BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat destinasi w isata yang sangat populer 1
yang orang banyak menyebutnya dengan nama wisata Goa Pindul. Gua tersebut pesonanya tidak kalah menarik jika dibandingkan dengan pesona obyek-obyek wisata lainnya di Gunungkidul, seperti pantai Baron, Krakal, Kukup. Hal tersebut sebagai dasar ukurannya adalah peningkatan banyaknya jumlah w isatawan yang berkunjung ke obyek wisata Goa 2
Pindul . M elalu musyawarah pertemuan warga Bejiharjo menghasilkan kesepakatan mufakat yakni G oa Pindul dipilih sebagai destinasi. Kemudian untuk mengelola wisata tersebut dibentuklah suatu kelompok wisata denga n sebutan Kelompok Sadar Wisata “Pokdarwis” Dewa Bejo. 3
Tabel 1. Bantuan PNPM Pariwisata : Tahun Jumlah Bantuan 2011
65.000.000
2012
100.000.000
2013
75.000.000
Sumber: Puji Priyono (2014) Skripsi.
Sumber modal operasional pengembangan wisata
G oa
Pindul
oleh
Dewa
Bejo,
pendanaannya selain didapat dari anggota kelompoknya, juga pinjamanan pemerintah melalui Program Nasional Pemberdayaan M asyarakat PNPM Pariwisata. Dari data diatas menunjukan
1
Gua adalah liang(lubang) besar dikaki gunung dsb Kamus Bahasa Indonesia (KBI) Goa Pindul. m erupakan sebuah nama tempat wisata alam berupa gua yang berada di Desa Bejiharjo (Profil Desa W isata 2015), 15 3 Puji Priyono, Ian . Pengem bangan Desa W isata Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. (Skripsi, UGM 2014), 42 2
1
jumlah dana bantuan dari PNPM Pariwisata yang digelontorkan kepada kelom pok wisata Dew a Bejo secara berturut-turut selama tiga tahun. Bergulirnya waktu pengembangan wisata Goa Pindul ternyata mendapat renspon yang baik oleh masyarakat, dan ditandai oleh kunjungan wisatawan yang semakin meningkat jumlahnya. Kondisi wisata Goa P indul yang baik tersebut ternyata sisi lain mulai memunculkan polemik. Keberadaan pengembangan w isata G oa Pindul bukan dilahan tanah khas desa, atau tanah Pemda, melainkan dilahan milik pribadi warga masyarakat Bejiharjo. Salah satu warganya yakni A tiek Damayanti dan bahkan telah lama memanfaatkan Goa Pindul sebagai usaha
burung walet.
M enurut pemilik lahan berawal dari kecintaan mendiang suaminya kepada burung walet, akhirnya membeli dan membangun rumah sarang burung walet lokasi tersebut. “terus tanya kesana-kemari, oh anu aja tanya kepada bagian pertan aha n, dan akhirnya belilah, pintu masuk gua itu Pindul, pintu keluar gu a itu banyu moto. Setelah sertifikat jadi, terus kita mu lai memban gun diatasnya untu k sarang 4 burung walet, itu kan ada lobang dari bawah keatasnya’ . Namun semenjak suami A tiek Damayanti yakni Arisusanto alias Phampham meninggal dan karena alasan pemilik lahan yang singgel perens tanpa anak, maka kemudian oleh keluarga mertua dibebani untuk merawat ibu mertuanya yang sakit struk membuat kondisi usaha burung walet di G oa Pindul tidak maksimal. Ternyata usaha pemilik lahan di Goa Pindul tergantikan posisinya oleh Pokdarw is bahwa keberadaan gua tersebut menjadi tempat destinasi wisata yang populer dan bahka n telah menjadi magnet yang menghipnotis mata banyak orang berbagai orang dari luar Kabupaten G unungkidul berduyun-duyun mendatanginya hingga mendatangkan milyaran rupiah dari pendapatan wisata Goa Pindul. M elihat kondisi G oa Pindul seperti itu kemudian menyebabkan pihak pemilik lahan menggugat status atas hak kepemilikan lahan. Hal tersebut sebagai dasar P okdarw is Dewa Bejo
4
Atiek Dam ayanti, pem ilik lahan kawasan wisata Goa Pindul, wawancara 09/07/2015/6:19
2
telah melakukan penyerobotan lahan dan melakuakan usaha tanpa seizin pemilkinya. Kekuatan pihak pemilik lahan adalah bukti dokumen setifikat kepemilikan secara sah dan legal atas nama Atiek Damayanti yang telah keluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan oleh sebab itulah pihak pemilik lahan kemudian mati-matian memperjuangkan haknya. Yang namanya kasus pertnahan seringkali terjadi akibat adanya benturan kepentingan (conflicus interest) antara orang-orang yang berkepentingan, seperti antara perorangan dengan perorangan, antara perorangan dengan kelompok, kemudian maslahnya seputar statu s tanah, masalah kepemilikan, masalah pendapatan yang dihasilkan, dsb. Sehingga ketika sengketa soal tanah menjadi marak terjadi, rujukan jalan penyelesaian yang dibenarkan bermuara keperaturan pemerintah yang berlaku, yakni tidak lain adalah hukum agraria sebagai ruang lingkup yang seringkali sangat dibutuhkan keberadaannya terkai perebutan kuasa atas lahan. Hanya saja yang terjadi, karena penanganan yang kurang terarah akhirnya kasus-kasus persolaan sengketa lahan banyak yang terabaikan, bahkan keberlanju tan sengketa lahan tersebut banyak terabaikan tanpa mampu untuk dipulihkan. hal tersebut jika kemudian tidak dapat dipungkiri lagi akhirnya pecah konflik sengketa lahan wisata Goa P indul, hingga sekarang kondisi intensitas dari dinamika konflik tersebut masih terus berlanjut begitu juga berulangkali negara sebagai mediator dalam dilakukan resolusi melalui jalan mediasi, namun hasilnya masih gagal tanpa adanya kesepakatan yang baik. B. Rumusan Masalah,Tujuan, dan Manfaat Penelitian 1. Rumusan M asalah Atas dasar tersebut, tujuan peneliti mengungkapkan bagaimana dinamika konfliknya yang terjadi dan kegagalan mediasi yang dilakukan oleh negara yakni pihak Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam meresolusi konfliknya atas sengketa lahan wisata Goa Pindul. A. M engapa Negara Gagal M emediasi Konflik Sengketa Lahan Wisata Goa Pindul. 3
2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: a. M engetahui dinam ika konflik wisata Goa Pindul yang terjadi b. M enganalisis kegagalan negara dalam meresolusi konflik w isata Goa Pindul lewat mediasi. c. Dampak dari gagalnya mediasi yang dilakukan negara. 3. M anfaat Penelitian Secara umum, penelitian ini di lakukan dalam rangka memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap fenomena yang diteliti. Harapanya, dapat memberikan manfaat bagi pihak- pihak yang terkait dengan fenomena yang di kaji di samping peneliti sendiri, antara lain: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khususnya pemahaman tentang konflik dan resolusinya sebagai suatu kepekaan terhadap fenomena realita social. 2. M enjadi stimulus bagi pemerintah Daerah (Pemkab Gunungkidul) dalam konteks menghasilkan dan menyempurnakan kebijakan agar dapat mengakomodasikan kepentingan seluruh elemen masyarakat sehingga kesejahteraan social dapat tercapai. C. Literatur Review Kajian-kajian yang pernah dilakukan terkait w isata Goa Pindul misalkan 5
mengenai prospek dan pengembangan pariwisata cavetubing Goa Pindul . Gambaran dari hasil penelitian mendapatkan penjelasan bahwa jumlah pengunjung wisatawan terus mengalami peningkatan sejak 2011 hingga tahun 2012 utamanaya pada akhir pekan 5
Anestiya,Pram esti. Prospek dan Upaya Penge m bangan Pariwisata Cavetubing G oa Pindul di Desa Bejiharjo Kecam atan Karangm ojo Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah Istim ewa Yogyakarta. Yogyakarta. (UNY. Skripsi 2012), 36-43
4
(sabtu-minggu) dan hari libur nasional. Faktor pendukung peningkatan yakni keindahan gua yang alami, atraksi cavetubing yang menantang, promosi yang gencar. Faktor kekurangnyanya yakni masih banyak kekurangan pada masalah sarana
dan prasarana
pendukung wisata, dan prospek kedepannya w isata G oa Pindul akan semakin memikat jumlah pengunjung semakin meningkat. daya tarik wisata terkait perkembangan obyek 6
wisata G oa Pindul . faktor utama apakah yang menyebabkan obyek wisata Goa Pindul menjadi semakin populer, dan faktornya adalah pihak pengelola wisata dan Pemerintah Daerah Gunungkidul melakukan pemasaran wisa ta melalui berbagai media. Kemudian faktor lainnya yakni adanya cerita dari mulut-kemulut atau yang sering disebut personal selling yang mempengaruhi orang lain untuk data ng membuktikan cerita tersebut. mengentaskan kemiskinan dengan pendekatan Asset Base Approach: studi kasus w isata 7
Goa Pindul . Adapun Asset Base Approach memfokuskan pada identifikasi asset apa saja yang dimiliki oleh komunitas warga. Warga yang miskin sekalipun memiliki asset, asset itu harus diungkap dan dimaknai dengan cara pandang baru sebagai kekuatan. Diantaranya Pertama, asset manusia. M anusia disini diposisikan sebagai asset yang bisa menggerakkan perubahan, memiliki gairah berkomunitas dan memiliki keterampilan yang dapat diasah dan dikembangkan untuk memperbaiki kehidupannya. Kedua, asset alam. Asset ini berupa hutan, kebun, pantai, ikan, binatang, pasir, batu dan sejenisnya. Ketiga, asset fisik yang berupa sarana transportasi, peralatan, gedung dan teknologi lainnya. Keempat, asset sosial berupa adanya kelompok, panguyuban, asosiasi, jaringan sosial dan institusi sosial lainnya di dalam masyarakat. Keelim a, asset ekonomi, yakni berupa adanya ke biasaan menabung di dalam masyarakat, adanya koneksi bisnis dan kegiatan usaha ekonomi lainnya. Dengan memperhatikan asset ini, komunitas warga berfokus untuk menggerakan kekuatan positif dari asset ini untuk menggerakkan inspirasi perubahan di masa depan . Komunitas warga memimpin secara langsung tindakan untuk memperbaiki keadaan dan adanya pihak luar diposisikan untuk saling bersinergi mendorong tahapan -tahapan perubahan. 6
Adiguan,W ildan. Kajian Day a Tarik W iisata Terkait Perkem bangan Obyek W isata G oa Pindul ( Desa W isata Bejiharjo, Kecam atan Karangm ojo, Kabupaten Gunungkidul) . Yogyakarta, (UGM, Skripsi, 2013), 40-49 7 Rozaki,Abdur. Mengatasi Kem iskinan Dengan Pendekatan Ass et Base ( Studi Kasus W isata Go a Pindul di Desa Bejiharjo Kabupaten Gunungkidul Y ogyakarta. Yogyakarta, (UIN, Penelitian,2013), 7-14
5
Keberhasilan warga Bejiharjo dalam mengelola w isata berbasis masyarakat dengan pendekatan Asset Base Approach dalam membangun sum ber kehidupan berkelanjutan (sustainnable livelihood). Ternyata melalui pengembangan Goa Pindul sebagai dasar aset lokal di Bejiharjo mampu menciptkan lapangan pekerjaan, mendorong pertumbuhan ekon omi lokal dan mengurangi angka jumlah kemiskinan di Desa Bejiharjo. Sehingga terhadap analisis dampak 8
obyek wisata G oa Pindul terhadap peningkatan pendapatan masyarakat Desa Bejiharjo . M emperlihatkan bahwa keberadaan obyek wisata Goa Pindul terhadap peningkatan pendapatan masyarakat Bejiharjo, terungkap bahwa masyarakat memberikan tanggapan yang positif terutama bagi rumah tangga yang aktif bekerja disarana w isata dapat menikmati peningkatan pendapatan yang signifikan dibanding sebelumnya, selain dampak ekonomis bagi warga yang tergabung dalam pengelolaan w isata juga berdampak pada warga diluar pengelola. Ada terdapat beberapa tulisan yang memaparkan sedikit tentang
konflik G oa Pindul misalkan seperti,
9
sengketa agraria obyek wisata G oa Pindul . Namun tulisanya hanya melihat bagaim an kontestasi sengketa wisata Goa Pindul dari sudut pandang agraria dan perkembangan dinamika konfliknya hanya pada persoalan penutupan pintu masuk gua, kemudian penyelesaian konfliknya hanya sebatas pada kompromi di tempat saja. Padahal persoalan yang terjadi pada wisata G oa Pindul tak semudah yang dibayangkan, klaim -klaim pengelolaan, kepemilkina, masih sebagai keadaan yang serius mewarnai kemelut intesitas konflik. Sehingga menurut saya m eskipun Ngakanyuda mengungkapkan konflik dan resolusinya, tetapi pembahasannya belum sepenuhnya memberikan penjelasan yang lebih dalam dan tajam. Selanjutnya seperti tulisanya M enalar Dinamika K onflik
8
9
Nanaryo Aji, Ditya. Analisis Dam pak Obyek W isata G oa Pindul Terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat Desa Bejiharjo. Yogyakarta ( UGM, Tesis, 2014), 50-59 Ngakanyuda. Sengketa Agraria Obyek W isata Goa Pindul Kabupaten Gunungkidul. Htt://ngakanyuda.wordpress.com. diakses 03/09/201 4
6
10
Wisata Goa Pindul . Hasil tulisanya tentang menalar konflik w isata G oa Pindul hanya mengungkapkan bagaimana perkembangan dinamika konflik, peran aktor dalam membangun klaim -klaim untuk memperebutkan hak atas pengelolaan daerah wisata tersebut , tanpa memberikan penjeleskan
masalah
penyelesaian
konfliknya.
Kemudian dengan m elihat
kesimpulan dari penelitian yang pernah dilakukan oleh mereka, Saya ingin memberikan warna terbaru melihat w isata G oa Pindul, yakni penekanyanya pada masalah resolusinya yang selalu gagal melalui jalan mediasi yang ditem puhnya. Sedangkan asalah konfliknya hanya sebagai dasar membangun argumen penjelaskan bagaimana kegaagalan resolusi konflik sesungguhnya yang dilakukan. Kasus pertanahan seringkali terjadi akibat adanya benturan kepentingan (conflicof interest) antara orang-orang yang berkepentingan, seperti antara perorangan dengan perorangan, antara pereorangan dengan kelompok, bahkan antara perorangan, kelompok dengan hukum dan pemerintah. Seringkali konflik pertanahan menyangkut masalah status tanah, masalah kepemilikan, masalah pendapatan yang dihasilkan, dsb. M isalkan ketika sengketa soal tanah marak terjadi, maka sering kali rujukan yang dibenarkan adalah peraturan pemerintah yang berlaku. Sebenarnya jalur hukum penyelesain masalah pertanahan di Indonesia dari zaman kolonial sudah ada yakni tidak lain hukum agraria sebagai ruang lingkup yang seringkali sangat dibutuhkan keberadaanya terkait perebutan kekuasaan atas lahan. Hanya saja karena penanganan yang kurang tertarah akhirnya kasus-kasus persoalan sengketa lahan banyak yang terabaikan, bahkan menjadi terus berlanjutnya sengketa dan bahkan terkadang tanpa mampu untuk 11
dipulihkan. Pandangan Dahrendrof , terkait masyarakat bahwa prinsipnya setiap masyarakat
10
11
Afala,Machdani. MenalarDinam ikaKonflikW isataGoa Pindul. http://pustral-ugm.academia.edu/daniode diakses 09-Juli 2014 Dahrendrof. Konflik dan Konflik dalam M asyarakat Industri Sebuah A nalisis Kri tik.(CV. Rajawali,1994), 39
7
senantiasa berada dalam proses perubahan yang tak pern ah berakhir, setiap masyarakat mengandung konflik, setiap unsur dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial, selain daripada itu setiap masyarakat terintegrasi dalam pengurusan atau dominasi seseorang atas orang lain. Bagi masyarakat yang menyangkut ketidak adilan ada tiga hal: misalkan pertama ketidak adilan pemilkikan sumberdaya alam, kedua ketidakadilan pemanfaatan sumberdaya alam, ketiga menyangkut kedua
hal sekaligus
ketidakadilan dalam mengambil keputusan be rkenaan dengan pemilikikan dan pemanfaantan sumberdaya alam itu sendiri. Ichan M alik memberikan gambaran bahwa setiap konflik -konflik yang berkaitan dengan sum berdaya alam seperti hutan, tanah, tambang, sungai, danau se rta pesisir pantai, biasanya bermula dari suatu pertentangan klaim hak penguasaan pemilikikan dan pemanfaatan sumberdaya alam antara masyarakat setempat dengan pihak luar yang mendapatkan 12
konsesi dari pemerintah pusat maupun daerah . M arx dalam menyusun proporsinya tentang proses konflik didasarkan atas ketidak setaraan akses sumberdaya. Ketidak setaraan tersebut kemudian menciptakan kelompok (group) yang memposisikan dirinya sebagai ordinat (dominasi) disatu sisi, dan subordinat (termarjinalkan) pada sisi lainnya. Bahwa mereka yang tersubordinat akan menjadi peduli terhadap kepentingan kolektif mereka atas dominasi kelompok ordinat denganmempertanyakan pola distribusi sumberdaya yang tidak merata. Akibatnya rusaknya relasi (hubungan) antara kelompok ordinat dan kelompok subordinat disebabkan disposisi alternatif yang diciptakan oleh kelompok ordinat terhadap kelom pok subordinat. Dalam kondisi seperti ini, kelompok subordinat membangun kesatuan ideologi untuk mempertanyakan
sistem
yang
berlangsung dan melakukan
kepemimpinan kolektif terhadap kelompok
12
perlawanan melalui
ordinat. Hal tersebut yang akhirnya
bisa
Malik,Ichan. Menyeim bangkan Kekuasaan Pilihan Strategi Menyelesaikan Konflik Atas Sum ber Daya Alam . (Jakarta, Yayasan Kemala,2013), 17
8
menyebabkan
polarisasi
antar
kelompok
ordinat
dengan
kelompok
subordinat
yang
berkepanjangan. K onflik bermacam -macam bentuknya antaralain yang dikelompokan oleh 13
Simon Fisher , pertama konflik horisontal merupak bentuk konflik yang terjadi dikalangan warga masyarakat, baik dalam skala kecil maupun sekala besar. Kedua konflik vertikal merupakan bentuk konflik antar warga masyarakat dengan pemerintah baik dalam intensitas kecil maupun besar. Ketiga konflik yang bersifat tumpang tindih antara dimensi horison tal dan vertikal yang dengan sebutan lain yakni konflik multidimensi. M enyangkut resolusinya secara 14
garis besar jalannya dapat ditempuh melalui beberapa tahapan antara lain :
M emfasilitasi
dialog diharapkan untuk memungkinkan pihak-pihak yang berkonflik untuk berkomunikasi secara langsung. Negosiasi bagian proses untuk memungkinkan pihak-pihak yang berkonflik untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan pilihan dan mencapai peneyelesaian melalui interaksi tatap muka. M ediasi bagian proses interaksi yang dibantu pihak ketiga, hal tersebut dilakukan agar pihak–pihak yang berkonflik menemukan penyelesaian yang mereka sepakati sendiri. Arbitrasi adalah jalan hukum yang di tempuh yang dilakukan pihak ketiga dalam resolusi dengan segala kewenangannya untuk memutuskan dan menjalankan penyelesaian suatu konflik. Dari literatur review diatas, memberikan gambaran dan penjelasan sejauh mana sudah terungkapnya baik keberadaan, potensi, dampak dari keberadaan wisata Goa Pindul. Sehingga penting bagi penelitian saya dalam
membaca sisi lain dan menemukan hal kebaruan dari
problematika w isata Goa Pindul yang belum terungkapkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Akhirnya fokus penelitian saya adalah untuk menjelaskan bagaimana dinamika konflik dan
13
Fisher, Sim on. Mengelola Konflik, Ketram pilan dan Strate gi untuk bertindak. (Jakarta, SMK Grafika Dasa Putra, 2001), 17 14 Sim on, op.cit.18
9
bagaimana negara sebagai mediator dalam memediasi konflik wisata Gua Pindul mengalami kegagalan D. Kerangka Teori a. Teori Dinamik a Konflik
Konflik sebenarnya juga merupakan masalah sederhana, karena konflik mengalamai pem bentukan intensitas secara terus-menerus maka yang terjadi konflik akan sulit untuk didamaikan selama saluran yang menje mbatani perbedaan belum terbuka. M eskipun begitu tetapi konflik sering kali akan selalu menuju kearah kesepakatan atau konsensus. Konflik sutau keretakan hubungan antara dua pihak atau lebih ( individu atau kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki, sasaran yang tidak sejalan kemudian secara bahasa latinnya konflik diartikan 15
sebagai Conflictus yang mengandung pengertian pertentangan, perselisihan, percecokan . Yang kemudian dalam istilah Dahrendof membedakan dua tipe kelompok yang masuk dalam 16
lingkaran konflik, yaitu kelompok semu dan kelompok kepentingan . Sehingga kelompok kepentingan inilah yang pada akhirnya menjadi sumber nyata atas terjadinya konflik dalam masyarakat. Perubahan setiap saat dinamika konflik pasti telah melewati berbagai tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan yang berbeda. Dinamika tersebut penting diketahui tahapan-tahapannya untuk menganalisis berbagai dinamika dan kejadian yang berkaitan dengan masing- masing tahap konflik. Tahapan konflik se demikian rincinya terstruktur namun dalam realitasnya kadang tidak berlangsung demikian, tetapi sering terjadi tum pang tindih.
Sim on
15
Pigay,Dicki Natalis. Evolusi Nasionalism e Sejarah Konflik di Papua. (Jakarta,PustakaSinar Harapan,2001), 23 16 Dahrendrof, op.cit. 45
10
17
Fisher menggambarkan dinamaika konflik yaitu :
pertama pra konflik yang berarti suatu
kondisi dimana konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun satu pihak atau banyak pihak yang tahu adanya potensi konfrontasi. Ketegangan hubungan diantara beberapa pihak juga terjadi dan bisa saja ada keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain di tahapan ini. Disinalah terdapat ketidak sesuaian sasaran antar kelompok ya ng meninbulkan konflik terjadi. Kedua yakni konfrontasi yang menegaskan pada tahapan ini keadaan konflik semakin menjadi terbuka dimana hanya sepihak merasa ada persoalan tetapi dipihak pendukungnya melakuakan tindakan yang menunjukan gejolak yang dinyatakan dengan konfro ntasi. Seringkali kekerasan pertikaian pada level rendah juga turu t serta m enghiasi. Dari masing-masing pihak kelom pok yang berselisish mengumpulkan masa atau sekutu sebagai sumber daya dan kekuatan dengan harapan dapat meningkatkan kekerasan kertangan secara demontrasi. Kemudian ketiga tahap krisis dimana ketika keadaan kekerasan dan ketegangan pada titik vertikal tertinggi itulah merupakan puncaknya konflik terjadi dan pada umumnya kecenderungan untuk menentang pihak
lain bahkan
melakukan tuduhan-
tuduhan
sebagai
ketegasan
dari
pernyataan-
pernyataannya. Dan tahap keempat berupa akibat yang menggambarkan apa pun keadaanya pada tingkat ini ketegangan konfrontasi, kekrasan yang terjadibisa dikatakan menurun volumenya dan dimungkinkan adanya resolusi kedua belah pihak melalui kesetujuan untuk bernegosiasi dengan syarat-syarat atau tanpa bantuan perantara. Dimungkinkan juga pihak yang mempunyai otoritas terkuat mengendalikan atau pihak ketiga yang lebih berkuasa akan memaksa kedua belah pihak yang berkonflik untuk menghentikan. Tahap dinamika konflik terakhir berupa kondisi pas ka konflik yang melukiskan bahwa intensitas ketegangan, kekerasan konfrontasi sebagai dasar konflik sudah berkuang dan
17
terselesaikan dengan hubungan mengarah kembali kehubungan
Sim on, op.cit. 21
11
yang normal di antara pihak atau kelompok yang berkonflik. Biarpun demikian ad anya keadaan normal tetapi ketika isu-isu dan masalah yang timbul di akibatkan sasaran mereka tidak maksimal teratasi dengan baik, maka sering kem bali keawal situasi pra konflik. Langkahlangkah dalam mengakhiri sebuah pertentangan, perselisihan, perebutan, perlu adanya konsep yang akurat, tepat sasaran. Langkah tersebut tidak lain adalah resolusi konflik sebagai jalan penyelesaian. Hidayati mengatakan bahwa resolusi konflik didefinisikan sebagai “suatu proses untuk mencapai persetujuan dengan menggunakan mekanisme partisipasi dari berbagai 18
stakholders” . Yang jelas resolusi konflik diharapkan dapat memberikan penyelesaian yang dapat diterima semua pihak meski dalam konsekuen akhirnya ada pihak yang mengalah atau di kalahkan dan pihak yang menang. Sementara Fisher memberikan alternatif penyelesaian konflik, 19
yaitu : pertama kompromi sebagai S uatu bentuk akomodasinya dimana pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Dasar melaksanakan kompromi adalah salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya. Karena kompromi adalah kesepakatan yang dicapai ketika kedua belah pihak mengambil titik tengah dari sebuah dimensi yang jelas. Kedua negosiasi bahwa pihak-pihak yang bersengketa berusaha menyelesaikan masalah tanpa bantuan atau campur tangan orang atau kelompok lain. Tujuannya adalah untuk mencari klarifikasi tentang isu-isu atau masalah-masalah dan mecoba untuk mencapai kesepakatan tantang cara penyelesaianya. Negosiasi ini pada prinsipnya berlangsung di antara kedua belah pihak pada tahap awal suatu konflik, ketika jalur komunikasi belum betul-betul putus, atau pada tahap lebih lanjut, ketika kedua pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan tentang syarat -syarat dan
18
Hidayati,Deny.dkk. Abadi,2005),17-23 19 Sim on, op.cit. 37
Manajem en
Konflik,
Stekholder
Delta
Mahakam .
(Jakarta,
Dany
Jaya
12
20
rincianaya untuk mencapai penyelesaian secara damai . Dengan demikian memungkinkan pihak- pihak yang berkonflik untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan pilihan dan mencapai penyelesaian melalui interaksi tatap muka. Ketiga mediasi suatu proses interaksi yang dibantu oleh pihak ketiga, sehingga pihak- pihak yang berkonflik menemukan penyelesaian yang mereka sepakati sendiri. Keempat Arbitrasi mengandung dua konsep yaitu konsep politik dan konsep pengadilan. K onsep pengadilan, yakni memberikan tugas pada arbitrator untuk menilai kebaikan isu yang di pertentangkan itu meurut ukuran pasti, benar atau salah. Konsep politik memberikan kesan bahwa tugas untuk menentukan titik komprom i da pat dilaksanakan di antara isu-isu yang bertentangan. Sehingga resolusi konflik dengan mengacu kepada sebuah strategi-setrategi untuk menangani persoalan harapan pencapaiannya adalah tidak hanya mencapai suatu kesepakatan dalam mengakhiri kekerasaan, atau ketegangan, melainkan untuk memcapai suatu resolusi dari berbagai perbedaan sasaran yang menyulitkan. b. Teori Mediasi. 1. Pemahaman M ediasi Resolusi konflik melalui proses m ediasi merupakan bentuk kegiatan intervensi yang dilakukan pihak ketiga dengan tujuan untuk menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna menghasilkan kesepakatan. Karena mediasi secara etimoligi latinnya “mediare” yang berarti berada ditengah, maka bagi W illiam Hendrick menganggap mediasi sangat penting dalam resolusi konflik karena dasarnya mediasi merupakan format yang sangat dianjurkan untuk pihak 21
ketiga sebagai kelompok yang dim inta melakukan kegiatan intervensi . M ediasi juga dapat di bedakan berdasarkan peran dan fungsinya, pertama medaisi kom promi merupakan mediasi yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang sedang 20 21
Sim on, op.cit. 39 Hendricks, W illiam. Bagaim ana Mengelola Konflik, Petunjuk Praktis untuk M anjem en Konflik y ang Efektif. (Jakarta,Bum i Akasara,2008), 70.
13
berkonflik. Kedua mediasi normative bertujuan untuk mencari kesepakatan berdasarkan hak -hak legal dalam wialayah yang diantisipasi oleh pengadilan. Ketiga mediasi terapi dan rekonsiliasi tujuannya
untuk mencari penyebab yang mendasari munculnya permasalahan dengan
pertimbangan untuk meningkatkan hubungan diatara mereka melalui pengakuan. Keempat mediasi berbasis kepentingan bertujuan untuk menghindarkan posisi mereka dari pada hak -hak 22
legal mereka secara kaku . M enurut peraturan M akamah Agung (M A) No. 2 Tahun 2003 bahwa M ediasi merupakan penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pih ak dengan 23
bantuan oleh mediator . Keunggulan mediasi dibandingkan dengan konsep resolusi konflik lainnya sebagai metode penyelsaian adalah proses mediasi lebih mudah jika dibandingkan alternatif lewat penyelesaian kompromi maupun negosiasi, apalagi pihak yang bersengketa lebih mudah punya kecenderungan untuk menerima hal yang dicapainya, karena sem ua merasa samasama membuat keputusan dan kesepakatan. Sedangkan dilihat dari sisi negatifnya sebuah mediasi adalah bisa saja mediator lebih memihak kesalah satu pihak, selain dari pada itu berfikir waktunya bahwa kenyataannya proses mediasi waktu yang dibutuhkan sangat lama, hal tersebut dikarenakan harus mempertemukan kedua pihak beserta kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan untuk dirumuskan sebuah kesepakatan. Kemudian terkait tercapai tidaknya kesepakatan sangat tergantung dari sikap dan keinginan dari kedua pihak untuk menyelesaikan permasalahannya lewat proses mediasi. Jika tidak ada keinginan yang tulus untuk dimediasi dari kedua belah pihak, maka yang ada kondisi konflik tidak dapat diakhiri. Untuk itulah langkah yang perlu dilakukan jika mediasi tidak mencapai kesepakatan maka mediator wajib men yatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahu kegagalan tersebut kesem ua
22 23
W illiam ,op.cit.74 Syahrizal, Abbas. Mediasi dalam perspektif hukum syariah, hukum adat, dan hukum nasional, (penerbit kencana prenada m edia Group: jakarta,2009), 25
14
pihak. Namun jika sebaliknya tercapai kesepakatan perdamaian, maka wajib durumuskan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak yang dimediasi dan ju ga oleh mediator. 2. M ediator Sedangkan mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi 24
membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa . Yang dimaksudkan pihak ketiga yakni mediator bisa seorang atau lebih yang tidak memihak atau netral yang melibatkan diri atau diminta kedua belah pihak, namuan demikian mediator tidak mempunyai kekuasaan untuk membuat dan memaksakan keputusan, namun datangnya penyelesaian adalah dari pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang membuat keputusankeputusan atas dasar kesepakatan. Ciri-ciri penting dari mediator yakni: a) Netral b) M enguatkan suasana komunikasi c) M enumbuhkan dan mempertahankan kepercayaaan diatara para pihak d) M embantu para pihak untuk menghadapi situasi dan kenyataan e) Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. f) M engakhiri proses jikalau sudah tidak lagi produktif. M ediator harus mampu menggunakan kemampuan secara maksimal untuk memberikan yang terbaik sehingga para pihak yang berselisih merasa puas dengan keputusan yang mereka sepakati atas bantua dari mediator. Sehingga peran mediator hanyalah sebatas membantu para pihak yang bersengketa tanpa memutus ataupun memakaskan pandangan atas masalah -masalah
kepada
pihak tersebut selama proses mediasi berlangsung. Kemudian tugasnya mediator adalah wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasinya juga mediator 24
Abbas,op.cit. 35
15
perlu menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik. Jika dianggap perlu maka mediator dapat melakukan pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung, selain mediator telah mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada semua pihak untuk dibahas dan disepakati juga. Penting dalam mediasi oleh Wallace, bahwa mediator harus mampu merumuskan berbagai 25
hal antara lain : a.
M enetapkan parameter
M enetapkan aturan dasar untuk membangun kredibilitas bagi tim mediator. Aturan dasarnya untuk tim mediator misalnya setiap orang yang telibat dalam mediasi akan di minta berbicara dengan mengatas namakan pribadi, dengan menggunakan kata ”saya” dari pada menyerang atau menyalahkan pihak lain. D engan tujuan bagi tim mediator adalah bukan untuk tambah menyalahkan tapi untuk menemukan solusi b.
M engumpulkan data
Tim inversensi perlu untuk mendapatkan informasi dalam waktu yang singkat dan kelom pok yang berselisih harus dapat memberikan informasi melalui contact person atau melalui wawancara (interview). Informasi yang perlu di kum pulkan meliputi:
c.
a)
Riwayat konflik
b)
Pola-pola komunikasi
c)
Distribusi kekuatan
d)
Prioritas masalah dalam hubungannya dengan perusahaan atau unit tuju an
M enyusun ulang isu
25
W allace G. Institutional Conflict W ork In Dem ocratic Sicie nties .(UCI Ombudsman,1993), 28
16
Perbedaan antara menyusun ulang dan menyusun adalah terletak pada arena is u. Penyususnan ulang berlangsung saat individu terinterview. Selama penyusunan tim mediator memasuki proses, memberikan petunjuk dan pengarahan. d.
M enciptakan alternatif
Konflik itu umumnya berpangkal dari berbagai sebab dengan derajat kesepakatan dan ketidaksepakatan yang beragam. Untuk itu perlu bagi tim intervensi menggiring mereka untuk menjauhi polarisasi, sementara dengan menghadirkan berbagi pilihan -pilihan alternatif. e.
M elakuakan evaluasi dan mencari kesepakatan
Pertama, juru bicara harus tampak dari semua arah dan berada di depan ruangan bersama anggota tim intervensi dalam menjelaskan kesimpulan yang dicapai. Poin kedua dari evaluasi dan kesepakatan adalah untuk melukiskan bila dan dimana orang bisa sampai pada konklusi secara pribadi. E. Definisi Konsepsional Konflik merupakan suatu bentuk perbedaan atau pertentangan kepentingan diantara dua pihak atau lebih. Pertentangan bisa dalam bentuk benturan secara fisi k maupun non fisik yang sesuai kadar konfliknya. Konflik sengketa lahan adalah sengketa atas sebidang tanah beserta apa yang tumbuh di atasnya atau apa yang terkandung di dalamnya, yang mulai dari atas dasar klaim kepemilikan, hak-hak pengelolaan dan ijin-ijin pemanfaatan di atas maupun di dalam nya suatu lahan yang di diperebutkan. Dinamika konflik yaitu berupa
pasang surut keaadaan situasi konflik, dan adanya
perubahan yang mencerminkan persekutuan, permusuha n,dan pemisahan diantara pihak-pihak yang masuk dalam zona konflik. Resolusi konflik memunculkan dua pengertian dasar pertama resolusi konflik yang muncul ketika konflik sedang berlangsung dan bisa juga disebut resolusi konflik aktual. Kedua resolusi konflik potensial merupakan resolusi konflik yang masih 17
ditangguhkan untuk menyelesaikan konflik, hanya akan di lakukan ketika penyelesai an koflik secara aktual mengalamai jalan buntu. Resolusi konflik didefinisikan sebagai “suatu proses untuk mencapai persetujuan, kesepaaktan dengan menggunakan mekanisme seperti kompromi, negosiasi, mediasi, arbitrasi. Yang jelas resolusi konflik diharapkan dapat memberikan penyelesaian yang dapat diterima semua pihak meski dalam konsekuen akhirnya ada pihak yang mengalah atau di kalahkan dan pihak yang menang. M ediasi merupakan penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan bantuan o leh mediator, maka mediator bisa seorang atau lebih yang tidak memihak atau netral yang melibatkan diri atau diminta kedua belah pihak, namuan demikian mediator tidak mempunyai kekuasaan untuk membuat dan memaksakan keputusan, namun datangnya penyelesaian adalah dari pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang membuat keputusan keputusan atas dasar kesepakatan. F.
Definisi Operasional
Penggunaan defenisi operasional untuk memudahkan mengukur aspek yang diteliti. Dalam penelitian ini secara operasional ada beberapa aspek konfliknya dan upaya penyelesaian konflik yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Terjadinya konflik sengke ta lahan dapat dilihat melalui; Pertarungan hal legal, yaitu melihat sumber penye bab konflik dari perebutan atau pertarungan kepemilikan lahan. Kelangkaan, yaitu melihat penyebab konflik dari tinjauan kelangkaan sumber daya adalah dimungkinkan adanya potensi dari lahan tersebut bagi masyarakat sebagai sumber perekonomian. Relasi antara masyarakat setempat dengan pengelola apakah mengikutsertakan masyarakat atau tidak untuk bersama -sama mengelolaan dan menikmati hasil sumber daya alam diwilayahnya. Penyebab konfliknya mencakup
18
aspek latar belakang sejarah penyebab konflik, nilai yang dipahamai oleh pihak yang berkonflik, serta faktor struktural para pihak yang berkonflik. 2.
Dinamika konflik, dinamika konflik mencakup aspek dimana waktu dan faktor terjadinya peningkatan intensitas konflik, dan sebaliknya ketika posisi waktu dan faktor penurunan intensitas konflik, serta posisi dan tindakan para aktor selam a berkonflik.
3.
Upaya Resolusi Konflik, bentuk dan intensitas penyelesaian konflik yang pernah dilakukan, yakni bagaimana upaya pemerintah daerah dalam menyelesaikan konflik melaui secara negosiasi, mediasi, arbitrasi serta kemampua n pemerintah daerah dalam memberikan alternatif-alternatif penyelesaian konflik
jika mengalami jalan buntu.
M ediasi sebagai keterlibatan pihak ketiga yang di sebut mediator dalam peneyelesaian konflik, misalkan kesediaan dan kemampuan pemerintahan Daerah dalam memfasilitasi peneyelesaian konflik, dan juga upaya-upaya yang dilakukan oleh tokoh masyarakat di wilayah
sengketa dalam menangani konflik. Penyelesaian konflik, hasil akhir dari
penyelesaian konflik dua kemungkinan terjadi bisa berhasil atau bisa juga sebuah kegagalan dalam penyelesaian konfliknya. G. Metode Penelitian 1.
Desain Penelitian
Tujuan penelitian untuk mencari penjelasan dan jawaban terhadap suatau permasalahan serta mem berikan alternative untuk memecahkan suatu masalah dan strategi peneliti yang di lakukan adalah mencari penjelasan tentang kegagalan negara dalam mediasi konflik dilahan wisata susur sungai bawah tanah G ua Pindul dan mendeskripsikan bagaimana resolusi konflik yang pernah dilakukan. Sehingga penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif sebagai alat dalam proses pengumpulan data. Betapa pentingnya posisi peneliti didalam penelitian kualitatif adalah bertindak sebagai alat pengum pul data. Kata lain penelitian ini 19
bertujuan untuk menggambarkan sifat aslinya dari sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Focus pada studi kasus yang merupakan penelitian yang merinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh. Selain peneliti berusaha untuk menemukan semua variable penting terkait dengan diri subjek yang diteliti , bagaimana perkembangan dari subjek, penyebab terjadinya hal tersebut, prilaku keseharian subjek, serta bagaimana prilaku berubah dan penyebab terjadi perubahan tersebut. M enggunakan Studi kasus instrumental justru menekankan pada kasus tunggal yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan secara detil sehingga dapat membentuk satu konstruk atau memperbaiki teori, bahwa pelaksanan penelitian terhadap kegagalan negara dalam meresolusi melalui mediasi pada dinamika konflik sengketa lahan w isata Goa Pindul di Desa Bejiharjo adanya tanpa memanipulasikan keadaan dan menjelaskan kondisinya secara detail. M aka bagaimana kondisis konflik goa pindul diresolusi dengan didukung oleh fakta- fakta bisa berupa data dari ucapan lisan dari sumber yang ditunjuk, maupun dokume n sebagai data skunder yang ada di lapangan. Demi pencapaian hasil yang maksimal peneliti mengunakan teknik observasi dengan terjun langsung kelapangan untuk mengetahui secara real persoalan yang terjadi di lapangan. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Desa Bejiharjo sebagai tempat lokasi penelitian hal tersebut pertama kehadiran Goa Pindul sebagai lahan wisata di Bejiharjo yang menimbulkan gejolak konflik. Kedua melihat bahwa sebagian masyarakatnya berlatarbelakang kehidupan sebagai bermata pencahariannya petani yang kemudian berubah haluan kepengelola lahan w isata. Kemudian subjek penelitian adalah sebagai pokok penelitianya ditekankan pada dinamika dan resolusi konflik wisata Goa Pindul.
20
3. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: pertama, data pimer yang diperoleh melalui sumbangan dengan melakuakan wawancara mendalam kepada sumber yang telah ditunjuk, dan memiliki pemaham an dengan masalah penelitian. Dan kedua adalah data skunder yang di peroleh tidak secara langsung dari informan, tatapi lebih banyak infor masi dari buku, maupun dokumen lain tyang terkait dengan masalah penelitian. Dari kedua sumber data dapat di jabarkan dengan bebarapa pengambilan secara metode: a. Obsebasi partisipatif dengan melakukan pengamatan langsung terhadap acara dan aktivita dalam konflik tersebut baik kedaan konflik dan pneyelaeasian konflik yang terangkum secara manajemen konflik. b. Interview atau wawancara dengan pihak terkait dengan objek penelitian, hasil wawancara direkam dicatat yang merupakan sumber data utama. Teknik ini merupakan pengumpulan data melalui Tanya jawab secra bebas menggali infomasi secara mendalam dan terarah yang berpedoman pada pertanyaan penelitian ini, tanpat tertutup kemungkinan terhadap pertanyaan baru. c. Dokumentasi merupakan pengumpulan data suatu pengumpulan data dengan memilih dan memilah serta mengelompokan kedalam bagian-bagian yang relevan untuk selanjutnya di paparkan secara deskriptif. 4. Tekhik Analisis Data Analisis datanya kualitatif melalui kategorisasi, diantaranya dengan penedakatan deskripsi: a. M enyusun satuan-satuan seluruh data yang terkumpul dari hasil wawancara, observasi, dan telaah dokumentasi dibagi dengan golongannya. Dalam proses ini di lakukan reduksi data yaitu mengeleminir data yang kurang relevan.
21
b. Kategori abstraksi data terus di sempurnakan dan digolong-golongkan sesuai dengan kategorinya c. M enyusun hubungan antar kategori, satu kategori data di bandingkan dengan kategori lainya untuk melihat hubungan antar kategori untuk selanjutnya di interpretasikan dalam betuk table maupun gambar. d. Interpretasi dan kesimpulan hasil interpretasi hubungan antara kategori selanjutnya dicari makna sebagai kesimpulan. F. Sistematis Penulisan Bab Dalam Laporan Penelitian Kemudian hasil penelitian dituangkan dalam empat sistem yaitu: Pada bab satu berisi tentang penjelasan bagaimana gamb aran latar belakang lahirnya Goa Pindul sebagai destinasi w isata yang menimbulkan dinamika
konflik berkepanjangan.
Selanjutnya untuk penegasan dari latar belakang tertuangkan pada perumusan masalah yakni bagaimana dinamika konflik di w isata Goa Pindul sesungguhnya sehingga untuk peneliti menemukan jawaban dari pertanyaan bagimana resolusi yang dilakukan oleh Pemkab Gunungkidul melalui jalan mediasi mengalami kegagalan. Sehingga dari tujuan penelitian tersebut kemudian menemukan jawaban mengapa negara (Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) mengalami kegagalan tersebut. Pada bab dua menjelaskan eksistensi G oa Pindul sebagai tempat wisata yang mendatangkan banyak pundi-pundi rupiah. Untuk memperkuat argumen terkait perkembangan w isata G oa Pindul maka perlu dibutuhkan penjelasan tentang bagaim ana respon masyarakat setelah kehadiran wisata tersebut. Pada bab ketiga adalah tentang penjelasan wisata Goa Pindul sebagai destinasi pariwisata yang melahirkan konflik, untuk memudahkan dalam memetakan dan memberi argum en
22
penalaran pada bagaimana dinamika konflik yang terjadi. M aka sebagai landasan kerangka berpikir, bagaimana Pemkab Gunungkidul dalam merespon
hadirn ya konflik di wisata G oa
Pindul. Pada bab empat berisi mengenai bagaimana negara mengalami kegagalan dalam melakukan resolusi konflik sengketa lahan w isata G oa Pindul, dengan menjelaskan upaya bagaimana langkah-langkah negara dalam menempatkan diri sebagai mediator penjembatani penyelesaian konflik diforum mediasi. Pada bab lima adalah akhir dari pembahasan, yang menjelaskan bagiamana kesimpulan sebenarnya secara keseluruhan, baik itu tentang eksistensi wisata Goa Pindul, kemudian dinamika konflik dan yang terpenting adalah kegagalan negara meresolusi konflik melalui peranya sebagai mediator dalam melakukan mediasi.
23