ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG
(Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah)
Oleh : ARIES SETIYANTO A14104043
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ARIES SETIYANTO. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM) Permintaan akan bahan pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama bahan pangan utama seperti padi, jagung dan kedelai. Jagung adalah salah satu bahan pangan terpenting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah padi. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga merupakan komoditas tanaman pangan setelah padi. Pada tahun 2007, kebutuhan jagung nasional belum mampu terpenuhi dengan hanya mengandalkan produksi nasional. Upaya Pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung salah satunya adalah menggalakkan program Gema Palagung yang dimulai sejak tahun 2001. Program tersebut mampu memicu produktivitas petani, terbukti dapat meningkatkan produksi jagung dalam negeri tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2006 produksi jagung nasional menurun sejalan dengan luas lahan yang menurun. Sebaliknya, produktivitas nasional mengalami peningkatan. Hal serupa terjadi di Jawa Tengah dimana produksi dan luas lahan mengalami penurunan namun produktivitas mengalami peningkatan. Namun demikian, Kabupaten Pati yang merupakan salah satu sentra produksi jagung di Jawa Tengah mengalami penurunan produktivitas selain turunnya produksi dan luas lahan. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan, (2) Menganalisis efisiensi produksi serta menentukan penggunaan optimal faktor-faktor produksi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan sebagai upaya peningkatan produktivitas jagung, (3) Menganalisis tingkat pendapatan petani dari usahatani jagung, baik yang di lahan sawah maupun di lahan tegalan. Penelitian dilakukan di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah pada bulan Juni sampai Juli 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada petani jagung dengan metode simple random sampling yang menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yaitu BPS Pusat Jakarta, Dinas Pertanian Kabupaten Pati, BPS Kabupaten Pati serta lembagalembaga lain yang terkait dengan penelitian ini. Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder dari hasil penelitian. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kegiatan yang berkaitan dengan usahatani jagung di daerah penelitian yang diuraikan secara deskriptif. Sementara, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi dan efisiensi penggunaan faktor produksi, analisis pendapatan usahatani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis). Analisis dilakukan dengan batuan alat kalkulator, Microsoft excel 2003, dan program komputer Minitab 14.
Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung lahan sawah adalah pupuk urea pada tingkat kepercayaan 99 persen dan pupuk kandang pada tingkat kepercayaan 90 persen. Sementara faktor benih, pupuk TSP, herbisida, insektisida, dan tenaga kerja tidak berpengaruh pada taraf yang ditetapkan. Di lain pihak, faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung lahan tegalan adalah luas lahan dan benih pada tingkat kepercayaan 95 persen serta pupuk TSP pada tingkat kepercayaan 90 persen. Faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh pada taraf yang ditetapkan adalah pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian dan tenaga kerja. Berdasarkan rasio NPM dan BKM setiap faktor produksi usahatani jagung baik lahan sawah maupun lahan tegalan menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tidak efisien. Pada usahatani jagung lahan sawah penggunaan faktor produksi yang masih kurang adalah benih, pupuk TSP, pupuk urea dan herbisida sedangkan faktor produksi pupuk kandang, insektisida dan tenaga kerja melebihi batas optimal. Sementara itu, pada usahatani jagung lahan tegalan penggunaan faktor produksi yang masih kurang adalah luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian. Sebaliknya, faktor produksi tenaga kerja melebihi batas optimal. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani jagung, pendapatan usahatani jagung, baik pendapatan tunai maupun pendapatan total di lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Hal ini dikarenakan hasil produksi usahatani jagung lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Namun, jika dilihat dari struktur biaya, biaya usahatani baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan di lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Hal ini disebabkan pemakaian tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga di lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Jika dilihat dari rasio R/C, usahatani jagung lahan sawah maupun lahan tegalan menguntungkan ( rasio R/C > 1). Namun demikian, rasio R/C lahan tegalan lebih tinggi dibandingkan rasio R/C lahan sawah. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung lahan tegalan lebih efisien dibandingkan usahatani jagung lahan sawah. Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah untuk mencapai kondisi efisien atau optimal pada usahatani jagung lahan sawah benih, pupuk TSP, pupuk urea dan herbisida harus ditingkatkan, sedangkan pupuk kandang, insektisida dan tenaga kerja harus dikurangi. Sementara itu, pada usahatani jagung lahan tegalan faktor produksi luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian harus ditingkatkan, sedangkan penggunaan tenaga kerja harus dikurangi. Adanya penyediaan sarana produksi yang tepat jumlah dan waktu seperti penyediaan benih dan pupuk dengan melakukan operasi pasar dan pengadaan program kredit oleh pemerintah terhadap sarana produksi. Selain itu, perlunya penyuluhan yang lebih intensif kepada petani agar pengetahuan atau wawasan petani mengenai budidaya jagung lebih luas. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan fungsi produksi selain fungsi produksi CobbDouglas. Selain itu, sebelum diterapkan dilapangan perlu dilakukan pengujian secara teknis.
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG
(Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah)
Oleh : ARIES SETIYANTO A14104043
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung (Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah ) Nama : Aries Setiyanto NRP
: A14104043
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Anita Ristianingrum, MSi NIP 132 046 437
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG (STUDI KASUS DI DESA BEKETEL, KECAMATAN KAYEN, KABUPATEN PATI,
PROPINSI
JAWA TENGAH)” BENAR - BENAR
HASIL PENELITIAN SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
Aries Setiyanto A14104043
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Mei 1986 di Pati sebagai anak tunggal keluarga Bapak Rakamto dan Ibu Sutini Endah Lestari. Penulis mengawali pendidikan di SD Beketel 02 pada tahun 1992, kemudian pada tahun 1998 penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 01 Kayen dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 02 Pati yang kemudian pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan program S1 di Institut Pertanian Bogor, pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif sebagai anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB. Selain itu, penulis juga aktif menjadi pengurus Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP) periode 2005 – 2006.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung (Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi produksi dan pendapatan usahatani jagung. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan sehingga diperlukan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas saran dan masukannya serta semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
Bogor, September 2008
Aries Setiyanto A14104043
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Anita Ristianingrum, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi atas bantuan, masukan, dan bimbingannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya 2. Ir. Joko Purwono, MS, selaku dosen penguji utama atas bimbingan dan saransarannya kepada penulis 3. Arif Karyadi Uswandi, SP, selaku dosen penguji wakil departemen atas bimbingan dan saran-sarannya kepada penulis 4. Kedua orang tua, mbah dan seluruh keluarga tercinta atas dorongan semangat, doa, dan dukungannya baik material maupun non material kepada penulis selama menulis skripsi ini 5. Orang tua Sri Suci dan seluruh keluarga ‘nengku’ (bapak & ibu suci, Imas dan Aa Agus dan semua keluarga) atas semua perhatian dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian 6. Teman-teman seperjuangan Wanti, Narita, Dika, Triyadi, dan Chika yang telah memberikan semangat selama penulis melakukan penelitian 7. Kak Restu yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar penulis 8. Teman-teman Pondok Angsa (Tesa, Rezki, Ganang, Arief, Ali Maksum, Gunawan, Roni, Amien, Mas Aris ) atas semua dukungan dan semangatnya
9. Temen-temen AGB terutama Agung dan Mas Wah atas dukungan dan semangatnya 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini
Bogor, September 2008
Aries Setiyanto A14104043
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xvi
I.
PENDAHULUAN.................................................................................
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang .............................................................................. Perumusan Masalah ...................................................................... Tujuan Penelitian .......................................................................... Kegunaan Penelitian .....................................................................
1 4 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
8
2.1. Gambaran Umum Komoditas Jagung................................................ 2.1.1. Botani Jagung........................................................................ 2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung.......................................... 2.1.3. Jenis Jagung Unggul.............................................................. 2.2. Budidaya Tanaman Jagung............................................................... 2.3. Penelitian Terdahulu.........................................................................
8 8 10 10 11 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN...................................................................
19
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis.............................................................. 3.1.1. Fungsi Produksi...................................................................... 3.1.2. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor produksi....................... 3.1.3. Usahatani................................................................................ 3.1.4. Pendapatan Usahatani............................................................ 3.1.5. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio)........................ 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional.......................................................
19 19 22 25 26 27 28
IV. METODE PENELITIAN....................................................................
31
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penarikan Contoh.......................... 4.3. Metode Analisis Data ..................................................................... 4.3.1. Analisis Fungsi Produksi .................................................... 4.3.2. Analisisi Efisiensi Ekonomi Produksi.................................... 4.3.3. Analisis Pendapatan Usahatani... ........................................ 4.3.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) ........ 4.4. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran....................................
31 31 32 32 40 40 42 43
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN..................................
46
5.1. Keadaan Umum dan Geografis Daerah Penelitian............................. 5.1.1. Letak Geografis...................................................................... 5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi....................................................... 5.2. Karakteristik Petani Responden......................................................... 5.2.1. Usia dan Pengalaman Petani Responden............................... 5.2.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden................................... 5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden.................. 5.2.4. Luas Lahan Petani Responden............................................... 5.2.5. Sifat Usahatani Jagung...........................................................
46 46 47 48 48 49 50 50 51
VI. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI JAGUNG..................................
52
6.1. Analisis Fungsi Produksi................................................................... 6.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha.................................. 6.3. Analisis Efisiensi Produksi................................................................
52 57 66
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG......................
75
7.1. Analisis Penerimaan Usahatani Jagung............................................. 7.2. Analisis Biaya Usahatani Jagung...................................................... 7.3. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung.............................................
75 77 82
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................
85
8.1. Kesimpulan....................................................................................... 8.2. Saran.................................................................................................
85 86
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 88 LAMPIRAN...................................................................................................... 90
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Jagung Nasional Tahun 2000-2006............................................................................................
2
2
Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung Propinsi Jawa Tengah Tahun 2000 – 2006...............................................
3
3
Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Pati Tahun 2000- 2006.............................................................................
5
4
Beberapa Varietas Jagung Unggul ..........................................................
11
5
Perhitungan Pendapatan Usahatani Jagung..............................................
41
6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia di Desa Beketel.....................................................................................................
47
7
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia di Desa Beketel, Tahun 2008..............................................................................................
48
8
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Jagung di Desa Beketel, Tahun 2008....................…...……….…….......
49
9
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani di Desa Beketel, Tahun 2008…....………….…………………...
49
10
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Beketel, Tahun 2008...................................................................
50
11
Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan Jagung yang Diusahakan di Desa Beketel, Tahun 2008...............……………………. 51
12
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Sifat Usahatani Jagung di Desa Beketel, Tahun 2008……......................................……………..
51
13
Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008....................................
52
14
Hasil Analisis Pendugaan Pertama Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT I Tahun 2008.......................
55
15
Hasil Analisis Pendugaan Kedua Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT I Tahun 2008......................
56
16
Rasio Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan Marginal Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008........
67
17
Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008....................................
69
18
Rasio Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan Marginal Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT Tahun 2008........
71
19
Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan Di Desa Beketel MT Tahun 2008......….………............. 72
20
Penerimaan Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008...............................................
76
21
Penerimaan Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008.………................………......
77
22
Biaya Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008.......…………………….…...
79
23
Biaya Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008……...…………….…..........
80
24
Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008............
83
25
Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008............
84
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Produksi........................................... 20
2
Alur Kerangka Pemikiran Operasional.................................................. 30
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Sawah dengan Multikolinier …………………...................
91
2
Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Sawah Tanpa Multikolinier ………….................................
92
3
Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Tegalan dengan Koefisien Regresi Negatif....................…… 93
4
Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Tegalan Tanpa Koefisien Regresi Negatif ............................ 94
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor perekonomian utama dititikberatkan pada sektor pertanian. Pertanian menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia yang diharapkan mampu meningkatkan penerimaan devisa negara, serta mampu menyediakan bahan pangan yang cukup bagi masyarakat sebagai upaya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Permintaan akan bahan pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama bahan pangan utama seperti padi, jagung, dan kedelai. Jagung adalah salah satu bahan pangan terpenting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah padi. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga merupakan komoditas tanaman pangan setelah padi. Di samping itu, komoditas ini dapat digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri seperti industri etanol (Purwono dan Hartono, 2005). Pada tahun 2007, kebutuhan jagung nasional belum mampu terpenuhi dengan hanya mengandalkan produksi nasional 1. Untuk menutupi kekurangan supply jagung, pemerintah melakukan impor jagung dari negara Amerika Serikat, Cina, Thailand, Argentina, dan India (Suciany, 2007). Upaya pemerintah untuk meningkatakan produksi jagung dalam negeri adalah dengan melakukan intensifikasi pertanian seperti penggunaan bibit hibrida. Di samping itu,
Mentan , 23 Juli 2007, Peningkatan Ketahanan Pangan, Kompas : hal 5 : kol 8
pemerintah juga melakukan upaya ekstensifikasi seperti perluasan lahan terutama di daerah luar pulau Jawa. Sejak tahun 2001 pemerintah telah menggalakkan sebuah program yang dikenal dengan sebutan gema palagung (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai, dan Jagung). Dengan adanya program tersebut, ternyata memberikan dampak positif terhadap petani. Petani terpacu untuk meningkatkan produktivitasnya dan terbukti dapat meningkatkan produksi jagung dalam negeri, tetapi belum mampu memenuhi semua kebutuhan dalam negeri (Purwono dan Hartono, 2005). Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Jagung Nasional Tahun 2000-2006 Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas (000 hektar) (000 ton) (Ton/Ha) 2000 3.500 9.677 2,765 2001 3.286 9.347 2,845 2002 3.127 9.654 3,083 2003 3.359 10.886 3,241 2004 3.357 11.225 3,344 2005 3.626 12.524 3,454 2006 3.346 11.609 3,470 Pertumbuhan -7,72 % -7,3 % 0,16 % Tahun 2006 Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian, 2008 Produksi jagung Indonesia tahun 2006 sebesar 11.609.000 ton. Nilai produksi ini lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2005 sebesar 12.524.000 ton. Dengan demikian, produksi jagung mengalami penurunan sebesar 915.000 ton atau turun sebesar 7,3 persen. Penurunan produksi jagung disebabkan berkurangnya luas panen nasional sebesar 280.000 hektar dari tahun sebelumnya. Walaupun terjadi penurunan produksi nasional, produktivitas nasional mengalami peningkatan dari 3,454 ton per ha menjadi 3,470 ton per ha atau mengalami kenaikan 0,16 persen.
Jika dibandingkan dengan negara penghasil jagung seperti Amerika Serikat, produktivitas jagung Indonesia masih jauh di bawah mereka. Produktivitas jagung Indonesia hanya 3,47 ton per hektar. Di lain pihak, produktivitas jagung di Amerika Serikat mencapai 9,47 ton per hektar pada tahun 2006 2. Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung Propinsi Jawa Tengah Tahun 2000 - 2006 Luas Areal Panen Produksi Produktivitas Tahun (Ha) (Ton) (Ton/Ha) 2000 581.893 2001 528.860 2002 495.224 2003 559.973 2004 521.645 2005 596.303 2006 497.928 Pertumbuhan - 16,5 % Tahun 2006 Sumber : www.deptan.go.id, 2008
1.713.805 1.553.920 1.505.706 1.926.243 1.836.233 2.191.258 1.856.023
2,945 2,938 3,040 3,440 3,520 3,675 3,727
- 15,3 %
1,4 %
Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Pulau Jawa yaitu sekitar 65 persen dari produksi nasional (Purwono dan Hartono, 2005). Salah satu sentra produksi jagung di Pulau Jawa adalah Jawa Tengah. Produksi tanaman jagung di Jawa Tengah pada tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan Tabel 2 pada tahun 2006 produksi jagung menurun sebesar 335.235 ton menjadi 1.856.023 ton. Penurunan produksi terjadi diduga karena luas areal panen jagung berkurang sebesar 16,5 persen. Sebaliknya, produktivitas meningkat sebesar 1,4 persen dari 3,675 ton per hektar pada tahun 2005 menjadi 3,727 ton per hektar pada tahun 2006. Salah satu sentra produksi jagung di Jawa Tengah adalah Kabupaten Pati. Adanya penurunan produktivitas 2
www.usda.gov (Situs resmi Departemen Pertanian Amerika Serikat)
jagung di Kabupaten Pati, maka perlu upaya peningkatan produktivitas untuk meningkatkan produksi jagung nasional agar produksi nasional bisa memenuhi kebutuhan konsumsi.
1.2. Perumusan Masalah Penurunan luas lahan dan produksi terjadi di Kabupaten Pati, yang merupakan salah satu sentra tanaman jagung di Jawa Tengah. Selain itu, produktivitas di Kabupaten Pati juga mengalami penurunan pada tahun 2006. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa luas lahan di Kabupaten Pati mengalami penurunan sebesar 12,58 persen dari 14.314 hektar menjadi 12.513 hektar. Produksi jagung turun sebesar 39,09 persen dari 66.216 ton menjadi 40.331 ton. Sementara itu, produktivitas pada tahun 2006 mengalami penurunan dari 4,626 ton per hektar menjadi 3,223 ton per hektar dimana produktivitas jagung di Kabupaten Pati lebih rendah daripada produktivitas nasional. Penurunan produktivitas jagung di Kabupaten Pati dapat berdampak pada penurunan produksi jagung Jawa Tengah yang merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk meningkatkan produktivitas jagung di Kabupaten Pati sebagai upaya peningkatan produksi jagung nasional. Penurunan produktivitas jagung di Kabupaten Pati disebabkan karena kurang efisiennya pemakaian faktor produksi. Berdasarkan pengamatan awal di daerah penelitian didapatkan beberapa masalah yang dihadapi petani yaitu kelangkaan pupuk di pasaran dan mahalnya harga benih serta mahalnya obat pertanian. Kelangkaan pupuk menyebabkan petani sulit mendapatkan pupuk sehingga pemakaian pupuk tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan Dinas
Pertanian. Oleh karena itu, dapat diduga penggunaan pupuk tidak efisien. Kebutuhan pupuk N, P, K untuk luasan satu hektar sebanyak 250 kg, 150 kg dan 100 kg (Dinas Pertanian Kabupaten Pati, 2008). Mahalnya harga benih dan obat pertanian menyebabkan petani membeli lebih sedikit dari kebutuhan yang seharusnya, sehingga diduga penggunaanya tidak efisien. Kebutuhan benih dalam luasan satu hektar adalah sebanyak 20 kg (Dinas Pertanian Kabupaten Pati, 2008). Sementara, untuk kebutuhan obat pertanian disesuaikan dengan jenis obatnya. Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Pati Tahun 2000-2006 Luas Areal Panen Produksi Produktivitas Tahun Ha % Ton % Ton % 2000 10.282 33.169 3,23 2001 12.448 21,06 39.535 19,19 3,176 -1,67 2002 10.962 -11,94 34.694 -12,25 3,165 -0,35 2003 11.990 9,38 45.358 30,74 3,783 19,53 2004 13.165 9,8 64.105 41,331 4,869 28,7 2005 14.314 8,72 66.216 3,29 4,626 -5 2006 12.513 -12,58 40.331 -39,09 3,223 -30,3 Sumber : BPS Kabupaten Pati, 2008 Pendapatan petani dapat berubah apabila tingkat produktivitas mengalami perubahan. Jadi, apabila produktivitas turun dapat menyebabkan penurunan tingkat pendapatan petani dengan asumsi harga satuan hasil produksi tetap. Oleh karena itu, untuk melihat bagaimana tingkat produktivitas jagung dapat mempengaruhi pendapatan petani dari usahatani jagung, diperlukan analisis pendapatan usahatani jagung. Tanaman jagung dapat tumbuh di semua tanah dari tanah berpasir maupun tanah liat berat. Namun jagung dapat tumbuh baik jika tanah kaya akan humus (Suprapto dan Marzuki, 2002). Di daerah penelitian, jenis lahan yang dipakai untuk usahatani jagung adalah lahan sawah dan tegalan. Pada kedua lahan
diindikasikan adanya perbedaan produktivitas lahan karena adanya perbedaan teknik budidaya. Berdasarkan pengamatan awal di daerah penelitian, perbedaan yang nyata antara usahatani lahan sawah dan tegalan adalah tidak terdapat pengairan dan pembajakan pada lahan tegalan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk melihat produktivitas jagung pada kedua lahan. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dikaji
adalah
sebagai berikut: 1.
Apa saja faktor – faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan?
2.
Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan?
3.
Bagaimana tingkat pendapatan petani dari usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1.
Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan.
2.
Menganalisis efisiensi produksi serta menentukan penggunaan optimal faktor-faktor produksi usahatani jagung sebagai upaya peningkatan produktivitas jagung.
3.
Menganalisis tingkat pendapatan petani dari usahatani jagung, baik yang di lahan sawah maupun di lahan tegalan.
1.4. Kegunaan Penelitian Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut : 1.
Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan dari usahatani jagung.
2.
Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa mendatang.
3.
Sebagai bahan pelajaran bagi peneliti sendiri dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Komoditas Jagung Menurut Rukmana (1997), tanaman jagung ( Zea mays L.) berasal dari dataran Peru, Equador dan Bolivia serta Meksiko bagian selatan dan Amerika Tengah, yang merupakan komoditi pertanian unggulan yang berpotensi tinggi. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang yang berhawa sedang maupun panas dan merupakan makanan pokok penduduk setempat serta sebagai pakan ternak. Sebagai bahan makanan, jagung memiliki kandungan gizi yang tinggi terutama karbohidrat. Selain itu, jagung juga mengandung zat-zat seperti gula, kalium, asam jagung, dan minyak lemak. Buah yang masih muda banyak mengandung zat protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin A, B1, B6, C dan K. Rambutnya mengandung minyak lemak, dammar, gula, asam maisenat, dan garam-garam mineral. Di samping itu, buah jagung biasanya dibuat tepung jagung atau maizena (Suroso, 2006).
2.1.1. Botani Jagung Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam ordo Tripsaceae, family Poaceae, subfamily Panicoideae dan genus Zea. Tanaman jagung memiliki akar serabut dengan tiga tipe akar, yaitu akar seminal yang tumbuh dari radikula dan embrio, akar adventif yang tumbuh dari buku terbawah, dan akar udara (brace root) (Sudjana et al., 1991). Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol.
Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60-300 cm. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helain, tergantung varietasnya. Daun terdiri dari tiga bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun, helain daun (Purwono dan Hartono, 2005). Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Rangkaian bunga terdapat dalam spikelet dengan bunga jantan di ujung tanaman (apikal) dan bunga betina di ketiak daun (aksilar). Jagung bersifat protandrus yaitu mekarnya bunga jantan (pelepasan tepung sari) biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum munculnya tangkai putik. Oleh karena itu, jagung merupakan spesies yang menyerbuk silang (Fischer dan Palmer, 1992). Jagung termasuk tanaman C-4 yang mampu beradaptasi baik pada faktorfaktor pembatas pertumbuhan dan hasil. Ditinjau dari segi kondisi lingkungan, tanaman C-4 beradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti intensitas radiasi surya yang tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Sifat yang menguntungkan dari tanaman jagung sebagai tanaman C-4 antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomi yang sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil (Muhadjir, 1988).
2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Daerah pertumbuhan jagung meliputi skala lingkungan yang sangat luas yaitu antara 580 LU – 400 LS. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 0-1.300 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan tahunan 25010.000 mm. Jagung dapat hidup di daerah yang beriklim panas dan di daerah yang beriklim sedang, yaitu pada temperatur 230-270C (Suprapto dan Marzuki, 2002). Jagung dapat tumbuh di semua jenis tanah, tanah berpasir maupun tanah liat berat. Namun, tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan kaya akan humus dengan pH tanah (kemasaman tanah) antara 5,5 – 7,0 (Suprapto dan Marzuki, 2002).
2.1.3. Jenis Jagung Unggul Salah satu cara untuk mengatasi rendahnya produktivitas jagung yaitu dengan perbaikan varietas. Varietas jagung unggul dapat berupa varietas bersari bebas atau varietas hibrida. Penggunaan benih jagung hibrida biasanya akan menghasilkan produksi lebih tinggi, tetapi mempunyai beberapa kelemahan dibandingkan dengan varietas bersari bebas. Kelemahan tersebut antara lain harga benihnya yang lebih mahal, hanya dapat digunakan maksimal dua keturunan, dan tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa varietas unggul yang dapat dipilih sebagai benih dapat dilihat di Tabel 4.
Tabel 4. Beberapa Varietas Jagung Unggul Nama Varietas Umur (hari) No. 1 Hibrida C-1 100 2 Hibrida C-2 97 3 Hibrida Pioner 1 100 4 Hibrida Pioner 2 100 5 Hibrida IPB 4 100 -105 6 Hibrida CPI-1 97 7 Kalingga 97 8 Wiyasa 96 9 Arjuna 85 10 Bastar Kuning 130 11 Kania Putih 150 12 Metro 110 13 Harapan 105 14 Bima 140 15 Permadi 96 16 Bogor Composite 105 17 Parikesit 105 18 Sadewa 86 19 Nakula 85 20 Hibrida CPI-2 97 Sumber : Purnomo dan Hartono, (2005)
Hasil Rata-rata (ton/ha) 5,0-6,0 5,0-8,0 5,6-6,0 5,0-7,0 6,6 6,0-7,0 5,0-6,0 5,0-7,0 5,0-6,0 3,3 3,3 3,2 3,3 3,7 3,3 3,6 3,8 3,7 3,6 6,0-8,0
2.2. Budidaya Tanaman Jagung 1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah menjadi gembur sehingga pertumbuhan akar tanaman maksimal. Selain itu, pengolahan tanah juga akan memperbaiki tekstur tanah, memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah, serta mendorong aktivitas mikroba tanah dan membebaskan unsur hara. Bila dalam kondisi bebas, unsur hara dengan mudah dapat diambil oleh akar tanaman. Tanah diolah pada kondisi lembab tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang sudah gembur hanya diolah secara umum. Kegiatan pengolahan tanah terdiri dari pembukaan lahan, penggemburan lahan, pembuatan bedengan dan saluran air,
pengapuran dan pemberian pupuk sehingga membutuhkan tenaga yang cukup banyak untuk mengerjakan pengolahan tanah. 2. Penanaman Setelah lahan diolah dan dikapuri, tahap selanjutnya yaitu penanaman. Namun, sebelum penanaman dilakukan, sebaiknya ditentukan terlebih dahulu pola tanam yang diinginkan dan ditentukan jarak tanamnya. Setelah itu, baru dilakukan penanaman. Tanaman jagung dapat ditanam pada awal musim hujan atau pada awal musim kemarau. Petani umumnya tidak menanam jagung secara monokultur, tetapi dicampur dengan tanaman lain. Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan terutama pada lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Dengan demikian, pemilihan varietas yang ditanam pun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia atau curah hujan. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panen, semakin panjang umurnya, tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas. Jagung berumur panjang dengan waktu panen lebih dari 100 hari setelah panen, sebaiknya jarak tanamnya dibuat 100 cm x 40 cm (2 tanaman per lubang) atau 100 cm x 25 cm ( 1 tanaman per lubang). Jagung berumur sedang (umur panen 80-100 hari), jarak tanamnya 75 cm x 25 cm (1 tanaman per lubang), sementara untuk jagung berumur pendek (umur panen kurang dari 80 hari), jarak tanamnya 50 cm x 20 cm (1 tanaman per lubang). Lubang tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu diperhatikan agar benih tidah terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang
tanam sekitar 3-5 cm. Setiap lubang hanya diisi 1 atau 2 butir benih, tergantung jarak tanamnya. 3.
Pemeliharaan Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan tanaman
jagung diantaranya penjarangan dan penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pemupukan, dan pengairan. a. Penjarangan dan Penyulaman Dengan penjarangan maka dapat ditentukan jumlah tanaman per lubang sesuai dengan yang dikehendaki, sedangkan penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh atau mati. Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah tanam. Jumlah benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman hendaknya menggunakan benih dari jenis yang sama. Waktu penyulaman paling lambat dua minggu setelah tanam. b. Penyiangan Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. c. Pembumbunan Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidah mudah rebah, selain itu, juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Untuk efisiensi tenaga kerja biasanya pembumbunan dilakukan bersama dengan penyiangan kedua yaitu setelah tanaman berumur 1 bulan.
d. Pemupukan Dosis pemupukan untuk jagung hibrida setiap hektarnya adalah pupuk urea sebanyak 250 kg, pupuk TSP atau SP-36 sebanyak 150 kg, dan pupuk KCl sebanyak 100 kg. Pemupukan dapat dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, tahap pemupukan dasar, dilakukan pada saat bersamaan dengan waktu tanam. Jumlah dosis yang dipakai adalah sepertiga pupuk urea dan semua dosis pupuk SP-36 dan KCl. Tahap kedua, diberikan saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam bersamaan dengan pembumbunan, dengan dosis dua per tiga pupuk urea. e. Pengairan Pengairan hanya dilakukan bila tidak turun hujan selama 3 hari berturut-turut. Pedoman perlu tidaknya pengairan dengan cara melihat keadaan tanah dan tanaman. Namun, menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih banyak sehingga perlu dialirkan air ke parit diantara bumbunan tanaman jagung (lub). f. Pengendalian Hama Penyakit Hama bisa menjadi penghambat keberhasilan panen bila tidak dikendalikan. Penggunaan pestisida hanya diperkenankan setelah terlihat adanya hama yang dapat membahayakan tanaman jagung. Beberapa hama yang sering menyerang tanaman jagung adalah lalat bibit, lundi, ulat pemotong, penggerek tongkol. Sedangkan penyakit yang sering menyerang jagung adalah penyakit bulai, penyakit bercak daun, penyakit karat, penyakit gosong bengkak, penyakit busuk tongkol dan biji busuk (Suciani, 2007).
4. Kegiatan Panen dan Pasca Panen. Tanaman jagung dipanen sesuai tujuan penanaman. Jagung semi (baby corn) dipanen pada umur 45-50 hari setelah tanam atau 5-6 hari setelah bunga betina muncul dan belum dibuahi. Jagung untuk sayur atau rebus, dipanen saat umur 60 hari setelah tanam. Sedangkan bila diambil biji keringnya, panen dilakukan bila telah terbentuk lapisan hitam (black layer) pada dasar biji sekitar 80-100 hari setelah tanam. Setelah proses panen selesai kegiatan pasca panen dimulai. Kegiatan pasca panen meliputi proses pemipilan, yaitu memisahkan biji jagung dari tongkolnya, kemudian proses pengeringan, pengemasan, dan yang terakhir pemasaran.
2.3. Penelitian Terdahulu Perangin – Angin (1999) dalam penelitiannya tentang analisis pendapatan usahatani dan pemasaran jagung menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan usahatani jagung di daerah penelitian sebesar Rp. 3.420.500,00 dengan tingkat produksi 4,2 ton per hektar dan harga rata-rata sebesar Rp. 1.040,00 per kilogram. Nilai R/C atas biaya total diperoleh sebesar 2,88 dan R/C atas biaya tunai sebesar 4,61. Hal ini membuktikan bahwa usahatani jagung layak diusahakan di daerah penelitian. Widiyanti (2000) melakukan penelitian dengan judul ” Analisis Produksi dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Jagung Manis (kasus di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)”. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kombinasi faktor-faktor produksi yang dapat memberikan keuntungan maksimal, membuat fungsi keuntungan usahatani jagung
manis dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan petani dalam usahatani jagung manis serta membandingkan efisiensi ekonomi relatif antara kelompok petani pemilik dan penyewa dan antara kelompok petani pemilik berlahan luas dan petani berlahan sempit. Hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi sulit ditentukan. Rata-rata produksi jagung manis yang dihasilkan petani sebesar 4.834,286 kilogram dan harga rata-rata jagung manis di daerah penelitian Rp. 1.114,29 per kilogram sehingga penerimaan petani sebesar Rp.3.739.657,82 per musim tanam. Hasil lain dari penelitian ini adalah keuntungan petani pemilik sebesar Rp. 5.236.183,46 lebih besar dibandingkan petani penyewa yang hanya sebesar Rp. 4.427.158,85. Keuntungan yang diperoleh petani berlahan luas sebesar Rp. 6.026.397,71 lebih besar dibandingkan dengan petani berlahan sempit yang sebesar Rp. 1.999.057,30. Susanto (2004) melakukan penelitian tentang ”Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Padi Gogo Secara Tumpangsari dengan Jagung”. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengukur tingkat pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi gogo secara tumpangsari dengan jagung. Hasil penelitian Susanto (2004) ini adalah total penerimaan petani dari nilai
produksi
tumpangsari
padi
gogo
dengan
jagung
yaitu
sebesar
Rp.1.999.200,00. Penerimaan ini meliputi penerimaan produksi padi gogo sebesar Rp. 1.348.100,00 dan jagung sebesar Rp. 657.100,00 dengan harga jual padi gogo dan jagung di daerah penelitian berturut-turut Rp. 1.700,00 per kilogram dan
Rp.450,00 per kilogram. Hasil dari analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) atas biaya tunai sebesar 2,92 dan R/C berdasarkan biaya total sebesar 1,09. Nilai ini menunjukkan usahatani tumpangsari padi gogo dan jagung layak diusahakan karena memiliki penerimaan yang lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Suroso (2006) melakukan penelitian dengan judul ” Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jagung” dengan studi kasus di Desa Ukirsari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pendapatan usahatani berlahan sempit dan usahatani berlahan luas. Hasil penelitian menunjukkan nilai R/C rasio atas biaya total usahatani berlahan luas lebih besar dibandingkan usahatani berlahan sempit. Nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani berlahan luas adalah sebesar 3,08, sedangkan R/C rasio atas biaya tunai usahatani berlahan sempit adalah sebesar 2,57. Nilai R/C rasio atas biaya total usahatani berlahan luas adalah sebesar 2,24, sedangkan Nilai R/C rasio atas biaya total usahatani berlahan sempit adalah sebesar 1,58. Hal ini berarti bahwa usahatani jagung di daerah penelitian pada lahan luas lebih efisien dibandingkan pada lahan sempit. Hasil estimasi model fungsi menggunakan OLS dan analisis komponen utama menunjukkan bahwa lahan, benih, pupuk urea, pupuk ponska, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi jagung. Penelitian – penelitian yang pernah dilakukan di atas belum ada yang mengukur bagaimana usahatani pada lahan sawah dan lahan tegalan. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani jagung, efisiensi faktor produksi dan penggunaan optimal
faktor-faktor produksi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan. Di samping itu, penelitian ini juga menganalisis pendapatan antara kedua lahan tersebut.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut sebagai faktor – faktor produksi. Umumnya faktor – faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga kerja, dan modal. (Lipsey et al, 1995). Hubungan antara input (faktor – faktor produksi) dengan output (barang dan jasa), para ekonom menggambarkan dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi produksi (Nicholson, 2002). Soekartawi (2003) mendefinisikan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi yang baik hendaknya dapat dipertanggungjawabkan, mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi, mudah dianalisis dan mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi, et al., 1986). Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3, ……Xn) Keterangan: Y = output X1,X2,X3…..Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi.
Y(output) =0 =1
I
II
>1
0< <1
III
Produk Total (PT)
<0
Input
Produk Rata-Rata (PR) Produk Marjinal (PM) X (input) Gambar 1. Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Produksi (Doll dan Orazem, 1984) Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh “Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (Law of Diminishing Returns)” (Lipsey et al, 1995). Hukum ini menjelaskan bahwa jika faktor produksi variabel dengan jumlah tertentu ditambahkan terus menerus pada sejumlah faktor produksi tetap, akhirnya akan
dicapai suatu kondisi di mana setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan tambahan produksi yang besarnya semakin berkurang. Menurut Doll dan Orazem (1984), suatu fungsi produksi dapat dibedakan menjadi tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor produksi. Elastisitas produksi adalah persentase perubahan produk yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Persamaan matematik dari elastisitas produksi adalah sebagai berikut : Elastisitas
%δY δY / Y = %δX δX / X δY X = ⋅ δX Y PM = PR =
Pada Gambar 1 dapat dilihat ketiga daerah tersebut yaitu elastisitas yang lebih besar dari satu (
> 1), elastisitas diantara nol dan satu (0< <1), dan
elastisitas lebih kecil dari nol (
< 0). Daerah I mempunyai nilai elastisitas
produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale). Kondisi ini dicapai saat kurva produksi marjinal berada di atas kurva produksi rata – rata yang berarti bahwa setiap kenaikan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena produksi masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Pada daerah I disebut daerah irrasional. Daerah II mempunyai nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (Decreasing Return to Scale) yang berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi paling tinggi satu persen dan
paling rendah nol. Pada keadaan ini perusahaan bisa untung dan rugi sehingga perusahaan harus memilih atau menetapkan tingkat produksi yang tepat agar mencapai keuntungan maksimum. Oleh karena itu, daerah II disebut sebagai daerah rasional. Di sisi lain, nilai elastisitas produksi sama dengan satu terjadi saat produksi rata – rata maksimum (PM=PR). Hal ini berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi sebesar satu persen. Kondisi ini disebut sebagai (Constant Return to Scale). Elastisitas produksi yang nilainya sama dengan nol dicapai saat produksi total mencapai maksimum atau saat produksi marjinal sama dengan nol. Daerah III
mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol.
Kondisi ini dicapai saat produksi total menurun atau saat produksi marjinalnya negatif. Pada daerah ini, kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut juga daerah irrasional.
3.1.2. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Tingkat efisiensi dapat dilihat secara teknis dan ekonomis. Secara teknis dapat dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan kombinasi input terkecil dalam satuan fisik, sedangkan secara ekonomis dapat dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan biaya terendah (Lipsey et al., 1995). Menurut Doll dan Orazem (1984), untuk mencapai keuntungan maksimum diperlukan dua syarat, yaitu syarat keharusan (necessery condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan menunjukkan tingkat efisiensi
teknis yang harus dipenuhi, yaitu harus diketahui elastisitas produksi yang bisa diturunkan dari fungsi produksi. Sementara itu, syarat kecukupan menunjukkan efisiensi ekonomis. Efisiensi ekonomis dengan keuntungan maksimum tercapai apabila Nilai Produk Marjinal (NPM) akan sama dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) atau Rasio NPM dan BKM sama dengan satu. Menurut Doll dan Orazem (1984), keuntungan diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
Keterangan : Y Py Xi Pxi BTT
= Keuntungan = Output = Harga output = Input ke-i = Harga input ke-i = Biaya tetap total
Keuntungan maksimum dapat dicapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol.
sehingga Py. PMxi = Pxi, di mana : Py. PMxi = Nilai Produk Marjinal xi (NPM xi) = Harga faktor produksi atau Biaya Korbanan Marjinal xi (BKM xi) Pxi Apabila faktor produksi diasumsikan tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, maka persamaanya dapat ditulis sebagai berikut :
Jika faktor produksi yang digunakan lebih dari satu misalkan sampai n faktor produksi maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila :
Berdasarkan rumus syarat kecukupan, suatu faktor produksi dikatakan telah dialokasikan secara optimal apabila NPM yang dihasilkan sama dengan BKM faktor produksi. Apabila penggunaan input belum atau tidak optimal, maka dapat dicari dengan melihat persamaan produk marjinal yaitu :
maka kombinasi input yang optimal dapat dicari dengan cara : NPMxi = Pxi PMxi × Py = Pxi
Keterangan : NPMxi Y Py Xi Pxi bi
= Nilai Produk marjinal input ke-i = Ouput = Harga Output = Input ke-i = Harga input ke-i = Elastisitas faktor produksi ke-i
3.1.3. Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian (Rivai, 1980). Sementara, ilmu usahatani sendiri adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal intern usahatani yang meliputi organisasi, operasi, pembiayaan dan penjualan, perihal usahatani itu sebagai unit atau satuan produksi dalam keseluruhan organisasi (Hernanto, 1996). Usahatani mempunyai empat unsur pokok yang saling berkaitan atau dengan istilah lain sebagai faktor-faktor produksi usahatani. Faktor – faktor produksi tersebut yaitu alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang dilakukan seorang petani.
Sifat usaha dari usahatani pada mulanya hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi keluarga petani sendiri (subsisten). Namun demikian, sifat usaha dari usahatani lambat laun berubah menjadi bersifat komersial seiring semakin meningkatnya kebutuhan hidup. Sebagai kegiatan produksi, usahatani pada akhirnya akan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang didapat untuk mengetahui keberhasilan usaha.
3.1.4. Pendapatan Usahatani Secara umum pendapatan merupakan hasil selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikorbankan. Usahatani juga menerapkan hal tersebut. Besar kecilnya pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keberhasilan kegiatan usahatani yang dilakukan. Untuk memperhitungkan pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran yang diperhitungkan dalam jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara itu, biaya atau pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani (Tjakrawilaksana, 1983). Menurut Hernanto (1996) ada empat pengelompokan biaya, yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat berupa sewa lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost besarnya akan
selalu berubah tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk biaya yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya pengadaan benih, biaya tenaga kerja, biaya obat-obatan pertanian. Biaya tunai adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih, biaya pupuk, biaya tenaga kerja luar keluarga. Di lain pihak, biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan petani. Biaya ini dapat termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya diperhitungkan adalah sewa lahan milik sendiri dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.
3.1.5. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani tersebut efisien. Suatu usahatani dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan petani secara finansial. Analisis ini menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C ratio, maka menunjukkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani. Jika R/C ratio > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada tambahan biaya atau secara
sederhana kegiatan usahatani layak. Apabila R/C ratio < 1, berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya yang dikeluarkan atau secara sederhana usahatani tidak layak untuk diusahakan. Di sisi lain, jika R/C ratio = 1, perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan seimbang atau berada pada kondisi keuntungan normal (Normal Profit).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Potensi tanaman jagung di Indonesia sangat besar, selain untuk memenuhi bahan pangan, jagung juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku industri. Kemampuan produksi jagung di Indonesia masih belum mampu untuk memenuhi permintaan dalam negeri, sisanya dipenuhi dengan impor. Salah satu kelemahan usahatani jagung di Indonesia adalah rendahnya produktivitas jagung per hektarnya. Untuk mengatasi hal ini pemerintah memasukkan jagung dalam program peningkatan ketahanan pangan dan program pengembangan agribisinis yang bertujuan untuk pengembangan pertanian. Namun pada kenyataannya, pada tahun 2006 luas lahan secara nasional menurun sehingga produksi mengalami penurunan akan tetapi produktivitas meningkat. Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Pulau Jawa yaitu sekitar 65 persen dari produksi nasional. Salah satu sentra produksi jagung di Pulau Jawa adalah Jawa Tengah. Produksi tanaman jagung di Jawa Tengah pada tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal serupa terjadi di Kabupaten Pati yang merupakan salah satu sentra tanaman jagung di Jawa Tengah di mana luas areal panen dan produksi jagung menurun pada tahun
2006. Namun, produktivitas di Kabupaten Pati mengalami penurunan pada tahun 2006. Selain itu, produktivitas jagung di Kabupaten Pati lebih rendah daripada produktivitas nasional. Produktivitas jagung yang turun di Kabupaten Pati berkaitan dengan teknik budidaya yang tidak tepat. Di Kabupaten Pati, jagung dapat dibudidayakan atau ditanam pada dua jenis lahan yaitu lahan sawah dan lahan tegalan. Pada kedua lahan diindikasikan adanya perbedaan produktivitas karena adanya perbedaan teknik budidaya dimana di lahan sawah terdapat pengairan dan pembajakan sedangkan di lahan tegalan tidak ada. Produktivitas yang turun di Kabupaten Pati disebabkan penggunaan faktor-faktor produksi usahatani jagung yang tidak tepat, baik lahan sawah maupun lahan tegalan. Dengan demikian, perlunya diketahui apa saja faktorfaktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan dengan menganalisis fungsi produksi. Di samping itu, apakah efisien atau optimal penggunaan faktor-faktor produksi jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan. Turunnya produktivitas lahan juga berdampak pada pendapatan petani dari usahatani jagung. Oleh karena itu, perlu mengetahui bagaimana pendapatan petani dari usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan dengan menganalisis pendapatan usahatani dan R/C ratio.
Alur kerangka pemikiran
operasional dari penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 2.
Produktivitas Jagung Turun Usahatani Jagung - Lahan Sawah - Lahan Tegalan Analisis Fungsi Produksi
Analisis Pendapatan Usahatani
Efisiensi Produksi Jagung Sawah
Analisis R/C Ratio
Produktivitas Meningkat
Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Kecamatan Kayen merupakan salah satu sentra jagung di Kabupaten Pati. Di samping itu, di Kecamatan Kayen yang menjadi sentra produksi jagung adalah Desa Beketel. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2008.
4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penarikan Contoh Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada petani jagung dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya dan mengadakan pengamatan langsung pada kegiatan usahatani responden di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yaitu BPS Pusat Jakarta, Dinas Pertanian Kabupaten Pati, BPS Kabupaten Pati dan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan penelitian ini serta internet. Kedua data tersebut digunakan sebagai sumber penelitian kemudian diolah untuk mencapai tujuan penelitian. Pemilihan responden (sample) yang digunakan pada penelitian ini adalah 64 orang petani jagung dari 186 petani yang diambil secara acak sederhana (simple random sampling) dari daftar nama petani diambil dari kelompok tani
setempat. Responden dibagi menjadi dua kategori yaitu petani lahan sawah dan petani lahan tegalan yang masing-masing berjumlah 32 orang.
4.3. Metode Analisis Data Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder dari hasil penelitian. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kegiatan yang berkaitan dengan usahatani jagung di daerah penelitian yang diuraikan secara deskriptif. Sementara, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi dan efisiensi penggunaan faktor produksi, analisis pendapatan usahatani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis). Analisis dilakukan dengan batuan alat kalkulator, Microsoft excel 2003, dan program komputer Minitab 14. 4.3.1. Analisis Fungsi Produksi Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara umum persamaan matematik dari fungsi CobbDouglas dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = bo X1b1 X2b2 X3b3…Xnbn eu Untuk
memudahkan,
fungsi
produksi
Cobb
Douglas
dapat
ditransformasikan ke dalam bentuk linier logaritmik sehingga fungsi produksi tersebut menjadi: Ln Y = Ln bo + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 LnX3 + ... +bn Ln Xn + u Keterangan : Y bo b1,b2,..,bn X1, X2,…,Xn
= = = =
jumlah produksi fisik intersep parameter variabel penduga faktor – faktor produksi
e = bilangan natural (e = 2,7182) u = unsur sisa (galat) Beberapa pertimbangan-pertimbangan dalam pemakaian fungsi CobbDouglas untuk menduga produksi usahatani adalah sebagai berikut: (Soekartawi, 2003). 1. Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan fungsi yang banyak dipakai dalam penelitian, 2. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya masalah heteroskedastisitas, 3. Parameter penduga (bi) dapat langsung menunjukkan elastisitas produksi dari input bersangkutan (Xi), Y = bo X1b1 X2b2
Elastisitas =
δY X ⋅ δX Y
Untuk mendapatkan elastisitas produksi X1, Y= bo X1b1 X2b2 diturunkan terhadap X1. b b X b1 X b 2 δY b1-1 b2 = b1 bo X1 X2 = 1 0 1 2 δX 1 X1 δY Y = b1 δX 1 X1
Sehingga, b1 =
δY X 1 ⋅ δX 1 Y
4. Jumlah elastisitas dugaan dari masing-masing faktor produksi merupakan pendugaan skala usaha (renturn to sacale). Bila
bi > 1, maka proses produksi
berada pada skala yang meningkat (increasing return to scale). Bila
bi = 1,
maka proses produksi berada pada skala yang konstan (constan return to scale). Bila
bi < 1, maka proses produksi berada pada skala yang menurun,
5. Perhitungan fungsi Cobb-Douglas sederhana karena dapat ditransformasikan ke dalam bentuk linier.
Namun demikian, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, sebelum menggunakan fungsi produksi Cobb – Douglas untuk menduga model yaitu 1) tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Hal ini dikarenakan logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui, 2) dalam fungsi produksi, perlu asumsi
bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap
pengamatan, 3) pada fungsi produksi perbedaan lokasi seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan (u), 4) nilai bi harus positif dan lebih kecil dari satu. Hal ini dikarenakan fungsi produksi Cobb – Douglas tidak mempunyai nilai maksimum sehingga fungsi produksi tersebut tidak bisa menjelaskan daerah III. Dengan demikian, jika ada koefisien regresi (bi) yang bernilai negatif maka fungsi tersebut bukan fungsi produksi Cobb – Douglas (Soekartawi, 2003). Untuk menganalisa hubungan antara faktor – faktor produksi dan produksi digunakan analisis regresi dengan Ordinary Least Square (OLS). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam metode kuadrat terkecil biasa (OLS) antara lain (Gujarati, 1978) adalah: 1. E(ui | Xi ) = 0, yang berarti rata – rata hitung dari simpangan (deviasi) yang berhubungan dengan setiap Xi tertentu sama dengan nol. 2. cov (ui, uj) = 0, i
j, yang berarti tidak ada autokorelasi atau tidak ada
korelasi (hubungan) antara kesalahan pengganggu ui dan uj 3. var (ui | Xi) = σ 2, yang berarti setiap error mempunyai varian yang sama atau penyebaran yang sama (homoskedastisitas) 4. cov (ui , Xi) = 0, yang berarti tidak ada korelasi antara kesalahan pengganggu dengan setiap variabel yang menjelaskan (Xi).
5. N (0; σ 2), yang berarti kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata – rata nol dan varian σ 2. 6. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak ada hubungan linier yang nyata antara variabel – variabel yang menjelaskan. Multikolinearitas umumnya disebabkan oleh adanya kecenderungan variabel-variabel ekonomi yang bergerak secara bersamaan. Akibatnya koefisien regresi dugaan tidak stabil (besar dan arah koefisien regresi tidak valid) dan sulit membedakan pengaruh satu variabel dengan variabel lainnya. Menurut Gujarati (1978) untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah dengan menghubungkan data cross-sectional dan data time series, mengeluarkan variabel bebas yang berkorelasi kuat dengan variabel bebas lainnya, dan penambahan data baru. Analisis fungsi produksi digunakan untuk melihat hubungan antara variabel terikat (dependent Variable) dan variabel bebas (inpendent variable). Dalam analisis ini dilakukan analisis fungsi produksi dan analisis regresi baik di lahan sawah maupun lahan tegalan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi jagung. Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi variabel bebas dan terikat Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses produksi jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan. Faktor-faktor tersebut antara lain lahan, benih, pupuk urea, pupuk TSP/SP-36, pupuk kandang, herbisida, insektisida, serta tenaga kerja. Faktor-faktor produksi ini merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu hasil produksi jagung.
2. Analisis Regresi Dalam analisis regresi, pendekatan fungsi produksi yang digunakan, baik lahan sawah maupun lahan tegalan adalah bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu : Y
= b0X1b1X2b2X3b3X4b4X5b5X6b6X7b7X8b8eu
dengan mentransformasikan fungsi Cobb-Douglas ke dalam bentuk linier logaritma, maka model fungsi produksi jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan dapat ditulis sebagai berkut : ln Y
= ln b0 + b1 lnX1 + b2 lnX2 + b3 lnX3 + b4 lnX4 + b5 lnX5 + b6 lnX6 + b7 lnX7 + b8 lnX8 + u ln e
di mana : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 b0 u bi
= Produksi total jagung (kg) = Luas lahan per musim tanam (ha) = Jumlah benih per musim tanam (kg) = Jumlah pupuk TSP per musim tanam (kg) = Jumlah pupuk urea per musim tanam (kg) = Jumlah pupuk kandang per musim tanam (kg) = Jumlah herbisida yang dipakai per musim tanam (liter) = Jumlah insektisida yang dipakai per musim tanam (liter) = Jumlah tenaga kerja per musim tanam (HOK) = variabel intersept = unsur galat = koefisien regresi masing-masing variabel
3. Pengujian Hipotesis Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi. 1. Pengujian terhadap model penduga Pengujian ini untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi jagung.
Hipotesis : H0 : b1 = b2 = ………..= bi = 0 H1 : salah satu dari b ada
0
Uji statistik yang digunakan adalah uji F:
di mana : k n Kriteria uji :
= Jumlah variabel termasuk intersept = Jumlah pengamatan atau responden
F-hitung > F-tabel (k-1,n-k) pada taraf nyata
: Tolak H0
F-hitung < F-tabel (k-1,n-k) pada taraf nyata
: Terima H0
Untuk memperkuat pengujian, dihitung besarnya koefisien determinasi (R2), untuk mengetahui berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut :
2. Pengujian untuk masing-masing parameter Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis : H0 : bi = 0 H1 : bi
0
Uji statistik yang digunakan adalah uji t :
Kriteria uji : t-hitung > t-tabel (á/2,n-v) pada taraf nyata
: tolak H0
t-hitung < t-tabel (á/2,n-v) pada taraf nyata
: terima H0
di mana : v = Jumlah variabel bebas n = Jumlah pengamatan atau responden Jika tolak H0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model. 3. Pengujian Multikolinieritas Untuk melihat apakah terjadi multikoliniaritas ada banyak cara untuk mendeteksinya, yaitu dengan koefisien determinasi (R2) yang tinggi namun dari uji - t banyak variabel bebas yang tidak signifikan atau dapat diukur dengan Variance Inflation Factor (VIF) yaitu sebagai berikut:
VIF(Xj) =
1
(1 − R ) 2 j
di mana, Rj = koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel dependen Xj dan variabel independent adalah variabel X lainnya Jika VIF(Xj)>10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinearitas.
4.3.2. Analisis Efisiensi Ekonomi Produksi Pengujian terhadap efisiensi ekonomi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian efisiensi ekonomi usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan, yaitu apakah sumberdaya (input) telah dikombinasikan secara optimal, dan apakah keuntungan maksimum dapat dicapai. Kondisi ini terjadi apabila
Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM), atau dengan kata lain rasio NPM dan BKM sama dengan satu. Kriteria pengujian: 1. Rasio NPM dan BKM lebih besar dari satu (NPM/BKM > 1), ini berarti penggunaan input belum efisien, input perlu ditambah untuk mencapai efisien. 2. Nilai rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu (NPM/BKM < 1), ini artinya penggunaan input belum efisien, input perlu dikurangi untuk mencapai efisien.
4.3.3. Analisis Pendapatan Usahatani Untuk menganalisis pendapatan usahatani dilakukan pencatatan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran usahatani (biaya) dalam satu musim tanam I tahun 2008. Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tersebut berasal dari produksi jagung dikalikan dengan harga jagung. Pengeluaran usahatani (biaya) jagung, baik lahan sawah maupun lahan tegalan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Pengeluaran biaya tunai, baik lahan sawah maupun lahan tegalan terdiri dari biaya benih, pupuk TSP, pupuk urea, herbisida, insektisida, tenaga kerja luar keluarga, pajak lahan, sewa sprayer, biaya angkut. Di sisi lain, pengeluaran tidak tunai di lahan sawah terdiri dari penyusutan peralatan, tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, pupuk kandang dan pengairan, sedangkan di lahan tegalan terdapat perbedaan pada biaya tidak tunainya yaitu tidak terdapat biaya pengairan. Pada Tabel 5 dapat dilihat metode perhitungan pendapatan usahatani jagung.
Tabel 5. Perhitungan Pendapatan Usahatani Jagung Uraian
Jumlah Fisik
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Penerimaan 1. Penerimaan tunai 2. Penerimaan tidak tunai (1) Total penerimaan Biaya Tunai 1. Pembelian benih 2. Pembelian pupuk TSP 3. Pembelian pupuk urea 4. Pembelian insektisida 5. Pembelian herbisida 6. Upah tenaga kerja luar keluarga 7. Pajak tanah 8. Sewa Sprayer 9. Biaya angkut (2) Total biaya tunai Biaya yang Diperhitungkan 1. Nilai penyusutan alat-alat pertanian 2. Nilai tenaga kerja dalam keluarga 3. Sewa lahan 4. Pupuk kandang 5. Pengairan (3) Total Biaya yang Diperhitungkan (2+3) = (4) Total Biaya (1-2) Pendapatan atas Biaya Tunai (1-4) Pendapatan atas Biaya Total (1)/(2) R/C Ratio atas Biaya Tunai (1)/(4) R/C Ratio atas Biaya Total Penghitungan pendapatan usahatani dirumuskan secara matematis sebagai berikut: = TR – Bt – BT Keterangan : TR Bt BT TR – Bt TR - (Bt+BT)
= Pendapatan = Total penerimaan = Biaya tunai usahatani = Biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan) = Pendapatan atas biaya tunai = Pendapatan atas biaya total
4.3.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) digunakan sebagai alat untuk mengukur perbandingan penerimaan dan biaya usahatani. Analisis ini digunakan untuk melihat efisiensi dan kelayakan usahatani. Penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang merupakan hasil kali dari produk yang dijual dengan harga jual produk. Sebaliknya, biaya adalah pengeluaran usahatani atau nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi usahatani. Rasio R/C dapat diperhitungkan berdasarkan atas biaya tunai dan biaya total, baik pada lahan sawah maupun pada lahan tegalan. R/C ratio atas biaya tunai dapat dirumuskan sebagai berikut :
R/C ratio atas biaya total dapat dirumuskan sebagai sebagai berikut :
4.4. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran Dalam penelitian ini variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi usahatani jagung (Y), baik lahan sawah maupun lahan tegalan adalah luas lahan (X1), benih (X2), pupuk TSP (X3), pupuk urea (X4), pupuk kandang (X5), herbisida (X6), insektisida (X7), dan tenaga kerja (X8). Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut :
1.
Produksi Jagung (Y) Produksi jagung adalah total produksi pada sebidang tanah dengan luasan tertentu dalam satu musim tanam dalam satuan kilogram. Harga jual adalah harga yang diterima petani pada saat panen di daerah penelitian. Harga diukur per kilogram dalam rupiah.
2.
Luas Lahan (X1) Luas lahan yang dimaksud adalah luasan bidang tempat petani melakukan usahatani dalam satu musim tanam, diukur dalam satuan hektar. Biaya korbanan marjinalnya adalah sewa lahan satu hektar selama musim tanam.
3.
Benih (X2) Benih adalah jumlah input yang digunakan dalam usahatani dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga benih per kilogram dalam rupiah.
4.
Pupuk TSP (X3) Input pupuk TSP adalah jumlah pupuk TSP yang digunakan dalam proses produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pupuk TSP per kilogram dalam rupiah.
5.
Pupuk urea (X4) Input pupuk urea adalah jumlah pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pupuk urea per kilogram dalam rupiah.
6.
Pupuk Kandang (X5) Input pupuk kandang adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram.
Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pupuk kandang per kilogram dalam rupiah. 7.
Herbisida (X6) Input herbisida adalah jumlah herbisida yang digunakan dalam proses produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan liter. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga herbisida per liter dalam rupiah.
8.
Insektisida (X7) Input insektisida adalah jumlah insektisida yang digunakan dalam proses produksi dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan liter. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga insektisida per liter dalam rupiah.
9.
Tenaga Kerja (X8) Input tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dalam satu musim tanam, baik yang berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan diukur dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja). Biaya korbanan marginalnya adalah tingkat upah uang yang dikeluarkan dalam satu hari kerja.
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Keadaan Umum dan Geografis Daerah Penelitian Gambaran umum daerah penelitian meliputi gambaran mengenai keadaan geografis dan keadaan sosial ekonomi. Pada bagian ini juga menjelaskan karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian.
5.1.1. Letak Geografis Desa Beketel terletak di Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Jarak dari desa ke kecamatan adalah 9 km dan jarak ke kabupaten adalah sejauh 27 km yang dapat ditempuh selama kurang lebih 45 menit. Sarana transportasi ke Desa Beketal masih sangat sedikit, angkutan pedesaan yang lazim digunakan di desa ini adalah mobil bak terbuka atau orang setempat menyebutnya truk engkel. Secara administratif Desa Beketel pada bagian selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Grobogan, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Desa Duren Sawit, sebelah utara berbatasan dengan Desa Sumbersari dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwokerto. Luas administrasi Desa Beketel sebesar 414,750 ha, 25 persen lahan pertanian, 35 persen sebagai tempat tinggal penduduk dan 40 persen masih hutan. Karakteristik geografis Desa Beketel yaitu berada pada ketinggian 650700 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata harian berkisar 32 oC dengan curah hujan 120 mm per bulan. Kondisi topografi adalah pegunungan kapur dengan kedalaman solum tanah antara 50-100 cm. Komoditi pertanian yang
banyak dibudidayakan di Desa beketel adalah jagung dan padi, sedangkan untuk komoditas tanaman tahunan adalah pohon jati.
5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi Jumlah penduduk di Desa Beketel adalah sebanyak 2.721 jiwa, yang terdiri dari pria 1.344 jiwa (49,39 persen) dan wanita sebanyak 1.377 jiwa (50,61 persen). Jumlah penduduk menurut usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Beketel paling banyak adalah golongan usia 14-55 tahun yaitu sebesar 1.184 jiwa (43,5 persen) yang terdiri dari jenis kelamin pria sebanyak 579 jiwa dan wanita sebanyak 605 jiwa. Sebaliknya, penduduk paling sedikit pada berusia lebih dari 55 tahun, yaitu sebanyak 540 jiwa (19,83 persen) yang terdiri dari pria 311 jiwa dan wanita 229 jiwa.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia di Desa Beketel Usia Pria Wanita Jumlah Persentase (%) < 14 454 543 997 36,67 14-55 579 605 1.184 43,50 >55 311 229 540 19,83 Total 1.344 1.377 2.721 100,00 Sumber : Arsip Desa Beketel Tahun 2007 Pertanian merupakan mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat Desa Beketel. Dari seluruh penduduk desa yang menjadi petani adalah 675 orang (24,8 persen), buruh tani 335 orang (12,3 persen), pedagang 54 orang (2 persen), jasa 63 (2,3 persen) orang, sedangkan sisanya adalah pelajar dan pengangguran.
5.2. Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani yang akan diuraikan meliputi : usia dan pengalaman petani, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga petani, luas lahan yang digarap dan sifat usahatani jagung.
5.2.1. Usia dan Pengalaman Petani Responden Secara umum rata-rata usia petani responden yang mengusahakan tanaman jagung berkisar diantara 28-72 tahun. Sebaran usia petani dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu petani responden yang berusia muda dengan usia kurang dari 30 tahun, petani berusia sedang dengan usia 30-50 tahun, dan petani responden berusia tua dengan usia lebih dari 50 tahun. Jika dilihat dari sebaran usia petani responden, sebagian besar responden adalah golongan petani dengan usia sedang antara 30-50 tahun (68,75 persen). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh petani responden di Desa Beketel berada pada usia produktif. Sebaran usia petani responden dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia di Desa Beketel, Tahun 2008 Usia Responden < 30 30-50 > 50 Total
Jumlah (orang) 2 44 18 64
Persentase (%) 3,12 68,75 28,13 100,00
Pengalaman petani dalam berusahatani jagung mempunyai peranan yang penting dalam mencapai keberhasilan pada usahatani jagung. Pada umumnya semakin lama pengalaman petani dalam berusahatani, maka kemampuan dalam mengelola usahatani akan semakin baik. Pengalaman petani responden dalam
berusahatani jagung di Desa Beketel bervariasi, tersebar diantara 7-56 tahun dengan pengalaman rata-rata 23,29 tahun. Sebagian besar petani berada pada pengalaman usahatani 15-30 tahun yaitu sebesar 36 orang (56,25 persen). Petani dengan pengalaman di bawah 15 tahun sebanyak 16 orang (25,00 persen) dan petani dengan pengalaman di atas 30 tahun sebanyak 12 orang (18,75 persen). Hal ini menunjukkan semakin lama pengalaman petani semakin banyak pengetahuan tentang bertanam jagung.
Tabel 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Jagung di Desa Beketel, Tahun 2008 Pengalaman Usahatani Jumlah (orang) Persentase (%) (Tahun) <15 16 25,00 15-30 36 56,25 >30 12 18,75 Total 64 100,00 5.2.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden Tingkat pendidikan petani responden bervariasi mulai dari SD sampai Perguruan tinggi. Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar adalah SD yaitu 50 orang (78,1 persen), untuk lulusan SMP sebanyak sembilan orang (14 persen), SMA sebanyak satu orang, dan Perguruan Tinggi dua orang, sedangkan yang tidak sekolah sebanyak dua orang. Selengkapnya disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9.
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani di Desa Beketel, Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Tidak Sekolah
2
3,13
SD SMP
50 9
78,12 14,06
SMA PT Total
1 2
1,56 3,13
64
100,00
Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap kemampuan petani dalam mengambil keputusan. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih berhati-hati
dalam
mengambil
keputusan
dengan
terlebih
dahulu
memperhitungkan resiko yang dihadapi serta mampu mengadopsi inovasi teknologi yang ada. Sementara petani dengan tingkat pendidikan yang rendah, dalam mengelola usahataninya cenderung mengikuti kebiasaan yang telah diwariskan secara turun temurun.
5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden Jumlah rata-rata tanggungan keluarga petani responden di Desa Beketel adalah tiga orang dengan jumlah tanggungan antara satu sampai enam orang. Dari Tabel 10 diketahui bahwa sebagian besar petani memiliki tanggungan antara tiga sampai empat orang yaitu sebanyak 32 orang (50 persen). Petani yang memiliki tanggungan kurang dari tiga sebanyak 27 orang (42,19 persen) sedangkan petani yang memiliki tanggungan lebih dari empat sebanyak lima orang ( 7,81 persen).
Tabel 10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Beketel, Tahun 2008 Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah (orang) Persentase (%) <3 27 42,19 3-4 32 50,00 >4 5 7,81 Total 64 100,00 5.2.4. Luas Lahan Petani Responden Luas lahan yang diusahakan petani responden di Desa Beketel berkisar diantara 0,1 ha sampai 1 ha. Rata – rata luas lahan petani responden sebesar 0,3 ha. Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa luas lahan jagung yang diusahakan
petani responden kurang dari 0,3 sebanyak 40 orang (62,5 persen), luas lahan jagung antara 0,3 sampai 0,5 ha sebanyak 19 orang (29,68 persen) dan luas lahan jagung lebih dari 0,5 ha sebanyak lima orang (7,82 persen).
Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan Jagung yang Diusahakan di Desa Beketel, Tahun 2008 Luas Lahan (hektar) Jumlah (orang) Persentase (%) <0,3 0,3-0,5 >0,5 Total
40 19 5 64
62,5 29,68 7,82 100
5.2.5. Sifat Usahatani Jagung Sifat usahatani jagung di Desa Beketel terbagi menjadi dua golongan yaitu sebagai usaha pokok dan usaha sampingan. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari petani responden sebagian besar sifat pengusahaan usahatani jagung adalah sebagai usaha pokok, yaitu sebanyak 45 orang (70,32 persen). Sementara itu, petani yang mengusahakan usahatani jagung sebagai usaha sampingan hanya sebanyak 19 orang (29,68 persen). Tabel 12 menyajikan lebih detail tentang sifat usahatani jagung.
Tabel 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Sifat Usahatani Jagung di Desa Beketel, Tahun 2008 Sifat Usahatani Pokok Sampingan Total
Jumlah (orang) 45 19 64
Persentase (%) 70,32 29,68 100
VI. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI JAGUNG
6.1. Analisis Fungsi Produksi a. Lahan Sawah Model fungsi produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Dari hasil perumusan masalah terdapat dua model fungsi produksi yang dianalisis yaitu model fungsi produksi usahatani jagung lahan sawah dan model fungsi produksi usahatani jagung lahan tegalan. Perbedaan diantara dua fungsi produksi di atas adalah adanya dugaan perbedaan produktivitas lahan. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap usahatani jagung adalah luas lahan (X1), benih (X2), pupuk TSP (X3), pupuk Urea (X4), pupuk kandang (X5), herbisida (X6), insektisida (X7), tenaga kerja (X8). Hasil pendugaan model dan hubungan antara faktor-faktor produksi sebagai variabel bebas dengan produksi usahatani jagung lahan sawah sebagai variabel terikat disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008 Koefisien Simpangan Penduga t-hitung Peluang VIF Regresi Baku Konstanta 4,1 1,078 3,81 0,001 Benih (X1) 0,125 0,2844 0,44 0,664 1,8 Pupuk TSP (2) 0,0278 0,01899 1,46 0,157 3,2 Pupuk Urea (X3) 0,0387 0,01054 2,06 0,001* 2 Pupuk Kandang (X4) 0,00945 0,004596 3,67 0,051** 1,8 Herbisida (X5) 0,0937 0,086 1,09 0,287 2,6 Insektisida (X6) 0,00532 0,006077 0,87 0,39 1,3 Tenaga Kerja (X7) 0,0376 0,06109 0,62 0,544 1,1 R-sq = 72,30% R-sq (adj) = 64,20% F hitung = 8,93 * Nyata pada taraf 99% ** Nyata pada taraf 90%
Pada Tabel 13 di atas tidak ditemukan faktor produksi luas lahan karena adanya multikolinieritas antara benih dan luas lahan yang ditunjukkan dengan nilai VIF di atas 10 yaitu sebesar 34,8 dan 27,2 (Lampiran 1). Model fungsi Cobb-Douglas dalam penggunaannya harus memenuhi asumsi OLS dan salah satunya adalah tidak ada multikolinier antara faktor-faktor produksi. Oleh karena itu, fungsi produksi luas lahan direduksi dengan cara merubah semua nilai faktor produksi ke dalam satuan per hektar. Jadi kebutuhan semua faktor produksi dihitung dalam hektar bukan lagi per luas lahan yang dimiliki petani. Berdasarkan pendugaan faktor produksi yang diperoleh, didapat nilai Fhitung sebesar 8,93 yang berpengaruh nyata pada taraf 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama dalam proses produksi berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan sawah. Untuk melihat pengaruh dari masing-masing faktor produksi terhadap produksi yang dihasilkan dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t. Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai t-hitung pupuk urea berpangaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf nyata 99 persen. Nilai t-hitung pupuk kandang berpengaruh terhadap produksi jagung pada taraf nyata 90 persen sedangkan faktor-faktor produksi benih (X1), Pupuk TSP (X2), Herbisida (X5), Insektisida (X6), Tenaga Kerja (X7) tidak berpengaruh nyata pada produksi jagung pada tingkat kepercayaan yang ditetapkan. Model fungsi produksi jagung lahan sawah per hektar dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut : Ln Produksi/ hektar = 4,1 + 0,125 ln benih + 0,0278 ln pupuk TSP + 0,0387 ln pupuk Urea + 0,00945 ln pupuk kandang + 0,0937 ln herbisida + 0,00532 ln insektisida + 0,0376 ln tenaga kerja.
Berdasarkan hasil pendugaan model didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 72,3 persen dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2-adj) sebesar 64,2 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa sebesar 72,3 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang, herbisida, insektisida dan tenaga kerja, sedangkan 27,7 persen dipengaruhi oleh faktor – faktor lain di luar model. Faktor – faktor lain yang di luar model fungsi produksi yang diduga juga berpengaruh terhadap produksi jagung lahan sawah adalah tingkat kesuburan lahan serta pengaruh iklim dan cuaca serta intensitas serangan hama dan penyakit.
b. Lahan Tegalan Hasil pendugaan model dan hubungan antara faktor-faktor produksi sebagai variabel bebas dengan produksi usahatani jagung lahan tegalan sebagai variabel terikat dapat dilihat pada Tabel 14. Pada Tabel 14 diketahui bahwa hasil pendugaan pada produksi jagung lahan tegalan diperoleh nilai koefisien regresi negatif pada faktor produksi herbisida dan insektisida. Hal ini berlawanan dengan teori yang menyatakan bahwa nilai koefisien regresi pada model fungsi produksi Cobb – Douglas tidak ada yang bernilai negatif agar law of diminishing return untuk setiap faktor produksi terpenuhi sehingga informasi yang diperoleh dapat dipergunakan secara relevan. Oleh karena itu, faktor produksi herbisida dan insektisida digabung menjadi satu menjadi
faktor produksi obat pertanian.
Herbisida dan insektisida termasuk obat-obatan pertanian yang sering dipakai di daerah penelitian. Hasil pendugaan fungsi produksi jagung lahan tegalan setelah
penggabungan herbisida dan insektisida menjadi faktor produksi obat pertanian dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 14. Hasil Analisis Pendugaan Pertama Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT I Tahun 2008 Koefisien Simpangan Penduga t-hitung Peluang VIF Regresi Baku Konstanta 5,8392 0,9616 6,07 0 Luas lahan (X1) 0,45 0,1676 2,69 0,013 6,7 Benih (X2) 0,3056 0,1416 2,16 0,042 3,8 Pupuk TSP (X3) 0,2031 0,1353 1,50 0,147 4,1 Pupuk Urea (X4) 0,0756 0,143 0,54 0,602 4,8 Pupuk Kandang (X5) 0,002544 0,004687 0,53 0,592 1,5 Herbisida (X6) -0,0013 0,0099331 -0,31 0,758 1,4 Insektisida (X7) -0,00846 0,01033 -0,82 0,421 2,3 Tenaga Kerja (X8) 0,0095 0,1065 0,08 0,93 3,6 R-sq = 89,9 R-sq (adj)= 86,4 F hitung =25,71 Berdasarkan hasil pendugaan model pada Tabel 15 nilai koefisien regresi fungsi produksi telah bernilai positif semua sehingga sudah memenuhi syarat law
of deminishing return (hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang). Nilai VIF menunjukkan nilai di bawah 10 yang berarti tidak ada multikolinier pada model tersebut. Fungsi produksi jagung lahan tegalan diduga dengan persamaan berikut : Ln Produksi = 5,3257 + 0,339 ln luas lahan + 0,2959 ln benih + 0,2416 ln pupuk TSP + 0,123 ln pupuk urea + 0,004223 ln pupuk kandang 0,01154 ln obat pertanian + 0,0208 ln tenaga kerja. Nilai F-hitung yang didapatkan dari hasil pendugaan fungsi pada Tabel 15, produksi jagung lahan tegalan bernilai 30,25 yang berpengaruh nyata pada taraf 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama dalam proses produksi berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan tegalan. Nilai t-hitung untuk faktor produksi luas lahan dan benih berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan tegalan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Faktor produksi pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap
produksi jagung sebesar 90 persen. Sementara pupuk urea (X4), pupuk kandang (X5), herbisida (X6), insektisida (X7), dan tanaga kerja (X8) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa faktor produksi tersebut sangat kecil pengaruhnya terhadap produksi jagung.
Tabel 15. Hasil Analisis Pendugaan Kedua Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT I Tahun 2008 Penduga Konstanta Luas lahan (X1) Benih (X2) Pupuk TSP (X3) Pupuk Urea (X4) Pupuk Kandang (X5) Obat pertanian (X6) Tenaga Kerja (X7) R-sq = 89,8 * nyata pada taraf 95% ** nyata pada taraf 90%
Koefisien Simpangan Regresi Baku 5,3257 0,8178 0,339 0,1462 0,2959 0,1349 0,2416 0,1273 0,123 0,1247 0,004223 0,004506 0,01154 0,01829 0,0208 0,1098 R-sq (adj) = 86,9
t-hitung
Peluang
VIF
6,51 0 2,32* 0,029 5,3 2,19* 0,038 3,5 1,90** 0,07 3,7 0,94 0,334 3,8 0,99 0,358 1,5 0,19 0,534 1,4 0,63 0,851 4 F hitung = 30,25
Berdasarkan hasil pendugaan model didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 89,8 persen dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2-adj) sebesar 86,9 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa sebesar 89,8 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama – sama oleh faktor luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian dan tenaga kerja, sedangkan 10,2 persen dipengaruhi oleh faktor – faktor lain di luar model. Faktor – faktor lain yang di luar model fungsi produksi yang diduga juga berpengaruh terhadap produksi jagung lahan tegalan adalah tingkat kesuburan lahan serta pengaruh iklim dan cuaca serta intensitas serangan hama dan penyakit.
6.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha a. Lahan Sawah Dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas, besaran koefisien regresi merupakan elastisitas produksi dari variabel-variabel tersebut. Pengaruh masingmasing faktor produksi terhadap produksi jagung lahan sawah adalah sebagai berikut :
1. Benih Jagung (X1) Benih mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,125 dan berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi benih sebesar satu persen akan terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,125 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris
paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan benih jagung berada pada daerah rasional. Namun berdasarkan nilai uji-t diperoleh faktor produksi benih tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf 90 persen
sehingga penambahan benih sebesar satu persen tidak akan
mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini diduga karena rapatnya jarak tanam antar tanaman jagung sehingga pertumbuhan tidak maksimal.
2. Pupuk TSP (X2) Pupuk TSP mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,0278 dan berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi pupuk TSP sebesar satu persen akan terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,0278 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk TSP berada pada daerah rasional. Uji-t menunjukkan faktor produksi pupuk TSP tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan sawah dengan tingkat kepercayaan 90 persen sehingga penambahan pupuk TSP sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini diduga karena penggunaan pupuk TSP di kalangan petani sama sehingga tidak terjadi variasi data penggunaan pupuk.
3. Pupuk Urea (X3) Berdasarkan uji-t
diketahui
bahwa faktor produksi
pupuk
urea
berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan sawah dengan tingkat kepercayaan 99 persen. Hal ini diduga karena penggunaan pupuk urea di kalangan petani berbeda sehingga terjadi variasi data penggunaan pupuk. Elastistas produksi pupuk urea sebesar 0,0387 dan berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi pupuk urea sebesar satu persen akan terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,0387 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea berada pada daerah rasional.
4. Pupuk Kandang (X4) Berdasarkan uji-t diketahui bahwa faktor produksi pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan sawah dengan tingkat kepercayaan 90 persen. Hal ini diduga karena penggunaan pupuk kandang di kalangan petani berbeda sehingga terjadi variasi data penggunaan pupuk. Elastisitas produksi pupuk kandang sebesar 0,00945 dan berpengaruh positif
terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi pupuk kandang sebesar satu persen akan terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,00945 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang berada pada daerah rasional.
5. Herbisida (X5) Herbisida mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,0937 dan berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi herbisida sebesar satu persen akan terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,0937 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan herbisida berada pada daerah rasional. Namun demikian, berdasarkan Uji-t diperoleh faktor produksi herbisida tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan sawah pada taraf nyata 90 persen sehingga penambahan herbisida sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris
paribus). Hal ini diduga karena penggunaan herbisida di kalangan petani hampir sama sehingga tidak terjadi variasi data. Jumlah pemakaian herbisida lebih ditentukan oleh banyaknya rumput di areal lahan sawah. Selain itu mahalnya harga herbisida menjadi kendala petani untuk membelinya.
6. Insektisida (X6) Insektisida
mempunyai elastisitas
produksi
sebesar 0,00532
dan
berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan sawah artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi insektisida sebesar satu persen akan
terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,00532 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan insektisida berada pada daerah rasional. Namun demikian, berdasarkan Uji-t menunjukkan faktor produksi insektisida tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan sawah pada taraf 90 persen sehingga penambahan insektisida sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini diduga karena penggunan insektisida hanya dilakukan oleh beberapa petani yang mengalami serangan hama. Di samping itu, mahalnya harga insektisida menjadi kendala petani untuk membelinya.
7. Tenaga Kerja (X8) Penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional pada fungsi produksi dengan nilai elastisitas sebesar 0,0376 yang artinya setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi jagung lahan sawah sebesar 0,0376 persen dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris
paribus). Dari uji-t diperoleh bahwa faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 90 persen sehingga penambahan tenaga kerja sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini karena penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang berlebihan. Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai koefisien regresi selain menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel yang bersangkutan, penjumlahan dari nilai koefisien regresi tersebut merupakan pendugaan terhadap
keadaan skala usaha proses produksi yang berlangung. Penjumlahan nilai elastisitas dari faktor-faktor produksi dalam model fungsi produksi di atas adalah sebesar 0,338. Jumlah elastisitas produksi yang kurang dari satu tersebut menunjukkan bahwa usahatani jagung lahan sawah di Desa Beketel berada pada skala usaha yang menurun (decrasing return to scale) atau berada pada daerah II. Jumlah elastisitas produksi sebesar 0,338 berarti setiap penambahan faktor produksi secara bersama-sama sebesar satu persen, maka akan meningkatkan produksi jagung sebesar 0,338 persen.
b. Lahan Tegalan Nilai elastisitas model pendugaan fungsi produksi jagung lahan tegalan dan pengaruhnya terhadap produksi jagung lahan tegalan adalah sebagai berikut :
1. Luas Lahan (X1) Luas lahan mempunyai elatisitas produksi paling besar dibandingkan dengan faktor produksi lainnya yaitu sebesar 0,339 dan berpangaruh positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi luas lahan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi jagung lahan tegalan sebesar 0,339 dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan lahan berada pada daerah rasional. Berdasarkan uji-t diperoleh bahwa faktor produksi luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 95 persen.
2. Benih (X2) Berdasarkan uji-t diperoleh bahwa faktor produksi benih berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 95 persen sehingga penambahan benih sebesar satu persen akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris
paribus). Benih mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,2959 dan berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi benih sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi jagung lahan tegalan sebesar 0,2959 dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan benih berada pada daerah rasional.
3. Pupuk TSP (X3) Berdasarkan uji-t diperoleh bahwa faktor produksi pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 90 persen sehingga penambahan pupuk TSP sebesar satu persen akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Pupuk TSP mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,2416 dan berpangaruh positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi pupuk TSP sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi jagung lahan tegalan sebesar 0,2416 dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan pupuk TSP berada pada daerah rasional.
4. Pupuk Urea (X4) Pupuk urea mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,123 dan berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi pupuk urea sebesar satu persen akan terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,123 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea berada pada daerah rasional. Uji-t menunjukkan faktor produksi pupuk urea tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan tegalan sehingga penambahan pupuk urea sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk urea diantara petani cenderung sama, sehingga tidak ditemukan adanya variasi data penggunaan pupuk.
5. Pupuk Kandang (X5) Pupuk kandang mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,004223 dan berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi pupuk kandang sebesar satu persen akan terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,004223 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang berada pada daerah rasional. Uji-t menunjukkan faktor produksi pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan tegalan sehingga penambahan pupuk kandang sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini dikarenakan
penggunaan pupuk kandang masih jarang di kalangan petani. Petani lebih mengutamakan pupuk buatan daripada pupuk alami.
6. Obat Pertanian (X6) Obat pertanian mempunyai elastisitas produksi sebesar 0,01154 dan berpengaruh positif terhadap produksi jagung lahan tegalan artinya jika terjadi penambahan penggunaan faktor produksi obat pertanian sebesar satu persen akan terjadi peningkatan produksi jagung sebesar 0,01154 persen dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan obat pertanian berada pada daerah rasional. Namun berdasarkan Uji-t diperoleh faktor produksi obat pertanian tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung lahan tegalan pada taraf 90 persen sehingga penambahan obat pertanian sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini diduga karena penggunaan obat pertanian di kalangan petani hampir sama sehingga tidak terjadi variasi data. Selain itu mahalnya harga obat pertanian menjadi kendala petani untuk membelinya.
7. Tenaga Kerja (X7) Penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional pada fungsi produksi dengan nilai elastisitas sebesar 0,0208 yang artinya setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi jagung lahan tegalan sebesar 0,0208 persen dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris
paribus). Dari uji-t diperoleh bahwa faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 90 persen sehingga penambahan tenaga kerja sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan
perubahan secara signifikan terhadap produksi jagung dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Nilai elastisitas dari penjumlahan elastisitas masing-masing faktor produksi dalam model fungsi produksi jagung lahan tegalan adalah sebesar 1,375. Jumlah elastisitas produksi yang lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa usahatani jagung lahan tegalan di Desa Beketel berada pada skala usaha yang meningkat (increasing return to scale) atau berada pada daerah I. Jumlah elastisitas produksi sebesar 1,375 berarti setiap penambahan faktor produksi secara bersama-sama sebesar satu persen, maka akan meningkatkan produksi jagung sebesar 1,375 persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena produksi masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Pada daerah I disebut daerah irrasional.
6.3 Analisis Efisiensi Produksi Menurut Doll dan Orazem (1984), untuk mencapai keuntungan yang maksimum, suatu usahatani harus memenuhi dua syarat yaitu syarat keharusan (Necessary Condition) dan syarat kecukupan (Sufficient Condition). Syarat keharusan (Necessary Condition) dipenuhi pada saat tidak ada lagi kemungkinan lain dalam penggunaan input yang lebih sedikit untuk menghasilkan nilai produksi yang sama, atau ketika elastisitas lebih besar atau sama dengan nol dan lebih kecil atau sama dengan satu ( 0
p
1).
Syarat kecukupan lebih bersifat subjektif dimana dapat berbeda diantara individu. Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh tercapainya suatu persamaan dimana Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan
Marjinal (BKM). Hal ini berarti tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan dengan jumlah yang sama. Nilai Produk Marjinal (NPM) merupakan hasil kali antara harga produk (Py) dengan produk marjinal (PM), sedangkan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi (Pxi). Tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat dari besarnya rasio Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan Marjinal per periode produksi. Faktor-faktor produksi yang dapat dianalisis adalah faktor produksi yang bersifat fisik dan yang dapat dinilai dengan uang. Jika rasio NPM dan BKM lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien dan perlu ditingkatkan penggunaannya untuk mencapai keuntungan maksimum. Rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu, maka penggunaan faktorfaktor produksi telah melebihi batas optimal sehingga untuk mencapai keuntungan maksimum maka penggunaannya harus dikurangi, Rasio NPM dan BKM yang sama dengan satu untuk semua faktor-faktor produksi menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani tersebut tepat berada pada kondisi optimal dan telah mencapai keuntungan maksimum sehingga usahatani dapat dikatakan telah efisien secara ekonomis. Rasio NPM dan BKM usahatani jagung lahan sawah di Desa Beketel ditunjukkan dalam Tabel 16. Pada Tabel 16 dapat dilihat rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi benih, pupuk TSP, pupuk urea, herbisida masing-masing lebih besar dari satu yaitu 3,59, 1,35, 1,12 dan 2,53. Nilai NPM/BKM yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi benih, pupuk TSP, pupuk urea,
dan herbisida masih kurang dan harus ditingkatkan untuk mencapai tingkat penggunaan yang optimal. Rendahnya penggunaan benih dan herbisida oleh petani disebabkan karena mahalnya harga kedua faktor produksi tersebut. Sebaliknya, rendahnya penggunaan pupuk TSP dan pupuk urea oleh petani disebabkan langkanya faktor produksi ini di daerah penelitian.
Tabel 16. Rasio Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan Marginal Usahatani Jagung Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008 Rata-rata Koefisien NPM/ Faktor Produksi NPM BKM Input Regresi BKM Benih (kg) 18,26 0,125 123.260,37 34.375 3,59 Pupuk TSP (kg) 206,06 0,0278 2.429,60 1.795,31 1,35 Pupuk Urea (kg) 461,97 0,0387 1.508,60 1.350 1,12 Pupuk Kandang (kg) 1.338,30 0,00945 127,16 242,86 0,52 Herbisida (L) 8,36 0,0937 201.920,25 79.812,5 2,53 Insektisida (L) 2,73 0,00532 35.036,13 88.357,1 0,40 Tenaga Kerja (HOK) 306,61 0,0376 2.208,41 26.250 0,084 Produksi Jagung (kg/ha) = 5.880,33 Harga Jagung (Rp/kg) = 3.062,5 Keterangan : NPM = Nilai Produk Marjinal BKM = Biaya Korbanan Marjinal Nilai rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi pupuk kandang, insektisida, tenaga kerja masing-masing lebih kecil dari satu yaitu 0,52, 0,40 dan 0,084. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor – faktor produksi melebihi batas optimal sehingga jumlah penggunaannya harus dikurangi. Penggunaan faktor produksi pupuk kandang yang besar disebabkan langkanya pupuk anorganik. Hal ini, mendorong sebagian petani untuk menggunakan pupuk kandang yang mudah didapat. Penggunaan insektisida yang berlebihan disebabkan sebagian petani yang lahan pertaniannya terkena hama, berlebihan dalam memberikan dosis. Sebaliknya, penggunaan faktor produksi tenaga kerja yang berlebihan sehingga tidak efisien diduga karena petani sangat mudah dalam memperoleh tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga.
Kombinasi optimal dari penggunaan faktor – faktor produksi dapat dicapai pada saat Nilai Produk Marjinal sama dengan Biaya Korbanan Marjinal atau NPM dan BKM sama dengan satu. Dari Tabel 17 dapat diketahui bahwa nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi benih sebesar 65,49 kilogram per hektar. Hal ini berarti untuk mencapai tingkat efisien penggunaan benih harus ditambah dari penggunaan aktualnya sebesar 18,26 kilogram per hektar menjadi 65,49 kilogram per hektar. Jika dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pati melalui petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) penggunaan faktor produksi benih pada kondisi optimal ini jumlahnya terlalu besar dari yang direkomendasikan. Pada kondisi luasan lahan satu hektar direkomendasikan penggunaan benih sebesar 20 kilogram per hektar.
Tabel 17. Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Lahan Sawah di Desa Beketel MT I Tahun 2008 Kombinasi Koefisien Faktor Produksi NPM Optimal Regresi Benih (ha) 65,49 0,125 34.375,00 Pupuk TSP (kg) 278,86 0,0278 1.795,31 Pupuk Urea (kg) 516,24 0,0387 1.350,00 Pupuk Kandang (kg) 700,74 0,00945 242,86 Herbisida (L) 21,14 0,0937 79.812,50 Insektisida (L) 1,08 0,00532 88.357,14 Tenaga Kerja (HOK) 25,80 0,0376 26.250,00 Produksi Jagung (kg/ha) = 5.880,33 Harga Jagung (Rp/kg) = 3.062,5
Usahatani Jagung BKM 34.375,00 1.795,31 1.350,00 242,86 79.812,50 88.357,14 26.250,00
NPM/ BKM 1 1 1 1 1 1 1
Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar 278,86 kilogram per hektar dan 516,24 kilogram per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi pupuk TSP harus ditambah dari penggunaan aktualnya sebesar 206,06 kilogram per hektar menjadi 278,86 kilogram per hektar, sedangkan untuk pupuk urea penggunaan optimalnya harus ditambah dari 461,97 menjadi 516,24 kilogram per
hektar untuk mencapai tingkat efisien. Jika dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pati melalui petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) penggunaan faktor produksi pupuk TSP dan pupuk urea pada kondisi optimal ini jumlahnya lebih besar dari yang direkomendasikan. Pada kondisi luasan lahan satu hektar direkomendasikan penggunaan pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar 150 kilogram per hektar dan 250 kilogram per hektar. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi pupuk kandang sebesar 700,74 kilogram per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi pupuk kandang harus dikurangi dari penggunaan aktualnya 1.338,30 kilogram per hektar menjadi 700,74 kilogram per hektar. Sementara nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi herbisida sebesar 21,14 liter per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan herbisida harus ditambah dari penggunaan aktualnya sebesar 8,36 liter per hektar menjadi 21,14 liter per hektar. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi insektisida dan tenaga kerja masing-masing adalah 1,08 per hektar dan 25,80 HOK per hektar . Hal ini berarti bahwa penggunaan insektisida harus dikurangi dari penggunaan aktualnya sebesar 2,73 liter per hektar menjadi 1,08 liter per hektar untuk mencapai tingkat efisien. Sementara itu, penggunaan tenaga kerja harus dikurangi dari penggunaan aktualnya 306,61 HOK per hektar menjadi 25,80 HOK per hektar agar penggunaan faktor produksi efisien. Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa penggunaan produksi usahatani jagung lahan tegalan di Desa Beketel belum mencapai kondisi efisien dan optimal karena rasio antara NPM dan BKM untuk setiap faktor produksi tidak sama
dengan satu. Rasio NPM/BKM faktor produksi luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang dan obat pertanian lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tersebut masih kurang dan harus ditingkatkan untuk mencapai tingkat penggunaan yang optimal sehingga efisiensi tercapai. Rendahnya penggunaan faktor produksi luas lahan karena selain untuk berusahatani jagung sebagian lahan petani digunakan untuk komoditas lain seperti usahatani padi maupun ditanami tanaman tahunan. Sementara itu, rendahnya penggunaan benih, pupuk TSP dan pupuk urea penyebabnya sama seperti pada usahatani jagung lahan sawah. Faktor produksi benih penggunaannya rendah karena harganya relatif mahal, sedangkan pupuk TSP dan pupuk urea penggunaannya rendah karena langkanya persediaan di pasaran.
Tabel 18. Rasio Nilai Produk Marginal Dengan Biaya Korbanan Marginal Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT Tahun 2008 RataKoefisien NPM/ Faktor Produksi rata NPM BKM BKM Regresi Input Luas lahan (ha) 0,27 0,339 17.330.655,92 500.000,00 34,66 Benih (kg) 5,23 0,2959 782.102,33 34.125,00 22,92 Pupuk TSP (kg) 70,88 0,2416 47.161,47 1.846,88 25,54 Pupuk Urea (kg) 161,25 0,123 10.553,31 1.431,25 7,37 Pupuk Kandang (kg) 238,24 0,004223 245,24 239,71 1,02 Obat pertanian (L) 1,81 0,01154 88.086,88 61.129,03 1,44 Tenaga Kerja (HOK) 43,01 0,0208 6.690,79 26.250,00 0,25 Produksi Jagung (kg/ha) = 4531,46 Harga Jagung (Rp/kg) = 3053,13 Keterangan : NPM = Nilai Produk Marginal BKM = Biaya Korbanan Marginal Faktor produksi tenaga kerja berada pada kondisi di mana rasio NPM/BKM kurang dari satu, yang berarti penggunaan faktor produksi tersebut berlebih sehingga perlu dikurangi untuk mencapai penggunaan yang optimal dan
efisien. Penggunaan faktor produksi tenaga kerja berlebihan sehingga tidak efisien diduga karena petani sangat mudah dalam memperoleh tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga.
Tabel 19. Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Usahatani Jagung Lahan Tegalan di Desa Beketel MT Tahun 2008 Kombinasi Koefisien NPM/ Faktor Produksi NPM BKM Optimal regresi BKM Luas lahan (ha) 9,38 0,339 500.000,00 500.000,00 1 Benih (kg) 119,97 0,2959 34.125,00 34.125,00 1 Pupuk TSP (kg) 1.809,85 0,2416 1.846,88 1.846,88 1 Pupuk Urea (kg) 1.188,98 0,123 1.431,25 1.431,25 1 Pupuk Kandang (kg) 243,74 0,004223 239,71 239,71 1 Obat2 pertanian (L) 2,61 0,01154 61.129,03 61.129,03 1 Tenaga Kerja (HOK) 14,27 0,0208 26.250,00 26.250,00 1 Produksi Jagung (kg/ha) = 4531,46 Harga Jagung (Rp/kg) = 3053,13 Keterangan : NPM = Nilai Produk Marginal BKM = Biaya Korbanan Marginal Dari Tabel 19 diketahui bahwa nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi luas lahan sebesar 9,38 hektar. Hal ini berarti bahwa penggunaan luas lahan harus ditambah dari luas lahan aktualnya sebesar 0,27 hektar menjadi 9,38 hektar untuk mencapai efisiensi. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi benih sebesar 119,97 kilogram. Hal ini berarti untuk mencapai tingkat efisiensi penggunaan benih harus ditambah dari penggunaan aktualnya sebesar 5,23 kilogram menjadi 119,97 kilogram. Jika dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pati melalui petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) penggunaan faktor produksi benih pada kondisi optimal ini jumlahnya masih jauh di bawah dari yang direkomendasikan. Pada kondisi luasan lahan satu hektar direkomendasikan penggunaan benih
sebesar 20 kilogram per hektar. Jadi jumlah benih berdasarkan rekomendasi Dinas Pertanian yang diperlukan untuk luasan 9,38 ha adalah sebesar 187,6 kilogram. Nilai kombinasi optimal faktor produksi pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar 1.809,85 kilogram dan 1.188,98 kilogram untuk luasan lahan 9,38 hektar. Hal ini berarti untuk mencapai tingkat efisien maka penggunaan pupuk TSP dan pupuk urea harus ditambah dari nilai aktualnya sebesar 70,88 kilogram menjadi 1.809,85 kilogram untuk pupuk TSP dan 161,25 kilogram menjadi 1.188,98 kilogram untuk pupuk urea. Jika dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pati melalui petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) penggunaan faktor produksi pupuk TSP dan faktor produksi pupuk urea pada kondisi optimal jumlahnya lebih rendah dari yang direkomendasikan. Pada kondisi luasan lahan satu hektar direkomendasikan penggunaan pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar 150 kilogram per hektar dan 250 kilogram per hektar. Dengan demikian, pupuk yang diperlukan berdasarkan rekomendasi untuk luasan 23,45 ha adalah sebesar 3.517,5 kilogram untuk pupuk TSP dan 5.862 kilogram untuk pupuk urea. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi pupuk kandang sebesar 243,74 kilogram. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi pupuk kandang harus ditambah dari penggunaan aktualnya sebesar 238,24 kilogram menjadi 243,74 kilogram. Sementara itu, nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi obat pertanian sebesar 2,61 liter. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan obat pertanian harus ditambah dari penggunaan aktualnya sebesar 1,81 liter menjadi 2,61 liter.
Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi tenaga kerja dan 14,27 HOK. Penggunaan tenaga kerja harus dikurangi dari penggunaan aktualnya 43,01 HOK menjadi 14,27 HOK agar penggunaan faktor produksi mencapai tingkat efisien.
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG
Analisis pendapatan dilakukan untuk menentukan berapa pendapatan petani yang diperoleh dari usahatani jagung. Dalam analisis pendapatan menjelaskan tentang bagaimana struktur biaya, pendapatan dan rasio R/C dari usahatani jagung. Bentuk analisis pendapatan usahatani jagung secara umum merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani meliputi penerimaan secara tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi yang dijual dengan harga satuannya, sedangkan penerimaan tidak tunai berupa hasil produksi yang tidak dijual dan biasanya dikonsumsi oleh petani sendiri. Analisis pendapatan ini juga membahas biaya usahatani yang tunai dan tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani. Biaya diperhitungkan (tidak tunai) meliputi semua pengeluaran yang tidak dibayarkan secara tunai tetapi diperhitungkan dalam biaya.
7.1. Analisis Penerimaan Usahatani Jagung Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata hasil panen petani jagung di Desa Beketel adalah 5.880,33 kg per hektar untuk lahan sawah dan 4.531,46 kg per hektar untuk lahan tegalan. Produksi jagung yang dijual berupa jagung pipilan kering. Produksi jagung tertinggi dari seluruh petani responden untuk lahan sawah sebesar 8,95 ton per ha dan terendah sebesar 3,17 ton per ha, sedangkan produksi tertinggi dari seluruh petani responden untuk lahan tegalan sebesar 7,1 ton per ha
dan terendah sebesar 2,45 ton per ha. Rata-rata produktivitas usahatani jagung pada lahan sawah dan tegalan di Desa Beketel lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional, yaitu sebesar 3,2 ton per ha tahun 2006. Rata-rata harga jual jagung pipilan kering di Desa Beketel adalah Rp. 3.062,5 per kg untuk lahan sawah dan Rp. 3.053 per kg untuk lahan tegalan. Harga jual jagung per kg untuk Musim Tanam I 2008 paling tinggi dibandingkan masa panen tahun-tahun sebelumnya. Pada Tabel 20 disajikan penerimaan dari usahatani jagung lahan sawah.
Tabel 20. Penerimaan Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008 Jumlah Harga/ Persentase Keterangan Nilai (Rp) Satuan (Rp) Fisik(Kg) (%) Penerimaan tunai 3.062,5 5.880,33 18.000.851,2 100 Penerimaan tidak tunai Total Penerimaan 3.062,5 5.880,33 18.000.851,2 100 Berdasarkan Tabel 20 dan Tabel 21 penerimaan total jagung di Desa Beketel Musim Tanam I sebesar Rp. 18.008.511 pada lahan sawah, sedangkan pada
usahatani
jagung
lahan
kering
penerimaan
totalnya
sebesar
Rp.13.835.127,39. Produksi jagung petani dijual ke pedagang pengumpul dan para pedagang sendiri yang datang ke rumah-rumah petani. Penerimaan tunai dari lahan sawah sebesar Rp. 18.0085.110,20, sedangkan penerimaan tidak tunai tidak ada, karena para petani di daerah penelitian seluruh hasil produksi jagungnya dijual. Pada produksi lahan tegalan, kondisinya sama dengan lahan sawah. Penerimaan tunai lahan tegalan sebesar Rp.13.835.127,39, sedangkan penerimaan tidak tunai tidak ada.
Tabel 21. Penerimaan Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008 Harga/ Jumlah Persentase Keterangan Nilai (Rp) (%) Satuan (Rp) Fisik (Kg) Penerimaan tunai 3.053,13 4.531,46 13.835.127,39 100 Penerimaan tidak tunai Total Penerimaan 3.053,13 4.531,46 13.835.127,39 100
7.2. Analisis Biaya Usahatani Jagung Biaya total yang dikeluarkan oleh petani jagung lahan sawah sebesar Rp.11.914.830,69, sedangkan pada lahan tegalan sebesar
Rp. 8.031.007,46.
Biaya total terkait dengan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani jagung lahan sawah di daerah penelitian meliputi benih, pupuk TSP, pupuk urea, herbisida, insektisida, tenaga kerja luar keluarga, pajak lahan, pemipilan biji jagung, biaya angkut dan sewa sprayer. Sementara, biaya yang diperhitungkan meliputi nilai penyusutan alat, biaya tenaga kerja dalam keluarga, pupuk kandang, pengairan dan sewa lahan. Pada usahatani jagung lahan tegalan jenis biayanya sama seperti usahatani lahan sawah, yang berbeda adalah tidak ada pengairan pada lahan tegalan. Biaya tunai usahatani jagung lahan sawah sebesar Rp. 8.369.305,36. Pengeluaran terbesar dari total biaya tunai adalah biaya untuk tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp. 5.470.329,96 dengan pemakaian HOK sebesar 208,39 HOK. Penyebab dari besarnya biaya tenaga kerja luar keluarga adalah sebagian petani di Desa Beketel, keluarganya tidak ikut membantu dalam usahatani jagung, sehingga untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja para petani menyewa tenaga kerja dari luar keluarganya.
Biaya herbisida merupakan biaya terbesar kedua setelah tenaga kerja dalam struktur biaya usahatani jagung lahan sawah, yaitu sebesar Rp.666.973,28 atau dengan penggunaan 8,36 liter per ha. Hal ini dikarenakan sebagian besar petani di daerah penelitian lebih mengandalkan bahan kimia dalam memberantas gulma dan lebih praktis dari pada cara manual yaitu dengan penyiangan. Harga dari herbisida adalah Rp. 79.812,50 per botol dengan ukuran satu liter. Biaya pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar Rp.369.936,95 dan Rp. 623.659,24. Pemakaian pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar 206,06 kg per ha dan 461,97 kg per ha. Bila dibandingkan dengan rekomendasi Pegawai Penyuluh Pertanian (PPL), nilai pemakaian kedua pupuk tersebut berlebihan. Pada kondisi luasan 1 hektar nilai penggunaan pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar 150 kg dan 250 kg. Pemakaian benih ratarata per hektar luas lahan adalah sebesar 18,26 kg dengan harga rata-rata per kilogramnya adalah Rp. 34.375. Total biaya benih yang dikeluarkan per hektarnya adalah sebesar Rp. 627.779,41. Nilai penggunaan insektisida sebesar 2,73 liter tiap hektarnya dengan harga Rp. 88.357,14. Di daerah penelitian, tidak seluruh petani menggunakan insektisida karena hama yang menyerang tidak terlalu meresahkan petani. Sebagian besar petani responden memberikan herbisida dan insektisida dengan menggunakan (sprayer). Biaya yang dikeluarkan untuk menyewa sprayer sebesar Rp. 15.000,-. Total biaya pemipilan jagung sebesar Rp.294.016,51 dengan biaya memipil Rp. 50,- per kilogramnya. Biaya yang tidak kalah penting adalah biaya pengangkutan. Total biaya pengangkutan adalah sebesar Rp. 25.000,-. Biaya pengangkutan yang dimaksud adalah biaya mengangkut hasil panen jagung dari sawah ke rumah petani, sedangkan biaya
angkut penjualan tidak ada, karena para pedaganglah yang datang ke rumahrumah petani. Biaya tunai yang terakhir adalah pajak lahan yaitu sebesar Rp.35.000,- per hektar.
Tabel 22. Biaya Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008 Jumlah Harga/ Uraian Nilai (Rp) Fisik Satuan Biaya Tunai 1. Benih (kg) 18,26 34.375,00 627.779,41 2. Pupuk TSP (kg) 206,06 1.795,31 369.936,95 3. Pupuk Urea (kg) 461,97 1.350,00 623.659,24 4. Herbisida (liter) 8,36 79.812,50 666.973,28 5. Insektisida (liter) 2,73 88.357,14 241.610,02 6. TKLK (HOK) 208,39 26.250,00 5.470.329,96 7. Pajak Lahan (ha) 35.000,00 8. Pemipilan Biji jagung (kg) 5.880,33 50,00 294.016,51 9. Biaya Angkut 25.000,00 10. Sewa Sprayer 15.000,00 Total Biaya Tunai 8.369.305,36 Biaya yang Diperhitungkan 1. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian 20.223,33 2. TKDK (HOK) 98,21 26.250,00 2.578.143,43 3. Sewa Lahan (ha) 600.000,00 4. Pupuk Kandang (kg) 2.554,94 242,86 337.158,57 5. Pengairan 10.000,00 Total Biaya yang Diperhitungkan 3.545.525,33 Total Seluruh Biaya 11.914.830,69 Pada Tabel 22 dapat dilihat biaya tidak tunai lahan sawah, biaya yang paling besar adalah tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar Rp. 2.578.143,43 dengan biaya per HOK sebesar Rp. 26.250,-. Hal ini dikarenakan kegiatan pengolahan lahan dan penyiangan membutuhkan banyak tenaga kerja. Pada umumnya, petani melakukan kedua kegiatan tersebut tanpa bantuan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tidak tunai terbesar kedua adalah biaya pupuk kandang dengan total biaya sebesar Rp. 337.158,57. Tidak semua petani responden
menggunakan pupuk kandang. Petani yang menggunakan pupuk kandang biasanya petani yang mempunyai ternak peliharaan, baik ternak sapi maupun kambing. Nilai penggunaan lahan sendiri adalah sebesar Rp. 600.000,- /ha per musim tanam. Nilai penggunaan lahan didapat dari nilai sewa lahan di Desa Beketel per tahunnya. Sewa lahan per tahun untuk lahan sawah adalah Rp.1.200.000,00, kemudian dibagi dua musim tanam. Biaya selanjutnya adalah biaya penyusutan peralatan dan biaya pengairan yang masing-masing sebesar Rp.20.223,33 dan Rp. 10.000,-. Total dari biaya tidak tunai pada usahatani jagung lahan sawah sebesar Rp. 3.545.525,33.
Tabel 23.
Biaya Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008 Jumlah Uraian Harga/Satuan Nilai (Rp) Fisik Biaya Tunai 1. Benih (kg) 20,37 34.125,00 695.096,82 2. Pupuk TSP (kg) 269,74 1.846,88 498.178,90 3. Pupuk Urea (kg) 619,36 1.431,25 886.461,57 4. Herbisida (liter) 7,14 78.928,57 563.162,33 5. Insektisida (liter) 3,05 87.777,78 267722,23 6. TKLK (HOK) 84,82 26.250,00 2.226.509,04 7. Pajak lahan (ha) 25.000,00 8. Pemipilan Biji jagung (kg) 4.531,46 50,00 226.573,22 9. Biaya Angkut 25.000,00 10. Sewa Sprayer 15.000,00 Total Biaya Tunai 5.428.704 Biaya yang Diperhitungkan 1. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian 19.796,34 2. TKDK (HOK) 71,98 26.250,00 1.889.433,13 3. Sewa Lahan (ha) 500.000,00 4. Pupuk Kandang (kg) 805,46 239,71 193.073,89 Total Biaya yang Diperhitungkan 2.602.303,36 Total Seluruh Biaya 8.031.007,46 Biaya tunai usahatani jagung lahan tegalan sebesar Rp. 5.428.704,-.
Pengeluaran terbesar dari total biaya tunai adalah biaya untuk tenaga kerja luar
keluarga sebesar Rp. 2.226.509,04 dengan pemakaian HOK sebesar 84,82 HOK. Biaya pupuk urea merupakan biaya terbesar kedua setelah tenaga kerja dalam struktur biaya usahatani jagung lahan tegalan, yaitu sebesar
Rp. 886.461,57
dengan penggunaan fisik sebesar 619,36 kg per ha. Biaya pupuk TSP adalah Rp.498.178,90 dengan penggunaan fisik sebesar 269,74 kg per ha. Bila dibandingkan dengan rekomendasi Pegawai Penyuluh Pertanian (PPL), nilai pemakaian kedua pupuk tersebut berlebihan. Pada kondisi luasan 1 hektar nilai penggunaan pupuk TSP dan pupuk urea masing-masing sebesar 150 kg dan 250 kg. Pemakaian benih rata-rata per hektar luas lahan adalah sebesar 20,37 kg dengan harga rata-rata per kilogramnya adalah Rp. 34.125,-. Jadi, total biaya yang dikeluarkan per hektarnya adalah sebesar Rp. 695.096,-. Nilai penggunaan herbisida dan insektisida masing-masing sebesar 7,14 liter per ha dan 3,05 liter per ha. Total biaya yang dikeluarkan untuk membeli herbisida dan insektisida per hektar masing-masing sebesar Rp. 563.162,33 dan Rp. 267.722,-. Biaya yang dikeluarkan untuk menyewa sprayer sebesar Rp. 15.000,- yang biasanya para petani menyewanya dari kelompok tani. Total biaya pemipilan jagung sebesar Rp.226.573,- dengan biaya memipil Rp. 50,- per kilogramnya. Biaya selanjutnya adalah biaya pengangkutan yang sebesar Rp. 25.000,-. Biaya pengangkutan yang dimaksud adalah biaya mengangkut hasil panen jagung dari tegalan ke rumah petani, seperti kondisi pada usahatani jagung lahan sawah. Biaya tunai yang terakhir adalah pajak lahan yaitu sebesar Rp. 25.000,- per hektar. Biaya tidak tunai pada lahan tegalan yang paling besar adalah tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar Rp. 1.889.433,13 dengan penggunaan tenaga kerja
sebesar 71,98 HOK. Upah yang dibayarkan untuk setiap HOK-nya sebesar Rp.26.250,-. Biaya pupuk kandang pada usahatani lahan tegalan sebesar Rp.193.073,-. Tidak semua petani responden menggunakan pupuk kandang. Petani yang menggunakan pupuk kandang biasanya petani yang mempunyai ternak peliharaan, baik ternak sapi maupun kambing. Nilai penggunaan lahan sendiri adalah sebesar Rp. 500.000,- /ha per musim tanam dari nilai sewa per tahun Rp.1.000.000,- /ha. Biaya terakhir adalah biaya penyusutan peralatan yaitu sebesar Rp. 19.796,34.
7.3. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Usahatani yang menguntungkan terjadi apabila selisih antara penerimaan dan biaya bernilai positif. Analisis pendapatan usahatani jagung dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Tabel 24 menunjukkan pendapatan dan rasio R/C usahatani jagung per hektar di Desa Beketel pada musim tanam I tahun 2008. Berdasarkan selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai didapatkan nilai pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp. 9.639.205,84. Rasio R/C petani atas biaya tunai adalah 2,15 yang artinya setiap biaya satu rupiah tunai yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar 2,15 rupiah. Sementara pendapatan atas biaya total adalah Rp.6.093.680,51. Rasio R/C petani atas biaya total adalah 1,51 yang artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,51 rupiah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung lahan sawah di Desa Beketel efisien dari sisi pendapatan.
Tabel 24. Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Jagung Lahan Sawah (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008 Harga/ Uraian Jumlah fisik Nilai (Rp) Satuan Penerimaan Usahatani Penerimaan tunai 5.880,33 3.062,50 18.008.511,20 Penerimaan tidak tunai Total Penerimaan 5.880,33 3.062,50 18.008.511,20 Biaya Usahatani Total biaya tunai 8.369.305,36 Total biaya tidak tunai 3.545.525,33 Total Biaya 11.914.830,69 Pendapatan atas Biaya Tunai 9.639.205,84 Pendapatan atas Biaya Total 6.093.680,51 R/C Ratio Biaya Tunai 2,15 R/C Ratio Biaya Total 1,51 Pendapatan atas biaya tunai usahatani jagung lahan tegalan sebesar Rp.8.406.423,29, sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp. 5.804.119,93. Rasio R/C atas biaya tunai untuk usahatani lahan tegalan adalah 2,55 yang artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar satu rupiah akan mendapatkan penerimaan sebesar 2,55 rupiah. Sedangkan nilai rasio R/C atas biaya total adalah 1,72 yang artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,72 rupiah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung lahan tegalan di Desa Beketel efisien dari sisi pendapatan.
Tabel 25. Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Jagung Lahan Tegalan (Per Hektar) di Desa Beketel pada Musim Tanam I Tahun 2008 Jumlah Harga/ Uraian Nilai (Rp) Fisik Satuan Penerimaan Usahatani Penerimaan tunai 4.531,46 3.053,13 13.835.127,39 Penerimaan tidak tunai Total Penerimaan 4.531,46 3.053,13 13.835.127,39 Biaya Usahatani Total biaya tunai 5.428.704,10 Total biaya tidak tunai 2.602.303,36 Total Biaya 8.031.007,46 Pendapatan atas Biaya Tunai 8.406.423,29 Pendapatan atas Biaya Total 5.804.119,93 R/C Ratio Biaya Tunai 2,55 R/C Ratio Biaya Total 1,72 5804119,93
Berdasarkan analisis pendapatan dan analisis rasio R/C total, usahatani jagung lahan sawah memiliki nilai pendapatan yang lebih besar daripada usahatani jagung lahan tegalan yang artinya usahatani jagung lahan sawah lebih menguntungkan daripada usahatani jagung tegalan. Apabila melihat nilai rasio R/C antara kedua usahatani tersebut, nilai rasio R/C-nya sama-sama bernilai lebih dari satu, namun rasio R/C usahatani jagung lahan tegalan lebih besar dari usahatani jagung lahan sawah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun pendapatan usahatani jagung lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan pendapatan usahatani jagung lahan tegalan, namun jika dilihat dari rasio R/C, usahatani jagung lahan tegalan lebih efisien dibandingkan usahatani jagung lahan sawah.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan 1. Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung lahan sawah adalah pupuk urea pada tingkat kepercayaan 99 persen dan pupuk kandang pada tingkat kepercayaan 90 persen. Sementara faktor benih, pupuk TSP, herbisida, insektisida, dan tenaga kerja tidak berpengaruh pada taraf yang ditetapkan. Di lain pihak, faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung lahan tegalan adalah luas lahan dan benih pada tingkat kepercayaan 95 persen serta pupuk TSP pada tingkat kepercayaan 90 persen. Faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh pada taraf yang ditetapkan adalah pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian dan tenaga kerja. 2. Berdasarkan rasio NPM dan BKM setiap faktor produksi usahatani jagung ,baik lahan sawah maupun lahan tegalan menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tidak efisien. Pada usahatani jagung lahan sawah penggunaan faktor produksi yang masih kurang adalah benih, pupuk TSP, pupuk urea dan herbisida, sedangkan faktor produksi pupuk kandang, insektisida dan tenaga kerja melebihi batas optimal. Sementara itu, pada usahatani jagung lahan tegalan penggunaan faktor produksi yang masih kurang adalah luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk kandang, obat pertanian. Sebaliknya, faktor produksi tenaga kerja melebihi batas optimal.
3. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani jagung, pendapatan usahatani jagung, baik pendapatan tunai maupun pendapatan total di lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Hal ini dikarenakan hasil produksi usahatani jagung lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Namun, jika dilihat dari struktur biaya, biaya usahatani baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan di lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Hal ini disebabkan pemakaian tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga di lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan lahan tegalan. Jika dilihat dari rasio R/C, usahatani jagung lahan sawah maupun lahan tegalan menguntungkan ( rasio R/C > 1). Namun demikian, rasio R/C lahan tegalan lebih tinggi dibandingkan rasio R/C lahan sawah. Dengan demikian, meskipun pendapatan usahatani jagung lahan sawah relatif lebih besar dibandingkan pendapatan usahatani jagung lahan tegalan, namun jika dilihat dari rasio R/C, usahatani jagung lahan tegalan lebih efisien dibandingkan usahatani jagung lahan sawah.
8.2. Saran 1. Untuk mencapai kondisi efisien atau optimal pada usahatani jagung lahan sawah benih, pupuk TSP, pupuk urea dan herbisida harus ditingkatkan, sedangkan pupuk kandang, insektisida dan tenaga kerja harus dikurangi. Sementara itu, pada usahatani jagung lahan tegalan faktor produksi luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk urea, pupuk
kandang, obat pertanian harus ditingkatkan, sedangkan penggunaan tenaga kerja harus dikurangi. 2. Penyediaan sarana produksi yang tepat jumlah dan waktu, seperti penyediaan benih dan pupuk dengan melakukan operasi pasar dan pengadaan program kredit oleh pemerintah terhadap sarana produksi. Selain itu, perlunya penyuluhan yang lebih intensif kepada petani agar pengetahuan atau wawasan petani mengenai budidaya jagung lebih luas. 3. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan fungsi produksi selain fungsi produksi Cobb-Douglas. Selain itu, sebelum diterapkan dilapangan perlu dilakukan pengujian secara teknis.
DAFTAR PUSTAKA
Doll, J P and F. Orazem. 1984. Production Economics. John Wiley and Sons Inc. New York Fischer, K. S. And A. F. Palmer. 1992. Jagung Tropik. Hal 281-328. Dalam Goldworthy, P.R. Dan N.M. Fischer (Eds). Isiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Gujarati, D. 1978. Basic Econometrics. McGraw-Hill. New York. Hernanto, Fadholi.1996. Ilmu Usahatani. Cetakan Ketujuh. Penebar Swadaya. Jakarta. Lipsey, Courant, Purvis, dan Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kesepuluh. Jilid 1. Binarupa Aksara. Jakarta Muhadjir, F. 1988. Karakterisitik tanaman jagung. Hal 33-48. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjono (Eds). Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate Dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta. Parangin-Angin. 1999. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor. Purwono dan Hartono. 2007. Bertanam Jagung unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Soeharjo dan Patong. 1973. Sendi – Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta. Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suciany, Yani. 2007. Analisis Keunggulan Komperatif dan Kompetitif Usahatani Jagung Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor.
Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2002. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. Suroso. 2006. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor. Susanto, Harry. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Padi Gogo Secara Tumpangsari Dengan Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor. Tjakrawiralaksana, Abas. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Widiyanti. 2000. Analisis Produksi dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Jagung Manis. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertaniaan Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Sawah dengan Multikolinier Regression Analysis: Produksi jagung versus Luas Lahan (Ha); Benih; ... The regression equation is Produksi jagung (Kg) = 3,85 + 0,044 Luas Lahan (Ha) + 0,125 Benih + 0,0313 TSP (Kg) + 0,00963 Kandang (Kg) + 0,0381 Urea (Kg) + 0,216 Herbisida (L) + 0,00570 Insektisida (L) + 0,0430 HOK Predictor Constant Luas Lahan (Ha) Benih TSP (Kg) Kandang (Kg) Urea (Kg) Herbisida (L) Insektisida (L) HOK S = 0,153335
Coef 3,845 0,0437 0,1254 0,0312 0,009628 0,0381 0,2156 0,005704 0,04295
SE Coef 1,174 0,2933 0,2887 0,0199 0,005116 0,0106 0,2128 0,007071 0,06203
R-Sq = 92,6%
T 3,27 0,15 0,43 1,57 1,88 3,57 1,01 0,81 0,69
P 0,003 0,883 0,668 0,131 0,073 0,002 0,321 0,428 0,496
VIF 34,8 27,2 8,7 1,9 5,0 1,3 1,3 2,5
R-Sq(adj) = 90,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 8 23 31
SS 6,77104 0,54077 7,31181
MS 0,84638 0,02351
Durbin-Watson statistic = 1,29927
F 36,00
P 0,000
Lampiran 2. Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Sawah Tanpa Multikolinier Regression Analysis: produksi versus Benih_1; TSP; ... The regression equation is produksi = 4,10 + 0,125 Benih_1 + 0,0278 TSP + 0,00945 Kandang + 0,0387 Urea+ 0,0937 Herbisida + 0,00532 Insektisida + 0,0376 HOK/Ha Predictor Constant Benih_1 TSP Kandang Urea Herbisida Insektisida HOK/Ha
Coef 4,104 0,1253 0,0277 0,009447 0,0386 0,09374 0,005316 0,03764
S = 0,151047
SE Coef 1,078 0,2844 0,0189 0,004596 0,0105 0,08600 0,006077 0,06109
R-Sq = 72,3%
T 3,81 0,44 1,46 2,06 3,67 1,09 0,87 0,62
P 0,001 0,664 0,157 0,051 0,001 0,287 0,390 0,544
VIF 1,8 3,2 1,8 2,0 2,6 1,3 1,1
R-Sq(adj) = 64,2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 24 31
SS 1,42627 0,54757 1,97383
MS 0,20375 0,02282
Durbin-Watson statistic = 1,35392
F 8,93
P 0,000
Lampiran 3. Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Tegalan dengan Koefisien Regresi Negatif Regression Analysis: Produksi jagung versus Luas Lahan (Ha); Benih; ... The regression equation is Produksi jagung (Kg) = 5,84 + 0,450 Luas Lahan (Ha) + 0,306 Benih+ 0,203 TSP (Kg) + 0,00254 Kandang (Kg) + 0,076 Urea (Kg) - 0,00310 Herbisida (L) - 0,0085 Insektisida (L) + 0,009 Total HOK Predictor Constant Luas Lahan (Ha) Benih TSP (Kg) Kandang (Kg) Urea (Kg) Herbisida (L) Insektisida (L) Total HOK S = 0,155455
Coef 5,8392 0,4500 0,3056 0,2031 0,002544 0,0756 -0,003100 -0,00846 0,0095
R-Sq = 89,9%
SE Coef 0,9616 0,1676 0,1416 0,1353 0,004687 0,1430 0,009931 0,01033 0,1065
T 6,07 2,69 2,16 1,50 0,54 0,53 -0,31 -0,82 0,09
P 0,000 0,013 0,042 0,147 0,592 0,602 0,758 0,421 0,930
R-Sq(adj) = 86,4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 8 23 31
SS 4,97133 0,55582 5,52715
MS 0,62142 0,02417
Durbin-Watson statistic = 2,55060
F 25,71
P 0,000
VIF 6,7 3,8 4,1 1,5 4,8 1,4 2,3 3,6
Lampiran 4. Hasil Output Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Usahatani Jagung Lahan Tegalan Tanpa Koefisien Regresi Negatif Regression Analysis: Produksi jagung versus Luas Lahan (Ha); Benih; ... The regression equation is Produksi jagung (Kg) = 5,33 + 0,339 Luas Lahan (Ha) + 0,296 Benih+ 0,242 TSP (Kg) + 0,00422 Kandang (Kg) + 0,123 Urea (Kg)+ 0,021 Total HOK + 0,0115 obat Predictor Constant Luas Lahan (Ha) Benih TSP (Kg) Kandang (Kg) Urea (Kg) Total HOK obat S = 0,153118
Coef 5,3257 0,3390 0,2959 0,2416 0,004223 0,1230 0,0208 0,01154
SE Coef 0,8178 0,1462 0,1349 0,1273 0,004506 0,1247 0,1098 0,01829
R-Sq = 89,8%
T 6,51 2,32 2,19 1,90 0,94 0,99 0,19 0,63
P 0,000 0,029 0,038 0,070 0,358 0,334 0,851 0,534
VIF 5,3 3,5 3,7 1,5 3,8 4,0 1,4
R-Sq(adj) = 86,9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 24 31
SS 4,96447 0,56268 5,52715
MS 0,70921 0,02345
Durbin-Watson statistic = 2,58117
F 30,25
P 0,000