Jurnal ilmiah kesehatan ,6 (1) ; Januari 2014
EVALUASI KEBERHASILAN INDIKATOR PROGRAM DESA SIAGA DI CIANGSANA, GUNUNG PUTRI, BOGOR , TAHUN 2013 Wiwit Wijayanti1, Munawaroh2 1
Program Studi Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas MH. Thamrin Alamat Korespondensi: Program studi kebidanan, Fikes MH.Thamrin, Jln. Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati Jakarta Timur 13550 Telp : 8096411 ext 1208
ABSTRAK Desa siaga merupakan upaya strategis dalam rangka percepatan pencapaian tujuan pembangunan milenium (Milenium Development Goals) dalam rangka peningkatan kualitas desa siaga guna mengakselerasi pencapaian target desa siaga aktif pada tahun 2015. Gerakan dan pembinaan desa siaga berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi indikator keberhasilan program desa siaga yang terdiri dari indikator input, indikator proses, indikator output dan indikator outcome di Ciangsana, Gunung Putri, Bogor tahun 2013. Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptive evaluative, dengan pengamatan observasional melalui wawancara mendalam dan Focus Group Discusion (FGD) untuk memberikan gambaran Evaluasi Indikator Keberhasilan Program Desa Siaga di Ciangsana, Gunung Putri, Bogor 2013. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara non probability sampling yaitu dengan teknik purposif sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala puskesmas, sekertaris desa, kepala bagian promosi kesehatan, ketua desa siaga, 2 orang bidan desa, 3 orang kader. Berdasarkan hasil evaluasi desa siaga di desa Ciangsana digolongkan pada strata desa siaga pratama hal ini dapat dilihat dari indicator input, proses, output dan outcome menunjukkan bahwa desa siaga di desa Ciangsana Kecamatan Gunung Putri belum berjalan dengan baik sehingga tidak ditemukan data di desa siaga meskipun sebenarnya semua kegiatan dilaksanakan, hanya saja masih dilakukan oleh masing-masing petugas tanpa adanya koordinasi yang baik. Untuk kedepan diharapkan perlu ditingkatkanya koordinasi antar institusi serta pemberdayaan masyarakat. Kata kunci : Desa Siaga, Ciangsana Pendahuluan Desa siaga merupakan strategi baru pembangunan kesehatan. Desa siaga lahir sebagai respon pemerintah terhadap masalah kesehatan di Indonesia yang tak kunjung selesai. Tingginya angka kematian ibu dan bayi, munculnya kembali berbagai penyakit lama seperti tuberkulosis paru, merebaknya berbagai penyakit baru yang bersifat pandemik seperti SARS, HIV/AIDS dan flu burung serta belum hilangnya penyakit endemis seperti diare dan demam berdarah merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia. Bencana alam yang sering menimpa bangsa Indonesia seperti gunung meletus, tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan kecelakaan massal menambah kompleksitas masalah kesehatan di Indonesia (Depkes, 2006). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VI II/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa siaga, desa siaga merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa siaga adalah suatu konsep peran serta dan pemberdayaan masyarakat di tingkat desa, disertai dengan
pengembangan kesiagaan dan kesiapan masyarakat untuk memelihara kesehatannya secara mandiri (Depkes, 2006). Untuk mengoptimalkan pelaksanaan Desa siaga salah satu diantaranya yaitu diperlukan keikutsertaan masyarakat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Keikutsertaan masyarakat dipengaruhi oleh sikap masyarakat yang berbeda-beda, yaitu sikap yang tidak mendukung dan sikap yang mendukung. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menghapus sikap yang tidak mendukung pada masyarakat antara lain melakukan musyawarah, seminar, lokakarya dan pelatihan-pelatihan pada masyarakat. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan apa itu desa siaga sehingga sikap masyarakat yang tidak mendukung bisa berubah menjadi mendukung terhadap pelaksanaan desa siaga. Jika masyarakat sudah mendukung desa siaga maka pelaksanaan desa siaga akan berjalan secara optimal (Aisyiah Ulfa, 2009). Prasetyo, 2008 dalam penelitiannya di desa Singosari untuk mendeskripsikan pelaksanaan desa siaga melalui 6 komponen desa siaga yaitu Poliklinik Kesehatan Desa (PKD), Forum Kesehatan Desa (FKD), Kegiatan Gotong Royong, Upaya Kesehatan, Pengamatan dan Pemantauan serta pembiayayaan kesehatan. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa Forum Kesehatan Desa (FKD) merupakan salah 40
Jurnal ilmiah kesehatan ,6 (1) ; Januari 2014 satu faktor penghambat dikarenakan struktur organisasi yang tidak efektif terutama pengurus laki-laki. Desa Taubatan kecamatan Miomafo Tengah kabupaten Timor Tengah Utara Nusa tenggara Timur merupakan salah satu contoh Desa Siaga berbasis budaya. Sejak dicetuskan oleh Thomas Laka yang juga sebagai kepala Puskesmas Bijaupasu pada pertengahan tahun 2011 terdapat perubahan utama yang dirasakan yaitu masyarakat merasa nyaman dan berpartisipasi secara aktif dalam melakukan persalinan di fasilitas kesehatan yang sebelumnya masyarakat lebih banyak memilih untuk bersalin di rumah dengan bantuan dukun dan keluarga. Sejak itu pula semua persalinan tidak lagi dilakukan dirumah sehingga tidak ada kematian ibu dan bayi pada tahun 2012 di desa Taubatan. Dengan adanya desa Siaga ini pihak yang paling diuntungkan adalah ibu-ibu dan bayi ( Dodo, 2011). Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan, dan lainlain, dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong royong. Pengembangan Desa Siaga mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa, menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat. Sebuah desa telah menjadi desa Siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yang dikelola oleh seorang bidan dan 2 orang kader. Untuk menuju Desa Siaga perlu dikaji berbagai kegiatan bersumberdaya masyarakat yang ada dewasa ini seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dana Sehat, Desa Siap-AntarJaga dan lain-lain, sebagai embrio atau titik awal pengembangan menuju Desa Siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi Desa Siaga akan lebih cepat bila di desa tersebut telah ada berbagai UKBM (Depkes RI, 2007). Menurut data dari Departemen Kesehatan RI, pada tahun 2008 jumlah Desa Siaga sudah mencapai 50% dari seluruh desa di Indonesia, sedangkan di Jawa Timur dari 9.324 desa sudah 8.477 (90,9%) desa yang di tetapkan menjadi Desa SiAGa (Depkes RI, 2008). Data dari Dinas Kesehatan tahun 2009 dari 467 desa di wilayah kabupaten sudah 467 (100%) desa yang di tetapkan sebagai Desa Siaga, 240 (51,39%) dalam tahap bina, 153 (32,76%) dalam tahap tumbuh dan 74 (15,85%) dalam tahap kembang. Di Kecamatan Kembangbahu semua desa yang berjumlah 18 desa sudah menjadi Desa Siaga, 3 (16,67%) dalam tahap tumbuh, dan 15 (83,33%) dalam tahap kembang. Salah satu upaya yang bisa dilakukan agar program Desa Siaga menjadi lebih efektif, perlu diadakan pelatihan pelaksanaan dan
pengembangan Desa Siaga, serta bila memungkinkan diberikan bantuan dana dari pemerintah untuk pengadaan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan Desa Siaga. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Evaluasi terhadap Program Desa Siaga di Ciangsana, Gunung Putri, Bogor 2013 . Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengevaluasi indikator keberhasilan desa siaga yang terdiri dari indikator input, indikator proses, indikator output dan indikator outcome di Ciangsana, Gunung Putri, Bogor tahun 2013. Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluative ( Evaluation study) yang dilakukan menilai suatu program yang sedang dilakukan secara objektif. Variabel yang dinilai disesuikan menurut indikator keberhasilan proses desa siaga Depkes RI 2006 yaitu indikator input, indikator proses, indikator out put dan indikator outcome. Penelitian dilksanakan di desa Ciangsana, Gunung Putri ,Bogor. Waktu penelitianya dari bulan September sampai dengan Desember 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh warga masyarakat desa Ciangsana, gunung putri,bogor. Sedangkan Sampel penelitian didapatkan dengan menggunakan teknik purposive sampling yakni pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu. Sampel penelitian didapatkan dengan menggunakan teknik purposive sampling yakni pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu. Pada penelitian ini, peneliti mengambil informasi 9 sampel dari Kepala Puskesmas Gunung Putri, Koordinator Program promosi kesehatan puskesmas Gunung Putri , sekertaris desa Ciangsana, Ketua desa siaga , 2 orang bidan desa dan 3 orang kader. Data dikumpulkan menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin dibantu dengan instrument panduan interview. Panduan interview disesuaikan untuk masing masing sampel sesuai dengan kapasitas dan peran sampel terhadap program desa siaga. Selain itu data juga diperoleh melalui focus grup discussion. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan teknik analisis kualitatif menggunakan proses berpikir induktif. Hasil Desa Ciangsana merupakan salah satu desa di wilayah kecamatan Gunung Putri, kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat dengan luas 861.722 Ha, dengan batas – batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan desa Bojongkulur, sebelah timur berbatasan dengan desa Limusnunggal , sebelah selatan berbatasan dengan desa nagrak dan sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Jati rangga kota bekasi/ kali Cikeas. Adapun jumlah penduduk Desa ciangsana sampai dengan Juli 2013 adalah 33.425 jiwa dengan jumlah 41
Jurnal ilmiah kesehatan ,6 (1) ; Januari 2014 penduduk laki –laki 17.130 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 16.295 Jiwa. Sedangkan jumlah kepala keluarganya adalah 8.750 kepala keluarga.
Ciangsana sedangkan informan yang lain melengkapi dan menguatkan hasil penelitian ini. a.
Indikator program desa siaga Pada penelitian ini informan utamanya adalah bapak tumpal SE, selaku ketua desa siaga karena informan ini sangat memahami tentang desa siaga di desa
Indikator Input Adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan yang telah diberikan dalam rangka pengembangan desa. Berdasarkan hasil penelitian dengan metode fokus disscusion group (FGD), dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Indikator keberhasilan desa siaga berdasarkan indikator input di desa Ciangsana, Gunung Putri,Bogor Indikator Masukan Hasil Observasi Kader desa Siaga Jumlah kader desa siaga di Ciangsana ada 5 orang namun tidak aktif dengan alasan kesibukan dan perekonomian, jadi untuk pelaksanaan kegiatan biasanya dibantu oleh kader posyandu yang tersebar di tiap RW (masing-masing 5 orang) Tenaga kesehatan di Desa ciangsana tidak memiliki poskesdes karena di desa tersebut sudah ada fasilitas poskesdes puskesmas pembantu yang fasilitasnya hampir sama dengan UPF sehingga tenaga kesehatan juga mencukupi mulai dari dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga analis kesehatan, ahli gizi semua tersedia. Sarana obat dan alat Obat dan alat tersedia dengan baik di puskesmas sederhana Posyandu Ada 32 posyandu yang aktif kecuali di perumahan kota wisata tidak berjalan karena kesibukan serta perekonomian dari masyarakat di sana sehingga lebih memilih ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dana operasional desa Tidak ada bantuan dana operasional dari pemerintah maupun desa sehingga dana siaga menggunakan swadaya murni masyarakat ( masyarakat tertentu) Pencatatan dan Belum memiliki pendokumentasian, kegiatan sudah dilaksanakan oleh masing-masing pemetaan masalah petugas namun tidak ada koordinasi sehingga pendokumentasian hanya ada di masingkesehatan masing petugas.
b. Indikator Proses Indikator proses ini dinilai dari keaktifan masyarakat dalam rangka pengembangan desa siaga seperti pengadaan forum masyarakat desa, fungsi kader desa
siaga, berfungsinya poskesdes, posyandu, penanggulangan penyakit , kunjungan rumah untuk kadarsi dan phbs serta rujukan penderita ke poskesdes. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel 2.
Tabel 2. Indikator keberhasilan desa siaga berdasarkan indicator proses di desa Ciangsana, Gunung Putri, Bogor Indikator proses Forum masyarakat desa Kader desa siaga Poskesdes
UKBM Kunjungan rumah
Rujukan
Hasil observasi Frekuensi pertemuan untuk FMD 1 bulan 1 kali, masalah yang dibahas tidak hanya masalah kesehatan tetapi permasalahan yang terjadi di desa tersebut Meskipun kader desa siaga tidak aktif namun kegiatan dapat terlaksana karena bantuan dari kader posyandu Poskesdes digantikan dengan Puskesmas, kegiatan berfungsi sebagaimana mestinya, antara lain sebagai tempat melayani pengobatan umum, tempat persalinan, imunisasi, penyuluhan tentang PHBS dan tumbuh kembang anak yang baik serta pemeriksaan laboratorium. upaya kesehatan berbasis masyarakat yang sudah ada di desa Ciangsana adalah posyandu balita , posyandu lansia, penyuluhan tentang PHBS yang rutin diadakan setiap bulan. kunjungan rumah rutin dilakukan oleh petugas kesehatan sebulan sekali untuk pemeriksaan kadarzi dan PHBS . Untuk meningkatkan hal tersebut maka diadakan penyuluhan oleh bidan desa serta kader –kader yang aktif System rujukan sudah dilaksanakan dengan baik, jika pasien yang tidak dapat ditangani oleh puskemas maka akan dirujuk ke rumah sakit pemerintah terdekat
42
Jurnal ilmiah kesehatan ,6 (1) ; Januari 2014
c.
Indikator output Adalah indicator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan desa siaga yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan di puskesmas, cakupan pelayanan kesehatan di UKBM, cakupan rumah tangga yang
mendapat promosi kesehatan untuk Kadarzi dan PHBS, jumlah kasus kegawatdaruratan dan kejadian luar biasa yang dilaporkan dan diatasi. Untuk hasil penelitianya dapat dilihat pada tabel 3, yaitu :
Tabel 3. Indikator keberhasilan desa siaga berdasarkan indicator output (keluaran) di desa Ciangsana, Gunung Putri, Bogor Indikator out put Hasil observasi Pelayanan yang diberikan di puskesmas antara lain untuk Cakupan pelayanan kesehatan di puskesmas pertolongan persalinan, kunjungan neonatus (KN2), pemeriksaan ibu hamil K1 dan K4, ibu yang memeiliki faktor resiko, dan kunjungan KB aktif. Cakupan pelayanan kesehatan di UKBM Masing –masing UKBM memberikan pelayanan sesuai dengan spesifikasinya masing-masing, misalnya posyandu lansia untuk yang ada melayani kesehatan pada lansia, posyandu balita untuk memberikan pelayanan kepada balita dan ibunya, sedangkan kader-kader memberikan penyuluhan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. Cakupan rumah tangga yang mendapatkan Promosi kesehatan dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh kader-kader dalam memberikan informasi mengenai promosi kesehatan untuk kadarzi dan PHBS kadarzi dan PHBS misalnya seperti pentingnya penggunaan garam beryodium dan penggunaan serta kebersihan jamban Jumlah kasus kegawatdaruratan dan kejadian Ditemukan kasus kegawatdaruratan dan klb yaitu banjir pada bulan Januari tahun 2013 di salah satu Rw di desa Ciangsana. luar biasa yang dilaporkan dan diatasi d.
Indikator Outcome/ dampak Adalah indicator yang mengukur seberapa besar dampak dari hasi kegiatan desa dalam rangka pengembangan desa siaga terdiri dari data jumlah penduduk yang sembuh/ membaik dari sakitnya, data
jumlah penduduk yang melaksanakan PHBS, data jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia, dan data balita dengan gizi buruk. Berdasarkan hasil penelitian diketahui keberhasilan desa siaga dapat dilihat pada tabel 4, yaitu :
Tabel 4. Indikator keberhasilan desa siaga berdasarkan indicator outcome (dampak) di desa Ciangsana, Gunung Putri, Bogor Indikator outcome Hasil observasi Jumlah penduduk yang sembuh/ membaik Penyakit yang sering terjadi di desa Ciangsana yaitu ISPA, hipertensi, rematik serta gastritis. dari sakitnya Jumlah penduduk yang melaksanakan PHBS, Kesadaran masyarakat tentang PHBS relative meningkat hal ini dapat dilihat dari masyarakat ciangsana seluruhnya menggunakan jamban Hasil diskusi dengan informan Ada 1 balita yang gizi buruk Jumlah balita dengan gizi buruk dengan komplikasi cerebral palsy di desa ciangsana tahun 2013 Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia Tidak ada kematian ibu yang melahirkan pada tahun 2013 Evaluasi merupakan bagian dari system managemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evalusi. Tanpa evalusi maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objekevaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Pada umumnya kegiatan evaluasi mencakup tiga pokok, yaitu kegiatan pada tahap persiapan, kegiatan pada tahap pelaksanaan dan hasilnya selain itu kita juga harus mengaetahui dampak dari kegiatan tersebut.kegiatan pada tahap penilaian adalah kegiatan akhir untuk
mengevaluasi seluruh kegiatan dalam rangka pencapaian hasil program (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan dari hasil penelitian pembentukan desa siaga di desa Ciangsana masih masuk tahapan pratama karena indicator input belum semuanya tersedia, seperti forum desa sudah ada, kader sudah ada namun tidak aktif , adanya kemudahan akses kesehatan dasar, usaha kesehatan berbasis masyarakat yang aktif hanya posyandu lansia dan balita, tidak adanya dukungan dana dari pemerintah desa dan kelurahan serta belum adanya 43
Jurnal ilmiah kesehatan ,6 (1) ; Januari 2014 sumber dana lain, belum adanya peraturan kepala desa/bupati/walikota sesuai dengan surat keputusan menteri kesehatan nomor 564/Menkes/SK/VII/1996 tentang pedoman pelaksanaan pengembangan desa siaga . Pencanangan desa siaga di desa ciangsana dilaksanakan pada tahun 2012 berarti masih dalam proses pembelajaran mengingat usianya yang masih relative muda apalagi pelatihan yang diberikan sangat terbatas (hanya 1 kali) tanpa adanya pembinaan lanjut yang harusnya dilaksanakan secara rutin dari dinas kesehatan sehingga kegiatan pendampingan ke desa siaga masih dinilai kurang oleh sebagian warga.untuk lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap program desa siaga ini pemerintah khususnya kementerian kesehatan harus membuat program yang berdasarkan usulan dan partisipasi masyarakat, karena masyarakat akan merasa memiliki dan menjaga program karena masyarakat menganggap bahwa program itu berasal dari mereka sendiri. Biasanya program yang langsung dari pusat itu memerlukan sosialisasi yang panjang untuk dapat diterima oleh masyarakat, karena kadang program itu tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat, serta masyarakat menganggap bahwaprogram tesebut mempunyai penyediaan dana yang besar, sehingga masyarakat kadang tidakmau bekerja kalau tidakdigaji, beda dengan program yang berasal dari partisipasi masyarakat , masyarakat melaksanakan dengan sukarela tanpa dibayar karena memang program dari masyarakat tidak memerlukan dana yang banyak. Hal ini sesuai dengan penelitian misnaniarti dkk (2011) yang menyatakan tentang keterbatasan pelatihan kader dan tenaga kesehatan di kabupaten Ogan Ilir oleh dinas kesehatan setempat. Dalam upaya mencapai visi dan misi desa siaga, kementerian kesehatan menetapkan rencana strategis salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global dalam memantapkan peran serta masyarakat dan swasta sebagai subjek atau penyelengara dan pelaku pembangunan kesehatan, meningkatkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat dan mensinergikan system kesehatan modern dan asli Indonesia, menerapkan promosi yang efektif. Sejauh ini pelaksanaan desa siaga di desa Ciangsana belum menekankan pada aspek pemberdayaan masyarakat padahal seharusnya apek pemberdayaan masyarakat memegang peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan desa siaga, menurut Misnaniarti(2011) penggunaan masyarakat dalam konteks pelayanan kesehatan mengandung makna bahwa hakikat dan pendekatan dalam pemberian pelayanan kesehatan yang semua berakibat pada kepentingan birokrasi atau berorientasi pada produsen berubah menjadi berorientasi pada konsumen yaitu masyarakat.
Desa siaga akan mendapatkan dana hibah (blok grant) setiap tahun dari DHS-2 guna mendukung kegiatanya, besarnya sesuai dengan proposal yang diajukan dan proposal tersebut sudah di review oleh dewan keesehatan desa, namun Dana operasional di desa ciangsana sampai dengan saat ini belum ada, kemudian biaya untuk kader yang bekerja setiap hari juga belum ada di alokasikan oleh Dinas kesehatan kota.itu pula yang menjadikan kader desasiaga tidak aktif, untuk itu kader harus mendapat perhatian khusus, dengan memberikan insentif agar motivasi kader tidak melemah, hal ini akan mengakibatkan turunya kinerja kader karena kader sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan desa siaga. Selain itu organisasi tidak akan berjalan dengan semestinya, begitu pula kegiatan- kegiatan akan terjadi kemunduran, hal ini terjadi karena belum terbentuknya organisasi desa siaga dengan maksimal sehingga tidak ada yang mengajukan proposal pengajuan bantuan dana ke pemerintah ataupun pihak swasta, hal ini juga disebabkan karena keterbatasan informasi dari masyarakat . Selain itu pembekalan untuk kader sangat diperlukan sehingga dalam penyampaian tidak mengalami hambatan atau kesalahan dalam memberikan informasi. Pengembangan yang diharapkan adalah bagaimana masyarakat mau dan mampu dalam mengatasi masalah kesehatan didesa ciangsana, kemauan masyarakat untuk berbuat hidup sehat sangat baik, namun hal ini sangat perlu bimbingan dan motivasi. Salah satu kegiatan pokok desa siaga adalah Surveilans dan pemetaan , setiap ada masalah kesehatan di rumah tangga akan dicatat dalam kartu sehat keluarga. Selanjutnya, semua informasi tersebut akan direkapitulasi dalam sebuah peta desa (spasial) dan peta tersebut dipaparkan di poskesdes. Sebenarnya kegiatan ini sudah kegiatan dilaksanakan secara baik di desa Ciangsana, hanya saja dilakukan oleh masingmasing petugas tanpa adanya koordinasi antar instansi sehingga pendokumentasian dalam program desa siaga di Ciangsana masih belum lengkap hal ini diakibatkan oleh koordinasi yang kurang dari berbagai pihak sehingga masing-masing data dipegang oleh petugasnya , tentu saja hal ini akan menjadi masalah dalam pengembangan desa siaga selanjutnya sehingga kita tidak dapat menilai seberapa besar dampak positif kegiatan ini bagi masyarakat sekitar. Kenyataan dilapangan selama ini bahwa ketua ataupun kader dari desa siaga tidak melaporkan tentang kegiatan program desa siaga. Hal ini juga dibenarkan dari pernyataan informan yang diwawancarai bahwa selama pencanangan desa siaga di desa ciangsana belum pernah mengirimkan laporan ke tingkat puskesmas. Kesimpulan Hasil penelitian di desa Ciangsana menunjukkan bahwa desa siaga yang ada pada tahapan pratama mengingat belum terbentuknya organisasi dengan 44
Jurnal ilmiah kesehatan ,6 (1) ; Januari 2014 baik, tidak adanya pelatihan yang rutin dari pemerintah, dan tidak adanya sumber dana yang jelas untuk pembentukan desa siaga tersebut. Pembentukan desa siaga belum secara sepenuhnya memanfaatkan potensi dari berbagai kegiatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang ada, serta pemberdayaan masyarakat belum berjalan optimal dilihat dari belum adanya dana operasional. Berdasarkan hasil evaluasi indikator input pengadaan dana operasional, pendokumentasian serta pemetaan masalah belum dilaksanakan dengan baik, untuk itu perlu ditingkatkanya koordinasi antara petugas kesehatan dengan pengurus desa siaga. Hasil evaluasi indikator proses, output dan outcome menunjukkan bahwa desa siaga belum berjalan dengan baik sehingga tidak ditemukanya data di desa siaga meskipun sebenarnya semua kegiatan dilaksanakan hanya saja masih dilakukan oleh masing-masing petugas (petugas puskesmas dan petugas desa) tanpa adanya koordinasi yang baik.
Saran 1. Pemerintah dalam melaksanakan program, khususnya dibidang kesehatan jangan hanya berdasarkan SK(surat keputusan) saja tetapi kedepanya diharapkan berdasarkan keinginan masyarakat sendiri akan kebutuhan kesehatan didaerahnya. 2. Pemerintah dalah hal ini dinas kesehatan dan puskesmas hendaknya lebih meningkatkan sosialisasi desa siaga ke masyarakat, agar masyarakat lebih mengerti dan dapat berpartisipasi secara aktif 3. Pemerintah dalah hal ini dinas kesehatan dan puskesmas perlu mengadakan pelatihan rutin serta pembentukan organisasi sehingga masing-masing pengurus mengetahui tugasnya dengan baik agar desa siaga dapat berjalan. 4. Perlu diadakanya koordinasi antar institusi di desa Ciangsana sehingga semua kegiatan dan pelaporan dapat berjalan dengan baik. 5. Perlu diadakan Pengajuan bantuan dana ke pemerintah atau swasta untuk pembentukan desa siaga.
Daftar Pustaka Depkes RI. 2006. Kebijakan Pengembangan Desa Siaga. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.
Prasetya, Budi, 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program Desa Siaga di Desa Singosari kecamatan Mojosongo kabupaten Boyolali, skripsi.
Depkes RI.2006. Pedoman pelaksanaan desa siaga. Jakarta.
Ridwan, 2012. Analisis Faktor Penghambat Tidak Berhasilnya Desa Siaga di Desa Tongko
Depkes RI. 2007. Kajian Kesiapan Petugas dan Masyarakat dalam Pengembangan Desa Siaga. Pusat Kajian Pembangunan Kesehatan.
Kecamatan Lage Kabupaten Poso. Tesis, Universitas Hasanudin, Makasar.
Depkes RI. 2008. Pedoman Pengembangan Model Operasional Desa Siaga. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.
Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/ Menkes/SK/ VIII/2006 tentang pedoman pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga. 2006.
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengembangan Model Operasional Desa Siaga. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. Depkes RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan Republik Indonesia.. Dodo, Diminirsep Ovidius. 2011. Implementasi Desa Siaga Berbasis Kearifan Budaya di Desa Taubatan Nusa Tenggara Timur Misniarti. 2011. Kajian Pengembangan Desa Siaga di Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal manajemen kesehatan vol 2 Juni 2011. Abdus, Muhammad. 2011. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan desa siaga di desa Tumbukan banyu kecamatan daha selatan kabupaten Hulu sungai selatan propinsi Kalimantan selatan. Tesis. Noto atmodjo,soekidjo.2003. ilmu kesehatan masyarakat (prinsip-prinsip dasar). PT rineka. Jakarta 45