Artikel Penelitian
Evaluasi Pelaksanaan Program Beras untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi Evaluation of Implementation of Rice for Poor Family Program in Kelurahan Tanjung Marulak Rambutan Subdistrict – Tebing Tinggi Tuti Atika Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan
Abstrak Keluarga miskin adalah keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimumnya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Standar hidup yang rendah dalam masyarakat miskin akan mengakibatkan efek lanjutan seperti rendahnya kualitas makanan yang dikonsumsi dimana selanjutnya akan mengakibatkan rendahnya tingkat kesehatan mereka. Akibat lainnya adalah, jutaan anak-anak tidak memperoleh pendidikan yang berkualitas, tidak adanya perlindungan bagi keluarga, rapuhnya nilai-nilai moral yang akan menimbulkan berbagai tindakan kenakalan. Sesungguhnya Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan, dimana salah satu di antaranya adalah program beras untuk keluarga miskin. Pemberian subsidi beras diharapkan membantu masyarakat miskin sehingga masalah ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan beras dapat dikurangi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi yang positif untuk mengurangi masalah kemiskinan di Indonesia. Indikator keberhasilan implementasi program beras untuk keluarga miskin terwujud dalam ketepatan sasaran program, ketepatan kuantitas beras yang diterima, ketepatan waktu penyaluran, ketepatan administrasi, dan ketepatan kualitas. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tanjung Marulak, Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi, berupa penelitian deskriptif. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode kajian dokumentasi dan kajian lapangan dengan melalui penyebaran angket, juga melalui wawancara maupun observasi. Hasil penelitian antara lain menyimpulkan bahwa secara umum pelaksanaan program sudah baik, namun masih memiliki kelemahan. Kelemahan implementasi program antara lain pada sosialisasi program dan pengumpulan data yang berkenaan dengan keluarga miskin. Kata kunci: raskin, kesejahteraan sosial Abstract A poor family is a family who cannot afford to meet their basic physical need as human being. The low life standard in poor society will cause continual chain effect, such as the decline in nutrient which is not suitable to be consumed because it will reduce the level of health. Millions of children cannot have a 3
Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 14, No. 1, Juni 2015
certain quality of education, there is no access for public service, there is no investment, there is no protection for family, as well as the fragility of morality values which can create many kinds of crimes. The government have done a lot of affort to overcome poverty, one of them is Raskin Program. The distribution of the subsidized rice will help most of poor society so the expense of households for food can be reduced. Finally it will give positive contribution to poverty prevention in Indonesia. The indicator of Raskin program is shown by the achievement of 6T target i.e : appropriate target of benefit receiver, appropriate number, appropriate time, appropriate administration and appropriate quality. This research was carried out in Kelurahan Tanjung Marulak, Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi by using descriptive method. To obtain the data needed, this research used book study of data collecting technique and field study which consist of distributing questionnaire , interview and observation. Based on the result of the research it was known the evaluation of Raskin program has gone well in general, but there is still weakness. The weakness is the lack of socialization and the data collection of the poor society. Keywords: raskin, social welfare. Pendahuluan Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah saat ini adalah masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan, bahkan sampai sekarang dapat dikatakan semakin memprihatinkan. Secara umum kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan phisik dasar sebagai manusia. Adapun kebutuhan phisik dasar tersebut adalah kebutuhan akan pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, perumahan, air bersih dan sanitasi serta rasa aman. Standar kehidupan yang rendah pada masyarakat miskin akan membawa efek berantai yang berkelanjutan, seperti kemerosotan di bidang gizi yang tidak layak dikonsumsi yang mana akan mengurangi tingkat kesehatan, jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, tidak adanya akses terhadap pelayanan publik, tidak adanya inventasi, tidak adanya perlindungan terhadap keluarga, serta rapuhnya nilai nilai moralitas yang dapat membawa atau menciptakan berbagai macam tindak kriminalitas. Sejak pertengahan tahun 1997 bangsa Indonesia dilanda krisis ekonomi. Keadaan ini membawa dampak yang tidak kecil, yaitu dengan makin meningkatnya jumlah penduduk yang mengalami kemiskinan. Pada periode 1999 jumlah penduduk miskin meningkat 13,96 juta menjadi 47,97 juta. Sementara itu, jumlah penduduk miskin pada bulan maret 2010 (penduduk dengan pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 31,01 juta (13,33 %) (http://wwwbps.go.id) diakses pada tanggal 2 Nopember 2012 pukul 9.30 wib). Sedangkan
4
pada Maret 2012 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 29,13 juta orang. Bila ditilik sebenarnya pendefinisian kemiskinan menurut pemerintah dan Bank dunia jauh berbeda. Kriteria penduduk miskin yang ditetapkan oleh pemerintah adalah orang-orang yang memiliki penghasilan di bawah Rp. 7.000 perhari. Padahal Bank Dunia menetapkan warga miskin adalah warga yang memiliki penghasilan di bawah AS $ 2 perhari. Dengan pendefinisian yang dibuat pemerintah maka jumlah penduduk miskin hanya sebesar 13 persen. Padahal jika mengikuti Kriteria Bank Dunia maka jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih besar dua atau tiga kali lipat dari data yang dibuat pemerintah (Waspada, Januari 2012 hal 5). Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan yang menjadi hak setiap warga negara, maka pemerintah menetapkan kebijakan penyediaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin (Raskin). Penyaluran beras bersubsidi ini akan membantu sebagian besar masyarakat miskin, sehingga beban pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan dapat dikurangi, yang pada akhirnya memberikan konstribusi positif dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Program ini dibentuk agar keluarga miskin mempunyai akses yang baik terhadap pangan, dalam hal harga dan ketersediaan. Program raskin sebagai implementasi kebijakan subsidi pangan terarah merupakan upaya peningkatan kesejahteraan sosial pemerintah terhadap keluarga miskin. Secara vertikal program raskin akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan ketahanan pangan rumah tangga. Sedangkan secara horizontal maka program ini merupakan transfer energi yang mendukung program
Atika, Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga Miskin
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan, peningkatan kualitas pendidikan yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas tenaga kerja. Program Raskin dimulai sejak tahun 1988. Krisis moneter tahun 1988 merupakan awal pelaksanaan program raskin dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK) Beras. Program ini merupakan salah satu usaha Pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada tahun 2002 OPK Beras di ubah menjadi program beras untuk keluarga miskin (Raskin). Dengan maksud untuk mempertajam sasaran program dengan nama raskin, maka masyarakat akan lebih memahami bahwa bantuan beras ini hanya untuk keluarga miskin. Selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga yang tidak tergolong miskin akan merasa malu apabila menerima program ini. Program raskin ini merupakan sebuah program beras bersubsidi bagi keluarga yang menyediakan 10 kg perkepala keluarga per bulan dengan harga Rp. 1.000.00/kg dititik distribusi (http//www panganagroprima.com diakses pada tanggal 4 Nopember 2011 jam 20.00 wib). Program raskin dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dimana program ini merupakan program nasional yang ditujukan bagi semua warga masyarakat yang merupakan sasaran penerima Raskin. Hal ini berarti Program Raskin beroperasi di seluruh wilayah tanpa membedakan kondisi kemiskinan wilayah karena Rumah Tangga Miskin (RTM) tersebar di semua wilayah dari Propinsi sampai desa/kelurahan. (www.ppk.or.id/downloads/efektifitaspelaksanaan raskin.pdf diakses pada tanggal 5 Nopember 2012 pukul 21.00 wib). Program pembagian beras untuk keluarga miskin (raskin) telah pernah diteliti di kabupaten sukoharjo (studi kasus dua desa). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar hubungan karakteristik sosial ekonomi penerima manfaat raskin dengan jumlah distribusi beras dan untuk mengetahui seberapa tepat distribusi raskin yang ditinjau dari Tepat-Orang Penerima Manfaat, Tepat-Jumlah Beras, Tepat-Waktu Pendistribusian dan Tepat-Kualitas Beras. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa
indikator penentu kemiskinan pangan, sandang dan papan untuk program raskin dari BKKBN ada yang tidak berhubungan signifikan dengan pembagian jumlah beras yaitu pemilikan pakaian berbeda, jenis lantai rumah dan luas lantai rumah, sedangkan yang berhubungan signifikan yaitu jumlah makan dalam sehari dan pemilikan pakaian baru dan variabel dari peneliti diperoleh hasil bahwa variabel jumlah keluarga, jenis pekerjaan, jumlah penghasilan, jumlah anak yang sekolah dan jumlah anak yang tidak sekolah, sedang yang tidak berhubungan signifikan yaitu tingkat pendidikan. Dari hasil penelitian untuk Tepat-Orang yang terkait dengan indikator BKKBN ada yang belum tepat yaitu jumlah makan dalam sehari, konsumsi makan daging, ikan/telur, jenis lantai rumah dan luas lantai rumah sedang yang tepat yaitu pemilikan pakaian berbeda dan pemilikan pakaian baru, dan untuk Tepat-Jumlah beras terkait dengan jumlah raskin terdapat ketidaksesuaian dimana menurut ketentuannya maksimal beras yang diterima manfaat raskin adalah 20 kg/KK/bulan tetapi dilapangan ada yang mendapat kurang atau lebih dari 20 kg/KK/bulan. Dan untuk Tepat-Waktu distribusi beras sudah berjalan dengan baik dimana pendistribusian beras dilaksanakan secara rutin tiap bulannya. Sedang untuk Tepat-Kualitas beras sudah sesuai dengan ketentuan tetapi masih ada kekurangan dimana responden beberapa kali menerima beras yang sudah tak layak. (http://wwwpanganagroprima.com, diakses pada tanggal 5 Nopember 2012 jam 9.00 wib. Ternyata dalam pelaksanaan program raskin ini justru terjadi masalah, di antaranya adalah masalah dalam hal tidak tepat sasaran, tidak tepat jumlah, tidak tepat kualitas, dan tidak tepat harga. Selain itu dari sisi admisistratif juga ditemukan masalah bahwa munculnya keterlambatan penyetoran uang hasil pembelian beras kepada bulog. Jika dilihat sepintas seolaholah masalah tersebut adalah masalah distribusi. Namun jika dilihat secara mendalam masalah telah muncul sejak sosialisasi. Sosialisasi yang dilakukan tidak optimal telah menimbulkan cara pandang yang salah tentang program raskin. Pada tahap yang lain, yaitu pendataan, ada bukti yang cukup kuat bahwa cara dan hasil indentifikasi penerima manfaat kurang dapat diterima oleh masyarakat setempat. Demikian juga halnya
5
Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 14, No. 1, Juni 2015
dengan masalah distribusi, khususnya dari titik distribusi terakhir kepada penerima manfaat, terjadi banyak masalah. Akibatnya muncul barbagai penyimpangan di satu sisi dan protes dari masyarakat luas di sisi lain. Berdasarkan uraian di atas, Program Beras untuk Keluarga Miskin juga dilaksanakan dan masih berjalan di kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi. Dengan adanya data-data di atas yang menyatakan adanya penyimpangan maupun berjalan baiknya program raskin di berbagai daerah sehingga membuat penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana evaluasi terhadap pelaksanaan program beras untuk keluarga miskin khususnya di Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi. Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan: Bagaimana pelaksanaan program besar untuk keluarga miskin di Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan program beras untuk keluarga miskin di Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan sebagai bahan kajian dan perbandingan berbagai pihak yang tertarik terhadap masalah evaluasi pelaksanaan Raskin dan lebih lanjut dapat memberikan masukanmasukan dalam pelaksanaan program yang akan datang dan tindakan koreksi bagi pemerintah. Teori umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Evaluasi. Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasilhasil pelaksanaan ini dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung maupun tidak mendukung suatu rencana (Sirait 1999:30). Evaluasi pelaksanaan program Raskin dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu tepat sasaran penerima manfaat, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas. Selain evaluasi teori lain yang digunakan adalah teori kemiskinan. Kemiskinan merupakan
6
suatu kondisi kehidupan dalam masyarakat yang tidak mampu dalam mencukupi kebutuhan makan, perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi dan aneka barang dan jasa lainnya (Suharto 2005: 42). Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan merupakan salah satu kelurahan yang melaksanakan Program Raskin dan aktif dalam pelaksanaannya sehingga peneliti tertarik untuk meneliti secara langsung bagaimana pelaksanaan Raskin di daerah tersebut. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan program beras untuk keluarga miskin di kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Tebing Tinggi. Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang mendapatkan raskin di Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi yang berjumlah 308 Kepala Keluarga. Adapun yang menjadi sampel adalah 10% dari populasi, yaitu sebanyak 31 kepala keluarga. Adapun teknik penarikan sampel dengan acak sederhana (simple random sampling). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara studi lapangan yaitu pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan penelitian langsung. Turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Alat atau instrumen penelitian adalah dengan cara penyebaran kuesioner, wawancara, dan observasi. Temuan dan Analisis. Untuk mengawali analisis data, terlebih dahulu kita ketahui karateristik responden berdasarkan identitasnya yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Responden yang menerima Raskin paling banyak berusia antara 46-55 tahun dan 56-65 tahun masing-masing sebanyak 9 orang, selebihnya usia 25-35 tahun sebanyak 7 orang dan usia 30-45 tahun sebanyak 6 orang. Dimana usia tersebut merupakan usia yang masih baik
Atika, Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga Miskin
dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Responden yang berjenis kelamin lakilaki lebih banyak menerima Raskin (77,34%) hal ini dikarenakan pada umumnya yang menerima raskin adalah kepala keluarga. Selain itu ada beberapa perempuan (22,61%) Perempuan menjadi penerima Raskin karena statusnya Janda. Tingkat pendidikan responden mulai dari SD hingga SMA. Responden dengan pendidikan SD lebih mendominasi (16 orang atau 51,55%). Rendahnya tingkat pendidikan akan mempengaruhi jenis pekerjaan yang mereka dapatkan sehingga pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang mengandalkan tenaga dengan upah yang rendah oleh karenanya mereka harus menerima bantuan raskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun jenis pekerjaannya seperti supir, pembantu rumah tangga, buruh bangunan, tukang becak, buruh pabrik, kerja serabutan, tukang botot, supir dan sebagainya. Berkaitan dengan hal di atas maka penghasilan yang mereka peroleh juga sangat minim. Responden yang dominan berpenghasilan antara Rp.600.000,- sampai Rp.1.000.000,sebanyak 18 0rang atau 58,17% sedangkan berpenghasilan Rp.1.100.000,sampai Rp.1.500.000,- sebanyak 9 orang atau 29,01% bahkan ada yang berpenghasilan hanya Rp.100.000,- sampai Rp.500.000,- (4 orang atau 12,92%). Dilihat dari penghasilan mereka sebenarnya penghasilan yang mereka terima sangat minim dibandingkan dengan harga kebutuhan pokok saat ini sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, apalagi diketahui jumlah anggota keluarga para penerima Raskin dominan (58,07%) lebih dari 3 orang. Dengan penghasilan yang minim mereka harus membaginya untuk makan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Untuk mengukur indikator kinerja program Raskin ditunjukkan dengan tercapainya target 6T yaitu tepat sasaran penerima manfaat, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas. 1. Tepat sasaran penerima manfaat Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, mayoritas responden 24 orang atau 77, 51% menganggap program Raskin tepat sasaran yaitu ditujukan bagi keluarga miskin, sisanya 7 orang
atau 22,49% menyatakan kurang tepat dan tidak tepat sasaran. Adapun alasan mereka menyatakan hal tersebut karena ada penerima Raskin yang tidak layak dikatakan masyarakat miskin, mereka menerima Raskin karena kedekatannya dengan orang kelurahan. Dilihat dari perumahan yang mereka tempati mayoritas responden (27 orang atau 87,08%) memiliki jenis lantai bangunan berupa semen sedangkan sisanya 4 orang atau 12,92% jenis lantainya keramik. Sedangkan jenis dinding tempat tinggal berupa tembok plester 24 orang atau 77,52%. Namun berdasarkan wawancara rumah yang mereka tempati banyak yang disewa dari orang lain karena mereka tidak punya rumah. Sebagai sumber air bersih menggunakan air bor 67,83%, selebihnya menggunakan PDAM. Kendati pun memiliki sumur bor, berdasarkan observasi air minum yang mereka konsumsi bersih dan higienis, semua rumah responden difasilitasi dengan tempat buang air besar, begitu pula dalam penerangan semua responden memiliki sumber penerangan dari PLN. Dalam hal pangan sebanyak 19 orang 61,24% tidak rutin mengkonsumsi daging, susu, ayam perminggu disebabkan ketidak mampuan mereka untuk membelinya. Hanya 12 orang atau 38,78% saja yang rutin mengkonsumsi daging, susu, ayam perminggu dengan alasan kesehatan. Dalam hal sandang sebanyak 19 orang rutin membeli baju dalam setahun. Menurut mereka kendati pun susah mereka berusaha paling tidak setahun sekali harus ada pakaian baru, sedangkan selebihnya 38,75% menyatakan tidak rutin membeli pakaian baru. Sebagai pengganti pakaian baru mereka terkadang membeli pakaian bekas. Sebagian besar responden 74,22% menyatakan bila mereka sakit, mereka mampu berobat ke puskesmas, sedangkan selebihnya menyatakan kurang mampu karena alasan walaupun harus berobat ke puskesmas mereka juga harus membayar oleh karena itu kalau mereka sakit hanya membeli obat di warung terdekat. 2. Tepat Jumlah Berdasarkan penelitian yang dilakukan, bahwa semua responden menerima raskin sebesar 15 kg/bulan. Dari observasi jelas terlihat bahwa
7
Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 14, No. 1, Juni 2015
pemberian raskin yang dilakukan oleh aparat kelurahan sudah tepat. Jumlahnya sesuai dengan jumlah yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga tidak ada kecurangan dalam pemberian raskin tersebut. Dalam penyaluran ini ada juga tim monitoring dan evaluasi yang dibentuk oleh tim koordinasi raskin pusat untuk mengetahui jumlah raskin yang diberikan kepada masyarakat. 3. Tepat Harga Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa semua responden yang menerima program raskin membeli raskin dari aparat kelurahan dengan harga Rp. 1.600,-/kg. Dari observasi jelas terlihat pemberian raskin yang dilakukan oleh aparat kelurahan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. 4. Tepat Waktu Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa semua responden menerima raskin setiap bulan secara rutin. Berdasarkan observasi jelas terlihat bahwa aparat kelurahan menegaskan bahwa responden harus menebus raskin dengan uang tunai dalam waktu yang telah ditentukan oleh kelurahan. Dalam hal lokasi tempat penyaluran raskin, semua responden menyatakan lokasinya mudah dijangkau, sehingga tidak menyulitkan mereka untuk mengambil raskin. Adapun lokasi tempat pengambilan beras raskin hanya berada di satu titik yaitu di kantor lurah, tidak ada posko bantuan, karena akan membingungkan masyarakat untuk membelinya. 5. Tepat Administrasi Dari penelitian yang dilakukan bahwa semua responden telah memiliki kartu raskin yang diberikan aparat kelurahan. Dalam hal ini petugas kelurahan telah melaksanakan administrasi dengan baik. Seharusnya kartu tersebut harus dipegang oleh responden. Namun pihak kelurahan menyimpan kartu mereka di kantor, dengan alasan untuk menghindari resiko kehilangan kartu dan kecurangan dari pihak yang berniat tidak baik. Di dalam kartu ini akan terdapat nama tertera di dalamnya, juga ada data formulir sesuai tidaknya dengan orang yang menerima raskin sehingga membuat petugas lebih mudah dalam melakukan pembagian raskin. Ketika penerima raskin membeli beras, petugas kelurahan akan melihat kartu raskin dan memberikan formulir tanda tangan, sebagai tanda
8
penerimaan. Dalam hal pelayanan pembagian raskin, semua responden menyatakan mendapatkan kemudahan pelayanan oleh petugas tanpa membeda – bedakan suku, agama dan ras. 6. Tepat Kualitas Mayoritas responden (26 orang atau 83,98 %) menyatakan kualitas raskin yang mereka terima sudah baik dan layak untuk dikonsumsi. Mereka merasa sudah cukup puas dengan beras yang mereka dapatkan. Kendatipun rasanya tidak terlalu enak, setidaknya bisa membantu memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Mereka sadar bahwa harga beras yang mereka beli sangat rendah dibandingkan dengan harga pasaran. Tetapi ada juga responden yang menilai beras yang mereka beli kurang layak dan tidak layak dikonsumsi masing – masing sebesar 9,56 % dan 6,46 %. Adapun alasan mereka menyatakan kurang layak karena mereka sering menemukan kutu atau batu kecil dalam beras, bahkan terkadang ada beras yang menggumpal karena lama disimpan di gudang. Tujuan Yang Dicapai Semua responden yang menerima raskin sangat merasakan manfaat program raskin. Karena mereka sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa semua responden sangat terbantu dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka karena dengan terpenuhinya kebutuhan pangan dapat mengurangi beban pengeluaran responden dan mengatasi masalah kekurangan gizi. Dimana kita tahu bahwa harga bahan pokok semakin hari semakin meningkat, terutama harga beras. Dengan bantuan pemerintah mereka bisa membeli beras dengan harga yang lebih murah, sehingga program raskin sangat jelas membantu kehidupan masyarakat miskin. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan, yakni: 1. Masyarakat penerima raskin tergolong masyarakat miskin. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan, pekerjaan yang digeluti / dilakoni, penghasilan perbulan dan kondisi perumahannya serta konsumsi makanan sehari – hari. Sehingga dari segi sasaran
Atika, Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga Miskin
maka program raskin di Kelurahan Tanjung Marulak sudah tepat sasaran. 2. Keluarga sasaran dapat menerima raskin sebulan sekali secara rutin sebesar 15 kg/KK dengan harga Rp. 1.600,- dimana mayoritas responden menyatakan bahwa raskin yang diterima sudah layak dikonsumsi. Keluarga penerima raskin mendapatkan kartu raskin bukti penerima manfaat. Seharusnya kartu tersebut dipegang oleh keluarga masingmasing. Namun di Kelurahan Tanjung Marulak, kartu raskin disimpan pihak Kelurahan untuk menjaga terjadinya hal-hal yang tidak baik dan faktor kehilangan kartu. Namun berdasarkan wawancara di Kelurahan ini setiap tahun tidak ada pendataan ulang. Hal ini berarti besar kemungkinan jumlah penerima raskin tahun ini hampir sama dengan tahun kemarin. 3. Masyarakat menganggap bahwa program raskin dapat membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga, mengurangi beban pengeluaran serta mengatasi masalah kekurangan gizi. Kendatipun sebenarnya mereka belum terlalu puas karena terkadang beras yang mereka terima tercampur batu -batu kecil, kutu, bahkan berasnya menggumpal karena terlalu lama disimpan digudang. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan yang telah disajikan diajukan rekomendasi sebagai berikut: 1. Perlu adanya sosialisasi berupa penyuluhan tentang program raskin, isi program raskin, tujuan program dan metode-metode program raskin, sehingga masyarakat akan merasa lebih mengerti tentang program raskin. Dengan adanya penyuluhan masyarakat akan sadar, apakah keluarganya termasuk keluarga miskin dan merasa malu
seandainya program tersebut tidak layak/tepat buat mereka. 2. Pengawasan akan pelaksanaan raskin harus lebih ketat dan tegas. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya penyelewengan dalam pelaksanaan program raskin. 3. Para penerima raskin diharapkan tidak merasa tergantung kepada subsidi pemerintah untuk terus menerus membeli beras secara murah. Karena bantuan yang diberikan hanya sebatas untuk meringankan beban mereka dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. 4. Perlu adanya pendataan ulang, agar program raskin tepat sasaran. Karena dengan adanya pendataan ulang besar kemungkinan jumlah penerima raskin akan berkurang, hal ini sesuai dengan perkiraan pemerintah bahwa jumlah orang miskin semakin berkurang di Indonesia. Daftar Pustaka Ali, Fachry, 1999. Beras, Koperasi, dan Politik Orde Baru: Bustanil Arifin 70 Tahun, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. BKKBN, 2009. Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera. Hastuti, 2003. Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) : Apakah Program Tahun 2002 Berjalan Efektif?. Nugroho, Riant. 2009. Public Policy, Jakarta : PT Elex Kamputindo. PPK, 2010, Efektivitas Pelaksanaan Raskin. Suharto, Edi, Ph.D. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia, Bandung : PT Alfabeta.
9