HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI DENGAN STATUS GIZI SISWA KELAS DUA SDN 01 CIANGSANA DESA CIANGSANA KABUPATEN BOGOR TAHUN 2010
Skripsi
Oleh : RINA KUSUMAWATI NIM : 106101003296
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010/ 1431 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2010
Rina Kusumawati
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Desember 2010 Rina Kusumawati, NIM : 106101003296 Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 xvi + 104 halaman, 16 tabel, 2 bagan, 1 gambar, 5 lampiran ABSTRAK Status gizi merupakan faktor yang dapat menentukan kualitas sumber daya manusia. Faktor yang berhubungan dengan status gizi antara lain status kesehatan dan tingkat konsumsi zat gizi. Karies gigi merupakan penyakit yang dapat menggangu kondisi gizi anak sehingga dapat menimbulkan masalah gizi. Tingkat konsumsi zat gizi seperti karbohidrat, protein dan lemak tidak hanya berhubungan dengan status gizi tetapi juga dapat berhubungan dengan tingkat keparahan karies gigi. Penelitian dilakukan untuk membuktikan hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua serta faktor pengganggu di antara kedua variabel tersebut di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 50 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan 66% siswa kelas dua di SDN 01 Ciangsana memiliki status gizi kategori kurus dan 74% siswa kelas dua di SDN 01 Ciangsana memiliki tingkat keparahan karies gigi yang tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tingkat keparahan karies gigi dan tingkat konsumsi karbohidrat berhubungan dengan status gizi siswa kelas dua (Pvalue < 0,05). Sedangkan tingkat konsumsi protein dan lemak tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi siswa kelas dua. Berdasarkan hasil uji multivariat diperoleh bahwa tingkat konsumsi karbohidrat merupakan faktor confounding antara hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua. Dengan demikian dapat disarankan kepada pemerintah agar lebih meningkatkan efektivitas program Usaha Kesehatan Gigi Anak Sekolah (UKGS). Kepada pihak sekolah diharapkan dapat meningkatkan peran serta kantin sekolah dalam penyediaan makanan yang bergizi serta meningkatkan keterlibatan para guru dalam memberikan informasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan meneliti variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Daftar bacaan: 58 (1989-2009)
ii
SYARIEF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduated Thesis, December 2010 Rina Kusumawati, NIM 106101003296
The Relationships Between Dental Caries Severity With Nutritional Status of Students in Grades Two SDN 01 Ciangsana, Ciangsana Village, Bogor Regency Year 2010 xvi + 104 pages, 16 tables, 2 charts, 1 picture, 5 attachment ABSTRACT Nutritional status is a factor that can determine the quality of human resources. Factors associated with nutritional status among other health status and level of consumption of nutrients. Dental caries is a disease that may affect the nutritional condition of the child so that it can cause nutritional problems. Consumption levels of nutrients such as carbohydrates, proteins and fats are not only related to nutritional status but also may be associated with the severity of dental caries. The study was conducted to prove the severity of dental caries relationship with nutritional status of second-class students as well as confounding factors between the two variables on the SDN 01 Ciangsana, Ciangsana Village, Bogor Regency Year 2010. The sample used in this study amounted to 50 people. The results of this study showed 66% students at SDN 01 Ciangsana have the nutritional status of underweight category and 74% students at SDN 01 Ciangsana have the severity of dental caries is high. Based on the results of statistical tests found that the severity of dental caries and level of carbohydrate intake associated with nutritional status of students in grade two (Pvalue <0.05). While the level of consumption of protein and fat do not have a meaningful relationship with nutritional status of students in grade two. Based on the multivariate test results obtained that the level of carbohydrate consumption is a factor confounding the relationship between the severity of dental caries with the nutritional status of students in grade two. Thus it can be recommended to the government to further improve the effectiveness of programs Business Schools Children's Dental Health (UKGS). The school is expected to increase participation in the school canteen provision of nutritious foods and to increase the involvement of teachers in providing information about the behavior of clean and healthy. For further research is expected to examine the variables that are not examined in this study. References : 58 (1989-2009) iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI DENGAN STATUS GIZI SISWA KELAS DUA SDN 01 CIANGSANA DESA CIANGSANA KABUPATEN BOGOR TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta,
Desember 2010
Mengetahui
Catur Rosidati, SKM, MKM
Raihana Nadra Alkaff, MMA Pembimbing I
Pembimbing II
iv
v
RIWAYAT HIDUP PENULIS Identitas Diri Nama
: Rina Kusumawati
Tempat/ Tanggal Lahir
: Jakarta, 21 Desember 1988
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status Marital
: Belum Menikah
Alamat
: Komp. TNI-AL TWP I Blok F IV/3 Rt. 002/19 Ciangsana Bogor 16968
Telepon / HP
: 94905592 / 085691014565
Email
:
[email protected]
Pendidikan Formal Tahun 1993 – 1994
: TK. Islam Kaca Puri II
Tahun 1994 - 2000
: SDN. Kranggan Permai Jatisampurna
Tahun 2000 - 2003
: SLTPN 15 Bekasi
Tahun 2003 – 2006
: SMAN 7 Bekasi
Tahun 2006 – sekarang
: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam semesta yang kekal dan abadi. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan hamba Allah yang suci. Alhamdulillah pada akhirnya skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi, hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi dan faktor confounding yang berisiko mengganggu hubungan antara kedua variabel tersebut di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan motivasi, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, yaitu Bapak Dr. Yuli Prapanca Satar, MARS. 2. Bapak kepala sekolah SDN 01 Ciangsana yang telah bersedia memberi izin agar institusinya dijadikan tempat penelitian. 3. Pembimbing I fakultas, yaitu Ibu Raihana Nadra Alkaff, MMA yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama proses pembuatan skripsi. 4. Pembimbing II fakultas, yaitu Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM. 5. Para Guru di SDN 01 Ciangsana yang banyak membantu mempermudah penelitian skripsi ini. vii
6. Ibuku tercinta atas segala doa, perjuangan, pengorbanan serta dukungan moril dan materil yang tiada henti. 7. Ayahku tersayang yang selalu memberikan dukungan dan nasihat dalam setiap langkah kehidupanku. 8. Adik-adikku tersayang, yaitu Hardiyanto dan Arif yang telah membantu kelancaran dan selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Seluruh dosen dan civitas akademik FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Pak Gozali yang membantu dalam pembuatan surat izin. 10. Sahabat-sahabatku yang tergabung dalam kejora yaitu Puput, Nita, Emi, Budes, Neisya, Papau, Lesy, Eka, dan Ana yang selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan perkuliahan, memberikan masukan dalam proses pengerjaan skripsi serta membantu dalam penelitian skripsi ini. Pada akhirnya penyusun bersyukur kepada Allah SWT semoga skripsi ini dapat bemanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa penyusun mengharapkam kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Jakarta,
Desember 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………...
i
ABSTRAK…………………………………………………………………..........
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN………………………………………………
iv
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………...
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………………..
vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………...........
ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..........
xiii
DAFTAR BAGAN………………………………………………………………..
xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..
xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..............
xvi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………...........
1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...
1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………..........
6
1.3 Pertanyaan Penelitian………………………………………………………….
7
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………………...
8
1.4.1 Tujuan Umum…………………………………………………………...
8
1.4.2Tujuan Khusus…………………………………………………………...
8
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………………….
10
1.5.1 Bagi Sekolah…………………………………………………………….
10
1.5.2 Bagi Pemerintah…………………………………………………………
10
1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan…………………………………………..........
11
1.5.4 Bagi Peneliti……………………………………………………………..
11
1.6 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………………..
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...........
13
2.1 Status Gizi…………………………………………………………..................
13
ix
2.1.1 Pengertian Status Gizi…………………………………………………..
13
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi ………………..
14
2.1.3 Penilaian Status Gizi……………………………………………………
27
2.1.4 Status Gizi Anak………………………………………………………..
31
2.2 Karies Gigi………………………………………………………….................
33
2.2.1 Definisi Karies Gigi………………………………………......................
33
2.2.2 Faktor Karies Gigi………………………………………………………
34
2.2.3 Proses Terjadinya Karies Gigi…………………………………………..
41
2.2.4 Pengaruh Karies Terhadap Status Gizi………………………………….
42
2.2.5 Pengukuran Karies Gigi Susu…………………………………………...
46
2.3 Anak Sekolah Dasar…………………………………………………………...
48
2.3.1 Pengertian dan Karakterisitik……………………………………………
48
2.3.2 Keadaan Gizi Anak Sekolah…………………………………………….
48
2.4 Kerangka Teori………………………………………………………………..
51
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS………………………………………………………………………
52
3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………...........
52
3.2 DefinisiOperasional…………………………………………………………...
53
3.3 Hipotesis……………………………………………………………………….
55
BAB IV METODELOGI PENELITIAN……………………………………….
56
4.1 Jenis Penelitian…………………………………………………………...........
56
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………………….
56
4.3 Populasi dan Sampel……………………………………………………..........
56
4.3.1 Populasi………………………………………………………………….
56
4.3.2 Sampel……………………………………………………………...........
57
4.4 Metode Pengumpulan Data…………………………………………………...
58
4.4.1 Data Primer……………………………………………………………...
58
4.4.2 Data Sekunder…………………………………………………………..
60
4.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data………………………………………..
60
4.5.1 Teknik Pengolahan Data………………………………………………..
60
x
4.5.2 Analisis Data…………………………………………………………....
62
BAB V HASIL……………………………………………………………………
65
5.1 Gambaran Umum………………………………………………………...........
65
5.1.1 Visi dan Misi…………………………………………………….............
65
5.1.2 Tujuan Umum Pendidikan……………………………………………....
66
5.1.3 Jumlah Siswa…………………………………………………….............
66
5.1.4 Karakteristik Responden………………………………………………...
67
5.2 Analisi Univariat…………………………………………………....................
68
5.2.1 Gambaran Status Gizi Siswa Kelas Dua………………………………...
68
5.2.2 Gambaran Tingkat Keparahan Karies Gigi……………………………..
69
5.2.3 Gambaran Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein dan Lemak………...
70
5.3 Analisis Bivariat……………………………………………………………….
71
5.3.1 Analisis Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status
71
Gizi……………………………………………………………………… 5.3.2 Analisis Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat Dengan Status
73
Gizi……………………………………………………………………… 5.3.3 Analisis Hubungan Tingkat Konsumsi Protein Dengan Status
74
Gizi……………………………………………………………………… 5.3.4 Analisis Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak Dengan Status
75
Gizi……………………………………………………………………… 5.4 Analisis Multivariat……………………………………………………………
76
5.4.1 Tahap Pemilihan Variabel Kandidat Model…………………………….
76
5.4.2 Tahap Pembuatan Model Faktor Risiko…………………………………
77
5.4.3 Tahap Uji Interaksi………………………………………………………
78
5.4.4 Tahap Uji Confounding…………………………………………………
79
BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………...........
82
6.1 Keterbatasan Penelitian………………………………………………………..
82
6.1.1 Desain Studi………………………………………………………..........
82
6.1.2 Metode Pengumpulan Data……………………………………………..
82
6.2 Gambaran Status Gizi Siswa Kelas Dua………………………………………
83
xi
6.3 Tingkat Keparahan Karies Gigi dan Hubungan Dengan Status Gizi………….
87
6.4 Tingkat Konsumsi Karbohidrat dan Hubungan Dengan Status Gizi………….
90
6.5 Tingkat Konsumsi Protein dan Hubungan Dengan Status Gizi……………….
94
6.6 Tingkat Konsumsi Lemak dan Hubungan Dengan Status Gizi……………….
97
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………
101
7.1 Simpulan………………………………………………………………………
101
7.2 Saran……………………………………………………………………...........
102
7.2.1 Bagi Pemerintah…………………………………………………............
102
7.2.2 Bagi Sekolah…………………………………………………………….
103
7.2.3 Bagi Siswa dan Ibu……………………………………………………...
104
7.2.4 Bagi Peneliti Lainnya……………………………………………………
104
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
2.1 Klasifikasi Tingkat Konsumsi Zat Gizi………………………………........
15
2.2 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometri WHO-NCHS………………………………………....
32
2.3 Klasifikasi Intensitas Karies Gigi Menurut WHO…………………….......
47
3.1 Definisi Operasional……………………………………………………….
53
5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2010…..
66
5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Ibu dan Status Bekerja Ibu Tahun 2010……………
67
5.3 Distribusi Frekuensi Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 …………………………..
69
5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Keparahan Karies Gigi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010....................
70
5.5 Gambaran Tingkat Keparahan Karies Gigi dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010...
72
5.6 Gambaran Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010...
73
5.7 Gambaran Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010……...
74
5.8 Gambaran Tingkat Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010……...
75
5.9 Pemilihan Kandidat Variabel Untuk Tahap Pemodelan Multivariat………
77
5.10 Hasil Pembuatan Model Faktor Risiko…………………………………..
78
5.11 Hasil Uji Interaksi………………………………………………………..
79
5.12 Hasil Uji Confounding…………………………………………………...
80
xiii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Halaman
2.1 Kerangka Teori…………………………………………………………….
51
3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………….
52
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Halaman
5.1 Gambaran Konsumsi Kurang Zat Gizi Karbohidrat, Protein dan Lemak Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010........................................................................................
xv
71
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner Penelitian, Formulir Karies Gigi dan Recall 24 Jam Lampiran 2 Rata-Rata Asupan Zat Gizi Responden Lampiran 3 Analisis Univariat Lampiran 4 Analisis Bivariat Lampiran 5 Analisis Multivariat
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Status gizi masyarakat yang digambarkan dengan status gizi anak balita, anak sekolah, ibu hamil dan kelompok rawan gizi lainnya merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai kualitas sumber daya manusia (Soetjiningsih, 1998). Kebutuhan akan zat gizi berubah sepanjang daur kehidupan dan terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan dari masingmasing tahap kehidupan tersebut (Deri, 2009). Anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa sekolah. Anak yang berada pada masa ini berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun yang mempunyai sifat lebih kuat, sifat individual, aktif dan tidak bergantung dengan orang tua (Moehji, 2003). Kebutuhan gizi anak sekolah dasar dapat mempengaruhi status gizi. Oleh karena itu, makanan yang dikonsumsi harus memenuhi gizi yang baik agar mencapai status gizi yang optimal (Almatsier, 2002). Menurut Suhardjo (1989), status gizi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu konsumsi makanan, penyakit infeksi, pendidikan ibu dan status pekerjaan ibu.
1
2
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007), prevalensi anak usia sekolah kategori kurus tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur sebesar 23,1% pada anak laki-laki dan 19,1% pada anak perempuan. Selanjutnya, prevalensi kategori kurus terendah berada di Bali, yaitu 8,3% pada anak laki-laki dan 6,9% pada anak perempuan. Sedangkan, prevalensi anak usia sekolah kategori kurus pada anak laki-laki di provinsi Jawa Barat sebesar 10,9% dan pada anak perempuan sebesar 8,3%. Angka prevalensi kategori kurus di Jawa Barat lebih rendah dari angka nasional yaitu 13,3% pada anak laki-laki dan 10,9% pada anak perempuan. Status gizi anak akan mempengaruhi proses tumbuh kembangnya. Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor internal berupa struktur fisik dan tingkat pertumbuhan sel otak semasa dalam kandungan. Sedangkan, faktor eksternal antara lain kualitas gizi yang diterima anak dan status kesehatan yaitu ada tidaknya penyakit yang diderita seperti karies gigi, sistem budaya yang digunakan dalam proses merawat serta tingkat ekonomi dan sosial (Nurdadi, 2000 dalam Junaidi, 2004). Karies gigi merupakan salah satu penyakit yang diderita sekitar 90% oleh anak-anak (Damanik, 2009). Karies gigi menjadi masalah kesehatan yang penting karena kelainan pada gigi ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia dan jika dibiarkan berlanjut akan merupakan sumber fokal infeksi dalam mulut sehingga menyebabkan keluhan rasa sakit. Kondisi ini tentu saja akan mengurangi frekuensi kehadiran anak ke sekolah, mengganggu konsentrasi belajar, mempengaruhi asupan gizi sehingga dapat mengakibatkan
3
gangguan pertumbuhan yang akan mempengaruhi status gizi anak dan dapat berimplikasi pada kualitas sumber daya (Siagian, 2008). Hal serupa dikemukakan pula oleh Hidayanti (2005) dalam penelitiannya bahwa karies gigi yang terjadi pada anak akan mengakibatkan munculnya rasa sakit sehingga anak menjadi malas makan dan juga dapat menyebabkan tulang di sekitar gigi menjadi terinfeksi. Apabila terjadi kerusakan pada tahap yang berat atau sudah terjadi abses, maka gigi dapat tanggal. Anak yang kehilangan beberapa giginya tidak dapat makan dengan baik kecuali makanan yang lunak. Seseorang dengan alat pengunyahan yang tidak baik akan memilih makanan sesuai dengan kekuatan kunyahnya sehingga pada akhirnya dapat mengakibatkan malnutrisi (Setiawan, 2003). Selain itu, menurut Depkes (2002), karies gigi merupakan penyakit yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kunyah sehingga dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan pencernaan makanan. Oleh karena itu, karies gigi pada akhirnya dapat menggangu kondisi gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi. Pada anak-anak terutama pada usia sekolah dasar, struktur giginya termasuk jenis gigi bercampur antara gigi susu dan gigi permanen, sehingga rentan mengalami karies gigi. Anak kelas dua sekolah dasar yang mempunyai usia rata-rata 8 tahun merupakan salah satu kelompok usia yang kritis untuk terkena karies gigi karena mengalami transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen (Romadhona, 2009). Gigi susu berguna untuk memotong makanan, berbicara dan pertumbuhan rahang yang baik. Morfologi gigi susu lebih memungkinkan retensi sisa makanan yang dapat menyebabkan kondisi
4
kebersihan mulut anak menjadi tidak baik dibandingkan dengan orang dewasa. Gigi susu yang mengalami karies akan menyebabkan gangguan dalam pertumbuhan rahang maupun posisi gigi tetap (Haryani, et al, 2002). Kebiasaan makan anak sekolah dasar yang sering dijumpai pada umumnya yaitu mengkonsumsi makanan jajanan di sekolah sehingga anak menjadi tidak sarapan, makan siang di luar rumah, tidak teratur dan tidak memenuhi kebutuhan zat gizi. Hal ini akan mempengaruhi nafsu makan anak di rumah dan dapat menyebabkan anak kekurangan gizi (Wahyuti, 1991). Asupan zat gizi dalam makanan tidak hanya berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh pada anak-anak tetapi juga berhubungan dengan penyakit karies gigi. Menurut Nizel (1981), dalam penelitiannya menguraikan bahwa adanya hubungan antara zat gizi seperti protein dan karbohidrat yang terkandung dalam makanan sehari-hari dapat mempengaruhi terjadinya penyakit karies gigi. Konsumsi makanan yang berbentuk lunak dan lengket juga dapat berpengaruh langsung terhadap terjadinya penyakit karies gigi (Nurlaila, 2005). Selanjutnya menurut Kabara (1986), ada hubungan antara lemak dengan terjadinya karies gigi. Karies gigi di Indonesia merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih perlu mendapat perhatian. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004), prevalensi karies gigi di Indonesia mencapai 90,05% (Depkes RI, 2000). Prevalensi karies gigi di perkotaan cenderung meningkat dari Pelita III ke Pelita IV yaitu dari 73% menjadi 73,20%, hal yang sama terjadi di pedesaan yaitu dari 67,23% menjadi 71% dengan indeks angka rata-
5
rata gigi yang terkena karies per anak dari 2,06 gigi menjadi 2,50 gigi (Ilyas, 2000). Karies gigi juga merupakan penyakit yang banyak diderita oleh anakanak. Hasil survei provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat pada tahun 1994/1995 menunjukkan bahwa hanya 14% anak usia di bawah 10 tahun yang bebas karies gigi (Depkes RI, 2001). Data tersebut diperkuat pula oleh data dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) Tasikmalaya yang menunjukkan bahwa pada tahun 2004, prevalensi karies gigi pada anak sekolah dasar sebesar 56,2%. Prevalensi karies gigi ini jauh di atas standar yang ditetapkan Depkes RI yaitu sebesar 10 % (Hidayanti, 2005). Selanjutnya menurut penelitian Ririn pada tahun 2009, dari 265 siswa SD kelas dua di Kota Bandung didapatkan prevalensi karies gigi sebanyak 94,71% (Luchan, 2009). Desa Ciangsana adalah desa yang terletak di kabupaten Bogor yang memiliki berbagai program kesehatan untuk masyarakatnya. Program tersebut dilaksanakan oleh puskesmas setempat. Namun, sebagian besar masyarakat desa ciangsana tidak menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia. Hal ini kemungkinan besar sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi, jarak tempat tinggal ke puskesmas, pengetahuan tentang kesehatan dan kepercayaan terhadap hal-hal non medis. Anak-anak sekolah di desa ciangsana cenderung lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan antara lain ice cream, es sirup, kue-kue, coklat, permen, somay dan bakso yang berada di sekitar lingkungan sekolah. Di dalam makanan tersebut terdapat beberapa zat gizi yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi. Berdasarkan data hasil penjaringan yang dilakukan oleh Puskesmas Ciangsana setiap tahun, karies gigi merupakan
6
masalah kesehatan yang banyak dialami oleh anak-anak yaitu sekitar 71,64% kategori tinggi dan 28,36% kategori rendah. SDN 01 Ciangsana merupakan salah satu sekolah yang berada di wilayah Desa Ciangsana Kabupaten Bogor yang mempunyai siswa kelas dua sebanyak 89 orang. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, didapatkan bahwa 80% siswa kelas dua di sekolah tersebut menderita karies gigi susu. Sedangkan untuk pengukuran status gizi didapatkan hasil bahwa 80% siswa kategori kurus dan 20% siswa kategori normal. Berdasarkan latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007), provinsi Jawa Barat mempunyai prevalensi anak usia sekolah kategori kurus pada anak laki-laki sebesar 10,9% dan pada anak perempuan sebesar 8,3%. Prevalensi kategori kurus tersebut lebih rendah dari angka nasional yaitu 13,3% pada anak laki-laki dan 10,9% pada anak perempuan. Status gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penyakit yang diderita. Karies gigi merupakan salah satu penyakit yang sekitar 90% diderita oleh anak-anak. Karies gigi dapat menimbulkan gangguan fungsi kunyah yang dapat menyebabkan
7
terganggunya penyerapan dan pencernaan makanan. Kondisi tersebut dapat menggangu kondisi gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, didapatkan bahwa 80% siswa kelas dua di sekolah tersebut menderita karies gigi susu. Sedangkan untuk pengukuran status gizi didapatkan hasil bahwa 80% siswa kategori kurus dan 20% siswa kategori normal. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010.
1.3
Pertanyaan Penelitian 1.3.1
Bagaimana gambaran karakteristik responden SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?
1.3.2
Bagaimana gambaran status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?
1.3.3
Bagaimana gambaran tingkat keparahan karies gigi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?
1.3.4
Bagaimana gambaran tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?
1.3.5
Apakah ada hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?
8
1.3.6
Apakah ada hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?
1.3.7
Apakah ada hubungan tingkat konsumsi protein dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?
1.3.8
Apakah ada hubungan tingkat konsumsi lemak dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?
1.3.9
Apakah ada hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 setelah dikontrol dengan tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak ?
1.4
Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
1.4.2
Tujuan Khusus 1.4.2.1
Diketahuinya gambaran karakteristik responden SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
9
1.4.2.2
Diketahuinya gambaran status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
1.4.2.3
Diketahuinya gambaran tingkat keparahan karies gigi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
1.4.2.4
Diketahuinya gambaran tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
1.4.2.5
Diketahuinya hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
1.4.2.6
Diketahuinya hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
1.4.2.7
Diketahuinya hubungan tingkat konsumsi protein dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
1.4.2.8
Diketahuinya hubungan tingkat konsumsi lemak dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
10
1.4.2.9
Diketahuinya hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 setelah dikontrol dengan tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah meliputi manfaat bagi pihak sekolah, manfaat bagi pemerintah, manfaat bagi institusi pendidikan serta manfaat bagi peneliti.
1.5.1
Manfaat Bagi Pihak Sekolah Pihak sekolah dapat mengetahui tingkat keparahan karies gigi, proporsi status gizi, hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi dan dapat melakukan upaya preventif terhadap penyakit karies gigi dan status gizi siswa kelas dua.
1.5.2
Manfaat Bagi Pemerintah Bagi pemerintah khususnya Dinas Kesehatan, laporan hasil penelitian ini memiliki manfaat yaitu dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam rangka menentukan kebijakan dan langkah-langkah yang berkaitan dengan upaya penanggulangan masalah gizi dan upaya perbaikan gizi di kelompok anak usia sekolah.
11
1.5.3
Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Manfaat bagi institusi pendidikan adalah dapat memberikan masukan ilmu yang berguna serta keadaan gizi di masyarakat sebagai bahan pembelajaran agar dapat mempersiapkan peneliti yang mampu menyeimbangkan antara aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
1.5.4
Manfaat Bagi Peneliti Manfaat yang ingin dicapai oleh peneliti adalah peneliti dapat mengetahui hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi dilakukan di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan mei sampai desember tahun 2010. Objek dalam penelitian tersebut adalah ibu dan siswa kelas dua sekolah dasar. Subjek pada penelitan tersebut adalah mahasiswa peminatan gizi program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan karena peneliti ingin mengetahui hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi pada siswa kelas dua sekolah dasar. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
12
sectional.
Pengambilan
data
menggunakan
penilaian
antropometri,
pemeriksaan karies gigi, formulir recall 2x24 jam dan data sekunder.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Status Gizi 2.1.1
Pengertian Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zatzat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Makanan yang memenuhi kebutuhan zat gizi tubuh umumnya membawa ke arah status gizi yang baik (Suhardjo, 1985). Menurut Supariasa (2001), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, merupakan indeks yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu pendek misalnya bulanan. Sedangkan menurut Almatsier (2002), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh tingkat konsumsi atau asupan makanan dan status kesehatan. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memproleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak, kemampuan
13
14
kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2002). Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor internal berupa struktur fisik, tingkat pertumbuhan sel otak semasa dalam kandungan. Sedangkan, faktor eksternal antara lain kualitas gizi yang diterima anak, status kesehatan yaitu ada tidaknya penyakit yang diderita anak seperti karies gigi, pola asuh, sistem budaya yang digunakan dalam proses merawat serta tingkat ekonomi dan sosial (Junaidi, 2004).
2.1.2
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi a.
Konsumsi Makanan Kebutuhan untuk makan bukanlah satu-satunya dorongan untuk mengatasi rasa lapar, akan tetapi ada kebutuhan fisiologis dan psikologis yang ikut mempengaruhi. Konsumsi makanan adalah jenis dan banyaknya makanan yang dapat diukur dengan jumlah bahan makanan atau jumlah kalori dan zat gizi. Konsumsi makanan merupakan faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi (Suhardjo, 1989). Semua manusia di negara
manapun
memerlukan
makanan untuk dikonsumsi. Tubuh manusia harus memperoleh cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari termasuk energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral
15
dan air guna mempertahankan kelangsungan hidup. Selain itu, khusus mengenai protein harus memiliki kualitas yang baik yaitu mengandung asam-asam amino yang sangat diperlukan tubuh (Suhardjo, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2000) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi zat gizi dengan status gizi. Namun demikian, ada kecenderungan semakin baik konsumsi zat gizi maka status gizinya pun semakin baik. Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Puskesmas, Depkes RI (1990), klasifikasi tingkat konsumsi zat gizi dibagi menjadi empat dengan cut of point
masing-masing sebagaimana
tercantum dalam tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Konsumsi Zat Gizi Prosentase Pencapaian Konsumsi Zat Gizi
Kategori
100 % AKG
Baik
80-90 % AKG
Sedang
70-80 % AKG
Kurang
< 70 % AKG
Defisit
Sumber : Buku Pedoman Petugas Puskesmas, Depkes 1990 Dalam I Dewa Nyoman S (2001)
16
1) Tingkat Konsumsi Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Kegunaaan karbohidrat dalam tubuh adalah untuk mendapatkan energi, membuat cadangan tenaga dalam tubuh dan memberikan rasa kenyang. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat diklasifikasikan menjadi dua golongan
yaitu
karbohidrat
sederhana dan
karbohidrat
kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri dari monosakarida, disakarida, gula alkohol, dan oligosakarida. Karbohidrat kompleks memiliki lebih dari dua unit gula sederhana. Karbohidrat kompleks terdiri dari polisakarida dan serat (Almatsier, 2002). Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. Karbohidrat memberi rasa manis pada makanan, dan dapat menghemat protein agar tidak digunakan sebagai energi melainkan untuk membangun sel-sel tubuh, pengatur metabolisme lemak, dan pengeluaran feces. Bila tidak ada karbohidrat, asam amino dan gliserol yang berasal dari lemak dapat menjadi glukosa untuk keperluan energi otak dan saraf pusat (Almatsier, 2002). Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan kering, dan gula serta hasil olahannya seperti bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai,
17
sirup,
dan
sebagainya
(Almatsier,
2002).
Tiap
gram
karbohidrat memberikan energi sebanyak 4 (empat) kilo kalori dan dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan tubuh didapat dari 50%-60% karbohidrat. Anjuran proporsi energi yang berasal dari kelompok padi-padian 50%, umbi-umbian 6%, serta karbohidrat kompleks 5% (PUGS, 2003 dalam Mudanijah, 2004). Kelebihan glukosa akan disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Bila persediaan glukosa darah menurun, hati akan mengubah sebagian dari glikogen menjadi glukosa dan mengeluarkannya ke dalam aliran darah untuk dibawa ke seluruh tubuh yang memerlukan, seperti otak, jantung, sistem syaraf, dan organ tubuh lain. Selain itu juga kelebihan karbohidrat di dalam tubuh akan diubah menjadi lemak oleh hati. Lemak ini akan dibawa ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan
lemak dalam
jumlah
yang
tidak
terbatas
(Almatsier, 2002). Karbohidrat juga dapat mempengaruhi kesehatan gigi. Jenis karbohidrat yang menyebabkan karies gigi adalah sukrosa. Hasil pengamatan epidemiologi membuktikan adanya hubungan antara angka konsumsi gula yang tinggi dan insiden karies yang meningkat pada banyak negara. Selain itu, bentuk fisik makanan juga perlu diperhatikan. Makanan yang lengket
18
akan melekat pada permukaan gigi dan terselip di dalam celahcelah gigi sehingga merupakan makanan yang paling merugikan kesehatan gigi. Kerugian ini terjadi akibat proses metabolisme oleh bakteri yang berlangsung lama sehingga menurunkan pH mulut untuk waktu lama (Mustafa, 1993). Selain itu, menurut Bastian (1975) dalam Junaidi (2004) meyatakan bahwa makanan yang keras membutuhkan pengunyahan lebih lama dan tekanan yang kuat, sebaliknya makanan yang lunak sangat mudah untuk dikunyah. Menurut Korneliani (2004), terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi. Sedangkan, menurut Junaidi (2004), tidak ada hubungan yang bermakna antara karies dengan tingkat konsumsi karbohidrat.
2) Tingkat Konsumsi Protein Protein adalah bagian dari semua sel-sel hidup yang merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air (Yuniastuti, 2008). Protein dalam tubuh berfungsi sebagai penyedia energi apabila kebutuhan energi tidak tercukupi dari konsumsi karbohidrat dan
lemak
(Kartasapoetra dan
Marsetyo, 2003). Selanjutnya, menurut Almatsier (2002) protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan sel
19
dan jaringan tubuh, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengangkut zat-zat gizi, pembentukan antibodi, dan sumber energi setelah karbohidrat dan lemak. Jika kebutuhan energi tubuh tercukupi maka protein akan digunakan sebagai zat pembangun. Protein dibutuhkan untuk membangun dan memelihara otot, darah, kulit, tulang dan jaringan serta organ-organ tubuh lain. Protein juga dapat digunakan untuk menyediakan energi. Kecukupan protein penting untuk membangun daya tahan tubuh agar dapat terlindung dari penyakit infeksi (Suryani, 2002). Selain itu, menurut Junaidi (2004) protein merupakan zat gizi dalam molekul-molekul yang sangat komplek yang mengandung asam-asam amino esensial dan non esensial serta memiliki fungsi sebagai zat pembangun yang terdapat pada makanan hewani dan nabati. Berat badan sangat menentukan banyak sedikitnya protein yang diperlukan. Oleh sebab itu, seseorang yang memiliki berat badan lebih tinggi memerlukan protein lebih banyak daripada seseorang yang memiliki berat badan lebih ringan (Suhardjo, 1989). Dalam keadaan berlebihan, protein akan mengalami deaminase, yaitu suatu proses melepaskan gugus amino
20
(NH2) dari asam amino. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Dengan demikian, makan protein secara
berlebihan
dapat
menyebabkan
kegemukan
(Almatsier, 2002). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tempe, tahu, serta kacang-kacangan lain. Energi yang diperolah tubuh berasal dari protein hendaknya didapat sebanyak 10%-15% protein (Almatsier, 2002). Nurfatimah (2007) mengemukakan bahwa konsumsi protein memiliki hubungan bermakna dengan status gizi seseorang. Namun, Fidiani (2007) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara protein dengan status gizi. Menurut Kwon et al (1997), protein merupakan zat yang diperlukan dalam pembentukan formasi enamel gigi yang baik. Kekurangan protein dapat menurunkan ukuran gigi dan meningkatkan kerusakan enamel. Protein sangat berperan dalam komposisi dan volume air ludah atau saliva, yang merupakan faktor penting dalam kesehatan mulut. Selanjutnya menurut Budiningsari (2006), protein secara sistemik berpengaruh terhadap saliva sehingga pH saliva ke
21
arah basa. Efek lokal protein terutama sumber nabati sehingga menaikkan pH saliva sehingga dapat mencegah dari karies gigi atau menekan tingkat keparahan karies gigi. Daya cerna beberapa protein terutama yang berasal dari hewani dapat dipengaruhi oleh zat-zat lain yang terdapat dalam makanan, proses pengolahan makanan, sumber protein serta kemampuan pencernaan (Junaidi, 2004). Penelitian Junaidi (2004), menunjukkan bahwa adanya hubungan antara karies gigi dengan tingkat konsumsi protein pada anak sekolah dasar. Sedangkan, Nizel (1981) dalam Nurlaila (2005) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara zat gizi protein hewani dan nabati dengan terjadinya karies gigi.
3) Tingkat Konsumsi Lemak Lemak merupakan zat gizi padat energi, dalam bentuk lemak dapat disimpan energi dalam jumlah yang besar di dalam massa yang kecil. Lemak juga merupakan sumber energi selain karbohidrat dan protein. Kekurangan konsumsi lemak akan mengurangi konsumsi kalori dalam tubuh. Selain itu, kekurangan lemak dapat memberikan gejala-gejala defisiensi vitamin yang larut lemak, seperti vitamin A dan vitamin K (Sediaoetama, 2000).
22
Lemak dapat diperoleh dari daging berlemak, jerohan dan sebagainya. Kelebihan lemak akan disimpan oleh tubuh sebagai lemak tubuh yang sewaktu- waktu diperlukan. Lemak berfungsi sebagai sumber energi, alat angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas, memelihara suhu tubuh, dan pelindung organ tubuh (Almatsier, 2002). Dalam satu gram lemak menghasilkan 9 kalori energi. Lemak akan disimpan di dalam tubuh dalam bentuk jaringan adipose. Jaringan ini tidak aktif karena tidak ikut dalam proses metabolisme sehari-hari akan tetapi jaringan ini sangat penting sebagai cadangan energi (Sediaoetama, 2000). Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh yang paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau kombinasi zat-zat energi: karbohidrat, protein, dan lemak. Lemak tubuh umumnya disimpan sebagai berikut: 50% di jaringan bawah kulit (subkutan), 45% di sekeliling organ dalam rongga perut, dan 5% di jaringan intramuskuler. Tubuh mempunyai kapasitas yang tak terhingga untuk menyimpan lemak (Almatsier, 2002). Menurut Balzos (1997) dalam Sebastian (2008) lemak di dalam tubuh lebih mudah disimpan sebagai cadangan
23
energi dalam jaringan adipose. Jika dibandingkan dengan karbohidrat yang menggunakan 23% energi untuk diubah menjadi cadangan lemak dalam jarinagan adipose, lemak hanya membutuhkan 3% energi. Dengan pertimbangan berbagai peran lemak maupun penyerapan zat gizi larut lemak dan mencegah tingginya kadar kolesterol darah, kecukupan asam lemak esensial dianjurkan 10 % dari total konsumsi energi. Sementara itu, anjuran konsumsi lemak total berkisar antara 10-25 % dari total energi (PUGS, 2003 dalam Mudanijah, 2004). Sumber
utama
lemak
adalah
minyak,
tumbuh-
tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega, margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam), kacangkacangan, biji-bijian, daging, ayam, gemuk, krim, susu, keju, kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Almatsier, 2002). Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sayogo (2006) mengajurkan konsumsi lemak dalam sehari tidak melebihi 25% dari total energi per hari. Konsumsi lemak yang berlebih, kurang menguntungkan karena dapat mengakibatkan timbunan lemak dan orang tersebut menjadi gemuk ataupun dapat terjadi sumbatan pada saluran
24
pembuluh darah jantung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2000) dan Handayani (2002), menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi. Lemak juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan gigi. Makanan yang mengandung lemak, pada umumnya sedikit mengandung substrat kariogenik selain sebagai makanan pengganti
karbohidrat
yang
kariogenik,
lemak
juga
mempengaruhi kelarutan karbohidrat di dalam rongga mulut. Lemak berfungsi ke arah efek lokal, sehingga sisa makanan tidak mudah menempel pada permukaan gigi, bakteri tidak memfermentasi sisa makanan dan bersifat hidrofob sehingga bersifat anti bakteri (Budiningsari, 2006). Penelitian yang dilakukan Kabara (1986), menunjukkan adanya hubungan antara lemak dengan terjadinya karies gigi.
b.
Penyakit Infeksi Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Yang paling penting adalah efek langsung dari infkesi sistematik pada katabolisme jaringan. Walaupun hanya terjadi infeksi ringan sudah akan menimbulkan kehilangan nitrogen (Suhardjo, 1989).
25
Infeksi dan demam dapat menyebabkan penurunan nafsu makan atau menimbulkan kesulitan manelan dan mencerna makanan. Keadaan yang demikian membantu terjadinya kurang gizi. Anak yang mengalami gizi kurang akan mengalami daya tahan tubuh yang rendah sehingga lebih mudah terkena infeksi (Suhardjo, 1989).
c.
Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan dasar atau landasan bagi segala ilmu pengetahuan, serta merupakan dasar yang penting untuk dimiliki semua orang. Karena pendidikan pada hakekatnya adalah
usaha
untuk
mengembangkan
kepribadian
dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup (Suhardjo, 1989). Ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga, maka ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Selain merupakan modal utama untuk menunjang perekonomian keluarga, pendidikan ibu juga dapat mempengaruhi derajat kesehatan karena dapat berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak (Suhardjo, 1989). Menurut Suhardjo (1989), pendidikan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi status gizi penduduk. Hal serupa dijelaskan Devi (2004), bahwa
26
pendidikan orang tua akan mempengaruhi status gizi anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka semakin baik pula status gizi anaknya.
d.
Status Pekerjaan Ibu Pekerjaan orang tua yang diperkirakan berperan dalam kaitannya pada pola pemberian dan pengurusan makanan dalam keluarga adalah seorang ibu. Ada pendapat yang mengatakan status pekerjaan ibu dapat mempengaruhi perilaku anak dalam makan. Selain itu, ada perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan pada anak-anak yang mempunyai ibu yang bekerja dan tidak bekerja. Ibu yang bekerja akan tersita waktunya dalam menyiapkan dan memberikan makanan kepada anak sehingga diserahkan kepada orang lain (Suhardjo, 1989). Batasan ibu yang bekerja adalah ibu-ibu yang melakukan aktivitas ekonomi mencari penghasilan baik di sektor formal maupun informal yang dilakukan secara reguler di luar rumah. Anak yang mendapatkan perhatian lebih, baik secara fisik maupun emosional, selalu mendapat senyuman, mendapat makanan yang seimbang maka keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan teman sebayanya yang kurang mendapat perhatian orang tua (Depkes RI, 2002).
27
Penelitian yang dilakukan oleh Lee (1987) dalam Hardinsyah (2007), menyimpulkan bahwa status dan jenis pekerjaan ibu merupakan determinan keragaman konsumsi pangan rumah tangga. Jenis pangan yang dikonsumsi pada rumah tangga dengan ibu yang bekerja di luar lebih sedikit dibandingkan dengan rumah tangga dengan ibu yang tidak bekerja. Namun, hasil penelitian lain menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara status pekerjaan ibu dengan status gizi siswa (Sulastri, et al, 2006).
2.1.3
Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi adalah pembandingan keadaan gizi menurut hasil pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau kelompok tertentu. Ada beberapa cara dalam menilai status gizi seseorang
yaitu:
1)
secara
langsung,
dengan
pemeriksaan
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik dan; 2) secara tidak langsung dapat dilaksanakan dengan survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2001). Di masyarakat, cara penilaian status gizi secara langsung yang paling sering digunakan adalah antropometri karena pengukuran tersebut mudah, sederhana, peralatannya murah, dapat dilakukan siapa saja dan cukup teliti. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung adalah survei konsumsi makanan. Survei konsumsi makanan
28
yang sering dipakai adalah “recall” 24 jam. Dalam metode ini, responden disuruh untuk mengingat dan menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu atau kemarin (Supariasa, 2001).
a.
Pengukuran Antropometri Menurut Supariasa (2001), antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri
gizi berhubungan
dengan
berbagai
macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidak seimbangan antara asupan energi dan protein. Gangguan ini biasanya dapat terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Penilaian status gizi dengan menggunakan pengukuran antropometri mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain alatnya mudah dibawa dan murah, prosedurnya sederhana, relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, dapat digunakan untuk jumlah sampel yang besar, metode akurat serta dapat mengidentifikasi status gizi sedang, gizi kurang dan gizi buruk. Sedangkan, kelemahan pengukuran antropometri antara lain tidak sensitif, faktor di luar gizi dapat menurunkan
29
spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri serta kesalahan
yang
terjadi
pada
saat
pengukuran
dapat
mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi (Supariasa, 2001). Indeks antropometri yang digunakan untuk menentukan status gizi anak-anak usia sekolah adalah BB/TB. Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungannya adalah tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus). Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya
karena
faktor
umur
tidak
dipertimbangkan,
membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lebih lama, membutuhkan dua orang untuk melakukan pengukuran dan sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran (Supariasa, 2001).
30
b.
Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Berdasarkan jenis data yang diperoleh maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif (Supariasa, 2001). Metode survei konsumsi makanan secara kuantitatif dimaksudkan
untuk
mengetahui
jumlah
makanan
yang
dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan daftar penyerapan minyak. Metode tersebut antara lain metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food recall), penimbangan makanan (food weighing), metode food account, metode inventaris (inventory method) serta pencatatan (household food record) (Supariasa, 2001). Metode food recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden diminta untuk menceritakan semua yang dimakan dan diminum sejak bangun pagi kemarin sampai istirahat tidur malam harinya, atau dapat
31
juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh (Supariasa, 2001). Data kuantitatif dapat diperoleh dengan cara menanyakan secara teliti mengenai jumlah konsumsi makanan individu disertai dengan penggunaan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan seharihari. Apabila pengukuran hanya dilakukan satu kali (1 x 24 jam) maka
data
yang
diperoleh
kurang
representatif
untuk
menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu, metode ini sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Recall yang dilakukan minimal 2 x 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Sanjur, 1997 dalam Supariasa, 2001).
2.1.4
Status Gizi Anak Status gizi anak adalah
keadaan kesehatan anak yang
ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Suhardjo, 2003), dan dikategorikan berdasarkan standar baku WHO-NCHS dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB (Depkes, 2004).
32
Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z score simpang baku (SSB) individu dan kelompok sebagai persen terhadap median baku rujukan (Waterlow, et el dalam Djumadias, 1990). Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus : Skor
Dimana :
NIS
Baku Rujukan
NIS NMBR NSBR
: Nilai Induvidual Subjek
NMBR : Nilai Median Baku Rujukan NSBR
: Nilai Simpang Baku Rujukan
Penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, BB/TB dengan standar baku antropometri WHO-NCHS dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometri WHO-NCHS No
Indeks
Simpangan Baku
Status Gizi
1
BB/U
< -3 SD
Gizi buruk
-3 SD s/d <-2 SD
Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD
Gizi baik
> +2 SD
Gizi lebih
< -3 SD
Sangat Pendek
-3 SD s/d <-2 SD
Pendek
- 2 s/d +2 SD
Normal
> +2 SD
Tinggi
2
TB/U
33
Tabel 2.2 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometri WHO-NCHS No
Indeks
Simpangan Baku
Status Gizi
3
BB/TB
< -3 SD
Sangat Kurus
-3 SD s/d <-2 SD
Kurus
- 2 s/d +2 SD
Normal
> +2 SD
Gemuk
Sumber : Depkes (2004)
2.2
Karies Gigi 2.2.1
Definisi Karies Gigi Karies gigi berasal dari bahasa latin yang artinya lubang gigi dan ditandai oleh rusaknya email dan dentin secara progresif yang disebabkan oleh aktivitas metabolisme plak bakteri. Karies gigi timbul karena empat faktor yaitu host yang meliputi gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat serta waktu atau lamanya proses interaksi antar faktor tersebut (Junaidi, 2004). Selanjutnya, menurut Suwargiani (2008), karies gigi adalah suatu proses kronis regresif, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak
dapat
diperbaiki
kembali
oleh
tubuh
melalui
proses
penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu.
34
Karies gigi merupakan penyakit yang banyak menyerang anakanak maupun dewasa baik pada gigi susu maupun gigi permanen. Anak usia 6 sampai 14 tahun merupakan kelompok usia yang kritis dan mempunyai sifat khusus yaitu transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen. Suatu hasil survei status karies gigi Pelita III dan IV di Indonesia, menyatakan bahwa kelompok usia 6 sampai 14 tahun mempunyai prevalensi karies gigi yang cukup tinggi yaitu 60 sampai 80% (Ilyas, 2000).
2.2.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi Terjadinya karies gigi memerlukan host yang rentan untuk berkembangnya lesi karies, mikroorganisme kariogenik yang terdapat dalam rongga mulut dan lingkungan substrat makanan serta jangka waktu yang pendek. Sedangkan, faktor individu manusia (umur, jenis kelamin, ras dan keturunan) dan faktor di luar lingkungan mulut (fisik, sosial dan biologis) merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya karies gigi dalam mulut (Ilyas, 2000).
a.
Faktor Di Dalam Mulut 1) Struktur gigi dan saliva Gigi adalah alat yang digunakan untuk mengunyah makanan didalam mulut. Struktur gigi merupakan salah satu faktor yang bisa melindungi atau memudahkan terjadinya
35
karies. Aneka makanan dan minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Makanan perlu dilumatkan dengan cara dikunyah di dalam mulut. Proses pelumatan oleh gigi dibantu saliva. Saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, penyangga, pembersih, anti pelarut dan anti bakteri (Suwelo, 1992).
2) Mikroorganisme Bakteri Streptococcus mutans mengeluarkan racun yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Bakteri tersebut berperan dalam proses awal karies yaitu lebih dulu masuk lapisan luar email. Selanjutnya Laktobasilus acidophilus mengambil alih peranan pada karies yang lebih merusak gigi. Mikroorganisme menempel di gigi bersama plak. Plak terdiri dari mikroorganisme (70 %) dan bahan antar sel (30 %). Plak akan tumbuh bila ada karbohidrat, sedang karies akan terjadi bila ada plak dan karbohidrat (Suwelo, 1992).
3) Substrat atau karbohidrat Subtrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut. Substrat yang menempel di permukaaan gigi
36
berbeda dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh yang diperlukan untuk mendapatkan energi dan membangun tubuh. Pada dasarnya nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan matriks, email dan kalsifikasi. Nutrisi tersebut adalah karbohidrat, lemak dan protein. Konsumsi karbohidrat sederhana
dalam
waktu
lama
akan
mempengarui
pembentukan matriks email yang nantinya akan menjadi karies. Frekuensi konsumsi gula sederhana yang tinggi menentukan waktu terjadinya karies (Suwelo, 1992).
4) Waktu Waktu adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu yang singkat. Selain itu penyebab karies adalah lamanya substrat yang berada dalam rongga mulut, yang tidak langsung ditelan. Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu
kavitas
cukup
diperkirakan 6 sampai 48 bulan (Suwelo, 1992).
bervariasi,
37
b.
Faktor Di Luar Mulut Faktor yang berhubungan tidak langsung dalam proses karies gigi yang berada di dalam mulut sebagai faktor predisposisi dan penghambat, antara lain : 1) Umur Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun akan bertambah. Hal ini jelas, karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies kecil akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang kuat pengaruhnya (Suwelo, 1992).
2) Jenis kelamin Prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Demikian pula pada anak-anak, prevalensi karies gigi susu anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki, karena gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor resiko terjadinya karies (Suwelo, 1992).
38
3) Ras Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan. Tetapi keadan tulang rahang suatu ras mungkin berhubungan dengan prosentase karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya pada ras tertentu dengan rahang yang sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Keadaan gigi yang tidak teratur akan mempersulit pembersihan gigi dan akan mempertinggi prosentase karies pada ras tertentu (Kidd & Bechal, 1992).
4) Keturunan Dari suatu penelitian terdapat 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi yang baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang cukup baik. Di samping itu, dari 46 pasang orang tua, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang dengan prosentase karies sedang dan 40 pasang dengan prosentase
keries
yang
tinggi.
Tapi
dengan
tehnik
pencegahan karies yang demikian maju pada akhir-akhir ini, sebetulnya faktor keturunan dalam prosentase terjadinya karies tersebut telah dapat dikurangi (Kidd & Bechal, 1992).
39
5) Kultur sosial penduduk Perilaku sosial dan kebiasaan akan menyebabkan perbedaan jumlah karies. Di Selandia baru, prevalensi karies anak dengan sosial ekonomi rendah di daerah yang air minumnya difluoridasi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang air minumnya tidak difluoridasi. Selain itu, perbedaan suku, budaya, lingkungan dan agama akan menyebabkan keadaan karies yang berbeda pula (Suwelo, 1992).
6) Tingkat sosial ekonomi Latar belakang sosial ekonomi yaitu masalah budaya dan pendapatan yang rendah dapat memungkinkan tingginya angka kejadian karies gigi pada kelompok masyarakat tertentu. Hal ini disebabkan karena masyarakat tersebut masih menggunakan cara tradisional dalam membersihkan gigi yaitu dengan menggunakan tanah liat. Selain itu, masyarakat tersebut tidak dapat melakukan pemeriksaan ke dokter gigi karena memiliki pendapatan yang rendah (Suwelo, 1992). Penelitian pada SKRT (2001) menyebutkan bahwa 75% masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah pernah mengalami karies gigi. Angka tersebut lebih tinggi
40
jika dibandingkan dengan masyarakat yang berstatus sosial ekonomi tinggi.
7) Tingkat pendidikan Tingkat
pendidikan
dapat
mempengaruhi
status
kesehatan seseorang, karena semakin tinggi pendidikan seseorang
maka
akan
semakin
tinggi
pula
tingkat
pengetahuan dan kesadaran untuk menjaga kesehatan (Suwelo,
1992).
Hasil
penelitian
Lukito
(2003),
menunjukkan bahwa angka karies tertinggi diderita pada anak yang tingkat pendidikan orang tuanya rendah yaitu sebesar 63,25%. Selanjutnya, pada penelitian lain juga disebutkan bahwa angka prevalensi karies pada penduduk yang tidak tamat sekolah dasar sebesar 78% dan pada penduduk yang tamat sekolah dasar sebesar 67%.
8) Kebiasaan sikat gigi Penyakit karies gigi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah mikroorganisme yang ada dalam plak gigi. Cara yang dapat digunakan untuk mengontrol plak tersebut adalah dengan menyikat gigi (Suwelo, 1992). Hasil penelitian menurut Evron (2003) dalam Romadhona (2009), menyatakan bahwa prevalensi karies gigi pada anak yang
41
memiliki sikap dan perilaku positif terhadap kebiasaan yang baik untuk menyikat gigi sebesar 9%. Sedangkan pada SKRT (1995), menyatakan bahwa proporsi penduduk yang tidak menyikat gigi sebesar 31,7% dan yang menderita karies gigi sebesar 63%.
9) Kesadaran
sikap
dan
perilaku
individu
terhadap
kesehatan gigi Fase perkembangan anak umur di bawah 5 tahun masih sangat tergantung pada pemeliharaan, bantuan dan pengaruh dari ibu. Peranan ibu sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam bidang kesehatan, peranan seorang ibu sangat menentukan. Jadi kesadaran, sikap, dan perilaku
serta
pendidikan
ibu
sangat
mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut anak (Suwelo, 1992).
2.2.3
Proses Terjadinya Karies Gigi Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi (Schuurs, 1993).
42
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin
melalui
lubang
fokus
tetapi
belum
sampai
kavitasi
(pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Schuurs, 1993).
2.2.4
Pengaruh Karies Gigi Terhadap Status Gizi Anak Gigi dan mulut memegang peranan penting pada masa anakanak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang, karena merupakan ujung sefalik dari saluran pencernaan yang menjadi pintu masuk makanan yang dibutuhkan tubuh untuk menghasilkan energi maupun untuk perbaikan jaringan dan pertumbuhan anak (Hayati,
43
1994). Selanjutnya menurut Setiawan (2003), salah satu alat cerna yang dimiliki manusia adalah mulut beserta organ pelengkap, yaitu gigi, lidah dan saliva. Gigi berperan untuk mencerna makanan seperti memotong, menggigit dan mengunyah sehingga bentuk makanan menjadi lebih kecil dan halus. Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor internal berupa struktur fisik dan tingkat pertumbuhan sel otak semasa dalam kandungan. Sedangkan, faktor eksternal antara lain kualitas gizi yang diterima anak dan status kesehatan yaitu ada tidaknya penyakit yang diderita seperti karies gigi, sistem budaya yang digunakan dalam proses merawat serta tingkat ekonomi dan sosial (Nurdadi, 2000 dalam Junaidi, 2004). Karies gigi menjadi masalah kesehatan yang penting karena kelainan pada gigi ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia dan jika dibiarkan berlanjut akan merupakan sumber fokal infeksi dalam mulut sehingga menyebabkan keluhan rasa sakit. Kondisi ini tentu saja akan mengurangi frekuensi kehadiran anak ke sekolah, mengganggu konsentrasi belajar, mempengaruhi asupan gizi sehingga dapat
mengakibatkan
gangguan
pertumbuhan
yang
akan
mempengaruhi status gizi anak dan dapat berimplikasi pada kualitas sumber daya (Siagian, 2008). Pada anak-anak, terutama pada usia sekolah dasar, struktur giginya termasuk jenis gigi bercampur antara gigi susu dan gigi
44
permanen, sehingga rentan mengalami karies gigi. Anak kelas dua sekolah dasar yang mempunyai usia rata-rata 8 tahun merupakan salah satu kelompok usia yang kritis untuk terkena karies gigi karena mengalami
transisi pergantian
gigi
susu
ke
gigi
permanen
(Romadhona, 2009). Gigi susu berguna untuk memotong makanan, berbicara dan pertumbuhan rahang yang baik. Morfologi gigi susu lebih memungkinkan retensi sisa makanan yang dapat menyebabkan kondisi kebersihan mulut anak menjadi tidak baik dibandingkan dengan orang dewasa. Gigi susu yang mengalami karies akan menyebabkan gangguan dalam pertumbuhan rahang maupun posisi gigi tetap (Haryani, et al, 2002). Kesulitan makan pada anak disebabkan oleh berbagai faktor yaitu nutrisi, penyakit dan psikologis. Faktor penyakit antara lain adanya kelainan pada gigi geligi dan rongga mulut seperti karies gigi, stomatitis dan gingivitis. Penyakit karies gigi dapat menyebabkan kehilangan gigi sehingga terjadi gangguan dalam proses pengunyahan makanan, estetika dan pergerakan gigi yang dapat menimbulkan penumpukan sisa makanan (Junaidi, 2004). Hal tersebut dikemukakan pula oleh Hidayanti (2005), karies gigi yang terjadi pada anak akan mengakibatkan munculnya rasa sakit sehingga anak menjadi malas makan dan juga dapat menyebabkan tulang di sekitar gigi menjadi terinfeksi. Apabila terjadi kerusakan pada tahap yang berat atau sudah
45
terjadi abses, maka gigi dapat tanggal. Anak yang kehilangan beberapa giginya tidak dapat makan dengan baik kecuali makanan yang lunak. Selain itu, menurut Depkes (2002), karies gigi merupakan penyakit yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kunyah sehingga dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan pencernaan makanan. Oleh karena itu, karies gigi pada akhirnya dapat menggangu kondisi gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi. Selanjutnya menurut Setiawan (2003), karies gigi dapat menimbulkan gangguan fisiologis pada gigi seperti penghancuran makanan yang tidak sempurna, menurunkan produksi saliva sehingga makanan tidak larut dengan baik serta otot-otot pengunyahan yang terganggu fungsinya. Seseorang dengan alat pengunyahan yang tidak baik akan memilih makanan sesuai dengan kekuatan kunyahnya sehingga pada akhirnya dapat mengakibatkan malnutrisi. Karies sangat sering terjadi pada gigi geraham, terutama pada permukaan kunyah karena pada permukaan tersebut terdapat paritparit kecil yang cukup dalam sehingga permukaan sikat gigi tidak dapat menjangkaunya. Jika karies sudah meluas ke lapisan dentin maka akan timbul rasa nyeri terutama jika terkena rangsangan dingin dan makan makanan manis. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pemilihan jenis dan bentuk makanan yang akan dikonsumsi agar tidak menimbulkan rasa nyeri ketika makan (Junaidi, 2004). Menurut Budiharto (1990), anak yang menderita sakit gigi akan menghindari
46
makanan sehingga asupan makanan akan berkurang dan menyebabkan anak lebih peka terhadap malnutrisi. Nutrisi dan mastikasi (pengunyahan) mempunyai hubungan timbal balik. Nutrisi yang baik diperlukan untuk pertumbuhan yang normal termasuk pertumbuhan aparatus mastikasi. Sebaliknya, mastikasi yang baik merupakan hal penting dalam penggunaan makanan dan pencernaan (Hayati, 1994). Kehilangan gigi akan menurunkan efisiensi pengunyahan yang berakibat pada terganggunya sistem pencernaan makanan sehingga dapat menganggu kesehatan tubuh karena zat-zat gizi makanan tidak dapat diserap dengan sempurna oleh usus halus (Junaidi, 2004). Alvarez (1995) menyatakan bahwa status gizi anak akan mempengaruhi pertumbuhan gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen. Anak yang berstatus gizi kurang akan mengalami tingkat keparahan karies yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi normal. Status gizi pada awal kehidupan berpengaruh terhadap pembentukan dan pertumbuhan gigi. Jika terdapat gangguan gizi maka akan mempengaruhi pembentukan gigi dan mengakibatkan kerentanan terhadap karies menjadi meningkat.
2.2.5
Pengukuran Karies Gigi Susu Derajat keparahan karies gigi mulai dari yang ringan sampai berat dapat ditentukan melalui pengukuran dengan menggunakan
47
indeks karies gigi. Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi karies anak atau sekelompok anak. Indeks def-t adalah indeks yang digunakan untuk menentukan pengalaman karies gigi yang terlihat pada gigi susu dalam rongga mulut dengan menghitung jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal (d), ditambah jumlah gigi karies yang tidak dapat ditambal atau dicabut (e) dan jumlah gigi karies yang sudah ditambal (f) (Suwelo, 1992). WHO memberikan kategori dalam perhitungan def-t berupa derajat interval yang dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Klasifikasi Intensitas Karies Gigi Menurut WHO Tingkat Keparahan
Indeks def-t
Sangat rendah
0,0 – 1,1
Rendah
1,2 – 2,6
Moderat
2,7 – 4,4
Tinggi
4,5 – 6,5
Sangat Tinggi
> 6,6
Sumber : Pine. 1997. Community Oral Health
48
2.3
Anak Sekolah Dasar 2.3.1
Pengertian Dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6 sampai 12 tahun, memiliki fisik lebih kuat, mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung pada orang tua. Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan (Moehji, 2003). Karakteristik anak sekolah meliputi, pertumbuhan tidak secepat bayi, gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen atau tanggal, lebih aktif memilih makanan yang disukai, kebutuhan energi tinggi karena aktivitas yang meningkat, pertumbuhan lambat dan meningkat lagi pada masa pra remaja. Anak sekolah biasanya memiliki aktivitas bermain yang memerlukan banyak tenaga. Ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar akan mengakibatkan tubuh anak menjadi kurus. Oleh karena itu, diperlukan tindakan dalam mengatur waktu bermain anak. Tindakan tersebut dapat membantu anak untuk memperoleh waktu istirahat yang cukup (Moehji, 2003).
2.3.2
Keadaan Gizi Anak Sekolah Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak-anak sekolah, baik di perkotaan maupun di pedesaan di Indonesia, didapatkan kenyataan bahwa pada umumnya berat dan tinggi badan
49
rata-rata anak-anak sekolah dasar berada di bawah ukuran normal. Tidak jarang pula pada anak-anak ini ditemukan tanda-tanda penyakit gangguan kurang gizi baik dalam bentuk ringan maupun dalam bentuk agak berat (Moehji, 2003). Anak sekolah dasar merupakan salah satu kelompok rentan gizi selain bayi (0-1 tahun), balita (1-5 tahun), remaja (14-20 tahun), dan kelompok ibu hamil dan menyusui (Sediaoetama, 2000). Masalah gizi terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan. Pada kasus tertentu, masalah pangan terjadi di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya yang dapat dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan dan kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan (Supariasa, 2001). Sedangkan menurut Arisman (2009), masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap. Begitu pula dengan Suhardjo (1996), yang menjelaskan bahwa keadaan kurang gizi dapat disebabkan oleh masukan energi dan protein yang sangat kurang dalam waktu lama. Keadaan ini akan lebih cepat terjadi jika anak mengalami diare atau infeksi penyakit lainnya.
50
Masalah gizi anak tidak hanya kekurangan gizi tetapi juga kelebihan gizi. Seorang anak dikatakan mempunyai gizi lebih jika mereka mempunyai berat badan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan standar anak yang sebaya (Khomsan, 2003). Selain masalah gizi tersebut, terdapat pula masalah gizi lain yang terjadi pada anak, yaitu anemia defisiensi besi, karies gigi, pica, alergi dan penyakit kronis (Arisman, 2009).
51
2.4
Kerangka Teori Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan kerangka teori sebagai berikut : Bagan 2.1 Kerangka Teori
STATUS GIZI
ASUPAN ZAT GIZI : Tingkat konsumsi KH Tingkat konsumsi protein Tingkat konsumsi lemak
PENYAKIT INFEKSI
POLA KONSUMSI
KARAKTERISTIK KELUARGA Pendidikan ibu Status pekerjaan ibu
KARAKTERISTIK MULUT : Host (gigi) Mikroorganisme Substrat makanan Waktu
STATUS KESEHATAN DAN FISIOLOGI : Penyakit diderita Fungsi gigi
KARIES GIGI
Sumber : Setiawan (2003), Hayati (1994) dan Suhardjo (1989)
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah gizi terutama untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010. Variabel penelitian ini terdiri atas variabel dependen yaitu status gizi, variabel independen yaitu tingkat keparahan karies gigi dan variabel confounding yaitu tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi protein dan tingkat konsumsi lemak. Variabel pendidikan ibu dan pekerjaan ibu tidak diteliti karena bersifat homogen. Berdasarkan kerangka teori yang ada maka kerangka konsep yang digunakan untuk penelitian ini seperti pada bagan 3.1.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Tingkat Keparahan Karies Gigi
Status Gizi
Tingkat Konsumsi Karbohidrat Tingkat Konsumsi Protein Tingkat Konsumsi Lemak
52
53
3.2
Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Status Gizi
Definisi Operasional Keadaan
tubuh
Cara ukur
sebagai Pengukuran
Alat ukur Timbangan
akibat konsumsi makanan Antropometri
berat badan
dan penggunaan zat-zat gizi
dan
yang diukur dengan indeks
microtoice
antropometri
BB/TB
Hasil Ukur 0. Kurus =
Skala Ukur Ordinal
< -2 SD 1. Normal = > - 2 SD
dan
(Depkes RI,
disesuaikan pada metode z-
2004)
score (WHO-NCHS, 1983) Tingkat
Batas ukur nilai def-t (indeks
Menghitung
Keparahan
pengukuran karies gigi susu)
jumlah
Karies Gigi
dengan melihat gigi susu susu
gigi sonde
gigi
yang
terdapat mengalami
indikasi pencabutan (e) dan karies, gigi tambal (f).
dan
yang dicatat
yang mengalami kerusakan pernah (d),
Kaca mulut,
0. Tinggi =
Ordinal
def-t > 2,6
di 1. Rendah =
formulir pemeriksaan
def-t < 2,6 (Pine, 1997)
karies gigi
indikasi pencabutan dan penambalan
Tingkat
Prosentase
dari
jumlah Penimbangan
Konsumsi
karbohidrat yang
Karbohidrat
dikonsumsi oleh responden Wawancara setiap harinya dibandingkan
dan
Timbangan
0. Kurang =
makanan
< 80% AKG
dan formulir
Ordinal
54
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Cara ukur
Alat ukur
Hasil Ukur
dengan angka kecukupan
Recall 2x24 1. Baik =
karbohidrat
jam
dianjurkan
yang (Supariasa,
Skala Ukur
> 80% AKG (Depkes RI,
2002).
1990)
Tingkat
Prosentase dari jumlah Penimbangan
Timbangan
0. Kurang =
Konsumsi
protein total yang
makanan
< 80% AKG
Protein
dikonsumsi
dan formulir
1. Baik =
dan oleh Wawancara
responden setiap harinya
Recall 2x24 > 80% AKG
dibandingkan
jam
dengan
angka kecukupan
Ordinal
(Depkes RI, 1990)
protein yang dianjurkan (Supariasa, 2002). Tingkat
Prosentase dari jumlah Penimbangan
Timbangan
0. Kurang =
Konsumsi
lemak total yang
makanan
< 80% AKG
Lemak
dikonsumsi
dan formulir
1. Baik =
responden setiap harinya
Recall 2x24
> 80% AKG
dibandingkan
jam
(Depkes RI,
dan oleh Wawancara
dengan
angka kecukupan lemak yang dianjurkan (Supariasa, 2002).
1990)
Ordinal
55
3.3
Hipotesis 3.3.1
Ada hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010.
3.3.2
Ada hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010.
3.3.3
Ada hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi anak siswa dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010.
3.3.4
Ada hubungan antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010.
3.3.5
Ada hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 setelah dikontrol dengan tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak.
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dimana pengukuran variabel independen dan dependen diambil pada waktu yang sama untuk mengetahui hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor.
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor dan waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan Mei sampai Desember tahun 2010.
4.3
Populasi dan Sampel 4.3.1
Populasi Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas dua di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor yang berjumlah 89 orang.
56
57
4.3.2
Sampel Sampel pada penelitian ini adalah anak yang terdaftar sebagai siswa kelas dua di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 serta ibu dari siswa yang menjadi sampel penelitian. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara simple random sampling. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus besar sampel uji beda dua proporsi dengan perhitungan sebagai berikut :
n
Keterangan : n
: besar sampel : derajat kemaknaan (95%) = 1,96 : kekuatan uji 90% = 1,28 : rata- rata proporsi pada populasi = (0,907 + 0,0926)/2 = 0,5 : proporsi karies gigi pada anak gizi kurang = 90,7% = 0,907 (Junaidi, 2004) : proporsi tidak karies gigi pada anak gizi kurang = 9,26% = 0,0926 (Junaidi, 2004)
58
Maka besar sampel yang dihasilkan adalah :
n=
= = 6 x 2 = 12 siswa kelas dua
Dari
perhitungan
tersebut
didapatkan
sampel
minimal
sebanyak 12 siswa maka besar sampel secara keseluruhan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 siswa kelas dua.
4.4
Metode Pengumpulan Data 4.4.1
Data Primer Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Data status gizi diperoleh dengan melakukan pengukuran antropometri yang meliputi berat badan dan tinggi badan anak. Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan timbangan injak (bathroom scale) dengan tingkat ketelitian 0,5 kg dan tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Subjek diukur tanpa alas kaki. Topi, baju hangat dan tas sekolah juga
harus
ditinggalkan.
Anak
berdiri
dengan
posisi
membelakangi dinding, pita ukur tinggi badan berada tepat di tengah kepala serta arah pandang tepat lurus ke depan. Posisi
59
kepala, tulang belikat, pinggul dan tumit menempel pada dinding. Status gizi ditentukan dengan menghitung nilai z-score berdasarkan indeks berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) memakai baku rujukan WHO-NCHS 1983.
b.
Data tingkat keparahan karies gigi diperoleh dengan melakukan pemeriksaan kesehatan gigi menggunakan sonde dan kaca mulut yang dilakukan oleh dua orang perawat gigi. Perawat gigi memeriksa karies dengan melihat gigi karies yang masih dapat ditambal (d), dicabut (e) dan sudah ditambal (f), selanjutnya dijumlahkan (d + e + f= indeks def-t) dan dicatat di formulir yang telah disediakan. Penentuan tingkat keparahan karies gigi dengan membandingkan hasil penjumlahan dengan klasifikasi indeks def-t menurut WHO.
c.
Data tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak diperoleh dengan formulir recall dan wawancara recall 24 jam yang ditujukan kepada ibu dan siswa kelas dua yang menjadi responden. Metode ini dilakukan oleh mahasiswi kesehatan masyarakat peminatan gizi selama 2 hari. Hasil yang diperoleh, selanjutnya akan dibandingkan dengan kebutuhan zat gizi masing-masing subjek.
60
4.4.2
Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini berupa gambaran karakteristik siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010.
4.5
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1
Teknik Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan diolah dengan menggunakan program komputer meliputi: a.
Editing Pengecekan data terhadap lembaran kuisioner dan lembar pemeriksaan karies gigi dilakukan selama proses pengumpulan data yang bertujuan untuk memastikan semua variabel terisi. Selama proses tersebut dilakukan penyuntingan data oleh peneliti agar data yang salah atau meragukan dapat langsung ditelusuri kembali kepada responden yang bersangkutan.
b.
Coding Proses pengkodean dilakukan terhadap beberapa variabel yang ada dalam penelitian ini yaitu status gizi, tingkat keparahan karies gigi, tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi protein dan tingkat konsumsi lemak. Data awal variabel tersebut
61
merupakan data numerik, untuk kepentingan analisis dan memudahkan pengelompokkan,
dalam dimana
penafsiran,
maka
masing-masing
dilakukan
variabel
dibagi
menjadi dua kelompok. Untuk variabel status gizi, kurus jika < 2 SD dan diberi kode 0, sedangkan normal jika > - 2 SD dan diberi kode 1. Variabel tingkat keparahan karies gigi, tinggi jika def-t > 2,6 dan diberi kode 0, sedangkan rendah jika def-t < 2,6 dan diberi kode 1. Variabel tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak, kurang jika < 80% AKG dan diberi kode 0, sedangkan baik jika > 80% AKG dan diberi kode 1.
c.
Entry Data yang sudah dikode kemudian dimasukkan dalam program software statistik untuk dilakukan analisis data.
d.
Cleaning Selanjutnya dilakukan pembersihan data atau pengecekan kembali
untuk
melakukan entry.
memastikan
tidak
ada
kesalahan
dalam
62
4.5.2
Analisis Data a.
Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian ini berupa distribusi dan persentase pada setiap variabel yaitu status gizi, tingkat keparahan karies gigi, tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi protein dan tingkat konsumsi lemak.
b.
Analisis Bivariat Analisis dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen dan juga variabel yang diduga sebagai confounders dengan variabel dependen. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik Chi-Square. Uji Chi-square merupakan analisis hubungan variabel kategorik dengan batas kemaknaan α = 0,05. Persamaan chi-square adalah sebagai berikut :
Keterangan: = Chi-square O = Efek yang diamati E = Efek yang diharapkan
63
Jika Pvalue > 0,05, maka tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya jika Pvalue < 0,05, maka ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
c.
Analisis Multivariat Tujuan
analisis
multivariat
adalah
untuk
melihat
kemungkinan terjadinya pengaruh variabel lain, selain variabel independen terhadap variabel dependen, sehingga untuk tujuan tersebut digunakan analisis regresi logistik berganda model faktor resiko. Analisis ini digunakan karena variabel dependen dalam penelitian ini berbentuk kategorik. Langkah pertama dalam analisis ini adalah pembuatan pemodelan dengan memasukkan semua variabel yang ada serta variabel interaksi yang mungkin terjadi antara confounder dengan variabel independen yaitu tingkat keparahan karies gigi sehingga menghasilkan suatu pemodelan yang maksimum. Langkah ini dapat mengontrol variabel interaksi dan confounder. Penilaian interaksi dilakukan dengan cara mengeluarkan variabel interaksi yang mempunyai nilai p > 0,05 dari model secara bertahap dimulai dengan interaksi yang mempunyai nilai p tertinggi. Selanjutnya menyederhanakan model yaitu dengan
64
mengurangi confounder yang pengaruhnya tidak terlalu besar pada odds ratio antara variabel independen dengan variabel dependen.
Besar
kecilnya
pengaruh
confounder
dinilai
berdasarkan perubahan relatif odds ratio terhadap odds ratio gold standard dengan rumus :
ΔOR = OR crude – OR gold standard X 100% OR gold standard
Confounder dikeluarkan dari model jika ΔOR kurang dari 10%,
dengan
asumsi
dikeluarkannya
confounder
tidak
memberikan pengaruh berarti terhadap hubungan variabel independen dan dependen. Pengeluaran confounder satu per satu dimulai dengan nilai p paling tinggi dan dinilai perubahan ORnya. Eliminasi tetap dilakukan meskipun nilai p sudah signifikan (p < 0,05).
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1
Gambaran Umum SDN 01 Ciangsana Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pemerintah kabupaten bogor menyediakan sekolah dalam jumlah yang cukup banyak baik negeri maupun swasta. Sekolah Dasar Negeri 01 Ciangsana terletak di Desa Ciangsana Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. Sekolah ini berdiri pada tahun 1969 dan sampai saat ini sekolah tersebut mengalami berbagai perbaikan pembangunan sehingga dapat meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan dari sekolah tersebut. Adapun jumlah pengajar di sekolah tersebut sebanyak 12 orang yang terdiri dari 10 orang sebagai wali kelas dan 2 orang sebagai guru bidang studi.
5.1.1
Visi dan Misi Visi dari SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor yaitu terwujudnya sekolah yang menjadi pusat pembinaan akhlak serta penguasaan ilmu dan keterampilan. Adapun misi dari SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor yaitu membentuk akhlak yang mulia, meningkatkan prestasi dan mutu pendidikan, serta meningkatkan kecerdasan dan keterampilan. 65
66
5.1.2
Tujuan Umum Pendidikan SDN 01 SDN 01 Ciangsana mempunyai beberapa tujuan umum yaitu siswa beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta dapat mengamalkannya dalam kegiatan pembiasaan, dapat menjadi sekolah yang mampu berprestasi dalam meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan masyarakat sekitar, siswa menjadi sehat jasmani dan rohani, mampu menilai dasar-dasar pengetahuan, kemampuan dan keterampilan untuk meningkatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, siswa menjadi kreatif, terampil dan bekerja untuk dapat mengembangkan diri secara terus menerus.
5.1.3
Jumlah Siswa Jumlah siswa di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor saat ini berjumlah 416 orang yang terdiri dari 213 laki-laki dan 203 perempuan yang tersebar pada kelas satu sampai dengan kelas enam.
Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Siswa SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 Kelas I
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 37 35
Total 72
67
Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Siswa SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 40 49 89 II 29 24 53 III 30 25 55 IV 45 40 85 V 32 30 62 VI Total 213 203 416
5.1.4
Karakteristik Responden Siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor merupakan responden dalam penelitian ini. Jumlah siswa yang diperlukan sebesar 50 orang. Distribusi frekuensi karakterisitk responden berdasarkan jenis kelamin, pendidikan ibu dan status bekerja ibu dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Ibu dan Status Bekerja Ibu Tahun 2010 Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Ibu SD SLTP SLTA PT Status Bekerja Ibu Tidak Bekerja Bekerja
n
%
24 26
48 52
15 12 19 4
30 24 38 8
44 6
88 12
68
Berdasarkan tabel 5.2, dari 50 siswa yang menjadi responden diketahui jumlah siswa laki-laki sebesar 24 orang atau 48% dan siswa perempuan sebesar 26 orang atau 52%. Jumlah siswa yang mempunyai ibu dengan pendidikan SD sebesar 15 orang atau 30%, SLTP sebesar 12 orang atau 24%, SLTA sebesar 19 orang atau 38% dan Perguruan Tinggi sebesar 4 orang atau 8%, serta jumlah siswa yang mempunyai ibu dengan status tidak bekerja sebesar 44 orang atau 88 % dan siswa yang mempunyai ibu dengan status bekerja sebesar 6 orang atau 12 %.
5.2
Analisis Univariat 5.2.1
Gambaran Status Gizi Status gizi anak dapat diukur secara antropometri dan dikategorikan dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Dalam penelitian ini hasil antropometri berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan dikategorikan menggunakan indeks BB/TB dengan melihat nilai z-score. Klasifikasi yang digunakan berdasarkan Depkes 2004 yaitu status gizi siswa kelas dua kategori kurus jika nilai z-score < -2 SD. Sedangkan status gizi siswa kelas dua kategori normal jika nilai z-score > -2 SD. Distribusi frekuensi status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini.
69
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 Status Gizi Kurus ( z-score < -2 SD ) Normal ( z-score > -2 SD ) Total
n 33 17 50
% 66 34 100
Berdasarkan tabel 5.3, dari 50 responden dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi kategori kurus yaitu sebesar 33 orang atau 66%.
5.2.2
Gambaran Tingkat Keparahan Karies Gigi Tingkat keparahan karies gigi ditentukan menggunakan indeks def-t yang merupakan indeks pengukuran karies pada gigi susu yang direkomendasikan oleh Pine (1997). Pada penelitian ini, klasifikasi tingkat keparahan karies gigi kategori tinggi jika nilai indeks def-t > 2,6. Sedangkan, kategori rendah jika nilai indeks def-t < 2,6. Distribusi frekuensi tingkat keparahan karies gigi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini.
70
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Keparahan Karies Gigi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 Tingkat Keparahan Karies Gigi Tinggi (def-t > 2,6) Rendah (def-t < 2,6) Total
n
%
37 13 50
74 26 100
Berdasarkan tabel 5.4, dari 50 responden dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat keparahan karies gigi kategori tinggi yaitu sebesar 37 orang atau 74%.
5.2.3
Gambaran Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein dan Lemak Karbohidrat, protein dan lemak merupakan zat gizi makro yang diperlukan oleh tubuh. Dalam penelitian ini klasifikasi yang digunakan berdasarkan Depkes RI (1990) yaitu tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak kurang jika persentase pencapaian konsumsi masing-masing zat gizi tersebut < 80% AKG. Sedangkan, tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak baik jika persentase pencapaian konsumsi masing-masing zat gizi tersebut > 80% AKG. Gambaran konsumsi kurang zat gizi karbohidrat, protein dan lemak siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor, dapat dilihat pada gambar 5.1 berikut ini.
71
Gambar 5.1 Gambaran Konsumsi Kurang Zat Gizi Karbohidrat, Protein dan Lemak Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010
90
100
88
persentase responden
66 50
0
karbohidrat
protein
lemak
Berdasarkan gambar 5.1, dari 50 responden dapat diketahui bahwa
sebagian
besar
responden
memilki
tingkat
konsumsi
karbohidrat, protein dan lemak kurang atau persentase pencapaian zat gizi kurang dari 80% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Tingkat konsumsi karbohidrat kurang, dimiliki sebanyak 90% responden. Selanjutnya, tingkat konsumsi protein kurang, dimiliki sebanyak 66% responden dan untuk tingkat konsumsi lemak kurang, dimiliki sebanyak 88% responden.
5.3
Analisis Bivariat 5.3.1
Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi dengan Status Gizi Untuk mengetahui hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa
72
Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 menggunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.5 berikut ini.
Tabel 5.5 Gambaran Tingkat Keparahan Karies Gigi dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 Tingkat Keparahan Karies Tinggi Rendah
Status Gizi Kurus Normal n % N % 31 83,8 6 16,2 2 15,4 11 84,6
Total n 37 13
% 100 100
P-value
0,000
Berdasarkan tabel 5.5 hasil analisis hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua diketahui bahwa dari 37 responden yang menderita karies dengan tingkat keparahan yang tinggi, terdapat 31 (83,8%) responden yang memiliki status gizi kategori kurus. Sedangkan dari 13 responden yang menderita karies dengan tingkat keparahan yang rendah, terdapat 2 (15,4%) responden yang memiliki status gizi kategori kurus. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,000. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 maka dapat dijelaskan bahwa ada hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana.
73
5.3.2
Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Untuk
mengetahui
hubungan
antara
tingkat
konsumsi
karbohidrat dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 menggunakan uji chisquare yang disajikan pada tabel 5.6 berikut ini.
Tabel 5.6 Gambaran Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010
Tingkat Konsumsi Karbohidrat Kurang Baik
Status Gizi Kurus Normal n % n % 32 71,1 13 28,9 1 20 4 80
Total n 45 5
% 100 100
P-value 0,040
Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi siswa kelas dua diketahui bahwa dari 45 responden yang memiliki tingkat konsumsi karbohidrat kurang, terdapat 32 (71,1%) responden yang memiliki status gizi kategori kurus. Sedangkan dari 5 responden yang memiliki tingkat konsumsi karbohidrat baik, terdapat 1 (20%) responden yang memiliki status gizi kategori kurus. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,040. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 maka dapat
74
dijelaskan bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana.
5.3.3
Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 menggunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.7 berikut ini.
Tabel 5.7 Gambaran Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010
Tingkat Konsumsi Protein Kurang Baik
Status Gizi Kurus Normal n % n % 22 66,7 11 33,3 11 64,7 6 35,3
Total n 33 17
% 100 100
P-value 1,000
Berdasarkan tabel 5.7 hasil analisis hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi siswa kelas dua diketahui bahwa dari 33 responden yang memiliki tingkat konsumsi protein kurang, terdapat 22 (66,7%) responden yang memiliki status gizi kategori kurus. Sedangkan dari 17 responden yang memiliki tingkat konsumsi protein baik, terdapat 11 (64,7%) responden yang memiliki status gizi kategori kurus. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue
75
1,000. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05 maka dapat dijelaskan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana.
5.3.4
Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 menggunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.8 berikut ini.
Tabel 5.8 Gambaran Tingkat Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010
Tingkat Konsumsi Lemak Kurang Baik
Status Gizi Kurus Normal n % n % 30 68,2 14 31,8 3 50 3 50
Total n 44 6
% 100 100
P-value 0,396
Berdasarkan tabel 5.8 hasil analisis hubungan antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi siswa kelas dua diketahui bahwa dari 44 responden yang memiliki tingkat konsumsi lemak kurang, terdapat 30 (68,2%) responden yang memiliki status gizi kategori kurus. Sedangkan dari 6 responden yang memiliki tingkat konsumsi lemak baik, terdapat 3 (50%) responden yang memiliki status gizi
76
kategori kurus. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,396. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05 maka dapat dijelaskan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana.
5.4
Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan untuk melihat kemungkinan terjadinya pengaruh tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak, selain tingkat keparahan karies gigi terhadap status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor menggunakan analisis regresi logistik berganda dengan model faktor risiko. Tahapan dalam melakukan analisis tersebut adalah sebagai berikut :
5.4.1
Tahap Pemilihan Variabel Kandidat Model Sebelum melakukan analisis multivariat, terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat antara tingkat keparahan karies gigi, tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi protein dan tingkat konsumsi lemak dengan variabel status gizi. Setelah dilakukan analisis bivariat maka selanjutnya dilakukan analisis multivariat. Tahapan analisis ini adalah dengan terlebih dahulu melakukan pemilihan kandidat yang akan masuk model. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diuji sebagai kandidat yang akan masuk model yaitu tingkat
77
keparahan karies gigi dan tingkat konsumsi karbohidrat. Untuk memilih kandidat model, hanya variabel yang memiliki Pvalue < 0,25 yang akan dimasukkan dalam model multivariat. Hasil pemilihan kandidat model dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini.
Tabel 5.9 Pemilihan Kandidat Variabel Untuk Tahap Pemodelan Multivariat No
Variabel
Pvalue
1
Tingkat Keparahan Karies Gigi
0,000*
2
Tingkat Konsumsi Karbohidrat
0,040*
3
Tingkat Konsumsi Protein
1,000
4
Tingkat Konsumsi Lemak
0,396
*
: variabel yang masuk model
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari empat variabel, terdapat dua variabel yang memiliki Pvalue < 0,25. Dengan demikian variabel yang akan masuk ke dalam model adalah variabel tingkat keparahan karies gigi dan tingkat konsumsi karbohidrat.
5.4.2
Tahap Pembuatan Model Faktor Risiko Pada tahapan ini, dilakukan dengan cara memasukkan semua variabel yang ada yaitu status gizi, tingkat keparahan karies gigi, tingkat konsumsi karbohidrat, serta variabel interaksi antara tingkat
78
konsumsi karbohidrat dengan tingkat keparahan karies gigi. Hasil dari tahap ini dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini.
Tabel 5.10 Hasil Pembuatan Model Faktor Risiko Variabel Tingkat Keparahan Karies Gigi Tingkat Konsumsi Karbohidrat Tingkat Konsumsi Karbohidrat*Tingkat Keparahan Karies Gigi
Pvalue 0,002 1,000 0,999
Berdasarkan tabel 5.10, didapatkan hasil bahwa pada penelitian ini mempunyai satu model yang terdiri dari variabel independen yaitu tingkat keparahan karies gigi dengan Pvalue < 0,05. Sedangkan variabel confounding yaitu tingkat konsumsi karbohidrat serta variabel interaksi mempunyai nilai Pvalue > 0,05. Selanjutnya, model tersebut akan dilakukan uji interaksi.
5.4.3
Tahap Uji Interaksi Penilaian interaksi dilakukan dengan cara mengeluarkan variabel interaksi yang mempunyai nilai Pvalue > 0,05 dari model secara bertahap dimulai dengan interaksi yang mempunyai nilai Pvalue tertinggi. Variabel interaksi yang berada di dalam model hanya satu yaitu interaksi antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan tingkat keparahan karies gigi yang mempunyai nilai Pvalue 0,999. Nilai tersebut menunjukkan bahwa Pvalue > 0,05. Dengan demikian
79
variabel interaksi tersebut harus keluar dari model. Pada tabel 5.11 berikut ini, dapat dilihat hasil dari uji interaksi.
Tabel 5.11 Hasil Uji Interaksi Variabel
Pvalue
Tingkat Keparahan Karies Gigi
0,001
Tingkat Konsumsi Karbohidrat
0,523
Berdasarkan tabel 5.11, didapatkan hasil bahwa pada analisis ini sudah tidak ada variabel interaksi karena di dalam model hanya terdapat satu interaksi yaitu interaksi antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan tingkat keparahan karies gigi. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan menyederhanakan model yaitu dengan mengurangi confounder yang dilakukan dengan uji confounding.
5.4.4
Tahap Uji Confounding Uji confounding dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan terhadap hubungan variabel independen dan variabel dependen. Uji confounding dilakukan dengan cara mengeluarkan variabel confounding yang mempunyai nilai Pvalue > 0,05 dari model secara bertahap dimulai dengan interaksi yang mempunyai nilai Pvalue tertinggi. Besar kecilnya pengaruh confounder dinilai berdasarkan perubahan nilai OR setelah variabel kandidat confounding
80
dikeluarkan. Confounder dikeluarkan dari model jika perubahan nilai OR kurang dari 10%, dengan asumsi dikeluarkannya confounder tidak memberikan pengaruh berarti terhadap hubungan variabel independen dan dependen. Pengeluaran confounder satu per satu dimulai dengan nilai Pvalue paling tinggi dan dinilai perubahan ORnya. Eliminasi tetap dilakukan meskipun nilai Pvalue sudah signifikan (p < 0,05). Hasil dari uji confounding dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini.
Tabel 5.12 Hasil Uji Confounding a. Sebelum Variabel Confounding Dikeluarkan Variabel
Sig.
Exp (B)
Tingkat Keparahan karies Gigi Tingkat Konsumsi Karbohidrat
0,001 0,523
23,381 2,580
95% CI Lower Upper 3,869 141,284 0,141 47,124
b. Sesudah Variabel Confounding Dikeluarkan Variabel
Sig.
Exp (B)
Tingkat Keparahan karies Gigi
0,000
28,417
95% CI Lower Upper 4,978 162,203
Berdasarkan tabel 5.12, setelah variabel tingkat konsumsi karbohidrat dikeluarkan terlihat perubahan OR pada variabel tingkat keparahan karies gigi yaitu (28,417 – 23,381) / 23,381 = 21,54%. Dengan demikian variabel tingkat konsumsi karbohidrat merupakan confounding maka variabel tersebut harus tetap masuk ke dalam model. Dari hasil analisis multivariat dapat diketahui bahwa tingkat
81
konsumsi karbohidrat merupakan variabel confounding atau variabel pengganggu antara hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian 6.1.1
Desain Studi Desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional, faktor risiko dan efek diteliti dalam waktu yang bersamaan. Selain itu faktor risiko dan efek diukur hanya dilakukan satu kali saja yaitu menurut keadaan waktu diobservasi. Dengan demikian, desain studi ini tidak dapat menggambarkan perkembangan masalah dan faktor risiko secara lebih akurat. Disamping itu, desain studi ini juga tidak dapat menjelaskan secara pasti faktor risiko mendahului efek karena hal tersebut menuntut sekuensi waktu yang jelas antara faktor risiko dan efek. Sehingga penggunaan desain studi ini untuk menganalisis hubungan faktor risiko dan efek terbatas.
6.1.2
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data mengenai tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dilakukan dengan menggunakan recall 24 jam yang memerlukan daya ingat yang baik dan kejujuran dari responden. Sehingga kecenderungan responden memberikan informasi yang kurang tepat dapat terjadi dan dapat mempengaruhi hasil penelitian. 82
83
6.2
Gambaran Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Suhardjo, 1985). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. (Almatsier, 2002). Anak-anak usia sekolah dasar merupakan salah satu tahapan usia yang rentan terhadap terjadinya masalah gizi. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ-organ dan sistem tubuh anak (Judarwanto, 2008). Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak-anak sekolah, didapatkan hasil bahwa pada umumnya berat dan tinggi badan rata-rata anak-anak sekolah dasar berada di bawah ukuran normal (Moehji, 2003).
84
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi kategori kurus. Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa adanya ketidakseimbangan antara asupan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi. Status gizi kategori kurus yang terjadi pada anak usia sekolah dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi kualitas sumber daya manusia, mengingat mereka adalah generasi penerus bangsa. Anak yang kekurangan zat gizi akan mengalami kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan tubuh,
meningkatkan
kesakitan
dan
kematian
(Sediaoetama,
2000).
Selanjutnya dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2000), disebutkan bahwa pada anak usia sekolah yang kekurangan zat gizi akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah dan sakit-sakitan sehingga anak sering absen serta mengalami kesulitan mengikuti dan memahami pelajaran. Pendapat lain menyebutkan bahwa kekurangan zat gizi yang berlangsung
lama pada usia muda,
akan
menyebabkan perubahan
metabolisme dalam otak sehingga mengakibatkan ketidakmampuan otak berfungsi dengan normal. Ukuran otak yang kecil mengakibatkan jumlah sel dalam
otak
berkurang
lalu
akan
terjadi
ketidakmatangan
dan
ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan tersebut akan dapat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Anwar, 2008 dalam Pamularsih, 2009).
85
Keadaan kesehatan gizi salah satunya dapat ditentukan oleh tingkat konsumsi makanan. Dari hasil wawancara recall 2 x 24 jam diperoleh informasi bahwa siswa yang berstatus gizi kategori kurus memilki nafsu makan yang rendah. Nafsu makan siswa yang rendah dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti status gizi pada masa lampau, jumlah makanan jajanan yang dikonsumsi dan kualitas menu yang disajikan oleh ibu di rumah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sediaoetama (1996), yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi dapat ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari kualitas maupun kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance), di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap (Arisman, 2009). Begitu pula dengan Suhardjo (1996), yang menjelaskan anak yang memilki status gizi kategori kurus dapat disebabkan oleh masukan energi dan protein yang sangat kurang dalam waktu lama. Keadaan gizi anak selain disebabkan oleh asupan zat gizi yang tidak seimbang, dapat pula disebabkan oleh faktor lain seperti pendidikan ibu dan status bekerja ibu. Dari hasil penelitian didapatkan sebesar 44 orang (88%) ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan untuk
86
pendidikan ibu, sebagian besar berpendidikan SLTA (38%). Menurut Suhardjo (1989), terdapat perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan pada anak-anak yang mempunyai ibu yang bekerja dan tidak bekerja. Ibu yang bekerja akan tersita waktunya dalam menyiapkan dan memberikan makanan kepada anak sehingga diserahkan kepada orang lain. Namun, dalam penelitian ini status gizi kategori kurus banyak terjadi pada anak dengan ibu yang tidak bekerja. Hasil tersebut dapat dikarenakan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi. Suhardjo (2000) berpendapat bahwa setiap orang akan mempunyai status gizi yang baik jika makanan yang dikonsumsi mampu menyediakan zat gizi dalam jumlah yang cukup bagi tubuh. Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting dalam penggunaan dan pemilihan bahan makanan dengan baik, sehingga dapat mencapai keadaan gizi seimbang. Selain itu, dapat pula dikarenakan sifat anak yang mulai dapat memilih makanannya sendiri dan tidak adanya pengawasan terhadap konsumsi makanan di luar rumah. Hal ini didukung oleh pendapat Moehji (2003) yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik anak usia sekolah adalah lebih aktif memilih makanan yang disukai. Mengingat pentingnya peran status gizi dalam menentukan kualitas sumber daya manusia maka perlu dilakukannya pemantauan terhadap status gizi anak agar mencapai status gizi yang baik, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi anak yang berprestasi baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
87
6.3
Tingkat Keparahan Karies Gigi dan Hubungannya dengan Status Gizi Siswa kelas dua sekolah dasar yang mempunyai usia rata-rata 8 tahun merupakan salah satu kelompok usia yang kritis untuk terkena karies gigi karena mengalami transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen (Romadhona, 2009). Menurut Hutabarat (2009), tingginya prevalensi dan derajat keparahan karies disebabkan oleh berbagai faktor antara lain pengetahuan, sikap dan perilaku dalam memelihara kesehatan gigi yang masih rendah. Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden menderita karies gigi dengan tingkat keparahan kategori tinggi. Hal ini serupa dengan penelitian Ririn (2009) yang menunjukkan bahwa karies gigi dengan tingkat keparahan kategori tinggi pada anak kelas dua lebih banyak terjadi, dibandingkan dengan karies gigi dengan tingkat keparahan kategori rendah. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dengan sasaran siswa sekolah adalah pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan gigi dari tingkat pelayanan promotif, preventif seperti kunjungan rutin ke dokter gigi, perilaku merawat gigi, mengkonsumsi makanan yang baik dan bergizi, serta kuratif yang berdasarkan atas permintaan dan kebutuhan. Pelaksanaan upaya ini secara langsung menggabungkan potensi orang tua murid, guru dan tenaga kesehatan gigi puskesmas maupun dari dinas kesehatan setempat (Direktorat Kesehatan Gigi Depkes RI, 2000).
88
Berdasarkan wawancara recall 24 jam, diketahui bahwa tingginya siswa yang menderita karies gigi dengan tingkat keparahan yang tinggi dalam penelitian ini dikarenakan kurangnya pemeliharaan terhadap kesehatan gigi antara lain mengkonsumsi makanan yang dapat menjaga kesehatan gigi. Sebesar 74% siswa kelas dua yang memiliki tingkat keparahan karies gigi kategori tinggi, diketahui bahwa mereka tidak mengkonsumsi buah dan sayur secara rutin. Sedangkan, 26% responden lainnya yang memiliki tingkat keparahan karies gigi kategori rendah, diketahui bahwa mereka banyak mengkonsumsi sayur dan buah secara rutin. Menurut Ahira (2010) sayur dan buah merupakan jenis makanan yang mengandung gula buah (fruktosa) yang sangat baik untuk kesehatan, baik kesehatan tubuh maupun kesehatan gigi. Hal ini dikarenakan buah dan sayur mempunyai peran dalam membersihkan sisa makanan yang menempel pada gigi. Selanjutnya, menurut Suwelo (1992), seringnya mengkonsumsi gula sederhana yaitu sukrosa, dapat menentukan waktu terjadinya karies. Dengan demikian, diperlukan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi anak sekolah. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden yang berstatus gizi kategori kurus adalah responden yang memiliki tingkat keparahan karies gigi kategori tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Junaidi (2004), yang menyatakan bahwa anak yang berstatus gizi
89
kategori kurus lebih banyak menderita tingkat keparahan karies dengan kategori tinggi dibandingkan dengan anak yang memiliki tingkat keparahan karies dengan kategori rendah. Rendahnya status gizi pada anak yang mengalami karies gigi pada penelitian ini disebabkan oleh ketidakmampuan anak dalam mengkonsumsi aneka ragam makanan karena adanya gangguan fungsi gigi sebagai alat pencernaan. Hal ini serupa dengan pendapat Junaidi (2004), bahwa karies gigi dapat menyebabkan terjadinya kehilangan gigi yang akan menurunkan efisiensi pengunyahan yang berakibat pada terganggunya sistem pencernaan makanan sehingga dapat menganggu kesehatan tubuh karena zat-zat gizi makanan tidak dapat diserap dengan sempurna oleh usus halus. Sebagian besar responden menjelaskan bahwa ketika mengalami rasa sakit pada gigi maka mereka akan memilih makanan dalam bentuk lunak bahkan beberapa anak ada yang mengalami penurunan nafsu makan. Menurut Junaidi (2004), jika karies sudah meluas ke lapisan dentin maka akan timbul rasa nyeri terutama jika terkena rangsangan dingin dan makan makanan manis. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pemilihan jenis dan bentuk makanan yang akan dikonsumsi agar tidak menimbulkan rasa nyeri ketika makan. Hal ini diperkuat pula oleh Budiharto (1990), yang menjelaskan bahwa anak yang menderita sakit gigi akan menghindari makanan sehingga asupan makanan akan berkurang dan menyebabkan anak lebih peka terhadap malnutrisi. Menurut Hayati (1994), nutrisi dan mastikasi (pengunyahan)
90
mempunyai hubungan timbal balik. Nutrisi yang baik diperlukan untuk pertumbuhan yang normal termasuk pertumbuhan aparatus mastikasi. Sebaliknya, mastikasi yang baik merupakan hal penting dalam penggunaan makanan dan pencernaan. Mengingat rentannya siswa kelas dua sekolah dasar terhadap status gizi yang tidak optimal dan salah satunya dapat disebabkan oleh kesehatan gigi, maka perlu lebih mengaktifkan program usaha kesehatan gigi anak sekolah. kegiatan ini tidak hanya melakukan pemeriksaan gigi tetapi juga memberikan penyuluhan kepada anak-anak tentang makanan yang sehat dan bergizi, karena makanan tersebut baik untuk gigi maupun untuk gizi mereka.
6.4
Tingkat Konsumsi Karbohidrat dan Hubungannya dengan Status Gizi Siswa kelas dua sekolah dasar termasuk dalam anak usia sekolah yang memiliki karakteristik yaitu meningkatnya kebutuhan energi seiring dengan meningkatnya aktivitas. Siswa kelas dua sekolah dasar biasanya memiliki aktivitas bermain yang memerlukan banyak tenaga. Ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar akan mengakibatkan tubuh anak menjadi kurus (Moehji, 2003). Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro yang diperlukan oleh tubuh karena dapat menghasilkan energi yang dapat digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi karbohidrat dalam
91
jumlah yang kurang dari 80% Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Menurut Almatsier (2002), jika jumlah energi yang dihasilkan oleh karbohidrat tidak mencukupi dalam proses metabolisme tubuh maka tubuh akan mengambil energi dari protein. Asam amino dan gliserol yang berasal dari lemak dapat menjadi glukosa untuk keperluan energi otak dan saraf pusat, sehingga akan menganggu keadaan status gizi anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi karbohidrat terhadap status gizi siswa kelas dua sekolah dasar. Status gizi kategori kurus lebih banyak dimiliki oleh siswa dengan tingkat konsumsi karbohidrat kurang dibandingkan dengan anak dengan tingkat konsumsi karbohidrat baik. Hal ini diperkuat dengan penelitian Junaidi (2004), yang menunjukkan bahwa anak berstatus gizi kategori kurus cenderung memiliki tingkat konsumsi karbohidrat kurang atau lebih rendah dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Oleh karena itu, diperlukan tindakan dalam mengatur aktivitas anak seperti waktu bermain. Tindakan tersebut dapat membantu anak untuk memperoleh waktu istirahat yang cukup. Kebiasaan sarapan pagi merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap status gizi. Mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat di pagi hari akan dapat mencegah anak sekolah dasar untuk mengkonsumsi makanan jajanan. Hal ini diperkuat oleh Wahyuti (1991) yang menyatakan
92
bahwa kebiasaan makan anak sekolah dasar yang sering dijumpai pada umumnya yaitu mengkonsumsi makanan jajanan di sekolah sehingga anak menjadi tidak sarapan pagi. Hal ini akan mempengaruhi nafsu makan anak di rumah dan dapat menyebabkan anak kekurangan asupan zat gizi. Karbohidrat selain dapat mempengaruhi status gizi, juga dapat mempengaruhi tingkat keparahan karies gigi. Dari hasil recall 2 x 24 jam, dapat diketahui makanan pokok yang sering dikonsumsi oleh responden adalah nasi dengan frekuensi tiga kali sehari. Selain itu, responden juga mengkonsumsi roti dan mie yang juga merupakan sumber karbohidrat. Gunanti (2000) dalam Adipurna, et al (2002), menjelaskan bahwa makanan pokok yang sering dikonsumsi anak-anak sekolah dasar adalah beras (nasi) dengan frekuensi 2-3 kali sehari. Jenis makanan tersebut dapat dikatakan memilki konsistensi atau tekstur yang lunak jika mengalami proses pengolahan seperti direbus dan dikukus,
sehingga
dalam
proses
pencernaannya
tidak
memerlukan
kemampuan alat pengunyahan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bastian (1975) dalam Junaidi (2004) yang menyatakan bahwa makanan yang keras membutuhkan pengunyahan lebih lama dan tekanan yang kuat, sebaliknya makanan yang lunak sangat mudah untuk dikunyah. Dengan demikian, kebutuhan akan zat gizi karbohidrat dapat terpenuhi jika diimbangi dengan jumlah yang cukup dan pengaturan aktivitas anak.
93
Selain mengkonsumsi makanan tersebut, responden juga sering mengkonsumsi permen, coklat, es krim serta makanan manis lainnya. Menurut Mustafa (1993), jenis karbohidrat yang menyebabkan karies gigi adalah sukrosa. Hal ini diperkuat dengan penjelasan Ahira (2010) bahwa makanan yang mengandung sukrosa atau gula tebu adalah berbagai makanan ringan dan cemilan seperti biskuit, coklat, permen, dan kue. Hasil pengamatan epidemiologi membuktikan adanya hubungan antara angka konsumsi gula yang tinggi dan insiden karies yang meningkat pada banyak negara. Selain itu, bentuk fisik makanan juga perlu diperhatikan. Makanan yang lengket akan melekat pada permukaan gigi dan terselip di dalam celah-celah gigi sehingga merupakan makanan yang paling merugikan kesehatan gigi. Kerugian ini terjadi akibat proses metabolisme oleh bakteri yang berlangsung lama sehingga menurunkan pH mulut untuk waktu lama. Hal ini didukung oleh penelitian Korneliani (2004), yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi. Berdasarkan hasil multivariat, diketahui bahwa tingkat konsumsi karbohidrat merupakan faktor confounding antara hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua sekolah dasar. Menurut Ahira (2010), karbohidrat jenis sukrosa mengandung banyak gula dan sedikit energi, sehingga anak yang banyak mengkonsumsi makanan jajanan yang mengandung sukrosa seperti permen, kue dan es krim akan meningkatkan insiden karies gigi dan konsumsi energi dari karbohidrat dalam
94
jumlah yang kurang. Hal tersebut akan dapat berpengaruh terhadap keadaan stabilitas status gizi anak.
6.5
Tingkat Konsumsi Protein dan Hubungannya dengan Status Gizi Protein adalah bagian dari semua sel hidup yang merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air (Yuniastuti, 2008). Anak-anak usia sekolah membutuhkan asupan protein yang baik agar mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 66% responden memiliki tingkat konsumsi protein yang kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Menurut Suryani (2002), protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Protein dapat digunakan untuk menyediakan energi. Kecukupan protein penting untuk membangun daya tahan tubuh agar dapat terlindung dari penyakit infeksi. Protein merupakan salah satu zat gizi yang dapat mempengaruhi keadaan status gizi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa tingkat konsumsi protein kurang cenderung lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi kategori kurus. Hal ini serupa dengan penelitian Junaidi (2004), yang menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein pada anak dengan status gizi kategori kurus lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan status gizi normal. Namun, berdasarkan hasil uji analisis bivariat, dijelaskan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat
95
konsumsi protein dan status gizi anak kelas dua. Hal ini dimungkinkan bahwa protein yang digunakan sebagai energi tidak banyak karena energi dapat diperoleh dari makanan jajanan yang dikonsumsi responden. Menurut Almatsier (2002), jika kebutuhan energi tubuh tercukupi, maka protein akan digunakan sebagai zat pembangun oleh tubuh. Hasil tersebut diperkuat oleh penelitian Fidiani (2007), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara protein dengan status gizi. Namun, Isdaryanti (2007) menyatakan sebaliknya yaitu terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi. Berdasarkan hasil recall 2 x 24 jam, didapatkan bahwa makanan sumber protein yang lebih banyak dikonsumsi antara lain daging ayam, telur, tempe, tahu, daging sapi, susu dan ikan segar. Seperti yang dikemukakan oleh Almatsier (2002), bahwa bahan makanan hewani yang merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, yaitu telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan, bahan makanan sumber nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tempe, tahu, serta kacang-kacangan lain. Namun, ada beberapa responden yang tidak suka mengkonsumsi makanan tersebut seperti tahu, tempe, daging, susu dan ikan. Padahal menurut Kartasapoetra dan Marsetyo, (2003), protein dalam tubuh berfungsi sebagai penyedia energi apabila kebutuhan energi tidak tercukupi dari konsumsi karbohidrat dan lemak. Oleh karena itu, sebaiknya para ibu lebih kreatif dalam menyajikan makanan sumber protein, mengingat zat tersebut berperan dalam terjadinya masalah gizi.
96
Selain itu, anak yang memiliki status gizi kategori kurus dan tingkat konsumsi protein kurang tidak hanya mengganggu proses tumbuh dan berkembang tubuh, tetapi juga dapat mengganggu kondisi kesehatan gigi. Menurut Kwon et al (1997), protein merupakan zat yang diperlukan dalam pembentukan formasi enamel gigi yang baik. Kekurangan protein dapat menurunkan ukuran gigi dan meningkatkan kerusakan enamel. Protein sangat berperan dalam komposisi dan volume air ludah atau saliva, yang merupakan faktor penting dalam kesehatan mulut. Selanjutnya menurut Budiningsari (2006), protein secara sistemik berpengaruh terhadap saliva sehingga pH saliva ke arah basa. Efek lokal protein terutama sumber nabati sehingga menaikkan pH saliva sehingga dapat mencegah dari karies gigi atau menekan tingkat keparahan karies gigi. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dibandingkan dengan bahan makanan nabati yang kaya protein (Almatsier, 2002). Dari wawancara recall 2 x 24 jam diketahui bahwa sebagian responden mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi makanan sumber protein hewani seperti daging. Anak-anak mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan tersebut, bahkan sampai merasakan sakit gigi ketika mengkonsumsi daging. Oleh karena itu, proses pengolahan makanan tersebut harus sampai lunak. Jika sakit gigi tersebut sudah dirasakan maka anak-anak menjadi malas untuk mengkonsumsinya. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Hidayanti (2005), bahwa karies gigi yang terjadi pada anak akan mengakibatkan munculnya rasa
97
sakit sehingga anak menjadi malas makan. Selain itu, ada juga yang malas mengkonsumsi daging karena sisa-sisa daging sering terselip di beberapa bagian permukaan gigi mereka. Menurut Haryani, et al (2002), morfologi gigi susu lebih memungkinkan retensi sisa makanan yang dapat menyebabkan kondisi kebersihan mulut anak menjadi tidak baik dibandingkan dengan orang dewasa. Pada anak yang mengalami karies gigi memiliki kemampuan daya kunyah yang menurun, karena gigi yang telah mengalami karies memiliki penurunan fungsi. Dengan demikian, kemampuan dalam pencernaan makanan di dalam mulut pun berkurang. Menurut Depkes (2002), jika terjadi gangguan fungsi kunyah sehingga dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan pencernaan makanan, dikhawatirkan pada akhirnya dapat menggangu kondisi gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi. Dengan berbagai dampak yang ditimbulkan dari konsumsi protein, maka perlu penanganan terhadap berkurangnya asupan protein di dalam tubuh anak. Pengolahan makanan sumber protein hewani seperti daging, sebaiknya sampai lunak. Hal ini agar anak tidak perlu melakukan pengunyahan makanan dengan kemampuan mengunyah yang tinggi.
6.6
Tingkat Konsumsi Lemak dan Hubungannya dengan Status Gizi Lemak merupakan zat gizi padat energi, dalam bentuk lemak dapat disimpan energi dalam jumlah besar di dalam massa yang kecil. Lemak juga
98
merupakan sumber energi selain karbohidrat dan protein. Kekurangan konsumsi lemak akan mengurangi konsumsi kalori dalam tubuh. Selain itu, kekurangan lemak dapat memberikan gejala-gejala defisiensi vitamin yang larut lemak, seperti vitamin A dan vitamin K. Hal tersebut dapat memberikan gangguan terhadap status gizi anak (Sediaoetama, 2000). Hasil penelitian menggunakan recall 2 x 24 jam menunjukkan bahwa sebanyak 88% responden memiliki tingkat konsumsi lemak yang kurang dari 80% Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Responden yang memiliki status gizi kategori kurus maka tingkat konsumsi lemak dalam tubuh tergolong kurang. Proporsi responden yang memilki status gizi kategori kurus lebih besar pada anak yang tingkat konsumsi lemak kurang daripada anak yang memiliki tingkat konsumsi lemak baik. Hasil ini diperkuat pula oleh penelitian Junaidi (2004) yang menunjukkan bahwa anak yang memiliki status gizi kategori kurus cenderung memiliki tingkat konsumsi lemak kurang dibandingkan dengan tingkat konsumsi lemak baik. Namun, berdasarkan hasil uji bivariat, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi siswa kelas dua. Hal ini serupa dengan penelitian Fidiani (2007), yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi. Hasil tersebut dapat dimungkinkan bahwa penggunaan lemak sebagai energi dalam jumlah yang kurang karena energi diperoleh dari makanan jajanan yang dikonsumsi responden. Namun, hasil tersebut berbeda
99
dengan penelitian Dewi (2000) dan Handayani (2002), yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi. Status gizi kurus dan tingkat konsumsi lemak kurang akan dapat pula mengakibatkan terganggunya kesehatan gigi anak. Status gizi kategori kurus dan tingkat konsumsi lemak kurang dapat pula mengakibatkan terganggunya kesehatan gigi anak. Penelitian yang dilakukan oleh Alvarez (1995), menyatakan bahwa status gizi anak akan mempengaruhi pertumbuhan gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen. Anak yang berstatus gizi kurus akan mengalami tingkat keparahan karies yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi normal. Status gizi pada awal kehidupan berpengaruh terhadap pembentukan dan pertumbuhan gigi. Jika terdapat gangguan gizi maka akan mempengaruhi pembentukan gigi dan mengakibatkan kerentanan terhadap karies menjadi meningkat. Menurut Budiningsari (2006), makanan yang mengandung lemak, pada umumnya sedikit mengandung substrat kariogenik selain sebagai makanan pengganti karbohidrat yang kariogenik, lemak juga mempengaruhi kelarutan karbohidrat di dalam rongga mulut. Lemak berfungsi ke arah efek lokal, sehingga sisa makanan tidak mudah menempel pada permukaan gigi, bakteri tidak memfermentasi sisa makanan dan bersifat hidrofob sehingga bersifat anti bakteri. Selanjutnya menurut Almatsier (2003), lemak dapat berfungsi sebagai pelumas agar bakteri di dalam mulut tidak mudah merusak
100
jaringan gigi, dengan kata lain dapat mencegah terjadinya karies gigi. Penelitian yang dilakukan Kabara (1986), menunjukkan adanya hubungan antara lemak dengan terjadinya karies gigi.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor, maka dapat disimpulkan yaitu: 1.
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa dari 50 siswa kelas dua yang diperlukan sebagai responden, jumlah siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki yaitu sebesar 26 orang atau 52%. SLTA merupakan jenjang pendidikan yang paling banyak diselesaikan oleh ibu dari siswa kelas dua yaitu sebesar 19 orang atau 38%. Sebanyak 44 orang atau 88% siswa kelas dua mempunyai ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.
2.
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa 66% siswa kelas dua di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor memiliki status gizi kurang dan 34% siswa kelas dua memiliki status gizi normal. asupan makanan yang cukup. Dari proporsi tersebut terlihat bahwa siswa kelas dua memiliki status gizi kurang yang cukup tinggi.
3.
Tingkat keparahan karies dengan kategori tinggi diderita oleh 74% siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor. Proporsi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menderita tingkat keparahan karies dengan kategori rendah yaitu sebesar 26%. 101
102
4.
Siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor sebagian besar cenderung memilki tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dalam jumlah yang kurang yaitu masing-masing sebesar 90%, 66% dan 88%. Sedangkan tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dalam jumlah yang baik dimiliki oleh siswa kelas dua masing-masing sebesar 10%, 34% dan 12%.
5.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tingkat keparahan karies gigi dan tingkat konsumsi karbohidrat merupakan variabel yang berhubungan dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor.
6.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tingkat konsumsi protein dan
tingkat
konsumsi
lemak
merupakan
variabel
yang
tidak
berhubungan dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor. 7.
Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa tingkat konsumsi karbohidrat merupakan faktor confounding hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor.
7.2
Saran 7.2.1
Bagi Pemerintah 1.
Meningkatkan partisipasi seluruh siswa, orang tua serta guru dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
103
membentuk perilaku hidup sehat serta ikut dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. 2.
Meningkatkan efektivitas program Usaha Kesehatan Gigi Anak Sekolah (UKGS) pada siswa kelas dua sekolah dasar untuk mencegah terjadinya karies dan mengobati siswa yang sudah menderita karies agar tingkat keparahannya tidak menjadi tinggi.
3.
Memberikan pelatihan kepada guru dan orang tua murid mengenai penyakit karies gigi dan zat-zat gizi yang harus dikonsumsi agar dapat mencegah terjadinya karies gigi.
7.2.2
Bagi Pihak Sekolah 1.
Membuat suatu kebijakan mengenai penyediaan makanan dan minuman yang bergizi di kantin sekolah untuk mencegah terjadinya kekurangan zat gizi.
2.
Memberikan kesempatan bagi para guru untuk mendapatkan pelatihan dan pendidikan mengenai kesehatan gigi dan keadaan status gizi siswa, serta melakukan pengawasan terhadap pemberian informasi tersebut kepada anak didik maupun orang tua murid.
3.
Meningkatkan peran program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) sebagai sarana dalam menunjang kesehatan siswa.
104
4.
Menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut siswa seperti menyelenggarakan sikat gigi massal dan pemeriksaan gigi secara berkala.
7.2.3
Bagi Siswa dan Ibu 1.
Siswa menjaga kebersihan gigi sehingga tetap memiliki kondisi gigi yang baik serta tidak mengkonsumsi makanan yang dapat merusak gigi dan menganggu kesehatan.
2.
Ibu mampu memberikan informasi mengenai kesehatan gigi dan membatasi konsumsi makanan yang dapat merusak gigi serta menyediakan makanan yang bergizi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
7.2.4
Bagi Peneliti Lainnya 1.
Melakukan penelitian dengan rancangan kohort prospektif agar dapat terlihat jelas apakah karies gigi mempengaruhi status gizi atau sebaliknya, status gizi mempengaruhi risiko terjadinya karies gigi.
2.
Pada penelitian selanjutnya diharapkan melakukan pemeriksaan gigi lebih mendalam agar dapat mengetahui tingkat keparahan karies gigi terhadap status gizi siswa kelas dua untuk memperkuat hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Adipurna, et al. 2002. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Jalanan di Kota Manado. Majalah Kedokteran Universitas Indonesia. Volume 52: 18-24.
Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Alvarez, Jose and Navia, Juan. 1989. Nutritional Status, Tooth Eruption and Dental Caries: A Review. American Journal Clinical Nutrition. 49. [Accesed 18th Juni 2010]. p 421. Available from world wide web: < http://www.ajcn.org/>
Alvarez, Jose. 1995. Nutrition, Tooth Development and Dental Caries. American Journal Clinical Nutrition. 41. [Accesed 18th Juni 2010]. p 410. Available from world wide web: < http://www.ajcn.org/>
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. FKM UI.
Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Budiningsari, R Dwi. 2006. Hubungan Asupan Protein dan Lemak Dengan Status Kesehatan Mulut Anak Usia Prasekolah Di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul D.I. Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Volume 2 : 117-122.
Closas, Reina Garcia, et al. 1997. A Cross-Sectional Study of Dental Caries, Intake of Confectionery and Food Rich in Starch and Sugar, and Salivary Counts of Streptococcus mutans in Children in Spain. American Journal Clinical Nutrition. 66. [Accesed 18th Juni 2010]. p 1257. Available from world wide web: < http://www.ajcn.org/>
Damanik, Noverini. 2009. Gambaran Konsumsi Makanan Dan Status Gizi Pada Anak Penderita Karies Gigi Di SDN 091285 Panei Tongah Kecamatan Panei Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.
Darwita, Risqa Rina. 2000. Kecenderungan Prevalensi Karies Gigi Pada Anak Sekolah Dasar Di Serpong dan Jakarta Barat. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Volume 7: 299.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Direktorat Kesehatan Gigi.
. 2001. Pedoman Penyuluhan Gizi Pada Anak Sekolah Bagi Petugas Puskesmas. Jakarta: Ditjen Gizi Masyarakat.
. 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
. 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007). Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Devi, Mazarina. 2004. Tingkat Pendidikan Ibu, Hubungannya Dengan Perilaku Makan dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar. [Acceesed 24th July 2010]. Available from world wide web: < http://www.rudyct.com/>
Deri, Fatma. 2009. Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Tesis. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.
Djumadias, Abunain. 1990. Aplikasi Antropometri Sebagai Alat Ukur Status Gizi. Bogor: Puslitbang Gizi.
Hardinsyah. 2007. Review Faktor Determinan Keragaman Konsumsi Pangan. Jurnal Gizi dan Pangan. Volume 2 (2). [Accesed 29th Juni 2010]. p 62. Available from world wide web: < http://fema.ipb.ac.id/>.
Haryani, Wiworo, et al. 2002. Hubungan Antara Konsumsi Karbohidrat Dengan Tingkat Keparahan Karies Gigi Pada Anak Usia Prasekolah Di Kecamatan Depok, Sleman Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat. XVIII: 132-133.
Hayati, R. 1994. Fungsi Gigi Pada Tumbuh Kembang Anak. Kumpulan Makalah Ilmiah KPPIKG ke X: 446-450.
Hidayanti, Lilik. 2005. Hubungan Karakteristik Keluarga dan Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan Keparahan Karies Gigi Anak Sekolah Dasar. Tesis. Program Pascasarjana Gizi Masyarakat. Universitas Diponegoro.
Hutabarat, Natalina. 2009. Peran Petugas Kesehatan, Guru dan Orang Tua dalam Pelaksanaan UKGS dengan Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar di Kota Medan. Tesis. Program Pascasarjana Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Universitas Sumatera Utara.
Ilyas, Yaslis. 2000. Studi Status Karies Gigi Penduduk Indonesia. Makara. Nomor 4 Seri A: 1-10. Judarwanto. 2008. Perilaku Makan Anak Sekolah. [Accesed 5th July 2010]. Available from world wide web: < http://www.gizi.net/>
Junaidi. 2004. Hubungan Keparahan Karies Gigi Dengan Asupan Zat Gizi dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Gadjah Mada.
Kartasapoetra, G. Marsetyo, 2003, Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja, Rineka Cipta. Jakarta.
Kawuryan, Uji. 2008. Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut Dengan Kejadian Karies Gigi Anak SDN Kleco II Kelas V Dan VI Kecamatan Laweyan Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah.
Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Kidd,
EAM, and Bechal, SJ. 1992. Dasar-Dasar Karies, Penyakit dan Penanggulangannya. Alih Bahasa Narlan Sumawinata & Safrida Faruk. Jakarta: EGC.
Korneliani, Kiki. 2004. Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dan Kesukaan Makanan Kariogenik Anak Usia Pra Sekolah dengan Terjadinya Karies Gigi di Taman Kanak-Kanak Islam Hidayatullah Semarang. Tesis. Program Pascasarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.
Kwon, Ho-Kwen. 1997. Relationship Between Nutritional Intake and Dental Caries Experience of Junior High Students. Yonsei Medical Journal. Volume 38 (2). [Accesed 13 th August 2010]. p 102. Available from world wide web: < http://www.eymj.org/>
Li, Y and Wang, W. 2002. Predicting Caries in Permanent Teeth from Caries in Primary Teeth: An Eight-year Cohort Study. Journal of Dental Research. 81. [Accesed 18th Juni 2010]. p 561. Available from world wide web: < http://jdr.sagepub.com/> Luchan. 2009. Timbal Tingkatkan Resiko Karies Gigi. [Accesed 21th July 2010]. Available from world wide web: < http://koran.kompas.com/>
Mardayanti, Purnama. 2008. Hubungan Antara Faktor-Faktor Risiko Dengan Status Gizi Pada Siswa Kelas 8 Di SLTP N 7 Bogor Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Moehji, Syahmien. 2003. Ilmu Gizi. Jakarta: PT Bhatara Karya Aksara.
Mudanijah, Siti, 2004, Pengantar Pangan dan Gizi: Pola Konsumsi Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya. Nizel, AE. 1981. Nutrition In Preventive Dentistry 2nd Edition. Phadelphia: WB Saunders Company.
Nurfatimah, Hindiarti, 2007, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Persen Lemak Tubuh (PLT) pada
Prajurit Batalyon-33 Cijantung Jakarta Timur Tahun 2007, Skripsi. FKMUI, Depok.
Nurlaila. 2005. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Karies Gigi Pada Murid-Murid Di Sekolah Dasar Kecamatan Karangantu. Indonesian Journal Of Dentistry. Volume 12 Nomor 1: 5-6.
Pine, Cynthia. 1997. Community Oral Health. Michigan: Quintessence Pub.
Sasiwi , Noerwida Rahayu. 2004. Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status Gizi Anak (Studi Pada Anak Taman Kanak-Kanak Di Desa Pagersari Kecamatan Paten Kabupaten Kendal). Skripsi. Universitas Diponegoro.
Schuurs, A.H.B. 1993. Patologi Gigi Geligi. Yogyakarta: UGM Press.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi (Jilid 1). Jakarta: Dian Rakyat.
Setiawan, B. (2003). Pengaruh Sudut Tonjol Gigi Artifisial Posterior Terhadap Perubahan Partikel Makanan. Skripsi. UGM Yogyakarta.
Siagian, Albiner. 2008. Hubungan Kebiasaan Makan dan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies Gigi Pada Anak SD 060935 di Jalan Pintu Air II Simpang Gudang Kota Medan. Info Kesehatan Masyarakat Volume XII Nomor 2: 109.
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Surabaya: EGC.
Suhardjo. 1985. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI Press.
. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: IPB PAU Pangan dan Gizi.
. 1996. Gizi dan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sulastri, Delmi, et al. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Baru Masuk Sekolah Dasar Di Kelurahan Bandar Buat Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. [Acceesed 22 th September 2010]. Available from world wide web: < http://www.repository.unand.ac.id/>
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
Suryani, A. 2002. Gizi Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Suwargiani, Anne Agustina. 2008. Indeks def-t dan DMF-T Masyarakat Desa Cipondoh dan Desa Mekarsari Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang. Makalah. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran.
Suwelo, Ismu Suharsono. 1992. Karies Gigi Pada Anak Dengan Berbagai Faktor. Jakarta: EGC.
Wahyuti, S. 1991. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Proyek Pengembangan Tenaga Gizi Depkes RI.
Yuniastuti, Ari. 2008. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI DENGAN STATUS GIZI ANAK KELAS DUA DI SDN CIANGSANA I DESA CIANGSANA KABUPATEN BOGOR TAHUN 2010
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya adalah mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian mengenai “Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status Gizi Anak Kelas Dua Di SDN Ciangsana I Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010”. Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat untuk menempuh ujian memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Untuk itu, saya meminta kesediaan ibu dan adik untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Saya sangat mengharapkan ibu dan adik mengisi formulir penilaian asupan zat gizi metode recall 24 jam ini dengan lengkap dan jujur. Identitas serta jawaban ibu dan adik akan saya jaga kerahasiaannya. Atas perhatian dan kerjasama ibu dan adik, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Hormat Saya,
RINA KUSUMAWATI
FORM KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
:
Nama Anak
:
Alamat
:
Menyatakan bersedia menjadi responden dan akan mengikuti penelitian ini sesuai dengan metode yang akan dilakukan peneliti.
Responden
(
)
CONTOH UKURAN BAHAN MAKANAN Bahan Makanan
Nama Makanan
URT
Sumber Hidrat Arang
Nasi Putih
centong nasi
Roti tawar
lembar
Daging sapi / ayam
potong sedang/besar
Ikan segar
potong
Ikan teri
sendok makan
Telur
butir
Bakso daging
biji
Usus sapi
bulatan
Tempe
potong
Tahu
biji kecil/besar
Sayuran
Sayur bayem
sendok sayur
Buah-buahan
Pepaya
potong
Apel
buah sedang/besar
Sumber Protein Hewani
Sumber Protein Nabati
gelas
Susu
Jajanan
Macam-macam gorengan, kue, biskuit, es krim,
buah
Bakso, somay, batagor
porsi
Bubur
sendok makan
Nasi uduk
bungkus
Sate
tusuk
FORMULIR PEMERIKSAAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI
Tanggal
:
Pemeriksa
:
A.
B.
Data Umum Nama
:
Jenis Kelamin
:
Kelas
:
Tingkat Keparahan Karies Gigi 55
54
53
52
51
61
62
63
64
65
85
84
83
82
81
71
72
73
74
75
Keterangan Status
:
0
= sehat
1
= karies email
2
= karies dentin
3
= karies pulpa
4
= gangren pulpa
5
= tumpatan sementara
6
= tumpatan + karies
7
= tumpatan + karies sekunder
8
= tumpatan baik
9
= cabut karena karies
10 = gangren radix
d=
e=
f= + def-t =
FORMULIR PENILAIAN ASUPAN ZAT GIZI METODE RECALL 24 JAM
Tanggal : Hari ke :
Bahan Makanan Waktu Makan
Banyaknya
Nama Makanan Bahan Makanan
URT
Pagi / jam
Siang / jam
Malam / jam
Gram
No. Responden
LEMBAR KUISIONER
A.
B.
IDENTITAS RESPONDEN A1. Nama
:
A2. Jenis Kelamin
:
A3. Kelas
:
STATUS GIZI B1. Berat Badan
:
B2. Tinggi Badan
:
B3. Z-Score
: ……… SD
z-score < -2 SD = kurus z-score > - 2 SD = normal
C.
Tingkat Keparahan Karies Gigi C1. Nilai def-t
:
def-t > 2,6 = tinggi def-t < 2,6 = rendah
D.
Tingkat Konsumsi Makanan D1. Karbohidrat
: …………….. %
D2. Protein
: …………….. %
D3. Lemak
: …………….. %
Konsumsi < 80% AKG = kurang Konsumsi > 80% AKG = baik
RATA-RATA ASUPAN ZAT GIZI RESPONDEN METODE RECALL 2 X 24 JAM
No
Responden
Karbohidrat
Protein
Lemak
1
Rizky
38.04%
57.56%
79.80%
2
Tiara
34.33%
58.67%
64.60%
3
Ahmad
30.07%
51.33%
39.40%
4
Aini
29.15%
44.22%
45.80%
5
Amanda
32.04%
24.67%
15.40%
6
Bagus
158.93%
212%
137.20%
7
Cahya
35.41%
71.78%
67.80%
8
Dhymas
29.85%
50.22%
30.20%
9
Dodik
42.26%
86.44%
40.40%
10
Indri
26.11%
47.78%
55.00%
11
Janet
41.15%
61.11%
57.40%
12
Mahruf
72.85%
108.44%
94.80%
13
Mega
32.37%
81.78%
47.20%
14
Ichwan
34.33%
53.11%
70.40%
15
Nano
45.07%
80.20%
35.80%
16
Nur
33.00%
62.22%
91.80%
17
Nurdin
34.11%
54.89%
17.00%
18
Oji
84.41%
94.00%
83.60%
19
Rere
32.52%
50.22%
23.80%
20
Rumaysah
76.37%
93.78%
75.60%
21
Sandra
80.11%
108.89%
114.80%
22
Sevira
61.56%
88.44%
46.60%
23
Very
43.52%
62.00%
69.20%
24
Windhi
6.00%
26.00%
27.20%
25
Riko
37.48%
69.78%
31.40%
26
Anjar
38.59%
56.44%
39.40%
27
Algusti
27.74%
59.78%
32.00%
28
Anif
37.63%
43.78%
30.20%
29
Anwar
39.89%
44.00%
39.40%
30
Chantika
40.48%
65.78%
48.60%
31
Desvina
72.78%
86.22%
73.80%
32
Fahmi
40.33%
72.22%
30.40%
33
Fanya
49.70%
71.78%
72.60%
34
Gilang
69.63%
80.67%
65.80%
35
Liska
36.44%
74.89%
53.20%
36
Alan
80.00%
72.00%
46.80%
37
Yanuar
57.56%
84.40%
52.40%
38
Nindya
38.19%
72.22%
63.00%
39
Nopitasari
31.96%
69.56%
21.20%
40
Putri
80.00%
87.33%
80.40%
41
Rahmawati
38.04%
83.33%
69.40%
42
Rifky
59.11%
69.56%
52.20%
43
Silvia
38.70%
52.89%
66.00%
44
Tantri
54.85%
118.44%
57.00%
45
Tri
47.70%
92.67%
60.80%
46
Yusuf
38.93%
74.44%
49.40%
47
Anisa
26.78%
46.67%
14.40%
48
Khafid
61.52%
87.56%
72.80%
49
Indriyani
30.44%
43.11%
35.20%
50
Andi
55.00%
64.40%
45.00%
Analisis Univariat Frequencies Statistics gizi N Valid Missin g
50 0 gizi
Valid
kurus normal Total
Frequency 33
Percent 66.0
Valid Percent 66.0
17 50
34.0 100.0
34.0 100.0
Cumulative Percent 66.0 100.0
Frequencies Statistics karies N Valid Missin g
50 0 karies
Valid
tinggi
Frequency 37
Percent 74.0
Valid Percent 74.0
13 50
26.0 100.0
26.0 100.0
rendah Total
Cumulative Percent 74.0 100.0
Frequencies Statistics KH N Valid Missin g
50 0 Karbohidrat
Frequency Valid
kurang baik Total
Percent
Valid Percent
45 5
90.0 10.0
90.0 10.0
50
100.0
100.0
Cumulative Percent 90.0 100.0
Frequencies Statistics protein N Valid Missin g
50 0 protein
Valid
kurang
Frequency 33
Percent 66.0
Valid Percent 66.0
17 50
34.0 100.0
34.0 100.0
baik Total
Cumulative Percent 66.0 100.0
Frequencies Statistics lemak N Valid Missin g
50 0 lemak
Valid
kurang baik Total
Frequency 44 6
Percent 88.0 12.0
Valid Percent 88.0 12.0
50
100.0
100.0
Cumulative Percent 88.0 100.0
Analisis Bivariat Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N karies * gizi
50
Missing Percent 100.0%
N 0
Total
Percent .0%
N 50
Percent 100.0%
karies * gizi Crosstabulation gizi kurus karies
tinggi
rendah
Total
Count
normal
Total
31
6
37
83.8%
16.2%
100.0%
2
11
13
15.4%
84.6%
100.0%
33
17
50
66.0%
34.0%
100.0%
Exact Sig. (2-sided)
1
Asymp. Sig. (2-sided) .000
17.124
1
.000
20.142
1
.000
% within karies Count % within karies Count % within karies
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 20.056(b)
df
Exact Sig. (1-sided)
.000 19.655
1
.000
50
a Computed only for a 2x2 table b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.42. Risk Estimate
95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for karies (tinggi / rendah)
28.417
4.978
162.203
For cohort gizi = kurus
5.446
1.510
19.640
.192 50
.089
.413
For cohort gizi = normal N of Valid Cases
.000
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N KH * gizi
50
Missing Percent 100.0%
N 0
Total
Percent .0%
N 50
Percent 100.0%
KH * gizi Crosstabulation gizi kurus KH
kurang
baik
Total
Count % within KH Count % within KH Count % within KH
32
normal 13
Total
71.1%
28.9%
100.0%
1
4
5
20.0%
80.0%
100.0%
33
17
50
66.0%
34.0%
100.0%
45
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
1
Asymp. Sig. (2-sided) .022
3.209
1
.073
4.996
1
.025
Value 5.239(b)
df
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.040 5.134
1
.023
N of Valid Cases
50 a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.70. Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for KH (kurang / baik) For cohort gizi = kurus For cohort gizi = normal N of Valid Cases
Lower
Upper
9.846
1.003
96.664
3.556 .361
.610 .192
20.727 .681
50
.040
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N protein * gizi
Missing Percent 100.0%
50
N
Total
Percent .0%
N
normal 11
Total
22 66.7%
33.3%
100.0%
11
6
17
64.7%
35.3%
100.0%
33
17
50
66.0%
34.0%
100.0%
0
Percent 100.0%
50
protein * gizi Crosstabulation gizi kurus protein
kurang
baik
Total
Count % within protein Count % within protein Count % within protein
33
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
1
Asymp. Sig. (2-sided) .890
.000
1
1.000
.019
1
.890
Value .019(b)
df
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000 .019
1
.891
N of Valid Cases
50 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.78. Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for protein (kurang / baik) For cohort gizi = kurus For cohort gizi = normal N of Valid Cases
Lower
Upper
1.091
.319
3.733
1.030 .944
.673 .422
1.577 2.111
50
.566
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N lemak * gizi
Missing Percent 100.0%
50
N 0
Total
Percent .0%
N 50
Percent 100.0%
lemak * gizi Crosstabulation gizi kurus lemak
kurang
baik
Total
Count % within lemak Count % within lemak Count % within lemak
30
normal 14
Total
68.2%
31.8%
100.0%
3
3
6
50.0%
50.0%
100.0%
33
17
50
66.0%
34.0%
100.0%
44
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
1
Asymp. Sig. (2-sided) .378
.179
1
.673
.743
1
.389
Value .778(b)
df
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.396 .762
1
.383
N of Valid Cases
50 a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.04. Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for lemak (kurang / baik) For cohort gizi = kurus For cohort gizi = normal N of Valid Cases
Lower
Upper
2.143
.383
11.984
1.364 .636
.597 .256
3.112 1.580
50
.326
Analisis Multivariat Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases(a) Selected Cases Included in Analysis Missing Cases Total Unslected Cases Total
N 50 0 50
Percent 100.0 .0 100.0
0 50
.0 100.0
a If weight is in effect ... Dependent Variable Encoding Original Value kurus
Internal Value 0
normal
1
Block 0: Beginning Block Classification Table(a,b) Observed
Predicted GIZI kurus
Step 0
GIZI
kurus normal
normal 33
0
17
0
Percentage Correct 100.0 .0 66.0
Overall Percentage a Constant in the model ... b The cut value is .500 Variables in the Equation
Step 0
Constant
B -.663
S.E. .299
Wald 4.936
df 1
Sig. .026
Variables not in the Equation
Step 0
Variables
KARIES KH KARIES by KH
Overall Statistics
Score 20.056
df 1
Sig. .000
5.239
1
.022
8.440
1
.004
20.786
3
.000
Exp(B) .515
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
Step Block Model
df
Sig.
22.128 22.128
3 3
.000 .000
22.128
3
.000
Model Summary
Step 1
-2 Log likelihood 41.975
Cox & Snell R Square .358
Nagelkerke R Square .495 Classification Table(a)
Observed
Predicted GIZI kurus
Step 1
GIZI
kurus normal Overall Percentage
normal 31
2
6
11
Percentage Correct 93.9 64.7 84.0
a The cut value is .500 Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) Step 1(a)
1
Sig. .002
Exp(B) 17.500
Lower 2.894
Upper 105.804
1
1.000
.000
.
.000
1
.999
.000
.
-1.609 .447 12.951 a Variable(s) entered step 1 KARIES, KH, KARIES * KH
1
.000
.000 14912908 58663239 00.000 .200
KARIES KH KARIES by KH
B 2.862
S.E. .918
Wald 9.720
-19.593
40192.970
.000
39.544
44937.107
Constant
df
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases(a) Selected Cases Included in Analysis Missing Cases Total Unslected Cases Total a If weight is in effect ...
N
Percent 50 0
100.0 .0
50 0
100.0 .0
50
100.0
Dependent Variable Encoding Original Value kurus normal
Internal Value 0 1
Block 0: Beginning Block Classification Table(a,b) Observed
Predicted GIZI kurus
Step 0
GIZI
kurus
33 17
normal Overall Percentage
Percentage Correct
normal 0 0
100.0 .0 66.0
a Constant in the model ... b The cut value is .500 Variables in the Equation
B Step 0
Constant
S.E.
-.663
Wald
.299
df
4.936
Sig. 1
Exp(B)
.026
Variables not in the Equation
Step 0
Variables
Score 20.056 5.239
KARIES KH
Overall Statistics
20.301
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Step
Chi-square 20.565
Block Model
20.565 20.565
df 2
Sig. .000
2 2
.000 .000
Model Summary
Step 1
-2 Log likelihood 43.538
Cox & Snell R Square .337
Nagelkerke R Square .467
df 1 1
Sig. .000 .022
2
.000
.515
Classification Table(a) Observed
Predicted GIZI kurus
Step 1
GIZI
kurus
normal Overall Percentage
normal 31
2
6
11
Percentage Correct 93.9 64.7 84.0
a The cut value is .500 Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) B 3.152 .948
Step 1(a)
S.E. .918 1.482
Wald 11.794 .409
KARIES KH Constan -1.676 .452 t a Variable(s) entered step 1 KARIES, KH
df
13.753
1 1
Sig. .001 .523
Exp(B) 23.381 2.580
1
.000
.187
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases(a) Selected Cases Included in Analysis Missing Cases Total Unslected Cases Total
N
Percent 50 0
100.0 .0
50 0
100.0 .0
50
100.0
a If weight is in effect ... Dependent Variable Encoding Original Value kurus normal
Internal Value 0 1
Block 0: Beginning Block Classification Table(a,b) Observed
Predicted GIZI kurus
Step 0
GIZI
kurus normal
Overall Percentage
normal 33 17
0 0
Percentage Correct 100.0 .0 66.0
Lower 3.869 .141
Upper 141.284 47.124
a Constant in the model ... b The cut value is .500 Variables in the Equation
Step 0
B -.663
Constant
S.E. .299
Wald 4.936
df
Sig. .026
1
Exp(B) .515
Variables not in the Equation
Step 0
Score 20.056 20.056
Variables KARIES Overall Statistics
df
Sig. .000 .000
1 1
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Step Block Model
Chi-square 20.142
df
20.142 20.142
1
Sig. .000
1 1
.000 .000
Model Summary
Step 1
-2 Log likelihood 43.962
Cox & Snell R Square .332
Nagelkerke R Square .459 Classification Table(a)
Observed
Predicted GIZI kurus
Step 1
GIZI
kurus normal Overall Percentage
normal 31 6
2 11
Percentage Correct 93.9 64.7 84.0
a The cut value is .500 Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) Step 1(a)
B 3.347
KARIES Constan -1.642 t a Variable(s) entered step 1 KARIES
S.E. .889
Wald 14.183
.446
13.557
df 1
Sig. .000
Exp(B) 28.417
1
.000
.194
Lower 4.978
Upper 162.203
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases(a) Selected Cases Included in Analysis Missing Cases Total Unslected Cases Total
N
Percent 50 0
100.0 .0
50 0
100.0 .0
50
100.0
a If weight is in effect ... Dependent Variable Encoding Original Value kurus normal
Internal Value 0 1
Block 0: Beginning Block Classification Table(a,b) Observed
Predicted GIZI kurus
Step 0
GIZI
kurus
normal 33 17
normal Overall Percentage
0 0
Percentage Correct 100.0 .0 66.0
a Constant in the model ... b The cut value is .500 Variables in the Equation
Step 0
Constant
B -.663
S.E. .299
Wald 4.936
df 1
Sig. .026
Variables not in the Equation
Step 0
Variables
KARIES KH
Overall Statistics
Score 20.056 5.239 20.301
df 1 1
Sig. .000 .022
2
.000
Exp(B) .515
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
Step Block Model
df
Sig.
20.565 20.565
2 2
.000 .000
20.565
2
.000
Model Summary
Step 1
-2 Log likelihood 43.538
Cox & Snell R Square .337
Nagelkerke R Square .467 Classification Table(a)
Observed
Predicted GIZI kurus
Step 1
GIZI
kurus normal Overall Percentage
normal 31
2
6
11
Percentage Correct 93.9 64.7 84.0
a The cut value is .500 Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) S.E. .918
Wald 11.794
KH .948 1.482 Constan -1.676 .452 t a Variable(s) entered step 1 KARIES, KH
.409 13.753
Step 1(a)
KARIES
B 3.152
df 1
Sig. .001
Exp(B) 23.381
Lower 3.869
Upper 141.284
1
.523
2.580
.141
47.124
1
.000
.187