HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETERNAK DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL (Kasus Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur)
SKRIPSI SAIDAH
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETERNAK DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL (Kasus Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur)
SAIDAH D03400040
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETERNAK DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL (Kasus Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur)
SAIDAH D03400040
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 17 September 2008
Pembimbing Utama
Ir. Richard WE. Lumintang, MSEA NIP. 130 367 101
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bobor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr NIP. 131 955 531
Pembimbing Anggota
Ir. Burhanuddin, MM NIP. 132 232 454
RINGKASAN SAIDAH. D03400040. 2008. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal (Kasus Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Pembimbing Angoota : Ir. Burhanuddin, MM Peningkatan populasi penduduk dari tahun ke tahun mendorong pada peningkatan konsumsi protein hewan yang berasal dari susu. Hal ini menyebabkan perlunya penanganan yang serius bagi usaha peternakan sapi perah. Usaha peternakan sapi perah Pondok Ranggon memiliki lokasi di Ibukota negara Republik Indonesia, yakni DKI Jakarta. Umumnya masyarakat yang tinggal di perkotaan memiliki karakteristik lebih kompleks dibandingkan mereka yang yang tinggal di pedesaan. Keadaan ini dapat menyebabkan berkurangnya frekuensi komunikasi secara interpersonal di antara sesamanya. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Jenis komunikasi ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau prilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berupa percakapan. Komunikasi interpersonal yang berkualitas akan mengantarkan peternak kepada informasi-informasi yang dapat membangun usaha peternakannya. Efektivitas komunikasi interpersonal dapat tercapai jika adanya sikap keterbukaan, empati, sikap mendukung, kesetaraan dan sikap positif di antara sesama pelaku komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk 1). Mengetahui karakteristik peternak sapi perah di peternakan sapi perah di Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. 2). Mengetahui efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah di Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur.3). Menganalisis hubungan antara karaktersitik peternak sapi perah dengan efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah di Pondok Ranggon, Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan usaha ternak sapi perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung Kotamadya Jakarta Timur pada seluruh peternak yang berjumlah 25 orang. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis korelasional rank Spearman dan koefisien kontingensi dari uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara karakteristik peternak dengan komunikasi interpersonal peternak sapi perah. Hal ini terlihat pada karaktesistik tingkat pendidikan, skala usaha dan pendapatan memiliki hubungan positif dengan efektivitas komunikasi interpersonal. Hubungan negatif lemah terdapat pada karakteristik umur, jumlah tanggungan dan pengalaman peternak. Hubungan terlihat positif nyata pada karakteristik pendidikan peternak, yaitu peternak yang berpendidikan lebih tinggi memiliki nilai efektivitas yang tinggi dalam berkomunikasi secara interpersonal. Jenis informasi yang dibicarakan oleh peternak ketika terjadi proses komunikasi berturut-turut yaitu mengenai penyakit ternak, pakan ternak, pemasaran hasil ternak, reproduksi dan sistem perkandangan. Informasi yang sering dibicarakan peternak adalah informasi yang berkaitan dengan penyakit ternak.
Kata kunci: Komunikasi interpersonal, efektivitas, karakteristik, jenis informasi, peternak.
ii
ABSTRACT The Correlation between Characteristic and the Effectiveness of Interpersonal Communication the Dairy Farmers (Case of Dairy Farmers In Pondok Ranggon, of Subdistrict Cipayung Jakarta Timur) Saidah, R. Lumintang, Burhanuddin The objectives of research were: (1) to recognize the characteristics of dairy farmers in Pondok Ranggon, (2) to identify the effectiveness of interpersonal communication among dairy farmers, and, (3) to analyze relationship between the characteristics and the effectiveness of interpersonal communication among dairy farmers. The samples amounts 25 dairy farmers that was the totalof popuation.. This research was designed as a descriptive correlation study. The research was on September until November, 2007. Data was analyzed by both rank Spearman and contingency coefficient of chi square. The descriptive analyze for characteristic of the dairy cattle farmers shows that the age of of the dairy cattle farmers between 53-63 years old have the most amount. Generally they hae experience more than ten years. The attempt scale that they have are 15,25 ST – 30 ST is the most amount. The attempt of dairy breeders of Pondok Ranggon has good classification in their attempt. This proven by the establishment of the cattle as an example cattle in west java. The result of Rank Spearman and Chi Square statistical test, respectively. The result of research exposed that level of dairy farmers education had a highly significant correlated to interpersonal communication effectiveness. The age had negatively correlated to interpersonal communication. Other indicated income and farm size related slightly too interpersonal communication effectiveness. Key word: Characteristic, dairy cattle farmers, interpersonal communication
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Desember 1981 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Ahmad Haitami dan Ibu Surtini. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1994 di SDN Duren Tiga, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1997 di MTsN 1 Jakarta dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2000 di MA AlKhairiyah Jakarta. Penulis diterima pada jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2000. Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di MA Al-Khairiyah Jakarta dan MTs Raudhatul Ulum Jakarta.
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan kemurahanNya mengizinkan penulis menyelesaikan tugas akhir yang berjudul "Hubungan karakteristik peternak dengan efektivitas komunikasi interpersonal (Studi Kasus Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur)" untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembangunan sub sektor peternakan perlu mendapatkan pembinaan yang lebih intensif dan terarah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan pendapatan. Bidang peternakan memegang peranan penting dalam penyediaan protein hewani. Ketersediaan protein hewani ini semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Ketersediaan informasi bidang peternakan berpengaruh pada kemajuan usaha para peternak. Informasi bidang peternakan dapat diperoleh oleh peternak melalui pertukaran informasi secara interpersonal. Komunikasi interpersonal diantara para peternak diharapkan dapat memberikan peluang usaha yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan. Terdorong dari hal di atas, penulis melakukan penelitian tersebut. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Masukan dan saran sangat diharapkan untuk menyempurnakan tugas akhir ini. Semoga seluruh hasil yang tertuang dalam tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2008
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ……………………………………………………………… ..
i
ABSTRACT ………………………………………………………………...... iii RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………..
iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
v
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. vi DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. viii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
ix
PENDAHULUAN ……………………………………………………………
1
Latar Belakang ………………………………………………………... Tujuan …………………………………………………………………
1 3
DEFINISI ISTILAH …………………………………………………………
4
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN …………….
5
Kerangka Berpikir …………………………………………………….. Hipotesis Penelitian ……………………………………………………
4 6
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………
7
Komunikasi ……………………………………………………………. 7 Komunikasi Interpersonal ……………………………………………... 7 Hubungan Karakteristik Peternak dengan Komunikasi ……………….. 10 Peternakan Sapi Perah di Indonesia ………………………………….... 13 METODE PENELITIAN …………………………………………………….. 16 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………... Populasi dan Sampel …………………………………………………… Desain Penelitian ………………………………………………………. Data dan Instrumentasi ………………………………………………… Definisi Operasional …………………………………………………… Validitas dan Reabilitas Instrumen …………………………………….. Pengumpulan Data ……………………………………………………... Analisis Data ……………………………………………………………
16 16 16 16 17 19 20 21
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ………………………………. 23 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………….. 26 Karakteristik Peternak Sapi Perah ……………………………………... 26 Jenis Informasi Usaha Ternak …………………………………………. 29 Efektivitas Komunikasi Interpersonal Peternak Sapi Perah …………… 31
vi
Hubungan Karakteristik Peternak Sapi Perah dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal Peternak Sapi Perah ………...……………… 33 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………..
40
Kesimpulan …………………………………………………………….. 40 Saran …………………………………………………………………… 40 UCAPAN TERIMAKASIH …………………………………………………..
41
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………
42
LAMPIRAN …………………………………………………………………… 43
vii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Karakteristik Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon ........................
27
2. Jenis Informasi Usaha Ternak Sapi Perah ........................................
31
3. Efektivitas Komunikasi Interpersonal Peternak Sapi Perah ..............
32
4. Hubungan antara Karakteristik Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal Peternak Sapi Perah ...................................................................................... .
34
viii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Pengujian Korelasi Rank Spearman ............................................ 2. Hasil Pengujian Korelasi Chi Square ...................................................
43 47
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya populasi penduduk dari tahun ke tahun mendorong meningkatnya konsumsi protein hewan yang berasal dari susu. Hal ini menyebabkan perlunya penanganan yang serius bagi usaha peternakan sapi perah. Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang potensial karena susu sapi merupakan salah satu protein hewani paling utama, banyak disukai, dibutuhkan dan sudah lama dikenal oleh masyarakat. Potensi ini akan membuka peluang bagi para peternak untuk mengembangkan usahanya. Selain itu adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, yaitu melalui peningkatan pendidikan telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya peningkatan gizi. Pola konsumsi serta potensi pasar ini merupakan peluang bagi industri untuk memenuhi permintaan susu yang semakin beragam baik dalam bentuk, jenis, rasa maupun mutu. Usaha peternakan sapi perah umumnya terdapat di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk. Namun peternakan sapi perah Pondok Ranggon memiliki lokasi di Ibukota negara republik Indonesia, yakni Jakarta. Sebagai sebuah Ibukota maka berbagai pusat kegiatan berada di Jakarta, baik kegiatan perekonomian, perindustrian dan berbagai kegiatan lainnya. Hal ini juga yang menjadikan salah satu penyebab tingginya pendapatan perkapita penduduk kota Jakarta. Kehidupan kota metropolitan yang modern pada akhirnya mengakibatkan sifat individualisme di antara penduduknya. Sifat inilah yang banyak melahirkan pertanyaan-pertanyaan, yakni adakah rasa empati, keterbukaan dan berbagai macam sifat-sifat solidaritas di antara penduduknya. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon sejauh ini telah mengalami kemajuan yang cukup baik. Keadaan ini dapat dipertahankan atau bahkan bisa lebih maju bila adanya hubungan baik baik meningkatkan hubungan yang telah ada di antara sesama peternak. Hal ini dapat tercipta bila adanya kontak interpersonal yang baik, yakni komunikasi antar pribadi berkualitas yang mengantarkan peternak kepada informasiinformasi seputar dunia peternakan yang dimilikinya. Suatu usaha dapat terus bertahan, bahkan akan menjadi lebih baik dan maju jika kebutuhan akan informasi yang mendukung usaha tersebut dapat terpenuhi. Para peternak memerlukan
informasi-informasi yang berkaitan dengan usahanya untuk mengembangkannya menjadi lebih baik dan maju. Dilihat dari tingkat kebutuhan masyarakat akan produk dihasilkan, komunikasi interpersonal dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang mendukung usaha ternak. Komunikasi interpersonal merupakan bentuk komunikasi yang dianggap tepat dan lebih ampuh dibandingkan bentuk komunikasi lainnya dalam hal mengubah sikap, kepercayaan opini dan perilaku komunikan (Effendi, 1993). Peternak sapi perah di Pondok Ranggon
sebagian besar merupakan
keturunan suku Betawi asli juga usaha yang dimiliknya adalah usaha turun temurun, dapat menjadikan suatu landasan bertahannya usaha peternakan tersebut. Sifat kekeluargaan yang kuat antara sesama peternak ditandai dengan seringnya terjadi silahturahmi, kunjungan dari penyuluh, dokter hewan, dan peneliti merupakan suatu pertanda bahwa adanya proses komunikasi dengan para peternak. Kunjungan orangorang tersebut sudah terbilang rutin terjadi di wilayah peternakan Pondok Ranggon. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti keefektivan komunikasi interpersonal yang terjadi di lingkungan peternakan tersebut. Dengan suatu tujuan tertentu untuk komunikasi suatu tindakan atau respon yang ingin ditimbulkan, seorang komunikan berharap agar komunikasinya mempunyai ketepatan yang tinggi. Perumusan Masalah Melalui komunikasi interpersonal, para peternak diharapkan terjalin sebuah pengertian bersama sehingga peternak sadar akan potensi yang dimilikinya. Kehidupan kota metropolitan di kota Jakarta menjadikan timbulnya pertanyaan apakah sebuah peternakan dapat bertahan ditengah-tengah persaingan yang demikian ketat dan sifat-sifat individualistik yang umumnya merupakan keadaan pada masyarakat kota. Penduduk kota yang umumnya jarang berkomunikasi atau melakukan hubungan-hubungan sosial antar kerabat, keluarga atau tetangga yang berada di sekitarnya yang pada akhirnya kurang terciptanya suatu keaadan yang harmonis antar lingkungan sekitarnya. Dapatkah peternakan sapi Perah Pondok Ranggon bertahan di tengah-tengah lingkungan kota Jakarta yang modern. Berdasarkan uraian tersebut, maka beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan untuk diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah karakteristik peternak di peternakan sapi perah? 2
2. Bagaimanakah efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah? 3. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik peternak dengan efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui karakteristik peternak sapi perah di peternakan sapi perah. 2. Mengetahui efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi. 3. Menganalisis hubungan
antara karaktersitik
peternak sapi
perah
dengan
efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat untuk: 1. Peneliti sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya. 2. Peternak sapi perah sebagai solusi dalam berkomunikasi interpersonal yang lebih baik. 3. Pengalaman nyata bagi penulis dalam bidang ilmu sosial dan penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari bangku kuliah serta kesesuaiannya yang ada pada dunia nyata sekaligus menambah wawasan dan pengalaman baru.
3
KERANGKA PEMIKIRAN Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang potensial karena susu sapi merupakan salah satu protein hewani paling utama, banyak disukai, dibutuhkan oleh masyarakat dan sudah lama dikenal oleh masyarakat. Potensi ini akan membuka peluang bagi para peternak untuk mengembangkan usahanya lebih jauh. Pengembangan usaha para peternak dapat terus meningkat seiring dengan terciptanya iklim komunikasi yang baik antara sesama peternak yang berada dalam satu wilayah usaha. Peternak dapat bertukar informasi secara personal sehingga dapat memberikan kontribusi bagi usaha ternaknya. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan yang di dalamnya terdapat informasi. Proses dalam komunikasi mempunyai tujuan utama yakni pesan yang diterima sasaran sesuai dengan apa yang disampaikan oleh sumber sehingga dapat dimengerti oleh sasaran. Dengan kata lain terciptanya kesamaan makna antara si pemberi pesan dengan penerima. Komunikasi interpersonal merupakan suatu bentuk komunikasi yang dianggap tepat dan lebih ampuh dibandingkan dengan bentuk komunikasi lainnya dalam hal mengubah sikap, kepercayaan, opini para perilaku komunikasi. Adanya komunikasi interpersonal yang terjalin diharapkan mampu menjadi pembawa pesanpesan peternakan bagi peternak sapi perah untuk meningkatkan kualitas peternakannya menjadi lebih baik. Efektivitas komunikasi interpersonal ditentukan lima unsur yaitu sebagai berikut; keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung (suportiveness), sikap positif (positivness) dan kesetaraan (equality) (De Vito, 1997). Demografis merupakan salah satu variabel yang sering digunakan untuk melihat kemampuan berkomunikasi seseorang dan juga kemampuan orang tersebut dalam memilih media. Demografis tersebut diantaranya adalah umur, pendidikan, skala usaha, penghasilan dan pengalaman. Peternak
umumnya
membutuhkan
informasi-informasi
yang
dapat
mendukungnya dalam menjalankan usaha yang dimilikinya. Informasi-informasi yang dibutuhkan oleh peternak sapi perah meliputi informasi mengenai pakan ternak, reproduksi, penyakit, perkandangan dan pemasaran. Adanya informasi mengenai hal
4
yang berkaitan dengan usaha ternak maka diharapkan dapat memberikan masukan bagi peternak mengenai hal-hal yang baru mereka ketahui. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dalam penelitian ini adanya keterkaitan antara peubah dapat dilihat pada Gambar 1.
Karakteristik Peternak : Efektivitas Komunikasi Interpersonal :
1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan (formal dan non formal) 4. Jumlah tanggungan keluarga 5. Pengalaman Beternak 6. Skala Usaha 7. Pendapatan
1. Keterbukaan 2. Empati 3. Sikap Mendukung 4. Sikap Positif 5. Kesetaraan
Jenis Informasi Usaha Ternak: 1. Pakan Ternak 2. Penyakit Ternak 3. Pemasaran Hasil 4. Perkandangan 5. Reproduksi
Gambar 1. Hubungan Karakteristik Peternak Sapi Perah dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal.
Hipotesis Penelitian
5
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis atau jawaban sementara yang menyatakan adanya hubnngan diantara peubah-peubah tertentu. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H = Terdapat hubungan nyata antara karakteristik peternak dengan efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah.
6
TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Menurut Effendy (1992) komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang. Dari pengertian itu menjelaskan bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Komunikasi merupakan proses memberi dan menerima informasi sampai pada pemahaman makna, komunikasi dapat berhasil jika komunikator (sumber) menyampaikan pengertian kepada penerima (Suwarto,1999). Komunikasi adalah suatu proses yang dalam proses itu beberapa partisipan bertukar tanda-tanda informasi itu dapat saja bersifat verbal, non vebal, dan pararel ( Jahi, 1988). Komunikasi tidak lagi dianggap sebagai suatu aliran informasi searah dari pengirim kepada penerima, tetapi sebagai suatu proses yang interaktif dan konvergen. Unsur-unsur komunikasi terdiri dari sumber, komunikator, pesan, channel (saluran), komunikan, dan efek (hasil). Sumber berupa lembaga, personal dan non lembaga/non
personal,
komunikator
(pengirim pesan).
Proses
komunikasi,
komunikator dapat menjadi komunikan dan sebaliknya. Pesan mempunyai inti pesan (tema) yang menjadi pengarah dalam komunikasi (Widjaja, 1988). Sumber merupakan komunikator yaitu seseorang yang mempunyai gagasan, informasi, maksud dan tujuan yang dikomunikasikan. Saluran adalah suatu medium lewat mana suatu pesan komunikasi berjalan. Penerima adalah seseorang yang menerima dan menguraikan gagasan informasi, maksud dan tujuan berkomunikasi (Suwarto, 1999). Sedangkan efek atau hasil adalah hasil akhir dari proses komunikasi (Widjaja, 1988). Komunikasi Interpersonal Menurut bentuknya komunikasi dibagi menjadi empat bagian, yaitu; (a) Komunikasi intrapersonal atau komunikasi dalam diri manusia itu sendiri, artinya komunikasi dengan dirinya sendiri, (b) Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi. Komunikasi ini juga disebut komunikasi tatap muka, yaitu komunikasi yang dilakukan antara seseorang dengan orang lain yang memungkinkan adanya dialog antara keduanya dan pada umumnya bersifat akrab, terbuka dan dapat memantapkan suatu pengertian tentang suatu hal antara seseorang dengan orang lain, 7
(c) Komunikasi kelompok yaitu menyampaikan pesan kepada kelompok manusia, misalkan pada rapat, (d) Komunikasi massa yaitu penyampaian pesan kepada sekelompok besar manusia yang bertujuan menggugah emosi, misalkan pada iklan (Liliweri, 1997). Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan diantara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang dengan berbagai efek dan umpan balik (feed back) (Widjaja, 2000). Komunikasi interpersonal melibatkan dua orang atau lebih individu yang secara fisik berdekatan dan yang menyampaikan serta menjawab pesan-pesan verbal maupun non verbal. Komunikasi interpersonal biasanya dikaitkan dengan pertemuan antara dua, tiga, atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur (Goldberg, 1985). Pada prinsipnya proses komunikasi berawal sejak si pengirim berita (1) menyiapkan pesannya dan (2) meneruskannya pada seseorang, (3) melalui suatu saluran atau tanpa saluran dan (4) si penerima menafsirkan pesan tersebut untuk (5) bertindak (diharapkan) sesuai dengan maksud si pengirim pesan (Indrawijaya,1983). Komunikasi interpersonal di definisikan berdasarkan karakteristik dari suatu situasi jumlah orang yang terlibat, jarak fisik diantara mereka, dan potensinya untuk memberikan umpan balik seketika itu juga, bukan menundanya. Komunikasi lebih menjadi bersifat antarpribadi apabila para komunikatornya menjadi lebih bersahabat dan melihat komunikasi antar pribadi sebagai suatu persoalan mengenai tingkat atau derajat. Jadi interaksi diantara sesama teman lebih bersifat antarpribadi dibandingan yang terjadi dengan sesama orang yang masih asing. Reardon (1987) mengemukakan bahwa ada tujuh karakteristik yang membedakan antara komunikasi interpersonal dengan bentuk komunikasikomunikasi lainnya yaitu: 1) Komunikasi interpersonal mencangkup perilaku verbal dan non verbal. 2) Komunikasi interpersonal mencangkup perilaku-perilaku yang spontan terdiskripsi atau disertai pemikiran dan beberapa kombinasinya. 3) Komunikasi interpersonal tidak statis namun berkembang. 4) Komunikasi interpersonal mencangkup umpan balik pribadi, interaksi dan ada kesepakatan. 5) Komunikasi interpersonal dibimbing oleh aturan-aturan intrinsik dan ekstrinsik. 8
6) Komunikasi interpersonal merupakan suatu aktivitas. 7) Komunikasi interpersonal dapat mencangkup persuasif. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Jenis komunikasi ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau prilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung yaitu komunikator mengetahui secara langsung tanggapan komunikan
saat itu juga, pada saat
komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya itu positif atau negatif, berhasil atau tidak (Effendy, 2002). Ini terjadi karena dalam komunikasi interpersonal suasana hubungan bebas dan akrab. Pernyataan ini sesuai dengan delapan ciri komunikaasi interpersonal yang dikemukakan oleh Liliweri (1997 ) yaitu; (a) Terjadi secara spontan dan sambil lalu, (b) Tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu, (c) Terjadi secara kebetulan diantara peserta yang tidak memiliki identitas yang jelas, (d) mempunyai akibat yang disengaja, (e) Seringkali berlangsung berbalas-balasan, (f) Paling sedikit melibatkan hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan, (g) Tidak dikatakan tidak sukses bila tidak membuahkan hasil, (h) Menggunakan lambang-lambang bermakna. Fungsi
Komunikasi interpersonal mempunyai beberapa fungsi penting. tersebut
relations),menghindari
adalah dan
meningkatkan mengatasi
hubungan
konflik-konflik
insani pribadi,
(human mengurangi
ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Liliweri,1997). Komunikasi antar pribadi memiliki tujuan yakni ; (1) Mengenal diri sendiri dan orang lain, (2) Mengenal dunia luar, (3) Menciptakan dan memelihara hubungan, (4) Mengubah sikap dan prilaku, (5) Bermain mencari hiburan, (6) Membantu orang lain (Widjaja, 2000). Tujuan komunikasi yang terpenuhi maka didalamnya memungkinkan adanya suatu komunikasi yang efektif. Menurut (De Vito, 1997) efektivitas komunikasi antar pribadi memiliki lima unsur yaitu, keterbukaan (opennes), empati (empathy), dukungan (supportivness), sikap positif (positivenes) dan kesetaraan (equallity). Unsur keterbukaan dalam komunikasi interpersonal yaitu antara komunikator tercipta suatu kejujuran dalam mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya. 9
Semakin terbuka para komunikator dalam mengungkapkan informasi yang ingin diketahui maupun yang ingin diberitahukan maka semakin erat hubungan antara pelaku komunikasi sehingga semakin efektif komunikasi yang terjadi. Pada unsur empati yaitu kemampuan seseorang untuk merasakan keadaan dari lawan komunikasinya. Rahmat (1999) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan
bagi komunikan. Hal-hal yang menyenangkan akan terjadi bila
hubungan interpersonal juga diperhatikan. Setiap kali kita melakukan komunikasi, bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan, kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah bentuk hubungan dengan orang lain. Hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila antara kedua belah pihak (komunikator-komunikan) menghayati pengalaman satu sama lain (Makarim, 2003). Dukungan dalam komunikasi interpersonal yaitu, adanya persetujuan pada keputusan yang diambil oleh para pelaku komunikasi. Keputusan yang dapat memberikan kemajuan pada usahanya sehingga menjadi lebih baik. Sedangkan sikap positif yaitu, penilaian positif antara pelaku komunikasi. Pelaku komunikasi menilai bahwa lawan komunikasinya merupakan sumber komunikasi yang dapat memberikan kontribusi positif terhadap usaha peternakannya. Kesetaraan dalam komunikasi interpersonal yaitu, kedudukan sosial yang sama antara pelaku komunikasi di lingkungan kemasyarakatan. Kedudukan sosial yang sama dalam masyarakat akan memperkecil jarak diantara para pelaku komunikasi sehingga aktivitas komunikasi menjadi lebih dekat. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Komunikasi Sumber daya yang dimiliki seseorang untuk menggunakan sumber-sumber informasi dapat ditunjukkan oleh ciri-ciri demografisnya (Purnaningsih, 1999). Demografis merupakan salah satu variabel yang sering digunakan untuk melihat kemampuan berkomunikasi seseorang dan juga kemampuan untuk memilih media (Murtiyeni, 2002). Faktor-faktor demografis tersebut adalah umur, pendidikan, skala usaha, penghasilan dan pengalaman (Purnaningsih, 1999). Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan harus terjadi (Murtiyeni, 2002). Umur dapat menggambarkan pengalaman diri seseorang sehingga terdapat keragaman perilakunya berdasarkan usia yang dimilikinya 10
(Iskandar, 1999). Menurut Soekartawi (1988), makin muda usia petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu mengenai hal-hal yang belum diketahui. Beberapa bukti menunjukkan bahwa petani-petani yang relatif lebih tua kurang menerima perubahan dari pada mereka yang muda, namun bukan berarti bahwa mereka tidak mau menerima perubahan orang lain. Hasil penelitian Damayanti (1992) menunjukkan bahwa umur berpengaruh terhadap seleksi pesan dan media komunikasi massa. Masyarakat yang mempunyai umur kurang dari 40 tahun mempunyai daya terima yang besar terhadap keragaman pesan dan media, sedangkan yang berumur diatas 40 tahun sebagian cendrung bersikap kolot atau sebagian lebih bersikap demokratis. Masyarakat yang berumur kurang dari 40 tahun cendrung menyukai materi agama, kesehatan, keluarga berencana (KB), dan pertanian melalui media televisi, sedangkan masyarakat yang berumur lebih dari 40 tahun lebih menyukai materi agama dan pertanian melalui media wayang dan radio. Pendidikan merupakan proses belajar sebagai suatu cara yang dapat membawa kearah perubahan. Pendidikan berlangsung sepanjang umur manusia (Ma’mir, 2001). Soekartawi (1988) menerangkan bahwa pendidikan merupakan sarana belajar yang diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju pengunaan praktek pertanian yang lebih modern. Tingkat pendidikan baik formal maupun non formal berhubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan sumber informasi. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya lebih menyadari kebutuhan akan informasi sehingga lebih banyak jenis sumber informasi dan lebih terbuka terhadap media massa (Wardhani, 1994). Pendidikan baik formal maupun non formal sering kali mempengaruhi cara pandang atau berpikir individu, sehingga dapat meningkatkan kemampuan individu dalam menangkap sumber-sumber informasi ( Murtiyeni, 2002). Depari dan MacAndrews (1998) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan dalam kecendrungan seseorang menerima informasi dan dalam cara mereka mencari informasi. Faktor yang menentukan karakter tersebut adalah pendidikan atau intelegensia. Orang yang terdidik dan memiliki intelegensia yang cukup baik punya kecendrungan lebih menyukai media cetak dibanding dengan orang yang kurang
11
terdidik. Orang yang terdidik lebih banyak informasi yang disampaikan melalui proses komunikasi. Jumlah ternak yang dipelihara dapat dikatakan sebagai skala usaha dan dalam hal ini berpengaruh terhadap penggunaan sumber-sumber informasi (Murtiyeni, 2002). Menurut Soekartawi (1988) ukuran skala usaha tani selalu berhubungan positif dengan inovasi. Hasil penelitian Ma’mir (2001) menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha semakin banyak media komunikasi yang digunakan. Umumnya petani menggunakan media komunikasi interpersonal, tetapi ada kecendrungan bahwa semakin besar skala usaha semakin banyak media yang digunakan. Begitu pula hasil penelitian Purnaningsih (1999) yang menyatakan bahwa skala usaha berhubungan nyata dengan pemanfaatan sumber informasi. Hasil penelitian Wadhani (1994) menunjukkan bahwa penghasilan peternak berhubungan dengan pemanfaatan sumber informasi. Hal ini berhubungan dengan pengadaan sumber informasi. Begitu pula hasil penelitian Kuswarno (1994) yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara tingkat ekonomi dengan motivasi kognitif mendengarkan radio dan menonton televisi. Semakin tinggi tingkat ekonomi semakin tinggi tingkat motivasi kognitif mendengarkan radio dan menonton televisi. Sebaliknya hasil penelitian Purnaningsih (1999) menemukan bahwa tingkat pendapatan petani sayur tidak berhubungan nyata dengan pemanfaatan sumber informasi. Bahwa tingkat pendapatan diantara petani tidak menimbulkan perbedaan pemanfaatan sumber informasi. Pengalaman merupakan salah satu jalan kepemilikkan pengetahuan yang dialami sesorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan (Murtiyeni, 2002). Secara psikologis pemikiran manusia, kepribadian dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indera. Purnaningsih (1999), menyatakan bahwa pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar mengajar yang dialami seseorang. Pengalaman seseorang akan memberikan kontribusi terhadap minat dan harapan untuk belajar lebih
banyak.
Kecendrungan
seseorang
untuk
berbuat,
tergantung
dari
pengalamannya karena pengalaman itu menentukan minat dan kebutuhan yang dirasakan. Pengalaman yang dimiliki peternak menimbulkan minat dan kebutuhan untuk melakukan sesuatu. Kebutuhan itu dapat dipenuhi melalui sumber-sumber informasi yang digunakan (Wardhani, 1994). 12
Hasil penelitian Wardhani (1994) terhadap peternak menunjukkan bahwa pengalaman berusaha ternak tidak berhubungan dengan penggunaan sumber-sumber informasi. Sebaliknya, hasil penelitian Purnaningsih (1999) menunjukkan bahwa perbedaan pengalaman petani sayur menyebabkan adanya perbedaan terhadap penggunaan sumber-sumber informasi. Peternakan Sapi Perah di Indonesia Susu adalah produk utama dari peternakan sapi perah juga merupakan salah satu bahan makanan alami yang paling sempurna. Susu adalah sumber bahan makanan yang paling utama bagi semua mamalia yamg baru lahir dan dapat pula menjadi bagian penting dari bahan makanan manusia, berapapun umurnya. Komposisinya yang mudah dicerna dengan kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi, menjadikan susu sebagai sumber makanan yang essensial. Susu juga merupakan bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen (Blakely dan Bade, 1991). Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya. Ternak sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan kulitnya menghasilkan sekitar 85% kebutuhan kulit untuk sepatu (Pane, 1993). Menurut surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/Kpts/um/10/1982 tentang pembinaan dan pengembangan usaha peningkatan produksi susu dalam negeri; sapi perah adalah sapi yang dipelihara dengan tujuan utama untuk menghasilkan susu; produksi sapi perah adalah terutama susu disamping bibit sapi perah, daging maupun pupuk kandang; usaha peternakan sapi perah adalah usaha peternakan sapi perah rakyat maupun perusahaan peternakan sapi perah; usaha peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor laktasi/dewasa atau memiliki kurang dari 20 ekor sapi perah campuran; perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki jumlah keseluruhan 20 ekor sapi perah campuran atau lebih.
13
Usaha peternakan sapi di Indonesia secara garis besar digolongkan menjadi dua bentuk usaha, yaitu usaha peternakan rakyat dan perusahaan peternakan komersial. Sembilan puluh persen usaha peternakan di Indonesia merupakan usaha peternakan rakyat yang bercirikan; (1) skala usaha kecil, (2) merupakan usaha sambilan, (3) teknologi sederhana, (4) produktivitas dan produksi rendah (Sunandar, 1995). Peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak awal abad ke-19, yaitu sejak pengimporan sapi-sapi perah Milking Shorthorn, Ayshire, dan Jesrsey dari Australia. Atas anjuran dokter hewan Bosma, Kontroler Van Andel yang bertugas di Kawedanan Tengger, Pasuruan (1891-1893) mengimpor sapi-sapi jantan Fries Hollands dari negeri Belanda. Didaerah Tengger sekitarnya terutama Grati, sapi-sapi import tersebut dikawinkan dengan sapi-sapi lokal (Sudono, 1999). Sejak tahun 1900 di Lembang (Bandung) terdapat perusahaan peternakan sapi perah Fries Hollands murni dan berkembang dengan baik. Di samping itu di perkebunan Jongrangan (Surakarta) terdapat pembibitan sapi Fries Hollands murni yang diselenggarakan oleh Bervoests yang telah mempunyai reputasi yang baik pada waktu itu (Sudono, 1999). Pada tahun 1909 tercatat pengimporan sapi pejantan dari Australia yang kemudia ditempatkan di Semarang (12 ekor), Kedu (8 ekor), dan Pasuruan (28 ekor) Tetapi karena berjangkitnya penyakit paru-paru (Pleura pneumonia contagiosa bovum) yang disebabkan oleh virus dan penyakit Piroplasmolisis, maka impor sapi dari Australia dihentikan, selanjutnya sapi Fries hollands diimpor dari Belanda. Pada tahun 1939 telah diimpor 22 ekor sapi pejantan muda Fries hollands dari
negeri
Belanda
langsung
ke
Grati
(Pasuruan).
Perkembangan
ini
menggambarkan bahwa sapi perah Grati tidak lain adalah sapi perah peranakan Fries Hollands yang bermutu tinggi (Sudono, 1999). Sapi dari Eropa terutama sapi bangsa Fries Hollands telah lama didatangkan ke Indonesia khusus untuk penghasil susu bagi bangsa Eropa dan bangsa asing lainnya. Di zaman itu bangsa Indonesia belum tergolong orang yang suka minum susu atau hasil lain yang berasal dari susu, kecuali kalangan atas. Sementara itu telah terjadi perkembangan dimana yang menjadi penghasil susu bukan sapi Fries hollands murni, melainkan juga berbagai peranakannya dengan sapi setempat seperti 14
dengan sapi Jawa, sapi Madura, sapi Bali dan Zebu (Direktorat Bina Produksi Peternakan, 1981).
15
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan usaha ternak sapi perah Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur pada seluruh peternak yang berada di wilayah tersebut. Waktu penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada tanggal 16 September 2007 sampai dengan 10 November 2007. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah peternak anggota kelompok peternak sapi perah yang berada di kawasan peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode sensus, yaitu dengan cara mengambil seluruh populasi peternak sapi perah di kawasan peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur yang berjumlah 25 orang peternak. Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai deskriptif korelasional. Penelitian dengan desain ini ingin memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Peubah yang ingin dideskripsikan yaitu peubah bebas yang terdiri dari karakteristik peternak dan peubah terikat yaitu effektivitas komunikasi interpersonal, kemudian menghubungkan karekteristik peternak dengan efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan peternak sapi perah (responden) dan pengamatan (observasi) secara langsung di lokasi penelitian. Data sekunder meliputi kondisi umum wilayah penelitian, data usaha ternak sapi perah dan data pendukung lainnya akan diperoleh dari instansi yang terkait, yaitu Kantor Kecamatan Cipayung Kotamadya Jakarta Timur, Dinas Perikanan dan Peternakan DKI Jakarta. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data primer ini adalah dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner dibagi menjadi tiga bagian yaitu, bagian pertama berisi pertanyaan yang menyangkut 16
karakteristik peternak, bagian kedua mengenai jenis informasi ternak, dan bagian ketiga menyangkut efektivitaas komunikasi interpersonal peternak. Definisi Operasional Definisi operasional dan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Peternak adalah orang yang mata pencahariannya sebagian atau seluruhnya bersumber pada peternakan. 2. Peternak sapi perah adalah orang yang mata pencahariannya sebagian atau seluruhnya bersumber pada peternakan sapi perah. 3. Karakteristik peternak, merupakan ciri pribadi yang melekat khusus pada peternak. Ciri-ciri khusus tersebut yang digunakan dalam penelitian ini mencangkup umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman beternak, skala usaha ternak, dan pendapatan. Masing-masing pengertian peubah karakteristik responden peternak sapi perah tersebut antara lain; a. Umur adalah lamanya hidup dari lahir sampai saat di wawancara sebagai responden dalam penelitian yang diukur dengan skala rasio. b. Pendidikan dilihat berdasarkan Pendidikan formal adalah lamanya menempuh pendidikan di bangku sekolah secara formal samapi tingkat terakhir yang pernah ditempuh reponden, danPendidikan nonformal kursus atau pelatihan yang pernah diikuti responden selama dua tahun terakhir yang diukur berdasarkan skala nominal. c. jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan keluarga peternak yang diukur dengan skala rasio. d. Pengalaman beternak adalah lamanya peternak menjalani usaha di bidang peternakan sapi perah sampai dengan penelitian dilaksanakan, diukur dengan skala rasio. e. Skala usaha adalah jumlah ternak sapi perah yang digarap pada saat penelitian dilakukan, diukur dengan skala rasio. f. Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima peternak dari usaha ternak atau usaha lain yang diperoleh peternak setiap bulannya berdasrkan nilai rupiah, diukur dengan skala rasio.
17
4. Komunikasi adalah tindakan satu orang atau lebih berupa mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. 5. Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi yaitu komunikasi yang dilakukan antara seseorang dengan orang lain yang memungkinkan adanya dialog antara keduanya dan pada umumnya bersifat akrab, terbuka dan dapat memantapkan suatu pengertian tentang suatu hal antara seseorang dengan orang lain, 6. Efektivitas komunikasi interpersonal adalah keadaan yang menyenangkan bagi prilaku komunikasi dimana pesan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan sesuai tujuan dari pemberi pesan. Menurut De Vito (1997), efektivitas komunikasi interpersonal ditentukan oleh lima hal yaitu; keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan. a. Keterbukaan adalah kesediaan individu untuk mengungkapkan informasi yang ada dalam dirinya juga untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang, serta dapat mengakui perasaan dan pikiran yang disampaikannya. b. Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain dari sudut pandangnya dengan merasakan apa yang dialami oleh orang lain. c. Sikap mendukung adalah pemberian persetujuan kepada orang lain terhadap tindakan yang telah putuskan oleh orang tersebut. d. Sikap Positif adalah penilaian baik terhadap orang lain atau berprasangka baik terhadap sikap atau tindakan seseorang. e. Kesetaraan adalah kesamaan individu dalam hal kedudukan atau jabatan dalam lingkungan sosial. 7. Informasi peternakan adalah segala sesuatu yang berisi penerangan mengenai usaha ternak. Informasi peternakan yang diamati adalah pakan ternak, penyakit ternak, pemasaran hasil, perkandangan, dan reproduksi. a. Pakan ternak adalah nutrisi yang diberikan oleh peternak dalam pemeliharaan sapi perah, seperti : hijauan dan konsentrat yang berguna untuk pertumbuhan
18
dan perkembangan ternak. Pakan ternak diukur dengan menggunakan skala nominal. b. Penyakit ternak adalah ketidak normalan kondisi ternak yang berasal dari infeksi bakteri, virus ataupun jamur, contoh penyakit kuku dan mulut dan penyakit antraks yang diukur dengan menggunakan skala nominal. c. Pemasaran hasil adalah distribusi atau penyebaran produk yang berasal dari ternak kepada masyarakat luas, contoh; pemasaran ke pengecer, koperasi atau pengumpul yang diukur dengan menggunakan skala nominal. d. Perkandangan adalah tempat tinggal dari ternak sapi perah yang harus diperhatikan luas, sirkulasi udara, dan kebersihannya. Perkandangan diukur dengan skala nominal. e. Reproduksi adalah penghasilan keturunan dari ternak sapi perah yang digarap. Reproduksi pada ternak sapi perah berkaitan dengan laktasi yaitu produk utama yang dikeluarkan oleh ternak sapi perah. Reproduksi diukur dengan menggunakan skala nominal. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas Instrumen Sebelum pengambilan data utama, terlebih dahulu dilakukan uji coba kuisioner untuk mengukur validitas dan realibilitas kuisioner yang telah dibuat. Uji coba kuisioner ini penting dilakukan untuk penyempurnaan kuisioner. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas konstruksi yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana kerangka penelitian menggambarkan konsep penelitian yang diinginkan, selanjutnya konsep ini akan akan diubah kedalam bentuk variabel dan definisi operasional kemudian akan dilakukan uji validitas isi yang bertujuan untuk menyesuaikan bentuk dan isi pertanyaan dalam kuisioner dengan peternak sapi perah di Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Kotamadya Jakarta Timur. Validitas dalam penelitian dari jawaban kuisioner digunakan rumus teknik korelasi product moment yang memiliki tingkat kepercayaan 95 % dan derajat bebas sebesar N – 2 (28, dimana α = 0,05), sehingga diperoleh hasil dari tabel untuk r tabel sebesar 0,361. angka korelasi yang akan diperoleh dibandingkan untuk tabel korelasi 19
r. Rumus teknik nilai korelasi product moment menurut Ancok dalam Singarimbun dan Efendi (1989) adalah sebagai berikut :
r=
N (∑ XY ) − (∑ X ∑ Y )
(N ∑ X
2
)(
− (∑ X ) N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2
2
)
dimana : r = Angka korelasi N = Jumlah skor X = Skor pertanyaan tiap nomor Y = Skor total Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumen dalam penelitian ini akan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui senjauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya. Teknik reliabilitas akan menggunakan teknik belah dua (Split half reliabilitas test) dengan tahapan sebagai berikut (1) Menguji validitas, items-items yang valid dijadikan satu sedangkan yang tidak valid dibuang, (2) Membagi items yang valid menjadi dua bagian, dapat dilakukan dengan acak atau berdasarkan nomor ganjil dan genap.(3 Skor pada masing-masing items pada tiap belahan dijumlahkan, (4) Mengkorelasi skor total belahan pertama (ganjil) dengan skor belahan kedua (genap) dengan menggunakan product moment, dan (5) Menghitung koefisien reliabilitas untuk keseluruhan items (r tot) tanpa dibelah dengan rumus sebagai berikut : rtot =
2(rtt ) 1 + rtt
dimana : rtot = Angka koefisien reliabilitas keseluruhan items rtt = Angka korelasi belahan pertama dan belahan Pengumpulan Data Pengambilan data ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan 16 September – 10 November 2007. Pengumpulan data dilakukan di kawasan
20
peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Analisis Data Data yang diperoleh dikumpulkan, disusun dalam bentuk tabulasi sederhana sehingga akan tersedia data untuk dianalisis dan diolah dengan menggunakan statistik deskriptik, yaitu dengan cara mentabulasikan data tersebut ke dalam tabel, lalu dianalisis untuk mengambarkan keadaan yang terjadi pada kelompok peternak saat itu disertai dengan perubahan-perubahannya. Analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu analisis kuantitatif dan analisi kualitatif. Analisis tersebut antara lain : 1. Analisis deskriptif Analisis ini akan memberikan gambaran mengenai keadaan umum lokasi penelitian dan karakteristik individu peternak sapi perah dan jenis informasi usaha ternak. 2. Analisis Uji Korelasi a. Rank Spearman. n
∑
6 rs = 1 −
n
i= 1 3
d
2 i
− n
Keterangan : rs = Nilai korelasi antara proses komunikasi kelompok dengan keefektivan komunikasi kelompok. di = Xi-Yi, yaitu antara nilai peringkat ke-i antara variabel independent dengan variabel dependent. 1,6 = Nilai konstanta n
= Banyaknya sampel peternak sapi perah, yaitu sebanyak 25 orang.
( )
b. Chi Square χ 2 r
χ =∑ 2
i =1
k
∑ j =i
(0
− Eij )
2
ij
Eij
χ 2 = Nilai Chi Square
21
Eij = Banyaknya kasus yang diharapkan di bawah Ho untuk dikategorikan dalam baris ke – i pada kolom ke- j Oij = Jumlah observasi untuk kasus-kasus yang dikategorikan dalam baris kei pada kolom ke - j
22
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kelurahan Pondok Ranggon Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Sapi Perah Pondok Ranggon. Secara administratif kawasan ini terletak di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Madya Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Pondok Ranggon memiliki area seluas 366,015 hektar yang terdiri dari 6 (enam) RW dan 58 (lima puluh delapan) RT dengan jumlah penduduk 11.315 orang. Secara geografis Kelurahan Pondok Ranggon terletak 36 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan suhu rata-rata 32oC. Adapun batas-batas Kelurahan Pondok Ranggon adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Mabes TNI Cilangkap. 2. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Harja Mukti Kecamatan Cimanggis. 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cilangkap dan Kelurahan Munjul. 4. Sebelah timur berbatasan dengan desa Jati Sampurna Kecamatan Sunter. Adapun orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan) Kelurahan Pondok Ranggon terletak 5 (lima) km dari Kecamatan, 32 (tiga puluh dua) km dari pusat kantor Kota Madya dan 34 (tiga puluh empat) km dari kantor pusat DKI Jakarta. Walaupun terletak di dalam kota Jakarta, namun Kelurahan Pondok Ranggon masih memiliki area yang digunakan untuk kegiatan pertanian. Di antaranya pertanian sawah seluas 3 hektar, perikanan darat/air tawar seluas 16 hektar dan peternakan sapi perah seluas 30 hektar. Kelurahan Pondok Ranggon telah dilengkapi dengan beberapa fasilitas umum yaitu berupa rumah peribadatan, prasarana perhubungan seperti jalan, sarana komunikasi dan transportasi, tempat pariwisata dan perairan. Penduduk di sekitar wilayah peternakan memiliki mata pencaharian di dalam dan di luar bidang pertanian dan peternakan. Pekerjaan yang ditekuni antara lain sebagai pedagang sebanyak 23,4%, buruh sebanyak 22,6%, pegawai negeri dan swasta sebanyak 43,8%, dan petani/ peternak sebanyak 7,9%.
23
Kawasan Usaha Peternakan Pondok Ranggon Peternak sapi perah swadaya Pondok Ranggon bermula dari usaha peternakan sapi perah yang berdiri secara turun temurun. Usaha peternakan ini sejak jaman penjajahan Belanda sudah melakukan kegiatan beternak secara tradisional. Lokasi peternakan awal mulanya berada di Jakarta, tepatnya di Kelurahan Kuningan Timur Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan. Pada tahun 1968 keberadaan usaha ini diwujudkan secara bersama dengan dibentuknya Koperasi Peternakan Sapi Perah Rakyat Jakarta (Koperda) dengan badan hukum No. 229/BH/I/12-67 Tgl 17-12-1968 yang juga merupakan anggota dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Setelah masa kemerdekaan Indonesia, usaha peternakan di Jakarta mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan tersebut semakin bertambah sejak ditetapkannya Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia. Hal tersebut memiliki arti berupa terbukanya peluang pasar susu di daerah sendiri. Namun sejak ditetapkannya DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara berdampak pada lokasi peternakan sapi perah yang berada di Jakarta umumnya dan daerah Kelurahan Kuningan Timur Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan khususnya. Hal tersebut juga diakibatkan oleh penetapan wilayah Kelurahan Kuningan Timur Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan sebagai kawasan konsulat atau diplomatik antar bangsa dan bussines center atau lebih dikenal dengan sebutan kawasan Segi Tiga Emas. Peternakan sapi perah di Kawasan Kuningan Jakarta Selatan mengalami perpindahan lokasi berdasarkan pertimbangan di atas. Perpindahan peternak sapi perah dari Kuningan Jakarta Selatan ke Pondok Ranggon didasari setelah beberapa kali diadakan negosiasi perpindahan, di antaranya rencana perpindahan ke Ciganjur dan Tanjung Barat yang tidak terealisasi dan pilihan terakhir di Pondok Ranggon Jakarta Timur. Komplek peternak sapi perah di Pondok Ranggon telah mamiliki SK Gubernur DKI No. 300 Tahun 1986. Saat ini jumlah peternak sapi perah di Pondok Ranggon telah mencapai 25 orang peternak dengan luas area sebesar 7 hektar dari 30 hektar area yang telah ditetapkan. Populasi sapi yang terdapat di peternakan sapi perah Pondok Ranggon berjumlah 885 ekor sapi perah. Seluruh peternakan sapi perah Pondok Ranggon tergabung dalam kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon. Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon telah dikategorikan sebagai kelompok yang telah 24
maju, telah bermitra dan berkoperasi. Struktur organisasi kelompok peternakan Pondok Ranggon terdiri dari beberapa komponen. Komponen tersebut yaitu pelindung, pembina, ketua I, ketua II, sekretaris, bendahara, dan beberapa seksi (seksi humas, seksi retribusi, seksi limbah). Pelindung dalam organisasi kelompok peternakan Pondok Ranggon adalah lurah Pondok Ranggon sedangkan pembina terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama dari pembina adalah Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta dan bagian kedua yaitu Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Timur. Kelompok peternakan sapi Perah Pondok Ranggon memiliki beberapa tujuan. Tujuan utama didirikannya kelompok peternakan sapi Perah Pondok Ranggon adalah untuk melestarikan peternakan sapi perah yang berada di Ibukota Jakarta. Sedangkan tujuan lainnya diantaranya yaitu mengikat persatuan para peternak sapi perah yang berada di kawasan usaha peternakan Pondok Ranggon, menciptakan lapangan pekerjaan juga berbagai tujuan lain yang bersifat positif baik bagi peternak sendiri juga bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan usaha peternakan sapi perah Pondok Ranggon. Produksi susu yang dihasilkan dari peternakan sapi perah di Pondok Ranggon selama masa penelitian kurang lebih sekitar 4500 liter per hari. Jumlah tersebut 60% dijual ke konsumen melalui loper dengan harga Rp. 2200,-/liter, 18% dijual langsung ke konsumen tanpa melalui loper dengan harga yanga sama dengan di jual ke loper, 8% dijual ke pabrik dengan hargaRp. 1500,-/liter, 8% dijual ke koperasi dengan harga Rp. 1450,-/liter, 4% dijual ke distributor, dan 2% diolah sendiri menjadi susu pasteurisasi dan es susu yang dijual ke konsumen dengan harga Rp. 500-Rp. 1500/kemasan.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Sapi Perah Peternak sapi perah Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon memiliki Karakteristik berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, jumlah tanggungan, skala usaha, pendapatan dan pengalaman beternak. Masing-masing karakteristik dibagi atas beberapa kelompok berdasarkan nilai terendah dan tertinggi yang dimilikinya. Umur Pembagian umur berdasarkan umur tertua dan termuda yang dimiliki peternak, umur tertua peternak sebesar 63 tahun dan termuda sebesar 37 tahun. Persentase umur peternak sapi perah di Pondok Ranggon terendah masih berumur muda (37-44 tahun), jika dibandingkan dengan peternak yang setengah baya (45-52) dan peternak yang telah berusia lanjut (53-63 tahun). Persentase umur peternak yang berusia sedang sedikit lebih banyak dibandingkan dengan peternak yang berusia muda sedangkan peternak yang berusia lanjut memiliki persentase yang paling banyak dibandingkan dengan peternak yang berusia muda maupun yang berusia sedang. Hal ini menunjukkan bahwa minat generasi muda di bidang peternakan sangat kurang dan lebih memilih bekerja di luar bidang
peternakan khususnya di
bidang peternakan sapi perah. Pendidikan Pengelompokkan peternak menurut pendidikannya didasarkan pada jenjang pendidikan yang telah dilalui peternak. Sebaran tingkat pendidikan peternak sapi perah Pondok Ranggon telah merata yaitu yaitu dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Peternak yang mengenyam pendidikan SLTA memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan peternak yang mengenyam pendidikan sampai
ke perguruan tinggi. Persentase peternak yang
memiliki tingkat pendidikan pada perguruan tinggi memiliki persentase yang lebih rendah dibandingkan jenjang pendidikan SD, sedangkan tingkat pendidikan SD memiliki persentase yang tidak jauh berbeda dengan tingkat pendidikan SLTP.
26
Umumnya sebagian besar peternak pernah mengikuti berbagai macam pelatihan-pelatihan seputar usaha ternak yang dapat dikategorikan sebagai pendidikan non formal, yaitu sebesar 92% dari seluruh peternak yang diteliti. Tabel 1. Karakteristik Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon No Karakteristik individu 1 Umur (Tahun) 37-44 tahun (muda) 45-52 tahun (sedang) 53-63 tahun (tua) 2 1. Pendidikan formal Tidak sekolah – tamat SD Tidak tamat SLTP – tamat SLTP Tidak tamat SLTA – Tamat SL:TA Perguruan Tinggi (D3 – S1) 2. Pendidikan non formal Tidak pernah Pernah 3 Jumlah tanggungan keluarga 1 – 3 (sedikit) 4 – 6 (sedang) 7 – 9 (banyak) 4 Pengalaman Beternak (tahun) 6 – 20 (rendah) 21 – 30 (sedang) 31 – 43 (lama) 5 Skala Usaha (per Satuan Ternak) ≤ 15 ST (rendah) 15,25 – 30 ST (sedang) 30,25 ST ≤ (tinggi) 6 Pendapatan (Rp/bulan) Rp .4.000.000 - Rp.12.000.000 (rendah) Rp.12.500.000 - Rp.20.000.000 (sedang) Rp. 20.500.000 - Rp.40.000.000 (tinggi)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
7 8 10
28 32 40
5 4
20 16
12
48
4
16
2 23
8 92
3 21 1
12 84 4
14 5 6
56 20 24
4 11 10
16 44 40
5
20
11
44
9
36
27
Pendidikan non formal yang pernah dijalani oleh peternak yaitu pelatihan mengenai usaha ternak sapi perah. Pelatihan tersebut diantaranya berupa pelatihan inseminasi buatan, pembuatan yogurt, susu pasteurisasi juga pelatihan mengenai manajemen usaha ternak. Peternak yang telah mengikuti
pelatihan
biasanya
memperoleh sertifikat pelatihan. Jumlah Tanggungan Pengelompokkan jumlah tanggungan berdasarkan jumlah tanggungan tertinggi dan terendah. Jumlah tanggungan peternak sapi perah Pondok Ranggon yang memiliki tanggungan sedang memiliki persentase yang tinggi yaitu 84%, dibandingan dengan yang memiliki tanggungan
sedikit
dan yang memiliki
tanggungan banyak memiliki persentase terendah yaitu sebesar 4%. Skala Usaha Populasi ternak sapi perah pada saat penelitian yaitu 882 ekor atau setara dengan 675 Satuan Ternak (ST). Ternak sapi perah tersebut terdiri dari 495 ekor sapi laktasi, 45 ekor sapi jantan, 198 ekor sapi jantan muda dan dara serta 144 ekor pedet. Rata-rata pemilikan sapi per peternak sebesar 30 ST dengan pemilikan terendah sekitar 12,5 ST dan terbesar sebesar 112,5 ST. Sapi perah yang dipelihara oleh peternak adalah sapi peranakan Fries holland dengan ciri khas pada sapi tersebut yaitu berwarna hitam dengan belang putih yang cukup jelas. Jumlah ternak serta hasil usaha yang cukup baik menjadikan peternakan ini sebagai peternakan percontohan di wilayah Jawa Barat. Mobilitas sapi perah di kawasan peternakan sapi perah Pondok Ranggon sangat tinggi. Hal tersebut di tandai dengan adanya pedagang sapi baik dari kawasan Buncit Jakarta Selatan maupun dari kawasan Boyolali Jawa Tengah yang menawarkan sapinya untuk dijual atau ditukar tambah dengan sapi yang produksi susunya sudah rendah. Selain sapi perah peternak juga memiliki ternak jenis lain seperti kambing, sapi potong, ayam buras dan ikan tetapi jumlahnya sangat kecil sedangkan tujuan
pemeliharaaannya bukan sebagai mata pencaharian melainkan
hanya hobi saja. Hapir setiap peternak memiliki hewan peliharaan juga tanaman hias di area sekitar tempat tinggalnya.
28
Pendapatan Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima peternak setiap bulan baik pendapatan dari usaha ternak maupun pendapatan dari luar usaha ternak. Tingkat pendapatan peternak bervariasi. Pada penelitian dikelompokkan dalam 3 bagian, yaitu rendah (Rp.4.000.000-Rp.12.000.000), sedang
(Rp.12.500.000-
Rp.20.000.000), dan tinggi (Rp.20.500.000-Rp.40.000.000). Peternak yang memiliki pendapatan rendah memiliki prosentase 20%, tertinggi 36% sedangkan pendapatan sedang memiliki prosentase terbanyak yaitu 44%. Usaha sampingan peternak diantaranya yaitu, beternak ayam, domba, kambing juga memelihara tanaman hias. Namun usaha sampingan tersebut tidak banyak memberikan kontribusi bagi pendapatan peternak karena umumnya mereka melakukannya hanya untuk sekedar hobi. Pengalaman Beternak Peternak sapi perah di Pondok Ranggon umumnya merupakan usaha turun temurun yang diperoleh dari keluarganya. Mereka telah memiliki ilmu beternak dari para orang tua terdahulu. Pengalaman beternak diukur sejak peternak memulai usaha ternak sapi sampai dengan penelitian ini dilakukan. Peternak yang memiliki pengalaman beternak kurang dari 20 tahun cukup dominan pada peternakan sapi perah di Pondok Ranggon, sedangkan peternak yang pengalamannya berkisar antara 21-30 tahun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan peternak yang berpengalaman lebih dari 31 tahun. Peternak yang paling lama beternak sapi perah yaitu selama 41 tahun, sedangkan yang paling minimum yaitu 6 tahun. Pengalaman beternak akan sangat membantu peternak dalam menghadapi permasalahan yang biasa dihadapi dalam memelihara ternak. Peternak yang berpengalaman umumnya lebih cepat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dibandingkan dengan peternak yang kurang berpengalaman. Jenis Informasi Usaha Ternak Unsur yang dasar dalam komunikasi adalah informasi (Kincaid dan Schramm, 1978). Informasi sebagai kebutuhan sosial, dianggap dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Peternak sapi perah membutuhkan informasi yang berkaitan dengan usaha ternaknya selain untuk mengatasi permasalahan yang 29
ada juga agar dapat meningkatkan produktivitas peternak. Pada akhirnya informasi tersebut mendatangkan nilai ekonomis bagi peternak. Proses pertukaran informasi diantara sesama peternak sapi perah Pondok Ranggon sering terjadi. Hal ini selain disebabkan oleh jarak tempat tinggal yang berdekatan juga karena mereka selalu mengadakan pertemuan yang rutin diadakan setiap satu bulan sekali di balai pertemuan kelompok. Permasalahan yang sering dibicarakan baik dalam forum pertemuan maupun diluar forum pertemuan dapat dilihat pada tabel, yaitu penyakit hewan dengan frekuensi 3,28. Tabel 2. Jenis Informasi Usaha Ternak Sapi Perah Jenis Informasi Pakan Ternak Penyakit Ternak Pemasaran Hasil Perkandangan Reproduksi
Frekuensi Komunikasi dalam 1 Bulan 1.48 3.28 2.24 0.76 0.84
Keterangan sedang tinggi sedang rendah rendah
Umumnya dalam satu bulan peternak berusaha untuk mencari informasi baru mengenai penyakit ternak. Hal ini disebabkan adanya kekhawatiran apabila ada penyakit yang menyerang baik penyakit yang menyerang ternak ruminansia besar maupun di luar penyakit ternak ruminansia besar. Contohnya penyakit antraks dan flu burung. Ketika flu burung mewabah di Indonesia, para peternak sangat khawatir penyakit tersebut dapat menyerang ternak mereka. Peternak segera mencari tahu mengenai penyakit tersebut dengan berdiskusi dengan sesama peternak maupun dengan penyuluh juga dokter hewan. Misalnya, hewan apa saja yang dapat tertular penyakit tersebut dan melalui media apa penyakit tersebut menular. Hal tersebut dilakukan agar peternak dapat melakukan pencegahan penularan jika penyakit tersebut dapat menyerang ternak mereka. Frekuensi permasalahan kedua yang sering dibicarakan yaitu mengenai pemasaran hasil ternak sebesar 2,24. Peternak sapi perah ingin mencari peluang yang lebih besar dalam pemasaran hasil ternaknya selain pemasaran pada loper yang sudah tetap maupun koperasi. Peluang tersebut diantaranya mengenai lokasi-lokasi yang dapat dijadikan sebagai tempat penjualan secara langsung produk hasil olahan ternak mereka juga mengenai bentuk olahan baru dari susu sapi yang disukai oleh 30
masyarakat. Hal tersebut dilakukan dikarenakan selain untuk menambah penghasilan juga diharapkan dapat menjadikan nilai tambah dalam pengetahuan mereka dalam memvariasikan produk hasil ternak mereka. Pakan ternak memiliki frekuensi komunikasi sebesar 1,48 setiap bulannya. Ini memiliki arti bahwa pakan ternak menjadi suatu permasalahan ketika lahan hijauan yang biasa mereka gunakan untuk pakan semakin berkurang. Hal ini menyebabkan peternak harus mencari lahan baru yang lokasinya lebih jauh sehingga menambah biaya yang harus dikeluarkan yang pada akhirnya berakibat pada kenaikan harga susu yang mereka jual. Faktor inilah yang menyebabkan mereka lebih banyak berkomuikasi untuk mencari informasi mengenai lokasi lahan yang dapat dijadikan sebagai sumber pakan hijauan. Permasalahan reproduksi yaitu peternak lebih banyak mencari informasi yang berkaitan dengan penanganan kelahiran yang tepat untuk mengurangi kematian anak sapi tanpa bantuan dokter hewan juga mengenai inseminasi buatan (IB). Tujuan peternak mencari informasi mengenai penanganan kelahiran yaitu untuk menangani secara langsung tanpa bantuan dokter hewan juga untuk mengurangi biaya kelahiran. Sedangkan masalah perkandangan umumnya jarang dibicarakan karena para peternak sudah memiliki pengetahuan yang baik mengenai perkandangan yang pada tabel ditujukkan memiliki frekuensi sebesar 0,74. Efektivitas Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan diantara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang dengan berbagai efek dan umpan balik. Menurut (De Vito, 1997) efektivitas komunikasi interpersonal memiliki lima unsur yaitu, keterbukaan (opennes), empati (empathy), dukungan (supportivness), sikap positif (positivenes) dan kesetaraan (equallity) terdapat dalam tabel 3. Keselurahan hasil total rataan skor efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah Pondok Ranggon Jakarta Timur bernilai 2,44, artinya efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah Pondok Ranggon dalam proses komunikasi yang terjalin tergolong cukup baik.
31
Tabel 3. Efektivitas Komunikasi Interpersonal No 1 2 3 4 5
Variabel efektivitas komunikasi interpersonal Keterbukaan Empati Sikap mendukung Sikap positif Kesetaraan Total rataan skor
Rataan skor 2,43 2,56 2,32 2,48 2,43 2,44
Keterangan cukup baik baik cukup baik baik cukup baik
Komunikasi interpersonal yang terjalin dapat terlihat dalam kegiatan peternak sehari-hari. Pertemuan rutin yang diadakan satu kali dalam sebulan menjadikan peternak terbiasa untuk mengkomunikasikan masalah yang dihadapi menyangkut usaha ternak. Tempat tinggal yang cukup dekat juga menjadi salah satu faktor positif dalam membangun komunikas. Hal ini dikarenakan peternak tergolong bukan penduduk asli daerah tersebut sehingga menimbulkan rasa kekeluargaan yang cukup kuat disamping mereka berasal dari suku yang sama yaitu suku betawi. Kelompok peternak sapi perah memiliki struktur organisasi yang sudah terdaftar resmi. Tiap anggota kelompok peternak memiliki tanggung jawab sesuai jabatan yang ada dalam struktur organisasi. Ketua kelompok aktif dalam memberi masukan-masukan bagi para anggota kelompok yang lain sehingga apabila terjadi suatu permasalahan para peternak langsung mendiskusikannya kepada ketua kelompok juga pada anggota peternak yang lain. Unsur keterbukaan di antara sesama peternak cukup baik, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 diatas, yaitu memiliki rataan skor 2,43. Peternak sapi perah umumnya memiliki permasalahan yang tidak jauh berbeda dengan sesamanya. Oleh sebab itu apabila ada peternak yang memiliki hambatan atau permasalahan maka peternak yang lain tidak sungkan untuk membantu bahkan permasalah yang tidak berkaitan dengan usaha ternak mereka juga saling tolong-menolong. Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki rasa empati yang besar seperti yang terlihat pada Tabel 3, yaitu memiliki rataan skor 2,56. Para anggota kelompok usaha terak sapi perah Pondok Ranggon sering mengikuti lomba ternak sapi, juga mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan usaha ternak mereka. Setiap lomba yang diikuti para peternak biasanya hanya 32
diikuti oleh beberapa anggota saja. Namun peternak tetap memberikan dukungan yang positif bagi peternak yang akan mengikuti kegiatan tersebut. Dukungan tersebut diantaranya yaitu berupa masukan-masukan dari peternak yang telah mengikuti lomba yang serupa. Pelatihan yang diikuti oleh para peternak sapi perah biasanya ada yang diselenggarakan dalam lingkungan peternakan yang diadakan oleh Dinas Peternakan atau pelatihan yang berada diluar lingkungan peternakan. Para peternak mengikuti pelatihan tersebut untuk memiliki nilai tambah pada usahanya. Adanya produk olahan hasil ternak menyebabkan bartambahnya pengahasilan. Setiap peternak mendukung dan memberi penilaian positif terhadap segala bentuk kegiatan yang diikuti oleh peternak. Pada variabel kesetaraan memiliki skor yang cukup baik yaitu 2,43. Hal ini menunjukkan bahwa tiap peternak memiliki kedudukan yang sama dalam organisasi juga dalam lingkungannya. Tingkat kesejahteraan yang berbeda tidak menjadikan adanya kesenjangan sosial diantara para peternak. Tiap peternak memiliki kesempatan yang sama untuk berpendapat atau memberi dukungan dalam organisasi kelompok ternak. Hubungan Karakteristik Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal Efektivitas yang dimaksud adalah tinggi rendahnya keefektivan peternak dalam berkomunikasi secara pribadi. Hal ini menunjukkan seberapa besarnya nilai korelasi yang dibuat oleh peternak di lingkungan peternakan sapi perah Pondok Ranggon. Demografis merupakan salah satu variabel yang sering digunakan untuk melihat kemampuan berkomunikasi seseorang dan juga kemampuan untuk memilih media komunikasi (Murtiyeni, 2002).Demografis yang dimaksud adalah karakteristik peternak yaitu, (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) pendidikan, (4) jumlah tanggungan, (5) skala usaha, (6) pendapatan dan (7) pengalaman peternak. Karakteristik tersebut kemudian dihubungkan dengan tingkat efektivitas komunikasi interpersonal, artinya karakteristik tersebut dapat mempengaruhi efektivitas dalam berkomunikasi secara pribadi.
33
Hubungan antara karakteristik peternak dengan efektivitas komunikasi interpersonal peternak sapi perah diukur dengan menggunakan uji korelasi rank spearman (rs) dan tingkat keeratan hubungan (KK) dari uji chi square. Hasil dari pengujian dapat terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hubungan Karakteristik Peternak Sapi Perah Pondok Ranggon dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal Efektivitas Komunikasi Interpersonal Peternak Karakteristik
Keterbukaan
Empati
Sikap mendukung
Sikap Positif
Kesetaraan
-0,353
-0,191
-0,282
-0,184
-0,360
0,549
0,498
0,193
0,378
0,361
0,224
0,164
0,114
0,208
0,126
-0,229
-0,252
-0,237
0,134
-0,052
Skala usaha (rs)
0,054
0,132
0,041
0,242
-0,208
Pendapatan (rs)
0,193
0,161
0,021
-0,129
-0,056
Pengalaman (rs)
-0,198
-0,206
-0,039
0,145
0,197
Umur (rs) Pendidikan formal (KK) Pendidikan non formal (KK) Jumlah tanggungan (rs)
Keterangan: rs = koefisian korelasi rank Spearman KK = koefisien kontingensi Selang keeratan hubungan: 0,001-0,200 = sangat lemah; 0,201-0,400 = lemah; 0,401-0,600 = cukup kuat; 0,601-0,800 = kuat; 0,801-1,000 = sangat kuat
Umur Hasil uji statistik menunjukkan bahwa umur mempunyai hubungan negatif dengan efektivitas komunikasi interpersonal. Keeratan hubungan yang terjadi adalah lemah. Nilai korelasi negatif terhadap keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif dan kesetaraan. Hasil uji statistik negatif, artinya bahwa efektivitas komunikasi interpersonal semakin rendah dengan semakin bertambahnya usia. Usia yang semakin bertambah menunjukkan bahwa keterbukaan, empati, dukungan sikap positif dan kesetaraan semakin rendah. Pada Tabel 4 ditunjukkan bahwa peternak yang relatif lebih tua kurang menerima perubahan daripada mereka yang lebih muda, namun bukan berarti bahwa mereka tidak menerima perubahan orang lain. Peternak yang memiliki usia lanjut umumnya kurang berminat dalam mengkomunikasikan berbagai hal yang berkaitan dengan usaha peternakannya. Para peternak menganggap bahwa dengan pengalaman yang diperoleh ketika bersama orang tuanya sudah lebih dari cukup sehinggga peternak enggan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan usaha peternakannya dengan pihak lain. Hal ini dikarenakan para peternak telah mendapatkan ilmu beternak sapi 34
perah dari orang tua semenjak masih berusia muda dengan melihat dan mempraktekkannya langsung. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa usaha peternakan sapi perah diperoleh dari usaha yang turun temurun dari orang tua. Sesuai dengan apa yang dikemukakan Soekartawi (1988), bahwa makin muda usia petani (peternak) biasanya mempunyai semangat ingin tahu mengenai hal-hal yang belum diketahui dan peternak yang relatif lebih tua umumnya kurang menerima perubahan dibandingkan dengan yang berusia lebih muda. Pendidikan Tingkat pendidikan responden relatif bervariasi dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT). Sebaran tingkat pendidikan peternak dari Sekolah Dasar (SD) sebanyak 20 %, tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 16%, tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan yang lainnya yaitu sebanyak 49%, sedangkan pada tingkat pendidikan Perguruan tinggi memiliki skor yang sama pada tingkat pendidikan SLTP yaitu sebanyak 16%. Hasil uji stastistik pada hubungan tingkat pendidikan dengan efektivitas komunikasi interpersonal adalah positif serta memiliki keeratan yang cukup kuat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka semakin tinggi efektivitas komunikasi interpersonal yang terjadi. Wardhani (1994) menerangkan bahwa seseorang yang memliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi umumnya lebih menyadari akan kebutuhan informasi sehingga lebih banyak sumber infomasi yang digunakan dan lebih terbuka terhadap media komunikasi yang digunakan. Nilai signifikan tertinggi yaitu pada variabel keterbukaan yaitu KK = 0,549, menyusul empati yaitu KK = 0,498, sikap positif yaitu KK = 0,378 dan kesetaraan yaitu KK = 0,361, dan sikap mendukung yaitu KK = 0,193. Hubungan antara variabel keterbukaan dengan tingkat pendidikan yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin terbuka responden dalam berkomunikasi secara pribadi. Hal ini terlihat baik saat mereka menghadapi masalah yang berkaitan dengan usaha peternakannya maupun tidak. Ketika menghadapi masalah yang berkaitan dengan usaha peternakannya maupun tidak, peternak tidak ragu untuk mencari informasi yang baru maupun memberikan informasi kepada pihak lain secara terbuka. Peternak 35
yang berpendidikan tinggi umumnya terbuka dalam menerima informasi-informasi yang datang dari pihak lain yang dijadikan masukkan-masukkan bagi usaha mereka. Empati yang tinggi pada peternak ditunjukkan yaitu pada saat peternak lain mendapatkan masalah. Para peternak yang berpendidikan tinggi umumnya berbagi pengalaman kepada sesama peternak yang mendapatkan masalah, cendrung untuk memberikan informasi kepada sesama peternak yang sedang mendapat masalah sesuai dengan pengalaman peternak ketika ditimpa masalah yang sama yaitu saling membantu dalam informasi. Dukungan para peternak yang berpendidikan tinggi lebih besar dibandingkan peternak yang berpendidikan rendah. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan usaha yang dijalankan sehari-hari maupun ketika ada salah seorang dari peternak yang mencoba inovasi baru maupun ada yang ingin mengikuti lomba. Para peternak yakin jika usaha sesama peternak di lingkungan tersebut maju maka juga akan membawa kemajuan bagi kelompok usaha ternaknya. Pada sikap positif yaitu peternak yang berpendidikan tinggi umumnya menanggapi dan memberikan respon yang positif terhadap lawan komunikasinya. Hal ini ditunjukkan ketika peternak sedang berkomunikasi dengan pihak lain, peternak menanggapi dengan baik setiap pembicaraan yang dilakukan dan memberikan respon atau tanggapan yang berupa saran yang bermanfaat kepada pihak lain juga ketika peternak memerlukan bantuan dari pihak lain. Bantuan tersebut berupa masukkan-masukkan atau saran kemudian bantuan tersebut mereka jadikan sebagai masukkan yang positif pada usaha ternak. Soekartawi (1988) menerangkan bahwa pendidikan merupakan sarana belajar yang diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju pengunaan praktek pertanian yang lebih modern. Peternak yang berpendidikan tinggi memiliki pendapat bahwa setiap peternak memiliki kesetaraan dalam menjalani usahanya. Kesetaraan tersebut dilihat bahwa tidak ada perbedaaan antara peternak yang memiliki skala usaha yang tinggi maupun yang rendah. Anggapan peternak yaitu setiap orang memiliki peluang yang sama dalam usaha. Kesetaraan dalam hubungan bersosialisasi dan berorganisasi. Peran setiap peternak dalam keikutsertaan memberikan pendapat atau juga masukkan untuk organisasi kelompok ternak yang di ikutinya. 36
Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan responden yang memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 84% adalah antara 3 orang sampai 6 orang, responden yang memiliki tanggungan kurang dari 3 orang yaitu sebesar 12% sedangkan responden yang memiliki tanggungan lebih dari 6 orang adalah sebesar 4%. Hubungan antara jumlah tanggungan dengan efektvitas komunikasi interpersonal baik pada keterbukaan, empati, dukungan dan kesetaraan berdasarkan hasil uji statistik adalah hubungan negatif. Semakin banyak jumlah tanggungan yang dimiliki maka komunikasi interpersonal yang terjalin semakin tidak efektif. Keeratan hubungan yang terjadi lemah. Peternak yang memiliki banyak jumlah tanggungan umumnya kurang aktif dalam mencari atau memberikan informasi kepada sesama peternak lainnya. Jumlah tanggunggan yang lebih banyak biasanya memiliki tingkat keragaman yang lebih banyak pula dalam permasalah rumah tangga yang dihadapi sehingga dapat mempengaruhi psikologi peternak dalam berkomunikasi. Skala Usaha Hasil uji statistik menunjukkan bahwa skala usaha dengan efektivitas komunikasi interpersonal memiliki hubungan positif lemah dikarenakan hanya pada beberapa variabel yang memiliki nilai positif. Hubungan tersebut terlihat pada variabel sikap positif, dukungan, empati dan keterbukaan. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang tidak nyata antara skala usaha dan efektivitas komunikasi interpersonal. Besar skala usaha menentukan keefektivan para peternak dalam berkomunikasi antar pribadi namun bernilai kecil. Beberapa responden peternak yang memiliki skala usaha yang lebih besar umumnya lebih mampu dalam menginterpretasikan informasi dalam berkomunikasi mengenai usaha peternakan dibandingkan peternak yang berskala usaha lebih kecil. Skala usaha juga memiliki nilai korelasi negatif pada variabel kesetaraan. Hal ini mengungkapkan bahwa beberapa dari peternak yang memiliki skala usaha peternakan lebih besar, berpendapat bahwa mereka tidaklah setara dalam hal kedudukan sosial, perbedaan pendapatan yang berakibat pada perbedaan penghormatan pada mereka yang memiliki skala usaha lebih besar. Peternak yang berskala usaha lebih tinggi umumnya lebih di segani dilingkungan peternakan.
37
Ketika sedang diadakan kegiatan berupa seminar maupun penyuluhan
biasanya
para peternak ini yang lebih dahulu diikut sertakan. Pendapatan Hubungan positif lemah antara pendapatan dengan efektivitas komunikasi interpersonal. Nilai korelasi positif terdapat pada variabel sikap positif, dukungan, empati dan keterbukaan. Hal ini berarti bahwa pendapatan berpengaruh meningkatkan efektivitas komunikasi namun tidak signifikan. Beberapa responden yang berpendapatan tinggi lebih terbuka dalam berkomunikasi, lebih berempati, lebih berpikir positif dan juga memiliki dukungan yang lebih dibandingan peternak yang berpendapatan rendah. Nilai korelasi negatif antara pendapatan dengan efektivitas komunikasi interpersonal terdapat pada variabel kesetaraan. Peternak yang memiliki pendapat besar umumnya lebih mendapat penghormatan, penghargaan dan nilai yang lebih tinggi dari peternak yang berpendapat rendah. Contoh kecil yaitu peternak yang berpendapatan diberikan kepercayaan dalam memimpin koperasi peternak sapi perah karena dinilai telah berhasil dalam mengatur keuangan. Pengalaman Hubungan antara pengalaman dengan efektivitas komunikasi interpersonal pada variabel keterbukaan, empati dan dukungan adalah negatif dengan keeratan lemah pada beberapa variabel artinya semakin lama pengalaman yang dimiliki peternak maka keterbukaan, empati dan dukungan dalam komunikasi interpersonal semakin tidak efektif. Sedangkan hubungan pengalaman dengan sikap positif dan kesetaran memiliki hubungan nyata positif tetapi lemah pada variabel sikap positif yaitu rs = 0, 145 dan variabel kesetaraan yaitu rs = 0,197. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pengalaman peternak dalam menjalankan usahanya maka mereka lebih bersikap positif serta memiliki kesetaraan yang baik dalam perannya pada proses komunikasi. Peternak yang lebih berpengalaman memiliki kepastian terhadap saran atau masukkan yang diberikan dan diterima berkenaan dengan usaha peternakannya kepada pihak lain. Peternak yang lebih berpengalaman juga tidak membedakan antara peternak yang memiliki usaha ternak yang lebih besar atau yang lebih kecil. 38
Total dari keseluruhan rataan skor hubungan efektivitas komunikasi interpersonal dengan karakteristik peternak sapi perah Pondok Raggon adalah 1,18. Hal ini berarti hubungan yang terjadi tidak nyata atau memiliki selang keeratan sangat lemah karena variabel penelitian banyak yang menunjukkan hubungan negatif. Komunikasi interpersonal antara sesama kurang efektif disebabkan sebagian besar peternak berumur tua dan berpengalaman beternak cukup lama sehingga pertukaran informasi yang terjadi sangat rendah. Peternak lebih percaya pada pengalaman beternak yang telah di jalani. Sukuisme juga berpengaruh pada proses komunikasi yang terjadi. Pandangan masyarakat suku betawi terhadap peternak yang berusia lebih tua dan lebih berpengalaman umumnya lebih tinggi dari pada peternak yang berusia muda dan pengalaman yang sedikit.
39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarakan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1) Karakteristik peternak umumnya adalah berumur sedang, tingkat pendidikan cukup baik, pernah mengikuti pendidikan non formal, memiliki pengalaman beternak terbanyak pada 6 – 20 tahun, pendapatan tinggi Peternakan sapi perah Pondok Ranggon digolongkan pada peternakan yang cukup maju. Hal ini terlihat dari skala usaha peternak yang memiliki rata-rata 30 ST. sistem usaha yang dijalankan cukup tertata dengan baik juga yang menyebabkan peternakan ini dijadikan sebagai peternakan percontohan di wilayah Jawa Barat. 2) Jenis informasi yang sering dibicarakan dalam 1 (satu) bulan yaitu, mengenai informasi penyakit ternak. 3) Komunikasi interpersonal antara peternak sapi perah Pondok Ranggon Jakarta Timur tergolong cukup efektif . 4) Umur, jumlah tanggungan, dan pengalaman peternak memiliki hubungan negatif. Tingkat pendapatan dan skala usaha peternak memiliki keeratan hubungan yang lemah. Tingkat pendidikan peternak memiliki hubungan yang cukup kuat (positif dan nyata) ditunjukkan pada tingkat pendidikan peternak. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka komunikasi yang terjadi semakin efektif. Saran Berdasarkan hasil uraian di atas, ada beberapa saran dan masukan yang sekiranya dapat membantu yaitu: 1. Pemerintah daerah hendaknya lebih intensif dalam memantau perkembangan peternak terutama peternak berusia lebih tua dan yang lebih berpengalaman. 2. Pemerintah daerah hendaknya lebih memperhatikan kondisi lingkungan peternakan dengan memberikan penyuluhan tentang peningkatan kerjasama dan koordinasi
40
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke kehadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat yang tidak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada kedua orang tua yang telah banyak membantu baik materi, motivasi serta kasih sayang yang tiada henti diberikan. Juga kepada Bapak Ir. Richard WE. Lumintang, MSEA dan Bapak Ir. Burhanudin, MM yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu proses penyusunan usulan proposal hinggga tahap akhir penulisan skripsi. Terimakasih kepada Bapak Ir. Ismail Pulungan, MSi dan Bapak Ir. Andi Murpi, MSi atas kebersediannya menguji skripsi penulis. Terimakasih juga kepada seluruh dosen dan staf SEIP, FAPET IPB (Pak Dodi, Bu Cici, Pak Kamto, Pak Tresno dan Umi) atas bantuannya. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Sekolah, Dewan Guru MA. Al-Khairiyah (terutama Pak Effendi, Miss Nurul, Ka Marina), Pak Drajat. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman SEIP dan INMT angkatan 2000 terutama Ari, yang telah banyak memberikan motivasi dan semangat sepenuhnya kepada penulis hingga saat ini. Juga pada Ka Ulum yang telah memberikan doa, dukungan dan kasih sayang yang tak terhingga semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, September 2008 Penulis
41
DAFTAR PUSTAKA Blakely, J. dan D.H. Bade. 1991.Ilmu Peternakan, edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Darmawan, A.D.H,. dan Y. Yusdja. 1995. Dampak Perkembanan Usaha Industri Peternakan Sapi Potong Dalam Perekonomian. Afindo. Bandar Lampung Depari, E. dan M.C, Andrews. 1998. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta De Vito, J. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Professional Books. Jakarta Effendi, O.U. 1992. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya. Bandung Goldberg, A.A. 1985. Komunikasi Kelompok: Proses-Proses Diskusi dan Penerapannya. Universitas Indonesia Press. Jakarta Jahi, A. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga. PT Gramedia. Jakarta Kuswarno, E. 1993. Hubungan Karakteristik Demografi dan Motif Kognitif dan Afektif Penggunaan Radio dan Televisi Pada Masyarakat Desa Padasuka Kecamatan Cibinong Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Liliweri, A. 1997. Komunikasi Antarpribadi. PT Citra Aditya Bakti. Bandung Makarim, C. 2003. Hubungan Persepsi Diri dan Komunikasi Interpersonal dengan Motivasi Berprestasi Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Klas II a Tangerang. Tesis. Pascsarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Ma’min, M. 2001. Perilaku Petani Sayuran Dalam Pemanfaatan Sumber Informasi. Agribisnis Tanaman Sayur di Kabupaten Kendari Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Murtiyeni. 2002. Respon Peternak Sapi Perah Terhadap Sumber informasi Teknologi Peternakan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Pulungan, I. dan R. Pambudy. 1993. Peraturan dan Perundang-undangan Peternakan. IPB Press. Bogor Purwaningsih, N. 1999. Pemanfaatan Sumber Informasi Tentang Usahatani Sayuran Oleh Petani. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rakhmad, D. 2000. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung Reardon, K.K. 1987. Interpersonal Communication; Where Minds Meet. Belmont. Wadsworth.
42
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia-Press. Jakarta Sinaga, N. 2002. hubungan Komunikasi Interpersonal dalam Kelompok Tani dengan Motivasi Anggota: Kasus Pengembangan Sentra Agribisnis komoditas Unggulan Kambing Peranakan Etawah di Kabupaten KulonProgo. Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sugeng, B. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta Sunandar, N. 1995. Prosiding Buku I ”Efisiensi Tehnis dan Ekonomis Alokasi Faktor-Faktor Produksi Usaha Sapi Potong Sistem Kreman di Wilayah Wonosobo Jawa Tengah”. Sub Balai Penelitian Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Semarang Susanto, A.1982. Komunikasi Massa. Bina Cipta. Bandung Suwarto, FX. 1999. Perilaku Organisasi. Universitas Atmajaya. Yogyakarta Tejawulan, H. 2003. Karakteristik Peternak dan Peranan Kelompok Dalam Penyebaran Informasi Sapta Usaha Peternakan Sapi Perah. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Wardhani, A.C. 1994. Hubungan Karakteristik Demografi dan Motivasi Kognitif Peternak Dengan Penggunaan Sumber-Sumber Informasi Tentang Ayam Buras di Desa Cisontrol, Kabupaten Ciamis. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
43