NIKAH HAMIL DALAM PANDANGAN PELAKU (Studi Kasus Di Dusun Karangmojo Desa Karangmojo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
AJI MUHAMMAD SIDIQ NIM. 12.2.1.2.1.007
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SURAKARTA 2017
ii
iii
iv
v
MOTTO
32. Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.(QS. 17 Al Israa: 32).
vi
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan yang mengarungi samudra ilahi tanpa batas, dengan keringat dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini untuk orang-orang yang selalu hadir dan berharap keridhan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupanku khususnya buat:
Kedua orang tuaku, yang tercinta yang selalu membimbing, mengarahkan dan memberiku bekal hidup. Rhidamu adalah semangatku. Kakak dan keponakan-keponakan semoga kasih saying Allah selalu bersama kita. Saudaraku semua serta keluarga besarku yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima kasih atas do’a restunya semoga diridhoi Allah. Dosen-dosen yang telah mendidikku. Semua rekan-rekan seperjuangan, dan Teman-teman Syari’ah angkatan 2012, khususnya buat temanku program studi Al-Ahwal Asy-Syakhshiyyah, dan tak lupa juga temanteman program studi Muamalah. Terimakasih buat teman-teman dekat aku sejak kecil atas doa dan semangatnya.
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi yang dipakai dalam penulisan skripsi di Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Surakarta didasarkan pada Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158/1987 dan 0543 b/U/1987 tanggal 22 Januari 1988. Pedoman transliterasi tersebut adalah : 1. Konsonan Fonem konsonan Bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, sedangkan dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf serta tanda sekaligus. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin adalah sebagai berikut : Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
ا
alif
ب
ba
B
Be
ت
ta
T
Te
ث
ṡa
ṡ
Es (dengan titik di atas )
ج
jim
J
Je
ح
ḥa
ḥ
Ha (dengan titik di bawah )
خ
kha
Kh
Ka dan ha
د
dal
D
De
Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
viii
ذ
żal
Ż
Zet (dengan titik di atas)
ر
ra
R
Er
ز
zai
Z
Zet
س
sin
S
Es
ش
syin
Sy
Es dan ye
ص
ṣad
ṣ
Es ( dengan titik di bawah )
ض
ḍ
ḍ
De (dengan titik di bawah)
ط
ṭa
ṭ
Te (dengan titik di bawah)
ظ
ẓa
ẓ
zet (dengan titik di bawah )
ع
‘ain
...‘...
غ
gain
G
Ge
ف
fa
F
Ef
ق
qaf
Q
Qi
ك
kaf
K
Ka
ل
lam
L
El
م
mim
M
Em
ن
nun
N
En
و
wau
W
We
ه
ha
H
Ha
ء
hamzah
…ꞌ…
ي
ya
Y
koma terbalik di atas
Apostrof Ye
2. Vokal a. Vokal Tunggal ix
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda َ ِ ُ
Nama
Huruf Latin
Contoh
fatḥah
A
َ ََ
kasrah
I
َ ِ َم
ḍammah
U
َ ِ ُذ
b. Vokal Rangkap Tanda dan
Nama
Gabungan
Huruf
Contoh
Huruf
ي َ ُ
و
َ يْف: kaifa
Ai
fatḥah dan ya
Au
fatḥah dan
َ ْ َل: haula
wau 3. Vokal Panjang (Maddah) Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut: Harakat dan
Huruf Nama
Huruf
dan
Nama
Contoh
a dan
= َ َلqāla
Tanda ا
َ
fatḥah
Ā
garis di
dan alif
atas
atau ya x
ي
ِ
kasrah
i dan
ī
dan ya
َ = ِ ْيqīla
garis di atas
و
ُ
ḍammah
u dan
Ū
= َ ُ ْ ُلyaqūlu
garis di
dan wau
atas
4. Ta Marbuṭah Transliterasi untuk Ta Marbuṭah ada dua, yaitu : a. Ta Marbuṭah hidup Ta Marbuṭah yang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah dan ḍammah transliterasinya adalah /t/ b. Ta Marbuṭah mati Ta Marbuṭah mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah /h/ Contoh : ْ َ ْ َ( طṭalḥah) c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya Ta Marbuṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang الserta bacaan kedua kata itu terpisah, maka Ta Marbuṭah itu ditransliterasikan dengan /h/ ْ َ ْ َروْ َ ْ ا: rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfāl Contoh : ْط َ ل 5. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau Tasydid dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda yaitu tanda Syaddah atau Tasydid. Dalam transliterasi ini tanda Syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda Syaddah itu. Contoh : ( َ َّز َلnazzala). xi
6. Kata Sandang Kata sandang di dalam sistem penulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال. Namun dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan menjadi dua macam, yaitu kata sandang yang diikuti huruf Syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti huruf Qamariyyah. a. Kata sandang yang diikuti huruf Syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. b. Kata sandang yang diikuti huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Kata sandang yang diikuti huruf Syamsiyah maupun huruf Qamariyah ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda hubung. Contoh: Asy-
ُ ْ اا َّزل
syamsu: Al-qalamu
ُ َ َ ا ْا
:
xii
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum wr .wb. Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “NIKAH HAMIL DALAM PANDANGAN PELAKU (Studi Kasus Di Dusun Karangmojo Desa Karangmojo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar”. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Jenjang Strata 1 (S1) Jurusan Hukum Keluarga (Al-Ahwal Asy-Syakhshiyyah), Fakultas Syari’ah IAIN Surakarta. Dalam penyususnan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah menyumbangkan tenaga, pikiran, waktu, dan sebagainya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan setulus hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr. Mudhofir, S.Ag., M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. 2. Dr. M. Usman, S.Ag., M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah. 3. Muh. Zumar Aminuddin, S.Ag., M.H. selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga (Al-Ahwal Asy-Syakhshiyyah), Fakultas Syari’ah. 4. Fairuz Sabiq, M.S.I. selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Sidik, S.Ag, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan banyak perhatian dan bimbingan selama penulis menyelesaikan skripsi. 6. Dosen Metodelogi Penelitian Hukum yang telah memberikan ilmu dan dukungan kepada penulis. 7. Dosen-dosen Fakultas Syari’ah IAIN Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
xiii
8. Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Tasikmadu serta segenap staf yang telah memberikan bantuan dalam upaya penyusunan skripsi ini. 9. Kepala Desa Karangmojo serta segenap staf yang telah memberikan bantuan dalam upaya penyusunan skripsi ini. 10. Bapak dan Ibuk tercinta atas doa, cinta, dan pengorbanan yang tak pernah ada habisnya. 11. Teman-teman angkatan 2012 yang telah memberikan keceriaan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Syari’ah IAIN Surakarta. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan oleh penulis satu persatu yang telah berjasa dan membantu baik moril maupun spiritual dalam penyusunan skripsi, serta para pembaca yang budiman. 13. Terhadap semuanya, tiada kiranya penulis dapat membalasnya. Hanya doa yang dapat penulis panjatkan serta puji syukur kepada Allah SWT, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan kepada semuanya. Amin. Wassalaamu’alaikum wr.wb.
Surakarta, 7 Jamuari 2017
Aji Muhammad Sidiq 122.121.007
xiv
ABSTRAK AJI MUHAMMAD SIDIQ, NIM: 122.121.007 "NIKAH HAMIL DALAM PANDANGAN PELAKU" (Studi Kasus Di Dusun Karangmojo Desa karangmojo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar ) Marriage is a sacred bond of husband and wife in life preclude that would later create a life that sakinah mawadah warohmah. Besides fostering a household or family life is a religious commandment for every muslim and Muslim marriage also to prevent the occurrence of cohabitation. In because it will on ssat is many who do devote to cohabitation resulted in pregnancy before doing weddings. That kind of thing can we encounter in the village of Karangmojo. Therefore this paper will discuss about getting married in a State that becomes pregnant and the formulation of the problem i.e. the factors which aspects influenced the occurrence of pregnant before marriage and how the offender's views toward marriage in a State of pregnancy. And from it so biased answer the writer using a qualitative research method in the field. I.e. field research and her approach to marriage partner is pregnant zina who becomes the object of research and to obtain data related to reason do marriage pregnant adultery, as well as to know the offender's view of marriage is pregnant. therefore missed all that problem formulation factors behind their marriage was pregnant dominated by free association factors, lack of attention to older people, it's not hard to access sites that smelled of pornography and easy have a place to commit adultery, from factors that are behind their occurrence was pregnant before marriage While abusers views toward marriage is pregnant, actors argue that they actually know that marriage is pregnant it's no good because the breaking would have been the norm for the religion to commit adultery and resulted in pregnant.
Key word: marriy pregnant according to offrenr.
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI ...........................................iii HALAMAN NOTA DINAS ............................................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN MUNAQASYAH ................................................. v HALAMAN MOTO ........................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vii HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................... viii KATA PENGANTAR ...................................................................................... xiv ABSTRAK ..................................................................................................... xv DAFTAR ISI .................................................................................................... xvi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………..……………………………...1 B. Rumusan Masalah………………......................................................7 C. Tujuan Penelitian……………............................................................7 D. Manfaat Penelitian……………..........................................................8 E. Tinjauan Pustaka………………........................................................8 F. Kerangka Teori………………...........................................................9 G. Metode Penelitian……………….....................................................12 H. Sistematika Penulisan……………...................................................15 xvi
BAB II PEMAHAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERZINAAN A. Pengertian perkawina……...………………………………………16 1. Anjuran pernikahan……………................................................17 2. Tujuan pernikahan…………......................................................17 3. Hikmah pernikahan…………....................................................21 4. Hukum nikah………..................................................................21 5. Rukun dan syarat nikah…………..............................................23 6. Pernikahan yang dilarang…………...........................................28 B. Pengertian zina….............................................................................38 1. Larangan zina…………….........................................................38 2. Mencegah faktor yang dapat mengakibatkan perzinaan............39 C. Sanksi atau hukuman zina dan Hukum nikah hami.........................41
BAB III GAMBARAN NIKAH HAMIL DI DESA KARANGMOJO KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR A. Sekilas Tentang Kelurahan Karangmojo..........................................56 1. Letak Geografis Pemerintahan Kelurahan Kaliancar………….56 2. Kondisi Demografi Kelurahan Kaliancar ..................................57 3. Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Kaliancar ...........62 B. Kasus Nikah Hamil Akibat Hamil Pra Nikah di Kelurahan Karangmojo………………………………………………………..64 1. Gambaran kasus-kasus Nikah Hamil Akibat Perzinaan.............64 2. Faktor-faktor yang Mendorong Nikah Hamil Akibat Hamil Pra Nikah……………………………………………………….….65 3. Faktor-faktor Menikah Dalam Keadaan Hamil………………..69 4. Pandangan Pelaku Terhadap Nikah dalam Keadaan Hamil ......70
xvii
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinynya Hamil Pra Nikah.......73 B. Pandangan Pelaku Terntang Nikah Hamil di Kelurahan Karangmojo………………………………………………………..80 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................................84 B. Saran……………………………………………………………….85 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkawinan atau nikah ialah akad yang mengandung pembolehan bersenang senag (istimta) dengan seorang wanita melalui jimak bersentuhan, berciuman, berpelukan, dll. 1 Dalam Islam, hukum pernikahan adalah sunnah. Tapi dapat menjadi wajib makruh, atau bahkan haram. Sunnah apabila orang dilihat dari jasmaniahnya sudah memungkinkan untuk menikah dan dari segi material sudah mempunyai biaya hidup, maka bagi orang yang demikian itu sunnahlah baginya untuk menikah. Kalau dia nikah akan mendapat pahala sedangkan tidak nikah dia tidak berdosa dan tidak mendapat apa-apa. Wajib apabila dilihat dari segi biaya hidup sudah mencukupi dan dari segi jasmaninya sudah sangat mendesak untuk nikah, maka bagi orang yang seprti itu wajib baginya untuk nikah, kalau dia nikah akan mendapat pahala dan jika tidak nikah akan mendapat dosa. Makruh apabila orang dilihat dari jasmaniahnya sudah wajar untuk kawin, tetapi belum sangat mendesak sedang biaya untuk menikah belum ada, sehinga jika kawin akan mensengsarakan hidup istri dan anak-anaknya, maka bagi orang yang demikian itu makruhlah hukumnya jika nikah, jika dia kawin tidak berdosa dan tidak dapat pahala, tetapi kalau dia tidak nikah mendapatkan pahala. Haram
1
Musthafa luthfi, Nikah Sirri, (Jarakarta: Wacana lmiah Press, 2010), hlm.5.
1
2
apabila seorang itu mengawini hanya bermaksud untuk menganiaya, maka haramlah untuk nikah. Demikian juga apabila seorang baik dari laki-laki atau perempuan, yang mengetahui punya penyakit atau kelemahan yang tidak bisa melaksanakan tugasnya sebagai suami/istr dalam perkawinan, sehinga mengakibatkan salah satu pihak menderita. 2 Perkawinan adalah ikatan sakral suami istri dalam hidup berumah tangga yang nantinya akan menciptakan kehidupan yang sakinah mawadah warohmah. Selain itu membina sebuah rumah tangga atau hidup berkeluarga merupakan perintah agama bagi setiap muslim dan muslimah. Kehidupan dan peradapan manusia tidak akan berlanjut tanpa adanya kesinambungan perkawinan dari setiap generasi manusia. Perkawinan mempunyai beberapa tujuan, untuk memperoleh ketenangan hidup yang penuh cinta dan kasih sayang, sekaligus memenuhi kebutuhan biologis yang merupakan sarana untuk meneruskan dan memelihara keturunan, menjaga kehormatan dan juga tujuan ibadah. Selain itu tujuan perkawinan adalah untuk mencegah perzinaan agar tercipta ketenangan dan ketentraman bagi yang bersangkutan, keluarga dan masyarakat. Perkawinan telah diatur secara jelas oleh ketentuan-ketentuan hukum Islam yang digali dari sumber-sumbernya baik dari Al-Qur’an, As sunnah dan hasil ijtihad para ulama. Perkawinan mempunyai beberapa tujuan, untuk memperoleh ketenangan hidup yang penuh cinta dan kasih sayang, sekaligus memenuhi kebutuhan biologis yang merupakan sarana untuk meneruskan dan 2
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan UU Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hlm20.
3
memelihara keturunan, menjaga kehormatan dan juga tujuan ibadah. Selain itu tujuan perkawinan adalah untuk mencegah perzinaan agar tercipta ketenangan dan ketentraman bagi yang bersangkutan, keluarga dan masyarakat. Tujuan yang lebih utama adalah menjaga ras manusia dari keturunan yang rusak, sebab dengan perkawinan akan jelas nasabnya. Perkembangan zaman yang semakin canggih, semakin mendukung untuk hamil di luar nikah, hal semacam itu bukan lagi hal aneh untuk didengar, pengaruh dari kemajuan zaman dimana dua orang berlawanan jenis tidak malu lagi duduk berduaan, gandengan tangan dan sebagainya. Pergaulan tersebut kadang berujung pada persetubuhan di luar nikah yang mengakibatkan kehamilan. Padahal kehamilan di luar nikah adalah merupakan sebuah aib yang harus ditutupi. Maka salah satu caranya adalah dengan menikahkan wanita yang hamil tersebut. Hal semacam ini dapat dilihat di Dusun Karangmojo
yang
semua
penduduknya
beragama
muslim, 3
bahkan
Karangmojo menjadi barometer agama Islam atau Islamnya yang paling maju dibandingkan dengan Dusun-dusun di sekitarnya, maka dari situlah mengapa saya melakukan penelitian di Dusun Karangmojo. Saya melakukan penelitian ini menggunakan sudut pandang pelaku, karena dalam sudut pelaku kita akan mendapat data-data yang akurat dan murni sesuai dengan kenyatan yang dialami langsung oleh pelaku itu sendiri, selain itu nikah hamil dalam sudut pandang pelaku juga masih sangat jarang yang
3
Ojan (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, Wawancara Pribadi, 15 November
2016, jam 21.00-22.00 WIB.
4
meneliti. Hal itulah yang menarik nmengapa saya mengunakan sudut pandang pelaku. Adanya pasangan yang melakukan nikah hamil dan dalam kehamilan itu tidak mempunyai status hubungan yang sah sehinga mengakibatkan hamil sebelum menikah karen tidak dimulai dengan suatu perkawinan. Status perkawinan yang telah dilakukan memang sah, baik dilakukan saat hamil atau setelah melahirkan. Maka status anaknya adalah sah, dan dalam hal ini bahwa anak yang pada hakikatnya anak zina, secara formal dianggap menjadi anak yang sah. Pada sisi lain, sebagian hak anak gugur secara hukum, sehingga laki-laki yang menghamili, tidak bisa menjadi wali nikah dalam status ayah kandung bila yang lahir wanita, kalau waris mewarisi hanya dari ibu kandung. 4 Semua konsekuensi di atas merupakan permasalahan yang harus ditanggung oleh pasangan perkawinan hamil zina. Padahal zina merupakan perbuatan sesat yang ketika berhubungan itu berakhir tidak ada tanggung jawab administrasinya. Karena itu ia dianggap seperti halnya perbuatan binatang yang semestinya dapat dihindari oleh manusia yang merupakan mahluk yang paling mulia. Zina adalah perbuatan kotor dan keji yang tidak bisa diterima akal dan dilarang oleh semua agama, dan menimbulkan dampak negatif, antara lain ketidak jelasan garis keturunan, terputusnya ikatan hubungan darah, kehancuran penyebaran virus, dan sebagainya. 5 4
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Pasal 99.
5
Sayyid Sabiq, Fiqih-Sunnah 4,terj. Ahmad Dzulfikar, (Jawa Barat, Keira Publising Cetakan
1, 2015), hlm 54.
5
Firman Allah dalam Al Qur’an: (QS. (17) Al Israa’ : 32
Artinya “Dan jangnlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” Larangan hubungan seksual yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana zina atau jarimah zina, selain zina itu dilakukan oleh orang yang masih terikat perkawinan, baik seorang pelaku zina atau kedua-duanya, menurut KUHP, juga termasuk orang yang melakukan persetubuhan dengan seorang perempuan yang sedang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, sebagaimana ditentukan dalam pasal 286 KUHP. 6 Tentu saja hal tersebut akan membawa dampak psikologis bagi pasangan nikah haml tersebut, karena rumah tangga yang mereka bangun tidak didasarkan pada persiapan yang matang. Sebab mungkin saja mereka kaget, semua angan dan cita-cita mereka terhambat karena kekhilafan mereka sendiri. Secara sosiologis akan mendapat sorotan masyarakat dimana mereka tinggal dalam hal ini norma sosial akan tetap mengecap perbuatan mereka dan mungkin saja menganggap anak mereka haram. Terjadinya zina, menggagalkan semua keinginan dan tujuan hidup masingmasing pasangan, karena harus menikah sebelum waktu yang mereka rencanakan. Mungkin saja alasan mereka malakukan zina karena kasih sayang, namun sebenarnya telah menyalahi kasih sayang yang sesungguhnya. Agar
6
Neng Djubaedah, Perzinaan dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ditinjau
dari Hukum Islam, (Jakarta, Kencana Media Group, 2010), hlm. 66.
6
perjalanan pernikahan berlangsung baik dan membahagiakan, pasangan baru harus bersiap-siap untuk memulai dengan awal yang baik. Fenomena yang terjadi di Dusun Karangmojo contoh perkawinan yang dilaksanakan karena terpaksa, dalam tanda kutip terpaksa melakukan perkawinan hamil jauh dari rencana mereka sebenarnya yakni melakukan perkawinan yang sah dengan persiapan yang matang,7itu sesuai pernyataan 4 pelaku yang menjadi sumber penelitian ini. Bagi seorang gadis tentu tidak akan hamil tanpa didahului dengan perkawinan dengan seorang laki-laki. Namun yang menjadi persoalan ketika terjadi kecelakaan atau seorang wanita hamil yang terjadi di luar perkawinan yang sah. Ini bisa dikatakan sebagai perzinaan yang di dalam nash telah jelas keharamannya. Akibatnya, dengan berbagai pertimbangan, para pihak mencoba untuk menutup-nutupinya, dengan melangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang menghamilinya, dan seandainya laki-laki tersebut yang lari dari tanggung jawab, maka dicari laki-laki lain yang bersedia menikah dengan perempuan ini. Walaupun perbuatan zina itu dilarang, tapi menikah dalam keadaan hamil yang dikarenakan zina menurut KHI diperbolehkan, Pasal 53 ayat 1”seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya8. Para ulama berbeda pendapat tentang perkawinan yang
7
Ojan (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, Wawancara Pribadi, 15 November
2016, jam 21.00-22.00 WIB. 8
Kompilasi Hukum Islam,Pasal 53,Tahun 2010
7
terjadi terhadap wanita yang sedang hamil akibat zina, seperti halnya yang terdapat pada skripsi di sub judul telaah pustaka. Maka berangkat dari persoalan ini, maka penulis akan membahas tentang persoalan menikah dalam keadaan hamil.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas maka terdapat hal yang cukup menarik sekaligus masalah problematik yang akan dijawab yaitu: 1. Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi hamil pra nikah di Dusun Karangmojo? 2. Bagaimana pandangan pelaku tentang nikah hamil di Dusun Karangmojo ?
C. Tujuan Penelitian Agar tidak menyimpang dari susunan masalah yang di utarakan di atas, maka penulis mempunyai tujuan : 1. Mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi hamil pra nikah di Dusun Karangmojo. 2. Mendeskripsikan pandangan pelaku terhadap nikah hamil yang terjadi di Dusun Karangmojo.
D. Manfaat Penelitian Peneliti ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut :
8
1. Sebagai informasi bagi masyarakat untuk memahami permasalahan dan pencegahan terkait dengan faktor-faktor penyebab pernikahan nikah hamil akibat hamil pra nikah yang menjadi trend di era sekarang ini.
E. Tinjauan Pustaka Pembahasan mengenai nikah hamil sebenarnya bukanlah hal yang baru. Dalam berbagai literature fiqih, baik klasik maupun modern telah banyak dibicarakan mengenai hal ini. Akan tetapi dalam hal pandangan pelaku masih sangat terbatas, jadi biasa dikatakan perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang lain ialah, mengenai sudut pandangnya, di sini mengunakan sudut pandang langsung dengan pelakunya sendiri. Skripsi dari Madiona Widianingrum alumni IAIN Surakarta jurusan Syari’ah dengan judul pendapat empat madzhab tentang hukum perkawinan wanita hamil di luar nikah, yang membahas tentang bagaimana pendapat empat madzhab terhadap hukum wanita yang hamil di luar nikah. Skripsi dari Happy Arthiyas Sari alumni Iain Surakarta 2004 yang berjudul pernikahan wanita hamil karena zina dalam pasal 53 KHI perspektif teori maslahah mursalah, yang menbahas mengenai pelaksanaan pernikahan wanita hamil karena zina dalam pasal 53 KHI perspektif teori maslahah mursalah. Pasal 53 KHI membolehkan nikah hamil dengan berbagai pertimbangan dan juga paling pokok adalah pertimbangan kemaslakatan/didasarkan pada asas maslahah mursalah karena berbagai faktor psikologis dan sosiologis.
9
Maslahah mursalah yang berkedudukan sebagai salah satu sumber hukum, syara’
merupakan
metode penetapan
hukum
semata-mata
bertujuan
mewujudkan kemaslahatan manusia, syara’ tidak memberikan ketentuan khusus serta fungsi untuk menghindari kerusakan/menolak kemadharatan. Menurut segi macamnya, maslhakah KHI mengandung aspek dharuriyah, hajijiyah dan tahsiniyah. Skripsi dari Risqi Kurnia Putri alumni IAIN Surakarta 2016 dengan judul pernikahan di bawah umur akibat hamil pra nikah di Kelurahan Kaliancar Kecamatan Selogiri Kabupaten wonogiri, yang membahas analisis pandangan dan pencegahan masyarakat terhadap fenomena perkawinan di bawah umur akibat hamil pra nikah di Kelurahan Kaliancar. Dari berbagai telaah pustaka tersebut di atas telah banyak buku yang membahas tentang nikah hamil, berangkat dari situlah penulis mencoba menulis tentang nikah hamil dalam pandangan pelaku. Jadi perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah masalah sudut pandang, dalam penelitian ini penulis mengunakan sudut pandang pelaku, yang mana diharapkan akan mendapat data-data yang akurat dan murni mengenai nikah hamil karena langsung dengan pelakunya.
F. Kerangka Teori Perkawinan merupakan bentuk yang paling sempurna dari kehidupan bersama. Islam melarang umatnya hidup bersama tanpa diikat oleh tali perkawinan yang sah. Kebahagiaan yang hakiki sebenarnya hanya ada dalam
10
suatu hubungan yang sah dalam perkawinan, sedangkan hubungan tanpa ikatan perkawinan pada dasarnya hanya merupakan kebahagiaan semu dan bersifat sementara. Dengan perkawinan, manusia akan dapat memelihara keturunan, ketenteraman dan kedamaian, leh karena itu, lembaga perkawinan dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum. Perkawinan berasal dari dua kata, nakaha dan zawaja. Istilah nakaha berarti berhimpun, sedangkan zawaja berarti pasangan, dengan demikian dari sisi bahasa perkawinan adalah berkumpulnya dua insan yang berbeda jenis yang dulunya sendiri-sendiri menjadi satu-kesatuan yang utuh atau mitra.9 Sebuah definisi lain merumuskan pengertian pernikahan atau perkawinan adalah salah satu satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan turunan, tetapi perkawinan itu dapat di pandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara kaum dengan yang lain. 10 Suatu perkawinan dikatakan sah apabila telah terpenuhinya dua syarat pokok, yaitu syarat formal yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang pelaksanaannya terdapat dalam PP No 9 Tahun 1975, suatu perkawinan dianggap sah apabila dicatatkan kepada pegawai yang berwenang, ditambah dengan Inpres No. 1 Tahun 1991 yaitu
9
Musthafa luthfi, Nikah Sirri, (Surakarta,Wacana Ilmiah Pres, 2010), hlm.7.
10
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, cet. 17, (Jakarta, Attahiriyah, 1974), hlm, 355.
11
tentang KHI di Indonesia. 11Sedang syarat materialnya adalah harus terpenuhinya beberapa ketentuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang perkawinan manapun maupun PP serta ketentuan lainnya. Mengenai pembolehan nikah hamil di Indonesia diatur dalam KHI Bab VIII Pasal 53 tentang nikah hamil yang terdiri dari tiga ayat yaitu : 1. Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. 2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. 3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak dikandungnya lahir. Supaya terjadi kemaslhahatan bersama maka juga mengunakan teori Maqasid as-Syari’ah (tujuan syari’at) yang mengandung empat aspek. Keempat aspek tersebut adalah : 1. Tujuan awal dari syari’at yakni kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat 2. Syari’at sebagai sesuatu yang harus dipahami 3. Syari’at sebagai suatu hukum taklif yang harus dilakukan, dan 4. Tujuan syari’at adalah membawa manusia ke bawah naungan hukum Dan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan di dunia dan di akhirat setidaknya ada lima pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan. Kelima pokok tersebut adalah: 11
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta,
Liberty, 2007), hlm, 3.
12
1. Memelihara agama 2. Memelihara jiwa 3. Memelihara akal 4. Memelihara keturunan 5. Memelihara harta Dari kelima unsur pokok tersebut di atas, maka yang menjadi fokus dalam menyelesaikan permasalahan menikahi wanita hamil karena zina dan akibat hukumnya adalah unsur pokok keempat yakni, memelihara keturunan. Untuk mengetahui apakah pernikahan wanita hamil karena zina boleh atau tidak, juga akan didekati berdasarkan teori kemaslahatan, yaitu untuk mendatangkan manfaat dan menolak kemadharatan serta kerusakan bagi manusia, sehingga diperbolehkan menikahi wanita hamil karena zina. 12
G. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Yaitu penelitian lapangan terhadap pasangan perkawinan hamil zina yang menjadi obyek penelitian dan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan alasan melakukan nikah hamil, serta untuk mengetahui pandangan pelaku nikah hamil.
12
Topo Santoso,Membumikan Buku Pidana Islam Menegakn Syariat dalam Wacana dan
Agenda (Jakrarta,Gemainsani press, 2003), hlm.85.
13
b. Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang diperlukan meliputi data primer maupun data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data langsung terutama yang menyangkut faktor penyebab perkawinan hamil zina di Dusun Karangmojo. Data primer ini diperoleh dari wawancara mendalam kepada empat pelaku, dengan tiga pelaku lakilaki dan satu pelaku perempuan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh bukan usaha sendiri pengumpulan oleh peneliti dan data sekunder bisa berupa informasi yang diperoleh dari buku, hasil penelitian, jurnal, leaflet, brosur, internet dan publikasi lainnya.
c. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Desa Karangmojo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dan dilakukan kurang lebih selama 5 bulan untuk penlitian dan satu bulan untuk pengambilan data.
d. Teknik Pengumpulam Data Untuk keperluan penelitian ini, instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara mendalam untuk memperoleh data primer. Sementara untuk memperoleh data sekunder menggunakan studi dokumentasi.
14
e. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini mengunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menganalisa dengan mengunakan data mendiskripsikan hasil wawancara yang diperoleh. Sehinga didapat suatu kesimpulan yang objektif, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis peneliti ini.
H. Sistematika Penulisan Untuk memberikan deskritif tata urutan penulisan berkenaan dengan penelitian ini,maka sistematika penulisan disusun sebagai berikut: Bagian pertama berupa pendahuluan tentang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodelogi, sistematika pembahasan, dan daftar pustaka. Bagian kedua tentang pemahaman umum tentang perkawinan, yang bertujuan untuk memberi gambaran yang jelas tentang pernikahan dan perzinaan yang meliputi anjuran perkawinan, rukun dan syaratnya dan pengertian, larangan zina dan hukumannya. Bagian ketiga berisi tentang gambaran lokasi penelitian meliputi keadaan geografis Desa Karangmojo, meliputi kondisi ekonomi, pendidikan, sosial keagamaan serta kondisi sosial dan budaya. Serta fenomena nikah hamil di Dusun Karangmojo dan tanggapan pelaku terhadapn nikah hamil dan alasanalasanya.
15
Bagian keempat membahas tentang analisis perkawinan wanita hamil akibat zina di Dusun Karangmojo yang terdiri dari analisis faktor-faktor yang melatarbelakangi hamil pra nikah dan analisis pandangan pelaku tentang nikah hamil Bagian kelima merupakan penutup yang berupa kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dalam penelitian ini dan saran yang diinginkan dari pihak lain terkait topik.
BAB II PEMAHAMAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERZINAAN
A. Tentang Perkawinan 1.
Pengertian Perkawinan Pengertian
perkawinan
atau
pernikahan
memiliki
banyak
pengertian-pengertian, yang pada dasarnya semuatu intinya sama. Perkawinan atau nikah ialah akad yang mengandung pembolehan bersenang-senag (istimta) dengan seorang wanita melalui jimak, bersentuhan, berciuman, berpelukan, dll. 1 Menurut syara adalah suatu akad yang berisi pembolehan melakukan persetubuhan atau mengawinkan, kata Nikah itu sendiri secara
hakikat
bermakna
akad
dan
secara
majaziy
bermakna
persetubuhan, menurut pendapat yang lebih shahih.2 Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.3 Perkawinan merupakan sunatullah yang berlaku pada semua makhluk Allah, baik manusia, hewan, maupum tumbuh-tumbuhan semua
1
Musthafa luthfi, Nikah Sirri, (Jurakarta: Wacana Ilmiah Press, 2010), hlm.5.
2
Aliy As’ad, Terjemah Fathul mu’in 3 (Kudus: Menara Kudus 1979),hlm. 1.
3
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 1, (Bandung; Pustaka Setia, 2001), hlm. 9.
16
17
yang di ciptakan Allah berpasang-pasangan dan berjodoh-jodohan, sebagaimana berlaku pada manusia. 4 perkawinan adalah bahasa (Indonesia) yang umum di pakai dalam pengertian yang sama dengan nikah dan zawaj dalam istilah fiqih. Para fuqaha dan mahdzab empat sepakat bahwa makna nikah atau zawaj adalah suatu akad atau suatu perjanjian yang mengandung arti tentang sahnya hubungan kelamin. Perkawinan adalah suatu perjanjian untuk menghalalkan hubungan kelamin dan untuk melanjutkan keturunan. 5
2.
Anjuran Pernikahan Pernikahan sangat dianjurkan dalam Islam, sebaliknya hidup membujang dikecam oleh Islam. Ahli ibadah mengatakan orang yang tidak kawin bagaikan seekor burung yang tidak mempunyai sarang, artinya bagi lelaki yang hidup tanpa menikah, lebih-lebih wanita yang nalurinya lebih kuat untuk berumah tangga, maka hidup mereka kurang bermakna.6
3. Tujuan pernikahan Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar pada batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi 4
Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim
(Bandung; Pustaka Setia, 2013). hlm, 17. 5
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 9.
6
Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Buku Panduan Keluarga Muslim, (Semarang:
2007) hlm. 3.
18
memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, pesikologi, dan agama, di antaranya yang paling penting adalah sebagai berikut : 1. Memelihara gen manusia. Pernikahan sebagai sarana untuk memeliara keberlangsungan gen manusia, alat reproduksi, dan regenerasi dari masa ke masa, dengan pernikahan inilah manusia akan dapat kemakmuran hidup dan melaksanakan sebagai khalifah dari Allah. Mungkin dapat dikatakan untuk mencapai hal tersebut dapat melalui nafsu seksual yang tidak harus melalui syariat, namun cara tersebut dibenci agama. Demikian itu akan menyebabkan penganiayaan, saling menumpahkan darah, dan menyia-nyiakan keturunan sebagaimana yang terjadi pada binatang. 2. Pernikahan ialah tiang keluarga yang teguh dan kokoh di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius, seorang akan merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat manusiaannya, yaitu ikatan ruhani dan menjadi mulia dari pada tingkat kebinatangan yang cuma menjalin cinta syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri sesunguhnya adalah ketenangan jiwa, kasih sayang, dan memandang. 3. Pernikahan sebagai perisai diri manusia. Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari pelangaran-pelangaran yang di haramkan dalam agama. Karena menikah memperbolehkan masingmasing pasangan melakukan hajat biologisnya secara halal dan mubah,
pernikahan
tidak
membahayakan
bagi
umat,
tidak
19
menimbulkan kerusakan, tidak berpengaruh dalam membentuk sebab-sebab kebinatangan, tidak menyebabkan tersebarnya kefasikan, dan tidak menjerumuskan para pemuda dalam kebebasan. 4. Melawan hawa nafsu. Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melaukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak dan mendidik mereka. Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri dengan usaha yang optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama. Semua manfaat pernikahan di atas tergolong perbuatan yang memiliki keutamaan yang agung. Tanggung jawab laki-laki terhadap rumah tangganya adalah tanggung jawab kepemimpinan dan kekuasaan. Istri dan anak-anak adalah keluarga yang dipimpin. Keutamaan memimpin sangatlah agung. Tidak rasional jika disamakan seseorang yang sibuk mengurus diri sendiri dengan orang yang sibuk mengurus dirinya dan diri orang lain. 7 Tujuan perkawinan menurut perundangan. Dalam pasal 1 UU no. 1-1974 dikatakan bahwa yang menjadi tujuan perkawinan sebagai suami istri adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.Selanjutnya dijelaskan bahwa suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. 7
Abdul Azis Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 39-41.
20
Pembentukan keluarga yang bahagia itu erat hubungannya dengan keturunan, di mana pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orang tua, yang demikian menjadi tujuan perkawinan menurut perundangan adalah untuk kebahagiaan suami istri, untuk mendapatkan keturunan dan menegakkan keagamaan, dalam kesatuan keluarga yang bersifat parental (ke-orang-tua-an). Hal mana berarti lebih sempit dari tujuan perkawinan menurut hukum adat yang masyarakatnya menganut sistem kekerabatan (ke-bapakan) seperti orang batak, lampung, bali, dsbnya dan sistem kekerabatan yang bersifat martilinial (ke-ibu-an) seperti orang minangkabau, dan berbagai suku lainnya, yang masih kuat ikatan kekerabatan, serta dalam sistem ketetanggan yang bersifat bilateral (kekeluargaan pihak ayah dan pihak ibu) di daerah-daerah8 Faedah yang terbesar dalam pernikahan ialah menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah dan kebinasaan. Perempuan dalam sejarah digambarkan sebagai makhluk yang sekedar menjadi pemuas hawa nafsu kaum laki-laki. Perkawinan ialah perantara yang memyebabkan seorang perempuan mendapat perlindungan dari suaminya, keperluan hidupnya wajib di tanggung oleh suaminya. Pernikahan juga berguna sebagai memelihara kerukunan anak cucu (keturunan) sebab kalau tidak dengan nikah, anak yang dilahirkan tidak deketahui siapa yang akan
8
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 21-22.
21
mengurusnya
dan siapa
yang
bertanggung
jawab menjaga dan
mendidiknya. 9 Secara material, sebagaimana yang dikatakan oleh Sulaiman Rasyid, tujuan pernikahan yang dipahami oleh kebanyakan pemuda dari dahulu sampai sekarang, di antaranya: a. Mengharapkan harta benda b. Mengharap kebangsawanannya c. Ingin melihat kecantikkannya d. Agama dan budi pelertinya yang baik 10
4. Hikmah pernikahan Pernikahan merupakan pintu gerbanag kehidupan yang wajar atau biasa dilalui umumnya umat manusia, di mana-mana di seluruh plosok bumi ini, banyak laki-laki dan perempuan yang hidup sebagai suami istri. Apabila mengakui bahwa keluarga yang kokoh merupakan syarat penting bagi kesejahteraan masyarakat, kita harus mengakui pula pentingnya langkah persiapan untuk membentuk sebuah keluarga.11
5. Hukum Nikah Dalam Islam, hukum pernikahan adalah sunnah.Tapi dapat menjadi wajib, makruh, atau bahkan haram. Sunnah apabila orang dilihat dari 9
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 19.
10 11
Ibid. Ibid, hlm. 127.
22
jasmaniahnya sudah memungkinkan untuk kawin dan dari segi materi sudah mempunyai biaya hidup, maka bagi orang yang demikian itu sunnahlah baginya untuk kawin. kalau dia kawin akan mendapat pahala sedang kan tidak kawin dia tidak berdosa dan tidak mendapat apa-apa. Wajib apabila dilihat dari segi biaya hidup sudah mencukupi dan dari segi dan dari segi jasmaniahnya sudah sangat mendesak untuk kawin, sehinga jika tidak dikawinkan akan terserumus dalam penyelewengan, maka bagi orang yang seperti itu wajib baginya untuk kawin, kalau dia kawin akan mendapat pahala dan jika tidak kawin ia akan mendapat dosa. Makruh apabila orang dilihat dari jasmaniahnya sudah wajar untuk kawin, tetapi belum sangat mendesak sedang biaya untuk kawin belum ada, sehinga jika kawin akan mensengsarakan hidup istri dan anakanaknya, maka bagi orang yang demikian iti makruhlah hukumnya jika kawin, jika dia kawin tidak berdosa dan tidak dapat pahala, tetapi kalau dia tidak kawin mendapatkan pahala. Haram apabila seorang itu mengawini hanya bermaksud untuk menganiaya,maka haramlah untuk kawin. Demikian juga apabila seorang baik dari laki-laki atau perempuan,yang mengetahui punya penyakit atau kelemahan yang tidak bisa melaksanakan tugasnya sebagai suami/istri dalam perkawinan, sehinga mengakibatkan salah satu pihak menderita. 12
12
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hlm. 20-21.
23
6. Rukun dan syarat nikah Sebagaimana diketahui bahwa rukun dan syarat harus terpenuhi demi terlaksananya siatu perbuatan. Rukun adalah suatu yang harus ada untuk sahnya suatu perbuatan dan menjadi bagian dari perbuatan tersebut. Dalam Kompilasi Hukum Islam, rukun nikah terdapat dalam bab lV bagian kesatu pasal 14 yang menyebutkan; “untuk melaksanakan perkawinan harus ada: (a) calon suami, (b) calon istri, (c) wali nikah, (d) dua orang saksi, (e) ijab dan Kabul. Rukun nikah terakhir, yaitu Ijab dan Kabul, merupukan rukun yang paling pokok. Demikian pula Sayyid Sabiq menggatakan bahwa rukun paling pokok dalam perkawinan, ridanya laki-laki dan perempuan dan persetujuan mereka untuk mengikat hidup berkeluarga, Karena perasaan rida bersifat kejiwaan yang tak dapat dilihat dengan kasat mata, harus ada perlambang yang tegas untuk menunjukkan kemauan mengadakan ikatan bersuami-istri. Perlambang itu diutarakan dengan kata-kata kedua belah pihak yang mengadakan akad. Pernyataan pertama
sebagai
menunjukkan
kemauan
untuk
membentuk hubungan suami istri disebut “ijab”.dan pernyataan kedua yang di nyatakan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya untuk menyatakan rasa rida dan selanjutnya disebut “Kabul”. 13 Menurut syariat Islam, setiap perbuatan hukum harus memenuhi dua unsur, yaitu rukun dan syarat, rukum ialah unsur pokok dalam setiap 13
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hlm. 204.
24
perbuatan hukum, sedang syarat ialah unsure pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Apabila kedua unsur ini tidak dipenuhi, maka perbuatan itu dianggap tidak sah menurut hukum. Demikian pula untuk sahnya suatu pernikahan harus dipenuhi rukun dan syarat. a. Rukun nikah 1. Calom mempelai laki-laki dan perempuan 2. Wali dari calon mempelai perempuan 3. Doa orang saksi (laki-laki) 4. Ijab dari wali calon mempelai perempuan atau wakilnya 5. Kabul dari calon mempelai laki-laki atau wakilnya14 b. Syarat sah nikah Syarat sah nikah adalah hal yang apabila tidak terpenuhi salah satunya maka pernikahannya tidak sah. Para ulama berbeda pendapat dalam syarat-syarat sah nikah, ada sebagian ulama yang memasukkan rukun ke dalam syarat, begitu juga sebaliknya.Akan tetapi, ada pendapat mayoritas dalam hal ini tentang syarat nikah. Berikut saya sebutkan poin-poinnya. Syarat sah nikah menurut syariat Islam ada lima 1. Syarat calon pengantin pria sebagai berikut a. Beragama Islam b. Terang prianya (bukan banci) 14
Badan Kesejahteraan Masjid, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, (Jakarta: 1991/1992), hlm. 18-19.
25
c. Tidak dipaksa d. Tidak beristri empat e. Bukan mahram bakal istri f. Mengetahui bakal istri tidak haram dinikahinya g. Tidak dalam ihram haji maupun umroh 2. Syarat calon pengantin wanita a. Beragama Islam b. Terang wanita c. Telah member izin kepada wali nikahnya d. Tidak bersuami dan tidak dalam masa iddah e. Bukan mahram bakal calon suaminya f. Belum pernah di li’an oleh bakal suami g. Terang orangnya h. Tidak sedang ihram haji dan umroh 3. Wali nikah a. Bergama Islam b. Baligh c. Berakal d. Tidak dipaksa e. Jelas lelakinya f. Adil (bukan fisik) g. Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh h. Tidak rusak akal pikiranya karena tua atau sebagainya
26
4. Syarat saksi a. Baraga Islam b. Baligh c. Laki-laki d. Berakal e. Adil f. Mendengar (tidak tuli) g. Melihat (tidak buta) h. Bias bercakap-cakap (tidak bisu) i.
Tidak pelupa
j.
Menjaga harga diri
k. Mengerti maksud ijab dan qabul l.
Tidak merangkap sebagain wali
5. Ijab dan qabul Ijab dan qabul harus terbentuk dari asal kata “inkah” atau “tazwij” atau terjemahannya dari kedua kata tersebut, yang dalam bahasa Indonesia berarti “menikahkan” Contoh: a. Ijab dari calonm mempelai perempuan :”hai pulan aku nikahkan pulan,
anak
saya
(maharnya)…………..
dengan
engkau
dengan
mas
kawin
27
b. Kabul dari calon mempelai laki-laki :”aku trima nikahnya …… dengan mas kawin ……15 Mahar adalah pemberian pihak laki-laki kepada pihak perempuan berupa harta atau manfaat karena adanya ikatan perkawinan, bentuk dan jenisnya mahar tidak ditentukan dalam hukum perkawinan Islam, tetapi kedua mempelai dianjurkan untuk bermusyawarah untuk menyepakati mahar yang ditawarkan oleh pihak mempelai pria, bentuk dan jenisnya dapat di tetapkan oleh kedua belah pihak. Mahar bukanlah pembayaran yang seolah-olah menjadikan perempuan yang hendak dinikahi telah dibeli seperti barang. Pemberian mahar dalam syariat Islam dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat derajat kaum perempuan yang sejak zaman jahiliah telah diinjakinjak harga dirinya. Dengan adanya mahar, status perempuan tidak dianggap sebagai barang yang di jual belikan. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa salah satu usaha Islam dalam meperhatikan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak untuk memegang urusanya. Pada zaman jahiliah hak-hak wanita dihilangkan dan disiasiakan, sehinga perempuan tidak berhak memegang harta bendanya sendiri atau walinya dengan semena-mena menghabiskan hak-hak kekayaannya. Adanya hak mahar bersamaan pula dengan hak-hak, sebagaimana adanya hak waris dan hak menerima waris. 16
15
Badan Kesejahteraan Masjid, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, (Jakarta: 1991/1992), hlm. 19-20. 16 Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 1, (Bandung; Pustaka Setia, 2001),hlm. 262.
28
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 30 “Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak”. Walaupun membayar mahar hukumnya wajib, tapi mahar disini tidak termasuk dalam rukun dan syarat dalam perkawinan, berdasarkan pasal 34 “kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dan syarat dalam perkawinan.
7.
Pernikahan yang dilarang (mahram) Menurut syari’at Islam, pernikahan yang dilarang ada 10,yaitu karena: 1.
Hubungan darah terdekat (nasab)
2.
Hubungan persusuan (radha)
3.
Hubungan persemendaan (mushaharah)
4.
Talak bain kubra
5.
Permaduan
6.
Poligami
7.
Li’an
8.
Masih bersuami/dalam idah
9.
Perbedaan agama
10. Ihram haji/umroh a) Larangan nikah tersebut dapat digolongkan kepada: 1. Larangan untuk selamanya ialah larangan karena: a. hubungan darah terdekat
29
b. hubungan persusuan c. hubungan persemendaan d. li’an 2. Larangan untuk sementara a. Talak bain kubra
b. Permaduan c. Poligami d. Masih bersuami/dalam idah e. Perbedaan agama f. Ihram haji/umroh b) Hubungan darah terdekat. Seorang pria dilarang menikah dengan a. Wanita yang menurunkannya Ibu dan nenek (baik melalui ayah maupun ibuk b. Keturunan wanita, yaitu Anak wanita dan cucu/cicit (dari keturunan anak pria dan keturunan anak wanita) c. Wanita dari keturunan ayah dan wanita dari keturunan ibu, yaitu : Saudara kandung, saudara seayah dan sauara seibu 1) Kemenakan, yaitu anak saudara kandung,anak saudara seayah dan anak saudara seibu 2) Cucu/cicit kemenakan, yaitu cucu/cicit dari ketiga saudara di atas tersebut
30
d. Wanita saudara dari yang menurunkan,yaitu : 1) Saudara ayah sekandung,seayah dan seibu 2) Saudara seibu sekandung,seayah dan seibu 3) Saudara kakek/nenek dari keturunan ayah/ibu sekandung atau seayah atau seibu Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa seorang pria dilarang menikah dengan seorang wanita : 1. Dalam garis lurus ke atas dan dalam garis lirus ke bawah dari keturunan ayah dan keturunan ibu tanpa batas 2. Dalam garis keturunan menyanping lurus keatas dan lurus ke bawah dari keturunan ayahnya dan dari keturunan ibu tanpa bats 3. Anak-anak dari kakek/nenek, sedangan cucut/cicit dari kakek sudah boleh dinikahi c) Hubungan susuan Seorang wanita yang menyusui seorang anak yang berumur dua tahun kebawah dan sekurang-kurangnya lima kali susuan, anak tersebut dinamakan anak susuan. Sedangkan wanita yang menyusui dan suaminya disebut ibu dan ayah susuan. Larangan pernikahan karena persusuan sama dengan larangan nikah karena hubungan darah terdekat. Oleh karena itu seorang peria dilarang menikah. 1. Ibu susuan: a. Yang menyusui ibu susuan
31
b. Yang menyusui ayah susuan c. Yang menurunkan ibu susuan d. Yang menurunkan ayah susuan 2. Anak susuan a. Anak susuan dari anak pria/cucu pria b. Anak susuan dari anak wanita/cucu wanita c. Keturunan anak susuan d. Keturunan susuann dari anak susuan 3. Saudara susuan a. Anak susuan dari ibu b. Anak susuan dari ayah, yaitu yang menyusui kepada istri ayah, karena air susu yang disusi itu milik ayah c. Anak susuan dari ibu susuan d. Anak dari ayah susuan 4. Kemenakan susuan atau cucu/cicit kemenakan susuan, yaitu a. Keturunan nasab dari kelima saudara susuan tersebut 3 di atas b. Keturunan susuan dari kelima saudara susuan tersebut 3 di atas c. Anak susuan dari saudara perempuan d. Anak susuan dari saudara pria e. Keturunan nasab dari anak susuan saudara wanita dan saudara pria f. Keturuan susuan dari anak susuan saudara pria 5. Bibi susuan yaitu a. Saudara wanita (saudara nasab) dari ibu susuan
32
b. Saudara wanita (saudara susuan) dari ibu susuan c. Saudara wanita ( baik nasab maupun susuan ) dari pria yang menurunkan ayah susuan dan dari wanita yang menurunkan ibu susuan. d) Hubungan persemendaan Seorang pria dilarang nikah dengan : a) Ibu/nenek tiri, yaitu b) Bekas istri ayah c) Bekas istri ayah susuan d) Bekas istri yang menurunkan ayah e) Bekas istri yang menurunkan ayah susuan f) Menantu/cucu menantu, yaitu g) Bekas istri ayah h) Bekas istri ayah susuan i) Bekas istri keturunan ayah j) Bekas istri keturunan ayah susuan e) Ibu/nenek mertua, yaitu a) Ibu tiri b) Ibu susuan tiri c) Ibu yang menurunkan ibu tiri d) Ibu yang menurunkan ibu susuan tiri f) Anak/cucu tiri, yaitu : a) Anak dan cucu dari istri
33
b) Anak susuan dan cucu susuan dari istri Larangan menikah dengan anak tiri tidak berlaku, apabila ia belum mengadakan hubungan langsung dengan ibu dan anak tiri tersebut. Jadi apabila ada seorang pria menikahi seorang wanita bernama A umpamanya, kemudian A ini meningal dunia atau di cerai sebelum mengadakan hubungan kelamin, maka anak dari A ini boleh di nikahi oleh pria tersebut. Yang di maksud dengan anak tiri adalah anak bawaan istri dan suaminya dahulu atau anak bawaan suami dari istrinya dahulu ke dalam suatu perkawinan baru kemudian. g) Li’an (sumpah) Seorang suami yang menyumpah li’an kepada seorang isti, maka seketika itu putuslah pernikahannya antara suami dan istri tersebut dan dilarang lagi bagi suami menikahi kembali atau rujuk kepada bekas istri itu untuk selama-lamanya. Yang di maksud dengan li’an ialah sumpah seorang suamin di hadapan hakim yang berwenang (pengadilan agama) yang menperkuat tuduhannya bahwa istrinya telah melakukan perzinaan. Sumpah ini diucapkan empat kali berturut-turut dan di akhiri dengan kalimat yang bermaksud semoga Allah melaknatnya apabila ia tidak benar dalam tuduhannya.
34
h) Talak bain kubra Seorang peria dilarang menikah kembali atau merujuk istri yang sudah di talak dengan talak bain kubro, yaitu talak tiga baik sekaligus maupun berturut-turut. Larangan ini tidak berlaku lagi, apabila istri tersebut telah menikah dengan sah oleh pria lain, dan telah mengadakan hubungan kelamin, kemudian diceraikan dan telah habis juga iddahnya. Yang di maksud dengan talak tiga sekaligus ialah menjatuhkan talak tiga dengan satu ucapan. Umpamanya seorang suami berkata kepada istri, ”saya talak kamu dengan talak tiga”. Adapun talak tiga berturut-turut 1. Mula-mula ditalak dengan talak satu, kemudian dirujuk atau dinikahi lagi. Kemudian ditalak yang kedua kalinya dengan talak satu, selanjutnya dinikahi atau dirujuk lagi dan kemudian ditalak lagi dengan talak satu. 2. Mula-mula ditalak dengan talak satu, kemudian dirujuk atau dinikahi lagi, selanjutnya ditalak untuk yang kedua kalinya dengan talak dua. 3. Seperti angka 2 di atas, hanya pertama-tama dijatuhkan tidak dua kemudian untuk yang kedua kalinya dijatuhkan talak satu. 4. Mula-mula ditalak dengan talak satu. Selama masih dalam masa iddah ditalak lagi dengan talak satu. Dan selama idah belum habis ditalak lagi dengan talak satu, atau mula-mula ditalak dengan talak satu, kemudian selama masih dalam iddah ditalak lagi dengan talak dua atau sebaliknya.
35
Menurut Ibnu Abbas (sahabat nabi) di zaman Rasulullah dan Khalifah Abu Bakar masih hidup dan dua tahun pemerintahan Khalifah Umar bi Khattab, “talak tiga sekaligus jatuh satu bukan tiga”.Demikian dengan pengadilan di Indonesia. Karenanya
menurut
pendapat
ini,
seorang
suami
yang
menjatuhkan talak tiga sekaligus dengan satu kali ucapan diperbolehkan untuk rujuk kembali kepada istrinya. i) Permaduan Seorang pria dilarang memperistri dua orang bersaudara dalam waktu bersamaan, yaitu a. Dua orang wanita (kakak-adik) karena hubungan darah terdekat (nasab) b. Seorang wanita dengan bibinya (saudara wanita dari ibu istrinya atau saudara wanita dari bapaknya) baik karena hubungan darah terdekat atau karena hubungan susuan. c. Seorang wanita dengan seorang wanita dari kakek atau dari nenek istrinya, baik karena hubungan darah terdekat atau karena hubungan susuan. Apabila larangan ini dilangar maka yang batal adalah yang kedua j) Poligami Seorang pria dalam keadaan beristri empat orang dilarang melakukan pernikahan kelima. Apabila larangan ini dilangar, maka pernikahan yang kelima menjadi batal (karena hukum)
36
Istri yang telah diceraikan dengan talak raj’i dan masa iddahnya belum habis, maka dalam hubungan larangan ini, istri tersebut masih dianggap sebagai istri. Karenanya, apabila pria tersebut menceraikan salah satu dari keempat istrinya dengan talak raj’i selama iddah dari istri tersebut belum habis maka pria tersebut tetap dianggap masih mempunyai empat istri dan dilarang melakukan pernikahan yang kelima. Menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974, untuk berpoligami bagi Islam harus dengan izin pengadilan. k) Masih bersuami/dalam iddah Kata iddah memiliki arti ialah bilangan atau hitungan, misalnya harta atau hari jika dihitung satu per satu dan jumlah keseluruhan, iddah wanita berati hari-hari kesucian wanita dan pengkabungannya terhadap suami. Dalam istilah fuqaha iddah adalah masa menunggu wanita sehingga halal bagi suami lain. 17 Macam-macam iddah: 1. Iddah wanita haidh, bagi perempuan yang haidh memiliki iddah selama tiga kali quru 2. Iddah perempuan yang tidak haidh (menopaus), bagi perempuan yang tidak haidh maka iddahnya selama tiga bulan. Hal itu dibenarkan untuk wanita kecil yang belum baliqh dan perempuan yang tidak haidh, baik haidh masih berlangsung ataupun terputus haidhnya setelahnya
17
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Munakahat, (Jakarta: AMZAH, 2014), hlm, 318.
37
3. Iddah perempuan hamil, masa iddahnya ialah sampai selesai kandungannya atau sampai melahirkan 4. Iddah perempuan yang ditinggal mati suaminya, iddahnya selama empat bulan sepuluh hari selama ia tidak hamil 5. Iddah perempuan yang belum bercampur dengan suaminya, jika istri belum disetubuhi kemudian dicerai maka ia tidak memiliki iddah. 18 Lalu seorang pria dilarang menikah dengan : a. Seorang wanita yang masih dalam ikatan pernikahan b. Seorang wanita yang masih dalam iddah. l) Perbedan agama Seorang pria beragama Islam dilarang menikah dengan seorang wanita yang bukan beragama Islam, demikian pula sebaliknya seorang wanita yang beragama Islam dilarang menikah dengan seorang pria yang bukan beragama Islam. Namun demikian seorang pria beragama Islam diperbolehkan menikah dengan wanita ahli kitab, yaitu wanita yang beragama yahudi atau nasrani. m) Ihram haji / umroh. Seorang yang sedang melakukan ihram haji atau umroh, baik pria maupun wanita dilarang melakukan akad nikah. Pernikahan yang melanggar larangan-larangan tersebut di atas dinyatakan tidak sah atau batal menurut hukum.19
18
Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga, (Jakarta: AMZAH, 2012), hlm. 351-357.
38
B. Tentang Perzinaan 1. Pengertian Zina Zina menurut penulis buku ini Neng Djubaidah, adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan perempuan yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah secara syariat Islam, atas dasar suka sama suka antara kedua belah pihak, tanpa keraguan dari pelaku atau pelaku zina bersangkutan. 20 Menurut makna syara dan bahasa, adalah seorang laki-laki menyetubuhi perempuan melalui qubul (vagina atau kemaluan) yang bukan dengan istrinya, tanpa melalui perkawinan 21 Para mufasir dari tim pentashih mushal Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, merumuskan “perbuatan zina adalah hubungan kelamin yang dilakukan oleh pria dan wanita di luar pernikahan, baik pria maupun wanita itu sudah melakukan hubungan kelamin yang sah dan bukan karna kekeliruan22 Zina yaitu hubungan badan yang diharamkan dan disengaja oleh pelakunya dan termasuk perbuatan yang sangat keji, bahkan tidak ada satu agamapun yang menghalalkan zina, maka dari dari itu zina sangat dilarang dan aka dapat sangsi yang berat bagi orang yang melakukannya Maka dari itu zina sangat dilarang oleh agama dan undang-undang 19
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 1, (Bandung; Pustaka Setia, 2001),hlm. 22-28
20
Neng Djubaidah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia di Tinjau
Dari Hukum Islam, (Jakarta; kencana Prenada Media Group, 2010), hlm, 119. 21
Ibid.
22
Ibid, hlm. 120.
39
2. Larangan zina Larangan hubungan seksual yang dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana zina atau jarimah zina, selain zina itu dilakukan oleh orang yang masih terikat perkawinan, baik salah seorang pelaku zina atau keduaduanya, menurut KUHP, juga termasuk orang yang melakukan persetubuhan dengan seorang perempuan yang sedang dalam keadaan pingsang atau tidak berdaya, sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 286 KUHP.23 Zina dapat merusak dan menghancurkan tatanan keluarga dan dapat memutus hubungan suami istri. Zina merupakan bentuk penyajian pendidikan yang sangat buruk bagi anak, sehimga dari hal itu, bisa jadi si anak
akan
menjadi
anak
gelandangan,
anak
yang
melakukan
penyimpangan terhadap aturan yang ada, dan anak yang melakukan tindak kriminal. 24 Zina merupakan hubungan sesat yang ketika hubungan itu berakhir, maka tidak ada adminitrasi apapun yang harus diselesaikan. Karena itu ia sama saja perbuatan yang dilakukan oleh binatang yang semestinya dapat dihindari oleh manusia yang mana sebagai mahkluk yang paling mulia.25 23
Neng Djubaidah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia di Tinjau
Dari Hukum Islam, (Jakarta; kencana Prenada Media Group, 2010) ,hlm, 66. 24
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, terj. Ahmad Zulfikar dan Muhammad khoyrurijal, (Depok
Jawa Barat: Keira Publishing, 2015), hlm. 54. 25
Sayyid Sabiq, fiqih sunnah 4, terj. Ahmad Zulfikar dan Muhammad khoyrurijal, (Depok
Jawa Barat: Keira Publishing, 2015), hlm.54
40
Zina telah ditetapkan memiliki bahaya yang sangat besar yang tidak diragukan lagi dan merupakan dominan penyebab kerusakan moral, selain itu ia dapat mengakibatkan tersebarnya banyak penyakit dan mendorong laki-laki untuk terus membujang, serta hanya mencari pacar karena itu. Ia merupakan faktor terbesar terjadinya keruakan, tindakan melampaui
batas,
prostitusi,
serta
banyak
terjadinya
banyak
kejahatan.26Maka dari itu Islam sangat melarang melakukan perbuatan zina, karen zina itu suatu perbuatan yang keji. Tidaklah
heran
jika
kita
dapati
bahwa
semua
agama
mengharamkan dan memerangi perzinaan. Terakhir adalah agama Islam, yang dengan sangat keras melarang dan mengancam palakunya. Demikian itu karena zina menyebabkan simpang siurnya keturunan, terjadinya kejahatan terhadap keturunannya, dan berantakannya keluarga. Bahkan hingga menyebabkan tercabutnya akar kekeluargaan, menyebarnya penyakit menular, merajalelanya nafsu, dan maraknya kebobroknya moral. 27 Firman Allah dalam Al Qur’an:
(QS. 17 Al Israa: 32).
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
26
Neng Djubaidah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia di Tinjau
Dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010) Hlm. 54. 27
Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam, (Solo: Era Intemedia, 2000) hlm. 215.
41
Begitu jelas maksud dari ayat tersebut, bahwasanya mendekati zina saja dilarang apalagi kalau sampai melakukannya. Segala sesuatu yang merangsang nafsu birahi dan membuka fitnah terhadap laki-laki dan perempuan, menggoda dan membangkitkan atau memudahkan terjadinya perbuatan keji, semua itu dilarang oleh Islam, demikian itu dalam menutup rapat-rapat
pintu
yang
menuju
kearahnya,
sekaligus
merupakan
pencegahan dini bagi kerusakan yang mungkin terjadi28
3. Mencegah Faktor-faktor Yang Dapat Mengakibatkan Perbuatan Zina 1. Larangan bagi perempuan untuk menghentak-hentak kakinya. Allah menghalangi perempuan dari perbuatan memukul kakinya, sekalipun menghentakkan kaki itu sendiri itu boleh, supaya perbuatan semacam itu tidak menjadi sebab yang membuat orang lailaki mendengarkan dan suara hentakan gelang perhiasan itu membangkitkan birahinya kepada perempuan. Yang dilarang ini termasuk sarana dan tanda adalah mencegah (bersifat preventif) tindakan yang dilarang sesuai yang dipahami Ibnu Qayyim. Pendapat ini sejalan dengan ahli tafsir. Pada masa jahiliyah dulu, jika seorang perempuan berjalan di suatu jalan dan di kakinya terdapat gelang yang tidak diketahui oleh laki-laki. Karena itu, dia menghentakkan kakinya ke tanah hingga laki-laki mendengarnya secara jelas. Untuk itu Allah SWT mencegah perempuan mukmin
28
Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam, (Solo; Era Intemedia, 2000), hlm. 215.
42
untuk berbuat seperti itu, termasuk bagi perempuan yang perhiasannya tersembunyi yang bias saja diperlihatkan dengan cara menggerakgerakkan. Larangan ini termasuk dalam firman Allah SWT, “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang sembunyi”, (Qs, An-Nur [24]; 31) 2. Perintah menundukkan pandangan Ibnu Qayyim memperlihatkan ketamaan yang melekat pada adzdzariah. Karena itu, kemudian ia membicarakan persoalan yang ditimbulkan dari penglihatan yang gelap dan niat jahat jika seseorang memiliki kepercayaan atau iman yang tipis kepada dzat yang maha pemurah.
Dia
banyak
menyumbangkan
pikiran-pikiran
untuk
membentengi diri dari perbuatan yang dilarang oleh Allah. 3. Larangan berduan dengan perempuan yang belum mahramnya Mengenai hal itu, Ibnu Qayyim mengatakan bahwa Rasullulah SAW melarang berduan dengan perempuan yang bukan muhramnya sekalipun dalam konteks belajar Al Qur’an. Dia juga berkata, Rasulullah SAW melarang laki-laki masuk ke rumah perempuan, sebab itu merupakan salah satu faktor yang sudah jelas dapat mengakibatkan perbuatan zina. Larangan ini hasil kesepakatan ijma, sekalipun perbuatan yang dilarang itu terjadi dalam melakukan kebaikan dan perbuatan mulia seperti membaca Al Qur’an dan mengajarkan ilmu pengetahuan, Ijma ini telah disepakati oleh Ibnu Hajar dan Asy-Syaukani.
43
4. Larangan berpergian bagi seorang perempuan tanpa muhrim Ibnu Qayyim mengatakan bahwa Rasulullah SAW melarang perempuan untuk bepergian tanpa muhrimnya. Sebab jika hal itu dilakukan, maka akan mengundang terjadinya perbuatan keji dan tindak kejahatan. 5. Larangan perempuan keluar dengan berhias diri Dalam hal ini Ibnu Qiyyam mengatakan bahwa perempuan dilarang memakai wewangian jika pergi ke masjid sebab tindakan itu adalah
keburukan
yang
bisa
mendorong
kecenderungan dan
terpikatnya laki-laki kepadanya. Karena aroma, hiasan, postur tubuh, terlihatnya kecantikannya dapat mendatangkan keburukan, maka Rasulullah SAW memerintahkan supaya perempuan keluar dengan aroma biasa dan tidak berhias diri dan semua itu demi menghilangkan keburukan dan melindungi dari kerusakan. 6. Larangan seorang istri menggambarkan sosok perempuan lain di depan suaminya. Dalam hal ini, dia mengatakan Rasulullah SAW melarang seorang perempuan menceritakan perihal perempuan lain kepada suaminya hingga suaminya membayangkan dalam sosok istrinya. Hal itu jelas demi menghilangkan keburukan dan melindungi dari kerusakan yang dapat terjadi di dalam hati dan kecondongan suaminya kepada sifat tersebut dapat berupa keadaan bentuk badan perempuan di dalam dirinya. Berapa banyak orang yang menyukai perempuan
44
lainnya hanya berdasarkan sifatnya belaka, padahal ia belum pernah bertemu sebelumnya. 7. Perintah memisahkan anak-anak dari tempat tidur. Dalam hal ini, Ibnu Qayyim mengatakan: Rasulullah SAW memisahkan tempat tidur anak-anaknya dan tidak membiyarkan anak laki-laki tidur dengan anak perempuan di satu kasur. Sebab hal itu kadang menjadi keburukan yang ditimbulkan godaan syetan di antara keduanya: yang bisa menyebabkan terjadinya perbuatan yang dilarang karena bersatunya dalam tempat tidur, apalagi dalan kurun waktu yang lama. Anak laki-laki kadang bersenda gurau ketika hendak tidur dengan anak perempuan dan anak perempuan bersenda gurau ketika hendak tidur dan berpindah ke sisi anak laki-laki pada saat anak lakilaki itu tidak merasa. Semua itu juga merupakan upaya menghilangkan keburukan. 8. Larangan syiya Ibnu Qiyyam mengatakan.Rasulullah SAW melarang tindakan syiya; yaitu membangga-banggakan hubungan seks suami istri di hadapan orang lain, sebab perbuatan itu merupakan keburukan dalam memperlakukan diri dan selera. Kadang ada sepasang laki-laki yang sebelumnya terpenuhi untuk memperoleh yang halal kemudian dia tertarik kepada yang haram. Orang-orang yang tampil glamor jauh dari ampunan Allah sehingga mereka berbicara dengan tindakan yang dinilai sebagai tindakan penyimpangan (al-ma’ashi). Karena itulah
45
akan timbul kerusakan-kerusakan secara meluas yang hanya diketahui oleh Allah SWT.29
4. Sanksi atau hukuman zina Pelaku zina adakalanya orang-orang yang belum menikah, bujang dan perawan (ghairu muhshan) dan adakalanya adalah orang-orang yang sudah menikah (muhshan). Tiap-tiap mereka sudah ada ketentuan hukum atau perbuatan yang mereka lakukan. Ada dua jenis jarimah zina, yaitu zina muhshon dan zina ghairu muhshon. Zina muhshon ialah zina yang pelakunya bersetatus suami, istri, duda, atau janda. Artinya si pelaku adalah orang yang masih dalam status perkawinan atau pernah menikah secara sah. Sementara itu, zina yang pelakunya masih bersetatus perjaka atau gadis (ghairu muhshan). Artinya, si pelaku belum pernah menikah secara sah dan tidak sedang berada dalam ikatan pernikahan. Terhadap kedua jenis jarimah perzinaan di atas, syarat Islam memberlakukan dua jenis sanksi yang berlainan, sanksi bagi pelaku zina muhshan adalah hukuman rajam, yaitu si pelaku dilempari batu hingga meninggal. Adapun pelaku zina ghairu muhshan, sanksi hukumannya adalah hukuman cambuk sebanyak seratus kali30 1. Sanksi bagi pezina yang belum menikah
29
Abu Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, terj. Khairul Amru Harahab dan Faisal Saleh, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2014), hlm. 40-45. 30 Nurul Irran, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Amzah 2014) hlm. 61.
46
Fuqaha sepakat bahwa hukuman bagi pezina bujang dan perawan merdeka adalah hukuman cambuk sebanyak seratus kali cambukan, baik itu diberikan kepada bujang maupun perawan yang melakukan perbuatan haram itu. Hal itu sesuai dengan firman Allah;
(Qs An-nur [24]: 2).
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Ayat inilah yang secara eksplisit menyebutkan adanya sanksi cambuk bagi pelaku jarimah zina ghairu muhshan. Dalam ayat ini tidak hanya disebutkan tentang jumlah cambukan, tetapi teknis pelaksanaanya, seperti tidak boleh berbelah kasihan kepada pelaku dan proses eksekusi disaksikan oleh kaum muslim agar efek jera dapat dirasakan serta menjadi pelajaran bagi pihak lain. Akan tetapi mengenai hukuman pengasingan, ulama berbeda pendapat, apakah kedua hukuman tersebut diberlakukan secara bersama-sama atau tidak.Masalah ini dijelaskan oleh Al-Juzairi yang dikutip dari Nurul Irfan, sebagaimana berikut. a. Mazhab Maliki
47
Ulama Mahzab Maliki berpendapat bahwa seorang perjaka merdeka yang melakukan tindak pidana zina harus dikenai hukuman pengasingan
setelah
terlebih
dahulu
dicambuk
seratus
kali.
Pengasingan ini harus dilakukan di suatu tempat yang jauh dari tanah airnya, kurang lebih sama dengan jarak masafah al-qashr selama satu tahun. Adapun bagi gadis yang telah melakukan tindak pidana zina, hukuman pengasingan tidak berlaku, kalau gadis dihukum dengan pengasingan, dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah yang akan mengakibatkan munculnya berbagai pengaruh negatif yang lain. Di samping itu, syariat Islam juga melarang wanita untuk berpergian sendirian tanpa mahramnya. Oleh karena itu, gadis pezina harus tetap tingal di rumah dan menjauhkan diri dari khalayak ramai. b. Mazhab Syafi’I dan Hambali Kedua mazhab fiqih ini berpendapat bahwa pelaku zina ghairu muhshan yang kedua-duanya bersetatus merdeka dan dewasa, diperlakukan dua jenis hukuman, yaitu cambuk dan diasingkam sehinga mereka dapat merasakan betapa tidak enaknya akibat tindak pidana yang mereka lakukan karena harus jauh dari keluarga dan tanah airnya. Hukuman seperti inilah yang pernah diberlakukan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, sehinga sebagian ulama mengatakan bahwa ketentuan seperti ini merupakan ijma yang telah diterapkan Umar bin Al-Khathab pernah menjatuhkan hukuman pengasingan bagi
48
pezina ghairu muhshan ke Syam, sementara Usman sampai ke Mesir, dan Ali sampai ke Basharh. Mazhab Syafi’I
dan Hambali
memberlakukan
hukuman
pengasingan ini secara sama, baik terhadap perjaka maupun gadis, hanya saja bagi si gadis harus disertai mahram. c. Mazhab Hanafi Berpendapat bahwa dua jenis hukuman pelaku zina ghairu muhsan tidak dapat dicampuradukan. Hal itu karena hukuman pengasingan tidak disebut dalam QS.An-Nur (24) ayat 2. Kalau hukuman
pengasingan
juga
diberlakukan,
berati
pengadakan
penambahan terhadap nash. Adapun hukuman pengasingan hanya ditetapkan oleh hadis ahad, padahal hadis ahad tidak dapat menyempurnakan konsep hukuman had bagi pelaku zina ghairu muhshan. Pendapat mahzab ini bertumpu pada pandangan Imam Abu Hanifah yang berpendapat bahwa hukuman pengasingan ini termasuk jenis hukuman takzir dan erat kaitannya dengan konsep kemaslahatan. Jika asas maslahat tidak diperoleh dari dilaksanakannya hukuman pengasingan, sebaiknya ditanguhkan, bahwa Abu Hanifah berkata, “cukuplah dengan pengasingan itu sebagai fitnah.”Artinya , fitnah hendaknya
dihindari
dengan
cara
meninggalkan
hukuman
pengasingan.31
31
Nurul Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Amzah 2014), hlm. 76-78.
49
Perzinaan
oleh
orang
yang
tidak
terikat
perkawinan
(fornication) dalam KUHP. Larangan fornication tidak diatur secara tegas dalam KUHP, kecuali perzinaan dengan anak yang belum berumur 15 tahun atau anak yang belum waktunya untuk dinikahi, diancam hukuman penjara paling lama 9 tahun, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 287 ayat 1 KUHP. 32 2. Saksi bagi pezina yang sudah menikah Adapun apabila ada orang yang sudah menikah (muhshan) berzina, maka fuqaha sepakat bahwa mereka wajib dirajam hinga mati, selepas dari apakah mereka laki-laki ataupun perempuan. 33 Saksi hukuman rajam bagi pelaku zina muhshan tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-quran, tetapi eksistensinya ditetapkan melalui ucapan dan perbuatan Nabi. Selain itu, hal ini juga diakui oleh ijma sahabat dan tabi’in. Sangat banyak riwayat yang sahih dan mutawatir bahwa Nabi pernah melaksanakan hukuman rajam atas sebagian sahabat, seperti Ma’iz bin Malik dan Al-Ghamidiyah. Begitu pula pada masa Khulafa Ar-Rasyidin melaksanakan hukuman rajam ini. 34
32
Neng Djubaedah, Perzinaan dalam Peraturan Perundang-undangan diI Indonesia Ditinjau
Dari Hukum Islam, (Jakarta, Kencana Media Group, 2010), hlm. 184. 33
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, terj. Ahmad Zulfikar dan Muhammad Khoyrurijal, (Depok
Jawa Barat: Keira Publishing, 2015), hlm. 59. 34
Nurul Irran, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta,
Amzah 2014), hlm. 61.
50
Jumhur ulama telah sepakat bahwa walaupun di dalam AlQur’an tidak disebutkan tentang rajam, hukuman ini tetap diakui eksistensinya, akan tetapai, Ibnu Rusyid mengatakan bahwa ada sekelompok orang yang menolak hukuman rajam ini, ia menyebutkan sebagian firqah min ahl al-ahwa (sekelompok pengikut hawa nafsu). Menurut mereka hukuman bagi pelaku tindak pidana zina, apapun jenisnya, adalah dicambuk35. Perzinaan oleh orang yang terikat perkawinan (adultery) dalam KUHP Pasal 284 menentukan larangan adultery ini, dalam ayat 1, bahwa: Diancam dengan pidana paling lama 9 bulan 1. a) seorang pria yang telah kawin, yang melakukan mukah (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya b) seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah 2. a) seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah terlah kawin b) seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuin olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin pada Pasal 27 BW berlaku baginya. 36 Adapun syarat untuk penjatuhan sanksi bagi pelaku zina : 1. Syarat penjatuhan sanksi bagi pezina yang sudah menikah
35 36
Ibid hlm. 65.
Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-undangan di indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana Media Group, 2010), hlm. 202.
51
a. Hendaknyan si pelaka sudah diberi beban untuk melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan (mukalaf). Dengan kata lain, hendaknya orang yang yang berzina tadi berakal sehat dan baliqh. Adapun apabila dia gila ataupun masih kecil maka ia tidak dikenakan hukuman rajam, tapi dikenakan ta’zir b. Hendaknya orang itu merdeka, karena itu. Apabila ia adalah seorang budak, baik laki-laki maupun perempuan, maka mereka tidak dikenakan hukuman rajam. c. Hendaknya zina itu dilakukan setelah mereka pernah atau masih memiliki ikatan pernikahan yang benar. Dengan kata lain, hendaknya pelaku zina masih atau pernah menggauli istrinya, meskipun ia tidak sampai mengeluarkan air mani, atau meskipun
istrinya haid atau dalam keadaan ihram ketika
persanggaman itu terjadi. Apabila persanggaman itu dilakukan dalam akad nikah yang tidah sah maka ketika itu al-ihsan belum dianggap terjadi. Meskipun hubungan dalam pernikahan yang tidak sah itu dipertahankan, ia tetap tidak meniscayakan terjadinya al-ihsan. Ketentuan di atas berlaku juga bagi laki-laki yang pernah menikah dengan pernikahan yang sah. Lalu dia pernah mengauli istrinya dalam pernikahan itu, kemudian setelah itu terjadi perceraian. Apabila dia berzina ketia ia bersetatus tidak menikah maka dia dikenai hukuman rajam. Begitu juga hal kemudian ia diceraikan oleh suaminya, apabila setelah perceraian
52
itu dia berzina maka ketika itu dia tetap dianggap muhzhan, dan dia wajib menerima hukuman rajam37 2. Sanksi zina berdasarkan kehamilan Jumhur ulam berpendapat bahwa hukuman tidak boleh diajatuhkan apabila bukti yang ada atas kasus perzinaan hanyalah bukti kahamilan. Tetapi, hal itu harus dikuatkan dengan adanya pengakuan atau bukti yang valid, mereka berdalil dengan haditshadits yang menjelaskan bahwa hukuman biasa gugur apabila ada syuhbat didalamnya. Ali r.a. berkata kepada seorang perempuan yang sedang hamil “apakah kamu diperkosa” perempuan itu menjawab “tidak” lalu Ali r.a berkata, “bias jadi, ada seorang laki-laki yang menghamilimu ketika kamu tidur” Mereka(jumhur) berkata, “Al-Atsbat meriwayatkan bahwa Umar r.a pernah menerima laporan dari seorang perempuan yang mengaku mengalami kesulitan untuk tidur pada malam hari. Ketika itu ada seorang laki-laki yang mendatanginya (mengaulinya). Setelah kejadian itu, dia tidak tahu siapa laki-laki itu” Adapun Malik dan pengikutnya berpendapat bahwa jika seorang perempuan hamil, dan dia tidak tahu siapa yang telah menghamilinya, kemudihan ia juga tahu apakah dia diperkosa atau tidak, maka dia (perempuan itu) harus dijatuhi hukuman. Tetapi, 37
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, terj. Ahmad Zulfikar dan Muhammad Khoyrurijal, (Jawa Barat: Keira Publishing, 2015) hlm. 61.
53
apabila dua mengaku bahwa dia diperkosa, maka dia harus mendapatkan bukti yang menunjukan bahwa dia memang diperkosa. 3. Hukuma wanita melahirkan setelah enam bulan menikah Apabila ada seorang perempuan menikah, lalu melahirkan anak setelah enam bulan dari pernikahannya maka dia tidak dijatuhi hukuman zina. Malik berkata, “ada seorang yang menyampaikan kepadaku bahwa Utsman bin Affan r.a mendatangi seorang perempuan yang melahirkan anaknya setelah enam bulan dari usia pernikahannya. Lalu dia memerintahkan agar perempuan itu dirajam”. Kemudian Ali bin Abi Thalib r.a. berkata Utsman r.a., rajam itu tidak ditunjukan kepadanya. Kehamilan biasa terjadi hanya dalam waktu enam bulan. Karena itu, perempuan tadi tidak berhak untuk mendapatkan hukuman rajam. Kemudian Utsman r.a mengutus seorang untuk menyusul perempuan tadi.Tetapi, utusan itu menemukan bahwa perempuan itu telah dirajam. Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap orang yang sudah menikah dalam keadaan hamil, dan disini empat mahdab berpendapat tentang hukum nikah hamil: Hukum nikah hamil menurut empat mahdab
54
1)
Abu Hanifah berpendapat apabila wanita yang dizinai itu tidak hamil, maka sah (boleh) menikahinnya, dengan laki-laki yang tidak menzinainnya/dengan laki-laki yang menzinainya, alasannya adalah bahwa wanita yang dizinainnya tidak termasuk dalam golongan wanita-wanita yang haram untuk dinikahi sebagaimana yang terdapat dalam Al qur’an(Qs An Nisa 22, 23 dan 24), dan bagi wanita tersebut tidak perlu melakukan iddah
2) Imam Malik berpendapat bahwa wanita yang berzina baik atas dasar suka sama suka maupun karna terpaksa, hamil maupun tidak hamil, maka ia wajib istibra. Istibra adalah membersihkan rahim itu tidak untuk menghormati air (sperma) laki-laki pertama, tetapi untuk menghormati air sperma laki-laki kedua, sebab manusia itu tidak berhak atas anak yang lahir dari air spermanya. Begitu juga seorang tidak berhak atas anak apapbila wanita yang dinikahinnya rahimnya tidak dibersihkan, padalal ia telah hamil dari laki-laki pezina. Menurut Imam Malik, menikah adalah suatu kehormatan, agar tetap terhomat hendaklah tidak menimpahkan air seperma dengan cara berzina, sebab dengan berzina akan bercampur yang haram dan yang halal dan akan bercampur juga air yang hina dengan aiar yang mulia. 3) Imam Syafi’i berpendapat sesunguhnnya tidak ada masa iddah bagi bagi wanita berzina, artinya wanita berzina boleh langsung untuk menikah, tanpa melakukan iddah dahulu dan boleh dinikahi oleh
55
laki-laki
yang
menghamili
maupun
laki-laki
yang
tidak
menghamili. 4) Ahmad bin hambali berpendapat bahwa hukumnya tidak sah menikahi wanita yang sudah diketahui berbuat zina. Adapu dasar yang membolehkan nikah dalam keadaan hamil KHI pasal 51 1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. 2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. 3. Dengan dilangsungkannya perkawian pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. 38 Lalu bagaimana dengan setatus anaknya, setatus anaknya tetap sah, seperti halnya yang diterangkan KHI pasal 99. Anak yang sah adalah: a. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah b. Hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.39
38
Kompilasi hukum islam di Indonesia, Pasal 53.
39
Kompilasi hukum islam di Indonesia, Pasal 99.
BAB III GAMBARAN LOKASI PENELITIAN DAN FENOMENA NIKAH HAMIL DI DUSUN KARANGMOJO DESA KARANGMOJO KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR
A. Sekilas Tentang Desa Karangmojo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
1. Monografi Desa Karangmojo Desa Karangmojo masuk dalam
Pemerintahan Kecamatan
Tasikmadu, dengan jarak dua kilometer ke Pemerintahan Kecamatan dan masuk dalam Pemrintahan kota Kabupaten Karangnyar, dengan jarak 5 kilometer ke pusat Pemerintahan kota, dan masuk dalam Provinsi Jawa Tengah. Dengan kode wilayah 331310007 serta kode pos 57761. Untuk tipologi Desa Karangmojo termasuk tipologi persawahan, dengan luas wilayah 296,65 Ha. Dan Desa Karangmojo dibatasi dengan Desa-desa lain. Batas Wilayah Desa Karangmojo adalah : Sebelah Utara
:
Pandeyan
Sebelah Selatan
:
Buran
Sebelah Timur
:
Jetis
Sebelah Barat
:
Pandeyan
56
57
2. Kondisi Demografi Desa Karangmojo Jumlah penduduk Desa Karangmojo 6.088 jiwa, yang terdiri dari lai-laki sebanyak 3.031 jiwa dan perempuan sebanyak 3.057 jiwa, dengan jumlah
penduduk tersebut terbagi sesuai dengan agama dan juga
pekerjaannya, sebagai berikut :
Tabel 1 Daftar Jumlah Penduduk Menurut Agama. NO AGAMA
JUMLAH PENDUDUK
1.
ISLAM
6.068 Jiwa
2.
KRISTEN PROTESTAN
-
3.
KRISTEN KATHOLIK
20Jiwa
4.
HINDU
-
5.
BUDHA
-
JUMLAH
6.088 Jiwa
Dari data diatas tampak bahwa pemeluk agama Islam merupkan jumlah terbesar, jadi mayoritas Penduduk Desa Karangmojo adalah Muslim. 1Oleh karena itu, di Desa Karangmojo tidak lepas dari pengajianpengajian yang dilaksanakan setiap seminggu sekali baik di Masjid
1
2015.
Buku Monografi Desa Karangmojo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar,
58
ataupun di Mushola, oleh remaja masjid, bapak-bapak maupun ibu-ibu. Pengajian yang ada di Desa Karangmojo misalnya : 1. Pengajian Remaja Masjid Setiap hari Kamis, Sabtu dan Selasa setiap pukul 16.00 WIB selalu diadakan TPQ di Masjid/Mushola tiap-tiap desa yang diikuti oleh para remaja masjid dan juga anak-anak kecil yang belajar Iqro. Kegiatan TPQ ini bertujuan untuk menanamkan ilmu agama Islam sejak dini serta membentuk
generasi
yang
akan
melanjutkan
cita-cita
generasi
sebelumnya. 2. Pengajian Setiap Malam Jum’at Pengajian rutin setiap malam Jum’at (yasinan) yang bertempat di rumah warga secara bergiliran. Biasanya dalam pengajian rutin setiap malam jum’at tersebut diikuti oleh bapak-bapak dan pemuda Desa setempat. Dalam Pengajian tersebut diisi Tahlillan, membaca Surat Yasin dan juga Ceramah dari Ustad maupun Ustadzah yang datang untuk mengisinya. Kegiatan pengajian rutin setiap malam jum’at ini adalah untuk menyambung tali silaturahmi antar warga dan juga memperdalam ilmu agama pastinya. Tabel 2 Daftar Jumlah tempat ibadah di Desa Karangmojo.2 No. Tempat Ibadah
2
2015.
Jumlah
Buku Monografi Desa Karangmojo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar,
59
1.
Masjid
9 buah
2.
Mushola
14 buah
3.
Gereja
-
4.
Wihara
-
5.
Pura
-
Penduduk Desa Karangmojo berjumlah sebanyak 6.088 jiwa, yang mayoritas beragama Islam dengan jumlah 6.068jiwa, sedangkan yang menganut agama Kristen Katholik sebanyak 20 jiwa, dan Untuk agama yang lain seperti Kristen Protestan dan Hindu di Dessa Karangmojo tidak ada pemeluknya. Berikut daftar jumlah jiwa menurut kelompok Usia. 3: NO.
UMUR
JIWA
1.
Laki-laki
3.031
2.
Perempuan
3.057
3.
0 – 15 tahun
1.313
4.
15- 65 Tahun
4.081
5.
65 ke atas
694
Jumlah
6.088
3
2015.
Buku Monografi Desa Karangmojo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar,
60
Tabel 3 Daftar Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian. No. Mata Pencaharian
Jumlah Penduduk
1.
Buruh Tani
510 Jiwa
2.
Petani Sendiri
141 Jiwa
3.
Pedagang
174 Jiwa
4.
PNS
197 Jiwa
5.
TNI/POLRI
33 Jiwa
6.
Pensiunan
105 Jiwa
7.
Nelayan
-
8.
Pekerja Seni
8 Jiwa
9.
Jasa
18 jiwa
10.
Peternak
-
11.
Swasta
847 jiwa
12.
Pengrajin
-
13.
Lain-lain
8 Jiwa
Dari data diatas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Desa Karangmojo adalah bermata pencaharian sebagai swasta yang berjumlah 847 jiwa. Selain pekerja swasta masyarakat Desa Karangmojo juga bermata pencaharian sebagai Buruh Tani yang mayoritas mempunyai sawah sendiri yang biasanya dikerjakan oleh para buruh tani, dengan
61
jumlah petani adalah 141 jiwa. Pedagang di Desa Karangmojo berjumlah 174 jiwa, PNS sejumlah 197 jiwa, serta TNI/POLRI sejumlah 33 jiwa ada juga Pensiunan yang berjumlah 105 jiwa. Serta masih banyak lagi mata pencaharian penduduk Desa Karangmojo seperti jasa 18 Jiwa, pekerja seni 8 Jiwa, dan Lain-lain sebanyak 8 Jiwa. Tabel 4 Daftar Klasifikasi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.4 NO. Pendidikan Jumlah 1.
Pascasarjana
23 Jiwa
2.
Sarjana
77 Jiwa
3.
Akademi / D1 – D3
159 Jiwa
4.
SMA / Sederajat
1.352 Jiwa
5.
SMP / MTS
1.601 Jiwa
6
Sekolah Dasar
886 Jiwa
7.
Taman kanak-kanak
182 Jiwa
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tamatan SMP paling banyak yaitu 1.601 orang. Yang pada intinya penduduk Desa Karangmojo adalah tamatan SMP. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat Pendidikan di Desa
4
2015.
Buku Monografi Desa Karangmojo Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar,
62
Karangmojo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar semakin meningkat dan semakin Maju. Karena mereka beranggapan bahwa Pendidikan sangatlah penting bagi masa depan mereka.
3. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Karangmojo a) Sarana Perekonomian Desa Karangmojo 1. Lembaga Keuangan / Pasar : LKK
:1
buah
Koperasi
:1
buah
Kelompok Arisan
: 22
klip
Pasar Desa
:-
buah
Produksi Tempe
:-
orang
Produksi Roti/Kue
:1
orang
Home Industri Penjahit
: 10
orang
Home Industri Mebel
:2
buah
Bakso/Mie Ayam
:3
orang
Pengrajin Kayu
:3
orang
Warung/Toko Kelontong
: 32
orang
Bengkel
:9
orang
2. Jenis Usaha / Home Industri :
Pembagian kerja tersebut di atas merupakan usaha seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sarana Kesehatan Desa Karangmojo Tabel 5
63
Daftar Jenis Sarana Kesehatan di Desa Karangmojo.5 NO. Jenis Sarana
Jumlah
1.
Puskesmas
-
2.
Poskesdes
1
3.
Bidan Puskesmas
-
4.
Bidan Desa
1
5.
Posyandu
7
7.
Dukun Bayi
-
b) Perasarana Pendidikan 1. Perpustakaan Desa
:-
2. Gedung Sekolah PAUD
:-
3. Gedung Sekolah TK
: 3 buah
4. Gedung Sekolah SD
: 4 buah
5. Gedung Sekolah SMP
: 1 buah
6. Gedung Sekolah SMA
:-
7. Gedung Perguruan Tinggi
:-
c) Prasarana umum
5
2015.
1. Olahraga
:
1
buah
2. Kesenian/budaya
:
1
buah
3. Balai pertemuan
:
2
buah
4. Sumur desa
;
1
buah
Buku Monografi Desa Karangmojo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar,
64
5. Pasar desa
:
-
buah
6. Lainnya
;
-
buah
B. Kasus Nikah Hamil di Dusun Karangmojo Desa Karangmojo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar 1. Gambaran kasus-kasus Nikah Hamil Akibat Perzinaan Jika mengingat pernikahan yang begitu indah dan agung, maka sangat disayangkan apabila pernikahan tersebut dilakukan dalam keadaan yang sudah hamil dulu. Meskipun demikian tidak ada larangan untuk melaksanakan nikah hamil. Mengenai data, penulis minta maaf karena tidak biasa memberikan atau mencantumkan data siapa saja yang menikah dalam keadaan nikah hamil di Dusun Karangmojo dan seberapa banyak yang melakukan nikah hamil dalam tahun ke tahun, karena memang data itu di KUA tidak ada, dan dari pihak KUA juga tidak mempersoalkan tentang nikah hamil, karena hukum nikah hamil itu diperbolehkan dan dari Pemerintah pusat juga tidak meminta data laporan mengenai nikah hamil. 6 Begitu juga dengan pendapatnya ibu nurul selaku staf KUA yang menyatakan bahwa nikah hamil itu kalau menurut KHI boleh hukumnya untuk dinikahkan dan banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya hamil pra nikah, tapi yang paling mendominasi ialah faktor pergaulan bebas.
6
Nurul, Salah Satu Staf KUA Tasikmadu, 22 November 2016, jam 13.00-14.00 WIB.
65
Jadi saya mengetahui siapa-si apa saja pelaku nikah hamil di Dusun Karangmojo itu langsung dengan pengamatan, pengakuan dan wawancara langsung dengan pelaku yang berjumlah 4 orang, satu perempuan dan 3 laki-laki, karena memang di Karangmojo itu terdapat nikah dalam keadaan hamil, walaupun seberapa pasti banyaknya tidak diketahui.
2. Faktor–faktor Yang Melatarbelakangi Hamil Pra Nikah Terjadinya peristiwa hamil pra nikah, selain karena adanya pergaulan bebas, juga karena lemahnya iman pada masing-masing pihak. Oleh karenanya, untuk mengantisipasi perbuatan yang keji dan terlarang itu, pendidikan agama yang mendalam dan kesadaran hukum semakin diperlukan oleh setiap individu.7 Adapun sejumlah faktor yang menyebabkan hubungan seksual di luar nikah sebagai berikut : 1. Pergaulan bebas dapat menjerumuskan seseorang ke dalam pernikahan akibat hamil pra nikah. Pergaulan
bebas
merupakan
faktor
dominan
yang
dapat
menyebabkan pernikahan akibat hamil pra nikah.8 Dari jawaban yang diberikan oleh pelaku yang dianggap mengetahui bahwa pergaulan bebas adalah faktor utama. Pergaulan bebas yang mengakibatkan hilangnya
7
Ojan (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, Wawancara Pribadi, 15 November
2016, jam 21.00-22.00 WIB. 8
Koret (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, Wawancara Pribadi, 15 November
2016, jam 19.00-20.00 WIB..
66
norma–norma agama dan asusila sehingga ada kemungkinan terjadi kehamilan pra nikah yang tidak sedikit menimpa anak remaja. Apabila hal itu terjadi maka mereka harus melangsungkan pernikahan meskipun dalam keadaan keterpaksaan. Hal ini dilakukan untuk menutup aib mereka dan orang tua masing–masing. Untuk mengatasi pergaulan bebas ini diperlukan benteng iman yang sangat kuat agar tidak terjadi hal–hal tersebut. 2. Kurangnya perhatian orang tua penyebab terjadinya pernikahan akibat hamil pra nikah. Kurangnya perhatian dari orang tua dapat menunjang terjadinya hamil pra nikah. 9 Seseorang yang dianggap tahu tentang kasus seperti apa yang dipaparkan oleh pelaku memberikan jawaban tersebut karena kesibukan orang tua dapat menyebabkan anak mencari kasih sayang di luar rumah. Karena kurangnya perhatian, pengajaran ilmu agama dari orang tua. Sehingga anak tersebut merasa diberikan kebebasan oleh orang tuanya, sehingga iapun bebas untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. 3. Rendahnya pendidikan agama merupakan penyebab terjadinya pernikahan akibat hamil pra nikah.
9
Tengeng (Bukan Nama Sebenarnya) Pelaku Nikah Hamil,Wawancara Pribadi, 10
November 2016, jam 16.00-17.00 WIB.
67
Kurangnya
mengetahui
tentang
pendidikan
agama
perihal
perzinaan. 10Rendahnya pendidikan agama yang ditanamkan oleh orang tua dari dini kepada anaknya-anaknya dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan moral yang dapat menjerumuskan ke dalam hal-hal negativ, seperti pernikahan akibat hamil pra nikah. Hal ini terbukti bahwa pernikahan akibat hamil pra nikah tidak hanya terjadi oleh orang awam yang kurang mengerti secara dalam tentang agama, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi oleh orang yang mengerti betul tentang agama. 4. Kebebasan menonton video porno memicu terjadinya pernikahan akibat hamil pra nikah. Menonton video porno merupakan salah satu faktor terjadinya perzinaan, karena dengan menontonnya dapat menyebabkan rasa ingin melakukan hubungan sex, seperti dalam film porno.11Kemajuan teknologi ini sudah sangat maju, dan memberikan kemudahan-kemudahan kepada para konsumennya/penggunannya. Namun sayang kemajuan teknologi ini sering disalah gunakan untuk hal-hal yang negatif seperti halnya untuk menonton gambar porno, video porno dan lain sebagainya, seperti ini lah yang dapat memicu anak-anak untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah karena mereka penasaran dengan setelah mengakses gambar porno ataupun video porno. 10
Tengeng (Bukan Nama Sebenarnya) Pelaku Nikah Hamil,Wawancara Pribadi, 10
November 2016, jam 16.00-17.00 WIB. 11
Ojan (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, Wawancara Pribadi, 15 November
2016, jam 21.00-22.00 WIB.
68
5. Kemudahan mendapat tempat untuk berbuat zina memicu terjadinya hamil pra nikah Tempat untuk berbuat perzinaan yang mudah didapat12. Di sini pelaku mengatakakan bahwa tempat atau fasilitas untuk berbuat perzinaan mudah untuk di dapat, apalagi di daerah Karanganyar yang sangat banyak menyewakan kamar-kamar, losmen, mau pun Hotel di kawasan Pariwisata di sekitar Tawangwangu. Karena pada dasarnya Karanganyar itu Kota wisata. Dengan adanya tempat itu, sangatlah mudah para remaja untuk menyewa dan dipergunakan untuk berbuat zina, apalagi fasilitas tersebut bebas digunakan untuk siapa saja, tanpa memperedulikan siapa yang menyewa dan untuk apa. 6. Adanya sedikit paksaan dari pasangan atau pacarnya Pelaku mengatakan bahwasanya melakukan hubungan sex pertama kali itu ada paksaan dari pasangannya dan takut marah apabila ajakannya itu di tolak, tapi pada dasarnya kita juga saling cinta.13 Pelaku mengatakan seperti itu setelah saya tanya, apakah dulu ada perasaan terpaksa untuk melakukan hubungan seksual, laku pelaku menjawab seperti pernyataan di atas.
12
Koret (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, Wawancara Pribadi, 15 November
2016, jam 19.00-20.00 WIB. 13
Mawar (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Wanita Nikah Hamil, Wawancara Pribadi,13
November 2016, jam 10.00-11.00 WIB.
69
3. Faktor-faktor Menikah Dalam Keadaan Hamil Pernikahan sangat dianjurkan dalam Islam, sebaliknya hidup membujang dikecam oleh Islam. Ahli ibadah mengatakan orang yang tidak kawin bagaikan seekor burung yang tidak mempunyai sarang, artinya bagi lelaki yang hidup tanpa menikah, lebih-lebih wanita yang nalurinya lebih kuat untuk berumah tangga, maka hidup mereka kurang bermakna. 14 Menikahkan merupakan hal yang biasa dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya yang emang sudah siap untuk menikah, tetapi menjadi fenomena yang berbeda ketika pernikahan dilakukan dalam keaadan hamil terlebih dahulu, yang dalam hal ini keduanya pasti sudah melakukan perbuatan zina, sehinga wanitanya hamil sebelum melakukan pernikahan. Demikian juga yang terjadi di Dusun Karangmojo. Demi menjaga nama baik keluarga dari aib, mereka sebagai orang tua terpaksa untuk menikahkan anaknya dalam keadaan hamil sebelum kehamilannya membesar dan menjadi pembicaraan orang lain, walaupun mereka tidak memandang dampak setelah menjalani rumah tangga. Selain untuk menutupi aib keluarga dan pelaku, mengapa menikah dalam keadaan hamil juga supaya nantinya anak yang dilahirkan memiliki setatus yang jelas siapa orang tuanya dan supaya diakui oleh Negara (akta
14
Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Buku Panduan Keluarga Muslim, (Semarang:
2007) hlm. 3.
70
kelahiran), dan sebagai rasa tanggung jawab apa yang sudah dilakukan terlebih dahulu oleh pelaku. Orang tua menikahkan anaknya berarti dalam keadaan terpaksa, karena apabila tidak disegerakan akan mengakibatkan kemadharatan yang lebih besar, ya mungkin itu alasan kenapa malakukan nikah hamil.
4. Pandangan Pelaku Terhadap Nikah Dalam Keadaan Hamil Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Dusun Karangmojo, terlihat berbagai pandangan pelaku terhadap pola seks yang menyimpang di lingkungannya, seperti halnya yang dilakukan oleh pelaku mengenai hamil pra nikah, dalam hal ini adalah zina. Hal ini terbukti dari sejumlah jawaban yang disampaikan dari hasil wawancara dengan pelaku (ojan), menyatakan bahwa : “Sebenarnya saya kurang suka dengan nikah hamil, dan saya juga sadar bahwa perbuatan ku dulu tidak baik sampai melakukan perzinaan, tapi ya bagaimana karna pacar saya sudah hamil karna perbuatan kita ya jadi saya dituntut untuk bertangung jawab dan menikahinya. Faktor utama yang melatarbelakangi adanya pernikahan nikahhamil karena kurangnya pengawasan dan pendidikan agam dari kedua orang tua.”15 Pendapat lain juga di sampaikan oleh pelaku (tengeng) yakni menyatakan bahwa :
15
Ojan (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, Wawancara Pribadi, 15 November
2016, jam 21.00-22.00 WIB.
71
Menikah dalam keadaan hamil itu ya tidak baik sebenernya karena pasti sudah melakukan hubungan sex dulu sebelum menikah sehinga terjadinya kehamilan, tapi ya bagaimana kalau sudah hamil ya harus menikah untuk menutupi aib dan rasa bertanggung jawab atas perbuatan yang sudah saya lakukan.16 Wawancara dengan pelaku (koret) mengatakan bahwa nikah hamil itu perbuatan yang tidak baik dan telah melakukan dosa besar yaitu pezinaan, tapi menurut peraturan pernikahan kita itu dibolehkan, buktinya aku juga boleh menikah walaupun pasanganku sudah hamil dan tanpa ada syarat apapun, tapi ya tetap rasa menyesal dan berdosa pasti ada.17 Wawancara dengan pelaku (mawar) menberi pernyataan bahwa nikah hamil itu menurut pandangan saya boleh saja untuk menikah, tapi ya alangkah baiknya jangan hamil dulu sebelum menikah dan harus pintarpintar dalam pergaulan supaya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas dan mengakibatkan perbuatan zina sehinga hamil sebelum menikah, dari pada nanti menyesal di kemudian hari karena sudah berbuat dosa dan mengecewakan orang tua.18 Dari beberapa pendapat pelaku di atas menunjukkan bahwa pernikahan nikah hamil di Kelurahan Karangmojo ada yang setuju dan ada
16
Tengeng (Bukan Nama Sebenarnya) Pelaku Nikah Hamil,Wawancara Pribadi, 10
November 2016, jam 16.00-17.00 WIB. 17
Koret (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, Wawancara Pribadi, 15 November
2016, jam 19.00-20.00 WIB. 18
Mawar (Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Wanita Nikah Hamil, Wawancara Pribadi,13 November 2016, jam 10.00-11.00 WIB.
72
yang tidak, tapi sebagian besar mereka tidak setuju dengan adanya pernikahan nikah hamil. Akan tetapi dari sekian pendapat pelaku nikah hamil mayoritas lebih memilih segera menyegerakan pernikahan untuk mempertimbangkan dampak-dampak yang akan terjadi selanjutnya. Pelaksanaan pernikahan nikah hamil di masyarakat
Desa
Karangmojo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar merupakan suatu problematika karena para pelaku yang sudah terlanjur terjerumus ke jurang maksiat dan masuk ke ruang lingkup perzinaan. Sehingga pelaksanaan pernikahan nikah hamil tersebut dianggap jalan yang terbaik, untuk menjaga pandangan negatif masyarakat baik kepada keluarga maupun pihak pelaku, walaupun pelaku tersebut masih ada yang belum mampu dalam segi materi.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor Akibat Hamil Pra Nikah Pernikahan ialah suatu akad yang mengandung pembolehan bersenang-senang dengan seorang wanita melalui jimak 1 dengan bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang kekal dan abadi, tapi bagaimana jika pernikahan itu didahului dengan perzinaan sehinga mengakibatkan hamil pra nikah, atau yang lebih sering disebut dengan nikah hamil,hal, semacam itu adalah suatu kejadian yang ada di Desa Karangmojo,
itu dibuktikan dengan adanya pelaku-pelaku yang
melakukan nikah hamil, pelaku melakukan nikah hamil bukan sematamata tanpa ada alasan atau faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya nikah dalam keadaan hamil, berati bisa dikatakan bahwa pelaku melakukan hamil pra nikah itu karena ada faktor yang melatarbelakangi, yaitu melakukan hubungan sex dulu sebelum adanya ikatan perkawinan dan itu berati melakukan perzinaan. Sedangkan Islam sangat melarang melakukan perbuatan zina, karena zina itu merupakan perbuatan yang keji seperti halnya yang terdapat pada QS. 17 Al Israa: 32 dan memiliki sangsi yang sangat berat bagi yang melangarnya, walaupun, begitu tetap ada juga yang melakukan
1
Musthafa luthfi, Nikah Sirri, (Jurakarta: Wacana Ilmiah Press, 2010), hlm. 5.
73
74
perbuatan perzinaan, yang sudah jelas hukumnya dan sanksinya, yang sudah dijelaskan terlebih dahulu di bab dua mengenai sanksi zina, jadi sangat disayangkan apabila melakukan perbuatan yang baik tapi didahului dengan perbuatan yang tidak baik. Bukan hanya dalam agama Islam, dalam Undang-undangpun juga dilarang melakukan perbuatan zina, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 286 KUHP dengan ancaman hukuman penjara Sembilan bulan dan apabila mengacu pada hukum Islam hukuman zina lebih sangat berat, yaitu sanksi bagi pelaku zina muhshan adalah hukuman rajam, yaitu si pelaku dilempari batu hingga meningal. Adapun pelaku zina ghairu muhshan, sanksi hukumannya adalah hukuman cambuk sebanyak seratus kali2 Pelaku melakukan hal seperti itu pasti ada pemicunya atau yang melatarbelakangi dan realita tersebut setidaknya dipicu oleh beberapa faktor sehingga terjadinya hamil pra nikah. Faktor penyebab hamil pra nikah yang dominan dilatarbelakangi oleh pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan sehinga hingga hilangnya moral dan norma-norma agama yang dapat memicu terjadinya hubungan sex yang mengakibatkan hamil sebelum menikah. Padahal dalam hal ini Rasulullah sampai melarang berduan dengan perempuan yang bukan muhramnya sekalipun dalam konteks belajar Al Qur’an dan
2
Nurul Irran, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Amzah 2014) hlm. 61.
75
melarang laki-laki masuk ke rumah perempuan, sebab itu merupakan salah satu faktor yang sudah jelas dapat mengakibatkan perbuatan zina. 3Hal semacam itu juga bertujuan supaya tidak terjadi pergaulan bebas yang akan bisa mengakibatkan perbuatan zina. Ada juga faktor lain yang melatarbelakangi hamil pra nikah, yaitu faktor kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua, sehinga anak atau pelaku tesebut mencari perhatian diluar tanpa disadari oleh orang tuanya dan karna kurangnya pengawasan terhadap anak atau pelaku sehingga terjerumuslah kedalam pergaulan bebas yang mengakibatkat kehamilan sebelum melakukan pernikahan dan ditambah lagi dengan faktor kurangnya pengetahuan keagamaan tentang perzinaan, sehinga pelaku tersebut melakukan perbuatan itu sampai tidak begitu merasa bersalah atau dosa dikarenakan kurangnya pengetahuan terhadap ilmu agama, sehinga dilangarlah norma-norma keagamaan, padahal sudah jelas di agama Islam bahwa perzinaan itu dilarang dan merupakan perbuatan yang sangat keji dan suatu jalan yang buruk,4 seperti dijelaskan pada AlQur’an
QS Al Isra ayat 32,
3
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, terj. Ahmad Zulfikar dan Muhammad Khoyrurijal, (Jawa
Barat: Keira Publishing, 2015), hlm. 43-44. 4
Al-Qur’an dan Terjemahan Surat Al-Isra Ayat 32.
76
Surat itu menjelaskan bahwa mendekati perbutan zina saja dilarang apalagi sampai melakukan perbuatan zina. Jadi begitu pentingnya pendidikan agama supaya tidak sampai terjerumus kehal-hal yang dapat merugikan diri kita sendiri. Faktor berikutnya yaitu kebebasan menonton dan mengakses konten-konten yang berbau pornografi, menonton video porno merupakan salah satu faktor terjadinya perzinaan, karena dengan menontonnya dapat menyebabkan rasa ingin melakukan hubungan sex, seperti dalam filem porno terserbut. Kemajuan teknologi ini sudah sangat maju, dan memberikan
kemudahan-kemudahan
kepada
para
konsumennya/
penggunannya. Namun sangat disayangkan jika kemajuan teknologi ini sering disalah gunakan untuk hal-hal yang negatif seperti halnya untuk menonton gambar porno, video porno dan lain sebagainya, seperti ini lah yang dapat memicu orang-orang untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah sampai mengakibatkan hamil pra nikah. Faktor yang melatarbelakangi nikah hamil selanjutnya yaitu kemudahan mendapat tempat untuk melancarkan perbuatan zina, dari hasil wawancara sama pelaku kemudahan mendapat tempat untuk berbut zina juga termasuk faktor yang sangat berpengaruh terjadinya perzinaan, apalagi didukung di daerah Karanganyar terdapat banyak tempat-tempat penginapan yang boleh siapa aja untuk menyewanya, khususnya di daerah wisata tawangmangu, bahkan banyak calo dipingir jalan yang terangterangan menawarkan kamar-kamar kepada setiap orang yang berpasangan
77
walaupun orang itu masih muda dan belum menikah, hal itu tidak menjadi syarat dilarangnya untuk menyewa kamar, bagi calo yang penting bayarannya. Hal semacam itulah yang melatarbelakangi terjadinya perzinaan dan akhir-akhirnya hamil sebelum menikah. Faktor terakhir yang melatarbelakangi nikah hamil yaitu adanya paksaan dari salah satu pansangan untuk melakukan hubungan seksual, yaitu dari pihak laki-laki yang sedikit memaksa kepada pihak perempuan untuk menuruti keinginannya berbuat cabul/sex, dan disini pihak perempuan merasa tertekan sehingga mau menuruti keinginan pasanganya. Dari faktor-faktor tersebut yang sangat berpengaruh mengakibatkan hamil pra nikah menurut wawancara dengan pelaku ialah faktor pergaulan bebas, di karenakan pergaulan bebas sangatlah dekat yang namanya hubungan sex bebas, dan ujung-ujungnya terjerumus dalam keadaan hamil sebelum menikah, dan secara tidak langsung juga memaksa orang tuanya untuk segera menikahkan sebelum kandungannya membesar dan membuat anak atau pelaku nekat untuk mengugurkan kandungannya. Menikahkan merupakan hal yang biasa dilakukan orang tua terhadap anaknya, tetapi fenomena yang berbeda ketika menikahkan anaknya yang sudah dalam keadaan hamil, karena itu merupakan aib yang sangat berar yang harus ditanggung juga oleh orang tuanya, karena perbuatan yang dilakukan oleh anaknya yang diakibatkan hamil pra nikah yang didahului dengan perbuatan tidak halal misalnya melakukan
78
persetubuhan antara dua jenis kelamin yang berbeda yang belum ada ikatan perkawinan, Menikah dalam keadaan hamil merupakan sebuah fenomena di masyarakat yang tentu saja memancing pro dan kontra. Ada yang sinis, khawatir dan adapula yang mendukung. Tapi jika mengacu pada KHI Pasal 53 ayat 1”seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya, jadi memang dalam peraturan pernikahan nikah dalam keadaan hamil diperbolehkan untuk menikah dengan pria yang memang menghamilinya. 5 Walaupun nikah hamil di perbolehkan tapi tetap saja menjadi masalah bagi pelaku dan keluarga karena itu dianggap sebagai aib dan takut juga menjadi bahan omongan oleh masyarakat. Fenomena pernikahan dalam keadaan hamil tidaklah jauh berbeda mengingat fakta perilaku seksual remaja yang melakukan hubungan seks pra nikah sering berujung pada pernikahan nikah hamil salah satunya yang diakibatkan hamil sebelum nikah katakanlah zina dini. Terkadang orang tua ingin mempercepat pernikahan dengan berbagai alasan ekonomi, sosial, tidak mau klau anaknya di cap sebagai perawan tua, dsb. Korban pernikahan nikah hamil lebih banyak anak perempuan karena kemandirian secara ekonomi, status pendidikan dan kapasitas perempuan bukan hal penting lagi bagi keluarga. Karena perempuan
5
Kompilasi Hukum Islam, pasal 53,Tahun 2010
79
sebagai istri segala kebutuhan dan hak-hak individualnya akan menjadi tanggung jawab suami. Akan tetapi menjadi fenomena yang berbeda ketika pernikahan nikah hamil di Kelurahan Karangmojo didahului dengan terjadinya kehamilan di luar nikah, menikah adalah solusi yang sering diambil oleh keluarga dan masyarakat untuk menutupi aib dan menyelamatkan status anaknya pasca melahirkan. Jika saja semua orang terutama orang tua benar-benar menyadari dan belajar dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan akibat pernikahan nikah hamil tentu saja tidak ada orang tua yang ingin merelakan anak-anaknya terutama anak perempuannya akan menjadi korban selanjutnya. Mengingat pelaku nikah hamil yang diakibatkan hamil pra nikah tersebut,
problema
masyarakat
di
Dusun
Karangmojo
telah
menghebohkan warga setempat. Anak-anak remaja yang melakukan hubungan yang sudah jelas berzina, padahal dampak psikologis dan biologis yang akan terjadi kehamilan kemungkinan besar pelaku akan melakukan aborsi. Akan tetapi orang tua di Dusun Karangmojo lebih memilih menikahkan anaknya untuk menutupi aib dan menyelamatkan status anak pasca kelahiran dari pada memilih melakukan aborsi. Karena aborsi disisi lain merupakan perbuatan berdosa dan juga akan berdampak negatif pada kesehatan.
80
B. Pandangan Pelaku Terhadap Nikah Hamil Yang Dilakukan Di Dusun Karangmojo Dari beberapa pernyataan pelaku nikah hamil di Dusun Karangmojo tersebut, mayoritas berpendapat bahwa nikah hamil sebenarnya banyak yang kurang setuju. Akan tetapi seandainya tidak dilanjutkan dengan pernikahan dari hasil pergaulan bebas itu tadi, nantinya akan berdampak negatif dari penilaian masyarakat kepada keluarganya dan juga kepada yang bersangkutan. Makanya kalau sudah hamil wajib untuk dinikahkan karena tidak ada pilihan lain, terlepas dari pada pendapat pelaku kalau sudah hamil wajib dinikahkan agar anak yang dilahirkan ini nantinya punya status atau punya orang tua. Mengenai tanggapan pelaku di Karangmojo terhadap nikah hamil akibat hamil pra nikah pada umumnya pelaku telah mengetahui bahwa pernikahan nikah hamil akibat hamil pra nikah adalah seseorang yang melakukan hubungan sex yang mengakibatkan kehamilan yang terjadi sebelum melangsungkan akad nikah. Nikah hamil adalah merupakan aib bagi keluarga dan masyarakat. Hal ini berarti membuktikan bahwa pernikahan tersebut memang aib bagi keluarga dan pelaku itu sendiri, serta melanggar norma agama, yang dapat merusak nama baik keluarga dan lingkungan masyarakat. Setelah mewawancarai pelaku, sebenarnya mayoritas pelaku sudah mengetahui bahwa perbuatan hamil pra nikah itu tidak baik dan tidak benar, karena di situ pasti melanggar norma-norma agama dan
81
sosial, dan dari hasil wawancara dengan pelaku, pelaku juga mengatakan bahwa ada penyesalan dan merasa bersalah karena telah melakukan hubungan sex sebelum ada ikatan perkawinan, walaupun merasa menyesal telah melakukan perbuatan itu, pelaku selain merasa bersalah dan sudah menyesal, pelaku masih dituntut oleh orang tuanya untuk segera menikah sebelum kehamilannya semakin membesar guna untuk menutupi aib keluarga serta anak yang dilahirkan nanti memiliki setatus yang jelas dan untuk menjaga keturunanya juga. Islam juga menganjurkan untuk mementingkan kemaslahatan bersama, yang dalam hal ini menganut teori maqasid as-Syariah, yang mana memiliki tujuan salah satunya untuk memelihara keturunan. Hal separti itulah yang diterapkan orang tua kepada pelaku mengapa menyegerakan untuk menikah, karena apabila tidak disegerakan menikah akan menggakibat madharat yang besar bagi pelaku dan keluarga. Lagi pula menikah dalam keadaan hamil itu tidak dilarang dalam undang-undang perkawian tahun 1974 maupun dalam kompilasi hukum Islam yang dijelaskan pada pasal 53 (1) seorang wanita hamil diluar nikah dapat dikawinkan dengan peria yang menghamilinya. (2) perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa
menunggu
lebih
dahulu
kelahiran
anaknya.
(3)
dengan
dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Selain KHI
82
memperbolehkan
nikah
hamil,
disini
mahdab
Syafi’i
juga
memperbolehkan nikah dalam keadaan hamil. Imam Syafi’I berpendapat sesunguhnnya tidak ada masa iddah bagi wanita berzina, artinya wanita berzina boleh langsung untuk menikah, tanpa melakukan iddah dahulu dan boleh dinikahi oleh laki-laki yang menghamili maupun laki-laki yang tidak menghamili. Apalagi nikah hamil juga tidak termasuk dalam 10 kriteria pernikahan yang dilarang, seperti halnya yang sudah dijelaskan dalam bab 2 dalam sub sudul larangan pernikahan, lalu bagaimana dengan status anak yang dilahirkan dari pernikahan nikah hamil. Status anak akibat nikah hamil status hukumnya tetap menjadi anak sah, itu berdasarkan KHI pasal 99 yang bunyinya (a) Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. (b) Hasil perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut. Mengenai nikah hamil penulis memiliki pendapat, bahwa nikah hamil itu boleh dilakukan karena menimbang dari sisi kemaslahatan lebih baik menyegerakan untuk menikah, karena apabila tidak disegerakan menikah akan menimbulkan kemadharatan yang lebih besar yang akan di tanggung oleh pelaku dan calon bayinya nanti, lagi pula nikah hamil juga tidak termasuk pernikahan yang dilarang, cuma sangat disayangkan apabila pernikahan itu didahului dengan perbuatan dosa, yaitu pelakukan perzinaan.
83
Maka dari itu menyegerakan menikah ketika sudah dalam keadaan hamil adalah salah satu cara yang dianggap tepat oleh orang tua dan pelaku, karena guna untuk menjaga keturunan dan biasa untuk menutup aib pelaku dan orang tua itu sendiri.
84
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Pada dasarnya faktor pernikahan nikah hamil akibat hamil pra nikah tidak hanya dari diri mereka saja, melainkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi. 1. Faktor-faktor Pernikahan Nikah Hamil Akibat Hamil Pra Nikah Adalah Sebagai Berikut a. Kualitas dari remaja itu sendiri, perkembangan emosional yang tidak sehat, kurangnya pendalaman mengenai norma dan ajaran agama, dan ketidak mampuan untuk mengendalikan diri, serta bergaul dengan orang yang kurang baik atau pergaulan bebas. b. Meluasnya
peredaran
film
porno,
menampilkan gambaran-gambaran
yang
majalah-majalah tidak
seronok,
yang serta
banyaknya tempat-tempat hiburan yang berbau maksiat. c. kemudahan mendapat tempat untuk melancarkan perbuatan zina yang dapat mengakibatkan perbuatan zina
84
85
2. Pandangan Pelaku Terhadap Nikah Hamil Akibat Hamil Pra Nikah Pernikahan nikah hamil akibat hamil pra nikah boleh dilakukan dan harus secepatnya dinikahkan karena orang tua tidak ada pilihan lain. Menyegerakan pernikahan tersebut selain untuk menutup aib dan menyelamatkan status anak pasca kelahiran, disamping itu juga untuk menjaga dari fitnah. Terjadinya kehamilan pra nikah salah satunya karena minimnya pengetahuan terutama di bidang agama. Karena dengan kadar keimanan yang tinggi maka nafsu dan segala perbuatan yang dilarang agama pasti dapat dihindari, termasuk juga menghindarkan diri dari perzinaan. Sementara kehamilan yang tidak diinginkan akan berpengaruh terhadap aspek fisik, emosional dan sosial. Selain itu juga mempunyai resiko, baik terhadap ibu maupun bayinya. Saran masyarakat hanya bisa ikut membina dari organisasi yang berjalan dimasyarakat, dengan memberikan pendidikan untuk membantu pembentukan karakter dari remaja, seperti melatih remaja untuk disiplin dan bertanggung jawab serta hati-hati dalam bergaul B.
Saran 1. Kepada Subyek Hindari pergaulan bebas yang dapat merusak diri, bila sudah siap segera menikah daripada tetap berpacaran dan melakukan zina yang lebih penting adalah apapun alasannya jangan melakukan hubungan seks sebelum menikah, selain beresiko juga merupakan dosa besar. Teruslah berusaha menjaga diri, maksudnya adalah agar
86
kamu memperbanyak ibadah dan menjauh dari perbuatan zina dan terhindar dari godaan setan yang menyesatkan. Sebelum melakukan sesuatu harus dibutuhkan adanya kesadaran diri yang dibangun dengan berpedoman ilmu dan pengetahuan yang cukup. Kesadaran diri yang mampu melahirkan tanggung jawab dan keberanian untuk mengambil resikonya. 2. Kepada Para Remaja Diharapkan bagi remaja dapat mengambil hikmah dari apa yang terjadi dalam penelitian ini dan agar remaja berhati-hati lagi dalam pergaulan dan juga agar remaja dapat memahami segala resiko yang akan terjadi jika remaja melakukan pergaulan bebas. Tentukan minat dan bakat apa yang sesuai dengan dirimu dengan ini diharapkan para remaja dapat banyak mengisi kegiatan yang positif dalam kehidupan sehari-hari, dan pastikan orang-orang yang baik saja yang bergabung di kelompokmu dan jangan menyerah untuk terus berprestasi. 3. Kepada Orang Tua Sebagai orang tua yang bertanggung jawab di era sekarang ini, maka hendaknya selalu memberikan dukungan kepada anak remajanya dan peduli terhadap perkembangan anaknya yang sudah mulai beranjak dewasa dan selalu mengawasi pergaulan anaknya, hal ini dapat diwujudkan dengan selain pendidikan agama juga secara
87
dini memberikan pendidikan seks sesuai yang dibutuhkan remaja, agar remaja tersebut tidak salah referensi dalam mencari informasi tentang seks yang malah akan menyesatkan. Sehingga anak dapat mengerti dan dapat menyaring informasi yang didapatkan dari lingkungannya. Orang tua juga diharapkan sadar bahwa remaja adalah aset bangsa di masa depan dan merupakan sebuah investasi di akhirat kelak. 4. Bagi Aparat Pemerintah Dan Masyarakat Hasil penelitian ini dijadikan suatu gambaran, untuk dapat membantu memperkecil angka perbuatan zina apalagi negara kita. Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dimana dalam Islam sangat dilarang mendekati zina apalagi melakukannya, karena perbuatan perilaku seks tanpa ada ikatan yang sah akan merusak masa depan dan kehancuran sebuah Negara dan persatuan agama. Untuk itu para aparat dan masyarakat lebih peduli dengan lingkungan sekitar dan tegas menegakkan hukum yang sering terbukti. Serta memberikan hukuman bagi orang-orang yang melakukan gaya pacaran yang berlebihan di depan umum, karena hal tersebut akan merusak jiwa anak-anak penerus bangsa. Dan menindak tegas orang-orang yang menyebarkan film-film dan gambar-gambar porno.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Boedi Dan Saebani, Beni Ahmad Perkawinan Perceraian keluarga muslim, Bandung: Pustaka Setia, 2013. As’ad, Aliy, Fathul Mu;in 3 Terj, Kudus: Menara Kudus, 1979. Azzam, Abdul Azis Muhammad Dan Hawwas, Abdul Wahab Sayyed Fiqih Munakahat Jakarta: Amzah, 2014. Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Buku Panduan Keluarga Muslim, Semarang: 2007. Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Pasal, Jakarta; 2001. Desa Karangmojo, Buku Monografi Desa Karangmojo Kec Tasikmadu Kab Karanganyar, Desember, 2015 Direktur Urusan Agama Islam, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Jakarta: Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Pusat, 1991/1992 Djubaidah, Neng, Perzinaan dalam Perundang-undangan di Indonesia ditinjau dari Hukum Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: 2007. Irfan, Nurul, Gratifikasi dan Krimnalitas Seksual dalam dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: AMZAH, 2014. Lutfi, Musthafa, Luthfy, Mulyadi, Nikah Sirri, cet. Ke-2, Surakarta: Wacana Ilmiah Pres, 2010. Malik Kamal, Abu Bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, terj. Khairul Amru Harahab dan Faisal Saleh, Jakarta: Pustaka Azzam, 2014.
Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, cet. 17, Jakarta: Attahiriyah, 1976. Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah 4, terj. Ahmad Zulfikar dan Muhammad Khoyrurijal, Jawa Barat: Keira Publishing, 2015. Saebeni, Beni Ahmad, Fiqih Munakahat 1, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Santoso, Topo, Membumikan Buku Pidana Islam Menegakkan Syariat dalam Wacana dan Agenda, Jakarta: Gema Insani Press, 2003. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty, 2007. Wawancara Dengan Koret ( Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, 15 November 2016, Pukul 19.00-20.00. Wawancara Dengan Mawar ( Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, 13 November, 2016, Pukul 10.oo-11.00. Wawancara Dengan Nurul, Salah Satu Staff di KUA Tasikmadu, 22 November, 2016, Pukul 13.00-14.00. Wawancara Dengan Ojan ( Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, 15 November, 2016, Pukul 21.00-22.00. Wawancara Dengan Tengeng ( Bukan Nama Sebenarnya), Pelaku Nikah Hamil, 10 November, 2016, Pukul 16.00-17.00. Yusuf, Ali As-Subki, Fiqh Keluarga, Jakarta: Amzah, 2012.
DAFTAR PERTANYAAN KEPADA PELAKU 1. Apakah anda mengetahui yang di maksud dengan nikah hamil ? 2. Setujukah anda dengan nikah dalam keadaan hamil ? 3. Menurut ada apakah faktor yang melatarbelakangi hamil pra nikah?, urutkan dari yang paling berpengaruh ? 4. Bagaimana gaya pacaran anda sebelum menikah dulu ? 5. Di mana anda melakukan hubungan seksual ? 6. Ada perasaan menyesal atau berdosa tidak setelah melakukan hubungan seksual ? 7. Anda merasa terpaksa tidak untuk menikah ? 8. Dan mengapa anda menikah ?
DAFTAR PERTANYAAN KEPADA STAF KUA TASIKMADU
1. Ada tidak buk data mengenai nikah hamil di Desa Karangmojo ? 2. Menurut ibuk banyak tidak di jaman sekarang yang melakukan nikah hamil ? 3. Tau tidak kira-kira faktor apa saja yang melatarbelakangi hamil pra nikah ? 4. Bagaimana pandangan ibuk mengenai nikah hamil ?
DAFTAR UMUR DAN RIWAYAT PENDIDIKAN PELAKU
1. Ojan, umur 23 tahun, pendidikan terakhir D1, Karyawan. 2. Koret, umur 22 tahun, pendidikan terakhir MAN, Karyawan. 3. Tengeng, umur 21 tahun, pendidikan terakhir SMK, Swasta. 4. Mawar, umur 21 tahun, pendidikan terakhir SMA, Swasta.
NB: Umur tersebut, ialah umur ketika melaksanakan nikah hamil.