TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYA IKAN DI DESA BOJONG JENGKOL KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
Oleh : MULYANAH C44101028
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYA IKAN DI DESA BOJONG JENGKOL, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. adalah benar merupakan karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Oktober 2005
MULYANAH C44101028
ABSTRAK MULYANAH. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANNA FATCHIYA dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI. Pengembangan usaha perikanan di Kabupaten Bogor terus diupayakan untuk meningkatkan kontribusinya dalam memenuhi ketersediaan bahan pangan protein hewani (ikan), meningkatkan pendapatan petani atau pembudidaya, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta menghasilkan devisa melalui eksor hasil perikanan. Pendapatan asli daerah dari sektor perikanan selama 4 tahun terakhir (2001-2004) terus meningkat dan melebihi target (rata-rata lebih dari 100%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, mengetahui tingkat pendapatan pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, mengetahui sumber-sumber pendapatan lain diluar usaha budidaya ikan, mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol dan menganalisis hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan dengan tingkat kesejahteraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol berumur 46 tahun, memiliki jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4 orang dan berpengalaman usaha selama 10 tahun. Sebagian besar bersifat usaha sampingan, jenis usaha pembesaran dan usaha keduanya (pembenihan dan pembesaran) dan memiliki luas lahan sedang dan sempit. Pendapatan pembudidaya ikan berasal dari dari usaha perikanan (budidaya ikan) dan usaha non perikanan. Pendapatan usaha dari non perikanan berasal dari pertanian (padi dan palawija), warung, toko, ternak dan buruh (bangunan atau pabrik). Rata-rata pendapatan dari usaha perikanan adalah sebesar Rp 884.064,00 per bulan dan dari usaha non perikanan adalah sebesar Rp 818.917,00 per bulan. Tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol diukur berdasarkan 11 indikator kesejahteraan dari BPS (2003) dan dari BKKBN (2002). Tingkat kesejahteran rumah tangga pembudidaya ikan berdasarkan 11 indikator dari BPS, mengkategorikan sebanyak 27 orang (93%) termasuk kategori kesejahteraan tinggi dan sebanyak 2 orang (7%) termasuk kategori kesejahteraan sedang. Berdasarkan kriteria garis kemiskinan dari Sajogyo, sebanyak 28 orang (96,5%) termasuk kategori tidak miskin dan sisanya (3,4%) termasuk kategori miskin, sedangkan berdasarkan Direktorat Tata Guna Tanah, sebanyak 26 orang (89,6%) termasuk kategori tidak miskin dan sebanyak 3 orang (10,3%) termasuk kategori hampir miskin. Hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan dengan tingkat kesejahteraan yang memiliki hubungan nyata adalah umur dan tingkat pendidikan. Karakteristik jumlah anggota rumah tangga dan pengalaman usaha memiliki hubungan yang tidak nyata dengan tingkat kesejahteraan. Status usaha dan jenis usaha tidak memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan, sedangkan karakteristik luas lahan memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan.
TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYA IKAN DI DESA BOJONG JENGKOL KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Mulyanah C44101028
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP
: Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. : Mulyanah : C44101028
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Anna Fatchiya, M.Si. NIP : 132 173 579
Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. NIP : 131 841 724
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr.Ir. Kadarwan Soewardi. NIP : 130 805 031
Tanggal Lulus : 21 Oktober 2005
I.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan izin dan karunia-Nyalah akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini berjudul “ Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini berisi tentang analisis tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan tingkat kesejahteraan pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. Tingkat kesejahteraan dihitung berdasarkan indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik 2003 yang dimodifikasi dengan indikator kemiskinan dari Sajogyo dan dari Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria dan indikator kesejahteraan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 2002. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Anna Fatchiya, MSi dan Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, MSi sebagai dosen pembimbing dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, karena tanpa adanya bantuan dan dukungan dari semua pihak tersebut, tentu saja Skripsi ini tidak akan selesai. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi Penulis dan semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Oktober 2005
Mulyanah
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 7 Januari 1984 dari ayah R. Fachruroji dan ibu Jamilah. Penulis merupakan putri kedua dari enam bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMUN 1 Leuwiliang dan lulus tahuin 2001. Pada tahun yang sama (2001) lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Agama Islam semester ganjil tahun 2003 dan tahun 2004. Organisai yang diikuti yaitu sebagai anggota Forum Keluarga Muslim FPIK dan anggota FORCES (Forum for Scientific Studies).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii I.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Perumusan Masalah.......................................................................... 1.3 Tujuan dan Kegunaan .......................................................................
1 4 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
6
2.1 Usaha Perikanan Budidaya ............................................................... 6 2.2 Pendapatan Rumah Tangga............................................................... 8 2.3 Pengeluaran Rumah Tangga ............................................................. 10 2.4 Kemiskinan....................................................................................... 11 2.5 Kesejahteraan ................................................................................... 13 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI .................................................. 18 IV. METODOLOGI ..................................................................................... 20 4.1 Metode Penelitian............................................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data...................................................................... 4.3 Metode Analisis Data ....................................................................... 4.3.1 Analisis Pendapatan Usaha Budidaya ...................................... 4.3.2 Analisis Pendapatan Rumah Tangga ........................................ 4.3.3 Analisis Pengeluaran Rumah Tangga ....................................... 4.3.4 Pengukuran Tingkat Kesejahteraan ......................................... 4.3.5 Hubungan Antara Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan.................................................. 4.4 Batasan dan Pengukuran .................................................................. 4.5 Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................
20 20 21 21 21 22 22 23 26 27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 28 5.1 Keadaan Umum Daerah..................................................................... 5.1.1 Letak Geografis ........................................................................ 5.1.2 Kependudukan .......................................................................... 5.2 Kondisi Sarana dan Prasarana............................................................ 5.2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi ............................................ 5.2.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan ............................................... 5.2.3 Sarana dan Prasarana Ekonomi ................................................. 5.2.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan ..............................................
28 28 29 32 32 32 34 34
Halaman 5.2.5 Sarana dan Prasarana Peribadatan ........................................... 5.2.6 Sarana dan Prasarana Keamanan .............................................. 5.3 Keragaan Usaha Perikanan Responden ............................................. 5.3.1 Usaha Perikanan Budidaya ..................................................... 5.3.2 Penerimaan Usaha................................................................... 5.3.3 Pengeluaran Usaha.................................................................. 5.4 Karakteristik Pembudidaya Ikan ....................................................... 5.4.1 Umur ....................................................................................... 5.4.2 Jumlah Anggota Rumah Tangga .............................................. 5.4.3 Pengalaman Usaha................................................................... 5.4.4 Tingkat Pendidikan ................................................................. 5.4.5 Jenis Usaha .............................................................................. 5.4.6 Sifat Usaha .............................................................................. 5.4.7 Luas Lahan .............................................................................. 5.5 Pendapatan Rumah Tangga.............................................................. 5.5.1 Pendapatan Usaha Perikanan................................................... 5.5.2 Pendapatan Usaha Non Perikanan ........................................... 5.6 Pengeluaran Rumah Tangga ............................................................ 5.6.1 Pengeluaran Makanan ............................................................. 5.6.2 Pengeluaran Non Makanan ..................................................... 5.7 Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2003.................................................... 5.7.1 Indikator Pendapatan............................................................. 5.7.2 Indikator Pengeluaran ........................................................... 5.7.3 Indikator Keadaan Tempat tinggal......................................... 5.7.4 Indikator Fasilitas Tempat Tinggal........................................ 5.7.5 Indikator Kesehatan ............................................................. 5.7.6 Indikator Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan............................................................. 5.7.7 Indikator Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan........................................................... 5.7.8 Indikator Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi .......................................................................... 5.7.9 Indikator Kehidupan Beragama............................................. 5.7.10 Indikator Perasaan Aman dari Tindak Kejahatan ................... 5.7.11 Indikator Kemudahan dalam Melakukan Olahraga ................ 5.8 Tingkat Kesejahteraan Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2002..................................................... 5.9 Hubungan Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan ..................................................................... 5.9.1 Hubungan Umur Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan.......................................................................... 5.9.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan.................................................
35 36 36 36 38 39 40 40 41 41 41 42 43 44 44 44 45 45 46 46 47 47 48 49 50 51 52 53 54 55 55 55 57 58 58 59
Halaman 5.9.3 Hubungan Pengalaman Usaha Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan............................................................ 5.9.4 Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan................... 5.9.5 Hubungan Jenis Usaha Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan............................................................ 5.9.6 Hubungan Sifat Usaha Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan............................................................ 5.9.7 Hubungan Luas Lahan Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan...........................................................
59 60 60 61 61
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 62 6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 62 6.2 Saran .................................................................................................. 63 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64 LAMPIRAN ................................................................................................. 66
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2003-2004 ..................... 2 2. Perkembangan PAD dari Sektor Peternakan dan Perikanan di Kabupaten Bogor (2001-2004) ........................................................... 2 3. Produksi Perikanan di Kecamatan Ciampea tahun 2004........................... 4 4. Klasifikasi Usaha Tani Ikan di Indonesia ................................................ 7 5. Pemanfaatan Lahan atau Penggunaan Tanah di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004....................................................................... 29 6. Jumlah Penduduk Menurut Struktur Umur di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ..................................................................... 30 7. Jumlah Pendududuk Menurut Agama yang Dianut di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ..................................................................... 30 8. Jumlah Pendududuk Menurut Mata Pencaharian di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ..................................................................... 31 9. Keadaan Penduduk Desa Bojong Jengkol Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2004 ............................................................... 31 10. Kondisi Sarana dan Prasarana Transportasi di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ................................................................... 32 11. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ........................................................................................... 33 12. Jumlah Peserta KB di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ......................... 34 13. Sarana dan Prasarana Perekonomian di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ........................................................................................... 34 14. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ........................................................................................... 35 15. Penerimaan dan Pengeluaran Usaha Budidaya Ikan per Bulan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ........................................................ 40 16. Karakteristik Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 41
Halaman 17. Tingkat Pendidikan Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ................................................................................ 42 18. Jenis Usaha Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 43 19. Sifat Usaha Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 43 20. Luas Lahan Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005... .......................................................................................... 44 21. Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Bulan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ....................................................... 45 22. Pengeluaran Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Bulan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ........................................................ 47 23. Pendapatan dan Pengeluaran per Kapita per Tahun Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............ 49 24. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan Berdasarkan Indikator dari BPS Tahun 2003 di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ................................................................................ 56 25. Hubungan Antara Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005................................. 62
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Denah Desa Bojong Jengkol . .................................................................. 67 2. Indikator Kesejahteraan Menurut BPS berdasarkan SUSENAS 2003. ................................................................. 68 3. Karakteristik Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 70 4.
Penerimaan, Pengeluaran dan Pendapatan Usaha Budidaya Ikan per Bulan dan Intensitas Produksi dalam Setahun di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 .......................................................................................... 72
5. Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Tahun di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ...................................................... 73 6. Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Tahun di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005. ...................................................... 74 7. Kriteria Kemiskinan Direktorat Tata Guna Tanah Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005.......................... 75 8. Kriteria Kemiskinan Sajogyo Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ...................................................... 76 9. Indikator Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ...................................................... 77 10. Harga Sembilan Bahan Pokok di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 78 11. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kesejahteraan ............................................................................. 79 12. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan ........................................ 80 13. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kesejahteraan................................................................. 81 14. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Pengalaman Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan................................................................. 82 15. Uji Chi-square Hubungan Antara Sifat Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan ............................................................................. 83
Halaman 16. Uji Chi-square Hubungan Antara Jenis Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan ............................................................................. 84 17. Uji Chi-square Hubungan Antara Luas Lahan dengan Tingkat Kesejahteraan ............................................................................. 84 18. Contoh Analisis Usaha Budidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................... 85 19. Kolam Budidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 .................... 86
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan dan kebutuhan ikan di dunia terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagai akibat pertambahan penduduk dan perubahan konsumsi masyarakat ke arah protein hewani yang lebih sehat. Sementara itu, pasokan ikan dari hasil penangkapan cenderung semakin berkurang dengan meningkatnya gejala kelebihan tangkap dan menurunnya kualitas lingkungan. Berdasarkan pertimbangan di atas, pengembangan budidaya merupakan alternatif yang cukup memberikan harapan. Komoditas perikanan yang dihasilkan dari usaha perikanan budidaya tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ikan untuk konsumsi, tetapi juga untuk orientasi ekspor guna memperolah devisa (DKP, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2001). Budidaya secara umum adalah kegiatan atau campur tangan manusia dalam meningkatkan produktivitas perairan untuk mendapatkan keuntungan. Kegiatan budidaya terdiri dari kegiatan pembenihan (menghasilkan induk) dan pembesaran (memelihara ikan) (Effendi 2000). Kabupaten Bogor memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha budidaya perikanan. Tersedianya sumberdaya dari faktor klimatologis yang mendukung serta peluang pasar yang cukup terbuka menjadikan kegiatan usaha budidaya perikanan di Kabupaten Bogor mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari data peningkatan produksi ikan konsumsi dari tahun 2003 ke tahun 2004 sebesar 5,18% . Persentase peningkatan yang signifikan adalah pada cabang usaha ikan hias. Produksi ikan hias pada tahun 2004 meningkat sebesar 9,45% dibandingkan tahun 2003 (Disnakan Kabupaten Bogor 2004a). Perkembangan produksi perikanan tahun 2004 dibandingkan sebelumnya diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2003-2004 Jenis Usaha
Jumlah Produksi 2003
Persentase perubahan (%)
2004
A. Budidaya Perikanan air Tawar (ton) - Kolam Air Tenang (KAT)
3.910,00
4.164,00
6,50
- Kolam Air Deras ( KAD )
1.674,40
1.709,50
2,10
- Perikanan Sawah
950,34
1.018,80
7,20
- Jaring Apung
172,50
181,63
5,29
98,91
102,50
3,63
B. Perairan Umum (ton)
187,70
179,54
-4,35
C. Ikan Hias (ribu ekor)
60.438,00
66.152,00
9,45
653.060,00
669.580,00
2,53
- Karamba
D. Pembenihan (ribu ekor)
Sumber: Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2004
Pengembangan usaha perikanan di Kabupaten Bogor terus diupayakan untuk meningkatkan kontribusinya dalam memenuhi ketersediaan bahan pangan protein hewani (ikan), meningkatkan pendapatan petani atau pembudidaya, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta menghasilkan devisa melalui ekspor hasil perikanan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perikanan di Kabupaten Bogor dari tahun 2001 sampai tahun 2004 terus meningkat dan melebihi target (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan PAD dari Sektor Peternakan dan Perikanan di Kabupaten Bogor (2001-2004) Tahun
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
Pencapaian Target (%)
2001
135.050.000
140.169.000
103,79
2002
160.050.000
163.260.000
102,01
2003
184.000.000
184.820.000
100,45
2004
214.000.000
214.535.000
100,45
Sumber: Buku Saku Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2004
Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra produksi perikanan dengan produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, diharapkan mampu mengurangi kemiskinan di Kabupaten Bogor. Kemiskinan merupakan salah satu indikator dari tingkat kesejahteraan rumah tangga, karena kesejahteraan rumah tangga pada dasarnya adalah rumah tangga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) secara minimal (BKKBN 2002). Kabupaten Bogor menempati urutan kedua dengan jumlah kemiskinan terbesar setelah Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor saat ini mencapai 451.300 orang, menempati urutan kedua setelah Kabupaten Bandung sebanyak 543.300 orang (BPS 2002). Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) minimum baik untuk makanan maupun bukan makanan (Badan Pusat Statistik 2002). Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) keluarga dikatakan miskin (pra sejahtera) jika belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan melaksanakan agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan. Kenaikan BBM (bahan bakar minyak) mengakibatkan penurunan daya beli dan bertambahnya pengeluaran baik untuk konsumsi makanan maupun bukan makanan, yang pada gilirannya akan menambah jumlah keluarga prasejahtera baru (BKKBN 2002 ). Kecamatan Ciampea merupakan satu dari tiga puluh lima kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Produksi perikanan di Kecamatan Ciampea pada tahun 2004 terdiri dari budidaya perikanan air tawar (ikan konsumsi) sebesar 914,45 ton, perairan umum sebesar 3,18 ton, pembenihan sebesar 89.076,00 dan ikan hias sebesar 12.075,00 (Tabel 3). Kecamatan Ciampea menyumbang 13,12 % dari total produksi ikan konsumsi dan perairan umum di Kabupaten Bogor. Produksi pembenihan dan ikan hias, Kecamatan Ciampea menyumbang 1,4 % dari total produksi di Kabupaten Bogor (Disnakan Kabupaten Bogor 2004b). Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciampea yang penduduknya banyak melakukan usaha budidaya ikan. Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol sebagian besar adalah penduduk asli setempat sehingga tingkat kesejahteraan pembudidaya ikan di desa ini penting dipelajari dengan
melihat tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dan kondisi sosial ekonomi rumah tangga pembudidaya ikan tersebut. Tabel 3. Produksi Perikanan di Kecamatan Ciampea Tahun 2004 Jenis Usaha
Jumlah Produksi
A.Ikan konsumsi (ton) - Kolam Air Deras (KAD)
434,26
- Kolam Air Tenang (KAT)
323,10
- Perikanan Sawah (inmidi)
123,25
- Karamba B. Perairan Umum (ton)
33,84 3,18
C. Pembenihan (ribu ekor)
89.076,00
D. Ikan Hias (ribu ekor)
12.075,00
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2004
1.2 Perumusan Masalah Paradigma pembangunan ekonomi dewasa ini adalah pembangunan yang bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat, yaitu pembangunan yang semakin memperkuat dan memberdayakan rakyat. Sektor perikanan sebagai bagian dari pembangunan diarahkan agar tercapai masyarakat perikanan yang lebih berdaya sehingga tercapai kesejahteraan sosial berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Ciampea. Desa ini memiliki jumlah keluarga pra sejahtera sebanyak 213 keluarga atau sebesar 10% dari total 2.066 jumlah keluarga yang ada di Desa Bojong Jengkol. Jumlah ini merupakan ketiga terbesar di Kecamatan Ciampea setelah Desa Cinangka dan Desa Cibuntu. Jumlah penduduk yang berusaha di bidang perikanan di Desa Bojong Jengkol sebanyak 29 rumah tangga perikanan (RTP) dengan total luas lahan sebanyak 26,3 hektar. Pembudidaya ikan tersebar di 8 rukun warga (RW) dan 25 rukun tetangga (RT). Penelitian ini penting untuk mengetahui bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol.
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalahnya dapat dituliskan sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol? 2. Berapakah pendapatan rata-rata rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol? 3. Sumber pendapatan apa saja selain dari usaha perikanan yang diperoleh pembudidaya ikan? 4. Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol? 5. Bagaimana hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan dengan tingkat kesejahteraan? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui karakteristik pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. 2. Mengetahui tingkat pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. 3. Mengetahui sumber-sumber pendapatan lain di luar usaha budidaya ikan. 4. Mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. 5. Menganalisis hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan dengan tingkat kesejahteraan. Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2. Bagi mahasiswa sebagai sarana latihan untuk meningkatkan kemampuan berfikir dan menganalisis permasalahan sosial yang dihadapi oleh pembudidaya ikan. 3. Sebagai masukan dalam menyusun kebijakan pembangunan daerah terutama bagi pembuat keputusan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pembudidaya ikan. 4. Menambah literatur bagi pihak yang membutuhkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Budidaya Menurut Effendi (2000) budidaya air tawar adalah kegiatan atau campur tangan manusia dalam meningkatkan produktivitas perairan untuk mendapatkan keuntungan. Kegiatan utama budidaya air tawar adalah sebagai berikut : 1). Kegiatan pembenihan (memperbanyak) Pembenihan ikan sebenarnya tidak lepas dari usaha mensiasati induk jantan dan betina agar menghasilkan anakan. Rangkaian kegiatan pembenihan antara lain meliputi kegiatan pemijahan, penetasan dan pendederan. 2). Kegiatan Pembesaran (menumbuhkan) Kegiatan ini dimaksudkan untuk memelihara ikan sampai berukuran siap dikonsumsi atau untuk memenuhi permintaan pasar dan merupakan tahap lanjutan dari kegiatan pembenihan. Pembudidaya ikan adalah orang yang memiliki mata pencaharian dengan membudidayakan ikan baik ikan air laut, air payau, maupun air tawar. Menurut Rifai (1960) usaha tani adalah setiap kombinasi yang tersusun (terorganisasi) dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Berdasarkan pengertian ini, usaha tani dapat digambarkan lebih terinci sebagai berikut : 1). Pada setiap usaha tani terdapat lahan dalam luasan tertentu. 2). Pada usaha tani terdapat bangunan-bangunan. 3). Pada usaha tani terdapat keluarga tani. 4). Petaninya sendiri selain sebagai tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengelola atau manajer, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan usaha tani. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha tani terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor-faktor pada usaha tani itu sendiri (internal), terdiri dari : petani pengelola, tanah usaha tani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga dan jumlah keluarga.
2. Faktor-faktor di luar usaha tani (eksternal), terdiri dari : tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usaha tani, fasilitas kredit dan sarana penyuluhan bagi petani. Hernanto (1991) membuat klasifikasi usaha tani tanaman pangan menurut pola, tipe, corak dan bentuknya. Usaha tani ikan memiliki tipe pola air tawar biasa seperti usaha tani ikan mas, gurame, tawes, nilam, lele dan lain-lain. Pada pola minapadi umumnya hanya satu tipe yaitu padi ikan campuran dan pada pola air asin kita kenal tipe bandeng, udang, kerang, rumput laut dan mutiara. Ketiganya merupakan tipe dari pola lautan atau budidaya laut. Pola pada usaha tani ikan secara umum terdiri dari: pola air tawar biasa, pola air tawar deras, pola minapadi dan pola air asin. Pada usaha tani ikan sumber alam yang utama digunakan yaitu air dan tanah. Tabel 4. Klasifikasi Usaha Tani Ikan di Indonesia No
Pola
1
Air tawar biasa
2
Tipe
Struktur
Corak
Khusus/campuran
Subsisten
Air tawar
Usaha tani ikan mas/lele, gurame, tawes, dll. Mas, gurame
Khusus
Komersil
3
Minapadi
Padi-ikan
Campuran
Subsisten
4
Air asin
Bandeng, udangudangan
Khusus, tidak khusus
Subsisten
5
Lautan
kerang rumput laut
Campuran
Komersil
Sumber : Hernanto 1991
Berdasarkan uraian di atas, usaha perikanan mempunyai karakteristik yang sama dengan usaha tani, tetapi berbeda pada obyek yang ditanganinya. Dengan kata lain usaha perikanan adalah setiap kombinasi yang tersusun atau terorganisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan perikanan. Usaha perikanan di Desa Bojong Jengkol terdiri dari usaha pembenihan, usaha pembesaran atau kedua-duanya sekaligus. Menurut Soekartawi (1995) dalam melakukan analisis usahatani, seseorang dapat melakukannya menurut kepentingan untuk apa analisis usaha tani
yang dilakukannya. Analisis usaha tani pada umumnya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui : a. Keunggulan komparatif (comparative advantage). b. Kenaikan hasil yang semakin menurun (low of diminishing return). c. Substitusi (substitution effect). d. Biaya yang diluangkan (opportunity cost). e. Pengeluaran biaya usahatani (farm expenditure). f. Pemilikan cabang usaha (tanaman lain yang dapat diusahakan). g. Baku-timbang tujuan. Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya. Penerimaan usaha tani dapat didefinisikan sebagai perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Biaya biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost) (Tjakrawiralaksana 1983). Analisis pendapatan usaha tani pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian. Analisis pendapatan bertujuan untuk menggambarkan keadaaan sekarang dari suatu kegiatan usaha dan dapat menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan tindakan (Gittinger 1986). Berdasarkan penelitian Alfiyah (2002), kontribusi pendapatan usaha budidaya ikan hias di Kecamatan Ciampea terhadap pendapatan keluarga adalah sebesar 62,58%. Penerimaan usaha diperoleh dari hasil penjualan ikan sebagai hasil produksi. Penerimaan usaha terkecil adalah Rp 100.000,00/bulan dan penerimaan usaha yang terbesar adalah Rp 2.305.000,00/bulan. 2.2 Pendapatan Rumah Tangga Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dengan jelas melalui besarnya pendapatan yang diterima untuk rumah tangga yang bersangkutan (BPS 1998). Sajogyo (1977) menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah tangga untuk memilih pangan yang lebih baik dalam jumlah maupun mutu gizinya. Rendahnya pendapatan akan menyebabkan orang tidak mampu membeli kebutuhan pangan serta memilih pangan yang bermutu gizi kurang serta tidak beragam.
Ukuran pendapatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga adalah pendapatan yang diperoleh dari bekerja tiap anggota keluarga berusia kerja yang ada pada tiap keluarga akan terdorong bekerja untuk kesejahteraan keluarganya. Beberapa studi menunjukkan bahwa anggota keluarga seperti isteri dan anak-anak adalah sebagai penyumbang dalam berbagai kegiatan baik dalam pekerjaan maupun dalam mencari nafkah (Mangkuprawira 1984). Pendekatan pendapatan dari Bank Dunia untuk menentukan garis kemiskinan (poverty line) adalah sebesar $ 1 atau $ 2 AS per hari per kapita. Badan Pusat Statistik menentukan pendapatan terkecil/garis kemiskinan sebesar Rp 100.000,00 per kapita per bulan tanpa memperhatikan perbedaan wilayah (desa/kota). Menurut Tjakrawiralaksana (1983) ada dua pendapatan yang diperoleh petani, yaitu : 1. Pendapatan pengelola Pendapatan ini dihitung dengan mengurangi nilai output total (penerimaan) dengan nilai input total (biaya). Pendapatan pengelola terdiri dari unsur imbalan jasa manajemen ”upah” dan unsur laba (net profit). 2. Pendapatan keluarga Pendapatan keluarga petani yang dimaksud adalah biaya yang diperhitungkan dari tenaga kerja petani dan anggota keluargannya. Keluarga petani adalah petani beserta isteri dan anggota lainnya yang serumah. Menurut Badan Pusat Statistik (1998) pendapatan dan penerimaan rumah tangga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang terdiri atas : a). Pendapatan dari upah/gaji yang mencakup upah/gaji yang diterima seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan /majikan/instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa. b). Pendapatan dari usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya.
c). Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar gaji/upah yang menyangkut usaha lain dari: 1) Perkiraan sewa rumah milik sendiri, 2) bunga, deviden, royalti, paten, sewa/kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan dan peralatan. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari lebih dari satu pendapatan. Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumah tangga yang bekerja melakukan lebih dari satu pekerjaan atau masing-masing anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kumpulan pendapatan dari berbagai sumber pendapatan tersebut merupakan total pendapatan rumah tangga (BPS 2002). Pendapatan rumah tangga dalam penelitian ini berasal dari pendapatan usaha perikanan (budidaya ikan) dan pendapatan dari usaha non perikanan. Menurut penelitian Meilani (2003), pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Petir sebagian besar diperoleh dari usaha non perikanan. Hal ini disebabkan karena hasil penjualan produk perikanan yang didapatkan hanya cukup untuk menutupi biaya operasional, sedangkan keuntungan tidak selalu ada. 2.3 Pengeluaran Rumah Tangga Menurut Badan Pusat Statistik (2001), pengeluaran rumah tangga merupakan indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Pengeluaran tersebut dapat dirincikan sebagi berikut : 1). Konsumsi makanan, terdiri dari kelompok padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbu, tembakau dan sirih. 2). Konsumsi untuk barang bukan makanan, terdiri dari perumahan dan fasilitas rumah tangga, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, barang tahan lama, keperluan pesta dan upacara. Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat diukur melalui besarnya konsumsi/pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga yang bersangkutan. Semakin besar konsumsi/pengeluaran rumah tangga, terutama porsi untuk bukan
makanan, maka tingkat kesejahteraan rumah tangga yang bersangkutan semakin baik (BPS 2001). Badan Pusat Statistik (1997) mengemukakan bahwa tingkat kehidupan masyarakat dapat dilihat dari pola pengeluaran rumah tangga khususnya untuk negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Pengeluaran untuk makanan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran tersebut lebih besar 50% dari jumlah seluruh pengeluaran di daerah yang maju ekonominya. Pengeluaran untuk barang dan jasa di luar makanan merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran tersebut mencakup pengeluaran untuk perawatan, kesehatan, peningkatan pendidikan, rekreasi, olah raga dan sebagainya. Pengeluaran dengan contoh yang cukup besar bagi keluarga yang memiliki anak usia sekolah adalah uang jajan. Sumber pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini berasal dari pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non makanan. Pengeluaran per kapita per bulan adalah hasil bagi antara total pengeluaran rumah tangga selama sebulan dengan jumlah anggota rumah tangga. Berdasarkan penelitian Alfiyah (2002), pengeluaran per kapita per bulan yang terkecil sebesar Rp 63.000,00 dan pengeluaran per kapita per bulan yang terbesar Rp 130.583,33. Rata-rata besarnya pengeluaran per kapita per bulan keluarga petani ikan hias adalah sebesar Rp 91.742,41. 2.4 Kemiskinan Menurut Badan Pusat Statistik (2002), kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) minimum baik untuk makanan maupun untuk bukan makanan. Kemiskinan disebabkan oleh terbatasnya sumberdaya yang dimiliki atau dimanfaatkan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Keterbatasan itu berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan. Kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standar kehidupan minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi (Sajogyo 1977). Kemiskinan memiliki dimensi yang luas. Secara umum, kemiskinan dibagi menjadi dua yaitu, kemiskinan kebudayaan dan
kemiskinan struktural. Kebudayaan melihat kemiskinan seperti malas, apatis, kurang berjiwa wiraswasta sebagai penyebab seseorang miskin. Kemiskinan struktural menilai bahwa struktur sosial yang tidak adil, korup, paternalistik sebagai penyebab kemiskinan (BPS 2002). Garis kemiskinan adalah besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum baik untuk makanan dan bukan makanan. Nilai garis kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kilo kalori per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan dasar untuk pangan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumah tangga dan individu-individu yang mendasar lainnya (BPS 2002). Berdasarkan SUSENAS (2002), garis kemiskinan rata-rata untuk pedesaan sekitar Rp 114.000,00 per kapita per bulan. Nilai garis kemiskinan dihitung berdasarkan nilai akumulasi inflasi selama 3 tahun, yaitu sebesar 6% per tahun. Setelah diperhitungkan maka didapat nilai garis kemiskinan baru yaitu sebesar Rp 135.00,00 per kapita per bulan. Konsep garis kemiskinan menurut Sajogyo (1977) berdasarkan konsumsi beras setempat pada tahun tersebut. Tingkatan kemiskinan untuk daerah pedesaan adalah sebagai berikut: 1. Tidak miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih tinggi dari nilai tukar 320 kg beras. 2. Miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun setara dengan 240 kg beras sampai 320 kg beras. 3. Miskin sekali, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun setara dengan 180 kg beras sampai 239 kg beras. 4. Paling miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 180 kg beras. Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria diacu dalam Hardjanto (1996), mengklasifikasikan tingkat kemiskinan berdasarkan nilai konsumsi total sembilan bahan pokok dalam setahun yang dinilai dengan harga setempat. Kebutuhan hidup minimum yang dipergunakan sebagai tolak ukur yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kilo gram garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar
dan 2 meter batik kasar. Besarnya standar kebutuhan hidup minimum per kapita per tahun dijadikan sebagai batas garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan tersebut dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut : 1. Tidak miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun lebih besar dari 200% dari nilai total sembilan bahan pokok dalam setahun. 2. Hampir Miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun antara 126%-200% dari nilai total sembilan bahan pokok dalam setahun. 3. Miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun antara 75%-125% dari nilai total sembilan bahan pokok dalam setahun. 4. Miskin sekali, apabila pendapatan per kapita per tahun dibawah 75% dari nilai total sembilan bahan pokok dalam setahun. Kriteria kemiskinan dari Direktorat Tata Guna Tanah dan dari Sajogyo digunakan untuk melihat tingkat kemiskinan dalam penelitian ini. Hasil penelitian tentang tingkat kemiskinan yang pernah dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu di Desa Petir dan di Kecamatan Ciampea. Pembudidaya ikan di Desa Petir semuanya tergolong tidak miskin (Meilani 2003), sedangkan di Kecamatan Ciampea, pembudidaya ikan hias air tawar tergolong miskin sebesar 50% dan tidak miskin sebesar 50% (Alfiyah 2002). 2.5 Kesejahteraan Menurut Sawidak (1985), kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi sendiri pada hakekatnya bukan hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsipun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya. Undang-Undang No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup baik spiritual maupun material yang layak,
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Badan Pusat Statistik (2001) juga menyatakan bahwa suatu rumah tangga dapat dikatakan sejahtera apabila : 1). Seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup masing-masing rumah tangga itu sendiri. 2). Mampu menyediakan sarana untuk mengembangkan hidup sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dengan jelas melalui besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga yang bersangkutan. Mengingat data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, maka pendekatan yang sering digunakan adalah melalui pendekatan pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga selama sebulan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Determinan utama dari tingkat kesejaheraan ekonomi penduduk adalah daya beli. Apabila daya beli menurun maka kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup menurun sehingga tingkat kesejahteraanpun menurun (BPS 2000). Tahapan keluarga sejahtera menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2002) terdiri atas 5 tahap, yaitu : 1). Keluarga Pra Sejahtera (PS), yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan melaksanakan agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan. 2). Keluarga Sejahtera Tahap I, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikogisnya (socio psycological) seperti kebutuhan pendidikan, Keluarga Berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi 3). Keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangannya (development needs) seperti
kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. 4). Keluarga Sejahtera Tahap III, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya namun belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat, seperti secara teratur (waktu tertentu) memberikan sumbangan dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan serta berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya. 5). Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun yang bersifat pengembangan serta telah dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat. Aspek keluarga sejahtera dikumpulkan menjadi 13 variabel yang meliputi 23 indikator sesuai dengan pemikiran para pakar sosiologi yang menyatakan bahwa membangun keluarga sejahtera hendaknya dimulai dengan mengetahui faktor-faktor dominan yang menjadi hambatan setiap keluarga yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan dan kebutuhan kontribusi bagi masyarakat (Melvariani 2003). Aspek keluarga sejahtera terdiri dari variabel : 1. Agama 2. Pangan 3. Sandang 4. Papan 5. Kesehatan 6. Pendidikan 7. Keluarga Berencana 8. Tabungan 9. Interaksi dalam keluarga 10. Interaksi dalam lingkungan 11. Informasi
12. Transportasi 13. Peranan dalam masyarakat Aspek keluarga sejahtera ini dibagi ke dalam indikator-indikator untuk menentukan tahapan keluarga sejahtera sebagai berikut : - Keluarga Sejahtera I 1. Melaksanakan ibadah 2. Makan dua kali atau lebih sehari *) 3. Memiliki pakaian berbeda untuk aktivitas berbeda *) 4. Bagian terluar lantai bukan terbuat dari tanah *) - Keluarga sejahtera II 1. Ibadah teratur 2. Daging/ikan/telur 1x seminggu *) 3. Satu stel pakaian baru per tahun *) 4. Luas lantai •8 m2/ jiwa *) 5. Sehat 3 bulan terakhir 6. Punya penghasilan tetap 7. Usia 10-60 tahun bisa baca tulis huruf latin 8. Usia 6-15 tahun bersekolah *) 9. Anak > 2 ber KB - Keluarga Sejahtera III 1. Meningkatkan pengetahuan agama 2. Memiliki tabungan keluarga 3. Makan bersama sambil berkomunikasi 4. Mengikuti kegiatan masyarakat 5. Rekreasi bersama 6 bulan sekali 6. Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, majalah 7. Menggunakan sarana transportasi - Keluarga Sejahtera III Plus 1. Memberikan sumbangan materi secara teratur 2. Aktif sebagai pengurus organisaasi kemasyarakatan Catatan *) : Bisa disebabkan karena alasan ekonomi maupun bukan ekonomi
Keterkaitan antara konsep kesejahteraan dan konsep kebutuhan adalah dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka seseorang dapat dinilai sejahtera. Tingkat kebutuhan tersebut secara tidak langsung sejalan dengan indikator kesejahteraan. Menurut Badan Pusat Statistik (2003) tingkat kesejahteraan menyangkut segi-segi kesejahteraan yang dapat diukur (measurable welfare). Indikator-indikator kesejahteraan yang digunakan Badan Pusat Satistik dalam SUSENAS 2003 yang dimodifikasi. Indikator-indikator tersebut adalah : 1). Pendapatan rumah tangga 2). Konsumsi/pengeluaran rumah tangga 3). Keadaan tempat tinggal 4). Fasilitas tempat tinggal 5). Kesehatan anggota rumah tangga 6). Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan medis 7). Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan 8). Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi 9). Kehidupan beragama 10). Perasaan aman dari tindak kejahatan 11). Kemudahan dalam melakukan olahraga. Meilani (2003) menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Petir menurut 11 indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (2003) termasuk dalam kategori kesejahteraan tinggi (96,67%) dan kesejahteraan sedang (3,33%). Hasil penelitian Alfiyah (2002) menyebutkan bahwa berdasarkan indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (2003), tingkat kesejahteraan keluarga petani ikan hias air tawar di Kecamatan Ciampea sebanyak 72,5% responden tergolong tingkat kesejahteraan tinggi dan sebanyak 27,5% responden tergolong tingkat kesejateraan sedang. Pengukuran tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini menggunakan indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik dalam SUSENAS 2003 dan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 2002.
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Pembudidaya ikan biasanya menghadapi masalah dalam hal permodalan dan ketersediaan sarana dan prasarana, sehingga dukungan dan perhatian dari pemerintah daerah setempat sangat diharapkan guna kelangsungan usaha perikanan di Desa Bojong Jengkol. Kelangsungan suatu usaha perikanan sangat terkait dengan penerimaan usaha dari bidang perikanan tersebut. Penerimaan usaha merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan. Kesejahteraan menjadi hal yang sangat penting karena sangat berpengaruh terhadap produksi perikanan. Kesejahteraan merupakan sesuatu yang bersifat subyektif karena bila seseorang dikatakan sejahtera belum tentu menurut orang lain sejahtera. Keadaan rumah tangga dalam penelitian ini dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu karakteristik pembudidaya ikan (umur, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, jenis usaha, sifat usaha dan luas lahan) dan lingkungan (sarana prasarana transportasi, sarana prasarana kesehatan, sarana prasarana ekonomi, sarana prasarana pendidikan, sarana prasarana peribadatan, dan sarana prasarana keamanan). Keadaan rumah tangga mempengaruhi usaha perikanan maupun usaha non perikanan. Jenis usaha yang dilakukan oleh pembudidaya ikan, baik usaha perikanan maupun usaha non perikanan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi (kesehatan, pendidikan, agama dan kemanan) rumah tangga pembudidaya ikan itu sendiri. Kondisi sosial ekonomi rumah tangga berpengaruh terhadap besarnya tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran rumah tangga, semua aspek ini terangkum dalam indikator kesejahteraan dari Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2002) dan dari Badan Pusat Statistik (BPS 2003) untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. Secara rinci, kerangka pendekatan studi ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Karakteristik Pembudidaya Ikan - Umur - Jumlah anggota rumah tangga - Tingkat pendidikan - Pengalaman usaha - Sifat usaha - Jenis usaha - Luas lahan Indikator dari BPS 2003 Usaha Perikanan Budidaya
Usaha Non Perikanan Budidaya
Kondisi Sosial Ekonomi - Kesehatan - Pendidian - Agama - Keamanan
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
Lingkungan - Prasarana dan sarana transportasi - Prasarana dan sarana kesehatan - Prasarana dan sarana ekonomi - Prasarana dan sarana pendidikan - Prasarana dan sarana peribadatan - Prasarana dan sarana keamanan -
Keterangan : -
-
= Ruang lingkup penelitian Gambar 1. Kerangka Pendekatan Studi
Indikator dari BKKBN 2002
IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan pada seluruh rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong jengkol dengan pendekatan sensus, yaitu sampel diambil secara keseluruhan dari populasi (Jalil 1997). Populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel atau sekumpulan kasus yang dipilih memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (Mandalis 2004). Jumlah populasi rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol sebanyak 29 rumah tangga. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif dan dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari manusia tentang perilaku manusia yang diamati (Faisal 2001). Data kualitatif dibagi ke dalam dua kategori, yaitu : 1). Hasil pengamatan deskripsi rinci mengenai situasi, peristiwa dan perilaku yang bisa diamati secara langsung dari pernyataan orang-orang dari pengalaman, sikap, pandangan, pemikiran dan keyakinan 2). Bahan tertulis hasil dari petikan dokumen, surat menyurat, rekaman dan sejarah. Data kuantitatif adalah data yang berupa nilai dan angka disajikan dalam bentuk ringkas. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data pembudidaya ikan di Kecamatan Ciampea, kondisi umum daerah penelitian dan kondisi sarana prasarana. Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data kependudukan di Kecamatan Ciampea dan data kependudukan di tempat penelitian, yaitu Desa Bojong Jengkol. Data kuntitatif ini berupa jumlah penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk menurut umur, jumlah penduduk menurut mata pencaharian dan jumlah penduduk menurut pendidikan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer mencakup tentang keadaan sosial pembudidaya ikan yang mencakup bidang pendidikan, kesehatan, kehidupan beragama dan keamanan. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan pembudidaya ikan, Kepala UPTD (Unit Pelaksanan Tekhnis Daerah) Peternakan
dan Perikanan Kecamatan Ciampea, penyuluh lapang dan informan lainnya di Desa Bojong Jengkol. Wawancara yang dilakukan berpedoman pada kuisioner. Data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh meliputi data keadaan umum daerah penelitian. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti laporan, arsip atau dokumen serta laporan tahunan dari instansi yang terkait, seperti Kantor Kecamatan Ciampea, Kelurahan Desa Bojong Jengkol, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, UPTD Peternakan dan Perikanan Kecamatan Ciampea, Badan Pusat Statistik dan lainnya. 4.3 Metode Analisis Data Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang dapat lebih dipahami. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif setelah melalui proses editing, coding dan tabulating. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 4.3.1. Analisis Pendapatan Usaha Budidaya Pendapatan usaha budidaya diperoleh dari selisih antara total penerimaan usaha dengan total biaya produksi dalam satu tahun. Analisis pendapatan dirumuskan sbagai berikut : π = TR –TC Dimana : π = Pendapatan Usaha TR = Total Revenue (penerimaan) TC = Total Cost (biaya) 4.3.2. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga dihitung dengan menggunakan rumus : Rt = Rp + Rnp Dimana :
Rt = Total pendapatan rumah tangga Rp = Pendapatan dari usaha perikanan Rnp = Pendapatan dari usaha non perikanan
4.3.3. Analisis Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran Tangga yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan hidup dalam jangka waktu satu tahun yang terdiri dari pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk bukan makanan. Total pengeluaran rumah tangga dapat dirumuskan sebagai berikut : Ct = C1 + C2 Dimana :
Ct = Total pengeluaran rumah tangga C1 = Pengeluaran untuk makanan C2 = Pengeluaran untuk non makanan
4.3.4. Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Badan Pusat Statistik mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga dalam SUSENAS (2003) yang dimodifikasi berdasarkan 11 indikator antara lain: pendapatan (Direktorat Tata Guna Tanah), pengeluaran (Sajogyo), keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota rumah tangga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, kehidupan beragama, rasa aman dari tindak kejahatan dan kemudahan dalam melakukan olah raga (Lampiran 2). Skor tingkat klasifikasi pada sebelas indikator kesejahteraan tersebut ditentukan berdasarkan pedoman penentuan skor dari Badan Pusat Statistik (1994) yang sudah dimodifikasi dengan menggunakan kriteria kemiskinan Sajogyo dan Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah. Pengukuran tingkat kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (2003) diklasifikasikan dengan cara mengurangkan jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah, kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah klasifikasi tingkat kesejahteraan sebanyak tiga klasifikasi. Jumlah skor tertinggi dari sebelas indikator kesejahteraan adalah 35 dikurangi 11 dibagi 3 sama dengan 8 sehingga dapat diperoleh hasil kelompok tingkat kesejahteraan sebagai berikut : 1. Tingkat kesejahteraan tinggi, jika mencapai skor = 27-35 2. Tingkat kesejahteraan sedang, jika mencapai skor = 19-26 3. Tingkat kesejahteraan rendah, jika mencapai skor = 11-18
Pengukuran tingkat kesejahteraan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2002 meliputi 13 aspek, yaitu agama, pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, Keluarga Berencana, tabungan, interaksi dalam keluarga, interaksi dalam lingkungan, informasi, transportasi dan peranan dalam masyarakat. Ketiga belas aspek tersebut dibagi lagi menjadi 23 indikator. Pengukuran kesejahteraan rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (BPS 2003) dan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2002). 4.3.5. Hubungan antara Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan 1. Uji Tau-Kendal Pengujian terhadap ada tidaknya hubungan antara variabel tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan yang terdiri dari umur, jumlah anggota rumah tangga, pengalaman usaha dan tingkat pendidikan dilakukan dengan menggunakan Uji Tau-Kendal. Karakteristik pembudidaya ikan dinyatakan dengan variabel X dan tingkat kesejahteraan dinyatakan dengan variabel Y. Karakteristik tersebut antara lain : umur (X1), jumlah anggota rumah tangga (X2), pengalaman usaha (X3) dan tingkat pendidikan (X4). Langkah yang ditempuh dalam Uji Tau-Kendal menurut Wijaya (2000) adalah sebagai berikut : 1. Variabel X dan Y masing-masing diranking, yaitu Rxi dan Ryi. Apabila terdapat nilai pengamatan yang sama, rankingnya adalah rata-ratanya. 2. Ranking variabel X yaitu Rxi diurutkan dari terkecil sampai terbesar, sedangkan ranking variabel Y yaitu Ryi mengikutinya. 3. Berdasarakan Ryi, ditentukan banyaknya rank yang lebih besar dan lebih kecil untuk setiap Ryi. 4. Tentukan selisih (S) dari banyaknya rank lebih besar dengan banyaknya rank lebih kecil untuk setiap Ryi.
5. Statistik yang digunakan adalah :
τ=
∑S
1 / 2n(n + 1)
Dimana : τ = Koreksi Tau-Kendal S = Selisih rank n = Jumlah data Apabila banyak terdapat nilai pengamatan yang sama, maka perlu faktor koreksi, sehingga rumus diatas menjadi :
τ=
Dimana : Tx =
∑S 1 1 n(n − 1) − Tx n(n − 1) − Ty 2 2
1 1 t (t − 1) dan Ty = ∑ t (t − 1) ∑ 2 2
6. Pengujian terhadap koefisien korelasi ranking Tau-Kendal menggunakan pendekatan statistik uji z, yaitu : Z =
τ 4 n + 10 9n 2 − 9n
Hipotesa pengujiannya adalah sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan. H1 : Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan. Keputusan pengujiannya sebagai berikut : 1). Jika probabilitas > á (0,1) maka terima Ho, artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan. 2). Jika probabilitas < á (0,1) maka tolak Ho, artinya terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan.
2. Uji Khi-Kuadrat (Chi-Square) Uji Khi-Kuadrat (Chi-square) digunakan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan (jenis usaha, sifat usaha dan luas lahan) dengan tingkat kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan dinyatakan dengan variabel Y, dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan karakteristik pembudidaya ikan dinyatakan dengan variabel X (X5, X6 dan X7). Rumus Chi-Square menurut Siegel (1990) adalah sebagai berikut : r
k
χ = ∑∑ 2
i =1 j =1
(Oij − Eij ) 2 Eij
Dimana : Oij = Jumlah observasi untuk kasus-kasus yang dikategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j Eij = Banyak kasus yang diharapkan di bawah Ho untuk dikategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j db = (r-1)(k-1) ; r = banyak baris dan k = banyak kolom Nilai χ 2 tabel dapat diperoleh dari tabel χ 2 Hipotesa pengujiannya adalah sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan. H1 : Terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan. Keputusan pengujiannya sebagai berikut : 1). Jika χ 2 hit < χ 2 tabel maka terima Ho, artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan berbagai macam karakteristik pembudidaya ikan. 2). Jika χ 2 hit > χ 2 tabel maka tolak Ho, artinya terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan berbagai macam karakteristik pembudidaya ikan.
4.4 Batasan dan Pengukuran 1. Pembudidaya ikan adalah orang yang bekerja melakukan kegiatan usaha budidaya ikan. Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol melakukan usaha pembenihan, usaha pembesaran atau melakukan kedua usaha secara bersamaan. 2. Rumah tangga adalah kelompok orang yang mendiami sebagian atau keseluruhan bangunan dimana biasanya anggota rumah tangga tinggal di rumah tersebut dan makan dari satu dapur. Anggota rumah tangga adalah semua orang yang tinggal di suatu rumah (Badan Pusat statistik 2000). 3. Karakteristik pembudidaya ikan adalah ciri, sifat atau faktor personal yang melekat pada seseorang. Karakteristik yang diamati untuk pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, jumlah anggota rumah tangga, jenis usaha, sifat usaha dan luas lahan. 4. Umur adalah usia pembudidaya ikan yang dihitung dalam tahunan dan diukur berdasarkan pada hari lahir terdekat. Umur diurutkan dari yang termuda sampai yang tertua. 5. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh pembudidaya ikan dengan kategori SD atau sederajat, SMP atau sederajat, dan SMA atau sederajat. 6. Pengalaman usaha adalah lamanya waktu pembudidaya ikan melakukan usaha budidaya ikan (diukur dalam tahun). Pengalaman usaha diurutkan dari yang terendah sampai yang terbesar. 7. Jumlah anggota rumah tangga adalah jumlah keseluruhan yang mendiami suatu Rumah. Satuan pengukurannya adalah orang. Jumlah anggota rumah tangga diurutkan dari yang paling sedikit anggotanya sampai yang paling banyak anggotanya. 8. Sifat usaha adalah curahan waktu atau besarnya waktu yang diberikan oleh pembudidaya ikan dalam melakukan usaha budidaya ikan. Sifat usaha digolongkan menjadi utama dan sampingan.
9. Jenis usaha adalah jenis usaha budidaya ikan yang dilakukan oleh pembudidaya ikan. Jenis usaha dibedakan menjadi pembenihan, pembesaran ataupun melakukan kedua usaha secara bersama-sama (pembenihan dan pembesaran). 10. Luas lahan adalah besarnya lahan yang digarap atau dikelola pembudidaya ikan untuk digunakan sebagai tempat membudidayakan ikan. Luas lahan dibedakan menjadi sempit (<50m2), sedang (50m2 – 100m2) dan luas (>100m2) (BPS 2003). 11. Tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dihitung berdasarkan SUSENAS 2003 diukur berdasarkan 11 indikator. Masingmasing indikator tersebut diberi skor yang kemudian dibagi menjadi tiga klasifikasi. Klasifikasi ditentukan dengan cara mengurangkan nilai tertinggi dengan nilai terendah. Klasifikasi tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu kesejahteraan tinggi (27-35), kesejahteraan sedang (19-26) dan kesejahteraan rendah (11-18). 11. Tingkat kesejahteraan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2002) diukur secara kualitatif berdasarkan 13 variabel keluarga sejahtera. Tahapan keluarga sejahtera dibagi menjadi : keluarga sejahtera tahap 1 (KS I), keluarga sejahtera tahap dua (KS II), keluarga sejahtera tahap 3 (KS III) dan keluarga sejahtera tahap tiga plus (KS III Plus). 4.5 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakkukan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan selama satu bulan, yaitu dari tanggal 20 Juni 2005 sampai tanggal 20 Juli 2005.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Daerah 5.1.1 Letak Geografis Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki wilayah seluas 212 Ha, dengan ketinggian 600 meter diatas permukaan laut. Dari sisi administrasi pemerintahan, Desa Bojong Jengkol memiliki 8 Rukun Warga (RW), 27 Rukun Tetangga (RT) dan 12 Dusun atau Kampung. Kampung tersebut yaitu : 1). Kampung Cinangneng, 2). Kampung Baru, 3). Kampung Salak, 4). Kampung Bubulak, 5). Kampung Kondang, 6). Kampung Bojong Jengkol, 7). Kampung Petir, 8). Kampung Poncol, 9). Kampung Bojong Jengkol Duren, 10). Kampung Cikiray, 11). Kampung Bengle, dan 12). Kampung Sukabetah (Lampiran 1). Batas wilayah Desa Bojong Jengkol adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: berbatasan dengan Desa Benteng
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Cihideung Udik Sebelah Timur
: berbatasan dengan Desa Cinangka
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Desa Tegal Waru
Jarak Kantor Desa ke Ibu Kota Kecamatan, Ibu Kota Kabupaten, Ibu Kota Propinsi Jawa Barat dan ke Ibu Kota Negara adalah sebagai berikut : Jarak ke Ibu Kota Kecamatan
:
2 Km
Jarak ke Ibu Kota Kabupaten
: 42 Km
Jarak ke Ibu Kota Propinsi Jawa Barat : 129 Km Jarak ke Ibu Kota Negara
: 54 Km
Pemanfaatan tanah di Desa Bojong Jengkol yang terbesar adalah untuk sawah, seluas 127,2 Ha (60%). Perumahan atau pemukiman menempati urutan kedua, yaitu seluas 59,108 Ha (27,88%). Usaha budidaya perikanan di Desa Bojong Jengkol sebagian besar dilakukan di sawah dan di pekarangan rumah. Perkantoran menempati urutan terakhir seluas 0,042 Ha (0,02%) pemanfaatan lahan di Desa Bojong Jengkol (Tabel 5).
Tabel 5. Pemanfaatan Lahan atau Penggunaan Tanah di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 Jenis Pemanfaatan Lahan Persentase Luas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perumahan/pemukiman dan pekarangan Sawah Ladah/huma Jalan Pemakaman/kuburan Perkantoran Lapangan olah raga Tanah/bangunan pendidikan Tanah/bangunan peribadatan Jumlah
(%) 27,88 60,00 10,00 1,35 0,05 0,02 0,15 0,38 0,15 100,00
(Ha) 59,11 127,20 21,20 2,87 0,12 0,04 0,32 0,82 0,34 212,00
Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004
5.1.2 Kependudukan Jumlah penduduk Desa Bojong Jengkol pada akhir Desamber 2004 tercatat 8.357 jiwa atau 2.066 kepala keluarga, terdiri dari laki-laki sebanyak 4.309 jiwa (51,56%) dan perempuan sebanyak 4.048 jiwa (48,44%). Rasio jenis kelamin (RJK) adalah perbandingan jumlah laki-laki per 100 orang perempuan. Nilai RJK terkecil terdapat pada kelompok umur 0-4 tahun, yaitu terdapat 81 orang laki-laki per 100 orang perempuan. Pada kelompok umur 10-14 tahun dan kelompok umur 30-34 tahun, terdapat nilai RJK yang terbesar. Nilai RJK yang terbesar, yaitu terdapat 115 orang laki-laki per 100 orang perempuan. Kepadatan penduduk Desa Bojong Jengkol bila dihubungkan dengan luas wilayah adalah sebesar 3.932 jiwa per Km2. Jumlah penduduk menurut struktur umur selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Struktur Umur di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 Kelompok Umur
Jumlah (orang)
Jumlah (orang)
(tahun)
Rasio Jenis
Kelamin (RJK) Laki-laki
Perempuan
0 - 4
312
387
699
81
5 - 9
365
415
780
88
10 - 14
401
348
749
115
15 - 19
373
396
769
94
20 - 24
435
462
897
94
25 - 29
376
334
710
113
30 - 34
346
301
647
115
35 - 39
284
295
579
96
• 40
1.251
1.276
2.527
98
Jumlah
4.309
4.048
8.357
106
Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004
Penduduk Desa Bojong Jengkol bila dilihat dari agama yang dianutnya, sebagian besar beragama Islam, yaitu sebanyak 8.348 jiwa (99,89%). Keadaan penduduk berdasarkan agama yang dianutnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 No 1 2
Agama Islam Katolik Jumlah
Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004
Jumlah (orang) 8.348 9 8.357
Persentase (%) 99,89 0,11 100,00
Penduduk Desa Bojong Jengkol paling banyak bermata pencaharian sebagai petani, yaitu sebanyak 1.197 orang (45%), Jumlah penduduk yang paling sedikit bermata pencaharian sebagai pensiunan, TNI/POLRI, tengkulak dan bengkel, masing-masing sebanyak 5 orang (0,19%) (Tabel 8).
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis pekerjaan
Petani Pedagang Pegawai Negeri Sipil TNI/POLRI Pensiunan/Purnawirawan Pegawai Swasta Buruh Pabrik Pengrajin Tukang Bangunan Penjahit Tukang Las Tukang Ojeg Bengkel Sopir Angkutan Lain-lain Jumlah
Jumlah (orang) 1.197 798 133 5 5 202 66 25 22 35 5 15 5 38 109 2.660
Persentase (%) 45,00 30,00 5,00 0,19 0,19 7,60 2,48 0,94 0,83 1,32 0,19 0,56 0,19 1,43 4,10 100,00
Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004
Tingkat pendidikan di Desa Bojong Jengkol umumnya masih rendah, yaitu tamat SD atau sederajat sebanyak 2.222 orang (36,25%) dan tidak tamat SD sebanyak 1.532 orang (25%). Penduduk Desa yang berhasil menamatkan pendidikannya sampai tingkat perguruan tinggi masih sedikit, yaitu sebanyak 124 orang (2,02%). Tabel 9. Keadaan Penduduk Desa Bojong Jengkol Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2004 No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang )
Persentase (%)
1
Tidak tamat SD/Sederajat
1.532
25,00
2
Tamat SD/Sederajat
2.222
36,25
3
Tamat SMP/Sederajat
1.225
19,99
4
Tamat SMA/Sederajat
919
14,99
5
Tamat Akademi
107
1,75
6
Tamat Sarjana
92
1,50
Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004
5.2 Kondisi Sarana dan Prasarana 5.2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi mempunyai peranan yang cukup penting untuk mengakses kegiatan masyarakat di setiap bidang kehidupan. Sarana transportasi yang terdapat di Desa Bojong Jengkol terdiri dari kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Kendaraan umum terdiri dari angkutan umum (angkot), ojeg dan odong-odong. Keberadaan angkot terkait dengan pembentukan Kecamatan Tenjolaya yang tadinya merupakan bagian dari Kecamatan Ciampea, yang trayeknya melewati Desa Bojong Jengkol. Ojeg sangat membantu untuk menjangkau daerah yang tidak bisa dilalui oleh angkot, karena di Desa Bojong Jengkol masih banyak perkampungan yang jaraknya jauh dari jalan raya dan hanya bisa ditempuh dengan ojeg. Prasarana transportasi yang terdapat di Desa Bojong Jengkol terdiri dari jalan desa sepanjang 2,5 Km, jalan kabupaten sepanjang 3 Km, jalan aspal sepanjang 1,6 Km, jalan pengerasan sepanjang 0,88 Km, jalan tanah sepanjang 0,9 Km, jalan gang sepanjang 40,5 Km dan jembatan sebanyak 10 buah. Sarana dan prasarana transportasi yang terdapat di Desa Bojong Jengkol selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kondisi Sarana dan Prasarana Transportasi di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 No
Jenis Sarana dan Prasarana
Luas
Satuan
1
Jalan Desa
2,5
Km
2
Jalan Kabupaten
3,0
Km
3
Jalan Aspal
1,6
Km
4
Jalan Pengerasan
0,8
Km
5
Jalan Tanah
0,9
Km
6
Jalan Gang
40,5
Km
7
Jembatan
10,0
Buah
Sumber : Monografi Desa Bojong Jegkol 2004
5.2.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik masyarakat yang dapat dilihat dari derajat kesehatannya. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kesehatan masyarakat diantaranya adalah konsumsi makanan yang bergizi, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan serta kondisi lingkungan (BPS 2003). Sarana dan prasarana kesehatan yang terdapat di Desa Bojong Jengkol terdiri dari poliklinik 1 buah, posyandu 9 buah, bidan desa 1 orang, bidan praktek swasta 1 orang, dukun beranak terlatih sebanyak 4 orang dan kader posyandu sebanyak 20 orang (Tabel 11). Masyarakat Desa Bojong Jengkol secara umum mempunyai tingkat kesehatan yang cukup baik, penyakit yang sering diderita adalah pusing, panas, pilek dan mag. Keberhasilan dalam menekan angka kelahiran erat kaitannya dengan keberhasilan dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB). Tabel 11. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 No
Sarana dan Prasarana
Jumlah
Satuan
1
Poliklinik
1
Buah
2
Posyandu
9
Buah
3
Bidan desa
1
Orang
4
Bidan praktek swasta
1
Orang
5
Dukun beranak terlatih
4
Orang
6
Kader posyandu
20
Orang
Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004
Pelaksanaan KB di Desa Bojong Jengkol dilakukan melalui puskesmas, dokter umum maupun bidan. Jumlah akseptor aktif yang tercatat sebanyak 832 orang dari total 1.331 pasangan usia subur yang ada di Desa Bojong Jengkol. Banyaknya pasangan usia subur yang menjadi akseptor KB menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pasangan usia subur terhadap KB sangat baik. Alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah KB jenis suntik sebanyak 471 orang (49,09%) dan KB pil sebanyak 273 orang (28,48% ).
Tabel 12. Jumlah Peserta KB di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 No
Alat Kontrasepsi
Jumlah Akseptor (orang)
Persentase (%)
1
IUD
18
3,63
2
MOP
36
9,70
3
MOW
16
4,29
4
Implant
18
5,45
5
Suntik
471
49,09
6
Pil
273
28,48
Jumlah
832
100,00
Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004
5.2.3 Sarana dan Prasarana Ekonomi Maju tidaknya perekonomian suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi, karena peranannya dalam melancarkan aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Sarana dan prasarana perekonomian di Desa Bojong Jengkol hanya terdiri dari 81 buah kios atau toko atau warung, 5 buah toko material atau bahan bangunan dan 1 buah wartel. Pasar terdekat berjarak kurang lebih 5 km dari Kantor Kelurahan Desa Bojong Jengkol. Penduduk Desa Bojong Jengkol terutama yang tinggal jauh dari jalan raya, masih merasa kesulitan untuk berkomunikasi, karena di Desa Bojong jengkol hanya terdapat 1 buah wartel yang terdapat di Kampung Cinangneng. Tabel 13.Sarana dan Prasarana Perekonomian di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 No
Jenis fasilitas
Jumlah (buah)
1
Kios/Toko/Warung
81
2
Toko material/Bahan bangunan
5
3
Wartel
1
Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004
5.2.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan Pendidikan berperan sebagai faktor kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan di bidang pendidikan meliputi pembangunan pendidikan formal maupun non formal. Semakin meningkatnya
jumlah penduduk, maka angka partisipasi sekolah juga meningkat khususnya untuk jenjang pendidikan SD dan SMP. Peningkatan ini harus diikuti dengan meningkatnya fasilitas pendidikan terutama daya tampung ruang kelas (BPS 2003). Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Bojong Jengkol terdiri dari Taman Kanak-kanak 1 buah, Taman Kanak-kanak Alqur’an 1 buah dan Sekolah Dasar Negeri 4 buah. Selain itu terdapat juga fasilitas pendidikan non formal, yaitu madrasah 3 buah, majlis taklim 8 buah dan pondok pesantren 3 buah. Fasilitas pendidikan untuk tingkat SMP dan SMA tidak terdapat di Desa Bojong Jengkol. SMP terdekat terdapat di Kecamatan Ciampea yang berjarak kurang lebih 4 km dari Desa Bojong Jengkol. Sedangkan SMA terdekat terdapat di Desa Cihideung Udik, kurang lebih berjarak 3 km dari kantor desa. Tabel 14. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Desa Bojong jengkol Tahun 2004 No
Sarana dan Prasarana
Jumlah (buah)
1
TK
1
2
SDN
4
3
TK Alqur’an
1
4
Madarasah/Ibtidaiyah
3
5
Podok pesantren
3
6
Majlis taklim
8
Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004
5.2.5 Sarana dan Prasarana Peribadatan Toleransi antar umat Islam di Desa Bojong Jengkol tergolong tinggi, tidak pernah terjadi benturan antar umat Islam. Sarana prasarana peribadatan yang terdapat di Desa Bojong Jengkol teridiri dari 10 buah masjid dan 27 buah musholla. Pengajian bapak-bapak dan pemuda-pemudi biasanya diadakan di mesjid tiap satu minggu sekali. Pengajian ibu-ibu dilaksanakan di musholla, kegiatan pengajian ini biasanya dilakukan lintas RT atau kampung.
5.2.6 Sarana dan Prasarana Keamanan Kondisi ketenteraman dan ketertiban di wilayah Desa Bojong Jengkol secara umum tergolong aman. Gangguan keamanan yang terjadi tahun 2004 antara lain, pencurian ternak dan ikan. Sarana keamanan yang dimiliki Desa Bojong Jengkol adalah 19 buah pos hansip dengan jumlah hansip (pertahanan sipil) sebanyak 48 orang. Hansip memiliki kelembagaan di Pemerintah Kabupaten Bogor dengan adanya kantor Kesbang (Kesatuan Bangsa) dan Linmas (Perlindungan Masyarakat) yang mengatur keberadaan Hansip di tingkat Kabupaten Bogor. Prasarana keamanan di Desa Bojong Jengkol terdiri dari pos ronda di masing-masing RT. Ronda biasanya dilakukan hanya di awal-awal pembentukan saja atau hanya di bulan puasa untuk membangunkan waktu sahur. 5.3 Keragaan Usaha Perikanan Responden 5.3.1 Usaha Perikanan Budidaya Usaha perikanan budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol meliputi kegiatan pembenihan (7 orang), pembesaran (11 orang), maupun kedua-duanya sekaligus (11 orang). Pembenihan adalah usaha membiakkan induk-induk ikan, merawat telur-telur sampai menetas dan memelihara larva sampai menjadi benih-benih yang siap untuk di panen. Jenis ikan yang dibudidayakan pada usaha pembenihan umumnya adalah ikan patin. Ukuran benih ikan patin yang siap dijual berukuran 2 sampai 3 inchi dan berat berkisar antara 3,9 sampai 5,9 gram per ekor. Benih-benih tersebut biasanya dipelihara di dalam akuarium-akuarium. Usaha pembenihan membutuhkan waktu yang relatif singkat, yaitu 18 hari sampai 30 hari sampai siap dipanen. Pembudidaya ikan yang melakukan usaha pembenihan saja disebabkan karena menurut mereka usaha pembesaran ikan memerlukan waktu yang lama sehingga biaya yang dikeluarkanpun semakin besar. Pembudidaya ikan biasanya melakukan usaha pembenihan dan pembesaran ikan kosumsi secara bersama-sama. Jenis ikan konsumsi ini antara lain : ikan mas, ikan nila, ikan mujair, ikan tawes, ikan tambakan dan ikan bawal. Pembudidaya ikan yang melakukan usaha pembesaran saja biasanya memperoleh benih dari pembudidaya lain disekitar Desa Bojong Jengkol. Usaha pembesaran
ikan konsumsi membutuhkan waktu antara 3 bulan sampai 11 bulan bahkan ada yang berproduksi satu kali dalam setahun, tetapi bila ada pembeli yang ingin membeli ikan pada ukuran dan waktu tertentu sebelum ikan dipanen, pembeli tetap dilayani. Kegiatan budidaya ikan di Desa Bojong Jengkol dilakukan di kolam-kolam dekat rumah dengan sistem kolam air tenang (KAT) dan di sawah (minapadi). Budidaya ikan di kolam-kolam dekat rumah atau pekarangan rumah biasanya hanya berukuran kecil, yaitu <50 m2 (1 sampai 2 kolam) dan hanya untuk dikonsumsi saja (tidak untuk dijual). Kegiatan budidaya ikan di sawah adalah pengelolaan perikanan diantara tanaman padi (minapadi) (Tjakrawiralaksana 1983). Jenis ikan yang biasanya dipelihara di sawah adalah ikan mas. Ikan mas dapat meningkatkan produktivitas sawah, karena ekskresi ikan dapat memupuk kesuburan tanah dan sisa-sisa makanan yang diberikan kepada ikan (dedak) dapat bertindak sebagai pupuk. Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol jarang menggunakan pakan buatan untuk usaha budidayanya. Mereka biasanya memanfaatkan pakan alami antara lain : cacing, daun talas atau daun ubi sedangkan pakan buatan yang umumnya digunakan adalah pelet. Penggunaan pakan alami ini memberikan keuntungan berupa memperkecil biaya usaha buidaya, karena pakan alami ini mereka peroleh secara gratis di sekitar pekarangan rumah ataupun di sekitar kolam yang mereka miliki. Seorang pembudidaya ikan ada yang menggunakan roti yang sudah basi sebagai pakan alami ikan yang diperoleh dari pabrik yang dimiliki saudaranya. Penyakit ikan yang sering menyerang usaha budidaya ikan di Desa Bojong Jengkol adalah virus air atau cacar, sero, white spot (disebabkan oleh bakteri) dan insang merah. Penyakit ikan ada juga yang disebakan karena faktor pakan, yaitu keracunan makanan dan ikan mabuk. Sebagian besar pembudidaya hanya memanfaatkan pengalaman untuk mengobati ikan yang terserang misalnya memisahkan ikan yang sakit dari ikan yang sehat untuk mencegah penularan penyakit atau dengan kata lain mereka jarang menggunakan obat-obat kimia seperti tetra yang dijual di pasaran.
Pemasaran untuk usaha pembenihan ikan patin biasanya dilakukan keluar daerah. Daerah pemasarannya yaitu : Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Para pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol tidak langsung memasarkan sendiri benihnya, tetapi melalui seorang tengkulak yang terdapat di Desa Bojong Jengkol. Menurut pembudidaya ikan, kalau benih langsung dijual di tempat pemasarannya, akan menghabiskan biaya transportasi yang besar. Harga satu benih ikan bisa mencapai tiga kali lipat dari harga yang ditetapkan oleh tengkulak. Kendala biaya inilah yang membuat pembudidaya ikan masih tergantung kepada tengkulak. Pembudidaya ikan skala besar mungkin tidak terlalu masalah, tetapi pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol sebagian besar adalah skala menengah ke bawah. Pembudidaya ikan konsumsi biasanya mempunyai langganan sendiri untuk memasarkan ikannya. Pembeli biasanya datang sendiri untuk membeli ikan yang diinginkan. Pembudidaya ikan nila biasanya memasok ikan ke pasar Ciampea. 5.3.2 Penerimaan Usaha Penerimaan usaha budidaya ikan diperoleh dari hasil penjualan ikan. Penerimaan usaha dan pengeluaran usaha merupakan dua komponen yang menentukan besarnya pendapatan usaha budidaya ikan. Salah seorang pembudidaya ikan ada yang menerapkan pola bagi hasil dalam menjalankan sahanya. Porsi bagi hasil tersebut adalah 70% untuk pemilik dan 30% untuk buruh atau pekerja dari total keuntungan yang didapat. Rata-rata usaha pembenihan berproduksi 12 kali dalam setahun. Sedangka usaha pembesaran ataupun usaha pembenihan dan usaha pembesaran yang dilakukan secara bersama-sama membutuhkan waktu 3 sampai 11 bulan atau berproduksi 1 sampai 4 kali dalam setahun. Hasil perhitungan kemudian dikonversi dalam satuan bulan. Harga benih ikan patin rata-rata adalah Rp 60,00 per benih dan rata-rata pembudidaya ikan menghasilkan 40.000 sampai 60.000 benih per produksi. Harga ikan konsumsi rata-rata per kilo gram adalah Rp 10.000,00 untuk ikan mas, Rp 5.000,00 untuk ikan nila, Rp 5.500,00 sampai Rp 6.000,00 untuk ikan bawal dan Rp 17.000,00 untuk ikan gurame. Rata-rata kuantitas ikan konsumsi yang dihasilkan berkisar antara 60 kilo gram sampai 6 kwintal per produksi.
Penerimaan usaha budidaya ikan di Desa Bojong Jengkol yang terbesar adalah Rp 6.000.000,00 per bulan dan peneriman usaha yang terkecil adalah sebesar Rp 140.500,00 per bulan. Rata-rata penerimaan usaha dari usaha budidaya ikan adalah sebesar Rp 1.450.231 (Tabel 15). Usaha budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya ikan yang memiliki peneriman terbesar adalah pembenihan ikan patin. Jumlah kolam yang digunakan untuk induk sebanyak 1 buah dan memiliki 20 akuarium untuk penyimpanan benih ikan patin. Usaha pembenihan ikan patin merupakan usaha utamanya dan sudah dilakukan dari tahun 1998. Penerimaan usaha budidaya yang terkecil dilakukan oleh responden yang melakukan usaha pembesaran ikan nila. Penerimaan usaha budidaya yang kecil disebabkan karena usaha budidaya yang dilakukan hanya sekedar iseng atau hobi saja dan kolam yang dimiliki hanya satu buah kolam. 5.3.3 Pengeluaran Usaha Pengeluaran usaha adalah total biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya ikan dalam menjalankan usahanya. Besarnya pengeluaran usaha sangat tergantung kepada intensitas produksi dalam setahun dan besarnya luas usaha budidaya yang dimiliki. Investasi merupakan pengeluaran usaha pertama yang dikeluarkan oleh pembudidaya ikan. Pengeluaran atau biaya usaha terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk usaha pembenihan terdiri dari biaya perawatan kolam dan biaya penyusutan kolam. Biaya variabel terdiri dari biaya pembelian pakan, pupuk, upah tenaga kerja dan pembelian minyak tanah (Lampiran 18). Usaha pembesaran ikan konsumsi membutuhkan biaya tetap yang sama dengan usaha pembenihan, tetapi membutuhkan biaya variabel yang terdiri dari pembelian benih, pakan, pupuk dan upah tenaga kerja. Usaha pembenihan dan pembesaran ikan tidak membutuhkan biaya untuk pembelian benih, karena benih dihasilkan sendiri. Nilai pengeluaran yang kecil disebabkan karena penggunaan pakan alami yang diperoleh secara gratis dan tidak menggunakan tenaga kerja dalam melakukan usaha budidayanya sehingga biaya yang dikeluarkan sedikit.
Nilai pengeluaran terbesar usaha budidaya ikan di Desa Bojong Jengkol adalah sebesar Rp 2.733.333,00 dan pengeluaran terkecil adalah sebesar Rp 20.000,00. Rata-rata nilai pengeluaran usaha budidaya ikan di Desa Bojong Jengkol adalah sebesar Rp 536.167,00 per bulan (Tabel 15). Pembudidaya ikan yang memiliki pengeluaran terbesar melakukan usaha budidaya ikan sejak tahun 2001. Usaha budidaya yang dilakukannya adalah pembenihan dan pembesaran ikan mas, gurame dan mujair. Beragamnya jenis ikan dan luasnya lahan perikanan (sekitar 1 hektar), menyebabkan biaya yang dikeluarkanpun besar. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya pembelian pakan dan biaya pembelian peralatan. Biaya pakan bisa mencapai Rp 50.000,00 per hari. Nilai pengeluaran yang terkecil dikeluarkan oleh pembudidaya ikan yang menggunakan pakan alami untuk usaha budidayanya sehingga memperkecil anggaran biaya yang harus dikeluarkan. Tabel 15. Penerimaan dan Pengeluaran Usaha Budidaya Ikan per Bulan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No 1
Penerimaan usaha
Nilai Terbesar (Rp/bulan) 6.000.000
2
Pengeluaran usaha
2.733.333
5.4
Jenis
Nilai Terkecil (Rp/bulan) 140.500 20.000
Nilai Rata-rata (Rp/bulan) 1.450.231 536.167
Karakteristik Pembudidaya Ikan
5.4.1 Umur Umur tertua pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol adalah 70 tahun dan umur termuda adalah 25 tahun. Rata-rata umur pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol adalah 46 tahun (Tabel 16). Rata-rata pembudidaya ikan yang berumur muda menjadikan usaha perikanan sebagai usaha utamanya, hal ini menunjukkan bahwa usaha perikanan menjadi salah satu alternatif berusaha yang cukup menjanjikan untuk generasi muda. Pembudidaya ikan yang berumur tua, hanya menjadikan usaha perikanan sebagai usaha sampingan dari usaha utamanya di bidang pertanian.
5.4.2
Jumlah Anggota Rumah Tanggaa Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol memiliki jumlah anggota
rumah tangga terbesar sejumlah 7 orang dan terkecil hanya 2 orang, dimiliki oleh pembudidaya ikan yang baru menikah dan juga dimiliki oleh pembudidaya ikan yang sudah berumur tua. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga pembudidaya ikan adalah sejumlah 4 orang (Tabel 16). Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol mudah mendapatkan dan memperoleh informasi tentang Keluarga Berencana (KB), bahkan ada salah seorang responden menjadi kader KB di wilayahnya. 5.4.3
Pengalaman Usaha Pengalaman usaha pembudidaya ikan yang terlama adalah 40 tahun dan
pengalaman usaha yang terendah 1 tahun. Rata-rata pengalaman usaha pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol selama 10 tahun (Tabel 16). Pembudidaya ikan yang memiliki pengalaman usaha yang terbesar, melakukan usaha budidaya ikan dengan sistem minapadi. Pengalaman usaha terkecil dimiliki oleh pembudidaya ikan yang berumur muda, yang baru memulai usahnya sejak ada bantuan kredit dari koperasi. Ilmu di bidang budidaya perikanan biasanya diperoleh pembudidaya ikan berdasarkan pengalaman. Responden yang berusia muda rata-rata memulai usahanya dengan coba-coba dan pengalaman mereka masih tergolong rendah. Tabel 16. Karakteristik Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No
Karakteristik
1
Umur (tahun)
2
Jumlah anggota rumah tangga (orang) Pengalaman usaha (tahun)
3
Nilai Terbesar
Nilai Terkecil
Nilai Rata-rata
70
25
46
7
2
4
40
1
10
5.4.4 Tingkat Pendidikan Sebagian besar tingkat pendidikan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol masih rendah, hanya berpendidikan sampai tingkat Sekolah
Dasar (SD), yaitu sebanyak 21 orang (72,4%). Tingkat pendidikan SMP merupakan jumlah yang paling sedikit, yaitu sebanyak 2 orang (6,9%). Pembudidaya ikan yang menamatkan sampai jenjang SMA sebanyak 6 orang (20,7%). Tingkat pendidikan pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Tingkat Pendidikan Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No
Kriteria
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
SD
21
72,4
2
SMP
2
6,9
3
SMA
6
20,7
Jumlah
29
100,0
Rata-rata pembudidaya ikan yang hanya menamatkan sampai tingkat SD adalah pembudidaya ikan yang tergolong umur tua. Keadaan sosial ekonomi keluarga sangat mempengaruhi tingkat pendidikan pembudidaya ikan. Mahalnya biaya sekolah dan kondisi keluarga yang serba kekurangan, menuntut mereka untuk bekerja di usia muda. Pembudidaya ikan yang tergolong muda rata-rata sudah menamatkan pendidikan sampai tingkat SMA. Kesadaran untuk menyekolahkan anak ke tingkat yang lebih tinggi di Desa Bojong Jengkol masih tergolong kurang. Rata-rata anak-anak pembudidaya hanya menamatkan pendidikan sampai tingkat SMP. Kondisi ini ditambah dengan tidak tersedianya gedung sekolah sampai tingkat SMP dan SMA, sehingga mereka harus mengeluarkan ongkos yang cukup mahal untuk pergi ke sekolah. 5.4.5 Jenis Usaha Pembudidaya ikan yang melakukan usaha pembesaran ataupun usaha pembenihan dan pembesaran dilakukan secara bersama-sama memiliki persentasi yang sama (38%) sedangkan sisanya melakukan usaha pembenihan (24%). Jenis ikan yang diusahakan pada usaha pembenihan pada umumnya adalah ikan patin, sedangkan usaha pembesaran ataupun usaha pembenihan dan
pembesaran yang dilakukan secara bersama-sama adalah ikan konsumsi yaitu ikan mas, nila dan mujair. Jenis usaha pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Jenis Usaha Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No
Kriteria
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Pembenihan
7
38
2
Pembesaran
11
38
3
Pembenihan dan Pembesaran
11
24
Jumlah
29
100
5.4.6 Sifat Usaha Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol sebagian besar menjadikan usaha budidaya ikan sebagai usaha sampingan, yaitu sebanyak 17 orang (58,6%), selisihnya sebanyak 12 orang (41,4%) menjadikan usaha budidaya ikan sebagai usaha utama. Pembudidaya ikan yang menjadikan usaha budidaya sebagai usaha utama, biasanya membudidayakan ikan yang tergolong usaha pembenihan. Pembenihan memerlukan waktu yang relatif singkat, yaitu 18 sampai 30 hari per produksi. Usaha pembesaran ikan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang dikeluarkanpun besar, sehingga responden menjadikan usaha budidaya ikan sebagai usaha sampingan. Sifat usaha pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Sifat Usaha Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No
Kriteria
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Sampingan
17
58,6
2
Utama
12
41,4
Jumlah
29
100,0
5.4.7 Luas Lahan Pembudidaya ikan yang memiliki luas lahan sempit dan sedang memperoleh persentasi yang sama (34,5%) sedangkan sisanya (31%) memiliki lahan perikanan yang luas. Luas tidaknya lahan perikanan yang dimiliki oleh pembudidaya ikan sangat tergantung pada besarnya modal yang dimiliki. Lahan perikanan yang luas dimiliki oleh Pembudidaya ikan yang bermodal besar. Luas lahan pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Luas Lahan Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No 1
Kriteria
Jumlah (orang)
Sempit (<50m2) 2
2
2
Sedang (50m – 100m )
3
Luas (>100m2) Jumlah
5.5
Persentase (%)
10
34,5
10
34,5
9
31,0
29
100,0
Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol
berasal dari dua sumber, yaitu dari pendapatan usaha perikanan dan dari pendapatan usaha non perikanan. 5.5.1 Pendapatan Usaha Perikanan Pendapatan usaha perikanan dalam hal ini adalah pendapatan yang berasal dari usaha budidaya ikan. Pendapatan usaha budidaya ikan adalah selisih antara penerimaan usaha dengan pengeluaran usaha. Nilai pendapatan usaha sangat tergantung kepada besarnya penerimaan usaha budidaya. Pendapatan usaha yang terbesar adalah sebesar Rp 2.800.000,00 per bulan dan pendapatan usaha yang terkecil adalah sebesar Rp 100.000,00 per bulan. Rata-rata pendapatan usaha budidaya ikan tiap bulannya adalah sebesar Rp 884.064,00 (Tabel 21). Pembudidaya ikan yang memiliki pendapatan usaha terbesar melakukan usaha pembenihan dan pembesaran ikan patin. Usaha budidaya ikan sudah
dilakukan selama 2 tahun dan merupakan usaha utama. Jumlah kolam yang dimiliki sebanyak 5 kolam, setiap kolam terdiri dari 20 petakan. Daerah pemasaran ikan biasanya ke Sumatera dan Kalimantan melalui tengkulak. Pendapatan usaha terkecil diperoleh responden yang melakukan usaha budidaya ikan yang hanya bersifat sampingan. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan nila. 5.5.2 Pendapatan Usaha Non Perikanan Rata-rata pendapatan dari usaha non perikanan adalah berasal dari warung, pertanian, dan buruh. Pendapatan terbesar dari usaha non perikanan adalah sebesar Rp 4.000.000,00 per bulan dan pendapatan usaha non perikanan terkecil adalah sebesar Rp 50.000,00 per bulan. Rata-rata pendapatan usaha dari non perikanan adalah sebesar Rp 818.917,00 (Tabel 21). Sumber pendapatan usaha non perikanan terbesar diperoleh dari pertanian dan kegiatan jual beli gabah dari petani lain. Gabah dari petani di beli kemudian di jual kembali ke pengumpul. Pendapatan diperoleh juga dari kegiatan mengajar TPA (Taman Pendidikan Alqur’an) dan mengisi majlis taklim. Pendapatan dari usaha non perikanan terkecil diperoleh responden dari usaha warung. Kecilnya nilai pendapatan yang diperoleh dari warung disebabkan karena banyaknya warung serupa yang berdekatan dengan warung yang dimiliki responden. Tabel 21. Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Bulan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No 1 2
5.6
Jenis Pendapatan
Pendapatan Usaha Perikanan Pendapatan Usaha Non Perikanan
Nilai Terbesar (Rp/bulan)
Nilai Terkecil (Rp/bulan)
Nilai Rata-rata (Rp/bulan)
2.800.000
100.000
884.064
4.000.000
50.000
818.917
Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
pengeluaran rumah tangga untuk makanan dan pengeluaran rumah tangga untuk non makanan. Pengeluaran untuk makanan antara lain pengeluaran untuk bahan
konsumsi, yaitu bahan makanan dan minuman sehari-hari. Pengeluaran untuk non makanan antara lain untuk biaya sekolah (pendidikan), biaya pengobatan, pembayaran rekening listrik dan telepon. 5.6.1 Pengeluaran Makanan Nilai terbesar pengeluaran rumah tangga untuk makanan adalah Rp 1.200.000,00 sebanyak 1 orang (3,4%). Pengeluaran rumah tangga terkecil untuk makanan adalah Rp 150.000,00 sebanyak 1 orang (3,4%). Rata-rata pengeluaran untuk makanan adalah sebesar Rp 618.040,00 per bulan (Tabel 22). Besar kecilnya pengeluaran rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol baik untuk makanan dan non makanan dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan kebiasaan. Pengeluaran untuk makanan yang terbesar dikeluarkan oleh pembudidaya ikan yang memiliki pendapatan rumah tangga rata-rata Rp 1.500.000,00 per bulan. Pengeluaran untuk makanan yang terkecil dikeluarkan oleh pembudidaya ikan yang memiliki pendapatan rumah tangga sebesar Rp 1.912.500,00 per bulan. 5.6.2 Pengeluaran Non Makanan Pengeluaran terbesar untuk non makanan adalah Rp 1.000.000,00 sebanyak 1 orang (3,4%), dan pengeluaran terkecil adalah sebesar Rp 50.000,00 sebanyak 3 orang (10%). Rata-rata pengeluaran untuk non makanan adalah sebesar Rp 253.366,00 per bulan (Tabel 22). Pengeluaran rumah tangga untuk non makanan digunakan untuk pendidikan, pengobatan, pembayaran rekening listrik dan telepon. Adanya anggota rumah tangga yang masih bersekolah dan sering tidaknya anggota rumah tangga sakit, menentukan besarnya pengeluaran rumah tangga untuk non makanan. Pengeluaran untuk non makanan yang terbesar dikeluarkan oleh pembudidaya ikan yang memiliki pendapatan rumah tangga Rp 2.230.000,00 per bulan. Pengeluaran untuk non makanan yang terkecil dikeluarkan oleh pembudidaya ikan yang memiliki pendapatan rumah tangga rata-rata sebesar Rp 1.005.667,00 per bulan.
Tabel 22. Pengeluaran Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Bulan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No
Jenis Pengeluaran
1 2
Pengeluaran Makanan Pengeluaran Non Makanan
5.7
Nilai Terbesar (Rp/bulan) 1.200.000 1.000.000
Nilai Terkecil (Rp/bulan) 150.000 50.000
Nilai Rata-rata (Rp/bulan) 618.040 252.366
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2003
5.7.1 Indikator Pendapatan Indikator pendapatan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga, digunakan pendekatan dengan kriteria kemiskinan dari Direktorat Tata Guna Tanah. Konsep garis kemiskinan menurut Direktorat Tata Guna Tanah adalah menyetarakan kosumsi total sembilan bahan pokok (100 kilo gram beras, 15 kilo gram ikan asin, 6 kilo gram gula pasir, 6 kilo gram minyak goreng, 9 kilo gram garam, 20 batang sabun, 60 liter minyak tanah, 4 meter tekstil kasar dan 2 meter batik kasar) dengan pendapatan per kapita per tahun. Harga sembilan bahan pokok tersebut pada waktu penelitian adalah sebesar Rp 670.400,00 (Lampiran 10). Tingkat kemiskinan menurut Direktorat Tata Guna Tanah dibagi menjadi empat kategori, yaitu : tidak miskin (pendapatan per kapita per tahun lebih besar 200% dari nilai total sembilan bahan pokok atau nilai pendapatan per kapita per tahun lebih dari Rp 1.340.800,00), hampir miskin (pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 126% sampai 200% dari nilai total sembilan bahan pokok atau nilai pendapatan per kapita per tahun berkisar antara Rp 844.704,00 sampai Rp 1.340.800,00), miskin (pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75% sampai 125% dari nilai total sembilan bahan pokok atau nilai pendapatan per kapita per tahun berkisar antara Rp 502.800,00 sampai Rp 838.000,00) dan miskin sekali (pendapatan per kapita per tahun kurang dari 75% dari nilai total sembilan bahan pokok atau pendapatan per kapita per tahun kurang dari Rp 502.800,00). Pendapatan per kapita adalah jumlah total pendapatan rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol
menurut Direktorat Tata Guna Tanah, sebanyak 26 orang (89,6%) tergolong tidak miskin (memiliki pendapatan per kapita per tahun lebih besar dari Rp 1.340.000,00) dan sebanyak 3 orang (10,3%) tergolong kategori hampir miskin (memiliki pendapatan per kapita per tahun berkisar antara Rp 844.704,00 sampai Rp 1.340.000,00) (Lampiran 7). Nilai pendapatan per kapita per tahun yang terbesar adalah Rp 16.800.000,00 dan pendapatan per kapita per tahun yang terkecil adalah sebesar Rp 1.058.200,00. Rata-rata pendapatan per kapita per tahun adalah Rp 4.828.644,00 (Tabel 23). Nilai pendapatan per kapita per tahun yang besar disebabkan karena penerimaan dari usaha perikanan yang besar dan sedikitnya jumlah anggota rumah tangga. Responden yang memiliki pendapatan per kapita per tahun terbesar memiliki penerimaan sebesar Rp 6.000.000,00 per bulan dan memiliki dua orang anggota rumah tangga. Pendapatan per kapita per tahun yang terkecil dimiliki oleh responden yang memiliki jumlah anggota rumah tangga sebanyak 5 orang dan memiliki penerimaan sebesar Rp 200.000,00 per bulan. 5.7.2 Indikator Pengeluaran Indikator pengeluaran untuk mengukur tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini menggunakan konsep garis kemiskinan Sajogyo. Konsep ini menyetarakan pengeluaran per kapita per tahun dengan konsumsi beras setempat. Rata-rata harga beras pada saat dilakukan penelitian adalah Rp 2.750,00 per kilo gram. Tingkat kemiskinan dari Sajogyo dibedakan menjadi empat kategori, yaitu tidak miskin (pengeluaran per kapita per tahun lebih besar dari nilai tukar 320 kilo gram beras atau pengeluaran per kapita per tahun lebih besar dari Rp 880.000,00), miskin (pengeluaran per kapita per tahun setara dengan 240 kilo gram sampai 320 kilo gram beras atau pengeluaran per kapita per tahun berkisar antara Rp 660.000,00 sampai Rp 880.000,00), miskin sekali (pengeluaran per kapita per tahun setara dengan 180 kilo gram sampai 239 kilo gram beras atau pengeluaran per kapita per tahun berkisar antara Rp 495.000,00 sampai Rp 657.250,00) dan paling miskin (pengeluaran per kapita per tahun kurang dari 180 kilo gram beras atau pengeluaran per kapita per tahun kurang dari Rp 495.000,00).
Pengeluaran per kapita adalah besarnya pengeluaran rumah tangga untuk setiap anggota rumah tangga, sehingga jumlah anggota rumah tangga sangat berpengaruh terhadap pengeluaran per kapita. Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol sebanyak 28 orang (96,5%) tergolong tidak miskin (memiliki pengeluaran per kapita per tahun lebih besar dari Rp 880.0000,00) dan sisanya (3,4%) tergolong miskin (memiliki pengeluaran per kapita per tahun berkisar antara Rp 660.000,00 sampai Rp 880.000,00) (Lampiran 8). Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun keluarga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol adalah sebesar Rp 2.510.497,00. Nilai pengeluaran per kapita terbesar adalah Rp 6.300.000,00 dan nilai pengeluaran per kapita terkecil adalah sebesar Rp 840.000,00 (Tabel 23). Jumlah pengeluaran (untuk makanan atau untuk non makanan) sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang dimiliki. Pembudidaya ikan yang memiliki nilai pengeluaran per kapita per tahun terbesar memiliki pendapatan rumah tangga per bulan sebesar Rp 2.230.000,00. Pengeluaran per kapita per tahun yang terkecil dikeluarkan oleh pembudidaya yang memiliki pendapatan rumah tangga Rp 715.000,00 per bulan. Nilai pengeluaran per kapita per tahun yang kecil juga dipengaruhi oleh tidak adanya anggota rumah tangga yang masih sekolah sehingga tidak ada pengeluaran untuk pendidikan. Tabel 23. Pendapatan dan Pengeluaran per Kapita per Tahun Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No 1 2
Pendapatan/Pengeluaran (Tahun) Pendapatan per kapita Pengeluaran per kapita
Nilai Terbesar (Rupiah) 16.800.000 6.300.000
Nilai Terkecil (Rupiah) 1.058.200 840.000
Nilai Rata-rata (Rupiah) 4.828.644 2.510.497
5.7.3 Indikator Keadaan Tempat Tinggal Keadaan tempat tinggal dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kesejahteraan rumah tangga, karena tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan pokok disamping kebutuhan pangan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Tempat tinggal yang baik adalah yang memenuhi syarat kesehatan dan lokasinya dekat dengan fasilitas lingkungan seperti sekolah, tempat berobat dan pasar.
Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol seluruhnya sudah memakai atap dari genting. Bilik tempat tinggal pembudidaya ikan sebanyak 28 orang (96,5%) sudah menggunakan tembok dan hanya 1 orang (3,4%) yang masih setengah tembok (menggunakan bambu). Status penguasaan bangunan atau tempat tinggal pembudidaya, sebanyak 27 orang (93%) adalah milik sendiri dan 2 orang (7%) masih menumpang di rumah orang tua, mertua atau keluarga lainnya. Lantai rumah sudah terbuat dari porselen sebanyak 8 orang (27,6%), sebanyak 6 orang (20,7%) terbuat dari ubin, sebanyak 14 orang (48,3%) terbuat dari plester dan hanya 1 orang (3,4%) yang masih terbuat dari papan atau triplek. Luas lantai rumah pembudidaya ikan bervariasi, sebanyak 10 orang (34,5%) memiliki lantai luas, sebanyak 10 orang (34,5%) memiliki lantai sedang dan 9 orang lainnya (31%) memiliki lantai sempit. Penjumlahan lima elemen keadaan tempat tinggal diatas, menghasilkan nilai antara 15 sampai 21 (skor 3), artinya seluruh pembudidaya ikan (100%) di Desa Bojong Jengkol sudah memiliki tempat tinggal yang sudah permanen (Lampiran 9). Tempat tinggal yang sudah permanen menunjukkan bahwa rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, sudah menjadikan kebutuhan tempat tinggal sebagai salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi setelah kebutuhan sandang dan pangan. Pendapatan sangat berpengaruh terhadap jenis tempat tinggal pembudidaya ikan. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh pembudidaya ikan, semakin lengkap fasilitas yang dimiliki. 5.7.4 Indikator Fasilitas Tempat Tinggal Tempat tinggal yang ideal membutuhkan fasilitas, baik fasilitas dalam tempat tinggal maupun fasilitas lingkungannya. Dalam pengukuran tingkat kesejahteraan rumah tangga, yang dilihat adalah fasilitas di dalam tempat tinggal itu sendiri. Sebanyak 1 orang ( 3,4%) pembudidaya ikan memiliki pekarangan yang luas, sebanyak 3 orang (10,3%) memiliki pekarangan yang sedang dan sebanyak 25 orang (86,2%) memiliki pekarangan yang sempit. Fasilitas hiburan yang dimiliki, sebanyak 28 orang (96,6%) memiliki televisi dan sisanya (3,4%) sudah memiliki video. Fasilitas pendingin yang dimiliki, sebanyak 8 orang (27,6%)
sudah memiliki lemari es, sebanyak 5 orang (17,2%) memiliki kipas angin dan sebagian besar, yaitu sebanyak 16 orang (55,2%) tidak menggunakan fasilitas pendingin apapun atau alami. Fasilitas penerangan yang dimiliki, seluruh pembudidaya ikan (100%) sudah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan. Bahan bakar yang digunakan sebagian besar masih menggunakan minyak tanah, yaitu sebanyak 28 orang (96,6%) dan sisanya sudah menggunakan kompor gas (3,4%). Sumber air untuk keperluan sehari-hari, sebanyak 26 orang (89,7%) berasal dari sumur dan sebanyak 3 orang (10,3%) berasal dari sumur bor. Fasilitas MCK yang dimiliki sebagian besar pembudidaya ikan sudah memiliki kamar mandi sendiri, yaitu sebanyak 27 orang (93%) dan sebanyak 2 orang (7%) masih menggunakan kamar mandi umum. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, sebanyak 5 orang (17,2%) memiliki fasilitas tempat tinggal lengkap (skor 21 – 27) dan sebanyak 24 orang (82,8%) memiliki fasilitas tempat tinggal sedang atau cukup (skor 14 – 20) (Lampiran 9). Fasilitas tempat tinggal yang sedang atau cukup, disebabkan karena pendapatan yang diperoleh pembudidaya ikan sebagian besar masih digunakan untuk pengeluaran makanan dan pendidikan. Kelengkapan fasilitas pokok suatu tempat tinggal akan menentukan kenyamanan suatu tempat tinggal dan juga menentukan kualitas suatu tempat tinggal. Fasilitas pokok yang terpenting adalah tersedianya sarana penerangan listrik, air dan kamar mandi. 5.7.5 Indikator Kesehatan Kesehatan anggota rumah tangga dilihat dari beberapa kriteria, yaitu bagus (skor 1) jika dari seluruh anggota rumah tangga dalam satu bulan kurang dari 25% sering sakit, cukup bagus (skor 2) jika dari seluruh anggota rumah tangga dalam satu bulan antara 25% - 50% sering sakit dan kurang bagus (skor 1) jika dari seluruh anggota rumah tangga dalam satu bulan lebih dari 50% sering sakit. Tingkat kesehatan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, sebanyak 27 orang (93%) termasuk kategori bagus dan sisanya sebanyak 2 orang (7%) termasuk kategori sedang. Tersedianya sarana dan prasarana kesehatan dan kondisi lingkungan yang bersih, mendukung terciptanya kesehatan yang baik. Kesadaran masyarakat di
Desa Bojong Jengkol untuk menjaga kebersihan lingkungan secara keseluruhan tinggi, terlihat dengan jarangnya ada sampah berserakan di jalanan. Penyakit yang sering diderita oleh rumah tangga pembudidaya ikan yaitu pusing, panas, pilek dan mag. Beberapa anggota rumah tangga ada yang mengalami sakit berat seperti usus buntu sehingga harus dirawat di rumah sakit. 5.7.6 Indikator Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan adalah jarak ke rumah sakit terdekat, jarak ke poliklinik terdekat, biaya berobat, penanganan berobat, ketersediaan alat kontrasepsi dan konsultasi KB. Skor dikategorikan menjadi 3, yaitu sulit (skor 6-9), cukup (skor 10-13) dan mudah (skor 14-18). Pembudidaya ikan seluruhnya (100%) menyatakan bahwa jarak tempat tinggal ke rumah sakit terdekat adalah lebih dari 3 km. Rumah sakit terdekat terdapat di Kota Bogor dan harus ditempuh dengan menggunakan angkutan umum. Jarak ke poliklinik atau tempat pengobatan terdekat, sebanyak 12 orang (41,4%) menyatakan 0 km dan sebanyak 17 orang (58,6%) menyatakan jaraknya 0,01 km sampai 2 km. Penanganan berobat yang dirasakan oleh pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, sebanyak 21 orang (72,4%) menyatakan baik, sebanyak 6 orang (20,7%) menyatakan cukup dan sebanyak 2 orang (7%) menyatakan kurang. Biaya berobat menurut pembudidaya ikan, sebanyak 11 orang (38%) menyatakan bahwa biaya berobat terjangkau, sebanyak 12 orang (41,4%) menyatakan biaya berobat sedang atau cukup dan sebanyak 6 orang (20,7% ) menyatakan bahwa bahwa biaya berobat termasuk mahal. Kemudahan mendapatkan alat kontrasepsi dan konsultasi KB di Desa Bojong Jengkol, sebanyak 27 orang (93%) menyatakan mudah dan hanya 2 orang (7%) yang menyatakan cukup. Pembudidaya ikan yang menyatakan harga obat-obatan terjangkau, sebanyak 12 orang (41,4%), sebanyak 10 orang (34,5%) menyatakan sedang dan sebanyak 7 orang (24,1%) menyatakan sulit. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sebanyak 14 orang (48,3%) menyatakan mudah (skor 18 -24) mendapatkan fasilitas kesehatan, sebanyak 14 orang (48,3%)
menyatakan sedang (skor13-17) dan sisanya sebanyak 1 orang (3,4%) menyatakan sulit (skor 8-12) mendapatkan fasilitas kesehatan (Lampiran 9). Sarana dan prasarana kesehatan di Desa Bojong Jengkol cukup tersedia, tetapi ada 3 kampung (Cikiray, Bengle dan Sukabetah) yang memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di Desa Cihideung Udik. Jarak yang jauh dari kantor desa, menyebabkan mereka lebih memilih fasilitas kesehatan yang ada di Desa Cihideung Udik yang jaraknya lebih dekat. 5.7.7 Indikator Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan Kriteria yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan yaitu biaya sekolah, jarak ke sekolah dan prosedur penerimaan sekolah. Penentuan skor dibedakan menjadi tiga kriteria, yaitu 3 untuk kriteria mudah (skor 7-10), 2 untuk kriteria cukup (skor 5-6) dan 1 untuk kriteria sulit (skor 3-4). Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, sebanyak 7 orang (24,1%) anggota rumah tangganya sudah tidak bersekolah lagi atau belum ada yang sekolah, sebanyak 22 orang (75,8%) anggota rumah tangganya masih bersekolah. Sebagian besar anggota keluarga hanya menamatkan sampai tingkat SMP, dengan alasan ekonomi. Sebanyak 10 orang (45,5%) menyatakan bahwa biaya pendidikan masih terjangkau, sebanyak 7 orang (31,8%) menyatakan sedang dan sebanyak 5 orang (22,7%) menyatakan mahal atau sulit. Biaya pendidikan yang masih terjangkau karena sebagian besar anggota rumah tangga, baru bersekolah sampai tingkat SD. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sebanyak 19 orang (86,4%) menyatakan bahwa jarak tempat tinggal ke sekolah adalah 0,01-3 km dan sebanyak 3 orang (13,6%) menyatakan bahwa jarak tempat tinggal ke sekolah lebih dari 3 km. Seluruh pembudidaya ikan (100%) menyatakan bahwa prosedur penerimaan sekolah di Desa Bojong Jengkol tergolong mudah. Mereka mengatakan bahwa untuk biaya pendidikanlah yang sulit, bukan pada prosedur penerimaannya. Penjumlahan tiga elemen kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan didapatkan bahwa ada sebanyak 10 orang (45,5%) menyatakan mudah
memasukkan anak ke jenjang pendidikan, sebanyak 11 orang (50%) menyatakan kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan termasuk cukup atau sedang dan sisanya sebanyak 1 orang (4,5%) menyatakan sulit memasukkan anak ke jenjang pendidikan (Lampiran 9). Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan tertentu, sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Bojong Jengkol masih tergolong kurang, karena tidak terdapatnya bangunan sekolah untuk tingkat SMP dan SMA. Pembudidaya ikan yang menyatakan kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan termasuk sulit, disebabkan karena pembudidaya ikan masih mempunyai anggota rumah tangga yang sekolah pada tingkat SMP dan SMA. 5.7.8 Indikator Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi Komponen yang menentukan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi adalah ongkos atau biaya transportasi, fasilitas kendaraan dan status kepemilikan kendaraan. Pembudidaya ikan yang menyatakan bahwa biaya atau ongkos transportasi masih terjangkau, sebanyak 14 orang (48,3%), sebanyak 10 orang (34,5%) menyatakan cukup atau sedang dan sebanyak 5 orang lainnya (17,2%) menyatakan sulit atau tidak terjangkau. Fasilitas kendaraan yang terdapat di Desa Bojong Jengkol, sebanyak 25 orang (86,2%) menyatakan tersedia, sebanyak 2 orang (7%) menyatakan cukup dan sisanya sebanyak 2 orang (7%) menyatakan sulit. Kepemilikan sarana transportasi pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, sebanyak 4 orang (13,8%) mempunyai kendaraan sendiri, yaitu sepeda motor dan sebagian besar yaitu sebanyak 25 orang (86,2%) belum memiliki kendaraan sendiri atau masih memanfaaatkan fasilitas kendaraan umum. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sebanyak 16 orang (55,2%) tergolong mudah dalam mendapatkan fasilitas transportasi, sebanyak 11 orang (38%) tergolong sedang dalam mendapatkan fasilitas transportasi dan sisanya sebanyak 2 orang (7%) menyatakan sulit mendapatkan fasilitas transportasi (Lampiran 9). Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang ada di Desa Bojong Jengkol. Pembudidaya ikan yang menyatakan mudah mendapatkan fasilitas transportasi,
disebabkan karena jarak rumah ke jalan umum dekat. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi yang sedang (cukup) dan sulit disebabkan karena jauhnya jarak rumah ke jalan umum, sehingga tidak terjangkau oleh angkutan umum (angkot). Pembudidaya ikan yang rumahnya jauh dari jalan umum tersebar di tiga kampung, yaitu Kampung Cikiray, Kampung Bengle dan Kampung Sukabetah. 5.7.9 Indikator Kehidupan Beragama Indikator kehidupan beragama digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu toleransi tinggi (skor 3), toleransi cukup (skor 2) dan toleransi rendah (skor 1). Seluruh pembudidaya ikan (100%) di Desa Bojong Jengkol menyatakan bahwa toleransi kehidupan beragama di Desa Bojong Jengkol termasuk toleransi tinggi (Lampiran 9). Kehidupan beragama diantara penganut agama Islam di Desa Bojong Jengkol tidak pernah terjadi bentrokan. Suasana kekeluargaan terjaga dengan baik, misalnya terlihat ketika perayaan hari besar Islam (Maulid Nabi atau Isra Mi’raj). 5.7.10 Indikator Rasa Aman dari Gangguan Tindak Kejahatan Indikator yang diukur untuk mengetahui aman tidaknya perasaan seseorang dari gangguan kejahatan adalah pernah atau tidaknya seseorang mengalami tindakan kejahatan. Tidak aman (skor 1) bila sering mengalami tindak kejahatan, cukup aman (skor 2) bila pernah mengalami tindak kejahatan dan aman (skor 3) bila tidak pernah mengalami tindak kejahatan. Sebagian besar pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, yaitu sebanyak 26 orang (89,6%) menyatakan tidak pernah mengalami tindak kejahatan atau tidak pernah terjadi perkelahian antar warga di wilayahnya, sebanyak 2 orang (6,9%) menyatakan kurang aman karena pernah mengalami tindak kejahatan dan sisanya sebanyak 1 orang (3,4%) menyatakan keamanan di tempatnya tidak aman karena sering mengalami pencurian ikan (Lampiran 9). Pencurian ikan terjadi pada pembudidaya ikan yang memiliki lahan perikanan yang jauh dari rumahnya, misalnya di sawah sehingga pengawasannya kurang.
5.7.11 Indikator Kemudahan Melakukan Olah Raga Tingkat kemudahan melakukan olah raga, diukur berdasarkan sering atau tidaknya seseorang melakukan olah raga. Kategori sulit (skor 1) bila jarang melakukan olah raga, kategori cukup (skor 2) bila melakukan olah raga tapi tidak teratur dan ketegori mudah (skor 3) bila sering melakukan olah raga. Kemudahan melakukan olah raga didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana olah raga. Sarana dan prasarana yang ada di Desa Bojong Jengkol hanya terdapat 2 lapangan sepak bola dan 4 lapangan badminton. Pembudidaya ikan yang dekat dengan fasilitas olah raga biasanya sering melakukan olah raga. Pembudidaya ikan yang sering melakukan olah raga di Desa Bojong Jengkol sebanyak 4 orang (13,8%), sebanyak 6 orang (20,7%) melakukan olah raga tapi tidak teratur dan sebagian besar pembudidaya ikan, yaitu 19 orang (65,5%) jarang melakukan olah raga (Lampiran 9). Pembudidaya ikan yang sering melakukan olah raga adalah pembudidaya ikan yang berumur muda, olah raga yang sering dilakukan adalah sepak bola. Berdasarkan data-data yang terdapat pada kesebelas indikator kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 yang dimodifikasi (kriteria kemiskinan dari Sajogyo dan dari Direktorat Tata Guna Tanah), maka tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol dapat dilihat pada Tabel 24 berikut ini : Tabel 24. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan Berdasarkan Indikator BPS Tahun 2003 di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No
Kesejahteraan
Skor
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Tinggi
27-35
27
93
2
Sedang
19-26
2
7
3
Rendah
11-18
0
0
Jumlah
29
100
Jumlah penduduk prasejahtera di Desa Bojong Jengkol adalah sebanyak 213 keluarga atau 10% dari 2.066 jumlah keluarga yang ada di Desa Bojong Jengkol. Berdasarkan indikator kesejahteraan dari BPS (2003), rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol yang termasuk dalam kategori tingkat
kesejahteraan tinggi sebanyak 27 orang (93%) dan sebanyak 2 orang (7%) tergolong tingkat kesejahteraan sedang (Tabel 24). Tingkat kesejahteraan tertinggi terdapat pada rumah tangga pembudidaya ikan yang memperoleh skor 35, sebanyak satu orang dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp 2.100.000,00 dan memiliki pengeluaran per kapita per tahun sebesar Rp 3.321.000,00. Tingkat kesejahteraan terendah terdapat pada rumah tangga pembudidaya ikan yang memiliki skor 24, yaitu sebanyak satu orang dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp 1.179.667,00 dan pengeluaran per kapita per tahun sebesar Rp 840.000,00 Kesimpulan yang dapat diambil bahwa berdasarkan indikator kesejahteraan dari BPS (2003), seluruh rumah tangga pembudidaya ikan tidak termasuk ke dalam penduduk prasejahtera yang ada di Desa Bojong Jengkol. Bangunan fisik (rumah) pembudidaya ikan dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan mereka. Rumah tangga pembudidaya ikan dibandingkan dengan rumah tangga lainnya di Desa Bojong Jengkol, memiliki kondisi rumah yang tergolong baik, terlihat dari tingginya skor nilai indikator keadaan tempat tinggal dan indikator fasilitas tempat tinggal. Perhitungan indikator tingkat kesejahteraan menurut BPS dapat dilihat pada Lampiran 9. 5.8 Tingkat Kesejahteraan Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2002 Keluarga sejahtera adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal. Pengkategorian keluarga sejahtera menurut BKKBN Tahun 2002 dibagi menjadi empat, yaitu : keluarga sejahtera tahap satu (KS I), keluarga sejahtera tahap dua (KS II), keluarga sejahtera tahap tiga (KS III) dan keluarga sejahtera tahap tiga plus (KS III plus). Seluruh rumah tangga (100%) pembudidaya ikan menurut indikator dari BKKBN 2002, termasuk kategori keluarga sejahtera tahap dua (KS II), yaitu keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal (seperti kebutuhan melaksanakan agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan) juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya. Kebutuhan sosial psikologis tersebut antara lain yaitu: kebutuhan pendidikan,
Keluarga Berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Keluarga sejahtera tahap dua belum dapat memenuhi kebutuhan perkembangannya (development needs) seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Pendapatan pembudidaya ikan biasanya habis digunakan untuk pengeluaran makanan, bila mempunyai keuntungan yang cukup besar biasanya digunakan untuk menambah jumlah kolam baru atau membeli peralatan baru. Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol masih belum menganggap penting kebutuhan akan informasi, informasi hanya mereka peroleh dari televisi atau dari radio. 5.9 Hubungan Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan 5.9.1 Hubungan Umur dengan Tingkat Kesejahteraan Nilai uji korelasi kendal antara umur dengan tingkat kesejahteraan diperoleh angka sebesar - 0,18 atau umur berkorelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan (Tabel 25). Semakin tinggi umur maka tingkat kesejahteraan cenderung menurun, sebaliknya semakin rendah umur maka tingkat kesejahteraan semakin tinggi. Semakin tinggi umur maka produktivitasnya semakin berkurang. Pembudidaya ikan yang berumur muda memiliki produktivitas tinggi karena memiliki modal rasa ingin tahu dan mencoba yang besar. Sebagian besar pembudidaya ikan yang berumur tua, menjadikan usaha budidaya perikanan sebagai usaha sampingan dan sebaliknya pembudidaya ikan yang berumur muda, menjadikan usaha budidaya perikanan sebagai usaha utama. Uji signifikasi (uji z) diperoleh nilai probabilitasnya sebesar 0,084 (0,084<0,1) sehingga tolak Ho. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan atau nyata antara umur dengan tingkat kesejahteraan. Rata-rata usaha budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya ikan yang berumur muda adalah usaha pembenihan ikan patin. Pembudidaya ikan yang berumur muda mempunyai ilmu dan pengalaman berusaha yang mereka dapatkan ketika ada mahasiswa IPB Jurusan Budidaya Perairan, yang sedang melakukan magang
di Desa Bojong Jengkol. Mahasiswa tersebut mengikutsertakan masyarakat setempat khususnya pemuda dalam kegiatan budidaya ikan. 5.9.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kesejahteraan Nilai uji korelasi kendal hasil pengolahan data sebesar 0,31, artinya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesejahteraan adalah berkorelasi positif (Tabel 25). Nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan pembudidaya ikan maka semakin tinggi juga tingkat kesejahteraannya, sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin rendah juga tingkat kesejahteraannya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula ilmu yang didapat sehingga dengan ilmunya pembudidaya ikan mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Uji signifikasi (uji z) menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,008 (0,008<0,1) sehingga tolak Ho. Hasil ini berarti bahwa pendidikan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesejahteraan. Pembudidaya ikan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, dengan ilmu yang dimilikinya dapat meningkatkan kesejahteraannya. Pendidikan tertinggi pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol adalah sampai tingkat SMA. Semakin tinggi pendidikan, kedewasaan berfikir juga meningkat. Pembudidaya ikan yang memiliki pendidikan tinggi, bila ada ikan yang terserang penyakit, mereka mencoba mencari tahu melalui buku atau bertanya ke orang lain yang lebih ahli (tidak pasif). 5.9.3 Hubungan Pengalaman Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan Hubungan antara pengalaman usaha dengan tingkat kesejahteraan memiliki korelasi yang positif. Nilai korelasi menunjukkan angka 0,059 (Tabel 25), semakin tinggi pengalaman usaha pembudidaya ikan, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraannya dan sebaliknya semakin rendah pengalaman usaha pembudidaya ikan maka semakin rendah pula tingkat kesejahteraannya. Pengalaman usaha sangat diperlukan dalam membudidayakan ikan, karena sebagian besar pembudidaya ikan belajar secara alami dari pengalaman untuk membudidayakan ikan.
Nilai uji signifikasi menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,21 (0,21>0,1) sehingga terima Ho. Nilai ini berarti pengalaman usaha tidak berhubungan dengan tingkat kesejahteraan. Pembudidaya ikan yang memiliki pengalaman usaha tinggi maupun rendah tidak mempengaruhi tingkat kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan tidak ditentukan oleh lama tidaknya berusaha, tetapi lebih disebabkan pada besarnya waktu yang diberikan oleh pembudidaya ikan dalam melakukan usahanya. Pembudidaya ikan yang memiliki pengalaman usaha yang tinggi, bila menjadikan usaha budidayanya hanya sekedar sampingan, tingkat kesejahteraannya akan lebih tinggi pembudidaya ikan yang memiliki pengalaman usaha yang rendah, tetapi menjadikan usaha budidayanya sebagai usaha utama. 5.9.4 Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan Hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan berkorelasi positif. Nilai korelasi menunjukkan angka 0,036. Angka ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota rumah tangga, maka tingkat kesejahteraannya semakin tinggi dan sebaliknya semakin sedikit jumlah anggota rumah tangga maka semakin rendah tingkat kesejahteraannya. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, semakin tinggi pula tingkat pengeluarannya. Nilai uji signifikasi menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,425 (0,425>0,1) sehingga terima Ho. Nilai probabilitas sebesar 0,425 artinya jumlah anggota rumah tangga tidak berhubungan nyata dengan tingkat kesejahteraan. Jumlah anggota rumah tangga banyak maupun sedikit tidak akan secara langsung mempengaruhi tingkat kesejahteraan. Pembudidaya ikan yang memiliki jumlah anggota rumah tangga sebanyak 7 orang (responden nomor 5), memiliki tingkat kesejahteraan tinggi, sedangkan pada responden nomor 13, memiliki jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4 orang tetapi memiliki tingkat kesejahteraan yang sedang.
5.9.5 Hubungan Jenis Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan Nilai chi-square antara jenis usaha dengan tingkat kesejahteraan menunjukkan nilai 0,681 (0,681<2,708) sehingga terima Ho. Angka ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis usaha dengan tingkat kesejahteraan. Pembudidaya ikan yang melakukan usaha pembenihan, pembesaran atau melakukan usaha pembenihan dan pembesaran secara bersamasama tidak mempengaruhi tingkat kesejaheraan mereka. Faktor terpenting yang bisa mempengaruhi tingkat kesejahteraan adalah skala usaha budidaya ikan itu sendiri. 5.9.6 Hubungan Antara Sifat Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan Analisis hubungan antara sifat usaha dan status usaha dengan tingkat kesejahteraan digunakan uji chi-square. Nilai chi-square hitung antara sifat usaha dengan tingkat kesejahteran menunjukan angka 1,639 (1,639<2,708) sehingga terima Ho. Angka ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sifat usaha dengan tingkat kesejahteraan. Pembudidaya ikan yang memiliki sifat usaha utama maupun sampingan tidak secara langsung mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pembudidaya ikan yang memiliki status usaha budidaya ikan sebagai usaha sampingan (responden nomor 21 ) tetapi memiliki tingkat kesejahteraan tinggi, karena tingginya pendapatan dari usaha non perikanan. 5.9.7 Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Kesejahteraan Nilai chi-square antara luas lahan dengan tingkat kesejahteraan menunjukkan nilai 4,072 (4,072>2,708) sehingga tolak Ho. Angka ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara luas lahan dengan tingkat kesejahteraan. Semakin besar luas lahan yang digunakan untuk budidaya ikan, semakin tinggi pendapatan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan tersebut. Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
Tabel 25. Hubungan Antara Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7
Karakteristik
Umur Tingkat Pendidikan Pengalaman Usaha Jumlah Anggota Rumah Tangga JenisUsaha Sifat Usaha Luas Lahan
Uji Rank Kendall 0,084 0,008 0,210 0,425
Uji Chi-square
Keputusan Tolak Ho Tolak Ho Terima Ho Terima Ho
0,681 1,429 4,072
Terima Ho Terima Ho Tolak Ho
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian terhadap rumah tangga pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dapat disimpulkan sebagai berikut : 1). Karakteristik pembudidaya ikan menunjukkan bahwa rata-rata pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol berumur 46 tahun, memiliki jumlah anggota rumah tangga 4 orang dan berpengalaman usaha 10 tahun. Sebagian besar bersifat usaha sampingan, jenis usaha pembesaran dan usaha keduanya (pembenihan dan pembesaran) dan memiliki luas lahan sedang dan sempit. 2). Rata-rata pendapatan pembudidaya ikan dari usaha budidaya perikanan adalah sebesar Rp 884.064,00 per bulan. Rata-rata pendapatan dari usaha non perikanan adalah sebesar Rp 818.917,00 per bulan. 3). Jenis usaha non perikanan yang dilakukan pembudidaya ikan antara lain : pertanian (padi dan palawija), warung atau toko, ternak dan buruh (bangunan dan pabrik). 4). Pengukuran tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan menggunakan sebelas indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (2003) dan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana nasional (BKKBN 2002). Berdasarkan 11 indikator dari BPS 2003, rumah tangga pembudidaya ikan yang termasuk kategori kesejahteraan tinggi (93%) dan sisanya termasuk kategori kesejahteraan sedang (7%). Berdasarkan kriteria garis kemiskinan dari Sayogyo, sebagian besar (96,5%) rumah tangga pembudidaya ikan termasuk kategori tidak miskin, sedangkan berdasarkan kriteria garis kemiskinan dari Direktorat Tata Guna Tanah, sebagian besar (89,6%) termasuk kategori tidak miskin. Pengukuran tingkat kesejahteraan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2002) mengkategorikan seluruh rumah tangga pembudidaya ikan (100%) kedalam keluarga sejahtera tahap dua (KSII).
5). Karakteristik pembudidaya ikan yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat kesejahteraan adalah umur dengan tingkat pendidikan, sedangkan pengalaman usaha dengan jumlah anggota rumah tangga tidak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat kesejahteraan. Karakteristik sifat usaha dan jenis usaha tidak berhubungan dengan tingkat kesejahteraan, sedangkan luas lahan memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan. 6.2. Saran Saran yang dapat disampaikan pada hasil penelitian ini adalah : 1). Perlunya dibuat kelompok pembudidaya ikan, untuk mengkoordinasi seluruh pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. Kelompok pembudidaya ikan ini bermanfaat sebagai sarana konsolidasi dan bermanfaat juga untuk mendapatkan informasi tentang harga, karena sebagian pembudidaya ikan sedikit kesulitan untuk memperoleh informasi tentang harga. 2). Penyuluh perikanan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor harus aktif melaksanakan kegiatan penyuluhan ke pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. Pembudidaya ikan sering mengalami kesulitan untuk memperoleh informasi tentang teknis budidaya terutama tentang penyakit ikan dan penanggulangannya. 3). Pembudidaya ikan hendaknya lebih memvariasikan jenis ikan yang diusahakan, sehingga walaupun musim memijah ikan berbeda-beda, pembudidaya ikan tetap memperoleh pendapatan dari usaha budidaya ikan.
DAFTAR PUSTAKA Aliyah S. 2003. Analisis Tingkat Kesejahteraan Keluarga Petani Ikan Hias di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Aria J. Metode Penelitian. 1997. Jakarta : Universitas Terbuka. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1997. Statistik Kesejahteraan Rumah Tangga 1997, metode dan analisis. Jakarta : BPS. . 1998. Indikator Kesejahteraan Rumah Tangga 1998. Jakarta : BPS. . 2000. Statistik Kesejahteraan Rumah Tangga 2000, metode dan analisis. Jakarta : BPS. . 2002. Statistik Kesejahteraan Rumah Tangga 2002, metode dan analisis. Jakarta : BPS. . 2003. Indikator Kesejahteraan Rumah Tangga 2003. Jakarta : BPS. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2002. Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta : BKKBN [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2001. Perikanan Tangkap Indonesia. Jakarta : DKP. [Disnakan] Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2004a. Laporan Tahunan Tahun 2004. Bogor : Disnakan. . 2004b. Buku Saku Tahun 2004. Bogor : Disnakan. Effendi I. 2000. Pengantar Budidaya Perikanan [diktat]. Bogor : Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Faisal S. 2001. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Gittinger J P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Jakarta : UI-Press. Hardjanto W.1996. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Petani Ikan Hias Air Tawar di Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hernanto F. 1991. Ilmu Usaha Tani. Jakarta : Penebar Swadaya. Mangkuprawira S. 1984. Alokasi Waktu dan Kontribusi anggota Keluarga Dalam Kegiatan Ekonomi Rumah Tangga [thesis]. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Mandalis. 2004. Metode Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. Meilani S. 2003. Tingkat Kesejahteraan Pembudidaya Ikan di Desa Petir, Kecamatan Darmaga [skripsi]. Bogor : Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Melvariani. 2003. Perkembangan Basis Data Relasional Fuzzy pada Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Keluarga [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Rifai B. 1969. Perkembangan Ilmu-ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sajogyo. 1977. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Bogor : LPSP. Sawidak M. 1985. Analisis Tingkat KesejahteraanEkonomi Petani Transmigrasi di Delta Upang, Sumatera Selatan [thesis]. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Siegel S. 1990. Statistik Non Parametrik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Soekartawi. 2002. Analisis Usaha Tani. Jakarta : UI Press. Sugiyono. 2003. Statistik Non Parametrik. Bandung : ALFABETA Syarief H. 1997. Membangun Sumber Daya Keluarga yang Berkualitas. [orasi ilmiah]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tjakrawiralaksana A. 1983. Usaha Tani. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Wijaya IR. 2000. Statistika Non Parametrik. Bandung : ALFABETA.
Lampiran 1. Denah Desa Bojong Jengkol U
Desa Tegalwaru
Desa Benteng
Desa Cinangka
Desa Cihideung Udik Sumber : Monografi Kecamatan Ciampea 2004 Keterangan : -o_o-o-
= Batas Desa = Jalan Kabupaten
--- --
= Jalan Propinsi
Lampiran 2. Indikator Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 2003 yang dimodifikasi No 1
2
3.
4.
5.
6.
Indikator tingkat kesejahteraan Pendapatan Tolak ukur yang digunakan adalah konsep kemiskinan menurut Direktorat tata Guna Tanah yang didasarkan pada pendapatan per kapita per tahun setara konsumsi 9 bahan pokok dengan kriteria : miskin sekali, miskin, hampir miskin, tidak miskin. Pengeluaran Tolak ukur yang digunakan adalah konsep kemiskinan menurut Sajogyo yang menyetarakan pengeluaran per kapita per tahun setara beras dan diklasifikasikan menjadi : paling miskin, miskin sekali, miskin, tidak miskin
Kriteria - Tidak miskin (> Rp1.340.800,00) - Hampir Miskin ( Rp 844.704,00 – Rp 1.340.800,00) - Miskin (Rp 502.800,00 – Rp 838.000,00) - Miskin Sekali (< Rp 502.800,00) - Tidak miskin (> Rp 880.000,00) - Miskin (Rp 660.000,00 – Rp 880.000,00) - Miskin sekali (Rp 495.000,00 – Rp 657.250,00) - Paling miskin (< Rp 495.000,00)
4
Keadaan Tempat Tinggal a. Atap : genting (5)/asbes (4)/seng (3)/sirap (2)/daun (1) b. Bilik : tembok (5)/ setengah tembok (4)/ kayu (3)/ bambu kayu (2)/ bambu (1) c. Status : milik sendiri (3)/ sewa (2)/ numpang (1) d. Lantai : porselen (5)/ ubin (4)/ plester (3)/ papan (2)/ tanah(1) e. Luas lantai : luas (>100m)(3)/ sedang (50-100m)(2)/ sempit (<50m) (1) Fasilitas tampat tinggal a. Pekarangan : luas (>100m2)(3)/ sedang (50-100m2)(2)/ sempit (<50m2)(1) b. Hiburan : video (4), TV (3), tape recorder (2), radio (1) c.Pendingin : AC (4), lemari es (3), kipas angin (2), alam (1) d. Bahan bakar : gas (3), minyak tanah (2), kayu (1) e. Sumber penerangan : listrik (3), petromak (2), lampu tempel (1) f. Sumber air : PAM (6), sumur bor (5), sumur (4), mata air (3), air hujan (2), sungai (1) g. MCK : kamar mandi sendiri (4), kamar mandi umum (3), sungai (2), kebun (1) Kesehatan anggota rumah tangga
- Permanen (skor : 15-21) - Semi permanen (skor : 10-14) - Non permanen (skor : 5-9)
3 2 1
- Lengkap (skor : 21-27) - Sedang (skor : 14-20) - Kurang (skor : 7-13)
3 2 1
- Bagus (<25% sering sakit) - Sedang (25%-50% sering sakit) - Kurang (>50% sering sakit) - Mudah ( skor : 18-24) - Sedang (skor : 13-17) - Sulit (skor : 8-12)
3 2 1
Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga medis a. Jarak RS terdekat : 0 km (4)/0.01-3 km (3)/>3 km (2)/tidak ada (1)
Skor 4 3 2 1
3 2 1
3 2 1
7.
8.
9.
b. Jarak ke klinik : 0 km I(4)/0.01-2 km (3)/>2 km (2)/tidak ada (1) c. Biaya berobat : Terjangkau (3), cukup (2),sulit terjangkau (1) d. Penanganan berobat : Baik (3)/cukup (2)/jelek (1) e. Alat kontrasepsi : Mudah didapat (3), cukup budah (2), sulit (1) f. Konsultasi KB : Mudah (3), cukup(2), kurang (1) G. Harga obat-obatan : Terjangkau (3), cukup (2), sulit dijangkau (1) Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan a. Biaya sekolah : terjangkau (3), cukup (2), sulit dijangkau (1) b. Jarak ke sekolah : 0 km (4), 0.01-3 km (2), >3 km (1) c. Prosedur penerimaaan : mudah (3), sedang (2), sulit (1) Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi (pengangkutan) a. Ongkos dan biaya : terjangkau (3), cukup terjangkau (2), sulit dijangkau (1) b. Fasilitas kendaraan : tersedia (3), cukup tersedia (2), kurang tersedia (1) c. Kepemilikan : sendiri (3), sewa (2), ongkos (1) Kehidupan beragama
- Mudah (skor : 8-10) - Sedang (skor : 6-7) - Sulit (skor : 3-5)
3 2 1
- Mudah (skor : 7-9) - Sedang (skor : 5-6) - Sulit (skor :3-4)
3 2 1
- Toleransi Tinggi - Toleransi Cukup - Toleransi rendah 10. Rasa aman dari tindak kejahatan - Aman (tidak pernah mengalami tindak kejahatan) - Kurang aman (pernah mengalami tindak kejahatan) - Tidak aman (sering mengalami tindak kejahatan) 11. Kemudahan dalam melakukan olahraga - Mudah (sering olah raga) - Cukup (cukup sering olah raga) - Sulit (jarang olah raga) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 yang dimodifikasi
3 2 1 3 2 1 3 2 1
Lampiran 3. Karakteristik Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005
No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Umur (tahun) 53 29 34 29 52 52 52 53 41 58 40 33 40 60 62 25 51 25 60 60 70
Jumlah Anggota Rumah Tangga (orang) 4 3 4 2 7 5 4 4 6 6 6 4 4 5 2 3 4 3 3 6 2
Tingkat Pendidikan (tahun) 6 12 12 9 4 3 6 6 3 6 5 12 6 6 12 12 6 12 5 6 6
Pengalaman Usaha (tahun) 20 7 8 8 28 5 5 19 10 30 3 2 1 1 20 2 4 5 47 2 10
Sifat Usaha (1) 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2
Lanjutan Lampiran 3. Karakteristik Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005
No Responden 22 23 24 25 26 27 28 29
Umur (tahun) 54 70 36 40 66 33 47 43
Jumlah Anggota Rumah Tangga (orang) 5 6 6 5 3 6 6 6
Keterangan : (1). Sifat Usaha : 1. Utama 2. Sampingan (2). Jenis Usaha : 1. Pembenihan 2. Pembesaran 3. Pembenihan dan Pembesaran (3). Luas Lahan : 1. < 50 m2 2. 50 – 100 m2 3. > 100 m 2
Tingkat Pendidikan (tahun) 6 6 3 5 2 9 4 3
Pengalaman Usaha (tahun) 2 25 6 10 10 5 4 2
Sifat Usaha (1) 1 2 2 2 1 1 2 1
Lampiran 4. Penerimaan, Pengeluaran dan Pendapatan Usaha Budidaya Ikan per Bulan dan Intensitas Produksi dalam Setahun di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Penerimaan (Rp/bulan) 1.750.000 3.000.000 2.700.000 6.000.000 4.000.000 200.000 3.000.000 300.000 2.000.000 2.000.000 3.818.182 266.667 500.000 300.000 2.400.000 3.000.000 150.000 2.333.333 206.250 250.000 150.000 340.000 812.000 355.000 420.000 1.000.000 560.000 140.500 1.555.000
Pengeluaran (Rp/bulan) 420.000 1.500.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 24.000 2.733.333 28.000 720.000 200.000 1.050.000 166.667 55.000 85.000 860.000 1.500.000 45.000 106.667 20.000 50.000 25.000 40.000 100.000 48.333 55.000 31.000 42.000 25.000 155.000
Pendapatan (Rp/bulan) 1.330.000 1.500.000 700.000 2.800.000 2.000.000 176.000 266.667 272.000 1.280.000 1.800.000 2.768.182 100.000 445.000 215.000 572.000 1.500.000 105.000 2.226.667 186.250 200.000 125.000 300.000 712.000 306.667 365.000 969.000 518.000 115.500 1.400.000
Intensitas produksi dalam setahun (kali) 6 12 12 12 12 1 12 12 4 1 1 4 1 1 1 12 2 4 3 2 1 3 1 1 12 12 12 6 12
Lampiran 5. Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Tahun di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Pendapatan (Rp.bulan) Non Perikanan Perikanan 1.330.000 900.000 1.500.000 700.000 2.800.000 2.000.000 700.000 176.000 450.000 266.667 272.000 450.000 1.280.000 300.000 1.800.000 4.000.000 2.768.182 1.500.000 100.000 4.000.000 445.000 1.584.000 215.000 500.000 1.540.000 2.100.000 1.500.000 105.000 300.000 2.226.667 186.250 1.000.000 200.000 1.050.000 125.000 1.787.500 300.000 600.000 712.000 690.000 306.667 600.000 365.000 600.000 969.000 494.500 518.000 225.000 115.500 687.500 1.400.000 50.000
Total Pendapatan (Rp/Tahun) 26.190.000 18.000.000 8.400.000 33.600.000 31.956.667 5.291.000 32.000.004 8.379.000 18.780.000 47.266.666 19.818.182 46.666.666 20.674.800 5.898.333 25.410.000 10.800.000 4.670.000 26.719.999 13.601.667 12.135.000 20.442.917 9.520.000 8.555.000 7.126.667 11.200.000 17.248.817 8.773.500 8.507.583 17.368.333
Jumlah Anggota Rumah Tangga (orang) 4 3 4 2 7 5 4 4 6 6 6 4 4 5 2 3 4 3 3 6 2 5 6 6 5 3 6 6 6
Pendapatan Per Kapita (Rp/Tahun) 6.547.500 6.000.000 2.100.000 16.800.000 4.565.238 1.058.200 8.000.001 2.094.750 3.130.000 7.877.778 3.303.030 11.666.667 5.168.700 1.179.667 12.705.000 3.000.000 1.167.500 8.906.666 4.533.889 2.022.500 10.221.459 1.904.000 1.425.833 1.187.778 2.240.000 5.749.606 1.462.250 1.417.931 2.894.722
Lampiran 6. Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Tahun di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005
No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Pengeluaran (Rp.bulan) Non Makanan Makanan 1.100.000 1.000.000 1.200.000 103.600 900.000 232.000 600.000 300.000 600.000 440.000 300.000 97.000 450.000 210.000 300.000 366.000 600.000 196.000 1.050.000 359.000 750.000 900.000 600.000 84.000 600.000 60.000 300.000 50.000 300.000 100.000 450.000 150.000 900.000 490.000 450.000 500.000 750.000 84.000 900.000 88.000 150.000 75.000 600.000 50.000 900.000 50.000 580.100 321.000 470.000 204.000 326.000 193.000 553.000 166.000 499.500 187.000 744.550 292.000
Total Pengeluaran (Rp/Tahun) 25.200.000 15.643.200 13.284.000 10.800.000 12.480.000 4.764.000 7.920.000 7.992.000 9.552.000 16.908.000 19.800.000 8.208.000 7.920.000 4.200.000 4.800.000 7.200.000 16.680.000 11.400.000 10.008.000 11.856.000 2.700.000 7.800.000 11.400.000 10.822.000 8.088.000 6.228.000 8.628.000 8.238.000 12.438.600
Jumlah Tanggungangan Keluarga (orang) 4 3 4 2 7 5 4 4 6 6 6 4 4 5 2 3 4 3 3 6 2 5 6 6 5 3 6 6 6
Pengeluaran Per Kapita (Rp/Tahun) 6.300.000 5.214.400 3.321.000 5.400.000 1.782.857 952.800 1.980.000 1.998.000 1.592.000 2.818.000 3.300.000 2.052.000 1.980.000 840.000 2.400.000 2.400.000 4.170.000 3.800.000 3.336.000 1.976.000 1.350.000 1.560.000 1.900.000 1.803.667 1.617.600 2.076.000 1.438.000 1.373.000 2.073.100
Lampiran 7. Kriteria Kemiskinan Direktorat Tata Guna Tanah Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Pendapatan Per Kapita (Rp/tahun) 6.547.500 6.000.000 2.100.000 16.800.000 4.565.238 1.058.200 8.000.001 2.094.750 3.130.000 7.877.778 3.303.030 11.666.667 5.168.700 1.179.667 12.705.000 3.000.000 1.167.500 8.906.666 4.533.889 2.022.500 10.221.459 1.904.000 1.425.833 1.187.778 2.240.000 5.749.606 1.462.250 1.417.931 2.894.722
Kriteria Kemiskinan Dirjen Tata Guna Tanah 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 3 / Hampir Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 3 / Hampir Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 3 / Hampir Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin
Lampiran 8. Kriteria Kemiskinan Sajogyo Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Pengeluaran Per Kapita (Rp/tahun) 6.300.000 5.214.400 3.321.000 5.400.000 1.782.857 952.800 1.980.000 1.998.000 1.592.000 2.818.000 3.300.000 2.052.000 1.980.000 840.000 2.400.000 2.400.000 4.170.000 3.800.000 3.336.000 1.976.000 1.350.000 1.560.000 1.900.000 1.803.667 1.617.600 2.076.000 1.438.000 1.373.000 2.073.100
Kriteria Kemiskinan Sajogyo 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 3 / Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin 4 / Tidak Miskin
Lampiran 9. Indikator Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 Tingkat Kesejahteraan
No Responden 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Keterangan :
4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4
2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2
5 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
6 2 2 3 1 2 2 3 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 2
7
8
1 0 3 0 2 2 3 2 3 2 3 3 0 0 0 3 3 0 3 2 0 2 2 2 3 2 2 3 2
1. Pendapatan Rumah Tangga 2. Pengeluaran Rumah Tangga 3. Keadaan Tempat Tinggal 4. Fasilitas Tempat Tinggal 5. Kesehatan Anggota Rumah Tangga 6. Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan 7. Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan 8. Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi 9. Kehidupan Beragama 10. Ras Aman dari Gangguan Tindak Kejahatan 11. Kemudahan Melakukan Olahraga
2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 1 2 1
Jumlah 9 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
10
11
2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 3 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1
T = Tinggi S = Sedang
29/T 30/T 35/T 29/T 29/T 28/T 32/T 29/T 30/T 31/T 30/T 32/T 25/S 24/S 29/T 34/T 32/T 30/T 32/T 30/T 28/T 30/T 31/T 31/T 31/T 31/T 29/T 32/T 28/T
Lampiran 10. Harga Sembilan Bahan Pokok di Desa Bojong Jengkol Bulan Juli Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bahan Beras Ikan asin Minyak Goreng Minyak Tanah Gula Pasir Garam Sabun Cuci Kain Kasar Batik Kasar
Harga Satuan (Rupiah) 2.750 10.000 4.700 1.300 5.200 2.000 500 10.000 20.000 Jumlah
Banyak 100 Kg 15 Kg 6 Kg 60 Liter 6 Kg 9 Kg 20 Buah 4 Meter 2 Meter
Jumlah (Rupiah) 275.000 150.000 28.200 78.000 31.200 18.000 10.000 40.000 40.000 670.400
Lampiran 11. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kesejahteraan No Responden
Rx1
Ry
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
1,5 1,5 4,5 4,5 6,5 6,5 8 9 11 11 11 13 14 15 16 18 18 18 20,5 20,5 22 23 25 25 25 27 28 29,5 29,5
29 14,5 14,5 8 24,5 24,5 30 24,5 14,5 1,5 19,5 14,5 3,5 24,5 28 8 8 24,5 8 8 14,5 19,5 1,5 24,5 14,5 8 19,5 3,5 19,5
Banyaknya Rank Lebih Besar Lebih Kecil 1 27 12 11 11 11 15 4 2 18 14 4 0 22 1 17 8 9 18 0 4 11 7 8 14 1 1 12 0 14 7 2 7 2 0 10 6 2 6 2 4 3 1 4 6 0 0 5 2 2 2 1 0 1 1 0 0 0
Diketahui : N = 29 á = 0,1 Tx = 14 Ty = 59 S = -71 Diperoleh τ = -0,18 z = 1,38 Probabilitas = 0,084 Probabilitas 0,084 < 0,1 sehingga Tolak Ho
S -26 1 0 11 -16 10 -22 -16 -1 18 -7 -1 13 -11 -14 5 5 -10 4 4 1 -3 6 -5 0 1 -1 1 0
Lampiran 12. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan No Responden
Rx2
Ry
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
2 2 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 13 13 13 13 13 13 13 18,5 18,5 18,5 18,5 25 25 25 25 25 25 25 25 25 30
8 3,5 29 14,5 14,5 19,5 24,5 24,5 1,5 24,5 28 24,5 30 8 8 1,5 14,5 8 19,5 3,5 14,5 14,5 24,5 8 24,5 14,5 19,5 19,5 8
Banyaknya Rank Lebih Besar Lebih Kecil 19 4 25 2 1 25 12 8 12 8 8 12 2 15 2 15 19 0 2 14 1 17 1 14 0 16 9 2 9 2 13 0 5 4 8 1 2 6 9 0 4 2 4 2 0 5 4 0 0 4 2 1 0 1 0 1 0 0
Diketahui : N = 29 á = 0,1 Tx = 81 Ty = 59 S=9 Diperoleh τ = 0,025 z = 0,19 Probabilitas = 0,425 Probabilitas 0,425 > 0,1 sehingga Terima Ho
S 15 23 -24 4 4 -4 -13 -13 19 -12 -16 -13 -16 7 7 13 1 7 -4 9 2 2 -5 4 -4 1 -1 -1 0
Lampiran 13. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kesejahteraan No Responden
Rx3
Ry
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
1 3,5 3,5 3,5 6,5 6,5 9 9 9 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 23 23 23 27,5 27,5 27,5 27,5 27,5 27,5
19,5 3,5 14,5 24,5 8 24,5 14,5 19,5 24,5 1,5 1,5 3,5 8 8 14,5 14,5 19,5 19,5 24,5 28 8 8 24,5 8 14,5 14,5 24,5 29 30
Banyaknya Rank Lebih Besar Lebih Kecil 9 17 25 2 12 9 3 17 16 3 3 16 10 8 7 12 3 14 18 0 18 0 17 0 12 0 12 0 8 3 8 3 6 5 6 5 3 5 2 7 6 0 6 0 2 3 5 0 3 0 3 0 2 0 1 0 0 0
Diketahui : N = 29 á = 0,1 Tx = 83 Ty = 59 S = 112 Diperoleh τ = 0,31 z = 2,38 Probabilitas = 0,008 Probabilitas 0,008 < 0,1 sehingga Tolak Ho
S -8 23 3 -14 13 -13 2 -5 -11 18 18 17 12 12 5 5 1 1 -2 -5 6 6 -1 5 3 3 2 1 0
Lampiran 14. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Pengalaman Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan No Responden
Rx4
Ry
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
1,5 1,5 5 5 5 5 8 9,5 9,5 12,5 12,5 12,5 12,5 15 16 17,5 17,5 20,5 20,5 20,5 20,5 23 24 25,5 25,5 27 28 29 30
1,5 1,5 14,5 14,5 24,5 29 14,5 24,5 28 8 24,5 8 14,5 24,5 14,5 8 30 19,5 14,5 19,5 3,5 24,5 8 8 8 19,5 8 19,5 24,5
Banyaknya Rank Lebih Besar Lebih Kecil 28 0 28 0 13 8 13 8 3 16 1 22 11 8 2 15 1 19 12 1 1 14 11 1 8 6 1 12 7 6 8 1 0 12 2 6 5 5 2 5 8 0 0 6 3 0 3 0 3 0 1 1 2 0 1 0 0 0
Diketahui : N = 29 á = 0,1 Tx = 26 Ty = 59 S = 32 Diperoleh τ = 0,0082 z = 0,63 Probabilitas = 0,21 Probabilitas 0,21 > 0,1 sehingga Terima Ho
S 28 28 5 5 -13 -21 3 -13 -18 11 -13 10 2 -11 1 7 -12 -4 0 -3 8 -6 3 3 3 0 2 1 0
Lampiran 15. Uji Chi-square Hubungan Antara Sifat Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan Sifat Kerja Utama Sampingan Jumlah
Tingkat Kesejahteraan Sedang Tinggi 0 12 2 15 2 27
Jumlah 12 17 29
Diketahui : N = 29 á = 0,1 χ 2 Tabel = 2,708 Df = 1 χ 2 Hitung = 1,639 χ 2 Hitung < χ 2 Tabel , sehingga Terima Ho
Lampiran 16. Uji Chi-square Hubungan Antara Jenis Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan Jenis Usaha Pembenihan Pembesaran Pembenihan dan Pembesaran Jumlah
Tingkat Kesejahteraan Sedang Tinggi
Jumlah
0 1 1
7 10 10
7 11 11
2
27
29
Diketahui : N = 29 á = 0,1 χ 2 Tabel = 2,708 Df = 1 χ 2 Hitung = 0,68 χ 2 Hitung < χ 2 Tabel , sehingga Terima Ho Lampiran 17. Uji Chi-square Hubungan Antara Luas Lahan dengan Tingkat Kesejahteraan Luas Usaha Sempit ( <50 m2) Sedang (50 – 100 m2) Luas ( >100 m2) Jumlah
Tingkat Kesejahteraan Sedang Tinggi 2 0 0 2
8 10 9 27
Diketahui : N = 29 á = 0,1 χ 2 Tabel = 2,708 Df = 1 χ 2 Hitung = 4,07 χ 2 Hitung > χ 2 Tabel , sehingga Tolak Ho
Jumlah 10 10 9 29
Lampiran 18. Contoh Analisis Usaha Budidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 (Kasus Responden No 3) No I
II
III IV V
Uraian Investasi Lahan Kolam Induk patin Peralatan Total Investasi Biaya A. Biaya Tetap Sewa lahan Biaya perawatan kolam Biaya penyusutan kolam Biaya penyusutan peralatan Total A B. Biaya Variabel Pakan Tenaga kerja Minyak tanah Total B Total Biaya (A+B) Penerimaan Benih (12 kali panen) Keuntungan (IV-III)
Unit 2
500 m 2 buah 5 Kg
Nilai satuan (Rp) 25.000 1000.000 20.000
Total Nilai (Rp) 12.500.000 2.000.000 100.000 15.000.000 19.600.000
180.000 600.000 400.000 1.500.000 2.680.000 240 Kg 2 orang 240 Liter
540.000 ekor
40.000 5.500.000 3.000
60
9.600.000 11.000.000 720.000 21.320.000 24.000.000 32.400.000 8.400.000
Lampiran 19. Kolam Budidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005
A. Kolam Usaha Budidaya Berdinding Beton
B. Kolam Usaha Budidaya Berdinding Tembok
C. Kolam Usaha Untuk Pembesaran Ikan Mas
D. Kolam Usaha Untuk Pembenihan Ikan Mas