TINGKAT KEBERHASILAN PNPM DALAM MEMFASILITASI RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM DI DESA DAN KOTA BOGOR
HERNA PUSPITASARI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Keberhasilan PNPM dalam Memfasilitasi Rumah Tangga Peserta Program di Desa dan Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir diskripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Herna Puspitasari I34090063
ABSTRAK HERNA PUSPITASARI. Tingkat Keberhasilan PNPM dalam Memfasilitasi Rumah Tangga Peserta Program di Desa dan Kota Bogor. Dibimbing oleh SITI AMANAH. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan perbaikan kualitas rumah. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis peran pendamping dan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan program serta melihat hubungan antara karakteristik peserta, prasayarat partisipasi peserta, dan kompetensi pendamping terhadap tingkat keberhasilan program. Sampel penelitian adalah peserta Simpan Pinjam Kelompok Perempuan di Desa Ciherang dan peserta Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) di Kelurahan Kebon Pedes. Secara umum, pelaksanaan program berjalan baik di kedua lokasi penelitian. Hal ini terlihat dari tingkat pengembalian pinjaman sebesar 100 persen dan perbaikan rumah dirasakan manfaatnya dengan tingkat kepuasan peserta yang tinggi. Dari seluruh variabel yang diuji, hanya terdapat beberapa variabel yang memiliki hubungan satu sama lain. Hubungan paling nyata ditunjukkan oleh kompetensi pendamping program dengan keberhasilan program BSP2S dan prasyarat partisipasi dengan tingkat partisipasi yang juga pada program BSP2S. Kata kunci: tingkat keberhasilan program, partisipasi, pendapatan masyarakat, perbaikan kualitas rumah
ABSTRACT HERNA PUSPITASARI.The Role of PNPM in Supporting Beneficiary Household in Rural and Urban of Bogor. Supervised by SITI AMANAH. The research objective was to analyse the role of PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan in increasing income and housing facilities of the beneficiary. The research method used survey technique to 60 respondents representing household in Ciherang and Kelurahan Kebon Pedes. The variables observed include beneficiary’s profile, participation perrequisite, facilitators’s competency, incomes, and housing improvement. The research results show that PNPM provide facilitation and have able to improve household condition in terms of increasing income, housing conditions have better improved. There is a difference community participation to the program, between village in the distict and the city, BSP2S are better compared to SPP program. The most obvious was shown by the associated competitiveness program with its success of BSP2S program. Keywords: role of PNPM, facilitation, participation, household’s income
TINGKAT KEBERHASILAN PNPM DALAM MEMFASILITASI RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM DI DESA DAN KOTA BOGOR
HERNA PUSPITASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Tingkat Keberhasilan PNPM dalam Memfasilitasi Rumah Tangga Peselta Program di Desa dan Kota Bogor : Herna Puspitasari Nama NIM : 134090063
Disetujui oleh
-
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Pembimbing
Tanggal Lulus:
1 0 SEP 013
Judul Skripsi : Tingkat Keberhasilan PNPM dalam Memfasilitasi Rumah Tangga Peserta Program di Desa dan Kota Bogor Nama : Herna Puspitasari NIM : I34090063
Disetujui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
PRAKATA Puji dan syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya tulis ini berjudul Tingkat Keberhasilan PNPM dalam Memfasilitasi Rumah Tangga Peserta Program di Desa dan Kota Bogor. Terima kasih dan segala rasa hormat penulis sampaikan kepada Dr Ir Siti Amanah, MSc selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran, motivasi, masukan, dukungan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang tercinta Ibunda Suparniah dan Bapak Surasman serta kepada kakak terkasih Herman Supriyadi dan Henny Purwanti atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis. Keluarga besar Bapak Rosyikin atas segala kasih sayang dan dukungan kepada penulis. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada sahabat-sahabat Laughter tercinta Verry, Leoni, Feni, Ayunita, Ernawati, Sandra, Tissa, Goldy, Dimas, Irdy, Alvin, Agung, Amas, Harpa, Rizky, Tyo atas canda tawa dan dukungannya selama ini, teman satu bimbingan Intan Endawaty dan Melisa Ansela atas bantuan dan kerjasamanya selama melalui proses penyusuan Studi Pustaka hingga Skripsi ini, teman-teman UKM MAX!! IPB khususnya angkatan ke-6 Zhaqia, Bari, Memey, Ilham, dan Khalid. Terima kasih untuk Riezka Riswar dan Yuli Dwi atas kebersamaan dan dukungan selama kuliah di KPM, Indra atas bantuannya serta semua teman-teman dari keluarga besar KPM 46. Saya benar-benar merasa bangga menjadi bagian dari keluarga besar KPM 46. Terima kasih juga untuk Qanita, Kak Yoshinta, Eben dan Ijal atas kebersamaan dan dukungannya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak dan penulis berharap semoga skripsi ini menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi bagi banyak pihak yang membaca.
Bogor, 19 September 2013
Herna Puspitasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
3
Tujuan Penelitian
3
Kegunaan Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan
5
Konsep Pemberdayaan
7
Konsep Partisipasi
7
Pekerja Sosial
9
KERANGKA PEMIKIRAN
13
Hipotesis
14
Definisi Operasional
14
PENDEKATAN LAPANG
19
Metode Penelitian
19
Lokasi dan Waktu
19
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
20
Teknik Pengumpulan Data
21
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
21
Validitas dan Reliabilitas
22
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
25
Letak Geografis dan Kondisi Alam
25
Kondisi Demografi
25
Ekonomi
26
Tingkat Pendidikan
27
Sarana dan Prasarana
27
Pelaksanaan PNPM Mandiri di Desa Ciherang (SPP)
28
Pelaksanaan PNPM Mandiri di Kelurahan Kebon Pedes (BSP2S)
29
KARAKTERISTIK RESPONDEN Karakteristik Responden
31 31
vi
Jenis Usaha Peserta SPP
34
Cicilan Anggota SPP
34
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA DALAM TAHAP PERENCANAAN
37
Partisipasi Peserta dalam Tahap Perencanaan berdasarkan Karakteristik
37
Partisipasi Peserta dalam Tahap Perencanaan berdasarkan Prasyarat Partisipasi
39
Partisipasi Peserta dalam Tahap Perencanaan berdasarkan Kompetensi Pendamping
41
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA DALAM TAHAP PELAKSANAAN
45
Partisipasi Peserta dalam Tahap Pelaksanaan berdasarkan Karakteristik
45
Partisipasi Peserta dalam Tahap Pelaksanaan berdasarkan Prasyarat Partisipasi
46
Partisipasi Peserta dalam Tahap Pelaksanaan berdasarkan Kompetensi Pendamping
48
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA DALAM TAHAP EVALUASI Partisipasi Peserta dalam Tahap Evaluasi berdasarkan Karakteristik
51 51
Partisipasi Peserta dalam Tahap Evaluasi berdasarkan Prasyarat Partisipasi
53
Partisipasi Peserta dalam Tahap Evaluasi berdasarkan Kompetensi Pendamping
54
Tingkat Partisipasi Peserta Program SPP dan BSP2S dan PKP
55
TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM SPP DENGAN INDIKATOR KEBERHASILAN PENDAPATAN USAHA DAN PENGAMBILAN CICILAN DAN PINJAMAN
57
Tingkat Keberhasilan Program SPP berdasarkan Karakteristik
57
Tingkat Keberhasilan Program SPP berdasarkan Prasyarat Partisipasi
58
Tingkat Keberhasilan Program SPP berdasarkan Kompetensi Pendamping 59 TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM BSP2S DAN PKP DENGAN INDIKATOR KEBERHASILAN KEPUASAN PESERTA DAN KONDISI RUMAH PASCA PERBAIKAN
61
Tingkat Keberhasilan Program BSP2S dan PKP berdasarkan Karakteristik 61 Tingkat Keberhasilan Program BSP2S dan PKP berdasarkan Prasyarat Partisipasi 62 Tingkat Keberhasilan Program BSP2S dan PKP berdasarkan Kompetensi Pendamping 62 ANALISIS TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM SPP DAN PROGRAM BSP2S DAN PKP
65
Analisis Hubungan Karakteristik Peserta dengan Tingkat Keberhasilan Program 65
Analisis Hubungan Prasyarat Partisipasi Peserta dengan Tingkat Keberhasilan Program 66 Analisis Hubungan Kompetensi Pendamping Peserta dengan Tingkat Keberhasilan Program 67 Analisis Hubungan Prasyarat Partisipasi Peserta dengan Tingkat Partisipasi Peserta 68 PENUTUP
71
Simpulan
71
Saran
71
DAFTAR PUSTAKA
73
LAMPIRAN
75
RIWAYAT HIDUP
83
viii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19 Tabel 20 Tabel 21 Tabel 22 Tabel 23
Kondisi demografi Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang berdasarkan mata pencaharian Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Kebon Pedes Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes berdasarkan sarana dan Prasarana Jumlah dan persentase peserta program SPP dan BSP2S dan PKP berdasarkan karakteristik peserta Persentase responden berdasarkan jenis usaha di Desa Ciherang Tabulasi silang partisipasi peserta dalam tahap perencanaan berdasarkan karakteristik individu Tabulasi silang pasrtisipasi dalam tahap perencanaan berdasarkan prasyarat partisipasi Tabulasi silang partisipasi peserta dalam tahap perencanaan berdasarkan kompetensi pendamping Tabulasi silang partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan berdasarkan karakteristik peserta Tabulasi silang partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan berdasarkan prasyarat partisipasi Tabulasi silang partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan berdasarkan kompetensi pendamping Tabulasi silang partisipasi peserta dalam tahap evaluasi berdasarkan karakteristik peserta Tabulasi silang peserta dalam tahap evaluasi berdasarkan prasyarat partisipasi Tabulasi silang partisipasi peserta dalam tahap evaluasi berdasarkan kompetensi pendamping Tabulasi silang tingkat keberhasilan program SPP berdasarkan karakteristik peserta Tabulasi silang tingkat keberhasilan program SPP berdasarkan prasyarat partisipasi Tabulasi silang tingkat keberhasilan program SPP berdasarkan kompetensi pendamping Tabulasi silang tingkat keberhasilan program BSP2S dan PKP berdasarkan karakteristik peserta Tabulasi silang tingkat keberhasilan program BSP2S dan PKP berdasarkan prasyarat partisipasi Tabulasi silang tingkat keberhasilan program BSP2S dan PKP berdasarkan kompetensi pendamping Hasil uji korelasi antara karakteristik peserta dengan tingkat keberhasilan program
25 26 26 27 28 32 34 38 40 42 46 47 48 52 53 54 57 58 59 61 62 63 65
Tabel 24 Hasil uji korelasi antara partisipasi peserta program dengan tingkat keberhasilan program Tabel 25 Hasil korelasi antara peran pendamping dengan tingkat keberhasilan program Tabel 26 Hasil korelasi antara prasyarat partisipasi dengan tingkat partisipasi
66 67 68
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5
Kerangka Pemikiran Teknik pemilihan responden di Desa Ciherang Teknik pemilihan responden di Kelurahan Kebon Pedes Grafik histogram tingkat pendapatan peserta di Desa Ciherang Grafik histogram tingkat pendapatan peserta di Kelurahan Kebon Pedes Gambar 6 Grafik tingkat partisipasi peserta SPP dan BSP2S dan PKP
13 20 20 33 33 56
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6
Kebutuhan data, metode, jenis data, dan sumber data Denah lokasi penelitian di Desa Ciherang Denah lokasi penelitian di Kelurahan Kebon Pedes Daftar nama responden penelitian Hasil Rank Spearman (Uji Korelasi dengan SPSS 16.0) Dokumentasi penelitian
75 76 77 78 80 82
x
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang belum mampu terselesaikan sepenuhnya. Menurut data BPS bulan Januari tahun 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada September 2012 mencapai 28.59 juta jiwa, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2012 sebesar 29.13. Artinya selama enam bulan terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0.54 juta jiwa. Beberapa faktor terkait dengan penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2012-September 2012 salah satunya adalah penerima beras murah atau raskin pada 20 persen kelompok berpendapatan rendah meningkat dari sekitar 18.5 persen pada Maret 2012 menjadi 20.1 persen pada September 2012. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang ditetapkan melalui Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tertulis, kebijakan penanggulangan kemiskinan berada diurutan ke-4 dari 11 daftar prioritas. Hal tersebut menjadi kesempatan baik bagi masyarakat yang berada pada wilayah atau pun kondisi ekonomi yang perlu mendapatkan pemberdayaan berupa programprogram pemberdayaan dari pemerintah salah satunya yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dengan berbagai jenis program pendukungnya dalam upaya pengentasan kemiskinan. Sejalan dengan tujuan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pembangunan masyarakat menjadi wujud dari upaya pengembangan masyrakat dimana paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers 1995 seperti dikutip Mardikanto 2010), maka upaya pemberdayaan masyarakat menjadi kebutuhan dalam setiap upaya pembangunan. Wujud dari pemberdayaan masyarakat adalah sebuah program yang memfokuskan tujuan pada penanggulangan kemiskinan di Indonesia, melalui program yang berbentuk bantuan langsung masyarakat, yang merupakan sebuah bentuk paradigma program mengedepankan dan menumbuhkan partisipasi masyarakat. Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam merubah paradigma pembangunan yang bertumpu kepada peran pemerintah (state center) ke arah paradigma pembangunan masyarakat (people centered). Terdapat empat lingkup partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu; (1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan; (2) Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan; (3) Partisipasi dalam pemantapan dan evaluasi pembangunan; dan (4) Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan (Mardikanto 2010). Kerangka perubahan paradigma tersebut melahirkan program bantuan langsung masyarakat yang diberi nama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, diluncurkan oleh Presiden RI tanggal 30 April 2007 di Kota Palu-Sulawesi Tengah. Perumusan program ini melahirkan PNPM Mandiri Perkotaan dan Pedesaan dengan jenis kegiatan pendukung yang berbedabeda. PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan yang
2
berbasis pemberdayaan masyarakat, yang dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui program bantuan langsung dari pemerintah memerlukan sinergitas antara pemerintah, peserta dan pendamping program. Selain partisipasi, penyediaan pendampingan menjadi faktor yang tidak lepas dari pelaksanaan program dimana menurut Ife (1995) peran pekerja sosial atau pendamping meliputi peran fasilitator, edukasi, representatif dan peran teknis. Artinya pendamping haruslah orang yang memiliki kompetensi untuk memfasilitasi, mengarahkan, mengontrol dan mendamingi peserta program dalam setiap kegiatan program. Menurut penelitian dan pengembangan pengelolaan PNPM Mandiri Perkotaan pada tahun 2011, PNPM Mandiri Perkotaan yang menjadi kelanjutan P2KP merupakan bagian dari PNPM pada tahun 2008 meliputi 8813 kelurahan/desa, 955 kecamatan, 254 kota/kabupaten di 33 provinsi. Latar belakang kemunculan PNPM Mandiri Perkotaan didasari pemikiran mengenai permasalahan kemiskinan di Indonesia, khususnya di wilayah perkotaan dengan permasalahan bagaimana mengatasi kemiskinan yang terjadi. Ciri umum kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, kualitas perumahan dan permukiman di bawah standar kelayakan, dan dengan mata pencaharian yang tidak menentu. Secara khusus, program ini bertujuan agar masyarakat dengan karakteristik yang berbeda-beda di kelurahan peserta program menikmati perbaikan sosial, ekonomi, dan tata pemerintahan lokal. Pemberdayaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan melalui pengokohan kelembagaan lokal dengan membentuk Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), yang hingga 2010 telah mencapai 11039 BKM di 246 kota/kabupaten di 33 provinsi. Badan Keswadayaan Masyarakat menjadi lembaga lokal tempat masyarakat belajar membuat perencanaan untuk wilahnya sesuai dengan kondisi, persoalan, kebutuhan, dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat dengan dukungan peran pendamping. Kegiatan perencanaan masyarakat ini dikenal dengan Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis) ini adalah dokumen masyarakat untuk merencanakan dan mengupayakan penanggulangan kemiskinan yang terjadi di wilayahnya. Sejalan dengan PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PKK), yang selama ini dinilai berhasil. Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan peran pemerintah lokal; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan berusaha menyentuh semua daerah mulai dari timur hingga barat Indonesia. Jawa Barat adalah salah satu wilayah yang tidak luput dari pelaksanaan program ini dan Bogor menjadi salah satu wilayah sasarannya. Data yang dikeluarkan oleh BPS
3
tahun 2010, yang menunjukkan tren penurunan tajam angka kemiskinan di Kabupaten Bogor. Tahun 2008 jumlah warga miskin Kabupaten Bogor mencapai 491 400 jiwa dari 4 302 974 jiwa atau berjumlah sekitar 12.11 persen dari total penduduk. Artinya pemkab Bogor berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga 5.41 persen melalui program pengentasan kemiskinan yang berjalan dengan baik. Penurunan angka kemiskinan ini menjadikan program pengentasan kemiskinan melalui bantuan langsung kepada masyarakat terus dilaksanakan. Sejalan dengan upaya penurunan angka kemiskinan yang dilakukan pemkab Bogor, pemerintah Kota Bogor juga melakukan upaya-upaya pengentasan kemiskinan serupa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat melalui program-program pemberdayaan seperti PNPM Mandiri. Masalah Penelitian Berkurangnya angka kemiskinan adalah salah satu tujuan pembangunan masyarakat melalui berbagai kegiatan seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan dan Perdesaan. Selain itu, untuk mencapai tujuan pelaksanaan program perlu pembangunan partisipatif, kesadaran dan kemandirian masyarakat sehingga masyarakat dalam kategori miskin tersebut bukan sebagai objek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Pencapaian tujuan itu dapat diupayakan melalui partisipasi masyarakat peserta program mulai dari tahap perencanaan hingga tahap evaluasi program. Selain itu, peran pendamping program yang mampu memfasilitasi masyarakat peserta program untuk belajar melalui lembaga lokal tempat masyarakat belajar membuat perencanaan untuk wilahnya sesuai dengan kondisi, persoalan, kebutuhan, dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Pertambahan penduduk mengakibatkan kebutuhan akan sarana dan prasarana perkotaan semakin meningkat terutama kebutuhan perumahan. Hal ini yang menjadi perhatian pemerintah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam memenuhi kebutuhan pemukiman yang layak huni. Berbeda dengan di Kota, masyarakat desa Ciherang terutama kaum ibu banyak yang memiliki usaha rumahan untuk membantu suami mereka memenuhi kebutuhan rumah tangga. Maka digulirkanlah bantuan berupa dana pinjaman untuk keberlangsungan usaha yang mereka jalankan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana peran PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan perbaikan kualitas rumah? 2. Bagaimana peran pendamping PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan dalam kegiatan? 3. Bagaimana partisipasi peserta program dalam upaya pencapaian keberhasilan program? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui peran PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan dapat berperan dalam uapaya peningkatan pendapatan masyarakat dan perbaikan kualitas rumah.
4
2. Menganalisis peran pendamping PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan dalam pelaksanaan program 3. Menganalisis peran serta masyarakat peserta program dalam peningkatan pendapatan dan perbaikan kualitas rumah. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai tingkat keberhasilan PNPM Mandiri pada perubahan masyarakat desa dan kota di Bogor. Secara lebih khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah: 1.
2.
3.
Bagi masyarakat Desa Ciherang dan masyarakat Kelurahan Kebon Pedes Penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran mengenai pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri dengan jenis kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Kemudian, dengan adanya penelitian ini juga diharapkan mampu untuk menjadi referensi bagi desa-desa dan kelurahan lain pada umumnya dan Desa Ciherang serta Kelurahan Kebon Pedes yang memiliki Badan Keswadayaan Masyarakat pada khususnya untuk bisa mengembangankan manfaat yang diperoleh dari bantuan program pemerintah yang telah didapatkan. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi pada pelaksaan program pemberdayaan masyarakat, dapat memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan (decision maker) untuk dapat menyusun strategi program-program lainnya yang tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, berkelanjutan dan mendapatkan kontrol langsung dari pemerintah terkait serta diharapkan dapat bekerjasama dengan swasta dalam kegiatan pembedayaan masyarakat. Bagi kalangan akademisi dan peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka mengenai tingkat keberhasilan PNPM Mandiri, peran serta akademisi dan peneliti untuk mendukung berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat.
5
TINJAUAN PUSTAKA Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan dan Perdesaan Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemerdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri (2008) menjelaskan bahwa PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampinan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Sejak awal, seperti dalam artikel Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemisikan bahwa PNPM Mandiri Perkotaan yang merupakan kelanjutan dari Program Penaggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dirancang secara berbeda. PNPM Mandiri Perkotaan bukan sekedar penyalur dana bantuan dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat atau bisa disebut BLM. Program ini menekankan upaya penanggulangan kemiskinan dengan basis atau modal dasar kemandirian masyarakat itu sendiri. Kemandirian yang dibangun program ini akan berkelanjutan jika pemerintah daerah ikut memberikan dukungan nyata kepada masyarakat melalui Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang merupakan kelembagaan lokal yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri. Kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam pemukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, menigkatkan kualitas perumahan dan permukiman mereka mampu meyuarakan aspirasinya dalam proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di kelurahan sasaran. Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, PNPM-MP cukup mampu mendorong dan memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisir dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, program penanggulangan kemiskinan potensial sebagai “gerakan masyarakat”, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat. Tidak jauh berbeda dengan PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM-Perdesaan atau Rural PNPM) merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang mendukung PNPM Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya adalah masyarakat perdesaan. PNPM
6
Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998-2007. Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air, bahkan terbesar di dunia. Dalam pelaksanaannya, program ini memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan. Program ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : a) dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) untuk kegiatan pembangunan, b) Dana Operasional Kegiatan (DOK) untuk kegiatan perencanaan pembangunan partisipatif dan kegiatan pelatihan masyarakat (capacity building), dan c) pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh para fasilitator pemberdayaan, fasilitator teknik dan fasilitator keuangan. Anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen/Kementrian Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), apartisipasi dari CSR (Corporate Social Responcibility) dan dari dana hibah serta pinjaman dari sejumlah lembaga dan negara pemberi bantuan di bawah koordinasi Bank Dunia. Sasaran program ini adalah warga masyarakat miskin yang berada diperkotaan dan diperdesaan, sesuai dengan rumusan kriteria kemiskinan setempat yang disepakati oleh warga, termasuk didalamnya adalah masyarakat yang telah lama miskin, masyarakat yang penghasilannya merosot dan tidak berarti akibat inflasi serta masyarakat yang kehilangan sumber nafkah karena krisis ekonomi. PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan memiliki tujuan yang secara garis besar hampir sama. PNPM Mandiri Perkotaan memiliki beberapa tujuan, yaitu: (i) memperbaiki sarana dan prasarana dasar perumahan dan pemukiman masyarakat miskin di perkotaan; (ii) mengenalkan dan membangun upaya-upaya peningkatan pendapatan secara mandiri dan berkelanjutan untuk masyarakat miskin di perkotaan, baik masyarakat yang telah lama miskin, masyarakat yang pendapatannya menjadi tidak berarti karena inflasi, maupun masyarakat yang kehilangan sumber nafkah karena krisis ekonomi; (iii) tercipta organisasi masyarakat warga yang memiliki pola kepemimpinan kolektif yang representatif, akseptabel, inklusif, tanggap, dan akuntabel yang mampu memberikan pelayanan masyarakat miskin perkotaan dan memperkuat suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik; dan (iv) memperkuat agen-agen lokal (pemerintah, dunia usaha, dan kelompok peduli) untuk membantu masyarakat miskin. Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu: (i) Peningkatakan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (ii) pelembagaan pembangunan partisipatif; (iii) pengefektifan fungsi dan peran pemerintah lokal; (iv) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; dan (v) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.
7
Konsep Pemberdayaan Pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat (miskin) unutuk mampu dan berani bersuara (voice) atau meyatakan pendapat, ide, gagasan-gagasannya, serta kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) sesuatu (konsep, metoda, produk, tindakan, dll) yang terbaik bagi pribadi, keluarga, dan masyarakatnya. Sejalan dengan itu, menurut Bagong (2003) dalam Bustang dkk (2008) pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan memalui kegiatan produktif untuk meningkatkan bargaining position mereka terhadap semua bentuk eksploitasi dan subordinasi. Dalam pengertian tersebut, menurut Mardikanto (2010) menjelaskan bahwa pemberdayaan mengandung arti perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat dalam arti: 1. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan) 2. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan 3. Terjaminnya keamanan 4. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran 5. Dan lain-lain Dewasa ini seiring berjalannya waktu, masyarakat semakin menyadari pemberdayaan tidak dengan sendirinya dapat berjalan. Menurut Sumodiningrat (1999) dalam Suharto (2005) kita memerlukan suatu strategi atau arah baru kebijaksanaan pembangunan yang memadukan pertumbuhan dan pemerataan. Strategi itu pada dasarnya mempunyai tiga arah. Pertama, pemihakan dan pemberdayaan masyarakat. Kedua, pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembangunan daerah yang mengembangkan peranserta masyarakat. Ketiga, moderinasi melalui penjamanan dan penetapan struktur ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran masyarakat lokal. Strategi pemberdayaan perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat agar tepat sasaran. Studi empirik yang dilakukan oleh Bustang dkk (2008) strategi pemberdayaan dilakukan dengan peningkatan perhatian dan tanggung jawab sosial khususnya pada aktivitas kelompok kolektif serta dengan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kemiskinan melalui peran organisasi pemerintah lokal, khususnya mengenai transparasi dan partisipasi. Konsep Partisipasi Definisi Partisipasi Terdapat beberapa definisi partisipasi, dikemukakan oleh Nasdian (2006) mendeskripsikan partisipasi adalah proses aktif, dimana inisiatif diambil oleh masyarakat sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana meraka dapat melakukan kontrol secara efektif. Definisi ini memberikan pengertian bahwa masyarakat diberi kemampuan untuk mengelola potensi yang dimiliki secara mandiri. Sedangkan menurut Slamet dalam Sumodiningrat (1999) mengartikan partisipasi sebagai keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan, baik itu pada prosesnya maupun dalam menikmati hasil pembangunan. Pendapat beragam seperti yang telah diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan/keterlibatan secara aktif
8
seseorang, atau mereka yang tergabung kedalam kelompok (masyarakat) secara sukarela dan tanpa tekanan memberikan kontribusi dalam sebuah program pembangunan mulai dari tahap awal pelaksanaan hingga tahap akhir pelaksanaan program. Para ahli mengkategorikan partisipasi kedalam tahapan-tahapan atau langkah pelaksanaan partisipasi. Cohen dan Uphoff (1979) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksaan suatu program. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. 3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yan dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. 4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Bentuk-Bentuk Partisipasi Menurut Soelaiman (1980), ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu program pembangunan, yaitu: 1. Partisipasi uang, adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan. 2. Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk meyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas. 3. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. 4. Partisipasi keterampilan adalah memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. 5. Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat, baik untuk penyusunan program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya. 6. Partisipasi sosial, merupakan partisipasi yang diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya serta dapat juga berupa sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi. 7. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan yaitu masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama. 8. Partisipasi representatif dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya dengan duduk dalam organisasi atau panitia.
9
Prasyarat Partisipasi Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi menurut Slamet (1993) partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kejadian nyata apabila terpenuhinya faktor-faktor yang mendukungnya, yaitu: 1. Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi. 2. Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dirasakan atas partisipasinya tersebut. 3. Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sasaran dan material lainnya. Faktor internal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan matapencaharian. Faktor internal ini berasal dari individu itu sendiri. Pekerja Sosial Pendapat Ife (1995) yang membahas mengenai peran-peran pekerjaan sosial meliputi : a. Peran Fasilitator Peranan fasilitator mengandung tujuan untuk memberikan dorongan semangat atau membangkitkan semangat kelompok sasaran atau klien agar mereka dapat menciptakan perubahan kondisi lingkungannya, antara lain: 1. Animasi sosial, yang bertujuan untuk mengaktifkan semangat, kekuatan, kemampuan sasaran yang dapat dipergunakan dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam bentuk suatu kegiatan bersama, sedangkan dalam kondisi ini seorang pekerja sosial harus memiliki antusiasme yang tinggi yang dapat menciptakan terlaksananya kegiatankegiatan yang telah direncakan bersama klien atau kelompok sasaran. Antusiasme ini dapat diikat dengan komitmen bersama-sama kelompok sasaran tanpa memihak suatu kelompok sasaran. 2. Mediasi dan negosiasi, peran ini dapat dimanfaatkan untuk meredam dan menyelesaikan ketika terjadi konflik internal maupun eksternal pada kelompok sasaran. Seorang pekerja sosial dalam hal ini harus bersikap netral tanpa memihak suatu kelompok tertentu. 3. Dukungan, peran ini berarti memberikan dukungan moril kepada kelompok sasaran untuk terlibat dalam struktur organisasi dan dalam setiap aktivitas-aktivitas yang sedang berlangsung dan yang akan berlangsung dimasa datang . 4. Pembangunan Konsensus, peran ini meliputi upaya-upaya yang menitik beratkan pada tujuan bersama, mengidentifikasikan kepentinggan bersama dan upaya-upaya pemberian bantuan bagi pencapaian konsensus yang dapat diterima semua masyarakat. 5. Memfasilitasi Kelompok, peranan ini akan melibatkan peranan fasilitatif dengan kelompok, bisa sebagai ketua kelompok atau bisa juga sebagai anggota kelompok.
10
b. Peran Edukasi Peran ini melibatkan peran aktif pekerja sosial didalam proses pelaksanaan semua kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan bersama kelompok sasaran sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka. Dalam konteks ini dapat diwujudkan berupa pelatihan-pelatihan ketrampilan, misalnya: pelatihan tatacara pengambilan keputusan, pelatihan agenda rapat atau mengelola rapat, pelatihan administrasi surat-menyurat dan pelatihan pemanfaatan waktu luang yang mereka miliki. 1. Peningkatan Kesadaran, peran ini berarti membantu orang untuk mengembangkan pandangan tentang suatu alternatif atau beberapa alternatif dalam tataran kepentingan personal dan politis. 2. Memberikan Informasi, peran ini berarti memberiakan informasi tentang program-progam yang ada di masyarakat tetapi dengan hati-hati karena terdapat variasi kehidupan sosial di masyarakat, informasi tersebut berupa sistem sumber eksternal, sumber dana , sumber ahli, berbagai petunjuk pelaksanaan program, presentasi audio visual dan pelatihan-pelatihan. 3. Mengkonfrontasikan, peran ini berarti keinginan kelompok masyarakat yang positif sedangkan kelompok lain berkeinginan negatif, jadi keduanya harus dikonfrontasikan untuk mencapai konsesus, tetapi harus diingat ini pilihan terakhir tanpa kekerasan. 4. Pelatihan, peran ini berarti mencari dan menganalisa sumber-sumber dan tenaga ahli yang diperlukan dalam pelatihan. c. Peran Representatif Dalam peran ini pekerja sosial bertindak sebagai enabler atau sebagai agen perubahan, antara lain membantu klien menyadari kondisi mereka, mengembangkan relasi klien untuk dapat bekerja sama dengan pihak lain (networking ) dan membantu klien membuat suatu perencanaan. 1. Mendapatkan Sumber, peranan ini berarti memanfaatkan sistem sumber yang ada dalam masyarakat dan di luar masyarakat. 2. Advokasi, peranan ini berarti mewakili kepentingan-kepentingan klien berupa dengan pendapat, lobbying dengan para politis/pemegang kekuasaan, membentuk perwakilan di pemerintah lokal atau pusat dan membela klien di pengadilan. 3. Memanfaatkan Media Massa, peranan ini untuk memperjelas isu tertentu dan membantu mendapatkan agenda publik. 4. Hubungan Masyarakat, peranan ini berati memahami gambarangambaran proyek-proyek masyarakat dan mempromosikan gambaran tersebut ke dalam konteks yang lebih besar, melalui publikasi agar masyarakat tergerak terlibat dalam proyek tersebut dan menarik simpati dukungan dari pihak lain. 5. Jaringan Kerja (Networking), peranan berarti mengembangkan relasi dengan berbagai pihak, kelompok dan berupaya mendorong mereka untuk turut serta dalam upaya perubahan. 6. Berbagi Pengetahuan dan Pengalaman, peranan ini dilakukan dalam kegiatan seperti keterlibatan aktif dalam pertemuan-pertemuan formal maupun non formal seperti: konferensi-konferensi, penulisan jurnal, surat kabar, seminar dll.
11
d. Peranan Teknis 1. Pengumpulan dan Analisis Data, peranan ini berarti sebagai peneliti sosial, dengan memanfaatkan berbagai metodologi penelitian ilmu pengetahuan sosial untuk mengumpulkan dan menganalisa data serta mempresentasikannya dengan baik. 2. Menggunakan Komputer, peranan ini berarti mampu menggunakan komputer dengan tujuan untuk penyusunan proposal, rancangan penelitian, analisis data, penyunan laporan keuangan, membuat selebaran, spanduk, leaflet, surat menyurat. 3. Presentasi Verbal dan Tertulis, peranan ini berarti harus mampu mengekspresikan pikiran-pikiran, tindakan-tindakan secara langsung dan dalam bentuk tulisan. 4. Management, peranan ini berarti bertanggung jawab untuk mengelola program kegiatann yang telah dibuatnya.
12
13
KERANGKA PEMIKIRAN Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan dan Perdesaan dalam suatu wilayah diharapkan sesuai dengan tujuan besar program yaitu penanggulangan masalah kemiskinan melalui pengenalan dan membangun upaya-upaya peningkatan pendapatan secara mandiri berkelanjutan untuk masyarakat miskin di perkotaan. Apabila masyarakat mampu meningkatkan pendapatan mereka melalui keikutsertaannya dalam program PMPN Mandiri maka dapat dikatakan tujuan program ini mampu terwujud dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Partisipasi peserta program sangat diperlukan dalam setiap kegiatan dalam PNPM Mandiri. Perbaikan sosial, ekonomi, dan tata pemerintahan lokal adalah tiga program utama pada program (kegiatan) PNPM-MP. Partisipasi peserta program perbaikan ekonomi melalui program dana bergulir dan perbaikan kualitas rumah dipengaruhi oleh faktor tingkat kemauan peserta program, kemampuan peserta program, dan kesempatan, serta dipengaruhi oleh karakteristik individu yaitu umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah keluarga. Partisipasi peserta program diukur dari tingkatan partisipasi menurut Cihen dan Uphoff (1979) yang terdiri dari tingkat perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil, namun pada penelitian ini haya diteliti sampai pada tingkat evaluasi. Serta bagaimana prasyarat partisipasi dapat mempengaruhi partisipasi peserta program. Kegiatan ini perlu didukung oleh proses pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pendampingan intensif. Merujuk pada pendapat Ife (1995) yang membahas mengenai peran-peran pekerja sosial maka dalam penelitian melihat kompetensi pendamping yang terdiri dari peran sebagai fasilitator, edukasi, representatif, dan teknis dalam pelaksanaan kegiatan. X1 Karakteristik Individu Peserta Program X1.1 Umur X1.2 Tingkat Pendidikan X1.3 Tingkat Pendapatan X1.4 Jumlah Keluarga
X2 Prasyarat Partisipasi X2.1 Tingkat Kesempatan X2.2 Tingkat Kemauan X2.3 Tingkat Kemampuan X4 Kompetensi Pendamping X4.1 Fasilitator X4.2 Edukasi X4.3 Representatif X3.4 Teknis
Keterangan:
= hubungan Gambar 1 Kerangka pemikiran
Y. Tingkat Keberhasilan Y1 Tingkat Partisipasi Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Y2 Keberhasilan SPP Pendapatan Usaha Peserta Program SPP Pengembalian Cicilan Y3 Keberhasilan BSP2S Perbaikan Kualitas Rumah dan Lingkungan Kepuasan Peserta
14
Hipotesis Hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan tingkat keberhasilan program. 2. Terdapat hubungan nyata antara dimilikinya prasyarat partisipasi peserta dengan keberhasilan program. 3. Terdapat hubungan nyata antara kompetensi pendamping dengan keberhasilan program. Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah tingkat partisipasi untuk mengukur sejauh mana partisipasi peserta program dan pengaruhnya terhadap tingkat keberhasilan program. 1. Tingkat partisipasi adalah keterlibatan peserta dalam tahap pelaksanaan PNPM sesuai dengan tahapan yang dilangsungkan. Tingkat partisipasi ini dilihat dari bagaimana peserta melaksanakan kegiatan pada setiap tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. a. Tahap Perencanaan. Partisipasi peserta dalam tahap perencanaan diukur berdasarkan keterlibatan peserta berpendapat dalam merumuskan, merancang kegiatan baik yang bersifat teknis maupun non-teknis. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan berjenjang mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi yaitu, tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2), sering (skor 3), selalu (skor 4). Pertanyaan berjumlah lima poin dalam bentuk pernyataan. Hasil ini dikelompokan menjadi: 1. Rendah jika total skor antara 5-10 2. Sedang jika total skor antara 11-15 3. Tinggi jika total skor antara 16-20 b. Tahap pelaksanaan. Partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan diukur berdasarkan keterlibatan peserta dalam pelaksanaan berupa kehadiran, dan turut dalam pengambilan keputusan. Responden diberikan pernyataan dengan pilihan berjenjang mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi yaitu, tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2), sering (skor 3), selalu (skor 4). Pertanyaan akan berjumlah lima poin dalam bentuk pernyataan. Hasil ini dikelompokan menjadi: 1. Rendah jika total skor antara 5-10 2. Sedang jika total skor antara 11-15 3. Tinggi jika total skor antara 16-20 c. Tahap Evaluasi. Partisipasi peserta dalam tahap evaluasi diukur dengan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam mengevaluasi program yang telah dilaksanakan, saran, ide-ide bagi kegiatan kedepannya. Responden diberikan pernyataan dengan pilihan berjenjang mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi yaitu, tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2), sering (skor 3), selalu (skor 4). Pertanyaan akan berjumlah lima poin dalam bentuk pernyataan. Hasil ini dikelompokan menjadi: 1. Rendah jika total skor antara 5-10 2. Sedang jika total skor antara 11-15
15
3. Tinggi jika total skor antara 16-20 2. Faktor pendorong partisipasi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi responden sehingga turut serta dalam program. Faktor-faktor pendorong partisipasi, yaitu: a. Tingkat kesempatan adalah pengaruh eksternal seperti lingkungan yang mempengaruhi responden memiliki kesempatan untuk turut serta dalam program meliputi frekuensi penerimaan pelatihan dan tingkat penerimaan informasi. Pertanyaan yang akan diberikan berjumlah lima pertanyaan dengan pilihan ya (skor 2) dan tidak (skor 1). Hasil ini akan dikelompokan menjadi: 1. Frekuensi penerimaan pelatihan adalah seberapa sering responden mendapatkan pelatihan berkenaan dengan program. 2. Tingkat penerimaan informasi adalah seberapa besar dan seberapa dalam informasi yang diterima oleh responden. Penilaian terhadap tingkat kesempatan dengan mengakumulasi jumlah skor frekuensi penerimaan pelatihan dengan penerimaan informasi yang dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. i) Rendah jika total skor 5–6 ii) Sedang jika total skor 7–8 iii) Tinggi jika total skor 9–10 b. Tingkat kemauan adalah sesuatu yang mendorong responden memiliki keinginan untuk turut serta dalam program. Tingkat kemauan responden diukur melalui akumulasi dari persepsi dan sikap responden sedangkan, motivasi diukur melihat alasan keterlibatan responden. Pertanyaan yang diberikan berjumlah lima pertanyaan. Hasil ini dikelompokan menjadi: 1. Motivasi adalah dorongan baik dari internal (dalam diri) atau pun eksternal (luar diri) responden untuk keikutsertaannya dalam program. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1) dan ya (skor 2). Pengukurannya dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi dengan mengakumulasi jumlah skor motivasi. 2. Persepsi adalah bagaimana responden memberikan makna atau penilaian terhadap manfaat program dengan memahami rangsangan yang diterima oleh responden. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1) dan ya (skor 2). Pengukurannya dikategorikan menjadi tidak bermanfaat, bermanfaat, dan sangat bermanfaat dengan mengakumulasi skor persepsi. 3. Sikap adalah bagaimana kecenderungan responden memahami, menilai, dan melaksanakan, berupa sikap positif melalui penerimaan dan sikap negatif melalui penolakan. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1) dan ya (skor 2). Pengukuran akan dikategorikan menjadi positif, netral, negatif dengan mengakumulasi jumlah skor sikap. Penilaian terhadap tingkat kemauan dengan mengakumulasi jumlah motivasi, persepsi, dan sikap kemudian dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. i) Rendah jika total skor 5–6 ii) Sedang jika total skor 7–8
16
iii) Tinggi jika total skor 9–10 c. Tingkat kemampuan adalah upaya atau kesanggupan responden untuk berpartisipasi dalam program yang berkaitan dengan keterampilan peserta dalam praktik pada pelaksanaan program. Pertanyaan yang diberikan berjumlah lima pertanyaan. Hasil ini dikelompokan menjadi: 1. Kesanggupan adalah bagaimana peserta program menjalankan bantuan program dengan tanggung jawab sebagai peserta. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1) dan ya (skor 2). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 2. Keterampilan peserta dalam praktik pelaksanaan program adalah seberapa besar kontribusi atau keterlibatan peserta dalam kegiatan ini sehingga mampu melaksanakan kegiatan dengan ide-ide baru dalam praktik kegiatan. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1) dan ya (skor 2). Pengukurannya dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Penilaian terhadap tingkat kemauan dengan mengakumulasi jumlah motivasi, persepsi, dan sikap kemudian dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi i) Rendah jika total skor 5–6 ii) Sedang jika total skor 7–8 iii) Tinggi jika total skor 9–10 3.
Karakteristik responden adalah ciri-ciri yang melekat pada individu masingmasing responden meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. a) Umur adalah lama hidup responden dari sejak lahir sampai ketika diwawancarai. Batas penggolongan umur ditetapkan berdasarkan Havighurst dan Acherman dalam Sugiah (2008) membagi usia menjadi tiga kategori: i) Muda (18–30 tahun ii) Dewasa (31–50 tahun) iii) Tua (> 50 tahun) b) Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, yang dibedakan ke dalam kategori: i) Rendah jika tidak sekolah, dan tamat SD/sederajat ii) Sedang jika tamat SMP/sederajat iii) Tinggi jika tamat SMA/sederajat, dan pernah mengenyam perguran tinggi c) Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan, termasuk penghasilan sampingan yang diperoleh dalam 1 bulan, yang dibagi berdasarkan kategori: 1. Pendapatan rumah tangga peserta SPP i) Rendah: mean-standar deviasi; jika pendapatan < Rp670 021 ii) Sedang jika pendapatan Rp670 021 – Rp1 349 979 iii) Tinggi: mean+standar deviasi; jika pendapatan > Rp1 349 979 2. Pendapatan rumah tangga peserta BSP2S i) Rendah: mean-standar deviasi; jika pendapatan < Rp. 1 050 364 ii) Sedang jika pendapatan Rp1 050 364 – Rp1 636 000
17
4.
5.
iii) Tinggi: mean+standar deviasi; jika pendapatan > Rp1 636 000 d) Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya orang yang tinggal dalam satu atap dan yang kehidupannya masih bergantung kepada peserta tersebut terkait dengan ekonomi, termasuk dirinya sendiri. Jumlah tanggungan dikategorikan menjadi: i) Rendah jika anggota keluarga berjumlah 1-3 orang ii) Sedang jika anggota keluarga berjumlah 4-6 orang iii) Tinggi jika anggota keluarga berjumlah lebih dari 6 orang Tingkat Keberhasilan PNPM Mandiri Perdesaan Tingkat keberhasilan program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dilihat dari peningkatan pendapatan peserta program dan pengembalian cicilan pinjaman. a) Pendapatan usaha adalah penerimaan peserta yang diukur berdasarkan hasil usaha yang dilakukan dalam sebulan (jumlah produksi x harga jual) dalam bentuk uang dengan penerimaan dikurangi biaya produksi. Dalam hal ini pendapatan termasuk dalam skala rasio, namun untuk keperluan analisis statistik deskriptif, pendapatan usaha dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan upah minimum regional (UMR) Kabupaten Bogor tahun 2012, yaitu sebesar Rp1269 320 yang dikategorikan ke dalam: di bawah UMR = rendah (skoar 1); sesuai UMR = sedang (skor 2); di atas UMR = tinggi (skor 3). b) Pengembalian cicilan adalah kewajiban yang harus dipenuhi setiap bulannya dengan besarnya jumlah cicilan yang telah ditentukan beserta bunga yang harus dilunasi selama periode pinjaman. Indikator keberhasilan ini dibagi menjadi dua kategori yaitu pengembalian terhambat atau menunggak = rendah (skor 1), pengembalian kurang dari 100 persen = sedang (skor 2), dan pengembalian lunas 100 persen = tinggi (skor 3). Tingkat Keberhasilan PNPM Mandiri Perkotaan Tingkat keberhasilan progam Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) dilihat dari kepuasan peserta dan kondisi rumah. Ditandai dengan bangunan fisik sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan yang akan dideskripsikan dengan presentasi peningkatan kualitas rumah. a) Kepuasan peserta adalah manfaat yang dirasakan pasca perbaikan rumah yang membedakan dengan sebelum perbaikan ditandai dengan persentase kepuasan peserta yaitu tidak puas (skor 1), puas (skor 2), dan sangat puas (skor 3). b) Kondisi rumah ditandai dengan bangunan fisik sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan yang dideskripsikan dengan presentasi peningkatan kualitas rumah. Dikategorikan menjadi puas (skor 1), puas (skor 2), dan sangat puas (skor 3).
18
19
PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei dan pendekatan ini beranggapan bahwa fenomena sosial itu saling memiliki keterkaitan dan dapat diukur serta menunggunakan kuesioner sebagai alat uji atau instrumen penelitian. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik responden (usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, jumlah keluarga, dan tingkat pendapatan), prasyarat partisipasi (tingkat kesempatan, tingkat kemauan, tingkat kemampuan), tingkat partisipasi masyarakat (tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi), peran pendamping (peran fasilitator, peran edukasi, peran representatif, dan peran teknis), dan tingkat keberhasilan program (peningkatan pendapatan responden dan perbaikan kualitas rumah). Metode kuantitatif ini juga didukung oleh pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam mengunakan panduan wawancara dan observasi lapang untuk mendukung hasil kata kuantitatif. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang berbeda. Lokasi pertama yaitu RW 01 Ciherang Gede, RW 02 Ciherang Hegar Rasa, RW 07 Ciherang Bong, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, yakni: a. Desa Ciherang merupakan salah satu desa yang menerima bantuan simpan pinjam perempuan dari Program Nasional Pemberdayan Masyarakat Mandiri Perdesaan. b. Rekomendasi dari kantor PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. c. RW 01, RW 02, dan RW 07 merupakan RW dimana terdapat tiga kelompok ibu-ibu penerima bantuan spp yang sudah melakukan pembayaran atau pengembalian pinjamanan sebesar 100% dan sudah lebih dari satu kali menerima bantuan spp ini. Lokasi kedua yaitu di RW 13, Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, yakni: a. RW 13 Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu lokasi penerima bantuan perbaikan kualitas rumah pada PNPM Mandiri Perkotaan yang telah selesai dilaksanakan pada tahun 2010. b. Menurut pengakuan warga yang menerima bantuan perbaikan kualitas rumah, mereka merasa terbantu dengan adanya program ini. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2013. Selama pengambilan data berlangsung, peneliti melakukan pendekatan langsung kepada responden, mengikuti beberapa kegiatan yang diadakan oleh ibu-ibu penerima spp di lapangan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui lokasi penelitian dengan baik,
20
menciptakan hubungan sosial yang dekat dengan objek penelitian, dan mendapat data yang lebih dalam dan valid. Teknik Pemilihan Responden dan Informan Populasi penelitian ini adalah seluruh kelompok penerima program SPP di RW 01, RW 02, dan RW 07, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang berjumlah tiga kelompok penerima bantuan Simpan Pinjam Perempuan dan RW 13, Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat yang berjumlah 30 orang. Jumlah populasi didapatkan dari hasil penelusuran lapangan, yaitu menanyakan kepada setiap ketua RT dan beberapa warga di lokasi penelitian. Des Ciherang – 11 RW Ciherang Gede RT.02/01
Ciherang Bong RT. 02/07
Ciherang Hegarasa RT. 04/02
Gambar 2 Teknik pemilihan responden penelitian di Desa Ciherang Unit penelitian yang diteliti adalah individu yang menerima bantuan SPP pada PNPM Mandiri Perdesaan dan rumah tangga penerima bantuan perbaikan kualitas rumah pada PNPM Mandiri Perdesaan. Peneliti menggungakan metode sensus karena jumlah populasi yang tidak terlalu banyak sehingga akan lebih baik apabila teknik sensus yang dilakukan. Sensus ini dilakukan kepada 30 KK yang merupakan peserta PNPM Mandiri Perkotaan dan 3 kelompok penerima SPP yang telah melakukan pengembalian pinjaman sebesar 100% sebanyak 30 orang. Kebon Pedes RW 13
RT 02
RT 03
RT 04
RT 05
Gambar 3 Teknik pemilihan responden penelitian di Kelurahan Kebon Pedes Informasi mengenai berbagai kegiatan PNPM Mandiri ini juga diperoleh dari informasi yang diberikan informan. Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yaitu 3 orang pada program SPP dan 3 orang pada BSP2S dan PKP. Informan dipilih secara purposive atau sengaja kepada pihak-pihak yang terkait dan berdasarkan masalah yang berkaitan dengan program atau pun mengetahui bagaimana berjalannya kegiatan pemberdayaan ini sehingga dapat memperkaya data dan informasi yang dibutuhkan.
21
Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang pengumpulannya diperoleh melalui pengamatan langsung oleh peneliti, yakni hasil wawancara dengan responden/informan dan hasil pengukuran peneliti yang dilakukan secara sendiri. Data primer yang diperoleh dari responden diperoleh melalui teknik wawancara dengan alat bantu kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan pengumpulan data dari informan dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara. Data primer yang akan dikumpulkan adalah: 1) Karakteristik responden penerima bantuan, yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. 2) Faktor-faktor pendorong partisipasi peserta program. 3) Tingkat partisipasi peserta program pada tahap pelaksanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 4) Peran pendamping program dalam kegitan PNPM Mandiri. 5) Tingkat keberhasilan yang diperoleh dari peningkatan pendapatan dan perbaikan kualitas rumah setelah menerima bantuan. Selain data primer, pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan oleh pihak lain dan sudah diolah oleh pihak tersebut. Sumber data sekunder diperoleh dari Kantor Desa Ciherang, Kantor Kelurahan Kebon Pedes dan Bandan Keswadayaan Masyarakat Kebon Pedes, Kantor PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Dramaga, buku, internet, jurnal-jurnal penelitian, skripsi, tesis, dan laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data kuantitatif berisi hal-hal dan informasi yang dapat diukur dan dikuantifikasikan. Langkah-langkah pengolahan data kuantitatif pada penelitian ini berdasarkan langkah yang dikemukakan oleh Singarimbun dan Effendi (1989). Pertama, memasukkan data ke dalam kartu atau berkas (file) data. Kedua, membuat tabel frekuensi atau tabel silang. Ketiga, mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi atau tabel silang. Data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS 16 for Windows untuk menguji hubungan antar variabel yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat fakta yang terjadi dengan menggunakan analisis rank-spearman, serta dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan perbandingan antara pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan yang sesuai dengan pencapaian keberhasilan dari program yang telah diterima peserta. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan yang nyata antar variabel dengan data berbentuk ordinal dan data interval yang diubah menjadi data ordinal. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menentukan hubungan antara kedua variabel (variabel independen dan variabel dependen). Korelasi positif menunjukkan hubungan yang searah antara dua
22
variabel yang diuji, yang berarti semakin besar variabel bebas (variabel independen) maka semakin besar pula variabel terikat (variabel dependen). Sementara itu, korelasi negatif menunjukkan hubungan yang tidak searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil (Rakhmat 1997). Rumus korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut:
Dimana: ρ atau rs di n
: koefisien korelasi spearman rank : determinan : jumlah data atau sampel
Klasifikasi keeratan hubungan dijelaskan oleh Guilford (1956:145) dalam Rakhmat (1997) sebagai berikut: Kurang dari 0.20 hubungan rendah sekali; lemas sekali 0.20–0.40 hubungan rendah tetapi pasti 0.40–0.70 hubungan yang cukup berarti 0.70–0.90 hubungan yang sangat tinggi; kuat Lebih dari 0.90 hubungan sangat tinggi; kuat sekali, dapat diandalkan Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5 persen atau pada taraf nyata α = 0.05, yang berarti memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai probabilitas (P) yang diperoleh dari hasil pengujian dibandingkan dengan taraf nyata untuk menentukan apakah hubungan antara variabel nyata atau tidak. Bila nilai P lebih kecil dari taraf nyata α = 0.05 maka hipotesis diterima, terdapat hubungan nyata, dan nilai koefisien korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel. Sebaliknya bila nilai P lebih besar dari taraf nyata α 0.05 maka hipotesis tidak diterima, yang berarti tidak terdapat hubungan nyata dan nilai koefisien korelasi diabaikan. Sejak awal dilakukan pengumpulan data, berbagai hasil wawancara dan pengamatan dituangkan dalam bentuk catatan selama berlangsungnya penelitian di lapangan sampai berakhirnya penelitian dengan teknik analisis data kuantatitatif ini. Analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus yang terdiri atas pengumpulan data, analisis data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisis data primer dan sekunder mengacu pada pendapat Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus (1998), data diolah dengan melakukan tiga tahapan kegiatan dan dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan melalui verifikasi data. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Menurut Singarimbun dan Effendi (1989) validitas menunjukkan sejauhmana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Kuesioner yang disusun harus mengukur apa yang akan diukurnya, sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana alat pengukur dapat diandalkan. Alat pengukuran tersebut dapat dikatakan reliabel apabila suatu alat pengukur
23
dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten. Pengujian validitas dilakukan dengan uji konstruk (construct) atau validitas dari suatu konsep dengan menggunakan program SPSS for Widows versi 16.0. Pengujian telah dilakukan kepada 10 orang diluar responden untuk mengetahui kelayakan dan ketepatan kuesioner sebagai alat ukur atau instrumen penelitian. Secara keseluruhan terdapat 84 pertanyaan maupun pernyataan penelitian. Pertayaan terkait karakteristik individu dan rumah tangga peserta program yaitu pertanyaan tentang umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah keluarga. Variabel prasyarat partisipasi terdapat 15 pertanyaan. Dari 15 pertanyaan terdapat 4 pertanyaan yang dinyatakan valid, yaitu pertanyaan nomor (1) apakah bapak atau ibu mendapatkan undangan sosialisai program, nomor (3) apakah bapak atau ibu mengajukan diri untuk dapat menerima bantuan program, nomor (5) apakah bapak atau ibu mengetahui besarnya jumlah bantuan yang diterima, dan nomor (9) apakah bapak atau ibu mendapatkan dukungan keluarga untuk mengikuti kegiatan ini. Lima belas pertanyaan dalam tingkat partisipasi yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Masing-masing variabel terdiri dari lima pertanyaan. Satu pernyataan pada tahap perencanaan valid, yaitu pernyataan nomor (1) saya hadir dalam pertemuan yang membahas kegiatan perencanaan program. Pernyataan yang valid pada tahap pelaksanaan sebanyak 1 pernyataan yaitu nomor (3) sayaerika mengalokasikan dana bantuan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan, dan dua pernyataan valid pada tahap evaluasi yaitu nomor (2) saya terlibat dalam kegiatan evaluasi program, dan nomor (3) saya memberikan kritik bagi kinerja pemerintah atau pihak yang terkait. Uji validitas selanjutnya pada kompetensi yang dimiliki pendamping, terdapat dua belas pernyataan dari masing-masing komoetensi pendamping sebagai fasilitator, edukasi, representatif, dan teknis yang masing-masing terdiri dari tiga pernyataan. Terdapat tiga pernyataan yang valid yaitu pernyataan nomor (2) mengenal baik pendamping program, pernyataan nomor (5) pendamping rutin mengadakan diskusi, dan nomor (10) pendamping memberikan pelatihan pembuatan proposal pengajuan program bantuan. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan SPSS for Windows versi 16.0. pengujian item pertanyaan dan pertanyaan dilakukan dengan jumlah yang sama pada kuesioner yaitu sebanyak 84 pertanyaan maupun pernyataan. Setelah dilakukan uji reliabilitas kepada 10 orang diluar responden penelitian, nilai koefisiensi reliabilitas (Cronbach’s Alpha) yang diperoleh untuk variabel prasyarat partisipasi diperoleh nilai 0.658, tingkat partisipasi 0.922, kompetensi pendamping diperoleh nilai 0.775. Hal ini berarti sesuai dengan kriteria (lebih dari 0.60) artinya reliabilitasnya baik dan data hasil kuesioner dapat dipercaya.
24
25
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Kondisi Alam Desa Ciherang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah sebesar 251.57 hektar. Desa Ciherang terletak tidak jauh dari ibukota kecamatan dengan jarak dari pusat kecamatan adalah 1.5 kilometer, dan dari ibukota kabupaten 25 kilometer. Batas-batas wilayah Desa Ciherang yaitu: Sebelah utara : Kelurahan Margajaya Sebelah timur : Desa Laladon Sebelah selatan : Desa Ciapus dan Desa Sukawening Sebelah barat : Desa Dramaga dan Desa Sinarsari Desa Ciherang berada pada ketinggian 186 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 25°-32° Celcius dengan curah hujan sebesar 250-450 mm/tahun. Desa Ciherang memiliki 11 Rukun Warga (RW), yang terdiri dari 49 Rukun Tetangga (RT). Desa Ciherang terbagi menjadi beberapa desa atau kampung yang terdiri dari Ciherang Gede, Ciherang Hegarasa, Ciherang Bong, Ciherang Peuntas, Ciherang Hegasari, Ciherang Rawa Kalong, Ciherang Hegarmanah, Ciherang Impres, Ciherang Segarmanis, Ciherang Stanplas, Ciherang Kramat, Ciherang Tengah, dan Ciherang Kaum. Kelurahan Kebon Pedes terletak di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, dengan luas wilayah 104 hektar. Kelurahan Kepon Pedes dilalui oleh satu sungai besar yaitu Cipakancilan dan dua sungai kecil yaitu Cibalok dan Cikubang. Batasbatas wilayah Kelurahan Kebon Pedes yaitu: Sebelah utara : Kelurahan Pasirjaya dan Kelurahan Pasirmulya Sebelah timur : Kelurahan Pasirjaya Sebelah selatan : Desa Ciomas Kabupaten Bogor Sebelah barat : Desa Mekar Jaya Kabupaten Bogor Kelurahan Kebon Pedes berada pada ketinggian 250 M dari permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 25°-32° Celcius dengan curah hujan sebesar 250-450 mm/tahun. Kelurahan Kebon Pedes memiliki 13 Rukun Warga (RW), yang terdiri dari 74 Rukun Tetangga (RT). Kondisi Demografi Kondisi demografi Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes dijelaskan melalui data jumlah penduduk, jumlah penduduk menurut agama. Data ini diperoleh berdasarkan data monografi Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes tahun 2011. Tabel 1 Kondisi Demografi Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk menurut Agama
Desa Ciherang 12158 jiwa, terbagi menjadi 3213 Kepala Keluarga (KK). Penduduk lakilaki 6277 jiwa dan penduduk perempuan 5881 jiwa.
Kelurahan Kebon Pedes
Islam 11949 orang, Protestan 90 orang, Katolik 80 orang, Hindu 14 orang, dan 25 beragama Budha.
Islam 20887, 335 beragama Katolik, 682 beragama Kristen, 22 orang beragama budha, dan 47 beragama Hindu
22178 jiwa dan memiliki 5961 kepala keluarga dengan jumlah laki-laki 11268 jiwa dan perempuan 10910 jiwa
26
Ekonomi Penduduk Sumber penghasilan utama penduduk Desa Ciherang terdiri dari mata pencaharian yang beragam. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai wiraswasta/berdagang dan buruh. Jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk Desa Ciherang disajikan pada Tabel 2. Sedangkan penduduk di Kelurahan Kebon Pedes sebagian besar bekerja sebagai karyawan baik di pemerintahan maupun swasta. Jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk Kelurahan Kebon Pedes disajikan pada Tabel 3. Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang berdasarkan mata pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) 1 Pedagang/Wiraswasta 2427 47.43 2 Buruh 1231 24.05 3 PNS 545 10.66 4 Petani 398 7.78 5 Jasa 287 5.61 6 Tukang Bangunan 154 3.00 7 Pensiunan/Purnawirawan 59 1.16 8 Peternak 16 0.31 Jumlah 5117 100.0 Sumber: Data Monografi Desa Ciherang tahun 2011 Berdasarkan Tabel 2, jumlah penduduk dengan mata pencaharian sebagai pedagang/wirausaha adalah sebesar 2427 orang (47.43%) angka ini menujukan angka tertinggi dari penduduk yang bekerja pada sektor lainnya.Sedangkan angka tertinggi pada penduduk Kelurahan Kebon Pedes adalah yang bekerja sebagai Karyawan baik karyawan swasta atau pun permerintahan yaitu sebesar 6140 jiwa atau sebesar 69.7 persen. Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Kebon Pedes berdasarkan mata pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) 1 Karyawan 6140 69.7 2 Pengusaha 70 0.8 3 PNS 931 10.58 4 Peternak 40 0.45 5 Jasa 78 0.9 6 Pensiunan/Purnawirawan 999 11.34 7 Buruh 582 6.7 Jumlah 8804 100.0 Sumber: Data Monografi Kelurahan Kebon Pedes tahun 2011
27
Tingkat Pendidikan Data Monografi Desa Ciherang tahun 2011 menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan penduduk adalah tamat SLTA dengan persentase sebesar 40.6 persen. Sedangkan persentase terendah yaitu penduduk yang tidak tamat SD sebesar 0.9 persen. Di Desa Ciherang belum terdapat SLTP maupun SLTA, tetapi jumlah penduduk lulus SLTP dan SLTA lebih besar tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk yang tamat Sekolah Dasar. Hal ini dapat terjadi karena lokasi SLTP maupun SLTA dapat dijangkau dengan mudah oleh penduduk karena lokasinya berada di Kecamatan ataupun di Kabupaten yang sudah mudah diakses. Sedangkan jumlah lulusan terbanyak di Kelurahan Kebon Pedes adalah penduduk lulus SD yaitu sebanyak 6932 jiwa. Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Belum bersekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SMA Tamat Akademi/Diploma Perguruan Tinggi Total
Desa Ciherang (jiwa) n % 763 6.43 105 0.08 1509 12.71 3221 27.14 4829 40.69 858 7.3 584 11869
4.92 100.00
Kelurahan Kebon Pedes (jiwa) n % 266 1.30 65 0.32 6932 33.98 5230 25.64 6037 29.59 1472 7.22 397 20399
1.95 100.00
Sumber: Data Monografi Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes tahun 2011 Sarana dan Prasarana Di Desa Ciherang terdapat sebuah pasar di daerah Lonceng Indah yang sering disebut Pasar Jumat namun pasar ini tetap beroprasi setiap harinya. Pasar Jumat terlalu besar dan tidak menjual berbagai keperluan yang lengkap, sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih berbelanja langsung di pasar Dramaga yang lokasinya tidak jauh dari Desa Ciherang dengan kemudahan akses seperti banyaknya angkutan umum. Sarana transportasi yang terdapat di Desa Ciherang berupa angkutan kota (angkot) dan jasa ojek. Angkutan umum menghubungkan Desa Ciherang dengan terminal Laladon yang dapat ditempuh dengan waktu 1015 menit.
28
Tabel 5 Jumlah sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes Sarana dan Prasarana Masjid Mushola Gereja Katolik Bangunan Sekolah
Desa Ciherang 15 buah 14 buah 4 buah Sekolah Dasar
Kesehatan Pasar
1 buah Poliklinik 1 buah pasar jumat
Kelurahan Kebon Pedes 23 11 1 9 buah Sekolah Dasar 3 buah SMP/Sederajat 2 buah SMA/Sederajat 1 buah Puskesmas -
Sumber: Data Monografi Desa Ciherang dan Kelurahan Kebon Pedes tahun 2011 Pelaksanaan PNPM Mandiri di Desa Ciherang dengan Jenis Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan mulai tahun 2009. Program ini memberikan dana berupa pinjaman berbunga rendah yaitu sebesar 18% sebagai modal menjalankan usaha yang dibentuk berdasarkan lokasi tempat tinggal yang berdekatan satu dengan yang lainnya. Dana pinjaman diberikan secara bergulir setiap periode dengan masa waktu setiap periode rata-rata adalah sepuluh bulan. Pengajuan kelompokkelompok yang ingin mengikuti program SPP ini dengan pengajuan proposal terlebih dahulu kepada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Mandiri Perdesaan yang berada di Kecamatan dan selanjutnya diproses terlebih dahulu. Program PNPM Mandiri Perdesaan memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi peserta penerima bantuan. Jika proposal pengajuan pinjaman ini disetujui maka tim verifikasi akan mengadakan survey langsung kepada kelompok pengajuan program untuk kemudian dapat dibagikan dana bantuan kepada peserta program. Survey dilakukan untuk memastikan dan melihat jenis usaha yang ditekuni oleh peserta, jika peserta tidak memiliki usaha maka sudah dipastikan pengajuan dana ini tidak dapat disetujui. Program PNPM Mandiri Perdesaan dapat diikuti oleh laki-laki dan perempuan, akan tetapi pada penelitian ini peneliti mengkhususkan pada penerima bantuan simpan pinjam perempuan yang seluruh pesertanya adalah perempuan. Untuk dapat ikut serta dalam program tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : 1) Warga Negara Indonesia yang telah berdomisili kurang lebih 3 tahun di Desa Ciherang. 2) Mendapatkan izin dari suami yang terlampir pada surat persetujuan yang dibuat oleh peserta. 3) Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga(KK) 4) Tidak memiliki pekerjaan dan atau memiliki satu jenis usaha yang akan dijalankan . 5) Telah mengisi form persyaratan untuk mengikuti kegiatan bantuan simpan pinjam perempuan. 6) Mampu membayar cicilan pinjaman yang telah disepakati waktu dan besarnya jumlah cicilan berdasarkan bunga yang telah ditetapkan. Besarnya penetapan alokasi pinjaman tergantung jenis usaha milik peserta, apabila jenis usahanya relatif besar, maka dana pinjaman akan ditambah dengan
29
maksimal penambahan dana sebesar Rp500 000. Dana awal yang dialokasikan untuk kegiatan SPP di Desa Ciherang sebesar Rp186 500 000 dimana dana tersebut akan meningkat setiap tahunnya. Peserta yang baru pertama kali mengikuti program ini biasanya akan memperoleh dana pinjaman sebesar Rp500 000, sedangkan untuk kelompok yang sudah lebih dari satu kali mengajukan perguliran, dana dapat dinaikan hingga maksimal Rp2 000 000. Selain berbagai ketentuan diatas, peserta harus memberikan barang jaminan sebagai tanda kesanggupan untuk dapat membayar cicilan atau angsuran per bulan. Barang jaminan akan disita apabila peserta tidak mampu membayar angsuran. Barang jaminan ini senilai dengan jumlah pinjaman yang didapatkan. Dana pinjaman sebesar Rp500 000 – Rp1 000 000, biasanya jaminan bisa berupa televevisi. Pinjaman diatas Rp1 000 000 dengan memberikan jaminan berupa kulkas atau barang elektronik lain yang senilai harganya. Selama kegiatan SPP ini berlangsung, belum ada peserta yang barang jaminannya disita oleh tim UPK. Sampai dengan bulan September 2012 sudah terdapat 36 kelompok perempuan yang telah mendapatkan dana pinjaman selama satu kali hingga empat kali perguliran. Ada beberapa kelompok yang sudah tidak aktif (berhenti meminjam) karena beberapa hal seperti keputusan anggota kelompok untuk tidak melanutkan pinjaman, dan keputusan pihak UPK dan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) untuk tidak memperbolehkan kelompok tersebut menlanjutkan peminjaman karena statusnya bermasalah. Permasalahan yang sering terjadi adalah macetnya pembayaran angsuran, hal ini dapat terjadi karena adanya penyelewengan dana pengembalian yang dilakukan oleh kelompok. Sedangkan kelompok yang masih aktif sampai perguliran ke-9 bulan November 2012 berjumlah 26 kelompok. Sesuai dengan prosedur ketentuan yang ditetapkan UPK, kelompok yang bermasalah dan tidak dapat membayar angsuran per bulan hingga batas waktu yang telah ditentukan akan dikenakan sanksi. Sanksi berupa hukuman pidana yang telah ditentukan kelompok, KPMD, atau seseorang yang bukan anggota kelompok tetapi melakukan penyelewengan terhadap dana angsuran ini. Selama berlangsungnya program ini, apabila ada anggota kelompok yang mengalami kemacetan pembayaran masih dapat dimaklumi dan dari setiap terjadi permasalahan kemacetan pembayaran belum pernah ada hukuman pidana yang dijatuhkan. Hal ini terjadi karena adanya perlindungan langsung dari Kepala Desa Ciherang yang berusaha menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan jalan musyawarah dan sangat menghindari hukuman pidana. Pelaksanaan PNPM Mandiri di Kelurahan Kebon Pedes dengan Jenis Program Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat sangat membantu program pemerintah daerah dalam pengentasan rumah tidak layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerahnya masing-masing. Pelaksana kegiatan ini adalah Kelompok Swadaya Masyarakat yang beranggotakan 10 orang untuk setiap kelompok. Untuk itu diharapkan agar Badan Keswadayaan Masyarakat melengkapi seluruh administrasi pendukung lainnya, sesuai dengan petunjuk yang tertuang di Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011.
30
BKM bersama Kepala Lingkungan turun langsung mendata di setiap lingkungan dan rumah yang diusulkan benar-benar yang layak untuk dibedah. Konsep perumahan swadaya lebih menekankan kepada peningkatan pembangunan pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan. RPJM Nasional 2004-2009 pemerintah menargetkan pembangunan secara swadaya sebesar 3 600 000 unit. Diharapkan program ini dapat memenuhi kebutuhan rumah yang sehat dan layak huni, melalui Pembangunan Rumah Baru (PB), Peningkatan Kualitas Rumah (PK) serta kegiatan peningkatan kualitas Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU). Sedikitnya 100 unit rumah kumuh di kawasan Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor mendapatkan bantuan Program Perumahan Swadaya dari Kementerian Negara Perumahan Rakyat. Program perumahan berbasis masyarakat ini dapat dirasakan manfaatnya oleh penerima bantuan. Bantuan ini bersifat stimulan dengan nilai bantuan selama tahun anggaran 2008 sebesar 330 juta rupiah. Jadi setiap rumah penduduk mendapat bantuan sebesar Rp3.3 juta. Anggaran untuk tahun 2009 yang lalu, Program Perumahan Swadaya nilai bertambah, yaitu sebesar Rp4.4 juta per unit. Implementasi kebijakan program merupakan perwujudan dalam melaksanakan rancangan program yang telah disahkan, implementasi kebijakan pelaksanaan dilakukan oleh pemerintah dan diarahkan agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dan dirumuskan.
31
KARAKTERISTIK RESPONDEN PENERIMA SPP PADA PNPM MANDIRI PERDESAAN DAN PENERIMA BSP2S DAN PKP PADA PNPM MANDIRI PERKOTAAN
Bagian ini akan diuraikan karakteristik peserta program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) pada PNPM Mandiri Perdesaan dan Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) pada PNPM Mandiri Perkotaan yang meliputi umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendapatan, dan jumlah anggota keluarga. Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan karakteristik individu dan rumah tangga disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan hasil penelitian, umur peserta SPP dengan jumlah dan presentasi tertinggi pada usia dewasa berkisar antara 31-50 tahun yang dapat dikategorikan kedalam usia produktif yaitu sebesar 76.7 persen. Hanya terdapat 6.7 persen usia muda, dan sebesar 16.6 persen peserta tergolong kedalam kategori tua. Hal ini berbeda dengan jumlah dan persentasi umur peserta B2P2S dan PKP yaitu jumlah dan presentasi umur responden pada kategori dewasa dan tua samasama berjumlah 15 orang atau sebesar 50 persen untuk kedua kategori dan tidak ada peserta yang berusia muda berkisar antara 18-30 tahun. Batas penggolongan umur ditetapkan berdasarkan Havighurst dan Acherman dalam Sugiah (2008). Kegitan yang dilakukan di dua lokasi jelas berbeda, peserta SPP yang semuanya adalah perempuan akan lebih berkembang dalam pengelolaan usaha yang mereka miliki dari dana pinjaman maka usia produktif akan menghasilkan usaha yang lebih maksimal. Sedangkan peserta program B2P2S dan PKP seluruh kegiatannya dikerjakan secara gotong royong, baik peserta muda maupun tua dapat turun langsung dalam kegiatan program. Mayoritas tingkat pendidikan peserta di kedua lokasi rendah. Berdasarkan data pada Tabel 6, 53.3 persen peserta SPP dan 50 persen pada peserta B2P2S peserta yang tamat Sekolah Dasar/sederajat memiliki persentase tertinggi. Sedangkan untuk lulusan SMA lebih banyak terdapat di Desa Ciherang yaitu sebesar 26.7 persen dan sebesar 20 persen peserta di Kelurahan Kebon Pedes, nilai ini hanya selisih 2 orang dari kedua lokasi. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan peserta program di kedua lokasi tergolong rendah. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar responden adalah mereka yang memiliki usia diatas 30 tahun, dimana dulunya daerah tempat mereka tinggal belum memiliki fasilitas pendidikan yang lebih tinggi dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan lebih memilih untuk bekerja membantu orang tua. Namun seiring dengan perkembangan maka sarana dan kelengkapan fasilitas pendidikan lebih dapat dijangkau oleh berbagai kalangan. Faktor penting lain yang mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan adalah persepsi responden sendiri mengenai pentingnya pendidikan. “... namanya juga orang jaman dulu mba, sekolah gak kepikiran sampe tinggi. Kalau udah cukup umur ya nikah atau kerja buat bantu orang tua nah kalau jaman sekarang saya juga maunya anak-anak
32
sekolah yang tinggi biar dapet pekerjaan yang bagus... (Pedagang Pakaian, 41th, 8 Mei 2013) Tabel 6 Jumlah dan Persentase Peserta Program SPP dan B2P2S dan PKP berdasarkan Karakteristik Peserta Karakteristik Peserta PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan di Bogor Umur (tahun)
Tingkat Pendidikan
Jumlah Anggota Keluarga Tingkat Pendapatan Rumah Tangga
Kategori SubPeubah
Muda (18-30 tahun) Dewasa (31-50 tahun) Tua (>50 tahun) Tidak bersekolahSD Lulus SMP Lulus SMA 3 orang 4-6 orang >6 orang Rendah Sedang Tinggi
Jumlah PNPM Mandiri PNPM Mandiri Perdesaan Perkotaan N % n % 2 23
6.7 76.7
15
50
5 16
16.6 53.3
15 15
50 50
6 8 4 22 4 1 26 3
20 26.7 13.3 73.4 13.3 3.3 86.7 10
9 6 13 12 5 5 22 3
30 20 43.3 40 16.7 16.7 73.3 10
Sumber: data primer, diolah Selain persepsi responden sendiri mengenai pendidikan, semua peserta program SPP yang notabene adalah perempuan maka menikah pada usia muda menjadi salah satu alasan tidak melanjutkan pendidikan. Saat ini, baik responden peserta program SPP maupun B2P2S dan PKP yang mayoritas sudah memiliki anak telah menganggap pentingnya pendidikan pada anak-anak mereka. Fasilitas pendidikan dan akses yang cukup baik saat ini dapat menunjang anak-anak responden untuk memperoleh pendidikan yang tentunya lebih tinggi dari pendidikan orang tuanya agar kelak dapat memiliki pekerjaan yang lebih baik. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya orang yang tinggal dalam satu atap bersama dengan responden dan yang kehidupannya masih bergantung pada responden termasuk dirinya sendiri terutama yang berkaitan dengan ekonomi. Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh kepada pola kerja serta usaha yang dilakukan oleh responden. Keterangan mengenai distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dijelaskan pada Tabel 6. Hasil penelitian menujukkan perbedaan jumlah anggota keluarga pada responden penerima SPP lebih banyak yang jumlah anggota keluarganya sebanyak 4-6 orang yaitu sebesar 73.4 pesen atau sebanyak 22 responden sedangkan sebesar 40 persen atau sebanyak 12 responden peserta B2P2S dan PKP. Hal ini dapat terjadi karena mayoritas responden peserta SPP masih tergolong usia dewasa yang juga memiliki anakanak usia sekolah sehingga masih tinggal bersama anak dan suami dalam satu atap berbeda dengan responden peserta B2P2S yang sudah tidak tinggal bersama anak mereka karena telah memiliki keluarga.
33
“...bapak disini cuma tinggal sama ibu (istri) sama anak yang bungsu, anak bapak yang lain kan udah pada rumah tangga jadi ngontrak rumah sendiri sama keluarganya...” (US,Buruh, 61th, 11 Mei 2013) 16
14
12
10 8
6
4 Std. Dev = 339979.7
2
Mean = 1010000.0 N = 30.00
0 750000.0
1250000.0 1000000.0
1750000.0 1500000.0
2000000.0
Gambar 4 Grafik histogram tingkat pendapatan peserta program SPP di Desa Ciherang Tingkat pendapatan rumah tangga peserta adalah jumlah pendapatan yang diperoleh kepala keluarga dalam kurun waktu sebulan. Kategori untuk tinggi, sedang, dan rendahnya pendapatan rumah tangga di dua lokasi penelitian ini berbeda. Hasil pengkategorian pendapatan rumah tangga diperoleh dari data emik (sebaran normal) pendapatan dimasing-masing lokasi yang kemudia diolah sehingga pada tingkat pendapatan ini tidak dilihat lokasi mana yang memiliki pendapatan tertinggi dan terendah. 10
8
6
4
2 Std. Dev = 296730.3 Mean = 1338333.3 N = 30.00
0 800000.0
1200000.0
1000000.0
1600000.0
1400000.0
2000000.0
1800000.0
Gambar 5 Grafik histogram tingkat pendapatan peserta program BSP2S dan PKP di Kelurahan Kebon Pedes
34
Tabel 6 menunjukkan bahwa peserta SPP mayoritas memiliki pendapatan rumah tangga kategori sedang yaitu peserta yang memiliki pendapatan Rp670 021 – Rp1 349 979 atau sebanyak 26 peserta (86.7%), begitu juga peserta BSP2S mayoritas peserta memiliki pendapatan rumah tangga kategori sedang yaitu sebesar Rp1 050 000 – Rp1 636 000 atau sebanyak 22 peserta (73.3%). Jenis Usaha Jenis usaha adalah pekerjaan yang ditekuni peserta program untuk menghasilkan tambahan pendapatan. Berbagai jenis usaha yang dilakukan cukup bervariasi dan biasanya usaha makanan atau pun kredit pakaian. Distribusi responden berdasarkan jenis usaha dijelaskan pada Tabel. Tabel 7 Persentase responden berdasarkan jenis usaha di Desa Ciherang Jenis Usaha Pedagang makanan dan minuman Usaha kredit Usaha kerajinan Usaha pulsa Usaha warung Percetakan Total
Frekuensi
Persentase (%) 12
40
8 2 3 4 1 30
26.7 6.7 10 13.3 3.3 100.0
Sumber: data primer, diolah Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 12 orang atau 40 persen responden memiliki jenis usaha pengelolaan makanan dan minuman. Sebanyak 8 orang atau 26.7 persen memiliki jenis usaha kredit. Sebanyak 2 orang atau 6.7 persen memiliki usaha kerajinan, 3 orang atau 10 persen memiliki jenis usaha pulsa, sebanyak 4 orang atau 13.3 persen memiliki jenis usaha warung sembako, dan 1 orang atau 3.3 persen memiliki usaha percetakan. Terlihat dari peresentase jenis usaha maka usaha pengolahan bahan makanan dan minuman seperti warung nasi, warung soto, pedagang kue adalah jenis usaha yang banyak ditekuni oleh responden yaitu sebesar 40 persen. Hal ini terjadi karena tingkat konsumtivitas yang cukup tinggi terhadap makanan atau pun minuman. Cicilan Anggota SPP Besar kecilnya cicilan dari pinjaman dana SPP sangat bergantung kepada jumlah pinjaman yang diterima oleh responden. Jumlah pinjaman terkecil dari ketiga kelompok yang merupakan responden dalam penelitian ini adalah sebesar Rp1 000 000 dan jumlah tertinggi sebesar Rp2 500 000. Sebanyak 3 responden memperoleh pinjaman sebesar Rp1 000 000 maka cicilan minimal yang harus dibayar oleh anggota SPP setiap bulannya sebesar Rp118 000. Responden dengan jumlah 15 responden yang mendapatkan pinjaman sebsar Rp1 500 000 maka cicilan minimal yang harus dibayarkan setiap bulannya sebesar Rp177 000 Responden yang mendapatkan pinjaman sebesar Rp2 000 000 berjumlah 8 orang maka cicilan minimum yang harus dibayarkan sebesar Rp240 000. Jika anggota
35
SPP mendapatkan pinjaman sebesar Rp2 500 000 maka cicilan minimun yang harus dibayarkan adalah sebsar Rp300 000 dan sebayak 4 responden yang memperoleh pinjaman dengan jumlah tersebut. Pembayaran cicilan dilakukan setiap satu bulan sekali pada hari yang telah ditentukan bersama-sama dengan kelompoknya. Masing-masing kelompok juga berbeda-beda cara dalam menentukan waktu pengumpulan dan teknis pengumpulan. Kelompok pisang yang diketuai oleh Ibu TN biasanya melakukan pembayaran dengan cara Ibu TN melakukan penangihan secara langsung kepada anggotanya karena jarak tempat tinggal anggota kelompoknya berdekatan maka memungkinkan untuk melaksanakan metode pengumpulan cicilan seperti ini. Apabila ketua kelompok berhalangan maka bendahara atau sekertaris kelompok yang mengambil alih tugas ketua kelompok ini. Berbeda dengan kelompok pisang, kelompok melon dan rambutan memiliki jadwal tetap dan berkumpul disalah satu rumah anggota untuk membayar cicilan.Kegiatan ini juga seringkali dimanfaatkan ketua untuk menyampaikan informasi kepada anggota berkaitan dengan program yang diberikan oleh pendamping di desa. Tiga kelompok penerima bantuan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ini tergolong kelompok yang tidak bermasalah dalam pembayaran cicilan pinjaman. Hal ini terjadi karena peraturan dari pihak Unit Pelaksanaan Kegiatan menegaskan apabila terjadi kemacetan pembayaran cicilan maka anggota tersebut tidak diperkenankan mengikuti SPP pada periode selanjutnya dan dapat digantikan oleh orang lain. Kemacetan ini pernah terjadi pada anggota kelompok pisang dan melon , yang pada akhirnya anggota tersebut tidak mengikuti program ini lagi dan digantikan oleh anggota lain. Menurut keterangan Ibu TN selaku ketua kelompok pisang, pernah membayarkan cicilan salah satu anggota kelompoknya yang mengalami kemacetan pembayaran agar kelompoknya dapat mengikuti SPP pada periode selanjutnya. Cicilan pembayaran ini langsung menjadi masalah antara Ibu TN dengan anggotanya bukan lagi dengan pihak pelaksana SPP.
36
37
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA DALAM TAHAP PERENCANAAN Tahap perencanaan merupakan tahap pertama dalam proses menentukan berlangsungnya program yang melibatkan seluruh peserta program karena berkaitan dengan aktivitas yang akan dilaksanakan selama program berlangsung. Keterlibatan peserta program merupakan hal yang penting karena pada tahap ini berbagai informasi mengenai aturan-aturan pelaksanaan, peserta dapat memberikan saran-saran yang berkaitan dengan berlangsungnya program, merencanakan pertemuan dan agar semua peserta memiliki akses dalam setiap bentuk pengambilan keputusan yang akan berlaku mulai dari awal program hingga berakhirnya program. Kehadiran masyarakat dalam setiap kegiatan ini diharapkan bukan saja wujud fisiknya saja namun keterlibatan aktif dalam memberikan pendapat dalam perencanaan program kedepannya. Partisipasi peserta program pada tahap perencanaan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dan Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) dianalisis berdasarkan penilaian peserta program dari karakteristik individu peserta, dimilikinya prasayarat partisipasi, dan kompetensi dari pendamping program. Partisipasi Peserta Program dalam Tahap Perencanaan berdasarkan Karakteristik Peserta Partisipasi peserta dalam tahap perencanaan merupakan awal dari kegiatan, untuk itu kehadiran peserta sangat dibutuhkan karena akan diberikan penjelasan mengenai berbagai informasi yang berkaitan dengan kegiatan program. Selain kehadiran peserta, keterlibatan peserta secara aktif dalam memberikan pendapat pun sangat diperlukan agar peserta dapat dengan jelas mengetahui berbagai aturan kegiatan dan mengunakan aksesnya dalam pengambilan keputusan. Partisipasi peserta dalam tahap ini akan dinilai berdasarkan karakteristik individu peserta yang terdiri dari umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah keluarga (Tabel 8). Berdasarkan data pada Tabel 8 menunjukkan angka dan persentase yang berbeda di kedua lokasi penelitian. Usia golongan dewasa pada peserta SPP memiliki partisipasi rendah dalam tahap perencanaan yaitu sebesar 56.6 persen atau sebanyak 17 peserta dan 20 persen atau sebanyak 6 peserta usia dewasa memiliki partisipasi tinggi dalam tahap perencanaan. Dalam usia yang berkisar antara 30-50 tahun dianggap telah matang dan berpengalaman dalam menjalani usaha dana bergulir oleh karena itu mereka cukup dapat mengerti aturan dan syarat mengikuti kegiatan. Sedangkan pada program BSP2S dan PKP, tidak ada peserta kategori dewasa dan tua yang memiliki partisipasi pada tahap perencanaan yang rendah. Tahap ini dinilai cukup penting untuk merancang berbagai kegiatan pelaksanaan perbaikan rumah dimana peserta program yang membahas jadwal pengerjaan perbaikan rumah dan pembagian kelompok kerja. Terdapat 20 persen atau sebanyak 6 peserta usia dewasa dan 6 peserta (20%) usia tua yang aktif memberikan saran dan masukan dalam pertemuan, 33.3 persen usia dewasa memiliki partisipasi sedang dalam tahap perencanaan. Hasil penelitian Sulistiawati (20012) menyatakan bahwa dari jumlah dan persentase perempuan peserta PNPM menurut golongan usia dan tingkat partisipasi di Kelurahan
38
Semplak tahun 2012 menunjukkan kecenderungan bahwa semakin perempuan (peserta program SPP) berada pada golongan usia produktif menengah (26-45 tahun) maka tingkat partisipasinya meningkat, sementara pada usia produktif tua relatif ada penurunan tingkat partisipasinya. Kecenderungan seperti pada penelitian Sulistiawati tidak terlihat dari data hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Tabel 8 Jumlah dan persentase peserta program menurut karakteristik individu dan partisipasi peserta dalam tahap perencanaan Karakteristik Individu R Umur Muda 2 Dewasa 17 Tua 3 Pendapatan Rendah 0 Sedang 19 Tinggi 3 Pendidikan Rendah 10 Sedang 6 Tinggi 6 Jumlah Keluarga Rendah 3 Sedang 19 Tinggi 0
Partisipasi Peserta dalam Tahap Perencanaan Program SPP
Program BSP2S dan PKP
%
S
%
T
%
R
%
S
6.7 56.6 10
0 0 0
0 0 0
0 6 2
0 20 6.7
0 0 0
0 0 0
0 63.4 10
0 0 0
0 0 0
1 7 0
3.3 23.3 0
0 0 0
33.3 20 20
0 0 0
0 0 0
6 0 2
20 0 6.7
10 63.3 0
0 0 0
0 0 0
1 6 1
3.3 20 3.3
%
T
%
0 0 10 33.3 9 30
0 6 5
0 20 16.7
0 0 0
2 6.7 14 46.7 2 6.7
3 8 1
3.3 26.7 3.3
0 0 0
0 0 0
10 33.3 7 23.3 2 6.7
6 2 5
20 6.7 10
0 0 0
0 0 0
7 23.3 7 23.3 4 13.3
9 2 1
30 6.7 3.3
Keterangan: R= Rendah, S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah Dilihat dari tingkat pendapatan, peserta SPP yang memiliki pendapatan tinggi pun hanya memiliki tingkat partisipasi rendah dalam tahap perencanaan yaitu hanya sebesar 10 persen dan hanya sebesar 3.3 persen peserta yang tingkat partisipasi tahap perencanaan tinggi namun pendapatannya rendah. Peserta Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) tidak ada yang memiliki partisipasi tahap pelaksanaan yang rendah dari kategori pendapatan manapun dan persentase tertinggi yaitu 46 persen peserta memiliki pendapatan sedang dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan yang juga sedang. Karakteristik peserta yang selanjutnya adalah pendidikan, pada kasus program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan peserta dengan pendidikan tinggi pun tidak menjadi jaminan mereka memiliki kontribusi yang tinggi dalam tahap perencanaan. Hanya terdapat 6.7 persen atau hanya 2 peserta yang tingkat partisipasinya tinggi dengan kategori pendidikan yang tinggi. Sedangkan peserta BSP2S dan PKP tidak ada yang memiliki partisipasi rendah pada tahap perencanaan. Sebanyak 33.3 persen peserta dengan pendidikan rendah memiliki tingkat partisipasi yang sedang artinya mereka memberikan masukan dan terlibat dalam perencanaan walaupun keterlibatannya tidak tinggi. Terakhir adalah jumlah keluarga dimana peserta SPP
39
dengan jumlah anggota keluarga sedang memiliki partisipasi rendah pada tahap perencanaan yaitu sebesar 63.3 persen atau 19 orang peserta. Peserta yang memiliki tingkat partisipasi tinggi dari peserta yang memiliki jumlah keluarga rendah (1-3 orang), sedang (4-6 orang), dan tinggi (lebih dari 6 orang) yaitu sebesar 3.3 persen, 20 persen, dan 3.3 persen. Perbedaan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan program di kedua lokasi dapat terjadi karena memang tidak ada pertemuan khusus untuk membahas perencanaan program SPP yang harus dihadiri oleh peserta melainkan hanya ketua atau sekertaris kelompok saja yang banyak melakukan interaksi langsung dengan tim Unit Pelaksana Kegitan termasuk dengan pendamping program. Selebihnya ketua kelompok yang berperan cukup besar dalam setiap kegiatan, mulai dari memberikan informasi terbaru, mengadakan pertemuan rutin untuk pembayaran cicilan tanpa adanya campur tangan dari UPK atau pun pendamping. Mereka yang memiliki partisipasi yang tinggi adalah ketua, sekertaris dan bendahara dari masing-masing kelompok. Tim pelaksana mengadakan pertemuan dengan seluruh peserta program hanya satu kali dalam satu kali pencairan dana, yaitu pada awal sebelum pencairan untuk menjelaskan syarat mengikuti program dan aturan main pelaksanaan program. “...kita mah anggota cuma tau bayar cicilan aja tiap bulan ke Bu TN (Ketua Kelompok Pisang) soalnya emang gak pernah ada kumpulkumpul dari keluarahan, ada juga paling buat ketua aja nanti baru disampein ke kita kalau ada informasi baru gitu teh...” (SL, 33th, Pedagang Keranjang Parcel, 9 Mei 2013) Kondisi berbeda justru ditunjukan oleh peserta program BSP2S dan PKP dimana seluruh peserta program dalam satu Rukun Warga mengadakan pertemuan yang didampingi langsung oleh pendamping program untuk membahas berbagai rancangan kegiatan mulai dari penentuan jadwal pelaksanaan perbaikan rumah peserta, pembagian kelompok untuk gotong royong perbaikan rumah hingga pembahasan mengenai besarnya dana program dan bagian perbaikan apa saja yang akan dilakukan. Maka dari itu kehadiran seluruh peserta program ini sangat dibutuhkan agar semua peserta mengetahui dengan jelas bagaimana pelaksanaan perbaikan rumah. Warga yang bukan tergabung kedalam peserta program pun banyak yang memberikan sumbangan tenaga untuk membantu gotong royong dan hadir dalam pertemuan dalam membahas perencanaan program ini. “...kumpul pasti ada neng, kan kita harus bahas kapan kerja baktinya, buat rumah ini siapa yang ngerjain jadi ya harus kumpul semua...” (ES, 61th, 13 Mei 2013) Partisipasi Peserta Program dalam Tahap Perencanaan berdasarkan Prasyarat Partisipasi Partisipasi peserta dalam tahap perencanaan program dinilai juga berasarkan prasyarat pasrtisipasi yang dimiliki oleh peserta yaitu dari tingkat kemauan, tingkat kesempatan dan tingkat kemampuan. Prsayarat partisipasi yang dimiliki peserta ini dapat menentukan bagaimana para peserta memberikan kontribusinya dalam partisipasi dalam implementasi program tersebut. Data dalam
40
bentuk tabulasi silang mengenai partisipasi peserta dalam tahap perencanaan berdasarkan prasyarat partisipasi yang dimiliki disajikan pada Tabel 9. Tingkat kemauan peserta terdiri dari persepsi, sikap, dan motivasi mereka terhadap program. Mayoritas peserta SPP memiliki tingkat kemauan yang sedang yaitu sebesar 43.3 persen. Sedangkan mayoritas peserta program Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) memiliki tingkat kemauan yang tinggi namun pada partisipasinya sedang. Peserta telah mengerti bahwa ada bantuan dari pemerintah dengan syarat peserta harus membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdiri dari 10 orang anggota kelompok. Kemauan yang dimiliki oleh peserta merupakan persepsi dan sikap yang positif dari peserta yaitu mereka memiliki modal dan tambahan usaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan juga dapat memiliki rumah yang lebih layak huni pada program BSP2S dan PKP. Kesempatan yang tinggi ditunjukan peserta SPP yaitu sebesar 60 persen namun pada tingkat partisipasinya redah. Hal ini terjadi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu karena memang tidak terlibat dalam perencanaan program melainkan peserta hanya tinggal menjalankan kegiatan program yang telah ditentukan pleh pihak PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Dramaga. Peserta BSP2S dan PKP secara keseluruhan memiliki tingkat kemauan yang sedang dan tinggi. Sebanyak 36 persen peserta dengan kemampuan tinggi namun partisipasinya sedang pada tahap perencanaan, dan terdapat 26 persen yang memiliki kesempatan tinggi pada partisipasi perencanaan yang juga tinggi. Kesempatan yang mereka miliki berupa waktu luang, informasi dan pertemuan dalam membahas perencanaan juga mempengaruhi tingkatan partisipasi. Semakin banyak informasi dari pemerintah termasuk tim pelaksana dan pendamping dengan jelas membuat mereka semakin fokus dan yakin baik dalam penggunaan modal dana SPP maupun pelaksanaan perbaikan rumah yang dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat. Tabel 9 Jumlah dan persentase peserta program menurut prasyarat partisipasi dan partisipasi peserta dalam tahap perencanaan Prasyarat Partisipasi
Partisipasi Peserta dalam Tahap Perencanaan Program SPP R
Kemauan Rendah Sedang Tinggi Kesempatan Rendah Sedang Tinggi Kemampuan Rendah Sedang Tinggi
%
Program BSP2S dan PKP
S
%
T
%
R
%
S
0 0 13 43.3 9 30
0 0 0
0 0 0
0 0 8
0 0 26.7
0 0 0
0 0 0
0 0 4 13.3 18 60
0 0 0
0 0 0
0 0 8
0 0 26.7
0 0 0
0 0 0 0 22 73.3
0 0 0
0 0 0
0 0 8
0 0 26.7
0 0 0
Keterangan: R= Rendah, S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah
%
T
%
0 7 11
0 23.3 36.7
0 4 8
0 13.3 26.7
0 0 0
0 15 4
0 50 13.3
0 5 6
0 16.7 20
0 0 0
0 10 8
0 33.3 26.7
0 7 5
0 23.3 16.7
41
Tingkat kemauan peserta didasarkan pada komitmen dan tanggung jawab peserta dalam mengelola dana bantuan untuk menunjang usaha yang mereka jalani pada program SPP dan bagaimana kesanggupan serta tanggung jawab merawat kondisi rumah mereka setelah dilakukannya perbaikan. Penelitian Masril (2011) menjelaskan bahwa kurangnya kemauan yang dimiliki peserta SPP karena mereka beranggapan sudah ada yang mewakili kelompok menghadiri kegiatan tersebut seperti ketua, sekertaris, dan bendahara. Progam PNPM Mandiri Perdesaan dengan jenis bantuan dana Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ini tidak memerlukan syarat-syarat tertentu yang menyulitkan peserta namun hanya diperlukan niat dan kreativitas yang tinggi dalam mengembangkan dan melanjutkan usaha yang sudah dijalankan sebelumnya. Pengajuan proposal oleh peserta sebagai syarat awal pengajuan bantuan pun sudah dibuat oleh tim UPK hal ini terjadi di dua lokasi penelitian. Peserta pada program SPP memiliki kemauan yang tinggi yaitu sebsar 73.3 persen yaitu kemampuan mengelola usaha dengan inovasi baru, tanggung jawab mengunakan dana bantuan sesuai dengan aturan namun kemuan yang tinggi ini tidak diimbangi dengan partisipasi yang tinggi juga pada tahap perencanaan. Sedangkan peserta program PNPM Mandiri Perkotaan dengan jenis bantuan program BSP2S dan PKP tidak ada yang memiliki tingkat partisipasi rendah. Partisipasi Peserta Peserta Program dalam Tahap Perencanaan berdasarkan Kompetensi Pendamping Kegiatan dalam pengembangan masyarakat, pemberdayaan berporos pada komunitas yang menjadi sasaran pemberdayaan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan penghidupan yang layak melalui partisipasi aktif, kesadaran untuk menjadi berdaya dan inisiatif dari komunitas itu sendiri. Sebagaimana yang telah diuraikan oleh Bustang dkk (2008) dalam jurnal penyuluhan bahwa meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kemiskinan melalui peran organisasi pemerintah lokal dalam pemberdayaan keluarga miskin, khusunya mengenai transparansi dan partisipasi. Pemahaman dari penjelasan tersebut adalah peran organisasi pemerintah lokal dalam kegiatan ini adalah pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat dan memberikan orang yang memiliki kompetensi dan kredibilitas yang baik sebagai pendamping program. Mengacu pada pendapat Ife (1995) yang membahas peran-peran pekerja sosial, terdapat empat kompetensi yang perlu dimiliki oleh pendamping program yaitu peran sebagai fasilitator, peran edukasi, peran representatif, dan peran teknis. Peran fasilitator mengandung tujuan untuk memberikan dorongan semangat atau membangkitkan kelompok sasaran atau klien agar mereka mampu menciptakan perubahan kondisi lingkungannya. Peran edukasi melibatkan peran aktif pendamping didalam proses pelaksanaan semua kegiatan sesuai dengan kebutuhan peserta atau kelompok sasaran. Peran representatif ini pendamping bertindak sebagai agen perubahan, antara lain membantu peserta menyadari kondisi mereka, mengembangkan relasi agar dapat bekerja sama dengan pihak lain (networking) dan membantu klien. Peran terakhir adalah peran teknis dimana pendamping mampu mengumpulkan dan menganalisis data, menggunakan komputer, presentasi verbal dan tertulis serta menejemen pengelolaan program yang telah dibuat bersama. Pendampingan dalam program SPP dan BSP2S Partisipasi peserta
42
dalam tahap perencanaan berdasarkan prasyarat partisipasi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah dan persentase peserta program menurut peran pendamping dan partisipasi peserta dalam tahap perencanaan Kompetensi Pendamping
Fasilitator Rendah Sedang Tinggi Edukasi Rendah Sedang Tinggi Representtif Rendah Sedang Tinggi Teknis Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi Peserta dalam Tahap Perencanaan Program SPP
Program BSP2S dan PKP
R
%
S
%
T
%
R
%
S
%
T
%
17 5 0
56.6 16.7 0
0 0 0
0 0 0
0 0 8
0 0 26.7
0 0 0
0 0 0
0 3 15
0 10 50
0 3 9
0 10 30
16 6 0
53.3 20 0
0 0 0
0 0 0
0 8 0
0 26.7 0
0 0 0
0 0 0
0 3 15
0 10 50
0 3 9
0 10 30
22 0 0
73.3 0 0
0 0 0
0 0 0
8 0 0
26.7 0 0
0 0 0
0 0 0
0 3 15
0 10 50
0 3 9
0 10 30
22 0 0
73.3 0 0
0 0 0
0 0 0
8 0 0
26.7 0 0
0 0 0
0 0 0
0 18 0
0 60 0
0 12 0
0 40 0
Keterangan: R= Rendah, S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta program SPP, sebagian besar mereka hanya tau pendamping program tapi tidak begitu mengenal sosoknya dengan baik. Hal ini terjadi karena pendamping program tidak turun langsung ke lapangan untuk monitoring atau pun mendampingi kegiatan ini melainkan hanya melakukan komunikasi langsung dengan masing-masing ketua kelompoknya saja.Tabel 10 menunjukan bahwa mayoritas peserta SPP menyatakan kompetensi pendamping pada peran fasilitator, edukasi, dan representatif rendah sehingga partisipasi peserta pun rendah pada tahap perencanaan. Kompetensi peran pendamping dalam peran teknis paling tidak dimiliki oleh pendamping program hal ini tergambar dari nilai pendamping program rendah yang dinyatakan oleh 22 peserta program dari jumlah keseluruhan 30 peserta atau sebesar 73.3 menyatakan peran pendamping rendah dalam kemampuan teknisnya, hal tersebut diikuti oleh rendahnya tingkat partisipasi peserta pada tahap perencanaan. Sedangkan peserta program BSP2S dan PKP merasakan pendampingan yang dilakukan oleh pendamping program pada peran fasilitator, edukasi dan representatif dengan angka yang sama yaitu peran pendamping tinggi namun hanya diikuti oleh tingkat partisipasi sedang pada tahap perencanaan. Pendamping yang dipilih adalah salah satu tokoh masyarakat yang cukup dipandang diwilayah lokasi penelitian oleh karena itu peserta mengenal dengan sosok pendamping dengan baik dan kedekatan ini menyebabkan peserta dengan mudahnya mengungkapkan pendapat dan saran-sarannya dalam penentuan rencana program.
43
“...Pak Tri (pendamping program) pasti dateng kalau ada rapat, ya beliau seringkali kasih masukan kasih dukungan biar gotong royongnya semangat, nanyain apa aja yang kurang...” (NS, 31th, 13 Mei 2013)
44
45
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA DALAM TAHAP PElAKSANAAN Kegiatan pelaksanaan program adalah proses yang dilakukan setelah merancang kegiatan yang akan dilakukan dalam PNPM Mandiri dengan jenis kegiatan SPP di Desa Ciherang dan program BSP2S dan PKP di Kelurahan Kebon Pedes. Tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya (Cohen dan Uphoff 1979). Kegiatan-kegiatan pelaksanaan ini diantaranya kumpul rutin yang diketuai langsung oleh ketua kelompok untuk membayar cicilan, melaksanakan usaha yang ditekuni pada program SPP. Gotong royong melakukan perbaikan rumah peserta sesuai dengan jadwal yang telah disusun pada tahap perencanaan adalah bentuk kegiatan pelaksanaan pada program BSP2S dan PKP. Partisipasi peserta program pada tahap pelaksanaan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dan Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) dianalisis berdasarkan penilaian peserta program dari karakteristik individu peserta, dimilikinya prasayarat partisipasi, dan kompetensi dari pendamping program. Partisipasi Peserta Peserta Program dalam Tahap Pelaksanaan berdasarkan Karakteristik Peserta Pelaksanaan program SPP di Desa Ciherang berjalan lancar, peserta sudah mengetahui jadwal pembayaran cicilan dan besarnya cicilan yang harus dibayarkan setiap bulannya. Pembayaran cicilan ini menjadi hal terpenting untuk keikutsertaan peserta pada periode selanjutnya. Apabila pembayaran cicilan lancar dan peserta mampu melunasinya maka dapat mengajukan pinjaman kembali dengan jumlah yang bertambah dari pinjaman sebelumnya. Tidak ada pelatihanpelatihan khusus yang diberikan pihak PNPM Mandiri melalui pendamping seperti pelatihan pengelolaan dana usaha, inovasi usaha kelompok atau pun perorangan kepada peserta karena yang terpenting adalah peserta melakukan pengembalian cicilan sebesar 100 persen dengan jumlah bunga yang telah ditentukan dan disepakati oleh peserta yaitu sebesar 18 persen. Tidak adanya pelatihan atau sosialisasi khusus yang berkenaan dengan usaha kecil dan menengah membuat usaha peserta tetap berada pada skala kecil dengan pendapatan usaha yang juga relatif tidak begitu besar. Tidak adanya kegiatan khusus yang perlu diikuti oleh peserta membuat partisipasi dalam tahap pelaksanaan yang juga rendah. “… gak ada teh pelatihan-pelatihan gitu yg penting kata orang dari desa mah pembayaran cicilan lancar, sama kalau ibu sih usaha muter terus ada pemasukan buat dapur…” (NA 57 tahun). Setiap tahap kegiatan pelaksanaan BSP2S dan PKP dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dan dengan bantuan dari pihak lain. Dengan demikian, dalam sistem ini masyarakat terlibat sejak awal proses perbaikan. Perbaikan rumah ini dilakukan secara bertahap, sehingga rumah yang menjadi target
46
perbaikan dapat lebih layak huni lagi. Sesuai dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 08/PERMEN/M/2006 maka pelaksanaan kegiatan tersebut harus melibatkan berbagai pihak untuk ikut serta didalamnya. Kesesuaian ini terjadi pada pelaksanaan perbaikan kualitas rumah di lokasi penelitian dimana seleruh peserta gotong royong melakukan perbaikan dengan membuat kelompok-kelompok kecil yaitu sebanyak 3-4 orang termasuk tuan rumah penerima bantuan mengerjakan perbaikan rumah mereka. Periode bantuan ini baru pada perbaikan atap rumah dan pembuatan beberapa fentilasi udara. Tabel 11 Jumlah dan persentase peserta program menurut karakteristik individu dan partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan Karakteristik Individu
Partisipasi Peserta dalam Tahap Pelaksanaan Program SPP R
Umur Muda Dewasa Tua Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Keluarga Rendah Sedang Tinggi
%
S
%
2 6.7 16 53.3 3 10
0 0 0
0 18 3
0 60 10
T 0 6 2
%
R
%
S
%
T
%
0 20 6.7
0 0 0
0 0 0 10 0 9
0 33.3 30
0 0 6 20 5 16.7
0 0 1 3.3 0 0
0 3.3 1 23.3 7 0
0 0 0
0 2 0 14 0 2
6.7 26.7 3.3
3 3.3 8 26.7 1 3.3
10 0 5 16.7 6 20
0 0 1 3.3 0 0
6 0 2
20 0 6.7
0 0 0
0 10 0 7 0 2
33.3 23.3 6.7
6 2 3
20 6.7 10
3 18 0
0 0 1 3.3 0 0
1 6 1
3.3 20 3.3
0 0 0
0 0 0
23.3 23.3 13.3
9 2 1
30 6.7 3.3
10 60 0
0 0 0
Program BSP2S dan PKP
7 7 4
Keterangan: R= Rendah, S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah Peserta tidak diberikan bantuan dalam bentuk uang dan membeli alat-alat perbaikan secara mandiri, namun penerima bantuan sudah memperoleh bantuan dalam bentuk bahan bangunan yang disediakan oleh pihak pelaksana. Sebanyak 34 orang mengerjakan perbaikan rumah dengan waktu yang diberikan selama 4-5 hari. “…bahan bangunannya udah langsung dikirim ke rumah warga kan yang dibenerin atap rumah jadi asbes sama bahan bangunan yang lain. Masing-masing kepala keluarga dapet bantuan bahan bangunan seharga 4 juta…” (US 47 tahun). Partisipasi Peserta Peserta Program dalam Tahap Pelaksanaan berdasarkan Prasyarat Partisipasi Partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan program dinilai juga berasarkan prasyarat pasrtisipasi yang dimiliki oleh peserta yaitu dari tingkat
47
kemauan, tingkat kesempatan, dan tingkat kemampuan. Prsayarat partisipasi yang dimiliki peserta ini dapat menentukan bagaimana para peserta memberikan kontribusinya dalam implementasi program tersebut. Data dalam bentuk tabulasi silang mengenai partisipasi peserta dalam tahap perencanaan berdasarkan prasyarat partisipasi yang dimiliki peserta disajikan pada Tabel 12. Masyarakat yang menjadi peserta program ini memiliki kesempatan yang sama atau dalam arti lain aksesibilitas untuk mengikuti kegiatan ini terbuka lebar asalkan memenuhi kriteria dan syarat yang telah ditentukan pihak UPK. Motif, harapan, kebutuhan untuk mengikuti program menjadi kemuan mereka untuk pada akhirnya berpartisipasi dan terlibat dalam pelaksanaan program. Tabel 12 Jumlah dan persentase peserta program menurut prasyarat partisipasi dan partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan Prasyarat Partisipasi
Partisipasi Peserta dalam Tahap Pelaksanaan Program SPP R
Kemauan Rendah Sedang Tinggi Kesempatan Rendah Sedang Tinggi Kemampuan Rendah Sedang Tinggi
%
Program BSP2S dan PKP
S
%
T
%
R
%
S
0 0 13 43.3 8 26.7
0 0 0
0 0 0
0 8 0
0 26.7 0
0 0 0
0 0 0
0 0 4 13.3 17 56.7
0 0 0
0 0 0
0 0 8
0 0 26.7
0 0 0
0 0 21
0 0 1
0 0 3.3
0 0 8
0 0 26.7
0 0 0
0 0 70
%
T
%
0 0 7 23.3 11 36.7
0 4 8
0 13.3 26.7
0 0 0
0 0 15 50 4 13.3
0 5 6
0 16.7 20
0 0 0
0 0 10 33.3 8 26.7
0 7 5
0 23.3 16.7
Keterangan: R= Rendah, S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah Hal tersebut diimbangi oleh tingkat kemampuan peserta berupa tanggung jawab melaksanakan kegiatan, pengalaman, dan adanya kepimpinan dalam kelompok yang mendorong peserta untuk berkontribusi dalam setiap tahap partisipasi teruma tahap pelaksanaan dimana tahap ini adalah implementasi dari tahap perencanaan yang bentuk rencana pelaksanaan program pun dirumuskan untuk mewujudkan tujuan program. Prasyarat partisipasi yang dimiliki peserta membuat mereka melaksanakan kegitan ini dengan baik yaitu melakukan pembayaran cicilan dengan teratur hingga dapat melakukan pengembalian sebesar 100% pada program SPP dan gotong royong atau secara swadaya masyarakat melakukan perbaikan atap rumah yang mayoritas dapat diselesaikan dalam waktu 3-4 hari karena ada juga beberapa warga yang bukan peserta turut mendukung kegiatan ini dengan menyumbangkan partisipasinya dalam bentuk tenaga membantu perbaikan rumah bersama peserta program.
48
Partisipasi Peserta Peserta Program dalam Tahap Pelaksanaan berdasarkan Kompetensi Pendamping Mengacu pada pendapat Ife (1995) yang membahas peran-peran pekerja sosial, terdapat empat kompetensi yang perlu dimiliki oleh pendamping program yaitu peran sebagai fasilitator, peran edukasi, peran representatif, dan peran teknis. Peran fasilitator mengandung tujuan untuk memberikan dorongan semangat atau membangkitkan kelompok sasaran atau klien agar mereka mampu menciptakan perubahan kondisi lingkungannya. Peran edukasi melibatkan peran aktif pendamping di dalam proses pelaksanaan semua kegiatan sesuai dengan kebutuhan peserta atau kelompok sasaran. Peran representatif ini pendamping bertindak sebagai agen perubahan, antara lain membantu peserta menyadari kondisi mereka, mengembangkan relasi agar dapat bekerja sama dengan pihak lain (networking) dan membantu klien. Peran terakhir adalah peran teknis dimana pendamping mampu mengumpulkan dan menganalisis data, menggunakan komputer, presentasi verbal dan tertulis serta menejemen pengelolaan program yang telah dibuat bersama. Pendampingan dalam program SPP dan BSP2S Partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan berdasarkan prasyarat partisipasi disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Jumlah dan persentase peserta program menurut kompetensi pendamping dan partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan Kompetensi Pendamping
Partisipasi Peserta dalam Tahap Pelaksanaan Program SPP R
Fasilitator Rendah Sedang Tinggi Edukasi Rendah Sedang Tinggi Representatif Rendah Sedang Tinggi Teknis Rendah Sedang Tinggi
%
S
%
Program BSP2S dan PKP T
%
R
%
S
%
T
%
16 53.3 5 16.7 0 0
1 3.3 0 0 0 0
0 0 8 26.7 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 2 6.7 16 53.3
0 0 3 10 9 30
15 6 0
50 20 0
1 3.3 0 0 0 0
0 0 8 26.7 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 2 6.7 16 53.3
0 0 3 10 9 30
20 66.7 1 3.3 0 0
1 3.3 0 0 0 0
0 0 8 26.7 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 2 6.7 16 53.3
0 0 3 10 9 30
22 73.3 0 0 0 0
0 0 0
8 26.7 0 0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 18 0
0 0 0
0 60 0
0 0 12 40 0 0
Keterangan: R= Rendah, S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah Pendamping program BSP2S lebih aktif dibangdingkan peran pendamping pada program SPP di Desa Ciherang. Peran ketua kelompok lah yang lebih besar pada pelaksanaan program SPP. Selain itu, ketua kelompok secara sukarela mendatangi rumah anggota untuk melakukan penagihan cicilan apabila ada warga yang tidak dapat hadir dalam pertemuan rutin yang telah dijadwalkan untuk melakukan pembayaran secara langsung. Hal ini menyebabkan anggota kelompok
49
lebih merasa mendapatkan pendampingan dari ketua kelompok mereka walaupun seluruh informasi yang dimiliki dan diberikan ketua kelompok berasal dari pendamping program. Hal yang berbeda terjadi pada pendampingan pada program BSP2S dan PKP dimana pendamping memberikan motivasi kepada peserta dan mengarahkan langsung kegiatan pelaksaan membuat peserta lebih jelas melakukan kegiatan perbaikan sesuai dengan ketentuan dan seringkali pendamping ikut serta dalam kegiatan gotong royong perbaikan rumah peserta program.
50
51
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA DALAM TAHAP EVALUASI Tahap evaluasi adalah tahap yang dianggap penting setelah tahapan sebelumnya terselesaikan, tujuannya agar ada perbaikan bagi proyek atau kegiatan selanjutnya. Partisipasi dalam tahap evaluasi adalah keterlibatan peserta untuk memberikan kritik dan saran dalam mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanaan. Partisipasi peserta program pada tahap evaluasi dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dan Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) dianalisis berdasarkan penilaian peserta program dari karakteristik individu peserta, dimilikinya prasayarat partisipasi peserta, dan kompetensi dari pendamping program disajikan pada Tabel 14, 15, dan 16. Partisipasi Peserta Peserta Program dalam Tahap Evaluasi berdasarkan Karakteristik Peserta Merujuk Tabel 14 tingkat keterlibatan peserta SPP berdasarkan umur, mayoritas peserta dewasa memiliki partisipasi dalam evaluasi sebesar 56.7 persen. Biasanya yang disampaikan adalah berupa keluhan mengenai pencairan dana yang seringkali tidak sesuai jadwal dan tidak semua anggota SPP yang memperhatikan kelanjutan bagi kegiatan ini. Bagi mereka yang terpenting adalah kebutuhan modal terpenuhi dan selama pembayaran cicilan lancar maka tidak akan ada masalah dan mereka dapat kembali mengajukan diri untuk mendapatkan bantuan dengan nominal yang juga bisa lebih besar. Peserta anggota SPP tidak pernah secara langsung mengungkapkan kritik dan sarannya kepada pihak Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa-Perempuan (KPMD-P) ataupu Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Padahal tahap evaluasi ini dianggap penting sebab dapat dianggap seagai umpan balik yang dapat memberikan masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek atau program selanjutnya. Hal ini konfirmasikan kepada salah seorang tim UPK kecamatan dan memberikan keterangan sebagai berikut: “…evaluasi program sering terlewatkan,harusnya jika sesuai dengan jadwal evaluasi dilakukan di akhir tahun saat periode SPP lunas dan selesai, tetapi sering kali terlewatkan dari jadwal yang telah ditentuka.Alasannya sering kali tumpang tindih dengan tahapan yang baru, dan juga peserta minim untuk melakukan evaluasi…” Tumpang tindih tahapan ini dengan tahapan baru dikarenakan masih terdapat peserta SPP yang telat dan belum melakukan pengembalian sebesar 100 persen sehingga waktu perguliran pun menjadi terganggu. Akhirnya waktu untuk tahapan monitoring dan evaluasi menjadi berbenturan dengan tahapan baru yang akan dimulai. Sedangkan angka berbeda ditunjukkan peserta program BSP2S dan PKP yaitu mayoritas peserta yang terdiri dari golongan usia dewasa dan tua memiliki partisipasi yang tinggi pada tahap evaluasi. Mereka menganggap perlu memberikan saran kepada tim pelaksana untuk selanjutnya dapat bergulir kembali bantuan perbaikan rumah lainnya seperti perbaikan kamar mandi. Biasanya proses
52
evaluasi ini dipimpin langsung oleh pendamping dan juga dihadiri oleh ketua Rukun Tetangga serta ketua Rukun Warga peserta program disaksikan langsung oleh tim UPK dan perwakilan BKM Kelurahan Kebon Pedes agar apa yang disampaikan oleh peserta program dapat terakomodasikan dengan baik dan langsung sampai kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan ini.
Tabel 14 Jumlah dan persentase peserta program menurut karakteristik individu dan partisipasi peserta dalam tahap evaluasi Karakteristik Individu
Partisipasi Peserta dalam Tahap Evaluasi Program SPP R
%
Umur Muda 0 06 Dewasa 5 16.7 Tua 2 6. Pendapatan Rendah 16 3.3 Sedang 0 20 Tinggi 0 0 Pendidikan Rendah 0 0 Sedang 6 20 Tinggi 0 0 Jumlah Keluarga Rendah 0 0 Sedang 6 20 Tinggi 0 0
S
%
Program BSP2S dan PKP T
%
R
%
S
%
T
%
2 6.7 17 56.7 3 10
0 1 0
0 3.3 0
0 0 0
0 0 0
0 4 1
0 13.3 3.3
0 0 12 40 13 43.3
0 0 19 63.3 3 10
0 1 0
0 3.3 0
0 0 0
0 0 0
1 4 1
3.3 13.3 0
4 13.3 18 60 3 10
10 33.3 6 63.3 6 20
2 0 0
6.7 0 0
0 0 0
0 0 0
3 2 0
10 6.6 0
13 43.4 7 23.3 5 16.7
3 10 19 63.3 0 0
2 0 0
6.7 0 0
0 0 0
0 0 0
1 4 0
3.3 13.3 0
14 46.7 6 20 5 16.7
Keterangan: R= Rendah, S= Sedang, T= Tinggi Sumber: data primer, diolah Perbedaan tahapan partisipasi yang dilakukan peserta program di kedua lokasi disebabkan oleh pola awal pembentukkan dan perencanaan pelaksanaan kegiatan hingga akhir berlangsungnya program. Namun pencapaian tujuan sudah menjadi patokan yang harus dicapai oleh peserta seperti yang terdapat dalam petunjuk operasional program PNPM Mandiri (2008) kegiatan ini dilaksanakan dengan mekanisme dan prosedur program, penyedian pendamping dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Artinya walaupun dengan tingkat partisipasi yang berbeda anatara peserta program, seperti pada tahap evaluasi peserta BSP2S aktif menyampaikan aspirasi berupa saran sekaligus pengajuan untuk diadakannya kembali perbaikan-perbaikan rumah atau pun lingkungan tempat tinggal peserta untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti oleh pihak yang terkait.
53
Partisipasi Peserta Peserta Program dalam Tahap Evaluasi berdasarkan Prasyarat Partisipasi Prasyarat partisipasi yang terdiri dari tingkat kemauan, tingkat kesempatan, dan tingkat kemampuan mempengaruhi peserta dalam keterlibatannya memberikan saran dan kritik dalam tahap evaluasi ini (Tabel 15). Peserta pada program SPP termasuk dalam kategori rendah, peserta dengan tingkat kesempatan yang tinggi memiliki pratisipasi dengan kategori sedang, begitu pun dengan peserta yang memiliki kemampuan tinggi namun partisipasi dalam tahap evaluasinya sedang. Hal ini terjadi sebagaimana penjelasan pada evaluasi peserta berdasarkan karakteristik peserta yaitu bagi mereka yang terpenting adalah kebutuhan modal terpenuhi dan selama pembayaran cicilan lancar maka tidak akan ada masalah dan mereka dapat kembali mengajukan diri untuk mendapatkan bantuan dengan nominal yang juga bisa lebih besar. Peserta BSP2S lebih berkontribusi dalam tahap evaluasi program jika dibandingkan dengan peserta SPP. Peserta SPP beranggapan bahwa selama mereka melakukan pembayaran dengan baik akan tetap bisa mengikuti bantuan pada perguliran selanjutnya, peserta BSP2S perlu aktif dalam proses evaluasi dengan memberikan informasi kegiatan perbaikan rumah yang telah dilakukan. Tabel 15 Jumlah dan persentase peserta program menurut prasyarat partisipasi dan partisipasi peserta dalam tahap evaluasi Prasyarat Partisipasi
Partisipasi Peserta dalam Tahap Evaluasi Program SPP R
Kemauan Rendah Sedang Tinggi Kesempatan Rendah Sedang Tinggi Kemampuan Rendah Sedang Tinggi
%
S
%
Program BSP2S dan PKP T
%
R
%
S
%
T
%
0 0 13 43.3 9 30
0 0 0 0 7 23.3
0 0 1
0 0 3.3
0 0 0
0 0 0
0 0 7 23.3 11 36.7
0 5 6
0 13.3 26.7
0 0 7 23.3 0 0
0 0 4 13.3 18 60
0 1 0
0 3.3 0
0 0 0
0 0 0
0 0 15 50 4 13.3
0 5 6
0 16.7 20
0 0 0 0 7 23.3
0 0 0 0 22 73.3
0 0 1
0 0 3.3
0 0 0
0 0 0
0 0 10 33.3 8 26.7
0 7 5
0 23.3 16.7
Keterangan: R=Rendah, S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah Selain itu juga memberikan saran bagi kelanjutan perbaikan bagian rumah lainnya dengan aktif bertanya dan mendapatkan informasi bagaimana cara untuk mendapatkannya dan kapan akan ada program selanjutnya. Tim Pelaksana Kegiatan melakukan kontrol secara langsung untuk melihat hasil perbaikan yang telah dilakukan. Kesempatan ini pun seringkali digunakan peserta dalam memberikan saran dan sekedar mengutarakan keinginannya agar bagian rumah lainnya yang mengalami kerusakan atau memang masih kurang layak agar dapat diperbaiki dan menunjukkan kondisi fisik rumah secara langsung.
54
Partisipasi Peserta Peserta Program dalam Tahap Evaluasi berdasarkan Kompetensi Pendamping Kompetensi yang perlu dimiliki oleh pendamping program yaitu peran sebagai fasilitator, peran edukasi, peran representatif, dan peran teknis. Partisipasi peserta dalam tahap evaluasi dipengaruhi oleh tahapan-tahapan sebelum program dijalankan. Kompetensi yang umumnya paling tidak ditunjukkan oleh pendamping baik di Desa Ciherang maupun di Kelurahan Kebon Pedes adalah kompetensi dibidang teknis. Salah satu bentuk dari kompetensi ini adalah pelatihan dalam membuat proposal pengajuan program karena proposal adalah salah satu syarat untuk mengajukan bantuan program. Namun pada kenyataannya tidak pernah ada pelatihan pembuatan proposal karena sudah dibuatkan sebelumnya oleh tim pelaksana, maka dari itu peserta hingga kini tidak memiliki kemampuan dalam membuat proposal pengajuan. Pendamping pada program BSP2P dan PKP lebih memiliki kompetensi dalam memfasilitatsi, mengedukasi, dan peran representatif yang lebih tinggi dari pada pendamping program SPP. Bentuk dukungan, mengaktifkan semangat peserta, bersikap netral pada seluruh peserta, membangun konsensus dan memfasilitasi kelompok, memberikan informasi tentang program-program yang ada, membangkitkan kesadaran masyarakat akan potensinya dalah bentuk-bentuk peran yang diberikan pendamping. Sedangkan pendamping pada program SPP tidak secara langsung melakukan monitoring kepada seluruh anggota melainkan peran ketua yang paling dirasakan memiliki banyak pengaruh pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ini. Tabel 16 Jumlah dan persentase peserta program menurut kompetensi pendamping dan partisipasi peserta dalam tahap evaluasi Kompetensi Pendamping
Fasilitator Rendah Sedang Tinggi Edukasi Rendah Sedang Tinggi Representatif Rendah Sedang Tinggi Teknis Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi Peserta dalam Tahap Evaluasi Program SPP R
%
0 7 0
0 23.3 0
0 7 0
S
%
Program BSP2S dan PKP T
%
R
%
S
%
17 56.7 5 0 0 0
0 1 0
0 3.3 0
0 0 0
0 0 0
0 0 5
0 0 16.7
0 0 5 16.7 20 66.6
0 23.3 0
16 53.3 6 0 0 0
0 1 0
0 3.3 0
0 0 0
0 0 0
0 5 0
0 16.7 0
0 0 5 16.7 20 66.6
0 7 0
0 23.3 0
21 1 0
70 0 0
0 1 0
0 3.3 0
0 0 0
0 0 0
0 5 0
0 5 0
0 0 5 16.7 20 66.6
7 0 0
22 0 0
22 73.4 0 0 0 0
1 0 0
3.3 0 0
0 0 0
0 0 0
5 0 0
16.7 0 0
25 83.3 0 0 0 0
Keterangan: R=Rendah. S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah
T
%
55
Perbedaan tahapan partisipasi yang dilakukan peserta program di kedua lokasi disebabkan oleh pola awal pembentukkan dan perencanaan pelaksanaan kegiatan hingga akhir berlangsungnya program. Namun pencapaian tujuan sudah menjadi patokan yang harus dicapai oleh peserta walaupun dengan tingkat partisipasi yang berbeda, seperti pada tahap evaluasi peserta BSP2S aktif menyampaikan apirasi berupa saran sekaligus pengjuan untuk diadakannya kembali perbaikan-perbaikan rumah atau pun lingkungan tempat tinggal peserta untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti oleh pihak yang terkait. Melalui pendampingan yang terarah maka peserta akan dengan mudah mengutarakan apa yang menjadi kebutuhannya. Tingkat Partisipasi Peserta Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di Desa Ciherang dan Peserta Bantuan Stimulan Perbaikan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) di Kelurahan Kebon Pedes. Gambar 4 menggambarkan bahwa partisipasi peserta program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di Desa Ciherang tidak lebih partisipatif dari peserta program Bantuan Stimulan Perbaikan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) di Kelurahan Kebon Pedes. Terlihat pada tahap perencanaan bahwa tidak ada peserta BSP2S dan PKP yang memiliki tingkat perencanaan rendah namun terdapat sebesar 60 persen atau sebanyak 22 peserta yang memiliki tingkat partisipasi rendah dalam tahap perencanaan, sedangkan tidak ditemukan peserta dengan tingkat perencanaan yang rendah pada program BSP2S dan PKP. Namun, terdapat kesamaan jumlah peserta yang memiliki partisipasi tinggi pada tahap perencanaan yakni sebesar 40 persen atau sebanyak 8 peserta. Peserta pada program SPP yang memiliki tingkat partisipasi tinggi pada tahap ini adalah ketua kelompok, sekertaris, dan bendahara kelompok dan beberapa orang anggota yang seringkali membantu ketua dalam kegiatan seperti pembukuan cicilan, dan kegiatan penarikan cicilan setiap bulannya.
56
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Rendah Sedang Tinggi
Gambar 6 Grafik tingkat partisipasi peserta program SPP dan BSP2S dan PKP Data dari Gambar 6 juga menjelaskan bahwa tidak ada peserta BSP2S dan PKP yang memiliki partisipasi rendah pada tahap pelaksanaan, hal ini terjadi karena memang sudah ada time line khusus jadwal pertemuan dan pelaksanaan kegiatan sehingga mengharuskan peserta mengikuti kegiatan ini contohnya adalah pelaksanaan perbaikan rumah yang sudah ditentukan kelompoknya masingmasing sehingga semua peserta melaksanakan perbaikan rumahnya sendiri juga membantu peserta lainnya. Sedangkan 70% peserta program SPP termasuk dalam kategori partisipasi rendah, hal ini terjadi karena memang tidak ada kegiatan khusus seperti pertemuan rutin dan pelatihan yang dilaksanakan sehingga partisipasi peserta dalam tahap ini hanya sebatas rutin membayar cicilan pinjaman agar dapat melunisai pinjaman sampai akhir periode untuk kemudian dapat mengikuti program ini pada perguliran dana pinjaman berikutnya. Perbedaan nampak jelas pada partisipasi peserta program SPP dengan BSP2S dan PKP dalam tahap evaluasi. Sebesar 83.3% peserta BSP2S dan PKP memiliki partisipasi yang tinggi sedangkan partisipasi tinggi peserta SPP dalam tahap ini hanya sebesar 3.3%. Informasi yang diberikan oleh seorang tim UPK menjelaskan bahwa evaluasi program SPP di Desa Ciherang sering terlewatkan, alasannya seringkali tumpang tindih dengan tahapan yang baru, dan juga SDM minim melakukan evalusai. Selain itu, rendahnya partisipasi juga disebabkan oleh pengembalian peserta sebesar 100% sudah menjadi jaminan untuk mereka dapat mengikuti program ini kembali sehingga merasa kewajiban sebagai peserta sudah terpenuhi. Berbeda dengan peserta SPP, peserta BSP2S dan PKP lebih aktif dalam kegiatan evaluasi dimana mereka menyampaikan kondisi rumah pasca perbaikan, menyampaikan aspirasi berupa saran sekaligus pengajuan untuk diadakannya perbaikan-perbaikan bagian rumah lainnya atau pun perbaikan lingkungan tempat tinggal peserta untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti oleh pihak yang terkait.
57
TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN DENGAN INDIKATOR KEBERHASILAN PENDAPATAN USAHA DAN PENGEMBALIAN CICILAN DANA PINJAMAN Indikator dari tingkat keberhasilan program SPP adalah pendapatan usaha peserta dan pengembalian cicilan pinjaman. Pendapatan usaha adalah penerimaan peserta yang diukur berdasarkan hasil usaha dalam sebulan dalam bentuk uang dengan penerimaan dikurangi biaya produksi. Pengembalian cicilan adalah kewajiban yang harus dipenuhi setiap bulannya dengan jumlah cicilan yang telah ditentukan sesuai besarnya pinjaman. Tingkat keberhasilan program program dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dianalisis berdasarkan penilaian peserta program dari karakteristik individu peserta, dimilikinya prasayarat partisipasi, dan kompetensi dari pendamping. Tingkat keberhasilan program SPP dalam pengembalian cicilan program dan pendapatan usaha berdasarkan karakteristik peserta Data hasil tabulasi silang tidak mengambarkan karakteristik tertentu mempengaruhi peserta dalam keberhasilan program SPP. Pendapatan usaha tinggi atau dalam arti lain adalah diatas UMR Kabupaten Bogor tahun 2012 hanya 3 orang peserta yang umumnya jenis usaha yang mereka sudah cukup berkembang dan dalam skala yang lebih besar dibandingkan yang lain yaitu usaha percetakan. Tingkat pendapatan rumah tangga yang termasuk kategori tinggi mempengaruhi pendapatan usaha peserta. Pendidikan juga tidak mempengaruhi pendapatan usaha peserta karena masih terdapat peserta dengan tingkat pendidikan tinggi namun pendapatan usahanya rendah. Tabel 17 Jumlah dan persentase peserta program menurut karakteristik individu dan keberhasilan program SPP Karakteristik Individu R Umur Muda Dewasa Tua Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Keluarga Rendah Sedang Tinggi
Keberhasilan Program SPP Pendapatan Usaha Pembayaran cicilan % S % T % R % S % T
%
2 6.7 19 63.3 5 16.7
0 0 1 3.3 0 0
0 3 0
0 10 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
2 6.7 23 76.7 5 16.7
1 3.3 25 83.3 0 0
0 0 1 3.3 0 0
0 0 3
0 0 10
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
1 3.3 26 86.6 3 10
14 46.7 6 20 6 20
0 0 0 0 1 3.3
2 6.7 0 0 1 3.3
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
16 53.3 6 20 8 26.6
2 18 6
1 3.3 0 0 0 0
1 3.3 2 6.7 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
4 13.3 20 66.6 6 20
6.7 60 20
Keterangan: R=Rendah, S=Sedang, T=Tinggi
58
Hasil berbeda ditunjukan oleh peserta program SPP dengan karakteristik individu yang berbeda namun keseluruhan telah melakukan pembayaran cicilan sebesar 100 persen atau berarti sudah lunas dalam waktu yang telah ditentukan dan dapat mengikuti program dana bergulir ini lagi tentunya dengan tetap menyertakan persyaratan yang berlaku. Peserta sudah menyadari bahwa dengan melakukan cicilan secara rutin dan akan lunas pada akhir program maka tidak akan ada masalah yang terjadi dan dapat mengajukan pinjaman kembali. Tingkat keberhasilan program SPP dalam pendapatan usaha dan pengembalian cicilan program berdasarkan prasyarat partisipasi Tidak jauh berbeda dengan hasil Tabel 17, Tabel 18 menunjukkan hanya terdapat tiga orang peserta atau sebesar 10 persen dengan tingkat kemauan yang sedang, kesempatan tinggi, dan kemampuan tinggi memiliki pendapatan usaha yang juga tinggi atau diatas UMR Kabupaten Bogor tahun 2012 yaitu sebsar Rp1269 320. Sedangkan semua peserta baik yang memiliki kemampuan rendah, sedang, dan tinggi, tingkat kesempatan yang rendah, sedang, dan tinggi, serta tingkat kemampuan yang rendah, sedang, tinggi memiliki pembayaran cicilan yang tinggi atau sudah melakukan pengembalian sebesar 100 persen. Tabel 18 Jumlah dan persentase peserta program menurut prasyarat partisipasi dan keberhasilan program SPP Prasyarat Partisipasi
Keberhasilan Program SPP Pendapatan Usaha R
Kemauan Rendah Sedang Tinggi Kesempatan Rendah Sedang Tinggi Kemampuan Rendah Sedang Tinggi
%
S
%
Pembayaran cicilan T
%
R
%
S
%
T
%
4 13.3 22 73.3 0 0
0 0 1 3.3 0 0
0 0 3 10 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
4 13.3 26 86.7 5 16.7
0 0 13 43.3 13 43.3
0 0 0 0 1 3.3
0 0 0 0 3 10
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 13 43.3 17 56.7
0 0 0 0 26 86.6
0 0 0 0 1 3.3
0 0 0 0 3 10
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 30
0 0 100
Keterangan: R=Rendah, S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah Terlihat dengan jelas bahwa pencapaian pembayaran cicilan sebesar 100 atau dapat dikatakan pembayaran cicilan pada kategori tinggi memiliki persentase yang tinggi dari setiap prasyarat partisipasi yang dimiliki oleh peserta. Hal ini terjadi agar peserta dapat mengikuti kegiatan ini pada perguliran dana selanjutnya karena penembalian cicilan merupakan hal yang menjadi faktor penentu keikutsertaan peserta.
59
Tingkat keberhasilan program SPP dalam pendapatan usaha dan pengembalian cicilan program berdasarkan kompetensi pendamping Peran fasilitator tidak cukup berpengaruh pada pendapatan usaha peserta, mayoritas peserta masih dalam kategori rendah dalam pendapatan usahanya. Sebanyak 40 persen yang merasakan fasilitator mendampingi program dengan kategori sedang pun tingkat pendapatan usahanya rendah begitu pun pada peran edukasi dan peran representatif. Sedangkan pada peran teknis peserta menyatakan kompetensi pendamping rendah diikuti oleh pendapatan usaha yang juga rendah dengan persentasi sebesar 86.7 persen. Tabel 19 Jumlah dan persentase peserta program menurut peran pendamping dan keberhasilan program SPP Peran Pendamping
Keberhasilan Program SPP Pendapatan Usaha R
Fasilitator Rendah Sedang Tinggi Edukasi Rendah Sedang Tinggi Representatif Rendah Sedang Tinggi Teknis Rendah Sedang Tinggi
%
S
%
Pembayaran cicilan
T
%
R
%
S
%
T
%
14 46.7 12 40 0 0
0 0 1 3.3 0 0
3 0 0
10 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
17 56.7 13 43.3 0 0
14 46.7 12 40 0 0
0 0 1 3.3 0 0
2 6.7 1 3.3 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
16 53.3 14 46.7 0 0
19 63.3 17 56.7 0 0
0 0 1 3.3 0 0
2 6.7 1 3.3 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
21 9 0
70 30 0
26 86.7 0 0 0 0
1 3.3 0 0 0 0
3 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
30 0 0
100 0 0
10 0 0
Keterangan: R=Rendah, S=Sedang, T=Tinggi Sumber: data primer, diolah Keberhasilan program SPP dengan indikator pembayaran cicilan semua peserta telah melakukan pengembalian cicilan dalam kategori tinggi yaitu sebsar 100 persen pengembalian. Kesadaran mereka akan pentingnya melakukan pengembalian ini karena agar dapat mengajukan diri kembali bersama kelompok untuk mendapatkan pinjaman dana bergulir dalam periode selanjutnya dengan melengkapi syarat-syarat yang sudah ditentukan.
60
61
TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM BANTUAN STIMULAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN SWADAYA DAN PENINGKATAN KUALITAS RUMAH DENGAN INDIKATOR KEBERHASILAN Berdasarkan RPJM Nasional 2004-2009 pemerintah menargetkan untuk memfasilitasi pembangunan rumah secara swadaya sebesar 3 600 000 unit untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar dapat memenuhi kebutuhan rumah yang sehat dan layak huni. Melalui tujuan pelaksanaan pencapaian yang ingin dicapai adalah keberhasilan dari program itu sensiri. Indikator dari tingkat keberhasilan program Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) dalam penelitian ini adalah kepuasan peserta dan kondisi rumah pasca perbaikan yang telah dilakukan. Tingkat keberhasilan program BSP2S dan PKP dengan indikator keberhasilan kepuasan dan kondisi rumah berdasarkan karakteristik peserta Tingkat keberhasilan program program dalam kegiatan BSP2S dan PKP dianalisis berdasarkan penilaian peserta program dari karakteristik individu peserta, dimilikinya prasayarat partisipasi, dan kompetensi dari pendamping program disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Jumlah dan persentase peserta program menurut karakteristik individu dan keberhasilan program BSP2S dan PKP Karakteristik Individu
Keberhasilan Program BSP2S dan PKP Kepuasan TP
Umur Muda Dewasa Tua Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Keluarga Rendah Sedang Tinggi
%
P
%
Kondisi Rumah SP
%
TP
%
P
%
SP
%
0 0 0
0 0 0
0 0 7 23.3 2 6.7
0 9 12
0 30 40
0 0 0
0 0 0
0 0 6 20 2 6.7
0 0 10 33.3 12 40
0 0 0
0 0 0
3 6 0
10 20 0
2 6.7 16 53.3 3 10
0 0 0
0 0 0
2 5 1
0 0 0
3 10 17 56.7 2 6.7
0 0 0
0 0 0
3 10 4 13.3 2 6.7
13 45.3 5 16.7 3 10
0 0 0
0 0 0
3 2 3
0 0 0
13 43.3 7 23.3 2 6.7
0 0 0
0 0 0
5 16.7 2 6.7 2 6.7
11 36.8 8 26.7 2 6.7
0 0 0
0 0 0
4 2 2
0 0 0
12 40 8 26.7 3 10
Keterangan: TP=Tidak Puas, P=Puas, SP=Sangat Puas Sumber: data primer, diolah
62
Kepuasan peserta dinilai dari perubahan yang dirasakan oleh peserta seperti kenyamanan, kelayakan, peningkatan kesehatan karena berkorelasi dengan kondisi yang dirasakan pasca perbaikan dilakukan. Mayoritas peserta menyatakan kenyamanan rumah mereka meningkat terbukti dari sudah tidak terjadi lagi kebocoran pada atap, tidak lagi merasa khawatir atap mereka akan rusak jika terkena angin seperti yang sering terjadi sebelum perbaikan. Kepuasan dan kondisi rumah yang menjadi lebih nyaman untuk dihuni tidak lepas dari pelaksanaan kegiatan yang tepat sasaran dan tepat fungsi, karena memang program ini sesuai dengan kebutuhan yang mereka perlukan. Tingkat keberhasilan program BSP2S dan PKP dengan indikator keberhasilan kepuasan dan kondisi rumah berdasarkan prasyarat partisipasi Pelaksanaan yang baik dari program Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) seperti gotong royong perbaikan dilaksanakan sesuai perencanaan dengan hasil perbaikan rumah yang baik. Hal tersebut menghasilkan kepuasan peserta terhadap kondisi rumah mereka pasca memperoleh bantuan. Tidak ada peserta yang menyatakan tidak puas terhadap program ini, peserta mengharapkan ada perbaikan kelanjutan bagi rumah mereka dan hal ini sudah disampaikan langsung kepada pihak yang terkait dengan pelaksanaan program pada kegiatan evaluasi yang diadakan oleh tim pelaksana kegiatan dan juga pendamping program. Tabel 21 Jumlah dan persentase peserta program menurut prasyarat partisipasi dan keberhasilan program BSP2S dan PKP Prasyarat Partisipasi
Kemauan Rendah Sedang Tinggi Kesempatan Rendah Sedang Tinggi Kemampuan Rendah Sedang Tinggi
Keberhasilan Program BSP2S dan PKP Kepuasan TP
%
P
%
0 0 0
0 0 0
0 4 5
0 13.3 16.7
0 0 0
0 0 0
0 6 3
0 0 0
0 0 0
0 4 5
Kondisi Rumah SP
%
TP
%
P
%
SP
%
0 0 8 26.7 13 43.3
0 0 0
0 0 0
0 3 5
0 10 16.7
0 0 9 30 13 43.3
0 20 10
0 0 13 43.3 8 26.7
0 0 0
0 0 0
0 3 5
0 0 0
0 0 16 53.3 6 20
0 13.3 16.7
0 0 14 46.6 7 23.3
0 0 0
0 0 0
0 4 4
0 13.3 13.3
0 0 14 46.7 0 0
Keterangan: TP=Tidak Puas, P=Puas, SP=Sangat Puas Sumber: data primer, diolah Tingkat keberhasilan program BSP2S dan PKP dengan indikator keberhasilan kepuasan dan kondisi rumah berdasarkan kompetensi pendamping Kompetensi yang perlu dimiliki oleh pendamping program yaitu peran sebagai fasilitator, peran edukasi, peran representatif, dan peran teknis. Tingkat keberhasilan program dipengaruhi oleh tahapan-tahapan sebelum program
63
dijalankan. Hasil dari Tabel menunjukan bahwa lebih dari 50 persen kontribusi yang dilakukan pendamping sesuai dengan penilaian peserta menyatakan sangat puas pada program ini yang dilihat dari kondisi tempat tinggal mereka pasca perbaikan stimulan. Tabel 22 Jumlah dan persentase peserta program menurut peran pendamping dan keberhasilan program BSP2S dan PKP Peran Pendamping
Fasilitator Rendah Sedang Tinggi Edukasi Rendah Sedang Tinggi Representatif Rendah Sedang Tinggi Teknis Rendah Sedang Tinggi
Keberhasilan Program BSP2S dan PKP Kepuasan TP
%
P
%
0 0 0
0 0 0
0 1 8
0 3.3 26.7
0 0 0
0 0 0
0 1 8
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Kondisi Rumah SP
%
TP
%
P
%
0 0 4 13.3 17 56.6
0 0 0
0 0 0
0 2 6
0 6.7 20
0 0 3 10 19 63.3
0 3.3 26.7
0 0 4 13.3 17 56.6
0 0 0
0 0 0
0 2 6
0 6.7 20
0 0 3 10 19 63.3
0 1 8
0 3.3 26.7
0 0 4 13.3 17 56.6
0 0 0
0 0 0
0 2 6
0 6.7 20
0 0 3 10 19 63.3
9 0 0
30 0 0
21 0 0
0 0 0
0 0 0
8 0 0
26.7 0 0
22 73.3 0 0 0 0
70 0 0
SP
%
Keterangan: TP=Tidak Puas, P=Puas, SP=Sangat Puas Sumber: data primer, diolah Selain kompetensi pendamping dalam mendampingi program, keeratan hubungan warga yang bukan peserta program dengan peserta program bersinergi sangat baik. Diwujudkan dari banyak yang turut serta dalam pelaksanaan perbaikan sehingga seluruh warga setempat bahu membahu turut serta dalam menyukseskan kegitan ini. Peran teknis adalah peran yang paling rendah dimiliki oleh pendamping, namun peserta tetap merasakan kepuasan dan perbaikan kondisi rumah yang sangat puas sebesar 73.3 persen.
64
65
TINGKAT KEBERHASILAN PNPM MP DI DUA LOKASI PENELITIAN Indikator dari tingkat keberhasilan program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan di Desa Ciherang adalah peningkatan pendapatan dan pengembalian cicilan, serta kepuasan peserta dan perbaikan kualitas rumah dan lingkungan pada program Bantuan Stimulan Perbaikan Perumahan Swadaya dan Perbaikan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) di Kelurahan Kebon Pedes. Tingkat keberhasilan program akan diujikan hubungannya dengan karakteristik individu peserta, prasyarat partisipasi, dan kompetensi pendamping program. Karakteristik individu merupakan faktor internal peserta yang membedakan dirinya dengan peserta lainnya. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dengan adanya keberagaman karakteristik peserta memiliki hubungan dengan keberhasilan program. Prasyarat partisipasi adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sesorang untuk memberikan kontribusinya dalam proses pembangunan sebagai suatu kondisi yang nyata apabila peserta memiliki prasyarat partisipasi. Pengujian dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara prasyarat partisipasi dengan keberhasilan. Kompetensi pendamping adalah peran-peran yang harus dimiliki seorang pendamping untuk menunjang pekerjaannya mendampingi kegiatan masyarakat dan akan diuji apakah terdapat hubungan antara kompetensi pendamping dengan tingkat keberhasilan program. Pengujian yang terakhir adalah prasayarat partisipasi dengan tingkat partisipasi peserta program. Analisis Hubungan Karakteristik Peserta dengan Tingkat Keberhasilan Program Hubungan karakteristik peserta dengan tingkat keberhasilan program dianalisis dengan menggunakan SPSS 16 for windows dengan model uji Rank Sperman. Uji hipotesis hubungan karakteristik individu peserta program dengan tingkat keberhasilan program dijabarkan sebagai berikut: H0 = Karakteristik tidak berpengaruh terhadap keberhasilan program. H1 = Karakteristik berpengaruh terhadap keberhasilan program Kriteria pengujian hipotesis dengan uji korelasi Rank Sperman dalah nilai signifikansi (p)>0.05 maka terima H0 dan jika nilai signifikansi (p)<0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Tabel 23 Hasil uji korelasi antara karakteristik peserta dengan tingkat keberhasilan program
Karakteristik Peserta
Koefisien korelasi Signifikansi (2-tailed) Keberhasilan Koefisien Program korelasi Signifikansi (2-tailed)
Uji Korelasi Program SPP Program BSP2S Karakteristik Keberhasilan Karakteristik Keberhasilan 1.000 .097 1.000 .054
Sumber: data primer, diolah
.
.611
.778
.097
1.000
.054
1000
.611
.
.778
.
66
Hasil uji statistik pada Tabel 23 menunjukkan bahwa karakteristik responden dengan tingkat keberhasilan program SPP memiliki nilai signifikansi (p) = 0.611. Karena nilai signifikansi > 0.05 maka terima H0. Hal ini berarti karakteristik tidak berhubungan dengan keberhasilan program SPP. Begitu pun pada program BSP2S dan PKP dimana nilai signifikansi (p) = 0.778 maka tidak ada hubungan antara karakteristik dengan keberhasilan program BSP2S dan PKP. Sebagian besar peserta sudah memahami apa yang harus dilaksanakan dalam menjalankan kegiatan untuk itu keberagaman karakteristik yang dimiliki peserta bukan merupakan suatu ukuran keberhasilan program. Ramadhina (2012) dalam penelitiannya menjelaskan pendapat yang serupa bahwa umur dan pendidikan formal (karakteristik) tidak berkolerasi dengan indikator yang mempengaruhi kapasitas wanita tani anggota kelompok usaha pengelolaan hasil pertanian. Hal tersebut menjelaskan bahwa tujuan untuk mencapai keberhasilan merupakan dorongan untuk berkontribusi dan tidak dibatasi atau dihambat oleh karakteristik tertentu dari peserta program itu sendiri. Analisis Hubungan Prasyarat Partisipasi Peserta dengan Tingkat Keberhasilan Program Hubungan prasyarat partisipasi peserta dengan tingkat keberhasilan program dianalisis dengan menggunakan SPSS 16 for windows dengan model uji Rank Sperman. Uji hipotesis hubungan karakteristik individu peserta program dengan tingkat keberhasilan program dijabarkan sebagai berikut: H0 = Prasyarat partisipasi tidak berpengaruh terhadap keberhasilan program. H1 = Prasyarat partisipasi berpengaruh terhadap keberhasilan program Kriteria pengujian hipotesis dengan uji korelasi Rank Sperman dalah nilai signifikansi (p)>0.05 maka terima H0 dan jika nilai signifikansi (p)<0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Tabel 24 Hasil uji korelasi anatara partisipasi peserta program dengan tingkat keberhasilan program Uji Korelasi Program SPP Prasyarat Keberhasilan Peserta Program Prasyarat Partisipasi
Koefisien korelasi Signifikansi (2-tailed) Keberhasilan Koefisien Program korelasi Signifikansi (2-tailed)
Program BSP2S Prasyarat Keberhasilan Partisipasi Program
1.000
.339
1.000
-.134
.
.062
.
.480
.339
1.000
-.134
1.000
.062
.
.480
.
Sumber: data primer, diolah Kriteria pengujian menggunakan analisis korelasi Rank Spearman adalah jika nilai signifikansi (p) > 0.05 atau 0.01 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata dan positif antara prasyarat partisipasi dengan tingkat
67
keberhasilan. Berdasarkan hasil olahan data, diperoleh nilai signifikansi dari korelasi prasyarat partisipasi dan keberhasilan program untuk SPP adalah 0.062 nilai ini menunjukkan jumlah yang lebih besar dari 0.05 atau 0.01. Maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata dan positif. Nilai signifikansi dari korelasi prasyarat partisipasi dengan tingkat keberhasilan peserta BSP2S dan PKP adalah 0.480 nilai ini menunjukkan jumlah yang lebih besar dari 0.05 atau 0.01. Maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata dan positif. Tahapan-tahapan yang dilalui peserta seperti pada tingkat kemauan, kemampuan dan kesempatannya dinilai tidak mempengaruhi peserta dalam mendapatkan keberhasilan program. Umumnya peserta sudah mengetahui dengan jelas apa saja yang harus mereka lakukan seperti pada peserta SPP dimana ketika pembayaran cicilan mereka lancar dan telah kembali sebesar 100 persen. Hal ini sejalan dengan penelitian Sulistiawati (2012) yang menyatakan tingkat partisipasi tidak dipengaruhi oleh tingkat kemamuan, kemampuan dan kesempatan karena tujuan mengikuti program ini adalah menambah penghasilan dan membuat peserta memiliki motivasi yang tinggi untuk tujuannya sehingga kurang peduli terhadap pendampingan yang diterima maupun informasi yang diberikan pihak PNPM mengenai program. Berbeda dengan peserta BSP2S dan PKP yang pada pelaksanaannya berjalan dengan lancar sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan, serta mendapat bantuan berupa tenaga pada proses perbaikan rumah dari masyarakat yang bukan peserta. Analisis Hubungan Kompetensi Pendamping Peserta dengan Tingkat Keberhasilan Program Hubungan kompetensi pendamping peserta dengan tingkat keberhasilan program dianalisis dengan menggunakan SPSS 16 for windows dengan model uji Rank Sperman. Uji hipotesis hubungan karakteristik individu peserta program dengan tingkat keberhasilan program dijabarkan sebagai berikut: H0 = Kompetensi pendamping tidak berpengaruh terhadap keberhasilan program. H1 = Kompetensi pendamping berpengaruh terhadap keberhasilan program Kriteria pengujian hipotesis dengan uji korelasi Rank Sperman dalah nilai signifikansi (p)>0.05 maka terima H0 dan jika nilai signifikansi (p)<0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Tabel 25 Hasil uji korelasi antara peran pendamping dengan keberhasilan program
Kompetensi Koefisien Pendamping korelasi Signifikansi (2-tailed) Tingkat Koefisien Partisipasi korelasi Signifikansi (2-tailed)
Uji Korelasi Program SPP Kompetensi Keberhasilan Pendamping Program 1.000 .049
Program BSP2S Kompetensi Keberhasilan Pendamping Program 1.000 .701**
.
.796
.
.000
.049
1.000
.701**
1.000
.796
.
.000
30
** Nilai korelasi berada pada tingkat 0.01 Sumber: data primer, diolah
68
Kriteria pengujian menggunakan analisis korelasi Rank Spearman adalah jika nilai signifikansi (p) > 0.05 atau 0.01 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata dan positif antara prasyarat partisipasi dengan tingkat keberhasilan. Berdasarkan hasil olahan data, diperoleh nilai signifikansi dari korelasi kompetensi pendamping dengan keberhasilan program untuk SPP adalah 0.796 nilai ini menunjukkan jumlah yang lebih besar dari 0.05 atau 0.01. Maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata dan positif. Nilai signifikansi dari korelasi kompetensi pendamping dengan tingkat keberhasilan program BSP2S adalah 0.00 nilai ini menunjukkan jumlah yang lebih kecil dari 0.05 atau 0.01. Maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif. Kompetensi yang dimiliki pendamping dalam setiap tahapan program mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan memiliki hubungan nyata dan positif dengan keberhasilan pada program BPS2S. Pendamping melakukan pendampingan dengan kompetensi peran memfasilitasi peserta dengan memberikan semangat dan dorongan, mengedukasi peserta dengan memberikan informasi dan pendampingan yang dapat meningkatkan kesadaran peserta untuk memberikan kontribusi serta peran representatif dimana pendamping membantu peserta untuk dapat bekerjasama dengan sesama peserta. Analisis Hubungan Prasyarat Partisipasi dengan Tingkat Partisipasi Peserta Hubungan prasyarat partisipasi peserta dengan tingkat partisipasi peserta dianalisis dengan menggunakan SPSS 16 for windows dengan model uji Rank Sperman. Uji hipotesis hubungan karakteristik individu peserta program dengan tingkat keberhasilan program dijabarkan sebagai berikut: H0 = Prasyarat partisipasi tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasi peserta. H1 = Prasyarat partisipasi berpengaruh terhadap tingkat partisipasi peserta. Kriteria pengujian hipotesis dengan uji korelasi Rank Sperman dalah nilai signifikansi (p)>0.05 maka terima H0 dan jika nilai signifikansi (p)<0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Tabel 26 Hasil korelasi antara prasyarat partisipasi dengan tingkat pasrtisipasi
Prasyarat Koefisien Partisipasi korelasi Signifikansi (2-tailed) Tingkat Koefisien Partisipasi korelasi Signifikansi (2-tailed)
Uji Korelasi Program SPP Prasyarat Tingkat Partisipasi Partisipasi 1.000 .242
Program BSP2S Prasyarat Tingkat Partisipasi Partisipasi 1.000 .472**
.
.197
.
.000
.242
1.000
.472**
1.000
.197
.
.008
** Nilai korelasi berada pada tingkat 0.01 Sumber: data primer, diolah
69
Kriteria pengujian menggunakan analisis korelasi Rank Spearman adalah jika nilai signifikansi (p) > 0.05 atau 0.01 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata dan positif antara prasyarat partisipasi dengan tingkat partisipasi. Berdasarkan hasil olahan data, diperoleh nilai signifikansi dari korelasi kompetensi pendamping dengan keberhasilan program untuk SPP adalah 0.197 nilai ini menunjukkan jumlah yang lebih besar dari 0.05 atau 0.01. Maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata dan positif. Nilai signifikansi dari korelasi prasyarat partisipasi dengan tingkat partisipasi program BSP2S adalah 0.008 nilai ini menunjukkan jumlah yang lebih kecil dari 0.05 atau 0.01. Maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif. Hanya terdapat hubungan positif dan nyata antara prasyarat partisipasi dengan tingkat partisipasi peserta pada program Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP) dimana peserta yang memiliki prasyarat partisipasi dengan tingkat kemauan, kesempatan, dan kemauannya yang baik maka akan berkorelasi dengan tingkat partisipasi yang akan peserta lakukan pada setiap tahapan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program. Hal ini tidak sejalan dengan hasil dari penilitian Sulistiawati (2012) yang menjelaskan bahwa tingkat partisipasi seseorang tidak dipengaruhi oleh tingkat kemauan, kesempatan dan kemampuan hal ini dikarenakan peserta perempuan program PNPM minim keterlibatannya dalam kegitan karena tujuan mengikuti program untuk menambah penghasilan mereka sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan karena ingin mengikuti kegiatan PNPM lainnya.
70
71
PENUTUP Simpulan Merujuk hasil penelitian dan pembahasan, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendapatan usaha peserta SPP di Kabupaten Bogor sebanyak 86.6 persen berada pada kisaran Rp650 000 – Rp1 200 000. Angka ini di bawah UMR Kabupaten Bogor tahun 2012 yaitu sebesar Rp1 269 230. Kesertaan dalam program dapat membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Sebesar 100 persen peserta SPP telah melakukan pengembalian pinjaman hal ini mengindikasikan bahwa peserta sudah memiliki kesadaran agar dapat mengikuti program ini pada perguliran selanjutnya. Peserta program BPS2S dan PKP di Kota Bogor berkontribusi terhadap kepemilikan rumah yang lebih layak huni. Hal ini meningkatkan kepuasan peserta akan kondisi rumah setelah Program berakhir. 2. Terdapat perbedaan pendampingan di dua lokasi penelitian. Pada program SPP, pendamping belum melakukan pendampingan secara intensif, baru sebatas pada sosilasi informasi melalui ketua dan ketua kelompok yang lebih berperan pada program ini. Sebagai implikasi, tingkat partisipasi anggota terhadap SPP terbatas. Pendampingan pada program BSP2S berjalan dengan baik, pendamping merupakan salah satu tokoh masyarakat yang berpengaruh, sehingga memiliki kedekatan sosial dengan peserta progam. Kompetensi terlemah yang dimiliki oleh pendamping di Desa Ciherang dan di Kelurahan Kebon Pedes adalah di bidang teknis. 3. Peserta program BSP2S dan PKP lebih aktif melakukan berbagai kegiatan pada setiap tahapan partisipasi dibandingkan dengan peserta program SPP. Peserta program BSP2S memiliki siklus kegiatan yang lengkap mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi. Sebaliknya, pada program SPP belum ada pertemuan khusus yang membahas keberlangsungan program, sehingga belum selengkap pelaksanaan Program BSP2S di kota. Saran Terdapat beberapa saran yang diajukan untuk meningkatkan keberhasilan SPP dan BSP2S dan PKP, yaitu: 1. Bagi pihak UPK PNPM Kecamatan Dramaga serta Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) dan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Ciherang kedepannya diharapkan dapat memberikan perhatian bagi anggota SPP dalam mengikuti berbagai tahap partisipasi, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga tahapan evaluasi. Pelatihan usaha disertai akses dan perluasan pasar, perlu dilaksanakan agar peserta memiliki referensi usaha lain yang dapat lebih meningkatkan pendapatan usahanya 2. UPK PNPM Mandiri Kota Bogor perlu menindaklanjuti keberlanjutan pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan mendesak melalui pendekatan partisipasi yang mampu mengembangkan inisiatif dan kemandirian masyarakat.
72
3. Pengelola program perlu memprogramkan pendampingan kelompok yang lebih intensif dalam setiap tahapan pelaksanaan dan memilih pendamping yang benar-benar memiliki kompetensi dalam pendampingan dan mengerti substansi program dengan baik.
73
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Data and poverty information year 2009-2010. [Internet]. [diunduh tanggal 12 desember 2012]. Dapat diunduh dari: http://dds.bps.go.id/eng Burhan. 2011. Teknik-teknik pemberdayaan masyrakat secara pasrtisipatif . [internet]. [diunduh tanggal 12 desember 2012].Dapat diunduh dari: http://burhan.staff.ipb.ac.id/files/2011/01/TEKNIK-PEMBERDAYAANMASYARAKAT-SECARA-PARTISIPATIF Bustang, Basita G, Sugihen, Slamet M. 2008. Potensi masyarakat dan kelembagaan lokal dalam pemberdayaan keluarga miskin di pedesaan. [jurnal]. [internet]. [diunduh pada 27 September 2012]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb. ac.id/ handle/123456789/41196 Cohen JM dan Uphoff NT. 1977. Rural development participation: concepts and measures for project design, implementation and evaluation. New York: Cornell University. Ife J. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives – Vision, Analysis and Practices. Australia: Longman Australia. Khomsan A. 2012. Menggugat Ukuran Kemiskinan. [artikel]. [internet]. [diunduh pada 24 desember 2012]. Dapatdiunduhdari: http://www.unisodemorg/ articledetail.php?aid=9799&coid=2&caid=30&gid=2 Lusthaus. 1999. Capacity development: definition, issue and implication for planning, monitoring and evaluation. [jurnal]. [internet]. [diunduh pada 26 desember 2012]. Dapat diunduh dari: preval.org/documentos/2034.pdf Mardikanto T. 2010. Konsep-konsep pemberdayaan masyarakat (acuan bagi aparat bitokrasi, akademi, praktisi, dan peminat/pemerhati pemberdayaan masyarakat). Solo [ID]: UNS Press Masril CN. 2011. Tingkat Partisipasi Perempuan Terhadap Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perdesaan. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Nasdian FT. 2006. Modul kuliah pengembangan masyarakat berwawasan partisipasi. Tidak diterbitkan, Institut Pertanian Bogor. Rakhmat J. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. Ramadhina S. 2012. Kapasitas Wanita Tani Anggota Kelompok Swargi dan Bina Sehat Lestari dalam Usaha Pengolahan Hasil Pertanian di Bogor. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Singarimbun dan Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES Sitorus MTF. 1998. Penelitian Kualitatif. Bogor [ID]: Kelompok Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial Fakultas Pertanian IPB. Slamet Y. 1993. Pembangunan masyarakat berwawasan partisipasi. Surakarta: Sebelas maret Univertity Press. Soelaiman H. 1980. Partisipasi Sosial Dalam Usaha Kesejahteraan Sosial.Bandung [ID].
74
Suharto E. 2005. Membangun masyarakat memberdayakan rakyat (kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial & pekerjaan sosial). Bandung [ID]. PT Refika Aditama Suharto. 2013. Profil kemiskinan di Indonesia september 2012 jumlah penduduk miskin september 2012 jumlah mencapai 28,59 juta orang [internet]. [diunduhtanggal2maret2013].Dapatdiunduhdari:http://www.policy. hu/suharto/Naskah%20PDF/JemberCOCD.pdf Sulistiawati IR. 2012. Tingkat Partisipasi Perempuan dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Keberdayaan Ekonomi Perempuan Peserta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Tim komunikasi massa pnpm mandiri perkotaan, konsultan manajemen pusat, direktorat jendral cipta karya kementrian pekerjaan umum. Integrasi program penanggulangan kemiskinan untuk pembangunan berkelanjutan [internet].[diunduh tanggal 2maret 2013].Dapat diunduh di: http://www.p2kp.org/warta/files/Newsletter_PNPM.pdf Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Strategi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2012. [artikel]. [internet]. [diunduh pada 7 januari 2013]. Dapatdiunduh dari:http://tnp2k.go.id/?q=strategi percepatan_penanggulangankemiskinan Tim Koordinasi. 2008. Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jakarta. [internet]. [diunduh tanggal 23 Februari 2013]. Dapat diunduh dari: http://lomboktimurkab. go.id/files/PTO%20PNPM520Mandiri%20pedesaan.pdf
75
LAMPIRAN Lampiran 1 Kebutuhan data, metode, jenis data, dan sumber data No Kebutuhan Data Metode Jenis Data
Sumber Data
1
Kondisi umum lokasi
Studi literatur, wawancara, pengamatan
Primer, sekunder
Pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan literatur
2
Profil sejarah lokasi
Studi literatur, Wawancara
Primer, sekunder
Tokoh masyarakat, pemerintah desa, dan literatur
Kuesioner
Primer, sekunder
Responden peserta program SPP dan BSP2S dan PKP
Studi literatur, wawancara mendalam kepada pengurus PNPM, pengamatan berperan serta, Kuesioner dan wawancara mendalam, pengumpulan data sekunder
Primer, sekunder
Pengurus PNPM, pengurus SPP, BKM Kelurahan Kebon Pedes dan pengurus BSP2S
Primer, sekunder
Responden peserta program, hasil penelitian terdahulu
Kuesioner dan wawancara mendalam, pengumpulan data sekunder
Primer, sekunder
Responden peserta program, hasil penelitian terdahulu, pendamping
3
- Karakteristik responden - Karakteristik rumah tangga responden
4
Profil Program SPP (PNPM Mandiri Perdesaan) dan Profil Program BSP2S dan PKP (PNPM Mandiri Perdesaan)
5
Tingkat Partisipasi anggota kelompok SPP dan BSP2S dan PKP - Tahap perencanaan - Tahap Pelaksanaan - Tahap evaluasi Kompetensi pendamping program
6
76
Lampiran 2 Peta lokasi penelitian Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
77
Lampiran 3 Peta lokasi penelitian Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor
78
79
Lampiran 4 Daftar nama responden penelitian program SPP dan BSP2S dan PKP Kegiatan Nama Kelompok Alamat Kelompok NO Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
AA (Ketua) RR SP AI HH SD MB NH NA DI
Kegiatan Nama Kelompok Alamat Kelompok NO Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
EH (Ketua) ER NH HI UY NH EA NH EI NE
: SPP : Melon : Ciherang Gede RT. 02 RW 01 Jenia Usaha Besar Pinjaman (Rp) Warung soto 2 500 000 Studio foto 2 500 000 Kreditan 2 000 000 Kreditan 2 000 000 Kreditan 2 000 000 Percetakan 2 500 000 Sembako 1 500 000 Warung mie 1 500 000 Kreditan 2 000 000 Kreditan 1 000 000
: SPP : Rambutan : Ciherang Bong RT 02 RW 07 Jenia Usaha
Kue kering Pedagang pakaian Konter Hp Warung soto Sembako Sembako Kreditan Pedagang gorengan Pedagang pakaian Penjahit
Besar Pinjaman (Rp) 1 500 000 2 000 000 2 000 000 2 000 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000
80 Kegiatan Nama Kelompok Alamat Kelompok NO Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TN (Ketua) IR JU SH MI SL MH IR AH RH
Kegiatan Alamat Peserta
No 1 2 3 4 5 6
RT 02 Nama EH AM MO US SI DS
No 14 15 16 17 18 19 20
RT 04 Nama KH SI YI SO DI SI BH
: SPP : Pisang : Ciherang Hegarasa RT. 04 RW 02 Jenia Usaha Besar Pinjaman (Rp) Jual buah 1 500 000 Warung soto 1 500 000 Sembako 1 500 000 Jual pulas 1 500 000 Kreditan 1 500 000 Keranjang parsel 1 500 000 Masakan 1 500 000 Aksesoris 1 500 000 Masakan 1 000 000 Jual gas 1 000 000 : BSP2S dan PKP : RW 13
No 7 8 9 10 11 12 13
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
RT 03 Nama IG ED DI NS SI EI ES RT 05 Nama UN AI ST AI GI SA ES TI MS SM
81
Lampiran 5 Hasil Rank Sperman (Rank Sperman dengan SPSS 16.0) Correlations KARAKTER Spearman's rho
KARAKTER
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SPP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SPP
1.000
.097
.
.611
30
30
.097
1.000
.611
.
30
30
Correlations KARAKTER Spearman's rho
KARAKTER
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
BSP2S
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
BSP2S
1.000
.054
.
.778
30
30
.054
1.000
.778
.
30
30
Correlations PRASYRT Spearman's rho
PRASYYRT
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SPP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SPP
1.000
.039
.
.062
30
30
.339
1.000
.062
.
30
30
PRASYRT Spearman's rho
PRASYYRT
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
BSP2S
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
BSP2S
1.000
-.134
.
.480
30
30
-.134
1.000
.480
.
30
30
82
Correlations PNDMPNG Spearman's rho
PNDMPNG
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SPP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
.049
.
.796
30
30
.049
1.000
.796
.
30
30
PNDMPNG Spearman's rho
PNDMPNG
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
BSP2S
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SPP
BSP2S
1.000
.701**
.
.000
30
30
.701**
1.000
.000
.
30
30
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
PRASYRT Spearman's rho
PRASYRT
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SPP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SPP
1.000
.242
.
.197
30
30
.242
1.000
.197
.
30
30
Correlations
Spearman's rho
PRASKOT
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PRTSPASI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
PRASKOT
PRTSPASI
1.000
.472(**)
.
.008
30
30
.472(**)
1.000
.008
.
30
30
83
Lampiran 6 Dokumentasi kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan dan Bantuan Stimulan Perbaikan Perumahan Swadaya dan Peningkatan Kualitas Perumahan (BSP2S dan PKP)
84
RIWAYAT HIDUP Herna Puspitasari dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Desember 1991, merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Surasman dan Ibu Suparniah. Pendidikan yang pernah ditempuh mulai dari Sekolah Dasar Negeri Pondok Rumput 1, SMP Negeri 5 Bogor dan SMA Negeri 2 Bogor. Tahun 2009 yang lalu, penulis diterima melanjutkan studi pada Jenjang Sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah tergabung dalam UKM Music Agriculture X-Pression sejak tahun 2009 dimana penulis menjabat sebagai Manager of MAX!! Management periode 2010-2011. Selain aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian pada event-event di IPB, seperti IPB ART CONTEST (IAC) pada tahun 2011, IPB Green Living Movement (IGLM) pada tahun 2011 dan 2012, Masa Perkenalan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Art Colaboration and Revolutionary Action (ACRA) pada tahun 2012.