PERAN STAKEHOLDERS DALAM PROGRAM AGROPOLITAN Peran stakeholders dapat diukur dengan menggunakan tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan stakeholders ketika menjalankan program suatu program (IFC 2007). Tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan dilihat dari sudut pandang masyarakat terhadap pihak-pihak yang memiliki pengaruh dan kepentingan terhadap program agropolitan. Stakeholders tersebut merupakan anggota POKJA, POSKO dan pihak lain yang berinteraksi juga dengan masyarakat ketika menjalankan program agropolitan. Tingkat pengaruh diukur dengan 36 pertanyaan yang terbagi menjadi tahapan agropolitan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tingkat kepentingan diukur dengan 42 pertanyaan yang juga terbagi menjadi tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Stakeholders Agropolitan Sebuah program tentunya berjalan dengan adanya dukungan dan kerjasama antar stakeholders. Stakeholders merupakan komuniti atau kelompok individu yang memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap jalannya sebuah program. Suatu pihak dianggap sebagai stakeholders jika memiliki tiga atribut yaitu: kekuasaan, legitimasi dan kepentingan (Budimanta dkk 2008). Stakeholders yang diidentifikasi terlibat dalam program agropolitan tentunya harus memiliki atribut kepentingan dan pengaruh yang menentukan perannya dalam menjalankan program (IFC 2007). Menurut Reed et.al (2009) analisis stakeholders dimulai dari identifikasi stakeholders yang bertujuan untuk menemukan pihak yang mempengaruhi penyelenggaraan program agropolitan baik yang secara langsung berinteraksi dengan pihak masyarakat maupun tidak berinteraksi secara langsung. Hasil identifikasi stakeholders program agropolitan di Desa Karacak, merujuk pengklasifikasian stakeholders oleh Sriani (2012) diklasifikasikan ke dalam enam kelompok yakni pemerintah kabupaten, pemerintah desa, opinion leader, LSM, perguruan tinggi dan swasta. Stakeholders yang dicantumkan merupakan stakeholders yang telah terlibat, sedang terlibat maupun berpotensi untuk terlibat. Hasil identifikasi stakeholders disajikan pada Tabel 9. Setiap stakeholders, baik yang telah terlibat mulai dari perencanaan sampai evaluasi maupun yang seharusnya terlibat tapi tidak melibatkan diri saat pelaksanaan di Desa Karacak pada masa pelaksanaan program tahun 2005-2010 telah teridentifikasi dengan baik. Selain itu stakeholders yang tercantum merupakan stakeholders yang tergabung di POKJA agropolitan baik yang ditemui di lapang maupun yang disebut responden saat wawancara.
50
Tabel 9 Matriks stakeholders program agropolitan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10 11 12 13 14
Nama Lembaga Dinas Pertanian dan Kehutanan Dinas Bina Marga dan Pengairan Dinas Peternakan dan perikanan Dinas Koperasi, UKM , Perindustrian dan Perdagangan BAPPEDA BP4K BP3K Aparat Desa Lembaga Keuangan (Koperasi AlIkhsan), PT Agung Mustika Selaras, dan Rabo Bank LSM Akademisi (P4W IPB dan PKBT IPB) Penyuluh Pertanian Ketua Gapoktan Ketua POKJA
Klasifikasi Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kabupaten
Keterlibatan Terlibat Pernah Terlibat Pernah Terlibat Pernah Terlibat
Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kecamatan Pemerintah Desa Swasta
Terlibat Pernah Terlibat Pernah Terlibat Terlibat Terlibat
LSM Perguruan Tinggi Pemerintah Kecamatan Opinion Leader Opinion Leader
Belum Terlibat Terlibat Terlibat Terlibat Terlibat
Sebenarnya masih banyak stakeholders yang tergabung selama pelaksanaan program agropolitan namun karena keterbatasan penulis maka dibatasi menjadi 14 stakeholders. Menurut Budimanta dkk (2008) stakeholders merupakan elemen pihak yang terlibat dalam program dan bergerak dengan mengembangkan masyarakat. Maka dalam penelitian ini pihak masyarakat sebagai komuniti yang menerima program dipisahkan dalam pembahasan kepentingan dan pengaruh dan dianggap sebagai pihak yang menerima dampak pengaruh tersebut. Tingkat Pengaruh Stakeholders dalam Program Agropolitan Tingkat pengaruh stakeholders dilihat dari pengaruh 14 stakeholders agropolitan pada setiap tahapan baik dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Kekuatan pengaruh (power) mengacu kepada seberapa besar kemampuan materi atau dana, personality serta jaringan masing-masing stakeholders dalam mempengaruhi arah dan dinamika perkembangan program (IFC 2007). Menurut Mayer (2001), pengaruh merupakan kapasitas atau kemampuan untuk menyelesaikan suatu tujuan. Kekuatan pengaruh tertinggi terjadi apabila seseorang dengan unsur-unsur kekuasaan yang dimilikinya menjangkau dari tingkat desa hingga ke tingkat kabupaten (Budimanta dkk 2008). Melihat pengaruh stakeholders dalam program agropolitan diukur dari seberapa besar kekuatan dananya, jaringan dan pengaruh personality masing-masing stakeholders dalam tiap tahapan kemudian dijumlahkan skor masing-masing stakeholders dalam semua tahapan. Pengaruh keseluruhan stakeholders selama pelaksanaan program agropolitan dari mulai perencanaan sampai evaluasi dilihat dari kekuatan dana, jaringan dan personality-nya dapat dilihat pada Tabel 10
51
Tabel 10 Frekuensi dan persentase dukungan dana, jaringan dan personality stakeholders Dukungan Dana Keseluruhan Persentase (%) Dukungan Dana Frekuensi Rendah ( Tidak Pernah Memberikan) 4 13.3 Sedang ( Jarang Memberikan) 22 73.3 Tinggi (Selalu Memberikan) 4 13.3 Total 30 100 Jaringan Keseluruhan Persentase (%) Jaringan Stakeholders Frekuensi Rendah (Kurang Luas) 23 76.7 Sedang (Cukup Luas) 7 23.3 Tinggi (Luas) 0 0 Total 30 100 Personality Stakeholders Persentase (%) Personality Frekuensi Rendah 26 86.7 Sedang 4 13.3 Tinggi 0 0 Total 30 100 Kekuatan Dana Kekuatan dana merupakan jumlah dukungan finansial/materi yang diberikan untuk mendukung program (IFC 2007). Dukungan dana meliputi pemberian dana modal maupun pembiayaan program agropolitan. Secara keseluruhan dukungan dana untuk penyelenggaraan program agropolitan termasuk sedang. Berdasarkan Tabel 10, sebanyak 73.3% responden menyatakan bahwa stakeholders jarang memberikan dana saat penyelenggaraan program. Hasil wawancara menunjukan bahwa masyarakat lebih sering memberikan dukungan dana untuk transportasi dan konsumsi dari pada pemerintah, walaupun dukungan dana nominalnya besar, namun hanya sedikit masyarakat yang mengetahui penggunaan dana tersebut untuk kepentingan program agropolitan. Sebanyak 13.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders tinggi. Pengaruh ini hanya melekat pada beberapa stakeholders tertentu seperti Dinas Pertanian, maupun Dinas Peternakan yang memberikan dukungan dana tinggi pada program pengembangan SDM dan pengembangan budidaya. Stakeholders lainnya yaitu Dinas Bina Marga yang juga memiliki dukungan dana yang tinggi pada program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Namun terdapat 13.3% responden yang menyatakan bahwa dukungan dana stakeholders terhadap program agropolitan rendah, hal ini disebabkan karena masyarakat tersebut merasa tidak mendapatkan bantuan dari program agropolitan. Tokoh seperti akademisi, aparat desa, Ketua Gapoktan dan ketua POKJA juga tidak memiliki kekuatan dana dalam pelaksanaan program. Mereka hanya menyediakan tempat atau menyediakan fasilitas pada saat rapat membahas agropolitan saja. Seperti yang dituturkan oleh bapak RD berikut:
52
“Biasanya kalau ada rapat-rapat kita nggak pernah dikasih uang apa-apa paling ya makanan ringan atau buah-buahan hasil kebun itupun yang bawa kadang yang pak Bakri ketua POSKO sama ketua gapoktannya. Kalau mau dateng rapat ya agropolitan ya ongkos sendiri” RD.
Sedangkan dukungan pendanaan dari lembaga seperti Rabo Bank, dan PT Agung Mustika selaras tidak banyak berpengaruh terhadap pendanaan program agropolitan mengingat tidak dapat diakses oleh semua masyarakat, hanya masyarakat yang memiliki lahan manggis dan jaminan pinjaman yang bisa meminjam. Jumlah masyarakat yang memenuhi kriteria tersebut di Desa Karacak sangat terbatas. Kekuatan Jaringan Kekuatan jaringan merupakan kuat lemahnya pengaruh setiap stakeholders terhadap masyarakat melalui proses interaksi dan relasi individu masyarakat dengan pihak lain yang juga berkepentingan dalam program, komunitas penerima program maupun pihak eksternal (IFC 2007). Luasnya Jaringan didasarkan pada kerjasama yang terbentuk sebagai hasil dari interaksi sosial antar pihak stakeholders agropolitan. Berdasarkan Tabel 10 sebanyak 76.7% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki jaringan yang kurang luas terutama saat berinteraksi dengan masyarakat. Setiap kali pelaksanaan pihak dinas cenderung hanya berkomunikasi dengan ketua POSKO tanpa ada koordinasi dengan masyarakat. Keberadaan aparat desa yang seharusnya berfungsi sebagai penghubung seringkali menyimpan informasinya, serta hanya meneruskan informasi kepada masyarakat yang dekat dengan beliau, seperti ketua POSKO atau Ketua Gapoktan. Berbeda dengan hal tersebut, 23.3% responden menyatakan interaksi dan relasi stakeholders cukup luas. Responden tersebut secara nonformal dekat dengan aparat desa maupun ketua POSKO sehingga ketika ada program agropolitan sering diikutsertakan dalam koordinasi. Potensi luasnya jaringan stakeholders banyak terlihat pada program pengembangan SDM dan budidaya mengingat program tersebut melibatkan banyak pihak mulai dari penyuluh, Dinas Pertanian, BP3K, BP4K, UPTD dan akademisi. Namun, masyarakat merasa program berjalan secara parsial tanpa ada koordinasi antar stakeholders bahkan sering juga terjadi tumpang tindih pelaksanaan program dari dua dinas yang tujuannya sama. Seperti yang disampaikan bapak KM sebagai berikut: “ Agropolitan ini kan program pertanian, sering ada pelatihan tentang gimana cara nanem manggis, cara ngilangin burik di manggis, cara milih manggis jadi grade A,B, dan C. Tapi pelatihan itu sering banget dari dinas, Ipebe dan Bepetigaka saking banyaknya pelatihan tapi yang diajarin itu-itu aja. Mungkin nggak ada diskusi dulu sebelumnya kalau bikin program” KM.
Personality Personality merupakan karakteristik individu atau suatu pihak yang menyebabkan perilaku seseorang diterima atau tidak oleh pihak lain (IFC 2007). Pihak lain tersebut adalah masyarakat. Perilaku yang diterima atau tidak oleh masyarakat disebabkan karena keterbukaannya dengan masyarakat dan mendengarkan dengan hati-hati pendapat masyarakat. Pihak yang sering
53
mendengarkan pendapat masyarakat adalah ketua POSKO agropolitan, Ketua Gapoktan dan penyuluh pertanian karena berinteraksi langsung dengan masyarakat juga menjadi tempat pengaduan kekecewaan terhadap program. contohnya ketika bantuan yang dibagikan tidak merata keseluruh anggota. Seperti yang ditunjukan pada Tabel 10 bahwa personality stakeholders yang rendah memiliki persentase terbanyak yaitu 86.7% responden, sisanya 13 % responden menyatakan bahwa personality stakeholders termasuk sedang. Personality ini dipengaruhi juga oleh kedekatan secara individu antara masyarakat dengan stakeholders. Pertemuan seperti pelatihan dan studi banding untuk peningkatan produktivitas komoditi manggis mampu menyediakan ruang berpendapat bagi masyarakat namun tidak terjadi timbal balik antara stakeholders dengan masyarakat penerima program. Pihak dinas misalnya, diantara dinas yang bergabung dalam POKJA agropolitan yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan. Dari empat dinas tersebut yang sering berinteraksi dengan masyarakat adalah Dinas Pertanian, perwakilan dari dinas tersebut bersedia hadir ke kebun atau sawah untuk mengikuti pelatihan bersama anggota kelompok tani seperti pernyataan bapak UPD berikut: “ Katanya agropolitan itu program bersama dari banyak dinas, ada dinas peternakan, dinas koperasi, dinas peternakan, tapi yang mau turun ke masyarakat buat ikut pelatihan paling dari dinas pertanian aja. Saya mah salut, mereka mau becek-becekan di sawah, ikut kekebun juga” UPD.
Secara keseluruhan pengaruh stakeholders yang dilihat dari dukungan dana, kekuatan jaringan dan personality berada di tahap rendah menurut masyarakat, pernyataan tersebut didukung dengan Gambar 6. 3.3% 43.4% 53.3%
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 6 Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam program agropolitan Kemampuan stakeholders dalam mempengaruhi masyarakat pada keseluruhan program agropolitan masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari Persentase yang menunjukan bahwa frekuensi tertinggi berada pada tingkat rendah yaitu 53%, sedangkan di tingkat sedang persentasenya 43.3%. Namun sekitar 3.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam program agropolitan secara keseluruhan termasuk tinggi. Keterlibatan stakeholders secara keseluruhan hanya sebagai pemilik program, pemberi dana kegiatan dan menentukan persyaratan program seperti penyediaan dana, pemateri pelatihan dan
54
fasilitator dalam program jaringan kemitraan. Pengaruh stakeholders ditentukan oleh variabel personality, secara garis besar keterbukaan stakeholders dalam membahas program dengan masyarakat masih rendah. Hal sebanding juga berlaku terhadap kondisi jaringan stakeholders, dalam pelaksanaannya kerjasama dan koordinasi antar masing-masing stakeholders masih rendah, hanya beberapa pihak yang mengetahui informasi program seperti ketua POKJA dan aparat desa yang artinya jaringan stakeholders masih terbatas pada elit masyarakat sesuai dengan pernyataan bapak SRT sebagai berikut: “Dari pihak dinas sendiri waktu awal-awal sering diskusi sama masyarakat. Tapi kenyataannya sekarang udah nggak pernah keliatan lagi. Kalau ada rapat bareng dinas paling yang datang cuma penyuluh sama orang kecamatan.Ya ginilah jadinya agropolitan, sekarang orang dinas pada entah kemana” SRT.
Pengaruh Stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan Pada tahap perencanaan, pihak yang banyak terlibat adalah BAPPEDA Kabupaten Bogor, Pihak Akademisi yaitu P4W IPB, Dinas Pertanian, aparat desa, Ketua POSKO agropolitan. Pihak dinas yang tergabung dengan POKJA agropolitan mengikuti proses perencanaan namun hanya pada saat perencanaan di tingkat kabupaten. Sedangkan di tingkat desa beberapa dinas tidak langsung berinteraksi dengan masyarakat sehingga pengaruh mereka rendah (Gambar 7). 16.7% 50.0% 33.3%
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 7 Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam perencanaan program agropolitan Gambar 7 menunjukan bahwa 50% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders rendah. Hanya beberapa stakeholders yang memiliki personality yang tinggi diantaranya ketua POSKO, Dinas Pertanian dan aparat desa. Ketiga pihak itu mampu mendengarkan aspirasi masyarakat, mampu bergaul dengan masyarakat pada proses perencanaan. Sedangkan 33.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders terbilang sedang dan 16.7% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam tahap perencanaan termasuk tinggi. Responden yang menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam perencanaan rendah salah satunya bapak MDA, penuturannya sebagai berikut: “Dulu mah, waktu perencanaan di kantor desa banyak yang ikut dari dinas. Tapi yang sering ngobrol sama mayarakat paling mas Ngali orang bapeda trus ngajak pak bakri ketua POSKO sama pak kades muter-muter desa bikin perencanaan wilayah” MDA.
55
Perencanaan agropolitan lebih banyak mengundang masyarakat dengan metode diskusi atau FGD (Focus Group Discussion), dalam perencanaan juga terdapat sosialisasi di balai desa Karacak. Saat FGD atau lokakarya tersebut juga dominasi peran banyak dilakukan oleh Dinas Pertanian dan BAPPEDA saja, koordinasi dan keterbukaan dalam pembahasan program masih kurang sehingga masyarakat merasa bahwa pengaruh mereka rendah terhadap masyarakat. Koordinasi terjadi hanya dari pihak dinas kepada ketua POSKO atau aparat desa setempat seperti Kepala Desa. Pengaruh Stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan Pengaruh stakeholders pada tahap pelaksanaan dilihat dari pengaruh stakeholders dalam tiga indikator yaitu dukungan dana, jaringan dan personality stakeholders selama pelaksanaan program agropolitan tersebut dalam program pengembangan sumberdaya manusia, program pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Masing-masing stakeholders tentunya memiliki pengaruh sesuai dengan karakteristik yang berbeda pada masing-masing program (Gambar 8). 3.3% 13.3%
83.4%
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 8 Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam pelaksanaan program agropolitan Pengaruh stakeholders dalam program agropolitan termasuk sedang. Penyataan tersebut didukung dengan data menunjukan bahwa 13.3% responden menyatakan pengaruh stakeholders rendah sedangkan 83.3% responden menyatakan pengaruh stakeholders sedang dalam keseluruhan program agropolitan dan 3.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam tahap pelaksanaan tinggi. Pengaruh stakeholders dalam setiap program tentunya berbeda. Pada program pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan budidaya, Dinas Pertanian memegang pengaruh yang sangat besar mulai dari dukungan dana, jaringan dan memiliki personality yang baik, mampu dekat dengan masyarakat sebagai dinas yang bertanggung jawab dalam pengembangan sumberdaya manusia dan budidaya pertanian seperti dituturkan bapak SPR berikut: “Kalau penyuluhan, SLPHT atau bantuan pertanian yang banyak membantu mah Dinas Pertanian. Orang dinasnya juga sering deket ama kelompok tani. Mau ngobrol ama petani atau kadang nanyain pendapat petani gimana baiknya program agropolitan ini” SPR.
56
Pengaruh stakeholders pada program agropolitan juga ditentukan oleh tanggung jawabnya pada tupoksi, misalnya Dinas Bina Marga ternyata hanya berpengaruh pada tahap pelaksanaan khususnya program peningkatan infrastruktur, karena tugas pembuatan jembatan dan peningkatan jalan diberikan kepada pihak ketiga yaitu kontraktor, sehingga interaksi dengan masyarakat sangat kurang. Apalagi dalam program pengembangan permodalan, peran koperasi Al-ikhsan masih sangat dominan pada awal tahun 2006 sampai tahun 2008 dalam memberikan pinjaman dan penampungan hasil panen. Namun, akibat mekanisme pembayaran pinjaman yang terhambat sehingga koperasi kehabisan modal, ditambah lagi dengan iuran anggota yang tersendat. Upaya menampung hasil panen dan menjual kembali dengan harga yang stabil telah dilakukan oleh koperasi Al-ikhsan, namun terhambat karena kondisi sekarang, kepemilikan pohon manggis banyak dialihkan kepada investor luar desa menyebabkan masyarakat tidak mempunyai hak untuk memutuskan penjualan manggis. Pengaruh Stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan Evaluasi secara formal oleh pihak dinas anggota POKJA agropolitan sebenarnya sudah dilaksanakan tahun 2010-2011 namun hanya mengikutsertakan dinas dan ketua POSKO saja. Sementara masyarakat tidak diikutsertakan secara langsung. Hal ini menyebabkan pengaruh stakeholders rendah pada saat evaluasi program agropolitan seperti yang ditunjukkan secara rinci pada Gambar 9. 3.3%
96.7%
Rendah
Gambar 9
Sedang
Tinggi
Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam evaluasi program agropolitan
Gambar 9 menunjukan bahwa 96.7% responden menyatakan pengaruh stakeholders rendah sedangkan 3.3% responden menyatakan pengaruh stakeholders sedang. Evaluasi secara non-formal sering dilaksanakan dalam perkumpulan kelompok tani yang diinisiasi oleh ketua POSKO agropolitan sehingga pengaruh terbesar dalam evaluasi adalah ketua POSKO agropolitan namun pihak lain yang tidak mengundang masyarakat untuk evaluasi langsung seperti dinas kabupaten dianggap memiliki pengaruh yang rendah pada evaluasi program, seperti yang di sampaikan oleh bapak SSD berikut: “Dari dinas belum pernah ngajak buat evaluasi agropolitan, ya ibaratnya ngukur bareng sama masyarakatlah apakah sebenernya agropolitan ini udah berhasil apa belum, kedepannya mau digimanain. Paling kita evaluasi ya rapat bareng ama ketua POSKO di Cengal. Mungkin ada evaluasi bareng ama Dinas Pertanian tapi yang diundang yang ketua POSKO ama aparat desa doang” SSD
57
Kepentingan stakeholders dalam Penyelenggaraan Program Agropolitan Tingkat kepentingan stakeholders merupakan variabel dari peran stakeholders dengan melihat seberapa penting keberadaan stakeholders tersebut bagi masyarakat, diukur dari tujuan keterlibatan stakeholders dan aksi dimasyarakatnya seperti dikutip dalam Budimanta dkk (2008) bahwa stakeholders pasti memiliki tujuan tertentu ketika bergabung dalam suatu program. Kepentingan stakeholders dalam penyelengaraan program agropolitan dilihat dari kepentingannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Analisis stakeholders berbasis kepentingan mampu membantu klarifikasi motivasi keterlibatan stakeholders demi kepentingan pribadi, kepentingan organisasi maupun kepentingan masyarakat dalam melaksanakan program (Mayer 2001). Kepentingan stakeholders dalam keseluruhan penyelenggaraan program agropolitan dapat dilihat dari Gambar 10. 6.7%6.7%
86.6%
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 10 Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan Gambar 10 menunjukan bahwa 6.7% responden menyatakan kepentingan stakeholders terhadap program agropolitan rendah sedangkan 86.7% responden menyatakan bahwa kepentingan stakeholders sedang dan 6.7% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki kepentingan yang tinggi dalam tahap pelaksanaan program agropolitan. Hasil tersebut menunjukan bahwa secara umum kepentingan stakeholders adalah sedang pada penyelenggaraan program agropolitan. Beberapa stakeholders memang tidak dikenal secara dekat oleh masyarakat seperti perwakilan dari Dinas Bina Marga, Dinas Peternakan, Dinas Koperasi dan UKM, serta Rabo Bank namun dari hasil program yang belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan dalam pelaksanaan programnya juga tidak melibatkan masyarakat maka masyarakat menganggap kepentingan mereka hanya menjalankan tugas dari organisasi. Hal ini didukung oleh pernyataan bapak MNN sebagai berikut: “Saya nggak tau kalau ada dinas koperasi, dinas peternakan, terus ada rabo bank juga yang gabung di agropolitan desa Karacak ini, yang saya sering tau paling dinas pertanian, BAPPEDA, penyuluh, koperasi AL-ikhsan itu aja sebagai anggota kelompok tani saya sendiri jarang diajak programnya, dapet pinjamannya juga nggak” MNN.
58
Penjelasan tersebut menyatakan bahwa kepentingan disebabkan juga oleh kinerja suatu pihak dalam pelaksanaan program (Groenendijk 2003). Jika masyarakat melihat kinerjanya rendah atau pihak tersebut mencari peluang untuk menguntungkan diri sendiri biasanya kepentingan bagi masyarakatnya rendah. Kepentingan stakeholders juga dipengaruhi pandangan masyarakat terhadap stakeholders tersebut. Misalnya yang pihak yang berkonflik sering memandang berbeda kepentingan stakeholders dan sering melakukan prasangka buruk pada stakeholders tersebut. Bapak SHT merupakan pihak yang berkonflik dengan Ketua Gapoktan maka pandangannya terhadap Ketua Gapoktan memiliki kepentingan yang rendah dan hanya mementingkan diri sendiri seperti disampaikan bapak SHT sebagai berikut: “Kalau ketua gapoktan itu kepentingannya rendah, saya sering nggak dapet bantuan, mungkin bantuan itu malah buat kepentingan individu atau orang terdekatnya aja” SHT.
Kepentingan stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan Kepentingan stakeholders dalam perencanaan program dilihat dari kepentingan stakeholders dalam membuat masterplan maupun kinerjanya dalam pelatihan fasilitator agropolitan yang diwujudkan dengan pelatihan PPS (Penyuluh Pertanian Swadaya), lokakarya/sosialisasi wilayah agropolitan yang dilaksanakan baik ditingkat kabupaten maupun ditingkat desa. Hasil dari lokakarya tersebut antara lain: pembagian zona wilayah agropolitan, penyusunan rencana program agropolitan dan pemetaan wilayah dalam rangka perencanaan program agropolitan. Tingkat kepentingan stakeholders pada perencanaan program, terlihat dari seberapa besar kinerja stakeholders untuk memenuhi kepentingan masyarakat ataupun organisasi dapat dilihat pada Gambar 11. 26.7%
73.3%
Rendah
Gambar 11
Sedang
Tinggi
Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam perencanaan program agropolitan
Gambar 11 menunjukan bahwa 73.3% responden menyatakan stakeholders memiliki kepentingan yang sedang dalam perencanaan program agropolitan sedangkan 26.7% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki kepentingan yang tinggi dalam tahap perencanaan program agropolitan. Secara garis besar pada saat perencanaan tingkat kepentingan stakeholders adalah rendah.
59
Kepentingan stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan Kepentingan stakeholders dalam penyelengaraan program agropolitan dilihat dari kepentingannya dalam penyelenggaraan program pengembangan SDM, pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Kepentingan erat kaitannya dengan keberadaan stakeholders tersebut dalam program. Renald Kasali dalam Wibisono (2007) menjelaskan bahwa stakeholders primer dalam sebuah program merupakan stakeholders paling penting. Pada pelaksanaan program agropolitan stakeholders primer yaitu pihak Dinas Pertanian, aparat desa, ketua POSKO agropolitan Desa Karacak. Tingkat kepentingan stakeholders pada pelaksanaan program dapat dilihat pada Gambar 12. 13.3% 86.7%
Rendah
Gambar
12
Sedang
Tinggi
Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam pelaksanaan program agropolitan
Gambar 12 menunjukan bahwa 86.7% responden menyatakan stakeholders memiliki kepentingan yang sedang dalam pelaksanaan program agropolitan sedangkan 13.3% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki kepentingan yang tinggi dalam tahap pelaksanaan program agropolitan. Dapat disimpulkan bahwa kepentingan stakeholders berada pada tingkat sedang. Kepentingan berada pada tingkat sedang diakibatkan oleh ada stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi misalnya Ketua Gapoktan dan terdapat stakeholder yang kepentingannya sangat rendah misalnya LSM sehingga ketika ditotalkan hasilnya sedang. Bapak AMR yeng merupakan ketua kelompok tani yang selama ini berinteraksi dengan ketua POSKO menyatakan bahwa kinerjanya sebagai ketua POSKO didasari oleh motif mensejahterakan anggotanya, keputusan yang diambil dipertimbangkan menurut kebutuhan anggota kelompok tani dan dalam pembagian bantuannya selalu adil pada setiap kelompok tani. “…Niat orang membantu kan kita nggak tau, banyak yang ngakunya jadi pimpinan atau perwakilan dari dinasnya misalnya ngasih bantuan kaya bantuan buat gudang manggis untuk kepentingan masyarakat, tapi prosesnya sendiri nggak mentingin kebutuhan masyarakat yang penting program jalan. Kalau pak Bakri sih saya kenal orangnya baik, sebagai ketua POSKO agropolitan dia bener-bener ngarahin masyarakat, sering nanyain kira-kira perlu bantuan apa, perlu program apa, perlu pelatihan apa. Pokoknya serius banget ngejalanin agropolitan ini untuk kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok tani” AMR.
60
Kepentingan stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan Kepentingan stakeholders dalam evaluasi program dilihat dari kepentingan stakeholders dalam menilai keberhasilan program serta pelaporan hasil program agropolitan pada masyarakat. Dalam sebuah program tentunya pengukuran evaluasi harus berdasarkan kepada tujuan program. Tujuan program agropolitan adalah mensejahterakan masyarakat, namun masih ada stakeholders memiliki tujuan yang berbeda dengan tujuan program sehingga perlu dilihat sejauhmana pelaksanaan program yang dibawanya membantu masyarakat.
53.3%
Rendah
46.7%
Sedang
Tinggi
Gambar 13 Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders dalam evaluasi program agropolitan Gambar 13 menunjukan bahwa 53.3% responden menyatakan stakeholders memiliki kepentingan yang sedang dalam evaluasi program agropolitan sedangkan 46.7% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki kepentingan rendah dalam tahap perencanaan program agropolitan. Hal ini dipengaruhi oleh tahap evaluasi program bersama dinas, LSM, dan lembaga keuangan yang tidak dilaksanakan di Desa Karacak. Pelaksanaan evaluasi ini dilakukan di kalangan anggota POKJA agropolitan, tidak melibatkan masyarakat hanya mengundang ketua POSKO serta aparat desa, hal tersebut yang menyebabkan kepentingan stakeholders rendah. Namun, evaluasi non formal juga dilaksanakan oleh stakeholders yang memiliki kepentingan yang tinggi dalam evaluasi yaitu ketua POSKO. Ketua POSKO dalam rapat bulanan selalu mengadakan evaluasi dan mengarahkan program agropolitan kedepannya bersama dengan BP3K dan pemerintah Kecamatan. Klasifikasi Stakeholders Setiap stakeholders memiliki alasan keterlibatannya dalam program agropolitan sehingga memungkinkan terdapat stakeholders yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi tujuan keterlibatannya. Sesuai dengan langkah-langkah dalam melakukan klasifikasi stakeholders, langkah dimulai dari melakukan identifikasi stakeholders, mengelompokan dan membedakan antar stakeholders kemudian menyelidiki hubungan antar stakeholders (Groenendijk 2003). Hasil penilaian atribut stakeholders meliputi kepentingan dan pengaruh stakeholders pada program agropolitan berdasarkan hasil kuesioner, observasi, wawancara dan penelusuran dokumen. Klasifikasi stakeholder dalam program agropolitan dijelaskan pada Gambar 14.
61
A
B
D
C
Gambar 14 Klasifikasi stakeholders Penilaian tinggi dan rendahnya tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders didasarkan pada posisi masing-masing dalam kaitannya dengan peran stakeholders, merujuk pada hasil penelitian Sriani (2012) terdapat pihak yang berkepentingan secara legal menurut mandat pemerintah pusat yang dibebankan sebagai tanggung jawab, contohnya dinas Kabupaten Bogor dan ada juga yang berkepentingan riil terhadap sumberdaya, baik dalam dalam hal pengelolaan maupun pemanfaatan, contohnya lembaga keuangan seperti KBU AlIkhsan. Namun sayangnya kelompok tani sebagai lembaga informal kecil tidak memiliki wewenang atas pelaksanaan program ini. Keberadaan mereka tidak memiliki kewenangan untuk menentukan program agropolitan yang berlaku. Dinas Pertanian memiliki kepentingan tinggi, setiap pelaksanaan program agropolitan. Dinas Pertanian mengutamakan pendapat masyarakat, selain itu juga memberikan bantuan mulai dari pelatihan sampai dengan bantuan asiltan kepada masyarakat demi kepentingan masyarakat. Dinas Pertanian juga memiliki pengaruh yang tinggi karena merupakan dinas yang mendominasi sebagian besar program yang dilaksanakan di wilayah agropolitan Desa Karacak. Keikutsertaan Dinas Pertanian pada mekanisme program agropolitan akan memberikan kontribusi yang besar bagi berjalannya program ini seperti dinyatakan oleh Kepala Desa Karacak sebagai berikut: “Program agropolitan sebagian besar ditujukan untuk mendukung kemajuan pertanian di Desa Karacak sehingga pihak yang paling sering bikin program buat petani di Karacak ya Dinas Pertanian. Mulai dari sosialisasi di Desa, pelatihan budidaya manggis, ngasih bantuan modal melalui PUAP dan pembagunan gudang ini atas usulan dinas pertanian” Kepala Desa Karacak.
62
BAPPEDA berperan dalam mempersiapkan masterplan di tingkat kabupaten sampai ke tingkat desa, menentukan program dan melaksanakan program pengawasan kawasan agropolitan, selain itu mendorong kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung program pengembangan kawasan agropolitan. Sebagai pengelola kawasan yang biasanya diwakili oleh BAPPEDA, dinas ini juga mengatur koordinasi antara dinas sektoral yang berkepentingan dalam agropolitan. Sedangkan ketua POSKO agropolitan dan Ketua Gapoktan merupakan perwakilan masyarakat yang memiliki kepentingan yang tinggi karena mereka membawa aspirasi masyarakat sekaligus menyalurkan bantuan yang diinisiasi oleh pemerintah kepada masyarakat. Aparat desa memiliki pengaruh yang tinggi karena program agropolitan ini berada di wilayah administratif pemerintahan Desa Karacak sehingga perizinan pelaksanaan program di desa harus melewati aparat desa khususnya Kepala Desa. Penyuluh pertanian dan akademisi memiliki pengaruh yang tinggi namun kepentingan yang rendah bagi masyarakat karena memiliki peran sebagai penyampai informasi kepada masyarakat maupun pemberi masukan kepada pemerintah bagaimana seharusnya mekanisme program agropolitan. Pada kelompok stakeholders yang memiliki pengaruh dan kepentingan rendah ada BP4K, BP3K, Dinas Koperasi, UKM dan perindustrian, LSM dan lembaga keuangan (Koperasi KBU Al–Ikhsan, PT Agung Mustika Selaras, dan Rabo Bank). Keberadaan mereka hanya dianggap sebagai pihak yang terlibat sesaat pada saat penyelenggaraan program agropolitan tahun 2004-2010. Berdasarkan matriks tersebut, wilayah A, B, dan C merupakan stakeholders kunci yang dapat mempengaruhi mekanisme secara signifikan sedangkan kotak D merupakan stakeholders yang tidak mempengaruhi program secara signifikan. Implikasi dari keberadaan stakeholders pada masing-masing kotak adalah klasifikasi/pengolongan stakeholders menurut IFC (2007) sebagai berikut : a) Wilayah A merupakan stakeholders dengan tingkat pengaruh tinggi dalam implementasi program agropolitan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi tetapi memiliki kepentingan yang rendah digolongkan menjadi keep statisfied pada mekanisme program agropolitan. Stakeholders yang termasuk keep statisfied adalah Dinas Peternakan, penyuluh pertanian dan akademisi b) Wilayah B merupakan stakeholders dengan tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi dalam program agropolitan digolongkan menjadi manage closely. Stakeholders yang termasuk manage closely adalah Ketua Gapoktan, Ketua POSKO, aparat desa, Dinas Pertanian dan BAPPEDA Kabupaten Bogor. c) Wilayah C merupakan stakeholders yang memiliki pengaruh rendah tetapi kepentingannya tinggi dalam program agropolitan digolongkan menjadi keep informed. Stakeholders yang termasuk dalam keep informed adalah Dinas Bina Marga d) Wilayah D merupakan stakeholders pada kuadran ini memiliki pengaruh dan kepentingan yang rendah dalam program agropolitan digolongkan menjadi monitor. Stakeholders yang termasuk dalam monitor adalah, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, Perdagangan dan UKM, BP3K, BP4K, LSM dan Lembaga Keuangan ( Koperasi KBU Al–Ikhsan, PT Agung Mustika selaras, dan Rabo Bank)
63
Matriks tersebut menjelaskan posisi stakeholders dalam program agropolitan. Dinas Bina Marga sebagai Keep Informed harus memiliki inisiatif khusus mengajak masyarakat terlibat dalam programnya bila menginginkan program yang dilaksanakannya lancar dan keberlanjutan. Ketika masyarakat mengikuti suatu program dan berinteraksi dengan stakeholder pelaksana program maka stakeholder tersebut akan dikenali masyarakat sehingga ketertarikan masyarakat dengan programnya pun diharapkan akan meningkat. Bentuk partisipasi yang diharapkan juga bukan hanya partisipasi dalam memberikan pendapat namun juga bersedia menyumbang tenaga untuk pembangunan infrastruktur program agropolitan. Di sisi lain Ketua Gapoktan, Ketua POSKO, aparat desa, Dinas Pertanian dan BAPPEDA Kabupaten Bogor. sebagai pihak yang digolongkan menjadi manage closely yang menentukan kesuksesan berjalannya program agropolitan serta keberlanjutan program agropolitan. Pihak tersebut mampu membangun jaringan dengan stakeholders lainnya. Agar program berjalan dengan baik, stakeholders lainnya harus menjalin kerjasama dan hubungan baik dengan pihak yang digolongkan dalam manage closely tersebut. Stakeholders yang berperan sebagai keep statisfied dalam program ini adalah Dinas Peternakan, penyuluh pertanian dan akademisi yang membutuhkan manajemen dan dukungan yang lebih besar lagi dari pihak manage closely dalam melanjutkan program agropolitan kedepannya. Stakeholders ini mampu mempegaruhi jalannya program agropolitan dan menghambat program bila tidak dilibatkan, sehingga harus diperhatikan. Sedangkan stakeholders yang menjadi crowd yaitu Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan, BP3K, BP4K, LSM dan lembaga keuangan bukan merupakan subyek atau pihak yang berpengaruh besar dalam keberlanjutan program agropolitan, sehingga hanya dibutuhkan monitoring dan evaluasi dalam prioritas yang rendah. Kenyataannya pada saat pelaksanaan pihak yang tergolong dalam crowd tersebut hadir, namun intensitasnya tidak sebanyak pihak yang berada pada wilayah manage closely, keep informed dan keep statisfied. Penggolongan tersebut berlaku pada saat penyelenggaraan program agropolitan tahun 2004-2010. Penggolongan tersebut berubah ketika terdapat perubahan tanggungjawab dan wewenang pada masing-masing stakeholders dalam rangka penyelenggaraan program agropolitan periode berikutnya. Hal ini terjadi di tahun 2009 ketika kemudian leading sector program agropolitan diserahkan kepada Dinas Pertanian maka pihak BP4K dan BP3K memegang peranan penting dalam agropolitan yang saat ini didominasi dengan program pembinaan PPS. Keseluruhan peran tersebut kemudian terangkum dalam Tabel 11 yang menjelaskan keterlibatan stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan, dilihat dari perannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Keterlibatan ini memperlihatkan motif keikutsertaan serta proses keterlibatan stakeholders dalam program agropolitan.
64
Tabel 11 Keterlibatan stakeholders dalam setiap tahapan program agropolitan Tahapan Penyelenggaraan Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Evaluasi
Stakeholders yang terlibat dalam tahapan penyelenggaraan serta bentuk keterlibatannya. Dinas Kabupaten: Menyusun perencanaan keseluruhan teknis maupun administratif, diantaranya penunjukan tempat pusat kawasan agropolitan, pembuatan masterplan, menyusun anggaran dana pembangunan Pemerintah Desa/Kecamatan: Pemberian informasi program kepada masyarakat dan perizinan program Akademisi: Membantu dinas menyusun masterplan dan saran terkait program Ketua Gapoktan dan ketua POSKO: menjadi penyalur informasi dan pihak yang menjelaskan detail program kepada masyarakat BAPPEDA: Pemberi perizinan terhadap dinas yang ingin melaksanakan program di kawasan agropolitan sekaligus pihak yang menentukan anggaran dana yang diperlukan program. Dinas Pertanian dan kehutanan serta dinas Perternakan dan Perikananan : Penanggungjawab program pengembangan SDM, dan pengembangan budidaya. Mengatur dan memberi insentif pada PPS setiap POSKO. Setelah tahun 2009 melakukan koordinasi dengan BP3K dan BP4K untuk melanjutkan program agropolitan periode 2004-2010. Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian: Penanggungjawab program pengembangan permodalan dan mengatur pelaksanaan programnya bekerja sama dengan Dinas Pertanian Dinas Bina Marga bekerjasama dengan BAPPEDA mengatur program peningkatan fasilitas dan infrastruktur dikawasan agropolitan. Lembaga Keuangan (Koperasi Al-ikhsan dan Rabo Bank): Memberikan pinjaman kepada masyarakat maupun menampung hasil panen Pemerintah Desa/Kecamatan: memiliki fungsi perizinan, namun dalam pelaksanaannya, tidak terlibat langsung Ketua Gapoktan dan ketua POSKO: menjadi penyalur informasi dan pihak yang menjelaskan detail program kepada masyarakat Dinas Kabupaten: Pelaksanaan evaluasi secara formal hanya dengan anggota POKJA saja tanpa memberitahu masyarakat Pemerintah Desa/Kecamatan: hanya sebatas mengetahui, namun tidak dilibatkan dalam evaluasi (dianggap terlalu rumit birokrasinya) Ketua POSKO: Dilibatkan dalam evaluasi karena keterlibatannya sebagai anggota POKJA.