NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM TRADISI GUGUR GUNUNG Studi Kasus di Dusun Kalisari Desa Ngadirejo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh: BAYU SETIAWAN NIM 111 11 171
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015
MOTTO
“Indahnya kebersamaan” “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”
PERSEMBAHAN
Atas rahmat dan ridho Allah SWT, skripsi ini aku persembahkan untuk: 1.
Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai Bapak Muhyidin dan Ibu Suharyati, karena dengan bimbingan, kasih sayang, dan doa keduanya lah aku melangkah ke depan dengan optimis untuk meraih cita-cita.
2.
Adikku Arum Handayani yang selalu mendoakanku.
3.
Untuk semua teman-temanku yang mendukungku.
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1.
Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga.
2.
Bapak Suwardi, M.Pd selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK).
3.
Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
4.
Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5.
Ibu Dra. Sri Suparwi, M.A selaku pembimbing akademik.
6.
Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7.
Kepala Desa Ngadirejo, Aparat Dusun dan warga Dusun Kalisari yang telah membantu dan mau bekerjasama dalam penelitian skripsi ini.
8.
Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan membantu
dalam
bentuk
materi
untuk
membiayai
penulis
dalam
menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, Agustus 2015 Penulis
Bayu Setiawan NIM: 111 11 171
ABSTRAK
Setiawan, Bayu. 2015. Nilai-nilai Edukatif dalam Tradisi Gugur Gunung (Studi Kasus di Dusun Kalisari Desa Ngadirejo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Imam Sutomo, M.Ag Kata kunci: nilai-nilai edukatif dalam tradisi gugur gunung Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui nilai-nilai Edukatif dalam tradisi gugur gunung (Studi kasus di Dusun Kalisari Desa Ngadirejo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang). Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: Pertama, Apa saja prosesi (tahapan) dalam tradisi gugur gunung. Kedua, Bagaimana persepsi masyarakat tentang tradisi gugur gunung. Ketiga, Apa saja nilai-nilai edukatif yang terdapat dalam tradisi gugur gunung. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, Sedangkan analisis data dilakukan dengan klasifikasi data, penyaringan data dan Penyimpulan. Temuan penelitian ini adalah: Pertama, prosesi tradisi gugur gunung di Dusun Kalisari meliputi pengumuman, pelaksanaan tradisi gugur gunung yakni kegiatan susruk di bendungan dan breseh di makam serta doa dan tahlilan. Kedua, persepsi masyarakat Dusun Kalisari terhadap tradisi gugur gunung ini adalah sebagai kegiatan yang banyak mengandung nilai-nilai positif. Mereka sangat mendukung dan antusias melaksanakannya. Ketiga, nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam tradisi gugur gunung adalah nilai pendidikan religius (nilai akidah, nilai akhlak, nilai ibadah, nilai kemasyarakatan) dan nilai pendidikan sosial (nilai persaudaraan, persatuan dan kesatuan, gotong royong)
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR BERLOGO ..................................................................................... i HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................... iii PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... v MOTTO ........................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK ....................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Fokus Penelitian ................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian................................................................................ 6 E. Penegasan Istilah .................................................................................. 7 F. Metode Penelitian................................................................................. 9 G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Nilai Edukatif 1. Nilai ................................................................................................ 19 2. Edukatif .......................................................................................... 27 3. Nilai Edukatif ................................................................................. 34 B. Tradisi Gugur Gunung 1. Pengertian Tradisi Gugur Gunung ................................................. 42 2. Makna yang Terkandung dalam Tradisi Gugur Gunung ............... 45 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data 1. Sejarah Dusun Kalisari Desa Ngadirejo ......................................... 48 2. Kondisi Geografis .......................................................................... 49 3. Demografis dan Kependudukan ..................................................... 50 4. Pola Penggunaan Tanah ................................................................. 53 5. Sarana dan Prasarana Desa............................................................. 54 6. Kelembagaan Desa ......................................................................... 55 7. Kondisi Perekonomian Desa .......................................................... 57 B. Temuan Penelitian 1. Tradisi Gugur Gunung di Dusun Kalisari Desa Ngadirejo Kecamatan Magelang ........................................................................................ 57 2. Sejarah Tradisi Gugur Gunung ...................................................... 60 3. Prosesi Tradisi Gugur Gunung ....................................................... 61 4. Makna yang Terkandung dalam Tradisi Gugur Gunung ............... 63
BAB IV PEMBAHASAN A. Prosesi Tradisi Gugur Gunung di Dusun Kalisari Desa Ngadirejo Kecamatan Magelang ........................................................................... 65 B. Persepsi Masyarakat Dusun Kalisari terhadap Tradisi Gugur Gunung 73 C. Nilai-nilai Edukatif yang Terkandung dalam Tradisi Gugur Gunung 1. Nilai Pendidikan Religius............................................................... 76 2. Nilai Pendidikan Sosial .................................................................. 81 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 83 B. Saran ..................................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Ngadirejo Berdasarkan Dusun ................... 50 Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Desa Ngadirejo Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ........................................................................................... 50 Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ........................ 51 Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Desa Ngadirejo Berdasarkan Mata Pencaharian 52 Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Desa Ngadirejo Berdasarkan Pemeluk Agama .. 52 Tabel 3.6 Luas Wilayah Desa Ngadirejo Berdasarkan Dusun ......................... 53 Tabel 3.7 Peruntukan Lahan Desa Ngadirejo .................................................. 53 Tabel 3.8 Tempat Ibadah Desa Ngadirejo........................................................ 54 Tabel 3.9 Sarana Pendidikan Desa Ngadirejo .................................................. 56
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang besar dan kaya akan tradisi yang tersebar disetiap wilayah, tentu saja itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri, oleh sebab itu, kita sebagai bangsa Indonesia sudah sepantasnya mensyukuri serta melestarikan apa yang telah menjadi warisan nenek moyang. Melestarikan tradisi merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa supaya tidak hilang jati diri bangsa tersebut, akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk memperbaiki dalam hal menambah yang positif atau mengurangi yang negatif tradisi yang telah ada. Suatu tradisi biasanya mengandung unsur serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat kita jadikan sebagai pembelajaran dan pengetahuan. Sedangkan nilai merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Hakikat makna nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya (Sauri dan Hufad, 2007:45). Tradisi juga dapat memberikan efek kebiasaan yang baik dan biasanya berlangsung dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai yang diwariskan biasanya berupa nilai-nilai yang oleh masyarakat masih dianggap baik dan relevan dengan kebutuhan kelompok atau masyarakat. Dalam suatu tradisi selalu ada hubungannya dengan upacara tradisional dan biasanya masih dianggap
sakral. Oleh karena itu, upacara tradisional semacam itu dipandang sebagian masyarakat sebagai usaha untuk mengenang atau menghormati arwah para leluhur yang sudah mewariskan sebuah tradisi kepadanya. Namun sekarang ini banyak yang salah mengartikan upacara atau rangkaian acara dalam sebuah tradisi dengan berpendapat bahwa hal-hal tersebut tidak perlu dilakukan. Akan tetapi, masih banyak yang mempertahankannya
karena
mereka
berpendapat
bahwa
hal
itu
mengandung maksud dan arti pendidikan, karena pendidikan merupakan latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas
(kepribadian)
serta
menanamkan
tanggung
jawab
masih
banyak
(Ainusysyam, 2007:38). Seperti
halnya
dalam
masyarakat
jawa
mempertahankan berbagai tradisi. Dari serangkaian tradisi itu terdapat banyak tradisi yang erat kaitannya dengan ritual-ritual keagamaan, terutama pada zaman sekarang ini adalah agama Islam, karena agama Islam sudah menjadi mayoritas di tanah jawa ini, dan apabila dilihat dari segi sejarah memang proses penyebaran agama Islam tidak lepas dari pendekatan melalui tradisi yang ada, sehingga agama Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat jawa, oleh sebab itu kebanyakan masyarakat Islam jawa masih memegang teguh tradisi peninggalan nenek moyang mereka yang dianggap tidak menyimpang dari syariat agama Islam.
Tradisi yang sudah melekat pada masyarakat jawa merupakan ciri pokok dalam Islam jawa dan dalam tradisi tersebut banyak yang mengandung berbagai macam nilai yang dapat dipetik dan diambil sebagai pembelajaran, baik nilai agama maupun nilai sosial seperti dalam tradisi gugur gunung. Tradisi gugur gunung ini merupakan tradisi turun-temurun yang terus dilestarikan. Salah satunya oleh masyarakat Dusun Kalisari, Desa Ngadirejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. Tradisi ini mengandung banyak nilai pendidikan yang dapat dipetik dan manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat dusun tersebut. Istilah gugur gunung memberi inspirasi dan spirit kepada orang banyak agar tidak silau terhadap pekerjaan yang sangat berat (Purwadi dkk, 2005: 117). Mereka secara bersama-sama melaksanakan kegiatan ini sebagai suatu tradisi yang dilaksanakan secara turun-temurun. Pelaksanaan tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Dusun Kalisari Desa Ngadirejo sebagai bentuk rasa syukur terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT atas panen sawahnya yang melimpah dan nikmat karuniaNya yang lain. Tradisi ini erat kaitannya dengan gotong-royong untuk membuat saluran air dalam menyambut datangnya musim penghujan. Pembuatan saluran air ini dimaksudkan sebagai jalannya air saat musim penghujan yang dialirkan ke sawah mereka. Selain gotong-royong dalam pembuatan saluran air ini, dalam tradisi gugur gunung juga dilakukan ziarah kubur yang disertai dengan kegiatan bersih-bersih makam.
Setiap tradisi mengandung nilai pendidikan yang dapat dipetik dan diambil sebagai pembelajaran. Begitu juga dalam tradisi gugur gunung yang dilaksanakan oleh masyakat Dusun Kalisari sebagai rasa syukur terhadap nikmat-Nya. Persaudaran dan persatuan di antara masyarakat pun juga dapat terjalin semakin erat apalagi pada zaman ini masyarakat sudah dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang dapat mengikis rasa solidaritas di antara mereka. Oleh karena itu, dengan dilestarikannya tradisi ini dapat dijadikan sebagai wadah untuk lebih mempererat tali persaudaraan antar warga. Pelaksanaan ziarah kubur dapat dijadikan sarana bagi para pemuka agama
itu mereka dapat menanamkan ajaran-ajaran
agama Islam kepada masyarakat seperti firman Allah dalam Al-Qur‟an Surat Ali-Imran ayat 104.
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali Imran: 104). Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah telah memerintahkan seluruh umat untuk mengajak kepada hal kebaikan dan mencegah dari keburukan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui berbagai macam dan bentuk kegiatan. Salah satunya melalui tradisi gugur gunung ini. Berkitan dengan uraian di atas, maka timbul suatu keinginan dari
penulis guna mengetahui maksud, tujuan, dan nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam tradisi gugur gunung yang ada di dalam masyarakat Dusun Kalisari, Desa Ngadirejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. Masyarakat setempat menganggap bahwa tradisi gugur gunung yang mereka lakukan bertujuan untuk menjaga persaudaraan dan persatuan diantara mereka serta melestarikan tradisi yang terdapat dalam keyakinan masyarakat jawa. Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis mengajukan judul skripsi “NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM TRADISI GUGUR GUNUNG (Studi Kasus di Dusun Kalisari Desa Ngadirejo Kecamatan tegalrejo Kabupaten Magelang)”.
B.
Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas maka yang menjadi topik permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa saja prosesi (tahapan) dalam tradisi gugur gunung? 2. Bagaimana persepsi masyarakat tentang tradisi gugur gunung? 3. Apa saja nilai-nilai edukatif yang terdapat dalam tradisi gugur gunung?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan oleh penulis dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apa saja prosesi (tahapan) yang dilakukan dalam tradisi gugur gunung. 2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang tradisi gugur gunung. 3. Untuk mengetahui nilai-nilai edukatif yang terdapat dalam tradisi gugur gunung.
D.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermafaat baik untuk peneliti sendiri maupun untuk masyarakat, secara lebih rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai tradisi gugur gunung. b. Bagi masyarakat, dapat membantu menyampaikan nilai edukatif yang terkandung dalam tradisi gugur gunung. 2. Manfaat Teoritis Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan pendidikan dan dapat memperkaya khazanah dunia pendidikan Islam yang diperoleh dari penelitian lapangan.
E.
Penegasan Istilah
1. Prosesi Prosesi ialah serangkaian tahapan yang dilaksanakan dalam sebuah kegiatan yang dilaksanakan secara runtut.
2. Persepsi masyarakat Persepsi ialah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Sedangkan masyarakat ialah sejumlah manusia dalam arti yang seluasluasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (kbbi.web.id). Jadi, persepsi masyarakat ialah tanggapan secara langsungd dari sejumlah orang yang berada dalam lingkungan yang sama mengenai sesuatu hal yang terjadi di lingkungan mereka. 3. Nilai Edukatif Nilai adalah suatu makna yang terkandung dari setiap perilaku. Menurut Liliweri (2002:50) nilai adalah sebuah unsur penting dalam kebudayaan, nilai juga membimbing manusia untuk menentukan apakah sesuatu itu boleh atau tidak boleh dilakukan. Nilai adalah konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia atau konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan (Depdiknas, 2007:783).
Edukatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu yang bersifat mendidik atau berkenaan dengan pendidikan (Depdiknas, 2007:284). Pendidikan menurut bahasa adalah mendidik, melatih, memelihara dan membimbing. Sedangkan menurut istilah pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan tanggung jawab (Ainusysyam, 2007:38). 4. Tradisi Tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat (Depdiknas, 2007:1208). Sedangkan tradisi menurut penulis adalah peristiwa budaya yang ada dan merupakan bagian warisan dari para leluhur yang bernilai budaya tinggi sehingga menjadi karakter suatu masyarakat yang kuat. 5. Gugur Gunung Gugur artinya mati atau roboh atau meninggal, jadi dalam arti kasar gugur gunung berarti beramai-ramai merobohkan gunung, dalam hal ini biasanya diartikan apabila kerja gotong royong mencari batu atau merapikan tebing-tebing atau tanggul untuk menjadikan lingkungan lebih rapi dan bersih (http://contohpengertian.blogspot.com /2013/09/pengertian-gugur-gunung.html).
Gugur gunung memiliki arti suatu kerja yang dilakukan secara bersamaan tanpa mengharap imbalan, jadi lebih mirip dengan kerja bakti atau gotong royong (http://www.gedangsari.com/gugur-gunungwujud-gotong-royong-masyarakat-gunungkidul.html).
F.
Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian memerlukan suatu cara pendekatan yang tepat untuk memperoleh data yang akurat. Maka dari itu, perlu adanya suatu metode penelitian. Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang permasalahan yang dikaji penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. “Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan
penemuan
penemuan
yang
tidak
dicapai
(diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau dengan cara-cara lain dari kualifikasi (pengukuran)” (Ghani, 1997:11). 2. Kehadiran Peneliti Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka semua fakta berupa kata-kata maupun tulisan dari sumber data manusia yang telah diamati dan dokumen yang terkait disajikan dan digambarkan apa adanya untuk selanjutnya ditelaah guna menemukan makna. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak
langsung
sebagai
instrumen
langsung
dan
sebagai
pengumpul data dari hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dusun Kalisari, Desa Ngadirejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. 4. Sumber Data Jenis data yang diikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data yang berbentuk kalimat, kata, atau gambar. Data kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dokumen yang berisi nilai-nilai edukatif dan tradisi gugur gunung. Penulisan ini menggunakan metode bercerita secara nyata tentang keadaan yang diteliti. Penulis juga mengemukakan landasan-landasan atau teori-teori secara literatur yang ada hubungannya dengan obyek yang diteliti dalam laporan penelitian ini. Berbagai informasi dari responden dan hasil laporan penelitian dapat berupa kutipan-kutipan atau gambar merupakan data yang dikumpulkan dan dianalaisis. Oleh sebab itu, data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pihak kedua, baik berupa laporan, catatan, atau yang lainnya. 5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini, peneliti memperoleh data dengan menggunakan tiga tehnik pengumpulan data. a. Metode Observasi Menurut Suprayogo dan Tobroni (2001:167) observasi adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi, dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis. Metode ini digunakan untuk menemukan hasil dari pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek yakni dengan menyaksikan dan terlibat secara langsung dalam pelaksanaan tradisi gugur gunung. b. Metode Wawancara Wawancara adalah cara-cara memperoleh data dengan berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok (Ratna, 2010:222). Metode ini digunakan untuk menggali informasi tentang apa yang ada dalam tradisi gugur gunung yang dilakukan penulis kepada aparat dan warga Dusun Kalisari, Desa Ngadirejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010:274). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperoleh penulis dalam hal ini adalah dokumen penelitian yakni berupa foto-foto pelaksanaan tradisi gugur gunung. 6. Analisis Data Menurut Suprayogo dan Tobroni (2001:191) analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah. Informasi yang dijaring dengan berbagai macam alat dalam studi ini berupa uraian yang penuh deskripsi mengenai subjek yang diteliti, pendapat, pengetahuan, pengalaman dan aspek lainnya yang berkaitan. Namun, tidak semua data itu dipindahkan dalam laporan penelitian, melainkan dianalisis dengan menggunakan prosedur menurut Sugiyono (2009) yaitu: a. Reduksi Data Tahap ini dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen, sehingga dapat ditemukan hal-hal pokok
dari proyek yang diteliti yang berkenaan dengan fokus penelitian. Pada tahap ini penulis menggali informasi melalui wawancara dengan aparat Dusun maupun warga Dusun Kalisari, melakukan pengamatan
mengenai
mengambil
foto
pelaksanaan
sebagai
tradisi
dokumentasi
di
gugur
gunung,
lapangan,
dan
dokumentasi dari desa tentang lokasi penelitian. b. Display Data Pada tahap ini, dilakukan dengan merangkum hal-hal pokok yang ditemukan dalam susunan yang sistematis, yaitu data disusun dengan cara menggolongkannya ke dalam pola, tema,unit stsu kategori, sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah, kemudian diberi makna sesuai materi penelitian. Lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan analisis dan interpretasi data adalah merupakan proses penyederhanaan kesimpulan yang singkat, padat dan bermakna (Sugiyono, 2009:16). Peneliti pada tahap ini memilah-milah dan menggolongkan informasi sesuai dengan fokus penelitian yang meliputi proses, persepsi mayarakat dan nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam tradisi gugur gunung. c. Verifikasi Pada tahap ini dilakukan pengujian tentang kesimpulan yang telah diambil dengan data pembandingan yang bersumber dari hasil pengumpulan data dan penunjang lainnya. Pengujian ini
dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan
kesimpulan
yang
diambil
dilakukan
dengan
menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian dengan teori-teori para ahli (Sugiyono, 2009:17). Terutama teori yang menjadi kerangka acuan peneliti dan keterkaitannya dengan temuan-temuan dari penelitian lainnya yang relevan, melakukan proses memberi check mulai dari tahap orientasi sampai dengan kebenaran data terakhir, dan akhirnya membuat kesimpulan untuk dilaporkan sebagai hasil penelitian. Pada tahap verifikasi ini, penulis melakukan analisis dari beberapa data dan informasi mengenai tradisi gugur gunung dengan teori-teori yang sudah diambil. 7. Pengecekan Keabsahan Data Agar data memiliki validitas, reliabilitas dan objektivitas yang tinggi, perlu dilakukan triagulasi data. Triagulasi data adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu, yaitu triagulasi sumber, metode dan teori (Moleong, 2009:178). Dalam penelitian ini, hanya dilakukan triagulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif yaitu mengambil beberapa informan untuk disaring dan dijadikan data yang sesuai.
8. Tahap-tahap Penelitian Tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam skripsi ini ialah sebagai berikut: a. Tahap pra lapangan Tahap awal atau pra lapangan yang dilakukan oleh peneliti adalah membuat judul yang kemudian diajukan, setelah judul diajukan dan mendapat persetujuan maka peneliti menyusun proposal yang dilanjutkan dengan konsultasi penelitian kepada pembimbing. b. Tahap pekerjaan lapangan Pekerjaan lapangan merupakan sumber dari perolehan data yang nantinya akan diteliti, oleh sebab itu peneliti sebelum melakukan
pekerjaan
lapangan
harus
terlebih
dahulu
mempersiapkan diri berkaitan dengan apa yang akan dilakukan di lapangan. Peneliti akan menggali data atau informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian, kemudian data atau informasi yang telah diperoleh akan dicatat.
c. Tahap analisis data Data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan akan dianalisa oleh peneliti yang disitu terdapat penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian dan kemudian dilakukan pengecekan keabsahan data oleh peneliti.
d. Tahap penulisan laporan penelitian Tahap penulisan laporan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ialah penulisan hasil dari penelitian dengan mematuhi aturan penulisan yang telah ditentukan, kemudian peneliti mengkonsultasikan hasil penelitian kepada pembimbing guna mengoreksi kekurangannya, setelah itu peneliti memperbaiki dari hasil dari konsultasi tersebut. Kelengkapan persyaratan ujian merupakan kewajiban yang harus dipenuhi guna mengikuti ujian munaqosah skripsi, maka peneliti mengurus semua persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, setelah itu peneliti mengikuti ujian munaqosah skripsi
G.
Sistematika Penulisan 1. Bagian Awal Berisi mengenai halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan keaslian tulisan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak dan daftar isi. 2. Bagian Isi Bagian ini terdiri dari beberapa bab,yaitu: BAB I:
Pendahuluan yang memuat tentang pembahasan yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian atau tentang apa yang akan dijadikan pokok bahasan oleh peneliti dan
tentang apa yang akan menjadi tujuan penelitian serta untuk mengetahui kegunaan penelitian tersebut, pada bab ini juga di muat tentang penegasan dari beberapa istilah yang terkait dengan judul skripsi, selain itu peneliti juga menuliskan tentang metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II:
Bab ini berisikan kajian pustaka yang memuat teori-teori berkaitan dengan judul skripsi, yaitu tentang teori nilai edukatif yang meliputi pengertian dari masing-masing istilah nilai dan edukatif, kemudian sifat dari nilai dan macam-macam nilai menurut para ahli, peneliti juga menuliskan tujuan dan unsur pendidikan serta nilai edukatif yang meliputi nilai pendidikan religius dan nilai pendidikan sosial. Bab ini juga mencantumkan tentang tradisi gugur gunung yang meliputi pengertian dan makna tradisi gugur gunung.
BAB III: Paparan data dan temuan penelitian merupakan pokok dari bab ini yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian tradisi gugur gunung untuk memberikan gambaran latar tentang lokasi yang akan diteliti yaitu di Dusun Kalisari, Desa
Ngadirejo,
Kecamatan
Tegalrejo,
Kabupaten
Magelang, kemudian peneliti menggali informasi tentang tradisi ini dengan tokoh masyarakat dan warga setempat lalu dipaparkan tentang sejarah gugur gunung, rangkaian
acara yang dilakukan oleh masyarakat, dan makna yang terkandung dalam tradisi gugur gunung di Dusun Kalisari, Desa
Ngadirejo,
Kecamatan
Tegalrejo,
Kabupaten
Magelang. BAB IV: Pembahasan, yaitu penulis mengkaji tentang data yang dikaitkan dengan teori-teori yang sebagaimana dimuat pada bab II, peneliti mengacu pada fokus masalah yaitu menguraikan pembahasan mengenai prosesi tradisi gugur gunung, persepsi masyarakat terhadap tradisi gugur gunung dan nilai-nilai edukatif dalam tradisi gugur gunung di Dusun Kalisari, Desa Ngadirejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. BAB V:
Merupakan bagian penutup yang meliputi kesimpulan dan saran penulis setelah mengkaji hasil penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan penutup dari skripsi ini.
3. Bagian Akhir Pada bagian akhir penulis mencantumkan daftar pustaka yang memuat tentang rujukan-rujukan yang dipakai dalam skripsi ini dan lampiran-lampiran yang diperlukan guna membantu keabsahan skripsi serta di lengkapi dengan daftar riwayat hidup.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Nilai Edukatif 1. Nilai Nilai atau value berasal dari bahasa Latin valare atau bahasa Prancis valoir yang artinya nilai (Sauri dan Hufad, 2007:43). Nilai merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Hakikat makna nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya (Sauri dan Hufad, 2007:45). Nilai juga diartikan sebagai suatu sasaran sosial atau tujuan sosial yang dianggap pantas dan berharga untuk dicapai (Sagala, 2006:237). Sedangkan menurut Syarbaini (2012:33) mendefinisikan nilai sebagai sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, di samping sistem sosial dan karya. Nilai-nilai
adalah
aspek
evaluasi
dari
sistem-sistem
kepercayaan, nilai sikap. Dimensi-dimensi evaluasi ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan. Meskipun setiap orang mempunyai tatanan yang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap budaya (Mulyana dan Jalaluddin, 1993:28).
Sifat-sifat nilai menurut Sjarkawi (2009:31) dalah sebagai berikut: a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu. b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap, mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan. c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan. Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, yang menyebabkan terdapat bermacam-macam nilai, antara lain: a. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut Sjarkawi (2009:29)
1) Nilai moral 2) Nilai sosial 3) Nilai undang-undang 4) Nilai agama Keempat nilai tersebut berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Dari kebutuhan yang paling sederhana, yakni kebutuhan akan tuntutan fisik biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri dan yang terakhir kebutuhan jati diri. Apabila kebutuhan dikaitkan dengan tata nilai agama, akan menimbulkan penafsiran yang keliru. Apakah untuk menemukan jati diri sebagai seorang muslim dan mukmin yang baik itu baru dapat terwujud setelah kebutuhan yang lebih rendah tercukupi terlebih dahulu? Misalnya makan cukup, tidak ada yang merongrong dalam beragama, dicintai dan dihormati kemudian orang itu baru dapat beriman dengan baik, tentunya tidak. Nilai keimanan dan ketaqwaan tidak tergantung pada kondisi ekonomi maupun sosial budaya, tidak terpengaruh oleh dimensi ruang dan waktu. b. Dilihat dari kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan mengembangkan, nilai dapat dibedakan menjadi dua yakni: 1) Nilai yang statik, seperti kognisi, emosi dan psikomotor. 2) Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, motivasi berkuasa.
c. Pendekatan proses budaya, nilai dapat dikelompokkan dalam tujuh jenis, yaitu: 1) Nilai ilmu pengetahuan 2) Nilai ekonomi 3) Nilai keindahan 4) Nilai politik 5) Nilai keagamaan 6) Nilai kekeluargaan 7) Nilai kejasmanian Pembagian nilai-nilai dari segi ruang lingkup hidup manusia sudah memadai sebab mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, karena itu nilai juga mencakup nilai-nilai ilahiyah (keTuhanan) dan nilai-nilai insaniyah (kemanusiaan). a. Pembagian nilai didasarkan atas sifat nilai itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Nilai-nilai subjektif. Nilai subjektif adalah nilai
yang
merupakan reaksi subjek terhadap objek, hal ini sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek tersebut. 2) Nilai-nilai objektif rasional. Nilai objektif rasional (logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat. Seperti nilai kemerdekaan,
setiap orang memiliki hak untuk merdeka, nilai kesehatan, nilai keselamatan badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya. 3) Nilai-nilai objektif metafisik. Nilai yang bersifat objektif metafisik yakni nilai-nilai yang ternyata mampu menyusun kenyataan objek, seperti nilai-nilai agama. b. Nilai bisa dilihat dari sumbernya yaitu: 1) Nilai ilahiyah (ubudiyah dan muamalah) Nilai ilahiyah adalah nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah. 2) Nilai insaniyah Nilai insaniyah adalah nilai yang diciptakan oleh manusia atas dasar kriteria dasar yang diciptakan oleh manusia pula. c. Dilihat dari segi ruang lingkup dan keberlakuannya, nilai dapat dibagi menjadi: 1) nilai-nilai universal dan 2) nilai-nilai lokal. Tidak tentu semua nilai-nilai agama itu universal, demikian pula ada nilai-nilai insaniyah yang bersifat universal. Dari segi keberlakuan masanya dapat dibagi menjadi: 1) nilai-nilai abadi, 2) nilai pasang surut dan 3) nilai temporal. d. Ditinjau dari segi hakikatnya, nilai dapat dibagi menjadi: 1) nilai hakiki (root values) dan 2) nilai instrumental. Nilai-nilai yang hakiki itu bersifat universal dan abadi, sedangkan nilai-nilai instrumental dapat bersifat lokal, pasang surut dan temporal.
Prof. Notonegoro dalam Syarbaini (2012:34) membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut: a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas. c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dirinci menjadi empat macam, yaitu: 1) Nilai kebenaran, yaitu bersumber pada unsur rasio manusia, budi dan cipta. 2) Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intuisi. 3) Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan (karsa, etika). 4) Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia terhadap Tuhan. Nilai merupakan landasan atau tujuan dari kegiatan sehari-hari yang menentukan dan mengarahkan bentuk corak, intensitas, kelenturan (flexible), perilaku seseorang atau kelompok orang, sehingga menghasilkan bentuk-bentuk produk yang bersifat materi seperti benda-benda budaya maupun bentuk-bentuk non materi yang dinyatakan dalam gerak atau pendapat seseorang yang bersifat non
materi, kegiatan-kegiatan kebudayaan dan kesenian, atau pola dan konsep berpikir (Achmadi dan Salimi, 1991:203). Dari nilai tersebut terlahir nilai moral, spiritual atau keagamaan, budaya, intelektual dan sebagainya, yang memiliki makna penting dalam masyarakat dan nilainilai tersebut saling berkaitan satu sama lainnya yang saling memberi pengaruh terhadap perilaku masyarakat. Nilai moral adalah aturan, ketentuan, kebiasaan, adat istiadat yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat. Dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendali tingkah laku yang sesuai dan berterima, bersumber pada berbagai keharusan dan larangan, yang diletakkan oleh masyarakat pada warganya (Sukanto, 1994:45). Sehingga nilai moral tersbut digunakan sebagai landasan hidup dalam suatu masyarakat sebagai pengendalian tingkah laku warganya, yang bersumber dari nilai spiritual atau nilai keagamaan. Karena nilai keagamaan adalah “konsep penghargaaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan masyarakat bersangkutan” (Depdiknas, 1989:615). Nilai spiritual lebih mengacu pada “nilai-nilai manusiawi non material imaterial. Dalam konteks ilmu pengetahuan spiritual lebih cenderung pada kemampuan-kemampuan lebih tinggi (mental, intelektual, estetik, religius) dan nilai-nilai pikiran, keindahan, kebaikan dan kebenaran, belas kasihan kejujuran dan kesucian
merupakan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya” (Muliawan, 2005:122-123). Manusia diberikan akal pikiran oleh Tuvv vvvvv
ccgv bhan
sehingga manusia dapat mempunyai nilai intelektual atau pengetahuan yang dapat membedakan antara baik dan buruk tentang suatu persoalan dalam lingkungannya dan manusia dapat memilihnya. Dalam perkembangannya diharapkan dapat memberikan kesadaran tentang moralitas. Moralitas dipengaruhi oleh kata hati karena kata hati yang memutuskan “mengenai tindakannya sendiri yang merupakan penilaian dalam bidang baik-buruknya. Kata hati dapat dipergunakan sebagai alat pengontrol sebelum tindakan diadakan, dapat berfungsi sebagai penerang, sedangkan sesudah tindakan fungsinya sebagai hakim yaitu mengakui kebaikan atau keburukan tindakan yang telah terlaksanakan karena pilihannya sendiri” (Poedjawijatna, 1983:131). Nilai budaya terlahir dari cipta, karya dan rasa manusia, untuk mempererat hubungan antar warga masyarakat agar tidak ada kesenjangan sosial untuk menjaga “keharmonisan sosial yang berarti menjaga agar kehidupan sosial selalu ada dalam keserasian, keselarasan, dan kerukunan” (Roqib, 2007:21). Karena “manusia memiliki wawasan dan tujuan hidup tertentu sesuai dengan kesadaran dan cita-citanya” (Simuh, 2003:1).
2. Edukatif a. Pengertian Edukatif Edukatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu yang bersifat mendidik atau berkenaan dengan pendidikan (Depdiknas, 2007:284) Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia (Jalaluddin, 2001:65). Setiap orang pasti mengalami dan melakukan pendidikan. Pendidikan dapat diperoleh sejak seseorang berada dalam buaian (sejak kecil) sampai ke liang lahat. Pendidikan dapat diperoleh secara formal yaitu di lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan yang terkait serta dapat diperoleh secara informal atau di luar lingkungan sekolah. Pendidikan akan mengantarkan individu untuk memahami suatu objek pengetahuan tertentu sehingga ia akan memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan hal itu (Roqib, 2007:223). Pendidikan menurut bahasa adalah mendidik, melatih, memelihara
dan
membimbing.
Sedangkan
menurut
istilah
pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan tanggung jawab (Ainusysyam, 2007:38). Soyomukti (2010:27) menyatakan bahwa pendidikan
adalah proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Sedangkan pendidikan menurut Suwarno (2006:22) dapat diartikan sebagai berikut: 1) Pendidikan pengembangan
mengandung kemampuan,
pembinaan atau
potensi
kepribadian, yang
perlu
dikembangkan; peningkatan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan ke arah mana peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin. 2) Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di dalam hubungan itu, mereka memiliki kedudukan dan perasaan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya yang sama, yaitu saling memengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang tertuju kepada tujuan yang diinginkan). 3) Pendidikan adalah proses sepanjang sebagai perwujudan pembentukan diri secara utuh. Maksudnya, pengembangan segenap potensi dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai individu, sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan. 4) Aktivitas pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
5) Pendidikan merupakan suatu proses pengalaman yang sedang dialami yang memberikan pengertian, pandangan (insight), dan penyesuaian
bagi
seseorang
yang
menyebabkannya
berkembang. Pendidikan berfungsi
sebagai
sarana srategis
untuk
melahirkan manusia yang terbina seluruh potensi dirinya (fisik, psikis, akal, spiritual, fitrah, talenta dan sosial) (Nata, 2010:31). b. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan membantu seseorang dalam upaya proses pemanusiaan diri sendiri untuk mencapai ketenteraman batin yang
paling
dalam, tanpa mengganggu atau tanpa
membebani orang lain (Kartini Kartono, 1992:219). Namun secara garis besar tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. 1) Pendidikan sebagai proses transformasi budaya Sebagai proses transformasi budaya pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi kegenerasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua kegenerasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang
masih cocok
diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggungjawab, dan lain-lain. 2) Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi Sebagai pembentukan pribadi pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sisitemik terarah kepada terbentuknya
kepribadian
peserta
didik.
Proses
pembentukan pribadi melalui dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi merekayang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. 3) Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara Pendidikan sebagai
proses penyiapan warga
negara
diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. 4) Pendidikan sebagai penyiapan generasi baru untuk menjalani tugas dan peranannya Pendidikan sebagai penyiapan generasi baru
untuk
menjalani tugas dan peranannya diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal untuk menjalankan tugas dan peranannya bermasyarakat.
dalam kehidupan
c.
Komponen atau Unsur Pendidikan Pendidikan menurut Suwarno (2006:33-46) memiliki lima komponen yaitu sebagai berikut: 1) Tujuan Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Menurut jenisnya, tujuan pendidikan terbagi dalam beberapa jenis sebagai berikut: a) Tujuan nasional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu bangsa; b) Tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan; c) Tujuan kurikuler yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu; d) Tujuan instruksional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu pokok atau sub pokok bahasan tertentu. Menurut bloom tujuan pendidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) Cognitive domain, meliputi kemampuan-kemampuan yang diharapkan dapat tercapai setelah dilakukannya proses belajar-mengajar.
Kemampuan
tersebut
meliputi
pengetahuan, pengertian, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Keenam kemampuan tersebut bersifat hierarkis.
Artinya, untuk mencapai semuanya harus sudah memiliki kemampuan sebelumnya. b) Affective domain, berupa kemampuan untuk menerima, menjawab, menilai, membentuk dan mengarakterisasi. c) Psychomotor domain, terdiri dari kemampuan persepsi, kesiapan dan respon terpimpin. 2) Peserta didik Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 3) Pendidik Pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Sedangkan secara akademis, pendidik adalah tenaga kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan
diangkat
untuk
menunjang
penyelenggaraan
pendidikan yang berkualifikasi sebagai pendidik, dosen, konselor, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. 4) Alat Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan
mendidik, tetapi juga mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi yang membantu pencapaian tujuan pendidikan. 5) Lingkungan Lingkungan melingkupi
pendidikan
terjadinya
adalah
proses
lingkungan
pendidikan.
yang
Lingkungan
pendidikan meliputi: a) Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap prkembangan kepribadian anak, karena sebagian besar kehidupan anak berada di tengahtengah keluarganya. b) Lingkungan sekolah Sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, ssengaja, dan terarah yang dilakukan oleh pendidik
yang
profesional,
dengan
program
yang
dituangkan ke dalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada setiap jenjang tertentu, mulai dari Tingkat Kanak-Kanak (TK) sampai Pendidikan Tinggi (PT).
c) Lingkungan masyarakat Secara umum masyarakat adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi dengan sesama untuk mencapai tujuan. 3.
Nilai Edukatif a. Nilai Pendidikan Religius Agama dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “a” yang berarti “tidak” dan “gama” yang berarti “kacau”. Jadi agama berarti tidak kacau (Mubaraq, 2010:2). Pada umumnya, masyarakat beragama memandang agama itu sebagai jalan hidup yang dipegang dan diwarisi turun-temurun oleh masyarakat manusia, agar hidup mereka menjadi tertib, damai dan tidak kacau. Hampir semua agama diketahui mengandung empat unsur penting, yaitu (a) pengakuan bahwa ada kekuatan gaib yang menguasai atau mempengaruhi kehidupan manusia, (b) keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya hubungan baik antara manusia dengan kekuatan gaib itu, (c) sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan gaib itu, seperti sikap takut, hormat, cinta, penuh harap, pasrah, (d) tingkah laku tertentu yang dapat diamati, seperti shalat (sembahyang), doa, puasa, suka menolong, tidak korupsi, sebagai buah dari tiga unsur pertama (Ishomuddin, 2002:30-31).
Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang per orang maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Agama memliki beberapa fungsi dalam praktiknya di masyarakat antara lain: 1) Fungsi edukatif Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini mempunyai latar
belakang
mengarahkan
bimbingan
agar
pribadi
penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing. 2) Fungsi penyelamat Manusia di mana pun berada pasti menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama karena meliputi dua alam, yaitu dunia dan akhirat. Agama mengajarkan para penganutnya untuk mencapai keselamatan tersebut dengan pengenalan kepada masalah sakral yaitu berupa keimanan kepada Tuhan. 3) Fungsi sebagai pendamaian Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan bersalah akan segera hilang dari batinnya, apabila
seorang pelanggar telah menebus dosanya melalui tobat, pensucian, ataupun penebusan dosa. 4) Fungsi sebagai social control Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok, karena: pertama, agama secara instansi, merupakan norma bagi pengikutnya,
kedua,
agama
secara
dogmatis
(ajaran)
mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis (wahyu, kenabian). 5) Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan; iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina persaudaraan yang kokoh. 6) Fungsi transformatif Ajaran
agama
dapat
mengubah
kehidupan
pribadi
seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluknya itu kadangkala mampu mengubah kesetiaannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianut sebelumnya.
7) Fungsi kreatif Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi penemuan baru. 8) Fungsi sublimatif Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrowi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama bila dilakukan atas niatan yang tulus, karena untuk Allah merupakan ibadah (Ishomuddin, 2002:54-56). Nilai pendidikan Islam menurut Zulkarnain (2008:38) yaitu: 1) NilaiAkidah Akidah atau keimanan dalam Islam merupakan hakikat yang meresap kedalam hati dan akal. Iman merupakan pedoman dan pegangan yang terbaik bagi manusia dalam rangka
mengarungi
kehidupan.
Iman
menjadi
sumber
pendidikan paling luhur, mendidik akhlak, karakter dan mental manusia, sehingga dengan iman tersebut manusia dapat mengatur keseimbangan yang harmonis antara jasmani dan
rohani. Adapun kepercayaan atau akidah yang asasi dituntut oleh Islam untuk dipercayai, sebagai unsur utama adalah percaya adanya Allah dan keesaan-Nya, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Ikhlas ayat 1- 4:
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. 2) Nilai Ibadah Ibadah
yang
dimaksud
adalah
pengabdian
ritual
sebagaimana diperintahkan dan diatur di dalam Al-Qur‟an dan Sunnah. Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam
meyakini
dan
mempedomani
aqidah
Islamiyah.
Pendidikan ibadah merupakan salah satu aspek pendidikan Islam
yang perlu diperhatikan. Muatan ibadah dalam
pendidikan Islam diorientasikan kepada bagaimana manusia mampu memenuhi hal-hal sebagai berikut: Pertama, manjalin hubungan utuh dan langsung dengan Allah SWT. Kedua, menjaga hubungan dengan sesama insan. Ketiga, kemampuan menjaga dan menyerahkan dirinya sendiri.
3) Nilai Akhlak Tidak dapat diragukan lagi bahwa akhlak yang baik dan tingkah laku yang bagus merupakan buah dari iman yang mantap dan pertumbuhan agama yang benar. Akhlak memberi norma-norma atau aturan baik dan buruk yang menentukan kualitas pribadi manusia. Dalam akhlak Islam, norma-norma atau aturan baik dan buruk telah ditentukan dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Puncak dari akhlak ialah: 1) Irsyad, yakni kemampuan membedakan antara amal yang baik dan buruk; 2) Taufiq,
yaitu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan
Rasulullah SAW dengan akal sehat; dan 3) Hidayah, yakni gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela. 4) Nilai Kemasyarakatan Bidang
kemasyarakatan
ini
mencakup
pengaturan
pergaulan hidup manusia di atas bumi, misalnya pengaturan tentang benda, ketatanegaraan, hubungan antarmanusia dalam dimensi sosial, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dapat dikatakan sebagai kaidah muamalah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Endang Syaifuddin Anshari, mencakup dua bagian yaitu: a) Al-Qanunul Khas „hukum perdata‟ yang meliputi: (1) muamalah dalam arti sempit sama dengan hukum niaga, (2)
munakahah (hukum nikah), (3) waratsah (hukum waris), dan lain sebagainya. b) Al-Qanunul „Am „hukum publik‟ yang meliputi: (1) jinayah (hukum pidana), (2) khilafah (hukum kenegaraan), (3) jihad (hukum perang dan damai), dan lain sebagainya. b. Nilai Pendidikan Sosial Sujanto (1983:248) berpendapat bahwa sosial berasal dari kata societes yang mengandung arti masyarakat, kata sosial juga berasal dari kata sosius artinya teman, dan selanjutnya kata sosial berarti juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam bentuk yang berlain-lainan. Menurut Murshafi (2009:31) pendidikan sosial adalah sebuah proses yang menjadikan seseorang dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Menurut Purwanto (2007:171) tujuan pendidikan sosial adalah membentuk manusia yang mengetahui dan menginsyafi tugas kewajibannya terhadap bermacam-macam golongan dalam masyarakat, dan membiasakan anak-anak berbuat memenuhi tugas kewajiban sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara. Jadi dapat dipahami bahwa pendidikan sosial bertujuan membentuk manusia yang memiliki kesadaran akan kewajiban, hak dan tanggung jawabnya dalam masyarakat serta bersikap toleran sehingga dapat terwujud kehidupan sosial yang harmonis.
Dalam Islam, berkumpul atau berjamaah memiliki manfaat yang sangat besar, karena mempunyai pengaruh yang sangat positif, bahkan hal itu merupakan suatu keharusan dalam beberapa ibadah wajib dan sunnah tertentu, dan karena bisa mendatangkan berbagai jenis kebaikan (Hawwa, 2006:262). Hubungan yang mungkin dijalin antar manusia dalam segala aspek kehidupan, apapun bentuknya menurut pandangan filsafat pendidikan Islam, semuanya itu tidak terlepas daripada kaitan tanggung jawabnya kepada Allah. Dengan demikian, tanggung jawab tersebut, manusia sebagai makhluk sosial mengacu kepada dua tanggung jawab yang utama yaitu: 1) Tanggung jawab dalam membentuk, memelihara dan membina jalinan hubungan baik antar sesama manusia dalam berbagai lapangan pergaulan dan aspek kehidupannya seoptimal mungkin.
Hubungan
yang
harmonis
diharapkan
akan
menciptakan keselamatan, kedamaian, kesejahteraan dalam kehidupan bersama yang berkualitas dan berkelanjutan sebagai makhluk sosial. 2) Tanggung jawab dalam memelihara dan meningkatkan jalinan hubungan yang baik dengan Allah. Hubungan ini dibina dengan cara mematuhi dan menjalankan tuntunan agama Allah dalam setiap bentuk dan aspek sosial tersebut. Melalui sikap kepatuhan dan ketaatan seperti itu diharapkan hubungan sosial
antar sesama manusia akan memperoleh jaminan keridhaan dari Allah (Supriyatno: 2009:87). Menurut Qardhawi (2003:175) nilai-nilai kemanusiaan dibagi menjadi delapan bagian antara lain: 1) Ilmu 2) Amal 3) Kebebasan 4) Musyawarah 5) Keadilan 6) Persaudaraan 7) Persatuan 8) Kerja sama, saling membantu dan saling menyayangi
B. Tradisi Gugur Gunung 1. Pengertian Gugur Gunung Gugur gunung merupakan istilah yang sering dipakai oleh masyarakat Jawa apabila sedang melakukan kerja bakti atau bekerja gotong royong bersama-sama tanpa menbeda-bedakan antara satu dengan yang lain. Gugur artinya mati atau roboh atau meninggal, jadi dalam arti kasar gugur gunung berarti beramai-ramai merobohkan gunung, dalam hal ini biasanya diartikan apabila kerja gotong royong mencari batu atau merapikan tebing-tebing atau tanggul untuk menjadikan
lingkungan
lebih
rapi
dan
bersih
(http://contohpengertian.blogspot.com/2013/09/pengertian-gugurgunung.html). Gugur gunung mempunyai makna kerja sosial yang harus dilakukan secara bersama-sama untuk menyelesaikan kerja yang mahaberat seolah-olah seperti meruntuhkan gunung. Menilik namanya, gugur gunung berarti menghancurkan gunung. Mustahil jika seorang diri mampu merobohkan gunung yang besar. Istilah gugur gunung memberi inspirasi dan spirit kepada orang banyak agar tidak silau terhadap pekerjaan yang sangat berat (Purwadi dkk, 2005: 117). Di pulau Jawa, istilah kegiatan gotong royong sering disebut dengan gugur gunung. Gugur gunung lebih mengacu kepada arti yang lebih aktif yaitu bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan (bersama). Sedangkan gotong royong mengacu kepada sifat kebersamaan yang dihasilkan dari bekerja bersama-sama (http://www.biennalejogja.org/2011/berit/2011/gugur-gunung-gotongroyong-dan-jamming/). Gotong royong juga dapat diartikan sebagai kerja sosial yang besar dan berat tetapi terasa ringan dan riang karena ditangani orang banyak secara ramai-ramai (Purwadi dkk, 2005: 111). Gugur gunung adalah sebuah idiom yang menggambarkan aktivitas dalam suatu masyarakat yang saling berhubungan dan saling membantu dalam mewujudkan sebuah pekerjaan yang berguna untuk umum
atau
orang
banyak
(http://gemintang.com/kisah-sukses-
motivasi-inspirasi/mengenal-budaya-gugur-gunung-asal-tanah-jawa/).
Gera'an atau gugur gunung merupakan istilah yang diberikan penduduk desa untuk menyebut suatu kegiatan bersama untuk melakukan pembangunan desa atau perbaikan sarana-sarana umum, membuka jalan baru, membersihkan sungai atau saluran air dan kegiatan untuk kepentingan umum lainnya. Tradisi gugur gunung atau gera'an dapat menjadi model yang baik untuk pembangunan khususnya bagi wilayah pedesaan. Tentu ada banyak model pembangunan yang berkembang dipedesaan atau di Indonesia pada umumnya, dan gera'an ini adalah contoh model yang sederhana namun efektif. Yang dibutuhkan hanyalah transparansi dan komitmen para pemimpin wilayah (RT s.d Kepala Desa) kepada warganya. Artinya jika para pemimpin itu memberi contoh dan jujur akan tujuan kegiatan yang dilakukan, maka kegiatan gera'an akan sukses dilakasanakan. Pekerjaan atau pembangunan yang dilakukan secara gera'an biasanya sesuatu yang sifatnya insidental atau tidak terduga, namun dimungkinkan melakukan gera'an secara berkala untuk lebih meningkatkan pembangunan yang ada di desa. Ketika terjadi bencana kecil atau membuka jalan baru, disitulah gugur gunung dilakukan. Akan tetapi dengan sedikit usaha dan komitmen, aktifitas gera'an dapat dilakukan secara rutin dan terjadwal. Jika hal ini dilakukan, mungkin akan banyak masalah-masalah pembangunan desa yang dapat diselesaikan, misalnya: penanaman hutan kembali, saluran air, kebersihan
jalan,
lingkungan
dan
sejenisnya
(http://jambuwervile.blogspot.com/2012/11/gugur-gunung-geraan-
tradisi-membangun.html). Gugur gunung biasanya dilakukan saat hari Minggu, hari libur, atau menjelang hari raya dan hari peringatan kemerdekaan. Membersihkan selokan atau parit, membuat jalan setapak, membangun pos kamling, hingga membuat jembatan merupakan serangkaian kegiatan yang masyarakat Jawa sebut sebagai gugur gunung. Umumnya, gugur gunung dilakukan secara berkelompok, misalnya satu kampung atau satu desa (http://gemintang.com/kisah-suksesmotivasi-inspirasi/mengenal-budaya-gugur-gunung-asal-tanah-jawa/). 2. Makna yang Terkandung dalam Tradisi Gugur Gunung Tradisi gugur gunung merupakan tradisi yang sederhana namun syarat akan makna. Makna yang terkandung dalam tradisi gugur gunung antara lain: a. Ikhlas Masyarakat
yang
mengikuti
kegiatan
ini
jelas
tak
mengharapkan imbalan. Kemauan semata-mata hanya didasari rasa ikhlas dan kepedulian. b. Sikap berkorban Tradisi
gugur
gunung
juga
mengajarkan
kita
tentang
bagaimana memunyai sikap dan sifat yang mau berkorban. Kita mengerti bahwa bagaimana pun kepentingan umum haruslah didahulukan
daripada
kepentingan
pribadi.
Meski
harus
mengorbakan waktu, tenaga, hingga mungkin harta pribadi, hal itu tak akan jadi hambatan asalkan yang kita lakukan demi sebuah rasa kemanusiaan dan rela berkorban demi kepentingan umum (http://gemintang.com/kisah-sukses-motivasi-inspirasi/mengenalbudaya-gugur-gunung-asal-tanah-jawa/). c. Kebersamaan dan Kerukunan Melalui tradisi gugur gunung yang dilakukan setiap hari Minggu ini, masyarakat akan lebih dekat satu sama lain. Kebersaman ini lah yang akan menciptakan keharmonisan di antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab untuk menciptakan keharmonisan, masyarakat Jawa mewajibkan diri untuk menjalin hubungan yang baik dengan tetangga dekat dengan memerhatikan berbagai kebutuhan mereka, dan sebanyak mungkin membagi segala sesuatunya dengan mereka. Dalam konteks sosial, orang Jawa mementingkan kebersamaan meskipun akan kekurangan bahan makanan, itulah dasar keluarnya pernyataan mangan ora mangan kumpul, makan tidak makan asal kumpul (Roqib, 2007:61). Oleh karena itu, dalam tradisi gugur gunung juga terdapat
slametan
(makan-makan) sebelum
gotong royong
dilakukan. d. Persaudaraan (ukhuwwah) Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, mereka membutuhkan bantuan satu sama lain. Di sinilah
letak pentingnya persaudaraan. Menurut Roqib (2007:226) Ukhuwwah atau persaudaraan ini dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan setiap individu. Persaudaraan meliputi persaudaraan sesama makhluk Tuhan („alamiyyah), persaudaraan sesama manusia (ukhuwwah insaniyah atau bashariyyah), persaudaraan sesama bangsa dan
negara
(ukhuwwah wathaniyah), dan
persaudaraan sesama muslim (ukhuwwah islamiyah). Kesemua persaudaraan ini harus dijaga jika keharmonisan ingin diraih.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data 1. Sejarah Dusun Kalisari Desa Ngadirejo Dusun kalisari merupakan salah satu dusun dari Desa Ngadirejo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang. Desa Ngadirejo awalnya merupakan tempat yang subur makmur gemah ripah loh jinawi. Penduduknya banyak yang berusaha dan berupaya untuk membuat desa lebih maju, sehingga desa tersebut dinamakan Ngadirejo. Desa Ngadirejo terbagi menjadi lima dusun yaitu: a. Dusun Dlinggo b. Dusun Kalisari c. Dusun Batikan d. Dusun Jurangsari e. Dusun Sangon Adapun kepala desa yang pernah menjabat ialah: Kepala Desa I
: Sabit
(Tahun 1930-1950)
Kepala Desa II
: Citro Suwarna
(Tahun 1950-1975)
Kepala Desa II
: Usup B Musaleh
(Tahun 1975-1990)
Kepala Desa IV
: Dijono
(Tahun 1990-1998)
Kepala Desa V
: PJ Ropi‟i
(Tahun 1998-2002)
Kepala Desa VI
: Isrofi
(Tahun 2002-2012)
Kepala Desa VII : Ngabedi
(Tahun 2012-2018)
2. Kondisi Geografis Desa Ngadirejo merupakan salah satu desa di Jawa Tengah yang terletak di antara Sungai Kaligendu dan Sungai Bolong dengan batas desa: a. Sebelah utara
: Pirikan/Secang/Magelang
b. Sebelah timur
: Donorojo/Tegalrejo/Magelang
c. Sebelah selatan
: Klopo/Tegalrejo/Magelang
d. Sebelah barat
: Pirikan/Secang/Magelang
Secara geografis terletak pada 80 17′ 10′′ sampai dengan 80 19′ 00′′ LS dan 07 33′ 00′′ sampai dengan 05 34′ 28′′ BT. Peta Desa Ngadirejo ialah sebagai berikut:
3. Demografis dan Kependudukan a. Jumlah kepala keluarga: 614 KK b. Jumlah penduduk menurut dusun Desa Ngadirejo terdiri dari lima dusun, setiap dusun terdiri beberapa penduduk yang berbeda jumlahnya, berikut tabel pembagian penduduk berdasarkan dusun: Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Ngadirejo Berdasarkan Dusun No. 1. 2. 3. 4. 5.
Dusun Dlinggo Kalisari Batikan Jurangsari Sangon Jumlah
Laki-laki
Perempuan
363 237 193 64 104 997
359 255 204 52 108 978
Jumlah keseluruhan penduduk Desa Ngadirejo adalah 1975 orang, dari jumlah tersebut penduduk yang tinggal di Dusun Kalisari berjumlah 492 orang yang terdiri dari 237 laki-laki dan 255 perempuan. c. Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin Penduduk Desa Ngadirejo terdiri dari berbagai umur mulai dari balita sampai manula. Pembagian jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelaminnya ialah sebagai berikut: Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Desa Ngadirejo Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Kelompok Umur (Tahun) 0-5 6-10
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
90 86
62 82
153 157
11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 50 keatas
78 83 64 85 53 76 75 68 203
65 97 65 70 88 88 65 79 215
136 176 127 155 137 162 138 147 418
Apabila dilihat dari tabel di atas jumlah penduduk paling banyak ialah umur 50 tahun keatas. Sedangkan jumlah paling sedikit ialah pada umur antara 21-25 tahun. d. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan Latar
belakang
tingkat
pendidikan
Ngadirejo sangat bervariatif, berikut tabel
penduduk
Desa
jumlah penduduk
menurut tingkat pendidikan: Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Desa Ngadirejo Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tingkatan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat D3 Tamat S1 Jumlah
Jumlah 158 1.005 481 226 21 39 1.975
Tingkat pendidikan penduduk terbanyak ialah tamat SD dengan jumlah 1005 orang, dan masih ada yang tidak tamat SD dengan jumlah 158 orang.
e. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian
Ragam mata pencaharian penduduk Desa Ngadirejo dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Desa Ngadirejo Berdasarkan Mata Pencaharian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9
Mata Pencaharian PNS ABRI/POLRI Pensiunan Petani Swasta Pedagang Buruh tani Tukang Dll
Jumlah 9 3 18 803 227 66 155 197 463
Tabel di atas menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Desa Ngadirejo paling banyak ialah petani dengan jumlah mencapai 803 orang dengan kata lain hampir setengah bagian dari jumlah keseluruhan. f. Jumlah penduduk menurut agama Berikut tabel jumlah penduduk Desa Ngadirejo berdasarkan agama yang dianut seperti di bawah ini: Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Desa Ngadirejo Berdasarkan Pemeluk Agama No. 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah
Agama Islam Kristen Katolik Budha Hindu
Jumlah 1.975 0 0 0 0 1.975
Tabel di atas menunjukkan bahwa penduduk Desa Ngadirejo semua beragama Islam, maka tidak ada masalah yang mengganggu dalam berbagai ritual keagamaan sebab mereka satu agama yaitu islam. 4. Pola Penggunaan Tanah a. Luas wilayah Luas wilayah desa 107 Ha, yang terbagi menjadi 5 dusun dengan 07 RW dan 16 RT meliputi: Tabel 3.6 Luas Wilayah Desa Ngadirejo Berdasarkan Dusun No. 1. 2. 3. 4. 5.
Dusun Dlinggo Kalisari Batikan Jurangsari Sangon
RW
RT
02 02 01 01 01
06 04 03 01 02
b. Peruntukan lahan Lahan yang berada di Desa Ngadirejo terbagi menjadi beberapa bagian, tabel berikut menunjukkan peruntukan lahan: Tabel 3.7 Peruntukan Lahan Desa Ngadirejo No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Peruntukan lahan Pertanian subur Pertanian sedang Pertanian tandus Irigasi Perumahan Olahraga Makam Tempat ibadah Industri Pendidikan
Luas 49.150 22.150 0 550 15.250 0.800 7.850 1.650 0.900 1.450
11.
Kesehatan
0.250
Berdasarkan tabel di atas lahan terluas digunakan untuk pertanian subur, jadi Desa Ngadirejo lebih banyak lahan yang digunakan untuk pertanian dibandingkan dengan lahan untuk perumahan. 5. Sarana dan Prasarana Desa a. Balai desa
: 1 buah, luas 32 m2
b. Kantor desa
: 1 buah, luas 15 m2
c. Pasar
: 0 buah, luas 0 m2
d. Tempat ibadah Desa Ngadirejo memiliki beberapa tempat ibadah yang masih digunakan oleh masyarakat dan dalam kondisi terawat, berikut tabel jumlah tempat ibadah tersebut: Tabel 3.8 Tempat Ibadah Desa Ngadirejo No. 1. 2. 3. 4.
Sarana Masjid Mushola Gereja Vihara
Jumlah
Ket
5 5 -
Baik Baik -
Tabel di atas menunjukkan bahwa semua tempat ibadah yang berada di Desa Ngadirejo merupakan tempat ibadah untuk umat Islam yang terbagi menjadi dua bangunan yaitu masjid dan mushola.
e. Pendidikan Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Ngadirejo ialah: Tabel 3.9 Sarana Pendidikan Desa Ngadirejo No.
Sarana
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Playgroup TK SD/MI SMP SMA SMK PLS/KF/Paket A, B, C TPA
Jumlah 2 3 3 2 11
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari sekian sarana pendidikan yang paling banyak ialah TPA, maka dari itu dapat diartikan bahwa masyarakat Desa Ngadirejo masih menjunjung tinggi pendidikan agama. f. Makam
: 8 buah
Jumlah makam yang ada di Desa Ngadirejo adalah 8 buah, makam-makam itu tersebar di lima dusun, khususnya di Dusun Kalisari terdapat dua buah makam yang di makam tersebut warga Dusun Kalisari melakukan tradisi breseh. 6. Kelembagaan Desa a. PKK
: PKK Desa Ngadirejo alamat Batikan RT
13/05 b. BUMD c. Tokoh masyarakat:
:-
1) Bp Tolkhah alamat Kalisari Ngadirejo 2) Bp Dijono alamat Dlinggo Ngadirejo 3) Bp Ropi‟i alamat Batikan Ngadirejo 4) Bp Sutris alamat Sangon Ngadirejo 5) Bp Komari alamat Jurangsari Ngadirejo d. Kelompok tani
: Ngudi Rejeki alamat Batikan Ngadirejo
e. P3A
: Surya Gemilang
f. Pengusaha: 1) Kripik singkong alamat Batikan Ngadirejo 2) Kereng/semprong alamat Dlinggo Ngadirejo 3) Wajik bandung alamat Batikan Ngadirejo g. Pedagang
: pedagang kelontong, sayur
h. PNS/ABRI i. Buruh
: buruh tani, bangunan, pabrik
j. Perangkat Desa 1) Sekretaris desa
:-
2) Kasi pem dan pemb
: Indarti
3) Kasi kesra
: M. Asngari
4) Kaur umum
: Cholid Mawardi
5) Kaur keuangan
: Wahyuningsih
6) Kaur Dlinggo Wetan
: Towil
7) Kaur Dlinggo Kulon
: Sholhan
8) Kadus Kalisari
: Munawir
9) Kadus Batikan
: Agus Akhmadi
10) Kadus Jurangsari
: M. Roghibi
11) Kadus Sangon
: Muh Baidi
k. RT/RW
: 07/16
l. LPM
: Lembaga Pemebrdayaan Masyarakat
m. Karang taruna
: Formad Dlinggo, Perpeka Kalisari
n. BPD Desa Ngadirejo Kecamatan Tegalrejo 7. Kondisi Perekonomian Desa Keuangan Desa Ngadirejo diambil dari: a. APBDesa b. PAD c. ADD d. Swadaya masyarakat e. Sumber lain (kompensasi PDAM) f. Bantuan dari kabupaten g. Bantuan dari propinsi (Sumber: Kantor Kelurahan Desa Ngadirejo) B. Temuan Penelitian 1. Tradisi Gugur Gunung di Dusun Kalisari Desa Ngadirejo Gugur gunung merupakan suatu tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat Dusun Kalisari sebagai simbol kerukunan antar warga yang telah ada dari nenek moyang yang secara turun temurun dilaksanakan hingga saat ini. Tradisi Gugur gunung ini dilaksanakan
satu kali dalam setahun, yaitu pada waktu pergantian dari musim kemarau ke musim penghujan dan dilaksanakan pada hari Ahad. Pemilihan hari Ahad tersebut dikarenakan hampir seluruh warga libur kerja sehingga mereka dapat melaksanakannya. Gugur gunung dimaksudkan untuk memperbaiki wangang atau saluran air dari sumber air ke desa yang hilang karena kering pada musim kemarau. Selain itu, gugur juga dimaksudkan untuk menunjukkan rasa syukur pada Allah SWT karena diberikannya air sehingga para penduduk yang sebagian masyarakat petani dapat mengolah sawahnya kembali.Masyarakat Dusun Kalisari menganggap gugur gunung merupakan kegiatan yang dinanti-nantikan sebab dengan akan dilaksanakannya gugur gunung itu tandanya musim penghujan akan tiba dan mereka dapat memenuhi kebutuhan air di sawahnya. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Basori (tanggal 01 September 2015 pukul 09.00 WIB) selaku ketua RT Kauman Dusun Kalisari mengatakan bahwa gugur gunung secara umum merupakan kegiatan masyarakat yang bersifat gotong royong secara suka rela yang telah ditentukan waktunya. Sedangkan gugur gunung pada hakikatnya menurut Bapak Bahrodin (wawancara pada tanggal 01 September 2015 pukul 11.00 WIB) selaku sesepuh Dusun Kalisari adalah tradisi yang dilakukan bersama-sama guna mempererat kerukunan. Kegiatan tersebut diberi nama gugur gunung yang berarti gugur ialah runtuh dan
gunung adalah sesuatu yang besar, jadi gugur gunung adalah menyelesaikan pekerjaan yang besar atau banyak secara bersama-sama dan telah ditentukan waktunya serta dilakukan secara sukarela dan tertib. Begitu juga yang dituturkan oleh Bapak Mahmud (wawancara pada tanggal 01 September 2015 pukul 14.00 WIB) selaku ketua RW 07 Dusun Kalisari bahwa gugur gunung adalah kegiatan yang sudah mentradisi sejak dahulu yang tujuannya untuk memlihara kerukunan antar warga dalam bentuk “susruk” yang artinya membuat jalan air ke desa dan “breseh” yang artinya membersihkan makam secara bersama-sama dengan ritual yang telah ada. Sedangkan menurut Bapak Iswari (wawancara pada tanggal 03 September 2015 08.30 WIB) pukul selaku warga Dusun Kalisari mengatakan bahwa gugur gunung adalah kegiatan warga untuk menyambut datangnya musim air atau musim penghujan dan juga sebagai bentuk rasa syukur terhadap Allah Yang Maha Esa. Bagi warga awam, gugur gunung merupakan kegiatan rutin yang tidak boleh ditinggalkan meskipun sebenarnya tidak ada yang mewajibkan
seperti
yang
dituturkan
oleh
Bapak
Suparman
(wawancara pada tanggal 01 September 2015 pukul 17.00 WIB) sebagai warga Dusun Kalisari bahwasanya sebagai masyarakat atau warga umum, gugur gunung sudah dianggap seperti kewajiban warga Dusun karena jika tidak ikut melaksanakannya maka akan timbul
perasaan rikuh atau tidak enak. Hal ini disebabkan bila salah satu warga tidak ikut, maka akan jadi perbincangan warga. Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, gugur gunung dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan masyarakat yang dilakukan secara bersama-sama dan suka rela pada waktu menjelang musim penghujan yang mengandung ungkapan rasa syukur terhadap Allah SWT . dalam tradisi gugur gunung terdapat dua macam kegiatan yaitu “breseh” dan susruk”. Masyarakat Dusun Kalisari sampai saat ini pun masih tetap menjaga tradisi gugur gunung ini, karena mereka beranggapan bahwa tradisi ini banyak mengandung nilai positif, selain itu kegiatan ini juga membawa berbagai keuntungan bagi mereka diantaranya ialah tercukupinya kebutuhan air, sehingga sawah serta ladang mereka dapat ditanami kembali. Bagi masyarakat kalisari air merupakan kebutuhan yang sangat penting, sebab air tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga saja, akan tetapi untuk pengairan sawah, sedangkan sawah adalah mata pencaharian mereka, jadi ketika sawahnya subur maka tingkat pendapatan mereka akan naik. 2. Sejarah Tradisi Gugur Gunung Kalisari adalah sebuah dusun yang berada di lembah Gunung Merbabu yang mayoritas penduduknya ialah petani. Mata pencaharian mereka mengandalkan hasil dari sawah, sedangkan berhasil tidaknya panen sawah mereka salah satunya tergantung dari pengairan. Akan
tetapi, faktanya pada musim kemarau mereka kekurangan air sehingga tidak heran bila banyak sawah yang tidak ditanami karena minimnya pengairan. Jadi, warga Dusun Kalisari selalu menanti-nantikan musim hujan tiba. Sebelum datangnya musim hujan, mereka melakukan gugur gunung yang salah satu kegiatan di dalamnya ialah “susruk” atau membersihkan dan membuat saluran air ke dusun. Selain itu, mereka juga melakukan “breseh” ke makam sebagai bentuk pengghormatan pada leluhur desa. Sejarah gugur gunung menurut Mbah Muhajir wawancara pada tanggal 01 September 2015 pukul 15.30 WIB) selaku sesepuh Dusun Kalisari bermula dari musim kemarau yang panjang sehingga para petani tidak bisa laboh atau menanami sawahnya sehingga mereka tidak memiliki hasil panen untuk mencukupi kebutuhannya. Kemudian mereka berfikir keras tentang keadaan tersebut. Lalu mereka melakukan solat istisqa‟ bersama-sama, pada hari berikutnya salah satu tokoh masyarakat di dusun tersebut menyuruh mereka untuk membuat saluran air guna mempersiapkan datangnya air. Kegiatan tersebut dinamakan “susruk” yang dilanjutkan dengan berdoa bersama-sama serta merapikan dan membersihkan makam setempat.Kegiatan ini dinamakan “breseh”. Kegiatan “susruk” dan “breseh” disebut dengan gugur gunung yang kemudian setiap tahunnya selalu diadakan di Dusun Kalisari. 3. Prosesi Tradisi Gugur Gunung
Menurut Bapak Isrofi (wawancara pada tanggal 03 September 2015 pukul 11.00 WIB) selaku ketua RT 07 menyatakan bahwa tahapan atau rangkaian tradisi gugur gunung ialah sebagai berikut: a. Pengumuman kegiatan gugur gunung yang dilakukan pada hari Minggu telah diumumkan terlebih dahulu pada malam Jum‟at saat diadakannya acara rutin yasinan karena pada saat itulah warga berkumpul. b. Hari Minggu pagi pukul 06.30 WIB warga berangkat ke bendungan dimana kegiatan gugur gunung itu dimulai dengan membawa
peralatan
susruk
(sabit,cangkul,ember,tampah,dll)
sebagaian dari mereka membawa megono serta makanan dan minuman. c. Aparat desa memberikan pengarahan setelah semua warga telah tiba di Bendungan. d. Semua warga mulai mengerjakan apa yang telah diarahkan oleh aparat desa. e. “Wolon” ialah istirahat yang disertai dengan minum dan makan “wedangan” atau makan kecil seperti tahu susur, gethuk, ketan dan krupuk. f. Warga melanjutkan kegiatan “susruk” sampai pukul 10.00 WIB. g. Sebelum pulang, warga makan “megono” yang disertai dengan doa yang dipimpin oleh tokoh agama. h. Warga pulang untuk “ngarit”atau memberi makan ternak karena
mayoritas petani mempunyai hewan ternak di rumah. i.
Setelah dhuhur, mereka berangkat lagi dengan membawa peralatan untuk gugur gunung di makam atau “breseh”.
j. Sesampainya di makam, warga dengan dipimpin tokoh agama berdoa dan tahlil untuk mengirim para leluhur mereka. k. Warga membersihkan dan merapikan tatanan makam. l. Warga pulang dengan penuh harapan akan datangnya musim penghujan karena mereka sudah mempersiapkannya. 4. Makna yang Terkandung dalam Tradisi Gugur Gunung Makna pokok yang terkandung dalam tradisi gugur gunung menurut Bapak Qodri (wawancara pada tanggal 02 September 2015 pukul 13.00 WIB) salah satu tokoh masyarakat di Dusun Kalisari adalah sebagai lambang pirukunan dan persatuan antar warga, selain itu dalam tradisi gugur gunung terdapat pula makna lain seperti contoh bila dilandasi dengan niat yang tulus dan ikhlas maka akan mendapat pahala dan dianggap sebagai ibadah, karena di dalam kegiatan gugur gunung tersebut banyak sekali hal baik salah satu contohnya adalah bersih-bersih, sedangkan dalam Islam kebersihan merupakan anjuran dari Rosulullah SAW. Jadi, ketika mereka membersihkan saluran air, jalan, dan makam maka mereka akan mendapatkan pahala, selain itu dalam kegiatan tersebut terdapat pula doa dan sholawat kepada nabi. Selain itu Bapak Ismanto (wawancara pada tanggal 02 September 2015 pukul 16.00 WIB) yang merupakan
warga dusun tersebut juga menambahkan dalam tradisi ini para warga dapat memanfaatkan kesempatanya untuk bershodaqoh dengan memberikan makanan dan minuman. Makna lain yang terkandung dalam tradisi ini adalah menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghormati, karena ketika dalam pelaksanaan kegiatan ini mereka akan berkumpul membaur antara yang muda dan tua, akan tetapi meskipun demikian mereka tetap memposisikan diri, yang muda menghormati yang tua dan yang tua memberi arahan yang muda. Bapak Nastain (wawancara pada tanggal 03 September 2015 pukul 14.30 WIB) selaku tokoh masyarakat menambahkan bahwa salah satu makna penting yang terkandung dalam tradisi gugur gunung adalah menumbuhkan rasa nasionalisme bagi warga karena beliau menganggap kegiatan gugur gunung merupakan bagian pengamalan dari pancasila sila ke 3, yaitu persatuan Indonesia, bila dikaitkan dengan tradisi gugur gunung pelaksanaanya kegiatan ini memanglah tidak luput dari rasa persatuan.
BAB IV PEMBAHASAN
Kumpulan data yang dianalisis dalam skripsi ini bersumber dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat, aparat dusun, dan warga Dusun Kalisari yang penulis anggap mampu untuk memberikan keterangan yang relevan, dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang ada. Mengacu pada fokus penelitian ini, maka penulis akan menganalisa dan menyajikannya secara sistematis tentang nilai-nilai edukatif dalam tradisi gugur gunung. A. Prosesi Tradisi Gugur Gunung di Dusun Kalisari, Desa Ngadirejo, Kecamatan Tegalrejo. Kabupaten Magelang Pada pergantian musim kemarau ke musim penghujan, masyarakat Dusun Kalisari melakukan tradisi gugur gunung, hal ini sudah dilakukan sejak dahulu dan turun-temurun hingga sekarang. Masyarakat sangat antusias melaksanakan kegiatan ini karena bagi mereka banyak hal yang secara nyata menguntungkan mereka, seperti tercukupinya kebutuhan air untuk sawah dan ladang, sebab bagi mereka sawah dan ladang adalah sumber perantara rezeki dari Allah SWT. Masyarakat menyadari bahwa Allah memberikan rezeki tidak seperti di dalam film yang apabila berdoa langsung dikabulkan, maka dari itu masyarakat selain berdoa mereka juga giat berusaha untuk mendapatkan rezeki tersebut. Selain itu Rosulullah SAW juga telah
memberikan contoh yang baik untuk mecari rezeki meskipun telah kita ketahui jika Rosulullah meminta kepada Allah tentunya bisa langsung dikabulkan, akan tetapi pada kenyataanya tidak demikian, Rosulullah pun tetap berusaha nyata untuk mendapatkan rezeki. Oleh sebab itu masyarakat Dusun Kalisari bekerja keras untuk mendapatkan rezeki salah satu dari usaha mereka yang paling menonjol ialah mengolah sawah dan ladang, mereka berharap dengan cara itulah allah akan melimpahkan rezeki kepada mereka. Masyarakat sadar bahwa usaha mereka mengolah sawah dan ladang memerlukan beberapa syarat untuk mendapatkan hasil panen yang baik, salah satunya ialah air. Air merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, terutama untuk mengolah sawah dan ladang mereka. Dengan adanya tradisi ini masyarakat berupaya untuk menambah tambahan air untuk sawah dan ladang mereka. Sisi lain yang terkandung dalam tradisi ini ialah rasa persatuan antar warga dan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
Rasa
persatuan tersebut tampak jelas pada tradisi gugur gunung, sebab tradisi ini tidak akan bisa dilakukan secara individual, maka dari itu masyarakat menyatukan rasa dan semangat mereka untuk bersamasama melaksanakan tradisi ini. Betuk rasa syukur kepada Allah SWT Juga terkandung dalam tradisi ini, bagi mereka yang ingin bershodaqoh bisa disalurkan dengan cara memberi makanan atau
minuman pada kegiatan ini, puji syukur secara langsung juga diucapkan ketika mereka membacakan ritual doa. Pada hari yang sudah ditentukan mereka akan melaksanakan dengan membawa peralatan dan persiapan yang akan dibutuhkan. Dalam acara gugur gunung ini terdapat berbagai hal yang akan dikerjakan, dan sudah menjadi peraturan setiap tahunnya. Prosesi dan tatacara tradisi gugur gunung ialah sebagai berikut: 1. Pengumuman Gugur gunung yang erat kaitannya dengan gotong royong dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Kalisari setiap Hari Minggu saat akan tibanya musim penghujan. Masyarakat secara suka rela akan melaksanakan tradisi ini, mereka menyadari bahwa tradisi dari nenek moyang ini merepakan acara yang mengandung banyak nilai positif. Pengumuman akan dilaksanakannya kegiatan ini dilakukan saat masyarakat khususnya bapak-bapak mengikuti pengajian yasinan setiap hari Kamis malam Jum‟at. Pengajian yasinan ini sebenarnya merupakan acara yang nantinya dapat membuahkan hasil yaitu kegiatan kemasyarakatan. Sebab selain mengaji di dalam yasinan ini juga terdapat musyawarah bersama. Muyawarah ini membahas berbagai masalah yang ada di Dusun Kalisari, salah satu yang mereka musyawarahkan adalah gugur gunung yaitu tentang kapan waktu untuk melaksanakanya. Setelah membuahkan
kesepakatan maka secara tegas Ketua RT akan mengumumkan waktu pelaksanaan gugur gunung. Musyawarah yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Kalisari merupakan bentuk penerapan dari ajaran Rosulullah SAW, masyarakat mengambil jalan Musyawarah karena mereka sadar dengan musyawarah maka akan mendapatkan putusan yang bijak. Mufakat yang di hasilkan dan sekaligus diumumkan pada acara yasinan merupakan cara terbaik, Hal ini dilaksanakan agar masyarakat dapat mengetahui sehingga diharapkan dapat ikut serta dalam kegiatan gugur gunung tersebut. Pengumuman ini disampaikan oleh aparat dusun, seperti ketua RT, RW maupun tokoh masyarakat. Pada kesempatan ini disampaikan juga tempat atau lokasi kegiatan gugur gunung akan dilaksanakan. Pada saat pengumuman seluruh warga yang ada pada acara
ini
akan
mendengarkan
dengan
seksama,
mereka
menghormati terhadap orang lain yaitu Ketua RT yang sedang berbicara. Masyarakat Dusun Kalisari masih menjunjung tinggi tatakrama. Sebab mereka percaya apabila seseorang menghormati orang lain maka orang lain akan menghormatinya begitu juga sebalik apabila seseorang tidak mampu menghormati orang lain maka orang lain pun akan sulit untuk menghormatinya. Setelah adanya pengumuman ini, bapak-bapak akan memberitahukan
keluarga di rumah sehingga dapat melakukan persiapan sebelum dilaksanakannya kegiatan tersebut. Para ibu turut mempersiapkan keperluan yang akan dibawa oleh suaminya, seperti, wedangan dan makanan kecil, sebagian dari mereka membuat megono atau makanan besar yang akan dibawa saat dilaksanakannya gugur gunung. hal ini merupakan bentuk dari rasa patuh mereka terhadap suaminya. 2. Pelaksanaan kegiatan gugur gunung Hari Minggu pagi, sekitar pukul 06.30 WIB perangkat dusun mengumumkan lagi akan dilaksanakannya kegiatan gugur gunung melalui pengeras suara di mushola setempat. Disitulah terlihat salah satu fungsi mushola dan masjid di Dusun Kalisari selain sebagai tempat untuk beribadah kepada Allah SWT juga sebagai alat penunjang kegiatan kemasyarakatan. Pengumuman ini bertujuan untuk mengingatkan kembali pada masyarakat serta sebagai tanda bahwa kegiatan tersebut segera akan dimulai. Perangkat dusun menjalankan kewajibanya tersebut dengan semangat supaya masyarakat juga bersemangat melaksanakanya.
Mendengar pengumuman itu, maka warga langsung bergegas menuju tempat dilaksanakannya kegiatan tersebut sesuai dangan tempat yang telah di tentukan yaitu bendungan. Mereka membawa semua perlengkapan yang akan digunakan seperti
cangkul, sabit, ember, tampah, sapu dan lain sebagainya. Mereka juga membawa bekal mdan megono serta minumanyang akan dikonsumsi saat istirahat nanti. Sesampainya di tempat dilaksanakannya kegiatan gugur gunung, warga melakukan kegiatan tersebut sesuai dengan pengarahan dari aparat dusun. Kegiatan yang pertama dilakukan oleh masyarakat ialah susruk.Susruk ini merupakan salah satu bagian dari tradisi gugur gunung. Kegiatan yang dilakukan dalam susruk ini ialah membersihkan dan membuat saluran air yang nantinya sebagai saluran ke Desa dan sawah saat musim penghujan tiba. Warga secara besama-sama membersihkan rumput maupun sampah yang menyumbat di saluran air tersebut. Pembagian tugas dalam kegiatan rutin ini dilakukan secara suka rela oleh warga. Ada warga yang membersihkan rumput, ada yang mencangkul tanah untuk saluran air yang baru, ada yang menyapu dan membuang rumput dan sampah.Mereka saling gotong-royong dan bantu-membantu dalam kegiatan ini. Seluruh warga bahu-membahu secara suka rela dalam menyambut musim penghujan melalui kegiatan gugur gunung ini. Mereka tidak memandang tua maupun muda. Warga istirahat pada pukul 08.00 WIB, mereka mencari tempat yang teduh kemudian menyantap wedhangan atau minuman dan makanan kecil. Istirahat ini dinamakan wolon, disebut wolon
sebab tepat pukul 08.00 WIB. Meskipun sudah menjadi tradisi, masih ada warga yang tidak membawa bekal. Rasa berbagi pun muncul dalam kegiatan ini, mereka yang membawa bekal berbagi dengan mereka yang tidak membawa. Rasa persatuan dan sosialisme terlihat jelas dalam kegiatan ini. Kegiatan susruk dilanjutkan kembali setelah warga beristirahat. Kegiatan ini dilaksanakan sampai pukul 10.00 WIB. Sebelum pulang, warga makan megono yang ditaruh di atas lembaran daun pisang bersama-sama, megono ini merupakan makan besar yang dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama Dusun Kalisari. Doa ini dipanjatkan kepada Allah SWT dengan harapan mendapatkan keberkahan atas kegiatan yang telah dilakukan dan juga harapan akan datangnya musim penghujan nanti dapat memberikan keberkahan kepada sawah mereka. Masyarakat percaya bahwa Allah maha kaya dan maha pengasih serta maha penyayang, jadi apabila mereka berdoa secara sungguh-sungguh maka akan dikabulkan. Kegiatan gugur gunung belum selesai setelah kegiatan susruk tersebut. Warga pulang ke rumah bukan tanpa tujuan, melainkan
untuk
melaksanakan
aktivitasnya
masing-masing
terlebih dahulu sebelum kegiatan breseh yang juga merupakan bagian dari tradisi gugur gunung dilaksanakan. Mayoritas waraga Dusun Kalisari ini ialah petani, sehingga mereka pulang untuk
ngarit atau memberi makan hewan ternak. Warga yang tidak memiliki hewan ternak mengisi waktunya untuk pergi kesawah, bersih-bersih rumah, atau hanya sekedar istirahat. Disitu toleransi warga sangat tinggi, warga saling menghormati aktifitas masingmasing. Kegiatan ini dilaksanakan warga sampai sebelum dhuhur. Tradisi gugur gunung yang merupakan kegiatan tahunan ini sangat dinanti-natikan oleh warga Dusun Kalisari, karena dengan adanya kegiatan ini maka pertanda bahwa musim penghujan akan tiba. Warga pun sangat antusias dan tidak merasa terbebani sama sekali dengan kegiatan ini sehingga warga masih banyak yang ikut serta dalam kegiatan gugur gunung yang selanjutnya yaitu breseh. Kegiatan breseh ini merupakan kegiatan bersih-bersih di makam setempat. Warga berangkat ke makam setelah dhuhur dengan membawa berbagai peralatan seperti yang dibawa saat melakukan susruk seperti cangkul, sabit, sapu dan lain-lain. Namun perbedaannya, saat kegiatan susruk warga membawa minuman dan makanan berupa wedhangandan megono tetapi saat kegiatan breseh warga tidak membawanya. Rasa ikhlas dan semangat warga diuji pada kegiatan ini, sebab pada saat itu tentunya cuaca sangat panas, sedangkan untuk pergi kemakam harus melewati hamparan sawah yang panasnya menyengat dikulit.
Kegiatan breseh ini diawali dengan berdoa dan tahlil yang dipimpin oleh tokoh agama setempat. Tujuannya ialah untuk mengirim para leluhur dan saudara yang sudah mendahului mereka. Mereka memanjatkan doa dan tahlil untuk memintakan ampunan kepada Allah SWT atas dosa dan kesalahan mereka serta agar segala kebaikan dapat diterima oleh-Nya. Rangkaian kegiatan dari breseh selanjutnya ialah membersihkan dan merapikan tatanan makam dengan peralatan yang telah dibawa. Rasa capek sudah merupakan hal yang wajar setelah melakukan kegiatan seharian. Setalah selesai, warga pulang ke rumah masing-masing dengan penuh harapan akan datangnya musim penghujan.
B. Persepsi Masyarakat Dusun Kalisari Terhadap Tradisi Gugur Gunung Masyarakat memandang gugur gunung sebagai tradisi yang turun-temurun dari nenek moyang mereka yang dianggap perlu untuk dilestarikan. Tradisi ini bukan sekedar tradisi belaka, akan tetapi masyarakat juga menaruh harapan dibalik terlaksanakannya tradisi ini yaitu harapan akan mendapatkan keberkahan setelah datangnya musim penghujan. Hal pokok dalam pelaksanaan gugur gunung ialah membuat saluran air sebagai persiapan sebelum musim penghujan datang. Saluran air ini digunakan untuk mengairi sawah mereka, di samping juga untuk kebutuhan sehari-hari. Selain membuat saluran air
masyarakat juga berdoa secara bersama-sama sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah SWT, sebab masyarakat sadar bahwa sebagai manusia harus berusaha yang dalam tradisi gugur ini nampak usaha mereka ialah susruk dan breseh. Masyarakat sangat antusias dan memiliki minat serta semangat yang tinggi dalam melaksanakan tradisi ini meskipun dapat dikatakan tradisi ini hanya dilakukan sekali dalam setahun. Mereka dengan senang hati mengikuti kegiatan ini dan mengesampingkan kepentingan pribadi masing-masing. Masyarakat juga menganggap tradisi ini sebagai wadah untuk lebih mempererat tali persaudaraan dan persatuan di antara mereka. Persaudaraan dan persatuan sangat penting karena mereka mengakui bahwa manusia tidak bisa tanpa bantuan orang lain. Apalagi di lingkungan desa maupun dusun, masyarakat sangat menjaga sekali rasa persaudaraan di antara mereka sehingga dengan adanya tradisi rutin ini mereka sangat mendukung sekali. Bentuk dukungan masyarakat dalam terlaksananya kegiatan ini banyak sekali, di antaranya kesediaan mereka meluangkan waktu untuk ikut serta dalam kegiatan ini sampai selesai, melaksanakan seluruh rangkaian acara dari kegiatan ini secara gotong-royong dan saling membantu satu sama lain. Dukungan lain yaitu dari para ibu yaitu dengan senang hati bershodaqoh dengan memberikan minuman, makanan kecil maupun makanan besar meskipun warga telah membawa bekal masing-masing. Para ibu juga
merasakan antusias para bapak meskipun mereka tidak terjun secara langsung dalam tradisi gugur gunung ini. Masyarakat memiliki harapan agar tradisi luhur ini dapat terus dilaksanakan karena banyak sekali nilai yang dapat dipetik dan manfaat yang dapat dirasakan, seperti meningkatkan tali persaudaraan, melatih keikhlasan dan semangat gotong royong. Akan tetapi, mereka juga sadar bahwa kegiatan tersebut dapat terkikis seiring dengan perkembangan zaman. Teknologi yang semakin berkembang pesat pastinya juga akan berdampak pada kehidupan masyarakat. Jika dampak itu bersifat positif, seperti perbaikan saluran air yang permanen serta tercukupinya air bagi Dusun Kalisari maka masyarakat juga akan menanggapinya dengan senang. Mereka tidak khawatir lagi dengan sawahnya saat musim kemarau, mereka juga dapat mengolah sawahnya dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Meskipun demikian, nilai positif yang terkandung dalam tradisi gugur gunung, seperti nilai persatuan, persaudaraan, gotong-royong, dan lain-lain tetaplah dapat dilestarikan meskipun dalam bentuk yang sedikit berbeda. Masyarakat dapat membuat agenda mingguan atau bulanan untuk bekerja bakti sehingga nilai-nilai tersebut masih dapat dirasakan dan dipetik sebagai pembelajaran.
C. Nilai-nilai Edukatif yang Terdapat dalam Tradisi Gugur Gunung Tradisi gugur gunung ini masih dilestarikan oleh masyarakat Dusun Kalisari sebab mereka beranggapan tradisi ini banyak mengandung nilai-nilai positif dan tidak melanggar norma serta syariat agama. 1. Nilai Pendidikan Religius a. Nilai Akidah Nilai akidah merupakan pokok atau dasar manusia dalam hidup dunia ini. Akidah merupakan keyakinan bahwa Allah SWT yang berkuasa atas segala sesuatu, sehingga menjadikan sikap taat pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sebagaimana di dalam tradisi gugur gunung ini memiliki prosesi (tahapan) yang bernuansa islami. Nilai akidah tersebut terletak padasaat akhir dari kegiatan susruk yaitu memanjatkan doa kepada Allah SWT. Islam telah menganjurkan kepada umat manusia untuk berdoa kepada Allah SWT ketika ingin meminta sesuatu. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Mu‟min ayat 60
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orangorang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".
Masyarakat yakin dan percaya bahwa Allah lah yang akan menentukan
segala
sesuatunya
meskipun
mereka
telah
berusaha semaksimal mungkin tapi tetap Allah juga lah yang menentukan. Allah lah yang akan menentukan segala sesuatu di bumi ini termasuk musim penghujan yang telah mereka nantinantikan. Kegiatan breseh juga mengandung nilai akidah, yaitu saat warga memanjatkan doa dan tahlil kepada leluhur dan saudara yang telah mendahului mereka. Warga yakin bahwa setiap orang pasti akan mengalami kematian. Mereka juga meyakini bahwa kehidupan setelah di dunia bersifat kekal. Begitu juga keyakinan akan adanya siksa kubur dan balasan berupa surga ataupun neraka. Maka dari itu lah mereka memanjatkan doa dan tahlil yang bertujuan memintakan ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosa dan kesalahan leluhur mereka, serta meminta agar kebaikan mereka diterima di sisi-Nya. Rangkaian doa mereka juga dipanjatkan untuk ketentraman hidup mereka masing-masing, sebab orang hidup pasti tidak luput dari masalah-masalah. Mereka berserah diri kepada Allah SWT. Meningkatkan iman kepada allah dan percaya akan datangnya kematian merupakan salah satu manfaat dari tradisi ini. Selesai tradisi dilaksanakan masyarakat yang tersentuh
hatinya dan sadar akan datangnya kematian maka mereka akan lebih meningkatkan ibadah mereka. b. Nilai Ibadah Syariah mengatur hidup manusia sebagai hamba Allah agar tunduk dan taat kepada-Nya, dengan melaksanakan segala perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya. Hal ini dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya telah diatur oleh syariat Islam. Secara umum ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam aspek kehidupan manusia yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Nilai ibadah yang terkandung dalam tradisi ini di antaranya niat. Niat merupakan hal pokok dalam setiap perbuatan. Apabila perbuatan dilandasi dengan niat yang benar, maka perbuatan
tersebut
bernilai
ibadah.
Niat
dilihat
dari
implementasi pelaksanaan tradisi gugur gunung, terletak pada semangat mereka dalam mengerjakan setiap rangkaian gugur gunung. Nilai ibadah lain seperti shodaqoh dalam tradisi ini juga bernilai ibadah. Bentuk shodaqoh ini tampak jelas ketika warga saling berbagi bekal atau makanan dan memberi pada yang tidak membawa. Doa dan tahlil dalam rangkaian tradisi gugur gunung yang di dalamnya terdapat kata-kata pujian kepada Allah SWT merupakan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang telah
dikaruniakan-Nya. Harapan warga dengan dilaksanakannya tradisi ini yang disertai dengan rasa syukur menjadikan rezeki mereka semakin berlimpah. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an Surat Ibrahim:7
Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Ayat tersebut jelas menerangkan bahwa semakin banyak bersyukur, maka semakin banyak pula rezeki yang akan didapat. Begitu juga dengan masyarakat Dusun Kalisari yang meyakini bahwa dengan ungkapan syukur maka akan menambah keberkahan dalam rezeki mereka. c. Nilai Akhlak Gugur gunung dilaksanakan oleh seluruh warga Dusun Kalisari,
setiap
melaksanakanya, mempunyai
acara
warga
merasa
meskipun
terpanggil
setiap
masing-masing
untuk
warga tetapi
ikut
sebenarnya
mereka
lebih
mengutamakan kegiatan ini daripada kepentingan pribadi. Di situlah nampak jelas bahwa masyarakat memiliki akhlak yang mulia. Mereka mematuhi setiap arahan dari aparat desa dan
tokoh masyarakat sebagai bentuk rasa patuh, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur‟an Surat An-Nisa‟: 59
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Nilai akhlak tampak jelas pada cara mereka menghormati satu sama lain pada kegiatan gugur gunung meskipun pesertanya berbaur antara orang tua dan pemuda. Mereka terlihat
harmonis
dan
saling
membantu
serta
saling
menghormati pendapat. Pada saat menyantap makanan pun mereka juga sopan dan sesuai tata krama. d. Nilai Kemasyarakatan Warga Dusun Kalisari semuanya beragama Islam sehingga mereka menjunjung tinggi tali persaudaraan. Hubungan mereka sangat erat antar warga. Hal ini terlihat dari cara mereka bekerjasama
dalam
kegiatan
gugur
gunung.
Mereka
beranggapan bahwa setiap perbuatan baik maka akan mendapatkan kebaikan baginya. Oleh sebab itu masyarakat sangat
memelihara
hubungan
mereka.
Islam
juga
memerintahkan kepada umatnya untuk selalu bertaqwa dan menjaga tali persaudaraan. Sehingga Islam sangat membenci orang yang memutuskan tali persaudaraan. 2. Nilai Pendidikan Sosial Nilai pendidikan sosial yang dapat diambil dari tradisi gugur gunung antara lain sebagai berikut: a. Nilai Persaudaraan Persaudaraan
atau
ukhuwah
terlihat
jelas
dalam
pelaksanaan tradisi ini. Masyarakat Dusun Kalisari mengakui bahwa setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, mereka saling membutuhkan satu sama lain. Melalui pelaksanaan tradisi ini, persaudaraan di antara mereka semakin kuat. Mereka saling bahu-membahu,
bantu-membantu
tanpa
memperdulikan
perbedaan di antara mereka. Rasa berbagi satu sama lain pun juga terlihat ketika salah satu di antara mereka yang tidak membawa bekal makanan maka yang membawa akan dengan senang hati berbagi bekal makanannya. b. Nilai Persatuan dan Kesatuan Tradisi gugur gunung dapat berperan dalam mempererat persatuan dan kesatuan dan kesatuan warga Dusun Kalisari.
Persatuan dan kesatuan warga tersebut dapat dilihat dari minat warga yang sangat tinggi dalam mengikuti kegiatan ini. Mereka juga semakin akrab dan kompak dalam melaksanakan tradisi yang sudah turun-temurun tersebut. Warga yang biasanya sibuk dengan urusan sehari-hari, mengingat bahwa tidak semua warga dusun ini ialah petani,namun ada juga berprofesi sebagai buruh pabrik, pedagang, dan lain-lain dapat berbaur dan menjalin keakraban kembali melalui kegiatan ini. c. Gotong-royong Pelaksanaan tradisi ini erat sekali dengan kegiatan gotongroyong. Tradisi ini tidak dapat dilakukan secara individu, melainkan bekerja sama dengan yang lainnyaSebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Qur‟an Surat Al-Maidah ayat 2:
... Artinya: “... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S Al-Maidah: 2)
Warga
bersama-sama
dalam
mewujudkan
tujuan
mereka dalam pelaksanaan tradisi ini yaitu membuat saluran air saat musim penghujan akan tiba. Mereka melaksanakan
tugasnya masing-masing dengan baik, saling bantu terhadap yang lainnya demi terwujudnya harapan tersebut.
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian di atas, maka dapat disimpulkan: 1. Prosesi Tradisi Gugur Gunung di Dusun Kalisari, Desa Ngadirejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang Warga Dusun Kalisari masih melestarikan tradisi yang telah turuntemurun yakni tradisi gugur gunung. Tradisi ini dilaksanakan pada hari Minggu sebelum musim penghujan tiba. Prosesi atau tahapan yang dilaksanakan dalam tradisi gugur gunung ialah sebagai berikut: a. Pengumuman Pengumuman ini biasanya disampaikan oleh aparat dusun saat dilaksanakannya pengajian yasinan pada malam Jum‟at. b. Pelaksanaan tradisi gugur gunung Minggu
pukul
06.30
WIB
warga
menuju
tempat
dilaksanakannya gugur gunung dengan membawa peralatan serta bekal berupa minuman, makanan kecil dan makanan besar. Sesampainya di tempat, aparat desa memberikan pengarahan dan warga pun mulai melakukan kegiatan susruk atau membuat dan memperbaiki saluran air. kegiatan susruk ini diselingi dengan istirahat (wolon) yang disertai dengan makan makanan kecil dan juga makanan besar saat akhir acara. Setelah dhuhur, mereka
melaksanakan rangkaian kegiatan yang kedua yakni breseh atau berdoa dan membersihkan serta merapikan makam. 2. Persepsi masyarakat tentang tradisi gugur gunung Masyarakat menganggap tradisi ini sebagai wadah untuk lebih mempererat tali persaudaraan dan persatuan di antara mereka serta sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. Masyarakat sangat menjaga rasa persaudaraan di antara mereka sehingga dengan adanya tradisi rutin ini mereka sangat mendukung. mereka meluangkan waktu untuk ikut serta dalam kegiatan ini sampai selesai, melaksanakan seluruh rangkaian acara dari kegiatan ini secara gotongroyong. 3. Nilai-nilai edukatif yang terdapat dalam tradisi gugur gunung a. Nilai pendidikan religius 1) Nilai akidah Serangkaian do‟a dan sholawat yang dipanjatkan dalam tradisi gugur gunung mengandung nilai akidah sehingga mampu meningkatkan keimanan. 2) Nilai ibadah Nilai ibadah yang terkandung dalam tradisi ini di antaranya niat yang benar, shodaqoh, dan doa.
3) Nilai akhlak Masyarakat lebih mendahulukan kepentingan bersama, selain itu dalam pelaksanaan kegiatan gugur gunung mereka saling menghormati dan mampu memposisikan diri. 4) Nilai kemasyarakatan Nilai kemasyarakatan tampak jelas pada cara mereka menghormati satu sama lain pada kegiatan gugur gunung. b. Nilai Pendidikan Sosial 1) Nilai Persaudaraan Masyarakat Dusun Kalisari saling bahu-membahu, bantumembantu tanpa memperdulikan perbedaan di antara mereka.. 2) Nilai Persatuan dan Kesatuan Persatuan dan kesatuan warga tersebut dapat dilihat dari minat warga yang sangat tinggi dalam mengikuti kegiatan ini. Mereka juga semakin akrab dan kompak dalam melaksanakan tradisi ini dan dapat berbaur menjalin keakraban melalui kegiatan ini. 3) Gotong-royong . Warga bersama-sama dalam mewujudkan tujuan mereka dalam pelaksanaan tradisi ini yaitu membuat saluran air saat musim penghujan akan tiba. Mereka melaksanakan tugasnya masing-masing dengan baik, saling bantu terhadap yang lainnya.
B. Saran Sesuai dengan tujuan penulisan skripsi ini, penulis menaruh harapan pada semua pihak agar dapat mengambil manfaat dari pikiranpikiran yang tertuang dalam skripsi ini. Terlebih bagi masyarakat Dusun Kalisari dan aparat Dusun Kalisari. 1. Bagi masyarakat Dusun Kalisari Masyarakat Dusun Kalisari merupakan pelaku utama dalam tradisi gugur gunung ini, mereka juga yang merasakan langsung manfaat dari tradisi
ini, sehingga
diharapkan untuk
selalu menjaga dan
melestarikan tradisi ini. 2. Bagi aparat Dusun Kalisari Aparat dusun sebagai meningkatkan masyarakat.
sarana
wakil masyarakat untuk dapat
prasarana
untuk
menunjang
kegiatan
DAFTAR PUSTAKA
Acmadi., Noor Salimi. 1991. MKDU Dasar-dasar Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Ainusysyam, Fadlil Yani. 2007. Pendidikan Akhlak. Dalam Ali, M., Ibrahim, R., Sukmadinata, N.S., Sudjana, W (Penyunting). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: PT Rineka Cipta. Cetakan ke-14. Hawwa, Sa‟id. 2006. Pendidikan Spiritual. Jogjakarta: Mitra Pustaka. Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia. Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LKIS. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN Maliki Press. Cetakan ke-1. Murshafi, Muhammad Ali. 2009. Mendidik Anak Agar Cerdas dan Berbakti. Surakarta: Ziyad Visi Media. Muliawan, Jasa Ungguh. 2005. Pendidikan Islam Integratif (Upaya Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam). Yogyakarta: Pustaka Press. Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Persada Media Group. Purwadi dkk. 2005. Ensiklopedi Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Bina Media. Cetakan ke-1. Purwanto, M. Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ketiga.
Qardhawi, Yusuf. 2003. Masyarakat Berbasis Syariat Islam Akidah, Ibadah, Akhlak. Solo: Era Intermedia. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian (Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rianse, Usman. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Alfabeta. Roqib, Moh. 2007. Harmoni dalam Budaya Jawa (Dimensi Edukasi dan Keadilan Gender). Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press & Pustaka Pelajar. Sagala, Syaiful. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Nimas Multima. Sjarkawi. 2009. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara. Sauri, Sofyan., Achmad Hufad. 2007. Pendidikan Nilai. Dalam Ali, M., Ibrahim, R., Sukmadinata, N.S., Sudjana, W (Penyunting). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama. Simuh. 2003. Islam dan Pergumulan Budaya Jawa. Jakarta: Teraju. Soyomukti, Nurani. 2010. Pendidikan Berprespektif Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Cetakan ketiga.
Globalisasi.
Sugiyono. 2009. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sujanto, Agus. 1983. Psikologi Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sukanto. 1994. Dinamika Islam dan Humaniora. Indika Press. Suprayogo, Imam., Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya. Supriyatno, Triyo. 2009. Humanitas-Spiritual dalam Pendidikan. Malang: UIN Malang Press. Cetakan ke-1. Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Cetakan ke-1. Syarbaini, Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila: Implementasi Nilai-nilai Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. Cetakan ke-5.
kbbi.web.id (diakses tanggal 5 Mei 2015 pukul 10.05 WIB) http://contohpengertian.blogspot.com/2013/09/pengertian-gugurgunung.html (diakses tanggal 8 Agustus 2015 pukul 11.23 WIB) http://contohpengertian.blogspot.com/2013/09/pengertiangugurgunung.ht ml (diakses tanggal 8 Agustus pukul 12.50 WIB) http://www.biennalejogja.org/2011/berit/2011/gugur-gunung-gotongroyong-dan-jamming/ (diakses tanggal 8 Agustus 2015 pukul 13.15 WIB) http://gemintang.com/kisah-sukses-motivasi-inspirasi/mengenal-budayagugur-gunung-asal-tanah-jawa/ (diakses tanggal 8 Agustus pukul 14.05 WIB) http://jambuwervile.blogspot.com/2012/11/gugur-gunung-geraan-tradisimembangun.html (diakses tanggal8 Agustus 2015 pukul 14.37 WIB)
TRANSKIP WAWANCARA
1. Nama informan
: Basori
Jabatan
: Aparat dusun (Ketua RT Kauman Dusun Kalisari)
Umur
: 42 tahun
Tanggal wawancara : 01 September 2015 pukul 09.00 WIB
X
: Apa arti gugur gunung itu?
Y
: Kegiatan masyarakat desa yang hampir sama dengan kerja baktigotong royong yang dilakukan secara bersma-sama tanpa bayaran dan waktunya telah ditentukan.
X
: Kapan dilaksanakannya kegiatan gugur gunung?
Y
: Waktunya itu menjelang musim penghujan. Kalau harinya itu hari Minggu.
X
: Adakah alasan pemilihan hari Minggu tersebut?
Y
: Alasan memilih hari Minggu karena warga yang kantoran kan libur jadi tidak membebani mereka dan warga dapat bersama-sama secara serentak.
X
: Untuk prosesinya itu bagaimana?
Y
: Warga berangkat pagi pukul 06.30 atau setelah mendengar woroworo dari ketua RT lewat speaker masjid atau musola. Setelah sampai tempat gugur gunung warga berkumpul kemudian pak RT dan aparat dusun lainnya memberikan arahan, setelah itu baru
mengerjakannya. Warga nanti istirahat sekitar pukul delapan terus dilanjutkan lagi sampai selesai. X
: Berarti ketika acara selesai apakah warga langsung pulang?
Y
: Ya tidak, warga kan tadi membawa bekal berupa makanan besar atau megono yang dimakan dulu bersama-sama. Setelah berdoa bersama baru pulang. Oh ya lupa. Warga setelah pulang menyelesaikan pekerjaan rumah. Ba‟da dhuhur setelah berjamaah warga berangkat lagi ke makam, itu namanya breseh.
2. Nama narasumber
: Bahrodin
Jabatan
: Sesepuh Dusun Kalisari
Umur
: 58 tahun
Tanggal wawancara : 01 September 2015 pukul 11.00 WIB
X
: Gugur gunung itu apa artinya?
Y
: Gugur gunung itu ialah suatu tradisi yang dilakukan bersamasama guna mempererat kerukunan.
X
: Kenapa dinamakan gugur gunung?
Y
: Karena nama gugur gunung yang berarti gugur itu runtuh dan gunung adalah sesuatu yang besar. Jadi, gugur gunung itu adalah menyelesaikan pekerjaan yang sangat banyak atau besar secara bersama-sama.
X
: Untuk waktunya itu dilakukan kapan pak?
Y
: Waktunya biasanya hari Ahad dan sudah ditentukan sebelumnya.
X
: Apakah semua warga ikut melakukan?
Y
: Ya ikut, mereka itu merasa enteng untuk melaksanakannya. Meskipun tidak dibayar, mereka tetap berangkat.
X
: Kalau gugur gunung itu awal mulanya bagaimana?
Y
: Kalau dulu-dulunya itu gugur gunung tidak tahu, tapi sudah ada sejak saya lahir dan sampai sekarang masih dilakukan.
X
: Rangkaian acara dari gugur gunung itu bagaimana?
Y
: Kalau rangkaiannya ya berangkat kesana, terus di sana nanti kan ada arahan. Nanti tinggal ikuti arahannya saja dari ketua RT atau pemimpin.
3. Nama narasumber
: Mahmud
Jabatan
: Aparat dusun (Ketua RW 07 Dusun Kalisari)
Umur
: 54 tahun
Tanggal wawancara : 01 September 2015 pukul 14.00 WIB
X
: Pak, sejarah gugur gunung itu seperti apa?
Y
: Sejarahnya itu dulu-dulunya gugur gunung itu sudah ada sejak dulu.
X
: Gugur gunung itu sendiri artinya apa menurut bapak?
Y
: Gugur gunung itu semacam kegiatan kerja bakti yang sudah mentradisi sejak dulu.
X
: Apa tujuannya pak?
Y
: Tujuan utamanya ialah untuk memelihara kerukunan antar warga.
X
: Di dalam gugur gunung itu kegiatan utamanya apa pak?
Y
: Kegiatan utamanya itu susruk dan breseh.
X
: Susruk dan breseh itu maksudnya apa pak?
Y
: Susruk itu membuat jalan air ke desa biar air bisa masuk desa yang nantinya mengalir ke sawah dan ladang untuk mengairi tanaman yang ditanam. Kalau breseh itu bersih-bersih makam yang dilanjutkan doa dan tahlilan
4. Nama narasumber
: Muhajir
Jabatan
: Sesepuh Dusun Kalisari
Umur
: 72 tahun
Tanggal wawancara : 01 September 2015 pukul 15.30 WIB
X
: Apa itu gugur gunung mbah?
Y
: Gugur gunung itu gotong-royong warga membersihkan wangang dan kuburan. Ada ngajinya, terus juga ada makan-makan.
X
: Kapan waktu dilaksanakannya mbah?
Y
: Waktunya pas menjelang musim laboh. Itu setahun sekali.
X
: Kalau harinya hari apa mbah?
Y
: Hari Ahad setelah musim kemarau berakhir.
X
: Rangakaian kegiatan gugur gunung itu seperti apa mbah?
Y
: Rangakaian yang pertama itu pengumuman di yasinan, lalu hari Minggu pagi-pagi warga berangkat sambil mengajak yang lain secara gethok tular. Kalau sekarang sudah ada speaker ya pakai speaker pak RT mengajaknya. Nanti warga berkumpul di bendungan. Terus nanti bersih-bersih dan ada acara makan bareng, ngaji juga.
X
: Acaranya itu selesai di benudungan itu mbah?
Y
: Tidak. Ba‟da dhuhur giliran breseh di makam, ada tahlilan juga.
X
: Sebenarnya asal mula tradisi gugur gunung itu bagaimana mbah?
Y
: Sejarah gugur gunung itu bermula dari musim kemarau yang panjang sehingga para petani tidak bisa laboh atau menanami sawahnya. Di sini kan mayoritas warganya berprofesi sebagai petani. Jadi, jika musim kemarau datang mereka tidak memiliki hasil panen untuk mencukupi kebutuhan hidupnya karena sawah mereka yang tidak bisa dialiri air. Kemudian mereka berfikir keras tentang keadaan tersebut. Mereka melakukan shalat istisqa‟ bersama-sama. Pada hari berikutnya salah satu tokoh masyarakat di dusun tersebut menyuruh mereka untuk membuat saluran air guna mempersiapkan
datangnya
musim
penghujan.
Kegiatan
in
dinamakan susruk yang dilanjutkan dengan berdoa bersama serta merapikan dan membersihkan makam setempat. Kegiatan ini dinamakan breseh. Jadi sejarah atau asal mula tradisi gugur gunung
itu seperti itu, dan sampai sekarang kegiatan tersebut menjadi sebuah tradisi yang terus dilakukan sampai sekarang. X
: Makna yang terkandung dalam kegiatan gugur gunung yang sudah mentradisi ini apa mbah?
Y
: Yang jelas dengan adanya kegiatan ini warga menjadi lebih akrab satu sama lain karena baik yang tua maupun muda dapat berbaur dalam kegiatan ini. Rasa persaudaraan juga dapat terjalin di sini.
5. Nama narasumber
: Suparman
Jabatan
: Warga Dusun Kalisari
Umur
: 35 tahun
Tanggal wawancara : 01 September 2015 pukul 17.00 WIB
X
: Apa maksud gugur gunung itu pak?
Y
: Gugur gunung itu bersih-bersih desa
X
: Bersih-bersih desa yang seperti apa?
Y
: Membersihkan saluran air dan kuburan. Tidak C\cuma bersihbersih tetapi ada ngaji juga untuk mendoakan yang sudah meninggal dan mohon ketentraman hidup. Terus juga ada acara makan-makan. Intinya rame-rame gitu.
X
: Waktu dilaksanakanna itu setiap apa?
Y
: Waktunya itu biasanya pas mulai musim penghujan yang nantinya masyarakat membuat saluran air ke sawah untuk laboh. Soalnya di sini itu tanahnya banyak yang kering.
X
: Bagaimana sikap bapak terhadap gugur gunung?
Y
: Kalau saya mendukung kegiatan ini, bagaimanapun saya tetap ikut soalnya banyak manfaat yang diperoleh. Lagi pula kalau tidak ikut nanti akan rikuh atau tidak enak perasaannya terhadap yang lain. Nanti di sana juga menjadi bahan omongan misalnya saya tidak ikut malah mementingkan kepentingan pribadi.
X
: Bagaimana rangkaian acaranya?
Y
: Rangakaiannya yang pertama pasti pengumuman oleh pak RT dan warga berangkat ke bendungan. Nanti di sana ada arahan dari pak RT. Di sana juga ada makan-makan pas istirahat. Setelah habis dhuhur juga ada acara di makam, bersih-bersih dan ngaji juga.
6. Nama narasumber
: Qodri
Jabatan
: Tokoh masyarakat Dusun Kalisari
Umur
: 57 tahun
Tanggal wawancara : 02 September 2015 pukul 13.00 WIB
X
: Kegiatan gugur gunung itu sebenarnya apa pak?
Y
: Gugur gunung itu hampir sama dengan kegiatan gotong-royong atau kerja bakti. Tetapi, kegiatan gugur gunung ini hanya
dilakukan sekali selama setahun yakni saat akan datangnya musim penghujan. X
: Kenapa hanya dilakukan sekali dalam setahun?
Y
: Hanya dilakukan satu kali sebelum datangnya musim penghujan karena inti kegiatan ini ialah membuat saluran air untuk persiapan datangnya air saat musim hujan. Masyarakat di sini kan hampir semuanya petani, jadi mereka butuh sekali air untuk mengairi sawahnya apalagi saat musim kemarau yang panjang. Kalau tidak ada air mereka tidak akan dapat memanen hasil sawahnya.
X
: Biasanya dilakukan hari apa kegiatan gugur gunung tersebut?
Y
: Hari Minggu pagi sekitar jam 06.30 WIB kegiatan ini dilakukan. Tapi, sebelumnya saat ada yasinan pada malam Jum‟at diumumkan terlebih dulu biar semua warga bisa berangkat.
X
: Mengapa memilih hari Minggu pak? Apakah ada maksud pemilihan hari itu?
Y
: Pemilihan hari Minggu ini agar semua warga Dusun Kalisari yang lelaki dapat mengikuti kegiatan ini, tidak hanya yang sudah tua saja tetapi juga yang muda pun ikut serta. Kalau hari Minggu kan hampir semua warga libur kerja, karena ada warga yang juga kerja kantoran maupun di pabrik.
X
: Makna yang terkandung dalam tradisi ini apa?
Y
: Tradisi gugur gunung ini sebagai lambang pirukunan dan persatuan antar warga. Selain itu, ada makna lain yang dapat
dipetik yakni bila kegiatan ini dilakukan dengan niat yang tulus ikhlas maka akan mendapat pahala dan dianggap sebagai ibadah, karena inti kegiatan ini ialah bersih-bersih. Sedangkan dalam Islam kebersihan merupakan anjuran dari Rasulullah SAW.
7. Nama narasumber
: Ismanto
Jabatan
: Warga Dusun Kalisari
Umur
: 40 tahun
Tanggal wawancara : 02 September 2015 pukul 16.00 WIB
X
: Arti dari gugur gunung menurut bapak seperti apa?
Y
: Gugur gunung itu gotong-royong membersihkan wangang dan membuat saluran air untuk dialirkan ke sawah. Biasanya yang melaksanakan itu para bapak dan anak remaja laki-laki. Tidak hanya membersihkan dan membuat saluran air, tetapi juga ada ngaji dan bersih-bersih di makam. Warga juga membawa bekal makanan dan peralatan yang dibutuhkan seperti cangkul, sapu, sabit dan lain sebagainya.
X
: Sejarah atau asal mula gugur gunung itu bagaimana pak?
Y
: Lebih jelasnya saya kurang tahu, tetapi kegiatan ini sudah ada dan dilakukan secara turun-temurun dari nenek moyang. Sejak saya kecil pun kegiatan ini sudah dilakukan.
X
: Kapan dilaksanakan kegiatan ini?
Y
: Hari Minggu sebelum datangnya musim penghujan. Biasanya ada pengumuman terlebih dahulu waktu yasinan malam Jum‟at. Nanti pada hari Minggunya ada woro-woro lagi dari ketua RT agar warga segera berkumpul ke bendungan.
X
: Apa makna dibalik kegiatan ini yang bapak rasakan?
Y
: Saya merasa senang sekali dengan adanya kegiatan ini, banyak sekali manfaat yang dapat diambil. Dengan pembuatan saluran air ini, sawah warga pasti tidak akan mengalami kekeringan karena dapat memanfaatkan air yang datang saat musim penghujan. Kalau makna yang terkandung dalam kegiatan ini, warga dapat memanfaatkan
kesempatan
ini
untuk
bershodaqoh
dengan
memberikan makanan dan minuman, karena tidak semua warga membawa sendiri bekal makanan itu. Sehingga warga lain yang membawa dapat berbagi makanan dan minuman mereka. Tradisi ini juga menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghormati, karena ketika dalam pelaksanaan kegiatan ini baik yang tua maupun muda berkumpul menjad satu. Meskipun demikian, mereka tetap menjaga sikap dan saling menghormati satu sama lain.
8. Nama narasumber
: Iswari
Jabatan
: Warga Dusun Kalisari
Umur
: 35 tahun
Tanggal wawancara : 03 September 2015 pukul 08.30 WIB
X
: Menurut bapak, gugur gunung itu apa?
Y
: Ya kalau menurut saya gugur gunung itu kegiatan tahunan untuk menyambut datangnya musim air atau musim penghujan.
X
: Kalau intinya dari kegiatan gugur gunung itu apa pak?
Y
: Intinya yaitu bersih-bersih dan doa-doa yang intinya sebagai tanda syukur kepada Allah SWT.
X
: Waktu dilaksanakannya itu kapan?
Y
:
Nunggu
pengumuman,
mengumumkan
di
acara
nanti
biasanya
yasinan.
dari
Biasanya
ketua
hari
RT
Minggu
dilaksanakannya kegiatan itu. X
: Apakah semua warga ikut?
Y
: Ya ikut, tapi yang ibu-ibu di rumah. Biasanya di sana berbaur tua muda semua ikut. Kecuali orang yang merantau.
X
: Kalau sejarah dari gugur gunung itu apa pak?
Y
: Itu sudah ada sejak saya lahir. Mungkin dulu dari pepunden desa.
9. Nama narasumber
: Isrofi
Jabatan
: Aparat dusun (Ketua RT 07 Dusun Kalisari)
Umur
: 43 tahun
Tanggal wawancara : 03 September 2015 pukul 11.00 WIB
X
: Apa sebenarnya tradisi gugur gunung itu pak?
Y
: Tradisi gugur gunung itu kegiatan gotong-royong yang dilakukan oleh warga dengan membuat saluran air ke desa yang nantinya akan dialirkan ke sawah. Selain itu, juga bersih-bersih di makam serta tahlilan untuk mendoakan saudara yang sudah mendahului kita.
X
: Waktu dilaksanakannya tradisi ini kapan pak?
Y
: Hari Minggu pagi sebelum musim penghujan tiba
X
: Lalu rangkaian acara dalam tradisi gugur gunung secara terinci itu seperti apa pak?
Y
: Ysng pertama pasti ada pengumuman dulu,pengumuman ini dilaksanakan pada malam Jum‟at saat diadakannya acara rutin yasinan karena pada saat itulah warga berkumpul. Hari Minggu pagi pukul 06.30 WIB warga berangkat ke bendungan dengan membawa peralatan susruk (sabit,cangkul,ember,tampah, dll) sebagian dari mereka membawa megono serta makanan dan minuman. Aparat desa memberikan pengarahan setelah semua warga telah tiba di bendungan. Kemudian semua warga mulai mengerjakan apa yang telah diarahkan oleh aparat desa. Sekitar pukul 08.00 WIB ada kegiatan yang biasa dinsebut wolonoleh warga, wolon ini ialah istirahat yang disertai dengan minum dan makan wedanganatau makan kecil seperti tahu susur, gethuk, ketan dan krupuk. Setelah wolon selesai, warga melanjutkan
kegiatan susruksampai pukul 10.00 WIB. Kegiatan selanjutnya yaitu warga makan megono yang disertai dengan doa yang dipimpin oleh tokoh agama.Warga pulang untuk “ngarit”atau memberi makan ternak mereka. Setelah dhuhur, mereka berangkat lagi dengan membawa peralatan untuk melakukan kegiatan bresehdi makam. Mereka lalu berdoa dan melakukan tahlil yang dipimpin oleh tokoh agama kemudian membersihkan makam. Warga pulang dan kegiatan gugur gunung ini selesai. X
: Makna yang terkandung dibalik kegiatan gugur gunung ini apa?
Y
: Saya sebagai ketua RT merasa dengan adanya kegiatan gugur gunung ini sangat senang sekali. Warga menjadi lebih rukun dan rasa persaudaraan di antara warga maupun dengan aparat dusun juga semakin terjalin.
10. Nama narasumber
: Nastain
Jabatan
: Tokoh masyarakat Dusun Kalisari
Umur
: 48 tahun
Tanggal wawancara : 03 September 2015 pukul 14.30 WIB
X
: Menurut bapak, tradisi gugur gunung itu apa?
Y
: Tradisi gugur gunung itu erat kaitannya dengan gotong-royong yang dilakukan secara bersama-sama di Dusun Kalisari ini.
X
: Kapan waktu pelaksanaannya?
Y
: Kegiatan ini hanya dilakukan satu kali, yaitu saat akan tibanya musim penghujan. Inti dari kegiatan ini sebenarnya ialah pembuatan saluran air atau wangang untuk menyambut datangnya air saat musim penghujan yang akan dialirkan ke sawah warga dusun ini.
X
: Apakah hanya pembuatan saluran air saja pak dalam tradisi ini?
Y
: Tidak, selain pembuatan saluran air juga dilakukan bersih-bersih makam juga. Ada tahlilan dan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama. Bahkan ada acara makan bersama di mana warga telah membawa sendiri bekal mereka.
X
: Apakah semua warga turut serta dalam kegiatan ini?
Y
: Tentu saja, karena kegiatan ini dilaksanakan pada hari Minggu di mana warga yang bekerja kantoran maupun pabrik dapat turut serta. Mereka juga telah mendapat pengumuman sebelumnya yakni saat yasinan malam Jum‟at sehingga warga sudah mempersiapkan diri sebelumnya. Antusias warga juga sangat terasa, mereka dapat bekerja sama dalam terlaksananya kegiatan ini.
X
: Apa makna yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi yang sudah ada sejak turun-temurun ini?
Y
: Yang jelas dengan adanya tradisi ini kebutuhan air untuk sawah warga dapat teratasi. Makna penting yakni rasa persatuan dan persaudaraan semakin terjalin antar warga. Kegiatan ini dapat menumbuhkan rasa nasionalisme bagi warga karena kegiatan
gugur gunung merupakan bagian pengamalan dari Pancasila sila ke-3, yaitu persatuan Indonesia.
RIWAYAT HIDUP
1. Nama
: Bayu Setiawan
2. Tempat dan Tanggal lahir
: Kab. Magelang, 14 November 1993
3. Jenis kelamin
: Laki-laki
4. Warga Negara
: Indonesia
5. Agama
: Islam
6. Alamat
: Kalisari RT: 007 RW: 003, Ngadirejo, Tegalrejo, Magelang
7. Riwayat Pendidikan
:
a. RA Ngadirejo II
Tahun 1997-1999
b. MI Yakti Dawung
Tahun 1999-2005
c. MTs Yakti Tegalrejo
Tahun 2005-2008
d. SMA Ibrahimy I Sukorejo
Tahun 2008-2011
8. Pengalaman organisasi
:
a.
Anggota FKWAMA
Tahun 2011
b.
Anggota Wushu Putera Nusantara
Tahun 2012sekarang
c.
Anggota PERPEKA
Tahun 2011sekarang
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benamya.
Salatiga, 12 Sepetember 2015 Penulis
Bayu Setiawan Nim: 111 11 171