JURNAL MONITORING DESA SIAGA Volume 1. SKRIPSI
16 Desember 2016
MONITORING PELAKSANAAN DESA SIAGA KESEHATAN OLEH DINAS KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014-2015 Muhammad Akbar Maulana 20130520037 Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRAK Program Desa Siaga Kesehatan adalah sebuah inisiasi program dari Kementrian Kesehatan pada tahun 2006. Inti kegiatan Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mendeskripsikan proses yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dalam monitoring pelaksanaan program Desa Siaga Kesehatan pada tahun 2014-2015, 2) mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi dalam proses monitoring pelaksanaan Desa Siaga yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2014-2015. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara langsung dengan narasumber, Observasi melihat kondisi di lapangan, dan Dokumentasi melalui laporan dan data-data yang ada terkait Desa Siaga. Dengan teknik analisis data kualitatis model air (flow model) yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan hasil bahwa proses monitoring pelaksanaan Desa Siaga Kesehatan oleh dinas Kesehatan Kabupaten Sleman pada tahun 2014-2015 sudah berjalan baik. Proses pelaksanaan monitoring yang dilakukan Dinas Kesehatan Sleman telah sesuai dengan metode yang dikemukakan oleh Kusek yaitu Ten Steps to a Result-Based Monitoring And Evaluation System atau yang lebih sering disebut teori Result Based Monitoring/RBM terkait langakah-langkah dalam melakukan monitoring dan hal tersebut sesuai dengan teori yang digunakan oleh peneliti.
A. Latar Belakang Mengingat kesehatan dalam pembangunan kesejahteraan sosial hubungannya sangat erat kaitannya karena untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pembangunan kesejahteraan sosial di dalamnya mencakup berbagai unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan berbagai kehidupan masyarakat seperti kesehatan, jaminan sosial, pendapatan, pendidikan, dan budaya, maka pembangunan kesehatan
yang ditujukan untuk mengusahakan kesempatan yang lebih luas bagi setiap warga negara untuk mendapatkan derajat kesehatan yang sebaik-baiknya, adalah merupakan salah satu perwujudan daripada usaha mencapai keadilan sosial. Bersamaan dengan itu arah usaha ditujukan agar penyediaan pelayanan yang lebih meluas dan lebih merata agar dapat terjangkau oleh kemampuan masyarakat.
Pada intinya pembangunan kesejahteraan sosial diarahkan pada tercapainya kondisi keberfungsian sosial yaitu kemampuan seseorang untuk melaksanakan peran, fungsi, dan tugas sebagaimana yang diharapkan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya serta kemampuan untuk memecahkan persoalan hidup dan mampu bertahan dalam menghadapi masalah kesehatan. Melihat banyaknya masalah kesehatan menjadikan manusia belum dapat menjalankan kehidupannya dengan produktif. Hal ini dapat dilihat dari fenomena kesehatan dunia (global health issues) yang terus meningkat. Fenomena kesehatan global merupakan gangguan fisik, mental, maupun kesejahteraan sosial yang meliputi seluruh dunia (Tisnohadi, 2003:10). Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan global antara lain: pola hidup, status ekonomi, lingkungan sosial, sistem komunikasi, dan informasi, serta psikologis atau kejiwaan. Dan sedangkan masalah kesehatan pada masyarakat di negara berkembang khususnya Indonesia yaitu terbagi menjadi beberapa kelompok, antara lain: masalah perilaku kesehatan, lingkungan, genetik, dan pelayanan kesehatan yang akan meningkat ke masalah kesehatan ibu dan anak, masalah gizi dan beragam penyakit baik menular atau tidak menular (Doc. Laporan Dinkes Sleman 2014). Melihat semakin kompleksnya permasalahan kesehatan tersebut maka ini menjadi tugas konstitusi dan non konstitusi. Menurut Undang-Undang Tahun 1945 permasalahan sosial termasuk kesehatan pada pasal 34 ayat 3 bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (UUD 1945, Pasal 34: ayat 3). Atas dasar tersebutlah maka pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan membentuk Desa Siaga, yang merupakan gambaran masyarakat yang sadar mau, dan mampu untuk mencegah
dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), Kurang Gizi, Kejadian bencana, Kecelakaan dan lainnya dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong (Riasmini, 2007). Inti kegiatan Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses identifikasi masalah hingga upaya pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Seperti yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Kesehatan dalam melakukan pemberdayaan masyarakatnya menerapkan salah satu program yaitu Promosi Kesehatan. Pengembangan Desa Siaga Kesehatan melalui program promosi kesehatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman ini telah dimulai sejak tahun 2012, tepatnya di Desa Sidokarto, Kecamatan Godean. Yang mana dalam perjalanannya Desa Sidokarto ini berhasil mendapatkan predikat sebagai Desa Siaga Aktif Mandiri dalam perlombaan Desa Siaga Tingkat Nasional tahun 2015. Dan harapannya perkembangan dan keberhasilan ini dapat berkembang di seluruh Desa di Kabupaten Sleman. Lemahnya kemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan, yang tercermin antara lain terjadi keterlambatan dalam mengenal tanda bahaya penyakit yang berakibat juga pada keterlambatan dalam mengambil keputusan (decision making) untuk berobat dan merujuk ke fasilitas kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota). Masih tingginya angka kematian ibu dan anak (AKI) di Kabupaten Sleman dimana pada tahun 2014 dari 14.225 kelahiran jumlah kematian ibu melahirkan mencapai 12
kasus dan 67 bayi meninggal saat dilahirkan. Sedangkan pada tahun 2015, dari 14.134 kelahiran terdapat 4 kasus ibu meninggal saat melahirkan dan 51 bayi meninggal saat dilahirkan. Dari jumlah tersebut kasus kematian ibu melahirkan dan bayi yang dilahirkan dapat ditekan cukup signifikan, namun perlukan tindakan lebih lanjut untuk menangani permasalahan tersebut melalui Desa Siaga yang ada di setiap Desa di Kabupaten Sleman (Laporan Dinkes Sleman 2015). Selain angka kematian ibu dan anak, di Kabupaten Sleman juga masih terdapat cukup tinggi kasus Kurang Gizi meski masih di bawah angka rata-rata nasional, kasus bayi stunting atau tumbuh pendek masih menjadi permasalahan serius di Kabupaten Sleman. Kurangnya asupan gizi bagi ibu hamil diindikasikan menjadi pemicu awal bayi stunting. Pemenuhan gizi bagi ibu hamil yang tidak optimal sangat riskan mempengaruhi tumbuh kembang bayi, baik saat masih janin maupun dilahirkan. Pada Tahun 2013 dari sejumlah 60.825 balita terdapat 6,89% atau sekitar 4.191 balita yang terkena stunting. Sedangkan padatahun 2014 dari sejumlah 59.049 balita terdapat 6,64% atau sekitar 3.921 balita yang terkena stunting. Dan pada tahun 2015 dari sejumlah 56.071 balita terdapat 6,71% atau sekitar 3.762 balita yang terkena stunting (dinkes.slemankab.go.id). Sementara itu terdapat budaya masyarakat untuk meminta nasihat kepada anggota keluarga yang dituakan atau tokoh masyarakat yang dipandang sebagai sumber rujukan nasihat dan pandangan kehidupan. Namun karena keterbatasan pengetahuan yang dituakan dan tokoh masyarakat tersebut, maka keputusan berobat dan/atau merujuk terlambat diambil (Laporan Dinkes Sleman 2015). Dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat agar dapat mengidentifikasi permasalahan kesehatannya sendiri melalui desa siaga yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
tersebut yang melatarbelakangi penelitian ini untuk mengkaji bagaimana monitoring Dinas Kesehatan atas Desa Siaga yang telah dibentuk, dan program-program dalam pemberdayaan masyarakat tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana monitoring Pelaksanaan Desa Siaga Kesehatan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2014-2015? 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi dalam penyelenggaraan monitoring Pelaksanaan Desa Siaga Kesehatan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2014-2015? C. Kerangka Dasar Teori Monitoring Kebijakan. Monitoring secara luas diakui sebagai suatu elemen yang krusial dalam pengelolaan dan implementasi project, program, dan kebijakan baik dalam organisasi sektor privat maupun publik sama seperti halnya dengan evaluasi. Menurut Hogwood fan Gunn (1989) dalam diktat MIP monitoring adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan yang meliputi keterkaitan antara implementasi dan hasil-hasilnya (outcomes) (mip.umy.ac.id. 2015). Monitoring menurut Dunn monitoring adalah mengamati, menyupervisi, dan lebih memperhatikan jenis serta tingkat penilaian tertentu untuk mengawasi bahwa implementasi sesuai dengan kebijakan yang dirumuskan. Monitoring terkadang dinamakan sebagai “evaluasi yang sedang berlangsung” atau “evaluasi formatif” (William Dunn. 2001). Monitoring adalah serangkaian aktivitas untuk mengetahui: 1. Apakah program atau kegiatan yang dilakukan telah berjalan sesuai dengan direncanakan? 2. Adakah hambatan yang terjadi? 3. Bagaimana pelaksana mengatasi hambatan tersebut dan siapa pihak yang bertanggungjawab?
Monitoring dilakukan ketika sebuah kebijakan sedang diimplementasikan. Monitoring adalah aktivitas yang ditujukan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari suatu kebijakan atau program atau kegiatan yang sedang diimplementasikan (Suharno. 2008:113114). D. Definisi Operasional Dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana proses monitoring palaksanaan Desa Siaga Kesehatan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman pada tahun 2014-2015, penulis merujuk pada teori Ten Steps to a Result-Based Monitoring oleh Jody Zall Kusek Ray C. Rist yaitu Ten Step dalam monitoring, yang semulanya terdapat 6 poin langkah dalam melakukan monitoring kemudian peneliti mengkerucutkan menjadi 4 poin langkah yang lebih spesifik karena terdapat kesinambungan jalannya poin langkah 3 dan 4 yaitu terkait dalam memilih indikator kunci dan kemudian mengetahui pencapaian indikator kunci tersebut yang kemudian untuk melaksanakan perbaikan program atau kebijakan tersebut, sehingga dalam penelitian ini digunakan beberapa indikator untuk menganalisis dalam proses monitoring, adapun indikatornya adalah sebagai berikut: 1. Peran Dinas Kesehatan dalam Proses Monitoring a. Persiapan dalam pelaksanaan proses monitoring b. Menetapkan target pencapaian monitoring c. Penilaian terhadap indikator pencapaian d. Laporan pencapaian dalam monitoring 2. Faktor yang mempengaruhi proses monitoring. Dalam penentuan faktor yang mempengaruhi ini dapat dilihat dari 2 arah yaitu: a. Faktor internal: yakni berupa kebijakan yang telah ditetapkan, petugas yang melaksanakan tugas dilapangan, dan anggaran.
b. Faktor eksternal: yakni kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dilokasi pelaksanaan program, pemahaman dan penerimaan masyarakat terkait program yang akan dilaksanakan, saranaprasarana pendukung dan anggaran. E. Metode Penelitian Jenis Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Penelitian mengenai monitoring Pelaksanaan Desa Siaga Kesehatan ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif karena bertujuan untuk mengangkat fakta, keadaan, dan fenomena-fenomena yang kompleks dan dinamis, sehingga peneliti mampu memahami situasi sosial secara mendalam. Penelitian deskriptif menyajikan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi, sikap dan pandangan yang ada di masyarakat, untuk kemudian titafsirkan secara deskriptif sesuai dengan rumusan masalah, tujuan, dan indikator yang digunakan terkait monitoring Desa Siaga Kesehatan. Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Sleman tepatnya pada Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan Desa Siaga Kesehatan yang telah dilakukan pembinaan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman untuk menghimpun data terkait dan sejauh mana pelaksanaan monitoring Desa Siaga Kesehatan di Kabupaten Sleman. Pembahasan Program Desa Siaga adalah sebuah kegiatan revitalisasi dari PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) yang di inisiasikan oleh Pemerintah Pusat namun kegiatan atau program tersebut tidak berjalan maksimal dalam proses pelaksanaannya, dan kemudian pada tahun 2006 Pemerintah Pusat membuat sebuah program yang dinamakan Desa Siaga. Di Kabupaten Sleman sendiri
awal mulanya hanya terdapat di dua Desa yang kemudian dengan perkembangannya hingga sekarang sudah terlaksana di 86 Desa di Kabupaten Sleman yang ditandai dengan adanya Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) (Hasil wawancara dengan Indah S.KM, Kepala Seksi Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat dan Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Sleman pada tanggal 19/102016 di Kantor Dinas Kesehatan Sleman). Program Desa Siaga adalah program yang dirintis oleh Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk pengembangan pemberdayaan masyarakat terkait kesehatan agar dapat mengantisipasi dini terkait permasalahan dilingkungan sekitarnya. Sesuai dengan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian, bahwa indikator-indikator yang diteliti dalam Monitoring Pelaksanaan Desa Siaga yaitu: peran Dinas Kesehatan dalam Proses Monitoring yang dimulai dari, 1) persiapan pelaksanaan proses monitoring, 2) menetapkan target pencapaian monitoring, 3) penilaian terhadap indikator pencapaian, 4) laporan pencapaian monitoring, kemudian yaitu faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan monitoring Desa Siaga. Berikut ini adalah pembahasan terkait indikator-indikator yang dianalisa dalam Monitoring Pelaksanaan Desa Siaga Kesehatan Oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. 1. Salah satu komponen yang paling mendasar dalam proses monitoring adalah kesiapan dalam pelaksanaan proses monitoring, hal ini bertujuan untuk memperoleh target yang akan dicapai dalam suatu kebijakan yang ditetapkan. Dalam hal ini persiapan tersebut sudah ditetapkan sebagaimana yang tercantum di dalam Keputusan Bupati Sleman Nomor 309 Tahun 2012 tentang Kelompok Kerja Operasional Desa Siaga Aktif. Yang mana di dalam keputusan tersebut tercantum bahwa persiapan pelaksanaan di lakukan
dengan; 1) Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan Desa Siaga, 2) Melaksanakan pembinaan forum Desa Siaga di tingkat Kecamatan maupun Desa, 3) Menjalin hubungan kerja dan kemitraan dengan pihak swasta, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Perbup Sleman No 309. 2012). 2. Menetapkan target pencapaian monitoring. Untuk menjamin kemantapan dan kelestarian pengembangan Desa Siaga Aktif dilaksanakan secara bertahap, dengan menetapkan target pencapaian monitoring agar perkembangan Desa Siaga aktif dapat terlihat secara nyata dan agar dapat lebih memudahkan dalam proses penilaian dan pelaporan, dan dalam menetapkan target pencapaian monitoring dilakukan melalui unsur-unsur yang harus dipenuhi sebagai berikut, yaitu: a) Identifikasi perwakilan dari tiap-tiap stakeholder, yaitu dengan melihat Kepedulian Pemerintah Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan dan keaktifan Forum Desa dan Kelurahan. b) Mengidentifikasi apa yang menjadi perhatian utama dari stakeholder, yaitu kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang buka atau memberikan pelayanan setiap hari. c) Menerjemahkan Masalah yang Menjadi Peryataan akan Kemungkinan Perbaikan, dengan melakukan Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga di desa atau kelurahan. d) Dis-Agregasi untuk Menangkap Dampak yang Dikehendaki, yaitu dengan keberadaan UKBM yang dapat melaksanakan penanggulangan bencana dan kegawat daruratan kesehatan, survailans berbasis masyarakat, serta penyehatan lingkungan. e) Menyusun Rencana
Bagaimana Pemerintah Mencapai Target Tersebut, yaitu dengan peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. 3. Penilaian terhadap indikator pencapaian Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk memberi petunjuk tentang suatu keadaan tertentu, yang dapat digunakan dalam mengukur suatu perubahan yang terjadi. Suatu indikator dapat dikatakan sebagai indikator kunci jika memenuhi beberapa kriteria yaitu, memiliki target atau tujuan yang akan dicapai, dan berorientasi pada outcome atau dampak karena memberikan pengaruh yang signifikan (Hanna, 2011). Dalam hal ini Dinas Kesehatan memiliki instrument indikator penilaian sendiri, sebagaimana yang di ungkapkan oleh Kepala Seksi PKM & Promkes (19 Oktober 2016). 4. Laporan pencapaian dalam monitoring. Memonitor atau melihat dari hasil kebijakan atau hasil kinerja dari tahap awal hingga akhir. Bahwa pelaksanaan monitoring menurut Kusek, 2004 dalam Hanik (2010) mencakup pelacakan terhadap alat dan strategi (yakni input, proses, dan output) yang digunakan untuk mencapai outcome atau dampak yang telah ditetapkan sebelumnya (Hanik, 2010). Hasil ketercapaian dari kegiatan monitoring atau pemantauan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman terkait Desa Siaga Kesehatan yang sesuai dengan pedoman dan kebijakan yang telah ditetapkan dapat dilihat dari rekapitulasi keaktifan Desa Siaga di Kabupaten Sleman tahun 2014-2015. Dari tabel rekapitulasi tahun 2014 jumlah total terdapat 86 Desa Siaga yang ada di Kabupaten Sleman, jumlah Desa Siaga yang dikatakan aktif terdapat 81 Desa, dan dalam pentahapan Desa Siaga Aktif tersebut
terdapat 18 Desa pada tingkat Pratama, 38 Desa pada tingkat Madya, 24 Desa pada tingkat Purnama, dan 1 Desa pada tingkat Mandiri. Dalam perkembangannya dan didukung dengan motode monitoring yang baik, sehingga pada tahun 2015 terdapat peningkatan yang signifikan. Berdasarkan tabel rekapitulasi tahun 2015 dari jumlah total 86 Desa Siaga yang terdapat di Kabupaten Sleman, jumlah Desa Siaga yang dikatakan aktif terdapat 82 Desa, dan dalam pentahapan Desa Siaga Aktif tersebut terdapat 12 Desa pada tingkat Pratama, 42 Desa pada tingkat Madya, 25 Desa pada tingkat Purnama, dan 3 Desa pada tingkat Mandiri. Peningkatan ini tidak terlepas dari tersusunnya persiapan yang baik hingga masuk ke dalam proses pelaksanaan monitoring yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman sehingga moniroting yang dilakukan oleh Desa Siaga dapat meningkat. Dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Jumlah Desa Siaga berdasarkan tingkatan dalam bentuk persen (%) NO 1
Desa Siaga (Tingkatan) Pratama
18 (20,93%)
2
Madya
38 (40,19 %)
3
Purnama
24 (27,91 %)
4
Mandiri
1 (1,16 %)
42 (51,2 %) 25 (30,5 %) 3 (3,7 %)
81 (94,19 %)
82 (100 %)
Total
Tahun 2014
Tahun 2015 12 (14,6 %)
Faktor yang mempengaruhi proses monitoring
dalam
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruh dalam proses monitoring yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman sehingga pelaksanaannya tidak berjalan optimal. Faktor yang mempengaruhi tersebut
berasal dari dua sisi yaitu internal dan ekternal.Faktor internal yaitu keterbatasan SDM, dan faktor eksternal yaitu alokasi anggaran. a) Faktor internal. Keterbatasan SDM yang dimiliki Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses pemonitoringan atau pengawasan Desa Siaga, dikarenakan dari 86 Desa yang ada di wilayah Kabupaten Sleman hanya terdapat 65 Desa yang sudah memiliki penanggungjawab pelaksana Desa Siaga, sehigga masih terdapat cukup banyak Desa Siaga yang belum memiliki penanggungjawab pelaksana program dan solusi dalam mengatasi hal tersebut yaitu harus dibantu oleh pegawai Puskesmas setempat dalam pelayanannya. b) Pengalokasian anggaran cukup menjadi permasalahan serius, dikarenakan apabila alokasi anggaran minim maka aktifitas dan kegaiatan Desa Siaga menjadi terhambat dan tidak berjalan optimal. Hal ini diperlukan kerjasama dan komunikasi yang baik dimulai dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman selaku Pembina program Desa Siaga terhadap Desa selaku pelaksana kegiatan melalui penanggungjawab program. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis dari penelitian tentang monitoring pelaksanaan Desa Siaga oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman yang sudah dipaparkan sebelumnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman telah melakukan proses monitoring melalui beberapa tahapan seperti persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut pengawasan, serta telah melakukan tugas pokok sebagai Pembina program Desa Siaga. Dan dalam proses monitoring yang dilakukan sudah
berjalan optimal, sehingga dalam perwujudannya peningkatan kualitas dan kuantitas Desa Siaga berjalan baik dan dapat dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan kesimpulan diatas, maka didapatkan beberapa saran/rekomendasi sebagai berikut: 1. Rekomendasi Kepada Dinas Kesehatan Sleman Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman selaku Pembina program Desa Siaga sebaiknya melakukan pengawasan dengan terlibat langsung dilapangan, melakukan pemantauan dan mengikuti jalannya berbagai kegiatan, agar dalam proses evaluasi yang dilakukan tidak hanya dengan mendengarkan laporan yang disampaikan oleh penanggungjawab pelaksana program.Karena dengan terlibat langsung dilapangan, penganggungjawab pelaksana dan kader-kader Desa Siaga menjadi lebih responsip dan termotivasi lebih untuk melaksanakan kegiatan dengan baik. 2. Rekomendasi Kepada Desa Siaga Dalam ruang lingkup Pemerintahan Desa selaku pelaksana program Desa Siaga yang dalam perjalanan kegiatannya membutuhkan cukup banyak anggaran, akan lebih baik apabila dalam pengalokasian anggaran jika mengalami kendala dapat di antisipasi dengan menentukan skala prioritas program pada setiap tahunnya. Skala prioritas program tersebut dibuat berdasarkan permasalahan yang dialami dan dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga dalam mengajukan anggaran baik kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman selaku Pembina program dan kepada kepada stakeholder lainnya dapat terlaksana sesuai dengan skala prioritas tersebut.Dan dalam kebijakan anggaran Desa sendiri, harus sudah ditetapkan agar memiliki anggaran khusus untuk pengembangan Desa Siaga.
DAFTAR PUSTAKA Buku& Jurnal: Antateliz, A Juwita.2014. Kumpulan Materi Desa Siaga. http://desa.siaga.ac.id. Diunduh pada tanggal 29/09/2016 pukul 01:25 Azhar, T.N. 2007. Pelaksanaan Desa Siaga percontohan Di Puskesmas Cibatu Kabupaten Purwakarta, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dunn, Willian N. 2001. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: PT.Hanindita Graha Widya Etik. 2014. Pembangunan Ekonomi dan Pembangunan Sosial. NALAR: Jakarta Harahap.2011. Sejarah Badan Pembangunan dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia. Jurnal diliahat dalam:http://repository.usu.ac.id Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press. Hanik, Umi. 2010. Analisis Pengembangan Pola dan Penyelarasan Kebijakan Monitoring dan Evaluasi Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Untuk Efektifitas Pendanaan Pembangunan Nasional : Studi Kasus (Indonesia Paska Kesepakatan Deklarasi Paris. Jakarta: Universitas Indonesia. Moleong, J Laxy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mubyarto. 1984. Strategi Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta: P3PKUGM Mustari, A.2006.Persepsi Stakeholder terhadap pembentukan Kelurahan siap antar saga (SiAGa) di Kota Tasikmalaya tahun 2006, Tesis, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta Nasution. 2003. Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito
Nugroho, Riant Dr. 2012. Public Policy. Jakarta: PT.Gramedia Persoans, Wayne. 2011. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisa Kebijakan. Jakarta: Kencana Ramlan, D. 2007. Penyediaan SDM Kesehatan Untuk Desa Siaga, Majalah Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan BPPSDM Kes, Vol 3, No 2 April, hal 34 – 37 Riasmini, M.2007. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Untuk Mewujudkan Desa Siaga, Majalah Pengembangan Dan PemberdayaanSDM Kesehatan BPPSDM Kes, Vol 3, No 1 Januari, hal 26 – 28 Setiaji B.2010. Upaya Promosi Kesehatan yang Terintegrasi, dalam Upaya Menurunkan Kesenjangan Determinan Sosial Kesehatan. Jakarta Sugiono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Suharno.2008. Dasar-Dasar Keijakan Publik (Kajian Proses dan Analisis Kebijakan). Yogyakarta: UPT Negeri Yogyakarta Sutrisno, Hadi. 1993. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Ofset. Laporan &Peraturan PerundangUndangan Dll: Kemenkes RI. 2010. Pedoman Uum Pengembangan dan Kelurahan Siaga Aktif. kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Dalam Negeri RI. Dinas Kesehatan Sleman. Implementasi Jampersal Wujud Percepatan Penurunan AKI dan AKB. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Sleman; Diunduh pada 22/09/2016; Tersedia
dari:http://dinkes.slemankab.go.id/ /implementasijampersal-di.slm. Dokumen Laporan Dinkes Sleman 2014 dalam Dinkes.Sleman.ac.id Laporan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJPDes) Sidokarto tahun 2014-2020.