EVALUASI PELAKSANAAN KELURAHAN SIAGA DI KOTA MADIUN Istikomah, Muhidin1*, Sri Subekti1, Agnes V. Sugiartiningsih1, Nunung Handayani1 1. Program D3 Akademi Keperawatan Dr. Soedono Madiun, Jawa Timur 63117, Indonesia *Email:
[email protected] Abstrak Desa/Kelurahan siaga merupakan program pemerintah dalam upaya lebih mendekatkan
pelayanan
kesehatan
dasar
kepada
masyarakat
desa,
menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah – masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hasil pelaksanaan program Kelurahan Siaga di Kota Madiun yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2007.Sampel/informan
dalam penelitian ini
adalah Kasie UKBM Dinas Kesehatan Kota Madiun, Pengurus Kelurahan Siaga Mojorejo dan Pandean dengan jumlah 22 orang.. Hasil penelitian diperoleh pelaksanaan Kelurahan Siaga sudah mencapai tahap Purna, keterlibatan UKBM dan peran serta masyarakat sudah baik. Kelurahan Siaga Pandean berada pada tahap Bina, belum ada koordinasi dengan UKBM yang ada dan peran serta masyarakat belum aktif. Kata kunci : Evaluasi, Kelurahan Siaga
Pendahuluan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 574/ Menkes/ SK/ 2000 telah ditetapkan Visi pembangunan kesehatan, yaitu “Indonesia Sehat 2010”. Visi tersebut menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Bedasarkan peraturan presiden Nomor 7 Tahun 2005 telah ditetapkan RPJMN 2004-2005 yang mempunyai sasaran meningkatkan umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun, menurunnya angka kematian bayi 45 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup, menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup, menurunnya prevalensi gizi kurang anak balita dari 25,8% menjadi 20%. Dengan ditetapkannnya sasaran, maka Depkes memiliki visi “Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat” dengan misi “Membuat Masyarakat Sehat“. (Dinkes Jatim, 2006). Sehubungan dengan hal tersebut, Departemen Kesehatan menyadari bahwa pada akhirnya pencapaian Visi Indonesia Sehat akan sangat bertumpu pada pencapaian Desa Sehat sebagai basisnya. Berkaitan dengan Visi tersebut, salah satu sasaran terpenting yang ingin dicapai adalah “Pada Akhir Tahun 2008, Seluruh Desa Telah Menjadi Desa Siaga.”(Depkes RI, 2006), yang bertujuan untuk mewujudkan mayarakat desa yang sehat, serta sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi ancaman permasalahan kesehatan di wilayahnya. Dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan, di Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan terdapat 14 desa/ kelurahan yang semuanya telah menjadi Desa Siaga serta memiliki Poskesdes beserta sarana bangunan dan perlengkapannya. Namun ada juga desa yang memanfaatkan bangunan Balai Desa untuk dijadikan Poskesdes untuk sementara waktu mengingat belum tersedianya lahan yang khusus untuk pengembangan Poskesdes.Poskesdes dikelola oleh seorang bidan yang selalu siap saat dibutuhkan. Desa Tambakmas Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan telah menjadi Desa Siaga yang selama tiga tahun telah menjalankan program-program Desa Siaga tetapi kebanyakan dari warganya tidak mengetahui secara pasti apa saja program dan kegiatan yang dilaksanakan di Poskesdes. Menurut warga program dan kegiatan tersebut tidak disosialisasikan dengan baik sehingga banyak warga tidak mengerti dan terkesan acuh, akibatnya program dan kegiatan yang dilakukan Poskesdes tersebut berjalan kurang maksimal.Kebanyakan dari warga
desa memilih untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapinya secara mandiri, tanpa melihat masalah kesehatan yang terjadi disekitarnya. Sebagai salah satu contoh, dalam rangka penyehatan lingkungan dan memberantas penyebaran nyamuk Demam Berdarah, Poskesdes mengadakan kerja bakti membersihkan selokan dan rawa di sekitar desa, tetapi warga lebih memilih berdiam diri di rumah dan membayar biaya ganti rugi karena tidak mengikuti kerja bakti. Padahal untuk pengembangan Desa Siaga diperlukan upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa, mempersiapkan masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, mencegah kematiaan ibu melahirkan dan bayi baru lahir, memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat. Jika upaya-upaya tersebut diabaikan, maka tidak menutup kemungkinan desa tersebut akan terancam oleh bahaya penyakit, terutama penyakit menular yang berpotensi menimbulkan KLB, kejadian bencana, kecelakaan dan lain-lain. Kurangnya pengetahuan ibu hamil terhadap persiapan persalinan juga sangat beresiko menimbukan kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir. Metode Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah evaluative research dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode penelitian yang akan digunakan berupa metode studi kasus (case studies). Penggunaan metode kualitatif dimaksudkan agar dapat diperoleh pemahaman dan penafsiran yang mendalam tentang makna dari fenomena yang ada di lapangan. Model riset evaluasi yang akan digunakan yaitu Stake’s Countenance Model yang dikembangkan oleh Robert E. Stake. Evaluasi model ini terdiri dari tiga tahapan/ pase yaitu; masukan (antecedents), proses (transactions), dan hasil (outcomes). Model riset ini dirasakan sesuai dengan program desa siaga yang yang memiliki indikator-indikator evaluasi berupa : (1) entifikasinya aspek kebijakan dan program (konteks), (2) aspek input, (3) aspek proses , (4) aspek output (5) aspek dampak dan (6) faktor-faktor (pendukung dan penghambat) yang mempengaruhi pelaksanaan desa siaga.
Setiap tahapan dibagi menjadi dua tahapan yaitu deskripsi (description) dan keputusan/penilaian (judgment), Model Stake ini berorientasi pada pengambilan keputusan (decision oriented) dan teknik pengambilan keputusan aktualitas pada setiap tahap evaluasi atau aspek dengan cara melakukan pengukuran pada setiap fokus evaluasi. Hasil Informan yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah orang untuk kepentingan wawancara mendalam yaitu Kepala Bidang Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Madiun yang bertanggungjawab terhadap secara teknis pelaksanaan Kelsi, Pandean
(I-2)
Ketua I Kelsi Kelurahan Mojorejo (I-1) dan Kelurahan
yang
bertanggungjawab
terhadap
operasional
Kelsi
di
masingmasing kelurahan. Sedangkan untuk pelaksanaan FGD dari kelurahan Mojorejo berjumlah ….orang namun yang terlibat aktif dalam diskusi 6 orang dan kelurahan Pandean sejumlah 8 orang yang terlibat aktif dalam diskusi 5 orang. Unsur-unsur yang terlibat dalam FGD meliputi Kepala Kelurahan, Ketua dan Sekretaris Kelsi, Tenaga Kesehatan (Bidan & Perawat) yang berperan dalam Keluirahan Siaga, Ketua Tim Penggerak PKK, serta wakil dari masyarakat. Wawancara mendalam untuk kelurahan Mojorejo dilakukan dengan Ketua I ibu HM (I-1) yang memiliki peranan sentral dalam pelaksanaan kelurahan siaga. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2010 jam 10.00 sampai dengan jam 11.30. Setelah wawancara dilakukan kontrak untuk melakukan FGD yang dilaksanakan pada tangaal 11 Juli 2010 jam 10.00 sampai jam 12.00 bertempat di Poskeskel kelurahan Mojorejo. Wawancara mendalam untuk kelurahan Pandean dilakukan dengan ketua I Kelsi Kelurahan Pandean Bapak DS (I-2).Selanjutnya ditindak lanjuti dengan
FGD yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2010 di Kelurahan Pandean.Namun FGD dilaksanakan bersama dengan pengurus baru masa Bhakti 2010-2013 yang baru dilaksanakan reorganisasi oleh Kelurahan.Wawancara mendalam ketiga dilakukan dengan Kepala Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Madiun. Program KELSI dimulai dari sosialisasi oleh Dinkes kota Madiun kepada seluruh kepala kelurahan pada akhir tahun 2006. Lurah selanjutnya melakukan sosialisasi kepada para kader kesehatan untuk melakukan persiapan pelatihan yang akan diselenggarakan oleh Dinkes Kota Madiun. Sebagai langkah percontohan awal dilakukan pelatihan terhadap beberapa kelurahan yaitu kelurahan Mojorejo, kelurahan Nambangan Kidul, kelurahan Oro-oro Ombo dan Kelurahan Pilangbango yang masing-masing diikuti oleh 10 peserta sebagai motivator. Peserta yang dikirim adalah para kader kesehatan yang aktif dalam kegiatan Pokja IV (Kesehatan) yang nantinya akan bertugas dalam pelaksanaan Kelsi. Pada pelatihan pertama materi pelatihan di arahkan pada Kelsi yang masih terbatas pada masalah KIA saja. Berikut akan dijelaskan proses kelsi di kelurahan Mojorejo dan Pandean. Kelurahan Mojorejo KELSI
Mojorejo dibentuk melalui Surat Keputusan Lurah Mojorejo
Nomor : 440-401.307.1/ 14/ 2006 tanggal 3 Oktober 2006. Nama KELSI di kelurahan Mojorejo adalah “ ANGSANA” yang merupakan kepanjangan dari “ Angudi Santosaning Nagoro”, yang memiliki makna “ Berusaha Mewujudkan Negara yang Sentosa”. Menurut ketua Kelsi (Ny.Hartijah Mulyono) pemberian nama suatu program haruslah memiliki filosofi yang mendalam agar setiap kegiatan yang dilakukan bermakna dan bermanfaat. Langkah – langkah lanjutan pasca pelatihan Nakes dan bagas untuk membentukan Kelsi akan diuraikan sebagai berikut:
Tabel 1: Proses pembentukan desa siaga kelurahan Mojorejo No
Komponen
Standar
Keterangan
Objektif
1
2
1
Frekuensi
3 Pertemuan
Forum 10-12 x/th
Masayarakat Kelurahan
4 a. Pertemuan PKK tiap
6-8 x/th < 6 x/th
Bulan b. Pertemuan Kader RT setahun sekali c. Pertemuan
Pengurus
Kelsi 3-4 kali/tahun d. Arisan
Kader
tiap
bulan 2.
Berfungsinya UKBM/ Poskesdes
3.
Pembinaan dari Puskemas PONED
Ada
Dalam 4 x/tahun telah dibina petugas kesehatan puskesmas
4.
Berfungsinya
Sistem
Surveilans Adanya
berbasis masyarakat
a. Pemetaan
pemetaan
Daerah
Rawan/Bencana
(
KLB) b. Pemataan Bumil dan Bayi c. Pemetaan
Rumah
Sehat d. Pemetaan Kadarzi e.
5.
Adanya deteksi dini gangguan jiwa ditingkat keluarga
Belum dilaksanakan
Kelurahan Pandean Kelsi di kelurahan Pandean terbentuk setelah pelatihan Petugas dan Bagas dan dilakukan pembentukan pengurus tanpa ada Surat Keputusan dari Kepala Kelurahan. Pada pembentukan pertama kelurahan siaga ini tidak diberikan nama, namun pada reorganisasi yang II Kelsi di Pandean diberi nama “PANDAN SARI”, pemberian nama ini hanya mempertimbangkan keindahan nama bunga dan tidak memiliki makna filosofis sebagai mana yang dilaksanakan di kelurahan Mojorejo. Pada pelatihan yang ke dua dilaksanakan juga oleh Dinas Kesehatan Kota mulai diarahkan kekonsep desa siaga dengan lingkup yang lebih luas dan spesifik sehingga peserta pelatihan pada tiap-tiap kelurahan ditentukan 2 orang Tenaga Kesehatan yang selanjutnya disebut sebagai Petugas dan 2 orang pembantu petugas (Bagas) yang akan melaksanakan secara teknis dan operasional dari desa siaga. Pada pelatihan yang kedua ini diikuti oleh 27 kelurahan yang ada di 3 wilayah kecamatan yaitu kecamatan Taman, kecamatan Manguharjo dan kecamatan Kartoharjo. Secara umum langkah-langkah proses pembentukan Kelsi kelurahan Pandean hampir sama dengan keluahan Mojorejo. Perbedaan mendasar terletak pada pengorganisasian yang sangat berpengaruh dalam proses pemberdayaan masyarakat. Tabel 2: Proses pembentukan desa siaga kelurahan Pandean No
Komponen
Standar
Keterangan
Objektif
1
2
1
Frekuensi
3 Pertemuan
Masayarakat Kelurahan
Forum 10-12 x/th 6-8 x/th < 6 x/th
4 a. Pertemuan PKK tiap Bulan b. Pertemuan Kader RT setahun sekali c. Pertemuan
Pengurus
Kelsi 1 kali dalam setahun pada saat awal pembentukan Kelsi d. Arisan
Kader
tiap
bulan 2.
Berfungsinya UKBM/ Poskesdes
Motherhouse Poskesdes,
sebagai kegiatan
dilaksanakan seminggu 2 kali setelah lomba desa tidak beroperasi 3.
Pembinaan dari Puskemas PONED
-
4.
Berfungsinya
f. Pemetaan
Sistem
Surveilans Adanya
berbasis masyarakat
pemetaan
Daerah
Rawan/Bencana
(
KLB) belum berfungsi g. Pemetaan Bumil dan Bayi h. Pemetaan
Rumah
Sehat i. Pemetaan Kadarzi
5.
Adanya deteksi dini gangguan jiwa
Belum dilaksanakan
ditingkat keluarga
Pembahasan Desa Siaga adalah desa yang masyarakatnya mau dan mampu mengenali tanda-tanda sebelum dan saat terjadi masalah untuk selanjutnya mampu mencegah dan menanggulangi masalah sesuai kewenangan dengan memanfaatkan segala potensi sumber daya yang ada secara mandiri (Dinkes Kab Madiun, 2006:1). Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat
seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi kecelakaan dan lain-lain dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong dengan inti kegiatan memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. (Dinkes Prop. Jatim, 2006:5). Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah – masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa yang dimaksud disini berarti kelurahan atau negeri atau istilah – istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas – batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal – usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia (Depkes RI, 2006:7). Menurut Dinkes Prop. Jatim, (2006:5), Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi kecelakaan dan lain-lain dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong dengan inti kegiatan memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Kesimpulan Kelurahan Mojorejo sudah dapat mengatasi masalah kesehatan hasil MMD lebih dari 75%
dan ada laporan pelayanan KIA. Semua UKBM yang ada sudah
terkkoordinir oleh poskelkel dan sudah ada pemetaan terhadap kadarzi, rawan bencana maupun KIA.Sudah ada system pencatatan dan pelaporan terhadap kasus kegawatdaruratan dan KLB, serta sudah ada jejaring komunikasi untuk pemecahan masalah yang ada.Stiker P4K sudah terpasang semua, kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS sudah dilaksanakan sesuai dengan target kelurahan siaga.
Kelurahan Pandean sudah mengadakan pertemuan secara rutin melalui forum masyarakat kelurahan tetapi belum terorganisir dengan kelurahan siaga.Poskelkel yang ada sudah tidak aktif, tetapi posyandu balita dan lansia masih aktif kegiatannya.Pembinaan dari petugas kesehatan pada awalnya baik karena ada lomba selanjutnya tidak aktif. Sistem surveilans tidak berfungsi sehingga belum ada sistem penacatatan dan pelaorannya. Daftar Pustaka Depkes RI. 2006. Desa Siap Antar Jaga (SiAGa). Jakarta. Depkes RI
Depkes RI. 2006. Pedoman Pengembangan Dan Penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa. Jakarta. Depkes RI
Dinas
Kesehatan
Propinsi
Jawa
Timur.
2006.
Pedoman
Pelaksanaan
Pengembangan Desa Siaga Di Jawa Timur. Surabaya. Dinkes Prop. Jatim
Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun. 2007. Buku Bacaan Fasilitator Siap- AntarJaga. Madiun.Dinkes Kab Madiun