PENGEMBANGAN KAWASAN PEDESAAN BERBASIS IPTEK DALAM MENUNJANG AGROPOLITAN
PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Tengah mempunyai potensi sumberdaya alam berupa lahan sebesar 3,25 juta ha yang terdiri atas 30,45% lahan sawah dan 69,55% bukan lahan sawah. Oleh karena itu peranan sektor pertanian yang meliputi pertanian pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan dalam pembangunan perekonomian di Jawa Tengah masih dominan dan strategis. Pertumbuhan sektor pertanian selama 5 tahun (2002 s.d 2006) mengalami fluktuatif. Pada tahun 2002 sebesar 4,95% kemudian turun - 2,90 % pada tahun 2003, kemudian naik pada tahun 2004 7,80 %, tahun 2005 turun lagi sebesar 0,72 % dan tahun 2006 turun lagi 1,01 % (BPS Prov. Jateng.2004 dan 2006). Sumberdaya manusia mayoritas bermatapencaharian di sektor pertanian, (36,57%) yang tinggal di pedesaan, berpendidikan relatif rendah. (BPS Prov. Jateng 2004 dan 2007). Pengembangan pertanian umumnya dilakukan secara parsial per sub sektor pertanian dengan basis komoditas yang terpilih, dan peran sektor non pertanian belum optimal dan sinergis. Hal ini menyebabkan pembentukan daerah terpadu sulit dilakukan dan pelaksanaan pengelolaan pertanian yang menangani hulu dan hilir sulit dilakukan. Untuk
mendorong
pembangunan
pertanian
dilakukan
melalui
kebijakan
pengembangan agropolitan, dengan mengembangkan kawasan sentra produksi pangan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis yang mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian. (Deptan, 2002). Penerapan iptek dalam pengembangan kawasan agropolitan ditemui beberapa kendala yang ditemui: 1) Pemanfaatan teknologi belum maksimal, 2) Teknologi belum dipahami secara maksimal; 3) Penerapan teknologi tidak didukung oleh prasarana dan sarana; 4) Kondisi sosial budaya kurang mendukung. 5) Teknologi tidak layak secara ekonomi. Pengembangan Kawasan Agropolitan di Jawa Tengah dilakukan tahun 2003 s.d 2007 di Kabupaten Semarang, Pemalang, Wonosobo, Batang, Magelang, Purbalingga, Karanganyar, Boyolali, Brebes, Banjarnegara.
1
Dalam
pelaksanaannya ditemukan permasalahan seperti: 1) Pelaksanaan
agropolitan belum optimal, 2) Kurang koordinasi, komunikasi dan kerjasama antar stakeholders; 3) Masih ada ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara desa dan kota; 4) Belum optimal komitmen penganggaran pembangunan pertanian untuk kawasan; 5) Produktivitas komoditas unggulan rendah, 6) Pemanfaatan beberapa Stasiun Terminal Agribisnis (STA) kurang optimal; 7) Sumber daya manusia (SDM) petani rendah; 8) Ketersediaan lahan dan air kurang; 9) Infrastruktur petani rendah; 10) Jejaring pemasaran belum berfungsi (Bappeda Jateng, 2007) Permasalahan yang dirumuskan 1). Belum teridentifikasinya faktor pendukung dan penghambat pengembangan kawasan agropolitan. 2). Belum teridentifikasinya penerapan iptek di kawasan pedesaan yang belum mengembangkan dan sudah mengembangkan kegiatan agropolitan. Tujuan dari penelitian adalah: 1). Menganalisis faktor pendukung dan faktor penghambat kawasan agropolitan. 2). Menganalisis tingkat penerapan iptek di kawasan pedesaan yang belum mengembangkan dan sudah mengembangkan kegiatan agropolitan di Jawa Tengah. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan: 1). Analisis faktor pendukung dan penghambat kawasan agropolitan. 2). Analisis tingkat penerapan iptek di kawasan pedesaan yang belum mengembangkan dan sudah mengembangkan kegiatan agropolitan. Kerangka Pikir, penelitian adalah sebagai berikut: Potensi kawasan pedesaan di Jawa Tengah
Kondisi pengembangan kawasan agropolitan di Jateng
Bagaimana menuju kawasan agropolitan yang berhasil
Identifikasi Potensi Kendala Intern/Ektern Peluang Ancaman
Identifikasi penerapan IPTEK
STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH
2
TINJAUAN PUSTAKA Dalam Undang-undang RI No. 32 tahun 2004 disebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengawasi kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistim Pemerintahan Negara Kesatuan RI. Pengertian Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud dalam RTRWP Jateng 2003-2013 adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pengembangan pedesaan di kawasan perdesaan diterapkan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan
yang
mensyaratkan
setiap
daerah
pedesaan
lebih
mengandalkan pada sumber-sumber daya alam terbaharukan (renewable natural resources) sebagai sumber pertumbuhan (Adisasmito, Rahardjo. 2006) Pengertian Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Kawasan Agropolitan terdiri atas kota pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif dan bersifat survey cross section. Lokasi penelitian dipilih secara purposive yakni di Kabupaten Pati, Rembang, Magelang, Purbalingga, Pemalang dan Wonosobo. Satuan analisis adalah kawasan perdesaan yang telah melaksanakan kegiatan agropolitan yang direpresentasikan pada unsur petugas, petani, pengelola pasar, dan industri pengolah pertanian di Kabupaten Purbalingga, Magelang, Wonosobo, Pemalang sedangkan untuk bukan kawasan agropolitan diambil di Kabupaten Rembang dan Pati dengan teknis pemilihan sampel secara purpusive. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan cara 1). Mengidentifikasi kawasan pembentuk agropolitan dan
3
tingkat dukungan sarana dan prasarana pembentuk kawasan agropolitan (kawasan, sentra produksi, kota tani). Penentuan penilaian dibagi menjadi 3 skor yaitu: (1) Skor 1, untuk menilai keadaan yang tidak memenuhi syarat pengembangan kawasan agropolitan, (2) Skor 2, untuk menilai keadaan yang sudah sesuai dengan persyaratan tetapi keadaannya belum optimal. (c) Skor 3, untuk menilai keadaan yang sudah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 2). Mengidentifikasi tingkat penerapan iptek di kawasan pedesaan yang belum mengembangkan dan yang sudah mengembangkan kegiatan agropolitan dengan menggunakan analisis Kualitatif metode skoring. 3). Untuk mendukung pengembangan kawasan agropolitan digunakan analisis SWOT.
GAMBARAN UMUM Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Tengah, pola pemanfaatan ruang dan struktur ruang dikelompokkan dalam 5 rencana, salah satunya yaitu Kawasan Budidaya. Pada kawasan budidaya merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan kondisi dan potensi sumberdaya alam, manusia dan sumberdaya buatan. Kawasan pertanian termasuk dalam kawasan budidaya yang mencakup kawasan yang memiliki potensi pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan). Guna meningkatkan pertumbuhan kawasan perdesaan, sejak tahun 2003 ditetapkan kawasan agropolitan antara lain: 1). Waliksarimadu di Kabupaten Pemalang; (2). Rojonoto di Kabupaten Wonosobo; (3). Bungakondang di Kabupaten Purbalingga; (4). “MerapiMerbabu di Kabupaten Magelang. Profil Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kawasan agropolitan Waliksarimadu mencakup 5 kecamatan dengan pusat Kecamatan Belik, hinterlandnya meliputi Kecamatan Pulosari, Watukumpul, Moga dan Randudongkal. Luas kawasan 47.534,71 ha, penggunaan untuk sawah 24,21 %, bangunan dan sekitarnya 11,12 %, tegalan/kebun 25,94 %, padang rumput 233,091 ha, kehutanan 34,16 %. Komoditas pertanian unggulan: sayuran dataran tinggi, buah-buahan, perkebunan, peternakan
dan
perikanan
darat.
Komoditas
unggulan
kawasan
Agropolitan
Waliksarimadu adalah cabe, kobis, tomat, kentang, nanas, bawang daun, strobery, dan nilam. 4
Sarana pendukung: a). Jaringan jalan, b) sarana pendukung pemasaran berupa Sub Terminal Agribisnis (STA), c). Sarana budidaya modern yang tersedia adalah Green house. d). Sarana Jaringan telekomunikasi meliputi Kantor Pos sebanyak, dan telepon serta wartel. Sumberdaya Manusia, berupa kelembagaan yang berkembang dikawasan agropolitan dan peningkatan jumlah asosiasi dan pedagang sedangkan kelompok tani tetap. Profil Kawasan Agropolitan Rojonoto Kawasan Agropolitan Rojonoto berada di Kecamatan Kaliwiro, Sukoharjo, Leksono, Selomerto yang terletak mengikuti jalur jalan utama jurusan WonosoboKebumen. Luas wilayah 21.921,134 Ha dengan rincian: perkampungan 1.874.122 Ha, sawah 6.106,365 Ha, Tegalan 7.221,802 Ha. Kolam 82,366 ha, hutan negara 4.047,585 ha dan lain-lain 130,550 ha. Di Kawasan Rojonoto yang dikembangkan menjadi komoditas unggulan adalah salak pondoh, kopi, kelapa, gula kelapa, gula aren dan kakao, kopi, albasia dan suren, kayu olahan albasia, sapi potong, kambing, domba, ayam.ikan mas, nila dan lele., dan pariwisata: Arung jeram dan lokasi wisata ziarah. Potensi Sumberdaya manusia berupa penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani, buruh tani, peternak, pembudidaya ikan, pedagang dan penyedia jasa, perajin industri kecil yang semuanya membentuk kelompok usaha merupakan potensi pelaku usaha agribisnis di kawasan agropolitan. Sarana dan prasarana pendukung berupa sarana transportasi, akses jalan antar kecamatan dan desa, sarana telekomunikasi berupa telepon, jaringan telepon seluler maupun wartel, listrik, lembaga penyedia permodalan, pasar baik tradisional maupun pasar sentra bisnis atau Sub terminal Agro dan kios-kios saprotan. Profil Kawasan Agropolitan Bungakondang Kawasan Agropolitan Bungakondang (KAB), berada disebagian wilayah kecamatan Bukateja, Pengadegan, Kejobong dan Kaligondang. KAB merupakan kawasan seluas ± 14.519 ha; yang terdiri atas sebagian wilayah Kecamatan Bukateja (14 desa), Kaligondang (2 desa), Kejobong (13 desa), dan Pengadegan (5 desa). Secara Agroekologis
5
KAB dibagi 2 bagian yaitu: Bagian agroekologi basah (Kota tani Bukateja Cipawon) dan agroekologi kering (Kota tani Kejobong dan Bandingan). Potensi wilayah berupa komoditas tanaman pangan potensial terdiri atas: padi, ubi kayu dan kacang tanah, rambutan, duku, durian, pisang, mangga, kelapa, kelapa deres, melati gambir, kopi, ternak kecil kambing, ayam ras, ayam buras. Komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi yaitu: melati, lada, jeruk, kambing, kentang dan kubis, tanaman pangan antara lain jagung, ubi kayu, kacang hijau, kedelai dan kacang tanah. KAB juga berpeluang untuk mengembangkan agribisnis produk tanaman jeruk, kelapa deres, ubi kayu, dan durian. Produksi lada merupakan komoditas unggulan di hinterland kota tani Kejobong dan Bandingan. Sumberdaya manusia di kawasan 9.736 orang, sebagai petani 8.937 orang, buruh tani 5.841 orang, buruh industri 2.594 orang, buruh bangunan 1.877 orang, pengusaha 1.446 orang, PNS 895 orang, sopir 367 orang, pensiunan 66 orang. Sarana Pendukung yang tersedia antara lain jalan, jaringan listrik, jaringan irigasi, terminal angkutan, sarana tranportasi, sarana telekomunikasi dan pasar. Saluran irigasi yang tersedia memadai. Terminal angkutan dan dan angkutan pedesaan tersedia diseluruh kecamatan dan untuk mendukung pemasaran hasil pertanian disetiap desa telah tersedia pasar tradisional.. Profil Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu Kawasan agropolitan Merapi Merbabu memiliki luas kawasan 32.502
ha
mencakup 7 kecamatan dengan pusatnya di Kecamatan Dukun, hinterlandnya meliputi Kecamatan Sawangan, Pakis, Candimulyo, Ngablak, Grabag dan Tegalrejo. Penggunaan lahan sawah seluas 6.783 ha, untuk bangunan dan sekitarnya seluas 5.986 ha, tegalan/kebun 20.307 ha, padang rumput seluas 2 ha, tanaman kayu seluas 1.000 ha, hutan negara seluas 4.122 ha , perkebunan negara seluas 91 ha, kolam seluas 29 ha. Irigasi yang diterapkan adalah irigasi teknis, setengah teknis, irigasi tadah hujan. Komoditas pertanian yang menjadi unggulan kawasan meliputi kobis, tomat, wortel, bawang daun, cabe, kentang, buncis. Sarana pendukung di Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu meliputi: (1). Jaringan Jalan, (2). Sarana pendukung pemasaran meliputi pasar dan jumlah toko/kios;
6
Sarana Transpotasi; Sarana Perbankan dan koperasi, meliputi: Bank Nasional, BRI unit desa, BPD dan Bank pasar/BKKLKM serta koperasi tani. Sumberdaya Manusia, berupa kelembagaan yang berkembang di kawasan agropolitan berdasarkan daya serap petani meliputi kelompok pemula, kelompok lanjut, kelompok madya dan kelompok utama. Selain itu terdapat kelompok tani produksi, asosiasi petani, koperasi tani. Profil Kawasan Yang Belum mengembangkan Agropolitan a. Kecamatan Rembang, Pengambilan sampel dilakukan di Desa Tireman. Kecamatan Rembang mempunyai luas wilayah 5.561,224 Ha yang terdiri atas tanah sawah 2.764.655 Ha dan tanah kering 2.796.569 Ha. Jumlah penduduk 82.203 orang yang terdiri atas laki-laki 40.288 orang dan perempuan 41.915 jiwa.. Komoditas unggulan tanaman pangan adalah padi, kacang tanah, jagung. Komoditas sayuran: cabe kecil, tomat. Komoditas buah-buahan berupa mangga. Komoditas ternak besar adalah sapi dan ternak kecil berupa kambing.. Untuk keperluan perekonomian terdapat sarana berupa bank 24 unit, koperasi 2, KUD 2 dan lumbung desa 1, kelompok pertokoan 9. b. Kecamatan Kaliori Kecamatan Kaliori mempunyai luas wilayah 6.149,97 Ha, yang terdiri atas tanah sawah 3.587,88 Ha dan tanah kering 2.562,09 Ha. Ketersediaan air dan sarana pengairan di kecamatan Kaliori dikelompokkan menjadi: sawah berpengairan teknis, Irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, dan sawah tadah hujan. Lahan kering dimanfaatkan untuk bangunan/halaman, untuk tegal/pekarangan, untuk pemeliharaan ikan dalam bentuk rawa, dan untuk keperluan lain-lain. Jumlah penduduk 36.678 orang yang terdiri atas laki-laki 19.185 orang dan perempuan 19.493. Komoditas yang produksinya tinggi untuk tanaman bahan makanan adalah padi,, kacang tanah, jagung, kacang hijau, cabe, Komoditas ternak besar: sapi, dan ternak kecil kambing. Untuk keperluan perekonomian terdapat sarana pasar umum 3, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), bank, koperasi dan KUD. 7
c. Tecamatan Lasem Kecamatan Lasem mempunyai luas wilayah 4.503,796 Ha yang terdiri atas tanah sawah 1.203,150 Ha dan tanah kering 3.300,646 Ha. Ketersediaan air dan prasarana pengairan sawah dikelompokkan menjadi sawah pengairan setengah teknis, irigasi sederhana dan sawah tadah hujan. Lahan kering dimanfaatkan untuk Bangunan dan halaman, Tegalan/pekarangan, Tambak, rawa, hutan negara, dan untuk keperluan lain. Jumlah penduduk 47.868 orang yang terdiri atas laki-laki 23.846 orang dan perempuan 24.022. Untuk keperluan perekonomian terdapat sarana berupa pasar umum 3 buah, pasar ikan 2, pasar hewan 1, bank 38 unit, KUD 1. d. Kawasan Sukolilo Kecamatan Sukolilo memiliki luas wilayah 15.873.900 ha. Sampel desa yang dipilih adalah desa Sukolilo. Jumlah penduduk Kecamatan Sukolilo tahun 2007 sebanyak 91.271. Jumlah angkatan kerja usia 0 - 14 tahun dan 64 tahun keatas sebanyak 31.208 orang dari jumlah penduduk, dan jumlah angkatan kerja produktif sebanyak 60.063 orang
dari jumlah
penduduk. Perbandingan jumlah penduduk antara usia produktif dengan yang tidak. Mata pencaharian penduduk terdiri atas: PNS 519 orang, Pensiunan 163 orang, TNI 23 orang, Buruh Industri 2.384 orang, Buruh Bangunan 3.588 orang, Perdagangan 1.333 orang, Buruh Angkutan 353 orang, Petani pemilik 17.868 orang, Petani Penggarap 2.633 orang, Buruh tani 27.975 orang, nelayan 129, Pengrajin Industri kecl Rumah tangga 471 orang. Dilihat dari tingkat pendidikan dasar, tamat SMP 3.553 orang, Tamat SD 14.440 orang. Potensi tanaman pangan berupa padi seluas 13.325 Ha dengan rerata produksi sebanyak 70 Kw per Ha, dan hortikultura berupa semangka. Produksi ternak berupa kerbau, sapi, kambing, domba, ayam, dan bebek. Perkebunan Rakyat berupa tanaman tebu, tanaman kapuk, dan tanaman jati Hortikultura terdiri atas mangga, tanaman pisang, dan tanaman rambutan. Kelembagaan perekonomian perdesaan di Kecamatan Sukolilo terdiri atas BUUD/KUD, lambaga perbankan, serta sarana transportasi. Sarana
pendukung
berupa:
akses
jalan
aspal,
jalan
pedesaan,
sarana
pengangkutan/transportasi berupa: truk, bus, ojek, becak dan dokar, listrik dan air minum hanya ada di Desa Sukolilo sebagai ibukota kecamatan. 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Potensi Kawasan Pembentuk Agropolitan Kawasan agropolitan yang sudah dikembangkan sejak 5 (lima) tahun yang lalu antara lain: Merapi-Merbabu di Kabupaten Magelang, Rojonoto di Kabupaten Wonosobo, Waliksarimadu di Kabupaten Pemalang dan Bungakondang di Kabupaten Purbalingga. Kawasan yang telah berkembang tersebut memiliki pusat kota tani dengan radius layanan dalam kawasan agropolitan sejauh 15-35 km. Populasi penduduk pembentuk kawasan agropolitan ini rerata > 75.000 jiwa. Besarnya jumlah penduduk ikut menentukan keberhasilan pengembangan wilayah agropolitan. Berdasarkan persyaratan untuk terbentuknya kawasan agropolitan kondisi ini sudah terpenuhi oleh karena itu kawasan agropolitan dinilai sebagai lokasi pengembangan agropolitan yang berhasil. Komponen pendukung yang utama adalah keberadaan komoditas sayuran dan ternak sapi potong sebagai komoditas unggulan pada semua wilayah dalam kawasan agropolitan. 2. Sarana dan Prasarana Pembentuk Kawasan Agropolitan Dukungan sarana dan prasarana yang terdapat pada sentra produksi merupakan prasyarat bagi keberhasilan pengembangan wilayah agropolitan. Berkembangnya wilayah agropolitan ini diperoleh karena keberhasilan dari masing-masing sentra produksi yang tersebar di banyak tempat dan dengan kendala yang beragam. Walaupun demikian secara umum kondisi sarana dan prasarana yang ada pada lokasi sentra produksi sangat mendukung keberhasilan pengembangan kawasan. Dari hasil analisis nampak bahwa semua prasyarat untuk kawasan sentra produksi terpenuhi kecuali pada komponen industri rumah tangga. . Pengembangan industri olahan sulit berkembang karena produk unggulan yang berupa sayuran, tanaman pangan dan ternak dijual dalam bentuk produk asli (segar) sudah sangat lancar sehingga pengolahan belum dibutuhkan. 3. Sarana dan Prasarana Kelembagaan Pada Kota tani. Sarana dan prasarana pada kota tani berperan penting bagi keberhasilan pengembangan wilayah. Fasilitas yang terdapat pada kota tani meliputi sarana fisik berupa gudang, pasar, industri besar serta prasarana kelembagaan berupa lembaga bisnis, informasi, pelatihan dan forum masyarakat yang terkait dengan aktivitas pertanian.
9
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa tidak semua fasilitas yang dipersyaratkan, ada pada kota tani, sehingga secara kumulatif tingkat dukungannya hanya dalam kategori cukup mendukung. Terdapat 3 komponen yang kurang mendukung yaitu: fasilitas penyimpanan hasil, agroindustri kelas menengah, dan trading house. Dukungan forum pengembangan dan lembaga agribisnis termasuk dalam kategori mendukung. Komponen pendukung yang dapat membawa kemajuan kota tani adalah keberadaan lembaga jasa keuangan, pasar grosir dan infrastruktur yang memadai. 4. Penerapan IPTEK Pada Kawasan Agropolitan a. Budidaya Tanaman Unggulan Tingkat penerapan IPTEK pada budidaya sayuran unggulan (tomat, cabe merah, kentang dan kubis), buah unggulan (durian, jeruk siem, melon) pada kawasan agropolitan dengan kategori cukup mendukung keberhasilan usahataninya. Komponen teknologi yang tingkat penerapan tertinggi (100 %) adalah penggunaan bahan organik, penggunaan varietas unggul, teknik konservasi tanah dan pemilihan pola tanam. sudah biasa dilakukan para petani . Tingkat penerapan teknologi pengendalian OPT termasuk kategori sangat kurang mendukung karena OPT dikendalikan tidak sesuai baku teknis. Tingkat penerapan teknologi pasca panen hanya dalam kategori kurang mendukung. Ukuran penerapan IPTEK juga dapat dilihat dari sikap petani terhadap hasil yang dicapai. Sikap petani dalam hal perbaikan teknologi tergolong rendah sehingga termasuk kategori kurang mendukung. b. Budidaya Ternak Ruminansia Tingkat penerapan IPTEK pada budidaya ternak ruminansia dalam kategori cukup mendukung. Komponen budidaya ternak dalam hal perkandangan dan penyediaan pakan tingkat penerapannya baru pada kategori cukup mendukung. Disamping itu, tanaman sayuran yang statusnya adalah usahatani utama sedangkan ternak usaha sambilan atau sampingan. Komponen teknologi yang tingkat penerapannya paling rendah adalah penanganan limbah baik limbah padat maupun cair. c. Usaha Pengolahan Hasil Pertanian Usaha pengolahan hasil pertanian di kawasan agropolitan tidak dominan dibandingkan dengan usaha budidaya. Ada beberapa usaha pengolahan antara lain usaha
10
makanan ringan (aneka dodol dan keripik). Secara teknis usaha pengolahan hanya didukung oleh ketersediaan energi yang mudah, jaringan pemasaran dan produknya yang sehat. Aspek teknis lainnya sebenarnya kurang mendukung terutama dalam hal sumber bahan baku. Untuk memproduksi produk olahan bahan baku yang diperlukan harus dipasok dari luar karena tidak dihasilkan dari lingkungan sendiri misalnya ubi kayu, nangka, kelapa dan ketan. Demikian juga produk ini juga tergantung bahan penolong dari pabrik misalnya minyak goreng, gula dan bumbu.. Sasaran pasar produk ini adalah pedagang makanan. Selanjutnya pedagang melakukan pengemasan dengan menggunakan merk dan memperoleh nilai tambah. Berdasarkan evaluasi tersebut maka tingkat penerapan teknologinya termasuk dalam kategori kurang mendukung sampai cukup mendukung pengembangan kawasan.
5. Tingkat Dukungan Faktor Penentu Keberhasilan Calon Kawasan Agropolitan. a. Potensi Kawasan Pembentuk calon Agropolitan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati dan Rembang dibidang pengembangan kawasan hingga saat ini belum mengembangkan kawasan agropolitan. Lokasi kecamatankecamatan yang dijadikan sampel penelitian dipilih dengan pertimbangan bahwa kecamatan tersebut memiliki potensi sektor pertanian dalam arti luas yaitu tanaman pangan, hortikultura, perikanan, dan peternakan. Berdasarkan temuan lapangan, dapat ditemukenali beberapa potensi kecamatan yang mendukung terbentuknya kawasan agropolitan sehingga dapat dikatakan bahwa potensi kecamatan tersebut masuk kategori sangat mendukung (Pati) dan cukup mendukung (Rembang). Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah jumlah penduduk dari kecamatan ini merupakan prasyarat yang sangat baik dalam pengembangan kawasan agropolitan. b. Sarana dan Prasarana Pembentuk Calon Kawasan Agropolitan Ketersediaan sarana dan prasarana yang terdapat pada sentra produksi di kawasan kecamatan merupakan syarat utama dalam pembentukan kawasan agropolitan dalam rangka pengembangan wilayah. Pelaksanaan dan pengembangan kawasan agropolitan dalam rangka pengembangan wilayah merupakan pemicu beberapa kecamatan dengan unsur keberhasilan dan kendala yang beragam dalam mencapai keberhasilan kawasan agropolitan.
11
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa secara umum ketersediaan dan kondisi sarana/prasarana di kecamatan sampel sebagai kawasan atau lokasi agropolitan sangat mendukung keberhasilan pengembangan wilayah. Hasil analisis komponen pendukung pada kawasan sentra produksi terlihat bahwa semua prasyarat kecamatan sampel untuk sebuah kawasan sentra produksi terpenuhi. c. Sarana dan Prasarana Kelembagaan Pada Calon Kota tani. Sarana dan prasarana perekonomian pada pembentukan kota tani adalah penunjang keberhasilan pengembangan wilayah. Fasilitas yang harus tersedia pada kota tani antara lain berupa gudang, pasar, industri besar serta prasarana kelembagaan berupa lembaga bisnis, informasi, pelatihan dan forum masyarakat yang terkait dengan aktivitas pertanian. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa tidak semua fasilitas yang dipersyaratkan pada kota tani tersedia, sehingga secara kumulatif tingkat dukungannya hanya dalam kategori cukup mendukung. Terdapat 3 komponen yang kurang mendukung yaitu: fasilitas penyimpanan hasil, agroindustri kelas menengah, dan trading house. Fasilitas tersebut umumnya tidak ada ataupun kalau ada tidak sesuai dengan kebutuhan. d. Tingkat Penerapan IPTEK Pada Lokasi Calon Kawasan Agropolitan. 1). Budidaya Tanaman Unggulan Tingkat penerapan IPTEK pada budidaya komoditas unggulan pada kategori cukup mendukung keberhasilan tingkat usahatani Komponen teknologi yang tingkat penerapan tertinggi (100 %) adalah penggunaan bahan organik, penggunaan varietas unggul, teknik konservasi tanah dan pemilihan pola tanam. Keempat komponen tersebut sudah biasa dilakukan para petani. Terdapat 3 komponen teknologi yang tingkat penerapannya paling rendah sehingga kurang mendukung keberhasilan usahatani yaitu, pengendalian OPT pasca panen, serta perbaikan sistem usahatani. Tingkat penerapan teknologi pengendalian OPT termasuk kategori sangat kurang mendukung karena OPT dikendalikan tidak sesuai baku teknis. Ukuran penerapan IPTEK juga dapat dilihat dari sikap petani terhadap hasil yang dicapai Sikap petani dalam hal perbaikan teknologi tergolong rendah karena takut resiko gagal sehingga termasuk kategori kurang mendukung. 2). Budidaya Ternak Ruminasia (Sapi Potong dan Kambing). Penerapan teknologi untuk budidaya ternak termasuk kategori cukup sampai sangat mendukung karena menggunakan bibit unggul dan perkandangan yang baik. Awalnya
12
bibit unggul diperoleh dari bantuan proyek corporate farming yang sudah digulirkan pada desa setempat. Pemberian pakan hijauan dengan tambahan konsentrat hasil olahan sendiri, untuk kesehatan ternak dirawat dengan memberikan jamu dan memeriksakan rutin kepada dokter hewan setempat. Pengelolaan limbah oleh petani belum melakukan sesuai baku teknis misalnya limbah padat belum dibuat kompos padahal potensi kotoran hewan sapi dalam jumlah yang banyak. Sampai saat ini nampaknya kerawanan pakan pada musim kemarau belum teratasi. 3). Budidaya Ikan Aspek penggunaan bibit sudah menggunakan bibit unggul dengan pola budidaya yang benar. Demikian pula dalam hal pemberian pakan sebagian besar sesuai dengan baku teknis.namun belum optimal.Untuk budidaya ikan air tawar sebenarnya sarana pengairan tidak mendukung karena debitnya terbatas dan selama ini pemeliharaan tidak bisa dilakukan terus sepanjang tahun. 4). Usaha pengolahan tidak dominan dibandingkan dengan usaha budidaya. Usaha pengolahan ini sebenarnya mempunyai pasar yang sudah dikenal cukup luas. Secara teknis usaha pengolahan didukung oleh ketersediaan bahan
baku energi
yang mudah, jaringan pemasaran dan produk yang murah. Aspek teknis lainnya yang kurang mendukung terutama masalah grading dan keamanan produknya. Untuk produk olahan, bahan baku sebagian besar bersifat musiman, sehingga usaha pengolahan merupakan salah satu pemecahan masalah tersebut. Bahan baku beberapa jenis produk masih harus didatangkan dari luar daerah, dan penggunaan teknologi alami (misal penggunaan panas matahari untuk proses pengeringan. Kemasan produk olahan masih relatif sederhana sesuai target pasar lokal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat penerapan teknologi di tingkat pengolah masih dalam kategori sederhana. 6. Analisis SWOT Untuk Pengembangan Kawasan a. Hasil Identifikasi Faktor Penentu Berdasarkan analisis, ternyata kondisi faktor penentu kawasan yang sudah mengembangkan maupun calon agropolitan baik internal maupun eksternal relatif sama. Adanya berbagai persamaan ini dapat dimengerti mengingat adanya ketentuan prasyarat untuk terbentuknya kawasan agropolitan. Secara fisik perbedaan tersebut hanya terletak
13
pada adanya kelengkapan prasarana pada kawasan yang telah mengembangkan agropolitan sebagai lokasi penerima pilot proyek pengembangan kawasan beberapa tahun yang lalu. b. Strategi dan Kebutuhan Inovasi. Berdasarkan hasil telaah kondisi internal dan eksternal maka dapat disusun strategi pengembangan dan kebutuhan inovasinya. Strategi yang diambil adalah sama. Adanya kesamaan tersebut didasarkan pada kondisi yang berkembang saat ini dimana secara umum potensi, kendala, peluang dan masalah yang dihadapi pelaku usahatani masih belum berubah bahkan ragamnya semakin banyak. c. Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan. Kawasan agropolitan dikembangkan agar memiliki karakteristik yang khas misalnya sebagai sentra penghasil sayuran dan merupakan daerah perlintasan wisata. Kondisi ini merupakan suatu keunggulan tersendiri karena tidak dimiliki oleh daerah lain sehingga berpotensi untuk lebih berkembang lagi terlebih dukungan sarana dan prasarana. SIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Pengembangan kawasan pedesaan di daerah agropolitan mempunyai faktor pendukung antara lain: infrastruktur dan komoditas unggulan. Sedangkan faktor penghambat antara lain: Organisasi petani belum berfungsi optimal, Kekurangan modal kerja tunai, Volume usaha dibawah skala ekonomi. b. Apabila dirinci masing-masing kawasan adalah sebagai berirkut: 1). Kawasan Waliksarimadu (Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga dan Randudongkal) Faktor Pendukung: (a). Kondisi fisik dan potensi wilayah sangat mendukung produksi komoditas unggulan seperti sayuran dataran tinggi, buah-buahan, perkebunan, peternakan dan perikanan darat. (b). Tersedianya sarana dan prasarana pemasaran seperti 2 (dua) Sub Terminal Agribisnis (STA), pasar umum dan warung. Adanya sarana budidaya modern berupa green house untuk paprika dan tanaman hias. Jaringan telekomunikasi berupa telepon dan wartel. (c).Sumberdaya manusia yang
tergabung dalam kelompok tani maupun asosiasi pedagang di
kawasan agropolitan.
14
Faktor Penghambat: (a). Fasilitas penyimpanan untuk transit, agroindustri skala menengah dan trading house kurang memadai. (b). Peranan kelembagaan belum maksimal dalam memenuhi kebutuhan para pelaku usaha di kawasan agropolitan. 2). Kawasan Rojonoto (Kaliwiro, Sukoharjo, Leksono dan Selomerto) Faktor Pendukung; (a). Potensi dan kondisi fisik kawasan sangat mendukung pengembangan komoditas unggulan yang berupa: komoditas buah-buahan, perkebunan, ikan dan ternak besar/kecil. (b). Tersedianya sarana dan prasarana pemasaran berupa STA, pasar sayuran dan kios saprotan serta sarana dan prasarana perhubungan yang berupa alat transportasi, akses jalan serta kelembagaan permodalan, telekonunikasi; (c). Sumberdaya manusia yang terbentuk dalam kelompok tani, peternak, pembudidaya ikan serta para pedagang sebagai pelaku kegiatan agribisnis dan para petugas lapangan yang membina pengembangan usaha taninya. Faktor Penghambat: (a). Sebagian industri kecil belum tercukupi kebutuhan bahan baku dari daerahnya sendiri. (b). Modal untuk melakukan usaha kesulitan 3). Kawasan Bungakondang (Bukateja, Pengadegan, Kejobong, Kaligondang) Faktor Pendukung: (a). Potensi dan kondisi fisik kawasan sangat cocok dengan produksi komoditas perkebunan, buah, sayuran, ternak kecil. (b). Sarana dan prasarana pendukung kegiatan agropolitan antara lain jaringan listrik, jaringan irigasi, sarana pengangkutan dan akses jalan, pasar tradisional, lembaga permodalan maupun jaringan komunikasi berupa telepun maupun wartel di kawasan agropolitan. (c). Dukungan sumberdaya manusia yaitu para petani, kelompok tani peternak dan pembudidaya ikan serta dukungan para petugas lapangan yang membantu dan membina dalam bimbingan teknis bagi para pelaku usaha tani. Faktor Penghambat: (a). Tidak tersedianya fasilitas penyimpanan untuk transit, agroindustri skala menengah dan trading house . (b). Peranan kelembagaan belum maksimal dalam memenuhi kebutuhan para pelaku usaha di kawasan agropolitan. (c). Modal kerja yang sulit dijangkau 4). Kawasan Merapi-Merbabu Faktor Pendukung: (a). Potensi wilayah sangat mendukung produksi komoditas unggulan yaitu jenis-jenis sayuran dataran tinggi. (b). Tersedianya sarana dan prasarana pemasaran, lembaga permodalan, sarana dan prasarana perhubungan,
15
komunikasi yang memadai. (c). Sumberdaya manusia yang ada baik petani, kelompok tani serta tenaga penyuluh lapangan yang ada di kecamatan. Faktor Penghambat: (a). Ketersediaan fasilitas yang kurang mendukung antara lain fasilitas penyimpanan hasil, agroindustri kelas menengah dan trading house. Tidak tersedianya tempat transit sementara untuk sortasi dan pengemasan produksi yang akan dipasarkan. (b). Pada kelompok industri kecil, ketersediaan bahan baku dan bahan penolong sangat tergantung dengan pasokan dari luar daearah. 5). Kecamatan Rembang, Kaliori dan Lasem Faktor Pendukung: (a). Potensi dan kondisi fisik mendukung produksi komoditas unggulan buah tanaman pangan, perikanan, ternak besar dan kecil. (b). Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, perhubungan dan telekomunikasi, pemasaran, lembaga penyedia permodalan, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Koperasi, lumbung desa, KUD, pasar hewan. (c). Sumberdaya manusia yang tergabung dalam kelompok. Faktor Penghambat: (a). Kurangnya fasilitas penunjang kegiatan bagi pelaku kegiatan usahatani, seperti tempat penyimpanan hasil usaha tani, trading house, forum pengembangan kawasan; (b).
Akses permodalan untuk usaha sulit
dijangkau (c). Kelembagaan petani belum optimal 6). Kecamatan Sukolilo Faktor Pendukung: (a). Potensi dan kondisi fisik wilayah di Kecamatan Sukolilo sangat potensial untuk pengembangan usaha tani dan agroindustri pertanian, perikanan darat dan peternakan. (b). Ketersediaan sarana dan prasaran pendukung berupa sarana dan prasarana trasnportasi, akses jalan, perhubungan dan jaringan telekomunikasi. Sarana dan prasarana pertanian seperti jaringan irigasi, kios saprotan, pemberatasan hama. (c). Sumberdaya manusia yang terdiri atas petani dan kelompok tani, peternak, pembudidaya ikan serta para pedagang dan usaha industri kecil empon-empon serta usaha jasa penggilingan padi. Faktor Penghambat: Kurangnya fasilitas pendukung kegiatan agribisinis maupun usaha industri kecil, kurangnya usaha budidaya pembibitan ikan atau balai benih ikan. c. Tingkat penerapan iptek dikawasan pedesaan yang sudah mengembangkan dan yang belum mengembangkan agropolitan di Jawa Tengah mencakup IPTEK pada budidaya tanaman pangan, sayuran unggulan, ternak besar, ternak kecil, perikanan, pengolahan
16
hasil pertanian, serta pemasaran, memiliki kriteria yang sama yaitu cukup mendukung keberhasilan produksi. Faktor penghambat produksi pada kawasan yang sudah mengembangkan dan yang belum mengembangkan agropolitan adalah sebagai berikut: a). Produksi tanaman unggulan bersifat musiman, mudah rusak dan makan tempat; b). Ketergantungan input luar sangat tinggi. c). Pengetahuan petani yang relatif rendah; d). Peningkatan serangan OPT pada pertanian maupun ternak. e). Kelangkaan hijauan pakan ternak terjadi setiap tahun. f). Peningkatan frekwensi terjadinya anomali iklim (kekeringan, banjir) g). Degradasi lahan 2. Rekomendasi : a. Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan Dinas Perikanan mengoptimalkan fungsi pembinaan dalam hal penerapan teknologi budidaya dan penguatan kelembagaan petani b. Kawasan Waliksarimadu (1). Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Pemalang agar
mengoptimalkan kelengkapan dan penggunaan fasilitas penyimpanan dan trading house; (2). Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang selaku sekretaris Pokja agar mengoptimalkan peningkatan produksi sebagai bahan baku yang dibutuhkan industri kecil. (3). Dinas Perindagkop Kabupaten Pemalang fasilitasi modal usaha; (4). Dinas Pekerjaan Umum supaya mengusahakan sarana untuk penyimpanan, trading house c. Kawasan Rojonoto: (1). Dinas Pertanian Kabupaten Wonosobo selaku sekretaris Pokja agar mengoptimalkan peningkatan produksi bahan baku (telur itik) yang dibutuhkan industri kecil; (2). Dinas Perindagkop Kabupaten Wonosobo fasilitasi modal usaha d. Kawasan Bungakondang: (1). Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Purbalingga fasilitasi penyimpanan dan trading house; (2). Dinas Perindagkop Kabupaten Purbalingga fasilitasi modal usaha e. Kawasan Merapi Merbabu: (1). Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magelang supaya mengusahakan sarana
untuk penyimpanan, tradinghause. (2). Dinas
Pertanian Kabupaten Magelang supaya mengoptimalkan peningkatan produksi bahan baku yang dibutuhkan industri kecil . f. Kecamatan Rembang, Kaliori, Lasem: (1). Dinas Pekerjaan umum Kabupaten Rembang fasilitasi tempat penyimpanan hasil usaha tani, trading house. (2). Dinas
17
Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Rembang fasilitasi modal usaha (3). Dinas Pertanian Kabupaten Rembang supaya mengoptimalkan produksi kebutuhan bahan baku untuk industri g. Kecamatan Sukolilo: (1). Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pati fasilitasi tempat penyimpanan hasil usaha tani, trading house; (2). Dinas Perikanan Kabupaten Pati fasilitasi kebutuhan benih ikan h. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian memberi dukungan inovasi teknologi hasil penelitian untuk pengembangan kawasan agropolitan maupun yang akan mengembangkan kawasan agropolitan terutama dalam hal prosesing limbah ternak, sistem irigasi tetes, introduksi model PTT (pangan dan hortikultura).
18