PENDAPATAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA JANTAN (KASUS: KEMITRAAN MITRA TANI FARM DENGAN PETERNAK DI DESA BOJONG JENGKOL, CIAMPEA, BOGOR)
MUHAMAD YUNUS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendapatan Usaha Penggemukan Domba Jantan (Kasus: Kemitraan Mitra Tani Farm dengan Peternak di Desa Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Muhamad Yunus NIM. H34090059
ABSTRAK MUHAMAD YUNUS. Pendapatan Usaha Penggemukan Domba Jantan (Kasus: Kemitraan Mitra Tani Farm dengan Peternak di Desa Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor. Dibimbing oleh HARIANTO. Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dimana penduduknya banyak mengusahakan penggemukan domba jantan. Namun untuk mengembangkan usahanya, para peternak memiliki permasalahan seperti permodalan, manajemen, dan pemasaran. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu melalui kemitraan dengan Mitra Tani Farm. Namun tidak semua peternak domba melakukan kemitraan dengan Mitra Tani Farm. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan dan mengidentifikasi keragaan usaha ternak menggunakan analisis deskriptif. Selain itu untuk menganalisis pendapatan dan nilai R/C rasio usaha penggemukan domba jantan antara peternak mitra dengan peternak nonmitra. Hasil perhitungan pendapatan atas biaya tunai per SDD per periode dan nilai R/C rasio yang paling besar diperoleh peternak nonmitra Skala III. Sementara itu perhitungan pendapatan atas biaya total per SDD per periode menghasilkan nilai negatif dan nilai R/C rasio kurang dari satu untuk semua skala sehingga usaha ternak domba merugikan. Namun jika dibandingkan maka usaha pada peternak mitra Skala I yang lebih baik dibandingkan skala lainnya karena kerugian yang diperoleh paling kecil dan nilai R/C rasio nya yang paling besar. Kata kunci: analisis pendapatan, kemitraan, usaha penggemukan domba jantan
ABSTRACT MUHAMAD YUNUS. Income of Male Sheep Feedlot Business (Case: Mitra Tani Farm Partnership with Farmers in Bojong Jengkol Village, Ciampea, Bogor). Supervised by HARIANTO. Bojong Jengkol Village is one of the areas in Ciampea District, Bogor Regency that the resident has a lot of male sheep feedlot business. However, to develop its business, the farmers have problems such as capital, management, and marketing. This problem can be solved by having partnership with Mitra Tani Farm. On the other side, not all of the farmers in the village have partnership with Mitra Tani Farm. The purpose of this study is to assess the implementation of the partnership and identify the farming performance with descriptive analysis, also to analyze the male sheep feedlot income and R/C ratio between farmers who have partnership with Mitra Tani Farm and those who do not. The results of the calculation shows that the highest income to cash cost per SDD per period and value of R/C ratio are obtained by farmers who do not have partnership with Scale III. On the other hand, the calculation of income to total cost per SDD per period is negative and the value of R/C ratio is less than one for all scales, which means the feedlot business is disadvantaging. However, by comparison, farmers who are partnered in scale I is better than other scales because they have the least loss among the others and the highest value of R/C ratio. Keywords: income analysis, male sheep feedlot business, partnership
PENDAPATAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA JANTAN (KASUS: KEMITRAAN MITRA TANI FARM DENGAN PETERNAK DI DESA BOJONG JENGKOL, CIAMPEA, BOGOR)
MUHAMAD YUNUS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN `1INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
Nama NRP
: Pendapatan Usaha Penggemukan Domba Jantan (Kasus: Kemitraan Mitra Tani Farm dengan Peternak di Desa Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor) : Muhamad Yunus : H34090059
Disetujui oleh
Dr Ir Harianto, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin terbaik bagi umat manusia. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai April 2013 ini adalah usahatani, dengan judul Pendapatan Usaha Penggemukan Domba Jantan (Kasus: Kemitraan Mitra Tani Farm dengan peternak di Desa Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama dan Ibu Anita Primaswari W, SP, MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis. Selanjutnya terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Wahyu Budi P, MSi selaku dosen pembimbing akademik selama menjalani perkuliahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak M. Afnaan Wasom dan Bapak Amrul selaku pemilik CV. Mitra Tani Farm, mas Angga selaku penanggung jawab plasma dan karyawan di Mitra Tani Farm, serta para peternak domba baik yang bermitra dengan Mitra Tani Farm maupun peternak domba yang tidak bermitra atas bantuan dan arahannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakakkakak, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih kepada tementeman Agribisnis 46 IPB, HIPMA IPB 2011-2012, dan sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Muhamad Yunus
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 7 Karakteristik dan Jenis Domba 7 Kajian Usaha Penggemukan Ternak Domba 8 Kajian Mengenai Analisis Usahatani dan Kemitraan 11 Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian 12 KERANGKA PEMIKIRAN 13 Kerangka Pemikiran Teoritis 13 Kerangka Pemikiran Operasional 22 METODE PENELITIAN 25 Lokasi dan Waktu Penelitian 25 Jenis dan Sumber Data 25 Metode Pengumpulan Data 25 Metode Pengambilan Sampel 26 Metode Analisis Data 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 29 Gambaran Umum Perusahaan dan Kemitraan Perusahaan Pembagian Skala Berdasarkan Kepemilikan Ternak Domba 30 Karakteristik Responden 32 Karakteristik Usaha Ternak Domba 35 Pelaksanaan Kemitraan 38 Keragaan Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan 48 Analisis Pendapatan Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan 58 SIMPULAN DAN SARAN 68 Simpulan 68 Saran 69 DAFTAR PUSTAKA 70 LAMPIRAN 72 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 82
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Populasi hewan ternak besar dan kecil di Indonesia tahun 2007 - 2011 Populasi ternak domba di Provinsi Jawa Barat tahun 2011 Penjualan hewan ternak qurban dan harian pada Mitra Tani Farm tahun 2004 – 2012 Jumlah kepemilikan ternak domba responden (mitra dan nonmitra) selama satu periode penggemukan Lamanya usaha penggemukan ternak domba jantan peternak responden Karakteristik umum peternak responden Karakteristik usaha penggemukan ternak domba jantan peternak responden Keuntungan yang diperoleh peternak mitra melalui kemitraan dibandingkan peternak nonmitra Sistem perkandangan peternak responden Rata-rata perhitungan biaya penyusutan kandang peternak responden Rata-rata penggunaan obat-obatan peternak mitra selama satu periode penggemukan Rata-rata biaya penggunaan obat-obatan peternak responden Rata-rata pemasaran ternak domba responden Rata-rata biaya angkut peternak responden Persamaan dan perbedaan keragaan usaha ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitra Rata-rata penjualan ternak domba peternak responden Rata-rata penjualan kotoran domba peternak responden Rata-rata penerimaan total usaha penggemukan ternak domba jantan peternak responden Rata-rata biaya pembelian domba peternak responden Rata-rata pengeluaran tunai usaha penggemukan ternak domba jantan peternak responden Rata-rata biaya sewa lahan peternak responden Rata-rata pengeluaran biaya yang diperhitungkan pada usaha penggemukan ternak domba jantan peternak responden Rata-rata total biaya usaha penggemukan ternak domba jantan pada peternak responden Rata-rata pendapatan usaha penggemukan ternak domba jantan atas biaya tunai Rata-rata pendapatan usaha penggemukan ternak domba jantan atas biaya total Proporsi biaya input terhadap biaya total pengeluaran usaha penggemukan ternak domba peternak mitra Pendapatan peternak mitra setelah bagi hasil kemitraan
1 3 5 31 32 35 37 48 50 51 55 55 56 57 57 58 59 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Populasi ternak domba di tiga provinsi di Indonesia tahun 2009 – 2011 Pola kemitraan inti-plasma Pola kemitraan subkontrak Pola kemitraan dagang umum Pola kemitraan keagenan Pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Kerangka pemikiran operasional Pola kemitraan inti-plasma Mitra Tani Farm dengan peternak domba Struktur organisasi peternak mitra Bina Tani Mandiri (BTM) Skema atau model kelembagaan kemitraan Pemilihan domba bibit di kandang induk Mitra Tani Farm Pemberian obat mata oleh PJ peternak mitra Kegiatan rapat dan evaluasi bulanan di rumah peternak mitra Penimbangan bobot badan domba Domba hasil penggemukan yang siap untuk dipasarkan ke MT Farm Jenis kandang peternak responden (kiri: mitra, kanan: nonmitra)
2 15 16 16 17 18 24 39 39 40 45 46 47 47 48 50
DAFTAR LAMPIRAN 1 Harga bulanan rata-rata ternak domba dan hasilnya di Jawa Barat tahun 2012 2 Rata-rata biaya curahan tenaga kerja dalam keluarga peternak responden 3 Rata-rata biaya penyusutan peralatan peternak responden 4 Rata-rata biaya perlengkapan peternak responden 5 Rata-rata perhitungan bagi hasil kemitraan 6 Siklus kegiatan usaha penggemukan ternak domba jantan peternak mitra (Skala I) selama satu periode 7 Siklus kegiatan usaha penggemukan ternak domba jantan peternak nonmitra (Skala II dan Skala III) selama satu periode 8 Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan peternak mitra Skala I 9 Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan peternak nonmitra Skala II 10 Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan peternak nonmitra Skala III
71 73 74 75 76 77 78 79 80 81
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dalam sektor pertanian yang tak terpisahkan. Selain memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan pangan manusia khususnya ketersediaan pangan hewani, subsektor peternakan juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Hal ini digambarkan melalui besarnya pertumbuhan dan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor peternakan dalam PDB sektor pertanian, dimana setiap tahunnya mengalami peningkatan, yaitu tahun 2009 sebesar 3.45 persen, tahun 2010 sebesar 4.06 persen, dan tahun 2011 sebesar 4.23 persen (Kementerian Pertanian 2012). Adanya peningkatan pertumbuhan dan kontribusi tersebut menjadikan subsektor peternakan sebagai salah satu bagian dalam sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011), besarnya peningkatan tersebut yaitu rata-rata lebih dari satu trilyun rupiah setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat PDB subsektor peternakan pada tahun 2009 sebesar 36 648.9 milyar rupiah meningkat menjadi 38 135.2 milyar rupiah pada tahun 2010. Peningkatan subsektor peternakan dapat digambarkan melalui peningkatan populasi hewan ternak yang terdapat di seluruh wilayah di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya pihak-pihak yang mengusahakan hewan ternak untuk dijadikan sebagai bisnis, mulai dari peternak mandiri dengan skala usaha kecil, menengah, dan besar, hingga perusahaan swasta yang mengelola usaha ternak secara profesional. Banyaknya populasi hewan ternak di Indonesia secara lebih rinci ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Populasi jenis hewan ternak besar dan kecil di Indonesia tahun 2007 – 2011a Jenis hewan ternak Sapi potong Sapi perah Kerbau Kuda Kambing Domba Babi a
2007 11 515 374 2 086 401 14 470 9 514 6 711
Tahun (000 ekor) 2008 2009 12 257 12 760 458 475 1 931 1 933 393 399 15 147 15 815 9 605 10 199 6 338 6 975
2010 13 582 488 2 000 419 16 620 10 725 7 477
2011b 14 824 597 1 305 416 17 483 11 372 7 758
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) diolah; bAngka Sementara.
Tabel 1 menunjukkan bahwa populasi hewan ternak di Indonesia berdasarkan jenis ternak besar (sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda) dan jenis ternak kecil (kambing, domba, babi) hampir semuanya mengalami peningkatan populasi dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Akan tetapi, populasi kerbau dan kuda mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Berdasarkan data pada Tabel 1,
2 terdapat tiga jenis hewan ternak (besar dan kecil) yang memiliki populasi terbesar di Indonesia, diantaranya yaitu sapi potong, kambing, dan domba. Berdasarkan ketiga jenis hewan ternak yang memiliki jumlah populasi terbesar di Indonesia, domba merupakan hewan yang saat ini banyak diusahakan atau diternak. Menurut Sudarmono dan Sugeng (2011), hal ini karena domba memiliki sifat yang mudah beradaptasi pada berbagai lingkungan sehingga mudah dan sederhana dalam pemeliharaanya. Selain itu, domba juga mengalami pertumbuhan yang cepat serta memberikan hasil sampingan seperti kulit dan kotoran domba yang dapat dimanfaatkan untuk menambah keuntungan. Hasil utama dari ternak domba yaitu dagingnya yang merupakan salah satu sumber protein hewani yang penting untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia yang cukup diminati. Hingga saat ini, populasi domba hampir tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Terdapat tiga daerah atau provinsi yang paling banyak terdapat populasi domba di Indonesia pada tahun 2009 hingga 2011. Ketiga provinsi tersebut diantaranya yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Provinsi yang memiliki populasi domba terbesar dari tahun 2009 hinga tahun 2011 dari ketiga provinsi tersebut yaitu provinsi Jawa Barat. Secara lebih lengkap, jumlah populasi ternak domba di ketiga provinsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. 8000000 6 768 735
7000000 Junmlah (ekor)
6000000
6 275 299 5 770 661 Jawa Barat
5000000 4000000 3000000
Jawa Tengah 2 148 752
2 146 760
2 218 586
2000000 1000000
740 269
750 961
Jawa Timur
763 053
0 2009
2010 Tahun
a 2011 2011*
Gambar 1 Populasi ternak domba di tiga provinsi di Indonesia tahun 2009 – 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) diolah.; aAngka Sementara.
Berdasarkan Gambar 1, sejak tahun 2009 sampai 2011 populasi domba di Jawa Barat mangalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu rata-rata sebanyak 500 000 ekor domba. Begitu pula populasi domba di Jawa Timur mengalami peningkatan, namun tidak besar jumlahnya, yaitu rata-rata sebanyak 10 000 ekor setiap tahunnya. Sedangkan populasi domba di Jawa Tengah mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 1 992 ekor tetapi mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 71 826 ekor. .
3 Populasi ternak domba di provinsi Jawa Barat tidak hanya terpusat pada wilayah tertentu saja, melainkan tersebar di berbagai wilayah baik kota maupun kabupaten. Secara lebih lengkap mengenai populasi ternak domba di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Populasi ternak domba di Provinsi Jawa Barat tahun 2011a Kabupaten/Kota Kabupaten Bogor Kabupaten Sukabumi Kabupaten Bandung Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung a
Jantan 94 701 133 366 129 319 4 443 2 360 23 493
Populasi (ekor) Betina 127 172 326 015 102 788 6 664 2 666 0
Jumlah 221 873 459 381 232 107 11 107 5 026 23 493
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2012) diolah.
Tabel 2 menunjukkan secara ringkas mengenai gambaran populasi ternak domba di Provinsi Jawa Barat. Wilayah kabupaten memiliki jumlah populasi domba yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah kota karena pada umumnya usaha ternak domba dilakukan oleh peternak yang berada di desa. Salah satu wilayah yang memiliki populasi ternak domba yang cukup besar yaitu Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang baik dalam hal pengembangan usaha ternak domba. Pengembangan usaha ini dilakukan salah satunya karena daging domba cukup diminati setiap waktu yang dapat memberikan keuntungan bagi peternak. Daging domba saat ini menjadi salah satu alternatif pilihan bagi konsumen dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung protein hewani selain daging sapi dan daging kambing. Permintaan domba setiap tahunnya meningkat terutama menjelang Hari Raya Idul Adha. Peluang tersebut tentunya dimanfaatkan oleh peternak domba maupun perusahaan peternakan domba. Hingga saat ini, usaha penggemukan ternak domba jantan di pedesaaan khususnya di Kabupaten Bogor belum banyak mempertimbangkan aspek keuntungan di tingkat peternak. Hal ini dikarenakan belum adanya pertimbangan alokasi tenaga kerja dalam keluarga dan biaya nontunai lainnya yang seharusnya diperhitungkan. Karena itu, perlu dilakukan analisis usaha penggemukan ternak domba jantan dengan memperhitungkan penerimaan dan pengeluaran selama proses kegiatan usaha penggemukan tersebut atau yang biasa disebut sebagai analisis usahatani. Analisis usahatani memperlihatkan cara-cara petani memperoleh dana dengan memadukan sumberdaya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan (manajemen) yang terbatas ketersediaanya (Soekartawi et al. 1986).
4 Perumusan Masalah Sebaran jumlah populasi domba di Kabupaten Bogor yang cukup besar yaitu berada di Kecamatan Ciampea sebanyak 421.15 satuan ternak (ST) yang tersebar di 13 desa. Sebanyak 37.14 ST atau 8.82 persen domba terdapat di Desa Bojong Jengkol (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2007). Berdasarkan observasi dan wawancara di lokasi penelitian, domba dipilih sebagai hewan ternak yang banyak diusahakan di Desa Bojong Jengkol karena mudah dan sederhana dalam pemeliharaannya. Bahan pakan rerumputan dan dedaunan yang mudah didapatkan di sekitar Desa Bojong Jengkol untuk pakan menjadi keuntungan tersendiri bagi peternak. Selain itu, domba juga memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit dibandingkan dengan kambing, terlebih lagi domba jantan. Tingkat pengembalian dan perputaran modalnya pun terbilang cepat. Namun demikian, terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para peternak domba. Pertama, keterbatasan permodalan bagi peternak domba yang digunakan untuk biaya pembelian domba bibit jantan, pembelian atau penyewaaan lahan, pembuatan kandang, pembelian peralatan, biaya obat-obatan, tenaga kerja, dan lain sebagainya. Keterbatasan modal tersebut menyebabkan mayoritas peternak domba memiliki skala usaha yang kecil dengan luas kandang yang kecil sehingga kepemilikan jumlah domba yang relatif sedikit. Kedua, secara umum peternak domba di Desa Bojong Jengkol masih menggunakan teknologi yang sederhana serta pengelolaan atau manajemen ternak yang belum baik. Hal ini karena tingkat pengetahuan peternak domba yang masih rendah sehingga ternak domba yang dihasilkan belum cukup baik dari segi kualitas. Ketiga, penggunaan domba bibit atau bakalan yang kurang berkualitas yang akan berpengaruh terhadap perkembangan ternak domba tersebut. Keempat, permasalahan dalam bidang pemasaran dimana pangsa pasar domba yang masih belum pasti. Kondisikondisi tersebut menyebabkan tingkat pendapatan peternak domba masih rendah yang mengakibatkan peternak domba sulit untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha penggemukan ternak domba jantan baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas. Solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh peternak domba di Desa Bojong Jengkol salah satunya melalui pengembangan kerjasama dalam bentuk kemitraan agribisnis dengan perusahaan. Namun tidak semua peternak domba di Desa Bojong Jengkol mengikuti kemitraan. Kemitraan agribisnis merupakan hubungan kerjasama yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan tujuan untuk saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan satu sama lain dalam bidang agribisnis. Adanya kemitraan dapat menciptakan manfaat bagi pelaku kemitraan, yaitu bagi peternak domba dapat meningkatkan pendapatan usaha dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian pedesaan, mendapatkan bantuan permodalan, memiliki keterjaminan harga dan pasar, adanya pembagian risiko usaha, serta memperoleh pendampingan dan pembinaan. Sedangkan bagi perusahaan akan meningkatkan pendapatan dan skala usaha serta memperbanyak jumlah ternak domba untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi terhadap domba. Salah satu perusahaan yang melakukan kerjasama kemitraan di bidang peternakan yaitu Mitra Tani Farm yang berlokasi di Desa Tegalwaru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
5 Mitra Tani Farm (MT Farm) merupakan perusahaan peternakan yang mengembangkan beberapa hewan ternak, diantaranya yaitu kambing, domba, dan sapi. Selain itu, Mitra Tani Farm juga mengembangkan pola pertanian terpadu, yakni dengan dikembangkannya budidaya sayuran organik diatas lahan seluas serta usaha katering dan aqiqah yang akan menambah pendapatan perusahaan. Pengembangan usaha lainnya yang dilakukan oleh Mitra Tani Farm yaitu melakukan kemitraan dengan peternak domba. Kemitraan yang dijalin oleh Mitra Tani Farm saat ini yaitu fokus pada hewan ternak domba, khususnya pada penelitian ini yaitu kemitraan pada usaha penggemukan ternak domba jantan. Berbagai persyaratan peternak yang ingin melakukan kemitraan dengan Mitra Tani Farm yaitu peternak harus memiliki lahan, kandang, pakan, dan tenaga kerja untuk pengelolaan. Adanya kemitraan yang dilakukan oleh Mitra Tani Farn disebabkan oleh permintaan pasar yang sangat tinggi terhadap ternak domba mulai dari permintaan dalam negeri hingga permintaan luar negeri kepada Mitra Tani Farm. Permintaan dalam negeri domba yaitu mencapai 5 000 ekor per bulan yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Begitu pula permintaan luar negeri yang cukup tinggi mampu mencapai 1 000 ekor setiap negera per tahunnya. Permintaan tersebut berasal dari Malaysia, Abu Dhabi, dan Arab Saudi. Namun, banyaknya permintaan tersebut belum dapat dipenuhi seluruhnya, karena jumlah ternak domba yang tersedia masih sedikit sehingga pengembangan kemitraan merupakan salah satu solusinya. Hingga saat ini, pemasaran yang dilakukan secara berkelanjutan oleh Mitra Tani Farm yaitu kepada restoran satai di daerah Jakarta yang sudah menjadi pelanggan sejak lama. Permintaan setiap hari restoran satai ini mencapai 30 ekor domba, namun Mitra Tani Farm hanya mampu memasok 15 ekor domba per hari. Berdasarkan data dari Mitra Tani Farm sejak tahun 2004 hingga 2012, penjualan hewan ternak meningkat setiap tahunnya. Secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Penjualan hewan ternak qurban dan harian pada Mitra Tani Farm tahun 2004 – 2012a Tahun (ekor) Jenis 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012e QDb 150 750 1500 2500 2000 2000 2000 2000 1500 QSc 0 0 0 150 150 200 200 250 150 d HD 600 800 500 500 500 500 500 500 0 a
Sumber: Mitra Tani Farm (2012); bQD (Qurban Domba); cQS (Qurban Sapi); dHD (Harian Domba); eAngka sementara, data sampai dengan Bulan September 2012.
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah penjualan khususnya ternak Qurban Domba (QD) setiap tahunnya mengindikasikan bahwa perusahaan Mitra Tani Farm mengalami peningkatan usaha. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari data penjulan mulai dari tahun 2004 hingga tahun 2007. Sedangkan mulai tahun 2008 hingga tahun 2011 penjualan relatif stabil yaitu berada pada jumlah 2000 ekor per tahunnya untuk jenis Qurban
6 Domba (QD). Sedangkan untuk Harian Domba (HD) mulai stabil penjualannya pada tahun 2006 dengan jumlah 500 ekor per tahunnya. Adanya kemitraan yang terjalin antara Mitra Tani Farm dengan peternak domba di Desa Bojong Jengkol menjadi menarik untuk dikaji mengenai gambaran pelaksanaan kemitraan yang dijalankan. Selain itu, belum adanya pertimbangan alokasi tenaga kerja dalam keluarga dan biaya nontunai lainnya yang seharusnya diperhitungkan dalam usaha penggemukan domba jantan baik peternak mitra maupun nonmitra. Karena itu, perlu dilakukan analisis pendapatan usaha penggemukan domba jantan dengan memperhitungkan penerimaan dan pengeluaran selama proses kegiatan usaha tersebut dilaksanakan yang kemudian dibandingkan pendapatan usaha antara peternak mitra dengan peternak nonmitra. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan antara Mitra Tani Farm dengan peternak domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana keragaan usaha penggemukan ternak domba jantan yang dilakukan oleh peternak mitra maupun peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor? 3. Bagaimana tingkat pendapatan dan nilai R/C rasio dalam usaha penggemukan domba jantan antara peternak mitra dengan peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor?
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji pelaksanaan kemitraan antara Mitra Tani Farm dengan peternak domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. 2. Mengidentifikasi keragaan usaha penggemukan ternak domba jantan yang dilakukan oleh peternak mitra maupun peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis tingkat pendapatan dan nilai R/C rasio yang diperoleh dalam usaha penggemukan domba jantan antara peternak mitra dengan peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi peternak domba dan perusahaan, penelitian berguna sebagai bahan pertimbangan bagi peternak dalam mengembangkan usaha ternak dombanya. Sedangkan bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan kemitraan yang lebih baik sehingga dapat menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam kemitraan. 2. Bagi pemerintah khususnya dinas peternakan, penyuluh peternakan dan pihakpihak terkait, sebagai media informasi dalam menentukan kebijakan yang
7 berkaitan dengan pengembangan kemitraan dalam membantu meningkatkan kesejahteraan peternak. 3. Bagi masyarakat atau mahasiswa dan pihak lainnya yang membutuhkan informasi mengenai kemitraan agribisnis dapat dijadikan sebagai literatur referensi untuk menambah wawasan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengkaji pelaksanaan kemitraan antara peternak domba dengan Mitra Tani Farm. Mengidentifikasi keragaan usaha penggemukan ternak domba jantan baik peternak mitra maupun nonmitra. Selain itu juga menganalisis perbandingan usaha penggemukan ternak domba jantan melalui analisis perbandingan pendapatan dan R/C rasio antara peternak domba yang bermitra dengan Mitra Tani Farm dan peternak domba yang tidak bermitra. Responden pada penelitain ini adalah peternak domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor baik peternak yang bermitra dengan Mitra Tani Farm maupun peternak yang tidak bermitra dengan fokus pada peternak yang melakukan usaha penggemukan ternak domba jantan. Analisis yang dilakukan menggunakan analisis usahatani dengan menghitung tingkat pendapatan dan R/C rasio dalam usaha penggemukan domba jantan selama satu periode penggemukan. Waktu panen dari hasil penggemukan yang dilakukan oleh peternak responden dalam usaha ini yaitu antara bulan November 2012 sampai bulan Februari 2013.
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Jenis Domba Menurut Sudarmono dan Sugeng (2011), secara umum ternak domba dikelompokkan menjadi domba tipe potong, wol, dan dual purpose, yakni sebagai penghasil daging sekaligus penghasil wol. 1. Domba tipe potong atau pedaging Kelompok domba tipe potong atau pedaging memiliki ciri-ciri, yaitu bentuk badan padat, dada lebar dan dalam, leher pendek, garis punggung dan pinggang lurus, kaki pendek, dan seluruh tubuh berurat daging yang padat. Jenis domba yang termasuk ke dalam tipe ini antara lain southdown, hampshire, dan oxford. 2. Domba tipe wol Kelompok domba tipe wol memiliki ciri-ciri, yaitu bertubuh ringan, kaki halus dan ringan, berdaging tipis, berperilaku lincah dan aktif, antara permukaan daging dan kulit agak longgar dan berlipat-lipat. Jenis domba yang termasuk ke dalam tipe wol antara lain : merino, rambouillet, dorset, dan suffolk. Selain terbagi dalam tipe domba, terdapat juga bangsa-bangsa domba yang secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya
8 perbandingan persentase daging atau wol, ada tidaknya tanduk, atau asal ternak. Bangsa domba dapat dibedakan menjadi bangsa domba Indonesia dan domba luar negeri. 1. Bangsa domba Indonesia a. Domba asli Indonesia atau biasa disebut domba lokal memiliki ciri-ciri, yaitu berbadan kecil, lambat dewasa, warna bulu dan tanda-tanda lain tidak seragam, dan hasil karkas rendah. b. Domba ekor gemuk yang banyak terdapat di Jawa Timur, Madura, Lombok, dan Sulawesi. Domba ini dibawa ke Indonesia oleh pedagang Arab pada abad ke-19. Ciri-ciri yang dimiliki domba ekor gemuk adalah bentuk badan besar, bobot domba jantan mencapai 50 kilogram dan domba betina 40 kilogram, domba jantan bertanduk tetapi domba betina tidak bertanduk, ekor panjang, pada bagian pangkalnya besar dan menimbun lemak yang banyak, dan ujung ekornya kecil tak berlemak. c. Domba priangan atau dikenal sebagai domba garut, yang diperkirakan merupakan hasil persilangan segitiga antara domba asli, merino, dan ekor gemuk dari Afrika Selatan. Ciri-ciri domba priangan, yaitu berbadan besar dan lebar serta leher kuat sehingga dapat digunakan sebagai domba aduan, bobot domba jantan mencapai 60 kilogram dan domba betina 35 kilogram, domba jantan bertanduk besar dan melengkung ke belakang berbentuk spiral, bagian pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu, domba betina tidak bertanduk, berbulu lebih panjang daripada domba asli, dan warna bulu beragam, ada yang putih hitam dan cokelat atau warna campuran. 2. Bangsa Domba Luar Negeri Terdapat beberapa bangsa domba dari luar negeri yang pernah didatangkan ke Indonesia. Beberapa bangsa domba dari luar negeri yaitu merino, rambouilet (merino Prancis), southdown, suffolk, dan dorset.
Kajian Usaha Penggemukan Ternak Domba Pengembangan usaha ternak domba sangat strategis karena tidak hanya menyumbang peningkatan sumber pangan hewani (daging), tetapi juga punya andil dalam upaya peningkatan pendapatan golongan miskin di pedesaan, serta jenis ternak ini mampu beradaptasi di daerah-daerah marjinal (Saragih 1996 dalam Hendayana 2001). Ternak domba diduga telah dikenal sejak nenek moyang pertama bangsa Indonesia mendiami negeri ini. Asal usul domba tersebut diperkirakan berasal dari pedagang-pedagang yang pada umumnya berasal dari Asia Barat Daya yang membeli rempah-rempah di Indonesia sejak zaman dahulu. Domba yang dibawa tersebut pada umumnya termasuk domba ekor gemuk (Purbowati 2009). Istilah penggemukan menurut Tim Produksi Mitra Tani Farm (2013), asal katanya yaitu fattening, artinya pembentukan lemak. Penggemukan yang dimaksud bukanlah penggemukan yang berlebih-lebihan, tetapi penggemukan seperlunya saja sesuai dengan tujuan penggemukan, dimana tujuan dari penggemukan diantaranya yaitu untuk memperbaiki kualitas karkas dan daging dengan jalan mendeposit lemak seperlunya. Menurut Sodiq (2013), terdapat
9 beberapa hal yang harus diperhatikan peternak agar usaha penggemukan domba lebih menguntungkan. 1. Bibit Bibit domba harus sehat dan tidak cacat, penampilan fisiknya harus baik, bulunya harus tampak seperti basah, kakinya tegak dan besar, dan moncongnya tumpul. Sebaiknya dipilih domba jantan untuk digemukkan karena pertumbuhannya lebih cepat dari pada yang betina. Domba jantan itu harus dipilih yang baru lepas sapih, giginya masih rapat dan belum tanggal, dan berat rata-rata 20 kilogram. Bibit domba jantan ini dipilih yang tidak bertanduk dan sifatnya tenang, karena domba yang betanduk pertumbuhanya cenderung lebih lambat. Pada masa akhir penggemukan berat domba bertanduk bisa 1-2 kilogram lebih rendah dibanding domba yang tidak bertanduk, kerugian lain domba bertanduk sering merusak kandang. 2. Perawatan Kesehatan Domba harus dijaga dan dirawat kesehatannya sejak awal. Lingkungannyapun diatur agar tidak sampai menimbulkan stres. Karena itu, pengobatan pencegahan perlu dilakukan ketika domba bibit baru datang, sebelum dimasukkan kedalam kandang. Biasanya dengan pengobatan sekali tersebut bibit domba yang akan digemukkan itu tidak terkena penyakit ataupun stres sampai masa penggemukan berakhir. 3. Pengaturan Pakan Pakan berasal dari pemanfaatan limbah pertanian berupa jerami, ketela pohon dan bekatul ditambah bahan lain yang menjadi potensi didaerah tersebut sehingga bahan-bahan pertanian menjadi lebih bermanfaat. Ketika awal pemeliharaan domba biasanya belum menyukai bahan pakan awetan. Namun dapat disiasati dengan adaptasi pakan. Pada 1 minggu pertama pakan diatur antara pakan awetan dan rumput segar secara bergantian. Pemberian pakan awetan untuk domba penggemukan umur 3 bulan cukup diberi sejumlah 1 kg. Pakan awetan diberikan 2 kali, yaitu pagi dan sore hari. Kemudian domba harus diberi minum untuk memenuhi kebutuhan airnya. 4. Perkandangan Kandang yang digunakan yaitu sistem portal, dengan alasan domba tidak stres karena tempat yang terlalu kecil. Ukuran kandang 120 cm dikali 160 cm dapat menampung kapasitas sebanyak 4 ekor. Wadah pakan diletakkan disisi dalam dan saling berhadapan dengan barisan kandang lainnya. Wadah pakan itu dapat dibuat dari bambu atau bahan lain yang mudah didapat. Atap kandang dapat menggunakan alang-alang atau rumbia yang telah tua, genteng ataupun asbes. 5. Waktu Panen Karena domba sering digemukkan sejak lepas sapih, maka waktu penggemukan yang lebih tepat ialah 2 bulan. Jika waktu pengemukannya terlalu lama (lebih dari 60 hari), penggemukkan ini akan melewati masa tanggal gigi yang dapat menurunkan bobot badannya. Melalui sistem ini domba mampu meningkatkan bobot badannya rata-rata 7 kg per bulan1. Beberapa tambahan yang perlu diperhatikan dalam usaha penggemukan domba, diantaranya yaitu: 1
[Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Teknik Penggemukan domba. [internet]. [diacu 2013 Juni 22]. Tersedia dari: http://epetani.deptan.go.id/budidaya/teknik-penggemukan-domba-7705
10 1. Usia domba belum berumur satu tahun. Karena pada usia tersebut pertumbuhan domba sedang mencapai fase pertumbuhan cepat, dimana pakan akan dikonversikan menjadi daging. Sedangkan jika usia domba lebih dari satu tahun, pakan akan mulai dikonversikan menjadi lemak, yang tidak diharapkan oleh peternak. 2. Domba yang digemukkan adalah domba jantan. Hal tersebut disebabkan domba jantan mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi daripada domba betina karena hormon testosteron yang dimilikinya. 3. Kandang yang digunakan adalah kandang dengan tipe panggung karena kotoran lebih mudah dibersihkan. Kotoran tidak boleh menumpuk di bawah kandang karena kandungan amonia dapat menggangu pernapasan domba dan dapat menyebabkan penyakit paru-paru. Domba yang terserang penyakit paruparu bobot badannya tidak dapat meningkat, bahkan cenderung menurun dan dapat menyebabkan kematian. 4. Kotoran yang terkumpul tidak perlu dibuang karena dapat diolah lebih lanjut. Pengolahan kotoran dapat dilakukan dengan dua cara: sistem terbuka, yaitu kotoran dibiarkan sekitar tiga bulan dalam lubang penampung yang tersedia. Kotoran yang telah tertimbun dapat langsung digunakan sebagai pupuk organik sistem tertutup, yaitu kotoran ditimbun dalam suatu lubang yang diberi atap dan terhindar dari genangan air. Pupuk organik ini apabila dijual dapat menjadi penghasilan tambahan bagi peternak tersebut. 5. Pakan yang diberikan berupa konsentrat dan rumput. Konsentrat merupakan makanan yang mengandung serat kasar rendah tetapi kandungan zat-zat makanan yang dapat dicerna sebagai sumber utama zat makanan seperti karbohidrat, lemak dan protein tinggi. Apabila konsentrat untuk domba sulit didapatkan, maka dapat diganti dengan konsentrat untuk sapi. Namun apabila konsentrat untuk sapi masih sulit didapatkan, peternak dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di lingkungan sekitar, semisal dengan menggunakan ampas tahu. Rumput yang digunakan dapat berupa rumput lapang maupun rumput gajah. Namun apabila menggunakan rumput gajah, rumput perlu dipotong kecil-kecil agar domba lebih mudah dalam mengonsumsi. Pemberian pakan sebaiknya secara teratur yaitu pagi, siang, dan sore hari. Pemberian pakan secara sekaligus dapat menyebabkan domba kurang nafsu makan, dan pakan juga lebih mudah busuk. Selain diberi makan, domba juga perlu diberi minum yang tidak perlu dibatasi (Anonim 2013)2. Ternak domba di Indonesia pada umumnya diusahakan oleh peternak di daerah pedesaan dengan skala usaha yang kecil, yakni berkisar antara tiga hingga sepuluh ekor domba per peternak. Peternak domba di pedesaan masih memelihara domba secara tradisional, baik dalam sistem perkandangan, penyediaan pakan terbatas yang mengandalkan alam sekitar, serta tidak adanya pemilihan bibit secara terarah. Sistem pemeliharaan domba yang masih tradisional tersebut mengakibatkan tingkat pendapatan yang diperoleh para peternak tersebut relatif 2
Anonim. 2013. Budidaya Penggemukan Domba Potong. [internet]. [diacu 2013 Juni 22]. Tersedia dari: http://www.sentrakukm.com/skim/WUB/Domba/Tips.php
11 kecil. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, dengan pemeliharaan yang masih tradisional hanya memberikan pertambahan berat badan rataan 20-30 gram per hari. Sedangkan jika dengan pemeliharaan secara intensif ternak domba tersebut akan memberikan pertambahan berat badan rataan 50-150 gram per hari. Hal ini membuktikan bahwa sistem pemeliharaan berpengaruh besar terhadap produktivitas dan pengembangan usaha ternak domba (Sudarmono dan Sugeng 2011). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pranadji dan Sudaryanto (1998), prospek pengembangan usaha domba cukup menjanjikan, megingat pasarnya masih terbuka luas baik pasar di domestik maupun mancanegara. Terlebih lagi terkait permintaan akan domba yang meningkat setiap tahunnya, teruatama pada Hari Raya Idul Adha. Permintaan domba sekitar 2.8 juta ekor per tahun untuk pasar dalam negeri dan 5.6 juta ekor per tahun untuk pasar luar negeri. Selain itu, daging domba dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, agama, dan kepercayaan di Indonesia, berbeda dengan daging babi maupun daging sapi. Berdasarkan persepsi peternak domba, usaha ternak domba dapat dijadikan sebagai sumber tambahan pendapatan rumah tangga. Besarnya peningkatan sumbangan terhadap pendapatan tersebut akan semakin besar dengan semakin banyaknya jumlah domba (induk) yang dipelihara, atau semakin besar skala usahanya. Artinya, jika suatu rumah tangga peternak ingin meningkatkan pendapatannya, maka memperbanyak (jumlah domba peliharaan) ternak domba dapat dijadikan alternatif. Beternak domba juga dapat memberikan sumbangan besar bagi peternak, seperti yang dikemukakan Sudarmono dan Sugeng (2011). Pertama, domba mudah beradaptasi terhadap berbagai lingkungan walaupun Indonesia terletak di daerah tropis. Kondisi yang relatif panas ini tidak menjadi penghalang pengembangan ternak domba. Hal itu dikarenakan tubuh domba yang hampir seluruhnya tertutup bulu tebal yang akan menahan penguapan lewat permukaan kulit sehingga membuat domba tidak banyak memerlukan air minum. Keperluan air dalam tubuh cukup dipenuhi dari kandungan air dalam pakan yang berupa hijauan. Kedua, domba pada umumnya hidup berkelompok sehingga pada saat digembalakan tak akan saling terpisah jauh dari kelompoknya. Ketiga, domba cepat berkembang biak karena dalam kurun waktu dua tahun dapat beranak tiga kali, dimana sekali beranak sampai dua ekor.
Kajian Mengenai Analisis Usahatani dan Kemitraan Kajian mengenai kemitraan umumnya memiliki pengaruh yang positif baik bagi peningkatan kualitas peternak dalam mengembangkan usahanya, maupun dalam hal peningkatan pendapatan yang diperoleh pihak yang melakukan kemitraan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan pada umumnya menggunakan metode deskriptif, sedangkan untuk mengetahui tingkat pendapatan yaitu menggunakan analisis usahatani dan juga memperhitungkan tingkat efisiensi keuntungan menggunakan analisis R/C rasio. Penelitian mengenai pendapatan usaha ternak domba tradisional di Desa Sukmajaya dan Desa Ciwaru, Kabupaten Sukabumi oleh Rusdiana dan Priyanto (2008) diawali dengan penetapan responden secara acak sederhan dengan jumlah
12 responden sebanyak 30 peternak. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan tabulasi secara deskriptif dan analisis ekonomi. Perhitungan yang digunakan selama satu tahun untuk mengetahui perbandingan tingkat pendapatan dan nilai B/C rasio dari kedua desa tersebut. Penelitian yang menyatakan bahwa kemitraan memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan petani yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2012) mengenai pengaruh pola kemitraan inti-plasma terhadap pendapatan petani jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani mitra lebih besar per satu periode. Selain itu, melalui perhitungan R/C rasio nilai yang diperoleh petani mitra lebih besar daripada petani nonmitra meskipun keduanya masih diatas satu yang artinya usahatani yang dijalankan baik oleh petani mitra maupun nonmitra tetap menguntungkan. Namun tidak selamanya kemitraan memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani mitra dibandingkan petani nonmitra. Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) yang berjudul analisis pendapatan usaha ternak ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa total biaya per kilogram yang dikeluarkan oleh peternak mitra (plasma dan semi plasma) lebih besar dibandingkan peternak nonmitra. Hal ini terjadi karena umumnya harga sarana produksi yang ditetapkan inti kepada peternak lebih mahal terutama harga pakan dan DOC, sehingga biaya produksi yang dikeluarkan lebih besar. Hal tersebut menyebabkan pendapatan yang diterima oleh peternak mandiri lebih besar dari peternak yang bermitra. Kemitraan mengenai domba juga pernah diteliti mengenai kinerja dan perspektif kemitraan dalam mendukung pengembangan agribisnis ternak domba yang dilakukan oleh Hendayana (2001) pada usaha ternak domba di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penelitian tersebut diawali dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara tidak terstruktur dengan pendekatan partisipatif (PRA). Melalui bahasan secara deskriptif diperoleh gambaran: a) Sebagian besar kemitraan di tingkat peternak hanya terjadi dengan petani secara individu yang sifatnya konvensional antara lain dikenal sebagai sistem gaduhan (bagi hasil); b) Kemitraan yang luas terjadi pada level bandar domba. Bandar menjalin kemitraan tidak hanya dengan peternak, tetapi juga dengan pengusaha dan pihak pemerintah; c) Kedudukan peternak dalam kemitraan ini tetap dalam posisi yang kurang beruntung karena tidak memiliki “bargaining position” yang kuat; d) Implikasi kondisi tersebut terhadap pengembangan agribisnis domba adalah perlunya mendorong petani ternak domba mengikatkan diri dalam suatu wadah kelompok usaha bersama agribisnis sehingga dapat menangkap peluang ekonomi yang lebih besar melalui jalinan kemitraan dengan pengusaha dan pemodal. Karena itu tentunya diperlukan peningkatan bimbingan teknis yang lebih intensif dari aparat pembina/penyuluh peternakan.
Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian Penelitian mengenai topik usahatani bukanlah merupakan hal yang baru kerana telah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian yang akan dilakukan
13 mengacu pada beberapa penelitian tentang usahatani yang telah dilakukan pada beberapa komoditas pertanian maupun peternakan, khususnya domba. Analisis usahatani merupakan hal yang penting untuk mengetahui pendapatan atau keuntungan yang diperoleh ditingkat petani/peternak. Adanya kemitraan yang dilakukan antara peternak dengan perusahaan salah satunya untuk meningkatkan pendapatan usaha. Sehingga menarik untuk diketahui perbandingan pendapatan antara peternak yang bermitra dengan peternak yang tidak bermitra. Analsis perhitungan yang digunakan pada umumnya selama satu tahun, namun pada penelitian ini yaitu selama satu periode penggemukan domba jantan. Selain itu, mengingat terdapat perbedaan lamanya waktu penggemukan antar satu peternak dengan peternak lainnya, maka selain diperhitungkan dalam satu periode juga diperhitungkan untuk satu bulan, sehingga terlihat lebih jelas perbandingannya. Karena itu, penelitian mengenai pendapatan usaha penggemukan domba jantan baik untuk peternak yang bermitra dengan Mitra Tani Farm maupun peternak yang tidak bermitra di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dengan kemitraan Mitra Tani Farm ini menggunakan beberapa rujukan dari penelitian-penelitian tentang usahatani khususnya yang melakukan kemitraan sebagai resferensi dan pedoman.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Kemitraan Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling memperkuat. Karena itu, kemitraan harus dibangun dengan fungsi dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan proporsi yang dimiliki masing-masing pihak yang terlibat. Kebutuhan petani dalam kemitraan adalah untuk meningkatkan produktivitas, pangsa pasar, keuntungan, kapasitas menanggung risiko, jaminan pasokan bahan baku, dan jaminan distribusi pemasaram (Susrusa dan Zulkifli 2006). Definisi kemitraan tersebut juga sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Hendayana (2001), yang menyatakan bahwa kemitraan adalah sebuah kontrak sosial, yaitu kerjasama usaha antara dua pihak dengan memperhatikan prinsip-prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Jika dilihat dari perspektif ilmu sosial, kemitraan usaha pertanian dapat dikatakan sebagai peningkatan interdependensi antar pelaku ekonomi di dalam tubuh kegiatan ekonomi di sektor pertanian. Begitu pula konsep kemitraan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 yang merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, memperkuat, dan saling menguntungkan.
14 Maksud dan Tujuan Kemitraan Menurut Witjaksono dan Idris (2009), kemitraan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan meningkatkan usaha kecil sebagai usaha yang tangguh dan mandiri, yang mampu menjadi tulang punggung dan mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional. Kemitraan usaha di bidang pertanian yang merupakan alat untuk mewujudkan pertanian modern yang berorientasi agribisnis, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan melalui peningkatan volume dan kualitas usaha serta meningkatkan kualitas sumberdaya terutama sumberdaya petani dalam bidang perekonomian. Pembianaan kemitraan bertujuan untuk mewujudkan sinergi kemitraan yang dapat menciptakan suatu hubungan sebagai berikut : 1. Saling membutuhkan dalam arti pengusaha memerlukan pasokan bahan baku dan petani memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. 2. Saling menguntungkan yaitu baik petani maupun usaha memperoleh peningkatan pendapatan atau keuntungan disamping adanya kesinambungan usaha. 3. Saling memperkuat dalam arti baik petani maupun pengushaa sama-sama melaksanakan etika bisnis, sama-sama mempunyai persamaan hak dan saling membina sehingga memperkuat kesinambungan untuk bermitra. Pola Kemitraan Beberapa bentuk pola kemitraan dalam hal ini tergantung dari masingmasing sudut pandang, misalnya Sapuan (1996) dalam Witjaksono dan Idris (2009) membagi kemitraan usaha menjadi dua, yaitu kemitraan aktif dan kemitraan pasif. Kemitraan aktif merupakan kemitraan dimana antar mitra terdapat jalinan kerjasama sehingga terbentuk hubungan bisnis yang sehat. Sedangkan kemitraan pasif merupakan kemitraan dimana salah satu mitra hanya menerima bantuan dari mitra lain tanpa ada kaitan usaha. Menurut Sumardjo et al. (2004), dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pegusaha besar atau perusahaan. Adapun bentuk-bentuk pola kemitraan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Pola kemitraan inti-plasma Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan pola inti-plasma diantaranya yaitu : (i) Terciptanya saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan. Usaha kecil sebagai plasma mendapatkan pinjaman permodalan, pembinaan teknologi dan manajemen, sarana produksi, pengolahan serta pemasaran hasil dari perusahaan mitra. Perusahaan inti memperoleh standar mutu bahan baku industri yang lebih terjamin dan berkesinambungan; (ii) Terciptanya peningkatan skala usaha. Usaha kecil plasma menjadi lebih ekonomis dan efisien karena adanya pembinaan dari perusahaan inti. Kemampuan pengusaha inti dari kawasan pasar perusahaan meningkat karena dapat mengembangkan komoditas
15 sehingga barang produksi yang dihasilkan mempunyai keunggulan dan lebih mampu bersaing pada pasar yang lebih luas, baik pasar nasional, regional, maupun internasional; (iii) Mampu mendorong perkembangan ekonomi. Berkembangnya kemitraan inti-plasma mendorong tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang. Kondisi tersebut menyebabkan kemitraan sebagai media pemerataan pembangunan dan mencegah kesenjangan sosial antardaerah. Sedangkan kelemahan pola inti-plasma diantaranya yaitu pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya, komitmen perusahaan inti masih lemah, serta belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma.
Plasma
Plasma
Perusahaan
Plasma
Plasma
Gambar 2 Pola kemitraan inti-plasma Sumber: Sumardjo et al. (2004)
2. Pola kemitraan subkontrak Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Keunggulan kemitraan subkontrak ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Pola subkontrak sangat bermanfaat bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Sedangkan kelemahan pola kemitraan subkontrak dipicu karena adanya titik lemah dalam hubungan kedua belah pihak. Adapun titik lemah hubungan dalam pelaksanaan yang dimaksud adalah sebagai berikut : (i) Hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cenderung mangisolasi produsen kecil dan mengarah ke monopoli atau monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku serta dalam hal pemasaran; (ii) Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak. Perasaan saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling menghidupi berubah menjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah; (iii) Kontrol kualitas produk telat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat. Pembayaran produk perusahaan inti dalam kondisi ini sering terlambat bahkan cenderung dilakukan secara konsinyasi. Selain itu, timbul gejala eksploitasi tenaga kerja untuk mengejar target produksi. Hubungan pola kemitraan subkontrak dapat dilihat pada Gambar 3.
16
Plasma
Plasma Perusahaan Plasma
Plasma
Gambar 3 Pola kemitraan subkontrak Sumber: Sumardjo et al. (2004)
3. Pola kemitraan dagang umum Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Pola ini telah dilakukan dalam kegiatan agribisnis khususnya hortikultura. Beberapa petani atau kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bernitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya. Koperasi tani tersebut bertugas memenuhi kebutuhan toko swalayan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Pola hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Kelompok Mitra
Konsumen/Industri
Memasok
Perusahaan Mitra
Memasarkan Produk Kelompok Mitra
Gambar 4 Pola kemitraan dagang umum Sumber: Sumardjo et al. (2004)
Keunggulan pola kemitraan dagang umum yaitu kelompok mitra atau koperasi tani berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Sementara itu, perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Kondisi tersebut menguntungkan pihak kelompok mitra karena tidak perlu bersusah payah memasarkan hasil produknya sampai ke tangan konsumen. Pola kemitraan ini pada dasarnya adalah hubungan jual beli sehingga diperluka struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik perusahaan mitra maupun kelompok mitra. Keuntungan dalam pola kemitraan ini berasal dari margin harga dan jaminan harga produk yang diperjual-belikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang bermitra. Kelemahan yang ditemukan dalam kemitraan dagang umum harga dan volume produksi dalam praktiknya sering ditentukan secara sepihak oleh pengusaha mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra. Selain itu sistem perdagangan seringkali ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi. Pembayaran barang-barang dalam sistem ini pada kelompok mitra tertunda sehingga beban modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok
17 mitra. Kondisi seperti ini sangat merugikan perputaran uang pada kelompok mitra yang memiliki keterbatasan permodalan. 4. Pola kemitraan keagenan Pola kemitaan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh perusahaan besar mitra. Perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Adanya kesepakatan diantara pihak-pihak yang bermitra mengenai target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. Untuk lebih memahami pola ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Kelompok mitra
Memasok
Konsumen/industri
Perusahaan mitra
Memasarkan produk kelompok mitra
Gambar 5 Pola kemitraan keagenan Sumber: Sumardjo et al. (2004)
Keuntungan usaha kecil (kelompok mitra) dari pola kemitraan keagenan ini bersumber dari komisi yang diberikan oleh pengusaha mitra sesuai dengan kesepaktan. Kemitraan keagenan semacam ini sudah banyak ditemukan dan sudah berkembang sampai ke desa-desa, terutama di antara usaha-usaha kecil kelontong dan usaha kecil eceran lainnya. Keunggulan pola kemitraan keagenan memungkinkan untuk dilaksanakan oleh para pengusaha kecil yang kurang kuat modalnya karena biasanya menggunakan sistem mirip konsinyasi. Berbeda dengan pola dagang umum yang justru perusahaan besarlah yang kadang-kadang lebih banyak menangguk keuntungan dan kelompok mitra harus bermodal kuat. Sedangkan kelemahan kemitraan keagenan yaitu usaha kecil mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya menjadi tinggi di tingkat konsumen. Selain itu juga usaha kecil sering memasarkan produk dari beberapa mitra usaha saja sehingga kurang mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi terget. 5. Pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusashaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Selain itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan
18 meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada usaha perkebunan, seperti perkebunan tebu, tembakau, sayuran, dan usaha perikanan tambak. KOA dalam pelaksanaanya terdapat kesepakatan tentang pembagian hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis tersaji pada Gambar 6. Keunggulan kemitraan KOA sama dengan keunggulan pola inti-plasma. Pola KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Sedangkan kelemahannya yaitu: Pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran dan pengelohan terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil oleh kelompok usaha kecil mitranya; Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil mitranya; Belum ada pihak ketiga yang berperan efektif dalam memecahkan permasalahan tersebut.
Kelompok Mitra Lahan Sarana Teknologi
Memasok
Perushaaan Mitra Biaya Modal Teknologi Manajemen
Gambar 6 Pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Sumber: Sumardjo et al. (2004)
Konsep Usahatani Menurut Soekartawi et al. (1986), menyatakan bahwa ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dana dengan memadukan sumberdaya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan (manajemen) yang terbatas ketersediaanya. Usahatani dalam kegiatannya dibedakan menjadi dua konsep, yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu untuk memperoleh keuntungan yang maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya yaitu dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Pendapat lain mengenai ilmu usahatani menurut Suratiyah (2006), mendefinisikan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya. Sedangkan sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien
19 mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Kemudian klasfikasi usahatani dapat dibedakan menurut corak dan sifat organisasi, pola, serta tipe usahatani. 1. Corak dan sifat Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yaitu komersial dan subsistence. Usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk, sedangkan usahatani subsistencce hanya memenuhi kebutuhan sendiri. 2. Organisasi Menurut organisasinya, usahatani dibagi menjadi 3, yaitu: (a) Usaha individual ialah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh petani sendiri berserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri; (b) Usaha kolektif ialah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan; (c) Usaha kooperatif ialah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan kelompok. Misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran. 3. Pola Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi 3, yaitu: (a) Usahatani khusus ialah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja; (b) Usaha tidak khusus ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas yang tegas; (c) Usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi. 4. Tipe Menurut tipenya, usahatani diibagi menjadi beberapa macam berdasarkan komoditas yang diusahakan, misalanya usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani jagung. Setiap jenis ternak dan tanaman dapat merupakan tipe usahatani. Menurut BPTP Kaltim Departemen Pertanian (2001), dalam penyusunan rencana usahatani terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain : a. Membuat inventarisasi data usahatani Proses penyusunan kegiatan usahatani diperlukan pengumpulan informasi mengenai faktor produksi, yaitu kemampuan tenaga kerja keluarga tani, lahan yang dimiliki dan modal tersedia. Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan kegiatan usahatani dengan kemampuan tenaga kerja yang dimiliki keluarga tani yang bersangkutan. b. Memilih jenis usaha dan menyusun jadwal pelaksanaan serta penggunaan tenaga kerja Pemilihan jenis usaha atau komoditi yang akan dilaksanakan harus sesuai dengan keinginan, kebutuhan serta kemampuan petani dan keluarganya. Selain itu, jenis usaha yang dipilih harus sesuai dengan luas dan kondisi lahan yang tersedia serta kondisi pasar diwilayah. Penyusunan jadwal usahatani yang diperhatikan adalah bagaimana memilih waktu yang cocok, disamping itu pula diantara jenis-jenis komoditi musiman, tidak tergantung musim, diusahakan sepanjang tahun misalnya usaha peternakan dan tanaman perkebunan.
20 c. Menyusun keperluan sarana produksi Sarana produksi yang tersedia sebaiknya diperhatikan tepat waktu, jenis dan jumlah yang tepat adalah salah satu syarat penting dalam keberhasilan usahatani. Peyusunan keperluan sarana produksi dalam penggunaannya perlu dibuatkan tabel atau daftar pencatatannya, seperti jenis usaha, banyak pemakaian, kapan digunakan, daln lain sebagainya. Hal ini tentunya disesuaikan dengan jenis usaha dan sesuai dengan kebutuhan petani d. Menyusun ikhtisar hasil yang akan didapatkan dan nilai serta penggunaannya. Terdapat tiga menfaat hasil dalam penggunaan hasil usahatani, diantaranya yaitu : 1. Menyusun kebutuhan subsistem keluarga tani, artinya hasil yang digunakan sendiri untuk dikonsumsi sendiri sebagai makanan keluarga. 2. Mengurangi biaya produksi, dimana hasil yang digunakan sebagai sarana produksi bagi komoditi lainnya dalam usahatani. 3. Merupakan pendapatan bagi keluarga tani, apabila hasilnya dapat dijual. Penyusunan ikhtisar hasil usahatani, keluarga tani merencanakan usahatani dengan memperhitungkan kebutuhan dimana suatu saat dapat diubah atau disesuaikan dengan kondisi yang ada. e. Perkiraan pendapatan Hal penting dalam perkiraan pendapatan usahatani adalah mengnai nilai hasil seluruhnya, biaya sarana produksi dan biaya penggunaan bangunan dan peralatan pertanian3. Penerimaan Usahatani Menurut Soekartawi et al. (1986), menyatakan bahwa penerimaan tunai usahatani adalah sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Sedangkan mengenai bentuk penerimaan usahatani menurut Hernanto (1991) dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usahatani dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan termasuk natura dapat digunakan sebagai perbandingan keberhasilan petani satu terhadap petani yang lain. Soekartawi (2006), mendefinisikan penerimaan usahatani dikaitkan dengan sistematis perhitungan yang menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : TR = Y . Py Keterangan : TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = Harga y
3
[Deptan] Departemen Pertanian. 2001. Pola Perencanaan Usahatani Terpadu. Lembar Informasi Pertanian BPTP Kalimantan Timur. [internet]. [diacu 2013 Januari 26]. Tersedia dari: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek/lip50106.pdf
21 Karena itu, dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan, yaitu antara analisis parsial usahatani dan analisis keseluruhan usahatani. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung penerimaan usahatani adalah sebagai berikut : 1. Hati-hati dalam menghitung produksi pertanian, karena tidak semua produksi pertanian itu dapat dipanen secara serentak. 2. Hati-hati dalam menghitung penerimaan, karena: (a) Produksi mungkin dijual beberapa kali, sehingga diperlukan data frekuensi penjualan; (b) Produksi mungkin dijual beberapa kali pada harga jual yang berbeda-beda. Jadi, disamping frekuensi penjualan yang perlu diketahui juga harga jual pada masing-masing penjualan tersebut. 3. Bila penelitian usahatani ini menggunakan responden petani, maka diperlukan teknik wawancara yang baik untuk membantu petani mengingat kembali produksi dan hasil penjualan yang diperolehnya selama setahun terakhir. Pemilihan waktu setahun terakhir ini biasanya sering dipakai oleh para peneliti untuk memudahkan perhitungan. Pengeluaran Usahatani Menurut Soekartawi (2006) menyatakan bahwa pengeluaran usahatani secara umum terdiri dari pengeluaran tunai dan tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Pengeluaran tunai atau biaya tunai merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai maupun kredit, sedangkan pengeluaran tidak tunai atau biaya diperhitungkan adalah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin-mesin, maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukkan ke dalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan Selain kedua jenis pengeluaran diatas, terdapat pula pengeluaran usahatani total yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Perhitungan kedua biaya tersebut harus dipisahkan karena akan berkaitan dengan kegiatan produksi dimana kedua biaya tersebut digunakan untuk alokasi faktor produksi yang berbeda. Disamping itu, besarnya jumlah biaya dan frekuensi pengeluarannya juga berbeda dimana biaya tetap umumnya sudah tertentu baik jumlah dan jangka waktu pengeluaran, sementara biaya variabel tidak pasti dan sering berubah. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarakan. Petani atau peternak dalam kegiatan ini bertindak sebagai pengelola, pekerja, sekaligus penanman modal dalam usahanya, sehingga dapat digambarkan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi. Terdapat dua tujuan utama dari analisis pendapatan yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha, (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi petani analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahataninya pada saat ini berhasil atau tidak (Soeharjo dan Patong 1973).
22 Menurut Soekartawi (2006), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, yang secara sistematis dirumuskan sebagai berikut : Pd = TR – TC Keterangan : Pd = Pendapatan usahatani TR = Total penerimaan TC = Total biaya Jumlah TC selalu lebih besar dalam banyak hal bila analisis ekonomi yang dipakai dan selalu lebih kecil bila analisis finansial yang dipakai. Oleh karena itu, setiap kali melakukan analisis, perlu disebutkan analisis apa yang digunakan. Untuk menggali data yang dipergunakan untuk keperluan cashflow, maka perlu memperhatikan lima komponen, diantaranya yaitu : (1) Pengenalan tempat; (2) Keterangan pencacahan; (3) Produksi; (4) Biaya atau pengeluaran usahatani; (5) Keterangan umum.
Kerangka Pemikiran Operasional Adanya keterbatasan atau permasalahan yang dihadapi oleh peternak domba merupakan dasar dalam melaksanakan penelitian ini. Permasalahanpermasalahan tersebut diantaranya adalah keterbatasan akan modal yang dimiliki peternak. Usaha ternak domba jika dibandingkan dengan usaha ternak lainnya seperti sapi atau kerbau memang memiliki modal yang terbilang lebih sedikit, akan tetapi umumnya kemampuan ekonomi peternak domba masih rendah. Selain itu, belum adanya keterjaminan harga dan pangsa pasar untuk domba jantan hasil penggemukan menjadi kehawatiran tersendiri bagi para peternak karena pemasaran merupakan hal penting yang akan menghasilkan pendapatan serta menentukan keberlangsungan usaha penggemukan ternak domba jantan tersebut. Ketidakmampuan lainnya yang dihadapi peternak domba yaitu sistem pemeliharaan domba yang masih tradisional, dimana sistem pemeliharaannya masih sebatas pengetahuan yang dimiliki oleh peternak secara sederhana dengan mamanfaatkan kondisi lingkungan sekitar. Pemeliharaan seperti pengontrolan jenis pakan, kebersihan kandang, serta kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang domba masih terbilang sedikit petani yang melakukannya secara berkala. Permasalahan-permasalah tersebut umumnya dialami oleh peternak dalam usaha penggemukan ternak domba jantan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Akan tetapi, salah satu solusi dari berbagai permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan kemitraan. Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling memperkuat. Hal yang dibutuhkan petani dalam kemitraan adalah untuk meningkatkan produktivitas, pangsa pasar, keuntungan, kapasitas menanggung risiko, jaminan pasokan bahan baku, dan jaminan distribusi pemasaram (Susrusa dan Zulkifli 2006).
23 Salah satu tujuan dibentuknya kemitraan adalah untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh peternak domba khususnya di Desa Bojong Jengkol. Pelaksanaan kemitraan yang dilakukan antara peternak domba dengan Mitra Tani Farm dianalisis secara dekriptif untuk mengetahui gambaran umum kemitraan, pola kemitraan, model kemitraan, tujuan kemitraan, ketentuanketentuan kemitraan, dan mekanisme pelaksanaan kemitraan. Analisis yang digunakan untuk membandingkan pendapatan yang diterima pada usaha penggemukan ternak domba jantan pada peternak mitra dan nonmitra adalah analisis pendapatan usahatani. Perhitungan analisis pendapatan usaha penggemukan ternak domba jantan yaitu melalui selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya usaha ternak yang dikeluarkan, baik biaya tunai maupun biaya nontunai (biaya diperhitungkan). Setelah itu akan diketahui keuntungan relatif yang diperoleh melalui perbandingan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) pada usaha penggemukan ternak domba jantan peternak mitra dengan peternak nonmitra. Jika nilai R/C rasio lebih dari satu, maka nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha ternak domba yang dijalankan menguntungkan, dan sebaliknya. Kemitraan yang dilakukan akan memberikan hal positif atau lebih baik terhadap pendapatan usaha peternak mitra jika hasil perbandingan baik tingkat pendapatan maupun R/C rasio nilainya lebih besar daripada usaha pada peternak domba nonmitra. Hasil dari perhitungan analisis pendapatan usahatani yang dilakukan dalam penelitian ini nantinya dapat dijadikan bahan evaluasi bagi perusahaan maupun peternak domba untuk dapat meningkatkan pendapatan usaha di masa mendatang. Kerangka pemikiran operasional dalam menganalisis peranan kemitraan terhadap pendapatan usaha penggemukan ternak domba jantan secara lebih singkat dijelaskan pada Gambar 7.
24
Permasalahan Usaha ternak domba : Keterbatasan permodalan Belum adanya keterjaminan harga dan pasar Rendahnya kualitas domba bibit untuk penggemukan Rendahnya pengetahuan peternak mengenai metode dan teknologi yang digunakan dalam beternak domba Belum adanya kontrol (manajemen yang baik) dalam usaha ternak domba termasuk penanganan penyakit
Mitra Tani Farm
Peternak domba
Peternak domba yang bermitra
Peternak domba yang tidak bermitra
Analisis deskritif : - Pelaksanaan kemitraan Analisis deskritif : - Keragaan usaha ternak
Analisis pendapatan usaha ternak Analisis R/C rasio
Penerimaan usaha ternak :
Pengeluaran usaha ternak:
- Penerimaan tunai - Penerimaan diperhitungkan
- Biaya tunai - Biaya diperhitungkan
Perbandingan pendapatan usaha peternak mitra dan peternak nonmitra serta perbandingan nilai R/C rasio
Rekomendasi berdasarkan hasil penelitian
Gambar 7 Kerangka pemikiran operasional
25
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada peternak domba yang melakukan usaha penggemukan ternak domba jantan baik peternak domba yang bermitra dengam Mitra Tani Farm maupun peternak domba yang tidak bermitra di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja atas dasar pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor khususnya Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu lokasi yang memiliki populasi domba yang cukup besar. Sedangkan lokasi Mitra Tani Farm tidak terlalu jauh dengan lokasi para peternak mitra, yaitu di Jalan Baru Manunggal 51, RT 04 RW 05 No. 39 Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pengambilan data penelitian ini baik kepada para peternak domba yang bermitra maupun yang tidak bermitra serta kepada pihak Mitra Tani Farm dimulai pada 5 Februari 2013 sampai dengan 4 April 2013. Sedangkan upaya persiapan (prapenelitian) dan penjajakan dimulai sejak bulan November 2012.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan, pencatatan dan wawancara langsung kepada responden peternak domba yang bermitra dan peternak domba yang tidak bermitra serta kepada pihak perusahaan Mitra Tani Farm dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari dokumen yang dimiiki oleh Mitra Tani Farm, Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, dan literatur pendukung yang relevan dengan topik penelitian yang berasal dari buku, jurnal, dan internet.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer diperoleh dari responden yang terkait dengan kajian penelitian ini, yaitu peternak domba baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra. Metode pengumpulan data yang digunakan melalui metode survei, pengamatan (observasi), wawancara langsung kepada responden menggunakan alat bantu kuesioner. Penggunaan metode ini untuk menggali informasi atau keterangan lebih dalam dari objek yang diteliti (responden).
26 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel untuk peternak mitra menggunakan metode sensus, yaitu respondennya adalah semua peternak mitra dalam populasi yang telah melakukan usaha penggemukan domba jantan minimal satu kali periode penggemukan. Sedangkan metode pengambilan sampel untuk peternak nonmitra menggunakan metode purposive sampling atau secara disengaja. Pemilihan metode ini untuk peternak nonmitra karena berdasarkan atas ciri atau sifat tertentu, yaitu peternak domba yang melakukan usaha penggemukan ternak domba jantan dengan lama usaha penggemukan yang dipilih maksimal 8 bulan selama satu periode penggemukan. Selain itu, penggunaan metode ini karena berdasarkan ciri atau sifat tertentu lainnnya yang dimiliki oleh peternak, seperti skala usaha dan jumlah domba yang diternak. Jumlah peternak domba yang dijadikan responden pada penelitian ini berjumlah 32 peternak, yang terdiri dari peternak domba yang bermitra sebanyak 12 peternak dan untuk peternak yang tidak bermitra sebanyak 20 peternak.
Metode Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses lanjutan setelah dilakukan pengumpulan data. Analsis data dapat memberikan berbagai jawaban atas perumusan permasalahan dalam penelitian ini. Data yang diolah dan dianalisis pada penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Sedangkan untuk data kuantitatif menggunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C rasio untuk melihat adakah perbedaan antara rata-rata pendapatan peternak mitra dengan peternak nonmitra dalam usaha penggemukan ternak domba jantan. Analisis Deskriptif Analsis deskriptif digunakan untuk menggambarkan data kualitatif seperti gambaran mengenai perusahaan Mitra Tani Farm, karakteristik responden, karakteristik usaha ternak domba, serta untuk menggambarkan pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara perusahaan yaitu Mitra Tani Farm dengan peternak domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Gambaran mengenai pelaksanaan kemitraan yang dapat dianalisis diantaranya yaitu pola kemitraaan yang diterapkan antara Mitra Tani Farm dan peternak domba, model kelembagaan pelaksanaan kemitraan, tujuan dan manfaat kemitraan, persyaratan untuk menjadi peternak mitra, hak dan kewajiban baik Mitra Tani Farm maupun peternak mitra, kesepakatan kerjasama kemitraan, dan mekanisme pelaksanaan kemitraan. Selain itu, analisis deskriptif juga digunakan untuk menguraikan keragaan usaha penggemukan ternak domba jantan peternak mitra dan nonmitra. Keragaan usaha yang dijelaskan mulai dari penyediaan sarana produksi dalam usaha penggemukan domba jantan, kegiatan usaha, hingga pemasaran yang dilakukan oleh peternak domba. Analisis keragaan usaha yang akan dijelaskan diantaranya yaitu sistem perkandangan, pakan ternak domba, peralatan dan perlengkapan yang digunakan, tenaga kerja dan kegiatan usaha yang dilakukan selama proses
27 penggemukan domba, penanganan penyakit pada domba, serta pemasaran domba hasil penggemukan selama satu periode. Analisis Pendapatan Usahatani Indikator keberhasilan suatu usaha penggemukan ternak domba jantan salah satunya dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh peternak. Analisis perhitungan untuk mengetahui total penerimaan usahatani secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : TR = Y . Py Keterangan : TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = Harga Y Sedangkan untuk biaya usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah semua biaya yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi dan upah tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan petani atau peternak yang sebenarnya jika penyusutan alat dan tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan. Usaha ternak domba jantan dalam proses penggemukan membutuhkan kandang dan peralatan, sehingga perlu diperhitungkan biaya penyusutan. Biaya penyusutan diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai (metode garis lurus), dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Tafsiran nilai sisa (Rp) N = Jangka usia ekonomi (tahun) Menurut Soekartawi (1986), analsisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usahatani yang dilakukan oleh petani atau peternak. Pendapatan usahatani dapat dihitung menggunakan rumus: Pendapatan (π) = TR – TC Pendapatan (π) = (P x Q) – (biaya tunai + biaya diperhitungkan) Keterangan: π = Pendapatan usahatani (Rp) TR = Total penerimaan (Rp) TC = Total pengeluaran (biaya tunai + biaya diperhitungkan) (Rp) P = Harga (Rp) Q = Jumlah (satuan)
28 Analisis pendapatan dalam usaha penggemukan ternak domba jantan ini dibagi dua. Pertama, pendapatan atas biaya tunai, yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh peternak (explicit cost). Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran tunai yang dikeluarkan pada usaha tersebut. Kedua, pendapatan atas biaya total dimana semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya. Pendapatan atas biaya total merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran total selama melakukan usaha penggemukan ternak domba jantan. Secara umum, tingkat pendapatan usaha penggemukan domba jantan dapat dirumuskan sebagai berikut: π tunai = TR – BT π total = TR – TC TC = BT - BD Keterangan:
π tunai = Pendapatan atas biaya tunai (Rp) π total = Pendapatan atas biaya total (Rp) TR = Total penerimaan (Rp) BT = Biaya tunai (Rp) BD = Biaya diperhitungkan (Rp) TC = Total biaya (Rp)
Adapun hal yang mendasari analisis ini adalah karena pada umumnya peternak hanya memperhitungkan biaya yang benar-benar dikeluarkannya dalam bentuk uang. Usaha penggemukan ternak domba jantan dapat dikatakan menguntungkan apabila jumlah penerimaan yang diperoleh peternak domba lebih besar dari biaya atau pengeluaran dalam usaha penggemukan ternak domba jantan. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha penggemukan ternak domba jantan. Rasio imbangan penerimaan dan biaya ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk beternak domba. Secara sistematis, Analsis R/C rasio tunai dan R/C rasio total dapat dirumuskan sebagai berikut:
Menurut Soekartawi (2006), analisis Return Cost Ratio (R/C) dapat juga di rumuskan sebagai berikut: a = R/C R = Py.Y C = FC+VC a = {(Py.Y)/(FC+VC)
29 Keterangan:
a = Analisis Rasio (R/C) R = Penerimaan C = Biaya Py = Harga Output Y = Output FC = Biaya Tetap (Fixed Cost) VC = Biaya Variabel (Variable Cost)
Alat analisis Rasio R/C digunakan untuk menganalisis usahatani selama periode waktu tertentu. Apabila hasil perhitungan menunjukkan R/C > 1, maka penerimaan yang diperoleh lebih besar dari tiap unit biaya yang dikeluarkan, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani yang dijalankan menguntungkan. Apabila R/C < 1, maka penerimaan yang diperoleh lebih kecil dari tiap unit biaya yang dikeluarkan, hal ini berarti usaha yang dijalankan tidak menguntungkan (Hernanto 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan dan Kemitraan Perusahaan Mitra Tani Farm merupakan perusahaan yang tergolong kedalam bentuk badan usaha persekutuan komanditer atau biasa disebut CV (Commanditaire Vennotschaap). Hal tersebut dikarenakan Mitra Tani Farm didirikan dan dimiliki oleh empat orang sarjana Peternakan IPB yang memiliki tujuan bersama untuk membangun usaha di bidang peternakan. Keempat pemilik tersebut yaitu Budi S S, Amrul Lubis, M. Afnaan Wasom, dan Bahrudin yang mendirikan usaha Mitra Tani Farm sejak September 2004 yang berlokasi di Jalan Manunggal 51 No. 39 RT 04/05 Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Terdapat beberapa jenis usaha yang dikembangkan oleh Mitra Tani Farm hingga saat ini, salah satunya yaitu pengembangan usaha kemitraan dengan peternak. Usaha kemitraan ini dilakukan karena permintaan pasar akan ternak domba dan kambing yang cukup tinggi serta dengan tujuan turut membantu mensejahterakan para peternak yang masih terkendala dalam permodalan dan pemasaran ternak. Kemitraan yang dikembangkan pertama kali oleh Mitra Tani Farm yaitu pada tahun 2011. Mitra Tani Farm melakukan kemitraan dengan para peternak yang memiliki modal sendiri sehingga tidak ada investor yang membantu dalam usaha ternak tersebut. Kemitraan ini dinamakan “Plasma Bisnis” dengan para peternak yang berlokasi di Salatiga, Jawa Tengah dan beberapa di wilayah yang tersebar di Kota dan Kabupaten Bogor. Selain itu, pada bulan Juni tahun 2012 Mitra Tani Farm bekerjasama dengan Bank Permata sebagai penyedia dana dalam membantu permodalan dalam usaha kemitraan ini. Kemitraan tersebut hanya kepada beberapa peternak di sekitar wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Kemitraan yang dilakukan yaitu usaha pembibitan ternak domba dan kambing, dimana ternak domba dan kambing bakalan dari para peternak tersebut kemudian dijual kepada Mitra Tani Farm sehingga membantu para peternak dalam pemasaran. Ternak-ternak tersebut kemudian digemukkan di
30 Mitra Tani Farm hingga siap untuk dijual. Sistem pembagian hasil dari usaha tersebut berdasarkan kesepakatan yang dilakukan oleh peternak dan Mitra Tani Farm pada saat awal kemitraan akan dilaksanakan. Namun kemitraan ini sudah tidak berjalan lagi atau bersifat pasif hingga saat ini. Kemitraan yang masih aktif hingga saat ini dan akan dikembangkan lebih lanjut oleh Mitra Tani Farm yaitu kemitraan yang dimulai sejak bulan Agustus 2012 dengan peternak domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Latar belakang dibentuknya kemitraan ini yaitu sebagai program bina ekonomi masyarakat yang diprakarsai oleh Mitra Tani Farm dan BPZIS Bank Mandiri yang merupakan lembaga zakat di bawah naungan Bank Mandiri yang menyalurkan dana CSR (Corporate Social Responsibility) untuk membantu permodalan bagi usaha penggemukan domba dan kambing kepada 18 (delapan belas) peternak. Namun hingga saat ini hanya 14 (empat belas) peternak yang masih aktif melakukan kemitraan dengan Mitra Tani Farm dan usaha penggemukan yang dilakukan hanya pada ternak domba jantan dan betina, serta terdapat juga beberapa usaha pembibitan ternak domba. Namun fokus pada penelitian ini yaitu kemitraan terhadap usaha penggemukan ternak domba jantan.
Pembagian Skala Berdasarkan Kepemilikan Ternak Domba Responden Kecamatan Ciampea khususnya di Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu wilayah yang memiliki jumlah populasi domba yang cukup banyak di Kabupaten Bogor. Jenis domba jantan penggemukan yang berada pada daerah ini baik peternak mitra maupun nonmitra adalah domba ekor gemuk dan domba ekor tipis (tanduk), dimana kedua jenis domba tersebut merupakan domba tipe pedaging. Ternak domba penggemukan yang dimiliki oleh peternak responden nonmitra yaitu domba yang berjenis kelamin laki-laki (jantan), sehingga penelitian yang dilakukan terhadap peternak mitra juga hanya berfokus pada domba jantan agar dalam analisis perbandingan terhadap peternak mitra dan nonmitra keduanya setara. Domba jantan memiliki karakteristik yang lebih baik untuk penggemukan karena memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan domba betina. Berdasarkan umurnya, domba terdiri dari domba anak (jantan/betina) berumur 0-6 bulan, domba muda (betina/jantan) berumur 7-12 bulan, dan domba dewasa (jantan/betina) berumur lebih dari 12 bulan. Semua ternak domba yang termasuk dalam penelitian ini disetarakan ke dalam satuan setara domba dewasa (SDD), dimana satu SDD setara dengan satu ekor domba dewasa atau dua ekor domba muda atau empat ekor domba anak. Rata-rata kepemilikan domba jantan penggemukan selama satu periode penjualan dari setiap responden yaitu 12.60 ekor domba muda jantan untuk peternak mitra, sedangkan untuk kelompok nonmitra rataan dari semua responden yaitu yang paling banyak pada domba jantan muda sebanyak 7.10 ekor dan domba jantan dewasa sebanyak 1.10 ekor. Jumlah ternak domba yang dimiliki oleh peternak mitra maupun nonmitra selama satu periode penggemukan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.
31 Tabel 4
Jumlah kepemilikan ternak domba responden (mitra dan nonmitra) selama satu periode penggemukana
Uraian Jantan Dewasa (> 12 bulan) Jantan Muda (7-12 bulan) Jantan Anak (0-6 bulan) Jumlah Uraian Jantan Dewasa (> 12 bulan) Jantan Muda (7-12 bulan) Jantan Anak (0-6 bulan) Jumlah a
Jumlah (ekor) 210 210 Jumlah (ekor) 22 142 164
Peternak Mitra (n = 12) Rataan Persentase (ekor) (%) 17.50 100.00 17.50 100.00 Peternak Nonmitra (n = 20) Rataan Persentase (ekor) (%) 1.10 13.41 7.10 86.59 8.20 100.00
SDD 105 105 SDD 22 71 93
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Berdasarkan penjualan domba jantan hasil penggemukkan dalam satu periode untuk peternak mitra semuanya merupakan domba jantan muda atau berumur antara 7 sampai 12 bulan yang berjumlah 210 ekor dengan setara domba dewasa (SDD) berjumlah 105 SDD. Jumlah peternak mitra pada penelitian ini berjumlah 12 orang, dimana rata-rata dari setiap peternak memiliki 17.50 ekor domba jantan penggemukan (atau antara 17 sampai 18 ekor). Sedangkan untuk peternak nonmitra yang berjumlah 20 orang memiliki jumlah penjualan ternak domba jantan penggemukan sebanyak 164 ekor. Jumlah tersebut terdiri dari 22 ekor domba jantan dewasa (umur lebih dari 12 bulan) dengan persentase 13.41 persen dari total domba keseluruhan dan 142 ekor domba jantan muda (umur 7-12 bulan) dengan persentase terbesar yaitu 86.59 persen. Total rata-rata domba yang dimiliki oleh setiap peternak nonmitra yaitu 8.20 ekor, yang terdiri dari 1.10 ekor domba jantan dewasa dan 7.10 ekor domba jantan muda. Jika dikonversi ke dalam SDD), maka jumlahnya yaitu sebanyak 93 SDD yang terdiri dari 22 SDD domba jantan dewasa dan 71 SDD domba jantan muda. Lamanya usaha penggemukan ternak domba jantan yang dilakukan oleh peternak mitra yaitu semuanya kurang dari tiga bulan. Waktu penggemukan ini terbilang tidak lama karena pihak perusahaan Mita Tani Farm harus menyuplai dari banyaknya permintaan pasar yang setiap hari membutuhkan daging domba muda. Selain itu juga untuk membantu para peternak mitra dalam hal keuangan dengan waktu panen yang terbilang cepat. Namun, lamanya penggemukan domba jantan yang dilakukan oleh peternak nonmitra sangat beragam, mulai dari tiga bulan hingga delapan bulan lamanya. Komposisi lamanya penggemukan baik peternak mitra maupun nonmitra dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan lamanya waktu penggemukan hingga penjualan ternak domba jantan baik bagi peternak mitra maupun nonmitra sangat beragam sehingga dibuat tiga skala untuk dapat mengelompokannya. Skala I yaitu untuk usaha domba dengan lama penggemukan kurang dari tiga bulan. Kemudian Skala II yaitu untuk usaha domba dengan lama penggemukan antara tiga sampai lima bulan.
32 Sedangkan Skala III yaitu untuk usaha domba dengan lama penggemukan antara enam sampai delapan bulan. Peternak mitra yang berjumlah 12 responden semuanya memiliki waktu penggemukan yang sama, yaitu kurang dari tiga bulan atau tergolong dalam Skala I. Sedangkan untuk peternak nonmitra dari total 20 responden, terdapat 13 responden dengan lama usaha penggemukan ternak domba jantan antara tiga sampai lima bulan (Skala II), dan 7 responden dengan lamanya usaha penggemukan antara enam sampai delapan bulan (Skala III).
Tabel 5 Lamanya usaha penggemukan ternak domba jantan peternak respondena Lama penggemukan (bulan) < 3 bulan (Skala I) 3 - 5 bulan (Skala II) 6 - 8 bulan (Skala III) Total a
Peternak Mitra (n=12) Nonmitra (n=20) Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah peternak domba peternak domba SDD SDD (orang) (ekor) (orang) (ekor) 12
210
105
-
-
-
-
-
-
13
95
51
-
-
-
7
69
42
12
210
105
20
164
93
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan terhadap peternak domba yang dijadikan sebagai responden, baik peternak yang bermitra maupun peternak yang tidak bermitra dengan total responden sebanyak 32 peternak, yang terdiri dari 12 peternak mitra, dan 20 peternak nonmitra. Semua responden baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra dalam menjalankan usaha penggemukan ternak domba jantan berjenis kelamin laki-laki dan pada umumnya sebagai kepala rumah tangga. Karakteristik lainnya mengenai peternak responden dalam penelitian ini akan secara lebih rinci dijelaskan dan dapat dilihat pada Tabel 6. Usia Peternak responden dalam melakukan usaha ternak domba memiliki usia yang sangat beragam, mulai dari 16 tahun hingga 70 tahun. Usia peternak responden merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dalam melakukan usaha ternak domba. Sebagian besar usia peternak mitra (Skala I) berada pada kelompok usia antara 31-50 tahun yaitu sebanyak 6 peternak dengan persentase 50.00 persen. Sedangkan mayoritas peternak nonmitra baik untuk Skala II dan Skala III paling banyak usia antara 51-70 tahun, yaitu masing-masing sebanyak 6 orang dan 4 orang dengan persentase 46.15 persen dan 57.14 persen. Perbedaan sebaran usia antara peternak mitra dan nonmitra yaitu peternak mitra pada umumnya lebih muda usianya atau termasuk kedalam usia yang masih produktif dibandingkan peternak nonmitra, sehingga para peternak mitra dapat
33 mengatur dan mengerti mengenai kemitraan yang dijalankan. Sedangkan usia peternak nonmitra pada umumnya tergolong ke dalam usia lanjut karena para peternak ini sudah lama menjalankan usaha ternak domba hingga saat ini. Pendidikan Formal Tingkat pendidikan merupakan salah satu karakteristik yang dapat mempengaruhi penerimaan dan penyerapan informasi mengenai usaha penggemukan ternak domba jantan. Pendidikan formal peternak mitra maupun nonmitra masih relatif rendah. Sebaran pendidikan formal peternak mitra antara tingkat SD/sederajat sampai SMA/sederajat, dimana peternak mitra semuanya bersekolah. Sebagian besar peternak mitra memiliki pendidikan formal pada tingkat SD/sederajat sebanyak 7 orang dengan persentase 58.33 persen. Sedangkan untuk peternak nonmitra, sebaran tingkat pendidikan fomal mulai dari tingkat yang tidak bersekolah hingga tingkat SMA/sederajat. Sebagian besar peternak nonmitra pada Skala II memliki tingkat pendidikan SD/sederajat yaitu sebanyak 9 peternak dengan persentase 69.23 persen. Sedangkan untuk peternak nonmitra pada Skala III semua respondennya memiliki tingkat pendidikan SD/sederajat, yaitu berjumlah 7 peternak dengan persentase 100.00 persen. Pendidikan Nonformal Selain pendidikan formal yang dapat menunjang pengetahuan para peternak dalam menjalankan usahanya, terdapat juga pendidikan nonformal yang dapat meningkatkan pengetahuan tentang usaha ternak domba baik secara teori maupun secara teknis. Umumnya, pendidikan nonformal yang didapatkan oleh peternak responden berupa pelatihan serta penyuluhan yang dapat dilakukan oleh berbagai instansi maupun pemerintah. Sebagian besar peternak mitra pernah mengikuti pendidikan nonformal, yaitu sebanyak 11 peternak dengan persentase 91.67 persen, sementara itu yang tidak pernak mengikuti pendidikan nonformal yaitu hanya 1 peternak atau 15.38 persen. Pendidikan nonformal yang diperoleh peternak mitra yaitu pelatihan dan penyuluhan mengenai ternak domba dari pemerintah dan dari perusahaan Mitra Tani Farm yang memberikan informasi mengenai cara beternak domba dan perawatannya agar menghasilkan domba yang sehat dan memiliki nilai jual yang tinggi. Kemudian untuk peternak nonmitra pada Skala II, sebagian besar tidak pernah mengikuti pendidikan nonformal, yaitu sebanyak 11 orang (84.62 persen) dan 2 peternak pernah mengikuti pendidikan nonformal (15.38 persen). Sedangkan untuk peternak nonmitra Skala III, semuanya tidak pernah mengikuti pendidikan nonformal, yaitu sebanyak 7 peternak (100.00 persen). Jumlah Tanggungan Keluarga Peternak responden pada umumnya yaitu sebagai kepala rumah tangga, sehingga masih memiliki tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. Tanggungan keluarga bagi peternak responden merupakan orang yang memiliki kekerabatan yang erat terhadap peternak domba, seperti isteri, anak yang belum menikah dan masih tinggal bersama keluarga, serta sanak saudara yang masih tinggal satu rumah dengan peternak responden. Jumlah tanggungan keluarga peternak mitra sebagian besar antara 3-4 orang, yaitu sebanyak 6 peternak (50.00 persen). Hal ini berkaitan dengan usia peternak mitra yang
34 sebagian besar masih dibawah 50 tahun, sehingga masih memiliki beberapa anak yang belum menikah dan menjadi tanggungan keluarga. Sedangkan untuk peternak nonmitra baik untuk Skala II maupun Skala III sebagian besar memiliki tanggungan antara 1-2 orang, dimana masing-masing sebanyak 6 peternak (46.16 persen) dan 5 peternak (71.42 persen). Hal ini juga berkaitan dengan usia peternak nonmitra yang sebagian besar memiliki usia lebih dari 50 tahun, sehingga jumlah tanggunga keluarga semakin sedikit karena sudah menikah dan berkeluarga. Namun, terdapat peternak mitra maupun peternak nonmitra yang tidak memiliki tanggungan dikarenakan masih berstatus belum menikah. Pekerjaan di Luar Beternak Domba Selain memiliki pekerjaan sebagai peternak domba, para responden juga memiliki pekerjaan lain untuk menambah pendapatan rumah tangga, baik pekerjaan tersebut yang dijadikan sebagai pekerjaan utama maupun sebagai pekerjaan sampingan. Terdapat bermacam-macam jenis pekerjaan yang dimiliki oleh responden diluar usaha ternak domba, diantaranya yaitu sebagai petani, buruh tani, buruh nontani, pedagang sayur, serta pekerjaan lainnya seperti usaha penggilingan padi dan tepung, penyewaan alat pesta atau hiburan, ternak bebek dan ayam, sebagai penambang pasir di sungai, penjahit, usaha warung kopi, usaha jual barang bekas, dan pegawai swasta. . Terdapat peternak mitra yang tidak memiliki pekerjaan lain diluar usaha penggemukan ternak domba, yaitu sebanyak 2 peternak (25.00 persen). Namun sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai buruh tani, yaitu sebanyak 4 peternak (33.34 persen). Sedangkan pada peternak nonmitra Skala II, hanya terdapat 1 peternak yang tidak memiliki pekerjaan diluar usaha penggemukan ternak domba. Sebagian besar peternak memiliki pekerjaan sebagai petani dan buruh tani yang masing-masing sama jumlahnya yaitu 3 peternak (23.08 persen). Sementara itu, untuk peternak nonmitra pada Skala III sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai buruh tani, yaitu sebanyak 4 peternak (57.14 persen).
35 Tabel 6 Karakteristik umum peternak respondena Uraian Kelompok usia (tahun) 16-30 31-50 51-70 Pendidikan formal Tidak sekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Pendidikan nonformal Pernah Tidak Jumlah Tanggungan (orang) 0 1-2 3-4 >4 Pekerjaan lainnya Petani Buruh tani Buruh Pedagang sayur Lainnya Tidak ada a
Peternak mitra Skala I (n=12) Jumlah Persentase (orang) (%)
Peternak nonmitra Skala II (n=13) Skala III (n=7) Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%)
2 6 4
16.67 50.00 33.33
2 5 6
15.39 38.46 46.15
1 2 4
14.29 28.57 57.14
0 7 4 1
0.00 58.33 33.34 8.33
2 9 1 1
15.39 69.23 7.69 7.69
0 7 0 0
0.00 100.00 0.00 0.00
11 1
91.67 8.33
2 11
15.38 84.62
0 7
0.00 100.00
1 4 6 1
8.33 33.34 50.00 8.33
1 6 5 1
7.69 46.16 38.46 7.69
0 5 1 1
0.00 71.42 14.29 14.29
1 4 0
8.33 33.34 0.00
3 3 2
23.08 23.08 15.38
0 4 2
0.00 57.14 28.57
1
8.33
1
7.69
0
0.00
3 3
25.00 25.00
3 1
23.08 7.69
1 0
14.29 0.00
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Karakteristik Usaha Ternak Domba Karakteristik usaha ternak domba pada peternak responden baik yang bermitra maupun yang tidak berminta diantaranya yaitu pengalaman beternak domba, prioritas usaha penggemukan ternak domba, status kepemilikan usaha, dan status kepemilikan lahan. Secara lebih rinci mengenai karakteristik usaha peternak respon akan dijelaskan dan dapat dilihat pada Tabel 7. Pengalaman Beternak Domba Pengalaman beternak merupakan modal yang dimiliki peternak karena telah memperoleh pengetahuan secara langsung mengenai praktik ternak domba sehingga dalam menjalankan usaha ternak domba selanjutnya akan lebih
36 menegerti. Lamanya pengalaman beternak domba akan menjadikan seseorang memiliki kemampuan dan pengelolaan yang baik dalam usaha ternak domba. Selain itu juga dapat mempengaruhi terhadap keberhasilan usaha ternak domba khususnya usaha penggemukan ternak domba jantan. Berdasarkan pengalaman beternak domba, sebagian besar peternak mitra dalam menjalankan usaha ternak domba masih terbilang belum lama, yaitu sebanyak 9 peternak memiliki pengalaman beternak domba antara 1-15 tahun atau sebanyak 76.92 persen. Begitu pula dengan peternak nonmitra pada Skala II, dimana sebanyak 10 peternak memiliki pengalaman antara 1-15 tahun. Pengalaman beternak domba antara peternak mitra (Skala I) dan peternak nonmitra (Skala II) pada umumnya merupakan peternak yang belum lama menjalankan usaha. Sedangkan peternak nonmitra pada Skala III memiliki pengalaman usaha ternak domba paling banyak antara 31-45 tahun, yaitu sebanyak 4 orang dengan persentase 57.14 persen. Prioritas Usaha Penggemukan Ternak Domba Usaha penggemukan ternak domba jantan pada umumnya dijadikan sebagai pekerjaan utama bagi peternak mitra, yaitu sebanyak 9 peternak (75.00 persen), selebihnya yaitu 3 peternak (25.00 persen) memilih usaha ini sebagai usaha sampingan. Sedangkan pada peternak nonmitra baik Skala II maupun Skala III, usaha penggemukan ternak domba jantan dijadikan sebagai usaha sampingan, yaitu sebanyak 10 orang (76.92 persen) pada skala II, dan 4 peternak (57.14 persen) pada Skala III. Sementara itu, yang menjadikan usaha ini sebagai pekerjaan utama bagi peternak nonmitra yaitu sebanyak 3 orang (23.08 persen) pada Skala II dan 3 orang (42.86 persen) pada Skala III. Peternak yang memilih ternak domba sebagai prioritas atau pekerjaan utama menunjukkan bahwa usaha penggemukan ternak domba dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar untuk rumah tangga jika dibandingkan pekerjaan lainnya yang dimiliki. Begitu pula sebaliknya, peternak yang memilih usaha ini sebagai pekerjaan sampingan menunjukkan bahwa para peternak memiliki pekerjaan lain yang dapat memberikan pendapatan yang lebih besar dalam rumah tangga. Status Kepemilikan Usaha Usaha penggemukan ternak domba jantan yang dilakukan oleh peternak mitra semuanya merupakan usaha milik sendiri, yaitu sebanyak 12 perternak (100 persen). Namun, pada peternak nonmitra usaha penggemukan ternak domba yang dijalankannya ada yang milik sendiri dan ada juga yang menggunakan sistem bagi hasil dengan orang lain. Pada umumnya, kejasama dalam pengusahaan ternak domba bagi peternak nonmitra dengan cara bagi hasil ini dilakukan dengan pihak yang memiliki modal untuk membeli domba bakalan, kemudian para peternak merawat domba tersebut hingga siap untuk dijual. Pembagian hasil dilakukan berdasarkan penerimaan dari penjualan yang diterima setelah dikurangi dengan pembelian domba anak atau bakalan, kemudian proporsi bagi hasilnya yaitu 50 persen untuk peternak, dan 50 persen lagi untuk pihak yang memberikan modal. Peternak nonmitra dalam menjalankan usaha penggemukan ternak dombanya, sebagian besar usaha tersebut milik sendiri, yaitu pada Skala II sebanyak 9 peternak (69.23 persen) dan sebanyak 4 peternak (30.77 persen)
37 adalah peternak yang melakukan sistem bagi hasil usaha. Begitu pula dengan peternak nonmitra pada Skala III, dimana sebagian besar usaha tersebut milik sendiri, yaitu sebanyak 4 peternak (57.14 persen) dan sisanya sebanyak 3 peternak (42.86 persen) adalah peternak yang melakukan sistem bagi hasil usaha. Status Kepemilikan Lahan Para peternak domba dalam menjalankan usaha penggemukan ternak domba jantan tidak membutuhkan lahan yang luas seperti halnya para petani di sawah. Hal tersebut karena pada umumnya lahan yang mereka gunakan sama dengan luas kandang domba yang dibangun, dimana lokasinya berdekatan dengan rumah peternak. Penggunaan lahan dalam usaha ini ada yang menggunakan lahan milik sendiri dan ada juga yang menggunakan lahan sewa. Sebanyak 10 peternak mitra (83.33 persen) dalam menjalankan usaha penggemukan ternak domba jantan menggunakan lahan milik sendiri, sedangkan hanya 2 peternak mitra (16.67 persen) yang menyewa lahan untuk usaha tersebut. Bagitu pula untuk peternak nonmitra khususnya untuk Skala II, hampir semuanya menggunakan lahan milik sendiri dalam menjalankan usahanya yaitu sebanyak 12 peternak (92.31 persen) dan hanya 1 peternak saja (7.69 persen) yang menjalankan usaha tersebut dengan menyewa lahan. Sedangkan pada Skala III, semua peternak yaitu sebanyak 7 peternak (100.00 persen) dalam menjalankan usaha tersebut menggunakan lahan milih sendiri. Tabel 7 Karakteristik usaha penggemukan ternak domba jantan respondena Uraian Pengalaman beternak (tahun) 1-15 16-30 31-45 Prioritas Usaha Utama Sampingan Kepemilikan Usaha Milik sendiri Bagi hasil Kepemilikan lahan Milik sendiri Sewa a
Peternak mitra Skala I (n=12) Jumlah Persentase (orang) (%)
Peternak nonmitra Skala II (n=13) Skala III (n=7) Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%)
9 1 2
75.00 8.33 16.67
10 0 3
76.92 0.00 23.08
2 1 4
28.57 14.29 57.14
9 3
75.00 25.00
3 10
23.08 76.92
3 4
42.86 57.14
12 0
100.00 0.00
9 4
69.23 30.77
4 3
57.14 42.86
10 2
83.33 16.67
12 1
92.31 7.69
7 0
100.00 0.00
Sumber: Data primer (2013) diolah.
38 Pelaksanaan Kemitraan Pola Kemitraan Mitra Tani Farm dengan Peternak Domba di Desa Bojong Jengkol Pola kemitraan yang dilakukan antara Mitra Tani Farm dengan peternak domba di Desa Bojong Jengkol yaitu pola inti-plasma. Hal ini merujuk pada indikator yang dikemukakan oleh Hafsah (2000) mengenai pola kemitraan inti plasma, diantaranya yaitu: 1. Adanya hubungan antara perusahaan inti dengan plasma, dimana dalam penelitian ini Mitra Tani Farm sebagai perusahaan inti dan peternak domba yang bermitra sebagai plasma. 2. Perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, manampung dan memasarkan hasil produksi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, bahwa Mitra Tani Farm berperan sebagai penyalur modal pendanaan dari BPZIS Bank Mandiri kepada para peternak domba untuk pembelian domba bibit dan pembuatan sarana kandang, memberikan bimbingan baik secara teori maupun teknis oleh penanggung jawab plasma dan pemilik Mitra Tani Farm kepada para peternak mengenai usaha penggemukan ternak domba agar dapat menghasilkan domba yang berkualitas, menyediakan domba bakalan/bibit sebagai input bagi para peternak dalam usaha penggemukan ternak domba jantan, serta menjamin pemasaran ternak hasil penggemukan yang dilakukan oleh para peternak mitra dengan harga jual yang telah disepakti bersama. 3. Kelompok mitra atau plasma memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya kompetitif dan nilai jual yang tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa para peternak mitra harus menjual hasil ternak domba kepada Mitra Tani Farm, serta menjalankan persyaratan lainnya yang telah disepakati bersama antara kedua belah pihak. Pola kemitraan antara Mitra Tani Farm dengan kelompok peternak domba dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan Gambar tersebut baik Mitra Tani Farm maupun para peternak domba saling berhubungan sehingga tercipta saling ketergantungan. Salah satu upaya dari pihak Mitra Tani Farm untuk dapat mendampingi dan mengontrol kelompok peternak mitra yaitu dengan adanya penanggung jawab (PJ) yang bertugas setiap hari. Adanya PJ tersebut akan membantu peternak jika terdapat domba yang mengalami sakit serta dapat mendampingi jika para peternak terdapat keluhan seperti masalah teknis mengenai ternak domba, kandang, maupun peralatan yang dimiliki. Selain itu, untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan diantara peternak mitra maka dibentuk kelompok yang dinamakan Bina Tani Mandiri (BTM) dan dibuat struktur organisasi diantara kelompok peternak mitra dan PJ dari Mitra Tani Farm yang terlibat didalamnya. Selanjutnya ditambahkan oleh Sumardjo et al. (2004) mengenai indikator lain dalam pola kemitraan inti-plasma dilihat dari kelemahan pola kemitraan ini, salah satunya yaitu belum adanya kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma. Hal ini sama halnya pada penelitian ini, bahwa belum ada kontrak kerjasama secara tertulis mengenai hak dan kewajiban dalam kemitraan, dimana hak dan kewajiban disepakati secara tidak tertulis.
39 Plasma 1 (Bpk. Engkuh)
Plasma 2 (Bpk. Memed)
Plasma 3 (Bpk. Engkud
Plasma 4 (Bpk. Kosasih)
K.) Plasma 12 (Bpk. Dede)
Plasma 5 (Bpk. Atim)
Inti (Mitra Tani Farm)
Plasma 6 (Bpk. Ace)
Plasma 11 (M. Rohman) Plasma 10 (Bpk. Dudung)
Plasma 8 (Bpk. Dayat)
Plasma 9 (Bpk. Sugiat)
Plasma 7 (Bpk. Emad)
Gambar 8 Pola kemitraan inti-plasma Mitra Tani Farm dengan peternak domba Sumber: Sumardjo et al. (2004) diolah
Struktur organisasi kelompok peternak mitra Bina Tani Mandiri (BTM) hampir sama dengan organisasi pada umumnya, yaitu terdapat ketua, wakil ketua, sekertaris, bendahara, seksi pengawasan dan kontrol lapangan, dan anggota. Adanya struktur organisasi tersebut agar kelompok mitra mengetahui tugas yang lebih jelas dan bertujuan untuk memperkuat kesatuan diantara peternak mitra. Namun hal ini belum sepenuhnya dilakukan sesuai tugas masing-maing sehingga perlu adanya upaya lebih lanjut agar setiap peternak yang tergabung kedalam kelompok memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Salah satu solusinya yaitu dengan adanya alokasi dana yang diberikan setiap periode penjualan ternak domba dari peternak mitra. Tujuan adanya alokasi dana tersebut yaitu agar peternak mitra memiliki semangat yang tinggi untuk memajukan usaha penggemukan ternak domba dalam kemlompok mitra.
Ketua (Bapak Engkuh Hasan)
Wakil Ketua (Bapak Memed)
Sekertaris
Bendahara
(Bapak Engkud Khudori)
(Bapak Kosasih)
Seksi Pengawasan dan Kontrol Lapangan Anggota (Bapak Ace, Bapak Emad, Bapak Dayat, Bapak Sugiat,
Gambar 9 Struktur organisasi kelompok peternak mitra Bina Tani Mandiri (BTM) Sumber: Mitra Tani Farm (2013)
40 Skema atau Model Kelembagaan Kemitraan Skema atau model kelembagaan yang dikembangkan dalam pelaksanaan kemitraan antara Mitra Tani Farm dan kelompok peternak domba dapat dijelaskan melalui Gambar 10. Pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan ini selain Mitra Tani Farm dan kelompok peternak domba adalah Bank Mandiri dan aparat desa.
Aparat desa
Kelompok peternak mitra: Bina Tani Mandiri (BTM)
Perusahaan Mitra Tani Farm
BP ZIS Bank Mandiri
Pendampingan kemitraan
Keterangan : Garis kordinasi Garis kemitraan Garis koordinasi dan konsultasi Gambar 10 Skema atau model kelembagaan kemitraan Sumber: Mitra Tani Farm (2012) diolah.
Pihak aparat desa memiliki peranan dalam membantu penyaringan peternak domba yang akan dijadikan sebagai peternak mitra sebelum kemitraan ini dilaksanakan. Hal ini dilakukan dengan cara meminta rekomendasi terlebih dahulu mengenai peternak yang sesuai dengan kriteria dari Mitra Tani Farm. Pihak lainnya yang membantu dalam kemitraan ini khususnya untuk permodalan yaitu BPZIS Bank Mandiri yang bekerjasama dengan Mitra Tani Farm untuk membantu para peternak dalam usaha penggemukan ternak domba. Pihak Bank Mandiri mempercayakan pengelolaan dana tersebut kepada Mitra Tani Farm sehingga tidak adanya kontrol yang dilakukan oleh pihak Bank Mandiri secara rutin setiap bulan. Namun laporan tersebut diberikan kepada pihak Bank Mandiri setiap enam bulan sekali atau setiap dua periode penggemukan ternak domba. Mitra Tani Farm dalam kemitraan ini berperan sebagai: 1. Pendampingan manajemen bagi peternak sekaligus memberikan pelatihanpelatihan terkait teknis produksi penggemukan ternak yang baik dan benar. Pendampingan ini dilakukan hampir setiap hari oleh penanggung jawab (PJ) peternak mitra dari Mitra Tani Farm untuk memeriksa kondisi ternak, bobot ternak, dan kesehatan ternak secara berkala. 2. Mitra Tani Farm berperan dalam penyediaan atas bibit domba yang akan digemukkan oleh peternak. Sumber bibit domba didatangkan dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
41 3. Sebagai penyeleksi peternak yang akan diikutsertakan dalam program kemitraan, serta melakukan pengawasan dan kontrol kinerja peternak selama proses pemberdayaan program kemitraan berlangsung. 4. Membeli kembali ternak domba dari peternak berdasarkan pertambahan bobot ternak (kilogram) per ekor dikalikan dengan harga per kilogram yang telah disepakati bersama atau sesuai dengan kondisi pasar dan musim. Tujuan dan Manfaat Kemitraan Tujuan diadakannya kemitraan antara Mitra Tani Farm dengan peternak domba yang akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, diantaranya yaitu: 1. Saling menguntungkan, baik bagi Mitra Tani Farm maupun peternak mitra. Keuntungan yang didapatkan oleh peternak mitra diantaranya yaitu: a. Keterjaminan permodalan untuk usaha ternak domba. Hal tersebut dikarenakan adanya pihak Bank Mandiri sebagai penyedia modal yang digunakan untuk membeli domba bibit. Selain itu, modal tersebut juga digunakan untuk pembuatan satu unit kandang kapasitas 25 ekor dengan biaya yang dialokasikan sebesar Rp2 000 000 per peternak mitra. b. Memiliki keterjaminan pasar dan harga. Ternak domba hasil penggemukan yang telah diusahakan oleh peternak mitra seluruhnya dijual kepada Mitra Tani Farm dengan harga jual yang sudah ditentukan sejak awal peternak mengambil domba bakalan. c. Mendapatkan pembinaan dan pendampingan baik secara teori maupun teknis mengenai cara beternak domba khususnya untuk penggemukan domba yang baik dan benar seperti pemberian pakan dan pemeriksaan kesehatan domba. d. Pemilihan domba bibit secara langsung oleh peternak mitra yang tersedia di kandang induk di Mitra Tani Farm. Sementara itu, keuntungan yang didapatkan bagi Mitra Tani Farm yaitu keterjaminan pasokan ternak domba hasil penggemukan secara berkelanjutan dari peternak mitra untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi untuk domba meskipun belum semuanya terpenuhi serta dapat memperbesar skala usaha. Hal tersebut akan meningkatkan pendapatan bagi perusahaan. 2. Betenak domba menjadi penghasilan utama bagi peternak mitra. Sebagian besar usaha ternak domba dilakukan oleh peternak skala usaha kecil dengan kepemilikan domba rata-rata kurang dari 10 ekor. Hal tersebut menyebabkan banyak peternak domba yang menjadikan usaha ternak domba sebagai usaha sampingan untuk menambah pendapatan rumah tangga. Namun, dengan adanya kemitraan ini usaha ternak domba diharapkan dapat dijadikan sebagai pekerjaan utama. Karena itu, peternak mitra masing-masing memiliki dan mengusahakan rata-rata 20 ekor domba. 3. Saling memperkuat satu sama lain. Adanya pelatihan dan pendampingan dari Mitra Tani Farm menjadikan peternak mitra dapat menjalankan usaha penggemukan ternak domba dengan baik. Begitu pula dengan adanya kesinambungan hasil penjualan ternak domba kepada Mitra Tani Farm sehingga mampu memenuhi permintaan pasar. Etika dalam berbisnis yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak dengan memenuhi hak dan kewajiban yang telah disepakati akan memperkuat kesinambungan untuk bermitra.
42 Persyaratan Peternak Mitra Pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh Mitra Tani Farm diawali dengan memilih peternak domba yang akan dijadikan sebagai mitra. Pemilihan peternak mitra berasal dari golongan mustahik (kurang mampu) di sekitar lingkungan Desa Bojong Jengkol yang memiliki karakter kepribadian dan semangat serta motivasi dari masing-masing peternak. Hal ini yang menjadi penilaian dan sangat dipertimbangkan dalam proses penyeleksian peternak mitra agar usaha ternak domba dapat berkembang dan berkelanjutan. Selain itu, peternak mitra harus memiliki komitmen yang tinggi untuk tetap tergabung dalam kemitraan ini. Persyaratan lainnya bagi peternak untuk menjadi mitra diantaranya harus memiliki kandang, lahan, pakan, dan tenaga kerja untuk pengelolaan dan perawatan. 1. Kandang Kandang merupakan tempat tinggal bagi domba. Kapasitas kandang untuk domba disesuaikan dengan luas kandang yang dimiliki. Luas yang dibutuhkan untuk satu ekor domba pada umumnya sebesar 0.50 meter dikali 1.00 meter atau 0.50 m2. Meskipun masing-masing peternak mitra mendapatkan modal sebesar Rp2 000 000 dari Bank Mandiri, mereka berkewajiban untuk membuat kandangnya sendiri dan harus merawat kandang tersebut agar tetap kokoh. 2. Lahan Peternak domba di pedesaan dalam menjalankan usaha ternak domba pada umumnya menggunakan lahan sendiri yang lokasinya berdekatan dengan tempat tinggal mereka. Hal tersebut agar mempermudah dalam mengontrol dan merawat domba. Semua peternak yang akan menjadi mitra harus memiliki lahan sendiri untuk kandang, jika tidak memiliki lahan maka bersedia untuk menyewa dengan biaya sendiri. 3. Pakan Peternak mitra mampu memenuhi pakan ternak domba dengan cara mencari sendiri maupun dengan memberikan upah kepada orang lain untuk mendapatkan pakan tersebut. Pemberian jumlah dan mutu pakan yang sesuai akan membuat domba mengalami pertumbuhan dengan baik. Umumnya pakan yang dibutuhkan oleh ternak domba diantaranya yaitu rerumputan, dedaunan, ampas tahu, serta konsentrat. Namun, peternak mitra tidak diharuskan memberikan ampas tahu dan konsentrat karena membutuhkan biaya yang cukup besar untuk jenis pakan tersebut. 4. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan syarat bagi peternak mitra karena untuk pengelolaan dalam memelihara dan merawat domba. Kegiatan yang harus dilakukan oleh peternak mitra dalam merawat domba diantaranya yaitu mencari pakan, memberikan pakan, membersihkan kandang, mencukur bulu dan memandikan domba. Hak dan Kewajiban dalam Kemitraan Hak yang akan diterima bagi peternak mitra diantaranya yaitu para peternak dapat memilih bibit domba secara langsung sesuai dengan domba yang mereka inginkan, mendapatkan modal untuk pembelian domba bibit dan untuk
43 pembuatan kandang, mendapatkan pembinaan dan pendampingan dari Mitra Tani Farm, serta mendapatkan berbagai jenis obat untuk domba termasuk pemeriksaan yang dilakukan oleh penanggung Jawab (PJ) peternak mitra. Selain peternak mitra mendapatkan apa yang menjadi haknya, maka mereka juga memiliki kewajiban kepada Mitra Tani Farm dan mengikuti peraturan yang telah dibuat, diantaranya yaitu: seluruh domba hasil penggemukan dijual kepada Mitra Tani Farm; memberikan pakan kepada ternak lima kilogram per hari untuk setiap ekor domba; mencukur bulu domba yang sudah tebal; merawat domba dengan baik dan sungguh-sungguh; mengontrol domba setiap hari baik kondisi ternak sakit atau sehat; melapor ke pengurus Mitra Tani Farm atau pengurus kelompok apabila domba sakit; melapor ke pihak Mitra Tani Farm secara langsung apabila terdapat ternak yang mati atau hilang (jika ternak mati, maka wajib ada tanda bukti foto); serta mengikuti rapat dan evaluasi rutin yang dilaksanakan setiap bulan. Kesepakatan Kerjasama Kemitraan Kesepakatan kerjasama yang dibuat merupakan hasil keputusan bersama antara kedua belah pihak, yaitu kelompok peternak mitra dan Mitra Tani Farm. Kesepakatan ini berdasarkan hasil musyawarah yang disetujui untuk dijadikan sebagai aturan yang mengikat kedua belah pihak selama pelaksanaan kemitraan berlangsung. Beberapa kesepakatan tersebut antara lain : 1. Pembagian hasil panen usaha penggemukan ternak domba yang dilakukan oleh peternak mitra dihitung berdasarkan pertambahan bobot (kilogram) dari domba bibit selama satu periode penggemukan. Pembagian hasil panen dilakukan agar peternak memiliki tanggung jawab serta niat dan semangat yang tinggi dalam menjalankan usaha penggemukan ternak domba. Kesepakatan pembagian tersebut antara lain : a. Sebesar 50 persen penerimaan dari pertambahan bobot seluruh domba masing-masing peternak merupakan milik peternak. Peternak tidak mendapatkan 100 persen dari hasil pertambahan bobot tersebut karena peternak mendapatkan bantuan permodalan sehingga tidak mengeluarkan dana untuk pembelian domba bibit dan pembuatan kandang. Selain itu juga karena adanya pembinaan dan pendampingan yang dilakukan oleh Mitra Tani Farm. b. Sebesar 25 persen penerimaan dari pertambahan bobot seluruh domba masing-masing peternak merupakan milik penyedia dana, yaitu Bank Mandiri. Akan tetapi, karena pemberian dana tersebut merupakan dana dari lembaga zakat di bawah naungan Bank Mandiri yang bertujuan untuk membantu masyarakat, maka besarnya persentase tersebut dikelola oleh Mitra Tani Farm untuk mengembangkan kemitraan selanjutnya dengan cakupan jumlah peternak yang lebih besar. Bentuk pengelolaan yang dilakukan oleh Mitra Tani Farm yaitu pada bulan April tahun 2013 telah mengembangkan kemitraan menjadi 40 peternak mitra yang tersebar di wilayah Desa Bojong Jengkol dan wilayah sekitarnya. Selanjutnya juga pada waktu yang sama sedang dibuat kandang domba terpusat dengan tujuan agar peternak mitra yang tidak memiliki lahan dapat tetap menjalankan usaha ternak domba.
44 c. Sebesar 15 persen penerimaan dari pertambahan bobot seluruh domba masing-masing peternak merupakan milik Mitra Tani Farm. Proporsi ini menjadi milik Mitra Tani Farm karena sebagai perusahaan inti yang membantu peternak mitra dalam pendampingan dan pembinaan baik secara teori maupun teknis. Selain itu juga membantu para peternak dalam permodalan, dimana pihak Mitra Tani sebagai penyalur atau perantara. d. Risiko 10 persen penerimaan dari pertambahan bobot seluruh domba masing-masing peternak digunakan sebagai risiko. Risiko tersebut terbagi lagi yaitu 5 persen untuk risiko dan manajemen yang dikelola oleh Mitra Tani Farm, seperti adanya kematian dan kehilangan pada domba peternak mitra. Hal tersebut ditujukan untuk membantu peternak agar tidak menanggung 100 persen biaya dari kematian ataupun kehilangan domba. Selain itu, proporsi 5 persen tersebut juga termasuk bagian untuk memberi upah kepada penanggung jawab (PJ) peternak mitra, besarnya yaitu sekitar 2.5 persen hingga 3 persen. Sedangkan 5 persen lagi digunakan untuk organisasi kelompok peternak Bina Tani Mandiri (BTM), dimana 2.5 persen diantaranya digunakan untuk organisasi dan manajemen serta peternak-peternak yang aktif dalam organisasi tersebut. Sementara itu 2.5 persen lagi digunakan untuk membantu memperbaiki kandang peternak jika terjadi kerusakan. 2. Biaya transportasi untuk pengambilan domba bibit dan penjualan domba dari kandang induk (Mitra Tani Farm) ke kandang peternak mitra dan sebaliknya ditanggung oleh kedua belah pihak, yaitu Mitra Tani Farm dan peternak mitra dengan proporsi 50 : 50 dari biaya Rp500 per kilogram domba. Besar biaya yang dibebankan untuk transportasi jika peternak memilih menggunakan kendaraan milik Mitra Tani Farm adalah Rp250 per kilogram yang kemudian dikalikan dengan bobot awal total domba yang diambil peternak dari kandang induk. Biaya ini akan dibebankan pada hasil penjualan saat panen sehingga tidak memberatkan peternak ketika memulai usaha penggemukan. Sedangkan jika peternak menggunakan kendaraan pribadi atau diluar milik Mitra Tani Farm, maka pihak Mitra Tani Farm akan memberikan bantuan ongkos untuk transportasi sebesar Rp250 per kilogram dikalikan dengan total bobot awal domba yang diambil oleh peternak. 3. Apabila terjadi kematian pada ternak domba yang disebabkan oleh penyakit atau kehilangan ternak domba yang bukan disebabkan oleh kelalaian peternak, maka peternak mitra menanggung kerugian sebesar 25 persen dari harga beli domba bibit. Namun, jika kematian atau kehilangan ternak domba yang disebabkan oleh kelalaian peternak yang tidak dapat ditoleransi, maka peternak menanggung besarnya kerugian lebih dari 25 persen sesuai dengan kondisi. Jika terjadi kematian pada domba, maka pihak Mitra Tani berhak untuk melihat bukti seperti foto. Pembayaran kerugian karena adanya kematian pada ternak domba ini bisa dilakukan dengan cara dicicil atau pada saat penjualan ternak domba hasil penggemukan sehingga tidak memberatkan peternak mitra. 4. Sebagai bentuk motivasi bagi para peternak mitra maka pihak Mitra Tani Farm memberikan bonus berupa satu ekor betina bibit. Pemberian bonus tersebut diberikan jika rata-rata kenaikan bobot dari ternak domba yang
45 digemukkan oleh peternak mencapai 2.25 kilogram per bulan untuk setiap domba. 5. Kesepakatan harga penjualan ternak domba hasil penggemukan per kilogram nya ditentukan pada saat peternak membawa domba bibit dari Mitra Tani Farm. Kesepakatan harga penjualan domba juga dapat disesuaikan dengan kondisi pasar atau musim sehingga peternak mitra mengetahui harga jual ternak domba sebelum mereka melakukan panen atau menjualnya kepada Mitra Tani Farm. 6. Adanya asuransi domba bibit yang diambil oleh peternak dari kandang induk selama satu hari. Jika dalam satu hari setelah pengambilan domba bibit terdapat domba yang mati atau sakit akan menjadi tanggung jawab Mitra Tani Farm. Namun, jika lebih dari satu hari maka seluruh ternak domba bibit tersebut menjadi tanggung jawab peternak mitra. Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan Kegiatan yang dilaksanakan selama proses kemitraan berlangsung diantaranya yaitu: 1. Proses pemilihan domba bibit Domba bibit yang akan digemukkan oleh peternak mitra disediakan oleh Mitra Tani Farm. Para peternak mitra dalam proses pemilihan ternak domba bibit dipersilahkan secara langsung dan bebas untuk memilih semua domba bakalan yang berada pada kandang induk di Mitra Tani Farm. Hal tersebut dimaksudkan agar peternak tidak salah memilih untuk ternak domba untuk digemukkan dan agar menjadi semangat bagi para petenak dalam menjalankan usaha tersebut. Semua ternak domba bakalan yang diambil oleh peternak diberikan tanda yaitu menggunakan kalung yang diberikan nomor. Tujuan diberikan kalung tersebut agar semua domba tidak ada yang tertukar dan untuk mempermudan dalam pengontrolan pertumbuhan masing-masing domba. Sumber domba bakalan didatangkan dari daerah Jawa Timur sebanyak 50 persen, Jawa Tengah 25 persen, dan Jawa Barat 25 persen. Pemilihan domba bakalan yang dilakukan oleh Mitra Tani Farm yaitu dengan memilih ternak domba yang sehat, tidak cacat, belum berganti gigi, umurnya kurang dari satu tahun, dan memiliki harga yang murah atau yang sesuai.
Gambar 11 Pemilihan domba bibit di kandang induk Mitra Tani Farm
46 2. Proses pendampingan dan pengawasan kesehatan domba Pendampingan yang dilakukan oleh Mitra Tani Farm kepada peternak mitra dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan terkait teknis usaha penggemukan domba jantan yang baik dan benar. Pendampingan ini dilakukan hampir setiap hari oleh PJ peternak mitra dengan mengontrol jika terdapat domba yang mengalami sakit, serta membantu jika terdapat kendala yang dialami peternak mitra. Pendampingan lainnya dilakukan setiap bulan pada rapat dan evaluasi bulanan. Selanjutnya, upaya dari pihak Mitra Tani Farm agar kemitraan ini berjalan lebih baik lagi yaitu dengan cara pendampingan dan pelatihan yang akan dilakukan oleh pemilik Mitra Tani Farm secara bergiliran kepada peternak mitra setiap minggunya.
Gambar 12 Pemberian obat mata oleh PJ peternak mitra
3. Kegiatan rapat dan evaluasi bulanan Kegiatan yang rutin dilaksanakan untuk menjaga silaturahmi dan sebagai evaluasi pelaksanaan kemitraan yaitu kegiatan rapat bulanan. Kegiatan ini dilakukan setiap awal bulan di rumah peternak mitra. Rapat tersebut selalu diawali dengan doa dan tausiyah agar semua peternak mitra memiliki pengetahuan dan iman yang kuat dalam menjalankan usaha penggemukan ternak domba janta. Kemudian dilanjutkan oleh diskusi antara kelompok peternak mitra dengan Mitra Tani Farm, dimana diskusi tersebut membahas semua kendala yang dihadapi oleh peternak selama sebulan dan mencari solusinya untuk disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Mitra Tani Farm juga turut membantu dalam meringankan beban keuangan bagi peternak yang mendapat giliran untuk mengadakan acara tersebut dengan diberikan dana sebesar Rp50 000.
47
Gambar 13 Kegiatan rapat dan evaluasi bulanan di rumah peternak mitra
4. Penimbangan bobot badan domba setiap bulan Penimbangan bobot badan domba dilakukan setiap bulan oleh PJ peternak mita dengan menggunakan timbangan digital khusus untuk hewan. Meskipun masa panen atau satu periode penjualan dilakukan antara dua hingga tiga bulan, tetapi untuk penimbangan bobot badan domba dilakukan setiap bulan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan dari setiap domba yang digemukkan dan juga sebagai data untuk kedua belah pihak. Selain itu juga dimaksudkan agar peternak yang ingin meminjam uang (cash bon) kepada Mitra Tani Farm berdasarkan pertambahan bobot domba dari setiap peternak per bulannya yang akan dibayarkan ketika penjualan ternak atau saat panen.
Gambar 14 Penimbangan bobot badan domba
5. Penjualan ternak domba hasil penggemukan Setelah usaha penggemukan ternak domba sekitar dua hingga tiga bulan yang dilakukan oleh peternak, maka semua ternak domba wajib dijual kepada Mitra Tani Farm. Perhitungan penerimaan yang didapatkan oleh peternak yaitu berdasarkan pertambahan bobot badan dari bobot domba bibit. Harga yang diterima berdasarkan pertambahan bobot badan per kilogram yang telah disepakati besama sebelumnya.
48
Gambar 15 Domba hasil penggemukan yang siap untuk dipasarkan ke Mitra Tani Farm Berdasarkan kajian mengenai pelaksanaan kemitraan antara peternak domba dengan Mitra Tani Farm, maka terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh peternak mitra dibandingkan dengan peternak nonmitra. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8
Keuntungan yang diperoleh peternak mitra melalui kemitraan dibandingkan peternak nonmitraa Peternak Peternak No Keuntungan Mitra Nonmitra 1. Mendapatkan permodalan untuk pembelian Xb √ domba bibit atau bakalan 2. Mendapatkan permodalan untuk pembuatan X √ kandang sebesar Rp2 000 000 per peternak 3. Mendapatkan pembinaan mengenai usaha ternak domba baik secara teori maupun praktik, serta adanya pendampingan dan X √ pengawasan dalam melaksanakan usaha ternak domba 4. Mendapatkan berbagai jenis obat-obatan untuk domba serta pemeriksaan kesehatan X √ domba 5. Adanya keterjaminan pasar untuk hasil X √ penggemukan ternak domba oleh peternak
a
Sumber: Data primer (2013); bTerdapat beberapa peternak nonmitra yang mendapatkan permodalan untuk pembelian domba bibit dengan sistem bagi hasil usaha.
Keragaan Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan Keragaan usahatani atau usaha ternak menunjukkan gambaran mengenai usaha yang dijalankan mulai dari awal kegiatan penyediaan sarana produksi hingga penanganan hasil. Keragaan usahatani dapat berbeda-beda pada setiap daerah dalam mengusahakan suatu komoditas yang sama.
49 Sistem Perkandangan Usaha ternak domba akan berkembang dan berkelanjutan jika tersedia bangunan untuk melindungi ternak dari kondisi cuaca seperti hujan dan panasnya terik matahari yang disebut kandang. Fungsi kandang selain melindungi dari kondisi cuaca, diantaranya yaitu: tempat untuk domba beraktivitas (istirahat, makan, minum, tidur, dan buang kotoran); mempermudah pengelolaan dan pengawasan terhadap penggunaan pakan, pertumbuhan, dan gejala pneyakit; menjaga kehangatan domba didalam kandang saat malam hari; dan mempermudah pemeliharaan. Kandang yang digunakan pada lokasi penelitian adalah kandang jenis panggung, yaitu bentuk bangunannya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya agar mempermudah dalam penanganan kotoran. Lantai tanah yang berada dibawah kandang domba tersebut digunakan untuk tempat penampungan kotoran. Rata-rata ukuran kandang yang dibutuhkan untuk satu ekor domba jantan dewasa pada lokasi penelitian yaitu 0.5 m2 (panjang 1 meter dan lebar 0.5 meter), sedangkan untuk domba muda dan domba anak rata-rata membutuhkan ukuran 0.25 m2 (panjang 1 meter dan lebar 0.25 meter). Para peternak memisahkan setiap domba melalui penyekatan kandang agar masing-masing domba memiliki tempat yang sesuai dan lebih teratur dalam pemeliharaan. Sistem perkandangan pada peternak responden (mitra dan nonmitra) mengenai ukuran kandang, kapasitas kandang, serta jenis atap yang digunakan oleh peternak responden secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Bahan-bahan yang digunakan untuk membangun kandang oleh responden relatif sama, yaitu dinding dan pintu kandang menggunakan kayu atau bambu, serta alas untuk lantai menggunakan bambu. Namun untuk atap yang digunakan terdapat perbedaan yang cukup beragam. Jenis atap yang digunakan oleh responden diantaranya yaitu genteng, asbes, kirey, serta kombinasi antara jenis atap tersebut. Jenis atap yang digunakan oleh responden menggambarkan umur ekonomis kandang yang akan berpengaruh dalam perhitungan penyusutan kandang. Jika atap yang digunakan itu adalah genteng atau asbes, maka umur kandang tersebut pada umumnya yaitu 5 tahun. Sedangkan jika menggunakan atap kirey maka umur kandang tersebut pada umumnya yaitu 2 tahun. Peternak mitra pada Skala I sebagian besar menggunakan atap asbes, yaitu sebanyak 6 peternak (50.00 persen). Sedangkan untuk peternak nonmitra baik pada Skala II maupun Skala III sebagian besar menggunakan atap genteng, yaitu masing-masing sebanyak 10 peternak (76.92 persen) dan 5 peternak (71.42 persen). Atap yang digunakan untuk usaha penggemukan ternak domba lebih baik menggunakan atap genteng, karena salain genteng bersifat tahan lama, juga memiliki sirkulasi udara yang baik melalui sela-sela genteng. Hal tersebut akan membuat kandang tetap sejuk meskipun pada siang hari. Sedangkan jika menggunakan atap asbes, pada siang hari ruang kandang akan terasa panas dan terasa dingin pada malam hari sehingga akan mempengaruhi kondisi fisik ternak domba.
50 Tabel 9 Sistem perkandangan peternak respondena Uraian
Peternak mitra Skala I Jumlah Persentase (orang) (%)
Ukuran kandang (m2) ≤ 10 0 11 – 20 7 21 – 30 3 31 – 40 2 Kapasitas kandang (ekor) ≤ 10 0 11 – 20 0 21 – 30 8 > 30 4 Jenis atap kandang Genteng 4 Asbes 6 Kirey 0 Genteng dan asbes 2 Genteng dan kirey 0 a Sumber: Data primer (2013) diolah.
Peternak nonmitra Skala II Skala I Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%)
0.00 58.33 25.00 16.67
5 5 3 0
38.46 38.46 23.08 0.00
1 4 1 1
14.29 57.14 14.29 14.29
0.00 0.00 66.67 33.33
7 4 2 0
53.85 30.77 15.38 0.00
2 4 0 1
28.57 57.14 0.00 14.29
33.33 50.00 0.00 16.67 0.00
10 2 1 0 0
76.92 15.39 7.69 0.00 0.00
5 0 1 0 1
71.42 0.00 14.29 0.00 14.29
Gambar 16 Jenis kandang peternak responden (kiri: mitra, kanan: nonmitra)
Rata-rata biaya kandang peternak mitra Skala I yaitu Rp2 000 000 dengan umur ekonomis selama 5.00 tahun. Sedangkan untuk peternak nonmitra pada Skala II memiliki rata-rata biaya kandang sebesar Rp1 969 231 dengan umur ekonomis selama 4.77 tahun. Kemudian untuk peternak nonmitra pada Skala III memiliki rata-rata biaya kendang sebesar Rp2 500 000 dengan umur ekonomis selama 4.36 tahun. Secara lebih lengkap mengenai perhitungan rata-rata biaya penyusutan kandang dapat dilihat pada Tabel 10.
51 Tabel 10 Rata-rata perhitungan biaya penyusutan kandang peternak respondena
a
Uraian
Satuan
Biaya kandang Umur pakai Biaya/tahun Biaya/bulan Biaya/periode Biaya/SDD/bulan Biaya/SDD/periode
Rp tahun Rp Rp Rp Rp Rp
Peternak mitra Skala I 2 000 000 5.00 400 000 33 333 72 870 4 074 9 213
Peternak nonmitra Skala II Skala III 1 969 231 2 500 000 4.77 4.36 428 462 637 755 35 705 53 146 143 846 355 187 10 194 8 770 39 687 60 595
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Pakan Ternak Domba Pakan merupakan salah satu faktor yang akan menentukan suatu keberhasilan usaha penggemukan ternak domba. Pemberian jumlah dan mutu pakan yang sesuai akan membuat ternak mengalami pertumbuhan yang baik dan lebih cepat. Peran pakan dalam usaha ternak domba tidak boleh diabaikan karena ternak membutuhkan nutrisi yang terkandung dalam pakan yang akan mendukung berfungsinya organ fisiologis dalam rangkaian proses pertumbuhan. Jenis pakan yang digunakan oleh peternak responden yaitu hijauan seperti rumput-rumputan dan dedaunan (daun ubi, daun singkong, daun turi, dan daun jagung). Para peternak responden belum memiliki lahan sendiri yang dikhususkan untuk lahan hijauan bagi pakan ternak domba. Karena itu mereka harus mencari hijauan di wilayah sekitar tempat tinggal mereka baik di Desa Bojong Jengkol maupun desa lainnya yang masih berada di sekitar wilayah Kecamatan Ciampea. Pada umumnya para peternak mencari pakan menggunakan peralatan seperti arit dan alat pikul (cerangka, sundung, atau keranjang) dengan bobot pakan yang dapat diangkut rata-rata 50 kilogram per alat pikul. Sedangkan jenis pakan yang belum digunakan oleh peternak responden diantaranya yaitu konsentrat, ampas tahu, dan dedak. Pakan tersebut belum digunakan karena memiliki biaya yang cukup mahal untuk membeli jenis pakan tersebut. Sistem pemeliharaan usaha penggemukan ternak domba jantan oleh responden baik peternak mitra maupun peternak nonmitra semuanya melakukan secara intensif, yaitu sistem pemeliharaan ternak domba di dalam kandang selama digemukkan. Karena itu, ternak domba dalam aktivitas makan tidak dilepas ke lahan hijauan, melainkan tetap dikandang dengan disediakannya tempat untuk pakan. Rata-rata jumlah pakan yang diberikan setiap hari untuk ternak domba jantan muda (umur 7-12 bulan) maupun domba jantan anak (umur 0-6 bulan) sekitar 5 kilogram per ekor, sedangkan untuk ternak domba jantan dewasa (umur lebih dari 12 bulan) membutuhkan pakan sekitar 6 kilogram per ekor. Pemberian pakan kepada ternak domba dilakukan secara berkala setiap harinya, dimana ratarata setiap responden memberikan pakan dua hingga tiga kali dalam sehari, yaitu di pagi hari, siang hari, dan malam hari. Peralatan dan Perlengkapan Usaha Ternak Domba Peralatan yang digunakan oleh peternak mitra diantaranya yaitu: Arit yang digunakan untuk mempangkas rerumputan atau dedaunan sebagai pakan ternak domba; Alat pikul seperti cerangka, sundung, dan keranjang yang digunakan
52 untuk menampung pakan domba; Asahan yang digunakan untuk menajamkan arit yang digunakan setiap hari sehingga tidak tumpul dan tetap dapat digunakan; Gunting bulu ataupun gunting biasa yang digunakan untuk mencukur bulu domba jika sudah tebal; Serta cangkul cagak dan garpu tiga yang digunakan untuk membersihkan kotoran kandang. Secara lebih lengkap, jumlah rata-rata peralatan dan biaya penyusutan yang ditanggung dalam usaha penggemukan domba jantan oleh peternak responden dapat dilihat pada Lampiran 3. Selain peralatan, terdapat pula perlengkapan yang digunakan dalam usaha penggemukan ternak domba jantan. Pertama, karung untuk menampung pakan yang diperoleh. Karung ini digunakan oleh peternak jika mereka tidak menggunakan alat pikul untuk mencari pakan. Ukuran karung yang digunakan oleh peternak responden berbeda-beda, mulai dari ukuran sedang (40 kg) hingga ukuran besar (50 kg) berdasarkan ukuran karung beras. Hal tersebut menyebabkan harga karung yang dibeli oleh peternak berbeda sesuai dengan ukuran karung yang digunakan. Kedua, sapu lidi yang berfungsi untuk membersihkan kandang baik pada lantai kandang, tempat persediaan pakan, dan sekitar kandang. Ketiga, sabun untuk memandikan domba. Sabun yang digunakan oleh peternak domba bukan sabun khusus untuk domba, melainkan menggunakan sabun colek dan sabun bubuk yang digunakan untuk mencuci baju, serta ada yang menggunakan shampo yang biasa digunakan oleh manusia. Keempat, sikat untuk menggosok tubuh domba saat dimandikan agar lebih bersih. Namun tidak semua peternak responden menggunakan sikat saat memandikan domba, melainkan menggunakan daun pinang yang mereka peroleh dari lingkungan tempat tinggal mereka. Daun pinang tersebut terlebih dahulu ditumbuk kemudian digosokkan ke tubuh domba. Manfaat daun pinang tersebut dapat membersihkan dan mematikan kuman-kuman yang menempel pada tubuh atau bulu domba. Secara lebih lengkap mengenai jenis perlengkapan dan rata-rata biaya perlengkapan yang digunakan dalam usaha penggemukan domba jantan oleh peternak responden dapat dilihat pada Lampiran 4. Tenaga Kerja dan Kegiatan Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan Tenaga kerja yang digunakan oleh peternak responden dalam usaha penggemukan ternak domba jantan adalah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang pada umumnya dilakukan oleh suami atau kepala rumah tangga dengan dibantu anaknya. Tenaga kerja yang digunakan tidak ada yang berasal dari luar keluarga karena skala usaha ternak domba peternak responden masih relatif kecil sehingga tidak membutuhkan banyak pekerja. Kegiatan umum yang dilakukan dalam usaha penggemukan ternak domba jantan diantaranya yaitu : 1. Mencari pakan rerumputan dan dedaunan. Pencarian pakan dilakukan setiap hari oleh peternak responden di wilayah sekitar tempat tinggal mereka. Umumnya para peternak mencari pakan di pagi hari dan sore hari menggunakan peralatan seperti arit dan alat pikul untuk menampung pakan yang telah diperoleh. 2. Memberikan pakan secara rutin setiap harinya. Setelah mencari pakan rerumputan maupun dedaunan, para peternak ada yang langsung memberikan pakan tersebut kepada domba, ada pula yang terlebih dahulu mengumpulkannya, kemudian akan diberikan pada waktu-waktu tertentu.
53 Seperti halnya manusia, pemberian pakan kepada domba dilakukan secara teratur, yaitu dua kali atau tiga kali dalam sehari pada pagi hari, siang hari, dan malam hari. 3. Membersihkan kandang baik pada lantai kandang maupun membersihkan kotoran kandang pada tanah. Membersihkan kandang dilakukan hampir setiap hari untuk lantai kandang maupun tempat pakan agar tetap bersih dari sisa pakan yang berserakan menggunakan sapu lidi. Sedangkan membersihkan lantai bawah kandang untuk kotoran domba dilakukan dalam jangkan waktu tertentu, umumnya sebulan sekali menggunakan cangkul maupun garpu tiga. 4. Memandikan domba dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan memandikan domba dilakukan dengan menyikat dan membersihkan domba menggunakan sabun dan air mengalir agar kotoran/kuman yang menempel pada bulu dan tubuh domba hilang. Jika domba tidak dimandikan akan mengundang parasit atau kuman bersarang pada kulit sehingga akan menimbulkan gangguan kesehatan. 5. Mencukur bulu domba jika sudah tebal agar domba terhindar dari penyakit. Sebelum dilakukan pencukuran bulu domba, pada umumnya peternak responden memandikan domba terlebih dahulu agar mempermudah dalam pencukuran. Proses pencukuran bulu domba yaitu dengan memegang domba agar tidak bergerak dan dengan menggunakan gunting. Bulu domba umumnya disisakan 0.50 cm sampai 1.00 cm. Kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh TKDK dalam usaha ini yaitu kegiatan mencari pakan hijauan dengan perhitungan jam orang kerja (JOK) atau jam per hari. Rata-rata pencarian pakan yang dilakukan oleh peternak mitra pada Skala I, yaitu selama 3.43 jam per hari. Lamanya kegiatan pencarian pakan pada peternak mitra tidak jauh berbeda dengan peternak nonmitra pada Skala II, yaitu selama 2.92 jam per hari. Sedangkan untuk peternak nonmitra pada Skala III membutuhkan waktu selama 3.786 jam per hari dalam mencari pakan. Peternak nonmitra pada Skala III membutuhkan waktu yang lebih lama setiap harinya dalam mencari pakan karena pada skala ini jumlah tenaga kerja yang digunakan umumnya lebih dari satu orang. Rata-rata jumlah jam kerja dalam sehari dari berbagai kegiatan yang dilakukan dalam usaha penggemukan ternak domba diantaranya yaitu untuk peternak mitra pada Skala I sebanyak 5.52 jam per hari, untuk peternak nonmitra pada Skala II berjumlah 4.56 jam per hari, dan untuk peternak nonmitra pada Skala III berjumlah 6.28 jam per hari. Secara lebih lengkap, biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh peternak mitra maupun nonmitra dapat dilihat pada Lampiran 2. Biaya TKDK merupakan biaya yang pada umumnya tidak diperhitungkan dalam pendapatan peternak domba. Sehingga untuk mengetahui biaya TKDK melalui asumsi bahwa pada lokasi penelitian jika peternak memberikan upah kepada orang lain, yaitu berdasarkan kegiatan mencari pakan menggunakan alat pikul. Kegiatan ini membutuhkan waktu sekitar tiga jam dalam sekali mencari pakan dengan diberikan upah sebesar Rp15 000 sehingga jika dikonversi setiap jam tenaga kerja membutuhkan biaya sebesar Rp5 000. Penanganan Penyakit pada Ternak Domba Meskipun kesehatan domba sudah dijaga dengan baik oleh peternak, tetapi adanya kemungkinan domba terserang penyakit masih besar. Penyakit yang
54 biasanya menyerang pada ternak domba responden diantaranya yaitu perut kembung, cacing, kudis atau kurap, dan sakit mata. Penanganan penyakit yang dilakukan oleh peternak nonmitra pada umumnya dengan membeli obat di toko obat atau dengan cara tradisional. Obat yang diberikan yaitu obat cacing dan vitamin dalam bentuk pil/tablet yang diberikan satu tablet untuk satu domba selama dua hingga tiga bulan sekali. Harga setiap tabletnya yaitu sekitar Rp3 000. Kemudian juga terdapat beberapa peternak yang memberikan ramuan tradisional yang mereka dapatkan informasinya dari peternak lain ataupun ramuan yang memang sudah menjadi tradisi secara turun temurun. Selain itu, jika terdapat penyakit lainnya seperti buang air yang tidak biasanya, maka peternak memberikan obat untuk manusia kepada ternak domba yang mereka beli di warung. Sedangkan obat-obatan dan vitamin yang digunakan oleh peternak mitra yaitu telah disediakan dan ditanggung oleh pihak Mitra Tani Farm. Obat-obatan dan vitamin ini diberikan secara rutin oleh penanggung jawab (PJ) peternak. Sebelum pemberian obat, terlebih dahulu dilakukan pengecekan kesehatan domba setiap hari per ekornya. Pemberian obat dilakukan jika terdapat domba yang mengalami sakit atau mengalami luka. Obat-obatan dan vitamin yang digunakan untuk peternak mitra diantaranya yaitu: 1. Obat cacing atau albenol, yang berfungsi untuk mencegah cacingan bagi domba. Pemberian obat ini dilakukan dalam satu bulan sekali sebanyak 2.5 ml per ekornya. Pemberian obat cacing ini dilakukan dengan cara menyuntikkannya ke tubuh domba menggunakan alat suntik berukuran 5 ml. Harga obat cacing ini yaitu sekitar Rp250 000 per botol ukuran 1 liter atau 1 000 ml sehingga satu botol obat cacing ini dapat digunakan untuk 400 ekor. 2. Antibiotik limoxin LE merupakan antibiotik yang digunakan khusus untuk domba penggemukan agar memiliki daya tahan yang kuat serta agar tidak mudah terkena penyakit. Antibiotik ini diberikan tiga bulan sebanyak 2.5 ml per ekornya dengan menyuntikan ke bagian paha domba menggunakan alat suntik berukuran 5 ml. Harga antibiotik ini yaitu Rp135 000 per botol ukuran 100 ml. 3. Ivermek merupakan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit kurap pada domba. Pemberian obat ini pada umumnya dilakukan setiap tiga bulan sekali sebanyak 0.5 ml per ekornya dengan cara menyuntikannya ke bagian antara kulit dan daging pada bagian punggung. Namun, sama seperti antibiotik, obat ini diberikan jika terdapat domba yang mengalami sakit kurap. Penyuntikan ini dilakukan dengan menggunakan alat suntik ukuran 1 ml. Harga obat ivermek ini yaitu Rp250 000 per botol ukuran 100 ml. 4. Limoxin Sprey yaitu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit mata dan luka. Pemberian obat ini dilakukan jika terdapat domba yang sedang sakit mata, yaitu dengan cara menyemprotkan ke bagian mata atau bagian luka yang dialami oleh domba tersebut. Rata-rata penyemprotan yang dilakukan yaitu sekitar 1 ml sampai 2 ml. Harga obat ini yaitu Rp130 000 per botol ukuran 100 ml. 5. Vitamin B kompleks yaitu untuk menjaga stamina atau daya tahan tubuh domba yang diberikan satu bulan sekali atau satu periode sekali sebanyak 1.5 ml sampai 2 ml per ekor dengan cara disuntikkan menggunakan alat suntik
55 ukuran 5 ml. Harga vitamin B kompleks yaitu Rp35 000 per botol ukuran 100 ml. Biaya obat-obatan dan vitamin untuk domba peternak mitra ditanggung oleh Mitra Tani Farm. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk setiap jenis obatobatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Rata-rata penggunaan obat-obatan peternak mitra selama satu periode penggemukana Uraian jumlah/ priode Biaya/ml Biaya/ periode a
Satuan
Obat cacing
Antibiotik
Ivermek
Limoxyn sprey
Vitamib B. kompleks
ml
43.75
4.17
0.83
3.33
35.00
Rp
250
1 350
2 500
1 300
350
Rp
10 938
5 625
2 083
4 333
12 250
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Rata-rata jenis obat-obatan yang paling banyak digunakan oleh peternak mitra dalam satu periode penggemukan yaitu obat cacing sebanyak 43.75 ml dan vitamin B kompleks sebanyak 35.00 ml. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk obat-obatan diantara ke lima jenis obat tersebut adalah sebesar Rp35 229 selama satu periode penggemukan. Sedangkan secara umum, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh peternak responden baik peternak mitra maupun peternak nonmitra dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Rata-rata biaya penggunaan obat-obatan peternak respondena Uraian Biaya/periode Biaya/bulan Biaya/SDD/periode Biaya/SDD/bulan a
Satuan Rp Rp Rp Rp
Peternak mitra Skala I 35 229 17 284 4 015 1 924
Peternak nonmitra Skala II Skala III 67 092 103 000 16 482 16 133 16 486 19 929 4 130 3 034
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Penggunaan obat-obatan antara peternak mitra maupun peternak nonmitra relatif sama, hal ini dapat dilihat dari rata-rata penggunaan biaya obat-obatan yang dikeluarkan dalam sebulan, yaitu berkisar antara Rp16 000 sampai Rp17 000. Pemasaran Ternak Pemasaran ternak domba jantan di lokasi penelitian dilakukan dengan penjualan domba hidup. Pemasaran ternak yang dilakukan oleh peternak mitra seluruhnya dijual kepada Mitra Tani Farm karena sudah ada perjanjian atau kontrak mengenai pemasaran hasil ternak domba ketika diwal kemitraan dijalankan. Kontrak perjanjian ini menjadikan adanya keterjaminan pasar untuk ternak domba hasil penggemukan yang dilakukan oleh peternak mitra. Adanya
56 perjanjian pemasaran ini menyebabkan peternak mitra tidak lagi kesulitan mencari konsumen atau lembaga pemasaran lainnya untuk membeli ternak domba mereka. Terlebih lagi harga domba yang akan dibeli ditetapkan sebelumnya yang disesuaikan dengan musim dan kondisi pasar sehingga peternak mengetahui harga jual ternak domba nantinya. Sedangkan pemasaran domba jantan peternak nonmitra baik pada Skala II maupun Skala III sebagian besar kepada tengkulak, yaitu masing-masing sebanyak 76.92 persen dan 57.15 persen. Sebagian besar sistem pemasaran yang dilakukan bersifat langsung tanpa adanya perjanjian secara terikat mengenai penjualan ternak domba. Selebihnya, para peternak menjual ternak domba nya kepada konsumen dan ada juga yang menjualnya kepada konsumen dan tengkulak dengan sistem pemasaran secara langsung maupun berlangganan. Tabel 13 Rata-rata pemasaran ternak domba respondena Uraian
Peternak mitra Skala I Jumlah Persentase (orang) (%)
Lembaga pemasaran Mitra Tani Farm 12 Tengkulak 0 Konsumen 0 Tengkulak dan 0 konsumen Sistem pemasaran Kontrak 12 Langganan 0 Langsung 0 Langganan dan 0 langsung a Sumber: Data primer (2013) diolah.
Peternak nonmitra Skala II Skala III Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%)
100.00 0.00 0.00
0 10 2
0.00 76.92 15.39
0 4 2
0.00 57.15 28.58
0.00
1
7.69
1
14.27
100.00 0.00 0.00
0 3 5
0.00 23.08 38.46
0 1 5
0.00 14.29 71.42
0.00
5
38.46
1
14.29
Pemasaran hasil ternak domba membutukan biaya angkut untuk membawa domba dari kandang peternak kepada pembeli atau lembaga pemasaran. Perhitungan biaya angkut antara peternak mitra dengan peternak nonmitra terdapat perbedaan, dimana untuk peternak mitra berdasarkan jumlah bobot badan ternak domba bakalan sebesar Rp250 per kilogram yang ditanggung masingmasing oleh peternak mitra dan Mitra Tani Farm, yaitu sebesar Rp85 782. Meskipun perhitungan biaya angkut yang dikeluarkan oleh peternak mitra berdasarkan jumlah bobot badan, namun juga dapat dikonversi menjadi biaya yang dikeluarka per ekornya, yaitu rata-rata jumlah domba sebanyak 17.50 ekor. Biaya per ekor yang ditanggung oleh kedua belah pihak masing-masing sebesar Rp4 902 per ekornya. Perhitungan tersebut dikonversi dalam biaya yang dikeluarkan setiap ekornya agar sama perhitungannya pada peternak nonmitra. Biaya angkut peternak nonmitra pada penelitian ini baik pada Skala II maupun Skala III sebenarnya tidak dikeluarkan oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan biaya angkut ditanggung oleh tengkulak ataupun konsumen yang langsung membeli ternak domba di kandang peternak. Namun biaya angkut peternak
57 nonmitra tetap diperhitungnkan dan masuk ke dalam biaya yang diperhitungkan. Perhitungan biaya ini berdasarkan jumlah ekor domba, dimana setiap ekor domba dikenakan biaya Rp10 000. Rata-rata jumlah ternak domba pada Skala II sebanyak 7.31 ekor sehingga biaya angkut per periodenya sebesar Rp73 077. Sedangkan rata-rata jumlah ternak domba pada Skala III sebanyak 9.86 ekor sehingga biaya angkut per periodenya sebesar Rp98 571. Tabel 14 Rata-rata biaya angkut peternak respondena Uraian Bobot awal Biaya/kg Jumlah domba Biaya/ekor Biaya/periode Biaya/bulan Biaya/SDD/periode Biaya/SDD/bulan a
Satuan kg Rp ekor Rp Rp Rp Rp Rp
Peternak mitra Peternak MT Farm 343.13 343.13 250 250 17.50 17.50 4 902 4 902 85 782 85 782 42 687 42 687 9 643 9 643 4 707 4 707
Peternak nonmitra Skala II Skala III 7.31 9.86 10 000 10 000 73 077 98 571 18 551 15 493 19 231 15 714 4 962 2 398
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Berdasarkan identifikasi keragaan usaha ternak domba yang dilakukan oleh peternak mitra mupun peternak nonmitra, terdapat persamaan dan perbedaan mulai dari penyediaan sarana produksi atau input, kegiatan selama usaha ternak domba, hingga penanganan hasil atau pemasaran domba. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Persamaan dan perbedaan keragaan usaha ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitraa Keragaan Usaha Ternak Persamaan a. Sistem perkandangan: jenis kandang (panggung), jenis atap (genteng, asbes, kirey), penyekatan b. Penggunaan peralatan (arit, alat pikul, asahan, gunting bulu, cangkul cagak, garpu 3) c. Penggunaan perlengkapan (karung, sapu lidi, sabun, sikat) d. Jenis pakan hijauan yang digunakan (rerumputan dan dedaunan) e. Tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) f. Kegiatan usaha ternak (mencari pakan, memberi pakan, membersihkan kandang, memandikan domba, dan mencukur bulu domba) Perbedaan a. Jenis obat-obatan yang digunakan Albenol/obat cacing, Antibiotik Limoxin L.E, Ivermek, Limoxyn Sprey, dan Vitamin B. Kompleks b Obat cacing dan ramuan tradisional b. Pemasaran Kontrak dengan Mitra Tani Farm Langsung atau berlangganan dengan tengkulak atau konsumen a
Peternak Mitra
Peternak Nonmitra
√
√
√
√
√ √
√ √
√
√
√
√
√
x
x
√
√ x
x √
Sumber: Data primer (2013); bBiaya obat-obatan ditanggung perusahaan Mitra Tani Farm.
58 Analisis Pendapatan Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan dan Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) rasio Penerimaan Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan Penerimaan usaha ternak domba jantan pada lokasi penelitian berasal dari penjualan ternak domba dan penjualan kotoran domba. Nilai penjualan ternak domba didapat dari perkalian antara jumlah ternak domba yang dijual dengan harga jual ternak domba tersebut per ekornya. Penerimaan dari penjualan ternak domba pada peternak mitra dihitung berdasarkan jumlah bobot badan dikalikan dengan harga domba per kilogramnya, sedangkan pada peternak nonmitra berdasarkan jumlah ekor domba yang dijual dikalikan harga per ekor domba. Meskipun terdapat perbedaan perhitungan dalam penerimaan penjualan ternak domba, maka untuk dapat mengetahui perbandingan penerimaan hasil penjualan ternak domba peternak mitra dikonversi menjadi penjualan per ekor domba agar sama dengan peternak nonmitra. Adapun penerimaan tunai berdasarkan penjualan ternak domba yang diperoleh peternak responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Rata-rata penjualan ternak domba peternak respondena Uraian Bobot akhir Rp/kg Jumlah domba Penerimaan/ekor Penerimaan/periode Penerimaan/bulan Penerimaan/SDD/ periode Penerimaan/SDD/bulan a
Satuan kg Rp ekor Rp Rp Rp Rp Rp
Peternak mitra Skala I 391.00 38 071 17.50 850 609 14 885 658 7 370 949 1 652 075 804 962
Peternak nonmitra Skala II Skala III 7.31 9.86 823 236 1 043 493 6 015 385 10 285 714 1 516 923 1 604 082 1 551 529 1 599 048 398 469 241 601
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 16, besarnya penerimaan hasil penjualan setiap ekornya yang paling tinggi yaitu pada Skala III, kemudian Skala I dan Skala II. Hal ini disebabkan karena waktu penggemukan yang dilakukan pada Skala III lebih lama dibandingkan pada Skala I dan Skala II. Jika perhitungan penerimaan dikonversi kedalam penerimaan per SDD per periode, maka penerimaan yang diperoleh antara Skala I, II, dan III hampir sama, dengan selisih antara Rp500 000 sampai dengan Rp1 000 000. Namun, jika dikonversi ke dalam penerimaan per SDD per bulan, maka peternak mitra memiliki penerimaan yang paling tinggi, yaitu Rp804 662 sedangkan peternak nonmitra pada Skala II dan Skala III masing-masing sebesar Rp398 469 dan Rp241 601. Penerimaan lainnya yang diterima oleh peternak responden yaitu berasal dari penjualan kotoran domba. Kotoran domba yang dijual para peternak tidak ditetapkan biaya per karungnya karena hal tersebut dilarang oleh agama Islam. Namun harga per karung kotoran tersebut berdasarkan kesepakatan antara peternak dengan pembeli yang sebagian besar merupakan petani yang
59 menggunakan kotoran domba sebagai pupuk kandang untuk sawah mereka. Hasil penerimaan tunai yang diperoleh peternak responden dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Rata-rata penjualan kotoran domba peternak respondena
a
Uraian
Satuan
Jumlah/bulan Harga/karung Penerimaan/bulan Penerimaan/periode Penerimaan/SDD/bulan Penerimaan/SDD/periode
karung Rp Rp Rp Rp Rp
Peternak Mitra Skala I 22.67 1 667 48 333 107 589 6 458 14 988
Peternak Nonmitra Skala II Skala III 4.22 9.19 1 462 2 643 10 436 16 616 42 385 106 429 2 972 2 920 11 644 19 163
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Berdasarkan Tabel 17, rata-rata jumlah penjualan kotoran domba setiap bulannya paling banyak yaitu pada peternak mitra sebanyak 22.67 karung dengan harga per karungnya Rp1 667. Sedangkan penerimaan peternak nonmitra pada Skala II sebanyak 4.22 karung dengan harga per karungnya Rp1 462 dan pada Skala III sebanyak 9.19 karung dengan harga per karungnya Rp2 643. Selain penerimaan tunai yang diperoleh dari penjualan ternak domba dan penjualan kotoran domba, terdapat pula penerimaan diperhitungkan dari penjualan kotoran domba. Penerimaan diperhitungkan tersebut karena terdapat beberapa peternak pada masing-masing skala yang tidak menjual kotoran domba, melainkan kotoran tersebut digunakan sendiri sebagai pupuk kandang untuk disawah mereka. Besarnya penerimaan per SDD per periode yang diperhitungkan dari penjualan kotoran yang diperoleh pada Skala I, yaitu sebesar Rp1 622, Skala II sebesar Rp5 538, dan Skala III sebesar Rp0. Penerimaan pada skala III Rp0 karena semua peternak pada skala ini menjual kotoran domba. Penerimaan total yang diperoleh peternak responden dari penjumlahan penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Rata-rata penerimaan total usaha penggemukan ternak domba jantan peternak respondena Nilai (Rp/SDD/periode) Peternak mitra : Skala I (n = 12) Penerimaan tunai 1 667 063 Penerimaan diperhitungkan 1 622 Total penerimaan 1 668 685 Peternak nonmitra : Skala II (n = 13) Penerimaan tunai 1 563 173 Penerimaan diperhitungkan 5 538 Total penerimaan 1 568 711 Peternak nonmitra : Skala III (n = 7) Penerimaan tunai 1 618 211 Penerimaan diperhitungkan 0 Total penerimaan 1 618 211 a Sumber: Data primer (2013) diolah. Uraian
Persentase (%)
Nilai (Rp/SDD/bulan)
Persentase (%)
99.90 0.10 100.00
810 887 667 811 554
99.92 0.08 100.00
99.65 0.35 100.00
401 541 1 385 402 926
99.66 0.34 100.00
100.00 0.00 100.00
244 521 0 244 521
100.00 0.00 100.00
60 Penerimaan total yang diperoleh peternak responden berdasarkan Tabel 18 dalam penerimaan per SDD per periode yang paling besar yaitu pada peternak mitra Skala I, yaitu sebesar Rp1 668 685. Namun untuk peternak nonmitra pada Skala II dan Skala III pun tidak terlalu jauh nilainya dengan peternak mitra, yaitu masing-masing sebesar Rp1 568 711 dan Rp1 618 211. Begitu pula jika perhitungan berdasarkan penerimaan per SDD per bulan, dimana peternak mitra Skala I memiliki nilai yang paling besar, yaitu Rp811 554. Sedangkan untuk peternak nonmitra pada Skala II sebesar Rp402 926 dan peternak pada Skala III sebesar Rp244 521. Pengeluaran Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan Komponen biaya yang dikeluarkan oleh peternak responden pada kegiatan usaha penggemukan ternak domba jantan terdiri atas dua, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh peternak responden dalam usaha penggemukan ternak domba jantan terdapat perbedaan. Biaya tunai pada peternak mitra meliputi biaya pembelian domba, biaya perlengkapan, biaya listrik untuk penerangan kandang, sewa lahan dan biaya angkut ternak domba. Biaya obatobatan tidak termasuk kedalam biaya tunai karena ditanggung oleh Mitra Tani Farm. Sedangkan biaya tunai pada peternak nonmitra Skala II dan Skala III terdiri dari biaya pembelian domba, biaya obat-obatan, biaya perlengkapan, biaya listrik, dan biaya sewa lahan. Biaya angkut pada peternak nonmitra tidak termasuk kedalam biaya tunai karena biaya tersebut ditanggung oleh tengkulak atau konsumen yang membeli domba mereka langsung di kandang sehingga masuk kedalam biaya yang diperhitungkan. Biaya pembelian domba bibit merupakan hasil perkalian antara jumlah domba bibit dengan harga domba per ekornya. Rata-rata biaya pembelian domba bibit per ekornya yang paling tinggi dikeluarkan oleh peternak mitra, yaitu Rp725 066. Sedangkan untuk peternak nonmitra baik pada Skala II maupun Skala III rata-rata biaya pembelian domba bakalan per ekornya hampir sama, yaitu maingmasing sebesar Rp528 915 dan Rp536 310. Jika biaya yang dikeluarkan untuk pembelian domba berdasarkan perhitungan biaya per SDD per periode maupun biaya per SDD per bulan, maka biaya yang dikeluarkan paling tinggi yaitu oleh peternak mitra. Hal ini dikarenakan perusahaan Mitra Tani Farm memilih domba bibit yang berkualitas sehingga harganya lebih mahal dibandingkan harga domba bibit yang dibeli oleh peternak nonmitra. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk membeli domba bakalan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Rata-rata biaya pembelian domba bibit peternak respondena Uraian Jumlah/periode Biaya/periode Biaya/ekor Biaya/bulan Rp/SDD/periode Rp/SDD/bulan a
Satuan Ekor Rp Rp Rp Rp Rp
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Peternak mitra Skala I 17.50 12 961 209 740 651 6 461 177 1 450 131 709 853
Peternak nonmitra Skala II Skala III 7.31 9.86 3 895 769 4 885 714 533 156 495 659 989 231 763 095 1 011 677 836 905 260 384 127 197
61 Selain biaya pembelian domba, komponen biaya tunai lainnya adalah biaya perlengkapan yang dikeluarkan oleh peternak responden yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Biaya lainnya yang rutin dikeluarkan oleh peternak untuk penerangan kandang (biaya listrik) berbeda-beda, yaitu berdasarkan jumlah penggunaan lampu di dalam maupun diluar kandang. Biaya listrik yang dikeluarkan oleh peternak mitra setiap bulannya merupakan yang paling besar. Hal tersebut dikarenakan semua peternak mitra menggunakan lampu untuk penerangan pada kandang. Sedangkan untuk peternak nonmitra baik pada Skala II maupun pada Skala III tidak semuanya menggunakan lampu untuk penerangan. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk penerangan kandang oleh peternak mitra Skala I selama satu bulan sebesar Rp11 667. Sedangkan untuk peternak nonmitra pada Skala II dan Skala III masing-masing sebesar Rp8 462 dan Rp5 000.
Tabel 20 Rata-rata pengeluaran tunai usaha penggemukan ternak domba jantan peternak respondena Nilai Persentase (Rp/SDD/periode) (%) Peternak mitra : Skala I (n = 12) Pembelian domba 1 450 131 98.84 Perlengkapan 1 964 0.13 Listrik 2 935 0.20 Sewa lahan 2 477 0.17 Biaya angkut 9 643 0.66 Total biaya tunai 1 467 150 100.00 Peternak nonmitra : Skala II (n = 13) Pembelian domba 1 011 677 96.53 Obat-obatan 16 486 1.57 Perlengkapan 8 670 0.83 Listrik 9 348 0.89 Sewa lahan 1 832 1.75 Total biaya tunai 1 048 049 100.00 Peternak nonmitra : Skala III (n = 7) Pembelian domba 836 905 95.49 Obat-obatan 19 929 2.27 Perlengkapan 11 644 1.33 Listrik 7 925 0.90 Sewa lahan 0 0.00 Total biaya tunai 876 403 100.00 Uraian
a
Nilai (Rp/SDD/bulan)
Persentase (%)
709 853 857 1 347 1 250 4 707 718 014
98.86 0.12 0.19 0.17 0.65 100.00
260 384 4 130 2 275 2 270 458 269 517
96.61 1.53 0.84 0.84 0.17 100.00
127 197 3 034 1 667 1 122 0 133 021
95.62 2.28 1.25 0.84 0.00 100.00
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Berdasarkan hasil perhitungan biaya tunai pada Tabel 20, baik pada perhitungan biaya per SDD per periode maupun biaya per SDD per bulan bahwa persentase terbesar dalam komponen biaya tunai yaitu pada pembelian domba yang mencapai lebih dari 95.000 persen untuk semua skala. Bahkan untuk Skala I, pembelian domba mencapai angka lebih dari 98.000 persen. Selain yang tercantum dalam Tabel 20, terdapat biaya bagi hasil karena dalam usaha tersebut terdapat pihak lain yang membantu seperti dalam hal permodalan. Namun biaya bagi hasil ini bukan termasuk kedalam biaya usahatani sehingga tidak dimasukkan
62 kedalam komponen biaya pada tabel. Besarnya rata-rata biaya bagi hasil per SDD per periode pada Skala I sebesar Rp100 972, Skala II sebesar Rp94 615, dan Skala III sebesar Rp201 905. Sedangkan jika perhitungan biaya per SDD per bulan, maka besarnya biaya bagi hasil pada Skala I sebesar Rp47 555, Skala II sebesar Rp21 231, dan Skala III sebesar Rp33 039. Selain biaya tunai yang dikeluarkan pada usaha penggemukan ternak domba jantan, terdapat juga biaya nontunai atau biaya yang diperhitungan yang termasuk kedalam komponen biaya usaha. Biaya yang diperhitungkan pada peternak mitra maupun nonmitra meliputi biaya penyusutan (kandang dan peralatan), biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), biaya sewa lahan, dan biaya angkut. Namun, untuk peternak mitra Skala I, terdapat tambahan biaya yang diperhitungkan, yaitu biaya obat-obatan karena biaya tersebut dikeluarkan oleh perusahaan. Rincian mengenai biaya penyusutan peralatan dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan untuk biaya sewa lahan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Rata-rata biaya sewa lahan peternak respondena Uraian Luas kandang Biaya/m2/tahun Biaya/tahun Biaya/bulan Biaya/periode Rp/SDD/bulan Rp/SDD/periode a
Satuan m2 Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Peternak mitra Skala I 20.37 45 000 916 857 76 406 170 818 10 063 23 459
Peternak nonmitra Skala II Skala III 13.38 17.71 45 000 45 000 602 308 797 143 50 192 66 429 201 923 452 143 14 897 12 533 58 336 87 735
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Biaya sewa lahan yang termasuk kedalam biaya diperhitungkan karena sebagian besar peternak responden menggunkan lahan sendiri untuk menjalankan usaha tersebut. Besarnya biaya sewa lahan merupakan hasil perkalian antara luas kandang dengan biaya per meter persegi setiap tahunnya. Biaya sewa lahan ini sesuai dengan luas kandang karena pada usaha penggemukan ternak domba jantan di lokasi penelitian, luas lahan yang digunakan oleh peternak sama dengan luas kandangnya. Kemudian untuk biaya per meter persegi ditentukan terlebih dahulu dengan asumsi bahwa biaya sewa lahan per meter persegi pada lokasi penelitian yaitu Rp45 000 per meter persegi per tahunnya. Rata-rata luas lahan atau kandang milik sendiri dari peternak mitra lebih besar dibandingkan dengan peternak nonmitra, yaitu 20.37 m2. Sedangkan untuk peternak nonmitra yaitu 13.38 m2 (Skala II) dan 17.71 m2 (Skala III). Secara lebih rinci, komponen biaya yang diperhitungkan dapat dilihat pada Tabel 22. Proporsi biaya yang paling besar pada biaya yang diperhitungkan adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini dapat dilihat dari persentase pada masing-masing skala, dimana pada Skala I lebih dari 79.00 persen, Skala II lebih dari 85.00 persen, dan Skala III mencapai lebih dari 86.00 persen dari total biaya yang diperhitungkan. Sementara itu untuk proporsi biaya diperhitungkan yang paling kecil pada masing-masing skala berbeda-beda. Proporsi biaya yang paling
63 kecil pada Skala I dan Skala II yaitu biaya penyusutan peralatan, sedangkan untuk Skala III yaitu biaya angkut. Total biaya diperhitungkan per SDD per periode pada Skala III merupakan yang paling besar, yaitu Rp1 540 106. Sedangkan biaya pada Skala II sebesar Rp922 771 dan pada Skala III sebesar Rp260 979. Sementara itu, untuk biaya diperhitungkan per SDD per bulan yang paling tinggi yaitu pada Skala II sebesar Rp260 979. Sedangkan pada Skala III sebesar Rp222 490 dan pada Skala I sebesar Rp118 888.
Tabel 22
Rata-rata pengeluaran biaya yang diperhitungkan pada usaha penggemukan ternak domba jantan peternak respondena
Nilai Persentase (Rp/SDD/periode) (%) Peternak mitra : Skala I (n = 12) Penyusutan 1. Kandang 9 213 3.53 2. Peralatan 7 829 3.00 TKDK 206 820 79.25 Sewa lahan 23 459 8.99 Biaya angkut 9 643 3.70 Obat-obatan 4 015 1.54 Total 260 979 100.00 Peternak Nonmitra : Skala II (n = 13) Penyusutan 1. Kandang 39 687 4.30 2. Peralatan 16 353 1.77 TKDK 789 164 85.52 Sewa Lahan 58 336 6.32 Biaya Angkut 19 231 2.08 Total 922 771 100.00 Peternak Nonmitra : Skala III (n = 7) Penyusutan 1. Kandang 60 595 3.93 2. Peralatan 37 281 2.42 TKDK 1 338 781 86.93 Sewa Lahan 87 735 5.70 Biaya Angkut 15 714 1.02 Total 1 540 106 100.00 Uraian
a
Nilai (Rp/SDD/bulan)
Persentase (%)
4 074 3 509 94 611 10 063 4 707 1 924 118 888
3.43 2.95 79.58 8.46 3.96 1.62 100.00
10 194 4 042 203 485 14 897 4 962 238 569
4.27 1.69 85.29 6.24 2.08 100.00
8 770 4 680 194 109 12 533 2 398 222 490
39.42 2.10 87.24 5.63 1.08 100.00
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Hasil penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya total atau biaya keseluruhan pada usaha penggemukan ternak domba jantan pada lokasi penelitian. Berdasarkan perhitungan biaya total yang dikeluarkan oleh peternak responden sesuai data pada Tabel 23, biaya total terbesar yang dikeluarkan per SDD per periode, yaitu pada peternak nonmitra Skala III sebesar Rp2 416 509. Sedangkan untuk peternak mitra pada Skala I sebesar Rp1 728 129 dan peternak nonmitra Skala II sebesar Rp1 970 820. Biaya total yang dikeluarkan oleh peternak nonmitra pada Skala III lebih besar
64 dibandingkan peternak pada skala lainnya karena pada skala ini waktu penggemukan ternak domba yang paling lama dibandingkan skala lainnya. Sedangkan jika perhitungan biaya per SDD per bulan, maka biaya total yang paling besar yaitu pada peternak mitra Skala I, yaitu sebesar Rp836 902. Sedangkan untuk peternak nonmitra pada Skala II dan Skala III masing-masing sebesar Rp508 086 dan Rp355 511.
Tabel 23 Rata-rata total biaya usaha penggemukan ternak domba jantan pada peternak respondena Uraian Peternak mitra : Skala I (n = 12) Biaya tunai Biaya diperhitungkan Total biaya Peternak nonmitra : Skala II (n = 13) Biaya tunai Biaya diperhitungkan Total biaya Peternak nonmitra : Skala III (n = 7) Biaya tunai Biaya diperhitungkan Total biaya a
Nilai (Rp/SDD/periode)
Nilai (Rp/SDD/bulan)
1 467 150 260 979 1 728 129
718 014 118 888 836 902
1 048 049 922 771 1 970 820
269 517 238 569 508 086
876 403 1 540 106 2 416 509
133 021 222 490 355 511
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Pendapatan Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan dan Nilai R/C rasio Pendapatan usaha ternak adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran dalam melakukan usaha penggemukan ternak domba jantan. Analisis pendapatan usaha ternak domba terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan usaha ternak atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran tunai. Analsis perhitungan pendapatan atas biaya tunai dalam usaha penggemukan ternak domba jantan pada peternak responden dapat dilihat pada Tabel 24. Hasil pendapatan yang diperoleh pada usaha ternak domba atas biaya tunai menunjukkan bahwa pendapatan per SDD per periode yang diterima oleh peternak domba mitra pada Skala I sebesar Rp201 535. Sedangkan untuk peternak nonmitra pada Skala II sebesar Rp520 662 dan untuk Skala III sebesar Rp741 808. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima pada usaha penggemukan ternak domba jantan peternak nonmitra pada Skala III lebih besar dibandingkan Skala I maupun Skala II. Hal ini dikarenakan lamanya waktu penggemukan selama satu periode pada Skala III lebih lama dibandingkan skala lainnya. Begitu pula dengan nilai R/C rasio pada peternak nonmitra Skala III memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan skala lainnya, yaitu sebesar 1.846. Nilai tersebut memiliki arti bahwa untuk setiap satu rupiah yang dikeluarkan pada usaha ternak tersebut maka akan mendapatkan penerimaan sebesar 1.846 rupiah. Sedangkan nilai R/C rasio pada Skala I sebesar 1.137 dan pada Skala II sebesar 1.497. Meskipun terdapat perbedaan nilai
65 pendapatan dan nilai R/C rasio dari ketiga skala tersebut, namun semua skala memiliki nilai pendapatan yang positif dan nilai R/C rasio lebih dari satu, yang artinya usaha penggemukan ternak domba jantan untuk semua skala menguntungkan atas biaya tunai.
Tabel 24 Rata-rata pendapatan usaha penggemukan ternak domba jantan atas biaya tunaia Uraian Peternak mitra : Skala I (n = 12) Total penerimaan (a1) Total biaya tunai (b1) Total pendapatan (a1-b1) R/C rasio (a1/b1) Peternak nonmitra : Skala II (n = 13) Total penerimaan (a2) Total biaya Tunai (b2) Total pendapatan (a2-b2) R/C rasio (a2/b2) Peternak nonmitra : Skala III (n = 7) Total penerimaan (a3) Total biaya Tunai (b3) Total pendapatan (a3-b3) R/C rasio (a3/b3) a
Nilai (Rp/SDD/periode)
Nilai (Rp/SDD/bulan)
1 668 685 1 467 150 201 535 1.137
811 554 718 014 93 540 1.130
1 568 711 1 048 049 520 662 1.497
402 926 269 517 133 409 1.495
1 618 211 876 403 741 808 1.846
244 521 133 021 111 500 1.838
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Perhitungan hasil pendapatan per SDD per bulan menunjukkan hasil yang berbeda degan perhitungan sebelumnya. Pendapatan yang lebih besar diperoleh pada usaha Skala II, yaitu Rp133 409. sedangkan untuk Skala I sebesar Rp93 540 dan Skala III sebesar Rp111 500. Namun, perhitungan nilai R/C rasio yang menunjukkan bahwa usaha Skala III memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan skala lainnya dengan nilai yang hampir sama untuk masing-masing skala pada perhitungan sebelumnya, yaitu Skala III sebesar 1.838, Skala II sebesar 1.495, dan Skala I sebesar 1.130. Pendapatan usaha penggemukan ternak domba jantan selain dapat dihitung atas biaya tunai, maka dapat juga dihitung atas biaya total. Tabel 23 menunjukkan hasil perhitungan rata-rata pendapatan atas biaya total pada semua skala. Hasil perhitungan baik berdasarkan pendapatan per SDD per periode maupun pendapatan per SDD per bulan menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima pada semua skala menghasilkan nilai yang negatif, artinya penerimaan yang diperoleh pada usaha tersebut lebih kecil dibandingkan biaya total yang dikeluarkan selama proses kegiatan usaha penggemukan ternak domba jantan tersebut. Namun, jika dibandingkan maka pendapatan yang diterima pada Skala I lebih baik dibandingkan Skala II dan Skala III. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 25 yang menunjukkan bahwa nilai negatif pada Skala I lebih kecil dibandingkan skala lainnya, yang artinya kerugian yang diterima pada Skala I lebih kecil dibandingkan kerugian pada skala lainnya.
66 Secara keseluruhan usaha penggemukan ternak domba jantan yang dijalankan oleh semua peternak baik pada Skala I, II, maupun III tidak menguntungkan. Hal tersebut juga karena nilai rasio R/C kurang dari satu, baik nilai rasio R/C per SDD per periode maupun nilai rasio R/C per SDD per bulan. Namun, sama halnya dengan perbandingan analisis perhitungan pendapatan, bahwa nilai rasio R/C pada Skala I lebih besar dibandingan skala lainnya, yaitu sebesar 0.966. Sedangkan untuk Skala II dan Skala III masing-masing sebesar 0.794 dan 0.670. Begitu pula jika perhitungan analisis rasio R/C per SDD per bulan menunjukkan nilai yang hampir sama, yaitu pada Skala I sebesar 0.970, pada Skala II sebesar 0.793, dan Skala III sebesar 0.688.
Tabel 25 Rata-rata pendapatan usaha penggemukan ternak domba jantan atas biaya totala Uraian Peternak mitra : Skala I (n = 12) Total penerimaan (a1) Total biaya (b1) Total pendapatan (a-b)1 R/C rasio (a1/b1) Peternak nonmitra : Skala II (n = 13) Total penerimaan (a2) Total biaya (b2) Total pendapatan (a2-b2) R/C rasio (a2/b2) Peternak nonmitra : Skala III (n = 7) Total penerimaan (a3) Total biaya (b3) Total pendapatan (a3-b3) R/C rasio (a3/b3) a
Nilai (Rp/SDD/periode)
Nilai (Rp/SDD/bulan)
1 668 685 1 728 129 -59 444 0.966
811 554 836 902 -25 348 0.970
1 568 711 1 970 820 -402 109 0.794
402 926 508 086 -105 160 0.793
1 618 211 2 416 509 -798 298 0.670
244 521 355 511 -110 990 0.688
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Proporsi Biaya terhadap Total Pengeluaran Usaha Peternak Mitra Usaha penggemukan ternak domba jantan yang dilakukan oleh peternak mitra terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu Mitra Tani Farm sebagai perusahaan inti dan BPZIS Bank Mandiri sebagai penyedia dana. Untuk mengetahui besarnya proporsi dan kontribusi masing-masing pihak yang mengikuti kemitraan, maka dilakukan perbandingan antara faktor produksi yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak. Tabel 24 disajikan proporsi masingmasing biaya yang dikeluarkan, diantaranya yaitu biaya pembelian ternak domba bibit atau bakalan, biaya obat-obatan, biaya perlengkapan, biaya listrik, biaya angkut, biaya penyusutan kandang, biaya penyusutan perlatan, biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), dan biaya sewa lahan. Besarnya proporsi biaya produksi per SDD per periode yang dikeluarkan oleh BPZIS Bank Mandiri merupakan yang paling besar, yaitu 84.44 persen yang terdiri dari biaya pembelian domba dan penyusutan kandang. Sedangkan biaya
67 yang ditanggung oleh Mitra Tani Farm yaitu sebesar 0.79 persen yang terdiri dari biaya obat-obatan dan biaya angkut, dimana untuk biaya angkut juga ditanggung oleh peternak dengan proporsi yang sama atau setengah dari biaya angkut. Sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak plasma yaitu sebesar 14.77 persen yang terdiri dari biaya perlengkapan, biaya listrik, biaya angkut, biaya penyusutan peralatan, TKDK, dan biaya sewa lahan. Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh BPZIS Bank Mandiri yaitu sebesar Rp1 459 344, Mitra Tani Farm sebesar Rp13 658, dan peternak mitra sebesar Rp252 130. Begitu juga dengan biaya produksi yang dikeluarkan per SDD per bulan yang nilainya hampir sama. Secara lebih rinci proporsi biaya ini dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26
Proporsi biaya input terhadap biaya total pengeluaran usaha penggemukan ternak domba peternak mitra Skala Ia
Uraian Biaya produksi Pembelian dombab Obat-obatanc Perlengkapand Listrikd Biaya angkute Penyusutan kandangb Penyusutan peralatand TKDKd Sewa lahand Total biaya produksi
Nilai Persentase (Rp/SDD/periode) (%) 1 450 131 4 015 1 964 2 935 19 286 9 213 7 829 206 820 25 939 1 728 129
83.91 0.23 0.11 0.17 1.12 0.53 0.45 11.97 1.50 100.00
Nilai (Rp/SDD/bulan)
Persentase (%)
709 853 1 924 857 1 347 9 414 4 074 3 509 94 611 11 313 836 902
84.82 0.23 0.10 0.16 1.12 0.49 0.47 11.30 1.35 100.00
a
Sumber: Data primer (2013) diolah; bbiaya ditanggung BPZIS Bank Mandiri; cbiaya ditanggung Mitra Tani Farm; dbiaya ditanggung peternak mitra; ebiaya ditanggung oleh Mitra Tani Farm dan peternak mitra (proporsi 50:50).
Berdasarkan hasil perhitungan bagi hasil kemitraan yang disajikan pada Lampiran 5, maka penerimaan peternak yang diterima per SDD per periode keseluruhan yaitu sebesar Rp117 582 yang merupakan perhitungan dari penjumlahan hasil penjulan domba setelah bagi hasil dengan penjualan kotoran domba. Sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh peternak mitra sesuai Tabel 26 (perlengkapan, listrik, biaya angkut, penyusutan peralatan, TKDK, sewa lahan) adalah sebesar Rp255 130, sehingga usaha tersebut belum menguntungkan bagi peternak karena pendapatan yang diperoleh atas biaya total bernilai negatif, yaitu sebesar Rp-137 548. Namun jika perhitungan pendapatan tersebut terhadap biaya tunai (perlengkapan, listrik, biaya angkut), dimana jumlah biaya tunai yang dikeluarkan oleh peternak mitra sebesar Rp14 542, maka peternak mitra dalam menjalankan usaha penggemukan ternak domba jantan mangalami keuntungan dengan hasil perolehan pendapatan yang bernilai positif, yaitu sebesar Rp103 040. Secara lebih lengkap, komposisi penerimaan, biaya, dan pendapatan peternak dapat dilihat pada Tabel 27.
68 Tabel 27 Pendapatan peternak mitra setelah bagi hasil kemitraana Nilai (Rp/SDD/periode)
Uraian Penerimaan hasil penjualan domba setelah bagi hasil (A) Penerimaan hasil penjualan kotoran domba (B) Total penerimaan peternak (C=A+B) Biaya total peternak (D) Biaya tunai peternak (E) Pendapatan atas biaya total (F=C-D) Pendapatan atas biaya tunai (G=C-E) a
Nilai (Rp/SDD/bulan)
100 972
47 555
16 610
7 125
117 582 255 130 14 542 -137 548 103 040
54 680 116 344 6 911 -61 664 47 769
Sumber: Data primer (2013) diolah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
2.
3.
Berdasarakan kajian penelitian mengenai kemitraan yang dijalankan antara Mitra Tani Farm dengan peternak domba di Desa Bojong Jengkol, maka pola kemitraan tersebut dapat digolongkan ke dalam pola inti-plasma. Mitra Tani Farm sebagai perusahaan inti dan peternak domba sebagai plasma. Selain itu juga sudah adanya hak dan kewajiban serta kesepakatan antar kedua belah pihak dalam menjalankan kemitraan ini. Namun belum adanya perjanjian secara tertulis mengenai hal tersebut. Pelaksanaan kemitraan ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu pemilihan domba bibit, pendampingan dan pengawasan kesehatan domba, rapat dan evaluasi bulanan, penimbangan bobot badan domba setiap bulan, dan penjualan ternak domba hasil penggemukan kepada Mitra Tani Farm. Keragaan usaha penggemukan ternak domba jantan yang dilakukan antara peternak mitra dan nonmitra hampir sama, mulai dari penggunaan input atau sarana seperti kandang, peralatan, perlengkapan dan tenaga kerja. Namun adanya perbedaan dalam penggunaan obat-obatan. Kegiatan umum yang dilakukan diantaranya yaitu mencari pakan, memberikan pakan, membersihkan kandang, memandikan domba, dan mencukur bulu. Kemudian untuk pemasaran domba bagi peternak mitra sudah adanya kontrak dengan Mitra Tani Farm sedangkan untuk peternak nonmitra pemasaran umumnya kepada tengkulak dan konsumen baik secara langsung maupun berlangganan. Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan digunakan untuk melihat perbandingan antara peternak mitra (Skala I) dengan peternak nonmitra (Skala II dan Skala III). Analisis ini yaitu dengan menghitung nilai pendapatan dan R/C rasio baik atas biaya tunai maupun atas biaya total. a. Pendapatan atas biaya tunai per SDD per periode yang paling tinggi diperoleh pada peternak nonmitra Skala III, bagitu pula hasil perhitungan R/C rasio. Sedangkan perhitungan pendapatan atas biaya tunai per SDD per bulan memberikan hasil yang berbeda, yaitu pendapatan tertinggi diperoleh peternak nonmitra Skala II namun perhitungan R/C rasio yang paling tinggi tetap pada Skala III. Jadi pendapatan usaha peternak
69 nonmitra lebih besar dari pada pendapatan usaha peternak mitra atas biaya tunai. Selanjutnya tingkat pendapatan yang bernilai positif dan nilai R/C rasio yang lebih dari satu untuk semua skala menandakan bahwa usaha penggemukan ternak domba jantan menguntungkan jika diperhitungkan atas biaya tunai. b. Analisis perhitungan pendapatan lainnya yaitu atas biaya total per SDD per periode dan per SDD per bulan. Hasil perhitungan untuk keduanya dari semua skala menghasilkan nilai yang negatif karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan penerimaan. Namun, jika dibandingkan untuk kedua perhitungan tersebut maka peternak mitra Skala I lebih baik karena menghasilkan nilai negatif yang lebih kecil dibandingakan skala lainnya, artinya peternak mitra menerima kerugian yang paling kecil dibandingkan peternak nonmitra. Selain itu juga dapat dilihat dari nilai R/C rasio, dimana peternak mitra Skala I memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan peternak nonmitra Skala II dan Skala III meskipun nilainya kurang dari satu.
Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan serta simpulan, maka terdapat beberapa saran dari penelitian ini, yaitu: 1. Peran penyuluh peternakan sangat diperlukan untuk membantu peternak domba dalam manajemen dan pemeliharaan domba yang baik. Selain itu juga untuk memberikan pengetahuan mengenai perhitungan terutama biaya-biaya nontunai yang pada umumnya tidak diperhitungkan dalam usaha ternak domba. 2. Keragaan usaha yang dilakukan oleh peternak domba pada lokasi penelitian masih bersifat sederhana, sebaiknya mengikuti standar yang ideal dalam hal penyediaan sarana produksi hingga penanganan pasca panen agar menghasilkan ternak domba yang berkualitas. Selain itu para peternak sebaiknya memaksimalkan kapasitas kandang yang tersedia untuk domba karena akan membuat pendapatan yang diperoleh lebih maksimal. 3. Perlu adanya kontrak kerjasama secara tertulis mengenai hak dan kewajiban antara perusahaan dan peternak. Hal tersebut bertujuan agar kedua belah pihak memiliki semangat dan komitmen yang tinggi dalam menjalankan kemitraan. 4. Perlu adanya peningkatan proses pendampingan dan pembinaan yang dilakukan oleh Mitra Tani Farm secara lebih intensif serta perlu adanya penambahan penanggung jawab peternak mitra yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai ternak domba. 5. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan evaluasi dan efektivitas kemitraan serta pengukuran tingkat kepuasan peternak mitra terhadap perusahaan kemitraan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan kemitraan yaang telah dijalankan. Kemudian untuk analisis usahatani yang dilakukan sebaiknya diperhitungkan dalam kurun waktu satu tahun.
70
DAFTAR PUSTAKA [Disnak] Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2012. Harga Bulanan Rata-Rata Domba Tahun 2012. Bandung (ID). . 2012. Populasi Ternak Domba di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011. Bandung (ID). [Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2007-2011 (Atas Dasar Konstan 2000). Jakarta (ID). . 2012. Populasi Hewan Ternak di Indonesia Tahun 2007-2011. Jakarta (ID). . 2012. Populasi Domba per Provinsi Tahun 2007-2011. Jakarta (ID). Hafsah MJ. 2000. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. Hendayana R. 2001. Kinerja dan Perspektif Kemitraan dalam Mendukung Pengembangan Agribisnis Ternak Domba, Kasus Kemitraan dalam Usaha Ternak Domba di Kabupaten Garut, Jawa Barat [Jurnal]. Dalam Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Hernanto F. 1991. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2011. Jakarta (ID). [MTF] Mitra Tani Farm. 2012. Penjualan Hewan Ternak Qurban dan Harian pada MT Farm Tahun 2002-2012. Bogor (ID). . 2013. Panduan teknis penggemukan domba CV Mitra Tani Farm. Bogor (ID). Nugraha N. 2012. Analisis Peran Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus : Kemitraan Rimba Jaya Mushroom dan Petani Jamur Tiram Putih, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pranadji T, Sudaryanto B. 1998. Kajian terhadap Persepsi Petani dan Kelembagaan Korporasi untuk Pengembangan Usaha Ternak Domba di Pedesaan : Studi Kasus pada Desa-Desa di Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang [Jurnal]. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol 4 No 2 Th 1999. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Purbowati E. 2009. Usaha Penggemukan Domba. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Rusdiana S dan Priyanto D. 2008. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Domba Tradisional di Kabupaten Sukabumi [Jurnal]. Seminar Teknologi dan Veteriner 2008. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Sapuan. 1996. Pola Kemitraan dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Petani [Makalah]. Disajikan pada Seminar Nasional Pola Kemitraan dalam meningkatkan daya saing petani tanggal 28 Nopember 1996. Surakarta (ID): Perhepi.
71 Saragih B. 1996. Pengkajian Tata Niaga Ternak Domba Regional. Nasional dan Internasional di Jawa Barat dan Daerah Lainnya. Laporan Akhir. Kerjasama Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian-Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian-Institut Pertanian Bogor. Sari DP. 2012. Analisis Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI Pr. Soekartawi, Soeharja A, L Dillon John, Hardaker J.B. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): UI Pr. Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor (ID): Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sudarmono AS, Sugeng YB. 2011. Beternak Domba. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sumardjo, Jaka S, Wahyu A.D. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Susrusa, Budi K, Zulkifli, 2006. Efektifitas Kemitraan pada Usahatani Tembakau Virginia di Kabupaten Lombok Tiimur [Jurnal]. Bali (ID): Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, dan Lembaga Pendidikan Perkoperasian Daerah Lombok Timur. Dalam Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness (SOCA). Witjaksono J dan Idris. 2009. Pola Kemitraan Petani Padi Sawah dengan Usaha Penggilingan Padi di Sulawesi Tenggara [Jurnal]. Sulawesi Tenggara (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
72 Lampiran 1 Harga bulanan rata-rata ternak domba dan hasilnya di Jawa Barat tahun 2012a Uraian
Komoditi (satuan) Domba Bibit Domba Bibit Daging Kulit Lembaga Domba Bulan Jantanb Betinab Domba Domba Pemasaran (kg BH) (ekor) (ekor) (kg) (kg) Produsen 19 000 600 000 300 000 40 000 24 000 Januari Grosir 20 000 700 000 400 000 45 000 25 000 (Rp) Konsumen 22 000 800 000 800 000 50 000 30 000 Produsen 20 000 650 000 350 000 50 000 24 000 Februari Grosir 21 000 750 000 400 000 55 000 26 000 (Rp) Konsumen 22 000 800 000 850 000 60 000 28 000 Produsen 19 000 600 000 350 000 42 000 24 000 Maret Grosir 20 000 720 000 400 000 47 000 26 000 (Rp) Konsumen 21 000 850 000 800 000 52 000 30 000 Produsen 23 000 800 000 500 000 55 000 28 000 April Grosir 25 000 900 000 600 000 61 000 29 000 (Rp) Konsumen 27 000 950 000 850 000 67 000 34 000 Produsen 19 000 610 000 320 000 41 000 24 000 Mei Grosir 20 000 630 000 360 000 41 500 25 000 (Rp) Konsumen 21 000 750 000 650 000 42 000 26 000 Produsen 24 000 800 000 600 000 55 500 29 000 Juni Grosir 25 000 850 000 700 000 56 000 30 000 (Rp) Konsumen 28 000 950 000 900 000 58 000 35 000 Produsen 23 500 850 000 600 000 56 000 18 000 Juli Grosir 24 000 880 000 650 000 57 000 29 500 (Rp) Konsumen 26 000 900 000 850 000 58 000 35 000 Produsen 30 300 700 000 650 000 36 000 35 000 Agustus Grosir 750 000 700 000 40 000 (Rp) Konsumen 800 000 750 000 64 500 45 000 Produsen 23 000 600 000 500 000 55 000 28 000 September Grosir 24 000 700 000 750 000 56 000 29 000 (Rp) Konsumen 25 000 900 000 850 000 57 000 30 000 Produsen 23 000 800 000 500 000 55 000 28 000 Oktober Grosir 25 000 900 000 600 000 60 000 29 000 (Rp) Konsumen 27 000 900 000 900 000 68 000 35 000 Produsen 23 000 800 000 500 000 75 000 28 000 November Grosir 25 000 900 000 600 000 78 000 39 000 (Rp) Konsumen 27 000 900 000 900 000 80 000 35 000 Produsen 23 000 800 000 500 000 43 000 28 000 Desember Grosir 25 000 900 000 600 000 48 000 29 000 (Rp) Konsumen 27 000 950 000 900 000 50 000 35 000 a Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2012) (data diolah).; bHarga sampai dengan 6 bulan, berat badan minimal 25 kilogram.
75
Lampiran 2 Rata-rata biaya curahan tenaga kerja dalam keluarga peternak respondena Jenis kegiatan
Jam/hari
Peternak mitra : Skala I (n = 12) Mencari pakan Memberi pakan Membersihkan kandang Mencukur bulu domba Memandikan domba Jumlah Peternak nonmitra : Skala II (n = 13) Mencari pakan Memberi pakan Membersihkan kandang Mencukur bulu domba Memandikan domba Jumlah Peternak nonmitra : Skala III (n = 7) Mencari pakan Memberi pakan Membersihkan kandang Mencukur bulu domba Memandikan domba Jumlah a
Biaya/hari (Rp)
Keterangan Rp/periode Rp/bulan (Rp) (Rp)
Rp/SDD/ periode (Rp)
Rp/SDD/ bulan (Rp)
3.427 1.250 0.467 0.235 0.138 5.517
17 083 6 250 2 335 1 174 689 27 531
1 086 458 405 417 158 012 72 740 43 786 1 766 413
512 500 187 500 70 051 35 206 20 684 825 941
127 729 46 215 19 898 8 107 4 871 206 820
58 750 21 042 8 665 3 878 2 276 94 611
2.923 1.096 0.343 0.118 0.077 4.557
14 615 5 481 1 717 592 385 22 790
1 800 000 660 577 207 265 74 435 47 550 2 789 827
445 385 166 731 52 085 18 002 11 730 693 933
504 598 188 043 63 420 19 652 13 451 789 164
128 925 49 484 16 803 4 849 3 424 203 485
3.786 1.536 0.536 0.177 0.248 6.283
18 929 7 679 2 679 886 1 424 30 960
3 878 571 1 580 357 546 429 169 500 264 493 6 439 350
567 857 230 357 80 357 26 593 42 719 947 883
815 510 345 969 106 837 24 888 45 577 1 338 781
117 704 49 923 15 485 3 793 7 204 194 109
Sumber: Data primer (2013) diolah.
73
76 74
Lampiran 3 Rata-rata biaya penyusutan peralatan peternak respondena Uraian Satuan Peternak Mitra : Skala I (n = 12) Jumlah Buah Biaya/buah Rp Biaya alat Rp Umur pakai Tahun Biaya/tahun Rp Biaya/bulan Rp Biaya/periode Rp Biaya/SDD/bulan Rp Biaya/SDD/periode Rp Peternak Nonmitra : Skala II (n = 13) Jumlah Buah Biaya/buah Rp Biaya alat Rp Umur pakai Tahun Biaya/tahun Rp Biaya/bulan Rp Biaya/periode Rp Biaya/SDD/bulan Rp Biaya/SDD/periode Rp Peternak Nonmitra : Skala III (n = 7) Jumlah buah Biaya/buah Rp Biaya alat Rp Umur pakai Tahun Biaya/tahun Rp Biaya/bulan Rp Biaya/periode Rp Biaya/SDD/bulan Rp Biaya/SDD/periode Rp a Sumber: Data primer (2013) diolah.
Arit
Alat pikul
Asahan
Gunting bulu
Cangkul cagak
Garpu 3
1.917 50 417 96 250 0.639 199 609 16 634 36 555 2 029 4 576
2.083 19 167 43 750 0.549 92 569 7 714 16 423 911 1 992
1.417 9 083 13 333 1.021 15 000 1 250 2 577 145 310
1.000 16 917 18 000 1.167 16 125 1 344 2 808 148 314
0.917 35 000 35 000 1.792 22 500 1 875 4 218 247 577
0.250 6 667 6 667 1.792 3 333 278 600 28 60
1.231 42 462 50 154 1.128 53 327 4 444 18 412 1 282 5 234
1.308 24 615 36 923 0.750 52 523 4 377 17 899 1 349 5 346
1.308 13 308 17 231 1.141 16 339 1 362 5 481 391 1 542
0.923 10 385 11 154 1.077 10 769 897 3 686 279 1 110
1.000 36 923 41 538 1.846 22 949 1 912 8 178 559 2 320
0.385 10 000 10 000 1.153 7 115 593 2 692 182 801
2.000 39 571 75 857 0.750 164 571 13 714 86 095 3 120 19 594
1.571 22 500 42 857 0.798 79 092 6 591 44 548 1 471 10 027
1.571 12 500 20 429 1.286 19 000 1 583 11 286 333 2 409
1.286 13 071 16 857 1.226 14 303 1 192 8 028 244 1 669
1.142 31 786 30 000
0.286 1 786 3 571 0.420 1 190 99 595 7 40
21 429 1 786 12 619 505 3 542
77
Lampiran 4 Rata-rata biaya perlengkapan peternak respondena Uraian
Satuan
Peternak Mitra : Skala I (n = 12) Karung buah Sapu lidi buah Sabun buah Sikat buah Total biaya pelengkapan Peternak nonmitra : Skala II (n = 13) Karung buah Sapu lidi buah Sabun buah Sikat buah Total biaya pelengkapan Peternak nonmitra : Skala III (n = 7) Karung buah Sapu lidi buah Sabun buah Sikat buah Total biaya pelengkapan a
Biaya/periode (Rp)
Biaya/bulan (Rp)
Biaya/SDD/periode (Rp)
Biaya/SDD/bulan (Rp)
7 701 2 260 5 397 437 15 796
3 533 952 2 417 209 7 111
975 346 595 47 1 964
431 139 264 23 857
15 577 5 264 5 154 1 747 27 742
4 038 1 263 1 292 446 7 039
4 999 1 449 1 666 556 8 670
1 337 365 427 146 2 275
24 071 5 730 15 336 10 137 55 274
3 357 882 2 307 1 570 8 116
5 514 1 461 3 198 1 472 11 644
763 224 467 214 1 667
Sumber: Data primer (2013) diolah.
75
78 76
Lampiran 5 Rata-rata perhitungan bagi hasil kemitraana Uraian
Total bobot (kg)
Rp/kg
Jumlah/periode (Rp)
Total penjualan ternak 391.002 38 071 Domba (A) Total pembelian domba 343.129 37 774 bibit (B) Total pendapatan hasil 47.873 40 199 penjualan (C = A-B) Bagi Hasil dari total pendapatan hasil penjualan ternak domba Peternak (D = 50%*C) Kas Investor (25%*C) MT Farm (15%*C) Risiko (10%*C) Penerimaan hasil penjualan kotoran domba (E) Total penerimaan peternak (F = D+E) a
Sumber: Data primer (2013) diolah.
Jumlah/bulan (Rp)
Jumlah/SDD/periode (Rp)
Jumlah/SDD/bulan (Rp)
14 885 658
7370 949
1 652 075
804 962
12 961 209
6 461 177
1 450 131
709 853
1 924 449
909 772
201 944
95 109
962 225 481 112 288 667 192 445
454 886 227 443 136 466 90 977
100 972 50 486 30 292 20 194
47 555 23 777 14 266 9 511
16 610
7 125
117 582
54 680
79
Lampiran 6 Siklus kegiatan usaha penggemukan ternak domba jantan peternak mitra (Skala I) selama satu periodea Peternak mitra Skala I (n = 12) Kegiatan
Bulan 1 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 2 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 3 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 4 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 5 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 6 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 7 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 8 (Minggu ke-) 1 2 3
Pembelian bibit domba Pencarian pakan Pemberian pakan Membersihkan Kandang Mencukur bulu domba Memandikan domba Pemasaran domba a Sumber: Data primer (2013) diolah.
77
80 78
Lampiran 7 Siklus kegiatan usaha penggemukan ternak domba jantan peternak nonmitra (Skala II dan III) selama satu periodea Peternak nonmitra Skala II (n = 13) Kegiatan
Bulan 1 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 2 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 3 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 4 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 5 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 6 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 7 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 8 (Minggu ke-) 1 2 3
Bulan 2 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 3 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 4 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 5 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 6 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 7 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Bulan 8 (Minggu ke-) 1 2 3
Pembelian bibit domba Pencarian pakan Pemberian pakan Membersihkan Kandang Mencukur bulu domba Memandikan domba Pemasaran domba
Peternak nonmitra Skala III (n = 7) Kegiatan
Bulan 1 (Minggu ke-) 1 2 3 4
Pembelian bibit domba Pencarian pakan Pemberian pakan Membersihkan Kandang Mencukur bulu domba Memandikan Pemasaran domba a
Sumber: Data primer (2013) diolah
79
Lampiran 8 Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan peternak mitra Skala I selama satu periodea Uraian A Penerimaan tunai Penjualan domba Penjualan kotoran Total penerimaan Tunai B Penerimaan Diperhitungkan Penjualan kotoran Total penerimaan diperhitungkan C Total Penerimaan (A+B) D Biaya tunai Pembelian domba Perlengkapan 1. Karung 2. Sapu lidi 3. Sabun 4. Sikat Listrik Biaya angkut Sewa Lahan Total biaya tunai E Biaya Diperhitungkan Penyusutan kandang Penyusuan peralatan 1. Arit 2. Alat pikul 3. Asahan 4. Gunting bulu 5. Cangkul cagak 6. Garpu 3 TKDK 1. Mencari pakan 2. Membersihkan kandang 3. Memberikan pakan 4. Mencukur bulu 5. Memandikan Sewa lahan Biaya angkut Obat-obatan Total biaya diperhitungkan F Total biaya (D+E)
Satuan
Jumlah fisik (satuan/ SDD)
Harga per unit (Rp/satuan)
ekor karung
2.00 5.96
850 609 1 667
karung
ekor
0.81
2.00
2 000
740 651
buah buah buah buah kg
38.57
250
m2
buah buah buah buah buah buah
Nilai (Rp/SDD/ periode)
Nilai (Rp/SDD/ bulan)
1 652 075 14 988
804 429 6 458
1 667 063
810 887
1 622
667
1 622
667
1 668 685
811 554
1 450 131
709 853
975 346 595 47 2 935 9 643 2 477 1 467 150
431 139 264 23 1 347 4 707 1 250 718 014
9 213
4 074
4 576 1 992 310 314 577 60
2 029 911 145 148 247 28
jam/hari
25.54
5 000
127 729
58 750
jam/hari
3.98
5 000
19 898
8 665
jam/hari
9.24
5 000
46 215
21 042
jam/hari jam/hari m2 kg ml
1.62 0.97
5 000 5 000
38.57
250
8 107 4 871 23 459 9 643 4 015
3 878 2 276 10 063 4 707 1 924
260 979
118 888
1 728 129
836 902
201 535 -59 444 1.137 0.966
93 540 -25 348 1.130 0.970
G Pendapatan atas biaya tunai (C-D) H Pendapatan atas biaya total (C-F) I R/C atas biaya tunai (C/D) J R/C atas biaya total (C/F) a Sumber: Data primer (2013) diolah.
80
Lampiran 9 Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan peternak nonmitra Skala II selama satu periodea Uraian
Satuan
Jumlah fisik (satuan/ SDD)
Harga per unit (Rp/satuan)
1.90 7.96
821 918 1 462
A Penerimaan tunai Penjualan domba ekor Penjualan kotoran karung Total penerimaan Tunai B Penerimaan diperhitungkan Penjualan kotoran karung Total penerimaan diperhitungkan C Total penerimaan (A+B) D Biaya tunai Pembelian domba Obat-obatan Perlengkapan 1. Karung 2. Sapu lidi 3. Sabun 4. Sikat Listrik Sewa lahan Total biaya tunai Biaya E diperhitungkan Penyusutan kandang Penyusuan peralatan 1. Arit 2. Alat pikul 3. Asahan 4. Gunting bulu 5. Cangkul cagak 6. Garpu 3 TKDK 1. Mencari pakan 2. Membersihkan kandang 3. Memberikan pakan 4. Mencukur bulu 5. Memandikan Sewa lahan Biaya angkut Total biaya diperhitungkan F Total biaya (D+E)
Nilai (Rp/SDD/ periode)
Nilai (Rp/SDD/ bulan)
1 551 529 11 644
398 569 2 972
1 563 173
401 541
5538
1385
5538
1385
1 568 711
402 926
1 011 677 16 486
260 384 4 130
4 999 1 449 1 666 556 9 348 1 832 1 048 049
1 337 365 427 146 2 270 458 269 517
m2
39 687
10 194
buah buah buah buah buah buah
5 234 5 346 1 542 1 110 2 320 801
1 282 1 349 391 279 559 182
ekor tablet
2.77
1.90
2 000
528 915
buah buah buah buah
jam/hari jam/hari jam/hari jam/hari jam/hari m2 ekor
G Pendapatan atas biaya tunai (C-D) H Pendapatan atas biaya total (C-F) I R/C atas biaya tunai (C/D) J R/C atas biaya total (C/F) a Sumber: Data primer (2013) diolah.
99.54
5 000
504 598
128 925
12.75
5 000
63 420
16 803
37.15
5 000
188 043
49 484
3.88 2.65
5 000 5 000
1.92
10 000
19 652 13 451 58 336 19 231
4 849 3 424 15 886 4 962
922 771
238 569
1 970 820
508 086
520 662 -402 109 1.497 0.796
133 409 -105 160 1.495 0.793
81
Lampiran 10
Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan peternak nonmitra Skala III selama satu periodea
Uraian
Satuan
Jumlah fisik (satuan/ SDD)
Harga per unit (Rp/satuan)
1.53 7.25
1 043 095 2 643
A Penerimaan tunai Penjualan domba ekor Penjualan kotoran karung Total penerimaan Tunai B Penerimaan Diperhitungkan Penjualan kotoran karung Total penerimaan Diperhitungkan C Total penerimaan (A+B) D Biaya tunai Pembelian domba Obat-obatan Perlengkapan 1. Karung 2. Sapu lidi 3. Sabun 4. Sikat Listrik Total biaya tunai E Biaya diperhitungkan Penyusutan kandang Penyusutan peralatan 1. Arit 2. Alat pikul 3. Asahan 4. Gunting bulu 5. Cangkul cagak 6. Garpu 3 TKDK 1. Mencari pakan 2. Membersihkan kandang 3. Memberikan pakan 4. Mencukur bulu 5. Memandikan Sewa lahan Biaya angkut Total biaya diperhitungkan F Total biaya (D+E)
ekor tablet
0
1.53
0
536 310
buah buah buah buah
m2
buah buah buah buah buah buah jam/hari jam/hari jam/hari jam/hari jam/hari m2 ekor
G Pendapatan atas biaya tunai (C-D) H Pendapatan atas biaya total (C-F) I R/C atas biaya tunai (C/D) J R/C atas biaya total (C/F) a Sumber: Data primer (2013) diolah.
Nilai (Rp/SDD/ periode)
Nilai (Rp/SDD/ bulan)
1 599 048 19 163
241 601 2 920
1 618 211
244 521
0
0
0
0
1 618 211
244 521
836 905 19 929
127 197 3 034
5 514 1 461 3 198 1 472 7 925 876 403
763 224 467 214 1 122 133 021
60 595
8 770
19 594 10 027 2 409 1 669 3 542 40
3 120 1 471 333 244 505 7
163.10
5 000
815 510
117 704
21.37
5 000
106 837
15 485
69.19
5 000
345 969
49 923
4.98 9.12
5 000 5 000
1.57
10 000
24 888 45 577 87 735 15 714
3 793 7 204 12 533 2 398
1 540 106
222 490
2 416 509
355 511
741 809 -798 298 1.846 0.670
111 500 -110 990 1.838 0.688
82
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 02 Desember 1990. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ukar dan Ibu Nafsiah. Penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Depertemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan dalam kepanitiaan maupun organisasi. Kepanitiaan yang pernah diikuti diantaranya yaitu sebagai Staf Agribusiness Youth Camp HIPMA IPB tahun 2010, The 4th Espresso BEM FEM IPB tahun 2010, dan Bogor Art Festival BEM FEM IPB tahun 2011. Kemudian sebagai Ketua Pelaksana One Day No Rice HIPMA IPB tahun 2011, Ketua Divisi Acara Jelajah Tani (Fieldtrip Agribisnis 46 Jawa-Bali) tahun 2012, serta sebagai Penanggung Jawab pada kegiatan yang dilaksanakan oleh HIPMA IPB pada tahun 2012, yaitu kegiatan Agribusiness National Competition (Agrination), Agricareer, dan Agribusiness Festival (Agrifest). Sedangkan untuk organisasi yang diikuti yaitu sebagai Staf Departemen Sosial dan Peduli Lingkungan (D’Soul) HIPMA IPB periode 2010 - 2011, Penanggung Jawab Sementara (PJS) HIPMA IPB tahun 2011, dan sebagai Ketua (Chairman) Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) IPB periode 2011 2012. Organisasi lainnya yang diikuti yaitu Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI) DPW II sebagai anggota Divisi Keprofesian tahun 2011-2012. Penulis selama perkuliahan pernah memperoleh prestasi, diantaranya yaitu: Lolos didanai PKM bidang Kewirausahaan tahun 2010; Juara 1 Lomba Debat Pertanian DPW II POPMASEPI di UIN Syarifhidayatullah Jakarta tahun 2012; Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Ekonomi Karet tingkat Nasional oleh PERHEPI Jambi di Universitas Jambi tahun 2012; Juara Harapan 1 Lomba Bisnis Plan tingkat Nasional di Universitas Trisakti tahun 2012; dan Finalis 15 besar Lomba Bisnis Plan tingkat Nasional di Prasetya Mulya Business School tahun 2012. Selain itu, penulis juga mendapatkan Beasiswa BBM/PPA dari tahun 2010 - 2013 dan Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BU BPKLN) S2 Magister Sains Agribisnis (MSA) IPB Program Fastrack tahun 2012.