 Sedang 4 5.000 Sedang 6 6.000 Besar 3 7.000 Besar 1 2.500 Kecil 11 2.500 Kecil 9 4.000 Sedang 3 4.000 Sedang 8 6.500 Besar 2 7.000 Besar 2 5.000 Kecil 5 5.000 Kecil 7 7.000 Sedang 14 7.000 Sedang 9 8.500 Besar 0 0 Besar 4 5.000 Kecil 5 5.000 Kecil 10 7.000 Sedang 4 7.000 Sedang 4 9.000 Besar 0 0 Besar 0 5.000 Kecil 9 5.000 Kecil 3 7.000 Sedang 10 7.000 Sedang 11 9.000 Besar 0 0 Besar 3 2.000 Kecil 15 2.500 Kecil 10 4.000 Sedang 2 5.000 Sedang 4 0 Besar 0 0 Besar 2 5.000 Kecil 4 5.000 Kecil 11 0 Sedang 8 7.000 Sedang 3 9.000 Besar 2 9.000 Besar 2
Harga 2.500 0 6.500 2.000 4.500 7.000 2.500 5.000 7.000 5.000 7.000 9.000 5.000 7.000 0 5.000 7.000 9.000 2.500 5.500 7.000 5.000 7.000 9.000
85
Jenis kelamin
Umur (Tahun)
Pendidikan
Sapuan
L
50
SD
250
10
Sukarman
L
50
SMA
200
11
Bajuri
L
45
SD
100
12
Kudlori
L
42
SMA
400
13
Darlan
L
49
SD
150
14
Kalimi
L
45
SD
350
15
Shofiatoli
P
42
MTs/SMP
200
16
Sutamto
L
59
SMP
400
No.
9
Nama Responden
Luas Lahan (m²)
Ukuran Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar
Agustus Jumlah (Butir) 8 0 3 1 4 5 3 4 5 5 8 0 9 3 1 9 5 3 0 4 2 29 30 12
KEGIATAN PANEN (Tahun 2004) September Oktober Jumlah Jumlah Harga Ukuran Harga Ukuran (Butir) (Butir) 3.500 Kecil 8 3.500 Kecil 5 0 Sedang 1 6.000 Sedang 4 8.000 Besar 10 8.000 Besar 4 4.000 Kecil 7 4.000 Kecil 9 6.000 Sedang 5 7.000 Sedang 0 8.000 Besar 2 9.000 Besar 4 2.500 Kecil 2 3.000 Kecil 1 4.000 Sedang 5 4.500 Sedang 1 6.500 Besar 3 7.000 Besar 7 2.000 Kecil 2 2.000 Kecil 2 4.000 Sedang 10 4.000 Sedang 3 0 Besar 1 7.000 Besar 5 2.000 Kecil 10 2.500 Kecil 10 4.000 Sedang 8 4.000 Sedang 5 6.000 Besar 1 7.000 Besar 5 2.000 Kecil 8 2.000 Kecil 5 4.000 Sedang 8 4.000 Sedang 6 6.500 Besar 1 7.500 Besar 1 0 Kecil 5 2.500 Kecil 6 4.000 Sedang 1 4.000 Sedang 3 6.000 Besar 2 7.000 Besar 1 4.000 Kecil 12 4.000 Kecil 19 7.000 Sedang 10 7.000 Sedang 0 8.500 Besar 17 9.000 Besar 6
Harga 3.000 6.000 8.000 4.000 0 8.000 3.000 5.000 7.500 2.000 4.000 6.000 2.000 4.000 7.000 2.000 4.000 6.500 2.500 4.000 7.000 4.000 0 9.500
86
Luas Lahan (m²)
Nama Responden
Jenis kelamin
Umur (Tahun)
Pendidikan
17
H. Solekan
L
64
D-3
500
18
Waidi
L
66
SD
150
19
Sobirin
L
48
SD
300
20
Tohirotun
P
36
SD
100
21
H. Mukhti
L
78
Aliyah
350
22
Rukoni
L
55
-
200
23
H. Nurwi
L
67
SD
300
24
Warsono
L
47
SMA
100
No.
Ukuran Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar
Agustus Jumlah (Butir) 19 10 21 0 9 0 1 1 2 5 3 1 4 1 1 13 8 5 11 15 2 3 2 0
KEGIATAN PANEN (Tahun 2004) September Oktober Jumlah Jumlah Harga Ukuran Harga Ukuran (Butir) (Butir) 3.500 Kecil 5 4.000 Kecil 28 5.500 Sedang 33 6.000 Sedang 17 7.500 Besar 12 8.000 Besar 11 0 Kecil 5 3.000 Kecil 0 5.000 Sedang 1 5.000 Sedang 4 0 Besar 1 8.500 Besar 4 3.000 Kecil 1 3.000 Kecil 2 4.500 Sedang 0 0 Sedang 2 6.500 Besar 2 7.500 Besar 1 2.000 Kecil 3 2.000 Kecil 4 4.000 Sedang 5 4.000 Sedang 3 6.000 Besar 2 6.000 Besar 3 2.500 Kecil 4 2.500 Kecil 5 4.000 Sedang 5 4.000 Sedang 4 6.000 Besar 2 6.000 Besar 1 2.500 Kecil 14 2.000 Kecil 10 4.000 Sedang 9 4.000 Sedang 2 6.000 Besar 1 6.000 Besar 7 2.000 Kecil 17 2.000 Kecil 10 4.000 Sedang 16 4.000 Sedang 7 6.000 Besar 0 0 Besar 7 2.000 Kecil 0 0 Kecil 6 4.000 Sedang 5 4.000 Sedang 1 0 Besar 2 7.000 Besar 4
Harga 4.000 6.000 8.000 0 5.000 7.500 3.000 5.000 7.500 2.000 4.000 6.000 2.500 4.000 6.000 2.000 4.000 6.000 2.000 4.000 6.000 2.500 4.000 6.000
87
No.
Nama Responden
Jenis kelamin
Umur (Tahun)
Pendidikan
Luas Lahan (m²)
25
Khasiah
P
53
SMP
100
26
Jumiah
P
48
SD
120
27
Muslim
L
49
SMP
100
28
Sutriyo
L
66
SMP
90
29
Sunardi
L
53
SMA
200
30
Fatima
P
40
SD
100
Sumber : Data Primer diolah, 2004.
Ukuran Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar
Agustus Jumlah (Butir) 12 4 0 12 4 0 1 2 4 3 3 0 1 0 5 0 4 3
KEGIATAN PANEN (Tahun 2004) September Oktober Jumlah Jumlah Harga Ukuran Harga Ukuran (Butir) (Butir) 2.000 Kecil 0 0 Kecil 3 4.000 Sedang 20 5.000 Sedang 14 0 Besar 0 0 Besar 0 3.500 Kecil 2 4.000 Kecil 0 6.000 Sedang 5 6.000 Sedang 6 0 Besar 2 8.000 Besar 4 2.000 Kecil 3 2.000 Kecil 2 5.000 Sedang 4 5.500 Sedang 1 6.500 Besar 0 0 Besar 3 2.000 Kecil 5 2.000 Kecil 1 5.000 Sedang 6 5.000 Sedang 4 0 Besar 0 0 Besar 5 2.000 Kecil 3 2.500 Kecil 3 0 Sedang 0 0 Sedang 0 6.000 Besar 4 6.500 Besar 5 0 Kecil 0 0 Kecil 2 6.000 Sedang 6 6.000 Sedang 3 8.000 Besar 1 10.000 Besar 3
Harga 2.000 5.000 0 0 6.000 8.500 2.000 5.000 7.500 2.000 4.000 6.000 2.000 0 6.000 2.500 6.000 8.500
88
Lampiran. 6. Peta Wilayah Kabupaten Pati, Jawa Tengah
89
Lampiran.7. Peta Wilayah Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah