NILAI FISIK DAN SOSIAL VEGETASI PEKARANGAN DALAM PENURUNAN KONSENTRASI PARTIKEL DEBU DI DESA GUNUNG PUTRI KECAMATAN GUNUNG PUTRI, KABUPATEN BOGOR
MERZYTA SEPTIYANI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
NILAI FISIK DAN SOSIAL VEGETASI PEKARANGAN DALAM PENURUNAN KONSENTRASI PARTIKEL DEBU DI DESA GUNUNG PUTRI KECAMATAN GUNUNG PUTRI, KABUPATEN BOGOR
MERZYTA SEPTIYANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN MERZYTA SEPTIYANI. E34051398. “Nilai Fisik dan Sosial Vegetasi Pekarangan dalam Penurunan Konsentrasi Partikel Debu di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor”. Di bawah bimbingan: (1) Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc dan (2) Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc. Pembangunan yang sangat pesat di berbagai bidang selain memberikan dampak positif juga membawa dampak negatif yaitu penurunan kualitas lingkungan. Desa Gunung Putri sebagai salah satu desa yang terletak di kawasan padat pemukiman, perindustrian dan transportasi sangat rentan terhadap terjadinya gangguan kesehatan masyarakat terutama yang diakibatkan oleh partikel debu. Salah satu upaya untuk mengantisipasi penurunan kualitas kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan mencipta-wujudkan progam konservasi untuk penyehatan lingkungan dan dapat dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan masyarakat yaitu peningkatan kualitas pekarangan. Selain faktor fisik yang terdapat dalam pekarangan, kualitas pekarangan juga sangat tergantung pada sikap penghuninya. Oleh karena itu studi mengenai pengaruh vegetasi dalam pekarangan dan sikap masyarakat terhadap pekarangan perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai fisik dan sosial vegetasi pekarangan yang mempengaruhi penurunan nilai konsentrasi partikel debu di udara, serta faktorfaktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap fungsi dan keberadaan pekarangan rumah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya pekarangan untuk mereduksi pencemaran udara akibat debu sehingga masyarakat dapat menyadari dan berpartisipasi dalam pemeliharaannya serta memberikan masukan kepada instansi terkait sebagai bahan acuan dalam usaha penanggulangan pencemaran udara akibat debu. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2009 di Desa Gunung Putri, Bogor dan Laboratorium Air dan Udara SEAMEO Biotrop Bogor. Didasarkan atas kriteria kerindangan, penentuan plot contoh dibagi menjadi tiga kelompok yaitu; Sangat Rindang (SR), Rindang (R) dan Tidak Rindang (TR). Terdapat juga plot tanpa vegetasi yang dijadikan Kontrol (K). Selanjutnya dilakukan pengukuran serta analisis sampel debu serta mengkaji sikap masyarakat terhadap fungsi dan keberadaan pekarangan. Beberapa parameter yang diduga mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu adalah luas proyeksi tajuk, Leaf Area Index (LAI) dan tinggi pohon. Faktor yang diduga mempengaruhi sikap masyarakat adalah umur, pendidikan formal, pekerjaan dan lama tinggal. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi partikel debu di udara mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kriteria kerindangan vegetasi. Tinggi pohon dan LAI berkorelasi negatif dengan nilai konsentrasi partikel debu, artinya setiap terjadi peningkatan nilai LAI dan tinggi pohon seiring dengan terjadinya penurunan konsentrasi partikel debu. Tinggi pohon berpengaruh secara signifikan (P-value = 0,021 < α) dalam menurunkan konsentrasi partikel debu sebesar (y = 920,4 - 59,66 x), LAI berpengaruh secara signifikan (P-value = 0,092 < α) dalam menurunkan konsentrasi partikel debu sebesar (y = 2762 - 944,8 x). Mayoritas responden (76,74%) memiliki sikap yang termasuk kategori baik, artinya masyarakat memahami serta merasakan secara langsung manfaat dari RTH tipe pekarangan, sikap 23,26% responden termasuk kategori sikap sedang dan tidak ada responden yang memiliki sikap yang buruk. Sikap masyarakat berhubungan dengan umur, lama tinggal dan pekerjaan. Semakin tua responden maka sikapnya akan semakin baik, demikian pula halnya dengan lama tinggal, semakin lama responden tinggal semakin baik sikapnya. Pekerjaan mempengaruhi sikap berdasarkan interaksi langsung pekerja dengan partikel debu. Kata Kunci: Debu, Vegetasi, Pekarangan, Sikap
SUMMARY MERZYTA SEPTIYANI. E34051398. “Physical and Social Values of Homegarden in Reducing Suspended Particulate Matter (SPM) at Gunung Putri Village Sub District of Gunung Putri, District of Bogor”. Under the supervisions of Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc and Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc. Rapid developments in various fields , have caused both positive and negative impacts, such as decline environmental quality. Gunung Putri Village as one of the villages located in an overcrowded area of settlement, industry and transportation, is very vulnerable to communal health problems especially due to Suspended Particulate Matter (SPM). One effort to anticipate decline in health quality is through conservation programme for better environmental health. This program could be initiated from the people’s closest environment by improving homegarden quality. Apart from the physical factors of the homegarden, its quality is also influence by the owner’s attitude. Therefore, study of the effects of homegarden and community attitudes on homegarden should be conducted. This research has the objective to determine the physical and social values of homegarden vegetation that influenced the reduction of SPM value on air, and factors related to community attitudes and the functions and existence of homegarden. This research would provide information on the importance of homegarden in reducing air pollution due to SPM, thus it is expected that community could be aware and participated in homegarden maintenance, as well as to provide inputs to related institutions as references for prevention of air pollution by SPM. The research was conducted on June 2009 – August 2009 in Gunung Putri Village Bogor and Water an Air Laboratory of SEAMEO Biotrop Bogor. Based on shading criteria, sample plots were divided into three groups; Dense Shade (SR), Sufficient Shade (R) and Least Shade (TR). Control plot ( K)comprised of plot with no vegetation. Measurement of dust sample analysis then carried out followed by study on community attitudes on the functions and the existence of homegarden. Several parameters that were expected to influence the value of SPM were total area of crown projection, Leaf Area Index (LAI) and height of tree, while factors influencing attitudes were age, formal education, occupation and duration of living on the area. Research results showed that SPM on air experienced a decline with increasing vegetation shade. Height of tree and LAI were negatively correlated with SPM values, meaning in an increase of LAI values and tree height would reduce the value of SPM. Tree height significantly effect (P-value = 0.021 < α) on reducing SPM by (y = 920.4 59.66 x) and LAI also has significantly effect (P-value = 0.092 < α) in reducing SPM by (y = 2762 – 944.8 x). The majority of respondents (76.74%) had positive attitudes, meaning that they understand and directly felt the benefit of homegarden, while the rest had average value of attitudes. Attitudes directly influence by the age, duration of living in the area and occupation. The older a respondents get, the more positive attitudes he/she showed. Similar results were obtained for duration of living. The occupation influences attitude based on direct interaction with SPM. Keywords: Suspended Particulate Matter (SPM), Vegetation, Homegarden, Attitude
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Nilai Fisik dan Sosial Vegetasi Pekarangan dalam Penurunan Konsentrasi Partikel Debu di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor” adalah benar-benar hasil kerja saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Merzyta Septiyani NRP E34051398
Judul Skripsi :
Nilai Fisik dan Sosial Vegetasi Pekarangan dalam Penurunan Konsentrasi Partikel Debu di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor
Nama
:
Merzyta Septiyani
NIM
:
E34051398
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc
Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc
NIP : 19670504 199203 1 004
NIP : 19710215 199512 2 001
Mengetahui, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Ketua
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP : 19580915 198403 1 003
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 September 1987 merupakan anak dari pasangan Suyono dan Iin. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan di SDI PB Sudirman II Jakarta lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 102 Jakarta lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 39 Jakarta dan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif dalam kegiatan Kelompok Pemerhati Kupu-kupu (KPK) “Sarpedon” HIMAKOVA sebagai ketua periode 2006-2007. Semasa kuliah penulis telah mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH Cemara Indramayu – Linggarjati Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), Kuningan Jawa Barat pada tahun 2007, penulis juga telah mengikuti Praktek Umum Konservasi Eksitu Satwaliar (PUKES) di Taman Sringganis dan Taman Mini Indonesia Indah pada tahun 2008. Pada tahun 2009 penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Kegiatan lapang yang pernah diikuti penulis adalah Studi Konservasi Lingkungan
“SURILI”
HIMAKOVA di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung Sulawesi Selatan (2007). Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Kehutanan IPB, maka penulis menyusun skripsi dengan judul “Nilai Fisik dan Sosial Vegetasi Pekarangan dalam Penurunan Konsentrasi Partikel Debu di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor” di bawah bimbingan Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc.
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah. Segala puji penulis panjatkan bagi Allah SWT yang telah memberikan anugerah berupa kesehatan dan kesempatan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Bapak dan Ibunda tersayang yang telah mencurahkan kasih sayang, doa yang tulus, dukungan moril dan materil serta adikku yang selalu memberikan motivasi.
2.
Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3.
Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS, Bapak Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dan Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini.
4.
Bapak Miming Saimin selaku Kepala Desa Gunung Putri atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian serta seluruh perangkat Desa Gunung Putri yang telah membantu.
5.
Bapak Budi selaku Kepala Laboratorium Air dan Udara SEAMEO Biotrop Bogor serta Bapak Maman Darmanto selaku teknisi lapangan yang telah membantu.
6.
Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc atas izin penggunaan alat dan software Hemiview Canopy analyzer.
7.
Bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA atas kesediannya untuk berkonsultasi.
8.
Divisi-divisi Pemerintah Daerah (PEMDA) Bogor, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bogor, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) Bogor, Puskesmas Kecamatan Gunung Putri dan Kantor Desa Gunung Putri atas izin penggunaan data.
9.
Kepala dan seluruh staff TU DKSHE IPB atas bantuan demi kelancaran proses penyusunan skripsi ini.
10. Jalinan persahabatan di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata angkatan 42 (Tarsius 42) atas kekeluargaannya dan segala kebersamaan mengejar studi. 11. Seluruh kebersamaan di organisasi HIMAKOVA untuk semua hal yang menyenangkan dan terus memotivasi untuk melakukan hal yang terbaik. 12. Agung Maulana Putra atas semua kasih sayang, doa, dukungan, semangat serta pembelajaran lain untuk penulis. 13. Maria F.C. Wawo, Riski R. Ayu, Bobi Riharno, sahabat penulis, atas dukungan dan semangat yang diberikan. Semoga kita dapat meraih segala cita dalam kebersamaan. 14. Semua bantuan yang amat berharga dan akan selalu dikenang untuk: Roni Kurniawan (MAB 37), Aprilia Riksawati (ITK 40), Ummi Isnaini (STK 42), Aulia Yusri (TIN 42), Dian Harpi (ARL 42), Iqbal Suhaemi Goeltom (ITK 42), dan Lalu Hakim (ITK 40). 15. Semua pihak yang yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB dengan judul “Nilai Fisik dan Sosial Vegetasi Pekarangan dalam Penurunan Konsentrasi Partikel Debu di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor”. Pembangunan fisik di perkotaan telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan, salah satunya adalah berubahnya kualitas lingkungan akibat pencemaran di udara. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran udara yaitu dengan mencipta-wujudkan progam konservasi untuk penyehata n lingkungan seperti penghijauan. Keberhasilan proses penghijauan banyak bergantung pada kualitas fisik vegetasi serta partisipasi dan dukungan masyarakat terhadap kegiatan penghijauan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan kualitas vegetasi serta peran serta masyarakat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya. Akhirnya penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc yang telah membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL..................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................vi I. PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1. Latar Belakang..............................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah ......................................................................................3 1.3. Hipotesis .......................................................................................................5 1.4. Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................................5 1.5. Tujuan ...........................................................................................................7 1.6. Manfaat .........................................................................................................7 II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................8 2.1. Lingkungan ...................................................................................................8 2.2. Pencemara Udara ..........................................................................................8 2.3. Partikel Debu sebagai Salah Satu Jenis Pecemar Udara ............................10 2.3.1. Karakteristik partikel debu ...............................................................10 2.3.2. Pengaruh partikel debu terhadap kesehatan .....................................11 2.4. Ruang Terbuka Hijau (RTH) ......................................................................12 2.5. Pekarangan sebagai Salah Satu Bentuk RTH .............................................14 2.6. Sikap ...........................................................................................................15 III. METODOLOGI PENELITIAN...................................................................17 3.1. Waktu dan Tempat .....................................................................................17 3.2. Jenis Data....................................................................................................17 3.2.1. Jenis data untuk mengetahui penurunan konsentrasi partikel debu ......17 3.2.2. Jenis data untuk mengetahui sikap masyarakat ....................................18 3.3. Metode Pengambilan Data .........................................................................20 3.3.1. Penarikan sampel ..................................................................................20 3.3.2. Pengukuran konsentrasi partikel debu di udara ....................................22 3.3.3. Sikap masyarakat terhadap RTH tipe pekarangan ................................24 3.4. Alat dan Bahan Penelitian ..........................................................................25 3.5. Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................25 3.5.1. Pengukuran parameter vegetasi ...........................................................25 3.5.2. Konsentrasi partikel debu di udara ......................................................26 3.5.3. Uji korelasi Pearson .............................................................................27 3.5.4. Analisis regresi linear sederhana..........................................................28 3.5.5. Sikap masyarakat .................................................................................29 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ...............................................32 4.1. Letak dan Luas ...........................................................................................32 4.2. Kondisi Fisik Kawasan ..............................................................................32 4.3. Kependudukan ...........................................................................................33 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................35 5.1. Nilai Konsentrasi Partikel Debu di Udara ..................................................35 5.2. Kajian Nilai Fisik Vegetasi Pekarangan terhadap Konsentrasi Partikel Debu di Udara ..........................................................................................36 5.2.1. Pengaruh jarak pengukuran..................................................................36
iii
5.2.2. Pengaruh parameter vegetasi ...............................................................38 5.2.2.1. Pengaruh luas proyeksi tajuk pohon .......................................41 5.2.2.2. Pengaruh Leaf Area Index (LAI) ............................................43 5.2.2.3. Pengaruh tinggi pohon ............................................................43 5.2.3. Peran vegetasi dalam menciptakan iklim mikro ..................................48 5.2.4. Peran vegetasi untuk mereduksi partikel debu pencemar ....................49 5.3. Kajian Nilai Sosial Vegetasi Pekarangan ........................................................51 5.3.1. Peran vegetasi dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat ..51 5.3.2. Peran vegetasi dalam estetika dan kesehatan jiwa ...............................53 5.3.3. Fungsi produksi oleh vegetasi pekarangan ..........................................55 5.3.4. Fungsi sosial vegetasi pekarangan .......................................................56 5.4. Kategori Sikap Masyarakat ............................................................................56 5.4.1. Hubungan karakteristik responden dengan sikap responden ...............57 5.5. Konservasi Lingkungan Hidup Kota ...............................................................59 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................62 6.1. Kesimpulan ................................................................................................ 62 6.2. Saran .......................................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................64 LAMPIRAN ..........................................................................................................70
iv
DAFTAR TABEL No. 1.
Halaman Tabel kerindangan plot contoh dan pengukuran parameter vegetasi pada masing- masing plot contoh (500 m dan 1000 m) ...............
18
Tabel konsentrasi partikel debu dan parameter meteorology udara pada kedua jarak pengukuran ..........................................................
18
Jenis data untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap fungsi RTH pekarangan bagi kesehatan ....................................................
19
Pembagian kelompok untuk setiap variabel karakteristik sosial responden....................................................................
19
5.
Kondisi lahan pekarangan (plot contoh) pada lokasi penelitian ...............
22
6.
Kategori sikap berdasarkan skala Likert ...................................................
30
7.
Struktur penggunaan lahan di Desa Gunung Putri ....................................
32
8.
Fasilitas pelayanan masyarakat yang terdapat di Desa Gunung Putri ................................................................................
33
9. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin ...........
33
10. Jumlah rumah tangga menurut lahan pekerjaannya ..................................
34
11. Tingkat pendidikan penduduk ...................................................................
34
12. Perbandingan konsentrasi partikel debu hasil pengukuran dengan baku mutu debu di udara ambien .................................................
35
13. Hasil pengukuran parameter pencemar udara di Kec. Gunung Putri ........
35
14. Konsentrasi partikel debu di udara pada kedua jarak pengukuran ............
37
15. Hasil pengukuran parameter vegetasi di kedua jarak pengukuran ............
39
16. Reduksi konsentrasi partikel debu (µg/Nm³) dari plot K berdasarkan kriteria kerindangan pekarangan ...........................................
40
17. Korelasi antara parameter vegetasi dengan nilai konsentrasi partikel debu di udara .............................................................................................
41
18. Perbandingan suhu udara (°C) di Desa Gunung Putri pada bulan Juni dan Juli ............................................................................
48
19. Suhu udara pada setiap plot contoh di kedua jarak pengukuran ...............
49
20. Hasil pengukuran parmeter fisik udara pada setiap plot contoh................
49
21. Korelasi/hubungan antara karakteristik responden dengan kategori sikap yang terbentuk terhadap fungsi RTH pekarangan .............
57
2. 3. 4.
v
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Kerangka pemikiran penelitian .................................................................
6
2.
Tipologi RTH ............................................................................................
12
3.
Lokasi pengukuran konsentrasi partikel debu pencemar ..........................
21
4.
Filter dalam desikator ...............................................................................
22
5.
Neraca analitik Mettler Toledo .................................................................
23
6.
HemiView .................................................................................................
26
7.
Kondisi jalan raya yang rusak ...................................................................
37
8.
Penurunan konsentrasi partikel debu di udara berdasarkan tingkat kerindangan pekarangan............................................................................
39
Plot-plot contoh pada jarak pengukuran 500 m ........................................
40
10. Pengaruh luas proyeksi tajuk terhadap penurunan konsentrasi partikel debu ...........................................................................................................
42
11. Pengaruh Leaf Area Indeks (LAI) terhadap penurunan konsentrasi partikel debu ..............................................................................................
43
12. Besar pengaruh LAI dalam menurunkan konsentrasi partikel debu di udara ambien pada jarak 1000 m. .........................................................
44
13. Pengaruh rata-rata tinggi total pohon terhadap penurunan konsentrasi partikel debu ..............................................................................................
46
14. Pengaruh rata-rata tinggi total pohon dalam menurunkan konsentrasi partikel debu di udara ambien pada jarak 500 m ......................................
47
15. Jumlah serta jenis penyakit yang diderita warga Kecamatan Gunung Putri selama tahun 2008 ..............................................................
52
16. Penataan pekarangan rumah yang hijau ....................................................
53
17. RTH Tipe Kawasan Industri .....................................................................
55
18. Persentase kategori sikap responden .........................................................
56
9.
vi
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Lembar pernyataan ......................................................................................
70
2. Rekapitulasi hasil inventarisasi vegetasi pekarangan ..................................
72
3. Tabel data profil tajuk pohon ......................................................................
74
4. Diagram profil vertikal dan horizontal vegetasi pekarangan ......................
76
5. Hasil uji korelasi Pearson dan analisis regresi linear sederhana .................
82
6. Karakteristik dan sikap responden...............................................................
85
7. Hasil uji korelasi Spearman .........................................................................
86
8. Peta lokasi pengambilan sampel..................................................................
88
9. Hasil analisis sampel partikel debu pada setiap plot contoh .......................
89
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama ini menjadi barometer perekonomian di Indonesia (Prasetyo 2006). Jakarta sebagai kota metropolitan memiliki fungsi kawasan seperti kawasan perkotaan pada umumnya yaitu menjadi pusat pemerintahan, pendidikan dan perindustrian. Pembangunan yang sangat pesat pada berbagai bidang akan memberikan manfaat yang cukup besar terutama dari sektor ekonomi. Daya tarik berupa peningkatan taraf hidup yang secara terus menerus akan berpotensi menciptakan dan meningkatkan skala urba nisasi ke Jakarta yang akan berdampak pada tumbuh kembangnya pembangunan fisik di daerah pemukiman baru di pinggiran kota Jakarta (Prasetyo 2006). Pembangunan kota lebih sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik tanpa memperhatikan kestabilan ekosistem perkotaan (Dahlan 1992) yang akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan kota. Perubahan seperti ini memungkinkan terjadinya perkembangan daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan seperti yang terjadi pada salah satu desa di Kecamatan Gunung Putri yang berlokasi kurang lebih 15 Km dari Ibukota Kecamatan Gunung Putri yaitu Desa Gunung Putri. Desa Gunung Putri yang mengalami alih fungsi lahan sebagai kawasan pemukiman dan perindustrian menyebabkan lalulintas pada kawasan ini menjadi padat, baik yang berasal dari kegiatan transportasi masyarakat yang bermukim di sekitar
kawasan
industri
maupun
transportasi
untuk
mengangkut
dan
mendistribusikan hasil produksi, sehingga tingkat pencemaran udara semakin meningkat. Menurut PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara diartikan sebagai masuknya/dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu dan menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
2
Padatnya industri dan transportasi menyebabkan bahan pencemar di udara meningkat sehingga menjadi penyuplai utama penurunan kualitas udara sekitar kawasan industri (Aji 2006). Hal ini diperkuat oleh pendapat Wardhana (1994) yang menyatakan bahwa persentase jumlah pencemar partikulat terbesar berasal dari kawasan perindustrian yaitu 26,5% dari total pencemar lainnya. Jenis pencemar di udara menurut Dahlan (2004) ada dua yaitu berupa gas dan partikulat. Dominasi sumber partikulat debu di udara akibat proses perindustrian dan transportasi dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran pernafasan atau disebut dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yang dapat dikelompokkan berdasarkan jenis partikulat debu yang masuk/terhisap ke dalam paru-paru seperti: silikosis, asbestosis, bisinosis dan lainnya (Wardhana 1994). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penurunan kualitas kesehatan masyarakat misalnya dengan mencipta-wujudkan progam konservasi untuk penyehatan lingkungan seperti penghijauan kota. Penanaman vegetasi pada proses penghijauan diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kota. Vegetasi dalam ekosistem berperan sebagai perubah terbesar dari lingkungan karena menghasilkan
untuk pernapasan makhluk hidup,
sebagai fungsi perlindungan sehingga dapat mengurangi radiasi matahari, mengurangi temperatur yang ekstrim, serta sebagai pereduksi polutan yang berterbangan di udara. Vegetasi merupakan makhluk hidup yang paling menentukan dalam ekosistem karena disamping memiliki peran dalam kehidupan dan kesehatan lingkungan secara fisik, vegetasi juga berperan dalam estetika dan kesehatan jiwa (Irwan 1992). Penghijauan perkotaan merupakan bagian dari ruang terbuka hijau (Irwan 1992). Definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam Undang- undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang Terbuka Hijau (RTH) berfungsi antara lain sebagai pengaman lingkungan hidup terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat maupun udara, serta menciptakan kebersihan, kesehatan dan keserasian lingkungan.
3
Peran dan keberadaan RTH selain dipengaruhi oleh faktor alam juga sangat tergantung pada perilaku masyarakat dalam menjaga keberadaan RTH. Menurut Saragih (2007), salah satu komponen pembentuk perilaku masyarakat adalah sikap. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah reaksi atau respon masyarakat terhadap pentingnya keberadaan RTH, sehingga studi mengenai pengaruh vegetasi dalam RTH dan sikap masyarakat mengenai RTH untuk mengatasi dampak dari pencemaran udara terhadap kesehatan perlu dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah Udara dapat dikatakan tercemar apabila nilai/kadar zat, energi, dan/atau komponen lain di udara ambien lebih besar dari nilai baku mutunya (PP RI No. 41 Tahun 1999). Menurut PP tersebut, baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Pencemaran udara hasil buangan industri dan kendaraan bermotor berupa partikel debu, apabila terhirup masuk ke dalam sistem pernafasan dapat menyebabkan ISPA, bahkan pada anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang dapat menjadi penyebab penurunan tingkat kecerdasan/IQ (Suhariyono 2002). Penghijauan sebagai antisipasi terhadap dampak negatif debu bagi kesehatan dapat dimulai dari lingkungan yang paling dekat dengan manusia yaitu dengan meningkatkan kualitas pekarangan rumah. Hal ini didasari karena selain merupakan ekosistem yang paling dekat dengan penghuninya, pekarangan memiliki fungsi penyehatan lingkungan sebagai pereduksi bahan pencemar di udara (Irwan 1992). Keberadaan vegetasi di pekarangan memiliki peranan yang penting untuk meningkatkan kualitas kesehatan, baik penghuninya maupun masyarakat di sekitarnya. Vegetasi memiliki hubungan langsung dalam menurunkan konsentrasi partikel debu di udara (Dahlan 2004). Parameter vegetasi yang diduga mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu di udara antara lain luas proyeksi tajuk, Leaf Area Index (LAI) dan tinggi pohon. Luas proyeksi tajuk vegetasi mampu mereduksi konsentrasi partikel debu yang berasal dari aktivitas transportasi di jalan raya (debu yang berterbangan di bawah), sedangkan tinggi pohon dapat mereduksi konsentrasi partikel debu dari
4
transportasi maupun industri yang terbang tinggi terbawa angin. Parameter Indeks Luas daun/Leaf Area Index (LAI) diukur karena daun memiliki kemampuan untuk menyerap dan menjerap partikel debu dari udara (Dahlan 1989). Partikel debu yang terjerap adalah partikel yang menempel dipermukaan daun secara sementara, sedangkan partikel debu yang terserap adalah partikel yang masuk sampai ke dalam jaringan daun. Sikap masyarakat terhadap keberadaan vegetasi di pekarangan termasuk kedalam faktor sosial yang secara langsung mempengaruhi kualitas vegetasi di pekarangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasetyo (2006) bahwa kehadiran pekarangan dengan segala corak, bentuk dan aneka komposisi penataan vegetasi di dalamnya tidak terlepas dari berbagai pengaruh faktor sosial penghuninya. Berdasarkan hal tersebut, secara teoritis konsentrasi partikel debu di udara juga dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap keberadaan vegetasi di dalam pekarangan, karena semakin baik sikap masyarakat terhadap vegetasi dalam pekarangan akan meningkatkan kualitas pekarangan sehingga pekarangan berkontribusi dalam mereduksi konsentrasi partikel debu di udara. Sikap merupakan salah satu komponen pembentuk perilaku. Sikap dan perilaku masyarakat pada dasarnya dapat dibedakan atas sikap dan perilaku yang baik/positif dan yang buruk/negatif (Harihanto 2001). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi sikap seseorang terhadap lingkungan rumahnya antara lain umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan lama tinggal (menetap) seseorang pada kawasan tersebut (Edwin 1998). Seseorang yang memiliki sikap yang baik terhadap keberadaan pekarangan rumahnya kemungkinan besar akan bersikap dan berperilaku baik pula terhadap keberadaan RTH demikian juga sebaliknya. Memperhatikan hal- hal tersebut, Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri – Bogor dipilih sebagai lokasi penelitian ini karena merupakan kawasan padat perindustrian dan pemukiman yang memiliki aktivitas transportasi yang tinggi. Selain itu lokasi penelitian ini merupakan daerah yang kondisi udaranya sudah tercemar (BLH Bogor 2009). Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah : a. Berapa besar konsentrasi partikel debu pencemar di Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri - Bogor?
5
b. Bagaimana pengaruh parameter vegetasi pekarangan yang meliputi luas proyeksi tajuk, Leaf Area Index (LAI) dan tinggi pohon terhadap nilai konsentrasi partikel debu pencemar di udara? c. Bagaimana sikap (respon) masyarakat sekitar terhadap fungsi RTH tipe pekarangan?
1.3. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Parameter vegetasi yang diduga mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu di udara adalah luas proyeksi tajuk, LAI dan tinggi pohon sehingga semakin besar nilai satuan dari parameter vegetasi, maka nilai konsentrasi partikel debu di udara ambien akan semakin rendah. b. Sikap masyarakat terhadap fungsi RTH pekarangan berkontribusi dalam menurunkan konsentrasi partikel debu di udara. c. Terdapat hubungan linear positif antara karaktersitik sosial responden (umur, pendidikan formal, pekerjaan dan lama tinggal) dengan sikap masyarakat yang terbentuk.
1.4. Kerangka pe mikiran Pesatnya perkembangan kota tidak dapat dipungkiri sering mengakibatkan alih fungsi kawasan hijau untuk kepentingan pembangunan, misalnya kawasan perindustrian. Kawasan perindustrian dengan segala aktivitasnya baik industri maupun transportasi berkontribusi besar terhadap tingginya konsentrasi partikel debu di udara yang akan berdamapak negatif bagi kondisi kesehatan masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penurunan kualias kesehatan masyarakat salah satunya dengan penghijauan kawasan kota yang dapat dimulai dengan meningkatkan kualitas pekarangan rumah. Vegetasi yang berada dalam pekarangan rumah diharapkan dapat menurunkan konsentrasi partikel debu di udara. Keberadaan vegetasi di pekarangan rumah tidak terlepas dari sikap penghuninya, oleh karena itu perlu dilakukan kajian mengenai sikap masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi pekarangan rumah. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Pembangunan kota yang sangat pesat
Kawasan perindustrian padat transportasi
Konsentrasi partikel debu di udara
Tata guna/fungsi lahan perkotaan
Lahan hijau/ruang terbuka hijau (RTH)
Sikap masyarakat terhadap keberadaan RTH di pekarangan rumah
Dampak pencemaran udara (konsentrasi partikel debu) Kualitas kesehatan masyarakat
Analisis Data Metode pengumpulan data : a. Pengukuran sampel b. Kategori sikap masyarakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi: a. Parameter vegetasi (luas proyeksi tajuk, LAI dan tinggi pohon) b. Parameter fisik udara
Untuk menganalisis pengaruh parameter vegetasi terhadap konsentrasi partikel debu digunakan metode uji korelasi Pearson dan analisis regresi linear sederhana
Faktor-faktor yang mempengaruhi: a. Umur responden b. Pendidikan responden c. Pekerjaan responden d. Lama tinggal responden
Untuk menganalisis sikap masyarakat dilakukan secara deskriptif serta dengan pengujian data statistik nonparametrik dengan uji korelasi Spearman
Kajian sikap masyarakat terhadap fungsi RTH tipe pekarangan untuk mereduksi konsentrasi partikel debu pencemar d i udara
Menghubungkan fungsi RTH t ipe pekarangan dengan sikap masyarakat Sintesis Data Sikap masyarakat yang ‘baik’ terhadap RTH tipe pekarangan akan men jadikan RTH tipe pekarangan lebih berfungsi dengan baik
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
7
1.5. Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk: Mengkaji nilai fisik dan sosial vegetasi pekarangan yang mempengaruhi penurunan nilai konsentrasi partikel debu di udara. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: a. Mengkaji pengaruh parameter vegetasi yang meliputi luas proyeksi tajuk pohon, LAI (Leaf Area Index) dan tinggi total pohon terhadap penurunan konsentrasi partikel debu di udara b. Mengetahui sikap masyarakat terhadap pentingnya RTH pekarangan bagi kondisi kesehatan mereka c. Menentukan faktor- faktor sosial yang mempengaruhi pembentukan sikap masyarakat terhadap pekarangan rumah sebagai salah satu bentuk RTH
1.6. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Diharapkan dapat menjelaskan tingkat pencemaran udara akibat debu yang bersumber dari aktivitas industri dan transportasi serta menjadi masukan bagi masyarakat terhadap pentingnya RTH untuk mereduksi dampak pencemaran udara b. Memberikan alternatif bentuk RTH yang lebih dekat atau berhubungan langsung dengan masyarakat (people friendly) berupa pekarangan rumah yang hijau untuk dapat dibangun atau lebih dikembangkan keberadaannya c. Memberi pengetahuan kepada masyarakat mengenai manfaat RTH untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat sehingga masyarakat dapat menyadari dan berpartisipasi dalam pemeliharaannya serta memberikan masukan kepada instansi terkait sebagai bahan acuan dalam usaha penanggulangan pencemaran udara akibat debu
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Irwan (1992) mendefinisikan lingkungan sebagai suatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumb uhan dan perkembangan organisme, lingkungan merupakan ruang tiga dimensi dan organisme termasuk bagian di dalamnya. Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu, selain makhluk hidup, dalam ruang tersebut juga terdapat benda tak hidup (abiotik) seperti udara, air dan tanah. Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda tak hidup di dalam disebut lingkungan hidup (Soemarwoto 1983). Menurut UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan bersifat dinamis dalam arti berubah-ubah setiap saat (Irwan 1992). Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan ini dapat mempengaruhi langsung manusia, atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan, benda-benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Sastrawijaya 1991).
2.2. Pencemaran Udara Udara adalah salah satu bagian dari lingkungan abiotik. Manusia setiap detik
selama
hidupnya
akan
membutuhkan
udara.
Wardhana
(1994)
mendefinisikan udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Gas-gas tersebut antara lain; nitrogen ( dan karbon dioksida (
), oksigen (
)
). Slamet (1994) menyatakan bahwa secara rata-rata
manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa udara lebih dari tiga menit.
9
Udara di alam tidak pernah dijumpai dalam keadaan bersih tanpa polutan sama sekali, selain disebabkan oleh polutan alami seperti aktivitas vulkanik dan pembusukan sampah, pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti transportasi dan proses industri (Fardiaz 1992). Arti pencemaran udara menurut Soenarmo (1996) diacu dalam Satria (2006) adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara atau atmosfer, baik secara alami (debu vulkanik, debu meteorit, pancaran garam dari laut) maupun akibat dari aktivitas manusia (gas beracun, partikel, panas dan radiasi nuklir sebagai hasil sampingan pemupukan tanaman, pembasmian hama, pengecatan, pembakaran rumah tangga, transportasi dan bermacam- macam kegiatan industri) yang melayang dalam udara dan bergerak sesuai dengan gerakan dan tingkah laku udara dalam jumlah yang melebihi ambang batas yang masih diperkenankan untuk kesehatan makhluk hidup maupun estetika. Menurut Wardhana (1994), pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tanaman. Menurut Soedomo (2001), pencemaran udara akibat aktivitas manusia (antropogenik) secara kuantitatif sering lebih besar. Berdasarkan polanya, sumber pencemar dibagi menjadi (Tjasyono 1999): a. Sumber titik kontinyu, pada umumnya oleh pabrik-pabrik perindustrian yang memancarkan zat pencemar ke dalam udara melalui cerobong pembuangan. b. Sumber garis, yaitu sumber yang mengeluarkan pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, misalnya jalan raya, daerah industri sepanjang tepi sungai/pantai dan lain- lain. c. Sumber bidang, merupakan sumber pencemaran kompleks yang dipancarkan dari suatu daerah seperti kawasan industri, perkotaan dan sebagainya. Dahlan (2004) mengklasifikasikan jenis pencemar di udara berdasarkan ciriciri fisiknya, yaitu : a. Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya, misalnya debu dan timbal.
10
b. Gas, meliputi semua jenis pencemar udara yang berbentuk gas dan berukuran molekuler, misalnya CO, HC,
,
dan lainnya.
Kristanto (2002) membedakan jenis pencemar berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara yaitu: a. Pencemar udara primer adalah jenis pencemar dalam bentuk yang hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya dan banyak berasal dari kegiatan manusia seperti industri dan transportasi. b. Pencemar udara sekunder adalah jenis pencemar yang sudah berubah karena reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan. Contoh reaksi yang menimbulkan polutan sekunder adalah reaksi fotokimia.
2.3. Partikel Debu sebagai Salah Satu Jenis Pence mar Udara 2.3.1. Karakteristik partikel debu Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya (Wardhana 1994), salah satu jenis partikel adalah debu (dust), yaitu suatu satuan campuran material atau partikel padat dalam beragai ukuran (diameter). Partikel debu merupakan bahan pencemar udara yang menjadi perhatian, khususnya partikel debu yang dihasilkan dari pengolahan bahan padat proses industri (Gindo & Harri 2008). Partikel debu dibedakan menjadi partikel debu mengendap (deposit particulate matter) yang berada hanya sementara di udara dan partikel debu melayang (suspended particulate matter) yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Pudjiastuti 2002). Kristanto (2002) mengemukakan bahwa partikel debu memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a. Dapat mengendap karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. b. Memiliki permukaan yang selalu basah karena dilapisi oleh air. c. Mampu membentuk gumpalan karena permukannya yang selalu basah. d. Bersifat listrik statis, artinya mampu menangkap partikel lain yang berlawanan. e. Bersifat opsis, artinya mampu memancarkan cahaya pada saat gelap. Menurut WHO (1996) diacu dalam Pudjiastuti (2002), partikel debu yang membahayakan bagi kesehatan berukuran 0,1 sampai 10 mikron. Berikut karakteristik ukuran partikel debu menurut Pudjiastuti (2002):
11
a. Debu yang berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada saluran napas bagian atas. b. Debu yang berukuran antara 3-5 mikron tertahan dan tertimbun pada saluran napas tengah. c. Debu yang berukuran 1-3 mikron disebut debu respirabel merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bionkiolus terminalis sampai alveoli. d. Debu yang berukuran kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap di alveoli. e. Debu yang berukuran antara 0,1-0,5 mikron berdifusi keluar masuk alveoli, bila terbentur alveoli debu tersebut tertimbun di alveoli. 2.3.2. Pengaruh partikel debu terhadap kesehatan Partikel debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan menghalangi daya tembus pandang mata atau visibility. Logam beracun yang terkandung dalam partikel debu merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan (Iksan 2008). Umumnya, udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3 % dari seluruh partikel debu di udara, tetapi logam tersebut dapat bersifat kumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh. Logam yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang berasal dari makanan atau air minum (Iksan 2008). Partikel debu yang mencemari udara dapat merugikan tanaman, hewan dan manusia. Dampak dari tercemarnya udara oleh debu bagi kesehatan manusia umumnya menyerang saluran pernapasan. Dampak yang paling sering dirasakan adalah infeksi pada saluran pernapasan (Acute Respiratory Infections) atau lebih dikenal dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) paling banyak diderita anak-anak karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah (Prabu 2009a). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan bawah mulai dari hidung, sinus, ruang telinga tengah, selaput paru sampai gelembung paru. Secara umum ISPA disebabkan oleh efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan yang menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat
12
membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar (Rasmaliah 2004). Hal tersebut menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan. Penularan ISPA dapat melalui air ludah, darah, bersin serta udara pernapasan yang mengandung kuman.
2.4. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.1 Tahun 2007 tentang penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan mendefinisikan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Sedangkan menurut Undang- undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang
Terbuka
Hijau
(RTH) sebagai
area
memanjang/jalur
dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Selanjutnya, tipologi RTH menurut undang- undang tersebut seperti dijelaskan pada Gambar 2.
Sumber Data : Naskah Akedemis Draft RUU PR (2006) diacu dalam Budiyono (2006).
Gambar 2 Tipologi RTH. Berdasarkan fisik kealamiannya, bentuk RTH terbagi menjadi bentuk RTH alami (habitat liar/alami dan kawasan lindung) dan bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga dan
13
pemakaman). Pembangunan RTH untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum dibedakan menjadi: a. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah) polutan dari udara, air dan tanah, serta penahan angin. b. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial/budaya, dan fungsi ekonomi merupakan pendukung dan penambah nilai kualitas lingk ungan. Misalnya RTH akan menciptakan suasana serasi dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan, taman kota serta jalur hijau jalan. Selain itu, RTH dapat menjadi media komunikasi warga, tempat rekreasi, tempat pendidikan dan penelitian. Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional
(ekologis,
sosial,
ekonomi,
arsitektural)
antar
komponen
pembentuknya (Ruhiko 2007) yang terdiri dari: a. RTH struktural merupakan RTH yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris, miaslnya struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan (taman perumahan, taman lingkungan, taman kecamatan, taman kota, taman regional dan seterusnya) b. RTH non struktural merupakan RTH yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris, misalnya struktur RTH yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam (RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempad an danau, RTH pesisir) Berdasarkan status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah dan RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat. Ruang Terbuka Hijau mempunyai kekuatan untuk membentuk karakter kota dan menjaga kelangsungan hidupnya. Penataan RTH dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007 ditujukan untuk:
14
a. Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan b. Mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan c. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman
2.5. Pekarangan sebagai Salah Satu Bentuk RTH Proses perjalanan hidup manusia memerlukan unsur estetika, kenikmatan, kebahagiaan dan kenyamanan yang terangkum dalam asrinya lingkungan hidup. Menurut Prasetyo (2006), asrinya lingkungan hidup yang lebih dekat dengan manusia dapat diwujudkan melalui keberadaan pekarangan pada pemukiman. Pekarangan berasal dari kata karang yang berarti pohon-pohonan (Karyono et al. 1977 diacu dalam Prasetyo 2006). Arti kata pekarangan ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Soemarwoto (1983) bahwa pekarangan adalah sebidang lahan dengan batas tertentu, ada bangunan tempat tinggal di atasnya dan umumnya ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan. Dalam rangka mengoptimalkan lahan pekarangan (DPU 2008), maka RTH pekarangan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan atau kebutuhan lainnya. Rumah dengan pekarangan luas dapat dimanfaatkan sebagai tempat menanam tanaman hias dan tanaman produktif (menghasilkan buah-buahan, sayur dan bunga), sedangkan rumah dengan lahan pekarangan yang tidak terlalu luas, dapat dimanfaatkan pula untuk menanam tanaman obat keluarga/apotik hidup dan tanaman pot sehingga dapat menambah nilai estetika sebuah rumah. Sebagai pengefisiensian ruang, tanaman pot dimaksud dapat diatur dalam susunan/bentuk vertikal. Irwan (1992) mengemukakan bahwa ekosistem pekarangan menyimpan potensi yang sangat besar karena memiliki keanekaragaman hayati cukup tinggi yang sangat bermanfaat sebagai sumber karbohidrat, mineral, vitamin dan protein baik yang nabati maupun hewani (karena di pekarangan biasanya juga terdapat ternak), selain itu pekarangan dapat juga dijadikan sebagai media pendidikan misalnya tempat melakukan percobaan-percobaan. Fungsi pekarangan dapat beragam maknanya dan akan berbeda satu dengan lainnya tergantung dari bagaimana pemiliknya mengelola (Prasetyo 2006). Secara
15
terinci Soemarwoto (1983) memilah- milah fungsi pekarangan sebagai berikut: a. Fungsi hidrologi, terlihat dari sedikitnya yang terjadi di pekarangan. b. Pencagaran sumberdaya gen, terwujud dengan adanya banyak jenis di pekarangan. c. Efek iklim mikro, pekarangan menurunkan suhu akibat dari penguapan oleh tumbuhan di dalamnya. d. Fungsi sosial, pekarangan merupakan simbol status penghuninya. e. Fungsi produksi baik produksi subsisten (untuk keperluan sendiri) maupun produksi komersial. f. Fungsi estetika yang memberikan keindahan, kesejukan dan kenyamanan. Jelas bahwa segala macam kegiatan dapat dilaksanakan di pekarangan meliputi aspek estetika, fungsional dan pelestarian lingkungan. Begitu banyak aspirasi penghuninya dapat diaplikasikan di pekarangan sehingga pekarangan dapat dijadikan simbol status penghuninya (Irwan 1992). Vegetasi pekarangan dapat ditata sedemikian rupa sehingga mampu berfungsi sebagai pembentuk ruang, pereduksi pencemar udara, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi tanah dan sebagainya. Anonim (2008) memberikan kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH pekarangan sebagai berikut: a. Memiliki nilai estetika yang menonjol b. Sistem perakaran masuk ke dalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan c. Tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah d. Ketinggian tanaman bervariasi e. Jenis tanaman tahunan atau musiman f. Tahan terhadap hama penyakit tanaman g. Mampu menjerap dan menyerap cemaran udara h. Sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung.
2.6. Sikap Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya (Sujarwo 2004). Sejalan dengan pernyataan Saragih (2007)
16
sikap pada dasarnya meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang, situasi dan mungkin aspek-aspek lain dunia, termasuk ide abstrak dan kebijaksanaan sosial. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), suatu sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu. Jadi sikap belum merupakan suatu tindakan, akan tetapi masih merupakan kecenderungan untuk bertingkah laku (Mar’at 1982 diacu dalam Garnadi 2004). Berdasarkan definisi-definisi tersebut, suatu sikap terbentuk dipengaruhi oleh tiga komponen meliputi komponen kognitif (pengetahuan dan keyakinan), afektif (perasaan/emosi) dan konatif (tindakan). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, sedangkan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan tingkah laku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang (Sobur 2003 diacu dalam Saragih 2007). Sikap memiliki tiga fungsi (Calhoun & Acocella 1990): a. Fungsi organisasi, keyakinan yang terkandung dalam sikap memungkinkan kita mengorganisasikan pengalaman sosial kita. b. Fungsi kegunaan, kita menggunakan sikap untuk menegaskan sikap orang lain dan selanjutnya memperoleh persetujuan sosial. c. Fungsi perlindungan, sikap menjaga diri dari ancaman terhadap harga diri kita. Sikap dapat diukur secara tidak langsung maupun langsung. Secara tidak langsung dilakukan dengan menanyakan pendapat atau pertanyaan kepada responden terhadap suatu objek, sedangkan secara langsung dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis yang dijawab responden dengan pendapat sanggat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju (Notoadmodjo 2003 diacu dalam Herman 2005).
17
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian mengenai “Nilai Fisik dan Sosial Vegetasi Pekarangan dalam Penurunan Konsentrasi Partikel Debu di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor” ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan Juni hingga Agustus 2009. Pengambilan data lapangan dilaksanakan di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Analisis sampel partikel debu dilakukan di Laboratorium Air dan Udara SEAMEO Biotrop Bogor.
3.2. Jenis Data Data yang diambil terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan serta dengan wawancara. Data sekunder dikumpulkan sebagai data penunjang. 3.2.1. Jenis data untuk mengetahui penurunan konsentrasi partikel debu Jenis-jenis data yang diperlukan untuk mengetahui penurunan konsentrasi partikel debu di udara diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapang. Pengukuran parameter vegetasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan keterkaitan antara parameter vegetasi dengan penurunan konsentrasi partikel debu. Parameter vegetasi yang diukur antara lain: luas proyeksi tajuk, Leaf Area Index (LAI) dan tinggi pohon seperti dijelaskan pada Tabel 1. Penentuan kriteria pohon dalam penelitian ini menggunakan hasil modifikasi rumusan yang dikemukakan oleh Wyatt-Smith (1963) diacu dalam Soerianegara dan Indrawan (2002) yaitu tumbuhan berkayu yang mempunyai sebuah batang utama dengan dahan dan ranting jauh di atas tanah serta berdiameter batang diatas 10 cm. Pengklasifikasian plot contoh berdasarkan tingkat kerindangan dilakukan secara visual dan memperhatikan nilai LAI terukur. Pengklasifikasian tingkat kerindangan secara visual dilakukan dengan mengamati secara umum keberadaan fisik pohon pada plot contoh (pekarangan). Semakin banyak jumlah dan jenis pohon yang terdapat dalam plot contoh pekarangan (semakin hijau) maka semakin rindang plot contoh tersebut. Pengklasifikasian tingkat kerindangan juga
18
dilakukan dengan mengkelompokkan nilai LAI, semakin besar nilai LAI maka semakin rindang plot contoh tersebut (Tabel 1). Tabel 1 Tabel kerindangan plot contoh dan pengukuran parameter vegetasi pada masing- masing plot contoh (500 m dan 1000 m) Plot Contoh
Jenis Pohon
Luas Proyeksi Tajuk
LAI*)
Tinggi Total Pohon
K TR R SR Keterangan: K = Kontrol (tanpa vegetasi) TR = Tidak Rindang R = Rindang SR = Sangat Rindang *) LAI sebagai penentu klasifikasi kerindangan pekarangan.
Hasil pengukuran konsentrasi partikel debu pencemar di udara diperoleh setelah dilakukan analisis di laboratorium, selain itu juga dilakukan pengukuran terhadap parameter meteorologi udara yang diduga mempengaruhi konsentrasi partikel debu pencemar di udara seperti dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2 Tabel konsentrasi partikel debu dan parameter meteorologi udara pada kedua jarak pengukuran Plot Contoh
Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³)
Parameter Fisik Udara Angin Suhu Udara Kelembaban (ºC) (% ) Kecepatan (m/s)
Arah
K TR R SR
Data sekunder untuk menunjang hasil pengukuran konsentrasi partikel debu meliputi data kondisi lingkungan sebelum dilakukan penelitian sebagai data pembanding yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) PEMDA Bogor, jumlah rata-rata transportasi yang melintas sepanjang tahun 2008 dan 2009 di sekitar lokasi penelitian yang diperoleh dari Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) Bogor serta data series parameter meteorologi udara yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bogor. 3.2.2. Jenis data untuk mengetahui sikap masyarakat Jenis data yang dibutuhkan untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap pentingnya fungsi RTH pekarangan diperoleh dengan cara meminta tanggapan
19
responden mengenai keberadaan RTH pekarangan yang berfungsi untuk mereduksi dampak partikel debu pencemar. Jenis data tersebut dijelaskan pada Tabel 3. Selain itu karakteristik sosial responden juga dicatat sebagai data pendukung (Tabel 4). Tabel 3 Jenis data untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap fungsi RTH pekarangan bagi kesehatan No. 1.
2.
3.
4.
Parameter Sikap terhadap lingkungan
Jenis data Sumber data 1. Kondisi fisik lingkungan 1. Responden, BMKG dan PEM DA 2. Tingkat pencemaran udara Bogor 2. Pengamatan langsung dan PEM DA Bogor Sikap terhadap 1. Pembangunan kawasan 1. Responden, pemerintah setempat keberadaan RTH industry dan PEM DA Bogor 2. Jenis-jenis RTH 2. Responden dan pengamatan lapang 3. Usaha pemerintah 3. Responden, pemerintah setempat 4. Keberadaan pekarangan dan PEM DA Bogor rumah 4. Responden dan pengamatan lapang Sikap terhadap 1. Kondisi kesehatan 1. Responden dan puskesmas kondisi kesehatan masyarakat Kecamatan Gunung Putri 2. Jenis-jenis penyakit yang 2. Responden dan puskesmas sering dialami Kecamatan Gunung Putri 3. Pengaruh limbah dan 3. Responden dan DLLAJ Bogor transportasi Sikap terhadap 1. Partisipasi masyarakat 1. Responden dan pemerintah fungsi RTH bagi dalam memelihara RTH setempat kesehatan 2. Kesadaraan akan 2. Responden dan pengamatan lapang pentingnya RTH
Tabel 4 Pembagian kelompok untuk setiap variabel karakteristik sosial responden No 1.
Umur
Karakteristik Responden
2.
Pendidikan formal
3.
Jenis pekerjaan
4.
Lama tinggal di lokasi penelitian
Kel ompok 15-19 tahun (remaja) 20-24 tahun (dewasa muda) 25-55 tahun (dewasa) > 55 tahun (tua/usia pensiun) Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT/Akademi Pelajar/ mahasiswa Pegawai industri Wiraswasta PNS (Pegawai Negri Sipil) TNI/ABRI/POLRI Ibu ru mah tangga Tidak/belu m bekerja Baru : < 5 tahun Sedang : 5-24 tahun Lama : > 24 tahun
20
Data sekunder untuk menunjang sikap masyarakat meliputi data geografi dan demografi Desa Gunung Putri yang diperoleh dari kantor desa setempat, Badan Pusat Statistik (BPS) Bogor dan PEMDA Kabupaten Bogor serta data kesehatan penduduk desa tersebut sepanjang tahun 2008 dan 2009 yang diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Gunung Putri.
3.3. Metode Pengambilan Data 3.3.1. Penarikan sampel Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (1) metode penarikan sampel acak berkelompok (cluster sampling); (2) metode penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling) dan (3) metode penarikan sampel acak berstrata (stratified sampling). Metode penarikan sampel acak berkelompok (cluster sampling) digunakan untuk menentukan daerah yang akan dijadikan lokasi penelitian. Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri dipilih karena merupakan kawasan padat perindustrian, pemukiman dan transportasi. Selain itu, Desa Gunung Putri juga berbatasan langsung dengan pabrik industri semen PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. diharapkan lokasi ini dapat mewakili kawasan industri secara keseluruhan. Kecepatan dan arah angin merupakan beberapa faktor meteorologi utama yang mempengaruhi distribusi pencemar (Sastrawijaya 1991), oleh karena itu kecepatan dan arah angin perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi wilayah penelitian. Arah angin rata-rata per 6 bulan kota Bogor pada tahun 2008 (BMKG 2009) berasal dari Barat Daya menuju Timur Laut. Pabrik industri semen PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. dijadikan sebagai titik acuan dalam menentukan daerah sampel karena pabrik ini merupakan daerah perbatasan wilayah Kecamatan Gunung Putri dan Kecamatan Citeureup Bogor. Wilayah penelitian yang terpilih terletak pada arah Timur Laut dari titik acuan. Plot contoh merupakan RTH tipe pekarangan rumah dengan tingkat kerindangan vegetasi yang berbeda-beda. Metode penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling) untuk menetapkan plot contoh yang akan digunakan, penetapan jarak plot contoh tidak ditentukan, namun setiap plot contoh berjarak linier terhadap pabrik yang dijadikan sebagai acuan dan searah dengan jalan besar (Gambar 3).
21
1 1
2
500 m
2
1000 m
3
3
4 4
Gambar 3 Lokasi pengukuran konsentrasi partikel debu pencemar. Keterangan:
= Tit ik acuan jarak p lot contoh ;
Letak Dust Air Sampler
Kriteria Plot contoh : 1 = Kontrol/tanpa vegetasi (K) 2 = Tidak Rindang (TR) 3 = Rindang (R) 4 = Sangat Rindang (SR)
Pertimbangan lain yang digunakan yaitu jarak pengukuran dari titik acuan. Jarak yang digunakan adalah 500 m dan 1000 m karena pada jarak tersebut terdapat jalan-jalan besar yang dilalui oleh lalulintas transportasi yang padat baik oleh pengangkut hasil produksi (truk dan container) serta masyarakat sekitar. Metode penarikan sampel berlapis (stratified sampling) digunakan untuk menentukan klasifikasi plot contoh yang dijadikan acuan baik dalam mengkaji nilai konsentrasi partikel debu di udara maupun sikap responden terhadap fungsi dan keberadaan RTH pekarangan. Klasifikasi yang digunakan adalah kerindangan pekarangan dasarnya bahwa semakin rindang vegetasi pekarangan maka akan semakin besar konsentrasi partikel debu yang tereduksi dan semakin baik sikap penghuninya. Kondisi masing- masing plot contoh seperti dijelaskan pada Tabel 5.
22
Tabel 5 Kondisi lahan pekarangan (plot contoh) pada lokasi penelitian Plot contoh K TR R SR
Luas lahan (m²) 500 1000 30 70 56 60 270 84 2000 80
Juml ah pohon 500 1000 0 0 2 3 3 4 10 2
Juml ah jenis 500 1000 0 0 2 3 3 2 10 2
LAI*) 500 1000 0 0 2,03 1,59 2,56 2,96 8,82 3,03
*) LAI sebagai penentu klasifikasi kerindangan pekarangan.
3.3.2. Pengukuran konsentrasi partikel debu di udara Pengambilan sampel partikel debu di udara menggunakan alat pengukur konsentrasi debu (Dust Air Sampler), seperangkat Dust Air Sampler terdiri atas High Volume Air Sampler (HVAS), kertas saring/filter whatman (Ø = 55 mm), neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg, barometer, pencatat laju alir, dan desikator. Sebelum digunakan, filter yang akan digunakan terlebih dahulu ditandai untuk identifikasi, kemudian ditempatkan pada pada desikator (Gambar 4a) dengan kelembaban ruangan 50% (terkondisikan AC) dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu filter ditimbang untuk memperoleh berat tetap. Perlakuan ini bertujuan untuk memastikan bahwa kertas saring tersebut benar-benar bebas dari partikel yang menempel. Kerapatan daun berhubungan erat dengan jarak tanam antar pohon. Semakin rapat jarak antar pohon maka akan semakin tinggi kerapatan daun (Sitompul 1995) dan akan semakin besar konsentrasi partikel debu yang dapat direduksi. Rapatnya jarak tanam serta tingginya kerapatan daun juga menyebabkan total luas tajuk semakin besar. Oleh karena itu, High Volume Air Sampler diletakkan di bawah naungan pohon yang memiliki jarak tanam yang lebih rapat atau di bawah naungan pohon yang memiliki luas tajuk dan kerapatan daun yang tinggi. Selain itu High Volume Air Sampler diletakkan dengan posisi filter holder (tempat untuk kertas saring) menghadap ke jalan raya. Tidak ada spesifikasi penentuan jenis pohon dalam peletakkan High Volume Air Sampler, peletakkan alat hanya didasarkan pada keteduhan naungan pohon (Gambar 4b).
23
a b Gambar 4 a. Filter dalam desikator; b. High Volume Air Sampler (HVAS) pada plot contoh. Langkah selanjutnya dalam mengambil sampel debu yang akan diuji yaitu dengan menempatkan filter pada filter holder dan meletakkan alat uji pada plot contoh penelitian yang telah ditetapkan. Pengukuran pengambilan sampel udara ini dilakukan selama ± 1 jam untuk setiap titik plot contoh pada saat cuaca cerah. Selama periode pengambilan, laju alir dan tekanan barometer dibaca secara berkala dengan selang waktu 30 menit. Laju alir di pantau saat periode pengujian, kemudian hasilnya ditampilkan dalam bentuk satuan massa partikel yang terkumpul per satuan volume contoh uji udara yang dinotasikan dengan µg/Nm³ (Lampiran 9). Satuan ini dibaca sebagai mikrogram per normal meter kubik dimana notasi N (Normal) menunjukan satuan volume hisap udara kering yang dikoreksi pada kondisi normal (25ºC, 760 mmHg). Setelah pengukuran sampel uji selesai, pindahkan filter secara hati-hati agar tidak ada partikel yang terlepas dengan melipat filter dengan partikulat tertangkap di dalamnya. Tempatkan lipatan filter dalam plastik transparan dan tandai untuk identifikasi kemudian letakkan kembali pada desikator untuk mengeringkan kadar air yang ikut terhisap pada saat pengambilan sampel. Setelah filter kering kemudian kembali dilakukan penimbangan dengan menggunakan neraca analitik merk Mettler Toledo (Gambar 5) untuk mengetahui berat konsentrasi partikel debu yang terkandung pada filter tersebut.
24
a b Gambar 5 Neraca analitik Mettler Toledo; b. Proses penimbangan filter. Pembuatan profil tajuk pohon dilakukan untuk mengetahui bentuk strata tajuk, letak pohon dan komposisi jenis yang ada pada lokasi penelitian. Data yang telah dikumpulkan sebelumnya digambarkan dalam bentuk peta dan diagram profil dengan menggunakan bantuan software Corel Draw X3. Pengukuran parameter meteorologi
udara
yang
meliputi suhu,
kelembaban, kecepatan dan arah angin dilakukan di setiap plot pengamatan. Penentuan arah angin dilakukan terlebih dahulu sebagai acuan meletakkan HVAS. Pengukuran terhadap suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dilakukan sebanyak dua kali ulangan (setiap 30 menit) pada setiap plot. 3.3.3. Sikap masyarakat te rhadap RTH tipe pekarangan Metode yang digunakan untuk mengetahui sikap masyarakat yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif, menurut Nawawi (1991) diacu dalam Tampang (1999)
adalah
prosedur
pemecahan
menggambarkan
keadaan
subyek/obyek
masalah
yang
penelitian
diselidiki
(seseorang,
dengan lembaga,
masyarakat dan lain- lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang tampak. Menurut Koentjaraningrat (1983), metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu keadaan individu atau kelompok tertentu. Responden dimintai tanggapannya mengenai (1) permasalahan lingkungan; (2) keberadaan RTH dan fungsinya bagi penyehatan lingkungan; (3) kondisi kesehatan masyarakat akibat tercemarnya udara oleh partikel debu. Tanggapan
25
mengenai hal- hal tersebut untuk mengetahui sikap mereka dengan memberikan lembar pernyataan (Lampiran 1). 3.4. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tally sheet, kamera digital dan alat pengukur kualitas udara (Dust Air Sampler) yang terdiri dari High Volume Air Sampler (HVAS), filter whatman Ø 55 mm, neraca analitik (merk Mettler Toledo), barometer, pencatat laju alir (flow meter) dan desikator. Pengukuran
parameter
vegetasi
dilakukan
dengan
menggunakan
HemisphericalView Canopy Analyzer untuk mengetahui Leaf Area Index (indeks luas daun), hagahypsometer, rollmeter dan pita ukur. Selain itu anemometer (merk Veloccalc TSI Model 8357), satuan penghitung waktu (jam), termometer dry-wet dan kompas juga digunakan untuk melengkapi data lapangan. Lembar pernyataan dan tape recorder digunakan untuk wawancara dengan masyarakat. 3.5. Pengolahan dan Analisis Data 3.5.1. Pengukuran parameter vegetasi Pengukuran parameter vegetasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan keterkaitan antara parameter vegetasi dengan penurunan konsentrasi partikel debu di udara ambien. Parameter pengukuran yang diduga mempengaruhi penurunan konsentrasi partikel debu antara lain adalah luas proyeksi tajuk, Leaf Area Index (LAI) dan tinggi total pohon. Luas proyeksi tajuk dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Loveless 1989): Luas Proyeksi Tajuk (m²) = 0,25 Dengan pengertian : = Konstanta hitung (3,14) D1 = Tajuk terpanjang (m) D2 = Tajuk terlebar (m) Kesalahan (error) dalam penghitungan LAI dapat ditekan dengan menggunakan bantuan alat HemisphericalView Canopy Analyzer (HemiView). Cara kerja HemiView menyerupai kamera digital, yaitu dilengkapi dengan program khusus untuk memotret tajuk pohon agar diketahui LAI-nya berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan HemiView 2.1 Canopy Analysis Software.
26
HemiView diposisikan di bawah tajuk pohon dengan penempatan mencakup seluruh tajuk kemudian memotret tajuk pohon tersebut (Gambar 6).
a b Gambar 6 a. HemiView diposisikan dibawah tajuk pohon; b. Hasil potret/photo tajuk pohon. Pengukuran tinggi pohon menggunakan hagahysometer. Banyard (1973) diacu dalam Subrata (1978) menyatakan bahwa alat ukur ini sangat praktis dan memiliki skala terperinci serta mudah dan cepat dalam penggunaannya. Pengolahan dan analisis data untuk tinggi pohon dilakukan secara manual, yaitu dengan menjumlahkan semua tinggi total poho n terukur dari seluruh jumlah pohon yang terdapat pada setiap plot contoh kemudian dirata-ratakan. 3.5.2. Konsentrasi partikel debu di udara Konsentrasi partikel debu di udara dapat dianalisis secara gravimetri, yaitu dengan mengkoreksi laju alir pada kondisi standar dan menghitung volume udara terkoreksi, berikut langkah perhitungannya: Koreksi laju alir pada kondisi standar: Qs = Q0 x Dengan Pengertian: Qs = Laju alir volume terkoreksi standard (m3 /menit) Q0 = Laju alir volume uji (m3 /menit) Ts = Temperatur standar, 298 K
T0 = Temperatur absolut (273+ t ukur ) Ps = Tekanan barometik standar, 101.3kPa (760mmHg) P0 = Tekanan barometik dimana Q 0 ditentukan
27
Volume udara yang diambil: V=
xt
Dengan pengertian: V = Volume udara yang diambil (m3 ) = Laju alir awal terkoreksi pada pengukuran pertama (m3 /menit) = Laju alir akhir terkoreksi pada pengukuran kedua (m3 /menit) t = Durasi pengambilan contoh uji (menit) Konsentrasi partikel tersuspensi total dalam udara ambien: C= Dengan pengertian: C = Konsentrasi massa partikel tersuspensi (µg/Nm3 ) W1 = Berat filter awal (g) W2 = Berat filter akhir (g) V = Volume contoh uji udara (m3 ) 106 = Konversi g ke µg 3.5.3. Uji korelasi Pearson Uji korelasi Pearson mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel peubah (x dan y) melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi (r). Variabel peubah (x) yaitu peubah bebas yang diduga akan mempengaruhi nilai variabel peubah respon/tak bebas (y). Variabel peubah (x) pada penelitian ini adalah jarak pengukuran dari titik acuan dan parameter-parameter vegetasi (luas proyeksi tajuk, LAI dan tinggi pohon). Selang nilai korelasi yaitu -1 ≤ r ≤ 1 dan diperoleh berdasarkan rumus sebagai berikut:
r=
Dengan pengertian: y = Konsentrasi partikel debu (µg/Nm3 ) x = Jarak pengukuran dari titik acuan atau parameter vegetasi (luas proyeksi tajuk, LAI dan tinggi pohon) n = Banyaknya data Hasil perhitungan koefisien korelasi (r) dengan nilai -1 atau +1 menunjukkan ada hubungan yang sempurna antara kedua variabel (x) dan (y). Tanda plus (+) dapat diartikan bahwa variabel (x) dan (y) berkorelasi positif,
28
artinya setiap kenaikan variabel (x) sebesar satu satuan akan menaikkan (y) sebesar satuan pula, sedangkan tanda minus (-) berarti (x) dan (y) berkorelasi negatif yang artinya setiap terjadi kenaikan variabel (x) sebesar satu satuan akan menurunkan (y) sebesar satuan. Program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) 13.0 for Windows digunakan untuk memudahkan semua langkah diatas. Setelah koefisien korelasi (r) diperoleh kemudian dilakukan pengujian hipotesis untuk setiap variabel peubah bebasnya (x). Hal ini bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidak pengaruh dari (x) terhadap nilai (y). Hipotesis yang digunakan yaitu Ho : ρ = 0 dan H1 : ρ ≠ 0 dengan ketetapan selang kepercayaan pada penelitian ini adalah 90% (taraf α 10%). Taraf alpha adalah persentase kesalahan yang masih dapat ditoleransi pada saat penelitian. Kesimpulan untuk uji hipotesis masing- masing (x) adalah sebagai berikut: (a) apabila P-value ≥ α maka terima Ho dan (b) apabila P-value < α maka tolak Ho. Hipotesis yang digunakan untuk melihat pengaruh jarak terhadap nilai konsentrasi partikel debu yaitu (Ho) nilai konsentrasi partikel debu di udara tidak dipengaruhi oleh jarak pengukuran, sedangkan hipotesis untuk mengetahui pengaruh parameter vegetasi terhadap nilai konsentrasi partikel debu yaitu (Ho) nilai konsentrasi partikel debu di udara tidak dipengaruhi oleh parameter vegetasi. 3.5.4. Analisis regresi linear sederhana Analisis regresi linear sederhana merupakan alat statistika yang digunakan untuk mengevaluasi hubungan/melihat seberapa besar pengaruh antara satu atau lebih peubah bebas (x1, x2,...., xk) dengan peubah tak bebas (y). Analisis ini dilakukan setelah tahap uji hipotesis korelasi Pearson menghasilkan keputusan tolak Ho yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel (x) terhadap variabel (y). Oleh karena itu, analisis regresi linear sederhana dapat digunakan untuk mengetahui, memprediksi dan melihat seberapa jauh/besar pengaruh jarak pengukuran dan beberapa parameter vegetasi (x) terhadap penurunan konsentrasi partikel debu pencemar (y). Grafik regresi linear sederhana menunjukkan sebuah garis lurus yang menginterpretasikan terdapat hubungan positif (kenaikan) atau hubungan negatif (penurunan) antara variabel dependent/peubah respon (y) terhadap setiap
29
perubahan
variabel
independentnya
(x).
Persamaan
matematika
yang
menunjukkan hubungan tersebut ditetapkan dengan model sebagai berikut:
y=a+bx Dengan pengertian: y = Konsentrasi partikel debu (µg/Nm3 ) x = Jarak pengukuran dari titik acuan dan parameter vegetasi (luas proyeksi tajuk, LAI dan tinggi pohon) a, b = Koefisien regresi linear sederhana Garis regresi pada persamaan yang akan dihasilkan menjelaskan nilai koefisien determinasi. Koefisien determinasi biasanya dilambangkan dengan R² yang digunakan untuk mengukur proporsi keragaman (variasi total) di sekitar nilai tengah. Semakin kecil R² maka semakin buruk model dugaan yang didapat karena titik amatan semakin menjauhi kurva regresi. Keterandalan model yang diperoleh dapat dilihat dari kemampuan model menerangkan keragaman nilai variabel tak bebasnya (y). Jika titik-titik amatan semakin mendekati kurva maka model yang didapat semakin baik. Nilai koefisien determinasi dapat dicari dengan menggunakan rumus: R² =
=
Dengan pengertian: = Jumlah Kuadrat Regresi = Jumlah Kuadrat Total Y = Konsentrasi partikel debu hasil pengukuran (µg/Nm3 ) = Konsentrasi partikel debu hasil regresi (µg/Nm3 ) = Rata-rata konsentrasi partikel debu hasil pengukuran (µg/Nm3 ) 3.5.5. Sikap masyarakat Data
yang
terkumpul berdasarkan
hasil pada
lembar pernyataan
ditabulasikan untuk kemudian dilakukan proses entry, editing dan coding yang kemudian dianalisis dengan menggunakan program Statistical Program for Social Science (SPSS) 13.0 for Windows. Perolehan data berupa catatan-catatan dari hasil pengamatan langsung di lapangan dengan responden dan studi pustaka/literatur dianalisis berdasarkan tiga jalur analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
30
Reduksi data dilakukan dengan menyederhanakan data yang diperoleh dari lapangan dengan meringkas dan menggolongkannya, sedangkan penyajian data dilakukan secara naratif deskriptif serta ditunjang dengan bentuk-bentuk tabel untuk mempermudah pemahaman mengenai hasil analisis data yang telah diperoleh. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan memverifikasi data yaitu melakukan pemikiran dan peninjauan ulang data untuk menarik kesimpulan yang kokoh dan tepat. Tanggapan terhadap lembar pernyataan selanjutnya diberi nilai (score) menggunakan skala Likert (Singarimbun & Efendi 1989 diacu dalam Gunawan 1999) untuk mengkategorikan sikap. Penilaian sikap dalam penelitian ini terdiri atas lima skala yaitu (1) sangat tidak setuju; (2) tidak setuju; (3) ragu-ragu; (4) setuju; (5) sangat setuju. Skala penilaian tersebut diberikan untuk pernyataanpernyataan
yang bersifat “positif”.
Nilai tanggapan tersebut kemudian
dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah pernyataan yang tersedia sehingga diperoleh nilai yang menggambarkan kategori sikap responden. Interval nilai tanggapan untuk setiap kategori sikap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kategori sikap berdasarkan skala Likert No.
Interval Tanggapan
Kateg ori Sikap
1 2 3
4,00 – 5,00 3,00 – 3,99 1,00 – 2,99
Baik Sedang Buruk
Pengujian data statistik non-parametrik. Pengujian data dengan cara ini merupakan pengujian hipotesa kerja dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Uji korelasi Spearman dilakukan untuk mengetahui terdapat/tidak terdapatnya pengaruh yang signifikan antara karakteristik sosial responden terhadap sikap masyarakat dengan perumusan sebagai berikut :
=1– Dengan pengertian : = Beda antara 2 rangking pengamatan N = Total populasi = Koefisien korelasi Spearman
31
Nilai rs dapat terjadi dari -1 sampai +1. Nilai -1 atau +1 menunjukkan ada hubungan yang sempurna antara karakteristik x dan y, dalam hal ini variabel x adalah karakteristik sosial responden dan y adalah kategori sikap responden. Kriteria keputusan untuk uji hipotesis ini adalah sebagai berikut: (a) apabila nilai apabila P-value ≥ α , maka terima Ho yang berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pengamatan (karakteristik responden) dengan sikap responden, dan (b) apabila nilai P-value <
, maka tolak Ho yang berarti terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel pengamatan (karakteristik responden) dengan sikap reponden.
32
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian adalah Desa Gunung Putri yang termasuk ke dalam Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Kecamatan Gunung Putri terdiri dari 10 desa yaitu Desa Cicadas, Desa Tanjung Udik, Desa Bojong Nangka, Desa Gunung Putri, Desa Wanaherang, Desa Bojong Kulur, Desa Ciangsana, Desa Nagrak, Desa Cikeas Udik dan Desa Karanggan. Berdasarkan pendataan Potensi Desa/Kelurahan (PODES/POKEL) Tahun 2008, Biro Pusat Statistik (BPS) Bogor mencatat bahwa luas wilayah Desa Gunung Putri adalah 244 ha. Desa Gunung Putri memiliki jarak tempuh ke Ibukota Kecamatan, Ibu Kota Bogor dan Ibu Kota Jakarta sebagai berikut: -
Ke Ibukota Kecamatan
= 15 Km
-
Ke Ibukota Bogor
= 27 Km
-
Ke Ibukota Jakarta
= 16 Km
4.2. Kondisi Fisik Kawasan Topografi Desa Gunung Putri merupakan daratan dengan rata-rata ketinggian 295 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 25,8ºC dan kelembaban sekitar 78,8%. Curah hujan rata-rata sekitar 231,7 mm/bulan. Penggunaan lahan yang paling besar adalah untuk perumahan (Tabel 7). Tabel 7 Struktur penggunaan lahan di Desa Gunung Putri Penggunaan Lahan Pekarangan ru mah Lahan non pertanian (Peru mahan, industri, perkantoran,pertokoan,dsb) Sumber : BPS Bogor (2009).
Luas (ha) 27 217
Fasilitas umum pelayanan masyarakat yang terdapat di Desa Gunung Putri berupa pelayanan pendidikan, kesehatan dan bangunan tempat ibadah seperti terlihat pada Tabel 8:
33
Tabel 8 Fasilitas pelayanan masyarakat yang terdapat di Desa Gunung Putri Jenis Pelayanan Pendidikan
Bangunan Taman Kanak-kanak (Swasta) Sekolah Dasar (Swasta) Sekolah Dasar Negeri Madrasah Diniyah (Swasta) Kesehatan Ru mah Sakit Bersalin Poliklinik Puskesmas pembantu Posyandu Apotek Tempat ibadah Masjid Mushala Sumber : Kantor Desa Gunung Putri (2009).
Juml ah 5 2 4 1 1 1 1 1 1 11 14
4.3. Kependudukan Umur dan Jenis Kelamin. Jumlah penduduk Desa Gunung Putri hingga bulan Mei tahun 2009 sebanyak 15678 orang (Tabel 9). Berdasarkan kelompok umur sebagian besar penduduk Desa Gunung Putri berada pada kelompok umur 40-44 tahun, yaitu sebanyak 2905 orang (18,53%). Berdasarkan jumlah kelamin, jumlah penduduk laki- laki relatif lebih banyak dari perempuan yaitu 8342 orang (53,2%) laki- laki dan 7336 orang (46,8%) perempuan. Tabel 9 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 0-4 tahun 750 9,00 368 5,02 5-9 tahun 920 11,02 892 12,16 10-14 tahun 614 7,36 541 7,37 15-19 tahun 635 7,61 565 7,70 20-24 tahun 1180 14,15 1192 16,25 24-29 tahun 708 8,49 782 10,66 30-34 tahun 681 8,16 689 9,39 35-39 tahun 642 7,7 456 6,22 40-44 tahun 1539 18,45 1366 18,62 45-49 tahun 187 2,24 130 1,77 50-54 tahun 187 2,24 138 1,88 55-59 tahun 107 1,28 82 1,12 60-64 tahun 120 1,44 87 1,19 65-69 tahun 52 0,62 26 0,35 70 tahun 20 0,24 22 0,30 Juml ah 8342 100 7336 100 Sumber : Kantor Desa Gunung Putri (2009).
Juml ah
Kel ompok Umur
n 1118 1812 1155 1200 2372 1490 1370 1098 2905 317 325 189 207 78 42 15678
% 7,13 11,56 7.37 7,65 15,13 9,50 8,74 7,00 18,53 2,02 2,07 1,21 1,32 0,50 0,27 100
Jenis pekerjaan mayoritas penduduk di Desa Gunung Putri bekerja sebagai karyawan swasta (Kantor Desa Gunung Putri 2009). Badan Pusat Statistik
34
(BPS) Bogor mencatat jumah rumah tangga di Desa Gunung Putri menurut lahan pekerjaannya seperti pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah rumah tangga menurut lahan pekerjaannya Lahan Pekerjaan Pertanian Perindustrian Konstruksi Listrik, gas dan air Pertambangan dan penggalian Sumber : BPS Bogor (2009).
Juml ah Rumah Tangga 14 2071 13 3 0
Pendidikan penduduk. Berdasarkan pendataan Potensi Desa (PODES) Desa Gunung Putri Tahun 2008 sebagian besar penduduk desa menamatkan pendidikan formal sampai tingkat SD. Sesuai dengan hal tersebut, pada Tabel 11 diketahui jumlah siswa/murid yang masih bersekolah mayoritas pada tingkat SD. Tabel 11 Tingkat pendidikan penduduk Tingkat Pendi dikan Negeri (muri d) SD 750 SLTP 73 SMA Sumber : Kantor Desa Gunung Putri (2009).
Swasta (muri d) 900 59 129
Total (muri d) 1650 132 129
35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Nilai Konsentrasi Partikel Debu di Udara Tercemarnya
udara
oleh
partikel
debu
dapat
diketahui
dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan baku mutu ambien yang telah ditetapkan pemerintah (PP RI No. 41 Tahun 1999). Nilai baku mutu untuk debu/Total Suspended Particle (TSP) yang ditetapkan dalam PP tersebut adalah sebesar 230 µg/Nm³ dengan waktu pengukuran 24 jam, menggunakan metode gravimetri dan bantuan alat pengukur kualitas udara High Volume Air Sampler (HVAS). Besarnya konsentrasi debu di udara berdasarkan hasil pengukuran telah melebihi nilai baku mutunya, seperti terlihat pada Tabel 12. Tabel 12 Perbandingan konsentrasi partikel debu hasil pengukuran dengan baku mutu debu di udara ambien 24 Jam 1 Jam Baku Mutu TSP Konsentrasi debu pada (µg/Nm³)* jarak 500 m (µg/Nm³) K 230,00 925,51 TR 230,00 544,78 R 230,00 398,86 SR 230,00 368,64 Keterangan : *) Ketetapan PP RI No. 41 Tahun 1999. Plot contoh
1 Jam Konsentrasi debu pada jarak 1000m (µg/Nm³) 3194,74 337,57 230,24 124,93
Selain hasil pengukuran konsentrasi partikel debu di plot contoh SR pada jarak 1000 m, hasil pengukuran plot-plot contoh lainnya yang menggunakan metode dan bantuan alat yang sama dengan waktu pengukuran selama ± 1 jam sudah menunjukkan nilai konsentrasi yang lebih besar dibandingkan baku mutunya (Tabel 12) sehingga dapat dikatakan bahwa udara di lokasi penelitian telah tercemar oleh partikel debu. Berdasarkan hasil uji kualitas udara ambien yang dilakukan pada bulan November tahun 2008 (BLH Bogor 2009) di Kecamatan Gunung Putri diketahui bahwa konsentrasi beberapa zat pencemar termasuk partikel debu juga sudah melebihi baku mutunya (Tabel 13). Tabel 13 Hasil pengukuran parameter pencemar udara di Kec. Gunung Putri Parameter pencemar Hasil pengukuran TSP (Partikel debu) 303,30 (µg/Nm³) NH3 (A monia) 2,22 (pp m) NO2 (Nitrogen dioksida) 216,00 (µg/Nm³) Sumber : BLH Bogor (2009). Keterangan : *) PP RI No.41 Tahun 1999.
Baku Mutu*) 230,00 (µg/Nm³) 2,00 (pp m) 100,00 (µg/Nm³)
36
Kandungan debu dalam udara secara kuantitatif sering lebih besar akibat aktivitas manusia. Debu di udara dapat dihasilkan/bersumber dari kegiatan industri dan transportasi. Tjasyono (1999) mengklasifikasikan sumber pencemar udara berdasarkan pola penyebarannya menjadi sumber titik kontinyu dan sumber garis. Sumber titik kontinyu pada umumnya disebabkan oleh pabrik-pabrik yang memancarkan zat pencemar ke udara melalui cerobong pembuangan. Pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian ini diduga karena tingginya aktivitas perindustrian. Dinas Tata Ruang Bogor (2009) mencatat sedikitnya terdapat 38 perusahaan industri terdapat di Kecamatan Gunung Putri, enam diantaranya berada di Desa Gunung Putri dengan beragam bidang perindustrian. Sumber garis adalah sumber yang mengeluarkan pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, misalnya transportasi pada jalan raya. Tingginya aktivitas industri juga menyebabkan laju lalulintas di kawasan perindustrian menjadi salah satu permasalahan yang tidak dapat dihindark an. Lalulintas menjadi sangat padat akibat dari berbagai macam kegiatan seperti distribusi hasil produksi, aktivitas karyawan yang bekerja pada perusahaan-perusahaan tersebut dan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan. Pola aktivitas seperti ini apabila dilakukan terus- menerus berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran udara akibat dari emisi buangan kendaraan, Wardhana (1994) bahkan menyatakan bahwa sektor transportasi menyumbang sebesar 60% dari total pencemaran udara.
5.2. Kajian Nilai Fisik Vegetasi Pekarangan terhadap Konsentrasi Partikel Debu di Udara 5.2.1. Pengaruh jarak pengukuran Pengukuran konsentrasi partikel debu di udara pada penelitian kali ini dilakukan pada dua jarak pengukuran yang berbeda yaitu 500 m dan 1000 m dari titik acuan (PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.). Hal ini bertujuan untuk melihat apakah perbedaan jarak pengukuran secara nyata mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu di udara. Konsentrasi partikel debu di udara pada kedua jarak pengukuran tersebut seperti dijelaskan Tabel 14.
37
Tabel 14 Konsentrasi partikel debu di udara pada kedua jarak pengukuran Plot contoh
Konsentrasi partikel debu (µg/Nm³)* 500 m 1000 m 925,51 3194,74 544,78 337,57 398,86 230,24 368,64 124,93
K TR R SR Keterangan: K = Kontrol (tanpa vegetasi) R = Rindang TR = Tidak Rindang SR = Sangat Rindang *) Nilai d iperoleh setelah dilaku kan analisis sampel partikel debu di laboratoriu m.
Plot-plot contoh pada jarak 500 m memiliki nilai konsentrasi partikel debu yang lebih tinggi dibandingkan plot-plot contoh pada jarak 1000 m kecuali plot contoh Kontrol (K). Lebih tingginya konsentrasi partikel debu pada jarak 500 m dibandingkan pada jarak 1000 m dapat disebabkan antara lain karena pada jarak 500 m merupakan jalur utama lalulintas distribusi kendaraan pengangkut dari PT. Indocement Tiga Roda serta padatnya jumlah kendaraan jenis lain yang melintasi kawasan ini. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) Bogor (2009) mencatat sebanyak 1544 kendaraan aktif beroperasi setiap harinya di Kecamatan Gunung Putri. Selain itu kondisi jalan banyak yang rusak akibat tingginya intensitas kendaraan besar melewati jalan ini (Gambar 7a), sebesar 31,64% dari total panjang jalan rusak ringan dan 8,08% rusak berat (DLLAJR Bogor 2009). Nilai konsentrasi partikel debu plot Kontrol (K) pada jarak 500 m jauh lebih rendah dibanding pada jarak 1000 m karena pada saat pengukuran sampel pada jarak 500 m baru saja dilakukan penyiraman jalan raya (Gambar 7b) secara rutin oleh PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. menyebabkan debu yang bersumber dari jalan raya bercampur dengan air dan mengendap di tanah sehingga tidak terhisap oleh HVAS.
b a Gambar 7 a. Kondisi jalan raya yang rusak; b. Plot contoh Kontrol (1000 m).
38
Pengendapan debu dipengaruhi jarak vegetasi terhadap sumber pencemar (DPU 2008) sehingga secara teoritis, semakin jauh jarak pengukuran dari acuan (sumber pencemar) akan menyebabkan akan konsentrasi partike l debu di udara semakin rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa nilai konsentrasi partikel debu pada jarak 500 m lebih tinggi dibandingkan pada jarak 1000 m. Namun hasil analisis uji pengaruh jarak pengukuran dari titik acuan terhadap nilai konsentrasi partikel debu di udara menunjukkan bahwa jarak pengukuran tidak mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu di udara (terima Ho) karena P-value (0,604) > α. Hasil uji (taraf α 0,1; r = 0,218) menunjukkan bahwa memang ada perbedaan nilai konsentrasi di kedua jarak pengukuran namun perbedaannya tidak signifikan (Lampiran 5). Jarak pengukuran tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai konsentrasi partikel debu di udara sebelumnya juga dapat dilihat pada Tabel 14. Perbedaan nilai konsentrasi partikel debu terukur tidak terlalu jauh dapat mengindikasikan bahwa distribusi partikel debu merata di sekitar lokasi penelitian hingga jarak 1000 m dari titik acuan. Berdasarkan hasil observasi lapang, ruang yang diperuntukan bagi kawasan hijau (RTH) baik berupa taman, jalur hijau maupun pekarangan di lokasi penelitian sangat minim sehingga menyebabkan tingginya konsentrasi partikel debu di udara. 5.2.2. Pengaruh parameter vegetasi Vegetasi yang digunakan sebagai pembentuk ruang dapat memberikan suasana yang sunyi dan nyaman. Pepohonan yang terdapat dalam pekarangan dapat menutupi pemandangan yang kurang indah. Selain merekayasa estetika, vegetasi pekarangan rumah yang berada di kawasan padat industri dan transportasi juga efektif mengurangi pencemaran udara akibat debu. Parameter vegetasi yang meliputi luas proyeksi tajuk, indeks luas daun (Leaf Area Index/LAI) dan tinggi pohon diduga dapat mempengaruhi besarnya konsentrasi partikel debu pencemar di udara. Hasil pengukuran parameterparameter vegetasi tersebut di kedua jarak pengukuran untuk masing- masing plot contoh ditunjukkan pada Tabel 15, sedangkan hasil inventarisasi jenis pohon pada masing- masing plot contoh dapat dilihat pada Lampiran 2.
39
Tabel 15 Hasil pengukuran parameter vegetasi di kedua jarak pengukuran Leaf Area Index Luas Proyeksi Tajuk (m²) (LAI)* 500 m 1000 m 500 m 1000 m 0,00 0,00 0,00 0,00 K 154,35 124,23 2,03 1,59 TR 208,91 259,34 2,56 2,96 R 765,08 257,48 8,82 3,03 SR Keterangan : *) LA I sebagai penentu klasifikasi kerindangan pekarangan. Plot Contoh
Rata-rata Tinggi Pohon (m) 500 m 1000 m 0,00 0,00 7,00 5,67 7,50 6,88 9,70 13,00
Hasil analisis konsentrasi partikel debu menunjukkan bahwa nilai konsentrasi partikel debu di udara mengalami penurunan (Gambar 8) dengan meningkatnya kerindangan pekarangan plot-plot contoh pada kedua jarak pengukuran. Penurunan Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³) 3500
3194,74
3000 2500 2000 1500
1000
925,51 544,78
500
337,57
398,86 230,24
368,64
124,93
0 Kontrol
Tidak Rindang
Konsentrasi Partikel Debu (500m)
Gambar 8
Rindang
Sangat Rindang
Konsentrasi Partikel Debu (1000m)
Penurunan konsentrasi partikel debu di udara berdasarka n tingkat kerindangan pekarangan.
Plot contoh Kontrol (K) merupakan plot contoh dimana alat HVAS diletakkan di ruang terbuka tanpa terhalang bangunan/gedung sehingga menghasilkan nilai konsentrasi partikel debu yang tinggi. Konsentrasi partikel debu di udara pada kedua plot Kontrol (K) menunjukkan nilai konsentrasi terbesar dibanding plot contoh lainnya. Pekarangan yang semakin rindang terbukti dapat menurunkan konsentrasi partikel debu di udara (Tabel 16).
40
Tabel 16 Reduksi konsentrasi partikel debu (µg/Nm³) dari plot K berdasarkan kriteria kerindangan pekarangan Plot Contoh K TR R SR
Reduksi debu pada jarak 500 m
Reduksi debu pada jarak 1000 m
0,00 380,73 526,65 556,87
0,00 2857,17 2964,5 3069,81
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 16 diketahui bahwa konsentrasi partikel debu dapat direduksi sebesar 556,87 µg/Nm³ dari plot Kontrol (K) oleh pekarangan dengan tingkat vegetasi Sangat Rindang (SR) pada jarak 500 m, bahkan tingkat vegetasi Sangat Rindang (SR) pada jarak 1000 m mampu mereduksi konsentrasi partikel debu sebesar 3069,81 µg/Nm³ dari plot Kontrolnya. Terjadinya penurunan/pereduksian konsentrasi partikel debu dari plot Kontrol oleh plot contoh lainnya (TR, R dan SR) secara langsung dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi yang terdapat di dalam plot-plot contoh tersebut (Gambar 9).
a
b
c
d
Gambar 9 Plot-plot contoh pada jarak pengukuran 500 m a) Kontrol (K); b) Tidak Rindang (TR); c) Rindang (R); d) Sangat Rindang (SR).
41
Berdasarkan kenyataan bahwa konsentrasi partikel debu di udara mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kriteria kerindangan vegetasi (parameter vegetasi) kemudian dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat sejauh mana parameter vegetasi dapat mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter vegetasi mempunyai korelasi negatif terhadap penurunan konsentrasi partikel debu di udara (Tabel 17), artinya bahwa setiap terjadi kenaikan nilai parameter vegetasi seiring dengan terjadinya penurunan nilai konsentrasi partikel debu di udara. Tabel 17 Korelasi antara parameter vegetasi dengan nilai konsentrasi partikel debu di udara Parameter Vegetasi
Jarak (m) 500 Luas Proyeksi Tajuk 1000 500 Leaf Area Index (LAI) 1000 500 Tinggi Pohon 1000 *) : Signifikan pada selang kepercayaan 90%
Korelasi (r) -0,709 -0,885 -0,726 -0,908 -0,979 -0,830
P-value 0,291 0,115 0,274 0,092* 0,021* 0,170
5.2.2.1. Pengaruh luas proyeksi tajuk pohon Tumbuhan dapat mengurangi konsentrasi debu dengan tajuk yang rindang (Irwan 1994). Luas proyeksi tajuk merupakan luas bidang dasar dari tajuk pohon strata bawah yang diasumsikan bahwa strata tajuk bagian bawah sudah mengcover strata tajuk bagian atasnya. Hasil penelitian Rini (2005) dan Adiputra (2007) diacu dalam Munifah (2008) menunjukkan bahwa strata tajuk bawah mampu menjerap dan menyerap partikel timbal lebih banyak dibandingkan strata tengah atau atas, hal ini dapat menjadi dasar untuk melihat kemampuan strata tajuk pohon dalam menjerap dan menyerap partikel debu yang diperkuat oleh penelitian Dahlan (1989) yang menujukkan bahwa tanaman memiliki kemampuan dalam mereduksi partikel debu dengan cara adsorpsi (terjerap) maupun absorpsi (terserap). Selain karena strata tajuk pohon bagian bawah secara langsung mampu menyerap serta menjerap partikel debu, tajuk pohon dengan jumlah daun lebih banyak dan lebih rapat akan membuat udara menjadi lebih bersih sehingga pengukuran parameter luas proyeksi tajuk pohon diharapkan sesuai untuk menduga penurunan konsentrasi partikel debu di udara. Luas proyeksi tajuk pohon
42
pada kedua jarak pengukuran (500 m dan 1000 m) meningkat dengan meningkatnya kerindangan pekarangan. Tajuk pohon terluas terdapat pada plot contoh Sangat Rindang (SR) dan tersempit pada plot contoh Tidak Rindang (TR), seperti terlihat pada Gambar 10. Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³) pada jarak 500 m
Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³) pada jarak 1000m
Luas Proyeksi Tajuk
Luas Proyeksi Tajuk 3194,74
765,08
925,51 544,78 398,86 154,35 0
Kontrol
368,64 0
208,91 Tidak Rindang
Rindang
Sangat Rindang
absis (x) = Plot contoh; ordinat (y) = Nilai TSP
Kontrol
337,57 259,34 124,23 230,24 Tidak Rindang Rindang
124,93 257,48 Sangat Rindang
absis (x) = Plot contoh; ordinat (y) = Nilai TSP
a b Gambar 10 Pengaruh luas proyeksi tajuk terhadap penurunan konsentrasi partikel debu. Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa terdapat hubungan/korelasi antara luas proyeksi tajuk dengan konsentrasi partikel debu pada jarak pengukuran 500 m dan 1000 m dengan nilai koefisien korelasinya berturut-turut sebesar (-0,709) dan (-0,885). Setelah nilai korelasi diperoleh selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Keputusan dari hasil uji hipotesis korelasi antara luas proyeksi tajuk dan konsentrasi partikel debu pada kedua jarak pengukuran adalah luas proyeksi tajuk tidak mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu (terima Ho) karena baik Pvalue yang dihasilkan (0,291) pada jarak 500 m maupun P-value pada jarak 1000 m (0,115) melebihi taraf alpha. Parameter luas proyeksi tajuk dalam penelitian ini tidak mempengaruhi penurunan konsentrasi partikel debu secara signifikan kemungkinan dikarenakan parameter yang digunakan ini tidak terlalu efektif dimana pengukuran hanya dilakukan pada tajuk lapisan bawah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Karyono (1980) diacu dalam Soemarwoto (1983) bahwa dengan adanya keanekaragaman jenis tanaman pekarangan memungkinkan terbentuknya stratifikasi tinggi
43
sehingga tajuk tanaman pekarangan menjadi berlapis- lapis. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1996) diacu dalam Ruhiko (2007), tajuk pohon merupakan keseluruhan bentuk dan kelebaran maksimal tertentu dari ranting dan daun suatu tanaman. 5.2.2.2. Pengaruh Leaf Area Index (LAI) Leaf Area Index (LAI) atau Indeks Luas Daun (ILD) didefinisikan sebagai perbandingan total luas penampang daun dengan luas tanah yang ditutupi. Campbell (1986) diacu dalam Wood (2001) mengemukakan tujuan dilakukannya penghitungan LAI adalah untuk menentukan ke- ideal-an sebuah kanopi/tajuk pohon. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai LAI pada kedua jarak pengukuran meningkat dengan meningkatnya kerindangan pekarangan. Plot contoh Sangat Rindang (SR) memiliki nilai LAI terbesar, sebaliknya plot contoh Tidak Rindang (TR) nilai LAI terkecil (Gambar 11). Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³) pada jarak 500 m
Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³) pada jarak 1000 m
LAI
LAI
925,51
3194,74 544,78
398,86
368,64
0
2,03
2,56
8,82
Kontrol
Tidak Rindang
Rindang
Sangat Rindang
absis (x) = Plot contoh; ordinat (y) = Nilai TSP
a
0 Kontrol
337,57
230,24
124,93
1,59 2,96 3,03 Tidak Rindang Sangat Rindang Rindang
absis (x) = Plot contoh; ordinat (y) = Nilai TSP
b
Gambar 11 Pengaruh Leaf Area Indeks (LAI) terhadap penurunan konsentrasi partikel debu. Tabel 17 hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi antara LAI dengan konsentrasi partikel debu pada jarak pengukuran 500 m dan 1000 m berturut-turut sebesar (-0,726) dan (-0,908) yang kemudian dilakukan pengujian hipotesis terhadap korelasi tersebut sehingga diperoleh besar P-value untuk melihat apakah ada/tidak pengaruh dari LAI terhadap nilai konsentrasi partikel debu. Berdasarkan
44
uji hipotesis yang telah dilakukan ternyata menghasilkan keputusan yang berbeda untuk kedua jarak pengukuran, hanya uji korelasi LAI dengan konsentrasi partikel debu pada jarak pengukuran 1000 m yang menghasilkan keputusan tolak Ho, sedangkan terima Ho untuk jarak 500 m. Tolak Ho berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari LAI terhadap nilai konsentrasi partikel debu di udara jarak pengukuran 1000 m dengan selang kepercayaan 90% dan terima Ho berarti tidak ada pengaruh yang signifikan dari LAI terhadap nilai konsentrasi partikel debu di udara jarak pengukuran 500 m. Berdasarkan keputusan uji hipotesis, LAI pada jarak 1000 m secara signifikan mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu di udara. Atas dasar itu kemudian dilakukan analisis regresi linear sederhana untuk mengetahui seberapa besar LAI mampu mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu di udara. Hasil analisis regresi linear sederhana dapat dilihat pada Gambar 12.
Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³)
Pengaruh LAI terhadap Penurunan Konsentrasi Partikel Debu pada Jarak 1000 m 4000
y = 2762 - 944,8 x R² = 0,824
3000 2000
1000 0 -1000 0
1
Leaf Area Index
2 Leaf Area Index
3
4
Linear (Leaf Area Index)
Gambar 12 Besar pengaruh LAI dalam menurunkan konsentrasi partikel debu di udara ambien pada jarak 1000 m. Analisis pola hubungan linear antara pengaruh LAI terhadap penurunan konsentrasi partikel debu memperoleh model persamaan sebagai berikut: y = 2762 - 944,8 x dengan R² = 0,824 persamaan ini menginterpretasikan bahwa setiap peningkatan nilai LAI (x), akan menurunkan konsentrasi partikel debu di udara (y) secara linear sebesar (2762 944,8 x) satuan debu (µg/Nm³). Berdasarkan model tersebut, R² yang diperoleh sebesar 0,824 atau 82,4% artinya sebesar 82,4% dari keragaman nilai konsentrasi partikel debu dapat dijelaskan oleh nilai LAI dan sisanya dijelaskan oleh faktor
45
lain. Nilai R² yang dihasilkan oleh model persamaan cukup tinggi dapat dijelaskan oleh letak titik-titik pengamatan terhadap garis regresi. Letak titik-titik amatan pada persamaan tersebut mendekati kurva regresi (Gambar 12), sehingga persamaan model dugaan yang diperoleh fitted (pas). Pengaplikasian model untuk mengetahui penurunan konsentrasi partikel debu yang dipengaruhi LAI ini hanya layak digunakan jika data LAI yang dimiliki berada pada selang yang telah diujikan (0-3,03). 5.2.2.3. Pengaruh tinggi pohon Tinggi pohon didefinisikan sebagai jarak atau panjang garis terpendek antara suatu titik pada pohon dengan proyeksinya pada bidang datar. Istilah tinggi pohon hanya berlaku untuk pohon yang masih berdiri, sedangkan untuk pohon rebah digunakan istilah panjang pohon. Menurut Suharlan dan Sudiono (1975) diacu dalam Kapisa (1984), tinggi pohon dibedakan atas tinggi total pohon dan tinggi bebas cabang pohon. Tinggi total pohon yaitu jarak antara titik puncak dengan proyeksinya pada bidang datar/horizontal, sedangkan tinggi bebas cabang yaitu jarak antara titik bebas cabang/lepas dahan dengan proyeksinya pada bidang datar atau bidang horizontal dengan cabang yang dimaksud adalah cabang yang turut berperan dalam membentuk tajuk utama, selanjutnya tinggi pohon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tinggi total pohon. Menurut Samingan (1975) diacu dalam Irwan (2005), pohon dengan stratum C disebut lapisan pepohonan tingkat bawah terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 8-14 m, cenderung rapat dan tegak. Tinggi pohon yang dihasilkan pada setiap plot contoh dari masing- masing individu kemudian dijumlah dan dirataratakan. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata tinggi pohon pada kedua jarak pengukuran (500 m dan 100 m) termasuk ke dalam strata C (Gambar 13). Ratarata tinggi pohon meningkat dengan meningkatnya kerindangan pekarangan. Ratarata pohon tertinggi terdapat pada plot contoh Sangat Rindang (SR) dan terendah pada plot contoh Tidak Rindang (TR).
46
Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³) pada jarak 500 m
Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³) pada jarak 1000 m
Tinggi Total (m)
Tinggi Total (m)
925,51
3194,74
544,78
0
7
398,86
368,64
7,5
9,7
337,57 230,24 0
Kontrol
Tidak Rindang
Rindang
Sangat Rindang
absis (x) = Plot contoh; ordinat (y) = Nilai TSP
Kontrol
5,67 Tidak Rindang
6,88 Rindang
124,93 13 Sangat Rindang
absis (x) = Plot contoh; ordinat (y) = Nilai TSP
a b Gambar 13 Pengaruh rata-rata tinggi total pohon terhadap penurunan konsentrasi partikel debu. Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa koefisien korelasi antara rata-rata tinggi pohon dengan konsentrasi partikel debu pada jarak pengukuran 500 m dan 1000 m berturut-turut sebesar (-0,979) dan (-0,830). Setelah diperoleh koefisien korelasi kemudian dilakukan pengujian hipotesis. Keputusan uji hipotesis korelasi yang dihasilkan untuk kedua jarak pengukuran ternyata berbeda. Hanya rata-rata tinggi pohon pada jarak pengukuran 500 m yang mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu di udara secara signifikan (tolak Ho). Rata-rata tinggi pohon pada jarak pengukuran 1000 m tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai konsentrasi partikel debu (terima Ho). Berdasarkan keputusan uji hipotesis, rata-rata tinggi pohon pada jarak 500 m secara signifikan mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu di udara. Oleh karena itu, untuk mengetahui seberapa besar terjadi penurunan nilai konsentrasi partikel debu perlu dilakukan analisis regresi linear sederhana. Hasil analisis regresi linear sederhana dapat dilihat pada Gambar 14.
47
Konsentrasi Partikel Debu (µg/Nm³)
Pengaruh Tinggi Pohon terhadap Penurunan Konsentrasi Partikel Debu pada Jarak 500 m 1000
y = 920,4 - 59,66 x R² = 0,959
800
600 400 200 0 0
5
Tinggi Pohon
Gambar 14
Tinggi Pohon
10
15
Linear (Tinggi Pohon)
Besar pengaruh rata-rata tinggi total pohon dalam menurunkan konsentrasi partikel debu di udara ambien pada jarak 500 m.
Analisis pengaruh rata-rata tinggi total pohon terhadap penurunan konsentrasi partikel debu di udara dengan menggunakan regresi linear sederhana memberikan hasil model regresi sebagai berikut: y = 920,4 - 59,66 x
dengan R² = 0,959
persamaan ini menginterpretasikan bahwa setiap peningkatan tinggi total pohon (x) sebesar satu-satuan (m), akan menurunkan konsentrasi partikel debu (y) di udara secara linear sebesar (920,4 - 59,66 x) satuan debu (µg/Nm³). Nilai R² yang diperoleh sebesar 0,959 atau 95,9% artinya sebesar 95,9% dari keragaman nilai konsentrasi partikel debu dapat dijelaskan oleh tinggi total pohon dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Nilai R² pada persamaan ini sangat tinggi mendekati 100%, hal tersebut menunjukkan bahwa variabel x (rata-rata tinggi total pohon) pada model persamaan ini mampu menerangkan peubah respon y (konsentrasi partikel debu) dengan sangat baik. Letak titik-titik pengamatan terhadap garis regresi pada model persamaan dapat menjelaskan nilai R². Letak titik-titik amatan pada persamaan tersebar menyinggung kurva regresi (Gambar 14) sehingga sehingga persamaan model dugaan yang diperoleh sangat fitted (pas)/sangat layak. Model ini dapat diaplikasikan untuk mengetahui besar penurunan konsentrasi partikel debu yang dipengaruhi tinggi total pohon tetapi hanya layak digunakan jika data tinggi pohon yang dimiliki berada pada selang yang telah diujikan (0-9,7).
48
5.2.3. Peran vegetasi dalam menciptakan iklim mikro Elemen-elemen iklim utama yang sangat mempengaruhi kehidupan adalah cahaya matahari, suhu udara, kelembaban dan angin (Irwan 2005). Salah satu masalah yang sering muncul pada daerah kawasan industri yang padat pemukiman serta lalulintas yang ramai adalah berkurangnya kenyamanan akibat meningkatnya suhu udara yang secara langsung dipengaruhi oleh radiasi matahari dan kelembaban. Pembangunan kawasan indusrti berperan besar dalam peningkatan suhu di udara (Tjasyono 1999), hasil penelusuran data series suhu udara di BMKG Bogor (2009) menunjukkan suhu udara rata-rata untuk bulan Juni dan Juli pada tahun 1973, 1988, 2006 dan 2009 seperti dijelaskan Tabel 18. Tabel 18 Perbandingan suhu udara (°C) di Desa Gunung Putri pada bulan Juni dan Juli Bulan 1978 Juni 25,2 Juli 24,8 Sumber: BM KG Bogor (2009).
Tahun 1988 25,4 25,7
2006 25,7 26,1
2009 27,0 27,5
Titik tolak beralihnya fungsi kawasan di Desa Gunung Putri adalah dengan dibangunnya pabrik semen terbesar dikawasan tersebut (PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.) yaitu pada tahun 1985, karena setelah dibangunnya pabrik industri semen ini Desa Gunung Putri mengalami perkembangan pembangunan yang pesat baik dari segi industri- industri lain yang bermunculan maupun kawasan pemukiman yang semakin padat. Berdasarkan data suhu udara pada Tabel 18 dapat diketahui bahwa terjadi kenaikan suhu sebesar ±2 ºC di Desa gunung Putri dari sebelum menjadi kawasan perindustrian sampai setelah menjadi kawasan perindustrian. Masyarakat yang dijadikan responden juga menyatakan sangat setuju (55,81%) dan setuju (34,88%) bahwa telah terjadi kenaikan suhu udara di daerah mereka sehingga dirasakan semakin tidak nyaman. Peningkatan suhu tersebut tidak terlepas dari kegiatan pembangunan dan pengembangan kawasan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan, pola aktivitas penduduk
maupun perusahaan industri yang
tidak/belum memiliki sistem penyaring/pembuang limbah yang tepat dan memadai. Hal ini diperkuat dengan pernyataan 65,12% responden yang sependapat dengan hal tersebut.
49
Vegetasi dalam pekarangan dapat berfungsi sebagai pengatur suhu udara, dimana pada siang hari vegetasi mampu menahan sinar matahari sehingga suhu menjadi tidak teralu panas dan sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi radiasi cahaya matahari yang diserap permukaan bumi pada siang hari (Grey dan Deneke 1978). Hasil penelitian pada Tabel 19 menunjukkan bahwa semakin rindang vegetasi di pekarangan maka suhu udara semakin rendah. Tabel 19. Suhu udara pada setiap plot contoh di kedua jarak pengukuran Plot Contoh K TR R SR
Suhu Udara (ºC) 500 m 33 32,5 31 29,5
1000 m 33 32 30 29
Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa suhu terendah yaitu di pekarangan rumah dengan kriteria vegetasi Sangat Rindang (SR) dan tertinggi di pekarangan rumah yang Tidak Rindang (TR). Sejalan dengan hasil ini, berbagai hasil penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa keberadaan vegetasi mampu menurunkan suhu. Hasil penelitian Irwan (1994) menyatakan bahwa vegetasi dapat menurunkan suhu kota di sekitarnya hingga 3,46% di siang hari pada awal musim penghujan. Selain itu, penelitian Wenda (1991) diacu dalam Dahlan (2004) menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban udara di wilayah yang bervegetasi lebih tinggi dibandingan dengan wilayah yang lebih didominasi perkerasan jalan (aspal), dan bangunan (tembok).
Penurunan suhu udara akan disertai
meningkatnya kelembaban udara. Kelembaban udara serta kecepatan dan arah angin pada setiap plot contoh seperti dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Hasil pengukuran parameter fisik udara pada setiap plot contoh Plot Contoh K TR R SR
Kelembaban (% ) 500 m 1000 m 73 73 73 73 78 78 78 78
Kecepatan Angin (m/s) 500 m 1000 m 0,65 1,80 0,45 0,85 0,35 0,70 0,35 0,60
Arah Angin 500 m 1000 m Barat Laut Barat Barat Barat Laut Barat Daya Barat Daya Barat Daya Barat Laut
5.2.4. Peran vegetasi untuk me reduksi partikel debu pence mar Sebesar 46,51% responden menyatakan sangat setuju dan 37,21% responden setuju bahwa kualitas fisik lingkungan di Desa Gunung Putri
50
mengalami penurunan. Menurunnya kualitas fisik lingkungan di kawasan padat perindustrian, pemikiman dan transportasi selain d itandai dengan peningkatan suhu udara juga dikarenakan terjadinya pencemaran udara oleh partikel debu. Menurut PP RI No 41 Tahun 1999, tercemarnya udara oleh partikel debu dapat diketahui apabila konsentrasi partikel debu di udar telah melebhi nilai baku mutu debu yang telah ditetapkan (230 µg/Nm³). Hasil penelitian pada Tabel 12 menunjukkan konsentrasi partikel debu di udara sudah melebihi nilai baku mutunya sehingga dapat dikatakan bahwa udara di lokasi penelitian telah tercemar oleh partikel debu. Secara alamiah partikel debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin, kepadatan kendaraan bermotor yang dapat menambah asap hitam pada total emisi partikel debu, pembakaran sampah dan berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan (Wardhana 1994). Pernyataan ini juga ditanggapi sangat setuju (27,91% responden) dan setuju (67,44% responden) bahwa tingginya konsentrasi partikel debu di daerah mereka disebabkan oleh limbah dari pabrik serta padatnya transportasi yang menyebabkan debu tanah beterbangan. Tingginya konsentrasi partikel debu di udara secara umum dapat menyebabkan kondisi yang mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat. Sebesar 88,37% responden menyatakan pendapat yang mendukung bahwa tingginya kadar debu di udara menyebabkan kondisi kesehatan masyarakat cenderung menurun. Masyarakat Desa Gunung Putri umumnya memanfaatkan lahan pekarangan rumah mereka dengan menanami jenis vegetasi yang menghasilkan buah-buahan seperti jambu air (Syzigium samarangense), mangga (Mangifera indica), rambutan (Nephelium lappaceum), kelengkeng (Dimocarpus longan) dan sebagainya. Irwan (2005) mengemukakan bahwa vegetasi sangat bermanfaat untuk merekayasa permasalahan lingkungan salah satunya untuk mengurangi polusi udara. Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh Tabel 16, konsentrasi partikel debu di udara dapat direduksi oleh vegetasi yang berada di pekarangan. Sejalan dengan hasil penelitian ini, penelitian Wawo (2009) menyatakan bahwa beberapa jenis tanaman buah (jambu air, mangga dan rambutan) yang mendominasi di Desa Gunung Putri memiliki kemampuan dalam
51
menjerap partikel debu sehingga menurunkan konsentrasinya di udara. Selain itu, hasil penelitian juga diperkuat oleh hampir seluruh responden (93,02%) yang sependapat bahwa keberadaan vegetasi di pekarangan mampu mereduksi konsentrasi partikel debu. 5.3. Kajian Nilai Sosial Vegetasi Pekarangan Berdasarkan kajian pengaruh faktor- faktor fisik vegetasi pekarangan terhadap nilai konsentrasi partikel debu di udara, diketahui bahwa keberadaan vegetasi pada RTH tipe pekarangan secara langsung mempengaruhi nilai konsentrasi partikel debu. Selain memberikan kenyamanan fisik, vegetasi di pekarangan juga memberikan kenyamanan sosial Irwan (1979). Menurut Soemarwoto (1983) pekarangan mempunyai fungsi ganda yang merupakan integrasi antara fungsi alam dengan fungsi untuk memenuhi kebutuhan sosial, budaya dan ekonomi manusia. Fungsi ganda dari vegetasi pekarangan tersebut antara lain berupa efek iklim mikro, estetika, sosial dan produksi. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pekarangan dengan segala corak, bentuk dan aneka komposisi penataan vegetasi di dalamnya tidak terlepas dari berbagai pengaruh faktor sosial, antara lain kearifan, cita rasa manusia, serta nilai sosial dan budaya penghuninya (Prasetyo 2006). Lingkungan fisik pekarangan yang meliputi kualitas dan keberadaan vegetasi secara langsung dipengaruhi oleh sikap penghuniya. Sikap adalah salah satu faktor pembentuk perilaku yang sebelumnya didasari oleh pengetahuan, pengalaman serta kemampuan seseorang dalam menterjemahkan apa yang terjadi di sekelilingnya, sehingga sikap setiap individu belum tentu sama dalam menanggapi permasalahan lingkugan yang terjadi di sekitar mereka. 5.3.1. Peran vegetasi dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Pengaruh partikel debu yang berada di udara bagi kesehatan sangat tergantung pada ukurannya (Pudjiastuti 2004). Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Dampak dari tercemarnya udara oleh debu bagi kesehatan manusia umumnya menyerang saluran pernapasan/Infeksi SaluranPernafasan Akut (ISPA) dan iritasi mata. Hal ini sesuai dengan keadaan 69,77% responden yang
52
menyatakan pernah mengalami ISPA dan 86,05% responden pernah mengalami iritasi mata. Hasil penelusuran data di Puskesmas Kecamatan Gunung Putri, juga menunjukkan bahwa ISPA adalah jenis penyakit yang paling banyak (45,3%) diderita warga di Kecamatan Gunung Putri (Gambar 15). Jenis penyakit yang diiderita warga Kec. Gunung Putri tahun 2008 5,1%
4,4% 3,6% 3,6%
5,4%
45,3%
5,8% 8,7% 8,7%
9,3%
ISPA Febris Diare Dermatitis Batuk Faringitis Sakit kepala/pusing Mialgia Arteritis Hipertensi
Sumber : Puskesmas Kecamatan Gunung Putri (2009).
Gambar 15 Jumlah serta jenis penyakit yang diderita warga Kecamatan Gunung Putri selama tahun 2008. Gambar 15 menunjukkan beberapa data yang berhasil dihimpun dari total kunjungan pasien selama tahun 2008 yang diklasifikasikan berdasarkan 10 besar jenis penyakit yang paling banyak diderita warga. Jenis-jenis penyakit tersebut yaitu ISPA, febris, diare, dermatitis, batuk, faringitis, sakit kepala, mialgia, arteritis dan hipertensi. Namun tidak diketahui data sumber pencemar yang mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit tersebut karena penyakit yang diduga akibat pencemaran udara sulit diidentifikasi secara pasti penyebabnya (dr. Prima¹ 30 Juli 2009, komunikasi pribadi). Setiap warga negara berhak mendapat kesehatan dan kesejahteraan sosial, dan hidup dalam lingkungan fisik, sosial dan budaya yang sehat ( DPU 2008). Perilaku masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan serta mencegah resiko terjadinya penyakit dapat dilihat dari kepedulian mereka terhadap kualitas dan keberadaan vegetasi di pekarangan rumah. Berdasarkan hasil penelitian, hampir seluruh responden (97,67%) sependapat bahwa semakin hijau pekarangan rumah maka akan semakin besar kemungkinan terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh partikel debu se hingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan mereka. ¹Kepala Puskesmas Kecamatan Gunung Putri Bogor.
53
Perwujudan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat selain dengan membangun kesadaran atau sikap yang baik masyarakat perlu juga did ukung oleh upaya dari pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu pemerintah daerah setempat harus segera mencari jalan keluar terhadap berbagai permasalahan lingkungan untuk mengantisipasi penurunan kualitas kesehatan masyarakat. Pernyataan ini ditanggapi sangat setuju oleh 32,56% responden dan setuju oleh 62,79% responden. 5.3.2. Peran vegetasi dalam estetika dan kesehatan jiwa Dahlan (2004) mengatakan bahwa nilai estetika yang muncul dari pekarangan rumah yang hijau dan tertata indah selain bermanfaat untuk pemilik rumah juga dirasakan manfaatnya oleh orang lain, baik tetangga rumah maupun yang
melewatinya
merasakan
kesejukan,
kesegaran
dan
keindahan.
Memperhatikan manfaat- manfaat pekarangan sebagai salah satu bentuk dari RTH maka sebaiknya masyarakat mempunyai pekarangan rumah yang hijau seperti yang terlihat pada pekarangan beberapa responden (Gambar 16).
a
b
c d Gambar 16 Penataan pekarangan rumah yang hijau. (a) dan (b) bagian depan rumah; (c) dan (d) bagian belakang rumah.
54
Ukuran, bentuk, warna dan tekstur tanaman serta unsur komposisi dan hubungannya
dengan
lingkungan
sekitarnya
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi kualitas estetika (Irwan 2005). Keseluruhan unsur tersebut jika dipadu dengan konstruksi fisik kota seperti seperti gedung, pabrik, jalan dan sebagainya akan menghasilkan ataupun menambah nilai keindahan kota. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan hutan kota terhadap nilai estetika menunjukkan bahwa masyarakat bersedia untuk membayar keberadaan hutan kota karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen 1998 diacu dalam Tinambunan 2007). Sebesar 46,51% responden menanggapi sangat setuju dan 44,19% responden setuju terhadap pernyataan sebaiknya masyarakat memiliki pekarangan rumah yang hijau karena selain suasana sejuk, tenang, dan indah yang diciptakan vegetasi, pekarangan juga memberikan kesan alami sehingga secara psikologis vegetasi juga berfungsi untuk kesehatan jiwa dengan membantu mengurangi stress. Meskipun sebagian besar responden sependapat bahwa pekarangan yang hijau akan meningkatkan estetika dan kesehatan jiwa, faktanya dilapangan hanya sedikit responden yang memiliki pekarangan rumah yang hijau, bahkan berdasarkan hasil observasi di lapangan sangat sulit sekali menjumpai rumahrumah dengan pekarangan yang hijau. Kawasan industri yang berada di sekitar lokasi penelitian juga sangat jarang yang memiliki sistem penghijauan yang baik. Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dimiliki kawasan perindustrian umumnya dimiliki industri semen dengan skala besar seperti PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. dan PT. Holcim, Tbk.) seperti terlihat pada Gambar 17. Lokasi kedua industri ini pun hanya berbatasan dan tidak termasuk dalam kawasan Kecamatan Gunung Putri.
55
a b Gambar 17 RTH Tipe Kawasan Industri. 5.3.3. Fungsi produksi oleh vegetasi pekarangan Pekarangan adalah ekosistem darat yang memiliki potensi produktivitas yang tinggi (Irwan 1992). Produksi yang dapat dihasilkan oleh lahan pekarangan antara lain buah-buahan, tanaman obat, tanaman hias dan sayur- mayur. Hasil observasi lapang menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan pekarangan oleh masyarakat Desa Gunung Putri umumnya dengan menanami tanaman buahbuahan seperti jambu air (Syzygium samarangense), mangga (Mangifera indica), rambutan (Nephelium lappaceum), kelengkeng (Dimocarpus longan) dan sebagainya. Hal ini diperkuat dengan informasi yang diperoleh dari responden bahwa masyarakat di Desa Gunung Putri menanami pekarangan mereka dengan tanaman yang menghasilkan buah karena beberapa alasan antara lain; bibit mudah diperoleh, harga terjangkau, cepat tumbuh, pohon besar serta menghasilkan buah. Menurut Soemarwotto (1983) fungsi produksi oleh pekarangan dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi subsisten dan fungsi produksi komersial. Penggunaan lahan untuk pekarangan di Desa Gunung Putri mengikuti kedua fungsi tersebut, namun saat ini pekarangan cenderung hanya mengikuti fungsi subsistennya yaitu hasil produksi digunakan untuk keperluan sendiri. Hal ini diketahui dari salah seorang responden yang menetap di kawasan sudah lebih dari 24 tahun, menurutnya Desa Gunung Putri dahulunya adalah desa penghasil buah dan menjadi desa penyuplai buah utama bagi daerah-daerah di sekitarnya. Namun seiring dengan kemajuan pembangunan yang pesat, banyak masyarakat yang lebih memilih mengalihfungsikan pekarangan rumah mereka untuk keperluan yang lebih mendukung perekonomian.
56
5.3.4. Fungsi sosial vegetasi pekarangan Pekarangan yang indah dan asri merupakan tempat yang nyaman untuk melakukan interaksi sosial baik dengan keluarga, teman, tetangga dan kerabat. Memanfaatkan pekarangan rumah sebagai tempat sarana interaksi sosial akan menciptakan suasana keakraban antar warga. Fungsi sosial dari sebuah pekarangan yang sangat terlihat adalah bahwa pekarangan merupakan simbol status penghuninya (Irwan 1992). Salah seorang responden yang memiliki pekarangan rumah yang sangat rindang, besar dan asri menjadikan pekarangan rumahnya sebagai tempat berkumpul para keluarga dan kerabatnya secara rutin setiap minggu dengan mengadakan kegiatan arisan keluarga. Responden lain yang memenuhi lahan pekarangannya dengan tanaman obat juga mengemukakan bahwa setiap minggu ia mengadakan kegiatan terapi massal dengan kemampuan pengobatan tradisional yang dimilikinya. Hal- hal tersebut menunjukkan bahwa lahan pekarangan juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana interaksi sosial. 5.4. Kategori Sikap Masyarakat Tanggapan yang diberikan responden merupakan data kualitatif. Data tersebut kemudian diubah menjadi data kuantitatif menggunakan skala Likert, sehingga dihasilkan skor sikap masing- masing responden. Sikap responden dikategorikan menjadi tiga yaitu buruk, sedang dan baik. Interval skor nilai tanggapan 1,00 - 2,99 termasuk kategori buruk,
skor 3,00 - 3,99 termasuk
kategori sedang dan skor 4,00 - 5,00 termasuk kategori baik. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa 76,74% responden memiliki sikap yang baik terhadap fungsi RTH tipe pekarangan (Gambar 18).
Kategori Sikap Responden 0% buruk 23,26% 76,74%
sedang baik
Gambar 18 Persentase kategori sikap responden.
57
Sikap
masyarakat yang tergolong baik dapat didefinisikan bahwa
masyarakat memahami benar fungsi RTH tipe pekarangan, terutama fungsi pekarangan rumah mereka untuk menghalangi banyaknya partikel debu yang akan masuk ke rumah. Mereka menyadari bahwa debu yang masuk kedalam rumah akan berdampak negatif bagi kondisi kesehatan, bahkan salah seorang reponden yang diwawancarai mengemukakan bahwa salah satu anggota keluarganya meninggal dunia karena penyakit asma keturunan yang diperparah dengan tingginya konsentrasi partikel debu di udara di kawasan mereka tinggal. Tidak ada responden yang bersikap buruk karena pada dasarnya mereka menghendaki pekarangan rumah yang hijau dan asri. Responden yang memiliki pekarangan rumah yang tidak rindang karena keterbatasan lahan milik mereka. 5.4.1. Hubungan karakteristik responden dengan sikap responden Karakteritik responden yang diduga mempengaruhi sikap reponden adalah umur, pendidikan, pekerjaan dan lama tinggal responden di lokasi penelitian (Lampiran 6). Jenis kelamin dianggap sebagai faktor yang kurang berpengaruh dalam pembentukan sikap sehingga tidak dimasukkan dalam karakteristik responden. Sikap seseorang sebagai salah satu faktor pembentuk perilaku tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, hal ini sesuai dengan penelitian Saragih (2007) yang menjelaskan bahwa perbedaan yang dapat dilihat antara responden pria dan wanita adalah responden wanita lebih terpengaruh perasaan mereka sedangkan responden pria tidak. Selain itu, Harihanto (2001) dalam penelitiannya juga tidak memasukkan jenis kelamin sebagai salah satu faktor yang diduga mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku masyarakat. Hasil analisis uji pengaruh karakteristik responden terhadap pembentukan sikap responden (Lampiran 7) menunjukkan bahwa umur, pekerjaan dan lama tinggal responden di kawasan penelitian memiliki pengaruh yang dalam proses pembentukan sikap (Tabel 20). Tabel 20 Korelasi/hubungan antara karakteristik responden dengan kategori sikap yang terbentuk terhadap fungsi RTH pekarangan Karakteristik Responden Korelasi (rs) Umur 0,371 Pendidikan Formal -0,033 Pekerjaan 0,475 Lama Tinggal 0,395 *) : Signifikan pada selang kepercayaan 90%.
P-value 0,014 (*) 0,832 0,001 (*) 0,009 (*)
58
Umur merupakan salah satu faktor internal seseorang yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis (Sujarwo 2004) sehingga biasanya umur menentukan kematangan sesorang sebelum bertindak. Berdasarkan Tabel 20 hasil uji korelasi Spearman (taraf α 0,1; r = 0,371), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur responden dengan kategori sikapnya. Semua responden (100%) pada kelas umur > 55 tahun memiliki sikap yang baik terhadap fungsi dan keberadaan pekarangan, hal ini karena mereka lebih sering mengikuti penyuluhan mengenai pentingnya tanaman dan penghijauan untuk menanggulangi permasalahan pencemaran udara sehingga dapat memahami isi penyuluhan yang diberikan serta mempengaruhi sikap mereka. Pendidikan formal responden tidak mempengaruhi pembentukan sikap secara signifikan (taraf α 0,1; r = -0,033). Hasil ini dapat dilihat dari perolehan nilai setiap tingkat pendidikan: semua responden dengan tingkat pendidikan SD (100%) memiliki sikap yang baik terhadap pekarangan, responden yang berpendidikan sampai SMA dan Perguruan Tinggi berturut-turut hanya 78,95% dan 75% responden yang bersikap baik, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SMP hanya 58,33% yang bersikap baik. Tidak berpengaruhnya tingkat pendidikan formal terhadap pembentukan sikap menegaskan bahwa walaupun sebagian besar responden berpendidikan tinggi namun tidak berarti mereka mempunyai banyak pengetahuan tentang pencemaran udara oleh debu maupun fungsi pekarangan dalam mereduksi debu. Hal ini dikarenakan terdapat kemungkinan bahwa pemahaman mengenai polusi udara dari partikel debu dan fungsi vegetasi dalam pekarangan tidak diberikan dalam pendidikan formal yang telah ditempuh oleh sebagian besar responden. Pekerjaan. Hasil uji korelasi pada Tabel 20 menunjukkan pekerjaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sikap masyarakat (taraf α 0,1; r = 0,475). Menurut Harihanto (2001), pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku. Pengaruh ini dapat bersifat langsung maupun melalui pengetahuan dan pengalaman. Seluruh responden dengan jenis pekerjaan PNS, pelajar, POLRI memiliki sikap yang baik terhadap fungsi RTH pekarangan. Sebaliknya, hasil penelitian menunjukkan pegawai industri yang memiliki s ikap baik hanya 40%, padahal secara teoritis seseorang yang pekerjaannya
59
berhubungan dengan dampak langsung dari partikel debu pencemar akan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak dibanding orang dengan pekerjaan lainnya. Hal ini dapat dikarenakan mereka sudah terbiasa dengan keadaan tempat bekerjanya sehingga tidak terlalu peduli dengan dampak yang akan ditimbulkan. Lama tinggal seseorang di suatu kawasan berkontribusi terhadap tingkat pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya (Harihanto 2001). Berdasarkan hasil analisis (Tabel 18), lama tinggal responden di lokasi penelitian berpengaruh nyata terhadap sikapnya (taraf α 0,1; r 0,395). Semakin lama responden tinggal di lokasi penelitian maka semakin tinggi tingkat pengalaman dan pengetahua nnya sehingga semakin baik pula sikap mereka terhadap fungsi dan keberadaan RTH. Sebanyak 86,67% dari responden yang sudah menetap di lokasi penelitian lebih dari 24 tahun bersikap baik terhadap fungsi dan keberadaan pekarangan rumah mereka. Analisis ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harihanto (2001) dalam penelitiannya tentang persepsi, sikap dan perilaku masyarakat terhadap air sungai, bahwa persepsi, sikap dan perilaku masyarakat semakin baik seiring dengan semakin lamanya responden tinggal di lokasi penelitian.
5.5. Konservasi Lingkungan Hidup Kota Manusia sering berusaha mengubah lingkungan untuk memperoleh dan melengkapi keperluannya, sehingga semakin besar dan maju suatu kawasan perkotaan akan semakin besar bahaya serta kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan. Menurut DTR Bogor (2009), Desa Gunung Putri yang merupakan bagian dari Kecamatan Gunung Putri adalah wilayah dengan sebagian besar kawasan diperuntukkan bagi perindustrian dan pemukiman, padahal berdasarkan informasi yang diperoleh dari penduduk asli yang sudah menetap lebih dari 40 tahun diketahui bahwa Desa Gunung Putri dahulunya menyerupai kawasan hutan karena berada di kaki Gunung Putri yang terdapat bermacam- macam jenis pohonpohon yang besar dan kokoh, suasana lingkungannya pun sejuk dan bersih. Seiring semakin berkembangnya desa ini, sekitar tahun 1970-an terjadi pembangunan perusahaan industri secara besar-besaran, salah satunya adalah dengan dibangunnya pabrik industri semen yang kemudian diikuti dengan
60
pembangunan industri- industri menengah dan kecil lainnya. Pesatnya kemajuan pembangunan kota yang tidak dapat dipungkiri dipengaruhi dan akan mempengaruhi lingkungan hidup (Soemarwoto 1983). Dampak positif dari berbagai
macam
kemajuan
pembangunan
adalah
untuk
meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat. Selain dampak positif adanya kebutuhan ruang untuk pembangunan kota juga membawa berbagai dampak negatif seperti berkurangnya kawasan hijau karena mengalami konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun serta masalah pencemaran lingkungan. Sebesar 81,40% responden sependapat bahwa pesatnya pembangunan kota telah mengorbankan sejumlah kawasan hijau. Padahal kawasan hijau dengan keberadaan vegetasi di dalamnya mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi dengan berbagai fungsi yang telah dijelaskan pada sub bab 5.3. Prinsip utama upaya pembangunan berkelanjutan didasarkan pada prinsip landasan pelestarian fungsi sumberdaya alam terhadap setiap jenis kegiatan apapun agar bisa menopang pembangunan jangka panjang (DPU 2008). Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi sangat penting dalam mengendalikan dan memelihara kualitas lingkungan.
Pekarangan rumah
merupakan salah satu bentuk dari RTH, sehingga sifat-sifat/fungsi- fungsi dari RTH juga dimiliki pekarangan. Oleh karena itu setiap warga diharapkan juga dapat berpartisipasi dalam upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat sudah memahami konsep penghijauan kota dengan adanya RTH, sebesar 93,02% responden sependapat dengan hal ini. Pemerintah Kota Bogor dewasa ini sedang giat-giatnya melakukan upaya pembangunan dan pengembangan RTH yang pelaksanaannya diwujudkan melalui: (a) pembatasan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kecuali bagi fasilitas umum dan fasilitas sosial yang memiliki fungsi vital, (b) rencana pembangunan dan pengembangan jalur hijau, taman kota, pekarangan di pemukiman sebagai bagian dari RTH dan (c) perlindungan dan pemeliharaan kawasan lindung (Hendrik Suherman² 30 Juli 2009 komunikasi pribadi). Lebih jelas ia menambahkan bahwa pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) harus disertai dengan siteplan yang akan diajukan, IMB baru diberikan apabila dalam ²Kepala Dinas Tata Bangunan dan Pemu kiman PEM DA Bogor.
61
siteplan sebesar 60% sebagai Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau luasan maksimal untuk lahan yang tertutupi/dibangun dan 40% disediakan sebagai lahan kosong yang difungsikan untuk membangun kawasan hijau. Struktur penggunaan lahan di Desa Gunung Putri untuk lahan pertanian sawah kategori lahan tidak berpengairan (pekarangan rumah) seluas 27 ha dan lahan non pertanian (perumahan, industri, perkantoran, pertokoan dan sebagainya) seluas 217 ha, sehingga luas wilayah Desa Gunung Putri adalah 244 ha (BPS 2009). Berdasarkan data tersebut maka dapat dianalisa bahwa RTH yang ada hanyalah RTH tipe pekarangan rumah dengan luasan hanya 11,07% dari luas keseluruhan wilayah. Mengacu pada Undang- undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa luas minimum bagi RTH di wilayah perkotaan adalah sebesar 30% maka luasan RTH tipe pekarangan rumah yang ada di Desa Gunung Putri belum memenuhi kondisi ideal. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah perlunya campur tangan pemerintah setempat baik tingkat desa, kecamatan maupun daerah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta pemeliharaan
RTH.
Kawasan
lokasi penelitian pernah dilakukan
sosialisasi/pengenalan mengenai kawasan hijau dan program One Man One Tree (OMOT) oleh pemerintah daerah setempat serta beberapa kali penyuluhan tentang pentingnya peranan kawasan hijau untuk mengatasi permasalahan pencemaran udara. Harapan dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah membangun kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam program penghijauan kawasan. Perusahaan industri di sekitar kawasan juga pernah membagikan bibit tanaman bagi setiap keluarga untuk ditanam di pekarangan mereka. Berdasarkan kegiatan-kegiatan tersebut sebesar 90,70% responden memahami definisi, komponen penyusun serta bentuk-bentuk dari RTH.
62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Vegetasi dalam pekarangan mampu menurunkan konsentrasi partikel debu, semakin rindang vegetasi pekarangan maka semakin rendah nilai konsentrasi partikel debu di udara ambien. Keberadaan vegetasi dalam pekarangan memiliki berbagai manfaat untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat 2. Parameter vegetasi yang berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan konsentrasi partikel debu di udara ambient adalah Leaf Area Index (LAI) pada jarak 500 dengan pengaruh sebesar (2762 - 944,8 x) satuan debu (µg/Nm³) dan tinggi pohon pada jarak 1000 m dengan pengaruh sebesar (920,4 - 59,66 x) satuan debu ( µg/Nm³) 3. Mayoritas responden (76,74%) memiliki sikap yang termasuk kategori baik terhadap fungsi dan keberadaan pekarangan, artinya masyarakat memahami akan pentingnya memiliki pekarangan rumah, tidak ada responden yang bersikap buruk dan 23,26% responden bersikap sedang 4. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi sikap masyarakat adalah umur, jenis pekerjaan dan lama tinggal. Semakin tua responden maka semakin baik sikapnya, demikian pula halnya dengan lama tinggal, semakin lama responde n tinggal semakin baik sikapnya. Pengaruh pekerjaan terhadap sikap berdasarkan interaksi langsung pekerja dengan partikel debu pencemar. Pendidikan formal tidak berhubungan dengan sikap responden.
6.2. Saran Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan maka saran yang dapat diberikan antara lain: 1. Masyarakat di Desa Gunung Putri untuk mengoptimalkan lahan pekarangan mereka dengan meningkatkan kualitas vegetasi di dalamnya dengan menanam berbagai macam pohon yang mendukung fungsi peningkatan kualitas
63
lingkungan misalnya dengan pohon buah-buahan seperti jambu air (Syzygium samarangense), mangga (Mangifera indica) atau rambutan (Nephelium lappaceum). 2. Pemerintah daerah setempat bekerja sama dengan masyarakat untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dengan cara menjadikan pekarangan rumah lebih rindang yaitu dengan pengadaan pohon serta pembagian bibit guna yang meningkatkan jumlah pohon dan jumlah jenis pohon bagi masyarakat yang memiliki pekarangan. 3. Dalam melakukan upaya penyehatan lingkungan, instansi terkait (pemerintah daerah maupun perusahaan industri) dapat menggunakan hasil penelitian ini dengan memperhatikan karakteristik LAI dan tinggi pohon yang secara signifikan telah diuji mampu menurunkan konsentrasi partikel debu, salah satunya dengan cara meningkatkan jumlah serta keanekaragaman jenis. 4. Penyuluhan kepada masyarakat sebaiknya lebih sering diadakan sebagai salah satu cara untuk membentuk sikap masyarakat yang baik terhadap fungsi dan keberadaan pekarangan.
64
DAFTAR PUSTAKA Aji BS. 2006. Pemetaan Penyebaran Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cilegon [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor. 2009. Peta Wilayah Kecamatan Gunung Putri Bogor. Bogor. [BLH] Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. 2009. Laporan Kegiatan Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup di Kabupaten Bogor Tahun 2008. Bogor. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Balai Besa r Wilayah II Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. 2009. Data Klimatologi Bulan Juni-Juli 2009 dan Data Series Klimatologi Tahun 1978, 1988, 2006 dan 2009. Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2009. Kecamatan Gunung Putri dalam Angka Tahun 2008. Bogor. Calhoun JF dan JR Acocella. 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Manusia (Edisi ke-3). Universitas Georgia: Penerbit Mc. Graw-Hill dan IKIP Semarang Press. Dahlan EN. 1989. Studi Kemampuan Tanaman dalam Menjerap dan Menyerap Timbal Emisi dari Kendaraan Bermotor [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press. [DLLAJR] Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya Kabupaten Bogor. 2009. Data Jaringan DLLAJR Kecamatan Gunung Putri Tahun 2008. Bogor. [DTR] Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor. 2009. Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang Pemerintah Kabupaten Bogor 2008. Bogor. Edwin. 1998. Analisis Sikap Pemukim terhadap Prasarana Umum di Daerahnya (Kasus di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Kota Bogor Utara, Kotamadya Bogor, Jawa Barat) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
65
Garnadi D. 2004. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat Sekitar Hutan terhadap Hutan (Kasus di Hutan Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Kadipaten, Kabupaten Majalengka) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Grey GW, FI Deneke. 1978. Urban Forestry. John Wiley and Sons. Gunawan W. 1999. Persepsi dan Perilaku Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sinarasa terhadap Pelestarian Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Air Sungai (Studi Kasus di DAS Kaligarang, Jawa Tengah) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Herman. 2005. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengguna Tanaman Obat di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Iksan P. 2008. Analisis Pencemar Udara ( ) dan pada Bulan Terbasah dan Terkering (Studi Kasus: DKI Jakarta) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Irwan ZD. 1979. Taman Pekarangan untuk Memenuhi Kebutuhan Rohaniah dan Jasmaniah. Surabaya: Mimbar Ilmiah IKIP. Irwan ZD. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Irwan ZD. 1994. Peranan Bentuk dan Struktur Hutan Kota terhadap Kualitas Lingkungan Kota [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Irwan ZD. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: Bumi Aksara. Kantor Desa Gunung Putri. 2009a. Laporan Tahunan Penduduk Desa Gunung Putri. Gunung Putri: Kabupaten Bogor. Kantor Desa Gunung Putri. 2009b. Pendataan Potensi Desa Gunung Putri Tahun 2008. Gunung Putri: Kabupaten Bogor. Koentjaraningrat. 1983. Metode- metode Penelitian Masyarakat. Jakarta. Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Loveless AR. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropika (Jilid ke-2). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
66
Munifah I. 2008. Perbedaan Konsentrasi Jerapan Timbal (Pb) pada Daun Glodokan (Polyalthia longifolia (Sonn.) Thwait) Berdasarkan Ketinggian Posisi Tajuk Pohon dan Lokasi yang Berbeda (Studi Kasus di Jalur Hijau Jalan A.Yani dan Jalan Prof. Moh. Yamin, Slawi, Kabupaten Tegal) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Prasetyo B. 2006. Struktur Komunitas dan Profil Vegetasi dalam Sistem Pekarangan di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Bogor [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Puskesmas Kecamatan Gunung Putri. 2009. Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Gunung Putri 2008 (Derajat Kesehatan Masyarakat). Jakarta: UPF Karanggan. Saragih GS. 2007. Sikap Masyarakat Kelurahan Pancoran Mas Terhadap Taman Hutan Raya Pancoran Mas, Depok [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sastrawijaya AT. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Satria N. 2006. Pendugaan Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) dari Sumber Garis (Transportasi) Menggunakan Box-Model ”Street Canyon” [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Sitompul SM dan Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Slamet JS. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung: Penerbit ITB. Soemarwoto O. 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Soerianegara I dan Andry I. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Suhariyono G. 2002. Korelasi Karakteristik Partikel Debu / dan Resiko Kesehatan Masyarakat di Rumah-Rumah Sekitar Industri Semen (Studi Kasus Pencemaran Udara di Pabrik Semen, Citeureup-Bogor) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
67
Sujarwo. 2004. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat Sekitar Hutan dalam Pelestarian Hutan (Kasus di Hutan Diklat Tabo-Tabo Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Tampang BL. 1999. Persepsi Mayrakat terhadap Pencemaran Udara dan Kebisingan Sumber Energi Diesel (Studi Kasus di PLTD Kodya Bitung Sulawesi Utara) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Tjasyono B. 1999. Klimatologi Umum. Bandung: Penerbit ITB. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika (Edisi ke-3). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wardhana WA. 1994. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Wawo MFC. 2009. Kemampuan Tiga Jenis Tanaman dalam Menjerap Debu (Studi Kasus di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Budiyono. 2006. Kajian Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota sebagai Sarana Ruang Publik (Studi Kasus Kawasan Sentra Timur DKI Jakarta). Makalah Pengantar Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. http://www.rudyct.com/PPS702ipb/12167/budiyono.pdf [21 Des 2009]. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2004. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan. http://www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF [17 Nov 2009]. [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Pedoman Penataan Ruang. http://www.penataanruang.net/pedoman/RTH/Bab3.PDF [21 Des 2009]. Gindo A, Budi H. 2008. Pengukuran Partikel Udara Ambien (TSP, PM10, PM2,5) di Sekitar Calon Lokasi PLTN Semenanjung Lemahabang [prosiding Seminar]. http://www.batan.go.id/ptlr/08id/files/u1/sntpl6/29_Agus_Gindo_penguku ran.pdf [21 Des 2009].
68
Kapisa N. 1984. Studi Tentang Hubungan Antara Tinggi Bebas Cabang, Diameter dan Volume Pohon Matoa (Pometia spp.), Kayu Besi (Intsia spp.), dan Nyatoh (Palaquium spp.) di Areal Hutan Mandopi KPH Manokwari [skripsi]. Papua: Fakultas Pertanian Universitas Cendrawasih. http://www.papuaweb.org/unipa/dlib-s123/kapisa- noak/s1.PDF [25 Juli 2009]. Prabu P. 2009. Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita. http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/12/klasifikasi- ispa-pada-balita/ [14 Agustus 2009]. Pudjiastuti W. 2002. Debu Sebagai Bahan Pencemar yang Membahayakan Kesehatan kerja. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Keseharan RI. http://www.depkes.co.id/download/debu.PDF [17 Nov 2009]. Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf [14 Agustus 2009]. Ruhiko. 2007. Penghijauan Kota (Bab IV). http://teknik.ums.ac.id/kuliah/ruhiko/file/A5-PDF-FINAL [21 Des 2009]. Subrata J. 1978. Koreksi Pengukuran Tinggi Pohon untuk Alat Ukur Christen dan Haga pada Jarak Bidik yang Berbeda di Hutan Tropika Basah Pasir Putih Bakaro Manokwari Irian Jaya. http://www.papuaweb.org/unipa/dlibs123/subrata/s1.PDF [04 Sept 2009]. Tinambunan RS. 2007. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/riswandiipbbab2.pdf [21 Des 2009]. Wood J. 2001. HemiView Application Note: Canopy LAI Calculation. ftp.dynamax.com/HemiView/LAI/Calculation_in_Excel/pdf [16 Juli 2009].
69
LAMPIRAN
70 Lampiran 1 Lembar pernyataan Tanggal pengisian: Jarak dari titik acuan: Kriteria vegetasi pekarangan: Sikap Masyarakat terhadap Fungsi RTH Pekarangan untuk Mereduksi Dampak Partikel Debu (Studi Kasus Di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Bogor)
Saya, Merzyta Septiyani, mahasiswa Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) sedang melakukan penelitian dalam rangka memenuhi tugas penyelesaian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada instansi terkait sebagai bahan acuan dalam usaha penanggulangan pencemaran udara akibat partikel debu. Untuk itu, saya mohon bantuan Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi lembar pernyataan ini secara teliti, sehingga jawaban yang diberikan merupakan gambaran yang sebenar-benarnya. Bapak/Ibu/Saudara tidak perlu mencantumkan identitas diri. Informasi ya ng diberikan melalui lembar pernyataan ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih. A. Berikan tanda ceklis (√) pada kotak jawaban yang dianggap benar 1. Umur 15-19 tahun 20-24 tahun 25-55 tahun > 55 tahun 2. Tingkat Pendidikan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat Perguruan Tinggi/Akademi 3. Jenis Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa Swasta Wiraswasta Pegawai Negeri 4. Lama tinggal sampai saat ini < 5 tahun 5-24 tahun > 24 tahun
TNI/ABRI/POLRI Ibu rumahtangga Tidak/belum bekerja Lainnya....................
71 B. Berikan tanggapan Bapak/Ibu/Saudara terhadap pernyataan-pernyataan berikut ini dengan membubuhkan tanda ceklis (√) pada kolom jawaban yang dianggap benar No.
Pernyataan SS
Sikap responden terhadap permasalahan lingkungan 1. Salah satu permasalahan lingkungan di Kec. Gunung Putri Bogor adalah menurunnya kualitas fisik lingkungan 2. Suhu udara di Kec. Gunung Putri Bogor setiap tahunnya mengalami kenaikan sehingga dirasakan tidak nyaman 3. Polusi udara yang diakibatkan oleh keg iatan industri, transportasi dan aktivitas penduduk lainnya dirasakan sangat memperihatin kan 4. Sumber zat pencemar di udara berupa gas dan debu dapat dihasilkan dari buangan limbah industri dan kegiatan transportasi Sikap responden terhadap keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) 5. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan di Kec. Gunung Putri Bogor adalah pembangunan kawasan industri yang kurang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan 6. Pembangunan kota telah mengorbankan sejumlah kawasan hijau 7. Pemerintah daerah setempat harus secepatnya mencari jalan keluar dalam mengatasi kerusakan lingkungan yang terjadi 8. RTH adalah bagian dari ruang terbuka kota yang pemanfaatannya lebih bersifat pada penghijauan tanaman secara alami/buatan 9. Hutan kota, taman kota, jalu r hijau, dan halaman/pekarangan ru mah adalah contoh bentuk (kategori) dari RTH 10. Ru mput, perdu dan pohon adalah beberapa komponen penyusun terbentuknya RTH 11. Selain menciptakan keserasian lingkungan hidup, pembangunan dan pemeliharaan RTH merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan hidup Sikap responden terhadap kondisi kesehatan akibat debu pencemar 12. RTH juga bermanfaat sebagai pengaman lingkungan dari pencemaran udara, misalnya RTH dapat menurunkan kadar debu di udara 13. Tingginya kadar debu di udara menyebabkan kondisi kesehatan masyarakat cenderung menurun 14. Debu pencemar yang beterbangan di udara bebas dapat menyebabkan iritasi pada mata dan men imbulkan sesak napas 15. Penyakit yang paling sering dialami masyarakat antara lain penyakit pernafasan, misalnya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Pneumokoniosis. 16. Tingginya kandungan debu di udara dapat juga disebabkan oleh limbah dari pabrik-pabrik d i sekitar kawasan serta padatnya transportasi yang menyebabkan debu tanah beterbangan 17. Vegetasi yang terdapat di dalam RTH dapat mereduksi (mengurangi) kandungan debu di udara Sikap responden terhadap RTH (ti pe pekarangan) bagi kesehatan 18. Untuk meningkat kan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta pemeliharaan RTH, pemerintah daerah setempat perlu melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM 19. Karena merupakan salah satu kategori RTH, sebaiknya masyarakat memiliki halaman/pekarangan ru mah yang hijau 20. Semakin hijau pekarangan rumah maka akan semakin besar kemungkinan terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh debu Keterangan: SS = Sangat Setuju S = Setuju R = Ragu-ragu
TS = Ti dak Setuju STS = Sangat Ti dak Setju
S
Tanggapan R TS
STS
Lampiran 2 Rekapitulasi hasil inventarisasi vegetasi pekarangan TSP Kontrol 500 m = 925,51 µg/Nm³ Jarak dari titik acuan 500 m
Plot contoh SR
TSP (µg/Nm³) 368,64
Jarak dari titik acuan 500 m
Plot contoh R
TSP (µg/Nm³) 398,86
Jarak dari titik acuan 500 m
Plot contoh TR
TSP (µg/Nm³) 544,78
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3
Nama Lokal Kelengkeng Jambu air Nyamplung Meranti Mangga Melinjo Kersen Jati Sengon Kedondong
Nama Lokal Jambu Biji Mangga Jambu air
No.
Nama Lokal
1 2
Rambutan Belimbing wuluh
Nama ilmiah Dimocarpus longan Syzygium samarangense Canophyllum inophyllum Shorea Leprosula Mangifera indica Gnetum gnemon Muntingia calabura Tectona grandis Paraserianthes falcataria Spondias dulcis
Nama ilmiah Psidium guajava Mangifera indica Syzygium samarangense
Nama ilmiah Nephelium lappaceum Averrhoa bilimbi
DBH (cm) 63,69 44,59 12,74 10,51 26,75 12,74 11,15 15,92 26,43 28,34
Luas Tajuk (m²) 173,09 157,00 100,48 39,25 100,48 25,12 47,49 39,25 47,49 35,42
DBH (cm) 10,00 28,66 25,48
Luas Tajuk (m²) 51,91 100,48 56,52
DBH (cm) 28,66 22,29
Luas Tajuk (m²) 106,86 47,49
LAI 0,93 1,24 0,45 1,93 1,52 1,24 0,66 0,34 0,43 0,09
LAI 0,59 1,48 0,49
LAI 1,22 0,81
Tinggi Pohon (m) 13,00 12,00 6,00 5,00 6,00 7,00 8,00 8,00 14,00 18,00
Tinggi Pohon (m) 5,00 8,50 9,00
Tinggi Pohon (m) 8,00 6,00
72
TSP Kontrol 1000 m = 3194,74 µg/Nm³ Jarak dari titik acuan 1000 m
Plot contoh SR
TSP (µg/Nm³) 124,93
Jarak dari titik acuan 1000 m
Plot contoh R
TSP (µg/Nm³) 230,24
Jarak dari titik acuan 1000 m
Plot contoh TR
TSP (µg/Nm³) 337,57
No. 1 2
Nama Lokal Rambutan Jambu air
No. 1 2 3 4
Nama Lokal Mangga Mangga Rambutan Rambutan
No. 1 2 3
Nama Lokal Rambutan Mangga Dadap
Keterangan : TSP = Total Suspended Particle matter (µg/Nm³) DBH = Diameter setinggi dada (cm) LAI = Leaf Area Index (Indeks area daun)
Nama ilmiah Nephelium lappaceum Syzygium samarangense
Nama ilmiah Mangifera indica Mangifera indica Nephelium lappaceum Nephelium lappaceum
Nama ilmiah Nephelium lappaceum Mangifera indica Erythrina variegata
DBH (cm) 47,77 38,85
Luas Tajuk (m²) 100,48 157,00
DBH (cm) 28,03 10,55 12,42 10,60
Luas Tajuk (m²) 71,53 28,36 82,52 76,93
DBH (cm) 28,66 17,83 8,92
Luas Tajuk (m²) 94,30 25,12 4,81
LAI 1,66 1,37
LAI 1,04 0,97 0,80 0,16
LAI 0,51 0,69 0,40
Tinggi Pohon (m) 14,00 12,00
Tinggi Pohon (m) 9,00 6,50 5,50 6,50
Tinggi Pohon (m) 5,00 4,00 8,00
Plot Contoh : SR = Sangat Rindang R = Rindang TR = Tidak rindang
73
Lampiran 3 Tabel data profil tajuk pohon a. Plot contoh “Sangat Rindang” pada jarak 500 m dari titik acuan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Lokal Kelengkeng Jambu air Nyamplung Meranti Mangga Melinjo Kersen Jati Sengon Kedondong
Nama Ilmiah Dimocarpus longan Syzygium samarangense Canophyllum inophyllum Shorea Leprosula Mangifera indica Gnetum gnemon Muntingia calabura Tectona grandis Paraserianthes falcataria Spondias dulcis
Posisi Pohon Tinggi Pohon X (m) Y (m) Tt (m) Tbc (m) 20 10 13 4 36 7 12 5 35 17 6 2 32 24 5 2 24 34 6 1,5 8 1 7 1,5 6 7 8 2 9 2 8 4,5 1 1 14 2 14 3 18 7
U-S (m) 10 10 11 5 10 5 5 5 6 6
Proyeksi Tajuk U-S (°) T-B (m) 45-225 11 20-200 10 30-210 5 30-210 5 30-210 6 25-205 3 35-215 6 20-200 5 40-220 5 45-225 3,5
T-B (°) 105-285 105-285 125-305 105-285 140-320 145-325 110-290 110-290 145-325 120-300
b. Pohon plot contoh “Rindang” pada jarak 500 m dari titik acuan No. 1 2 3
Nama Lokal Jambu Biji Mangga Jambu air
Nama Ilmiah Psidium guajava Mangifera indica Syzygium samarangense
Posisi Pohon X (m) Y (m) 10 12 2,5 7 4 1,5
Tinggi Pohon Tt (m) Tbc (m) 5 1,5 8,5 2,5 9 2
U-S (m) 4 8 5,5
Proyeksi Tajuk U-S (°) T-B (m) 5-185 7,5 25-205 8 50-230 6,5
T-B (°) 150-330 100-280 160-340
U-S (m) 9 5
Proyeksi Tajuk U-S (°) T-B (m) 45-225 7,5 5-185 6
T-B (°) 160-340 100-280
c. Plot contoh “Tidak Rindang” pada jarak 500 m dari titik acuan No. 1 2
Nama Lokal Rambutan Belimbing wuluh
Nama Ilmiah Nephelium lappaceum Averrhoa bilimbi
Posisi Pohon X (m) Y (m) 6 2,2 1 7,2
Tinggi Pohon Tt (m) Tbc (m) 8 2 6 2,5
74
d. Plot contoh “Sangat Rindang” pada jarak 1000 m dari titik acuan No. 1 2
Nama Lokal Rambutan Jambu air
Nama Ilmiah Nephelium lappaceum Syzygium samarangense
Posisi Pohon X (m) Y (m) 3 1,5 1 1
Tinggi Pohon Tt (m) Tbc (m) 14 2,5 12 2,5
Posisi Pohon X (m) Y (m) 10 0,5 13 5 11 1 12 1
Tinggi Pohon Tt (m) Tbc (m) 9 2,5 6,5 2 5,5 2 6,5 2,5
U-S (m) 7,5 10
Proyeksi Tajuk U-S (°) T-B (m) 45-225 8,5 25-205 10
T-B (°) 125-305 140-320
U-S (m) 7,5 4,5 7 7
Proyeksi Tajuk U-S (°) T-B (m) 30-210 6 30-210 4 25-205 7,5 30-210 7
T-B (°) 115-295 100-280 160-340 100-280
U-S (m) 8,5 4 1,5
Proyeksi Tajuk U-S (°) T-B (m) 20-200 7 25-210 4 20-200 2
T-B (°) 125-305 100-280 110-290
e. Plot contoh “Rindang” pada jarak 1000 m dari titik acuan No. 1 2 3 4 f.
Nama Lokal Mangga Mangga Rambutan Rambutan
Nama Ilmiah Mangifera indica Mangifera indica Nephelium lappaceum Nephelium lappaceum
Plot contoh “Tidak Rindang” pada jarak 1000 m dari titik acuan Posisi Pohon No. Nama Lokal Nama Ilmiah X (m) Y (m) 1 Rambutan Nephelium lappaceum 4 1 2 Mangga Mangifera indica 11 3 3 Dadap Erythrina variegata 13 2
Tinggi Pohon Tt (m) Tbc (m) 5 2 4 2 8 2
Keterangan: Tt = Tinggi total Tbc = Tinggi bebas cabang U-S (m) = Pan jang proyeksi tajuk Utara ke Selatan T-B (m) = Pan jang proyeksi tajuk Timu r ke Barat U-S (°) = Arah proyeksi taju k Utara ke Selatan T-B (°) = Arah proyeksi taju k Timur ke Barat
75
76
Lampiran 4 Diagram profil vertikal dan horizontal vegetasi pekarangan 1. Plot contoh “Sangat Rindang (SR)” pada jarak 500 m dari titik acuan
Keterangan: 1. Dimocarpus longan
6.
2. Syzygium samarangense 3. Canophyllum inophyllum
7. Muntingia calabura 8. Tectona grandis
4. Shorea Leprosula
9. Paraserianthes falcataria
5. Mangifera indica
10. Spondias dulcis
Gnetum gnemon
77
2. Plot contoh “Rindang (R)” pada jarak 500 m dari titik acuan
Keterangan: 1. Psidium guajava
2. Mangifera indica
3. Syzygium sa marangense
78
3. Plot contoh “Tidak Rindang” pada jarak 500 m dari titik acuan
Keterangan: 1. Nephelium lappaceum
2. Averrhoa bilimbi
79
4. Plot contoh “Sangat Rindang (SR)” pada jarak 1000 m dari titik acuan
Keterangan: 1. Nephelium lappaceum 2. Syzygium samarangense
80
5. Plot contoh “Rindang” pada jarak 1000 m dari titik acuan
Keterangan: 1 dan 2 = Mangifera indica 3 dan 4 = Nephelium lappaceum
81
6. Plot contoh “Tidak Rindang” pada jarak 1000 m dari titik acuan
Keterangan: 1. Nephelium lappaceum 2. Mangifera indica 3. Erythrina variegata
82
Lampiran 5 Hasil uji korelasi Pearson dan analisis regresi linear sederhana A. Hasil uji korelasi Pearson antara jarak pengukuran dengan nilai konsentrasi partikel debu (TSP) di udara Correlations JAR AK JAR AK
TSP
Pearson Correlation
1
TSP ,218
Significance(2-tailed) N
.
,604
8
8
Pearson Correlation Significance(2-tailed)
,218 ,604
1 .
8
8
N
B. Hasil uji korelasi Pearson antara luas proyeksi tajuk (L_TAJUK) dengan konsentrasi partikel debu (TSP) di udara 1. Jarak pengukuran 500 m Correlations TSP TSP
L_TAJUK
Pearson Correlation Significance(2-tailed)
L_TAJUK 1
-.709
.
.291
N Pearson Correlation
4 -.709
4 1
Significance(2-tailed) N
.291 4
. 4
2. Jarak pengukuran 1000 m Correlations TSP TSP
L_TAJUK
Pearson Correlation
1
L_TAJUK -.885
Significance(2-tailed) N
. 4
.115 4
Pearson Correlation Significance(2-tailed)
-.885 .115
1 .
4
4
N
83
C. Hasil uji korelasi Pearson dan analisis regresi linear sederhana terhadap nilai Leaf Area Index (LAI) dengan konsentrasi partikel debu (TSP) di udara Correlations 1.
Jarak pengukuran 500 m Correlations TSP TSP
Pearson Correlation Significance(2-tailed)
LAI
LAI 1 .
-.726 .274
N Pearson Correlation
4 -.726
4 1
Significance(2-tailed)
.274 4
. 4
N
2. Jarak pengukuran 1000 m Correlations TSP TSP
LAI
Pearson Correlation
1
LAI -.908 (*)
Significance(2-tailed) N
.
.092
4
4
Pearson Correlation Significance(2-tailed)
-.908 .092
1 .
4
4
N * Correlation at 0.1(2-tailed)
Regression (1000 m) ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares Regression Residual
df
Mean Square
5452024,007
1
5452024,007
1158785,940
2
579392,970
6610809,947 a Predictors: (constant) LAI... b Dependent Variable: TSP
3
Total
F 9,410
Significance ,092(a)
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model
t B
1
Std. Error
(Constant)
2762,443
696,828
LAI
-944,893
308,028
a Dependent Variable: TSP
Significance
Beta -,908
3,964
,058
-3,068
,092
84
D. Hasil uji korelasi Pearson dan analisis regresi linear sederhana terhadap tinggi total pohon (TT) dengan konsentrasi partikel debu (TSP) di udara Correlations 1. Jarak pengukuran 500 m Correlations TSP TSP
TT
Pearson Correlation Significance(2-tailed) N Pearson Correlation
TT
1 .
-.979(*) .021
4 -.979(*)
4 1
.021 4
. 4
Significance(2-tailed) N * Correlation at 0.1(2-tailed)
2. Jarak pengukuran 1000 m Correlations TSP TSP
TT
TT
Pearson Correlation Significance(2-tailed)
1 .
-.830 .170
N Pearson Correlation
4
4
-.830
1
.170 4
. 4
Significance(2-tailed) N
Regression (500 m) ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
188407,426 8005,311 196412,737
Mean Square 1 2 3
188407,426 4002,655
F 47,071
Significance ,021(a)
a Predictors: (constant) TT... b Dependent Variable: TSP Coefficients(a) Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model 1
t (Constant)
B 920,403
Std. Error 61,389
TT
-59,662
8,696
a Dependent Variable: TSP
Significance
Beta -,979
14,993
,004
-6,861
,021
85
Lampiran 6 Karakteristik dan sikap responden No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Jarak (m) 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Usia 20 – 24 > 55 25 - 55 25 - 55 25 - 55 15 – 19 15 – 19 15 – 19 > 55 20 – 24 25 - 55 25 - 55 25 - 55 25 - 55 20 – 24 20 – 24 25 - 55 25 - 55 > 55 25 - 55 25 - 55 > 55 25 - 55 25 – 55 25 - 55 15 – 19 25 – 55 > 55 25 – 55 > 55 25 - 55 25 - 55 > 55 > 55 > 55 > 55 > 55 > 55 25 – 55 25 - 55 15 – 19 25 - 55 25 - 55
Lama Tinggal > 24 > 24 > 24 > 24 > 24 <5 <5 <5 > 24 > 24 5 - 24 5 - 24 > 24 > 24 > 24 <5 5 - 24 > 24 > 24 > 24 > 24 > 24 > 24 <5 5 - 24 5 - 24 <5 > 24 > 24 > 24 > 24 5 - 24 > 24 > 24 > 24 > 24 > 24 > 24 > 24 > 24 5 - 24 > 24 > 24
Pekerjaan Industri Industri Wiraswasta Ibu ru mah tangga Industri Industri Industri Wiraswasta Tidak bekerja PNS Ibu ru mah tangga Ibu ru mah tangga Industri Wiraswasta Industri Industri Wiraswasta Ibu ru mah tangga Wiraswasta Ibu ru mah tangga Tidak bekerja Wiraswasta Industri Wiraswasta Wiraswsata Industri Wiraswasta Ibu ru mah tangga Ibu ru mah tangga Ibu ru mah tangga Ibu ru mah tangga POLRI PNS PNS PNS PNS PNS Ibu ru mah tangga PNS Ibu ru mah tangga Pelajar PNS Wiraswasta
Pendi dikan Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi SD SMU SMP SMP SMU SMP SMU SMP SMU SMU SMU Perguruan Tinggi SMU SMP SMP SD SD SMP SMU SMU SMP SMP SMP SMP SD SMU SD SD SMU SMU SMU SMU SMU SMU SD SMU SMU SMP SMU SD
Sikap Baik Baik Baik Baik Sedang Sedang Baik Sedang Baik Baik Sedang Baik Sedang Baik Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Sedang Baik Sedang Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
86
Lampiran 7 Hasil uji korelasi Spearman A. Hasil uji korelasi Spearman antara kelas umur responden dengan sikap yang terbentuk terhadap RTH pekarangan Non Parametric Correlation Correlations SIKAP Spearman's rho
SIKAP
Correlation Coefficient Significance (2-tailed) N
UMUR
Correlation Coefficient Significance (2-tailed)
UMUR
1,000 . 43
,371(*) ,014 43
,371(*)
1,000
N
,014
.
43
43
* Corr. is significant at .10 level 2-tail...
B. Hasil uji korelasi Spearman antara lama tinggal responden dengan sikap yang terbentuk terhadap RTH pekarangan Non Parametric Correlations Correlations
Spearman's rho
SIKAP
LM_TGL
Correlation Coefficient
SIKAP 1,000
LM_TGL ,395(**)
Significance (2-tailed) N
. 43
,009 43
Correlation Coefficient Significance (2-tailed)
,395(**) ,009
1,000 .
43
43
N ** Corr. is significant at .10 level 2-tail...
C. Hasil uji korelasi Spearman antara pekerjaan responden dengan sikap yang terbentuk terhadap RTH pekarangan Non Parametric Correlations Correlations SIKAP Spearman's rho
SIKAP
PKERJAAN
Correlation Coefficient
PKERJAAN
Significance (2-tailed)
1,000 .
,475(**) ,001
N Correlation Coefficient
43 ,475(**)
43 1,000
Significance (2-tailed)
,001
.
43
43
N ** Corr. is significant at .10 level 2-tail...
87
D. Hasil uji korelasi Spearman antara pendidikan formal responden dengan sikap yang terbentuk terhadap RTH pekarangan Non Parametric Correlations Correlations SIKAP Spearman's rho
SIKAP
PNDIDIKN
PNDIDIKN
Correlation Coefficient Significance (2-tailed)
1,000 .
-,033 ,832
N Correlation Coefficient
43 -,033
43 1,000
Significance (2-tailed) N
,832 43
. 43
88
Lampiran 8 Peta lokasi pengambilan sampel
Lampiran 9 Hasil analisis sampel partikel debu pada setiap plot contoh A. Hasil analisis sampel partikel debu pada jarak pengukuran 500 m Plot Contoh K TR R SR
Nomor Contoh 2240 2238 2237 2239
W1 (gram) 0,6567 0,6511 0,6475 0,6405
W2 (gram) 0,7058 0,6709 0,6691 0,6695
W2 -W1 (gram) 0,0491 0,197 0,0216 0,0290
Q1 (m3 ) 0,930 0,930 0,930 0,930
Q2 (m3 ) 0,930 0,930 0,930 0,930
Q1+Q2 2 0,937 0,935 0,934 0,936
P
T
T+273
V (m3 )
F,K
740 745 747 742
32,5 31 29,5 32,5
305,5 304 302,5 305,5
53,00 53,62 54,03 53,14
1000000 1000000 1000000 1000000
P
T
T+273
V (m3 )
F,K
742 747 742 745
32 30,5 32 31
305 303,5 305 304
53,23 53,85 53,23 53,62
1000000 1000000 1000000 1000000
TSP (µg/Nm3 ) 925,51 368,34 398,86 544,78
B. Hasil analisis sampel partikel debu pada jarak pengukuran 1000 m Plot Contoh K TR R SR
Nomor Contoh 2236 2233 2235 2234
W1 (gram) 0,6421 0,6418 0,6461 0,6424
W2 (gram) 0,8122 0,6542 0,6528 0,6605
Keterangan: K = Kontrol (Tanpa vegetasi) TR = Tidak Rindang R = Rindang SR = Sangat Rindang
W2 -W1 (gram) 0,1701 0,0124 0,0067 0,0181
W Q P V
Q1 (m3 ) 0,930 0,930 0,930 0,930
Q2 (m3 ) 0,930 0,930 0,930 0,930
Q1+Q2 2 0,933 0,930 0,932 0,931
= Berat filter (gram) = Laju alir volume (m3 /menit) = Tekanan barometik (Pa) = Volume udara (m3 )
TSP (µg/Nm3 ) 3194,74 230,26 124,93 337,57
T = Temperatur (ºC) T+273 = Temperatur (K) TSP = Konsentrasi partikel debu (µg/Nm3 )
89