IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Siti Khusnul Dhoni Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono No. 163 Malang e-mail :
[email protected] Abstract: Policy Implementation of Programme Agropolitan Developing Area. Implementation of Agropolitan Area Development Program policy in Bangkalan is the one of the rural development strategies to increase the income of farmers, agricultural productivity, and investment in order to reduce the gap between urban and rural areas. The results of this study shows: (1) Implementation of the Agropolitan Area Development Program in Bangkalan Regency is still less than optimal. There has been some increases in terms of the welfare of farmers, agricultural productivity, as well as investment in public, but in a very small percentage, which is an average of less than one percent per year. (2) Factors supporting implementation include: implementers staff resources are in sufficient quantities and attitudes of implementers and community, especially the farmer groups as the target of program, support the running of the program. (3) Factors inhibiting the implementation include: the ability of implementers staff is unequal, communication and coordination among institution and the community are not good, insufficient funds, and implementer bureaucratic structures that are too long. Keywords: Agropolitan, area development, policy, resources, bureaucratic structures Abstrak: Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan. Pelaksanaan kebijakan Program Pengembangan Wilayah Agropolitan di Bangkalan adalah salah satu strategi pembangunan pedesaan untuk meningkatkan pendapatan petani, produktivitas pertanian, dan investasi dalam rangka mengurangi kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan kebijakan Program Pengembangan Wilayah Agropolitan di Kabupaten Bangkalan, hasil yang dicapai dari pelaksanaan dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kebijakan. Penelitian ini menunjukkan: (1) Pelaksanaan Program Pengembangan Wilayah Agropolitan di Kabupaten Bangkalan masih kurang optimal. Ada beberapa peningkatan dalam hal kesejahteraan petani, produktivitas pertanian, serta investasi di publik, tetapi dalam persentase yang sangat kecil, yaitu rata-rata kurang dari satu persen per tahun. (2) Faktor pendukung pelaksanaan meliputi: sumber daya staf pelaksana dalam jumlah yang cukup dan sikap pelaksana dan masyarakat, khususnya kelompok tani sebagai sasaran program, mendukung jalannya program. (3) Faktor penghambat implementasi meliputi: kemampuan pelaksana staf tidak sama, komunikasi dan koordinasi antar institusi dan masyarakat tidak baik, dana yang tidak mencukupi, dan pelaksana struktur birokrasi yang terlalu lama. Kata kunci: Agropolitan, pengembangan wilayah, kebijakan, sumber daya, struktur birokrasi.
bekerja pada sektor primer (pertanian,
PENDAHULUAN Kabupaten Bangkalan merupakan daerah
yang
mayoritas
penduduknya
324
peternakan, perikanan dan pertambangan) yang didominasi oleh sektor pertanian
325 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 324-339
sebagai sektor andalan. Hal ini terlihat
Keputusan
ini
dari nilai Produk Domestik Regional
penugasan
kepada
Bruto (PDRB) Kabupaten Bangkalan
Perencanaan
yang
untuk melaksanakan dan memantau
menunjukkan
bahwa
sektor
juga
menetapkan
Kepala
Kabupaten
Badan
Bangkalan
pertanian merupakan sektor penyumbang
perkembangan
ekonomi terbesar dibandingkan dengan
pengembangan
sektor
dimaksud dan melaporkan hasil-hasil
lainnya.
(BPS
Kabupaten
Bangkalan, 2011).
program/ kawasan
kegiatan agropolitan
pelaksanaan kegiatan kepada Bupati.
Berdasarkan pertimbangan aspek
Secara
teknis
pelaksanaan
program
ekonomi dan potensi sumberdaya alam,
Pengembangan Kawasan Agropolitan di
lahan,
Kabupaten
komoditas
prasarana dan
unggulan,
sumberdaya
sarana/
Bangkalan
melibatkan
manusia
beberapa satuan kerja terkait, terutama
maka Kabupaten Bangkalan ditetapkan
Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas
sebagai lokasi pengembangan kawasan
PU Bina Marga dan Pengairan serta
agropolitan berdasarkan Surat Gubernur
Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang.
Jawa Timur tanggal 25 Juni 2005, nomor:
520/2403/201.2/2005 tentang
Penetapan
Kabupaten
Bangkalan
Keberhasilan diindikasikan peningkatan
program
ini
dengan
adanya
pendapatan
masyarakat
sebagai Lokasi Pengembangan Kawasan
perdesaan, peningkatan produksi dan
Agropolitan,
produktivitas
pertanian,
peningkatan
dengan adanya Surat Keputusan Bupati
sarana
prasarana
desa
Bangkalan tanggal 13 Juli 2004 Nomor.
peningkatan
188.45/558/433.
lokasi Program Pengembangan Kawasan
Penetapan
yang
ditindaklanjuti
013/2004 Lokasi
tentang
dan
investasi
Program
Agropolitan.
Pengembangan Kawasan Agropolitan
Secara
Kabupaten Bangkalan. Berdasarkan
Program
umum
desa-desa
implementasi
Pengembangan
Kawasan
tersebut
Agropolitan di Indonesia dan khususnya
ditetapkan 3 (tiga) kecamatan sebagai
di Jawa Timur masih perlu banyak
lokasi
kawasan
pembenahan. Hasil penelitian Rusastra
agropolitan, yaitu Kecamatan Socah,
et al., (2004) tentang evaluasi kinerja
Kecamatan
pelaksanaan
Bangkalan
SK
di
serta
pengembangan
Burneh
dan
(Soburbang).
Kecamatan Surat
agropolitan
program di
tiga
rintisan
kabupaten
di
Siti K. D., Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan 326
Indonesia,
yaitu Kabupaten Cianjur
yang menyangkut pengambilan keputusan
Jawa Barat, Kabupaten Agam Sumatera
atau
Barat dan Kabupaten Barru Sulawesi
memanfaatkan sumberdaya
yang ada
Selatan menunjukkan bahwa dalam hal
semaksimal mungkin guna
mencapai
pengembangan sarana dan prasarana
tujuan-tujuan tertentu atau kenyataan-
fisik dinilai berhasil dengan baik, namun
kenyataan yang ada di masa depan.
dalam hal pengembangan SDM belum memberikan
manfaat
dan
dampak
pilihan
mengenai
bagaimana
Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu konsep perencanaan
optimal terhadap partisipasi masyarakat,
pembangunan
untuk
perluasan kesempatan kerja, pendapatan,
perubahan menuju arah perkembangan
dan kesejahteraan masyarakat.
yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat,
TINJAUAN PUSTAKA
menurut
mengenai
perencanaan
Abe (2005), pada awalnya
berkembang dari pemikiran ekonomi, yaitu
pemikiran
kebutuhan sumber
untuk yang
mengenai
masalah
mengatur
sumber-
terbatas
dari
dengan
suatu
susunan
mengenai
“Perencanaan (rumusan)
langkah
memanfaatkan
atau
mendayagunakan berbagai sumberdaya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tetapi tetap
berpegang
pada
asas
prioritas
(Riyadi dan Bratakusumah, 2004). Implementasi Kebijakan
berkembang. Dengan demikian menurut (2005:31):
dan
suatu
kebutuhan yang besar, luas dan terus
Abe
pemerintah,
lingkungannya dalam daerah tertentu
Perencanaan Pembangunan Daerah Gagasan
melakukan
adalah
sistematik
(tindakan-tindakan)
Dalam
studi
beberapa pakar
kepustakaan,
ada
yang mengemukakan
konsep tentang kebijakan publik. Thomas R.
Dye
(dalam
2008:107)
yang akan dilakukan di masa depan,
berpendapat
dengan didasarkan pada pertimbangan-
adalah “apapun yang dipilih pemerintah
pertimbangan yang seksama atas potensi
untuk dilakukan ataupun untuk tidak
dan faktor-faktor eksternal, dan pihak-
dilakukan”.
pihak yang berkepentingan, dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu”. Conyers
(1991:5)
bahwa
Thoha,
kebijakan
publik
Menurut Dunn (2004) dalam Keban (2008:67) bahwa terdapat beberapa tahap
menyatakan
penting proses kebijakan yang harus
bahwa perencanaan melibatkan hal-hal
dilalui, yaitu: tahap penetapan agenda
327 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 324-339
kebijakan (agenda setting), formulasi
Zen dikutip Alkadri (1999:4-5),
kebijakan (policy formulation), adopsi
menggambarkan bahwa pengembangan
kebijakan (policy adoption), implementasi
wilayah
kebijakan (policy implementation) dan
harmonis antara sumber daya alam,
penilaian kebijakan (policy assessment)”.
manusia,
Menurut Edwards yang dikutip Subarsono
(2005:91),
implementasi
kebijakan
sebagai
dan
hubungan
teknologi
memperhitungkan
keberhasilan
lingkungan
dipengaruhi
masyarakat.
daya
dalam
yang
dengan tampung
memberdayakan
oleh 4 variabel, yaitu (1) komunikasi, (2) Pengembangan kawasan agropolitan
sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain sehingga dapat memengaruhi hasil
menjadi sangat penting dalam kontek pengembangan wilayah mengingat: 1) kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai
implementasi kebijakan.
dengan
pengembangan dapat
Pengembangan Wilayah Program Agropolitan adalah salah
keunikan kawasan
meningkatkan
mengingat
sektor
lokal;
2)
agropolitan pemerataan
yang
dipilih
satu bentuk pengembangan wilayah
merupakan basis aktifitas masyarakat; 3)
untuk meningkatkan sistem dan usaha
keberlanjutan
agribisnis
kawasan menjadi lebih pasti mengingat
guna
meningkatkan
pengembangan
kesejahteraan masyarakat. Friedman dan
sektor
Allonso (1978), mengemukakan bahwa
keunggulan kompetitif dan komparatif
pengembangan
dibandingkan dengan sektor lainnya
strategi
wilayah
merupakan
memanfaatkan
mengkombinasikan
faktor
dan
sebagai
potensi
dimanfaatkan
untuk
yang
yang ada
mempunyai
(Djakapermana, 2003:4). Program
meningkatkan
yang merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal
Pengembangan
Kawasan
Agropolitan Agropolitan berasal dari kata “agro”
dapat
produksi wilayah akan barang dan jasa
wilayah.
dipilih
internal
(kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan)
yang
dari
(pertanian) dan “politan” (kota) yang dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota di wilayah pertanian atau pertanian di kawasan kota (Friedmann dan
Douglass,
1976).
Sehingga
Siti K. D., Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan 328
pengertian
Agropolitan
adalah
kota
pertanian yang tumbuh dan berkembang,
menggunakan interactive model analysis dari Miles dan Huberman (1992:16).
mampu melayani, mendorong, menarik, menghela
kegiatan
pembangunan
pertanian
(agribisnis)
di
wilayah
Tujuan
pengembangan
kawasan
agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dengan
Deptan (2002) menkonsepsikan 5 ukuran
Program
indikator
keberhasilan
Pengembangan
Agropolitan,
yaitu:
1)
Kawasan pendapatan
masyarakat dan petani meningkat minimal di
kawasan
agropolitan;
2)
produktivitas lahan meningkat minimal 5% di kawasan agropolitan; 3) investasi masyarakat meningkat minimal 10% di kawasan
agropolitan;
kelembagaan koperasi,
petani
kelompok
4)
80%
dari
(kelompok
tani,
usaha)
mampu
menyusun usaha yang berorientasi pasar dan lingkungan; 5) terciptanya sistem kemitraan
yang
Pemetaan kawasan
(mapping)
agropolitan
Bangkalan
produktif
dan
memperoleh keuntungan yang memadai
di
Kabupaten
dilaksanakan
oleh
tim
perencana bersama dengan tim POKJA Pengembangan
Kawasan
Agropolitan
instansi lain yang terkait serta bantuan data pendukung dari berbagai pihak. Tahap-tahap dalam penentuan lokasi kawasan
agropolitan
di
Kabupaten
Bangkalan antara lain: 1) identifikasi komoditas
unggulan
dengan
menggunakan Analisa Location Quotient (LQ) di setiap kecamatan di Kabupaten Bangkalan;
2)
perhitungan
dengan
menggunakan model Analisa Koefisien Spesialisasi (KSP) untuk menentukan kecamatan-kecamatan lokasi
kawasan
perhitungan
yang
menjadi
agropolitan
Metode
dan
3)
Perbandingan
Eksponensial (MPE) untuk menentukan desa-desa yang menjadi lokasi kawasan agropolitan di Kabupaten Bangkalan.
(usaha berlanjut).
Melalui METODE PENELITIAN Penelitian
wilayah
yang terdiri dari Bappeda dan instansi-
kota (Deptan dalam Iqbal, 2009).
5%
Pemetaan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Bangkalan
sekitarnya.
(lima)
PEMBAHASAN
ini
berbasis
diperoleh pada
pendekatan kualitatif diskriptif dengan
agropolitan
metode-metode
delineasi di
wilayah
Kabupaten
tersebut kawasan
Bangkalan
terdapat di 12 (dua belas) desa yang
329 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 324-339
berada
di
tiga
kecamatan,
yaitu
menurut istilah desa pusat pertumbuhan
Kecamatan Socah (Desa Socah, Keleyan,
dan desa hinterland. Kiranya hal ini
Bilaporah, Jaddih, Buluh), Kecamatan
sejalan dengan dengan teori pusat
Burneh (Desa Burneh, Langkap, Tonjung)
pertumbuhan, yang dikemukakan dalam
dan
Kecamatan
Kemayoran,
Kel.
Bangkalan
(Kel.
growth-poles theory.
Mlajah,
Desa
Penerapan
model
teori
pusat
Mertajasah, Desa Kramat). Kecamatan
pertumbuhan dan teori gravitasi yang
Socah ditetapkan sebagai Kota Tani
terkategorikan
Utama (KTU) dari kawasan agropolitan di
modernisasi ini kurang tepat diterapkan
Kabupaten Bangkalan.
dalam program agropolitan.
Berdasarkan hasil bahasan yang
pendapat
dalam
Agusta
paradigma
(2008),
Seperti
teori-teori
telah dilakukan, pemetaan (mapping)
pengembangan wilayah yang termasuk
wilayah
dalam teori modernisasi kurang sesuai
kawasan
Kabupaten
agropolitan
Bangkalan
di
menggunakan
dengan
tujuan
agropolitan
teori pengembangan wilayah model
menekankan
analisis komoditas unggulan dengan
kesejahteraan masyarakat yang adil dan
metode Location Quotient (LQ), teori
merata. Kelemahan utama dari teori ini
pengembangan wilayah model gravitasi
adalah ketiadaan gejala penyebaran
dan teori pusat pertumbuhan.
kesejahteraan
Penggunaan pertumbuhan
teori
pusat
ditunjukkan
dengan
adanya
yang
peningkatan
(trickle-down
effect)
secara signifikan dari wilayah pusat ke wilayah pinggiran/ hinterland/ periferi.
adanya pembagian kawasan agropolitan
Selanjutnya menurut Agusta (2008),
di Kabupaten Bangkalan menjadi empat
alternatif pembangunan beralih kepada
sub sistem, yaitu sub sistem Kota Tani
paradigma
Utama (KTU), sub sistem kota tani, sub
manusia (people centered development).
sistem
sistem
Paradigma pembangunan ini merumus-
hinterland sebagai kawasan penghasil
kan kondisi akhir pembangunan pada
komoditas
saat seluruh kelompok dan anggota
distribusi
dan
pertanian.
sub
Sebagaimana
pembangunan
pendapat Rustiadi dan Dardak (2008)
masyarakat
dan Rustiadi dan Pranoto (2007), dalam
potensi-potensi mereka, dan perubahan
kaitan
sosial melalui praktek pemberdayaan.
dengan
wilayah
agropolitan,
diketahui bahwa desa-desa klaster dibagi
mampu
berbasis
merealisasikan
Siti K. D., Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan 330
Program
kegiatan pembangunan lembaga riset
Pengembangan Kawasan Agropolitan
dan teknologi, pembangunan pasar dan
di Kabupaten Bangkalan
gudang serta lembaga permodalan. Hal
Implementasi
Rencana
Implementasi
rencana
Program
ini dikarenakan untuk pembangunan
Pengembangan Kawasan Agropolitan
infrastruktur
berdasarkan dokumen perencanaannya,
yang cukup besar, sehingga anggaran
yaitu
dari APBD tidak mencukupi.
RPJM
Kawasan
Agropolitan
Kabupaten Bangkalan yang merupakan
Tidak
membutuhkan
anggaran
terealisasinya
beberapa
rencana pembangunan jangka menengah
kegiatan akibat kekurangan dana dapat
di masing-masing kawasan agropolitan
mengakibatkan tidak tercapainya target
yang
dan tujuan program. Hal ini sesuai
dijabarkan
kedalam
program-
program dan kegiatan tahunan dari
dengan
semua
baik
Sabatier dalam Wahab (2008), bahwa
prasarana dan sarana yang bersifat
secara umum, tersedianya dana pada
primer, sekunder maupun tersier.
tingkat batas ambang tertentu amat
sektor
yang
terkait,
pendapat
Mazmanian
dan
Berdasarkan hasil bahasan diketahui
diperlukan agar terbuka peluang untuk
bahwa sebagian besar kegiatan yang
mencapai tujuan-tujuan formal. Tingkat
direncanakan
RPJM
batas ambang yang tidak memadai akan
Pengembangan Kawasan Agropolitan
menyebabkan suatu program mengalami
Kabupaten
kegagalan.
dalam
Bangkalan
telah
dapat
direalisasikan oleh penanggung jawab kegiatan
di
Program dan
masing-masing
yaitu
tanpa
melalui
analisis
forecasting (proyeksi) juga menjadi
direalisasikan berjumlah sekitar 65%
kendala dalam implementasi rencana
dari seluruh kegiatan yang direncanakan
secara maksimal dan menyeluruh. Hal
atau sebanyak 51 kegiatan, sedangkan
ini menjadi salah satu penyebab kurang
kegiatan
optimalnya pemanfaatan Sub Terminal
belum
yang
tepat
dapat
yang
kegiatan
SKPD.
Proses perencanaan yang kurang
terealisasikan
sekitar 35% atau sebanyak 29 kegiatan. Kegiatan
yang
belum
Agribisnis di Desa Keleyan Kecamatan
dapat
Socah karena lokasi yang tidak strategis.
direalisasikan terutama terkait dengan
Hal ini karena pada saat perencanaannya
pembangunan infrastruktur sarana dan
belum mempertim- bangkan dampak
prasarana serta permodalan, antara lain
pembangunan
Jembatan
Suramadu,
331 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 324-339
dimana lokasi pembangunan STA di
dasar-dasar pemikiran tentang potensi
Kecamatan Socah yang merupakan jalan
ini.
akses antara Pelabuhan Kamal dengan Kab. Bangkalan dan tiga kabupaten lain di pulau Madura, semakin sepi sejak beroperasinya Jembatan Suramadu. Jalur lalu lintas kendaraan dari Kabupaten Sampang, Pamekasan dan Sumenep menuju
Surabaya
dan
Hasil-hasil Implementasi
yang merupakan akses jalan menunju Jembatan Suramadu, karena lalu lintas lebih lancar dan cepat dibandingkan dengan menggunakan kapal feri.
proses
mengakibatkan
analisis lokasi
sepi
forecasting pembangunan
mengurangi
pengunjung, manfaat
yang
sehingga dapat
dirasakan oleh masyarakat. Hal ini dijelaskan dalam Keban (2008) dan Tjokroamidjojo (1996) bahwa dalam proses
perencanaan
potensi-potensi
dapat
yang
ada
ditelaah untuk
mengembangkan usaha pembangunan secara
berencana.
Potensi
sumber-
sumber alam, potensi tenaga kerja, bahkan kadang-kadang letak geografis dan perkembangan kegiatan ekonomi internasional
dapat
diambil
Program
Kesejahteraan Masyarakat Ditinjau
dari
kesejahteraan
peningkatan
masyarakat,
disimpulkan Program
segi
bahwa
dapat
implementasi
Pengembangan
Kawasan
Agropolitan di Kabupaten Bangkalan belum menunjukkan hasil yang maksimal.
sarana pasar tersebut kurang strategis dan
Kebijakan
dari
di Kabupaten Bangkalan
Perencanaan lokasi STA yang tidak melalui
Dicapai
Pengembangan Kawasan Agropolitan
sebaliknya,
berpindah ke arah Kecamatan Burneh
yang
sebagai
Berdasarkan data BPS Bangkalan Tahun 2011 tentang jumlah keluarga dirinci menurut tahapan kesejahteran (pra sejahtera, sejahtera tahap I, II, III dan III+) di
Kecamatan
Socah,
Burneh
dan
Bangkalan pada tahun 2006 s/d 2011, menunjukkan bahwa jumlah keluarga prasejahtera telah mengalami penurunan, namun dengan persentase yang sangat kecil yaitu rata-rata kurang dari satu persen (0,0183%) per tahun. Rendahnya
peningkatan
kesejahteraan petani disebabkan oleh lemahnya
permodalan
di
tingkat
kelompok tani dan penentuan kelompok tani penerima bantuan program yang kurang tepat sasaran. Kelompok tani penerima bantuan peralatan pertanian
Siti K. D., Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan 332
maupun pelatihan cenderung sama setiap
hortikultura di 3 (tiga) kecamatan lokasi
tahunnya,
program
karena
pemilihannya
Pengembangan
Kawasan
berdasarkan kriteria keaktifan anggota
Agropolitan, yaitu Kecamatan Socah,
kelompok tani.
Burneh dan Bangkalan pada tahun 2006 s/d 2011, mengalami peningkatan yang
Kurang aktifnya kelompok tani dipengaruhi oleh faktor kemiskinan yang
sangat kecil, yakni rata-rata kurang dari 1% per tahun.
membuat anggota kelompok tani lebih memilih bekerja di ladangnya sendiri untuk memperoleh penghasilan daripada memilih alternatif lain. Rendahnya minat rumah tangga miskin ini seperti pendapat Bryant
and
White
(1987)
yang
menyatakan bahwa kelompok miskin mempunyai kemungkinan yang jauh lebih kecil untuk berperan serta dalam suatu kegiatan dengan
pembangunan kelompok
dibandingkan
yang
mempunyai
Kendala dalam usaha meningkatkan produksi
Produksi
dan
Bangkalan yang kurang subur, penerapan teknologi budidaya dan pasca panen yang masih tradisional, kepemilikan lahan yang sempit (rata-rata petani di Kabupaten Bangkalan memiliki lahan kurang dari 0,5 Ha),
merupakan ekonomi
program
daerah
yang
berbasis pertanian, oleh karena itu salah satu hasil yang diharapkan dari program ini
adalah
terjadinya
peningkatan
produksi dan produktivitas pertanian, baik
diketahui produktivitas
data
bahwa tanaman
untuk
menerima
teknologi baru dan tradisi masyarakat dalam bertani.
unsur pokok kemajuan dan kondisi dasar
BPS
(2012),
produksi pangan
pembangunan pertanian. Sesuai dengan pernyataan
dan dan
Todaro
(2006),
sumber-
sumber kemajuan pertanian antara lain: kemajuan
teknologi
dan
inovasi;
kebijakan ekonomi pemerintah yang tepat; dan
kelembagaan
ekonomi
yang
menunjang. Unsur-unsur penting tersebut berkaitan
tanaman pangan maupun hortikultura. Berdasarkan
keengganan
yang berpengaruh terhadap keberhasilan
Program Pengembangan Kawasan
pembangunan
pertanian
Teknologi merupakan salah satu
Produktivitas Pertanian
Agropolitan
produktivitas
antara lain: faktor kondisi geografis Kab.
sumberdaya yang lebih besar. Peningkatan
dan
membentuk kompleks
satu
sama
jalinan dan
kemajuan pertanian.
lain
sehingga
hubungan
bersinergi
yang dengan
333 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 324-339
tepat
Peningkatan Investasi Jika diamati selama beberapa
dalam
mengefisienkan
mempermudah masyarakat suatu
pertambahan jumlah usaha dan industri
pendapat Ratminto dan Winarsih (2006),
baik kecil, menengah maupun besar
bahwa untuk dapat menyelenggarakan
masih
manajemen pelayanan dengan baik,
sekali.
Data
BPS
usaha.
mengurus
tahun terakhir di Kabupaten Bangkalan,
sedikit
izin
dan
Sesuai
Bangkalan (2012) menunjukkan bahwa
terdapat
jumlah industri di kawasan Agropolitan
pelayanan yang dapat dipakai sebagai
selama tahun 2006 s/d 2011 relatif
acuan:
stagnan atau belum ada perubahan yang
konsumen yang sesungguhnya;
berarti. Di Kecamatan Socah tidak ada
sediakan pelayanan yang terpadu; c)
peningkatan
kecil,
buat sistem yang mendukung pelayanan
menengah maupun besar, sedangkan di
konsumen; d) terus berinovasi; e) selalu
Kecamatan Bangkalan terjadi rata-rata
mengontrol kualitas.
jumlah
peningkatan
jumlah
industri
industri
prinsip-prinsip
dengan
a)
identifikasi
manajemen
kebutuhan b)
kecil/
menengah sebesar 0,0687% pertahun.
Faktor-faktor
Berdasarkan hasil bahasan yang
Pendukung
dan
Penghambat
telah dilakukan, peningkatan jumlah investasi
yang
cukup
kecil
ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karena kurangnya promosi dari pemerintah daerah maupun masyarakat di kawasan Agropolitan, infrastruktur jalan yang masih kurang memadai dan prosedur perijinan yang terlalu panjang. Dalam
hal
perijinan
usaha,
diperlukan prosedur pelayanan perijinan yang mudah, cepat, efektif, efisien dan terpadu untuk menarik minat pihak swasta
berinvestasi
Agropolitan.
di
Pelayanan
kawasan perijinan
terpadu merupakan salah satu solusi
Komunikasi Program Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan kegiatan lintas sektoral yang melibatkan beberapa sektor terkait, sehingga koordinasi antar sektor memegang
peranan
penting
karena
menyangkut banyak aspek, baik aspek teknis maupun non teknis. Pelaksanaan program
tidak
hanya
terbatas
pada
instansi terkait, tetapi juga masyarakat baik yang terlibat langsung di lokasi maupun tidak. Edward III dalam Subarsono (2005) dan Goggin dalam Nugroho (2011) menyebutkan bahwa faktor komunikasi
Siti K. D., Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan 334
memegang
peranan
rutinitas
dan tidak adanya pedoman
implementasi suatu kebijakan. Disebutkan
tentang
sistem
juga oleh Hoogwod dan Gunn dalam
menyebabkan sulitnya pelaksana dalam
Wahab
mengukur keberhasilan program.
(2008),
persyaratan
penting
bahwa
salah
satu
untuk
mengimplementasikan negara
dalam
secara
kebijaksanaan
sempurna
(perfect
adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara pelbagai unsur atau
pelaksanaan
Program
Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kab. Bangkalan, Bappeda dan instansi/ dinas terkait telah melakukan sosialisasi petugas
masyarakat,
dan
akan
juga
kepada
tetapi
waktu
pelaksanaan sosialisasi kurang kontinyu dan berkesinambungan karena dilakukan hanya
pada
program.
saat
awal
Bentuk
pelaksanaan
sosialisasi
yang
dilakukan juga terbatas dalam bentuk tatap
muka
melalui
kegiatan
rapat
sosialisasi. Sedangkan bentuk sosialisasi tidak tatap muka seperti melalui media cetak, leaflet, selebaran, poster dan media televisi maupun radio belum dilakukan. Koordinasi dan evaluasi program telah dilakukan secara rutin oleh Bappeda dan
dinas-dinas
terkait,
Sumberdaya Dalam Program
implementasi
kebijakan
Pengembangan
Kawasan
Agropolitan, faktor sumberdaya baik sumberdaya
manusia
maupun
dana
pendukung menjadi faktor penting yang
badan yang terlibat dalam program.
kepada
penilaian
dapat
implementation), maka diperlukan syarat
Dalam
dan
akan tetapi
pelaksanaannya belum optimal. Karena rapat koordinasi hanya menjadi kegiatan
menentukan keberhasilan program. Berdasarkan hasil bahasan yang telah dilakukan, jumlah sumberdaya manusia atau staf pelaksana Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten
Bangkalan sudah
memenuhi,
namun
dari
cukup segi
pemahaman tentang konsep agropolitan dan kemampuan teknis petugas masih kurang baik dan
merata,
sehingga
mengakibatkan implementasi program ini kurang optimal dan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Faktor jumlah sumberdaya staf dan kemampuan berpengaruh
yang
memadai
terhadap
sangat
keberhasilan
implementasi kebijakan sebagaimana pendapat Weimer dan Vining (1999) yang dikutip Keban (2008:78) bahwa salah satu faktor yang memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, adalah
ketersediaan
sumberdaya
335 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 324-339
manusia yang memiliki kemampuan dan komitmen
untuk
mengelola
pelaksanaannya
Sikap merupakan unsur penting dalam implementasi kebijakan dimana
Dari segi dana operasional program, disimpulkan
Disposisi (Sikap)
bahwa
dana
yang
sikap menunjukkan kesediaan ataupun ketidaksediaan
pelaksana
dalam
dialokasikan pemerintah, baik pusat
menyukseskan kebijakan. Jika pelaksana
maupun daerah dirasakan masih kurang,
bersikap mendukung terhadap kebijakan,
sehingga banyak program dan kegiatan
maka akan timbul komitmen yang kuat
pendukung
dapat
sehingga besar kemungkinan kebijakan
terealisasikan. Hal ini menyebabkan
dapat terimplementasikan dengan baik.
pelaksanaan
Sebagaimana pendapat Edwards III dalam
yang
belum
program
dan
kegiatan
Pengembangan Kawasan Agropolitan
Nugroho
kurang
berkenaan dengan kesediaan dari para
optimal
dan
hasil
yang
diharapkan belum dapat tercapai. Dana
merupakan
(2011)
bahwa
disposition
implementor untuk carry out kebijakan
variabel
publik tersebut. Kecakapan saja tidak
intervening dalam proses implementasi
mencukupi,
kebijakan, yang akan berpengaruh pada
komitmen untuk melaksanakan kebijakan.
tahap-tahap dalam proses implementasi (variabel
dependent)
tanpa
Hasil
kesediaan
penelitian
dan
menunjukkan
kebijakan,
bahwa sebagian besar petugas bersikap
sehingga berpengaruh pula terhadap
positif dan mendukung terhadap Program
dampak nyata dan output kebijakan yang
Pengembangan Kawasan Agropolitan di
dirasakan masyarakat. Hal ini sesuai
Kabupaten Bangkalan. Demikian juga
dengan
petani
pendapat
Mazmanian
dan
yang
tinggal
di
kawasan
Sabatier (1983) dalam Nugroho (2011).
Agropolitan sebagai kelompok sasaran
Kecukupan
program,
dana
juga
sangat
memengaruhi berhasil atau tidaknya implementasi
suatu
juga
bersikap
mendukung
terhadap pelaksanaan program ini.
kebijakan
Sikap dukungan dan kesediaan dari
sebagaimana pendapat Mazmanian dan
petugas dan masyarakat merupakan salah
Sabatier dalam Wahab (2008); Edward
satu
III dalam Wahab (2008); Hogwood dan
berpengaruh
Gun dalam Wahab (2008) serta Grindle
implementasi
dalam Nugroho (2011).
Kawasan
faktor
pendukung terhadap Program
Agropolitan
yang
ikut
keberhasilan Pengembangan di
Kabupaten
Siti K. D., Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan 336
Bangkalan.
Sebagaimana
pendapat
Nugroho
(2001),
struktur
birokrasi
Edwards III dalam Subarsono (2005),
berkenaan dengan kesesuaian organisasi
sikap merupakan unsur penting dalam
birokrasi yang menjadi penyelenggara
implementasi kebijakan. Jika pelaksana
implementasi
kebijakan didasari oleh sikap positif
Tantangannya adalah bagaimana agar
terhadap kebijakan, besar kemungkinan
tidak terjadi bureaucratic fragmentation
dapat
karena struktur ini menjadikan proses
melaksanakan
apa
yang
dikehendaki pembuat kebijakan.
Struktur panjang
Program Pengembangan Kawasan merupakan
program
pembangunan daerah yang bersifat lintas sektoral, melibatkan lebih dari 10 SKPD dan otomatis juga melibatkan banyak pelaksana.
publik.
implementasi menjadi jauh dari efektif.
Struktur Birokrasi
Agropolitan
kebijakan
Koordinator
Program
Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Bangkalan adalah Bappeda yang bertugas untuk mengkoordinasikan dan mengevaluasi pelaksanaan program
birokrasi juga
pemantauan
pelaksana
menyebabkan
dan
evaluasi
yang proses
program
agropolitan berjalan lebih sulit karena banyaknya aspek yang harus dipantau. Sebagaimana pendapat Edwards III dalam Subarsono (2005), struktur birokrasi yang terlalu panjang cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks.
Maka
diperlukan
struktur
birokrasi yang efektif dan efisien.
yang dijalankan oleh instansi terkait. Berdasarkan hasil bahasan yang telah
dilakukan,
disimpulkan
bahwa
KESIMPULAN 1. Implementasi
Kebijakan
Program
dengan struktur birokrasi yang panjang
Pengembangan Kawasan Agropolitan
mengakibatkan sulitnya koordinasi antar
di Kabupaten Bangkalan
SKPD
dalam
implementasi
Program
Pengembangan Kawasan Agropolitan. Struktur birokrasi yang panjang menyebabkan
implementasi
kebijakan
a. Pemetaan
(mapping)
wilayah
kawasan agropolitan di Kabupaten Bangkalan
menggunakan
pengembangan
wilayah
teori model
berjalan tidak efektif karena kurangnya
analisis komoditas unggulan dengan
koordinasi dan kerjasama antar badan/
metode Location Quotient (LQ), teori
lembaga pemerintah.
model gravitasi dan teori pusat
Hal ini sesuai
dengan pendapat Edwards III dalam
pertumbuhan.
Namun
penerapan
337 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 324-339
model teori pengembangan wilayah
Program Pengembangan
yang terkategorikan dalam paradigma
Agropolitan
modernisasi ini kurang sesuai dengan
namun peningkatannya masih sangat
tujuan program agropolitan yang
kecil yaitu kurang dari satu persen
menekankan
peningkatan
per tahun. Penyebabnya antara lain
kesejahteraan masyarakat yang adil
karena kurangnya permodalan dan
dan merata.
penentuan kelompok tani sasaran
b. Sebagian
adanya
besar
direncanakan
kegiatan dalam
yang RPJM
(Tahun
Kawasan
2006-2011),
yang kurang tepat. b. Peningkatan
produksi
dan
Pengembangan Kawasan Agropolitan
produktivitas tanaman pangan dan
Kabupaten Bangkalan telah dapat
hortikultura unggulan di kawasan
direalisasikan
penanggung
Agropolitan Soburbang pada tahun
jawab kegiatan di masing-masing
2006 s/d 2011 masih rendah, yaitu
SKPD. Kegiatan yang belum dapat
kurang dari satu persen per tahun.
direalisasikan
Kendala-kendalanya
pembangunan gedung
oleh
terkait
dengan
infrastruktur
jalan,
karena
bangunan
serta
minimnya
dan
faktor
antara
lain
kondisi
geografis,
penggunaan
teknologi,
permodalan yang disebabkan oleh
kepemilikan lahan yang sempit, dan
alokasi anggaran APBN dan APBD
tradisi masyarakat dalam bertani.
yang tidak mencukupi. Selain itu proses
perencanaan
yang
tanpa
c. Peningkatan investasi di kawasan Agropolitan Soburbang pada Tahun
melalui analisis forecasting (proyeksi)
2006-2011 masih sangat kecil, yaitu
menyebabkan dampak dan manfaat
kurang dari satu persen per tahun,
kegiatan
yang
kurang
optimal
bagi
masyarakat.
disebabkan
oleh
faktor
kurangnya promosi dari pemerintah
2. Hasil-hasil implementasi kebijakan Program Pengembangan
daerah
maupun
masyarakat
di
Kawasan
kawasan Agropolitan, infrastruktur
Agropolitan di Kabupaten Bangkalan
jalan yang masih kurang memadai
a. Kesejahteraan masyarakat di kawasan
dan prosedur perijinan yang terlalu
Agropolitan
Socah-Burneh-
Bangkalan
telah
mengalami
peningkatan
selama
berjalannya
panjang.
Siti K. D., Implementasi Kebijakan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan 338
DAFTAR PUSTAKA Abe,
Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Pembaruan. Yogyakarta
Alkadri, Dodi et.al. 2001. Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Agusta, Ivanovich. 2008. Lompatan Paradigmatik Program Agropolitan di Indonesia: dari Paradigma Pembangunan Berbasis Manusia Menuju Paradigma Modernisasi. Makalah disampaikan dalam Simposium Nasional Riset dan Kebijakan Ekonomi. Unair. Surabaya. Tgl 20-21 Agts 2008 Bryant, C. & White, L.G, 1982, Managing Development In The Third World, Westview Press, Colorado BPS Kab.Bangkalan, 2012. Bangkalan dalam Angka Tahun 2011 Conyers, Diana. 1990. Introduction to Development Planning in the Third World, Scotland: C.R. Barber & Partners Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga. Suatu Pengantar, Diterjemahkan oleh Susetiawan SU. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Deptan. 2002. Pedoman Operasional Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan Pengembangan SDM Pertanian. Djakapermana, R.D. 2007. Pengembangan Kawasan Agropolitan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Yang Berbasis Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Ditjen Penataan Ruang Departemen Kimpraswil RI.
Friedmann, John dan Mike Douglass. 1976. Pengembangan Agropolitan: Menuju Siasat Baru Perencanaan Regional di Asia (terjemahan dari Agropolitan Development: Towards a New Strategy for Regional Planning in Asia). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Friedmann, John and Allonso, W. 1978. Regional Economic Development and Planning. Mass. MIT Press. Iqbal, M dan Iwan Setiajie A. 2009. Rancang Bangun Sinergi Kebijakan Agropolitan dan Pengembangan Ekonomi Lokal Menunjang Percepatan Pembangunan Wilayah. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 7 No.2. Juni 2009: 169-188 Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu. Penerbit Gava Media. Yogyakarta Nugroho, Riant. 2011. Public Policy: Dinamika Kebijakan-Analisis Kebijakan- Manajemen Kebijakan. PT. Elex Media Komputindo. Gramedia. Jakarta Riyadi & Dedy Supriyady Bratakusumah, 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi dalam mewujudkan otonomi daerah. PT Gramedia Pustaka utama. Jakarta. Ratminto dan Winarsih, A. 2006. Manajemen Pelayanan Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Rusastra, I. W., Hendiarto., Khairina MN., Ade Supriatna., Wahyuning KS.,
339 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 324-339
dan Deri Hidayat. 2004. Kinerja dan Perspektif Pengembangan Model Agropolitan dalam Mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor Rustiadi. E, E. Dardak. 2008. Agropolitan: Strategi Pengembangan Pusat Pertumbuhan pada Kawasan Perdesaan. Crescent. Bogor Rustiadi. E, S. Pranoto. 2007. Agropolitan: Membangun Ekonomi Perdesaan. Crescent. Bogor Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Soemarno, 2008. Agropolitan Poncokusumo: Komoditi Unggulan Hortikultura. PPSUB. Malang Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah, Penerbit Bumi Aksara. Jakarta Tjokroamidjojo, Bintoro,1996. Perencanaan Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Diterjemahkan oleh Haris Munandar & Puji A.L. Jakarta: Penerbit Erlangga. Wahab, Solichin Abdul. 2008. Analisis Kebijaksanaan, dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Edisi kedua. PT. Bumi Aksara. Jakarta.